repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/achmad...
TRANSCRIPT
TINJAUAN HUKUMTERHADAP NYAR-NGANYRE
KABHINMASYARAKAT PAMEKASAN
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh
Achmad Mujab Zaini
NIM 1111043200038
PRORAM STUDI PERBANDINGAN MAZDHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
(UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439H 2018M
i
TINJAUAN HUKUM TERHADAP NYAR-NGANYRE KABHIN
MASYARAKAT PAMEKASAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh
Achmad Mujab Zaini
NIM 1111043200038
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H 2018 M
ii
iii
iv
v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA
Transliterasi penulisan skripsi yang digunakan dalam penelitian ini merujuk
pada pedoman transliterasi Arab-Indonesia yang ditetapkan di kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Berikut pedoman yang digunakan
1 Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin
No Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidk dilambangkan ا 1
B Be ب 2
T Te ت 3
Ts te dan es ث 4
J Je ج 5
ḥ h dengan garis bawah ح 6
Kh ka dan ha خ 7
D De د 8
Dz de dan zet ذ 9
R Er ر 10
Zet ز 11
S Es س 12
Sy es dan ye ش 13
ṣ es dengan garis bawah ص 14
ḍ de dengan garis bawah ض 15
ṭ te dengan garis bawah ط 16
ẕ zet dengan garis bawah ظ 17
bdquo ع 18Koma terbalik di atas hadap
kanan
Gh ge dan ha غ 19
F Ef ف 20
Q Ki ق 21
K Ka ك 22
vi
L El ل 23
M Em م 24
N En ن 25
W We و 26
H Ha ه 27
Apostrof ` ء 28
Y Ye ي 29
2 Vokal
Dalam bahasa Arab vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia memiliki
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong Untuk
vokal tunggal atau monoftong ketentuan alih aksaranya sebagai berikut
Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fatẖah ـــــــــــ
I Kasrah ـــــــــــ
ۥ U Ḏammah
Sementara itu untuk vokal rangkap atau diftong ketentuan alih aksaranya
sebagai berikut
Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai adan i ي ـــــــــــ
Au adan u و ـــــــــــ
3 Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd) yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf yaitu
Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan
Acirc a dengan topi di atas ا
Icirc i dengan topi di atas ي
Ucirc u dengan topi di atas و
vii
ABSTRAK
Achmad Mujab Zaini NIM 1111043200038 Tinjauan Hukum Terhadap
Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasan Program Studi Perbandingan
Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta 1439 H2018 M (X-72)
Skripsi ini mengulas seputar Tinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare
Kabhin Masyarakat Pamekasan Sebuah fenomena atau kebiasaan yang
berkembang di masyarakat yangmana kebiasaan ini tidak ditemukan dalam
pembahsan fiqih munakahat kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap
kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fiqihnya
disebut dengan ldquoTajdid al-NikahrdquoDi tengah realitas yang masih berjalan tersebut
termasuk faktor perkembangan yang melandasi praktik Tajdid al-Nikah dengan
berbagai motif maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji
Perkembangan zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi
yang semakin cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk
dalam konteks ini adalah masyarakat Pamekasan
Penelitian ini bertujuan memberi uraian teoritis mengenai tinjauan Hukum
mengenai konsep Tajdid al-Nikah (nyar-nganyare kabhin) yang banyak terjadi di
masyarakat Pamekasan sekaligus memberi jawaban terhadap faktor apa saja yang
membuat seseorang berubah pemikirannya dalam memandang suatu masalah
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi lapangan (field research)
dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdid al-Nikah di Pamekasan
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap uraian
fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan cara
dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga dokumentasi
yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan yang
berhubungan dengan studi yang penulis ambil
Dari hasil penelitian inidisimpulkan bahwa dari setiap perbedaan
pendapat tentang penyebutan Tajdid al-Nikahmemiliki makna yang sama yaitu
mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum islam atau fikih Praktik
Tajdid al-Nikahyang sering dilakukan masyarakat pamekasan ada dua bentuk
pelaksanaan yang petamaTajdid al-
Nikahdalamrangkauntukmendapatkanbukunikahyang kedua Tajdid al-Nikah
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Kata Kunci Nyar-nganyareKabhinMasyarakatPamekasan
Pembimbing 1 Fahmi Muhammad Ahmadi M Si
2 Ahmad BisyriAbdShomad MA
DaftarPusataka Tahun 1976 ndash 2018
viii
بسم هللا الرحمن الرحيم
KATA PENGANTAR
Ungkapan puji syukur ke hadirat Allah Swt atas limpahan rahmat beserta
nikmat-Nya sehingga kita semua tetap dalam kondisi sehat beserta Islam dan
iman yang melekat Salawat beserta salam dihaturkan kepada suri tauladan dan
junjungan Nabi Muhammad Saw keluarga sahabat dan para pengikutnya
sampai akhir zaman
Ungkapan Alhamdulillah atas selesainya skripsi yang berjudul ldquoTinjauan
Hukum Terhadap Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Progeram Studi Perbandingan Mazhab
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
Sebagai manusia biasa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna
namun dengan harapan semoga hasil penelitian dalam skripsi ini bermanfaat
terutama bagi penulis dan bagi khalayak secara umum Penulis juga menyadari
atas bantuan para pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan Oleh karena itu
ucapan banyak terimakasih penulis sampaikan kepada
1 Bapak Dr Asep Saepudin Jahar MA Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Bapak Fahmi Ahmadi MSi Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab
dan Ibu Hj Siti Hanna SAg Lc MA Sekretaris Program Studi
Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ix
3 Bapak Bapak Fahmi Ahmadi MSi dan Bapak Ahmad Bisyri Abd
Shomad MA Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan
arahan serta bimbingan sampai skripsi ini selesai
4 Kepada Bapak Drs NoryaminAini MA Dosen Pembimbing Akademik
yang telah mengarahkan banyak hal dalam perkuliahan sampai proses
akhir penyelesaian skripsi ini
5 Kepada Bapak Ahmad Chairul Hadi MA dan Bapak Qosim Arsadani
MA Dosen Penguji Skripsi yang telah membimbing dan memberikan
arahan terhadap skripsi ini sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi
6 Para Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarata yang telah memberikan ilmunya di berbagai disiplin keilmuan
Baik dalam perkuliahan atau di luar semoga mendapatkan balasan dari
Allah SWT dan bermanfaat bagi penulis
7 Tak lupa dan teristimewa ungkapan terimakasih untuk Ayahanda KH
Moh Zaini Syafiuddin Lc Ibunda Nyai Zainab Nur kaka adik dan
pamanda yang selalu memberikan dorongan dan doa setiap waktu serta
Siti Nur Azizah SPdi Adinda yang senantiasa memberikan motivasi
dalam penyelesaian skripsi ini
8 Kepada seluruh teman seperjuangan Perbandingan Mazhab dan Hukum
angkatan 2011 teman seperjuangan di Himpunan Keluarga Mahasiswa
Tebuireng (HIKMAT) Forum Mahasiswa Madura (FORMAD) dan
komunitas lainnya yang telah meluangkan bersama berbagi ilmu dan
kebersamaan
x
9 Kepada sahabat dan saudara idiologi yang penulis banggakan Moh Basri
SH Dicka Nanda Dermawan SH Abd Gopur SH Nur Muhammad
Maftuh SH Alan Novandi SH Ade Firmansyah SH Julian Pranata
SH Ibnu Mubaidillah SH Heru SH Syamsuddin SPd Sahabat Jibriil
Fotochopy ldquoAmirul Muttaqin SAg Mir_atunnisa SPd Moh Zainurrfiq
SAg Masrun Ronirdquo dan teman seperjuangan yang setiap saat bersama
memberikan dukungan saran dan masukan kepada penulis
10 Kepada seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau
materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu Semoga rahmat
Allah senantiasa menyertai mereka
Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan dengan
harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT dan
mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan menjadi catatan kebaikan di
akhirat kelak Amin
Jakarta 02 Maret 2018 M
14 JumadilAkhir1439H
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v
ABSTRAK vii
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI xi
BAB I PENDAHULUAN 1
A Latar Belakang Masalah 1
B Identifikasi Masalah 2
C Batasandan Rumusan Masalah 3
D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3
E Review Studiterdahulu 3
F Metodelogi Penelitian 6
G Sistematika Penulisan 8
BAB II TINJAUAN TEORI 9
A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9
B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran
Ahli Fikih 12
xii
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18
BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis
Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten
Pamekasan 24
BAB IV ANALISIS 41
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33
B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-
Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36
BAB V PENUTUP 45
A Kesimpulan 45
B Saran-saran 46
DAFTAR PUSTAKA 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah
Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di
masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat
kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-
nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo
Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan
melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di
antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan
ikatan rumah tangga
Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh
masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat
Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum
dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan
dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama
maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih
banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah
tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat
dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya
buruk akan membaik1
Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-
Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang
melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan
merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan
pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut
1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
2
Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk
Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan
Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd
al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-
Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk
Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor
perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif
maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan
zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin
cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks
ini adalah masyarakat Pamekasa
Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak
kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan
wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung
lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan
masyarakat
Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai
tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)
masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan
tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare
Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo
B Identifikasi Masalah
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu
pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan
Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah
secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor
ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam
penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab
perkawinannya belum dicatatkan
3
C Batasan dan Rumusan Masalah
Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan
permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan
Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare
kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan
dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut
1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam
literatur Fikih Munakahat
2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan
3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan
4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di
Pamekasan
D Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis
mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare
kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi
jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya
dalam memandang suatu masalah
Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan
adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam
di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang
penulis lakukan
E Review Studi Terdahulu
Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang
berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik
membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim
Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas
Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang
berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan
Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru
4
Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan
normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-
Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi
melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh
merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut
pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2
Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam
terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di
Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo
Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini
menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis
berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf
dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam
kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya
pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi
Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan
rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3
Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar
Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan
pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan
memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-
Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut
lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang
diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat
2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga
NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten
Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen
Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2008
5
dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk
akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh
masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh
adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan
Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat
bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja
konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-
beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-
Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang
banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4
Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama
Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan
Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam
Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun
2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis
Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem
tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan
banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang
membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak
bermunculan5
Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan
Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun
2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat
bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial
4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
6
yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai
maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6
Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang
membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap
hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi
tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika
Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan
Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh
menggunakan kaidah Ushul Fikih
Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum
Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga
menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru
dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat
yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau
belum dibahas pada review studi terdahulu
F Metodelogi Penelitian
1 Jenis Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan
(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-
Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-
fakta yang ada di lapangan7
2 Sifat Penelitian
Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini
dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan
menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan
menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil
6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim
Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia
2002) h 87
7
studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang
melingkupinya8
3 Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd
al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun
4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap
uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan
cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga
dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan
yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil
5 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah
1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis
akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama
mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam
yakni teori Adonis
2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat
faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan
mereka
6 Metode Analisa Data
Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa
menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah
menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah
statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan
Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)
untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum
8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47
9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42
8
G Sistematika Penulisan
Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan
secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu
penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka
kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan
item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini
bermula
Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan
praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara
umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan
tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-
Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-
undangan Perkawinan Indonesia
Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai
memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal
dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan
gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-
nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan
Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang
penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi
Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum
Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari
kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga
menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan
peneliti yang lain
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh
Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis
akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit
2 dan al-Mutahawwil
3
Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu
para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)
Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya
melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial
hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun
yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran
yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang
berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang
fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)
selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama
Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak
diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada
cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang
seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin
dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari
1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis
diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya
nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi
Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan
yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami
maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai
pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi
dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung
otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi
wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7
10
semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa
dan sastra5
Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah
tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam
dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada
di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang
berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah
teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail
gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6
Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-
Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi
Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada
banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya
ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7
sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama
(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni
dimensi ibdarsquo dan tahawwul
1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh
Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti
memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu
5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22
6 Adonis Arkeologihellip h 28
7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti
seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia
tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz
fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka
Progressif 1997) h 173
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
i
TINJAUAN HUKUM TERHADAP NYAR-NGANYRE KABHIN
MASYARAKAT PAMEKASAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh
Achmad Mujab Zaini
NIM 1111043200038
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H 2018 M
ii
iii
iv
v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA
Transliterasi penulisan skripsi yang digunakan dalam penelitian ini merujuk
pada pedoman transliterasi Arab-Indonesia yang ditetapkan di kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Berikut pedoman yang digunakan
1 Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin
No Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidk dilambangkan ا 1
B Be ب 2
T Te ت 3
Ts te dan es ث 4
J Je ج 5
ḥ h dengan garis bawah ح 6
Kh ka dan ha خ 7
D De د 8
Dz de dan zet ذ 9
R Er ر 10
Zet ز 11
S Es س 12
Sy es dan ye ش 13
ṣ es dengan garis bawah ص 14
ḍ de dengan garis bawah ض 15
ṭ te dengan garis bawah ط 16
ẕ zet dengan garis bawah ظ 17
bdquo ع 18Koma terbalik di atas hadap
kanan
Gh ge dan ha غ 19
F Ef ف 20
Q Ki ق 21
K Ka ك 22
vi
L El ل 23
M Em م 24
N En ن 25
W We و 26
H Ha ه 27
Apostrof ` ء 28
Y Ye ي 29
2 Vokal
Dalam bahasa Arab vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia memiliki
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong Untuk
vokal tunggal atau monoftong ketentuan alih aksaranya sebagai berikut
Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fatẖah ـــــــــــ
I Kasrah ـــــــــــ
ۥ U Ḏammah
Sementara itu untuk vokal rangkap atau diftong ketentuan alih aksaranya
sebagai berikut
Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai adan i ي ـــــــــــ
Au adan u و ـــــــــــ
3 Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd) yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf yaitu
Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan
Acirc a dengan topi di atas ا
Icirc i dengan topi di atas ي
Ucirc u dengan topi di atas و
vii
ABSTRAK
Achmad Mujab Zaini NIM 1111043200038 Tinjauan Hukum Terhadap
Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasan Program Studi Perbandingan
Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta 1439 H2018 M (X-72)
Skripsi ini mengulas seputar Tinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare
Kabhin Masyarakat Pamekasan Sebuah fenomena atau kebiasaan yang
berkembang di masyarakat yangmana kebiasaan ini tidak ditemukan dalam
pembahsan fiqih munakahat kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap
kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fiqihnya
disebut dengan ldquoTajdid al-NikahrdquoDi tengah realitas yang masih berjalan tersebut
termasuk faktor perkembangan yang melandasi praktik Tajdid al-Nikah dengan
berbagai motif maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji
Perkembangan zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi
yang semakin cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk
dalam konteks ini adalah masyarakat Pamekasan
Penelitian ini bertujuan memberi uraian teoritis mengenai tinjauan Hukum
mengenai konsep Tajdid al-Nikah (nyar-nganyare kabhin) yang banyak terjadi di
masyarakat Pamekasan sekaligus memberi jawaban terhadap faktor apa saja yang
membuat seseorang berubah pemikirannya dalam memandang suatu masalah
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi lapangan (field research)
dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdid al-Nikah di Pamekasan
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap uraian
fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan cara
dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga dokumentasi
yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan yang
berhubungan dengan studi yang penulis ambil
Dari hasil penelitian inidisimpulkan bahwa dari setiap perbedaan
pendapat tentang penyebutan Tajdid al-Nikahmemiliki makna yang sama yaitu
mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum islam atau fikih Praktik
Tajdid al-Nikahyang sering dilakukan masyarakat pamekasan ada dua bentuk
pelaksanaan yang petamaTajdid al-
Nikahdalamrangkauntukmendapatkanbukunikahyang kedua Tajdid al-Nikah
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Kata Kunci Nyar-nganyareKabhinMasyarakatPamekasan
Pembimbing 1 Fahmi Muhammad Ahmadi M Si
2 Ahmad BisyriAbdShomad MA
DaftarPusataka Tahun 1976 ndash 2018
viii
بسم هللا الرحمن الرحيم
KATA PENGANTAR
Ungkapan puji syukur ke hadirat Allah Swt atas limpahan rahmat beserta
nikmat-Nya sehingga kita semua tetap dalam kondisi sehat beserta Islam dan
iman yang melekat Salawat beserta salam dihaturkan kepada suri tauladan dan
junjungan Nabi Muhammad Saw keluarga sahabat dan para pengikutnya
sampai akhir zaman
Ungkapan Alhamdulillah atas selesainya skripsi yang berjudul ldquoTinjauan
Hukum Terhadap Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Progeram Studi Perbandingan Mazhab
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
Sebagai manusia biasa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna
namun dengan harapan semoga hasil penelitian dalam skripsi ini bermanfaat
terutama bagi penulis dan bagi khalayak secara umum Penulis juga menyadari
atas bantuan para pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan Oleh karena itu
ucapan banyak terimakasih penulis sampaikan kepada
1 Bapak Dr Asep Saepudin Jahar MA Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Bapak Fahmi Ahmadi MSi Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab
dan Ibu Hj Siti Hanna SAg Lc MA Sekretaris Program Studi
Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ix
3 Bapak Bapak Fahmi Ahmadi MSi dan Bapak Ahmad Bisyri Abd
Shomad MA Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan
arahan serta bimbingan sampai skripsi ini selesai
4 Kepada Bapak Drs NoryaminAini MA Dosen Pembimbing Akademik
yang telah mengarahkan banyak hal dalam perkuliahan sampai proses
akhir penyelesaian skripsi ini
5 Kepada Bapak Ahmad Chairul Hadi MA dan Bapak Qosim Arsadani
MA Dosen Penguji Skripsi yang telah membimbing dan memberikan
arahan terhadap skripsi ini sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi
6 Para Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarata yang telah memberikan ilmunya di berbagai disiplin keilmuan
Baik dalam perkuliahan atau di luar semoga mendapatkan balasan dari
Allah SWT dan bermanfaat bagi penulis
7 Tak lupa dan teristimewa ungkapan terimakasih untuk Ayahanda KH
Moh Zaini Syafiuddin Lc Ibunda Nyai Zainab Nur kaka adik dan
pamanda yang selalu memberikan dorongan dan doa setiap waktu serta
Siti Nur Azizah SPdi Adinda yang senantiasa memberikan motivasi
dalam penyelesaian skripsi ini
8 Kepada seluruh teman seperjuangan Perbandingan Mazhab dan Hukum
angkatan 2011 teman seperjuangan di Himpunan Keluarga Mahasiswa
Tebuireng (HIKMAT) Forum Mahasiswa Madura (FORMAD) dan
komunitas lainnya yang telah meluangkan bersama berbagi ilmu dan
kebersamaan
x
9 Kepada sahabat dan saudara idiologi yang penulis banggakan Moh Basri
SH Dicka Nanda Dermawan SH Abd Gopur SH Nur Muhammad
Maftuh SH Alan Novandi SH Ade Firmansyah SH Julian Pranata
SH Ibnu Mubaidillah SH Heru SH Syamsuddin SPd Sahabat Jibriil
Fotochopy ldquoAmirul Muttaqin SAg Mir_atunnisa SPd Moh Zainurrfiq
SAg Masrun Ronirdquo dan teman seperjuangan yang setiap saat bersama
memberikan dukungan saran dan masukan kepada penulis
10 Kepada seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau
materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu Semoga rahmat
Allah senantiasa menyertai mereka
Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan dengan
harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT dan
mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan menjadi catatan kebaikan di
akhirat kelak Amin
Jakarta 02 Maret 2018 M
14 JumadilAkhir1439H
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v
ABSTRAK vii
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI xi
BAB I PENDAHULUAN 1
A Latar Belakang Masalah 1
B Identifikasi Masalah 2
C Batasandan Rumusan Masalah 3
D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3
E Review Studiterdahulu 3
F Metodelogi Penelitian 6
G Sistematika Penulisan 8
BAB II TINJAUAN TEORI 9
A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9
B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran
Ahli Fikih 12
xii
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18
BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis
Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten
Pamekasan 24
BAB IV ANALISIS 41
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33
B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-
Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36
BAB V PENUTUP 45
A Kesimpulan 45
B Saran-saran 46
DAFTAR PUSTAKA 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah
Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di
masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat
kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-
nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo
Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan
melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di
antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan
ikatan rumah tangga
Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh
masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat
Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum
dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan
dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama
maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih
banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah
tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat
dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya
buruk akan membaik1
Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-
Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang
melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan
merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan
pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut
1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
2
Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk
Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan
Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd
al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-
Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk
Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor
perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif
maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan
zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin
cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks
ini adalah masyarakat Pamekasa
Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak
kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan
wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung
lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan
masyarakat
Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai
tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)
masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan
tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare
Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo
B Identifikasi Masalah
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu
pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan
Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah
secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor
ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam
penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab
perkawinannya belum dicatatkan
3
C Batasan dan Rumusan Masalah
Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan
permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan
Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare
kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan
dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut
1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam
literatur Fikih Munakahat
2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan
3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan
4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di
Pamekasan
D Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis
mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare
kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi
jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya
dalam memandang suatu masalah
Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan
adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam
di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang
penulis lakukan
E Review Studi Terdahulu
Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang
berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik
membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim
Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas
Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang
berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan
Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru
4
Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan
normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-
Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi
melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh
merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut
pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2
Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam
terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di
Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo
Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini
menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis
berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf
dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam
kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya
pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi
Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan
rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3
Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar
Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan
pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan
memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-
Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut
lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang
diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat
2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga
NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten
Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen
Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2008
5
dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk
akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh
masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh
adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan
Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat
bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja
konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-
beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-
Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang
banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4
Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama
Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan
Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam
Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun
2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis
Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem
tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan
banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang
membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak
bermunculan5
Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan
Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun
2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat
bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial
4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
6
yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai
maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6
Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang
membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap
hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi
tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika
Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan
Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh
menggunakan kaidah Ushul Fikih
Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum
Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga
menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru
dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat
yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau
belum dibahas pada review studi terdahulu
F Metodelogi Penelitian
1 Jenis Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan
(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-
Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-
fakta yang ada di lapangan7
2 Sifat Penelitian
Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini
dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan
menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan
menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil
6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim
Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia
2002) h 87
7
studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang
melingkupinya8
3 Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd
al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun
4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap
uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan
cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga
dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan
yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil
5 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah
1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis
akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama
mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam
yakni teori Adonis
2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat
faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan
mereka
6 Metode Analisa Data
Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa
menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah
menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah
statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan
Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)
untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum
8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47
9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42
8
G Sistematika Penulisan
Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan
secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu
penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka
kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan
item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini
bermula
Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan
praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara
umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan
tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-
Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-
undangan Perkawinan Indonesia
Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai
memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal
dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan
gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-
nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan
Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang
penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi
Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum
Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari
kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga
menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan
peneliti yang lain
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh
Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis
akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit
2 dan al-Mutahawwil
3
Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu
para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)
Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya
melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial
hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun
yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran
yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang
berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang
fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)
selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama
Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak
diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada
cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang
seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin
dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari
1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis
diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya
nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi
Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan
yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami
maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai
pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi
dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung
otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi
wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7
10
semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa
dan sastra5
Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah
tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam
dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada
di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang
berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah
teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail
gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6
Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-
Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi
Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada
banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya
ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7
sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama
(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni
dimensi ibdarsquo dan tahawwul
1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh
Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti
memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu
5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22
6 Adonis Arkeologihellip h 28
7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti
seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia
tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz
fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka
Progressif 1997) h 173
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
ii
iii
iv
v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA
Transliterasi penulisan skripsi yang digunakan dalam penelitian ini merujuk
pada pedoman transliterasi Arab-Indonesia yang ditetapkan di kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Berikut pedoman yang digunakan
1 Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin
No Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidk dilambangkan ا 1
B Be ب 2
T Te ت 3
Ts te dan es ث 4
J Je ج 5
ḥ h dengan garis bawah ح 6
Kh ka dan ha خ 7
D De د 8
Dz de dan zet ذ 9
R Er ر 10
Zet ز 11
S Es س 12
Sy es dan ye ش 13
ṣ es dengan garis bawah ص 14
ḍ de dengan garis bawah ض 15
ṭ te dengan garis bawah ط 16
ẕ zet dengan garis bawah ظ 17
bdquo ع 18Koma terbalik di atas hadap
kanan
Gh ge dan ha غ 19
F Ef ف 20
Q Ki ق 21
K Ka ك 22
vi
L El ل 23
M Em م 24
N En ن 25
W We و 26
H Ha ه 27
Apostrof ` ء 28
Y Ye ي 29
2 Vokal
Dalam bahasa Arab vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia memiliki
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong Untuk
vokal tunggal atau monoftong ketentuan alih aksaranya sebagai berikut
Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fatẖah ـــــــــــ
I Kasrah ـــــــــــ
ۥ U Ḏammah
Sementara itu untuk vokal rangkap atau diftong ketentuan alih aksaranya
sebagai berikut
Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai adan i ي ـــــــــــ
Au adan u و ـــــــــــ
3 Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd) yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf yaitu
Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan
Acirc a dengan topi di atas ا
Icirc i dengan topi di atas ي
Ucirc u dengan topi di atas و
vii
ABSTRAK
Achmad Mujab Zaini NIM 1111043200038 Tinjauan Hukum Terhadap
Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasan Program Studi Perbandingan
Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta 1439 H2018 M (X-72)
Skripsi ini mengulas seputar Tinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare
Kabhin Masyarakat Pamekasan Sebuah fenomena atau kebiasaan yang
berkembang di masyarakat yangmana kebiasaan ini tidak ditemukan dalam
pembahsan fiqih munakahat kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap
kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fiqihnya
disebut dengan ldquoTajdid al-NikahrdquoDi tengah realitas yang masih berjalan tersebut
termasuk faktor perkembangan yang melandasi praktik Tajdid al-Nikah dengan
berbagai motif maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji
Perkembangan zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi
yang semakin cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk
dalam konteks ini adalah masyarakat Pamekasan
Penelitian ini bertujuan memberi uraian teoritis mengenai tinjauan Hukum
mengenai konsep Tajdid al-Nikah (nyar-nganyare kabhin) yang banyak terjadi di
masyarakat Pamekasan sekaligus memberi jawaban terhadap faktor apa saja yang
membuat seseorang berubah pemikirannya dalam memandang suatu masalah
