-osteoporosis.docx
DESCRIPTION
Tamabahn IlmuTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Osteoporosis merupakan penyakit metabolisme tulang yang ditandai
pengurangan massa tulang, kemunduran mikroarsitektur tulang dan fragilitas
tulang yang meningkat, sehingga resiko fraktur menjadi lebih besar.
Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya
harapan hidup rakyat Indonesia penyakit kerapuhan tulang akan sering
dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai 2025 akan terjadi kenaikan jumlah
penduduk Indonesia sampai 41,4% dan osteoporosis selalu menyertai usia
lanjut baik perempuan maupun laki-laki, meskipun diupayakan pengobatan
untuk mengobati osteoporosis yang sudah terlambat dan upaya pencegahan
dengan mempertahankan massa tulang sepanjang hidup jauh lebih dianjurkan.
Kerapuhan tulang yang disebut sebagai penyakit osteoporosis adalah
pengurangan massa dan kekuatan tulang dengan kerusakan mikroarsitektur
dan fragilitas tulang, sehingga menyebabkan tulang rapuh dan mudah patah.
Osteopenia menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan massa tulang.
Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki
dan merupakan problema pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di
klinik menjadi penting karena problema fraktur tulang, baik fraktur yang
1
disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma
yang jelas.
I.2. Tujuan
Penulisan refrerat ini bertujuan untuk mengetahui tentang penyakit
osteoporosis yang meliputi definisi, etiologi, faktor risiko, patogenesis,
klasifikasi, diagnosis, pemeriksaan radiologis, pengobatan dan juga
pencegahan osteoporosis.
2
BAB II
OSTEOPOROSIS
2.1. Definisi
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang,
dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah
tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa
massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur
tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan
kerapuhan tulang.
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference,
di Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas
berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang,
dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan
akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan risiko terjadinya patah tulang.
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah
kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan
dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan
tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan
kualitas tulang .
3
Tulang adalah jaringan yang hidup dan terus bertumbuh. Tulang
mempunyai struktur, pertumbuhan dan fungsi yang unik. Bukan hanya
memberi kekuatan dan membuat kerangka tubuh menjadi stabil, tulang juga
terus mengalami perubahan karena berbagai stres mekanik dan terus
mengalami pembongkaran, perbaikan dan pergantian sel. Untuk
mempertahankan kekuatannya, tulang terus menerus mengalami proses
penghancuran dan pembentukan kembali. Tulang yang sudah tua akan
dirusak dan digantikan oleh tulang yang baru dan kuat. Proses ini merupakan
peremajaan tulang yang akan mengalami kemunduran ketika usia semakin
tua.
Pembentukan tulang paling cepat terjadi pada usia akhil baliq atau
pubertas, ketika tulang menjadi makin besar, makin panjang, makin tebal, dan
makin padat yang akan mencapai puncaknya pada usia sekitar 25-30 tahun.
Berkurangnya massa tulang mulai terjadi setelah usia 30 tahun, yang akan
makin bertambah setelah diatas 40 tahun, dan akan berlangsung terus dengan
bertambahnya usia, sepanjang hidupnya. Hal inilah yang mengakibatkan
terjadinya penurunan massa tulang yang berakibat pada osteoporosis
2.2. Epidemiologi Osteoporosis
Di negara maju seperti Amerika Serikat, kira-kira 10 juta orang usia
diatas 50 tahun menderita osteoporosis dan hampir 34 juta dengan penurunan
massa tulang yang selanjutnya berkembang menjadi osteoporosis. Empat dari 4
5 orang penderita osteoporosis adalah wanita, tapi kira-kira 2 juta pria di
Amerika Serikat menderita osteoporosis, 14 juta mengalami penurunan massa
tulang yang menjadi risiko untuk osteoporosis. Satu dari 2 wanita dan satu
dari 4 pria diatas usia 50 tahun akan menjadi fraktur yang berhubungan
dengan fraktur selama hidup mereka. Di negara berkembang seperti Cina,
osteoporosis mencapai proporsi epidemik, terjadi peningkatan 300% dalam
waktu 30 tahun. Pada tahun 2002 angka prevalensi osteoporosis adalah
16,1%. Prevalensi di antara pria adalah 11,5%, sedangkan wanita sebesar
19,9%.
Data di Asia menunjukkan bahwa insiden fraktur lebih rendah
dibanding populasi Kaukasian. Studi juga mendapatkan bahwa massa tulang
orang Asia lebih rendah dibandingkan massa tulang orang kulit putih
Amerika, akan tetapi fraktur pada orang Asia didapatkan lebih sedikit.
Ada variasi geografis pada insiden fraktur osteoporosis. Osteoporosis
paling sering terjadi pada populasi Asia dan Kaukasia tetapi jarang di Afrika
dan Amerika populasi kulit hitam.
2.3. Anatomi
5
Vertebrae Lumbal
Ukuran tulang vertebrae lumbal semakin bertambah dari L1 hingga L5
seiring dengan adanya peningkatan beban yang harus disokong. Pada bagian
depan dan sampingnya, terdapat sejumlah foramina kecil untuk suplai arteri
dan drainase vena.
Pada bagian dorsal tampak sejumlah foramina yang lebih besar dan satu
atau lebih orificium yang besar untuk vena basivertebral. Corpus vertebrae
berbentuk seperti ginjal dan berukuran besar, terdiri dari tulang cortex yang
padat mengelilingi tulang medullar yang berlubang-lubang (honeycomb-like).
