senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/finalpro...sent n seminar nasional...

407
SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir untuk Kemandirian Energi, Pangan, Pertanian dan Kesehatan” PROSIDING Diselenggarakan oleh: Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional Universitas Andalas Fakultas Teknik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Convention Hall - Universitas Andalas, Padang, 18 September 2019 ISSN: 2355-7524

Upload: others

Post on 31-Dec-2019

113 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

SENT NSeminar Nasional

Teknologi Energi Nuklir ke-6

Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir untukKemandirian Energi, Pangan, Pertanian dan Kesehatan”

PROSIDING

Diselenggarakan oleh:

Pusat Teknologi dan KeselamatanReaktor Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

Universitas Andalas

Fakultas Teknik

Fakultas Matematikadan Ilmu Pengetahuan Alam

Convention Hall - Universitas Andalas, Padang, 18 September 2019

ISSN: 2355-7524

Page 2: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

SEMINAR NASIONAL

TEKNOLOGI ENERGI NUKLIR 201

Padang

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONALPusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL

TEKNOLOGI ENERGI NUKLIR 201

dang, 18 September 2019

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONALPusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir

2019

ISSN:

i.

TEKNOLOGI ENERGI NUKLIR 2019

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir

ISSN: 2355-7524

Page 3: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

ii

ISSN: 2355-7524

DEWAN EDITOR / PENILAI KARYA TULIS ILMIAH:

KETUA:

Dr. Ir. P. Made Udiyani, M.Si (BATAN)

ANGGOTA:

Dr. Oknovia Susanti, ST., M.Meng. (UNAND)

Dr. Yoyok Dwi Setyo Pambudi, M.T. (BATAN)

Dr.Hendro Tjahjono (BATAN)

Ir. DT Sony Tjahyani, M.Eng (BATAN)

Ir. Sriyono (BATAN)

Drs. Tukiran (BATAN)

Dr. Elita Amrina, M.Eng. Ph.D. (UNAND)

Dr. Eng. Muhammad Ilhami Rusydi (UNAND)

Dr. Eng. Shinta Indah (UNAND)

Ilma Raimona Zadri, Ph.D (UNAND)

Dr. Awalludin Mardin, S.T., M.T. (Univ. RIAU)

Dr.Ing. Ridho Irwansyah, ST., M.T. (UI)

Tim Prosiding:

Suwoto, Yoyok DSP, Farisy Yogatama, Wahid Luthfi, Muksin Aji Setiawan, M. Yunus

Page 4: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

iii

ISSN: 2355-7524

KATA PENGANTAR

Menyusul keberhasilan pelaksanaan kegiatan tahunan Seminar Nasional Teknologi Energi

Nuklir yang dimulai sejak 2014 pertama kali di adakan di Pontianak Kalimantan Barat, di bawah

koordinasi Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir - Deputi Teknologi Energi Nuklir -

Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) bekerja sama dengan Fakultas Teknik dan Fakultas

MIPA Universitas Andalas Padang menyelenggarakan kegiatan Seminar Nasional Teknologi

Energi Nuklir (SENTEN) ke-6 tahun 2019 dengan tema: “Peran Pendidikan Tinggi dan

Aplikasi Teknologi Nuklir untuk Kemandirian Energi, Pangan, Pertanian dan Kesehatan”.

SENTEN-2019 telah dilaksanakan di Convention Hall Universitas Andalas, Padang,

Sumatera Barat, Indonesia, pada hari Rabu, tanggal 18 September 2019. Seminar ini bertujuan

untuk merangkum kegiatan penelitian terbaru yang relevan dengan nuklir yaitu tentang konversi

energi dan pembangkit listrik, fisika reaktor nuklir, analisis keselamatan reaktor, instrumentasi

dan kendali, kesehatan, pertanian dan pangan, kedokteran nuklir, aspek lingkungan, regulasi

dan keamanan nuklir, aplikasi bidang teknik, material dan industri, IT, dan juga memfasilitasi

komunikasi di antara para ahli yang relevan.

Lebih dari 150 peserta yang terdiri dari pemakalah dan peserta biasa dari berbagai Instansi dan

Universitas di Indonesia antara lain BATAN dan Universitas Andalas-Padang sebagai

penyelenggara, BAPETEN, Universitas Gadjah Mada, Universitas Padjadjaran, Universitas

Gunadarma, Universitas Ibn. Khaldun (UIKA)-Bogor, Universitas Nasional (UNAS)-Jakarta, dan

Universitas Krisnadwipayana. Dari total 58 makalah lengkap yang masuk ke panitia, kemudian

dilakukan reviu oleh para editor yang ahli dibidangnya, akhirnya diputuskan 55 makalah diterima

dan dapat dipresentasikan dalam seminar SENTEN ke-6 tahun 2019. Setelah melaui reviu

sebanyak 44 makalah dapat dipublikasikan dan diterbitkan dalam prosiding ini. Makalah yang

diterbitkan dalam prosiding ini telah melalui proses reviu dan editing dari panitia.

Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua peserta, dan kepada semua pihak

yang telah membantu keberhasilan Seminar ini.

Jakarta, November 2019

Dewan Editor

Page 5: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

iv

ISSN: 2355-7524

LAPORAN KETUA PELAKSANA

SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI ENERGI NUKLIR 2019 PADANG 18 SEPTEMBER 2019

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji dan Syukur kita Panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir (SENTEN) ke-6 tahun 2019 yang diselenggarakan berkat kerjasama antara Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir (PTKRN) BATAN dengan Fakultas Teknik dan Fakultas MIPA Universitas Andalas, dilaksanakan pada 18 September 2019 di Convention Hall Universitas Andalas Padang. Acara SENTEN telah dilaksanakan sebanyak 6 kali, yang sebelumnya 5 kali pelaksanaan dimulai sejak tahun 2014 dimana SENTEN ke-1 merupakan kerjamasa BATAN dan Universitas Tanjungpura di Pontianak, SENTEN ke-2 tahun 2015 adalah kerjasama BATAN dan Universitas Udayana di Bali, kemudian SENTEN ke-3 tahun 2016 merupakan kerjasama BATAN dan Politeknik BATAM, SENTEN ke-4 tahun 2017 menjadi kerjasama antara BATAN dan Unversitas Hasanuddin di Makassar, dan SENTEN ke-5 tahun 2018 kerjasama BATAN dan Universitas Sriwijaya di Palembang.

SENTEN ke-6 tahun 2019 mengusung tema ”Peran Perguruan Tinggi dan Aplikasi

Teknologi Nuklir untuk Kemandirian Energi, Pangan, Kesehatan dan Pertanian” yang

diharapkan dapat menjadi ajang tukar menukar informasi antara peneliti, akademisi dan

pemerhati terkait dengan penelitian dan pengembangan iptek energi nuklir dan aspek

pendukungnya di Indonesia. Panitia SENTEN ke-6 tahun 2019 menerima 58 makalah dari

berbagai instansi dan perguruan tinggi. Setelah melalui seleksi dan evaluasi oleh Dewan Editor,

panitia memutuskan 55 makalah dapat diterima untuk dipresentasikan dalam Seminar SENTEN

ini. Makalah-makalah berasal dari BATAN, BAPETEN, UGM, Universitas Andalas, Universitas

Ibnu Kaldun (UIKA) Bogor, Universitas Padjajaran, Universitas Krisnadwipayana, Universitas

Gunadarma, dan Universitas Nasional. Pembicara Utama pada SENTEN ke-6 berasal Badan

Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan

tuan rumah Universitas Andalas yang akan membahas topik-topik yang sedang hangat saat ini

dan informasi yang bermanfaat.

Kami, segenap Panitia SENTEN ke-6 tahun 2019, mengucapkan terimakasih kepada

semua peserta pemakalah, peserta pendengar, pembicara utama dan pihak universitas Andalas

Padang atas bantuan dan kerjassama yang terjalin, yang menjadikan agenda SENTEN tahun

2019 berjalan dengan baik.

Padang, 18 September 2019

Ketua SENTEN-2019

Dr. Mulya Juarsa

Page 6: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

v

ISSN: 2355-7524

SAMBUTAN DEPUTI

BIDANG TEKNOLOGI ENERGI NUKLIR BADAN TENGA NUKLIR NASIONAL

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh Salam sejahtera bagi kIta semua, Hom swastiastu, Namo budaya, Salam kebajikan, Yang terhormat Rektor Universitas andalas dan jajarannya Yang terhormat para tamu undangan yang tidak bisa saya sebut satu persatu Marilah pertama tama kita panjatkan puji sukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat kepada kita untuk dapat bersilaturahmi dalam acara SENTEN 2019 di Universitas Andalas Sumatera Barat. BATAN mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Rektor dan jajarannya atas kerjasamanaya sehingga SENTEN-2019 dapat dilaksanakan di Universitas Andalas, semoga kerjasama ini dapat terus berlanjut untuk kemajuan Bapak-bapak dan ibu-ibu serta hadirin sekalian, BATAN merupakan Lembaga litbang yang mempunyai tugas melaksanakan pengembangan di bidang ketenaganukliran untuk tujuan damai. Pengembangan yang dilakukan dibidang energi, pangan, kesehatan dan juga lingkungan. Dibidang non energi hasil litbang BATAN sudah sangat banyak dimanfaatkan oleh masyarakat diantaranya varietas padi unggul dan juga radioisotop dan radiofarmaka untuk industri dan kesehatan. Dibidang energi pemanfaatan tenaga nuklir untuk PLTN belum diimplementasikan terkait dengan kebijakan nasional yang belum menerapkan energi nuklir dalam bauran energi nasional. Namun demikian batan tetap melakukan kajian PLTN untuk capacity building. Dalam melakukan pengembangan Batan juga bekerjasama dengan berbagai pihak khususnya perguruan tinggi, melalui kerjasama dapat dilaksanakan kegiatan kegiatan ilmiah seperti SENTEN 2019 yang merupakan ajang sharing knowledge antar peneliti dan juga masyarakat untuk menambah wawasan pengetahuan terkait ketenaganukliran. Alhamdulillah pada hari ini kita bisa mengadakan SENTEN 2019 hasil kerjasama antar BATAN dengan Universitas Andalas semoga IPTEK nuklir juga berkembang di Sumatera Barat. Dan bagi peserta seminar saya ucapkan selamat berseminar semoga mendapatkan manfaat yang besar untuk kemajuan Bersama. Demikian dan terimakasih

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Ir. Suryantoro,MT.

Page 7: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

vi

ISSN: 2355-7524

DAFTAR ISI

Halaman

Judul i

Dewan Editor / Penilai Karya Tulis ii

Kata Pengantar iii

Laporan Ketua Pelaksana Seminar Nasional Energi Teknologi Nuklir -2019 iv

Sambutan Deputi Bidang Teknologi Energi Nuklir - BATAN v

Daftar Isi vi

MAKALAH TEKNIS

1. KAJIAN PENGARUH KELEMBABAN PADA PENGUKURAN SENSOR DETEKTOR FLUKS NEUTRON RSG-GAS

Kiswanta, Sudarno, Sujarwono, Ranji Gusman, Heri Suherkiman

1

2. UJI FUNGSI PENGISIAN NITROGEN CAIR PADA BAGIAN KRIOGENIK FASILITAS UJI SISTEM PEMURNIAN HELIUM

Joko Prasetio W, Ainur Rosidi

13

3. MONITORING DAN PENGUKURAN WAKTU RESPON DETEKTOR NEUTRON PADA RSG-GAS

Yoyok Dwi Setyo Pambudi, Muhammad Subekti, Sujarwono, Ranji Gusman

19

4. ANALISIS TINGKAT SIRKULASI ALAMIAH PADA LIQUID METAL FAST BREEDER REACTOR DENGAN PENDINGIN NA, NAK, PB DAN PB-BI

Refi Juita, Dian Fitriyani

27

5. ANALISIS KEANDALAN PERAWATAN KOMPONEN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR SERBA GUNA G.A. SIWABESSY

Mike Susmikanti, Entin Hartini, Purwadi

35

6. EVALUASI PENGAMBILAN PANAS PADA TERAS RSG-GAS UNTUK MENUNJANG OPERASI 30 MW

Muh. Darwis Isnaini, M. Subekti

49

7. COMPARISON BETWEEN SIMULATION AND ANALYTICAL METHOD RELIABILITY DATA ANALYSIS : A CASE STUDY ON COMPONENT OF SSC RSG-GAS

Entin Hartini, Mike Susmikanti, Santosa Pujiarta

59

8. KARAKTERISTIK SIPHON REAKTOR RISET BERELEMEN BAKAR TIPE PELAT

Reinaldy Nazar, Jupiter Sitorus Pane

69

Page 8: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

vii

ISSN: 2355-7524

9. ANALISA DEFORMASI RPV WALL PADA KONDISI PEMANASAN PROTOTIPE SEGMEN PEMANAS DIPOSISI VERTIKAL

Muhamad Zulfikar, Dwi Yuliaji, Mulya Juarsa, Rahayu Kusumastuti, G. Bambang Heru K, Giarno, Dedi Haryanto

79

10. VARIASI STRATEGI INTRUSI DAN PENDEKATAN STOKASTIK PADA ANALISIS SISTEM PROTEKSI FISIK FASILITAS NUKLIR

Yanuar Ady Setiawan

89

11. APLIKASI ISOTOP ALAM 14

C UNTUK MENENTUKAN UMUR AIR TANAH AKUIFER DALAM DI KAWASAN NUKLIR PASAR JUMAT JAKARTA

Satrio, Rasi Prasetio, Bungkus Pratikno

97

12. ANALISIS KOMPOSISI KIMIA DAN FASA PADA SERBUK PADUAN U-Zr-Nb PASCA HIDRIDING-DEHIDRIDING

Masrukan M, Saga Octa D, M.H Alhasa

103

13. PENGARUH KECEPATAN PENGADUKAN TERHADAP UKURAN PARTIKEL CrPO4 SEBAGAI BAHAN PEMBUAT SKIN PATCH BERTANDA RADIOISOTOP 32

P

Wira Y. Rahman, Endang Sarmini, Hambali, Sriyono, Herlina, Abidin, Arni Aries

111

14. PEMBAKUAN METODE ANALISIS FISIKOKIMIA BAHAN BAKAR U3Si2/Al DENSITAS 4,8 gU/cm

3 PASCA IRADIASI

Aslina Br.Ginting, Yanlinasuti, Boybul, Arif Nugroho, Supardjo

119

15. KONSENTRASI RADON DALAM RUMAH (RADON INDOOR) DI WILAYAH MALUKU UTARA

Wahyudi, Ilma Dwi Winarni, Kusdiana, Oktisya Devi Widyaningsih

131

16. PEMISAHAN URANIUM DALAM PEB U3Si2/Al DENSITAS 2,96 gU/cm3

PASCA IRADIASI DENGAN METODE KOLOM PENUKAR ANION

Yanlinastuti, Boybul, Iis Haryati, Sutri Indaryati, S Fatimah Aslina Br. Ginting

139

17. ANALISIS PENETRASI DAN PEMAYARAN MESIN BERKAS ELEKTRON GJ-2 DENGAN ARUS 2 mA DAN ENERGI 1,5 MeV

Arif Rachmanto, Paulus Supandi

149

18. KAJIAN UPAYA MENUJU APLIKASI KETENAGANUKLIRAN YANG AMAN DAN ANDAL MELALUI BATAN 4.0

Eri Hiswara

157

19. PENGKAJIAN PENERAPAN ISO 19443:2018 PADA PENGGUNAAN ENERGI NUKLIR DI INDONESIA

Suzie Darmawati, Sigit Santosa, Anggrani Ratih Kumaraningrum, Jepri Sutanto, Hanna Yasmine, Sugiyarto, Pudji Sulisworo, Budi Santoso

167

20. PENGEMBANGAN KOMPETENSI PERSONEL DI BIDANG KETENAGANUKLIRAN

Jepri Sutanto, A.Bayu Purnomo, Pudji Sulisworo

183

21. EVALUASI PERENCANAAN STRATEGIS BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL TAHUN 2015-2019

Harini Wahyuningrum, Rahkmat Hidayat, Dwi Irwanti

189

Page 9: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

viii

ISSN: 2355-7524

22. PENILAIAN MATURITAS IMPLEMENTASI BUDAYA KESELAMATAN PADA INSTALASI NUKLIR

Johnny Situmorang, Sigit Santoso

203

23. PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR KAWASAN PUSPIPTEK SERPONG TERHADAP POTENSI DAMPAK SOSIAL RENCANA PEMBANGUNAN RDNK

Siti Alimah, Mudjiono, Ristiana Dwi Hastuti

211

24. PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN UNTUK KESELAMATAN DI INSTALASI NUKLIR

Reno Alamsyah

219

25. ANALISIS METODE PEMBUATAN TERMOKOPEL TIPE-K PADA UNTAI FASSIP-02

Arif Adtyas Budiman, G. Bambang Heru, Mulya Juarsa

225

26. KARAKTERISASI PEMANASAN DAN PENDINGINAN UNTAI FASSIP-01 BERDASARKAN KEMAMPUAN PENDINGINAN UNTAI HEAT SINK SYSTEM

Giarno, Joko PW., G.B. Heru K., Ainur Rosidi, Dedy Haryanto, Mulya Juarsa, Deswandri

239

27. PENGEMBANGAN SISTEM KENDALI PEMANAS BERBASIS LABVIEW UNTUK EKSPERIMEN KONDISI TUNAK PADA FASSIP-02

G. Bambang Heru K, Ainur Rosidi, Giarno, Dedy H, Mulya J, M Hadi K

245

28. VISUALISASI DISTRIBUSI SUHU WATER HEATING TANK UNTAI FASSIP-02 MENGGUNAKAN KAMERA INFRA MERAH

Dedy Haryanto, Giarno, Joko Prasetio Witoko, G. Bambang Heru K.,

Mulya Juarsa, M. Hadi Kusuma

253

29. PENGARUH JUMLAH SPESIMEN DALAM UJI TEKAN MATERIAL GRAFIT IG-110

Roziq Himawan, Andryansyah, Mudi Haryanto, Darlis

263

30.. KLASIFIKASI JENIS INTRUSI JARINGAN KOMPUTER BERBASIS PEMBELAJARAN MESIN

A. A. Waskita, R. Maerani

269

31. ANALISIS ALIRAN DAYA GENERATOR CATU DAYA DARURAT UTILITAS LABORATORIUM NMEI- GEDUNG 71 PRFN-BATAN

Tukiman, Khairul Handono, Indarzah MP, Bang Rozali

279

32. ANALISIS KERETAKAN BETON PADA LANTAI RUANG PRIMER RSG GAS

Abdul Hafid, Djati H.S.

, Sriyono, R. Kusumastuti, M.B. Mike Susmikanti, Santosa

Pujiarta

285

33. ANALISIS LAJU ALIRAN SIRKULASI ALAM DI BAGIAN TUBE WATER-JACKET COOLER BERDASARKAN PERUBAHAN LAJU ALIRAN PENDINGIN REFRIGERASI PADA FASILITAS USSA-FTS01

Kiki Ardian, Dwi Yuliaji, Mulya Juarsa

293

34. REMAINING LIFE ASSESSMENT OF HP MOD MA REFORMER TUBE MATERIAL IN CHEMICAL FERTILIZER PLANT

Alim Mardhi, Andryansah, Mudi Haryanto, Deswandri, Geni Rina Sunaryo

301

Page 10: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

ix

ISSN: 2355-7524

35. PENENTUAN DAMPING OPTIMAL FLOWMETER ULTRASONIK PADA FASILITAS EKSPERIMEN REACTOR CAVITY COOLING SYSTEM (RCCS)

Sudarno, Kiswanta, Arif Adtyas

309

36. IDENTIFIKASI DAN KOREKSI TILT & SKEW PADA REKONSTRUKSI CT MENGGUNAKAN SOFTWARE OCTOPUS

Fitri Suryaningsih, Devina Chandra Dewi], Demon Handoyo, Rhakamerta Hijazi

317

37. METODE DIAGNOSTIK KEDOKTERAN NUKLIR UNTUK PENILAIAN DISFUNGSI KELENJAR TIROID PADA DIABETES MELLITUS TIPE-2

Fadil Nazir dan Maria Evalisa

329

38. KAJIAN METODA NDT UNTUK DETEKSI CACAT LACK OF FUSION PADA LASAN

Mudi Haryanto, Andryansyah, Lily Suparlina

337

39. ANALISA KETIDAKPASTIAN PROSES KALIBRASI LINEAR VARIABLE DIFFERENTIAL TRANSFORMER (LVDT) PADA PENGUJIAN CREEP MATERIAL PLTN

Darlis, Alim Mardhi, Dwijo Mulyanto, Almira Citra, Andryansyah, Aris Munandar, Deswandri

347

40. KALIBRASI IN-SITU DETEKTOR IONISASI WELL TYPE UNTUK Ir-192 DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS ANDALAS, PADANG

Assef Firnando Firmansyah, Sri Inang Sunaryati, Okky Agassy Firmansyah, Fiqi Diyona, Muhammad Al Jabbar Kanie

353

41. LAJU ALIRAN SIRKULASI ALAM DI BAGIAN BAND HEATER BERDASARKAN PERUBAHAN DAYA PADA UNTAI USSA FTS-01

Fazar Mu’Alif, Dwi Yuliadji, Edi Marzuki, Mulya Juarsa

359

42. ANALISIS KUALITAS RAW MIX DENGAN STATISTICAL QUALITY CONTROL

Ely Rahmi, Elita Amrina

367

43. KAJIAN IDENTIFIKASI KETENTUAN KLASIFIKASI KESELAMATAN STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN REAKTOR NONDAYA

Catur Febriyanto S.

373

44. KARAKTERISTIK PENDINGINAN PADA WATER JACKET UNTAI USSA-FT01 BERDASARKAN PERBEDAAN DAYA HEATER

Bernard Rumpedai, Dwi Yuliaji, Mulya Juarsa

385

DAFTAR INDEKS PENULIS MAKALAH

393

Page 11: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019Padang, 18 September 2019

1

ISSN: 2355-7524

KAJIAN PENGARUH KELEMBABAN PADA PENGUKURAN SENSORDETEKTOR FLUKS NEUTRON RSG-GAS.

Kiswanta1, Sudarno1, Sujarwono2, Ranji Gusman2, Heri Suherkiman2

1 Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir (PTKRN) – BATAN2 Pusat Reaktor Serba Guna (PRSG) - BATAN

Email : [email protected]

ABSTRAK

KAJIAN PENGARUH KELEMBABAN PADA PENGUKURAN SENSOR DETEKTORFLUKS NEUTRON RSG-GAS. Reaktor Serba Guna GA. Siwabessy (RSG-GAS sudahberoperasi lebih dari 30 tahun. Faktor kelembaban dapat menyebabkan terjadi pergeserannilai sinyal pada pengukuran bagian analog, degradasi komponen, korosi bahkan seringmengalami kerusakan. Kerusakan tersebut menyebabkan pengukuran tidak tepat danmempengaruhi sinyal-sinyal RPS. Juga menyebabkan unbalance, proses balance menjadilebih lama bahkan scram. Untuk itu perlu dilakukan kajian pengaruh kelembaban terhadapproses pengukuran pada detektor fluks neutron RSG-GAS. Kajian meliputi kondisi titikpengukuran, transduser, defais, perangkat dan tampilan baik secara visual, sinyal listrik,karakteristik sinyal, ketelitian, kestabilan, error, dan pengaruh lingkungan. Metode penelitiandilakukan dengan mengukur tingkat kelembaban, pemberian semburan udara SCA ke dalamdetektor guide tube untuk mengurangi kelembaban, mengukur sinyal listrik pada setiapbagian analog dan menganalisis pengaruh kelembaban terhadap rangkaian pengukurandetektor fluks neutron. Dari data bagian detektor fluks neutron tersebut dievaluasi untukmendukung kajian teknis penuaan RSG-GAS. Hasil pengukuran tingkat kelembaban padapengukuran fluks neutron RSG-GAS sudah dapat dilakukan dengan baik. Pengaruhkelembaban udara sangat signifikan terhadap hasil pengukuran sinyal listrik. Pemberianudara kering dari kompressor ke dalam guide tube detektor neutron terbukti sangat efektifuntuk menurunkan kelembaban udara dari sekitar 62% menjadi 6% sedangkan temperaturtetap sekitar 21-22°C. Sedangkan tingkat kestabilan sistem dan ketelitian bagian penguatamplifier masing-masing detektor fluks neutron masih bagus sekitar 98%.

Kata kunci: Detektor fluks neutron, pengukuran, kelembaban, sinyal listrik, degradasi.

ABSTRACT

STUDY OF HUMIDITY EFFECT FOR THE NEUTRON FLUKS DETECTORSMEASUREMENT OF RSG-GAS. The GA Multipurpose Reactor. Siwabessy (RSG-GAS hasbeen operating for more than 30 years. The moisture factor can cause a shift in signal valuesin analog section measurements, component degradation, corrosion and even damage. Thedamage causes improper measurement and affects RPS signals. Also causes unbalance thebalance process takes longer and even scams, so it is necessary to study the effect ofhumidity on the measurement process on RSG-GAS neutron flux detectors.The studyincludes conditions of measurement points, transducers, defects, devices and displays bothvisually, electrical signals, signal characteristics accuracy, stability, error, and environmentalinfluences.The research method was carried out by measuring the moisture level, givingSCA air bursts into guide tube detectors to reduce humidity, measuring electrical signals ineach analog section and analyzing the effect of humidity on the neutron flux detectormeasurement circuit. da The neutron flux detector section was evaluated to support thetechnical review of aging RSG-GAS. The results of the measurement of the level of moisturein the measurement of RSG-GAS neutron flux can be done well. The effect of air humidity isvery significant on the results of measuring electrical signals. Giving dry air from thecompressor to the neutron detector guide tube proved to be very effective in reducing airhumidity from about 62% to 6% while the fixed temperature was around 21-22 ° C. While thelevel of system stability and accuracy of the amplifier amplifier parts of each neutron fluxdetector is still good at around 98%.

Keywords: Neutron flux detector, measurement, humidity, electrical signal, degradation.

Page 12: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kajian Pengaruh Kelembaban Pada Pengukuran Sensor....Kiswanta, dkk.

2

ISSN: 2355-7524

PENDAHULUANReaktor Nuklir Serba Guna G.A. Siwabessy (RSG-GAS) yang dibangun di kawasan

Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPIPTEK) Serpong merupakan salahsatu fasilitas yang dimiliki oleh BATAN. Reaktor Serba Guna dibangun sejak tahun 1983,setelah dicapai kritis pertama pada 27 Maret 1987, kemudian diresmikan oleh presiden RIpada tanggal 20 Agustus 1987. Akhirnya pada bulan Maret 1992 dicapai operasi reaktorpada daya penuh 30 MW.

Oleh karena umur RSG-GAS sudah lebih dari 30 tahun, sementara RPS juga sudahberoperasi lama, kemungkinan besar terjadi pergeseran nilai sinyal pada pengukuran kanalbagian analog, degradasi material komponen, korosi bahkan sering mengalami kerusakan.Kerusakan yang sering terjadi pada detektor neutron sehingga pengukuran tidak tepat danmempengaruhi sinyal-sinyal RPS yang menyebabkan unbalance bahkan proses balancemenjadi lebih lama bahkan scram. Untuk itu perlu dilakukan analisis parameter kondisi kanalanalog detektor fluks neutron RSG-GAS, meliputi : kondisi titik pengukuran, transduser,defais, perangkat dan tampilan baik secara visual, sinyal listrik, karakteristik sinyal, ketelitian,kestabilan, error, dan pengaruh lingkungan. Pengaruh lingkungan yang sangat menentukanadalah kelembaban. Karena kelembaban dapat menyebabkan korosi, kerusakan materialdan pergeseran nilai pengukuran. Sehingga tujuan penelitian ini adalah menentukan nilaikelembaban di sekitar sensor detektor neutron dan menganalisis pengaruhnya terhadapsensor detector tersebut.

Metode penelitian dilakukan dengan mengukur tingkat kelembaban, pemberiansemburan udara kering SCA ke dalam detektor guide tube untuk mengurangi kelembaban,mengukur sinyal listrik pada setiap bagian analog dan menganalisis pengaruh kelembabanterhadap rangkaian pengukuran detektor fluks neutron. Dari data bagian detektor fluksneutron tersebut dievaluasi untuk mendukung kajian teknis penuaan RSG-GAS sebagaibahan kajian sistem instrumentasi dan kendali untuk mendukung refurbishment RPS RSGGAS. Dengan metode ini diharapkan mampu mengetahui secara rinci pengaruh kelembabanterhadap sensor detektor neutron.

TEORIAkuisisi data analog meliputi akuisisi data kualitatif dari sensor ke pemantau harga

batas. Densitas fluks neutron diukur dengan menggunakan sistem redundansi 2 dalam kanal

pengukuran jangkauan start-up dan jangkauan menengah, sedangkan dalam jangkauan

daya menggunakan sistem redundansi 3. Variabel-variabel sistem lainnya, sebagaimana

telah disebutkan di depan, didefinisikan sebagai variabel proses yang diukur dengan

menggunakan redundansi 3. Jangkauan sinyal listrik standar yang digunakan oleh setiap

transduser variabel proses adalah 0 - 20 mA.

Sinyal tegangan DC yang juga diperlukan di RPS adalah 0 - 10 V. Untuk itu konverter-

konverter mengubah sinyal arus masukan 0 - 20 mA ke tegangan 0 - 10 V. Apabila sinyal

tersebut diperlukan di luar lingkup RPS, digunakan penguat penyangga (misalnya: penampil

di RKU, sistem perekam data). Hal ini menuntut adanya pemisahan galfanis yang sempurna

(bebas umpan balik) antara masukan sinyal dan keluarannya, jadi dapat menahan

interferensi di sekitar sinyal ke dalam RPS.. Secara lengkap sistem instrumentasi dan

kendali RSG-GAS dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 13: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019Padang, 18 September 2019

3

ISSN: 2355-7524

Gambar 1. Koneksi Pengukuran Neutron Flux Detector RSG-GAS (JKT-01/02/03) [1,2]

Pengukuran kerapatan fluks neutron untuk memantau kondisi teras reaktor saatberoperasi pada tingkat start-up, tingkat menengah, tingkat daya, juga pada saat penurunandaya, dan pada kondisi teras reaktor sub-kritis.

Oleh karena itu sistem pengukuran mengirim sinyal yang:1) proporsional dengan daya reaktor; (Jangkauan start-up, jangkauan menengah, dan

jangkauan daya).2) berkaitan dengan laju perubahan daya reaktor; (periode reaktor untuk jangkauan start-up

dan jangkauan menengah).3) menampilkan kesetimbangan beban; (pada jangkauan daya).

Sinyal-sinyal tersebut diperlukan sebagai besaran input oleh RPS. Jangkauanpengukuran yang dapat dicapai oleh sistem pengukuran rapat fluks neutron tersebutmendekati 10 dekade adalah untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut di atas. Sistempengukuran memiliki daerah tindihan (2 dekade) antara:

a. Jangkauan start-up;b. Jangkauan menengah;c.Jangkauan daya.

Setiap sistem pengukuran tersebut di atas terdiri dari susunan khusus (detektor, kanalpengukuran). Ketiga daerah pengukuran (start-up, menengah, dan daya) dirancang secararedundansi untuk tujuan keselamatan. Sistem pengukuran ini terdiri dari 2 sistem pengukuranjangkauan start-up dan menengah yang terletak secara terpisah, dan empat sistempengukuran jangkauan daya.

Detektor dari seluruh jangkauan pengukuran dipasang di dalam tabung/pipa Aluminiumdi kolam reaktor. Tabung Aluminium untuk sistem jangkauan pengukuran start-up danmenengah terbentang dari kotak Aluminium di tepi atas kolam reaktor ke tempat pengukurandi sisi luar blok reflector Beryllium dan untuk sistem jangkauan pengukuran daya terbentangsampai ke titik pengukuran di atas blok Beryllium. Detektor dan kabelnya (hingga ke kotakterminal) dapat diganti pada saat reaktor padam.

Detektor jangkauan start-up dapat digerakkan otomatis/manual ke arah aksial denganmenggunakan fasilitas penggerak. Pada daya reaktor >3% kedua detektor start-up ditarik ke

Page 14: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kajian Pengaruh Kelembaban Pada Pengukuran Sensor....Kiswanta, dkk.

4

ISSN: 2355-7524

daerah paparan radiasi neutron thermal rendah. Pada kejadian daya reaktor <3%, keduadetektor secara otomatis/manual diturunkan ke dalam tempat pengukuran.

Seluruh kanal pengukuran dari ketiga jangkauan pengukuran dipadukan di dalamkabinet elektronik secara terpisah berbandingan dengan redundansinya. Kanal pengukurantersebut dipasang dalam kabinet CNE01, CNF01, dan CNG01 yang ditempatkan dalam ruangRPS terkait (Ruang 0930, 0931, dan 0932).

Kanal Jangkauan start-upKanal Jangkauan start-up terdiri dari 2 kanal pengukuran redundan:JKT-01 CX811 (Redundan 1);JKT-01 CX821 (Redundan 2).Kanal pengukuran tersebut meliputi hampir 6 s/d 7 dekade daya reaktor. Sebagai

sensor digunakan detector pencacah fisi (fission counter). Sensitivitas neutron thermalnyamendekati 7×10-2 cps/n.v.

Kanal pengukuran pencacah fisi dirancang sebagai berikut: Sinyal (pulsa) ditransmisi dari detektor jangkauan start-up ke penguat awal (pre-amplifier)

yang terpasang dalam kotak terminal di tepi atas kolam reaktor. Pre-amplifiermemperkuat pulsa detektor pencacah fisi dan ditransmisi secara berurutan ke kabinetmelalui kanal pengukuran rapat fluks neutron, sehingga diperoleh amplitudo yang cukuptinggi dibanding dengan derau yang mengikuti.

Harga rapat perubahan daya reaktor (periode) diperoleh dari adanya sambungan serialantara penguat diferensial dan penampil laju logaritmis. Nilai pengukuran juga dikirim kepenampil di RKU melalui penguat penyangga.

Dua simulator, masing-masing di hubungkan dengan satuan penguji (test) yangdigunakan untuk menguji kanal pengukuran dan satuan penampil (indikator). Simulatormengeluarkan rangkaian pulsa secara teratur untuk pulse pre-amplifier dan simulatorlainnya mengeluarkan kenaikan kontinyu sinyal tegangan untuk penguat diferensial.

Satuan harga batas mengecek secara kontinyu catu daya tinggi ke detektor jangkauanstart-up. Jika harga batas yang dapat diatur terlampaui atau tidak dapat dicapai satuantersebut membangkitkan sinyal keluaran yang dapat ditandai di RKU.

Kanal Jangkauan MenengahDua kanal logaritmik redundansi disediakan untuk pengukuran rapat fluks neutron

jangkauan menengah, terdiri dari:JKT-02 CX811 (redundan 1);JKT-02 CX821 (redundan 2).

Kanal tersebut mencakup pengukuran hampir 7 dekade daya reaktor. Sebagai sensordigunakan detektor gamma-terkompensasi dan detektor kamar terionisasi berlapis Boron.Sensitivitas fluks neutron thermalnya mendekati 1×10-15 A/n.v.

Setiap kanal pengukuran dirancang sebagai berikut: Sinyal DC ditransmisi dari detektor jangkauan menengah ke kabinet elektronik untuk

jangkauan rapat fluks neutron seperti halnya yang terjadi pada kanal jangkauan start-up,akan tetapi tidak diperlukan pre-amplifier.

Di dalam kabinet elektronik untuk jangkauan rapat fluks neutron, sinyal detektor diperkuatdengan menggunakan penguat DC logaritmik, kemudian ditransmisi melalui penguatpenyangga pararel ke RPS untuk pengolahan sinyal lanjut dan untuk tujuan penampilandan perekaman (recording) di RKU.

Penguat diferensial disambungkan secara serial dengan penguat DC logaritmikmembentuk sinyal yang proporsional dengan konstanta waktu reaktor (periode). Sinyaltersebut merupakan masukan untuk RPS, selain itu harga pengukuran ini ditampilkan dandirekam di RKU.

Dua simulator yang masing-masing dihubungkan dengan satuan penguji dan penampildigunakan untuk memeriksa (uji fungsi) kanal pengukuran. Simulator menyediakan sinyalDC kepada penguat DC logaritmik dan yang lain menyediakan kenaikan kontinyu sinyaltegangan kepada penguat diferensial.

Seperti halnya pada kanal jangkauan start-up, dua catu daya tegangan tinggi secarakontinyu diawasi oleh satuan harga batas. Pemberian tegangan tinggi yang tidak diijinkanditunjukkan di RKU.

Page 15: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019Padang, 18 September 2019

5

ISSN: 2355-7524

Kanal Jangkauan DayaRapat fluks neutron dalam jangkauan daya diukur dengan menggunakan kanal linier.

Empat kanal beredundansi yang disediakan adalah:JKT-03 CX811 (redundan 1);JKT-03 CX821 (redundan 2);JKT-03 CX831 (redundan 3);JKT-03 CX841 (redundan 3, tambahan untuk penentuan beban tidak seimbang).

Setiap kanal mencakup dua dekade tertinggi dari pada jangkauan pengukuran dayareaktor. Detektor yang digunakan adalah kamar ionisasi terkompensasi berlapis Boron, yangmencakupi ketinggian teras (dengan sensitivitas neutron thermal mendekati 5×10-14 A/n.v).

METODOLOGIKegiatan pengukuran dimulai dengan mengukur kelembaban udara di luar dan bagian

dalam detector guide tube, untuk JKT-02 dan JKT-03 pada kondisi tanpa disembur udaraSCA dan dengan disembur udara SCA. Dari pengukuran kemudian dianalisa pengaruhsemburan udara SCA terhadap tingkat kelembaban di dalam detector guide tube.

Selanjutnya dilakukan pengukuran kerapatan fluks neutron pada kondisi teras reaktorsaat beroperasi pada tingkat start-up, tingkat menengah, tingkat daya pada kondisi disemburudara SCA dan tanpa udara SCA. Sistem pengukuran fluks neutron memiliki daerah sbb :

a. Jangkauan start-up;b. Jangkauan menengah;c. Jangkauan daya.

a. Kanal Jangkauan start-up terdiri dari 2 kanal pengukuran redundan:JKT-01 CX811 (Redundan 1);JKT-01 CX821 (Redundan 2).

b. Kanal Jangkauan Menengah terdiri dari:JKT-02 CX811 (redundan 1);JKT-02 CX821 (redundan 2).

c. Kanal Jangkauan Daya :

Rapat fluks neutron dalam jangkauan daya diukur dengan menggunakan kanal linier.Empat kanal beredundansi yang disediakan adalah:

JKT-03 CX811 (redundan 1);JKT-03 CX821 (redundan 2);JKT-03 CX831 (redundan 3);JKT-03 CX841 (redundan 3, tambahan untuk penentuan beban tidak seimbang).

Dari ketiga daerah pengukuran tersebut, masing-masing output dari detektor neutrondimasukkan ke piranti penguat Amplifier. Untuk JKT-01 dengan Pulse Amplifier dan BufferAmplifier, JKT-02 dengan Logarithmic DC Amplifier, Differentiating Amplifier dan BufferAmplifier. Sedangkan pada JKT-03 menggunakan Linear DC Amplifier dan Buffer Amplifier.

Dari hasil pengukuran sinyal analog pada Logarithmic Amplifier, DifferrentiatingAmplifier dan Buffer Amplifier terhadap perbedaan kelembaban kemudian dianalisis dandievaluasi. Analisis dilakukan terhadap output detector Neutron yang berupa arus listrik,tegangan output penguat Amplifier, kerapatan fluks neutron dan prosentase daya reaktor.

HASIL DAN PEMBAHASANTelah diperoleh hasil pengukuran kelembaban udara di luar dan bagian dalam

detector guide tube, untuk JKT-02 dan JKT-03 pada kondisi tanpa disembur udara SCA dandengan disembur udara kering SCA. Secara lengkap posisi penempatan sensor kelembabandan pemasangan selang untuk menyemburkan udara kering SCA dapat diolihat padaGambar 2. Udara SCA adalah udara kering dari kompressor SCA. Penempatan sensor diikatdengan nozzle SCA dan diturunkan sedalam 11,5 meter sesuai kedalaman ujung SCA.Pengukuran kelembaban pada JKT03 - CX821 dan CX811 dilakukan sebelum tabungdetektor neutron disembur udara SCA dan sesudah disembur udara SCA. Selanjutnyapengukuran kelembaban pada JKT02 - CX811 dilakukan sesudah tabung detektor neutron

Page 16: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kajian Pengaruh Kelembaban Pada Pengukuran Sensor....Kiswanta, dkk.

6

ISSN: 2355-7524

disembur udara kering SCA dimatikan dulu dan kemudian disembur udara SCA lagi.Hasilpengukuran tingkat kelembaban dapat dilihat pada Gambar 3-8.

Lokasi Sensor KelembabanGambar 2. Lokasi pengukuran kelembaban JKT03-CX811 pada guide tube detector

Gambar 3. Kurva pengukuran kelembaban lingkungan di atas kolam RSG-GAS

Gambar 4. Kurva Pengukuran Kelembaban JKT03-CX821-tanpa udara kering SCA

Page 17: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019Padang, 18 September 2019

7

ISSN: 2355-7524

Gambar 5. Kurva pengukuran kelembaban JKT03-CX821-dengan udara kering SCA

Gambar 6. Kurva pengukuran kelembaban JKT03-CX811-tanpa udara SCA

Mulai disemburkan udara kering SCAkeringSCA

Page 18: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kajian Pengaruh Kelembaban Pada Pengukuran Sensor....Kiswanta, dkk.

8

ISSN: 2355-7524

Gambar 7. Kurva pengukuran kelembaban JKT03-CX811-dengan udara kering SCA

Gambar 8. Kurva pengukuran kelembaban JKT02-CX811-dengan udara SCA buka-tutup

Dari Gambar 4 – 8 dapat ditunjukkan pengaruh kelembaban udara sangat signifikanterhadap pemberian semburan udara SCA dari kompressor ke dalam guide tube detectorneutron. Hal ini terbukti sangat efektif untuk menurunkan kelembaban udara dari sekitar 62%menjadi 6% sedangkan temperatur tetap sekitar 21-22°C.

Mulai disemburkan udara kering SCA

Page 19: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019Padang, 18 September 2019

9

ISSN: 2355-7524

Sedangkan hasil pengukuran kerapatan fluks neutron pada kondisi teras reaktor saatberoperasi pada tingkat start-up, tingkat menengah, tingkat daya pada kondisi tanpa udaraSCA dan disembur udara kering SCA seperti Gambar 9-12.

Gambar 9. Kurva pengukuran fluks neutron JKT01-CX811-tanpa udara kering SCA

Gambar 10. Kurva pengukuran fluks neutron JKT01-CX811-dengan udara kering SCA

Page 20: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kajian Pengaruh Kelembaban Pada Pengukuran Sensor....Kiswanta, dkk.

10

ISSN: 2355-7524

Gambar 11. Kurva pengukuran fluks neutron JKT01-CX821-tanpa udara kering SCA

Gambar 12. Kurva pengukuran fluks neutron JKT01-CX821-dengan udara kering SCA

Dari Gambar 9-12 dapat ditunjukkan bahwa pengaruh kelembaban udara sangatsignifikan terhadap hasil pengukuran sinyal listrik pada output detektor neutron RSG-GAS.Terjadi kenaikan besaran cacah per second (CPS) dari detektor neutron tersebut jikadibandingkan dengan sebelum dan sesudah pemberian semburan udara kering SCA.Dengan kata lain semakin rendah kelembaban udara semakin tinggi besaran output detektorfluks neutron tersebut.

Selanjutnya sinyal dari ketiga daerah ukur tersebut, masing-masing output daridetektor neutron dimasukkan ke piranti penguat Amplifier. Untuk JKT-01 dengan PulseAmplifier dan Buffer Amplifier, JKT-02 dengan Logarithmic DC Amplifier, Differentiating

Page 21: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019Padang, 18 September 2019

11

ISSN: 2355-7524

Amplifier dan Buffer Amplifier. Sedangkan pada JKT-03 menggunakan Linear DC Amplifierdan Buffer Amplifier. Hasil pengukuran prosentasi daya reaktor RSG-GAS mulai tingkatstart-up, tingkat menengah dan tingkat daya steady state adalah seperti Gambar 13.

Gambar 13. Kurva hasil pengukuran daya reaktor RSG-GAS

Dari Gambar 13 dapat ditunjukan bahwa pengaruh kelembaban udara sangatsignifikan terhadap hasil pengukuran sinyal listrik baik dari output detektor neutron, outputpenguat amplifier, output konversi dari arus menjadi tegangan dan tampilan pengukuranmaupun prosentasi daya reaktor RSG-GAS.

KESIMPULANDari kegiatan pengukuran sinyal listrik detektor, defais, perangkat dan tampilan

pengukuran fluks neutron RSG-GAS terhadap parameter kondisi (suhu dan kelembaban)sudah dapat dilakukan dengan baik. Pengaruh kelembaban udara sangat signifikanterhadap hasil pengukuran sinyal listrik baik dari output detektor neutron, output penguatamplifier, output konversi dari arus menjadi tegangan dan tampilan pengukuran maupunprosentasi daya reaktor RSG-GAS. Terbukti bahwa pemberian semburan udara SCA darikompressor ke dalam guide tube detector neutron terbukti sangat efektif untuk menurunkankelembaban udara dari sekitar 62% menjadi 6% sedangkan temperatur tetap sekitar 21-22°C. Selama operasi juga telah dibuktikan bahwa kelembaban tinggi mempengaruhiketidakseimbangan reaktor sehingga proses tercapainya keseimbangan yang lebih lamaatau keadaan tunak menjadi lebih lama. Sedangkan tingkat stabilitas sistem dan penguatamplifier bagian presisi dari setiap detektor fluks neutron masih bagus sekitar 98%.

UCAPAN TERIMAKASIHPenulis mengucapkan terima kasih kepada Drs. Deswandri, M.Eng., Dedy Haryanto,

A.Md., atas saran dan perbaikan, sehingga makalah ini dapat ditulis dengan baik. Dorongansemangat dan bantuan rekan-rekan dari BPFKR sangat kami hargai. Penelitian inisepenuhnya dibiayai oleh Insinas Flagship Kemenristekdikti WP 1.6.

REFERENCES1. SAR Document No. Ident: RSG.KK.03.04.63.20082. SAR Document No. Ident: RSG.KK.01.01.63.20113. Sujarwono, “Visualisasi Pergerakan Batang Kendali Reaktor RSG-GAS”, Seminar

Nasional VI-SDM Teknologi Nuklir, Yogyakarta, 18 November 2010.

Start-up

Intermediate (menengah)

Daya 50% Steady state

Page 22: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kajian Pengaruh Kelembaban Pada Pengukuran Sensor....Kiswanta, dkk.

12

ISSN: 2355-7524

4. Mukhopadhyay & R.Y.M. Huang, “SENSORS (Advancements in Modeling”, DesignIssues, Fabrication & Practical Applications), Springer Verlag Berlin, 2008

5. Robert B. Northrop, “Introduction to Instrumentation and Measurements”, Third Edition,CRC Press, 2014.

6. Handbook of National Instruments, Digital Interface and Measurements System, USA,2014.

7. ALIMAH S. dan BUDIARTO, “Teknologi Pembuatan Cermet DUO2-Steel Untuk WadahLimbah Bahan Bakar Bekas PWR”, Jurnal Pengembangan Energi Nuklir, Volume 7 No.2 Hal. 50-60, Jakarta 2005.

8. BASTORI I., “Manajemen Strategik General Electric”, Media Kita, Edisi 3 Hal. 24-27,Jakarta, 2006.

9. PLN LITBANG dan PPEN-BATAN, “Laporan Akhir: Studi Ekonomi, Pendanaan danStruktur Owner dalam Rangka Rencana Persiapan Pembangunan PLTN Pertama diIndonesia”, PLN, Jakarta, 2006.

10. BIROL F., “Nuclear Power: How Competitive Down The Line?”, IAEA Bulletin Volume 48No.2, www.iaea.org, Vienna, 2007. Diakses tanggal 25 Oktober 2008.

11. Perka LIPI, “Pedoman Karya Tulis Ilmiah”, Perka LIPI no.04/E/2012, LIPI, 2012.12. Dehbi A. and Martin S.,”CFD Simulation of Particle Deposition on An Array of Spheres

Using an Euler/Lagrange Approach”, Jurnal Nuclear Engineering and Design, Vol.241,pp.3121–3129, 2011.

13. IAEA-TECDOC-1382, “Evaluation of High Temperature Gas Cooled ReactorPerformace: Benchmark Analysis Related to Initial Testing of The HTTR and HTR-10”,IAEA, Vienna, November, 2003.

DISKUSI/TANYA JAWAB:1. PERTANYAAN: (Pande Made Udayani, PTRKN - BATAN)

Dalam melakukan pengukuran kelembaban pada detektor fluks neutron apakahdilakukan sendiri atau mengambil data dari operasi reaktor?

Apakah alat sensor kelembaban dipasang terus menerus di teras reaktor?

JAWABAN: (Kiswanta, PTKRN - BATAN)

Pengukuran kelembaban dan pemberian udara kering di detektor flus netrondilakukan sendii oleh penulis dengan memasang sensor kelembaban danselang udara dilakukan sendiri oleh penulis dengan memasang sensorkelembaban di dalam chum dan selang udara kering di dalam tube detektorfluks neutron guide yang dilakukan sebelum dan selama operasi reaktor tidakkelembaban persen 6% yang terus terjaga

Pemasangan sensor kelembaban dilakukan hanya pada saat pengukuransedangkan setelah selesai dilepas karena sensor belum memenuhi standarnuklir sehingga cepat rusak sementara untuk selang udara kering terusdipasang hingga kini untuk menjaga kelembaban dapat 6%.

2. PERTANYAAN: ( Darwis Isnaini, PTKRN-BATAN)

Berapa lama (periode waktu pengisian ulang gas kering, agar kelembaban udaraterjaga 6 %.

JAWABAN: (Kiswanta, PTKRN - BATAN)

Proses pengisian udara kering pada tabung (detektor netron guide tube) dilakukansecara terus menerus selama operasi reaktor berlangsung agar kelembaban tetapterjaga 6%. Sedangkan waktu penurunan kelembaban dari 60 % ke 6 %hanya perluwaktu dalam orde detik + 6 detik, karena posisi nozzle penyemprot udara keringdidekat detektor neutron.

Page 23: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

13

ISSN: 2355-7524

UJI FUNGSI PENGISIAN NITROGEN CAIR PADA BAGIAN KRIOGENIK FASILITAS UJI SISTEM PEMURNIAN HELIUM

Joko Prasetio W, Ainur Rosidi

Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir- BATAN, Kawasan Puspiptek Gd.80 Serpong, Tangerang Selatan 15310, Indonesia, Telp. (021)756-0912, Fax. (021)756-0913

Email: [email protected]

ABSTRAK

UJI FUNGSI PENGISIAN NITROGEN CAIR PADA BAGIAN KRIOGENIK FASILITAS UJI SISTEM PEMURNIAN HELIUM. Sistem pemurnian helium

merupakan sistem bantu yang sangat penting di reaktor berpendingin gas temperatur tinggi. Sistem tersebut berfungsi untuk menghindari oksidasi grafit dan korosi pada komponen dan struktur. Bagian kriogenik merupakan komponen utama sistem pemurnian helium yang berfungsi untuk menyerap pengotor pada gas helium berupa gas krypton sebanyak 3%, gas oksigen 2%, gas nitrogen 2% yang beroperasi pada temperatur rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji kemampuan tangki kriogenik menahan nitrogen cair pada temperature rendah sampai -150 ºC. Metode yang digunakan adalah memvakum tangki kriogenik sampai tercapai tekanan -50 bar, kemudian melakukan pengisian nitrogen cair dengan cara membuka katup V.01 pada saluran pipa dan membuka katup flashing. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tangki kriogenik mampu menahan nitrogen cair pada temperatur rendah yaitu -160 ºC dengan durasi waktu pengisian selama 105 menit. Kata kunci : Sistem pemurnian helium, kriogenik, RDNK

Abstract FUNCTION TESTS ON FILLING NITROGEN OF LIQUIDS IN THE CHROGENIC PART OF FACILITIES TEST HELIUM PURIFICATION SYSTEM. The helium purification system is a very important auxiliary system in high temperature gas cooled reactors. The system functions to avoid graphite oxidation and corrosion of components and structures. The cryogenic part is the main component of the helium purification system that functions to absorb impurities in the helium gas in the form of krypton gas as much as 3%, oxygen gas 2%, nitrogen gas 2% which operate at low temperatures. The purpose of this study was to examine the ability of cryogenic tanks to hold liquid nitrogen at low temperatures up to -150 ºC.The method used is to vacuum the cryogenic tank until a pressure of -50 bar is reached, then filling liquid nitrogen by opening the V.01 valve on the pipeline and opening the flashing valve. The test results show that the cryogenic tank is able to hold liquid nitrogen at a low temperature of -160 ºC with a filling time duration of 105 minutes. Keywords: Helium purification system, Cryogenic, RDNK PENDAHULUAN

Reaktor daya Non Komersial (RDNK) merupakan reaktor daya yang mempunyai kinerja dan ketersediaan teknologinya memungkinkan untuk di implementasikan di Indonesia, Reaktor ini menggunakan gas helium sebagai pendingin primer yang berfungsi sebagai pengambil energi termal sebagai hasil dari reaksi fisi dalam teras reaktor, sedangkan air digunakan sebagai pendingin di sekunder. Gas helium digunakan sebagai pendingin primer karena sifatnya yang inert dan mempunyai kapasitas pembawa energi termal yang besar . Namun dalam operasi RDNK helium sebagai pendingin primer tidak dapat terlepas dari gas pengotor yang masuk didalamnya, sehingga akan menimbulkan berbagai masalah keselamatan dan keandalan operasi.

Untuk menghindari oksidasi grafit dan korosi pada komponen dan struktur reaktor, sistem pemurnian helium sebagai sistem bantu dalam RDNK mutlak diperlukan [1]. Sistem ini berfungsi menghilangkan atau mengurangi berbagai pengotor gas yang masuk ke dalam

Page 24: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Uji Fungsi Pengisian Nitrogen Cair pada Bagian ... Joko Prasetio W, dkk

14

ISSN: 2355-7524

sistim pendingin primer sampai batas yang dapat ditoleransi, Sistem pemurnian helium, seperti yang ditunjukkan dalam bagan skematik Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Proses Pemurnian Helium RDNK – BATAN [2]

Komponen utama yang digunakan pada Sistem pemurnian helium adalah filter, kolom

oksidasi CuO, kondensor (water cooler), kolom molecular sieve dan kolom karbon aktif temperatur sangat rendah (kriogenik). Kriogenik dikondisikan beroperasi pada temperatur yang −180°C untuk menyerap CH4, gas mulia (Xe, Kr), H2, N2 dan produk fisi lainnya yang dihasilkan dari teras reaktor [3]. Penting untuk mengetahui karakterisasi sistem pemurnian helium dalam menyerap pengotor, Pada kegiatan ini dibangun fasilitas uji kriogenik dan fasilitas uji molecular sieve.

Penelitian tentang sistem pemurnian helium pada reaktor nuklir telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya diantaranya adalah Alimah dkk, telah melakukan kajian tentang sistem pemurnian helium pada reaktor HTGR berdaya kecil [4]. Rahayu dkk, telah melakukan analisis pengaruh butir karbon aktif terhadap adsorpsi gas N2 dan O2 pada kondisi kriogenik [5]. Chang dkk, menjelaskan bahwa proses adsorpsi fisik partikel semakin efektif jika terjadi di lingkungan temperatur sangat rendah, yaitu pada temperatur kriogenik -150

oC sampai

temperatur nol absolut (-273 oC) handbook juga menjelaskan proses adsorpsi yang efektif

menggunakan karbon aktif yang dipadatkan dan proses pemurnian gas di dalam lingkungan nitrogen cair untuk menghasilkan temperatur kriogenik [6]. Qian dkk, melakukan eksperimen dengan molecular sieve absorber yang menyerap air dan karbondioksida, kemudian yang terakhir adalah kriogenik adsorber menggunakan karbon pada nitrogen cair -160

oC yang

berfungsi untuk mengambil metana, oksigen, nitrogen dan radionuklida seperti kripton dan xenon [7].

Dari beberapa penelitian sistem pemurnian helium yang telah dilakukan sebelumnya, peneliti yang melakukan eksperimen menggunakan fasilitas uji kriogenik masih belum banyak dilakukan, oleh karena itu dilakukan uji fungsi pengisian nitrogen cair pada tangki kriogenik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji kemampuan tangki kriogenik menahan nitrogen cair pada temperature rendah sampai -150 ºC. Hal ini diperlukan untuk mendukung persiapan awal eksperimen pemurnian helium menggunakan fasilitas uji sistem pemurnian helium pada bagian kriogenik dengan pengotor gas krypton sebanyak 3%, gas oksigen 2% dan gas nitrogen 2% yang beroperasi pada temperature −180°C. Metode yang

Page 25: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

15

ISSN: 2355-7524

digunakan adalah memvakum tangki kriogenik sampai tercapai tekanan -50 bar, kemudian melakukan pengisian nitrogen cair dengan membuka katup V.01 pada saluran pipa, selanjutnya membuka katup flashing yang berada diatas tangki kriogenik secara per lahan-lahan.

METODOLOGI

Bagian kriogenik pada fasilitas uji sistem pemurnian helium ini ditunjukkan pada Gambar 2. Komponen penting bagian kriogenik adalah tangki kriogenik, tabung nitrogen cair, tabung gas helium, dan tabung sampel. Tangki kriogenik terbuat dari bahan stainless steel 304 dengan tebal dinding 5 mm, tinggi 1900, diameter dalam 650 mm dan diameter luar 750 mm, tabung nitrogen cair mempunyai tekanan 60 bar dan temperatur -200 ºC, tabung gas helium dengan pengotor (gas krypton 3%, gas oksigen 2%, gas nitrogen 2%), tabung sampel gas helium sebelum masuk tangki kriogenik, tabung sampel gas helium sesudah tangki kriogenik, sistem kelistrikan untuk menyuplai pemanas yang ada pada tangki kriogenik, dan sistem instrumentasi untuk monitoring dan perekaman data.

Gambar 2. Bagian kriogenik pada fasilitas uji sistem pemurnian helium

Gambar 3. Skema pengisian nitrogen cair pada tangka kriogenik

Page 26: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Uji Fungsi Pengisian Nitrogen Cair pada Bagian ... Joko Prasetio W, dkk

16

ISSN: 2355-7524

Prosedur pengoperasian pengisian nitrogen cair pada tangki kriogenik yaitu pertama tangki kriogenik di vakum sampai tekanan didalam tangki menunjukkan -50 bar menggunakan pompa vakum seperti ditunjukkan pada Gambar 3, hal ini bertujuan untuk mempercepat nitrogen cair masuk kedalam tangki kriogenik oleh karena beda tekanan dan menjaga temperatur yang berada didalamnya tidak cepat naik. Selanjutnya menghidupkan sistem instrumentasi untuk membaca temperatur pada tangki kriogenik dan saluran pipa gas helium murni.

Persiapan pengoperasian yang terakhir adalah melakukan pengisian nitrogen cair dengan cara membuka katup V.01 seperti terlihat pada Gambar 2, pada saluran pipa dan membuka katup flashing pada posisi diatas tangki kriogenik, pengisian nitrogen cair dibuka secara per lahan-lahan sampai terdengar suara desis pada katup flashing.

HASIL DAN PEMBAHASAN.

Hasil pengujian pengisian nitrogen cair kedalam tangki kriogenik ditunjukkan oleh kurva pada Gambar 4.

0 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 0 1 0 0 1 1 0 1 2 0

-1 8 0

-1 6 0

-1 4 0

-1 2 0

-1 0 0

-8 0

-6 0

-4 0

-2 0

0

Te

mp

era

tur

(o

C)

W a k tu (m e n it)

Gambar 4. Kurva temperatur pada tangki kriogenik selama pengisian nitrogen cair.

Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa pengisian nitrogen cair dengan cara membuka

katup V.01 dan membuka katup flashing tangki kriogenik di menit ke-5 menunjukkan temperatur -9 ºC kemudian terjadi penurunan temperatur yang sangat tajam sampai menit ke-50 yaitu menunjukkan temperatur -141 ºC hal ini disebabkan pada awal nitrogen cair pengisian kondisi tangki kriogenik masih dalam keadaan kosong dan temperatur didalamnya masih sama dengan lingkungan.

Fenomena anomali terjadi pada menit ke-65 dimana temperatur mengalami kenaikan dari -146 ºC menjadi -135 ºC, akan tetapi pada menit ke-70 temperatur kembali mengalami penurunan yaitu -145 ºC. Kemudian setelah menit ke-75 tangki kriogenik sudah mulai penuh terisi nitrogen cair sehingga penurunan temperatur mengalami pergerakan yang lambat. Pada menit ke- 105 didalam tangki kriogenik temperaturnya tercapai -160 ºC. Temperatur rendah minimum yang masih dalam kategori kriogenik adalah -150 ºC, sehingga dengan tercapainya temperatur -160 ºC pada tangki kriogenik, maka dapat dipergunakan untuk kebutuhan mendukung eksperimen pemurnian helium menggunakan fasilitas uji sistem pemurnian helium pada bagian kriogenik dengan pengotor pada helium murni berupa gas krypton sebanyak 3%, gas oksigen 2% dan gas nitrogen 2% yang beroperasi pada temperatur yang sangat rendah. KESIMPULAN.

Telah dilakukan uji fungsi pengisian nitrogen cair pada tangki kriogenik, Hasil pengujian menunjukkan bahwa temperatur didalam tangki kriogenik mampu mencapai temperatur -160 ºC dengan durasi waktu pengisian selama 105 menit. Dengan hasil

Page 27: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

17

ISSN: 2355-7524

pengujian ini, maka tangki kriogenik mampu menahan nitrogen cair pada temperature rendah dan dapat digunakan untuk eksperimen pemurnian helium.

UCAPAN TERIMA KASIH. Penulis mengucapkan terimakasih kepada PKSEN dan Ka. BPFKR sebagai

dukungan DIPA 2018 dan teman-teman BPFKR yang telah membantu tenaga dan pikiran. Ucapan terimakasih disampaikan juga kepada PTKRN atas dukungan membantu peralatan dan fasilitas di Fasilitas Uji Mekanik. DAFTAR PUSTAKA

1. Yang, C., C. Fang, and J. Cao, The design and thermohydraulics study of the HTR-

10 High Temperature Helium Experimental Loop. Progress in Nuclear Energy, 2014. 77: p. 329-335.

2. Sriyono, et al., Analysis of helium purification system capability during water ingress accident in RDE. Journal of Physics: Conference Series, 2018. 962: p. 012034.

3. Yao, M.S., et al., The helium purification system of the HTR-10. Nuclear Engineering and Design, 2002. 218(1): p. 163-167.

4. Alimah, S. and S. Sriyono, Kajian Sistem Pemurnian Helium Reaktor HTGR Berdaya Kecil. Vol. 18. 2017. 123.

5. Kusumastuti, R., et al., Study On The Mechanism of CO2 Adsorption Process on zeolite 5A as a Molecular Sieve In RDE System: An Infrared Investigation. Journal of Physics: Conference Series, 2019. 1198(3): p. 032009.

6. Chang, H., Z.-X. Wu, and H.-J. Jia, Experimental study on cryogenic adsorption of methane by activated carbon for helium coolant purification of High-Temperature Gas-cooled Reactor. Annals of Nuclear Energy, 2017. 101: p. 367-374.

7. Qian, X., et al., Experimental investigation on cryogenic hydrogen adsorption of molecular sieves. Fusion Engineering and Design, 2012. 87(4): p. 359-362.

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Pande Made Udayani, PTRKN - BATAN)

• Bedakan pengotor karena keterbatasan pabrikasi helium atau gas mulia yang tidak aktif dengan pengotor aktif setelah pendingin melewati atau mendinginkan teras bahan bakar (gas mulia produk fisi)

JAWABAN: (Joko Prasetyo, PTKRN - BATAN )

• Karena gas pengotor ini bukan produksi pada gas helium. Gas helium ini hanya untuk eksperimen

2. PERTANYAAN: (M. Ali Syafii, UNAND)

• Pada saat suhu minus 160 berapa tekanan dalam tabung

• Alat ini untuk penurunan helium Apakah memang tidak murni

JAWABAN: (Joko Prasetyo, PTKRN - BATAN )

• Untuk uji fungsi yang dilakukan pengukuran tekanan tidak berfungsi disebabkan oleh terjadi pembekuan yang mencapai 160

• Ini tidak untuk penurunan helium tetapi di sini helium dimasukkan pengotor gas Kripton 3% nitrogen 2% dan oksigen 2%

3. PERTANYAAN: ( Yoyok, PTKRN BATAN)

• Sensor apa yang digunakan untuk membaca suhu di angka -160oC?

• Dari grafik mengapa pada saat menit ke 70 terjadi fenomena yang terbalik , suhu naik dan kembali lagi.

JAWABAN: (Joko Prasetyo, PTKRN - BATAN )

Page 28: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Uji Fungsi Pengisian Nitrogen Cair pada Bagian ... Joko Prasetio W, dkk

18

ISSN: 2355-7524

• Sensor yang dipakai adalah thermometer tipe K

• Karena adanya anomaly mengalami kenaikan dari -146 oC menjadi 135

oC

sedangkan pada menit ke 70 tenperatur kembali mengalami pendinginan yaitu -145 oC

Page 29: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

19

ISSN: 2355-7524

MONITORING DAN PENGUKURAN WAKTU RESPON DETEKTOR NEUTRON PADA RSG-GAS

Yoyok Dwi Setyo Pambudi

1, Muhammad Subekti

1, Sujarwono

2, Ranji Gusman

2

1 Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir, Puspiptek Serpong Gd 80 Tangerang Selatan

2Pusat Reaktor Serba Guna – BATAN, Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, 15310

email: [email protected]

ABSTRAK MONITORING DAN PENGUKURAN WAKTU RESPON PADA DETEKTOR NEUTRON REAKTOR GA SIWABESSY. Keselamatan adalah kondisi yang harus selalu tercapai dalam pengelolaan sebuah reaktor nuklir dari saat pembangunan, pengoperasian hingga selesai proses dekomisioning. Hingga saat ini dengan beroperasi selama lebih dari 30 tahun, Reaktor Serba Guna - G.A. Siwabessy mengalami penuaan pada sistem dan struktur dan komponennya. Penelitian ini membahas tentang penuaan pada sistem SIK, terutama sensor neutron. Hasil yang diperoleh berupa waktu espon kanal sensor neutron berkisar 67,23 ms pada untuk JKT 03 CX811, hingga terbesar 81,13 ms pada JKT 03 CX821. Nilai ini menunjukkan bahwa dengan detektor netron tersebut tersebut berada pada kondisi yang baik, dan memenuhi kriteria keselamatan. Selain itu ditunjukkan hasil monitoring empat buah detektor neutron dan verifikasi dengan detektor daya. Kata kunci: waktu respon, online monitoring, penuaan reaktor

ABSTRACT MONITORING AND TIME RESPONSE MEASUREMENT OF GA SIWABESSY NEUTRON DETECTOR. Safety is a condition that must always be maintained in the management of nuclear reactors. Until now with operations for more than 30 years, the Reactor - G.A. Siwabessy experienced aging in the system and its structure and components. This study discusses the aging pheonmena in neutron detector of the reactor. The results obtained in the form of a neutron sensor channel espon time range from 67.23 ms for JKT 03 CX811, to the largest of 81.13 ms at JKT 03 CX821. This value indicates that the neutron detector is in good condition, and meets the safety criteria. The results of four neutron detectors and power detector monitoring were also performed. Keyword: response time, online monitoring, reactor aging PENDAHULUAN

Reaktor Nuklir Serba Guna - Gerrit Augustinus Siwabessy (RSG-GAS) dibangun di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPIPTEK) Serpong. RSG-GAS dibangun sejak tahun 1983, setelah dicapai kritis pertama pada bulan Juli 1987, dan mencapai kritis daya penuh 30 MW pada maret 1992. Seiring dengan penambahan usia dari Reaktor RSG-GAS ini, maka terjadi degradasi pada Sistem, Struktur dan Komponen (SSK) reaktor [1].

Struktur reaktor meliputi konstruksi, gedung dan bangunan, Sistem meliputi sistem proses, sistem proteksi dan sistem bantu, komponen meliputi segala macam komponen proses dan sistem instrumentasi dan kendali atau SIK. Penuaan menjadi faktor penting yang perlu dinilai supaya operasi reaktor yang aman dan selamat. Selain itu, reaktor RSG-GAS memerlukan perpanjangan ijin operasi yang berakhir tahun 2019. Perpanjangan ijin operasi RSG-GAS memerlukan kajian dan penilaian secara menyeluruh terhadap fungsi kerja SSK dan memastikan reaktor RSG-GAS dapat beroperasi paling tidak 10 tahun lagi. Bentuk penuaan instalasi reaktor seperti penggetasan terjadi akibat radiasi neutron (neutron irradiated embrittlement), penuaan akibat panas (thermal aging), fatik, SCC (Stress Corrosion Cracking), korosi, keausan, penuaan kabel dan isolatornya serta penuaan struktur beton [2].

Salah satu cara untuk mengetahui penuaan reaktor adalah dengan pemantauan lansung atau Online Monitoring (OLM) [3], dimana Teknik OLM secara kontinu melalui

Page 30: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Monitring dan waktu respon pada detektor ....Yoyok Dwi Setyo Pambudi, dkk.

20

sistem komputer terintegrasi dapat mengidentifikasi instrumen yang bermasalah secara time, sehingga degradasi atau hilangnya fungsi gagal s

Pada penelitian ini dilakukan Instrumentasi dan Kendali (SIK) rdengan cara menghitung waktu respon mengetahui besarnya waktu respon kanal detektor maka akan dapat diketahui kondisi keselamatan sistem instrumentasi reaktor RSG GAS. Online Monitoring pada empat buah detektor JKT03 CX831, JKT03 CX841 dan verifikasi dengan detektor TEORI

Reaktor RSG-GAS adalah reaktor riset jenis Material Testing Reactor (MTR) pertama di dunia yang dioperasikan langsung dengan bahan bakar pengkayaan uranium rendah sebesar terbuka untuk menghasilkan panas maksimum sebesar 30 MW termal. Teras reaktor dimoderasi dan didinginkan oleh air ringan secara konveksi paksa dengan arah aliran pendingin ke bawah. Reaktor menggunakan refle

Pada tengah kolam terdapat teras reaktor yang disusun dalam kisididalamnya diletakkan elemen bakar standar (EB), elemen bakar kendali (EK), elemen berilium, dan tempat iradiasi. Untuk mengukur fluks maka d sekitar teras reaktor dipasang detektor reaktor. Gambar skematik kolam reaktordalamnya di perlihatkan dari tampak atas sesuai dengan neutron reaktor digunakan empat buah detektor dengan yang berada kanal kanal yaitu.

Detektor ini dinamakan sesuai kanal tersebut.yaitu JKT03 CX811, JKT03 CX821, JKT03 CX831 dan JKT03 CX841.

Gambar 1. Posisi

Detektor yang digunakan adalah kamar ionisasi terkompensasi berlapis Boron dengan sensitivitas neutron termal sebesar listrik DC sinyal itu diperkuat dengan penguat DC penguat DC linier dan hingga tegangan 0 10 V. Sinyal tersebut dikirim melalui penguat penyangga secara pararel menjadi keluaran adalah arus sebesar 0 sd 20 mA. Arus ini ditransmisikan melalui via ruang sistem kendali utama sistem proteksi reaktor dan ruang kendali darurat. Rapat fluks neutron dalam jangkauan daya diukur dengan menggunakan kanal linier. Empat kanal beredundansi yang disediakan yaitu JKT03 CX811, JKT03 CX821, JKT03 CX83JKT03 CX841. Setiap kanal mencakup dua dekade tertinggi dari pada jangkauan pengukuran daya reaktor.

Gambar 2 menunjukkan rangkaian detektor RSG. Ada tiga saluran detektor neutron untuk RPS dan Penuaan didefinisikan sebagai

Monitring dan waktu respon pada detektor ....

ISSN: 2355

dapat mengidentifikasi instrumen yang bermasalah secara , sehingga degradasi atau hilangnya fungsi gagal sama sekali dapat di antisipasi

Pada penelitian ini dilakukan upaya untuk mengetahui kondisi penuaan pada (SIK) reaktor RSG-GAS, terutama pada sistem deteksi waktu respon pada kanal detektor neutron tersebut. Dengan

mengetahui besarnya waktu respon kanal detektor maka akan dapat diketahui kondisi keselamatan sistem instrumentasi reaktor RSG GAS. Selain itu juga dilakukan

pada empat buah detektor neutron yaitu JKT03 CX811, JKT03 CX8dan verifikasi dengan detektor daya JKT04 DX01.

GAS adalah reaktor riset jenis Material Testing Reactor (MTR) pertama di dunia yang dioperasikan langsung dengan bahan bakar uranium U3Si2Al

sebesar 19.75%. Reaktor RSG-GAS dirancang dengan kolam terbuka untuk menghasilkan panas maksimum sebesar 30 MW termal. Teras reaktor dimoderasi dan didinginkan oleh air ringan secara konveksi paksa dengan arah aliran pendingin ke bawah. Reaktor menggunakan reflektor Berylium dan air[5].

Pada tengah kolam terdapat teras reaktor yang disusun dalam kisi-kisi dimana didalamnya diletakkan elemen bakar standar (EB), elemen bakar kendali (EK), elemen

Untuk mengukur fluks neutron yang dihasilkan oleh reaktor maka d sekitar teras reaktor dipasang detektor neutron dengan penempatan disekitar teras

Gambar skematik kolam reaktor, penempatan detektor dan fasilitas beam tube di perlihatkan dari tampak atas sesuai dengan Gambar 1. Untuk mengukur fluks

neutron reaktor digunakan empat buah detektor dengan yang berada kanal kanal yaitu. Detektor ini dinamakan sesuai kanal tersebut. Kanal beredundansi yang disediakan

1, JKT03 CX821, JKT03 CX831 dan JKT03 CX841.

Posisi detektor neutron pada teras reaktor RSG

Detektor yang digunakan adalah kamar ionisasi terkompensasi berlapis Boron dengan sebesar 5,38 x 10

14 A / nV. [6] Output dari detektor berupa sinyal

listrik DC sinyal itu diperkuat dengan penguat DC penguat DC linier dan hingga tegangan 0 10 V. Sinyal tersebut dikirim melalui penguat penyangga secara pararel menjadi keluaran adalah arus sebesar 0 sd 20 mA. Arus ini ditransmisikan melalui via buffer amplifierruang sistem kendali utama sistem proteksi reaktor dan ruang kendali darurat. Rapat fluks neutron dalam jangkauan daya diukur dengan menggunakan kanal linier. Empat kanal beredundansi yang disediakan yaitu JKT03 CX811, JKT03 CX821, JKT03 CX83JKT03 CX841. Setiap kanal mencakup dua dekade tertinggi dari pada jangkauan

menunjukkan rangkaian detektor neutron yang dipasang pada reaktor RSG. Ada tiga saluran detektor neutron untuk RPS dan Penuaan didefinisikan sebagai

ISSN: 2355-7524

dapat mengidentifikasi instrumen yang bermasalah secara real antisipasi [4].

pada Sistem erutama pada sistem deteksi neutron

. Dengan mengetahui besarnya waktu respon kanal detektor maka akan dapat diketahui kondisi

lakukan dengan JKT03 CX821,

GAS adalah reaktor riset jenis Material Testing Reactor (MTR) pertama dengan

GAS dirancang dengan kolam terbuka untuk menghasilkan panas maksimum sebesar 30 MW termal. Teras reaktor dimoderasi dan didinginkan oleh air ringan secara konveksi paksa dengan arah aliran

kisi dimana didalamnya diletakkan elemen bakar standar (EB), elemen bakar kendali (EK), elemen

yang dihasilkan oleh reaktor disekitar teras

dan fasilitas beam tube di Untuk mengukur fluks

neutron reaktor digunakan empat buah detektor dengan yang berada kanal kanal yaitu. anal beredundansi yang disediakan

Detektor yang digunakan adalah kamar ionisasi terkompensasi berlapis Boron dengan Output dari detektor berupa sinyal

listrik DC sinyal itu diperkuat dengan penguat DC penguat DC linier dan hingga tegangan 0 - 10 V. Sinyal tersebut dikirim melalui penguat penyangga secara pararel menjadi keluaran

mplifier ke ruang sistem kendali utama sistem proteksi reaktor dan ruang kendali darurat. Rapat fluks neutron dalam jangkauan daya diukur dengan menggunakan kanal linier. Empat kanal beredundansi yang disediakan yaitu JKT03 CX811, JKT03 CX821, JKT03 CX831 dan JKT03 CX841. Setiap kanal mencakup dua dekade tertinggi dari pada jangkauan

yang dipasang pada reaktor RSG. Ada tiga saluran detektor neutron untuk RPS dan Penuaan didefinisikan sebagai

Page 31: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

21

ISSN: 2355-7524

proses umum yang mana karakteristik dari komponen, sistem dan struktur secara bertahap berubah dengan waktu atau masa penggunaan.

Gambar 2. Rangkaian sensor neutron pada reaktor RSG-GAS.

Untuk menjaga agar reaktor dapat beroperasi normal dan selamat, maka pada reaktor nuklir banyak dipasang detektor dan instrumen untuk pengendalian proses, seperti kendali daya reaktor, kendali kecepatan aliran pendingin¸ dan kendali suhu reaktor, maupun untuk pemantauan dan pengukuran suhu, tekanan dan tingkat radiasi. Selain itu untuk meningkatkan keselamatan reaktor nuklir, dan terutama untuk melindungi personil reaktor maupun lingkungan disekitar reaktor terhadap bahaya radiasi maka perlu di perlukan suatu sistem proteksi yang baik. Selain juga untuk mengurangi waktu padam (downtime) pada reaktor maka diperlukan sistem monitoring. Sistem monitoring keselamatan untuk mendeteksi kesalahan dan kegagalan proses telah banyak diterapkan pada industri. Monitoring dilakukan dengan cara memantau jika variabel proses melebihi batasan atas maupun bawah yang dari variabel yang ditetapkan. Hal yang berhubungan dengan proses penuaan yang penting untuk dipertimbangkan sehubungan dengan penuaan pada reaktor RSG. Tabel 1 menunjukkan metode untuk mengetahui kesehatan dan performansi terhdap penuaan ada sistem SIK reaktor RSG-GAS . Metoda itu antara lain analisa derau, hitung waktu respon, online monitoring, dan kalibrasi silang[7].

Tabel 1. Metode Pengujian Penuaaan Reaktor RSG

Jenis Sensor / Komponen Indikator Performansi Metode Pengetesan

Detektor Neutron Waktu Respon Noise analysis Detektor Neutron Kabel dan konektor Kalibrasi silang, OLM RTD Akurasi / stabilitas kalibrasi Kalibrasi silang kabel dan konektor Karakteristik hantaran kabel Uji TDR, Uji LCR Kondisi isolasi kabel Analisa kimia, uji fisis, uji

getas, Kondisi jaket kabel Analisa kimia, uji getas, Level air stabilitas kalibrasi Verifikasi

kalibrasi online Uji TDR, Uji LCR

Penyebab Penuaan Pada SIK Reaktor RSG

Penuaan pada SIK merupakan fungsi dari usia komponen, jangka waktu pemakaian, dan beban komponen pada reaktor. Faktor yang mempengaruhi penuaan terdiri dari faktor eksternal dan internal. Faktor internal getaran selama pemakaian pemanasan internal, fisik tekanan, getaran, atau pemakaian komponen listrik atau mekanik selama operasi[8].

Sedangkan faktor eksternal meliputi pengaruh suhu, kelembaban, radiasi, aliran listrik, dan getaran dan sedangkan beban. Karena teknologi deteksi neutron beragam, masing-masing sensor tipe dipengaruhi oleh mekanisme penuaan yang berbeda. Sensor masing-masing jenis detektor fluks memiliki fungsi kurva respons normal, dan penuaan mekanisme biasanya mengubah kurva respons.

Kabel

Detektor Neutron

Kabel

Konektor

Unit Pemantau

DC input Simulator

Analog Indikator

Penguat

DC

High Voltage

Power

Supply

Page 32: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Monitring dan waktu respon pada detektor ....Yoyok Dwi Setyo Pambudi, dkk.

22

Pada hari-hari awal industri nuklir, kegagalan komponen I&C adalah fungsi dari umurnya. Penelitian yang dilakukan selama tiga dekade terakhir telah menunjukkan bahwa ada dua kemungkinan kegagalan lainnya: “bayi mortalitas "kegagalan atau kegagalan Kematian bayi - kegagalan komponen pada awalnya kehidupan operasional merupakan bentuk kegagalan paling umum oleh jauh. Komponen yang bertahan dan terus beroperasi untuk jangka waktu lamadetektor bisa diganti setiap 5 tahun sekali, tetapi 20 tahun jika berada pada kondisi yang bagus

Online Monitoring pada reaktor nuklir Metode Online Monitoring

dan keandalan keandalan komponen, sistem dan struktur (KKS). Terutama kondisi sensor, proses, dan peralatan yang menghasilkan data yang diperolehMetode OLM harus dilakukan tanpa mengganggu jalur jalur sinyal dari sensor yang dipantau. Data yang diperoleh dari komponen komponen pada SIK umumnya dapat memberikan kondisi dan juga indikasi masalah sehingga bisa diketahui seSIK tersebut akan mengalami kegagalan.

Gambar 3. Metode

Cara pengkategorian OLM adalah dengan jenis sumber data bahwa masuk dalam

sistem OLM, yang dapat dibagi tiga sumber yaitu data dari uji, dan data dari sinyal uji seperti ditunjukkan pada Gambar terdiri dari sensor flux neutron, temperatur, level air, tekanan air dan kecepatan aliran air. Sumber data dari dari sensor uji biasanySedangkan sumber data nomor tiga yaitu adalah dari sinyal yang secara aktif disuntikkan ke peralatan untuk pengujian dengan tujuan tertentu seperti uji time domain reflectometry (TDR), Uji resistensi isolasi melalui pengukuran Induktansi (L), kapasitansi (C), dan resistansi (R) atau LCR dan uji power interrupt (PI). Uji uji tersebut sering digunakan mengetahui kinerja dan manajemen penuaan komponen utama SIK pada pembangkit listrik tenaga nuklir. Metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi cacat seperti retak, korosi, dan penuaan kabel, motor dan peralatan lainnya.

METODOLOGI A. Pengukuran Waktu respon

Waktu respon detektor adalah waktu yang diperlukan detektor untuk memberikan sinyal output saat ada sinyal uji masuk pada detektor. biasanya meningkat seiring dengan konektor karena faktor eksternal seperti panas

Monitring dan waktu respon pada detektor ....

ISSN: 2355

hari awal industri nuklir, para insinyur NPP percaya bahwa kemungkinan kegagalan komponen I&C adalah fungsi dari umurnya. Penelitian yang dilakukan selama tiga dekade terakhir telah menunjukkan bahwa ada dua kemungkinan kegagalan lainnya: “bayi mortalitas "kegagalan atau kegagalan awal periode break-in dan kegagalan acak

kegagalan komponen pada awalnya kehidupan operasional - sebenarnya merupakan bentuk kegagalan paling umum oleh jauh. Komponen yang bertahan dan terus beroperasi untuk jangka waktu lama [10]. Biasanya pabrikan menyebutkan bahwa detektor bisa diganti setiap 5 tahun sekali, tetapi bisa juga bertahan pada jangka lebih dari

jika berada pada kondisi yang bagus dan perawatan yang baik.

pada reaktor nuklir ine Monitoring (OLM) merupakan metode untuk mengevaluasi kesehatan

dan keandalan keandalan komponen, sistem dan struktur (KKS). Terutama kondisi sensor, proses, dan peralatan yang menghasilkan data yang diperoleh saat instalasi beroperasi. Metode OLM harus dilakukan tanpa mengganggu jalur jalur sinyal dari sensor yang dipantau. Data yang diperoleh dari komponen komponen pada SIK umumnya dapat memberikan kondisi dan juga indikasi masalah sehingga bisa diketahui sebelum komponen SIK tersebut akan mengalami kegagalan.

pengkategorian sumber data Online Monitoring.

Cara pengkategorian OLM adalah dengan jenis sumber data bahwa masuk dalam sistem OLM, yang dapat dibagi tiga sumber yaitu data dari sensor proses, data dari sensor

seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Data dari sensor proses , temperatur, level air, tekanan air dan kecepatan aliran air.

Sumber data dari dari sensor uji biasanya adalah dari getaran, akustik, dan arus motor. Sedangkan sumber data nomor tiga yaitu adalah dari sinyal yang secara aktif disuntikkan ke peralatan untuk pengujian dengan tujuan tertentu seperti uji time domain reflectometry

melalui pengukuran Induktansi (L), kapasitansi (C), dan resistansi (R) atau LCR dan uji power interrupt (PI). Uji uji tersebut sering digunakan mengetahui kinerja dan manajemen penuaan komponen utama SIK pada pembangkit listrik

pat digunakan untuk mendeteksi cacat seperti retak, korosi, dan penuaan kabel, motor dan peralatan lainnya.

Waktu respon kanal detektor

Waktu respon detektor adalah waktu yang diperlukan detektor untuk memberikan sinyal output saat ada sinyal uji masuk pada detektor. Waktu respon detektor neutron

seiring dengan usia pemakaian, degradasi pada jaringan kabel dan tor eksternal seperti panas dan radiasi[11].

ISSN: 2355-7524

para insinyur NPP percaya bahwa kemungkinan kegagalan komponen I&C adalah fungsi dari umurnya. Penelitian yang dilakukan selama tiga dekade terakhir telah menunjukkan bahwa ada dua kemungkinan kegagalan lainnya:

in dan kegagalan acak[9]. sebenarnya

merupakan bentuk kegagalan paling umum oleh jauh. Komponen yang bertahan dan terus menyebutkan bahwa neutron

bertahan pada jangka lebih dari

merupakan metode untuk mengevaluasi kesehatan dan keandalan keandalan komponen, sistem dan struktur (KKS). Terutama kondisi sensor,

saat instalasi beroperasi. Metode OLM harus dilakukan tanpa mengganggu jalur jalur sinyal dari sensor yang dipantau. Data yang diperoleh dari komponen komponen pada SIK umumnya dapat

belum komponen

Cara pengkategorian OLM adalah dengan jenis sumber data bahwa masuk dalam sensor proses, data dari sensor

Data dari sensor proses , temperatur, level air, tekanan air dan kecepatan aliran air.

a adalah dari getaran, akustik, dan arus motor. Sedangkan sumber data nomor tiga yaitu adalah dari sinyal yang secara aktif disuntikkan ke peralatan untuk pengujian dengan tujuan tertentu seperti uji time domain reflectometry

melalui pengukuran Induktansi (L), kapasitansi (C), dan resistansi (R) atau LCR dan uji power interrupt (PI). Uji uji tersebut sering digunakan mengetahui kinerja dan manajemen penuaan komponen utama SIK pada pembangkit listrik

pat digunakan untuk mendeteksi cacat seperti retak, korosi, dan

Waktu respon detektor adalah waktu yang diperlukan detektor untuk memberikan Waktu respon detektor neutron

aringan kabel dan

Page 33: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 201Padang, 18 September 2019

Pengukuran waktu respons detektor sinyal uji. Sinyal uji yang diberikan yang keluar dari transducer, seperti ditunjukkan pada Gambar

Gambar 4 Prosedur untuk mengetes waktu respons adalah

counter dan pembangkit pulsa, kemudian dilakukan penekanan tombol membangkitkan pulsa di panel EC045. mengunakan penghitung elektronik. kanal input dan limit nilai monitor. Deviasi maksimum dari harga pengukuran waktu respon dari nilai 0 hingga yang nilai yang di. B. Pemantauan Proses secara Langsung pada reaktor RSG

Sistem OLM pada reaktor RSG menggunakan komputerpemantauan, perangkat keras dan perangkat lunak untuk komunikasi, penyimpan data, dan sebuah perangkat lunak untuk analisa dan eksekusi data.penuaan reaktor, pengambilan data proses reaktor dapat juga digunakan untuk mengembangkan algoritama kendali reaktor nuklir seperti kendali reaktor RSG dengan kombinasi neural network dan particle swarm optimization

Pengambilan data untuk proses pada reaktor RSG dilakukan dilakukan dengan frekuensi 2 Hz. Sampling dengan frekuensi dianggap cukup untuk memantau perubahan bertahap dalam proses selama siklusensor, proses statis dari sensor berarus searah (yang bergerak dengan frekuensi rendahSIK reaktor RSG ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2.

Kanal Nama Sinyal

02 Core Neutron Flux03 Core Neutron Flux04 Core Neutron Flux05 Core Neutron Flux25 Wide Range Neuron Flux

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengukuran Waktu Response

Hasil Pengukuran waktu respon dinamis dari detektor yaitu JKT03 CX811, JKT03 CX821, JKT 03 CX831, JKT 03 CX841 ditampilkan pada Tabel 3. Salah satu metode popular untuk mengukudengan memberikan input berupa sinyal

onal Teknologi Energi Nuklir 2019

ISSN: 2355

waktu respons detektor dilakukan dengan memberikan input berupa yang diberikan berupa sinyal ramp sedang sinyal output adalah sinyal

, kemudian direkam selisih waktu antara kedua sinyal tersebutseperti ditunjukkan pada Gambar 4.

4. Pengukuran waktu respon detektor neutron

Prosedur untuk mengetes waktu respons adalah sebagai berikut : Reset sistem dan pembangkit pulsa, kemudian dilakukan penekanan tombol “test”

membangkitkan pulsa di panel EC045. Ukur waktu respon dari kanal pengukuran mengunakan penghitung elektronik. Pengukuran waktu mencakup seksi untuk pengukuran

limit nilai monitor. Deviasi maksimum dari harga pengukuran waktu respon nilai yang dituju tidak boleh lebih dari 25 % dari nilai maximal.

Pemantauan Proses secara Langsung pada reaktor RSG

LM pada reaktor RSG menggunakan komputer sebagai hostpemantauan, perangkat keras dan perangkat lunak untuk komunikasi, penyimpan data, dan sebuah perangkat lunak untuk analisa dan eksekusi data. Selain untuk keperluan analisa penuaan reaktor, pengambilan data proses reaktor dapat juga digunakan untuk mengembangkan algoritama kendali reaktor nuklir seperti kendali reaktor RSG dengan kombinasi neural network dan particle swarm optimization [12].

Pengambilan data untuk proses pada reaktor RSG dilakukan dilakukan dengan frekuensi 2 Hz. Sampling dengan frekuensi dianggap cukup untuk memantau perubahan bertahap dalam proses selama siklus reaktor bahan bakar, seperti pemantauan kalibrasi sensor, proses statis dari sensor berarus searah (direct current), atau kompone

bergerak dengan frekuensi rendah[13]. Online monitor pada detektor neutronditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kanal Reaktor RSG yang dimonitor

Nama Kanal Jangkauan Jenis Sensor

Core Neutron Flux-1 JKT03 CX811 0 – 160 % BCICCore Neutron Flux-2 JKT03 CX821 0 – 160 % BCICCore Neutron Flux-3 JKT03 CX831 0 – 160 % BCICCore Neutron Flux-4 JKT03 CX841 0 – 160 % BCICWide Range Neuron Flux JKT04 DX01 0– 30 MWt BCIC

Pengukuran Waktu Response Kanal Detektor Neutron Hasil Pengukuran waktu respon dinamis dari kanal detektor neutron dari empat

JKT03 CX811, JKT03 CX821, JKT 03 CX831, JKT 03 CX841 ditampilkan Salah satu metode popular untuk mengukur waktu response detektor adalah

dengan memberikan input berupa sinyal ramp. Metode pengujian dilakukan

23

ISSN: 2355-7524

dengan memberikan input berupa output adalah sinyal

kemudian direkam selisih waktu antara kedua sinyal tersebut

Reset sistem yang akan

on dari kanal pengukuran mencakup seksi untuk pengukuran

limit nilai monitor. Deviasi maksimum dari harga pengukuran waktu respon dari nilai maximal.

host sistem pemantauan, perangkat keras dan perangkat lunak untuk komunikasi, penyimpan data, dan

Selain untuk keperluan analisa penuaan reaktor, pengambilan data proses reaktor dapat juga digunakan untuk mengembangkan algoritama kendali reaktor nuklir seperti kendali reaktor RSG dengan

Pengambilan data untuk proses pada reaktor RSG dilakukan dilakukan dengan frekuensi 2 Hz. Sampling dengan frekuensi dianggap cukup untuk memantau perubahan

s reaktor bahan bakar, seperti pemantauan kalibrasi ), atau komponen reaktor

neutron pada

Jenis Sensor

BCIC BCIC BCIC BCIC BCIC

neutron dari empat JKT03 CX811, JKT03 CX821, JKT 03 CX831, JKT 03 CX841 ditampilkan

waktu response detektor adalah dilakukan ntuk

Page 34: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Monitring dan waktu respon pada detektor ....Yoyok Dwi Setyo Pambudi, dkk.

24

memverifikasi kinerja dan memdetektor neutron. Pengukuran dilakukan pada bulan

Tabel 3. Hasil pengukuran

Nama Sensor

JKT 03 CX811

JKT 03 CX821

JKT 03 CX831

JKT 03 CX841

Pengukuran waktu respon tiga kali. Dari keempat detektor tersebut terlihat JKT03 CX821 mempunyai rerata waktu terbesar yaitu 81,13 ms. Sedangkan waktu respon terkecil didapat dari JKT03 CX8sebesar 67,23 ms. Hasil pengukuran waktu respon yang berbeda berbeda dari masing masing kanal ini terjadi karena perbedaan modul generator pembangkit sinyal dari detektor detektor tersebut.

Menurut LAK Batan maka besarnya lebih kecil dari 500 ms. Oleh karena itu dari hasil pengukuran menunjukkyang sistem kanal detektor neutron masih berada pada kondisi aman. B. Pemantauan Proses secara Langsung pada reaktor RSG

Sistem online monitoring pada reaktor RSG dapat degradasi dan anomali terkait penuaan maupun kondisi teras reaktor. Denganmakak dapat diketahui kondisi sistem reaktor dan akibat dari proses pemeliharaan yang telah dilakukan selama ini pada reaktor RSG.Sinyal terekam hasil online monitoring menunjukkan hasil pengukuran flux neutron dari empat buaCX811, JKT03 CX821, JKT03 CX831, dan JKT03 CX841. pada bulan juni 2018 pada saat reaktor beroperasi pada kondisi daya 15 MW

Gambar 5. Flux neutron yang ditunjukkan dari

Dari hasil pemantauan secara langsung terhadap netron tersebut, terlihat bahwa detektor daya normal. Pengambilan data dilakukan dengan frekuensi sampling data sebesar 2 Hz. Pemantauan langsung detektor tersebut tersebut terlihat bahwa grafik keempat detektor tersebut menunjukkan pola pengukuran fluks

Monitring dan waktu respon pada detektor ....

ISSN: 2355

verifikasi kinerja dan memantau penuaan komponen SIK reaktor RSG yaitu kanal

Pengukuran dilakukan pada bulan Desember 2018.

Hasil pengukuran waktu respon detektor

Waktu Respon (ms) Rerata (ms) Uji 1 Uji 2 Uji 3

67,4 66,8 67,5 67,23

81 81,3 81,1 81,13

68,6 68,8 68,8 68,73

70,3 70,5 71 70,60

Pengukuran waktu respon pada kanal detektor masing masing di lakukan sebtiga kali. Dari keempat detektor tersebut terlihat JKT03 CX821 mempunyai rerata waktu

ms. Sedangkan waktu respon terkecil didapat dari JKT03 CX8Hasil pengukuran waktu respon yang berbeda berbeda dari masing

asing kanal ini terjadi karena perbedaan modul generator pembangkit sinyal dari detektor

Menurut LAK Batan maka besarnya kanal waktu respon detektor netron s. Oleh karena itu dari hasil pengukuran menunjukkan waktu respon

detektor neutron masih berada pada kondisi aman.

Pemantauan Proses secara Langsung pada reaktor RSG online monitoring pada reaktor RSG dapat digunakan untuk memantau

degradasi dan anomali terkait penuaan yang terjadi. Seperti kondisi detektor reaktor , maupun kondisi teras reaktor. Dengan mempertimbangkan hasil pemantauan tersebut makak dapat diketahui kondisi sistem reaktor dan akibat dari proses pemeliharaan yang telah dilakukan selama ini pada reaktor RSG.

online monitoring di tampilkan pada Gambar 5. Gambar tersebut enunjukkan hasil pengukuran flux neutron dari empat buah detektor neutron yaitu JKT03

CX811, JKT03 CX821, JKT03 CX831, dan JKT03 CX841. Pengambilan data dilakukan saat reaktor beroperasi pada kondisi daya 15 MW.

Flux neutron yang ditunjukkan dari empat buat detektor neutron

Dari hasil pemantauan secara langsung terhadap Hasil terhadap keempat

detektor detektor tersebut dapat bekerja baik pada operasi Pengambilan data dilakukan dengan frekuensi sampling data sebesar 2 Hz. langsung detektor tersebut dilakukan selama 6000 s. Selama perekaman

grafik keempat detektor tersebut menunjukkan pola pengukuran fluks

ISSN: 2355-7524

reaktor RSG yaitu kanal

di lakukan sebanyak tiga kali. Dari keempat detektor tersebut terlihat JKT03 CX821 mempunyai rerata waktu

ms. Sedangkan waktu respon terkecil didapat dari JKT03 CX811 Hasil pengukuran waktu respon yang berbeda berbeda dari masing

asing kanal ini terjadi karena perbedaan modul generator pembangkit sinyal dari detektor

detektor netron adalah an waktu respon

digunakan untuk memantau Seperti kondisi detektor reaktor ,

hasil pemantauan tersebut makak dapat diketahui kondisi sistem reaktor dan akibat dari proses pemeliharaan yang

Gambar tersebut detektor neutron yaitu JKT03

dilakukan

keempat detektor tersebut dapat bekerja baik pada operasi

Pengambilan data dilakukan dengan frekuensi sampling data sebesar 2 Hz. Selama perekaman data

grafik keempat detektor tersebut menunjukkan pola pengukuran fluks

Page 35: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 201Padang, 18 September 2019

netron yang relative sama dengan besar amplitude 48,34keempat detektor yaitu berkisar

Dimana detektor netron / fluktuatif dibanding ketiga detektor lainnya. banyak, tetapi tetap pada kondisi penurunan kondisi detektor atau jaringan kabel pada saat dilakukan lonjakan daya di detik ke 854, kemenunjukkan pola yang sama. Sesuai prinsip kalibrasi silang maka hal tersebut menunjukkan bahwa keempat detektor

Gambar 6. Daya reaktor dari detektor Selanjutnya pada Gambar 6 JKT04 DX01 dengan waktu pemonitoran bersamaan dengan detektor dalam rentang waktu yang sama kenaikan daya reaktor dari posisi steady state 14,74 MW menjadi 15859. Kondisi pada sinyal ini bandingkan detektor neutron maka menunjukkan kecebahwa detektor daya JKT04 DX KESIMPULAN Pengetahuan akan kondisi penuaan pada SIK reaktor nuklir RSG sangat penting untuk didapatkan, salah satu upaya untuk menangani penuaan pada SIK reaktor riset adalah dengan menerapkan teknik pemantauan secara online (OLM) yang bekerja pada saat reaktor beroperasi. Hasil yang didapatkan meliputi waktu responyaitu 70,33 ms hingga terbesar 212 ms. Dilanjutkan dengan moneutron dan verifikasi dengan detektor berada pada kondisi yang baik.

DAFTAR PUSTAKA [1] B. Badan Tenaga Nuklir Nasional, “RENCANA STRATEGIS BADAN TENAGA

NUKLIR NASIONAL (RENSTRA BATAN) TAHUN 2015[2] T. Aldemir et al., “Dynamic reliability modeling of digital instrumentation and co

systems for nuclear reactor probabilistic risk assessments,” Nucl. Regul. Comm., 2007.

[3] H. M. Hashemian, “OnNucl. Energy, vol. 53, no. 2, pp. 167

[4] J. Ma and J. Jiang, “Applications of fault detection and diagnosis methods in nuclear power plants: A review,”

[5] M. W. Dan and M. W. Di, “Pengukuran Faktor Koreksi Kalibrasi Daya,” pp. 12017.

[6] B. RSG-GAS, “Multipurpose Reactor GA Siwabessy Safety Analysis Report Rev. 10.1,” Badan Tenaga Nukl. Nas. (BATAN), Indones. Saf. Anal. Rep.

[7] N. S. Bowden et al.

onal Teknologi Energi Nuklir 2019

ISSN: 2355

dengan besar amplitude 48,34 %, dengan perbedaan antara keempat detektor yaitu berkisar + 2,16%.

etektor netron JKT03 CX811 menunjukkan sinyal/impuls yang dibanding ketiga detektor lainnya. Fluktuasi sinyal pada detektor tersebut terlihat

kondisi relatif konsisten. Hal ini dapat mengindikasikan adanya penurunan kondisi detektor atau jaringan kabel pada detektor tersebut. Selanjutnya pada

lonjakan daya di detik ke 854, keempat detektor netron tersebut masih menunjukkan pola yang sama. Sesuai prinsip kalibrasi silang maka hal tersebut menunjukkan bahwa keempat detektor neutron tersebut dapat berfungsi dengan baik.

Daya reaktor dari detektor JKT04 DX01 dan perbesarannya

6 ditunjukkan hasil online monitoring dari detektor daya reaktor tu pemonitoran bersamaan dengan detektor neutron

yang sama yaitu selama 6000 s. Grafik menunjukkan lonjakan / kenaikan daya reaktor dari posisi steady state 14,74 MW menjadi 15,73 MW pada detik ke 859. Kondisi pada sinyal ini bandingkan sesuai prinsip cross correlation dengan

maka menunjukkan kecenderungan yang sama. Hal ini menunjukkan JKT04 DX01 dalam kondisi yang baik.

Pengetahuan akan kondisi penuaan pada SIK reaktor nuklir RSG sangat penting untuk salah satu upaya untuk menangani penuaan pada SIK reaktor riset adalah

dengan menerapkan teknik pemantauan secara online (OLM) yang bekerja pada saat reaktor beroperasi. Hasil yang didapatkan meliputi waktu respon rerata detektor

70,33 ms hingga terbesar 212 ms. Dilanjutkan dengan monitoring empat detektor engan detektor daya menunjukkan bahwa detektor-detektor tersebut

kondisi yang baik.

B. Badan Tenaga Nuklir Nasional, “RENCANA STRATEGIS BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL (RENSTRA BATAN) TAHUN 2015-2019,” 2017.

, “Dynamic reliability modeling of digital instrumentation and cosystems for nuclear reactor probabilistic risk assessments,” NUREG0CR

, 2007. H. M. Hashemian, “On-line monitoring applications in nuclear power plants,”

, vol. 53, no. 2, pp. 167–181, 2011. J. Ma and J. Jiang, “Applications of fault detection and diagnosis methods in nuclear power plants: A review,” Prog. Nucl. Energy, vol. 53, no. 3, pp. 255–266, 2011.M. W. Dan and M. W. Di, “Pengukuran Faktor Koreksi Kalibrasi Daya,” pp. 1

GAS, “Multipurpose Reactor GA Siwabessy Safety Analysis Report Rev. Badan Tenaga Nukl. Nas. (BATAN), Indones. Saf. Anal. Rep., vol. 1.

et al., “Experimental results from an antineutrino detector for

25

ISSN: 2355-7524

, dengan perbedaan antara

lebih sering Fluktuasi sinyal pada detektor tersebut terlihat

Hal ini dapat mengindikasikan adanya detektor tersebut. Selanjutnya pada

netron tersebut masih dapat menunjukkan pola yang sama. Sesuai prinsip kalibrasi silang maka hal tersebut

ut dapat berfungsi dengan baik.

dan perbesarannya

dari detektor daya reaktor neutron lain dan

s. Grafik menunjukkan lonjakan / 73 MW pada detik ke

dengan 4 buah Hal ini menunjukkan

Pengetahuan akan kondisi penuaan pada SIK reaktor nuklir RSG sangat penting untuk salah satu upaya untuk menangani penuaan pada SIK reaktor riset adalah

dengan menerapkan teknik pemantauan secara online (OLM) yang bekerja pada saat detektor neutron empat detektor

detektor tersebut

B. Badan Tenaga Nuklir Nasional, “RENCANA STRATEGIS BADAN TENAGA

, “Dynamic reliability modeling of digital instrumentation and control NUREG0CR-6942, US

line monitoring applications in nuclear power plants,” Prog.

J. Ma and J. Jiang, “Applications of fault detection and diagnosis methods in nuclear 266, 2011.

M. W. Dan and M. W. Di, “Pengukuran Faktor Koreksi Kalibrasi Daya,” pp. 1–10,

GAS, “Multipurpose Reactor GA Siwabessy Safety Analysis Report Rev. , vol. 1.

, “Experimental results from an antineutrino detector for

Page 36: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Monitring dan waktu respon pada detektor .... Yoyok Dwi Setyo Pambudi, dkk.

26

ISSN: 2355-7524

cooperative monitoring of nuclear reactors,” Nucl. Instruments Methods Phys. Res. Sect. A Accel. Spectrometers, Detect. Assoc. Equip., vol. 572, no. 2, pp. 985–998, 2007.

[8] T. Inagaki, C. R. Clark, I. Atomic, and E. Agency, “ENGINEERING SUPPORT FOR PLANT LIFE MANAGEMENT – THE IAEA CONTRIBUTION,” pp. 1–11.

[9] P. F. Fantoni, “Experiences and applications of PEANO for online monitoring in power plants,” Prog. Nucl. energy, vol. 46, no. 3–4, pp. 206–225, 2005.

[10] H. M. Hashemian, “Aging management of instrumentation & control sensors in nuclear power plants,” Nucl. Eng. Des., vol. 240, no. 11, pp. 3781–3790, 2010.

[11] H. M. Hashemian, J. A. Thie, B. R. Upadhyaya, and K. E. Holbert, “Sensor response time monitoring using noise analysis,” Prog. Nucl. Energy, vol. 21, no. C, pp. 583–592, 1988.

[12] Y. D. S. Pambudi, W. Wahab, and B. Kusumoputro, “Particle Swarm Optimization-Based Direct Inverse Control for Controlling the Power Level of the Indonesian Multipurpose Reactor,” Sci. Technol. Nucl. Install., vol. 2016, pp. 1–9, 2016.

[13] S. Dulla, M. Nervo, and P. Ravetto, “A method for on-line reactivity monitoring in nuclear reactors,” Ann. Nucl. Energy, vol. 65, pp. 433–440, 2014.

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (P. Made Udiyani, PTKRN - BATAN)

• Berikan penjelasan tentang kondisi neutron dan waktu pengoperasian apa yang menjadi dasar untuk jumlah neutron?

JAWABAN: (Yoyok Dwi, PTKRN BATAN)

• Pengujian dilakukan pada saat reaktor kritis dengan koefisien=1, pada kondisi steady state 15 megawatt thermal, pada kondisi ini keluaran dari JKT 811 sampai dengan 814 ada dalam orde 48 sampai 50% pengujian pada kondisi steady state dilakukan agar jumlah neutron dalam teras jumlahnya setimbang antara produksi dan yang hilang. Jumlah neutron pada saat pengujian adalah 2.10

14.

2. PERTANYAAN: (Reinaldy Nazar , PSTN - BATAN)

• Dalam melakukan pengujian alat alat tentunya perlu data standar sebagai pembanding dalam penelitian apakah akan digunakan data standar/alat standar untuk pembanding hasil hasil pengukuran yang dilakukan

JAWABAN: (Yoyok Dwi Setyo,PTKRN - BATAN)

• Data standar untuk jumlah netron saat steady (15 MW) adalah dalam orde 2.1014

neutron/cm.s, yang didapat dari pengukuran pengukuran sebelumnya, dan tabel yang dikeluarkan untuk kondisi teras RSG. Kondisi keandalan detektor netron dapat diketahui dengan metode cara cross calibration dari keempat detektor tersebut.

3. PERTANYAAN: ( M Ali Shafii, UNAND)

• Apakah ini satu satunya metode monitoring penuaan reaktor?

• Mengapa faktor jumlah netron yang dihasilkan tidak menjadi bagian monitoring, apakah cukup hanya melihat perubahan dayanya?

JAWABAN: (Yoyok Dwi Setyo,PTKRN - BATAN)

• Metode deteksi penuaan pada SIK reaktor pada salah satunya adalah dengan melakukan perhitungan waktu respon dan kalibrasi silang.Metode lain adalah dengan pengecekan secara fisik pada sensor dan kabel misalkan dengan uji fisis skala mikro dengan SEM, atau kimia, metode ini jarang cukup berbahaya karena adanya radiasi tinggi .

• Penelitian ini menggunakan cross calibration dengan cara melihat output keempat detektor neutron dan 1 detektor daya, bagaimana kecenderungan arahnya. Untuk melihat faktor jumlah neutron maka perlu digunakan standar jumlah neutron saat daya tertentu yang diperoleh dari uji uji sebelumnya.

Page 37: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 ISSN: 2355-7524 Padang, 18 September 2019

27

ANALISIS TINGKAT SIRKULASI ALAMIAH PADA LIQUID METAL FAST BREEDER REACTOR DENGAN PENDINGIN NA, NAK, PB DAN PB-BI

Refi Juita1, Dian Fitriyani

2

Laboratorium Fisika Nuklir, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas

Kampus UNAND Limau Manih, Padang 25163, Indonesia Email: [email protected]

ABSTRAK ANALISIS TINGKAT SIRKULASI ALAMIAH PADA LMFBR (LIQUID METAL FAST BREEDER REACTOR) DENGAN BAHAN PENDINGIN NA, NAK, PB DAN PB-BI. Telah dilakukan analisis tingkat sirkulasi alamiah pada LMFBR dengan bahan pendingin Na, NaK, Pb dan Pb-Bi untuk mengetahui bahan pendingin yang memiliki tingkat sirkulasi alamiah yang paling baik. Perhitungan neutronik dan termalhidrolik pada penelitian ini menggunakan program DTRIDI berbasis Delphi7 yang merupakan program simulasi untuk desain teras tiga dimensi (xyz). Teras LMFBR dirancang dengan bahan bakar UN-PuN dan beroperasi pada daya 150 MWth. Simulasi diawali dengan perhitungan neutronik yang memberikan hasil faktor multiplikasi neutron yang digunakan untuk perhitungan termalhidrolik sehingga diperoleh distribusi temperatur dan penurunan tekanan. Analisis tingkat sirkukasi alamiah dilakukan dengan pendekatan kuasistatik, dimana laju aliran massa pendingin total diturunkan secara bertahap untuk mensimulasikan hilangnya daya pompa pada keadaan kecelakaan ULOF (Unprotected Lost Of Flow). Tingkat sirkulasi alamiah diperoleh dari grafik perpotongan antara pressure drop dan driving head sebagai fungsi dari laju alir pendingin total. Sirkulasi alamiah tercapai lebih cepat pada penggunaan bahan pendingin Pb dan Pb-Bi yaitu sekitar 27,5 % dari laju aliran pendingin mula-mula, sedangkan untuk penggunaan pendingin Na dan NaK hampir tidak terjadi sirkulasi alamiah yang berarti reaktor dalam keadaan bahaya jika terjadi kecelakaan ULOF. Kata kunci: sirkulasi alamiah, LMFBR, ULOF, Na, NaK, Pb, Pb-Bi

ABSTRACT NATURAL CIRCULATION LEVEL ANALYSIS ON LMFBR (LIQUID METAL FAST BREEDER REACTOR) WITH COOLANT NA, NAK, PB AND PB-BI. Natural circulation level analysis has been carried out on LMFBR with coolant Na, NaK, Pb and Pb-Bi to determine coolant materials that have good natural circulation levels. The neutronic and thermal hydraulics calculations in this study used the delphi7-based DTRIDI program which is a simulation program for three-dimensional core design (xyz). The LMFBR core is designed with UN-PuN fuel and operates at 150 MWth. The simulation begins with a neutron calculation which results in a neutron multiplication factor used for thermal hydraulic calculations so that the temperature distribution and pressure drop are obtained. Natural circulation level analysis is carried out by the quasi-static approach, where the total coolant mass flow rate is gradually reduced to simulate the loss of pump power at the ULOF (Unprotected Lost Of Flow) accident. The natural circulation level is obtained from line interception between the pressure drop and driving head as a function of total coolant mass flow rate. Natural circulation is achieved more quickly in the use of Pb and Pb-Bi coolant, which is about 27.5% of the initial coolant flow rate, whereas for the use of coolant Na and NaK there is almost no natural circulation which means the reactor is in danger of ULOF accident due to loss of pump power. Keywords: natural circulation, LMFBR, ULOF, Na, NaK, Pb, Pb-Bi

PENDAHULUAN

Reaktor nuklir merupakan tempat terjadinya reaksi fisi berantai terkendali. Generasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) mengalami perkembangan yang cukup pesat, dari reaktor generasi I hingga generasi IV. Reaktor generasi IV terdiri dari jenis-jenis reaktor daya yang lebih inovatif dari reaktor generasi sebelumnya. Keunggulan dari reaktor generasi IV adalah aspek ekonomi yang tinggi, menghasilkan limbah dengan kuantitas yang sangat rendah, tingkat keselamatan lanjut, dan tahan terhadap aturan NPT (Nuclear Non-

Page 38: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Tingkat Sirkulasi Alamiah Pada Liquid ? ISSN: 2355-7524 Refi Juita, dkk

28

Proliferation Treaty). NPT memuat aturan dimana nuklir digunakan untuk kepentingan damai dan tidak memungkinkan untuk dikembangkan menjadi senjata nuklir.

Sirkulasi alamiah merupakan kemampuan material pendingin untuk bersirkulasi terus menerus akibat adanya perbedaan temperatur panas dan dingin pada pipa pendingin. Aliran fluida timbul karena gaya apung dari fluida pendingin tersebut. Sirkulasi alamiah sangat penting untuk dianalisis pada aliran pendingin sehingga reaktor dapat berada pada kondisi yang mendukung tercapainya keselamatan inheren pada reaktor ketika terjadi kecelakaan akibat hilangnya daya pompa utama pada reaktor nuklir.

Pada penelitian ini dilakukan analisis tingkat sirkulasi alamiah terhadap penggunaan bahan pendingin Na, NaK, Pb, dan Pb-Bi pada LMFBR. Melalui penelitian ini diharapkan diperoleh bahan pendingin yang memiliki respon yang lebih baik berdasarkan perameter-parameter neutronik, termalhidrolik dan tingkat sirkulasi alamiah.

METODE

Penelitian untuk menganalisis tingkat sirkulasi alamiah terhadap beberapa bahan pendingin yaitu Na, NaK, Pb dan Pb-Bi pada LMFBR dilakukan menggunakan kode komputasi DTRIDI-FBR. DTRIDI-FBR merupakan kode komputasi berbasis pemprograman Delphi 7. Perhitungan dilakukan terhadap teras dengan geometri berbentuk kubus ukuran medium (50 x 50 x 50) cm dan bahan bakar yang digunakan adalah UN-PuN.

Perhitungan dimulai dari perhitungan neutronik untuk mendapatkan nilai faktor multiplikasi efektif, distribusi fluks neutron dan distribusi rapat daya yang diperoleh dari persamaan difusi multigrup. Persamaan difusi multigrup dapat dilihat pada Persamaan 1.

∑ =Σ+Σ−+Σ−∇⋅∇=

∂ G

ggsggsgggaggg

g

g

SDtV 1'

''

1φφφφ

φ (1)

Hasil perhitungan neutronik diperlukan dalam perhitungan termalhidrolik. Parameter-parameter yang dibahas dari hasil perhitungan termalhidrolik berupa distribusi temperatur di setiap bagian teras dan penurunan tekanan di teras. Untuk mendapatkan tingkat sirkulasi alamiah diperoleh dari grafik perpotongan antara pressure drop dan driving head.

(a) Geometri teras (b) 1/4 bagian teras

Gambar 1. Geometri teras reaktor tiga dimensi

Tabel 1. Spesifikasi desain reaktor

Parameter Spesifikasi

Daya reaktor 150 MWth Variasi pendingin Na, NaK, Pb, Pb-Bi Bahan shielding B4C + Stainless

steel Bahan bakar UN-PuN Pengayaan bahan bakar 10 % - 20 % (PuN) Reactivity swing Maksimal 0,002 Diameter pin bahan bakar Tebal cladding Pin pitch bahan bakar Temperatur masukan rata-rata Temperatur keluaran rata-rata

1,0 cm 0,05 cm 1,2 cm 330 ºC 500 ºC

Page 39: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 ISSN: 2355-7524 Padang, 18 September 2019

29

Model reaktor cepat yang digunakan dalam perhitungan teras untuk mengetahui ketercapaian tingkat sirkulasi alamiah pada empat jenis pendingin logam cair adalah model reaktor daya berukuran kecil dengan spesifikasi desain reaktor seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1. Pada model teras dilakukan diskritisasi ruang untuk memperoleh pendekatan dan penyesuaian terhadap model teoritik, seperti terlihat pada Gambar 1. Gambar 1.a memperlihatkan geometri teras tiga dimensi xyz yang digunakan dan Gambar 1.b adalah 1/4 bagian teras. Teras dibagi menjadi beberapa daerah (region) dan tiap region dibagi dalam beberapa mesh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Parameter-parameter neutronik

Nilai faktor multiplikasi (keff) diperoleh dari rangkaian perhitungan neutronik dan semua desain yang diteliti dengan empat jenis pendingin yang berbeda dapat menunjukkan kondisi kekritisan teras reaktor. Reaktor dalam keadaan kritis (keff ~ 1) dapat dicapai dengan melakukan pengaturan pada pengayaan (enrichment) bahan bakar di teras. Hasil pengaturan pengayaan bahan bakar pada masing-masing bahan pendingin yang digunakan dan nilai keff yang diperoleh ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Fraksi pengayaan dan faktor multiplikasi efektif

Bahan Pendingin

Fraksi Pengayaan Bahan Bakar (PuN) (%)

keff

C1 C2 C3 C4 C5

Pb 19,5 19,5 19,0 19,0 19,0 1,000009 PbBi 19,5 19,5 19,1 14,0 17,0 1,000180 Na 16,9 16,9 16,8 17,0 16,9 0,999907

NaK 15,3 15,25 15,0 15,0 15,0 1,000748

Nilai keff yang menunjukkan kondisi teras dalam keadaan kritis diperoleh pada fraksi pengayaan yang berkisar antara 15,0% hingga 19,5%. Fraksi pengayaan terbesar diperlukan pada desain teras dengan pendingin Pb, hal ini disebabkan karena efek moderasi neutron oleh pendingin Pb cukup rendah, dengan demikian neutron tetap dalam keadaan energi tinggi [3].

Selain nilai keff, kondisi neutronik yang baik juga ditunjukkan oleh distribusi fluks neutron dan distribusi densitas daya. Fluks neutron adalah banyaknya neutron yang melewati suatu daerah tiap satuan waktu. Gambar 2 memperlihatkan distribusi fluks neutron arah Y untuk empat grup energi neutron, dimana pola distribusi fluks neutron arah X simetris dengan arah Y.

Gambar 2. Distribusi fluks neutron arah Y

Page 40: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Tingkat Sirkulasi Alamiah Pada Liquid ? ISSN: 2355-7524 Refi Juita, dkk

30

Pola ditribusi rapat daya di pusat teras arah Y diperlihatkan pada Gambar 3. Pada reflector harga rapat daya sama dengan nol karena pada daerah tersebut tidak terjadi reaksi fisi, sedangkan fluks pada daerah reflector merupakan fungsi yang kontinyu karena masih terdapat sejumlah kecil neutron dari bocoran dan absorbsi.

Gambar 3. Distribusi rapat daya arah Y

Hasil Perhitungan Termalhidrolik

Distribusi Temperatur di Teras

Perhitungan termalhidrolik dilakukan pada laju alir pendingin total mula-mula 4000 kg/s untuk masing-masing bahan pendingin dan daya reaktor 150 MWth, tetapi untuk Na dan NaK secara teori diketahui bahwa reaktor cepat dengan pendingin Na dan NaK menunjukkan kinerja yang baik dengan laju alir pendingin yang rendah. Pemberian laju alir yang rendah ini disebabkan oleh sifat termo-fisik pendingin tersebut. Na dan NaK memiliki koefisien transfer panas yang sangat tinggi, sehingga sangat baik dalam memindahkan panas [2]. Oleh karena itu, pada perhitungan termalhidrolik untuk pendingin Na dan NaK menggunakan laju alir pendingin total 1000 kg/s sehingga mampu menunjukkan performa yang baik.

Page 41: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 ISSN: 2355-7524 Padang, 18 September 2019

31

Gambar 4. Distribusi temperatur di setiap bagian teras

Gambar 4 menunjukkan distribusi temperatur pendingin, temperatur cladding dan temperatur bahan bakar disepanjang arah z. Secara umum temperatur mengalami peningkatan di bagian tengah teras reaktor dan turun di bagian tepi, hal ini disebabkan karena distribusi densitas daya yang cukup tinggi di bagian tengah teras. Nilai temperatur tertinggi terjadi pada bahan bakar di bagian pusat (centre).

Penurunan Tekanan

Penurunan tekanan (pressure drop) merupakan besaran yang menunjukkan perbedaan tekanan pada kanal pendingin sebelum dan sesudah pendingin melewatinya. Nilai penurunan tekanan yang diperoleh dari hasil perhitungan untuk semua jenis pendingin

ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Tekanan pada setiap penggunaan bahan pendingin

Jenis Pendingin

Laju Alir Total (Kg/s)

Pressure Drop (MPa)

Driving Head (MPa)

Daya Pompa (MPa)

Pb 4000 1,502 0,213 1,289 Pb-Bi 4000 1,108 0,096 1,012

Na 1000 0,769 0,080 0,689 NaK 1000 0,986 0,095 0,891

Perbedaan antara pressure drop dan driving head memberikan perkiraan besarnya daya pompa. Laju alir total pendingin yang lebih besar seperti pada Pb dan Pb-Bi akan membuat penurunan tekanan yang melintasi teras akan semakin tinggi, sehingga daya pompa yang diperlukan juga semakin besar. Laju alir yang lebih kecil pada penggunaan Na da NaK memberikan pressure drop yang lebih kecil sehingga daya pompa yang diperlukan juga semakin kecil.

Page 42: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Tingkat Sirkulasi Alamiah Pada Liquid ? ISSN: 2355-7524 Refi Juita, dkk

32

Sirkulasi Alamiah

Pada kondisi kecelakaan ULOF laju aliran pendingin menurun akibat hilangnya daya pompa, oleh karena itu simulasi kecelakaan diawali dengan menurunkan harga laju alir total secara bertahap. Sirkulasi alamiah mengacu pada kemampuan bahan pendingin untuk bersirkulasi secara terus menerus. Tingkat sirkulasi alamiah bahan pendingin didapatkan dari grafik perpotongan antara penurunan tekanan di teras dan driving head sebagai fungsi dari laju alir total, dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Perubahan penurunan tekanan dan driving head

Tabel 4 memperlihatkan bahwa tingkat sirkulasi alamiah pada Pb dan Pb-Bi dapat dicapai pada laju alir ~1100 kg/s atau 27,5% relatif terhadap laju alir total semula yaitu 4000 kg/s. Saat terjadi sirkulasi alamiah dengan pendingin Pb temperatur pelet maksimum yang dihasilkan sekitar 2103,946°C. Harga ini masih berada di bawah titik leleh bahan bakar UN-PuN yaitu sekitar 2500°C. Pada penggunaan bahan pendingin Pb-Bi saat terjadi sirkulasi alamiah temperatur pelet maksimum sebesar 2138,794°C. Artinya jika terjadi kecelakaan ULOF reaktor berada dalam keadaaan aman.

Tabel 4. Tingkat sirkulasi alamiah

Pendingin Tingkat sirkulasi alamiah (%) Pb ~ 27,5

Pb-Bi ~ 27,5 Na ~ 10,0

NaK ~ 20,0

Pada penggunaan pendingin Na dan NaK tingkat sirkulasi alamiah sangat kecil, yaitu pada laju alir ~100 kg/s dan ~200 kg/s. Temperatur pelet maksimum saat terjadi sirkulasi alamiah pada penggunaan pendingin Na adalah 1870,644°C dan NaK sebesar 2331,038°C. Harga ini masih berada dibawah titik leleh bahan bakar yang digunakan.

Page 43: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 ISSN: 2355-7524 Padang, 18 September 2019

33

KESIMPULAN

Analisis tingkat sirkulasi alamiah pada LMFBR dengan pendingin Na, NaK, Pb dan Pb-Bi telah berhasil dilakukan dengan hasil tingkat sirkulasi alamiah lebih mudah dicapai pada penggunaan bahan pendingin Pb dan Pb-Bi, yaitu sekitar 27,5% dari laju alir total semula 4000 kg/s, yang berarti reaktor lebih mampu bertahan terhadap kondisi kecelakaan ULOF, dan kondisi ini berarti akan semakin baik tingkat keselamatan dari reaktor.

DAFTAR PUSTAKA

1. CINANTYA N,D. dan FITRIYANI D, “Analisis Neutronik Pada Reaktor Cepat Dengan Variasi Bahan Bakar UN-PuN, UC-PuC dan MOX”, Jurnal Fisika Universitas Andalas, Volume 3 No. 1 Hal. 1-7, Padang (2014).

2. HARYANI D. dan FITRIYANI D, “Pengaruh Variasi Bahan Pendingin Jenis Logam Cair Terhadap Kinerja Termalhidrolik Pada Reaktor Cepat”, Jurnal Fisika Universitas Andalas, Volume 2 No. 3 Hal. 190-194, Padang (2013).

3. KHALID R,A dan AZIZ F., “Analisis Void pada Reaktor cepat kecil berpendingin Timbal-Bismuth”, Prosiding Seminar ke-7 Teknologi dan Keselamatan PLTN serta Fasilitas Nuklir, Hal 98-112, Bandung (2002).

4. NOVITRIAN dan H.SOFUE., “Study on Pb-Bi natural Circulation Phenomena”, INES-1, Tokyo-japan (2004).

5. OKTAMULIANI S. dan FITRIYANI D, “Analisis Pengaruh Ukuran Teras Terhadap Tingkat Sirkulasi Alamiah bahan Pendingin Pb-Bi Pada Reaktor Cepat”, Jurnal Fisika Universitas Andalas, Volume 4 No. 2 Hal 53-61, Padang (2011).

6. REYNOLDS W.C. dan HENRY C.P.,“Termodinamika Teknik”, Erlangga, Jakarta (2006). 7. IAEA-THPH, “Thermophysical Properties of Materials For Nuclear Engineering: A

Tutorial and Collection of Data”, IAEA, Vienna (2008). DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Made, PTKRN - BATAN)

• Bagaimana cara penentuan ukuran reaktor sebagai dasar perhitungan sirkuasi ini.

JAWABAN: (Refi Juita, UNAND)

• Ukuran teras merujuk dari penelitian sebelumnya, yaitu penelitian Sri Oktamulia (2011), pada penelitian ini saya tidak lagi menguji untuk ukuran yang berbeda, karena sudah dibahas dan didapatkan hasil yang optimal dari penelitian sebelumya.

Page 44: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Tingkat Sirkulasi Alamiah Pada Liquid ? ISSN: 2355-7524 Refi Juita, dkk

34

HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN

Page 45: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

35

ISSN: 2355-7524

ANALISIS KEANDALAN PERAWATAN KOMPONEN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR SERBA GUNA G.A. SIWABESSY

Mike Susmikanti

1, Entin Hartini

1, Purwadi

2

1Pusat Teknologi Keselamatan Reaktor Nuklir, BATAN, Kawasan Puspiptek, Tangerang 15310 2Pusat Reaktor Serba Guna, BATAN, Kawasan Puspiptek, Tangerang Selatan,15310

ABSTRAK

ANALISIS KEANDALAN PERAWATAN KOMPONEN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR SERBA-GUNA G.A. SIWABESSY. Analisis keandalan perawatan komponen diperlukan pada manajemen penuaan Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy (RSG-GAS). Sistim basis data RSG-GAS belum dimanfaatkan untuk analisis keandalan perawatan komponen berkaitan dengan kegiatan manajemen penuaan (Aging Management) RSG-GAS. Dengan sistim basis data dapat dilakukan pencarian informasi komponen sistim keselamatan yang mengalami kerusakan secara cepat. Analisis keandalan perawatan belum dilakukan terhadap komponen sistim keselamatan RSG-GAS. Penelitian ini bertujuan melakukan analisis keandalan perawatan komponen sistim keselamatan dalam kurun waktu tahun 2005-2015 (Teras nomer 55 sampai 88). Kegiatan penelitian ini meliputi pencarian dan pengumpulan informasi melalui sistim basis data khususnya perawatan dan kerusakan komponen sistim keselamatan RSG-GAS pada Teras 55-88. Selanjutnya pembentukan sebaran frekuensi perawatan dan kerusakan komponen sistim keselamatan Teras 55-88. Sebaran frekuensi ini digunakan untuk mengetahui banyaknya komponen yang mengalami perawatan dan kerusakan. Uji kecocokan bentuk sebaran data yang paling sesuai dilakukan terhadap komponen sistim keselamatan yang mengalami kerusakan serta estimasi parameter waktu kerusakan. Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan informasi sebaran frekuensi tertinggi beberapa komponen sistem keselamatan yang mengalami perawatan dan kerusakan dalam kurun waktu tahun 2005-2015. Melalui uji kecocokan diperoleh jenis sebaran data kerusakan beberapa komponen sistem keselamatan serta rata-rata waktu kerusakan yang mencerminkan karakteristik keandalan komponen tersebut. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa rata-rata waktu kerusakan komponen sistem keselamatan lebih lama dibandingkan interval waktu perawatan. Diperoleh bahwa perawatan komponen sistim keselamatan masih andal dan efisien. Kata kunci : Manajemen Penuaan, Analisis Keandalan, Komponen Sistim Keselamatan, Perawatan, Kerusakan, RSG-GAS

ABSTRACT

RELIABILITY ANALYSIS OF THE COMPONENT MAINTENANCE OF SAFETY SYSTEM MULTI-PURPOSE REACTOR G.A. SIWABESSY. Analysis of the reliability of component maintenance is required in the aging management of the Multi Purpose Reactor G.A. Siwabessy (RSG-GAS). The RSG-GAS database system has not been utilized for the analysis of the reliability of maintenance components related to the RSG-GAS Aging Management activities. With a database system, information can be made to search for components of a safety system that has failed quickly. Analysis of the reliability of maintenance has not yet been carried out on the RSG-GAS safety system components. This study aims to analyze the reliability of the maintenance of safety system components in the period 2005-2015 (Core numbers 55 to 88). This research activity includes the search and collection of information through a database system, especially the maintenance and failure of the RSG-GAS safety system components on Core 55-88. Furthermore, the formation of the frequency distribution of maintenance and failure of Core 55-88 safety system components. This frequency distribution is used to determine the number of components that experience maintenance and failure. The most suitable form of data distribution test is performed on the components of the safety system that have failed and the estimated time failure parameters. The results of the analysis carried out showed the highest frequency distribution information of several components of the safety system that experienced maintenance and failure in the period 2005-2015. Through compatibility testing, the type of failure data distribution obtained by several safety system components and the average failure time that reflects the reliability characteristics of these components. The results of this analysis indicate that the average failure time of safety system components is longer than the maintenance time intervals. It was found that the maintenance of safety system components was still reliable and efficient. Keywords: Aging Management, Reliability Analysis, Safety System Components, Maintenance, Failure, RSG-GAS PENDAHULUAN

Analisis keandalan komponen sangat diperlukan pada manajemen penuaan reaktor riset G.A. Siwabessy (RSG-GAS). Sistim basis data yang telah ada berkaitan dengan struktur sistem komponen penuaan reaktor riset RSG-GAS belum digunakan secara optimal. Sistim basis data dapat membantu pencarian data dan informasi secara cepat. Informasi ini dapat digunakan untuk mengkaji keandalan masing-masing sistem dan komponen.

Page 46: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

36

ISSN: 2355-7524

Komponen sistim keselamatan adalah komponen yang berkaitan dengan keselamatan dan atau berhubungan dengan zat radioaktif atau komponen kritis. Analisis keandalan dapat dilakukan diantaranya melalui data kerusakan dan perawatan per sistem komponen.

Untuk membantu analisis keandalan komponen RG-GAS secara cepat, saat ini telah dibuat prototipe pengembangan sistem basis data komponen RSG-GAS [1]. Disamping itu, telah dibuat pula prototipe sistem basis data komponen untuk pengoperasian parameter RSG-GAS [2]. Telah dilakukan analisis keandalan komponen RSGGAS pada sistem purifikasi KBE01 dan lapisan air hangat KBE02 [3]. Telah dibuat klasifikasi komponen berdasarkan tingkat keselamatan oleh unit jaminan mutu Pusat Reaktor Serba Guna (PRSG) [4]. Telah dibuat laporan operasi reaktor, untuk teras nomer 55 sampai teras nomer 88 khususnya untuk kerusakan komponen RSG-GAS [5]. Disamping hal tersebut telah dilakukan evaluasi masa operasi PLTN termasuk RSG-GAS oleh IAEA [6]. Telah dibuat klasifikasi keselamatan terhadap struktur sistem komponen untuk reaktor riset ‘pool-type’ [7]. Telah dilakukan uji kesesuaian sebaran dengan probabilitas [8]. Dibidang lain itu telah dilakukan analisis sumber energi yang ekstrim dengan metode estimasi sebaran [9]. Pemodelan telah dilakukan dengan penerapan empat sebaran peluang [10]. Perhitungan untuk sebaran robust telah dilakukan dengan metoda pendekatan peluang [11].

Analisis keandalan dari segi manajemen penuaan terhadap kegiatan perawatan dan perbaikan kerusakan saat ini belum dilakukan untuk komponen sistim keselamatan per kurun waktu 10 tahun yaitu tahun 2005 sampai 2015 pada Teras nomer 55 sampai nomer 88. Hasil kegiatan pembuatan prototipe sistim basis data tersebut belum digunakan secara optimal untuk mengkaji keandalan komponen sistem keselamatan reaktor RSG-GAS.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan melakukan analisis keandalan perawatan komponen khususnya komponen sistim keselamatan dalam kurun waktu tahun 2005-2015 (Teras 55-88) dalam kaitannya dengan kegiatan perawatan dan kerusakan per kurun waktu tertentu.

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi dan data komponen sistim keselamatan yang berkaitan dengan perawatan dan kerusakan dalam kurun waktu tahun 2005-2015 (Teras 55-88). Dari informasi tersebut kemudian dilakukan perhitungan frekuensi kerusakan dan perawatan untuk masing-masing komponen sistim keselamatan. Selanjutnya dibuat sebaran frekuensi perawatan dan kerusakan dalam kurun waktu tahun 2005-2015 serta uji kecocokan sebaran data dan rata-rata waktu kerusakan masing-masing komponen sistim keselamatan. Hal ini dilakukan untuk mengestimasi parameter-parameter yang diperlukan dalam analisis keandalan perawatan. Diperoleh sebaran frekuensi perawatan dan kerusakan pada kurun waktu 2005-2015 (Teras 55-88) dan sebaran data kerusakan komponen sistem keselamatan yang sesuai serta parameter yang diperlukan dalam analisis keandalan perawatan. Dengan diperolehnya parameter rata-rata waktu kerusakan komponen sistem keselamatan, diharapkan dapat dibandingkan dengan interval waktu perawatan komponen yang berkaitan. Apabila rata-rata waktu kerusakan lebih lama dibandingkan waktu perawatan, maka diperoleh informasi bahwa perawatan komponen sistim keselamatan masih andal. TEORI Pada analisis keandalan perawatan komponen, waktu kerusakan komponen merupakan faktor yang sangat signifikan. Waktu kerusakan (Time To Failure : TTF) adalah waktu

perkiraan antara waktu kerusakan komponen sebelumnya 1−iT dengan waktu kerusakan

komponen berikutnya iT yang dinyatakan dalam persamaan (1) [3].

1−−= ii TTTTF (1)

Dimana

iT : Waktu pada saat kerusakan (hari)

1−iT : Waktu kerusakan sebelumnya (hari)

Sebaran data waktu kerusakan dapat merupakan sebaran yang kontinyu diantaranya meliputi sebaran eksponensial, normal, lognormal [10] dan weibull [12,13] serta sebaran robust [11]. Sebaran eksponensial mempunyai fungsi kepekatan peluang yang dinyatakan dalam persamaan (2),

Page 47: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

37

ISSN: 2355-7524

)exp()( xxf λλ −= , x>0 (2)

Fungsi distribusi kumulatif sebaran Eksponensial dinyatakan dalam persamaan (3)

xexF λ−−=1)( (3)

Nilai rata-rata atau nilai harapan E(x) untuk sebaran eksponensial dinyatakan dalam persamaan (4)

λ

1)( =xE (4)

Fungsi kepekatan peluang untuk sebaran Weibull dinyatakan dalam persamaan (5),

])(exp[)()( 1 ββ

ηηη

β xxxf −= − , x>0, 0, ≥βη (5)

Fungsi distribusi kumulatif sebaran Weibull dinyatakan dalam persamaan (6),

])(exp[1)( β

η

−−−=x

xF (6)

Nilai rata-rata E(x) untuk sebaran Weibull dinyatakan dalam persamaan (7),

]11

()( +Γ=β

η xxE (7)

Sedangkan fungsi kepekatan peluang untuk sebaran normal dinyatakan dalam persamaan (8),

)))(2

1exp(

2

1)( 2

σ

µ

πσ

−−=

xxf ,x>0, 0, ≥βη (8)

Fungsi distribusi kumulatif sebaran normal dinyatakan dalam persamaan (9),

)()(σ

η−=

xFxF (9)

Persamaan (10) menyatakan rata-rata untuk sebaran normal, η=)(xE (10)

Fungsi kepekatan peluang sebaran lognormal dinyatakan dalam persamaan (11)

))ln

)(2

1exp(

2

1)(

2

σ

µ

πσ

−−=

x

xxf (11)

Fungsi distribusi kumulatif untuk sebaran lognormal dinyatakan dalam persamaan (12)

)ln

()(σ

η−=

xxF (12)

Nilai rata-rata dinyatakan dalam persamaan (13).

η=)(xE (13)

Dimanaλ ,η , µ :Nilai tengah populasi, :β Shape,σ :Simpangan baku, ]11

( +Γβ

:Fungsi

Gamma METODOLOGI Metode yang digunakan untuk melakukan analis keandalan perawatan adalah sebagai

berikut : 1. Pengumpulan data serta informasi perawatan dan kerusakan komponen untuk kurun

waktu tahun 2005-2015 (Teras 55-88) dengan sistim basis data menggunakan software Localhost XAMPP. Program SQL dibuat untuk pencarian data perawatan dan kerusakan komponen sistim keselamatan

2. Perhitungan frekuensi dan dibuat sebarannya untuk masing-masing komponen sistim keselamatan seluruh teras 55 sampai 88. Dilakukan pembentukan sebaran frekuensi untuk komponen sistim keselamatan yang berkaitan dengan perawatan dan kerusakan menggunakan software Minitab.

3. Dilakukan uji kesesuaian terbaik (goodness of fit test) untuk sebaran data kerusakan dalam kurun waktu tahun 2005-2015 (Teras 55-88). Probability Plot Distribution digunakan untuk menguji apakah sebaran data mengikuti suatu sebaran tertentu. Analisis sebaran data dilakukan untuk empat sebaran yaitu Eksponensial, Weilbul, Lognormal dan Normal. Sebaran data menggunakan data selisih waktu kerusakan antara waktu

Page 48: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

38

ISSN: 2355-7524

kerusakan sebelumnya (n-1) dengan waktu kerusakan berikutnya ( n) yang dinyatakan dalam nilai TTF.

4. Digunakan uji Anderson-Darling untuk menguji kesesuaian sebaran [3]. Nilai kesesuaian sebaran dinyatakan dengan kriteria p-value dibandingkan dengan nilai level of significant α yang umum digunakan yaitu 0,05. Jika p-value lebih besar dari α menunjukkan bahwa sebaran cukup sesuai terhadap sebaran yang diuji. Jika p-value lebih dari 0,05 maka sebaran sangat sesuai dengan sebaran yang diuji. Jika p-value lebih kecil dari α menunjukkan bahwa sebaran tidak sesuai dengan sebaran yang diuji. Uji kesesuaian sebaran mengambil p-value tertinggi dengan nilai Anderson-Darling terkecil.

5. Berikutnya dilakukan perhitungan nilai rata-rata waktu kerusakan untuk sebaran yang sesuai.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sesuai hasil pencarian informasi menggunakan sistem basis data, diperoleh frekuensi komponen sistim keselamatan yang mengalami perawatan Tahun 2005 sampai tahun 2015 (Teras 55-88), ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Frekuensi Perawatan komponen sistim keselamatan RSG-GAS Teras 55-88

Hasil pencarian data dan informasi dalam sistim basis data untuk komponen sistim keselamatan yang mengalami kerusakan pada kurun waktu Tahun 2005-2015 (Teras 55-88) ditampilkan pada Tabel 2 berikut dengan interval perawatannya.

Tabel 2. Frekuensi kerusakan komponen sistim keselamatan RSG-GAS Teras 55-8

Sistem Deskripsi Interval

Perawatan Frekuensi Perawatan

BRV10 Emergency Diesel Aggregates 6 M 10 BRV10 Emergency Diesel Aggregates 6 M 10 BRV20 Emergency Diesel Aggregates 6 M 12 BRV30 Emergency Diesel Aggregates 6 M 7 SMJ10 Crane, Reactor Building 1 M 8 JKT02 Out of Core Temperatures and

Neutron Flux Measurement 6 M 5

JKT03 Out of Core Temperatures and Neutron Flux Measurement

6 M 6

JKT04 Out of Core Temperatures and Neutron Flux Measurement

6 M 7

KBE01 AP001 AA068

Reactor Pool Purification 1 M/6 M

1 M

24 10 6

Sistem Deskripsi Interval

Perawatan Frekuensi Perawatan

KBE01 Reactor Pool Purification

1 M 38

JNA10/20/30 Expansion Vessel SHF/2W/1Y 28

BRV10/20/30

Emergency Diesel Aggregates

1M/6M/2Y 37

BTU11/BTU12/BTJ11/BTJ12 24 V DC Facility 1 3M/1Y/5 Y 38 BTU21/BTU22/BTJ21/BTJ22 24 V DC Facility 2 3M/1Y/5 Y 28 BTU31/BTU32/BTJ31/BTJ32 24 V DC Facility 3 3M/1Y/5 Y 28

JNA10/20/30 Pool Cooling of Process System

SHF/2W/1Y 27

JBF01 Power Ramp Test

Facility Before

Commisioning 26

CNJ01 Seismic Instrument

Cabinets 3M/6M/3Y 33

JBB Rabbit System 6 M 15

Page 49: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

39

ISSN: 2355-7524

CR001 AA013

1 M/6 M/1Y 1 M

4 4

Komponen sistim keselamatan yang mengalami kerusakan dengan frekuensi tinggi

atau minimal sama dengan empat ialah komponen BRV10. Sebaran data dapat dianalisis jika frekuensi waktu kerusakan minimal empat. Selisih waktu kerusakan antara kerusakan sebelumnya dengan berikutnya (TTF) untuk komponen BRV10, dinyatakan pada Tabel 3.

Tabel 3. Waktu kerusakan komponen sistim keselamatan BRV10 Teras 55-88 Selisih waktu kerusakan (TTF) untuk komponen sistim keselamatan BRV20 Teras 55-88 dinyatakan pada Tabel 4.

Tabel 4. Waktu kerusakan komponen sistim keselamatan BRV20 Teras 55-88 Selisih waktu kerusakan (TTF) komponen sistim keselamatan BRV30 Teras 55-88 dinyatakan pada Tabel 5.

Tabel 5. Waktu kerusakan komponen sistem keselamatan BRV30 Teras 55-88

Teras Nomer Waktu Kerusakan TTF (hari) 58 02/08/2006 0 58 08/08/2006 6 68 13/08/2008 736 69 12/02/2009 183 73 24/11/2010 650 78 08/05/2012 531 85 07/02/2014 640 85 26/02/2014 19 85 15/05/2014 78 85 20/05/2014 5

Teras Nomer Waktu Kerusakan TTF (hari)

59 14/12/2006 0

62 21/10/2007 311

62 09/12/2007 49

63 16/01/2008 38

66 29/11/2008 318

69 10/11/2009 346

69 16/11/2009 6

80 02/11/2012 1082

83 28/06/2013 238

86 03/12/2014 523

87 26/03/2015 113

88 01/06/2015 1894

Teras Nomer Waktu Kerusakan TTF (hari)

53 17/03/2005 0

54 20/09/2005 187

54 30/09/2005 10

63 17/01/2008 839

77 10/01/2012 1454

78 04/06/2012 146

Page 50: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

40

ISSN: 2355-7524

Selisih waktu kerusakan (TTF) komponen sistim keselamatan SMJ10 Teras 55-88 dinyatakan pada Tabel 6.

Tabel 6. Waktu kerusakan komponen sistim keselamatan SMJ10 Teras 55-88 Teras Nomer Waktu Kerusakan TTF (hari)

56 02/04/2006 0 57 14/04/2006 12 60 22/04/2007 373 66 01/12/2008 589 69 16/11/2009 350 69 12/02/2010 88 82 11/04/2013 1154

Uji kesesuaian terbaik (goodness of fit) komponen sistim keselamatan BRV10 terhadap sebaran normal, eksponensial, weibull dan lognormal dinyatakan dengan Probability Plot pada Gambar 1.

Gambar 1. Probability Plot BRV10

Dari uji kesesuaian untuk BRV10 diperoleh mengikuti sebaran lognormal yang dinyatakan dengan p-value tertinggi 0,092. Nilai p ini lebih besar dari level of significant α = 0,05 atau tingkat kepercayaan yang diberikan pada umumnya yaitu 95% ((1-α ) x 100%). Sebaliknya mempunyai nilai Anderson Darling (AD) terkecil 0,582. Waktu rata-rata kerusakan untuk komponen sistim keselamatan BRV10 diperoleh 316 hari. Interval perawatan untuk BRV10 dilakukan 6 bulan atau 180 hari. Terjadinya kerusakan 316 hari lebih lama dari interval waktu perawatan 180 hari yang ditetapkan. Berarti perawatan komponen BRV10 masih dalam keadaan andal atau efisien.

Uji kesesuaian terbaik komponen sistim keselamatan BRV20 terhadap sebaran normal, eksponensial, weibull dan lognormal dinyatakan dengan Probability Plot pada Gambar 2.

81 12/03/2013 281

83 08/07/2013 118

Page 51: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

41

ISSN: 2355-7524

Gambar 2. Probability Plot BRV20

Uji kesesuaian untuk komponen BRV20 diperoleh mengikuti sebaran lognormal dengan nilai p-value tertinggi 0,505 yang lebih besar dari level of significant α = 0,05 dan nilai Anderson Darling (AD) terkecil 0,310. Diperoleh nilai rata-rata waktu kerusakan BRV20 diperoleh 447 hari. Interval perawatan BRV20 dilakukan 6 bulan atau 180 hari. Terjadinya kerusakan secara rata-rata adalah 447 hari lebih lama dari waktu interval perawatan yang ditetapkan yaitu 180 hari. Berarti perawatan komponen BRV20 masih dalam keadaan andal.

Uji kesesuaian terbaik (goodness of fit) komponen BRV30 terhadap sebaran normal, eksponensial, weibull dan lognormal dinyatakan dengan Probability Plot pada Gambar 3.

Gambar 3. Probability Plot BRV30

Uji kesesuaian terbaik BRV30 diperoleh mengikuti sebaran lognormal dengan nilai p-value tertinggi yaitu 0,445 lebih besar dari level of significant α = 0,05. Adapun nilai Anderson Darling (AD) yang terkecil adalah 0,314. Nilai rata-rata waktu kerusakan komponen sistim keselamatan BRV30 diperoleh 433 hari. Interval perawatan BRV30 dilakukan 6 bulan atau 180 hari. Terjadinya kerusakan secara rata-rata 433 hari lebih lama dari interval perawatan yang ditetapkan yaitu 180 hari. Berarti perawatan komponen BRV30 masih dalam keadaan andal.

Uji kesesuaian terbaik komponen sistim keselamatan SMJ10 terhadap sebaran normal, eksponensial, weibull dan lognormal dinyatakan dengan Probability Plot pada Gambar 4.

Page 52: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

42

ISSN: 2355-7524

Gambar 4. Probability Plot SMJ10

Sebaran komponen SMJ10 diperoleh mengikuti sebaran eksponesial dengan nilai p-value tertinggi 0,777 lebih besar dari level of significant α = 0,05 dan nilai Anderson Darling terkecil 0,299. Nilai rata-rata waktu kerusakan komponen sistim keselamatan SMJ10 diperoleh 427 hari. Interval perawatan untuk SMJ10 dilakukan 1 bulan atau 30 hari. Terjadinya waktu kerusakan 427 hari lebih lama dari interval perawatan yang ditetapkan yaitu 30 hari. Berarti perawatan komponen SMJ10 masih dalam keadaan andal.

Komponen sistim keselamatan lain yang mengalami kerusakan dengan frekuensi tinggi adalah komponen JKT yaitu JKT02 CX811, JKT03 CX811 dan JKT04 pada Teras 55-88. Waktu kerusakan komponen JKT02 CX811 dinyatakan pada Tabel 7.

Tabel 7. Waktu kerusakan JKT02 CX811 Teras 55-88

Waktu kerusakan komponen sistim keselamatan JKT03 CX811 yang mengalami kerusakan untuk Teras 55-88, dinyatakan pada Tabel 8.

Tabel 8. Waktu Kerusakan JKT03 CX811 Teras 55-88 Waktu kerusakan komponen sistim keselamatan JKT04, Teras 55-88 dinyatakan pada Tabel 9.

Tabel 9. Waktu Kerusakan JKT04 Teras 55-88

Teras Nomer Waktu Kerusakan TTF (hari)

62 2007-09-30 0

62 2007-10-30 30

66 2008-12-29 426

69 2009-08-12 226

75 2011-06-21 678

77 2011-12-05 167

86 2014-09-08 1008

Teras Nomer Waktu Kerusakan TTF (hari)

81 2013-01-16 0

81 2013-02-08 23

85 2014-04-24 440

86 2014-10-27 186

86 2014-12-13 47

Teras Nomer Waktu Kerusakan TTF (hari)

63 2008-03-21 0

Page 53: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

43

ISSN: 2355-7524

Uji kesesuaian terbaik (goodness of fit) komponen sistim keselamatan JKT02 terhadap sebaran normal, eksponensial, weibull dan lognormal dinyatakan dengan Probability Plot pada Gambar 5.

Gambar 5. Probability Plot JKT02

Uji kecocokan terbaik JKT02 diperoleh mengikuti sebaran eksponesial dengan nilai p-value

tertinggi 0,795 yang lebih besar dari level of significant α = 0,05. dan nilai Anderson Darling terkecil 0,277. Nilai rata-rata waktu kerusakan komponen sistim keselamatan JKT02 diperoleh 174 hari. Interval perawatan untuk JKT02 dilakukan 6 bulan atau 180 hari. Terjadinya kerusakan yaitu 174 hari sedikit lebih singkat dari interval perawatan yang ditetapkan yaitu 180 hari. Berarti perawatan komponen JKT02 sedikit kurang andal atau kurang efisien.

Uji kesesuaian terbaik (goodness of fit) komponen sistim keselamatan JKT03 terhadap sebaran normal, eksponensial, weibull dan lognormal dinyatakan dengan Probability Plot pada Gambar 6.

Gambar 6. Probability Plot JKT03

64 2008-06-02 73

84 2013-11-10 1987

86 2014-08-25 288

86 2014-10-13 49

88 2015-08-12 303

Page 54: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

44

ISSN: 2355-7524

Uji kecocokan terbaik JKT03 diperoleh mengikuti sebaran Lognormal dengan nilai p-value tertinggi 0,480 lebih besar dari level of significant α = 0,05 dan nilai Anderson Darling terkecil 0,280. Nilai rata-rata waktu kerusakan komponen sistim keselamatan JKT03 diperoleh 540 hari. Interval perawatan untuk JKT03 dilakukan 6 bulan atau 180 hari. Terjadinya kerusakan yaitu 540 hari lebih lama dibandingkan interval perawatan 180 hari yang telah ditetapkan. Berarti perawatan komponen JKT03 dalam masih andal atau efisien.

Uji kesesuaian terbaik (goodness of fit) komponen sistim keselamatan JKT04 terhadap sebaran normal, eksponensial, weibull dan lognormal dinyatakan dengan Probability Plot pada Gambar 7.

Gambar 7. Probability Plot JKT04

Uji kecocokan terbaik JKT04 diperoleh mengikuti sebaran eksponesial dengan nilai p-value tertinggi 0,968 yang lebih besar dari level of significant α = 0,05 dan nilai Anderson Darling terkecil 0,171. Nilai rata-rata waktu kerusakan komponen JKT04 diperoleh 422 hari. Interval perawatan untuk JKT04 dilakukan 6 bulan atau 180 hari. Terjadinya rata-rata kerusakan 422 hari lebih lama dibandingkan interval perawatan yang dilakukan yaitu 180 hari. Berarti perawatan komponen JKT04 masih andal atau efisien.

Komponen KBE01 yang mempunyai frekuensi lebih dari 3 kali kerusakan dalam kurun waktu Tahun 2005-2015, agar dapat dianalisis adalah AP01, AA068, CR001 dan AA013. Waktu kerusakan komponen AP001 dengan nilai selisih waktu kerusakan TTF dinyatakan dalam Tabel 10.

Tabel 10. Waktu Kerusakan KBE01 AP001 Teras 55-88 Teras Nomer Waktu Kerusakan TTF (hari)

52 12/02/2004 0 59 23/01/2007 1076 65 6/07/2008 530 71 01/04/2010 634 80 21/09/2012 904 85 16/01/2014 482 85 06/02/2014 21 85 25/04/2014 78 86 21/07/2014 87 87 03/02/2015 197

Demikian pula untuk komponen KBE01 yang mempunyai frekuensi lebih dari 3 kali kerusakan dalam kurun waktu Tahun 2005-2015, agar dapat dianalisis adalah komponen AA068 dengan nilai TTF dinyatakan dalam Tabel 11.

Page 55: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

45

ISSN: 2355-7524

Tabel 11. Waktu kerusakan KBE01 AA068 Teras 55-88 Teras Nomer Waktu Kerusakan TTF (hari)

54 18/08/2005 0 66 11/02/2009 1273 71 08/06/2010 482 74 28/01/2011 234 85 24/02/2014 1123 85 01/04/2014 36

Berikutnya adalah KBE01 CR001 dengan nilai TTF dinyatakan dalam Tabel 12.

Tabel 12. Waktu Kerusakan KBE01 CR001 Teras 55-88 Komponen sistim keselamatan KBE01 AA013, nilai TTF dinyatakan dalam Tabel 13.

Tabel 13. Waktu Kerusakan KBE01 AA013 Teras 55-88.

Uji kesesuaian terbaik komponen sistim keselamatan KBE01 AP001 terhadap sebaran normal, eksponensial, weibull dan lognormal dinyatakan dengan Probability Plot pada Gambar 8.

Gambar 8. Probability Plot KBE01 AP001

Uji kesesuaian terbaik KBE01 AP001 diperoleh mengikuti sebaran eksponesial dengan nilai p-value tertinggi 0,743 yang lebih besar dari level of significant α = 0,05 dan nilai Anderson Darling 0,326. Nilai rata-rata waktu kerusakan KBE01 AP001 diperoleh 445 hari. Interval perawatan untuk KBE01 AP001 dilakukan 1 bulan, 6 bulan dan per shift. Terjadinya waktu

Teras Nomer Waktu Kerusakan TTF (hari)

67 20/05/2009 0 85 29/04/2014 1805 85 21/05/2014 22 86 14/07/2014 54

Teras Nomer Waktu Kerusakan TTF (hari)

56 20/03/2006 0 58 09/08/2006 142 59 16/12/2006 129

60 16/02/2007 62

Page 56: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

46

ISSN: 2355-7524

kerusakan rata-rata 445 hari lebih lama dari interval perawatan maksimum yang ditetapkan yaitu 180 hari. Berarti perawatan komponen KBE01 AP001 masih andal.

Pengujian kesesuaian sebaran terbaik untuk AA068 dinyatakan pada Gambar 9.

Gambar 9. Probability Plot KBE01 AA068

Uji kesesuaian terbaik KBE01 AA068 diperoleh mengikuti sebaran eksponesial dengan nilai p-value tertinggi 0,800 lebih besar dari α = 0,05 dan nilai Anderson Darling 0,282. Nilai rata-rata kerusakan komponen sistim keselamatan KBE01 AA068 diperoleh 629 hari. Interval perawatan untuk KBE01 AA068 dilakukan 1 bulan. Terjadinya waktu rata-rata kerusakan yaitu 629 hari lebih lama dibandingkan interval perawatan yang ditetapkan yaitu 1 bulan atau 30 hari. Berarti perawatan komponen KBE01 AA068 masih andal.

Demikian pula pengujian sebaran terbaik untuk KBE01 CR001 dinyatakan pada Gambar 10.

Gambar 10. Probability Plot KBE01 CR001

Uji kesesuaian sebaran terbaik KBE01 CR001 diperoleh mengikuti sebaran lognormal dengan nilai p-value tertinggi 0,255 dan nilai Anderson Darling terkecil 0,309. Nilai rata-rata kerusakan komponen sistim keselamatan KBE01 CR001 diperoleh 627 hari. Interval perawatan untuk KBE01 CR001 dilakukan per minggu, 6 bulan dan 1 tahun. Terjadinya waktu kerusakan 627 hari lebih lama dibandingkan interval perawatan maksimal yang ditetapkan yaitu 1 tahun atau 360 hari. Berarti perawatan komponen KBE01 CR001 masih andal.

Page 57: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

47

ISSN: 2355-7524

Pengujian kesesuaian sebaran terbaik untuk AA013 dinyatakan pada Gambar 11.