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi lapangan (field research)
dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdid al-Nikah di Pamekasan
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap uraian
fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan cara
dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga dokumentasi
yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan yang
berhubungan dengan studi yang penulis ambil
Dari hasil penelitian inidisimpulkan bahwa dari setiap perbedaan
pendapat tentang penyebutan Tajdid al-Nikahmemiliki makna yang sama yaitu
mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum islam atau fikih Praktik
Tajdid al-Nikahyang sering dilakukan masyarakat pamekasan ada dua bentuk
pelaksanaan yang petamaTajdid al-
Nikahdalamrangkauntukmendapatkanbukunikahyang kedua Tajdid al-Nikah
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Kata Kunci Nyar-nganyareKabhinMasyarakatPamekasan
Pembimbing 1 Fahmi Muhammad Ahmadi M Si
2 Ahmad BisyriAbdShomad MA
DaftarPusataka Tahun 1976 ndash 2018
viii
بسم هللا الرحمن الرحيم
KATA PENGANTAR
Ungkapan puji syukur ke hadirat Allah Swt atas limpahan rahmat beserta
nikmat-Nya sehingga kita semua tetap dalam kondisi sehat beserta Islam dan
iman yang melekat Salawat beserta salam dihaturkan kepada suri tauladan dan
junjungan Nabi Muhammad Saw keluarga sahabat dan para pengikutnya
sampai akhir zaman
Ungkapan Alhamdulillah atas selesainya skripsi yang berjudul ldquoTinjauan
Hukum Terhadap Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Progeram Studi Perbandingan Mazhab
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
Sebagai manusia biasa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna
namun dengan harapan semoga hasil penelitian dalam skripsi ini bermanfaat
terutama bagi penulis dan bagi khalayak secara umum Penulis juga menyadari
atas bantuan para pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan Oleh karena itu
ucapan banyak terimakasih penulis sampaikan kepada
1 Bapak Dr Asep Saepudin Jahar MA Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Bapak Fahmi Ahmadi MSi Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab
dan Ibu Hj Siti Hanna SAg Lc MA Sekretaris Program Studi
Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ix
3 Bapak Bapak Fahmi Ahmadi MSi dan Bapak Ahmad Bisyri Abd
Shomad MA Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan
arahan serta bimbingan sampai skripsi ini selesai
4 Kepada Bapak Drs NoryaminAini MA Dosen Pembimbing Akademik
yang telah mengarahkan banyak hal dalam perkuliahan sampai proses
akhir penyelesaian skripsi ini
5 Kepada Bapak Ahmad Chairul Hadi MA dan Bapak Qosim Arsadani
MA Dosen Penguji Skripsi yang telah membimbing dan memberikan
arahan terhadap skripsi ini sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi
6 Para Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarata yang telah memberikan ilmunya di berbagai disiplin keilmuan
Baik dalam perkuliahan atau di luar semoga mendapatkan balasan dari
Allah SWT dan bermanfaat bagi penulis
7 Tak lupa dan teristimewa ungkapan terimakasih untuk Ayahanda KH
Moh Zaini Syafiuddin Lc Ibunda Nyai Zainab Nur kaka adik dan
pamanda yang selalu memberikan dorongan dan doa setiap waktu serta
Siti Nur Azizah SPdi Adinda yang senantiasa memberikan motivasi
dalam penyelesaian skripsi ini
8 Kepada seluruh teman seperjuangan Perbandingan Mazhab dan Hukum
angkatan 2011 teman seperjuangan di Himpunan Keluarga Mahasiswa
Tebuireng (HIKMAT) Forum Mahasiswa Madura (FORMAD) dan
komunitas lainnya yang telah meluangkan bersama berbagi ilmu dan
kebersamaan
x
9 Kepada sahabat dan saudara idiologi yang penulis banggakan Moh Basri
SH Dicka Nanda Dermawan SH Abd Gopur SH Nur Muhammad
Maftuh SH Alan Novandi SH Ade Firmansyah SH Julian Pranata
SH Ibnu Mubaidillah SH Heru SH Syamsuddin SPd Sahabat Jibriil
Fotochopy ldquoAmirul Muttaqin SAg Mir_atunnisa SPd Moh Zainurrfiq
SAg Masrun Ronirdquo dan teman seperjuangan yang setiap saat bersama
memberikan dukungan saran dan masukan kepada penulis
10 Kepada seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau
materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu Semoga rahmat
Allah senantiasa menyertai mereka
Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan dengan
harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT dan
mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan menjadi catatan kebaikan di
akhirat kelak Amin
Jakarta 02 Maret 2018 M
14 JumadilAkhir1439H
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v
ABSTRAK vii
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI xi
BAB I PENDAHULUAN 1
A Latar Belakang Masalah 1
B Identifikasi Masalah 2
C Batasandan Rumusan Masalah 3
D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3
E Review Studiterdahulu 3
F Metodelogi Penelitian 6
G Sistematika Penulisan 8
BAB II TINJAUAN TEORI 9
A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9
B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran
Ahli Fikih 12
xii
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18
BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis
Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten
Pamekasan 24
BAB IV ANALISIS 41
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33
B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-
Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36
BAB V PENUTUP 45
A Kesimpulan 45
B Saran-saran 46
DAFTAR PUSTAKA 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah
Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di
masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat
kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-
nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo
Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan
melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di
antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan
ikatan rumah tangga
Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh
masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat
Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum
dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan
dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama
maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih
banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah
tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat
dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya
buruk akan membaik1
Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-
Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang
melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan
merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan
pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut
1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
2
Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk
Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan
Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd
al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-
Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk
Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor
perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif
maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan
zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin
cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks
ini adalah masyarakat Pamekasa
Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak
kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan
wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung
lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan
masyarakat
Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai
tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)
masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan
tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare
Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo
B Identifikasi Masalah
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu
pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan
Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah
secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor
ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam
penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab
perkawinannya belum dicatatkan
3
C Batasan dan Rumusan Masalah
Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan
permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan
Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare
kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan
dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut
1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam
literatur Fikih Munakahat
2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan
3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan
4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di
Pamekasan
D Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis
mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare
kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi
jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya
dalam memandang suatu masalah
Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan
adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam
di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang
penulis lakukan
E Review Studi Terdahulu
Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang
berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik
membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim
Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas
Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang
berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan
Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru
4
Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan
normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-
Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi
melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh
merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut
pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2
Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam
terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di
Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo
Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini
menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis
berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf
dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam
kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya
pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi
Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan
rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3
Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar
Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan
pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan
memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-
Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut
lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang
diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat
2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga
NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten
Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen
Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2008
5
dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk
akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh
masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh
adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan
Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat
bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja
konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-
beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-
Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang
banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4
Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama
Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan
Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam
Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun
2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis
Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem
tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan
banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang
membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak
bermunculan5
Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan
Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun
2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat
bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial
4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
6
yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai
maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6
Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang
membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap
hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi
tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika
Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan
Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh
menggunakan kaidah Ushul Fikih
Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum
Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga
menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru
dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat
yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau
belum dibahas pada review studi terdahulu
F Metodelogi Penelitian
1 Jenis Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan
(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-
Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-
fakta yang ada di lapangan7
2 Sifat Penelitian
Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini
dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan
menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan
menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil
6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim
Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia
2002) h 87
7
studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang
melingkupinya8
3 Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd
al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun
4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap
uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan
cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga
dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan
yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil
5 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah
1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis
akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama
mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam
yakni teori Adonis
2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat
faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan
mereka
6 Metode Analisa Data
Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa
menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah
menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah
statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan
Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)
untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum
8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47
9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42
8
G Sistematika Penulisan
Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan
secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu
penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka
kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan
item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini
bermula
Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan
praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara
umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan
tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-
Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-
undangan Perkawinan Indonesia
Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai
memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal
dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan
gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-
nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan
Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang
penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi
Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum
Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari
kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga
menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan
peneliti yang lain
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh
Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis
akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit
2 dan al-Mutahawwil
3
Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu
para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)
Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya
melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial
hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun
yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran
yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang
berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang
fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)
selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama
Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak
diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada
cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang
seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin
dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari
1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis
diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya
nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi
Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan
yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami
maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai
pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi
dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung
otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi
wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7
10
semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa
dan sastra5
Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah
tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam
dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada
di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang
berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah
teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail
gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6
Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-
Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi
Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada
banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya
ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7
sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama
(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni
dimensi ibdarsquo dan tahawwul
1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh
Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti
memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu
5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22
6 Adonis Arkeologihellip h 28
7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti
seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia
tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz
fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka
Progressif 1997) h 173
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
iii
iv
v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA
Transliterasi penulisan skripsi yang digunakan dalam penelitian ini merujuk
pada pedoman transliterasi Arab-Indonesia yang ditetapkan di kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Berikut pedoman yang digunakan
1 Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin
No Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidk dilambangkan ا 1
B Be ب 2
T Te ت 3
Ts te dan es ث 4
J Je ج 5
ḥ h dengan garis bawah ح 6
Kh ka dan ha خ 7
D De د 8
Dz de dan zet ذ 9
R Er ر 10
Zet ز 11
S Es س 12
Sy es dan ye ش 13
ṣ es dengan garis bawah ص 14
ḍ de dengan garis bawah ض 15
ṭ te dengan garis bawah ط 16
ẕ zet dengan garis bawah ظ 17
bdquo ع 18Koma terbalik di atas hadap
kanan
Gh ge dan ha غ 19
F Ef ف 20
Q Ki ق 21
K Ka ك 22
vi
L El ل 23
M Em م 24
N En ن 25
W We و 26
H Ha ه 27
Apostrof ` ء 28
Y Ye ي 29
2 Vokal
Dalam bahasa Arab vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia memiliki
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong Untuk
vokal tunggal atau monoftong ketentuan alih aksaranya sebagai berikut
Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fatẖah ـــــــــــ
I Kasrah ـــــــــــ
ۥ U Ḏammah
Sementara itu untuk vokal rangkap atau diftong ketentuan alih aksaranya
sebagai berikut
Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai adan i ي ـــــــــــ
Au adan u و ـــــــــــ
3 Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd) yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf yaitu
Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan
Acirc a dengan topi di atas ا
Icirc i dengan topi di atas ي
Ucirc u dengan topi di atas و
vii
ABSTRAK
Achmad Mujab Zaini NIM 1111043200038 Tinjauan Hukum Terhadap
Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasan Program Studi Perbandingan
Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta 1439 H2018 M (X-72)
Skripsi ini mengulas seputar Tinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare
Kabhin Masyarakat Pamekasan Sebuah fenomena atau kebiasaan yang
berkembang di masyarakat yangmana kebiasaan ini tidak ditemukan dalam
pembahsan fiqih munakahat kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap
kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fiqihnya
disebut dengan ldquoTajdid al-NikahrdquoDi tengah realitas yang masih berjalan tersebut
termasuk faktor perkembangan yang melandasi praktik Tajdid al-Nikah dengan
berbagai motif maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji
Perkembangan zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi
yang semakin cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk
dalam konteks ini adalah masyarakat Pamekasan
Penelitian ini bertujuan memberi uraian teoritis mengenai tinjauan Hukum
mengenai konsep Tajdid al-Nikah (nyar-nganyare kabhin) yang banyak terjadi di
masyarakat Pamekasan sekaligus memberi jawaban terhadap faktor apa saja yang
membuat seseorang berubah pemikirannya dalam memandang suatu masalah
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi lapangan (field research)
dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdid al-Nikah di Pamekasan
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap uraian
fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan cara
dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga dokumentasi
yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan yang
berhubungan dengan studi yang penulis ambil
Dari hasil penelitian inidisimpulkan bahwa dari setiap perbedaan
pendapat tentang penyebutan Tajdid al-Nikahmemiliki makna yang sama yaitu
mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum islam atau fikih Praktik
Tajdid al-Nikahyang sering dilakukan masyarakat pamekasan ada dua bentuk
pelaksanaan yang petamaTajdid al-
Nikahdalamrangkauntukmendapatkanbukunikahyang kedua Tajdid al-Nikah
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Kata Kunci Nyar-nganyareKabhinMasyarakatPamekasan
Pembimbing 1 Fahmi Muhammad Ahmadi M Si
2 Ahmad BisyriAbdShomad MA
DaftarPusataka Tahun 1976 ndash 2018
viii
بسم هللا الرحمن الرحيم
KATA PENGANTAR
Ungkapan puji syukur ke hadirat Allah Swt atas limpahan rahmat beserta
nikmat-Nya sehingga kita semua tetap dalam kondisi sehat beserta Islam dan
iman yang melekat Salawat beserta salam dihaturkan kepada suri tauladan dan
junjungan Nabi Muhammad Saw keluarga sahabat dan para pengikutnya
sampai akhir zaman
Ungkapan Alhamdulillah atas selesainya skripsi yang berjudul ldquoTinjauan
Hukum Terhadap Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Progeram Studi Perbandingan Mazhab
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
Sebagai manusia biasa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna
namun dengan harapan semoga hasil penelitian dalam skripsi ini bermanfaat
terutama bagi penulis dan bagi khalayak secara umum Penulis juga menyadari
atas bantuan para pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan Oleh karena itu
ucapan banyak terimakasih penulis sampaikan kepada
1 Bapak Dr Asep Saepudin Jahar MA Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Bapak Fahmi Ahmadi MSi Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab
dan Ibu Hj Siti Hanna SAg Lc MA Sekretaris Program Studi
Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ix
3 Bapak Bapak Fahmi Ahmadi MSi dan Bapak Ahmad Bisyri Abd
Shomad MA Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan
arahan serta bimbingan sampai skripsi ini selesai
4 Kepada Bapak Drs NoryaminAini MA Dosen Pembimbing Akademik
yang telah mengarahkan banyak hal dalam perkuliahan sampai proses
akhir penyelesaian skripsi ini
5 Kepada Bapak Ahmad Chairul Hadi MA dan Bapak Qosim Arsadani
MA Dosen Penguji Skripsi yang telah membimbing dan memberikan
arahan terhadap skripsi ini sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi
6 Para Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarata yang telah memberikan ilmunya di berbagai disiplin keilmuan
Baik dalam perkuliahan atau di luar semoga mendapatkan balasan dari
Allah SWT dan bermanfaat bagi penulis
7 Tak lupa dan teristimewa ungkapan terimakasih untuk Ayahanda KH
Moh Zaini Syafiuddin Lc Ibunda Nyai Zainab Nur kaka adik dan
pamanda yang selalu memberikan dorongan dan doa setiap waktu serta
Siti Nur Azizah SPdi Adinda yang senantiasa memberikan motivasi
dalam penyelesaian skripsi ini
8 Kepada seluruh teman seperjuangan Perbandingan Mazhab dan Hukum
angkatan 2011 teman seperjuangan di Himpunan Keluarga Mahasiswa
Tebuireng (HIKMAT) Forum Mahasiswa Madura (FORMAD) dan
komunitas lainnya yang telah meluangkan bersama berbagi ilmu dan
kebersamaan
x
9 Kepada sahabat dan saudara idiologi yang penulis banggakan Moh Basri
SH Dicka Nanda Dermawan SH Abd Gopur SH Nur Muhammad
Maftuh SH Alan Novandi SH Ade Firmansyah SH Julian Pranata
SH Ibnu Mubaidillah SH Heru SH Syamsuddin SPd Sahabat Jibriil
Fotochopy ldquoAmirul Muttaqin SAg Mir_atunnisa SPd Moh Zainurrfiq
SAg Masrun Ronirdquo dan teman seperjuangan yang setiap saat bersama
memberikan dukungan saran dan masukan kepada penulis
10 Kepada seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau
materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu Semoga rahmat
Allah senantiasa menyertai mereka
Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan dengan
harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT dan
mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan menjadi catatan kebaikan di
akhirat kelak Amin
Jakarta 02 Maret 2018 M
14 JumadilAkhir1439H
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v
ABSTRAK vii
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI xi
BAB I PENDAHULUAN 1
A Latar Belakang Masalah 1
B Identifikasi Masalah 2
C Batasandan Rumusan Masalah 3
D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3
E Review Studiterdahulu 3
F Metodelogi Penelitian 6
G Sistematika Penulisan 8
BAB II TINJAUAN TEORI 9
A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9
B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran
Ahli Fikih 12
xii
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18
BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis
Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten
Pamekasan 24
BAB IV ANALISIS 41
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33
B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-
Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36
BAB V PENUTUP 45
A Kesimpulan 45
B Saran-saran 46
DAFTAR PUSTAKA 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah
Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di
masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat
kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-
nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo
Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan
melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di
antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan
ikatan rumah tangga
Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh
masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat
Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum
dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan
dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama
maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih
banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah
tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat
dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya
buruk akan membaik1
Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-
Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang
melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan
merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan
pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut
1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
2
Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk
Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan
Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd
al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-
Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk
Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor
perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif
maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan
zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin
cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks
ini adalah masyarakat Pamekasa
Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak
kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan
wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung
lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan
masyarakat
Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai
tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)
masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan
tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare
Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo
B Identifikasi Masalah
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu
pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan
Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah
secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor
ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam
penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab
perkawinannya belum dicatatkan
3
C Batasan dan Rumusan Masalah
Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan
permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan
Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare
kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan
dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut
1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam
literatur Fikih Munakahat
2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan
3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan
4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di
Pamekasan
D Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis
mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare
kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi
jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya
dalam memandang suatu masalah
Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan
adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam
di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang
penulis lakukan
E Review Studi Terdahulu
Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang
berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik
membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim
Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas
Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang
berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan
Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru
4
Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan
normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-
Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi
melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh
merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut
pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2
Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam
terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di
Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo
Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini
menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis
berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf
dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam
kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya
pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi
Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan
rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3
Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar
Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan
pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan
memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-
Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut
lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang
diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat
2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga
NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten
Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen
Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2008
5
dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk
akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh
masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh
adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan
Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat
bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja
konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-
beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-
Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang
banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4
Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama
Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan
Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam
Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun
2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis
Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem
tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan
banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang
membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak
bermunculan5
Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan
Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun
2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat
bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial
4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
6
yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai
maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6
Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang
membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap
hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi
tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika
Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan
Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh
menggunakan kaidah Ushul Fikih
Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum
Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga
menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru
dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat
yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau
belum dibahas pada review studi terdahulu
F Metodelogi Penelitian
1 Jenis Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan
(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-
Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-
fakta yang ada di lapangan7
2 Sifat Penelitian
Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini
dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan
menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan
menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil
6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim
Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia
2002) h 87
7
studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang
melingkupinya8
3 Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd
al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun
4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap
uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan
cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga
dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan
yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil
5 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah
1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis
akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama
mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam
yakni teori Adonis
2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat
faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan
mereka
6 Metode Analisa Data
Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa
menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah
menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah
statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan
Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)
untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum
8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47
9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42
8
G Sistematika Penulisan
Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan
secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu
penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka
kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan
item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini
bermula
Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan
praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara
umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan
tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-
Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-
undangan Perkawinan Indonesia
Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai
memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal
dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan
gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-
nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan
Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang
penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi
Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum
Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari
kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga
menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan
peneliti yang lain
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh
Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis
akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit
2 dan al-Mutahawwil
3
Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu
para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)
Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya
melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial
hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun
yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran
yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang
berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang
fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)
selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama
Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak
diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada
cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang
seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin
dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari
1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis
diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya
nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi
Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan
yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami
maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai
pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi
dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung
otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi
wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7
10
semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa
dan sastra5
Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah
tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam
dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada
di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang
berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah
teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail
gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6
Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-
Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi
Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada
banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya
ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7
sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama
(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni
dimensi ibdarsquo dan tahawwul
1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh
Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti
memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu
5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22
6 Adonis Arkeologihellip h 28
7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti
seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia
tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz
fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka
Progressif 1997) h 173
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
iv
v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA
Transliterasi penulisan skripsi yang digunakan dalam penelitian ini merujuk
pada pedoman transliterasi Arab-Indonesia yang ditetapkan di kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Berikut pedoman yang digunakan
1 Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin
No Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidk dilambangkan ا 1
B Be ب 2
T Te ت 3
Ts te dan es ث 4
J Je ج 5
ḥ h dengan garis bawah ح 6
Kh ka dan ha خ 7
D De د 8
Dz de dan zet ذ 9
R Er ر 10
Zet ز 11
S Es س 12
Sy es dan ye ش 13
ṣ es dengan garis bawah ص 14
ḍ de dengan garis bawah ض 15
ṭ te dengan garis bawah ط 16
ẕ zet dengan garis bawah ظ 17
bdquo ع 18Koma terbalik di atas hadap
kanan
Gh ge dan ha غ 19
F Ef ف 20
Q Ki ق 21
K Ka ك 22
vi
L El ل 23
M Em م 24
N En ن 25
W We و 26
H Ha ه 27
Apostrof ` ء 28
Y Ye ي 29
2 Vokal
Dalam bahasa Arab vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia memiliki
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong Untuk
vokal tunggal atau monoftong ketentuan alih aksaranya sebagai berikut
Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fatẖah ـــــــــــ
I Kasrah ـــــــــــ
ۥ U Ḏammah
Sementara itu untuk vokal rangkap atau diftong ketentuan alih aksaranya
sebagai berikut
Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai adan i ي ـــــــــــ
Au adan u و ـــــــــــ
3 Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd) yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf yaitu
Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan
Acirc a dengan topi di atas ا
Icirc i dengan topi di atas ي
Ucirc u dengan topi di atas و
vii
ABSTRAK
Achmad Mujab Zaini NIM 1111043200038 Tinjauan Hukum Terhadap
Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasan Program Studi Perbandingan
Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta 1439 H2018 M (X-72)
Skripsi ini mengulas seputar Tinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare
Kabhin Masyarakat Pamekasan Sebuah fenomena atau kebiasaan yang
berkembang di masyarakat yangmana kebiasaan ini tidak ditemukan dalam
pembahsan fiqih munakahat kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap
kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fiqihnya
disebut dengan ldquoTajdid al-NikahrdquoDi tengah realitas yang masih berjalan tersebut
termasuk faktor perkembangan yang melandasi praktik Tajdid al-Nikah dengan
berbagai motif maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji
Perkembangan zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi
yang semakin cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk
dalam konteks ini adalah masyarakat Pamekasan
Penelitian ini bertujuan memberi uraian teoritis mengenai tinjauan Hukum
mengenai konsep Tajdid al-Nikah (nyar-nganyare kabhin) yang banyak terjadi di
masyarakat Pamekasan sekaligus memberi jawaban terhadap faktor apa saja yang
membuat seseorang berubah pemikirannya dalam memandang suatu masalah
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi lapangan (field research)
dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdid al-Nikah di Pamekasan
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap uraian
fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan cara
dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga dokumentasi
yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan yang
berhubungan dengan studi yang penulis ambil
Dari hasil penelitian inidisimpulkan bahwa dari setiap perbedaan
pendapat tentang penyebutan Tajdid al-Nikahmemiliki makna yang sama yaitu
mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum islam atau fikih Praktik
Tajdid al-Nikahyang sering dilakukan masyarakat pamekasan ada dua bentuk
pelaksanaan yang petamaTajdid al-
Nikahdalamrangkauntukmendapatkanbukunikahyang kedua Tajdid al-Nikah
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Kata Kunci Nyar-nganyareKabhinMasyarakatPamekasan
Pembimbing 1 Fahmi Muhammad Ahmadi M Si
2 Ahmad BisyriAbdShomad MA
DaftarPusataka Tahun 1976 ndash 2018
viii
بسم هللا الرحمن الرحيم
KATA PENGANTAR
Ungkapan puji syukur ke hadirat Allah Swt atas limpahan rahmat beserta
nikmat-Nya sehingga kita semua tetap dalam kondisi sehat beserta Islam dan
iman yang melekat Salawat beserta salam dihaturkan kepada suri tauladan dan
junjungan Nabi Muhammad Saw keluarga sahabat dan para pengikutnya
sampai akhir zaman
Ungkapan Alhamdulillah atas selesainya skripsi yang berjudul ldquoTinjauan
Hukum Terhadap Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Progeram Studi Perbandingan Mazhab
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
Sebagai manusia biasa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna
namun dengan harapan semoga hasil penelitian dalam skripsi ini bermanfaat
terutama bagi penulis dan bagi khalayak secara umum Penulis juga menyadari
atas bantuan para pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan Oleh karena itu
ucapan banyak terimakasih penulis sampaikan kepada
1 Bapak Dr Asep Saepudin Jahar MA Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Bapak Fahmi Ahmadi MSi Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab
dan Ibu Hj Siti Hanna SAg Lc MA Sekretaris Program Studi
Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ix
3 Bapak Bapak Fahmi Ahmadi MSi dan Bapak Ahmad Bisyri Abd
Shomad MA Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan
arahan serta bimbingan sampai skripsi ini selesai
4 Kepada Bapak Drs NoryaminAini MA Dosen Pembimbing Akademik
yang telah mengarahkan banyak hal dalam perkuliahan sampai proses
akhir penyelesaian skripsi ini
5 Kepada Bapak Ahmad Chairul Hadi MA dan Bapak Qosim Arsadani
MA Dosen Penguji Skripsi yang telah membimbing dan memberikan
arahan terhadap skripsi ini sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi
6 Para Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarata yang telah memberikan ilmunya di berbagai disiplin keilmuan
Baik dalam perkuliahan atau di luar semoga mendapatkan balasan dari
Allah SWT dan bermanfaat bagi penulis
7 Tak lupa dan teristimewa ungkapan terimakasih untuk Ayahanda KH
Moh Zaini Syafiuddin Lc Ibunda Nyai Zainab Nur kaka adik dan
pamanda yang selalu memberikan dorongan dan doa setiap waktu serta
Siti Nur Azizah SPdi Adinda yang senantiasa memberikan motivasi
dalam penyelesaian skripsi ini
8 Kepada seluruh teman seperjuangan Perbandingan Mazhab dan Hukum
angkatan 2011 teman seperjuangan di Himpunan Keluarga Mahasiswa
Tebuireng (HIKMAT) Forum Mahasiswa Madura (FORMAD) dan
komunitas lainnya yang telah meluangkan bersama berbagi ilmu dan
kebersamaan
x
9 Kepada sahabat dan saudara idiologi yang penulis banggakan Moh Basri
SH Dicka Nanda Dermawan SH Abd Gopur SH Nur Muhammad
Maftuh SH Alan Novandi SH Ade Firmansyah SH Julian Pranata
SH Ibnu Mubaidillah SH Heru SH Syamsuddin SPd Sahabat Jibriil