Permukaan bagian atas dan bawahnya disebut dengan endplate. End plates
menebal di bagian tengah dan dilapisi oleh lempeng tulang cartilago. Bagian
tepi end plate juga menebal untuk membentuk batas tegas, berasal dari
epiphyseal plate yang berfusi dengan corpus vertebrae pada usia 15 tahun.
Lengkung vertebrae merupakan struktur yang berbentuk menyerupai
tapal kuda, terdiri dari lamina dan pedikel. Dari lengkung ini tampak tujuh
tonjolan processus, sepasang prosesus superior dan inferior, prosesus
spinosus dan sepasang prosesus tranversus. Pedikel berukuran pendek dan
melekat pada setengah bagian atas tulang vertebrae lumbal. Lamina adalah
struktur datar yang lebar, terletak di bagian medial processus spinosus.
Processus spinosus sendiri merupakan suatu struktur datar, lebar, dan
menonjol ke arah belakang lamina. Processus transversus menonjol ke lateral
6
dan sedikit ke arah posterior dari hubungan lamina dan pedikel dan bersama
dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan
ligamen-ligamen yang menempel kepadanya. Processus articular tampak
menonjol dari lamina. Permukaan processus articular superior berbentuk
konkaf dan menghadap kearah medial dan sedikit posterior. Processus
articular inferior menonjol ke arah lateral dan sedikit anterior dan
permukaannya berbentuk konveks.
Sendi facet disebut juga sendi zygapophyseal. merupakan sendi yang
khas. Terbentuk dari processus articular dari vertebrae yang berdekatan untuk
memberikan sifat mobilitas dan fleksibilitas. Sendi ini merupakan true
synovial joints dengan cairan sinovial (satu processus superior dari bawah
dengan satu processus inferior dari atas). Manfaat sendi ini adalah untuk
memberikan stabilisasi pergerakan antara dua vertebrae dengan adanya
translasi dan torsi saat melakukan flexi dan extensi karena bidang geraknya
yang sagital. Sendi ini membatasi pergerakan flexi lateral dan rotasi.
Permukaan sendi facet terdiri dari cartilago hyalin.
Pada tulang belakang lumbal, capsul sendinya tebal dan fibrosa,
meliputi bagian dorsal sendi. Capsul sendi bagian ventral terdiri dari lanjutan
ligamentum flavum.
7
Ruang deltoid pada sendi facet adalah ruang yang dibatasi oleh Capsul
sendi atau ligamentum flavum pada satu sisi dan pertemuan dari tepi bulat
permukaan Cartilago sendi articuler superior dan inferior pada sisi lainnya,
ruang ini diisi oleh meniscus atau jaringan fibro adipose yang berupa
invaginasi rudimenter Capsul sendi yang menonjol ke dalam ruang sendi.
Fungsi meniscus ini adalah untuk mengisi kekosongan sehingga dapat terjadi
stabilitas dan distribusi beban yang merata.
Gambar 1. anatomi vertebrae
Pembuluh Darah Arteri
Vertebra lumbal mendapatkan suplai darah langsung dari aorta. Empat
buah verterbra lumbal pertama suplai darah arterinya berasal dari empat
8
pasang arteri lumbal yang berasal langsung dari bagian posterior aorta
didepan corpus ke empat vertebrae tersebut. Setiap arteri segmental atau
lumbal bercabang dua sebelum memasuki foramina sacralis. Pertama, cabang
yang pendek berpenetrasi langsung ke lumbal vertebrae. Kedua, cabang yang
panjang yang membentuk suatu jaringan padat di bagian belakang dan tepi
corpus vertebrae.
Beberapa cabang-cabang ini akan berpenetrasi di dekat endplate, dan
cabang lainnya membentuk jaringan halus diatas ligamen longitudinal dan
annulus. Arteri lumbal pada daerah sedikit proximal dari foramen terbagi
menjadi tiga cabang terminal (anterior, posterior dan spinal). Cabang anterior
memberikan suplai kepada syaraf yang keluar dari foramen dan otot-otot
batang tubuh. Cabang spinal memasuki foramen dan akan terbagi menjadi
cabang anterior, posterior dan radicular. Cabang posterior akan berjalan ke
belakang, melewati pars interarticularis untuk berakhir di dalam otot-otot
spinal, tetapi sebelumnya memberikan dulu percabangan pada sendi
apophyseal dan berhubungan dengan bagian posterior lamina. Di dalam
canalis spinalis, cabang posterior spinal membentuk jaringan halus pada
permukaan anterior lamina dan ligamentum flavum sementara cabang
anterior spinal terbagi menjadi cabang naik dan menurun, yang akan
beranastomosis dengan pembuluh yang ada diatas dan dibawahnya
membentuk sistem arcuata reguler. Sistem kiri dan kanan dihubungkan pada
9
setiap tingkatan dengan anastomosis transversal yang berjalan dibawah
ligamentum longitudinal posterior. Dari anastomosis transversal, sistem
arcuata dan pembuluh darah external berjalan di bagian depan vertebra, arteri
- arteri masuk ke dalam corpus dan bergabung ke dalam saluran arterial di
sentral. Dari saluran ini, cabang-cabang akan naik dan turun menuju akhiran
permukaan tulang belakang dalam bentuk jaringan yang halus dari pembuluh
darah yang berjalan vertikal ke dalam tepi vertebral membentuk capillary bed.