Gambar 11. Probability Plot KBE01 AA013

Uji kesesuaian terbaik untuk KBE01 AA013 diperoleh mengikuti sebaran lognormal dengan nilai p-value tertinggi 0,195 dan nilai Anderson Darling terkecil 0,342. Nilai rata-rata kerusakan AA013 diperoleh 111 hari. Interval perawatan AA013 dilakukan 1 bulan atau 30 hari. Terjadinya waktu kerusakan adalah 111 hari lebih lama dibandingkan interval perawatan 30 hari yang ditetapkan. Berarti perawatan komponen KBE01 AA013 masih andal. KESIMPULAN

Analisis keandalan telah dilakukan untuk komponen sistim keselamatan RSG-GAS. Diperoleh sebaran frekuensi komponen sistim keselamatan yang mengalami perawatan dan kerusakan dalam tahun 2005-2015. Diperoleh sebaran data komponen sistim keselamatan yang mengalami kerusakan yaitu komponen BRV10, BRV20 dan BRV30 serta SMJ10 dengan masing masing nilai rata-rata lebih lama dari interval perawatan yang ditetapkan. Demikian pula untuk komponen JKT03, JKT04 serta AP001, AA068 CR001 dan AA013 dengan nilai rata-rata kerusakan lebih lama dari interval perawatan yang telah ditetapkan. Berarti perawatan komponen BRV10, BRV20, BRV30, SMJ10, JKT03, JKT04, AP001, AA068, CR001 dan AA013 masih dalam keadaan andal atau efisien. Terkecuali untuk komponen JKT02, waktu kerusakan sedikit lebih singkat dari interval perawatan sehingga komponen dalam keadaan sedikit kurang andal atau kurang efisien UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih atas dukungan anggaran DIPA tahun 2019 di PTKRN sehingga terlaksananya kegiatan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA 1. MIKE S., AEP S, DESWANDRI, “Database System Development for Component

Reliability of RSG-GAS based on WEB”, SENTEN (2016) 2. MIKE SUSMIKANTI, AEP SAEPUDIN, ADRIAN SOULISA, MUHAMAD SUBEKTI, GENI

RINA, “Database System Development for operational parameter of RSG-GAS based on WEB, SENTEN” (2017)

3. MIKE SUSMIKANTI, ENTIN HARTINI, AEP SAEPUDIN, JOS BUDI SULISTYO, “Component analysis of purification system of RSG-GAS”, Jurnal Pengembangan Energi Nuklir 2018)

4. Klasifikasi Peralatan/Komponen RSG-GAS Revisi 2, Unit Jaminan Mutu, Pusat Reaktor Serba Guna, BATAN (1997)

5. Laporan Operasi Reaktor RSG-GAS, Teras 55-88, Unit Jaminan Mutu, Pusat Reaktor Serba Guna, BATAN (2005-2015)

6. ROBERT KRIVANEK, Long term operation of nuclear power plants – IAEA SALTO peer review service and its results, Nuclear Engineering and Design 280, 99–104 (2014)

Page 58: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

48

ISSN: 2355-7524

7. TAE-RYONG KIM, Safety Classification of Systems, Structures and Components for Pool-Type Research Reactors Nuclear Engineering and Technlogy Volume 48, Issue 4, 1015–1021 (2016),

8. H. ZHANG, Y. YU dan Z. LIU, “Study on the Maximum Entropy Principle applied to the annual wind speed probability distribution : A case study for observations of intertidal zone anemometer towers of Rudong in East China Sea” Appl. Energy, vol. 114, pp. 931–938 (2014)

9. J. WANG, S. QIN, S. JIN dan J. WU, “Estimation methods review and analysis of offshore extreme wind speeds and wind energy resources” Renew. Sustain. Energy Rev., vol. 42, pp. 26–42 (2015)

10. I. POBOČÍKOVÁ dan M. MICHALKOVÁ “Application of four probability distributions for wind speed modeling” vol. 192, pp. 713–718 (2017)

11. F. FARIDAFSHIN, B. GRECHUK dan A. NAESS “Calculating exceedance probabilities using a distributionally robust method” Structural Safety vol. 67, pp. 132–141 (2017)

12. Y. MEKONNEN, H. ABURBU dan A. SARWAT “Life cycle prediction of Sealed Lead Acid batteries based on a Weibull model” Journal of Energy Storage 18 467–475 (2018)

13. K. CORINNA DATSIOU, M. OVEREND, “Weibull parameter estimation and goodness-of-fit for glass strength data” Structural Safety 73, 29-41 (2018)

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Made, PTKRN - BATAN)

• Apakah sudah mempertimbangkan error dari pengambilan data logbook kerusakan alat dan logbook perawatan

JAWABAN: (: Mike S.,PTKRN - BATAN)

• Sebaran data kerusakan komponen selain diperoleh nilai rata rata waktu kerusakan juga diperoleh simpangan baku, waktu kerusakan dimana interval waktu kerusakan masih lebih lama dan waktu perawatan.

Page 59: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 17-18 September 2019

49

ISSN: 2355-7524

EVALUASI PENGAMBILAN PANAS PADA TERAS RSG-GAS UNTUK MENUNJANG OPERASI 30 MW

Muh. Darwis Isnaini, M. Subekti

PTKRN-BATAN, Kawasan Puspiptek Gd. 80 Setu Tangerang Selatan

email: [email protected]

ABSTRAK EVALUASI PENGAMBILAN PANAS PADA TERAS RSG-GAS UNTUK MENUNJANG OPERASI 30 MW. Analisis untuk mengevaluasi kinerja operasi RSG-GAS pada daya tinggi kondisi tunak dengan pendinginan konveksi perlu dilakukan. Evaluasi dilakukan pada sub kanal rerata dan sub kanal panas, berdasarkan data operasi. Tujuan penelitian untuk memperoleh tingkat keselamatan operasi RSG-GAS setelah 30 tahun beroperasi ke data evaluasi pengambilan panas. Analisis dilakukan dengan berdasarkan pada data pengukuran laju alir dan temperatur pendingin masukan dan keluaran reaktor masing-masing pada saat operasi daya 30 MW. Perhitungan laju alir dilakukan dengan kode CAUDVAP, sedangkan perhitungan termohidrolika dilakukan dengan kode COOLOD-N2/RR dan PARET/ANL. Hasil evaluasi menujukkan bahwa hasil pengukuran dan perhitungan laju alir menunjukkan laju alir di elemen RSG-GAS lebih besar dari laju alir minimum 45,36 m

3/jam. Hasil perhitungan

untuk sub kanal panas menunjukkan bahwa temperatur maksimum tengah meat bahan bakar dan permukaan pelat masing-masing 23,31°C dan 23,01°C lebih rendah dibanding temperatur maksimum tengah meat bahan bakar dan permukaan pelat desain pada awal siklus. Adapun marjin keselamatan terhadap ketidakstabilan aliran sebesar 5,40 dan DNBR minimum sebesar 2,58. Masing-masing nilai tersebut lebih besar dibanding marjin keselamatan minimum dan DNBR minimum yang dipersyaratkan untuk daya nominal 30 MW. Berdasarkan hasil evaluasi operasi tersebut dapat disimpulkan bahwa masih terdapat rentang marjin yang besar pada temperatur dan marjin keselamatan untuk RSG-GAS dapat beroperasi pada daya nominal dengan selamat. Kata kunci: Evaluasi operasi, RSG-GAS, CAUDVAP, COOLOD-N2/RR, PARET/ANL.

ABSTRACT THE EVALUATION OF HEAT REMOVAL ON RSG-GAS CORE TO SUPPORT OPERATION OF 30 MW. An analysis to evaluate the operating performance of RSG-GAS at steady state and high power condition with forced convection cooling has been carried out. Evaluation was carried out for average sub-channels and heat sub-channels, based on operating data. The purpose of this study was that by the heat removal evaluation, it could be seen that RSG-GAS could be operated safely, after 30 years of operation. The analysis was carried out based on the flow rate and the inlet and outlet coolant temperature of measurement data at 30 MW reactor power operation. Calculation of flow rate distribution was done by using CAUDVAP code, while thermal-hydraulics calculations were carried out by using COOLOD-N2/RR and PARET/ANL codes. The evaluation results show that the flow rate measurement and calculation results show that the flow rate in the RSG-GAS fuel element is greater than the minimum flow rate of 45.36 m

3/h. The calculation results for the

hot sub channel show that the maximum temperature of center meat and plate surface were 23.31°C and 23.01°C, respectively, lower than the ones of design at the beginning of cycle. Whereas, the safety margin against excursive flow instability was 5.40 and the MDNBR was 2.58. The each value of safety margin against excursive flow instability and MDNBR were greater than the ones for design at nominal power of 30 MW. Based on the evaluation results, it could be concluded that there was enough margins on temperature and safety margin for RSG-GAS to be operated safely at nominal power. Keyword: Operation evaluation, RSG-GAS, CAUDVAP, COOLOD-N2/RR, PARET/ANL. PENDAHULUAN

Pengurusan ijin perpanjangan operasi Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy (RSG-GAS) dari BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir) setelah lebih dari 30 tahun beroperasi memerlukan kajian dan evaluasi terhadap seluruh sistem yang menunjang operasi reaktor RSG-GAS pada daya nominal 30 MW, meliputi sistem instrumentasi, sistem

Page 60: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Evaluasi pengambilan panas pada teras RSG-GAS ... Muh. Darwis Isnaini, dkk.

50

ISSN: 2355-7524

pendingin primer, sistem pendingin sekunder dan sistem bantu. Untuk keperluan tersebut, dilakukan uji coba operasi 30 MW ini, untuk membuktikan bahwa parameter keselamatan RSG-GAS tetap memenuhi batasan nilai seperti yang termuat dalam Laporan Analisis Keselamatan (LAK) [1].

Pada saat ini RSG-GAS beroperasi dengan bahan bakar uranium silisida kerapatan 2,96 g/cc, di mana sebelumnya dilakukan konversi dari bahan bakar oksida dengan kerapatan yang sama. Untuk menunjang keselamatan selama operasi RSG-GAS, telah dilakukan penelitian baik dari segi neutronik maupun termohidrolika. Beberapa penelitian dari segi neutronik antara lain analisis pengaruh densitas bahan bakar silisida yang membandingkan pengaruh kerapatan dari 2,96 , 3,55 dan 4,8 gU/cc terhadap parameter kinetik RSG-GAS[2], analisis faktor puncak daya teras RSG-GAS yang menyatakan bahwa faktor puncak daya bahan bakar silisida dengan kerapatan 4,8 gU/cc sedikit lebih tinggi dibanding bahan bakar silisida dengan kerapatan 2,96 gU/cc [3], pengukuran fraksi bakar untuk strategi baru manajemen teras silisida RSG [4], karakteristik reaktivitas RSG selama 30 tahun beroperasi [5] dan perhitungan fraksi bakar untuk teras kerja RSG-GAS [6].

Adapun penelitian yang berkaitan tentang termohidrolika teras silisida untuk keselamatan dan pemanfaatan reaktor RSG-GAS antara lain analisis distribusi kecepatan pendingin di elemen bakar [7], benchmarking data termohidrolika RSG-GAS [8], evaluasi perilaku operasi sistem pendingin reaktor RSG-GAS [9], karakterisasi temperatur elemen bakar oksida RSG-GAS [10], dan analisis keselamatan neutronik dan termohidrolika untuk optimasi target foil [11].

Dalam makalah ini dibahas karakteristik pengambilan panas dari elemen bakar oleh pendingin reaktor RSG-GAS selama reaktor beroperasi 30 tahun. Penelitian ini bertujuan bahwa melalui evaluasi pengambilan panas ini dapat diketahui tingkat keselamatan operasi RSG-GAS. Penelitian ini ditekankan pada terpenuhinya laju alir per elemen bakar atau kecepatan pendingin di dalam celah bahan bakar untuk mengambil panas yang dibangkitkan dalam pelat bahan bakar, dan memperhatikan distribusi tempeartur pendingin, permukaan pelat dan tengah meat bahan bakar RSG-GAS, serta marjin keselamatan. Untuk menunjang proses analisis, dilakukan pengukuran laju alir pendingin primer, temperatur pendingin primer masukan dan keluaran reaktor pada saat operasi 30 MW, dan membandingkan dengan hasil perhitungan laju alir dengan kode CAUDVAP dan hasil perhitungan termohidrolika teras dengan kode COOLOD-N2/RR dan PARET/ANL. TEORI Deskripsi RSG-GAS

RSG-GAS adalah sebuah reaktor dengan bentuk kolam terbuka, dengan elemen bakar tipe pelat, mempunyai daya nominal 30 MW, berpendingin air ringan yang disirkulasikan dengan 2 pompa pendingin primer. Teras dengan kisi 10×10 seperti ditunjukkan pada Gambar 1, tersusun atas 40 elemen bakar (masing-masing 21 pelat bahan bakar) dan 8 elemen kendali (masing-masing 15 pelat bahan bakar). Adapun sebagian data spesifikasi teknis dari RSG-GAS ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Data spesifikasi teknis dari RSG-GAS [1]

Umum Tipe reaktor Tipe bahan bakar Moderator/Pendingin Jumlah elemen bakar (EB) dan elemen kendali (EK) Dimensi elemen bakar standar/ kendali, mm x mm x mm Tebal pelat bahan bakar , mm Lebar kanal pendingin, mm Jumlah pelat bahan bakar di dalam EB dan di dalam EK Bahan kelongsong pelat bahan bakar Tebal kelongsong, mm Dimensi daging (meat) bahan bakar, mm x mm x mm Material bahan bakar Pengkayaan nominal

235U , %

Kerapatan bahan bakar Uranium, g/cc

Kolam MTR (pelat) H2O 40 dan 8 77,1 x 81 x 600 1,3 2,55 21 dan 15 AlMg2

0,38 0,54 x 62,75 x 600 U3Si2-Al 19,75 2,96

Page 61: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 17-18 September 2019

51

ISSN: 2355-7524

Parameter Termohidrolik Daya reaktor, MW Panas yang dibangkitkan bahan bakar , % Tekanan masuk teras, bar Aliran Pendingin (Konveksi Paksa, arah dari atas ke bawah) Laju alir total sistem pendingin primer, kg/det Laju alir minimum sistem primer, kg/det Laju alir efektif teras aktif, kg/det Luas aliran ffektif untuk perpindahan panas, m

2

Kecepatan rerata pendingin sepanjang pelat bakar, m/det Penurunan tekanan di teras, bar

30 100 1,997 860 800 618 0,1643 3,7 0,5

Gambar 1. Distribusi faktor radial teras kerja silisida RSG-GAS.

Adapun data kanal panas untuk elemen bakar silisida yang digunakan untuk melakukan evaluasi tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Faktor kanal panas untuk bahan bakar jenis oksida dan silisida.

Jenis Faktor Bahan bakar Silisida (U3Si2-Al)

Faktor Radial total untuk elemen bakar terpanas, FR 2,391 Faktor Puncak Daya Aksial, FA 1,74

Dalam melakukan perhitungan termohidrolika sub kanal dari RSG-GAS, digunakan batasan keselamatan antara lain :

• Batasan temperatur maksimum dari permukaan pelat dan tengah meat bahan bakar masing-masing 150 dan 157

oC [1],

• Batas minimum terhadap ketidakstabilan aliran (S) sebesar 2,94 [1]. Perhitungan distribusi laju alir

Perhitungan distribusi laju alir dan penurunan tekanan di dalam teras reaktor riset tipe pelat dapat dilakukan dengan menggunakan kode (code) CAUDVAP [9,12,13]. Kode ini dikompilasi jadi satu dengan kode untuk perhitungan neutronik, termohidrolika seperti PARET/ANL [13] dan perisai radiasi dalam satu program perhitungan MTR_PC30 dan dijalankan dengan komputer PC. Kode CAUDVAP digunakan untuk menghitung distribusi kecepatan pendingin pada rejim tunak yang melalui kanal-kanal yang berbeda yang

Page 62: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Evaluasi pengambilan panas pada teras RSG-GAS ... Muh. Darwis Isnaini, dkk.

52

ISSN: 2355-7524

dihubungkan secara paralel antara plenum masukan dan keluaran yang sama, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Metode perhitungannya adalah, pada langkah pertama, program akan membagi laju alir total ke dalam persen yang sama untuk masing-masing kanal. Besarnya laju alir total sama dengan besarnya laju alir masing-masing elemen teras dikalikan jumlah dari masing-masing elemen teras itu sendiri.

∑=

=N

i

iitotal )Qx(NQ1

(1)

Di mana dalam penyelesain persamaan (1), harus diperhitungkan bahwa penurunan tekanan di masing-masing kanal besarnya sama.

PPPPP i ∆=∆==∆=∆=∆ .....321 (2)

Gambar 2.

Pemodelan jenis kanal dengan code CAUDVAP

Perhitungan distribusi temperatur pelat bahan bakar.

Perhitungan distribusi temperatur pendingin dan pelat bahan bakar RSG-GAS dengan pendinginan sirkulasi paksa dan sirkulasi alam dapat dilakukan dengan menggunakan kode COOLOD-N2 [12,14,15] dan PARET/ANL [13], dengan perhitungan distribusi temperatur dua dimensi, yaitu arah radial (arah tebal pelat) dan arah aksial (tinggi pelat).

Beberapa persamaan yang digunakan untuk perhitungan distribusi Temperatur pendingin, pelat dan meat bahan bakar adalah :

• Temperatur bulk pendingin : Tb

∫+=L

binb dZZQCpAG

FTT0

)(3600*

1

(3)

• Temperatur permukaan luar pelat (kelongsong, wall) : TW

hqFTT fbW /"+= (4)

• Temperatur permukaan dalam pelat : TWB

WWWWWB kyqFTT /"+= (5)

• Temperatur permukaan meat bahan bakar : TBU

BBBWBBU kyqFTT /"+=

(6)

• Temperatur maksimum meat bahan bakar : TUo

2

2

)/"(U

U

U

UBUUo yk

yqFTT

+= (7)

Page 63: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 17-18 September 2019

53

ISSN: 2355-7524

di mana : Tb : Temperatur bulk pendingin,

oC

Tin : Temperatur masukan (inlet) pendingin, oC

TW : Temperatur permukaan luar pelat (wall), oC

TWB : Temperatur permukaan dalam pelat, oC

TBU : Temperatur permukaan luar meat bahan bakar, oC

TUO : Temperatur maksimum meat bahan bakar, oC

Marjin keselamatan untuk RSG-GAS ditentukan dari persamaan parameter pelepasan gelembung η yang dirumuskan dengan :

)("

)()]()([)(

zq

zvzTzTz bs ⋅−=η (8)

di mana : Ts : Temperatur saturasi pendingin,

oC

v : kecepatan pendingin, cm/s z : jarak dari kanal pendingin masukan, cm.

Sedangkan angka keselamatan terhadap ketidakstabilan aliran (the safety margin against the onset of flow instability ratio) S dirumuskan dengan :

c

zS

ηη )(

=

(9)

di mana ηc : parameter pelepasan gelembung kritis, secara eksperimen ditentukan sebesar 22,1 cm

3 oK/J.

METODOLOGI

Di dalam melakukan evaluasi terhadap parameter operasi RSG-GAS, dilakukan tata kerja sebagai berikut: Pengukuran, meliputi pengukuran laju alir sistem primer melalui panel kontrol JE01

CF811 dan laju alir di elemen bakar RSG-GAS (Gambar 3) dengan menggunakan dumy elemen bakar yang dipasangi alat pengukur aliran (turbine flow meter – TFM). Termasuk di dalam pengujian adalah pengukuran temperatur pendingin masukan dan keluaran reaktor RSG-GAS melalui panel kontrol JE01 CT006 dan JE01 CT001 pada saat reaktor dioperasikan pada daya 15 dan 30 MW.

Gambar 3. Elemen bakar RSG-GAS (Pandangan samping dan bawah)

Perhitungan, meliputi perhitungan distribusi laju alir yang melalui elemen bakar berdasarkan hasil pengukuran laju alir total distem pendingin primer di JE01 CF811. Perhitungan termohidrolika teras RSG-GAS pada kondisi tunak (steady state) pada daya 15 dan 30 MW dengan menggunakan data distribusi faktor radial seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

Analisis, yakni membandingkan hasil pengukuran dan hasil perhitungan laju alir elemen bakar RSG-GAS, distribusi temperatur pendingin primer dan pelat bahan bakar. Perhitungan termohidrolika teras juga dilakukan untuk kondisi sirkulasi alam, yaitu untuk

panas yang diakibatkan oleh panas peluruhan setelah reaktor dioperasikan pada daya 30 MW dengan waktu operasi 25 hari.

Page 64: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Evaluasi pengambilan panas pada teras RSG-GAS ... Muh. Darwis Isnaini, dkk.

54

ISSN: 2355-7524

HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi laju alir elemen bakar

Hasil pengukuran laju alir di elemen bakar yang dipasangi TFM dan perhitungan distribusi laju alir dengan menggunakan kode CAUDVAP dirangkum pada Tabel 3 sampai 5.

Tabel 3. Garis besar pembagian laju alir di teras RSG-GAS pada kondisi laju alir minimum

800 kg/det atau 2903 m3/jam.

No. Jenis laju alir

Disain SAR Perhitungan Caudvap Deviasi

(%) Laju alir

(kg/s) Fraksi laju

alir (%) Laju alir

(kg/s) Fraksi laju

alir (%)

1. Teras aktif 618 77,25 617,33 77,16 -0,11 2. Bypass 97 12,125 97,11 12,14 0,11 3. Blok reflektor 85 10,625 85,62 10,70 0,73 Penurunan

tekanan teras, ∆P

0,5 bar 0,5268 bar 5,36

Dari Tabel 3 terlihat bahwa verifikasi laju alir desain RSG-GAS dengan menggunakan kode CAUDVAP diperoleh hasil yang akurat. Dari verifikasi ini diperoleh perbedaan hasil desain dengan perhitungan menggunakan kode CAUDVAP untuk penurunan tekanan sebesar 5,36%, untuk laju teras aktif, bypass dan blok reflektor masing-masing -0,11%, 0,11% dan 0,73%. Perbedaan ini disebabkan oleh model perhitungan yang dipergunakan, pada perhitungan disain dimodelkan ada 17 jenis kanal, sedangkan pada perhitungan dengan kode CAUDVAP hanya mampu untuk memodelkan 10 jenis kanal, sehingga kanal yang hampir sama dijadikan 1 model. Dari hasil yang diperoleh pada Tabel 3 tersebut, perhitungan untuk laju alir minimum teras RSG-GAS 800 kg/s atau 2903 m

3/j

diperoleh fraksi laju alir teras aktif sebesar 77% dan laju alir rerata tiap elemen bakar sebesar 45,36 m

3/j (ditunjukkan pada Tabel 5) merupakan laju alir minimum disain yang

mampu untuk memindahkan kalor yang dibangkitkan di bahan bakar [1]. Adapun rincian kecepatan pendingin pada masing-masing jenis kanal dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan kecepatan pendingin hasil perhitungan CAUDVAP dengan data disain untuk laju alir min 800 kg/det.

No.

Jenis kanal Lebar celah

nominal (mm)

Kecep. pendingin (m/s) Deviasi (%) Caudvap LAK

1 Antar pelat di dalam elemen bakar (EB)

2,55 3,686 3,69 -0,11

2 Antar pelat di dalam elemen kendali (EK)

2,55 3,660 3,69 -0,81

3 Antara 2 elemen bakar 2,70 4,070 3,96 2,78 4 Antara elemen bakar dan

selubung teras 2,85 3,974 4,05 -1,88

5 Antara EB dengan elemen reflektor

2,35 3,661 3,71 -1,32

Dari Tabel 4 terlihat bahwa verifikasi kecepatan pendingin pada beberapa jenis kanal di teras RSG-GAS dengan menggunakan kode CAUDVAP diperoleh perbedaan antara desain dengan hasil verifikasi antara -1,88% sampai 2,78%. Hal ini menunjukkan bahwa verifikasi kecepatan pada berbagai kanal laju alir menunjukkan hasil yang akurat. Adapun verifikasi laju alir hasil pengukuran dan perhitungan laju alir pada elemen bakar pada beberapa model teras RSG-GAS ditunjukkan pada Tabel 5.

Dari Tabel 5 terlihat bahwa, baik dari hasil pengukuran maupun perhitungan dengan kode CAUDVAP menunjukkan laju alir di elemen bakar selalu lebih besar dibanding laju alir minimum 45,36 m

3/j. Perbedaan antara hasil pengukuran dan hasil perhitungan berkisar

antara -6,71% sampai 1,27%, menunjukkan hasil pemodelan cukup akurat. Dari hasil pengukuran terakhir pada teras ke-63 diperoleh hasil pengukuran sebesar 46,31 m

3/j pada

posisi D-8 dan 46,57 m3/j pada posisi E-5 (rata-rata kedua pengukuran 46,44 m

3/j),

Page 65: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 17-18 September 2019

55

ISSN: 2355-7524

sedangkan hasil perhitungan diperoleh laju alir rerata elemen bakar sebesar 46,96 m3/j atau

perbedaan masing-masing 1,40% dan 0,80%. Dari bentuk elemen bakar RSG-GAS seperti tertera pada Gambar 3, laju alir elemen bakar hasil pengukuran dan hasil perhitungan adalah laju alir yang melalui 20 kanal dalam bahan bakar, sedangkan 2 x ½ lebar kanal yang berada di sebelah luar elemen bakar tidak terukur. Secara analitik dapat dihitung jumlah laju alir yang melalui seluruh elemen bakar RSG-GAS yakni sebesar 45,714 x (21/20) × 46,44 m

3/jam = 2229,1 m

3/jam atau diperoleh fraksi laju alir sebesar 72% dari laju alir total.

Sedangkan dari perhitungan laju alir dengan kode CAUDVAP diperoleh bahwa fraksi laju alir teras aktif sebesar 77% dari laju alir total. Perbedaan antara hitungan analitik dengan kode CAUDVAP antara lain disebabkan, karena dalam perhitungan dengan kode, fraksi laju alir teras aktif masih ditambah dengan laju alir antara elemen bakar dan reflektor berilium dan selubung teras yang tidak dihitung dalam hitung analitik.

Tabel 5. Hasil pengukuran dan perhitungan laju alir di elemen bakar RSG-GAS dengan program CAUDVAP untuk beberapa konfigurasi teras.

Teras ke - Jumlah EB / EK

Laju alir sistem primer (m

3/j)

Laju alir elemen bakar

Pengukuran rerata (m

3/j)

Perhitungan dg Caudvap

(m3/j)

Deviasi (%)

1 12 / 6 2500 50,89 49,28 -3,17 2 16 / 6 2677 51,08 50,02 -2,07 3 22 / 8 2715 49,01 48,99 -0,04 4 28 / 8 2881 50,84 47,43 -6,71 5 33 / 8 3060 49,90 46,96 -5,89 6 40 / 8 3264 47,08 45,44 -3,48

TWC disain 40 / 8 2903 45,36 45,36 0,0 7 40 / 8 3264 50,79 50,97 0,36

11 40 / 8 3085 46,54 47,13 1,27 36 40 / 8 3150 47,36 / D-8

47,49 / E-5 47,45 47,45

0,19 - 0,08

63 40 / 8 3100 46,31 / D-8 46,57 / E-5

46,96 46,96

1,40 0,08

Analisis termohidrolika kondisi steady state.

Hasil pengukuran dan hasil perhitungan termohidrolika kondisi tunak pada daya 30 MW disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil pengukuran dan perhitungan termohidrolika teras RSG-GAS berbahan bakar silisida pada kondisi realtime operasi 30 MW, dengan laju alir 3100 m

3/jam.

Pengu-kuran

Perhitungan dengan

COOLOD-N2/RR PARET/ANL

Daya total reaktor, MWt Temperatur pendingin reaktor,

oC

Masuk reaktor Keluar reaktor Kenaikan Temperatur di reaktor

30

41,77 50,26 8,49

30

41,77 50,17 (dev. -0,18%)

8,40

30

41,77 - -

Jenis kanal - rerata panas rerata panas Temperatur di elemen bakar,

oC

Temperatur maks. tengah meat b.b Temperatur maks. luar meat maks Temperatur maks. pelat Temperatur pend. keluar kanal

- 83,47 82,56 80,57 54,12

133,69 131,52 126,99 72,74

82,22 81,34 79,75 53,90

131,11 128,98 125,19 71,18

Fluks panas rerata, W/cm2

Fluks panas maks, W/cm2

- 43,24 71,98

103,38 172,10

42,07 70,45

100,58 168,44

Kecepatan pendingin, m/s - 3,76 3,60 - - Temperatur saturasi Temperatur ONB ∆TONB minimum = TONB – Tpelat

- 116,22 129,22 49,67

116,73 128,67

3,40

- -

Page 66: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Evaluasi pengambilan panas pada teras RSG-GAS ... Muh. Darwis Isnaini, dkk.

56

ISSN: 2355-7524

Penurunan tekanan, kg/cm2

- 0,56 0,50 - - Marjin keselamatan terhadap ketakstabilan aliran (S minimum) DNBR minimum

- -

16,06 6,63

5,40 2,58

-

7,02

5,83 2,76

Dari Tabel 6 terlihat bahwa hasil pengukuran dan perhitungan dengan kode

COOLOD-N2/RR pada temperatur pendingin keluar reaktor pada daya 30 MW kondisi tunak masing-masing sebesar 50,26°C dan 50,17°C (perbedaan -0,18%). Hal ini menunjukkan data pengukuran yang diinputkan pada perhitungan sudah akurat, dan hasil perhitungan pendingin teras sudah valid. Dari perbedaan yang kecil ini, dipakai sebagai acuan untuk melakukan analisis sub kanal panas dan sub kanal rerata.

Tabel 6 menunjukkan karakteristik termohidrolika teras silisida RSG-GAS hasil perhitungan dengan kode COOLOD-N2/RR dan PARET/ANL untuk kanal rerata dan kanal panas (kondisi maksimum dari operasi reaktor yang realistis). Dari hasil yang perhitungan tersebut diperoleh: Hasil perhitungan pada sub kanal panas untuk kondisi tunak daya 30 MW menunjukkan

temperatur maksimum tengah meat bahan bakar, bagian luar meat, permukaan pelat dan pendingin keluar kanal masing-masing sebesar 133,69°C, 131,52°C, 126,99°C dan 72,74°C dengan COOLOD-N2/RR, sedangkan dengan PARET/ANL diperoleh masing-masing sebesar 131,11°C, 128,98°C, 125,19°C dan 71,18°C. Hal ini menunjukkan bahwa hasil perhitungan COOLOD-N2/RR masing-masing lebih tinggi 1,93%, 1,93%, 1,42% dan 2,14% dibanding dengan PARET/ANL. Perbedaan ini bisa disebabkan model perhitungan dengan COOLOD-N2/RR menggunakan 21 node, sedangkan model dengan PARET/ANL menggunakan 11 node, model plenum masukan dan keluaran antara kedua kode berbeda, dsb.

Temperatur maksimum tengah meat bahan bakar dan permukaan pelat hasil perhitungan untuk daya 30 MW dengan COOLOD-N2/RR masih lebih rendah 23,31°C dan 23,01°C masing-masing dari temperatur maksimum tengah meat bahan bakar dan permukaan pelat pada awal siklus desain masing-masing sebesar 157°C dan 150°C [1].

Temperatur maksimum permukaan pelat hasil perhitungan dengan COOLOD-N2/RR dan PARET/ANL masing-masing sebesar 126,99°C dan 125,19°C. Jika dibandingkan dengan hasil perhitungan untuk bahan bakar oksida RSG-GAS dengan kode HEATHYDE sebesar 127,0°C [10] diperoleh perbedaan 0,008% dan 1,45%. Adapun jika dibandingkan dengan hasil pengukuran sebesar 119,30°C [10] diperoleh perbedaan 6,45% dan 4,87%. Perbedaan perhitungan dan pengukuran antara bahan bakar oksida dan silisida hanya pada material meat bahan bakar saja, tetapi material pelat dan daya reaktornya sama, sehingga besarnya temperatur permukaan pelat keduanya dapat dibandingkan.

Jika dibandingkan dengan batasan temperatur maksimum tengah meat bahan bakar desain pada awal siklus sebesar 157°C [1], maka secara analitik, temperatur maksimum tengah meat pada awal siklus akan tercapai pada (157/133,69) × 100% = 117,44% daya lebih, rentang ini masih lebih tinggi dibanding daya lebih yang diijinkan desain sebesar 114%. Dari kondisi temperatur maksimum operasi ini menunjukkan bahwa reaktor beroperasi dengan marjin temperatur yang cukup.

Dari hasil perhitungan diperoleh marjin keselamatan terhadap ketidakstabilan aliran minimum dengan menggunakan kode COOLOD-N2/RR dan PARET/ANL masing-masing sebesar 5,40 dan 5,83, nilai ini masih lebih besar dibanding marjin keselamatan desain sebesar 2,94 [1]. Hal ini berarti RSG-GAS dapat beroperasi dengan daya 30 MW dengan marjin keselamatan yang cukup.

Dari hasil perhitungan diperoleh rasio untuk terjadi awal pendidihan inti (Departure of Nucleate Boiling Ratio – DNBR) minimum dengan menggunakan kode COOLOD-N2/RR dan PARET/ANL masing-masing sebesar 2,58 dan 2,76, nilai ini masih lebih besar dibanding DNBR minimum sebesar 1,50 [10]. Hal ini berarti RSG-GAS dapat beroperasi dengan daya 30 MW dengan marjin keselamatan yang cukup.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil evaluasi operasi teras silisida RSG-GAS pada kondisi tunak daya tinggi dengan pendinginan sirkulasi paksa menunjukkan bahwa dari hasil pengukuran dan perhitungan laju alir menunjukkan bahwa laju alir di elemen RSG-GAS lebih besar dari laju

Page 67: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 17-18 September 2019

57

ISSN: 2355-7524

alir minimum 45,36 m3/j. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa temperatur maksimum

tengah meat bahan bakar dan permukaan pelat masing-masing 23,31°C dan 23,01°C lebih rendah dibanding temperatur maksimum tengah meat bahan bakar dan permukaan pelat desain pada awal siklus. Adapun marjin keselamatan terhadap ketidakstabilan aliran sebesar 5,40 dan DNBR minimum sebesar 2,58 masing-masing lebih besar dibanding marjin keselamatan minimum dan DNBR minimum yang dipersyaratkan untuk daya nominal 30 MW. Berdasarkan hasil evaluasi operasi tersebut dapat disimpulkan bahwa masih terdapat rentang marjin yang besar pada temperatur dan marjin keselamatan untuk RSG-GAS dapat beroperasi pada daya nominal dengan selamat. UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini dibiayai oleh Pusat Teknologi Keselamatan Reaktor Nuklir dalam dana DIPA BATAN tahun 2018/ Number: SP DIPA 080.01.1.450310/2018.

DAFTAR PUSTAKA 1. BATAN, Laporan Analisis Keselamatan rev 10.1, Batan; 2011. 2. Surbakti T., Pinem S., Sembiring T.M., Analisis pengaruh densitas bahan bakar silisida

terhadap parameter kinetic teras reaktor RSG-GAS, Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya 2013; 3(1): p.61-67.

3. Susilo J., Hastuti E.P., Analisis faktor puncak daya teras RSG-GAS berbahan bakar silisida 4,8 gU/cc dengan kawat cadmium, Tri Dasa Mega 2010; 12(3): 171-181.

4. Pinem S., Liem P.H., Sembiring T.M., Surbakti T., Fuel element burnup measurements for the equilibrium LEU silicide RSG-GAS core under a new fuel management strategy, Annals of Nuclear Energy 2016;98: 211-217.

5. Surbakti T., Purwadi, Karakteristik reaktivitas teras kerja RSG-GAS selama 30 tahun beroperasi, Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya 2017; 7(1): p.13-26.

6. Surbakti T., Imron M., Fuel burn-up calculation for working core of the RSG-GAS research reactor at Batan Serpong, Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya 2017; 7(2): p89-101.

7. Subekti M., Isnaini M.D., Hastuti E.P., Analisis distribusi kecepatan pendingin dalam elemen bakar tipe pelat menggunakan CFD untuk reaktor riset RSG-GAS, Tri Dasa Mega 2013; 15(2): p.67-76.

8. Abdelrazek I.D., Aly M.N., Badawi A.A., Abu Elnour A.G., Benchmarking RSG-GAS reactor thermal-hydraulic data using RELAP5 code, Annals of Nuclear Energy 2014; 70: p36-43.

9. Dibyo S., Irianto I.D., Pujiarta S., Evaluation of operating performance of the reactor coolant system of RSG-GAS using ChemCad6.1.4, Iconets Conference Proceedings 2015; 2016: p1-9.

10. Sudarmono, Hastuti E.P., Characterization of oxide fuel element temperature of RSG-GAS by using forced and natural convection cooling mode, International Journal of Engineering and Science 2018; 7(5); p49-56.

11. Pinem S., Sembiring T.M., Liem P.H., Neutronic and Thermal-Hydraulic Safety Analysis for the Optimization of the Uranium Foil Taget in the RSG-GAS reactor, Atom Indonesia 2016;42(3): 123-128.

12. Isnaini M.D., Hastuti E.P., Subekti M., Analisis distribusi laju alir desain teras reaktor riset berbahan bakar tingkat muat tinggi, Prosiding Seminar Nasional TKPFN ke-18, Bandung, 29 September 2012, p 97-108.

13. Hastuti E.P., Subekti M., Dibyo S., Isnaini M.D., Optimasi desain termohidrolika teras dan sistem pendingin reaktor riset inovatif daya tinggi, Tri Dasa Mega 2015; 17(3): 127-140.

14. Dibyo S., Sudjatmi K.S., Sihana, Irianto I.D., Simulation of modified TRIGA-2000 with plate-type fuel under LOFA using EUREKA2/RR code, Atom Indonesia 2018; 44(1): p 31-36.

15. Isnaini M.D., Verifikasi program COOLOD-N2 versi PC dengan versi AXP, Prosiding Lokakarya Komputasi dalam Sains dan Teknologi Nuklir, PPIN-BATAN, Serpong, 6-7 Agustus 2008, p.317-331.

Page 68: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Evaluasi pengambilan panas pada teras RSG-GAS ... Muh. Darwis Isnaini, dkk.

58

ISSN: 2355-7524

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Renaldy Nazar, PSTNT - BATAN)

• Dari tabel tadi ditampilkan temperatur keluar reaktor menggunakan COOLOD N2 ada datanya, tetapi dari hasil RELAP, kenapa tidak ada data?

JAWABAN: (M Darwis, PTKRN BATAN)

• Perbedaan output dari COOLOD N2 dan RELAP menampilkan hasil perhitungan

teras atau temperatur outlet pendingin teras dan hasil perhitungan kanal panas dan

kanal rerata.

• Sedangkan output PARET hanya menampilkan perhitungan kanal panas dan kanal

rerata tetapi tidak ada hasil perhitungan terasnya.

Page 69: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 ISSN: 2355-7524 Padang, 18 September 2019

59

COMPARISON BETWEEN SIMULATION AND ANALYTICAL METHOD RELIABILITY DATA ANALYSIS : A CASE STUDY ON COMPONENT OF

SSC RSG-GAS

Entin Hartini1)

, Mike Susmikanti1)

, Santosa Pujiarta2)

1)Center for Nuclear Reactor Technology and Safety (PTKRN Batan),

2)Center For Multipurpose Reactor (PRSG Batan) Kawasan Puspiptek,Tangerang Selatan, 15310

Email: [email protected]

ABSTRACT

COMPARISON BETWEEN SIMULATION AND ANALYTICAL METHOD RELIABILITY DATA ANALYSIS : A CASE STUDY ON COMPONENT OF SSC RSG-GAS. Reliability analysis of component/system is an important part of asset management. Prediction of component/system failure values can optimize maintenance costs or minimize failures. With the degradation of components in the SSC, it is necessary to include the uncertainty of input parameters in the reliability analysis. Monte Carlo simulation (MCS) is a simulation method that includes uncertainty in input parameters. The study was conducted on the components of the purification system at level reliability improvement. The purpose of the research is to compare analytical methods and simulations on reliability analysis. Simulation uses the MCS method to determine the opportunities for the functioning of a SSC. MCS uses random numbers during the simulation process. The random number is based on the probability distribution data of time to failure (TTF) with the number of N random sample generation of 20, 100, 500 and 1000. The data used is time data between damage to components of the SSC on RSG-GAS. The results obtained are the reliability values for components based on analytical and simulation methods and the comparison of the two methods. Reliability values at 150 days TTF for components JE01/AP-01-02 using analytical methods are 0.6591 and simulation methods for N = 20, 100, 500, 1000 are 0.5557, 0.6443, 0.6103 and 0.6554 respectively. While the reliability values for components KBE01/AP-01-02 using analytical methods are 0.2516 and the simulation methods are 0.1891, 0.2405, 0.2165 and 0.2493, respectively. This shows that MCS is quite rational used to predict component reliability.

Keywords: simulation, analytics, component reliability, SSC, RSG-GAS

ABSTRAK PERBANDINGAN ANTARA METODE SIMULASI DAN ANALITIK PADA ANALISA DATA KEANDALAN: STUDI KASUS KOMPONEN PADA SSC RSG-GAS. Analisis keandalan komponen/sistem merupakan bagian penting dari manajemen aset. Prediksi nilai kegagalan komponen/sistem dapat mengoptimasi biaya perawatan atau meminimalkan kegagalan. Adanya degradasi komponen pada SSK, maka perlu menyertakan ketidakpastian parameter input pada analisis keandalan. Simulasi Monte Carlo (MCS) merupakan metode simulasi yang menyertakan ketidakpastian parameter input. Penelitian dilakukan pada komponen dari sistem purifikasi pada level reliability improvement. Tujuan dari penelitian melakukan perbandingan metode analitik dan simulasi pada analisis keandalan. Simulasi menggunakan metode MCS untuk menentukan peluang berfungsinya suatu SSK. MCS menggunakan random number selama proses simulasi. Random number dibuat berdasarkan probabilitas distribusi data waktu antar kerusakan (TTF) dengan jumlah N generasi sampel random 20, 100, 500 dan 1000. Data yang digunakan adalah data waktu antar kerusakan pada komponen dari SSK RSG-GAS. Hasil yang diperoleh adalah nilai reliabilitas untuk komponen berdasarkan metode analitik dan simulasi serta perbandingan dari kedua metode tersebut. Nilai keandalan pada TTF 150 hari untuk komponen JE01/AP-01-02 menggunakan metode analitik adalah 0.6591 dan metode simulasi untuk N = 20, 100, 500, 1000 berturut turut adalah 0.5557, 0.6443, 0.6103 dan 0.6554. Sedangkan nilai keandalan untuk komponen KBE01/AP-01-02 menggunakan metode analitik adalah 0.2516 dan metode simulasi berturut turut adalah 0.1891, 0.2405, 0.2165 dan 0.2493. Hal ini menunjukkan bahwa MCS cukup rasional digunakan untuk memprediksi keandalan komponen. Kata kunci: simulasi, analitik, keandalan komponen, SSK, RSG-GAS.

Page 70: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Comparison between Simulation and Analytic Method... enetin Hartini, et al.

60

ISSN: 2355-7524

INTRODUCTION The reduced ability of the SSC to perform its function is an aging process [1-4]. SSC

conditions in performing its functions determine the reactor operation process. Damage to one SSC unit can disrupt reactor operation. Therefore, the operating management system requires good SSC reliability. The reliability analysis of SSC can predict damage to the SSC in planning appropriate care for all SSCs, so that it can support RSG-GAS operation and aging management systems [2,4]. The development of a Computerized Maintenance Management System (CMMS) is needed to store and retrieve maintenance data. CMMS can handle data related to the frequency and duration of damage treatment [5-9].

As time progresses, an optimal analysis of care is needed to control the risk of SSK failure in the operation process. Monte Carlo Simulation (MCS) is a simulation technique that can be used to solve numerical problems related to component/system reliability [10-20].

Reliability management is an important part of asset management [21]. SSK reliability uses analytical methods with real data and Monte Carlo Simulation (MCS) by including parameter uncertainty due to component degradation [4, 22-24]. The basic principle of MCS is the use of a random number that will be raised during the simulation process. Random numbers are made based on the probability of distribution of processed data [25-33].

The purpose of this study is a comparison of analytical methods and simulations using Monte Carlo-based simulations with various numbers of samples in predicting the reliability of components to determine the probability of the functioning of a component with a component case study on SSC RSG-GAS.

The method used is an analytical method using real data and Monte Carlo Simulation (MCS) to calculate the reliability value of data on damage to primary purification pump components (KBE 01/AP 01-02) in primary purification systems and primary pump components (PA01/AP01- 02) on the RSG-GAS primary cooling system. MCS uses random numbers during the simulation process. The random number is based on the probability of data time to failure distribution with the number of N random sample generation of 20, 100, 500 and 1000. The sample generation uses Minitab software. Distribution type test uses test (r) and data distribution suitability test using Kolmogorov-Smirnov (KS) test. The reliability calculation process uses Matlab software. This research can be used to predict the value of component reliability in analytical and simulation, so that the optimal maintenance strategy for components in the RSG-GAS safety system is obtained. The results of this analysis can be used to support aging management and safety analysis of RSG-GAS.

THEORY

Maintenance and Reliability Improvement The main problem most felt in the management of SSC reliability is the aging of SSC.

Therefore care management is needed especially in surgical and maintenance procedures. Maintenance is an important part of asset management. Optimal maintenance analysis is needed to control the risk of SSC failure in the operation process [3-11].

Determination of criticality and priority components is needed, thereby reducing disruption when SSC operates. Treatment is a concept of all activities needed to maintain the quality of the SSC in order to function properly as before [12-15]. The goal of treatment is to extend the age of the SSC, ensuring the optimum availability of SSc, ensuring operational readiness of all SSCs needed in an emergency at all times and knowing the damage as early as possible so that fatal damage can be avoided [16-18]. Determination of SSC that will be evaluated for reliability [19-22].

Asset Management

Asset management is a systematic decision-making process that aims to maintain, uphold, and operate assets economically through operations, maintenance, repairs, modifications and elimination of assets so that the objectives can be achieved effectively and efficiently. Asset management is needed to decide what is needed to optimize and to obtain and retain assets during the life of the asset to disposal. Asset risk analysis and optimization solutions are used to evaluate risk, increase profitability by assessing macroeconomics and reliability factors. Optimization of asset performance can be done by utilizing operational and analytical data to manage the total life cycle, from components and allow performance improvements from existing assets through process improvement and reengineering [21].

Page 71: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 ISSN: 2355-7524 Padang, 18 September 2019

61

Reliability improvement is part of an asset optimization program that is indispensable for asset management.

Component/System Reliability

Reliability states the opportunity that a component / system is declared successful until time t, meaning failure occurs after t time 0),()( ≤<= ttTPtF . he reliability function is

expressed as )(1)( tFtR −= and )(/)(/)( tfdttdFdttdR −=−= , where f(t) is a density

function. The function of reliability of data with Normal distribution is [28-30].

−Φ−=

σµt

tR 1)( (1)

And the function of data reliability with exponential distribution is

( )[ ]ttR λ−= exp)( (2)

Determine Data Distribution

Determining the appropriate data distribution from the component failure time (TTF) data uses the index of fit (r) and the Kolmogorov-Smirnov (KS) test. To determine the type of distribution at the highest value (r). If after the KS test is carried out and it is not appropriate then the second (r) value is taken and so on. Stages of the KS test: determine the hypothesis, the significance level using a confidence interval (1- α) 100% with a significance

level of α = 5%, test statistics ),( 21 FFSupD = . The test criteria reject the hypothesis at the

significance level α if the value D> value D * (D * value is the critical value obtained from the table Kolmogorov-Smirnov [34].

Monte Carlo Simulation (MCS)

Monte Carlo simulation technique is a technique where we can generate several numerical results without actually doing an experimental test. The results of previous tests that have been done can be used to determine the probability distribution of the parameters reviewed. Then use this information to generate numerical data parameters. The basis of the Monte Carlo simulation technique is to generate random numbers that are distributed according to probability density function (pdf) from component damage data.

Monte Carlo simulations come from sampling statistics. MCS uses random numbers as inputs and probabilities to solve real problems with simulations. MCS simulates the actual function of the system by applying a random number generation process. MCS has a simple program structure and flexible simulation process. The basic principle of MCS is

),...,,( 21 nxxxfY = (3)

Where X1, X2, ··· Xn are random variables, Y is the dependent variable, f (X1, X2, ··· Xn). MCS can take sample values from each set variable (X1i, X2i, ··· Xni) with a random number generator, then calculate Yi value.

The sampling data set is obtained by repeating the sampling process. Estimated probability distribution function (pdf) and its mathematical characteristics will approach the actual situation with an increase in simulation time. Accuracy can be presented with standard deviations from estimated values [28-32].

The Basic Principle of MCS The basic principle of MCS is to define probability density functions (p.d.f.) with the

probability of all possible results. The probability density function is the probability characteristic of the total probability for all events.

MCS is done in 3 stages: stage (1) sampling in random X input variable, stage (2) evaluating Y model output, and step (3) statistical analysis on model output.

Flowcharts for MCS are presented in Figure 1.

Page 72: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Comparison between Simulation and Analytic Method... enetin Hartini, et al.

62

ISSN: 2355-7524

Figure 1. MCS Flow Chart

Sampling on input random variables X = (x1 ,x2,.., xn ) aims to produce samples that

represent the distribution of input variables from cdf )21(i )( ,...n,xiFxi = . The simulation step

by generation of random variables from distributed data and changing the values of variables obtained from the values of random variables that follow the distribution given

)21(i )( ,...n,xiFxi = . Next the sample transformation from the variable, z = (z1, z2, .., zN),

where N is the number of samples, becomes the values of the random variable Xi which

follows the distribution given

)(xiFxi. The method for transformation uses the inverse

transformation method. If x is normally distributed, with ) ,( yx σµN then it is

(4)

−==

x

xx

xFz

σµ

φ

and random variables are given by

(5) )21(i ,)(1 ,...N,zFx ixii == −

Where 1−xiF is the inverse of cdf in the random variable x, whereas if X is Exponential

distribution, where E (xi) = (1 / λ) and λ is the rate of failure, then

(6) x)exp(--1 λ=xF

and

(7) )R-n(1

1ilxi λ

−=

Parameter Estimation

The next stage is estimation of paramer based on probability density function data obtained based on the results of index of fit. Parameter estimation uses Maximum Likelihood for function density of Normal distribution (µ, σ) with, for exponential distribution parameter is λ = 1 / E (x).

METHODOLOGY

Data Collection The data needed for this study was collected from the operations and maintenance

reports available from the maintenance management database system over the past year. Next is the identification and validation of inter-failure time data (TTF) of each component. TTF data is selected from SSC in the RSG-GAS for core configurations number 71 to 89 with the highest downtime and frequency. The primary purification pump component (KBE 01/AP

Step 1: Sampling of random variables Generating samples of random variables

Step 2: Numerical Experimentation Evaluating Performance function

Step 3: Statistical of Analysis in Model Output Extraching probabilistic information

Page 73: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 ISSN: 2355-7524 Padang, 18 September 2019

63

0-02) in the primary purification system and primary pump component (JE 01/AP 01-02) in the primary cooling system is the data with the highest downtime and frequency. The TTF data is shown in Table 1.

Table 1. TTF Data on SSC RSG-GAS [35]

KBE 01 / AP 01-02 JE 01 / AP 01-02

No Core

Date of Disruption

TTF (day)

No Core

Date of Disruption

TTF (day)

71 01/04/2010 0 75 24/06/2011 0 82 14/04/2013 214 76 13/11/2011 142 83 08/08/2013 116 77 08/12/2011 25 83 13/08/2013 5 79 03/07/2012 208 85 16/01/2014 156 83 12/06/2013 344 85 06/02/2014 21 85 07/03/2014 268 85 25/04/2014 78 85 01/04/2014 25 86 21/07/2014 87 87 18/02/2015 323 87 03/02/2015 197 88 04/08/2015 167

Method The method used to calculate the reliability value is the analytical method and Monte Carlo Simulation (MCS) from component damage data in the SSC of RSG-GAS. SSC reliability analytically uses real data from time to failure (TTF) and simulations using Monte Carlo Simulation (MCS). MCS uses random numbers during the simulation process. The random number is based on the probability of TTF data distribution with the number of N random sample generation of 20, 100, 500 and 1000. The generation of samples uses Minitab software. Distribution type test uses test (r) and data distribution suitability test using Kolmogorov-Smirnov (KS) test. Next parameter estimation uses Maximum Likelihood (ML). The reliability calculation process uses Matlab software. RESULTS AND DISCUTION

Index of Fit The index of fit is carried out for components KBE-01/AP01-02 and JE/AP01-02 for

Weibull, Exponential, Normal and Lognormal distributions. The calculation results of the Index of Fit (r) are presented in Table 2.

Table 2. Calculation Results of Index of Fit (r)

Distribution Index of fit (r)

KBE01/ AP01-02 JE-01/ AP01-02

Weibull 0,015 0,198 Eksponensial 0,167 0,150 Normal 0,128 0,231 Lognormal 0,088 0,221

Based on Table 2, the distribution selected for the KBE01 / AP01-02 component is an

Exponential distribution and for components JE-01 / AP01-02 is a Normal distribution. Distribution Confirmity Test

The results of the calculation of the Exponential and Normal distribution conformity test are shown in Tables 3 and 4.

Table 3. Results of Distribution confirmity Test KBE01 / AP01-02

i xi F(xi) ((F(xi)-(i/n))) (F(xi)-(i-1)/n Maks(D1,D2)

1 5 0,044735096 0,08026490 0,04473510 0,080264904

2 21 0,174874415 0,07512559 0,04987441 0,075125585

3 78 0,510298281 0,13529828 0,26029828 0,260298281

Page 74: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Comparison between Simulation and Analytic Method... enetin Hartini, et al.

64

ISSN: 2355-7524

4 87 0,549022880 0,04902288 0,17402288 0,174022880

5 116 0,654162026 0,02916203 0,15416203 0,154162026

6 156 0,760192226 0,01019223 0,13519223 0,135192226

7 197 0,835229826 0,03977017 0,08522983 0,085229826

8 214 0,858973867 0,14102613 0,01602613 0,141026133

Tabel 4. Results of Distribution Suitability Test JE-01/AP01-02

i t C D1=C-(i-1)/n D2=(i/n)-C Maks(D1,D2)

1 25 0,0918 0,0918 0,0332 0,0918

2 25 0,0918 0,0332 0,1582 0,0332

3 142 0,3557 0,1057 0,0193 0,1057

4 167 0,5675 0,1925 0,0675 0,1925

5 208 0,5636 0,0636 0,0614 0,0636

6 268 0,7422 0,1172 0,0078 0,1172

7 323 0,8643 0,1143 0,0110 0,1140

8 344 0,8980 0,0231 0,1020 0,1020

The results of the confirmity of the Exponential and Normal distribution tests using the

Kolmogorov-Smirnov test are shown in Table 5.

Table 5. Test Criteria Values

Component D(Calculation) D*(table)

KBE01/AP01-02 JE-01/AP01-02

0,260 0,1925

0,454 0,454

The test criteria are Reject the hypothesis at the significance level α = 5% if the value

of D> value D * (table), so based on the results in Table 5 the value D <value D *, then Exponential distribution for components KBE01 / AP01-02 and Normal for components JE-01 (AP01-02).

MCS The results of the random number for Time to Failure (TTF) data using Monte Carlo

simulations for components KBE01 / AP01-02 which have exponential distribution and Components of JE-01 / AP01-02 which are Normal distribution with the number of samples N = 20, 100, 500 and 1000 displayed in Figures 2 and 3.

Page 75: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 201Padang, 18 September 2019

(a). 20 data

(c). 500 data

Figure 2. Random Number with Exponential Distribution

(a). 10 data

(c). 500 data

Figure 2.

Based on the results of the Monte Carlo simulation for component data of KBE01/AP0102 and JE-01 / AP01-02, the mean value, standard deviation is obtained. The results using real data and Monte Carlo simulations are shown in Table 6.

Table 6.

Component Condi

KBE01/AP-01-02 (Exponential)

TT FRandom

JE-01/ AP01-02 TT F

nal Teknologi Energi Nuklir 2019 ISSN: 2355

(a). 20 data

(b). 100 data

(c). 500 data (d). 1000 data

Random Number with Exponential Distribution

(a). 10 data (b). 100 data

(c). 500 data (d). 1000 data

Figure 2. Random Number with Normal Distribution

Based on the results of the Monte Carlo simulation for component data of KBE01/AP02, the mean value, standard deviation is obtained. The

using real data and Monte Carlo simulations are shown in Table 6.

Table 6. Real Data and MCS Parameter Values

ondition N Mean Std. Deviation

1/E(x) = λ

TT F Riil 109.250 76.560 Random 20 89.700 77.970

100 105.263 104 500 99.039 113 1000 107.99 102

TT F Riil 187.75 122.51

ISSN: 2355-7524

65

Based on the results of the Monte Carlo simulation for component data of KBE01/AP-02, the mean value, standard deviation is obtained. The calculation

1/E(x) = λ

0.0092 0.0111 0.0096 0.0102 0.0093

-

Page 76: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Comparison between Simulation and Analytic Methodenetin Hartini, et al.

66

(Normal) Random

Reliability of Components Using Analytics and MCS

Based on data from Table 6, a reliability analysi01/AP01-02 and KBE01/AP-01-Carlo Simulation. The results of presented in Figures 4 and 5.

Figure 4.

Figure 5. Reliability of Components of KBE01/AP

Based on Figure 4-5 using real data and MCS, then the reliability component of real data and MCS values obtained on TTF = 150 for components JE01/APKBE01/AP-01-02. The value of component reliability is presented in Table 7.

Tabel 7.

Component

JE01/AP-01-02 KBE01/AP-01-02

Comparison between Simulation and Analytic Method... ISSN: 2355

Random 20 161.57 138.77 -

100 182.753 120 -

500 175.023 119 -

1.000 186.733 123 -

Reliability of Components Using Analytics and MCS

Based on data from Table 6, a reliability analysis was performed for components JE-02 and using real data for analytical methods and Monte

Carlo Simulation. The results of calculating reliability for TTF values = 10 to 250 are

Reliability of Components JE01/AP-01-02

Reliability of Components of KBE01/AP-01-02

5 using real data and MCS, then the reliability component of real obtained on TTF = 150 for components JE01/AP-01

. The value of component reliability is presented in Table 7.

Tabel 7. Value of Component Reliability

Reliability (rill ) N Reliability (MC)

0.6591

20 0.5557 100 0.6443 500 0.6103 1000 0.6554

0.2516

20 0.1891 100 0.2405 500 0.2165 1000 0.2493

ISSN: 2355-7524

-

-

-

-

s was performed for components JE-02 and using real data for analytical methods and Monte

= 10 to 250 are

5 using real data and MCS, then the reliability component of real 01-02 and

Page 77: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 ISSN: 2355-7524 Padang, 18 September 2019

67

From Table 7, the value of reliability in TTF = 150 days for components JE01/AP-01-02 using analytic methods is 0.6591 and simulation methods for N = 20, 100, 500, 1000 are 0.5557, 0.6443, 0.6103 and 0.6554 respectively. As for components KBE01/AP-01-02, the reliability value using analytical methods is 0.2516 and the simulation methods are 0.1891, 0.2405, 0.2165 and 0.2493, respectively. From the results of the reliability value using a simulation, for the number of N samples greater than 100, the reliability value is almost convergent. This shows that Monte Carlo simulation is quite rational used to predict component reliability.

CONCLUSION Based on the research that has been done, obtained the value of reliability in TTF =

150 days for components JE01/AP-01-02 using analytic methods is 0.6591 and simulations for N of 20, 100, 500, 1000 respectively are 0.5557, 0.6443, 0.6103 and 0.6554 . While for components KBE01/AP-01-02, the reliability value using analytical methods is 0.2516 and the simulation methods are 0.1891, 0.2405, 0.2165 and 0.2493, respectively. Monte Carlo simulation is quite rational used to predict component reliability.

ACKNOWLEDGEMENT Author would like to thank Dr. R. M.Subekti who had given to advice and guidance

during this research project. The research has been funded by BATAN DIPA 2019.

REFERENCES [1] International Atomic Energy Agency Ageing Management for Research Reactors.

VIENNA, 2010. [2] Anonim, Safety Analysis Report of RSG-GAS Research Reactor Rev. 10.1, PRSG

BATAN. In Indonesian, 2011. [3] Imam Kuntoro. Keselamatan reaktor nuklir: reaktor serba guna G.A. Siwabessy

(RSG-GAS), Jakarta: BATAN Press, 2017. [4] Deswandri, Subekti M., Sunaryo G.R, Reliability Analysis of RSG-GAS Primary

Cooling System to Support Aging Management Program, J. Phys. Conf. Ser, 2018. 962:1–16.

[5] Entin H, Component maintenance strategies in RSG GAS Cooling Systems Based on Estimated Treatment Time Intervals (in Indonesian), Jurnal Pengembangan Energi Nuklir. 2018. 20(2):p.69-76.

[6] M. Susmikanti, E. Hartini, A. Saepudin, and J. B. Sulistyo, Component Analysis of Purification System of RSG-GAS, Jurnal Pengembangan Energi Nuklir, 2018. 20(1):31–39.

[7] Keizer M.C.A.O., Teunter R.H., Veldman J, Joint condition-based maintenance and inventory optimization for systems with multiple components, European Journal of Operational Research, 2017.257(1):209–222.

[8] Verbert K., Schutter B. De, Babu R, Timely condition-based maintenance planning for multi-component systems, Reliability Engineering and System Safety, 2017.159:310–21.

[9] Sandrina Viralinho, Isabel Lopes, Jose A. Oliveira, Preventive Maintenance Decisions Through Maintenance Optimization Models: a case study, Procedia Manufacturing, 2017. 11:1170-1177.

[10] Entin H, Implementation of Missing Values Handling Method for Evaluating the System/Component Maintenance Historical Data. Tri Dasa Mega, 2017. 19(1):11–18

[11] Entin H, Sukmanto D, Santosa P. Determination of Maintenance Priority Index (MPI) for Components on RSG_GAS Safety System. Tri Dasa Mega, 2018. 22(3):77–88.

[12] Vishnu C.R., Regikumar V, Reliability Based Maintenance Strategy Selection in Process Plants : A Case Study, Procedia Technol, 2016. 25:1080–1087.

[13] Andriulo S., Arleo M.A., Carlo F. De, Gnoni M.G., Tucci M., Effectiveness of maintenance approaches for for High Reliability Organizations,IFAC-PapersOLine, 2015. 48(3):466–471.

[14] Florian M., Dalsgaard J, Planning of operation & maintenance using risk and reliability based methods, Energy Procedia, 2015.80:357-364.

Page 78: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Comparison between Simulation and Analytic Method... enetin Hartini, et al.

68

ISSN: 2355-7524

[15] Dao C.D., Zuo M.J, Selective maintenance of multi-state systems with structural dependence. Reliab. Eng. Syst. Saf, 2017. 159:184–195.

[16] Entin H, Mike S, Reliability Analysis For Critical Components of RSG_GAS Primary Cooling System, Sigma Epsilon, 2018. 22(2):71-79.

[17] S.Raissi, Sh.Ebadi, A Computer Simulation Model for Reliability Estimation of Complex System, Int. J. Res. Ind. Eng, 2018. 7(1):19–31.

[18] Hameed Z., Wang K, Clustering Analysis to Improve the Reliability and Maintainability of Wind Turbines with Self-Organizing Map Neural Network, International Journal of Performability Engineering, 2013. 9(3):245–60.

[19] Mareike Leimeistera, Athanasios Kolios, A review of reliability-based methods for risk analysis and their application in the offshore wind industry. Renewable and Suistainable Energy Reviews, 2018. 91:1065-1076.

[20] Joel Igbaa, Kazem Alemzadeha, Ike Anyanwu-Ebob, Paul Gibbonsa, John Friis, A Systems Approach towards Reliability-Centred Maintenance (RCM) of Wind Turbines, Procedia Computer Science, 2013. 16:814-823.

[21] Genpact, Integrated asset optimization solutions to improve asset uptimen and reduce revenue leakage, 2015.

[22] Taha Hossein Hejazi, HosseinBadri, KaiYang, A Reliability-based Approach for Performance Optimization of Service Industries: An Application to Healthcare Systems, European Journal of Operational Research, 2019.168:1016-1025.

[23] Suzan Alaswad and YishaXiang, A review on condition based maintenanc optimization models for stochastically deteriorating system, Reliability Engineering and System Safety, 2017. 157:54-63.

[24] Caitlyn , Clark Bryony, DuPont, Reliability-based design optimization in offshore renewable energy systems, Renevable and Suistainable Energy Reviews, 2018.97:390-400.

[25] Entin H , Rozik H, Mike S, Analisis probabilistic Fracture Mechanics Pada Evaluasi Pada Evaluasi Keandalan Bejana Tekan Reaktor Secar 3-D, Jurnal Daur Bahan Bakar Nuklir, 2018. 24(1):51-59.

[26] Entin H, Roziq H, M. Susmikanti, Uncertainty Analysis on Fracture Mechanics Assessment of Reactor Pressure Vessel: (2D) Subjected to Internal Pressure, Tri Dasa Mega, 2016. 18 (2):55-64.

[27] Aslett L.J.M., Nagapetyan T., Vollmer S.J, Multilevel Monte Carlo for Reliability Theory., Reliab. Eng. Syst. Saf, 2017. 165:188–96.

[28] Entin H, Heri A, Santosa P, Reliability Analysis of Primary and Purification Pumps in RSG-GAS Using Monte Carlo Simulation Approach, Tri Dasa Mega, 2019.21(1):15-22.

[29] Xianghui Meng, Shaohua Wang, Optimal Research of Equipment Maintenance Interval Based on Monte-Carlo Simulation, ICMMCCE, 2015:1628–1632.

[30] Joao Silva, Definition of Maintenance Policies in Power Systems Using a Sequential Monte Carlo, U. Porto Journal of Engineering, 2015. 1(1):122–137.

[31] Sreenuch T., Alghassi A., Perinpanayagam S, Probabilistic Monte-Carlo Method for Modelling and Prediction of Electronics Component Life, International Journal of Advance Science and Applications,2014. 5(1):96-104.

[32] Hoseinie S.H, Comparison between Simulation and Analytical Methods in Reliability Data Analysis : A Case Study, MDPI, 2018:1-12.

[33] Hossein Hassani, Emmanuel Sirimal Silva, A Kolmogorov Smirnov Based Test for Comparing the Predictive Accuracy of Two Sets of Forecasts. Econometrics, 2015. 3:590-609

[34] Pusat Reaktor Serba Guna, Laporan Operasi Reaktor RSG-GAS, 2010-2015. .

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Made Udayani, PTRKN – BATAN)

• Apakah perhitungan keandalan komponen sudah menyertakan waktu?

JAWABAN: (: Entin H, PTRKN-BATAN)

• Perhitungan keandalan merupakan fungsi waktu dan sudah disertakan (waktu kerusakan)

Page 79: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

69

ISSN: 2355-7524

KARAKTERISTIK SIPHON REAKTOR RISET BERELEMEN BAKAR TIPE PELAT

Reinaldy Nazar

1, Jupiter Sitorus Pane

1

1PSTNT – BATAN, Jl. Tamansari No. 71, Bandung, 40132

[email protected]

ABSTRAK KARAKTERISTIK SIPHON REAKTOR RISET BERELEMEN BAKAR TIPE PELAT. Dalam mengkonversi reaktor riset jenis TRIGA berbahan bakar bentuk batangan ke reaktor riset berelemen bakar tipe pelat dilakukan beberapa modifikasi, diantaranya perubahan sistem pendinginan teras menjadi konveksi paksa. Meskipun proses pendinginan teras reaktor tersebut dilakukan dengan cara konveksi paksa, perlu juga dianalisis karakteristik siphon untuk proses pendinginan teras reaktor dengan moda konveksi alamiah ketika pompa primer kehilangan catu daya listrik. Kegiatan ini dilakukan menggunakan paket program CFD. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa, menggunakan siphon berdiameter 0,2032 - 0,0064 m sebagai saluran sirkulasi air pendingin primer dari teras ke tangki reaktor mampu menjaga eksistensi teras reaktor riset berelemen bakar tipe pelat, ketika pendinginan teras dilakukan dengan moda konveksi alamiah karena pompa primer kehilangan catu daya listrik atau terjadi lost of flow accident (LOFA), dimana diperoleh temperatur permukaan elemen bakar tipe pelat, dan temperatur air pendingin primer yang membasahi permukaan elemen bakar masih berada di bawah temperatur saturasi air pendingin di dalam teras, yaitu 112,4

oC. Diantaranya menggunakan siphon

dengan diameter 0,1524 m adalah desain yang diajukan saat ini, diperoleh temperatur permukaan elemen bakar 86,853

oC dan temperatur air pendingin primer yang membasahi

permukaan elemen bakar 83,498 oC. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk

menentukan nilai diameter siphon optimum, sehingga tidak diperlukan katup siphon untuk mencegah aliran air pendingin primer dari teras reaktor kembali ke teras reaktor tanpa sebelumnya melalui tangki tunda dan penukar panas, ketika reaktor beroperasi normal dan pendinginan teras dengan moda konveksi paksa. Kata kunci: konversi reaktor, elemen bakar tipe pelat, siphon.

ABSTRACT THE SIPHON CHARACTERISTICS OF PLATE TYPE FUEL ELEMENTED RESEARCH REACTOR. In modifying the research reactor of the TRIGA type of rod type fueled, several modifications were made, including changes in the core cooling system to forced convection. Although the reactor core cooling process is carried out by forced convection, it is also necessary to analyze the characteristics of the siphon for the cooling process of the reactor core by natural convection mode when the primary pump loses the electric power supply. This activity is carried out using the computer program package of CFD. Based on the research results obtained, it can be concluded that, using a siphon with a diameter of 0.2032 - 0.0064 m as the primary cooling water circulation channel from the core to the reactor tank is able to maintain the existence of the core of the tipe fuel elemented research reactor, when core cooling is done by natural convection mode because the primary pump loses electrical power supply or lost of flow accident (LOFA) occurs, where the surface temperature of the plate type fuel element and the temperature of the primary cooling water that soaks the surface of the fuel element are still below the saturation temperature of the cooling water in the core, which is 112.4

oC. Among them using a siphon with a diameter of

0.1524 m is the design proposed at this time, obtained the surface temperature of the fuel element 86,853

oC and the temperature of the primary cooling water that soaks the surface

of the fuel 83,498 oC. Further research is needed to determine the optimum siphon diameter

value, so it is not necessary siphon valve to prevent the flow of primary coolant water from the reactor core returning to the reactor core without previously passing through the delay tank and heat exchanger, when the reactor is operating normally and cooling the core by force convection mode. Keywords: reactor conversion, plate type fuel element, siphon

Page 80: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Karakteristik Siphon Reaktor Riset... Reinaldy Nazar, dkk.)

70

ISSN: 2355-7524

PENDAHULUAN BATAN merencanakan untuk mengubah bahan bakar reaktor TRIGA 2000 menjadi

elemen bakar tipe pelat. Hasil perhitungan menunjukkan reaktor riset berelemen bakar tipe pelat yang beroperasi dengan daya 2000 kW membutuhkan sistem pendinginan konveksi paksa [1, 2].

Selama operasi normal, panas yang dihasilkan reaksi nuklir di dalam teras reaktor dipindahkan ke air pendingin primer, selanjutnya panas dari air pendingin primer dipindahkan ke air pendingin sekunder melalui moda konveksi paksa. Air pendingin primer mengalir ke bawah melalui teras reaktor melewati tangki tunda dan kemudian dipompa kembali ke tangki reaktor melalui penukar panas, dimana sebelumnya di penukar panas terjadi proses pemindahan panas dari air pendingin primer ke air pendingin sekunder.

Pada tahap penonaktifan, teras reaktor didinginkan melalui moda konveksi paksa atau moda konveksi alamiah melalui siphon. Tetapi ketika pompa primer kehilangan catu daya listrik dan reaktor padam (scram), teras reaktor didinginkan dengan moda konveksi alamiah melalui siphon.

Dalam mode konveksi alamiah, panas yang dihasilkan oleh panas peluruhan dihilangkan oleh air kolam, dimana semua panas peluruhan dapat diserap oleh persediaan air besar dari kolam reaktor tanpa perlu pendinginan eksternal lebih lanjut [3]. Meskipun demikian perlu dirancang mekanisme sirkulasi air pendingin primer untuk pendinginan teras melalui moda konveksi alamiah ketika pompa primer kehilangan catu daya listrik.

Siphon yang terdapat pada sistem pemipaan pendingin primer di dalam tangki reaktor berfungsi sebagai lubang sirkulasi air pendingin primer dari teras ke tangki reaktor ketika terjadi proses pendinginan teras secara konveksi alamiah. Selain itu siphon juga berfungsi untuk mempertahankan level air di dalam tangki reaktor atau teras reaktor ketika terjadi kebocoran pada pemipaan sistem pendingin primer.

Kazem Ardaneh dan Salman Zaferanlouei menyatakan bahwa dalam reaktor nuklir, proses pendinginan dengan sirkulasi alami adalah mekanisme pasif yang penting untuk membuang panas dari teras reaktor ketika pompa kehilangan catu daya listrik [4]. Talal Mohamed Mahmoud Abou Elmaaty menyatakan bahwa konveksi alami adalah metoda pemindahan panas yang banyak dipilih karena kesederhanaan, keandalan, dan efektivitas biaya [5].

Beberapa reaktor riset tipe kolam dapat beroperasi dalam moda konveksi paksa dan konveksi alamiah. Pada moda konveksi paksa, sistem pendingin primer memindahkan panas yang dihasilkan dalam teras reaktor melalui penukar panas ke sistem pendingin sekunder. Selanjutnya sistem pendingin sekunder membuang panas tersebut ke udara melalui menara pendingin. Ketika terjadi kehilangan aliran pendingin primer karena pompa primer kehilangan catudaya listrik yang menyebabkan penurunan tekanan di sistem primer, maka secara otomatis proses pemindahan panas dari teras reaktor beralih ke moda konveksi alamiah melalui siphon [6-11].

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui diameter siphon yang dapat ditempatkan pada pemipaan pendingin primer reaktor riset berelemen bakar tipe pelat, agar proses pendinginan teras dapat dilakukan dengan konveksi alamiah ketika reaktor mengalami kehilangan aliran air pendingin (Lost of Flow Accident-LOFA).

TEORI Tinjauan Kasus

Page 81: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

71

ISSN: 2355-7524

(a)

(b)

Gambar 1. (a) Teras reaktor berelemen bakar tipe pelat, (b) elemen bakar tipe pelat

Gambar 2. (a) Penampang lintang elemen bakar, (b) elemen kendali reaktor tipe pelat Selama operasi normal reaktor riset berelemen bakar tipe pelat, panas hasil reaksi nuklir di teras reaktor dipindahkan oleh pendingin primer ke pendingin sekunder melalui proses konveksi paksa. Prosesnya dimulai dengan air pendingin primer yang dipompakan dari penukar panas ke tangki reaktor masuk ke teras reaktor untuk mengambil panas. Melalui bagian bawah teras reaktor, air pendingin primer tersebut dilewatkan ke tangki tunda, kemudian dipompakan ke penukar panas untuk memindahkan panas ke pendingin sekunder, dan selanjutnya kembali ke kolam reaktor untuk mengulangi siklus yang sama (Gambar 3).

Ketika pompa primer kehilangan catu daya listrik dan reaktor padam (scram), maka teras reaktor didinginkan dengan moda konveksi alamiah, dimana panas yang dihasilkan dari hasil peluruhan (gamma heating) di teras reaktor dipindahkan ke air kolam reaktor melalui siphon. Semua panas peluruhan tersebut dapat diserap oleh air kolam reaktor [3].

Page 82: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Karakteristik Siphon Reaktor Riset... Reinaldy Nazar, dkk.)

72

ISSN: 2355-7524

Gambar 3. Reaktor riset berelemen bakar tipe pelat yang ditinjau dan posisi siphon Hasil studi kasus yang telah dilakukan menggunakan program RELAP5 terhadap

reaktor yang beroperasi pada daya 2000 kW dan tiba-tiba pompa primer kehilangan catu daya listrik sehingga reaktor mengalami LOFA, diketahui laju alir air pendingin yang dipompakan oleh pompa primer ke teras reaktor seketika turun hingga mencapai 0 kg/s, dan daya reaktor turun hingga mencapai 120 kW, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4 [3].

Gambar 4. Penurunan daya reaktor riset berelemen bakar tipe pelat dan

laju alir ketika kejadian LOFA [3]

Pada kondisi LOFA tersebut teras reaktor riset berelemen bakar tipe pelat didinginkan dengan konveksi alamiah. Proses pendinginan dengan moda konveksi alamiah ini dilakukan menggunakan siphon, dimana air pendingin yang mengambil panas dari dalam teras reaktor akan memindahkankan panas tersebut ke air pendingin yang berada di luar teras reaktor melalui siphon yang berfungsi sebagai saluran.

Panas yang dipindahkan melalui konveksi alamiah dari permukaan elemen bakar yang bertemperatur Ts ke air pendingin yang bersuhu Tf dinyatakan dengan persamaan matematika berikut [9,13],

q = A.h (Ts – Tf), ( 1)

dimana q = daya (W), A = luas penampang siphon (m

2), h = koefisien perpindahan panas

konveksi (W/m2.oC),

Page 83: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

73

ISSN: 2355-7524

Menggunakan Persamaan (1) dapat diketahui hubungan antara daya reaktor dengan luas penampang siphon, dan temperatur teras reaktor. Dengan demikian nilai diameter siphon dapat ditentukan untuk mendapatkan proses perpindahan panas yang efektif. Deskripsi CFD

Penelitian ini dilakukan menggunakan paket program komputer CFD (computational of fluid dynamic) [14]. Untuk itu dibuat model 3 Dimensi reaktor riset berelemen bakar tipe pelat yang ditinjau. Adapun jenis paket program komputer CFD yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak FLUENT, dimana program FLUENT ini bekerja melalui penyelesaian persamaan distribusi aliran, persamaan turbulen, dan persamaan energi. Pada persamaan turbulen ini digunakan persamaan viskositas model k-epsilon, k-omega, Reynolds Stress, atau Large Eddy Simulation (LES).

Program FLUENT melakukan penyelesaian persamaan distribusi aliran, persamaan turbulen, dan persamaan energi menggunakan metoda volume hingga (finite volume), dimana domain model yang ditinjau dibagi menjadi himpunan volume diskritisasi. Persamaan diferensial diintegrasikan pada volume diskritisasi menjadi persamaan aljabar sebagai persamaan umum konservasi massa, persamaan momentum, dan persamaan energi. Persamaan konservasi ini sangat tergantung pada densitas fluida, luas aliran pendingin, stress tensor, dan volume. Persamaan konservasi masa diselesaikan dengan persamaan kontinuitas, persamaan momentum yang mengacu pada persamaan Navier-Stokes. Solusi analitik terhadap persamaan Navier-Stokes hanya berlaku untuk aliran yang sederhana seperti kondisi aliran dalam subkanal dimana berlaku kondisi ideal. Adapun persamaan konservasi energi menghitung energi berdasarkan hukum termodinamika.

Mengingat penyelesaian yang dilakukan program FLUENT mengacu kepada persamaan kontinuitas, persamaan momentum dan keseimbangan energi dalam volume diskritisasi yang mengikuti geometri elemen bakar, maka penentuan ukuran dan jumlah volume kontrol akan menentukan akurasi penyelesaian. Penyelesaian keseimbangan energi dan aliran dilakukan secara numerik berdasarkan kondisi batas yang telah ditetapkan.

Perhitungan FLUENT diantaranya menghasilkan distribusi temperatur permukaan pelat elemen bakar tipe pelat, temperatur pendingin, secara detail dalam suatu bentuk interior tertentu dimana akurasi sangat ditentukan oleh proses modeling. METODOLOGI

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Membuat geometrid dan grid model sistem reaktor riset berelemen bakar tipe pelat

Gambar 1 menggunakan program komputer GAMBIT. 2. Menghitung ulang daya masing-masing pelat elemen bakar untuk daya total reaktor 120

kW menggunakan data daya total 2000 kW reaktor riset berelemen bakar tipe pelat yang sudah ada [15].

3. Menggunakan program FLUENT untuk memasukkan data input ke model reaktor riset berelemen bakar tipe pelat hasil program GAMBIT, berupa daya masing-masing bahan bakar untuk daya total reaktor 120 kW, suhu air pendingin primer di dalam tangki reaktor, laju aliran air pendingin primer masuk teras, tekanan pada pipa primer memasuki tangki reaktor, dan sifat-sfat fisika air pendingin primer.

4. Melakukan proses eksekusi perhitungan pada program FLUENT. 5. Menganalisa data keluaran hasil eksekusi perhitungan program FLUENT. 6. Membuat kesimpulan akhir. HASIL DAN PEMBAHASAN

Adapun geometri dan grid model sistem reaktor riset berelemen bakar tipe pelat yang dibentuk menggunakan program komputer GAMBIT ditampilkan pada Gambar 5 berikut. Dimana Gambar 5a adalah geometri dan grid sistem reaktor riset berelemen bakar tipe pelat yang ditinjau, dan Gambar 5b adalah Geometri dan grid penampang sistem reaktor riset berelemen bakar tipe pelat pada daerah teras.

Page 84: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Karakteristik Siphon Reaktor Riset... Reinaldy Nazar, dkk.)

74

ISSN: 2355-7524

Gambar 5. (a) Geometri dari grid sistem reaktor, (b) Geometri dan grid penampang sistem reaktor riset berelemen bakar tipe pelat pada daerah teras.

Hasil hitung ulang yang dilakukan terhadap data daya setiap elemen bakar reaktor

riset berbahan bakar tipe pelat pada daya 2000 kW [15], telah diperoleh daya setiap elemen bakar untuk daya reaktor 120 kW ketika reaktor mengalami LOFA, seperti yang ditampilkan pada Tabel 1. Berdasarkan data Tabel 1 diketahui bahwa elemen bakar C4 memiliki nilai daya terbesar 7,9722 kW, dan pelat elemen bakar C4 yang memiliki nilai daya terbesar adalah pelat C4-21 yaitu 0,4209 kW

Tabel 1. Distribusi daya tiap pelat elemen bakar pada daya 120 kW

Data daya setiap pelat elemen bakar pada Tabel 1, suhu air pendingin primer di dalam tangki reaktor, laju aliran air pendingin primer masuk teras, tekanan pada pipa primer memasuki tangki reaktor, dan sifat-sfat fisika air pendingin primer dijadikan sebagai input data yang digunakan pada model reaktor hasil program GAMBIT sebagai kondisi batas yang diterapkan dalam melakukan perhitungan menggunakan program komputer FLUENT.

Tabel 2 adalah hasil perhitungan menggunakan program komputer FLUENT. Untuk memudahkan dilakukan analisis konservatif terhadap pelat C4-21 saja, karena pelat C4-21 memiliki nilai daya terbesar. Diperoleh beberapa nilai diameter Siphon yang mampu menjaga eksistensi teras reaktor ketika terjadi pendinginan teras secara konveksi alamiah, dimana tidak terdapat temperatur permukaan elemen bakar dan temperatur pendingin yang membasahi permukaan elemen bakar mencapai suhu saturasi air pendingin primer di teras reaktor 112,4

oC.

Page 85: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

75

ISSN: 2355-7524

Tabel 2. Perolehan temperatur teras terhadap diameter siphon menggunakan FLUENT

No Diameter Siphon

(m)

Temperatur (oC)

Permukaan elemen bakar C4-21

Pendingin yang membasahi permukaan elemen bakar C4-21

1 0,2032 81,457 78,457

2 0,1778 84,158 81,352

3 0,1524 86,853 83,498

4 0,1270 89,753 85,453

5 0,1016 91,651 87,548

6 0,0762 95,583 91,715

7 0,0508 98,472 94,716

8 0,0254 101,531 96,537

9 0,0127 104,972 99,647

10 0,0064 108,284 103,652

Berdasarkan Tabel 2 diketahui data temperatur permukaan elemen bakar tipe pelat

dan temperatur pendingin yang membasahinya terhadap nilai diameter siphon yang dapat digunakan. Diketahui bahwa dengan menggunakan siphon berdiameter 0,2032 - 0,0064 m diperoleh temperatur kelongsong elemen bakar tipe pelat dan temperatur pendingin primer yang membasahinya masih berada di bawah temperatur saturasi air pendingin di dalam teras 112,4

oC, sehingga dapat dikatakan siphon-siphon dengan diameter yang ditinjau

mampu menjaga eksistensi teras reaktor ketika terjadi pendinginan teras secara konveksi alamiah.

Pada Tabel 2 juga diketahui bahwa untuk diameter siphon 0,1524 m atau sama dengan diameter pipa primer yang tersedia, diketahui perolehan temperatur kelongsong elemen bakar tipe pelat 86,853

oC dan temperatur pendingin primer yang membasahinya

83,498 oC. Temperatur ini masih berada di bawah temperatur saturasi air pendingin di dalam

teras 112,4 oC, sehingga dapat dinyatakan bahwa siphon dengan diameter 0,1524 m disain

yang diajukan saat ini mampu menjaga eksistensi teras ketika pendinginan teras dilakukan dengan moda konveksi alamiah karena pompa primer kehilangan catu daya listrik atau ketika terjadi LOFA. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa, siphon dapat berfungsi sebagai saluran sirkulasi air pendingin primer dari teras ke tangki reaktor riset berelemen bakar tipe pelat ketika pendinginan teras dilakukan dengan moda konveksi alamiah. Siphon berdiameter 0,2032 - 0,0064 m memberikan nilai temperatur permukaan elemen bakar, dan temperatur pendingin primer yang membasahi permukaan elemen bakar berada di bawah temperatur saturasi air pendingin primer di dalam teras reaktor 112,4

oC,

diantaranya desain Siphon yang diajukan saat ini berdiameter 0,1524 m memberikan nilai temperatur permukaan elemen bakar 86,853

oC, dan temperatur air pendingin primer yang

membasahi permukaan elemen bakar 83,498 oC. Sehingga dapat dikatakan siphon tersebut

mampu menjaga eksistensi teras reaktor ketika pompa primer kehilangan catu daya listrik atau LOFA, dimana pendinginan teras dilakukan dengan moda konveksi alamiah. Selanjutnya perlu dilakukan penelitian untuk menentukan diameter siphon optimum, sehingga tidak diperlukan katup siphon untuk mencegah air pendingin primer dari teras reaktor kembali ke teras reaktor tanpa sebelumnya melalui tangki tunda dan penukar panas, ketika reaktor beroperasi normal dengan pendinginan teras moda konveksi paksa.

UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terima kasih ditujukan kepada kru bidang reaktor PSTNT - BATAN yang telah

membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

Page 86: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Karakteristik Siphon Reaktor Riset... Reinaldy Nazar, dkk.)

76

ISSN: 2355-7524

DAFTAR PUSTAKA

1. GEDE A.M. SIHANA dan ANDANG W.H., “Termohidrolik usulan modifikasi reaktor nuklir TRIGA 2000 Bandung dengan bahan bakar jenis pelat”, Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir 2011, ISSN: 1412 – 3258, BAPETEN, 27 – 28 Juni 2011, hal. 254 – 265, Jakarta (2011).

2. SUDJATMI K.A. ENDIAH P.H. SURIP W, REINALDY N., “Analisis Konveksi Alam Teras Reaktor TRIGA Berbahan Bakar Tipe Pelat Menggunakan Coolod-N2”, Jurnal Teknologi Reaktor Nuklir TRI DASA MEGA, Volume. 17 No. 2, Hal. 67-78, Jakarta (2015).

3. TIM LAK PSTNT BANDUNG, “Laporan Analisis Keselamatan Reaktor Riset Berelemen Bakar Tipe Pelat Bandung”, Revisi C, Bandung (2018).

4. ARDANEH K. dan ZAFERANLOUEI S., “Annals of Nuclear Energy A lumped parameter core dynamics model for MTR type research reactors under natural convection regime”, Ann Nucl Energy 2013;56:243–50. doi:10.1016/j.anucene. 2013. 01.033, (2013).

5. MOHAMED T. dan ABOU M., “Annals of Nuclear Energy Natural convection cooling for LEU irradiated fuel plates”, Ann Nucl Energy 2012;40:116–21. doi:10.1016/j.anucene. 2011. 09.021, (2012).

6. AZZOUNE M. MAMMOU L. BOULHEOUCHAT M.H. ZIDI T. MOKEDDEM M.Y. BELAID S., “Research reactor safety analysis study for long time natural convection (NC) operation mode”, Nucl Eng Des 2010;240:823–31. doi:10.1016/j.nucengdes. 2009. 11.040, (2010).

7. EL-MESSIRY A.M., “Reactivity accidents analysis during natural core cooling operation of ETRR-2,” Annals of Nuclear Energy (Oxford), ISSN 0306-4549, CODEN ANENDJ; Volume 27(15); page 1427-1439, (2000).

8. HEDAYAT A. “Simulation and transient analyses of a complete passive heat removal system in a downward cooling pool-type material testing reactor against a complete station blackout and long-term natural convection”, Nucl Eng Technol 2017;49:953–67. doi:10.1016/j.net.2017. 03.009, (2017).

9. RACHAMIN R. GALPERIN A. and ELIAS E., “Analysis of a Hypothetical LOCA in an Open Pool Type Research Reactor”, 18

th IGORR Conference, page 1–12, (2017)

10. ALBUQUERQUE T.R. and MOREIRA M.L. “Event and fault tree model for reliability

analysis of the greek research reactor”, International nuclear atlantic conference; Recife, PE (Brazil); 24-29 Nov 2013, Brazil (2013).

11. AGHAIE M. GHEISARI F. and ZOLFAGHARI A., “Progress in Nuclear Energy Investigation of fl apper valve malfunction in Tehran Research Reactor with porous media model”. Prog Nucl Energy 2018;105:221–35, (2018).

12. PRASETYO B. PUTRANTO I.Y. dan ZAKI S., “Desain neutronika konversi elemen bakar tipe pelat pada teras TRIGA 2000 Bandung”, Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia, Volume 15 No. 2, Hal. 69-79, Bandung (2014).

13. FRANK P.I. and DAVID P.D., “Fundametals of Heat and Mass Transfer’, Jhon Wiley and Sons, Third Edition, Singapore, 1990.

14. SUBEKTI M. ISNAINI, D. HASTUTI, E.P., “Analisis Kecepatan Pendingin Dalam Elemen Bakar Tipe Plat Menggunakan Metode CFD Untuk Reaktor Riset RSG GAS”, Jurnal Teknologi Reaktor Nuklir TRI DASA MEGA, Volume 15 No 2 Hal. 67-76, Jakarta (2013).

15. REINALDY N. SUDJATMI K.A. dan KETUT K., “The Thermohydraulic Analysis of The Bandung Research Reactor Core With Plate Type Fuel Elements Usinf the CFD Code”, Jurnal Teknologi Reaktor Nuklir TRI DASA MEGA, Volume. 20 No. 3, Hal. 123-132, Jakarta (2018).

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Refi Juita, UNAND)

• Dalam mensimulasi penelitian yang dilakukan menggunakan program Delphi

digunakan dimensi teras reaktor seperti yang disampaikan, apa alasannya

menggunakan dimensi ukuran teras demikian.

JAWABAN: (Reinaldy Nazar, PSTNT-BATAN)

Page 87: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

77

ISSN: 2355-7524

• Ukuran teras 50x50x50 cm, digunakan karena merujuk dari penelitian sebelumnya,

yaitu penelitian Sri Oktamulia (2011) yang berjudul optimasi ukuran teras dan daya

termal, terhadap tingkat sirkulasi alamiah bahan pendingin Pb-Bi pada reaktor cepat.

2. PERTANYAAN: (Kiswanta, PTKRN BATAN)

• Pendingin pasif dipengaruhi beberapa parameter, diantaranya dimensi pipa,

ketinggian pipa, temperature fluida dan jenis fluida. Apakah simulasi dengan fluent

bisa dilakukan semua.

• Hasil simulasi fluent sudah diverifikasi dengan eksperimen?

JAWABAN: (Reynaldy Nazar, PSTNT - BATAN)

• Pada dasarnya bisa Pak tetapi karena keterbatasan komputer yang tersedia maka

dimodelkan adalah kreator dan sistem pendingin primer di tangki saja

• Sudah pernah diverifikasi dengan eksperimen aliran pada alat pemanas hasilnya

signifikan antara data pengukuran dan data perhitungan fluent.

3. PERTANYAAN: (Joko P, PTKRN BATAN)

• Berapa tekanannya?

• Cara Pengoperasian katup Sipon manual atau otomatis.!

JAWABAN: (Reynaldy Nazar, PSTNT - BATAN)

• tekanan atmosfer

• Cara automatis Par, tetapi untuk keamanan juga dapat dilakukan secara manual

Page 88: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Karakteristik Siphon Reaktor Riset... Reinaldy Nazar, dkk.)

78

ISSN: 2355-7524

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Page 89: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 ISSN: 2355-7524

Padang, 18 September 2019

79

ANALISA DEFORMASI RPV WALL PADA KONDISI PEMANASAN PROTOTIPE SEGMEN PEMANAS DIPOSISI VERTIKAL

Muhamad Zulfikar1, Dwi Yuliaji

2, Mulya Juarsa

3, Rahayu Kusumastuti

3,

G. Bambang Heru K3, Giarno

3, Dedi Haryanto

3

1 Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik dan Sains Universitas Ibn Khaldun Bogor

2 , Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik dan Sains Universitas Ibn Khaldun Bogor Jl. Sholeh Iskandar, Kedung Badak, Kec. Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat 16162

3.Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional,

Gd.80 Kawasan PUSPITEK, Setu, Tangerang Selatan 15310 Banten Email: [email protected]

ABSTRAK

ANALISA DEFORMASI RPV WALL PADA KONDISI PEMANASAN PROTOTIPE SEGMEN PEMANAS DIPOSISI VERTIKAL. Untai Uji RCCS – RDNK mengadopsi konveksi alamiah sebagai fluida kerja menggunakan pompa listrik, yang merupakan teknologi konvensional yang diperlukan untuk mengamankan suhu dan interitas struktur dan bahan bakar setelah reactor dimatikan. Segmen pemanas merupakan komponen pemanas di Untai Uji RCCS-RDNK. Pengoperasian segmen pemanas akan menghasilkan temperatur panas yang meningkat dan tertutup di bagian dalam RPV Wall. RPV Wall yang terkonveksi panas akan membuat material stainless steel 304 terdeformasi. Alat yang digunakan untuk mendapatkan hasil perubahan dimensi pada permukaan RPV Wall menggunakan Laser Distance Meter yang ditembakan pada titik pusat setiap permukaan RPV Wall. Setelah perubahan panjang permukaan RPV Wall diukur, nilai tersebut lalu dikonversikan ke bentuk persamaan regangan dan juga deformasi atau perubahan bentuk dimensi akhir. Deformasi yang terjadi pada proses pemanasan selama 60 menit dan nilai temperatur maksimal sebesar 488,95

oC didapat nilai deformasi pada permukaan

H = 3,54 mm, L1 = 1,64 mm, L2= 1,56 mm, L3 = 1,60 mm, dan L4 = 1,56 mm. Kata kunci: Segmen pemanas, RPV Wall, Stainless Steel 304, Deformasi, Regangan

ABSTRACT

RPV WALL DEFORMATION ANALYSIS ON HEATING CONDITIONS OF VERTICAL POSITION HEATING PROTOTYPE. The RCCS-RDNK test strand adopts natural convection as a working fluid using an electric pump, which is a conventional technology needed to secure the temperature and interference of structures and fuels after the reactor is turned off. The heating segment is a heating component in the RCCS-RDNK Test Strand. Operation of the heating segment will result in increased and closed heat temperatures inside the RPV Wall. RPV Wall that is heat conected will deformation stainless steel 304 material. The tool used to get the results of dimensional changes on the surface of the RPV Wall uses a Laser Distance Meter that is fired at the center of each surface of the RPV Wall. After the change in the surface length of the RPV Wall is measured, the value is then converted to the form of the strain equation and also the deformation or final dimensional deformation. Deformation that occurs in the heating process for 60 minutes and a maximum temperature value of 488

oC obtained the value of the

deformation on the surface H = 3.54 mm, L1 = 1.64 mm, L2 = 1.56 mm, L3 = 1.60 mm, and L4 = 1.56 mm. Keywords: Heating segment, RPV Wall, Stainless Steel 304, Deformation, Strain

Page 90: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

ANALISA DEFORMASI RPV WALL PADA KONDISI PEMANASAN.. ISSN: 2355-7524

Muhamad Zulfikar, dkk

80

PENDAHULUAN Ketersediaan energi listrik untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat, perlu

dipenuhi dengan berbagai sumber energy untuk produksi listrik. Selain dipenuhi oleh pembangkit listrik konvensional (batu bara, minyak, dan gas bumi) yang terkendala oleh keterbatasan sumber menyebabkan pembangunan Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) perlu mendapat pertimbangan menjadi salah satu sumber energi listrik alternatif di Indonesia, khususnya di Jawa. Setelah diperhitungkan penyediaan sumber energi listrik non-nuklir yang ada, ternyata masih diperlukan kapasitas terpasang energi listrik sebesar 7.000 MWth [1]. Kekurangan penyediaan energi listrik tersebut dapat dipasok dengan menggunakan energi nuklir (PLTN).

Jenis – jenis reaktor nuklir pada PLTN diantaranya, Pressurized Water Reactor (PWR), Boiling water reactor (BWR), dan Reaktor Pendingin Gas Suhu Tinggi (High Temperatur Gas-cooled Reactor, HTGR). PWR adalah jenis reaktor daya nuklir yang menggunakan air ringan biasa sebagai pendingin maupun moderator neutron. Sedangkan jenis BWR merupakan rancangan reaktor jenis air ringan sebagai pendingin dan moderator, yang juga digunakan di beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. Lalu HTGR yaitu Reaktor yang menggunakan gas helium sebagai pendingin [2]. Teknologi PLTN yang dipelajari selain Reaktor berpendingin air ringan (Light Water Reactor, LWR) juga teknologi reactor berpendingin gas bertemperatur tinggi (HTGR). Salah satu alat yang dimiliki oleh PLTN yaitu reactor cavity cooling system (RCCS) untuk HTGR [3]. RCCS ini mengadopsi konveksi alamiah sebagai fluida kerja menggunakan pompa listrik, yang merupakan teknologi konvensional. Kehilangan panas melalui RPV pada operasi berperingkat 30 MWth dirancang menjadi 300 kWth-600kWth, yang merupakan kemampuan penghilangan panas yang diperlukan untuk mengamankan suhu dan integritas struktur dan bahan bakar setelah reaktor dimatikan [3]. RCCS menggunakan bentuk baru untuk secara efisien menghilangkan panas yang dilepaskan dari RPV (Reactor Pressure Vessel) melalui radiasi termal dan konveksi alami. Udara di daerah bejana bertekanan bekas reaktor digunakan sebagai "fluida kerja" untuk memindahkan panas dari RPV ke daerah pendingin. [3]

Simulator RCCS yang dimiliki PLTN disebut Untai Uji RCCS-RDNK (Reactor daya non komersial) yang terdiri dari komponen utama sebagai berikut Vertical Heating Source Plate (VHSP), Heat-sink, Expension Tank, dan Sistem pemipaan. Pada penelitian ini hal yang difokuskan terkait pada komponen VHSP atau segmen pemanas. Segmen pemanas yang dibuat masih berbentuk simulasi/prototipe yang didesain dengan dimensi yang telah disesuaikan pada frame RCCS-RDNK. Hal ini dilakukan untuk mengambil data temperatur dan juga karakterisasi dari segmen pemanas sebelum diproduksi, untuk memenuhi kebutuhan dari Untai Uji RCCS-RDNK. Komponen - komponen segmen pemanas ini terdiri dari Insulating Brick, Open Coil Heater, RPV Wall, dan juga Stand Prototipe segmen pemanas. Pengambilan data ini difokuskan pada komponen RPV Wall dengan menghitung deformasi kondisi pemanasan pada posisi Vertikal. Material RPV Wall yang digunakan berbahan Stainless Steel 304.

Metode penelitian Fasilitas Exsperimen

Perancangan Prototipe HES bertujuan untuk mengambil data agar dapat memenuhi data yang akan dicapai. Komponen - komponen prototipe HES ditunjukkan pada gambar (1).bagian inti segmen pemanas antara lain Insulating Brick, Open Coil Heater, dan RPV Wall. Cara kerja dari alat ini yaitu dengan memberikan arus listrik sebagai sumber power yang berguna untuk menghidupkan Open Coil Heater. Open Coil Heater akan mengalami panas dan meningkatnya temperatur panas disekitar Open Coil Heater. Konduksi termal yang dihasilkan oleh Open Coil Heater akan terkonveksi ke permukaan RPV Wall bagian dalam. Konveksi yang terjadi pada permukaan RPV Wall akan menghasilkan radiasi panas di sekitar lingkup segmen pemanas. Radiasi termal yang dihasilkan RPV Wall akan menghasilkan data temperatur yang akan dicapai guna memenuhi kebutuhan Untai uji RCCS-RDNK.

Ketika alat beroperasi, konveksi yang terjadi dipermukaan RPV Wall akan mengakibatkan perubahan bentuk atau deformasi pada permukaan RPV Wall. Material yang digunakan pada komponen RPV Wall yaitu Stainless Steel 304 yang memiliki ketebalan 3mm. Deformasi yang telah terjadi akan diukur menggunakan Laser Distance Meter. Tujuan dari pengukuran

Page 91: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

ANALISA DEFORMASI RPV WALL PADA KONDISI PEMANASAN.. ISSN: 2355-7524

Muhamad Zulfikar, dkk

81

deformasi ini untuk mendapatkan posisi jarak permukaan RPV Wall dengan komponen lain disekitarnya dan juga untuk mengetahui karakterisasi dari material Stainless Steel 304..

Prosedur Penelitian

Gambar 1. Prototipe Segmen Pemanas

Prosedur penelitian yang digunakan dengan menghidupkan segmen pemanas selama 60 menit. Waktu 60 menit dijadikan sebagai pengoperasian experiment maksimal karena pada waktu tersebut temperatur sudah dinyatakan stabil. Pengambilan data dimulai dengan cara mengukur terlebih dahulu dimensi RPV Wall sebelum segmen pemanas dihidupkan. Lalu segmen pemanas dihidupkan dengan menaikkaan MCB yang ada pada panel power. Didalam RPV Wall temperatur akan meningkat dikarenakan Open Coil Heater mulai memanas. Udara panas yang tersungkup didalam RPV Wall akan terus meningkat sehingga temperatur permukaan RPV Wall naik. Perubahan temperatur pada permukaan RPV Wall akan mengakibatkan deformasi selama proses pemanasan.

Pengukuran perubahan dimensi RPV Wall menggunakan Laser Distance Meter seperti pada gambar (2) yang ditembakan langsung ke permukaan RPV Wall. Pengukuran deformasi ini dilakukan setiap 5 menit dan ditembakan pada 5 titik permukaaan RPV Wall. Jika nilai pengukuran yang tampil pada Laser Distance Meter bertambah maka deformasi mengarah ke bagian dalam RPV Wall, dan sebaliknya.

Gambar 2. Pengukuran menggunakan Laser Distance Meter

Proses pengukuran dilakukan dengan cara menempatkan Laser Distance Meter pada titik pengukuran yang telah disediakan , seperti pada gambar (3). Hasil dari pengukuran kemudian didata dan disesuaikan dengan pembacaan temperatur pada termokopel.

Insulating

Brick

Page 92: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

ANALISA DEFORMASI RPV WALL PADA KONDISI PEMANASAN.. ISSN: 2355-7524

Muhamad Zulfikar, dkk

82

Gambar 3. titik pengukuran deformasi

Perhitungan Perubahan temperatur dapat menyebabkan perubahan dimensi pada permukaan RPV

Wall. Akibat pemanasan permukaan RPV Wall akan terjadi pemuaian, sehingga elemen akan mengalami regangan . untuk menghitung nilai regangan pada permukaan RPV Wall, maka menggunakan persamaan (1).

=∆

(1)

Dimana : Ɛ = Regangan (mm)

∆L = Perubahan panjang (mm)

L = Panjang awal (mm)

Sehingga perubahan dimensi akhir menjadi :

= ∆ (2)

Dimana : = formasitermal(mm)

L = Panjang/tebal awal (mm)

= Koefisien muai panjang material (oC-1

)

∆T = Perubahan temperature (oC)

Page 93: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 ISSN: 2355-7524

Padang, 18 September 2019

83

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengukuran deformasi Karakterisasi pengukuran temperatur didalam RPV Wall dapat dilihat pada gambar (4), dengan kondisi temperatur yang sudah stabil didalam RPV Wall maka dapat ditentukan waktu pengoperasian untuk melihat deformasi pada permukaan RPV Wall. Waktu yang digunakan dalam pengambilan data deformasi permukaan RPV Wall yaitu 60 menit. Di temperature 30,39 oC sampai 403,67

oC temperatur permukaan dalam RPV Wall mengalami kenaikan dan stabil di

temperatur 403,67 oC sampai 488,95

oC. Pada permukaan Insulating Brick temperatur kenaikan

berada di 30,95 oC sampai 525,74

oC dan temperatur stabil di 525,74

oC sampai 674,05

oC.

Rata – rata temperatur dari permukaan RPV Wall dalam yaitu 403,23 oC dan Insulating Brick

524,86 oC.

Gambar 4. pengukuran temperature Insulating Brick dan Permukaan RPV Wall

Temperatur yang tersungkup didalam RPV Wall akan mengakibatkan permukaan setiap sisi RPV Wall mengalami perubahan bentuk. Perhitungan perubahan bentuk permukaan dilakukan dengan mengukur setiap 5 menit menggunakan Laser Distance Meter dan menghasilkan data seperti yang ditunjukkan pada gambar (5). Dari data tersebut maka perubahan yang terjadi pada L1 sebesar 14 mm, L2 sebesar 10 mm, L3 sebesar 8 mm, L4 sebesar 9 mm, dan H sebesar 14 mm. Pada hasil pengukuran nilai perubahan panjang semakin menurun maka dapat disimpulkan lendutan permukaan yang terjadi mengarah ke luar permukaan RPV Wall.

Page 94: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

ANALISA DEFORMASI RPV WALL PADA KONDISI PEMANASAN.. ISSN: 2355-7524

Muhamad Zulfikar, dkk

84

Gambar 5. Hasil pengukuran menggunakan Laser Distance Meter

0 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 02 1 0

2 1 5

2 2 0

2 2 5

2 3 0

2 0 5

2 1 0

2 1 5

2 1 2

2 1 4

2 1 6

2 1 8

2 2 0

2 2 22 0 6

2 0 8

2 1 0

2 1 2

2 1 4

2 1 6

0 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0

T e m p e r a t u r , T [o

C ]

L 1

P e n g u k u r a n m e n g g u n a k a n L a s e r D i s t a n c e M e t e r

L 2

L 3

Per

ub

ah

an

pa

nja

ng

, L

[m

m]

L 4

0 100 200 300 400 500

472

474

476

478

480

482

484

486

488

490

Per

ub

ah

an

pa

nja

ng

, L

[m

m]

T em peratur, T [oC ]

H

P ada tem peratur 398,64oC m engalam i penurunan drastis

P engukuran perm ukaan [H ] m enggunakan

Laser D istance M eter

Page 95: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 ISSN: 2355-7524

Padang, 18 September 2019

85

Pembahasan

Regangan dan deformasi pada permukaan RPV Wall Regangan dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara pertambahan panjang benda

terhadap panjang benda mula-mula. Perhitungan regangan menggunakan persamaan (1). hasil dari persamaan (1) menghasilkan grafik yang disajikan pada gambar (6) dengan nilai regangan L1 sebesar 0,062 mm, L2 sebesar 0,047 mm, L3 sebesar 0,036 mm, L4 sebesar 0,042 mm, dan H sebesar 0,029 mm. Nilai negatif (-) pada gambar (6) menunjukan perubahan regangan mengarah pada permukaan luar RPV Wall.

Gambar 6. Regangan permukaan RPV Wall

Deformasi adalah perubahan bentuk, dimensi dan posisi dari suatu material akibat beban/gaya yang diberikan. Perhitungan deformasi menggunakan persamaan (2). Pada gambar 7 nilai deformasi tertinggi berada pada permukaan H sebesar 3,54 mm, sedangkan untuk L1 sebesar 1,64 mm, L2 sebesar 1,56 mm, L3 sebesar 1,60 mm, dan L4 sebesar 1,56. Nilai deformasi masih bisa terus bertambah apabila material stainless steel 304 masih belum mencapai sifat plastisnya.

Page 96: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

ANALISA DEFORMASI RPV WALL PADA KONDISI PEMANASAN.. ISSN: 2355-7524

Muhamad Zulfikar, dkk

86

Gambar 7. Deformasi permukaan RPV Wall

KESIMPULAN Hasil analisa nilai perubahan panjang menggunakan Laser Distance Meter dapat

menghasilkan nilai regangan dan deformasi pada permukaan RPV Wall. Nilai perubahan panjang paling signifikan terjadi pada permukaan H sebesar 14 mm dan L1 sebesar 14 mm. Hal ini karena pada kondisi vertikal temperatur panas cenderung ke atas sehingga permukaan L1 lebih banyak mendapat konveksi termal didalam RPV Wall. Pada bagian H permukaan lebih luas dan juga lebih sering menerima panas karena berhadapan langsung dengan permukaan Open Coil Heater.Nilai regangan tertinggi terjadi pada L1 sebesar 0,062 dan nilai terkecil pada permukaan H sebesar 0,029 mm, hal ini tergantung dengan kenaikan perubahan panjang permukaan setiap 5 menit. Nilai deformasi atau perubahan dimensi akhir yang paling tinggi terjadi pada permukaan H sebesar 3,54 mm dan yang paling rendah pada permukaan L2 dan L4 sebesar 1,56 mm. UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pimpinan Fakultas Teknik dan Sains UIKA Bogor dan juga kepada Staff PTKRN – BATAN yang telah memberikan fasilitas dan dukungan demi keberlangsungan riset ini. Kepada mahasiswa Universitas Samudra (Diyan, Puad Alatas, Fahmi, Puja, dan Sahrel) dan Universitas Nasional (Latif dan Okta) penulis ucapkan terima kasih atas bantuan dan juga kerjasamanya untuk menyelesaikan riset ini.

Page 97: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 ISSN: 2355-7524

Padang, 18 September 20

87

DAFTAR PUSTAKA

[1] Sutarman. Pembangunan PLTN Sebagai Satu Solusi Krisis Listrik di Indonesia. Jakarta : Puslitbang Keselamatan Radiasi danBiodemika Nuklir, 2005.

[2] Ahied, Mochammad. Efisiensi Material Pada Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir LWR (Light Water Reactor) dan PHWR (Pressurrized Heavy Water Reactor). Madura : Universitas Trunojoyo Madura, 2015.

[3] Takamatsu, K., Matsumoto, T., & Morita, K. New Reactor Cavity Cooling System (RCCS) With Passive Safety Features:A Comparative Methodology Between A Real RCCS and a Scaled-Down Heat Removal Test Facility.Japan : Khuyushu University, 2016.

[4] Lim, H. S., Tak, N.-i., Lee, S. N., & Jo, K. C. Water-Jacket reactor cavity cooling system concept to minitage severe accident consequence of high temperature gas-cooled reactor . Korea : Korea Atomic Energy Reserch Institute, 2018.

[5] Setiawan, J., & Sungkono. Karakteristik Daktilitas SS304 yang teroksidasi pada temperature tinggi. Tangerang Selatan : Pusat Teknologi dan Bahan Bakar Nuklir – BATAN, 2017

[7] Syanur, F. N. Analisis perambatan retak fatik pada Stainless Steel 304 yang dilapisi Alumunium Panas. Lampung : Universitas Lampung, 2018.

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Farisy, PTRKN – BATAN)

• Regangan seharusnya (m/m) sehinga ditulis tanpa satuan

Apa yang dimaksud dengan deformasi ? Sistem pembacaannya seperti apa?

• Apakah sudah dicoba untuk verifikasi dengan perhitungan langsung (diukur) atau dihitung dengan koefisien muainya?

JAWABAN: (M Zulfikar, Univ. Ibnu Khaldun Bogor)

• Perhitungan keandalan merupakan fungsi waktu dan sudah disertakan (waktu kerusakan)

• Sudah dengan koefisien muai.

Page 98: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

ANALISA DEFORMASI RPV WALL PADA KONDISI PEMANASAN.. ISSN: 2355-7524

Muhamad Zulfikar, dkk

88

HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN

Page 99: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

89

ISSN: 2355-7524

VARIASI STRATEGI INTRUSI DAN PENDEKATAN STOKASTIK PADA ANALISIS SISTEM PROTEKSI FISIK FASILITAS NUKLIR

Yanuar Ady Setiawan

1

1 Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada

Jl. Grafika No. 2, Yogyakarta

Email: [email protected]

ABSTRAK VARIASI STRATEGI INTRUSI DAN PENDEKATAN STOKASTIK PADA ANALISIS SISTEM PROTEKSI FISIK FASILITAS NUKLIR. Sistem proteksi fisik untuk menghadapi pencurian atau sabotase terhadap fasilitas nuklir perlu dievaluasi secara berkala. Analisis Adversary Sequence Diagram (ASD) dengan asumsi strategi gabungan sembunyi-bergegas terhadap Critical Detection Point (CDP) untuk mendapat jalur intrusi paling rentan yang kemudian dianalisis dengan model Estimate of Adverary Sequence Interruption (EASI) adalah prosedur yang sering digunakan. Analisis menggunakan tiga variasi strategi intrusi dan model EASI terhadap tiga fasilitas nuklir hipotetis dilakukan untuk menunjukkan bahwa prosedur dengan asumsi strategi gabungan tidak selalu tepat. Model EASI juga dikembangkan dengan menerapkan metode Monte Carlo sebagai pendekatan stokastik untuk memperhitungkan ketidakpastian performa komponen deteksi (σD) serta menghasilkan nilai ketidakpastian probabilitas interupsi (PI). Nilai-nilai PI dari setiap jalur intrusi ketiga fasilitas nuklir hipotetis secara eksplisit menunjukkan perbedaan kerentanan sistem proteksi fisik ketiga fasilitas tersebut, di mana fasilitas NARI paling rentan diserang dengan strategi bergegas, fasilitas Garcia paling rentan diserang dengan strategi sembunyi, dan fasilitas RDE paling rentan diserang dengan strategi gabungan. Hal itu menunjukkan bahwa tidak semua jalur intrusi paling rentan (PI paling rendah) didapatkan dengan asumsi strategi gabungan. Analisis variasi strategi tersebut menunjukkan bahwa tidak seharusnya CDP dan strategi gabungan serta merta digunakan sebagai asumsi untuk menentukan jalur intrusi paling rentan. Selain itu, penerapan metode Monte Carlo berhasil memodelkan ketidakpastian performa komponen deteksi dan menghasilkan nilai ketidakpastian PI model EASI. Ketidakpastian performa deteksi dimodelkan tanpa menyimpangkan rerata distribusi cuplikan PD simulasi dari nilai asli masukan pengguna. Oleh karena itu nilai ketidakpastian performa deteksi tiap komponen deteksi perlu ditentukan dan diperhitungkan dalam model EASI untuk hasil yang lebih riil. Kata kunci: strategi intrusi, stokastik, sistem proteksi fisik, probabilitas, EASI

ABSTRACT INTRUTION STRATEGY VARIATION AND STOCHASTIC APPROACH IN THE ANALYSIS OF NUCLEAR FACILITY PHYSICAL PROTECTION SYSTEM. Physical protection system to defend nuclear facility against theft or sabotage need to be evaluated periodically. Adversary Sequence Diagram (ASD) analysis using covert-rush strategy, with consideration of the Critical Detection Point (CDP), to obtain the most vulnerable path for Estimate of Adversary Sequence Interruption (EASI) model analysis is the common procedure. By using three intrusion strategies and EASI model in analyzing three hypothetical nuclear facilities, this study shows that such common procedure may not always be correct. Monte Carlo method is also applied as a stochastic approach in modeling detection performance uncertainty (σD) as well as producing uncertainty value for probability of interruption (PI) in the EASI model. Explicitly, PI values from the analysis show that each facility has different vulnerability with regards to adversary’s intrusion strategy, therefore, the Most Vulnerable Path (MVP) of a facility, which is an intrusion path with the lowest PI value, should not be decided by applying the covert-rush strategy with consideration of CDP alone. Monte Carlo method applied in EASI model successfully modeling the detection performance uncertainty (σD) without shifting the average value of sampled PD distribution from user’s input while also producing uncertainty of PI value. To make it more realistic, uncertainty of each detection component is physical protection system needs to be assessed, determined, and inputted in EASI model. Keywords: intrusion strategy, stochastic, physical protection system, probability, EASI

Page 100: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Variasi Strategi Intrusi dan Pendekatan Stokastik pada Evaluasi... Yanuar Ady Setiawan

90

ISSN: 2355-7524

PENDAHULUAN Material nuklir, sumber radioaktif, dan fasilitas nuklir merupakan target operasi

pencurian atau sabotase yang menarik untuk beberapa kelompok kriminal tertentu, seperti teroris. Selain dampak buruk yang dapat merugikan masyarakat, persepsi buruk publik terhadap insiden terkait radiasi dan nuklir dapat mengamplifikasi tindakan kelompok kriminal yang hendak menimbulkan kepanikan atau peningkatan publisitas kelompok. Untuk mencegah hal-hal buruk yang tidak diinginkan tersebut, operator perlu mendesain, memasang, menerapkan, dan secara berkala mengevaluasi sistem proteksi fisik di fasilitas nuklir yang bersangkutan.

Sistem proteksi fisik adalah sistem keamanan yang mengintegrasikan peralatan, prosedur, dan personil untuk melindungi aset atau fasilitas dari tindakan pencurian, sabotase, atau tindakan jahat lainnya dari musuh [1]. Ketiga fungsi utama sistem proteksi fisik, yakni deteksi, hambatan, dan tanggapan, perlu saling melengkapi satu sama lain untuk dapat menghentikan tindakan musuh saat terjadi penyusupan atau penyerangan. Musuh-musuh yang perlu dihadapi fasilitas nuklir dapat memiliki atribut, karakteristk, dan kapabilitas yang berbeda-beda, yang biasanya dijabarkan dalam dokumen Ancaman Dasar Desain (ADD) buatan negara bersangkutan [2]. Sistem proteksi fisik harus dapat menghentikan tindakan jahat dari semua ragam tipe musuh yang dimandatkan oleh negara ke operator fasilitas.

Estimate of Adversary Sequence Interruption (EASI) adalah sebuah model analisis performa sistem proteksi fisik yang harus dihadapi oleh musuh pada sebuah jalur intrusi ke dalam suatu fasilitas [3] dan telah digunakan di beberapa studi mengenai sistem proteksi fisik [4,5,6]. Sayangnya model EASI tersebut tidak memperhitungkan ketidakpastian performa dari komponen deteksi sistem proteksi fisik. Selain itu, tidak ada juga nilai ketidakpastian (eror) dari probabilitas interupsi (PI) yang yang merupakan produk utama model EASI. Metode Monte Carlo, sebagai pendekatan stokastik, yang diterapkan pada model EASI diharapkan dapat memodelkan ketidakpastian performa komponen deteksi, dengan tetap memperhtungkan informasi masukan pengguna, serta menghasilkan nilai ketidakpastian probabilitas interupsi (PI) dari sistem proteksi fisik.

Suatu jalur intrusi musuh eksternal yang dianalisis model EASI biasanya didapatkan dengan menganalisis Adversary Sequence Diagram (ASD) fasilitas dan menentukan jalur intrusi paling rentan. Jalur intrusi paling rentan biasanya ditentukan dengan menggunakan asumsi musuh menggunakan strategi gabungan sembunyi-bergegas, di mana musuh harus meminimalisir peluang terdeteksi sebelum mencapai Critical Detection Point (CDP), dan menimalisir keterhambatan setelah CDP [7,8,9]. Analisis menggunakan tiga variasi strategi intrusi dan model EASI terhadap fasilitas nuklir hipotetis yang berbeda diharapkan dapat menunjukkan bahwa prosedur dengan asumsi strategi gabungan tidak selalu tepat dalam menentukan jalur intrusi paling rentan.

POKOK BAHASAN Analisis Adversary Sequence Diagram (ASD) Fasilitas Nuklir Hipotetis

Tiga buah fasilitas nuklir hipotetis dengan sistem protesi fisik untuk dianalisis menggunakan model EASI di makalah ini dibuat dan dikembangkan dari literatur [1, 10, 11]. Gambar 1, 2, dan 3 memperlihatkan ASD dari ketiga fasilitas nuklir hipotetis tersebut dari lapisan paling luar di bagian atas gambar hingga target di bagian bawah gambar.

Setiap elemen sistem proteksi dalam ASD tersebut memiliki informasi mengenai fungsi deteksi dan hambatannya. Sebagai contoh, lapisan pertama fasilitas NARI pada Gambar 1 memiliki elemen pagar (Fence) yang dipasangi sensor sebagai komponen deteksi dengan nilai probabilitas deteksi (PD) = 0.75 dan waktu yang diperlukan musuh untuk menerobos/melewati pagar tersebut (td) = 10 detik. Huruf M menyatakan bahwa deteksi pada pagar terjadi di tengah proses musuh menerobos pagar (B = Beginning, M = Middle, E = End). Kotak di bagian bawah kanan menginformasikan karakteristik tim tanggap darurat dari sistem proteksi fisik, yakni probabilitas ketepatan komunikasi dengan tim tanggap darurat (PC) sebesar 0.95 dan waktu respon tim tanggap darurat untuk menginterupsi musuh (RFT = response force time) sebesar 700 ± 210 detik. Sementara itu fasilitas Garcia dan RDE pada Gambar 2 dan 3 memiliki tim tanggap darurat dengan PC sebesar 0.95 dan RFT sebesar 510 ± 153 detik. Angka-angka performa probabilitas dan waktu hambatan didapatkan dari literatur [12] dengan asumsi bahwa musuh eksternal adalah grup kriminal/teroris yang menggunakan perkakas manual dan elektronik, memiliki bahan peladak

Page 101: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

91

ISSN: 2355-7524

dalam jumlah terbatas, dan memiliki informasi mengenai denah ruangan serta sistem proteksi fisik fasilitas.

Dalam menganalisis ASD untuk menentukan jalur intrusi musuh ke dalam fasilitas, setidaknya ada tiga strategi intrusi yang mungkin diterapkan oleh musuh untuk bisa diprediksi oleh analis sistem proteksi fisik [8]. Pertama, strategi sembunyi di mana musuh memilih untuk meminimalisir kemungkinan terdeteksi sehingga memilih jalur dengan nilai PD terkecil. Kedua, strategi bergegas di mana musuh berusaha secepat mungkin mencapai target sehingga memilih jalur dengan nilai td terkecil. Ketiga, strategi gabungan di mana musuh menggunakan strategi sembunyi hingga mencapai CDP, kemudian menggunakan strategi bergegas setelah CDP untuk mencapai target. Strategi gabungan ini diyakini merupakan strategi terbaik bagi musuh melakukan penetrasi ke fasilitas karena melalui jalur intrusi paling rentan (nilai PI paling rendah), disebut sebagai Most Vulnerable Path (MVP) [9].

Gambar 1. Model Adversary Sequence Diagram (ASD) fasilitas NARI

Gambar 2. Model Adversary Sequence Diagram (ASD) fasilitas Garcia

Page 102: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Variasi Strategi Intrusi dan Pendekatan Stokastik pada Evaluasi... Yanuar Ady Setiawan

92

ISSN: 2355-7524

Gambar 3. Model Adversary Sequence Diagram (ASD) fasilitas RDE Estimate of Adversary Sequence Interruption (EASI)

Model EASI menggunakan Persamaan (1) untuk menghitung nilai PI dari jalur intrusi musuh yang dianalisis [3]. Persamaan tersebut mengakumulasi probabilitas musuh terdeteksi untuk pertama kali di suatu lapisan proteksi, probabilitas informasi deteksi dikomunikasikan dengan tepat, dan probabilitias tim tanggap darurat datang tepat waktu karena deteksi pertama kali di lapisan tersebut. Akumulasi tersebut dilakukan secara sekuensial untuk semua lapisan sistem proteksi fisik di jalur intrusi yang dianalisis.

P(R|A) adalah sebuah probabilitas kondisional kedatangan tim tanggap darurat jika dan hanya jika alarm intrusi dipicu oleh fungsi deteksi sistem proteksi fisik, diverifikasi dan dikomunikasikan dengan tepat. Nilai P(R|Ai) didapatkan dengan mengakumulasi probability density function (PDF) RFT dari -∞ hingga nilai z-score dari lapisan sistem proteksi tempat deteksi terjadi (zi). Nilai z-score dari sebuah lapisan proteksi bergantung pada berapa banyaknya waktu hambatan tersisa yang perlu ditempuh oleh musuh untuk menyelesaikan misi mereka dari titik deteksi spesifik (B, M, atau E) lapisan proteksi yang terkait hingga target operasi di akhir intrusi, seperti diperlihatkan oleh Persamaan (2). Ketidakpastian waktu hambat (σd) dan waktu respon tim tanggap darurat (σRFT) telah diperhitungkan di model EASI.

| | 1

(1)

! "#$%#&'('$%)#*+##$), -./0"#$%#&'('$%)#*+##$!, !12

(2)

METODOLOGI

Studi evaluasi sistem proteksi fisik ini dilakukan dengan mengaplikasikan prinsip (1) strategi sembunyi, (2) strategi bergegas, dan (3) strategi gabungan pada setiap fasilitas nuklir hipotetis sehingga menghasilkan tiga jalur intrusi untuk masing-masing fasilitas. Sebagai contoh, penerapan prinsip strategi sembunyi pada Gambar 3 akan menghasilkan jalur intrusi: outer gate limited area vehicle gate protected area building wall vital area inner wall inner area target. Sedangkan apabila prinsip strategi bergegas yang diterapkan pada Gambar 3, maka jalur intrusi yang dihasilkan adalah: outer fence limited area employee gate protected area building window vital area inner door inner area target. Penerapan prinsip strategi gabungan pada Gambar 3 akan

Page 103: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

93

ISSN: 2355-7524

menghasilkan jalur intrusi: outer gate limited area vehicle gate protected area building wall vital area inner door inner area target. Penerapan ketiga prinsip analisis ASD tersebut juga dilakukan pada Gambar 1 dan Gambar 2. Jalur-jalur intrusi tersebut kemudian dianalisis dengan model EASI untuk mendapatkan nilai PI untuk masing-masing jalur intrusi dari ketiga fasilitas tersebut.

Selain itu, model EASI tersebut juga dikembangkan dalam bentuk program perhitungan dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB. Langkah pertama adalah dengan membangun program MATLAB untuk mendapatkan serta membaca masukan pengguna terkait sistem proteksi fisik jalur intrusi yang hendak dianalisis untuk kemudian melakukan perhitungan EASI dasar dari Persamaan (1) dan (2). Pengembangan model EASI dilakukan dengan menerapkan metode Monte Carlo sebagai pendekatan stokastik untuk memodelkan ketidakpastian (σD) performa setiap komponen deteksi (PD) sebesar 10% dari nilai PD masukan pengguna. Program kemudian dirancang untuk dirancang untuk dapat melakukan hingga ratusan ribu kali perhitungan PI dalam satu kali simulasi, di mana nilai PD tiap komponen yang digunakan dalam setiap perhitungan tersebut merupakan hasil pencuplikan acak distribusi nomal dari nilai PD dan σD komponen deteksi terkait. Dalam proses pencuplikan acak di setiap perhitungan PI dalam simulasi, dua kondisi batas, yakni PD

+ 2 σD < 1 dan nilai cuplikan PD < 1, diterapkan diterapkan sebagai syarat dalam program untuk memastikan bahwa tidak ada nilai PD yang bernilai >= 1.0 dalam suatu perhitungan PI. Dua kondisi batas tersebut juga memastikan rerata distribusi PD tercuplik suatu komponen deteksi dalam satu simulasi penuh tidak memiliki nilai yang berbeda dengan nilai PD masukan dari analis untuk komponen deteksi tersebut. Akhirnya, satu simulasi program dengan perhitungan PI dalam jumlah yang banyak, seperti 10.000 kali perhitungan, akan memberikan distribusi nilai PI sehingga didapatkan nilai ketidakpastian PI dari jalur intrusi fasilitas yang dianalisis tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN

Aplikasi penerapan strategi intrusi dalam menganalisis ASD setiap fasilitas nuklir hipotetis akan menghasilkan spesifikasi jalur intrusi yang siap untuk dianalisis dengan menggunakan model EASI. Tabel 1 memperlihatkan contoh tiga jalur intrusi hasil penerapan ketiga strategi intrusi untuk fasilitas RDE. Notasi L pada tabel adalah lokasi spesifik deteksi.

Tabel 1. Jalur Intrusi Musuh Eksternal ke Fasilitas RDE

Strategi Sembunyi Strategi Bergegas Strategi Gabungan PD σD L td σd PD σD L td σd PD σD L td σd 1 0.2 0.02 B 90 27 0.5 0.05 M 60 18 0.2 0.02 B 90 27 2 0.02 0.002 M 30 9 0.02 0.002 M 30 9 0.02 0.002 M 30 9 3 0.2 0.02 M 120 36 0.8 0.08 E 90 27 0.2 0.02 M 120 36 4 0.8 0.08 M 30 9 0.8 0.08 M 30 9 0.8 0.08 M 30 9 5 0 0 E 120 36 0.6 0.06 E 90 27 0 0 E 120 36 6 0.5 0.05 M 20 6 0.5 0.05 M 20 6 0.5 0.05 M 20 6 7 0.4 0.04 M 480 144 0.9 0.09 B 180 54 0.9 0.09 B 180 54 8 0.5 0.05 M 10 3 0.5 0.05 M 10 3 0.5 0.05 M 10 3 9 0.9 0.09 M 450 135 0.9 0.09 M 450 135 0.9 0.09 M 450 135

Tabel 2. Nilai Probabilitas Interupsi (Pi) Tiga Fasilitas Nuklir Hipotetis

Fasilitas Strategi

Sembunyi Strategi

Bergegas Stratregi

Gabungan Fasilitas

NARI 0.94 0.69 0.88

Fasilitas Garcia

0.79 0.95 0.82

Fasilitas RDE

0.91 0.89 0.86

Tabel 2 memperlihatkan nilai PI dari setiap jalur intrusi ke ketiga fasilitas nuklir

hipotetis, yang secara eksplisit menunjukkan perbedaan karakter kerentanan sistem proteksi fisik dari ketiga fasilitas tersebut. Fasilitas NARI memiliki nilai PI paling rendah pada jalur intrusi strategi bergegas, sedangkan fasilitas Garcia memiliki PI paling rendah pada jalur intrusi strategi sembunyi. Hal ini menunjukkan kekurangan dari sistem proteksi fisik kedua fasilitas tersebut, di mana musuh dari luar bisa menggunakan satu strategi intrusi untuk mendapatkan peluang keberhasilan yang tertinggi (PI terendah) dalam menerobos sistem

Page 104: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Variasi Strategi Intrusi dan Pendekatan Stokastik pada Evaluasi... Yanuar Ady Setiawan

94

ISSN: 2355-7524

proteksi fisik fasilitas. Hal ini menunjukkan bahwa analis sebaiknya tidak langsung menggunakan CDP serta asumsi strategi gabungan dalam menganalisis ASD untuk menentukan jalur intrusi paling rentan.

Nilai-nilai PI dari fasilitas RDE di Tabel 2 menunjukkan sistem proteksi fisik fasilitas tersebut memiliki performa lebih baik. Strategi gabungan sembunyi-bergegas pada fasilitas RDE menghasilkan PI paling rendah. Hal itu berarti musuh dari luar harus mengombinasikan 2 strategi, yakni beralih dari strategi sembunyi ke strategi bergegas setelah melewati suatu titik tertentu (CDP) saat melakukan intrusi, untuk mendapatkan peluang keberhasilan yang tinggi (PI rendah) dalam menerobos sistem proteksi fasilitas nuklir RDE tersebut.

Gambar 4. Distribusi frekuensi nilai PI untuk musuh eksternal dengan strategi

sembunyi ke fasilitas nuklir hipotetis RDE

Gambar 5. Distribusi frekuensi nilai PI untuk musuh eksternal dengan strategi

bergegas ke fasilitas nuklir hipotetis RDE

Gambar 6. Distribusi frekuensi (sumbu y) nilai PI (sumbu x) untuk musuh eksternal

dengan strategi gabungan ke fasilitas nuklir hipotetis RDE

Page 105: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

95

ISSN: 2355-7524

Gambar 4, 5, 6 menunjukkan grafik distribusi nilai PI hasil simulasi ketiga strategi intrusi pada fasilitas RDE oleh program perhitungan EASI yang telah dikembangkan di perangkat lunak MATLAB. Dari 10.000 perhitungan PI dalam satu simulasi dengan penerapan metode Monte Carlo sebagai pendekatan stokastik dalam memodelkan ketidakpastian PD, fasilitas RDE memiliki performa sistem proteksi fisik dengan PI = 0.91 ± 0.01 (Gambar 4), PI = 0.89 ± 0.01 (Gambar 5), dan PI = 0.86 ± 0.01 (Gambar 6). Program yang dikembangkan turut memperhitungkan ketidakpastian performa komponen deteksi sistem proteksi fisik serta menghasilkan nilai ketidakpastian dari PI. KESIMPULAN

Terdapat beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan hasil studi. Pertama, dalam menganalisis ASD pada suatu fasilitas, sebaiknya tidak serta merta menggunakan CDP dan asumsi strategi gabungan untuk mendapatkan suatu jalur intrusi paling rentan. Terdapat fasilitas-fasilitas dengan sistem proteksi fisik yang lebih buruk di mana penggunaan satu strategi intrusi (sembunyi atau bergegas) menghasilkan jalur intrusi yang lebih rentan (PI terendah) daripada strategi gabungan. Selain itu, penerapan metode Monte Carlo sebagai pendekatan stokastik dalam studi ini berhasil memodelkan ketidakpastian performa kompenen deteksi (σD) sistem proteksi fisik serta menghasilkan nilai ketidakpastian PI dari model EASI.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih dialamatkan kepada Prof. Sunil Chirayath dan Dr. Evans Kitcher dari Texas A&M University, Amerika Serikat yang telah membimbing dan membantu penulis dalam studi terkait sistem proteksi fisik ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. GARCIA M. L., “The Design and Evaluation of Physical Protection System”, Butterworth-

Heinemann, Burlington (2001).

2. IAEA Nuclear Security Series No. 10, “Development, Use and Maintenance of the

Design Basis Threat”, IAEA, Mei, Vienna (2009).

3. BENNET H. A., “EASI – An Evaluation Method for Physical Security System”, Nuclear

Materials Management, Vol. 6, No. 3, 371-379, (1977).

4. WADOUD A.A., ADAIL A.S., SALEH A.A., “Physical Protection Evaluation Process for Nuclear Facility via Sabotage Scenarios”, Alexandria Engineering Journal, 1-9, (2017).

5. OYEYINKA O.D., DIM L.A., ECHETA M.C., KUYE A.O., “Determination of System Effectiveness for Physical Protection System of a Nuclear Energy Centre”, Science and Technology, Vol. 4, No. 2, 9-16, (2014).

6. Zou B., Yang M., Guo J., Benjamin E., Wu W., “A Heuristic Approach for The Evaluation of Physical Protection System Effectiveness”, Annals of Nuclear Energy, Vol. 105, 302-310, (2017).

7. SANDIA NATIONAL LABORATORIES, “Adversary Sequence Diagram (ASD) Model”, The The Twenty-Sixth International Training Course on the Physical Protection of Nuclear Facilities and Materials, Albuquerque, (2016).

8. SANDIA NATIONAL LABORATORIES, “Path Interruption Analysis”, The Twenty-Sixth International Training Course on the Physical Protection of Nuclear Facilities and Materials, Albuquerque, (2016).

9. SANDIA NATIONAL LABORATORIES, “Multipath Analysis: Outsider Analysis with the Path Analysis (MP VEASI) Model”, The Twenty-Sixth International Training Course on the Physical Protection of Nuclear Facilities and Materials, Albuquerque, (2016).

10. SETIAWAN Y.A., “Adversary Path Analysis of a Physical Protection System Design Using a Stochastic Approach”, Tesis, Texas A&M University, College Station (2018).

11. MUDJIONO, DEWITA E., HASAN Y., “Rencana Program Protesi Fisik Reaktor Daya Eksperimental”, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2016, Vol. 1, (2016).

12. SANDIA NATIONAL LABORATORIES, “Hypothetical Facility Exercise Data: The Lone Pine Nuclear Power Plant”, The Twenty-Sixth International Training Course on the Physical Protection of Nuclear Facilities and Materials, Albuquerque, (2016).

Page 106: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Variasi Strategi Intrusi dan Pendekatan Stokastik pada Evaluasi... Yanuar Ady Setiawan

96

ISSN: 2355-7524

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Bungkus Pratikno, PAIR-BATAN)

• Apa yang menjadi dasar penentuan PD?

• Mengapa PD pada hambatan ke 4 selalu lebih tinggi dibanding dengan yang lain

JAWABAN: (Yanuar Ady S., UGM)

• Dasar nilai PD pada studi ini adalah literatur tentang sistem proteksi fisik dari pelatihan Sistem Proteksi Fisik yang diselenggarakan oleh Sandia National Laboratories (SNL). Pada kenyataannya, tiap komponen deteksi harus melalui uji performa (performance testing).

• Tidak selalu lebih tinggi, Tabel 1 memperlihatkan PD=0.9 di layer-layer yang lain di jalur intervensi bergegas dan gabungan.

2. PERTANYAAN: (Wahyudi, PTKMR-BATAN)

• Dalam sistem pengamanan bahan nuklir, yang paling baik untuk pengamanan RDE menggunakan sistem apa?

• Kira-kira di fasilitas RDE, yang menjadi incaran penyabot atau pencuri itu apa?

JAWABAN: (Yanuar Ady S., UGM)

• Sistem yang paling baik adalah sistem keamanan yang performa tiap komponen dan sistem (peralatan & petugas) dievaluasi secara berkala terhadap ancaman musuh yang dipostulatkan oleh pemerintah melalui BAPETEN.

• Sebagai contoh, RDE dapat menjadi target sabotase (teras atau sistem pendingin) oleh pihak-pihak yang anti nuklir guna menunjukkan bahwa Reaktor Nuklir itu rapuh dan mudah celaka.

3. PERTANYAAN: (Mustainnah, Univ. Andalas)

• Bagaimana kondisi keadaan ketika probabilitasnya terdeteksi pada layer 2

sedangkan tidak terdeteksi pada layer 1. Kenapa probabilitas terdeteksi di layer 3

sedangkan tidak terdeteksi di layer 1 dan 2

JAWABAN: (Yanuar Ady S., UGM)

• Tergantung pada desain sistem proteksi fisik dari fasilitas masing-masing. Sebagai contoh, untuk layer 1, mungkin hanya ditempatkan 1 orang patroli mengelilingi kawasan luas, tentunya PD-nya sangat rendah. Kemudian di layer 2 hanya ditempatkan sensor getar pagar yang PD-nya lebih tinggi namun bisa dengan mudah dilewati jika bisa diloncati dengan suatu alat bantu. Terakhir di layer 3 terdapat sensor pada pintu-pintu yang harus dirusak oleh musuh. Skenario tersebut adalah contoh musuh terdeteksi di layer 3 tapi tidak terdeteksi di layer 1 dan 2.

Page 107: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

97

ISSN: 2355-7524

APLIKASI ISOTOP ALAM 14C UNTUK MENENTUKAN UMUR AIR TANAH AKUIFER DALAM DI KAWASAN NUKLIR PASAR JUMAT JAKARTA

Satrio

1, Rasi Prasetio

2, Bungkus Pratikno

3

1,2,3Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi – BATAN, Jl. Lebak Bulus Raya No. 49 Jakarta 12440

Email: [email protected]

ABSTRAK APLIKASI ISOTOP ALAM

14C UNTUK MENENTUKAN UMUR AIR TANAH AKUIFER

DALAM DI KAWASAN NUKLIR PASAR JUMAT JAKARTA. Telah dilakukan penelitian air tanah akuifer dalam yang ada di Kawasan Nuklir Pasar Jumat (KNPJ) Jakarta. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui umur tanah akuifer dalam di KNPJ dan membandingkannya dengan hasil analisis isotop alam 14C sebelumnya (1998). Tujuan lebih lanjut, yaitu menentukan arah gerakan air tanah akuifer dalam di KNPJ tersebut. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu di lapangan dan di laboratorium. Pekerjaan lapangan meliputi pengambilan 60 liter sampel air dan proses pengendapan CO2 terlarut menjadi endapan BaCO3 menggunakan FeSO4.7H2O, NaOH, BaCl2 dan Praestol. Di laboratorium, preparasi analisis sampel meliputi konversi BaCO3 menjadi CO2, absorpsi CO2 oleh larutan Carbosorb-E/Permafluor-E dan pencacahan aktivitas 14CO2 menggunakan Liquid Scintillation Analyzer Perkin Elmer 2910TR. Hasil analisis sampel menunjukkan bahwa untuk Sumur-1 diperoleh data percent modern carbon (pMC) sebesar 93,77 dan umur sekitar 532 tahun BP (before present=1950). Sementara untuk Sumur-2 diperoleh data pMC sebesar 81,77 dan umur sekitar 1664 BP. Jika dibandingkan dengan hasil analisis isotop alam 14C tahun 1998, umur air tanah dari kedua sumur tersebut terus mengalami pengurangan yang mengindikasikan adanya pengaruh air tanah akuifer dangkal sekitarnya. Sementara itu, arah gerakan air tanahnya masih sama seperti tahun 1998, yaitu dari selatan ke utara sebagaimana arah aliran air tanah akuifer dalam di cekungan air tanah (CAT) Jakarta pada umumnya. Kata kunci: aplikasi isotop, isotop alam 14C, umur air tanah, akuifer dalam, KNPJ Jakarta

ABSTRACT APPLICATION OF

14C ENVIRONMENTAL ISOTOPE TO DETERMINE GROUNDWATER

AGE OF DEEP AQUIFER IN KAWASAN NUKLIR PASAR JUMAT JAKARTA. The study of deep groundwater aquifer in Kawasan Nuklir Pasar Jumat (KNPJ) Jakarta has been done. The aim of the study is to determine the age of deep groundwater at KNPJ and compare it with the results of previous environmental isotopes of

14C analysis (1998). Furthermore, it

also aims to determine the direction of deep groundwater movement at KNPJ. This study was done in two stages, i.e. field work and in laboratory work. The field work includes sampling of 60 L groundwater samples and precipitation process of dissolved CO2 into BaCO3 using FeSO4.7H2O, NaOH, BaCl2 and Praestol. In the laboratory, sample preparation includes conversion of BaCO3 to CO2, absorption of CO2 by Carbosorb-E/Permafluor-E solution and counting of

14CO2 activities using Liquid Scintillation Analyzer Perkin Elmer

2910TR. The results of the sample analysis showed that for Well-1, the percent modern carbon (pMC) data was obtained around 93.77 and age around 532 years BP (before present = 1950). While for Well-2, the pMC data is 81.77 and the age is around 1664 BP. When compared with the results of

14C analysis in 1998, the age of groundwater from the

two wells continues to decrease which indicates the influence of the shallow groundwater aquifer from its surrounding. Meanwhile, the direction of groundwater movement is still the same as in 1998, from south to north as well as general groundwater flow direction of deep aquifer in Jakarta groundwater basin. Keywords: isotope application, environmental isotope of

14C, groundwater age, deep

aquifer, KNPJ Jakarta

Page 108: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Aplikasi Isotop Alam 14

C untuk Menentukan Umur Air TanahA Satrio, dkk.

98

ISSN: 2355-7524

PENDAHULUAN Kawasan Nuklir Pasar Jumat (KNPJ), Jakarta dibangun pada tahun 1966 dan menempati area sekitar 20 hektare. Di kawasan ini terdapat Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR), Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR), Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir (PTBGN), Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat), serta Pusat Desiminasi dan Kemitraan (PDK). Berbagai Kegiatan penelitian yang dilakukan di kawasan ini meliputi litbang radioisotop dan radiasi serta aplikasinya di berbagai bidang, litbang eksplorasi dan pengolahan bahan nuklir, kegiatan pendidikan dan pelatihan, serta kegiatan sosialisasi dan diseminasi hasil litbangyasa iptek nuklir BATAN kepada masyarakat.

Secara geografis lokasi KNPJ berada pada koordinat antara 695817 – 696468 mT dan 9303651 – 9304152 mS [1]. Di kawasan ini terdapat dua sumur bor yang menjadi sumber utama penyediaan air bersih untuk menunjang berbagai aktivitas khususnya kegiatan penelitian dan pengembangan. Kedua sumur tersebut merupakan sumur bor yang memiliki kedalaman sekitar 60 m di atas permukaan tanah.

Seiring dengan bertambahnya berbagai fasilitas dan gedung di KNPJ, kebutuhan terhadap ketersediaan air bersih juga mengalami peningkatan, sementara untuk pemenuhan air di KNPJ hanya dipasok dari dua sumber utama tersebut, sehingga perlu dikaji mengenai kelangsungan pasokan air di masa mendatang. Sementara itu, analisis isotop alam 14C terhadap kedua sumber air tanah tersebut pernah dilakukan pada tahun 1998. Sehubungan kapasitas produksi air bersih yang dibutuhkan pada masa itu berbeda dengan masa sekarang, maka selama sekitar 20 tahun pengambilan air tanah dari kedua sumber tersebut, diperkirakan akan menyebabkan penurunan umur air tanah akibat masuknya air tanah dangkal yang berasal dari sekelilingnya. Untuk itu, melalui aplikasi isotop alam 14C ini perlu dilakukan penelitian mengenai umur air tanah dari dua sumur tersebut.

Pendekatan isotop alam 14C merupakan metode yang sering digunakan dalam mengetahui umur tanah dan arah aliran air tanah [2,3]. Penentuan umur menggunakan isotop alam 14C dikenal dengan istilah metode “groundwater dating” [4,5]. Teknik yang umum digunakan dalam beberapa dekade terakhir ini, yaitu dengan Absorpsi 14CO2 yang memiliki dating range antara 100 tahun hingga 36.000 tahun BP (before present = 1950) [6,7].

METODOLOGI Pengambilan Sampel

Isotop 14C dalam sampel air berada dalam bentuk karbonat terlarut dalam air tanah atau dissolved inorganic carbon (DIC) dan diambil dalam bentuk endapan BaCO3 melalui tahapan sebagai berikut [8,9]. a. Sebanyak 60 liter sampel air dimasukkan dalam tangki pengendap dan ditambah 5 gram

FeSO4 untuk menghilangkan pengaruh mineral sulfida dan mineral lain. b. Sampel tersebut kemudian ditambah larutan NaOH jenuh sebanyak 40 ml untuk

mengatur agar pH sampel menjadi 12. c. Selanjutnya ditambahkan larutan pengendap BaCl2 jenuh sebanyak 500 ml, kemudian

diaduk hingga terbentuk endapan halus BaCO3. d. Untuk mempercepat proses pengendapan, ditambahkan praestol sebanyak 50 ml dan

kemudian diaduk secara perlahan. e. Endapan BaCO3 ditampung dalam botol kapasitas 1 liter.

Analisis 14C

Dalam kondisi vakum, sampel karbonat dalam bentuk endapan BaCO3 direaksikan dengan HCl 10% sehingga diperoleh CO2 melalui reaksi berikut [10].

+ 2 → + +

Sebanyak kira-kira lima liter CO2 ditampung dalam tabung stainless steel. Dengan mengalirkan gas N2 HP ke kolom absorpsi CO2, tuangkan 30 ml larutan campuran Carbosorb-E dan Permafluor-E ke dalamnya [11]. Selanjutnya, CO2 sampel yang diperoleh dialirkan ke dalam larutan tersebut [12]. Selama proses absorpsi akan timbul panas hingga mencapai kondisi jenuh dan temperatur kembali ke kondisi semula [13].

Setelah proses absorpsi selesai, larutan yang terbentuk langsung dikucurkan ke dalam labu erlenmeyer sambil dialiri gas N2 [14]. Sebanyak 21 ml larutan tersebut diambil dan dituangkan ke dalam vial gelas 21 ml dengan menggunakan pipet volumetrik[15]. Proses berikutnya yaitu pencacahan aktivitas sampel dan standar menggunakan alat

Page 109: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

99

ISSN: 2355-7524

pencacah sintilasi cari atau Liquid Scintillation Analyzer (LSA) [16]. Dengan alat LSA ini, isotop alam 14C yang memiliki energi maksimum 156 keV dan waktu paro 5730 tahun dapat diukur aktivitasnya, yaitu dengan mengukur akumulasi emisi β dari sampel dan standar [17]. Proses pencacahan biasanya dilakukan dengan pengulangan, 10 kali, 20 kali hingga 50 kali pengulangan. Seluruh data cacahan dihitung rata-ratanya untuk kemudian dilakukan perhitungan umur air tanah menggunakan persamaan berikut [18].

t 8267ln Aon

As

Dimana: t = umur (tahun BP) Aon = Aktivitas standar (cpm) As = aktivitas sampel (cpm) HASIL DAN PEMBAHASAN

Lokasi Pengambilan Sampel Sebanyak 2 sampel air tanah akuifer dalam diambil di dua lokasi KNPJ dengan

koordinat, Sumur-1 (X:696253, Y:9303941) dan Sumur-2 (X:696092, Y: 9304164). Kedalaman dari kedua sumur sekitar 60 m di bawah permukaan tanah setempat dengan elevasi antara 37 – 39 m diatas permukaan laut. Gambar 1 berikut peta lokasi pengambilan sampel.

Gambar 1. Peta lokasi pengambilan sampel air tanah akuifer dalam di KNPJ Jakarta Hasil Analisis Isotop Alam 14C

Di lab Hidrologi Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) – Batan pengukuran aktivitas isotop alam 14C yang terkandung dalam sampel dilakukan menggunakan LSA 2910TR. Dalam proses pencacahan terdapat tiga komponen yang dicacah, yaitu larutan background (latar belakang), larutan sampel dan larutan standar [19]. Standar yang digunakan dalam analisis 14C ini yaitu SRM 4990C buatan Biro Nasional Standar USA [20]. Pencacahan dilakukan selama 15 menit, baik untuk background, sampel maupun standar dengan 45 kali pengulangan. Tabel 1 berikut memperlihatkan hasil cacahan standar dalam satuan count per minute (cpm).

Tabel 1. Hasil cacahan standar (cpm) 22,97 23,53 23,41 22,63 23,74

23,02 22,40 21,06 23,96 21,94

21,01 21,61 23,15 23,57 21,06

Page 110: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Aplikasi Isotop Alam 14

C untuk Menentukan Umur Air TanahA Satrio, dkk.

100

ISSN: 2355-7524

22,95 22,43 23,07 22,25 23,57

21,14 22,40 21,35 22,64 22,48

23,66 23,35 22,90 21,93 21,95

23,95 21,88 22,23 22,70 23,56

23,95 21,81 22,05 22,59 21,39

21,20 22,33 21,39 22,08 21,31

Rata-rata sebelum direduksi 1σ error: 22,48 ± 0,89 cpm Rata-rata setelah direduksi 1σ error: 22,45 ± 0,47 cpm

Dengan cara yang sama, untuk hasil cacahan background dan sampel dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Hasil cacahan background dan sampel Background / Kode Sampel

Sebelum direduksi 1σ error (cpm)

Setelah direduksi 1σ error (cpm)

Background 11,72 ± 0,92 11,71 ± 0,48

Sumur-1 19,62 ± 0,99 19,63 ± 0,52

Sumur-2 17,78 ± 0,94 17,76 ± 0,48

Dengan memperhitungkan bobot karbon yang terserap dalam larutan Carbosorb-E/Permafluor-E, diperoleh cacahan bersih (net count) dan umur sampel seperti dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Hasil analisis 14C sampel air tanah akuifer dalam KNPJ Jakarta (tahun analisis: 2018)

Kode Sampel

Bobot C (g)

cpm net cpm

PMC Umur

(thn BP)

Sumur-1 0,439 19,63 18,05 93,77 532

Sumur-2 0,385 17,76 15,74 81,77 1664

Berdasarkan hasil analisis 14C terlihat bahwa umur air tanah Sumur-1 lebih muda dibandingkan Sumur-2. Dengan kedalaman akuifer yang relatif sama, perbedaan umur keduanya dapat mengindikasikan bahwa arah aliran air tanah dari selatan ke utara. Sementara itu, umur air tanah yang relatif muda pada Sumur-1 diperkirakan disebabkan adanya interaksi dengan air tanah akuifer dangkal yang berada di atasnya. Hal ini sesuai dengan informasi data hidrogeologi sebagaimana dikemukakan oleh Mukhtar O., dkk., 2012 bahwa akuifer air tanah Jakarta bagian selatan tidak nampak jelas perbedaan antar akuifernya, yaitu antara akuifer I berkedalaman 0 – 20 mbpt dan akuifer II berkedalaman 40 – 60 mbpt, sehingga akuifer II tersebut berpotensi terisi oleh air yang berasal dari akuifer I [21]. Adanya interaksi antara air tanah akuifer I dan akuifer II inilah yang memberikan umur relatif muda pada air tanah Sumur-1 tersebut. Air tanah akuifer I merupakan air tanah tak tertekan (unconfined aquifer) yang umumnya berasal dari air hujan sekitarnya (local recharge).

Jika dibandingkan dengan hasil analisis tahun 1998, umur air tanah pada Sumur-1 sebesar 5800 tahun BP dan Sumur-2 sebesar 6300 tahun BP, ini berarti bahwa selama 20 tahun, akuifer air tanah di KNPJ secara berangsur diisi oleh air tanah yang berumur Modern sehingga menghasilkan umur air tanah yang cenderung semakin muda. Namun demikian, arah aliran air tanahnya masih tetap sama, yaitu dari selatan ke utara sebagaimana arah aliran air tanah akuifer dalam di cekungan air tanah (CAT) Jakarta pada umumnya.

KESIMPULAN Berdasarkan data isotop alam 14C diketahui bahwa secara umum air tanah akuifer

dalam di KNPJ mengarah dari selatan ke utara sesuai arah aliran air tanah akuifer dalam di CAT Jakarta pada umumnya. Selama dua puluh tahun dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih di KNPJ, air tanah dari kedua sumur di KNPJ telah mengalami pengurangan umur air tanah yang signifikan. Pengurangan umur secara terus-menerus ini diperkirakan disebabkan adanya pengisian oleh air tanah yang berumur Modern yang

Page 111: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

101

ISSN: 2355-7524

berasal dari air hujan sekitarnya dan masuk sebagai local recharge sehingga mempengaruhi umur air tanah dari kedua sumur tersebut yang cenderung semakin berumur muda. Dengan demikian perlu adanya monitoring secara berkesinambungan untuk memantau perubahan umur air tanah dari waktu ke waktu.

UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih kepada staf dan analis di Kelompok Hidrologi, Bidang Industri dan

Lingkungan, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) – BATAN yang telah membantu dalam pengambilan sampel air tanah di lapangan dan analisis sampel di laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA 1. SANUSI, N. L, NURFADHLINI dan SATRIO, “Studi Karakteristik Air-Tanah Di Kawasan

Nuklir Pasar Jumat (KNPJ) Dengan Metode Hidrokimia Dan Isotop Alam”, Jurnal Eksplorium, Vol.39 No.1, Hal. 51-58, Jakarta (2018).

2. MEREDITH K., “Radiocarbon Age Dating Groundwaters of the West Canning Basin , Western Australia”, A report prepared for the Government of Western Australia (WA), Department of Water (DoW), ANSTO Institute for Environmental Research, pp.1-47, Australia (2009).

3. IAEA, “Isotope Methods for Dating Old Groundwater”, pp.1-376, Vienna (2013). 4. RAGHEB M., “Isotopes Method in Water Resources Management”, Hal.1-23 (2015). 5. HOQUE M. A., and BURGESS W. G., “14C dating of deep groundwater in the Bengal

Aquifer System, Bangladesh: Implications for aquifer anisotropy, recharge sources and sustainability”, Journal of Hydrology, Vol. 444-445, pp.209-220 (2012).

6. FAURESCU I., VARLAM C., STEFANESCU I., CUNA S., VAGNER I., FAURESCU D., and BOGDAN D., “Direct Absorption Method and Liquid Scintillation Counting for Radiocarbon Measurements in Organic Carbon frm Sediments”, Vol.52, Nr.2-3, pp.794-799 (2010).

7. CANDUCCI C., BARTOLOMEI P., MAGNANI G., RIZZO A., PICCOLI A., TOSITTI L., and ESPOSITO M., “Upgrade of the CO2 Direct Absorption Method for Low-Level 14C Liquid Scintillation Counting”, RADIOCARBON, Vol.55 Nr.2-3, pp.260-267 (2013).

8. AGGARWAL P. K., ARAGUAS-ARAGUAS L., CHOUDHRY M., VAN DUREN M., and FROEHLICH K., “Lower Groundwater 14C Age by Atmospheric CO2 Uptake during Sampling and Analysis”, Groundwater, (2013).

9. SATRIO dan PUJIINDIYATI E. R., “Karakteristik Air Tanah Akuifer Dalam Sekitar Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang-Bekasi, Jawa Barat”, Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol.18 No.1, Hal. 96-103 (2017).

10. SATRIO, SIDAURUK P., SUM L. C. and SYAFALNI S., “Groundwater Dynamic and Its Interrelationship with River Water of Bandung Basin Using Environmental Isotopes (18O, 2H, 14C)”, Modern Applied Science. Vol.6 No.11, pp.49-59 (2012).

11. SATRIO, PRATIKNO B. dan SIDAURUK P., “Studi Karakteristik Air Tanah Daerah Nganjuk Jawa Timur dengan Isotop Alam”, Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi, Vol.12 No.2, Hal.89-96 (2016).

12. FAURESCU I., FERU A., VARLAM C., FAURESCU D., VAGNER I., CUNA S. and COSMA C., “Use of C-14 and Environmental Isotopes to Estimate Aquifer Recharge Conditions”, Journ. Phys., Vol.56, No.1-2, pp.250-256 (2011).

13. SATRIO DAN NURFADHLINI, “Studi Asal-Usul Air Tanah Daerah Sembalun – Rinjani Nusa Tenggara Barat Menggunakan Isotop Alam”, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2014 Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan – BATAN, Yogyakarta (2014).

14. SATRIO dan TAUFIQ A., “Studi Air Tanah Akuifer Dalam di Cekungan Semarang-Demak Menggunakan Isotop Alam 14C”, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah ‐ Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2015, Hal.79-82, Yogyakarta (2015).

15. SATRIO dan ABIDIN Z., “Perbandingan Metode Sintesis Benzena dan Absorpsi CO2 untuk Penanggalan Radioisotop 14C”, Jurnal Aplikasi Isotop dan Radiasi, Vol.14 No.1, Hal.1-34 (2007).

16. TASKAEV E., “Liquid Scintillation Counting of H-3 and C-14”, 20th Annual RETS-REMP Workshop San Jose, California, June 28-30 2010.

