repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/achmad...

63
TINJAUAN HUKUMTERHADAP NYAR-NGANYRE KABHINMASYARAKAT PAMEKASAN Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: Achmad Mujab Zaini NIM: 1111043200038 PRORAM STUDI PERBANDINGAN MAZDHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439H / 2018M

Upload: voque

Post on 10-Aug-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

TINJAUAN HUKUMTERHADAP NYAR-NGANYRE

KABHINMASYARAKAT PAMEKASAN

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh

Achmad Mujab Zaini

NIM 1111043200038

PRORAM STUDI PERBANDINGAN MAZDHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

(UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439H 2018M

i

TINJAUAN HUKUM TERHADAP NYAR-NGANYRE KABHIN

MASYARAKAT PAMEKASAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh

Achmad Mujab Zaini

NIM 1111043200038

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H 2018 M

ii

iii

iv

v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA

Transliterasi penulisan skripsi yang digunakan dalam penelitian ini merujuk

pada pedoman transliterasi Arab-Indonesia yang ditetapkan di kampus UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Berikut pedoman yang digunakan

1 Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin

No Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidk dilambangkan ا 1

B Be ب 2

T Te ت 3

Ts te dan es ث 4

J Je ج 5

ḥ h dengan garis bawah ح 6

Kh ka dan ha خ 7

D De د 8

Dz de dan zet ذ 9

R Er ر 10

Zet ز 11

S Es س 12

Sy es dan ye ش 13

ṣ es dengan garis bawah ص 14

ḍ de dengan garis bawah ض 15

ṭ te dengan garis bawah ط 16

ẕ zet dengan garis bawah ظ 17

bdquo ع 18Koma terbalik di atas hadap

kanan

Gh ge dan ha غ 19

F Ef ف 20

Q Ki ق 21

K Ka ك 22

vi

L El ل 23

M Em م 24

N En ن 25

W We و 26

H Ha ه 27

Apostrof ` ء 28

Y Ye ي 29

2 Vokal

Dalam bahasa Arab vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia memiliki

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong Untuk

vokal tunggal atau monoftong ketentuan alih aksaranya sebagai berikut

Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fatẖah ـــــــــــ

I Kasrah ـــــــــــ

ۥ U Ḏammah

Sementara itu untuk vokal rangkap atau diftong ketentuan alih aksaranya

sebagai berikut

Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan

Ai adan i ي ـــــــــــ

Au adan u و ـــــــــــ

3 Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd) yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf yaitu

Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan

Acirc a dengan topi di atas ا

Icirc i dengan topi di atas ي

Ucirc u dengan topi di atas و

vii

ABSTRAK

Achmad Mujab Zaini NIM 1111043200038 Tinjauan Hukum Terhadap

Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasan Program Studi Perbandingan

Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta 1439 H2018 M (X-72)

Skripsi ini mengulas seputar Tinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare

Kabhin Masyarakat Pamekasan Sebuah fenomena atau kebiasaan yang

berkembang di masyarakat yangmana kebiasaan ini tidak ditemukan dalam

pembahsan fiqih munakahat kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap

kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fiqihnya

disebut dengan ldquoTajdid al-NikahrdquoDi tengah realitas yang masih berjalan tersebut

termasuk faktor perkembangan yang melandasi praktik Tajdid al-Nikah dengan

berbagai motif maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji

Perkembangan zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi

yang semakin cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk

dalam konteks ini adalah masyarakat Pamekasan

Penelitian ini bertujuan memberi uraian teoritis mengenai tinjauan Hukum

mengenai konsep Tajdid al-Nikah (nyar-nganyare kabhin) yang banyak terjadi di

masyarakat Pamekasan sekaligus memberi jawaban terhadap faktor apa saja yang

membuat seseorang berubah pemikirannya dalam memandang suatu masalah

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi lapangan (field research)

dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdid al-Nikah di Pamekasan

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap uraian

fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan cara

dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga dokumentasi

yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan yang

berhubungan dengan studi yang penulis ambil

Dari hasil penelitian inidisimpulkan bahwa dari setiap perbedaan

pendapat tentang penyebutan Tajdid al-Nikahmemiliki makna yang sama yaitu

mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum islam atau fikih Praktik

Tajdid al-Nikahyang sering dilakukan masyarakat pamekasan ada dua bentuk

pelaksanaan yang petamaTajdid al-

Nikahdalamrangkauntukmendapatkanbukunikahyang kedua Tajdid al-Nikah

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Kata Kunci Nyar-nganyareKabhinMasyarakatPamekasan

Pembimbing 1 Fahmi Muhammad Ahmadi M Si

2 Ahmad BisyriAbdShomad MA

DaftarPusataka Tahun 1976 ndash 2018

viii

بسم هللا الرحمن الرحيم

KATA PENGANTAR

Ungkapan puji syukur ke hadirat Allah Swt atas limpahan rahmat beserta

nikmat-Nya sehingga kita semua tetap dalam kondisi sehat beserta Islam dan

iman yang melekat Salawat beserta salam dihaturkan kepada suri tauladan dan

junjungan Nabi Muhammad Saw keluarga sahabat dan para pengikutnya

sampai akhir zaman

Ungkapan Alhamdulillah atas selesainya skripsi yang berjudul ldquoTinjauan

Hukum Terhadap Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo sebagai syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Progeram Studi Perbandingan Mazhab

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta

Sebagai manusia biasa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna

namun dengan harapan semoga hasil penelitian dalam skripsi ini bermanfaat

terutama bagi penulis dan bagi khalayak secara umum Penulis juga menyadari

atas bantuan para pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan Oleh karena itu

ucapan banyak terimakasih penulis sampaikan kepada

1 Bapak Dr Asep Saepudin Jahar MA Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2 Bapak Fahmi Ahmadi MSi Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab

dan Ibu Hj Siti Hanna SAg Lc MA Sekretaris Program Studi

Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ix

3 Bapak Bapak Fahmi Ahmadi MSi dan Bapak Ahmad Bisyri Abd

Shomad MA Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan

arahan serta bimbingan sampai skripsi ini selesai

4 Kepada Bapak Drs NoryaminAini MA Dosen Pembimbing Akademik

yang telah mengarahkan banyak hal dalam perkuliahan sampai proses

akhir penyelesaian skripsi ini

5 Kepada Bapak Ahmad Chairul Hadi MA dan Bapak Qosim Arsadani

MA Dosen Penguji Skripsi yang telah membimbing dan memberikan

arahan terhadap skripsi ini sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi

6 Para Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarata yang telah memberikan ilmunya di berbagai disiplin keilmuan

Baik dalam perkuliahan atau di luar semoga mendapatkan balasan dari

Allah SWT dan bermanfaat bagi penulis

7 Tak lupa dan teristimewa ungkapan terimakasih untuk Ayahanda KH

Moh Zaini Syafiuddin Lc Ibunda Nyai Zainab Nur kaka adik dan

pamanda yang selalu memberikan dorongan dan doa setiap waktu serta

Siti Nur Azizah SPdi Adinda yang senantiasa memberikan motivasi

dalam penyelesaian skripsi ini

8 Kepada seluruh teman seperjuangan Perbandingan Mazhab dan Hukum

angkatan 2011 teman seperjuangan di Himpunan Keluarga Mahasiswa

Tebuireng (HIKMAT) Forum Mahasiswa Madura (FORMAD) dan

komunitas lainnya yang telah meluangkan bersama berbagi ilmu dan

kebersamaan

x

9 Kepada sahabat dan saudara idiologi yang penulis banggakan Moh Basri

SH Dicka Nanda Dermawan SH Abd Gopur SH Nur Muhammad

Maftuh SH Alan Novandi SH Ade Firmansyah SH Julian Pranata

SH Ibnu Mubaidillah SH Heru SH Syamsuddin SPd Sahabat Jibriil

Fotochopy ldquoAmirul Muttaqin SAg Mir_atunnisa SPd Moh Zainurrfiq

SAg Masrun Ronirdquo dan teman seperjuangan yang setiap saat bersama

memberikan dukungan saran dan masukan kepada penulis

10 Kepada seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau

materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu Semoga rahmat

Allah senantiasa menyertai mereka

Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan dengan

harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT dan

mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan menjadi catatan kebaikan di

akhirat kelak Amin

Jakarta 02 Maret 2018 M

14 JumadilAkhir1439H

Penulis

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

LEMBAR PERNYATAAN iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v

ABSTRAK vii

KATA PENGANTAR viii

DAFTAR ISI xi

BAB I PENDAHULUAN 1

A Latar Belakang Masalah 1

B Identifikasi Masalah 2

C Batasandan Rumusan Masalah 3

D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3

E Review Studiterdahulu 3

F Metodelogi Penelitian 6

G Sistematika Penulisan 8

BAB II TINJAUAN TEORI 9

A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9

B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran

Ahli Fikih 12

xii

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18

BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis

Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten

Pamekasan 24

BAB IV ANALISIS 41

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33

B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-

Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36

BAB V PENUTUP 45

A Kesimpulan 45

B Saran-saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

1

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah

Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di

masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat

kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-

nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo

Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan

melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di

antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan

ikatan rumah tangga

Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh

masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat

Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum

dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan

dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama

maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih

banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah

tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat

dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya

buruk akan membaik1

Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-

Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang

melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan

merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan

pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut

1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

2

Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk

Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan

Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd

al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-

Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk

Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor

perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif

maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan

zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin

cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks

ini adalah masyarakat Pamekasa

Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak

kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan

wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung

lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan

masyarakat

Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai

tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)

masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan

tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare

Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo

B Identifikasi Masalah

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu

pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan

Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah

secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor

ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam

penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab

perkawinannya belum dicatatkan

3

C Batasan dan Rumusan Masalah

Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan

permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan

Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare

kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan

dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut

1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam

literatur Fikih Munakahat

2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan

3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan

4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di

Pamekasan

D Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis

mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare

kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi

jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya

dalam memandang suatu masalah

Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan

adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam

di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang

penulis lakukan

E Review Studi Terdahulu

Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang

berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik

membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim

Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas

Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang

berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan

Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru

4

Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan

normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-

Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi

melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh

merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut

pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2

Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam

terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di

Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo

Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini

menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis

berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf

dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam

kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya

pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi

Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan

rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3

Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar

Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan

pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan

memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-

Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut

lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang

diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat

2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga

NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten

Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen

Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2008

5

dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk

akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh

masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh

adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan

Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat

bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja

konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-

beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-

Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang

banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4

Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama

Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan

Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam

Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun

2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis

Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem

tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan

banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang

membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak

bermunculan5

Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan

Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun

2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat

bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial

4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

6

yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai

maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6

Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang

membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap

hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi

tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika

Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan

Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh

menggunakan kaidah Ushul Fikih

Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum

Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga

menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru

dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat

yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau

belum dibahas pada review studi terdahulu

F Metodelogi Penelitian

1 Jenis Penelitian

Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan

(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-

Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-

fakta yang ada di lapangan7

2 Sifat Penelitian

Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini

dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan

menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan

menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil

6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim

Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia

2002) h 87

7

studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang

melingkupinya8

3 Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd

al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun

4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap

uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan

cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga

dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan

yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil

5 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah

1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis

akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama

mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam

yakni teori Adonis

2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat

faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan

mereka

6 Metode Analisa Data

Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa

menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah

menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah

statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan

Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)

untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum

8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47

9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42

8

G Sistematika Penulisan

Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan

secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu

penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang

masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka

kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan

item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini

bermula

Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan

praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara

umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan

tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-

Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-

undangan Perkawinan Indonesia

Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai

memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal

dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan

gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-

nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan

Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang

penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi

Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum

Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari

kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh

dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga

menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan

peneliti yang lain

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh

Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis

akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit

2 dan al-Mutahawwil

3

Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu

para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)

Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya

melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial

hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun

yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran

yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang

berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang

fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)

selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama

Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak

diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada

cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang

seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin

dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari

1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis

diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya

nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi

Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan

yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami

maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai

pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi

dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung

otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi

wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7

10

semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa

dan sastra5

Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah

tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam

dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada

di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang

berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah

teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail

gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6

Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-

Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi

Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada

banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya

ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7

sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama

(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni

dimensi ibdarsquo dan tahawwul

1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh

Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti

memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu

5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22

6 Adonis Arkeologihellip h 28

7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti

seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia

tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz

fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka

Progressif 1997) h 173

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 2: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

i

TINJAUAN HUKUM TERHADAP NYAR-NGANYRE KABHIN

MASYARAKAT PAMEKASAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh

Achmad Mujab Zaini

NIM 1111043200038

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H 2018 M

ii

iii

iv

v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA

Transliterasi penulisan skripsi yang digunakan dalam penelitian ini merujuk

pada pedoman transliterasi Arab-Indonesia yang ditetapkan di kampus UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Berikut pedoman yang digunakan

1 Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin

No Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidk dilambangkan ا 1

B Be ب 2

T Te ت 3

Ts te dan es ث 4

J Je ج 5

ḥ h dengan garis bawah ح 6

Kh ka dan ha خ 7

D De د 8

Dz de dan zet ذ 9

R Er ر 10

Zet ز 11

S Es س 12

Sy es dan ye ش 13

ṣ es dengan garis bawah ص 14

ḍ de dengan garis bawah ض 15

ṭ te dengan garis bawah ط 16

ẕ zet dengan garis bawah ظ 17

bdquo ع 18Koma terbalik di atas hadap

kanan

Gh ge dan ha غ 19

F Ef ف 20

Q Ki ق 21

K Ka ك 22

vi

L El ل 23

M Em م 24

N En ن 25

W We و 26

H Ha ه 27

Apostrof ` ء 28

Y Ye ي 29

2 Vokal

Dalam bahasa Arab vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia memiliki

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong Untuk

vokal tunggal atau monoftong ketentuan alih aksaranya sebagai berikut

Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fatẖah ـــــــــــ

I Kasrah ـــــــــــ

ۥ U Ḏammah

Sementara itu untuk vokal rangkap atau diftong ketentuan alih aksaranya

sebagai berikut

Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan

Ai adan i ي ـــــــــــ

Au adan u و ـــــــــــ

3 Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd) yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf yaitu

Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan

Acirc a dengan topi di atas ا

Icirc i dengan topi di atas ي

Ucirc u dengan topi di atas و

vii

ABSTRAK

Achmad Mujab Zaini NIM 1111043200038 Tinjauan Hukum Terhadap

Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasan Program Studi Perbandingan

Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta 1439 H2018 M (X-72)

Skripsi ini mengulas seputar Tinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare

Kabhin Masyarakat Pamekasan Sebuah fenomena atau kebiasaan yang

berkembang di masyarakat yangmana kebiasaan ini tidak ditemukan dalam

pembahsan fiqih munakahat kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap

kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fiqihnya

disebut dengan ldquoTajdid al-NikahrdquoDi tengah realitas yang masih berjalan tersebut

termasuk faktor perkembangan yang melandasi praktik Tajdid al-Nikah dengan

berbagai motif maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji

Perkembangan zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi

yang semakin cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk

dalam konteks ini adalah masyarakat Pamekasan

Penelitian ini bertujuan memberi uraian teoritis mengenai tinjauan Hukum

mengenai konsep Tajdid al-Nikah (nyar-nganyare kabhin) yang banyak terjadi di

masyarakat Pamekasan sekaligus memberi jawaban terhadap faktor apa saja yang

membuat seseorang berubah pemikirannya dalam memandang suatu masalah

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi lapangan (field research)

dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdid al-Nikah di Pamekasan

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap uraian

fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan cara

dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga dokumentasi

yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan yang

berhubungan dengan studi yang penulis ambil

Dari hasil penelitian inidisimpulkan bahwa dari setiap perbedaan

pendapat tentang penyebutan Tajdid al-Nikahmemiliki makna yang sama yaitu

mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum islam atau fikih Praktik

Tajdid al-Nikahyang sering dilakukan masyarakat pamekasan ada dua bentuk

pelaksanaan yang petamaTajdid al-

Nikahdalamrangkauntukmendapatkanbukunikahyang kedua Tajdid al-Nikah

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Kata Kunci Nyar-nganyareKabhinMasyarakatPamekasan

Pembimbing 1 Fahmi Muhammad Ahmadi M Si

2 Ahmad BisyriAbdShomad MA

DaftarPusataka Tahun 1976 ndash 2018

viii

بسم هللا الرحمن الرحيم

KATA PENGANTAR

Ungkapan puji syukur ke hadirat Allah Swt atas limpahan rahmat beserta

nikmat-Nya sehingga kita semua tetap dalam kondisi sehat beserta Islam dan

iman yang melekat Salawat beserta salam dihaturkan kepada suri tauladan dan

junjungan Nabi Muhammad Saw keluarga sahabat dan para pengikutnya

sampai akhir zaman

Ungkapan Alhamdulillah atas selesainya skripsi yang berjudul ldquoTinjauan

Hukum Terhadap Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo sebagai syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Progeram Studi Perbandingan Mazhab

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta

Sebagai manusia biasa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna

namun dengan harapan semoga hasil penelitian dalam skripsi ini bermanfaat

terutama bagi penulis dan bagi khalayak secara umum Penulis juga menyadari

atas bantuan para pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan Oleh karena itu

ucapan banyak terimakasih penulis sampaikan kepada

1 Bapak Dr Asep Saepudin Jahar MA Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2 Bapak Fahmi Ahmadi MSi Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab

dan Ibu Hj Siti Hanna SAg Lc MA Sekretaris Program Studi

Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ix

3 Bapak Bapak Fahmi Ahmadi MSi dan Bapak Ahmad Bisyri Abd

Shomad MA Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan

arahan serta bimbingan sampai skripsi ini selesai

4 Kepada Bapak Drs NoryaminAini MA Dosen Pembimbing Akademik

yang telah mengarahkan banyak hal dalam perkuliahan sampai proses

akhir penyelesaian skripsi ini

5 Kepada Bapak Ahmad Chairul Hadi MA dan Bapak Qosim Arsadani

MA Dosen Penguji Skripsi yang telah membimbing dan memberikan

arahan terhadap skripsi ini sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi

6 Para Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarata yang telah memberikan ilmunya di berbagai disiplin keilmuan

Baik dalam perkuliahan atau di luar semoga mendapatkan balasan dari

Allah SWT dan bermanfaat bagi penulis

7 Tak lupa dan teristimewa ungkapan terimakasih untuk Ayahanda KH

Moh Zaini Syafiuddin Lc Ibunda Nyai Zainab Nur kaka adik dan

pamanda yang selalu memberikan dorongan dan doa setiap waktu serta

Siti Nur Azizah SPdi Adinda yang senantiasa memberikan motivasi

dalam penyelesaian skripsi ini

8 Kepada seluruh teman seperjuangan Perbandingan Mazhab dan Hukum

angkatan 2011 teman seperjuangan di Himpunan Keluarga Mahasiswa

Tebuireng (HIKMAT) Forum Mahasiswa Madura (FORMAD) dan

komunitas lainnya yang telah meluangkan bersama berbagi ilmu dan

kebersamaan

x

9 Kepada sahabat dan saudara idiologi yang penulis banggakan Moh Basri

SH Dicka Nanda Dermawan SH Abd Gopur SH Nur Muhammad

Maftuh SH Alan Novandi SH Ade Firmansyah SH Julian Pranata

SH Ibnu Mubaidillah SH Heru SH Syamsuddin SPd Sahabat Jibriil

Fotochopy ldquoAmirul Muttaqin SAg Mir_atunnisa SPd Moh Zainurrfiq

SAg Masrun Ronirdquo dan teman seperjuangan yang setiap saat bersama

memberikan dukungan saran dan masukan kepada penulis

10 Kepada seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau

materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu Semoga rahmat

Allah senantiasa menyertai mereka

Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan dengan

harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT dan

mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan menjadi catatan kebaikan di

akhirat kelak Amin

Jakarta 02 Maret 2018 M

14 JumadilAkhir1439H

Penulis

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

LEMBAR PERNYATAAN iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v

ABSTRAK vii

KATA PENGANTAR viii

DAFTAR ISI xi

BAB I PENDAHULUAN 1

A Latar Belakang Masalah 1

B Identifikasi Masalah 2

C Batasandan Rumusan Masalah 3

D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3

E Review Studiterdahulu 3

F Metodelogi Penelitian 6

G Sistematika Penulisan 8

BAB II TINJAUAN TEORI 9

A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9

B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran

Ahli Fikih 12

xii

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18

BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis

Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten

Pamekasan 24

BAB IV ANALISIS 41

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33

B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-

Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36

BAB V PENUTUP 45

A Kesimpulan 45

B Saran-saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

1

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah

Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di

masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat

kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-

nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo

Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan

melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di

antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan

ikatan rumah tangga

Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh

masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat

Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum

dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan

dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama

maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih

banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah

tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat

dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya

buruk akan membaik1

Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-

Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang

melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan

merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan

pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut

1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

2

Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk

Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan

Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd

al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-

Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk

Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor

perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif

maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan

zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin

cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks

ini adalah masyarakat Pamekasa

Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak

kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan

wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung

lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan

masyarakat

Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai

tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)

masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan

tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare

Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo

B Identifikasi Masalah

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu

pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan

Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah

secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor

ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam

penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab

perkawinannya belum dicatatkan

3

C Batasan dan Rumusan Masalah

Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan

permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan

Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare

kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan

dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut

1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam

literatur Fikih Munakahat

2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan

3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan

4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di

Pamekasan

D Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis

mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare

kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi

jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya

dalam memandang suatu masalah

Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan

adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam

di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang

penulis lakukan

E Review Studi Terdahulu

Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang

berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik

membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim

Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas

Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang

berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan

Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru

4

Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan

normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-

Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi

melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh

merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut

pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2

Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam

terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di

Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo

Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini

menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis

berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf

dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam

kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya

pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi

Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan

rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3

Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar

Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan

pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan

memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-

Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut

lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang

diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat

2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga

NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten

Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen

Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2008

5

dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk

akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh

masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh

adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan

Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat

bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja

konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-

beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-

Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang

banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4

Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama

Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan

Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam

Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun

2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis

Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem

tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan

banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang

membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak

bermunculan5

Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan

Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun

2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat

bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial

4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

6

yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai

maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6

Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang

membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap

hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi

tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika

Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan

Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh

menggunakan kaidah Ushul Fikih

Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum

Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga

menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru

dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat

yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau

belum dibahas pada review studi terdahulu

F Metodelogi Penelitian

1 Jenis Penelitian

Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan

(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-

Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-

fakta yang ada di lapangan7

2 Sifat Penelitian

Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini

dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan

menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan

menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil

6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim

Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia

2002) h 87

7

studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang

melingkupinya8

3 Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd

al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun

4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap

uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan

cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga

dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan

yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil

5 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah

1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis

akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama

mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam

yakni teori Adonis

2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat

faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan

mereka

6 Metode Analisa Data

Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa

menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah

menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah

statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan

Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)

untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum

8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47

9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42

8

G Sistematika Penulisan

Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan

secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu

penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang

masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka

kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan

item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini

bermula

Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan

praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara

umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan

tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-

Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-

undangan Perkawinan Indonesia

Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai

memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal

dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan

gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-

nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan

Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang

penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi

Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum

Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari

kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh

dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga

menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan

peneliti yang lain

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh

Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis

akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit

2 dan al-Mutahawwil

3

Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu

para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)

Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya

melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial

hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun

yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran

yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang

berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang

fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)

selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama

Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak

diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada

cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang

seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin

dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari

1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis

diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya

nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi

Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan

yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami

maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai

pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi

dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung

otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi

wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7

10

semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa

dan sastra5

Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah

tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam

dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada

di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang

berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah

teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail

gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6

Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-

Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi

Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada

banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya

ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7

sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama

(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni

dimensi ibdarsquo dan tahawwul

1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh

Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti

memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu

5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22

6 Adonis Arkeologihellip h 28

7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti

seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia

tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz

fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka

Progressif 1997) h 173

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 3: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

ii

iii

iv

v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA

Transliterasi penulisan skripsi yang digunakan dalam penelitian ini merujuk

pada pedoman transliterasi Arab-Indonesia yang ditetapkan di kampus UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Berikut pedoman yang digunakan

1 Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin

No Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidk dilambangkan ا 1

B Be ب 2

T Te ت 3

Ts te dan es ث 4

J Je ج 5

ḥ h dengan garis bawah ح 6

Kh ka dan ha خ 7

D De د 8

Dz de dan zet ذ 9

R Er ر 10

Zet ز 11

S Es س 12

Sy es dan ye ش 13

ṣ es dengan garis bawah ص 14

ḍ de dengan garis bawah ض 15

ṭ te dengan garis bawah ط 16

ẕ zet dengan garis bawah ظ 17

bdquo ع 18Koma terbalik di atas hadap

kanan

Gh ge dan ha غ 19

F Ef ف 20

Q Ki ق 21

K Ka ك 22

vi

L El ل 23

M Em م 24

N En ن 25

W We و 26

H Ha ه 27

Apostrof ` ء 28

Y Ye ي 29

2 Vokal

Dalam bahasa Arab vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia memiliki

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong Untuk

vokal tunggal atau monoftong ketentuan alih aksaranya sebagai berikut

Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fatẖah ـــــــــــ

I Kasrah ـــــــــــ

ۥ U Ḏammah

Sementara itu untuk vokal rangkap atau diftong ketentuan alih aksaranya

sebagai berikut

Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan

Ai adan i ي ـــــــــــ

Au adan u و ـــــــــــ

3 Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd) yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf yaitu

Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan

Acirc a dengan topi di atas ا

Icirc i dengan topi di atas ي

Ucirc u dengan topi di atas و

vii

ABSTRAK

Achmad Mujab Zaini NIM 1111043200038 Tinjauan Hukum Terhadap

Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasan Program Studi Perbandingan

Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta 1439 H2018 M (X-72)

Skripsi ini mengulas seputar Tinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare

Kabhin Masyarakat Pamekasan Sebuah fenomena atau kebiasaan yang

berkembang di masyarakat yangmana kebiasaan ini tidak ditemukan dalam

pembahsan fiqih munakahat kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap

kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fiqihnya

disebut dengan ldquoTajdid al-NikahrdquoDi tengah realitas yang masih berjalan tersebut

termasuk faktor perkembangan yang melandasi praktik Tajdid al-Nikah dengan

berbagai motif maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji

Perkembangan zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi

yang semakin cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk

dalam konteks ini adalah masyarakat Pamekasan

Penelitian ini bertujuan memberi uraian teoritis mengenai tinjauan Hukum

mengenai konsep Tajdid al-Nikah (nyar-nganyare kabhin) yang banyak terjadi di

masyarakat Pamekasan sekaligus memberi jawaban terhadap faktor apa saja yang

membuat seseorang berubah pemikirannya dalam memandang suatu masalah

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi lapangan (field research)

dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdid al-Nikah di Pamekasan

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap uraian

fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan cara

dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga dokumentasi

yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan yang

berhubungan dengan studi yang penulis ambil

Dari hasil penelitian inidisimpulkan bahwa dari setiap perbedaan

pendapat tentang penyebutan Tajdid al-Nikahmemiliki makna yang sama yaitu

mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum islam atau fikih Praktik

Tajdid al-Nikahyang sering dilakukan masyarakat pamekasan ada dua bentuk

pelaksanaan yang petamaTajdid al-

Nikahdalamrangkauntukmendapatkanbukunikahyang kedua Tajdid al-Nikah

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Kata Kunci Nyar-nganyareKabhinMasyarakatPamekasan

Pembimbing 1 Fahmi Muhammad Ahmadi M Si

2 Ahmad BisyriAbdShomad MA

DaftarPusataka Tahun 1976 ndash 2018

viii

بسم هللا الرحمن الرحيم

KATA PENGANTAR

Ungkapan puji syukur ke hadirat Allah Swt atas limpahan rahmat beserta

nikmat-Nya sehingga kita semua tetap dalam kondisi sehat beserta Islam dan

iman yang melekat Salawat beserta salam dihaturkan kepada suri tauladan dan

junjungan Nabi Muhammad Saw keluarga sahabat dan para pengikutnya

sampai akhir zaman

Ungkapan Alhamdulillah atas selesainya skripsi yang berjudul ldquoTinjauan

Hukum Terhadap Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo sebagai syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Progeram Studi Perbandingan Mazhab

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta

Sebagai manusia biasa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna

namun dengan harapan semoga hasil penelitian dalam skripsi ini bermanfaat

terutama bagi penulis dan bagi khalayak secara umum Penulis juga menyadari

atas bantuan para pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan Oleh karena itu

ucapan banyak terimakasih penulis sampaikan kepada

1 Bapak Dr Asep Saepudin Jahar MA Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2 Bapak Fahmi Ahmadi MSi Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab

dan Ibu Hj Siti Hanna SAg Lc MA Sekretaris Program Studi

Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ix

3 Bapak Bapak Fahmi Ahmadi MSi dan Bapak Ahmad Bisyri Abd

Shomad MA Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan

arahan serta bimbingan sampai skripsi ini selesai

4 Kepada Bapak Drs NoryaminAini MA Dosen Pembimbing Akademik

yang telah mengarahkan banyak hal dalam perkuliahan sampai proses

akhir penyelesaian skripsi ini

5 Kepada Bapak Ahmad Chairul Hadi MA dan Bapak Qosim Arsadani

MA Dosen Penguji Skripsi yang telah membimbing dan memberikan

arahan terhadap skripsi ini sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi

6 Para Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarata yang telah memberikan ilmunya di berbagai disiplin keilmuan

Baik dalam perkuliahan atau di luar semoga mendapatkan balasan dari

Allah SWT dan bermanfaat bagi penulis

7 Tak lupa dan teristimewa ungkapan terimakasih untuk Ayahanda KH

Moh Zaini Syafiuddin Lc Ibunda Nyai Zainab Nur kaka adik dan

pamanda yang selalu memberikan dorongan dan doa setiap waktu serta

Siti Nur Azizah SPdi Adinda yang senantiasa memberikan motivasi

dalam penyelesaian skripsi ini

8 Kepada seluruh teman seperjuangan Perbandingan Mazhab dan Hukum

angkatan 2011 teman seperjuangan di Himpunan Keluarga Mahasiswa

Tebuireng (HIKMAT) Forum Mahasiswa Madura (FORMAD) dan

komunitas lainnya yang telah meluangkan bersama berbagi ilmu dan

kebersamaan

x

9 Kepada sahabat dan saudara idiologi yang penulis banggakan Moh Basri

SH Dicka Nanda Dermawan SH Abd Gopur SH Nur Muhammad

Maftuh SH Alan Novandi SH Ade Firmansyah SH Julian Pranata

SH Ibnu Mubaidillah SH Heru SH Syamsuddin SPd Sahabat Jibriil

Fotochopy ldquoAmirul Muttaqin SAg Mir_atunnisa SPd Moh Zainurrfiq

SAg Masrun Ronirdquo dan teman seperjuangan yang setiap saat bersama

memberikan dukungan saran dan masukan kepada penulis

10 Kepada seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau

materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu Semoga rahmat

Allah senantiasa menyertai mereka

Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan dengan

harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT dan

mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan menjadi catatan kebaikan di

akhirat kelak Amin

Jakarta 02 Maret 2018 M

14 JumadilAkhir1439H

Penulis

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

LEMBAR PERNYATAAN iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v

ABSTRAK vii

KATA PENGANTAR viii

DAFTAR ISI xi

BAB I PENDAHULUAN 1

A Latar Belakang Masalah 1

B Identifikasi Masalah 2

C Batasandan Rumusan Masalah 3

D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3

E Review Studiterdahulu 3

F Metodelogi Penelitian 6

G Sistematika Penulisan 8

BAB II TINJAUAN TEORI 9

A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9

B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran

Ahli Fikih 12

xii

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18

BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis

Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten

Pamekasan 24

BAB IV ANALISIS 41

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33

B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-

Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36

BAB V PENUTUP 45

A Kesimpulan 45

B Saran-saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

1

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah

Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di

masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat

kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-

nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo

Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan

melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di

antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan

ikatan rumah tangga

Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh

masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat

Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum

dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan

dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama

maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih

banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah

tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat

dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya

buruk akan membaik1

Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-

Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang

melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan

merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan

pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut

1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

2

Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk

Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan

Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd

al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-

Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk

Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor

perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif

maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan

zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin

cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks

ini adalah masyarakat Pamekasa

Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak

kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan

wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung

lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan

masyarakat

Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai

tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)

masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan

tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare

Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo

B Identifikasi Masalah

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu

pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan

Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah

secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor

ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam

penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab

perkawinannya belum dicatatkan

3

C Batasan dan Rumusan Masalah

Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan

permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan

Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare

kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan

dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut

1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam

literatur Fikih Munakahat

2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan

3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan

4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di

Pamekasan

D Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis

mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare

kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi

jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya

dalam memandang suatu masalah

Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan

adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam

di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang

penulis lakukan

E Review Studi Terdahulu

Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang

berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik

membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim

Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas

Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang

berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan

Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru

4

Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan

normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-

Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi

melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh

merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut

pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2

Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam

terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di

Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo

Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini

menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis

berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf

dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam

kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya

pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi

Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan

rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3

Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar

Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan

pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan

memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-

Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut

lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang

diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat

2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga

NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten

Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen

Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2008

5

dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk

akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh

masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh

adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan

Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat

bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja

konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-

beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-

Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang

banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4

Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama

Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan

Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam

Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun

2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis

Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem

tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan

banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang

membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak

bermunculan5

Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan

Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun

2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat

bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial

4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

6

yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai

maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6

Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang

membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap

hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi

tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika

Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan

Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh

menggunakan kaidah Ushul Fikih

Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum

Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga

menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru

dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat

yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau

belum dibahas pada review studi terdahulu

F Metodelogi Penelitian

1 Jenis Penelitian

Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan

(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-

Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-

fakta yang ada di lapangan7

2 Sifat Penelitian

Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini

dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan

menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan

menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil

6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim

Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia

2002) h 87

7

studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang

melingkupinya8

3 Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd

al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun

4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap

uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan

cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga

dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan

yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil

5 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah

1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis

akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama

mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam

yakni teori Adonis

2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat

faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan

mereka

6 Metode Analisa Data

Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa

menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah

menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah

statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan

Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)

untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum

8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47

9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42

8

G Sistematika Penulisan

Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan

secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu

penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang

masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka

kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan

item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini

bermula

Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan

praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara

umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan

tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-

Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-

undangan Perkawinan Indonesia

Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai

memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal

dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan

gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-

nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan

Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang

penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi

Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum

Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari

kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh

dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga

menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan

peneliti yang lain

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh

Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis

akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit

2 dan al-Mutahawwil

3

Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu

para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)

Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya

melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial

hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun

yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran

yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang

berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang

fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)

selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama

Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak

diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada

cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang

seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin

dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari

1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis

diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya

nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi

Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan

yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami

maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai

pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi

dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung

otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi

wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7

10

semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa

dan sastra5

Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah

tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam

dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada

di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang

berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah

teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail

gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6

Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-

Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi

Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada

banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya

ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7

sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama

(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni

dimensi ibdarsquo dan tahawwul

1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh

Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti

memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu

5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22

6 Adonis Arkeologihellip h 28

7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti

seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia

tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz

fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka

Progressif 1997) h 173

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 4: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

iii

iv

v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA

Transliterasi penulisan skripsi yang digunakan dalam penelitian ini merujuk

pada pedoman transliterasi Arab-Indonesia yang ditetapkan di kampus UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Berikut pedoman yang digunakan

1 Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin

No Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidk dilambangkan ا 1

B Be ب 2

T Te ت 3

Ts te dan es ث 4

J Je ج 5

ḥ h dengan garis bawah ح 6

Kh ka dan ha خ 7

D De د 8

Dz de dan zet ذ 9

R Er ر 10

Zet ز 11

S Es س 12

Sy es dan ye ش 13

ṣ es dengan garis bawah ص 14

ḍ de dengan garis bawah ض 15

ṭ te dengan garis bawah ط 16

ẕ zet dengan garis bawah ظ 17

bdquo ع 18Koma terbalik di atas hadap

kanan

Gh ge dan ha غ 19

F Ef ف 20

Q Ki ق 21

K Ka ك 22

vi

L El ل 23

M Em م 24

N En ن 25

W We و 26

H Ha ه 27

Apostrof ` ء 28

Y Ye ي 29

2 Vokal

Dalam bahasa Arab vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia memiliki

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong Untuk

vokal tunggal atau monoftong ketentuan alih aksaranya sebagai berikut

Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fatẖah ـــــــــــ

I Kasrah ـــــــــــ

ۥ U Ḏammah

Sementara itu untuk vokal rangkap atau diftong ketentuan alih aksaranya

sebagai berikut

Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan

Ai adan i ي ـــــــــــ

Au adan u و ـــــــــــ

3 Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd) yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf yaitu

Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan

Acirc a dengan topi di atas ا

Icirc i dengan topi di atas ي

Ucirc u dengan topi di atas و

vii

ABSTRAK

Achmad Mujab Zaini NIM 1111043200038 Tinjauan Hukum Terhadap

Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasan Program Studi Perbandingan

Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta 1439 H2018 M (X-72)

Skripsi ini mengulas seputar Tinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare

Kabhin Masyarakat Pamekasan Sebuah fenomena atau kebiasaan yang

berkembang di masyarakat yangmana kebiasaan ini tidak ditemukan dalam

pembahsan fiqih munakahat kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap

kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fiqihnya

disebut dengan ldquoTajdid al-NikahrdquoDi tengah realitas yang masih berjalan tersebut

termasuk faktor perkembangan yang melandasi praktik Tajdid al-Nikah dengan

berbagai motif maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji

Perkembangan zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi

yang semakin cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk

dalam konteks ini adalah masyarakat Pamekasan

Penelitian ini bertujuan memberi uraian teoritis mengenai tinjauan Hukum

mengenai konsep Tajdid al-Nikah (nyar-nganyare kabhin) yang banyak terjadi di

masyarakat Pamekasan sekaligus memberi jawaban terhadap faktor apa saja yang

membuat seseorang berubah pemikirannya dalam memandang suatu masalah

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi lapangan (field research)

dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdid al-Nikah di Pamekasan

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap uraian

fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan cara

dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga dokumentasi

yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan yang

berhubungan dengan studi yang penulis ambil

Dari hasil penelitian inidisimpulkan bahwa dari setiap perbedaan

pendapat tentang penyebutan Tajdid al-Nikahmemiliki makna yang sama yaitu

mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum islam atau fikih Praktik

Tajdid al-Nikahyang sering dilakukan masyarakat pamekasan ada dua bentuk

pelaksanaan yang petamaTajdid al-

Nikahdalamrangkauntukmendapatkanbukunikahyang kedua Tajdid al-Nikah

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Kata Kunci Nyar-nganyareKabhinMasyarakatPamekasan

Pembimbing 1 Fahmi Muhammad Ahmadi M Si

2 Ahmad BisyriAbdShomad MA

DaftarPusataka Tahun 1976 ndash 2018

viii

بسم هللا الرحمن الرحيم

KATA PENGANTAR

Ungkapan puji syukur ke hadirat Allah Swt atas limpahan rahmat beserta

nikmat-Nya sehingga kita semua tetap dalam kondisi sehat beserta Islam dan

iman yang melekat Salawat beserta salam dihaturkan kepada suri tauladan dan

junjungan Nabi Muhammad Saw keluarga sahabat dan para pengikutnya

sampai akhir zaman

Ungkapan Alhamdulillah atas selesainya skripsi yang berjudul ldquoTinjauan

Hukum Terhadap Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo sebagai syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Progeram Studi Perbandingan Mazhab

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta

Sebagai manusia biasa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna

namun dengan harapan semoga hasil penelitian dalam skripsi ini bermanfaat

terutama bagi penulis dan bagi khalayak secara umum Penulis juga menyadari

atas bantuan para pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan Oleh karena itu

ucapan banyak terimakasih penulis sampaikan kepada

1 Bapak Dr Asep Saepudin Jahar MA Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2 Bapak Fahmi Ahmadi MSi Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab

dan Ibu Hj Siti Hanna SAg Lc MA Sekretaris Program Studi

Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ix

3 Bapak Bapak Fahmi Ahmadi MSi dan Bapak Ahmad Bisyri Abd

Shomad MA Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan

arahan serta bimbingan sampai skripsi ini selesai

4 Kepada Bapak Drs NoryaminAini MA Dosen Pembimbing Akademik

yang telah mengarahkan banyak hal dalam perkuliahan sampai proses

akhir penyelesaian skripsi ini

5 Kepada Bapak Ahmad Chairul Hadi MA dan Bapak Qosim Arsadani

MA Dosen Penguji Skripsi yang telah membimbing dan memberikan

arahan terhadap skripsi ini sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi

6 Para Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarata yang telah memberikan ilmunya di berbagai disiplin keilmuan

Baik dalam perkuliahan atau di luar semoga mendapatkan balasan dari

Allah SWT dan bermanfaat bagi penulis

7 Tak lupa dan teristimewa ungkapan terimakasih untuk Ayahanda KH

Moh Zaini Syafiuddin Lc Ibunda Nyai Zainab Nur kaka adik dan

pamanda yang selalu memberikan dorongan dan doa setiap waktu serta

Siti Nur Azizah SPdi Adinda yang senantiasa memberikan motivasi

dalam penyelesaian skripsi ini

8 Kepada seluruh teman seperjuangan Perbandingan Mazhab dan Hukum

angkatan 2011 teman seperjuangan di Himpunan Keluarga Mahasiswa

Tebuireng (HIKMAT) Forum Mahasiswa Madura (FORMAD) dan

komunitas lainnya yang telah meluangkan bersama berbagi ilmu dan

kebersamaan

x

9 Kepada sahabat dan saudara idiologi yang penulis banggakan Moh Basri

SH Dicka Nanda Dermawan SH Abd Gopur SH Nur Muhammad

Maftuh SH Alan Novandi SH Ade Firmansyah SH Julian Pranata

SH Ibnu Mubaidillah SH Heru SH Syamsuddin SPd Sahabat Jibriil

Fotochopy ldquoAmirul Muttaqin SAg Mir_atunnisa SPd Moh Zainurrfiq

SAg Masrun Ronirdquo dan teman seperjuangan yang setiap saat bersama

memberikan dukungan saran dan masukan kepada penulis

10 Kepada seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau

materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu Semoga rahmat

Allah senantiasa menyertai mereka

Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan dengan

harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT dan

mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan menjadi catatan kebaikan di

akhirat kelak Amin

Jakarta 02 Maret 2018 M

14 JumadilAkhir1439H

Penulis

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

LEMBAR PERNYATAAN iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v

ABSTRAK vii

KATA PENGANTAR viii

DAFTAR ISI xi

BAB I PENDAHULUAN 1

A Latar Belakang Masalah 1

B Identifikasi Masalah 2

C Batasandan Rumusan Masalah 3

D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3

E Review Studiterdahulu 3

F Metodelogi Penelitian 6

G Sistematika Penulisan 8

BAB II TINJAUAN TEORI 9

A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9

B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran

Ahli Fikih 12

xii

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18

BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis

Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten

Pamekasan 24

BAB IV ANALISIS 41

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33

B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-

Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36

BAB V PENUTUP 45

A Kesimpulan 45

B Saran-saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

1

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah

Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di

masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat

kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-

nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo

Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan

melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di

antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan

ikatan rumah tangga

Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh

masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat

Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum

dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan

dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama

maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih

banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah

tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat

dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya

buruk akan membaik1

Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-

Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang

melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan

merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan

pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut

1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

2

Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk

Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan

Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd

al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-

Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk

Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor

perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif

maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan

zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin

cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks

ini adalah masyarakat Pamekasa

Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak

kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan

wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung

lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan

masyarakat

Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai

tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)

masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan

tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare

Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo

B Identifikasi Masalah

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu

pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan

Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah

secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor

ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam

penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab

perkawinannya belum dicatatkan

3

C Batasan dan Rumusan Masalah

Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan

permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan

Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare

kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan

dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut

1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam

literatur Fikih Munakahat

2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan

3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan

4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di

Pamekasan

D Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis

mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare

kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi

jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya

dalam memandang suatu masalah

Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan

adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam

di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang

penulis lakukan

E Review Studi Terdahulu

Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang

berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik

membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim

Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas

Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang

berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan

Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru

4

Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan

normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-

Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi

melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh

merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut

pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2

Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam

terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di

Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo

Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini

menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis

berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf

dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam

kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya

pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi

Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan

rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3

Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar

Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan

pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan

memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-

Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut

lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang

diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat

2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga

NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten

Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen

Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2008

5

dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk

akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh

masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh

adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan

Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat

bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja

konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-

beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-

Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang

banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4

Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama

Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan

Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam

Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun

2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis

Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem

tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan

banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang

membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak

bermunculan5

Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan

Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun

2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat

bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial

4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

6

yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai

maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6

Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang

membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap

hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi

tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika

Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan

Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh

menggunakan kaidah Ushul Fikih

Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum

Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga

menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru

dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat

yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau

belum dibahas pada review studi terdahulu

F Metodelogi Penelitian

1 Jenis Penelitian

Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan

(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-

Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-

fakta yang ada di lapangan7

2 Sifat Penelitian

Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini

dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan

menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan

menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil

6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim

Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia

2002) h 87

7

studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang

melingkupinya8

3 Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd

al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun

4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap

uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan

cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga

dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan

yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil

5 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah

1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis

akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama

mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam

yakni teori Adonis

2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat

faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan

mereka

6 Metode Analisa Data

Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa

menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah

menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah

statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan

Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)

untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum

8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47

9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42

8

G Sistematika Penulisan

Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan

secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu

penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang

masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka

kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan

item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini

bermula

Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan

praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara

umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan

tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-

Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-

undangan Perkawinan Indonesia

Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai

memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal

dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan

gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-

nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan

Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang

penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi

Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum

Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari

kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh

dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga

menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan

peneliti yang lain

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh

Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis

akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit

2 dan al-Mutahawwil

3

Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu

para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)

Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya

melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial

hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun

yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran

yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang

berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang

fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)

selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama

Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak

diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada

cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang

seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin

dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari

1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis

diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya

nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi

Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan

yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami

maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai

pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi

dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung

otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi

wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7

10

semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa

dan sastra5

Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah

tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam

dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada

di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang

berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah

teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail

gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6

Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-

Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi

Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada

banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya

ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7

sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama

(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni

dimensi ibdarsquo dan tahawwul

1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh

Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti

memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu

5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22

6 Adonis Arkeologihellip h 28

7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti

seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia

tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz

fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka

Progressif 1997) h 173

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 5: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

iv

v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA

Transliterasi penulisan skripsi yang digunakan dalam penelitian ini merujuk

pada pedoman transliterasi Arab-Indonesia yang ditetapkan di kampus UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Berikut pedoman yang digunakan

1 Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin

No Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidk dilambangkan ا 1

B Be ب 2

T Te ت 3

Ts te dan es ث 4

J Je ج 5

ḥ h dengan garis bawah ح 6

Kh ka dan ha خ 7

D De د 8

Dz de dan zet ذ 9

R Er ر 10

Zet ز 11

S Es س 12

Sy es dan ye ش 13

ṣ es dengan garis bawah ص 14

ḍ de dengan garis bawah ض 15

ṭ te dengan garis bawah ط 16

ẕ zet dengan garis bawah ظ 17

bdquo ع 18Koma terbalik di atas hadap

kanan

Gh ge dan ha غ 19

F Ef ف 20

Q Ki ق 21

K Ka ك 22

vi

L El ل 23

M Em م 24

N En ن 25

W We و 26

H Ha ه 27

Apostrof ` ء 28

Y Ye ي 29

2 Vokal

Dalam bahasa Arab vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia memiliki

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong Untuk

vokal tunggal atau monoftong ketentuan alih aksaranya sebagai berikut

Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fatẖah ـــــــــــ

I Kasrah ـــــــــــ

ۥ U Ḏammah

Sementara itu untuk vokal rangkap atau diftong ketentuan alih aksaranya

sebagai berikut

Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan

Ai adan i ي ـــــــــــ

Au adan u و ـــــــــــ

3 Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd) yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf yaitu

Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan

Acirc a dengan topi di atas ا

Icirc i dengan topi di atas ي

Ucirc u dengan topi di atas و

vii

ABSTRAK

Achmad Mujab Zaini NIM 1111043200038 Tinjauan Hukum Terhadap

Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasan Program Studi Perbandingan

Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta 1439 H2018 M (X-72)

Skripsi ini mengulas seputar Tinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare

Kabhin Masyarakat Pamekasan Sebuah fenomena atau kebiasaan yang

berkembang di masyarakat yangmana kebiasaan ini tidak ditemukan dalam

pembahsan fiqih munakahat kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap

kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fiqihnya

disebut dengan ldquoTajdid al-NikahrdquoDi tengah realitas yang masih berjalan tersebut

termasuk faktor perkembangan yang melandasi praktik Tajdid al-Nikah dengan

berbagai motif maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji

Perkembangan zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi

yang semakin cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk

dalam konteks ini adalah masyarakat Pamekasan

Penelitian ini bertujuan memberi uraian teoritis mengenai tinjauan Hukum

mengenai konsep Tajdid al-Nikah (nyar-nganyare kabhin) yang banyak terjadi di

masyarakat Pamekasan sekaligus memberi jawaban terhadap faktor apa saja yang

membuat seseorang berubah pemikirannya dalam memandang suatu masalah

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi lapangan (field research)

dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdid al-Nikah di Pamekasan

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap uraian

fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan cara

dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga dokumentasi

yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan yang

berhubungan dengan studi yang penulis ambil

Dari hasil penelitian inidisimpulkan bahwa dari setiap perbedaan

pendapat tentang penyebutan Tajdid al-Nikahmemiliki makna yang sama yaitu

mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum islam atau fikih Praktik

Tajdid al-Nikahyang sering dilakukan masyarakat pamekasan ada dua bentuk

pelaksanaan yang petamaTajdid al-

Nikahdalamrangkauntukmendapatkanbukunikahyang kedua Tajdid al-Nikah

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Kata Kunci Nyar-nganyareKabhinMasyarakatPamekasan

Pembimbing 1 Fahmi Muhammad Ahmadi M Si

2 Ahmad BisyriAbdShomad MA

DaftarPusataka Tahun 1976 ndash 2018

viii

بسم هللا الرحمن الرحيم

KATA PENGANTAR

Ungkapan puji syukur ke hadirat Allah Swt atas limpahan rahmat beserta

nikmat-Nya sehingga kita semua tetap dalam kondisi sehat beserta Islam dan

iman yang melekat Salawat beserta salam dihaturkan kepada suri tauladan dan

junjungan Nabi Muhammad Saw keluarga sahabat dan para pengikutnya

sampai akhir zaman

Ungkapan Alhamdulillah atas selesainya skripsi yang berjudul ldquoTinjauan

Hukum Terhadap Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo sebagai syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Progeram Studi Perbandingan Mazhab

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta

Sebagai manusia biasa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna

namun dengan harapan semoga hasil penelitian dalam skripsi ini bermanfaat

terutama bagi penulis dan bagi khalayak secara umum Penulis juga menyadari

atas bantuan para pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan Oleh karena itu

ucapan banyak terimakasih penulis sampaikan kepada

1 Bapak Dr Asep Saepudin Jahar MA Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2 Bapak Fahmi Ahmadi MSi Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab

dan Ibu Hj Siti Hanna SAg Lc MA Sekretaris Program Studi

Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ix

3 Bapak Bapak Fahmi Ahmadi MSi dan Bapak Ahmad Bisyri Abd

Shomad MA Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan

arahan serta bimbingan sampai skripsi ini selesai

4 Kepada Bapak Drs NoryaminAini MA Dosen Pembimbing Akademik

yang telah mengarahkan banyak hal dalam perkuliahan sampai proses

akhir penyelesaian skripsi ini

5 Kepada Bapak Ahmad Chairul Hadi MA dan Bapak Qosim Arsadani

MA Dosen Penguji Skripsi yang telah membimbing dan memberikan

arahan terhadap skripsi ini sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi

6 Para Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarata yang telah memberikan ilmunya di berbagai disiplin keilmuan

Baik dalam perkuliahan atau di luar semoga mendapatkan balasan dari

Allah SWT dan bermanfaat bagi penulis

7 Tak lupa dan teristimewa ungkapan terimakasih untuk Ayahanda KH

Moh Zaini Syafiuddin Lc Ibunda Nyai Zainab Nur kaka adik dan

pamanda yang selalu memberikan dorongan dan doa setiap waktu serta

Siti Nur Azizah SPdi Adinda yang senantiasa memberikan motivasi

dalam penyelesaian skripsi ini

8 Kepada seluruh teman seperjuangan Perbandingan Mazhab dan Hukum

angkatan 2011 teman seperjuangan di Himpunan Keluarga Mahasiswa

Tebuireng (HIKMAT) Forum Mahasiswa Madura (FORMAD) dan

komunitas lainnya yang telah meluangkan bersama berbagi ilmu dan

kebersamaan

x

9 Kepada sahabat dan saudara idiologi yang penulis banggakan Moh Basri

SH Dicka Nanda Dermawan SH Abd Gopur SH Nur Muhammad

Maftuh SH Alan Novandi SH Ade Firmansyah SH Julian Pranata

SH Ibnu Mubaidillah SH Heru SH Syamsuddin SPd Sahabat Jibriil

Fotochopy ldquoAmirul Muttaqin SAg Mir_atunnisa SPd Moh Zainurrfiq

SAg Masrun Ronirdquo dan teman seperjuangan yang setiap saat bersama

memberikan dukungan saran dan masukan kepada penulis

10 Kepada seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau

materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu Semoga rahmat

Allah senantiasa menyertai mereka

Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan dengan

harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT dan

mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan menjadi catatan kebaikan di

akhirat kelak Amin

Jakarta 02 Maret 2018 M

14 JumadilAkhir1439H

Penulis

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

LEMBAR PERNYATAAN iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v

ABSTRAK vii

KATA PENGANTAR viii

DAFTAR ISI xi

BAB I PENDAHULUAN 1

A Latar Belakang Masalah 1

B Identifikasi Masalah 2

C Batasandan Rumusan Masalah 3

D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3

E Review Studiterdahulu 3

F Metodelogi Penelitian 6

G Sistematika Penulisan 8

BAB II TINJAUAN TEORI 9

A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9

B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran

Ahli Fikih 12

xii

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18

BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis

Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten

Pamekasan 24

BAB IV ANALISIS 41

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33

B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-

Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36

BAB V PENUTUP 45

A Kesimpulan 45

B Saran-saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

1

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah

Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di

masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat

kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-

nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo

Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan

melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di

antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan

ikatan rumah tangga

Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh

masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat

Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum

dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan

dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama

maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih

banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah

tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat

dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya

buruk akan membaik1

Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-

Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang

melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan

merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan

pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut

1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

2

Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk

Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan

Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd

al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-

Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk

Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor

perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif

maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan

zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin

cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks

ini adalah masyarakat Pamekasa

Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak

kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan

wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung

lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan

masyarakat

Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai

tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)

masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan

tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare

Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo

B Identifikasi Masalah

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu

pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan

Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah

secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor

ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam

penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab

perkawinannya belum dicatatkan

3

C Batasan dan Rumusan Masalah

Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan

permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan

Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare

kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan

dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut

1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam

literatur Fikih Munakahat

2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan

3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan

4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di

Pamekasan

D Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis

mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare

kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi

jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya

dalam memandang suatu masalah

Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan

adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam

di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang

penulis lakukan

E Review Studi Terdahulu

Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang

berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik

membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim

Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas

Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang

berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan

Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru

4

Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan

normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-

Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi

melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh

merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut

pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2

Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam

terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di

Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo

Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini

menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis

berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf

dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam

kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya

pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi

Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan

rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3

Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar

Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan

pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan

memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-

Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut

lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang

diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat

2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga

NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten

Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen

Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2008

5

dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk

akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh

masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh

adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan

Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat

bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja

konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-

beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-

Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang

banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4

Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama

Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan

Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam

Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun

2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis

Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem

tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan

banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang

membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak

bermunculan5

Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan

Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun

2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat

bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial

4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

6

yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai

maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6

Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang

membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap

hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi

tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika

Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan

Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh

menggunakan kaidah Ushul Fikih

Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum

Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga

menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru

dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat

yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau

belum dibahas pada review studi terdahulu

F Metodelogi Penelitian

1 Jenis Penelitian

Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan

(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-

Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-

fakta yang ada di lapangan7

2 Sifat Penelitian

Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini

dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan

menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan

menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil

6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim

Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia

2002) h 87

7

studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang

melingkupinya8

3 Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd

al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun

4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap

uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan

cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga

dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan

yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil

5 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah

1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis

akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama

mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam

yakni teori Adonis

2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat

faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan

mereka

6 Metode Analisa Data

Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa

menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah

menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah

statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan

Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)

untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum

8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47

9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42

8

G Sistematika Penulisan

Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan

secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu

penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang

masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka

kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan

item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini

bermula

Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan

praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara

umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan

tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-

Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-

undangan Perkawinan Indonesia

Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai

memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal

dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan

gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-

nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan

Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang

penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi

Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum

Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari

kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh

dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga

menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan

peneliti yang lain

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh

Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis

akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit

2 dan al-Mutahawwil

3

Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu

para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)

Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya

melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial

hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun

yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran

yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang

berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang

fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)

selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama

Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak

diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada

cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang

seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin

dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari

1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis

diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya

nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi

Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan

yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami

maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai

pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi

dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung

otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi

wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7

10

semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa

dan sastra5

Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah

tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam

dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada

di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang

berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah

teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail

gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6

Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-

Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi

Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada

banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya

ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7

sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama

(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni

dimensi ibdarsquo dan tahawwul

1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh

Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti

memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu

5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22

6 Adonis Arkeologihellip h 28

7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti

seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia

tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz

fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka

Progressif 1997) h 173

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 6: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA

Transliterasi penulisan skripsi yang digunakan dalam penelitian ini merujuk

pada pedoman transliterasi Arab-Indonesia yang ditetapkan di kampus UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Berikut pedoman yang digunakan

1 Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin

No Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidk dilambangkan ا 1

B Be ب 2

T Te ت 3

Ts te dan es ث 4

J Je ج 5

ḥ h dengan garis bawah ح 6

Kh ka dan ha خ 7

D De د 8

Dz de dan zet ذ 9

R Er ر 10

Zet ز 11

S Es س 12

Sy es dan ye ش 13

ṣ es dengan garis bawah ص 14

ḍ de dengan garis bawah ض 15

ṭ te dengan garis bawah ط 16

ẕ zet dengan garis bawah ظ 17

bdquo ع 18Koma terbalik di atas hadap

kanan

Gh ge dan ha غ 19

F Ef ف 20

Q Ki ق 21

K Ka ك 22

vi

L El ل 23

M Em م 24

N En ن 25

W We و 26

H Ha ه 27

Apostrof ` ء 28

Y Ye ي 29

2 Vokal

Dalam bahasa Arab vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia memiliki

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong Untuk

vokal tunggal atau monoftong ketentuan alih aksaranya sebagai berikut

Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fatẖah ـــــــــــ

I Kasrah ـــــــــــ

ۥ U Ḏammah

Sementara itu untuk vokal rangkap atau diftong ketentuan alih aksaranya

sebagai berikut

Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan

Ai adan i ي ـــــــــــ

Au adan u و ـــــــــــ

3 Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd) yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf yaitu

Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan

Acirc a dengan topi di atas ا

Icirc i dengan topi di atas ي

Ucirc u dengan topi di atas و

vii

ABSTRAK

Achmad Mujab Zaini NIM 1111043200038 Tinjauan Hukum Terhadap

Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasan Program Studi Perbandingan

Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta 1439 H2018 M (X-72)

Skripsi ini mengulas seputar Tinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare

Kabhin Masyarakat Pamekasan Sebuah fenomena atau kebiasaan yang

berkembang di masyarakat yangmana kebiasaan ini tidak ditemukan dalam

pembahsan fiqih munakahat kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap

kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fiqihnya

disebut dengan ldquoTajdid al-NikahrdquoDi tengah realitas yang masih berjalan tersebut

termasuk faktor perkembangan yang melandasi praktik Tajdid al-Nikah dengan

berbagai motif maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji

Perkembangan zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi

yang semakin cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk

dalam konteks ini adalah masyarakat Pamekasan

Penelitian ini bertujuan memberi uraian teoritis mengenai tinjauan Hukum

mengenai konsep Tajdid al-Nikah (nyar-nganyare kabhin) yang banyak terjadi di

masyarakat Pamekasan sekaligus memberi jawaban terhadap faktor apa saja yang

membuat seseorang berubah pemikirannya dalam memandang suatu masalah

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi lapangan (field research)

dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdid al-Nikah di Pamekasan

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap uraian

fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan cara

dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga dokumentasi

yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan yang

berhubungan dengan studi yang penulis ambil

Dari hasil penelitian inidisimpulkan bahwa dari setiap perbedaan

pendapat tentang penyebutan Tajdid al-Nikahmemiliki makna yang sama yaitu

mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum islam atau fikih Praktik

Tajdid al-Nikahyang sering dilakukan masyarakat pamekasan ada dua bentuk

pelaksanaan yang petamaTajdid al-

Nikahdalamrangkauntukmendapatkanbukunikahyang kedua Tajdid al-Nikah

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Kata Kunci Nyar-nganyareKabhinMasyarakatPamekasan

Pembimbing 1 Fahmi Muhammad Ahmadi M Si

2 Ahmad BisyriAbdShomad MA

DaftarPusataka Tahun 1976 ndash 2018

viii

بسم هللا الرحمن الرحيم

KATA PENGANTAR

Ungkapan puji syukur ke hadirat Allah Swt atas limpahan rahmat beserta

nikmat-Nya sehingga kita semua tetap dalam kondisi sehat beserta Islam dan

iman yang melekat Salawat beserta salam dihaturkan kepada suri tauladan dan

junjungan Nabi Muhammad Saw keluarga sahabat dan para pengikutnya

sampai akhir zaman

Ungkapan Alhamdulillah atas selesainya skripsi yang berjudul ldquoTinjauan

Hukum Terhadap Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo sebagai syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Progeram Studi Perbandingan Mazhab

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta

Sebagai manusia biasa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna

namun dengan harapan semoga hasil penelitian dalam skripsi ini bermanfaat

terutama bagi penulis dan bagi khalayak secara umum Penulis juga menyadari

atas bantuan para pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan Oleh karena itu

ucapan banyak terimakasih penulis sampaikan kepada

1 Bapak Dr Asep Saepudin Jahar MA Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2 Bapak Fahmi Ahmadi MSi Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab

dan Ibu Hj Siti Hanna SAg Lc MA Sekretaris Program Studi

Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ix

3 Bapak Bapak Fahmi Ahmadi MSi dan Bapak Ahmad Bisyri Abd

Shomad MA Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan

arahan serta bimbingan sampai skripsi ini selesai

4 Kepada Bapak Drs NoryaminAini MA Dosen Pembimbing Akademik

yang telah mengarahkan banyak hal dalam perkuliahan sampai proses

akhir penyelesaian skripsi ini

5 Kepada Bapak Ahmad Chairul Hadi MA dan Bapak Qosim Arsadani

MA Dosen Penguji Skripsi yang telah membimbing dan memberikan

arahan terhadap skripsi ini sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi

6 Para Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarata yang telah memberikan ilmunya di berbagai disiplin keilmuan

Baik dalam perkuliahan atau di luar semoga mendapatkan balasan dari

Allah SWT dan bermanfaat bagi penulis

7 Tak lupa dan teristimewa ungkapan terimakasih untuk Ayahanda KH

Moh Zaini Syafiuddin Lc Ibunda Nyai Zainab Nur kaka adik dan

pamanda yang selalu memberikan dorongan dan doa setiap waktu serta

Siti Nur Azizah SPdi Adinda yang senantiasa memberikan motivasi

dalam penyelesaian skripsi ini

8 Kepada seluruh teman seperjuangan Perbandingan Mazhab dan Hukum

angkatan 2011 teman seperjuangan di Himpunan Keluarga Mahasiswa

Tebuireng (HIKMAT) Forum Mahasiswa Madura (FORMAD) dan

komunitas lainnya yang telah meluangkan bersama berbagi ilmu dan

kebersamaan

x

9 Kepada sahabat dan saudara idiologi yang penulis banggakan Moh Basri

SH Dicka Nanda Dermawan SH Abd Gopur SH Nur Muhammad

Maftuh SH Alan Novandi SH Ade Firmansyah SH Julian Pranata

SH Ibnu Mubaidillah SH Heru SH Syamsuddin SPd Sahabat Jibriil

Fotochopy ldquoAmirul Muttaqin SAg Mir_atunnisa SPd Moh Zainurrfiq

SAg Masrun Ronirdquo dan teman seperjuangan yang setiap saat bersama

memberikan dukungan saran dan masukan kepada penulis

10 Kepada seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau

materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu Semoga rahmat

Allah senantiasa menyertai mereka

Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan dengan

harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT dan

mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan menjadi catatan kebaikan di

akhirat kelak Amin

Jakarta 02 Maret 2018 M

14 JumadilAkhir1439H

Penulis

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

LEMBAR PERNYATAAN iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v

ABSTRAK vii

KATA PENGANTAR viii

DAFTAR ISI xi

BAB I PENDAHULUAN 1

A Latar Belakang Masalah 1

B Identifikasi Masalah 2

C Batasandan Rumusan Masalah 3

D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3

E Review Studiterdahulu 3

F Metodelogi Penelitian 6

G Sistematika Penulisan 8

BAB II TINJAUAN TEORI 9

A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9

B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran

Ahli Fikih 12

xii

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18

BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis

Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten

Pamekasan 24

BAB IV ANALISIS 41

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33

B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-

Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36

BAB V PENUTUP 45

A Kesimpulan 45

B Saran-saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

1

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah

Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di

masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat

kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-

nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo

Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan

melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di

antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan

ikatan rumah tangga

Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh

masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat

Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum

dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan

dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama

maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih

banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah

tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat

dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya

buruk akan membaik1

Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-

Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang

melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan

merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan

pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut

1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

2

Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk

Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan

Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd

al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-

Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk

Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor

perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif

maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan

zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin

cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks

ini adalah masyarakat Pamekasa

Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak

kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan

wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung

lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan

masyarakat

Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai

tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)

masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan

tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare

Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo

B Identifikasi Masalah

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu

pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan

Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah

secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor

ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam

penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab

perkawinannya belum dicatatkan

3

C Batasan dan Rumusan Masalah

Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan

permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan

Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare

kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan

dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut

1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam

literatur Fikih Munakahat

2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan

3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan

4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di

Pamekasan

D Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis

mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare

kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi

jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya

dalam memandang suatu masalah

Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan

adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam

di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang

penulis lakukan

E Review Studi Terdahulu

Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang

berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik

membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim

Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas

Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang

berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan

Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru

4

Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan

normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-

Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi

melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh

merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut

pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2

Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam

terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di

Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo

Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini

menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis

berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf

dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam

kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya

pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi

Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan

rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3

Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar

Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan

pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan

memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-

Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut

lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang

diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat

2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga

NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten

Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen

Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2008

5

dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk

akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh

masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh

adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan

Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat

bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja

konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-

beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-

Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang

banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4

Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama

Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan

Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam

Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun

2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis

Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem

tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan

banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang

membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak

bermunculan5

Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan

Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun

2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat

bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial

4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

6

yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai

maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6

Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang

membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap

hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi

tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika

Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan

Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh

menggunakan kaidah Ushul Fikih

Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum

Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga

menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru

dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat

yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau

belum dibahas pada review studi terdahulu

F Metodelogi Penelitian

1 Jenis Penelitian

Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan

(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-

Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-

fakta yang ada di lapangan7

2 Sifat Penelitian

Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini

dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan

menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan

menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil

6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim

Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia

2002) h 87

7

studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang

melingkupinya8

3 Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd

al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun

4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap

uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan

cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga

dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan

yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil

5 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah

1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis

akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama

mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam

yakni teori Adonis

2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat

faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan

mereka

6 Metode Analisa Data

Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa

menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah

menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah

statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan

Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)

untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum

8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47

9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42

8

G Sistematika Penulisan

Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan

secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu

penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang

masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka

kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan

item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini

bermula

Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan

praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara

umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan

tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-

Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-

undangan Perkawinan Indonesia

Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai

memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal

dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan

gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-

nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan

Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang

penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi

Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum

Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari

kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh

dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga

menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan

peneliti yang lain

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh

Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis

akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit

2 dan al-Mutahawwil

3

Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu

para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)

Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya

melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial

hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun

yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran

yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang

berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang

fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)

selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama

Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak

diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada

cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang

seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin

dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari

1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis

diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya

nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi

Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan

yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami

maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai

pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi

dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung

otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi

wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7

10

semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa

dan sastra5

Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah

tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam

dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada

di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang

berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah

teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail

gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6

Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-

Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi

Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada

banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya

ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7

sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama

(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni

dimensi ibdarsquo dan tahawwul

1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh

Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti

memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu

5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22

6 Adonis Arkeologihellip h 28

7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti

seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia

tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz

fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka

Progressif 1997) h 173

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 7: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

vi

L El ل 23

M Em م 24

N En ن 25

W We و 26

H Ha ه 27

Apostrof ` ء 28

Y Ye ي 29

2 Vokal

Dalam bahasa Arab vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia memiliki

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong Untuk

vokal tunggal atau monoftong ketentuan alih aksaranya sebagai berikut

Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fatẖah ـــــــــــ

I Kasrah ـــــــــــ

ۥ U Ḏammah

Sementara itu untuk vokal rangkap atau diftong ketentuan alih aksaranya

sebagai berikut

Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan

Ai adan i ي ـــــــــــ

Au adan u و ـــــــــــ

3 Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd) yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf yaitu

Tanda Tanda Vokal Latin Keterangan

Acirc a dengan topi di atas ا

Icirc i dengan topi di atas ي

Ucirc u dengan topi di atas و

vii

ABSTRAK

Achmad Mujab Zaini NIM 1111043200038 Tinjauan Hukum Terhadap

Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasan Program Studi Perbandingan

Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta 1439 H2018 M (X-72)

Skripsi ini mengulas seputar Tinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare

Kabhin Masyarakat Pamekasan Sebuah fenomena atau kebiasaan yang

berkembang di masyarakat yangmana kebiasaan ini tidak ditemukan dalam

pembahsan fiqih munakahat kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap

kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fiqihnya

disebut dengan ldquoTajdid al-NikahrdquoDi tengah realitas yang masih berjalan tersebut

termasuk faktor perkembangan yang melandasi praktik Tajdid al-Nikah dengan

berbagai motif maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji

Perkembangan zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi

yang semakin cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk

dalam konteks ini adalah masyarakat Pamekasan

Penelitian ini bertujuan memberi uraian teoritis mengenai tinjauan Hukum

mengenai konsep Tajdid al-Nikah (nyar-nganyare kabhin) yang banyak terjadi di

masyarakat Pamekasan sekaligus memberi jawaban terhadap faktor apa saja yang

membuat seseorang berubah pemikirannya dalam memandang suatu masalah

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi lapangan (field research)

dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdid al-Nikah di Pamekasan

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap uraian

fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan cara

dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga dokumentasi

yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan yang

berhubungan dengan studi yang penulis ambil

Dari hasil penelitian inidisimpulkan bahwa dari setiap perbedaan

pendapat tentang penyebutan Tajdid al-Nikahmemiliki makna yang sama yaitu

mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum islam atau fikih Praktik

Tajdid al-Nikahyang sering dilakukan masyarakat pamekasan ada dua bentuk

pelaksanaan yang petamaTajdid al-

Nikahdalamrangkauntukmendapatkanbukunikahyang kedua Tajdid al-Nikah

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Kata Kunci Nyar-nganyareKabhinMasyarakatPamekasan

Pembimbing 1 Fahmi Muhammad Ahmadi M Si

2 Ahmad BisyriAbdShomad MA

DaftarPusataka Tahun 1976 ndash 2018

viii

بسم هللا الرحمن الرحيم

KATA PENGANTAR

Ungkapan puji syukur ke hadirat Allah Swt atas limpahan rahmat beserta

nikmat-Nya sehingga kita semua tetap dalam kondisi sehat beserta Islam dan

iman yang melekat Salawat beserta salam dihaturkan kepada suri tauladan dan

junjungan Nabi Muhammad Saw keluarga sahabat dan para pengikutnya

sampai akhir zaman

Ungkapan Alhamdulillah atas selesainya skripsi yang berjudul ldquoTinjauan

Hukum Terhadap Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo sebagai syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Progeram Studi Perbandingan Mazhab

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta

Sebagai manusia biasa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna

namun dengan harapan semoga hasil penelitian dalam skripsi ini bermanfaat

terutama bagi penulis dan bagi khalayak secara umum Penulis juga menyadari

atas bantuan para pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan Oleh karena itu

ucapan banyak terimakasih penulis sampaikan kepada

1 Bapak Dr Asep Saepudin Jahar MA Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2 Bapak Fahmi Ahmadi MSi Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab

dan Ibu Hj Siti Hanna SAg Lc MA Sekretaris Program Studi

Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ix

3 Bapak Bapak Fahmi Ahmadi MSi dan Bapak Ahmad Bisyri Abd

Shomad MA Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan

arahan serta bimbingan sampai skripsi ini selesai

4 Kepada Bapak Drs NoryaminAini MA Dosen Pembimbing Akademik

yang telah mengarahkan banyak hal dalam perkuliahan sampai proses

akhir penyelesaian skripsi ini

5 Kepada Bapak Ahmad Chairul Hadi MA dan Bapak Qosim Arsadani

MA Dosen Penguji Skripsi yang telah membimbing dan memberikan

arahan terhadap skripsi ini sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi

6 Para Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarata yang telah memberikan ilmunya di berbagai disiplin keilmuan

Baik dalam perkuliahan atau di luar semoga mendapatkan balasan dari

Allah SWT dan bermanfaat bagi penulis

7 Tak lupa dan teristimewa ungkapan terimakasih untuk Ayahanda KH

Moh Zaini Syafiuddin Lc Ibunda Nyai Zainab Nur kaka adik dan

pamanda yang selalu memberikan dorongan dan doa setiap waktu serta

Siti Nur Azizah SPdi Adinda yang senantiasa memberikan motivasi

dalam penyelesaian skripsi ini

8 Kepada seluruh teman seperjuangan Perbandingan Mazhab dan Hukum

angkatan 2011 teman seperjuangan di Himpunan Keluarga Mahasiswa

Tebuireng (HIKMAT) Forum Mahasiswa Madura (FORMAD) dan

komunitas lainnya yang telah meluangkan bersama berbagi ilmu dan

kebersamaan

x

9 Kepada sahabat dan saudara idiologi yang penulis banggakan Moh Basri

SH Dicka Nanda Dermawan SH Abd Gopur SH Nur Muhammad

Maftuh SH Alan Novandi SH Ade Firmansyah SH Julian Pranata

SH Ibnu Mubaidillah SH Heru SH Syamsuddin SPd Sahabat Jibriil

Fotochopy ldquoAmirul Muttaqin SAg Mir_atunnisa SPd Moh Zainurrfiq

SAg Masrun Ronirdquo dan teman seperjuangan yang setiap saat bersama

memberikan dukungan saran dan masukan kepada penulis

10 Kepada seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau

materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu Semoga rahmat

Allah senantiasa menyertai mereka

Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan dengan

harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT dan

mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan menjadi catatan kebaikan di

akhirat kelak Amin

Jakarta 02 Maret 2018 M

14 JumadilAkhir1439H

Penulis

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

LEMBAR PERNYATAAN iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v

ABSTRAK vii

KATA PENGANTAR viii

DAFTAR ISI xi

BAB I PENDAHULUAN 1

A Latar Belakang Masalah 1

B Identifikasi Masalah 2

C Batasandan Rumusan Masalah 3

D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3

E Review Studiterdahulu 3

F Metodelogi Penelitian 6

G Sistematika Penulisan 8

BAB II TINJAUAN TEORI 9

A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9

B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran

Ahli Fikih 12

xii

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18

BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis

Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten

Pamekasan 24

BAB IV ANALISIS 41

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33

B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-

Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36

BAB V PENUTUP 45

A Kesimpulan 45

B Saran-saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

1

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah

Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di

masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat

kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-

nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo

Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan

melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di

antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan

ikatan rumah tangga

Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh

masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat

Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum

dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan

dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama

maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih

banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah

tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat

dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya

buruk akan membaik1

Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-

Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang

melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan

merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan

pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut

1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

2

Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk

Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan

Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd

al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-

Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk

Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor

perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif

maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan

zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin

cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks

ini adalah masyarakat Pamekasa

Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak

kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan

wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung

lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan

masyarakat

Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai

tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)

masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan

tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare

Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo

B Identifikasi Masalah

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu

pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan

Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah

secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor

ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam

penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab

perkawinannya belum dicatatkan

3

C Batasan dan Rumusan Masalah

Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan

permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan

Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare

kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan

dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut

1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam

literatur Fikih Munakahat

2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan

3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan

4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di

Pamekasan

D Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis

mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare

kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi

jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya

dalam memandang suatu masalah

Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan

adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam

di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang

penulis lakukan

E Review Studi Terdahulu

Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang

berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik

membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim

Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas

Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang

berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan

Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru

4

Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan

normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-

Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi

melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh

merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut

pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2

Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam

terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di

Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo

Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini

menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis

berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf

dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam

kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya

pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi

Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan

rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3

Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar

Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan

pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan

memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-

Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut

lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang

diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat

2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga

NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten

Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen

Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2008

5

dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk

akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh

masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh

adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan

Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat

bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja

konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-

beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-

Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang

banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4

Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama

Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan

Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam

Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun

2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis

Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem

tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan

banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang

membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak

bermunculan5

Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan

Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun

2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat

bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial

4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

6

yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai

maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6

Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang

membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap

hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi

tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika

Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan

Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh

menggunakan kaidah Ushul Fikih

Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum

Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga

menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru

dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat

yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau

belum dibahas pada review studi terdahulu

F Metodelogi Penelitian

1 Jenis Penelitian

Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan

(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-

Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-

fakta yang ada di lapangan7

2 Sifat Penelitian

Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini

dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan

menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan

menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil

6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim

Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia

2002) h 87

7

studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang

melingkupinya8

3 Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd

al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun

4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap

uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan

cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga

dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan

yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil

5 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah

1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis

akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama

mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam

yakni teori Adonis

2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat

faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan

mereka

6 Metode Analisa Data

Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa

menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah

menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah

statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan

Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)

untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum

8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47

9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42

8

G Sistematika Penulisan

Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan

secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu

penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang

masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka

kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan

item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini

bermula

Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan

praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara

umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan

tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-

Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-

undangan Perkawinan Indonesia

Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai

memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal

dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan

gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-

nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan

Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang

penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi

Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum

Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari

kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh

dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga

menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan

peneliti yang lain

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh

Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis

akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit

2 dan al-Mutahawwil

3

Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu

para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)

Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya

melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial

hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun

yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran

yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang

berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang

fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)

selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama

Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak

diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada

cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang

seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin

dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari

1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis

diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya

nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi

Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan

yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami

maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai

pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi

dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung

otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi

wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7

10

semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa

dan sastra5

Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah

tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam

dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada

di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang

berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah

teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail

gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6

Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-

Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi

Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada

banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya

ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7

sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama

(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni

dimensi ibdarsquo dan tahawwul

1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh

Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti

memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu

5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22

6 Adonis Arkeologihellip h 28

7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti

seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia

tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz

fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka

Progressif 1997) h 173

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 8: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

vii

ABSTRAK

Achmad Mujab Zaini NIM 1111043200038 Tinjauan Hukum Terhadap

Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasan Program Studi Perbandingan

Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta 1439 H2018 M (X-72)

Skripsi ini mengulas seputar Tinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare

Kabhin Masyarakat Pamekasan Sebuah fenomena atau kebiasaan yang

berkembang di masyarakat yangmana kebiasaan ini tidak ditemukan dalam

pembahsan fiqih munakahat kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap

kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fiqihnya

disebut dengan ldquoTajdid al-NikahrdquoDi tengah realitas yang masih berjalan tersebut

termasuk faktor perkembangan yang melandasi praktik Tajdid al-Nikah dengan

berbagai motif maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji

Perkembangan zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi

yang semakin cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk

dalam konteks ini adalah masyarakat Pamekasan

Penelitian ini bertujuan memberi uraian teoritis mengenai tinjauan Hukum

mengenai konsep Tajdid al-Nikah (nyar-nganyare kabhin) yang banyak terjadi di

masyarakat Pamekasan sekaligus memberi jawaban terhadap faktor apa saja yang

membuat seseorang berubah pemikirannya dalam memandang suatu masalah

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi lapangan (field research)

dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdid al-Nikah di Pamekasan

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap uraian

fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan cara

dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga dokumentasi

yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan yang

berhubungan dengan studi yang penulis ambil

Dari hasil penelitian inidisimpulkan bahwa dari setiap perbedaan

pendapat tentang penyebutan Tajdid al-Nikahmemiliki makna yang sama yaitu

mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum islam atau fikih Praktik

Tajdid al-Nikahyang sering dilakukan masyarakat pamekasan ada dua bentuk

pelaksanaan yang petamaTajdid al-

Nikahdalamrangkauntukmendapatkanbukunikahyang kedua Tajdid al-Nikah

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Kata Kunci Nyar-nganyareKabhinMasyarakatPamekasan

Pembimbing 1 Fahmi Muhammad Ahmadi M Si

2 Ahmad BisyriAbdShomad MA

DaftarPusataka Tahun 1976 ndash 2018

viii

بسم هللا الرحمن الرحيم

KATA PENGANTAR

Ungkapan puji syukur ke hadirat Allah Swt atas limpahan rahmat beserta

nikmat-Nya sehingga kita semua tetap dalam kondisi sehat beserta Islam dan

iman yang melekat Salawat beserta salam dihaturkan kepada suri tauladan dan

junjungan Nabi Muhammad Saw keluarga sahabat dan para pengikutnya

sampai akhir zaman

Ungkapan Alhamdulillah atas selesainya skripsi yang berjudul ldquoTinjauan

Hukum Terhadap Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo sebagai syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Progeram Studi Perbandingan Mazhab

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta

Sebagai manusia biasa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna

namun dengan harapan semoga hasil penelitian dalam skripsi ini bermanfaat

terutama bagi penulis dan bagi khalayak secara umum Penulis juga menyadari

atas bantuan para pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan Oleh karena itu

ucapan banyak terimakasih penulis sampaikan kepada

1 Bapak Dr Asep Saepudin Jahar MA Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2 Bapak Fahmi Ahmadi MSi Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab

dan Ibu Hj Siti Hanna SAg Lc MA Sekretaris Program Studi

Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ix

3 Bapak Bapak Fahmi Ahmadi MSi dan Bapak Ahmad Bisyri Abd

Shomad MA Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan

arahan serta bimbingan sampai skripsi ini selesai

4 Kepada Bapak Drs NoryaminAini MA Dosen Pembimbing Akademik

yang telah mengarahkan banyak hal dalam perkuliahan sampai proses

akhir penyelesaian skripsi ini

5 Kepada Bapak Ahmad Chairul Hadi MA dan Bapak Qosim Arsadani

MA Dosen Penguji Skripsi yang telah membimbing dan memberikan

arahan terhadap skripsi ini sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi

6 Para Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarata yang telah memberikan ilmunya di berbagai disiplin keilmuan

Baik dalam perkuliahan atau di luar semoga mendapatkan balasan dari

Allah SWT dan bermanfaat bagi penulis

7 Tak lupa dan teristimewa ungkapan terimakasih untuk Ayahanda KH

Moh Zaini Syafiuddin Lc Ibunda Nyai Zainab Nur kaka adik dan

pamanda yang selalu memberikan dorongan dan doa setiap waktu serta

Siti Nur Azizah SPdi Adinda yang senantiasa memberikan motivasi

dalam penyelesaian skripsi ini

8 Kepada seluruh teman seperjuangan Perbandingan Mazhab dan Hukum

angkatan 2011 teman seperjuangan di Himpunan Keluarga Mahasiswa

Tebuireng (HIKMAT) Forum Mahasiswa Madura (FORMAD) dan

komunitas lainnya yang telah meluangkan bersama berbagi ilmu dan

kebersamaan

x

9 Kepada sahabat dan saudara idiologi yang penulis banggakan Moh Basri

SH Dicka Nanda Dermawan SH Abd Gopur SH Nur Muhammad

Maftuh SH Alan Novandi SH Ade Firmansyah SH Julian Pranata

SH Ibnu Mubaidillah SH Heru SH Syamsuddin SPd Sahabat Jibriil

Fotochopy ldquoAmirul Muttaqin SAg Mir_atunnisa SPd Moh Zainurrfiq

SAg Masrun Ronirdquo dan teman seperjuangan yang setiap saat bersama

memberikan dukungan saran dan masukan kepada penulis

10 Kepada seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau

materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu Semoga rahmat

Allah senantiasa menyertai mereka

Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan dengan

harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT dan

mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan menjadi catatan kebaikan di

akhirat kelak Amin

Jakarta 02 Maret 2018 M

14 JumadilAkhir1439H

Penulis

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

LEMBAR PERNYATAAN iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v

ABSTRAK vii

KATA PENGANTAR viii

DAFTAR ISI xi

BAB I PENDAHULUAN 1

A Latar Belakang Masalah 1

B Identifikasi Masalah 2

C Batasandan Rumusan Masalah 3

D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3

E Review Studiterdahulu 3

F Metodelogi Penelitian 6

G Sistematika Penulisan 8

BAB II TINJAUAN TEORI 9

A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9

B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran

Ahli Fikih 12

xii

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18

BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis

Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten

Pamekasan 24

BAB IV ANALISIS 41

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33

B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-

Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36

BAB V PENUTUP 45

A Kesimpulan 45

B Saran-saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

1

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah

Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di

masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat

kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-

nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo

Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan

melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di

antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan

ikatan rumah tangga

Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh

masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat

Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum

dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan

dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama

maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih

banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah

tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat

dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya

buruk akan membaik1

Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-

Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang

melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan

merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan

pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut

1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

2

Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk

Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan

Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd

al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-

Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk

Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor

perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif

maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan

zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin

cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks

ini adalah masyarakat Pamekasa

Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak

kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan

wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung

lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan

masyarakat

Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai

tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)

masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan

tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare

Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo

B Identifikasi Masalah

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu

pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan

Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah

secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor

ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam

penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab

perkawinannya belum dicatatkan

3

C Batasan dan Rumusan Masalah

Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan

permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan

Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare

kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan

dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut

1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam

literatur Fikih Munakahat

2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan

3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan

4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di

Pamekasan

D Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis

mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare

kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi

jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya

dalam memandang suatu masalah

Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan

adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam

di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang

penulis lakukan

E Review Studi Terdahulu

Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang

berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik

membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim

Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas

Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang

berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan

Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru

4

Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan

normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-

Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi

melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh

merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut

pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2

Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam

terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di

Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo

Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini

menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis

berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf

dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam

kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya

pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi

Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan

rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3

Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar

Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan

pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan

memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-

Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut

lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang

diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat

2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga

NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten

Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen

Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2008

5

dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk

akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh

masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh

adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan

Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat

bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja

konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-

beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-

Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang

banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4

Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama

Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan

Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam

Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun

2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis

Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem

tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan

banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang

membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak

bermunculan5

Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan

Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun

2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat

bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial

4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

6

yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai

maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6

Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang

membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap

hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi

tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika

Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan

Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh

menggunakan kaidah Ushul Fikih

Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum

Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga

menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru

dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat

yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau

belum dibahas pada review studi terdahulu

F Metodelogi Penelitian

1 Jenis Penelitian

Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan

(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-

Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-

fakta yang ada di lapangan7

2 Sifat Penelitian

Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini

dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan

menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan

menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil

6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim

Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia

2002) h 87

7

studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang

melingkupinya8

3 Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd

al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun

4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap

uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan

cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga

dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan

yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil

5 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah

1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis

akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama

mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam

yakni teori Adonis

2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat

faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan

mereka

6 Metode Analisa Data

Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa

menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah

menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah

statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan

Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)

untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum

8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47

9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42

8

G Sistematika Penulisan

Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan

secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu

penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang

masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka

kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan

item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini

bermula

Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan

praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara

umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan

tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-

Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-

undangan Perkawinan Indonesia

Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai

memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal

dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan

gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-

nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan

Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang

penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi

Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum

Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari

kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh

dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga

menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan

peneliti yang lain

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh

Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis

akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit

2 dan al-Mutahawwil

3

Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu

para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)

Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya

melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial

hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun

yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran

yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang

berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang

fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)

selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama

Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak

diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada

cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang

seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin

dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari

1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis

diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya

nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi

Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan

yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami

maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai

pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi

dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung

otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi

wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7

10

semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa

dan sastra5

Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah

tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam

dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada

di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang

berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah

teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail

gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6

Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-

Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi

Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada

banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya

ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7

sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama

(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni

dimensi ibdarsquo dan tahawwul

1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh

Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti

memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu

5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22

6 Adonis Arkeologihellip h 28

7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti

seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia

tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz

fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka

Progressif 1997) h 173

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 9: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

viii

بسم هللا الرحمن الرحيم

KATA PENGANTAR

Ungkapan puji syukur ke hadirat Allah Swt atas limpahan rahmat beserta

nikmat-Nya sehingga kita semua tetap dalam kondisi sehat beserta Islam dan

iman yang melekat Salawat beserta salam dihaturkan kepada suri tauladan dan

junjungan Nabi Muhammad Saw keluarga sahabat dan para pengikutnya

sampai akhir zaman

Ungkapan Alhamdulillah atas selesainya skripsi yang berjudul ldquoTinjauan

Hukum Terhadap Nyar-nganyare Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo sebagai syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Progeram Studi Perbandingan Mazhab