Lumbal lima, sacrum dan coccygeus diperdarahi oleh cabang medial
arteri superior gluteal atau hypogastric. Arteri ini akan mengikuti kontur
sacrum dan memberikan percabangannya kepada setiap foramen sacralis
anterior. Arteri ini akan memberikan suplai pembuluh darah untuk canalis
sacralis dan keluar dari foramina sacralis posterior untuk memberikan
percabangannya ke otot punggung bawah.
10
Gambar 2. pembuluh darah vertebrae
Persyarafan Lumbosacral11
Syaraf sinuvertebral dianggap merupakan struktur utama syaraf sensoris
yang mempersyarafi struktur tulang belakang lumbal. Berasal dari syaraf
spinal yang terbagi menjadi divisi utama posterior dan anterior. Syaraf ini
akan bergabung dengan cabang symphatis ramus communicans dan
memasuki canalis spinalis melalui foramen intervertebral, yang membelok ke
atas di sekitar dasar pedikel menuju garis tengah pada ligamen longitudinal
posterior.
Syaraf sinuvertebral mempersyarafi ligamen longitudinal posterior,
lapisan superfisial annulus fibrosus, pembuluh darah rongga epidural,
duramater bagian anterior, tetapi tidak pada duramater bagian posterior
(duramater posterior tidak mengandung akhiran syaraf), selubung dural yang
melingkupi akar syaraf spinal dan periosteum vertebral bagian posterior.
2.4. Etiologi
Beberapa penyebab osteoporosis, yaitu:
1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurangnya hormon estrogen
(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan
calsium kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang
berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih
lambat. Hormon estrogen produksinya mulai menurun 2-3 tahun sebelum
12
menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun setelah menopause. Hal ini
berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7
tahun pertama setelah menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan
calsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara
kecepatan hancurnya tulang (osteoclast) dan pembentukan tulang baru
(osteoblastt). Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia
lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70
tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita sering kali
menderita osteoporosis senilis dan pasca menopause.
3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis
sekunder yang disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan.
Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan
hormonal (terutama tyroid, paratyroid, dan adrenal) serta obat-obatan
(misalnya corticosteroid, barbiturat, antikejang, dan hormon tyroid yang
berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok dapat
memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa 13
muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin
yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya
tulang.
2.5. Faktor Risiko Osteoporosis
Berikut ini faktor – faktor risiko osteoporosis yang dapat dikendalikan.
Faktor-faktor ini biasanya berhubungan dengan kebiasaan dan pola hidup.
1. Aktivitas fisik
Seseorang yang kurang gerak, kurang beraktivitas, otot-ototnya tidak terlatih dan
menjadi kendor. Otot yang kendor akan mempercepat menurunnya kekuatan
tulang. Untuk menghindarinya, dianjurkan melakukan olahraga teratur minimal
tiga kali dalam seminggu (lebih baik dengan beban untuk membentuk dan
memperkuat tulang).
2. Kurang calsium
Calsium penting bagi pembentukan tulang, jika calsium tubuh kurang maka tubuh
akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil calsium dari bagian tubuh lain,
termasuk yang ada di tulang. Kebutuhan akan calsium harus disertai dengan
asupan vitamin D yang didapat dari sinar matahari pagi, tanpa vitamin D calsium
tidak mungkin diserap usus.
14
3. Merokok
Para perokok berisiko terkena osteoporosis lebih besar dibanding bukan perokok.
Telah diketahui bahwa wanita perokok mempunyai kadar estrogen lebih rendah
dan mengalami masa menopause 5 tahun lebih cepat dibanding wanita bukan
perokok. Nikotin yang terkandung dalam rokok berpengaruh buruk pada tubuh
dalam hal penyerapan dan penggunaan calsium. Akibatnya, pengeroposan
tulang/osteoporosis terjadi lebih cepat.
4. Minuman keras/beralkohol
Alkohol berlebihan dapat menyebabkan luka-luka kecil pada dinding lambung.
Dan ini menyebabkan perdarahan yang membuat tubuh kehilangan calsium (yang
ada dalam darah) yang dapat menurunkan massa tulang dan pada gilirannya
menyebabkan osteoporosis.
5. Minuman soda
Minuman bersoda (softdrink) mengandung fosfor dan cafein (caffein). Fosfor
akan mengikat calsium dan membawa calsium keluar dari tulang, sedangkan
cafein meningkatkan pembuangan calsium lewat urin. Untuk menghindari bahaya
osteoporosis, sebaiknya konsumsi soft drink harus dibarengi dengan minum susu
atau mengonsumsi calsium extra.
15
6. Stres
Kondisi stres akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu cortisol yang
diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kadar hormon cortisol yang tinggi akan
meningkatkan pelepasan calsium kedalam peredaran darah dan akan
menyebabkan tulang menjadi rapuh dan keropos sehingga meningkatkan
terjadinya osteoporosis.
7. Bahan kimia
Bahan kimia seperti pestisida yang dapat ditemukan dalam bahan makanan
(sayuran dan buah-buahan), asap bahan bakar kendaraan bermotor, dan limbah
industri seperti organochlorida yang dibuang sembarangan di sungai dan tanah,
dapat merusak sel-sel tubuh termasuk tulang. Ini membuat daya tahan tubuh
menurun dan membuat pengeroposan tulang.