Page 112: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Aplikasi Isotop Alam 14

C untuk Menentukan Umur Air TanahA Satrio, dkk.

102

ISSN: 2355-7524

17. KOVALEVSKY V. S.,KRUSEMAN G. P. and RUSHTON K. R., “Groundwater Studies, An international for hydrogeological investigations”, IHP-VI, SERIES ON GROUNDWATER NO.3, UNESCO (2004).

18. PLUMMER L. N., and GLYNN P. D., “Radiocarbon Dating in Groundwater Systems”, United States Geological Survey, Reston, Virginia, USA (2013).

19. VARLAM C., STEFANESCU I., VARLAM M., POPESCU I. and FAURESCU I., “Applying the Direct Absorption Method and LSC for 14C Concentration Measurement in Aqueous Samples”, RADIOCARBON, Vol.49 Nr.2, pp.281-89 (2007).

20. STENSTRÖM K. E., SKOG G., GEORGIADOU E., GENBERG J. and JOHANSSON A., “A guide to radiocarbon units and calculations”, Lund University, Department of Physics, Division of Nuclear Physics, Lund – Sweden (2011).

21. MUKHTAR O., PRANANTYA P. A. dan HADIAN S. D., “Manajemen Air Tanah di Cekungan Air Tanah DKI Jakarta”, Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran, Bandung (2012).

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Aslina Br. Ginting, PTBBN-BATAN)

• Hasil analisis C-14 menggunakan scintillator cair adalah CPM, kenapa bukan aktivitas?

• Korelasi kandungan C-14 dengan umur air?

JAWABAN: (Satrio, PAIR-BATAN)

• Background, sampel dan standar hasilnya dalam satuan yang sama, yaitu cpm.

Maka cpm sudah menunjukkan aktivitasnya, namun sampel dan standar dikurangi

background sehingga diperoleh net cpm. Net cpm sampel ini kemudian

dibandingkan net cpm sampel sehingga diperoleh umur air tanah.

• Mungkin yang dimaksud adalah aktivitas C-14, yaitu satuannya percent modern

carbon (PMC), sementara umur dalam satuan “yearsBP” BP= Before Present. Ada

korelasi antara PMC dan umur.

2. PERTANYAAN: (Wahyudi, PTKMR-BATAN)

• Umur air tanah yang baik yang berumur tua atau yang muda?

• Apa alasannya? Manfaatnya?

JAWABAN: Satrio, PAIR-BATAN ((Satrio, PAIR-BATAN)

• Semakin umur air muda, semakin tinggi ketergantungan terhadap air hujan. Yang

lebih tua dan statusnya freshwater adalah lebih baik

• Umur yang lebih tua menunjukkan ketersediaan air bawah tanah cukup untuk waktu

yang lebih lama. Berkurang atau stabilnya umur sangat bergantung pada

proteksi/konservasi daerah resapan (recharge area).

Page 113: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

103

ISSN: 2355-7524

ANALISIS KOMPOSISI KIMIA DAN FASA PADA SERBUK PADUAN U-

Zr-Nb PASCA HIDRIDING-DEHIDRIDING

Masrukan M1, Saga Octa D

1, M.H Alhasa

1

1Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir (PTBBN)-BATAN

Kawasan Puspiptek, Setu, Tangerang Selatan Email : [email protected]

ABSTRAK ANALISIS KOMPOSISI KIMIA DAN FASA PADA SERBUK PADUAN U-Zr-Nb PASCA HIDRIDING-DEHIDRIDING. Telah dilakukan analisis komposisi

dan fasa pada serbuk paduan U-Zr-Nb pasca hidriding dehidriding. Serbuk U-Zr-Nb dibuat dari ingot U-Zr-Nb melalui proses hidriding-dehidriding. Serbuk U-Zr-Nb mempunyai komposisi U menyesuaikan berat Zr, komposisi Zr tetap sebesar 6% sedangkan Nb bervariasi yakni sebesar 2 %, 5 % dan 8 % (U-6Zr-2Nb, U-6Zr-5Nb, dan U-6Zr-8Nb). Serbuk yang diperoleh selanjutnya dikenai pengujian komposisi unsur dan fasa. Pengujian komposisi kimia menggunakan spektroskopi serapan atom (AAS) dan ultra violet (UV Vis) sedangkan analisis fasa menggunakan difraktometer sinar X (XRD). Tujuan analisis komposisi kimia dan fasa adalah untuk mengetahui unsur penyusun dan pengotor serta fasa yang terbentuk pada paduan U-Zr-Nb. Hasil analisis komposisi kimia menunjukkan bahwa kandungan U, Zr, dan Nb di dalam masing-masing paduan U-6Zr-2Nb, U-6Zr-5Nb, dan U-6Zr-8Nb dengan recovery dan akurasi yang cukup baik, dimana untuk recovery antara 96,144 % sampai 99,833 % dan tingkat akurasi antara 0,002 % sampai 0,039%. Untuk hasil analisis unsur pengotor diperoleh unsur Al, Cu, Fe, dan Mn melebihi persyaratan yang diijinkan. Dari analisis fasa diperoleh bahwa pada masing-masing sampel

yakni fasa αU, γU dan senyawa UO2, dimana fasa γ merupakan fasa yang dominan. Kandungan fasa γU tertinggi terdapat pada U-6Zr-5Nb yakni sebesar 92,108 %.

Kata kunci : Analisis komposisi, unsur, fasa, serbuk U-Zr-Nb.

ABSTRACT

COMPOSITION ANALYSIS OF ELEMENTS AND PHASES On POWDER ALLOY U-Zr-Nb POST HYDRIDING DEHYDRIDING. Analysis of composition

and phase has been carried out on U-Zr-Nb alloy powder. U-Zr-Nb powder made from U-Zr-Nb ingots through the hydriding-dehydriding process. The U-Zr-Nb powder has a composition U adjusting the weight of Zr, the composition of Zr is fixed at 6% while Nb varies by 2, 5 and 8% (U-6Zr-2Nb, U-6Zr-5Nb, and U-6Zr-8Nb ). The powder obtained is then subjected to composition and phase testing. Testing of elemental composition using atomic absorption spectroscopy (AAS) and ultra violet (UV Vis) while the phase uses X-ray diffractometer (XRD). The purpose of elemental and phase composition analysis is to determine the constituent elements and impurities and phases formed in the U-Zr-Nb alloy. The results of chemical composition analysis showed that the contents of U, Zr, and Nb in each alloy U-6Zr-2Nb, U-6Zr-5Nb, and U-6Zr-8Nb with fairly good recovery and accuracy, where for recovery between 96.144% to 99.833 % and accuracy between 0.002% to 0.039%. planned with test results of 3.666%; 2,850% and 3,200%. For the results of analysis of impurity elements, Al, Cu, Fe and Mn elements exceed the permitted requirements. From the phase analysis, it was found that the results of phase analysis were obtained for each

sample, namely phase α U, γ U and UO2 compounds, where phase γ is the dominant phase. The highest γU phase content is found in U-6Zr-5Nb which is 92.108%.

Keywords: Analysis of composition, element, phase, powder U-Zr-Nb.

Page 114: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Komposisi Kimia Dan Fasa Pada @

Masrukan M, dkk.

104

ISSN: 2355-7524

PENDAHULUAN Penelitian dan pengembangan bahan bakar reaktor riset terus dilakukan untuk

mendapatkan bahan bakar berdensitas tinggi. Beberapa paduan uranium sedang dikembangkan untuk dapat dijadikan sebagai bahan bakar reaktor riset diantaranya paduan UMo, UN, UZr. Penggantian bahan bakar tersebut dilakukan karena bahan bakar paduan uranium silisida (U3Si2) yang sekarang digunakan relatif sulit dalam pemisahan unsur Si saat dilakukan pemungutan kembali uranium dari gagalan dan limbah produksi U3Si2/Al[1]. Selain itu, bahan bakar U3Si2/Al juga mempunyai keterbatasan karena pabrikasinya sulit, dimana pada pabrikasi bahan bakar U3Si2/Al dengan densitas lebih besar dari 5,2 U/cm

3 akan terbentuk dogbone pada ujung pelat elemen bakar (PEB)[1], sehingga

paduan berbasis U-Zr merupakan kandidat untuk bahan bakar. Pemilihan bahan bakar berbasis U-Zr didasarkan antara lain : tampang lintang serapan neutron rendah, ketahanan korosi baik, dan densitasnya tinggi[1].

Pengembangan paduan U-Zr telah dilakukan dengan memvariasikan unsur Zr pada 2%, 6%, 10%, dan 14% dan telah dikarakterisasi dan dibuat menjadi PEB mini [2]. Manufaktur dan karakterisasi pada PEB mini U-Zr pada 6% Zr (U-6Zr) menunjukkan hasil yang dapat diterima dan memenuhi persyaratan sebagai bahan bakar nuklir, seperti sifat termal dan mekanik[3], selanjutnya disiapkan untuk uji iradiasi dalam reaktor nuklir menggunakan pengkayaan U sebesar 19,75%[4]. Penelitian pembuatan paduan bahan bakar U-4Zr-2Nb dengan densitas 3,17 gU/cm

3 telah dilakukan, dan berdasarkan pada hasil

uji iradiasi, sifat neutronik, dan fabrikasi didapatkan bahwa paduan tersebut cukup baik sebagai bahan bakar hingga densitas paduannya mencapai 8,0 gU/cm

3[5,6].

Untuk dapat digunakan sebagai bahan bakar, suatu paduan harus memenuhi beberapa persyaratan seperti komposisi kimia, mekanik, fisik, dan neutronik. Komposisi kimia di dalam bahan bakar akan menentukan karakteristik dari bahan bakar tersebut dan hal ini berkaitan dengan sifat-sifat dari bahan bakar tersebut seperti sifat mekanik, sifat fisik, mikrostruktur yang dimiliki dan sifat neutroniknya. Bahan bakar nuklir diharapkan mempunyai kemurnian tinggi/impuritas rendah, terutama kandungan unsur yang mempunyai tampang lintang serapan neutron tinggi seperti unsure B dan Cd. Keberadaan unsur B dan Cd dalam jumlah yang cukup tinggi akan menyerap neutron sehingga operasi reaktor menjadi terganggu. Tampang lintang serapan neutron mikroskopik tinggi seperti Cd dan B, masing-masing adalah sebesar 2520.(50.) barn dan 767.(8.) barn[5,7]. Demikian pula fasa di dalam suatu paduan logam akan mempengaruhi sifat-sifat paduan tersebut seperti sifat termal, densitas, dan korosi. Fasa dapat terbentuk apabila terdapat dua logam atau lebih dipadukan dan dipanaskan pada temperatur tertentu. Apabila dalam pemaduan satu atau lebih larut dalam suatu logam lain maka terbentuk larutan padat sedangkan apabila satu atau dua logam tersebut melampaui batas kelarutan dalam logam yang lain maka terbentuk fasa kedua. Sifat larut padat dan fasa kedua akan berbeda sehingga mempengaruhi paduan logam yang terbentuk seperti sifat mekanik, termal densitas, dan korosi.

Logam uranium murni pada dasarnya merupakan logam yang memiliki berat jenis

tinggi, tetapi isotropi fasa γU selama iradiasi hanya stabil pada temperatur tinggi, sedangkan pada temperatur rendah struktur fasa αU berpotensi mengalami swelling. Perubahan fasa α

ke γ (melalui fasa β) tidak dapat ditahan dengan quenching fasa αU murni pada temperatur

tinggi, tetapi pada rentang temperatur diatas dimana fasa α, β dan γ menjadi stabil sehingga sebagai alternatifnya memerlukan penambahan bahan pemadu[9]. Paduan U-Zr dalam kondisi temperatur kamar yag didominasi fasa αU berada dalam kondisi yang tidak stabil

sehingga perlu dilakukan penambahan unsur logam agar menjadi fasa γ yang stabil. Salah satu unsur logam yang dapat menjadikan kondisi stabil diantaranya adalah unsur Nb[8]. Kehadiran unsur Nb akan berpengaruh terhadap sifat paduan logam terutama memperluas

fasa γ yang berdampak pada integritas struktur kisi dan kestabilan pada temperatur tinggi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan percobaan untuk menambahkan unsur Nb ke dalam paduan U-Zr dalam beberapa variasi komposisi Nb. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi kimia dan pengaruhnya terhadap pembentukan fasa serbuk paduan U-Zr-Nb serbuk.

Kandungan unsur kimia dan pengotor ditentukan dengan teknik spektrometer serapan atom (AAS), UV-Vis dan Inductively Coupled Plasma (ICP). Kedua teknik analisis tersebut digunakan karena mempuyai selektifitas dan sensitifitas yang tinggi serta sederhana. Sementara itu, untuk menentukan fasa yang terbentuk dari pemaduan beberapa logam digunakan teknik difraksi sinar-X (XRD). [9,10].

Page 115: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

105

ISSN: 2355-7524

METODOLOGI

Serbuk paduan U-Zr-Nb dibuat melalui proses hidriding–dehidriding dari ingot U-Zr-Nb. Ingot U-Zr-Nb dibuat dari proses peleburan logam U, Zr dan Nb di dalam tungku peleburan busur listrik pada arus 150 A yang dilengkapi dengan pendinginan air. Komposisi serbuk U-Zr-Nb yang dibuat terdiri dari logam Nb yang divariasi yakni 2% 5% dan 8% logam Zr tetap sebesar 6% dan logam U menyesuaikan hingga komposisi mencapai 100 %.. Variasi 2%; 5%; 8% berat Nb tersebut dipilih berkaitan dengan daerah reaksi euteutik

temperatur terendah mulai terjadinya pembentukan fasa γ yang stabil. Serbuk yang diperoleh sebagian dikenai pengujian komposisi menggunakan peralatan UV-Vis untuk kadar Zr, Nb menggunakan ICP, unsur pengotor menggunakan spektrometer UV-Vis, dan analisis fasa menggunakan peralatan XRD. Dalam melaksanakan pengujian komposisi kimia, serbuk U-Zr-Nb terlebih dahulu dilarutkan dengan menggunakan menggunakan larutan HF dan diuapkan dengan cara dipanaskan selanjutnya didinginkan. Larutan yang terjadi diencerkan dalam HNO3, selanjutnya diektraksi campuran larutan TBP dan Hexan dalam perbandingan 7:3. Campuran kedua fasa didiamkan selama 5 menit sehingga fasa air dan fasa organik terpisah dengan baik. Larutan fasa cair yang mengandung Zr dan Nb serta U dalam fasa organic dianalisis dengan spectrometer UV-Vis. Serbuk yang lain dikenai pengujian fasa menggunakan peralatan XRD yang dilengkapi dengan software Hightscore dan GSAS untuk pengolahan data. Dalam pelaksanaan pengujian menggunakan XRD, sampel dimasukkan ke dalam sampel holder diletakkan pada alat XRD. Pengujian XRD dilakukan dari sudut 2θ sebesar 20

o hingga 80

o. Hasil pengujian yang diperoleh berupa

kurva pola difraksi antara sudut terjadinya difraksi (sudut 2θ) pada sumbu horizontal dan intensitas sinar yang dihasilkan sebagai sumbu vertikal. Data yang diperoleh selanjutnya diolah menggunaan software Hightscore dan GSAS untuk menentukan jumlah fasa, komposisi, struktur, dan densitas.

HASIL DAN PEMBAHASAN a. Komposisi kimia

Hasil analisis komposisi kimia unsur penyusun di dalam paduan U-Zr-Nb ditampilkan pada Tabel 1, 2, dan 3 sedangkan hasil analisis unsur pengotor ditampilkan pada Table 4. Dalam Tabel 1 yang memuat hasil analisis serbuk U-6Zr-2Nb terlihat bahwa hasil analisis unsur U, Zr dan Nb berturut-turut diperoleh sebesar 89,307 %; 5,96 %; dan 2,023 % dengan tingkat recovery masing-masing sebesar 97,073%; 99,333; dan 101,150 % serta akurasi sebesar 0,029%; 0,007%; dan 0,012 %. Untuk hasil analisis unsur serbuk U-6Zr-5Nb seperti tertera dalam Tabel 2, diperoleh hasil analisis U, Zr dan Nb masing-masing sebesar 85,568%; 5,99 %; dan 5,04 % dengan tingkat recovery masing-masing sebesar 96,144%; 99,833 %; dan 100, 800 % serta akurasi 0,039%; 0,002%; dan 0,008%. Sementara itu, untuk U-6Zr-8Nb seperti tertera dalam Tabel 3 diperoleh hasil U, Zr, dan Nb masing-masing sebesar 83,553%; 5,89%; dan 8,155% dengan recovery masing-masing sebesar 97,155 %; 98,167 %; dan 101,938 % serta tingkat akurasi masing-masing sebesar 0,028%; 0,018%; dan 0,019 %. Dari hasil analisis tersebut, dapat dikatakan bahwa hasil analisis unsur U, Zr dan Nb yang diperoleh cukup baik. Hal ini ditunjukkan dari hasil recovery pada masing-masing hasil analisis yang diperoleh yaitu antara 96,144% samai 99,833 dan tingkat akurasi yang rendah yaitu antara hampir 0,002 % hingga 0,029%. Dalam membuat suatu paduan, ketepatan berat U penting dan perlu diperhatikan karena apabila kandungan U berbeda jauh dengan yang direncanakan maka paduan yang dibuat menjadi bahan bakar akan mempengaruhi jumlah U yang digunakan sehingga dapat mempengaruhi kinerja bahan bakar di dalam reaktor. Pada analisis kandungan unsur pengotor seperti terera dalam Tabel 2 diperoleh bahwa beberapa unsur melebihi persyaratan yang ditetapkan yakni unsure Al, Cu, Fe, dan Mn. Keadaan ini disebabkan unsur-unsur tersebut terikut dari hasil peleburan yang menggunakan krusibel terbuat dari logam, dimana krusibel telah digunakan untuk proses peleburan paduan lain sehingga sebagian unsur dianalisis. Unsur–unsur lain tidak terikut ke dalam hasil peleburan diduga karena unsur-unsur tersebut tidak banyak digunakan di dalam bahan baku yang dikenai proses peleburan. Namun, unsur-unsur tersebut termasuk unsur yang mempunyai tampang serapan neutron rendah sehingga tidak mengkhawatirkan apabila digunakan untuk bahan

Page 116: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Komposisi Kimia Dan Fasa Pada @

Masrukan M, dkk.

106

ISSN: 2355-7524

bakar nuklir. Unsur-unsur yang mempunyai tampang lintang serapan neutron tinggi yaitu unsur B dan Cd.

Tabel 1.. Kandungan U, Zr, dan Nb dalam serbuk U-6Zr-2Nb

Kandungan

Unsur Direncanakan ( % berat )

Hasil uji ( % berat )

Recovery ( % )

Akurasi ( % )

U 92 89,307 97,073 0,029

Zr 6 5,960 99,333 0,007

Nb 2 1,963 98,150 0,018

Tabel 2.. Kandungan U, Zr, dan Nb dalam serbuk U-6Zr-5Nb

Kandungan

Unsur Direncanakan (% berat )

Hasil uji ( % berat )

Recovery ( % )

Akurasi ( % )

U 89 85,568 96,144 0,029

Zr 6 5,99 99,833 0,002

Nb 5 4,89 97,800 0,022

Tabel 3. Kandungan U, Zr, dan Nb dalam serbuk U-6Zr-8Nb

Kandungan

unsur Direncanakan ( %berat )

Hasil uji (% berat)

Recovery ( % )

Akurasi ( % )

U 86 83,553 97,155 0,028

Zr 6 5,890 98,167 0,018

Nb 8 7,770 97,125 0,028

Tabel 4. Kandungan unsur pengotor dalam serbuk U-Zr-Nb[11]

No Unsur

Paduan U-6Zr-2Nb

(ppm)

Paduan U-6Zr-5Nb

(ppm)

Paduan U-6Zr-8Nb

(ppm)

Spesifikasi (ppm)

1 Ag ttd ttd ttd ≤ 0.1 2 Al 243,65 ± 2,69 228,37 ± 3,32 322,24 ± 1,02 ≤ 50.0 3 Ca 48,84 ± 1,86 62,64 ± 0,63 47,98 ± 0,15 ≤ 50.0 4 Cd ttd ttd ttd ≤ 0,2 5 Cu 38,04 ± 0,45 19,08 ± 0,1 37.00 ± 0.25 ≤ 20 6 Co ttd ttd ttd ≤ 75 7 Cr* 28,57 ± 0,65 19,14 ± 0 22.58 ± 0.341 ≤ 100 8 Fe 175,71 ± 3,43 141,92 ± 1,69 160.10 ± 3.16 ≤ 71.48

9 Mg 8,51 ± 0,35 2,83 ± 0 9.91 ± 0.6 ≤ 60.0 10 Mn 10,69 ± 0,52 12,69 ± 0,05 6.06 ± 0.071 ≤ 10.0 11 Mo 23,66 ± 0,55 ttd 23.00 ± 0.73 ≤ 50 12 Ni 23,66 ± 0,55 18,82 ± 0,25 ttd ≤ 30 13 Pb ttd ttd 3.32 ± 0.001 ≤ 8.47 14 Si ttd ttd ttd ≤ 60.0 15 Sn 13,41 ± 1,38 16,44 ± 1,41 14.16 ± 0.45 ≤ 50.0 16 Zn 13,54 ± 2,17 10,27 ± 0,12 22.11 ± 0.28 ≤ 100 17 Li 0,05 ± 0,0001 Ttd < blanko 0.04 ± 0 ≤ 10

Page 117: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

107

ISSN: 2355-7524

b. Analisis fasa Hasil analisis fasa yang diperoleh dari pengujian menggunakan XRD ditampilkan

pada Gambar 1 hingga Gambar 4. Gambar 1 merupakan gambar kurva pola difraksi

U-6Zr-2Nb yang menunjukkan terbentuknya fasa α, γ dan senyawa UO2. Gambar 1 dan

Gambar 4 memperlihatkan kurva yang didominasi oleh fasa α yakni sebesar 80,644 %

sedangkan fasa γ dan UO2 masing-masing sebesar 16,893 % dan 2,461 %. Fasa α

terbentuk masing-masing pada sudut 2θ sebesar 36,835; 53,078; dan 66,354o.Fasa γU

terbentuk masing-masing pada sudut 2θ sebesar 35,493; 36,2 dan 39,465o sedang-kan

senyawa UO2 terbentuk pada sudut 2θ sebesar 28,298; 47,054 dan 55,820o. Uranium

sangat reaktif dengan oksigen yang membentuk reaksi senyawa UO2 dalam bentuk struktur kubik. Bila logam uranium tidak dikondisikan dalam kondisi vakum atau suasana gas inert rekasi tersebut dapat terjadi pada temperatur kamar. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam referensi [12].

Sudut 2 θ

Gambar 2 merupakan kurva pola difraksi serbuk paduan U-6Zr-5Nb menunjukkan

bahwa fasa α dan senyawa UO2 dengan persentase 7,855; 92.108; dan 0,0359% seperti

terlihat pada Gambar 4. Fas αU terbentuk pada sudut 2θ dari 36,835; 53,078; dan 66,354 o.

Fase γ U terbentuk pada sudut 2θ dari 35,493; 36,2 dan 39,465 o sedangkan senyawa UO2

terbentuk pada sudut 2θ pada 28,298; 47,054 dan 55,820 o. Peningkatan jumlah fase terlihat

pada fase γ U yang semula 16,899 % menjadi 92,108 % sedangkan senyawa fase α dan UO2 menurun. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kandungan Nb dari 2% menjadi 5%.

Kehadiran elemen Nb menyebabkan daerah fase γ menjadi lebih luas. Jika daerah fase menjadi lebih luas, bahan bakar menjadi lebih stabil. Diharapkan bahwa bahan bakar

U-Zr-Nb akan berada dalam fase γ U karena jika berada dalam fase γ U akan stabil.

Sudut 2θ

Gambar 1. Pola difraksi U-6Zr-2Nb

α(021) α(111)

α(112) γ(011)

γ(002)

γ(112)

UO2(111)

UO2(022)

UO2(113)

Gambar 2. Pola difraksi U-6Zr-5Nb

γ(011)

γ (002)

γ(112)

α(021) α(111)

UO2(111)

UO2(022)

UO2(113)

α(112)

Page 118: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Komposisi Kimia Dan Fasa Pada @

Masrukan M, dkk.

108

ISSN: 2355-7524

Gambar 3 yang merupakan kurva pola difraksi U-6Zr-8Nb menunjukkan bahwa di

dalam serbuk terdapat fasa α U , γ U dan senyawa UO2 masing-masing sebesar 3,710 %;

35,665% dan 60,623 %. Fasa α terbentuk pada sudut 2θ masing-masing sebesar 36,835;

53,078; dan 66,354o.Fasa γterbentuk pada sudut 2θ masing-masing sebesar 35,493; 36,2

dan 39,465o sedangkan senyawa UO2 terbentuk pada sudut 2θ sebesar 28,298; 47,054 dan

55,820o. Terlihat pada Gambar 4 dari komposisi prosentase fasa yang ada menunjukkan

bahwa fasa γ U mengalami penurunan dibandingkan pada serbuk U-6Zr-5Nb, sedangkan

fasa α U dan senyawa UO2 mengalami peningkatan. Hal ini berarti bahwa setelah kandungan Nb melewati 5% maka penambahan Nb yang lebih besar lagi tidak menaikkan

jumlah fasa γ U, dapat dikatakan bahwa penambahan Nb sebesar 5% akan memberikan

dampak yang paling besar terhadap perubahan fasa α menjadi fasa γ U.

Fasa α merupakan fasa yang terdiri dari logam U yang di dalamnya terdapat logam

Zr dan Nb yang terlarut. Struktur kristal fasa α yang terbentuk adalah orthorhombicdengan parameter kisi a= 2,8580 A; b= 5,8760 A; c =4,9550 A dan terbentuk pada temperatur yang

relative rendah, sedangkan fasa γ U dengan parameter kisi a = 3,4480A merupakan logam U yang di dalamnya terlarut logam Zr dan Nb dan terbentuk pada temperatur yang lebih

tinggi serta mempunyai struktur kristal body centre cubic (bcc). Perubahan fasa α menjadi

fasa γU dapat dilakukan melalui pemanasan atau melalui penambahan unsur logam pada temperatur tinggi kemudian didinginkan pada temperatur kamar. Melalui penambahan

unsur logam pada temperatur tinggi tersebut maka fasa γU yang terbentuk pada temperature tinggi akan tetap meskipun temperatur paduan didinginkan. Perubahan fasa tersebut juga

diikuti dengan perubahan struktur kristal dari yang semula fasa α mempunyai struktur

orthorhombic akan berubah menjadi fasa γU yang mempunyai struktur cubic. Sementara itu, senyawa UO2 terbentuk karena oksidasi sampel U-Zr-Nb baik pada saat akan dilakukan proses hidrididing-dehidriding atau setelah dilakukan proses hidriding-dehidriding, dimana sampel U-Zr-Nb disimpan pada tempat yang terbuka dan kontak dengan udara.

Sudut 2 θ

Apabila dibandingkan dengan paduan U-6Zr-2Nb, U-6Zr-5Nb, dan U-6Zr-8Nb dalam bentuk ingot (sebelum diproses hidriding-dehidriding) dapat dilihat bahwa ingot paduan U-6Zr-2Nb mempunyai fasa αU dan γU, ingot paduan,U-6Zr-5Nb mempunyai fasa

αU, γU dan δ1 (UZr2), ingot paduan U-6Zr-8Nb mempunyai fasa αU, γU, dan δ1 (UZr2). Kedua bentuk paduan U-6Zr-5Nb baik ingot maupun serbuk mempunyai kandungan fasaγU yang sama apabila berada alam kondisi yang sama. Fasa αU mucul pada sudut 2θ berturut-turut sebesar 35,4 °; 38,6

o; 52,05 °, and 65,01 °, fasa γU terbentuk pada sudut 2θ

berturut-turut sebesar 35,64 °; 59.8 °, and 76 o

sedangkan fasa δ1 (UZr2) terbentuk pada sudut 2θ sebesar 26.67 °[3]. Dari kedua bentuk yakni serbuk dan ingot tidak berbeda hasilnya dimana keduanya menghasilkan fasa αU dan γU. Kedua hasil tersebut juga bersesuaian dengan hasil penelitian Komar Varela, et al (2012), dimana dalam penelitian pembuatan paduan U-Zr-Nb diperoleh fasa αU, γU, δ1 (UZr2)[13,14].

Gambar 3. Pola difraksi U-6Zr-8Nb

γ(011)

γ (002)

γ(112)

α(021)

α(111)

α(112)

UO2(111)

UO2(113) UO2(022)

Page 119: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 201Padang, 18 September 2019

Gambar 4. Komposisi

KESIMPULAN Hasil analisis kandungan U di dalam

U-6Zr-5Nb, U-6Zr-8Nb masingpada analisis kandungan Zr diperoleh hasil berturut% dan 6,192 %. Sementara itu, U-6Zr-5Nb, U-6Zr-8Nb diperoleh hasil berturut8,155 %. Hasil recovery pada masingU-6Zr-8Nb antara 96,144% sampai 99,8330,002 % hingga 0,029%. Dari Cu dan Fe melebihi persyaratan.

U-6Zr-2Nb, U-6Zr-5Nb,U-6Zrmerupakan fasa yang dominansebesar 92,108 % dan setelah kandungan Nb melewati 5% maka penambahan Nb yang

lebih besar lagi tidak menaikkan jumlah fasa

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada rekanPTBBN yang telah membantu dalam melaksanakan penelitian hingga menjadi makalah. Ucapan terima kasih khususnya kami sampaikan kepada dan ibu Yan;linastuti. PENULIS Kontributor utama : 1. Masrukan M, 2. Saga Octa D, dan 3. M

DAFTAR PUSTAKA 1. Supardjo, H Suwarno, Agoeng Kadaryono.

Mo-x% Si (x = 1, 2, dan 3%) Hasil dari Proses Peleburan di Tungku Arc Listrik.Urania, Vol. 15 No. 4, October 2009,

2. Masrukan K, M Husna Al Hasa, SDalam Paduan U-Zr Terhadap Kekerasan, Struktur Mikro Dan Pembentukan FasaUrania Vol. 21 No. 2, Juni2015

3. A. M. Saliba-Silva, E. F. Urano de Carvalho, H. G. Riella and M. DurazzoReactor Fuel Fabrication Pp. 43

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019

ISSN: 2355

. Komposisi fasa variasi kandungan Nb di dalam serbuk U-Zr

Hasil analisis kandungan U di dalam sampel uji serbuk paduan U8Nb masing-masing 89,307 %; 85; 568 %, dan 83,553 %

kandungan Zr diperoleh hasil berturut-turut adalah sebesar 6,220 %; 5,829 . Sementara itu, pada analisis Nb di dalam serbuk paduan U

diperoleh hasil berturut-turut adalah sebesar 2,023 %; 5,04 %pada masing-masing serbuk paduan U-6Zr-2Nb,

antara 96,144% sampai 99,833 % dengan tingkat akurasi yang rendah Dari hasil analisis unsur pengotor diperoleh bahwa unsur

Cu dan Fe melebihi persyaratan. Hasil analisis fasa diperoleh pada masing-masing sampel

6Zr-8Nb terdapat fasa αU, γU dan senyawa UO2, dimana fasa merupakan fasa yang dominan. Kandungan fasa γU tertinggi terdapat pada U-6Zr

dan setelah kandungan Nb melewati 5% maka penambahan Nb yang

lebih besar lagi tidak menaikkan jumlah fasa γU yang terbentuk.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada rekanPTBBN yang telah membantu dalam melaksanakan penelitian hingga menjadi makalah. Ucapan terima kasih khususnya kami sampaikan kepada bapak Slamet P, bapak Yatno DA,

Kontributor utama : 1. Masrukan M, 2. Saga Octa D, dan 3. M. H Alhasa

H Suwarno, Agoeng Kadaryono. Karakterisasi paduan U-7% Mo dan U% Si (x = 1, 2, dan 3%) Hasil dari Proses Peleburan di Tungku Arc Listrik.

ol. 15 No. 4, October 2009, hal. 171 - 232. Masrukan K, M Husna Al Hasa, Setiawan, & S Pribadi. Pengaruh Kandungan Unsur Nb

Zr Terhadap Kekerasan, Struktur Mikro Dan Pembentukan FasaNo. 2, Juni2015, hal. 47 – 92.

Silva, E. F. Urano de Carvalho, H. G. Riella and M. Durazzo to Produce Radioisotopes . Proceeding of IPEN, 2011, Brazile.

109

ISSN: 2355-7524

Zr-Nb

el uji serbuk paduan U-6Zr-2Nb, sedangkan

turut adalah sebesar 6,220 %; 5,829 paduan U-6Zr-2Nb,

turut adalah sebesar 2,023 %; 5,04 %; dan 2Nb, U-6Zr-5Nb,

tingkat akurasi yang rendah antara unsur Al, Mn,

masing sampel

, dimana fasa γU 6Zr-5Nb yakni

dan setelah kandungan Nb melewati 5% maka penambahan Nb yang

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan di PTBBN yang telah membantu dalam melaksanakan penelitian hingga menjadi makalah.

bapak Slamet P, bapak Yatno DA,

7% Mo dan U-7% % Si (x = 1, 2, dan 3%) Hasil dari Proses Peleburan di Tungku Arc Listrik. J.

Pengaruh Kandungan Unsur Nb Zr Terhadap Kekerasan, Struktur Mikro Dan Pembentukan Fasa. J.

Silva, E. F. Urano de Carvalho, H. G. Riella and M. Durazzo. Research . Proceeding of IPEN, 2011, Brazile.

Page 120: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Komposisi Kimia Dan Fasa Pada @

Masrukan M, dkk.

110

ISSN: 2355-7524

4. Masrukan K, Sungkono, Yanlinastuti, Tri Yulianto, Ridwan. Pembuatan Serbuk U-6Zr Dengan Pengkayaan Uranium 19,75 % Untuk Bahan Bakar Reaktor Riset, J. Urania, Vol. 21 No. 3, Oktober 2015, hal. 95 –159.

5. A. Landa, P. Söderlind1, P.E.A. Turchi. Density-Functional Study of U-Mo and U-Zr alloys.Jouranl of Nuclear Materials, 2, November, 2010.

6. Gicking, A. Neutron Capture Cross Sections of Cadmium Isotopes, A Thesis Submittedto Oregon State University, June 17, 2012.

7. Maman Kartaman A, Aslina Br. Ginting, Supardjo, Boybul. Pengaruh Temperatur dan Iradiasi Terhadap Interdifusi Partikel Bahan Bakar Jenis U−7Mo/Al, J. Urania Vol. 22 No.1, Februari 2016, hal. 1 – 64

8. Kaufmann, Albert R. Nuclear Reactor Fuel Elements: Metallurgy and Fabrication, published by Interscience Publishers, 1962. ISBN-13: 978-0470460689

9. Steve J, Chipera1, David L. Bish. Fitting Full X-Ray Diffraction Patterns for Quantitative Analysis: A Method for Readily Quantifying Crystalline and DisorderedPhases, Journal of Advances in Materials Physics and Chemistry, 3,2013, pp. 47-53.

10. Pamela Alex, Sanjib Majumdar, Jugal Kishor.Synthesis of Cobalt Nano Crystals in Aqueous Media and It’s Characterization, Journal of Materials Sciences and Applications, 2, 2011, pp. 1307-1312

11. Masrukan, Yanlinastuti, M.H Alhasa, Arif Sasongko. Analysis of Composition, Density, and Thermal Properties of UZr-Nb Alloy Powder for Nuclear Fuel, Proceeding of Symposium of Emerging Nuclear Technology and Engineering Novelty (2018), Conf. Series: Journal of Physics: Conf. Series 1198 (2019) 032004. Pp. 1-8.

12. Ivanov, OS, Phase Diagrams of Uranium Alloys, 1983, Amerind Publishing Co, Pvt. Ltd, New Delhi, 1983.

13. C.L Komar varela, I.M Gribaudo, R.O Gonzales, Nrichment, S.F Arico. Transformation

Behavior of the γU(Zr,Nb) Pahse Under Continuous Cooling Conditions. Journal of Nuclear Materials, 2014.

14. Bruno M Aguiar, Braga, Paula, Brito, & Ferraz, 2007. Methodology of UZrNb Alloy owder Passivation Obtained By Hydride-Dehydride Process, Proceeding of International Nuclear Atlantic Conference - INAC 2007, Santos, SP, Brazil, September 29 to October 5, 2007.

Page 121: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

111

ISSN: 2355-7524

PENGARUH KECEPATAN PENGADUKAN TERHADAP UKURAN PARTIKEL CrPO4 SEBAGAI BAHAN PEMBUAT

SKIN PATCH BERTANDA RADIOISOTOP 32P

Wira Y. Rahman1*

, Endang Sarmini, Hambali, Sriyono, Herlina, Abidin, Arni Aries 1*

Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR) – BATAN Gd. 11 Kawasan PUSPIPTEK Serpong, 15314

*E-mail: [email protected]

ABSTRAK PENGARUH KECEPATAN PENGADUKAN TERHADAP UKURAN PARTIKEL CrPO4 SEBAGAI BAHAN PEMBUAT SKIN PATCH BERTANDA RADIOISOTOP

32P. Serbuk

kromik fosfat digunakan sebagai bahan aktif dalam pembuatan skin patch bertanda radioisotop

32P untuk pengobatan keloid. Tujuan penelitian ini adalah melihat pengaruh

kecepatan pengadukan terhadap ukuran partikel hasil sintesis koloid CrPO4. Koloid kromik fosfat dibuat menggunakan metoda kondensasi dengan reaksi reduksi oksidasi. Asam kromat direaksikan dengan asam sulfat untuk mendapatkan kromik fosfat (CrPO4). Cr (VI) akan direduksi menjadi Cr (III) dengan natrium sulfit (Na2SO3) sebagai reduktor. Koloid CrPO4 hasil sintesis diukur besar partikelnya. Ukuran partikel koloid sangat dipengaruhi oleh kecepatan pengadukan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecepatan pengadukan 300 rpm dan sonikasi selama 10 menit didapatkan serbuk CrPO4 berukuran 919,4 ± 168,8 nm dengan komposisi Cr (III) sebesar 47,43% pada energi 5,411 keV, unsur P 10,28%, energi 2,013 keV dan unsur Na 3,51%, energi 0,141 keV. Ukuran partikel serbuk CrPO4 berbentuk polydisperse karena nilai σg > 1,25 nm. Kata kunci: radioisotop

32P, sintesis koloid CrPO4, kecepatan pengadukan, ukuran partikel

ABSTRACT

THE EFFECT OF SPEED CONTROL ON THE PARTICLE SIZE OF CrPO4 AS A SKIN PATCH LABELED RADIOISOTOPE

32P. Chromic phosphate powder labeled 32P was used

as an active ingredient in the production of skin patches for the treatment of keloids. The purpose of this study was to find out the effect of stirring speed on the particle size of chromic phosphate (CrPO4) colloid synthesis. Chromic phosphate colloid was made using a condensation method with an oxidation-reduction reaction. Chromic acid is reacted with sulfuric acid in order to form CrPO4. Cr (VI) will be reduced to Cr (III) by using sodium sulfite (Na2SO3) as a reducing agent. The synthesized colloidal CrPO4 was measured by the particle size. The size of colloidal particles is strongly influenced by the stirring speed. The result shows that stirring speed at 300 rpm and sonication for 10 minutes produced CrPO4 powder in size 919.4 ± 168.8 nm with a composition of Cr (III) of 47.43% at energy 5.411 keV, element P 10.28%, energy 2.013 keV and element Na 3.51%, energy 0.141 keV. The particle size of CrPO4 powder is polydisperse because the value of σg> 1.25 nm. Keywords: radioisotope

32P, synthesis of colloid CrPO4, stirring speed, particle size

PENDAHULUAN

Radioisotop 32

P mempunyai waktu paruh 14,3 hari dihasilkan dari reaktor dengan reaksi nuklir

32S(n,p)

32P, merupakan pemancar beta dengan energi 1,71 MeV

1. Radioisotop

32P telah digunakan dalam bidang radiofarmaka untuk pengobatan kanker ovarium, prostat,

leukimia dalam bentuk koloid kromik fosfat (CrPO4)[2,3,4]. Salah satu penggunaannya dalam pengobatan keloid[5,6]. Saat ini Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR) sedang melakukan penelitian untuk membuat skin patch bertanda radioisotop

32P

untuk pengobatan keloid/tumor kulit jinak dengan menggunakan kromik fosfat. Keloid adalah jaringan parut yang tumbuh secara berlebihan, membentuk

pertumbuhan yang halus dan keras akibat luka yang disebabkan trauma, luka bakar, luka operasi atau inflamasi. Keloid terus tumbuh di luar batas luka asli dan gagal untuk sembuh seiring waktu, terasa gatal dan menjadi menyakitkan. Dalam beberapa penelitian, eksisi bedah saja menghasilkan tingkat kekambuhan 65% hingga 99%. Penelitian lain melaporkan

Page 122: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengaruh Kecepatan Pengadukan Terhadap Ukuran Partikel (...) Wira Y. Rahman, dkk.

112

ISSN: 2355-7524

bahwa eksisi bedah dikombinasikan dengan terapi adjuvan lainnya, seperti cryotherapy, steroid intralesi, memiliki tingkat kekambuhan lebih dari 50%, eksisi bedah diikuti oleh terapi radiasi terbukti paling efektif dengan tingkat kekambuhan hampir 20%. Terapi multimodalitas yang melibatkan eksisi bedah, radioterapi pasca operasi, dan suntikan steroid intralesi

menghasilkan hingga 89% tingkat penyembuhan dalam 1 penelitian[7,8]. Penggunaan koloid CrPO4 untuk pengobatan keloid diperlukan beberapa tahap

proses. Larutan koloid CrPO4 yang mengandung radioisotop 32

P dijadikan serbuk kromik fosfat. Serbuk kromik fosfat dengan radioisotop

32P yang dihasilkan kemudian dicampur

dengan silikon dan dicetak menjadi lembaran tipis berbentuk plester[9,10,11]. Lembaran ini

yang digunakan untuk pengobatan keloid/tumor kulit jinak. Radioisotop 32

P yang terdapat dalam kromik fosfat akan melepaskan radiasi beta secara terus menerus menyebabkan kematian fibroblast akibat radiasi serta menghambat proliferasi sel dari keloid tersebut sehingga dapat mengurangi ukuran keloid yang besar, tebal dan sulit untuk dioperasi[1,2,13,14].

Pada pembuatan skin patch bertanda radioisotop 32

P diawali dengan mereaksikan asam kromat dengan asam fosfat membentuk kromik fosfat (CrPO4)[6,15]. CrPO4 yang dihasilkan mempunyai masalah dalam keseragaman ukuran partikel CrPO4 yang terbentuk pada saat proses sintesis CrPO4 dari asam kromat. Hal ini disebabkan pada waktu proses reduksi Cr (VI) menjadi Cr (III) menggunakan Na2SO3 membentuk senyawa CrPO4 terjadi aglomerasi sehingga mempengaruhi ukuran partikel CrPO4. Adanya proses aglomerasi bisa menyebabkan distribusi

32P tidak merata dalam patchnya maka terjadinya aglomerasi harus

dihindarkan[16,17,18]..

Oleh karena itu pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan CrPO4 dengan variasi pengadukan yang berbeda sehingga diperoleh kecepatan pengadukan yang optimal untuk mendapatkan serbuk CrPO4 yang halus dengan ukuran butiran yang seragam.

Hasil sintesis

dikarakterisasi dengan particle size analyser (PSA) untuk menentukan ukuran partikelnya, struktur morfologi partikelnya dengan scanning electron microscopy (SEM) dan melihat komposisi unsur dari kromik fosfat yang dihasilkan dengan energy dispersive spectroscopy (EDS)[19]. Diharapkan dari penelitian ini bisa diperoleh ukuran partikel CrPO4 seperti yang

diinginkan dan dapat diaplikasikan pada pembuatan skin patch bertanda radioisotop 32

P[20]. METODOLOGI

Proses sintesis koloid kromik phosphat dilakukan dengan cara kondensasi yaitu partikel molekular dari asam kromat dan asam phosphat diperbesar menjadi partikel-partikel sebesar ukuran koloid (ukuran partikel 0,1 – 0,6 µm) melalui reaksi kimia yaitu reaksi reduksi oksidasi (redoks).

2 H2CrO4 + 3 Na2SO3 + 2 H3PO4 → 2 CrPO4 + 3 Na2SO4 + 5 H2OFF (1)

Pembentukan koloid sangat dipengaruhi oleh kecepatan pengadukan, maka perlu

dilakukan optimasi pengadukan untuk mendapatkan ukuran partikel koloid sesuai dengan yang diinginkan

METODOLOGI

Koloid kromik phosphat disintesis menggunakan metoda kondensasi dan reaksi kimia reduksi oksidasi (redoks) dari senyawa orthophosphate yang mengandung

32P dengan

kromat dan gelatin. Reduktor yang digunakan adalah natrium sulfit (Na2SO3) yang akan mereduksi Cr (VI) menjadi Cr (III) sehingga terbentuk senyawa CrPO4. Koloid yang terbentuk ditambahkan gelatin sebagai pelindung koloidnya.

Bahan yang digunakan

Asam kromat (SigmaAldrich), asam fosfat (E.Merck), gelatin (SigmaAldrich), aquabidest (IPHA) dan natrium sulfit (E.Merck), paraffin (Sigma). Alat yang diperlukan

1 set alat destilasi (buatan lokal), termometer air raksa, hot plate stirrer (As One Rexim RSH), PSA (particle size analyzer) Horiba LB-550, SEM-EDS (Scanning Electron Microscopy – Energy DispersiveX ray Spectroscopy) JED-2200 series.

Page 123: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

113

ISSN: 2355-7524

Cara kerja Pada tahap pertama dicampur asam kromat dan asam phosphat ke dalam labu

destilasi yang telah dipasang pendingin dan dipanaskan dalam penangas parafin pada

temperatur 80°C selama 5 menit. Tahap kedua ditambahkan aquabides dan gelatin, kemudian campuran direduksi dengan natrium sulfit. Pada tahap akhir campuran diaduk dengan kecepatan tertentu selama 20 menit pada temperatur 80°C.

Tabel 1. Pereaksi pada sintesis kromik phosphat[15]

No Komponen Konsentrasi Volume

1 Asam kromat 10 mg/mL 6 mL 2 Asam phosphat 10 mg/mL 4 mL 3 Natrium sulfit 200 mg/mL 1 mL 4 Gelatin 2 % 0,5 mL 5 Aquabidest 6,5 mL

Analisa

Karakterisasi koloid CrPO4 dengan menggunakan PSA dan serbuk hasil sintesis dikarakterisasi dengan SEM-EDS untuk analisis kualitatif dan kuantitatif untuk mendapatkan morfologi dan komposisi unsur yang terkandung dari CrPO4 hasil sintesis. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pencampuran asam kromat dengan asam fosfat (pH 1)

B. Reduksi Cr(VI) menjadi Cr (III) dengan Na2SO3

C. CrPO4 hasil sintesis (pH 7)

Gambar 1. Proses sintesis koloid CrPO4

Pada Gambar 1. ditampilkan perubahan asam kromat menjadi CrPO4 terlihat pada Gambar 1.A. Asam kromat yang berwarna kuning dengan pH 1 berubah menjadi hijau kebiruan pada waktu penambahan Na2SO3 seperti pada Gambar 1.B. Hal ini disebabkan muatan Cr

6+ menjadi Cr

3+ yang hijau kebiruan. Perubahan tersebut mengakibatkan

terbentuknya ion kompleks aquo Cr(H2O)63+

(hexaaquachromium (III)). Cr(OH)3٠x H2O akan mengalami polimerisasi saat pH larutan meningkat mendekati pH 7. Proses polimerisasi terbentuk melalui proses olasi yaitu ion-ion logam (Cr) membentuk polimer dalam larutan berair menghasilkan kompleks hidroksida yang mengendap sebagai hidrat kompleks yang besar dalam bentuk Cr(OH)3٠x H2O. Terbentuknya Cr(OH)3٠x H2O ini memberikan keuntungan yaitu ion phosphat (PO4

2-) akan menggantikan kompleks hidroksida ketika

proses pemanasan, sehingga terbentuk senyawa CrPO4 yang tidak mudah larut dalam air.

Page 124: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengaruh Kecepatan Pengadukan Terhadap Ukuran PartikelWira Y. Rahman, dkk.

114

CrPO4 yang akan digunakan dalam pembuatan harus mempunyai bentuk partikel yang halus dengan ukuran yang merata. Maka dilakukan

pengadukan selama 20 menit dengan temperatur 80kecepatan pengadukan yang bervariasi. Pada Gambar 2. dan Tabel 2. ditampilkan pengaruh kecepatan pengadukan terhadap ukuran partikel CrPO

Gambar 2. Pengaruh kecepatan pengadukan pada sintesis koloid CrPO4

Gambar 2. ditampilkan pengaruh kecepatan pengadukan terhadap ukuran partikel. Sumbu y merupakan frekuensi atau kebolehjadian sementara sumbu x adalah diameter ukuran partikelpengadukan 300 rpm ukuran partikel dengan frekuensi 16,974%. Adapun pada Tabel 2. ditampilkan pengaruh kecepatan pengadukan terhadap aglomerasi berdasarkan hasil pengukuran menggunakan

Tabel 2. Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap ukuran partikel CrPO

No Kecepatan

pengadukan (rpm)

Median (nm)

1 300 1846,0

2 500 2841,9

3 900 4818,0

4 1100 4932,2

5 1300 3867,3

6 1400 5275,0

Pada Tabel 2. terlihat saat kecepatan pengadukan 1400 rpm ukuran partikel ratamencapai 5142,3 ± 53,8 nm. Sedangkan dengan kecepatan pengadukan yang lebih rendah pada 300 rpm ukuran partikelnya 1876,3 ± 98,5 nm. Pada Tabel semakin besar nilai σg, maka Ukuran partikel yang seragam berada pada kecepatan pengadukan 300 rpm dan 1400 rpm. Partikel koloid yang terukur semuanya berbentuk sementara partikel berbentuk monodisperse

Berdasarkan Tabel 2. terlihat partikel yang terukur dalam bentuk teraglomerasi maka dilakukan sonikasi untuk memecah aglomerasi dari partikel tersebut. Gelombang kejut pada metoda sonikasi juga dapat medilakukan setelah proses sintesis

Pengaruh Kecepatan Pengadukan Terhadap Ukuran Partikel (...) ISSN: 2355

yang akan digunakan dalam pembuatan skin patch bertanda radioisotop harus mempunyai bentuk partikel yang halus dengan ukuran yang merata. Maka dilakukan

pengadukan selama 20 menit dengan temperatur 80°C pada saat proses sintesis dengan pengadukan yang bervariasi. Pada Gambar 2. dan Tabel 2. ditampilkan pengaruh

kecepatan pengadukan terhadap ukuran partikel CrPO4.

Pengaruh kecepatan pengadukan pada sintesis koloid CrPO4

ditampilkan pengaruh kecepatan pengadukan terhadap ukuran partikel. atau kebolehjadian terukurnya partikel pada ukuran tertentu

sementara sumbu x adalah diameter ukuran partikel yang terukur, terlihat pada kecepatan ukuran partikel CrPO4 cukup halus dengan ukuran partikel 2269

dengan frekuensi 16,974%. Adapun pada Tabel 2. ditampilkan pengaruh kecepatan pengadukan terhadap aglomerasi berdasarkan hasil pengukuran menggunakan PSA.

Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap ukuran partikel CrPO4 hasil sintesis

Mean (nm)

Mode (nm)

Geo.Mean (dg) (nm)

Geo. Variance

(nm)

Geo. SD(σg) (nm)

1876,3 1858,5 1829,5 9703,8 98,5

2832,3 4172,5 2356,0 8136,4 285,2

4756,7 5170,7 4694,3 5266,0 72,6

4831,1 5242,7 4766,7 5411,2 73,6

3853,6 4156,8 3726,3 13576,0 116,5

5142,3 5365,3 5105,6 2894,1 53,8

Pada Tabel 2. terlihat saat kecepatan pengadukan 1400 rpm ukuran partikel rata

mencapai 5142,3 ± 53,8 nm. Sedangkan dengan kecepatan pengadukan yang lebih rendah pada 300 rpm ukuran partikelnya 1876,3 ± 98,5 nm. Pada Tabel 2. juga dapat dilihat

, maka menunjukan keseragaman ukuran partikel yang Ukuran partikel yang seragam berada pada kecepatan pengadukan 300 rpm dan 1400 rpm. Partikel koloid yang terukur semuanya berbentuk polydisperse karena nilai σg > 1

monodisperse nilai σg < 1,25 nm. Berdasarkan Tabel 2. terlihat partikel yang terukur dalam bentuk polydisperse

teraglomerasi maka dilakukan sonikasi untuk memecah aglomerasi dari partikel tersebut. metoda sonikasi juga dapat memecahkan aglomerasi. Sonikasi yang

dilakukan setelah proses sintesis, diharapkan dapat meningkatkan keseragaman ukuran

ISSN: 2355-7524

bertanda radioisotop 32

P harus mempunyai bentuk partikel yang halus dengan ukuran yang merata. Maka dilakukan

C pada saat proses sintesis dengan pengadukan yang bervariasi. Pada Gambar 2. dan Tabel 2. ditampilkan pengaruh

ditampilkan pengaruh kecepatan pengadukan terhadap ukuran partikel. terukurnya partikel pada ukuran tertentu,

, terlihat pada kecepatan 2269 nm

dengan frekuensi 16,974%. Adapun pada Tabel 2. ditampilkan pengaruh kecepatan PSA.

hasil sintesis

Geo. SD (σg) (nm)

98,5

285,2

72,6

73,6

116,5

53,8

Pada Tabel 2. terlihat saat kecepatan pengadukan 1400 rpm ukuran partikel rata-rata mencapai 5142,3 ± 53,8 nm. Sedangkan dengan kecepatan pengadukan yang lebih rendah

. juga dapat dilihat partikel yang rendah.

Ukuran partikel yang seragam berada pada kecepatan pengadukan 300 rpm dan 1400 rpm. σg > 1,25 nm,

polydisperse dan teraglomerasi maka dilakukan sonikasi untuk memecah aglomerasi dari partikel tersebut.

Sonikasi yang diharapkan dapat meningkatkan keseragaman ukuran

Page 125: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 201Padang, 18 September 2019

partikel. Setelah proses sonikasi selama waktu tertentu kemudian dilakukan pemisahan koloid dengan larutannya secara sentrifugasi. Endapan yang dihasilkan dikeringkan dengan

oven pada temperatur 100°C selama ± 2 jam sampai terbentuk serbuk. Serbuk dicuplik untuk dianalisa dengan PSA, hasil analisa dapat dilihat pada Gambar 3. berikut :

.

Gambar 3. Hasil Analisa PSA serbuk

Pada Gambar 3. terlihat pada saat sonikasi 10 menit ukuran partikel CrPO4 hasil sintesis terukur pada diameter 1005 nm dengan freterukur masih dalam bentuk polydispersemonodisperse. Hal ini diperkuat oleh hasil pengukuran partikel menggunakan Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh sonikasi terhadap ukuran partikel CrPO

No. Sonikasi (menit)

Median (nm)

1 0 1068,6

2 10 919,4

3 20 1050,7

4 30 1081,0

Dari Tabel 3., ukuran partikel selama 10 menit. Sonikasi selama 10 menit menghasilkan partikel yang seragam dengan ukuran partikelnya 919,4 ± 168,8 nm, sementara untuk sonikasi memberikan ukuran partikel yang lebih besar.diukur dengan SEM-EDS untuk melihat struktur morfologinya serta komposisi masingmasing unsur dari CrPO4

memudahkan pencampuran dengan silisemakin luas permukaannya dansilikon. Ukuran partikel yang halus dan terpisah dengan baik akan membuat distribusi lebih merata dalam patchnya:

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019

ISSN: 2355

onikasi selama waktu tertentu kemudian dilakukan pemisahan larutannya secara sentrifugasi. Endapan yang dihasilkan dikeringkan dengan

C selama ± 2 jam sampai terbentuk serbuk. Serbuk dicuplik untuk dianalisa dengan PSA, hasil analisa dapat dilihat pada Gambar 3. berikut :

Hasil Analisa PSA serbuk CrPO4 setelah disonikasi

Pada Gambar 3. terlihat pada saat sonikasi 10 menit ukuran partikel CrPO4 hasil sintesis terukur pada diameter 1005 nm dengan frekuensinya mencapai 13,553 %. Partikel yang terukur masih dalam bentuk polydisperse, sementara yang diinginkan adalah dalam bentuk

. Hal ini diperkuat oleh hasil pengukuran partikel menggunakan

Pengaruh sonikasi terhadap ukuran partikel CrPO4 hasil sintesis

Mean (nm)

Mode (nm)

Geo.Mean (dg) (nm)

Geo. Variance

(nm)

1240,2 941,6 1089,6 48276

984,6 937,7 914,0 28486

1163,1 1074,0 1042,3 25172

1131,9 1079,2 1070,1 21626

, ukuran partikel tanpa sonikasi lebih besar dibandingkan dengan. Sonikasi selama 10 menit menghasilkan partikel yang seragam dengan

919,4 ± 168,8 nm, sementara untuk sonikasi 20 dan 30 menit berikan ukuran partikel yang lebih besar. Serbuk hasil sonikasi tersebut kemudian

untuk melihat struktur morfologinya serta komposisi masing hasil sintesis. Struktur morfologinya perlu diketa

memudahkan pencampuran dengan silikon, semakin halus ukuran partikel (φ 0,2semakin luas permukaannya dan memudahkan dalam proses pencampurannya

. Ukuran partikel yang halus dan terpisah dengan baik akan membuat distribusi . Struktur morfologinya dapat dilihat pada Gambar 4. berikut ini

115

ISSN: 2355-7524

onikasi selama waktu tertentu kemudian dilakukan pemisahan larutannya secara sentrifugasi. Endapan yang dihasilkan dikeringkan dengan

C selama ± 2 jam sampai terbentuk serbuk. Serbuk dicuplik

Pada Gambar 3. terlihat pada saat sonikasi 10 menit ukuran partikel CrPO4 hasil sintesis Partikel yang

, sementara yang diinginkan adalah dalam bentuk . Hal ini diperkuat oleh hasil pengukuran partikel menggunakan PSA pada

hasil sintesis

Geo. SD (σg) (nm)

219,7

168,8

158,7

147,1

tanpa sonikasi lebih besar dibandingkan dengan sonikasi . Sonikasi selama 10 menit menghasilkan partikel yang seragam dengan

20 dan 30 menit Serbuk hasil sonikasi tersebut kemudian

untuk melihat struktur morfologinya serta komposisi masing-Struktur morfologinya perlu diketahui untuk

0,2-0,6 µm) nya dengan

. Ukuran partikel yang halus dan terpisah dengan baik akan membuat distribusi 32

P . Struktur morfologinya dapat dilihat pada Gambar 4. berikut ini

Page 126: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengaruh Kecepatan Pengadukan Terhadap Ukuran Partikel (...) Wira Y. Rahman, dkk.

116

ISSN: 2355-7524

Gambar 4. Struktur morfologi serbuk CrPO4 hasil sintesis

Pada Gambar 4. terlihat partikel-partikel yang masih teraglomerasi tetapi butir-butir partikelnya sudah terlihat dengan jelas. Ukuran partikel ± 0,1 µm, dengan perbesaran wd (work distance)/jarak lensa objektif ke sampel 8,2 mm dan perbesaran 20.000 kali. Diperoleh komposisi hasil sintesis koloid kromik fosfat hasil pengukuran menggunakan SEM EDS seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi unsur CrPO4 hasil sintesis

Element (keV) Mass % Error % At % Compound Mass% Cation

C K 0.277 2.40 0.13 22.27 C 2.40 0.00 1.4122 O 36.38 Na K 1.041 3.51 0.34 8.49 Na2O 4.73 1.61 0.4033 P K 2.013 10.28 0.81 18.47 P2O5 23.55 3.50 0.4839 Cf K 5.411 47.43 1.42 50.77 Cr2O3 69.32 9.63 1.0000 Total 100.00 100.00 100.00 14.74

Dari Tabel 4. Unsur Cr pada hasil sintesis sebesar 47,43% dengan energi 5,411 keV dalam bentuk Cr2O3 (Cr

3+), unsur P 10,28% dengan energi 2,013 keV dalam bentuk P2O5, dan

unsur Na 3,51% dalam bentuk Na2O.

Gambar 5. Spektrum EDS serbuk CrPO4 hasil sintesis[19]

Page 127: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

117

ISSN: 2355-7524

KESIMPULAN Kecepatan pengadukan sangat berpengaruh terhadap ukuran partikel koloid yang

dihasilkan. Semakin tinggi kecepatan pengadukan ukuran partikel menjadi lebih besar karena teraglomerasi akibat proses mekanik pengadukan yang cepat. Pada kecepatan pengadukan yang rendah, 300 rpm, diperoleh ukuran partikel rata-rata 1876,3 ± 98,5 nm. Aglomerasi yang terjadi pada partikel koloid dapat dipecah dengan sonikasi. Gelombang kejut dari proses sonikasi selama 10 menit dapat memecah aglomerasi dan memperkecil ukuran partikel menjadi 919,4 ± 168,8 nm. Ukuran partikel serbuk CrPO4 berbentuk polydisperse karena nilai σg > 1,25 nm. Komposisi unsur hasil sintesis Cr (III) sebesar 47,43% dengan energi 5,411 keV, unsur P 10,28% dengan energi 2,013 keV dan unsur Na 3,51%.

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman PSTNT, Ibu Isti Daruwati,

Maula Ekasriyani dan Endah atas bantuannya unutuk analisa koloid kromik phosphat menggunakan PSA.

DAFTAR PUSTAKA 1. VIMALNATH, K. V. et al.," Reactor production of

32P for medical applications: an

assessment of 32

S(n,p)32

P and 31

P(n,γ)32

P methods." J. Radioanal. Nucl. Chem. 301, 555–565 (2014).

2. PARMENTIER, C. "Use and risks of phosphorus-32 in the treatment of polycythaemia vera." Eur. J. Nucl. Med. Mol. Imaging 30, 1413–1417 (2003).

3. SADEGHI, M., MORADI, S., SHAHZADI, S. & POURBEIGI, H. "Dosimetry of 32

P radiocolloid for treatment of cystic craniopharyngioma. Appl. Radiat. Isot. 65, 519–523 (2007).

4. SHI, C.-B. et al. "Continuous Low-Dose-Rate Radiation of Radionuclide Phosphorus-32 for Hemangiomas." Cancer Biother. Radiopharm. 27, 198–203 (2012).

5. SALGUEIRO, M. J. et al. "Bioevaluation of 32

P patch designed for the treatment of skin diseases." Nucl. Med. Biol. 35, 233–237 (2008).

6. PRABHAKAR, G., MEHRA, K. S. & RAMAMOORTHY, N. "Studies on the preparation and evaluation of colloidal chromic phosphate -

32P for possible therapeutic use."

IAEA-SR-209/32 126–127 (1999). 7. MICHAEL E. JONES, MD, CHERRELL HARDY, BSN, RN, AND JULIE RIDGWAY,

BSN, R. "Keloid Management: A Retrospective Case Review on a New Approach Using Surgical Excision, Platelet-Rich Plasma, and In-office Superficial Photon X-ray Radiation Therapy." Adv Ski. Wound Care 29, 303–307 (2016).

8. SALGUEIRO, M. J. et al. "Biological effects of brachytherapy using a 32

P-patch on the skin of Sencar mice," Experimental Biology Department , School of Exact and Natural Sciences University of. Animals 1–8

9. PRABHAKAR, G. et al. "Development of samarium [32

P] phosphate colloid for radiosynoviorthesis applications: Preparation, biological and preliminary clinical studies experience." Appl. Radiat. Isot. 65, 1309–1313 (2007).

10. SALGUEIRO, M. J. et al. "Design and bioevaluation of a 32

P-patch for brachytherapy of skin diseases." Appl. Radiat. Isot. 66, 303–309 (2008).

11. WITTEN, V. H., BRAUER, E. W., HOLMSTROM, V. & LOEVINGER, R. "Studies of Radioactive Phosphorus (P-32) Applied to Human Skin." J. Invest. Dermatol. 26, 437–447 (1956).

12. DINH, Q., VENESS, M. & RICHARDS, S. "Role of adjuvant radiotherapy in recurrent earlobe keloids." Australas. J. Dermatol. 45, 162–166 (2004).

13. VIRGINIA, W. "Management of Keloids and Hypertrophic Scars" - American Family Physician. (2009).

14. LONDON CANCER." Skin Cancer Radiotherapy Guidelines." 1–14 (2014). 15. PIETRA, A. M. D. T. and R. Preparation of colloidal chromic phosphate (

32P) for

medical use. Int. J. Appl. Radiat. Isot. 14, 279–283 (1963). 16. SUNARYA, Y. "Kimia Dasar 2." (Yrama Widya, 2016). 17. PURBA, M. "Kimia Koloid." in materi78.co.nr 1–6 (2007). 18. MANDICH, N. V. "Chemistry of Chromium." in AESF 82nd Technical Cotlference,

SIJWIN 95 (Baltimore, Md, June 1995) 95, 1055–1078 (1995). 19. LIN, L., FAN, Z. T., LIOY, P. J. & STERN, A. "The Distribution Of Chromium Species

Page 128: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengaruh Kecepatan Pengadukan Terhadap Ukuran Partikel (...) Wira Y. Rahman, dkk.

118

ISSN: 2355-7524

As A Function of Particle Size for Chromium Waste Laden Soils." Div. Sci. Res. Technol. New Jersey Dep. Environmnetal Prot. (2008).

20. HECHTMAN, C. D. et al. "Dose distribution outside of a sphere of P-32 chromic phosphorous colloid." Int. J. Radiat. Oncol. Biol. Phys. 63, 961–968 (2005).

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Aslina Br. Ginting, PTBBN-BATAN)

• Apakah P-32 sudah digunakan oleh masyarakat di Indonesia?

• Dari analisis EDS, yang diperoleh adalah unsur Cr, kenapa yang disimpulkan adalah

CrPO4, apakah CrPO4 tersebut telah dibandingkan terhadap sampel standar?

JAWABAN: (Wira Y. Rahman, PAIR-BATAN)

• Radioisotop P-32 sudah cukup banyak digunakan di Indonesia. PAIR-Batan telah

menggunakan radioisotop P-32 sebagai tracer/perunut pupuk dalam bidang

pertanian. Dalam bidang kesehatan sudah dimanfaatkan RS Hasan Sadikin dan RS

MRCC Jakarta untuk terapi koloid dalam bentuk larutan Na332

PO4 Ph 7

• Untuk analisa EDS, belum dibandingkan terhadap sampel standar

2. PERTANYAAN: (Wira Y Rahman, PTRR-BATAN)

• Apakah metode ini merupakan metode baru?

• Apakah sebuk CrPO4 yang dihasilkan sudah dimanfaatkan secara massal?

JAWABAN: (Bungkus Pratikno, PTRR-BATAN)

• Metode pengobatan keloid dengan radioisotop P-32 sudah dilakukan, tetapi masih

menggunakan larutan Na3PO4 pH 7. Larutan Na332

PO4 ini tidak stabil dalam

penggunaannya. Sementara silikon semenjak awal tahun 1980 sudah digunakan

untuk terapi keloid, dengan menggunakan radioisotop P-32 dengan silikon,

diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih baik dan mudah dalam

penggunaannya.

• CrPO4 dalam bentuk keloid sudah digunakan untuk sinovektomi (terapi radang

sendi) seperti yang diproduksi Parsisotope (Iran)

Page 129: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

119

ISSN: 2355-7524

PEMBAKUAN METODE ANALISIS FISIKOKIMIA BAHAN BAKAR U3Si2/Al DENSITAS 4,8 gU/cm3 PASCA IRADIASI

Aslina Br.Ginting, Yanlinasuti, Boybul, Arif Nugroho, Supardjo Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir-BATAN

Gd.20.Kawasan Puspiptek,Setu,Tangerang Selatan 15314

Email :[email protected]

ABSTRAK

PEMBAKUAN METODE ANALISIS FISIKOKIMIA BAHAN BAKAR U3Si2/Al DENSITAS 4,8 gU/cm3 PASCA IRADIASI. Pembakuan metode uji pasca iradiasi

atau Post Irradiation Examination (PIE) PEB U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm3 telah dilakukan

berdasarkan ASTM dan hasil penelitian PEB U3Si2/Al densitas 2,96 gU/cm3

pasca iradiasi. Pembakuan metode meliputi penentuan distribusi hasil fisi, pemotongan PEB U3Si2/Al, pelarutan, pemisahan dan analisis hasil fisi khususnya perbandingan isotop

134Cs/

137Cs dan

isotop 235

U serta metode perhitungan burn up. Pembakuan metode analisis fisikokimia ini dilakukan untuk memperoleh metode baku penentuan distribusi isotop hasil fisi, pemisahan dan analisis isotop hasil fisi

134Cs/

137Cs dari isotop

235U dan

239Pu di dalam PEB U3Si2/Al

densitas 4,8 gU/cm3 pasca iradiasi untuk perhutungan burn up. Pemisahan

134Cs/

137Cs dalam

PEB U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm3

dilakukan dengan metode penukar kation menggunakan zeolit Lampung,sedangkan pemisahan

235U dilakukan dengan metode kolom penukar anion

menggunakan resin Dowex. Kandungan isotop 134

Cs/137

Cs dan 235

U selanjutnya digunakan untuk perhitungan burn up. Hasil pembakuan metode ini siap digunakan untuk melakukan analisis fisikokimia PEB U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm

3 pasca iradiasi.

Kata kunci: metode baku, fisikokimia, PEB U3Si2/Al,densitas, pasca iradiasi

ABSTRACT

Post irradiation examination standardization method of irradiated fuel plate U3Si2/Al with density of 4.8 gU/cm

3has been done in this research. Standardization of methods includes

several activities, namely the determination of the distribution of fission, cutting fuel plate of U3Si2/Al, dissolution, separation and analysis of fission isotope in particular

134Cs/

137Cs,

heavy element isotopes 235

U and burn up calculation method. Standardization methode carried out in accordance with ASTM and the test results of irradiated fuel plate U3Si2/Al with density of 2.96 gU/cm

3. The aim of the research was to obtain a standard method of

determining the distribution of fission isotopes, separation and analysis of fission isotope ratio

134Cs/

137Cs, and

235U isotope in the fuel plate U3Si2/Al with density 4.8 gU/cm

3 post

irradiation for burn up calculation. Seperation of 134

Cs/137

Cs in fuel plate U3Si2/Al using by cation exchange with zeolite Lampung, meanwhile seperation of

235U using by coloum anion

exchange with resin Dowex. Standard methods are available for use in hotcell to determine burn up of irradiated fuel plate U3Si2/Al densitas 4.8 gU/cm

3.

Keywords: Standardization method, physycochemical, U3Si2/Al, density, post irradiation

Page 130: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pembakuan Mtode Analisis Fisiokimia Bahan Bakar... Aslina Br. Ginting, dkk.

120

ISSN: 2355-7524

PENDAHULUAN

Bahan bakar U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm3 telah berhasil diradiasi di Reaktor Serba

Guna G.A.Siwabessy (RSG-GAS) hingga burn up 60%[1]. Hasil dari uji pasca iradiasi khususnya uji tak merusak menunjukkan bahwa pelat elemen bakar (PEB) U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm

3 mempunyai unjuk kerja yang baik karena stabil terhadap radiasi[2]. Pada saat ini

bahan bakar U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm3 telah berada di hotcell Instalasi Radiometalurgi (IRM)

untuk dilakukan uji pasca iradiasi atau Post Irradiation Examination (PIE). Analisis PIE yang akan dilakukan terhadap bahan bakar U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm

3 adalah melengkapi uji tak

merusak dan uji merusak, meliputi analisis metalografi dan fisikokimia. Data PIE yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mempelajari unjuk kerja bahan bakar U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm

3

pada saat digunakan di RSG-GAS, sehingga nantinya bahan bakar U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm

3 dapat digunakan sebagai kandidat pengganti bahan bakar U3Si2/Al densitas 2,96

gU/cm3 yang selama ini telah digunakan oleh RSG-GAS[1]. Peningkatan densitas uranium

dari 2,96 gU/cm3 menjadi 4,8 gU/cm

3 menyebabkan kandungan

235U di dalam bahan bakar

menjadi lebih banyak, hal ini dapat meningkatkan siklus operasi reaktor karena waktu tinggal (life time) bahan bakar di dalam reaktor lebih lama sehingga mengurangi penggantian bahan bakar (refueling) menyebabkan effisiensi dan ekonomisasi bahan bakar menjadi meningkat[3].

Data analisis kendali kualitas (quality qontrol) menunjukkan bahwa bahan bakar U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm

3 tidak mengalami kendala dalam proses pabrikasi namun unjuk

kerjanya di dalam reaktor sedang dalam penelitian uji pasca iradiasi di hotcell IRM. Dalam usaha untuk mengetahui unjuk kerja bahan bakar PEB U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm

3 setelah

diradiasi di reaktor, perlu dilakukan beberapa pengujian PIE di laboratorium IRM, antara lain adalah uji tanpa merusak (Non Destructive Test, NDT) yang meliputi ketebalan PEB, distribusi hasil fisi, swelling, kelengkungan, cacat secara visual, dan uji merusak (Destructive Test, DT) yang meliputi analisis metalografi dan analisis fisikokimia khususnya burn up[4]. Salah satu program Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir (PTBBN) yang telah dicanangkan di dalam rencana strategis (RENSTRA) BATAN adalah penentuan burn up PEB U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm

3. Burn up merupakan salah satu parameter PIE yang penting diketahui

dalam mempelajari unjuk kerja bahan bakar selama di radiasi di dalam reaktor karena bahan bakar selama diradiasi akan menghasilkan beberapa hasil fisi seperti

235U,

239Pu,

148Nd,

137Cs,

152Eu,

90Sr,

144Ce,

95Zr ,

85Kr, dan

133Xe[5]. Terbentuknya hasil fisi menyebabkan

penurunan unjuk kerja bahan bakar U3Si2/Al karena terjadi perubahan sifat kimia, mikrostruktur dan sifat mekaniknya menyebabkan penurunan ketangguhan elemen bakar tersebut. Upaya untuk mengetahui perubahan sifat dan unjuk kerja bahan bakar tersebut perlu dilakukan analisis PIE atau uji pasca iradiasi

Pada penelitian sebelumnya, telah dilakukan analisis PIE khususnya perhitungan burn up secara fisikokimia terhadap PEB U3Si2/Al densitas 2,96 gU/cm

3. Perhitungan burn up

secara fisikokimia dilakukan melalui penentuan komposisi atom hasil fisi 137

Cs dan unsur bermassa berat seperti isotop

235U serta

239Pu. Isotop-isotop tesebut terdapat di dalam PEB

U3Si2/Al densitas 2,96 gU/cm3

pasca iradiasi dan terlebih dahulu harus dipisahkan dengan menggunakan metode penukar kation dan kolom penukar anion agar diperoleh kandungan 137

Cs dan 235

U akurat. Kandungan isotop 137

Cs, 235

U maupun 239

Pu hasil pemisahan kemudian diukur menggunakan alat spektrometer α/γ, dan selanjutnya digunakan untuk

perhitungan burn up PEB U3Si2/Al densitas 2,96 gU/cm3 secara fisikokimia dengan

menggunakan persamaan (1)[6].

%100% xUo

UiUoBU

−= (1)

dengan, BU : Burn up (%)

Uo : Jumlah atom 235

U awal (data pabrikasi)

Ui : Jumlah atom 235

U yang sisa (terukur)

Uo-Ui : Jumlah atom 235

U yang terbakar

Page 131: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 201Padang, 18 September 2019

Pada penelitian sebelumnyya telah diperoleh sebesar 51,71%. Besaran ini dengan burn up yang dihitung menggunakan program Reaktor Serba Guna) yaitu sebesar 5

Menindaklanjuti hasil penelitian dilakukan pembakuan metode Pembakuan metode yang dipersiapkan meliputi metode penentuan distribusi hasil fisi,pemotongan PEB , pelarutan PEB235

U dan 239

Pu, analisis hasil fisi ratio antara isotop dengan

239Pu dalam PEB U3Si

sebesar 20%, 40% dan 60%. pemisahan isotop hasil fisi

134

radiokimia menggunakan metode penukar kation dan kolom penukar isotop

137Cs dan

235U diperoleh

burn up bahan bakar PEB U3SiBeberapa metode telah dikembangkan untuk menentukan

dengan uji merusak yaitu menentukan kandunganseperti isotop

235U,

137Cs dan

134Cs/

137Cs juga dapat digunakan sebagai isotop

isotop stabil seperti yang ditunjukkan pada deret peluruhan isotope Gambar 1.

Gambar 1. Deret pembentukan dan peluruhan hasil fisi

Selain isotop

235U dan

137

menyatakan bahwa isotop 148

beberapa alasan mengapa isotop lain karena isotop

148Nd merupakan isotop hasil fisi yang stabil

(volatil), sehingga tidak bermigrasi di dalamsehingga tidak memerlukan koreksi waktu peluruhan lintang serapan neutron mikoskopikyang kecil145

Nd, 146

Nd, 148

Nd, dan 150

Nd mempunyai intensitas yang berbeda pada Nd alam maupun isotop

142Nd dan

148Nd setelah mengalami pemisahan.

menggunakan peralatan Thermal Ionization Mass Spektropemisahan Nd dari Ce. Isotop dilakukan untuk mengoreksi adanya kontaminasi Nd alam yang dapat mempengaruhi hasil perhitungan burn up[8]. Hingga saat inimassa, sehingga perhitungan itu, perhitungan burn up dilakukan melalui kandungan U3Si2/Al densitas 2,96 gU/cm

3

Hasil perhitungan burn upfisikokimia bertujuan untuk membuktikanhasil perhitungan menggunakan menyeluruh data analisis PIE

Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019

ISSN: 2355

Pada penelitian sebelumnyya telah diperoleh burn up PEB U3Si2/Al densitas 2,96 gU/cm tidak mempunyai perbedaan yang signifikan bila dibandingkan

yang dihitung menggunakan program Origen Code oleh PRSG (Pusat Reaktor Serba Guna) yaitu sebesar 50,06%[6,7].

enindaklanjuti hasil penelitian tersebut[2], maka pada penelitian lanjutan ini akan dilakukan pembakuan metode penentuan burn up PEB U3Si2/Al densitas 4,8Pembakuan metode yang dipersiapkan meliputi metode penentuan distribusi hasil fisi,

PEB, pemisahan hasil fisi dengan unsur bermassa beratPu, analisis hasil fisi ratio antara isotop

134Cs/

137Cs, pemisahan isotop

Si2/Al densitas 4,8 gU/cm3 dengan variasi burn up

sebesar 20%, 40% dan 60%. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan metode baku4Cs/

137Cs dengan unsur bermassa berat

235U dan

239

menggunakan metode penukar kation dan kolom penukar anion. Kdiperoleh secara kuantitatif selanjutnya digunakan untuk perhitungan

Si2/Al densitas 4,8 gU/cm3 pasca iradiasi .

Beberapa metode telah dikembangkan untuk menentukan burn up secara fisikokimiayaitu menentukan kandungan isotop spesifik sebagai monitor

Cs dan 148

Nd[8]. Selain isotop 235

U yang terbakar, juga dapat digunakan sebagai isotop monitor burn up, karena

137Cs

seperti yang ditunjukkan pada deret peluruhan isotope 137

Cs dan

. Deret pembentukan dan peluruhan hasil fisi 137

Cs dan 134

Cs[

137Cs untuk perhitungan burn up, metode ASTM E 321

148Nd paling banyak digunakan sebagai monitor burn up

eberapa alasan mengapa isotop 148

Nd dapat digunakan sebagai monitor burn uperupakan isotop hasil fisi yang stabil, tidak mudah menguap

, sehingga tidak bermigrasi di dalam bakar. Unsur Nd bukan bahan radioaktif sehingga tidak memerlukan koreksi waktu peluruhan (decay), mempunyai luas tampang lintang serapan neutron mikoskopikyang kecil dan masing-masing isotop

142Nd,

143

Nd mempunyai intensitas yang berbeda pada Nd alam maupun Nd setelah mengalami pemisahan. Analisis isotop Nd harus

Thermal Ionization Mass Spektrometer karena diperlukan Isotop

142Ce mengganggu pengukuran

142Nd, hal ini penting

dilakukan untuk mengoreksi adanya kontaminasi Nd alam yang dapat mempengaruhi hasil Hingga saat ini, hotcell PTBBN belum memiliki alat spektrometer

, sehingga perhitungan burn up tidak dapat menggunakan isotop 148

Nd. Oleh karena dilakukan melalui kandungan

235U dan

137Cs di dalam bahan bakar

3 yang dianalisis menggunakan spektrometer α/γ.

burn up PEB U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm3 pasca iradiasi

bertujuan untuk membuktikan kesesuian besar burn up yang diperoleh menggunakan software Origen (secara tidak merusak)

analisis PIE meliputi uji merusak, analisis metalografi dan fisikokimia

121

ISSN: 2355-7524

/Al densitas 2,96 gU/cm3

dibandingkan oleh PRSG (Pusat

, maka pada penelitian lanjutan ini akan 4,8 gU/cm

3.

Pembakuan metode yang dipersiapkan meliputi metode penentuan distribusi hasil fisi, pemisahan hasil fisi dengan unsur bermassa berat seperti

Cs, pemisahan isotop 235

U dari reaktor

mendapatkan metode baku untuk 239

Pu secara anion. Kandungan

perhitungan

secara fisikokimia isotop spesifik sebagai monitor burn up

, isotop ratio merupakan

Cs dan 134

Cs pada

Cs[9]

metode ASTM E 321-69 burn up. Ada

burn up antara mudah menguap

nsur Nd bukan bahan radioaktif empunyai luas tampang

143Nd,

144Nd,

Nd mempunyai intensitas yang berbeda pada Nd alam maupun nalisis isotop Nd harus

karena diperlukan Nd, hal ini penting

dilakukan untuk mengoreksi adanya kontaminasi Nd alam yang dapat mempengaruhi hasil spektrometer

Nd. Oleh karena Cs di dalam bahan bakar

pasca iradiasi secara yang diperoleh dengan

Origen (secara tidak merusak). Secara meliputi uji merusak, analisis metalografi dan fisikokimia

Page 132: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pembakuan Mtode Analisis Fisiokimia Bahan Bakar... Aslina Br. Ginting, dkk.

122

ISSN: 2355-7524

merupakan data umpan balik kepada pabrikator bahan bakar untuk meningkatkan kualitas proses produksi bahan bakar reaktor riset dengan densitas uranium lebih tinggi.

METODOLOGI

PEB U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm3 pasca iradiasi yang telah mengalami proses

pendinginan di reaktor G.A.Siwabessy dikirim ke IRM untuk dilakukan uji distribusi hasil fisi dan uji fisikokimia untuk perhitungan burn up[9]. Analisis distribusi hasil fisi dilakukan menggunakan alat Gamma Scanning. Sementara itu, uji fisikokimia untuk penentuan burn up diawali dengan pemotongan PEB U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm

3 dengan dimensi

3x3x1,37 mm menggunakan mesin potong diamond. Potongan PEB U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm

3 dengan dimensi 3x3x1,37 mm

dikirim ke hotcell HC 109 untuk dilakukan

penimbangan dan pelarutan. Pelarutan menggunakan HCl 6N dan HNO3 6N di dalam labu ukur 25 mL melalui 2 (dua) tahap. Tahap pertama adalah pelarutan kelongsong AlMg2 dan matrik Al, sedangkan tahap berikutnya adalah pelarutan serbuk bahan bakar U3Si2[10]. Setelah PEB U3Si2/Al semua terlarut, kemudian disaring dan ditimbang sehingga diketahui berat larutan, selanjutnya dilakukan pemipetan larutan PEB U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm

3

sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam vial. Larutan PEB U3Si2/Al di transfer ke R.135 (laboratorium aktivitas sedang) untuk dilakukan pemisahan isotop di dalam lemari asam. Pemisahan

134Cs dan

137Cs dilakukan dengan metode penukar kation menggunakan zeolite

Lampung. Hasil proses penukar kation menunjukkan terjadinya pemisahan antara padatan 134

Cs/137

Cs-zeolit sebagai fasa padat dengan isotop 235

U dan 239

Pu dalam fasa cair. Pemisahan

235U dan

239Pu dalan fasa cair dilakukan dengan metode kolom penukar anion

menggunakan resin Dowex mengikuti ASTM C 1001dan ASTM No C-1411-01 [11]. Padatan 134

Cs/137

Cs-zeolit hasil pemisahan kemudian dikeringkan dan ditimbang kemudian dilakukan

pengukuran menggunakan spektrometer-γ. Sementara itu, hasil pemisahan 235

U dan 239

Pu diperoleh efluen

235U dan

239Pu, kemudian efluen tersebut dikisatkan hingga kering dan

dikenakan proses elektrodeposisi (ED). Proses ED dilakukan menggunakan media buffer (NH4)2SO4 1M yang dapat diendapkan pada kondisi kuat arus 1,2 ampere dengan jarak elektroda 10 mm selama 2 jam[12]. Besarnya kandungan

235U,

239Pu dan

238Pu yang

terdapat di dalam PEB U3Si2/Al pasca iradiasi dianalisis menggunakan spektrometer-α. Kandungan

134Cs,

137Cs dan

235U digunakan sebgai data masukan untuk perhitungan burn

up.

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Penentuan distribusi hasil fisi PEB U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm3 pasca iradiasi

Penetuan distribusi hasil fisi didasarkan pada proses terjadinya reaksi fisi antara 235

U dalam bahan bakar dengan neutron di dalam reaktor yang menghasilkan beberapa hasil fisi dengan fission yield tertentu seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2[13]. Gambar 2 menunjukkan bahwa proses reaksi fisi

235U terjadi dengan pola distribusi massa atom yang

tidak sama, sehingga plot fission yield (%) dengan nomor massa menghasilkan dua bentuk kurva. Kurva pertama menunjukkan distribusi massa atom dari isotop – isotop dengan nomor massa atom antara 90 sampai dengan 100 dan kurva kedua distribusi massa atom isotop dengan nomor massa atom 130 sampai dengan 140. Fenomena ini penting untuk mengetahui isotop – isotop yang memiliki fission yied relatif tinggi sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam penentuan burn up. Gambar 2 menunjukkan bahwa isotop Cs yang mempunyai nomor massa atom 137 memiliki fission yield sekitar 6,2%, relatif lebih tinggi dari

isotop lainnya sesama pemancar radiasi-γ. Untuk mengetahui jenis isotop yang terdapat di dalam PEB U3Si2/Al pasca iradiasi, selanjutnya dilakukan pengukuran distribusi hasil fisi menggunakan Gamma Scanning secara tidak merusak. Peneliti sebelumnya telah melakukan penentuan distribusi hasil fisi dengan cara pengukuran nilai angka banding isotop

134Cs/

137Cs dari PEB U3O8/Al kode RIE 01 seperti yang terlihat pada Gambar 3[13].

Page 133: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

123

ISSN: 2355-7524

Gambar 2. Distribusi massa hasil fisi 235

U dan 239

Pu dengan neutron termal

Berdasarkan hipotesa bahwa burn up atom U dalam suatu bahan bakar berkorelasi dengan nilai angka banding isotop

134Cs/

137Cs, dengan mengetahui nilai angka banding

isotop Cs dari pelat elemen bakar pasca iradiasi maka jumlah uranium di dalam bahan bakar dapat diketahui.

Gambar 3. Nilai angka banding isotop

134Cs/

137Cs pada posisi aksial dari PEB U3O8/Al

RIE01[13] Sementara itu, hasil penelitian sebelumnya juga penentuan distribusi hasil fisi PEB U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm

3 dengan burn up 40% (pada posisi bagian bawah atau SD) diperoleh

mengikuti pola distribusi normal seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.

30

40

50

60

70

80

90

0 10 20 30 40 50 60

Jarak posisi aksial dari bawah pelat

(cm)

An

gka b

an

din

g 1

34C

s/1

37C

s

(%)

Pelat-2 Pelat-6 Pelat-11

Page 134: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pembakuan Mtode Analisis Fisiokimia Bahan Bakar... Aslina Br. Ginting, dkk.

124

ISSN: 2355-7524

Gambar 4. Pola distribusi 134

Cs dan 137

Cs dalam PEB U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm3 dengan

burn up 40% [2]

b. Pemotongan PEB U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm3 pasca iradiasi

Proses pemotongan sampel uji fisikokimia dilakukan sama dengan pemotongan sampel untuk uji metalografi. Posisi pemotongan PEB U3Si2/Al pasca iradiasi pada bagian Top, Middle dan Bottom ditimbang dengan berat tertentu seperti ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Posisi pemotongan PEB U3Si2/Al bagian Top, Middle dan Bottom [14]

c. Pelarutan PEB U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm3 pasca iradiasi

Pelarutan PEB U3Si2/Al pasca iradiasi dilakukan secara bertahap. Tahap pertama dilakukan pelarutan terhadap kelongsong AlMg2 dan matriks Al menggunakan HCl 6 N. Reaksi kimia yang terjadi untuk melarutkan kelongsong dan matriks bahan bakar dengan HCl 6N mengikuti persamaan(2)[10].

U3Si2 AlAlMg2+ 8HCl → 2AlCl3+MgCl2 +4 H2↑ + U3Si2↓ (2)

Setelah kelongsong AlMg2 dan matrik Al terlarut, selanjutnya dilakukan pelarutan serbuk bahan bakar U3Si2. Reaksi kimia yang terjadi antara serbuk bahan bakar U3Si2 dengan asam nitrat mengikuti persamaan (3).

0

25

50

75

100

125

0 100 200 300 400 500 600

Posisi dari bahan bakar bagian bawah (mm)

ca

ca

h/d

eti

k

Cs134

Cs137

Top

Middle

Bottom

T-1 T-2 T-3

M-1 M-2 M-3

B-1 B-2 B-3

Page 135: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

125

ISSN: 2355-7524

U3Si2 + 6 HNO3 → 3 UO2(NO3)2 + 3H2↑+ 2Si↓ (3)

Setelah PEB U3Si2/Al pasca iradiasi semuanya terlarut, kemudian dilakukan pemisahan isotop

137Cs,

235U maupun

239Pu yang terkandung di dalam bahan bakar tersebut.

d. Pemisahan dan pemungutan 137

Cs dalam larutan PEB U3Si2/Al pasca iradiasi Sebelum melakukan pemisahan isotop

137Cs di dalam PEB U3Si2/Al pasca iradiasi,

terlebih dahulu dilakukan optimasi parameter pemisahan terhadap standar isotop 137

Cs, kode Sertificate Reference Material (SRM) 4233E sebanyak 50 µL. Pemisahan dilakukan dengan metode penukar kation menggunakan zeolit Lampung sebesar 700 mg. Hasil pemisahan diperoleh isotop

137Cs terikat dengan zeolit dalam padatan

137Cs-zeolit dan isotop

lainnya dalam fasa cair (supernatan). Padatan 137

Cs-zeolit, kemudian diukur kandungan

isotop 137

Cs menggunakan spektrometer-γ[15]. Hasil pengukuran diperoleh spektrum isotop 137

Cs pada energi 661 keV seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Spektrum standar isotop

137Cs dalam padatan

137Cs-zeolit

Spektrum isotop 137

Cs di dalam standar isotop 137

Cs, kemudian di evaluasi sehingga diperoleh aktivitas isotop

137Cs pengukuran sebesar 12099,66 Bq di dalam 50 µL. Aktivitas

hasil pengukuran selanjutnya dibandingkan dengan aktivitas isotop 137

Cs standar dari sertifikat, sehingga diperoleh akurasi pengukuran sebesar 3,25 %.

Metode pemisahan yang dilakukan terhadap standar isotop 137

Cs selanjutnya digunakan untuk pemisahan isotop

137Cs di dalam PEB U3Si2/Al pasca iradiasi. Hasil

pemisahan diperoleh berupa padatan 137

Cs-zeolit, kemudian diukur kandungan isotop 137

Cs

menggunakan spektrometer-γ[15]. Hasil pengukuran diperoleh spektrum isotop 137

Cs pada energi 661 keV seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Spektrum isotop

137Cs-zeolit dalam PEB U3Si2/Al pasca iradiasi

Page 136: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pembakuan Mtode Analisis Fisiokimia Bahan Bakar... Aslina Br. Ginting, dkk.

126

ISSN: 2355-7524

Gambar 7 menunjukkan bahwa dengan waktu cacah 1500 detik, hanya diperoleh spektrum isotop

137Cs pada energi 661,46 keV dan tidak terlihat adanya spektrum isotop

pemancar sinar-γ selain isotop 137

Cs. Dari Gambar 6 dan 7 terlihat bahwa pada energi 661,46 keV, spektrum isotop

137Cs dari SRM sama dengan spektrum isotop

137Cs dalam

PEB U3Si2/Al pasca iradiasi. Fenomena ini menunjukkan bahwa zeolit Lampung yang digunakan dalam proses penukar kation sangat selektif dan mampu memisahkan isotop 137

Cs dari isotop lainnya. Proses pertukaran kation terjadi karena struktur zeolit terdiri dari unit tetrahedral

AlO2 dan SiO2 yang saling berhubungan melalui atom O. Pada struktur zeolit, empat atom oksigen berkoordinasi dengan semua atom Al membentuk tetrahedral. Atom Si

4+ akan

digantikan oleh Al3+

, sehingga terjadi defisiensi muatan positif. Difesiensi muatan ini menyebabkan zeolit bermuatan negatif dan selanjutnya akan dinetralkan oleh kation alkali atau alkali tanah, seperti Na

+, K

+, Mg

2+ dan Ca

2+ di dalam

rongganya sehingga mencapai

senyawa yang stabil [16]. Selain itu, agar proses tukar kation dapat berjalan baik, sebelum

zeolit digunakan sebagai bahan penukar kation harus terlebih dahulu diaktifasi dengan NH4Cl. Tujuan aktifasi adalah untuk membuat monokationik zeolit (NH4-Zeolit). Diharapkan bahwa semua kation yang berada dalam zeolit Lampung setelah mengalami proses aktifasi dengan NH4Cl dapat digantikan dengan kation amonium secara homogen atau monokationik. NH4-zeolite yang terbentuk kemudian digunakan untuk bahan penukar kation isotop cesium. Proses aktifasi yang terjadi antara zeolit Lampung dengan NH4Cl jenuh mengikuti persamaan reaksi kimia (4)[16].

Zeolit (Mn+

) + NH4Cl → NH4-Zeolit + Mn+

Cl-

(4)

dimana : M = logam alkali dan alkali tanah (kation dari zeolit alam) n = elektron valensi logam Senyawa NH4-zeolit mempunyai jari-jari ion sebesar 331 pm, sedangkan Cs

+ mempunyai

jari-jari ion sebesar 329 pm. Hal ini menyebabkan Cs+ lebih mudah bertukar dengan NH4

+

dalam kerangka zeolit, sedangkan isotop U dan Pu mempunyai jari-jari atom masing-masing Pu

6+ = 81 pm, U

6+ = 97 pm , U

4+ = 80 pm, sehingga pada saat proses pemisahan

dengan metode penukar kation isotop U dan Pu tidak terikat di dalam zeolit sebagai fasa padat, namun isotop U dan Pu ikut lolos sebagai supernatan di dalam fasa cair. Fenomena inilah yang terjadi di dalam proses penukar kation untuk memungut isotop

137Cs dari U dan

Pu dalam bahan bakar pasca iradiasi[17]. Luasan spektrum isotop

137Cs pada energi 661,46 keV, kemudian dievaluasi dan

diperoleh kandungan isotop 137

Cs dalam 150 µL larutan PEB U3Si2/Al pasca iradiasi. Kandungan isotop

137Cs diperoleh sebesar 0,01509 µg, besaran ini selanjutnya dikonversi

terhadap faktor pelarutan dan pengenceran dalam berat PEB yang dipotong, sehingga diperoleh kandungan isotop

137Cs dalam PEB U3Si2/Al pasca iradiasi dengan dimensi

3x3x1,37 mm3 yaitu sebesar 753,1144 µg/g sampel seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan isotop 137

Cs di dalam PEB U3Si2/Al pasca iradiasi Waktu cacah =1500 detik , jarak detektor 16 cm

Jenis Isotop

Net Area

(cacah)

Cacah per detik

(cps)

Iγ tabel (%)

T1/2

(detik) Efisiensi detektor

(%)

Kand.

137Cs

(µg)

Kand. 137

Cs 3x3x1,37 mm

3

(µg/g PEB)

137Cs

97432 64,8593

85,1

95210486

0

0,1579

0,0150

9

753,1144

96989

97446

97289

Selektifitas zeolit Lampung terhadap isotop

137Cs didukung oleh analisis isotop

137Cs yang

terdapat di dalam supernatan atau isotop 137

Cs yang terikut dalam fasa cair. Kandungan isotop

137Cs di dalam supernatan diperoleh sangat kecil yaitu sekitar 0,000002 µg seperti

yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Page 137: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

127

ISSN: 2355-7524

Tabel 2. Kandungan isotop 137

Cs di dalam supernatan Waktu cacah =5000 detik, jarak detektor 16 cm

Jenis Isotop

Net Area (Cacah)

Cacah per detik

(cps)

Iγ tabel (%)

T1/2

(detik) Efisiensi Detektor

(%)

Kand. 137

Cs (µg)

137Cs

40

0,0081

85,1

952104860

0,1579

0,000002

Data pada Tabel 2 didukung oleh Gambar 8, jelas terlihat bahwa spektrum isotop 137

Cs di dalam supernatan sangat kecil. Hal ini membuktikan bahwa isotop 137

Cs yang terdapat di dalam PEB U3Si2/Al pasca iradiasi dapat dipisahkan secara sempurna menggunakan metode penukar kation dengan penambahan zeolit Lampung.

Gambar 8. Spektrum isotop

137Cs dalam supernatan pada energi 661 keV

Gambar 8 menunjukkan selain spektrum isotop 137

Cs pada energi 661,46 keV, diperoleh beberapa spektrum dengan cacah sangat kecil pada energi 511 keV, 723 keV, 873 keV dan 1022 keV. Kemungkinan pada energi 511 kev dan 1022 keV yang terjadi adalah proses elektron produksi berpasangan, sedangkan spektrum pada energi 723 keV dan 873 keV tidak dapat diidentifikasi jenis isotopnya oleh software spektrometer gamma.

e. Pemisahan isotop U dengan metode kolom penukar anion Pemisahan isotop U dengan isotope lainnya dilakukan berdasarkan data hasil analisis

pada penelitian sebelumnya[5,18]. Sebelum melakukan pemisahan dan analisis terhadap isotop U dalam supernatan PEB U3Si2/Al pasca iradiasi telebih dahulu dilakukan analisis terhadap sampel standar U3O8 yang mengandung isotop

235U sebesar 20%. Tujuan

pengukuran standar U3O8 digunakan untuk mengetahui recovery proses[17]. Hasil analisis sampel standar U3O8 diperoleh berupa spektrum

238U,

235U ,

236U dan

234U seperti yang

terlihat pada Gambar 9.

Page 138: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pembakuan Mtode Analisis Fisiokimia Bahan Bakar... Aslina Br. Ginting, dkk.

128

ISSN: 2355-7524

Gambar 9 . Spektrum standar U3O8 (isotop

238U,

235U ,

236U dan

234U)

Spektrum standar U3O8 yang terdiri dari isotop (238

U,235

U , 236

U dan 234

U) sebagai hasil pengukuran dengan spektrometer-α diperoleh berupa cacahan per detik (cps) yang selanjutnya diestimasi menjadi satuan berat kandungan isotop

238U,

235U ,

236U dan

234U (µg)

dengan recovery pemungutan isotop 235

U sebesar 78,74 %[19]. Besar pemungutan isotop 235

U sebesar 78,74% telah dianggap memenuhi persyaratan, karena dari ASTM diperoleh recovery pemungutan sebesar 70%[8]. Diasamping itu, parameter proses elektrodiposisi (tegangan, arus, waktu dan buffer elektrolit) maupun parameter pengukuran dengan alat spektrometer-α (jarak, dead time, efesiensi detektor) yang digunakan adalah parameter yang optimal, sehingga hasil pengukuran yang diperoleh juga sudah maksimun[5,19]. Parameter proses yang optimal, kemudian digunakan untuk pemisahan dan menganalisis kandungan isotop U dan Pu di dalam larutan supernatan PEB U3Si2/Al pasca iradiasi sebelum dan sesudah ditambah resin Dowex 1x8.

Metode pemisahan isotop U yang valid terhadap sampel standar, kemudian digunakan untuk pemisahan U di dalam PEB U3Si2/Al pasca iradiasi. Hasil pemisahan dengan penambahan resin Dowex 1x8 dan pengukuran isotop U menggunakan

spektroketer-α. diperoleh 4 (empat) spektrum isotop-U yaitu 238

U (Eα= 4,194 MeV), 235

U

(Eα=4,397 MeV), isotop 236

U (Eα= 4,494 MeV) dan isotop 234

U (Eα=4,777 MeV), sehingga jumlah masing-masing isotop-U (

234U,

235U,

236U dan

238U) dalam sampel dapat diketahui

dengan menghitung cacahan dari luas spektrumnya masing-masing. Selain isotop U

diperoleh juga 2 (dua) spektrum isotop Pu yaitu 239

Pu (Eα= 5,155MeV), 238

Pu (Eα= 5,486MeV) seperti yang terlihat pada Gambar 10[6,16].

Gambar 10 . Spektrum isotop-U (

234U,

235U,

236U dan

238U) dan isotop Pu (

239Pu dan

238Pu)

Page 139: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

129

ISSN: 2355-7524

Spektrum hasil pengukuran isotop-U (234

U, 235

U, 236

U dan 238

U) serta isotop Pu (239

Pu dan 238

Pu) di dalam supernatan PEB U3Si2/Al kemudian dievaluasi sehingga diperoleh kandungan masing-masing isotop yang terkandung di dalam supernatan bahan bakar. f. Perhitungan burn up PEB U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm

3 pasca iradiasi

Dalam perhitungan burn up dengan analisis fisikokimia harus diketehui kandungan atau komposisi atom isotop

134Cs/

137Cs dan

235U di dalam PEB U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm

3

pasca iradiasi.Selain itu, yang harus diketahui adalah kandungan isotop 235

U mula-mula dari data pabrikasi. Jumlah atom

134Cs/

137Cs,

235U sisa dan

235U awal, selanjutnya digunakan

untuk perhitungan burn up bahan bakar dengan menggunakan persamaan (1)[6,9,13].

KESIMPULAN

Telah diperoleh metoda penentuan distribusi hasil fisi, pemotongan PEB U3Si2/Al, pelarutan PEB U3Si2/Al, pemisahan dan analisis ratio isotop hasil fisi

134Cs/

137Cs, isotop

235U

dan 239

Pu serta metode perhitungan burn up. Pembakuan metode dilakukan berdasarkan ASTM dan hasil penelitian terhadap PEB U3Si2/Al densitas 2,96 gU/cm

3 pasca iradiasi. Metode

baku yang diperoleh siap digunakan untuk melakukan analisis fisikokimia untuk perhitungan burn up PEB U3Si2/Al densitas 4,8 gU/cm

3 pasca iradiasi.

UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih diucapkan kepada Ibu Sutri Indaryati, Iis Hariyati, Rosika Kriswarini dan teman teman kelompok Fisikokimia-PTBBN-BATAN yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini, sehingga penulisan makalah ini dapat terwujud. DAFTAR PUSTAKA 1. INDIAH P.H., TAGOR M.S., SUPARDJO dan SUWARDI, ”LAK Insersi Elemen Bakar Uji

Silisida 3 Pelat Tingkat Muat Uranium 4,8 dan 5,2 gU/cm3 di Teras RSG-GAS,” No.

Identifikasi PR 40J19001, Rev.03, Agustus, PRSG-BATAN, (2008). 2. YUSUF N. dan SRI ISMARWANTI, “Uji Tidak Merusak Bahan Bakar U3Si2/Al Tingkat

Muat Uranium 4,8 gU/cm3 Pasca Iradiasi Fraksi Bakar 20% dan 40%,” Jurnal Teknologi

Bahan Nuklir, Vol. 10, no.2, hal. 53-63, (2014). 3. SUPARDJO, HASBULLAH N, ABDUL R., BAMBANG G.S., BOYBUL dan ENDIAH P.H.,

“Percobaan pembuatan pelat elemen bakar (PEB) U3Si2-Al densitas uranium 4,8 dan 5,2 g/cm

3 dengan pengkayaan 19,89%

235U untuk sampel uji iradiasi”, Prosiding Seminar

Nasional Daur Bahan Bakar, 27 Agustus 2003, Serpong. 4. ASLINA B.G., YANLINASTUTI, BOYBUL, ARIF N, DIAN A dan ROSIKA K., “Buku

Penguasaan Teknologi Pembuatan Bahan Bakar Reaktor Suhu Tinggi dan Reaktor Riset”. BATAN Press, Anggota IKAPI, Oktober 2018. Jl. Lebak Bulus Raya No. 49. Ged. Perasten Kawasan Nuklir Pasar Jumat. Jakarta Selatan 12440 (2018).

5. JUNG SUK K, YOUNG SHIN J.,SOON DAL P.,YEONG KEONG H. AND KYUSEOK S., “Analysis of High Burnup Pressurized Water Reactorfuel Using Uranium, Plutonium, Neodymium, Andcesium Isotope Correlations With Burnup, Nuclear Engineering Technology, Vol. 47,pp. 924-933,(2015).

6. ASLINA B.G, BOYBUL, ARIF N, DIAN A dan ROSIKA K,”Pemisahan dan Analisis 137

Cs dan

235U Dalam PEB U3Si2-Al Pasca Iradiasi Untuk Penentuan Burn up” , Jurnal

Teknologi Bahan Nuklir Vol. 11 No.2 Juni (2015). 7. Dokumen PRSG, Fuel Irradiation History Assembly Spesific Data Ri-SIE2 Calculating

using IAFUEL Computer Code, Serpong, 20 November (2003). 8. KWANG JUNE P., JUNE SIK J., JUNG SUK K., HEE SUNG S., YONG BUM C. AND HO

DONG K.,” Determination of Burnup and Pu/U Ratio of PWR Spent Fuels By Gamma Ray Spectrometry”, Nuclear Engineering and Technology, Vol. 41,no.10 pp. 1307-1314, August (2009).

9. ASLINA.B.G. AND LIEM P.H, “Absolute Burn Up Measurement of LEU Silicide Fuel Plate Irradiated in the RSG GAS Multipurpose Reactor by Destructive Radiochemical Technique”, Journal Annals of Nuclear Energy, Elsevier , Vol 85, pp. 613-620 (2015).

10. SUTRI I, “Pemilihan Beberapa Jenis Pelarut Untuk PEB U3Si2-Al Pasca Iradiasi”, Proseding Hasil Penelitian, Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir-BATAN,Serpong,2009.

11. American Standar Test Methods, Standar Practice for The Ion Exchange Separation of Uranium and Plutonium Prior to Isotopic Analysis: ASTM No C-1411-01.Vol. 12.01,

Page 140: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pembakuan Mtode Analisis Fisiokimia Bahan Bakar... Aslina Br. Ginting, dkk.

130

ISSN: 2355-7524

(1992). 12. DUMITRU O.A., BEGY R.C., NITA D.C., BOBOS L.D. AND COSMA C., “Uranium

Electrodeposition for Alpha Spectrometric Source Preparation”. Journal of Radioanalytical and Nuclear Chemestry. Vol 298 No.2 , page 1335-1339, (2013).

13. SITI A., DEDDY L.A., YUSUF N., AGUS S., MARTOYO dan ARIF N., “Analisis Fraksi Bakar Mutlak Uji Pasca Iradiasi Pelat Elemen Bakar Dispersi Tipe Oksida RIE01”, Pusat Pengembangan Teknologi Bahan Bakar Nuklir dan Daur Ulang-P2TBDU-BATAN,(1999).

14. ASLINA B.G, HELMI F., MUHAMMAD F., MAMAN K.A, DIAN A., BOYBUL, NOVIARTY, ROSIKA K., YANLINASTUTI, ARIF N. dan ERLINA N., “Dokumen Teknis Pengujian Pra Dan Pasca Iradiasi Bahan Bakar Reaktor Riset”. Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir, (2016).

15. ASLINA B.G, DIAN A.,”Metode Pengendapan Dan Penukar Kation Pada Proses Pemisahan Cesium Dalam Bahan Bakar U3Si2-Al”. URANIA-Jurnal Ilmiah Daur Bahan Bakar Nuklir. Juni 2016; Vol.22 , no.2, hal : 99 – 110 (2016).

16. ASLINA B.G, DIAN A. dan ARIF N.,“Pengaruh Penambahan Zeolit Terhadap Pemisahan Isotop

137Cs Dalam Pelat Elemen Bakar U3Si2/Al Pasca Iradiasi“, Jurnal Teknologi

Bahan Buklir- PTBN-BATAN, Vol.7, No.2, Juni (2011), 17. ARIF N., DIAN A., BOYBUL, SUTRI I., IIS H., ROSIKA K.dan ASLINA B.G.,” Pemisahan

Cesium Dalam PEB U3SI2/Al Pasca Iradiasi Dengan Metode Kolom Penukar Kation Menggunakan Resin Dowex”,URANIA-Jurnal Ilmiah Daur Bahan Bakar Nuklir. Juni 2018; Vol.24 , No.2, Hal : 125 – 134 (2018).

18. ABO-FARHA S.A., BADAWY N.A., EMAM A.A AND MOURSY N.M.,”Anion Exchange Behavior of Some Elements in Acetic Acid-Hydrochloric Acid Media”. Journal of American Science. Vol. 6, no. 10 (2010).

19. BOYBUL, YANLINASTUTI, DIAN A., ARIF N., ROSIKA K. dan ASLINA B. G.,”Analisis Kandungan Cesium Dan Uranium Dalam Bahan Bakar U3Si2/Al Pasca Iradiasi”. URANIA-Jurnal Ilmiah Daur Bahan Bakar Nuklir, Juni 2017; 23 (2): 108 – 122.

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Hendro Tjahjono, PTKRN-BATAN) • Mohon diberikan gambaran proses pengukuran burnup di reaktor seperti apa,

datanya saja yang diperlukan untuk penentuan burnup tersebut?

JAWABAN: (Aslina Br. Ginting, PTBBN-BATAN)

• Perhitungan/pengukuran burnup di reaktor dilakukan dengan perhitungan melalui Origen code dengan model sebagai inputan adalah rasio

134Cs/

137Cs. Cs diukur atau

dianalisis secara NDT. Selain itu harus memperhitungkan lama bahan bakar digunakan, posisi bahan bakar dan daya pengoperasian reaktor.

2. PERTANYAAN: (Bungkus Pratikno, PAIR-BATAN) • Sudah berapa frekuensi penelitian burnup dengan metode ini dilakukan?

JAWABAN: (Aslina Br. Ginting, PTBBN-BATAN)

• Penentuan burnup yang dilakukan terhadap PEB U3Si2/Al densitas 2.96 grU/cc hanya dilakukan terhadap pelat ke-20 potongan bagian atas, tengah dan bawah. Hasilnya adalah sama, yaitu burnup 50.16%.

Page 141: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18September 2019

131

ISSN: 2355-7524

KONSENTRASI RADON DALAM RUMAH (RADON INDOOR) DI WILAYAH MALUKU UTARA

Wahyudi

1, IlmaDwi Winarni

2, Kusdiana

3, Oktisya Devi Widyaningsih

4

1,2,3,4Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jalan Lebak Bulus Raya No.49, Jakarta 12440

Email: [email protected]

ABSTRAK

KONSENTRASI RADON DALAM RUMAH (RADON INDOOR) DI WILAYAH MALUKU UTARA.Telah dilakukan pemetaan dan penentuan konsentrasi radon di

rumah penduduk (radon indoor) wilayah Pulau Halmahera, Provinsi Maluku Utara.Data yang didapatkan berguna untuk membuat kebijakan kesehatan akibat radon di Indonesia dan juga merupakan kontribusi Indonesia di dunia internasional melalui UNSCEAR, IAEA, dan WHO. Pemetaan dilakukan menggunakan sistem grid 40 km x40 km, di mana pada setiap grid terdapat 5-10 detektor radon pasif yang dipasang di dalam rumah penduduk selama 3 sampai 4 bulan. Setelah waktu paparan selesai, detektor diproses etsa menggunakan

larutan NaOH 6,25N pada suhu 70°C di dalam oven selama 7 jam untuk menumbuhkan jejak partikel alfa dari radon. Jejak yang timbul kemudian dibaca menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400x.Banyaknya jumlah jejak partikel alfa pada CR-39 menunjukkan besarnya konsentrasi radon di dalam rumah.Konsentrasi radon di Pulau Halmahera dalam

rentang 2,47 ± 0,17 Bq/m3 sampai dengan 47,02 ± 2,95 Bq/m

3 dengan rerata 14,12 ± 1,29

Bq/m3 dan digolongkan konsentrasi rendah. Data konsentrasi radon di dalam rumah dan

lokasi GPS selanjutnya dimasukkan ke dalam Software MapInfo v.10.5 untuk dibuat suatu peta sebaran radon. Selain data tingkat konsentrasi radon di dalam rumah penduduk, komponen yang juga dihasilkan dari penelitian ini adalah peta radon indoor Pulau Halmahera, Provinsi Maluku Utara yang merupakan bagian dari peta radon indoor wilayah Indonesia.

Kata kunci: CR-39, Halmahera, konsentrasi, pemetaan, radon.

ABSTRACT INDOOR RADON CONCENTRATION IN NORTH MALUKU AREA.Indoor radon concentration in Halmahera Island region, North Maluku Province have been mapped and determined. The obtained data is useful for health policies ofradon in Indonesia and can be use as internationally base line data through UNSCEAR, IAEA, and WHO. The mapping processhas been done using a grid system of 40 km x40 km, where on each grid there are 5-10 passive radon detectors installed in homes for 3 to 4 months. After the exposure time is

completed, the detector is etched using 6,25N NaOH solution at 70 ± 2 °C in the oven for 7 hours to grow traces of alpha particles from radon. The imprints are then read using a microscope with 400x magnification. The number of trace amounts of alpha particles in CR-39 shows the amount of radon concentration in the house. It was found that radon

concentrations on Halmahera Island in the range of 2,47 ± 0,17 Bq/m3to 47,02 ± 2,95 Bq/m

3

with an average of 14,12 ± 1,29 Bq/m3 and classified as low concentrations. Radon

concentration data in the house and GPS location were then entered into MapInfo Software v.10.5 for a radon distribution map. This research obtain Regional Map of radon in Halmahera island of Nort Maluku, which is part ofthe indoor radon map in Indonesia.

Keywords: concentration, CR-39, Halmahera, mapping, radon. PENDAHULUAN

Kegiatan yang terkait dengan bidang sumber daya alam dan lingkungan (SDAL) dan keselamatan radiasi telah dilakukan melalui pemanfaatan iptek nuklir untuk pemantauan lingkungan dan studi perubahan iklim serta efek radiasi pengion pada manusia dan

lingkungan. Selain sampel di lingkungan, ternyata sampel yang berasal dari dalam rumah penduduk atau indoor juga diperlukan untuk dianalisis. Hal ini dikarenakan adanya gas radon yang dapat lepas ke lingkungan dan memberikan paparan pada manusia dari dalam tanah, batu-batuan, dan bahan-bahan bangunan di dalam rumah [1]. Menurut laporan UNSCEAR tahun 2010, radon merupakan sumber radiasi alamiah terbesar dan mencapai 47% [2].Gas radon sangat berbahaya jika terhirup dan terakumulasi di dalam paru-paru

Page 142: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Konsentrasi Radon Dalam Rumah (Radon Indoor) ... Wahyudi, dkk.

132

ISSN: 2355-7524

karena dapat mengganggu pernapasan dengan risiko kanker paru-paru. Oleh karena itu, pengukuran konsentrasi gas radon indoor juga perlu dilakukan untuk mengetahui sebaran radionuklida radon di dalam rumah penduduk.

Penelitian ini bertujuan untuk memantau dan mengukur tingkat konsentrasi gas radon di dalam rumah penduduk wilayah Pulau Halmahera, Maluku Utara sehingga dapat menjadi data acuan dalam membuat kebijakan kesehatan akibat radon di Indonesia. Selain itu, data dan koordinat lokasi yang didapat akan diintegrasikan menjadi sebuah peta konsentrasi radon di rumah penduduk di wilayah Pulau Halmahera, Maluku Utara. Hal ini dilakukan dalam rangka pemetaan tingkat konsentrasi radon di Indonesia yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2012. Peta radon ini merupakan kontribusi Indonesia di dunia internasional melalui UNSCEAR.Dari penelitian ini juga dapat diperkirakan konsentrasi radon indoor rata-rata di Pulau Halmahera, Provinsi Maluku Utara. TEORI Radionuklida radon

Radon (Rn-222) merupakan gas radioaktif yang tidak berbau dan tidak berwarna. Gas ini terbentuk dari peluruhan radium (Ra-226) yang berasal dari uranium (U-238) dan terdapat secara alamiah pada batuan, air dan tanah [3]. Radon terbentuk dalam tanah secara konstan akibat peluruhan uranium dan bebatuan di kerak bumi. Radon yang terbentuk juga dapat terlarut ke dalam air permukaan, namun dengan konsentrasi yang sangat rendah karena saat mencapai permukaan maka radon akan lepas ke atmosfir dalam wujud gas [4].

Gambar 1. Dosis radiasi yang diterima manusia [2]

UNSCEAR melaporkan bahwa perkiraan rerata dosis per kapita dari sumber radiasi

alam sebesar 2,4 mS/tahun, dan 47% diantaranya berasal dari radon seperti yang terlihat pada Gambar 1 [2]. World Health Organization (WHO) dalam Handbook on indoor radon: a public health perspective: world health organization (2010) menetapkan batas minimum paparan radon indoor sebesar 100 Bq/m

3 dan atau tidak melebihi 300 Bq/m

3.Konsentrasi

gas radon di dalam rumah dapat lebih tinggi daripada radon di lingkungan akibat terjadinya penetrasi gas radon yang berasal dari tanah di dalam rumah, rekahan pondasi, pipa air, serta rekahan pada dinding dan lantai [5].

Detektor jejak nuklir Detektor yang dipakai dalam metode ini adalah etched track detectors (biasanya

menggunakan detektor CR-39). Pada dasarnya partikel alfa yang dipancarkan oleh radon dan turunannya menyebabkan terjadinya suatu perubahan pada detektor yang digunakan. Dalam pemantauan konsentrasi radon dengan metode ini diperlukan waktu beberapa minggu atau bulan dan hasil yang diperoleh merupakan hasil yang mewakili konsentrasi rata-rata radon untuk selama masa pengukuran. Semakin rendah konsentrasi radon pada daerah yang akan diukur konsentrasinya diperlukan waktu yang relatif lebih lama. Interaksi antara partikel alfa dengan detektor CR-39 dapat menimbulkan jejak-jejak nuklir laten. Detektor jejak nuklir CR-39 peka terhadap partikel-partikel alfa yang dipancarkan oleh gas radon beserta anak luruhnya[1].CR-39 adalah suatu detektor dengan nama dagang Baryotrak buatan Fukui Co Jepang, berupa film atau plastik tipis berbentuk lembaran padat yang transparan seperti terlihat pada Gambar 2 dan dibuat dari bahan polimer organik

(allyldiglicol carbonat dengan rumus kimianya: C12H18O7).

Page 143: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18September 2019

133

ISSN: 2355-7524

Gambar 2.Detektor radon pasif

METODOLOGI Peralatan yang diperlukan mencakup GPS (Global Positioning System) untuk

menentukan lokasi sampling dan detektor radon pasif. Sedangkan untuk analisis di laboratorium menggunakan desikator, oven, staining jar, ultrasonic vibrator, kaca preparat, dan mikroskop. Bahan yang diperlukan antara lain Solid State Nuclear Track Detector (SSNTD) CR-39, larutan NaOH 6,25 N dan aquadest.

Dilakukan sistem grid seluas 40 km x 40 km persegi terhadap wilayah sampling. Selanjutnya diletakkan detektor radon pasif pada wilayah yang termasuk dalam grid. Dengan metode grid, wilayah sampling akan lebih terwakili dan seragam apabila sampling nantinya dilakukan di wilayah lain. Selain itu, penggunaan jumlah detektor maupun besarnya jangkauan wilayah sampling menjadi lebih terprediksi dan memudahkan dalam proses pemantauan konsentrasi gas radon yang dilakukan.

Detektor kemudian digantung menggunakan tali di ruangan dalam rumah yang paling sering menjadi titik berkumpul pemilik rumah dan diatur pada ketinggian sekitar 3 m dari lantai, tergantung dari keadaan ruangan. Setelah digantung selama 3 - 4 bulan, detektor

CR-39 diambil dan dilakukan proses etsa dalam larutan 6,25 N NaOH pada suhu 70 °C

selama 7 jam. Dicuci dengan aquadest pada suhu 40 °C selama 10 menit dan dikeringkan.

Jumlah jejak di CR-39 akibat radiasi alpha dari radon dievaluasi di bawah mikroskop optik dengan perbesaran 400 kali [8]. Besarnya konsentrasi radon dalam rumah penduduk sebanding dengan jumlah jejak dalam detektor CR-39.

Dengan demikian konsentrasi radon dapat dihitung melalui Persamaan 1.

/=

(1)

Konsentrasi radon di dalam rumah (CRn) dihitung dengan mengurangi jumlah jejak total sampel (NT) untuk 25 kali sudut pandang (jejak/5,0625 mm

2) dengan jumlah jejak latar

belakang (NB), kemudian dibagi dengan efisiensi detektor (E) [(jejak/5,0625 mm2/Bq/m

3

hari)] dikalikan waktu pemaparan dalam satuan hari (T). Nilai 5,0625 mm2 merupakan

luasan area detektor pada 25 kali pandang pembacaan jejak melalui mikroskop pada perbesaran 400 kali. HASIL DAN PEMBAHASAN

Variasi kondisi cuaca, kelembaban, kecepatan angin, tekanan dan suhu yang selalu berubah akan mempengaruhi besarnya konsentrasi gas radon yang terukur. Penelitian oleh Miles (2001) menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi radon yang diukur selama 1 minggu menghasilkan data yang sangat fluktuatif. Pemantauan radon indoor sebaiknya tidak dilakukan dalam jangka waktu singkat karena tidak dapat digunakan sebagai basis data yang tepat [9].Oleh karena itu, pemantauan konsentrasi radon indoor di Pulau Halmahera, Provinsi Maluku Utara pada peneitian ini dilakukan selama 3-4 bulan agar data yang dihasilkan lebih akurat dan respresentatif. Pengambilan data yang dilakukan meliputi Pulau Ternate dan Tidore.Detektor radon pasif dipasang dengan jumlah 123 buah dan dapat diambil kembali sebanyak 120 detektor atau kembali 97,56%. Lokasi pemasangan detektor radon pasif di Pulau Halmahera, Provinsi Maluku Utara dapat dilihat pada Gambar 3.

Analisis laboratorium yang dilakukan pada penelitian ini meliputi proses etsa menggunakan larutan alkali NaOH yang bertujuan untuk meningkatkan ukuran dari jejak nuklir yang ada pada detektor sehingga lebih mudah ditelusur untuk proses evaluasi konsentrasi [10]. Proses etsa yang telah dilakukan pada penelitian ini berhasil meningkatkan

Page 144: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Konsentrasi Radon Dalam Rumah (Radon Indoor) ...Wahyudi, dkk.

134

ukuran jejak nuklir yang terdapat pada detektor radon pembacaan jejak nuklir yang diamati besar.

Gambar 3.Peta lokasi pemasangan

Gambar 4. Hasil pembacaan jejak radon menggunakan mikroskop

Berdasarkan jumlah jejak yang terbaca dapat ditentukan besarnya nilai konsentrasi gas radon yang berada di dalam rumah penduduk menggunakan Pnilai konsentrasi radon di dalam lengkap ditunjukkan pada Tabel 1. konsentrasi radon secara umum masih di bawah 50 Bq/mterendah berada di wilayah Desa Hokukonsentrasi sebesar 9,27±0,66 Bq/mtertinggi sebesar 30,26±2,14 Bq/mkonsentrasi radon di dalam rumah dipengukuran, bahan bangunan yang digunakankonsentrasi radon pada Desa Tamadehe daerah tersebut yang mengandung kapur, sedangkan katanah berkapur mempunyai kandungan radium yang merupakan induk dari gas radon. memiliki nilai kandungan radon tertinggi diketahui menggunakan bahan bangunan bergypsum sebagai plafond. Secara keseluruhan rentang konsentrasi radon wilayah Halmahera, Maluku Utara sebesar 2,47±0,17 sampai dengan 47,02±2,95 Bq/mserta rerata konsentrasi 14,12±1,29Bq/mHalmahera juga tidak jauh berbeda dari Komplek BATAN Pasar Minggu, Pasar Jum’at dan Batan

Bq/m3

[7], di Sulawesi Selatan 3,43±0,24 sd. 69,38±4,91 Bq/m [[12], dan Aceh 3,32 ± 0,23 Bq/mkonsentrasi radon di negara lain sepertiTurkey sebesar 30 sd. 39 Bq/m

3

Konsentrasi Radon Dalam Rumah (Radon Indoor) ... ISSN: 2355

g terdapat pada detektor radon CR-39. Gambar 4 menunjukkan hasil jejak nuklir yang diamati melalui mikroskop tampak lebih jelas dan berukuran

Peta lokasi pemasangan detektor radon pasif di Pulau Halmahera, Maluku Utara

Hasil pembacaan jejak radon menggunakan mikroskop

Berdasarkan jumlah jejak yang terbaca dapat ditentukan besarnya nilai konsentrasi lam rumah penduduk menggunakan Persamaan 1. Besarnya

nilai konsentrasi radon di dalam rumah penduduk di Pulau Halmahera, Maluku Utara secara pada Tabel 1. Dari data yang disajikan dapat diketahui bahwa nilai

konsentrasi radon secara umum masih di bawah 50 Bq/m3. Konsentrasi radon

Desa Hoku-Hoku Kie, Halmahera Barat dengan nilai rerata 9,27±0,66 Bq/m

3, sedangkan nilai rerata konsentrasi radon

tertinggi sebesar 30,26±2,14 Bq/m3

untuk wilayah Desa Tamadehe, Ternatekonsentrasi radon di dalam rumah dipengaruhi oleh kondisi geologi tanah

bahan bangunan yang digunakan dan sistem ventilasi. Tingginya nilai rerata konsentrasi radon pada Desa Tamadehe kemungkinan diakibatkan oleh konndisi geologi daerah tersebut yang mengandung kapur, sedangkan katanah berkapur mempunyai kandungan radium yang merupakan induk dari gas radon. Selain itu, pada rumah yang memiliki nilai kandungan radon tertinggi diketahui menggunakan bahan bangunan ber

Secara keseluruhan rentang konsentrasi radon indoorwilayah Halmahera, Maluku Utara sebesar 2,47±0,17 sampai dengan 47,02±2,95 Bq/mserta rerata konsentrasi 14,12±1,29Bq/m

3. Nilai konsentrasi radon indoor di Pulau

era juga tidak jauh berbeda dari hasil pengukuran radon dirumah penduduk di Komplek BATAN Pasar Minggu, Pasar Jum’at dan Batan – Indah, yaitu sebesar 5,5 sd. 55,5

], di Sulawesi Selatan 3,43±0,24 sd. 69,38±4,91 Bq/m [11], di Bali 9 ± 1 sd. 48 ], dan Aceh 3,32 ± 0,23 Bq/m

3 sd. 68,30 ± 4,83 Bq/m

3 [13]. Demikian pula dengan hasil

si radon di negara lain seperti di Delhi, India 4,4±1,6 sd. 29,8±3,8 Bq/m3

3 [5], dan di Qom, Iran sebesar 40,69 Bq/m

3 [15].

ISSN: 2355-7524

Gambar 4 menunjukkan hasil lebih jelas dan berukuran

, Maluku Utara

Berdasarkan jumlah jejak yang terbaca dapat ditentukan besarnya nilai konsentrasi ersamaan 1. Besarnya

rumah penduduk di Pulau Halmahera, Maluku Utara secara apat diketahui bahwa nilai

. Konsentrasi radon indoor Hoku Kie, Halmahera Barat dengan nilai rerata

, sedangkan nilai rerata konsentrasi radon indoor Ternate. Nilai

pengaruhi oleh kondisi geologi tanah lokasi . Tingginya nilai rerata

konndisi geologi daerah tersebut yang mengandung kapur, sedangkan katanah berkapur mempunyai

Selain itu, pada rumah yang memiliki nilai kandungan radon tertinggi diketahui menggunakan bahan bangunan berjenis

indoor pada wilayah Halmahera, Maluku Utara sebesar 2,47±0,17 sampai dengan 47,02±2,95 Bq/m

3

di Pulau hasil pengukuran radon dirumah penduduk di

yaitu sebesar 5,5 sd. 55,5

1 sd. 48 ± 3 ]. Demikian pula dengan hasil

3 [14], di

Page 145: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18September 2019

135

ISSN: 2355-7524

Tabel 1. Konsentrasi radon indoor di rumah penduduk di Pulau Halmahera

No. Lokasi Konsentrasi radon indoor (Bq/m3)

Rentang Rerata

1. Kel. Tubo (Ternate Utara) 9,90±0,70 sd. 22,97±1,57 16,33±1,15 2. Ds. Tamadehe (Lotok, Ternate) 9,90±0,70 sd. 47,02±3,32 30,26±2,14 3. Ds. Tabahawa (Salahuddin, Ternate

Tengah) 4,91±0,35 sd. 12,28±0,87 10,22±0,72

4 Kel. Gambesi (Ternate Selatan) 2,61±0,18 sd. 15,64±1,11 12,49±0,88 5 Desa Gita Raja (Kec. Payahe, Kota

Tidore Kepulauan) 4,91±0,35 sd. 19,66±1,39 13,30±0,94

6 Desa Wedana (Weda, Halmahera Tengah)

4,91±0,35 sd. 41,77±2,95 23,84±1,69

7 Desa Saramaake (Wasile Selatan, Halmahera Timur)

7,37±0,52 sd. 27,03±1,91 19,66±1,39

8 Ds. Tiga (Desa Soahi Malaha, Maba, Halmahera Timur)

7,37±0,52 sd. 29,48±2,08 18,95±1,34

9 Desa Cemara Jaya (Wasile, Halmahera Timur)

4,91±0,35 sd. 19,66±1,39 14,55±1,03

10 Desa Akejawi (Wasile Selatan, Halmahera Timur)

9,90±0,70 sd. 24,75±1,75 12,34±1,34

11 Desa Hoku-Hoku Kie (Jailolo, Halmahera Barat)

4,88±0,34 sd. 12,20±0,86 9,27±0,66

12 Desa Nanas,(Ibu Selatan, Halmahera Barat)

9,76±0,69 sd. 19,52±1,38 15,57±1,10

13 Desa Wari (Tobelo, Halmahera Utara) 7,42±0,52 sd. 29,70±2,10 18,85±1,33 14 Desa Pediwang (Kao Utara,

Halmahera Utara) 4,95±0,35 sd. 39,60±2,80 24,58±1,74

15 Desa Kusu (Kao, Halmahera Utara) 7,42±0,52 sd. 27,22±1,92 20,80±1,47 16 Desa Kaiyasa (Oba Utara, Kota Tidore

Kepulauan) 4,95±0,35 sd. 17,32±1,12 12,37±0,87

17 Kel. Mareku (Tidore Utara, Kota Tidore Kepulauan)

2,47±0,17 sd. 19,80±1,40 13,87±0,98

18 Kel. Dowora (Tidore Timur, Kota Tidore Kepulauan)

12,37±0,87 sd.24,75±1,75 17,84±1,26

19 Kel. Mafututu (Tidore Timur, Kota Tidore Kepulauan)

7,42±0,52 sd. 24,75±1,75 18,18±1,29

20 Kel. Rum Balibunga (Tidore Utara, Kota Tidore Kepulauan)

9,90±0,70 sd. 24,75±1,75 18,49±1,31

Pulau Halmahera 2,47±0,17 sd.47,02±2,95 14,12±1,29

Pada penelitian ini dibuat peta konsentrasi radon untuk memudahkan dalam melihat sebaran konsentrasi radon di rumah penduduk di Pulau Halmahera seperti disajikan pada Gambar 5. Pembuatan peta dilakukan menggunakan program Map Info dengan mengintegrasikan nilai konsentrasi radon dalam rumah dengan koordinat lokasi pengukuran menggunakan GPS.Warna biru muda pada hampir seluruh wilayah Pulau Halmahera menunjukkan bahwa rerata konsentrasi radon indoor di berbagai titik pengukuran nilainya relatif sama dan masih di bawah nilai referensi yang ditetapkan oleh IAEA, UNSCEAR, dan WHO yakni tidak lebih dari 300 Bq/m

3[2]. Nilai konsentrasi radon di rumah penduduk ini

dipengaruhi oleh kondisi geologi wilayah pengukuran, tipe rumah, sistem ventilasi rumah serta bahan bangunan yang digunakan untuk membuat rumah. Rendahnya nilai konsentrasi radon yang terukur di Pulau Halmahera, Maluku Utara berkaitan dengan sistem ventilasi yang baik pada rumah penduduk di wilayah ini. Hasil ini serupa dengan studi oleh Fahiminia et al, yang menyatakan bahwa rerata konsentrasi radon pada rumah tinggal dengan ventilasi udara yang baik akan lebih rendah dibanding rumah dengan ventilasi udara yang buruk [15].

Page 146: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Konsentrasi Radon Dalam Rumah (Radon Indoor) ... Wahyudi, dkk.

136

ISSN: 2355-7524

Gambar 5.Peta konsentrasi radon wilayah Pulau Halmahera

KESIMPULAN Telah dilakukan pemetaan radon di rumah penduduk di wilayah Pulau Halmahera,

Provinsi Maluku Utara dengan rentang nilai dari 2,47±0,17 Bq/m3 sampai dengan

47,02±2,95 Bq/m3 dengan nilai rerata 14,12±1,29 Bq/m

3 dan digolongkan konsentrasi

rendah. Data yang diperoleh masih di bawah nilai yang direkomendasikan IAEA yaitu 300 Bq/m

3. Data tersebut berguna untuk membuat kebijakan mengenai kesehatan akibat radon di

Indonesia dan juga merupakan kontribusi Indonesia di dunia internasional melalui UNSCEAR,IAEA, dan WHO. Pada penelitian ini telah dibuat peta konsentrasi radon di Pulau Halmahera yang juga merupakan bagian dari peta konsentrasi radon di Indonesia.

UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada pemilik rumah yang telah bersedia

sebagai responden dan kepada seluruh personil Subbidang Keselamatan Lingkungan dan Kelompok Bidang Radioekologi Terestrial PTKMR-BATAN. Ucapan terima kasih juga kamisampaikan kepada Kepala Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi – BATAN yang telah membiayai kegiatan ini melalui DIPA PTKMR Tahun Anggaran 2017.

DAFTAR PUSTAKA 1. KOC P., EKINCI N., CINAN E. and KAVAZ E., "Determination of Radon Concentration

by Using CR-39 Plastic Track Detectors in Dwellings of Bingol and Mus Provinces of Turkey," Asian Journal of Chemistry, vol. 30, no. 1, pp. 226-230 (2018).

2. UNSCEAR., ”Sources and Effects of Ionizing Radiation”, UNSCEAR 2008 Report, vol. 1, p.33 (2008).

3. SUTARMAN, SYARBAINI, KUSDIANA dan ASEP, S., "Pemantauan Lingkungan untuk Keselamatan Radiasi Publik di Indonesia,"Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI, Jakarta (2010).

4. KHATTAK N U., "Radon Monitoring for geological exploration: A review," Journal of Himalayan Earth Sciences, vol. 44, no. 2, pp. 91-102 (2011).

5. CELEBI N., ATAKSOR B., TAKSIN, H., and BINGOLDAG., "Indoor radon measurements in Turkey dwellings”, Radiation Protection Dosimetry, pp. 1-7 (2014).

6. DURRAN S., "Radon measurements by etched track detectors," World Scientific (1997). 7. MINARNI A., DADONG I., dan BUNAWAS., "Radon di Kompleks Perumahan BATAN," in

Prosiding Presentasi Ilmiah Keselamatan Radiasi dan Lingkungan, Jakarta (1996). 8. SUTARMAN dan WAHYUDI., "Konsentrasi Gas Radon di Udara di Luar dan Dalam

Rumah Sekitar Nyala-Api Kawasan Tambang Minyak," in Prosiding Seminar Aspek Keselamatan Radiasi dan Lingkungan pada Industri Non-Nuklir, Jakarta (2003).

9. MILES., "Temporal Variation of Radon Levels in houses and implications for radon measurement stategies," Radiation Protection Dosimety, vol. 93, pp. 369-375 (2001).

Page 147: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18September 2019

137

ISSN: 2355-7524

10. BASKARAN M., "Radon: A Tracer for Geological," Geophysical and Geochemical Studies, (2016).

11. WAHYUDI, KUSDIANA, DADONG I., “Mapping of Indoor Radon Concentration in

Houses Located in South Sulawesi Province”, Proceeding of 2nd International

Conference on the SERIR2 & 14th Biennia Conference of the SPERA, p. 35-38, Bali

(2016). 12. PUDJADI E., WAHYUDI, WARSONA A., and SYARBAINI., “Measurement of Indoor

Radon-Thoron Concentration in Dwellings of Bali Island”, Indonesia, Proceeding of 2nd

International Conference on the SERIR2 & 14th Biennial Conference of the SPERA, p.

186-192,Bali (2016).

13. WAHYUDI, DADONG I., SAFITRI R., and KUSDIANA., “Determination of radon concentration in dwelling in Aceh”, Jurnal Natural, Vol. 17 No.2, p. 96-101 (2017).

14. SHARMA A., AJAY K., and SONKAWADE R., "Measurement of Indoor Radon, Thoron in Dwelling of Delhi, India using double dosimeter cups with SSNTDs," Physics Procedia, vol. 80, pp. 125-127 (2015).

15. FAHIMINIA M., FOULADI FARD, ARDANI R., NADDAFI H., "Indoor radon measurements in residential dwellings in Qom, Iran," International Journal of Radiation Research,vol. 14, no. 4, pp. 331-339 (2016).

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Ade Awaluddin, BAPETEN) • Apakah dalam penelitian dilakukan pengelompokan atas jenis rumah? misal bahan

bangunannya, rumah modern atau tradisional, keberadaan ventilasi/jendela, selalu

terbuka atau tertutup

• Apakah ada standar baku mutu radon di lingkungan?

JAWABAN: (Wahyudi, BATAN)

• Jenis rumah masih random, tidak atau belum dikelompokkan

• Nilai batas konsentrasi radon di Indonesia (Bapeten) belum diatur, tapi UNSLERA

menetapkan 300kg/m3

2. PERTANYAAN: (Bungkus Pratikno, PAIR-BATAN) • Apa saja penyebab tingginya paparan Ra-222 di dalam rumah masyarakat?

JAWABAN: (Wahyudi, BATAN)

• Konsentrasi radon di dalam rumah dipengaruhi oleh kondisi geologi, bukan bangunan penyusun rumah dan sistem ventilasi rumah

3. PERTANYAAN: (Satrio, PAIR-BATAN) • Apakah selama penelitian 3-4 bulan tersebut, tercakup dalam 2 musim (hujan dan

kemarau)?

• Pulai Halmahera secara geologi merupakan pulau yang dikelilingi lempeng tektonik

aktif, adakah perbedaan konsentrasi Radon dibandingkan dengan pulau lainnya di

Indonesia?

JAWABAN: (Wahyudi, BATAN)

• Lama pemasangan 3-4 bulan sudah mewakili dua musim (hujan dan panas)

• Faktor geologi yang mempengaruhi konsentrasi radon adalah faktor geologi tautan; kandungan Ra-226 dalam tanah

4. PERTANYAAN: (Hendro Tjahjono, PTKRN-BATAN) • Mengingat semakin banyaknya gipsum digunakan di bangunan ber-AC, sejauh

mana hal ini telah dikaji dan bagaimana kontribusinya bagi penderita kanker di

Indonesia?

Page 148: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Konsentrasi Radon Dalam Rumah (Radon Indoor) ... Wahyudi, dkk.

138

ISSN: 2355-7524

JAWABAN: (Wahyudi, BATAN)

• Gipsum dengan kandungan Ra-226 yang tinggi dapat meningkatkan konsentrasi

Radon di dalam rumah, apalagi kalau rumah tersebut ber-AC dan jarang dibuka,

sehingga disarankan untuk dibuka secara berkala. Hubungan kanker dengan

konsentrasi radon di dalam rumah sudah pernah dilakukan oleh mahasiswa UGM

Yogyakarta, namun hasilnya kami belum tahu.

Page 149: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

139

ISSN: 2355-7524

PEMISAHAN URANIUM DALAM PEB U3Si2/Al DENSITAS 2,96 gU/cm3 PASCA IRADIASI DENGAN METODE

KOLOM PENUKAR ANION

Yanlinastuti, Boybul, Iis Haryati, Sutri Indaryati, S Fatimah Aslina Br. Ginting

Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN, Kawasan Puspiptek, Serpong, Tangsel,15314 Email : [email protected]

ABSTRAK

PEMISAHAN URANIUM DALAM PEB U3Si2/Al DENSITAS 2,96 gU/cm3

PASCA IRADIASI DENGAN METODE KOLOM PENUKAR ANION. Telah dilakukan pemisahan uranium dalam bahan bakar PEB U3Si2/Al pasca iradiasi pada potongan bagian Top (T), Middle (M) dan Bottom (B) menggunakan metode kolom penukar anion. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan isotop uranium dalam supernatant PEB U3Si2/Al hasil pemisahan dengan kolom penukar anion menggunakan resin Dowex 1-x8 dalam pelarut organik. Supernatan pasca iradiasi mengandung beberapa hasil fisi diantaranya isotop cesium, uranium, dan hasil fisi lainnya. Upaya untuk menentukan kandungan isotop dalam supernatan dilakukan pengukuran menggunakan spektrometer alpha. Pengukuran dengan spektrometer alpha, sampel harus dalam bentuk endapan tipis pada planset hasil proses elektrodeposisi. Sebelum proses elektrodeposisi akan dilakukan pemisahan menggunakan 2 (dua) tahap yaitu larutan umpan pada tahap pemisahan kolom pertama menggunakan larutan organik campuran HNO3 3M dengan metanol 50%, pada pemisahan kolom kedua digunakan media pelarut HCl 6M dengan metanol dalam perbandingan 10:90% volume. Larutan umpan dipanaskan hingga kisat kemudian ditambahkan campuran larutan HNO3 3M dan metanol. Pemisahan pada kolom pertama larutan dimasukkan ke dalam kolom yang berisi resin Dowex 1X8 yang telah dikondisikan menggunakan HNO3 2M serta larutan campuran HNO3 3M dan metanol. Umpan dimasukkan ke dalam resin dengan kecepatan alir 0,5 mL/menit. Efluen uranium hasil pemisahan dipanaskan hingga kisat dan ditambahkan larutan campuran HCl 6M dan metanol 10:90%, kemudian dilakukan pemisahan kedua dengan resin yang sudah dikondisikan dengan HCl 6M dan metanol 10:90%. Larutan umpan dialirkan dengan kecepatan 0,5 mL/menit. Uranium yang terikat dengan resin di dalam kolom dielusi menggunakan HCl 0,15M, efluen uranium hasil elusi dikisatkan dan dikenakan proses elektrodeposisi untuk dilakukan pengukuran menggunakan spektrometer alpha. Hasil pemisahan uranium dalam supernatan PEB U3Si2/Al untuk masing-masing kode T, M dan B diperoleh kandungan isotop uranium berturut-turut sebesar 20,236 µg; 14,956 µg dan 15,785 µg. Kandungan uranium tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk perhitungan burn-up. Kata kunci: uranium, penukar anion, resin Dowex 1x8, PEB U3Si2/Al pasca iradiasi.

ABSTRACT SEPARATION OF URANIUM IN U3Si2/Al PLATE WITH DENSITY 2.96 gU/cm

3 POST IRRADIATION

USING ANION EXCHANGE COLUMN METHOD. Separation of uranium in U3Si2/Al fuel plate postr irradiation on the Top (T), Middle (M) and Bottom (B) sections using the anion exchange column method. The purpose of this study was to determine the uranium isotope content in U3Si2/Al fuel plate as a result of separation with anion exchange column using Dowex 1-x8 resin in organic solvents. Post irradiation solution contains several fission products covering isotopes of cesium, uranium and other fission products. To determine of the isotopes in the solution measurment by an alpha spectrometer is. For measurement with alpha spectrometer in the form of thin deposits in the electrodeposition process planset. Before the electrodeposition process is carried out separation using 2 stages, namely the feed solution in the first column separation stage using 3M HNO3 mixed organic solution with 50% methanol, in the second column separation using 6M HCl solvent media with methanol in a ratio of 10: 90% by volume. The feed solution is heated until the dried is then added to a mixture of 3M HNO3 solution and methanol. Separation in the first column of solution is put into a column containing Dowex 1X8 resin which has been conditioned using 2M HNO3 and 3M HNO3 mixture solution and methanol. The feed is put into the resin while flowing at a rate of 0.5 mL/min. The separated uranium effluent was heated until dried and added a mixture of 6M HCl and 10: 90% methanol, and then a second separation was carried out with resin which had been conditioned with 6M HCl and 10: 90% methanol. The feed solution is flowed at a rate of 0.5 mL/min, the uranium in the column is eluted using 0.15 M HCl. The eluted uranium effluent is bound and object to an electrodeposition process for measurement using an alpha spectrometer. The results of the separation of uranium in the supernatant of fuel plate U3Si2/Al post irradiation for each T, M and B code obtained uranium isotope content are 20,236 µg; 14,956 µg and 15,785 µg. The uranium content can then be used for burn-up calculations. Keywords: uranium, anion exchange, Dowex 1x8 resin, PEB U3Si2/Al post irradiation.

Page 150: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pemisahan Uranium Dalam Peb U3si2/Al Densitas@ Yanlinastuti, dkk.

140

ISSN: 2355-7524

PENDAHULUAN Bahan bakar yang telah mengalami iradiasi di reaktor menghasilkan beberapa hasil

fisi yang mengandung isotop-isotop dan dan unsur-unsur bermassa berat diantaranya isotop cesium, uranium dan hasil fisi lainnya dalam PEB U3Si2/Al densitas 2,96 gU/cm

3 pasca

iradiasi untuk selanjutnya digunakan dalam perhitungan burn-up. Analisis burn-up dilakukan menggunakan metode merusak secara radiokimia dengan tujuan untuk melihat kandungan isotop

235U yang terbakar mencapai 56% sesuai persyaratan yang diberikan oleh BAPETEN

untuk pengoperasian RSG-GAS[1]. Pengujian pasca iradiasi memegang peranan penting dalam keberhasilan penelitian dan pengembangan bahan bakar reaktor riset. Burn-up atau derajat bakar sangat tergantung kepada spesifikasi dan jenis bahan bakar serta kondisi proses iradiasi selama di reaktor[2]. Data yang dihasilkan dari pengujian dapat digunakan untuk umpan balik fabrikasi elemen bakar dan untuk mengetahui unjuk kerja bahan bakar dan bahan struktur. Untuk dapat ditentukan unsur-unsur isotop uranium dalam larutan dilakukan pengukuran dengan spektrometer alpha. Pengukuran dengan spektrometer alpha dalam bentuk endapan tipis pada planset hasil proses elektrodeposisi. Sebelum proses elektrodeposisi dilakukan akan dilakukan pemisahan. Upaya yang dilakukan untuk membuktikan burn-up bahan bakar dari reaktor harus dilakukan uji fisikokimia secara merusak (destructive test, DT). Perbedaan besar burn-up akan berpengaruh kepada komposisi isotop fisil (

235U) dari bahan bakar pasca iradiasi, oleh karena itu perlu dilakukan

penentuan isotop uranium dengan cara uji fisikokimia untuk mengetahui nilai burn-up yang selanjutnya dapat dibandingkan dengan hasil hitung menggunakan Origen code yang ada pada reaktor.

Isotop yang ditentukan secara radiokimia dalam perhitungan burn-up adalah isotop uranium yaitu isotop

235U mula-mula dan isotop

235U yang terbakar, isotop uranium dapat

ditentukan dengan mengukur menggunakan spektrometer alpha setelah melalui proses elektrodeposisi, elektrodeposisi bertujuan untuk mendapatkan endapan yang tipis dan merata pada planset[5,11]. Untuk mendapatkan hasil elektrodeposisi yang baik secara radiokimia ada beberapa tahapan proses yang dilakukan yaitu pelarutan, pemisahan dan pengukuran[6,7]. Bahan bakar yang telah dilarutkan menghasilkan unsur-unsur fisi dan matrik lainnya yang dapat mempengaruhi proses penentuan isotop uranium, untuk itu perlu dilakukan pemisahan. Pemisahan uranium dalam larutan bahan bakar pasca iradiasi dapat dilakukan dengan metode evaporasi, pengendapan, solvent extraction dan kolom penukar ion, dalam penelitian ini digunakan metode pemisahan penukar ion. Metode penukar ion lebih sering digunakan oleh para penelliti untuk melakukan pemisahan uranium baik dalam larutan bahan bakar maupun dari matriks lainnya seperti sampel geologi, limbah dan sampel lingkungan. Hal ini disebabkan karena metode penukar ion memiliki beberapa keunggulan dari metode lainnya diantaranya lebih sedehana, mampu memisahkan unsur dengan konsentrasi rendah serta limbah yang dihasilkan dalam jumlah sedikit[1,2]. Setelah proses pemisahan dan pengukuran dengan spektrometer alpha jumlah isotop-isotop uranium yaitu 238

U, 235

U, 236

U dan 234

U dapat diketahui yang akan digunakan untuk perhitungan burn-up. Pemisahan uranium dari larutan bahan bakar nuklir pasca iradiasi dengan metode penukar anion telah digunakan sebagai metode standar seperti yang tercantum dalam ASTM C1411-01[3,10].

Resin penukar anion (R-Cl) berfungsi untuk menukar anion–anion yang terdapat dalam larutan dengan anion Cl

- di resin. Secara umum dapat dinyatakan bahwa resin

penukar anion hanya dapat menyerap anion (senyawa kompleks dengan muatan negatif) dan tidak dapat menyerap senyawa dalam bentuk kation (senyawa komplek dengan muatan positif) atau netral. Terbentuknya anion UCl6

2- di dalam larutan menyebabkan resin mampu

mengikat uranium melalui proses pertukaran anion dengan ion Cl- yang terdapat di resin.

Prinsip proses penukar anion fokus kepada sistim fasa padat (fasa diam) dan fasa cair (fasa gerak) yaitu pertukaran anion dalam suatu bahan padat (resin atau polimer) dengan anion dalam larutan. Reaksi pertukaran anion yang terjadi antara isotop uranium dengan resin Dowex1x8-Cl dalam media pelarut HCl mengikuti persamaan reaksi (1) dan (2)[2].

Res-N

+-(CH3)3Cl

- + UO2Cl3

- Res-N

+ -(CH3)3 UO2Cl3

- + Cl

- (1)

Res-N+-(CH3)3UO2Cl3

-+ H2O UO2Cl3

-+Res-N

+-(CH3)3Cl

-+ HCl (2)

Pada hasil penelitian sebelumnya telah diperoleh parameter-parameter untuk

pemisahan uranium dalam standar U3O8 menggunakan resin Dowex 1-x8 dalam media pelarut pada kolom pertama menggunakan campuran HNO3 3M dan metanol 50% volume

Page 151: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

141

ISSN: 2355-7524

dan pemisahan pada kolom kedua digunakan HCl 6M dan metanol dengan perbandingan 10:90% volume dan telah diperoleh recovery uranium sebesar 90,68%[1]. Pelarut yang digunakan dalam pemisahan uranium untuk resin anion adalah pelarut organik yaitu metanol. Pemilihan metanol dapat menaikkan daya adsorpsi resin terhadap kompleks ion logam sehingga dapat meningkatkan recovery pemisahan uranium dalam bahan bakar U3Si2/Al pasca iradiasi[8]. Hal ini disebabkan sifat fisik dari metanol seperti viskositas, polaritas dan konstanta dieletrik dapat mengakibatkan perubahan sifat pada larutan umpan [1]. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dilakukan penelitian lanjutan untuk pemisahan isotop uranium dalam supernatan PEB U3Si2/Al densitas 2,96 gU/cm

3. Pemisahan ini

dilakukan melalui dua tahapan yaitu menggunakan kolom penukar anion. Kolom penukar anion pertama digunakan untuk memisahkan uranium dari unsur bermassa berat lainnya seperti Pu dan pada kolom kedua untuk memisahkan uranium dari unsur–unsur yang dihasilkan dari hasil reaksi fisi isotop

235U dalam reaktor[1,2]. Pemisahan uranium dalam

PEB U3Si2/Al diawali dengan pemotongan sampel PEB U3Si2/Al pasca iradiasi yang terdiri dari 3 (tiga) posisi yaitu pada bagian top, middle dan bottom dengan dimensi 3x3x1,37 mm, kemudian dilarutkan hingga diperoleh larutan PEB U3Si2/Al yang siap dipisahkan isotop hasil fisinya.

Isotop hasil fisi seperti 238

U; 235

U; 236

U; dan234

U dalam larutan PEB U3Si2/Al pasca iradiasi yang telah dipisahkan dari isotop lainnya kemudian dilakukan pengukuran menggunakan spektrometer alpha yang terkalibrasi. Hasil kalibrasi digunakan untuk mengetahui besarnya efisiensi detektor serta kesesuaian antara nomor kanal dengan energi isotop pemancar alpha. Efisiensi detektor digunakan untuk perhitungan uranium secara kuantitatif. Planset stainless steel (SS) yang telah terdeposisi isotop uranium kemudian dicacah menggunakan spektrometer alpha pada energi 4,194 MeV (

238U); 4,397 MeV (

235U);

4,494 MeV (236

U);4,777 MeV (234

U)[1,2]. Untuk mengetahui besaran isotop-isotop hasil pengukuran dengan spektrometer alpha dapat dilakukan perhitungan dengan persamaan (3)[5].

Aktivitas = /

(3)

dengan; Aktivitas = aktivitas cuplikan (Bq) Area net = laju pencacahan (cacah) t. count = waktu pencacahan (detik) Efisiensi = efisiensi detektor (%) Yield = intensitas relatif puncak isotop uranium pada energi yang diukur Untuk mengetahui kandungan isotop dalam sampel dilakukan perhitungan mengikuti persamaan (4) dan (5).

=

, !"BA (4)

N =%.'

,() (5)

dengan; N = jumlah isotop dalam berat sampel W = berat isotop dalam cuplikan (µg) A = aktifitas isotop dalam cuplikan (dps atau Bq) T = waktu paruh isotop (detik) BA = berat atom isotop uranium Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah isotop-isotop uranium dalam PEB U3Si2/Al pasca iradiasi setelah dilakukan pemisahan menggunakan resin dowex dalam pelarut organik. Hipotesis pemisahan uranium dalam larutan PEB pasca iradiasi menggunakan kolom penukar anion dengan resin dowex 1x8Cl dilakukan dalam pelarut organik, mempunyai recovery yang lebih besar bila dibandingkan dengan tanpa menggunakan pelarut organik.

Page 152: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pemisahan Uranium Dalam Peb U3si2/Al Densitas@ Yanlinastuti, dkk.

142

ISSN: 2355-7524

METODOLOGI a. Pemisahan uranium menggunakan resin penukar anion

Proses pemisaan uranium dilakukan dengan 2 tahap. Tahap pertama dilakukan menggunakan kolom penukar anion dengan resin Dowex 1x8-NO3 dan pada tahap kedua dilakukan pada kolom penukar anion dengan resin Dowex 1x8-Cl. Jumlah resin Dowex 1x8 yang digunakan pada kolom pertama dan kolom kedua masing-masing sebanyak 1,2 gram, proses pemisahan uranium dilakukan dengan pemanasan larutan standar dan supernatan dengan kode Top (T) sebanyak masing 500 uL sampai kisat. Larutan tersebut ditambahkan larutan HNO3 pekat lalu panaskan kembali, kemudian ditambahkan larutan HNO3 3M dan larutan FeSO4 0,1M. Larutan diaduk dan ditambah larutan HNO3 pekat sehingga menjadi larutan dalam HNO3 8 M. Sementara itu, untuk mendapatkan larutan HNO3 3M dilakukan pengenceran menggunakan air bebas mineral, kemudian ditambah metanol dengan perbandingan volume 50:50 %. Larutan yang telah dicampur dengan metanol digunakan sebagai umpan pada kolom pemisahan pertama. Masukkan umpan ke dalam kolom resin Dowex 1x8 yang telah dikondisikan dengan menggunakan HNO3 2M hingga ion kholorida dinyatakan habis, kemudian tambahkan larutan campuran HNO3 3M dan 50% metanol sebanyak 20 mL. Masukkan umpan ke dalam resin dan alirkan dengan kecepatan 0,5 mL/menit. Tampung effluen uranium dan bilas resin dengan larutan campuran HNO3 3M dan 50% metanol sebanyak 30 mL.

C. Pemurnian uranium

Efluen uranium yang diperoleh dari kolom pertama kemudian dipanaskan sampai kisat dan ditambahkan larutan campuran HCl dan metanol dengan perbandingan sebesar 10:90 % volume. Ini larutan untuk umpan pemisahan dengan kolom ke dua dengan resin. Masukkan umpan kedalam resin yang sudah dikondisikan dengan larutan campuran HCl dan metanol 10:90 % sebanyak 20 mL dan alirkan dengan kecepatan 0,5 mL/menit lalu resin dibilas dengan larutan campuran HCl dan metanol. Uranium terikat dalam resin, kemudian dielusi dengan larutan HCl 0,15 M sebanyak 30 mL. d. Proses elektrodeposisi untuk uranium

Larutan hasil elusi berupa efluen uranium yang sudah kering ditambah larutan elektrolit ammonium sulfat 1M dengan pH 3,5 sebanyak 20 mL. Larutan tersebut dituangkan ke dalam sel elektrodeposisi dan dibilas hingga bersih. Kawat logam platina (anoda) dimasukkan ke dalam larutan diletakkan diatas planset yang bermuatan negatif tepat ditengah-tengah tabung dan tidak menyentuh planset dengan jarak 1 cm dari katoda (planset SS), kemudian elektroda dihubungkan dengan sumber arus 1,2 A. Proses elektrodeposisi berlangsung selama 2 jam. Setelah itu 1 ml NH4OH pekat ditambahkan ke dalam sel dan biarkan selama 5 menit. Larutan hasil proses elektrodeposisi tuangkan ke dalam botol limbah dan sel elektrodeposisi di cuci dengan NH4OH 0,1M. Planset dikeluarkan dari sel, dibilas dengan NH4OH 0,1M dan alkohol kemudian planset dikeringkan[1,5].

e. Pengukuran isotop uranium dengan spektrometer alpha Pengukuran kandungan isotop

uranium

dalam larutan supernatan hasil pemisahan

dan setelah proses elektrodeposisi dilakukan dengan spektrometer alpha pada energi 4,194 MeV (

238U); 4,397MeV (

235U); 4,494 MeV (

236U) dan 4,777 MeV (

234U) dengan waktu

cacah 20000 detik pada jarak 5 mm dari detektor. Hasil pengukuran diperoleh berupa spektrum dan area cacah yang nilainya berupa cps, selanjutnya dikonversi menjadi besaran berat isotop uranium dalam sampel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil proses pemisahan dengan metode kolom penukar anion berupa efluen uranium dapat ditunjukkan pada Gambar 1.

