wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/...penelitian terdahulu dalam...

20

Upload: lamquynh

Post on 10-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Warta

Pengantar Redaksi Daftar Isi

ISSN 0216-4427

Penelitian dan Pengembangan PertanianVolume 40 No. 6, 2018

Pemanfaatan Lahan Alang-Alang untuk Pertanian Produktif 1

Peluang Manis Buah dan Sayur Terolah Minimal 4

Daun Indigofera sebagai Suplemen Pakan Ternak 6

Pengembangan Penyuluh Pertanian dalam Optimalisasi Pemanfaatan Alsintan 8

Padi Kaya Seng (Zn), Alternatif Penanggulangan Stunting di Indonesia 10

Potensi Pengembangan Kopi Liberika Tungkal Komposit 12

Menyiasati Rendahnya Harga Cabai 15

Nasi Instan: Siap Santap dalam Waktu Lima Menit 17

Guna meningkatkan hasil produksi kebutuhan pangan melalui pertanian, maka diperlukan kegiatan ekstensifikasi. Salah satu kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi adalah pemanfaatan lahan alang-alang untuk pertanian produktif yang didukung oleh teknologi paket rehabilitasi. Hasil pertanian juga sangat riskan terhadap kerusakan sehingga selalu menjadi dasar pertimbangan dalam penciptaan teknologi dan inovasi. Bidang pascapanen Balitbangtan telah menghasilkan teknologi untuk mengolah buah, sayur, serta produk berbasis komoditas pangan lokal lainnya menjadi produk yang dengan mudah dapat dikonsumsi dengan baik. Termasuk pengolahan tanaman lokal seperti indigofera untuk kebutuhan suplemen pakan ternak. Dari aspek budi daya, Balitbangtan terus melakukan upaya penyelesaian potensi masalah berbasis teknologi, diantaranya penanggulangan stunting yang menyerang pertumbuhan balita Indonesia melalui penciptaan varietas padi kaya seng (Zn). Demikian pula pengembangan tanaman yang memiliki indikasi geografis agar keberlanjutannya terus terjaga dan dikenal dunia seperti kopi liberika tungkal komposit yang tumbuh dengan baik di Provinsi Jambi. Peran serta pelaku diseminasi teknologi pertanian dari hulu ke hilir yakni penyuluh pertanian, sangat penting untuk keberhasilan invensi/teknologi menjadi inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu, kapabilitas penyuluh perlu ditingkatkan termasuk dengan kemampuan dalam pemanfaatan alsintan sebagai awal pengembangan pertanian modern.

Redaksi

Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian diterbitkan enam kali dalam setahun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pengarah: Muhammad Syakir; Tim Penyunting: Retno Sri Hartati Mulyandari, Istriningsih, Nuning Nugrahani, Sri Hartati, Sofjan Iskandar, Syahyuti, Sri Utami, Tri Puji Priyatno, Miskiyah, Wiwik Hartatik, Achmad Subaidi; Ika Djatnika; Ronald Hutapea; Penyunting Pelaksana: Morina Pasaribu, Siti Leicha Firgiani, Ujang Sahali Tanda Terbit: No. 635/SK/DITJEN PPG/STT/1979; Alamat Penyunting: Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian, Jalan Salak No. 22, Bogor 16151, Telepon: (0251) 8382567, 8382563, Faksimile: (0251) 8382567, 8382563, E-mail: [email protected]. Selain dalam bentuk tercetak, Warta tersedia dalam bentuk elektronis yang dapat diakses secara on-line pada http://www.bpatp.litbang.pertanian.go.id

Redaksi menerima artikel tentang hasil penelitian serta tinjauan, opini, ataupun gagasan berdasarkan hasil penelitian terdahulu dalam bidang teknik, rekayasa, sosial ekonomi, dan jasa serta berita-berita aktual tentang kegiatan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Artikel disajikan dalam bentuk ilmiah populer. Jumlah halaman naskah maksimum 6 halaman ketik dua spasi.

Foto sampulTanaman padi kaya seng (Inpari IR NutriZinc).

Volume 40 Nomor 6, 2018 1

Lahan alang-alang merupakan lahan yang tidak produktif dan

dapat disebut lahan tidur atau tidak dimanfaatkan. Terjadinya lahan tersebut terutama akibat penebangan dan pembakaran hutan pada sistem perladangan berpindah atau karena pengelolaan lahan yang tidak tepat, tanpa masukan pupuk sehingga produktivitas lahan menurun dan ditumbuhi alang-alang. Fenomena terjadinya lahan alang-alang dapat juga berasal dari proses investasi usaha tani yang tidak berkesinambungan atau akibat terbukanya permukaan lahan yang disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya pembukaan oleh peladang berpindah, pembalakan hutan, dan penelantaran lahan.

Alang-alang dengan nama latin Imperata cylindrical L. merupakan tanaman pioner pada lahan terbuka. Alang-alang dapat berupa gulma yang mempunyai kemampuan tumbuh yang sangat cepat dan dapat berkembang biak melalui biji atau akar rimpang tumbuh pada berbagai jenis tanah dan tanah yang tidak subur. Hal tersebut dikarenakan alang-alang dapat tumbuh meskipun lahan tersebut miskin hara. Akar rimpang alang-alang tahan terhadap pembakaran sehingga penyebarannya cepat dan luas. Namun, pada dasarnya alang-

Pemanfaatan Lahan Alang-Alang untuk Pertanian Produktif

Salah satu areal yang cukup potensial untuk pengembangan pertanian adalah lahan alang-alang yang sejauh ini merupakan lahan terbuka dan tidak dimanfaatkan. Pemanfaatan lahan alang-alang untuk usaha tani

yang produktif perlu dukungan modal, sarana produksi dan infrastruktur, serta teknologi rehabilitasi dan pembukaan lahan yang optimal. Beberapa

teknologi rehabilitasi lahan alang-alang yang telah dilakukan yaitu penanaman tanaman penutup tanah dan aplikasi fosfat alam, sistem budi

daya lorong, dan sistem integrasi tanaman- ternak (SITT).

alang juga dapat berperan positif sebagai penutup tanah sehingga dapat mencegah aliran permukaan dan erosi pada lahan yang berlereng

Pada daerah beriklim basah, alang-alang banyak tumbuh di tanah ultisol dan oxisol, tanah tersebut umumnya mempunyai kesuburan tanah yang rendah yang dicirikan dengan reaksi tanah masam, kadar bahan organik, kandungan P, kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation yang rendah serta kejenuhan aluminium sedang sampai tinggi. Apabila terjadi erosi maka lapisan olah akan hilang sehingga lapisan di bawahnya yakni horizon B yang muncul dengan tekstur liat. Faktor lain yang ditemukan pada tanah oxisol yaitu adanya plintit atau krokos pada kedalaman tanah kurang 30 cm yang dapat memengaruhi p e r t u m b u h a n t a n a m a n d a n kerusakan alat pengolahan tanah.

Salah satu areal yang cukup potensial untuk pengembangan pertanian adalah lahan alang-alang yang sejauh ini merupakan lahan terbuka atau tidak termanfaatkan. Pemanfaatan lahan alang-alang untuk usaha pertanian relatif lebih mudah dari pada membuka hutan, karena biayanya yang jauh lebih murah. Alang-alang juga berperan dalam mempertahankan fungsi hidrologis hutan dan memperbaiki

lingkungan. Kondisi kesuburan tanah pada lahan alang-alang dapat diatasi dengan beberapa input teknologi, sedangkan tahap pengembangan awal atas penggunaan lahan alang-alang disarankan untuk memilih lokasi dengan aksesibilitas yang tinggi sehingga penyediaan sarana produksi dan transportasi dapat berjalan lancar.

Peluang pemanfaatan lahan alang-alang cukup besar apabila beberapa kendala dapat diatasi. Namun kenya taannya lahan alang-alang masih luas dan masih belum diusahakan dengan baik. Pengembangan lahan alang-alang yang dapat meningkatkan pendapatan petani dan perbaikan lingkungan bergantung pada biaya untuk proses konversi lahan dan keuntungan usaha tani. Konversi penggunaan lahan alang-alang ke penggunaan lahan yang lain ditentukan oleh perbaikan infrastruktur dan peningkatan produktivitas tanah dan tanaman serta penyempurnaan teknologi pembukaan lahan dan usaha tani yang diterapkan.

Pembukaan Lahan Alang-alang

Beberapa cara pembukaan lahan alang-alang adalah secara manual, mekanis, vegetatif, biologis, dan kimiawi. Di antara kelima cara tersebut, cara bio logis t idak berkembang karena terbatasnya penyediaan agen hayati untuk membasmi alang-alang sampai ke rimpang di bawah permukaan tanah.

Penge lo laan a lang -a lang t e r p a d u m e r u p a k a n c a r a pengendalian yang efektif dan

2 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

efisien dengan mengombinasi alternatif pengendalian yang sesuai dengan kondisi petani. Kombinasi pengendalian tersebut dengan mempertimbangkan kondisi secara agronomis maupun sosial ekonomi sehingga diharapkan nantinya usaha tani pada lahan alang-alang dapat dilakukan dengan minim herbisida kimia. Pengendalian tersebut merupakan kombinasi dari penanaman legume penutup tanah, intercropping, dan herbisida dalam satu sistem. Alternatif kombinasi cara pengendalian bervariasi tergantung dari biaya, jenis tanah, ikl im, kemudahan dalam pengendalian, dan memang merupakan cara pilihan petani.

Cara manual. Alang-alang dibabat dengan cangkul dan sekop garpu, kemudian dibakar. Pencangkulan dan pengolahan lahan memerlukan tenaga sampai siap tanam yang cukup besar. Tenaga kerja yang dibutuhkan biasanya diperlukan 109–158 hari orang kerja/ha. Pembukaan lahan alang alang secara manual relatif lebih mahal, namun produktivitas tanah masih bisa dipertahankan dan tentunya dapat mengurangi pencemaran lingkungan akibat penggunaan herbisida yang berlebihan.

Cara mekanis. Pembukaan lahan dilakukan dengan traktor atau bajak ternak. Penggunaan traktor dilakukan pada areal yang tidak terlalu sempit dan mir ing. Pembajakan dan penggaruan dilakukan sebanyak dua kali dengan selang waktu 2 minggu pada kedalaman pembajakan sekitar 40 cm.