2.6. Klasifikasi Osteoporosis
1. Osteoporosis Primer
a. Osteoporosis primer tipe 1 adalah osteoporosis pasca menopause.
Pada masa menopause, fungsi ovarium menurun sehingga produksi
hormon estrogen dan progesteron juga menurun. Estrogen berperan
dalam proses mineralisasi tulang dan menghambat resorbsi tulang
serta pembentukan osteoclast melalui produksi sitokin. Ketika
16
kadar hormon estrogen darah menurun, proses pengeroposan
tulang dan pembentukan mengalami ketidak seimbangan.
Pengeroposan tulang menjadi lebih dominan.
b. Osteoporosis primer tipe II adalah osteoporosis senilis yang
biasanya terjadi lebih dari usia 50 tahun. Osteopososis terjadi
akibat dari kekurangan calsium berhubungan dengan makin
bertambahnya usia.
c. Tipe III adalah osteoporosis idiopatik merupakan osteoporosis
yang penyebabnya tidak diketahui. Osteoporosis ini sering
menyerang wanita dan pria yang masih dalam usia muda yang
relatif jauh lebih muda.
2. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder terjadi kerana adanya penyakit tertentu
yang dapat mempengaruhi kepadatan massa tulang dan gaya hidup yang
tidak sehat. Faktor pencetus dominan osteoporosis sekunder adalah sepeti
di bawah ini:
a. Penyakit endokrin : tyroid, hiperparatyroid, hipogonadisme
b. Penyakit saluran cerna yang memyebabkan absorsi gizi calsium
terganggu.
c. Penyakit keganasan ( kanker)
d. Konsumsi obat –obatan seperti corticosteriod
17
e. Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kurang olahraga.
2.7. Patogenesis
Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus.
Pada osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju
resorpsi tulang pasti melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan
tulang lebih banyak terjadi pada cortex
A. Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis Calsium
Kerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang yang terdiri
dari substansi organik (30%) dan substansi mineral yang paling banyak
terdiri dari kristal hidroksiapatit (95%) serta sejumlah mineral lainnya
(5%) seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr dan Pb. Substansi organik terdiri dari sel
tulang (2%) seperti osteoblast, osteosit dan osteoclast dan matrix tulang
(98%) terdiri dari collagen tipe I (95%) dan protein noncollagen (5%)
seperti osteocalsin, osteonektin, proteoglikan tulang, protein morfogenik
tulang, proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang.
Tanpa matrix tulang yang berfungsi sebagai rangka, proses
mineralisasi tulang tidak mungkin dapat berlangsung. Matrix tulang
merupakan makromolekul yang sangat bersifat anionik dan berperan
penting dalam proses kalsifikasi dan fixasi kristal hidroksi apatit pada
serabut collagen. Matrix tulang tersusun sepanjang garis dan beban
mekanik sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang
18
akan diikuti oleh perubahan tertentu yang menetap pada arsitektur internal
dan penyesuaian external sesuai dengan hukum matematika. Dengan kata
lain, hukum Wolf dapat diartikan sebagai “bentuk akan selalu mengikuti
fungsi”.
B. Patogenesis Osteoporosis primer
Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama
pada dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama
fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan
menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells
dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang berperan
meningkatkan kerja osteoclast, dengan demikian penurunan kadar estrogen
akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut
sehingga aktivitas osteoclast meningkat.
Untuk mengatasi keseimbangan negatif calsium akibat menopause,
maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga
osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadang - kadang
didapatkan peningkatan kadar calsium serum, dan hal ini disebabkan oleh
menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat,
sehingga meningkatkan kadar calsium yang terikat albumin dan juga kadar
19
calsium dalam bentuk garam complex. Peningkatan bikarbonat pada
menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi
relatif acydosis respiratoric.
C. Patogenesis Osteoporosis Sekunder
Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya
sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade
ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang,
dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak
berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa
tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.
Defisiensi calsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada
orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan calsium dan vitamin D yang
kurang, anorexia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah.
Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan
meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteocalsin. Penurunan
kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan
osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause
(penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa
tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan
bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun
20
sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat.
Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan
testosteron membentuk complex yang inaktif.
Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa
tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok,
alkohol, obat-obatan, immobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus
diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua
dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural,
gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata.
2.8. Gambaran Klinis
Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal
ini disebabkan karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur
tulang. Beberapa fraktur osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa
tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada
vertebra, pergelangan tangan, panggul, humerus, dan tibia. Gejala yang
paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan
deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat colaps
vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya
21
akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri
dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik
ditempat tidur. Istirahat ditempat tidaur dapat meringankan nyeri untuk
sementara, tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi.
Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan ileus
Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila
didapatkan :
Patah tulang akibat trauma yang ringan.
Tubuh makin pendek, kyphosis dorsal bertambah, nyeri tulang.
Gangguan otot (kaku dan lemah)
Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.
2.9. Diagnosis
Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena
tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis
lanjut. Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause,
rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri
akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak (wallaca
tahun1981) yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja, memakai
baju, pekerjaan rumah tangga, taman dll. Jadi secara anamnesa
22
mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang menunjang
terjadinya osteoporosis seperti
Tinggi badan yang makin menurun.