Page 153: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

143

ISSN: 2355-7524

Gambar 1. Effluen uranium sebagai hasil pemisahan dengan resin dowex 1-x8

Pada Gambar 6 terlihat efluen uranium hasil pemisahan dengan kolom penukar anion telah diperoleh, efluen ini mempunyai volume 30 mL, agar efluen dapat dilakukan proses elektrodeposisi maka larutan harus dipanaskan hingga kisat, setelah itu dilakukan proses elektrodeposisi selama 2 jam sehingga mendapatkan lapisan deposit uranium yang tipis dan merata pada planset, setelah diperoleh lapisan deposit yang tipis pada palanset maka dapat dilakukan pengukuran dengan spektrometer alpha. Hasil proses elektrodeposisi diperoleh lapisan deposit uranium yang tipis dan merata sehingga diperoleh hasil pengukuran isotop uranium dengan spektrometer alpha lebih maksimal. Deposit lapisan uranium hasil proses elektrodeposisi yang siap diukur dengan spektrometer alpha ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Hasil proses elektrodeposisi isotop uranium pada planset SS

Hasil pengukuran kandungan uranium yang dilakukan terhadap 3 (tiga) sampel antara lain sampel standar U3O8, supernatan U3Si2/Al pasca iradiasi (sebelum pemisahan uranium) dan supernatan U3Si2/Al pasca iradiasi (setelah pemisahan uranium). Hasil pemisahan isotop uranium dalam sampel standar U3O8 ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Spektrum isotop U (238

U; 235

U; 236

U dan 234

U) dalam larutan standar U3O8

Page 154: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pemisahan Uranium Dalam Peb U3si2/Al Densitas@ Yanlinastuti, dkk.

144

ISSN: 2355-7524

Gambar 3 menunjukkan bahwa hasil pengukuran isotop uranium dalam standar U3O8 diperoleh 4 (empat) spektrum yaitu isotop

238U,

235U,

236U dan

234U masing-masing

pada energi 4,194 MeV; 4,397MeV; 4,494 MeV dan 4,777 MeV[2]. Resolusi spektrum menunjukkan bahwa proses pemisahan isotop uranium menggunakan kolom penukar anion berhasil dengan baik karena spektrum masing-masing isotop uranium yang dihasilkan sesuai dengan yang ada dalam standar. Spektrum yang dihasilkan mempunyai besaran area yang akan digunakan untuk perhitungan jumlah isotop-isotop yang terdapat dalam sampel standar.

Sementara itu, hasil pengukuran kandungan isotop uranium dalam supernatan PEB U3Si2/Al sebelum dilakukan pemisahan menggunakan resin dowex ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Spektrum isotop uranium sebelum proses pemisahan

Gambar 4 menunjukkan bahwa spektrum isotop uranium (238

U; 235

U; 236

U dan 234

U) di dalam supernatan PEB U3Si2/Al pasca iradiasi terlihat sangat kecil dan menyatu satu dengan lainnya, spektrum ini mempunya besaran area yang akan digunakan untuk perhitungan jumlah isotop uranium, sedangkan spektrum isotop Pu (

238Pu dan

239Pu) terlihat

sangat tinggi dan jelas terpisah. Hal ini dapat terjadi karena proses elektrodeposisi menghasilkan deposit uranium cukup tebal sehingga isotop uranium saat dilakukan pengukuran tertutup dengan unsur lain seperti Pu, Al, Mg, Si. Fenomena ini menunjukkan bahwa tanpa pemisahan dilakukan dapat mempengaruhi pengukuran dengan spektrometer alpha. Oleh sebab itu pemisahan isotop uranium perlu dilakukan agar mengahasilkan spektrum isotop uranium yang lebih jelas dan dapat ditentukan secara kuantitatif dengan akurat.

Hasil pengukuran isotop uranium dalam supernatan U3Si2/Al setelah dipisahkan dengan menggunakan resin Dowex ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Spektrum isotop uranium setelah proses pemisahan

Pada Gambar 5 terlihat bahwa setelah dilakukan pemisahan dengan resin Dowex

diperoleh spektrum dari masing-masing isotop uranium maupun isotop plutonium yang telah terpisah dengan baik. Bila dibandingkan spektrum isotop uranium pada Gambar 4 dengan spektrum isotop uranium yang ada pada Gambar 5, maka proses pemisahan isotop uranium

Page 155: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

145

ISSN: 2355-7524

dengan metode kolom penukar anion menggunakan metanol dapat menghasilkan spektrum uranium dengan resolusi yang lebih baik. Besar cacahan isotop

238U,

235U,

236U dan

234U

dalam supernatan PEB U3Si2/Al pasca iradiasi potongan bagian Top, Middle dan Bottom ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Data cacahan uranium hasil pengukuran dengan spektrometer alpha

Energi isotop (MeV)

No Kode Waktu Cacah 4,194 4,397 4,494 4,777

Sampel (detik) Cacah per second (Cps)

238

U 235

U 236

U 234

U

1 T1 25059,31 47 14 32 380

2 T2 25102,06 73 49 85 809

3 T3 24020,44 63 41 63 591

4 M1 24038,79 41 24 121 614

5 M2 23774,79 57 13 156 922

6 M3 24000,00 35 15 62 491

7 B1 24775,84 53 33 171 1434

8 B2 24775.84 32 15 118 797

9 B3 23264,73 36 35 127 1005

Hasil cacahan pada Tabel 1 digunakan untuk menghitung kandungan isotop uranium di dalam sampel supernatan PEB U3Si2/Al pasca iradiasi yang dipipet, menggunakan persamaan (3), (4) dan (5) sehingga diperoleh kandungan uranium dalam larutan pasca iradiasi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan uranium setelah pemisahan

No Kode Kandungan isotop dalam sampel (µg)

Sampel 238

U 235

U 236

U 234

U Total U

1

T1 13,568 0,901 0,051 0,005 14,525

2 T2 21,037 3,152 0,136 0,013 24,339

3 T3 18,973 2,757 0,104 0,011 21,845

4 M1 12,485 1,632 0,205 0,011 14,333

5 M2 17,552 0,893 0,267 0,016 18,728

6 M3 10,675 1,021 0,104 0,008 11,808

7 B1 13,272 1,76 0,139 0,013 15,184

8 B2 15,661 2,179 0,28 0,024 18,144

9 B3 11,328 2,459 0,221 0,019 14,027

Hasil pengukuran isotop uranium sesudah dilakukan pemisahan pada Tabel 1 dapat ditentukan kandungan isotop uranium dalam larutan pasca iradiasi seperti yang dilihat pada Tabel 2. Dari data yang diperoleh bahwa kandungan isotop-isotop uranium terdapat bervariasi, hal ini kemungkinan terjadi karena pada saat pemisahan pada kolom pertama isotop uranium masih tertinggal didalam resin yang mana kemungkinan bilasannya kurang mencukupi yang mengakibatkan jumlah isotop uranium berbeda, dan kemungkinan lain pada saat pemisahan pada kolom ke dua uranium tidak seluruhnya terikat pada resin sehingga pada saat elusi dilakukan isotop uranium tidak habis semua sehingga berpengaruh kepada pengukuran isotopnya uranium.

Page 156: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pemisahan Uranium Dalam Peb U3si2/Al Densitas@ Yanlinastuti, dkk.

146

ISSN: 2355-7524

KESIMPULAN

Pemisahan uranium dalam supernatan PEB U3Si2/Al pasca iradiasi untuk potongan bagian dengan kode T, M dan B telah dilakukan. Hasil pemisahan masing masing potongan diperoleh isotop uranium rata-rata sebesar 20,236 µg; 14,956 µg dan 15,785 µg. Kandungan isotop uranium yang diperoleh selanjutnya dapat digunakan untuk perhitungan burn-up dalam PEB U3Si2/Al pasca iradiasi densitas 2,96 gU/cm

3 .

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih disampaikan kepada Bapak Agus Sumaryanto sebagai Ka. PTBBN dan Bapak Sungkono sebagai Ka.Bidang Uji Radiometalurgi yang telah meyediakan dana DIPA Thn 2018 dan rekan-rekan kelompok Fisikokimia yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini, sehingga penulisan makalah ini dapat terwujud. DAFTAR PUSTAKA 1. BOYBUL, YANLINASTUTI, S. INDARYATI, I. HARYATI, A. NUGROHO, “Penentuan

Kandungan Isotop 235

U Dalam PEB U3Si2-Al TMU 2,96 gU/cm3 Untuk Perhitungan Burn

Up”, Jurnal Ilmiah Daur Bahan Bakar Nuklir Urania, vol. 21 no. 3, hal. 141-150, (2015). 2. DIAN ANGGRAINI, BOYBUL, YANLINASTUTI, YUSUF NAMPIRA, ARIF NUGROHO,

ROSIKA KRISWARINI, ASLINA BR GINTING, Pengaruh Pelarut Organik Pada Proses Pertukaran Anion Dalam Pemisahan Uranium Dari Larutan PEB U3Si2/Al Pasca Iradiasi, Urania Vol. 23 No. 2, 69−138, Juni 2017.

3. AMERICAN STANDARD TEST METHODS, ”Standard test methods for the ion exchange separation of uranium and plutonium prior to isotopic analysis,” ASTM C1411-01 vol. 12 no.1, (2000).

4. SUSIANTINI, E., SETYADJI, M., “Pemisahan Zr-Hf Dalam Asam Sulfat Dengan Resin Penukar Anion”, J. Tek. Bhn. Nukl., 67-78, (2012).

5. YANLINASTUTI, BOYBUL, A. B. GINTING, D. ANGGRAINI, Pengaruh parameter proses elektrodeposisi terhadap penentuan berat isotop

235U dalam PEB U3Si2/Al pasca

iradiasi, Jurnal Ilmiah Daur Bahan Bakar Nuklir Urania, vol. 22 no. 2, (2016). 6. SIXTO BAJO, CORDULA GANN, JOST EIKENBERG, LEO WYER,HEIDE BEER, MAX

RUTHI, MAYA JAGGI AND IRENE ZUMSTEG, Separation of Plutonium on the AnionExchanger BIO-RAD 1-X2 and its Applicationto Radiochemical Analysis, PSI Bericht Nr. 07-05, December 2007.

7. YUSUF NAMPIRA, Analisis Uranium Secara Radiometri Guna Klarifikasi Akuntansi Bahan Nuklir. Prosiding Seminar Teknologi pengamanan Bahan Nuklir ke-5, Jakarta, September 2004.

8. M. A. RAHMAN, M. O. RARUK, SHANFIQUL, “Application of anion exchange resin for the separation of metal in Tert-butyl-Alcohol water-formic acid medium”, Journal Science vol. 60 no.1, pp. 15-20, (2012).

9. S.A. ABO-FARHA, N.A.BADAWY, A.A. EMAM AND N.M.MOURSY. Anion Exchange Behavior of Some Elements in Acetic Acid-Hydrochloric Acid Media. Journal of American Science, 6 (10), (2010)

10. AMERICAN STANDAR TEST METHODS, Standar Practice for The Ion Exchange Separation of Uranium and Plutonium Prior to Isotopic Analysis: ASTM No C-1411-01.Vol. 12.01, (1992).

11. MYUNG HO LEE, CHEOL JU KIM, BONG HYUN BOO, Electrodeposition of alpha-emitting nuclides from Ammonium Oxalate-Ammonium Sulfate Electrolyte, Bull. Korean Chem.Soc. Vol 21 No.2 , page 175, (2000).

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Hendro TJahjono, PTKRN-BATAN)

• Mohon diberikan gambaran tentang kemampuan Batan memisahkan uranium dari

bahan bakar bekas sudah sejauh mana? Apakah kita mampu memisahkan seluruh

bahan bakar bekas reaktor kita?

JAWABAN: (Yanlinastuti, PTBBN-BATAN)

Page 157: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

147

ISSN: 2355-7524

• Pemisahan uranium dalam bahan bakar bekas untuk skala kecil dalam rangka penentuan burnup sudah dapat dilakukan, hal ini dilakukan terhadap standar terlebih dahulu.

Page 158: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pemisahan Uranium Dalam Peb U3si2/Al Densitas@ Yanlinastuti, dkk.

148

ISSN: 2355-7524

HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN

Page 159: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

149

ISSN: 2355-7524

ANALISIS PENETRASI DAN PEMAYARAN MESIN BERKAS ELEKTRON GJ-2

DENGAN ARUS 2 mA DAN ENERGI 1,5 MeV

Arif Rachmanto1, Paulus Supandi

2

1 PAIR-BATAN, Jl. Lebak Bulus Raya No 49, Jakarta 12440

2 PAIR-BATAN, Jl. Lebak Bulus Raya No 49, Jakarta 12440

Email : [email protected]

ABSTRAK ANALISIS PENETRASI DAN PEMAYARAN MESIN BERKAS ELEKTRON GJ-2 DENGAN ARUS 2 mA DAN ENERGI 1,5 MeV. Mesin berkas elektron merupakan mesin yang dimanfaatkan untuk proses iradiasi dengan sumber radiasi berkas elektron. Mesin berkas elektron memiliki penetrasi lebih kecil dibandingkan iradiator gamma. Besarnya penetrasi mesin berkas elektron sangat dipengaruhi oleh energi. Mesin berkas elektron mengiradiasi produk selebar dan sepanjang pemayar. Hal tersebut berbeda dengan iradiator gamma yang dapat mengiradiasi ke segala arah. Nilai penetrasi dan pemayaran perlu diketahui untuk memastikan kelayakan pakai mesin berkas elektron dan mendapatkan hasil iradiasi yang efisien, optimal dan tepat dosis . Nilai penetrasi didapatkan dengan mengiradiasi tumpukan dosimeter CTA (Cellulose Tri Acetate) lalu menghitung nilai penetrasi yang mengenai dosimeter tersebut. Pemayaran merupakan persebaran dosis sepanjang pemayar. Pemayaran didapatkan dengan mengiradiasi dosimeter pada daerah sepanjang pemayar lalu tentukan daerah yang memiliki nilai dosis yang stabil. Data penelitian menunjukan dosis serap maksimum pada penetrasi 0,227 gr/cm

2, penetrasi maksimum dan optimal pada 0,389

gr/cm2 dan 0,730 gr/cm

2. Daerah sepanjang pemayar yang memiliki keseragaman dosis

yang baik terletak 7,5 cm dari ujung kiri dan kanan pemayar, dengan nilai rasio keseragaman dosis 1,05. Hasil penelitian ini menunjukkan mesin ini layak digunakan untuk proses iradiasi dan dapat dijadikan pedoman bagi petugas untuk melaksanakan proses iradiasi mesin berkas elektron gj-2 untuk mendapatkan hasil iradiasi tepat dosis sehingga proses iradiasi berjalan efisien dan optimal. Kata kunci : mesin berkas elektron, penetrasi, dosis serap, rasio keseragaman dosis, pemayar

PENETRATION AND SCANNING ANALYSIS OF ELECTRON BEAM MACHINE GJ-2 WITH CURRENT 2 mA AND ENERGY 1.5 MeV. An electron beam machine is a machine used for irradiation with electron beam radiation sources. Electron beam machine has smaller penetration than gamma irradiator. The penetration of the electron beam machine is greatly influenced by energy. Electron beam machine irradiates product as wide and as long scanner. It’s different from gamma irradiator that irradiates all direction. The value of penetration and scanning need to be known to ensure properness of using electron beam machine and to obtain the results of irradiation that is efficient, optimal, and exact dose. Penetration value was obtained by irradiating stack of CTA (Cellulose Tri Acetate) dosimeter then calculate the penetration value of dosimeter. Penetration value was obtained by irradiating pile of CTA (Cellulose Tri Acetate) dosimeter then calculate the penetration value

of dosimeter. Scanning is the distribution of the absorbed dose along with the scanner.

Scanning got by irradiating dosimeter than determine the region that has a stable dose. The research data shows the maximum absorbed dose at penetration 0.23 gr / cm

2, maximum

and optimal penetration at 0,389 gr/cm2 dan 0,730 gr/cm

2. The region that has excellent

dose uniformity as long as a scanner at 7.5 cm from the left and right ends of the scanner, with uniformity dose ratio value 1,15. The results of this research show that this machine is suitable for irradiation and can be used as a guide for officers to carry out the irradiation process of the gj-2 electron beam machine, so the irradiation process runs efficiently and optimally. Keywords : electron beam machine, penetration, absorbed dose, dose uniformity ratio, scanner.

Page 160: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Penetrasi Dan Pemayaran Mesin Berkas Elektron0 Arif Rachmanto, dkk.

150

ISSN: 2355-7524

PENDAHULUAN

Mesin berkas elektron merupakan mesin yang dimanfaatkan untuk iradiasi dengan menggunakan sumber berkas elektron. Salah satu mesin berkas elektron yang dioperasikan di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN adalah mesin berkas elektron GJ-2. Mesin berkas elektron GJ-2 termasuk kategori tipe 2 yaitu berperisai terintegrasi dengan interlock dan ruang iradiasi dapat diakses oleh operator selama tidak beroperasi[1]. Penggunaan mesin berkas elektron biasanya digunakan untuk modifikasi polimer, sterilisasi, pasteurisasi, meningkatkan keamanan pangan, pengelolaan lingkungan[2].Pada energi rendah, mesin berkas elektron dapat digunakan untuk pelapisan permukaan kayu. Penggunaan tersebut dilakukan pada mesin berkas elektron yang terdapat di PSTA (Pusat Sains dan Teknologi Akselerator)[3].

Komponen sumber berkas elektron filamen dan umumnya terbuat dari bahan tunsten. Elektron dihasilkan oleh sumber elektron selanjutnya di dalam tabung akselerator dipercepat dengan sistem tegangan tinggi, elektron melewati sistem optik dan sistem pemayaran sehingga berkas elektron mengenai produk yang melintas yang dibawa oleh konveyor. Medan iradiasi mesin berkas elektron tidak memancar ke segala arah tetapi seusai degan lebar dan panjang pemayar. Oleh karena itu perlu diketahui pemayaran mesin berkas elektron. Pemayaran merupakan persebaran dosis serap sepanjang pemayar.

Iradiasi dengan mesin berkas elektron memiliki beberapa keuntungan dibandingkan iradiasi gamma. Diantaranya adalah tidak memerlukan tempat penyimpanan limbah, waktu iradiasi lebih cepat, biaya instalasi fasilitas lebih murah, keamanan lebih terjamin, transportasi pengiriman sumber dan instalasi tidak seketat sumber iradiasi gamma, dan tidak perlu pengisian sumber kembali karena tidak terjadi peluruhan [4]. Namun, Iradiasi dengan mesin berkas elektron memiliki penetrasi lebih rendah dibandingkan dengan iradiasi gamma. Oleh karena itu, iradiasi berkas elektron tidak dapat dilakukan di semua jenis produk. Produk yang biasanya diiradiasi dengan berkas elektron memiliki ketebalan yang tipis. Hal tersebut berbeda dengan perlakuan iradiasi gamma. Iradiasi gamma dapat dilakukan pada produk yang berdimensi tebal. Dikarenakan penetrasi elektron rendah maka perlu diketahui karakteristik penetrasi mesin berkas elektron gj-2 untuk menentukan tebal produk yang akan diiradiasi

Dari hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai penetrasi dan pemayaran mesin berkas elektron GJ-2. Penetrasi dapat diketahui dengan mengiradiasi tumpukan dosimeter CTA ( Celullose Tri Acetate) dan pemayaran dapat diketahui dengan mengiradasi dosimeter pada sepanjang pemayar lalu diamati persebaran dan keseragamannya. Sehingga dari hasil penelitian ini dapat diketahui kelayakan pakai mesin ini dan proses layanan iradiasi dapat berjalan secara efisien, optimal dan tepat dosis. Penelitian ini juga sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, tetapi mesin, metode dan peruntukannya berbeda. Umumnya penelitian sebelumnya menggunakan linac dan peruntukannya untuk kesehatan.

TEORI SPESIFIKASI MESIN BERKAS ELEKTRON GJ-2

. Mesin ini memiliki energi maksimum 2 MeV. Karena energi ini cukup tinggi maka pemakaiannya cukup luas walaupun di negara china sendiri jenis MBE ini dipakai hanya untuk mengiradiasi kabel. Spesifikasi teknis mesin berkas elektron GJ-2 sebagai berikut :

1. Nama : MBE GJ-2 (GJ= Gao Jia: high voltage accelerator) 2. Tipe : Dynamitron, dengan gas osilator berupa campuran gas

CO2 dan N2

3. Energi elektron : 0,7 – 2 MeV, dapat diatur secara kontinyu 4. Arus berkas elektron : 0- 10 mA, dapat diatur secara kontinyu 5. Lebar Pemayar : 80 – 120 cm, dapat diatur secara kontinyu 6. Daya maksimum : 20 kw 7. Sistem pendingin : - Air tekanan 2,5 -2,8 kg/cm

2 temperatur lebih rendah dari

20oC, laju aliran 13 ton/jam,kandungan garam lebih

rendah dari 1,7x10

-3 g/L

- Udara[5]

Page 161: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

151

ISSN: 2355-7524

DOSIS SERAP Dosis serap didifinisikan sebagai jumlah energi yang diserahkan oleh radiasi atau banyaknya energi yang diserap oleh bahan persatuan massa bahan itu. Dalam sistem SI, besaran dosis serap diberi satuan khusus, yaitu Gray dan disingkat dengan Gy. Sebelum satuan SI digunakan, dosis serap diberi satuan erg/g, dan diberi nama satuan khusus rad (radiation absorbed dose), dimana 1 rad setara dengan 100 erg/g[6]. PRESENTAGE DEPTH DOSE Distribusi dosis pada sumbu utama dalam medium dikenal sebagai PDD (Percentage Depth Dose). PDD dapat didefenisikan sebagai prosentase dari perbandingan dosis maksimum dengan dosis serap pada kedalaman tertentu.

%DD

100DD (1)

Dimana % DD prosentasi dosis kedalaman, Dd dosis serap pada kedalaman d (gray), Dm dosis serap maksimum pada kedalaman acuan d0 (gray) [7]. PROFIL DOSIS Profil dinyatakan sebagai kurva yang menunjukkan bentuk muka sinar pada sumbu horizontal yang tegak lurus dengan dari arah datangnya sinar. Profil berkas akan sangat bervariasi sesuai dengan kedalaman.[8] Gambar 2. Profil dosis sebuah daerah pada Dmax untuk berbagai kedalaman (3cm, 10 cm, dan 20 cm) dengan dosis dinormalisasi ke 100% dalam sumbu utama pada Dmax.[8] METODOLOGI Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mesin Berkas Elektron GJ-2, dosimeter CTA (Cellulose Tri Acetate), spektrometer Uv-Vis, wadah penetrasi dosimeter CTA, thickness gauge, dosimeter alanine, ESR (Electron Spin Resonance), dan alas dosimeter alanine. Mesin Berkas Elektron GJ-2 digunakan untuk mengiradiasi produk dengan menggunakan sumber berkas elektron, dosimeter CTA dan alanine digunakan untuk mengukur dosis serap, spektrometer UV-Vis digunakan untuk mengukur densitas optik dosimeter CTA lalu dari densitas optik didapatkan dosis serap iradiasi. ESR digunakan untuk mengukur dosis serap iradiasi yang mengenai dosimeter alanine dan alas dosimeter alanine digunakan sebagai tempat menempelkan dosimeter alanine saat pengukuran keseragaman dosis pemayar mesin berkas elektron GJ-2. Metode Kerja A. Penentuan penetrasi mesin berkas elektron.

Didalam percobaan ini, langkah-langkah yang dilakukan untuk mengukur penetrasi Mesin Berkas Elektron 1,5 MeV dengan arus berkas elektron 2 mA sebagai berikut :

Page 162: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Penetrasi Dan Pemayaran Mesin Berkas Elektron0Arif Rachmanto, dkk.

152

pertama siapkan dosimeter CTA. Banyaknyaenergi mesin berkas elektron. Penulis menyiapkan dosimeter sebanyak 45 buah dengan ukuran panjang 5 cm. Lalu berikan nomor pada masingdosimeter tersebut sesuai urutan.dosimeter sehingga tidak tertukar. Setelah itu , ldalam wadah penetrasi CTA. Iradiasi dosimeter tersebut pada arus berkas lektron 2 mA dan tegangan tinggi 1,5 MeV. Lalu hitung dosis serap dan persamaan untuk menghitung dosis serap iradiasi menggunakan CTA dosimeter adalah sebagai berikut[9]:

D = dosis serap iradiasi (kGy)

∆OD = perubahan rapat optik sebelum dan sesudah iradiasi t0 = tebal dosimeter referensi t1 = tebal dosimeter terukur (mm) K = perubahan rapat optik per

f = faktor penyimpanan, f=1 jikairadiasi.

Dan untuk menghitung penetrasi Mesin Berkas Elektron GJ

Dimana R penetrasi (gr/cm2), ρ

Setelah didapatkan hasil penetrasi, bY dosis serap iradiasi. Secara teori grafik penetrasi mesin berkas elektron sebagai berikut [10] :

Gambar 1.

Parameter-parameter yang terdapat pada grafik penetrasi mesin berkas elektron adalah sebagai berikut : Practical range (Rp)melalui bagian paling curam dari kurva

terjadi pada dosis serap maksimum

penetrasi pada besar dosis yang diterima sama dengan dosis yang diterima pada permukaan, R90 penetrasi pada nilai dosis sebesar 90% dari dosispenetrasi pada nilai dosis sebesar 80% dari dosis dosis sebesar 50% dari dosis maksimum

B. Penentuan pemayaran Mesin Berkas Elektron GJ

Dalam percobaan ini, langkahBerkas Elektron GJ-2 sebagai berikut :cm. Penentuan panjang ini ditentukan darititik penempatan dosimeter alanine.hingga ke sebelas berjarak 1,5 cm antara satu dengan yang lain. Titik ke berjarak 2 cm antara satu dengan yang lain. Titik 17hingga ke 53 berjarak 2 cm antar

Penetrasi Dan Pemayaran Mesin Berkas Elektron0 ISSN: 2355

dosimeter CTA. Banyaknya dosimeter disesuaikan dengan besarnya energi mesin berkas elektron. Penulis menyiapkan dosimeter sebanyak 45 buah dengan

erikan nomor pada masing-masing dosimeter CTA dan tumpuk urutan. Tujuan pemberian nomor pada dosimeter untuk identikasi

dosimeter sehingga tidak tertukar. Setelah itu , letakkan 45 dosimeter CTA tersebutIradiasi dosimeter tersebut pada arus berkas lektron 2 mA dan

Lalu hitung dosis serap dan penetrasi. Menurut Tanaka,dkkpersamaan untuk menghitung dosis serap iradiasi menggunakan CTA dosimeter adalah

DD(2)

= dosis serap iradiasi (kGy)

sebelum dan sesudah iradiasi = tebal dosimeter referensi (0,125mm) = tebal dosimeter terukur (mm) = perubahan rapat optik per kGy (0,063)

= faktor penyimpanan, f=1 jika rapat optik CTA dosimeter diukur 30 menit setelah

Dan untuk menghitung penetrasi Mesin Berkas Elektron GJ-2 :

DD. (3)

densitas produk (gr/cm3), d merupakan tebal produk

Setelah didapatkan hasil penetrasi, buat grafik dengan sumbu X penetrasi dan sumbu Secara teori grafik penetrasi mesin berkas elektron sebagai berikut

Grafik Penetrasi Mesin Berkas Elektron[10]

parameter yang terdapat pada grafik penetrasi mesin berkas elektron Practical range (Rp) penetrasi dimana garis singgung diplot

bagian paling curam dari kurva penetrasi mesin berkas elektron, Zmax penetrasi yang

terjadi pada dosis serap maksimum, Rmax penetrasi maksimum berkas elektron,

penetrasi pada besar dosis yang diterima sama dengan dosis yang diterima pada penetrasi pada nilai dosis sebesar 90% dari dosis maksimum,

trasi pada nilai dosis sebesar 80% dari dosis maksimum, R50 nilai penetrasi pada nilai maksimum [10]

.

n Berkas Elektron GJ-2. langkah-langkah yang dilakukan menentukan pemayaran

2 sebagai berikut : pertama siapkan alas dosimeter sepanjangan 21Penentuan panjang ini ditentukan dari panjang dan kemiringan pemayar. Lalu buat titik

titik penempatan dosimeter alanine. Titik pertama berjarak 0,6 cm dari tepi, Titik kedua berjarak 1,5 cm antara satu dengan yang lain. Titik ke 12 hingga ke 16

satu dengan yang lain. Titik 17 hingga ke 48 berjarak 5 cm. 3 berjarak 2 cm antara satu dengan yang lain. Titik 54 ke 63 berjarak 1,5 cm

ISSN: 2355-7524

dosimeter disesuaikan dengan besarnya energi mesin berkas elektron. Penulis menyiapkan dosimeter sebanyak 45 buah dengan

dosimeter CTA dan tumpuk Tujuan pemberian nomor pada dosimeter untuk identikasi

etakkan 45 dosimeter CTA tersebut ke Iradiasi dosimeter tersebut pada arus berkas lektron 2 mA dan

penetrasi. Menurut Tanaka,dkk persamaan untuk menghitung dosis serap iradiasi menggunakan CTA dosimeter adalah

menit setelah

produk (cm) penetrasi dan sumbu

Secara teori grafik penetrasi mesin berkas elektron sebagai berikut

parameter yang terdapat pada grafik penetrasi mesin berkas elektron penetrasi dimana garis singgung diplot

enetrasi yang

, Ropt nilai

penetrasi pada besar dosis yang diterima sama dengan dosis yang diterima pada maksimum, R80 nilai

trasi pada nilai

an Mesin sepanjangan 213,7

uat titik – i tepi, Titik kedua

12 hingga ke 16 berjarak 5 cm. Titik 48

3 berjarak 1,5 cm

Page 163: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

153

ISSN: 2355-7524

antara satu dengan yang lain. Setelah itu tempelkan dosimeter pada titik-titk penempatan tersebut. Letakkan titik tengah alas dosimeter tepat dengan titik tengah pemayar. Iradiasi dosimeter tersebut pada arus berkas elektron 2 mA, tegangan 1,5 MV dan frekuensi 42 Hz.

Lalu hitung dosis serap dan buat grafik antara dosis dengan posisi dosimeter.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan pertama adalah penetrasi mesin berkas elektron GJ-2. Pada percobaan penetrasi, dosimeter CTA pada penelitian ini diiradiasi dengan dosis 50 kGy. Berikut ini grafik penetrasi mesin berkas elektron GJ-2 dengan arus berkas elektron 2 mA dan energy 1,5 MeV.

Gambar 2. Grafik Penetrasi Mesin Berkas Elektron GJ-2

Pada grafik tersebut dapat diketahui bahwa dosis serap permukaannya adalah 53 kGy dan dosis serap maksimum 71 kGy. Besarnya dosis permukaan 75% dari dosis maksimum. Setelah mencapai dosis maksimum, dosis yang terserap oleh dosimeter semakin lama akan semakin berkurang dan mencapai dosis yang semakin kecil dan stabil yang disebut bremsstrahlung tail [10] Dari grafik tersebut menunjukkan Zmax 0,227 gr/cm

2. Kedalaman dosis maksimum

(Zmax) disebut juga kedalaman build up dan daerah dari dosis permukaan sampai dosis maksimum disebut daerah build up. Build up terjadi karena tumbukan keras antara berkas elektron dengan elektron atom medium, jika elektron atom menyerap energi lebih tinggi dari energi ikatnya maka atom mengalami ionisasi. Elektron yang keluar akibat tumbukan keras tersebut memiliki kecepatan tinggi yang turut memberikan kontribusi kenaikan dosis pada daerah build up [11]

. Grafik tersebut menunjukkan juga Rmax 0,730 gr/cm

2 ± 0,029

, R90 0,328

gr/cm2 ± 0,013 dan R80 0.364 gr/cm

2 ± 0,018 dan Ropt 0,389 gr/cm

2 ± 0,019. Ketidakpastian

pengukuran penetrasi berkisar 4-5%, hal tersebut disebabkan dosimeter yang digunakan adalah dosimeter rutin. Ropt merupakan parameter yang sangat penting dalam iradiasi berkas elektron. Hal tersebut dikarenakan dari Ropt ini dapat menentukan densitas dan tebal produk yang sesuai dengan karakter penetrasi mesin berkas elektron sehingga dosis yang diterima dipermukaan atas dan bawah sama besar. Sebagai contoh seorang pelanggan ingin mengiradiasi produknya sebesar 25 kGy dengan densitas 0,3 gr/cm

3. Untuk

mendapatkan dosis yang sama besar pada permukaan atas dan bawah maka pelanggan tersebut harus menyiapkan produk yang akan diiradiasi dengan tebal 1,3 cm. Penelitian serupa sudah pernah dilakukan oleh Suharni,dkk. Penelitian tersebut dijelaskan dalam makalah nya yang berjudul “Analisis hasil pengukuran percentage depth dose berkas elektron linac electa RSUP DR.Sardjito”. Perbedaan penelitan terletak pada metode yang dilakukan. Metode yang dilakukan oleh Suharni,dkk dengan SSD (Source Skin Distance). Pengukuran berkas foton dan elektron dilakukan di dalam ruangan linac di mana berkas elektron maupun foton dari pesawat linac diarahkan pada fantom yang diisi dengan air kira- kira 4/5 bagian. Data distribusi dosis diukur menggunakan fantom air karena

Dosis

Permukaan

Rmax

Page 164: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Penetrasi Dan Pemayaran Mesin Berkas Elektron0 Arif Rachmanto, dkk.

154

ISSN: 2355-7524

56

cm

129,6 cm (lebar konveyor)

155 cm (panjang pemayar)

pendekatannya sangat mirip dengan sifat penyerapan dan scattering radiasi pada otot dan jaringan lunak lainnya[11]. Sedangkan metode yang dilakukan oleh penulis dengan mengiradiasi tumpukan dosimeter CTA lalu dhitung penetrasi. Hasil grafik yang didapat oleh penulis hasilnya sama dengan penelitian sebelumnya dan sesuai dengan teori. Sehingga data penetrasi mesin berkas elektron MBE GJ-2 ini dapat digunakan untuk pedoman proses radiasi bagi petugas untuk mendapatkan hasil iradiasi yang optimal dan efisien. Pembahasan berikutnya adalah pemayaran mesin berkas elektron GJ-2. Di bawah ini adalah grafik pemayaran mesin berkas elektron GJ-2.

Gambar 3. Grafik keseragaman dosis pada pemayaran MBE GJ-2

Berikut ini adalah ilustrasi gambar posisi antara pemayar dengan alas dosimeter dan konveyor :

Gambar 4. Posisi jarak antara pemayar dengan alas dosimeter

Dari gambar 3, grafik pemayaran menunjukkan titik paling ujung kanan dan kiri mendapatkan dosis paling rendah. Hal tersebut disebabkan semakin ke kiri atau ke kanan dari batas daerah keseragaman laju dosis semakin kecil. Semakin menuju ke tengah dosis yang diterima semakin besar lalu stabil. Lalu dosis yang diterima akan stabil pada posisi tertentu. Posisi dosis stabil berada pada 33,6 cm dari ujung paling kanan dan 40,1 cm dari ujung paling kiri alas dosimeter. Sehingga lebar total daerah yang memiliki keseragaman yang baik = 213,7 – 40,1 – 33.6 = 140 cm. Dari data tersebut dapat dinyatakan bahwa daerah sepanjang konveyor memiliki keseragaman dosis yang baik dan daerah sepanjang pemayar yang memiliki keseragaman dosis yang baik terletak 7,5 cm dari ujung kiri dan kanan pemayar. Nilai dose uniformity rasio maksimum pada daerah tersebut 1,05 ± 0,03. Ketidakpastian ini cukup kecil menunjukkan keseragamannya sangat baik.

Penelitian hampir serupa pernah dilakukan oleh Edi Guritna,dkk. Penelitiannya menjelaskan mengenai dosis profil pada pesawat linac. Dosis profil menggambarkan dosis pada kedalaman tertentu terhadap jarak dari sumbu pusat datangnya elektron[10]. Grafik pemayaran bisa dikatakan grafik dosis profil. Perbedaannya hanya terletak pada peruntukannya saja, grafik dosis profil digunakan untuk radioterapi dan memiliki beberapa parameter seperti flatness, symmetry dan panumbra [12]. Grafik pemayaran digunakan untuk memastikan kelayakan pakai mesin berkas elektron dan menentukan daerah yang memiliki dosis seragam sepanjang pemayar. Grafik pemayaran yang didapatkan oleh penulis sama dengan grafik yang dilakukan pada penelitian sebelumnya. Sehingga hal ini menunjukkan mesin berkas elektron GJ-2 masih layak digunakan untuk proses iradiasi. KESIMPULAN

Hasil dari penelitian ini menunjukkan keseragaman dosis selebar konveyor cukup baik dan daerah selebar pemayar yang memiliki keseragaman dosis yang baik terletak 7,5

0

1

2

3

0 50 100 150 200 250

Do

sis

(kG

y)

Jarak (cm)

213,7 cm (alas dosimeter)

Page 165: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

155

ISSN: 2355-7524

cm dari ujung kiri dan kanan pemayar. Pada penetrasi menggunakan mesin berkas elektron terjadi build up dimana terjadi kenaikan dosis permukaan hingga kedalaman tertentu. Build up terjadi dikarenakan adanya peristiwa ionisasi menyebabkan kenaikan dosis. Dan penetrasi optimal dan maksimum mesin berkas elektron GJ-2 dengan arus 2mA dan energi 1,5 MeV adalah 0,389 gr/cm

2 dan 0,730 gr/cm

2. Hasil penelitian ini menunjukkan mesin ini

layak digunakan untuk proses iradiasi dan dapat dijadikan pedoman bagi petugas untuk melaksanakan proses iradiasi mesin berkas elektron gj-2 untuk mendapatkan hasil iradiasi tepat dosis sehingga proses iradiasi berjalan efisien dan optimal.

UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih untuk tim pendukung di dan Balai Iradiasi, Elektromekanik dan Instrumentasi Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi guna terlaksananya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA 1. IAEA SAFETY STANDARDS, “ Radiation Safety of Gamma, Electron and X-Ray

Irradiation Facilities”, IAEA, July, Vienna (2010). 2. NATSIR M,”TEKNOLOGI DAN APLIKASI PEMERCEPAT ELEKTRON”, Penelitian dan

Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi (1998). 3. S. Pudjohardjo D,”Aplikasi Mesin Berkas Elektron Di Pusat Teknologi Akselerator dan

Proses Bahan-BATAN”,Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Teknologi Akeselerator dan Aplikasinya,Hal 70-77(2006)

4. NUR O Z,” Electron Beam Irradiation Processing For Industrial And Medical Application”,EPJ Web Conference, Volume 154(2017).

5. MARNADA N., “ Sistem Interlock Mesin Berkas Elektron GJ-2”,Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Teknologi Akselerator dan Aplikasinya, Volume 1 No 1Hal.31-32(1999).

6. ALATAS Z,DKK. ,” BUKU PINTAR NUKLIR”,BATAN Press, Jakarta (2016). 7. PADANG J M, DEWANG S, ARMYNAH B,” Verifikasi Percentage Depth Dose (PDD)

DAN Profile Dose Pesawat Linear Accelerator (LINAC) Berkas Elektron 6 MeV, 9 MeV, 12 MeV dan15 MeV Menggunakan Water Phantom,” (2015).

8. NURUL I F, ANAM C, GUNAWAN F, “Pembuatan Kurva Isodosis 2D Dengan Menggunakan Kurva Percentage Depth Dose dan Profil Dosis Dengan Variasi Kedalaman Untuk Treatment Planning System”, Berkala Fisika, Volume 16 No 4, Hal 131-138(2013).

9. Tanaka, R., Sunaga, K., and Yotsumoto, K.,” Dose Evaluation In Electron Beam Processing”,Volume.18(1981)

10. W. STRYDOM, W. PARKER, AND O. M, “Chapter 8 Electron Beams : Physical and Clinical Aspects”, in Radiation Oncology Physics : A Handbook for Teachers and Students , Wina : International Atomic Energy Agency, 2012

11. SUHARNI, KUSMINARTO, ANGGRAITA P,” Analisis Hasil Pengukuran Percentage Depth Dose (PDD) Berkas Elektron Linac Elekta RSUP DR. Sardjito”, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Teknologi Akselerator dan Aplikasinya, Volume 15 Hal.84-88 (2013).

12. GURITNA E, MASLEBU G, WIBOWO N A, HIDAYATULLAH M, “Analisis Elektron Beam Profile Constancy pada Pesawat Linac “, Jurnal Fisika FLUX, Volume 14 No 2, Hal 110-119 (2017).

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Aslina Br. Ginting, PTBBN-BATAN) • Parameter optimal TS diperoleh untuk pengoperasian mesin berkas elektron

tersebut telah diperoleh, untuk apa sajakah digunakan pengoperasian berkas

tersebut?

• Apa bedanya dengan iradiator gamma?

• Pernahkah digunakan berkas elektron tersebut untuk mengiradiasi bumbu, rendang

dll?

Page 166: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Penetrasi Dan Pemayaran Mesin Berkas Elektron0 Arif Rachmanto, dkk.

156

ISSN: 2355-7524

JAWABAN: (Arif Rachmanto, PAIR-BATAN)

• Polimerisasi, sterilisasi, pasteurisasi, pengelolaan lingkungan, dsb

• Iradiator berkas elektron menggunakan berkas elektron. Sumber berkas elektron:

tungsten. Tungsten dipanaskan hingga 2500, setelah itu elektron dipercepat

dengan tegangan tinggi dan mengenai material. Iradiasi gamma menggunakan

sumber gamma: Co-60

• Iradiasi bumbu rendang lebih sering menggunakan iradiasi gamma

2. PERTANYAAN: (Wahyudi, PTKMR-BATAN) • Berapa laju belt conveyor untuk bisa memperoleh hasil yang baik?

JAWABAN: (Arif Rachmanto, PAIR-BATAN)

• Bergantung pada dosis yang diminta oleh user, karena yang mengetahui tujuan dari

iradiasi adalah pengguna. Kemudian besaran dosis akan bergantung pada

kecepatan konveyor, semakin tinggi kecepatan konveyor, semakin kecil dosis yang

diterima.

Page 167: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

157

ISSN: 2355-7524

KAJIAN UPAYA MENUJU APLIKASI KETENAGANUKLIRAN YANG AMAN DAN ANDAL MELALUI BATAN 4.0

Eri Hiswara

Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi BATAN Jalan Lebak Bulus Raya No. 49, Jakarta Selatan 12440

Email: e. [email protected]

ABSTRAK KAJIAN UPAYA MENUJU APLIKASI KETENAGANUKLIRAN YANG AMAN DAN

ANDAL MELALUI BATAN 4.0. Revolusi Industri 4.0, yang kini lebih dikenal dengan Industri 4.0, adalah istilah yang digunakan untuk proses pengembangan di bidang manufaktur dengan adanya digitalisasi. Industri 4.0 memanfaatkan otomatisasi proses manufaktur ke tingkat yang baru dengan memperkenalkan teknologi produksi massal yang dapat disesuaikan dan fleksibel. Tanpa dapat dihindari semua organisasi harus mampu mengadaptasi perkembangan yang dibawa oleh Industri 4.0. Untuk ini Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian telah meluncurkan inisiatif yang disebut sebagai “Making Indonesia 4.0” yang terdiri atas lima sektor manufaktur yang menjadi fokus dan sepuluh prioritas nasional yang ditetapkan untuk memperkuat struktur perindustrian di Indonesia. Makalah ini membahas kandungan “Making Indonesia 4.0” yang relevan dengan kondisi BATAN, serta peluang dan tantangan yang dimiliki BATAN dalam menghadapi era Industri 4.0. Kajian ini menyimpulkan bahwa terdapat lima sektor fokus kegiatan dan sepuluh prioritas penunjang yang disebut sebagai “BATAN 4.0” yang patut diterapkan agar BATAN dapat membangun dan memperkuat kepercayaan semua kalangan terhadap keamanan dan keandalan aplikasi teknologi nuklir di berbagai bidang dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Kata kunci: aplikasi ketenaganukliran, BATAN 4.0, aman, andal

ABSTRACT STUDY OF EFFORTS TOWARDS SECURE AND RELIABLE NUCLEAR APPLICATIONS THROUGH BATAN 4.0. Industrial Revolution 4.0, which is now better known as Industry 4.0, is a term used for the development process in manufacturing with digitalization. Industry 4.0 utilizes manufacturing process automation to a new level by introducing customized and flexible mass production technologies. Inevitably all organizations must be able to adapt the developments brought by Industry 4.0. For this reason, the Government of Indonesia through the Ministry of Industry has launched an initiative called "Making Indonesia 4.0" which consists of five manufacturing sectors that are the focus and ten national priorities set to strengthen industrial structures in Indonesia. This paper discusses the contents of “Making Indonesia 4.0” that are relevant with BATAN condition, as well as opportunities and challenges of BATAN in facing the Industry 4.0 era. It can be concluded from this study that there are five sectors focusing on activities with ten supporting priorities called “BATAN 4.0” that should be implemented in order to build and strengthen the trust of societies in the security and reliability of the application of nuclear technology in various fields in order to improve the standard of living and welfare of the people of Indonesia.

Keywords: nuclear applications, BATAN 4.0, secure, reliable PENDAHULUAN

Revolusi Industri 4.0, yang kini lebih dikenal dengan Industri 4.0, adalah istilah yang digunakan untuk proses pengembangan dalam manajemen di bidang manufaktur dengan adanya digitalisasi. Istilah Industri 4.0 diperkenalkan pertama kali pada tahun 2011 sebagai “Industrie 4.0” oleh sekelompok perwakilan dari berbagai bidang (seperti bisnis, politik dan akademisi) di bawah inisiatif untuk meningkatkan daya saing Jerman pada industri manufaktur [1].

Industri 4.0 memanfaatkan otomatisasi proses manufaktur ke tingkat yang baru dengan memperkenalkan teknologi produksi massal yang dapat disesuaikan dan fleksibel. Hal ini berarti bahwa mesin akan beroperasi secara mandiri, atau bekerja sama dengan manusia dalam menciptakan bidang produksi yang berorientasi pelanggan dengan terus

Page 168: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kajian Upaya Menuju Aplikasi Ketenaganukliran ... Eri Hiswara

158

ISSN: 2355-7524

bekerja untuk menciptakan produksi yang diinginkan. Mesin dengan demikian menjadi entitas independen yang mampu mengumpulkan data, menganalisisnya, dan memberi saran terkait data tersebut.

Secara kronologis, revolusi industri pertama memanfaatkan tenaga air dan uap untuk melakukan mekanisasi produksi. Revolusi kedua menggunakan tenaga listrik untuk membuat produksi massal, dan revolusi ketiga menggunakan elektronik dan teknologi informasi untuk mengotomatisasi produksi. Saat ini, revolusi industri keempat sedang dibangun di atas industri ketiga dengan meningkatkannya dengan sistem cerdas dan mandiri didukung oleh data dan pembelajaran mesin [2].

Dewasa ini jutaan manusia di dunia telah terhubung dengan mudah melalui perangkat digital dengan daya olah, kemampuan simpan dan akses yang tak terbatas. Industri 4.0 memperbesar semua kemampuan tersebut dengan terobosan teknologi leboh lanjut di bidang kecerdasan buatan, robotik, internet segala (the internet of things), kendaraan otonom, pencetakan tiga dimensi, nanoteknologi, bioteknologi, ilmu bahan, penyimpanan energi, dan komputasi kuantum [3].

Industri 4.0 juga akan mengakibatkan penurunan kegiatan dengan keahlian rendah dan meningkatkan kegiatan yang memerlukan keahlian yang tinggi. Disamping itu, kerumitan tugas akan makin bertambah, seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan organisasi kerja lintas fungsi dan jaringan mitra kerja lintas perusahaan [4].

Di bidang medik, penerapan Industri 4.0 telah menunjukkan kemampuan luas dalam memproduksi implan sesuai kebutuhan, peralatan dan instrumen yang inovatif. Industri 4.0 juga membantu dalam merancang suatu rumah sakit digital dan sistem pemantauan lengkap yang memenuhi kebutuhan individu pasien / industri medis dengan waktu dan biaya yang optimal [5].

Di bidang pertanian, internet segala (IoT) telah digunakan untuk merancang dan memperkenalkan kerangka kerja yang secara otomatis mengumpulkan banyak data dari sistem produksi pangan dengan tanah terbatas dan melakukan analisis latar belakang untuk secara adaptif mengontrol kualitas air dari setiap sistem produksi pangan [6]. Aplikasi IoT memungkinkan untuk menyebarkan teknik pertanian cerdas yang dapat digunakan di daerah perkotaan dan/atau pedesaan untuk memenuhi permintaan pangan yang berkembang dengan hanya sedikit intervensi dari manusia.

Pengembangan Industri 4.0 juga memiliki kaitan yang erat dengan pendidikan tinggi. Dalam masa pendidikannya seorang mahasiswa perlu memiliki suatu proyek yang berkaitan dengan aplikasi teoritis dan praktis dari Industri 4.0 agar mampu bersaing di dunia kerja [7]. Karena itu, konsep Industri 4.0 harus melibatkan pendidikan tinggi agar teknologi di masa depan dapat terus berkembang ke arah yang bahkan saat ini belum dapat diprediksi dengan pasti.

Semua pengembangan yang bertumpu pada Industri 4.0 perlu didukung oleh sumber daya manusia yang tepat. Untuk itu suatu pendekatan holistik atau menyeluruh perlu dilakukan untuk sumber daya manusia yang dimiliki [8]. Tantangan dalam hal ini adalah bagaimana membuat pegawai mampu menambah kemampuannya untuk melakukan pekerjaan dengan proses yang lebih kompleks dan pegawai tersebut dapat tetap dipertahankan meski lingkungan kerjanya berubah.

Cina merupakan salah satu negara yang dengan cepat mengadopsi Industri 4.0 menjadi China Manufacturing 2025 (CM2025) [9]. CM2025 akan segera merestrukturisasi keseluruhan industrinya dan membuatnya makin kompetitif dengan kemajuan dalam teknologi produksi. Upaya ini didukung oleh kemampuan kuat yang telah dimiliki Cina dalam digitalisasi dan pengolahan data yang besar.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian telah dengan sigap mengantisipasi era Industri 4.0 ini dengan meluncurkan inisiatif yang disebut sebagai “Making Indonesia 4.0” [10]. Inisiatif ini diharapkan dapat mempercepat perwujudan visi Indonesia untuk menjadi salah satu dari 10 kekuatan ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2030. Untuk ini telah ditetapkan lima sektor manufaktur dengan daya saing regional yang akan dikembangkan dan terdiri atas makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia dan elektronik. Selain itu ditetapkan pula sepuluh prioritas nasional untuk mempercepat perkembangan industri manufaktur, yang terdiri atas perbaikan alur aliran barang dan material, desain ulang zona industri, akomodasi standar-standar berkelanjutan, pemberdayaan UKM, membangun infrastruktur digital nasional, menarik minat investasi asing, peningkatan kualitas SDM, pembangunan ekosistem inovasi, insentif untuk investasi teknologi, dan harmonisasi aturan dan kebijakan [11].

Page 169: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

159

ISSN: 2355-7524

Sebagai salah satu dari sepuluh prioritas nasional, peningkatan kualitas SDM akan dilakukan melalui pengembangan infrastruktur untuk menciptakan SDM yang mampu berpikir inovatif dan kreaktif [12]. Infrastruktur yang akan dikembangkan meliputi industri pendidikan, perpustakaan digital (e-library), diklat daring terbuka secara masif (MOOC, massive open online course) dan museum sains dan inovasi.

Walaupun dimulai di bidang industri, implementasi Industri 4.0 sudah tentu akan berpengaruh kepada hampir semua sektor kegiatan, tidak terkecuali kegiatan ketenaganukliran yang dilaksanakan oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Penelitian, pengembangan, pendayagunaan dan pelayanan masyarakat yang dihasilkan BATAN akan banyak dipengaruhi oleh transformasi yang dibawa oleh industri 4.0, sehingga BATAN harus siap menghadapi perubahan ini. Makalah ini akan membahas peluang dan tantangan yang dihadapi BATAN saat ini, dan kemudian dengan menggunakan keduanya dan inisiatif “Making Indonesia 4.0” sebagai dasar pertimbangan mengusulkan inisiatif BATAN 4.0 untuk membangun dan memperkuat aplikasi ketenaganukliran yang aman dan andal di semua sektor kegiatan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. METODOLOGI

Pembahasan mengenai peluang dan tantangan BATAN dalam menghadapi Industri 4.0 dilakukan dengan metode deskriptif, analitik dan kualitatif. Bahan kajian meliputi berbagai informasi yang tersedia secara daring, peraturan perundangan maupun kajian lain yang relevan. Pokok bahasan meliputi pemetaan lingkungan strategis yang dimiliki BATAN pada tingkat nasional maupun tingkat bilateral, regional dan internasional, peluang dan tantangan yang dihadapi, serta usulan agenda kerja BATAN 4.0 yang disusun berdasar lingkungan strategis yang ada dan dengan mempertimbangkan peluang dan tantangan yang dihadapi dengan tujuan agar dapat terlibat aktif dalam Indonesia 4.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lingkungan Strategis BATAN Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) adalah badan pelaksana ketenaganukliran

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 [13]. Berdasar Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2013 [14], salah satu fungsi BATAN adalah menyelenggarakan pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang penelitian, pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir.

Selain badan pelaksana, UU No. 10 Tahun 1997 juga menetapkan agar pemerintah membentuk badan pengawas yang bertugas melaksanakan pengawasan terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir. Badan pengawas yang telah dibentuk diberi nama Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), yang berdasar Pasal 29 Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 mempunyai fungsi antara lain pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan tenaga nuklir [15].

Dari bunyi salah satu fungsi BATAN yang dikutip di atas dapat ditafsirkan bahwa sebenarnya BATAN bukan sekadar lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) belaka, namun lebih dari itu merupakan lembaga yang memiliki wewenang untuk menyusun kebijakan nasional di bidang ketenaganukliran. Kewenangan yang lebih luas ini telah disadari oleh BATAN, terbukti dengan diterbitkannya Peraturan Kepala BATAN Nomor 11 Tahun 2017 tentang Clearing House Teknologi Nuklir (CHTN) [16]. Perka BATAN ini mengatur tentang pembentukan CHTN yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dan lingkungan terkait pemanfaat produk dan/atau teknologi nuklir. Tugas CHTN sendiri adalah melakukan kajian dan pemberian rekomendasi terhadap produk dan teknologi nuklir, pemberian sertifikasi personel, produk, proses dan sistem manajemen, penyediaan data/informasi keahlian, produk, dan teknologi nuklir.

Di lain pihak, seperti ditegaskan oleh Pasal 29 Keppres No. 103 Tahun 2001, fungsi BAPETEN sebenarnya terbatas pada bidang pengawasan tenaga nuklir, dan bukan pada bidang litbang, termasuk litbang keselamatan nuklir dan radiasi. Dengan demikian, struktur BAPETEN yang memiliki Deputi Bidang Pengkajian Keselamatan Nuklir [17] dapat ditafsirkan sebagai bertentangan dengan Keppres No. 103 Tahun 2001 tersebut.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di bidang ketenaganukliran, BATAN telah menjalin kerjasama dengan berbagai organisasi nasional, baik pemerintah maupun swasta,

Page 170: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kajian Upaya Menuju Aplikasi Ketenaganukliran ... Eri Hiswara

160

ISSN: 2355-7524

dan juga organisasi internasional [18]. Berbagai organisasi tersebut merupakan lingkungan strategis BATAN yang hubungannya perlu terus dipertahankan dan bahkan ditingkatkan. Gambar 1 memperlihatkan lingkungan strategis BATAN baik di tingkat nasional maupun internasional.

Gambar 1. Lingkungan strategis BATAN.

Seperti terlihat pada Gambar 1, lingkungan strategis BATAN di tingkat nasional dapat

dikelompokkan atas Kementerian, Lembaga Pemerintah non Kementerian (LPNK), perguruan tinggi, organisasi profesi, swasta, bilateral, organisasi regional dan organisasi internasional. Hubungan dengan Kementerian umumnya bersifat koordinasi, seperti dalam hal anggaran (dengan Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan), kegiatan (Kemenristekdikti) atau penelitian (Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertahanan). Dengan LPNK lain hubungan terbanyak adalah dalam penelitian (LIPI, BPPT dan BMKG) dan aplikasi standar mutu (BSN), sementara hubungan dengan perguruan tinggi (seperti dengan UI, ITB, Unpad, UGM) sebagian besar bersifat pendidikan. Dengan organisasi profesi (misalnya dengan AFMI, PORI, PKNI, PKBNI) hubungan yang dilakukan umumnya dalam rangka pengembangan profesionalitas, sedang dengan swasta sebagian besar terkait dengan pelayanan masyarakat dan kemitraan hasil litbang, meski ada juga yang bersifat penelitian (misalnya dengan PT Kimia Farma).

Di tingkat internasional, lingkungan strategis BATAN dikelompokkan atas hubungan bilateral, regional dan internasional. Hubungan di tingkat internasional ini umumnya bersifat penelitian; untuk hubungan bilateral misalnya dengan JAEA (Japan Atomic Energy Agency), Universitas Tokyo, Universitas Hirosaki Jepang, CNEA (China National Energy Administration), dan Tsinghua University of China; untuk hubungan dengan organisasi regional misalnya dengan RCA (Regional Cooperative Agreement), APMP (Asia Pacific Metrology Program), dan SPERA (South Pacific Environmental Radioactvity Association); dan dengan organisasi internasional misalnya dengan IAEA (International Atomic Energy Agency).

Peluang dan Tantangan

Tanpa banyak disadari, aplikasi teknologi nuklir di Indonesia pada saat ini telah cukup berkembang di berbagai bidang. Berdasar data BAPETEN, pada pertengahan Mei 2019 tercatat telah dikeluarkan sebanyak 12163 izin pemanfaatan tenaga nuklir untuk sebanyak 3377 instansi [19]. Data izin ini hanya dihitung berdasar izin yang masih berlaku dan

Page 171: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

161

ISSN: 2355-7524

berdasar lokasi penggunaan. Jumlah izin yang dikeluarkan bahkan bisa lebih besar jika dibandingkan dengan per kantor pusat.

Makin meluasnya aplikasi teknologi nuklir di Indonesia menunjukkan bahwa teknologi ini secara bertahap sudah dapat diterima masyarakat. Hal ini menjadi peluang untuk memperkenalkan dan mengembangkan aplikasi teknologi nuklir ke semua kalangan di Indonesia.

Seperti yang disampaikan terdahulu, Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2013 mengamanatkan BATAN sebagai penyelenggara dalam upaya kajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang penelitian, pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir. Untuk itu, BATAN memiliki peluang untuk menjadi pemimpin dalam semua perkembangan teknologi nuklir di Indonesia.

Di sisi lain, banyak tantangan yang harus dihadapi BATAN dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir di Indonesia. Secara internal BATAN masih memiliki banyak kendala, terutama dalam meremajakan peralatan litbangnya yang makin menua dan dalam mengelola pengetahuan nuklir dengan makin banyaknya SDM yang pensiun. Secara eksternal, ‘impian’ BATAN untuk hadirnya pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia harus disikapi dengan menjawab berbagai tantangan yang diberikan oleh berbagai peraturan perundangan yang ada.

Beberapa peraturan perundangan yang menyinggung pengembangan energi nuklir adalah sebagai berikut: a. UU Nomor 17 Tahun 2007, yang mengamanatkan bahwa ‘pengembangan energi tenaga

nuklir memerlukan penelitian mendalam tentang keamanan teknologi yang digunakan, lokasi geografis, dan risiko yang mungkin akan dihadapi’ [20].

b. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014, yang menyatakan bahwa ‘pemanfaatan energi nuklir harus mempertimbangan keamanan pasokan energi nasional dalam skala besar, mengurangi emisi karbon dan tetap mendahulukan potensi energi baru dan energi terbarukan sesuai nilai keekonomiannya, serta mempertimbangkannya sebagai pilihan terakhir dengan memperhatikan faktor keselamatan secara ketat’ [21].

c. PP Nomor 22 Tahun 2017, yang menetapkan salah satu strategi untuk prioritas pengembangan energi adalah ’pengembangan energi nuklir dapat dimanfaatkan dengan mempertimbangan keamanan pasokan energi nasional dalam skala besar, mengurangi emisi karbon dan tetap mendahulukan potensi energi baru dan energi terbarukan sesuai nilai keekonomiannya, serta mempertimbangkannya sebagai pilihan terakhir dengan memperhatikan faktor keselamatan secara ketat’ [22].

PP Nomor 22 Tahun 2017 selanjutnya menyatakan bahwa strategi di atas dijabarkan dalam program ’pengkajian pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)’, dan dilaksanakan dengan beberapa kegiatan sebagai berikut: 1. meneliti pengembangan teknologi PLTN disertai aspek-aspek keekonomian dan

keselamatan; 2. mendorong penguasaan teknologi PLTN sejalan dengan perkembangan terkini

kemajuan teknologi PLTN di dunia; 3. membangun kerjasama internasional terkait studi pengembangan PLTN; 4. melakukan analisis multi kriteria terhadap implementasi PLTN mencakup kepentingan

mendesak, skala besar, jaminan pasokan, keseimbangan pasokan energi, pengurangan emisi karbon, faktor keselamatan, dan skala keekonomian dengan melibatkan berbagai pandangan dari berbagai stakeholder;

5. menyusun peta jalan (roadmap) implementasi PLTN sebagai pilihan terakhir dalam prioritas pengembangan energi nasional.

Selain itu, PP Nomor 22 Tahun 2017 juga memiliki dua kebijakan pendukung. Kebijakan pendukung pertama adalah terkait lingkungan hidup dan keselamatan, yang salah satu strateginya adalah ’setiap pengusahaan instalasi nuklir wajib memperhatikan keselamatan dan risiko kecelakaan serta menanggung seluruh ganti rugi kepada pihak ketiga yang mengalami kerugian akibat kecelakaan nuklir’. Strategi ini djabarkan dalam program ’penguasaan kapasitas nasional di bidang keselamatan penggunaan tenaga nuklir’, dan dilaksanakan melalui program: 1. Menerapkan standar internasional keselamatan PLTN 2. Menyusun pra studi kelayakan (kajian akademik) untuk memutuskan perencanaan

pembangunan PLTN 3. Melaksanakan secara konsisten Perpres Nomor 74 Tahun 2012 tentang

Pertanggungjawaban Kerugian Nuklir.

Page 172: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kajian Upaya Menuju Aplikasi Ketenaganukliran ... Eri Hiswara

162

ISSN: 2355-7524

Kebijakan pendukung kedua yang terkait nuklir adalah penelitian, pengembangan dan perapan teknologi energi. Dengan strategi ’pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah melakukan penguatan bidang penelitian, pengembangan dan penerapan energi’, yang dijabarkan dalam program ’peningkatan penelitian dan pengembangan serta penguasaan dan penerapan teknologi energi’, yang salah satu kegiatannya adalah ’menyiapkan penguasaan teknologi PLTN’.

Agenda Kerja BATAN 4.0

Sejalan dengan penetapan lima sektor manufaktur yang menjadi fokus dan sepuluh prioritas nasional yang ditetapkan untuk memperkuat struktur perindustrian di Indonesia, BATAN juga perlu menetapkan kebijakan atau inisiatif sejenis untuk membangun dan memperkuat kepercayaan semua kalangan terhadap keselamatan dalam aplikasi teknologi nuklir di berbagai bidang dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan atau inisiatif tersebut dapat disusun dengan mempertimbangkan inisiatif yang dikandung “Making Indonesia 4.0” dan peluang serta tantangan seperti yang telah diuraikan di atas. Dengan status BATAN sebagai pemimpin dalam semua perkembangan teknologi nuklir di Indonesia, kegiatan yang dilakukan dalam kerangka atau inisiatif tersbut dapat saja dilakukan oleh instansi di luar BATAN. Namun demikian, semua kegiatan tersebut harus dikoordinasikan dan disetujui oleh BATAN.

Litbang yang dilakukan BATAN saat ini cukup beragam. Karena itu perlu ditentukan fokus dan prioritas kegiatan yang akan dilakukan. Fokus atau kegiatan yang tidak terpilih bukan berarti tidak boleh dilakukan lagi, namun hanya akan menerima dukungan dana yang jauh lebih rendah dari yang prioritas. Kegiatan dalam kerangka inisiatif yang dapat disebut sebagai “BATAN 4.0” ini juga akan terdiri atas lima sektor fokus kegiatan dengan sepuluh prioritas penunjang sebagai berikut:

Lima sektor fokus kegiatan 1. Litbang reaktor nuklir:

Litbang ini dilaksanakan untuk memenuhi tantangan yang diberikan oleh berbagai peraturan perundangan seperti yang telah disebutkan di atas. Jenis kegiatan seperti yang diberikan oleh PP Nomor 22 Tahun 2017, dan juga litbang reaktor nuklir inovatif [23,24] dapat menjadi acuan dalam menyusun litbang reaktor nuklir ini.

2. Litbang keselamatan nuklir dan radiasi: Litbang keselamatan nuklir dan radiasi yang menjadi fokus kegiatan adalah yang terkait

langsung dengan reaktor nuklir. Seperti kegiatan fokus pertama, kegiatan litbang keselamatan nuklir dan radiasi ini juga dilakukan untuk menjawab tantangan yang diberikan pada UU Nomor 17 Tahun 2007, PP Nomor 79 Tahun 2014 dan PP No. 22 Tahun 2017.

3. Litbang dan layanan pengelolaan limbah radioaktif: Pengelolaan limbah radioaktif merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam menjamin

keamanan aplikasi nuklir dalam bentuk PLTN. Karena itu, litbang dan layanan pengelolaan limbah radioaktif menjadi salah satu fokus kegiatan BATAN.

4. Litbang kesehatan dan obat: Sektor kesehatan dan obat telah lama memanfaatkan teknologi nuklir, dan aplikasinya di

Indonesia juga sudah sangat luas dan dipercaya. Karena itu, aplikasi nuklir di sektor kesehatan dan obat merupakan fokus dari aplikasi nuklir non energi yang perlu menjadi fokus kegiatan BATAN. Salah satu hal yang perlu mendapat perhatian utama dalam litbang kesehatan dan obat ini adalah bagaimana menangani aspek keamanan untuk data dalam jumlah yang besar [25].

5. Litbang pertanian: Seperti sektor kesehatan dan obat, sektor pertanian menjadi salah satu sektor aplikasi

nuklir non-energi yang telah dikenal luas di Indonesia. Untuk itu, aplikasi nuklir di sektor pertanian ini juga paling tepat untuk menjadi fokus kegiatan BATAN. Yang perlu diperhatikan adalah kegiatan BATAN pada litbang pertanian ini perlu mengikuti dan sesuai dengan arah kebijakan dari Kementerian Pertanian yang menjadi institusi utama pengembangan bidang pertanian [26].

Page 173: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

163

ISSN: 2355-7524

Sepuluh prioritas kegiatan penunjang 1. Sosialisasi iptek nuklir secara masif

Sampai saat ini iptek nuklir masih banyak orang yang percaya bahwa iptek nuklir merupakan iptek yang sangat berbahaya dan jika perlu dihindari. Ketakutan yang sama juga diberikan kepada PLTN, meskipun ketakutan yang terakhir ini tidak hanya sekadar dari sisi teknologi namun juga dari sisi sosial politik. Untuk menghilangkan atau paling tidak mengurangi ketakutan ini perlu dilakukan upaya sosialisasi iptek nuklir secara masif ke semua kalangan di Indonesia. Sosialisasi ini penting menjadi prioritas pertama, dan perlu pula dilakukan dengan menggandeng para pelaku bisnis dalam bidang hubungan masyarakat.

2. Peningkatan kualitas SDM: SDM yang berkualitas pada suatu organisasi sudah menjadi keniscayaan di dunia yang

semakin sempit karena berkembangya teknologi digital saat ini. Kualitas saat ini menyangkut semua hal yang terkait pengembangan dan aktualisasi diri, baik itu kemampuan menulis dan berbicara dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, kemampuan bersosialisasi dengan semua kalangan, dan juga kemampuan mengungkapkan diri secara bijak. Berbagai persyaratan untuk pendidikan dan kualifikasi pegawai dalam rangka menghadapi dan menerapkan BATAN 4.0 perlu disiapkan dengan baik [27].

3. Pelaksanaan litbang secara cerdas: Litbang ketenaganukliran yang dilakukan di BATAN perlu dilakukan secara cerdas,

dalam pengertian sesuai kebutuhan masyarakat, andal secara teknis dan kompetitif secara ekonomi. Selain itu para pelaksana litbang juga harus terus mengamati kemajuan iptek nuklir di bidang masing-masing yang terjadi secara global dan sedapat mungkin terlibat dalam pengembangannya.

4. Penataan kembali organisasi: Organisasi perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan permintaan masyarakat, dan bukan

kebutuhan dari personil yang ada di organisasi tersebut. Untuk itu organisasi BATAN perlu disesuaikan dengan menmpertimbangkan konsep pelaksanaan tugas satu unit kerja hanya untuk satu kegiatan. Dengan demikian, kegiatan sejenis yang selama ini terserak di kawasan nuklir Serpong, Bandung dan Yogyakarta perlu disatukan hanya menjadi kegiatan satu unit kerja, meski kegiatan dapat dilakukan di ketiga kawasan tersebut oleh staf dari unit kerja tertentu tersebut. Selain unit kerja, unit kerja eselon III di bawahnya juga perlu ditata ulang seefisien mungkin, seperti yang telah dilakukan oleh LIPI [28].

5. Pembinaan hubungan eksternal yang lebih aktif: Semua staf BATAN perlu membina hubungan eksternal secara lebih aktif, baik dengan

staf organisasi lain di dalam maupun di luar negeri. Hubungan eksternal ini juga merupakan salah satu bentuk aktualisasi diri, sehingga BATAN dan stafnya akan makin banyak dikenal dan dihargai oleh para pemangku kepentingannya.

6. Pembangunan infrastruktur digital nuklir: Sesuai dengan peta jalan “Making Indonesia 4.0”, BATAN juga perlu melakukan

percepatan pembangunan infrastruktur digital untuk mempercepat komunikasi antar kawasan maupun berinteraksi dengan semua pemangku kepentingannya. Infrastruktur digital juga harus mampu mengakomodasi kebutuhan litbang atas perhitungan atau komputasi yang cepat dan akurat.

7. Pengakomodasian standar nuklir mutakhir: Semua kegiatan BATAN perlu menggunakan standar nuklir mutakhir yang tersedia di

dunia sehingga secara teknis tidak tertinggal dari negara lain. Di lain pihak, berbagai kegiatan BATAN juga harus mampu menciptakan standar nuklir yang dapat digunakan di berbagai belahan dunia ini.

8. Pembentukan kepemimpinan dan koordinasi yang profesional Kepemimpinan dan koordinasi yang profesional dapat dikatakan merupakan masalah

bagi hampir semua organisasi. Untuk itu BATAN perlu membentuk sikap kepemimpinan yang profesional pada diri para pejabatnya. Pejabat harus mengetahui dengan jelas semua kegiatan yang dilakukan bawahannya, dan juga mampu memberi solusi atas semua permasalahan yang terjadi.

Page 174: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kajian Upaya Menuju Aplikasi Ketenaganukliran ... Eri Hiswara

164

ISSN: 2355-7524

9. Peningkatan performa peralatan: Peralatan yang menua dan perlu peremajaan merupakan salah satu masalah yang

dihadapi BATAN saat ini. Untuk ini semua peralatan harus dapat dijaga kondisi operasinya dengan baik secara berkala. Selain itu berbagai organisasi litbang luar negeri kadang menawarkan peralatannya yang sudah tidak akan dipakai lagi namun masih dalam kondisi yang baik. Penawaran seperti ini layak untuk dipertimbangkan, namun jangan dilupakan bahwa biaya pengiriman harus ditanggung sendiri.

10. Pelaksanaan pelayanan masyarakat secara prima: Pelayanan masyarakat merupakan garis terdepan dalam memberikan citra positif

mengenai aplikasi nuklir yang aman dan andal. Untuk itu pelayanan prima harus diberikan sesuai permintaan pelanggan tanpa melupakan mutu, standar teknis dan kemampuan diri. Interkomparasi pengukuran harus selalu dilakukan secara berkala, dan mengajak pelanggan untuk mengunjungi laboratorium merupakan bentuk dari keterbukaan yang harus dilakukan. KESIMPULAN

Industri 4.0 memiliki potensi yang sangat besar dalam mengubah tata kelola industri yang berlangsung saat ini, yang pada gilirannya juga mengubah tatanan kehidupan manusia. Semua organisasi, tidak terkecuali BATAN, dengan demikian perlu melakukan antisipasi dan mengkaji kembali prioritas kegiatan mereka dalam menghadapi perubahan yang dibawa oleh Industri 4.0. Makalah ini membahas peluang dan tantangan yang dihadapi BATAN dalam menghadapi era Industri 4.0, dan menyimpulkan bahwa terdapat lima sektor fokus kegiatan dan sepuluh prioritas penunjang yang disebut sebagai “BATAN 4.0” yang patut dilaksanakan agar BATAN dapat membangun dan memperkuat kepercayaan semua kalangan terhadap keamanan dan keandalan aplikasi teknologi nuklir di berbagai bidang dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. DAFTAR PUSTAKA 1. MARTIN. “Industry 4.0: Definition, Design Principles, Challenges, and the Future of

Employment”. https://www.cleverism.com/industry-4-0/. Diakses tanggal 13 Mei 2019. 2. MARR B.”What is Industry 4.0? Here’s a super easy explanation for anyone”.

https://www.forbes.com/sites/bernardmarr/2018/09/02/what-is-industry-4-0-heres-a-super-easy-explanation-for-anyone/#5955b6f09788. Diakses tanggal 23 April 2019.

3. SCHWAB K. “The Fourth Industrial Revolution: What it means and how to respond”. https://www.foreignaffairs.com/articles/2015-12-12/fourth-industrial-revolution. Diakses tanggal 13 Mei 2019.

4. BONEKAMP L dan SURE M. “Consequences of Industry 4.0 on Human Labour and Work Organisation. J.Business and Media Psychol. Vol. 6 Issue 1, pp. 33-40 (2015).

5. JAVAID M. dan HALEEM A. “Industry 4.0 applications in medical field: A brief review”. Current Medicine Research and Practice. Vol. 9 Issue 3 pp. 102-109 (2019).

6. DE SILVA P.C.P dan DE SILVA P.C.A. “Ipanera: An Industry 4.0 based architecture for distributed soil-less food production systems”. Proc. Of the 1st Manufacturing & Industrial Engineering Symposium (MIES). (October 2016). doi:10.1109/mies.2016.7780266

7. BAYGIN M, YETIS H, KARAKOSE M dan AKIN E. “An effect analysis of industry 4.0 to higher education”. 15th International Conference on Information Technology Based Higher Education and Training (ITHET) (2016).

8. HECKLAU F, GALEITZKE M, FLACHS S dan KOHL H. (2016). “Holistic Approach for Human Resource Management in Industry 4.0”. Procedia CIRP, 54, pp. 1–6. (2016). doi:10.1016/j.procir.2016.05.102

9. LU Y. “Industry 4.0: A survey on technologies, applications and open research issues”. J. Industrial of Information Integration 6, pp. 1-10 (2017). doi: 10.1016/j.jii.2017.04.005

10. KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. “Making Indonesia 4.0”. http://www.kemenperin.go.id/download/18384. Diakses tanggal 25 April 2019

11. Presentasi Menteri, Kementerian Perindustrian. “Making Indonesia 4.0”. https://www.scribd.com/document/391978955/02-Menperin-Inisiatif-Strategis-Untuk-Membangun-Industri-Manufaktur-Berdaya-Saing-Di-Era-Industri-4. Diakses tanggal 23 April 2019.

Page 175: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

165

ISSN: 2355-7524

12. NASIR M. “Policy for Curriculum and Competencies in the 4th Industrial Revolution (4-IR)”. https://www.theewf.org/uploads/pdf/D1-16.00-HE-Dr-Mohamad-Nasir.pdf. Diakses tanggal 24 April 2019

13. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA. “Ketenaganukliran”. UU No. 10 Tahun 1997 (1997).

14. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. “Badan Tenaga Nuklir Nasional”. Perpres No. 46 Tahun 2013. (2013).

15. KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. “Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen”. Keppres No. 103 Tahun 2001. (2001).

16. PERATURAN KEPALA BATAN. “Clearing House Tenaga Nuklir”. Perka BATAN No. 11 Tahun 2017. BATAN (2017).

17. KEPUTUSAN KEPALA BAPETEN. “Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Keputusan Ka. BAPETEN No. 01 Rev.2/K-OTK/V-04. BAPETEN (2004).

18. BATAN. “Daftar Kerja Sama BATAN dengan Organisasi Lain”. http://www.batan.go.id/index.php/id/publikasi/kerjasama. Diakses tanggal 25 April 2019.

19. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. “Jumlah data izin per provinsi”, https://balis.bapeten.go.id/portal/web/index.php/sites/ktun-per-provinsi. Diakses tanggal 17 Mei 2019.

20. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA. “Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025”. UU No. 17 Tahun 2007 (2007).

21. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA. “Kebijakan Energi Nasional”. PP No. 79 Tahun 2014 (2014).

22. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA. ”Rencana Umum Energi Nasional”. PP No. 22 Tahun 2017 (2017).

23. IAEA. “International project on innovative nuclear reactors and fuel cycles (INPRO)”. https://www.iaea.org/services/key-programmes/international-project-on-innovative-nuclear-reactors-and-fuel-cycles-inpro. Diakses tanggal 6 Mei 2019

24. SEKIMOTO H. “A Roadmap of Innovative Nuclear Energy System”. IOP Conf. Series: J.Phys: Conf. Series 799, 012001. (2017) doi:10.1088/1742-6596/799/1/012001.

25. MANOGARAN G, THOTA C, LOPEZ D dan SUNDARASEKAR. “Big Data Security Intelligence for Healthcare Industry 4.0”. Cybersecurity for Industry 4.0, pp. 103–126 (2017). doi:10.1007/978-3-319-50660-9_5

26. KEMENTERIAN PERTANIAN. Arah, Kebijakan, Strategi dan Program Pembangunan Pertanian 2020-2024. http://karantina.pertanian.go.id/fileman/Uploads/Documents/Perencanaan/Materi_Ka.%20biro%20perencanaan.pdf. Diakses tanggal 1 September 2019.

27. BENEŜOVÂ A dan TUPA J. “Requirements for Education and Qualification of People in Industry 4.0”. Procedia Manufacturing, 11, pp. 2195–2202 (2017). doi:10.1016/j.promfg.2017.07.366

28. Peraturan LIPI. “Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia”. Perka LIPI No. 1 Tahun 2019 (2019).

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Harini W, BP-BATAN) • Bagaimana dengan sektor fokus kegiatan yang belum mencapai 3.0 apakah

langsung loncat ke 4.0?

JAWABAN: (Eri Hiswara, PTKMR-BATAN)

• Sebaiknya langsung ke 4.0, karena kalau tidak, akan terus tertinggal dengan perkembangan internasional.

2. PERTANYAAN: (Febriyanto, BAPETEN) • Batan 4.0 apakah dapat digunakan sebagai dasar dalam penyusunan rencana

strategi (RENSTRA)?

Page 176: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kajian Upaya Menuju Aplikasi Ketenaganukliran ... Eri Hiswara

166

ISSN: 2355-7524

• Apakah BATAN 4.0 terkait dengan revolusi dalam bidang TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi)?

JAWABAN: (Eri Hiswara, PTKMR-BATAN)

• Mestinya iya, namun dengan menyinergikan dengan arahan dari sisi peraturan

perkembangan teknologi, visi misi pemerintah dengan lainnya

• Salah satu elemen dari 10 kegiatan pendukung yang diwakilkan adalah TIK.

Page 177: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

167

ISSN: 2355-7524

PENGKAJIAN PENERAPAN ISO 19443:2018 PADA PENGGUNAAN ENERGI NUKLIR DI INDONESIA

Suzie Darmawati, Sigit Santosa, Anggrani Ratih Kumaraningrum, Jepri Sutanto,

Hanna Yasmine, Sugiyarto, Pudji Sulisworo, Budi Santoso

Pusat Standardisasi dan Mutu Nuklir BATAN, Kawasan Nuklir Serpong Gedung 71, Setu, Tangerang Selatan, Indonesia,

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

PENGKAJIAN PENERAPAN ISO 19443:2018 PADA PENGGUNAAN ENERGI NUKLIR DI INDONESIA. ISO 19443:2018 adalah sistem manajemen mutu yang memberikan persyaratan spesifik bagi aplikasi ISO 9001:2015 oleh organisasi yang terlibat dalam rantai pasokan sektor energi nuklir yang memasok produk dan jasa yang penting bagi keselamatan nuklir. Sebagai standar yang mengacu pada ISO 9001:2015, kandungan ISO 19443:2018 dapat dikatakan mirip dengan kandungan ISO 9001:2015, kecuali beberapa tambahan yang spesifik untuk sektor nuklir. Makalah ini bertujuan untuk menguraikan kandungan ISO 19443:2018, membahas kemungkinan untuk mengadopsinya menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI), dan kemudian menetapkannya sebagai SNI wajib bagi pemasok produk dan jasa yang penting bagi keselamatan nuklir di lingkungan BATAN. Pembahasan dilakukan dengan mengacu pada berbagai publikasi baik yang bersifat makalah ilmiah dan produk hukum maupun informasi yang tersedia di media daring. Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa pemberlakuan SNI adopsi dari ISO 19443:2018 di BATAN baik secara intern maupun kepada para pemasok kegiatannya dapat membawa mutu kegiatan ketenaganukliran di BATAN sesuai dengan standar mutu internasional yang mutakhir.

Kata kunci: ISO 19443:2018, sistem manajemen mutu, rantai pasokan, keselamatan nuklir .

ABSTRACT THE ASSESSMENT OF THE APPLICATION OF ISO 19443:2018 IN THE USE OF

NUCLEAR ENERGY IN INDONESIA ISO 19443:2018 is a quality management system that provides specific requirements for the application of ISO 9001: 2015 by organizations involved in the supply chain of the nuclear energy sector that supplies products and services that are important to nuclear safety. As a standard that refers to ISO 9001: 2015, the content of ISO 19443: 2018 can be said to be similar to the content of ISO 9001: 2015, except for a few additions that are specific to the nuclear sector. The objective of this paper is to provide a description on the content of ISO 19443: 2018, discuss the possibility to adopt it as Indonesian National Standard (SNI), and then set it as mandatory SNI for suppliers of products and services that are important to nuclear safety within BATAN area of works. The discussion was carried out by referring to various publications whether scientific papers and regulations, or information available in on-line media. From the discussion it can be concluded that the enforcement of SNI adoption from ISO 19443: 2018 in BATAN both internally and to its suppliers can bring the quality of nuclear activities in BATAN in accordance with the latest international quality standards.

Keywords: ISO 19443:2018, quality management systems, supply chain, nuclear safety PENDAHULUAN

Seiring dengan berkembangnya peradaban, manusia secara bertahap berhasil mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan untuk memudahkan dan mensejahterakan kehidupannya. Dalam perkembangannya tersebut manusia banyak membuat benda atau barang yang sejenis, namun ternyata tidak dapat dimanfaatkan secara bersama karena bentuk dan ukurannya berbeda.

Dari kenyataan tersebut kemudian muncul kebutuhan akan adanya pembakuan bentuk, ukuran atau model suatu barang atau benda sehingga dapat dipakai bersama. Upaya pembakuan ini selanjutnya dikenal sebagai standardisasi.

Dewasa ini, standardisasi didefinisikan sebaga proses penerapan dan pengembangan standar teknis berdasarkan konsensus berbagai pihak yang meliputi perusahaan, pengguna, kelompok kepentingan, organisasi standar, dan pemerintah [1]. Sandardisasi dapat

Page 178: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengkajan Penerapan ISO 19443:2018 ... Suzie Darmawati, dkk

168

ISSN: 2355-7524

membantu memaksimalkan kompatibilitas, interoperabilitas, keselamatan, pengulangan, atau kualitas. Standardisasi juga mempermudah komoditisasi barang yang sebelumnya dibuat berdasar pesanan.

Untuk memfasilitasi koordinasi internasional dan penyatuan standar industri, pada tahun 1946 dibentuk Organisasi Internasional untuk Standardisasi (ISO) [2]. Pembentukan ISO disetujui dalam suatu pertemuan di London yang dihadiri oleh delegasi dari 25 negara. Sebagai organisasi internasional non-pemerintah yang independen, saat ini ISO mempunyai anggota sebanyak 164 badan standar nasional. Anggota ISO yang berasal dari Indonesia adalah Badan Standardisasi Nasional (BSN).

BSN merupakan lembaga pemerintah non kementerian (LPNK) yang mempunyai tugas melaksanakan tugas kepemerintahan di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian [3]. Untuk melaksanakan tugas tersebut, BSN menyelenggarakan berbagai fungsi, antara lain penyusunan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional di bidang pengembangan standar, penerapan standar, penilaian kesesuaian, penyelenggaraan akreditasi,lembaga penilaian kesesuaian, dan pengelolaan standar nasional satuan ukuran.

Untuk menyelenggarakan fungsi terkait standar, BSN menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dirumuskan oleh suatu Komite Teknis. Mengingat bervariasinya subyek standar, maka BSN membentuk beberapa Komite Teknis yang memiliki Sekretariat di berbagai kementerian atau LPNK teknis yang relevan.

Sampai November 2018, jumlah SNI yang telah ditetapkan adalah sebanyak 11944 SNI [4], yang dirumuskan oleh sebanyak 145 Komite Teknis. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) merupakan salah satu LPNK yang mendapat tugas sebagai Sekretariat untuk lima Komite Teknis untuk perumusan SNI yang terkait dengan ketenaganukliran. Tabel 1 memperlihatkan Komite Teknis untuk penyusunan standar yang terkait dengan ketenaganukliran dan jumlah SNI yang telah dihasilkan sampai saat ini.

Dalam hal standar internasional yang disusun ISO, ISO 9001 Sistem Manajemen Mutu merupakan standar yang paling banyak dikenal dan digunakan di seluruh dunia. Pertama kali diterbitkan pada tahun 1987, ISO 9001 mengalami beberapa kali revisi hingga revisi terkini yang terbit pada tahun 2015 dan dikenal sebagai ISO 9001:2015.

Tabel 1. Komite Teknis penyusunan SNI terkait ketenaganukliran.

Kode Nama Komite Teknis Jumlah SNI

11-05 Peralatan kesehatan berbasis iptek nuklir

23

17-01 Pengukuran Radiasi 48

19-01 Uji Tak Rusak 40

27-01 Rekayasa Energi Nuklir 12

67-05 Pangan Iradiasi 10

Di Indonesia, ISO 9001:2015 telah diadopsi identik menjadi SNI ISO 9001:2015 [5].

Adopsi identik berisi substansi teknis, struktur dan kata-kata yang sama persis dengan standar ISO-nya, dan dipilih mengingat ISO 9001:2015 merupakan standar utama dalam sistem manajemen mutu.

Mengingat ISO 9001:2015 merupakan standar yang sangat penting dan mendasar, sektor nuklir kemudian menerapkannya pada standar internasional ISO 19443:2018. ISO 19443:2018, Quality management systems – Specific requirements for the application of ISO 9001:2015 by organizations in the supply chain of the nuclear energy sector supplying products and services important to nuclear safety (ITNS) mengkombinasikan praktik terbaik dalam mutu dengan persyaratan spesifik yang dimiliki oleh industri nuklir, dan diharapkan dapat meningkatkan budaya keselamatan pada sektor nuklir serta mengharmoniskan pengkajian pasokan seperti auditing [6].

ISO menjelaskan bahwa ISO 19443:2018 menetapkan persyaratan untuk sistem manajemen mutu ketika suatu organisasi: a. perlu menunjukkan kemampuannya untuk secara konsisten menyediakan produk dan

jasa yang memenuhi pelanggan dan persyaratan hukum dan peraturan yang berlaku, dan

Page 179: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

169

ISSN: 2355-7524

b. bertujuan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan melalui penerapan sistem yang efektif, termasuk proses untuk peningkatan sistem dan jaminan kesesuaian dengan pelanggan serta persyaratan hukum dan peraturan yang berlaku.

Semua persyaratan ISO 19443:2018 bersifat generik dan dimaksudkan untuk dapat diterapkan pada setiap organisasi, apa pun jenis atau ukurannya, atau produk dan jasa yang disediakannya. Sebagai catatan, yang dimaksud dengan "produk" atau "jasa" hanya berlaku untuk produk dan jasa yang dimaksudkan untuk, atau disyaratkan oleh, pelanggan.

Standar ISO 19443:2018 ini berlaku untuk organisasi yang menyediakan produk atau jasa yang penting bagi keselamatan nuklir (PBKN), walau penerapannya pada organisasi yang melakukan aktivitas di suatu lokasi nuklir tunduk pada persetujuan yang dilakukan sebelumnya dengan Pemegang Izin. Persyaratan yang ditentukan dalam ISO 19443:2018 ini juga bersifat pelengkap (bukan alternatif) bagi pelanggan dan persyaratan hukum dan peraturan yang berlaku [7].

Makalah ini bertujuan untuk menguraikan kandungan ISO 19443:2018, membahas kemungkinan untuk mengadopsinya menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI), dan kemudian menetapkannya sebagai SNI wajib bagi pemasok produk dan jasa yang penting bagi keselamatan nuklir di lingkungan BATAN METODOLOGI

Makalah ini disusun sebagai makalah studi literatur dengan mengambil acuan dari berbagai publikasi baik yang bersifat makalah ilmiah, produk hukum maupun informasi yang tersedia di media daring (on-line). . HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan ISO 19443:2018 Sebagai standar yang mengacu pada ISO 9001:2015, kandungan ISO 19443:2018

dapat dikatakan mirip dengan kandungan ISO 9001:2015, dengan beberapa tambahan yang spesifik untuk sektor nuklir. Untuk ‘Istilah dan Definisi’, selain memberlakukan istilah dan definisi dari ISO 9000:2015, ISO 19443:2018 juga menambahkan delapan istilah dan definisi yang sebagian besar diacu dari dua dokumen IAEA [8,9].

Selain penambahan butir dan kalimat pada bagian akhir dari suatu klausul yang telah ada, ISO 19443:2018 juga memberi tambahan satu nomor baru, yaitu 4.4.3, dan beberapa klausul baru. Tabel 2 memberikan daftar nomor dan klausul baru ISO 19443:2018 yang tidak ada pada ISO 9001:2015, sementara tambahan butir, kalimat, nomor dan klausul yang lengkap diberikan pada Lampiran 1.

Tabel 2. Klausul baru pada ISO 19443:2018 tidak ada di ISO 9001:2015.

No. Klausul baru

1. 5.1.3 Budaya keselamatan nuklir

2. 6.1.3 Penentuan barang dan aktivitas PBKN

3. 6.1.4 Pendekatan bertingkat dalam aplikasi persyaratan mutu

4. 8.1.1 Ketentuan untuk barang palsu, penipuan dan dicurigai

5. 8.3.4.1 Desain dan pengembangan verifikasi dan pengujian validasi

6. 8.5.1.1 Pengendalian peralatan produksi

7. 8.5.1.2 Aktvitas pemantauan dan pengukuran

Dengan penambahan beberapa butir, kalimat, nomor dan klausul baru tersebut,

cakupan persyaratan mutu pada ISO 19443:2018 tampak lebih luas dan menyeluruh. Karena persyaratannya juga bersifat generik, ISO 19443:2018 bahkan sebenarnya dapat dikatakan sebagai pemutakhiran ISO 9001:2015. Jika misalnya kata-kata ‘nuklir’ dihilangkan, ISO 19443:2018 tidak lain adalah ISO 9001 terbitan 2018, atau ‘ISO 9001:2018’. Penerapan ISO 19443:2018 di Indonesia

ISO 19443:2018 adalah sistem manajemen mutu yang secara khusus disusun untuk organisasi yang terlibat dalam rantai pasokan sektor energi nuklir yang memasok produk

Page 180: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengkajan Penerapan ISO 19443:2018 ... Suzie Darmawati, dkk

170

ISSN: 2355-7524

dan jasa yang penting bagi keselamatan nuklir. Karena kekhususannya ini, ISO 19443:2018 menjadi sangat penting untuk diaplikasikan pada organisasi yang bergerak di bidang ketenaganukliran, termasuk pada organisasi yang ada di Indonesia..

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997, tenaga nuklir didefinisikan sebagai tenaga dalam bentuk apa pun yang dibebaskan dalam proses transformasi inti, termasuk tenaga yang berasal dari sumber radiasi pengion [10]. Dari definisi ini dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa ISO 19443:2018 di Indonesia tidak hanya dapat berlaku bagi para pemasok produk dan jasa yang terkait dengan bahan nuklir, namun juga dapat berlaku bagi para pemasok yang terkait dengan sumber radiasi dan bahan radioaktif.

Agar ISO 19443:2018 dapat diberlakukan di Indonesia, hal pertama yang perlu dilakukan adalah merumuskannya sebagai SNI. Dilihat dari Tabel 1, Komite Teknis yang paling tepat untuk merumuskan ISO 19443:2018 sebagai SNI adalah Komite Teknis 27-01 jika dianggap sebagai SNI ketenaganukliran. Jika tetap dianggap sebagai sistem manajemen mutu, maka yang lebih tepat adalah Komite Teknis 03-02 yang juga telah bertugas dalam merumuskan SNI ISO 9001:2015.

Komite Teknis selanjutnya dapat menyampaikan kepada BSN usulan perumusan ISO 19443:2018 sebagai salah satu Program Nasional Perumusan Standar (PNPS). Apabila telah ditetapkan sebagai PNPS oleh Kepala BSN, maka proses perumusan SNI telah mulai dapat dilakukan.

Berdasar BSN, perumusan SNI dilakukan sesuai dengan prinsip dasar sebagai berikut [11]:

a. transparan dan terbuka; b. konsensus dn tidak memihak; c. efektif dan relevan; d. koheren; dan e. dimensi pengembangan.

Untuk menerapkan prinsip dasar tersebut, perumusan SNI dilaksanakan melalui tahapan seperti yang diberikan pada Gambar 1 [12].

Gambar 1. Tahapan perumusan SNI.

Di BATAN, pada saat ini berlaku Sistem Manajemen BATAN (SMB) yang secara

integrasi menerapkan beberapa standar, termasuk Sistem Manajemen Mutu berdasar SNI ISO 9001:2015 [13]. Berdasar Peraturan BATAN Nomor 3 Tahun 2018 tentang Sistem Manajemen Badan Tenaga Nuklir Nasional, SMB wajib diterapkan pada seluruh unit kerja di BATAN. Secara tidak langsung, dengan demikian, SNI ISO 9001:2015 juga menjadi SNI yang wajib dipenuhi di BATAN.

Untuk menjamin transparansi [14], ISO 19443:2018 dapat diadopsi identik menjadi, misalnya, SNI ISO 19443:2018. Setelah menjadi SNI ISO 19443:2018, sebagai konsekuensinya SMB harus direvisi dengan memasukkan klausul baru yang ada di ISO 19443:2018 tersebut. Revisi ini dapat dilakukan dengan mengubah juga klausul terkait keselamatan dan kesehatan kerja mengingat OHSAS 19001:2007 yang juga diakomodasi di SMB telah diperbaharui dengan ISO 45001:2018 [15].

Page 181: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

171

ISSN: 2355-7524

Selain diaplikasikan pada sistem manajemen mutu yang berlaku di BATAN, ISO 19443:2018 juga akan lebih baik jika diwajibkan pada para pemasok produk dan jasa bagi kegiatan di BATAN. Dengan kata lain, para pemasok tersebut telah diakreditasi untuk penerapan standar ISO 19443:2018 pada organisasinya. Dengan demikian, seluruh organisasi yang terlibat dalam kegiatan di BATAN akan memiliki standar mutu tertinggi di sektor nuklir sesuai dengan standar internasional paling mutakhir.

KESIMPULAN

ISO 19443:2018 merupakan sistem manajemen mutu yang secara spesifik menerapkan ISO 9001:2015 pada sektor nuklir. Makalah ini membahas langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk merumuskannya menjadi SNI, dan menyimpulkan bahwa pemberlakuan SNI adopsi dari ISO 19443:2018 di BATAN baik secara intern maupun kepada para pemasok kegiatannya dapat membawa mutu kegiatan ketenaganukliran di BATAN sesuai dengan standar mutu internasional yang mutakhir.

DAFTAR PUSTAKA 1. XIE Z, HALL J, McCARTHY I, et.al. “Standardization efforts: The relationship between

knowledge dimensions, search processes and innovation outcomes”. Technovation 48-49, pp.69-78 (2016), doi:10.1016/ j.technovation.2015.12.002

2. ISO, “All About ISO: Our History”, https://www.iso.org/about-us.html. Diakses tanggal 13 Mei 2019.

3. PERATURAN PRESIDEN, “Badan Standardisasi Nasional”. PP No. 4 Tahun 2018. BSN (2018).

4. PUSIDO BSN. “Statistik SNI Terkini, 1988 s.d November 2018”. https://drive.google.com/file/d/1oZ56582c1acS5fm84rAMuvm7Aju7BHF9/view. Diakses tanggal 14 Mei 2019.

5. Badan Standardisasi Nasional, “Sistem manajemen mutu – Persyaratan”. SNI ISO 9001:2015. (ISO 9001:2015, IDT). ICS 03.120.10.

6. ISO. “New standard to improve safety in the nuclear sector”. https://www.iso.org/news/ ref2296.html. Diakses tanggal 14 Mei 2019.

7. ISO. “ISO 19443:2018, Quality management systems -- Specific requirements for the application of ISO 9001:2015 by organizations in the supply chain of the nuclear energy sector supplying products and services important to nuclear safety (ITNS)”. https://www.iso.org/standard/64908.html. Diakses tanggal 14 Mei 2019.

8. IAEA, “Procurement Engineering and Supply Chain Guideliness in Support of Operation and Maintenance of Nuclear Facilities”. Nuclear Energy Series No. NPT-3.21. IAEA, Vienna (2016).

9. IAEA, “IAEA Safety Glossary: Terminology Used in Nuclear Safety and Radiation Protection”. 2007 Edition. IAEA, Vienna (2007).

10. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA. “Ketenaganukliran”. UU Nomor 10 Tahun 1997 (1997).

11. PERATURAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL, “Pedoman Pengembangan Standar Nasional Indonesia”. Peraturan BSN No. 3 Tahun 2018 (2018).

12. BSN, “Perumusan SNI”. http://www.bsn.go.id/main/bsn/isi_bsn/20169/perumusan-sni. Diakses 16 Mei 2019.

13. BATAN, “Manual Sistem Manajemen BATAN”, MSMB/KN 09 06/SMN 3, BATAN, Jakarta, (2018).

14. BADAN STANDARDISASI NASIONAL, “Adopsi Standar Internasional dan Publikasi Internasional Lainnya. Bagian 1: Adopsi Standar Internasional menjadi SNI”. Pedoman Standardisasi Nasional PSN 03.1:2007 (2007).

15. DARMAWATI S, WIDJANARKO, HISWARA E, "Sistem Manajemen BATAN dan Penerapan ISO 45001:2018”. Prosiding Seminar Nasional SDM Teknologi Nuklir. STTN BATAN, Yogyakarta, pp. 182-189 (2018).

Page 182: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengkajan Penerapan ISO 19443:2018 ... Suzie Darmawati, dkk

172

ISSN: 2355-7524

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Reno Alamsyah, BAPETEN) • Pemahaman di BAPETEN, pemegang izin diwajibkan menerapkan GSR-3 atau

penggantinya GSR Part-2. Pemegang izin kemudian harus mewajibkan rantai

pasoknya menggunakan ISO 9001+ atau ISO 19443:2018. Dengan demikian,

BATAN tidak akan diwajibkan untuk melaksanakan ISO 19443:2018.

• Persyaratan dalam memilih pemimpin, sebaiknya seperti apa?

• Apakah perlu evaluasi pemimpin yang tidak sesuai menjadi pemimpin, teknis

seperti apa?

• Dalam memilih pemimpin, selain mengikuti persyaratan, perlu juga penilaian dari

orang yang dipimpin (saran), jadi bukan hanya karena pertemanan almamater

dll

JAWABAN: (Susi Darmawati, PSMN-BATAN)

• Setuju

• Calon pimpinan harus memahami produk dan proses di organisasi yang dipimpin. Untuk organisasi ketenaganukliran, persyaratan ditambah dengan atribut kepemimpinan untuk keselamatan sebagaimana dituangkan dalam makalah.

• Sangat diperlukan, dapat dilakukan dengan evaluasi diri, evaluasi atasan dan bawahan, serta penilaian independen untuk itu, organisasi harus memiliki Human Resource Management.

• Sangat setuju dan evaluasi kepemimpinan harus dilakukan secara periodik.

Page 183: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

173

ISSN: 2355-7524

Lampiran 1. Tambahan butir, kalimat dan klausul pada ISO 19443:2018.

Klausul Keterangan

0.2 Prinsip manajemen mutu Ada penambahan butir berikut di bagian akhir:

- budaya keselamatan nuklir - penentuan barang dan aktivitas PBKN - pendekatan bertahap bagi aplikasi persyaratan mutu

0.4 Hubungan dengan standar sistem manajemen yang lain

Ada penambahan kalimat berikut:

Persyaratan sistem manajemen yang spesifik bagi manajemen keamanan, dan akuntasi dan pengendalian bahan nuklir tidak diatur dalam Standar Internasional ini.

1 Ruang lingkup Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Standar Internasional ini berlaku bagi organisasi pemasok produk dan jasa PBKN

Aplikasi standar pada organisasi yang melakukan aktivitas pada tapak nuklir berizin tunduk pada persetujuan sebelumnya yang dilakukan oleh Pemegang Izin

Persyaratan yang dinyatakan pada Standar Internasional ini saling melengkapi (bukan alternatif) bagi pelanggan dan bagi persyaratan hukum dan peraturan yang berlaku.

3 Istilah dan definisi Ada penambahan beberapa butir sebagai berikut:

3.1. Aktivitas Tugas yang memberi sumbangan bagi realisasi produk dan jasa.

3.2 Barang atau aktivitas tingkat komersial Barang (lihat 3.6) atau aktivitas (lihat 3.1) yang mempengaruhi keselamatan nuklir dan tidak didesain, dibuat atau dikerjakan sesuai dengan persyaratan spesifik nuklir

Catatan 1 untuk entri: barang tingkat komersial tidak termasuk barang yang desain dan proses pembuatannya memerlukan inspeksi dan verifikasi untuk memastikan bahwa cacat atau kegagalan untuk memenuhi diidentifikasi dan diperbaiki (yaitu di mana satu atau lebih karakteristik kritis dari barang tidak dapat diverifikasi). Karakteristik kritis adalah karakteristik desain, material, dan kinerja yang penting dari barang tingkat komersial yang, setelah diverifikasi, akan memberikan jaminan bahwa barang tersebut akan melakukan fungsi keselamatan sesuai tujuannya.

Catatan 2 untuk entri: Penentuan karakteristik kritis, cara untuk verifikasi dan penerimaan untuk fungsi keselamatan yang diinginkan menjadi tanggung jawab pelanggan.

3.3 Barang palsu, penipuan dan dicurigai

3.3.1 Barang palsu Barang yang dengan sengaja dibuat, diperbaharui atau diubah untuk meniru produk asli tanpa izin agar dapat dilihat sebagai barang asli

[SUMBER: IAEA NP-T-3.21]

3.3.2 Barang penipuan Barang yang dengan sengaja disalahartikan dengan maksud untuk menipu

Catatan 1 untuk entri: Barang palsu termasuk barang yang dilengkapi dengan identifikasi yang tidak benar, sertifikasi palsu atau tidak akurat. Barang palsu juga termasuk barang yang dijual oleh pihak yang telah memperoleh hak hukum untuk memproduksi jumlah tertentu dari suatu barang tetapi

Page 184: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengkajan Penerapan ISO 19443:2018 ... Suzie Darmawati, dkk

174

ISSN: 2355-7524

membuatnya dalam jumlah yang lebih besar dari perjanjian dan menjual kelebihannya sebagai barang yang sah.

[SUMBER: IAEA NP-T-3.21]

3.3 Barang dicurigai Barang yang memiliki indikasi atau kecurigaan bahwa itu mungkin tidak asli

[SUMBER: IAEA NP-T-3.21]

3.4 Pendekatan bertingkat proses atau metoda yang digunakan untuk memastikan bahwa penerapan persyaratan yang terkait dengan manajemen mutu, dokumentasi, pemantauan dan pengukuran sepadan, dengan signifikansi keselamatan nuklir

3.5 Penting bagi keselamatan nuklir PBKN Karakteristik produk, jasa, barang atau aktivitas, yang kegagalannya dapat mengakibatkan pajanan radiasi yang tidak perlu pada manusia atau lingkungan

3.6 Barang istilah umum yang digunakan sebagai pengganti salah satu dari yang berikut: perakitan, komponen, peralatan, bahan, modul, bagian, perangkat lunak, struktur, sub-perakitan, sub-sistem, sistem atau unit

Catatan 1 untuk entri: Definisi ini menggantikan definisi pada ISO 9000

3.7 Pemegang izin pemegang kewenangan yang diberikan oleh badan pengawas nuklir kepada organisasi yang memiliki tanggung jawab untuk penentuan tapak, desain, konstruksi, komisioning, operasi atau dekomisioning suatu instalasi nuklir

3.8 Keselamatan nuklir pencapaian kondisi operasi yang tepat, pencegahan kecelakaan dan mitigasi akibat kecelakaan, yang memberikan perlindungan bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan dari risiko radiasi yang tidak perlu

[SUMBER: Glosari keselamatan IAEA]

Catatan 1 untuk entri: Penerapan sistem manajemen mutu sangat penting untuk memastikan keselamatan nuklir.

4.1 Memahami organisasi dan konteksnys

Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Isu eksternal dan internal harus mencakup pertimbangan keselamatan nuklir.

4.4.3 Nomor baru, dan berisi pernyataan sebagai berikut:

Organisasi harus memelihara informasi terdokumentasi yang mencakup uraian tentang bagaimana persyaratan Standar Internasional ini dipenuhi (mis. Manual mutu atau rencana mutu).

5.1.1 Umum Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Dalam menunjukkan kepemimpinan dan komitmen di atas, manajemen puncak harus memastikan dipertimbangkannya keselamatan nuklir dalam pengambilan keputusan dan tidak dikompromikan oleh keputusan yang diambil.

5.1.3 Budaya keselamatan nuklir Klausul baru, dan berisi pernyataan sebagai berikut:

Organisasi harus memastikan budaya keselamatan nuklir yang

Page 185: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

175

ISSN: 2355-7524

sesuai dengan pertimbangan:

a) kepemimpinan dan komitmen manajemen puncak dan lini untuk keselamatan nuklir, memastikan kesadaran semua personil mengenai keselamatan nuklir dan mendorong sikap mempertanyakan (lihat 5.1 dan 7.3),

b) pendekatan yang seimbang, ketat dan bijaksana untuk pengambilan keputusan sehubungan dengan mutu, biaya dan jadwal sehingga keselamatan nuklir tidak terganggu (lihat 5.1),

c) transparansi dalam komunikasi (lihat 7.4),

d) penggunaan informasi terdokumentasi yang sesuai (lihat 7.5),

e) pelaporan isu manusia, teknis dan organisasi (lihat 9.3 dan 10.2),

f) pelajaran yang dipetik (lihat 10.1), dan

g) mempertanyakan tindakan, perilaku, dan kondisi yang tidak aman (lihat 10.2 dan 10.3).

5.2.1 Penetapan kebijakan mutu Ada penambahan butir berikut di bagian akhir:

e) termasuk pertimbangan keselamatan nuklir yang tepat; f) termasuk komitmen untuk memastikan bahwa keselamatan

nuklir tidak dikompromikan oleh prioritas lain.

5.3 Peran, tanggung jawab dan wewenang organisasi

Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Manajemen puncak harus menunjuk seorang anggota manajemen organisasi yang memiliki

a) kemandirian organisasi dan kewenangan untuk mengelola isu mutu dan keselamatan nuklir, dan

b) akses tak terbatas ke manajemen puncak.

6.1 Tindakan ditujukan pada peluang dan risiko

Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Organisasi harus memelihara dan menyimpan informasi terdokumentasi yang terkait.

6.1.3 Penentuan barang dan aktivitas PBKN

Klausul baru, dan berisi pernyataan sebagai berikut:

Organisasi harus

a) membedakan produk dan jasa PBKN menjadi barang dan aktivitas, dan

b) menentukan barang dan aktivitas, yaitu yang potensi kegagalan atau tidak berfungsinya dapat membahayakan fungsi keselamatan produk dan/atau jasa yang ditentukan oleh pelanggan sesuai dengan klasifikasi keselamatan Pemegang Izin mengenai Sistem, Struktur dan Komponen.

Organisasi harus memelihara dan menyimpan informasi terdokumentasi terkait.

6.1.4 Pendekatan bertingkat dalam aplikasi persyaratan mutu

Klausul baru, dan berisi pernyataan sebagai berikut:

Untuk barang dan aktivitas, organisasi harus menilai penerapan persyaratan yang terkait dengan manajemen mutu, dokumentasi, pemantauan dan pengukuran dengan mempertimbangkan:

a) persyaratan untuk produk atau jasa PBKN sebagaimana ditentukan oleh pelanggan,

b) kompleksitas setiap barang atau aktivitas, dan

c) aspek organisasi.

Organisasi harus memelihara dan menyimpan informasi terdokumentasi terkait.

6.2.1 Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Catatan untuk a): Sesuai dengan 5.2 e), sasaran mutu harus membahas keselamatan nuklir

Page 186: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengkajan Penerapan ISO 19443:2018 ... Suzie Darmawati, dkk

176

ISSN: 2355-7524

6.3 Perubahan perencanaan Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

d) komunikasi perubahan

Perubahan pada sistem manajemen mutu harus dikelola untuk memastikan keselamatan nuklir tidak terganggu.

7.1.1 Umum Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Penentuan dan ketentuan sumber daya harus memastikan bahwa keselamatan nuklir tidak terganggu.

7.1.4 Lingkungan untuk operasi proses

Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Untuk b), contoh faktor psikologis termasuk tidak menyalahkan. Untuk c), contoh faktor fisik meliputi kebersihan.

7.1.5.1 Umum Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Dengan mempertimbangkan toleransi khusus untuk produk dan/atau jasa, kesesuaian sumber daya pemantauan dan pengukuran yang digunakan harus memperhitungkan rentang pengukuran dan akurasi pengukuran.

7.1.5.2 Mampu telusur pengukuran

Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Organisasi harus menyimpan informasi terdokumentasi sebagai hasil dari penentuan di atas dan tindakan yang diambil.

7.2 Kompetensi Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Kompetensi juga harus membahas kualifikasi personil jika diperlukan. Kompetensi dan kualifikasi harus dipelihara.

7.3 Kepedulian Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Personil yang terlibat dalam realisasi produk atau jasa PBKN harus dilatih dalam memahami pentingnya tugas mereka, termasuk potensi konsekuensi keselamatan nuklir dari kesalahan dalam aktivitas mereka.

7.4 Komunikasi Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

CATATAN Pihak eksternal dapat berupa pemegang izin/ operator, badan pengawas, otoritas nasional, dll.

7.5.2 Membuat dan memutakhirkan

Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Jika diperlukan terjemahan, kelengkapan dan keakuratan terjemahan harus dapat dipastikan

Tinjauan dan persetujuan harus dilakukan oleh individu yang kompeten dan berwenang. Organisasi harus menentukan kapan peninjauan harus dilakukan oleh individu yang berbeda dari penulisnya.

7.5.3.1 Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

c) dapat dilacak dan dikonfirmasi.

7.5.3.2 Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Personil harus diberitahu tentang perubahan pada informasi terdokumentasi.

Organisasi harus mencegah penggunaan informasi terdokumentasi yang yang sudah tidak terpakai.

8.1 Perencanaan dan pengendalian operasi

Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Perencanaan dan pengendalian operasional harus mempertimbangkan aspek manajemen proyek dan konfigurasi.

Dalam mempertimbangkan persyaratan di atas, manajemen jadwal dan antarmuka harus diperhitungkan.

8.1.1. Ketentuan untuk barang palsu, penipuan dan dicurigai

Klausul baru, dan berisi pernyataan sebagai berikut:

Organisasi harus mencegah barang PBKN pada semua tingkatan

Page 187: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

177

ISSN: 2355-7524

operasi termasuk

a) pemilihan penyedia eksternal (lihat 8.4.1),

b) informasi spesifik bagi penyedia eksternal (lihat 8.4.3), termasuk persyaratan untuk mengontrol penyedia tingkat mereka,

c) mengendalikan proses, produk dan jasa yang disediakan secara eksternal (lihat 8.4.2), dan

d) aktivitas pemantauan dan pengukuran (lihat 8.5.1.2).

Ketika barang PBKN terdeteksi, barang harus dikelola sebagai ketidaksesuaian (lihat 10.2) dan pihak yang relevan, termasuk pelanggan, harus diinformasikan tanpa penundaan.

8.2.1 Komunikasi pelanggan Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

f) mengelola hubungan dengan pihak eksternal.

8.2.3.1 Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Tinjauan harus melibatkan semua kelompok fungsional yang relevan terkait dengan pasokan produk atau jasa (mis. desain, pengadaan, pembuatan, mutu, inspeksi dan pengujian).

8.2.3.2 Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

d) pada tindakan yang diambil sebagai hasil peninjauan dalam a).

8.2.4 Perubahan persyaratan pada produk dan jasa

Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Perubahan pada persyaratan untuk produk dan jasa harus dikelola dengan baik (lihat 8.2.2 dan 8.2.3).

8.3.1 Umum Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Proses desain dan pengembangan harus mengidentifikasi antarmuka desain internal dan eksternal dan upaya pengendalian yang terkait.

Aktivitas desain dan pengembangan harus didokumenta-sikan dan cukup rinci untuk menghindari kemenduaan atau kesalahpahaman dan untuk menunjukkan bahwa produk atau jasa memenuhi persyaratan sesuai dengan penggunaan atau aplikasi yang diinginkan.

Jika alat desain (mis. kode komputasi atau model komputer) digunakan, organisasi harus menunjukkan bahwa penggunaannya tersebut sesuai dengan tujuannya.

8.3.2 Perencanaan desain dan pengembangan

Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Untuk b), tahapan proses yang disyaratkan harus mengidentifikasi tahapan-tahapan yang memerlukan otorisasi sebelum melanjutkan ke tahap selanjutnya.

8.3.4 Pengendalian desain dan pengembangan

Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Untuk b), jika relevan (lihat 8.3.2 b), tinjauan harus mencakup otorisasi untuk maju ke tahap berikutnya.

Verifikasi dan validasi desain dan pengembangan harus dilakukan oleh orang atau kelompok yang kompeten yang berbeda dari yang melakukan desain.

Informasi terdokumentasi untuk pengendalian desain dan pengembangan harus dipelihara.

8.3.4.1 Desain dan pengembangan verifikasi dan pengujian validasi

Klausul baru, dan berisi pernyataan sebagai berikut:

Jika diperlukan pengujian untuk verifikasi dan/atau validasi desain, pengujian berikut harus direncanakan, dilakukan, dikendalikan, ditinjau, dan didokumentasikan untuk memastikan:

a) rencana pengujian dan/atau spesifikasi mengidentifikasi produk dan/atau jasa yang diuji dan sumber daya yang digunakan;

Page 188: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengkajan Penerapan ISO 19443:2018 ... Suzie Darmawati, dkk

178

ISSN: 2355-7524

b) rencana pengujian dan/atau spesifikasi menentukan tujuan dan kondisi pengujian (termasuk sebagian besar kondisi yang merugikan), parameter yang akan direkam dan kriteria penerimaan yang relevan;

c) prosedur pengujian menguraikan metode operasi, kinerja pengujian dan rekaman hasil;

d) konfigurasi yang benar dari produk dan/atau jasa diajukan untuk pengujian;

e) persyaratan rencana pengujian dan prosedur pengujian terpenuhi;

f) kriteria penerimaan terpenuhi.

8.3.5 Keluaran desain dan pengembangan

Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Organisasi harus memastikan bahwa keluaran desain dan pengembangan menentukan kondisi di mana barang atau aktivitas tingkat komersial dapat digunakan sebagai barang atau aktivitas PBKN.

8.3.6 Perubahan desain dan pengembangan

Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Informasi terdokumentasi harus mencakup pembuktian perubahan desain dan pengembangan.

Personil yang terlibat dalam perubahan desain dan pengembangan harus ditunjuk, kompeten di bidang desain tertentu dan memiliki pengetahuan tentang persyaratan dan maksud dari desain awal.

8.4.1 Umum Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Pengendalian yang diterapkan pada proses, produk, dan jasa yang disediakan secara eksternal harus mempertimbangkan setiap tingkat rantai pasokan dan memperhitungkan keluaran dengan pendekatan bertingkat (lihat 6.1.4).

CATATAN Kepatuhan terhadap dokumen ini dapat dianggap sebagai kriteria untuk kualifikasi penyedia eksternal yang juga dapat mempertimbangkan kriteria lain seperti keselamatan kerja, keamanan, kemampuan dan kapasitas teknis, lingkungan, aspek sosial ekonomi.

Organisasi harus bertanggung jawab untuk menunjukkan kesetaraan ketentuan yang diambil ketika penyedia eksternal, yang bertanggung jawab atas barang atau aktivitas PBKN, tidak dapat menunjukkan bahwa sistem manajemen mutunya memenuhi persyaratan dokumen ini.

Hasil evaluasi penyedia eksternal harus berlaku untuk jangka waktu terbatas dan ruang lingkup yang dinyatakan.

Organisasi harus memelihara dan menyimpan informasi terdokumentasi yang terkait dengan pengendalian penyedia eksternal.

8.4.2 Jenis dan jangkauan pengendalian

Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Organisasi harus menetapkan dan menerapkan tanggung jawab dan wewenang untuk mengendalikan proses, produk, dan/atau jasa yang disediakan secara eksternal.

Untuk c) 2), pengendalian yang diterapkan oleh penyedia eksternal harus mencakup pengendalian yang tepat terhadap terhadap rantai pasokannya.

Untuk d), verifikasi harus mempertimbangkan karakteristik kritis dari barang atau aktivitas tingkat komersial.

Organisasi harus bertanggung jawab atas kesesuaian semua proses, produk, dan/atau jasa yang disediakan secara eksternal.

8.4.3 Informasi untuk penyedia eksternal

Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Untuk a), persyaratan untuk proses, produk dan jasa yang akan disediakan (lihat 8.4.3 a) harus mencakup

Page 189: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

179

ISSN: 2355-7524

1) persyaratan sistem manajemen mutu terkait,

2) spesifikasi teknis (termasuk instruksi dan kriteria penerimaan untuk produk dan jasa),

3) daftar dokumentasi yang berlaku seperti gambar, kode, standar, peraturan, dengan referensi, revisi dan, jika sesuai, statusnya,

4) identifikasi dokumentasi yang harus diserahkan oleh penyedia eksternal, dan

5) identifikasi suku cadang dan data terkait yang diperlukan untuk memesan suku cadang ini.

Untuk b) 1), persyaratan untuk persetujuan produk dan jasa harus mencakup persetujuan dokumentasi terkait.

Untuk d), persyaratan untuk interaksi penyedia eksternal dengan organisasi harus mencakup perlunya penyedia eksternal untuk

1) memberi tahu organisasi tentang produk dan jasa yang tidak sesuai termasuk butir CFS,

2) mendapatkan persetujuan organisasi untuk disposisi produk dan jasa yang tidak sesuai,

3) memberi tahu organisasi tentang perubahan dalam produk dan jasa, perubahan penyedia sub eksternal, perubahan lokasi fasilitas manufaktur dan, jika diperlukan, untuk mendapatkan persetujuan organisasi, dan

4) memberikan akses ke organisasi, pelanggannya, organisasi pihak ketiga, badan pengawas, dan/atau perwakilannya masing-masing, ke area yang relevan dari semua fasilitas, pada setiap tingkat rantai pasokan, yang terlibat dalam pesanan dan untuk semua informasi yang relevan.

Organisasi harus berkomunikasi dengan penyedia eksternal tentang persyaratan untuk meneruskan persyaratan yang relevan ke semua tingkat rantai pasokannya.

Organisasi harus meninjau persyaratannya untuk kecukupan sebelum komunikasi dengan penyedia eksternal, untuk memastikan mengalirnya persyaratan pelanggan yang relevan.

Perubahan pengadaan yang mempengaruhi persyaratan harus tunduk pada proses dan kontrol yang sama seperti yang digunakan dalam produksi persyaratan awal.

Organisasi harus menyimpan informasi terdokumentasi yang relevan.

8.5.1 Pengendalian penyediaan produksi dan jasa

Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

i) pelanggan dan persyaratan hukum dan peraturan yang berlaku yang terkait dengan kegiatan pemantauan dan pengukuran (lihat 8.5.1.2);

j) bukti bahwa semua produksi dan kegiatan pemantauan dan pengukuran telah selesai dilakukan sesuai rencana [lihat 8.1 e)], atau sebagaimana diizinkan dan didokumentasikan ;

k) keterlibatan manajemen puncak untuk memastikan bahwa kesesuaian produk dan kinerja pengiriman tepat waktu diukur dan bahwa tindakan yang tepat diambil, jika hasil yang direncanakan tidak, atau tidak akan tercapai, sementara, pada saat yang sama, memastikan bahwa keselamatan nuklir tidak terganggu.

Kondisi yang terkendali harus memperhitungkan keluaran pendekatan bertingkat (lihat 6.1.4).

8.5.1.1 Pengendalian peralatan produksi

Klausul baru, dan berisi pernyataan sebagai berikut:

Peralatan produksi terbantu dan terkendali komputer harus divalidasi seperti yang dipersyaratkan sebelum dirilis untuk

Page 190: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengkajan Penerapan ISO 19443:2018 ... Suzie Darmawati, dkk

180

ISSN: 2355-7524

produksi dan harus dipelihara.

Persyaratan penyimpanan, termasuk pemantauan kondisi/pelestarian berkala, harus ditetapkan untuk peralatan produksi atau perkakas penyimpanan.

8.5.1.2 Aktivitas pemantauan dan pengukuran

Klausul baru, dan berisi pernyataan sebagai berikut:

Ketentuan dan metode yang digunakan untuk aktivitas pemantauan dan pengukuran ini harus memperhitungkan keluaran pendekatan bertingkat (lihat 6.1.4).

Untuk barang dan aktivitas PBKN, pemantauan dan pengukuran yang dimaksudkan untuk penerimaan produk harus dilakukan oleh personil yang kompeten dan berbeda dari yang melakukan pekerjaan.

Informasi terdokumentasi harus disimpan, mengidentifikasi paling sedikit:

a) barang yang diperiksa;

b) pemantauan atau pengukuran yang dilakukan;

c) tanggal kinerja;

d) identifikasi personil yang melakukan;

e) referensi informasi terdokumentasi yang digunakan;

f) kriteria penerimaan;

g) keberterimaan;

h) jika perlu, tindak lanjuti tindakan termasuk informasi tentang tindakan yang diambil sehubungan dengan ketidaksesuaian.

8.5.2 Identifikasi dan mampu telusur

Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Ketika tanda atau label identifikasi digunakan, organisasi harus memastikan bahwa hal ini tidak mengurangi kesesuaian produk.

Jika media digunakan untuk mengidentifikasi personil (mis. perangko, tanda tangan elektronik), organisasi harus menetapkan metoda pengendalian yang sesuai untuk penggunaannya, termasuk identifikasi yang jelas dari pengguna.

8.5.4 Preservasi Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Untuk mencegah kerusakan produk PBKN yang dapat membahayakan penggunaan yang diinginkan, preservasi harus mempertimbangkan

a) pembatasan akses untuk menghindari intervensi yang tidak semestinya,

b) pembersihan,

c) pencegahan, deteksi dan pemindahan benda asing,

d) penanganan khusus untuk produk sensitif atau bahan berbahaya, dan

e) identifikasi dan pelabelan, termasuk peringatan keselamatan.

8.5.5 Kegiatan pasca penyerahan Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Hal berikut juga berlaku:

f) tindakan yang harus diambil, termasuk investigasi dan pelaporan, ketika masalah terdeteksi setelah pengiriman.

8.6 Pelepasan produk dan jasa Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

c) pernyataan kesesuaian.

Organisasi harus memastikan bahwa semua informasi terdokumentasi yang diperlukan ada pada saat pengiriman.

8.7.1 Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Hal berikut juga berlaku:

e) mengambil tindakan yang diperlukan untuk menahan dampak ketidaksesuaian pada proses atau produk lain;

f) membatalkan

Page 191: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

181

ISSN: 2355-7524

Untuk c), informasi kepada pelanggan harus mencakup ketidaksesuaian yang harus dilaporkan.

Untuk d), jika berlaku, "penggunaan apa adanya (use-as-is)" atau justifikasi perbaikan harus disetujui oleh pelanggan.

Untuk barang atau aktivitas PBKN, b), c), e) setidaknya harus dikembangkan untuk keluaran yang tidak sesuai.

CATATAN Disposisi barang yang tidak sesuai dapat ditunda sambil menunggu hasil analisis akar penyebab. Informasi terdokumentasi untuk pengendalian keluaran yang tidak sesuai harus dijaga.

8.7.2 Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Untuk b) dan c), uraiannya harus mencakup justifikasi.

9.1.1 Umum Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Dalam menentukan hal di atas, organisasi harus mempertimbangkan demonstrasi kesesuaian dengan persyaratan produk dan/atau jasa dan kemampuan proses untuk mencapai hasil yang direncanakan.

9.1.3 Evaluasi dan analisis Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Hal berikut juga berlaku:

h) aspek budaya keselamatan nuklir.

9.2.1 Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Untuk a), hal berikut juga berlaku:

3) persyaratan pelanggan

9.2.2 Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Auditor harus memenuhi syarat [lihat 7.2 a)] dan tidak akan mengaudit pekerjaan yang telah mereka lakukan atau memiliki tanggung jawab langsung.

9.3.1 Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Keamanan nuklir harus menerima perhatian sesuai dengan signifikansinya.

9.3.2 Masukan tinjauan manajemen

Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Untuk f) peluang harus mencakup pelajaran dari pengalaman nuklir.

10.1 Umum Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Hal berikut juga berlaku:

d) pelajaran yang dipetik dari pengalaman;

e) mitigasi risiko;

Hal berikut ini juga dapat berlaku:

f) kemajuan teknis dan penelitian dan pengembangan;

g) metode untuk mengidentifikasi praktik yang baik.

Organisasi harus menyediakan sumber daya yang memadai untuk rencana peningkatan.

Organisasi harus berbagi dengan pelanggannya dan menyebarluaskannya ke organisasi rantai pemasok yang relevan dengan pembelajaran dari pengalaman.

10.2.1 Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Organisasi harus memastikan bahwa ketidaksesuaian dan tindakan korektif dikelola dan dilaporkan tanpa penundaan ke tingkat manajemen yang relevan dan, jika sesuai, kepada pelanggan.

Untuk b) 1), analisis harus mencakup penilaian dampak ketidaksesuaian.

Page 192: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengkajan Penerapan ISO 19443:2018 ... Suzie Darmawati, dkk

182

ISSN: 2355-7524

Untuk b) 2), analisis akar masalah harus dilakukan sebagaimana mestinya..

10.3 Peningkatan berkelanjutan Ada penambahan kalimat berikut di bagian akhir:

Peningkatan berkelanjutan harus mencakup budaya keselamatan nuklir.

Page 193: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

183

ISSN: 2355-7524

PENGEMBANGAN KOMPETENSI PERSONEL DI BIDANG KETENAGANUKLIRAN

Jepri Sutanto, A.Bayu Purnomo, Pudji Sulisworo

Pusat Standardisasi dan Mutu Nuklir, Kawasan Puspiptek Gedung 71, Tangerang Selatan, 15314

Email:[email protected]

ABSTRAK PENGEMBANGAN KOMPETENSI PERSONEL DI BIDANG KETENAGANUKLIRAN. Kompetensi umumnya dikatakan sebagai gabungan dari pengetahuan, keterampilan dan perilaku dari personel. Kompetensi setiap personel beragam berdasarkan Pendidikan dan pengalaman atau jam terbang serta pelatihan. Tujuan pengembangan dan peningkatan kompetensi di bidang ketenaganukliran sangat diperlukan selain sebagai daya saing juga menjamin proses, metode dan produk yang dilakukan sesuai dengan persyaratan standar dan peraturan yang berlaku agar terjamin mutu, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja. Saat ini, personel yang telah mengikuti pelatihan teknis maupun non-teknis masih belum semua memiliki sertifikat kompetensi. Ikut serta personel dalam mengikuti dan memiliki sertifikat pelatihan masih belum cukup sebagai kompetensi. Metode yang dilakukan untuk memetakan kompetensi personel terkait ketenaganukliran dilakukan dari kajian peraturan-peraturan dan evaluasi personel serta berdasarkan pada keputusan Kepala BATAN Nomor 123/KA/III/2018 tentang kompetensi BATAN [3]. Personel yang dikatakan memiliki kompetensi selain telah mengikuti dan lulus pelatihan, juga mendapatkan sertifikat keahlian dan surat izin bekerja (SIB). Sebagai contoh, operator dan ahli radiografi di bidang uji tak rusak telah memiliki kompetensi sesuai dengan ISO 9712, petugas iradiator, petugas radioisotop dan senyawa bertanda serta petugas analisis aktivasi neutron juga telah memiliki kompetensi sesuai standar BATAN dan diakui secara nasional yang telah harmonis dengan regulasi dan standar internasional. Pengembangan kompetensi personel diharmonisasikan dengan standar internasional dan merujuk ke Lembaga sertifikasi person (LSP) yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Kata kunci: kompetensi, standar, personel, harmonisasi

ABSTRACT DEVELOPMENT OF PERSONNEL COMPETENCIES IN THE NUCLEAR FIELD. Competence is a combination of knowledge, skills and attitudes in a particular field from the personnel. Personnel competency may be developed through a combination of education, experience and training. The purpose of developing and improving competencies in nuclear sector is very necessary in addition to competitiveness as well as guarantee processes, methods and products that are carried out accordance with the requirements of existing standards and regulations to ensure quality, security, occupational health and safety. Currently, not all personnel who have attended technical or non-technical training have all had competency certificates. Participating personnel in participating in and having training certificates is still not enough as a competency. The method used to map the competency of personnel related to nuclear field is carried out from the assessment of regulations and personnel evaluation and based on the decision of the Head of BATAN number 123/KA/III/2018 regarding BATAN competencies. Personnel who are asked to have competencies in addition to having followed and graduated also get an expertise certificate and work permit (SIB). For example, Radiographers (OR/AR) have competencies in accordance with ISO 9712, irradiator, radioisotope, NAA personnel also have competencies in accordance with the BATAN Standards and who are in harmony with international standards. Development of personnel competencies is harmonized with international standards and LSP-KAN. Keywords: competence, standard, personnel, harmonization

Page 194: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengembangan kompetensi personel ?

Jepri Sutanto, dkk

184

ISSN: 2355-7524

PENDAHULUAN Pengembangan kompetensi personel di bidang ketenaganukliran merupakan bagian

dari manajemen pengetahuan nuklir (Nuclear Knowledge Management) [6,8] dengan tujuan mengkondisikan agar seluruh rangkaian kegiatan ketenaganukliran berlangsung aman, selamat dan bermanfaat. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sebagai organisasi pembelajar yang keberadaannya sangat bergantung pada data dan informasi ilmiah yang berkaitan dengan ketenaganukliran, menyadari pentingnya peningkatan kompetensi dan penerapan kompetensi secara bertahap dan berkelanjutan.

Dalam menerapkan teknologi nuklir untuk kesejahteraan manusia dengan aman dan selamat, diperlukan personel yang mempunyai pengetahuan, keahlian dan sikap untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik, yang tidak hanya menguasai pengetahuan dan teknologi rekayasa nuklir, tetapi juga harus mempunyai kompetensi yang berkaitan dengan pengelolaan, komunikasi dan kerjasama tim. Sebagian besar program Pendidikan dan pelatihan, pada umumnya hanya berkaitan dengan transfer pengetahuan eksplisit yang ada dalam suatu dokumen, prosedur, pedoman, diktat, dan standar.

BATAN saat ini menghadapi tantangan SDM [4] dengan usia mendekati pensiun, kesenjangan generasi, moratorium CPNS, persaingan untuk talen dan hilangnya pengetahuan kritis [5,14]. BATAN melakukan perencanaan dan pengembangan SDM dalam rangka mempertahankan SDM yang berkualitas. Tahapan perencanaan diawali dengan melakukan analisis jabatan dan beban kerja, yang kemudian digunakan dalam penyusunan dan penetapan kebutuhan jumlah dan jenis jabatan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun berdasarkan prioritas kebutuhan [9].

Pengembangan dan retensi sumber daya manusia yang diperlukan untuk berhasil pada dasarnya mahal. Karena biaya ini, dukungan pemerintah tingkat tinggi dan pemantauan ketat atas kegiatan sangat penting selama pengembangan, penerapan dan transfer pengetahuan nuklir. Pengembangan kompetensi dilakukan oleh Pusat Pendidikan [10] dan Pelatihan (PUSDIKLAT-BATAN) dan unit kerja BATAN berupa pelatihan reguler, coaching, selingkung, sosialisasi, bimbingan teknis, in-house training dan sharing knowledge. Sebagai tambahan, pengembangan kompetensi bidang ketenaganukliran diperlukan kemampuan untuk menempatkan keterampilan, pengetahuan, dan sikap dalam praktik untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan dengan cara yang efektif dan efisien dalam suatu pekerjaan atau posisi pekerjaan. POKOK BAHASAN

Manajemen kompetensi merupakan komponen kunci dari manajemen sumber daya manusia yang profesional. Organisasi harus mengelola kompetensi untuk memastikan keberlanjutan dan untuk mencapai tujuan dan sasaran. Organisasi menghadapi berbagai tantangan terkait dengan pengembangan dan pengelolaan kompetensi [4]. Penting untuk mengembangkan individu dalam suatu organisasi, tetapi juga penting untuk mengidentifikasi dan merencanakan posisi-posisi penting untuk memastikan keberhasilan organisasi. Tanpa ini, sulit untuk memastikan bahwa posisi kunci akan diisi dengan cepat oleh personel yang memenuhi syarat.

Kompetensi memungkinkan seseorang bertindak secara efektif dalam suatu pekerjaan atau situasi. Kompetensi menunjukkan kecukupan pengetahuan dan keterampilan yang memungkinkan seseorang untuk bertindak dalam berbagai macam situasi. Kompetensi harus sesuai dengan tingkat tanggungjawab. Kompetensi dapat dikembangkan melalui kombinasi Pendidikan, pengalaman dan pelatihan.

Sistem manajemen pengetahuan nuklir [6,8] yang efektif harus menggabungkan tiga elemen utama yaitu manusia, proses dan teknologi, beroperasi dalam budaya organisasi yang mengakui nilai pengetahuan nuklir. Orang atau sumber daya manusia (SDM) memainkan peran kunci dalam kegiatan manajemen pengetahuan khususnya di bidang nuklir. Penciptaan pengetahuan nuklir, penyebarannya, berbagi, transfer dan aplikasi hanya dapat dicapai oleh orang-orang yang memiliki keterampilan, pengalaman, sikap dan motivasi yang tepat.

Sejauh mana energi nuklir dapat mencapai potensinya untuk berkontribusi terhadap perdamaian, kesehatan dan kemakmuran di seluruh dunia pada akhirnya tergantung pada ketersediaan SDM yang sesuai. Bidang ketenaganukliran menempatkan tuntutan yang sangat ketat pada sumber daya semacam itu; beberapa alasannya tercantum sebagai berikut:

Page 195: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

185

ISSN: 2355-7524

• Kompleksitas teknologi mengharuskan pengenalan dan penerapannya oleh personel yang berpendidikan tinggi dan terlatih;

• Potensi keamanan dan proliferasi akibat penyalahgunaan teknologi menuntut standar kinerja tinggi;

• Pertahanan dalam strategi mendalam untuk fasilitas nuklir memerlukan pendekatan pengecekan yang ketat dan independen, yang dapat menjadi tantangan ketika mempertahankan kewaspadaan dan motivasi individu;

• Hanya personel dengan etika dan nilai yang konsisten dengan persyaratan di atas yang cocok untuk organisasi;

• Aspek 'perlu mengetahui' tentang perlindungan teknologi dan bahan senjata nuklir dapat menjadi penghalang untuk komunikasi yang efektif dengan para pemangku kepentingan, baik internal maupun eksternal untuk organisasi;

• Intoleransi yang tinggi terhadap faktor-faktor yang dapat meningkatkan frekuensi atau konsekuensi kesalahan manusia adalah penting. Namun, intoleransi kesalahan manusia yang sama ini dapat menjadi penghalang bagi orang yang melaporkan kejadian atau mengidentifikasi cara untuk perbaikan berkelanjutan;

• Menilai kinerja personel bidang ketenaganukliran yang diperlukan; namun, jika tidak dilaksanakan dengan benar, penilaian bisa menjadi sumber stres dan ketidakpastian karir bagi personel;

• Kebutuhan akan respons yang cepat jika terjadi insiden atau kecelakaan dan untuk pemantauan komprehensif fasilitas nuklir 24 jam sehari, 7 hari seminggu, membuat pekerjaan shift dan tugas on-call menjadi kebutuhan

Persyaratan di atas menjadikannya sangat penting bagi bidang ketenaganukliran untuk menarik dan mempertahankan personel yang sesuai untuk fasilitas yang ada dan untuk mendukung ekspansi yang diharapkan. Tuntutan ini juga menunjukkan kepentingan unik di bidang nuklir dan merasa bertanggung jawab atas kualitas pekerjaan.

Terlepas dari kecelakaan di PLTN Fukushima [11,12], banyak negara telah mengkonfirmasi rencana nasional untuk melanjutkan atau mengembangkan tenaga nuklir dan aplikasi nuklir, dengan pemenuhan persyaratan personel sesuai kompetensi. Banyak dari personel yang saat ini bekerja di bidang ketenaganukliran yang pensiun dan celah (gap) personel yang kompeten merupakan risiko nyata di bidang ketenaganukliran [5]. Dengan demikian, rekrutmen sejumlah besar orang yang memenuhi syarat dan berpengalaman akan diperlukan dalam bidang ketenaganukliran. Di banyak negara, situasi ini bahkan lebih menantang karena bagi sebagian besar orang muda yang bertalenta, karier di bidang teknik pada umumnya dan khususnya di bidang nuklir tidak semenarik di bidang teknologi informasi atau bisnis. METODOLOGI

Metodologi yang dilakukan untuk pengaturan kompetensi didasarkan pada tiga elemen utama yaitu daftar kompetensi suatu organisasi, penilaian kompetensi, dan pelatihan untuk mempertahankan kompetensi pada tingkat yang diperlukan. Buat daftar setiap area atau individu dan sertakan ‘apa’ yang berisiko. Sertakan penyebab ancaman (misalnya, pensiun, transfer, lainnya). Penilaian kompetensi digunakan untuk seleksi pegawai, penilaian peserta pelatihan, kualifikasi, pra-kualifikasi, otorisasi dan kenaikan jabatan/promosi. Program pelatihan disediakan untuk memastikan bahwa personel di bidang ketenaganukliran mempertahankan kompetensi untuk melakukan tugas sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Daftar kompetensi berdasarkan keputusan kepala BATAN Nomor 123/KA/III/2018 yang merinci bidang kompetensi, kelompok dan spesialisasinya. Penilaian kompetensi dilakukan dengan rencana dan program Pendidikan dan pelatihan [10]. Untuk Pendidikan dan pelatihan di Badan Tenaga Nuklir Nasional dapat mengakses di PORTAL SIMLIN (http://223.25.97.99/silat/login.php) [11] yaitu aplikasi SILAT (Sistem Informasi Pelatihan BATAN). Program kerja untuk memastikan kompetensi personel masih relevan atau tidak di tunjukkan pada Tabel 1.

Page 196: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengembangan kompetensi personel ?

Jepri Sutanto, dkk

186

ISSN: 2355-7524

Tabel 1. Program kerja untuk mempertahankan kompetensi

No. Kegiatan subkegiatan Indikator Triwulan Keterangan

I II III IV

A. Identifikasi dan pemetaan kompetensi

1 Pemutakhiran kompetensi pegawai

2 Identifikasi kompetensi yang hilang [5,14]

B. Dokumentasi pengetahuan

1 Dokumentasi pengetahuan/hasil kegiatan litbang

2 Jurnal/Makalah 3 Paten 4 SOP Teknis/administratif 5 Audio Visual 6 Penangkapan

pengetahuan (knowledge capturing)

7 Story telling untuk personel yang akan pensun

8 Pembuatan buku/modul e-learning untuk pejabat fungsional yang akan pensiun

C. Knowledge sharing penyebarluasan

1 Pegawai yang telah selesai Pendidikan dan pelatihan

2 Pegawai yang menjalani penugasan/tematik

D. Pelestarian pengetahuan (knowledge preservation)

1 Coaching/mentoring 2 Shadowing/pendampingan 3 On the job training

E. Pengembangan CoP (Community of practice)

1 Pembentukan komunitas 2 Kegiatan komunitas

Daftar kompetensi personel yang telah memiliki sertifikat keahlian atau sertifikat

kompetensi, selain sertifikat pelatihan dan surat izin bekerja (SIB) harus dibuktikan untuk syarat mampu telusur. Sertifikat keahlian dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Person (LSP) atau Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) HASIL DAN PEMBAHASAN

BATAN sebagai institusi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi melaksanakan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan iptek nuklir telah membuat daftar kompetensi sesuai dengan persyaratan. Kompetensi Badan Tenaga Nuklir Nasional tertuang dalam Keputusan Kepala BATAN Nomor 123/KA/III/2018. SDM BATAN diidentifikasi dan dikelompokkan berdasarkan kompetensi bidang, kelompok dan spesialisasinya. Pengetahuan inti (core knowledge) terdiri dari bidang kompetensi dengan pengelompokan dan spesilisasi ditunjukkan pada Tabel 2.

Page 197: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

187

ISSN: 2355-7524

Tabel 2. Kompetensi BATAN [3]

No Bidang Kelompok Jumlah

Spesialisasi

1 Isotop dan radiasi 1. Pemanfaatan isotop dan radiasi 2. Produksi isotop dan sumber radiasi

11 spesialisasi

2 Daur bahan bakar nuklir dan bahan maju

1. Bahan galian nuklir 2. Bahan bakar nuklir 3. Bahan struktur dan bahan maju 4. Limbah radioaktif

15 spesialisasi

3 Rekayasa perangkat dan fasilitas nuklir

1. Mekanik dan struktur 2. Elektromekanik dan kendali 3. Instrumentasi nuklir 4. Teknologi proses fasilitas nuklir

11 spesialisasi

4 Reaktor nuklir

1. Teknologi reaktor 2. Pemanfaatan reaktor 3. Operasi dan pemeliharaan reaktor 4. Perencanaan sistem energi nuklir

14 spesialisasi

5 Keselamatan dan keamanan nuklir

1. Keselamatan reaktor dan instalasi nuklir non-reaktor

2. Keselamatan radiasi dan kesehatan kerja

3. Keselamatan lingkungan 4. Keamanan nuklir dan seifgard 5. Keselamatan pengangkutan zat

radioaktif dan bahan nuklir

18 spesialisasi

6 Manajemen

1. Sumber daya manusia 2. Organisasi dan tata laksana 3. Perencanaan program 4. Pengendalian 5. Aset 6. Hukum dan kerjasama 7. Diseminasi dan kemitraan 8. Sistem mutu 9. Pendayagunaan informatika

32 spesialisasi

Upaya mempertahankan kompetensi personel, setiap unit kerja di BATAN wajib

membuat program kerja yaitu berupa kegiatan, subkegiatan, indikator dan waktu pelaksanaan. Kegiatan program terdiri dari lima bagian berupa identifikasi dan pemetaan kompetensi, dokumentasi pengetahuan, knowledge sharing penyebarluasan, pelestarian pengetahuan, pengembangan CoP.

Perencanaan suksesi [13] dan pengembangan kepemimpinan juga sangat mendukung peran untuk peningkatan kompetensi. Perencanaan suksesi [13] adalah proses mengidentifikasi dan mempersiapkan pegawai yang sesuai melalui pendampingan, pelatihan, dan rotasi pekerjaan, untuk menggantikan personel kunci dalam suatu organisasi, baik ketika masa kerja berakhir atau jika meninggalkan organisasi secara tidak terduga. Perencanaan suksesi [13] melibatkan manajer/pejabat struktural secara berkala mengidentifikasi individu sebagai cadangan untuk setiap posisi kunci dan kemudian menentukan kegiatan pengembangan untuk cadangan dalam mempersiapkan untuk promosi/transfer. Hal ini penting dalam bidang ketenaganukliran karena perlu waktu bertahun-tahun untuk mengembangkan manajer yang efektif dan pemegang posisi spesialis utama. Di masa depan, bidang ketenaganukliran mungkin sangat kekurangan manajer menengah dan atas, serta spesialis nuklir dengan pengalaman yang sesuai, terutama untuk memimpin proyek-proyek baru.

Salah satu tujuan utama dalam perencanaan suksesi [13] adalah menciptakan kecocokan antara kebutuhan masa depan organisasi dan aspirasi individu. Cara efektif untuk mempertahankan orang-orang bertalenta adalah dengan memberi peluang pertumbuhan yang menawarkan tantangan dan peluang baru yang lebih menjanjikan di organisasi daripada yang di temukan di tempat lain.

Page 198: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengembangan kompetensi personel ?

Jepri Sutanto, dkk

188

ISSN: 2355-7524

Pengembangan kepemimpinan mengacu pada aktivitas apa pun yang meningkatkan kualitas kepemimpinan dalam individu atau organisasi. Dalam setiap organisasi, efisiensi kegiatan tergantung pada kualitas kepemimpinan. Perubahan organisasi, budaya organisasi, iklim berbagi pengetahuan dan banyak kegiatan lainnya membutuhkan kepemimpinan yang efektif. Program pengembangan kepemimpinan pribadi yang baik harus memungkinkan seseorang untuk mengembangkan rencana yang membantunya mendapatkan keterampilan kepemimpinan yang diperlukan untuk peran di seluruh kegiatan, dari tingkat organisasi ke tingkat eksternal. Budaya organisasi mencakup keyakinan, kebiasaan, pengetahuan, dan praktiknya. Itu mempengaruhi perilaku para anggotanya, meskipun itu jarang memasuki pikiran sadar. Orang bergantung pada budaya organisasi untuk memberi stabilitas, keamanan, pemahaman dan kemampuan untuk menanggapi situasi tertentu. Personel takut berubah karena personel tersebut percaya sistem akan menjadi tidak stabil, keamanan akan hilang, tidak akan memahami proses baru dan tidak akan tahu bagaimana menanggapi situasi baru. Mengubah budaya organisasi merupakan tantangan utama - sulit untuk dicapai dan tidak terjadi dengan cepat. Perubahan membutuhkan kepemimpinan, terutama dari manajer senior di organisasi untuk meyakinkan staf akan pentingnya perubahan ke arah yang lebih baik, dan kemudian membantu memvisualisasikan apa yang akan dilakukan oleh budaya dan organisasi baru. Perubahan juga membutuhkan pemahaman - pemahaman tentang mengapa perubahan diperlukan dan nilai perubahan - oleh semua pihak yang terlibat dan terdampak.

BATAN memiliki Lembaga Sertifikasi Person yaitu LSP-BATAN 010-IDN yang mengeluarkan sertifikat keahlian atau sertifikat kompetensi untuk personel di BATAN maupun eksternal. Ruang lingkup yang sudah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional adalah Level I (Operator radiografi), Level 2 (Ahli radiografi), Level III bidang Uji Tak Rusak (UTR) yang berdasarkan acuan standar/skema sertifikasi (Berbasis SNI ISO 9712:2014) [7], dan lingkup aplikasi teknik nuklir, petugas dan supervisor irradiator, petugas analisis aktivasi neutron (AAN), petugas dan supervisor proses radioisotop dan senyawa bertanda berdasarkan acuan standar BATAN dan skema sertifikasi. Penambahan ruang lingkup akan terus dilakukan untuk meningkatkan kompetensi personel BATAN agar mampu bersaing baik di nasional dan internasional. Peningkatan kompetensi dapat dilakukan dengan praktik SDM seperti pelatihan, penilaian dan sistem penghargaan (reward) dapat membantu dalam mendukung dan memperkuat perilaku pengetahuan yang sesuai, pengembangan diri dan berbagi pengetahuan antara peneliti, perekayasa, pranata nuklir, pejabat struktural, dan ahli nuklir lainnya perlu ditingkatkan. KESIMPULAN

Pengembangan kompetensi personel di bidang ketenaganukliran bertujuan mengkondisikan agar seluruh rangkaian kegiatan ketenaganukliran berlangsung aman, selamat dan bermanfaat sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Pengembangan kompetensi dikembangkan melalui pelatihan di PUSDIKLAT-BATAN baik pelatihan regular, coaching, selingkung, maupun pengembangan kompetensi melalui bimbingan teknis dan sosialisasi (http://223.25.97.99/silat/index.php?p=143). Program kerja untuk mempertahankan kompetensi (Tabel 1) diwajibkan dikelola oleh masing-masing unit kerja di BATAN dan disampaikan ke BSDMO-BATAN untuk mendata kompetensi yang akan hilang [5,14] dan kecukupan personel yang berkualifikasi. Kompetensi personel Badan Tenaga Nuklir Nasional tertuang dalam Keputusan Kepala BATAN Nomor 123/KA/III/2018 [3] yang terbagi menjadi 6 (enam) bidang dan 28 kelompok. Enam kompetensi di bidang isotop dan radiasi, daur bahan bakar nuklir dan bahan maju, rekayasa perangkat dan fasilitas nuklir, reaktor nuklir, keselamatan dan keamanan nuklir, dan manajemen. Sertifikat Kompetensi atau sertifikat keahlian ketenaganukliran dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Person (LSP 010-IDN) sebagai bukti kompetensi personel yang meliputi personel uji tak rusak yaitu Radiografi [1] Level I, Level II dan Level III dan sertifikat kompetensi personel Analisis Aktivasi Neutron (AAN), Iradiator, Radioisotop dan Senyawa Bertanda. Kualifikasi dan sertifikasi personel uji tak rusak mengacu ke standar ISO 9712 [7], Untuk AAN, Iradiator dan Radioisotop dan senyawa bertanda mengacu ke standar BATAN dan/atau skema sertifikasi [2]. Sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh LSP-BATAN berlaku secara nasional dan internasional.

Page 199: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

189

ISSN: 2355-7524

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pusat Standardisasi dan Mutu Nuklir

(PSMN-BATAN) dan kemenristekdikti (Flagship-INSINas) yang telah membantu kelancaran dan kontribusi dalam penyusunan karya tulis ini.

DAFTAR PUSTAKA [1] SKEMA SERTIFIKASI SS/KN 09 03/SMN 2, “Uji tak rusak – Radiografi”, Pusat

Standardisasi dan Mutu Nuklir, Juni, Tangerang Selatan (2019). [2] SKEMA SERTIFIKASI SS01/KN 09 03/SMN 2, “Aplikasi Teknik Nuklir”, Pusat

Standardisasi dan Mutu Nuklir, Juni, Tangerang Selatan (2019). [3] KEPUTUSAN KEPALA BATAN, “Kompetensi Badan Tenaga Nuklir Nasional”,

Keputusan Kepala BATAN No.123/KA/III2018, BATAN, (2018). [4] INTERNATIONAL CONFERENCE, “Nuclear Knowledge Management Challenges and

Approaches”, IAEA-OECD Nuclear Energy Agency, November, Vienna, (2018). [5] IAEA Nuclear Energy Series No.NG-T-6.11, Knowledge Loss Risk Management in

Nuclear Organizations, Vienna, 2017. [6] IAEA Nuclear Energy Series No.NG-T-6.10, “Knowledge Management and Its

Implementation in Nuclear Organizations”, May, Vienna, (2016). [7] SNI ISO 9712, “Uji tak rusak – Kualifikasi dan sertifikasi personel”, Badan

Stanadardisasi Nasional, Jakarta, (2014). [8] IAEA TECDOC 1675, “Knowledge Management for Nuclear Research and

Development Organizations”, IAEA, May, Vienna, (2012). [9] IAEA Nuclear Energy Series No.NG-T-6.7, Comparative Analysis of Methods and

Tools for Nuclear Knowledge Preservation, Vienna, 2011. [10] IAEA Nuclear Energy Series No.NG-T-6.1, Status and Trends in Nuclear Education,

Vienna, 2011. [11] IAEA Nuclear Energy Series No.NG-T-6.2, Development of Knowledge Portals for

Nuclear Power Plants, Vienna, 2009. [12] IAEA Nuclear Energy Series No.NG-T-6.3, Fast Reactor Knowledge Preservation

System: Taxonomy and Basic Requirements, Vienna, 2008. [13] IAEA TECDOC 1586, Planning and Execution of Knowledge Management Assist

Missions for Nuclear Organizations, IAEA, May, Vienna, (2008). [14] IAEA, Risk Management of Knowledge Loss in Nuclear Industry Organizations,

Vienna, 2006.

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Imron, BAPETEN) • Bagaimana pengembangan kompetensi SDM di level nasional dalam bingkai

SKKNI? Apakah Batan telah menyusun SKKNI?

JAWABAN: (Jepri Sutanto, PSMN-BATAN)

• Pengembangan standar terkait kompetensi sudah dikelola melalui LSP 010 IDN

melalui acuan SNI ISO 9712 (UTR), untuk SKKNI masih belum dikembangkan,

tetapi sudah diinisiasi, dilingkup uji tak merusak dengan keterlibatan stakeholder.

2. PERTANYAAN: (Johnny Situmorang, PTKRN-BATAN) • Apakah pembentuk jenjang kompetensi dikaitkan dengan perencanaan SDM ke

depan?

Page 200: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengembangan kompetensi personel ?

Jepri Sutanto, dkk

190

ISSN: 2355-7524

JAWABAN: (Jepri Sutanto, PSMN-BATAN)

• Ya, jenjang kompetensi sudah dikaitkan dengan perencanaan SDM, sudah

dibuatkan program kerja terkait pengetahuan kritis dan preservasi pengetahuan /

kompetensi. Batan juga sudah mencanangkan perihal kompetensi di Perka No. 123

tahun 2018.

Page 201: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

191

ISSN: 2355-7524

EVALUASI PERENCANAAN STRATEGIS BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL TAHUN 2015-2019

Harini Wahyuningrum, Rahkmat Hidayat, Dwi Irwanti

3Biro Perencanaan - BATAN, Jl Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jaksel 12710

Email: [email protected]

ABSTRAK EVALUASI PERENCANAAN STRATEGIS BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL TAHUN 2015-2019. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) merupakan landasan hukum bagi penyusunan perencanaan pembangunan. Tujuan dari SPPN adalah untuk mendukung antar pelaku pembangunan, menjamin integrasi, sinkronisasi dan sinergi baik antar daerah, antar waktu dan menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. Pada tingkat Kementerian/Lembaga, dokumen Renstra harus berpedoman pada dokumen RPJMN. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai kesesuaian visi dan misi BATAN terhadap teori penyusunan visi dan misi serta memberi gambaran penyelarasan (cascading) sasaran dan indikator pada dokumen Renstra BATAN. Hasil penelitian menunjukkan Visi pada dokumen Renstra BATAN belum seluruhnya sesuai dengan 8 kriteria Kotler. Hasil analisis misi Renstra BATAN dengan mengacu Peraturan Menteri PPN/Bappenas menunjukan bahwa keseluruhan misi telah sesuai. Hasil analisis kesesuaian indikator terhadap kriteria SMART-C pada Renstra BATAN menunjukkan 3 indikator memiliki tingkat kesesuaian 100%, sedangkan 2 indikator pada sasaran 3 memiliki tingkat kesesuaian paling rendah yaitu 16,67%. Kata kunci: perencanaan, strategis, visi, misi, indikator.

ABSTRACT BATAN’S STRATEGIC PLANNING EVALUATION OF 2015-2019. Law Number 25 of 2004 concerning the National Development Planning System (SPPN) is the legal basis governing development planning. The purpose of the SPPN is to support inter-development, support, and synergy between regions, across time and ensure the interrelation and consistency between planning, budgeting, implementation and supervision. At the Ministry / Agency level, the Strategic Plan document must be guided by the RPJMN document. The purpose of this study is to provide an overview of the suitability of BATAN's vision and mission to the theory of vision and mission regulation and to provide a definition of the cascading of targets and indicators in the BATAN Strategic Plan document. The results of the study prove that the Vision on the BATAN Strategic Plan document is not yet fully in line with Kotler's 8 criteria. The results of the analysis of the BATAN Strategic Mission with the approval of the PPN / Bappenas Ministerial Regulation showed that all missions were in accordance. The results of the analysis of the suitability of the indicators against the SMART-C criteria in the BATAN Strategic Planning show that 3 indicators have a 100% conformity level, while 2 indicators according to the target 3 have the lowest suitability level of 16.67%. Keywords: planning, strategic, vision, mission, indicators. PENDAHULUAN

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) merupakan landasan hukum bagi penyusunan perencanaan pembangunan. Tujuan dari SPPN adalah untuk mendukung antar pelaku pembangunan, menjamin integrasi [1], sinkronisasi dan sinergi baik antar daerah, antar waktu dan menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. Pada tingkat kementerian/lembaga, dokumen Renstra harus berpedoman pada dokumen RPJMN. Menurut Bryson [2]

perencanaan Strategis merupakan suatu upaya

yang didisiplinkan untuk membuat keputusan dan tindakan penting yang membentuk dan memandu bagaimana menjadi organisasi, apa yang dikerjakan organisasi, dan mengapa organisasi mengerjakan hal tersebut. Perencanaan strategis juga dapat membantu organisasi dalam mengantisipasi dan lebih responsive terhadap perubahan lingkungan di sekitarnya.