Cara vegetatif. Pengendalian alang-alang cara vegetatif adalah dengan memanfaatkan kelemahan alang-alang yang t idak tahan terhadap naungan. Beberapa teknik pembukaan lahan alang-alang mahal dan tidak efektif bisa diatasi

dengan menciptakan naungan permanen seperti dijumpai di areal perkebunan. Penggunaan tanaman penutup tanah seperti tanaman kacang-kacangan merupakan tanaman pioner untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan alang-alang. Tanaman penutup tanah yang biasa digunakan yaitu calapogonium mucunoides, centrosema pubescens, crotalaria sp, pueraria javanica, stylosanthes, dan mucuna sp. Jenis tanaman penutup tanah yang dipilih untuk usaha tani tanaman pangan yaitu sebaiknya yang berumur pendek yakni 3–4 bulan seperti mucuna. Umumnya untuk menghilangkan alang-alang dilakukan pembabatan dan dibongkar akarnya sedangkan lahannya dibajak agar sedikit lebih gembur sebelum tanaman penutup tanah ditanam. Keuntungan penggunaan tanaman penutup tanah adalah meningkatkan bahan organik tanah melalui biomas yang dihasilkan atau dengan kata lain dapat sebagai pupuk hijau dan mulsa, dapat meningkatkan hara N tanah melalui fiksasi N dari udara dan dapat memperbaiki struktur tanah.

Cara kimia. Penyiapan lahan alang alang untuk usaha tani dengan herbisida. Penggunaan herbisida mampu mengendalikan pertumbuhan alang-alang, namun demik ian ap l i kas i he rb is ida mempunyai pembatas di antaranya memerlukan air walaupun kadang kadang ketersediaan air di lahan terbatas. Petani juga memerlukan keterampi lan da lam apl ikas i herbisida dan yang perlu diketahui bahwa herbisida bersifat racun sehingga dapat membahayakan kesehatan manusia, membunuh organisme lain, dan menyebabkan pencemaran lingkungan. Demikian juga jenis dan kualitas herbisida yang beragam sehingga keefektifan dan harganya juga beragam.

Kombinasi Cara Manual atau M e k a n i s d e n g a n K i m i a . Kombinasi cara manual atau mekanis, sistem tanpa olah tanah atau olah tanah minimum yang dikombinasikan dengan herbisida efektif mengendalikan alang-alang. Lahan alang-alang yang disemprot dengan herbisida glifosat 6 liter/ha dikombinasikan dengan olah tanam minimum, cukup efektif, lebih murah, dan tanpa penyiangan selama pertumbuhan tanaman pangan.

Teknologi Rehabilitasi Lahan Alang-alang

Proses rehabilitasi lahan alang-alang memerlukan dukungan teknologi yang tepat sehingga pemanfaatan lahan tersebut dapat menjadi optimal. Berikut ini adalah langkah-langkah rehabilitasi lahan alang-alang:

Penanaman tanaman penutup tanah dan aplikasi fosfat alam. Rehabilitasi lahan alang alang yang bereaksi masam menjadi lahan pertanian yang produktif dan berkelanjutan dapat dilakukan mela lu i penanaman tanaman penutup tanah yang dikombinasikan dengan cara manual dan mekanis serta aplikasi fosfat alam. Teknik rehabil i tasi lahan alang-alang dengan penanaman tanaman penutup tanah yaitu mucuna dan aplikasi fosfat alam dosis 1 ton/ha mampu meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman pangan. Hasil penelitian jangka panjang menunjukkan lahan alang-alang yang telah direhabilitasi dengan tanaman penutup tanah dan aplikasi fosfat alam dapat meningkatkan hasil tanaman padi gogo, kedelai dan jagung. Residu pemupukan fosfat alam meningkatkan hasil jagung 4–5 kali dibanding tanpa pupuk P. Secara keseluruhan pengaruh residu fosfat alam meningkatkan

Volume 40 Nomor 6, 2018 3

total hasil tanaman pangan per tahun yang dikonversikan dalam rupiah. Selain itu aplikasi pembenah tanah seperti kapur atau dolomit dengan dosis 1–2 ton/ha diperlukan untuk meningkatkan pH tanah agar tanaman dapat tumbuh optimal.

Sistem budi daya lorong. Sistem budi daya lorong dengan komponen tanaman pangan, tanaman buah-buahan, ternak dan pakan. Sebagai tanaman pagar digunakan tanaman buah-buahan seperti rambutan, pisang, dan sirsak dengan jarak tanam antar barisan dua kali jarak tanam monokultur. Di antara tanaman buah-buahan, per lu d i tanam tanaman pencegah erosi seperti Flemingia congesta yakni tanaman yang sekaligus dapat berperan sebagai sumber bahan organik in situ, yang ditanam berselang-seling antar baris dengan rumput pakan ternak. Rumput dimanfaatkan sebagai pakan ternak dalam sistem penggemukan sapi. Teknologi sistem usaha tani di atas telah diterapkan pada lahan alang-alang Daerah Aliran Sungai (DAS) Singkarak menunjukkan bahwa hasil kedelai yang diperoleh rata-rata 1,10 ton/ha dan jagung 2,47 ton/ha dan kacang hijau 0,70 ton/ha, hasil yang didapatkan bervariasi bergantung dari kondisi lahan, ketebalan lapisan bahan organik dan setelah tahun kedua terjadi peningkatan kesuburan tanah (Tabel 1).

Sistem Integrasi Tanaman-Ternak (SITT)

SITT merupakan sistem yang memadukan pengelolaan tanaman dengan ternak. SITT diharapkan dapat mengatasi masalah pakan te r nak , penge lo laan l imbah pertanian, terbatasnya sumber daya air dan lahan serta mengantisipasi perubahan iklim. Untuk penyediaan

Tabel 1. Produktivitas tanaman pangan di lahan alang-alang DAS Singkarang, Sumatera Barat

Tanaman Produktivitas tanaman

Maksimal Minimum Rata-rata

……………………………………. ton/ha ……………………………

Kedelai 1,52 0,97 1,10

Jagung 3,45 2,19 2,47

Kacang hijau 0,95 0,65 0,70Sumber: Zaini dan Lamid (1993)

pakan ternak dapat dilakukan melalui pemanfaatan sisa panen seperti jerami padi, brangkasan jagung dan kedelai. Siklus pemanfaatan sisa panen untuk pakan dan kotoran ternak kembali ke lahan sebagai pupuk organik merupakan siklus hara yang berkelanjutan sehingga diharapkan produktivitas tanah dan tanaman meningkat, serta pendapatan petani meningkat yang salah satunya berasal dari keuntungan penggemukan sapi melalui sistem SITT berkeberlanjutan.

Kendala Penerapan Teknologi Rehabilitasi dan Pemanfaatan Lahan Alang-alang

Pemanfaatan lahan alang-alang untuk pengembangan pertanian menghadapi kendala dipandang dari beberapa aspek yaitu :

Aspek teknis. Teknologi rehabilitasi dan pemanfaatan lahan alang-alang relatif mahal dan tidak terjangkau oleh petani. Lahan alang-alang umumnya merupakan lahan yang kurang subur dengan produktivitas tanaman yang rendah sehingga memerlukan modal usaha tani yang tinggi. Subsidi atau kredit yang diberikan oleh pemerintah dapat menjadi modal kerja awal.

Aspek prasarana. Aksesibilitas lahan a lang-a lang te rhadap sarana produksi dan pemasaran

d i a n g g a p m a s i h k u r a n g . Keberadaan kelembagaan petani, peran penyuluhan, dan prasarana pengembangan, juga masih terbatas. Oleh karena itu, diperlukan peranan pemerintah daerah agar dapat memfasilitasi prasarana teknologi dan pemasaran hasil pertanian.

A s p e k p e n g u a s a a n l a h a n . Kepemilikan lahan merupakan hal yang penting dalam pemanfaatan lahan alang-alang untuk usaha tani. Sebelum lahan dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian, maka masalah kepemilikan lahan harus diselesaikan terlebih dahulu, baik melalui pembebasan lahan atau kesepakatan penggunaan lahan agar lebih produktif. Dukungan p e m e r i n t a h d a e r a h s a n g a t diharapkan dan implementasinya melibatkan masyarakat setempat.

Aspek petani. Penguasaan tek-nologi petani masih sangat lemah, modal yang terbatas, dan kurangnya pemahaman usahatani konservasi untuk mempertahankan produktivitas tanah dan berkelanjutan.

Wiwik Hartatik

Balai Penelitian Tanah

Jalan Tentara Pelajar No. 12, Bogor

Telepon : (0251) 8336757

Faksimile : (0251) 8321608; 8322933

E-mail : [email protected].

go.id; [email protected]

4 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Sifat produk pertanian yang mudah rusak merupakan

tantangan terbesar bagi petani. Produk pertanian yang paling riskan untuk rusak atau busuk berasal dari tanaman buah dah sayuran jika tidak segera laku terjual. Pada akhirnya petani mengalami kerugian dan berakibat menurunnya pendapatan sekalipun hasil produksi awal baik. Peranan pascapanen dengan sentuhan teknologi sangat diperlukan guna mengant is ipasi kondis i tersebut. Salah satu terobosan pascapanen yang telah dilakukan yakni proses pengolahan minimal atau minimally process. Teknologi tersebut merupakan penanganan bahan pangan segar un tuk membersihkan dan menghilangkan bagian yang tidak dapat dimakan, serta pengecilan ukuran sehingga menghasilkan produk yang siap dimakan atau siap diolah/digunakan. Minimally process pada buah dan sayur menghasilkan produk terolah minimal yang cepat untuk disajikan sehingga lebih praktis, namun masih dalam bentuk segar dan kandungan gizinya lebih dapat dipertahankan.

Potongan segar buah melon, semangka, nenas, dan pepaya yang dijual di supermarket ataupun aneka buah potong yang dijual tukang buah bisa menjadi gambaran produk buah dan sayur terolah minimal. Namun ada kekhawatiran dari konsumen terkait kesegaran dan kualitas produk tersebut. Padahal, kesegaran

Peluang Manis Buah dan Sayur Terolah MinimalSaat ini, tren konsumsi sayur dan buah semakin meningkat seiring dengan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan. Namun, perubahan gaya hidup dan keterbatasan waktu membuat orang memilih produk yang praktis serta mudah dalam penyajian. Buah dan sayur terolah minimal memiliki peluang

untuk menjawab kebutuhan tersebut.

dan kepraktisan produk menjadi kata kunci untuk produk terolah minimal. Produk harus dibuat dari bahan pangan segar yang berkualitas, karena minimally process tidak akan memperbaiki kualitas produk, tapi diupayakan untuk mempertahankan kualitas produk.

Berbagai jenis buah dan sayur dapat diproses menjadi produk terolah minimal, antara lain salak, durian, semangka, melon, selada, bayam, jagung manis, selada dan wortel. Pemilihan jenis produk perlu disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Buah-buahan tersebut potensial untuk diolah minimal karena berukuran besar, susah untuk dikupas, ataupun kualitasnya tidak dapat dilihat secara langsung tanpa dikupas.