Obat-obatan yang diminum.
Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi,
climakterium.
Jumlah kehamilan dan menyusui.
Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.
Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan
matahari cukup.
Apakah sering minum susu, Asupan calsium lainnya.
Apakah sering merokok, minum alkohol
2.10. Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita
osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis,
deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering
menunjukkan kyphosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.
2.11. Pemeriksaan Radiologi
23
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan
cortex dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada
tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.
2.12. Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)
Densitas massa tulang
Risiko terjatuh dan akibat kecelakaan (trauma) sulit untuk diukur
dan diperkirakan. Definisi WHO mengenai osteoporosis menjelaskan
hanya spesifik pada tulang yang merupakan risiko terjadinya fraktur. Ini
dipengaruhi oleh densitas tulang. Kelompok kerja WHO menggunakan
teknik ini untuk melakukan penggolongan:
1 Normal : densitas tulang kurang dari 1 standar deviasi dibawah
rata-rata wanita muda normal (T>-1)
2 Osteopenia : densitas tulang antara -1 standar deviasi dan 2,5
standar deviasi dibawah rata-rata wanita muda normal (-2,5<T<-1)
3 Osteoporosis : densitas tulang lebih dari 2,5 standar deviasi
dibawah rata-rata wanita muda normal (T>-2,5)
Definisi ini hanya diaplikasikan pada wanita. Review terbaru
menyarankan untuk mengaplikasikannya pada pria berdasar pada angka
24
pria normal. Sehingga juga akan memiliki kegunaan yang sama
meskipun hal tersebut tidak dapat diterima secara umum.
T-Skor dan Z-Skor
Pengukuran densitas tulang biasanya dinyatakan dengan T-skor,
dimana angka dari standar deviasi densitas tulang pasien bervariasi
dari rata-rata densitas tulang pada subyek normal dengan jenis kelamin
yang sama. Pengukuran lain dari densitas tulang adalah Z-skor, dimana
angka dari standar deviasi densitas tulang pasien bervariasi dari rata-rata
densitas tulang pada subyek dengan umur yang sama.
Meskipun berbagai kriteria densitometrik digunakan untuk
mendefinisikan osteoporosis, kriteria yang diajukan oleh WHO, yang
berdasarkan pengukuran masa tulang, umumnya paling banyak diterima
dan digunakan.
2.13 Pengobatan Osteoporosis Eksperimental
Saat ini sedang berjalan penelitian tentang manfaat beberapa jenis obat
dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis. Beberapa obat yang masih
25
dalam penelitian tersebut adalah tibolon, fluorida, PTH, tamoksifen dan
raloksifen.
2.14 Pendekatan Terapi Hormonal dan Farmakologis Osteoporosis
Saat ini terdapat bebagai pendekatan terapi hormonal dan farmakologis
bagi pasien osteoporosis yang telah terbukti bermanfaat. Pada gambar 1
digambarkan pendekatan terapeutik dari berbagai obat dan hormon yang
digunakan dalam pengobatan osteoporosis.
Terapi Pengganti Hormonal
Beberapa preparat yang umum digunakan dalam HRT adalah:
3.5. Estrogen
Estrogen terkonjugasi (Premarin, Wyeth Ayerst, tablet 0.625 mg
dimulai dari ½ tablet yang kemudian ditingkatkan secara
bertahap setelah 2 atau 3 minggu menjadi ¾ tablet sehari sampai
mencapai 1 tablet/hari.
Estradiol transdermal [Estraderm TTS, 25 (2mg), TTS 50 (4
mg) dan TTS 100 (8 mg), Ciba] dalam dosis 25 sampai 50
mg/hari yang dapat dicapai dengan menggunakan Estraderm
TTS patch 25 atau 50 setiap 3 atau 4 hari sekali.
Estradiol valerat (Progynova, Schering AG, tablet 2 mg), ½
sampai 1 tablet/hari.
26
Estimilestradiol (Lynoral, Organon, tablet 50 mg) ½ sampai 1
tablet /hari.
Dalam menentukan kecepatan peningkatan dosis, harus selalu
diperhatikan keluhan pasien. Jika peningkatan dilakukan terlalu cepat,
pasien akan mengalami nyeri pada payudara. Jika nyeri payudara timbul,
peningkatan dosis harus ditunda sementara atau dosis diturunkan kembali ke
dosis semula.
3.6. Progestogen
Pada wanita pasca histerektomi, estrogen dapat diberikan secara terus-
menerus, akan tetapi pada wanita yang masih memiliki uterus umumnya
estrogen diberikan bersama progestogen. Jika progestogen dihentikan,
umumnya wanita akan mengalami withdrawal bleeding. Beberapa preparat
progestogen yang umum digunakan dalam hal ini adalah:
Noretisteron (Primolut N, Schering AG, tablet 5 mg). Untuk
perdarahan disfungsional uterus, noretisteron diberikan dalam
dosis ½ sampai 1 tablet sehari selama 3 minggu untuk kemudian
dihentikan selama 1 minggu.
27
Medroksiprogesteron asetat (Provera, Upjohn, tablet 2,5 mg).
Obat ini diberikan 2 atau 3x1 tablet selama 10, 12 atau 13 hari
untuk setiap 21 atau 28 hari estrogen.