Page 202: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Evaluasi Perencanaan Strategis; Harini Wahyuningrum, dkk

192

ISSN: 2355-7524

Perencanaan strategis berkaitan dengan visi, misi, tujuan, sasaran dan pencapaian organisasi di masa depan serta berkaitan dengan bagaimana organisasi bisa menggerakkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam menyusun Renstra penting untuk memasukkan hasil evaluasi ke dalam proses perencanaan [3]. Penelitian mengungkapkan aspek penting dalam penyusunan perencanaan strategis adalah proses perencanaan atau bagaimana perencanaan dicapai, yang kedua adalah bagaimana perencanaan berkembang sebagai sistem pebelajaran [4].

Renstra merupakan penjabaran visi K/L dan dilengkapi dengan rencana sasaran nasional yang hendak dicapai dalam rangka mencapai sasaran program prioritas presiden. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Pasal 6 disebutkan bahwa Renstra K/L memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi K/L. Hasil Evaluasi atas Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2018 oleh Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan reformasi Birokrasi (KemenPANRB) menyatakan perlunya penyempurnaan kembali penjenjangan (cascading) kinerja, sehingga terlihat keselarasan indikator kinerja mulai dari tingkat lembaga sampai tingkatan individu [5].

Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa rumusan masalah yang perlu dianalisis, yaitu Visi, Misi, dan keselarasan antara sasaran dan indikator kinerja Renstra BATAN Tahun 2015 – 2019. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai kesesuaian visi dan misi BATAN terhadap teori penyusunan visi dan misi. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan memberi gambaran penyelarasan (cascading) sasaran dan indikator pada dokumen Renstra BATAN. Hasil kajian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan penyusunan Renstra 2020-2024 dan sebagai bahan masukan Pimpinan BATAN dalam merumuskan kebijakan. TEORI

Organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja sama serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan nama terdapat seseorang/beberapa orang yang disebut bawahan [6]. Menurut Peraturan Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2014, penjelasan terkait visi, misi, sasaran, dan indikator dalam dokumen perencanaan strategis dijelaskan sebagaimana berikut [7]. Visi Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang ingin dicapai oleh Kementerian/Lembaga pada akhir periode perencanaan. Visi memberikan gambaran konsistensi kinerja Kementerian/Lembaga selama 5 (lima) tahun mendatang serta gambaran menyeluruh mengenai peranan dan fungsi suatu organisasi. Adapun dalam penentuan Visi Kementerian/Lembaga, perlu untuk mempertimbangkan beberapa kriteria sebagai berikut

a) Visi harus dapat memberikan arah pandangan kedepan terkait dengan kinerja dan peranan organisasi;

b) Visi harus dapat memberikan gambaran tentang kondisi masa depan yang ingin diwujudkan oleh organisasi;

c) Visi harus ditetapkan secara rasional, realistis dan mudah dipahami; d) Visi harus dirumuskan secara singkat, padat dan mudah diingat; e) Visi harus dapat dilaksanakan secara konsisten dalam pencapaian; dan f) Visi harus selalu berlaku pada semua kemungkinan perubahan yang mungkin terjadi

sehingga suatu Visi hendaknya mempunyai sifat fleksibel. Dalam hubungan ini, visi lebih dipahami dalam artinya yang pertama dibanding yang

lainnya. Untuk memperoleh keempatnya, diperlukan visi dalam arti kedua. Visi merupakan kekuatan pembaharuan sekaligus menjadi tolak ukur organisasi. Visi merupakan sebuah bangunan piramidal. Puncaknya adalah visi dalam arti keempat. Di bawahnya terdapat tujuan, dalam arti goal, objectives, dan target. Menurut Goetsch dan Davis [8], visi yang baik memiliki karakteristik adalah sebagai berikut. a) Mudah dipahami oleh semua pihak yang berkepentingan; b) Dinyatakan secara singkat, namun jelas dan komprehensif dalam pengertian; c) Menantang namun dapat dicapai; d) Halus, namun dapat dijamah; e) Mampu mengobarkan kegembiraan bagi semua pihak; f) Mampu menciptakan kesatuan tujuan di kalangan internal dan eksternal organisasi; g) Menetapkan nada bagi karyawan.

Page 203: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

193

ISSN: 2355-7524

Menurut Kotler yang dikutip oleh Nawawi [9]. Visi adalah pernyataan tentang tujuan organisasi yang diekspresikan dalam produk dan pelayanan yang ditawarkan, kebutuhan yang dapat ditanggulangi, kelompok masyarakat yang dilayani, nilai-nilai yang diperoleh serta aspirasi dan cita-cita masa depan yaitu. a) Berorientasi pada masa depan

b) Mengekspresikan kreativitas

c) Berdasar pada prinsip nilai yang mengandung penghargaan bagi masyarakat

d) Memperhatikan sejarah, kultur, clan nilai organisasi meskipun ada perubahan terduga

e) Mempunyai standard yang tinggi, ideal serta harapan bagi karyawan BATAN

f) Memberikan klarifikasi bagi manfaat lembaga serta tujuan-tujuannya

g) Memberikan semangat dan mendorong timbulnya dedikasi pada lembaga

h) Menggambarkan keunikan lembaga dalam kompetisi serta citranya

Misi Dalam penentuan Misi Kementerian/Lembaga, perlu untuk mempertimbangkan beberapa kriteria sebagai berikut: a) Misi merupakan Pendukung Visi. b) Misi boleh dituliskan hanya dengan satu kalimat jelas, sarat informasi, dan berfokus

pada cara pencapaian tujuan. c) Misi boleh pula dituliskan dengan beberapa kalimat. d) Misi berisi rangkaian aksi yang akan dilakukan oleh perusahaan, universitas,

organisasi, maupun instansi dalam mencapai visi atau mimpi utamanya. Tata Nilai (Values)

Dalam Kamus Sosiologi yang disusun oleh Soerjono Soekanto disebutkan bahwa Nilai (value) adalah konsepsi abstrak di dalam diri manusia, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk[10]. Horton dan Hunt [11] menyatakan bahwa Nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman itu berarti apa tidak berarti. Nilai ada 3 tiga macam, yaitu: (1) Nilai material, yakni meliputi berbagai konsepsi mengenai segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia, (2) Nilai vital, yakni meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berguna bagi manusia dalam melaksanakan berbagai aktivitas, dan (3) Nilai kerohanian, yakni meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan rohani manusia: nilai kebenaran, yakni yang bersumber pada akal manusia (cipta), nilai keindahan, yakni yang bersumber pada unsur perasaan (estetika), nilai moral, yakni yang bersumber pada unsur kehendak (karsa), dan nilai keagamaan (religiusitas), yakni nilai yang bersumber pada revelasi (wahyu) dari Tuhan.

Tujuan

Menurut Permen PPN/BAPPENAS Nomor 5 tahun 2014 Tujuan disusun berdasarkan hasil identifikasi potensi dan permasalahan yang akan dihadapi pada langkah sebelumnya dalam rangka mewujudkan visi dan melaksanakan misi. Pada tingkat organisasi, visi, misi, tujuan dan sasaran strategis berada pada tingkat kinerja dampak (impact). Pernyataan tujuan harus dilengkapi dengan sasaran strategis sebagai ukuran kinerjanya. Sasaran strategis dilengkapi dengan target kinerja sehingga menjadi ukuran keberhasilan dari pencapaian visi dan misi Kementerian/Lembaga. Kriteria penentuan Tujuan adalah sebagai berikut: a) Tujuan harus sejalan dengan visi dan misi organisasi dan berlaku pada periode jangka

menengah; b) Tujuan harus dapat menunjukkan suatu kondisi yang ingin dicapai pada periode jangka

menengah; c) Tujuan harus dapat dicapai dengan kemampuan yang dimiliki oleh; dan d) Tujuan harus dapat mengarahkan perumusan sasaran strategis, strategi dan kebijakan,

serta program dan kegiatan dalam rangka merealisasikan misi. Sasaran

Sasaran organisasi adalah penjabaran dari tujuan organisasi, yaitu sesuatu yang akan dihasilkan organisasi dalam jangka waktu tertentu. Agar sasaran dapat dicapai dengan efektif dan efisien, maka sasaran organisasi harus dibuat secara spesifik, terukur, jelas

Page 204: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Evaluasi Perencanaan Strategis; Harini Wahyuningrum, dkk

194

ISSN: 2355-7524

kriterianya, dan disertai indikator yang lebih rinci. Untuk memudahkan dalam menentukan sasaran kegiatan, sebaiknya organisasi memiliki sumber daya manusia, sumber daya keuangan, kemampuan menghasilkan manfaat, kebutuhan masyarakat, sarana kerja, pengembangan unit layanan jasa, dan tanggung jawab.

Indikator Menurut Buku “Panduan Praktis Menyusun Key Performance Indicator (KPI)” oleh Arini

Soemohadiwidjojo, indikator harus: sederhana, mudah untuk dipahami, dimonitor, serta dikelola sehingga cocok untuk dijadikan KPI, indikator kinerja tersebut harus memenuhi kriteria SMART-C sebagai berikut [12].

a) Specific (spesifik): indikator kinerja harus dapat didefinisikan secara spesifik (tidak berdwimakna/multitafsir/ambigu)

b) Measurable (terukur): indikator kinerja harus dapat diukur secara obyektif, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif (dapat diukur, diidentifikasi satuan atau parameternya)

c) Achievable (realistis/dapat dicapai): sasaran/target yang ditetapkan untuk indikator kinerja harus masuk akan dan memungkinkan untuk dicapai (dapat dicapai, relevan dengan tusi (domain) dan dalam kendalinya/controllable.

d) Relevant (relevan): indikator kinerja yang dipilih sesuai dengan lingkup bisnis dan aktivitas/proses bisnis organisasi/divisi terkait (terkait langsung dengan apa yang akan diukur atau merepresentasikan).

e) Timely/Time-Bound (batasan waktu): pencapaian sasaran/target indikator kinerja memiliki batasan waktu yang jelas (mengacu/menggambarkan kurun waktu tertentu/ada batas waktu)

f) Continuous Improvement (perbaikan berkelanjutan): sasaran target indikator kinerja yang ditetapkan merupakan peningkatan dari pencapaian periode sebelumnya dan menjadi tantangan manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi (dari segi jumlah, ukuran keberhasilan yang ada harus cukup mengindikasikan tercapainya tujuan, sasaran dan hasil program) KPI atau Indikator Kinerja Utama (IKU) adalah kumpulan atau indikator kinerja

suatu organisasi, utamanya dalam mencapai tujuan dan sasaran tertentu. Setiap organisasi pemerintah wajib merumuskan IKU, dan menjadikan hal itu sebagai prioritas utama. IKU dianggap telah memenuhi kriteria SMART-C berdasarkan kesepakatan antara pengelola kinerja organisasi, pemilik IKU dan atasan langsung pemilik IKU.

METODOLOGI

Kajian evaluasi perencanaan strategis BATAN dilakukan menggunakan desain penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data kajian ini berupa data sekunder yang diperoleh dari dokumen Renstra BATAN tahun 2015-2019. Kajian diawali dengan pengumpulan dan inventarisasi data. Pengolahan data dilakukan berdasarkan sasaran strategis, sasaran program, indikator kinerja strategis dan indikator kinerja program. Analisis data dilakukan untuk mengetahui keselarasan antara sasaran indikator menggunakan kriteria SMART-C. Hasil analisis selanjutnya dirumuskan berupa rekomendasi sebagai bahan masukan untuk perbaikan penyusunan Renstra BATAN 2020-2024.

Analisis visi BATAN menggunakan 8 kriteria dari teori Kotler. Analisis terhadap misi dilakukan dengan mengacu Peraturan Menteri PPN/Bappenas Nomor 5 Tahun 2014. Analisis terhadap sasaran dan indikator menggunakan metode SMART-C dengan kriteria sebagai berikut: 1) S=Specific; sifat dan tingkat kinerja dapat diidentifikasi dengan jelas; 2) M=Measurable: target kinerja dinyatakan dengan jelas dan terukur; 3) A=Achievable: target kinerja dapat dicapai terkait dengan kapasitas dan sumberdaya yang ada; 4) R=Relevant; mencerminkan keterkaitan (relevansi) antara target outcome dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan; 5) T=Time Bond: waktu/periode pencapaian kinerja ditetapkan, dan 6) C=Continously Improved: kualitas dan target disesuaikan dengan perkembangan strategi organisasi dan selalu disempurnakan. Kriteria penilaian indikator dituangkan dengan angka 1 (satu) bila dinilai/dinyatakan YA (SMART-C), dan dengan angka 0 (nol) bila dinilai/dinyatakan TIDAK (SMART-C). Alur pikir yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 205: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 201Padang, 18 September 2019

HASIL DAN PEMBAHASAN

Renstra BATAN 2015program/kegiatan, dan indikator kinerja. Renstra BATAN disusun mengacu pada kerangka arah kebijakan dan strategi, terutama terhadap prioritas pembangunan dalam RPJMN 20152019 dan berbagai permasalahan di bidang penelitian, pengembangan, perekayasaan dan penerapan iptek nuklir, serta kondisi lingkungan strategis BATAN ke depan. Kebijakan Renstra BATAN 2015

1) Program Penelitian PengembangKegiatan litbang di bidang ketenaganukliran meliputi fokus bidang Pangan/Pertanian, Kesehatan, Energi, SDAL dan Keselamatan Radiasi, Industri, Material Maju, dan

2) Program Dukungan Manajemen dan PelaksanaaKegiatannya di bidang manajemen Kelembagaan.

Program 1 dilaksanakan oleh Deputi teknis (Deputi SATN, Deputi TEN, dan Deputi PTN), sedangkan Program 2 dilaksanakan oleh Sekretaris Utama. Dalam melaksanakan Program, masing-masing Deputi/Sestama memiliki Sasaran Program dan indikator dalam mendukung Sasaran Strategis BATAN. Hasil dan Analisis Visi

Visi yang tertuang didalam dokumen Renstra BATAN 2015Unggul di Tingkat Regional, Berperan dalam Percepatan KesejaKemandirian Bangsa” [13]. Hasil analisis Tabel 1 berikut.

No Uraian Penyusunan Visi

1. Berorientasi pada masa depan

2. Mengekspresikan kreativitas/Visi merupakan impian (B. Nanus)

3. Berdasar pada prinsip nilai yang mengandung

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019

ISSN: 2355

Gambar 1. Alur Pikir Penelitian

Renstra BATAN 2015-2019 berisi visi, misi, tujuan, sasaran, arah kebijakan,

program/kegiatan, dan indikator kinerja. Renstra BATAN disusun mengacu pada kerangka arah kebijakan dan strategi, terutama terhadap prioritas pembangunan dalam RPJMN 2015

berbagai permasalahan di bidang penelitian, pengembangan, perekayasaan dan penerapan iptek nuklir, serta kondisi lingkungan strategis BATAN ke depan.

Renstra BATAN 2015-2019 dituangkan dalam 2 program yaitu: Program Penelitian Pengembangan dan Penerapan Energi Nuklir, Isotop dan Radiasi. Kegiatan litbang di bidang ketenaganukliran meliputi fokus bidang Pangan/Pertanian, Kesehatan, Energi, SDAL dan Keselamatan Radiasi, Industri, Material Maju, dan Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BATAN. Kegiatannya di bidang manajemen Kelembagaan.

Program 1 dilaksanakan oleh Deputi teknis (Deputi SATN, Deputi TEN, dan Deputi PTN), sedangkan Program 2 dilaksanakan oleh Sekretaris Utama. Dalam melaksanakan Program,

ng Deputi/Sestama memiliki Sasaran Program dan indikator dalam mendukung

Visi yang tertuang didalam dokumen Renstra BATAN 2015-2019 adalah “BATAN Unggul di Tingkat Regional, Berperan dalam Percepatan Kesejahteraan Menuju

. Hasil analisis dengan menggunakan teori Kotler disajikan dalam

Tabel 1. Analisis Visi BATAN

Uraian Penyusunan Visi Analisis Visi BATAN Rekomendasi/Saran

Berorientasi pada masa Kata regional bias batasan wilayahnya, menurut KBBI regional bersifat daerah ke daerahan. Berorientasi masa depan karena di dalam kalimat menuju kemandirian bangsa.

Agar regional lebih dibatasi wilayahnya misalnya ASEAN, Asia Pasific, dll.Justifikasi awal menjadi unggul perlu mengetahui base line.Perlu batasan waktu yang jelas untuk pencapaian visi

kreativitas/Visi merupakan Berperan dalam percepatan Kesejahteraan

-

Berdasar pada prinsip nilai Kesejahteraan dan Kemandirian Bangsa

-

195

ISSN: 2355-7524

2019 berisi visi, misi, tujuan, sasaran, arah kebijakan, program/kegiatan, dan indikator kinerja. Renstra BATAN disusun mengacu pada kerangka arah kebijakan dan strategi, terutama terhadap prioritas pembangunan dalam RPJMN 2015-

berbagai permasalahan di bidang penelitian, pengembangan, perekayasaan dan penerapan iptek nuklir, serta kondisi lingkungan strategis BATAN ke depan. Rumusan

an dan Penerapan Energi Nuklir, Isotop dan Radiasi. Kegiatan litbang di bidang ketenaganukliran meliputi fokus bidang Pangan/Pertanian, Kesehatan, Energi, SDAL dan Keselamatan Radiasi, Industri, Material Maju, dan

n Tugas Teknis Lainnya BATAN.

Program 1 dilaksanakan oleh Deputi teknis (Deputi SATN, Deputi TEN, dan Deputi PTN), sedangkan Program 2 dilaksanakan oleh Sekretaris Utama. Dalam melaksanakan Program,

ng Deputi/Sestama memiliki Sasaran Program dan indikator dalam mendukung

2019 adalah “BATAN hteraan Menuju

teori Kotler disajikan dalam

Rekomendasi/Saran

Agar regional lebih dibatasi wilayahnya misalnya ASEAN, Asia Pasific, dll. Justifikasi awal untuk menjadi unggul perlu mengetahui base line. Perlu batasan waktu yang jelas untuk pencapaian

Page 206: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Evaluasi Perencanaan Strategis; Harini Wahyuningrum, dkk

196

ISSN: 2355-7524

No Uraian Penyusunan Visi Analisis Visi BATAN Rekomendasi/Saran

penghargaan bagi masyarakat

4. Memperhatikan sejarah, kultur, clan nilai organisasi meskipun ada perubahan terduga

BATAN belum menggambarkan sejarah, kultur dan nilai organisasi BATAN (dalam hal iptek nuklir, safety culture, dll)

Agar diperjelas sejarah, kultur dan nilai organisasi BATAN

5. Mempunyai standard yang tinggi, ideal serta harapan bagi karyawan BATAN

Standard BATAN ideal harapan karyawan BATAN yang ditunjukkan dengan kata unggul.

-

6. Memberikan klarifikasi bagi manfaat lembaga serta tujuan-tujuannya

Belum menjelaskan keunggulan dan kemanfaatan secara spesific bidang iptek nuklir

Agar diklarifikasi keunggulan dan kemanfaatan iptek nuklir secara spesific (Fokus bidang nuklir)

7. Memberikan semangat dan mendorong timbulnya dedikasi pada lembaga

Memberikan semangat dengan mendorong percepatan kesejahteraan menuju kemandirian bangsa

-

8 Menggambarkan keunikan lembaga dalam kompetisi serta citranya

Tidak menggambarkan keunikan lembaga (iptek nuklir)

Perlu ditambahkan kata keunikan BATAN “Iptek Nuklir”

Hasil dan Analisis Misi

Berdasarkan Permen PPN/Bappenas Nomor 5 Tahun 2014, misi harus sejalan dengan upaya pencapaian visi organisasi dan berlaku pada periode tertentu, misi harus dapat menggambarkan penjabaran RPJMN serta tugas-tugas yang dibebankan oleh Undang-Undang terkait, misi harus dapat menggambarkan tindakan disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi organisasi atau bersifat unik terhadap organisasi Kementerian/Lembaga lainnya, dan misi harus dapat menjembatani penjabaran visi ke dalam tujuan.Hasil analisis Misi berdasarkan Panduan Penyusunan Renstra Bappenas disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Analisis Misi BATAN

No Uraian Misi Batan Analisis Misi Batan

1. Merumuskan kebijakan dan strategi nasional iptek nuklir,

• Misi sudah menggambarkan tugas dan fungsi yang bersifat unik

• Misi sudah menggambarkan RPJMN dan tugas-tugas

2. Mengembangkan iptek nuklir yang handal, berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyarakat

• Misi sudah dapat menjembatani penjabaran visi

• Misi sudah menggambarkan tugas dan fungsi yang bersifat unik

3. Memperkuat peran BATAN sebagai pemimpin di tingkat regional, dan berperan aktif secara internasional

Misi sudah dapat menjembatani penjabaran visi

4. Melaksanakan layanan prima pemanfaatan iptek nuklir demi kepuasan pemangku kepentingan

Misi sudah menggambarkan tugas dan fungsi yang bersifat unik

5. Melaksanakan diseminasi iptek nuklir dengan menekankan pada asas kemanfaatan, keselamatan dan keamanan

Misi sudah menggambarkan tugas dan fungsi yang bersifat unik

Hasil dan Analisis Sasaran dan Indikator

Page 207: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

197

ISSN: 2355-7524

Analisis dilakukan terhadap sasaran dan indikator dalam Renstra BATAN tahun 2015-2019. Sasaran dan indikator dinilai berdasarkan kesesuaian/memenuhi kriteria SMART-C. Hasil penilaian atas seluruh sasaran dan indikator disajikan dalam bentuk persentase, sehingga dapat diketahui sasaran dan indikator yang telah memenuhi maupun belum memenuhi kriteria SMART-C. Hasil analisis tersebut akan menjadi bahan evaluasi dalam menyusun sasaran dan indikator Renstra periode berikutnya agar seluruh sasaran dan indikator yang disusun dapat memenuhi kriteria SMART-C. Hasil penilaian sasaran Renstra BATAN 2015-2019 memiliki 4 Sasaran dan 11 Indikator, disajikan dalam Tabel berikut ini.

Tabel 3. Hasil Penilaian Sasaran 1 BATAN

Sasaran Indikator Kriteria SMART-C Y T % Y

% T

1) Diakuinya BATAN sebagai lembaga unggulan iptek nuklir di tingkat nasional maupun regional

(1) Jumlah pengguna yang memanfaatkan pusat unggulan iptek BATAN

S=T, masih multitafsir/bias pengertian pengguna (Orang pribadi/badan/institusi) dan sifat penggunaannya.

0 1

M=Y, asal bisa/dapat

terpenuhi 1 0

A=Y, kriteria unggul telah

diakui 1 0

R=Y, relevan dengan

sasaran 1 0

T=Y, setiap tahun sudah

ada target pengguna 1 0

C=Y, sebagai banyak

pengguna terus berlanjut 1 0

5 1 83,33 16,67

(2) Jumlah publikasi ilmiah yang mengutip hasil publikasi ilmiah BATAN

S=Y, ada karya tulis dari peneliti

1 0

M=Y, perolehan data perlu ditetapkan (contoh; scopus, geogle schooler)

1 0

A=Y bisa dicapai karena ada peneliti

1 0

R=Y, relevan dengan sasaran

1 0

T=Y, setiap tahun sudah ada target

1 0

C=Y, ada aturan yang mrngharuskan

1 0

6 0 100,00 0,00

(3) Persentase serapan lulusan Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir di dunia kerja

S=Y, ada lususan sekolah 1 0

M=Y, jumlah lulusan terdata 1 0

A=Y, bisa dicapai 1 0

R=Y, relevan dengan sasaran

1 0

T=Y, ada laporan diterima bekerja

1 0

C=Y, berlanjut setiap tahun 1 0

6 0 100,00 0,00

(4) Jumlah SDM nasional

S=T, SDM hanya BATAN tak perlu nasional/regional

0 1

Page 208: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Evaluasi Perencanaan Strategis; Harini Wahyuningrum, dkk

198

ISSN: 2355-7524

dan regional yang meningkat kompetensinya di bidang nuklir

M=T, peningkatan kompetensi tak mudah dihitung

0 1

A=Y, bisa dicapai karena ada lembaga diklat

1 0

R=T, tak relevan dengan sasaran

0 1

T=Y, ada sertifikat lembaga diklat

1 0

C=Y, berlanjut untuk pengembangan SDM

1 0

3 3 50,00 50,00

SASARAN 1, RERATA Y & T 20 4 83,33 16,67

Tabel 4. Hasil Penilaian Sasaran 2 BATAN

Sasaran Indikator Kriteria SMART-C Y T % Y

% T

2) Meningkatnya kualitas hasil penelitian, pengembangan dan perekayasaan iptek nuklir

(1) Jumlah produk yang mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) nuklir

S=Y, produk perlu ada standar

1 0

M=Y, produk bisa diukur 1 0

A=Y, produk bisa dicapai 1 0

R=T, tidak relevan

dengan sasaran yang ingin dicapai

0 1

T=Y, setiap tahun sudah

ada target SNI 1 0

C=Y, berlanjut mengacu

SNI 1 0

5 1 83,33 16,67

(2) Jumlah paten granted hasil litbangyasa BATAN yang dimanfaatkan

S=Y, hasil litbangyasa perlu Paten

1 0

M=T, peningkatan kualitas tak mudah diukur

0 1

A=T, target tak mudah dicapai karena diluar kendali/control BATAN

0 1

R=T, tidak relevan dengan sasaran yang ingin dicapai

0 1

T=Y, setiap tahun sudah ada target Paten

1 0

C=Y, berlanjut untuk mempertahankan Paten

1 0

3 3 50,00 50,00

SASARAN 2, RERATA Y & T 8 4 66,67 33,33

Tabel 5. Hasil Penilaian Sasaran 3 BATAN

Sasaran Indikator Kriteria SMART-C Y T % Y

% T

Page 209: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

199

ISSN: 2355-7524

3) Meningkatnya kesejahteraan masyarakat melalui pendayagunaan hasil penelitian, pengembangan dan perekayasaan iptek nuklir

(1) Persentase peningkatan pendapatan petani melalui pemanfaatan produk litbangyasa iptek nuklir

S=T, produk hasil hasil litbangyasa iptek nuklir tidak spesifik menyebutkan (pangan, kesehatan, industry, dst. Spesifik misalnya pemanfaatan varietas A (padi/kedelai) atau misal pemanfaatan hasil litbang bidang pertanian

0

1

M=T, karena yang diukur

tidak spesifik. 0

1

A=T, ketercapaian perlu kejelasan produk hasil litbang yang dimanfaatkan.

0

1

R=T, tidak cukup mewakili tercapainya sasaran (kesejahteraan masyarakat), kesejahaterann tidak cukup mewakili

0

1

T=Y, waktu mengukur

dapat ditentukan 1

0

C=T, tidak ada kejelasan produk untuk keberlanjutan dalam memanfaaatkan produk pada tahapan berikutnya.

0

1

1 5 16,67 83,33

(2) Persentase local content dalam pembangunan Iradiator

S=T, tidak spesifik penjelasannya terkait local kontens (tingkat komponen dalam negeri)

0

1

M=T, karena tidak spesifik, sehingga sulit untuk diukur.

0 1

A=T, target tidak dapat tercapai, karena tidak spesifik.

0 1

R=T, terlalu jauh untuk mengukur relevansi kesejahteraan masyarakat dengan pembangunan irradiator

0

1

T=Y, penyelesaian pembangunan sesuai dengan rencana tahapan pembangunan (Renstra).

1

0

C=Y, dapat dilanjutkan dari sisi pengembangan SDM dalam mendukung pembangunan

1

0

2 4 33,33 66,67

(3) Persentase peningkatan nilai ekonomis sumber daya alam lokal melalui penerapan iptek nuklir

S=T, tidak dijelaskan SDA local yang dimaksud (LTJ/air)

0

1

M=T, karena yang diukur tidak spesifik.

0 1

Page 210: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Evaluasi Perencanaan Strategis; Harini Wahyuningrum, dkk

200

ISSN: 2355-7524

A=T, ketercapaian perlu kejelasan SDA apa yang dimanfaatkan.

0

1

R=Y, masih relevan antar sasaran dengan indicator

1 0

T=Y, target tahunan ada dalam Renstra

1 0

C=T, tidak ada kejelasan SDA untuk keberlanjutan dalam memanfaaatkan produk pada tahapan berikutnya.

0

1

2 4 33,33 66,67

(4) Persentase local content dalam pembangunan Reaktor Daya Eksperimental

S=T, tidak spesifik menjelaskan makna/titik awal pembangungan (persiapan dokumen/konstruksi)

0

1

M=T, sulit mengukur persentase local content karena tidak jelas lingkup local content (anggaran, sdm, material/komponen)

0

1

A= T, ketercapaian perlu kejelasan definisi local content dalam pembangunan.

0

1

R=Y, belum cukup mengukur ketercapaian sasaran 3 lebih kepada peningkatan kemampuan (capacity building) untuk kemandirian

0

1

T=Y, target tahunan ada dalam Renstra

1 0

C=Y, tidak ada kejelasan local content untuk keberlanjutan dalam pembangunan RDE

0

1

1 5 16,67 83,33

SASARAN 3, RERATA Y & T 6 18 25,00 75,00

Tabel 6. Hasil Penilaian Sasaran 4 BATAN

Sasaran Indikator Kriteria SMART-C Y T % Y

% T

4) Meningkatnya kepuasan pemangku kepentingan

Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Layanan BATAN

S=Y, indicator spesifik mengukur IKM

1 0

M=Y, bisa diukur 1 0

A=Y, bisa tercapai 1 0

R=Y, relevan dengan

sasaran 4 1 0

T=Y, target tahunan ada

dalam Renstra BATAN 1 0

C=Y, dapat dilakukan improvement dengan peningkatan target tahunan

1 0

6 0 100,00 0,00

SASARAN 4, RERATA Y & T 6 0 100,00 0,00

Page 211: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 201Padang, 18 September 2019

TOTAL SASARAN (1,2,3 dan 4), RERATA Y & T

Gambar 2.

Hasil analisis kesesuaian indikator terhadap sasaran menggunakan kriteria SMARTC menunjukkan indikator pada sasaran 4 memiliki tingkat kesesuaian paling tinggi yaitu 100% , sedangkan indikator pada sasaran 3 memi25%. Nilai sasaran merupakan ratahanya memiliki satu indikator (tingkat kesesuaian paling tinggi yaitu 100% karena indikatornya telah memenuhi seluruh kriteria SMART-C. Sedangkan sasaran 3 memiliki 4 indikator dengan tingkat kesesuaian paling rendah yaitu 25% karena seluruh indikatornya tidak memenuhi keseluruhSMART-C.

Gambar 3.

KESIMPULAN Berdasarkan penelitian perumusan kebijakan yang dilakukan, diperoleh kesimpulan

sebagai berikut. 1) Visi pada dokumen Renstra BATAN belum seluruhnya sesuai dengan 8 kriteria Kotler.

Sehingga visi BATAN untuk Renstra 2020kapabilitas SDM, perkembangan lingkungan strategis, mengoptimalkan

2) Hasil analisis misi PPN/Bappenas menunjukan bahwa keseluruhan misi telah sesuai.

3) Hasil analisis kesesuaian indikator terhadap kriteria SMARTmenunjukkan 3 indikator memiliki tingkat kesesuaian paling tinggi

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019

ISSN: 2355

TOTAL SASARAN (1,2,3 dan 4), RERATA Y & T 40

Gambar 2. Persentase Hasil Penilaian Sasaran BATAN

Hasil analisis kesesuaian indikator terhadap sasaran menggunakan kriteria SMARTC menunjukkan indikator pada sasaran 4 memiliki tingkat kesesuaian paling tinggi yaitu 100% , sedangkan indikator pada sasaran 3 memiliki tingkat kesesuaian paling rendah yaitu 25%. Nilai sasaran merupakan rata-rata dari nilai indikator dalam satu sasaran.hanya memiliki satu indikator (Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Layanan BATAN)tingkat kesesuaian paling tinggi yaitu 100% karena indikatornya telah memenuhi seluruh

C. Sedangkan sasaran 3 memiliki 4 indikator dengan tingkat kesesuaian paling rendah yaitu 25% karena seluruh indikatornya tidak memenuhi keseluruh

Gambar 3. Persentase Penilaian Indikator BATAN

Berdasarkan penelitian perumusan kebijakan yang dilakukan, diperoleh kesimpulan

Visi pada dokumen Renstra BATAN belum seluruhnya sesuai dengan 8 kriteria Kotler. Sehingga visi BATAN untuk Renstra 2020-2024 perlu memperhatikan kapasitas dan kapabilitas SDM, perkembangan lingkungan strategis, mengoptimalkan baseline.

Renstra BATAN dengan mengacu Peraturan Menteri PPN/Bappenas menunjukan bahwa keseluruhan misi telah sesuai. Hasil analisis kesesuaian indikator terhadap kriteria SMART-C pada Renstra BATAN menunjukkan 3 indikator memiliki tingkat kesesuaian paling tinggi yaitu 100%,

201

ISSN: 2355-7524

26 68,75 31,25

Hasil analisis kesesuaian indikator terhadap sasaran menggunakan kriteria SMART-C menunjukkan indikator pada sasaran 4 memiliki tingkat kesesuaian paling tinggi yaitu

liki tingkat kesesuaian paling rendah yaitu rata dari nilai indikator dalam satu sasaran. Sasaran 4

Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Layanan BATAN) dengan tingkat kesesuaian paling tinggi yaitu 100% karena indikatornya telah memenuhi seluruh

C. Sedangkan sasaran 3 memiliki 4 indikator dengan tingkat kesesuaian paling rendah yaitu 25% karena seluruh indikatornya tidak memenuhi keseluruhan kriteria

Berdasarkan penelitian perumusan kebijakan yang dilakukan, diperoleh kesimpulan

Visi pada dokumen Renstra BATAN belum seluruhnya sesuai dengan 8 kriteria Kotler. 2024 perlu memperhatikan kapasitas dan

baseline. Renstra BATAN dengan mengacu Peraturan Menteri

C pada Renstra BATAN yaitu 100%,

Page 212: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Evaluasi Perencanaan Strategis; Harini Wahyuningrum, dkk

202

ISSN: 2355-7524

sedangkan 2 indikator pada sasaran 3 memiliki tingkat kesesuaian paling rendah yaitu 16,67%. Indikator lain yang memiliki tingkat kesesuaian cukup rendah lainnya adalah 4 Indikator.

UCAPAN TERIMA KASIH, ARIAL 10 BOLD

Kami mengucapkan terima kasih kepada Kepala Biro Perencanaan Bapak Ir. Ferly Hermana yang telah mengijinkan untuk melakukan kajian ini. Selain itu kami juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh Tim Kajian Monev BATAN tahun 2019 atas kerja samanya.

DAFTAR PUSTAKA 1. UNDANG-UNDANG Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421).

2. BRYSON J.M., “Strategic Planning For Public and Non Profit Organization”, Edisi IV, John Willey and Sons, USA, (2011).

3. PIORUN M.,”Evaluation of Strategic Plans in Academic Medical Libraries”, Journal of Library&Information Science Research, Vol 33, Issue 1, Pages 54-62, January (2011).

4. GROVER V. AND SEGARS A.H.,”An Empirical Evaluation of Stages of Strategic Information Systems Planning: Pattern of Process Design and Effectiveness”, Journal of Information & Management, Volume 42, Issue 5, Pages 761-779, July (2005).

5. SURAT KEMENPANRB Nomor: B/836/M.AA.05/2018 tanggal 31 Desember 2018 tentang Hasil Evaluasi Atas Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2018.

6. SIAGIAN S.P., “ Manajemen Stratejik”, Bumi Aksara, Jakarta (2012). 7. PERATURAN MENTERI Perencanaan dan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun

2014 tentang Pedoman Penyusunanan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga Tahun 2015-2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 860)

8. DAVID L.G. AND STANLEY B.D.,“Pengantar Manajemen Mutu” Edisi 2, Penerbit PT Prenhalindo, Jakarta (2007).

9. NAWAWI H.,“Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis yang Kompetitif”, Gajah Mada University Press, Yogyakarta (2000).

10. SOERJONO S. dan Budi S., “Sosiologi: Suatu Pengantar” Edisi Revisi, Rajawali Pers, Jakarta (2012).

11. HORTON P.B. AND HUNT, C.L. “Sosiologi”, Penerbit Erlangga, Jakarta, (1991). 12. SOEMOHADIWIDJOJO AT.,“Panduan Praktis Menyusun Key Performance Indicator

(KPI)”. Cetakan I, Penerbit Raih Asa Sukses, Jakarta (2015). 13. PERATURAN KEPALA BATAN Nomor 6 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas

Peraturan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Nomor 5 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Badan Tenaga Nuklir Nasional Tahun 2015-2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 632)

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Kurnia A, PKSEN) • Dengan hasil renstra BATAN yang dipresentasikan termasuk dalam kriteria apa?

(baik, sedang, kurang baik?

JAWABAN: (Harini W, BP-BATAN)

• Baik

Page 213: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18September 2019

203

ISSN: 2355-7524

PENILAIAN MATURITAS IMPLEMENTASI BUDAYA KESELAMATAN PADA INSTALASI NUKLIR

Johnny Situmorang, Sigit Santoso

Pusat Teknologi Keselamatan dan Reaktor Nuklir, Kawasan Puspitek Gedung 80 Serpong,

Tangerang Selatan, 15314

Email: [email protected]

ABSTRAK

PENILAIAN MATURITAS IMPLEMENTASI BUDAYA KESELAMATAN PADA INSTALASI NUKLIR. Makalah ini menjelaskan sebuah pendekatan yang fokus

pada solusi untuk mengembangkan maturitas budaya keselamatan suatu organisasi instalasi nuklir. Aspek yang dipertimbangkan mencakup pengkajian proses maturitas budaya keselamatan yang melibatkan anggota pelaksana kerja dalam identifikasi tindakan praktis dan realistis yang akan menunjukkan gerak maju ke tingkat budaya keselamatan lebih tinggi berikutnya. Sebagai pendekatan yang digunakan adalah penggunaan hasil dua survei tahunan yang lakukan pada tahun 2013 dan tahun 2015. Budaya keselamatan dinyatakan dengan 37 pernyataan atribut dalam lima karakteristik dalam penyelenggaraan budaya keselamatan pada instalasi nuklir “BATAN”. Hasil yang dapat dilihat adalah bahwa keseluruhan atribut dan atau karakteristik budaya keselamatan dimaksud mengalami perubahan perbaikan (penguatan) dengan kenaikan skala likert rata-rata sebesar 0,21 sesuai dengan upaya sosialisasi dan pengenalan budaya keselamatan yang dilakukan.

Kata kunci: Manajemen Keselamatan, Budaya Keselamatan, Model Maturitas, Instalasi Nuklir.

ABSTRACT MATURITY ASSESSMENT OF SAFETY CULTURE IMPLEMENTATION OF NUCLEAR INSTALLATION. This paper describes an approach that focuses on solutions to developing the safety culture maturity of a nuclear installation organization. Aspects considered include an assessment of the safety culture maturity process involving work implementing members in identifying practical and realistic actions that will show progress towards the next higher level of safety culture. As the approach used is the use of the results of two annual surveys conducted in 2013 and 2015. Safety culture is stated by 37 statement attributes in five characteristics in the implementation of safety culture at the "BATAN" nuclear installation. The results that can be seen are that the overall attributes and / or characteristics of the safety culture are experiencing changes in improvement (reinforcement) in accordance with the efforts of socialization and introduction of the safety culture carried out. Keywords: Safety Management, Safety Culture, Maturity Model, Nuclear Installation. PENDAHULUAN

Pelaksanaan penerapan budaya keselamatan sering sekali dapat dikaitkan dengan kejadian yang dialami, atau dengan perkataan lain bila budaya keselamatan suatu organisasi sudah kuat maka seakan-akan sebagaimana diharapkan kecelakaan tidak akan terjadi. Namun demikian tingkat kerapian suatu organisasi juga dapat digunakan untuk menyatakan bahwa penyelenggaraan keselamatan sudah berlangsung dengan baik. Demikian juga halnya kelengkapan sistem manajemen keselamatan juga dapat dijadikan sebagai tolok ukur penyelenggaraan keselamatan yang dapat dinyatakan telah berlangsung dengan baik, apalagi dikaitkan dengan bahwa sistem manajemen keselamatan tersebut telah terakreditas. Tentu saja sistem manajemen keselamatan yang sudah terakreditas dapat menggambarkan bahwa keselamatan sudah dipertimbangkan sebagaimana arti pentingnya. Walaupun demikian untuk menyatakan kuat tidaknya suatu budaya keselamatan pada organisasi bersangkutan masih perlu diperhatikan. Upaya yang dillakukan pada instalasi nuklir bersesuaian di atas adalah berupa penyelenggaraan secra reguler sosialisasi budaya keselamatan berupa sarasehan yang dihadiri oleh pimpinan institusi.

Dengan adanya kegiatan penekanan implementasi dan sosialisasi budaya keselamatan yang diharapkan adanya penguatan implementasi. Pertimbangan untuk

Page 214: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Penilaian Maturitas Implementasi Budaya Keselamatan7 Johnny Situmorang, dkk.

204

ISSN: 2355-7524

menyatakan kuat tidaknya implementasi budaya keselamatan biasanya dilakukan dengan pelaksanaan penilaian diri. Penilaian diri budaya keselamatan digunakan untuk melihat status budaya keselamatan yang sedang terselenggara, dan juga dimaksudkan untuk mengidentifikasi faktor yang menimbulkan pelemahan dan penguatan sehingga didapatkan umpan balik dan kemudian dapat ditentukan tindakan perbaikan yang bersesuaian dan dapat dilakukan pencegahan terhadap apa yang dianggap melemahkan pada penyelenggaraannya sedemikian sehingga implementasi budaya keselamatan akan terus menguat secara berkelanjutan. Umumnya penilaian diri dilakukan secara berkala teratur dan konsisten [1], [2], [3].

Penilaian diri dilaksanakan dengan menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur, dan rekaman penilaian diri yang terdokumentasikan. Pada dasarnya penilaian diri disusun secara teoritis tergantung pada karakterisasi budaya keselamatan bersesuaian dengan batang tubuh yang ditentukan sebagai budaya keselamatan. Dengan karakterisasi tersebut maka budaya keselamatan dimaksud dapat dinyatakan dengan karakateristik dan atau atribut budaya keselamatan dan atau dalam bentuk indikator yang dikembangkan untuk menjelaskan tentang bagaimana budaya keselamatan tersebut diterapkan. Dalam kesempatan ini penggambaran budaya yang diacu adalah budaya keselamatan dengan 5 karakteristik dan atau 37 atribut [4], [5].

Evaluasi maturitas dilakukan terhadap budaya keselamatan bersesuaian dengan bagaimana budaya keselamatan digambarkan, dan dalam hal ini berbasis pada karakteristik dan atau atribut yang dipertimbangkan di atas. Kelima karakteristik tersebut yang dinyatakan dalam bentuk lebih rinci dengan 37 atribut bersesuaian dengan karakteristiknya sedemikian sehingga setiap nilai yang terkandung didalamnya dapat menggambarkan implementasi budaya keselamatan yang bersesuaian. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan yang dilakukan adalah berbasis pada atribut [6], [7]. Peningkatan nilai setiap atribut akan menunjukkan secara signifikan penguatan buadaya keselamatan karena hal itu berarti bahwa setiap pelaku keselamatan menunjukkan perhatian yang lebih lagi terhadap penyelenggaraan keselamatan.

Perbandingan setiap atribut untuk suatu kurun waktu tertentu atau untuk setiap kali penilaian diri yang secara berkala teratur dilaksanakan dipertimbangkan dapat menggambarkan adanya pelemahan dan penguatan bersesuaian dengan setiap atribut yang dipertimbangkan dalam penilaian diri yang dilaksanakan. Pelemahan dan penguatan yang terjadi berbasis pertimbangan setiap atribut ini dipertimbangkan akan dapat menunjukkan tingkat maturitas budaya keselamatan bersesuaian [8], walapun tidak secara jelas menunjukkan adanya peningkatan komitmen kolektif antara individu dan manajemen dalam perbaikan berkelanjutan penyelengaraan keselamatan. TEORI Pengembangan dan Implementasi Budaya Keselamatan

Bentuk permasalahan implementasi budaya keselamatan sering sekali tergantung pada tingkat komitmen, prioritasi kebutuhan serta penggunaan sumber daya yang ada. Pengembangan dan upaya peningkatkan budaya keselamatan dalam penyelenggaraan keselamatan dapat dilakukan berkenaan dengan unjuk kerja manajemen keselamatan terkait dengan organisasi, analisis, antisipasi dan proses kerja, misal: perencanaan yang baik akan dapat dengan hasil yang lebih baik. Demikian juga dapat dikenakan terhadap individu diseluruh tingkat organisasi dalam bentuk efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kerja.

Implementasi budaya keselamatan sebagai pengakuan terhadap seluruh rentang interaksi individu di semua tingkatan organisasi yang bersesuaian dan aspek teknis. Dalam budaya keselamatan yang kuat, harus ada pengetahuan dan pemahaman tentang mekanisme perilaku manusia dengan prinsip faktor manusia harus diterapkan untuk memastikan hasil pelaksanaan kerja [3].

Pengembangan dan implementasi budaya keselamatan dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan yaitu pendekatan dari atas ke bawah (topdown approach) ataupun pendekatan dari bawah ke atas (bottom up approach). Walaupun pendekatan ini harus disesuaikan tetapi kepemimpinan yang terbuka dan konsisten dari atas sangat penting. Agar perubahan pada manajemen berhasil maka kerjasama efektif dan kerjasama pada semua jenjang organisasi adalah sangat penting. Komunikasi yang jujur dan terbuka akan dipengaruhi oleh perkembangan kepercayaan antara individu. Pendekatan interdisipliner akan sangat menentukan proses pembelajaran dalam pengembangan pengertian dasar dari

Page 215: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18September 2019

205

ISSN: 2355-7524

fungsi kerja untuk memelihara dan perbaikan secara terus menurus untuk mengembangkan budaya keselamatan yang kuat.

Tahap Penguatan Budaya Keselamatan [6]

Ada terdapat keragaman di antara organisasi terhadap budaya keselamatan dalam implementasinya. Keragaman dapat tercerminkan pada perbedaan tingkat kesadaran dalam bentuk perilaku dan sifat manusia. Berbagai organisasi sering mempertimbangkan dan mengembangkan budaya keselamatan sebagai suatu pengalaman yang ditunjukkan dalam implementasi. Implementasi tersebut akan terus berubah sebagai suatu tahapan yang menunjukkan kesadaran yang berbeda terhadap penerimaan efek perilaku keselamatan dan sikap keselamatan. Setiap tahapan mempunyai ciri yang dapat diidentifikasi dan dapat digunakan sebagai dasar untuk mempertimbangkan tindakan ke arah pengembangan budaya keselamatan dari posisi saat ini ke posisi yang diinginkan.

IAEA menggunakan teori Kolb untuk menjelaskan tahapan pencapaian yang digambarkan dalam siklus implementasi – pengalaman yang dimulai dari tahap keselamatan berdasarkan hanya pada peraturan perundang undangan, kemudian diikuti oleh tahap unjuk kerja keselamatan yang baik menjadi tujuan organisasi dan selanjutnya sebagai tahap ketiga yaitu unjuk kerja keselamatan dapat senantiasa ditingkatkan, digambarkan dalam Gambar 1.

Penunjukan ciri untuk setiap tahap yang dihadapi dari tahapan yang satu ke tahapan lain didepannya tidak merupakan perkenaan semua indikator secara langsung satu per satu. Pada tahap satu, suatu organisasi memandang keselamatan sebagai persyaratan eksternal dan bukan sebagai aspek untuk bertindak yang dapat membantu organisasi tersebut mencapai sukses. Keselamatan dipandang sebagai masalah teknis dalam bentuk kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang tepat. Pada tahap dua, penekanan pada manajemen yang memandang unjuk kerja keselamatan sebagai hal yang penting walaupun tidak ada tekanan dari badan pengawas namun Pada tahap dua ini sudah ada pertimbangan peningkatan kesadaran perilaku walaupun sebatas terkait dengan solusi/penyelesaian prosedural dan teknis. Pada tahap tiga muncul penerapan gagasan meningkatkan unjuk kerja keselamatan secara terus menerus. Pada tahap tiga ini dipertimbangkan aspek komunikasi, pelatihan, gaya kepemimpinan dan peningkatan efesiensi dan efektifitas setiap individu semua tingkat organisasi.

Gambar 1. Model sederhana tentang organisasi pembelajaran [6]

Dengan adanya ketiga tahap tersebut di atas maka dapat dicirikan dimana berada

posisi suatu organisasi dan dapat dipelajari apa yang telah dialami yang kemudian dengan itu organisasi bersangkutan dapat membuat konsep dan gagasan perubahan seraya tetap menerapkan praktek penyelenggaraan yang baik. Penerapan konsep dan gagasan perubahan ditujukan untuk memperbaiki unjuk kerja dan mengubah pengalaman berikutnya serta dengan tinjauan berasesuaian maka siklus pengulangan akan terus dapat berlangsung. Dikaitkan dengan hubungan antar tahapan maka perlu mempertimbangkan tiga tahapan tersebut dengan memperhatikan bahwa kompleksitas proses perubahan budaya yang direfleksikan oleh karakterakteristik dan atau atribut budaya keselamatan yang dikembangkan. Melalui pendekatan lima karakteristik dan yang selanjutnya dinyatakan

Page 216: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Penilaian Maturitas Implementasi Budaya Keselamatan7 Johnny Situmorang, dkk.

206

ISSN: 2355-7524

dengan 37 atribut, maka dengan mempertimbangkan setiap atribut dapat dirasakan atau dinyatakan bahwa setiap atribut sudah terpenuhi sepenuhnya atau belum. Sebagai contoh adalah atribut keselamatan sebagai prioritas tertinggi, ditunjukkan dalam dokumentasi, komunikasi dan pengambilan keputusan, maka dalam sistem dokumentasi, dalam bentuk komunikasi dan dalam bentuk pengambilan keputusan keselamatan ditempatkan sebagai faktor yang sangat penting [9]. Selain dari cara komunikasi yang dipilih maka bentuk komunikasi juga akan mempengaruhi pelaksanaan dan akhirnya mempengaruhi kinerja keselamatan. 2.2 Maturitas budaya keselamatan [7]

Pendekatan budaya atau perilaku untuk perbaikan keselamatan paling effektif adalah menggabungkan aspek teknis dan sistem keselamatan serta faktor perilaku atau budaya. Model maturiatas budaya keselamatan akan terkait dengan aspek sistem manajemen

keselamatan yang memadai, serta kemungkinan kegagalan teknis yang menyebabkan kecelakaan, pemenuhan persyaratan peraturan perundangan, serta keselamatan didasarkan berkenaan dengan penghindaran kecelakaan [10]. Untuk itu maka suatu organisasi akan fokus pada sumber daya untuk aspek teknis dan pada aspek perilaku dan budaya untuk sistem keselamatan.

Model maturitas budaya keselamatan yang disajikan pada Gambar 2 digambarkan dalam sejumlah tahapan berulang. Pengembangan budaya keselamatan suatu organisasi terselenggara secara berurutan melalui lima tingkatan, dengan membangun kekuatan dan menghilangkan kelemahan tingkat sebelumnya. Untuk bergerakan dari tingkat permulaan diperlukan adanya komitmen manajemen terhadap keselamatan untuk selanjutnya pada saat pengelolaan diharapkan dengan melibatkan sumber daya dan atau dengan individu melalui kerja sama bila dilakukan secara konsiten makan perbaikan berkelanjutan dapat dicapai.

Gambar 2. Draf model maturitas Budaya Keselamatan [7]

Gambaran tahapan tersebut menunjukkan bahwa model maturitas setara dengan dengan model pembelajaran Kolb untuk pengembangan budaya keselamatan. Pernyataan

Permulaan

Level 1

Pengelolaan Level 2

Keterlibatan Level 3

Kerja sama Level 4

Perbaikan berkelanjutan Level 5

Mengembangkan komitmen

manajemen

Realisasi pentingnya staf pelaksana kerja dan mengembangkan

tanggungjawab personil

Mengikutsertakan seluruh staf untuk mengembangkan kerjasama dan komitmen

meningkatkan keselamatan

Penguatan budaya keselamatan

Peningkatan konsistensi

Mengembangkan konsistensi dan melawan puas

Page 217: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18September 2019

207

ISSN: 2355-7524

tingkat maturitas budaya keselamatan akan berkenaan dengan kesesuaian dan efektivitas sistem manajemen keselamatan yang mempertimbangkan adanya pembelajaran yang notebene adalah perubahan perilaku dan sikap terhadap keselamatan. Sebagai contoh adalah jika dipersyaratkan perlu ada intervensi keselamatan yang bersesuaian dengan perilaku pada suatu keadaan tertentu maka individu yang mencapai tingkat maturitas tersebutlah yang perlu dipekerjakan. Sesuai dengan pertimbangan ini dapat timbul pertanyaan tentang pada kelompok tingkat maturitas manakah yang dapat merefleksikan paling akurat posisi keterlibatan individu.

Diasumsikan bahwa kinerja keselamatan akan membaik dengan meningkatnya tingkat maturitas walaupun tidak ada bukti yang kuat untuk mendukung asumsi ini secara khusus bila dikaitkan dengan terjadinya kecelakaan. Bersesuaian dengan asumsi ini, penelitian yang membandingkan organisasi dengan kecelakaan tinggi dan rendah mengungkapkan bahwa organisasi dengan kecelakaan yang lebih rendah cenderung menampilkan fitur yang berhubungan dengan tingkat maturitas yang lebih tinggi. Namun demikian pengembangan model maturitas dapat digunakan menjadi alat diagnostik untuk memfasilitasi diskusi lebih lanjut tentang isu-isu perbaikan budaya keselamatan. HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan Skor Karakteristik dan atau Atribut Budaya Keselamatan

Sebagai hasil setelah pengecekan validitas dan reabilitas data penilaian diri untuk setiap tahun yang dipertimbangkan memenuhi batas keandalan dan signifikan yang disyaratkan, besaran nilai skala likert untuk kelima karakteristik budaya keselamatan dinyatakan pada Tabel 1. Gambar 3 dan 4 menunjukkan bahwa rata-rata keseluruhan karakterakteristik menyatakan adanya kenaikan pemahaman atau persepsi terhadap penyelenggaraan keselamatan sedangkan pada tingkatan pemahaman atau persepsi atribut hampir terhadap semua atribut juga meningkat kecuali untuk atribut menyangkut konflik dan kepercayaan.

Bila dibandingkan antara tahun 2013 dengan 2015 maka keseluruhan karakteristik dan atau atribut budaya keselamatan mengalami kenaikan yaitu secara rata-rata yang menggambarkan posisi budaya keselamatan bersesuaian adalah naik dari 3,64 menjadi 3,85 skala likert, Tabel 1, Gambar 3, dan Gambar 4. Kenaikan ini dicapai dengan adanya program kerja tim untuk mensosialisasikan, sosialisasi yang dilakukan melalui kunjungan ke unit kerja, pemahaman pengertian dan pengarahan implementasi budaya keselamatan bersesuai dengan terbitnya perka 200 tahun 2012 tentang penerapan budaya keselamatan. Terbitnya Perka 200 tahun 2016 dapat dinyatakan menunjukkan komitmen pimpinan termasuk saresahan yang terselenggara yang senantiasa dihadiri oleh pimpinan organisasi.

Tabel 1. Skor Karakteristik atau dan Atribut Budaya Keselamatan

NO. KARAKTERISTIK DAN ATAU ATRIBUT BUDAYA KESELAMATAN

Skala Likert 2013 2015

A Keselamatan sebagai nilai yang diakui 3,73 3,89 B Kepemimpinan Dalam Keselamatan 3,75 3,92 C Akuntabilitas Keselamatan 3,59 3,87 D Keselamatan Terintegrasi 3,56 3,74 E Keselamatan merupakan penggerak pembelajaran 3,57 3,86 3,64 3,85

Page 218: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Penilaian Maturitas Implementasi Johnny Situmorang, dkk.

208

Gambar 3. Karakteristik Buda

Secara khusus atribut nomor urut 15 dan 16 yaitu hal yang berkenaan dengan konflik dan kepercayaan sedikit mengalami penurunan. Atribut dengan kemampuan manajemen menyelesaikan konflik yang ada, sedangkan atribut nomor urut 16 berkenaan dengan hubungan kepercayaan antara manajer (pimpinan langsung) dengan individu pelaksana kerja. Kedua atribut ini terletak keselamatan. Hal ini dapat terjadi diperirakan karena bentuk kepentingan antara pimpinan kerja dan pelaksana kerja belum sepenuhya dapat terdefinisikan dengan baik dan jelas, termasuk diantaranya bahwa tuntutan yang satu ter

Gambar 4. Atribut Budaya Keselamatan tahun 2013 dan 2015

Mempertimbangkan nilai minimum dan maksimum untuk kedua tahun yang bersesuaian, hal pertama yang dapat diperhatikan adalah bahwa posisi lima terbawah dan lima teratas tidak ditempati oleh atribut yang sama, lihat Gambar 5 dan Tabel 2. Pada tahun 2013 lima atribut pada posisi terbawah adalah atribut berkenaan dengan kesesuaian, pekerjaan, pembelajaran, deviasi, dan relasi. Sedang pada tahun 2015 adalah atribut yang berkenaan dengan konflik, deviasi, motivasi, relasi, dan kesesuaian. Keterkaitan pada posisi ini adalah taribut 19, 22, dan 32 yaitu tentang kepatuhan terhadap peraturan perundangan, tentang kepercayaan yang meresap satu dengan lainnya, serta tentang keterbukaan akan pelaporan penyimpangan dan kesalahan.

Maturitas Implementasi Budaya Keselamatan7 ISSN: 2355

Karakteristik Budaya Keselamatan tahun 2013 dan 2015

Secara khusus atribut nomor urut 15 dan 16 yaitu hal yang berkenaan dengan konflik dan kepercayaan sedikit mengalami penurunan. Atribut nomor urut lima belas berkenaan dengan kemampuan manajemen menyelesaikan konflik yang ada, sedangkan atribut nomor urut 16 berkenaan dengan hubungan kepercayaan antara manajer (pimpinan langsung) dengan individu pelaksana kerja. Kedua atribut ini terletak pada karakteristik kepemimpinan keselamatan. Hal ini dapat terjadi diperirakan karena bentuk kepentingan antara pimpinan kerja dan pelaksana kerja belum sepenuhya dapat terdefinisikan dengan baik dan jelas, termasuk diantaranya bahwa tuntutan yang satu terhadap lainnya.

Atribut Budaya Keselamatan tahun 2013 dan 2015

Mempertimbangkan nilai minimum dan maksimum untuk kedua tahun yang bersesuaian, hal pertama yang dapat diperhatikan adalah bahwa posisi lima terbawah dan lima teratas tidak ditempati oleh atribut yang sama, lihat Gambar 5 dan Tabel 2. Pada tahun

atribut pada posisi terbawah adalah atribut berkenaan dengan kesesuaian, pekerjaan, pembelajaran, deviasi, dan relasi. Sedang pada tahun 2015 adalah atribut yang berkenaan dengan konflik, deviasi, motivasi, relasi, dan kesesuaian. Keterkaitan pada posisi ni adalah taribut 19, 22, dan 32 yaitu tentang kepatuhan terhadap peraturan perundangan, tentang kepercayaan yang meresap satu dengan lainnya, serta tentang keterbukaan akan pelaporan penyimpangan dan kesalahan.

ISSN: 2355-7524

Secara khusus atribut nomor urut 15 dan 16 yaitu hal yang berkenaan dengan konflik nomor urut lima belas berkenaan

dengan kemampuan manajemen menyelesaikan konflik yang ada, sedangkan atribut nomor urut 16 berkenaan dengan hubungan kepercayaan antara manajer (pimpinan langsung)

pada karakteristik kepemimpinan keselamatan. Hal ini dapat terjadi diperirakan karena bentuk kepentingan antara pimpinan kerja dan pelaksana kerja belum sepenuhya dapat terdefinisikan dengan baik dan jelas,

Mempertimbangkan nilai minimum dan maksimum untuk kedua tahun yang bersesuaian, hal pertama yang dapat diperhatikan adalah bahwa posisi lima terbawah dan lima teratas tidak ditempati oleh atribut yang sama, lihat Gambar 5 dan Tabel 2. Pada tahun

atribut pada posisi terbawah adalah atribut berkenaan dengan kesesuaian, pekerjaan, pembelajaran, deviasi, dan relasi. Sedang pada tahun 2015 adalah atribut yang berkenaan dengan konflik, deviasi, motivasi, relasi, dan kesesuaian. Keterkaitan pada posisi ni adalah taribut 19, 22, dan 32 yaitu tentang kepatuhan terhadap peraturan perundangan, tentang kepercayaan yang meresap satu dengan lainnya, serta tentang keterbukaan akan

Page 219: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 201Padang, 18September 2019

Bila memperhatikan nilai maksimum posisi sediperhatikan juga tidak sama, iatu pada tahun 2013 posisi lima teratas adalah 11, 24, 17, 07, dan 01 yaitu kompetensi, dokumentasi, regulatori, komitmen, dan prioritas, sedangkan pada tahun 2015 adalah atribut tentankomitmen. Hal ini menunjukkan dengan adanya kenaikan perbaikan pada aspen prioritas dan komitmen menunjukkan adanya penekanan terhadap pentingnya komitmen bersama dalam penyelenggaraan keselamatan serta penepentingnya pada prioritas pertama melampaui yang lainnya.

a.

c

Gambar 5. Nilai Maksimum-

Tabel 2. Nilai Maksimum-Minimum Skala Likert atribut budaya keselamatan Tahun 2013 dan

Atribut

Tahun 20131 19K3-032 28K4-073 35K5-054 32K5-025 22K4-01 Tahun 20131 11K2-052 24K4-033 17K3-014 07K2-015 01K1-01

KESIMPULAN

Dalam model maturitas Budaya Keselamatan dengan menempatkan keterlibatan individu palaksana kerja metode partisipatif dan dapat

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019

ISSN: 2355

memperhatikan nilai maksimum posisi setiap atribut pada nillai teratas juga diperhatikan juga tidak sama, iatu pada tahun 2013 posisi lima teratas adalah 11, 24, 17, 07, dan 01 yaitu kompetensi, dokumentasi, regulatori, komitmen, dan prioritas, sedangkan pada tahun 2015 adalah atribut tentang implikasi, kontinuitas, prioritas, pengkajian, komitmen. Hal ini menunjukkan dengan adanya kenaikan perbaikan pada aspen prioritas dan komitmen menunjukkan adanya penekanan terhadap pentingnya komitmen bersama dalam penyelenggaraan keselamatan serta penempatan keselamatan sebagaimana arti pentingnya pada prioritas pertama melampaui yang lainnya.

b

d

-Minimum Skala Likert atribut budaya keselamatan Tahun 2013 dan 2015

Minimum Skala Likert atribut budaya keselamatan Tahun 2013 dan 2015

Skala Likert Atribut Skala Llikert

Minimum Tahun 2013 Tahun 2015

03 3,38 15K2-09 3,56 07 3,43 32K5-02 3,65 05 3,43 27K4-06 3,66 02 3,44 22K4-01 3,68 01 3,49 19K3-03 3,69

Maksimum Tahun 2013 Tahun 2015

05 3,80 12K2-06 4,05 03 3,82 14K2-08 4,10 01 3,85 01K1-01 4,11 01 3,91 33K5-03 4,11 01 3,93 07K2-01 4,23

aturitas Budaya Keselamatan pada suatu organisasi yang dilakukan erlibatan individu palaksana kerja dapat berlaku sebagai suatu

dapat digunakan sebagai metode pengkajian untuk tujuan

209

ISSN: 2355-7524

tiap atribut pada nillai teratas juga diperhatikan juga tidak sama, iatu pada tahun 2013 posisi lima teratas adalah 11, 24, 17, 07, dan 01 yaitu kompetensi, dokumentasi, regulatori, komitmen, dan prioritas, sedangkan

g implikasi, kontinuitas, prioritas, pengkajian, komitmen. Hal ini menunjukkan dengan adanya kenaikan perbaikan pada aspen prioritas dan komitmen menunjukkan adanya penekanan terhadap pentingnya komitmen bersama

mpatan keselamatan sebagaimana arti

Minimum Skala Likert atribut budaya keselamatan Tahun 2013

Minimum Skala Likert atribut budaya keselamatan Tahun 2013 dan

pada suatu organisasi yang dilakukan dapat berlaku sebagai suatu

untuk tujuan perbaikan

Page 220: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Penilaian Maturitas Implementasi Budaya Keselamatan7 Johnny Situmorang, dkk.

210

ISSN: 2355-7524

budaya keselamatan yang sedang dipertimbangkan yang fokus pada solusi, Proses Maturitas Budaya Keselamatan yang dikaitkan dengan model pembelajaran Kolb yang dielaborasi oleh IAEA untuk menunjukkan perkembangan perbaikan implementasi budaya keselamatan dapat setara dengan model maturitas budaya keselamatan. Perkembangan perbaikan budaya keselamatan yang dianalisis adalah berdasarkan data survei penilaian diri, yaitu suatu pernyataan individu pelaksana kerja pada instalasi nuklir sebagai persepsi tentang budaya keselamatan menunjukkan adanya peningkatan perbaikan penyelenggaraan keselamatan yang menempatkan keselamatan sebagaimana arti pentingnya pada suatu prioritas yang melampaui lainnya dan adanya komitmen terhadap penyelenggaraan keselamatan. Sebagai saran untuk perbaikan adalah berkenaan dengan pemenuhan terhadap peraturan perundangan dan perbaikan persepsi adalah masih diperlukan pemahaman yang baik dan jelas tentang konflik dan saling percaya satu dengan lainnya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini didanai oleh DIPA PTKRN 2013 – 2015 dan KAK Kajian Teknis Penuaan RSG-GAS 2019. Penulis bersama dengan ini mengucapkan terikasih kepada rekan-rekan pelaku budaya keselamatan di seluruh unit kerja BATAN yang telah ikutserta melaksanakan survei penilai diri untuk pengumpulan data.

DAFTAR PUSTAKA

1. IAEA, Service Series No. 16, “SCART GUIDELINES, Reference Report for IAEA Safety

Culture Assessment Review Team (SCART), July, Vienna (2008).

2. IAEA, SRS 1 - examples of safety culture practices, Vienna (1997)

3. IAEA SRS 11 - developing safety culture in nuclear activities practical suggestions to

assist progress, Vienna (1998)

4. IAEA, Tecdoc 1321 - Self-assessment of safety culture in nuclear installations; Highlights

and good practices, Vienna (2002)

5. IAEA, Tecdoc 1329 - Safety culture in nuclear installations, Guidance for use in the

enhancement of safety culture.Insag 4 - S A F E T Y C U L T U R E ; A report by the

International Nuclear Safety Advisory Group, Vienna (2002)

6. IAEA, Insag 15 - key practical issues in strengthening safety culture INSAG-15; A report

by the International Nuclear Safety Advisory Group, Vienna (2002)

7. HSE, HSG49, Safety Culture maturity model, offshore technology report, Norwich, 2001

8. IAEA, Safety Requirements No. GS-R-3, The management System for Facilities and

Activities, Vienna, 2006

9. FOSTER, P. Dan OULT S., “The Safety Journey: Using a Safety Maturity Model for

Safety Planning and Assurance in UK Coal Mining IndustrY”, Minerals, Edisi 3, Hal. 59-

72, , ISSN 2075-163X, Switzerland, 2013

10. DEMIR, C. dan KOCABES I., “Project Management Maturity Model (PMMM) in

educational organisation, Science Direct Elsevier, Ptrocedia Social and Behavioral

Science 9, 1641-1645, WCLTA, 2010

Page 221: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

211

ISSN: 2355-7524

PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR KAWASAN PUSPIPTEK SERPONG TERHADAP POTENSI DAMPAK SOSIAL RENCANA PEMBANGUNAN

RDNK

Siti Alimah1, Mudjiono

1, Ristiana Dwi Hastuti

2

1Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir-BATAN 2Pusat Diseminasi dan Kemitraan-BATAN

Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan Jakarta 12710, E-mail: [email protected]

ABSTRAK

PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR KAWASAN PUSPIPTEK SERPONG TERHADAP POTENSI DAMPAK SOSIAL RENCANA PEMBANGUNAN RDNK. Terkait dengan Kebijakan Energi Nasional, BATAN sebagai lembaga penelitian dan pengembangan energi nuklir mempunyai rencana untuk membangun dan mengoperasikan Reaktor Daya Non Komersial (RDNK), yang dilokasikan di Kawasan Puspiptek Serpong. Rencana pembangunan RDNK akan memberikan dampak lingkungan, yang diantaranya dampak sosial. Dampak sosial adalah dampak yang memberikan perubahan sosial. Tujuan studi adalah mengetahui persepsi masyarakat sekitar Kawasan Puspiptek Serpong terhadap potensi dampak sosial rencana pembangunan RDNK. Metode yang digunakan adalah studi literatur, pengumpulan data primer dan sekunder serta analisis. Dalam studi ini, variabel yang ditinjau adalah dampak terhadap susunan komunitas (yang diwakili persepsi masyarakat terdampak terhadap rencana pembangunan) dan dampak individu (yang diwakili persepsi terhadap kesehatan dan keselamatan). Hasil studi menunjukkan bahwa rencana pembangunan RDNK berpotensi menimbulkan dampak positif (75%) dan negatif (7%). Potensi dampak positif adalah persepsi masyarakat bahwa kehadiran RDNK akan menyebabkan harga listrik lebih murah, menciptakan lapangan kerja dan selama operasi tidak mengeluarkan polusi. Potensi dampak negatif adalah persepsi masyarakat bahwa kehadiran RDNK berisiko menimbulkan pencemaran radioaktif, limbah radioaktif dan terjadi kecelakaan/kebocoran reaktor nuklir. Kecenderungan persepsi positif ini dimengerti oleh masyarakat dewasa dengan pendidikan yang tidak terlalu tinggi dan mempunyai pekerjaan diluar pemerintahan. Kecenderungan ini akan memperkuat dan memperlancar upaya pelaksanaan aktivitas dan pencapaian tujuan pembangunan RDNK. Kata kunci: dampak sosial, RDNK, persepsi masyarakat

ABSTRACT COMMUNITY PERCEPTION AROUND THE PUSPIPTEK SERPONG AREA ON THE POTENTIAL SOCIAL IMPACTS OF THE RDNK DEVELOPMENT PLAN. Related to the National Energy Policy, BATAN as a nuclear energy research and development institution has a plan to build and operate a Non-Commercial Power Reactor (RDNK), which is located in the Puspiptek Serpong Area. The RDNK development plan will have environmental impacts, which include social impacts. Social impact is the impact that gives social change. The aim of the study was to find out the perceptions of the people around the Puspiptek Serpong Area on the potential social impacts of the RDNK development plan. The method used in the study is the study of literature, primary and secondary data collection and analysis. In this study, the variables reviewed were the impact on the community structure (which represented the perception of the community affected by the development plan) and the impact of individuals (represented by perceptions of health and safety). The results of the study show that the planned development of RDNK has the potential to have positive impact (75%) and negative impact (7%). The potential for a positive impact is the public perception that the presence of RDNK will cause electricity prices to be cheaper, create jobs and as long as the operation does not produce pollution. The potential negative impact is the public perception that the presence of RDNK risks creating radioactive pollution, radioactive waste and nuclear reactor accidents. This tendency of positive perception is understood by adults with education that is not too high and has jobs outside the government. This tendency will strengthen and facilitate efforts to implement activities and achieve the objectives of RDNK development. Keyword: social impact, RDNK, public perception

Page 222: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Potensi Dampak Sosial Rencana Pembangunan RDNK.......

Siti Alimah, dkk.

212

ISSN: 2355-7524

PENDAHULUAN Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi

Nasional, pemerintah telah menetapkan bahwa energi nuklir merupakan bagian dari sistem energi nasional. Terkait dengan kebijakan tersebut, Batan sebagai lembaga penelitian dan pengembangan energi nuklir, maka Batan memiliki rencana untuk membangun dan mengoperasikan Reaktor Daya Eksperimental (RDE), yang merupakan Reaktor Daya Non Komersial (RDNK). Kawasan Puspiptek Serpong direncanakan merupakan calon lokasi RDNK dan telah memenuhi pertimbangan penilaian kelayakan tapak PLTN. Aspek-aspek yang menjadi pertimbangan dalam penilaian kelayakan tapak PLTN adalah aspek keselamatan dan non-keselamatan[1]. Aspek keselamatan meliputi: geografi dan topografi; geologi, geoteknik dan geofisik; kegempaan; kegunungapian; hidrologi dan hidrogeologi; oseanografi; meteorologi; kejadian akibat aktivitas manusia; demografi; serta kajian potensi bahaya eksternal lainnya. Aspek non-keselamatan meliputi: infrastruktur; tata guna lahan & air dan pengembangan rencana tataruang; serta ekologi, sosial, ekonomi dan budaya. Saat ini BATAN telah memiliki Izin Tapak RDNK dari BAPETEN dengan nomor : 001/IT/Ka-BAPETEN/23-I/2017 tertanggal 23 Januari 2017.

RDNK dimaksudkan selain sebagai pembangkit listrik, juga sebagai reaktor eksperimen pemanfaatan panas, sehingga merupakan bagian dari penguasaan teknologi. Tujuan secara umum pembangunan RDNK adalah hilirisasi penelitian dan pengembangan BATAN di sektor energi dan peningkatan kualitas SDM di Indonesia bidang pengembangan energi baru dan terbarukan. Sebagaimana pelaksanaan kegiatan pembangunan umumnya, rencana pembangunan RDNK juga akan memberikan dampak terhadap lingkungan dan ekosistem di sekitar lokasi baik secara langsung atau tidak langsung, sehingga analisis dampak lingkungan perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pembangunan. Analisis dampak sosial merupakan salah satu bagian dari analisis dampak lingkungan.

Aspek sosial dapat menjadi pemicu pencapaian tujuan pembangunan terutama dalam hal pemanfaatan sehingga potensi dampak sosial perlu dikaji. Potensi dampak sosial diharapkan dapat memprediksi dan meminimalkan dampak negatif. Dampak sosial adalah dampak yang memberikan perubahan sosial[2]. Perubahan sosial adalah proses perubahan dalam aspek sosial dalam kehidupan masyarakat dalam kurun waktu tertentu[3]. Suatu penelitian persepsi risiko, kepercayaan, dan faktor-faktor yang berkaitan dengan rencana pembangkit listrik tenaga nuklir baru setelah bencana Fukushima 2011 telah di lakukan di Taiwan, yang hasilnya memperlihatkan bahwa kurang dari setengah responden mendukung PLTN baru di Taiwan[4]. Tujuan studi adalah mengetahui potensi dampak sosial terhadap rencana pembangunan RDNK pada masyarakat sekitar Kawasan Puspiptek Serpong. Dalam studi ini potensi dampak sosial yang dikaji adalah dalam tahap perencanaan pembangunan. Metode yang digunakan adalah studi literatur, pengumpulan data primer dan sekunder terkait permasalahan serta analisis terhadap kondisi sosial, ekonomi, budaya masyarakat di sekitar wilayah tapak RDNK. Hasil studi diharap dapat memberi masukan pengambil kebijakan dalam mengantisipasi dampak sosial yang dimungkinkan akan timbul. POKOK BAHASAN Geografis Wilayah Proyek RDNK RDNK direncanakan akan dibangun di kawasan Puspitek Serpong, yang secara administrasi terletak di kota Tangerang Selatan, dengan posisi geografis terletak pada koordinat -06,35779512 LS dan 106,66610632” BT. Wilayah ini dalam radius 5 km dikelilingi beberapa kelurahan/desa yang berada di kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Bogor, seperti diperlihatkan pada Gambar 1. Kondisi geografis ini menunjukkan bahwa terkait dengan program rencana pembangunan RDNK, terdapat keterlibatan masyarakat yang tinggal di daerah terdekat sekitar Kawasan Puspiptek Serpong. Dampak Sosial Sebagaimana dengan pembangunan pada umumnya, proses pembangunan RDNK akan mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat diantaranya ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level mikro dan makro[6]. Adanya pengaruh terhadap aspek kehidupan masyarakat akan menghasil dampak sosial. Dampak sosial adalah dampak yang memberikan perubahan sosial, merupakan bentuk akibat yang terjadi pada masyarakat karena adanya sesuatu kejadian yang mempengaruhi[2,7]. Dampak sosial mencakup

Page 223: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

213

ISSN: 2355-7524

konsekuensi sosial dan budaya kelompok manusia tertentu akibat suatu tindakan yang mengubah berbagai aspek kehidupan masyarakat diantaranya dalam menjalani kehidupan, bekerja, bermain, berhubungan, upaya pemenuhan kebutuhan hidup dan upaya menjadi anggota masyarakat yang layak[8]. Perubahan berbagai aspek tersebut dipengaruhi faktor penyebab, pendorong, penghambat sehingga akan menghasilkan dampak perubahan sosial dalam masyarakat[9]. Perubahan sosial adalah proses perubahan dalam aspek sosial dalam kehidupan masyarakat dalam kurun waktu tertentu, yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat[3,10]. Perubahan sosial di masyarakat dapat menimbulkan dampak ekonomi, yang terdiri dari dampak terhadap pendapatan, dampak terhadap aktivitas ekonomi dan dampak terhadap pengeluaran[1, 11].

Gambar 1. Wilayah sebaran penelitian[5].

Meskipun dampak seringkali dikonotasikan negatif, namun dalam perkembangan mulai dipahami dalam dua dimensi yaitu positif dan negatif. Dalam pembangunan tahap rencana, kajian potensi dampak sosial dapat memprediksi dampak, yang selanjutnya dengan solusi yang tepat akan meningkatkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatif[12, 13]. Kajian dampak sosial akan memperkuat keberlanjutan sosial. Dampak positif akan meningkatkan penerimaan, yang penting untuk regulasi yang efisien dan efektif[14]. Beberapa variabel analisis dampak sosial meliputi[15]:

Dampak populasi terdiri dari perubahan populasi termasuk musiman, arus keluar masuk pekerja).

Dampak terhadap susunan komunitas yang dilihat adalah sikap atau persepsi masyarakat terdampak terhadap rencana pembangunan, kemunculan kelompok kepentingan yang memposisikan mendukung atau menolak rencana pembangunan, perubahan jumlah dan struktur pemda, perencanaan dan penempatan wilayah dalam rencana pembangunan, diversifikasi industri, peningkatan kesenjangan ekonomi, ketidakadilan terhadap kelompok minoritas dan perubahan kesempatan kerja.

Dampak Konflik yang dilihat kehadiran agensi luar, kemunculan kelas sosial baru, perubahan fokus komersial/industri dalam komunitas, kehadiran penduduk musiman saat akhir pekan).

Dampak individu/keluarga yang dilihat gangguan perubahan pola kehidupan sehari-hari, perbedaan praktik keagamaan, perubahan struktur keluarga, perubahan struktur jaringan sosial, persepsi terhadap kesehatan dan keselamatan, dan perubahan kesempatan waktu luang).

Page 224: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Potensi Dampak Sosial Rencana Pembangunan RDNK.......

Siti Alimah, dkk.

214

ISSN: 2355-7524

Dampak terhadap kebutuhan infrastruktur komunitas meliputi perubahan kebutuhan infrastruktur komunitas, akuisisi lahan, dan efek terhadap budaya, sejarah, dan arkeologi.

Persepsi masyarakat terdampak terhadap rencana pembangunan mempunyai peranan sangat penting. Bila persepsi masyarakat cenderung negatif, maka dapat mempermudah masyarakat mewujudkan tindakan-tindakan negatif, seperti perusakan dan tindakan negatif lainnya. Jika persepsi masyarakat cenderung positif, maka akan memperkuat dan memperlancar upaya pelaksanaan aktivitas dan pencapaian tujuan yang diharapkan[16]. Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis manusia dalam merespon dan menerjemahkan berbagai stimulus yang ada disekitarnya. Dalam rencana pembangunan RDNK, persepsi sosial adalah respon masyarakat berdasar perasaan, pengalaman, perhatian, intepretasi dan kemampuan berfikir terhadap informasi yang diperoleh terkait RDNK.

METODOLOGI Metode yang digunakan dalam studi adalah adalah studi literatur, pengumpulan data primer (hasil survei di sekitar wilayah tapak RDNK) dan sekunder terkait permasalahan serta analisis terkait dampak sosial. Dalam studi ini, variabel hasil analisis dampak sosial terhadap rencana pembangunan RDNK yang ditinjau adalah dampak terhadap susunan komunitas (yang diwakili sikap masyarakat terdampak terhadap rencana pembangunan) dan dampak individu (yang diwakili persepsi terhadap kesehatan dan keselamatan). Data diolah menggunakan aplikasi spreadsheet excel. HASIL DAN PEMBAHASAN.

Rencana pembangunan PLTN (termasuk RDNK) merupakan salah satu pelaksanaan perumusan dan kebijakan di Bidang Pengembangan Teknologi Energi Nuklir[17]. Hal tersebut merupakan salah satu tugas Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) di Bidang Teknologi Energi Nuklir, seperti tertuang dalam Perpres No. 46 Tahun 2013. Dampak sosial

akan muncul seiring dengan pembangunan RDNK[18]. Kajian potensi dampak sosial merupakan salah satu komponen penting dalam

perencanaan pembangunan RDNK. Kajian ini perlu dilakukan karena adanya perubahan sosial dalam aspek kehidupan. Perencanaan pembangunan RDNK berisiko memunculkan dampak sosial yang apabila tidak ditindaklanjuti dapat berakibat pada kegagalan pembangunan.

Disebutkan bahwa terdapat beberapa variabel analisis dampak sosial yaitu dampak populasi, dampak terhadap susunan komunitas, dampak konflik, dampak terhadap individu atau keluarga dan dampak terhadap kebutuhan infrastruktur komunitas. Dalam survei yang telah dilakukan terhadap masyarakat di sekitar Kawasan Puspiptek Serpong terkait rencana pembangunan RDNK, diperoleh responden yang setuju sebesar 75%, yang ragu 18% dan yang menolak sebesar 7%[19]. Adanya responden yang setuju terhadap rencana pembangunan RDNK, berarti terdapat persepsi positif terhadap dampak pembangunan RDNK. Sebaliknya responden yang menolak, merepresentasikan kekhawatiran atas pembangunan RDNK yang akan berdampak negatif.

Dalam studi ini, berdasar hasil survei diperoleh variabel hasil analisis dampak sosial terhadap rencana pembangunan RDNK yaitu :

1. Dampak terhadap susunan komunitas diwakili persepsi masyarakat terdampak terhadap rencana pembangunan.

2. Dampak individu diwakili persepsi terhadap kesehatan dan keselamatan. Tabel 1. Analisis Potensi Dampak Sosial Terhadap Rencana Pembangunan RDNK

Variabel Potensi Dampak Positif Potensi Dampak Negatif

Dampak terhadap susunan komunitas

Setuju (75%) Menolak (7%)

Dampak individu dan keluarga

Harga listrik lebih murah Pencemaran radioaktif

Menciptakan lapangan kerja

Limbah radioaktif

Tidak mengeluarkan polusi Terjadi kecelakaan/kebocoran reaktor nuklir

Page 225: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir Padang, 18 September 2019

Karakteristik sosial tertentu dalam setiap kelompok

ekonomi dan karakteristik budaya dapat memtentang pengenalan teknologi atau infrastruktur baru di daerah terdekat, termasuk RDNK[20]. Hasil tingkat keberterimaan masyarakat sebesar 75% terhadap kehadiran RDNK dapat dipersepsikan bahwa masyarakat, atau responden yang mewakili saat survei, mempunyai keyakinan ada manfaat yang bisa diperoleh. Hal ini ditunjukkan dari tingkat pemahaman bahwa kehadiran RDNK akan menyebabkan harga listrik lebih murah, menciptakan lapangan kerja dan selama operasi tidak mengeluarkan polusi. Namun, beberapa masyarakat (yang terwakili saat survei) sebesar 7% beranggapan bahwa kehadiran RDNK berisiko menimbulkan pencekecelakaan/kebocoran reaktor nuklir. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah akan muncul kelompok kepentingan dalam susunan komunitas.

Berdasar hasil survei masyarakat sekitar kawasan Puspiptekrencana pembangunan RDNK, diketahui bahwa terhadap pemahaman potensi dampak sosial adalah responden berlatar belakang pendidikan menengah, mempunyai pekerjaan swasta dan dewasa (Gambar 2menunjukkan bahwa keberterimaan terhadap dampak yang dimungkinkan muncul dapat dimengerti oleh masyarakat dewasa dengan pendidikan yang tidak terlalu tinggi dan mempunyai pekerjaan diluar pemerintahan. akan memperkuat dan memperlancar upaya pelaksanaan aktivitas dan pencapaian tujuan pembangunan RDNK. Kecenderungan hasil survei ini akan digunakan untuk melakukan implementasi rekayasa sosial dengan memperhatikan latar belakang umur, pekerjaan dan pendidikan dari masyarakat yang akan menjadi mitra dalam kegiatan diseminasi iptek nuklir.

Gambar 2. Tingkat

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019

ISSN: 2355

Karakteristik sosial tertentu dalam setiap kelompok masyarakat seperti kondisi ekonomi dan karakteristik budaya dapat mempengaruhi sikap dan pendapat tentang pengenalan teknologi atau infrastruktur baru di daerah terdekat, termasuk

ingkat keberterimaan masyarakat sebesar 75% terhadap kehadiran RDNK dapat dipersepsikan bahwa masyarakat, atau responden yang mewakili saat survei, mempunyai keyakinan ada manfaat yang bisa diperoleh. Hal ini ditunjukkan dari tingkat

hadiran RDNK akan menyebabkan harga listrik lebih murah, menciptakan lapangan kerja dan selama operasi tidak mengeluarkan polusi. Namun, beberapa masyarakat (yang terwakili saat survei) sebesar 7% beranggapan bahwa kehadiran RDNK berisiko menimbulkan pencemaran radioaktif, limbah radioaktif dan terjadi kecelakaan/kebocoran reaktor nuklir. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah akan muncul kelompok kepentingan dalam susunan komunitas.

Berdasar hasil survei masyarakat sekitar kawasan Puspiptek Serpong terhadap rencana pembangunan RDNK, diketahui bahwa persepsi responden yang cenderung positif terhadap pemahaman potensi dampak sosial adalah responden berlatar belakang pendidikan menengah, mempunyai pekerjaan swasta dan dewasa (Gambar 2-4).menunjukkan bahwa keberterimaan terhadap dampak yang dimungkinkan muncul dapat dimengerti oleh masyarakat dewasa dengan pendidikan yang tidak terlalu tinggi dan mempunyai pekerjaan diluar pemerintahan. Persepsi masyarakat yang cenderung positif ini kan memperkuat dan memperlancar upaya pelaksanaan aktivitas dan pencapaian tujuan

Kecenderungan hasil survei ini akan digunakan untuk melakukan implementasi rekayasa sosial dengan memperhatikan latar belakang umur, pekerjaan dan pendidikan dari masyarakat yang akan menjadi mitra dalam kegiatan diseminasi iptek nuklir.

Tingkat keberterimaan RDNK berbasis pendidikan responden

215

ISSN: 2355-7524

seperti kondisi engaruhi sikap dan pendapat masyarakat

tentang pengenalan teknologi atau infrastruktur baru di daerah terdekat, termasuk ingkat keberterimaan masyarakat sebesar 75% terhadap kehadiran RDNK

dapat dipersepsikan bahwa masyarakat, atau responden yang mewakili saat survei, mempunyai keyakinan ada manfaat yang bisa diperoleh. Hal ini ditunjukkan dari tingkat

hadiran RDNK akan menyebabkan harga listrik lebih murah, menciptakan lapangan kerja dan selama operasi tidak mengeluarkan polusi. Namun, beberapa masyarakat (yang terwakili saat survei) sebesar 7% beranggapan bahwa

maran radioaktif, limbah radioaktif dan terjadi kecelakaan/kebocoran reaktor nuklir. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah

Serpong terhadap responden yang cenderung positif

terhadap pemahaman potensi dampak sosial adalah responden berlatar belakang 4). Hasil ini

menunjukkan bahwa keberterimaan terhadap dampak yang dimungkinkan muncul dapat dimengerti oleh masyarakat dewasa dengan pendidikan yang tidak terlalu tinggi dan

Persepsi masyarakat yang cenderung positif ini kan memperkuat dan memperlancar upaya pelaksanaan aktivitas dan pencapaian tujuan

Kecenderungan hasil survei ini akan digunakan untuk melakukan implementasi rekayasa sosial dengan memperhatikan latar belakang umur, pekerjaan dan pendidikan dari masyarakat yang akan menjadi mitra dalam kegiatan diseminasi iptek nuklir.

berbasis pendidikan responden.

Page 226: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Potensi Dampak Sosial Rencana Pembangunan RDNKSiti Alimah, dkk.

216

Gambar 3. Tingkat

Gambar 4. Tingkat Mitra dalam kegiatan diseminasi iptek nuklir merupakan salah satu bentuk yang dapat

diusulkan untuk implementasi rekayasa sosial, adalah salah satu tindakan mitigatif dan alternatif solusi untuk meminimalkan potsosial, berarti meningkatkan individu dan kelompok mempersepsikan diri mereka sendiri dan satu sama lain, bagaimana mereka berhubungan satu sama lain, dankelompok-kelompok ini yang mungkin relevan dalam konteks proyek. KESIMPULAN

Rencana pembangunan RDNK berpotensi menimbulkan dampak sosial pada masyarakat sekitar Kawasan Puspiptek Serpong, yaitu potensi dampak positifnegatif (7%). Potensi dampak positif adalah persepsi akan menyebabkan harga listrik lebih murah, menciptakan lapangan kerja dan selama operasi tidak mengeluarkan polusi. Potensi dampak negatif adalah persepsi masyarakat bahwa kehadiran RDNK berisiko menimbulkan pencemaran radterjadi kecelakaan/kebocoran reaktor nuklir. Kecenderungan oleh masyarakat dewasa dengan pendidikan yang tidak terlalu tinggi dan mempunyai pekerjaan diluar pemerintahan. pelaksanaan aktivitas dan pencapaian tujuan pembangunan RDNK.ini akan digunakan untuk melakukan implementasi rekayasa sosial, dengan memperhatikan

Potensi Dampak Sosial Rencana Pembangunan RDNK....... ISSN: 2355

Tingkat keberterimaan RDNK berbasis pekerjaan responden

Tingkat keberterimaan RDNK berbasis umur responden.

Mitra dalam kegiatan diseminasi iptek nuklir merupakan salah satu bentuk yang dapat diusulkan untuk implementasi rekayasa sosial, adalah salah satu tindakan mitigatif dan alternatif solusi untuk meminimalkan potensi dampak negatif. Dalam implementasi rekayasa

individu dan kelompok mempersepsikan diri mereka sendiri dan satu sama lain, bagaimana mereka berhubungan satu sama lain, dan karakteristik apa dari

mungkin relevan dalam konteks proyek.

Rencana pembangunan RDNK berpotensi menimbulkan dampak sosial pada masyarakat sekitar Kawasan Puspiptek Serpong, yaitu potensi dampak positif (75%

. Potensi dampak positif adalah persepsi masyarakat bahwa kehadiran RDNK akan menyebabkan harga listrik lebih murah, menciptakan lapangan kerja dan selama operasi tidak mengeluarkan polusi. Potensi dampak negatif adalah persepsi masyarakat

berisiko menimbulkan pencemaran radioaktif, limbah radioaktif dan terjadi kecelakaan/kebocoran reaktor nuklir. Kecenderungan persepsi positif ini dimengerti oleh masyarakat dewasa dengan pendidikan yang tidak terlalu tinggi dan mempunyai pekerjaan diluar pemerintahan. Persepsi ini akan memperkuat dan memperlancar upaya pelaksanaan aktivitas dan pencapaian tujuan pembangunan RDNK. Kecenderungan positif ini akan digunakan untuk melakukan implementasi rekayasa sosial, dengan memperhatikan

ISSN: 2355-7524

erbasis pekerjaan responden.

Mitra dalam kegiatan diseminasi iptek nuklir merupakan salah satu bentuk yang dapat diusulkan untuk implementasi rekayasa sosial, adalah salah satu tindakan mitigatif dan

Dalam implementasi rekayasa individu dan kelompok mempersepsikan diri mereka sendiri dan

karakteristik apa dari

Rencana pembangunan RDNK berpotensi menimbulkan dampak sosial pada (75%) dan

kehadiran RDNK akan menyebabkan harga listrik lebih murah, menciptakan lapangan kerja dan selama operasi tidak mengeluarkan polusi. Potensi dampak negatif adalah persepsi masyarakat

ioaktif, limbah radioaktif dan positif ini dimengerti

oleh masyarakat dewasa dengan pendidikan yang tidak terlalu tinggi dan mempunyai perkuat dan memperlancar upaya

Kecenderungan positif ini akan digunakan untuk melakukan implementasi rekayasa sosial, dengan memperhatikan

Page 227: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

217

ISSN: 2355-7524

latar belakang umur, pekerjaan dan pendidikan dari masyarakat yang akan menjadi mitra dalam kegiatan diseminasi iptek nuklir sehingga meminimalkan dampak negatif. UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih penulis sampaikan ke Kepala Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir yang telah memberikan ruang dalam penelitian ini, khususnya kepada Kepala Bidang Kajian Data Tapak yang telah memberikan pengarahan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang telah membiayai penelitian ini dalam Skema Pendanaan Insinas Flagship RDE Tahun 2019. DAFTAR PUSTAKA 1. HADI SUNTOKO, “Kajian Aspek Keselamatan Tapak PLTN Ujung Lemahabang

Sebagai Lokasi Yang Aman Dari Bahaya Kejadian Ekternal Alamiah”, Jurnal Pengembangan Energi Nuklir Vol. 12, No. 2, Desember 2010.

2. ISNA FITRIA AGUSTINA, RICKA OCTAVIANI, “Analisis Dampak Sosial dan Ekonomi Kebijakan Pengembangan Kawasan Mix Use di Kecamatan Jabon” JKMP (ISSN. 2338-445X dan E-ISSN. 2527 9246), Vol. 4, No. 2, September 2016.

3. PUTRI NADIYATUL FIRDAUSI, “Analisis Dampak Sosial Dalam perencanaan Pembangunan: Rencana Revitalisasi Pasar Wates Wetan, Ranuyoso, Lumajang”, Jurnal kajian Ruang Sosial-Budaya, Vo. 1, No.2, 2018.

4. Ho, Jung-Chun, et.al., “Risk Perception, Trust, and Factors Related to a Planned New Nuclear Power Plant in Taiwan after The 2011 Fukushima Disaster”, Journal of Radiological Protection, 2013

5. PKSEN-BATAN, “ Laporan Evaluasi Tapak Aspek Demografi”, LET 2015. 6. CITRA AYU NARULITA,” Dampak Sosial Ekonomi Pembangunan Mall BOMI Kedaton

Bagi Masyarakat Sekitar”, Skripsi Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, 2019.

7. FARDANI, dkk., “Dampak Sosial Keberadaan PT Vale Indonesia Tbk Terhadap Kehidupan Masyarakat (Studi Kasus Sorowako Kecamatan Nuha Kabupaten Luwu Timur)”, Universitas Hasanuddin: Jurusan Sosiologi FISIP, 2012.

8. FOREST TRENDS, “ Penilaian Dampak Sosial Secara Partisipatif Untuk Proyek dan Program Sumber Daya Alam”, www.foresttrends.org, diakses 20 Juni 2019.

9. KANTO, S., “Modernisasi dan Perubahan Sosial”, Malang: Universitas Brawijaya, 2006. 10. DJAZIFAH, NUR., “Proses Perubahan Sosial Di Masyarakat”, Yogyakarta: Lembaga

Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Negeri Yogyakarta, 2012.

11. DWI P., RAHMAT, “Dampak Sosial Ekonomi dan Lingkungan Penambangan Batubara Ilegal di Desa Tanjung Lalang Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten Muara Enim”, Jurusan Sosiologi , Fakultas Sosial Dan Ilmu Politik : Universitas Sriwijaya,

2015. 12. EMMA WILSON, “ What is Social Impact Assessment”, Researchgate, February 2017. 13. MICHAEL W. GOLAY,”On Social Acceptance of Nuclear Power”, Conjuction with An

Energy Study Sponsored by The Center For International Political Economy and The James A Baker II Institute for Public Policy Rice University, August 2001

14. INTER-AMERICAN DEVELOPMNET BANK, “ Social Impact Assessment“, IDB Series on Environmental and Social Risk and Opportunity, 2018.

15. BURDGE, R.J. 1998, “A Conceptual Approach to Social Impact Assesment”, Revised Edition, United States of America: Social Ecology Press, 2.

16. ANDI SURIADI, dkk., “Persepsi Masyarakat Terhadap Dampak Sosial Ekonomi Rencana Pembangunan Jembatan Selat Sunda”, Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Volume 7. No. 1 April 2015.

17. SITI ALIMAH, dkk., “Kajian Potensi Bahaya Eksternal Alamiah Dalam Penetapan Tapak PLTN Di Indonesia: Studi Kasus Tapak Bangka”, Prosiding Seminar Nasional Infrastruktur Energi Nuklir 2018, Yogyakarta 25 Oktober 2018.

18. MUDJIONO, et.al, “Social Engineering to The Development Plan of Experimental Power Reactor (RDE)”, IOP Conf. Series: Journal of Physics: Conf. Series1198, 022052, 2019.

19. MUDJIONO, dkk., “Penerimaan Masyarakat Sekitar Puspiptek Serpong Terhadap Rencana Pembangunan Reaktor Daya Eksperimental”, Jurnal Pengembangan Energi Nuklir Vol. 20, No.2, 2018.

Page 228: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Potensi Dampak Sosial Rencana Pembangunan RDNK.......

Siti Alimah, dkk.

218

ISSN: 2355-7524

20. DIMAS IRAWAN, et.al., “Recent Status of Public Response to RDE Development & Utilization”, IOP Conf. Series: Journal of Physics: Conf. Series1198,022051, 2019.

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Dian Fitriani, Univ. Andalas)

• Berapa jumlah responden?

• Bagaimana bentuk pertanyaan / kuisioner untuk semua level, apakah seragam?

• Mengapa ada respon positif tentang harga listrik yang murah ketika ada

pembangunan RDNK?

JAWABAN: (Siti Alimah, PKSEN - BATAN)

• Jumlah responden: 99

• Bentuk pertanyaan seragam, dan berupa pilihan ganda

• Di dalam kuisioner, memang ada item-tem yang dimaksud yang berupa persepsi

positif

2. PERTANYAAN: (Dharu Dewi, PKSEN - BATAN)

• Apa tujuan setelah penelitian tersebut dan bagaimana keuntungan/kelebihan dari penelitian tersebut.

JAWABAN: (Siti Alimah, PKSEN - BATAN)

• Setelah penelitian ini, akan dilakukan implementasi dengan pembentukan mitra (kelompok) dari kelurahan. Mitra ini selanjutnya sebagai penyambung lidah untuk meningkatkan pemahaman iptek nuklir kepada kelompok masyarakat lain.

• Keuntungan penerimaan diharapkan meningkat.

Page 229: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

219

ISSN: 2355-7524

PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN UNTUK KESELAMATAN DI INSTALASI NUKLIR

Reno Alamsyah

BAPETEN, Jl. Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120

Email: [email protected]

ABSTRAK PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN UNTUK KESELAMATAN DI INSTALASI NUKLIR. IAEA telah menerbitkan standar terbaru GSR Part 2 Leadership and Management for Safety. Dokumen yang digantikan oleh standar ini, yaitu GS-R-3 Management System for Facilities and Activities, telah diadopsi Indonesia dalam Peraturan Kepala BAPETEN No. 4 Tahun 2010. Kajian lain telah dilakukan untuk mengganti Peraturan ini berdasarkan GSR Part 2. Di sisi lain, IAEA belum menerbitkan pedoman pelaksanaan GSR Part 2 maupun tentang kepemimpinan untuk keselamatan. Tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk melakukan kajian dalam upaya mengembangkan kepemimpinan untuk keselamatan, guna melihat kompetensi yang diharapkan, tipe, logika aksi, dan gaya yang sesuai. Praktik kepemimpinan di instalasi nuklir dipilih guna membatasi masalah dan fakta bahwa Indonesia telah mengoperasikan beberapa instalasi nuklir. Metodologi yang digunakan dalam kajian ini bersifat deskriptif, analitik dan kualitatif berdasarkan sumber-sumber sekunder. Disimpulkan bahwa kepemimpinan untuk keselamatan menuntut pemahaman yang mendalam mengenai pendekatan bertingkat, Budaya Keselamatan, Sistem Manajemen, dan interkasi Manusia-Teknologi-Organisasi (HTO). Kompetensi yang harus dimiliki untuk kepemimpinan ini adalah visioner; analitik; lancar berkomunikasi; bersikap memfasilitasi, memotivasi, dan mempengaruhi; berkomitmen dan bertanggung-jawab. Kepemimpinan untuk keselamatan sesuai dengan tipe ‘Kepemimpinan khusus-keselamatan’; dengan logika aksi tipe ‘strategist’; dan dengan gaya kepemimpinan yang bersifat otoritatif, afiliatif, demokratik, atau pelatih. Kata kunci: kepemimpinan, keselamatan, Sistem Manajemen, Instalasi Nuklir.

ABSTRACT THE DEVELOPMENT OF LEADERSHIP FOR SAFETY IN NUCLEAR INSTALLATION. The IAEA has published the latest standard GSR Part 2 on “Leadership and Management for Safety”. The document has replaced GS-R-3 on “Management System for Facilities and Activities”, which was adopted by Indonesia in the Chairman of BAPETEN Regulation No. 4 of 2010. Other studies have been carried out to replace this Regulation based on GSR Part 2. In other side, the IAEA has not issued guidelines for implementing GSR Part 2 or about leadership for safety. The purpose of paper is to conduct studies to develop leadership for safety, in order to see the expected competencies, types, logic of action, and the appropriate style. The practice of leadership in nuclear installations was chosen to limit the problem and the fact that Indonesia had operated several nuclear installations. The methodology used in this study is descriptive, analytical and qualitative in nature based on secondary sources. It was concluded that leadership for safety requires a deep understanding of graded approach, Safety Culture, Management Systems, and Human-Technology-Organization (HTO) interactions. The competencies that must be possessed for this leadership are visionary; analytic; communication; facilitative, motivative and influencing; high commitment and be responsible. Leadership for safety is in accordance with the type of 'safety-specific leadership'; with the type of action logic ‘strategist '; and with leadership styles that are authoritative, affiliative, democratic, or coach. Keywords: Leadership, Safety, Management System, Nuclear Installation. PENDAHULUAN

Kepemimpinan untuk keselamatan adalah bagian yang terpenting dari standar IAEA GSR Part 2 Leadership and Management for Safety (2016) [1]. Dokumen ini adalah revisi atas pendahulunya GS-R-3 Management System for Facilities and Activities (2006) [2]. Sebagaimana diketahui, GS-R-3 adalah suatu sistem manajemen (SM) yang mengintegrasikan semua tujuan organisasi, seperti keselamatan, keamanan, ekonomi,

Page 230: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengembangan Kepemimpinan Untuk KeselamatanC Reno Alamsyah

220

ISSN: 2355-7524

lingkungan hidup, dsb., dengan tetap berfokus pada Budaya Keselamatan (BK) [3]. Meskipun demikian, GS-R-3 belum memuat aspek yang paling esensial: kepemimpinan.

Penelitian [4], memperlihatkan bahwa kepemimpinan memainkan peran penting pada beberapa bencana nuklir di PLTN Three Miles Island, AS (1979) maupun di PLTN Fukushima Dai-ichi, Jepang (2011). Hal ini sejalan dengan pengamatan dan pelajaran yang dipetik dari kecelakaan di Fukushima ini yang dimual pada Laporan DG IAEA Yukiya Amano (2014) [5]. Laporan ini menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya ada tiga hal penting terkait dengan perlunya kepemimpinan: pengawasan yang efektif, BK yang kokoh, dan pendekatan sistematik terhadap keselamatan yang mempertimbangkan interaksi antara faktor manusia, teknis dan organisasi.

Bagaimana regulasi dan pedoman pengawasan di Indonesia mengenai hal ini? BAPETEN telah menerbitkan Peraturan Kepala BAPETEN No. 4 Tahun 2010 tentang Sistem Manajemen Fasilitas dan Kegiatan Ketenaganukliran (Perka 4/2010) [6], yang terutama mengacu kepada GS-R-3. Pada tahun 2017 BAPETEN juga telah melakukan kajian [7,8] bersama dengan pemegang izin instalasi nuklir guna mengusulkan perubahan atas Perka 4/2010 berdasarkan GSR Part 2, dan pengalaman pelaksanaan GS-R-3 dan ISO 9001 maupun pengawasannya. Kajian tersebut memberikan panduan untuk perubahan pasal-pasal dari Perka 4/2010 dan pedoman-pedoman yang harus diterbitkan. Di bawah GS-R-3, IAEA telah menerbitkan beberapa pedoman SM, antara lain: Pedoman umum GS-G-3.1 (2006) [9]; SM Instalasi Nuklir (2008) GS-G-3.5 (2009) [10]; dan pedoman untuk Badan Pengawas GS-G-1.1 (2002) [11]. Namun, hingga saat ini IAEA belum menerbitkan panduan untuk GSR Part 2.

Karena kepemimpinan adalah aspek yang sangat penting, maka berdasarkan fakta-fakta di atas, tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk melakukan kajian dalam upaya mengembangkan kepemimpinan untuk keselamatan. Dalam hal ini, pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab adalah: Kompetensi kepemimpinan yang bagaimana yang diharapkan oleh GSR Part 2? Apa tipe, logika aksi, dan gaya yang sesuai bagi kepemimpinan untuk keselamatan? Kemampuan apa yang harus dimiliki agar kepemimpinan untuk keselamatan dapat menjadi mangkus? Praktik kepemimpinan di instalasi nuklir dipilih guna membatasi masalah dengan mempertimbangkan bahwa aspek kepemimpinan menjadi semakin penting dengan semakin rumitnya suatu fasilitas. Dalam hal ini, Indonesia telah mengoperasikan beberapa instalasi nuklir, yaitu tiga reaktor riset dan empat instalasi nuklir nonreaktor. POKOK BAHASAN Persyaratan IAEA

Dalam GSR Part 2 [1], IAEA memberikan 14 persyaratan yang tersebar dalam lima Bab utama, yaitu: Tanggungjawab untuk keselamatan; Kepemimpinan untuk keselamatan; Manajemen untuk keselamatan; Budaya untuk keselamatan; dan, Pengukuran, penilaian dan peningkatan. Demonstrasi kepemimpinan untuk keselamatan oleh manajer adalah Persyaratan-2 yang diatur pada Bab III. Meskipun demikian, persyaratan dan bab-bab lainnya juga memuat berbagai tugas manajemen yang memerlukan kepemimpinan mereka. Dengan demikian bagian ini harus mengulas secara tuntas tugas dan peran manajer pada semua lini dalam hal keselamatan. Praktik Kepemimpinan Pada bagian ini akan dibahas perkembangan pemahaman kepemimpinan; jenis-jenis, gaya dan kemampuan untuk meningkatkan kemangkusan kepemimpinan. Kemudian, dapat dipilih jenis dan gaya yang sesuai dengan kepemimpinan untuk keselamatan, serta kemampuan-kemampuan yang harus diperhatikan dalam melaksanakan kepemimpinan tersebut. Dengan demikian, bagian ini diharapkan akan memberi arahan mengenai praktik pelaksanaan kepemimpinan yang baik untuk keselamatan. METODOLOGI

Metodologi yang digunakan dalam kajian ini bersifat deskriptif, analitik dan kualitatif. Standar IAEA digunakan sebagai acuan utama yang memberikan arahan kajian. Buku-buku dan paper-paper kajian kepemimpinan juga digunakan secagai rujukan penting dalam membahas perkembangan pemahaman kepemimpinan; jenis-jenis, gaya dan kemampuan untuk meningkatkan kemangkusan kepemimpinan. HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 231: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

221

ISSN: 2355-7524

Persyaratan IAEA

Persyaratan ke-2 dari GSR Part 2 [1] menuntut adanya komitmen dan demonstrasi kepemimpinan untuk keselamatan oleh para manajer. Tindakan yang dituntut disesuaikan dengan level manajemen yang diemban dan jangkauan strategis lingkup tugasnya. Untuk manajemen senior dengan jangkauan perumusan tujuan jangka panjang, maka mereka diharuskan untuk menunjukkan kepemimpinan untuk keselamatan dengan cara, antara lain: Menetapkan bahwa masalah-masalah yang berkaitan dengan proteksi dan keselamatan adalah prioritas utama, dan mendapat perhatian sesuai dengan tingkat kepentingan masalah tersebut. Artinya, manajemen senior harus memahami penerapan pendekatan bertingkat (graded approach). Sebagai contoh acuan, pada IAEA telah menerbitkan SSG-22 (2012) [12] mengenai penggunaan pendekatan bertingkat pada penerapan persyaratan keselamatan reaktor riset; dan Tecdoc-1740 (2014) [13] mengenai penggunaan pendekatan bertingkat pada penerapan persyaratan SM fasilitas dan kegiatan.

Manajemen senior juga harus menyadari bahwa keselamatan mencakup interaksi antara manusia, teknologi dan organisasi (HTO). Dalam hal ini, Prinsip ke-3 standar utama keselamatan IAEA SF-1 (2006) [14] menegaskan bahwa faktor penting dalam SM adalah pengakuan terhadap seluruh jenis interaksi individu di semua tingkatan dengan teknologi dan dengan organisasi. Kemudian, dijelaskan juga bahwa untuk mencegah kegagalan manusia dan organisasi, faktor manusia harus diperhitungkan dan kinerja yang baik serta praktik yang baik harus didukung. Di sini, faktor manusia dapat berupa pemahaman individu, motivasi, emosi, keandalan dan keterbatasannya. Contoh faktor teknologi adalah: desain, teknologi yang digunakan saat ini baik piranti lunak maupun kerasnya, spesifikasi teknis, analisis keselamatan probabilistik maupun deterministik, dll. Sementara itu, faktor organisasi bisa dalam bentuk: Visi, misi, tujuan dan sasaran, strategi, SM, proses pengambilan keputusan, komunikasi, manajemen SDM dan pengetahuan, budaya organisasi, dsb. Dalam mewmpertimbangkan interaksi ketiga faktor ini, perlu juga diperhatikan jarak antar faktor, dinamika yang dapat bersifat non-linier, ketidak stabilan interaksi dan kerumitan masalah.

Pada salah satu evaluasi atas kecelakaan nuklir PLTN Fukushima, laporan IAEA (2013) [15] menyimpulkan bahwa Interaksi faktor manusia, teknis dan organisasi di semua organisasi pemangku kepentingan dan antara berbagai tingkat di dalam setiap organisasi harus dievaluasi dan dipahami untuk setiap fase siklus kehidupan fasilitas nuklir. Hal ini sejalan dengan pedoman IAEA GS-G-3.5 [10] yang menegaskan bahwa keselamatan pada akhirnya adalah hasil interaksi antara manusia, teknologi dan organisasi; dan hal tersebut adalah dasar utama dari konsep BK.

Dalam hal BK, manajemen senior juga harus menetapkan perilaku yang diharapkan dan mendorong BK yang kokoh. Harus dicatat, bahwa BK adalah produk dari kecelakaan nuklir Chernobyl tahun 1986. Dokumen IAEA untuk BK yang paling awal INSAG-4 [3] terbit tahun 1991. IAEA juga menerbitkan Tecdoc 1329 (2002) [16] sebagai pedoman peningkatan BK pada instalasi nuklir; Tecdoc 1707 (2013) [17] untuk pedoman pengawasan BK pada instalasi nuklir; dan SRS No. 83 (2016) [18] sebagai pedoman untuk melakukan penilaian diri (self-assessment). Akhirnya, untuk tujuan jangka panjang, manajemen senior juga harus menetapkan penerimaan akuntabilitas pribadi sehubungan dengan keselamatan dari semua orang dalam organisasi dan menetapkan bahwa keputusan yang diambil di semua tingkatan telah mempertimbangkan prioritas dan akuntabilitas untuk keselamatan.

Untuk tujuan jangka menengah, GSR Part 2 mengharuskan manajer di semua tingkat dalam organisasi untuk memastikan bahwa kepemimpinan mereka meliputi penetapan tujuan keselamatan yang sesuai dengan kebijakan keselamatan organisasi, secara aktif mencari informasi mengenai kinerja keselamatan di dalam area tanggung jawab mereka dan menunjukkan komitmen untuk memperbaiki kinerja keselamatan. Dalam proses penetapan ini, para manager seharusnya mengacu pada standar IAEA SF-1 mengenai prinsip-prinsip dasar keselamatan [14] dan GSR Part 3 tentang proteksi dan keselamatan radiasi [19], beserta turunannya sesuai dengan tipe fasilitas dan lingkup kegiatan yang mereka lakukan. Di samping itu, para manajer juga harus mengembangkan nilai dan harapan individu dan kelembagaan untuk keselamatan dalam organisasi melalui keputusan, pernyataan dan tindakan; serta memastikan terlaksananya tindakan mereka dalam: mendorong pelaporan masalah terkait keselamatan, mengembangkan sikap bertanya dan belajar, dan memperbaiki tindakan atau kondisi yang merugikan keselamatan.

Akhirnya, untuk tujuan jangka pendek, manajer di semua tingkatan dalam organisasi harus: mendorong dan mendukung semua individu dalam mencapai tujuan keselamatan dan menjalankan tugasnya dengan selamat; melibatkan semua individu dalam meningkatkan

Page 232: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengembangan Kepemimpinan Untuk KeselamatanC Reno Alamsyah

222

ISSN: 2355-7524

kinerja keselamatan; dan, mengkomunikasikan dengan jelas dasar keputusan yang relevan dengan keselamatan. Tabel 1 berikut menyarikan tugas kepemimpinan untuk keselamatan beserta atribut dan kompetensi yang harus dikembangkan:

Tabel 1. Atribut dan kompetensi kepemimpinan untuk keselamatan

Para. Jangkauan tugas Atribut Kompetensi

3.1 Jangka panjang Pendekatan bertingkat; Interaksi Manusia-Teknologi-Organisasi; Budaya Keselamatan; Akuntabilitas.

Analitik; Kerjasama dan berkomunikasi; Memfasilitasi; Memotivasi; Mempengaruhi; Bertanggung-jawab.

3.2 Jangka menengah Penetapan tujuan keselamatan; Perbaikan berkelanjutan; Nilai dan harapan; Bertanya dan belajar.

Visioner; Komitmen; Menginspirasi; Memfasilitasi; Memotivasi; Mempengaruhi; Memantau.

3.3 Jangka pendek Pelaksanaan dan pengedalian keselamatan; Pelibatan orang; Komunikasi keselamatan.

Memfasilitasi; Memantau; Mempengaruhi; Berkomunikasi.

Tabel 1 di atas antara lain menjelaskan bahwa kepemimpinan yang mampu

mengimplementasikan pendekatan bertingkat dengan memperhatikan interaksi HTO tentunya dituntut untuk memiliki kemampuan analitik yang baik. Untuk membangun BK yang kokoh, ia juga harus lancar berkomunikasi, bersikap memfasilitasi, memotivasi, dan mempengaruhi. Selain itu, secara keseluruhan ia juga harus visioner, berkomitmen dan bertanggung-jawab. Evolusi Kepemimpinan

Dalam buku “Leadership: Theory and Practice” (2016) [20] diuraikan bahwa definisi kepemimpinan telah mengalami berbagai evolusi. Di awal 1900an, pada suatu konferensi kepemimpinan didefinisikan bahwa kepemimpinan adalah “kemampuan untuk mengesankan kehendak pemimpin pada mereka yang memimpin dan mendorong kepatuhan, rasa hormat, kesetiaan, dan kerja sama”. Pada tahun 80an, kepempinan dikaitkan dengan tema tema seperti: lakukan seperti yang diinginkan pemimpin, pengaruh, orientasi sifat, dan transformasi. Kemudian, pada awal abad ke-21, ditemukan beberapa pendekatan kepempinpinan, yaitu: Kepemimpinan Otentik, dengan penekanan pada keaslian para pemimpin dan kepemimpinan mereka; Kepemimpinan Spiritual, yang berfokus pada kepemimpinan yang memanfaatkan nilai-nilai dan rasa panggilan serta keanggotaan untuk memotivasi para pengikut; Kepemimpinan melayani, yang menempatkan pemimpin dalam peran melayani dengan ‘asas kepedulian’ untuk berfokus pada kebutuhan para pengikut membantunya menjadi lebih mandiri, berpengetahuan, dan seperti hamba sendiri; dan, Kepemimpinan Adaptif, dengan para pemimpin yang mendorong pengikut untuk beradaptasi dengan menghadapi dan memecahkan masalah, tantangan, dan perubahan.

Dijelaskan pula juga bahwa setelah puluhan tahun mengalami disonansi, para sarjana kepemimpinan sepakat bahwa mereka tidak dapat menghasilkan definisi umum tentang kepemimpinan. Hal ini adalah karena pengaruh global yang berkembang dan perbedaan kebutuhan antar generasi. Meskipun demikian, [20] menguraikan pemahaman bahwa kepemimpinan terkait erat dengan beberapa fenomena berikut: Kepemimpinan adalah suatu proses; Kepemimpinan melibatkan pengaruh; Kepemimpinan terjadi dalam kelompok; dan, Kepemimpinan melibatkan tujuan bersama. Berdasarkan hal itu, buku ini menawarkan definisi: ‘Kepemimpinan adalah suatu proses yang di dalamnya seorang individu mempengaruhi sekelompok individu untuk mencapai tujuan bersama’. Dalam ‘kepemimpinan untuk keselamatan’, maka tujuan bersama yang dimaksud dalam definisi ini adalah keselamatan. Jenis dan Gaya Kepemipinan

Studi yang dikumpulkan Hazy (2006) [21] dengan mengutip penelitian terdahulu menjelaskan bahwa pada umumnya ada dua jenis kepemimpinan: Transaksional dan Transformasional. Kepemimpinan transaksional dikaitkan dengan praktik manajemen

Page 233: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

223

ISSN: 2355-7524

tradisional seperti mendefinisikan tugas, memperjelas struktur, mengidentifikasi peran, mengelola penugasan, serta memberikan imbalan yang sesuai. Kepemimpinan transformasional berfokus pada visi dan motivasi untuk mengaktifkan sistem penghargaan internal individu dalam mengejar tujuan yang lebih tinggi, termasuk kegiatan yang mendorong komunikasi lintas fungsional, mempromosikan pembelajaran dan berbagi pengetahuan, dan meningkatkan kompleksitas interaksi.

Penelitian yang dikembangkan oleh Molnar et al. [22] membandingkan kinerja keselamatan antara tiga gaya kepemimpinan: Transaksional, Transformasional, dan Khusus-Keselamatan. Kepemimpinan khusus-keselamatan (Safety-specific Leadership) didefinisikan sebagai kepemimpinan yang tidak harus transformasional ataupun transaksional, melainkan menunjukkan jangkauan fokus dan prioritas pada keselamatan di atas aspek-aspek lain seperti kecepatan produksi dan jadwal, bereaksi terhadap perilaku keselamatan bawahan, dan inisiatif untuk mengambil tindakan terkait masalah keselamatan.

Penelitian ini dilakukan pada suatu pabrik kertas dengan 269 karyawan sebagai respondennya. Disimpulkan bahwa kepemimpinan khusus-keselamatan memberikan kontribusi tambahan atas prediksi perilaku keselamatan positif jika dibandingkan dengan kepemimpinan transaksional dan transformasional. Hal ini menggarisbawahi pentingnya menekankan dan mendorong fokus pada masalah keselamatan dalam program pelatihan kepemimpinan keselamatan, terlepas dari peningkatan perilaku pemimpin yang terkait dengan tipe kepemimpinan umumnya. Temuan dari penelitian ini sangatlah relevan dengan pemahaman mengenai kepemimpinan untuk keselamatan sebagaimana direkomendasikan oleh GSR Part 2.

Lebih jauh, tipe logika aksi, gaya dan sifat-sifat kepemimpinan akan mempengaruhi kemangkusan kepemimpinan untuk keselamatan. Rooke dan Torbert dalam buku The Essential Guide to Leadership [23] menyarikan adanya tujuh tipe logika aksi kepemimpinan beserta sifat-sifat, kekuatan dan kelemahannya. Ketujuh tipe logika aksi ini adalah: Oportunis, diplomat, pakar, pencapai (achiever), individualis, strategist, dan alkemist. Seperti telah diidentifikasi pada Tabel 1, kepempimpinan untuk keselamatan memerlukan berbagai kompetensi seperti: kemampuan analitik; berkomunikasi; bersikap memfasilitasi, memotivasi, dan mempengaruhi; visioner; berkomitmen dan bertanggung-jawab. Dari tujuh logika aksi kepemimpinan itu, dan dengan memperhatikan Tabel 1, maka logika aksi kepemimpinan yang paling sesuai bagi kepemimpinan untuk keselamatan adalah tipe Strategis. Logika aksi lainnya dapat berpotensi merugikan tujuan keselamatan, dan logika aksi alkemist secara alamiah sangatlah jarang ditemukan. Logika aksi Pencapai mungkin dapat digunakan, tetapi hanya terbatas pada level manajemen tingkat operasional.

Selanjutnya, Osborne dalam buku Essential Managers: Leadership [24] dengan mengutip penelitian terdahulu menyampaikan enam gaya kepemimpinan, yaitu: Koersif, Otoritatif, Afiliatif, Demokratik, Pacesetting, dan Pelatih. Jika dibandingkan dengan Tabel 1, maka dapat dikatakan bahwa gaya kepemimpinan yang cocok bagi kepemimpinan untuk keselamatan adalah Otoritatif, Afiliatif, Demokratik, dan Pelatih. Gaya Otoritatif dianggap yang paling memiliki dampak positif. Sementara itu, gaya Koersif dan Pacesetting dinilai terlalu memaksa dan memberikan dampak negatif.

Penelitian yang dilakukan oleh Mandanchian dan Taherdoost [25] mengungkapkan tujuh kemampuan yang harus dimiliki oleh kepemimpinan yang efektif. Ketujuh hal tersebut adalah kemampuan untuk: Menginspirasi, memfasilitasi, memotivasi, bertanggung-jawab, berperilaku positif, memantau, dan mempengaruhi. Ketujuh kemampuan ini dibutuhkan dalam kepemimpinan untuk keselamatan. KESIMPULAN

Dari kajian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan untuk keselamatan menuntut pemahaman yang mendalam mengenai pendekatan bertingkat, BK, SM, dan interkasi HTO. Kompetensi yang harus dimiliki untuk kepemimpinan ini adalah visioner; analitik; lancar berkomunikasi; bersikap memfasilitasi, memotivasi, dan mempengaruhi; berkomitmen dan bertanggung-jawab. Tipe ‘Kepemimpinan khusus-keselamatan’ adalah sejalan dengan tujuan kepemimpinan untuk keselamatan, baik berasal dari tipe transak-sional ataupun transformasional. Logika aksi yang sesuai untuk kepemimpinan untuk keselamatan adalah tipe ‘strategist’; dengan gaya yang otoritatif, afiliatif, demokratik, atau pelatih. Gaya otoritatif dianggap yang paling memiliki dampak positif. Untuk memastikan kemangkusan kepemimpinan untuk keselamatan, maka dibutuhkan kemampuan untuk

Page 234: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengembangan Kepemimpinan Untuk KeselamatanC Reno Alamsyah

224

ISSN: 2355-7524

menginspirasi, memfasilitasi, memotivasi, bertanggung-jawab, berperilaku positif, memantau, dan mempengaruhi. UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menucapkan terima kasih banyak kepada manajemen P2STPIBN BAPETEN yang telah mendukung dan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada penulis untuk melakukan kajian ini. Demikian juga kepada manajemen dan staf Perustakaan BAPETEN yang telah memfasilitasi penyediaan referensi yang dibutuhkan

DAFTAR PUSTAKA 1. IAEA GSR Part 2, “Leadership and Management for Safety”, Juni, Vienna (2016).

2. IAEA GS-R-3, “Management for Facilities and Activities”, Juli, Vienna (2006). 3. IAEA Safety Series No. 75-INSAG-4, “Safety Culture. A report by the International

Nuclear Safety Advisory Group”, Februari, Vienna (1991) 4. Kenji Hayata, “Leadership in Nuclear Crises: Lessons from Three Mile Island and

Fukushima” (2012), diakses tanggal 2 April 2018 pada laman http://us-jpri.org/wp/wp-content/uploads/ 2016/05/cspc_hayata_2012.pdf

5. IAEA, “The Fukushima Daiichi Accident: Report by the Director General”, Vienna (2014). 6. PERKA BAPETEN , “Sistem Manajemen Fasilitas dan Kegiatan Ketenaganukliran”,

Perka BAPETEN No. 4 Tahun 2010, BAPETEN (2010). 7. Reno Alamsyah, et al., “Laporan Hasil Kajian: Kajian Revisi Perka Sistem Manajemen

Instalasi Nuklir”, Desember, BAPETEN, Jakarta (2018). 8. Reno Alamsyah, et al., “Kajian Aspek Kepempimpinan dan Manajemen Keselamatan

untuk Usulan Perubahan Perka BAPETEN No. 4 Tahun 2010”, Prosiding Seminar Keselamatan Nuklir 2018 Hal. 375-382 , Jakarta (2018).

9. IAEA GS-G-3.1, “The Application of Management for Facilities and Activities”, Juli, Vienna (2006).

10. IAEA GS-G-3.5, “The Management for Nuclear Installations”, September, Vienna (2009). 11. IAEA GS-G-1.1, “Organization and Staffing of the Regulatory Body for Nuclear

Facilities”, Agustus, Vienna (2002). 12. IAEA SSG-22, “Use of a Graded Approach in the Application of the Safety Requirements

for Research Reactors”, November, Vienna (2012). 13. IAEA-TECDOC-1740, “Use of a Graded Approach in the Application of the Management

System Requirements for Facilities and Activities”, Juni, Vienna (2014). 14. IAEA SF-1, “Fundamental safety Principles”, November, Vienna (2006). 15. IAEA, “Human and Organizational Factors in Nuclear Safety in the Light of the Accident

at the Fukushima Daiichi Nuclear Power Plant”, September, Vienna (2014). 16. IAEA-TECDOC-1329, “Safety culture in nuclear installations: Guidance for use in the

enhancement of safety culture”, Desember, Vienna (2002). 17. IAEA-TECDOC-1707, “Regulatory Oversight of Safety Culture in Nuclear Installations”,

Maret, Vienna (2013). 18. IAEA SRS No. 83, “Performing Safety Culture Self-assessment”, Juni, (2016). 19. IAEA GSR Part 3, “Radiation Protection and Safety of Radiation Sources: International

Basic Safety Standards”, Juli, Vienna (2014). 20. Northouse PG, “Leadership: Theory and Practice”, Sage, Edisi 7, London (2016). 21. Hazy JK, “Measuring leadership effectiveness in complex sociotechnical systems”, E:CO

Vol. 8 No. 3 Hal. 58-77 (2006). 22. Molnar MM., et al., “Leading for Safety: A Question of Leadership Focus”, Safety and

Health at Work 10 180-187(2019). 23. Rooke D. dan Torbert WR., “Seven Transformations of Leadership” dalam “Harvard

Business Review: The Essential Guide to Leadership”, Harvard Business School Publishing, Harvard (2009).

24. Osborne C., “Leadership”, Penguin Random House, New York (2015). 25. Mandanchian M. dan Taherdoost H., Assessment of Leadership Effectiveness

Dimensions in Small & Medium Enterprises (SMEs), Procedia Manufacturing 32 Hal. 1035-1042 (2019).

Page 235: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

225

ISSN: 2355-7524

ANALISIS METODE PEMBUATAN TERMOKOPEL TIPE-K PADA UNTAI FASSIP-02

Arif Adtyas Budiman, G. Bambang Heru, Mulya Juarsa

Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Gd. 80

Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan 15310

Email: [email protected]

ABSTRAK ANALISIS METODE PEMBUATAN TERMOKOPEL TIPE-K PADA UNTAI FASSIP-02. Pengkajian sistem pendinginan pasif ini dilakukan melalui salah satu fasilitas uji di laboratorium termohidrolik yang disebut sebagai Untai FASSIP-02. Terdapat 32 titik pengukuran suhu, 1 titik pengukuran laju alir, dan tekanan operasi pada Untai FASSIP-02. Setelah dilakukan pengujian pada setiap titik pengukuran suhu, terdapat beberapa termokopel tipe-K yang mengalami penurunan kualitas pembacaan. Dalam kerangka metode sirkulasi alami, besarnya perubahan suhu sebesar 1°C adalah siginifikan, sehingga permasalahan pembacaan termokopel perlu ditindaklanjuti. Tindak lanjut ini dilakukan melalui penyeragaman fisik termokopel tipe-K. Proses pembuatan 5 unit termokopel tipe-K berdiameter 0.6 mm dengan variasi ukuran panjang 5200 mm sampai 19000 mm dilakukan secara manual, yaitu menggunakan metode pilin kawat 4 kali. Pengelasan kedua kaki kawat termokopel dengan pendekatan celah sebesar 1 mm. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik termokopel tipe-K yang dibuat melalui tahapan pengujian secara fisik dan perlakuan termal pada suhu 28°C sampai 98°C yang kemudian didinginkan secara alami. Pengujian gangguan telah diberikan pada saat pemanasan dan pendinginan berlangsung guna mengetahui respon dari setiap termokopel tipe-K tersebut. Berdasarkan pengujian tersebut, TC-02 memperoleh nilai kesalahan rerata pengukuran dan deviasi terbesar dari ke 5 termokopel tipe-K yang dibuat sebesar 1,01% dan 0,0283 secara berurutan. Hal ini menunjukkan bahwa exposed termokopel tipe-K yang dibuat menggunakan metode pembuatan dan pengujian seperti ini sudah dapat diintegrasikan ke dalam sistem untai. Kata kunci: Termokopel tipe-K, sambungan las, Untai FASSIP-02, kesalahan pengukuran,

deviasi

ABSTRACT ANALYSIS OF K-TYPE THERMOCOUPLE FABRICATION METHOD IN LOOP OF FASSIP-02. This passive cooling system assessment is carried out through one of the test facilities in a hydraulic laboratory called the UNTAI FASSIP-02. There are 32 temperature measurement points, 1 point measuring flow rate, and operating pressure on the UNTAI FASSIP-02. After testing at several temperature measurement points, there are several K-type thermocouples that experience a decrease in the quality of the reading. In the natural circulation method, the magnitude of the temperature change of 1°C is significant, so that the problem of thermocouple reading needs to be followed up. This follow-up was carried out through physical uniformity of the K-type thermocouple. The fabrication of five K-type thermocouple units with a diameter of 0.6 mm with a length variation of 5200 mm to 19000 mm is done manually, with using the twisted wire method four times. Welding of both thermocouple wire legs with a gap approach of 1 mm. This study aims to determine the characteristics of K-type thermocouples made through physical testing stages and thermal treatments at temperatures of 28°C to 98°C which are then cooled naturally. Tests for disturbances have been given during heating and cooling to determine the response of each K-type thermocouple. Based on these tests, TC-02 obtained the mean value of error measurement and the largest deviation from the five K-type thermocouples made at 1.01% and 0.0283 respectively. It shows that the K-type exposed thermocouple which was fabricated and tested by this method can already be integrated into the loop. Keywords: Thermocouple type-K, welded joint, FASSIP-02 Loop, measurement error,

deviation

Page 236: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Metode Pembuatan Termokopel Tipe-K; Arif Adtyas Budiman, dkk.

226

ISSN: 2355-7524

PENDAHULUAN Dalam satu dekade terakhir ini, fokus pengkajian dan pengembangan mitigasi sistem

keselamatan reaktor nuklir salah satunya mengarah kepada sistem keselamatan pasif. Sistem ini tidak melibatkan pompa listrik untuk membuang panas dari bejana reaktor melainkan dengan metode sirkulasi alamiah. Air sebagai fluida pendingin memiliki densitas atau massa jenis yang dapat berubah-ubah akibat adanya perubahan suhu sehingga fluida dapat bergerak atau mengalir [1,2]. Suatu fluida yang memiliki densitas lebih rendah terhadap suhu ruang akan bergerak berlawanan arah terhadap garis normal begitupun sebaliknya. Metode ini kemudian dikaji lebih dalam melalui salah satu fasilitas eskperimen Untai FASSIP-02 di laboratorium Termohidrolik, Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir. Metode sistem keselamatan pasif yang dikaji melalui untai FASSIP-02 yaitu dengan mengalirkan fluida (berupa air) di dalam loop dari keluaran pemipaan tangki pemanas yang disebut sebagai water heating tank (WHT) sampai ke perangkat penukar kalor dan kembali lagi ke WHT. Sistem Untai FASSIP-02 tersusun atas satu bejana air, empat pemanas elektrik, satu tangki pendingin sebagai alat penukar panas (heat exchanger), satu tangki ekspansi, sistem pemipaan yang memiliki ruang untuk menginjeksikan tinta, sistem kelistrikan, instrumentasi dan kendali. Ruang lingkup sistem instrumentasi dan kendali yaitu pada sistem akuisisi data dan pengendalian pemanas yang dapat dilakukan secara manual dan otomatis. Adapun data-data primer yang diamati dan direkam yaitu data pengukuran suhu, tekanan, dan laju alir. Saat ini pengembangan untai FASSIP-02 dilakukan dengan mengoptimasi performa termokopel sebagai instrumentasi pengukur suhu. Optimasi dilakukan dengan menyeragamkan diameter kawat termokopel.

Termokopel tipe-K digunakan pada Untai FASSIP-02 dengan sebagian besar ukuran diameter setiap kawatnya sebesar 0.3 mm. Sistem pengukuran suhu, laju alir, dan tekanan operasi menggunakan sistem akuisisi data. Pemrograman LabVIEW 2012 diintegrasikan ke dalam sistem akuisisi data yang digunakan Untai FASSIP-02 sebagai pusat monitor dan kendali pemanas. Tangki WHT memiliki empat sistem pemanas dengan daya masing-masing 5 kW. Pengendaliannya dilakukan secara manual menggunakan pemutus arus atau Miniature Circuit Breaker (MCB) maupun secara otomatis melalui program pengendalian dalam bentuk Virtual Instrument (VI) dengan memanfaatkan dua buah Solid State Relay (SSR) yang terhubung dengan sistem kelistrikan pemanas.

Penelitian dalam pembuatan termokopel tipe-K sebelumnya pernah dilakukan oleh Goswami, R., dkk., pada pembuatan Fast Response Thermocouple dan Thin Film Gauge (TFG). Hasilnya berupa tiga jenis termokopel yaitu Tipe-E, Tipe-E (welding), dan Tipe-K. Kemudian dalam pengujiannya dilakukan dengan pada teknik oil bath [3]. Teknik ini melibatkan cairan dengan densitas lebih besar daripada air sebagai media penghantar kalor dengan posisi bead berada di tengah. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Hadi Santoso, dkk., yang membuat termokopel dari bahan nikel dan tembaga. Teknik pengujiannya menggunakan peti es sebagai tempat cold junction dan hot junction berada di mata solder. Hasil penelitiannya berupa hubungan pengaruh suhu terhadap pulsa tegangan yang dihasilkan dalam orde mikro volt [4]. Penelitian lain terkait pembuatan termokopel dilakukan oleh Qifu Wang, dkk., Kali ini mereka mencoba membuat fleksibel mikro termokopel menggunakan teknik pemilahan material yang memiliki karakter titik leleh rendah untuk mendapatkan koefisien Seebeck yang lebih tinggi yaitu sekitar 10.54 µV/K [5]. Sementara itu, Dan Liu, dkk., menggagas termokopel baru berbahan semikonduktor tipe-n

(La.Sr.) dan tipe-p (InO) dengan keluaran pulsa tegangan sampai 410.3 mV. Model ini direkomendasikan pada kegiatan/pekerjaan dengan suhu tinggi sebesar 1270°C. Melalui pemilihan material yang sesuai, maka pada suhu tinggi di atas 1000°C, pengukurannya tetap responsif [6].

Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, Untai FASSIP-02 memiliki suhu operasi mulai dari +28°C sampai +98°C pada kondisi satu fasa bertekanan 1 atm. Posisi termokopel tipe-K berada di dalam fluida dengan kedalaman +10 mm sampai +80 mm di beberapa titik. Adanya pembacaan suhu yang tidak stabil akibat keberagaman diameter termokopel tipe-K di beberapa titik, maka perlu dilakukan penyeragaman diameter termokopel tipe-K. Untuk memperoleh pembacaan yang stabil, selain keseragaman fisik termokopel tipe-K, sambungan lasnya (bead) pun perlu diperhatikan. Oleh karena itu, melalui proses pembuatan termokopel tipe-K, berbagai parameter pengujian harus dilakukan. Pada penelitian ini, proses pembuatan sambungan las (bead) menggunakan metode pilinan seperti yang direkomendasikan oleh Goswami, R., dkk. Tahapan pengujian

Page 237: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

227

ISSN: 2355-7524

termokopel tipe-K diawali dengan pengujian fisik yang kemudian dilanjutkan dengan pengujian dengan fenomena sirkulasi alamiah. Pengujian dilakukan dengan metode pemanasan fluida (air) pada volume dan suhu tertentu sebelum akhirnya dilakukan pengamatan pada proses pendinginannya, yaitu saat kalor fluida dilepaskan oleh udara secara sirkulasi alami. Parameter kesesuaian pengukuran suhu temokopel non fabrikasi terhadap termokopel tipe-K standar menjadi salah satu kriteria kualitas termokopel tipe-K. Oleh karena itu, proses pembuatan non fabrikasi menjadi langkah analisis yang relevan terhadap hasil pengujian.

TEORI

Perbedaan suhu merupakan parameter penting dalam pengamatan sirkulasi alamiah. Pada jenis fluida berupa air, kenaikan suhu 1°C dapat menginisiasi aliran dengan kecepatan rendah mencapai 0.03 m/s pada kondisi tidak adanya slag udara yang terjebak di dinding pipa. Perubahan suhu tersebut mampu mengubah nilai koefisien pemuaian dan viskositas dinamiknya [7]. Pengamatan perubahan suhu lebih komprehensif menggunakan termokopel yang dipasang pada titik-titik pengukuran sesuai dengan Gambar 1.

Gambar 1. Titik pengukuran suhu pada Untai FASSIP-02.

Pada Gambar 1, terlihat bahwa terdapat 32 titik pengamatan suhu, 1 titik pengamatan laju alir, dan 1 titik pengamatan tekanan operasi. WHT memiliki 6 titik pengamatan suhu yang diposisikan vertikal dan 1 titik tekanan operasi. 6 titik tersebut diantaranya 3 titik untuk pengamatan suhu fluida dan 3 titik lainnya pengamatan suhu permukaan WHT. Ke-6 titik pengamatan tersebut diposisikan di bawah, tengah, dan atas sebelum menuju keluar sistem pemipaan. Begitupun dengan WCT, dengan mempertimbangkan proses perpindahan kalor secara konveksi dan konduksi, titik pengamatan T-WCT 01, T-WCT 02, dan T-WCT 03 ditempatkan sejajar mendatar.

TH-01

TH-02

TH-03

TH-Out

TPH-01

TPH-04

TPC-01

TPH-02

TPH-03

TPC-02

TWCT-01

TWCT-02

TWCT-03

TC-In TC-Out

T-U

TH-In

THSF-01

THE-01 | THE-02 | THE-03

THSF-02

THSF-03

THPC-03

THPC-02

THPC-01

THPE-03

THPE-02

THPA-03

THPA-01

THPA-02

THPE-01

Aliran Fluida

Page 238: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Metode Pembuatan Termokopel Tipe-K; Arif Adtyas Budiman, dkk.

228

ISSN: 2355-7524

Termokopel merupakan transduser aktif yang dapat mengubah energi kalor menjadi pulsa tegangan melalui kedua kawat yang disambung. Hubungan perubahan suhu terhadap pulsa tegangan disebut juga dengan efek Seebeck. Koefisien Seebeck diperoleh dari besarnya pulsa tegangan terukur akibat adanya perubahan suhu pada kedua kawat termokopel [4,5,6,8]. Fenomena ini terjadi karena adanya perbedaan bahan penyusun kedua kawat tersebut. Beberapa tipe termokopel dapat dibedakan berdasarkan bahan penyusunnya, yaitu termokopel tipe-K, tipe-E, tipe-J, tipe-S, tipe-N, tipe-B, tipe-T, dan tipe-R. Tabel 1 memaparkan klasifikasi bahan penyusun termokopel terhadap kemampuan membaca pengukuran suhunya.

Tabel 1. Tipe Termokopel dan Jangkauan Pengukurannya [4].

No. Tipe Termokopel Bahan Penyusun

(+) / (–) Pengukuran Efektif (PE)

(°C) 1. K Chromel / Alumel -200 s/d 1200 2. E Chromel / Constantan Suhu rendah* 3. S Platinum (platinum / 10% Rhodium) > 1600 4. J Iron / Constantan -40 s/d 750 5. B Platinum / Rhodium (Pt-Rh) <50 PE <1800 6. R Platinum (platinum / 7% Rhodium) > 1600 7. N Nicrosil / Nisil > 1200 8. T Copper / Constantan -200 s/d 350

*Direkomendasikan untuk pengukuran suhu dalam kondisi cryogenic [4].

Pada eksperimen sebelumnya, Untai FASSIP-02 dapat dioperasikan di rentang suhu

di WHT sebesar 35°C – 120°C dengan tekanan 1 atm. Termokopel yang digunakan bertipe K dengan kemampuan pengukuran efektif sesuai pada Tabel 1. Dengan mempertimbangkan besarnya tekanan operasi dan tuntutan respon pengukuran yang cepat, konstruksi termokopel dibuat tanpa selongsong/grounding. Secara umum, termokopel dapat dikonstruksi dengan tiga cara seperti pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Tiga Metode Konstruksi Termokopel [9].

Pada konstruksi exposed thermocouple, sambungan las (bead) berada di luar insulator. Metode ini memungkinkan respon cepat pengukuran namun dapat berpotensi mengalami penurunan kualitas pengukuran akibat endapan korosi dari interaksi air dan material dalam WHT.

Pengujian sambungan las dapat dilakukan dengan inspeksi visual menggunakan kaca pembesar maupun dengan pemberian perlakuan suhu. Dinamika suhu pada Untai FASSIP-02 memiliki karakteristik tren kurva pendinginan yang landai. Pendinginan dilakukan dengan suhu lingkungan sebagai bentuk metode pendingin pasif. Oleh karena itu, untuk menguji keandalan pembuatan termokopel tipe-K pada Untai FASSIP-02 dilakukan

Page 239: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

229

ISSN: 2355-7524

pemanasan sampai suhu tertentu dilanjutkan dengan pendinginan sampai suhu kamar. Celah atau jarak tren terhadap termokopel standar merupakan justifikasi keandalan transduser tersebut.

METODOLOGI Pembuatan sambungan las termokopel tipe-K sebanyak 5 unit dengan variasi panjang

antara 5200 – 19000 mm dilakukan dengan cara meleburkan kedua material kawat termokopel tanpa menambahkan unsur di dalamnya menggunakan perangkat las termokopel. Perangkat las termokopel ditampilkan pada Gambar 3 berikut.

(a) (b)

Gambar 3. (a) Perangkat Las Termokopel dan, (b) Sambungan Las Yang Dihasilkan.

Pembuatan termokopel tipe-K dilakukan dengan memilin kedua ujung kawat seperti pada Gambar 3. (b). Banyaknya jumlah pilinan 4 kali dengan memberikan celah diantaranya sekitar 1 mm ditampilkan pada tabel 2. Pertimbangan ini didasarkan pada pengalaman sebelumnya ketika membuat sambungan las hanya pada kedua ujung kawat tanpa dipilin sehingga sambungan las mudah lepas. Pemilinan ini dilakukan dengan harapan hasil pengukuran yang terbaca lebih baik.

Tabel 2. Kondisi Fisik Termokopel Tipe-K Sebelum Pengelasan

No. Label TC Perkiraan celah (mm) Jumlah pilinan 1. TC-01 ~ 1 4 2. TC-02 ~ 1 4 3. TC-03 ~ 1 4 4. TC-04 ~ 1 4 5. TC-05 ~ 1 4

Langkah selanjutnya yaitu mengatur rating arus melalui knob power. Pengaturan ini akan mempengaruhi kualitas sambungan las termokopel tipe-K berdiameter 0.6 mm. Oleh karena itu posisi knob diatur pada kondisi 100% rating arus yang digunakan. Beberapa perlakuan perubahan posisi knob terhadap ujung celah kedua kawat dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Tabel 3. Kondisi Fisik Termokopel Tipe-K Setelah Pengelasan

No. Label TC Panjang TC (mm) Resistansi (Ω) 1. TC-01 ~ 520 20,7 2. TC-02 ~ 500 16,6 3. TC-03 ~ 480 16,5 4. TC-04 ~ 19000 65,1 5. TC-05 ~ 18400 64,6

Setelah pembuatan sambungan las dilakukan dan diuji secara visual yaitu dengan mengukur besarnya resistansi yang dipaparkan pada tabel 3, maka selanjutnya diuji dengan perlakuan suhu yang memiliki tren sesuai dengan Untai FASSIP-02. Uji fungsi dilakukan dalam bentuk kalibrasi termokopel dengan metode kalibrasi tak langsung yaitu membandingkan 5 termokopel terhadap termokopel standar terkalibrasi. Untuk mengkalibrasi termokopel, unit termobath model RB-12 digunakan. RB-12 sebagaimana

Page 240: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Metode Pembuatan Termokopel TipeArif Adtyas Budiman, dkk.

230

ditampilkan pada Gambar 4 merupakan unit psuhunya.

Gambar 4. Unit Pemanas dan Pengaduk

Sebelum proses kalibrasi dilakukan, semua termokopel tipelabel dan disatukan dengan termokopel standar. Adapundilakukan dengan sistem diaplikasikan yaitu NI 9214 dan chassisnya yaitu instrumentasi kalibrasi ditampilkan pada gambar 5.

Gambar 5. Diagram Sistem Pengujian Termokopel Tipe NI cDaq 9178 memiliki 8 slot modul yang dapat membaca sinyal tegangan dan arus. Informasi pelabelan digunakan untuk memudahkan operator dalam memposisikannya agar sesuai dengan slot modul yang aktif. 05 dihubungkan dengan modul 1 NI 9214. kapasitas 16 kanal. Pulsa tegangan yang diberikan akibat adanya perubahan suhu akan dikonversi menjadi data digital melalui pembacaan di perangkat PC. Oleh karena itu, pengoperasian data acquisition systemmenggunakan platform LabVIEW seperti pada

Unit Pemanas dan Pengaduk Model RB-12

TC-01 s/d TC-05

TC-STD

Analisis Metode Pembuatan Termokopel Tipe-K; ISSN: 2355

merupakan unit pemanas dan pengaduk yang dapat

Unit Pemanas dan Pengaduk Model RB-12.

Sebelum proses kalibrasi dilakukan, semua termokopel tipe-K yang telah dibuat diberi label dan disatukan dengan termokopel standar. Adapun metode pengukuran dilakukan dengan sistem data akuisisi. Modul suhu National Instruments yang

dan chassisnya yaitu NI cDAQ 9178. Secara umum rangkaian instrumentasi kalibrasi ditampilkan pada gambar 5.

Diagram Sistem Pengujian Termokopel Tipe-K.

NI cDaq 9178 memiliki 8 slot modul yang dapat membaca sinyal tegangan dan arus. Informasi pelabelan digunakan untuk memudahkan operator dalam memposisikannya agar sesuai dengan slot modul yang aktif. Pada Gambar 5, TC-STD, TC-01 sampai dengan TC

gkan dengan modul 1 NI 9214. Masing – masing modul NI 9214 memiliki kapasitas 16 kanal. Pulsa tegangan yang diberikan akibat adanya perubahan suhu akan dikonversi menjadi data digital melalui pembacaan di perangkat PC. Oleh karena itu,

cquisition system (DAS) memerlukan program. Program dibuat menggunakan platform LabVIEW seperti pada Gambar 6 berikut.

Unit Pemanas dan Pengaduk

1 2 3 4 5 6 7 8

NI 92

14

-em

pty

-

-em

pty

-

-em

pty

-

-em

pty

-

-em

pty

-

-em

pty

- NI cDaq 9178

Perangkat PC

ISSN: 2355-7524

emanas dan pengaduk yang dapat diatur

dibuat diberi metode pengukuran suhu

National Instruments yang NI cDAQ 9178. Secara umum rangkaian

NI cDaq 9178 memiliki 8 slot modul yang dapat membaca sinyal tegangan dan arus. Informasi pelabelan digunakan untuk memudahkan operator dalam memposisikannya agar

01 sampai dengan TC-NI 9214 memiliki

kapasitas 16 kanal. Pulsa tegangan yang diberikan akibat adanya perubahan suhu akan dikonversi menjadi data digital melalui pembacaan di perangkat PC. Oleh karena itu,

(DAS) memerlukan program. Program dibuat

1 2 3 4 5 6 7 8

-em

pty

-

-em

pty

-

Perangkat PC

Page 241: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

231

ISSN: 2355-7524

(a) (b)

Gambar 6. (a) Diagram Pengawatan Digital, dan (b) Tampilan Virtual Pengukuran Suhu.

Pada Gambar 6. (a), desain pengawatan masing-masing pembacaan transduser dibuat menggunakan perintah panggilan loop tertutup sehingga dalam sekali eksekusi, program akan berjalan berkelanjutan. Penggunaan fungsi local variable sebagai pengganti pengawatan langsung dapat menghemat ruang program dan memiliki nilai estetika tersendiri dari sebuah program. Selain fungsi numerik, fungsi grafik diberikan terhadap masing-masing transduser yang diplot dalam satu lembar jendela grafik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6. (b). Fungsi grafik ini yaitu mengakumulasikan rekaman data pengukuran sehingga perubahan suhu TC-STD dan ke-5 termokopel tipe-K lainnya dapat dimonitor dan diketahui trennya. Pengukuran suhu dimulai pada suhu 28°C sampai pada suhu 98°C. Ketika mencapai suhu tersebut, pemanas dimatikan dan rekaman data tetap dilanjutkan dalam kondisi pendinginan alami. Untuk mengetahui besarnya nilai kesalahan pengukuran setiap termokopel tipe-K, persamaan penguji yang digunakan mengikuti [10];

% !" #" #

$ % 100% P (1)

Hubungan antara rerata kelompok pengukuran terhadap % error atau nilai kesalahan pengukuran, akan menunjukkan tingkat ketepatan/keakurasian pengukuran. Sedangkan hubungan antara jangkauan pengukuran terhadap standar deviasinya, akan menunjukkan tingkat kedekatan/kepresisian pengukuran. Standar deviasi setiap termokopel dapat diketahui menggunakan persamaan [10];

( )∑ +,-.!/ P (2)

Di mana nilai 0. merupakan nilai penyimpangan pengukuran tunggal terhadap reratanya

dalam pengukuran kelompok dan n menyatakan jumlah pengukurannya. Standar kualitas yang digunakan pada penilitian ini yaitu batas error yang ditoleransi tidak melebihi dari 3% dari range pengukuran.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Termal Posisi pengukuran suhu dalam kondisi pemanas aktif dan tidak aktif pada thermobath ditunjukkan pada Gambar 7.

Page 242: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Metode Pembuatan Termokopel Tipe-K; Arif Adtyas Budiman, dkk.

232

ISSN: 2355-7524

Gambar 7. Profil Distribusi Suhu Thermobath.

Kondisi yang disimulasikan pada Gambar 7 yaitu pengaruh pemanas yang sedang aktif pada suhu 100°C terhadap kondisi fluida sekitarnya. Dalam eksperimen, untuk mencapai suhu 100°C pada tekanan 1 atm dan suhu ruangan 28°C sampai 30°C, maka membutuhan waktu yang sangat lama, sehingga pada pengujian ini dilakukan sampai suhu maksimum 98°C. Pada Gambar 7, posisi penempatan termokopel tipe-K berada pada zona pengukuran 60°C sampai 80°C. Kondisi ini akan bergeser terhadap waktu sehingga profil masing – masing termokopel tipe-K pada saat pemanasan dan pendinginan secara alami menjadi seperti pada tren yang ditunjukkan pada Gambar 8.

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000

30

40

50

60

70

80

90

100

110

Su

hu P

eng

uku

ran

(oC

)

Waktu (detik)

TC-Std

TC-01

TC-02

TC-03

TC-04

TC-05

Gambar 8. Kurva Transien Pengujian Termokopel Tipe-K.

Lokasi Penempatan Termokopel Tipe-K di atas thermobath.

Pemanas elektrik

Kurva Pemanasan

Kurva Pendinginan

Page 243: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

233

ISSN: 2355-7524

Pengujian perlakuan suhu terhadap termokopel tipe-K dilakukan selama 14000 detik. Pada Gambar 8, tren kurva pemanasan menunjukkan bahwa suhu dari 28°C sampai 98°C lebih cepat meningkat mulai pada 0 detik sampai 3000 detik. Sedangkan penurunannya secara alami membutuhkan waktu lebih dari 9000 detik untuk mencapai suhu ruang. Saat peningkatan suhu maupun penurunannya, adanya celah antara termokopel standar dengan ke-5 termokopel lainnya saat pemanasan terjadi mulai saat memasuki suhu 80°C dengan selisih paling besar sebesar 1°C. Di sisi lain, pelepasan kalor secara alami juga memiliki celah dari suhu puncak sampai 60°C dengan selisih kurang dari 1°C. Pengujian terhadap perlakuan suhu menghasilkan pola pembacaan termokopel tipe-k buatan yang spesifik. Konstruksi exposed thermocouple menghasilkan pengukuran beriak berbeda dengan hasil pengukuran termokopel standar berkonstruksi unexposed thermocouple, yang menghasilkan pembacaan tanpa riak. Fluktuasi tersebut memiliki rentang pembacaan pengukuran antara termokopel standar terhadap termokopel buatan paling besar 2°C, yaitu pada saat pemberian gangguan pemanasan. Rentang pembacaan kemudian melebar saat mempertahankan kondisi pemanasan pada suhu 97°C - 98°C. Untuk mengecilkan rentang pembacaan pengukuran, maka dibuat reratanya. Rerata pembacaan pengukuran suhu termokopel tipe-K buatan kemudian dibandingkan dengan termokopel standarnya. Hubungan linear keduanya diplotkan pada Gambar 9.

25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100105

25

30

35

40

45

50

55

60

65

70

75

80

85

90

95

100

105

TC-01

TC-02

TC-03

TC-04

TC-05

Linear Fit of Sheet4 E1"TC-01"

95% Prediction Band of E1"TC-01"

Term

okopel T

ipe-K

Buata

n

Termokopel Tipe-K Standar

Equation y = a + b*x

Weight No Weighting

Residual Sum of Squares

3.02042

Pearson's r 0.99995

Adj. R-Square 0.99989

Value Standard Error

TC-01Intercept 0.55424 0.08082

Slope 0.98378 0.00121

R2 = 0.99989

Gambar 9. Linearitas Kurva Termokopel Tipe-K Buatan

Pada Gambar 9, kestabilan pengukuran suhu mulai terjadi saat memasuki suhu 41°C. Kestabilan yang dimaksud yaitu kesamaan pengukuran dengan rentang puncak – dasar kurva (amplitude) tidak lebih dari 1°C. Fenomena riak kurva tersebut menunjukkan bahwa suhu fluida masih belum homogen di bawah suhu 40°C. Uji linearitas termokopel tipe-K buatan terhadap standar menunjukkan tingkat kepercayaan pengukuran dalam bentuk R

2

sebesar 0.99989. Untuk menguji tingkat kepresisian pengukuran, nilai penyimpangan pengukuran dihitung terhadap reratanya. Selisih nilai tersebut diplotkan sebagai kurva distribusi seperti ditunjukkan pada Gambar 10.

Page 244: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Metode Pembuatan Termokopel Tipe-K; Arif Adtyas Budiman, dkk.

234

ISSN: 2355-7524

25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1.4

1.6

1.8

2.0

TC-05 S

tand

ar

Devia

si

Suhu Pengujian (oC)

TC-04

TC-03

TC-02

TC-01

Gambar 10. Distribusi Penyimpangan Nilai Pengukuran ke-5 Termokopel Tipe-K.

Kurva distribusi pada Gambar 10 menunjukkan banyaknya titik yang terdistribusi merata pada suhu di atas 40°C memiliki standar deviasi rerata sebesar 0,2. Tabel 4 menjelaskan secara rinci tingkat kesalahan pengukuran dan deviasinya untuk setiap termokopel tipe-K yang dibuat.

Tabel 4. Data Karakteristik Pengujian Termokopel Tipe-K. No. Label TC Kesalahan Rerata (%) Standar Deviasi 1. TC-01 0,74 0,2644 2. TC-02 1,01 0,2899 3. TC-03 0,98 0,2615 4. TC-04 0,57 0,2789 5. TC-05 0,55 0,2772

Nilai kesalahan pengukuran dihitung dari nilai rerata pengukuran terhadap rerata standarnya. TC-02 memiliki tingkat kesalahan pengukuran yang terbesar dari ke-4 termokopel tipe-K lainnya sebesar 1,01% atau sebesar +0,707°C. Pengujian Termal Dengan Gangguan Mengacu pada Gambar 8, adanya gangguan ditunjukkan pada riak yang besar pada saat pemanasan dan pendinginan berlangsung. Pengujian ini dikondisikan ketika celah antara termokopel tipe-K standar dan buatan mendekati selisih kurang dari 0,5°C. Tujuannya untuk mengetahui respon pengukuran termokopel tipe-K buatan. Respon ini kemudian menjadi model untuk dapat melihat keandalan konstruksi exposed thermocouple sebagai transducer suhu primer Untai FASSIP-02. Kurva respon termokopel tipe-K terhadap gangguan diperbesar dari Gambar 8, sehingga tampak jelas seperti pada Gambar 11 berikut.

Page 245: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

235

ISSN: 2355-7524

200 250 300 350 400

34.0

34.5

35.0

35.5

36.0

36.5

37.0

37.5

38.0

38.5

39.0

39.5

40.0

40.5

41.0

41.5

Su

hu P

em

an

asan

(oC

)

Waktu (detik)

TC-Std

TC-01

TC-02

TC-03

TC-04

TC-05

Gambar 11. Respon Termokopel Tipe-K Pada Kondisi Transien Pemanasan Terganggu.