Tahapan yang dilakukan untuk mengolah minimal buah dan sayur diantaranya melalui sortasi atau pemilahan, trimming atau penghilangan bagian yang tidak dimakan, pencucian, pengecilan

Nenas (a) dan selada (b) terolah minimal. (Sumber: http://2.bp.blogspot.com; http://media.fooducate.com/products/images).

(a) (b)

ukuran, dan pengemasan produk. Bahan baku yang digunakan haruslah dalam kondisi segar dan berkualitas. Buah yang digunakan memiliki t ingkat ketuaan yang optimum atau siap untuk dikonsumsi karena telah matang, namun tidak kelewat matang untuk menghindari pembusukan. Sedangkan untuk sayuran dipilih sesuai dengan jenis sayurannya. Selain itu, jenis buah dan sayuran yang digunakan bebas dari hama penyakit serta kerusakan lainnya seperti memar yang dapat menurunkan kualitas produk.

Meskipun buah atau sayur terolah minimal dituntut untuk tetap segar, namun disisi lain, sifat produk pertanian yang mudah rusak tidak dapat diabaikan. Hal ini terjadi karena jaringan buah atau sayur terolah minimal telah mengalami luka karena proses trimming dan pemotongan maupun pengecilan ukuran. Kondisi tersebut menyebabkan produk pertanian akan mengalami percepatan perubahan fisiologis sebagai akibat dari proses respirasi dan produksi etilen yang akan mempercepat kerusakan buah atau sayur. Kontaminasi silang juga akan lebih mempercepat kerusakan produk. Upaya untuk mempertahankan kualitas produk,

Volume 40 Nomor 6, 2018 5

Tabel. 1. Beberapa perlakuan untuk mempertahankan kualitas buah dan sayur terolah minimal.

No. Komoditas Perlakuan Keterangan

1. Buah durian kupas edible coating/pelapisan dengan Low Methoxy Pectin + 1% kasein + 0,25% asam stearat.

umur simpan 13 hari, suhu 5°C.suhu ruang, 7 hari, kontrol 5 hari

2. Buah salak kupas coating/pelapisan dengan kitosan dan pektinkemasan stretch film

umur simpan 8 hari, kontrol 6 hari

3. Buah nenas potong pencelupan dalam CaCl2, selama 2 menit.dikemas dengan plastik PP, simpan 5°C.

umur simpan 8 hari, kontrol 4 hari

4. Buah nangka kupas pengemasan dengan nampan styrofoam dengan penutup stretch film, suhu 5°C.

umur simpan 8 hari

5. Selada terolah minimal coating dengan gel lidah buaya, kemasan plastik propilen berlubang, simpan 10°C

umur simpan 17 hari

6. Wortel kupas potong kemasan LDPE, 5°C. umur simpan 21 hari pada suhu 5°C.

Sumber: Ritonga, 2006

mulai dari proses pembersihan sampai dengan pengemasan harus menerapkan prinsip sanitasi dan hygiene. Tujuannya untuk meminimalkan kontaminasi mikroba yang berbahaya bagi kesehatan manusia maupun mikroba yang dapat mempercepat kerusakan produk. Mempertahankan rantai dingin saat proses penanganan juga dapat mempertahankan kesegaran produk. Sela in i tu beberapa perlakuan edible coating dan pengemasan dapat memperpanjang kesegaran produk terolah minimal.

Penggunaan edible coating dan pengemasan yang sesuai, dapat meningkatkan umur simpan atau kesegaran dari buah maupun sayur yang terolah minimal. Edible coating merupakan bahan pelapis yang berfungsi untuk melindungi bahan atau produk yang sedang dilapisinya dari kerusakan. Bahan penyusun edible coating aman untuk dimakan langsung sehingga tidak akan mengganggu kesehatan. Beberapa perlakuan untuk mempertahankan kualitas buah dan sayur terolah minimal dapat dilihat pada Tabel 1.

Balai Besar Penelit ian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen) juga telah menghasi lkan teknologi

minimally process untuk buah salak dan mangga. Teknologi yang diterapkan menggunakan edible coating kitosan dan pektin serta kemasan white stretch film yang dapat memperpanjang umur simpan salak terolah minimal sampai delapan hari, dimana kontrol umur simpannya hanya enam hari . Sedangkan minimally process pada buah mangga yakni dengan menggunakan bionanokomposit tapioka dan nanopartikel ZnO yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Setelah penyimpanan selama enam hari, jumlah cemaran mikroba masih di bawah ambang batas d ibandingkan dengan per lakuan kontro l . Sela in i tu menggunakan edible coating dari jenis pati, diantaranya pati sagu. Edible coating tersebut diaplikasikan pada produk hortikultura.

Adapun proses pembuatan edible coating tersebut dilakukan dengan cara mencampur pati sagu dengan air dengan perbandingan 1:10, kemudian diaduk dengan mikser sampai homogen, selanjutnya disaring. Larutan selanjutnya dipanaskan sambil diaduk sampai mencapai suhu sekitar 65°C. Kemudian ditambahkan CMC 1%, sedikit-sedikit sambil terus diaduk

dan dipanaskan sampai suspensi pati mengental, tambahkan minyak biji matahari sebagai plastiziser. Larutan kemudian didingankan sampai suhu 30°C ditambah dengan vitamin C, dan siap digunakan.

Penggunaan jenis buah dan sayur yang berkualitas diikuti dengan proses yang higienis akan dapat menghasilkan produk segar terolah minimal yang berkualitas. Peluang pasar produk buah dan sayur terolah minimal cukup terbuka lebar. Tumbuhnya industri ritel menjadi peluang untuk pemasaran produk terolah minimal. Modifikasi p roduk un tuk menghas i l kan produk yang lebih praktis misalnya campuran sayuran dengan bumbu, atau campuran buah dengan bumbu juga menjadi peluang untuk dikembangkan.

Elmi Kamsiati

Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Pascapanen Pertanian

Jalan Tentara Pelajar No. 12 Kampus

Penelitian Pertanian Cimanggu, Bogor

Telepon : (0251) 8321762

Faksimile : (0251) 8350920

E-mail : bbpascapanen@litbang.

pertanian.go.id; bb_pascapanen@yahoo.

com

6 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Pakan merupakan komponen utama yang berkontribusi hingga

70% terhadap biaya produksi. Tingginya biaya produksi merupakan akibat dari sistem penyediaan pakan yang tidak efisien. Peternak biasanya hanya mengandalkan pakan konsentrat yang berasal dari biji-bijian, serealia, dan hasil samping agroindustri . Namun penggunaan bahan tersebut juga bersaing untuk industri lain sehingga harga konsentrat semakin mahal dan sulit terjangkau oleh peternak rakyat.

Eksplorasi sumber daya lokal untuk mencari sumber pakan alternatif perlu dilakukan seiring dengan meningkatnya kebutuhan dan populasi ternak. Hi jauan merupakan sumber energi dan protein termurah untuk memproduksi daging, salah satunya tanaman Indigofera yang banyak ditemui sebagai pagar hidup. Indigofera merupakan tanaman leguminosa atau jen is po long-polongan, tingginya 2–3 m, dan berdaun majemuk serta ganjil seperti semak. Daun tanaman menjadi sumber pakan ternak ruminansia seperti sapi, kambing, dan domba serta non ruminansia seperti kelinci.

T a n a m a n i n i m u d a h dibudidayakan dan dapat tumbuh dengan baik pada 1.200 m di atas permukaan laut, mudah diperbanyak, memiliki perakaran dalam, dan dapat mempertahankan kesuburan tanah. Tanaman ini menghasilkan buah

Daun Indigofera sebagai Suplemen Pakan TernakPakan utama ternak dapat berupa hijauan seperti rumput-rumputan maupun

daun-daunan. Daun tanaman Indigofera merupakan hijauan bergizi untuk dijadikan sebagai suplemen pakan. Tanaman ini mudah tumbuh dan adaptif

terhadap berbagai kondisi lingkungan. Suplemen hijauan dari Indigofera dapat mengganti sebagian pakan konsentrat yang harganya cukup mahal.

polong berukuran 2–3 cm sebanyak 4–17 biji. Kemampuan produksi hijauan Indigofera 100–1.200 kg/pohon/tahun bergantung jarak tanamnya. Setelah dipanen dengan pemotongan optimum 0,75–1,5 m dari permukaan tanah, tanaman ini dapat dipanen kembali setelah 60–70 hari, sesuai kelebatan tanaman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian daun Indigofera sebagai pakan suplemen ternak akan meningkatkan total konsumsi dan pertambahan berat badan harian dibandingkan ternak yang hanya mengonsumsi rumput atau hijauan lain. Produksi susu indukan juga menjadi lebih tinggi. Indigofera memang baik untuk meningkatkan produksi dan kualitas daging, telur dan susu, serta menghasilkan produk pangan hewani yang sehat.

Kandungan tanin Indigofera yang rendah, berkisar 0,6–1,4 ppm jauh di bawah taraf yang dapat menimbulkan sifat anti nutrisi. Kondisi tersebut juga berdampak positif terhadap tingkat kesukaan pakan oleh ternak atau palatabilitas.Tanaman Indigofera toleran kekeringan dan jenis lahan yang beragam, termasuk genangan atau rawa. Tanaman ini bisa dijadikan alternatif ketersediaan pakan di saat musim kemarau yang susah menemukan rumput. Kini tanaman tersebut sudah diolah dalam bentuk suplemen yang dianjurkan untuk diberikan kepada ternak yang sedang laktasi.

Perbanyakan Tanaman

Ta n a m a n I n d i g o f e r a b i s a d i k e m b a n g k a n d e n g a n b i j i sedangkan perbanyakan dengan stek agak sulit. Biji disemai sebelum ditanam di polybag selama 60 hari, ketika tumbuh dengan baik di polybag selanjutnya ditanam di lapangan. Tingkat pertumbuhan penanaman dengan bij i 80%. Produksi Indigofera pada saat tanaman berumur satu tahun pada jarak tanam (1 x 0,5) m dengan produksi bahan kering 33,25 ton/ha/tahun. Interval pemotongan 3 bulan sekali dengan tinggi pemotongan 1,5 m di atas permukaan tanah. Setelah pemangkasan 1,5 meter setiap pohon rata-rata tumbuh 28 tunas dengan rasio atau perbandingan daun dan batang 0,72.