3.7. Testosteron
Untuk mengatasi osteoporosis akibat sindroma hipogonadisme,
umumnya diberikan:
Ester testosteron (Sustanon, Organon, ampul 250 mg/ml),
diberikan dengan suntikan intramuskular dalam dosis 100-250
mg setiap 3 minggu.
Terapi Non-Hormonal
Agen farmakologis yang digunakan dalam pengobatan non-hormonal
pada osteoporosis adalah:
a. Steroid Anabolik
Nandrolon decanoat (Deca Durabolin, Organon, ampul 25
mg/ml). Untuk pengobatan osteoporosis umumnya digunakan
dalam dosis 50 mg setiap 2 atau 3 minggu.
b. Kalsitonin
Kalsitonin (Miacalcic, Sandoz, ampul 50 dan 100 IU, metered
nasal spray 50 IU dan 100 IU/spray). Dosis efektif kalsitonin
28
SCT parenteral untuk pengobatan osteoporosis berkisar 100
IU/hari, akan tetapi efek analgesik SCT sudah dapat tercapai
dalam dosis yang lebih rendah. Kalsitonin umumnya diberikan
dalam dosis 50 sampai 100 mg sc/im selama 14 hari untuk
kemudian dilanjutkan dengan penggunaannasal spray 50 sampai
100 IU 3 kali seminggu.
c. Bifosfonat
Klodronat (Ostac-Boehringer Manheim, Bonefos-Leiras, kapsul
400 mg disodium klodronate, ampul konsentrat untuk infuse 300
mg disodium klodronate). Dalam pengobatan osteoporosis,
dosis klodronat oral umumnya adalah 400 mg selama 14 hari
setiap 3 bulan. Pemberian klodronat harus disertai dengan
suplementasi calsium elemental dalam dosis 800 sampai 1200
mg/hari yang diberikan setiap hari.
d. Calsium
Calsium laktat glukonat + calsium karbonat (Calcium, Sandaz
Forte, mengandung 400 mg calsium elemental.
Ossopan (Kenrose, mengandung 176 mg calsium elemental).
Sebagai suplemen nutrisi, calsium elemental dalam dosis 800-
1200 mg/hari umumnya dapat menurunkan frekuensi fraktur
pada wanita dengan osteoporosis vertebral yang jelas.
29
e. Vitamin D
Alphacalcidol (One-Alpha, Kenrose/Leo, kapsul 0,25 mg dan 1
mg).
Rocaltrol (Kalsitriol, Roche, kapsul 0,25 dan 0,50 mg).
Untuk memelihara massa tulang dan mencegah fraktur pada
osteoporosis diperlukan alfakalsidol 1 mg/hari atau kalsitriol dalam dosis
antara 0.25 mg sampai 1 mg/hari yang diberikan bersama calsium elemental
800 sampai 1200 mg/hari.
3.10. Pencegahan Osteoporosis
Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia
muda maupun masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang dapat mencegah
osteoporosis, yaitu(20,22,24):
1. Asupan calsium cukup
Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat dilakukan
dengan mengkonsumsi calsium yang cukup. Minum 2 gelas susu dan
vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita
setengah baya yang sebelumya tidak mendapatkan cukup calsium.
Sebaiknya konsumsi calsium setiap hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia
30
produktif adalah 1000 mg calsium per hari, sedangkan untuk lansia 1200
mg per hari. Kebutuhan calsium dapat terpenuhi dari makanan sehari-hari
yang kaya calsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-
kacangan.
2. Paparan sinar matahari
Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh mengaktifkan pro
vitamin D dibawah kulit yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan
massa tulang. Berjemurlah dibawah sinar matahari selama 20-30 menit,
3x/minggu. Sebaiknya berjemur dilakukan pada pagi hari sebelum jam 9
dan sore hari sesudah jam 4. Sinar matahari membantu tubuh menghasilkan
vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang.
3. Melakukan olahraga dengan beban
Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga
dapat berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang.
Olahraga beban misalnya senam aerobik, berjalan dan menaiki tangga.
Olahraga yang teratur merupakan upaya pencegahan yang penting.
Tinggalkan gaya hidup santai, mulailah berolahraga beban yang ringan,
kemudian tingkatkan intensitasnya. Yang penting adalah melakukannya
dengan teratur dan benar. Latihan fisik atau olahraga untuk penderita
31
osteoporosis berbeda dengan olahraga untuk mencegah osteoporosis.
Latihan yang tidak boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis adalah
sebagai berikut:
• Latihan atau aktivitas fisik yang berisiko terjadi benturan dan
pembebanan pada tulang punggung. Hal ini akan menambah risiko patah
tulang punggung karena ruas tulang punggung yang lemah tidak mampu
menahan beban tersebut. Hindari latihan berupa lompatan, senam aerobik.
• Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan membungkuk kedepan
dengan punggung melengkung. Hal ini berbahaya karena dapat
mengakibatkan cedera ruas tulang belakang. Juga tidak boleh melakukan sit
up, meraih jari kaki, dan lain-lain.
• Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan menggerakkan kaki
kesamping atau menyilangkan dengan badan, juga meningkatkan risiko
patah tulang, karena tulang panggul dalam kondisi lemah.