Garis putus-putus menunjukkan kemampuan pengukuran termokopel tipe-K standar dalam kondisi anomali suhu. Kestabilan profilnya diikuti oleh termokopel tipe-K buatan lain namun memiliki riak yang cukup besar. Respon yang dihasilkan pada ke-5 termokopel tipe-K buatan tersebut sangat cepat terhadap perubahan suhu yaitu +0,5 detik/1°C. Selanjutnya, pengujian gangguan dilakukan pada kondisi pendinginan di bawah suhu 41°C. Profil respon termokopel tipe-K yang terbentuk diplotkan menjadi kurva seperti pada Gambar 12 berikut.

12600 12800 13000 13200 13400 13600 13800 14000

36.0

36.5

37.0

37.5

38.0

38.5

39.0

39.5

40.0

40.5

41.0

41.5

Suhu P

endin

gin

an (

oC

)

Waktu (detik)

TC-Std

TC-01

TC-02

TC-03

TC-04

TC-05

Gambar 12. Respon Termokopel Tipe-K Pada Kondisi Transien Pendinginan Paksa.

Page 246: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Metode Pembuatan Termokopel Tipe-K; Arif Adtyas Budiman, dkk.

236

ISSN: 2355-7524

Gambar 12 merupakan detail dari kurva transien (Gambar 8) saat pendinginan. Gangguan diberikan pada kondisi pendinginan sebanyak 4 kali dengan cara memberikan tambahan fluida bersuhu +28°C mulai pada detik ke 13300. Respon yang diberikan pada saat gangguan diberikan dibentuk dalam riak-riak singkat. Kondisi puncak – dasar kurva riak paling besar yaitu 1°C. Laju penurunan suhu tiba-tiba pada setiap termokopel tipe-K terlihat tanpa celah, lain halnya ketika dalam pengukuran pendinginan alami. Hal ini menandakan kemampuan respon yang baik setiap termokopel tipe-K yang dibuat. KESIMPULAN Pembuatan lima termokopel tipe-K menggunakan metode pilin dan konstruksi exposed thermocouple telah diuji melalui pengujian sambungan las dengan mengukur nilai resistansi di antara kedua kawat dan perlakuan termal. Berdasarkan hasil analisis kurva karakteristik TC-01, TC-02, TC-03, TC-04, dan TC-05 terhadap termokopel standar, model konstruksi exposed thermocouple memberikan respon pengukuran yang cepat. Besarnya tingkat kesalahan pengukuran dan deviasi terbesar terdapat pada TC-02 dengan nilai 1,01% (lebih kecil dari 3% dari standar kualitas yang ditetapkan) dan 0,2899 berturut-turut. Oleh karena itu, termokopel tipe-K yang dibuat dengan model berpilin dan exposed thermocouple dapat digunakan sebagai tranduser primer Untai FASSIP-02.

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan pembiayaan dari Kementrian Riset,

Teknologi, dan Pendidikan Perguruan Tinggi Republik Indonesia melalui program INSINAS Riset Kemitraan dengan Nomor Kontrak : 06/INS-1/PPK/E4/2019 dan Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA [1] A. R. Antariksawan, “Simulation of Operational Conditions of FASSIP-02 Natural

Circulation Cooling System Experimental Loop,” Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia, vol. 19, No. 1, no. Februari 2018, pp. 41–54, 2018.

[2] L. F. Ningsih et al., “Estimasi Perhitungan Kalor dan Laju Aliran Kalor Pada Untai FASSIP-02,” Sigma Epsilon, vol. 22, no. 1, pp. 26–34, 2018.

[3] R. Goswami, “Design fabrication and satic calibration of thermocouple and thin film gauges,” IOP Conf. Ser. Material Science Engineering, p. 377, 2018.

[4] H. Santoso, “Pembuatan Termokopel Berbahan Nikel (Ni) dan Tembaga (Cu) Sebagai Sensor Temperatur,” Indonesia. Journal of Fundametal Science, vol. 5, no. 1 April 2019, pp. 59–66, 2019.

[5] Q. Wang.et all, “A Handy Flexible Micro-Thermocouple Using Low Melting Point Metal Alloys,” Sensors, pp. 1–11, 2019.

[6] D. Liu., et all, “A New Kind of Thermocouple Made of p-Type and n-Type Semi-Conductive Oxides with Giant Thermoelectric Voltage for High Temperature Sensing,” J. Mater. Chem. C, pp. 1–7, 2018.

[7] A. A. Budiman, D. Haryanto, M. Subekti, and M. H. Kusuma, “Preliminary Study on Fluid Dynamics in Manifolds of the Reactor Cavity Cooling System – The Experimental Power Reactor Test Facility Preliminary Study on Fluid Dynamics in Manifolds of the Reactor Cavity Cooling System – The Experimental Power Reactor Tes,” J. Phys. Conf. Ser. Emerg. Nucl. Technol. Eng. Nov. (SENTEN 2018), 2019.

[8] M. C. Rajagopal, K. V Valavala, D. Gelda, J. Ma, and S. Sinha, “Fabrication and characterization of thermocouple probe for use in intracellular thermometry,” Sensors Actuators A. Phys., vol. 272, pp. 253–258, 2018.

[9] J. Wu, “A Basic Guide to Thermocouple Measurements,” no. September, pp. 1–37, 2018.

[10] M. Arman, “Kalibrasi dan Statistik.” [Online]. Available: https://www.slideshare.net/arman_muh/kalibrasi-dan-statistik-presentation. [Accessed: 08-Jul-2019].

Page 247: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

237

ISSN: 2355-7524

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Dedy Haryanto, PTKRN-BATAN) • Diameter kabel termokopel mempunyai bermacam-macam bentuknya, apakah

makin besar diameternya, makin bagus fungsinya atau apa sebaliknya?

• Pemilihan besar diameter berdasarkan apa?

JAWABAN: (Arif A. Budiman, PTKRN-BATAN)

• D >> akan memberikan pembacaan yang stabil, namun pemilihan D harus sesuai

dengan datasheet termokopel tipe-K.

• Besarnya diameter termokopel dipilih berdasarkan kebutuhan suhu & tekanan

operasi sesuai dengan datasheet tipe termokopel itu sendiri (tipe-K).

Page 248: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Metode Pembuatan Termokopel Tipe-K; Arif Adtyas Budiman, dkk.

238

ISSN: 2355-7524

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Page 249: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

239

ISSN: 2355-7524

KARAKTERISASI PEMANASAN DAN PENDINGINAN UNTAI FASSIP-01 BERDASARKAN KEMAMPUAN PENDINGINAN

UNTAI HEAT SINK SYSTEM

Giarno, Joko PW., G.B. Heru K., Ainur Rosidi, Dedy Haryanto, Mulya Juarsa, Deswandri

PTKRN-BATAN, Kawasan Puspiptek Serpong, Gedung 80,15310 email: [email protected]

ABSTRAK

KARAKTERISASI PEMANASAN DAN PENDINGINAN UNTAI FASSIP-01 BERDASARKAN KEMAMPUAN PENDINGINAN UNTAI HEAT SINK SYSTEM. Konsep keselamatan pasif digunakan untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan PLTN. Sistem pasif merupakan sistem pembuang kalor dengan mengasumsikan tidak tersedianya pompa serta gagal beroperasinya generator. Untuk mendalami teknologi sistem pasif telah dilakukan eksperimen sirkulasi alam menggunakan untai FASSIP-01. Sistem pemanas kontak langsung adalah sumber panas (BCH-02) secara langsung memanasi air dalam pipa rektangular tanpa pemanasan air dalam tangki. Sistem pemanas kontak langsung bertujuan untuk memperoleh waktu pemanasan yang lebih cepat dan efisien, dibandingkan dengan pemanas kontak tidak langsung yang menggunakan media air dalam tangka yang dipanaskan terlebih dahulu. Sistem pendingin kontak tidak langsung yaitu pendinginan air dalam tangki oleh mesin refrigerasi dan air dalam tangki mendinginkan air dalam pipa rektangular. Data hasil eksperimen dibuat grafik dan diperoleh karakteristik proses pemanasan yaitu semakin tinggi posisi pipa section maka proses pemanasan semakin cepat sedangkan proses pendinginan terjadi sebaliknya yaitu semakin rendah posisi pipa section, maka semakin cepat proses pendinginan. Untai FASSIP-01 dengan sistem pemanas kontak langsung lebih baik dan lebih cepat waktunya dibandingkan dengan sistem pemanas kontak tidak langsung. Kata Kunci : Karakterisasi, pemanasan, pendinginan, untai FASSIP-01

ABSTRACT CHARACTERIZATION OF HEATING AND COOLING FOR FASSIP-01 BASED ON

COOLING ABILITY FOR HEAT SINK SYSTEM. The passive safety concept is used to improve the security and safety of nuclear power plants. The passive system is a heat removal system assuming the unavailability of pumps and failure of the operation of a diesel generator. To explore passive system technology, natural circulation experiments have been carried out using the FASSIP-01 loop. The direct contact heating system is a heat source (BCH-02) which directly heats water in rectangular pipes without heating the water in the tank. Direct contact heating system aims to obtain a faster and more efficient heating time, compared to indirect contact heaters that use water media in a preheated case. The indirect contact cooling system is cooling the water in the tank by a refrigeration machine and the water in the tank cools the water in rectangular pipes. The experimental data is graphed and the heating process characteristics are obtained, the higher the position of the section pipe, the faster the heating process, while the cooling process is the opposite, namely the lower the section pipe position, the faster the cooling process. The FASSIP-01 loop with direct contact heating system is better and faster in time compared to indirect contact heating system. Keywords: Characterization, heating, cooling, FASSIP-01 loop.

PENDAHULUAN

Kecelakaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Dai-ichi pada 11 Maret 2011 membuat pengaruh yang sangat membahayakan bagi lingkungan dan makhluk hidup, sehingga faktor keselamatan PLTN harus sangat diperhatikan oleh industri nuklir dan menjadi persyaratan wajib [1]. Gagalnya sistem pendinginan aktif Reaktor Nuklir Fukushima Dai-ichi yang mengakibatkan melelehnya teras reaktor dan salah satunya dikarenakan terjadinya Station Blackout (SBO) disertai dengan gagal beroperasinya generator diesel yang mengakibatkan tidak terbuangnya kalor sisa dari dalam teras reaktor yang

Page 250: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Karakterisasi Pemanasan dan Pendinginan... Giarno, dkk

240

ISSN: 2355-7524

berpengaruh langsung pada meningkatnya temperatur di teras reaktor yang mengakibatkan teras reaktor meleleh dan mengakibatkan terjadinya kebocoran gas radioaktif [2]. Reaktor terdahulu seperti Boiling Water Reactor (BWR) hanya mengandalkan sirkulasi paksa (sistem aktif) untuk menurunkan panas yang tersisa di dalam teras reaktor setelah shutdown, kecelakaan reaktor Fukushima Dai-ichi menjelaskan tentang sangat pentingnya sistem keselamatan pasif untuk diaplikasikan pada sistem keselamatan reaktor lanjut [3].

Untai FASSIP terdiri dari untai rektangular dan untai Heat Sink System (HSS) [4]. Uji fungsi dan eksperimen sirkulasi alami kondisi statis dan dinamis telah dilakukan dengan kondisi untai rektangular menggunakan isolasi termal dengan aliran pendingin searah pada HSS [5]. Eksperimen sirkulasi alam dengan sistem pendingin berlawanan arah telah dilakukan, untuk mengetahui kemampuan pengambilan kalor oleh untai HSS [6]. Pada tahun 2017 telah dilakukan eksperimen sirkulasi alami sebanyak 25 variasi sesuai dengan matriks penelitian [7]. Kegiatan penelitian tahun 2018 telah dilakukan modifikasi pada sistem pemanas dari sistem pemanas kontak tidak langsung (tangki heater) menjadi sistem pemanas kontak langsung, sementara pada sistem pendingin masih dibuat tetap menggunakan tangki cooler sebagai pendingin yang disebut untai HSS. Sistem pemanas kontak langsung adalah sumber panas yang berasal dari kawat pemanas dalam Insulating Brick yang memanasi air secara langsung dalam pipa rektangular tanpa melalui media air dalam tangki.

Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan karakteristik pemanasan dan pendinginan untai FASSIP-01 kondisi sistem pemanas kontak langsung (BCH-02) [8] dan sistem pendingin kontak tidak langsung (HSS). Hasil yang diharapkan proses pemanasan waktunya lebih cepat dan efisien daripada penelitian sebelumnya yang menggunakan pemanasan kontak tidak langsung. DESKRIPSI DESAIN

Untai FASSIP-01 adalah fasilitas uji untuk simulasi pendinginan secara pasif. Komponen utama fasilitas uji untai FASSIP-01 adalah sebuah pemipaan berbentuk segi empat yang disebut untai rektangular, dilengkapi sumber panas dan sumber dingin, sehingga akan terjadi perpindahan kalor secara alami dari sumber panas menuju sumber dingin. Sumber panas adalah Brick Ceramic Heating (BCH-02) yang didalamnya terdapat elemen pemanas yang akan memanaskan secara langsung ke bagian pipa (section pipe) untai rektangular sepanjang 1 m, sehingga sumber panas disebut sistem pemanas kontak langsung. Section pipe yang dikungkung dalam BCH-02 diberi 3 termokopel untuk mengukur temperatur air yaitu temperatur air bagian atas (Tair-atas), temperatur air bagian tengah (Tair-tengah) dan temperatur air bagian bawah (Tair-bawah). Data ketiga temperatur tersebut yang akan dibuat grafik hubungan distribusi temperatur selama eksperimen dan dianalisis untuk mendapatkan karakteristik pada saat proses pemanasan dan proses pendinginan. Sumber pendingin adalah tangki cooler yang berisi air dingin hasil pendinginan dari mesin refrigerasi melalui pompa. Pipa bagian dari untai rektangular sepanjang 1 m didinginkan oleh air dingin dalam tangki cooler, sehingga disebut sistem pendingin kontak tidak langsung. Eksperimen sirkulasi alam dilakukan dengan mengoperasikan fasilitas untai FASSIP-01 dengan sistem pemanas kontak langsung dan sistem pendingin kontak tidak langsung, seperti Gambar 1.

Gambar 1 menunjukkan fasilitas eksperimen untai FASSIP-01 dengan sistem pemanas kontak langsung (BCH-02) dengan suplai daya listrik dari slide voltage regulator 25kVA, sedangkan sistem pendingin kontak tidak langsung (untai HSS) terdiri dari tangki cooler, pompa sentrifugal dan sistem refrigerasi. Data temperatur untai FASSIP-01 menggunakan temokopel yang dihubungkan ke modul National Instruments, dibaca dan direkam di komputer dengan menggunakan pemrograman Software LabVIEW [9].

Page 251: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

241

ISSN: 2355-7524

Gambar 1. Fasilitas eksperimen untai FASSIP-01

TATA KERJA Bahan dan peralatan: Bahan: Freon R22 untuk mesin refrigerasi. Peralatan: untai FASSIP-01, komputer & DAS, multimeter digital, tang ampere-meter, selang regulator dan kunci L. Persiapan eksperimen

Melakukan pengisian air ke untai rektangular sampai terlihat tangki ekspansi terisi air setengah volume tangki, pengisian air ke tangki cooler sampai penuh dengan ditandai tinggi permukaan tabung level air sama dengan bagian atas tangki cooler. Langkah eksperimen :

Eksperimen sirkulasi alam diawali dengan menjalankan Software LabVIEW pada komputer untuk perekaman data. Mengoperasikan slide voltage regulator 25 kVA dengan mengatur tegangan elektrik pada 80 Volt, bersamaan dengan mengoperasikan pompa pendingin pada frekuensi 30 Hz, dan begitu juga dengan mesin refrigerasi mulai dioperasikan. Penambahan tegangan listrik menjadi 100 Volt dan 120 Volt dengan interval waktu setiap penambahan selama 20 menit, seperti ditunjukkan pada Gambar 2a. Sistem pendingin diawali dengan mengatur frekuensi pompa pendingin untai Heat Sink System pada 30 Hz dan dibuat tetap selama proses pemanasan, seperti ditunjukkan pada Gambar 2b.

2a. Setting 80,100 &120Volt

2b. setting pompa 30Hz

Gambar 2. Pengaturan tegangan dan pompa pendingin

Sistem pemanas kontak langsung (BCH-02)

Sistem pendingin kontak tidak langsung (HSS)

Page 252: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Karakterisasi Pemanasan dan Pendinginan... Giarno, dkk

242

ISSN: 2355-7524

Pembuatan grafik dan analisis Data temperatur proses pemanasan dan proses pendinginan hasil eksperimen

sirkulasi alam diolah dengan menggunakan program Excel dan dibuat grafik menggunakan software Origin Pro 8 [10]. Grafik hubungan distribusi temperatur selama eksperimen akan didapatkan kurva temperatur proses pemanasan dan proses pendinginan dan akan diperoleh karakteristik pemanasan dan pendinginan. HASIL DAN PEMBAHASAN.

Data temperatur hasil eksperimen pada proses pemanasan dan proses pendinginan hasil eksperimen diolah dengan program Excel dan dibuat grafik hubungan distribusi temperatur selama eksperimen seperti ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Distribusi temperatur selama eksperimen

Gambar 3 terlihat distribusi temperatur selama pemanasan yaitu 3832 detik (1,1 jam) dengan 3 variasi tegangan listrik pada heater yaitu 80, 100 dan 120 Volt dengan frekuensi pompa untai HSS sebesar 30 Hz. Kenaikan temperatur heater (Theater) terlihat naik secara signifikan hingga akhir eksperimen sebesar 145

°C. Temperatur air pipa dalam BCH-02

terlihat berurutan yaitu temperatur air pipa bawah 47°C, temperatur air pipa tengah 75

°C dan

temperatur air pipa atas 85°C, hal tersebut terjadi karena semakin tinggi temperatur air,

maka air akan semakin ringan, karena densitas semakin kecil. Sedangkan temperatur pipa inlet BCH-02 sebesar 30

°C dan temperatur pipa outlet BCH-02 sebesar 60

°C sehingga

diperoleh selisih temperatur sebesar 30°C. Perekaman data temperatur ketika proses

pendinginan dimulai setelah tenaga listrik sistem pemanas dan sistem pendingin dihentikan, tetapi perekaman data oleh DAS pada komputer tetap dijalankan selama 15625 detik (4,3 jam). Selanjutnya berdasarkan kurva distribusi temperatur pemanasan dan pendinginan seperti pada Gambar 3, dapat diperoleh data temperatur pada tiga lokasi yaitu seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Data temperatur ketiga lokasi ketika pemanasan dan pendinginan

Waktu pemanasan

(Detik)

Temperatur air pemanasan (°C)

Waktu pendinginan

(Detik)

Temperatur air pendinginan (°C)

Pipa atas

Pipa tengah

Pipa bawah

Pipa atas

Pipa tengah

Pipa bawah

3832 85 75 47 15625 62 47 46

Pada Tabel 1 waktu pemanasan dibutuhkan 1,1 jam, terlihat temperatur air yang lebih panas adalah berurutan mulai pipa atas, pipa tengah dan pipa bawah, sedangkan waktu pendinginan setelah sumber panas dan sumber dingin dihentikan selama 4,3 jam terlihat

0 5000 10000 15000 20000

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

110

120

130

140

150

Te

mp

era

tur,

T (

oC

)

Waktu,t (Detik)

T-out-pipa atas

T-air-pipa tengah

T-air-pipa bawah

T-in-pipa bawah

T-air-pipa atas

T-Heater

DAYA PEMANAS (80;100;120V) & f POMPA:30 Hz

T-27 (T-air pipa rektangular bawah-BCH02)

T-28 (T-air pipa rektangular tengah-BCH02)

T-29 (T-air pipa rektangular atas-BCH02)

T-Heater-BCH02

T-R26(T-inlet pipa bawah BCH02)

T-R33(T-outlet pipa atas BCH02)

Page 253: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

243

ISSN: 2355-7524

temperatur air yang lebih dingin adalah berurutan mulai pipa bawah, pipa tengah dan pipa atas.

KESIMPULAN

Diperoleh karakteristik proses pemanasan yaitu semakin tinggi posisi pipa section maka proses pemanasan semakin cepat sedangkan proses pendinginan terjadi sebaliknya yaitu semakin rendah posisi pipa section, maka semakin cepat proses pendinginan. Untai FASSIP-01 dengan sistem pemanas kontak langsung lebih baik dan lebih cepat waktunya dibandingkan dengan sistem pemanas kontak tidak langsung.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini didanai oleh DIPA-PTKRN tahun anggaran 2018 dan ucapan terimakasih kepada rekan-rekan BPFKR atas terselenggaranya kegiatan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA 1. IAEA-TECDOC-1264, “Natural Circulation in Water Cooled Nuclear Power Plants”,IAEA,

November, Vienna (2009). 2. J. VIKAS et al., “Experimental investigation on the flow instability behavior of a

multichannel boiling natural circulation loop at low-pressures”, Experimental Thermal and Fluid Science, Vol. 34, pp.776–787 (2010).

3. WANG YAN, “Preliminary Study for The Passive Containment Cooling System Analysis of The Advanced PWR’, Energy Procedia 39, pp,240-247 ( 2013 ).

4. MULYA JUARSA, GIARNO, G.B. HERU K., DEDY HARYANTO, JOKO PRASETIO, “Passive system simulation facility (FASSIP) loop for natural circulation study”, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir (2016).

5. GIARNO, G.B.HERU K, JOKO PRASETIO W, MULYA JUARSA, “Karakterisasi Pre-cooler sebagai Sistem Heat Sink Pada Untai Fassip-01”, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir (2016).

6. GIARNO, JOKO P.W., MULYA JUARSA, Analisis Kemampuan Pertukaran Kalor Tangki Cooler Berdasarkan Perbedaan Arah Aliran Untai Heat Sink System”, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir (2017).

7. GIARNO, JOKO P.W., SUMANTRI H. DEDY HARYANTO, MULYA JUARSA, DESWANDRI, GENI RINA S., “Analisis Efisiensi Termal Heat Sink System Untai FASSIP”, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir (2018).

8. JOKO P.W., D. HARYANTO, GIARNO, M. JUARSA, M.H. KUSUMA, A.R. ANTARIKSAWAN, “Pembuatan pemanas kontak langsung pada untai FASSIP-01”, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir (2018).

9. LabVIEW User Manual, National Instruments Corporation, USA (1998). 10. Software Origin Pro 8.0, OriginLab Corporation, USA (2010).

Page 254: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Karakterisasi Pemanasan dan Pendinginan... Giarno, dkk

244

ISSN: 2355-7524

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Page 255: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

245

ISSN: 2355-7524

PENGEMBANGAN SISTEM KENDALI PEMANAS BERBASIS LABVIEW UNTUK EKSPERIMEN KONDISI TUNAK PADA FASSIP-02

G. Bambang Heru K, Ainur Rosidi, Giarno, Dedy H, Mulya J, M Hadi K

Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir Email: [email protected]

ABSTRAK PENGEMBANGAN SISTEM KENDALI PEMANAS BERBASIS LABVIEW UNTUK EKSPERIMEN KONDISI TUNAK PADA FASSIP-02. Semenjak kejadian kecelakaan pada PLTN Fukushima Daiichi, Maret 2011 di Jepang, pengembangan desain keselamatan pembangkit listrik tenaga nuklir terus dilakukan. Salah satunya adalah aplikasi sistem pendingin pasif (SPP) yang digunakan untuk keadaan darurat (transien) maupun recovery akibat kecelakaan. Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir BATAN sejak tahun 2014 telah membangun fasilitas eksperimen untuk penelitian SPP antara lain FASSIP-01 dan FASSIP-02. Beberapa eksperimen menggunakan untai FASSIP-02 telah dilakukan pada kondisi transien. Sangat diperlukan adanya sistem kendali pemanas untuk dapat dilakukan eksperimen pada kondisi tunak. Pada kegiatan ini dilakukan pembuatan sistem kendali pemanas. Tujuan kegiatan untuk mengontrol daya pemanas, sehingga diperoleh temperatur WHT yang stabil sesuai temperatur seting. Daya pemanas mengalir melalui SSR yang dikontrol. Sinyal kontrol SSR diberikan melalui modul NI-9476 berdasarkan program berbasis LabVIEW. Sinyal kontrol diberikan ketika temperatur WHT dibawah temperatur seting. Sinyal kontrol otomatis terhenti ketika temperatur WHT sama atau lebih tinggi dari temperatur seting. Pengkondisian tersebut berlangsung secara terus menerus, sehingga temperatur WHT stabil sesuai temperatur seting. Validasi sistem kendali dilakukan dengan simulasi program dan eksperimen. Dari hasil simulasi program dan eksperimen dapat disimpulkan bahwa temperatur WHT dapat dijaga stabil sesuai temperatur seting. Panas sisa daya terkontrol dapat menaikkan temperatur WHT sebesar 0,87

0C.

Kata kunci: sirkulasi, FASSIP-02, tunak, kontrol, LabVIEW

ABSTRACT

DEVELOPMENT OF HEATER CONTROL SYSTEM BASED ON LABVIEW FOR EXPERIMENTS OF STEADY STATE CONDITIONS IN FASSIP-02. Since the accident at the Fukushima Daiichi nuclear power plant in March 2011 in Japan, the development of the design of nuclear power plant safety has continued. One of them is the application of a passive cooling system (SPP) that is used for emergencies (transients) and recovery due to accidents. The Technology Reactor and Safety Center of BATAN's Nuclear since 2014 has built experimental facilities for SPP research including FASSIP-01 and FASSIP-02. Some experiments using the FASSIP-02 strand have been carried out in transient conditions. It is very necessary to have a heating control system to be able to do experiments in steady state conditions. In this activity a heating control system is made. The purpose of the activity is to control the heating power, so as to obtain a stable WHT temperature according to the setting temperature. Heating power flows through a controlled SSR. The SSR control signal is given via the NI-9476 module based on LabVIEW based programs. The control signal is given when the WHT temperature is below the setting temperature. The control signal automatically stops when the WHT temperature is equal to or higher than the setting temperature. The conditioning takes place continuously, so that the WHT temperature is stable according to the setting temperature. Validation of the control system is done by program and experimental simulations. From the results of program and experimental simulations it can be concluded that the WHT temperature can be kept stable according to the setting temperature. The controlled heat remaining power can increase the WHT temperature by 0.87

0C.

Keywords: circulation, FASSIP-02, steady state, control, LabVIEW

Page 256: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengembangan sistem kendali pemanas berbasis LabVIEW ... G. Bambang Heru K, dkk.

246

ISSN: 2355-7524

PENDAHULUAN Semenjak kejadian kecelakaan pada PLTN Fukushima Daiichi, Maret 2011 di Jepang,

pengembangan desain keselamatan PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) terus dilakukan. Salah satunya adalah aplikasi sistem pendingin pasif (SPP) yang digunakan untuk keadaan darurat (transien) maupun recovery akibat kecelakaan. Beberapa penelitian terkait SPP di dunia sebagian dilakukan secara eksperimental, Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir BATAN sejak tahun 2014 telah membangun fasilitas eksperimen untuk penelitian SPP antara lain FASSIP-01 dan FASSIP-02. Beberapa eksperimen menggunakan untai FASSIP-01 dan FASSIP-02 telah dilakukan pada kondisi transien. Secara prinsip pengoperasian, semua fasilitas tersebut ditujukan untuk eksperimen baik pada kondisi transien maupun kondisi steady state (tunak). Kebutuhan untuk kondisi transien dititik beratkan pada respon sistem terhadap alami terhadap lingkungan, sedangkan kondisi tunak lebih ditekankan pada penyelidikan fenomena sirkulasi alami selama proses pendinginan berlangsung.

Untai FASSIP-02, telah dibangun dengan prinsip pengoperasian yang didasarkan pada kombinasi pendinginan alami (konveksi dan konduksi alam) dan pemanasan aktif menggunakan pemanas (heater) yang kondisinya dapat diubah menjadi transien dan tunak. Komponen utama dari untai FASSIP-02 terdiri dari tangki berisi air pendingin (WCT, water cooling tank) yang bekerja secara alami, penukar kalor (HE, heat exchanger type U-straight), perpipaan dan tangki pemanas air (WHT, water heating tank) yang bekerja dengan pengaturan daya. Sistem instrumentasi pada FASSIP-02 digunakan untuk pengukuran temperatur, tekanan dan laju aliran menggunakan sistem akuisisi data (DAS, data acquisition system) secara digital dengan merk National Instrument (NI). Pengunaan sistem instrumentasi, diperlukan selain untuk pengukuran dan perekaman data juga dapat melakukan proses pengendalian terhadap sistem. Pengendalian dapat dilakukan untuk mengatur bukaan katup, penstabilan daya dan kendali temperatur.

Beberapa eksperimen awal menggunakan Untai FASSIP-02 telah dilakukan pada kondisi transien untuk memperoleh karakteristik dasar dari prinsip kerja fasilitas tersebut terhadap respon alami. Variasi temperatur awal pada WHT yang telah dilakukan masih di bawah 100

oC berdasarkan kondisi tekanan atmosferik untuk saat ini, sedangkan kondisi

variasi tekanan masih menjadi bagian dari rencana penelitian ke depan. Data eksperimen pada kondisi tunak sangat membantu dan mempermudah perhitungan laju aliran sirkulasi alami karena tidak ada variabel yang berubah dalam fungsi waktu. Kondisi tunak terjadi ketika temperatur WHT (bagian panas) dijaga stabil, sehingga temperatur WCT (bagian dingin) juga akan stabil. Sangat diperlukan adanya sistem kendali pemanas WHT untuk dapat dilakukan eksperimen pada kondisi tunak. Pada kegiatan ini dilakukan pembuatan sistem kendali pemanas. Tujuan kegiatan untuk mengontrol daya pemanas, sehingga diperoleh temperatur WHT yang stabil sesuai temperatur seting.

Pengontrolan daya pemanas menggunakan solid state relay (SSR). Daya pemanas mengalir melalui jalur output (AC 220 volt), sedangkan jalur input (DC 24 volt) digunakan sebagai jalur sinyal kontrol. Sinyal kontrol diberikan modul NI-9476 berdasarkan program berbasis LabVIEW. Modul NI-9476 adalah modul digital output dengan 32 kanal. Keluaran modul tersebut adalah sinyal listrik DC 24 volt. Sinyal kontrol diberikan ketika temperatur WHT dibawah temperatur seting. Sinyal kontrol otomatis terhenti ketika temperatur WHT sama atau lebih tinggi dari temperatur seting. Ketika sinyal kontrol terhenti, dengan sendirinya pemanas mati sehingga temperatur WHT turun. Jika temperatur WHT turun hingga di bawah temperatur seting, maka sinyal kontrol otomatis akan diberikan oleh modul NI-9476. Pengkondisian tersebut berlangsung secara terus menerus. sehingga temperatur WHT stabil sesuai dengan temperatur seting.

METODOLOGI 1. Alat dan bahan Solid State Relay

Solid State Relay (SSR) adalah sakelar elektronik semikonduktor. Komponen utama SSR adalah opto-coupler, transistor dan Triode for Alternating Current (TRIAC). SSR terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian input dan output. Opto-coupler dan transistor merupakan bagian input, sedangkan bagian output adalah TRIAC yang berfungsi sebagai sakelar.Diagram rangkaian SSR dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 257: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

247

ISSN: 2355-7524

Gambar 1. Diagram rangkaian Solid State Relay (SSR) [9] Ketika diberikan catu daya pada bagian input SSR, opto-coupler akan aktif sehingga transistor memberikan arus keluaran. Arus keluaran transistor tersebut memicu gate TRIAC sehingga arus daya pemanas mengalir dari anoda menuju katoda TRIAC (sakelar tertutup/terhubung). Pada kegiatan ini dibuat dua jalur catu daya yang dipasang secara pararel pada bagian input SSR. Ke dua jalur tersebut untuk memberikan catu daya secara manual dan otomatis (kontrol) seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Rangkaian input dan output Solid State Relay (SSR)

Sakelar jalur kontrol pada Gambar 2 adalah sinyal keluaran modul NI-9476, sedangkan jalur manual adalah sakelar manual on/off. Bagian output SSR terhubung dengan pemanas yang terpasang pada bagian panas FASSIP-02 (WHT).

Modul NI-9476

Modul NI-9476 merupakan modul sourcing digital output yang berfungsi sebagai sakelar. Pengkondisian sakelar tertutup atau terbuka berdasarkan persamaan yang diberikan dalam block diagram program LabVIEW. Tersedia 32 sakelar pada modul NI-9476 (D0-D31). Diagram alir sinyal kontrol setiap sakelar dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram rangkaian sinyal kontrol NI-9476 [10] Kontrol dilakukan untuk 2 dari 4 pemanas yang terpasang pada WHT (nomor 2 dan 4). Masing-masing pemanas yang dikontrol tersebut terhubung dengan SSR. Sinyal kontrol untuk mengontrol SSR diberikan modul NI-9476 melalui kanal D0 dan D1. Sinyal D0 untuk pemanas nomor 2 dan D1 untuk pemanas nomor 4.

Modul NI-9476 memberikan sinyal keluaran berdasarkan hubungan antara temperatur WHT (Twht), temperatur seting (Tset) dan temperatur kompensasi (Tkomp). Hubungan tersebut sesuai persamaan Twht < Tset-Tkomp. Ketika persamaan tersebut terpenuhi maka modul NI-9476 memberikan sinyal keluaran, dan sinyal akan terhenti ketika persamaan tidak terpenuhi. Sinyal keluaran modul NI-9476 akan mengaktifkan SSR, sehingga pemanas dalam kondisi hidup karena mendapat catu daya

Page 258: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengembangan sistem kendali pemanas berbasis LabVIEW ... G. Bambang Heru K, dkk.

248

ISSN: 2355-7524

2. Diagram blok program kontrol Sebelum program kontrol dieksekusi, terlebih dahulu menentukan Tset dan Tkomp.

Diagram blok program kontrol dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram blok program kontrol

Ketika program dieksekusi, pemanas berfungsi dengan daya 100% (pemanas nomor 1, 2, 3 dan 4 hidup). Temperatur pada WHT naik berdasarkan fungsi waktu. Terdapat 3 buah termokopel sebagai sensor temperatur pada WHT yaitu TH-01, TH-02 dan TH-03. Twht adalah rerata temperatur dari 3 buah termokopel tersebut. Persamaan matematis sebagai kontrol pada program kendali sistem pemanas adalah Twht ≥ Tset-Tkomp. Jika Twht belum sesuai dengan persamaan tersebut, maka pemanas akan tetap hidup dengan daya 100%. Ketika Twht sesuai dengan persamaan kontrol, maka pemanas nomor 2 dan 4 secara otomatis mati, sedangkan pemanas nomor 1 dan 3 dimatikan secara manual dengan menurunkan masing-masing MCB. Ketika Twht kembali turun sampai dengan Twht < Tset-Tkomp maka secara otomatis pemanas nomor 2 dan 4 hidup sampai dengan Twht ≥ Tset-Tkomp. Demikian seterusnya sampai dengan selesainya eksperimen.

3. Simulasi program

Simulasi program dilakukan untuk mengetahui apakah unjuk kerja program sesuai dengan diagram alir. Simulasi dilakukan dengan memberi masukkan temperatur WHT (Twht) dan memilih temperatur seting (Tset) serta temperatur kompensasi (Tkomp). Hasil simulasi dapat dilihat pada indikator hubungan antaraTwht , Tset dan Tkomp.

4. Tahapan eksperimen

Eksperimen dilakukan dengan memilih Tset=50°C dan Tkomp=0°C. Program dieksekusi dengan fungsi kontrol diaktifkan dan semua pemanas dihidupkan (daya 100%) dengan menaikan MCB nomor 1 sampai 4. Selanjutnya menunggu sampai indikator kondisi antara Twht , Tset dan Tkomp berkedip (blink) yang menyatakan Twht ≥ Tset-Tkomp. Ketika kondisi Twht ≥ Tset-Tkomp tercapai, pemanas nomor 1 dan 3 dimatikan secara manual dengan menurunkan masing-masing MCB. Pemanas nomor 2 dan 4 mati secara otomatis karena SSR tidak mendapat sinyal pemicu dari NI-9476 (lampu indikator SSR padam). Ketika temperatur WHT turun sehingga Twht < Tset-Tkomp, secara otomatis modul NI-9476 memberi sinyal pemicu pada SSR (lampu indikator SSR menyala) sehingga pemanas nomor 2 dan 4 hidup (daya 50%). HASIL DAN PEMBAHASAN Instalasi modul NI-9476 dengan SSR

Modul NI-9476 terpasang pada slot 8 cDAQ-9188 yang berada pada panel DAS FASSIP-02. Sedangkan SSR yang terhubung dengan pemanas nomor 2 dan 4 berada pada panel kelistrikan WHT. Instalasi antara NI-9476 dengan SSR sesuai konfigurasinya dapat dilihat pada Gambar 5a dan 5b.

Page 259: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

249

ISSN: 2355-7524

Gambar 5a. Foto SSR pada panel WHT

Gambar 5b. Foto NI-9476 pada panel DAS

Simulasi program

Langkah awal simulasi dengan menggantikan temperatur WHT(Twht) dengan Tsimulasi. Penggantian tersebut dapat dilihat pada Gambar 6a dan 6b untuk front panel, sedangkan Gambar 7a dan 7b untuk block diagram LabVIEW.

Gambar 6a. Front panel kontrol pemanas Gambar 6b. Tsimulasi pada front panel

Gambar 7a. Diagram kontrol pemanas Gambar 7b. Penggantian Tsimulasi

Selanjutnya mengaktifkan program kontrol dengan terlebih dahulu memberikan masukkan yang bervariasi pada Tsimulasi dan Tkomp. Variasi Tsimulasi dengan nilai 49, 50 dan 51, sedangkan Tkomp dengan nilai 0 dan 1. Variasi nilai masukkan tersebut untuk mengetahui apakah program dapat mematikan pemanas sesuai persamaan Tsimulasi ≥ Tset-Tkomp. Hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 8a, 8b dan 8c.

Gambar 8a. Tsimulasi=49°C Gambar 8b. Tsimulas=50°C Gambar 8c. Tsimulas=51°C

Gambar 8a menyatakan pemanas hidup (ON) sesuai persamaan Tsimulasi<Tset-Tkomp, sedangkan Gambar 8b dan 8c menyatakan pemanas dapat dimatikan (OFF) ketika Tsimulasi≥ Tset-Tkomp.

Page 260: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengembangan sistem kendali pemanas berbasis LabVIEW ... G. Bambang Heru K, dkk.

250

ISSN: 2355-7524

Eksperimen

Eksperimen dilakukan dengan Tset=50 dan Tkomp=0. Program dieksekusi mulai dari sebelum pemanas diberikan catu daya sampai dengan berfungsinya sistem kontrol. Hasil eksperimen dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Hubungan Twht terhadap waktu pada kondisi steady state dengan Tset=50°C

Berdasarkan grafik eksperimen pada Gambar 9, dapat diketahui waktu yang diperlukan untuk Twht mencapai 50°C, temperatur tertinggi saat sistem kontrol aktif dan waktu antara hidup/matinya pemanas (ON/OFF). Gambar 10 merupakan perbesaran Gambar 9 untuk mengetahui waktu yang diperlukan saat Twht mencapai 50°C.

Gambar 10. Waktu yang diperlukan untuk Twht=50°C

Diperlukan waktu 2662 detik untuk Twht mencapai 50°C dengan daya 100% (4 pemanas hidup). Setelah tercapainya Twht=Tset=50°C, maka pemanas no 1 dan 3 dimatikan secara manual dengan menurunkan masing-masing MCB. Pemanas nomor 2 dan 4 otomatis mati karena SSR tidak mendapat sinyal pemicu dari modul NI-9476. Ketika Twht turun sehingga Twht < Tset-Tkomp, maka modul NI-9476 kembali memberi sinyal pemicu ke SSR sehingga

Page 261: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

251

ISSN: 2355-7524

pemanas nomor 2 dan 4 hidup kembali (daya 50%). Dengan hidupnya pemanas nomor 2 dan 4, Twht akan naik kembali sehingga Twht ≥ Tset-Tkomp dan secara otomatis pemanas nomor 2 dan 4 mati. Demikian seterusnya sampai selesainya eksperimen. Antara hidup matinya pemanas nomor 2 dan 4, temperatur tertinggi dari WHT adalah 50,84°C, seperti terlihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Hubungan Twht dengan waktu ketika sistem kontrol aktif

Berdasarkan grafik temperatur pada Gambar 11, saat pemanas hidup cenderung lebih singkat waktunya dibanding kondisi pemanas mati. Ketika pemanas mati, terjadi pelepasan kalor panas pada tabung WHT, kalor panas yang terlepas tersebut digantikan dengan kalor panas dari pemanas ketika hidup. Pada Tset=50°C dan Tkom=0, sisa panas dari pemanas nomor 2 dan 4 setelah dimatikan masih dapat menaikan temperatur sebesar 0,84°C (daya 50%). Jika diinginkan kenaikan temperatur yang lebih kecil ketika pemanas mati dapat dengan memberi nilai Tkom >0 atau mengontrol dengan daya 25% (pemanas nomor 2 atau 4 saja yang hidup). KESIMPULAN

Telah dilakukan pengembangan sistem kendali pemanas dengan membuat program kontrol pemanas berbasis LabVIEW. Uji coba program telah dilakukan dengan simulasi dan eksperimen. Hasil simulasi dan eksperimen menyatakan bahwa program kontrol dapat menjaga temperatur WHT sesuai temperatur seting. Sisa panas dari 50% daya yang dikontrol dapat menaikan temperatur WHT 0,84°C. Jika diperlukan untuk memperkecil kenaikan temperatur sisa panas, dapat dilakukan dengan memberikan nilai temperatur kompensasi lebih besar dari 0. Dapat juga dengan memperkecil daya pemanas yang dikontrol yaitu 25% (hanya 1 pemanas yang digunakan untuk mengontrol temperatur).

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Anhar R Antariksawan selaku narasumber dan Bapak Dr. Mulya Juarsa, S.Si, M.ESc selaku koordinator penelitian Insinas Kemitraan FASSIP-02.

Page 262: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengembangan sistem kendali pemanas berbasis LabVIEW ... G. Bambang Heru K, dkk.

252

ISSN: 2355-7524

DAFTAR PUSTAKA 1. ERLANDA KURNIA, dkk,”Karakterisasi Perpindahan Panas Tabung Cooler Pada

Fasilitas Simulasi Sistem Pasif Menggunakan Ansys”, Buletin Ilmiah Sigma Epsilon, Jilid 19, Terbitan 2, Desember, (2014).

2. MULYA JUARSA,”Passive System Simulation Facility (FASSIP) Loop Circulation Study”, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir, Batam, 4-5 Agustus, (2016).

3. ANHAR R ANTARIKSAWAN, dkk,”Premilininary investigation of natural circulation stability in FASSIP-01 experimental facility using RELAP5 code, Jurnal AIP Conference Proceedings, Jilid 2001, Terbitan 1, 16 Agustus, (2018)070003.

4. ANDI SOFRANY E, dkk,”Analysis of the effect of elevation difference between heater and cooler position in the FASSIP-01 test loop using Relap5”, Buletin Ilmiah Sigma Epsilon, Jilid 19, Terbitan 1, Juli, (2016).

5. ANHAR R ANTARIKSAWAN, dkk,”Simulation of operational conditions of FASSI-02 natural circulation cooling system experimental loop”, Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia, Vol 19, No 1, (2018).

6. ANHAR R ANTARIKSAWAN, dkk,”Numerical study on natural circulation characteristics in FASSIP-02 experimental facility using RELAP5 code”, Jurnal IOP Conference Series: Earth and Evironmental Science, Jilid 105, Terbitan 1, Januari, (2018)012091.

7. MULYA JUARSA, dkk,”Preliminary Investigation on Natural Circulation Flow using CFD and Calculation Base on Experimental Data Pre-FASSIP-02”, Jurnal IOP Conference Series: Journal of Physics, Jilid 1198, Terbitan 2, April, (2019)022073.

8. ANHAR R ANTARIKSAWAN, dkk,”Study of heat transfer in a water cooling tank with c-shaped heat exchanger and straight heat pipe under natural circulation”, Jurnal AIP Conference Proceedings, Jilid 2062, Terbitan 1, 25 Januari, (2019)020007.

9. EKO KUSTIAWAN, “Meningkatkan Efisiensi Peralatan Dengan Menggunakan Solid State Relay (SSR) Dalam Pengaturan Suhu Pack-Heating Oven (PHO)” Jurnal STT YUPPENTEK, Vol.9, No.1, April, (2018)1-6.

10. http://www.ni.com/pdf/manuals/373964c_02.pdf.

Page 263: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

253

ISSN: 2355-7524

VISUALISASI DISTRIBUSI SUHU WATER HEATING TANK UNTAI FASSIP-02 MENGGUNAKAN KAMERA INFRA MERAH

Dedy Haryanto, Giarno, Joko Prasetio Witoko, G. Bambang Heru K.,

Mulya Juarsa, M. Hadi Kusuma Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir

Kawasan Puspiptek Gedung 80 Tangerang Selatan

15312 Email address : [email protected]

ABSTRAK

VISUALISASI DISTRIBUSI SUHU WATER HEATING TANK UNTAI FASSIP-02 MENGGUNAKAN KAMERA INFRA MERAH. Proses pemanasan air di dalam water heating tank pada Untai FASSIP-02 merupakan proses penting dalam mengetahui fenomena sirkulasi alamiah yang terjadi. Pada saat untai FASSIP-02 dioperasikan, informasi mengenai distribusi suhu di water heating tank diperlukan sebagai salah satu metode untuk mengetahui efektifitas pemanas yang diberikan dan mengetahui waktu pemanas yang dibutuhkan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui distribusi suhu di water heating tank dan waktu pemanasan yang dibutuhkan agar air mencapai suhu yang diinginkan. Metode yang dilakukan adalah memvisualisasikan distribusi suhu pada permukaan dinding luar water heating tank dengan menggunakan kamera infra merah dan menghitung waktu pemanasan yang dilakukan. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa waktu pemanasan air yang dibutuhkan adalah pada rentang 100-170 menit bergantung pada daya heater yang diberikan. Kamera infra merah dapat memvisualisasikan distribusi suhu dinding luar water heating tank dengan sangat baik dan dapat diandalkan untuk mengetahui informasi suhu secara cepat pada saat proses eksperimen berlangsung.

Kata Kunci : visualisasi suhu, water heating tank, kamera infra merah, FASSIP-02

ABSTRACT

VISUALIZATION OF THE WATER HEATING TANK TEMPERATURE DISTRIBUTION AT

FASSIP-02 LOOP USING RED INFRA CAMERA. The process of heating water in a water heating tank in FASSIP-02 loop is an important process in knowing the natural circulation phenomena that occur. When the FASSIP-02 loop is operated, information about the temperature distribution in the water heating tank is needed as one method to determine the effectiveness of the heateing provided and to know the required heating time. The purpose of this study is to determine the temperature distribution in the water heating tank and the heating time needed so that the water reaches the desired temperature. The method used is to visualize the temperature distribution on the surface of the outer wall of the water heating tank by using an infrared camera and calculating the heating time. The results obtained indicate that the heating time of water needed is in the range of 100-170 minutes depending on the heater power given. Infrared cameras can visualize the temperature distribution of the outer walls of the water heating tank very well and can be relied upon to find out temperature information quickly during the experimental process. Keywords: temperature visualization, water heating tank, infrared camera, FASSIP-02

Page 264: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Visualisasi Distribusi Suhu Water Heating Tank Untai FASSIP-02... Dedy Haryanto, dkk

254

ISSN: 2355-7524

PENDAHULUAN Untai Fasilitas Simulasi Sistem Pasif-02 (FASSIP-02) merupakan fasilitas uji

eksperimen sistem pendingin pasif untuk pengambilan panas sisa hasil peluruhan yang dihasilkan oleh teras reaktor selama kondisi kecelakaan [1-5]. Komponen pada fasilitas uji FASSIP-02 terdiri dari water heating tank (WHT), pemipaan, expansion tank (ET) dan water cooling tank (WCT). WHT berfungsi untuk mensimulasikan teras reaktor ketika Station Black Out (SBO) terjadi [6-8].

Pemanasan air di dalam WHT pada Untai FASSIP-02 merupakan proses penting dalam penelitian untuk mengetahui fenomena sirkulasi alamiah yang terjadi. Pada saat untai FASSIP-02 dioperasikan, informasi mengenai distribusi suhu di WHT diperlukan sebagai salah satu metode untuk mengetahui efektifitas pemanasan yang diberikan dan mengetahui waktu pemanasan yang dibutuhkan. Untuk mengetahui informasi distribusi suhu dapat dilakukan dengan menggunakan metode pengukuran suhu.

Pengukuran suhu dapat dilakukan dengan dua metode yaitu dengan metode kontak dan metode non-kontak. Pengukuran dengan metode kontak menggunakan termometer atau termokopel, sedangkan metode non-kontak menggunakan sensor infra merah. Infra merah merupakan gelombang elektromagnet yang memiliki panjang gelombang sebesar 0,75 – 1000 µm. Max Planck memaparkan bahwa setiap benda yang suhunya diatas 0 K atau sekitar -273 °C meradiasikan infra merah. Kamera infra merah adalah kamera yang dapat merekam pancaran infra merah dari suatu permukaan benda. Dengan demikian distribusi atau pola suhu pada suatu permukaan benda dapat dimonitor.

Visualisasi distribusi suhu menggunakan kamera infra merah berlandaskan pada distribusi suhu pada suatu permukaan suatu benda. Berdasarkan atas distribusi suhu yang terekam oleh kamera infra merah maka dapat ditentukan perbedaan suhu pada permukaan benda tersebut. Besarnya intensitas bergantung pada suhu material, namun demikian lingkungan sekitar, sifat-sifat permukaan bahan, jenis bahan dan lain-lain turut memberikan kontribusi pada intensitas pancaran infra merah. Parameter-parameter tersebut bersifat noise, sehingga harus turut diperhatikan pada waktu menganalisis pola distribusi suhu. Karena noise tersebut sangat sulit untuk dikoreksi secara numerik, pola distribusi suhu yang dihasilkan lebih bersifat kualitatif [9, 10].

Pengukuran metode non-kontak mempunyai keunggulan dibandingkan dengan pengukuran metode kontak. Keunggulan tersebut adalah ; tidak mengganggu pengoperasian, memonitor dari jarak jauh, akusisi lebih cepat dan menghasilkan distribusi atau pola panas pada permukaan sebuah benda. Dengan teknik ini suatu pemantauan kondisi dilakukan melalui pengukuran panas dengan mengukur suhu komponen yang sedang beroperasi pada bagian tertentu dari sebuah peralatan. Suhu abnormal yang sering disebut dengan istilah titik panas atau hot spot mengindikasikan adanya masalah pada komponen yang sedang beroperasi. Kamera infra merah biasanya digunakan untuk inspeksi jaringan instalasi listrik. Inspeksi dapat dilakukan pada panel listrik yang berisikan MCB, kontaktor, fuse ataupun MCCB, disamping itu juga dapat digunakan untuk menginspeksi sambungan kabel pada stop kontak dan sakelar. Karena bentuknya sangat ringkas kamera infra merah mudah digunakan secara berpindah-pindah seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kamera infra merah

Page 265: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

255

ISSN: 2355-7524

Pada kegiatan ini kamera infra merah digunakan untuk memvisualisasikan distribusi suhu pada permukaan dinding luar WHT yang merupakan salah satu komponen pada fasilitas uji FASSP-02 yang merupakan fasilitas uji eksperimen sistem pendingin pasif. WHT merupakan simulator dari reaktor, dimana WHT terangkai dalam satu loop dengan komponen lainnya menggunakan sistem pemipaan yang menggunakan air sebagai fluida kerjanya. WHT dioperasikan dengan memberikan daya listrik pada keempat pemanas listriknya dengan tegangan yang bervariasi untuk mencapai suhu air yang diinginkan. Akibat suhu air didalam WHT meningkat kerapatan air menjadi lebih kecil, sehingga air dengan suhu yang lebih tinggi akan mengalir keatas melalui sistem pemipaan menuju ke WCT. Pada WCT suhu air didalam pemipaan diturunkan oleh air pendingin diWCT, yang mengakibatkan densitas air menjadi lebih besar. Dengan meningkatnya kerapatan air, maka terjadi aliran kebawah menuju WCT kembali. Sebelum fasilitas uji FASSIP-02 dioperasikan untuk pengambilan data penelitian sesuai dengan matrik yang ditentukan perlu dilakukan karakterisasi pada WHT. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengkarakterisasi WHT adalah dengan menggunakan kamera infra merah untuk pengukuran suhu dan memvisualisasikan distribusi suhu pada permukaan didinding luar WHT.

Pengukuran dan visualisasi suhu pada pada permukaan dinding WHT bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh 4 buah pemanas listrik berdaya masing-masing 5 kW yang terpasang pada WHT untuk mencapai suhu mendekati 100 °C dengan tegangan listrik yang berbeda-beda. Suhu tersebut sesuai dengan suhu operasional fasilitas uji FASSIP-02, dimana fasilitas tersebut dioperasikan pada kondisi air satu fase dan tekanan operasi sebesar 1 atm [11].

Metode yang dilakukan dalam memvisualisasikan distribusi suhu pada permukaan dinding luar WHT dalam rangka mengkarakterisasinya adalah dengan pengukuran suhu menggunakan kamera infra merah dan menghitung waktu pemanasan yang dilakukan.

METODOLOGI

Water Heating Tank merupakan salah satu komponen pada FASSIP-02 yang berfungsi untuk meningkatkan suhu pada air sehingga kerapatan air menurun. WHT dilengkapi dengan 4 buah pemanas listrik dengan spesifikasi daya masing-masing 5 kW, sehingga total daya spesifikasinya 20 kW. WHT mensimulasikan teras reaktor sebagai pembangkit kalor, dimana kalor yang dihasilkan mengakibatkan suhu fluida meningkat sehingga kerapatannya menjadi turun dan fluida akan mengalir keatas menuju Water Cooling Tank (WCT). WCT berfungsi mengambil kalor pada fluida sehingga suhu fluida menurun dan berakibat kerapatannya naik, sehingga fluida akan mengalir kebawah menuju ke WHT. WHT diletakkan pada level 0 meter sehingga jika terjadi penurunan kerapatan air maka air akan mengalir menuju WCT yang diletakkan pada ketinggian 11 meter seperti yang terlihat pada Gambar 2 berikut [11-13].

Page 266: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Visualisasi Distribusi Suhu Water Heating Tank Untai FASSIP-02... Dedy Haryanto, dkk

256

ISSN: 2355-7524

Gambar 2. Desain Untai FASSIP-02 [11-13].

Desain WHT terdiri dari 2 bagian yaitu body bermaterial Stainless Steel 304 Sch. 10 berdiameter 24 inchi dengan tinggi 1000 mm dan support menggunakan material Carbon Steel AISI 1040 dengan tinggi 960 mm. Pada body dilengkapi dengan empat buah heater dengan daya total 20 kW, release safety valve 10 bar, temperature gauge 20-100 °C dan pressure gauge 0-10 bar. Sedangkan pada support WHT dilengkapi dengan empat buah mur berukuran 20 mm yang berfungsi untuk menjaga posisi body seperti yang terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Water Heating Tank (WHT)

Page 267: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

257

ISSN: 2355-7524

Proses visualisasi distribusi suhu pada WHT dilakukan dengan menggunakan kamera

infra merah merk NEC tipe TH9100 dengan Emisivitas SS 304 = 0,4. Tahapan visualisasi dilakukan dengan pengukuran suhu pada permukaan luar dinding WHT menggunakan kamera infra merah. Pengukuran suhu dilakukan pada tegangan pemanas listrik yang berbeda-beda (180 V, 200V dan 220V) dengan jeda waktu setiap 5 menit. Hasil visualisasi dengan kamera infra merah dapat dilihat besar suhunya menggunakan software pendukung pada 20 titik dipermukaan dinding luar WHT. Hasil rata-rata suhu pada 20 titik tersebut menjadi data suhu permukaan dinding WHT pada tegangan tertentu dan waktu tertentu. Dengan pembuatan tabel dan grafik berdasarkan data suhu dan waktu dapat diketahui waktu yang diperlukan oleh 4 buah pemanas listrik di WHT pada tegangan yang berbeda. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada saat pengukuran dilakukan, WHT dioperasikan hingga suhu air didalam WHT mencapai suhu mendekati 100 °C sedangkan suhu kamar 28 °C. Pengambilan data dilakukan pada 20 titik pada permukaan dinding WHT untuk mengetahui besar suhu dan diambil nilai rata-ratanya dengan periode waktu 5 menit. Salah satu hasil pengukuran suhu permukaan dinding luar WHT menggunakan kamera infra merah ditunjukkan pada Gambar 4.

a. Tampilan infrared b. Tampilan real

Gambar 4. Pengukuran suhu dinding Water Heating Tank pada tegangan keempat elemen pemanas 220 Volt pada menit ke-90

Pada Gambar 4 terlihat distribusi suhu pada permukaan dinding luar WHT

(ditunjukkan dengan perbedaan warna). Semakin tinggi suhunya ditunjukkan dengan warna putih dan semakin rendah suhunya ditunjukkan dengan warna hitam pada color bar. Pada bagian cap (bagian teratas) dari bejana WHT warna merah lebih merata dibandingkan dengan bagian lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa bagian cap WHT mempunyai suhu tertinggi dengan distribusi hampir merata. Disebabkan karena adanya sirkulasi alamiah fluida didalam WHT dimana fluida dengan suhu yang tinggi berada dibagian atas dan suhu yang rendah dibagian bawah. Empat buah pemanas listrik dengan daya 5 kW diletakkan pada bagian bawah WHT.

Suhu rata-rata hasil perhitungan dari pengambilan data suhu sebanyak 20 titik dipermukaan dinding luar WHT dengan tegangan listrik yang berbeda-beda dan selang waktu 5 menit ditunjukkan pada Tabel 1 berikut.

Page 268: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Visualisasi Distribusi Suhu Water Heating Tank Untai FASSIP-02... Dedy Haryanto, dkk

258

ISSN: 2355-7524

Tabel 1. Hasil pengukuran suhu dinding WHT menggunakan kamera infra merah

No. Waktu (menit)

Pada Tegangan

180 V (°C)

Pada Tegangan

200 V (°C)

Pada Tegangan

220 V (°C)

1 0 27,355 27,260 26,515

2 5 27,190 33,255 28,870

3 10 30,445 35,470 32,785

4 15 31,870 39,155 36,355

5 20 34,265 41,440 39,400

6 25 36,495 44,600 42,840

7 30 37,845 46,585 46,365

8 35 41,065 49,220 48,065

9 40 42,175 52,075 52,645

10 45 43,940 54,955 54940

11 50 44915 57,385 58,950

12 55 48,020 60,325 60,665

13 60 50,375 66,525 67,490

14 65 52,445 65,715 69,790

15 70 52,105 71,075 72,655

16 75 56,020 72,325 79,025

17 80 59,395 75,325 81,835

18 85 60,545 78,910 88,835

19 90 63,705 80,760 89,510

20 95 62,680 84,690 92,095

21 100 66,050 87,345 97,175

22 105 67,535 92,385 -

23 110 70,300 95,480 -

24 115 70,605 97,390 -

25 120 73,110 99,885 -

26 125 78,725 - -

27 130 81,730 - -

28 135 80,600 - -

29 140 85,250 - -

30 145 86,780 - -

31 150 88,775 - -

32 155 90,895 - -

33 160 94,560 - -

34 165 94,815 - -

35 170 98,065 - -

Berdasarkan hasil pengukuran pada suhu permukaan dinding luar WHT pada Tabel 1 diatas, semakin besar tegangan listrik yang diberikan pada 4 buah pemanas listrik maka waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu yang ditentukan semakin singkat. Sebaliknya jika tegangan listrik yang diberikan pada 4 buah pemanas rendah maka waktu yang dibutuhkan semakin lama. Pada Tabel 1, untuk tegangan listrik 180 volt membutuhkan waktu 170 menit (10.200 detik) untuk mencapai suhu 98,065 °C, pada tegangan 200 volt membutuhkan waktu 120 menit (7.200 detik) untuk mencapai suhu 99,885 °C dan pada tegangan 220 volt membutuhkan waktu 100 menit (6.000 detik) untuk mencapai suhu 97,175 °C.

Page 269: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

259

ISSN: 2355-7524

Berdasarkan perhitungan waktu yang dibutuhkan oleh 4 buah pemanas dapat dihitung dengan persamaan [14] :

4. = . ( −) (1)

4. . = . . ∆ (2)

4. . . = . . ∆ sehingga,

= (. . ∆)/(4. . ) detik (3)

dimana : Q = kalor (Joule) P = daya listrik (watt) V = tegangan listrik (volt) I = arus listrik (ampere) t = waktu (detik) m = masa air (kg) c = kalor jenis air (J/kgK) T2 = suhu akhir (K) T1 = suhu awal (K) ∆T = selisih suhu (K) Hasil perhitungan untuk menentukan waktu yang diperlukan oleh 4 buah pemanas dengan tegangan listrik yang berbeda-beda ditunjukkan pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Hasil perhitungan waktu yang dibutuhkan oleh 4 buah pemanas untuk mencapai temperatur yang telah ditentukan

m (kg)

c (J/kgK)

T2 (K) T1 (K) ∆T (K) V

(volt) I

(ampere) t (detik) t (menit)

292 4200 371,065 300,355 70,710 180 12,70 9483,677 158,061

292 4200 372,885 300,260 72,625 200 14,75 7548,076 125,801

292 4200 370,175 299,515 70,660 220 17,80 5532,267 92,204

Dengan demikian waktu yang dibutuhkan berdasarkan perhitungan dan pengukuran untuk mencapai suhu yang telah ditentukan dengan tegangan listrik pada pemanas listrik yang berbeda-beda adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Waktu yang dibutuhkan pemanas berdasarkan perhitungan dan pegukuran

No. Tegangan Listrik (volt) t menit (pengukuran) t menit (perhitungan)

1. 180 170 158,061

2. 200 120 125,801

3. 220 100 92,204

Pada Tabel 3 terlihat perbedaan waktu yang dibutuhkan oleh pemanas untuk mencapai suhu yang telah ditentukan. Perbedaan tersebut terjadi adanya kehilangan kalor yang disebabkan adanya aliran kalor kelingkungan sekitar water heating tank.

Jika tegangan listrik yang diberikan pada pemanas listrik rendah maka daya listrik yang digunakan oleh pemanas listrik akan rendah juga akibatnya untuk mencapai kalor yang dibutuhkan untuk mencapai suhu yang telah ditentukan memerlukan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan pemberian tegangan listrik yang lebih tinggi.

Hasil pengukuran suhu permukaan dinding luar WHT menggunakan kamera infra merah merk NEC tipe TH9100 jika ditampilkan dalam bentuk grafik seperti ditunjukkan pada Gambar 5.

Page 270: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Visualisasi Distribusi Suhu Water Heating Tank Dedy Haryanto, dkk

260

Gambar 5. Grafik pengukuran suhu permukaan dinding luar WHT

Pada grafik Gambar 5 dapat dilihat, semakin tinggi tegangan listrik yang digunakan untuk mensuplai daya pada pemanas listrik waktu yang dibutuhkan semakin singkat ditunjukkan dengan gradien grafik lebih tinggi. Sebaliknya jika tegangan listrik yang digunakrendah maka gradien grafik menjadi lebih kecil. Dengan dilakukannya karakterisasi WHT, maka dalam mengoperasikan WHT untuk mencapai suhu tertentu dapat diperkirakan waktu yang dibutuhkan menjadii lebih tepat. KESIMPULAN

Waktu yang dibutuhkan oleh 4 buah pemanas listrik pada WHT untuk mencapai suhu yang telah ditentukan berdasarkan pengukuran dan perhitungan ada sedikit perbedaan. Perbedaan tersebut diakibatkan adanya kehilangan kalor ke lingkungan (Kelebihan dengan visualisasi suhudistribusi suhu pada permukaan dinding luar WHT. Dimana pada bagian atas (cap) WHT ditunjukkan dengan warna merah yang lebih merata karena mendapat suhu yang lebih tinggi dari bagian permukaan yang lainnyamerah dapat diketahui juga bahwa smensuplai daya listrik pada pemanas maka waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu yang telah ditentukan menjadi semkain si

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampikan kepada Kepala PTKRN BATAN dan Kepala BPFKR atas izin dan dukungannya. Terimakasih kepada dukungan Program Insinas Riset Pratama berjudul Pengembangan Sistem Pendingin Pasif Untuk Manajemen Kecelakaan Reaktor Nuklir Menggunakan Teknologi tanggal 12 Juni – 8 Desember 2017 tahun anggaran 2017 serta tahun 2019 dalam pendanaan perjalanan dinas. Terimakasih disampaikan kepada Anhar R. Antariksawan dan teman-teman Subbidang Fasilitas Ter

Visualisasi Distribusi Suhu Water Heating Tank Untai FASSIP-02... ISSN: 2355

Grafik pengukuran suhu permukaan dinding luar WHT

Pada grafik Gambar 5 dapat dilihat, semakin tinggi tegangan listrik yang digunakan untuk mensuplai daya pada pemanas listrik waktu yang dibutuhkan semakin singkat ditunjukkan dengan gradien grafik lebih tinggi. Sebaliknya jika tegangan listrik yang digunakrendah maka gradien grafik menjadi lebih kecil. Dengan dilakukannya karakterisasi WHT, maka dalam mengoperasikan WHT untuk mencapai suhu tertentu dapat diperkirakan waktu yang dibutuhkan menjadii lebih tepat.

oleh 4 buah pemanas listrik pada WHT untuk mencapai suhu yang telah ditentukan berdasarkan pengukuran dan perhitungan ada sedikit perbedaan. Perbedaan tersebut diakibatkan adanya kehilangan kalor ke lingkungan (heat lossKelebihan dengan visualisasi suhu menggunakan kamera infra merah, dapat diketahui distribusi suhu pada permukaan dinding luar WHT. Dimana pada bagian atas (cap) WHT ditunjukkan dengan warna merah yang lebih merata karena mendapat suhu yang lebih tinggi dari bagian permukaan yang lainnya. Dengan pengukuran suhu menggunakan kamera infra merah dapat diketahui juga bahwa semakin besar tegangan listrik yang digunakan untuk

pemanas maka waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu yang telah ditentukan menjadi semkain singkat.

terima kasih disampikan kepada Kepala PTKRN BATAN dan Kepala BPFKR atas izin dan dukungannya. Terimakasih kepada dukungan Program Insinas Riset Pratama berjudul Pengembangan Sistem Pendingin Pasif Untuk Manajemen Kecelakaan Reaktor

logi Heat Pipe dengan nomor kontrak 02/INS-2/PPK/E/E4/2017 8 Desember 2017 tahun anggaran 2017 serta tahun 2019 dalam

pendanaan perjalanan dinas. Terimakasih disampaikan kepada Anhar R. Antariksawan dan teman Subbidang Fasilitas Termohidrolika atas diskusi teknis yang dilakukan.

ISSN: 2355-7524

Pada grafik Gambar 5 dapat dilihat, semakin tinggi tegangan listrik yang digunakan untuk mensuplai daya pada pemanas listrik waktu yang dibutuhkan semakin singkat ditunjukkan dengan gradien grafik lebih tinggi. Sebaliknya jika tegangan listrik yang digunakan lebih rendah maka gradien grafik menjadi lebih kecil. Dengan dilakukannya karakterisasi WHT, maka dalam mengoperasikan WHT untuk mencapai suhu tertentu dapat diperkirakan waktu

oleh 4 buah pemanas listrik pada WHT untuk mencapai suhu yang telah ditentukan berdasarkan pengukuran dan perhitungan ada sedikit perbedaan.

heat loss). menggunakan kamera infra merah, dapat diketahui

distribusi suhu pada permukaan dinding luar WHT. Dimana pada bagian atas (cap) WHT ditunjukkan dengan warna merah yang lebih merata karena mendapat suhu yang lebih tinggi

Dengan pengukuran suhu menggunakan kamera infra rik yang digunakan untuk

pemanas maka waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu

terima kasih disampikan kepada Kepala PTKRN BATAN dan Kepala BPFKR atas izin dan dukungannya. Terimakasih kepada dukungan Program Insinas Riset Pratama berjudul Pengembangan Sistem Pendingin Pasif Untuk Manajemen Kecelakaan Reaktor

2/PPK/E/E4/2017 8 Desember 2017 tahun anggaran 2017 serta tahun 2019 dalam

pendanaan perjalanan dinas. Terimakasih disampaikan kepada Anhar R. Antariksawan dan mohidrolika atas diskusi teknis yang dilakukan.

Page 271: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

261

ISSN: 2355-7524

DAFTAR PUSTAKA

1. M. JUARSA, "dkk. Studi eksperimental laju aliran massa air berdasarkan perubahan sudut kemiringan untai pada kasus sirklasi alamiah menggunakan untai sirklasi alamiah (USSA-FT01)," Jurnal Material dan Energi Indonesia, Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Padjajaran, vol. 1, pp. 22-30, 2011.

2. A. R. ANTARIKSAWAN, "Accident Analysis of PWR Station Blackout With Pump Seal Leak Using Melcor 1.8. 4," 2000.

3. M. H. KUSUMA, N. PUTRA, S. ISMARWANTI, and S. WIDODO, "Simulation of Wickless-Heat Pipe as Passive Cooling System in Nuclear Spent Fuel Pool Using RELAP5/MOD3. 2," International Journal on Advanced Science, Engineering and Information Technology, vol. 7, pp. 836-842, 2017.

4. M. WANG, W. TIAN, S. QIU, G. SU, and Y. ZHANG, "An evaluation of designed passive Core Makeup Tank (CMT) for China pressurized reactor (CPR1000)," Annals of Nuclear Energy, vol. 56, pp. 81-86, 2013.

5. H. TJAHJONO, "Comprehensive Prediction of Thermosyphon Characteristics in Reactor Passive Cooling System Simulation Loop FASSIP-01," Atom Indonesia, vol. 43, 2017.

6. Z. XIONG, H. GU, M. WANG, and Y. CHENG, "The thermal performance of a loop-type heat pipe for passively removing residual heat from spent fuel pool," Nuclear Engineering and Design, vol. 280, pp. 262-268, 2014.

7. Z. XIONG, M. WANG, H. GU, and C. YE, "Experimental study on heat pipe heat removal capacity for passive cooling of spent fuel pool," Annals of Nuclear Energy, vol. 83, pp. 258-263, 2015.

8. C. YE, M. ZHENG, M. WANG, R. ZHANG, and Z. XIONG, "The design and simulation of a new spent fuel pool passive cooling system," Annals of Nuclear Energy, vol. 58, pp. 124-131, 2013.

9. A. SATMOKO, "Analisis Kualitatif Teknik Thermography Infra Merah Dalam Rangka Pemeliharaan Secara Prediktif Pada Pompa," in Prosiding Seminar Nasional SDM Teknologi Nuklir 2008, Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir BATAN, 2008, pp. 403-408.

10. A. SATMOKO and A. HAFID, "Pemeliharaan Prediktif Pada Jaringan Listrik Dengan Thermography Infra Merah," in Seminar Nasional III, 2007.

11. A. R. ANTARIKSAWAN, S. WIDODO, M. JUARSA, D. HARYANTO, M. H. KUSUMA, and N. PUTRA, "Simulation of Operational Conditions of FASSIP-02 Natural Circulation Cooling System Experimental Loop," Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia, vol. 19, pp. 40-52, 2018.

12. M. JUARSA, A. ANTARIKSAWAN, M. KUSUMA, D. HARYANTO, and N. PUTRA, "Estimation of Natural Circulation Flow Based on Temperature in The FASSIP-02 Large-Scale Test Loop Facility," in IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 2018, p. 012091.

13. A. ANTARIKSAWAN, S. WIDODO, M. JUARSA, D. HARYANTO, M. KUSUMA, and N. PUTRA, "Numerical Study on Natural Circulation Characteristics in FASSIP-02 Experimental Facility Using RELAP5 Code," in IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 2018, p. 012090.

14. L. F. NINGSIH, A. R. SOFYAN, G. GIARNO, D. HARYANTO, J. P. WITOKO, and M. JUARSA, "Estimasi Perhitungan Kalor dan Laju Aliran Kalor pada Untai FASSIP-02," SIGMA EPSILON-Buletin Ilmiah Teknologi Keselamatan Reaktor Nuklir, vol. 22, 2018.

Page 272: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Visualisasi Distribusi Suhu Water Heating Tank Untai FASSIP-02... Dedy Haryanto, dkk

262

ISSN: 2355-7524

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Page 273: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

263

ISSN: 2355-7524

PENGARUH JUMLAH SPESIMEN DALAM UJI TEKAN MATERIAL GRAFIT IG-110

Roziq Himawan

1, Andryansyah

2, Mudi Haryanto

2, Darlis

2

1 Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi – BATAN,Jalan Lebak Bulus Raya No. 49, Jakarta 12440

2 Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir – BATAN, Kawasan Puspiptek Gd.80,

Tangsel 15310

Email: [email protected]

ABSTRAK

PENGARUH JUMLAH SPESIMEN DALAM UJI TEKAN MATERIAL GRAFIT IG-110. High Temperature Gas Cooled Reactor (HTGR) merupakan salah satu

jenis Very High Temperature Reactor (VHTR) yang dikembangkan saat ini dan dikategorikan dalam reaktor Generasi ke-4. Struktur utama teras reaktor HTGR mayoritas terbuat dari material grafit. Tingginya temperatur dan tingginya paparan radiasi neutron berdampak pada integritas material grafit. Salah satu pertimbangan dalam disain material grafit adalah sifat mekanik kuat tekan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memahami pengaruh jumlah spesimen dalam uji tekan. Penelitian ini menggunakan spesimen yang terbuat dari grafit isotropik nuclear grade IG-110. Spesimen uji tekan dibuat berbentuk kubus dengan ukuran 10×10×10 mm. Uji tekan dilakukan menggunakan mesin uji tarik (Universal Tensile Machine) Shimadzu dengan kapasitas 150 kN. Pengujian dilakukan dengan metode kendali pergerakan cross head dengan nilai kecepatan 0,5 mm/min. Uji tekan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu jumlah spesimen satu, dua dan tiga. Masing-masing kelompok pengujian dilakukan sebanyak tiga kali. Hasil-hasil uji tekan menunjukkan bahwa setiap hasil pengujian bervariasi dengan rentang nilai 78 MPa ~ 82 MPa. Namun, apabila masing-masing kondisi pengujian, hasil pengujian dinyatakan dalam rerata, maka akan diperoleh hasil yang mendekati konstan yaitu bernilai 80MPa. Dari hasil-hasil pengujian ini dapat disimpulkan bahwa jumlah spesimen tidak memberikan pengaruh pada hasil uji tekan. Kata kunci: High Temperature Gas Cooled Reactor, Grafit IG-110, Kuat Tekan

ABSTRACT EFFECTS OF SPECIMEN NUMBER ON COMPRESSIVE STRENGTH OF IG-110 GRAPHITE MATERIAL. High Temperature Gas Cooled Reactor (HTGR) is one of Very High Temperature Reactor (VHTR) types which have been developed and categorized into Generation-4 reactor. The main structures of HTGR’s core are made of graphite materials. High temperature and high flux of neutron exposure in HTGR reactor affects the integrity of graphite materials. One of consideration in design using graphite material is it’s compressive strength. It is therefore, the aim of this study is to acquire a knowledge of the effects of specimen number in compressive test. The study was conducted using spesimen made of isotropic nuclear grade graphite IG-110. The specimen size is 10×10×10 mm. Compressive tests were conducted using Universal Tensile Machine Shimadzu with capacity of 100 kN. Testings were conducted by controlling the cross-head displacement at constant velocity of 0.5 mm/min. Compressive tests are divided into three groups, each of which containing one, two and three specimens in its respective group. The tests were conducted three times for each specimen group. Compressive tests results show that the compressive strengths are vary in the range of 78 MPa ~ 82 MPa. However, if it is presented in average, the results is almost constant of 80 MPa. It is concluded that the number of specimen do not give a significant difference and therefore the compressive strength is independent of the number of specimens. Keywords: High Temperature Gas Cooled Reactor, IG-110 Graphite, Compressive strength PENDAHULUAN

Dewasa ini, sedang banyak dikembangkan reaktor jenis Very High Temperature Reactor (VHTR) sebagai reaktor masa depan. Salah satu reaktor yang termasuk ke dalam jenis ini adalah High Temperature Gas Gooled Reactor (HTGR)[1]. Di dalam HTGR, grafit digunakan sebagai struktur dalam komponen utama teras reaktor seperti bundel bahan

Page 274: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengaruh Jumlah Spesimen Dalam Uji Tekan ... Roziq Himawan, dkk.

264

ISSN: 2355-7524

bakar dan reflektor[2]. Telah diketahui bahwa sifat mekanik grafit penyusun teras reaktor akan mengalami degradasi di dalam lingkungan radiasi neutron selama reaktor beroperasi. Dalam rangka menjamin keselamatan operasi reaktor, harus memahami prinsip-prinsip disain dan sifat-sifat mekanik material grafit baik sebelum mengalami radiasi neutron maupun setelahnya[2]. Beberapa sifat mekanik yang menjadi dasar dalam disain komponen reaktor antara lain adalah kuat tekan, kuat tarik, kelenturan dan kuat tangguh[3–5]. Selain itu keausan merupakan sifat mekanik yang juga menjadi perhatian penting, mengingat dalam reaktor HTGR tipe pebble bed terjadi gesekan yang cukup banyak antara bola-bola bahan bakar dengan dinding reflektor maupun antar bola-bola bahan bakar itu sendiri. Penelitian yang berhubungan dengan pengujian terhadap keausan material grafit telah dilakukan[6]. Pengujian kuat tekan material grafit telah mempertimbangkan pengaruh kondisi temperatur tinggi dan pengaruh ukuran spesimen[4], [7]. Sementara itu dalam pengujian kelenturan, ukuran spesimen telah dipertimbangkan selain mempertimbangkan ketidakpastian hasil pengujian berdasarkan distribusi Weibull[8]. Selain pengujian menggunakan spesimen dari material grafit non-iradiasi, dalam rangka menguji faktor degradasi material, telah dilakukan penelitian terhadap kekuatan material grafit yang dipicu oleh kondisi lingkungan operasi seperti lingkungan oksidasi akibat masuknya udara ke dalam sistem pendingin dan lingkungan paparan radiasi neutron. Eto, et.al.[9], melakukan pengujian pengaruh lingkungan oksidasi terhadap kekuatan material grafit yang menunjukkan penurunan kuat tarik dan kuat tekan akibat lingkungan oksidasi. Sementara itu, Park et.al.[10], mengusulkan suatu model yang digunakan untuk mengkuantifikasi degradasi akibat proses oksidasi. Beberapa penelitian lainnya memberikan perhatian terhadap degradasi akibat iradiasi neutron[11–13]. Heijna et.al.[11] melakukan studi perbandingan sifat mekanik berbagai jenis material grafit yang digunakan dalam reaktor HTGR dalam berbagai variasi paparan radiasi neutron. Lee et.al.[12], melakukan studi terhadap kekuatan material grafit yang telah diiradiasi serta melakukan analisis tegangan terhadap komponen reaktor yang terbuat dari grafit. Sedangkan Fang et.al.[13], melakukan studi terkait dengan prediksi kekuatan dan keandalan komponen yang terbuat dari grafit pasca iradiasi pada variasi temperatur dan fluensi neutron. Dari penelitian-penelitian sebelumnya, khususnya yang berkaitan dengan kuat tekan material grafit, belum ada laporan pengaruh jumlah spesimen dalam uji tekan. Mengingat bahwa struktur teras reaktor HTGR disusun dengan cara menumpuk, maka perlu adanya verifikasi kekuatan pada penumpukan itu. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah melakukan studi pengaruh jumlah spesimen atau penumpukan dalam uji tekan material grafit. Pengujian dilakukan menggunakan mesin Universal Tensile Machine yang dikendalikan dengan motor servo. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan tentang pengaruh penumpukan pada uji tekan. METODOLOGI

Dalam penelitian ini digunakan spesimen yang terbuat dari grafit isotropik nuclear grade IG-110 produksi PT. Toyo Tanso. Sifat mekanik utama material grafit diperlihatkan pada Tabel 1 [14]. Spesimen uji tekan dibuat berbentuk kubus dengan ukuran 10×10×10 mm sebagaimana diperlihatkan secara skematik pada Gambar 1[14]. Uji tekan dilakukan menggunakan mesin uji tarik (Universal Tensile Machine) Shimadzu dengan kapasitas 150 kN. Pengujian dilakukan dengan metode kendali pergerakan cross head dengan nilai kecepatan 0,5 mm/min [4]. Data pengujian secara otomatis diunduh di dalam komputer secara digital. Dalam rangka mengetahui pengaruh jumlah spesimen dalam pengujian tekan, maka pada masing-masing pengujian tekan dilakukan menggunakan jumlah spesimen yang berbeda. Dalam penelitian ini digunakan tiga variasi jumlah spesimen yaitu satu, dua, dan tiga yang ditumpuk secara vertikal. Pada masing-masing variasi jumlah spesimen, pengujian dilakukan sebanyak tiga kali untuk mempertimbangkan faktor ketidakpastian material dalam pengujian. Dalam pengujian ini digunakan sebanyak delapan belas buah spesimen uji tekan. Pengujian dilakukan pada kondisi temperatur ruangan. Gambar 2 memperlihatkan setup spesimen pada masing-masing kondisi pengujian.

Page 275: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

265

ISSN: 2355-7524

Tabel 1. Sifat mekanik material grafit IG-110[14]

Material properties Value

Density [Mg/m3] 1,78

Tensile strength (MPa) 25,3 Compressive strength (MPa) 76,8 Modulus of elasticity (GPa) 8,3 Poisson’s ratio 0,14 Nilai Su untuk uji tarik (MPa) 19,4 Nilai Su untuk uji tekan (MPa) 61,4

Gambar 1. Skema ukuran spesimen uji tekan[14].

(a) (b) (c)

Gambar 2. Setup pengujian tekan ((a) satu spesimen, (b) dua spesimen, dan (c) tiga spesimen).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 3(a-c) memperlihatkan satu dari tiga grafik hubungan antara gaya tekan dengan displacement pada uji tekan yang direkam secara otomatis oleh mesin. Urutan a-c berturut-turut untuk jumlah spesimen satu, dua, dan tiga. Displacement di sini merupakan displacement dari gerak cross head mesin uji tekan, sehingga bukan menunjukkan displacement spesimen yang sebenarnya akibat menerima beban tekan. Apabila ketiga grafik ini dibandingkan dapat diketahui hal-hal sebagai berikut. Gaya tekan maksimum pada saat spesimen mengalami fraktur relatif sama, yaitu pada rentang 7.800 N sampai dengan 8.000 N. Apabila ini dinyatakan dengan kuat tekan dalam satuan tegangan, maka nilai kuat tekan adalah berkisar 78 MPa sampai dengan 80 MPa. Hal ini diperoleh dengan membagi gaya tekan dengan luas penampang spesimen yang bernilai 100 mm

2. Dari nilai kuat tekan

yang relatif konstan, hal ini menunjukkan bahwa penumpukan spesimen tidak mempengaruhi nilai kuat tekan. Karena pada dasarnya, dengan spesimen uji tekan berbentuk kubus ini, kuat tekan hanya ditentukan oleh jenis material dan luas penampang dimana gaya tekan bekerja. Penumpukan spesimen dapat disamakan dengan penambahan ketebalan spesimen. Oleh karena itu, meskipun ketebalan bertambah, namun karena luas penampang tempat beban bekerja sama, maka gaya maksimum sampai spesimen mengalami fraktur adalah sama.

Page 276: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengaruh Jumlah Spesimen Dalam Uji Tekan ... Roziq Himawan, dkk.

266

ISSN: 2355-7524

Selanjutnya, apabila diperhatikan displacement maksimum pada masing-masing grafik, dapat diketahui bahwa semakin meningkat jumlah spesimen, displacement maksimum juga mengalami peningkatan. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Sebagaimana telah dinyatakan di bagian sebelumnya yaitu, bahwa displacement ini bukan bukanlah displacement asli dari spesimen akibat menerima beban, melainkan displacement pergerakan cross head mesin uji. Pada spesimen tunggal, dua permukaan spesimen (atas dan bawah) langsung berhubungan kontak dengan jig penekan mesin uji. Pada spesimen ganda, selain dua permukaan yang berhubungan kontak dengan jig penekan, ada bidang kontak lain yaitu antara spesimen pertama dengan spesimen kedua. Sebagaimana telah lazim diketahui, bahwa jika dua spesimen kontak, maka secara mikro terdapat ruang diantara dua spesimen tersebut akibat efek kerataan (roughness) permukaan. Oleh karena itu, secara definisi jarak antara satu spesimen dengan spesimen lainnya bukanlah nol.

(a) (b)

(c) Gambar 3. Grafik hubungan antara gaya tekan dan displacement dalam uji tekan ((a) satu

spesimen, (b) dua spesimen, dan (c) tiga spesimen).

Pada pengujian dengan spesimen berjumlah tiga, maka secara otomatis bidang kontak antara spesimen akan bertambah satu lagi. Pada saat beban meningkat maka pada posisi tertentu gerakan cross head digunakan untuk meratakan bidang kontak antar spesimen. Hal ini dapat diamati pada jumlah spesimen yang lebih banyak, pertambahan displacement menjelang spesimen fraktur semakin meningkat. Dengan demikian maka, semakin banyak jumlah spesimen, maka displacement akan semakin meningkat pula.

Tabel 2 memperlihatkan rekapitulasi hasil uji tekan pada masing-masing jumlah spesimen. Sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, karena masing-masing kondisi pengujian dilakukan sebanyak tiga kali maka dalam tablepun memuat ketiga nilai hasil pengujian. Dari Tabel 2 ini dapat diamati, pada pengujian tekan dengan jumlah spesimen satu sampai tiga, nilainya bervariasi dengan rentang nilai antara 78 MPa sampai dengan 82 MPa. Namun demikian, apabila ketiga nilai pengujian dalam satu kondisi kita cari nilai reratanya, maka ketiga kondisi pengujian memberikan nilai yang dapat dikatakan konstan yaitu sekitar 80 MPa. Data ini menunjukkan pengaruh jumlah spesimen dalam uji tekan dapat diabaikan. Oleh karena itu, pada penyusunan komponen-komponen teras reaktor dalam reaktor HTGR yang berbahan bakar grafit khususnya tipe IG-110, maka pertimbangan yang perlu diambil adalah murni berdasarkan kuat tekannya saja.

Page 277: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

267

ISSN: 2355-7524

Apabila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya (dilakukan oleh Se-hwan Chi) yang melakukan penelitian pengaruh ukuran spesimen pada uji tekan, nilai kuat tekan untuk material grafit IG-110 dihasilkan sekitar 86 MPa[7]. Dalam penelitian Chi ini menggunakan spesimen berbentuk silinder. Pengujian menggunakan variasi ukuran diameter, sementara ketinggian silinder ada dua kategori yaitu, ketinggian sama dengan diameter silinder dan ketinggian sama dengan dua kali diameter silinder. Hasil penelitian ini dapat dikatakan mendekati. Pada penelitian sebelumnya ini, disimpulkan bahwa ukuran spesimen dalam pelaksanaan uji tekan dapat diabaikan. Berdasarkan hasil penelitian sebelum ini, maka efek penumpukan spesimen dapat diidentikkan dengan efek ukuran spesimen.

Tabel 2. Hasil uji tekan

No. Jumlah

spesimen

Kuat Tekan [MPa]

I II III Rerata

1. Satu 80,5 79,0 80,2 79,9

2. Dua 79,4 81,6 78,7 79,9

3. Tiga 78,1 81,0 79,5 79,5

Gambar 4. Gambar photo patahan spesimen pada uji tekan.

Gambar 4 memperlihatkan foto patahan spesimen hasil pelaksanaan uji tekan dengan spesimen tunggal. Pada uji tekan dengan jumlah spesimen dua dan tiga, patahan spesimen tidak dapat diamati karena patahannya berupa serpihan-serpihan yang kecil. Bentuk patahan spesimen untuk ketiga spesimen ini adalah konstan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada sistem dengan tegangan uni-axis akan memberikan morfologi patahan yang konstan. KESIMPULAN

Telah dilakukan uji tekan terhadap material grafit kelas nuklir tipe IG-110 produksi Toyo Tanso, Co. Ltd. Untuk mengetahui pengaruh jumlah spesimen pada uji tekan. Pengujian dilakukan menggunakan mesin Universal Tensile Machine, dengan jumlah spesimen bervariasi antara satu sampai dengan tiga, dan pengujian dilakukan pada kondisi ruangan. Ukuran spesimen berbentuk kubus dengan panjang sisi 10mm. Pelaksanaan uji tekan menunjukkan bahwa setiap hasil pengujian bervariasi dengan rentang nilai 78 MPa ~ 82 MPa. Namun, apabila masing-masing kondisi pengujian, hasil pengujian dinyatakan dalam rerata, maka akan diperoleh hasil yang mendekati konstan yaitu bernilai 80MPa. Dari hasil-hasil pengujian ini dapat disimpulkan bahwa penumpukan spesimen tidak memberikan pengaruh pada hasil uji tekan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan ucapan Terima Kasih kepda Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang telah memberikan dukungan Finansial atas pelaksanaan Riset ini, melalu program INSINAS Flagship RDNK.

DAFTAR PUSTAKA [1] M. A. Fütterer et al., “Status of the very high temperature reactor system,” Prog. Nucl.

Energy, vol. 77, pp. 266–281, 2014. [2] M. Ishihara, J. Sumita, T. Shibata, T. Iyoku, and T. Oku, “Principle design and data of

graphite components,” Nucl. Eng. Des., vol. 233, no. 1–3, pp. 251–260, 2004.

Page 278: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Pengaruh Jumlah Spesimen Dalam Uji Tekan ... Roziq Himawan, dkk.

268

ISSN: 2355-7524

[3] T. Yamada et al., “Evaluation of fracture toughness of fine-grained isotropic graphites for HTGR,” Nucl. Eng. Des., vol. 271, pp. 323–326, 2014.

[4] J. Kim, Y. Lee, J. Kim, and Y. Yoon, “High Temperature Compressive Test of Nuclear Graphite IG-110,” no. 1, pp. 407–408, 2010.

[5] J. H. Yoon, T. S. Byun, J. P. Strizak, and L. L. Snead, “Characterization of tensile strength and fracture toughness of nuclear graphite NBG-18 using subsize specimens,” J. Nucl. Mater., vol. 412, no. 3, pp. 315–320, 2011.

[6] X. He et al., “Experimental study to estimate the surface wear of nuclear graphite in HTR-PM,” Ann. Nucl. Energy, vol. 116, pp. 296–302, 2018.

[7] S. Chi, “Specimen size effects on the compressive strength and Weibull modulus of nuclear graphite of different coke particle size : IG-110 and NBG-18,” J. Nucl. Mater., vol. 436, no. 1–3, pp. 185–190, 2013.

[8] S. H. Chi, “Effects of specimen size on the flexural strength and Weibull modulus of nuclear graphite IG-110, NBG-18, and PCEA,” J. Nucl. Mater., vol. 464, pp. 365–370, 2015.

[9] M. Eto and F. B. Growcock, “Effect of oxidizing environment on the strength of H451, PGX and IG-11 graphites,” Carbon N. Y., vol. 21, no. 2, pp. 135–147, 1983.

[10] B. H. Park and H. C. No, “A unified model for strength degradation of oxidized IG-430 graphite column in VHTR,” J. Nucl. Mater., vol. 424, no. 1–3, pp. 132–137, 2012.

[11] M. C. R. Heijna, S. de Groot, and J. A. Vreeling, “Comparison of irradiation behaviour of HTR graphite grades,” J. Nucl. Mater., vol. 492, pp. 148–156, 2017.

[12] Y. M. Lee et al., “A study on the irradiated strength and stress evaluation of nuclear graphite material,” Nucl. Eng. Des., vol. 269, pp. 193–199, 2014.

[13] X. Fang, S. Yu, H. Wang, and C. Li, “The mechanical behavior and reliability prediction of the HTR graphite component at various temperature and neutron dose ranges,” Nucl. Eng. Des., vol. 276, pp. 9–18, 2014.

[14] T. Shibata, J. Sumita, T. Tada, S. Hanawa, K. Sawa, and T. Iyoku, “Non-destructive evaluation methods for degradation of IG-110 and IG-430 graphite,” J. Nucl. Mater., vol. 381, no. 1–2, pp. 165–170, 2008.

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Wiryono, BAPETEN)

• Alasan apa yang mendasari penulis hanya menggunakan 3 spesimen, untuk

mendukung kesimpulan bahwa jumlah spesimen tidak mempengaruhi hasil kuat

tekan

• Bagaimana pengaruh tekanan, suhu, dan paparan neutron (fluence) terhadap kuat

tekan?

JAWABAN: (Roziq Himawan, PAIR- BATAN)

• Sampling saja diwakili 3 sudah cukup

• Temperatur naik, kuat tekan menurun

• Fluence neutron meningkat, kuat tekan bertambah

2. PERTANYAAN: (Rahmat Edhi Harianto, BAPETEN)

• Agar dijelaskan referensi kecepatan crosshead?

• Apakah sudah pernah ada penelitian lain tentang pengaruh kecepatan crosshead

pada jumlah spsesimen?

JAWABAN: (Roziq Himawan, PAIR- BATAN)

• CH mempengaruhi kuat tekanan

• CH terhadap jumlah SPC, diduga jumlah CH tidak mempengaruhi

Page 279: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

267

ISSN: 2355-7524

KLASIFIKASI JENIS INTRUSI JARINGAN KOMPUTER BERBASIS PEMBELAJARAN MESIN

A. A. Waskita

1, R. Maerani

1

1 Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir - BATAN, Gd. 80 Kawasan Puspiptek

Serpong, Tangerang Selatan, 15310, Indonesia 15310, Indonesia

Email: [email protected]

ABSTRAK

KLASIFIKASI JENIS INTRUSI JARINGAN KOMPUTER BERBASIS PEMBELAJARAN MESIN. Profil intrusi terhadap jaringan komputer semakin kompleks dengan semakin luasnya penerapan teknologi informasi dan komunikasi. Sistem dengan kemampuan mengklasifikasi jenis intrusi menjadi penting diterapkan untuk menangani intrusi yang dapat membahayakan keamanan jaringan komputer. Penelitian ini mengusulkan pengenalan jenis intrusi jaringan komputer berbasis pembelajaran mesin dengan pohon keputusan dan naive bayes, serta faktor penilaian akurasi, lajur true positif (TP rate) dan laju false positif (FP rate). Pengujian terhadap benchmark data set intrusi UNSW-NB15 diperoleh akurasi di kisaran 90% dengan pohon keputusan dan 71% dengan naive bayes. Kata kunci: klasifikasi intrusi, jaringan komputer, pembejalaran mesin, pohon keputusan, naive bayes.

ABSTRACT

COMPUTER NETWORK INTRUSION CLASSIFICATION BASED ON MACHINE LEARNING. Intrusion profiles to computer network are more and more complex with increasingly use of information and communication technology. A system with classifying intrusion capabilities become important to apply to handle intrusion which can compromise the computer network. This paper proposes intrusion classification based on machine learning with decision tree and naive bayes, including accuracy, true positif (TP) rate and false positif (FP) rate to evaluate the result. This proposal produce accuracy around 90% with decision tree and 71% with naive bayes against intrusion data set UNSW-NB15. Keywords: intrusion classification, computer network, machine learning, decision tree, naive bayes PENDAHULUAN

Aplikasi dari teknologi informasi dan komunikasi telah sangat banyak digunakan, mulai dari sistem keuangan [1], sistem informasi kesehatan [2] hingga sistem fisik yang terkait dengan pengamatan lingkungan [3-4], hingga sistem keamanan [5] dan keselamatan [6]. Kondisi ini sebanding dengan peningkatan ancaman yang ditimbulkannya, baik jumlah maupun jenisnya [7]. Untuk melindungi sistem dari ancaman tersebut, diperlukan sebuah sistem pendeteksi intrusi untuk mencegah risiko yang lebih besar.

Intrusi adalah upaya untuk masuk ke dalam sistem jaringan komputer secara tidak sah dan tidak wajar dengan target mempengaruhi aspek kerahasiaan, integritas serta ketersediaan data dan layanan. Sistem deteksi intrusi (IDS) merupakan sebuah program yang berusaha untuk mendapatkan indikasi bahwa komputer dalam jaringan telah terkompromi oleh intrusi secara akurat dan dengan jumlah false alarm yang rendah [8]. Sistem ini adalah inti dari subyek keamanan siber dan masih aktif dikembangkan [9].

Sejumlah sistem deteksi intrusi berbasis pembelajaran mesin telah dikembangkan dengan beragam pendekatan, perangkat lunak bantu serta benchmark data set. Secara ringkas, perbandingan sistem-sistem tersebut disajikan dalam .

Page 280: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Klasifikasi Jenis Intrusi Jaringan Komputer ... A. A. Waskita

268

ISSN: 2355-7524

Sejumlah bechmark data set yang banyak digunakan selama ini dalam bidang keamanan siber adalah KDD CUP 99 [21] dan NSL-KDD [22] yang merupakan upaya perbaikan terhadap KDD CUP 99 [23]. Perbaikan tersebut dilakukan karena data set KDD 99 sebagai pembanding menjadi tidak lagi representatif terhadap profil serangan yang banyak terjadi saat ini [24].

Terkait klasifikasi jenis intrusi, penelitian ini mengusulkan penggunaan data set yang hanya berisi intrusi, tanpa paket normal. Oleh sebab itu, perlu dilakukan tahapan pra proses terhadap benchmark data set UNSW-NB15 [25] berupa penghilangan paket data normal untuk kemudian didokumentasi secara online [26]. Hal ini berbeda dengan sistem yang disajikan di yang menggunakan baik data normal maupun intrusi.

Penggunaan hanya data intrusi dalam pengujian dimaksudkan untuk mengurangi tingkat ketidakseimbangan jenis data antara data normal dan intrusi [10]. Selain itu, tidak digunakannya data normal dalam pengujian ditujukan untuk mengurangi beban komputasi karena data normal sangat mendominasi total data UNSW-NB15, yaitu sekitar 87,40% dari 2540047 data. Hal ini memang umum terjadi, di mana kejadian intrusi jauh lebih kecil dibandingkan lalu lintas data secara keseluruhan dalam sistem jaringan komputer [27].

Meskipun hanya melibatkan data intrusi, ketidakseimbangan data intrusi dari jenis yang satu terhadap jenis yang lain masih cukup besar. Ketidakseimbangan tersebut disajikan dalam , di mana jenis intrusi Generic mendominasi dengan 67.07%. Tetapi, karena fokus penelitian ini adalah mengklasifikasi paket intrusi, maka kita dapat sementara mengabaikan munculnya false alarm [28]. Hal ini disebabkan karena dalam IDS, sistem akan memberikan alarm ketika intrusi terdeteksi, sehingga pembahasan false alarm menjadi tidak relevan ketika kajian dilakukan pada data yang seluruhnya diketahui sebagai intrusi.

Penggunaan hanya data intrusi dalam penelitian ini juga dilatarbelakangi oleh perbedaan profil intrusi yang menuntut perbedaan penanganannya. Sebagai contoh adalah Shellcode, salah satu jenis intrusi yang terdapat dalam . Shellcode adalah sebuah program yang memungkinkan penyerang membuka shell pada sistem operasi [29] dan mengubah eksekusi program bahkan mengendalikan seluruh sistem di mesin target [30]. Hal ini dapat dilakukan ketika penyerang telah mengetahui kerentanan di mesin target melalui serangan Exploits [30], sehingga program dapat dikirimkan ke mesin target bahkan dalam bentuk citra atau update sistem operasi Windows sehingga tidak mencurigakan [31].

Tabel 1. Studi literatur

Literatur Data set Perangkat lunak bantu

Algoritma

[10] UNSW-NB15

SANTA

Rapidminer [11] DT, autoMLP, Logistic Regression, Random Forest, Deep Learning, masing-masing dengan dan tanpa filter Bagging, SMOTE, Over Sampling dan Class Balancer

[12] UNSW-NB15 Apache Spark [13] SVM, Naive Bayes, DT, Random Forest

[14] UNSW-NB15 Apache Spark [13] Naive Bayes, REP tree, Random tree, Random Forest, Random Committee, Bagging, Randomizable Filtered

[15] NSL-KDD Weka 3.8 [16] Lazy learning: Ibk dan LWL

[17] NSK-KDD

UNSW-NB15

Bahasa pemrograman R

Deep Auto Encoder

[8] KDD 99 Matlab toolbox [18] optimum allocation based least square Support Vector Machine

[19] KDD 99 Pustaka Neural Network with Java [20]

Backpropagation Neural Network

Page 281: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

269

ISSN: 2355-7524

TEORI Pohon Keputusan dan Naive Bayes

Pohon keputusan adalah algoritma klasifikasi yang berbasis pada atribut yang berperan sebagai kriteria pemisah [32]. Atribut yang memenuhi kriteria tersebut ditentukan berdasarkan nilai entropy seperti persamaan (1) serta perolehan informasi terbesar [33]. Untuk data dengan komposisi seperti Tabel 2, maka nilai E pada persamaan (1) dihitung dengan membuat nilai m=9, dan nilai pi masing-masing adalah persentase setiap jenis intrusi.

(1)

Perolehan informasi merupakan selisih entropy pada lingkup seluruh data (persamaan (1)) terhadap entropy pada lingkup atribut (persamaan (2)). Indeks A pada persamaan (2) merujuk pada atribut tertentu yang ada pada data. Untuk sebuah atribut A pada data, akan ada sebanyak v nilai berbeda. Sedangkan Dj adalah banyaknya data yang bernilai sama pada atribut A. Tetapi, untuk nilai yang sama pada atribut A, klasifikasi data tersebut bisa saja berbeda. Keragaman kelas pada nilai atribut yang sama itulah yang direpresentasikan sebagai InfoDj pada persamaan (2) dan dihitung dengan cara yang sama seperti persamaan (1). Karena untuk semua atribut, nilai entropy pada persamaan (1) bernilai sama, maka perolehan informasi hanya akan ditentukan oleh atribut yang menghasilkan nilai terkecil dari persamaan (2).

(2)

Sedangkan Naive Bayes (NB) adalah algoritma yang sederhana dan praktis untuk

digunakan dalam banyak aplikasi [34]. NB dihitung dengan formula probabilitas bersyarat seperti persamaan (3) [33]. Ci pada persamaan (2) adalah kelas data ke-i, sedangkan X adalah kondisi syaratnya. Sedangkan parameter P(X|Ci) dihitung dengan persamaan (4).

(3)

Tabel 2. Distribusi jenis intrusi

Jenis intrusi Jumlah data Persentase

Fuzzers 24246 7.55

Exploits 44525 13.86

Generic 215481 67.07

Worms 174 0.05

Analysis 2677 0.83

Backdoor 2329 0.72

DoS 16353 5.09

Reconnaissance 13987 4.35

Shellcode 1511 0.47

Page 282: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Klasifikasi Jenis Intrusi Jaringan Komputer ... A. A. Waskita

270

ISSN: 2355-7524

(4)

Secara umum, penggunaan DT dan NB sama-sama berbasis pada parameter

kebolehjadian kondisi tertentu. Hal ini mensyaratkan data bertipe nominal. Data set

Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh di repository [25]. Pada repository tersebut, terdapat 4 berkas yang di dalam namanya terdapat indeks 1 – 4. Total ke-4 berkas tersebut selanjutnya digabung secara berurutan mengikuti indeks pada nama setiap berkas. Data tersebut terdiri dari 49 atribut, dengan atribut ke-49 menunjukkan label kelas dari data. Jika bernilai 0, maka data tersebut adalah paket normal. Sebaliknya, jika bernilai 1, maka data tersebut adalah intrusi. Selanjutnya, data dengan label di kolom ke-49 bernilai 0 dihilangkan, sehingga kolom ke-49 menjadi tidak bernilai karena semua data mencerminkan intrusi. Karenanya, hasil pra proses data yang kemudian disimpan di [26] hanya terdiri dari 48 atribut, dengan atribut ke-48 adalah label jenis intrusi seperti yang disajikan pada Tabel 2.

Karena atribut ke-48 telah berperan sebagai label kelas, maka jumlah atribut yang dipertimbangkan menjadi 47. Ke-47 atribut tersebut dijelaskan [24] terbagi ke dalam 5 kelompok yang masing-masing adalah fitur aliran, fitur dasar, fitur content, fitur waktu dan fitur tambahan. Dari semua fitur tersebut, yang bertipe nominal sebanyak 7 atribut, yang bertipe numerik (baik berupa integer, maupun float) sebanyak 38 atribut serta yang bertipe waktu sebanyak 2 atribut. Dari 38 atribut yang direpresentasikan bertipe numerik, 2 diantaranya bermakna nominal yaitu nomor port sumber (sport) dan tujuan (dsport). Sehingga ada total 9 atribut yang bertipe nominal. Penggunaan algoritma DT dan NB juga didasarkan pada keberadaan data bertipe nominal tersebut.

METODOLOGI Penelitian ini dimulai dengan tahapan pra proses berupa penggabungan seluruh

dataset [25]. Penggunaan dataset ini dilatarbelakangi oleh Kemudian, dari gabungan dataset tersebut dipilih dataset dari jenis serangan yang telah didokumentasikan di [26]. Dataset serangan selanjutnya dievaluasi menggunakan perangkat lunak bantu berlisensi publik Weka [16].

Data set selanjutnya dipelajari dengan DT dan NB menggunakan perangkat lunak bantu Weka. Dalam hal ini, Weka akan secara otomatis memisahkan data latih dan uji dengan komposisi masing-masing 70% dan 30%. Pengujian dilakukan dengan variasi penggunaan filter diskritisasi pada Weka. Khusus untuk DT, pengujian akan dilakukan dengan variasi algoritma J48, Random Tree dan REP Tree. Masing-masing akan divariasikan dengan filter discretize, demikian juga dengan NB.

Akurasi, laju True Positif (TP rate) dan laju False Positif (FP rate) akan digunakan untuk menilai kinerja DT dan NB terhadap data set yang digunakan. TP rate dan FP rate masing-masing diformulasikan dalam persamaan (5) dan (6).

(5)

(6)

Page 283: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

271

ISSN: 2355-7524

HASIL DAN PEMBAHASAN

menunjukkan laju TP menggunakan algoritma J48 dengan dan tanpa filter discretize. Dengan J48, secara umum tidak terjadi perubahan secara signifikan laju TP pada semua jenis intrusi. Hanya intrusi worms menghasilkan penambahan laju TP yang signifikan. 4 dari 9 jenis intrusi menghasilkan laju TP di atas 80% yang umum berasal dari jenis intrusi dengan jumlah data yang dominan berdasarkan Tabel 2. Yang menarik adalah intrusi Shellcode yang secara jumlah tidak dominan tetapi mampu dikenali dengan cukup baik dengan J48.

Sementara menunjukkan laju FP menggunakan J48. Intrusi dengan laju FP tertinggi adalah Exploits, yaitu pada kisaran 7%. Nilai tersebut meningkat dengan penggunaan filter discretize. Terdapat sedikit peningkatan laju FP ketika filter discretize digunakan. Sedangkan secara keseluruhan, J48 menghasilkan akurasi 90,8% dan 90,7%, masing-masing tanpa dan dengan filter discretize.

Gambar 1. Laju True Positive menggunakan J48

Gambar 2. Laju False Positive menggunakan J48

Page 284: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Klasifikasi Jenis Intrusi Jaringan Komputer ... A. A. Waskita

272

ISSN: 2355-7524

Pengujian berikutnya ditunjukkan oleh menggunakan Random Tree. Di tersebut ditunjukkan bahwa intrusi Generic dan Fuzzer adalah intrusi yang mampu mencapai laju TP pada kisaran 80%. Intrusi Exploits yang merupakan jenis intrusi terbesar kedua bahkan tidak dapat mencapai laju TP 80%. Yang menarik, penerapan filter discretize secara konsisten menyebabkan laju TP menurun, pada jenis intrusi apapun.

Sementara laju FP seperti ditunjukkan oleh diperoleh pola yang sama dengan laju FP menggunakan J48. Kesamaan tersebut terdapat pada laju FP dari intrusi Exploits yang bernilai paling besar, yaitu mendekati mendekati 10%. Sedangkan pola menarik lainnya adalah penggunaan filter discretize umumnya menyebabkan peningkatan laju FP. Hal ini sejalan dengan apa yang diperoleh di , di mana laju TP meningkat dengan penggunaan filter discretize untuk semua jenis intrusi. Sedangkan secara keseluruhan, Random Tree menghasilkan akurasi 88,2,8% dan 86,0%, masing-masing tanpa dan dengan filter discretize. Pola penurunan akurasi dengan penggunaan filter discretize sama seperti pada penggunaan J48.

Gambar 3. Laju True Positive menggunakan Random Tree

Gambar 4. Laju False Positive menggunakan Random Tree

Page 285: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

273

ISSN: 2355-7524

Pengujian berikutnya ditunjukkan oleh menggunakan REP Tree. Di tersebut, ditunjukkan bahwa 4 jenis intrusi dapat mencapai laju TP di atas kisaran 80%. Serupa dengan apa yang telah diperoleh J48, intrusi dengan jumlah data terbanyak mampu mencapai laju TP di kisaran 80%. Intrusi Shellcode juga mampu mencapai tingkat laju tersebut meski jumlahnya sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa atribut yang digunakan untuk mengenali intrusi Shellcode sangat berpengaruh. Sementara itu, penggunaan filter discretize sebagian meningkatkan laju TP, sebagian lagi tidak terlihat pengaruhnya, sedangkan sisanya justru menurunkan laju TP.

Di sisi lain, laju FP dengan REP Tree menunjukkan hasil seperti diperlihatkan . Dalam tersebut ditunjukkan bahwa intrusi Exploits masih menjadi penghasil laju FP paling besar, yaitu pada kisaran 7% - 9%. Sedangkan secara keseluruhan, akurasi yang diperoleh dari penggunaan algoritma REP Tree adalah 90,1% dan 90,2%, masing-masing untuk analisis tanpa dan dengan filter discretize.

Gambar 5. Laju True Positive menggunakan REP Tree

Gambar 6. Laju False Positive menggunakan REP Tree

Page 286: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Klasifikasi Jenis Intrusi Jaringan Komputer ... A. A. Waskita

274

ISSN: 2355-7524

Pengujian terakhir menggunakan Naive Bayes diperoleh hasil seperti ditunjukkan dan . Laju TP pada penggunaan Naive Bayes umumnya menunjukkan peningkatan pada saat filter discretize digunakan, beberapa diantaranya naik secara signifikan. Intrusi jenis Shellcode kembali mampu mencapai laju TP hingga hampir mencapai 100%. Sedangkan worms yang secara kuantitas hanya terdiri dari sekitar 5% data, mampu mencapai laju TP hingga pada kisaran 80% ketika digunakan filter discretize.

Sedangkan laju FP seperti ditunjukkan , diketahui bahwa tingkat FP intrusi Shellcode dan Backdoors mencapai laju FP tertinggi, yaitu pada kisaran 10% - 12%. Tetapi, dengan penggunaan filter discretize, laju FP kedua intrusi tersebut menurun signifikan. Sementara secara keseluruhan, akurasi yang diperoleh dari penggunaan algoritma Naive Bayes adalah 70,5% dan 84,8%, masing-masing untuk analisis tanpa dan dengan filter discretize. Penggunaan algoritma Naive Bayes menjadi yang berhasil meningkatkan akurasi dengan penggunaan filter discretize. Sebaliknya, filter discretize cenderung tidak memberikan pengaruh pada penggunaan algoritma berbasis DT.

Gambar 7. Laju True Positive menggunakan Naïve Bayes

Gambar 8. Laju False Positive menggunakan Naïve Bayes

Page 287: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

275

ISSN: 2355-7524

KESIMPULAN

Dari beberapa pengujian yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa laju TP sangat dipengaruhi oleh jumlah data pada kelas. Hal ini dibuktikan dari jenis intrusi Generic yang selalu mampu mencapai laju TP di atas 80%, baik menggunakan algoritma berbasis DT maupun NB, baik ketika diterapkan filter discretize atau tidak. Tetapi, pada kondisi tertentu, kelas dengan jumlah data kecilpun mampu mencapai laju TP yang cukup baik, seperti yang ditunjukkan oleh jenis intrusi Shellcode ketika digunakan algoritma J48, REP Tree dan Naive Bayes. Dapat disimpulkan bahwa atribut yang digunakan sebagai basis pengenalan dari data set UNSW-NB15 sesuai untuk intrusi Shellcode. UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan terima kasih kepada PTKRN-BATAN atas dukungan yang diberikan sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian ini didukung pendanaannya oleh Kemenristekdikti melalui kegiatan Insinas dengan nomor kontrak 06/INS-1/PPK/E4/2019.

DAFTAR PUSTAKA

1. T. M. Mbelli and B. Dwolatzky, “Cyber security, a threat to cyber banking in south africa: An approach to network and application security,” pada 2016 IEEE 3rd International Conference on Cyber Security and Cloud Computing (CSCloud), June 2016, pp. 1–6.

2. D. I. Dogaru and I. Dumitrache, “Cyber security in healthcare networks,” pada 2017 E-Health and Bioengineering Conference (EHB), June 2017, pp. 414–417.

3. M. Muniraj, A. R. Qureshi, D. Vijayakumar, A. R. Viswanathan, and N. Bharathi, “Geo tagged internet of things (iot) device for radiation monitoring,” pada 2017 International Conference on Advances in Computing, Communications and Informatics (ICACCI), Sep. 2017, pp. 431–436.

4. F. Wu, C. Rüdiger, J. Redouté, and M. R. Yuce, “We-safe: A wearable iot sensor node for safety applications via lora,” pada 2018 IEEE 4th World Forum on Internet of Things (WF-IoT), Feb 2018, pp. 144–148.

5. A. A. Waleed, V. Kharchenko, D. Uzun, and O. Solovyov, “Iot-based physical security systems: Structures and psmeca analysis,” pada 2017 9th IEEE International Conference on Intelligent Data Acquisition and Advanced Computing Systems: Technology and Applications (IDAACS), vol. 2, Sep. 2017, pp. 870–873.

6. J. Park, Y. Suh, and C. Park, “Implementation of cyber security for safety systems of nuclear facilities,” Progress in Nuclear Energy, vol. 88, pp. 88 – 94, 2016.

7. “Internet security threat report,” https://www.symantec.com/content/dam/symantec/docs/reports/istr-23-2018-en.pdf, 2018, diakses 10 Juni 2019.

8. E. Kabir, J. Hu, H. Wang, and G. Zhuo, “A novel statistical technique for intrusion detection systems,” Future Generation Computer Systems, vol. 79, pp. 303 – 318, 2018.

9. F. H. Botes, L. Leenen, and R. D. L. Harpe, “Ant colony induced decision trees for intrusion detection,” in 2017 16th European Conference on Cyber Warfare and Security, June 2017.

10. C. Wheelus, E. Bou-Harb, and X. Zhu, “Tackling class imbalance in cyber security datasets,” in 2018 IEEE International Conference on Information Reuse and Integration (IRI), July 2018, pp. 229–232.

11. “Lightning fast data science for teams,” https://rapidminer.com/, diakses 10 Juni 2019. 12. M. Belouch, S. E. Hadaj, and M. Idhammad, “Performance evaluation of intrusion

detection based on machine learning using apache spark,” procedia computer science, vol. 127, pp. 1 – 6, 2018, Proceedings Of The First International Conference On Intelligent Computing In Data Sciences, ICDS2017.

13. “Apache spark - lightning fast unified analytics engine,” https://spark. apache.org/, diakses 10 Juni 2019.

14. P. Dahiya and D. K. Srivastava, “Network intrusion detection in big dataset using spark,” Procedia Computer Science, vol. 132, pp. 253 – 262, 2018, international Conference on Computational Intelligence and Data Science.

Page 288: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Klasifikasi Jenis Intrusi Jaringan Komputer ... A. A. Waskita

276

ISSN: 2355-7524

15. A. Chellam, R. L, and R. S, “Intrusion detection in computer networks using lazy learning algorithm,” Procedia Computer Science, vol. 132, pp. 928 – 936, 2018, international Conference on Computational Intelligence and Data Science.

16. “Downloading and installing weka,” https://www.cs.waikato.ac.nz/ml/weka/downloading.html, diakses 10 Juni 2019.

17. M. AL-Hawawreh, N. Moustafa, and E. Sitnikova, “Identification of malicious activities in industrial internet of things based on deep learning models,” Journal of Information Security and Applications, vol. 41, pp. 1 – 11, 2018.

18. “Least square - support vector machine matlab/c toolbox,” https://www.esat.kuleuven.be/sista/lssvmlab/, diakses 10 Juni 2019.

19. Z. Chiba, N. Abghour, K. Moussaid, A. E. Omri, and M. Rida, “A novel architecture combined with optimal parameters for back propagation neural networks applied to anomaly network intrusion detection,” Computers & Security, vol. 75, pp. 36 – 58, 2018.

20. “Neural networks with java 2004 edition,” https://www.nnwj.de/contents.html, diakses 10 Juni 2019.

21. “Kdd cup 1999 data,” http://kdd.ics.uci.edu/databases/kddcup99/kddcup99.html, diakses 10 Juni 2019.

22. “Nsl-kdd dataset,” https://www.unb.ca/cic/datasets/nsl.html, diakses 10 Juni 2019. 23. M. Tavallaee, E. Bagheri, W. Lu, and A. A. Ghorbani, “A detailed analysis of the kdd cup

99 data set,” pada 2009 IEEE Symposium on Computational Intelligence for Security and Defense Applications, July 2009, pp. 1–6.

24. N. Moustafa and J. Slay, “Unsw-nb15: a comprehensive data set for network intrusion detection systems (unsw-nb15 network data set),” in 2015 Military Communications and Information Systems Conference (MilCIS), Nov 2015, pp. 1–6.

25. “The unsw-nb15 dataset description,” https://www.unsw.adfa.edu.au/unsw-canberra-cyber/cybersecurity/ADFA-NB15-Datasets/, 2018, diakses online, 10 Juni 2019.

26. “Cyber-security-dataset,” https://github.com/aawaskita/Cyber-Security-dataset/, 2019, diakses online, 10 Juni 2019.

27. Z. Chen, Q. Yan, H. Han, S. Wang, L. Peng, L. Wang, and B. Yang, “Machine learning based mobile malware detection using highly imbalanced network traffic,” Information Sciences, vol. 433-434, pp. 346 – 364, 2018.

28. N. Mustafa and J. Slay, “Creating novel features to anomaly network detection using darpa-2009 data set,” pada 2015 14th European Conference on Cyber Warfare and Security, July 2015.

29. P. Onotu, D. Day, and M. A. Rodrigues, “Accurate shellcode recognition from network traffic data using artificial neural nets,” pada 2015 IEEE 28th Canadian Conference on Electrical and Computer Engineering (CCECE), May 2015, pp. 355–360.

30. M. Chen, D. H. Tian, Y. Liu, C. Hu, X. Wang, and N. Li, “Shellix: An efficient approach for shellcode detection,” International Journal of Security and Its Applications, vol. 10, no. 6, pp. 107 – 122, 2016.

31. A. Shenfield, D. Day, and A. Ayesh, “Intelligent intrusion detection systems using artificial neural networks,” ICT Express, vol. 4, no. 2, pp. 95 – 99, 2018, SI on Artificial Intelligence and Machine Learning.

32. R. Panigrahi and S. Borah, “Rank allocation to j48 group of decision tree classifiers using binary and multiclass intrusion detection datasets,” Procedia Computer Science, vol. 132, pp. 323 – 332, 2018, international Conference on Computational Intelligence and Data Science.

33. J. Han, M. Kamber, and J. Pei, “8 - Classification: Basic concepts,” in Data Mining (Third Edition), third edition ed., ser. The Morgan Kaufmann Series in Data Management Systems, J. Han, M. Kamber, and J. Pei, Eds. Boston: Morgan Kaufmann, 2012, pp. 327 – 391.

34. C. zhi Gao, Q. Cheng, P. He, W. Susilo, and J. Li, “Privacy-preserving naive bayes classifiers secure against the substitution-then-comparison attack,” Information Sciences, vol. 444, pp. 72 – 88, 2018.

Page 289: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 ISSN:2355-7524 Padang, 18 September 2019

277

ANALISIS ALIRAN DAYA GENERATOR CATU DAYA DARURAT UTILITAS LABORATORIUM NMEI- GEDUNG 71 PRFN-BATAN.

Tukiman, Khairul Handono, Indarzah MP, Bang Rozali

Pusat Rekayasa Fasilitas Nuklir –Badan Tenaga Nuklir Nasional, Kawasan Puspiptek Setu,

Tangerang Selatan Indonesia 15310, e-mail: [email protected]

ABSTRACT ANALISIS ALIRAN DAYA GENERATOR CATU DAYA DARURAT UTILITAS LABORATORIUM NMEI- GEDUNG 71 PRFN-BATAN.Telah

dilakukan analisis aliran daya generator catu daya darurat utilitas laboratorium NMEI gedung 71 PRFN-BATAN, yang terdiri dari analisis daya nyata, daya reaktif, factor daya dan drop tegangan. pasokan catu daya listrik utilitas laboratorium NMEI gedung 71 terdiri dari catu daya listrik utama dari PLN dan catu daya darurat yang di pasok dari generator diesel. Gedung 71 sebagai laboratorium penunjang instalasi nuklir RSG-GAS atau dikenal dengan nama instalasi NMEI-RSGLP. NMEI sebagai laboratorium penunjang untuk kegiatan penelitian pengembangan yang terkait dengan Elektromekanik, Instrumentasi nuklir, dan bengkel sebagai penunjang perawatan instalasi nuklir RSG-LP. Generator catu daya darurat utilitas memiliki kapasitas daya (P)= 200 kVA.sebagai catu daya darurat, generator hanya untuk mensuplai lampu penerangan dan AC split yang jumlahnya terbatas. Dari hasil analisis yang dilakukan dengan perangkat lunak ETAP, aliran beban yang terjadi pada beban campuran Resistif dan induktif (lumped load), pada beban terkecil 12 kVA, diperoleh aliran beban /daya aktif P: 10,194 kW, daya reaktif Q: 6,318 kVAR dan besarnya factor daya = 0,85, dan beban terbesar 26 kVA diperoleh aliran beban /daya aktif P: 21,689 kW, daya reaktif Q: 13,442 kVAR dan besarnya factor daya = 0,85. Drop tegangan yang terjadi pada instalasi berkisar antara 2% hingga 4,5%, sedangkan factor daya beban lumped = 0,85, maka generator catu daya darurat masih baik dan layak digunakan. Kata kunci : generator , catu daya darurat, gedung NMEI-RSGLP

ABSTRACT An analysis of the power flow of an emergency power supply generator of the NMEI laboratory utility at building 71 PRFN-BATAN. The analysis includes the real power, reactive power, power factor and voltage drop. The power supply of NMEI laboratory utility at building 71 consists of the main electric power supply from PLN and emergency power supply supplied from diesel generators. The building 71 as a supporting laboratory for the RSG-GAS nuclear installation is also known as the NMEI-RSGLP installation. NMEI plays important role as a support laboratory for research and development activities related to electromechanics, nuclear instrumentation, and maintenance workshops for the RSG-LP nuclear installation. Generators for emergency power supply of the utilities have a power capacity (P) of 200 kVA. As an emergency power supply, the generators can only supply a limited amount electric power for lighting and air conditioning system. The analysis was conducted by using ETAP software. Based on the analysis result, the load flow for a combination of resistive load and inductive load (lumped load), at the lowest load of 12 kVA, gave a load flow / active power (P) of 10.194 kW, reactive power (Q) 6.318 kVAR and the power factor of 0.85, while at the highest load of 26 kVA, the analysis result gave a load flow / active power (P) of 21,689 kW, reactive power (Q) of 13,442 kVAR and the power factor of 0.85. The range of voltage drop in the installation was 2% to 4.5%, while the lumped load power factor was 0.85, the emergency power supply generator is still adequate and feasible to use. Keywords : generator,emergency power supply, building NMEI-RSGLP 1. PENDAHULUAN

Instalasi Nuclear Mechanichal Elektrical Instalation–Reaktor Serba Guna dan Laboratorium Penunjang atau disingkat NMEI-RSGLP berdiri sejak tahun 1990, sebagai laboratorium

Page 290: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Aliran Daya Generator Catu Daya2 ISSN:2355-7524 Tukiman, dkk.

278

penunjang dari Reaktor Serba Guna GA. Siwabesy Serpong, Keberadaan Laboratorium NMEI sebagai laboratorium untuk instrumentasi nuklir, Elektromekanik dan Instalasi Bengkel Induk Elektromekanik, disamping tugas pokok tersebut juga sebagai laboratorium perawatan instrumentasi dan Bengkel Induk Elekromekanik untuk perawatan dan pengembangan komponen Reaktor

[1]. Instalasi NMEI –RSGLP pengelolaanya di bawah satker Pusat

Perangkat Nuklir dan Rekayasa (PPNR). Sejarah perkembangan Pusat Perangkat Nuklir dan Rekayasa (PPNR ), pada tahun 1999 berubah nama menjadi Pusat Pengembangan Perangkat Nuklir dengan tugas melakukan pembinaan dan pengembangan teknologi di bidang perangkat nuklir dan pada tahun 2014 berubah nama struktur organisasi dengan nama Pusat Rekayasa Fasilitas Nuklir sampai dengan sekarang, dengan tugas melakukan perumusan dan pengendalian kebijakan teknis, pelaksanaan, dan pembinaan dan bimbingan di bidang perekayasaan instrumentasi, elektromekanik dan kendali, mekanik, struktur, dan proses fasilitas nuklir. Laboratorium NMEI terdiri dari 3 lantai, sebagai laboratorium penunjang, kebutuhan catu daya listrik instalasi NMEI sebesar 2093 kVA yang dipasok dari satu buah transformator TR1: 20 kV-380/220 volt,50 Hz, 2500 kVA yang terbagi menjadi beban 3 fasa dan beban 1 fasa, dari jenis beban induktif AC split, Lift, dan beban lampu penerangan. Kondisi pembebanan di laboratorium NMEI /gedung 71 BATAN tidak ada beban yang bersifat continu. Dalam keadaan darurat , apabila listrik PLN mati laboratorium NMEI Gd 71 dilengkapi dengan generator set sebesar 200 kVA yang bekerja secara konvensional maupun automatis dengan peralatan sistem ATS-AMF. Seperti terlihat pada gambar 1 dan 2 berikut.

Gambar 1. Generator diesel catu daya darurat laboratorium NMEI-Gd. 71,

kapasitas : 200 kVA, 380/220 Volt, 50 Hz

Gambar 2. PHBTR dan panel ATS-AMF catu daya darurat lab. NMEI gd. 71 BATAN

Studi aliran beban merupakan penentuan dan perhitungan arus, tegangan, daya aktif, daya reaktif dan faktor daya yang berada pada berbagai titik dalam suatu jaringan sistem tenaga listrik pada keadaan pengoperasian normal . Studi aliran beban dilakukan untuk memastikan transfer listrik stabil dan mampu mensuplay beban

[2].(Dharamjit, 2012). Studi aliran beban

perlu dilakukan karena bertambahnya beban akibat banyaknya penambahan komponen-komponen penunjang untuk memperoleh hasil maksimal, peralatan sistem tenaga listrik dirancang agar dapat bertahan dalam kondisi terburuk

[3].(Sudhashu,2016). Analisis aliran

beban adalah penentuan atau perhitungan tegangan, arus, daya aktif, dan daya reaktif yang terdapat pada berbagai titik dalam suatu jaringan sistem tenaga listrik pada keadaan pengoperasian normal, baik yang sedang berjalan maupun yang diharapkan akan terjadi dimasa yang akan datang

[4] .Generator diperuntukkan sebagai catu daya darurat sistem

penerangan dan pendingin ruangan serta peralatan computer. Sistem UPS dan sistem DC sebagai catu daya cadangan tidak tersedia.

Generator catu daya darurat terpasang sejak tahun 1990, dalam kurun waktu kurang lebih 20 tahun tersebut generator melayani beban jika terjadi kegagalan catu daya utama /PLN. Sebagai tindakan untuk pencegahan akan terjadinya hal-hal yang membahayakan pada instalasi tersebut, perlu dilakukan analisis aliran beban, factor daya dan drop tegangan. Untuk memastikan generator catu daya darurat dapat memikul beban dengan aman maka dilakukan evaluasi beban khususnya untuk catu daya darurat, dan dilakukan analisis aliran beban yang mengalir pada tiap-tiap bus /PHB, dalam makalah ini akan dibahas analisis aliran beban, daya nyata, daya reaktif, drop tegangan dan factor kerja (cos

Page 291: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 ISSN:2355-7524 Padang, 18 September 2019

279

Q) pada sistem yang terpasang. Analisis aliran beban dilakukan dengan menggunakan software ETAP.

II.METODOLOGI Untuk memulai penelitian ini diperlukan informasi terkait dengan generator catu daya

darurat laboratorium NMEI Gd. 71 dengan mempelajari hal-hal sebagai berikut : 1. Engineering Drawing

gambar teknik yang terdiri lay out gedung dan gambar instalasi listrik dari

laboratorium NMEI, meliputi gambar single line diagram, panel board schedule

yang berisi bus/panel hubung, penghantar, jenis beban dan besarnya daya beban.

2. Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan dengan observasi di lapangan, yang meliputi routing

bus/PHB yang terpasang dan mendata daya yang terpasang khusus untuk beban

yang dilayani generator set.

3. Pemodelan

Dari gambar lay out dan data beban, selanjutnya dimodelkan dengan perangkat

lunak ETAP. Instalasi dan beban listrik yang terpasang pada generator catu daya

darurat seperti terlihat pada gambar pemodelan Single line Diagram berikut ini.

Gambar 3. Pemodelan Single line diagram dengan software ETAP generator sebagai Catu Daya Darurat Gedung NMEI-BATAN.

4. Evaluasi dari hasil run etap, dengan merujuk pada standar, sehingga didapatkan hasil yang

diharapkan sesuai standar electrical engineering yang berlaku (IEC, ANSI, PUIL).

5. Hasil

Hasil akhir sebagai evaluasi , yang terdiri dari : aliaran daya nyata P, daya reaktif Q,

factor daya/cos Q, serta drop tegangan yang terjadi pada setiap titik simpul

percabangan. sebagai tambahan ditinjau juga sistem proteksi,untuk perlindungan

terhadap gangguan hubung singkat.

III. DASAR TEORI Analisis aliran beban memuat perhitungan aliran daya dan tegangan sebuah sistem

tenaga listrik untuk mengatur kapasitas generator, kapasitor dan perubahan tap transformator pada saat dibebani. Dalam melakukan analisis aliran beban, bus yang terhubung dalam sistem tenaga listrik digolongkan menjadi tiga jenis yang masing-masing memiliki dua besaran yang diketahui, yaitu bus beban, bus kontrol dan ayun. Tujuan pemilihan satu bus yang disebut dengan bus ayun dalam analisis aliran beban adalah untuk

Page 292: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Aliran Daya Generator Catu Daya2 ISSN:2355-7524 Tukiman, dkk.

280

menanggung kekurangan daya yang terjadi pada sistem. Kekurangan daya ini, yaitu daya nyata dan daya reaktif, tidak dapat dibebankan pada bus jenis lainya karena besaran ini hanya dapat diketahui setelah selesai perhitungan.

Formulasi matematik dari permasalahan aliran beban menghasilkan persamaan aljabar non linier , persamaan ini dapat ditentukan dengan menggunakan referensi bus atau referensi loop sehingga salah satu matriks admitansi atau matriks impedansi dapat dipakai. Pendekatan yang sering dipakai yaitu penggunaan referensi bus dalam bentuk admitansi untuk menggambarkan kondisi jaringan.Penyelesaian analisis aliran beban harus memenuhi hukum Kirchoff, yaitu jumlah aljabar semua arus pada sebuah bus harus sama dengan nol, dan jumlah aljabar semua tegangan dalam loop harus sama dengan nol. Salah satu dari aturan hukum kirchoff itu digunakan sebagai sebuah pengujian untuk konvergensi penyelesaian perhitungan iterasi. Metode Newton Raphson secara matematis lebih baik dibandingkan dengan metode Gauss Seidel, karena memiliki sifat kovergensi kuadratik .Untuk sistem yang besar metode Newton-Raphson jauh lebih efisien dan praktis. Banyaknya iterasi yang diperlukan dengan metode Newton-Raphson yang menggunakan admitansi bus , praktis tidak tergantung pada banyaknya bus

[4]. . Waktu yang singkat untuk

suatu penyelesaian dengan ketelitian yang sama menyebabkan bahwa metode Newton-Raphson lebih banyak dipilih untuk semua sistem, seperti pada sistem distribusi

[5]. Juga

lebih efektif dan menguntungkan untuk sistem jaringan yang besar serta mempunyai tingkat ketelitian yang tinggi dengan waktu hitung konvergensi yang relatif cepat

6].

Metode Newton-Raphson merupakan metode Gauss-Seidel yang diperluas dan disempurnakan, Metode ini dibentuk berdasarkan matriks admitansi simpul (Ybus) yang dibuat dengan suatu prosedur langsung dan sederhana.Pada admitansi simpul elemen diagonalnya (Ypp) merupakan jumlah admitansi dari semua elemen –elemen jaringan yang terhubung dengan simpul p tersebut. Pada jaringan sistem tenaga listrik, tidak semua bus saling terhubung satu dengan lainya , maka Ybus akan bebrbentuk matriks yang terdiri dari elemen-elemen yang mempunyai nilai tidak sama dengan nol, diantara simpul-simpul tersebut mempunyai hubungan saluran transmisi dan elemen-elemen yang bernilai nol . Persamaan aliran daya metode Newton-Raphson dapat menggunakan koordinat kartesian, koordinat kutub atau bentuk hybrid (gabungan antara bentuk kompleks dan bentuk kutub). Dengan menggunakan metode koordinat kartesian. Menurut Sulasno (1993), hubungan antara arus bus dan tegangan bus pada suatu jaringan dengan n bus dapat ditulis :

∑ = …………………………………………….…...…….(1)

Dimana p dan q merupakan indeks bus, untuk persamaan daya pada bus dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

= − =Vp.Ip HHHHHHHHHHHHHHH.HHH.(2)

Ip adalah arus conjugate p, dimana :

= ∑ = 1,2,3… . , HHHHHHHHHHHH.HHH.(3)

Bila : = + ! HHHHHHHHHHHHH..HHHHHHHHHH.. (4)

= " − # HHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH...(5)

Menurut sulasno (1993:91) selisih daya nyata (P) dan daya reaktif (Q) adalah selisih pada bus beban hasil perhitungan tiap iterasi , jika ditulis dalam bentuk matriks menjadi persamaan sebagai berikut :

$∆&∆'( = )*+*, *+*-*.*, *.*-

/ $∆0∆!( .............................................................. (6)

Dengan memisalkan elemen-elemen matriks persamaan menjadi J1, J2 , J3 , dan J4 , maka matriks persamaanya dapat ditulis sebagai berikut :

$∆&∆'( $ 12 3( = $∆0∆!( ..................................................................... (7)

Page 293: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 ISSN:2355-7524 Padang, 18 September 2019

281

Matrik yang terbentuk dari sub-sub matrik pada persamaan 7 disebut dengan matrik Jacobian. Nilai perubahan tegangan diperoleh dari perkalian invers matriks jacobian dengan matrik kolom perubahan daya. Sedangkan nilai aliran daya pada setiap saluran dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

& − ' = 45E7 − E89Y78 + E7 ;′<=1 >................................................ (8)

& − ' = 45E8 − E79Y78 + E8 ;?<=1 > .................................................... (9)

Pada umumnya ketelitian besar tegangan di set pada 0,000001 pu. Metode ini memiliki kecepatan konvergensi yang lebih lambat. Penerapan factor akselarasi yang sesuai akan meningkatkan tingkat konvergensi. Nilai factor akselerasi berkisar antara 1,2 hingga 1,7 dan umumnya di set pada 1,45. IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis aliran beban listrik/load flow analysis adalah suatu analisis yang bertujuan untuk mengevaluasi aliran daya pada beban dalam suatu instalasi tenaga listrik. Analisis daya listrik yang dievaluasi diantaranya daya nyata (P) Daya Semu (S) dan daya Reaktif (Q), juga besarnya sudut fasa atau faktor daya (cos Q) serta drop tegangan pada titik simpul bus /panel hubug. Selanjutnya Analisis ini akan digunakan untuk mengevaluasi generator set dan instalasinya sebagai catu daya darurat Laboratorium NMEI gedung 71. Dalam analisis aliran beban listrik /load flow analisis menggunakan perangkat lunak ETAP 12.6 . Gambar 3 di atas adalah merupakan klasifikasi jaringan catu daya darurat yang terdiri dari : Generator 3 fasa 200 kVA/380V/50 Hz. Dengan satu bus utama dan 8 bus subcabang dengan 15 beban terpasang berupa beban lumped dan beban static lampu penerangan. Selanjutnya untuk mengetahui aliran beban pada instalasi catu daya darurat seperti terlihat pada tabel 1, berikut adalah hasil run dengan menggunakan perangkat lunak ETAP versi 12.6.0

Tabel 1. Nilai drop tegangan dan keadaan daya nyata (P) dan daya Reaktif (Q) pada bus/PHBTR

Dari tabel 1 diatas dapat dilihat nilai drop tegangan yang terjadi pada setiap bus, dari bus 03 , bus 04, bus 05, bus 06 dan bus 06, bus 07, bus 08, bus 09, bus 010 , bus 011. Nilai drop tegangan tersebut bernilai kecil, yaitu kisaran antara 2% sampai 4,4% nilai tersebut masih di bawah persyaratan yang ditetapkan oleh standar IEC ataupun PUIL, yaitu untuk drop tegangan maksimum pada instalasi adalah 5% dari tegangan nominal. dan arus yang mengalir dalam keadaan beban penuh, I= 274,8 Ampere. Untuk melihat keadaan beban pada masing-masing bus/PHB serta factor kerja/Cos Q dapat dilihat pada tabel 2 berikut .

Bus ID Nominal

kV

Tegangan

% kW Loading kVAR Loading Amp Loading

Bus03 0,4 99,81 23 12 37,13

Bus04 0,4 99,91 13 6 21,13

Bus05 0,4 99,9 29 9 44,4

Bus06 0,4 99,92 23 7 34,7

Bus07 0,4 96,61 94 42 154,1

Bus08 0,4 96,61 17 9 28,37

Bus09 0,4 96,61 24 13 40,68

Bus010 0,4 96,61 15 9 26,51

Bus011 0,4 96,61 39 10 59,83

Page 294: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Aliran Daya Generator Catu Daya2 ISSN:2355-7524 Tukiman, dkk.

282

Tabel 2. Daya nyata (P), daya reaktif (Q), Daya Semu (S), Arus (I) dan Factor kerja (Cos Q)

Dari tabel 2 dapat dijelaskan bahwa untuk beban static (static load) adalah lampu penerangan dari jenis lampu led. Lampu led mempunyai rentang tegangan 1,6 volt hingga 3,5 volt , cara pemasangannya adalah dipasang secara seri dengan resistor, sehingga dimodelkan sebagai beban resistif

7], dengan factor kerja /cos Q adalah = 1, artinya

antara arus yang mengalir dan teganganya adalah sefasa (tidak ada beban reaktif Q) sehingga bernilai Q=0. Untuk beban lumped yang terpasang adalah AC split dan komputer dan dimodelkan sebagai beban RL, atau beban induktif. bisa motor induksi dan beban static. Pada aliran daya beban lumped lump 2 sampai dengan lump 9 besarnya faktor kerja cos Q adalah 0,85 dalam sistem tenaga dikatagorikan masih baik. Dalam Single Line Diagram hasil run ETAP 12.6 seperti gambar 4 berikut.

Gambar 4. Single Line Diagram hasil run ETAP, dan keadaan aliran daya, arus yang mengalir, faktor kerja dan drop tegangan pada masing masing cabang bus.

dapat dilihat arus yang mengalir pada masing –masinng bus/PHB pada titik percabangan sampai arus pada beban terpasang, drop tegangan yang terjadi dan factor daya atau cos Q. dari hasil tersebut generator catu daya dan instalasinya masih dalam batas aman.

ID Rating Rated

kV kW kvar Amp % PF

% Loading

Vtermal

Load2 3 kVA 0,4 2,987 0 4,321 100 99,8 99,78

Load3 3 kVA 0,4 2,991 0 4,323 100 99,8 99,84

Load4 14 kVA 0,4 13,844 0 20,09 100 99,4 99,44

Load5 11 kVA 0,4 10,904 0 15,81 100 99,5 99,56

Load6 2 kVA 0,4 1,865 0 2,788 100 96,5 96,57

Load7 2 kVA 0,4 1,866 0 2,788 100 96,5 96,59

Load8 24 kVA 0,4 22,188 0 33,31 100 96,2 96,15

Lump2 23 kVA 0,4 19,481 12,073 33,38 85 100,5 99,11

Lump3 12 kVA 0,4 10,194 6,318 17,33 85 100,1 99,86

Lump4 18 kVA 0,4 15,27 9,464 26,03 85 100,2 99,63

Lump5 14 kVA 0,4 11,883 7,365 20,24 85 100,2 99,71

Lump6 22 kVA 0,4 14,683 9,1 25,95 85 81,7 96,07

Lump7 26 kVA 0,4 21,689 13,442 38,28 85 102 96,21

Lump8 18 kVA 0,4 15,05 9,327 26,51 85 102,1 96,39

Lump9 20 kVA 0,4 16,361 10,14 28,87 85 100 96,25

Page 295: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 ISSN:2355-7524 Padang, 18 September 2019

283

V.KESIMPULAN Dari analisis aliran beban generator catu daya darurat dapat diambil kesimpulan :

1. Generator catu daya darurat mampu mensuplay daya ke beban dengan factor daya 0,91.

2. Drop tegangan yang terjadi berkisar antara 2%-4,5%, masih dalam batas aman,

dibawah persyaratan yang ditetapkan oleh standar IEC ataupun PUIL.

3. Pada beban campuran Resistif dan induktif (lumped load) AC split terjadi dengan

beban terkecil 12 kVa dengan aliran beban /daya aktif P: 10,194 kW, daya reaktif Q:

6,318 kVAR dan besarnya factor daya = 0,85.Dan beban terbesar 26 kVA dengan

aliran beban /daya aktif P: 21,689 kW, daya reaktif Q: 13,442 kVAR dan besarnya

factor daya = 0,85.

VI.DAFTAR PUSTAKA

1. PUSAT REKAYASA FASILITAS NUKLIR , “Laporan Eksekutif PRFN, Tugas pokok

institusi , Visi, Misi PRFN-BATAN, 2017

2. DHARAMJIT, D.K TANTI, “Load Flow Analysis on IEEE 30 Bus System”, Jharkhaud.

IEEE.2012

3. SHARMA , SUDHANSHU, dkk. “Design of Electrical System Based on Load Flow

Analysis Using ETAP for IEC Project. New Dehli IEEE.2016

4. WILLIAM D. STEVENSON, JR. “Analysis sistem tenaga listrik”, edisi ke 4. Penerbit

Erlangga, Jakarta , 1994

5. CAHYO KUMOLO, “Analisis Aliran Beban pada Sistem Tenaga Listrik di KSO

Pertamina EP-GEO Cepu Indonesia Distrik 1 Kawengan Menggunakan Software

ETAP 12.6” . Jurnal Emitor Vol. 16 , No. 1, PT. Prolindo Aditya Prima

6. TOTO SUKISNO “Analisis Aliran Beban pada Sistem Tenaga Listrik dengan MS.

Excel” Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro FT UNY. Thn 2014 , hal 3-6.

7. ZUHAL “ Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya “ Penerbit Pt. Gramedia

Jakarta, 1992

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Wiryono, BAPETEN)

• Parameter apa saja yang digunakan untuk menilai kelayakan generator untuk catu

daya darurat, hubungannya dengan kebutuhan/penggunaan catu daya tersebut.

JAWABAN: (Tukiman, PRFN - BATAN)

• Cosϕ (faktor daya), Daya nyata dan daya reaktif, Drop tegangan,

• Mencegah kecelakaan dan menjaga efisiensi

• Generator masih layak, 4 frekuensi

Page 296: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Aliran Daya Generator Catu Daya2 ISSN:2355-7524 Tukiman, dkk.

284

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Page 297: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

285

ISSN: 2355-7524

ANALISIS KERETAKAN BETON PADA LANTAI RUANG PRIMER RSG GAS

Abdul Hafid

1), Djati H.S.

1), Sriyono

1), R. Kusumastuti

1),

M.B. Mike Susmikanti1)

, Santosa Pujiarta2)

1Center for Nuclear Reactor Technology and Safety, National Nuclear Energy Agency of Indonesia (BATAN), PUSPIPTEK Area Building 80 Serpong,Tangerang Selatan 15310

2Center for Multipurpose Reactor, National Nuclear Energy Agency of Indonesia (BATAN),

PUSPIPTEK Area Building 30 Serpong,Tangerang Selatan 15310 Email: [email protected].

ABSTRAK

ANALISIS KERETAKAN BETON PADA LANTAI RUANG PRIMER RSG GAS. Struktur beton dirancang dapat menahan beban dan juga sebagai penghalang fisik paling akhir terhadap pelepasan radioaktif ke lingkungan luar. Penuaan dapat mempengaruhi respons struktur penahan pada kecelakaan berbasis desain dan kondisi disain dasar. Bangunan sipil Reaktor Serba Guna G. A. Siwabessy (RSG GAS) dikonstruksi sejak tahun 1983. Terdiri atas kolam reaktor (reactor pool), gedung reaktor (reactor building), gedung penghubung (building junction), dan bangunan kantor (office building). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efek penuaan pada beton RSG-GAS yang telah memiliki usia lebih dari 30 tahun utamanya pada daerah kolam reaktor dan gedung reaktor khususnya pada ruang-ruang komponen dan sistem. metode pengamatan secara visual dan juga pemeriksaan dengan menggunakan alat uji tak rusak Portable Ultrasonic Non-Destructive Digital Indicating Tester (PUNDIT) PL200. Hasil pemeriksaan dengan menguji tiga sampel garis retak diperoleh bahwa terdapat 25 titik dengan kedalaman retak lebih dari 7 cm dan yang paling dalam 17,4 cm ditemukan pada Line 3 no. 14. Kata kunci: beton, gedung reaktor, kedalaman retak, pengujian ultrasonik, penuaan

ABSTRACT ANALYSIS OF CONCRETE MOLD IN THE PRIMARY FLOOR OF RSG GAS. The concrete structure is designed to withstand loads and also as the last physical barrier to the release of radioactivity to the outside environment. Aging can affect the response of retaining structures to accidents based on design and basic design conditions. Civil buildings G. A. Siwabessy Multipurpose Reactor (RSG GAS) was constructed since 1983. It consists of reactor pools, reactor buildings, building junctions, and office buildings. The purpose of this study was to analyze the effects of aging on RSG-GAS concrete which has more than 30 years of age, especially in the reactor pool area and reactor building, especially in the component rooms and systems. visual observation method and also inspection using a non-destructive Portable Digital Indicating Tester (PUNDIT) PL200. The results of the examination by testing three crack line samples found that there were 25 points with a crack depth of more than 7 cm and the deepest reaching 17.4 cm found in the 3rd crack line. Keywords: concrete, reactor building, crack depth, ultrasonic testing, aging PENDAHULUAN

RSG-GAS dibangun sejak tahun 1983, setelah dicapai kritis pertama pada bulan Juli 1987, kemudian diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 20 Agustus 1987, pada bulan Maret 1992 dicapai operasi reaktor pada daya nominal 30 MW [1]. RSG GAS merupakan reaktor riset kolam terbuka menggunakan pendingin dan moderator air. Untuk sirkulasi air pendingin primer RSG GAS digunakan pompa primer. Ada 3 pompa primer RSG GAS yang ditempatkan pada satu ruang khusus disebut ruang primer. Pada ruang primer, selain pompa primer terdapat dua penukar kalor dan pipa-pipa yang terbuat dari SS304 berdiameter 406,4 mm (16 inci) dan 609,6 mm (24 inci) [2]. Penuaan pada beton ruang primer dapat bersumber dari efek getaran yang ditimbulkan oleh pompa primer [3] atau aliran air dalam pipa saat turbulen atau sebab lain dari luar gedung misalnya adanya pengerjaan gedung baru menggunakan pasak bumi dan

Page 298: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Keretakan Beton Pada LAbdul Hafid, dkk.

286

sebagainya. Pada dasarnya dalam pembangunan gedung reaktor telah dirancang sistem keselamatan gedung dan ruangbumi hingga percepatan pergeseran tanah sebesar 0,25g atau 2,5 m/sdan dinding gedung reaktor terbuat dari beton bertulang. Dalam usia lebih dari 30 tahun saat ini terlihat ada beberapa retak pada lantai maupun dinding khususnya dalam ruang primer yang mungkin merupakan efek dari penuaan gedung reaktor. Retak pada beton dapat berdampak serhingga ke tulangan yang terbuat dari baja. khusus dengan usia lebih dari 30 tahun maka pengujian yang dilakukan dengan uji tak rusak. Defenisi dari uji tak rusak (memeriksa, menguji, atau mengevaluasi bahan, komponen tanpa merusak serta kemudahan dalam layanannya [6].

Beton pada gedung reaktor dibuat dengan menggunakan semen Portland dan agregat yang dikontrol dengan kualitas tinggi. Adanya retakdinding perlu mendapat perhatian khusus dengan pengujian. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis kondisi retak pada beton ruang primer RSG GAS serta cara mengatasi masalah mewujudkan tujuan tersebut maka digunakan metode uji tak rusak dengan menggunakan ultrasonic pulse velocity testPUNDIT (Portable Ultrasonic Nonmakalah ini dibahas tentang pengujiaruang primer. Gedung reaktor RSG GAS dibangun dengan pengawasan dan kontrol kualitas yang tinggi. Kekuatan, kerapatan dan mutu beton senantiasa diperiksa dan diuji selama proses pembangunan. Dinding dan lantai bayang sangat besar hingga mencapai kurang lebih 1 (satu) meter. Akibat penuaan, pada usianya yang telah mencapai lebih dari 30 tahun ditemukan adanya beberapa retak pada dinding dan lantai beton. Pengujian dilakukan pada bagian betretak hingga dapat diperoleh besar kedalaman retak. TEORI

Pengujian beton dapat dilakukan dengan dutest) dan uji tak rusak (nondestructive testdilakukan di laboratorium sehingga sifatnya kurang praktis dan tidak cocok bagi bangunan yang sudah lama terbangun. Untuk menguji bangunan dengan cara pengujian di tempat (insitu) dan bersifat tidak merusak dapat dilakukan dengan uji tak rusak. Salah satu cara uji tak rusak adalah pulse velocity test (UPVT) [7]. transducer dan sinyal balik dipantulkan oleh material yang diterima oleh lainnya[8]. Prinsip penggunaan metode UPVT berdasarkan padagelombang ultrasonik yang melintasi suatu benda yang tergantung pada sifat elastisitas dan kepadatan materialnya2 transduser dengan fungsi satu sebagai receiver (R). Skema kerja UPVT sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1.

Lantai Ruang < ISSN: 2355

sebagainya. Pada dasarnya dalam pembangunan gedung reaktor telah dirancang sistem keselamatan gedung dan ruang-ruang di dalamnya tahan terhadap gempa bumi hingga percepatan pergeseran tanah sebesar 0,25g atau 2,5 m/s2 [4]. Lantai

reaktor terbuat dari beton bertulang. Dalam usia lebih dari 30 tahun saat ini terlihat ada beberapa retak pada lantai maupun dinding khususnya dalam ruang primer yang mungkin merupakan efek dari penuaan gedung reaktor. Retak pada beton dapat berdampak serius [5] jika kedalaman retak selimut beton hingga ke tulangan yang terbuat dari baja. Gedung reaktor merupakan bangunan khusus dengan usia lebih dari 30 tahun maka pengujian yang dilakukan dengan uji tak rusak. Defenisi dari uji tak rusak (Nondestructive testing: NDT) memeriksa, menguji, atau mengevaluasi bahan, komponen tanpa merusak serta kemudahan dalam layanannya [6].

Beton pada gedung reaktor dibuat dengan menggunakan semen Portland dan agregat yang dikontrol dengan kualitas tinggi. Adanya retak pada lantai dan dinding perlu mendapat perhatian khusus dengan pengujian. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis kondisi retak pada beton ruang primer RSG GAS serta cara mengatasi masalah sesui hasil yang diharapkan. Untuk dapat

udkan tujuan tersebut maka digunakan metode uji tak rusak dengan ultrasonic pulse velocity test (UPVT) jenis portable yang disebut

Portable Ultrasonic Non-destructive Digital Indicatening Test). Pada makalah ini dibahas tentang pengujian kedalaman retak yang terjadi pada beton

Gedung reaktor RSG GAS dibangun dengan pengawasan dan kontrol kualitas yang tinggi. Kekuatan, kerapatan dan mutu beton senantiasa diperiksa dan diuji selama proses pembangunan. Dinding dan lantai bangunan memiliki ketebalan yang sangat besar hingga mencapai kurang lebih 1 (satu) meter. Akibat penuaan, pada usianya yang telah mencapai lebih dari 30 tahun ditemukan adanya beberapa retak pada dinding dan lantai beton. Pengujian dilakukan pada bagian beton yang retak hingga dapat diperoleh besar kedalaman retak.

Pengujian beton dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu uji rusak (destructive destructive test). Pengujian dengan uji rusak biasanya

sehingga sifatnya kurang praktis dan tidak cocok bagi bangunan yang sudah lama terbangun. Untuk menguji bangunan dengan cara

) dan bersifat tidak merusak dapat dilakukan dengan uji tak rusak. Salah satu cara uji tak rusak adalah dengan menggunakan ultrasonic pulse velocity test (UPVT) [7]. Pada teknik ini, pulse ultrasonik dipancarkan oleh

dan sinyal balik dipantulkan oleh material yang diterima oleh transducerPrinsip penggunaan metode UPVT berdasarkan pada kecepatan

gelombang ultrasonik yang melintasi suatu benda yang tergantung pada sifat elastisitas dan kepadatan materialnya [9]. Prinsip kerja UPVT adalah menggunakan

dengan fungsi satu sebagai transmitter (T) dan satu lainnya sebagai (R). Skema kerja UPVT sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.

mbar 1. Skema cara kerja UPVT [9], [10], [11]

ISSN: 2355-7524

sebagainya. Pada dasarnya dalam pembangunan gedung reaktor telah dirancang ruang di dalamnya tahan terhadap gempa

[4]. Lantai reaktor terbuat dari beton bertulang. Dalam usia lebih dari 30

tahun saat ini terlihat ada beberapa retak pada lantai maupun dinding khususnya dalam ruang primer yang mungkin merupakan efek dari penuaan gedung reaktor.

jika kedalaman retak selimut beton Gedung reaktor merupakan bangunan

khusus dengan usia lebih dari 30 tahun maka pengujian yang dilakukan dengan uji adalah

memeriksa, menguji, atau mengevaluasi bahan, komponen tanpa merusak serta

Beton pada gedung reaktor dibuat dengan menggunakan semen Portland pada lantai dan

dinding perlu mendapat perhatian khusus dengan pengujian. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis kondisi retak pada beton ruang primer RSG

ntuk dapat udkan tujuan tersebut maka digunakan metode uji tak rusak dengan

(UPVT) jenis portable yang disebut ). Pada

n kedalaman retak yang terjadi pada beton

Gedung reaktor RSG GAS dibangun dengan pengawasan dan kontrol kualitas yang tinggi. Kekuatan, kerapatan dan mutu beton senantiasa diperiksa dan

ngunan memiliki ketebalan yang sangat besar hingga mencapai kurang lebih 1 (satu) meter. Akibat penuaan, pada usianya yang telah mencapai lebih dari 30 tahun ditemukan adanya beberapa

on yang

destructive ). Pengujian dengan uji rusak biasanya

sehingga sifatnya kurang praktis dan tidak cocok bagi bangunan yang sudah lama terbangun. Untuk menguji bangunan dengan cara

) dan bersifat tidak merusak dapat dilakukan dengan uji dengan menggunakan ultrasonic

Pada teknik ini, pulse ultrasonik dipancarkan oleh transducer kecepatan

gelombang ultrasonik yang melintasi suatu benda yang tergantung pada sifat . Prinsip kerja UPVT adalah menggunakan

lainnya sebagai

Page 299: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

287

ISSN: 2355-7524

Dari Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa alat PUNDIT touch screen akan membangkitkankan gelombang ultrasonik (Pulse Generator) melalui transducer transmitter yang ditransmisikan pada beton dengan kecepatan rambat gelombang sebesar V (km/s) pada jarak antara transmitter dan receiver sepanjanf L (mm) dalam waktu tempuh gelombang ultrasonik di dalam beton sebesar T (µs). Secara matematis seperti ditunjukkan pada persamaan (1). Pengukuran dengan cara langsung menerapkan persamaan 1 bisa digunakan untuk menguji kualitas beton, memeriksa homogenitas beton dan pengukuran kedalaman retak

T

LV

∆= (1)

permukaan beton.Makalah ini akan membahas pengukuran kedalaman retak permukaan beton.

Ada 3 metode pengujian yang dapat dilakukan menggunakan UPVT berdasarkan akses ke permukaan area pengujian, yaitu direct method, semi direct method dan indirect method seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Kecepatan ultrasonik rentan terhadap lintasan perjalanan sinyal yang ditentukan oleh konfigurasi transduser.

direct method

semi-direct method

indirect method

Gambar 2. Metode pengujian pada beton menggunakan UPVT [12]

Retak pada beton dapat terjadi pada tahap pengerasan beton dan bisa juga terjadi pada struktur yang mengalami penuaan. Retak sebelum pengerasan disebabkan oleh penurunan massa beton atau akibat plastisitas material saat penyusutan. Namun demikian retak dapat juga terjadi setelah pengerasan beton akibat hilangnya kelembaban beton. Hal lain yang mungkin jadi penyebab retak adalah kontraksi termal, penurunan permukaan tanah, kelebihan beban dan penuaan.

Gambar 3. Pengukuran kedalaman retak beton dengan indirect method [11]

Pengukuran kedalaman retak dapat dilakukan dengan indirect method [13] seperti

ditunjukkan pada Gambar 3. Pada banyak kondisi di lapangan adalah sangat sulit untuk menerapkan direct method ataupun semi-direct method. Oleh karena itu indirect method dapat digunakan dengan meletakkan transduser pada jarak (x) yang tegak lurus terhadap garis retak maka kedalaman retak beton (h) dapat diukur karena waktu tempuh gelombang ultrasonik di dalam beton sebesar T (µs) dengan dua kali pengukuran pada jarak tertentu yang segaris dapat diperoleh. Secara matematis kedalaman retak (h) dapat dirumuskan seperti persamaan (2).