Bagian tanaman yang dijadikan sumber hijauan pakan dan disukai ternak adalah daun dan sebagian tangkai yang masih muda, hijau, dan lunak. Adapun tangkai yang sudah coklat dan keras berkayu tidak dikonsumsi lagi. Panen pertama di lakukan dengan memotong batang utama setinggi 1,5 m dan membiarkannya tumbuh kembali selama 40–60 hari. Mengingat waktu panen berikutnya membutuhkan waktu, maka jumlah tanaman harus lebih banyak agar dapat dipanen secara bergilir atau sistem rotasi.

Kandungan Gizi Hijauan

Hasil analisis proksimat kandungan gizi yang meliputi analisa kadar air, protein kasar, lemak, energi, serat kasar, abu, kalsium, phosfor serta analisa kecernaan bahan

Volume 40 Nomor 6, 2018 7

kering dan organik secara in vitro dari sampel hijauan Indigofera disajikan pada Tabel 1. Hasil analisa menunjukkan bahwa kandungan protein dan kecernaan in vitronya sangat tinggi, baik kecernaan bahan kering maupun organik sehingga dapat dicerna dengan baik dalam rumen ternak.

Suplemen Pakan Ternak

Pemberian Indigofera adalah sebagai suplemen sehingga kecukupan gizi masih perlu perlu diimbangi dengan konsentrat. Intensif hijauan untuk kelinci diberikan 60–80%, sisanya konsentrat atau 60% konsentrat dan sisanya hijauan (Sarwono, 2002). Bentuk pakan yang diberikan bergantung pada sistem pemeliharaan misalnya memformulasikan hijauan dan

Tanaman Indigofera siap panen.

konsentrat dalam bentuk “pellet” s e h i n g g a k o m p o s i s i b a h a n keringnya lebih akurat. Peternak tidak perlu lagi memberikan hijauan segar atau tambahan pakan lain. Daun Indigofera sp. mengandung protein kasar 27,9%, serat kasar 15,25%, kalsium 0,22% dan fosfor 0 ,18%. Beberapa pene l i t ian menyatakan bahwa kecernaan protein kasar Indigofera sp. yang diuji in vitro mencapai 90,64% (Suharlina, 2010). Penelitian Tarigan (2009) memperlihatkan bahwa nilai kecernaan bahan kering daun Indigofera sp. pada kambing Boerka sebanyak 45% dari total ransum adalah 60,07%.

Pengolahan daun Indigofera sp. dapat berbetuk pelet atau tepung sehingga mempermudah proses distribusi dan meningkatkan umur simpan pakan tanpa mengubah komposisi zat makanan. Perlakuan

Tabel 1. Kandungan gizi daun Indigofera.

Komponen Kandungan

Air (g/100g)Protein kasar (g/100g)Lemak (g/100g)Energi (kcal/kg)Serat Kasar (g/100g)Abu (g/100g)Kalcium (g/100g)Phosphor (g/100g)Kecernaan Bahan Kering in-vitro (g/100g)Kecernaan Bahan Organik in-vitro (g/100g)

12,0633,135,923.90312,5413,071,950,3284,3982,41

Keterangan: Data ini hanya berlaku untuk cuplikan contoh yang dianalisa. (Syamsu Bahar 2017)

Indigofera sebagai pakan kelinci hijauan yakni harus dilayukan terlebih dahulu. Pemberian pakan untuk kelinci dewasa yakni 100–200 g/ekor/hari. Potensi Indigofera sp. sebagai bahan pakan ternak diharapkan mampu memperbaiki kual i tas nutrisi kambing perah sehingga dapat meningkatkan produksi susu kambing nasional. Demikian pula kondisi peternakan di Indonesia sehingga mampu menyediakan sumber protein nasional.

Syamsu Bahar

Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Jakarta

Jalan Ragunan No. 30

Pasar Minggu, Jakarta

Telepon : (021) 78839949

Faksimile : (021) 7815020

E-mail : bptp-jakarta@litbang.

pertanian.go.id; syamsubahar@yahoo.

com

Daun Indigofera suplemen pakan kelinci. Daun Indigofera suplemen pakan sapi perah.

8 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Pemerintah te lah berupaya mewujudkan pertanian modern

di Indonesia. Salah satu program yang digulirkan yakni introduksi penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan) secara masif mulai tahun 2014. Dua jenis alsintan yang diintroduksikan untuk usaha tani padi yakni alat tanam (rice transplanter) dan panen (combine harvester). Upaya ini mesti berbarengan dengan pengembangan kelembagaan petani dan penyuluhan karena membutuhkan manajemen serta dukungan teknis yang tidak mudah. Untuk mendapatkan gambaran kelembagaan di Indonesia, tahun 2017, PSEKP melakukan kajian di Provinsi Sumatera Barat, Banten, Jawa Tengah, Bali, dan Sulawesi Selatan berjudul “Pengembangan Mode l Ke lembagaan Pe tan i dan Penyuluhan Mendukung Implementasi Program Pertanian Modern”.

Kinerja UPJA Masih Terbatas

Unit Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) merupakan pelaku utama dalam pelaksanaan program pertanian modern, selain kelompok tan i (poktan) dan gabungan

Pengembangan Penyuluh Pertanian dalam Optimalisasi Pemanfaatan AlsintanUpaya pemerintah mewujudkan pertanian modern perlu beriringan dengan kemampuan sumber daya manusianya. Kementerian Pertanian (Kementan) telah dan tengah menggulirkan beberapa bantuan berupa alsintan sebagai dukungan untuk pertanian modern. Peranan kelembagaan dan penyuluh

menjadi ujung tombak dalam penyebaran informasi dan teknologi hingga ke tingkat petani. Oleh karena itu, penyuluh perlu mendapat pengembangan

kapasitas guna mengawal berbagai program pemerintah yang ada.

poktan (Gapoktan). Peran UPJA dalam mendukung penerapan pertanian modern belum optimal karena lemahnya pengetahuan, kecakapan manajerial, maupun motivasi pengurus. Tanggung jawab dan motivasi untuk memperoleh keuntungan dari investasi atau return of investment (ROI) bagi pengelolaan alsintan masih kurang. Kendala teknis yang dihadapi di lapangan adalah keterbatasan hamparan yang tidak mencapai 100 ha, ketidaksesuaian jenis alsintan dengan kondisi lahan, kerusakan, dan minimnya suku cadang serta perawatan. Di sisi lain, pembinaan dan pendampingan penyuluh pertanian juga belum memadai, karena keterbatasan kapasitas khusus untuk pengembangan pertanian modern. Penyuluh belum dibekali dengan kemampuan teknis dan manajemen pengelolaan UPJA.

Optimalisasi Pemanfaatan Alsintan

Delapan lokasi contoh studi, secara umum menyatakan penggunaan alsintan belum memuaskan. Di antara tiga jenis alsintan baru, penggunaan combine harvester terlihat lebih tinggi di Kabupaten Soppeng dan Sidrap

(Sulawesi Selatan), mencapai 70% dari total lahan sawah sedangkan penggunaan traktor roda 4 (TR4) dan transplanter masih rendah karena berbagai kendala.

TR4 merupakan jenis Alsintan yang agak baru diintroduksikan. Data lapangan menunjukkan luas garapan TR4 bervariasi dari 4-80 ha/tahun. Sebagian besar TR4 hanya dimanfaatkan di dalam desa atau anggota kelompok, bahkan hanya digunakan pada lahan pengurus UPJA. Secara umum, TR4 dapat diterima oleh petani karena mampu bekerja lebih baik dan cepat jika lahannya sesuai . Persaingan penggunaan TR4 bukan dengan “buruh cangkul” tapi justru dengan traktor roda 2 yang lebih dulu dikenal luas petani.

Preferensi petani untuk mesin Rice Transplanter (RT), juga cukup tinggi, namun sering terkendala kurangnya nampan (tray) pembibitan. RT disukai karena mempercepat proses tanam, lebih murah, lebih rapi, serta memudahkan penerapan pola tanam jarwo yang selama ini sering terkendala oleh keengganan buruh tanam. Secara keseluruhan dari lokasi studi, optimalisasi RT masih rendah. Dari aspek sosial, tidak ditemukan adanya persaingan dengan buruh tanam, karena penggunaan RT yang sudah intensif seperti di Sukoharjo (Jawa Tengah) atau sebaliknya karena peran dominan buruh tani dengan sistem tanam benih langsung seperti di Soppeng (Sulawesi selatan). Persaingan dalam skala terbatas ditemukan di Banten, dimana masih

Volume 40 Nomor 6, 2018 9

terdapat banyak kelompok buruh tanam secara manual. Demikian pula dengan Combine Harvester (CH) yang memperoleh preferensi yang paling tinggi oleh petani. Alasannya adalah karena CH berukuran besar sehingga bekerja lebih cepat, efektif, kualitas gabah lebih tinggi termasuk harga jualnya, dan lebih menekan kehilangan hasil. Penggunaan CH sudah berkembang baik di Sulsel, Jateng, dan sebagian wilayah Banten. Kebutuhan petani terhadap CH di Soppeng (Sulsel) dan Pandeglang (Banten) cukup tinggi sehingga mendorong masuknya CH dari luar daerah. Dari aspek ekonomi, CH paling berpotensi menghasilkan pendapatan yang tinggi bagi UPJA.

Sistem sewa alat bervariasi, yaitu per satuan berat gabah atau luas, atau yang paling banyak digunakan yakni bagi hasil (bawon). Namun, pembayaran jasa per satuan berat gabah lebih menguntungkan bagi pemilik CH ketika produktivitas padi tinggi. Bentuk kerja sama antara UPJA dengan operator dominan berupa bawon, dimana bagian operator cukup tinggi meskipun dibagi untuk crew operator (sekitar 7–8 orang). Penggajian operator umumnya melalui bagi hasil, dan hanya di Sulsel yang menerapkan setoran tetap.

Hasil Analisis Stakeholders

Sela in UPJA a tau Gapoktan sebagai pelaku utama, ditemukan cukup banyak pelaku lain dalam pelaksanaan kegiatan lapangan di delapan lokasi sampel. Jumlah stakeholders primer dan sekunder relatif berimbang. Stakeholders primer yang ditemukan dari kalangan individual adalah buruh cangkul (laki-laki), buruh tanam (laki-laki dan perempuan), buruh panen (laki-laki dan perempuan), pengasak, petani penggarap, petani penyewa, ketua

UPJA, manajer UPJA, operator alsintan, pengusaha jasa alsintan pribadi, bengkel alsintan, dan broker alsintan. Sedangkan dari jenis kelompok adalah Gapoktan. Satu aktor yang relatif baru adalah broker alsintan yang di Sulsel disebut dengan “Penjuru”, yakni pihak yang memiliki otoritas dalam pengoperasian alsintan di suatu area persawahan, terutama untuk CH. Keberadaan broker ditemukan di wilayah Provinsi Sulsel dan Jateng.