Fotochopy ldquoAmirul Muttaqin SAg Mir_atunnisa SPd Moh Zainurrfiq
SAg Masrun Ronirdquo dan teman seperjuangan yang setiap saat bersama
memberikan dukungan saran dan masukan kepada penulis
10 Kepada seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau
materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu Semoga rahmat
Allah senantiasa menyertai mereka
Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan dengan
harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT dan
mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan menjadi catatan kebaikan di
akhirat kelak Amin
Jakarta 02 Maret 2018 M
14 JumadilAkhir1439H
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v
ABSTRAK vii
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI xi
BAB I PENDAHULUAN 1
A Latar Belakang Masalah 1
B Identifikasi Masalah 2
C Batasandan Rumusan Masalah 3
D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3
E Review Studiterdahulu 3
F Metodelogi Penelitian 6
G Sistematika Penulisan 8
BAB II TINJAUAN TEORI 9
A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9
B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran
Ahli Fikih 12
xii
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18
BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis
Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten
Pamekasan 24
BAB IV ANALISIS 41
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33
B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-
Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36
BAB V PENUTUP 45
A Kesimpulan 45
B Saran-saran 46
DAFTAR PUSTAKA 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah
Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di
masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat
kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-
nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo
Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan
melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di
antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan
ikatan rumah tangga
Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh
masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat
Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum
dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan
dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama
maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih
banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah
tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat
dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya
buruk akan membaik1
Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-
Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang
melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan
merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan
pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut
1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
2
Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk
Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan
Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd
al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-
Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk
Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor
perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif
maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan
zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin
cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks
ini adalah masyarakat Pamekasa
Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak
kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan
wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung
lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan
masyarakat
Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai
tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)
masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan
tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare
Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo
B Identifikasi Masalah
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu
pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan
Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah
secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor
ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam
penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab
perkawinannya belum dicatatkan
3
C Batasan dan Rumusan Masalah
Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan
permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan
Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare
kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan
dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut
1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam
literatur Fikih Munakahat
2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan
3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan
4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di
Pamekasan
D Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis
mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare
kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi
jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya
dalam memandang suatu masalah
Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan
adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam
di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang
penulis lakukan
E Review Studi Terdahulu
Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang
berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik
membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim
Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas
Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang
berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan
Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru
4
Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan
normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-
Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi
melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh
merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut
pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2
Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam
terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di
Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo
Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini
menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis
berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf
dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam
kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya
pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi
Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan
rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3
Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar
Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan
pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan
memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-
Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut
lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang
diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat
2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga
NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten
Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen
Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2008
5
dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk
akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh
masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh
adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan
Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat
bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja
konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-
beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-
Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang
banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4
Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama
Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan
Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam
Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun
2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis
Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem
tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan
banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang
membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak
bermunculan5
Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan
Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun
2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat
bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial
4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
6
yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai
maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6
Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang
membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap
hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi
tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika
Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan
Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh
menggunakan kaidah Ushul Fikih
Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum
Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga
menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru
dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat
yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau
belum dibahas pada review studi terdahulu
F Metodelogi Penelitian
1 Jenis Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan
(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-
Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-
fakta yang ada di lapangan7
2 Sifat Penelitian
Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini
dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan
menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan
menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil
6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim
Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia
2002) h 87
7
studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang
melingkupinya8
3 Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd
al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun
4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap
uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan
cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga
dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan
yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil
5 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah
1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis
akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama
mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam
yakni teori Adonis
2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat
faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan
mereka
6 Metode Analisa Data
Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa
menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah
menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah
statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan
Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)
untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum
8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47
9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42
8
G Sistematika Penulisan
Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan
secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu
penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka
kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan
item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini
bermula
Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan
praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara
umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan
tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-
Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-
undangan Perkawinan Indonesia
Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai
memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal
dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan
gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-
nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan
Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang
penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi
Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum
Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari
kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga
menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan
peneliti yang lain
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh
Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis
akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit
2 dan al-Mutahawwil
3
Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu
para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)
Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya
melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial
hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun
yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran
yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang
berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang
fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)
selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama
Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak
diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada
cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang
seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin
dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari
1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis
diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya
nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi
Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan
yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami
maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai
pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi
dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung
otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi
wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7
10
semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa
dan sastra5
Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah
tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam
dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada
di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang
berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah
teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail
gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6
Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-
Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi
Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada
banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya
ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7
sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama
(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni
dimensi ibdarsquo dan tahawwul
1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh
Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti
memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu
5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22
6 Adonis Arkeologihellip h 28
7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti
seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia
tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz
fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka
Progressif 1997) h 173
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA
Transliterasi penulisan skripsi yang digunakan dalam penelitian ini merujuk
pada pedoman transliterasi Arab-Indonesia yang ditetapkan di kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Berikut pedoman yang digunakan
1 Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin
No Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidk dilambangkan ا 1
B Be ب 2
T Te ت 3
Ts te dan es ث 4
J Je ج 5
ḥ h dengan garis bawah ح 6
Kh ka dan ha خ 7
D De د 8
Dz de dan zet ذ 9
R Er ر 10
Zet ز 11
S Es س 12
Sy es dan ye ش 13
ṣ es dengan garis bawah ص 14
ḍ de dengan garis bawah ض 15
ṭ te dengan garis bawah ط 16
ẕ zet dengan garis bawah ظ 17
bdquo ع 18Koma terbalik di atas hadap
kanan
Gh ge dan ha غ 19
F Ef ف 20
Q Ki ق 21
K Ka ك 22
vi
L El ل 23
M Em م 24
N En ن 25
W We و 26
H Ha ه 27
Apostrof ` ء 28
Y Ye ي 29
2 Vokal
Dalam bahasa Arab vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia memiliki
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong Untuk
vokal tunggal atau monoftong ketentuan alih aksaranya sebagai berikut
Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fatẖah ـــــــــــ
I Kasrah ـــــــــــ
ۥ U Ḏammah
Sementara itu untuk vokal rangkap atau diftong ketentuan alih aksaranya
sebagai berikut
Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai adan i ي ـــــــــــ
Au adan u و ـــــــــــ
3 Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd) yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf yaitu
Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan
Acirc a dengan topi di atas ا
Icirc i dengan topi di atas ي
Ucirc u dengan topi di atas و
vii
ABSTRAK
Achmad Mujab Zaini NIM 1111043200038 Tinjauan Hukum Terhadap
Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasan Program Studi Perbandingan
Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta 1439 H2018 M (X-72)
Skripsi ini mengulas seputar Tinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare
Kabhin Masyarakat Pamekasan Sebuah fenomena atau kebiasaan yang
berkembang di masyarakat yangmana kebiasaan ini tidak ditemukan dalam
pembahsan fiqih munakahat kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap
kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fiqihnya
disebut dengan ldquoTajdid al-NikahrdquoDi tengah realitas yang masih berjalan tersebut
termasuk faktor perkembangan yang melandasi praktik Tajdid al-Nikah dengan
berbagai motif maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji
Perkembangan zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi
yang semakin cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk
dalam konteks ini adalah masyarakat Pamekasan
Penelitian ini bertujuan memberi uraian teoritis mengenai tinjauan Hukum
mengenai konsep Tajdid al-Nikah (nyar-nganyare kabhin) yang banyak terjadi di
masyarakat Pamekasan sekaligus memberi jawaban terhadap faktor apa saja yang
membuat seseorang berubah pemikirannya dalam memandang suatu masalah
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi lapangan (field research)
dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdid al-Nikah di Pamekasan
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap uraian
fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan cara
dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga dokumentasi
yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan yang
berhubungan dengan studi yang penulis ambil
Dari hasil penelitian inidisimpulkan bahwa dari setiap perbedaan
pendapat tentang penyebutan Tajdid al-Nikahmemiliki makna yang sama yaitu
mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum islam atau fikih Praktik
Tajdid al-Nikahyang sering dilakukan masyarakat pamekasan ada dua bentuk
pelaksanaan yang petamaTajdid al-
Nikahdalamrangkauntukmendapatkanbukunikahyang kedua Tajdid al-Nikah
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Kata Kunci Nyar-nganyareKabhinMasyarakatPamekasan
Pembimbing 1 Fahmi Muhammad Ahmadi M Si
2 Ahmad BisyriAbdShomad MA
DaftarPusataka Tahun 1976 ndash 2018
viii
بسم هللا الرحمن الرحيم
KATA PENGANTAR
Ungkapan puji syukur ke hadirat Allah Swt atas limpahan rahmat beserta
nikmat-Nya sehingga kita semua tetap dalam kondisi sehat beserta Islam dan
iman yang melekat Salawat beserta salam dihaturkan kepada suri tauladan dan
junjungan Nabi Muhammad Saw keluarga sahabat dan para pengikutnya
sampai akhir zaman
Ungkapan Alhamdulillah atas selesainya skripsi yang berjudul ldquoTinjauan
Hukum Terhadap Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Progeram Studi Perbandingan Mazhab
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
Sebagai manusia biasa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna
namun dengan harapan semoga hasil penelitian dalam skripsi ini bermanfaat
terutama bagi penulis dan bagi khalayak secara umum Penulis juga menyadari
atas bantuan para pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan Oleh karena itu
ucapan banyak terimakasih penulis sampaikan kepada
1 Bapak Dr Asep Saepudin Jahar MA Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Bapak Fahmi Ahmadi MSi Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab
dan Ibu Hj Siti Hanna SAg Lc MA Sekretaris Program Studi
Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ix
3 Bapak Bapak Fahmi Ahmadi MSi dan Bapak Ahmad Bisyri Abd
Shomad MA Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan
arahan serta bimbingan sampai skripsi ini selesai
4 Kepada Bapak Drs NoryaminAini MA Dosen Pembimbing Akademik
yang telah mengarahkan banyak hal dalam perkuliahan sampai proses
akhir penyelesaian skripsi ini
5 Kepada Bapak Ahmad Chairul Hadi MA dan Bapak Qosim Arsadani
MA Dosen Penguji Skripsi yang telah membimbing dan memberikan
arahan terhadap skripsi ini sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi
6 Para Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarata yang telah memberikan ilmunya di berbagai disiplin keilmuan
Baik dalam perkuliahan atau di luar semoga mendapatkan balasan dari
Allah SWT dan bermanfaat bagi penulis
7 Tak lupa dan teristimewa ungkapan terimakasih untuk Ayahanda KH
Moh Zaini Syafiuddin Lc Ibunda Nyai Zainab Nur kaka adik dan
pamanda yang selalu memberikan dorongan dan doa setiap waktu serta
Siti Nur Azizah SPdi Adinda yang senantiasa memberikan motivasi
dalam penyelesaian skripsi ini
8 Kepada seluruh teman seperjuangan Perbandingan Mazhab dan Hukum
angkatan 2011 teman seperjuangan di Himpunan Keluarga Mahasiswa
Tebuireng (HIKMAT) Forum Mahasiswa Madura (FORMAD) dan
komunitas lainnya yang telah meluangkan bersama berbagi ilmu dan
kebersamaan
x
9 Kepada sahabat dan saudara idiologi yang penulis banggakan Moh Basri
SH Dicka Nanda Dermawan SH Abd Gopur SH Nur Muhammad
Maftuh SH Alan Novandi SH Ade Firmansyah SH Julian Pranata
SH Ibnu Mubaidillah SH Heru SH Syamsuddin SPd Sahabat Jibriil
Fotochopy ldquoAmirul Muttaqin SAg Mir_atunnisa SPd Moh Zainurrfiq
SAg Masrun Ronirdquo dan teman seperjuangan yang setiap saat bersama
memberikan dukungan saran dan masukan kepada penulis
10 Kepada seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau
materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu Semoga rahmat
Allah senantiasa menyertai mereka
Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan dengan
harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT dan
mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan menjadi catatan kebaikan di
akhirat kelak Amin
Jakarta 02 Maret 2018 M
14 JumadilAkhir1439H
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v
ABSTRAK vii
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI xi
BAB I PENDAHULUAN 1
A Latar Belakang Masalah 1
B Identifikasi Masalah 2
C Batasandan Rumusan Masalah 3
D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3
E Review Studiterdahulu 3
F Metodelogi Penelitian 6
G Sistematika Penulisan 8
BAB II TINJAUAN TEORI 9
A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9
B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran
Ahli Fikih 12
xii
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18
BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis
Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten
Pamekasan 24
BAB IV ANALISIS 41
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33
B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-
Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36
BAB V PENUTUP 45
A Kesimpulan 45
B Saran-saran 46
DAFTAR PUSTAKA 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah
Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di
masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat
kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-
nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo
Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan
melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di
antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan
ikatan rumah tangga
Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh
masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat
Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum
dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan
dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama
maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih
banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah
tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat
dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya
buruk akan membaik1
Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-
Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang
melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan
merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan
pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut
1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
2
Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk
Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan
Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd
al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-
Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk
Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor
perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif
maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan
zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin
cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks
ini adalah masyarakat Pamekasa
Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak
kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan
wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung
lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan
masyarakat
Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai
tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)
masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan
tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare
Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo
B Identifikasi Masalah
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu
pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan
Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah
secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor
ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam
penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab
perkawinannya belum dicatatkan
3
C Batasan dan Rumusan Masalah
Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan
permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan
Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare
kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan
dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut
1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam
literatur Fikih Munakahat
2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan
3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan
4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di
Pamekasan
D Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis
mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare
kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi
jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya
dalam memandang suatu masalah
Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan
adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam
di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang
penulis lakukan
E Review Studi Terdahulu
Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang
berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik
membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim
Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas
Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang
berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan
Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru
4
Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan
normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-
Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi
melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh
merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut
pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2
Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam
terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di
Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo
Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini
menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis
berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf
dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam
kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya
pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi
Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan
rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3
Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar
Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan
pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan
memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-
Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut
lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang
diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat
2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga
NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten
Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen
Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2008
5
dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk
akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh
masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh
adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan
Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat
bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja
konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-
beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-
Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang
banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4
Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama
Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan
Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam
Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun
2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis
Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem
tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan
banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang
membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak
bermunculan5
Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan
Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun
2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat
bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial
4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
6
yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai
maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6
Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang
membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap
hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi
tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika
Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan
Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh
menggunakan kaidah Ushul Fikih
Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum
Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga
menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru
dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat
yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau
belum dibahas pada review studi terdahulu
F Metodelogi Penelitian
1 Jenis Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan
(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-
Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-
fakta yang ada di lapangan7
2 Sifat Penelitian
Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini
dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan
menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan
menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil
6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim
Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia
2002) h 87
7
studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang
melingkupinya8
3 Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd
al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun
4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap
uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan
cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga
dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan
yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil
5 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah
1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis
akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama
mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam
yakni teori Adonis
2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat
faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan
mereka
6 Metode Analisa Data
Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa
menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah
menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah
statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan
Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)
untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum
8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47
9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42
8
G Sistematika Penulisan
Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan
secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu
penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka
kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan
item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini
bermula
Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan
praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara
umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan
tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-
Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-
undangan Perkawinan Indonesia
Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai
memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal
dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan
gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-
nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan
Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang
penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi
Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum
Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari
kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga
menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan
peneliti yang lain
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh
Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis
akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit
2 dan al-Mutahawwil
3
Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu
para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)
Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya
melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial
hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun
yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran
yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang
berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang
fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)
selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama
Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak
diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada
cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang
seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin
dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari
1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis
diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya
nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi
Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan
yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami
maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai
pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi
dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung
otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi
wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7
10
semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa
dan sastra5
Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah
tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam
dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada
di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang
berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah
teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail
gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6
Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-
Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi
Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada
banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya
ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7
sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama
(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni
dimensi ibdarsquo dan tahawwul
1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh
Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti
memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu
5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22
6 Adonis Arkeologihellip h 28
7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti
seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia
tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz
fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka
Progressif 1997) h 173
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
vi
L El ل 23
M Em م 24
N En ن 25
W We و 26
H Ha ه 27
Apostrof ` ء 28
Y Ye ي 29
2 Vokal
Dalam bahasa Arab vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia memiliki
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong Untuk
vokal tunggal atau monoftong ketentuan alih aksaranya sebagai berikut
Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fatẖah ـــــــــــ
I Kasrah ـــــــــــ
ۥ U Ḏammah
Sementara itu untuk vokal rangkap atau diftong ketentuan alih aksaranya
sebagai berikut
Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai adan i ي ـــــــــــ
Au adan u و ـــــــــــ
3 Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd) yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf yaitu
Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan
Acirc a dengan topi di atas ا
Icirc i dengan topi di atas ي
Ucirc u dengan topi di atas و
vii
ABSTRAK
Achmad Mujab Zaini NIM 1111043200038 Tinjauan Hukum Terhadap
Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasan Program Studi Perbandingan
Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta 1439 H2018 M (X-72)
Skripsi ini mengulas seputar Tinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare
Kabhin Masyarakat Pamekasan Sebuah fenomena atau kebiasaan yang
berkembang di masyarakat yangmana kebiasaan ini tidak ditemukan dalam
pembahsan fiqih munakahat kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap
kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fiqihnya
disebut dengan ldquoTajdid al-NikahrdquoDi tengah realitas yang masih berjalan tersebut
termasuk faktor perkembangan yang melandasi praktik Tajdid al-Nikah dengan
berbagai motif maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji
Perkembangan zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi
yang semakin cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk
dalam konteks ini adalah masyarakat Pamekasan
Penelitian ini bertujuan memberi uraian teoritis mengenai tinjauan Hukum
mengenai konsep Tajdid al-Nikah (nyar-nganyare kabhin) yang banyak terjadi di
masyarakat Pamekasan sekaligus memberi jawaban terhadap faktor apa saja yang
membuat seseorang berubah pemikirannya dalam memandang suatu masalah
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi lapangan (field research)
dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdid al-Nikah di Pamekasan
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap uraian
fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan cara
dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga dokumentasi
yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan yang
berhubungan dengan studi yang penulis ambil
Dari hasil penelitian inidisimpulkan bahwa dari setiap perbedaan
pendapat tentang penyebutan Tajdid al-Nikahmemiliki makna yang sama yaitu
mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum islam atau fikih Praktik
Tajdid al-Nikahyang sering dilakukan masyarakat pamekasan ada dua bentuk
pelaksanaan yang petamaTajdid al-
Nikahdalamrangkauntukmendapatkanbukunikahyang kedua Tajdid al-Nikah
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Kata Kunci Nyar-nganyareKabhinMasyarakatPamekasan
Pembimbing 1 Fahmi Muhammad Ahmadi M Si
2 Ahmad BisyriAbdShomad MA
DaftarPusataka Tahun 1976 ndash 2018
viii
بسم هللا الرحمن الرحيم
KATA PENGANTAR
Ungkapan puji syukur ke hadirat Allah Swt atas limpahan rahmat beserta
nikmat-Nya sehingga kita semua tetap dalam kondisi sehat beserta Islam dan
iman yang melekat Salawat beserta salam dihaturkan kepada suri tauladan dan
junjungan Nabi Muhammad Saw keluarga sahabat dan para pengikutnya
sampai akhir zaman
Ungkapan Alhamdulillah atas selesainya skripsi yang berjudul ldquoTinjauan
Hukum Terhadap Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Progeram Studi Perbandingan Mazhab
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
Sebagai manusia biasa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna
namun dengan harapan semoga hasil penelitian dalam skripsi ini bermanfaat
terutama bagi penulis dan bagi khalayak secara umum Penulis juga menyadari
atas bantuan para pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan Oleh karena itu
ucapan banyak terimakasih penulis sampaikan kepada
1 Bapak Dr Asep Saepudin Jahar MA Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Bapak Fahmi Ahmadi MSi Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab
dan Ibu Hj Siti Hanna SAg Lc MA Sekretaris Program Studi
Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ix
3 Bapak Bapak Fahmi Ahmadi MSi dan Bapak Ahmad Bisyri Abd
Shomad MA Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan
arahan serta bimbingan sampai skripsi ini selesai
4 Kepada Bapak Drs NoryaminAini MA Dosen Pembimbing Akademik
yang telah mengarahkan banyak hal dalam perkuliahan sampai proses
akhir penyelesaian skripsi ini
5 Kepada Bapak Ahmad Chairul Hadi MA dan Bapak Qosim Arsadani
MA Dosen Penguji Skripsi yang telah membimbing dan memberikan
arahan terhadap skripsi ini sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi
6 Para Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarata yang telah memberikan ilmunya di berbagai disiplin keilmuan
Baik dalam perkuliahan atau di luar semoga mendapatkan balasan dari
Allah SWT dan bermanfaat bagi penulis
7 Tak lupa dan teristimewa ungkapan terimakasih untuk Ayahanda KH
Moh Zaini Syafiuddin Lc Ibunda Nyai Zainab Nur kaka adik dan
pamanda yang selalu memberikan dorongan dan doa setiap waktu serta
Siti Nur Azizah SPdi Adinda yang senantiasa memberikan motivasi
dalam penyelesaian skripsi ini
8 Kepada seluruh teman seperjuangan Perbandingan Mazhab dan Hukum
angkatan 2011 teman seperjuangan di Himpunan Keluarga Mahasiswa
Tebuireng (HIKMAT) Forum Mahasiswa Madura (FORMAD) dan
komunitas lainnya yang telah meluangkan bersama berbagi ilmu dan
kebersamaan
x
9 Kepada sahabat dan saudara idiologi yang penulis banggakan Moh Basri
SH Dicka Nanda Dermawan SH Abd Gopur SH Nur Muhammad
Maftuh SH Alan Novandi SH Ade Firmansyah SH Julian Pranata
SH Ibnu Mubaidillah SH Heru SH Syamsuddin SPd Sahabat Jibriil
Fotochopy ldquoAmirul Muttaqin SAg Mir_atunnisa SPd Moh Zainurrfiq
SAg Masrun Ronirdquo dan teman seperjuangan yang setiap saat bersama
memberikan dukungan saran dan masukan kepada penulis
10 Kepada seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau
materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu Semoga rahmat
Allah senantiasa menyertai mereka
Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan dengan
harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT dan
mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan menjadi catatan kebaikan di
akhirat kelak Amin
Jakarta 02 Maret 2018 M
14 JumadilAkhir1439H
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v
ABSTRAK vii
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI xi
BAB I PENDAHULUAN 1
A Latar Belakang Masalah 1
B Identifikasi Masalah 2
C Batasandan Rumusan Masalah 3
D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3
E Review Studiterdahulu 3
F Metodelogi Penelitian 6
G Sistematika Penulisan 8
BAB II TINJAUAN TEORI 9
A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9
B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran
Ahli Fikih 12
xii
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18
BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis
Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten
Pamekasan 24
BAB IV ANALISIS 41
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33
B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-
Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36
BAB V PENUTUP 45
A Kesimpulan 45
B Saran-saran 46
DAFTAR PUSTAKA 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah
Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di
masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat
kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-
nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo
Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan
melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di
antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan
ikatan rumah tangga
Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh
masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat
Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum
dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan
dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama
maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih
banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah
tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat
dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya
buruk akan membaik1
Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-
Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang
melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan
merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan
pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut
1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
2
Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk
Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan
Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd
al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-
Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk
Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor
perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif
maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan
zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin
cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks
ini adalah masyarakat Pamekasa
Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak
kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan
wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung
lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan
masyarakat
Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai
tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)
masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan
tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare
Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo
B Identifikasi Masalah
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu
pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan
Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah
secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor
ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam
penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab
perkawinannya belum dicatatkan
3
C Batasan dan Rumusan Masalah
Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan
permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan
Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare
kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan
dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut
1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam
literatur Fikih Munakahat
2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan
3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan
4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di
Pamekasan
D Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis
mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare
kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi
jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya
dalam memandang suatu masalah
Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan
adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam
di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang
penulis lakukan
E Review Studi Terdahulu
Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang
berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik
membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim
Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas
Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang
berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan
Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru
4
Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan
normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-
Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi
melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh
merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut
pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2
Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam
terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di
Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo
Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini
menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis
berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf
dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam
kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya
pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi
Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan
rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3
Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar
Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan
pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan
memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-
Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut
lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang
diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat
2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga
NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten
Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen
Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2008
5
dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk
akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh
masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh
adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan
Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat
bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja
konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-
beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-
Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang
banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4
Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama
Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan
Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam
Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun
2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis
Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem
tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan
banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang
membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak
bermunculan5
Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan
Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun
2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat
bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial
4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
6
yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai
maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6
Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang
membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap
hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi
tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika
Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan
Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh
menggunakan kaidah Ushul Fikih
Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum
Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga
menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru
dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat
yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau
belum dibahas pada review studi terdahulu
F Metodelogi Penelitian
1 Jenis Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan
(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-
Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-
fakta yang ada di lapangan7
2 Sifat Penelitian
Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini
dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan
menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan
menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil
6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim
Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia
2002) h 87
7
studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang
melingkupinya8
3 Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd
al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun
4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap
uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan
cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga
dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan
yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil
5 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah
1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis
akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama
mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam
yakni teori Adonis
2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat
faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan
mereka
6 Metode Analisa Data
Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa
menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah
menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah
statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan
Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)
untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum
8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47
9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42
8
G Sistematika Penulisan
Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan
secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu
penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka
kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan
item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini
bermula
Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan
praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara
umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan
tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-
Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-
undangan Perkawinan Indonesia
Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai
memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal
dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan
gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-
nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan
Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang
penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi
Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum
Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari
kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga
menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan
peneliti yang lain
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh
Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis
akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit
2 dan al-Mutahawwil
3
Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu
para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)
Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya
melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial
hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun
yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran
yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang
berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang
fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)
selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama
Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak
diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada
cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang
seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin
dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari
1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis
diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya
nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi
Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan
yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami
maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai
pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi
dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung
otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi
wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7
10
semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa
dan sastra5
Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah
tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam
dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada
di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang
berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah
teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail
gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6
Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-
Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi
Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada
banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya
ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7
sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama
(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni
dimensi ibdarsquo dan tahawwul
1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh
Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti
memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu
5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22
6 Adonis Arkeologihellip h 28
7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti
seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia
tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz
fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka
Progressif 1997) h 173
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
vii
ABSTRAK
Achmad Mujab Zaini NIM 1111043200038 Tinjauan Hukum Terhadap
Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasan Program Studi Perbandingan
Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta 1439 H2018 M (X-72)
Skripsi ini mengulas seputar Tinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare
Kabhin Masyarakat Pamekasan Sebuah fenomena atau kebiasaan yang
berkembang di masyarakat yangmana kebiasaan ini tidak ditemukan dalam
pembahsan fiqih munakahat kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap
kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fiqihnya
disebut dengan ldquoTajdid al-NikahrdquoDi tengah realitas yang masih berjalan tersebut
termasuk faktor perkembangan yang melandasi praktik Tajdid al-Nikah dengan
berbagai motif maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji
Perkembangan zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi
yang semakin cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk
dalam konteks ini adalah masyarakat Pamekasan
Penelitian ini bertujuan memberi uraian teoritis mengenai tinjauan Hukum
mengenai konsep Tajdid al-Nikah (nyar-nganyare kabhin) yang banyak terjadi di
masyarakat Pamekasan sekaligus memberi jawaban terhadap faktor apa saja yang
membuat seseorang berubah pemikirannya dalam memandang suatu masalah
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi lapangan (field research)
dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdid al-Nikah di Pamekasan
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap uraian
fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan cara
dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga dokumentasi
yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan yang
berhubungan dengan studi yang penulis ambil
Dari hasil penelitian inidisimpulkan bahwa dari setiap perbedaan
pendapat tentang penyebutan Tajdid al-Nikahmemiliki makna yang sama yaitu
mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum islam atau fikih Praktik
Tajdid al-Nikahyang sering dilakukan masyarakat pamekasan ada dua bentuk
pelaksanaan yang petamaTajdid al-
Nikahdalamrangkauntukmendapatkanbukunikahyang kedua Tajdid al-Nikah
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Kata Kunci Nyar-nganyareKabhinMasyarakatPamekasan
Pembimbing 1 Fahmi Muhammad Ahmadi M Si
2 Ahmad BisyriAbdShomad MA
DaftarPusataka Tahun 1976 ndash 2018
viii
بسم هللا الرحمن الرحيم
KATA PENGANTAR
Ungkapan puji syukur ke hadirat Allah Swt atas limpahan rahmat beserta
nikmat-Nya sehingga kita semua tetap dalam kondisi sehat beserta Islam dan
iman yang melekat Salawat beserta salam dihaturkan kepada suri tauladan dan
junjungan Nabi Muhammad Saw keluarga sahabat dan para pengikutnya
sampai akhir zaman
Ungkapan Alhamdulillah atas selesainya skripsi yang berjudul ldquoTinjauan
Hukum Terhadap Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Progeram Studi Perbandingan Mazhab
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
Sebagai manusia biasa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna
namun dengan harapan semoga hasil penelitian dalam skripsi ini bermanfaat
terutama bagi penulis dan bagi khalayak secara umum Penulis juga menyadari
atas bantuan para pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan Oleh karena itu
ucapan banyak terimakasih penulis sampaikan kepada
1 Bapak Dr Asep Saepudin Jahar MA Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Bapak Fahmi Ahmadi MSi Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab
dan Ibu Hj Siti Hanna SAg Lc MA Sekretaris Program Studi
Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ix
3 Bapak Bapak Fahmi Ahmadi MSi dan Bapak Ahmad Bisyri Abd
Shomad MA Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan
arahan serta bimbingan sampai skripsi ini selesai
4 Kepada Bapak Drs NoryaminAini MA Dosen Pembimbing Akademik
yang telah mengarahkan banyak hal dalam perkuliahan sampai proses
akhir penyelesaian skripsi ini
5 Kepada Bapak Ahmad Chairul Hadi MA dan Bapak Qosim Arsadani
MA Dosen Penguji Skripsi yang telah membimbing dan memberikan
arahan terhadap skripsi ini sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi
6 Para Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarata yang telah memberikan ilmunya di berbagai disiplin keilmuan
Baik dalam perkuliahan atau di luar semoga mendapatkan balasan dari
Allah SWT dan bermanfaat bagi penulis
7 Tak lupa dan teristimewa ungkapan terimakasih untuk Ayahanda KH
Moh Zaini Syafiuddin Lc Ibunda Nyai Zainab Nur kaka adik dan
pamanda yang selalu memberikan dorongan dan doa setiap waktu serta
Siti Nur Azizah SPdi Adinda yang senantiasa memberikan motivasi
dalam penyelesaian skripsi ini
8 Kepada seluruh teman seperjuangan Perbandingan Mazhab dan Hukum
angkatan 2011 teman seperjuangan di Himpunan Keluarga Mahasiswa
Tebuireng (HIKMAT) Forum Mahasiswa Madura (FORMAD) dan
komunitas lainnya yang telah meluangkan bersama berbagi ilmu dan
kebersamaan
x
9 Kepada sahabat dan saudara idiologi yang penulis banggakan Moh Basri
SH Dicka Nanda Dermawan SH Abd Gopur SH Nur Muhammad
Maftuh SH Alan Novandi SH Ade Firmansyah SH Julian Pranata
SH Ibnu Mubaidillah SH Heru SH Syamsuddin SPd Sahabat Jibriil
Fotochopy ldquoAmirul Muttaqin SAg Mir_atunnisa SPd Moh Zainurrfiq
SAg Masrun Ronirdquo dan teman seperjuangan yang setiap saat bersama
memberikan dukungan saran dan masukan kepada penulis
10 Kepada seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau
materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu Semoga rahmat
Allah senantiasa menyertai mereka
Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan dengan
harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT dan
mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan menjadi catatan kebaikan di
akhirat kelak Amin
Jakarta 02 Maret 2018 M
14 JumadilAkhir1439H
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v
ABSTRAK vii
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI xi
BAB I PENDAHULUAN 1
A Latar Belakang Masalah 1
B Identifikasi Masalah 2
C Batasandan Rumusan Masalah 3
D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3
E Review Studiterdahulu 3
F Metodelogi Penelitian 6
G Sistematika Penulisan 8
BAB II TINJAUAN TEORI 9
A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9
B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran
Ahli Fikih 12
xii
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18
BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis
Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten
Pamekasan 24
BAB IV ANALISIS 41
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33
B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-
Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36
BAB V PENUTUP 45
A Kesimpulan 45
B Saran-saran 46
DAFTAR PUSTAKA 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah
Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di
masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat
kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-
nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo
Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan
melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di
antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan
ikatan rumah tangga
Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh
masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat
Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum
dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan
dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama
maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih
banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah
tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat
dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya
buruk akan membaik1
Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-
Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang
melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan
merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan
pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut
1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
2
Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk
Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan
Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd
al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-
Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk
Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor
perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif
maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan
zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin
cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks
ini adalah masyarakat Pamekasa
Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak
kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan
wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung
lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan
masyarakat
Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai
tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)
masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan
tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare
Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo
B Identifikasi Masalah
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu
pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan
Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah
secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor
ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam
penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab
perkawinannya belum dicatatkan
3
C Batasan dan Rumusan Masalah
Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan
permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan
Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare
kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan
dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut
1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam
literatur Fikih Munakahat
2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan
3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan
4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di
Pamekasan
D Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis
mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare
kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi
jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya
dalam memandang suatu masalah
Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan
adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam
di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang
penulis lakukan
E Review Studi Terdahulu
Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang
berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik
membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim
Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas
Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang
berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan
Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru
4
Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan
normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-
Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi
melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh
merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut
pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2
Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam
terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di
Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo
Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini
menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis
berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf
dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam
kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya
pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi
Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan
rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3
Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar
Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan
pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan
memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-
Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut
lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang
diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat
2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga
NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten
Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen
Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2008
5
dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk
akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh
masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh
adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan
Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat
bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja
konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-
beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-
Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang
banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4
Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama
Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan
Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam
Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun
2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis
Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem
tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan
banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang
membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak
bermunculan5
Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan
Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun
2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat
bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial
4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
6
yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai
maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6
Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang
membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap
hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi
tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika
Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan
Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh
menggunakan kaidah Ushul Fikih
Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum
Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga
menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru
dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat
yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau
belum dibahas pada review studi terdahulu
F Metodelogi Penelitian
1 Jenis Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan
(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-
Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-
fakta yang ada di lapangan7
2 Sifat Penelitian
Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini
dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan
menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan
menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil
6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim
Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia
2002) h 87
7
studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang
melingkupinya8
3 Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd
al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun
4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap
uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan
cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga
dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan
yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil
5 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah
1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis
akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama
mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam
yakni teori Adonis
2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat
faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan
mereka
6 Metode Analisa Data
Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa
menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah
menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah
statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan
Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)
untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum
8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47
9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42
8
G Sistematika Penulisan
Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan
secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu
penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka
kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan
item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini
bermula
Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan
praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara
umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan
tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-
Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-
undangan Perkawinan Indonesia
Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai
memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal
dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan
gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-
nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan
Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang
penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi
Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum
Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari
kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga
menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan
peneliti yang lain
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh
Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis
akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit
2 dan al-Mutahawwil
3
Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu
para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)
Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya
melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial
hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun
yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran
yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang
berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang
fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)
selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama
Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak
diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada
cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang
seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin
dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari
1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis
diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya
nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi
Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan
yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami
maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai
pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi
dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung
otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi
wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7
10
semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa
dan sastra5
Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah
tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam
dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada
di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang
berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah
teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail
gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6
Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-
Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi
Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada
banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya
ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7
sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama
(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni
dimensi ibdarsquo dan tahawwul
1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh
Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti
memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu
5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22
6 Adonis Arkeologihellip h 28
7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti
seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia
tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz
fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka
Progressif 1997) h 173
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
viii
بسم هللا الرحمن الرحيم
KATA PENGANTAR
Ungkapan puji syukur ke hadirat Allah Swt atas limpahan rahmat beserta
nikmat-Nya sehingga kita semua tetap dalam kondisi sehat beserta Islam dan
iman yang melekat Salawat beserta salam dihaturkan kepada suri tauladan dan
junjungan Nabi Muhammad Saw keluarga sahabat dan para pengikutnya
sampai akhir zaman
Ungkapan Alhamdulillah atas selesainya skripsi yang berjudul ldquoTinjauan
Hukum Terhadap Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Progeram Studi Perbandingan Mazhab
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
Sebagai manusia biasa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna
namun dengan harapan semoga hasil penelitian dalam skripsi ini bermanfaat
terutama bagi penulis dan bagi khalayak secara umum Penulis juga menyadari
atas bantuan para pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan Oleh karena itu
ucapan banyak terimakasih penulis sampaikan kepada
1 Bapak Dr Asep Saepudin Jahar MA Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Bapak Fahmi Ahmadi MSi Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab
dan Ibu Hj Siti Hanna SAg Lc MA Sekretaris Program Studi
Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ix
3 Bapak Bapak Fahmi Ahmadi MSi dan Bapak Ahmad Bisyri Abd
Shomad MA Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan
arahan serta bimbingan sampai skripsi ini selesai
4 Kepada Bapak Drs NoryaminAini MA Dosen Pembimbing Akademik
yang telah mengarahkan banyak hal dalam perkuliahan sampai proses
akhir penyelesaian skripsi ini
5 Kepada Bapak Ahmad Chairul Hadi MA dan Bapak Qosim Arsadani
MA Dosen Penguji Skripsi yang telah membimbing dan memberikan
arahan terhadap skripsi ini sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi
6 Para Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarata yang telah memberikan ilmunya di berbagai disiplin keilmuan
Baik dalam perkuliahan atau di luar semoga mendapatkan balasan dari
Allah SWT dan bermanfaat bagi penulis
7 Tak lupa dan teristimewa ungkapan terimakasih untuk Ayahanda KH
Moh Zaini Syafiuddin Lc Ibunda Nyai Zainab Nur kaka adik dan
pamanda yang selalu memberikan dorongan dan doa setiap waktu serta
Siti Nur Azizah SPdi Adinda yang senantiasa memberikan motivasi
dalam penyelesaian skripsi ini
8 Kepada seluruh teman seperjuangan Perbandingan Mazhab dan Hukum
angkatan 2011 teman seperjuangan di Himpunan Keluarga Mahasiswa
Tebuireng (HIKMAT) Forum Mahasiswa Madura (FORMAD) dan
komunitas lainnya yang telah meluangkan bersama berbagi ilmu dan
kebersamaan
x
9 Kepada sahabat dan saudara idiologi yang penulis banggakan Moh Basri
SH Dicka Nanda Dermawan SH Abd Gopur SH Nur Muhammad
Maftuh SH Alan Novandi SH Ade Firmansyah SH Julian Pranata
SH Ibnu Mubaidillah SH Heru SH Syamsuddin SPd Sahabat Jibriil
Fotochopy ldquoAmirul Muttaqin SAg Mir_atunnisa SPd Moh Zainurrfiq
SAg Masrun Ronirdquo dan teman seperjuangan yang setiap saat bersama
memberikan dukungan saran dan masukan kepada penulis
10 Kepada seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau
materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu Semoga rahmat
Allah senantiasa menyertai mereka
Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan dengan
harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT dan
mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan menjadi catatan kebaikan di
akhirat kelak Amin
Jakarta 02 Maret 2018 M
14 JumadilAkhir1439H
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v
ABSTRAK vii
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI xi
BAB I PENDAHULUAN 1
A Latar Belakang Masalah 1
B Identifikasi Masalah 2
C Batasandan Rumusan Masalah 3
D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3
E Review Studiterdahulu 3
F Metodelogi Penelitian 6
G Sistematika Penulisan 8
BAB II TINJAUAN TEORI 9
A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9
B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran
Ahli Fikih 12
xii
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18
BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis
Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten
Pamekasan 24
BAB IV ANALISIS 41
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33
B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-
Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36
BAB V PENUTUP 45
A Kesimpulan 45
B Saran-saran 46
DAFTAR PUSTAKA 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah
Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di
masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat
kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-
nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo
Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan
melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di
antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan
ikatan rumah tangga
Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh
masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat
Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum
dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan
dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama
maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih
banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah
tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat
dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya
buruk akan membaik1
Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-
Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang
melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan
merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan
pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut
1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
2
Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk
Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan
Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd
al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-
Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk
Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor
perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif
maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan
zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin
cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks
ini adalah masyarakat Pamekasa
Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak
kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan
wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung
lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan
masyarakat
Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai
tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)
masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan
tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare
Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo
B Identifikasi Masalah
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu
pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan
Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah
secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor
ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam
penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab
perkawinannya belum dicatatkan
3
C Batasan dan Rumusan Masalah
Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan
permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan
Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare
kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan
dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut
1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam
literatur Fikih Munakahat
2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan
3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan
4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di
Pamekasan
D Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis
mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare
kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi
jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya
dalam memandang suatu masalah
Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan
adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam
di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang
penulis lakukan
E Review Studi Terdahulu
Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang
berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik
membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim
Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas
Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang
berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan
Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru
4
Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan
normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-
Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi
melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh
merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut
pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2
Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam
terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di
Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo
Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini
menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis
berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf
dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam
kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya
pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi
Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan
rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3
Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar
Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan
pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan
memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-
Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut
lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang
diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat
2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga
NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten
Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen
Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2008
5
dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk
akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh
masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh
adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan
Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat
bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja
konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-
beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-
Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang
banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4
Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama
Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan
Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam
Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun
2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis
Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem
tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan
banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang
membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak
bermunculan5
Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan
Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun
2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat
bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial
4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
6
yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai
maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6
Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang
membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap
hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi
tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika
Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan
Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh
menggunakan kaidah Ushul Fikih
Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum
Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga
menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru
dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat
yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau
belum dibahas pada review studi terdahulu
F Metodelogi Penelitian
1 Jenis Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan
(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-
Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-
fakta yang ada di lapangan7
2 Sifat Penelitian
Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini
dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan
menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan
menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil
6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim
Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia
2002) h 87
7
studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang
melingkupinya8
3 Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd
al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun
4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap
uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan
cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga
dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan
yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil
5 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah
1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis
akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama
mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam
yakni teori Adonis
2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat
faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan
mereka
6 Metode Analisa Data
Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa
menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah
menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah
statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan
Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)
untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum
8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47
9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42
8
G Sistematika Penulisan
Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan
secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu
penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka
kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan
item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini
bermula
Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan
praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara
umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan
tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-
Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-
undangan Perkawinan Indonesia
Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai
memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal
dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan
gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-
nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan
Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang
penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi
Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum
Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari
kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga
menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan
peneliti yang lain
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh
Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis
akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit
2 dan al-Mutahawwil
3
Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu
para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)
Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya
melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial
hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun
yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran
yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang
berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang
fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)
selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama
Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak
diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada
cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang
seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin
dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari
1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis
diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya
nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi
Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan
yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami
maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai
pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi
dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung
otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi
wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7
10
semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa
dan sastra5
Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah
tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam
dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada
di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang
berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah
teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail
gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6
Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-
Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi
Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada
banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya
ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7
sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama
(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni
dimensi ibdarsquo dan tahawwul
1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh
Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti
memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu
5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22
6 Adonis Arkeologihellip h 28
7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti
seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia
tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz
fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka
Progressif 1997) h 173
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
ix
3 Bapak Bapak Fahmi Ahmadi MSi dan Bapak Ahmad Bisyri Abd
Shomad MA Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan
arahan serta bimbingan sampai skripsi ini selesai
4 Kepada Bapak Drs NoryaminAini MA Dosen Pembimbing Akademik
yang telah mengarahkan banyak hal dalam perkuliahan sampai proses
akhir penyelesaian skripsi ini
5 Kepada Bapak Ahmad Chairul Hadi MA dan Bapak Qosim Arsadani
MA Dosen Penguji Skripsi yang telah membimbing dan memberikan
arahan terhadap skripsi ini sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi
6 Para Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarata yang telah memberikan ilmunya di berbagai disiplin keilmuan
Baik dalam perkuliahan atau di luar semoga mendapatkan balasan dari
Allah SWT dan bermanfaat bagi penulis
7 Tak lupa dan teristimewa ungkapan terimakasih untuk Ayahanda KH
Moh Zaini Syafiuddin Lc Ibunda Nyai Zainab Nur kaka adik dan
pamanda yang selalu memberikan dorongan dan doa setiap waktu serta
Siti Nur Azizah SPdi Adinda yang senantiasa memberikan motivasi
dalam penyelesaian skripsi ini
8 Kepada seluruh teman seperjuangan Perbandingan Mazhab dan Hukum
angkatan 2011 teman seperjuangan di Himpunan Keluarga Mahasiswa
Tebuireng (HIKMAT) Forum Mahasiswa Madura (FORMAD) dan
komunitas lainnya yang telah meluangkan bersama berbagi ilmu dan
kebersamaan
x
9 Kepada sahabat dan saudara idiologi yang penulis banggakan Moh Basri
SH Dicka Nanda Dermawan SH Abd Gopur SH Nur Muhammad
Maftuh SH Alan Novandi SH Ade Firmansyah SH Julian Pranata
SH Ibnu Mubaidillah SH Heru SH Syamsuddin SPd Sahabat Jibriil
Fotochopy ldquoAmirul Muttaqin SAg Mir_atunnisa SPd Moh Zainurrfiq
SAg Masrun Ronirdquo dan teman seperjuangan yang setiap saat bersama
memberikan dukungan saran dan masukan kepada penulis
10 Kepada seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau
materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu Semoga rahmat
Allah senantiasa menyertai mereka
Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan dengan
harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT dan
mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan menjadi catatan kebaikan di
akhirat kelak Amin
Jakarta 02 Maret 2018 M
14 JumadilAkhir1439H
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v
ABSTRAK vii
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI xi
BAB I PENDAHULUAN 1
A Latar Belakang Masalah 1
B Identifikasi Masalah 2
C Batasandan Rumusan Masalah 3
D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3
E Review Studiterdahulu 3
F Metodelogi Penelitian 6
G Sistematika Penulisan 8
BAB II TINJAUAN TEORI 9
A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9
B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran
Ahli Fikih 12
xii
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18
BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis
Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten
Pamekasan 24
BAB IV ANALISIS 41
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33
B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-
Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36
BAB V PENUTUP 45
A Kesimpulan 45
B Saran-saran 46
DAFTAR PUSTAKA 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah
Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di
masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat
kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-
nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo
Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan
melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di
antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan
ikatan rumah tangga
Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh
masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat
Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum
dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan
dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama
maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih
banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah
tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat
dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya
buruk akan membaik1
Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-
Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang
melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan
merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan
pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut
1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
2
Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk
Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan
Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd
al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-
Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk
Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor
perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif
maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan
zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin
cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks
ini adalah masyarakat Pamekasa
Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak
kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan
wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung
lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan
masyarakat
Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai
tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)
masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan
tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare
Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo
B Identifikasi Masalah
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu
pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan
Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah
secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor
ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam
penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab
perkawinannya belum dicatatkan
3
C Batasan dan Rumusan Masalah
Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan
permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan
Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare
kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan
dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut
1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam
literatur Fikih Munakahat
2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan
3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan
4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di
Pamekasan
D Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis
mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare
kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi
jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya
dalam memandang suatu masalah
Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan
adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam
di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang
penulis lakukan
E Review Studi Terdahulu
Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang
berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik
membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim
Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas
Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang
berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan
Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru
4
Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan
normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-
Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi
melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh
merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut
pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2
Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam
terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di
Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo
Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini
menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis
berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf
dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam
kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya
pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi
Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan
rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3
Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar
Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan
pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan
memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-
Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut
lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang
diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat
2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga
NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten
Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen
Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2008
5
dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk
akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh
masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh
adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan
Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat
bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja
konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-
beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-
Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang
banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4
Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama
Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan
Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam
Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun
2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis
Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem
tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan
banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang
membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak
bermunculan5
Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan
Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun
2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat
bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial
4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
6
yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai
maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6
Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang
membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap
hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi
tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika
Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan
Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh
menggunakan kaidah Ushul Fikih
Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum
Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga
menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru
dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat
yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau
belum dibahas pada review studi terdahulu
F Metodelogi Penelitian
1 Jenis Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan
(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-
Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-
fakta yang ada di lapangan7
2 Sifat Penelitian
Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini
dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan
menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan
menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil
6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim
Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia
2002) h 87
7
studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang
melingkupinya8
3 Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd
al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun
4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap
uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan
cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga
dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan
yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil
5 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah
1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis
akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama
mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam
yakni teori Adonis
2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat
faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan
mereka
6 Metode Analisa Data
Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa
menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah
menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah
statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan
Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)
untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum
8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47
9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42
8
G Sistematika Penulisan
Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan
secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu
penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka
kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan
item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini
bermula
Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan
praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara
umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan
tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-
Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-
undangan Perkawinan Indonesia
Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai
memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal
dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan
gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-
nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan
Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang
penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi
Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum
Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari
kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga
menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan
peneliti yang lain
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh
Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis
akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit
2 dan al-Mutahawwil
3
Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu
para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)
Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya
melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial
hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun
yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran
yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang
berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang
fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)
selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama
Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak
diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada
cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang
seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin
dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari
1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis
diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya
nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi
Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan
yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami
maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai
pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi
dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung
otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi
wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7
10
semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa
dan sastra5
Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah
tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam
dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada
di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang
berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah
teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail
gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6
Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-
Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi
Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada
banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya
ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7
sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama
(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni
dimensi ibdarsquo dan tahawwul
1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh
Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti
memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu
5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22
6 Adonis Arkeologihellip h 28
7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti
seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia
tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz
fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka
Progressif 1997) h 173
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
x
9 Kepada sahabat dan saudara idiologi yang penulis banggakan Moh Basri
SH Dicka Nanda Dermawan SH Abd Gopur SH Nur Muhammad
Maftuh SH Alan Novandi SH Ade Firmansyah SH Julian Pranata
SH Ibnu Mubaidillah SH Heru SH Syamsuddin SPd Sahabat Jibriil
Fotochopy ldquoAmirul Muttaqin SAg Mir_atunnisa SPd Moh Zainurrfiq
SAg Masrun Ronirdquo dan teman seperjuangan yang setiap saat bersama
memberikan dukungan saran dan masukan kepada penulis
10 Kepada seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau
materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu Semoga rahmat
Allah senantiasa menyertai mereka
Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan dengan
harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT dan
mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan menjadi catatan kebaikan di
akhirat kelak Amin
Jakarta 02 Maret 2018 M
14 JumadilAkhir1439H
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v
ABSTRAK vii
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI xi
BAB I PENDAHULUAN 1
A Latar Belakang Masalah 1
B Identifikasi Masalah 2
C Batasandan Rumusan Masalah 3
D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3
E Review Studiterdahulu 3
F Metodelogi Penelitian 6
G Sistematika Penulisan 8
BAB II TINJAUAN TEORI 9
A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9
B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran
Ahli Fikih 12
xii
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18
BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis
Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten
Pamekasan 24
BAB IV ANALISIS 41
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33
B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-
Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36
BAB V PENUTUP 45
A Kesimpulan 45
B Saran-saran 46
DAFTAR PUSTAKA 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah
Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di
masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat
kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-
nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo
Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan
melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di
antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan
ikatan rumah tangga
Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh
masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat
Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum
dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan
dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama
maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih
banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah
tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat
dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya
buruk akan membaik1
Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-
Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang
melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan
merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan
pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut
1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
2
Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk
Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan
Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd
al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-
Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk
Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor
perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif
maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan
zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin
cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks
ini adalah masyarakat Pamekasa
Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak
kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan
wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung
lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan
masyarakat
Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai
tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)
masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan
tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare
Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo
B Identifikasi Masalah
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu
pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan
Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah
secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor
ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam
penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab
perkawinannya belum dicatatkan
3
C Batasan dan Rumusan Masalah
Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan
permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan
Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare
kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan
dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut
1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam
literatur Fikih Munakahat
2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan
3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan
4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di
Pamekasan
D Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis
mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare
kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi
jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya
dalam memandang suatu masalah
Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan
adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam
di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang
penulis lakukan
E Review Studi Terdahulu
Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang
berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik
membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim
Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas
Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang
berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan
Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru
4
Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan
normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-
Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi
melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh
merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut
pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2
Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam
terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di
Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo
Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini
menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis
berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf
dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam
kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya
pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi
Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan
rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3
Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar
Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan
pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan
memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-
Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut
lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang
diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat
2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga
NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten
Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen
Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2008
5
dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk
akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh
masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh
adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan
Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat
bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja
konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-
beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-
Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang
banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4
Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama
Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan
Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam
Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun
2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis
Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem
tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan
banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang
membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak
bermunculan5
Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan
Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun
2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat
bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial
4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
6
yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai
maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6
Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang
membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap
hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi
tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika
Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan
Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh
menggunakan kaidah Ushul Fikih
Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum
Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga
menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru
dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat
yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau
belum dibahas pada review studi terdahulu
F Metodelogi Penelitian
1 Jenis Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan
(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-
Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-
fakta yang ada di lapangan7
2 Sifat Penelitian
Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini
dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan
menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan
menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil
6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim
Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia
2002) h 87
7
studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang
melingkupinya8
3 Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd
al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun
4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap
uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan
cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga
dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan
yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil
5 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah
1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis
akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama
mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam
yakni teori Adonis
2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat
faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan
mereka
6 Metode Analisa Data
Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa
menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah
menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah
statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan
Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)
untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum
8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47
9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42
8
G Sistematika Penulisan
Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan
secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu
penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka
kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan
item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini
bermula
Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan
praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara
umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan
tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-
Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-
undangan Perkawinan Indonesia
Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai
memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal
dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan
gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-
nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan
Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang
penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi
Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum
Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari
kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga
menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan
peneliti yang lain
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh
Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis
akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit
2 dan al-Mutahawwil
3
Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu
para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)
Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya
melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial
hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun
yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran
yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang
berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang
fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)
selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama
Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak
diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada
cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang
seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin
dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari
1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis
diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya
nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi
Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan
yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami
maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai
pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi
dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung
otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi
wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7
10
semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa
dan sastra5
Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah
tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam
dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada
di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang
berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah
teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail
gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6
Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-
Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi
Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada
banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya
ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7
sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama
(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni
dimensi ibdarsquo dan tahawwul
1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh
Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti
memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu
5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22
6 Adonis Arkeologihellip h 28
7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti
seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia
tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz
fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka
Progressif 1997) h 173
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v
ABSTRAK vii
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI xi
BAB I PENDAHULUAN 1
A Latar Belakang Masalah 1
B Identifikasi Masalah 2
C Batasandan Rumusan Masalah 3
D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3
E Review Studiterdahulu 3
F Metodelogi Penelitian 6
G Sistematika Penulisan 8
BAB II TINJAUAN TEORI 9
A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9
B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran
Ahli Fikih 12
xii
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18
BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis
Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten
Pamekasan 24
BAB IV ANALISIS 41
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33
B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-
Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36
BAB V PENUTUP 45
A Kesimpulan 45
B Saran-saran 46
DAFTAR PUSTAKA 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah
Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di
masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat
kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-
nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo
Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan
melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di
antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan
ikatan rumah tangga
Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh
masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat
Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum
dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan
dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama
maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih
banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah
tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat
dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya
buruk akan membaik1
Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-
Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang
melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan
merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan
pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut
1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
2
Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk
Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan
Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd
al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-
Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk
Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor
perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif
maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan
zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin
cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks
ini adalah masyarakat Pamekasa
Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak
kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan
wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung
lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan
masyarakat
Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai
tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)
masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan
tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare
Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo
B Identifikasi Masalah
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu
pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan
Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah
secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor
ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam
penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab
perkawinannya belum dicatatkan
3
C Batasan dan Rumusan Masalah
Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan
permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan
Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare
kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan
dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut
1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam
literatur Fikih Munakahat
2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan
3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan
4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di
Pamekasan
D Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis
mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare
kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi
jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya
dalam memandang suatu masalah
Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan
adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam
di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang
penulis lakukan
E Review Studi Terdahulu
Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang
berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik
membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim
Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas
Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang
berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan
Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru
4
Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan
normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-
Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi
melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh
merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut
pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2
Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam
terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di
Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo
Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini
menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis
berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf
dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam
kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya
pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi
Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan
rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3
Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar
Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan
pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan
memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-
Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut
lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang
diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat
2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga
NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten
Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen
Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2008
5
dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk
akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh
masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh
adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan
Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat
bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja
konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-
beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-
Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang
banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4
Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama
Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan
Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam
Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun
2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis
Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem
tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan
banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang
membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak
bermunculan5
Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan
Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun
2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat
bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial
4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
6
yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai
maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6
Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang
membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap
hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi
tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika
Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan
Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh
menggunakan kaidah Ushul Fikih
Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum
Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga
menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru
dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat
yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau
belum dibahas pada review studi terdahulu
F Metodelogi Penelitian
1 Jenis Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan
(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-
Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-
fakta yang ada di lapangan7
2 Sifat Penelitian
Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini
dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan
menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan
menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil
6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim
Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia
2002) h 87
7
studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang
melingkupinya8
3 Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd
al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun
4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap
uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan
cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga
dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan
yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil
5 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah
1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis
akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama
mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam
yakni teori Adonis
2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat
faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan
mereka
6 Metode Analisa Data
Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa
menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah
menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah
statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan
Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)
untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum
8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47
9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42
8
G Sistematika Penulisan
Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan
secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu
penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka
kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan
item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini
bermula
Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan
praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara
umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan
tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-
Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-
undangan Perkawinan Indonesia
Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai
memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal
dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan
gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-
nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan
Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang
penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi
Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum
Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari
kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga
menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan
peneliti yang lain
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh
Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis
akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit
2 dan al-Mutahawwil
3
Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu
para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)
Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya
melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial
hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun
yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran
yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang
berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang
fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)
selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama
Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak
diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada
cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang
seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin
dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari
1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis
diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya
nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi
Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan
yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami
maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai
pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi
dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung
otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi
wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7
10
semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa
dan sastra5
Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah
tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam
dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada
di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang
berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah
teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail
gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6
Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-
Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi
Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada
banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya
ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7
sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama
(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni
dimensi ibdarsquo dan tahawwul
1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh
Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti
memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu
5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22
6 Adonis Arkeologihellip h 28
7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti
seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia
tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz
fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka
Progressif 1997) h 173
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
xii
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18
BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis
Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten
Pamekasan 24
BAB IV ANALISIS 41
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33
B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-
Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36
BAB V PENUTUP 45
A Kesimpulan 45
B Saran-saran 46
DAFTAR PUSTAKA 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah
Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di
masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat
kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-
nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo
Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan
melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di
antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan
ikatan rumah tangga
Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh
masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat
Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum
dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan
dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama
maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih
banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah
tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat
dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya
buruk akan membaik1
Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-
Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang
melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan
merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan
pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut
1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
2
Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk
Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan
Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd
al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-
Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk
Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor
perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif
maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan
zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin
cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks
ini adalah masyarakat Pamekasa
Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak
kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan
wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung
lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan
masyarakat
Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai
tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)
masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan
tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare
Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo
B Identifikasi Masalah
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu
pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan
Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah
secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor
ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam
penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab
perkawinannya belum dicatatkan
3
C Batasan dan Rumusan Masalah
Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan
permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan
Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare
kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan
dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut
1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam
literatur Fikih Munakahat
2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan
3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan
4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di
Pamekasan
D Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis
mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare
kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi
jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya
dalam memandang suatu masalah
Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan
adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam
di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang
penulis lakukan
E Review Studi Terdahulu
Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang
berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik
membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim
Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas
Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang
berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan
Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru
4
Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan
normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-
Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi
melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh
merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut
pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2
Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam
terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di
Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo
Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini
menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis
berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf
dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam
kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya
pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi
Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan
rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3
Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar
Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan
pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan
memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-
Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut
lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang
diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat
2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga
NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten
Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen
Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2008
5
dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk
akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh
masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh
adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan
Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat
bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja
konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-
beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-
Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang
banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4
Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama
Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan
Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam
Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun
2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis
Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem
tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan
banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang
membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak
bermunculan5
Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan
Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun
2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat
bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial
4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
6
yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai
maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6
Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang
membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap
hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi
tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika
Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan
Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh
menggunakan kaidah Ushul Fikih
Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum
Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga
menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru
dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat
yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau
belum dibahas pada review studi terdahulu
F Metodelogi Penelitian
1 Jenis Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan
(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-
Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-
fakta yang ada di lapangan7
2 Sifat Penelitian
Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini
dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan
menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan
menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil
6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim
Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia
2002) h 87
7
studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang
melingkupinya8
3 Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd
al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun
4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap
uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan
cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga
dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan
yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil
5 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah
1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis
akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama
mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam
yakni teori Adonis
2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat
faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan
mereka
6 Metode Analisa Data
Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa
menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah
menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah
statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan
Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)
untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum
8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47
9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42
8
G Sistematika Penulisan
Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan
secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu
penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka
kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan
item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini
bermula
Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan
praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara
umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan
tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-
Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-
undangan Perkawinan Indonesia
Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai
memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal
dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan
gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-
nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan
Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang
penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi
Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum
Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari
kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga
menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan
peneliti yang lain
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh
Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis
akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit
2 dan al-Mutahawwil
3
Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu
para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)
Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya
melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial
hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun
yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran
yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang
berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang
fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)
selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama
Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak
diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada
cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang
seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin
dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari
1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis
diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya
nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi
Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan
yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami
maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai
pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi
dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung
otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi
wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7
10
semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa
dan sastra5
Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah
tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam
dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada
di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang
berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah
teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail
gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6
Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-
Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi
Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada
banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya
ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7
sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama
(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni
dimensi ibdarsquo dan tahawwul
1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh
Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti
memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu
5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22
6 Adonis Arkeologihellip h 28
7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti
seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia
tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz
fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka
Progressif 1997) h 173
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah
Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di
masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat
kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-
nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo
Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan
melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di
antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan
ikatan rumah tangga
Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh
masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat
Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum
dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan
dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama
maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih
banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah
tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat
dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya
buruk akan membaik1
Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-
Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang
melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan
merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan
pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut
1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
2
Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk
Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan
Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd
al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-
Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk
Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor
perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif
maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan
zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin
cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks
ini adalah masyarakat Pamekasa
Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak
kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan
wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung
lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan
masyarakat
Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai
tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)
masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan
tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare
Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo
B Identifikasi Masalah
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu
pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan
Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah
secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor
ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam
penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab
perkawinannya belum dicatatkan
3
C Batasan dan Rumusan Masalah
Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan
permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan
Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare
kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan
dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut
1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam
literatur Fikih Munakahat
2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan
3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan
4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di
Pamekasan
D Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis
mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare
kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi
jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya
dalam memandang suatu masalah
Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan
adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam
di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang
penulis lakukan
E Review Studi Terdahulu
Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang
berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik
membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim
Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas
Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang
berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan
Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru
4
Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan
normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-
Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi
melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh
merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut
pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2
Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam
terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di
Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo
Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini
menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis
berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf
dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam
kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya
pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi
Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan
rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3
Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar
Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan
pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan
memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-
Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut
lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang
diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat
2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga
NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten
Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen
Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2008
5
dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk
akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh
masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh
adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan
Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat
bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja
konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-
beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-
Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang
banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4
Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama
Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan
Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam
Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun
2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis
Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem
tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan
banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang
membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak
bermunculan5
Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan
Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun
2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat
bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial
4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
6
yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai
maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6
Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang
membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap
hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi
tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika
Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan
Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh
menggunakan kaidah Ushul Fikih
Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum
Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga
menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru
dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat
yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau
belum dibahas pada review studi terdahulu
F Metodelogi Penelitian
1 Jenis Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan
(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-
Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-
fakta yang ada di lapangan7
2 Sifat Penelitian
Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini
dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan
menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan
menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil
6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim
Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia
2002) h 87
7
studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang
melingkupinya8
3 Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd
al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun
4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap
uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan
cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga
dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan
yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil
5 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah
1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis
akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama
mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam
yakni teori Adonis
2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat
faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan
mereka
6 Metode Analisa Data
Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa
menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah
menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah
statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan
Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)
untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum
8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47
9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42
8
G Sistematika Penulisan
Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan
secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu
penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka
kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan
item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini
bermula
Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan
praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara
umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan
tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-
Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-
undangan Perkawinan Indonesia
Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai
memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal
dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan
gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-
nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan
Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang
penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi
Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum
Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari
kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga
menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan
peneliti yang lain
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh
Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis
akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit
2 dan al-Mutahawwil
3
Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu
para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)
Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya
melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial
hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun
yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran
yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang
berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang
fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)
selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama
Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak
diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada
cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang
seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin
dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari
1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis
diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya
nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi
Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan
yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami
maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai
pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi
dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung
otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi
wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7
10
semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa
dan sastra5
Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah
tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam
dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada
di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang
berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah
teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail
gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6
Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-
Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi
Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada
banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya
ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7
sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama
(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni
dimensi ibdarsquo dan tahawwul
1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh
Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti
memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu
5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22
6 Adonis Arkeologihellip h 28
7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti
seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia
tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz
fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka
Progressif 1997) h 173
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
2
Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk
Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan
Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd
al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-
Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk
Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor
perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif
maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan
zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin
cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks
ini adalah masyarakat Pamekasa
Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak
kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan
wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung
lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan
masyarakat
Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai
tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)
masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan
tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare
Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo
B Identifikasi Masalah
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu
pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan
Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah
secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor
ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam
penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab
perkawinannya belum dicatatkan
3
C Batasan dan Rumusan Masalah
Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan
permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan
Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare
kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan
dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut
1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam
literatur Fikih Munakahat
2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan
3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan
4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di
Pamekasan
D Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis
mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare
kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi
jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya
dalam memandang suatu masalah
Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan
adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam
di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang
penulis lakukan
E Review Studi Terdahulu
Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang
berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik
membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim
Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas
Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang
berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan
Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru
4
Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan
normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-
Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi
melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh
merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut
pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2
Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam
terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di
Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo
Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini
menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis
berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf
dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam
kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya
pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi
Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan
rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3
Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar
Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan
pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan
memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-
Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut
lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang
diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat
2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga
NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten
Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen
Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2008
5
dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk
akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh
masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh
adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan
Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat
bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja
konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-
beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-
Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang
banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4
Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama
Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan
Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam
Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun
2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis
Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem
tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan
banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang
membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak
bermunculan5
Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan
Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun
2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat
bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial
4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
6
yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai
maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6
Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang
membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap
hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi
tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika
Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan
Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh
menggunakan kaidah Ushul Fikih
Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum
Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga
menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru
dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat
yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau
belum dibahas pada review studi terdahulu
F Metodelogi Penelitian
1 Jenis Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan
(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-
Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-
fakta yang ada di lapangan7
2 Sifat Penelitian
Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini
dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan
menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan
menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil
6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim
Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia
2002) h 87
7
studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang
melingkupinya8
3 Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd
al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun
4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap
uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan
cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga
dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan
yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil
5 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah
1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis
akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama
mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam
yakni teori Adonis
2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat
faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan
mereka
6 Metode Analisa Data
Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa
menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah
menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah
statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan
Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)
untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum
8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47
9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42
8
G Sistematika Penulisan
Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan
secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu
penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka
kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan
item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini
bermula
Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan
praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara
umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan
tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-
Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-
undangan Perkawinan Indonesia
Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai
memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal
dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan
gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-
nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan
Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang
penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi
Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum
Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari
kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga
menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan
peneliti yang lain
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh
Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis
akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit
2 dan al-Mutahawwil
3
Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu
para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)
Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya
melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial
hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun
yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran
yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang
berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang
fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)
selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama
Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak
diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada
cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang
seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin
dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari
1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis
diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya
nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi
Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan
yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami
maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai
pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi
dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung
otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi
wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7
10
semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa
dan sastra5
Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah
tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam
dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada
di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang
berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah
teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail
gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6
Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-
Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi
Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada
banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya
ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7
sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama
(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni
dimensi ibdarsquo dan tahawwul
1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh
Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti
memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu
5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22
6 Adonis Arkeologihellip h 28
7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti
seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia
tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz
fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka
Progressif 1997) h 173
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
3
C Batasan dan Rumusan Masalah
Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan
permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan
Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare
kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan
dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut
1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam
literatur Fikih Munakahat
2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan
3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan
4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di
Pamekasan
D Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis
mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare
kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi
jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya
dalam memandang suatu masalah
Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan
adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam
di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang
penulis lakukan
E Review Studi Terdahulu
Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang
berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik
membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim
Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas
Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang
berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan
Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru
4
Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan
normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-
Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi
melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh
merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut
pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2
Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam
terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di
Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo
Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini
menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis
berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf
dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam
kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya
pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi
Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan
rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3
Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar
Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan
pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan
memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-
Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut
lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang
diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat
2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga
NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten
Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen
Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2008
5
dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk
akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh
masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh
adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan
Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat
bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja
konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-
beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-
Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang
banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4
Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama
Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan
Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam
Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun
2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis
Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem
tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan
banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang
membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak
bermunculan5
Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan
Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun
2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat
bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial
4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
6
yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai
maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6
Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang
membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap
hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi
tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika
Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan
Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh
menggunakan kaidah Ushul Fikih
Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum
Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga
menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru
dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat
yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau
belum dibahas pada review studi terdahulu
F Metodelogi Penelitian
1 Jenis Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan
(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-
Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-
fakta yang ada di lapangan7
2 Sifat Penelitian
Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini
dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan
menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan
menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil
6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim
Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia
2002) h 87
7
studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang
melingkupinya8
3 Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd
al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun
4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap
uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan
cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga
dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan
yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil
5 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah
1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis
akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama
mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam
yakni teori Adonis
2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat
faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan
mereka
6 Metode Analisa Data
Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa
menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah
menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah
statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan
Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)
untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum
8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47
9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42
8
G Sistematika Penulisan
Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan
secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu
penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka
kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan
item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini
bermula
Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan
praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara
umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan
tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-
Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-
undangan Perkawinan Indonesia
Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai
memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal
dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan
gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-
nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan
Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang
penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi
Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum
Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari
kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga
menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan
peneliti yang lain
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh
Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis
akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit
2 dan al-Mutahawwil
3
Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu
para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)
Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya
melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial
hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun
yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran
yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang
berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang
fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)
selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama
Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak
diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada
cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang
seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin
dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari
1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis
diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya
nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi
Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan
yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami
maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai
pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi
dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung
otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi
wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7
10
semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa
dan sastra5
Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah
tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam
dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada
di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang
berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah
teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail
gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6
Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-
Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi
Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada
banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya
ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7
sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama
(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni
dimensi ibdarsquo dan tahawwul
1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh
Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti
memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu
5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22
6 Adonis Arkeologihellip h 28
7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti
seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia
tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz
fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka
Progressif 1997) h 173
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
4
Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan
normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-
Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi
melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh
merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut
pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2
Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam
terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di
Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo
Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini
menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis
berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf
dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam
kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya
pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi
Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan
rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3
Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar
Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan
pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan
memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-
Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut
lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang
diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat
2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga
NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten
Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen
Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2008
5
dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk
akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh
masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh
adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan
Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat
bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja
konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-
beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-
Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang
banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4
Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama
Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan
Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam
Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun
2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis
Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem
tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan
banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang
membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak
bermunculan5
Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan
Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun
2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat
bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial
4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
6
yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai
maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6
Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang
membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap
hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi
tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika
Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan
Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh
menggunakan kaidah Ushul Fikih
Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum
Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga
menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru
dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat
yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau
belum dibahas pada review studi terdahulu
F Metodelogi Penelitian
1 Jenis Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan
(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-
Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-
fakta yang ada di lapangan7
2 Sifat Penelitian
Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini
dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan
menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan
menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil
6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim
Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia
2002) h 87
7
studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang
melingkupinya8
3 Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd
al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun
4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap
uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan
cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga
dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan
yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil
5 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah
1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis
akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama
mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam
yakni teori Adonis
2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat
faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan
mereka
6 Metode Analisa Data
Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa
menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah
menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah
statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan
Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)
untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum
8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47
9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42
8
G Sistematika Penulisan
Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan
secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu
penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka
kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan
item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini
bermula
Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan
praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara
umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan
tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-
Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-
undangan Perkawinan Indonesia
Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai
memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal
dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan
gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-
nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan
Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang
penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi
Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum
Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari
kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga
menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan
peneliti yang lain
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh
Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis
akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit
2 dan al-Mutahawwil
3
Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu
para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)
Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya
melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial
hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun
yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran
yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang
berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang
fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)
selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama
Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak
diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada
cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang
seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin
dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari
1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis
diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya
nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi
Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan
yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami
maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai
pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi
dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung
otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi
wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7
10
semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa
dan sastra5
Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah
tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam
dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada
di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang
berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah
teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail
gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6
Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-
Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi
Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada
banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya
ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7
sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama
(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni
dimensi ibdarsquo dan tahawwul
1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh
Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti
memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu
5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22
6 Adonis Arkeologihellip h 28
7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti
seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia
tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz
fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka
Progressif 1997) h 173
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
5
dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk
akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh
masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh
adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan
Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat
bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja
konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-
beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-
Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang
banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4
Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama
Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan
Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam
Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun
2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis
Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem
tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan
banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang
membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak
bermunculan5
Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan
Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun
2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat
bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial
4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda
Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
6
yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai
maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6
Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang
membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap
hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi
tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika
Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan
Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh
menggunakan kaidah Ushul Fikih
Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum
Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga
menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru
dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat
yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau
belum dibahas pada review studi terdahulu
F Metodelogi Penelitian
1 Jenis Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan
(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-
Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-
fakta yang ada di lapangan7
2 Sifat Penelitian
Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini
dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan
menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan
menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil
6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim
Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia
2002) h 87
7
studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang
melingkupinya8
3 Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd
al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun
4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap
uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan
cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga
dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan
yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil
5 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah
1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis
akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama
mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam
yakni teori Adonis
2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat
faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan
mereka
6 Metode Analisa Data
Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa
menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah
menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah
statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan
Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)
untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum
8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47
9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42
8
G Sistematika Penulisan
Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan
secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu
penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka
kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan
item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini
bermula
Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan
praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara
umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan
tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-
Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-
undangan Perkawinan Indonesia
Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai
memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal
dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan
gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-
nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan
Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang
penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi
Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum
Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari
kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga
menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan
peneliti yang lain
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh
Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis
akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit
2 dan al-Mutahawwil
3
Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu
para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)
Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya
melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial
hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun
yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran
yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang
berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang
fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)
selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama
Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak
diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada
cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang
seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin
dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari
1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis
diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya
nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi
Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan
yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami
maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai
pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi
dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung
otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi
wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7
10
semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa
dan sastra5
Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah
tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam
dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada
di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang
berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah
teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail
gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6
Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-
Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi
Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada
banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya
ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7
sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama
(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni
dimensi ibdarsquo dan tahawwul
1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh
Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti
memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu
5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22
6 Adonis Arkeologihellip h 28
7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti
seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia
tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz
fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka
Progressif 1997) h 173
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
6
yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai
maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6
Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang
membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap
hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi
tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika
Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan
Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh
menggunakan kaidah Ushul Fikih
Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum
Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga
menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru
dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat
yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau
belum dibahas pada review studi terdahulu
F Metodelogi Penelitian
1 Jenis Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan
(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-
Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-
fakta yang ada di lapangan7
2 Sifat Penelitian
Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini
dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan
menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan
menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil
6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim
Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia
2002) h 87
7
studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang
melingkupinya8
3 Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd
al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun
4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap
uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan
cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga
dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan
yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil
5 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah
1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis
akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama
mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam
yakni teori Adonis
2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat
faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan
mereka
6 Metode Analisa Data
Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa
menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah
menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah
statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan
Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)
untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum
8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47
9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42
8
G Sistematika Penulisan
Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan
secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu
penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka
kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan
item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini
bermula
Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan
praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara
umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan
tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-
Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-
undangan Perkawinan Indonesia
Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai
memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal
dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan
gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-
nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan
Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang
penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi
Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum
Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari
kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga
menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan
peneliti yang lain
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh
Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis
akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit
2 dan al-Mutahawwil
3
Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu
para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)
Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya
melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial
hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun
yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran
yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang
berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang
fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)
selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama
Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak
diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada
cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang
seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin
dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari
1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis
diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya
nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi
Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan
yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami
maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai
pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi
dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung
otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi
wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7
10
semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa
dan sastra5
Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah
tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam
dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada
di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang
berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah
teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail
gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6
Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-
Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi
Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada
banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya
ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7
sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama
(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni
dimensi ibdarsquo dan tahawwul
1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh
Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti
memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu
5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22
6 Adonis Arkeologihellip h 28
7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti
seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia
tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz
fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka
Progressif 1997) h 173
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
7
studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang
melingkupinya8
3 Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd
al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun
4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap
uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan
cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga
dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan
yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil
5 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah
1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis
akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama
mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam
yakni teori Adonis
2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat
faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan
mereka
6 Metode Analisa Data
Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa
menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah
menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah
statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan
Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)
untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum
8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47
9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42
8
G Sistematika Penulisan
Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan
secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu
penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka
kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan
item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini
bermula
Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan
praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara
umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan
tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-
Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-
undangan Perkawinan Indonesia
Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai
memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal
dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan
gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-
nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan
Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang
penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi
Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum
Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari
kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga
menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan
peneliti yang lain
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh
Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis
akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit
2 dan al-Mutahawwil
3
Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu
para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)
Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya
melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial
hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun
yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran
yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang
berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang
fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)
selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama
Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak
diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada
cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang
seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin
dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari
1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis
diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya
nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi
Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan
yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami
maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai
pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi
dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung
otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi
wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7
10
semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa
dan sastra5
Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah
tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam
dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada
di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang
berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah
teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail
gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6
Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-
Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi
Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada
banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya
ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7
sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama
(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni
dimensi ibdarsquo dan tahawwul
1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh
Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti
memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu
5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22
6 Adonis Arkeologihellip h 28
7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti
seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia
tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz
fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka
Progressif 1997) h 173
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
8
G Sistematika Penulisan
Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan
secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu
penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka
kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan
item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini
bermula
Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan
praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara
umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan
tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-
Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-
undangan Perkawinan Indonesia
Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai
memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal
dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan
gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-
nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan
Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang
penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi
Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum
Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari
kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga
menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan
peneliti yang lain
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh
Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis
akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit
2 dan al-Mutahawwil
3
Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu
para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)
Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya
melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial
hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun
yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran
yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang
berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang
fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)
selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama
Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak
diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada
cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang
seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin
dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari
1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis
diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya
nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi
Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan
yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami
maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai
pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi
dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung
otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi
wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7
10
semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa
dan sastra5
Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah
tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam
dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada
di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang
berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah
teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail
gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6
Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-
Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi
Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada
banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya
ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7
sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama
(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni
dimensi ibdarsquo dan tahawwul
1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh
Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti
memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu
5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22
6 Adonis Arkeologihellip h 28
7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti
seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia
tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz
fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka
Progressif 1997) h 173
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh
Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis
akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit
2 dan al-Mutahawwil
3
Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu
para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)
Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya
melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial
hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun
yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran
yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang
berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang
fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)
selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama
Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak
diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada
cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang
seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin
dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari
1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis
diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya
nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi
Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan
yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami
maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai
pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi
dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung
otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi
wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7
10
semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa
dan sastra5
Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah
tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam
dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada
di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang
berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah
teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail
gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6
Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-
Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi
Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada
banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya
ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7
sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama
(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni
dimensi ibdarsquo dan tahawwul
1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh
Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti
memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu
5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22
6 Adonis Arkeologihellip h 28
7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti
seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia
tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz
fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka
Progressif 1997) h 173
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
10
semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa
dan sastra5
Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah
tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam
dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada
di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang
berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah
teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail
gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6
Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-
Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi
Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada
banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya
ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7
sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama
(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni
dimensi ibdarsquo dan tahawwul
1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh
Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti
memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu
5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22
6 Adonis Arkeologihellip h 28
7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti
seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia
tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz
fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka
Progressif 1997) h 173
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
11
yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada
banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari
definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10
Pada
dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada
mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11
Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-
Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan
akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-
hati12
Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi
pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa
dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam
konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13
2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh
Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda
terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal
atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-
Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten
(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut
baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga
9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi
Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h
254 10
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin
bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia
Maktabah al-Barakah tt) h 142 13
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal
Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
12
memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14
Oleh karena itu
terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di
masyarakat
Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih
dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu
1) Syarat Ahli Fikih
- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal
- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar
(tidak harmonis)
2) Syarat Menurut Hukum Adat
- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad
pertama
- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan
- Karena adanya sebab dari luar pernikahan
B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih
Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh
secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-
undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian
hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau
tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri
sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi
sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai
sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15
Oleh sebab itu muncullah banyak
persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh
14
Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura
khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan
bab analisa 15
Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah
1994) h 256-257
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
13
Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16
sulit dijumpai Penulis
menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح
hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ
IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-
Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk
merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada
yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya
terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua
Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi
Tajdȋd al-Nikȃh
1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari
barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti
a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab
permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut
مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال
اعهم17
Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan
untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-
apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan
Allah SWT lebih mengetahuirdquo
Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung
membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada
16
Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang
hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal
Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
14
tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk
memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh
Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu
b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya
Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd
al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada
pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik
dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh
Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )
Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh
suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif
tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail
al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)
أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى
ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا
ادتبط18
Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad
kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad
(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini
sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh
suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo
Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak
secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam
redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak
akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-
18
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-
bdquoArabi tt) h 456-457
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
15
Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan
praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana
pandangan sebelumnya
c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul
Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui
nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang
pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa
pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah
قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان
نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب
قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19
Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang
melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu
menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa
mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada
akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat
demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya
yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana
pendapat mayoritasrdquo
Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman
Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang
diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu
Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski
secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi
memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan
19
Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h
246
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
16
secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah
jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan
akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama
Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh
Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh
al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam
kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah
عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس
أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى
ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى
خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس
إي 20
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak
bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya
sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda
dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi
sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab
Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil
faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah
merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang
berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo
Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat
dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di
tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan
20
Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala
Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
17
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang
kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan
meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua
belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri
Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang
memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama
ditinggalkan
2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh
Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih
yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih
klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa
praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili
dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr
Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui
akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad
berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya
talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk
ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21
Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-
Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut
ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى
انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22
Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib
atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk
21
Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang
menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama
Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq
Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr
Ad-Diya‟ 2006) h 88
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
18
pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus
terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat
menikahi isterinya untuk yang ketiga kali
C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan
istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak
menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan
konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan
diperintahkan oleh Undang-undang
Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik
pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi
kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23
untuk pencatatan nikah
talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA
Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan
tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada
instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah tanggal perkawinanrdquo
Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di
atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa
23
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan
administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan
dan mencatat peristiwa pentingrdquo
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
19
keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa
tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat
dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II
tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang
Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong
Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya
pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA
untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak
tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh
karena itu pihak KUA menikahkan kembali24
Hal demikian merujuk pada pasal 26
UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu
adanya pengulangan akad nikah
Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-
Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974
tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada
saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahirrdquo25
Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi
wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang
Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena
tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang
ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh
ketika anak yang dikandungnya lahir
24
Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu
tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
20
BAB III
PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN
A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan
Kultur Keagamaan Masyarakatnya
1 Kondisi Geografis Pamekasan
Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi
Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13
Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi
Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur
Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten
Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan
113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan
terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13
kecamatan yaitu1
a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan
Tlanakan Galis dan Proppo
b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan
Kadur
c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar
Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan
wilayah sebagai berikut2
Sebelah Utara Laut Jawa
Sebelah Timur Kabupaten Sumenep
Sebelah Selatan Selat Madura
Sebelah Barat Kabupaten Sampang
Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai
berikut3
1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
21
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE
()
1 Tlanakan 48100 61
2 Pademawu 71890 91
3 Galis 31860 40
4 Larangan 40860 52
5 Pamekasan 26470 33
6 Proppo 71490 90
7 Palengaan 88480 112
8 Pegantenan 86040 109
9 Kadur 52420 66
10 Pakong 30720 39
11 Waru 70030 88
12 Batumarmar 97070 123
13 Pasean 76880 97
JUMLAHTOTAL 792300 1000
Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13
Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4
1 Kecamatan Tlanakan 17 desa
2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan
3 Kecamatan Galis 10 desa
4 Kecamatan Larangan 14 desa
5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan
6 Kecamatan Proppo 27 desa
7 Kecamatan Palengaan 12 desa
8 Kecamatan Pegantenan 13 desa
9 Kecamatan Pakong 12 desa
3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
22
10 Kecamatan Kadur 10 desa
11 Kecamatan Waru 12 desa
12 Kecamatan Pasean 9 desa
13 Kecamatan Batumarmar 13 desa
2 Budaya Pamekasan
Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah
kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai
wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya
penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-
nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah
Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda
pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo
Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna
masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5
bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah
menembus pasar internasional
3 Politik Pamekasan
Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah
Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah
dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati
ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati
digantikan oleh wakil Bupati6
Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka
menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif
pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan
Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi
keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman
(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari
2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
23
Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai
Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7
No Partai Politik Jumlah Kursi
1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi
2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi
3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi
4 Partai Demokrat 5 Kursi
5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi
6 Partai Golkar 4 Kursi
7 Partai Nasdem 4 Kursi
8 Partai Gerindra 3 Kursi
9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi
10 PDI-P 2 Kursi
Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan
partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat
Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten
Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik
ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena
itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis
Islam
4 Kultur Keagamaan Pamekasan
Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan
kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten
Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama
7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam
1236
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
24
Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu
51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan
tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau
tindakan kriminal dengan motif beda agama9
Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama
yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat
banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran
agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan
(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan
(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca
al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam
Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan
masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah
Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang
menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10
B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan
Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam
bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal
yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik
pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses
pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai
berikut
1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan
a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)
8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama
Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat
Islam
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
25
Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan
diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan
ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang
menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di
Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami
hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk
sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru
dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang
besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan
memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang
dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad
nikah dilangsungkan
b Akad nikah
Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai
istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam
Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri
yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti
- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut
administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin
(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah
di rumah mempelai wanita
- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku
nikah
c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)
Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa
melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang
dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri
membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain
bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih
dominan dan beberapa perlengkapan penikahan
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
26
d Pelaksanaan Akad Nikah
Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di
rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut
Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik
yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo
yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11
2 Dari Sudut Pandang Keagamaan
Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi
yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan
keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang
tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan
menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu
pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung
dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam
Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat
kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan
menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan
administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak
diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah
menurut agama
C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan
Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan
dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri
dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten
Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean
11
Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa
Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan
Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang
terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan
profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
27
dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut
dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan
berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12
km ke kecamatan Pelengaan12
1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)
Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun
menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat
Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan
Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang
menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo
menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang
ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga
kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua
imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang
melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar
baru13
istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura
2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan
Akad Lagi)
Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya
yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini
merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi
maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi
12
Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari
tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi
pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4
orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan
kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)
profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada
pembahasan selanjutnya 13
Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur
menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa
menggunakan mahar baru
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
28
3 E Yanyare (Diperbaharui)
E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang
lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare
merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan
sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak
tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan
waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14
4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)
Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe
merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang
lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang
kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah
yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan
perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau
nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada
akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut
Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke
dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan
dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada
suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15
Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa
keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut
menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd
al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut
menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah
Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi
perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-
Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut
14
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15
Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung
Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
29
1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri
dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman
pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di
Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi
dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan
seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup
dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo
atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di
rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan
melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya
ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh
Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya
beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan
saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada
umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada
syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah
saksi nikah dan akad nikah
Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang
berhubungan dengan pencatatan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah
pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik
pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya
dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama
di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini
selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti
adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong
oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal
menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
30
dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan
oleh KUA16
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala
yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya
bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan
mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari
pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan
tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama
motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan
pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan
rumah tangga17
c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar
pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti
kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak
datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18
2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh
Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan
merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu
a) Faktor Kesehatan
Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya
di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan
kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk
16
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17
Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad
nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18
Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang
melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
31
melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana
ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya
Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong
sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19
Bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah
satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di
tengah masyarakat
b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-
Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan
pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-
Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan
waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi
belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran
darinya
c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama
Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab
dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini
lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad
nikah pertamanya
d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah
Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian
masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan
pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi
kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti
pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi
yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal
19
Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini
juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau
doketer
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
32
ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat
pengakuan oleh Hakim Agama
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
33
BAB IV
ANALISIS
A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-
nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan
tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui
dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula
peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di
pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab
sebelumnya 2
Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang
kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah
Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai
pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-
Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li
Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah
yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh
جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي
ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4
ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib
memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan
memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq
Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo
1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II
2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III
3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu
tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya
Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh
Dhiya 2006) h 156
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
34
Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang
mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi
kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang
dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan
penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare
Kabhin
Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan
dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau
hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah
karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian
Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah
Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan
pihak suami telah terjadinya Talaq
Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul
Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan
memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut
أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي
عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ
نبء بعضبأل ع 5
Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan
tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada
ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki
tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut
pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang
menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun
diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid
itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo
5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul
Khayarsquotth) h 209
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
35
Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj
bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah
ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi
ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)
yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat
unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-
istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka
sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut
ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم
ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي
ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua
(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung
jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari
pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini
(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-
hatirdquo6
أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست
إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي
انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت
لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7
Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa
dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk
akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang
tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini
adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari
6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah
At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru
Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
36
hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan
lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang
yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah
Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak
sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo
Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih
klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama
berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari
semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan
akad nikah pasangan suami istri
B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di
Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare
Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan
besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-
Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh
dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri
Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh
yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang
pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis
lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-
pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat
menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh
karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd
al-Nikȃh masyarakat Pamekasan
1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah
Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering
melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
37
Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya dari berbagai unsur
a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah
pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu
juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di
perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib
administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke
luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan
administrasi kependudukan dll
b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan
dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih
kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun
dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali
sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak
ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah
tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara
agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak
untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama
Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum
yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan
keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka
memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga
negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlakurdquo8
Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua
sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana
8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
38
telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan
MK Nomor 46PUU-VIII2010 9
ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam
rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang
merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD
1945]
Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara
dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam
kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi
terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat
dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga
perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul
dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif
dan efisien
Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan
nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum
terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad
nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum
Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya
perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum
dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini
Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai
rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah
ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر
و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم
9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar
Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
39
Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)
Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan
yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan
hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan
Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat
Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)
perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya
adalah ibadah10
Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan
sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas
bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan
nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum
sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih
انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11
Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat
Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI
terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta
bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari
pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu
a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA
pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan
dilaksanakan secara hukum materiil Islam
10
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi
Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
40
b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh
KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku
Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang
sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara
keduanya12
Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan
sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut
ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت
ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan
dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13
Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada
dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang
ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan
dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan
hukum lain lagi
Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur
hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang
memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk
buku atau akta nikah sebagai berikut
ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke
Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )
Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta
nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa
12
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara
di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
41
bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan
nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi
Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka
untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang
belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan
yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan
menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama
setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh
KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara
Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang
dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal
dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan
kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14
Oleh karena itu
kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan
kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih
ببنضشساضشسلضال15
ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang
lainrdquo
Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan
dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan
menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad
nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat
dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59
ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت
سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر
تأ
14
Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
42
Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang
berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib
sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural
formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan
perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti
melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan
sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya
Sesuai kaidah
يبلتى انجب ال ب ف اناجب16
ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka
sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo
Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan
cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan
2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan
Suami Istri
PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam
rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada
kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor
keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk
kepentingan akte nikah yaitu
a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah
tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan
16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
43
b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun
berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya
Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd
al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah
tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah
hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga
Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari
konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang
perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah
tangga sah menurut hukum Islam
Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan
hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum
pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam
konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan
memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga
Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah
yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama
Jiwa Akal Harta dan Keturunan17
Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek
mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap
masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga
atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
dihargai dari mereka yang tidak kawin18
Dari sudut pandang keagamaan
perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan
oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat
semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan
meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat
17
A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
44
hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau
karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19
Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan
Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama
pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga
merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam
ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat
menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih
ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau
banyak
19
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20
al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
45
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih
Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-
nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid
Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd
saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj
menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang
kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة
Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح
sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih
2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di
Kabupaten Pamekasan
Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan
jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan
a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang
dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah
Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang
menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya
dilakukan di depan pengadilan agama (PA)
b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan
suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur
diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan
suami istri tetap utuh
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
46
B Saran
Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan
Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran
peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang
1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien
di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah
pernikahan
2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan
pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
47
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al
Basair 1994)
Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-
Risalah 1994)
Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn
(ttDarul Khaya‟tth)
ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)
A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)
Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet
Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)
Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa
2004)
Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya
Pustaka Progressif 1997)
A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)
A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)
A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)
Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar
al-Fikr al-bdquoArabi tt)
Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-
bdquoIlmiyahtt)
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
48
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain
(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)
Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha
Indonesia 2002)
Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)
Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi
Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan
Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak
diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002
Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari
NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah
Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008
Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan
Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah
Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940
(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)
Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)
Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath
al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia
Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)
Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia
1999)
Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih
Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
49
Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin
Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at
tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB
Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari
Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB
Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat
Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2
Maret 2018 Jam 01
Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi
1995)
Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1
(Surabaya Diyantama 2000)
M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan
Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)
Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974
terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica
binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43
ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam
nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan
urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a
mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan
Tahun 2013-2018
R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)
Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl
bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-
50
Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan
Syariat Islam
Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar
Ad-Diyȃ‟ 2006)
Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)
Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII
(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)
Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV
(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)
UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)
wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26
Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611
wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228
wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018
jam 1236
wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian
Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret
2018 jam 1250
Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait
Darudh Dhiya 2006)
- 1 COVERpdf
- 2 Lembaran Awalpdf
- 3 BAB Ipdf
- 4 BAB IIpdf
- 5 BAB IIIpdf
- 6 BAB IVpdf
- 7 BAB Vpdf
- 8 DAFTAR PUSTAKApdf
-