2

2

2

1

2

TTT

xh −= (2)

Page 300: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Keretakan Beton Pada Lantai Ruang < Abdul Hafid, dkk.

288

ISSN: 2355-7524

METODOLOGI Pemeriksaan rutin terhadap beton pada suatu konstruksi sebaiknya selalu dilakukan.

Semakin bertambahnya usia penggunaan, pengaruh cuaca serta berbagai fenomena alam dan lingkungan, misalnya gempa bumi, getaran akibat pengerjaan bangunan lain, dll adalah sangat berpengaruh terhadap kondisi beton. Pemeriksaan harusnya dilakukan secara berkala agar dapat diketahui besar ketahanan konstruksi beton serta rentang masa waktunya. Pada kegiatan pemeriksaan, beberapa tahapan dilakukan, yaitu:

a.Pemeriksaan secara visual, b. Pengelompokkan jenis kerusakan dan pemotretan c. Pemeriksaan/pengujian tak merusak dengan menggunakan UPVT PUNDIT

Pemeriksaan Visual

Pemeriksaan visual pada beton merupakan salah satu cara mengamati secara langsung pada obyek dalam hal ini adalah dinding dan lantai di ruang primer. Berdasarkan hasil pemeriksaan visual diperoleh di daerah lantai dan dinding ada retak. Tebal lantai beton adalah +1 (satu) meter. Beberapa retakan seperti ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Retak pada lantai ruang primer di dua tempat berbeda

Keretakkan yang ada di ruang pompa primer ada beberapa di dinding dan ada beberapa lainnya di lantai. Panjang retak bermacam-macam ada beberapa yang panjang ada juga yang pendek. Terdapat juga retakkan yang berhubungan mulai dari lantai terus bersambung hingga ke dinding. Semua retakkan dicatat untuk dapat dilakukan pemeriksaan selanjutnya dengan menggunakan alat uji tak rusak.

Pengelompokkan Jenis Kerusakkan

Dari hasil pengamatan, jenis kerusakkan retak untuk sementara dibagi atas 2, yaitu retak pada lantai dan rata pada dinding. Pada makalah ini pengujian yang dilakukan adalah untuk retak yang terjadi pada lantai.

Uji Tak Rusak dengan PUNDIT PL200

Pada kegiatan ini UPVT yang digunakan adalah PUNDIT (Portable Ultrasonic Non-Destructive Digital Indicating Tester) PL200 yang digunakan untuk mengukur kedalaman retak yang terjadi pada lantai dan dinding ruang pompa primer RSG-GAS.Pengukuran kedalaman retak pada lantai yang mengalami retak dilakukan untuk dapat mengetahui seberapa dalam retakkan yang terjadi. Daerah retakan yang secara visual cukup mengkhawatirkan adalah pada ruang pompa primer. Garis retak pertama disebut Line 1. Garis retak Line 1 berada di lantai ruang primer tepat di bawah Heat Exchanger (HE-01). Garis retak ini cukup panjang yang mencapai dinding bangunan. Oleh karena retakan ini cukup panjang maka retak ini dipilih untuk menjadi salah satu sampel yang perlu untuk diperiksa/diuji kedalaman retaknya dan diperoleh hasil seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Dari Line 1 dibuat 15 titik pengambilan data.

Page 301: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

289

ISSN: 2355-7524

Gambar 5. Retak pada lantai ruang pompa primer Line 1. Pengukuran kedalaman retak dengan indirect method dilakukan dengan membuat

jarak tertentu yang menempatkan retak ditengah-tengah misalnya jarak x cm dan 2x cm. Selanjutnya, kedua transducer ditempatkan pada masing-masing jarak yang telah diberi tanda, satu bertindak sebagai transmiter dan lainnya sebagai receiver. Seperti ditunjukkan pada Gambar 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada usianya yang sudah lebih dari 30 tahun, kondisi beton RSG-GAS masih dapat dikatakan baik dan kokoh berdasarkan hasil pemeriksaan secara visual. Namun pada beberapa tempat/ruang ditemukan beberapa retak, baik pada dinding maupun pada lantai. Tebal beton bangunan RSG-GAS mencapai 100 cm. Konstruksi bangunan gedung reaktor merupakan konstruksi beton bertulang. Salah satu ruang yang sangat mendukung pengoperasian reaktor adalah ruang primer. Berdasarkan hasil pengamatan visual ditemukan banyak retak pada lantai dan dinding. Salah satu retak yang cukup panjang dan telah dilakukan pemeriksaan kedalaman retak seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kedalaman retak beton lantai ruang primer RSG GAS

NOMOR RETAK

NOMOR PEMERIKSAAN

T1 µs

T2 µs

h (cm)

Line 1 No 1 105,5 181,3 7,3 No 2 89,7 171,4 3,6 No 3 88 174,4 1,6 No 4 107,3 179,6 8,1 No 5 99,7 197,1 1,8 No 6 141,8 234,7 8,5 No 7 115,5 216,3 4,4 No 8 100,4 179 6,1 No 9 103,6 202,1 2,7 No 10 134,3 186,1 15 No 11 116,8 218,7 4,5 No 12 115,8 187,8 9,2 No 13 105,7 209,8 1,5 No 14 130,9 209,6 9,6 No 15 144,9 205,2 14,1 No 16 125,2 216,9 7,1 No 17 125,6 209,7 8,2 No 18 107,5 165,7 10,9 No 19 101,4 179,7 6,3

(Catatan: Tebal beton 1 meter)

Berdasarkan hasil pemeriksaan pada Line 1, diperoleh bahwa pada titik 10 kedalaman retaknya mencapai 15 cm. Posisi ini merupakan titik dengan kedalaman retak paling dalam

Page 302: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Keretakan Beton Pada Lantai Ruang < Abdul Hafid, dkk.

290

ISSN: 2355-7524

pada Line 1. Beberapa titik yang lainnya dengan nilai kedalaman retak diatas 7 cm hingga 14,1 cm perlu dipertimbangkan untuk diperiksa secara berkala 2 tahun dan direkomendasikan untuk dilakukan tindakan mengatasi retak. Jika dibandingkan dengan tebal beton lantai maka dapat dinyatakan persentase kedalaman retak mencapai 15% terhadap tebal lantai.

Retak lainnya yang terjadi pada lantai dengan ukuran rambatan yang lebih pendek adalah terletak dekat pompa primer. Hasil pengujian kedalaman retak pada area yang dinamai Line 2 ini seperti ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kedalaman retak beton pada lantai ruang primer RSG GAS

NOMOR RETAK

NOMOR PEMERIKSAAN

T1 µs

T2 µs

h (cm)

Line 2 nom-1 71,4 137,8 3,2 nom-2 93,6 175,4 4,4 nom-3 82 151,1 5 nom-4 81,4 155,2 3,7 nom-5 89,4 150,1 8,1 nom-6 83,4 135,4 9,1 nom-7 100,1 149,2 12,1 nom-8 105,4 204,6 2,9 nom-9 107,3 184,7 7,3 nom-10 124,1 194,7 10,3 nom-11 99,7 162,3 9 nom-12 86 128,6 11,9

Line 2: Setelah dilakukan pemeriksaan maka diperoleh hasil seperti ditunjukkan

pada Tabel 2. Posisi Line 2 terletak berdekatan dengan pompa primer 1. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh bahwa titik dengan retak paling dalam pada nomor 12 sebesar 11,9 cm dan titik nomor 7 sebesar 12,1 cm. Bagian dengan kedalaman lebih 7 cm atau lebih ada 7 tempat dengan rentang nilai mulai dari 7,3 cm hingga 12,1 cm. Tebal lantai dari ruang pompa primer tersebut adalah 100 cm. Retakan yang terjadi pada Line 2 ini dapat dianggap telah mencapai 12,5% dari tebal total beton.

Sampel ketiga disebut Line 3. Setelah dilakukan pemeriksaan maka diperoleh hasil seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Posisi Line 3 terletak berdekatan dengan pompa primer 2. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh bahwa titik dengan retak paling dalam pada nomor 14 sebesar 17,4 cm.

Tabel 3. Kedalaman retak beton pada lantai ruang primer RSG GAS

NOMOR RETAK

NOMOR PEMERIKSAAN

T1 µs

T2 µs

h (cm)

Lantai ruang pompa primer line-3 Line 3 nomor 1 71,8 128,7 5,9

nomor 2 79,1 142,1 5,9 nomor 3 115,6 162,5 14,4 nomor 4 100,3 151,5 11,6 nomor 5 118,2 229,8 2,8 nomor 6 107,6 184,8 7,3 nomor 8 106,3 160,9 11,5 nomor 9 91,3 156,5 7,4 nomor 10 95,6 163,2 7,5 nomor 11 96,6 185,2 3,5 nomor 12 119 188,8 9,9 nomor 13 87,7 153,4 6,8 nomor 14 105 138,7 17,4 nomor 15 117,9 165,5 14,5 nomor 16 101,4 152 11,9 nomor 17 79,7 136,2 7,5 nomor 18 104,3 184,6 6,4 nomor 19 103,2 168 9

Page 303: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

291

ISSN: 2355-7524

nomor 20 102,6 201,7 2,2 nomor 21 101,6 169,3 8,3

Dari tiga garis retak yang dijadikan sampel, dapat dinyatakan bahwa tingkat keretakkan yang terjadi sudah cukup dalam sehingga pemeriksaan secara berkala pada semua garis retak perlu dilakukan. Selain itu, metode pemeriksaan uji tak rusak lainnya perlu dilakukan untuk dapat memantau ada tidaknya pertambahan retak setiap tahun. Dari Tabel 1 hingga Tabel 3 diperoleh bahwa ada 25 titik retak dengan kedalaman lebih dari 7 cm. Umumnya selimut beton terletak pada jarak kedalaman 7 cm dari permukaan terluar beton. Apabila selimut beton (cover) dari tulangan baja terletak pada kedalaman 7 cm maka dapat dipastikan bahwa berdasarkan tiga garis retak yang terjadi seperti pada Tabel 1 hingga Tabel 3 tersebut di atas retak yang terjadi sudah melewati batas aman. Retak terdalam sebesar 17,4 cm diperoleh pada Line 3 nomor 14. Hal ini dapat dianggap serius karena posisi tulang beton menjadi terbuka dan memungkinkan unsur penyebab korosi dapat masuk. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka pada retak-retak yang dalam perlu untuk diberi suntikan material pelindung misalnya epoxy untuk menutup celah retak agar tulangan dapat aman dari serangan korosi.

Beton gedung reaktor RSG-GAS telah berusia lebih dari 30 tahun. Akibat adanya beban-beban eksternal dalam kurun waktu yang cukup lama serta penuaan maka terjadi reta-retak pada lantai dan dinding ruang primer. Ada tiga garis retak disekitar pompa primer. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada ketiga garis retak (Line 1, Line 2 dan Line 3) dari garis retak tersebut diperoleh 25 titik dengan kedalaman retak yang terjadi melebihi selimut beton terhadap tulangan baja dari struktur (kedalaman selimut beton dari permukaan 7 cm dari tulangan baja terluar). Retak terdalam mencapai nilai 17,4 cm terdapat pada Line 3. Kedalaman retak ini perlu untuk selalu diperiksa secara berkala untuk dapat memastikan ada atau tidaknya penambahan kedalaman retak setiap tahun.

Dari Tabel 1 hinggang Tabel 3 diperoleh bahwa ada 25 titik retak dengan kedalaman lebih dari 7 cm. Umumnya selimut beton terletak pada jarak kedalaman 7 cm dari permukaan terluar beton. Apabila selimut beton (cover) dari tulangan baja terletak pada kedalaman 7 cm maka dapat dipastikan bahwa berdasarkan tiga garis retak yang terjadi seperti pada Tabel 1 hingga Tabel 3 tersebut di atas retak yang terjadi sudah melewati batas aman. Retak terdalam sebesar 17,4 cm diperoleh pada Line 3 nomor 14. Hal ini dapat dianggap serius karena posisi tulang beton menjadi terbuka dan memungkinkan unsur penyebab korosi dapat masuk. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka pada retak-retak yang dalam perlu untuk diberi suntikan material pelindung misalnya epoxy untuk menutup celah retak agar tulangan dapat aman dari serangan korosi. KESIMPULAN

Beton gedung reaktor RSG-GAS telah berusia lebih dari 30 tahun. Akibat adanya beban-beban eksternal dalam kurun waktu yang cukup lama serta penuaan maka terjadi retak-retak pada lantai dan dinding ruang primer. Ada tiga garis retak disekitar pompa primer. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada ketiga garis retak (Line 1, Line 2 dan Line 3) dari garis retak tersebut diperoleh 25 titik dengan kedalaman retak yang terjadi melebihi selimut beton terhadap tulangan baja dari struktur (kedalaman selimut beton dari permukaan 7 cm dari tulangan baja terluar). Retak terdalam mencapai nilai 17,4 cm terdapat pada Line 3. Pada retak beton dengan kedalaman yang melebihi selimut beton direkomendasikan untuk diberi material pelindung dengan cara injeksi. Kedalaman retak ini perlu untuk selalu diperiksa secara berkala untuk dapat memastikan ada atau tidaknya penambahan kedalaman retak setiap tahun. UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada PTKRN atas dukungan keuangan dari DIPA PTKRN. Ucapan terima kasih juga disampaikan pada pada PRSG atas kepercayaannya untuk pengujian beton ruang primer RSG GAS pada kami sehingga hasil pengujian diperoleh dan dapat dianalisis.

DAFTAR PUSTAKA 1. Pusat Reaktor Serba Guna (PRSG), “Laporan Analisis Keselamatan (LAK) RSG GAS”,

revisi 10.1, Jakarta, (2011).

Page 304: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisis Keretakan Beton Pada Lantai Ruang < Abdul Hafid, dkk.

292

ISSN: 2355-7524

2. Abdul Hafid, “Analysis of The Inspection Results On Primary Cooling Pipe of RSG-GAS Reactor”, Jurnal Sigma Epsilon, Volume 19 No. 2, Hal. 53 – 64, Tangerang Selatan, (2015).

3. Pranto Busono, Syafrul, dan Aep Saefudin Catur, “Analisis Vibrasi Pada Pompa Pendingin Primer JE01 AP003”, Buletin Pengelolaan Reaktor Nuklir, Volume XI, No. 1, Hal. 72- 79 (2014)

4. Iman Kuntoro, “Keselamatan Reaktor Nuklir Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy”, Batan Press, Cetakan Pertama, Hal. 33 – 119, Jakarta, (2017).

5. Santiago Guzmán, Jaime C. Gálvez, José M. Sancho, “Cover cracking of reinforced concrete due to rebar corrosion induced by chloride penetration”, Journal Cement and Concrete Research, Vol. 41, pp. 893 – 902, (2011)

6. J. Helal, M. Sofi, P. Mendis, “Non-Destructive Testing of Concrete: A Review of Methods”, Electronic Journal of Structural Engineering, Vol. 14, pp. (2015).

7. Samia Hannachi, Mohamed Nacer Guetteche, “Application of the Combined Method for Evaluating the Compressive Strength of Concrete on Site”, Open Journal of Civil Engineering, Vol. 2, pp.16-21, (2012).

8. Hideki Murakawa, Katsumi Sugimoto,Nobuyuki Takenaka, “Effects of the number of pulse repetitions and noise on the velocity data from the ultrasonic pulsed Doppler method with different algorithms”, Journal Flow Measurement and Instrumentation, Vol. 40, pp. 9-18, (2014)

9. Sugeng P. Budio, Ming Narto Wijaya, Eva Arifi, Putri Dewanti, “Koreksi Pembacaan

Ultrasonic Pulse Velocity (UPV) Terhadap Kesalahan Akibat Ketidakstabilan Posisi Transducer”, Jurnal Rekayasa Sipil, Vol 10, No. 1, Hal. 21 – 25, (2016)

10. V. M. Malhotra, N. J. Carino, “Handbook on Second Edition Nondestructive Testing of Concrete”, CRC Press, Washington, (2004)

11. Faqih Ma’arif, Slamet Widodo, Agus Santoso, “Analisis Homogenitas Self Compacting Mortar Menggunakan Serat Plolypropylene Berdasarkan Kecepatan Permbatan Gelombang Ultrasonik”, Inersia, volume VII nomor 2, Desember (2011).

12. https://www.fprimec.com/ultrasonic-testing-of-concrete/ : Ultrasonic Testing of Concrete, 4 Maret 2019.

13. Ashwin S. Balwaik, Efficiency of Ultrasonic pulse velocitytest in life of concrete structure, IOSR Journal of Mechanical and Civil Engineering (IOSR-JMCE), Volume 12, Issue 4 Ver. II pp. 01-06, (2015).

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Roziq Himawan, PAIR-BATAN)

• Berapa tingkat kesalahan hasil pengukuran?

• Bagaimana cara memastikan hasil pengukuran?

JAWABAN: (Abdul Hafid, PTKRN-BATAN)

• Eror belum diperiksa

• Perlu adanya kalibrasi

2. PERTANYAAN: (Rahmat Edhi Harianto, BAPETEN)

• Frekuensi pemeriksaan rutin secara visual?

• Data desain kedalaman retak?

JAWABAN: (Abdul Hafid, PTKRN-BATAN)

• Dalam 2 tahun harus periksa kembali

• Lebih dari 7 cm harus diperhatikan

Page 305: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

293

ISSN: 2355-7524

ANALISIS LAJU ALIRAN SIRKULASI ALAM DI BAGIAN TUBE WATER-JACKET COOLER BERDASARKAN PERUBAHAN LAJU ALIRAN

PENDINGIN REFRIGERASI PADA FASILITAS USSA-FTS01

Kiki Ardian1, Dwi Yuliaji

2, Mulya Juarsa

2

1 Fakultas Teknik dan Sains Universitas Ibn Khaldun Bogor

2 Fakultas Teknik dan Sains Universitas Ibn Khaldun Bogor

Jl. Sholeh Iskandar, Kedung Badak, Kec. Tanah Sereal, Kota Bogor, Jawa Barat 16162

Email: [email protected]

ABSTRAK ANALISIS LAJU ALIRAN SIRKULASI ALAM DI BAGIAN TUBE WATER-JACKET COOLER BERDASARKAN PERUBAHAN LAJU ALIRAN PENDINGIN REFRIGERASI PADA FASILITAS USSA-FTS01. Sirkulasi alami merupakan fenomena sederhana yang terjadi pada proses perputaran fluida secara kontinyu berdasarkan gaya bouyancy dan gaya gravitasi akibat adanya perbedaan densitas air karena terjadi perbedaan temperatur. Untai USSA-FTS01 dibangun dengan model pemanasan oleh heater band ke air, dan pendinginan oleh cooler (water-jacket). Tujuan penelitian untuk mendapatkan karakteristik laju sirkulasi alam dibagian tube water-jacket cooler berdasarkan perubahan laju aliran pendingin refrigerasi. Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan memvariasikan laju aliran dibagian pendingin sebesar 3,5 lpm, 4,5 lpm dan 5,5 lpm pada daya heater dipemanas sebesar 528,4 watt. Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin besar laju aliran pada pendingin menyebabkan kenaikan laju aliran sirkulasi alam, secara berturut-turut 0,007430 kg/s , 0,007483 kg/s dan 0,007544 kg/s. Kata kunci: Laju aliran, sirkulasi alam, water-jacket, refrigerasi, USSA-FTS01.

ABSTRACT ANALYSIS OF NATURAL CIRCULATION FLOW RATE IN THE WATER-JACKET COOLER TUBE PART BASED ON REFRIGERATION COOLING FLOW RATE IN USSA-FTS01 FACILITIES. Natural circulation is a simple phenomenon that occurs in the process of fluid rotation continuously based on the force of bouyancy and gravity due to differences in water density due to differences in temperature. The USSA-FTS01 strand was built with the heating model by the heater band into the water, and cooling by the cooler (water-jacket). The purpose of this study was to obtain the characteristics of the natural circulation rate in the water-jacket cooler tube section based on changes in the refrigerant flow rate. The study was carried out experimentally by varying the flow rate in the cooling section of 3.5 lpm, 4.5 lpm and 5.5 lpm on the heated heater power of 528.4 watts. The results showed that the greater the flow rate on the cooler caused an increase in the flow rate of natural circulation, respectively 0.007430 kg / s, 0.007483 kg / s and 0.007544 kg / s. Keywords: natural circulation, cooler, refrigerant flow rate, mass flow rate. PENDAHULUAN

Peningkatan kebutuhan energi listrik di Indonesia pada tahun 2018 sebesar 5,2% dan pada tahun 2019 PLN memperkirakan pertumbuhan konsumsi listrik sebesar 6% [1]. Penyebab meningkatnya konsumsi energi listrik adalah meningkatnya pertumbuhan ekonomi, dan lainnya [2]. Namun kendala yang dihadapi adalah makin berkurangnya ketersediaan sumber daya energi fosil, khususnya minyak bumi [3]. Hal tersebut bisa dihindari dengan cara mengembangkan prinsip-prinsip konversi energi secara sederhana, efisien dan optimal. Kemudian, perlu mempertimbangkan peranan dari prinsip-prinsip hukum alam untuk mereduksi kerja peralatan bantu yang mengkonsumsi energi [4].

Salah satu prinsip hukum alam adalah dengan fenomena sirkulasi alam, dimana sirkulasi alam merupakan fenomena yang muncul berdasarkan hukum-hukum fisika. Sirkulasi alami merupakan fenomena sederhana yang terjadi pada proses perputaran fluida secara kontinyu berdasarkan gaya bouyancy dan gaya gravitasi akibat adanya perbedaan densitas air karena terjadi perbedaan temperatur. Kondisi ini dapat digambarkan dengan untai tertentu yang diisi fluida kerja (air), dimana disalah satu bagian dipanaskan dan bagian

Page 306: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

LAJU ALIRAN SIRKULASI ALAM DI BAGIAN TUBE WATER-JACKET...akalah (½ baris,

Kiki Ardian, dkk.

294

ISSN: 2355-7524

lainnya didinginkan. Perbedaan hidrostatik karena perbedaan kerapatan akan menyebabkan gradient kerapatan yang menggerakan air untuk mengalir di untai Stabilitas aliran diharapkan akan timbul apabila terjadi perbedaan temperatur yang stabil antara bagian panas dan bagian dingin. [5]

Beberapa penelitian sirkulasi alam telah dilakukan oleh Seyyedi [6] yang mempelajari tentang sirkulasi alam satu fasa dengan untai rectangular sederhana. Misale [7] yang mempelajari tentang sirkulasi alam satu fasa dengan menggunakan fluida air suling dan nanofluid Al2O3 pada loop kecil berbahan tembaga 99.9%. Haojie Cheng [8] tentang perpindahan panas pada loop sirkulasi alam fasa tunggal dengan cairan pemanasan dan pendinginan yang berupa tabung dalam penukar kalor. Goudarzi [9] menyelidiki efek kondisi operasional dan dimensi geometris loop terhadap meningkatnya entropi melalui loop sirkulasi alami dua fasa. Giampaolo [10] tentang sirkulasi alami sistem panas matahari untuk penjernihan air dengan menggunakan proses pasteurisasi. Penelitian sirkulasi alam pun telah dilakukan pada sistem keselamatan reaktor nuklir, salah satunya dengan dibangun FASSIP-01 sebagai alternatif sistem pendingin darurat untuk mempelajari fenomena sirkulasi alami dengan metode eksperimen dan numerik [11], Selain mempelajari fenomena sirkulasi alami dengan metode eksperimen dan numerik juga telah dilakukan penelitian efek perubahan suhu diarea pendingin dan pemanas dengan menggunakan software CFD [12], kemudian menganalisa posisi terbaik antara pemanas dan pendingin pada sirkulasi alami untuk mendapatkan aliran massa terbaik dengan menggunakan RELAP5 [13], menyelidiki fenomena aliran mundur selama start-up hingga stabil [14] dan menganalisa bilangan nusselt pada aliran sirkulasi alami dalam keadaan steady [15].

Fasilitas Untai Simulasi Sirkulasi Alam (USSA-FTS01) dibuat untuk mempelajari fenomena gaya bouyancy pada untai tertutup yang menyebabkan laju aliran secara alam tanpa kerja pompa, dimana aliran terjadi karena adanya pemanasan oleh band heater ke air, dan pendinginan oleh cooler (water-jacket). Sistem untai tertutup pendinginan dari cooler akan berpindah dan akan berkonduksi keseluruh permukaan tube dan berkonveksi kedalam fluida didalam tube, proses konduksi dan konveksi tersebut akan mengakibatkan sejumlah kalor terlepas kelingkungan sekitar yang bertemperatur lebih rendah dari temperatur tube. Fenomena tersebut disebut dengan heat loss dimana pada proses perpindahan panas dari heater ke tube dan dari tube ke air, panas yang berasal dari heater tidak terserap seluruhnya oleh tube dan fluida didalam tube. penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dengan memakai bahan untai dengan stainless steel 304 berdiameter 1” dengan panjang untai 600 cm dan variasi laju aliran pada cooler dengan panjang cooler 30 cm, dan variasi daya masukan heater sebesar 1 kW. Makalah ini untuk mendapatkan karakteristik laju aliran massa pada sirkulasi alam dibagian tube water-jacket cooler berdasarkan variasi perubahan laju aliran pendingin refrigerasi. Variasi laju aliran pendingin refrigerasi pada bagian cooler adalah 3,5 lpm, 4,5 lpm, dan 5,5 lpm. Pengaruh perubahan laju aliran pendingin refrigerasi akan menyebabkan perubahan pada laju aliran sirkulasi alam. METODE EKSPERIMEN Fasilitas Ekperimen

USSA-FTS01 adalah fasilitas untuk mempelajari phenomena dari sirkulasi alam pada sistem tertutup menggunakan air sebagai fluida kerja. Pada sistem sirkulasi alam sumber panas dan sumber dingin berasal dari alam atau tanpa bantuan listrik, namun untuk alat Untai Simulasi Sirkulasi Alam (USSA) FTS01 ini sumber panas dan sumber dingin berasal dari water- jacket dan band heater untuk menganalogikan sebagai sumber energi yang berasal dari alam. USSA-FTS01 ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik laju aliran sirkulasi alam berdasarkan perubahan laju aliran pendingin refrigerasi. Fasilitas ini merupakan pengembangan dari fasilitas termosipon sebelumnya dari USSA-FT01 dan USSA-FT02 yang dibangun khusus untuk mempelajari efek dari sudut fasilitas untuk aliran masa dan parameter temperatur.

Komponen utama dari fasilitas USSA-FTS01 ini adalah sistem tube yang membentuk untai tertutup dengan dimensi diameter tube 1 inci, tinggi (vertical) untai 2 meter dan lebar (horizontal) untai 1 meter dan berbahan material stainless steel 304, satu pendingin yang berasal dari refrigeran yang tersistem langsung ke water-jacket cooler yang dipasang pada tube bagian vertical sebelah kiri, satu rangkaian band heater yang terdiri dari lima band

Page 307: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

295

ISSN: 2355-7524

heater yang dirangkai secara parallel dan berdaya total 1 kW dipasang pada posisi vertical sebelah kanan. Gambar 1 menunjukkan bagian lengkap fasilitas eksperimental.

Laju aliran pendingin refrigerasi divariasiakan dengan menggunakan ball valve dan kemudian mengukur laju aliran yang masuk ke water-jacket cooler melalui flowmeter glass. Pengukuran data temperatur menggunakan termokopel tipe K kemudian data pengukuran direkam melalui sistem akuisisi data National Instrument cDAQ-9188 dan module NI-9214 dengan sampling rate 1 data per detik pada 15 kanal (dalam makalah ini hanya ditampilkan untuk TC IN (inlet cooler), TC OUT (outlet cooler), TC AIR, TCSF (permukaan tube). Gambar set-up fasilitas eksperimen USSA-FTS01, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 1. Eksperimental Untai Simulasi Sirkulasi Alam FTS01

Prosedur Penelitian Penelitian sebelumnya dilakukan pengisian untai dengan cara memvacum seluruh untai melalui katup vacum sehingga air masuk melalui katup inlet sampai tekanan hidrostatik 1 bar gauge (untuk mengecek kebocoran). Setelah tidak terjadi kebocoran, eksperimen sudah bisa dilakukan. Setelah air terisi pada untai, Atur sistem instrumentasi pada National Instrument. Kemudian nyalakan refrigeran dan pompa pada sistem water-jacket cooler

sampai temperatur konstan 5°c dan posisikan daya heater pada posisi 140 volt atau 528,4

watt , lalu variasikan debit aliran pada 3,5 lpm, 4,5 lpm dan 5,5 lpm berdasarkan lpm pada flow meter glass, saat refrigeran dinyalakan dan dirubah debit alirannya, Sistem akuisisi data National Instrument sudah merekam data.

Gambar 2. Set-Up Penelitian

Page 308: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

LAJU ALIRAN SIRKULASI ALAM DI BAGIAN TUBE WATER-JACKET...akalah (½ baris,

Kiki Ardian, dkk.

296

ISSN: 2355-7524

Perhitungan Untuk menghitung laju aliran massa fluida di dalam fasilitas USSA-FTS01 dapat menggunakan persamaan (1) [16]:

/

(1)

Perpindahan kalor menunjukkan laju pemisahan energi yang melewati suatu bidang atau permukaan. Semua perpindahan kalor membutuhkan kehadiran akan perbedaan temperatur. [17]

! (2)

Untuk memperoleh tahanan termal menyeluruh pada sisi cooler dapat menggunakan

persamaan (3).

" ! #

$%&'()

*+/,

$%-&. (3)

Keterangan:

= laju aliran massa air /kg/s3 = perpindahan kalor per satuan massa [Watt] A = luas penampang [m

2]

45 = perbandingan temperature [oC]

cp = kapasitas jenis panas [J/kg.oC]

ro = jari-jari lingkaran luar [m] ri = jari-jari lingkaran dalam [m] L = panjang pipa [m] kss = kondusivitas termal [W/m.K] A = luas penampang [m

2]

ha = koefisien perpindahan kalor konveksi [W/m2.K]

Rtot = hambatan panas HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengukuran Temperatur

Pengukuran temperatur pada penelitian ini pada dasarnya dilakukan pada 15 titik pengukuran. Dalam pembahasan ini hanya pada 4 titik pengukuran temperatur yang digunakan untuk perhitungan laju aliran massa. Gambar 3 menampilkan hasil pengukuran TC IN, TC OUT, dan selisih temperatur berdasarkan variasi laju aliran pendingin refrigerasi

secara berturut turut sebesar 1,27°c, 1,35°c, dan 1,39°c. Gambar 4 menunjukkan temperatur

air didalam tube dan dipermukaan tube berdasarkan variasi laju aliran pendingin refrigerasi secara berturut-turut 3,5 lpm, 4,5 lpm dan 5,5 lpm mengalami penurunan.

Gambar 3. Temperatur TC IN dan TC OUT terhadap laju aliran pendinginan refrigerasi

Gambar 4. Kurva temperatur terhadap laju aliran pendinginan refrigerasi

3.5 4.0 4.5 5.0 5.5

0

10

20

30

40

50

60

70

1,39 oC 1,35

oC 1,27

oC

43,33 oC

45,46 oC 44,40

oC

44,73 oC

45,76 oC 46,74

oC

Kurva Temperatur TC IN dan TC OUT

Terhadap Laju Aliran Pendinginan Refrigerasi

Laju Aliran Refrigerasi [lpm]

Tem

per

atur,

T [

oC

]

TC IN

TC OUT

∆T

3.5 4.0 4.5 5.0 5.5

0

10

20

30

40

50

60

70

18,50 oC

20,55 oC

23,15 oC

44,03 oC 45,08

oC 46,10

oC

Laju Aliran Refrigerasi [lpm]

Kurva Temperatur TC AIR dan TCSF

Terhadap Laju Aliran Pendinginan Refrigerasi

Tem

per

atu

r, T

[oC

]

TC AIR

TCSF

Page 309: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

297

ISSN: 2355-7524

PEMBAHASAN Laju Aliran Massa Air Perhitungan laju aliran massa air menggunakan persamaan (1), dan untuk mendapatkan perpindahan kalor diarea cooler menggunakan persamaan (2) dan (3) dimana variabel kerapatan air diperoleh berdasarkan tabel properties air yang mengikuti data perubahan temperatur seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3. Nilai pelepasan kalor ditunjunjukan pada Gambar 5.

Gambar 5. Kurva pelepasan kalor terhadap waktu dengan laju aliran pendinginan 3,5 lpm,

4,5 lpm dan 5,5 lpm

Gambar 6. Laju aliran massa

air terhadap waktu untuk laju aliran pendinginan refrigerasi 3,5 lpm

Gambar 7. Laju aliran massa

air terhadap waktu untuk laju aliran pendinginan refrigerasi 4,5 lpm

Gambar 8. Laju aliran massa

air terhadap waktu untuk laju aliran pendinginan refrigrasi 5,5 lpm

Gambar 6, 7 dan 8 menunjukkan perbandingan pengukuran laju aliran massa untuk tiga variasi aliran pendinginan refrigerasi didapat berturut turut 0,007430 kg/s, 0,007483 kg/s, 0,007544 kg/s.

0 800 1600 2400 3200 4000 4800 5600 6400 7200

0

10

20

30

40

50

60

70

q rata-rata

43,93 [Watt]

q rata-rata

42,29 [Watt] q rata-rata

39,56 [Watt]

waktu, t [s]

Pel

epas

an K

alo

r, q

[w

att

]

Kurva Pelepasan Kalor Terhadap Waktu Dengan

Laju Aliran Pendinginan Refrigerasi 3,5 - 5,5 lpm

3,5 lpm

4,5 lpm

5,5 lpm

0 800 1600 2400 3200 4000 4800 5600 6400 7200

-0.025

0.000

0.025

0.050

0.075

0.100

.

Kurva Laju Aliran Massa Terhadap Waktu Dengan

Laju Aliran Pendinginan Refrigerasi 3,5 lpm

Laju Aliran Massa

waktu, t [s]

Laj

u A

lira

n M

assa

[k

g/s

]

mRata-rata

= 0,007430 [kg/s]

0 800 1600 2400 3200 4000 4800 5600 6400 7200

-0.025

0.000

0.025

0.050

0.075

0.100

.

Kurva Laju Aliran Massa Terhadap Waktu Dengan

Laju Aliran Pendinginan Refrigerasi 4,5 lpm

Laju Aliran Massa

waktu, t [s]

Laj

u A

lira

n M

assa

[k

g/s

]

mRata-rata

= 0,007483 [kg/s]

0 800 1600 2400 3200 4000 4800 5600 6400 7200

-0.025

0.000

0.025

0.050

0.075

0.100

.

.Kurva Laju Aliran Massa Terhadap Waktu Dengan

Laju Aliran Pendinginan Refrigerasi 5,5 lpm

Laju Aliran Massa

waktu, t [s]

Laj

u A

lira

n M

assa

[k

g/s

]

mRata-rata

= 0,007544 [kg/s]

Page 310: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

LAJU ALIRAN SIRKULASI ALAM DI BAGIAN TUBE WATER-JACKET...akalah (½ baris,

Kiki Ardian, dkk.

298

ISSN: 2355-7524

Gambar 9. Laju aliran massa air terhadap waktu untuk laju aliran pendinginan refrigerasi

5,5 lpm

Gambar 9 menunjukan bahwa terjadi kenaikan laju aliran massa dari setiap pelepasan kalor qc. semakin tinggi pelepasan kalor maka semakin tinggi laju aliran massa yang dihasilkan dan sebaliknya semakin kecil pelepasan kalor maka semakin kecil pula laju aliran massa . Akan tetapi untuk mengetahui nilai R-Square pada pelepasan kalor terhadap laju aliran massa maka di lakukan proses fit Linier sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:

y = a + b*x • a = -0,00641 • b = 2,55499E-5

Dari persamaan di atas maka dapat diperoleh nilai R-Square pada Gambar 9 sebesar 0,93484. Dan untuk kurva laju aliran massa terhadap laju aliran pendinginan refrigerasi dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Kurva Laju aliran massa terhadap laju aliran pendinginan refrigerasi

Gambar 10 menunjukan bahwa terjadi kenaikan laju aliran massa dari setiap perubahan laju aliran pendinginan refrigerasi. semakin tinggi laju aliran pendinginan refrigerasi maka semakin tinggi laju aliran massa yang dihasilkan. Dan pada masing-masing perubahan laju aliran pendinginan 3,5 lpm, 4,5lpm dan 5,5lpm didapatkan 0,007430 kg/s , 0,007483 kg/s dan 0,007544 kg/s. Dalam kondisi ini, pengaruh perubahan laju aliran pendinginan refrigerasi pada bagian tube water-jacket cooler akan berpengaruh terhadap perubahan laju aliran massa pada sirkulasi alam. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin besar laju aliran pada pendingin refrigerasi menyebabkan kenaikan laju aliran sirkulasi alam. Hasil analisis nilai perubahan temperatur dibagian tube water-jacket cooler berdasarkan daya heater sebesar 528,4 watt

39 40 41 42 43 44 45

0.00742

0.00744

0.00746

0.00748

0.00750

0.00752

0.00754

0.00756

0.00758

0.00760

Kurva Laju Aliran Massa Terhadap

Pelepasan Kalor

L

aju

Ali

ran

Mas

sa [

kg

/s]

Pelepasan Kalor, q [Watt]

Laju Aliran Massa

Linear Fit

Equation y = a + b*x

Weight No Weighting

Residual Sum of Squares

2.13484E-10

Adj. R-Square 0.93484

Value Standard Error

Laju Aliran Ma Intercept 0.00641 1.96788E-4

Laju Aliran Ma Slope 2.55499E-5 4.68881E-6

3.5 4.0 4.5 5.0 5.5

0.00742

0.00744

0.00746

0.00748

0.00750

0.00752

0.00754

0.00756

0.00758

0.00760

0,007544 kg/s

0,007483 kg/s

0,007430 kg/s

Kurva Laju Aliran Massa Terhadap Laju Aliran

Pendinginan Refrigerasi

L

aju

Ali

ran

Mas

sa [

kg/s

]

Laju Aliran Pendinginan Refrigerasi [lpm]

Laju Aliran Massa

Linear Fit

Equation y = a + b*x

Weight No Weighting

Residual Sum of Squares

9.81249E-12

Adj. R-Square 0.997

Value Standard Error

Laju Aliran Mas Intercept 0.00723 1.01303E-5

Laju Aliran Mas Slope 5.71955E-5 2.215E-6

Page 311: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

299

ISSN: 2355-7524

dan perubahan laju aliran pendinginan refrigerasi, menyimpulkan bahwa nilai laju aliran massa air pada untai simulasi sirkulasi alami dipengaruhi oleh perubahan laju aliran pendinginan refrigerasi yang meningkat seiring membesarnya kecepatan laju aliran dari 3,5 lpm, 4,5 lpm dan 5,5 lpm. Nilai laju aliran massa sepanjang tube water-jacket cooler berturut-turut berdasarkan kenaikan lpm adalah 0,007430 kg/s , 0,007483 kg/s dan 0,007544 kg/s. UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pimpinan Fakultas Teknik dan Sains UIKA untuk menyediakan fasilitas dan dukungan moril hingga terlaksananya riset ini. Kepada Dosen EDfEC dan mahasiswa riset di Lab. EDfEC 11 (Acep H, Fajar Mu’alif, Bernard, Alfian) atas kerjasamanya kami ucapkan terima kasih. DAFTAR PUSTAKA 1. PLN, https://www.pln.co.id, diakses 13 April 2019, PLN (2018)

2. TEUKU B.B., “Konsumsi Energi Listrik, Pertumbuhan Ekonomi dan Penduduk terhadap

Emisi Gas Rumah Kaca Pembangkit Listrik di Indonesia” (2017)

3. LIPI, http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1101089425&9, diakses 18 April

2019, LIPI (2018)

4. YAZIZ., “Energi Dan Penggunaannya”, ISBN : 978-979-8500-69-5 (2015)

5. XIN-GUO YU, KI-YONG C., “Heat transfer scaling analysis of the single-phase natural

circulation flow system”, Applied Thermal Engineering 126 (2017) 237–244, (2017)

6. S.M. SEYYEDI AND N. SAHEBI, “Numerical and experimental analysis of a rectangular

single-phase natural circulation Untai with asymmetric heater position”, International

Journal of Heat and Mass Transfer 130 (2019) 1343-1357, (2019)

7. M. MISALE, F. DEVIA, P. GARIBALDI, “Experiments with Al2O3 nanofluid in a single-

phase natural circulation mini-loop: Preliminary results”, Applied Thermal Engineering 40

(2012) 64e70, (2012)

8. HAOJIE C., HAIYAN L., CHUANSHAN D., ”Heat Transfer of a Single-Phase Natural

Circulation Loop With Heating and Cooling Fluids”, 9th International Conference on

Applied Energy, ICAE2017, 21-24 August 2017, Cardiff, UK Energy Procedia 142 (2017)

3926–3931, (2017)

9. N. GOUDARZI, S. TALEBI, “Improving performance of two-phase natural circulation

loops”, Energy 93 (2015) 882e899, (2015)

10. GIAMPAOLO M., KAROLINA P., FEDERICO R., ”Natural circulation solar thermal

system for water disinfection” Energy 141 (2017) 1204e1214, (2017)

11. A.R. ANTARIKSAWAN, S. WIDODO, M. JUARSA, S. ISMARWANTI, D. SAPTOADI,

M.H. KUSUMA, T. ARDIYATI and T.M.I. MAHLIA, “Experimental and Numerical

Simulation Investigation of Single-Phase Natural Circulation in a Large Scale

Rectangular Loop”, Atom Indonesia Vol. 45 No. 1 (2019) 17 – 25, (2019)

12. M. JUARSA, A.R. ANTARIKSAWAN, M.H. KUSUMA, NANDY P., P.P. MONIAGA,

“Preliminary Investigation on Natural Circulation Flow using CFD and Calculation Base

on Experimental Data Pre-FASSIP-02”, IOP Conf. Series: Journal of Physics: Conf.

Series 1198 (2019) 022073, (2019)

13. ANDI S.E., HENDRO T., M. JUARSA, S. WIDODO, “ANALYSIS OF THE EFFECT OF

ELEVATION DIFFERENCE BETWEEN HEATER AND COOLER POSITION IN THE

FASSIP-01 TEST LOOP USING RELAP5”, Sigma Epsilon, ISSN 0853-9103, (2015)

14. M. JUARSA, A.R. ANTARIKSAWAN, S. WIDODO, M.H. KUSUMA, A.N. ROHMAN,

GIARNO, M.H. SUBKI, “Backward phenomenon on natural circulation flow based on

power differences in FASSIP-01 loop”, AIP Conference Proceedings 2001, 050005

(2018)

15. M. JUARSA, J.P. WITOKO, GIARNO, D. HARYANTO and J.H. PURBA, “An

Experimental Analysis on Nusselt Number of Natural Circulation Flow in Transient

Condition Based on the Height Differences between Heater and Cooler”, Atom Indonesia

Vol. 44 No. 3 (2018) 123 – 130

Page 312: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

LAJU ALIRAN SIRKULASI ALAM DI BAGIAN TUBE WATER-JACKET...akalah (½ baris,

Kiki Ardian, dkk.

300

ISSN: 2355-7524

16. M. JUARSA, J.H. PURBA, H.M. KUSUMA, T. SETIADIPURA AND S. WIDODO,

“Preliminary Study on Mass Flow Ratein Passive Cooling Experimental Simulation

During Transient Using NC-Queen Apparatus” Atom Indonesia Vol. 40 No. 3 (2014) 141-

147

17. YOGI SIRODZ G., M. JUARSA, E. MARZUKI, J. AKBAR, “Efek perubahan sudut

kemiringan terhadap perpindahan kalor dan laju aliran air pada untai sirkulasi alamiah”,

Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Ibn Khaldun Bogor (2011).

http://jurnal.batan.go.id/index.php/tridam/article/view/237/225

Page 313: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

301

ISSN: 2355-7524

REMAINING LIFE ASSESSMENT OF HP MOD MA REFORMER TUBE MATERIAL IN CHEMICAL FERTILIZER PLANT

Alim Mardhi, Andryansah, Mudi Haryanto, Deswandri, Geni Rina Sunaryo

Center for Nuclear Reactor Technology and Safety, National Nuclear Energy Agency of Indonesia

Email: [email protected]

ABSTRAK

ANALISIS SISA UMUR MATERIAL HP 40 MOD. MA PADA PIPA REFORMER INDUSTRI PUPUK KIMIA. Fasilitas Uji Mekanik yang berada di Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir (PTKRN) BATAN berperan penting dalam menunjang kebijakan PTKRN sebagai Pusat Unggulan Inovatif dibidang penelitian integritas struktur material. Pengalaman penelitian terkait penentuan sisa umur komponen dapat diaplikasikan tidak hanya pada reaktor nuklir namun juga pada industri strategis seperti industri pupuk kimia. Pipa reformer pada industri pupuk kimia sudah beroperasi selama empat belas tahun (14) tahun dari 67 tahun umur desain teknis jika dalam kondisi operasi normal. Untuk menjamin keselamatan operasi, analisis integritas struktur pipa reformer dengan memperhitungkan sisa umur harus dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah melakukan perhitungan sisa umur pipa reformer dengan menggunakan pengujian creep dan metode Larson Miller Parameter (LMP). Pengujian creep dilakukan pada beban dan temperatur konstan. Dari hasil perhitungan sisa umur diperoleh sisa umur pipa reformer pada temperatur operasi 850

oC dan tekanan 35-40

Bar adalah 8 tahun. Dari hasil perhitungan dapat diharapkan bahwa komponen pipa reformer masih dapat beroperasi dengan selamat sampai 8 tahun kedepan dengan syarat kondisi operasi normal Kata kunci: perhitungan sisa umur, pipa reformer, industri pupuk kimia, uji creep

ABSTRACT

REMAINING LIFE ASSESSMENT OF HP MOD MA REFORMER TUBE MATERIAL IN CHEMICAL FERTILIZER PLANT. The Mechanical Test Facility located at the Center for Nuclear Reactor Technology and Safety (PTKRN) plays an important role in supporting PTKRN's policy as a Center of Excellence in the field of nuclear safety including material structure integrity research. The experiences of PTKRN in aging management of research reactor with the purpose for determining the remaining life of components can be applied not only in nuclear reactors but also to strategic industries such as the chemical fertilizer industry. Reformers tube in the chemical fertilizer industry have been operating for fourteen years (14) years from the technical design age of 11.5 years under normal operating conditions. Its life already extends for 2.5 years. Therefore, remaining life of the reformer tube needs to be assessed for ensuring the safety of operation. The purpose of this study is to calculate the remaining life of the reformer tube using creep testing and the Larson Miller Parameter (LMP) method. Creep testing is carried out at a constant load and temperature. From the calculation is obtained the remaining life of the reformer tube at operating temperature of 850

oC and a pressure of 35-40 Bar is 8 years. From the results can be

expected that the reformer tube components can still operate safely for the next 8 years on condition that the operating conditions are normal Keywords: remaining life assessment, reformer tube, chemical fertilizer plant, creep test.

INTRODUCTION

In nuclear power plant industries equipment such as vessels, piping, heat exchangers and reactors work under critical service conditions resulting from high temperatures and mechanical stresses. This degradation of integrity material and component under such condition need to be assessed regularly under aging management program for ensuring the safety of the operation. Remaining life assessment activity is already established well in reactor aging management program in BATAN for estimating the remaining life of components. PTKRN as a center of excellence in nuclear safety has material testing facility including creep testing machine which is need for determining the remaining life of components. The experiences of PTKRN in aging management of research reactor with the

Page 314: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Remaining Life Assessment Of HP Mod MA Reformer Tube .; ISSN: 2355-7524 Alim Mardhi, dkk

302

purpose for determining the remaining life of components can be applied not only in nuclear reactors but also to strategic industries such as the chemical fertilizer industry.

One of big chemical fertilizer industry in Indonesia has send to PTKRN some samples of reformer tube from their primary reformer plant. Primary reformer is a plant that converts hydrocarbon gases (CH4, C2H6, etc) and steam into hydrogen-rich gas for process purposes. The gas enters into a vertical tube filled with a catalyst and operational pressure 35 ~ 40 bars. High temperatures in the tube are needed to keep the chemical reaction going (± 660 ~ 850 ° C). This extreme condition causes the tube to become vulnerable to failure. Reformers tube has been designed for 100.000 hours or 11.5 years under its normal operating conditions. Currently, its life operation have to be extended for 3 (three) years based on the NDT (non destructive test) investigation reports. Due to the creep phenomena has been suspected present at reformer tube operating temperatures and it is very important to be able to identify in early stages of damage. Therefore, remaining life of the reformer tube needs to be assessed by creep testing method.

This study proposes to calculate the remaining life of the reformer tube using creep

testing and the Larson Miller Parameter (LMP) method. Creep testing is carried out at a constant load and temperature. Based on the creep testing results, current LMP number of reformer tube are able to calculate. The calculation results are expected able to predict the remaining life of reformer tube components.

THEORY

Material strength decreases with increasing temperature. The phenomena is started with material diffusion process when the atomic mobility of material increases rapidly during the increase of temperature. This phenomena is followed by the increase of vacancy concentration which may cause dislocation, slip, and deformation of grain boundaries. The high service temperature also effects in metallurgical instability such as recrystallization and coarsening [1].

The most material degradation mechanism in high temperature service condition is creep damage. The material deforms progressively under constant load at high temperature. As shown in Figure 1, the creep damage has three steps. The initial step is primary creep which is indicated by strain hardening phenomena and material creep rate decreases with the time until it reaches a constant rate value. The second step is secondary creep when the creep rate is constant. There is balance between strain hardening and recovery of material. The third step is tertiary creep when the reduction area become larger then to fail. The creep rate also increases in this phase due to increase of internal void [1],[2].

Figure 1. Creep Curve

Larson and Miller in 1952 proposed a method that correlates the temperature with the time to failure at constant stress. The equation has the form as shown bellow [1][3].

LMP = T (Log tr + C ) *10-3

CCCCCCCCCCCCCCCCC.(1)

Page 315: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 201Padang, 18 September 2019

Where : LMP = Larson Miller ParameterT = Temperature in Kelvintr = Creep Time Rupture in HoursC = Material Constant

METHODOLOGY The Larson Miller Parame

a reformer tube component. The main parameters of LMP is obtained by creep test, therefore the creep test should be done before the LMP calculation. Technically, there are some steps for doing the creep test. The samples need to check in physical examination before manufacture. Physical examination or visual inspection of samples aims to guarantee there are no defects such as cracks, surface porosity and necking. The examination can be done using the sense of sight or assisted with dye penetrant fluid. Only the sample which is meet the criteria can be continued to the fabrication process.

Creep testing requires temperature and load data to be applied. The test temperature is adjusted to the actual operation conditions. While the applied load is obtained from the tensile test analysis results adjusted for the operating pressure load. Tensile test results serve as a basis for determining the load applied so it is not exceed the tensile stress. Creep testing can be done with variations in temperature and load above the actual conditions known as the accelerated creep testshortening the test time when compared to using the actual operating load. All trequirements from sample making to interpretation of results are adjusted to the test standard guidelines. Tensile test follows ASTM E8 and creep test follows ASTM E139standard.

The remaining life of the creep sample is able to calculated using the Larson Miller Parameter approach as shown in equation 1. Due to the LMP value is constant in creep testing with the same load, the two equations may be substituted to constant (C). The constant value is same for one material. After obtaining all of required parameter for LMP calculation, the estimation of remaining life of components able to calculated with different temperature variations.

All of the methodologicabe simplified in schematic diagram as followed.

Figure 2.

RESULTS AND DISCUSSION There are two samples of reformer tube material from plant A and PlantPTKRN-BATAN as shown in Fbeen operated for fourteen (14) years. material is not common material. So the information and metallurgist chamaterial is limited and confidential.

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019

ISSN: 2355

= Larson Miller Parameter = Temperature in Kelvin = Creep Time Rupture in Hours = Material Constant

The Larson Miller Parameter (LMP) method is used to determine the remaining life of a reformer tube component. The main parameters of LMP is obtained by creep test, therefore the creep test should be done before the LMP calculation. Technically, there are

e creep test. The samples need to check in physical examination before manufacture. Physical examination or visual inspection of samples aims to guarantee there are no defects such as cracks, surface porosity and necking. The examination can be

the sense of sight or assisted with dye penetrant fluid. Only the sample which is meet the criteria can be continued to the fabrication process.

Creep testing requires temperature and load data to be applied. The test temperature operation conditions. While the applied load is obtained from the

tensile test analysis results adjusted for the operating pressure load. Tensile test results serve as a basis for determining the load applied so it is not exceed the tensile stress. Creep esting can be done with variations in temperature and load above the actual conditions known as the accelerated creep test [3]. This creep testing method is quite effective in shortening the test time when compared to using the actual operating load. All trequirements from sample making to interpretation of results are adjusted to the test standard guidelines. Tensile test follows ASTM E8 and creep test follows ASTM E139

The remaining life of the creep sample is able to calculated using the Larson Miller Parameter approach as shown in equation 1. Due to the LMP value is constant in creep testing with the same load, the two equations may be substituted to determine the mateconstant (C). The constant value is same for one material. After obtaining all of required parameter for LMP calculation, the estimation of remaining life of components able to calculated with different temperature variations.

All of the methodological approach for determining remaining life of reformer tube may be simplified in schematic diagram as followed.

Figure 2. Schematic diagram of RLA process

RESULTS AND DISCUSSION

There are two samples of reformer tube material from plant A and Plant B has sBATAN as shown in Figure 3. The samples was taken from former tube which had

been operated for fourteen (14) years. Tube was made by HP Mod MA material. HP Mod MA material is not common material. So the information and metallurgist characteristic of this material is limited and confidential.

303

ISSN: 2355-7524

ter (LMP) method is used to determine the remaining life of a reformer tube component. The main parameters of LMP is obtained by creep test, therefore the creep test should be done before the LMP calculation. Technically, there are

e creep test. The samples need to check in physical examination before manufacture. Physical examination or visual inspection of samples aims to guarantee there are no defects such as cracks, surface porosity and necking. The examination can be

the sense of sight or assisted with dye penetrant fluid. Only the sample which is

Creep testing requires temperature and load data to be applied. The test temperature operation conditions. While the applied load is obtained from the

tensile test analysis results adjusted for the operating pressure load. Tensile test results serve as a basis for determining the load applied so it is not exceed the tensile stress. Creep esting can be done with variations in temperature and load above the actual conditions

. This creep testing method is quite effective in shortening the test time when compared to using the actual operating load. All testing requirements from sample making to interpretation of results are adjusted to the test standard guidelines. Tensile test follows ASTM E8 and creep test follows ASTM E139-06

The remaining life of the creep sample is able to calculated using the Larson Miller Parameter approach as shown in equation 1. Due to the LMP value is constant in creep

the material constant (C). The constant value is same for one material. After obtaining all of required parameter for LMP calculation, the estimation of remaining life of components able to

l approach for determining remaining life of reformer tube may

B has sent to The samples was taken from former tube which had

Tube was made by HP Mod MA material. HP Mod MA racteristic of this

Page 316: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Remaining Life Assessment Of HP Mod MA Reformer Tube .; ISSN: 2355-7524 Alim Mardhi, dkk

304

Figure 3. Raw material tube reformer Visual Inspection All of the material is needed to check in visual examination before the fabrication is carried out. The aims of this step is to guarantee the sample is already verified and cleared from the defects. Therefore, dye penetrant fluid has been used to promote the suspected defect such as crack and porosity become visible during the visual inspection process. Based on visual examination results, one of reformer tube samples in plant A as shown in figure 4 has defects. The defects are crack in thickness wall from inside to outside and the crakc in inside wall. Therefore the samples from plant A cannot be processed further.

Figure 4. Cracks in sample of reformer tube

Tensile Test

The tensile tests can figure out the mechanical properties of reformer tube material in different test temperatures. The ultimate tensile strengths at the test temperatures is used to identify appropriate load and temperature levels for creep test. The samples standard for tensile test is fabricated following ASTM E8 M with the preparation is shown in Figure 5.

Figure 5. Fabricated sample of reformer tube plant B

Tensile tests have been performed using a Shimazu 100KN tensile testing machine with the constant strain rate of 10 mm/min. The temperature is generated by furnace with the

Page 317: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

305

ISSN: 2355-7524

maximum temperature 1000oC. In this study, There are three (3) tensile test for the reformer

tube material have been performed which is shown in Table 1. The tests is carried out with the temperature 900

oC and 750

oC. The results may be presented completely as a curve

between stress and elongation as shown in Figure 6.

Table 1. Tensile Test Results of Reformer Tube

No Sample Number Ultimate Tensile Stress Temperature

1 Sample 1 114 MPa 900oC

2 Sample 2 367.6 MPa 750oC

3 Sample 3 375.2 MPa 750oC

Figure 6. Material tensile testing results at 900

o C

Creep Test Remaining life of reformer tube is estimated by conducting creep test and interpreted with Larson Miller Parameter method. Creep tests is conducted on Mayes Creep Testing Machine with applied load using constant weight plate range 5N to 100N. The creep frames is used with a 10:1 lever arm ratio. The specimens is the same as for the tensile testing following ASTM subsize dog bone specimens with a gage length of 50 mm, spesimen diameter is 5 mm, following ASTM Standard-E8M. The specimen is placed on centered in the center zone of the furnace to maintain a constant temperature along the gauge length of the specimen. Thermocouples to monitor the specimen temperature throughout the creep test were attached to the top and the bottom of the specimen using nickel wire. The specimens were gripped using rod grips in a clevis assembly. The rod grips had two 0.125-inch diameter alignment pins in the grip area to ensure proper alignment and unidirectional loading of the specimen during the tests. The creep test is carried out at the range of operational temperature 750

oC - 950

oC

and under constant load 92 MPa, 45 MPa and 3,5 MPa as shown in Table 2. Due to limitations in equipment availability, only selected combinations of these temperatures and load levels have been tested to provide sufficient data for LMP analyses.

Table 2. Creep Test Results of Sample Reformer Tube

No Sample Number Load (MPa)

Temp (oC)

Time Rupture (Hours)

1 Sample 1 92 950 5 2 Sample 2 92 900 22.3 3 Sample 3 45 800 93.3 4 Sample 4 45 750 168.9 5 Sample 5 3.5 950 Still Running 6 Sample 6 3.5 850 Still Running

Page 318: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Remaining Life Assessment Of HP Mod MA Reformer Tube Alim Mardhi, dkk

306

Larson and Miller was introduced the methodological approach for interpreting the creep results to be the remaining life of the reformer tube previous chapter shows the main parameters are temperature (kelvin) and creep ruptime (hours). Due to the LMP value is constant in creep testing with the same load, therefore the creep test number 1 and 2 at 92 MPa able to substitute to determines the material constant (C) as follow.

LMP(1) = (900 + 273)(log 22.3 + C) CCCCCCC

LMP(2) = (950 + 273)(log 5+ C) CCCCCCCCCCCCC...(3)

LMP (1) = LMP (2), then equation 2 substitutes to equation 3 as follow (900 + 273)(log 22.3 + C) = (950 + 273)(log 5+ C), so the maximum value of the

constant C is 14.53 After obtaining all of required parameter for LMP calculation, the estimation of remaining life of components able to in Tabel 3.

Table 3. LMP Calculation on Different Stress Level The LMP values is plotted in a curve LMP number versus level of stress in MPa Then, this curve is extrapolated to determine the LMP estimation value in different level of stress as shown in Figure 7. The LMP curve is very important for predicting remaininreformer tube based on the real operational load.

Figure 7. Curve LMP

Tegangan T (celcius)

92 950 0.001052632

92 900 0.001111111

45 800

45 750 0.001333333

3.5 950 0.001052632

3.5 850 0.001176471

Remaining Life Assessment Of HP Mod MA Reformer Tube .; ISSN: 2355

Larson and Miller was introduced the methodological approach for interpreting the creep results to be the remaining life of the reformer tube [3][4][5].

The equation 1 in the

previous chapter shows the main parameters are temperature (kelvin) and creep rup

Due to the LMP value is constant in creep testing with the same load, therefore the creep test number 1 and 2 at 92 MPa able to substitute to determines the material constant

LMP(1) = (900 + 273)(log 22.3 + C) CCCCCCCCCCCC(2)

LMP(2) = (950 + 273)(log 5+ C) CCCCCCCCCCCCC...(3)

LMP (1) = LMP (2), then equation 2 substitutes to equation 3 as follow

(900 + 273)(log 22.3 + C) = (950 + 273)(log 5+ C), so the maximum value of the

of required parameter for LMP calculation, the estimation of remaining life of components able to calculate with different temperature variations as shown

LMP Calculation on Different Stress Level

The LMP values is plotted in a curve LMP number versus level of stress in MPa Then, this curve is extrapolated to determine the LMP estimation value in different level of stress as shown in Figure 7. The LMP curve is very important for predicting remaininreformer tube based on the real operational load.

Curve LMP number versus level of stress

1/T tr log tr LMP

0.001052632 5

0.698970004 18.63044305

0.001111111 22.3

1.348304863 18.63044305

0.00125 93.3

1.969881644 17.70912187

0.001333333 168.9

2.22762965 17.14758271

0.001052632 8220

3.914871818 22.56349096

0.001176471 15700

4.195899652 21.03415546

ISSN: 2355-7524

Larson and Miller was introduced the methodological approach for interpreting the The equation 1 in the

previous chapter shows the main parameters are temperature (kelvin) and creep rupture

Due to the LMP value is constant in creep testing with the same load, therefore the creep test number 1 and 2 at 92 MPa able to substitute to determines the material constant

CCCCC(2)

LMP(2) = (950 + 273)(log 5+ C) CCCCCCCCCCCCC...(3)

(900 + 273)(log 22.3 + C) = (950 + 273)(log 5+ C), so the maximum value of the

of required parameter for LMP calculation, the estimation of with different temperature variations as shown

The LMP values is plotted in a curve LMP number versus level of stress in MPa Then, this curve is extrapolated to determine the LMP estimation value in different level of stress as shown in Figure 7. The LMP curve is very important for predicting remaining life of

18.63044305

18.63044305

17.70912187

17.14758271

22.56349096

21.03415546

Page 319: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

307

ISSN: 2355-7524

The reformer tube operates under pressure 35 ~ 40 bars at the range temperatures in the tube from ± 660 to 850 °C. By using equation 1 in early chapter, LMP value and remaining life in different stress level is estimated in Table 4 as follow.

Tabel 4. Estimation of LMP and Remaining Life at Different Stress Level.

Stress (MPa)

Temperature (Celcius)

LMP Remaining Life

(Hours) Remaining Life

(Years)

3 750 22.81 57,811,703.83 6,691.17

3 850 22.81 597,833.42 69.19

3 900 22.81 81,434.50 9.43

3.5 750 22.77 52,811,640.03 6,112.46

3.5 850 22.77 550,544.46 63.72

3.5 900 22.77 75,256.86 8.71

4 750 22.73 48,244,025.65 5,583.80

4 850 22.73 506,996.08 58.68

4 900 22.73 69,547.86 8.05

CONCLUSION The reformer tube from chemical fertilizer industry has been operated for 14 years

or extend for three years then technical design life 11.5 of years under normal operation. The remaining life need to be assessed for operational safety purpose. The steps of assessment are visual inspection, tensile test, creep test, Larson Miller Parameter calculation, and remaining life calculation.

The creep test is carried out at the range of operational temperature 750oC - 950

oC

and under constant load 92 MPa, 45 MPa and 3,5 MPa. LMP value for constant load 92 MPa is 22.81 and maximum constant value of material (C) is 14.53. Therefore, estimated value of LMP in different stress can be determined further by using LMP equation. The LMP value is used to predict remaining life of reformer tube under operational load.

The estimation of remaining life reformer tube at operating temperature of 850oC

and a pressure of 35-40 bar is obtained 8 years. The results can be expected that the reformer tube components can still operate safely for the next 8 years on condition that the operating conditions are normal ACKNOWLEDGEMENT

This research is part of mechanical testing facility program at PTKRN-BATAN for supporting center of excellence in nuclear safety. This activity is under umbrella of collaborating agreement between PTKRN and chemical fertilizer industry in Indonesia. The industry brand name is undercover for confidential reason.

REFERENS

1. G. E. DIETER. Mechanical Metallurgy. 3rd ed., Mc Graw‐Hill Book Co., New York 1986. 2. SHERBY, O. D. Mechanical behavior of crystalline solids at elevated temperature.

Progress in Materials Science, 13, (7) 325-390, (1968). 3. A. RAJ., “Performance and Life Assessment of Reformer Tubes in Petrochemical

Industries”. High Temp. Mater. Proc.; 33(3): 217 – 230. (2014)

4. VISWANATHAN, R. and FOULDS, J., "Accelerated Stress Rupture Testing For creep Life Prediction – Its Value and Limitation", Journal of Pressure Vessel Technology, Vol. 120, 105-115. (May 1998),

5. I. LE MAY, T.L. DE SILVEIRA, C.H. VIANNA, Criteria for the evaluation of damage and remaining life in reformer furnace tubes, Int. J. Press. Vessels Pip. 66, 233-241(1996)

6. AAKASH KUMAR, ET ALL, Detection of Creep Damage and Fatigue Failure in Thermal

Power Plants and Pipelines by Non-Destructive Testing Techniques. A Review, International Journal of Engineering Research & Technology (IJERT), Vol. 3 Issue 11, (November-2014)

Page 320: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Remaining Life Assessment Of HP Mod MA Reformer Tube .; ISSN: 2355-7524 Alim Mardhi, dkk

308

7. XINWEI ZHU, HONGHUI CHENG, ET ALL, Determination of C Parameter of Larson-Miller Equation for 15CrMo Steel, Advanced Materials Research Vols 791-793, pp 374-377, (2013)

8. AMITAVA GHATAKI, P.S ROBI, Modification of Larson–Miller Parameter Technique for Predicting Creep Life of Materials, Trans Indian Inst Met, 69(2):579–583 (2016)

9. FACAI REN, XIAOYING TAN, Life assessment of Grade 91 steel using Larson-Miller parameter, AIP Conference Proceedings 1971, 020019 (2018).

10. S. CHAUDHURI, Creep and life assessment of engineering components in power plants and process industries, Remaining life Assessment of Aged Components in Thermal Power Plants and Petrochemical Industries, Vol. 2, 2008

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Husnul, Univ. PERTAMINA)

• Apa standar yang digunakan?

• Apa metode mengetahui sisa umur selain creep

JAWABAN: (Alim Mardhi, PTKRN-BATAN)

• API

• Kasusnya berbeda jika terjadi keretakan, pencitraan ini basic science, ada 4 metode

perhitungan RLA, tergantung aplikasinya, mengambil sampel dan eddie current.

RLA, time dependent: creep, fatigue, stress corrosion

Page 321: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

309

ISSN: 2355-7524

PENENTUAN DAMPING OPTIMAL FLOWMETER ULTRASONIK PADA FASILITAS EKSPERIMEN REACTOR CAVITY COOLING SYSTEM

(RCCS)

Sudarno, Kiswanta, Arif Adtyas Budiman 1Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir (PTKRN) BATAN

Kawasan PUSPIPTEK Gedung 80, Serpong, Tangerang Selatan, 15310 Email: [email protected]

ABSTRAK

PENENTUAN DAMPING OPTIMAL FLOWMETER ULTRASONIK PADA FASILITAS EKSPERIMEN REACTOR CAVITY COOLING SYSTEM (RCCS). RCSS adalah sistem keselamatan pasif pada reaktor nuklir temperatur tinggi yang didesain untuk menghilangkan panas dan menjaga temperatur tangki reaktor dan struktur reaktor tetap dalam batas keselamatan. Satu fasilitas eksperimen RCCS telah dibangun di Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor (PTKRN) BATAN, untuk memverifikasi desain Reaktor Daya Non Komersial (RDNK) tipe HTGR. Pengukuran laju alir dalam RCCS menggunakan flowmeter ultrasonik menghasilkan derau yang signifikan. Untuk mengatasi hal tersebut ditambahkan damping pada sistem instrumentasi pengukuran laju alir. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan nilai damping optimal untuk ultra sonic flowmeter pada fasilitas eksperimen RCCS. Metoda yang dilakukan adalah dengan melakukan analisis sinyal pengukuran laju alir, untuk mengetahui pengaruh damping terhadap waktu tunda dan nilai Signal to Noise Ratio (SNR). Dari hasil analisis terbukti bahwa penambahan damping dapat meningkatkan nilai SNR, tetapi memberikan dampak bertambahnya waktu tunda sensor. Dari hasil eksperimen diperoleh nilai damping optimal pada flowmeter ultrasonik adalah antara 5 detik sampai dengan 10 detik. Kata kunci: damping, optimal, flowmeter ultrasonik, RCCS.

ABSTRACT DETERMINATION OF OPTIMAL DAMPING OF ULTRASONIC FLOWMETER FOR REACTOR CAVITY COOLING SYSTEM (RCCS) EXPERIMENT FACILITIES. RCSS is a passive safety system in a high temperature nuclear reactor designed to remove heat and keeps temperature of reactor pressure vessel and the containment structure remains within the safety limit. An RCCS experiment facility has been constructed at the Center for Nuclear Technology and Safety (PTKRN) BATAN, to prove the design of the HTGR-type Experimental Power Reactor (RDNK). The flow rate measurement of the RCCS coolant circulation was done using an ultrasonic flowmeter, which produced significant noise. To overcome this, the attenuation of the instrumentation system for measuring the flow rate was added. The purpose of this study is to determine the optimal damping value of the ultrasonic flowmeter. The method that is carried out was by performing analysis of flowmeter measurement signal at different damping values. This signal analysis includes the effect of damping on the delay time and Signal to Noise Ratio (SNR). The analysis result showed that the addition of damping could increase the SNR value, but increased the time delay of sensor. From the experiment results, we found the optimal damping value for the ultrasonic flowmeter was between 5 and 10 seconds. Keywords: damping, optimal, ultrasonic flowmeter, RCCS PENDAHULUAN

Reactor Cavity Cooling System (RCSS) adalah sistem keselamatan pasif pada Reaktor Nuklir Temperatur Tinggi yang didesain untuk menghilangkan panas dan menjaga temperatur tangki reaktor dan struktur reaktor tetap dalam batas keselamatan. RCCS adalah sistem pasif, bekerja tanpa pompa, diesel generator dan intervensi manusia [1,2,3]. RCCS didesain sebagai sistem pendingin baik pada operasi normal maupun kecelakaan, seperti pada kasus station blackout [4]. Berdasarkan fluida pendingin yang digunakan, RCCS dibagi dua tipe yaitu berpendingin air dan udara [5].

Page 322: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Penentuan Damping Optimal Flowmeter Ultrasonik8 Sudarno, dkk.

310

ISSN: 2355-7524

Beberapa fasilitas eksperimen RCCS telah dibuat untuk mendapatkan data fisik tentang kemampuan pendinginan RCCS [6, 7, 8]. Fasilitas eksperimen RCCS juga dibangun di Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir (PTKRN) BATAN, untuk memverifikasi desain RCCS pada desain reaktor Reaktor Daya Non Komersial (RDNK) tipe High Temperature Gas Cooled Reactor (HTGR) 10 MW. Fasilitas eksperimen RCCS ini didesain dengan daya heater 150 kW.

Sistem instrumentasi yang terpasang pada RCCS mencatat parameter fisik dari banyak termokopel, pressure transducer dan flowmeter. Sensor flowmeter yang digunakan adalah tipe ultrasonik. Dari percobaan diketahui bahwa data hasil pengukuran banyak mengandung derau. Keberadaan derau ini dapat mengurangi akurasi pengukuran. Untuk itu perlu dipikirkan cara untuk mengurangi pengaruh derau tersebut, yaitu dengan menggunakan damping pada sistem pengukuran flowmeter ultrasonik. Teknik damping ini banyak dipakai untuk meredam sinyal atau sistem yang banyak mengalami fluktuasi [9, 10]. Pemodelan damping pada sistem dinamik adalah hal yang tidak mudah [11].

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan nilai damping optimal untuk flowmeter ultrasonik pada fasilitas eksperimen RCCS. Metoda yang dilakukan adalah dengan melakukan analisis sinyal pengukuran flowmeter pada nilai damping yang berbeda-beda. Analisis sinyal tersebut mecakup pengaruh damping terhadap waktu tunda dan nilai Signal to Noise Ratio (SNR).

TEORI

Damping pada Sistem Dinamik

Dalam teknik sistem kendali, faktor damping sistem dinamik berfungsi untuk meredam tanggapan sistem agar tidak berubah-ubah secara drastis. Contoh damping pada sistem automobile adalah komponen shockabsorber sebagai baian dari sistem suspensi mobil. Model matematis sistem dinamik dapat dinyatakan dengan fungsi alih [12] :

= ω

ζωω (1)

Dimana s = variabel Laplace

K = gain

ω = frekuensi natural

ζ = Damping ratio Untuk analisis tanggapan sistem, nilai faktor damping lebih umum dinyatakan dalam

nilai damping ratio (ζ), dimana :

Damping ratio (ζ) = (Exponential decay) / (Natural frequency) (2)

Tipe tanggapan sistem dinamik dapat dibedakan berdasarkan nilai ζ :

1. Sistem undamped untuk ζ = 0, tanggapan sinyal konstan pada sistem ini berupa

sinyal sinusional dengan frekuensi konstan (frekuensi natural)

2. Sistem underdamped untuk 0< ζ < 1, tanggapan dari sinyal konstan pada sistem ini

berupa sinyal sinusional dengan peredaman menuju nilai steady state.

3. Sistem critically damped untuk ζ = 1, tanggapan dari sinyal konstan pada sistem ini

berupa sinyal pada transisi tanpa sinusional.

4. Sistem overdamped untuk ζ > 0, tanggapan dari sinyal konstan pada sistem ini

berupa sinyal tanpa osilasi yang secara eksponensial menuju nilai steady state.

Sistem overdamped mempunyai response time ynag lebih lambat. Untuk lebih

jelasnya tentang perbedaan nilai damping tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 323: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

311

ISSN: 2355-7524

(a) (b)

(c) (b)

Gambar 1. Tanggapan sinyal konstan pada sistem (a) undamped, (b) underdamped, (c) critically damped dan (d) overdamped.

Damping pada Sensor Transducer

Pada pengukuran besaran fisik, sinyal keluaran dari sensor transducer sering tercampur dengan derau. Nilai derau yang terlalu besar dapat menyebabkan kesalahan dalam membaca nilai sinyal yang diukur. Untuk meminimalkan pengaruh dari derau ini dapat dipasang damper. Untuk sistem kontinyu, damper dapat dibuat dengan low pass filter. Sedangkan pada sistem instrumentasi digital, damper dibuat dengan algoritma pemrosesan sinyal secara digital. Ilustrasi pengaruh damping pada sistem pengukuran dapat dilihat pada Gambar 2 [13].

Gambar 2. Damping pada sensor transducer (www.Instrumentationtools.com)

Dalam pengukuran tekanan fluida menggunakan pressure transmitter seperti pada

Gambar 2, derau dari pressure transmitter tersebut dapat menyebabkan masalah dalam loop sistem kendali, karena akan dianggap fluktuasi yang cepat, sehingga harus diambil tindakan untuk mengatasi fluktuasi tersebut.

Untuk mengurangi derau dalam pengukuran dapat dilakukan dengan menempatkan sensor pada posisi dimana fluida yang diukur tidak banyak mengalami turbulensi. Tetapi jika masih muncul derau yang signifikan, maka penambahan faktor damping pada sensor transducer dapat dijadikan sebagai cara untuk mengatasi masalah tersebut.

Sistem dengan nilai damping yang kecil akan memberikan tanggapan sistem yang cepat, tetapi dapat menimbulkan overshoot berlebih dan fluktuasi yang signifikan. Sedangkan nilai damping yang besar dapat menghilangkan overshoot tetapi membuat tanggapan sistem lambat. Oleh karena itu perlu ditentukan nilai damping yang optimal.

0 5 10 15 20 25 30 35 40-0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

Step Response

Time (sec)

Am

plit

ude

0 5 10 15 20 25 300

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

2Step Response

Time (sec)

Am

plit

ude

0 5 10 15 20 250

0.25

0.5

0.75

1

1.25

1.5

Step Response

Time (sec)

Am

plit

ude

0 5 10 15 20 250

0.25

0.5

0.75

1

1.25

1.5Step Response

Time (sec)

Am

plit

ude

Page 324: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Penentuan Damping Optimal FlowmeterSudarno, dkk.

312

METODOLOGI Pengukuran laju alir pada pipa yang menuju riser dilakukan dengan menggunakan

sensor flowmeter ultrasonik. Untuk dapat memantau laju alir dengan jelas, maka pada eksperimen ini dibuat aliran pada pipa mempunyai laju yang tidak percobaan ini digunakan laju alir sekitar 0pada display LCD dari perangkat Instrument Co.Ltd. Pengukuran laju alir dilakukan secsetting damping flow rate yang berbedadiketahui nilai waktu tunda dan nilai SNRdamping yang optimal. HASIL DAN PEMBAHASAN

Fasilitas eksperimen RCCS di PTKRN BATAN adalah fasilitas eksperimen yang digunakan untuk memverifikasi desain RCCS pada desain reaktor RDNK tipe HTGR. Fasilitas eksperimen RCCS ini didesain dengan daya fasilitas eksperimen RCCS ditampilkan pada Gambar 3. (RPV) diambil oleh dinding riser sirkulasi alamiah. Air tersebut didinginkan oleh udara luar melalu ducting cerobong. Fasilitas RCCS yang sudah dikonstruksi dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 3. Gambar desain RCCS.

(digambar oleh Dedy Haryanto)

Untuk mendapatkan hasil pengukuran parameter yang akurat, maka peralatan

instrumentasi yang digunakan dalam RCCS Salah satunya adalah pengukuran laju alir fluida yang memenggunakan sensor flowmeterultrasonik dan panel display-nya.

Gambar 5.

Damping Optimal Flowmeter Ultrasonik8 ISSN: 2355

Pengukuran laju alir pada pipa yang menuju riser dilakukan dengan menggunakan . Untuk dapat memantau laju alir dengan jelas, maka pada

eksperimen ini dibuat aliran pada pipa mempunyai laju yang tidak terlalu lambat, dalam percobaan ini digunakan laju alir sekitar 0,13 m

3/s. Hasil pengukuran laju alir ditam

LCD dari perangkat Ultrasonic Flowmeter LRF – 2000S dari Longrun Industrial . Pengukuran laju alir dilakukan secara berulang-ulang dengan variasi nilai

flow rate yang berbeda-beda. Data eksperimen kemudian dianalisis untuk diketahui nilai waktu tunda dan nilai SNR-nya. Dari hasil analisis kemudian ditentukan nilai

Fasilitas eksperimen RCCS di PTKRN BATAN adalah fasilitas eksperimen yang kasi desain RCCS pada desain reaktor RDNK tipe HTGR.

Fasilitas eksperimen RCCS ini didesain dengan daya heater 150 kW. Gambar desain perimen RCCS ditampilkan pada Gambar 3. Panas dari tangki teras reaktor

yang di dalamnya ada air yang mengalir melalui pipa secara sirkulasi alamiah. Air tersebut didinginkan oleh cooler dan panas yang diambil dibuang ke

cerobong. Fasilitas RCCS yang sudah dikonstruksi dapat dilihat

Gambar desain RCCS. (digambar oleh Dedy Haryanto)

Gambar 4. Fasilitas eksperimen RCCS di

PTKRN BATAN

Untuk mendapatkan hasil pengukuran parameter yang akurat, maka peralatan instrumentasi yang digunakan dalam RCCS telah dilakukan kalibrasi dan karaktSalah satunya adalah pengukuran laju alir fluida yang melewati raiser, yang diukur

flowmeter ultrasonik. Gambar 5 menampilkan sensor flowmeternya.

Gambar 5. Sensor flowmeter ultrasonik.

ISSN: 2355-7524

Pengukuran laju alir pada pipa yang menuju riser dilakukan dengan menggunakan . Untuk dapat memantau laju alir dengan jelas, maka pada

terlalu lambat, dalam /s. Hasil pengukuran laju alir ditampilkan

Longrun Industrial ulang dengan variasi nilai

an dianalisis untuk nya. Dari hasil analisis kemudian ditentukan nilai

Fasilitas eksperimen RCCS di PTKRN BATAN adalah fasilitas eksperimen yang kasi desain RCCS pada desain reaktor RDNK tipe HTGR.

Gambar desain Panas dari tangki teras reaktor

di dalamnya ada air yang mengalir melalui pipa secara dan panas yang diambil dibuang ke

cerobong. Fasilitas RCCS yang sudah dikonstruksi dapat dilihat

Fasilitas eksperimen RCCS di

Untuk mendapatkan hasil pengukuran parameter yang akurat, maka peralatan kalibrasi dan karakterisasi. lewati raiser, yang diukur

flowmeter

Page 325: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 201Padang, 18 September 2019

Pada saat karakterisasi signifikan. Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan pengaturan nilai panel flowmeter. Hasil pengukuran laju alir dengan detik ditampilkan pada Gambar 6.

(a)

(c) Gambar 6. Hasil pengukuran

Dari Gambar 6 dapat dilihat 4 sinyal hasil pengukuran pada laju alir

sama, yaitu (a) Q = 0,118 l/dtk, (b) Q = 0,125 l/dtk, (c) Q = 0,135 l/dtk dan (d) Q = 0,137 l/dtk. Hasil pengukuran dengan nilai pengaruh pada waktu tunda dan derau pengukuran.

Dari data percobaan yang ditampilkan pada gambar 6 dapat dicari nilai waktu tunda sensor, dimana nilainya ditampilkan pada tabel 1.

Tabel 1. Hubungan nilai

No Damping

1 2 3 4

Sensor transducer yang baik adalah yang memberikan tanggapan yang cepat, atau waktu tuda yang kecil. Dari Tabel 1 terlihat bahwa semakin besar nilai tunda juga semakin besar. Waktu tunda ini muncul pada saat awal pengukuran, atau pada saat terjadi perubahan laju alir yang cukup drastis. Untuk pengukuran laju alir yang relatif konstan seperti pada RCCS, maka nilai waktu tunda sampai dengan 13 detik masih dapat diterima. Nilai waktu tunda ini dipenuhi dalam pengukuran laju alir menggunakan detik, 5 detik dan 10 detik.

Nilai damping juga mempengarui besarnya Gambar 6. Dalam teknik pengukuran biasanya untuk menyatakan kmengandung derau digunakan nilai dibagi daya derau. Dalam perhitungannya nilai SNR juga dapat dihitung dengan [

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019

ISSN: 2355

karakterisasi flowmeter ini, sinyal laju alir mengandung derau

signifikan. Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan pengaturan nilai setting damping. Hasil pengukuran laju alir dengan setting nilai damping 0, 5, 10 dan 15

ambar 6.

(b)

(d)

Hasil pengukuran flowmeter dengan nilai damping (a) 0 detik, (b) 5 detik, (c) 10 detik dan (d) 15 detik.

ambar 6 dapat dilihat 4 sinyal hasil pengukuran pada laju alir yang hampir sama, yaitu (a) Q = 0,118 l/dtk, (b) Q = 0,125 l/dtk, (c) Q = 0,135 l/dtk dan (d) Q = 0,137 l/dtk. Hasil pengukuran dengan nilai damping yang berbeda-beda juga menunjukkan adanya engaruh pada waktu tunda dan derau pengukuran.

baan yang ditampilkan pada gambar 6 dapat dicari nilai waktu tunda sensor, dimana nilainya ditampilkan pada tabel 1.

Hubungan nilai damping dengan waktu tunda.

Damping (detik) Waktu tunda (detik)

0 2 5 8

10 13 15 22

yang baik adalah yang memberikan tanggapan yang cepat, atau waktu tuda yang kecil. Dari Tabel 1 terlihat bahwa semakin besar nilai damping, maka waktu tunda juga semakin besar. Waktu tunda ini muncul pada saat awal pengukuran, atau pada

ahan laju alir yang cukup drastis. Untuk pengukuran laju alir yang relatif konstan seperti pada RCCS, maka nilai waktu tunda sampai dengan 13 detik masih dapat diterima. Nilai waktu tunda ini dipenuhi dalam pengukuran laju alir menggunakan

juga mempengarui besarnya derau pengukuran, seperti terlihat pada ambar 6. Dalam teknik pengukuran biasanya untuk menyatakan kualitas sinyal yang

digunakan nilai Signal to Noise Ratio (SNR), yaitu nilai daya sinyal . Dalam perhitungannya nilai SNR juga dapat dihitung dengan [

313

ISSN: 2355-7524

yang cukup damping pada

0, 5, 10 dan 15

0 detik, (b) 5 detik,

yang hampir sama, yaitu (a) Q = 0,118 l/dtk, (b) Q = 0,125 l/dtk, (c) Q = 0,135 l/dtk dan (d) Q = 0,137

beda juga menunjukkan adanya

baan yang ditampilkan pada gambar 6 dapat dicari nilai waktu tunda

yang baik adalah yang memberikan tanggapan yang cepat, atau , maka waktu

tunda juga semakin besar. Waktu tunda ini muncul pada saat awal pengukuran, atau pada ahan laju alir yang cukup drastis. Untuk pengukuran laju alir yang relatif

konstan seperti pada RCCS, maka nilai waktu tunda sampai dengan 13 detik masih dapat diterima. Nilai waktu tunda ini dipenuhi dalam pengukuran laju alir menggunakan damping 0

pengukuran, seperti terlihat pada alitas sinyal yang

ilai daya sinyal . Dalam perhitungannya nilai SNR juga dapat dihitung dengan [14] :

Page 326: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Penentuan Damping Optimal Flowmeter Ultrasonik8 Sudarno, dkk.

314

ISSN: 2355-7524

SNR = µ/σ (3)

Dimana µ = rata-rata sinyal

σ = standard deviasi sinyal

Nilai SNR dari hasil pengukuran laju alir diatas (Gambar 6) dirangkum pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai SNR pengukuran laju alir.

No Damping (detik) SNR

1 0 8,20 2 5 23,13 3 10 31,73 4 15 41,18

Semakin besar nilai SNR maka kwalitas sinyal semakin bagus. Dalam pengolahan

sinyal gambar, untuk dapat mengenali obyek diperlukan nilai SNR > 5 [14]. Untuk sinyal pengukuran sistem dinamis diperlukan nilai SNR yang lebih tinggi, karena membutuhkan akurasi yang lebih baik. Dalam hal ini nilai SNR diharapkan > 20. Nilai SNR ini dipenuhi dalam pengukuran laju alir menggunakan damping 5 detik, 10 detik atau 15 detik.

Dari pengaruh damping terhadap waktu tunda dan SNR diatas, maka nilai damping flowmeter yang optimal adalah 5 sampai dengan 10 detik. Untuk laju alir yang berubah-ubah disarankan untuk menggunakan damping = 5 detik, sedangkan untuk laju alir yang relatif konstan sebaiknya menggunakan damping = 10 detik.

KESIMPULAN

Pengukuran laju alir fluida pendingin RCCS menggunakan sensor flowmeter ultrasonik memberikan derau yang signifikan. Derau tersebut mempengaruhi akurasi pengukuran. Untuk mengatasi hal tersebut ditambahkan damping pada sistem instrumentasi pengukuran laju alir. Penambahan damping terbukti dapat meningkatkan nilai SNR, tetapi memberikan dampak bertambahnya waktu tunda sensor. Dari hasil eksperimen diperoleh nilai damping optimal pada flowmeter ultrasonik adalah 5 detik sampai dengan 10 detik.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini didanai dari program DIPA PTKRN tahun 2019. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada manajemen PTKRN yang telah memfasilitasi penelitian ini dan semua personil yang terlibat dalam komisioning RCCS.

DAFTAR PUSTAKA 1. LEW LOMMERS, “Reactor Cavity Cooling System”, HTGR Technology Course for the

Nuclear Regulatory Commission, AREVA, Idaho National Library, May (2010). 2. VERVEY ALDO, “Modelling of a passive reactor cavity cooling system (RCCS) for a

nuclear reactor core subject to environmental changes and the optimization of the RCCS radiation heat shield”, Nuclear Engineering and Design 245, pp. 4821-4828 (2011).

3. WEI HONG CHAN, “Reactor cavity cool-ing system heat removal analysis for a high temperature gas cooled reactor”, Thesis, Graduate School of Engineering, University of Florida (2013).

4. PIPING SUPRIATNA, SRIYONO, “Review On The RCCS Function To Anticipate The Station Black-Out Accident In RGTT200K”, Sigma Epsilon, ISSN 0853-9103, Vol.19 No. 2 Agustus (2015).

5. DONG UN SEO, MOON OH KIM, HYOUNG KYU CHO, TAE WAN KIM, GOON CHERL PARK, “Numerical Study On The Heat Transfer Phenomena In Water Pool Type Reactor Cavity Cooling System Of Very High Temperature Gas-Cooled Reactor”, 18th International Conference on Structural Mechanics in Reactor Technology (SMiRT 18) Beijing, China, August 7-12 (2005).

6. M. CORRADINI, M.ANDERSON, M.MUCI, “Thermal-Hydraulic Analysis of an Experimental Reactor Cavity Cooling System with Air NEUP Final Report Part I: Experiments”, NEUP 11-3079, US Department of Energy, October (2014).

Page 327: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

315

ISSN: 2355-7524

7. JONG-HWAN KIM, YOON-YEONG BAE, CHAN-SOO KIM, SUNG-DEOK HONG, MIN-HWAN KIM, “The Test Results of the NACEF RCCS Test Facility”, Transactions of the Korean Nuclear Society Spring Meeting, Jeju, Korea, May 7-8, 2015.

8. DARIUS D. LISOWSKI, CRAIG D. GERARDI, DENNIS J. KILSDONK, NATHAN C. BREMER, STEPHEN W. LOMPERSKI, RUI HU, ADAM R. KRAUS, MATTHEW D. BUCKNOR, QIUPING LV, TAESEUNG LEE, AND MITCHELL. T. FARMER, “Final Project Report on RCCS Testing with the Air-Based NSTF”, Nuclear Engineering Division, Argonne National Laboratory, August (2016).

9. DJ MEAD, “Passive Vibration Control”, John Wiley and Sons, Chichester, UK (1998). 10. DIG Jones, “Handbook of Viscoelastic Vibration Damping”, John Wiley and Sons Ltd

(2001). 11. HUGH GOYDER, “THE DIFFICULTY OF MODELLING DAMPING IN LINEAR DYNAMIC

SYSTEMS”, Proceedings of the ASME 2013 International Design Engineering Technical Conferences and Computers and Information in Engineering Conference IDETC/CIE 2013, Portland, Oregon, USA, August 4-7, 2013.

12. NORMAN S. NISE, “Control systems engineering”, California State Polytechnic University, Pomona, WILEY, Seventh edition (2015).

13. “What is Field Transmitter Damping ?” https://instrumentationtools.com/field-transmitter-damping/, accessed on 12 May 2019.

14. BUSHBERG, J. T., ET AL., “The Essential Physics of Medical Imaging”, (2e). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, p. 280 (2006).

Page 328: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Penentuan Damping Optimal Flowmeter Ultrasonik8 Sudarno, dkk.

316

ISSN: 2355-7524

HALAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Page 329: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

317

ISSN: 2355-7524

IDENTIFIKASI DAN KOREKSI TILT & SKEW PADA REKONSTRUKSI CT MENGGUNAKAN SOFTWARE OCTOPUS

Fitri Suryaningsih

[1], Devina Chandra Dewi

[1], Demon Handoyo

[1], Rhakamerta Hijazi

[1]

[1]Pusat Rekayasa Fasilitas Nuklir BATAN Kawasan Puspiptek Serpong Gd. 71 lt.2

Tangerang Selatan 15310, Indonesia Email: [email protected]

ABSTRAK IDENTIFIKASI DAN KOREKSI TILT & SKEW PADA CITRA REKONSTRUKSI MENGGUNAKAN SOFTWARE OCTOPUS. Koreksi tilt dan skew memudahkan dalam proses pembacaan hasil citra rekonstruksi. Masalah yang sering terjadi dalam proses rekonstruksi adalah terjadinya pergeseran titik vertical dan titik horizontal sehingga mengakibatkan citra perlembar yang kurang bagus. Titik vertical yang bergeser akan diperbaiki oleh parameter tilt dan titik horizontal yang bergeser akan diperbaiki oleh parameter skew. Tujuan dari koreksi tilt dan skew ini adalah untuk meperbaiki citra rekonstruksi karena ada pergeseran atau pergerakan benda uji, sehingga diperoleh hasil rekonstruksi yang lebih baik lagi. Metode yang dilakukan dalam pengujian kali ini adalah membandingkan hasil rekonstruksi tanpa koreksi dengan hasil rekonstruksi menggunakan parameter tilt dan skew dari benda uji berupa ignition coil. Setelah parameter correct sample movement dijalankan maka diperoleh nilai tilt dan skew sebesar 1,5

0 dan 1

0. Nilai

tersebut dimasukan kedalam parameter koreksi finetuning geometry sehingga diperoleh hasil rekonstruksi yang lebih baik. Kata kunci: Rekonstruksi citra, Tomografi, Software Octopus, Tilt, Skew

ABSTRACT IDENTIFICATION AND CORRECTION OF TILT AND SKEW IN RECONSTRUCTION IMAGE USING OCTOPUS SOFTWARE. Tilt and skew correction makes reconstruction image results easy to read. The problem that often occurs in the reconstruction process is the shifting of vertical point and horizontal point resulting in a bad image sheet. The vertical point that is shifted will be corrected by the tilt parameter and the shifting horizontal point will be corrected by the skew parameter. The purpose of tilt and skew correction is to improve the reconstruction image because there is a shift or movement of the test object, so that better reconstruction results are obtained. The method used in this test was to compare the results of the reconstruction without correction with the results of the reconstruction using the tilt and skew parameters. Sample test object was an ignition coil. After the correct sample movement parameters were executed, the tilt and skew values were obtained at 1.5˚ and 1˚. These values were entered into the correction parameters of finetuning geometry so that better reconstruction results were obtained. Keywords: Image Reconstruction, Tomography, Octopus Software, Tilt, Skew

Page 330: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Identifikasi Dan Koreksi Tilt & Skew Pada Rekonstruksi6 Fitri Suryaningsih, dkk

318

ISSN: 2355-7524

PENDAHULUAN Computed tomography (CT) adalah teknologi yang dapat memvisualisasikan bagian internal suatu obyek tanpa merusak atau membelah objek tersebut. Dengan kelebihan tersebut, saat ini banyak dikembangkan dan diterapkan pada berbagai bidang, seperti: medis, kelautan, sekuriti, geologi serta industri. Citra tomografi (biasanya disebut dengan sinogram) berupa citra 2D yang diperoleh dari jumlah keseluruhan transmisi, emisi ataupun refleksi oleh benda uji yang dilihat dari berbagai sudut proyeksi [1] [8]. Proses mendapatkan citra dapat dilakukan dengan teknik radiografi digital. Teknik radiografi digital memiliki potensi menjadi teknik yang cukup handal dengan berbagai keunggulan dibandingkan dengan teknik radiografi film konvensional. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih mendekati bentuk aslinya, maka sinogram tersebut direkonstruksi sehingga didapatkan bentuk transparan suatu obyek yang berupa citra 3D. Teknik tomografi itu sendiri sudah mampu mengungkapkan struktur internal benda, tetapi sinogram yang dihasilkan masih memperlihatkan bagian bagian obyek yang mengalami efek tumpang tindih sehingga menyulitkan proses analisisnya. Berdasarkan hal tersebut, maka pada saat merekonstruksi sinogram menjadi citra 3D memberikan formulasi matematik tertentu misalnya: Algebraic Reconstruction Techniques (ART) [2] [9] dan juga dengan Simultaneous Algebraic Reconstruction Technique [3]. Pada makalah ini, menjabarkan kegiatan kerekayasaan yang telah dilakukan dalam merekonstruksi sinogram sinar-X berbasis teknik radiografi digital. Sinogram yang telah direkonstruksi, berupa citra hasil pengujian skala laboratorium dari kegiatan kerekayasaan yang sedang dilakukan. Dari kegiatan tersebut, tidak semua citra hasil rekonstruksi memberikan hasil akurat (salah satunya adalah citra benda uji yang berbentuk elektronik kondensator (elco)). Citra elco yang telah direkonstruksi terlihat tidak jelas/ tidak akurat, hal itu disebabkan adanya ketidakkonsisten letak dari benda. Dimana saat akuisisi citra, benda yang diletakkan di meja putar bergeser dari titik tengah meja putar karena gaya gerak meja putar Untuk memperbaiki kualitas/ keakuratan citra hasil rekonstruksi, perlu dilakukan analisis terhadap citra tersebut. Hasil analisis selanjutnya digunakan untuk mengolah citra hasil rekonstruksi. Pengolahan diawali dengan cara melakukan komparasi citra hasil dengan citra yang stabil/ akurat. Komparasi citra dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Octopus. Dari hasil komparasi, akan diperoleh besar pergeseran, baik itu kearah horisontal (tilt) maupun vertikal (skew). Selanjutnya nilai tilt dan skew tersebut digunakan sebagai parameter correct sample movement dan dimasukan dalam fitur finetuning geometry yang terdapat pada perangkat lunak Octopus untuk memperbaiki kualitas/ keakuratan citra hasil rekonstruksi tersebut. METODOLOGI Penyinaran menggunakan pesawat sinar-X terhadap objek diatas meja putar yang membantu objek memutar sebesar 360˚. Berkas sinar yang mengenai benda akan ditangkap oleh detektor fluorescent screen diteruskan ke cermin Edmund untuk kemudian dipantulkan ke kamera dalam kotak NDE (Non Desctructive Examination) sehingga didapatkan gambar citra hasil proyeksi dengan jumlah frame yang diinginkan. Citra hasil proyeksi yang ditangkap oleh kamera akan digunakan dalam tahapan normalisasi, sinogram, dan rekonstruksi. Intensitas berkas sinar-X Intensitas berkas sinar X menyatakan banyaknya proton yang terdapat dalam suatu berkas sinar-X pada suatu jarak tertentu dari sumber dan pada luasan bidang penyinaran tertentu dalam suatu kurun waktu. Semakin dekat jarak benda uji dengan tube sinar-X maka semakin besar intensitas sinar-X yang diterimanya. Dengan demikian, semakin dekat benda uji akan membuat hasil tangkap gambar citra akan semakin besar. Rumusan secara matematis kaitan intensitas dengan jarak adalah sebagai berikut: [4]

Id = I0 exp - ; Ē ] AAAAAAAAAA (1)

Keterangan: I = intensitas sinar = koefisien atenuasi linier

Page 331: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

319

ISSN: 2355-7524

S = jarak

= energi efektif Backprojection Backprojection adalah tangkapan gambar hasil proyeksi yang kemudian dilakukan penggabungan terhadap proyeksi citra dengan setiap sudut yang berbeda, sehingga terbentuk blurring image (oversampling). Untuk mendapatkan hasil gambar citra yang lebih jelas, pada tahap selanjutnya dapat menggunakan parameter filter backproject [10].

Gambar 2.1. Prosedur backprojection Metode backprojection didapatkan dari hasil matriks garis lurus sinar terhadap objek disetiap sudut proyeksi dan pengulangan ke arah sebaliknya.

b(x,y) = ;ɸ| ɸ ɸɸ AAA (2)

Jika didapatkan gambar rekonstruksi tidak sempurna (blurred image), maka

b(x,y) = f (x,y) x

AAAAAA.. (3)

Keterangan : s = jarak atau letak objek (x) p = titik proyeksi (y) x = garis lurus (s) y = garis lurus (p) ɸ = sudut b = backprojection dengan variasi sudut f = filter backprojection Perangkat lunak Octopus Rekonstruksi menggunakan perangkat lunak Octopus dengan memenuhi beberapa parameter dalam proses pengolahan citra hasil tangkap kamera oleh kotak radioskopi atau NDE (Non Destructive Examination). Berikut penjelasan dari parameter pada perangkat lunak Octopus: [6]

1. Tampilan perangkat lunak Octopus yang telah siap untuk dioperasikan dengan detail tampilan sebagai berikut:

Page 332: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Identifikasi Dan Koreksi Tilt & Skew Pada Rekonstruksi6 Fitri Suryaningsih, dkk

320

ISSN: 2355-7524

Gambar 2.2 Perangkat lunak octopus siap dioperasikan

a. Current dataset info adalah tampilan dataset terakhir yang dilakukan. b. Processes executed adalah tampilan yang menginformasikan tahap proses

rekonstruksi yang telah dilakukan.

2. Memenuhi pengisian parameter yang dibutuhkan dalam data parameters, meliputi: Mode adalah metode penyinaran oleh pesawat sinar-X terhadap objek atau

benda uji. Cone beam sebagai metode penyinaran yang digunakan pada pengujian mempunyai arti bahwa sinar yang dikeluarkan oleh pesawat sinar-X terbentuk dari cakupan kecil hingga cakupan yang meluas hingga mengenai benda uji.

Last angle didapatkan dari sudut yang telah diperhitungkan, sehingga terpilih sudut terakhir dalam proses proyeksi citra yaitu 180˚ atau 360˚.

Pixel size adalah besar pixel pada sintilator atau pada flat panel detector. Tilt adalah parameter untuk menentukan sudut koreksi gambar citra

proyeksi yang disebabkan berubahnya titik koordinat vertical center (v) terhadap baris detektor. Kemiringan detektor atau kemiringan saat tahap rotasi mengakibatkan koordinat back-projection di detektor tidak benar. Back-projection mengoreksi kemiringan dengan cara mengubahnya menjadi bilangan koreksi berupa tilt angle (β).

Source Detector Distance (SDD) adalah jarak dari pesawat sinar-x terhadap detektor.

Source Object Distance (SOD) adalah jarak dari pesawat sinar-x terhadap benda uji.

Direction of rotation adalah arah pembacaan putaran benda uji dari hasil proses tangkap gambar oleh kamera.

Skew (x) sama seperti kegunaan parameter tilt, yaitu digunakan saat terjadi ketidaksesuaian rotasi benda uji yang ditangkap oleh detektor disebabkan berubahnya titik koordinat horizontal center (u) terhadap kolom detektor.

Gambar 2.3 Data parmeters perangkat lunak octopus

Page 333: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

321

ISSN: 2355-7524

3. Normalise dilakukan dengan membagi hasil proyeksi menjadi flat field image dan open beam image (beam profile image) dengan tahap preparation -> normalise.

4. Sinograms adalah proses pembentukan citra proyeksi menjadi sinogram dengan tahap preparation -> sinograms.

5. Rekonstruksi dalam tahap preparation -> cone beam reconstruction berupa hasil akhir citra rekonstruksi dan akan tersimpan pada folder reconstructed yang telah dipersiapkan.

6. Koreksi tilt dan skew dalam parameter correct sampel movement. [7]

Gambar 2.4 Parameter koreksi pergeseran benda uji

Tahap koreksi menggunakan perangkat lunak Octopus diminta direktori gambar citra sebagai refrensi, gambar citra yang akan dikoreksi dalam sebuah folder hasil dari citra normalisasi. Serta memasukan data ukuran pixel detektor dan jarak dari sumber sinar-X ke detektor.

7. Tampilan reconstruction module terdapat parameter untuk membantu analisa citra

hasil rekonstruksi, serta pada tahap rekontruksi diikuti dengan memasukan nilai tilt dan skew pada kolom parameter yang tersedia.

TAHAPAN PENGUJIAN Penerapan parameter correct sample movement membutuhkan citra referensi, data sudut proyeksi sebesar 0˚-360˚, citra yang akan dikoreksi, ukuran pixel detektor yang digunakan, dan jarak pesawat sinar-X ke detektor. Proses koreksi dijelaskan dalam diagram alir berikut ini:

Page 334: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Identifikasi Dan Koreksi Tilt & Skew Pada Rekonstruksi6 Fitri Suryaningsih, dkk

322

ISSN: 2355-7524

Gambar 3.1 Diagram alir proses koreksi citra

Ya

Detector Pixel Size

Selesai

Mulai

Citra Referensi

Spesifikasi Sudut

Citra Koreksi

Tidak

Nilai Tilt & Skew

Spesifikasi Sudut

Koreksi

Pergeseran

Benda Uji

Nilai Source Detector Distance (SDD)

Citra Normalisasi

Ya

Page 335: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

323

ISSN: 2355-7524

Gambar 3.2 Diagram alir proses rekonstruksi citra tanpa dan dengan koreksi tilt & skew Proses koreksi pergeseran letak benda uji seperti yang dijelaskan pada diagram alir diatas memerlukan beberapa tahapan sampai akhirnya didapat nilai tilt dan skew yang dijadikan sebagai parameter koreksi. Adapun tahapan tersebut ialah:

Ya

Sinograms

Selesai

Mulai

Citra Proyeksi

Filtered Spots

Citra Normalisasi

Tidak

Citra Rekonstruksi

Rekonstruksi

Y

aa

Tidak

Sinograms

Selesai

Mulai

Citra Proyeksi

Filtered Spots

Citra Nomalisasi

Finetuning Geometry

Tilt & Skew

Rekonstruksi

Citra Rekonstruksi

Ya Ya

Page 336: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Identifikasi Dan Koreksi Tilt & Skew Fitri Suryaningsih, dkk

324

1. Tersedia gambar proyeksi yang didapatkan dari hasil penyinaran menggunakan pesawat sinar-X yang sebelumnya telah dilakukan.

2. Melakukan proses normalisasi citra menggunakan perangkat lunak 3. Tersedia gambar citra normalisasi yang dijadikan refrensi dalam proses koreksi

pergeseran benda uji. 4. Mendapatkan besar nilai

pengukuran. 5. Tersedia sinogram untuk selanjutnya dilakukan rekonstruksi menggunakan perangkat

lunak Octopus. 6. Memasukan nilai tilt dan

rekonstruksi citra perlembar. HASIL DAN PEMBAHASAN Proyeksi, Normalisasi dan Sinogram Pengujian diawali dengan pengambilan citra proyeksi sebanyak 360 derajat dengan pengaturan sudut 1 derajat per step. Citra proyeksipada citra proyeksi[4] yang berasal dari dinding dalam kotak radioskopi yang memantulkan cahaya dan tertangkap kamera. Berikut citra hasil proyeksi:

Gambar 4.1 Setelah didapat citra proyeksi dilakukan proses normalisasi citra, untuk dalam benda uji menjadi lebih jelas.

Gambar 4.2 Setelah citra ternormalisasi dilakukan pembentukan sinogram untuk mendapatkan volume dari benda uji. Sinogram digunakan sebagai input data rekonstruksi citra. terbentuknya sinogram pada sudut 68

Gambar 4.3 Citra sinogram ke 214 (68

fikasi Dan Koreksi Tilt & Skew Pada Rekonstruksi6 ISSN: 2355

ksi yang didapatkan dari hasil penyinaran menggunakan X yang sebelumnya telah dilakukan.

Melakukan proses normalisasi citra menggunakan perangkat lunak Octopus. Tersedia gambar citra normalisasi yang dijadikan refrensi dalam proses koreksi

Mendapatkan besar nilai tilt dan skew yang ditunjukan dalam sebuah grafik nilai hasil

Tersedia sinogram untuk selanjutnya dilakukan rekonstruksi menggunakan perangkat

dan skew pada kolom parameter finetuning geometryrekonstruksi citra perlembar.

Proyeksi, Normalisasi dan Sinogram Pengujian diawali dengan pengambilan citra proyeksi sebanyak 360 derajat dengan

pengaturan sudut 1 derajat per step. Citra proyeksi yang baik, tidak terdapat refleksi cahaya pada citra proyeksi[4] yang berasal dari dinding dalam kotak radioskopi yang memantulkan cahaya dan tertangkap kamera. Berikut citra hasil proyeksi:

Gambar 4.1 Citra hasil proyeksi 0˚ - 360˚

Setelah didapat citra proyeksi dilakukan proses normalisasi citra, untuk menampilkan kondisi dalam benda uji menjadi lebih jelas. Berikut adalah gambar file citra ternormalisasi:

Gambar 4.2 Citra proyeksi ternormalisasi

Setelah citra ternormalisasi dilakukan pembentukan sinogram untuk mendapatkan volume dari benda uji. Sinogram digunakan sebagai input data rekonstruksi citra. terbentuknya sinogram pada sudut 68˚ dan sudut 265˚, terlihat pada gambar 4.3 berikut:

Citra sinogram ke 214 (68˚) dan citra sinogram ke 826 (265˚)

ISSN: 2355-7524

ksi yang didapatkan dari hasil penyinaran menggunakan

Tersedia gambar citra normalisasi yang dijadikan refrensi dalam proses koreksi

yang ditunjukan dalam sebuah grafik nilai hasil

Tersedia sinogram untuk selanjutnya dilakukan rekonstruksi menggunakan perangkat

geometry saat

Pengujian diawali dengan pengambilan citra proyeksi sebanyak 360 derajat dengan yang baik, tidak terdapat refleksi cahaya

pada citra proyeksi[4] yang berasal dari dinding dalam kotak radioskopi yang memantulkan

menampilkan kondisi

Setelah citra ternormalisasi dilakukan pembentukan sinogram untuk mendapatkan volume dari benda uji. Sinogram digunakan sebagai input data rekonstruksi citra. Proses

˚ dan sudut 265˚, terlihat pada gambar 4.3 berikut:

Page 337: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

325

ISSN: 2355-7524

Koreksi Citra Hasil Rekonstruksi Hal yang perlu diperhatikan dalam koreksi citra rekonstruksi adalah pergeseran vertical center dan horizontal center. Pergeseran dipengaruhi beberapa faktor yaitu penempatan benda uji yang kurang tepat dan ketidakstabilan rotasi meja putar pada saat pengambilan data citra proyeksi. Pergeseran ini menyebabkan volume citra benda uji dan citra penampang lintang perlembar hasil rekonstruksi menjadi tidak jelas . Untuk itu dilakukan koreksi pergeseran menggunakan parameter tilt dan skew menggunakan perangkat lunak Octopus sebagai nilai perbaikan pergeseran titik vertical dan titik horizontal. Tahapan koreksi ini disertai dengan parameter pembanding berupa data gambar citra referensi yang stabil. Berikut hasil koreksi pergeseran benda menggunakan parameter sample movement correction :

Gambar 4.4 Octopus parameter sampel movement correction

Dari gambar diatas didapat nilai : Tilt = 1.5˚ roration movement Skew = 1˚ roration movement Nilai tersebut digunakan dalam parameter finetuning geometry saat proses rekonstruksi yang dicontohkan pada citra rekonstruksi slice ke 340 dan 705.

Gambar 4.5 Citra rekonstruksi slice 340 tilt 0° dan skew 0°

Page 338: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Identifikasi Dan Koreksi Tilt & Skew Pada Rekonstruksi6 Fitri Suryaningsih, dkk

326

ISSN: 2355-7524

Rekonstruksi pada gambar 4.5 dilakukan tanpa proses koreksi. Grafik intesitas atau line profile sepanjang garis kuning pada slice 340 menunjukan melebarnya garis terluar pada citra penampang lintang.

Gambar 4.6 Citra rekonstruksi slice 340 tilt 1.5° dan skew 1° Rekonstruksi pada gambar 4.6 dilengkapi dengan tahapan koreksi. Grafik intesitas atau line profile sepanjang garis kuning pada slice 340 menunjukan ketajaman garis terluar yang lebih baik pada citra penampang lintang.

Gambar 4.7 Citra rekonstruksi slice 705 tilt 0° dan skew 0°

Rekonstruksi pada gambar 4.7 dilakukan tanpa proses koreksi. Grafik intesitas atau line profile sepanjang garis kuning pada slice 705 menunjukan melebarnya garis terluar pada citra penampang lintang.

Page 339: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

327

ISSN: 2355-7524

Gambar 4.8 Citra rekonstruksi slice 705 tilt 1.5° dan skew 1° Rekonstruksi pada gambar 4.8 dilengkapi dengan tahapan koreksi. Grafik intesitas atau line profile sepanjang garis kuning pada slice 705 menunjukan ketajaman garis terluar yang lebih baik pada citra penampang lintang. Perbandingan perubahan hasil citra penampang lintang dengan tahapan koreksi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.1 Perbandingan Gambar Citra Sebelum Dan Sesudah Koreksi Tilt dan Skew

Citra Rekonstruksi Tilt 0˚ Skew 0˚ Citra Rekonstruksi Tilt 1.5˚ Skew 1˚

Dari tabel 4.1 dijelaskan bahwa lembaran hasil rekonstruksi tanpa koreksi menunjukan citra yang tidak bagus jika dibandingkan dengan penambahan tilt dan skew pada finetuning geometry. Citra rekonstruksi tanpa koreksi menunjukan duplikat garis terluar

Page 340: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Identifikasi Dan Koreksi Tilt & Skew Pada Rekonstruksi6 Fitri Suryaningsih, dkk

328

ISSN: 2355-7524

dan komponen dalam benda uji yang tidak jelas pada slice ke 340. Perbaikan tilt dan skew menghasilkan citra rekonstruksi slice ke 340 terjadi perubahan pada garis terluar benda uji menjadi lebih tajam dan sisi dalam beserta komponen benda uji lebih jelas terlihat. Sedangkan pada slice ke 705 tanpa koreksi tidak menunjukan garis luar dan komponen dalam benda uji dengan simetris. Setelah adanya perbaikan pada slice ke 705 terdapat perubahan dari ketajaman garis sisi luar dan komponen dalam yang membentuk garis lingkar simetris. KESIMPULAN Dari hasil proses analisa citra rekonstruksi menggunakan perangkat lunak Octopus, diperoleh kesimpulan bahwa koreksi citra rekonstruksi yang kurang bagus diakibatkan adanya pergeseran letak benda uji yang mempengaruhi titik vertical dan titik horizontal. Pergeseran tersebut juga disebabkan oleh gaya yang ditimbulkan dari meja putar saat melakukan rotasi selama proses pengambilan proyeksi citra berlangsung sebesar sudut 0˚ sampai 360˚. Parameter correct sample movement, nilai tilt dan skew, serta fitur finetuning geometry dalam software Octopus merupakan tahapan yang dibutuhkan dalam proses koreksi guna memperbaiki hasil citra rekonstruksi. Citra rekonstruksi yang bagus juga dapat diperoleh dengan mengantisipasi terjadinya pergeseran benda uji dengan memastikan posisi citra sudah tepat di porosnya dan memperhatikan efek berat benda uji agar tidak mudah bergeser saat adanya gaya gerak dari meja putar saat berotasi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Kristedjo sebagai Ka.BEK atas masukannya, Tim CT sinar-X dan Tim KPTF, sehingga makalah ini bisa dipublikasikan pada SENTEN tahun ini.

DAFTAR PUSTAKA 1. KANE, S.A., 2003, ”Introduction to Physics in Modern Medicine”, Taylor Francis Inc, New

York.

2. ALKINSON, C,H. And SORIA, J., 2007, Algebraic Reconstruction for Tomography

Techniques for Tomographic Particle Image Velocimetry, 16thn Australasia Fluid

Mechanics Conference (MC), Australia

3. YUNYINGLI and YINZHONG S., 2009, Improving Algebraic Reconstruction Technique

with Nonlinear Iterating Algorithm, International Conference On Natural Computation,

China.

4. IAEA. 2013. Design, Development, and Optimization of a Low Cost System for Digital

Industrial Radiology. IAEA Radiation Technology Report No. 2. IAEA, Vienna

5. Manual Lecture7_ImageReconstruction

6. Octopus Reconstruction User Manual 8.9.2, December 19th, 2016

7. Octopus Analysis User Manual 8.9.2, December 19th, 2016

8. CHOYC. B., XUD., GWAKJ., CHENK., SAVARESES. :3d-r2n2: A unified approach for

single and multi-view 3d object reconstruction. InECCV (2016).

9. ZHANG L, FANG Q, HUANG Z (2008) 3D reconstruction algorithm for cone-beam

differential phase contrast computed tomography. In: Sellin P, editor, 2008 IEEE Nuclear

Science Symposium Conference Record. IEEE.

10. SOFIA NTALAMPEKI et.al, dynamic computed tomography, an algebraic reconstruction

method with deformation compensation, University Joseph Fourier, Grenoble, France, 15

June 2007.

Page 341: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

329

ISSN: 2355-7524

METODE DIAGNOSTIK KEDOKTERAN NUKLIR UNTUK PENILAIAN DISFUNGSI KELENJAR TIROID PADA DIABETES MELLITUS TIPE-2

Fadil Nazir dan Maria Evalisa

Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi BATAN

Jl Lebak bulus Raya no 49, Kotak Pos 7043 JKSKL, Jakarta Selatan 12070

Email: [email protected]

ABSTRAK METODE DIAGNOSTIK KEDOKTERAN NUKLIR UNTUK PENILAIAN DISFUNGSI

KELENJAR TIROID PADA DIABETES MELLITUS TIPE-2. Pergeseran pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non-infeksi (degeneratif) adalah akibat adanya perubahan pola makan dan pola hidup. Konsensus pengelolaan Diabetes Mellitus (DM) di Indonesia hasil kesepakatan para pakar DM di Indonesia yang mulai dirintis PB PERKENI. WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3juta pada tahun 2030. Penyakit DM tipe-2 berdampak pada berbagai komplikasi yang makin meningkat berkaitan dengan komplikasi vaskular yang bertanggung jawab atas mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Tambahan baru untuk komplikasi ini adalah disfungsi tiroid. Dengan adanya teknik kedokteran nuklir dapat membantu mendiagnostik adanya disfungsi kelenjar tiroid dengan metode ske tiroid. Tujuan penelitian ini adalah menentukan metode diagnostik kedokteran nuklir untuk penilaian disfungsi kelenjar tiroid pada diabetes mellitus tipe-2. Hasil dibuat dua kelompok volunteer masing masing 21orang dengan DM tipe-2 terdiri dari 7orang wanita (6 eutiroid dan 1 hipotiroid) dan 14orang pria (11 eutiroid, 2 hipotiroid dan 1 hipertiroid). Pada dua puluh satu orang sebagai kelompok kontrol terdiri dari 15orang wanita (13 eutiroid dan 2 hipertiroid) dan 6orang pria (5 eutiroid dan 1 hipertiroid). Korelasi antara % uptake dengan FT4 adalah kuat ( r= 0.4665) dan signifikan (p= 0.0330) pada kelompok non DM dibandingkan pada DM tipe-2, untuk TSHs adalah kuat (r= 0.5593) pada non DM dibandingkan DM tipe-2 dan signifikan (p= 0.0084). Disimpulkan metode sken tiroid Tc

99m pertekentate melalui nilai % uptake kelenjar tiroid dapat digunakan untuk

memastikan adanya disfungsi kelenjar tiroid. Kata kunci: DM tipe2, disfungsi tiroid, sken tiroid, Tc

-99m perteknetate

ABSTRACT THE DIAGNOSTIC METHOD OF NUCLEAR MEDICINE FOR THE ASSESSMENT OF THYROID GLAND DYSFUNCTION IN TYPE-2 DIABETES MELLITUS. Shifting patterns of illness from infectious diseases to non-infectious diseases (degenerative) was due to changes in diet and lifestyle The consensus on the management of Diabetes Mellitus (DM) in Indonesia is the result of the agreement of DM experts in Indonesia, which was initiated by PB PERKENI. The WHO predicts an increase in the number of patients from 8.4million in 2000 to around 21.3million in 2030. Type-2 DM affects an increasing number of complications related to vascular complications that are responsible for high mortality and morbidity. A new addition to this complication is thyroid dysfunction. With the presence of nuclear medicine, techniques can help diagnose the presence of thyroid gland dysfunction with the thyroid scan method. The purpose of this study was to determine the diagnostic method of nuclear medicine for the assessment of thyroid gland dysfunction in type-2 diabetes mellitus. Results were made in two volunteer groups of 21people each with type-2 diabetes consisting of 7women (6 euthyroid and 1 hypothyroid) and 14men (11 euthyroid, 2 hypothyroidism and 1 hyperthyroidism). Twenty-one people as a control group consisted of 15women (13 euthyroid and 2 hyperthyroidism) and 6men (5 euthyroid and 1 hyperthyroidism). The correlation of % uptake between FT4 in non DM was strong r = 0.4665 and significant compare type-2 DM groups, while the correlation TSHs was strong (r = 0.5593) and significant. It was concluded that the thyroid

99m-Tc pertechnetate method

through the % uptake of the thyroid gland can be used to confirm the presence of thyroid gland dysfunction. Keywords: Type 2 DM, thyroid dysfunction, thyroid scan,

99m-Tc pertechnetate

Page 342: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Metode Diagnostik Kedokteran nuklir Untuk peniliaan... Fadil Nazir, dkk

330

ISSN: 2355-7524

PENDAHULUAN

Pergeseran pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non-infeksi (degeneratif) adalah akibat adanya perubahan pola makan dan pola hidup. Pergesaran penyakit ini akibat dari perubahan pola makan tradisional yang tinggi karbohidrat, tinggi serat, dan rendah lemak ke kebiasaan pola makan modern yang tinggi lemak, tapi rendah serat dan karbohidrat. Akibat dari kurangnya mengonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran membuat tubuh kekurangan serat yang dapat berisiko meningkatkan kadar kolesterol tubuh. Bila kondisi ini tidak segera diperbaiki dengan pola makan yang benar dan baik, maka akan berakibat timbulnya berbagai penyakit, terutama penyakit degeneratif (jantung, diabetes, bahkan kanker colon). Konsensus pengelolaan Diabetes Melitus (DM) di Indonesia hasil kesepakatan para pakar DM di Indonesia yang mulai dirintis PB PERKENI. Revisi buku konsensus 2006 adalah revisi ketiga kalinya, Mengingat sebagian besar penyandang diabetes adalah kelompok DM tipe-2, konsensus pengelolaan ini terutama disusun untuk DM tipe-2, Secara epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insiden dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia.[1]

WHO memprediksi adanya

peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3juta pada tahun 2030. Kenaikan jumlah penduduk pada 2030 di prediksi akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20tahun dengan asumsi prevalensi DM pada daerah urban (14,7%) dan rural (7,2%). Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005.[2] penyakit diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diagnosis penyakit DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis penyakit DM tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Diabetes Mellitus penyebab utama kematian di negara-negara berkembang seperti India. Meskipun langkah besar telah dibuat dalam pemahaman dan manajemen penderita diabetes, penyakit dan komplikasinya yang terkait meningkat. Ini terkait dengan komplikasi vaskular yang bertanggung jawab atas mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Tambahan baru untuk komplikasi ini adalah disfungsi tiroid. Hipotiroidisme dan diabetes menunjukkan tanda-tanda dan gejala klinis seperti kelesuan kelelahan dan kenaikan berat badan, hipertiroidisme biasanya terkait dengan kontrol glikogenik yang lebih buruk dan peningkatan kebutuhan insulin, sedikit perhatian diberikan pada diagnosis penyakit tiroid pada penderita diabetes karena mereka didiagnosis hanya sekitar setengah dari para pasien [3,4]

Tujuan penelitian

ini adalah menentukan metode diagnostik kedokteran nuklir untuk penilaian disfungsi kelenjar tiroid pada diabetes mellitus tipe-2. Diagnosis penyakit DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis penyakit DM. Kedua, dengan pemeriksaan kadar glukosa plasma puasa yang lebih mudah dikerjakan, dapat diterima oleh pasien serta harga yang murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis penyakit DM. Ketiga dengan TTGO (test toleransi glukosa) menggunakan beban 75g glukosa, pemeriksaan ini lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri, karena sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan. Di sisi lain nefropati diabetik berat dapat disalah artikan sebagai hipotiroid karena pasien dengan kondisi ini dapat mengalami edema, kelelahan, pucat dan peningkatan berat badan.[6] Pasien DM tipe-2 lebih berisiko mengalami hipotiroidisme subklinis dan karenanya perlu diikuti secara teratur dengan profil tiroid serum untuk mencapai kontrol glikemik yang baik dan mengurangi komplikasi NIDDM (Non Insulin DependenDM).[7] Diagnosis disfungsi tiroid pada pasien diabetes bila hanya berdasarkan manifestasi klinis bisa sulit ditegakan. Kontrol glikemik yang buruk dapat menghasilkan fitur yang mirip dengan hipertiroidisme seperti penurunan berat badan.[8] Hasil dari sken tiroid di kedokteran nuklir menggunakan metode sederhana dengan Tc

-99m perteknetate pengolahan datanya dapat diproses ulang, yang dapat

meminimalisir paparan dosis radiasi pada pasien sehingga menjadi pilihan terbaik untuk studi uptake tiroid dari hasil pencitraan. [9] TSH (Thyroid stimulating hormone) digunakan sebagai indek pengukuran yang terbaik untuk gangguan fungsi tiroid. Hipotiroidisme dikaitkan dengan meningkatnya oksidasi partikel kolesterol LDL (low densitity lipid), sedangkan kolesterol HDL dapat normal atau menurunan. Prevalensi penyakit tiroid pada pasien dengan diabetes secara signifikan lebih tinggi dari pada populasi umum. [10] Untuk

Page 343: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

331

ISSN: 2355-7524

menentukan kadar hormon kelenjar tiroid digunakan metoda radioimmuno assay (RIA) atau immunoradiometric assay (IRMA) dengan menilai kadar hormon FT4, TSHs dan Tiroglobulin dalam mendukung diagnostik disfungsi kelenjar tiroid dalm penelitian ini.[6]

METODOLOGI

Penelitian ini dilakukan di laboratorium teknik nuklir kedokteran PTKMR Batan, penelitian ini dilakukan selama 3 minggu pada bulan agustus 2018 untuk mengetahui korelasi antara penyakit diabetes tipe-2 dengan disfungsi kelenjar tiroid pada volunteer pekerja radiasi di lingkup kawasan nuklir pasar jumat. Perangkat utama yang digunakan adalah kamera gamma dual head AnyScan Mediso dari Hungaria, dose calibrator dan perangkat pendukung adalah surveymeter kontaminasi, timbangan berat dan ukuran tinggi badan, tensimeter, stetoskope, perangkat pemantau gula (glucocheck), kadar lemak (lipidocare), perangkat gamma counter (in-vitro dengan metode RIA/ IRMA), pemantau pembuluh darah (veinlight), shielding (syringe, carrying dan vial). Bahan penelitian: generator teknesium 208mCi (Polatom)

Gambar 1.Alur proses sken tiroid

Prosedur kerja: sumber radiasi terbuka (Tc

-99m perteknetate) diperoleh dengan cara

melakukan elusi (milking proses) dari generator Mo-99

/Tc-99m

. Proses elusi yang dilakukan adalah untuk masing masing lubang sumur yang sudah dipasang jarum, salah satu sumur dipasang vial berisi NaCl 0,9% 10cc, dan lubang sumur satu lagi dipasang vial vakum ukuran 10cc, ditunggu sampai vial vakum terisi penuh oleh eluet. Vial eluet tersebut dimasukan ke dalam sumur detektor (dose calibrator) kemudian dilakukan pencacahan (sebelumnya dilakukan cacah background). Kemudian ambil dari vial tersebut untuk masing masing syiringe (jarum suntik) kemduain di cacah pada dose calibrator dengan aktivitas dosis 2-3mCi dan diberi label, dilakukan pencatatan dalam logbook. Syiringe sudah dilindungi oleh shielding dan dimasukan kedalam shielding carry. Untuk masing masing volunteer tidak ada persiapan khusus, diwajibkan mengisi formulir yang disediakan dan menandatangani informed consent, kemudian dilakukan pemeriksaan keadaan umum, anamnesis dan pemeriksaan fisik daerah leher secara lege artis (aturan medis). Kamera gamma di dipersiapkan dan dilakukan cacah full syringe di cacah dibawah kamera gamma pada jarak 7cm selama 1 menit, kemudian volunteer di injeksi Tc

-99m perteknetate, sisa

suntikan (empty syringe) dicacah ulang pada jarak dan waktu yang sama. Pasca 5 menit injeksi, volunteer naik ke meja pemeriksaan dengan leher setengah ekstensi (mendongak), kamera gamma di posisikan pada 7cm dari leher dengan akuisisi kamera gamma untuk citra statik anterior (dari arah depan). Sken tiroid dilakukan by count, setelah selesai pencitraan volunteer turun dari meja pemeriksaan. Dilakukan proses data pada komputer dengan mengisi kolom waktu dan jumlah cacah full dan empty syringe dengan metode ROI (Region of Interest) untuk masingmasing lobus,kelenjar tiroid da nbackground), kemudian di proses dan hasil yang diperoleh dalam bentuk citra serta data kuantitatif % uptake dan berat kelenjar tiroid. (Gambar 2)

Gambar 2.Hasil sken tiroid Tc

-99m perteknetate (eutiroid, hipo dan hipertiroid)

Page 344: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Metode Diagnostik Kedokteran nuklir Untuk peniliaan... Fadil Nazir, dkk

332

ISSN: 2355-7524

HASIL DAN PEMBAHASAN

Diperoleh jumlah volunteer 42orang yang dilibatkan dalam penelitian ini, terdiri dari 21orang volunteer dengan DM tipe-2 dan 21orang volunteer non DM (kontrol). Seluruh volunteer dilakukan pemeriksaan darah untuk gula darah postprandial (gula darah sesaat), kadar hormon tiroid FT4, TSHs dan tiroglobulin. Kemudian dilakukan pemeriksaan sken tiroid untuk menentukan fungsi kelenjar tiroid dari sisi pencitraan

• Kriteria inklusi: seluruh DM tipe-2 yang terseleksi, dan telah menderita DM > 5tahun,

tidak dibedakan yang minum obat diabetes secara teratur maupun yang tidak teratur.

• Kriteria eksklusi: yang sudah diketahui menderita gangguan fungsi kelenjar tiroid, yang terdapat komplikasi pada mata (retinopati). wanita hamil dan menyusui.

Kadar TSHs > 5.0uIU/ml dengan FT4 < 0.81ng/dl dikatregorikan hipotiroid, kadar TSHs < 0.3uIU/ml dengan FT4 > 1.49ng/dl di ketegorikan hipertiroid, dan di luar dari kedua kondisi tersebut dikategorikan normal. Rentang normal diperlihatkan pada Tabel 1;

Tabel 1. Nilai rentang normal yang digunakan

FT4 0.81-1.49ng/dl TSHs 0.3-5.0uIU/ml Glukosa darah post prandial 137- 186mg/dl % uptake tiroid (RSHS) 0.5-5.0% Berat tiroid 10-15gram

Diperoleh rerata usia pada kelompok DM tipe-2 adalah 55,29±3,89tahun dan kelompok non DM (kontrol) adalah 52±10,22tahun, perbedaan ini sangat signifikan secara statistik (p=0,000065). Rerata kadar FT4 pada kelompok DM tipe-2 sedikit kurang (1,28±0,18ng/dl) dibandingkan dengan kelompok non DM (kontrol) (1,29±0,32ng/dl) dan perbedaan ini signifikan secara statistik (p=0,012682). Sementara untuk kadar TSHs pada kelompok DM tipe-2 lebih tinggi (2,66±4,67uIU/ml) dibandingkan dengan kelompok non DM (kontrol) (1,28±0,18uIU/ml) dan sangat signifikan secara statistik (p=0,000000) hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan TSHs dapat digunakan sebagai indek pengukuran yang terbaik untuk gangguan fungsi tiroid. (Tabel 2) Tabel 2: Perbandingan Mean dan SD, kelompok DM tipe 2 dan kelompok non DM (kontrol)

Parameter Diabetes tipe2 (mean±SD) Non diabetes (mean±SD) p- value

Usia (tahun) 55,29±3,89 52±10,22 0,000065 Nadi (x/menit) 83,76±11,47 79,71±11,21 0,920980

Temp (0C) 36,55±0,33 36,78±0,55 0,028987

FT4 (ng/dl) 1,28±0,18 1,29±0,32 0,012682 TSHs (uIU/ml) 2,66±4,67 1,15±0,74 0,000000

*menunjukkan nilai p signifikansi [P <0,05], **menunjukkan sangat signifikan [P <0,01]. Pengolahan data menggunakan program statistika 10 dan IBM SpSS 24 [11,12]

Terlihat rerata FT4 dan TSHs pada kedua kelompok masih dalam rentang normal. Dengan perhitungan statistik hasil Anova Chi square adalah 0,4286 dan tidak signifikan p= 0,5127, kemungkinan disebabkan homogenitas volunteer pada kontrol (non DM) tidak uniform (Gambar 3)

Gambar 3.Komparasi nilai FT4 dan TSHs antara DM tipe-2 dengan non DM (kontrol)

Perbandingan wanita dengan pria pada volunteer dengan DM tipe-2 adalah 2:1, sementara pada non DM adalah 1:2,5 (Tabel 3)

Page 345: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

333

ISSN: 2355-7524

Tabel 3: Perbandingan disfungsi tiroid pada kelompok DM tipe-2 dan Kontrol ditinjau dari kadar hormon tiroid FT4 dan TSHs

Kelompok DM tipe-2 Kelompok Non DM Total

Pria Wanita Total Pria Wanita Total

Hipertiroid 1

(7.14%) 0

(0%) 1

(4.76%) 1

(16.67%) 2

(13.33%) 3

(14.29%) 4

(9.52%)

Hipotiroid 2

(14.29%) 1

(14.29%) 3

(14.29%) 0

(0%) 0

(0%) 0

(0%) 3

(7.14%)

Eutiroid 11

(78.57%) 6

(85.71%) 17

(80.95%) 5

(83.33%) 13

(86.67%) 18

(85.71%) 35

(83.33%)

Total 14

(100%) 7

(100%) 21

(100%) 6

(100%) 15

(100%) 21

(100%) 42

(100%) Chi-square test 0,4286

p-value 0,5127

Pada kelompok DM tipe-2 terdiri dari eutiroid sebanyak 17orang (angka kejadian: 80,95%), hipotiroid sebanyak 3 orang (angka kejadian: 14,29%) dan hipertiroid sebanyak 1orang (angka kejadian: 4,76%). Dari 21orang kelompok DM tipe-2 ini, terdiri dari wanita 7 orang (eutiroid 6orang (angka kejadian: 85,71%), hipotiroid 1orang (angka kejadian: 14,29%) tidak ditemukan hipertiroid), dan pria sebanyak 14orang (eutiroid 11orang (angka kejadian: 78,57%), hipotiroid 2orang (angka insiden: 14,29%) dan hipertiroid 1orang (angka insiden: 7,14%). Pada kelompok non DM (kontrol) terdiri dari eutiroid sebanyak 18orang (angka kejadian: 85,71%) dan hipertiroid sebanyak 3orang (angka kejadian: 14,29%). Dari 21orang non DM (kontrol) (non DM) terdiri dari 15orang wanita (eutiroid 13orang (angka insiden: 86,67%), tidak ditemukan hipotiroid dan hipertiroid 2orang (angka insiden: 13,33%), dan pria 6orang (eutiroid 5orang (angka insiden: 83,33%), tidak ditemukan hipotiroid dan hipertiroid 1 orang (angka insiden: 16,67%). Korelasi antara kadar hormon tiroid (FT4 dan TSHs) dengan % uptake pada sken tiroid menggunakan Tc

-99m perteknetate pada volunteer DM tipe-2 dan non DM (kontrol) adalah:

Pada volunteer DM tipe-2 terlihat korelasi antara % uptake dengan kadar hormon tiroid FT4 pada Tabel 4.

Tabel 4. Korelasi % uptake dengan kadar FT4 dan TSHs pada DM tipe-2 dan non DM

FT4 TSHs

DM tipe-2 Non DM DM tipe-2 Non DM

Y = -0.0369X+1.0326 0.3514X+0.989 0.4653X+2.4392 -0.9891X+1.9845 r = -0.0539 0.4665 0.0256 -0.5593 p = 0.8164 0.0330 0.9123 0.0084

Untuk kadar FT4 terdapat korelasi yang kuat ( r= 0.4665) dan signifikan (p= 0.0330) pada non DM (kontrol) dibandingkan dengan DM tipe-2. Sementara untuk kadar TSHs korelasi yang kuat (r= 0.5593) pada non DM (kontrol) dibandingkan DM tipe-2 dan signifikan (p= 0.0084). Pada DM tipe-2 korelasi yang lemah disebabkan tidak uniform kasus disebabkan tidak terseleksinya antara volunteer yang minum obat anti diabet secara teratur dan tidak teratur (tidak berobat) Namun demikian % uptake masih memungkinkan dapat digunakan untuk memastikan adanya disfungsi kelenjar tiroid. (Gambar 4).

Gambar 4. Korelasi % uptake dan kadar FT4, TSHs pada DM tipe-2 dan non DM (kontrol)

Grafik 1. Korelas i antara % uptake dengan FT4 dan TSHs pada kelompok DM tipe-2

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2

% uptake kelompok DM tipe-2

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

22

24 FT4 DM

TSHs DM

Y(FT4) = - 0.0369X + 1.3026 (r= - 0.0539, p= 0.8164)

Y(TSHs) = 0.4653X + 2.4392 (r= 0.0256, p= 0.9123)

Grafik 2. Korelasi antara % uptake dengan FT4 dan TSHs pada kelompok non DM (kontrol)

0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0 2,2

% uptake kelompok non DM

-0,5

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

FT4 non DM TSHs noDM

Y(FT4) = 0.3514X + 0.989 (r= 04665, p= 0.0330)Y(TSHs) = - 0.9891X + 1.9845 (r= - 0.5593, p= 0.0084)

Page 346: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Metode Diagnostik Kedokteran nuklir Untuk peniliaan... Fadil Nazir, dkk

334

ISSN: 2355-7524

Tabel 5. Korelasi % uptake dengan berat tiroid pada DM tipe-2 dan non DM

DM tipe-2 Non DM

Y = 1.4689X + 7.1955 7.832X + 4.1497 r = 0.1239 0.5967 p = 0.5926 0.0043

*menunjukkan nilai p signifikansi [p <0,05], **menunjukkan sangat signifikan [p <0,01] Korelasi (r) : *lemah[< 2], **sedang, [2- 2,9...], ***kuat [3- 4,9...], ****sangat kuat [> 5]

Untuk berat tiroid (gram) terdapat korelasi yang kuat ( r= 0.5967) dan signifikan (p= 0.0043) pada non DM (kontrol) dibandingkan dengan DM tipe-2. Hal yangsama kemungkinan pada kelompok DM tipe-2 korelasi yang lemah disebabkan tidak uniform kasus disebabkan tidak terseleksinya antara volunteer yang minum obat anti diabet secara teratur dan tidak teratur (tidak berobat) Namun demikian % uptake mempunyai korelasi dengan beratnya kelenjar tiroid sehingga masih memungkinkan dapat digunakan untuk memastikan adanya disfungsi kelenjar tiroid. Gambar 5

Gambar 5. Korelasi % uptake dan berat tiroid pada volunter DM tipe-2 dan non DM (kontrol)

Nilai % uptake mempunyai korelasi dengan kadar hormon dan antara % uptake dengan berat kelenjar tiroid juga mempunyai hubungan yang erat sehingga dapat digunakan untuk penilaian disfungsi tiroid.

KESIMPULAN Penelitian ini membuktikan adanya saling keterkaitan antara penyakit DM tipe-2 dengan terjadinya disfungsi kelenjar gondok. Penderita DM tipe-2 lebih berisiko mengalami angka kejadian hipotiroid (14.29%) di bandingkan dengan hipertiroid (4.76%). Perhitungan % uptake kelenjar tiroid menggunakan sken tiroid Tc

-99m perteknetate dapat digunakan untuk

memastikan adanya disfungsi kelenjar tiroid dan juga untuk pemantauan evaluasi tindakan medis.

SARAN

Agar dilakukan penelitian lanjutan pada kasus DM tipe-2 dengan jumlah subyek sampel yang jauh lebih banyak, dengan membandingkan pasien yang teratur dan tidak teratur minum obat anti diabetes, jumlah wanita dan pria sama banyak, dibagia atas dekade usia untuk masing masing kelompok dimulai usia 40tahun.

TERIMAKASIH

Kepada PTKMR BATAN yang telah memberikan anggaran melalui dana DIPA untuk penelitian tahun 2018, dan teman- teman anggota peneliti: Wiwin Mailana, Prasetio Widodo, Susyati, Nur Rahmah, Puji pertiwi, Kristin D Purwanti, Sri W Insani, dan Siti Ruwiyati DAFTAR PUSTAKA

1. SOELISTIJO SA, NOVIDA H, RUDIJANTO A. at al, “Konsesnus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia tahun 2015. PB PERKENI”. Cetakan Pertama. Juli 2011

2. LEONIDAS H DUNTAS, JACQUES ORIGIAZZI and GEORG BRABANT, “The interface between thyroid and diabetes mellitus” Clinical Endocrinology, 2011.vol. 75, pp 1-9.

Grafik 3. Korelas i antara % uptake dengan berat tiroid pada kelompok DM tyipe-2

Y(berat tiroid) = 1.4689X + 7.1955 (r= 0.1239, p= 0.5926)

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2

% uptake kelompok DM tipe-2

2

4

6

8

10

12

14

16

Bera

t tir

oid

(g

ram

)

Grafik 4.Korelas i antara % uptake dengan berat tiroid pada kelompok non DM

Y(berat tiroid) = 7.832X +4.1497 (r= 0.5967, p= 0.0043)

0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0 2,2

% uptake kelompok non DM

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

22

24

26

Be

rat t

iro

id (

gra

m)

Page 347: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

335

ISSN: 2355-7524

3. R SATISH, V MOHAN M V, “Diabetes And thyroid Disease – A review” International Journal of Diabetics, 2003, VOL. 23.

4. M. MICHALEK, MARTIN C MAHONEY, DONALD CALEBAUGH, “Hypothyroidism and Diabetes Mellitus in an American Indian Population” Buffalo New York and Eastport, Dec. 1999.

5. RADIN H KAMAL at al, “Diabetes Risk FactorScreening in Adults Using PERKENI Questionnaire and Oral Glucose Tolerance Test in Soucah County, Bangkalan”. Folia Medica Indonesiana Vol. 53 No. 3 September 2017 : 199-203

6. SWAMY RM, NAVEEN KUMAR, SRINIVASA K MANJUNATH GN at al, “Evaluation of hypothyroidism as a complication in Type II Diabetes Mellitus” Biomedical Research 2012,vol. 23 (2),pp 170-172.

7. REETA TAKSALI, M BINDU and SMITA MULAY, “Evaluation of Thyroid Dysfunction in Type II Diabetes Mellitus” A Case Control Study International Journal of Current Medical And Applied Sciences .vol.1. Issue: 1, 2013, PP 16-20

8. R SATISH, V MOHAN M V, “Diabetes And thyroid Disease – A review” International Journal of Diabetics, 2003, VOL. 23.

9. CELSO D RAMOS, DENISE ENGELBRECHT, ZW ELBACRISTINA at al, “Thyorid uptake and scintigraphy using

99m-Tc pertechnetate standardization in normal individuals“.

Sao Paulo Med. J. Vol 120 no.2 SaoPaulo Mar.2002 10. JENNAL L JOHNSON and DANIEL S DUICK, “Diabetes and Thyroid Disease: A Likely

Combination” Clinical Decision Making Diabetes Spectrum, 2002 Volume 15. 11. Software Statistica 10 12. IBM Statistic 24

Page 348: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Metode Diagnostik Kedokteran nuklir Untuk peniliaan... Fadil Nazir, dkk

336

ISSN: 2355-7524

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Page 349: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

337

ISSN: 2355-7524

KAJIAN METODA NDT UNTUK DETEKSI CACAT LACK OF FUSION PADA LASAN

Mudi Haryanto, Andryansyah, Lily Suparlina

Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional

Email: [email protected]

ABSTRAK

KAJIAN METODA NDT UNTUK DETEKSI CACAT LACK OF FUSION PADA LASAN. Lack of fusion (kurang lebur) merupakan jenis cacat yang sangat

berbahaya dalam struktur pengelasan karena mempunyai efek takikan (notch) sehingga retak mudah merambat dengan pembeban kecil. Lack of fusion terjadi karena logam las tidak sepenuhnya mengisi sambungan lasan, ada ruang antara logam las dan logam induk weld bead dimana terjadi lack. Tipe cacat ini sangat sulit di deteksi dengan metoda Non-Destructive Test (NDT). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dan pengkajian dengan cara pembuatan simulasi jenis cacat sebagai referensi cacat lack of fusion yang mempunyai orientasi cacat berbeda. Penelitian dilakukan pada penggunaan metode NDT radiografi dan ultrasonik yang diujikan pada cacat referensi lack of fusion untuk mengetahui kemampuan deteksinya. Sampel yang digunakan dari pabrikan sonaspection berupa cacat lack of side wall fusion, lack of root fusion dan laminar fusion (lack of inter run fusion). Tahapan pertama dilakukan pengujian dengan metoda ultrasonik, dilanjutkan dengan metoda radiografi. Hasil penelitian menunjukkan untuk deteksi cacat lack of side wall fusion, lack of root fusion dan laminar fusion (lack of inter- run fusion) tidak mampu di deteksi dengan satu metoda radiografi atau ultrasonik tetapi perlu dua-duanya untuk saling melengkapi. Kata kunci : lack of fusion, metoda NDT, radiografi, ultrasonik.

ABSTRACT

STUDY OF NDT METHOD FOR DETECTION OF LACK OF FUSION ON WELD. Lack of fusion (less melting) type of defect is very dangerous in the welding structure because it has a notch effect so that the cracking is easy with a small load. Lack of fusion occurs because the weld metal does not completely fill the weld connection, there is space between the weld metal and the parent metal or between the weld bead where there is lack. This type of defect is very difficult to detect by the Non-Destructive Test (NDT) method. Therefore, it is necessary to conduct research and study by making defect type simulation as a lack of fusion defective reference that has a different defect orientation. The study was performed on the usage of the radiographic and ultrasonic NDT methods that are tested on the lack of fusion reference defects to determine its detection ability. The sample used from the sonaspection manufacturer is a defect of lack of side wall fusion, lack of root fusion and laminar fusion (lack of inter-run fusion). The first stage of testing is the ultrasonic method, followed by radiographic methods. The results showed that detection of lack of side wall fusion, lack of root fusion and lack of inter run fusion was not able to be detected by a single radiographic or ultrasonic method, but both need to be complementary. Keywords: lack of fusion, NDT method, radiography, ultrasonic.

Page 350: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kajian Metoda NDT Untuk Deteksi Cacat Lack of Fusion ... Mudi Haryanto, dkk.

338

ISSN: 2355-7524

PENDAHULUAN Pengujian Non-Destructive Test (NDT) untuk bejana tekan, deteksi lack of fusion

lasan merupakan masalah besar. Menurut standar bejana tekan, berapapun panjang cacat lack of fusion tidak diterima atau ditolak[1].

Lack of fusion merupakan salah satu jenis cacat yang berbahaya selain cacat retak, karena mempunyai ujung takikan (notch) sehingga mudah retak bila terkena beban kecil[2]. Akibat retak yang menjalar pada bejana tekan, maka terjadi kebocoran dan akan mempengaruhi keselamatan lingkungan. Banyak kegagalan struktur pengelasan akibat tidak terdeteksinya lack of fusion pada sambungan pengelasan[3]. Lack of fusion terjadi karena kurang lebur antara logam induk (parent metal) dan logam pengisi (filler material) atau kurang leburnya antara lapisan (layer) lasan terbentuk dengan logam pengisi. Posisi lack of fusion, ada 3 tipe yaitu lack of side wall fusion, lack of inter-run fusion, dan lack of fusion at the root of the weld ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Lokasi lack of fusion (a) lack of side wall fusion (b) lack of inter-run fusion (c) lack

of root fusion. Penulis terdahulu menyatakan tidak ada metode NDT yang efisien untuk mendeteksi lack of fusion karena tergantung dari lokasinya[2]. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian atas ulasan diatas dengan metode NDT radiografi dan ultrasonik untuk menguji kemampuan deteksinya. Pengujian kemampuan dilakukan pada sampel referensi cacat yang mempunyai cacat lack of side wall fusion, lack of root fusion dan lack of inter-run fusion. Dalam makalah ini disajikan hasil pengujian tersebut berupa tampilan gambar radiografi dan amplitudo sinyal ultrasonik yang dihasilkan. Diharapkan dari hasil pengujian lack of fusion dengan metode NDT radiografi dan ultraasonik diperoleh metode NDT yang tepat digunakan untuk menguji kualitas lasan bejana tekan.

Metode radiografi dapat digunakan untuk menemukan cacat pada material dengan pesawat sinar-x atau sinar gamma. Prinsipnya, sinar-x dipancarkan menembus material yang diperiksa. Saat menembus objek, sebagian sinar akan diserap sehingga intensitasnya berkurang. Intensitas akhir kemudaian direkam pada film yang sensitif[4]. Jika ada cacat pada material maka intensitas yang terekam pada film tentu akan bervariasi. Hasil rekaman pada film ini yang akan memperlihatkan bagian material yang mengalami cacat.

Prinsip metoda ultrasonik menggunakan perambatan gelombang suara pada spesimen uji dan sinyal yang ditransmisi atau dipantulkan diamati dan interpretasikan. Gelombang ultrasonik yang biasa digunakan memiliki frekuensi 2 - 5 MHz[5]. Gelombang suara akan terpengaruh jika ada porositas, retak, atau inklusi pada material. Gelombang ultrasonik ini dibangkitkan oleh transducer dari bahan piezoelektrik yang dapat merubah energi listrik menjadi energi getaran mekanik kemudian menjadi energi listrik lagi.

METODOLOGI

Metodologi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penyiapan spesimen standar yang sudah terindikasi cacat. Pengujian NDT yang meliputi Radiografi dan Ultrasonik, analisis hasil pengujian dan metode NDT yang diterapkan.

Langkah pertama adalah penyiapan sampel las lack of fusion untuk uji radiografi dan uji ultrasonik. Sampel las ada 3 (tiga) jenis cacat yaitu cacat lack of side wall fusion dengan kode DEF 8, cacat lack of root fusion kode DEF 9 dan cacat lamination ( sebagai cacat lack of inter run fusion) DEF 14B.

Page 351: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

339

ISSN: 2355-7524

Pertama pengujian metoda radiografi dilakukan di PAIR pasar Jumat Jakarta. Alat yang digunakan sinar-x dengan tegangan maksimum 300 kV dan 5 mA merk RIGAKU. Pengukuran tebal sampel las dengan jangka sorong diperoleh 13 mm. Ketebalan sampel las 13 mm maka dipilih tegangan operasi pada tegangan 160 kV ,5 mA diperoleh waktu penyinaran 0,5 menit dengan jarak sumber ke film 600 mm ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik penyinaran pesawat sinar-x RIGAKU 300 kV 5 mA

Sampel las pertama yang diuji sampel kode DEF 8 dengan posisi sumber tegak lurus terhadap sambungan lasan. Setelah selesai disinari dengan sinar-x, kemudian dicoba sumber sinar-x digeser 30

0 terhadap sambungan lasan untuk kode DEF 8. Selesai dengan

lasan kode DEF 8, dilanjutkan kode DEF 9 dan DEF 14B dengan posisi sumber tegak lurus terhadap sambungan lasan. Rekaman film dilakukan pada scanner Duerr HD CR-35 NDT disambung ke komputer seperti ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Pengolahan data radiografi scanner dan komputer.

Selesai pengujian dengan metoda radiografi dilanjutkan metoda ultrasonik. Pengujian ultrasonik digunakan jenis Ultrasonic flaw detector EPOCH 4 plus dengan probe sudut 45

0,

600, 70

0 dan probe normal. Probe ini berfungsi sebagai pengirim dan penerima gelombang

Page 352: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kajian Metoda NDT Untuk Deteksi Cacat Lack of Fusion ... Mudi Haryanto, dkk.

340

ISSN: 2355-7524

ultrasonik. Sebelum melakukan penyapuan (scanning), terlebih dahulu mencari Gain Operation untuk setiap probe sudut pada lubang 1,5 mm sebagai sensitivitas cacat simulasi pada blok V1 ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Scanning probe sudut pada lubang 1,5 mm block V1[6]

Setelah Gain operation ditemukan untuk masing-masing probe sudut, dilanjutkan dengan scanning probe sudut pada daerah root las dengan ½ skip dan gerakan probe sudut mundur untuk scanning full skip seperti ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Scanning uji ultrasonik dengan probe sudut[7].

Pemeriksaan pertama pada cacat DEF 8 dengan tiga probe sudut 45

0, 60

0 dan 70

0

kemudian dilanjutkan cacat DEF 9. Untuk cacat DEF 14B diperiksa dengan probe normal. Gain operation dilakukan pada dinding belakang sampel sebagai sensitivitas pemeriksaan ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Sensitivitas probe normal pada dinding belakang sampel[8].

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penembakan dengan sinar-x pada sampel las kode DEF 8 posisi pancaran sumber radiasi sinar-x tegak lurus terhadap sampel las tidak terdeteksi adanya cacat lack of side wall fusion pada film radiografi seperti ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Hasil penyinaran sumber tegak lurus terhadap sampel las DEF 8.

Tampak pada gambar radiografi tidak ada warna hitam memanjang. Penyebab tidak ada cacat karena posisi cacat mempunyai sudut 30

0 dan intensitas radiasi sinar-x yang

mengenai cacat terserap semua oleh tebal material sehingga intensitas berkurang sebelum

Page 353: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

341

ISSN: 2355-7524

mengenai film. Akibat dari penyinaran tegak lurus tidak tampak, sumber digeser 300 derajat

terhadap bevel las. Hasil tampak cacat lack of side wall fusion ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Hasil penyinaran sumber digeser 300 terhadap sampel las DEF 8.

Hasil pada gambar radiografi memperlihatkan cacat lack of side wall fusion, tipis memanjang berwarna hitam di root las. Pengaruh dari pergeseran 30

0 mengakibatkan

intensitas radiasi sinar-x jatuh segaris dengan cacat lack of side wall fusion terserap sedikit karena rongga cacat memanjang. Selesai sampel kode DEF 8, dilanjutkan dengan sampel kode DEF 9, sumber diletakkan tegak lurus terhadap sampel las. Hasilnya tampak pada Gambar 9.

Gambar 9. Cacat lack of root fusion

Hasil dari gambar radiografi tampak warna hitam garis memanjang dipinggir root las sebagai cacat lack of root fusion[9]. Tampak cacat lack of root fusion tidak begitu jelas karena mempunyai mempunyai celah tipis. Untuk sampel kode 14B sebagai cacat simulasi lack of inter run fusion dengan bentuk cacat laminasi dapat dilihat hasil penyinaran pada Gambar 10.

Gambar 10. Cacat laminasi sebagai simulasi cacat lack of inter run fusion.

Tampak gambar cacat lack of inter run fusion warna hitam tak beraturan. Terdeteknya cacat tersebut disebabkan mempunyai rongga/celah lebar sehingga menunjukkan warna hitam tebal.

Page 354: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kajian Metoda NDT Untuk Deteksi Cacat Lack of Fusion ... Mudi Haryanto, dkk.

342

ISSN: 2355-7524

Hasil scanning sisi kanan lasan pada cacat lack of side wall fusion dengan metode ultrasonik menggunakan probe 45

0, 60

0 dan 70

0 ditunjukkan pada Gambar 11,12 dan 13.

Gambar 11. Hasil scanning sisi kanan

dengan probe 450

Gambar 12. Hasil scanning sisi kanan

dengan probe 600

Gambar 13. Hasil scanning sisi kanan dengan probe 700

Tampak dari 3 data tampilan gambar layar ultrasonik yang dilakukan scanning sisi kanan lasan, probe sudut 60

0 yang menghasilkan tinggi pulsa lebih dari 100% layar ultrasonik. Hal

ini menunjukkan bahwa cacat lack of side wall fusion mempunyai orientasi sudut 600

sehingga pantulan gelombang dari cacat tersebut diterima oleh probe 600 dengan sempurna

ditunjukkan pada Gambar 12. Bentuk amplitudo dari indikasi cacat lack of side wall fusion adalah indikasi tajam dan permukaan depan pulsanya halus (tidak bergerigi) yang menunjukkan kehalusan permukaan cacat[10]. Apabila orientasi cacat selain dari 60

0 maka

pantulan gelombang tidak akan diterima sepenuhnya (sempurna) seperti ditunjukkan pada scanning probe 45

0 dan 70

0 . Orientasi cacat berpengaruh besar terhadap pantulan

gelombang ultrasonik untuk diterima probe sudut. Oleh karena itu scanning yang dilakukan probe 45

0, 60

0 dan 70

0 dari sisi kiri lasan untuk deteksi cacat lack of side wall fusion tidak

memperlihatkan adanya indikasi cacat. Untuk deteksi cacat lack of root fusion yang arahnya cacat vertikal terhadap

permukaan dasar material di deteksi dengan scanning probe 450, 60

0 dan 70

0 baik dari sisi

kiri maupun sisi kanan hasilnya ditunjukkan pada Gambar 14, 15 dan 16.

Page 355: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

343

ISSN: 2355-7524

Gambar 14. Hasil scanning dengan

probe 700

Gambar 15. Hasil scanning dengan

probe 600

Gambar 16. Hasil scanning dengan probe 450

Tampak 3 dari data gambar probe 70

0 dan 60

0 memperlihatkan indikasi pulsa cacat yang

besar lebih dari 100% layar dibanding dengan probe 450. Pantulan gelombang cacat yang

diterima oleh probe dari cacat lack of root fusion tidak langsung dari cacat tetapi terlebih dahulu mengenai pantulan dari dinding belakang base material atau pantulan dari pojok cacat seperti ditunjukkan pada Gambar 17.

Gambar 17. Scanning probe 45

0, 60

0 dan 70

0 pada lack of root fusion

Probe 70

0 dan 60

0 menerima pantulan gelombang besar karena mempunyai jarak

pemeriksaan 1 skip dengan lack of root fusion dibandingkan dengan probe 450 mempunyai

jarak scanning 2 skip. Akibat jarak scanning probe 450 semakin jauh maka banyak pantulan

gelombang yang dihamburkan dan diserap oleh material maka tinggi pulsa menjadi rendah. Probe 45

0 tidak bisa dilakukan scanning 1 skip karena terkena ujung capping lasan. Cacat

lack of root fusion tegak (vertikal) atau mempunyai sudut 900 terhadap base material akan

sulit di deteksi dengan probe ultrasonik. Untuk cacat lack of inter run fusion tidak bisa di scanning dengan probe sudut karena arah cacat sejajar dengan permukaan material. Cacat lack of inter run fusion hanya bisa dengan

Page 356: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kajian Metoda NDT Untuk Deteksi Cacat Lack of Fusion ... Mudi Haryanto, dkk.

344

ISSN: 2355-7524

Probe normal dan permukaan las harus diratakan supaya mudah scanning . Hasil deteksi cacat lack of inter run fusion dapat ditunjukkan pada Gambar 18.