S t a k e h o l d e r s s e k u n d e r adalah petani pemil ik sawah, poktan, pedagang pengumpul gabah, petugas penyuluhan, Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD)Kecamatan, Dinas Per tanian Kabupaten, Brigade Alsintan (Dinas dan Kodim), dan Balai Mekanisasi Pertanian. Keberadaan pedagang gabah perlu dipertimbangkan dan cukup mendukung penggunaan CH, karena bersedia membeli hasil gabah yang dipanen sedikit lebih mahal dibandingkan panen dengan thresher. Penggunaan CH mampu menekan biaya 50% dibandingkan dengan thresher.

Peranan operator a ls intan lebih besar dibandingkan dengan manajer UPJA. Operator memiliki posisi paling kuat dan sentral, karena menguasai pengoperasian alat, dan menentukan siapa petani yang akan dilayani dengan pertimbangan administrasi, teknis dan ekonomi. Pola bagi hasil atau “kontrak”operator alsintan dengan jumlah setoran tertentu. Petani penyakap maupun penyewa, ikut memiliki kepentingan dan juga memperoleh manfaat paling besar dengan beroperasinya Alsintan.

Ada berbagai bentuk potensi dampak negatif yang berpotensi akan diterima oleh pemangku kepentingan dalam jangka pendek dan panjang dari PPM, misalnya adalah kesempatan kerja akan berkurang pada buruh tani serta

pengusaha traktor pengolahan tanah. UPJA menawarkan biaya sewa lebih murah sehingga kurang kompetitif bagi pemilik traktor pribadi. Ke depan, harus diupayakan sebuah sistem yang cukup adil dan mampu memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk memperoleh manfaat positif.

Penyuluh Pertanian sebagai Pendamping UPJA

Hasil studi menunjukkan ada 21 jenis aktor yang terlibat baik individual maupun dalam bentuk kelompok (social group) dalam operasional program mekanisasi pertanian, meskipun bervariasi antar lokasi. Peran yang sudah dijalankan stakeholders selama ini ser ta potensinya ke depan merupakan hasil dari interaksi tiga aspek yaitu tingkat “kekuasaan”, “kepentingan” dan “risiko” (yang sudah diperoleh dan potensi ke depan). Optimalisasi A ls in tan yang secara umum mas ih rendah membutuhkan pendampingan dari tenaga penyuluh yang profesional, disertai dengan monitoring dari Dinas Pertanian setempat secara ketat. Agar lebih fokus, maka para penyuluh pertanian perlu ditingkatkan kompetensinya dengan memberi sertifikasi sebagai “Pendamping UPJA”. Untuk itu dibutuhkan suatu program nasional mulai dari level training of trainer sampai dengan pelatihan penyuluh pertanian di lapangan, disertai dengan pemberian sertifikasi secara sistematis.

Kurnia Suci Indraningsih dan Syahyuti

Pusat Sosial Ekonomi dan

Kebijakan Pertanian

Jalan Tentara Pelajar No.3B Kawasan

Penelitian Pertanian Cimanggu, Bogor

Telepon : (0251) 8333964

Faksimile : (0251) 8314496

E-mail : [email protected];

[email protected]

10 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Kekurangan mikro nutrien berupa Zinc/Zn ditengarai turut menjadi

hambatan dalam pencapaian tujuan pembangunan Millenium Development Goal (MDG) dan sasaran pembangunan berkelanjutan yang harus dicapai tahun 2035.Stunting adalah dampak dari kekurangan Zinc/Zn yang dipertegas oleh WHO (2016) kondisi tersebut memengaruhi 165 juta anak di bawah lima tahun yang berisiko mengalami gangguan perkembangan kognitif dan fisik seperti rendahnya prestasi pendidikan, kurang sehat, rentan terhadap penyakit, dan tingkat pendapatan yang rendah pada saat anak menjadi dewasa. Stunting merupakan salah satu ukuran kualitas sumber daya manusia, yang berimbas pada produktivitas suatu bangsa. Menurut UNICEF (2012), tahun 2007-2011 proporsi penduduk

Padi Kaya Seng (Zn), Alternatif Penanggulangan Stunting di Indonesia

Salah satu dampak dari masalah gizi kekurangan Seng (Zn/Zinc) di Indonesia adalah stunting atau anak pendek. Dampak dari stunting ini akan menghambat pertumbuhan sejak masa anak-anak, remaja, hingga dewasa.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) telah menghasilkan varietas padi yang berpotensi sebagai sumber Zn, antara lain

varietas Dodokan, Gajah Mungkur, Kalimutu, dan Situ Patenggang.

miskin di Indonesia mengalami penurunan 16,6–12,5%, namun masalah gizi tidak menunjukkan penurunan yang signifikan.

Stun t ing d i kena l sebaga i k e g a g a l a n p e r t u m b u h a n (growthfaltering), dimulai sejak bayi dalam kandungan hingga usia dua tahun. Setelah anak melewati dua tahun, proses untuk memperbaiki kerusakan sudah terlambat. Oleh sebab itu, penting menjaga status gizi dan kesehatan seorang ibu. Saat ini, ada indikasi bahwa kekurangan Zn menyebar luas di masyarakat. B a h k a n k i s a r a n p re v a l e n s i kekurangan Zn di Indonesia berkisar 10–90% bergantung kelompok demografi penduduk dan pada anak balita mencapai 31,6%. Beberapa daerah tercatat antara lain provinsi Lampung (27,6%) diikuti NTT (26,25) dan Papua (25%).

Manfaat Seng (Zinc/Zn)

Zn adalah salah satu mikro nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan manusia, hewan, dan tanaman. Zn berfungsi sebagai faktor pendamping bagi 300 macam enzim yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan asam nukleat.

Proses penyosohan beras pecah kulit menjadi beras giling menurunkan kandungan Zn 13,2% dan diduga Zn lebih banyak terkonsentrasi pada lapisan endosperm. 51 varietas yang dianalisis menunjukkan kandungan Zn pada beras giling berkisar 16–33 ppm atau rata-rata 20,74 ppm. Mengacu pada Angka Kecukupan Gizi (AKG), kecukupan Zn berkisar 13–18 mg dan 10–16 mg/kapita/hari berturut-turut untuk pria dan wanita dewasa berdasarkan golongan umur (Widya karya Nasional Pangan dan Gizi, 2013). Asumsinya bahwa konsumsi beras rata-rata penduduk Indonesia 300 g/kapita/hari, maka varietas yang berpotensi sebagai sumber Zn adalah varietas Dodokan, Gajah Mungkur, Kalimutu, dan Situ Patenggang (Tabel 1).

Gabah dan beras dari varietas padi kaya besi Inpari 5 Merawu, varietas padi kaya seng Inpari IR NutriZinc, dan varietas pembanding padi Ciherang.

Tanaman padi kaya seng Inpari IR NutriZinc.

Volume 40 Nomor 6, 2018 11

Biofortifikasi Padi Kaya Zn

Upaya pemerintah menanggulangi masalah kekurangan Zn di antaranya dengan diversifikasi, suplementasi, dan fortifikasi. Namun, jangkauannya masih terbatas terkait biaya yang belum efektif. Biofortifikasi padi yang dapat meningkatkan kadar Zn beras giling sepertinya menjadi solusi yang cukup hemat. Biofortifikasi adalah proses peningkatan kualitas nutrisi tanaman pangan melalui cara-cara agronomi, pemuliaan tanaman konvensional, atau bioteknologi modern. Biofortifikasi tanaman pangan dalam jumlah besar dengan Zn telah disarankan untuk menjadi al ternati f , komplementer, dan pendekatan yang berkelanjutan untuk mengatasi kekurangan gizi Zn.

Pemuliaan varietas padi dengan tinggi Zn merupakan pendekatan yang dinilai tepat dalam mengurangi defisiensi Zn. Padi merupakan m a k a n a n p o k o k p e n d u d u k Indonesia, namun pada umumnya varietas padi yang ada memiliki kandungan Zn yang rendah, dan ironisnya defisiensi gizi Zn banyak terjadi di negara-negara yang menjadikan padi sebagai sumber pangan utama.

Balitbangtan telah berkolaborasi dengan International Rice Research Institute (IRRI) untuk merakit padi dengan kandungan mineral tinggi (termasuk Zn) sejak tahun 2002. Saat ini, telah selesai dilakukan uji multi lokasi galur-galur padi hasil kolaborasi tersebut. Sebanyak tujuh galur asal IRRI dan tiga galur asal Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) tengah proses pengusulan galur-galur terunggul hasil uji multi lokasi. Intensifikasi pengujian galur-galur generasi awal dan menengah tersebut diharapkan dapat menghasilkan galur-galur dengan keragaan agronomis yang sesuai dengan kondisi agro ekosistem di Indonesia dan memiliki kandungan Zn tinggi. Dari sepuluh galur yang diuji, menunjukkan kandungan Zn lebih tinggi daripada Ciherang, namun seleksi dengan mempertimbangkan daya hasil dan ketahanan terhadap WBC, HDB, Blas, dan Tungro. Varietas hasil identifikasi IR97477-115-1-CRB-0-SKI-1-SKI-0-2 memiliki kandungan Zn dalam beras paling tinggi yaitu 29,54 ppm, dengan daya hasil 6,21 ton/ha. Sebagai pembanding produksi Ciherang 6,20 ton/ha dengan Zn 24,06 ppm dan Inpari 5 Merawu 8,8

ton/ha dengan Zn 23,63 ppm. Umur varietas tersebut setara dengan kedua varietas pembanding yaitu 115 HSS, jumlah anakan produktif 18 batang, lebih tahan terhadap WBC (biotipe 1, 2, dan 3), HDB (patotipe III fase generatif), Blas (ras 033, 073, dan 133), dan tungro (inokulum Garut). Rendemen beras kepala 94,55% setara dengan pembanding terbaik Ciherang 93,24%, serta tekstur lunak dengan kadar amilosa rendah 16,55% sedangkan Ciherang 20,43% amilosa sedang (Tabel 2). Galur ini telah disetujui untuk dilepas dan diusulkan dengan nama Inpari IR NutriZinc sebagai varietas padi unggul baru dengan keunggulan kandungan Zn tinggi, produktivitas tinggi, tahan WBC, Blas, dan Tungro, rasa nasi enak dan pulen.

Diharapkan varietas ini dapat diterima dan ditanam oleh petani dan masyarakat luas khususnya di daerah-daerah dengan prevalansi stunting yang cukup tinggi. Varietas tersebut dapat dimanfaatkan sebagai komplementer program yang ada dalam upaya mengatasi kekurangan gizi Zn atau masalah stunting di Indonesia.