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta

Sebagai manusia biasa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna

namun dengan harapan semoga hasil penelitian dalam skripsi ini bermanfaat

terutama bagi penulis dan bagi khalayak secara umum Penulis juga menyadari

atas bantuan para pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan Oleh karena itu

ucapan banyak terimakasih penulis sampaikan kepada

1 Bapak Dr Asep Saepudin Jahar MA Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2 Bapak Fahmi Ahmadi MSi Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab

dan Ibu Hj Siti Hanna SAg Lc MA Sekretaris Program Studi

Perbandingan Mazhab Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ix

3 Bapak Bapak Fahmi Ahmadi MSi dan Bapak Ahmad Bisyri Abd

Shomad MA Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan

arahan serta bimbingan sampai skripsi ini selesai

4 Kepada Bapak Drs NoryaminAini MA Dosen Pembimbing Akademik

yang telah mengarahkan banyak hal dalam perkuliahan sampai proses

akhir penyelesaian skripsi ini

5 Kepada Bapak Ahmad Chairul Hadi MA dan Bapak Qosim Arsadani

MA Dosen Penguji Skripsi yang telah membimbing dan memberikan

arahan terhadap skripsi ini sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi

6 Para Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarata yang telah memberikan ilmunya di berbagai disiplin keilmuan

Baik dalam perkuliahan atau di luar semoga mendapatkan balasan dari

Allah SWT dan bermanfaat bagi penulis

7 Tak lupa dan teristimewa ungkapan terimakasih untuk Ayahanda KH

Moh Zaini Syafiuddin Lc Ibunda Nyai Zainab Nur kaka adik dan

pamanda yang selalu memberikan dorongan dan doa setiap waktu serta

Siti Nur Azizah SPdi Adinda yang senantiasa memberikan motivasi

dalam penyelesaian skripsi ini

8 Kepada seluruh teman seperjuangan Perbandingan Mazhab dan Hukum

angkatan 2011 teman seperjuangan di Himpunan Keluarga Mahasiswa

Tebuireng (HIKMAT) Forum Mahasiswa Madura (FORMAD) dan

komunitas lainnya yang telah meluangkan bersama berbagi ilmu dan

kebersamaan

x

9 Kepada sahabat dan saudara idiologi yang penulis banggakan Moh Basri

SH Dicka Nanda Dermawan SH Abd Gopur SH Nur Muhammad

Maftuh SH Alan Novandi SH Ade Firmansyah SH Julian Pranata

SH Ibnu Mubaidillah SH Heru SH Syamsuddin SPd Sahabat Jibriil

Fotochopy ldquoAmirul Muttaqin SAg Mir_atunnisa SPd Moh Zainurrfiq

SAg Masrun Ronirdquo dan teman seperjuangan yang setiap saat bersama

memberikan dukungan saran dan masukan kepada penulis

10 Kepada seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau

materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu Semoga rahmat

Allah senantiasa menyertai mereka

Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan dengan

harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT dan

mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan menjadi catatan kebaikan di

akhirat kelak Amin

Jakarta 02 Maret 2018 M

14 JumadilAkhir1439H

Penulis

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

LEMBAR PERNYATAAN iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v

ABSTRAK vii

KATA PENGANTAR viii

DAFTAR ISI xi

BAB I PENDAHULUAN 1

A Latar Belakang Masalah 1

B Identifikasi Masalah 2

C Batasandan Rumusan Masalah 3

D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3

E Review Studiterdahulu 3

F Metodelogi Penelitian 6

G Sistematika Penulisan 8

BAB II TINJAUAN TEORI 9

A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9

B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran

Ahli Fikih 12

xii

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18

BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis

Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten

Pamekasan 24

BAB IV ANALISIS 41

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33

B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-

Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36

BAB V PENUTUP 45

A Kesimpulan 45

B Saran-saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

1

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah

Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di

masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat

kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-

nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo

Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan

melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di

antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan

ikatan rumah tangga

Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh

masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat

Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum

dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan

dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama

maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih

banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah

tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat

dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya

buruk akan membaik1

Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-

Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang

melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan

merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan

pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut

1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

2

Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk

Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan

Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd

al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-

Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk

Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor

perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif

maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan

zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin

cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks

ini adalah masyarakat Pamekasa

Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak

kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan

wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung

lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan

masyarakat

Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai

tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)

masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan

tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare

Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo

B Identifikasi Masalah

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu

pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan

Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah

secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor

ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam

penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab

perkawinannya belum dicatatkan

3

C Batasan dan Rumusan Masalah

Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan

permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan

Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare

kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan

dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut

1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam

literatur Fikih Munakahat

2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan

3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan

4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di

Pamekasan

D Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis

mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare

kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi

jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya

dalam memandang suatu masalah

Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan

adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam

di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang

penulis lakukan

E Review Studi Terdahulu

Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang

berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik

membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim

Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas

Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang

berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan

Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru

4

Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan

normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-

Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi

melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh

merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut

pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2

Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam

terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di

Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo

Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini

menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis

berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf

dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam

kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya

pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi

Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan

rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3

Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar

Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan

pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan

memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-

Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut

lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang

diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat

2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga

NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten

Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen

Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2008

5

dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk

akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh

masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh

adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan

Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat

bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja

konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-

beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-

Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang

banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4

Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama

Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan

Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam

Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun

2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis

Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem

tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan

banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang

membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak

bermunculan5

Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan

Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun

2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat

bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial

4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

6

yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai

maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6

Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang

membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap

hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi

tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika

Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan

Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh

menggunakan kaidah Ushul Fikih

Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum

Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga

menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru

dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat

yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau

belum dibahas pada review studi terdahulu

F Metodelogi Penelitian

1 Jenis Penelitian

Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan

(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-

Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-

fakta yang ada di lapangan7

2 Sifat Penelitian

Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini

dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan

menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan

menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil

6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim

Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia

2002) h 87

7

studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang

melingkupinya8

3 Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd

al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun

4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap

uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan

cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga

dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan

yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil

5 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah

1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis

akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama

mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam

yakni teori Adonis

2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat

faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan

mereka

6 Metode Analisa Data

Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa

menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah

menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah

statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan

Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)

untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum

8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47

9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42

8

G Sistematika Penulisan

Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan

secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu

penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang

masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka

kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan

item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini

bermula

Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan

praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara

umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan

tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-

Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-

undangan Perkawinan Indonesia

Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai

memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal

dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan

gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-

nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan

Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang

penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi

Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum

Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari

kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh

dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga

menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan

peneliti yang lain

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh

Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis

akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit

2 dan al-Mutahawwil

3

Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu

para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)

Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya

melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial

hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun

yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran

yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang

berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang

fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)

selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama

Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak

diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada

cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang

seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin

dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari

1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis

diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya

nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi

Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan

yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami

maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai

pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi

dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung

otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi

wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7

10

semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa

dan sastra5

Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah

tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam

dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada

di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang

berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah

teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail

gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6

Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-

Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi

Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada

banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya

ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7

sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama

(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni

dimensi ibdarsquo dan tahawwul

1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh

Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti

memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu

5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22

6 Adonis Arkeologihellip h 28

7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti

seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia

tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz

fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka

Progressif 1997) h 173

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 10: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

ix

3 Bapak Bapak Fahmi Ahmadi MSi dan Bapak Ahmad Bisyri Abd

Shomad MA Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan

arahan serta bimbingan sampai skripsi ini selesai

4 Kepada Bapak Drs NoryaminAini MA Dosen Pembimbing Akademik

yang telah mengarahkan banyak hal dalam perkuliahan sampai proses

akhir penyelesaian skripsi ini

5 Kepada Bapak Ahmad Chairul Hadi MA dan Bapak Qosim Arsadani

MA Dosen Penguji Skripsi yang telah membimbing dan memberikan

arahan terhadap skripsi ini sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi

6 Para Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarata yang telah memberikan ilmunya di berbagai disiplin keilmuan

Baik dalam perkuliahan atau di luar semoga mendapatkan balasan dari

Allah SWT dan bermanfaat bagi penulis

7 Tak lupa dan teristimewa ungkapan terimakasih untuk Ayahanda KH

Moh Zaini Syafiuddin Lc Ibunda Nyai Zainab Nur kaka adik dan

pamanda yang selalu memberikan dorongan dan doa setiap waktu serta

Siti Nur Azizah SPdi Adinda yang senantiasa memberikan motivasi

dalam penyelesaian skripsi ini

8 Kepada seluruh teman seperjuangan Perbandingan Mazhab dan Hukum

angkatan 2011 teman seperjuangan di Himpunan Keluarga Mahasiswa

Tebuireng (HIKMAT) Forum Mahasiswa Madura (FORMAD) dan

komunitas lainnya yang telah meluangkan bersama berbagi ilmu dan

kebersamaan

x

9 Kepada sahabat dan saudara idiologi yang penulis banggakan Moh Basri

SH Dicka Nanda Dermawan SH Abd Gopur SH Nur Muhammad

Maftuh SH Alan Novandi SH Ade Firmansyah SH Julian Pranata

SH Ibnu Mubaidillah SH Heru SH Syamsuddin SPd Sahabat Jibriil

Fotochopy ldquoAmirul Muttaqin SAg Mir_atunnisa SPd Moh Zainurrfiq

SAg Masrun Ronirdquo dan teman seperjuangan yang setiap saat bersama

memberikan dukungan saran dan masukan kepada penulis

10 Kepada seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau

materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu Semoga rahmat

Allah senantiasa menyertai mereka

Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan dengan

harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT dan

mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan menjadi catatan kebaikan di

akhirat kelak Amin

Jakarta 02 Maret 2018 M

14 JumadilAkhir1439H

Penulis

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

LEMBAR PERNYATAAN iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v

ABSTRAK vii

KATA PENGANTAR viii

DAFTAR ISI xi

BAB I PENDAHULUAN 1

A Latar Belakang Masalah 1

B Identifikasi Masalah 2

C Batasandan Rumusan Masalah 3

D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3

E Review Studiterdahulu 3

F Metodelogi Penelitian 6

G Sistematika Penulisan 8

BAB II TINJAUAN TEORI 9

A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9

B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran

Ahli Fikih 12

xii

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18

BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis

Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten

Pamekasan 24

BAB IV ANALISIS 41

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33

B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-

Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36

BAB V PENUTUP 45

A Kesimpulan 45

B Saran-saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

1

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah

Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di

masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat

kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-

nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo

Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan

melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di

antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan

ikatan rumah tangga

Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh

masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat

Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum

dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan

dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama

maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih

banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah

tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat

dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya

buruk akan membaik1

Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-

Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang

melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan

merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan

pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut

1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

2

Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk

Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan

Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd

al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-

Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk

Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor

perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif

maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan

zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin

cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks

ini adalah masyarakat Pamekasa

Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak

kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan

wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung

lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan

masyarakat

Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai

tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)

masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan

tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare

Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo

B Identifikasi Masalah

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu

pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan

Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah

secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor

ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam

penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab

perkawinannya belum dicatatkan

3

C Batasan dan Rumusan Masalah

Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan

permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan

Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare

kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan

dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut

1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam

literatur Fikih Munakahat

2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan

3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan

4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di

Pamekasan

D Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis

mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare

kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi

jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya

dalam memandang suatu masalah

Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan

adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam

di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang

penulis lakukan

E Review Studi Terdahulu

Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang

berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik

membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim

Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas

Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang

berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan

Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru

4

Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan

normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-

Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi

melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh

merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut

pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2

Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam

terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di

Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo

Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini

menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis

berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf

dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam

kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya

pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi

Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan

rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3

Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar

Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan

pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan

memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-

Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut

lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang

diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat

2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga

NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten

Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen

Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2008

5

dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk

akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh

masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh

adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan

Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat

bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja

konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-

beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-

Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang

banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4

Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama

Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan

Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam

Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun

2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis

Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem

tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan

banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang

membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak

bermunculan5

Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan

Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun

2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat

bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial

4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

6

yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai

maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6

Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang

membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap

hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi

tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika

Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan

Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh

menggunakan kaidah Ushul Fikih

Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum

Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga

menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru

dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat

yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau

belum dibahas pada review studi terdahulu

F Metodelogi Penelitian

1 Jenis Penelitian

Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan

(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-

Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-

fakta yang ada di lapangan7

2 Sifat Penelitian

Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini

dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan

menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan

menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil

6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim

Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia

2002) h 87

7

studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang

melingkupinya8

3 Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd

al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun

4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap

uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan

cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga

dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan

yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil

5 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah

1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis

akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama

mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam

yakni teori Adonis

2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat

faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan

mereka

6 Metode Analisa Data

Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa

menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah

menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah

statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan

Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)

untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum

8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47

9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42

8

G Sistematika Penulisan

Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan

secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu

penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang

masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka

kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan

item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini

bermula

Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan

praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara

umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan

tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-

Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-

undangan Perkawinan Indonesia

Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai

memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal

dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan

gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-

nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan

Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang

penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi

Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum

Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari

kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh

dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga

menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan

peneliti yang lain

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh

Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis

akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit

2 dan al-Mutahawwil

3

Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu

para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)

Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya

melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial

hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun

yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran

yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang

berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang

fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)

selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama

Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak

diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada

cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang

seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin

dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari

1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis

diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya

nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi

Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan

yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami

maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai

pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi

dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung

otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi

wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7

10

semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa

dan sastra5

Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah

tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam

dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada

di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang

berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah

teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail

gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6

Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-

Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi

Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada

banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya

ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7

sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama

(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni

dimensi ibdarsquo dan tahawwul

1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh

Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti

memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu

5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22

6 Adonis Arkeologihellip h 28

7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti

seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia

tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz

fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka

Progressif 1997) h 173

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 11: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

x

9 Kepada sahabat dan saudara idiologi yang penulis banggakan Moh Basri

SH Dicka Nanda Dermawan SH Abd Gopur SH Nur Muhammad

Maftuh SH Alan Novandi SH Ade Firmansyah SH Julian Pranata

SH Ibnu Mubaidillah SH Heru SH Syamsuddin SPd Sahabat Jibriil

Fotochopy ldquoAmirul Muttaqin SAg Mir_atunnisa SPd Moh Zainurrfiq

SAg Masrun Ronirdquo dan teman seperjuangan yang setiap saat bersama

memberikan dukungan saran dan masukan kepada penulis

10 Kepada seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau

materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu Semoga rahmat

Allah senantiasa menyertai mereka

Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis berikan dengan

harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT dan

mendapatkan balasan dengan sebaik-baiknya balasan menjadi catatan kebaikan di

akhirat kelak Amin

Jakarta 02 Maret 2018 M

14 JumadilAkhir1439H

Penulis

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

LEMBAR PERNYATAAN iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v

ABSTRAK vii

KATA PENGANTAR viii

DAFTAR ISI xi

BAB I PENDAHULUAN 1

A Latar Belakang Masalah 1

B Identifikasi Masalah 2

C Batasandan Rumusan Masalah 3

D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3

E Review Studiterdahulu 3

F Metodelogi Penelitian 6

G Sistematika Penulisan 8

BAB II TINJAUAN TEORI 9

A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9

B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran

Ahli Fikih 12

xii

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18

BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis

Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten

Pamekasan 24

BAB IV ANALISIS 41

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33

B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-

Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36

BAB V PENUTUP 45

A Kesimpulan 45

B Saran-saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

1

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah

Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di

masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat

kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-

nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo

Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan

melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di

antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan

ikatan rumah tangga

Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh

masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat

Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum

dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan

dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama

maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih

banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah

tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat

dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya

buruk akan membaik1

Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-

Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang

melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan

merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan

pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut

1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

2

Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk

Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan

Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd

al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-

Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk

Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor

perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif

maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan

zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin

cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks

ini adalah masyarakat Pamekasa

Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak

kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan

wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung

lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan

masyarakat

Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai

tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)

masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan

tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare

Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo

B Identifikasi Masalah

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu

pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan

Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah

secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor

ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam

penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab

perkawinannya belum dicatatkan

3

C Batasan dan Rumusan Masalah

Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan

permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan

Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare

kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan

dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut

1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam

literatur Fikih Munakahat

2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan

3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan

4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di

Pamekasan

D Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis

mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare

kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi

jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya

dalam memandang suatu masalah

Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan

adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam

di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang

penulis lakukan

E Review Studi Terdahulu

Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang

berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik

membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim

Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas

Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang

berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan

Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru

4

Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan

normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-

Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi

melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh

merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut

pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2

Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam

terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di

Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo

Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini

menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis

berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf

dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam

kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya

pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi

Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan

rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3

Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar

Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan

pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan

memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-

Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut

lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang

diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat

2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga

NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten

Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen

Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2008

5

dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk

akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh

masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh

adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan

Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat

bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja

konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-

beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-

Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang

banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4

Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama

Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan

Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam

Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun

2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis

Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem

tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan

banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang

membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak

bermunculan5

Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan

Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun

2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat

bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial

4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

6

yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai

maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6

Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang

membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap

hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi

tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika

Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan

Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh

menggunakan kaidah Ushul Fikih

Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum

Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga

menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru

dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat

yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau

belum dibahas pada review studi terdahulu

F Metodelogi Penelitian

1 Jenis Penelitian

Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan

(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-

Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-

fakta yang ada di lapangan7

2 Sifat Penelitian

Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini

dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan

menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan

menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil

6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim

Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia

2002) h 87

7

studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang

melingkupinya8

3 Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd

al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun

4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap

uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan

cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga

dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan

yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil

5 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah

1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis

akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama

mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam

yakni teori Adonis

2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat

faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan

mereka

6 Metode Analisa Data

Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa

menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah

menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah

statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan

Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)

untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum

8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47

9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42

8

G Sistematika Penulisan

Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan

secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu

penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang

masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka

kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan

item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini

bermula

Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan

praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara

umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan

tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-

Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-

undangan Perkawinan Indonesia

Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai

memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal

dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan

gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-

nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan

Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang

penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi

Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum

Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari

kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh

dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga

menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan

peneliti yang lain

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh

Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis

akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit

2 dan al-Mutahawwil

3

Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu

para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)

Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya

melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial

hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun

yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran

yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang

berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang

fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)

selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama

Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak

diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada

cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang

seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin

dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari

1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis

diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya

nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi

Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan

yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami

maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai

pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi

dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung

otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi

wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7

10

semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa

dan sastra5

Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah

tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam

dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada

di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang

berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah

teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail

gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6

Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-

Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi

Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada

banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya

ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7

sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama

(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni

dimensi ibdarsquo dan tahawwul

1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh

Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti

memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu

5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22

6 Adonis Arkeologihellip h 28

7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti

seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia

tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz

fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka

Progressif 1997) h 173

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 12: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

LEMBAR PERNYATAAN iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB INDONESIA helliphelliphelliphelliphellip v

ABSTRAK vii

KATA PENGANTAR viii

DAFTAR ISI xi

BAB I PENDAHULUAN 1

A Latar Belakang Masalah 1

B Identifikasi Masalah 2

C Batasandan Rumusan Masalah 3

D Tujuan dan Manfaat Penelitian 3

E Review Studiterdahulu 3

F Metodelogi Penelitian 6

G Sistematika Penulisan 8

BAB II TINJAUAN TEORI 9

A Tinjauan Umum Tentang Tajdῑd an-Nikậh 9

B Potret Tajdῑd an-Nikậh dalam Dinamika Pemikiran

Ahli Fikih 12

xii

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18

BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis

Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten

Pamekasan 24

BAB IV ANALISIS 41

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33

B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-

Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36

BAB V PENUTUP 45

A Kesimpulan 45

B Saran-saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

1

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah

Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di

masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat

kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-

nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo

Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan

melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di

antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan

ikatan rumah tangga

Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh

masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat

Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum

dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan

dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama

maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih

banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah

tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat

dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya

buruk akan membaik1

Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-

Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang

melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan

merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan

pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut

1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

2

Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk

Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan

Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd

al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-

Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk

Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor

perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif

maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan

zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin

cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks

ini adalah masyarakat Pamekasa

Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak

kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan

wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung

lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan

masyarakat

Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai

tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)

masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan

tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare

Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo

B Identifikasi Masalah

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu

pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan

Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah

secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor

ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam

penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab

perkawinannya belum dicatatkan

3

C Batasan dan Rumusan Masalah

Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan

permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan

Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare

kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan

dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut

1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam

literatur Fikih Munakahat

2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan

3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan

4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di

Pamekasan

D Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis

mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare

kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi

jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya

dalam memandang suatu masalah

Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan

adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam

di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang

penulis lakukan

E Review Studi Terdahulu

Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang

berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik

membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim

Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas

Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang

berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan

Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru

4

Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan

normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-

Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi

melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh

merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut

pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2

Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam

terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di

Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo

Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini

menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis

berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf

dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam

kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya

pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi

Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan

rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3

Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar

Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan

pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan

memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-

Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut

lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang

diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat

2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga

NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten

Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen

Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2008

5

dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk

akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh

masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh

adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan

Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat

bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja

konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-

beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-

Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang

banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4

Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama

Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan

Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam

Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun

2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis

Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem

tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan

banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang

membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak

bermunculan5

Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan

Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun

2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat

bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial

4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

6

yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai

maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6

Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang

membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap

hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi

tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika

Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan

Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh

menggunakan kaidah Ushul Fikih

Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum

Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga

menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru

dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat

yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau

belum dibahas pada review studi terdahulu

F Metodelogi Penelitian

1 Jenis Penelitian

Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan

(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-

Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-

fakta yang ada di lapangan7

2 Sifat Penelitian

Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini

dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan

menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan

menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil

6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim

Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia

2002) h 87

7

studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang

melingkupinya8

3 Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd

al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun

4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap

uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan

cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga

dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan

yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil

5 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah

1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis

akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama

mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam

yakni teori Adonis

2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat

faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan

mereka

6 Metode Analisa Data

Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa

menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah

menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah

statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan

Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)

untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum

8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47

9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42

8

G Sistematika Penulisan

Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan

secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu

penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang

masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka

kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan

item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini

bermula

Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan

praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara

umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan

tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-

Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-

undangan Perkawinan Indonesia

Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai

memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal

dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan

gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-

nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan

Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang

penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi

Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum

Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari

kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh

dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga

menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan

peneliti yang lain

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh

Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis

akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit

2 dan al-Mutahawwil

3

Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu

para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)

Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya

melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial

hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun

yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran

yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang

berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang

fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)

selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama

Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak

diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada

cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang

seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin

dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari

1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis

diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya

nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi

Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan

yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami

maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai

pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi

dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung

otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi

wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7

10

semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa

dan sastra5

Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah

tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam

dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada

di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang

berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah

teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail

gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6

Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-

Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi

Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada

banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya

ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7

sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama

(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni

dimensi ibdarsquo dan tahawwul

1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh

Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti

memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu

5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22

6 Adonis Arkeologihellip h 28

7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti

seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia

tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz

fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka

Progressif 1997) h 173

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 13: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

xii

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia helliphellip 18

BAB III PRAKTI KTAJDID AN-NIKAH DI PAMEKASAN 20

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis

Budaya Politikdan Kultur Keagamaan Masyarakatnya 20

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten

Pamekasan 24

BAB IV ANALISIS 41

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih 33

B Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktek Nyar-

Nganyare Kabhin di Kabupaten Pamekasan 36

BAB V PENUTUP 45

A Kesimpulan 45

B Saran-saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

1

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah

Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di

masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat

kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-

nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo

Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan

melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di

antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan

ikatan rumah tangga

Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh

masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat

Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum

dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan

dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama

maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih

banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah

tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat

dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya

buruk akan membaik1

Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-

Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang

melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan

merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan

pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut

1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

2

Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk

Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan

Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd

al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-

Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk

Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor

perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif

maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan

zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin

cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks

ini adalah masyarakat Pamekasa

Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak

kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan

wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung

lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan

masyarakat

Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai

tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)

masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan

tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare

Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo

B Identifikasi Masalah

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu

pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan

Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah

secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor

ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam

penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab

perkawinannya belum dicatatkan

3

C Batasan dan Rumusan Masalah

Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan

permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan

Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare

kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan

dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut

1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam

literatur Fikih Munakahat

2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan

3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan

4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di

Pamekasan

D Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis

mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare

kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi

jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya

dalam memandang suatu masalah

Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan

adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam

di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang

penulis lakukan

E Review Studi Terdahulu

Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang

berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik

membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim

Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas

Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang

berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan

Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru

4

Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan

normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-

Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi

melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh

merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut

pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2

Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam

terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di

Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo

Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini

menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis

berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf

dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam

kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya

pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi

Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan

rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3

Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar

Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan

pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan

memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-

Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut

lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang

diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat

2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga

NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten

Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen

Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2008

5

dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk

akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh

masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh

adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan

Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat

bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja

konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-

beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-

Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang

banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4

Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama

Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan

Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam

Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun

2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis

Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem

tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan

banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang

membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak

bermunculan5

Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan

Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun

2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat

bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial

4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

6

yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai

maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6

Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang

membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap

hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi

tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika

Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan

Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh

menggunakan kaidah Ushul Fikih

Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum

Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga

menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru

dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat

yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau

belum dibahas pada review studi terdahulu

F Metodelogi Penelitian

1 Jenis Penelitian

Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan

(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-

Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-

fakta yang ada di lapangan7

2 Sifat Penelitian

Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini

dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan

menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan

menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil

6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim

Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia

2002) h 87

7

studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang

melingkupinya8

3 Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd

al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun

4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap

uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan

cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga

dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan

yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil

5 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah

1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis

akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama

mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam

yakni teori Adonis

2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat

faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan

mereka

6 Metode Analisa Data

Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa

menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah

menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah

statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan

Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)

untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum

8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47

9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42

8

G Sistematika Penulisan

Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan

secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu

penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang

masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka

kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan

item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini

bermula

Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan

praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara

umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan

tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-

Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-

undangan Perkawinan Indonesia

Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai

memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal

dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan

gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-

nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan

Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang

penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi

Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum

Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari

kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh

dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga

menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan

peneliti yang lain

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh

Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis

akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit

2 dan al-Mutahawwil

3

Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu

para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)

Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya

melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial

hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun

yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran

yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang

berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang

fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)

selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama

Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak

diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada

cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang

seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin

dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari

1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis

diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya

nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi

Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan

yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami

maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai

pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi

dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung

otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi

wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7

10

semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa

dan sastra5

Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah

tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam

dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada

di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang

berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah

teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail

gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6

Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-

Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi

Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada

banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya

ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7

sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama

(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni

dimensi ibdarsquo dan tahawwul

1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh

Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti

memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu

5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22

6 Adonis Arkeologihellip h 28

7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti

seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia

tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz

fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka

Progressif 1997) h 173

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 14: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

1

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah

Ada sebuah fenomena atau kebiasaan yang berkembang di

masyarakatkebiasaan ini tidak ditemukan dalam pembahasan fikih munakahat

kebiasaan ini hampir di praktikkan disetiap kabupaten di Madura yaitu ldquonyar-

nganyare kabhinrdquo atau dalam bahasa fikihnya disebut dengan ldquoTajdȋd al-Nikȃhrdquo

Secara sederhana prosesi nyar-nganyare kabhin dapat diartikan dengan

melakukan akad nikah lagi yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu di

antaranya adalah faktor ekonomi dan untuk menguatkan dan mengharmoniskan

ikatan rumah tangga

Di Pamekasan sendiri praktik Tajdȋd al-Nikȃh banyak dipraktikkan oleh

masyarakat setempat Praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikkan oleh masyarakat

Pamekasan bukanlah akad ulangan yang dilakukan karena pernikahannya belum

dicatatkan Akan tetapi prosesi Tajdȋdal-Nikȃh yang diprakatekkan di Pamekasan

dilakukan oleh pasangan yang perkawinannya sudah sah baik secara agama

maupun Negara Bagi mereka yang melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih

banyak dilandasi oleh faktor ekonomi keluarga yang terpuruk dan kondisi rumah

tangga yang tidak harmonis Sebab dalam pandangan sebagian masyarakat

dengan melakukan Tajdȋd al-Nikȃh kondisi ekonomi keluarga yang awalnya

buruk akan membaik1

Biasanya pasangan yang mempunyai niat melangsungkan prosesi Tajdȋd al-

Nikȃh akan datang ke kiai terdekat dan berkonsultasi perihal masalah yang sedang

melanda kehidupan rumah tangganya Kemudian kiai tersebut akan

merekomendasikan agar pasangan tersebut melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

Namun tidak semua kiai yang didatangi berkenan mengabulkan keinginan

pasangan yang hendak akan melangsungkanTajdȋd al-Nikȃh tersebut

1Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

2

Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk

Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan

Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd

al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-

Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk

Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor

perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif

maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan

zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin

cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks

ini adalah masyarakat Pamekasa

Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak

kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan

wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung

lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan

masyarakat

Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai

tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)

masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan

tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare

Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo

B Identifikasi Masalah

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu

pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan

Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah

secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor

ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam

penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab

perkawinannya belum dicatatkan

3

C Batasan dan Rumusan Masalah

Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan

permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan

Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare

kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan

dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut

1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam

literatur Fikih Munakahat

2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan

3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan

4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di

Pamekasan

D Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis

mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare

kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi

jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya

dalam memandang suatu masalah

Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan

adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam

di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang

penulis lakukan

E Review Studi Terdahulu

Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang

berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik

membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim

Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas

Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang

berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan

Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru

4

Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan

normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-

Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi

melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh

merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut

pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2

Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam

terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di

Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo

Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini

menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis

berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf

dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam

kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya

pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi

Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan

rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3

Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar

Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan

pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan

memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-

Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut

lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang

diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat

2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga

NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten

Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen

Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2008

5

dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk

akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh

masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh

adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan

Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat

bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja

konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-

beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-

Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang

banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4

Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama

Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan

Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam

Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun

2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis

Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem

tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan

banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang

membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak

bermunculan5

Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan

Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun

2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat

bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial

4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

6

yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai

maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6

Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang

membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap

hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi

tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika

Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan

Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh

menggunakan kaidah Ushul Fikih

Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum

Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga

menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru

dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat

yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau

belum dibahas pada review studi terdahulu

F Metodelogi Penelitian

1 Jenis Penelitian

Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan

(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-

Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-

fakta yang ada di lapangan7

2 Sifat Penelitian

Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini

dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan

menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan

menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil

6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim

Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia

2002) h 87

7

studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang

melingkupinya8

3 Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd

al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun

4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap

uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan

cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga

dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan

yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil

5 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah

1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis

akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama

mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam

yakni teori Adonis

2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat

faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan

mereka

6 Metode Analisa Data

Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa

menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah

menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah

statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan

Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)

untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum

8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47

9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42

8

G Sistematika Penulisan

Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan

secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu

penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang

masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka

kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan

item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini

bermula

Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan

praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara

umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan

tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-

Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-

undangan Perkawinan Indonesia

Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai

memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal

dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan

gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-

nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan

Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang

penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi

Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum

Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari

kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh

dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga

menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan

peneliti yang lain

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh

Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis

akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit

2 dan al-Mutahawwil

3

Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu

para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)

Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya

melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial

hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun

yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran

yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang

berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang

fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)

selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama

Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak

diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada

cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang

seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin

dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari

1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis

diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya

nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi

Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan

yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami

maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai

pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi

dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung

otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi

wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7

10

semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa

dan sastra5

Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah

tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam

dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada

di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang

berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah

teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail

gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6

Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-

Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi

Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada

banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya

ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7

sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama

(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni

dimensi ibdarsquo dan tahawwul

1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh

Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti

memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu

5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22

6 Adonis Arkeologihellip h 28

7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti

seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia

tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz

fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka

Progressif 1997) h 173

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 15: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

2

Dilihat secara yuridis-formal jika ditelusuri dalam berbagai produk

Perundang-Undangan perkawinan yang ada di Indonesia tidak akan ditemukan

Pasal maupun aturan-aturan yang menegaskan adanya ketentuan masalah Tajdȋd

al-Nikȃ htersebut baik dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Istilah Tajdȋd al-

Nikȃh hanya dikenal dalam tradisi fikih semata dan tidak dikenal dalam produk

Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

Di tengah realitas yang masih berjalan tersebut termasuk faktor

perkembangan yang melandasi praktik Tajdȋd al-Nikȃh dengan berbagai motif

maka tinjuan dari aspek hukum sangat menarik untuk dikaji Perkembangan

zaman yang semakin pesat ditambah lagi informasi-informasi yang semakin

cepat turut berpengaruh terhadap pola pikir seseorang termasuk dalam konteks

ini adalah masyarakat Pamekasa

Sepanjang penelusuran penulis tidak ada literatur yang menyebutkan sejak

kapan tradisi Tajdȋd al-Nikȃh berlangsung di Pamekasan Namun berdasarkan

wawancara yang penulis lakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh sudah berlangsung

lama dan sudah turun temurun dilaksanakan dan dipraktikkan dalam kehidupan

masyarakat

Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan studi mengenai

tinjauan hukum terhadap praktik Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyareh kabin)

masyarakat Pamekasan sekaligus faktor apa saja yang melatarbelakangi padangan

tersebut Studi ini penulis beri judul ldquoTinjauan Hukum Terhadap Nyar-nganyare

Kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo

B Identifikasi Masalah

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang menjadi fokus dalam penelitian ini mengacu

pada praktik Tajdȋd al-Nikȃh yang terjadi dalam masyarakat Pamekasan

Memperbarui akad perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah sah

secara agama maupun negara karena adanya alasan tertentu seperti faktor

ekonomi dan mewujudkan keharmonisan rumah tangga Tajdȋd al-Nikȃh dalam

penelitian mencakup prosesi nikah ulang yang dilakukan pasangan sebab

perkawinannya belum dicatatkan

3

C Batasan dan Rumusan Masalah

Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan

permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan

Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare

kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan

dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut

1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam

literatur Fikih Munakahat

2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan

3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan

4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di

Pamekasan

D Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis

mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare

kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi

jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya

dalam memandang suatu masalah

Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan

adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam

di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang

penulis lakukan

E Review Studi Terdahulu

Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang

berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik

membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim

Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas

Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang

berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan

Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru

4

Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan

normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-

Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi

melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh

merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut

pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2

Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam

terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di

Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo

Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini

menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis

berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf

dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam

kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya

pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi

Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan

rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3

Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar

Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan

pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan

memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-

Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut

lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang

diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat

2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga

NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten

Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen

Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2008

5

dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk

akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh

masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh

adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan

Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat

bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja

konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-

beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-

Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang

banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4

Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama

Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan

Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam

Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun

2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis

Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem

tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan

banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang

membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak

bermunculan5

Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan

Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun

2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat

bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial

4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

6

yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai

maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6

Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang

membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap

hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi

tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika

Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan

Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh

menggunakan kaidah Ushul Fikih

Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum

Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga

menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru

dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat

yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau

belum dibahas pada review studi terdahulu

F Metodelogi Penelitian

1 Jenis Penelitian

Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan

(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-

Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-

fakta yang ada di lapangan7

2 Sifat Penelitian

Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini

dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan

menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan

menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil

6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim

Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia

2002) h 87

7

studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang

melingkupinya8

3 Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd

al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun

4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap

uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan

cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga

dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan

yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil

5 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah

1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis

akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama

mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam

yakni teori Adonis

2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat

faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan

mereka

6 Metode Analisa Data

Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa

menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah

menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah

statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan

Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)

untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum

8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47

9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42

8

G Sistematika Penulisan

Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan

secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu

penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang

masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka

kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan

item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini

bermula

Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan

praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara

umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan

tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-

Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-

undangan Perkawinan Indonesia

Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai

memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal

dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan

gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-

nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan

Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang

penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi

Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum

Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari

kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh

dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga

menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan

peneliti yang lain

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh

Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis

akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit

2 dan al-Mutahawwil

3

Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu

para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)

Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya

melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial

hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun

yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran

yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang

berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang

fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)

selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama

Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak

diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada

cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang

seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin

dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari

1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis

diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya

nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi

Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan

yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami

maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai

pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi

dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung

otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi

wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7

10

semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa

dan sastra5

Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah

tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam

dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada

di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang

berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah

teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail

gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6

Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-

Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi

Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada

banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya

ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7

sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama

(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni

dimensi ibdarsquo dan tahawwul

1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh

Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti

memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu

5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22

6 Adonis Arkeologihellip h 28

7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti

seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia

tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz

fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka

Progressif 1997) h 173

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 16: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

3

C Batasan dan Rumusan Masalah

Agar pembahasan menjadi lebih terarah dan fokus maka perlu dirumuskan

permasalahan yang akan diteliti dan membatasi masalah yang akan diuraikan

Sesuai dengan judul skipsi ini yaitu ldquoTinjauan Hukum Terhadap nyar-nganyare

kabhin Masyarakat Pamekasanrdquo maka permasalahan pokok yang akan

dirumuskan dalam skripsi ini sebagai berikut

1 Apakah istilah Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare Kabhin) dikenal dalam

literatur Fikih Munakahat

2 Bagaimana Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Masyarakat Pamekasan

3 Bagaimana Konsep Pelaksanaan Nyar-nganyare Kabhin di Pamekasan

4 Apa Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Praktik Nyar-nganyare Kabhin di

Pamekasan

D Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam studi ini adalah memberi uraian teoritis

mengenai tinjauan fikih mengenai konsep Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare

kabhin) yang banyak terjadi di masyarakat Pamekasan sekaligus memberi

jawaban terhadap faktor apa saja yang membuat seseorang berubah pemikirannya

dalam memandang suatu masalah

Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari studi yang penulis lakukan

adalah bisa menjadi sumbangan keilmuan bagi wacana keislaman dan studi Islam

di Indonesia sekaligus memberi wawasan baru bagi pembaca hasil studi yang

penulis lakukan

E Review Studi Terdahulu

Harus diakui bahwa kajian mengenai perkawinan dan hal-hal yang

berhubungan sudah banyak dilakukan Namun untuk kajian yang secara spesifik

membahas mengenai Tajdȋd al-Nikȃh masih sangat minim

Sejauh penelusuran yang penulis lakukan karya ilmiah yang membahas

Tajdȋd al-Nikȃhadalah Pertama Skripsi yang ditulis Siti Fanatus Syamsiyah yang

berjudul ldquoNganyareh Kabin (Tajdid al-Nikah) dalam Persepsi Warga NU dan

Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru

4

Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan

normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-

Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi

melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh

merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut

pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2

Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam

terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di

Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo

Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini

menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis

berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf

dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam

kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya

pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi

Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan

rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3

Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar

Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan

pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan

memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-

Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut

lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang

diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat

2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga

NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten

Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen

Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2008

5

dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk

akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh

masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh

adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan

Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat

bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja

konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-

beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-

Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang

banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4

Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama

Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan

Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam

Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun

2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis

Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem

tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan

banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang

membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak

bermunculan5

Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan

Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun

2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat

bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial

4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

6

yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai

maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6

Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang

membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap

hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi

tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika

Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan

Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh

menggunakan kaidah Ushul Fikih

Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum

Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga

menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru

dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat

yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau

belum dibahas pada review studi terdahulu

F Metodelogi Penelitian

1 Jenis Penelitian

Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan

(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-

Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-

fakta yang ada di lapangan7

2 Sifat Penelitian

Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini

dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan

menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan

menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil

6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim

Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia

2002) h 87

7

studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang

melingkupinya8

3 Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd

al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun

4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap

uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan

cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga

dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan

yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil

5 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah

1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis

akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama

mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam

yakni teori Adonis

2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat

faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan

mereka

6 Metode Analisa Data

Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa

menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah

menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah

statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan

Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)

untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum

8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47

9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42

8

G Sistematika Penulisan

Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan

secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu

penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang

masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka

kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan

item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini

bermula

Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan

praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara

umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan

tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-

Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-

undangan Perkawinan Indonesia

Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai

memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal

dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan

gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-

nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan

Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang

penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi

Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum

Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari

kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh

dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga

menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan

peneliti yang lain

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh

Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis

akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit

2 dan al-Mutahawwil

3

Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu

para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)

Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya

melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial

hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun

yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran

yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang

berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang

fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)

selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama

Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak

diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada

cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang

seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin

dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari

1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis

diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya

nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi

Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan

yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami

maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai

pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi

dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung

otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi

wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7

10

semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa

dan sastra5

Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah

tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam

dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada

di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang

berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah

teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail

gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6

Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-

Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi

Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada

banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya

ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7

sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama

(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni

dimensi ibdarsquo dan tahawwul

1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh

Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti

memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu

5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22

6 Adonis Arkeologihellip h 28

7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti

seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia

tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz

fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka

Progressif 1997) h 173

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 17: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

4

Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Dengan menggunakan pendekatan

normatif-sosiologis penulis Skripsi ini menyimpulkan bahwa konsep Tajdȋd al-

Nikȃhdalam persepektif warga NU tidak mewakili NU secara organisasi

melainkan sebagai pendapat individu Perihal hukum Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

penulis Skripsi menyimpulkan bahwa dalam persepsi orang NU Tajdȋd al-Nikȃh

merupakan bagian ajaran Islam dan hukumnya sunnah Sedangkan menurut

pandangan Muhammadiyah konsep Tajdȋd al-Nikȃh tidak boleh dilaksanakan2

Kedua Skripsi Novan Sultoni Latif yang berjudul ldquoTinjauan Hukum Islam

terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari Nikahrdquo atau Tajdȋd al-Nikȃh Studi Kasus di

Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Tahun 2007-2008rdquo

Dengan menggunakan pendekatan dan teori Ushul Fiqh penulis Skripsi ini

menyimpulkan bahwa tradisi Tajdȋd al-Nikȃh tidak dilarang dalam Islam Penulis

berkesimpulan bahwa tradisi tersebut diperbolehkan berdasarkan argumentasi bdquoUrf

dan Maslahah Mursalah Pun demikian tradisi Tajdȋd al-Nikȃh ini dalam

kesimpulan penulis Skripsi di atas bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya

pilihan yang diserahkan pada orang yang mau melaksanakan Biasanya tradisi

Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan oleh pasangan suami isteri yang dalam kehidupan

rumah tangganya mengalami berbagai persoalan dan keragu-raguan3

Ketiga Tesis Saiful Bahri yang berjudul ldquoHukum Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar

Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda Pamekasanrdquo Dengan menggunakan

pendekatan naratif penulis Tesis menyimpulkan bahwa bahwa kebolehan prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh adanya tujuan untuk memperkokoh dan

memperindah sebuah ikatan perkawinan Bahkan meski diperolehkan Ismail al-

Yamani lebih cenderung berpendapat bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut

lebih baik ditinggalkan Tentu saja konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang

diutarakan para ulama di atas berbeda-beda Namun secara keseluruhan dapat

2 Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi Warga

NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan Kecamatan Kalibaru Kabupaten

Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta 2002 3 Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah Kabupatem Kebumen

Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Syarirsquoah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2008

5

dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk

akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh

masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh

adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan

Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat

bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja

konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-

beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-

Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang

banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4

Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama

Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan

Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam

Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun

2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis

Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem

tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan

banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang

membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak

bermunculan5

Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan

Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun

2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat

bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial

4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

6

yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai

maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6

Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang

membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap

hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi

tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika

Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan

Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh

menggunakan kaidah Ushul Fikih

Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum

Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga

menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru

dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat

yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau

belum dibahas pada review studi terdahulu

F Metodelogi Penelitian

1 Jenis Penelitian

Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan

(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-

Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-

fakta yang ada di lapangan7

2 Sifat Penelitian

Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini

dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan

menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan

menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil

6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim

Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia

2002) h 87

7

studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang

melingkupinya8

3 Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd

al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun

4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap

uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan

cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga

dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan

yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil

5 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah

1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis

akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama

mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam

yakni teori Adonis

2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat

faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan

mereka

6 Metode Analisa Data

Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa

menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah

menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah

statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan

Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)

untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum

8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47

9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42

8

G Sistematika Penulisan

Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan

secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu

penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang

masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka

kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan

item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini

bermula

Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan

praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara

umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan

tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-

Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-

undangan Perkawinan Indonesia

Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai

memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal

dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan

gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-

nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan

Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang

penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi

Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum

Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari

kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh

dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga

menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan

peneliti yang lain

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh

Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis

akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit

2 dan al-Mutahawwil

3

Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu

para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)

Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya

melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial

hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun

yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran

yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang

berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang

fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)

selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama

Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak

diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada

cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang

seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin

dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari

1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis

diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya

nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi

Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan

yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami

maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai

pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi

dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung

otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi

wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7

10

semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa

dan sastra5

Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah

tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam

dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada

di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang

berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah

teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail

gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6

Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-

Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi

Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada

banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya

ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7

sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama

(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni

dimensi ibdarsquo dan tahawwul

1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh

Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti

memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu

5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22

6 Adonis Arkeologihellip h 28

7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti

seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia

tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz

fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka

Progressif 1997) h 173

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 18: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