Berikut ini latihan olahraga yang boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis :
• Jalan kaki secara teratur, karena memungkinkan sekitar 4,5 km/jam selama 50
menit, lima kali dalam seminggu. Ini diperlukan untuk mempertahankan kekuatan
32
tulang. Jalan kaki lebih cepat (6 km/jam) akan bermanfaat untuk jantung dan paru-
paru.
• Latihan beban untuk kekuatan otot, yaitu dengan mengangkat ”dumbble” kecil
untuk menguatkan pinggul, paha, punggung, lengan dan bahu.
• Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kesigapan.
• Latihan untuk melengkungkan punggung ke belakang, dapat dilakukan dengan
duduk dikursi, dengan atau tanpa penahan. Hal ini dapat menguatkan otot-otot
yang menahan punggung agar tetap tegak, mengurangi kemungkinan bengkok,
sekaligus memperkuat punggung.
Untuk pencegahan osteoporosis, latihan fisik yang dianjurkan adalah latihan fisik
yang bersifat pembebanan, terutama pada daerah yang mempunyai risiko tinggi
terjadi osteoporosis dan patah tulang. Jangan lakukan senam segera sesudah
makan. Beri waktu kira-kira 1 jam perut kosong sebelum mulai dan sesudah
senam. Dianjurkan untuk berlatih senam tiga kali seminggu, minimal 20 menit
dan maksimal 60 menit. Sebaiknya senam dikombinasikan dengan olahraga jalan
secara bergantian, misalnya hari pertama senam, hari kedua jalan kaki, hari ketiga
senam, hari keempat jalan kaki, hari kelima senam, hari keenam dan hari ketujuh
33
istirahat. Jalan kaki merupakan olahraga yang paling mudah, murah dan aman,
serta sangat bermanfaat. Gerakannya sangat mudah dilakukan, melangkahkan
salah satu kaki kedepan kaki yang lain secara bergantian. Lakukanlah jalan kaki
20-30 menit, paling sedikit tiga kali seminggu.dianjurkan berjalan lebih cepat dari
biasa, disertai ayunan lengan. Setiap latihan fisik harus diawali dengan pemanasan
untuk:
• Menyiapkan otot dan urat agar meregang secara perlahan dan mantap sehingga
mencegah terjadinya cedera.
• Meningkatkan denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh sedikit demi sedikit.
• Menyelaraskan koordinasi gerakan tubuh dengan keseimbangan gerak dan
Menimbulkan rasa santai.
Lakukan selama 10 menit dengan jalan ditempat, gerakan kepala, bahu,
siku dan tangan, kaki, lutut dan pinggul. Kemudian lakukan peregangan selama
kira-kira 5 menit. Latihan peregangan akan menghasilkan selama kira-kira 5
menit. Latihan peregangan akan menghasilkan kelenturan otot dan kemudahan
gerakan sendi. Latihan ini dilakukan secara berhati-hati dan bertahap, jangan
sampai menyebabkan cedera. Biasanya dimulai dengan peregangan otot-otot
lengan, dada, punggung, tungkai atas dan bawah, serta otot-otot kaki Latihan inti,
34
kira-kira 20 menit, merupakan kumpulan gerak yang bersifat ritmis atau berirama
agak cepat sehingga mempunyai nilai latihan yang bermanfaat. Utamakan
gerakan, tarikan dan tekanan pada daerah tulang yang sering mengalami
osteoporosis, yaitu tulang punggung, tulang paha, tulang panggul dan tulang
pergelangan tangan.Kemudian lakukan juga latihan beban. Dapat dibantu dengan
bantal pasir, dumbble, atau apa saja yang dapat digenggam dengan berat 300-1000
gram untuk 1 tangan, mulai dengan beban ringan untuk pemula, dan jangan
melebihi 1000 gram. Beban untuk tulang belakang dan tungkai sudah cukup
memadai dengan beban dari tubuh itu sendiri. Setelah latihan inti harus dilakukan
pendinginan dengan memulai gerakan peregangan seperti awal pemanasan dan
lakukan gerakan menarik napas atau ambil napas dan buang napas secara teratur.
Jika masih memungkinkan. Lakukan senam lantai kira-kira 10 menit.
Latihan ini merupakan gabungan peregangan, penguatan dan koordinasi.
Lakukan dengan lembut dan perlahan dalam posisi nyaman, rilex dan napas yang
teratur.
4. Hindari rokok dan minuman beralkohol
35
Menghentikan kebiasaan merokok merupakan upaya penting dalam
mengurangi faktor risiko terjadinya osteoporosis. Terlalu banyak minum alkohol
juga bisa merusak tulang.
5. Deteksi dini osteoporosis
Karena osteoporosis merupakan suatu penyakit yang biasanya tidak
diawali dengan gejala, maka langkah yang paling penting dalam mencegah dan
mengobati osteoporosis adalah pemeriksaan secara dini untuk mengetahui apakah
kita sudah terkena osteoporosis atau belum, sehingga dari pemeriksaan ini kita
akan tahu langkah selanjutnya.
Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengukur kepadatan mineral tulang
adalah sebagai berikut:
a. Dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA), menggunakan dua sinar-X
berbeda, dapat digunakan untuk mengukur kepadatan tulang belakang dan
pangkal paha. Sejumlah sinar-X dipancarkan pada bagian tulang dan jaringan
lunak yang dibandingkan dengan bagian yang lain. Tulang yang mempunyai
kepadatan tulang tertinggi hanya mengizinkan sedikit sinar-X yang melewatinya.