Siti Dewi Indrasari1 dan Untung

Susanto2

1Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Daerah Istimewa Yogyakarta2 Balai Besar Penelitian Tanaman Padi1Jalan Stadion Maguwoharjo No. 22

Wedomartani Ngemplak, Sleman

Telepon : (0274) 884662

Faksimile : (0274) 4477052

E-mail : [email protected].

go.id; [email protected]

Tabel 1. Kandungan Mikro Mineral Beras Giling Varietas Unggul Baru

No Varietas Fe (ppm) Zn (ppm)

1. Dodokan 7,1 33

2. Gajah Mungkur 3,9 30

3. Kalimutu 5 31

4. Situ Patenggang 4 29

5. Ciherang 4,2 24Sumber : Indrasari et al. (2008)

Tabel 2. Data agronomis materi uji multilokasi galur-galur padi dengan kandungan Zn tinggi.

No. Galur Hasil (t/ha)

Zn (ppm)

Umur (HSS)

Tinggi tanaman (cm)

Jumlah Anakan

Bobot1000 butir (g)

Jumlah Gab Isi

Seed Set (%)

1 IR97477-115-1-CRB-0-SKI-1-SKI-0-2 (Inpari IR NutriZinc)

6,21 29,54 115,30 95,25 18,44 24,61 95,47 0,77

2 INPARI 5 MERAWU 6,09 23,63 114,39 106,00 16,29 28,29 102,25 0,76

3 CIHERANG 6,20 24,06 114,21 105,60 16,38 27,23 107,54 0,80

12 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Kopi Liberika Tungkal Komposit (Libtukom) merupakan kopi

yang berasal dari Provinsi Jambi. Karakteristik tanaman kopi Libtukom yakni adaptif tumbuh di lahan bergambut. Kopi Libtukom tersebut memiliki rasa khas yang cukup menarik untuk diperhitungkan oleh para pecinta kopi. Menurut hasil uji organoleptic, kopi ini memiliki cita rasa herbal, rubbery, rutter sourish, and too high acidity. Di Provinsi Jambi, produksi kopi Libtukom baru mencapai 1,4 ton per tahun. Budi daya dan pengembangan kopi Libtukom perlu dilakukan mengingat tingginya peluang dan potensi pasar ekspor ke negara tetangga.

Asal-usul dan Penyebaran Kopi Liberika Tungkal Komposit

Kopi merupakan sa lah sa tu komoditas ekspor dan menjadi sumber pendapatan Provinsi Jambi. Kondisi topografi Jambi sangat sesuai untuk pertumbuhan tanaman kopi, baik kopi jenis arabika yang tumbuh di dataran tinggi, maupun kopi jenis liberika yang tumbuh di dataran rendah. Khusus kopi jenis liberika yang umumnya tumbuh di dataran rendah, banyak dibudidayakan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Kopi tersebut sekarang dikenal dengan nama kopi

Potensi Pengembangan Kopi Liberika Tungkal KompositTingkat konsumsi kopi baik dunia maupun di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Indonesia sebagai salah satu produsen kopi yang terbesar memiliki berbagai macam jenis kopi yang khas karena indikasi geografis

yang juga beragam. Salah satunya adalah Kopi Liberika Tungkal Komposit (Libtukom) yang berasal dari Provinsi Jambi. Kopi Libtukom berpotensi

menjadi salah satu kopi dengan cita rasa yang dapat diperhitungkan oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri.

Libtukom. Kopi tersebut kemudian menjadi salah satu dari ragam kopi Varietas Unggul Nasional yang sudah dilepas dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor: 4968Kpts/SR.120/12/2013. Kopi Libtukom sudah dibudidayakan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat sejak sekitar tahun 1940, memiliki ciri morfologi buah dan daun serta cita rasa yang berbeda dengan kopi robusta atau arabika. Selain mampu beradaptasi di lahan gambut, tanaman Kopi Libtukom membutuhkan tanaman penaung berupa pohon pinang.

Sejarah kopi liberika hadir di Provinsi Jambi, pertama kali dibawa oleh Haji Sayuti dari Malaysia, seorang warga negara Indonesia yang tinggal di Jambi. Kopi tersebut ditanam di Kelurahan Mekar Jaya, Kecamatan Betara, Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Tanaman tersebut kemudian menyebar ke sejumlah desa dan ditanam hingga ribuan hektar di pesisir pantai timur Provinsi Jambi yang mayoritas lahannya gambut dan menjadi sumber mata pencaharian utama bagi penduduk setempat.

Kabupaten Tanjung Jabung Barat memiliki kebun kopi Liberika yang cukup luas sekitar 2.538 ha dan tersebar di enam kecamatan. Kopi liberika paling banyak dibudidayakan di Provinsi Jambi. Kopi ini sangat jarang ditemui di daerah lain di

Indonesia, namun masyarakat Jambi telah mengembangkan kopi liberika sejak 60–70 tahun silam. Hasil kopi ini sebagian besar diekspor ke Malaysia dan Singapura.

Wilayah penghasil kopi di Tanjung Jabung Barat berada di beberapa kecamatan dengan luas areal yang bervariasi yaitu Kecamatan Betara 1.536 ha, Pangabuan 176,5 ha, Bram Itam 256 ha, Kuala Batera 105 ha, dan Tungkal Hilir 17 ha. Sisanya ditanam secara swadaya oleh petani yang tersebar di kecamatan lainnya.

Potensi dan Keunggulan Kopi Libtukom

Potensi produksi kopi Libtukom rata-rata 909 gram biji/pohon atau setara dengan 950 kg biji untuk penanaman kopi dengan populasi 900–1.000 pohon/ha. Keunggulan kopi Libtukom adalah tahan hingga agak tahan terhadap penyakit karat daun dan penggerek buah kopi. Hasil uji kesukaan atau uji preferensi konsumen atas kopi Libtukom mencapai rata-rata 7 atau termasuk kategori mutu cita rasa yang bagus. Dengan pemeliharaan yang baik, umur ekonomis tanaman kopi Libtukom dapat mencapai 30 tahun. Apalagi kopi Libtukom mampu beradaptasi pada dataran rendah atau < 700 m dpl dengan karakter lahan gambut. Kopi liberika memiliki keunggulan dari aspek harga dan ukuran buah kopi yang lebih besar, serta dapat berbuah sepanjang tahun dengan panen sekali sebulan. Kopi ini dapat beradaptasi baik pada agroekosistem setempat serta tidak mudah terserang gangguan hama dan penyakit yang serius. Santoso

Volume 40 Nomor 6, 2018 13

(a) (b)Buah (a) dan Tanaman (b) Kopi Liberika Tungkal Komposit.

pada tahun 2016 melakuan analisis yang menunjukkan bahwa potensi produksi kopi Libtukom di Jambi mencapai 1,4 ton per tahun. Jumlah ini semakin bertambah dengan banyaknya petani Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang mulai beralih menanam kopi Libtukom pada areal lahan gambut. Bahkan dari daerah lain di luar Provinsi Jambi dengan agroekosistem lahan gambut sudah mulai berminat untuk mengusahakannya. Kopi liberika mulai berbuah pada umur 3,5 tahun. Kopi ini berbuah sepanjang tahun dengan dua masa puncak produksi. Panen besar pada Bulan Mei, Juni, dan Juli, sedangkan panen kecil pada Bulan November, Desember, dan Januari. Hasil produksi kopi Libtukom sebagian besar diekspor ke Malaysia dengan harga berkisar Rp33.000–Rp40.000 per kg di tingkat petani. Harga ini melebihi harga dari kopi jenis robusta yang berada pada kisaran harga Rp16.000 per kg. Kopi yang sudah dipilih dengan biji terbaik sesuai Standar Operasional Produksi (SOP) dapat memiliki harga yang lebih tinggi lagi yaitu mencapai Rp65.000 per kg. Harga tersebut dapat semakin meningkat jika kopi mendapatkan perlakuan pengolahan. Pengolahannya dalam bentuk kopi yang sudah disangrai yang apabila memenuhi kualitas SOP yang ditetapkan kosumen maka harga yang diterima pengolah kopi dapat mencapai Rp150.000

Biji Kopi Liberika Tungkal Komposit. Minuman kopi Liberika Tungkal Komposit.

per kg. Hasil uji cita rasa kopi Libtukom yang diberikan pada konsumen menunjukkan angka kepuasan dengan nilai 84,25. Angka tersebut menunjukkan bahwa kopi Libtukom merupakan specialty grade karena nilai minimum untuk kopi specialty grade adalah 80. Rincian karakteristiknya adalah aroma (8,00), rasa (7,75), aftertaste (8,00), salt/acid (8,25), bitter/sweet (8,25), mouthfeel/body (8,00), keseragaman (10,00), dan kesimbangan (8,00). Secara keseluruhan, kopi Libtukom ini memiliki cita rasa herbal, manis, aroma mild dan seduhan kopi yang dirasakan lidah kategori berat.

Budi daya Kopi Liberika Tungkal Komposit (Libtukom)

Bahan tanaman yang akan ditanam sebaiknya benih berlabel dan berasal dari pohon induk bersertifikat. Ciri

benih yang baik yakni sehat dengan bentuk yang sempurna dan memiliki 2–3 pasang cabang primer. Pada pasangan cabang primer yang pertama masing-masing telah memiliki minimum dua pasang daun. Lahan harus memiliki drainase yang baik dengan parit primer di tengah-tengah kebun kopi setiap 1 ha. Di samping pentingnya parit sekunder yang berfungsi untuk pembuangan air dari kebun kopi. Lubang tanam yang diperlukan berukuran 40 cm x 40 cm x 30 cm. Pada saat menggali, dipisahkan tanah lapisan atas dan bawah, serta lubang dibiarkan terbuka selama lebih kurang satu bulan. Jika akan ditanam pada lahan datar, maka jarak tanam yang baik adalah 3 m x 3 m atau 3 m x 4 m. Sebelum penanaman, yang sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan, di lakukan pembersihan gulma sekitar lubang tanam. Pembersihan gulma tidak

Sum

ber:

doku

men

tasi

prib

adi.

Sum

ber:

doku

men

tasi

prib

adi.