Gambar 18. Hasil scanning dengan probe normal

Hasil scanning tampak indikasi pulsa dari cacat lack of inter run fusion lebih dari 100% layar ultrasonik. Besarnya indikasi disebabkan cacatnya sejajar dengan permukaan sehingga pantulan gelombang dari cacat diterima secara penuh oleh probe normal.

Hasil penelitian menunjukkan metoda radiografi tidak mampu mendeteksi cacat lack of side wall fusion dengan sumber sinar-x tegak lurus terhadap las lasan dan tidak mungkin dilakukan setiap penembakan radiografi las lasan digeser sesuai desain bevel. Sedangkan metoda ultrasonik tidak mampu mendeteksi cacat lack of inter run fusion dengan kondisi permukaan las masih ada dan tidak mungkin dilakukan perataan permukaan lasa-lasan dalam volume besar setiap pemeriksaan dengan metoda ultrasonik. Sehingga dapat disimpulkan dari penelitian ini untuk mendeteksi lack of fusion tidak bisa dilakukan dengan satu metoda saja, perlu dua metoda untuk saling melengkapi sehingga tidak terjadi kegagalan dalam mendeteksi cacat las-lasan yang mengakibat keselamatan tidak terjamin. KESIMPULAN Hasil penelitian dengan metoda radiografi ada 2 cacat yang bisa terdeteksi yaitu lack of root fusion dan laminar fusion (lack of inter-run fusion) sedangkan 1 cacat lack of side wall fusion tidak terdeteksi. Metoda ultrasonik ada 2 cacat yang terdeteksi yaitu lack of side wall fusion dan lack of root fusion sedangkan 1 cacat tidak terdeteksi yaitu laminar fusion (lack of inter-run fusion).

UCAPAN TERIMA KASIH Kami ucapkan terima kasih kepada DIPA PTKRN tahun 2018 yang telah mendukung penelitian ini serta ucapan terima kasih kepada PATIR yang telah membantu pengujian radiografi.

DAFTAR PUSTAKA 1. ASME Boiler And Pressure Vessel Code, “Rules For Construction Of Nuclear Facility

Components”, Section III, Division 1 –Subsection NB, Class 1 Components, 2018 2. MILOS JOVANOVIC, GABRIEL RIHAR,”Analysis of Ultrasonic Indications in Lack of

Fusion Occuring in welds”,ECNDT,2006 3. ROLLAND TRI ARDIANSYAH, MINTO BASUKI, SOEJITNO,”Analisa Cacat Las Pada

Pengelasan Butt Joint Dengan Variasi Arus dan Posisi Pengelasan,”Seminar Nasional

Sains dan Teknologi Terapan V, 2017.

4. REINE ADINDA PITALOKA, CUKUP MULYANA, M.RIDWAN HAMDANIC, FAJAR

MUHAMMAD,” Inspeksi Cacat (Diskontinuitas) Pada Materail Dengan Menggunakan Uji

Ultrasonik Dan Uji Radiografi,” Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal) SNF

Jakarta, Oktober 2016

5. B4T,”Ultrasonic Testing Level II”,Bandung 2008

Page 357: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

345

ISSN: 2355-7524

6. AWS D1.1,”Structural Welding Code – Steel,”American National Standard Institute, March 2017

7. J.AFFANDI,”operating prosedur ultrasonic testing”,amigos technical service 8. NDT,”Introduction to Ultrasonic Testing”,Iowa State University,2014 9. MUDI HARYANTO,

SRI NITISWATI, ANDRYANSYAH,” Analisis Kualitas Sampel Las

GTAW Dengan Metoda NDT,” Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir, Batam, 4 - 5 Agustus 2016

10. MUDI HARYANTO,

SRI NITISWATI, ANDRYANSYAH, DESWANDRI, GENI RINA

SUNARYO,”Deteksi Cacat Sampel Las Material SA533-B1 Bejana Tekan Dengan

Metoda Uji Tak Rusak,” Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2017

Makassar, 12 Oktober 2017

Page 358: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kajian Metoda NDT Untuk Deteksi Cacat Lack of Fusion ... Mudi Haryanto, dkk.

346

ISSN: 2355-7524

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Page 359: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

347

ISSN: 2355-7524

ANALISA KETIDAKPASTIAN PROSES KALIBRASI LINEAR VARIABLE DIFFERENTIAL TRANSFORMER (LVDT) PADA PENGUJIAN CREEP

MATERIAL PLTN

Darlis, Alim Mardhi, Dwijo Mulyanto, Almira Citra, Andryansyah, Aris Munandar, Deswandri

Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir - BATAN, Kawasan Puspiptek Serpong Gedung 80, Tangerang Selatan 15314

Email: [email protected], [email protected]

ABSTRAK

ANALISA KETIDAKPASTIAN PROSES KALIBRASI LINEAR VARIABLE DIFFERENTIAL TRANSFORMER (LVDT) PADA PENGUJIAN CREEP MATERIAL PLTN. Pengujian creep untuk penelitian terkait integritas struktur material Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) memiliki peran yang sangat penting. Dari hasil pengujian creep dapat dihitung sisa umur komponen dan informasi terkait fenomena degradasi material tersebut akibat creep pada suhu tinggi. Faktor ketidakpastian dalam pengujian creep harus diperhitungkan dari setiap tahapan pengujian baik dari tahap persiapan sampai pengujian selesai agar hasil yang diperoleh memiliki keberterimaan yang tinggi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa faktor ketidakpastian dalam tahapan proses kalibrasi LVDT pada pengujian creep yang dapat berpengaruh terhadap nilai ketidakpastian hasil pengujian. Metodologi yang digunakan adalah metode analisa kuantitatif berdasarkan faktor koreksi alat. Dari hasil analisa diperoleh bahwa faktor ketidakpastian kalibrasi LVDT adalah perbandingan antara tegangan yang tercatat di data akuisisi dibandingkan dengan nilai sebenarnya pada drum kalibrator.

Kata kunci: Analisa, Proses, Pengujian

ABSTRACT

UNCERTAINTY ANALYSIS OF CREEP TESTING PROCESS FOR PLTN MATERIAL RESEARCH APPLICATIONS. Creep testing for research related to the structural integrity of the Nuclear Power Plant (NPP) has a very important role. From the results of the creep test, the remaining component life and information related to the phenomenon of material degradation due to creep at high temperaturs can be calculated. The uncertainty factor in creep testing must be taken into account from each stage of testing both from the preparation stage to the completion of the test so that the results obtained have a high acceptance. The purpose of this study is to analyze several factors in the stages of the creep testing process that can affect the value of uncertainty in the test results. The methodology used is a qualitative analysis method based on the operating procedure of a creep test machine. From the results of the analysis, it was found that there were three (3) main factors of uncertainty in creep testing, namely tool factors in the form of instrument calibration tools and creep engine performance, human factors namely test machine operators and finally tested material factors which included sample selection and fabrication.

Keywords: Analysis, Process, Testing

PENDAHULUAN

Pengujian material logam umum dilakukan di industri maupun di laboratorium. Tujuan diadakan pengujian material adalah untuk mengetahui karakteristik deformasi plastis (mulur) dari suatu material. Deformasi plastis ini menjadi acuan untuk menentukan beban maksimal dan juga umur dari suatu material. Untuk melakukan uji mulur ini dibutuhkan suatu alat yang bernama mesin uji creep.

Mesin uji creep berfungsi untuk menguji deformasi permanen dari suatu material terhadap waktu dengan cara diberikan beban yang konstan dalam suhu yang tinggi. Untuk menentukan perubahan panjang suatu material terhadap waktu diperlukan sebuah komponen yaitu LVDT (Linear Variable Differential Transformer). LVDT (Linear Variable

Page 360: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisa Ketidakpastian Proses Kalibrasi linear Variable Differential Transformer (LVDT) pada Pengujian Creep Material PLTN Darlis, dkk.

348

ISSN: 2355-7524

Differential Transformer) merupakan transformer diferensial yang memiliki prinsip kerja berbasiskan variabel induktansi. Namun sebelum digunakan LVDT tersebut harus dikalibrasi terlebih dahulu. Tujuan kalibrasi adalah untuk mengetahui perbandingan tegangan dengan perubahan panjang dari LVDT (V/mm)

Adapun pekerjaan bagian pengujian ini meliputi pengujian mesin uji creep dan kalibrasi Pada LVDT. Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui cara kalibrasi suatu sensor dan cara kerja alat uji creep. Hasil analisa diperoleh bahwa faktor ketidakpastian kalibrasi LVDT adalah perbandingan antara tegangan yang tercatat di data akuisisi dibandingkan dengan nilai sebenarnya pada drum kalibrator.

TEORI

Pengujian Creep

Creep adalah deformasi lambat suatu bahan pada temperatur tinggi dan tegangan konstan sehinga mengakibatkan perubahab bentuk yang permanen, yang dimaksud dengan temperatur tinggi adalah < 40% dari titk leburnya. Proses creep dapat pula terjadi pada temperatur rendah yaitu < 40% dari titik leburnya, namun fenomena creep pada temeratur rendah sulit untuk diamati secara jelas. Sebaliknya pada temperatur ≥ 40% dari titik lebur bahan, fenomena creep dapat terlihat atau mudah diamati. Secara umum proses creep terbagi menjadi 3 tahapan. Tahap I adalah tahap creep primer atau transient creep, tahap II adalah tahap creep sekunder atau steady-state creep, tahap III adalah tahap creep tersier dan pada akhirnya bahan patah/purtus (fracture).

Gambar 1 adalah bentuk kurva creep (regangan vs lama pengujian) pada temperatur tinggi dan temperatur rendah. Titik A adalah regangan elastis akibat pembebanan dari suatu bahan yang diuji creep pada temperatur rendah. Titik B adalah regangan elastis akibat pembebanan dari suatu bahan yang diuji creep pada temperatur tinggi. Titik C adalah daerah transisi dari tahap I (tahap creep primer) ke tahap II (tahap creep sekunder/steady-state), dan titik D adalah daerah transisi dari tahap II (tahap creep sekunder/steady-state) ke tahap III (tahap creep tersier). Pada pengujian creep temperatur rendah, perilaku creep yang menunjukan tahap creep sekunder akan berlangsung terus menerus untuk waktu yang tidak terbatas dalam arti sulit untuk diprediksi tercapainya tahap creep tersier. Pada pengujian creep temperatur tinggi, laju regangan menurun (tahap creep primer) sehingga menyebabkan pada suatu kondisi dimana laju deformasi bahan menjadi bergantung pada waktu dan regangan. Bila hal ini terjadi, maka creep memasuki tahap II yaitu tahap creep sekunder atau steady-state creep. Deformasi bahan terus berlangsung pada kondisi steady state imi meskipun lamban, namun laju regangan menjadi dipercepat sebagai fungsi waktu dan selanjutnya bahan memasuki tahap III yaitu creep tersier dan pada akhirnya patah/putus [1].

Gambar 1. Kurva creep temperatur tinggi dan temperatur rendah

Kalibrasi

Kalibrasi adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara nilai yang ditunjukan oleh instrument pengukur atau sistem pengukuran dengan nilai-nilai yang

Page 361: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

349

ISSN: 2355-7524

sudah diketahui yang berkaitan dari besaran-besaran yang diukur dalam kondisi tertentu. Definisi kalibrasi menurut Dewan Standarisasi Nasional (DSN/1990) adalah suatu kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional penunjukan instrument ukur dan bahan ukur dengan cara membandingkan terhadap standar nasional dan/atau internasional. Selain itu kalibrasi juga dapat dikatakan sebagai kegiatan peneraan untuk menentukan kebenaran nilai penunjukan alat ukur dan/atau bahan ukur.

Linear Variable Differential Transformer (LVDT)

Sensor Linear Variable Differential Transformers (LVDT) adalah suatu sensor yang bekerja berdasarkan prinsip trafo diferensial dengan gandengan variabel antara gandengan variabel antara kumparan primer dan kumparan sekunder. Suatu LVDT pada dasarnya terdiri dari sebuah kumparan primer, dua buah kumparan sekunder dan inti dari bahan feromagnetik. Kumparan-kumparan tersebut dililitkan pada suatu selongsong, sedangkan inti besi ditempatkan didalam rongga selongsong tersebut. Selongsong ini terbuat dari bahan non-magnetik. Kumparan primer dililitkan ditengah selongsong, sedangkan kedua kumparan sekunder dililitkan disetiap sisi kumparan primer. Kedua kumparan sekunder ini dihubungkan seri secara berlawanan dengan jumlah lilitan yang sama. Secara skematik LVDT dapat digambarkan seperti pada Gambar 2 Pada ujung-ujung kumparan primer diberikan tegangan eksitasi yang berupa sinyal yang dihasilkan oleh oscilator Keluaran dari sensor ini diambil dari ujung-ujung kumparan sekunder. Besar tegangan keluaran LVDT bergantung kepada posisi inti. Pada saat posisi inti. Pada saat posisi inti besi ditengah, GGL yang diinduksi oleh kumparan sekunder 1 dan 2 sama besar.

Gambar 2. Skematik LVDT [2]

Apabila LVDT hendak diterapkan untuk mengukur gerak yang berubah cepat (transient motions) secara akurat, maka frekuensi osilatornya minimal haruslah 10 kali lebih besar daripada frekuensi tertinggi gerak tersebut. Untuk proses yang berubah dengan lambat, osilator bisa diganti dengan sumber gaya gerak listrik dari jala-jala PLN yang frekuensinya 60 Hz atau 50 Hz. Untuk memprediksi bentuk hubungan antara jarak dan tegangan keluaran LVDT, Al Sharif, dkk (2011) telah mengembangkan suatu graphical user interface (GUI) yang tersedia pada perangkat lunakk MATLAB. Dengan perangkat lunak ini GUI dapat membangkit kurva tegangan keluaran yang di-plot terhadap posisi batang/inti [3].

Ada beragam ukuran sensor LVDT yang tersedia dipasaran. Oleh karena harganya yang relative lebih mahal, sensor ini seringkali dirancang dan dibangun sendiri oleh pengguna sesuai kebutuhannya. Henky (2004) telah membuat LVDT dan menggunakan osiloskop sebagai media penampil sinyal keluaran. Beberapa penelitian lainnya dilakukan dalam bentuk penerapan LVDT untuk mengukur koefisien muai Panjang logam (Fitriani, 2012) dan memantau level volume bensin dalam tangka pendam SPBU (Donny, 2007).

Akuisisi Data

Akuisisi data merupakan sistem yang digunakan untuk mengambil, mengumpulkan dan menyiapkan data yang sedang berjalan, kemudian data tersebut diolah lebih lanjut dalam komputer untuk keperluan tertentu (Husein, 2010). Menurut Subrata (2008), penyaluran data dalam sistem akuisisi data dapat dilakukan secara seri maupun paralel dari instrumen ke komputer. Pada penyaluran data seri, umumnya interface yang digunakan adalah jenis RS232 atau jalur COM. Akuisisi data adalah proses perubahan data dari sensor

Page 362: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisa Ketidakpastian Proses Kalibrasi linear Variable Differential Transformer (LVDT) pada Pengujian Creep Material PLTN Darlis, dkk.

350

ISSN: 2355-7524

menjadi sinyal-sinyal listrik yang kemudian dikonversi lebih lanjut menjadi bentuk digital untuk pemrosesan dan analisis oleh komputer. Sebuah sistem akuisisi data terdiri dari sensor, unit pemrosesan sinyal, peranti keras akuisisi data, dan unit Komputer (Bolton, 2006). Sistem akuisisi data membutuhkan piranti-piranti sensor untuk mengkonversi variable-variabel fisik menjadi variable tegangan listrik (Nasrullah, 2009).

METODOLOGI

Berdasarkan prosedur pengoperasian mesin uji creep. Tahapan pengujian adalah kalibrasi LVDT dan termokopel, pengoperasian mesin uji creep, pemantauan rekaman data. Masing-masing proses dilakukan secara terpisah yang dilaksanakan operator pengujian.

Tahapan Kalibrasi

Dalam melaksanakan kegiatan kalibrasi, ada beberapa tahapan yang harus diperhatikan agar proses tersebut berjalan sesuai dengan prosedur pelaksanaan. Gambar 3. ini menjelaskan tahapan-tahapan dari proses pelaksanaan kalibrasi.

Gambar 3. Diagram Blok Tahapan Kalibrasi

Pada saat pelaksanaan kalibrasi, tentunya kita wajib mempersiapkan peralatan yang berhubungan dengan kalibrasi, yaitu:

a) LVDT.

Gambar 4. Bentuk fisik LVDT

b) Kalibrator.

Gambar 5. Kalibrator

c) Mesin uji creep.

Gambar 6. Mesin Uji creep di PTKRN

BATAN

d) DataTaker tipe DT800.

Gambar 7. DataTaker

Dalam melaksanakan kalibrasi ini dilaksanakan di Lab MTC (Material Testing and Calibration). Langkah–langkah untuk melakukan kalibrasi adalah sebagai berikut:

a) Pasangkan LVDT pada kalibrator lalu masukan kabel LVDT pada port yang tersedia di mesin uji creep.Lakukan pengaturan (adjustment) pada kalibrator agar mendapatkan voltase sebesar 0 volt yang ditampilkan di computer (posisi ini merupakan posisi tengah dari LVDT). [Gambar 8]

Page 363: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

351

ISSN: 2355-7524

b) Lakukan pengaturan (adjustment) pada kalibrator agar mendapatkan voltase sebesar 0 volt yang ditampilkan di computer (posisi ini merupakan posisi tengah dari LVDT). [Gambar 9].

c) Pindahkan LVDT sejauh -5mm dari posisi awalnya.

d) Saat sudah dipindah -5mm tekan tombol start pada komputer.

e) Pindahkan LVDT sejauh jarak yang diinginkan (10mm)

f) Masukan jarank yang ditempuh kedalam kotak berlabel distance.

g) Tekan tombol enter.

h) Tekan tombol exit untuk menyelesaikan proses kalibrasi.

i) Setelah selesai, komputer akan menampilkan data kalibrasi berupa satuan beda potensial / jarak (V/mm)

j) Lakukan kembali langkah a-i untuk LVDT B

Gambar 8. LVDT yang sudah terpasang di kalibrator

Gambar 9. Port LVDT pada mesin uji creep

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil tahapan pelaksanaan kalibrasi LVDT A dan LVDT B, diperoleh data seperti yang ada pada tabel 1. dan tabel 2.

Tabel 1. Data Kalibrasi LVDT A

Penunjukan Kalibrator ( mm )

Penunjukkan Komputer (V)

Keterangan

5,12 -10,05 Posisi awal

10,12 0 Posisi tengah LVDT

15,12 10,04 Posisi Akhir

Tabel 2. Data Kalibrasi LVDT B

Penunjukan Kalibrator ( mm )

Penunjukkan Komputer (V)

Keterangan

10,3 -9,55 Posisi awal

15,3 0 Posisi tengah LVDT

20,3 9,45 Posisi akhir

Berikut ini merupakan gambar hasil kalibrasi LVDT A dan LVDT B yang ditampilkan komputer

Page 364: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisa Ketidakpastian Proses Kalibrasi linear Variable Differential Transformer (LVDT) pada Pengujian Creep Material PLTN Darlis, dkk.

352

ISSN: 2355-7524

Gambar 10. Hasil kalibrasi LVDT A

Gambar 11. Hasil kalibrasi LVDT B

Dari Kedua tabel diatas dapat diketahui transducer factor dengan rumus sebagai berikut :

Transducer Factor =

(1)

Maka dari persamaan tersebut untuk LVDT A dan LVDT B diperoleh :

1. Transducer Factor LVDT A= ,,

,, 2,01 /""

2. Transducer Factor LVDT B=#,#,

,$,$ 1,9 /""

KESIMPULAN

Dari hasil pengambilan data kalibrasi dan evaluasi data kalibrasi yang dilakukan, maka didapatkan hasil kesimpulan sebagai berikut dimana sensitivitas LVDT berbeda-beda meskipun dengan tipe dan merk yang sama, maka dibutuhkan 2 LVDT dalam pengujian creep agar hasil lebih akurat, dikarenakan sensitivitas LVDT yang berbeda-beda. Maka penulis merekomendasikan revitalisasi alat uji.

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih pada manajemen PTKRN yang telah

memfasilitasi dan membiayai penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA [1] Nitiswati Sri dkk. 2017. “Studi Komparasi Sifat Creep Tahap Sekunder pada Logam

Induk dan Logam Las-lasan” SA516 Gr. 70. Vol. 21, No. 2. [2] MUSBIKHIN.COM 7 MEI 2014 “Sensor Linear Variable Differential Transformers

(LVDT)” [3] Hendri, Zasvia., Wildian. (2013). “Pembuatan dan Karakterisasi LVDT Sebagai Sensor

Jarak”. Jurnal Fisika Unand. [4] Sutarya, Dede. 2008. “Analisis Unjuk Kerja Thermocouple W3Re25 Pada Suhu

Penyinteran 1500°C” [5] Yani, Tia Lestari. 2009. “Sistem Pengendali Temperatur Dan Kecepatan Pengaduk

Pada Automatic Mixer” [6] Djuhana., Adrial, Hery., & Rusjadi, Dodi. (2011). Perancangan dan Pembuatan Alat Uji

Creep (Mulur) Logam. Prosiding PPI Standardisasi 2011. https://www.scribd.com/document/244599325/alat-uji-creep-pdf

[7] Djuhana., Adrial, Hery., & Rusjadi, Dodi. (2011). Perancangan dan Pembuatan Alat Uji Creep (Mulur) Logam. Prosiding PPI Standardisasi 2011. Berbasis ISSN / ISBN / IBSN : ISSN 0853 9677, oleh LIPI, 2015.

[8] Nitiswati, Sri., Histori., Triyadi, Ari., Haryanto, Mudi. (1999). Pengujian Sifat Mulur Material Komponen Pembangkit Energi. Berbasis ISSN 1410 0533, oleh P2TKN-BATAN, 1999.

[9] Purba, Feriyatama., Yulizam. Analisis Kalibrasi Electrosurgical di RSU Dr H. Kumpulan Pana Tebing Tinggi.

[10]

Page 365: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

353

ISSN: 2355-7524

KALIBRASI IN-SITU DETEKTOR IONISASI WELL TYPE UNTUK Ir-192 DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS ANDALAS, PADANG

Assef Firnando Firmansyah

1, Sri Inang Sunaryati

1, Okky Agassy Firmansyah

1, Fiqi

Diyona2, Muhammad Al Jabbar Kanie

2

1 PTKMR BATAN, Jl. Lebak Bulus Raya, Jakarta Selatan, 12440

2 Rumah Sakit Universitas Andalas, Jl. Universitas Andalas, Padang, 25176

Email: [email protected]

ABSTRAK KALIBRASI IN SITU DETEKTOR IONISASI WELL TYPE UNTUK Ir-192 DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS ANDALAS, PADANG. Makalah ini menguraikan kalibrasi detektor ionisasi well type TM 33004/000626 yang dihubungkan dengan elektrometer Unidos E T10008/082207 terhadap detektor ionisasi standar well type HDR-1000 Plus/A152152 yang dihubungkan dengan elektrometer PTW Webline/ T10022/268 untuk sumber radiasi brakhiterapi HDR Ir-192 dengan faktor kalibrasi dalam besaran kuat kerma udara. Kalibrasi dilakukan menggunakan metoda substitusi dengan posisi sumber radiasi di kedalaman detektor well type dengan respon maksimum. Metode subtitusi yang digunakan merupakan prosedur kalibrasi yang diadopsi dari protokol yang dipublikasi oleh International Atomic Energy Agency (IAEA). Detektor standar well type HDR-1000 Plus/A152152 dikalibrasi dalam besaran kuat kerma udara di University of Wiscounsin Accredited Dosimetry Calibration Laboratory tertelusur ke National Institute of Standard and Technology (NIST). Hasil yang diperoleh menunjukkan faktor kalibrasi dari detektor ionisasi well type TM 33004/000626 yang dihubungkan dengan elektrometer Unidos E T 10008/082207 dalam besaran kuat kerma udara adalah 9,724 105 Gy m2h-1 A-1 ± 3 %. Hasil kalibrasi in-situ ini berada dalam rentang yang baik dengan deviasi sebesar 0,6 % terhadap hasil kalibrasi sebelumnya. Kata kunci: Brakhiterapi, Detektor ionisasi Well Type, Kuat Kerma Udara , HDR Ir-192

ABSTRACT THE ON SITE CALIBRATION OF THE WELL TYPE IONIZATION CHAMBER FOR HDR Ir-192 AT THE UNAND ACADEMIC HOSPITAL, PADANG. This paper deals with the on site calibration of a well type chamber type of TM 33004/000626 connected to a Unidos E T 10008/082207 electrometer against the standard well type ionization chamber type of HDR- 1000 Plus/A152152 connected to a PTW Webline/ T 10022/268 electrometer for a brachytherapy source HDR Ir-192 in term of air kerma strength. Calibration has been carried out by using substitution methods at the position of the source inside the chamber with maximum response. The substitution method used is a calibration procedure adopted from the calibration protocol pubished by International Atomic Energy Agency (IAEA). The standard chamber HDR- 1000 Plus /A152152 was calibrated in term of air kerma strength at the University of Wiscounsin Accredited Dosimetry Calibration Laboratory directly traceable to the National Institute of Standards and Technology ( NIST ). The result obtained showed that the calibration factor of the well type chamber type of TM 33004/000626 connected to a Unidos E T 10008/082207 in term of air kerma strength was 9.724 10

5 Gy m

2 h

-1A

-1 ± 3%. In

summary : the on site calibration measurement using substitution methods for Ir-192

deviate 0.6 % compared to the previous calibration. Keywords: Brachytherapy, Well Type Ionization Chamber, Air Kerma Strength, HDR Ir-192 PENDAHULUAN

Brakhiterapi adalah prosedur khusus dalam radioterapi yang menggunakan penyinaran tumor dengan sumber radiasi yang ditempatkan dengan jarak yang dekat dari tumor[1]. Di Indonesia penggunaan modalitas brakhiterapi untuk pengobatan kanker semakin berkembang. Isotop yang paling umum digunakan adalah Ir-192 yang memiliki waktu paruh 74 hari dengan energy rata-rata 350 keV. Disamping itu beberapa rumah sakit menggunakan sumber radiasi Co-60 yang memiliki waktu paruh 5,27 tahun dengan energy rata-rata 1250 keV[2].

Page 366: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kalibrasi In-Situ Detektor Ionisasi Well Type untuk Ir-192A Assef Firnando Firmansyah, dkk.

354

ISSN: 2355-7524

Unit Radioterapi Rumah Sakit Universitas Andalas (RS. Unand), Padang memiliki fasilitas brakhiterapi menggunakan sumber radiasi HDR Ir-192 tipe Microselectron V2. Sumber radiasi HDR Ir-192 tipe Microselectron V2 dan detektor ionisasi well type dapat dilihat pada Gambar 1. Untuk mengalibrasi sumber radiasi HDR Ir-192 sebelum penggunaan klinis, maka unit ini dilengkapi detektor ionisasi well type PTW [REF] TM 33004/000626 yang dirangkaikan dengan elektrometer PTW Unidos E model T10008/082207. Dalam beberapa publikasi, Detektor ionisasi well type ini merupakan detektor ionisasi yang direkomendasikan karena beberapa keunggulannya[3–5]. Dengan adanya detektor ionisasi ini, maka rekomendasi beberapa publikasi agar fisikawan medis di rumah sakit dapat melakukan pengukuran sumber brakhiterapi dalam besaran kuat kerma udara sebagai bagian program jaminan mutu dapat diterapkan[6]. Penggunaan brakhiterapi di Indonesia diatur melalui Perka Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) yang salah satu pasalnya mewajibkan kepada rumah sakit untuk mengalibrasi sumber radiasi brakhiterapi dan detektor yang dimilikinya[7]. Esensi dari ketentuan ini adalah untuk menjamin keselamatan dan kesehatan penggunaan radiasi pengion[8].

Makalah ini menguraikan pengukuran kalibrasi in- situ alat ukur radiasi brakhiterapi yang terdiri detektor well type [REF]TM 33004/000626 yang dirangkaikan dengan elektrometer PTW Unidos E model T10008/082207 yang dilakukan di Unit Radioterapi Rumah Sakit Universitas Andalas, Padang

Gambar 1. Sumber radiasi HDR Ir-192 tipe Microselectron V2 dan detektor ionisasi well type

TINJAUAN PUSTAKA

Metoda Kalibrasi Kalibrasi Detektor Ionisasi Well Type Mengunakan Sumber Standar Luaran sumber radiasi brakhiterapi dinyatakan dalam besaran laju kerma udara acuan pada jarak 1 meter (reference air kerma rate, RAKR) atau kuat kerma udara (air kerma strength, SK) terkoreksi dengan hamburan dan atenuasi[9–11]. Ketika sebuah laboratorium dosimetri terakreditasi memberikan nilai RAKR atau air kerma strength pada sebuah sumber, maka dapat dikatakan sumber tersebut memiliki kalibrasi dengan ketertelusuran langsung[12,13]. Untuk standarisasi besaran laju kerma udara acuan dari sebuah sumber radiasi maka dilakukan penentuan laju kerma udara dari sumber tersebut pada jarak 1 m. Pengukuran dilakukan menggunakan detektor ionisasi standar primer. Ketidakpastian dari sumber standar ini biasanya lebih kecil dari 1%. Sumber yang terstandar ini digunakan untuk mengalibrasi detektor ionisasi well type. Standarisasi dalam besaran laju kerma udara acuan ini umumnya dilakukan di laboratorium dosimetri standar primer (LDSP)[10,14].

Kalibrasi Detektor Ionisasi Well Type Menggunakan Detektor Ionisasi Acuan Bagi laboratorium dosimeter standar sekunder (LDSS) dengan kemampuan yang terbatas, kalibrasi detektor ionisasi well type menggunakan sumber standar ini tidak mudah untuk diterapkan. Hal ini disebabkan oleh waktu paruh (T1/2) sumber Ir-192 yang pendek yang mengharuskan laboratorium untuk mengganti sumber ini empat kali setahun dan ketersediaan detektor standar primer yang digunakan untuk standarisasi sumber dalam besaran RAKR atau SK belum terpenuhi.

Page 367: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

355

ISSN: 2355-7524

Untuk mengatasi hal tersebut, alternatif yang dapat diterapkan adalah menggunakan metoda kalibrasi substitusi, artinya detektor ionisasi well type standar dan yang dikalibrasi disinari secara bergantian menggunakan sumber Ir-192 yang dimiliki oleh rumah sakit. Metode substitusi ini diadopsi dari prosedur kalibrasi untuk dosimeter untuk radioterapi yang dipublikasikan IAEA[15,16]. Dengan metoda ini muatan yang dikumpulkan oleh kedua detektor setelah dilakukan beberapa koreksi dibandingkan. Nilai faktor kalibrasi detektor yang dikalibrasi dapat dinyatakan sebagai berikut[15][16]:

. .

.

std AKSstd PT

AKS

PT

M N K

M KN = (1)

dengan NAKS : Nilai faktor kalibrasi detektor yang dikalibrasi dalam besaran air kerma

strength (Gy m2h-1A-1) MSTD : Bacaan detektor well type standar (nC ) NAKSSTD : Nilai faktor kalibrasi detektor ionisasi well type standar (Gy m2h-1A-1) M Nilai bacaan detektor well type yang dikalibrasi (nC) KPT : Faktor koreksi temperatur dan tekanan udara ruang Kelemahan dari metoda substitusi ini adalah ketidakpastian hasil kalibrasinya lebih besar dibandingkan dengan metoda sumber standar. Disamping itu kalibrasi harus dilakukan in -situ menggunakan sumber radiasi milik rumah sakit.

Pengukuran peratikel bermuatan oleh detektor ionisasi dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu temperatur dan tekananan[17]. Faktor koreksi temperatur dan tekanan udara ruang dihitung dengan menggunakan rumus[15]:

0

0

273,15

273,15PT

PTK x

T P

+=

+ (2)

dengan KPT : Faktor koreksi temperatur dan tekanan udara ruang T : Temperatur terukur (oC) T0 : Temperatur referensi (20 oC) P : Tekanan Terukur (kPa) P0 : Tekanan Terukur (kPa) METODOLOGI Peralatan Sumber Radiasi Brakhiterapi Sebagai sumber radiasi brakhiterapi digunakan Ir-192 tipe Microselectron V2 dengan aktivitas 487,6 GBq (13,71 Ci) pada tanggal 14 November 2018. Kuat kerma udara pada jarak 1 m pada tanggal tersebut adalah 53,64 mGy/h ± 5 %[18]. Alat Ukur Radiasi Brakhiterapi

Alat ukur radiasi brakhiterapi standar yang digunakan PTKMR-BATAN adalah detektor ionisasi well type HDR-1000 Plus/A152152 buatan Standard Imaging yang dihubungkan dengan elektrometer PTW Unidos Webline T10022/268. Alat ukur radiasi ini dikalibrasi dalam besaran kuat kerma udara di University of Wiscounsin Accredited Dosimetry Calibration Laboratory tertelusur ke National Institute of Standard and Technology (NIST) dengan faktor kalibrasi NAKS = 4,690x105 Gy m2h-1A-1[19]. Detektor ionisasi well type ini dijaga stabilitasnya pada rentang deviasi ±0,5% sesuai dengan rekomendasi[15,20].

Alat ukur radiasi yang digunakan Rumah Sakit Universitas Andalas adalah detektor ionisasi well type [REF] TM33004/000626 buatan Physikalisch-Technische Werkstatettën (PTW), Jerman. Detektor ionisasi well type ini dihubungkan dengan elektrometer PTW Unidos E T10008/082207. Faktor kalibrasi NAKS dari alat ukur radiasi brakhiterapi yang dikeluarkan pabrik pada tanggal 7 April 2016 adalah 9,967x105 Gy.m2.h-1.A-1[21]. Tata Kerja Pengukuran Posisi Respon Maksimum Sumber Ir-192

Page 368: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kalibrasi In-Situ Detektor Ionisasi Well Type untuk Ir-192A Assef Firnando Firmansyah, dkk.

356

ISSN: 2355-7524

Pengukuran kalibrasi dilakukan dengan menempatkan detektor di atas meja kayu di tengah-tengah ruangan penyinaran pasien dengan jarak 1 meter dari setiap dinding dan 1 meter dari lantai. Hal ini bertujuan untuk mengurangi efek hamburan yang akan juga ikut terukur oleh detektor[5,15,22].

Kedua detektor ionisasi well type milik PTKMR BATAN maupun RS. Universitas Andalas diletakkan pada sebuah ruangan dengan tujuan agat kedua detektor menyesuaikan dengan kondisi temperatur dan tekanan pada tempat tersebut. Pemanasan sistem kedua alat ukur radiasi brakhiterapi yang terdiri dari detektor ionisasi well type yang dihubungkan dengan masing-masing elektrometernya dilakukan hingga alat mencapai kondisi stabil untuk pengukuran. Setelah itu dilakukan penyinaran pendahuluan (pra-iradiasi) untuk waktu yang secukupnya dan dilanjutkan dengan pengukuran radiasi latar (background).

Pemindaian (scanning) dilakukan untuk memperoleh posisi respon dari bacaan sumber radiasi Ir-192[12,23]. Pemindaian (scanning) bacaan sumber radiasi Ir-192 dilakukan di dalam detektor ionisasi well type standar. Bacaan ditunggu hingga sampai posisi respon maksimum diperoleh, kemudian dilakukan pengukuran kuat kerma udara untuk 5 data pengukuran. Data didambil dengan waktu 1 menit penyinaran. Kondisi temperatur dan tekanan di daalam ruangan juga dihitung sebagai koreksi temperatur dan tekanan (KPT)

Pengukuran kuat kerma udara dilakukan dengan detektor ionisasi well type standar HDR-1000 Plus/152152 yang dihubungkan dengan elektrometer PTW Unidos Webline T10022/268 pada posisi sumber radiasi dengan respon maksimum untuk waktu penyinaran 1 menit. Setelah data pengukuran didapatkan, subtitusi dilakukan pada detektor ionisasi well type standar dengan detektor yang dikalibrasi yaitu detektor ionisasi well type [REF] TM330004/000626. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pemindaian (scanning) detektor ionisasi well type standar untuk sumber radiasi HDR Ir-192 pada beberapa posisi di dalam detektor dapat dilihat pada Gambar 2 ini.

Gambar 2 Hasil pemindaian sumber radiasi HDR Ir-192 oleh detektor ionisasi well type standar HDR -1000 Plus/A152152

Dari Gambar 2 tersebut dapat dilihat bahwa posisi sumber radiasi Ir-192 di dalam

detektor ionisasi well type standar dengan respon maksimum diperoleh pada channel 1,5. Pada posisi ini maka dilakukan pengukuran kuat kerma udara untuk 1 menit penyinaran yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Dengan cara yang sama dilakukan untuk detektor ionisasi well type yang dikalibrasi yang posisi respon maksimum diperoleh pada channel 4,5.

Pada posisi maksimum, dilakukan pengukuran sumber Ir-192 dengan menggunakan detektor ionisasi well type standar dan detektor ionisasi well type yang dikalibrasi. Hasil pengukuran sumber Ir-192 menggunakan kedua detektor ionisasi well type dapat dilihat pada tabel 1.

0.992

0.993

0.994

0.995

0.996

0.997

0.998

0.999

1.000

1.001

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00

No

rma

lisi

r (I

/Im

ax)

Channel

HDR 1000 Plus Well Type Chamber

Page 369: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

357

ISSN: 2355-7524

Tabel 1 Hasil pengukuran sumber radiasi Brakhiterapi Ir-192 menggunakan detektor ionisasi well type

Detektor Elektrometer Bacaan (nC/menit)

KPT NAKS

(Gy m2h-1A-1) AKS

(mGy h-1)

HDR1000 Plus/A152152

PTW Unidos Webline

T10022/268

1,975 1,018 4,690x105 15,722

[REF] TM330004/000626

PTW Unidos E T10008/082207

0,9526 1,018 - -

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa hasil pengukuran kuat kerma udara sumber radiasi

HDR Ir-192 dengan detektor ionisasi well type standar mendapatkan nilai 15,722 mGy/h. Kuat kerma udara sumber radiasi HDR Ir-192 pada tanggal 14 November 2018 adalah 53,64 mGy/h ± 5 %. Jika nilai ini diluruhkan ke tanggal pengukuran yaitu tanggal 26 Maret 2019 jam 14.00 WIB, maka diperoleh nilai kuat kerma udara adalah 15,649 mGy/h. Dengan demikian terdapat deviasi sebesar 0,5% antara pengukuran dan perhitungan peluruhan. Hal ini menunjukkan hasil pengukuran masih berada di dalam rentang ketidakpastian terentang (expanded uncertainty).

Dari Tabel 1 dapat dilihat juga bahwa hasil kalibrasi detektor ionisasi well type [REF] TM330004/000626 yang dihitung dengan Persamaan 1 mendapatkan faktor kalibrasi dalam besaran kuat kerma udara adalah 9,724x105 Gy.m2.h-1.A-1, sementara itu faktor kalibrasi alat ukur radiasi brakhiterapi yang dikeluarkan pabrik pada tanggal 7 April 2016 adalah 9,667x105 Gy.m2.h-1.A-1 ± 3 %. Dengan demikian terdapat perbedaan yang tidak signifikan sebesar 0,6%. Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas detektor ionisasi well type [REF] TM33004/000626 yang dihubungkan dengan elektrometer PTW Unidos E T10008/082207 selama 3 tahun tidak berubah secara signifikan. KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN Ketidakpastian hasil pengukuran dievaluasi sesuai dengan kriteria yang terdapat dalam ISO/TAG 4/WG 3: Guide to the Expression of Uncertainty in Measurement yang mendefinisikan dua katagori komponen ketidakpastian yaitu Tipe A dan Tipe B[24]. Komponen ketidakpastian tipe A meliputi: bacaan berulang alat ukur radiasi brakhiterapi standar dan bacaan berulang alat ukur radiasi brakhiterapi yang dikalibrasi, sedangkan tipe B meliputi: ketidakpastian stabilitas alat ukur radiasi brakhiterapi standar, perubahan posisi sumber, faktor kalibrasi alat ukur radiasi brakhiterapi standar, barometer, termometer .

Evaluasi ketidakpastian pengukuran berdasarkan komponen ketidakpastian tersebut di atas diperoleh ketidakpastian terentang (Expanded Uncertainty) sebesar ± 3,0 %. KESIMPULAN

Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kalibrasi in-situ alat ukur radiasi brakhiterapi milik Unit Radioterapi Rumah Sakit Universitas Andalas mendapatkan faktor kalibrasi dalam besaran kuat kerma udara adalah 9,724x105 Gy.m2.h-1.A-1. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa detektor ionisasi well type mempunyai stabilitas yang baik yaitu 0,6% jika dibandingkan dengan faktor kalibrasi yang dikeluarkan oleh pabrik. Dengan adanya pengukuran in–situ oleh pihak yang independen ini, akan lebih meyakinkan dalam jaminan keselamatan dan kesehatan penggunaan radiasi pengion khususnya dalam brakhiterapi UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh staf Unit Radioterapi Rumah Sakit Universitas Andalas atas bantuan dan kerja-samanya sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan.

DAFTAR PUSTAKA 1. National Physical Laboratory. HDR Brachytherapy Dosimetry at NPL. 2016. 2. Rajagukguk N, Firmansyah AF. Komunikasi pribadi dengan fisikawan medis RS Murni

Teguh Memorial Hospital, RSUD Moewardi, RSUD Sanglah, RS Bandung Kopo, RS Kanker Dharmais, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUD Dr. Sardjito, RS Universitas Andalas dan RSUD Prof. DR Margono Soekarjo. 2019.

Page 370: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kalibrasi In-Situ Detektor Ionisasi Well Type untuk Ir-192A Assef Firnando Firmansyah, dkk.

358

ISSN: 2355-7524

3. Vandana S, Sharma SD. Long term response stability of a well-type ionization chamber used in calibration of high dose rate brachytherapy sources. J Med Phys. 2010;35(2):100–3.

4. Bondel S, Ravikumar M, Supe SS. Calibration of 192 Ir high dose rate brachytherapy source using different calibration procedures. Reports Pract Oncol Radiother. 2014;19(3):151–6.

5. Azhari HA, Hensley F, Schütte W, Zakaria GA. Dosimetric verification of source strength for HDR afterloading units with Ir-192 and Co-60 photon sources : Comparison of three different international protocols. J Med Phys. 2012;37(4):183–92.

6. Nath R, Anderson LL, Meli JA, Olch AJ, Stitt JA, Williamson JF. Code of practice for brachytherapy physics : Report of the AAPM Radiation Therapy Committee Task Group No . 56. Vol. 24. 1997.

7. Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Peraturan Kepala BAPETEN No. 1 tahun 2006 tentang Laboratorium Dosimetri, Kalibrasi Alat Ukur Radiasi dan Keluaran Sumber Radiasi, Terapi, dan Standardisasi Radionuklida. 2006.

8. Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No.63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Radiasi Pengion. 2000.

9. Tedgren ÅC. SSI Rapport 2007:13-Dosimetry audit on the accuracy of 192 Ir brachytherapy source strength determination in Sweden. 2007.

10. Chu W, Yuan M, Lee J, Lin Y. Reference air kerma rate calibration system for high dose rate Ir-192 brachytherapy sources in Taiwan. Radiat Phys Chem. 2017;140(September 2016):1–4.

11. Saminathan S, Godson HF, Manickam R. Dosimetric evaluation of newly developed well-type ionization chamber for use in the calibration of brachytherapy sources. J Med Phys. 2016;41(November 2017).

12. Schüller A, Meier M, Selbach H, Ankerhold U, Schüller A, Meier M, et al. A radiation quality correction factor kQ for well-type ionization chambers for the measurement of the reference air kerma rate of 60Co HDR brachytherapy sources A radiation quality correction factor kQ for well-type ionization chambers for the measurement. 2015;4285.

13. Prinzio R Di, Eduardo C. Air kerma standard for calibration of well-type chambers in Brazil using Ir 192 HDR sources and its traceability. Med Phys. 2009;36(3):953–60.

14. Soares CG, Douysset G, Mitch M. Primary standards and dosimetry protocols for brachytherapy sources. Metrologia. 2009;46:S80–98.

15. International Atomic Energy Agency. IAEA-TECDOC-1274: Calibration of photon and beta ray sources used in brachytherapy. 2002.

16. International Atomic Energy Agency. IAEA TRS 469: Calibration of Reference Dosimeters for External Beam Radiotherapy. 2009.

17. Bohm TD, Griffin SL, Jr PMD, Dewerd LA, Bohm TD, Griffin SL, et al. The effect of ambient pressure on well chamber response : Monte Carlo calculated results for the HDR 1000 Plus The effect of ambient pressure on well chamber response : Monte Carlo calculated results for the HDR 1000 Plus. 2009;1103(2005).

18. Mallinckrodt Medical. Certificate for Sealed Source G2-00025X. 2018. 19. University of Wiscounsin Accredited Dosimetry Calibration Laboratory. Report of

Calibration well type HDR-1000 Plus/A152152. 2015. 20. Hackett SL, Davis B, Nixon A, Wyatt R. Constancy checks of well-type ionization

chambers with external-beam radiation units. J Appl Clin Med Phys. 2015;16(6):508–14. 21. Phyisikalisch-Technische Werstatten (PTW). Calibration Certificate No. 1601412 for

Well Type Chamber [REF]TM33004 [SN]000626. 2016. 22. Almeida CE de, Pereira AJ, Marechal MH, Pereira G, Cruz JC, Ferraz JC, et al.

Intercomparison of calibration procedures for 192 Ir HDR sources in Brazil. Phys Med Biol. 1999;444:31–8.

23. Bidmead AM, Sander T, Locks SM, Lee CD, Aird EGA, Nutbrown RF, et al. The IPEM code of practice for determination of the reference air kerma rate for HDR Ir-192 brachytherapy sources based on the NPL air kerma standard The IPEM code of practice for determination of the reference air kerma rate for HDR 192Ir brachytherapy so. Phys Med Biol. 2010;55:3145–59.

24. BIPM. JCGM 100:2008-Evaluation of measurement data-Guide to the expression of uncertainty in measurement. Vol. 50. 2008.

Page 371: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

359

ISSN: 2355-7524

LAJU ALIRAN SIRKULASI ALAM DI BAGIAN BAND HEATER BERDASARKAN PERUBAHAN DAYA PADA UNTAI USSA FTS-01

Fazar Mu’Alif

1, Dwi Yuliadji

2, Edi Marzuki

2, Mulya Juarsa

2

1 Mahasiswa Teknik Mesin, Fakultas Teknik Dan Sains Universitas IBN Khaldun Bogor

2 Dosen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Dan Sains Universitas IBN Khaldun Bogor

Jl. Sholeh Iskandar, Kedung Badak, Kec. Tanah Sereal, Kota Bogor, Jawa Barat 16162 Email: [email protected]

ABSTRAK LAJU ALIRAN SIRKULASI ALAM DI BAGIAN BAND HEATER BERDASARKAN PERUBAHAN DAYA PADA UNTAI USSA FTS-01. Pemanfaatan fenomena sirkulasi alami adalah salah satu contoh yang bisa diterapkan sebagai langkah efisiensi energi dalam mengurangi kerja pompa. Untai USSA FTS-01 dikonstruksi untuk mempelajari fenomena sirkulasi alam dengan rangkaian untai terdiri dari tube stainless steel 304 berdiameter 1 inchi. Sumber panas disimulasikan dengan band heater dengan kapasitas 1kW sepanjansg 30cm sedangkan pendingin disimulasikan menggunakan water jacket cooler dengan panjang 30cm, akuisisi data menggunakan National Instruments. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisa pengaruh daya pada heater terhadap laju aliran sirkulasi alami pada bagian heater. Metode penelitian dilakukan secara eksperimen dengan variasi daya heater sebesar 528.4 watt, 655.2 watt dan 784.1 watt pada laju aliran pendingin di refrigeran sebesar 3.5 lpm. Hasil penelitian menunjukkan semakin besar daya heater menyebabkan semakin besar laju perpindahan kalor, secara berurutan didapat nilai 442,617 watt, 562,47 watt dan 619,42 watt. Kemudian untuk laju aliran massa didapat 0,0337 [kg/s], 0,0525 [kg/s], dan 0,0501 [kg/s]. Kata kunci: laju aliran, sirkulasi alam, band heater, daya,USSA FTS-01.

ABSTRACT NATURAL CIRCULATION FLOW RATE OF BAND HEATER SECTION BASE ON POWER VARIATION IN USSA FTS-01 LOOP. Utilization of the natural circulation phenomenon is one example that can be applied as an energy efficiency measure by replacing pump work. The USSA FTS-01 Loop was constructed for the phenomenon of natural circulation with a 1 inch diameter stainless steel series. The heat source is denied by a band heater with a capacity of 1kW in length of 30cm while the cooler is simplified using a water jacket cooler with a length of 30cm, obtaining data using the National Instrument. The aim of the study was to analyze the effect of heaters on local natural circulation flow rates. The research method used was an experiment with a variation of heating power of 528.4 watts, 655.2 watts and 784.1 watts at the refrigerant flow rate of 3.5 lpm. The results showed the greater the heating power causes the greater the rate of heat transfer, sequentially obtained values of 442,617 watts, 562.47 watts and 619.42 watts. Then for the mass flow rate obtained 0.0337 [kg / s], 0.0525 [kg / s], and 0.0501 [kg / s] Keywords: flow rate, natural circulation, band heater, power, USSA FTS-01.

Page 372: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Laju Aliran Sirkulasi Alami Di Bagian Band Heater ... Fazar Mu’Alif, dkk.

360

ISSN: 2355-7524

PENDAHULUAN

Energi merupakan kebutuhan yang paling mendasar dalam penunjang kehidupan. Dari sekian banyak sumber energi yang dimanfaatkan, bahan bakar fosil menempati urutan nomor satu konsumsinya. Sumber utama energi terdiri dari minyak bumi 36,0%, batu bara 27,4%, gas alam 23,0%, yang berarti 86,4% konsumsi energi primer di dunia adalah bahan bakar fosil. Sedangkan sumber energi non-fosil seperti tenaga air, nuklir, dan lainnya ( panas bumi , surya , gelombang , angin , kayu , limbah ) hanya sebesar 13,6%. Padahal energi non-fosil ini jika dikelola dengan benar akan memberikan kontribusi besar pada konsumsi energi dunia yang tumbuh sekitar 2,3% per tahun [1]. Data tersebut termasuk konsumsi energi listrik untuk pembangkit listrik. Perlu adanya transisi dari ketergantungan dari sumber energi fosil [2]. Terdapat berbagai cara untuk membangkitkan listrik pada suatu instalasi pembangkit daya, akan tetapi jauh lebih penting dalam penggunaan energi harus dilakukan secara efisien. Efisiensi yang dapat dilakukan sebagai langkah awal salah satunya dengan mengurangi beban kerja pembangkit listrik, misalnya dengan mengurangi kerja pompa.

Suatu sistem pembangkit yang memanfaatkan sirkulasi tanpa pompa adalah sirkulasi alam dengan memanfaatkan hukum-hukum alam yang berlaku. Sirkulasi alam telah dimanfaatkan sejak beberapa dekade kebelakang seperti yang digunakan pada coffee machine dengan mensirkulasikan uap air pada temperatur 125ºC [3]. Beberapa penelitian tentang sirkulasi alam juga telah dilakukan oleh Juarsa [4] dimana pengaruh beda temperatur lebih dominan dibanding beda ketinggian terhadap laju aliran. Juarsa [5] Pengaruh daya dan aliran pendingin digunakan untuk menentukan karakteristik sirkulasi alami laju aliran karena perbedaan temperatur di dua titik. Kemudian bahwa aplikasi aliran sirkulasi alam dapat juga dimanfaatkan untuk mengkonversi buangan kalor dari sistem pembangkit termal lainnya, berdasarkan uraian diatas pemahaman terhadap konsep dan fenomena sirkulasi alam perlu dilakukan. Namun eksperimen sistem pendingin pasif perlu dilakukan untuk memahami dan menentukan parameter apa yang mempengaruhi laju aliran sirkulasi alami [6]. Salah satunya dengan membangun fasilitas eksperimen untai Uji Simulasi Sirkulasi Alam (USSA FTS-01).

Fasilitas USSA FTS-01 bekerja berdasarkan prinsip kerja dengan memanfaatkan fenomena gaya bouyancy dan gravitasi akibat adanya perbedaan densitas air karena terjadi perbedaan temperatur dalam untai tertutup, sehingga mengasilkan sirkulasi secara alami. Sumber panas alami disimulasikan menggunakaan 5 buah band heater dengaan kapasitas total 1kW dan mempunyai panjang total 30cm, kemudian sumber pendinginnya menggunkan water jacket sebagai cooler-nya dengan panjang 30cm. Band heater akan memberikan kalor pada salah satu sisi dari untai yang kemudian akan terserap oleh air di dalam loop untuk menimbulkan gaya bouyancy, lalu disisi lain dari loop water jacket berfungsi sebagai penerima kalor yang dilepaskan oleh loop dari air sehingga timbul gravitasi yang lebih kuat akibat meningkatnya densitas air. Tujuan penelitian yang dilakukan adalah memperoleh analisis laju aliran sirkulasi alam di bagian band heater berdasarkan variasi daya. . METODOLOGI Fasilitas Eksperimen Fasilitas eksperimen alat Untai Uji Simulasi Sirkulasi Alami FTS-01 (USSA FTS-01) berada pada laboraturium konversi energi Teknik Mesin Univ. IBN Khaldun Bogor. USSA FTS-01 merupakan pengembangan dari USSA FT-02 dengan metode pengambilan data yang lebih akurat dan dengan variasi serta karakteristik alat yang berbeda. Komponen alat eksperimen terdiri dari loop dengan bahan pipa stainless steel 304 berdiameter 1 inchi, Band Heater dengan kapasitas 1kW panjang 30cm, Water Jacket Cooler volume 2,5 Liter panjang 30cm, tanki ekspansi, refrigerator, temperatur kontrol, regulator voltage. National Instruments cDAQ-9188 sebagai akuisisi datanya. Untuk detail rangkaian alat ditunjukkan pada Gambar.1.

Page 373: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

361

ISSN: 2355-7524

Gambar 1. Fasilitas Alat Uji USSA FTS-01

Perhitungan

Laju aliran massa (flow mass) adalah massa suatu subtansi yang mengalir per satuan waktu, kemudian untuk menghitung laju aliran massa pada alat eksperimen USSA FTS-01 dinyatakan melalui persamaan berikut ini (1).

( )H H P H out H inq m c T T− −= −& AAAAAAAAAAAAAAAA.(1)

Untuk menghitung laju perpindahan kalor yang diterima oleh heater digunakan persamaan(2).

( )H airHH

tot tot

T TTq

R R

−∆= = AAAAAAAAAAAAAAA.(2)

Sedangkan persamaan untuk resistensi termal total ditunjukkan sebagai beriku,

2

1

1

ln1

2 2tot

a SS

rr

Rr Lh k LAπ π

= + AAAAAAAAA..AAAAA(3)

Kemudian, dari persamaan (1), persamaan (2) dan persamaan (3) dapat disubtitusi menjadi persamaan (4) untuk menentukan laju aliran massa sirkulasi alami lokal, sebagai berikut:

( )( )

( )

H

H airtotH

P H out H in P H out H in tot

TT TR

mc T T c T T R− − − −

∆−

= =− −

& AAAAAA.(4)

Persamaan (3) dan (4 ) mewakili, Hm& untuk laju aliran massa air (kg/s), cP untuk panas

spesifik pada tekanan tetap (watt/kg.K), TH untuk temperature pada permukaan heater (oC),

Tair untuk temperature air dalam pipa (oC), TH-out untuk temperature air keluar dari bagian

pipa panas (oC), dan TH-in untuk temperature air masuk (

oC), ke dalam bagian pipa panas.

Beberapa nilai lainnya, seperti L adalah panjang bagian pipa panas (m), r1 dan r2 adalah jari-

Page 374: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Laju Aliran Sirkulasi Alami Di Bagian Band Heater ... Fazar Mu’Alif, dkk.

362

ISSN: 2355-7524

jari dalam dan luar (m), A adalah luas penampang serta k adalah konduktivitas termal pipa bahan stainless-steel (watt/m.K) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran Temperatur Pengukuran temperatur dilakukan pada 15 titik, namun pada pembahasan ini hanya 4 titik yang diperlukan untuk menentukan laju aliran sirkulasi alami pada bagian heater. Gambar 2,3 dan 4 menunjukan karakteristik perubahan temperatur TH OUT, TH IN, THSF, dan THSF-HEATER berdasarkan perubahan daya yang diberikan pada heater dari 528.4 watt, 655.2 watt hingga 784.1 watt pada laju aliran pendingin di refrigeran sebesar 3.5 lpm.

Gambar 2. Temperatur TH OUT, TH IN, THSF, dan THSF-HEATER berdasarkan daya

528.4 watt pada detik 0 sampai 7200.

Gambar 3. Temperatur TH OUT, TH IN, THSF, dan THSF-HEATER berdasarkan daya

655.2 watt pada detik 0 sampai 7200.

-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

TH UDARA 26.81o

C

TH IN 40.92 o

C

TH OUT 44.63o

C

THSF 84.76o

C

THSF-HEATER 172.42o

C

Te

mp

era

tur,

T [

oC

]

Waktu, t [ s ]

TH IN

THSF

THSF-HEATER

TH OUT

T UDARA

Variasi Daya 528.4 watt

-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

220

240

TH UDARA 23.98o

C

THSF-HEATER 221.12o

C

TH OUT 52.10o

C

TH IN 49.31o

C

THSF 104.06o

C

Te

mp

era

tur,

T [

oC

]

Waktu, t [ s ]

TH IN

THSF

THSF-HEATER

TH OUT

T UDARA

Variasi Daya 655.2 watt

Page 375: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

363

ISSN: 2355-7524

Gambar 4. Temperatur TH OUT, TH IN, THSF, dan THSF-HEATER berdasarkan daya

784.1 watt pada detik 0 sampai 7200.

Berdasarkan hasil pengukuran temperatur yang ditampilkan pada Gambar 2,3 dan 4 didapat perbedaan temperatur antara TH IN dan TH OUT. Masing – masing variasi daya memiliki nilai yang berbeda. Data perbedaan temperatur disajikan dalam bentuk Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Eksperimen Pada Heater di TH-IN dan TH-OUT

NO DAYA (watt) TH IN (ᵒC) TH OUT

(ᵒC) ∆Τ (ᵒC)

1 528.4 40.92 44.63 3.71

2 655.2 49.31 52.10 2.79

3 784.1 57.95 61.15 3.20

Data hasil pengukuran temperatur kemudian diolah utuk mendapatkan karakteristik nilai laju perpindahan kalor di bagian heater menggunakan persamaan (2). Dari setiap variasi daya yang diberikan pada heater menunjukkan bahwa semaklin besar daya yang diberikan semakin besar pula laju perpindahan kalaor yang terjadi pada bagian heater. Diperoleh perbandingan nilai laju perpindahan kalor rata-rata pada variasi daya 528,4 watt sebesar 442,617 watt, variasi daya 655,2 watt sebesar 562,47 watt, dan pada variasi daya 784,1 watt sebesar 619,35 watt. Data perbandingan tersebut d tampilkan dalam gambar 5 berikut.

-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

0

25

50

75

100

125

150

175

200

225

250

275

300

TH UDARA 29.74o

C

THSF- HEATER 252.73 o

C

THSF 118.30o

C

TH OUT 6115o

C

Te

mp

era

tur,

T [

oC

]

Waktu, t [ s ]

TH IN

THSF

THSF-HEATER

TH OUT

T UDARA

Variasi Daya 784.1 watt

TH IN 57.95o

C

Page 376: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Laju Aliran Sirkulasi Alami Di Bagian Band Heater ... Fazar Mu’Alif, dkk.

364

ISSN: 2355-7524

Gambar 5. Laju Perpindahan kalor di bagian heater dari setiap variasi daya.

PEMBAHASAN Laju Aliran Massa

Dari hasil eksperimen yang berasal dari DAS-NI digunakan untuk mencari laju aliran massa air pada pipa bagian heater berdasarkan perubahan daya dengan menggunakan persamaan (3), perhitungan perpindahan kalor pada heater menggunakan persaamaan (2), adpaun perhitungan tahanan termal yang terjadi pada bagian heater digunakan persamaaan (4). Variabel kerapatan air diperoleh berdasarkan tabel prioritas air yang mengikuti data perubahan temperatur seperti yang ditunjukkan pada gambar 2,3 dan 4. Hasil perhitungan laju aliran massa di bagian heater ditampilkan dalam bentuk gambar 6 berikut.

Gambar 6. Laju Aliran Massa di bagian heater dari setiap variasi daya.

Gambar 6 menunjukan perbandingan laju aliran massa pada bagian heater dari tiap variasi daya yang diberikan. Laju aliran massa yang terjadi mengikuti perubahan temperatur

-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

-100

0

100

200

300

400

500

600

700

442,617 watt

562,47 watt

619,35 watt

Waktu, t [ s ]

Pe

rpin

da

ha

n K

alo

r, q

h [

wa

tt]

qh.1 Variasi Daya 528.4 watt

qh.2 Variasi Daya 655.2 watt

qh.3 Variasi Daya 784.1 watt

Laju perpindahan kalor di Bagian Heater

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

0.00

0.02

0.04

0.06

0.08

0.10

Waktu, t [s]

Laju Aliran Massa 1

Laju Aliran Massa 2

Laju Aliran Massa 3La

ju A

lira

n M

ass

a [

Kg

/s]

• 0,0337 [Kg/s]

• 0,0501 [Kg/s]

• 0,0525 [Kg/s]

Page 377: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

365

ISSN: 2355-7524

pada heater. Stabilitas aliran pada ketiga variasi cukup terlihat dimulai pada detik 3000, fluktuasi laju aliran massa yang signifikan tidak terjadi, hal ini sesuai dengan perubahan temperatur pada heater. Dari gambar diatas laju aliran massa rata-rata pada variasi daya secara berurutan yaitu sebesar 0,0337 [kg/s], 0,0525 [kg/s], dan 0,0501 [kg/s]. KESIMPULAN Hasil analisis nilai perpindahan kalor berdasarkan perubahan daya pada heater, menyimpulkan bahwa nilai perpindahan kalor dipengaruhi oleh variasi daya yang diberikan pada heater.Nilai rata-rata perpindhan kalor pada heater secara berturut turut berdasarkan variasi daya adalah 442,617 watt, 562,47 watt dan 619,42 watt. Sedangkan untuk laju aliran massa rata- rata diperoleh 0,0337 [kg/s], 0,0525 [kg/s], dan 0,0501 [kg/s]. Dan adapun rugi kalor yang terjadi akibat adanya perambatan kalor secara konduksi dari heater ke bagian lain dari pipa ini terjadi karena pada bagian rangkaian heater tidak dibuat section khusus, sehingga kalor banyak terkonduksi ke bagian lain dari untai dari pada ke air di dalam pipa. UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Pimpinan Fakultas Teknik dan Sains Universitas IBN Khaldun Bogor yang telah menyediakan fasilitas dan dukungan moril hinga terlaksana nya riset ini. Terimakasih kepada M. Khasan, Laboran Teknik Mesin FTS UIKA Bogor. Kepada mahasiswa riset di Lab. EdfEC (Ardian, Hermawan, Rumpedai, Wahyudi) atas kerja samanya kami ucapkan terima kash.

DAFTAR PUSTAKA 1. http://www.intisolar.com/news/dampak_pemakaian_energi_fosil.html diakses pada

tanggal 21 April 2019 Pukul 21.31WIB.

2. GARCIA OLIVARES, DKK. Transportation on a 100% reneweble energy system.

Institute of marine Science (ICM), Spanish Council of Scientific Research (CSIC),

Spanyol Tahun 2018.BIROL F., “Nuclear Power: How Competitive Down The Line?”,

IAEA Bulletin Volume 48 No.2, www.iaea.org, Vienna, 2007. Diakses tanggal 25

Oktober 2008.

3. https://www.home-barista.com/espresso-machines/espresso-machines-101-t368.html

diakses pada tanggal 21 April 2019 Pukul 21.31WIB.

4. JUARSA, ANHAR DKK. Studi eksperimental laju aliran massa air berdasarkan perubahan sudut kemiringan untai pada kasus sirkulasi alamiah (USSA FT-01). Jurnal Materian dan energi Indonesia, jurusan Fisika FMIPA, Universitas Pajajaran tahun 2011; 1:22-30.BASTORI I., “Manajemen Strategik General Electric”, Media Kita, Edisi 3 Hal. 24-27, Jakarta (2006).

5. JUARSA, ANHAR DKK. The Efect Power And Cooler Flow on Time Responds of Flow

Stability on Natural Circulation Phenomenon Using FASSIP-01 Lopp. PTKRN-BATAN.

The 10th International Meeting of Advances in Thermofluids (IMAT 2018).AIP

Conference Proceedings (2019).

6. JUARSA,ANHAR DKK. Preliminary Investigation on natural Circulation flow using CFD

and Calculation Base on Experimental Data Pre-FASSIP-02. PTKRN-BATAN.SENTEN

(2018).

7. BAO HUI, DKK. Experimental Study on the Natural Circulation Subcooled Boiling of Square Channel in Fusion Reactor Blanket. Institute of Plsma physics, Chinese acdemy of science. China Tahun 2018.DEHBI A. AND MARTIN S.,”CFD Simulation of Particle Deposition on An Array of Spheres Using an Euler/Lagrange Approach”, Jurnal Nuclear Engineering and Design, Vol.241, pp.3121–3129 (2011).

8. BIRIA, S. 2013. Prediction of Pressire Drop in Vertical Air/Water Flow in The Presence/Absence of Sodium Dodecyl Sulfate as A Surfactant. Ohio: University of Dayton.

9. ROSYIDI, AINUR & SAGINO. (2014). Eksperimen Awal Aliran Sirkulasi Alamiah Pada

Simulasi Sistem Keselamatan Pasif. PTKRN-BATAN. Sigma Epsilon, ISSN 0853-

9103. vol. 18 No.2.

Page 378: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Laju Aliran Sirkulasi Alami Di Bagian Band Heater ... Fazar Mu’Alif, dkk.

366

ISSN: 2355-7524

10. JUARSA, ANHAR DKK. The Efect Power And Cooler Flow on Time Responds of

Flow Stability on Natural Circulation Phenomenon Using FASSIP-01 Lopp. PTKRN-

BATAN. The 10th International Meeting of Advances in Thermofluids (IMAT

2018).AIP Conference Proceedings (2019).

11. Yogi Sirodz Gaos, Mulya Juarsa, Edi Marzuki, Januar Akbar, “Efek perubahan sudut

kemiringan terhadap perpindahan kalor dan laju aliran air pada untai sirkulasi

alamiah”, Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas IBN Khaldun Bogor

(2011.http://jurnal.batan.go.id/index.php/triadam/article/view/237/225

12. M.Juarsa, J.H.Purba,H.M. Kusuma,T. Setiadipurna and S Widodo, “Preliminary

Study on Mass Flow Ratein Passive Apparatus” Atom Indonesia vol. 40 No. 3 (2014)

141-147

13. Mulya Juarsa, Anhar R Antariksawan, Surip Widodo, M Hadi Kusuma, Agus Nur

Rohman, Giarno, M Ahdid Subki, “Backward phenomenon on natural circulation flow

based on power differences in FASSIP-01 loop”. AIP Conference Proceedings 2001,

050005 (2018)

Page 379: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

367

ISSN: 2355-7524

ANALISIS KUALITAS RAW MIX DENGAN STATISTICAL QUALITY CONTROL

Ely Rahmi

1, Elita Amrina

1

1 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Andalas, Padang, 25163

Email: [email protected]

ABSTRAK Raw mix adalah hasil pengolahan material pada langkah awal proses produksi semen. Kualitas raw mix ditentukan berdasarkan lima indikator yaitu Lime Saturation Factor (LSF), Silica Modulus (SIM), Alumina Modulus (ALM), Sieving 90 µ dan Sieving 180 µ. Pada kenyataannya raw mix yang dihasilkan masih belum sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas raw mix dengan statistical quality control. Penelitian dilakukan pada PT X, perusahaan manufaktur semen yang berada di kota Padang, Sumatera Barat. Kualitas raw mix dianalisis dengan menggunakan peta kontrol dan kemudian dilakukan penentuan indeks kapabilitas proses. Berdasarkan pengolahan data didapatkan nilai indeks kapabilitas proses untuk Sieving 90 µ dan Sieving 180 µ adalah 1,14 dan 1,29. Hal ini dapat menunjukkan bahwa kapabilitas proses raw mix untuk Sieving 90 µ dan Sieving 180 µ sudah baik. Sedangkan nilai indeks kapabilitas proses untuk LSF, SIM dan ALM didapatkan lebih kecil dari 1 sehingga kapabilitas proses belum dapat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan semen untuk meningkatkan kualitas raw mix yang dihasilkan. Kata Kunci: kapabilitas proses, peta kontrol, raw mix, semen, spesifikasi,

ABSTRACT Raw mix is the result of material processing in the first step of cement production process. Raw mix quality is determined based on five indicators namely Lime Saturation Factor (LSF), Silica Modulus (SIM), Alumina Modulus (ALM), Sieving 90 µ and Sieving 180 µ. In fact, the resulting raw mix is still not in accordance with the specifications set. This research aims to analyze the quality of raw mix with statistical quality control. The research was conducted at PT X, a cement manufacturing company located in Padang City, West Sumatera. The raw mix quality is analyzed by using the control chart and is then performed indexing process capabilities. Based on the data processing obtained the index value of the process capabilities for Sieving 90 µ and Sieving 180 µ are 1.14 and 1.29. It can indicate that the raw mix capability for Sieving 90 µ and Sieving 180 µ is good. While the process capability index values for LSF, the SIM and the ALM are obtained smaller than 1 so that the process capability has not been able to meet the specified specifications. The results of this research are expected to help cement companies to improve the quality of raw mix produced. Keywords: capability process, control chart, cement, raw mix, specification PENDAHULUAN

Semen terbuat dari beberapa bahan baku seperti batu kapur, tanah liat, pasir besi dan pasir silika. Jenis-jenis semen di Indonesia yang muncul sebagai akibat dari perkembangan industri semen antara lain Ordinary Portland Cement (OPC), White Cement, dan Portland Composite Cement (PCC) [1]. Secara umum proses produksi semen terdiri dari beberapa proses, dimulai dari penambangan, grinding menggunakan raw mill, burning pada kiln, dan penggilingan kembali dengan menggunakan cement mill machine[2]. Proses penggilingan pada raw mill menghasilkan produk raw mix, dan klinker pada proses pembakaran pada kiln. Jika raw mix dan klinker yang dihasilkan memiliki kualitas tidak sesuai standar, maka akan mempengaruhi proses penggilingan semen dan kualitas semen yang diproduksi akan terganggu.

Semen dengan kualitas rendah dapat direprocessed untuk meningkatkan kualitas agar mencapai standar yang telah ditentukan. Dengan penambahan bahan baku pada proses pembakaran akan menambah biaya produksi. Sehingga pengontrolan pada proses produksi semen dibutuhkan untuk melakukan tindakan preventif secepatnya dan meningkatkan keefektifan dan produktivitas perusahaan. Jenis semen yang diteliti adalah

Page 380: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisi Kualitas Raw Mix dengan Statistical Quality ? Ely Rahmi,dkk

368

ISSN: 2355-7524

semen tipe Ordinaty Portland Cement (OPC) yang juga dikenal sebagai portland tipe I [3]. Penelitian ini dilakukan pada raw mix sebagai hasil pada proses awal produksi semen. Penelitian dilakukan pada PT X, perusahaan manufaktur semen yang berada di kota Padang, Sumatera Barat. Saat ini PT X memiliki enam pabrik dengan total produksi 10,4 juta ton/ tahun[4]. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah hasil pemeriksaan harian pada setiap parameter dari raw mix yang diproduksi pada bulan Desember tahun 2017. Metode yang digunakan dalam menganalisis kualitas raw mix adalah Statistical Quality Control dan indeks kapabilitas proses. METODOLOGI Statistical Quality Control (SQC)

Statistic Quality Control (SQC) adalah metode statistik tang sering digunakan oleh quality professionals. Staistical Quality Control dapat dibagi menjadi beberapa kategori [5]: 1. Statistik deskriptif, digunakan untuk menjelaskan karakteristk dan hubungan dari

kualitas. Yang termasuk pada statisik deskriptif adalah mean, standard deviation,

range, dan penyebaran data.

2. Statistical Process Control (SPC) adalah pemeriksaan sampel secara acak dan

menetapkan apakah sampel tersebut berada pada range spesifikasi yang telah

ditetapkan. SPC menjelaskan apakah prosesnya berfungsi dengan baik atau tidak.

3. Acceptance sampling adalah proses pemeriksaan sampel secara acak terhadap

suatu produk dan menetapkan apakah produk tersebut diterima atau tidak.

Menurut Yamit Statistic Quality Control adalah alat yang sangat berguna dalam

membuat produk sesuai dengan spesifikasi sejak awal proses hingga akhir proses[6]

Peta Kontrol Peta kontrol adalah sebuah garfik yang menunjukkan apakah sampel data termasuk dalam variasi rentang normal atau tidak. Peta kontrol memiliki batas atas dan batas bawah. Sebuah proses dinyatakan out of control jika terdapat satu atau lebih sampel berada diluar batas kontrol. Peta kontrol terbagi menjadi peta kontrol variabel dan atribut. Peta kontrol variabel adalah peta kontrol untuk memonitor data yang memiliki skala continue seperti tinggi, volume dan ketebalan. Contoh peta kontrol untuk variabel adalah peta kontrol X-R dan peta kontrol X-S. Sedangkan peta kontrol atribut adalah yang digunakan untuk data yang dihitung (diskrit). Contoh peta kontrol atribut adalah p-chart, u-chart dan c-chart [7]. Peta Kontrol Rata-rata (X) adalah peta kendali untuk melihat apakah proses masih berada lama proses, yang menunjukkan apakah rata-rata produk yang dihasilkan sesuai dengan standar pengendalian yang digunakan perusahaan. Proses produksi yang baik adalah jika rata-rata produk yang dihasilkan berada disekitar garis pusat (center line) [8]. Peta kendali jarak (range) digunakan untuk mengetahui tingkat keakurasian atau ketepatan proses yang diukur dengan range dari sampel yang diambil dalam observasi. Seperti halnya pada pengendali rata-rata, peta pengendali jarak tersebut digunakan untuk mengetahui dan menghilangkan penyebab khusus yang membuat terjadinya penyimpangan [8] Capability Process (Cp) Indeks kapabilitas proses yang terkenal pertama kali adalah Cp yang dikenalkan oleh Juren et. Al (1974)[9]. Capability process adalah kemampuan proses produksi untuk mencapai spesifikasi yang telah ditentukan[10]. Indeks kapabilitas proses yang kedua adalah Cpk yang dibuat untuk menutupi kelemahan Cp. Cpk digunakan oleh Kane (1986) untuk mengukur kapabilitas proses dan lebih mempertimbangkan presisi dari proses dan akurasi proses[9]. Terdapat tiga kemungkinan range nilai Cp yang diperoleh [10]: 1. Jika Cp > 1.33, menunjukkan bahwa process variability lebih tinggi dari pada

spesifikasi dan proses produksi memiliki kapabilitas rendah.

2. Jika 1.00 ≤ Cp ≤ 1.33, menunjukkan bahwa proses kapabilitas baik, namun jika Cp =

1 menunjukkan bahwa process variability sangat sesuai dengan spesifikasi.

3. Jika Cp < 1.00 maka proses tersebut tidak mampu memproduksi sesuai spesifikasi

dan harus dilakukan improvement pada proses produksi.

Page 381: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

369

ISSN: 2355-7524

Kapabilitas proses diukur menggunakan indeks kapabilitas proses, yang merupakan rasio dari spesifikasi dan process variability:

=

2 (1)

= −

6

(2)

Keterangan: Cp = Capability Process LSL = Lower specification limit USL = Upper specification limit

Berikut adalah spesifikasi dari masing-masing indikator kualitas raw mix: 1. Lime Saturation Factor (LSF) : 98 ± 8 2. Silica Modulus (SIM) : 2.3 ± 2 3. Alumina Modulus (ALM) : 1.4 ± 2 4. Sieving 90 µ : maks 20% 5. Sieving 180 µ : maks 3%

Langkah-langkah penelitian:

1. Analisis Peta Kontrol

Peta kontrol yang digunakan adalah peta X dan peta R. Peta kontrol dibuat untuk

kelima indikator kualitas raw mix diatas.

Untuk membuat peta X, rumus yang digunakan adalah:

X = ∑

(3)

CL X = X = ∑ X

(4)

UCL X = X + A2R (5)

LCL X = X - A2R (6)

Peta kontrol R adalah peta kontrol lain untuk variabel, peta X digunakan untuk

mengukur rata-rata dari data sedangkan peta R digunakan untuk memonitor variabilitas proses. Rumus yang digunakan untuk membuat peta R adalah:

Ri = Maks (Xi) – Min (Xi) (7)

CLR = R = ∑

(8)

UCLR = D4 R (9)

LCLR = D3 R (10)

Pada analisis peta kontrol dilakukan revisi jika terdapat data yang berada diluar batas kontrol, hingga semua data berada pada batas kontrol.

2. Penentuan Indeks Kapabilitas Proses

Indeks kapabilitas proses dihitung untuk setiap indikator kualitas raw mix.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kualitas Raw Mix Hasil analisis kualitas raw mix dengan peta kontrol untuk masing-masing indikator

ditunjukkan pada Gambar 1 hingga Gambar 5.

Page 382: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisi Kualitas Raw Mix dengan Statistical Quality Ely Rahmi,dkk

370

Gambar 1. Berdasarkan data dari inspektor Quality control di PT X, terdapat 29 data dengan

tujuh pengamatan pada masing-terdapat beberapa sampel yang tidak memenuhi kriteria sehingga dilakukan estimasi ulang setelah mengeliminasi data out of Lime Saturation Factor setelah dilakukannya eliminasi dan estimasi ulang pada petPada peta kontrol X untuk indikator LSF terdapat 8 data yang dieliminasi dari peta kontrol, namun hanya 5 data dari peta R yang dieliminasi.

Gambar Sama halnya dengan LSF, indikator memiliki data out of control, sebanyak 5 sampel dieliminasi dari peta kontrolpada peta kontrol R. Sehingga peta kontrol dari diestimasi ulang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar

Gambar 3 menjelaskan jumlah data dari indikator standar. Pada Gambar 3 hanya terdapat 2 data yangdata dari peta kontrol X. Sedangkan untuk indikator control pada peta kontrol X dan 3 sampel pada peta kontrol Rsetelah dieliminasi dan diestimasi ulang dapat dilihat pada gambar 4.

Analisi Kualitas Raw Mix dengan Statistical Quality ? ISSN: 2355

Gambar 1. Peta Kontrol Lime Saturation Factor

Berdasarkan data dari inspektor Quality control di PT X, terdapat 29 data dengan -masing sampel. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan

terdapat beberapa sampel yang tidak memenuhi kriteria sehingga dilakukan estimasi ulang out of control. Gambar 1 menunjukkan peta kontrol dari indikator

etelah dilakukannya eliminasi dan estimasi ulang pada peta kontrol. Pada peta kontrol X untuk indikator LSF terdapat 8 data yang dieliminasi dari peta kontrol, namun hanya 5 data dari peta R yang dieliminasi.

Gambar 2. Peta Kontrol Silica Modulus

ma halnya dengan LSF, indikator Silica Modulus pada semen di PT X juga sebanyak 5 sampel dieliminasi dari peta kontrol X dan 4 sampel

. Sehingga peta kontrol dari silica modulus setelah dieliminasi dan dilihat pada Gambar 2.

Gambar 3. Peta Kontrol Alumina Modulus

Gambar 3 menjelaskan jumlah data dari indikator alumina modulus yang memenuhi Gambar 3 hanya terdapat 2 data yang dieliminasi dari peta kontrol R dan 11

ta dari peta kontrol X. Sedangkan untuk indikator Sieving 90 µ terdapat 13 data pada peta kontrol X dan 3 sampel pada peta kontrol R. Peta kontrol Sieving

setelah dieliminasi dan diestimasi ulang dapat dilihat pada gambar 4.

ISSN: 2355-7524

Berdasarkan data dari inspektor Quality control di PT X, terdapat 29 data dengan sampel. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan

terdapat beberapa sampel yang tidak memenuhi kriteria sehingga dilakukan estimasi ulang 1 menunjukkan peta kontrol dari indikator

a kontrol. Pada peta kontrol X untuk indikator LSF terdapat 8 data yang dieliminasi dari peta kontrol,

pada semen di PT X juga X dan 4 sampel dieliminasi dan

yang memenuhi dieliminasi dari peta kontrol R dan 11

terdapat 13 data out of Sieving 90 µ

Page 383: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 201Padang, 18 September 2019

Indikator Sieving 180

kontrol X dibandingkan dengan indikatordieliminasi dari peta kontrol, sedangkan hanya 2 sampel dieliminasi dari peta kontrol R. Peta kontrol X-R untuk indikator Gambar 5.

Berdasarkan gambaryang berada diluar batas kontrol. Indikator dengan jumlah data yang berada dkontrol terbanyak adalah sieving 180 dan kemudian silica modulus dengan jumlah masingdata. Semakin banyak data yang dieliminasi dari peta kontrol, peketat sehingga menjadi lebih baik. berada diluar batas kontrol. Hal ini pada material, kesalahan dalam proses penentuafaktor manusia dan mesin pada proses produksi semen. Kapabilitas Proses Raw mix

Hasil perhitungan indeks kapabilitas proses raw mix ditunjukkan pada Indeks kapabilitas proses untuk menunjukkan bahwa kapabilitas prosesnya sudah baik. Sedangkan untuk LSF, SIM dan ALM didapatkan nilai indeks kapabilitas proses yang lebih kecil dari 1, yang menunjukkan bahwa kapabilitas prosesnya belum baikmemproduksi sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. Oleh karena itu perlu dilakukan improvement pada proses produksi

Tabel 1.

No 1 2 3 4 5

al Teknologi Energi Nuklir 2019

ISSN: 2355

Gambar 4. Peta Kontrol Sieving 90 µ

µ memiliki jumlah data out of control terbanyak pada peta kontrol X dibandingkan dengan indikator-indikator lainnya. Sebanyak 15 sampel pada peta X dieliminasi dari peta kontrol, sedangkan hanya 2 sampel dieliminasi dari peta kontrol R. Peta

indikator Sieving 180 µ setelah diestimasi ulang dapat dilihat pada

Gambar 5. Peta Kontrol Sieving 180 µ

gambar diatas pada setiap indikator raw mix terdapat beberapa data yang berada diluar batas kontrol. Indikator dengan jumlah data yang berada d

sieving 180 µ, sieving 90 µ, alumina modulus, lime saturation factor dan kemudian silica modulus dengan jumlah masing-masingnya adalah 15, 13, 11, 8 dan 5 data. Semakin banyak data yang dieliminasi dari peta kontrol, peta kontrol menjadi semakin ketat sehingga menjadi lebih baik. Pada analisis peta kontrol, terdapat beberapa data yang

. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti kandungan air pada material, kesalahan dalam proses penentuan feed rate mesin yang disebabkan oleh faktor manusia dan mesin pada proses produksi semen.

Kapabilitas Proses Raw mix Hasil perhitungan indeks kapabilitas proses raw mix ditunjukkan pada

Indeks kapabilitas proses untuk sieving 90 µ, dan sieving 180 µ adalah 1,14 dan 1,29 yang menunjukkan bahwa kapabilitas prosesnya sudah baik. Sedangkan untuk LSF, SIM dan ALM didapatkan nilai indeks kapabilitas proses yang lebih kecil dari 1, yang menunjukkan bahwa kapabilitas prosesnya belum baik dimana proses tersebut belum mampu memproduksi sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. Oleh karena itu perlu dilakukan

pada proses produksi raw mix.

Tabel 1. Kapabilitas proses Raw Mix

Parameter Cpk Lime Saturation Factors 0,50 Silica Modulus 0,50 Alumina Modulus 0,35 Sieving 90 µ 1,14 Sieving 180 µ 1,29

371

ISSN: 2355-7524

terbanyak pada peta indikator lainnya. Sebanyak 15 sampel pada peta X

dieliminasi dari peta kontrol, sedangkan hanya 2 sampel dieliminasi dari peta kontrol R. Peta setelah diestimasi ulang dapat dilihat pada

terdapat beberapa data yang berada diluar batas kontrol. Indikator dengan jumlah data yang berada dikuar batas

, alumina modulus, lime saturation factor masingnya adalah 15, 13, 11, 8 dan 5

ta kontrol menjadi semakin erdapat beberapa data yang

disebabkan oleh beberapa faktor seperti kandungan air mesin yang disebabkan oleh

Hasil perhitungan indeks kapabilitas proses raw mix ditunjukkan pada Tabel 1. adalah 1,14 dan 1,29 yang

menunjukkan bahwa kapabilitas prosesnya sudah baik. Sedangkan untuk LSF, SIM dan ALM didapatkan nilai indeks kapabilitas proses yang lebih kecil dari 1, yang menunjukkan

dimana proses tersebut belum mampu memproduksi sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. Oleh karena itu perlu dilakukan

Page 384: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Analisi Kualitas Raw Mix dengan Statistical Quality ? Ely Rahmi,dkk

372

ISSN: 2355-7524

KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis peta kontrol, didapatkan bahwa terdapat beberapa data yang keluar dari batas kontrol. Peta kontrol sieving memiliki data diluar batas kontrol yang terbanyak. Hal ini dikarenakan oleh adanya kandungan air pada material, kesalahan dalam proses penentuan feed rate mesin yang disebabkan oleh faktor manusia dan mesin pada proses produksi semen. Berdasarkan hasil penelitian, raw mix pada PT X memiliki kualitas yang baik pada dua indikator yaitu sieving 90 µ dan sieving 180 µ yang ditunjukkan oleh nilai indeks kapabilitas proses yang lebih besar dari 1. Tetapi, untuk tiga indikator lainnya belum memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Hal ini dikarenakan adanya start-stop pada mesin produksi (raw mill). Pada awal proses mesin biasanya kurang stabil yang mengakibatkan beberapa bahan baku tidak diproses sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. Penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan semen untuk terus meningkatkan kualitas raw mix yang dihasilkan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Andalas dan PT Semen Padang yang telah membantu dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA 1. PURNAWAN, I. dan PRABOWO, A. “Pengaruh Penambahan Limestone Terhadap Kuat

Tekan Semen Portland Komposit”. Jurnal Rekayasa Proses. 11(2). (2017). 2. MAHYUDI, I. “Kinerja Atox Mill 32.5 Area Coal Mill Departemen Produksi Indarung VI”.

Padang (2017). 3. PRADANA, T., OLIVIA, M., ROMEY, I. dan SITOMPUL, I.R. “Kuat Tekan dan Porositas

Beton Semen OPC, PCC, dan OPC POFA di Lingkungan Gambut”. Kampus Bima Widya. Pekanbaru (2016).

4. PT SEMEN PADANG, “Moving Forward to Win The Competition with Transparency”. PT Semen Padang, Padang (2015).

5. SATYENDRA. “Statistical Quality Control”. Retrieved January 18, 2018, from Ispat Guru: http://ispatguru.com. (2013, September 20).

6. ELMAS, M.S.H, “ Pengendalian Kualitas dengan Menggunakan Metode Statistical Quality Control (SQC) untuk Meminimumkan Produk Gagal pada Toko Roti Barokah Bakery”. Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi. 1, (2017)

7. BESTERFIELD, D. H,”Quality Control”, Pearson, United State of Am erica (2008). 8. ABDULLAH, M. A, “Aplikasi Peta Kendali Statistika dalam Mengontrol Hasil Produksi

Suatu Perusahaan”. Jurnal Saintifk. 1(1). (2015) 9. HENDRAWAN, E. SUSANTO, H. V. SUSANTO, S.A.J, RAHARJO, B. “Analisa

Kapabilitas Proses untuk Proses Injeksi dan Blow Moulding”. Jurnal Rekayasa Sistem & Industri. 4(1). (2017)

10. MONTGOMERY, D. C. “Introduction to Statistical Quality Control (6 ed.)”. John Wiley & Sons, United States of America (2009).

Page 385: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

373

ISSN: 2355-7524

KAJIAN IDENTIFIKASI KETENTUAN KLASIFIKASI KESELAMATAN STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN REAKTOR NONDAYA

Catur Febriyanto S.

Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Jl. Gajah Mada no. 8, Jakarta Pusat 10120 email: [email protected]

ABSTRAK

KAJIAN IDENTIFIKASI KETENTUAN KLASIFIKASI KESELAMATAN STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN REAKTOR NONDAYA. Dengan telah beroperasinya tiga reaktor nondaya di Indonesia, diharapkan pengalaman-pengalaman selama pengoperasiannya dapat dijadikan acuan dalam pembentukan suatu peraturan. BAPETEN selaku badan pengawas tentunya mengharapkan masukan dari pengalaman-pengalaman tersebut, sehingga lebih mampu terap setelah diundangkan. Pada Tahun 2019, BAPETEN sedang menyusun peraturan badan terkait dengan klasifikasi keselamatan struktur, sistem dan komponen (SSK) instalasi nuklir. Nantinya substansi dari peraturan ini adalah berupa pedoman bagi pemegang izin dalam penetapan klasifikasi keselamatan SSK yang penting untuk keselamatan reaktor nondaya, dan bagi evaluator dalam evaluasi izin. Namun, selama pembentukan peraturan terdapat kendala berupa keterbatasan acuan. Makalah ini menguraikan gambaran serta memberikan beberapa rekomendasi yang dapat digunakan sebagai masukan dalam pembentukan peraturan badan tersebut. Dengan tersedianya peraturan ini, diharapkan over-categorization dalam pengklasifikasian kelas keselamatan SSK yang penting untuk keselamatan reaktor nondaya dapat dihindari. Adapun hasil dari tinjauan tersebut adalah metodologi yang diterapkan di PLTN dapat diterapkan di reaktor nondaya, perlu adanya batas dosis guna mengkarakterisasi konsekuensi keparahan, dan pembagian tiga kelas keselamatan berdasarkan fungsi keselamatan dan pentingnya terhadap keselamatan. Kata kunci: kelas keselamatan, SSK, reaktor nondaya.

ABSTRACT STUDY ON IDENTIFICATION OF PROVISIONS ON SAFETY CLASSIFICATION OF STRUCTURES, SYSTEMS, AND COMPONENTS FOR NON POWER REACTORS. Indonesian has experiences in operating of three non power reactors, in the establishment of a regulation is generally based on the experiences. Therefore, BAPETEN is looking forward for any suggestions from these experiences, so thus the regulation will likely be more applicable. In 2019, BAPETEN is establishing a regulation relating to the safety classification of structures, systems and components (SSCs) nuclear installations. Substances of the regulation are a guideline for applicants in determining the safety classification of SSCs important to safety for non power reactors, and for evaluators in evaluating licences. However, during the establishment the regulation there is obstacles, due to limited references. This paper provides a description and several recommendations that can be used as inputs in establishing the regulation. The regulation is expected that over-categorization in the safety class classification of SSCs important to safety for non power reactor can be avoided. The results of the review are that the methodology applied in nuclear power plants can be applied in non power reactors, dose limits to characterize the consequences of severity, and three safety classes based on safety functions and their importance to safety. Keywords: safety class, SSCs, safety analysis report, non power reactor. PENDAHULUAN

Saat ini di Indonesia telah mengoperasikan tiga reaktor nondaya, yaitu Reaktor Serba Guna – G. A. Siwabessy (RSG – GAS) yang memiliki daya termal 30 MWt, TRIGA 2000 BANDUNG yang memiliki daya termal 2 MWt, dan REAKTOR KARTINI yang memiliki daya termal 2 kWt. Saat pembangunan ketiga rektor tersebut, belum terdapat peraturan-peraturan yang seketat sekarang, sehingga pada saat itu penentuan klasifikasi SSK yang penting untuk keselamatan disesuaikan dari pihak vendor. Tentunya konsekuensi dari belum adanya peraturan tersebut, setiap reaktor menggunakan metode yang disesuaikan dari pihak vendor. Namun tentunya dalam pembangunannya tetap memenuhi kriteria keselamatan desain.

Page 386: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kajian Identifikasi Ketentuan Klasifikasi... Catur Febriyanto S.

374

ISSN: 2355-7524

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2012 tentang Keselamatan dan Keamanan Instalasi Nuklir disebutkan bahwa di dalam desain dan konstruksi instalasi nuklir, pemegang izin wajib memenuhi prinsip dasar keselamatan nuklir, yang meliputi keselamatan inheren, penghalang ganda, margin keselamatan, redundansi, keragaman, kemandirian, gagal-selamat, dan kualifikasi peralatan. Disamping itu pula, pemegang izin juga wajib menjamin terpenuhinya persyaratan desain sejak konstruksi hingga dekominioning. Persyaratan desain tersebut terdiri atas persyaratan umum dan persyaratan khusus desain. Dalam pemenuhan persyaratan desain tersebut, pemegang izin wajib menetapkan klasifikasi struktur, sistem dan komponen (SSK) Instalasi Nuklir (IN) yang dilakukan berdasarkan kelas keselamatan, kelas mutu dan/atau kelas seismik. Fungsi keselamatan dasar reaktor nuklir adalah mengendalikan reaktivitas, memindahkan panas dari teras reaktor, dan mengungkung zat radioaktif dan menahan radiasi[1]. Untuk memenuhi fungsi keselamatan dasar tersebut, SSK yang penting untuk keselamatan harus didesain, difabrikasi, dipasang dan diuji sesuai dengan standar mutu yang sepadan dengan pentingnya fungsi keselamatan dasar. SSK tersebut diklasifikasikan berdasar pada fungsi keselamatan dan pentingnya terhadap keselamatan dengan menggunakan pedoman klasifikasi yang sesuai.

Hingga saat ini, pedoman klasifikasi SSK untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah ditetapkan dan diterapkan dengan baik[2]. Di sisi lain, pedoman klasifikasi SSK untuk reaktor nondaya yang diterbitkan oleh Departemen Energi Amerika (US – DOE) telah dikembangkan beberapa dekade yang lalu, namun hanya terbatas untuk reaktor nondaya tipe kolam, dimana reaktor tipe kolam ini termasuk Kategori III dari enam kategori yang telah ditetapkan oleh US – DOE[3]. Hingga saat ini pula, US – DOE belum pernah merevisi dokumen tersebut. Hal ini dapat dipahami kemungkinan karena sulitnya menetapkan pedoman umum yang mencakup beberapa fitur desain dan tingkat daya reaktor nondaya. Disamping itu pula, utilisasi reaktor nondaya mencakup kegiatan yang luas, seperti: eksperimen fisika reaktor, pelatihan, iradiasi material target, studi transmutasi, produksi radioisotop, analisis aktivasi neutron, eksperimen yang melibatkan loop temperatur dan tekanan tinggi untuk pengujian bahan bakar dan material, riset hamburan neutron, dan radiografi neutron dan gamma. Oleh karena itu, persyaratan keselamatan yang sama untuk reaktor nondaya tidak mungkin diimplementasikan untuk setiap reaktor nondaya[4].

Karena hal tersebut, IAEA, sebagai badan tenaga atom internasional, telah menerbitkan dokumen SSR-3 yang berisi mengenai persyaratan-persyaratan keselamatan yang harus dipenuhi di dalam fasilitas reaktor nondaya, dimana salah satu babnya membahas terkait dengan desain fasilitas reaktor nondaya. Namun dokumen ini tidak memiliki dokumen turunan berupa pedoman keselamatan yang, seperti dokumen SSR-2/1 (Rev. 1) dimana dokumen turunannya membahas secara khusus terkait klasifikasi keselamatan SSK PLTN (SSG-30). Karena dalam penentuan klasifikasi SSK diperlukan pemahaman yang komprehensif dan dilibatkan berbagai multi-displin ilmu pengetahuan[5].

Pada tahun 2019, BAPETEN selaku badan pengawas sedang melakukan penyusunan peraturan badan terkait dengan klasifikasi SSK IN, yang nantinya berlaku untuk semua jenis instalasi nuklir yang mencakup PLTN, reaktor nondaya dan INNR. Namun di dalam tulisan ini hanya akan dibahas terkait klasifikasi SKK untuk reaktor nondaya. Sedangkan, metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah studi komparasi dengan membandingkan standar internasional, baik yang diterbitkan oleh IAEA maupun dari negara lain. Sedangkan tujuan penulisan adalah untuk memberikan rekomendasi terkait metodologi untuk identifikasi dan klasifikasi SSK yang penting untuk keselamatan terutama untuk reaktor nondaya. POKOK BAHASAN

Tujuan dari klasifikasi SSK adalah untuk menjamin bahwa IN memiliki risiko yang kecil ke pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup. Klasifikasi SSK merupakan salah satu konsep keselamatan dasar yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Apabila digunakan beberapa metode yang berbeda dalam implementasi klasifikasi keselamatan SSK, maka akan dihasilkan perbedaan kriteria yang diaplikasikan dalam desain SSK[6]. Berikut beberapa uraian terkait dengan klasifikasi SSK untuk reaktor nondaya: 1. Peraturan Nasional

Saat ini peraturan pelaksanaan dalam bentuk PP yang merupakan amanah dari Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran yang terkait dengan keselamatan IN adalah PP Nomor 54 Tahun 2012 tentang Keselamatan dan Keamanan

Page 387: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

375

ISSN: 2355-7524

Instalasi Nuklir. Pasal 2 ayat (3) di dalam PP tersebut dinyatakan bahwa keselamatan instalasi nuklir ditujukan untuk melindungi pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup, yang dilakukan melalui upaya pertahanan yang efektif terhadap timbulnya bahaya radiasi di instalasi nuklir.

Di dalam Pasal 16 di PP yang sama, terdapat klausul untuk membuat aturan teknisnya dalam bentuk Peraturan Badan, yang nantinya diharapkan isi dari substansi ini mengenai cara penentuan klasifikasi SSK yang penting untuk keselamatan. Sebagaimana telah disinggung di pendahuluan bahwa untuk memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus desain, pemegang izin wajib menetapkan klasifikasi SSK IN. Klasifikasi dilakukan berdasarkan kelas keselamatan, kelas mutu dan/atau kelas seismik. Adapun definisi dari ketiga kelas tersebut adalah sebagai berikut: a. kelas keselamatan adalah klasifikasi SSK berdasarkan fungsi keselamatan dan

pentingnya terhadap keselamatan; b. kelas mutu adalah klasifikasi SSK berdasarkan kendali pemenuhan persyaratan

desain dan aspek jaminan mutu pada tahap desain, konstruksi termasuk manufaktur dan pemasangan peralatan, komisioning, dan operasi; dan

c. kelas seismik adalah klasifikasi SSK berdasarkan kebutuhan tetap berfungsinya SSK tersebut selama gempa dengan skala keparahan tertentu, serta mempertimbangkan kondisi pascagempa dan kemungkinan perambatan kerusakan. Hingga saat ini peraturan teknis yang merupakan turunan dari peraturan pemerintah

yang bertujuan untuk menetapkan persyaratan keselamatan dalam pembuatan desain dan analisis keselamatan desain yaitu Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 1 Tahun 2011 tentang Ketentuan Keselamatan Desain Reaktor Nondaya. Di dalam Pasal 17 dinyatakan bahwa pemegang izin harus mempertimbangkan semua kondisi dan kejadian selama umur operasi reaktor yang dapat diperkirakan dalam dasar desain. Dasar desain tersebut memuat salah satunya adalah klasifikasi keselamatan. Sedangkan, di dalam Pasal 25 secara implisit telah diuraikan definisi klasifikasi keselamatan. Namun di sisi lain, belum terdapat uraian rinci mengenai bagaimana menentukan klasifikasi keselamatan SSK, baik di peraturan ini maupun di peraturan lainnya. Karena belum adanya pedoman terkait dengan penentuan klasifikasi keselamatan SSK tentunya menjadi tantangan tersendiri baik bagi pemohon izin maupun evaluator perizinan dalam penentuan klasifikasi keselamatan SSK. Dalam hal ini, pedoman mengenai penetapan klasifikasi SSK reaktor nondaya harus tersedia guna memberikan panduan kepada pemohon izin atau pendesain pada saat mendesain untuk pengajuan izin, dan kepada evaluator pada saat melakukan evaluasi izin terkait dengan desain reaktor nondaya untuk penerbitan izin. 2. Pedoman Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA)

IAEA telah menerbitkan dokumen Safety of Research Reactors (SSR-3). Tujuan dari diterbitkannya dokumen ini adalah untuk menyediakan dasar keselamatan dan kajian keselamatan untuk semua tahapan di semua umur reaktor nondaya melalui penetapan persyaratan pada semua aspek. Di dalam Persyaratan 16 secara jelas dipersyaratkan bahwa SSK yang penting untuk keselamatan harus diidentifikasi dan diklasifikasikan berdasarkan fungsi keselamatan dan pentingnya terhadap keselamatan. Adapun uraian rinci yang dijelaskan di dalam paragraf-paragraf untuk memenuhi Persyaratan 16 adalah sebagai berikut: a. metode klasifikasi SSK yang penting untuk keselamatan berdasarkan metode

deterministik yang dapat dilengkapi dengan metode probabilistik dengan memperhatikan faktor: fungsi keselamatan yang dilakukan oleh SSK tersebut, konsekuensi apabila fungsi keselamatan gagal, frekuensi SSK difungsikan untuk melakukan fungsi keselamatan, dan waktu yang dibutuhkan untuk mengaktuasi fungsi keselamatan sesaat setelah kejadian awal terpostulasi (postulated initiating event).

b. desain antarmuka antara SSK yang penting untuk keselamatan. Antarmuka ini harus dapat mencegah kegagalan SSK yang penting untuk keselamatan yang berada di kelas keselamaan tinggi yang disebabkan oleh kegagalan SSK yang berada di dalam kelas keselamatan rendah. Hal ini berlaku juga untuk tingkat pertahanan berlapis.

c. SSK yang melakukan fungsi keselamatan lebih dari satu harus diklasifikasikan ke dalam kelas keselamatan yang lebih tinggi.

d. SSK, termasuk perangkat lunak, yang penting untuk keselamatan harus diidentifikasi dan diklasifikasikan sesuai dengan fungsi keselamatan dan penting terhadap

Page 388: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kajian Identifikasi Ketentuan Klasifikasi... Catur Febriyanto S.

376

ISSN: 2355-7524

keselamatan. Dasar klasifikasi keselamatan SSK harus dinyatakan dan persyaratan desain harus diterapkan sesuai dengan klasifikasi keselamatannya. Sedangkan di Persyaratan 17 menguraikan tentang dasar desain SSK yang penting

untuk keselamatan harus memiliki kemampuan, keandalan dan fungsi yang relevan untuk kondisi kondisi operasi, kecelakaan dan yang timbul dari bahaya internal dan eksternal, untuk memenuhi kriteria keberterimaan selama umur reaktor nondaya. Adapun uraian rinci yang dijelaskan di dalam paragraf-paragraf Persyaratan 17 untuk memenuhi Persyaratan 16 adalah sebagai berikut: a. dasar desain untuk SSK yang penting untuk keselamatan harus dijustifikasi dan

didokumentasikan. Dokumentasi harus memberikan informasi kepada organisasi pengoperasi untuk mengoperasikan reaktor secara selamat.

b. kemampuan reaktor nondaya dalam menghadapi kondisi tertentu selama operasi harus dipertimbangkan dalam proses desain. Kondisi tersebut mencakup semua kondisi yang akan datang, dan kejadian yang terkait dengan tahapan pengoperasian dan dengan kondisi operasi dan kecelakaan, karakteristik tapak dan mode operasi. Seperti yang telah disinggung di pendahuluan, dokumen SSR-3 ini tidak memiliki

dokumen turunan berupa pedoman keselamatan yang menguraikan metodologi dalam penentuan klasifikasi keselamatan SSK. Di sisi lain, dokumen SSR-2/1 (Rev. 1) memiliki dokumen pedoman SSG-30 yang menguraikan secara rinci metodologi dalam penentuan klasifikasi keselamatan SSK PLTN. Di dalam dokumen tersebut diuraikan tiga kategori keselamatan fungsi dan tiga kelas keselamatan untuk SSK yang penting untuk keselamatan. Apabila kategori keselamatan fungsi telah lengkap, maka SSK yang melakukan fungsi-fungsi tersebut ditetapkan ke kelas keselamatan. Oleh karena itu, kelas keselamatan SSK dapat dikategorikan secara langsung menurut keparahan konsekuensi kegagalan SSK, sebagai berikut: a. kelas keselamatan 1: SSK yang apabila gagal akan menimbulkan konsekuensi

keparahan yang “tinggi”. b. kelas keselamatan 2: SSK yang apabila gagal akan menimbulkan konsekuensi

keparahan yang “sedang”. c. kelas keselamatan 3: SSK yang apabila gagal akan menimbulkan konsekuensi

keparahan yang “rendah”. IAEA merekomendasikan persyaratan keselamatan reaktor nondaya sama dengan

persyaratan keselamatan reaktor daya[7]. Di sisi lain, penerapan persyaratan keselamatan antara reaktor daya dan reaktor nondaya, dan antara tipe-tipe reaktor nondaya dapat dilakukan sesuai dengan potensi bahaya terkait reaktor melalui pendekatan berperingkat[4,7]. 3. Pedoman Departemen Pertahanan Amerika (US – DOE)

Dengan kepemilikan dan pengoperasian berbagai macam reaktor nondaya dan fasilitas kritis, US – DOE telah menetapkan pedoman desain untuk reaktor nondaya tipe kolam. Filosofi desain dasar untuk reaktor nondaya sama seperti yang diterapkan untuk reaktor daya[1,3]. Keduanya memiliki pertahanan yang efektif dengan diwujudkan melalui penerapan strategi pertahanan berlapis untuk memenuhi fungsi keselamatan dasar yang terdiri dari pengendalian reaktivitas, pemindahan panas, dan pengungkungan zat radioaktif dan penahan radiasi. Karena perbedaan yang besar antara reaktor nondaya tipe kolam dengan reaktor daya, hal ini dimungkinkan untuk menyederhanakan beberapa desain reaktor nondaya dengan tetap melindungi pekerja, masyarakat dan lingkungan. Sebagai contoh, umumnya fasilitas reaktor nondaya tipe kolam menggunakan gedung reaktor (confinement concept) yang tidak mengendalikan lepasan zat radioaktif ke lingkungan seperti halnya pada containtment di reaktor daya.

Dokumen ini tidak mencakup penentuan kelas keselamatan dan hanya mampu terap untuk setiap sistem di fasilitas tertentu. Pedoman US – DOE memberikan rekomendasi terkait klasifikasi keselamatan sebagai berikut: - kelas keselamatan minimum berdasarkan USNRC Regulatory Guideline 1.26, “Quality

Group Classifications and Standards for Water, Steam and Radioactive Waste Containing Components of Nuclear Power plants”. Bila dosis off-site maksimum karena kegagalan sistem dapat melebihi nilai 0,5 rem untuk seluruh tubuh, sistem didesain pada Kelas Keselamatan 1, 2, atau 3. Di sisi lain, sistem tidak didesain dengan menggunakan standar nuklir, bila dosis off-site di bawah nilai 0,5 rem.

Page 389: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

377

ISSN: 2355-7524

- berdasar pada hasil analisis keselamatan, kelas keselamatan akhir ditetapkan. Atau, perlu ditingkatkan kualitas dan keandalan sistem dengan mendesainnya ke kelas keselamatan yang lebih tinggi dari kelas keselamatan minimumnya.

4. Pedoman Eropa

Western European Nuclear Regulators’ Association (WENRA) dibentuk untuk mengembangkan pendekatan yang harmonis terhadap keselamatan nuklir antar negara-negara anggota di Eropa. Salah satu pencapaian utamanya yang disepakati antar negara-negara tersebut adalah tingkat acuan (reference levels) untuk pengoperasian reaktor daya. Dengan diterbitkannya tingkat acuan tersebut diharapkan dapat membantu dalam peningkatan keselamatan dan persyaratan nasional reaktor daya di negara-negara anggota WENRA. Hingga saat ini telah tergabung 17 negara di WENRA. Hasilnya, semua negara yang tergabung melakukan harmonisasi pedoman klasifikasi keselamatan untuk reaktor daya[8]. Gambar 1 menunjukkan harmonisasi proses klasifikasi keselamatan SSK (Issue G). Garis vertikal mempresentasikan jumlah negara, dan garis vertikal mempresentasikan tingkat acuan. Adapun uraian dari setiap tingkat acuan adalah sebagai berikut[9]: - G1.1: Semua SSK yang penting untuk keselamatan harus diidentifikasi dan

diklasifikasikan berdasarkan pentingnya terhadap keselamatan. - G2.1: Klasifikasi SSK berdasar pada metode deterministik, dilengkapi dengan metode

probabilistik dan pertimbangan teknis, jika diperlukan. - G2.2: Klasifikasi mengidentifikasi untuk setiap kelas keselamatan:

o kode dan standar yang sesuai dalam desain, fabrikasi, konstruksi dan inspeksi; o kebutuhan catu daya darurat, kualifikasi terhadap kondisi lingkungan; o ketersediaan sistem yang melayani fungsi keselamatan dipertimbangkan dalam

analisis keselamatan deterministik; o persyaratan mutu yang berlaku.

- G3.1: SSK yang penting untuk keselamatan didesain, dikonstruksi, dan dipelihara sedemikian rupa sehingga mutu dan keandalannya sesuai dengan klasifikasinya.

- G3.2: Kegagalan SSK dalam satu kelas keselamatan tidak boleh menyebabkan kegagalan SSK lainnya di kelas keselamatan yang lebih tinggi. Sistem pendukung yang mendukung SSK yang penting untuk keselamatan diklasifikasikan sesuai dengan SSK yang penting untuk keselamatan.

- G4.1: Desain SSK yang penting untuk keselamatan dan bahan yang digunakan memperhitungkan dampak kondisi operasi selama umur instalasi dan, jika diperlukan, dampak kondisi kecelakaan pada karakteristik dan kinerjanya.

- G4.2: Prosedur kualifikasi diadopsi untuk menyatakan bahwa SSK yang penting untuk keselamatan sesuai selama umur instalasi untuk menjalankan fungsinya, dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan selama umur instalasi dan ketika diperlukan dalam kejadian operasi terantisipasi dan kondisi kecelakaan.

Gambar 1. Harmonisasi Proses Klasifikasi Keselamatan SSK[8].

Gambar 1 menunjukkan bahwa negara-negara yang tergabung dengan WENRA

memiliki peraturan sendiri, namun negara-negara tersebut sepakat untuk mengimplementasikan peraturan secara harmonis. Dari sini dapat dipahami bahwa pedoman yang diharmonisasi merupakan seri standar keselamatan IAEA. Oleh karena itu, pedoman klasifikasi keselamatan untuk reaktor riset di negara-negara Eropa merupakan seri standar keselamatan IAEA[10].

Page 390: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kajian Identifikasi Ketentuan Klasifikasi... Catur Febriyanto S.

378

ISSN: 2355-7524

METODOLOGI Metodologi yang digunakan dalam tulisan ini adalah studi komparasi dengan

membandingkan standar internasional, baik yang diterbitkan oleh IAEA maupun dari negara lain. HASIL DAN PEMBAHASAN

Metodologi untuk identifikasi dan klasifikasi keselamatan SSK reaktor nondaya sangatlah diperlukan. Hingga saat ini, ketentuan dalam bentuk pedoman belum tersedia, sehingga stakeholder, dalam hal ini pemegang izin, dalam menetapkan kelas keselamatan SSK yang penting untuk keselamatan berdasarkan metode yang digunakan oleh vendor. Hal ini dapat dipahami karena pada saat pembangunan reaktor nondaya pertama, vendor memiliki metodologi sendiri untuk menentukan klasifikasi keselamatan reaktor nondaya, dan pada saat itu pula, belum tersedianya peraturan terkait dengan pedoman dalam identifikasi dan klasifikasi SSK yang penting untuk keselamatan. Seperti disebutkan di dokumen SSR-3 bahwa IAEA merekomendasikan persyaratan keselamatan reaktor nondaya sama dengan persyaratan keselamatan reaktor daya. Hal ini dapat diartikan bahwa metodologi untuk identifikasi dan klasifikasi SSK yang penting untuk keselamatan untuk reaktor nondaya dapat mengikuti metodologi yang diterapkan di PLTN, dengan tetap menerapkan fungsi keselamatan dasar yang sama untuk semua jenis reaktor nondaya. Hal ini didukung pula di dalam kerangka hukum di Indonesia, yaitu PP Nomor 54 Tahun 2012, dimana fungsi keselamatan dasar reaktor nuklir, yang mencakup pula untuk reaktor nondaya, harus dipenuhi.

Gambar 2 menguraikan diagram alir proses klasifikasi yang diawali dengan pemahaman dasar desain instalasi, analisis keselamatan dan fungsi keselamatan yang akan dicapai, hingga pemilihan aturan desain teknis yang dapat diterapkan untuk SSK yang penting untuk keselamatan. Pada tahap pertama, harus dilakukan identifikasi fungsi yang akan dikategorikan, termasuk fungsi keselamatan dasar dan fungsi yang mendukung fungsi keselamatan dasar, merupakan fungsi yang diperlukan untuk mencapai fungsi keselamatan dasar instalasi nuklir untuk berbagai kondisi instalasi, yang mencakup operasi normal, kejadian operasi terantisipasi, dan kecelakaan dasar desain dan kecelakaan yang melampaui dasar desain.

Tabel 1. Perbandingan Batas Dosis untuk Semua Kondisi Instalasi

KONDISI INSTALASI

BATAS DOSIS

TECDOC-1787 PERATURAN BADAN

Operasi normal Batas dosis pekerja: - dosis efektif 20 mSv/tahun - 1 mSv per paparan tunggal

Batas dosis: - pekerja: dosis efektif 20

mSv/tahun* - masyarakat: dosis efektif <

pembatas dosis anggota masyarakat**

Kejadian operasi terantisipasi

Batas dosis di luar tapak untuk masyarakat: dosis efektif 1 mSv/tahun

Batas dosis anggota masyarakat: dosis efektif 1 mSv/tahun*

Kecelakaan dasar desain

Batas dosis kecelakaan dasar desain sebagaimana diterima oleh badan pengawas

Belum diatur

* PerKa No. 4 Tahun 2013 ** PerKa No. 4 Tahun 2018

Selanjutnya, untuk mencapai fungsi keselamatan dasar tersebut, fungsi tersebut

harus dikategorikan berdasarkan pentingnya terhadap keselamatan, dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut: konsekuensi kegagalan, frekuensi kejadian awal terpostulasi, dan kontribusi fungsi untuk mencapai kondisi terkendali dan kondisi selamat. Pendekatan yang direkomendasikan di dalam SSG-30 adalah konsekuensi keparahan berdasarkan konsekuensi terburuk yang timbul apabila fungsi tidak dijalankan, dan dibagi menjadi tiga tingkatan (tinggi, sedang dan rendah). Di dalam Tecdoc-1787 dijelaskan lebih lanjut bahwa untuk mengkarakterisasi konsekuensi keparahan adalah dengan menggunakan batas dosis atau kriteria desain. Adapun Tabel 1 memberikan perbandingan dosis efektif, baik pekerja maupun masyarakat, terhadap Tecdoc-1787 dengan peraturan badan. Di sisi lain, Tecdoc-

Page 391: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

379

ISSN: 2355-7524

1787 memberikan contoh kriteria keberterimaan desain SSK untuk PLTN. Sedangkan tulisan ini hanya membatasi klasifikasi keselamatan SSK reaktor nondaya, dan sejauh ini belum ada acuan yang memberikan kriteria keberterimaan desain reaktor nondaya secara umum, karena perbedaan fitur desain dan tingkat daya.

Mulai

Pemahaman dasar desain instalasi, analisis keselamatan dan fungsi keselamatan yang akan dicapai

Identifikasi semua fungsi yang dibutuhkan untuk memenuhi fungsi keselamatan dasar instalasi nuklir pada semua kondisi instalasi nuklir

Kategori fungsi

Identifikasi dan klasifikasi SSK yang melakukan fungsi yang dikategorikan

Identifikasi ketentuan desain yang dibutuhkan untuk mencegah

kecelakaan, membatasi efek bahaya atau melindungi pekerja, masyarakat

dan lingkungan terhadap risiko radiologi saat operasi

Identifikasi dan klasifikasi SSK yang diterapkan sebagai persyaratan

desain

Apakah klasifikasi benar dan lengkap?

Pemilihan aturan desain teknik yang dapat diterapkan untuk SSK

Gambar 2. Diagram Alir yang Menunjukkan Proses Klasifikasi[2].

Dalam melakukan klasifikasi kelas keselamatan digunakan metode deterministik yang dilengkapi dengan metode probabilistik, dengan mempertimbangkan faktor: fungsi keselamatan yang dilakukan, konsekuensi kegagalan, frekuensi untuk melakukan fungsi keselamatan, dan periode untuk melakukan fungsi keselamatan setelah kejadian awal terpostulasi. SSK yang penting untuk keselamatan yang melakukan beberapa fungsi dari kategori yang berbeda diklasifikasikan ke dalam kelas yang tertinggi. Sedangkan, apabila SSK tersebut yang berbeda kelas keselamatannya saling berhubungan atau berinteraksi, antarmuka antara SSK tersebut harus dihindari melalui sarana peralatan yang diklasifikasikan di dalam kelas keselamatan tertinggi untuk menjamin tidak ada dampak terhadap kegagalan SSK yang ada di kelas keselamatan paling bawah. SSG-30 membagi kelas keselamatan menjadi tiga kelas keselamatan, sedangkan US – DOE membagi menjadi empat kelas keselamatan. Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak ada SSK yang diklasifikasikan sebagai Kelas Keselamatan-1, karena karakteristik reaktor nondaya tipe kolam (reaktor beroperasi di kolam terbuka dan tidak bertekanan). Karena IAEA telah menetapkan persyaratan dan pedoman keselamatan untuk reaktor nondaya, dan merekomendasikan negara-negara anggota untuk mengadopsi standar keselamatan IAEA.

Page 392: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kajian Identifikasi Ketentuan Klasifikasi... Catur Febriyanto S.

380

ISSN: 2355-7524

Tabel 2. Perbandingan Definisi Kelas Keselamatan

KELAS KESELAMATAN SSG-30 US – DOE

1 (Kelompok Mutu A)*

SSK yang apabila gagal dapat menyebabkan konsekuensi keparahan yang tinggi.

Reaktor nondaya tipe kolam tidak memerlukan SSK Kelas Keselamatan 1

2 (Kelompok Mutu B)*

SSK yang apabila gagal dapat menyebabkan konsekuensi keparahan yang sedang.

• Kegagalan sistem yang mengakibatkan konsekuensi radiologi melebihi sebagaimana di pedoman 10CFR100.

• Kegagalan sistem yang mengakibatkan kegagalan pemadaman dan/atau pengambilan panas yang selamat.

3 (Kelompok Mutu C)*

SSK yang apabila gagal dapat menyebabkan konsekuensi keparahan yang rendah.

SSK yang bukan Kelas Keselamatan 1 atau 2, tetapi mengandung atau mungkin mengandung bahan radioaktif dan memiliki potensi untuk menyebabkan dosis off-site lebih dari 0,5 rem untuk seluruh tubuh atau setara dengan bagian anggota tubuh, tetapi nilainya kurang dari dosis sebagaimana di pedoman 10CFR100.

4 (Non-Keselamatan Nuklir)*

(Kelompok Mutu D)*

SSK yang mengandung atau mungkin mengandung bahan radioaktif tetapi bukan Kelas Keselamatan 1, 2 atau 3, didesain dengan menggunakan standar keselamatan non-nuklir. Dosis off-site maksimum yang dihasilkan dari kegagalan sistem non-nuklir tidak melebihi nilai 0,5 rem untuk seluruh tubuh atau setara dengan bagian bagian anggota tubuh.

* US-DOE

Tabel 3. Daftar SSK yang Penting untuk Keselamatan[3]

KELAS KESELAMATAN SSK

Kelas Keselamatan 3 (Kelompok Mutu C)

• Sistem pendingin reaktor

• Sistem pendinginan teras darurat

• Gedung reaktor

• Sistem ventilasi fitur keselamatan teknis

• Sistem proteksi radiasi

Non-Keselamatan Nuklir (Kelompok Mutu D)

• SIK non-keselamatan

• Sistem kelistrikan Non-Kelas 1E

• Sistem air pendingin

• Sistem penanganan dan penyimpanan bahan bakar

• Sistem purifikasi dan air make-up

• Sistem proteksi kebakaran

Dari Kategori III reaktor tipe kolam yang dimiliki dan dioperasikan oleh US – DOE

dibagi menjadi dua subgrup berdasarkan tingkat daya termalnya, yang terdiri dari daya termal dalam rentang 1 MWt hingga 10 MWt, dan daya termal di bawah 1 MWt. Untuk daya termal di bawah 1 MWt, semua SSK tidak memiliki kelas keselamatan. Sedangkan untuk

Page 393: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

381

ISSN: 2355-7524

daya termal dalam rentang 1 MWt hingga 10 MWt, SSK dalam rentang daya tersebut sebagaimana ditunjukkan di dalam Tabel 3.

Tabel 4. Perbandingan Definisi Kelas Keselamatan Reaktor Nondaya

KELAS KESELAMATAN

NAMA INSTALASI

TRIGA 2000 BANDUNG

KARTINI* RSG-GAS

A (I)*

SSK yang berfungsi untuk mempertahankan integritas elemen bakar nuklir dan mencegah terjadinya kecelakaan nuklir.

SSK yang berfungsi untuk mempertahankan integritas elemen bakar nuklir dan mencegah terlepasnya ZRA sebagai fungsi pertahanan berganda (multiple barriers).

Peralatan/komponen yang apabila digunakan/dioperasikan akan berhubungan/berpengaruh secara langsung terhadap keselamatan

B (II)*

SSK yang berfungsi untuk mengurangi dampak suatu kecelakaan nuklir (pendinginan reaktor setelah kecelakaan, dan pemindahan panas setelah kegagalan sistem pendingin).

SSK yang berfungsi untuk mengurangi (mitigate) terhadap dampak kecelakaan nuklir (pendinginan reaktor setelah kecelakaan, pemindahan panas setelah kegagalan sistem pendingin, dan pencegahan terhadap dampak yang lebih luas).

Peralatan/komponen yang apabila digunakan/dioperasikan akan berhubungan/berpengaruh secara tak langsung terhadap keselamatan

C (III)*

SSK yang apabila mengalami kegagalan dalam operasinya tidak akan menimbulkan kecelakaan nuklir (rancangan memenuhi standar industri peralatan non-nuklir).

SSK yang apabila mengalami kegagalan dalam operasinya tidak akan menimbulkan kecelakaan nuklir.

Peralatan/komponen yang apabila digunakan/dioperasikan tidak berhubungan/berpengaruh terhadap keselamatan

Tabel 4 menunjukkan perbandingan klasifikasi keselamatan reaktor nondaya yang

ada saat ini telah beroperasi di Indonesia berdasarkan dokumen Laporan Analisis Keselamatan (LAK) dari masing-masing fasilitas. Dari Tabel 4 tersebut dapat dilihat bahwa masing-masing fasilitas secara definisi sudah seragam. Namun, apabila dilihat di dalam dokumen LAK untuk tiap-tiap instalasi, untuk SSK yang sama dapat diklasifikasikan ke dalam kelas keselamatan yang berbeda. Sebagai contoh, gedung reaktor KARTINI YOGYAKARTA yang beroperasi dengan daya 250 kWt diklasifikasikan ke dalam Kelas Keselamatan I. Sedangkan, gedung reaktor TRIGA 2000 BANDUNG yang beroperasi dengan daya 2 MWt diklasifikasikan ke dalam Kelas Keselamatan C. Hal ini apabila kedua reaktor tersebut dimasukan ke dalam sistem perizinan US – DOE, untuk gedung reaktor TRIGA 2000 BANDUNG sesuai dengan kelas keselamatan yang telah ditetapkan. Sebaliknya, untuk gedung reaktor KARTINI YOGYAKARTA yang memiliki daya di bawah 1 MWt, di dalam sistem perizinan US-DOE tidak memiliki kelas keselamatan. Namun apabila dipertimbangkan untuk masuk ke dalam rentang daya termal 1 Mwt hingga 10 MWt, kelas

Page 394: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kajian Identifikasi Ketentuan Klasifikasi... Catur Febriyanto S.

382

ISSN: 2355-7524

kesalamatan gedung reaktor KARTINI YOGYAKARTA dirasa memiliki kelas keselamatan berlebih (over-categorization). Tentunya, untuk menghindari over-categorization tersebut diperlukan analisis keselamatan yang berupa konsekuensi keparahan dengan asumsi bahwa semua fungsi independen lainnya dilakukan secara benar dan tepat waktu[2].

Tentunya, perbedaan tersebut dapat dipahami karena penggunaan metode yang berbeda dalam penentuan kelas keselamatan SSK, sehingga akan dihasilkan perbedaan hasil akhir dari kelas keselamatan SSK tersebut. Disamping itu pula, perbedaan definisi teknis, selain definisi sebagaimana dimaksud pada Tabel 2 dan Tabel 4. US – DOE dan IAEA telah menetapkan definisi teknis yang berupa batas dosis. Batas dosis tersebut dapat diadopsi ke dalam peraturan badan yang sedang disusun dengan mengacu ke peraturan badan yang telah terbit, seperti yang dijelaskan di dalam Tabel 1, dan berlaku untuk semua kondisi instalasi.

Tahap terakhir adalah verifikasi klasifikasi keselamatan yang dilakukan dengan menggunakan analisis deterministik, yang dapat dilengkapi dengan analisis probabilistik dan/atau penilaian teknis. Verifikasi ini dilakukan untuk menentukan konsistensi antara analisis deterministik dan probabilistik bahwa klasifikasi keselamatan benar. Apabila terdapat perbedaan, kajian lanjut dilakukan untuk memahami perbedaan dan untuk menentukan kelas keselamatan akhir yang didukung melalui justifikasi.

Keselamatan instalasi juga bergantung pada keandalan SSK yang penting untuk keselamatan yang sebagian besar didesain untuk digunakan pada operasi normal. Hal ini disebut ketentuan desain (design provisons). Ketentuan desain harus diidentifikasi dan dipertimbangkan di dalam proses klasifikasi keselamatan, dan akan didesain, difabrikasi, dikonstruksi, dipasang, dikomisioning, dioperasikan, diuji, diinspeksi dan dirawat dengan kualitas yang memadai. Gambar 3 menunjukkan bahwa ketentuan desain diterapkan untuk mengurangi probabilitas kecelakaan dan fungsi diterapkan untuk membuat konsekuensi yang diterima sejalan dengan probabilitas kecelakaan.

Gambar 3. Prinsip Dasar Frekuensi terhadap Konsekuensi[2].

KESIMPULAN

Dari tinjauan di atas dapat disimpulkan bahwa semua SSK yang penting untuk keselamatan instalasi reaktor nondaya yang sudah beroperasi di Indonesia telah ditetapkan ke dalam kelas keselamatan. Namun, kelas keselamatan untuk fasilitas reaktor nondaya yang memiliki daya lebih rendah dirasa kurang sesuai bila dibandingkan dengan fasilitas reaktor nondaya yang memiliki daya lebih tinggi (over-categorization). Oleh karena itu, dirasa perlu memberikan rekomendasi yang diusulkan dalam penyempurnaan penyusunan peraturan badan terkait dengan klasifikasi SSK reaktor nondaya untuk menghindari over-categorization. Adapun rekomendasi tersebut adalah metodologi untuk identifikasi dan klasifikasi SSK yang penting untuk keselamatan dapat mengikuti metodologi yang sudah diterapkan di PLTN. Karena metodologi ini merupakan urutan yang harus dilakukan untuk menetapkan kelas keselamatan SSK yang penting untuk keselamatan. Sedangkan, pendekatan yang digunakan di dalam metodologi ini adalah konsekuensi keparahan yang berdasarkan konsekuensi terburuk yang timbul apabila fungsi tidak dijalankan, maka perlu

Page 395: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

383

ISSN: 2355-7524

digunakan batas dosis guna mengkarakterisasi konsekuensi keparahan tersebut. Tentunya konsekuensi keparahan tersebut harus dilakukan melalui analisis keselamatan. Sedangkan, batas dosis tersebut dapat mengikuti nilai batas dosis yang telah ditetapkan di dalam peraturan badan lainnya. Disamping itu pula, pembagian kelas keselamatan dapat mengikuti rekomendasi IAEA yang dibagi menjadi tiga kelas keselamatan berdasarkan fungsi keselamatan dan pentingnya terhadap keselamatan. DAFTAR PUSTAKA 1. PERATURAN PEMERINTAH, “Keselamatan dan Keamanan Instalasi Nuklir”, Peraturan

Pemerintah Nomor 54 Tahun 2012, April, Jakarta (2012) 2. SSG-30, “Safety Classification of Structures, Systems and Components in Nuclear

Power Plants”, IAEA, Mei, Vienna (2014) 3. W.J. BRYNDA, dkk., “BNL 50831-III: Design Guide for Category-III Reactors Pool Type

Reactor”, Brookhaven National Laboratory Associated Universities Inc., Upton, New York (1978)

4. SSG-22, “Use of a Graded Approach in the Application of the Safety Requirements for Research Reactors”, IAEA, November, Vienna (2012)

5. ARIFIN M. SUSANTO, dkk., “Kajian Teknis Klasifikasi Sistem, Stuktur dan Komponen (SSK) Reaktor Nuklir”, Prosiding Seminar Nasional Infrastruktur Energi Nuklir 2018, Yogyakarta (2018)

6. CORDEL DIGITAL INSTRUMENTATION & CONTROL TASK FORCE, “Safety Classification for I&C Systems in Nuclear Power Plants – Current Status & Difficulties”, World Nuclear Association, September, England and Wales (2015)

7. SSR-3, “Safety of Research Reactors”, IAEA, September, Vienna (2016) 8. WENRA, “Harmonization of Reactor Safety in WENRA Countries”, Januari, Uni Eropa

(2006) 9. WENRA, “Report: WENRA Safety Reference Levels for Existing Reactors”, September,

Uni Eropa (2014) 10. TAE-RYONG KIM, “Safety Classification of Systems, Structures, and Components for

Pool-Type Research Reactors”, Nuclear Engineering and Technology 48 (2016) 11. SSR-2/1 (Rev. 1), “Safety of Nuclear Power Plants: Design”, IAEA, Februari, Vienna

(2016) 12. IAEA-TECDOC-1787, “Application of the Safety Classification of Structures, Systems

and Components in Nuclear Power Plants”, IAEA, April, Vienna (2016) 13. PERATURAN KEPALA BAPETEN, “Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam

Pemanfaatan Tenaga Nuklir”, Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 4 Tahun 2013, Maret,

Jakarta (2013)

14. PERATURAN KEPALA BAPETEN, “Ketentuan Keselamatan Evaluasi Tapak Instalasi Nuklir”, Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 4 Tahun 2018, Juli, Jakarta (2018)

15. BATAN, “Laporan Analisis Keselamatan Reaktor TRIGA 2000 BANDUNG”, No. R 093/KN 01 01/SNT 4 Revisi/Terbitan 0/2, Bandung (2016)

16. BATAN, “Laporan Analisis Keselamatan Reaktor KARTINI”, LAK 01.4/RN.00 02/STA 4 Revisi 8, Yogyakarta (2017)

17. BATAN, “Laporan Analisis Keselamatan RSG-GAS (Volume 1)”, RSG.KK.03.04.63.08 Revisi 10, Jakarta (2008)

Page 396: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Kajian Identifikasi Ketentuan Klasifikasi... Catur Febriyanto S.

384

ISSN: 2355-7524

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Johnny Situmorang, PTKRN - BATAN)

• Apakah ada pendekatan beda BOP dari nuclear island pada material klasifikasi?

• Apakah terhadapat human factor sudah dimasukkan dalam pertimbangan?

JAWABAN: (Catur Febriyanto S., BAPETEN )

• Dalam peraturan ini, hanya mencakup SSK yang penting untuk keselamatan, sehingga hanya lebih diperhatikan bagian nuclear island, daripada BOP. Konsekuensi dari dimasukkan SSK ke batas keselamatan adalah penerapan kode dan standar yang lebih ketat dibanding kode dan standar industri non-nuklir.

• Klasifikasi SSK tidak mempertimbangkan human factor.

2. PERTANYAAN: (Jepri, PSMN - BATAN)

• Apakah kajian di paper ini hanya mengacu di Perka saja? Apakah Perka Bapeten atau Perka Batan?

• Untuk code and standard, apakah mengacu ke US NRC?

JAWABAN: (Catur Febriyanto S., BAPETEN )

• Acuan yang digunakan di dalam paper ini adalah peraturan-peraturan yang diterbitkan oleh BAPETEN. Hal ini dilakukan untuk mencegah tumpang tindih persyaratan antar peraturan.

• Tidak harus, peraturan ini tidak harus menggunakan kode dan standar. Harus menggunakan SNI. Apabila SNI tidak tersedia, maka dapat menggunakan kode dan standar yang sesuai/digunakan oleh vendor.

• eksperimen ini akan direnovasi dengan water jacket di ubah ke pendinginan AC.

Page 397: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

385

ISSN: 2355-7524

KARAKTERISTIK PENDINGINAN WATER-JACKET BERDASARKAN PERUBAHAN DAYA HEATER PADA

UNTAI USSA-FTS01

Bernard Rumpedai1, Dwi Yuliaji

1, Mulya Juarsa

1,2

1 Teknik Masin, Fakultas Teknik dan Sains, Universitas Ibn Khaldun Bogor

Jl.Sholeh Iskandar,Kedung Badak,Kec,Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat 16162 2Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir (PTKRN) - BATAN Gedung 80 Kawasan PUSPIPTEK, Setu, Tangerang Selatan 15314

Email: [email protected]

ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDINGINAN PADA WATER JACKET UNTAI USSA-FT01 BERDASARKAN PERBEDAAN DAYA HEATER. Pemahaman terhadap fenomena sirkulasi alam untuk perangkat energi dalam rangka efisiensi perlu menjadi perhatian saat kebutuhan listrik meningkat. Salah satunya, dengan melakukan penelitian secara eksperimental menggunakan fasilitas eksperimen Untai USSA-FTS01. Komponen Untai USSA-FTS01 terdiri dari, band heater, water-jacket sebagai pendingin, sistem refrigerasi, tangki ekspansi dan pemipaan yang terdiri dari tube berdiameter 1 inch serta dibentuk rectangular berdimensi 1 meter x 2 meter. Tujuan penelitian adalah untuk mengkarakterisasi pendinginan water-jacket melalui perubahan temperatur masukan dan keluaran di water jacket dan di pipa bagian cooler akibat perubahan daya heater. Metode penelitian dilakukan secara eksperimen dengan memvariasikan daya band heater 528 watt, 655 watt dan 784 watt dengan debit aliran pendingin sistem refrigerasi sebesar 3,5 LPM. Hasil eksperimen menunjukkan secara berturut-turut kenaikan daya menyebabkan rata-rata temperatur air di dalam pipa rektanguar di daerah cooler naik mulai dari 46,83

oC, 52,65

oC hingga 61,84

oC.

Kemampuan pendinginan water-jacket berkurang hingga mencapai 156,6% menunjukkan semakin banyak energi yang dilepas, sedangkan di cooler semakin mengecil sebesar 31,9% menunjukkan sedikit energi yang berubah. Kata kunci: karakterisasi, pendinginan, daya, water-jacket, sirkulasi alam, temperature

ABSTRACT

COOLING PERFORMANCE OF WATER-JACKET IN USSA-FTS01 BASE ON VARIATION OF HEATER POWER. An understanding of the phenomenon of natural circulation for energy devices in the framework of efficiency needs to be a concern when electricity needs increase. One of them, by conducting experimental research using the USSA-FTS01 loop facility. The USSA-FTS01 loop component are consists of a band heater, a water jacket as a cooler, a refrigeration system, an expansion tank and a piping consisting of a 1 inch diameter tube and a rectangular shape dimension of 1 meter x 2 meter. The purpose of this study was to characterize the cooling of water-jacket through differentiation in the input and output temperatures in the water jacket and in the cooler pipe due to changes in band heater power. The research method was conducted experimentally by varying the power band heater 528 watt, 655 watt and 784 watt with a cooling flow volume of the refrigeration system of 3.5 LPM. Experimental results show that the increase in heater power respectively causes the average water temperature inside the rectangular pipe in the cooler area was increase from 46.83

oC, 52.65

oC and 61.84

oC. The cooling ability of the water-jacket is reduced to

156.6% indicating more energy is released, while the cooler decreases by 31.9% indicating less energy is changed.. Keywords: characterization, cooling, power, water-jacket, natural circulation, temperature

Page 398: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Karakteristik Pendinginan Pada Water Jacket Untai Bernard Rumpedai, dkk.

386

ISSN: 2355-7524

PENDAHULUAN Energi tidak di ciptakan maupun dimusnakan. Manusia hanya bisa mengubah

bentuk energi dari bentuk satu ke energi lainnya. Peningkatan kebutuhan energi listrik pada tahun 2018 sebesar 5,2% dan pada tahun 2019 PLN memperkirakan pertumbuhan konsumsi listrik sebesar 6% dibandingkan tahun 2018 [1]. Penyebab meningkatnya konsumsi energi listrik adalah meningkatnya target pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan pembangunan perkantoran, pertokoan, perusahaan di industri, pabrik dan lainnya [2-3]

Namun kendala yang dihadapi saat ini adalah makin berkurangnya ketersediaan sumber daya energi fosil, khususnya minyak bumi, yang sampai saat ini masih merupakan tulang punggung dan komponen utama penghasil energi listrik di Indonesia [5]. Hal tersebut bisa dihindari dengan cara mengembangan prinsip-prinsip konversi energi secara sederhana, efisien dan optimal, Kemudian, perlu mempertimbangkan peranan dari prinsif-prinsip hukum alam agar digunakan secara penuh untuk mereduksi kerja peralatan bantu yang mengkonsumsi energi. [6]

Peralatan pemindah kalor berupa untai tertutup thermosyphon memiliki kemampuan untuk memindahkan kalor dari suatu sumber kalor ke area yang lebih dingin lain dengan jarak tertentu. maka kerapatan air dibagian yang panas akan lebih rendah dibandingkan dengan bagian yang dingin. Perbedaan hidrostatik karena perbedaan kerapatan akan menyebabkan gradient kerapatan yang menggerakan air untuk mengalir di untai. Kemampuan pergerakan molekul air karena beda kerapatan dan ditambah adanya beda ketinggian akan menimbulkan aliran di dalam untai. Stabilitas aliran diharapkan akan timbul apabila terjadi perbedaan temperatur yang stabil antara bagian panas dan bagian dingin. [5] Sirkulasi alam yaitu fenomena sederhana yang terjadi pada proses perputaran fluida secara kontinyuitas dan tanpa adanya energi dari luar yaitu energi listrik. Sistem sirkulasi alam memanfaatkan fenomena gaya bouyancy dan gaya gravitasi akibat adanya perbedaan densitas air karena terjadi perbedaan temperatur. Beberapa peneliti seperti S.M Seyyedi dan kawan-kawan juga telah mempelajari sirkulasi alam satu fasa dengan untai rektangular sederhana [7]

Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan penelitian terkait phenomena sirkulasi alam dengan membangun Fasilitas Untai Simulasi Sirkulasi Alam (USSA-FTS01) yang bertujuan mempelajari fenomena gaya bouyancy pada Untai tertutup yang menyebabkan laju aliran secara alam tanpa kerja pompa, dimana aliran terjadi karena adanya pemanasan oleh heater band ke air, dan pendinginan oleh cooler (water-jacket). Sistem untai tertutup pendinginan dari cooler akan berpindah dan akan berkonduksi ke seluruh permukaan pipa dan berkonveksi kedalam fluida di dalam pipa, proses konduksi dan konveksi tersebut akan mengakibatkan sejumlah kalor terlepas ke lingkungan sekitar yang bertemperatur lebih rendah dari temperatur pipa. Penelitian dilakukan secara eksperimental menggunakan fasilitas eksperimen Untai USSA-FTS01. Komponen Untai USSA-FTS01 terdiri dari, band heater, water-jacket sebagai pendingin, sistem refrigerasi, tangki ekspansi dan pemipaan yang terdiri dari tube berdiameter 1 inch serta dibentuk rektangular berdimensi 1 meter x 2 meter. Tujuan penelitian adalah untuk menentukan performa pendinginan water-jacket heater berdasarkan perubahan kalor yang diterima dari perbedaan variasi daya pada band heater. METODE EKSPERIMEN Fasilitas Eksperimen Fasilitas eksperimen Untai Simulasi Sirkulasi Alamiah (USSA-FTS01) yang berada di laboratorium energi FTS UIKA merupakan pengembagan alat dari Untai Sirkulasi Alamiah (USSA-FTS01) yang dibuat dangan Pipa 1/2" (1,54cm OD). Komponen USSA-FTS01 terdiri regulator voltage (1 kVA), band heater (total daya 1000 watt), water-jacket (dia.6”), sistem pendingin refrigerasi (kompresor ½ pk), dan tanki ekspansi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.

Page 399: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

387

ISSN: 2355-7524

Gambar 1. Fasilitas ekserimen USSA-FT01 Prosedur eksperimen Sebelum eksperimen dilakukan, air harus terisi ke dalam pipa Untai USSA-FTS01 melalui pengisian pada katup-masukan di bagian bawah, saat pengisian katup pada kepsnasi tank dibairkan terbuka. Setelah terisi air di dalam untai, dilakukan pengecekan kebocoran. Jika tidak terjadi bocor, selanjutnya masuk ke dalam tahap eksperimen. Eksperimen dilakukan dengan menghidupkan refrigerator pada system pendingin refrigerasi hingga mencapai -5

oC. Selanjutnya pompa sirkulasi dari system refrigerasi ke water-jaket

dihidupkan, dan diatur variasi debitnya memalui katup ball-valve, eksperimen ini ditetapkan debit aliran air pendingin refrigerasi sebesa 3.5 LPM (diketahui melalui flow meter wheel). Selanjutnya menghidupkan band-heater dengan mengaur tegangan pada regulator voltage berdasarkan kenario eksperimen, yaitu 140 volt (528 watt), 160 volt (655 watt) dan 180 volt (784 watt). Lamanya ekperimen dilakukan pada setiap daya adalah 10000 detik, pengulangan berdasarkan perubahan daya dilakukan setelah air di dalam untai USSA-FTS01 dan dalam system pendingin refrigerasi mencapai temperatur lingkungan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengukuran Temperatur Pengukuran temperatur pada dasarnya dilakukan pada 16 titik pengukuraan, namun di dalam pembahasan ini hanya pada 5 titik pengukuran temperatur yang digunakan untuk karakterisasi pendinginan water-jacket. Titik pengukuran terdiri dari temperatur inlet dan outlet pada pipa rektangular di bagian cooler (TC-IN dan TC-OUT), kemudian dipermukaan luar pipa (TCSF). Dua titik penguran berikutnya adalah temperatur pada system pendingin refrigerasi yang terhubung dengan water-jacket, yaitu TREF-IN dan TREF-OUT. Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4 menunjukkan perubahan temperatur pada 5 titik pengukuran untuk tiga variasidaya, secara berturut-turut dari 528 watt, 655 watt dan 784 watt.

Page 400: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Karakteristik Pendinginan Pada Water Jacket Untai Bernard Rumpedai, dkk.

388

ISSN: 2355-7524

Gambar 2. Profil temperatur di bagian cooler dan refrigerasi pada daya 528 watt

Gambar 3. Profil temperatur di bagian cooler dan refrigerasi pada daya 655 watt

Gambar 4. Profil temperatur di bagian cooler dan refrigeran pada daya 784 watt

Terlihat berdasarkan Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4, secara berturut-turut kenaikan daya menyebabkan rata-rata temperatur air di dalam pipa rektanguar di daerah cooler

0 2 0 0 0 4 0 0 0 6 0 0 0 8 0 0 0 1 0 0 0 0

0

1 0

2 0

3 0

4 0

5 0

6 0

7 0

8 0

9 0

1 0 0

r a ta - r a ta d i r e f r ig e r a n 2 4 .1 5oC

QR E F

= 3 ,5 L P M

Tem

pera

tur,

T [

o

C]

w a k tu , t [ d e t ik ]

T C IN

T C S F

T C -O U T

T R E F IN

T R E F O U T

P = 5 2 8 w a t t

ra ta - ra ta d i c o o le r 4 6 .8 3oC

0 2 0 0 0 4 0 0 0 6 0 0 0 8 0 0 0 1 0 0 0 0

0

1 0

2 0

3 0

4 0

5 0

6 0

7 0

8 0

9 0

1 0 0

ra ta - r a ta d i re f r ig e ra n 2 0 ,4 8oC

r a ta - ra ta d i c o o le r 5 2 ,6 5oC

QR E F

= 3 ,5 L P M

Tem

pera

tur,

T [

o

C]

w a k tu , t [ d e tik ]

T C IN

T C S F

T C -O U T

T R E F IN

T R E F O U T

P = 6 5 5 w a tt

0 2 0 0 0 4 0 0 0 6 0 0 0 8 0 0 0 1 0 0 0 0

0

1 0

2 0

3 0

4 0

5 0

6 0

7 0

8 0

9 0

1 0 0

r a ta - r a ta d i r e f r ig e r a n 2 3 ,7 6oC

ra ta - ra ta d i c o o le r 6 1 ,8 4oC

QR E F

= 3 ,5 L P M

Tem

pera

tur,

T [

o

C]

w a k tu , t [ d e t ik ]

T C IN

T C S F

T C -O U T

T R E F IN

T R E F O U T

P = 7 8 4 w a t t

Page 401: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

389

ISSN: 2355-7524

mengamai kenaikan dari 46,83oC, 52,65

oC dan 61,84

oC. Sementara, temperatur rata-rata di

sistem pendingin refrigerasi pada water-jacket tidak menunjukkan pola yang sama. Kenaikan temperatur rata-rata air di cooler menunjukkan pengaruh kenaikan daya band-heater dari daerah heater ke daerah cooler. Namun, pendinginan pada sistem refrigerasi berada pada rentang kurang lebih 20

oC – 24

oC.

PEMBAHASAN Karakterisitik Pendinginan Karaktersitik pendinginan dapat diindikasikan dengan menghitung selisih temperatur inlet dan temperatur outlet pada bagian cooler (TC-IN dan TC-OUT) serta pada bagian system pendingin refrigerasi di bagian water-jacket (TREF-IN dan TREF-OUT), dengan menetapkan nilai terbesar di kurangi nilai terkecil (hasil positif). Gambar 5, Gambar 6 dan Gambar 7 secara berturut-turut menunjukkan karakteristik pendinginan pada water-jacket terhadap pendingin air di dalam pipa di darah cooler, berdasarkna variasi daya dari 528 watt, 655 watt dan 784 watt.

Gambar 5. Perbandingan kemampuan cooler dan refrigerasi pada daya 528 watt

Gambar 6. Perbandingan kemampuan cooler dan refrigerasi pada daya 655 watt

0 2000 4000 6000 8000 10000

0

1

2

3

4

5

rata-rata di refrigeran 0.64oC

rata-rata di cooler 1,44oC

QREF

=3,5 LPM

Tem

pera

tur,

T [

oC

]

waktu, t [detik]

∆Tcooler

∆Trefrigeran

P =528 watt

0 2000 4000 6000 8000 10000

0

1

2

3

4

5

rata-rata d i re frigeran 1,10oC

rata-rata d i cooler 0,99oC

QREF

=3,5 LPM

Tem

per

atu

r, T

[oC

]

waktu, t [detik]

∆Tcooler

∆Trefrigeran

P =655 watt

Page 402: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Karakteristik Pendinginan Pada Water Jacket Untai Bernard Rumpedai, dkk.

390

ISSN: 2355-7524

Gambar 7. Perbandingan kemampuan cooler dan refrigerasi pada daya 784 watt

Berdasrkan Gambar 5, untuk daya 528 watt perubahan temperatur di cooler (∆TC) lebih

besar dibandingkan di water-jacket (∆TREF), namun kondisi perubah untuk daya 655 watt

dan 784 watt, dimana ∆TC menjadi lebih kecil dibandingkan ∆TREF. Kondisi tersebut cukup

menarik, mengingat pada daya 655 watt nilai ∆TC dan ∆TREF tidak jauh selisihnya.

Sedangkan pada daya 784 watt, selisih ∆TC dan ∆TREF menjadi besar dengan kondisi yang terbalik dibandingkan pada daya 528 watt. Tabel 1 menunjukkan matriks karakeristik pendinginan di water-jacket (REF) dan di cooler (C).

Tabel 1. Karaktersitik pendingin water-jacket dan cooler

Daya band heater, P [watt]

∆TC [oC]

∆TREF [oC]

Keterangan

528 1,44 0,64 Penurunan temperatur air pada cooler

besar, pada refrigerasi kecil

655 0,99 1,10 Penurunan temperatur air pada cooler

sedang, pada refrigerasi sedang

784 0,98 1,64 Penurunan temperatur air pada cooler

kecil, pada refrigerasi besar

Berdasarkan Tabel 1. dapat menunjukkan bahwa, pada daya yang rendah (528 watt) kemampuan water-jacket untuk mendinginkan air yang masuk dan keluar di bagian pipa di daerah cooler cukup besar dengan selisih temperatur pada refrigerant yang kecil. Namun pada daya yang besar (784 watt) kemampuan pendinginan water-jacket semakin berkurang (rendah) dengan indikasi keluaran temperatur di water-jacket yang makin membesar. KESIMPULAN Hasil eksperimen karakterisasi pendinginan water-jacket menunjukkan bahwa, secara berturut-turut kenaikan daya menyebabkan rata-rata temperatur air di dalam pipa rektanguar di daerah cooler makin naik dari 46,83

oC, 52,65

oC dan 61,84

oC. Sedangkan kemampuan

pendinginan water-jacket semakin berkurang dengan makin besarnya perubahan temperatur inlet dan outlet yang hanya memberikan perubahan kecil pada selisih temperatur air inlet dan outlet di dalam pipa rektangular, akibat kenaikan daya di band heater. Semakin besar daya penurunan temperatur di cooler semakin mengecil sebesar 31,9% (semakin sedikit energi yang berubah), sedangkan kemampuan pendinginan water-jacket berkurang hingga 156,6% (semakin banyak energi yang dilepas).

0 2000 4000 6000 8000 10000

0

1

2

3

4

5

rata-rata di refrigeran 1,64oC

rata-rata di cooler 0,98oC

QREF

=3,5 LPM

Tem

per

atur,

T [

oC

]

waktu, t [detik]

∆Tcooler

∆Trefrigeran

P =784 watt

Page 403: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

391

ISSN: 2355-7524

Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada pimpinan Fakultas Teknik dan Sains,

Program Studi Teknik Mesin dan Kepala Lab. Energi Universitas Ibn Khaldun Bogor. Serta, kepada teman-teman mahasiswa di Lab.Energi EDfEC (Kiki,Fajar,Alfian,Asep) atas kerjasamanya kami ucapkan terima kasih. DAFTAR PUSTAKA [1] Juarsa, M. dkk. 2014. Preliminary Study On Mass Flow Rate In Passive Cooling

Eksperimental Simulation During Transient Using NC-QUEEN Apparatus. Tangerang:BATAN. Atom Indonesia Vol 40 No 3, 141-147.

[2] https://docplayer.info/68327952-Bab-i-pendahuluan-mencegah-panas-yang-berlebih,Mulya Juarsa

[3] Juarsa, Mulya & Antariksawan, Anhar & Kusuma, Mukhsinun & Haryanto, D & Putra, Nandy. 2018. Estimation of natural circulation flow based on temperatur in the FASSIP-02 large-scale test loop facility. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science. 105. 012091. 10.1088/1755-1315/105/1/012091.

[4] M. Hadi Kusuma, Hendro Tjahjono,Yogi Sirodz Gaos,G. Bambang Heru, Pengaruh Debit Aliran Air Sisi Primer Untai Uji Beta Terhadap Efektivitas Alat Penukar Kalor, Sigma Epsilon, ISSN 08539103, Vol.16 No. 1 Februari 2012

[5] M. Misale, dkk. 2005. Some Considerations On The Interaction Between The Fluid And Wall Tube During Eksperiments in a Single-Phase Natural Circulation Loops. Proceedings of the 3rd IASME/WSEAS Int. Conf. on Heat Transfer, Thermal Engineering and Environment, 128.

[6] Haryanto, 2015, Perpindahan Panas, edisi 1,Yogyakarta Kreith, 1973, Principles of heat transfer, edisi 3,Harper & Row, Publishers, Inc.

[7] S.M. Seyyedi , N. Sahebi , A.S. Dogonchi , M. Hashemi-Tilehnoee, ‘Numerical and eksperimental analysis of a rectangular single-phase natural circulation loop with asymmetric heater position, International Journal of Heat and Mass Transfer 130 (2019) 1343-1357

DISKUSI/TANYA JAWAB:

1. PERTANYAAN: (Giarno, PTKRN - BATAN)

• Pada daya heater berapa yang paling bagus dalam pengambilan kalor?

• Sambungan yang terbaik adalah terbuka, apakah sudah dilakukan percobaan dari ketiga macam metode? Karena di pasaran, lebih banyak yang tertutup

• Pada instalasi untai FASSIP-02, apakah perlu seragam atau boleh berbeda-beda termokopelnya?

JAWABAN: (Bernard Rumpedai, UIKA - Bogor )

• Dari 2 kali eksperimen data 140 dan 160, data yang baik adalah data pada 140

• Untuk kondisi operasi untai uji FASSIP-2 saat ini, dengan tekanan 1 atm dan suhu

<100, exposed thermocouple lebih sesuai mengingat perbedaan 1 adalah

signifikan pada waktu 1 s. Untuk percobaan dengan housing dan ground belum

dilakukan karena alasan pentingnya perekaman perbedaan suhu, sedangkan

konstruksi non ground memiliki model yang punya potensi lambat responsnya.

• Untuk instalasi untai FASSIP-02, sebaiknya penyeragaman diameter termokopel

dilakukan untuk menghindari sambungan termokopel.

2. PERTANYAAN: (Suwoto, PTKRN - BATAN)

• Mohon dijelaskan kira-kira berapa % perbedaan antara hasil eksperimen dengan hasil simulasi yang dilakukan dengan LabVIEW, kira-kira apa penyebab perbedaan hasil tersebut? Seberapa besar perbedaan yang diijinkan antara hasil eksperimen dan simulasi?

Page 404: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Karakteristik Pendinginan Pada Water Jacket Untai Bernard Rumpedai, dkk.

392

ISSN: 2355-7524

JAWABAN: (Bernard Rumpedai, UIKA - Bogor )

• Aplikasi LabVIEW hanya digunakan untuk simulasi. Penyebab hasil eksperimen kurang stabil adalah water jacket kurang bekerja dengan maksimal. Hasil daripada eksperimen ini akan direnovasi dengan water jacket di ubah ke pendinginan AC.

Page 405: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

393

ISSN: 2355-7524

DAFTAR INDEKS PENULIS MAKALAH

A.A. Waskita 269

A.Bayu Purnomo 183

Abdul Hafid 285

Abidin 111

Ainur Rosidi 13,239,245

Alim Mardhi 301,347

Almira Citra 347

Andryansyah 263,301,337,347

Anggrani Ratih Kumaraningrum 167

Arif Adtyas Budiman 225,309

Arif Nugroho 119

Arif Rachmanto 149

Aris Munandar 347

Arni Aries 111

Aslina Br. Ginting 111,139

Assef Firnando Firmansyah 353

Bang Rozali 279

Bernard Rumpedai 385

Boybul 119,139

Budi Santoso 167

Bungkus Pratikno 97

Catur Febriyanto S. 373

Darlis 263,347

Dedi Haryanto 79,245,239,253

Demon Handoyo 317

Deswandri 239,301,347

Devina Chandra Dewi 317

Dian Fitriyani 27

Djati H.S. 285

Dwi Irwanti 189

Dwi Yuliaji 79,293,359,385

Dwijo Mulyanto 347

Edi Marzuki 359

Elita Amrina 367

Ely Rahmi 367

Endang Sarmini 111

Entin Hartini 35,59

Eri Hiswara 157

Fadil Nazir 329

Fazar Mu’Alif 359

Fiqi Diyona 353

Fitri Suryaningsih 317

G. Bambang Heru K. 79,225,239,245,2

53

Geni Rina Sunaryo 301

Giarno 79,239,245,253

Hambali 111

Hanna Yasmine 167

Page 406: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

394

ISSN: 2355-7524

Harini Wahyuningrum 189

Heri Suherkiman 1

Herlina 111

Iis Haryati 139

Ilma Dwi Winarni 131

Indarzah MP 279

Jepri Sutanto 167,183

Johnny Situmorang 203

Joko Prasetio W 13,239,253

Jupiter Sitorus Pane 69

Khairul Handono 279

Kiki Ardian 293

Kiswanta 1,309

Kusdiana 131

Lily Suparlina 337

M Hadi Kusuma 245,253

M.B. Mike Susmikanti 35,59,285

M.H Alhasa 103

Maria Evalisa 329

Masrukan M 103

Mudi Haryanto 263,301,337

Mudjiono 211

Muh. Darwis Isnaini 49

Muhamad Zulfikar 79

Muhammad Al Jabbar Kanie 353

Muhammad Subekti 19,49

Mulya Juarsa 79,225,245,239,2

53,259,293,385

Okky Agassy Firmansyah 353

Oktisya Devi Widyaningsih 131

Paulus Supandi 149

Pudji Sulisworo 167,183

Purwadi 35

R. Kusumastuti 285

R. Maerani 269

Rahayu Kusumastuti 79

Rahkmat Hidayat 189

Ranji Gusman 1,19

Refi Juita 27

Reinaldy Nazar

69

Reno Alamsyah 219

Rhakamerta Hijazi 317

Ristiana Dwi Hastuti 211

Roziq Himawan 263

S Fatimah 139

Satrio 97

Saga Octa D 103

Santosa Pujiarta 59,285

Rasi Prasetio 97

Sigit Santosa 167,203

Siti Alimah 211

Page 407: senten.batan.go.idsenten.batan.go.id/wp-content/uploads/2019/11/FINALPro...SENT N Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir ke-6 Peran Pendidikan Tinggi dan Aplikasi Teknologi Nuklir

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2019 Padang, 18 September 2019

395

ISSN: 2355-7524

Sri Inang Sunaryati 353

Sriyono 111,285

Sudarno 1,309

Sugiyarto 167

Sujarwono 1,19

Supardjo 119

Sutri Indaryati 139

Suzie Darmawati 167

Tukiman 279

Wahyudi 131

Wira Y. Rahman 111

Yanlinastuti 119,139

Yanuar Ady Setiawan 89

Yoyok Dwi Setyo Pambudi 19

============================ Alhamdulillah ============================