DEXA merupakan metode yang paling akurat untuk mengukur kepadatan mineral
tulang. DEXA dapat mengukur sampai 2% mineral tulang yang hilang tiap tahun.
36
Penggunaan alat ini sangat cepat dan hanya menggunakan radiasi dengan dosis
yang rendah tetapi lebih mahal dibandingan dengan metode ultrasounds.
b. Peripheral dual-energy X-ray absorptiometry (P-DEXA), merupakan hasil
modifikasi dari DEXA. Alat ini mengukur kepadatan tulang anggota badan seperti
pergelangan tangan, tetapi tidak dapat mengukur kepadatan tulang yang berisiko
patah tulang seperti tulang belakang atau pangkal paha. Jika kepadatan tulang
belakang dan pangkal paha sudah diukur maka pengukuran dengan P-DEXA tidak
diperlukan. Mesin P-DEXA mudah dibawa, menggunakan radiasi sinar-X dengan
dosis yang sangat kecil, dan hasilnya lebih cepat dan konvensional dibandingkan
DEXA.
c. Dual photon absorptiometry (DPA), menggunakan zat radioaktif untuk
menghasilkan radiasi. Dapat mengukur kepadatan mineral tulang belakang dan
pangkal paha, juga menggunakan radiasi sinar dengan dosis yang sangat rendah
tetapi memerlukan waktu yang cukup lama.
d. Ultrasounds, pada umumnya digunakan untuk tes pendahuluan. Jika hasilnya
mengindikasikan kepadatan mineral tulang rendah maka dianjurkan untuk tes
menggunakan DEXA. Ultrasounds menggunakan gelombang suara untuk
37
mengukur kepadatan mineral tulang, biasanya pada telapak kaki. Sebagian mesin
melewatkan gelombang suara melalui udara dan sebagian lagi melalui air.
Ultrasounds dalam penggunaannya cepat, mudah dan tidak menggunakan radiasi
seperti sinar-X. Salah satu kelemahan Ultrasounds tidak dapat menunjukkan
kepadatan mineral tulang yang berisiko patah tulang karena osteoporosis.
Penggunaan Ultrasounds juga lebih terbatas dibandingkan DEXA.
e. Quantitative computed tomography (QTC), adalah suatu model dari CT-scan
yang dapat mengukur kepadatan tulang belakang. Salah satu model dari QTC
disebut peripheral QCT (pQCT) yang dapat mengukur kepadatan tulang anggota
badan seperti pergelangan tangan. Pada umumnya pengukuran dengan QCT
jarang dianjurkan karena sangat mahal, menggunakan radiasi dengan dosis tinggi,
dan kurang akurat dibandingkan dengan DEXA, PDEXA,atau DPA.
38
BAB III
KESIMPULAN
1. Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya masa tulang secara nyata
yang berakibat pada rendahnya kepadatan tulang.
2. Dua penyebab osteoporosis adalah pembentukan massa puncak tulang
selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang
setelah menopause.
3. Faktor resiko terjadinya osteoporosis, yaitu usia, genetik, lingkungan.
4. Osteoporosis terbagi menjadi primer dan sekunder. Osteoporosis primer
adalah osteoporosis pasca menopause dan sekunder biasanya terjadi pada
usia lebih dari 50 tahun.
5. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra,
pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia.
6. Terapi osteoporosis memepertimbangkan 2 hal, yaitu menghambat
hilangnya massa tulang dan peningkatan massa tulang.
7. Pencegahan osteoporosis adalah mengkonsumsi calsium yang cukup,
olahraga beban dan mengkonsumsi obat contohnya estrogen.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Broto, R. 2004. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Osteoporosis.
Dexa Media No. 2 Vol 17: 47 – 57
2. Dalimartha, S, 2002. Resep Tumbuhan Obat Untuk Penderita
Osteoporosis. Penebar Swadaya. Jakarta.
3. Djokomoeljanto R, 2003. Postmenopausal osteoporosis. Patofisiologi dan
dasar pengobatan. Simposium Osteoporosis Postmenopausal. Semarang:
p.1-12
4. Kaniawati, M., Moeliandari, F, 2003, Penanda Biokimia untuk
Osteoporosis.Forum Diagnosticum Prodia Diagnostics Educational
Services. No 1: hal. 1–18
5. Lane NE. 2003. Osteoporosis. Jakarta. Raja Grafindo Persada.
6. Sennang AN, Mutmainnah, Pakasi RDN, Hardjoeno, 2006. Analisis
KadarOsteocalsin Serum Osteopenia dan Osteoporosis. Dalam Indonesian
Journal of clinical pathology and medical laboratory, Vol.12, No.2: hal 49-
52
7. Sinnathamby, Hemanath. 2010. Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan
Sikap Terhadap Osteoporosis Dan Asupan Calsium Pada Wanita
Premenopause Di Kecamatan Medan Selayang Ii. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
40
8. Johnell. Advances in osteoporosis: Better identification of risk factors can
reduce morbidity and mortality: J. Internal Med.; 1996. 239(4): 299–304.
9. H M. Osteoporosis pada usia lanjut tinjauan dari segi geriatri.
Rachmatullah P GM, Hirlan, Soemanto, Hadi S, Tobing ML, editor.
Semarang (Indonesia): Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2007. p.
126.
41