14 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

hanya untuk menghidari gangguan pada tanaman bagian atas, namun juga bagian bawah pada perakaran untuk menghindari terjadinya akar bengkok. Sebelum benih masuk ke dalam tanah, dilakukan pemotongan pangkal polybag selebar 1,0–1,5 cm menggunakan pisau dan dilepaskan secara hati-hati agar tanaman tidak rusak. Sebulan setelah tanam dilakukan evaluasi dan bila perlu dilakukan penyulaman jika terdapat kematian pada tanaman. Pada Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dilakukan penyiangan dan pembersihan parit primer setiap tiga bulan sekali. Setelah Tanaman Menghasi lkan (TM) di lakukan pemangkasan ujung batang pada umur 3–4 tahun dengan tujuan agar ketinggian kopi seragam, penyiangan setiap tiga bulan sekali, dan pemangkasan tunas-tunas yang tidak diperlukan setelah enam bulan. Proses untuk mendapatkan mutu cita rasa yang maksimal dalam pengolahan kopi secara basah perlu bahan baku berupa buah masak yang ditandai dengan warna buah merah, sehat, dan segar (BMSS) minimum 95%. Panen dilakukan mulai pagi hingga siang hari secara manual yaitu melalui pemetikan dengan tangan dan selektif. BMSS yang sudah dipetik harus segera diolah dan tidak boleh dilakukan proses menyimpan atau memeram buah karena pemeraman buah dapat menimbulkan cacat cita rasa. Hasil penelitian Mahfud et al. pada tahun 2010 menunjukkan bahwa teknologi introduksi yang diterapkan pada usaha tani kopi dapat meningkatkan produksi dari 4.000 kg gelondong basah/ha menjadi 7.580 kg gelondong basah/ha. Peningkatan hasil tersebut secara otomatis dapat meningkatkan

pendapatan usaha tani hingga 120% dan menurunkan tingkat kerusakan tanaman oleh penyakit karat daun rata-rata 60%. Sedangkan hasil penelitian Supriatna pada tahun 2007, mengenai pengaruh Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) terhadap kinerja usaha tani kopi rakyat menunjukkan bahwa dengan perbaikan kinerja usaha tani kopi menyebabkan peningkatan produksi kopi liberika.

Permasalahan Pengembangan Kopi Libtukom

Semua inovasi teknologi yang dihasilkan terkait pengembangan kopi telah diintroduksikan pada usaha tani kopi Libtukom, mulai dari penanaman hingga pasca panen. Namun demikian tetap ditemukan kendala pada budi daya kopi di Kabupaten Tanjung Jabung Barat yaitu: (1) penggunaan benih asalan yang berasal dari tanaman kopi yang tumbuh di bawah pohon kopi yang dianggap memiliki hasil yang tinggi, (2) adanya gangguan hama dan penyakit pada tanaman kopi seperti yang terjadi baru-baru ini yakni adanya serangan jamur akar putih di pertanaman kopi, (3) penggunaan jarak tanam yang masih belum seragam, (4) potensi kehilangan hasil yang masih tinggi selama proses pengolahan kopi basah, (5) kurangnya pemanfaatan limbah kulit kopi untuk bahan bermanfaat seperti pupuk dan pakan ternak, (6) adanya perbedaan kuantitas produksi per hektar per tahun antara rekomendasi Pusat Penelitian Kopi dan Kakao yakni hanya mencapai 600-800 kg per ha per tahun, sedangkan perhitungan petani terhadap hasil panen dapat mencapai 1,2–1,5

ton per ha per tahun. Perbedaan hitungan tersebut mengakibatkan kopi kelebihan produksi sehingga kualitasnya menurun, (7) masih rendahnya harga kopi karena petani masih menjual dalam bentuk kopi beras dengan harga Rp38.000 per kg ke Malaysia, dan (8) petani belum mahir mengolah kopi untuk menghasilkan cita rasa specialty serta mendapatkan nilai tambah pendapatan.

Prospek Pengembangan Kopi Libtukom

Melihat t ingkat produksi dan produk t i v i tas kop i L ib tukom yang cukup tinggi, maka kopi tersebut sangat prospek untuk dikembangkan dan menjadi produk unggulan dari Provinsi Jambi. Akan tetapi introduksi inovasi terutama pasca panen masih diperlukan agar petani atau pengusaha kopi Libtukom dapat menghasilkan kopi dengan cita rasa specialty. Di tengah maraknya tren minum kopi maka berbagai ragam kopi perlu menunjukkan kekhasannya sehingga dapat bersaing untuk menarik minat konsumen Selain itu, kegiatan promosi dan pemasaran harus dilakukan lebih gencar agar kekhasan kopi Libtukom dapat dikenal meluas tidak hanya di Provinsi Jambi semata namun meluas secara nasional maupun mancanegara.

Rima Purnamayani

Balai Besar Pengkajian dan

Pengembangan Teknologi Pertanian

Jalan Tentara Pelajar No.10, Bogor

Telepon : (0251) 8351277

Faksimile : (0251) 8350928

E-mail : [email protected].

go.id

Volume 40 Nomor 6, 2018 15

Cabai termasuk komoditas hor t ikul tura jenis sayuran

yang dibutuhkan sebagai penam-bah cita rasa masakan. Cabai memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan sebagai sumber pendapatan nasional, namun sifatnya yang mudah rusak perlu dikelola. Secara baik dengan teknologi pasca panen. Upaya tersebut sekaligus memberikan nilai tambah produk. Kediri adalah salah satu sentra pertanian tanaman cabai di Jawa Timur. Petaninya menghadapi fluktuasi harga cabai yang cenderung turun drastis apabila panen melimpah. Distribusi yang lambat juga menjadi kendala ka rena dapa t memengaruh i kualitas cabai bahkan ada petani yang terpaksa membuang hasil panennya. Upaya untuk mengatasi rendahnya harga dan kerusakan lebih lanjut pada cabai adalah melalui penerapan diversifikasi produk olahan. Beberapa produk olahan cabai antara lain, yaitu cabai kering, bubuk cabai, abon cabai, mie kering cabai, dan manisan cabai.

Cabai Kering

Cabai kering merupakan pengolahan cabai segar sebelumnya telah dilakukan proses blanching. Proses tersebut merupakan pemanasan pada sayur dan buah dengan cara

Menyiasati Rendahnya Harga Cabai

Cabai memiliki umur simpan yang relatif singkat sehingga mudah mengalami kerusakan secara kualitas dan kuantitas. Ketika panen

melimpah, cabai juga sering mengalami penurunan harga. Upaya mengatasi rendahnya harga dan kerusakan pada cabai adalah melalui penerapan diversifikasi produk olahan sehingga masa simpan cabai lebih panjang,

mengurangi kehilangan hasil, memudahkan pengemasan, dan pemasaran.

dicelup air panas atau uap air melalui pengukusan dalam waktu yang singkat, 2–8 menit bergantung pada jenis bahan pangan. Blanching dapat dilakukan pada suhu 75–100oC untuk mempertahankan warna dan memperbaiki tekstur sayuran maupun buah.

P r o s e s b l a n c h i n g p a d a pembuatan cabai kering yaitu cabai merah besar, cabai rawit, atau jenis cabai lainnya dibersihkan dengan membuang tangkai dan dicuci bersih. Selanjutnya dikukus atau dipanaskan dengan uap air 5 menit, lalu dikeringkan dalam kabinet dryer suhu 50 oC atau menggunakan sinar matahari hingga kering. Cabai kering dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama, serta dapat digunakan pada saat harga cabai tinggi. Cabai kering dapat diolah lebih lanjut menjadi produk bubuk cabai dan abon cabai.

Bubuk Cabai

Bubuk cabai merupakan produk yang berbentuk bubuk dengan ukuran partikel yang sangat kecil dan memiliki kadar air rendah. Bubuk cabai termasuk salah satu produk dari teknologi pengawetan yang dihasilkan melalui proses pengeringan. Dalam bentuk bubuk, cabai memiliki keunggulan karena masa simpannya lebih panjang, serta

lebih mudah dalam hal penyimpanan dan pend is t r ibus ian . Bahan pembuatan bubuk cabai adalah cabai kering dengan prosedur yang sama pada pembuatan cabai kering. Proses pembuatannya yaitu dengan menghaluskan cabai kering dengan blender hingga halus lalu dikemas. Pemanfaatan bubuk cabai sama halnya dengan cabai segar yaitu sebagai bumbu masak sehari-hari. Pemakaiannya jauh lebih mudah karena hanya ditaburkan dalam setiap masakan atau sebagai bumbu campuran mie instan. Bubuk cabai dapat menjadi bahan dasar pembuatan abon cabai.

Abon Cabai

Abon cabai dibuat dengan cara menghaluskan cabai merah kering, cabai rawit kering, bawang merah goreng, bawang putih goreng, gula, dan garam. Dapat juga ditambahkan bumbu-bumbu rempah, atau udang ebi, maupun terasi guna menambah citarasa abon cabai tersebut. Abon cabai dapat dibuat dengan tingkat level kepedasan beragam. Jika menginginkan tingkat kepedasan tinggi maka hanya perlu untuk menambahkan bubuk cabai rawit dan cabai keriting lebih banyak dibandingkan bubuk cabai merah. Proses pembuatan abon cabai yaitu menghaluskan cabai merah kering dan cabai rawit kering dengan menggunakan blender namun tekstur yang dihasilkan masih agak kasar atau tidak sampai halus dan sisihkan. Selanjutnya menghaluskan bawang merah goreng, bawang putih goreng, gula dan garam. Kemudian campurkan semua bahan

16 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Cabai merah dan cabai rawit kering.

yang telah dihaluskan tadi, aduk rata dan dikemas menggunakan botol atau dapat dinikmati langsung dengan mencampurkan pada bakso atau olahan mi.

Mie Kering Cabai

Bahan pembuatan mi cabai yang diperlukan adalah tepung terigu, telur, garam, dan pasta cabai. Pasta cabai dapat dibuat dengan cara mengukus cabai segar yang telah dibuang tangkai dan dicuci bersih. Cabai tersebut kemudian dikukus hanya selama 5 menit supaya tekstur cabai tidak terlalu lunak dan warna yang dihasilkan masih segar.

Proses pembuatan mi dengan cara mencampur tepung terigu, g a r a m , d a n k o c o k a n t e l u r. Selanjutnya menambahkan pasta cabai sedikit demi sedikit hingga adonan menjadi kalis. Adonan mi yang telah kalis kemudian digiling menggunakan alat penggil ing molen hingga berbentuk lembaran pipih, kemudian dicetak berbentuk mie pada alat tersebut. Mi yang dihasilkan, direbus menggunakan air yang telah ditambahkan minyak goreng kurang lebih 3 sendok makan. Perebusan di lakukan sebentar saja yakni hingga mi mengapung supaya tekstur mi tidak lembek. Mi basah tersebut dapat diolah lebih lanjut menjadi mi kering dengan cara mencetak dan mengukus selama kurang lebih 5 menit kemudian dikeringkan. Hasil

Bubuk cabai merah.

mi kering kemudian dikemas dengan baik sehingga dapat bertahan lama saat penyimpanan. Mi juga dapat langsung digoreng untuk menjadi camilan kering. Camilan mi tersebut menyerupai jajanan yang disukai anak-anak dengan rasa yang gurih dan pedas.

Manisan Cabai

M a n i s a n c a b a i m e r u p a k a n olahan produk cabai segar yang sebelumnya telah dibuang tangkai dan bijinya atau cabai merah utuh lalu dilakukan penambahan gula dengan konsentrasi yang tinggi. Tujuan pemberian gula supaya dihasilkan manisan dengan rasa pedas, manis, dan asam, termasuk dengan penambahan asam sitrat atau perasan jeruk lemon. Fungsi gula selain sebagai penambah cita rasa juga berfungsi sebagai pengawet. Manisan cabai dapat berbentuk cabai utuh maupun dibentuk atau dipotong sesuai

Mie kering cabai.

dengan selera. Cara pemasakan manisan cabai bermacam-macam, ada yang langsung ditumis di atas wajan bersamaan dengan gula tanpa menggunakan minyak goreng, ada juga yang direndam dengan larutan gula selama beberapa hari. Tekstur manisan cabai beragam yaitu setengah kering, basah, dan kering menyerupai keripik karena cukup renyah.

Pada pembuatan manisan biasanya ada larutan gula yang ters isa yang kadang kurang termanfaatkan. Larutan gula tersebut dapat dimanfaatkan atau diolah lebih lanjut menjadi sirup cabai.

Ericha Nurvia A, Lailatul Isnaini dan

Rini Yogi A.

Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Jawa Timur

Jalan Raya Karangploso, Km. 4

PO BOX 188, Malang

Telepon : (0341) 494052

Faksimile : (0341) 471255

E-mail : [email protected].

go.id; [email protected]

Manisan cabai.Abon cabai.

Volume 40 Nomor 6, 2018 17

Produk instan dapat diartikan sebagai produk yang secara

cepat dapat diubah menjadi produk yang siap untuk dikonsumsi, atau dengan kata lain makanan instan merupakan jenis makanan cepat saji dan praktis untuk dikonsumsi. M a k a n a n i n s t a n m e m b u a t kehidupan masyarakat modern menjadi semakin praktis karena tidak perlu menghabiskan waktu untuk memasak dan menyiapkan semua bahan makanan.

Contoh sederhana makanan cepat saji adalah mie instan yang mulai disukai masyarakat, meskipun produk ini bukan makanan pokok indigenus Indonesia. Namun, keunggulan dalam penyaj ian yang singkat, mudah, praktis dan dengan harga terjangkau, maka produk ini segera dapat diterima serta cepat disukai konsumen. Namun, mengonsumsi mi tidak dianjurkan setiap hari karena bahan pembuatan mi terdiri atas tepung terigu yang selain harus diimpor, kandungan gizinya kurang memadai bagi kebutuhan tubuh. Upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap mi instan berbahan baku terigu, maka perlu dikembangkan produk instan yang berbasis komoditas pangan lokal. Beras merupakan pangan yang popular untuk penduduk di belahan timur

Nasi Instan: Siap Santap dalam Waktu Lima Menit

Gaya hidup masa kini merupakan gaya modern yang semakin dinamis, dimana secara tidak langsung masyarakat dituntut untuk bergerak serba

cepat, termasuk dalam menyiapkan makanan sehari-hari. Semakin banyak orang yang sibuk dan hanya mempunyai sedikit waktu, sehingga

masyarakat lebih menyukai hal praktis, termasuk dalam hal penyajian makanan. Oleh karenanya, kehadiran Nasi Instan sebagai makanan cepat

saji atau makanan instan menjadi sangat bermanfaat dan berpeluang sebagai pilihan masyarakat modern saat ini.

dunia, termasuk Indonesia. Beras giling mengandung nutrisi berupa 6–8% protein, 0,5–1% lemak, 76–80% karbohidrat, dan energi sekitar 360 kkal/100 g. Budaya makan nasi di Indonesia sangat kuat, bahkan sebagian masyarakat belum merasa makan apabila tidak mengonsumsi nasi. Umumnya, waktu pemasakan beras menjadi nasi dengan tingkat kematangan yang dapat diterima masyarakat memerlukan waktu 20–40 menit. Apabila ditambah dengan proses persiapannya, maka secara keseluruhan diperlukan waktu 50–60 menit.

P r o s e s p e r s i a p a n d a n pemasakan nasi yang cukup lama dapat menghambat aktivitas golongan masyarakat tertentu yang memiliki keterbatasan waktu. Oleh

karena itu, diperlukan teknologi untuk memproduksi nasi cepat masak atau disebut dengan nasi instan. Keberadaan nasi instan bertujuan untuk mempercepat waktu pemasakan dengan karakteristik yang masih serupa dengan nasi dan dapat diterima konsumen. Tersedianya produk nasi instan diharapkan dapat menjadi salah satu p i l ihan makanan cepat saji, sehingga dapat membantu masyaraka t perko taan yang mempunyai keterbatasan waktu dalam menyiapkan makanan.

Nasi instan merupakan olahan beras yang telah dimasak kemudian dikeringkan agar bisa disimpan dalam waktu lebih lama, tetapi dapat disajikan dalam waktu yang lebih cepat. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen) telah menghasilkan teknologi untuk memproduksi nasi instan dengan waktu rehidrasi sekitar 5 menit dengan cara diseduh dalam air mendidih.

Proses produksi nasi instan terdiri atas beberapa tahap, meliputi perendaman dalam larutan natrium

(a) (b)Nasi instan sebelum rehidrasi (a) dan nasi instan setelah rehidrasi (b).

18 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

sitrat, pemasakan, pembekuan, thawing, dan pengeringan. Nasi instan memiliki ciri khas yaitu butir beras yang dibuat porous atau berpori. Struktur yang porous ini akan mempercepat air panas yang masuk ke dalamnya saat direhidrasi atau dikeringkan. Setelah dimasak, diharapkan produk nasi instan sesuai dengan nasi dari beras yang dimasak dengan cara biasa yakni dalam hal rasa, aroma, dan tekstur. Keunggulan nasi instan ini adalah proses produksi serta dan proses masak yang relatif mudah dan cepat. Waktu rehidrasi untuk proses memasak cukup singkat sesuai untuk masyarakat modern yang ingin serba cepat.

Nasi instan dapat pula dijadikan alternatif jenis pangan darurat. Bencana a lam yang te r j ad i belakangan ini menyebabkan banyak orang mengungsi atau tinggal di tempat-tempat darurat. Dalam beberapa kondisi, kejadian bencana menyebabkan rusaknya sarana dan prasarana sosial di lokasi bencana. Hal tersebut menyebabkan putusnya akses korban terhadap ketersediaan air bersih dan bahan bakar seperti api dan sumber energi panas lainnya sehingga korban mengalami kesu l i tan untuk mempero leh kebutuhan pangannya. Di samping itu, kerusakan infrastruktur yang terjadi juga menyebabkan pemberian bantuan pangan ke lokasi menjadi sulit. Semua kondisi ini membuat tingginya kebutuhan terhadap bantuan pangan untuk korban bencana, terutama pangan darurat yang dapat segera dikonsumsi. Meskipun kondisi darurat namun untuk memenuhi kebutuhan nutrisi korban dalam masa panik atau masa dimana beberapa hari pasca bencana sebelum dapur umum dapat beroperasi secara baik, tetap harus terpenuhi. Nasi instan pun mudah dalam pengiriman ke lokasi bencana. Selain berfungsi

Produk nasi instan kemasan cup 50 gram.

sebagai logistik pangan darurat di daerah bencana, nasi instan juga dapat berfungsi sebagai perbekalan prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Nasi instan dapat disajikan dengan mudah dan cepat. Proses penyajiannya yaitu produk nasi instan dituangkan di dalam wadah mangkok lalu ditambahkan air yang mendidih dengan perbandingan nasi instan dengan air panas yakni sebanyak 1:4, diaduk dengan rata, lalu wadah atau cup ditutup rapat selama 5 menit. Selanjutnya tiriskan air yang tersisa dari nasi, diamkan sejenak dalam keadaan tertutup, dan nasi instan siap untuk dihidangkan. Produk nasi instan ini mengandung nutrisi berupa protein 7–9%, lemak 0,2–0,5%, abu 0,4–0,7%, karbohidrat 82–85%, dan air 6–7%.

Proses instanisasi secara umum akan mengubah sifat fisiologis bahan dasar yang akan diolah, termasuk nasi instan. Hasil dari nasi instan akan lebih mudah dicerna dibandingkan nasi non instan karena teksturnya yang lebih lembut. Selain itu, proses instanisasi justru akan menurunkan nilai indeks glikemik (IG).

P e r l u d i k e t a h u i b a h w a I G m e r u p a k a n n i l a i y a n g m e n g g a m b a r k a n s e b e r a p a cepat atau lambatnya makanan menyebabkan kenaikan kadar gula darah dalam tubuh. Semakin rendah nilai IG maka akan semakin baik, apalagi untuk penderita diabetes yang harus membatasi diri dalam mengonsumsi glukosa secara berlebih. Hal uji nilai IG nasi instan tersebut memperkuat hasil penelitian Widowati yang dilakukan pada tahun 2008 dimana menunjukkan bahwa nasi dari beras giling varietas Memberamo fungsional memiliki IG yang lebih tinggi, yakni 60, dibandingkan nasi dari beras giling varietas yang sama tetapi diproses secara instan dengan nilai IG 49.

Nasi instan dapat dipasarkan dalam dua jenis kemasan, yaitu kemasan pouch 200 gram dan kemasan cup 50 gram. Kemasan dalam cup memudahkan konsumen untuk langsung memasak dalam wadah tersebut. Perhitungan jumlah produksi menggunakan asumsi kapasitas produksi sebesar 10 kg. Berdasarkan hasil analisis ekonomi untuk menentukan harga pokok penjualan (HPP), dimulai dengan perhitungan biaya yang dikeluarkan seperti biaya bahan baku, tenaga kerja, listrik, dan kemasan maka harga jualnya nasi instan kemasan 200 gram dapat dijual dengan harga Rp12.400 dengan asumsi profit 50%, sedangkan nasi instan kemasan 50 gram dapat dijual dengan harga Rp 4.550 dengan asumsi profit 50%.

Sri Widowati dan Kirana S Sasmitaloka

Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Pascapanen Pertanian

Jalan Tentara Pelajar No. 12

Cimanggu, Bogor

Telepon : (0251) 8321762; 8350920

Faksimile : (0251) 8321762

E-mail : bb_pascapanen@litbang.

pertanian.go.id