5

dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk

akomudasi terhadap praktik tersebut yang banyak terjadi dan diprkatikkan oleh

masyarakat bahwa kebolehan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh lebih disebabkan oleh

adanya tujuan untuk memperkokoh dan memperindah sebuah ikatan perkawinan

Bahkan meski diperolehkan Ismail al-Yamani lebih cenderung berpendapat

bahwa prosesi Tajdȋd al-Nikȃh tersebut lebih baik ditinggalkan Tentu saja

konteks pembolehan Tajdȋd al-Nikȃh yang diutarakan para ulama di atas berbeda-

beda Namun secara keseluruhan dapat dipahami bahwa pembolehan Tajdȋd al-

Nikȃh tidak lain hanyalah bentuk akomudasi terhadap praktik tersebut yang

banyak terjadi dan diprkatikkan oleh masyarakat4

Sedangkan untuk kajian yang membahas Madura adalah pertama

Kuntowijoyo Social Change in Agrarian Society Madura 1850-1940 merupakan

Disertasi Doktoral dari Columbia University tahun 1988 Karya ini kemudian

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ldquoPerubahan Sosial dalam

Masyarakat Agraris Madura 1850-1940 diterbitkan oleh Mata Bangsa tahun

2002 Dalam hasil kajiannya Kuntowijoyo menyimpulkan bahwa secara ekologis

Madura didominasi oleh ekosistem tegalan dibanding persawahan Dengan sistem

tegal dalam mengelola tanah pertaniannya orang Madura tidak melibatkan

banyak orang biasanya cukup dengan satu anggota keluarga saja Hal inilah yang

membuat organisasi dan birokrasi yang dapat mengatur pola kerja sama tidak

bermunculan5

Kedua Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan

Blater sebagai Rezim Kembar di Madura diterbitkan oleh Pustaka Marwa tahun

2004 Sejatinya buku ini adalah hasil kajian tesis yang dipertahankan di

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dalam hasil kajiannya Rozaki melihat

bahwa di Madura tak hanya kiai yang mempunyai kekuasaan dan posisi sosial

4 Saiful Bahri ldquoHukum Tajdȋd an-Nikȃh(Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan Kiai Muda

Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah 5 Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

6

yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai

maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6

Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang

membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap

hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi

tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika

Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan

Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh

menggunakan kaidah Ushul Fikih

Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum

Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga

menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru

dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat

yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau

belum dibahas pada review studi terdahulu

F Metodelogi Penelitian

1 Jenis Penelitian

Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan

(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-

Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-

fakta yang ada di lapangan7

2 Sifat Penelitian

Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini

dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan

menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan

menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil

6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim

Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia

2002) h 87

7

studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang

melingkupinya8

3 Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd

al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun

4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap

uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan

cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga

dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan

yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil

5 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah

1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis

akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama

mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam

yakni teori Adonis

2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat

faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan

mereka

6 Metode Analisa Data

Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa

menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah

menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah

statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan

Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)

untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum

8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47

9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42

8

G Sistematika Penulisan

Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan

secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu

penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang

masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka

kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan

item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini

bermula

Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan

praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara

umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan

tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-

Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-

undangan Perkawinan Indonesia

Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai

memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal

dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan

gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-

nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan

Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang

penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi

Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum

Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari

kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh

dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga

menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan

peneliti yang lain

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh

Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis

akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit

2 dan al-Mutahawwil

3

Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu

para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)

Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya

melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial

hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun

yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran

yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang

berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang

fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)

selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama

Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak

diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada

cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang

seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin

dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari

1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis

diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya

nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi

Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan

yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami

maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai

pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi

dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung

otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi

wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7

10

semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa

dan sastra5

Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah

tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam

dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada

di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang

berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah

teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail

gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6

Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-

Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi

Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada

banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya

ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7

sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama

(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni

dimensi ibdarsquo dan tahawwul

1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh

Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti

memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu

5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22

6 Adonis Arkeologihellip h 28

7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti

seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia

tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz

fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka

Progressif 1997) h 173

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 19: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

6

yang terhormat Ada satu elemen lain yang disebut blater (baca jagoan) Baik kiai

maupun blater sama-sama mempunyai kharisma dan kuasa di tengah masyarakat6

Jika dilihat dari kajian pustaka yang penulis sebut dua Skripsi yang

membahas Tajdȋd al-Nikȃh lebih menekankan pada studi normatif terhadap

hukum Tajdȋd al-Nikȃh itu sendiri Sehingga kajian yang ada dalam dua Skripsi

tersebut berbicara tentang boleh tidaknya melakukan prosesi Tajdȋd al-Nikȃh Jika

Skripsi yang pertama berbicara hukum Tajdȋd al-Nikȃh dalam pandangan NU dan

Muhammadiyah Banyuwangi Skripsi kedua melihat legalitas Tajdȋd al-Nikȃh

menggunakan kaidah Ushul Fikih

Sedangkan keunggulan dalam sekripsi ini selain mencakup tentang hukum

Islam legalitas dan boleh tidaknya melakukan Tajdȋd al-Nikȃh penulis juga

menuangkan bagaimana tinjauan perundang-undangan dan temuan-temuan baru

dilapangan seperti istilah-istilah dalam pra-pernikahan termasuk syarat-syarat

yang harus di penuhi dalam melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh yang belum ada atau

belum dibahas pada review studi terdahulu

F Metodelogi Penelitian

1 Jenis Penelitian

Untuk memperoleh hasil yang maksimal penulis melakukan studi lapangan

(field research) dengan terjun secara langsung menemui Pelaku Tajdȋd al-

Nikȃhdi Pamekasan Data yang dijadikan rujukan dalam studi ini berupa fakta-

fakta yang ada di lapangan7

2 Sifat Penelitian

Studi yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif-analitik metode ini

dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan jalan mengumpulkan data dan

menyusun atau mengklasifikasikan dilanjutkan dengan menganalisa dan

menginterpretasikan untuk kemudian diperoleh hasilnya Dengan demikian hasil

6 Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim

Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa 2004) 7 Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (JakartaGraha Indonesia

2002) h 87

7

studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang

melingkupinya8

3 Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd

al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun

4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap

uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan

cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga

dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan

yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil

5 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah

1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis

akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama

mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam

yakni teori Adonis

2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat

faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan

mereka

6 Metode Analisa Data

Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa

menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah

menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah

statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan

Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)

untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum

8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47

9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42

8

G Sistematika Penulisan

Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan

secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu

penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang

masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka

kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan

item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini

bermula

Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan

praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara

umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan

tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-

Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-

undangan Perkawinan Indonesia

Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai

memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal

dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan

gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-

nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan

Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang

penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi

Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum

Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari

kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh

dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga

menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan

peneliti yang lain

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh

Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis

akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit

2 dan al-Mutahawwil

3

Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu

para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)

Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya

melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial

hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun

yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran

yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang

berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang

fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)

selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama

Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak

diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada

cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang

seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin

dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari

1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis

diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya

nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi

Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan

yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami

maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai

pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi

dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung

otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi

wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7

10

semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa

dan sastra5

Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah

tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam

dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada

di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang

berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah

teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail

gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6

Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-

Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi

Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada

banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya

ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7

sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama

(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni

dimensi ibdarsquo dan tahawwul

1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh

Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti

memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu

5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22

6 Adonis Arkeologihellip h 28

7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti

seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia

tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz

fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka

Progressif 1997) h 173

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 20: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

7

studi ini akan digambarkan secara deksriptif dengan berbagai fenomena yang

melingkupinya8

3 Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian dalam kajian ini yaitu para Pelaku Tajdȋd

al-Nikȃh yang ada di Pamekasan berumur antara 30-55 tahun

4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam studi ini adalah Pertama analisa terhadap

uraian fikih tentang Tajdid al-Nikah Kedua wawancara yaitu dilakukan dengan

cara dialog komunikasi interaksi antara peneliti dan responden Ketiga

dokumentasi yaitu dengan membaca dan menelaah data-data dan bahan bacaan

yang berhubungan dengan studi yang penulis ambil

5 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah

1 Pendekatan sejarah pemikiran Islam dengan pendekatan ini penulis

akan melihat bagaimana sebenarnya tinjuan fikih dan para ulama

mengenai Tajdȋd al-Nikȃh dilihat dari teori sejarah pemikiran Islam

yakni teori Adonis

2 Pendekatan naratif Pendekatan naratif penulis gunakan untuk melihat

faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pandangan-pandangan

mereka

6 Metode Analisa Data

Data-data yang terkumpul dari hasil studi oleh penulis akan dianalisa

menggunakan metode induktif Secara operasional metode induktif adalah

menganalisis berbagai fakta dan data kemudian digeneralisasikan menjadi sebuah

statemen9 Metode induktif digunakan untuk menganalisis berbagai pandangan

Kiai muda di Pamekasan mengenai Tajdȋd al-Nikȃh (Nyar-nganyare kabhin)

untuk kemudian ditarik menjadi sebuah statemen umum

8 Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996) h 47

9Sudarto Metode Penelitian Filsafath 42

8

G Sistematika Penulisan

Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan

secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu

penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang

masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka

kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan

item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini

bermula

Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan

praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara

umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan

tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-

Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-

undangan Perkawinan Indonesia

Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai

memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal

dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan

gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-

nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan

Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang

penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi

Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum

Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari

kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh

dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga

menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan

peneliti yang lain

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh

Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis

akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit

2 dan al-Mutahawwil

3

Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu

para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)

Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya

melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial

hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun

yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran

yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang

berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang

fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)

selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama

Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak

diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada

cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang

seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin

dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari

1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis

diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya

nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi

Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan

yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami

maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai

pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi

dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung

otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi

wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7

10

semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa

dan sastra5

Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah

tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam

dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada

di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang

berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah

teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail

gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6

Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-

Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi

Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada

banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya

ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7

sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama

(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni

dimensi ibdarsquo dan tahawwul

1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh

Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti

memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu

5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22

6 Adonis Arkeologihellip h 28

7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti

seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia

tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz

fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka

Progressif 1997) h 173

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 21: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

8

G Sistematika Penulisan

Agar penulisan studi ini bisa mudah dipahami maka penulis memaparkan

secara sistematis bab-bab yang menjadi fokus kajian dalam studi ini Bab satu

penulis menempatkan pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang

masalah pokok masalah tujuan dan kegunaan penelitian telaah pustaka

kerangka teoretik metode penelitian dan sistematika pembahasan Penempatan

item-item di atas dalam bab satu karena dari item-item tersebut penelitian ini

bermula

Sebelum memahami mengkaji Tajdȋd al-Nikȃh (nyar-nganyare kabhin) dan

praktiknya di Pamekasan penulis rasa memahami konsep Tajdȋd al-Nikȃh secara

umum menjadi suatu keharusan Untuk itu pada bab dua penulis menempatkan

tinjauan teori tentang Tajdȋd al-Nikȃh yang meliputi bahasan potret Tajdȋd al-

Nikȃh dalam dinamika pemikiran ahli fikih dan sedikit dalam tinjauan Perundang-

undangan Perkawinan Indonesia

Setelah membahas masalah Tajdid al-Nikah pada Bab III penulis mulai

memperkenalkan istilah Tajdȋd al-Nikȃhdalam bahasa Madura yang dikenal

dengan Nyar-nganyare kabhin Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan

gambaran umum Pada bab ini juga akan dibahas bagaimana prosesi Nyar-

nganyare kabhin yang terjadi di Pamekasan

Pada bab empat penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap data yang

penulis peroleh dari para pelaku Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan mengenai prosesi

Nyar-nganyare kabhin ditinjau dari aspek hukum

Untuk bab lima penulis akan menempatkan penutup sebagai akhir dari

kajian ini Dalam bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan yang diperoleh

dari hasil kajian yang penulis lakukan Selain itu dalam bab ini penulis juga

menyertakan saran-saran dan rekomendasi dari penulis untuk pembaca dan

peneliti yang lain

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh

Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis

akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit

2 dan al-Mutahawwil

3

Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu

para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)

Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya

melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial

hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun

yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran

yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang

berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang

fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)

selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama

Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak

diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada

cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang

seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin

dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari

1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis

diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya

nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi

Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan

yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami

maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai

pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi

dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung

otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi

wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7

10

semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa

dan sastra5

Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah

tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam

dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada

di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang

berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah

teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail

gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6

Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-

Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi

Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada

banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya

ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7

sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama

(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni

dimensi ibdarsquo dan tahawwul

1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh

Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti

memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu

5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22

6 Adonis Arkeologihellip h 28

7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti

seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia

tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz

fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka

Progressif 1997) h 173

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 22: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A Tinjauan Umum Tentang Tajdȋd al-Nikȃh

Untuk membahas masalah Tinjauan umum tentang Tajdȋd al-Nikȃh penulis

akan menggunakan teori Adonis1 tentang al-Stabit

2 dan al-Mutahawwil

3

Menurut Adonis sejarah pemikiran Islam dapat dipetakan menjadi dua yaitu

para penyokong pemikiran al-Sabit (yang tetap) dan al-Mutahawwil (yang berubah)

Pemikiran yang tetap (al-Sabit) menurut Adonis adalah mereka yang hanya

melakukan imitasi (ittibarsquo) terhadap yang sudah ada Sehingga secara substansial

hasil pemikiran mereka tak lain hanyalah copypaste dari apa yang sudah ada4 adapun

yang dimaksud dengan pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil) adalah pemikiran

yang menyandarkan pemikirannya pada kreatifitas (ibdarsquo) Dalam pemikiran yang

berubah ini dimensi kreatifitas manusia ditempatkan sebagai sesuatu yang

fundamental Dengan demikian biasanya pemikiran yang berubah (al-Mutahawwil)

selalu bersifat progresif karena tidak lagi menjadikan teks sebagai tumpuan utama

Klasifikasi yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-Mutahawwil) tidak

diarahkan pada ajaran agama (Islam) Namun klasifikasi tersebut diarahkan pada

cara pandang umat Islam dalam melihat dua aspek masa lalu dan masa kini yang

seharusnya dan senyatanya antara wahyu dan akal Cara pandang tersebut tercermin

dalam pelbagai produk pemikiran budaya peradaban dan keilmuan umat Islam dari

1 Adonis bukanlah nama asli Adapun nama aslinya adalah Ali Ahmad Said nama Adonis

diberikan oleh Anton Sa‟adah pendiri dan ketua Partai Nasionalis Syiria tahun 1940-an Sejatinya

nama Adonis adalah nama salah satu dewa dalam legenda Babilonia kuno Lihat Adonis Arkeologi

Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet ke-1 (YogyakartaLKiS 2012) hlm 16 2 Adonis sendiri mendefinisikan al-Sabit sebagai pemikiran yang berdasar pada teks dan

yang menjadikan sifat kemapanannya (sabat) sebagai dasar bagi kemapanan baik dalam memahami

maupun mengevaluasi Lihat Adonis Arkeologi h 27 3 Sedangkan al-Mutahawwil oleh Adonis didefinisikan menjadi dua pertama sebagai

pemikiran yang berdasar pada teks namun melalui interpretasi yang membuat teks dapat beradaptasi

dengan realitas dan perubahan Kedua sebagai pemikiran yang memandang teks tidak mengandung

otoritas sama sekali dan pada dasarnya pemikiran tersebut didasarkan pada akal bukan naql (tradisi

wahyu) Lihat Adonis Arkeologi h 28 4Ibid h 7

10

semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa

dan sastra5

Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah

tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam

dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada

di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang

berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah

teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail

gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6

Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-

Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi

Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada

banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya

ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7

sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama

(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni

dimensi ibdarsquo dan tahawwul

1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh

Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti

memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu

5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22

6 Adonis Arkeologihellip h 28

7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti

seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia

tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz

fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka

Progressif 1997) h 173

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 23: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

10

semua dimensinya baik agama (fikih teologi tasawuf dan semacamnya) bahasa

dan sastra5

Menurut Adonis yang mapan tidak selalu mapan dan statis dan yang berubah

tidak selalu berubah dan dinamis Sebagian dari yang berubah tidak berubah dalam

dirinya sendiri tapi berubah sebagai oposisi dengan satu atau lain bentuk dan berada

di luar kekuasaan dengan satu atau lain bentuk pula Definisi yang tetep dan yang

berubah menurut Adonis tidak bersifat evaluatif Definisi tersebut adalah istilah

teknis-prosedural yang digunakan untuk melihat dan mengkaji secara lebih detail

gerak kebudayaan dan pemikiran Islam6

Dalam pergumulan antara yang tetap (al-Sabit) dan yang berubah (al-

Mutahawwil) sejarah sudah mencatat bahwa pihak al-Sabit memang mendominasi

Imitasi pemikiran yang dilakukan dengan cara mengulang-ulang yang sudah ada

banyak terdapat dalam karya-karya yang lahir pada masa pertengahan lebih tepatnya

ketika kondisi pemikiran Islam berada dalam masa statis karena menjadikan taqlid7

sebagai pilihan utama Namun yang harus dipahami secara substansial agama

(Islam) bukan hanya dimensi ittibarsquo dan subut saja melainkan ada dimensi lain yakni

dimensi ibdarsquo dan tahawwul

1 Pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Tajdȋd al-Nikȃhmerupakan gabungan dari dua kata yaitu Tajdȋddan al-Nikȃh

Kata Tajdῑdmerupakanmasdar dari akar kata jaddada (جذد) yang berarti

memperbarui8 Sedangkan kata al-Nikȃhsecara etemologis bermakna ad-dhammu

5 Khairon Nahdiyyin DalamPengantar Penerjemah Buku Adonis h 22

6 Adonis Arkeologihellip h 28

7 Secara etemologis kata taqlid diambil dari kata al-Qaladah yang berarti mengikuti

seseorang Sedangkan secara terminologis taqlidberarti mengikuti pendapat seseorang sedangkan ia

tidak tau argumentasi yang mendasari lahirnya pendapat tersebut Lihat Abdul Karim Zaidan Al-Wajiz

fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al-Basair 1994) hlm 410 8 Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya Pustaka

Progressif 1997) h 173

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 24: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

11

yang bermakna berkumpul (انطء) dan al-watrsquou(انضم)9Secara terminologis ada

banyak definisi nikah yang dirumuskan oleh para ahli fikih Namun substansi dari

definisi tersebut mengarah pada arti yang sama yaitu akad yang mengandung

kebolehan melakukan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan10

Pada

dasarnya Nikah merupakan sunnatullah yang diberlakukan secara meyeluruh kepada

mahluknya sebagai jalan pelestarian dan pengembang biakan mahluk hidup11

Konsepsi yang dibangun oleh sebagian ahli fikih terhadap pengertian Tajdȋd al-

Nikȃh seperti yang diungkapkan Ismail Ustman al-Yamani al-Malikimerupakan

akad kedua atau yang diulang oleh suami istri untuk memperindah dan berhati-

hati12

Pengertian lain Tajdȋd al-Nikȃhialahadanya alasan-alasan tertentu bagi

pasangan suami istri untuk melakukan akad kedua kali Alasan-alasan tersebut bisa

dalam konteks memperindah hubungan suami istri memperkokoh ataupun dalam

konteks menambah kehati-hatian dalam hubungan suami istri13

2 Syarat Tajdȋd al-Nikȃh

Dalam praktiknya Indonesia yang plural memiliki konsepsi berbeda-berbeda

terkait praktik Tajdȋd al-Nikȃh namun tidak semua daerah di Indonesia mengenal

atau mempraktikkan Tajdȋd al-Nikȃh Peneliti hanya menemukan praktik Tajdȋd al-

Nikȃh di wilayah Jawa dan di Madura Bagi masyarakat Madura di empat kabupaten

(Bangkalan Sampang Pamekasan dan Sumenep) sudah mengenal praktik tersebut

baik dari segi peristilahan ataupun dari segi pelaksanaannya di lapangan yang juga

9Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquoin bi

Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt) h

254 10

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah Irsquoanah al-Talibin lsquoAla Hilli alfadzi Fath al-Mursquouin

bi Syarh Qurratul lsquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III h 255 11

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia 1999) h 9 12

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin bifatawi Ismail az-Zain (Indonesia

Maktabah al-Barakah tt) h 142 13

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih Klasik Jurnal

Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H h 158-159

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 25: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

12

memeliki perbedaan antara daerah yang satu dengan yang lain14

Oleh karena itu

terdapat syarat-syarat Tajdȋd al-Nikȃh baik menurut ahli fikih maupun yang terjadi di

masyarakat

Syarat Tajdȋd al-Nikȃh apabila di kelompokkan dari sumber pendapat ahli fikih

dan yang terjadi di masyarakat pamekasan terbagi menjadi dua yaitu

1) Syarat Ahli Fikih

- Tidak berkeyakinan bahwa akad nikah yang pertama batal

- Ada niatan untuk memperkokoh perkawinan yang sering bertengkar

(tidak harmonis)

2) Syarat Menurut Hukum Adat

- Untuk memenuhi administrasi di KUA tanpa membatalkan akad

pertama

- Untuk mempertahankan hubungan pernikahan

- Karena adanya sebab dari luar pernikahan

B Potret Tajdȋd al-Nikȃh dalam Dinamika Pemikiran Ahli Fikih

Landasan qaht‟i yang berupa Al-Qur‟an dan Hadits terkait Tajdȋd al-Nikȃh

secara jelas belum ditemui bahkan tidak terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang terdapat dalam undang-undang perkawinan Sehingga kepastian

hukum Tajdȋd al-Nikȃh masih dipertanyakan apakah diperbolehkan atau

tidakKetidak pastian hukum ini terjadi diakibatkan karena Tajdȋd al-Nikȃh sendiri

sebagai adat Sedangkan menurut Abdul Karim Zaidan salah satu yang menjadi

sumber hukum ialah adat yangmana dalam hukum Islam adat bisa dijadikan sebagai

sumber hukum asalkan memenuhi empat syarat15

Oleh sebab itu muncullah banyak

persepsi dan legitasi terhadap Tajdȋd al-Nikȃh

14

Peneliti akan menjelaskan gambaran pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhdi daerah Madura

khususnya di wilayah pamekasan dengan beberapa bentuk pada pembahasan selanjutnya di Bab III dan

bab analisa 15

Abdul Karim Zaidan Al-Wȃjiz fi Usul al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-Risalah

1994) h 256-257

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 26: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

13

Istilah Tajdȋd al-Nikȃh dalam literatur fikih kelasik16

sulit dijumpai Penulis

menemukan istilah yang secara langsung menggunakan istilah Tajdȋd al-Nikȃh )انىكبح

hanyalah dalam kitab Qurratul lsquoAin bi Fatawi Ismaȋl az-Zain yang ditulis oleh (تجذذ

IsmailUsman al-Yamani al-Makki dan kitab al-Anwȃr li Alsquomȃl al-Abrȃr karya al-

Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah yang digunakan untuk

merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

Ahli fikih cenderung berbeda dalam memandang masalah Tajdȋd al-Nikȃh Ada

yang memperbolehkan dan ada pula yang melarang Perbedaan tersebut utamanya

terletak pada status akad yang pertama apakah menjadi rusak sebab akad yang kedua

Berikut pemetaan bagaimana sebenarnya pandangan para ahli fikih mengenai prosesi

Tajdȋd al-Nikȃh

1 Ahli Fikih yang Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Kebolehan melakukan praktik Tajdȋd al-Nikȃh oleh ahli fikih berakar dari

barbagai sumber legitimasi yang dijadikan sandaran oleh ahli fikih seperti

a Dalam buku Fatwa yang ditilis Ismail al-Zain untuk menjawab

permasalahn hukum Tajdȋd al-Nikȃh (memperbarui nikah) sebagai berikut

مبدكم تجذذ انىكبح انجاة او ارا قصذ انتأكذ فال ثأط ث نكه األنى تشك هللا عؤال

اعهم17

Artinya Soal Apa hukum Tajdȋd al-Nikȃh Jawab jika bertujuan

untuk memperkokoh perkawinan hukum Tajdȋd al-Nikȃh tidak apa-

apa Akan tetapi yang paling utama adalah meninggalkannya Dan

Allah SWT lebih mengetahuirdquo

Pernyataan Ismail al-Zain di atas secara tidak langsung

membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh dimasyarakat dengan syarat ada

16

Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu tentang

hukum syari‟at yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat Muhammad Sahal

Mahfudz Tariqah al-Husul lsquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya Diyantama 2000) h 12 17

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul lsquoAin h 141-142

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 27: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

14

tujuan atau pun kehendak pihak yang akan men-Tajdȋd al-Nikȃh untuk

memperkokoh perkawinan Maka dapat disimpulkan bahwa keboleh

Tajdȋd al-Nikȃh akan tetapi digantungkan dengan syarat-syarat tertentu

b Redaksi kalimat yang diungkapkan Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya

Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd

al-Nikȃh dengan istilah ldquoakad keduardquo yang esensinya merujuk pada

pengertian yang sama dengan terminology Tajdȋd al-Nikȃh bahwa baik

dalam kitab tersebut ataupun dalam Tajdȋd al-Nikȃh yang ditulis oleh

Ismail al-Zaini memiliki esensi makna mengulangi akad nikah ( كشش انعقذت )

Ibn Hajar Al-Haytami menyatakan bahwa akad kedua yang dilakukan oleh

suami tidak merusak eksistensi akad yang pertama dengan melihat motif

tujuan dilaksanakannya akad nikah kedua seperti yang diungkapkan Ismail

al-Zaini yaitu memperindah (al-tajammul) dan memperkokoh (al-ihtiyaat)

أن مجشد مافقخ انضج عهى صسح عقذ ثبن مثال الكن اعتشافب ثبوقضبء انعصمخ األنى

ثم الكىبخ ف ظبش انى أن قبل مب زا فى مجشد طهت مه انضج نتجمم ا

ادتبط18

Artinya sesungguhnya kesepakatan suami untuk melakukan akad

kedua tidak semertamertamenjadi pertanda rusaknya akad

(perjanjian) yang pertama juga bukan bentuk kinayah Pendapat ini

sudah jelas Dalam konteks ini yang menjadi tujuanyang dicari oleh

suami adalah untuk memperindah dan lebih berhati-hatirdquo

Redaksi yang ditulis Al-Haytami di atas menunjukkan bahwa tidak

secara eksplisit membolehkan praktik Tajdȋd al-Nikȃh Al-Haytami dalam

redaksi kalimatnya hanya menyebutkan ldquoakad yang kedua tidak merusak

akad yang pertamardquo yang justru lebih jelas yang diungkapkan Ismail Al-

18

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar al-Fikr al-

bdquoArabi tt) h 456-457

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 28: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

15

Zaini di awal Akan tetapi pandangan al-Haytami dalam membolehkan

praktik Tajdȋd al-Nikȃh menggantungkan pada tujuan sebagaimana

pandangan sebelumnya

c Redaksi yang diungkapkan oleh Ibn Hajar al-bdquoAsqalani dalam kitab Fathul

Bȃri menutip pandangan Ibnu Munir menyatakan bahwa memperbaharui

nikah atau mengulangi akad nikah tidak merusak status akad nikah yang

pertama Bahkan al-bdquoAsqalȃni mempertegas pandangannya bahwa

pendapat tersebut menjadi pegangan mayoritas penganut Syafi‟iyah

قن )ثبة مه ثبع مشته( أي فى دبنخ ادذح قبل اثه انمىش غتفبد مه زا انذذث ان

نهعقذ األ خالفب نمه صعم رانك مه انشبفعخ اعبدح نفع انعقذ فى انىكبح غشي نظ فغخب

قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبل انجمس19

Artinya Pendapat al-lsquoAsqalȃni mengenai bab tentang orang yang

melangsungkan jual beli dua kali artinya dalam satu waktu

menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil faedah bahwa

mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah merusak pada

akad yang pertama berbeda dengan orang yang berpendapat

demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah Menurut saya

yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak sebagaimana

pendapat mayoritasrdquo

Ungkapan Al-bdquoAsqalȃni di atas yang memberikan pemahaman

Tajdȋd al-Nikȃh dengan istilah berbeda dengan peristilahan yang

diungkapakan dua ahli fikih sebelumnya yakni Ismail Al-Zaini dan Ibnu

Hajar Al-Haytami dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدح انىكبح) Meski

secara bahasa berbeda namun merujuk pada makna prosesi

memperbaharui akad nikah Selain itu Al-bdquoAsqalȃni tidak menyatakan

19

Ibnu Hajar al-bdquoAsqalani Fathul Bari Juz XX (Beirut Dar al-Kutub al-bdquoIlmiyah tt) h

246

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 29: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

16

secara eksplisit pengulangan akad nikah melainkan pembahasan masalah

jual-beli Akan tetapi sama-sama menyatakan bahwa dalam pembaharuan

akad akad yang kedua tidak merusak akad yang pertama

Pandangan Ibn Hajar Al-bdquoAsqalȃni di atas kemudian dikutip oleh

Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamȃl lsquoala Syarh

al-Minhȃj yang juga mengutip pandangan Imam al-Ardabili dalam

kitabnya Al-Anwȃr yang berbeda dengan mayoritas Syafi‟iyah

عجبست ألن انثبو القبل ن عقذ دققخ ثم صسح عقذ خالفب نظبش مبف األواس

أن قبل قبل اثه ممب غتذل ث عهى مغئهتىب زي مب فى فتخ انجبسي ف قل انجخبسي إنى

ش غتفبد مه زا انذذث ان اعبدح نفع انعقذ ف انىكبح غشي نظ فغخب نهعقذ األل انمى

خالفب نمه صعم رنك مه انشبفعخ قهت انصذخ عىذم او الكن فغخب كمب قبن انجمس

إي 20

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak

bisa dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya

sebentuk akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda

dengan apa yang tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi

sandaran dalam masalah ini adalah apa yang tertulis dalam kitab

Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari hadis ini dapat diambil

faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan lainnya tidaklah

merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang yang

berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafirsquoiyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafirsquoiyahrdquo

Bagi keempat ulama di atas pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃhsangat

dimungkin dan mendapat ruang cukup terbuka untuk dilaksanakan di

tengah masyarakat Dari kempat pandangan di atas dapat disimpulkan

20

Sulaiman Ibnu Umar Ibnu Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamal lsquoala

Syarh al-Minhaj Juz IV (BeirutDar al-Ihya‟ at-Turas tt) h 245

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 30: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

17

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh diperbolehkan karena akad yang

kedua tidak membatalkan akad yang pertama Tentunya dengan

meperhatikan ketentuan berupa tujuan yang hendak dicapai oleh kedua

belah pihak berupa memperindah dan memperkokoh hubungan suami istri

Meskipun secara khusus pendapat yang disampaikan Ismail Al-Zain yang

memberikan catatan khusus bahwa praktik Tajdῑd an-Nikậh lebih utama

ditinggalkan

2 Ahli Fikih yang Tidak Membolehkan Tajdȋd al-Nikȃh

Pendapat yang tidak memperbolehkan Tajdȋd al-Nikȃh merupakan ulama fikih

yang minoritas dari sekian banyak pandangan Oleh karena itu dalam literaturfikih

klasik yang dijumpai penulis hanya terbatas satu pendapat yang mengatakan bahwa

praktik Tajdῑd an-Nikậh tidak diperbolehkan yaitu Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili

dalam kitabnya al-Anwậr li arsquomaali al-Abrậr

Al-Ardabili berargumentasi bahwa ketika seseorang memilih memperbarui

akad nikahnya maka ia wajib membayar mahar baru Karena memperbaharui akad

berarti suami telah memilih meceraikan istrinya sebab mengakibatkan terjadinya

talak dengan sendirinya Sehingga apabila suami ingin menikahi istrinya untuk

ketiga kalinya maka diperlukan kehadiran seorang muhallil21

Dengan demikia pendapat Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili dalam kitab Al-

Anwậr li arsquomậl al-Abrậr Juz II mengataklan sebagai berikut

ن جذد سجم وكبح صجت نضم مش آخش ألو اقشاس ثبنفشقخ ىتقض ث انطالق ذتبج انى

انتذهم ف انمشح انثبنثخ 22

Artinya Andaikan seorang laki-laki memperbarui nikahnya maka wajib

atasnya membayar mahar baru sebab hal tersebut adalah bentuk

21

Muhallil adalah istilah dalam hukum Islam yang digunakan untuk seorang laki-laki yang

menikahi perempuanyang sudah ditalak tiga agar bisa kembali menikah dengan suami yang pertama

Jenis perkawinan ini termasukbagian dari jenis perkawinan yang dicela dalam Islam(Sayyid Sabiq

Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi 1995)) 134 22

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwậr li arsquomal al-Abrậr Juz II (Beirut Dậr

Ad-Diya‟ 2006) h 88

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 31: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

18

pengakuan untuk berpisah dengan isterinya Dan pada saat itulah sekaligus

terjadi talak dan membutuhkan muhallil apabila si laki-laki tersebut berniat

menikahi isterinya untuk yang ketiga kali

C Tinjauan Perundangan Perkawinan di Indonesia

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tajdȋd al-Nikȃh merupakan

istilah yang cukup asing di kalangan ulama fiqih Apa lagi dalam konteks peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia Peneliti hamper tidak

menemukan secara eksplisit pengertian Tajdȋd al-Nikȃh dalam peraturan

konvensional Namun secara praktik di lapangan banyak dijumpai bahkan

diperintahkan oleh Undang-undang

Praktik yang dijumpai oleh peneliti dalam kaitan ini ialah praktik

pengulangan akad nikah yang disebabkan karena alasan kelengkapan administrasi

kependudukan Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa

Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ldquoardquo23

untuk pencatatan nikah

talak cerai dan rujuk bagi orang yang beragama Islam pada tingkat kecamatan

dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA

Kemudian pada Undang-Undang tersebut di pasal 34 ayat 1 dijelsakan

tentang nikah yang sah menurut Undang-Undang sebagai berikutldquoPerkawinan yang

sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada

instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh)

hari setelah tanggal perkawinanrdquo

Maka dapat dipastikan menurut Undang-undang nomo 23 Tahun 2006 di

atas perkawinan hanya diakui keabsahannya bila sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berupa Undang-Undang Nomo

1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada ketentuan pasal 2 ayat menyatakan bahwa

23

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan urusan

administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a mendaftar peristiwa kependudukan

dan mencatat peristiwa pentingrdquo

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 32: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

19

keabsahan perkawinan menurut orang Islam adalah perkawinan yang dilakukan

menurut hukum agama Islam Ketentuan selanjutnya pada ayat 2 dijelaskan bahwa

tiap perkawinan dicatat menurut ketentuang undang-undang yang kemudian dimuat

dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1975 Bab II

tentang Pencatatan Perkawinan yang masih berlaku sampai sekarang

Di beberapa daerah di pamekasan khususnya di Kecamatan Pakong

Kabupaten Pamekasan pengulangan akad nikah sering terjadi dikarenakan adanya

pihak suami istri yang menikah di Malaysia Saudi Arabia yang datang ke KUA

untuk mencatatkan pernikahannya yang tidak terdaftar Akan tetapi pihak-pihak

tersebut tidak memberikan bukti-bukti secara tertulis yang berbentuk akta nikahOleh

karena itu pihak KUA menikahkan kembali24

Hal demikian merujuk pada pasal 26

UU No 1 Tahun 1974 itu sendiri karena adanya factor-faktor tertentu sehingga perlu

adanya pengulangan akad nikah

Meskipun tidak terdapat perarturan yang secara konkrit terkait Tajdῑd an-

Nikậh dalam undang-undang terkhusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Thaun 1974

tentang perkawinan namun penulis menemukan indikasi adanya peluang dapat

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃhdi Indonesia yaitu pada pasal 53 ayat 3 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai berikutldquoDengan dilangsungkannya perkawinan pada

saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahirrdquo25

Kalimat ldquotidak diperlukannya perkawinan ulangrdquo bagi pria yang menikahi

wanita hamil mengindikasikan kebolehan melakukan perkawinan ulang

Jadi yang menjadi indakasi kebolehan akan terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh karena

tidak adanya suatu aturan yang konkrit dari peraturana perundang-undangan yang

ada sehingga berpeluang seorang yang hamil akan melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh

ketika anak yang dikandungnya lahir

24

Kasus ini akan penulis uraikan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya 25

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari Rabu

tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 33: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

20

BAB III

PRAKTIKTAJDȊD AL-NIKẬH DI PAMEKASAN

A Gambaran Umum Pamekasan Kondisi Giografis Budaya Politik dan

Kultur Keagamaan Masyarakatnya

1 Kondisi Geografis Pamekasan

Pamekasan merupakan Kabupaten yang berada di Pulau Madura Provinsi

Jawa Timur dengan luas wilayah mencapai 79230 Ha yang terbagi menjadi 13

Kecamatan terdiri dari 11 Kelurahan dan 178 Desa Batas wilayah Administrasi

Kabupaten Pameksan membentang di sebelah utara Laut Jawa sebelah timur

Kabupaten Sumenep sebelah Selatan Selat Madura sebelah barat Kabupaten

Sampang dengan letak Geografis terletak pada 6deg51rsquo-7deg31rsquo lintang selatan dan

113deg19rsquo113deg58rsquo bujur timur Dalam bentuk RTRW Kabupaten Pamekasan

terbagi kedalam tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) meliputi 13

kecamatan yaitu1

a Bagian Selatan meliputi Kecamatan Pamekasan Pademawu Larangan

Tlanakan Galis dan Proppo

b Bagian Tengah Meliputi Kecamatan Pegantenan Pangelaan Pakong dan

Kadur

c Bagian Utara meliputi Kecamatan Waru Pasean dan Batumarmar

Wilayah Kabupaten Pamekasan secara administrasi mempunyai batasan

wilayah sebagai berikut2

Sebelah Utara Laut Jawa

Sebelah Timur Kabupaten Sumenep

Sebelah Selatan Selat Madura

Sebelah Barat Kabupaten Sampang

Kemudian luas wilayah Kabupaten Pamekasan per-Kecamatan sebagai

berikut3

1 Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jumrsquoat

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB h 1-3 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 34: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

21

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (ha) PROSENTASE

()

1 Tlanakan 48100 61

2 Pademawu 71890 91

3 Galis 31860 40

4 Larangan 40860 52

5 Pamekasan 26470 33

6 Proppo 71490 90

7 Palengaan 88480 112

8 Pegantenan 86040 109

9 Kadur 52420 66

10 Pakong 30720 39

11 Waru 70030 88

12 Batumarmar 97070 123

13 Pasean 76880 97

JUMLAHTOTAL 792300 1000

Secara adiministrasi pemerintah Kabupaten Pamekasan terdiri dari 13

Kecamatan serta 178 desa dan 11 kelurahan meliputi4

1 Kecamatan Tlanakan 17 desa

2 Kecamatan Pademawu 20 desa 2 kelurahan

3 Kecamatan Galis 10 desa

4 Kecamatan Larangan 14 desa

5 Kecamatan Pamekasan 9 desa 9 kelurahan

6 Kecamatan Proppo 27 desa

7 Kecamatan Palengaan 12 desa

8 Kecamatan Pegantenan 13 desa

9 Kecamatan Pakong 12 desa

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018 4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 35: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

22

10 Kecamatan Kadur 10 desa

11 Kecamatan Waru 12 desa

12 Kecamatan Pasean 9 desa

13 Kecamatan Batumarmar 13 desa

2 Budaya Pamekasan

Letak giografis masyarakat Madura pada umumnya sebagai daerah

kepulauan menempatkan masyarakat Madura khususnya Pamekasan sebagai

wilayah agraris Rata-rata penduduknya bepekerjaan sebagai petani Tak hanya

penghasilan Garamnya di kabupaten Pamekasan dengan monomen Arersquo Lancor-

nya itu menjadi salah satu daerah yang kaya dengan sosial budaya daerah

Budaya-budaya di kabupaten Pamekasan beragam seperti pelestarian benda

pusaka seperti Keris yang memang memiliki ciri khas dan lahir di kabupaten Arersquo

Lancor ini Selain benda pusaka keris karya Batik yang telah dihasilkna

masyarakt Pamekasan menjadi bukti kecantikan budaya yang lahir dari Madura5

bahkan batik yang sudah dibuat oleh masyarakat Pamekasan disebut-sebut telah

menembus pasar internasional

3 Politik Pamekasan

Sebagaimana permerintahan dalam tradisi pemerindatahan daerah

Indonesia bahwa pemerintah daerah di lingkungan kabupaten Pamekasan ialah

dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati akan tetapi sejak Bupati

ditetapkan sebagai tersangka Suap Dana Desa 2017 lalu jabatan Bupati

digantikan oleh wakil Bupati6

Lembaga lain di lingkungan Kabupaten Pamekasan dalam rangka

menunjang dan menjalankan fungsi check and balences lembaga eksekutif

pemirintah kabupaten pamekasan dibantu juga oleh lembaga Legislatif dan

Yudikatif sebgai lembagai yang menjalankan kewenangan dibagian admiunistrasi

keuangan pembentukan peraturan (legilatif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman

(yudikatif)seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

5wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan26 Januari

2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611 6 wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 36: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

23

Pamekasan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2014 yang terdiri dari 10 Partai

Politik (Parpol) dengan komposisi sebagai berikut7

No Partai Politik Jumlah Kursi

1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9 Kursi

2 Partai Bulan Bintang (PBB) 5 Kursi

3 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 Kursi

4 Partai Demokrat 5 Kursi

5 Partai Amanat Nasional 5 Kursi

6 Partai Golkar 4 Kursi

7 Partai Nasdem 4 Kursi

8 Partai Gerindra 3 Kursi

9 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 3 Kursi

10 PDI-P 2 Kursi

Dilihat dari komposisi DPRD hasil pemilu 2014 lalu dominasi kekuatan

partai politik berbasis Islam lebih dominan menjadi kekuatan politik masyarakat

Pamekasan Pengaruh kekuatan politik dominan bagi masyarakat kabupaten

Pamekasan ini dikarenakan masayarakat Pamekasan sendiri menggunakan politik

ketokohan atau figur Kiyai atau Ulama dalam menentukan pilihan Oleh karena

itu kekuatan politik setiap tahunnya tidak keluar dari peta partai politik berbasis

Islam

4 Kultur Keagamaan Pamekasan

Sosio keagamaan di Kabupaten memiliki keunikan dengan keakraban dan

kerukunan antara ummat beragama Dari jumlah penduduk di Kabupaten

Pamekasan pada tahun 2013 lalu mayoritas penduduk Pamekasan beragama

7wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam

1236

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 37: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

24

Islam dengan jumlah799081 ummat beragama Kristen 667 Katolik 7265 Hindu

51 dan Budha 735 sedangkan untuk Konghucu tidak terdata sama sekali8

Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam masyarakat Pamekasan

tergolong daerah toleran Hal ini disampaikan oleh ketua Forum Kerukunan Umat

Beragama (FKUB) Muda Pamekasan yang menyatakan bahwa kekerasan atau

tindakan kriminal dengan motif beda agama9

Khusus bagi pemeluk agama Islam di Pamekasan tergolong pemeluk agama

yang memiliki tingkat keyakinan terhadap agama sangat tinggi Hal ini terlihat

banyak dengan percampuran adat dan buaya lokal bercampur dengan ajaran

agama Islam seperti tahlilan Kadiran Koloman (paguyuban) Muslimatan

(Majelis Tarsquolim Perempuan) Musliminan (Majelis Tarsquolim Laki-laki) Sandekkaan

(Sedekah) dan tradisi lain yang memasukkan unsul keislaman seperti membaca

al-Qurrsquoan salawat dan wiridan dalam Islam

Tidak hanya itu semangat keagamaan dan keislaman di lingkungan

masyarakat Pamekasan ditunjukkan dalam bentuk aturan positif di tingkat daerah

Hal itu dibuktikan dengan kebijakan otonomi daerah Kabupaten Pamekasan yang

menunjukkan adanya penerapan peraturan daerah (PERDA) syariah10

B Praktik Perkawinan di Mayarakat Kabupaten Pamekasan

Umumnya masyarakat Pamekasan menggelar perkawinan dengan beragam

bentuk pelakasanaan namun tetap memertahankan sakralitas dan kearifan lokal

yang sudah ada sejak lama Berikut peneliti akan gambarkan secara umum praktik

pernikahan yang dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan menurut proses

pelaksanaan dari tinjauan kebiasaan (adat-istiadat) dan keagamaan sebagai

berikut

1 Pelaksanaan Perkawinan dari Sudut Pandang Adat Kebiasaan

a Lamaran Pra-Nikah (Lamaran atau Bisambih)

8wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian Agama

Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1250 9Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2 Maret 2018 Jam 01 10

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Syariat

Islam

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 38: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

25

Lamaran ini identik dengan pemberian pihak laki-laki yang dibawa dan

diberikan kepada pihak mempelai istri yang bersifat materi Sedangkan

ukurannya tergantung dari adat-istiadat masyarakat sebagian ada yang

menggunakan batasa minimum seperti Bantal-Teker (Bantal Tikar) yang ada di

Desa Tampojung yang berarti lamaran yang diberikan oleh pihak calon suami

hanya sebatas Bantal dan Tikar (Alas) Artinya lamaran bisa sangat berbentuk

sederhana Akan tetapi di beberapa daerah di tiga kecamatan (Palengaan Waru

dan Pasean) Kabupaten Pamekasan melaksanakan lamaran dengan jumlah yang

besar jika dinominalkan dalam bentuk uang Selebihnya di daerah Pamekasan

memiliki substansi lamaran yang sama yaitu serangkaian kebiasaan yang

dilakukan oleh pihak calon suami dalam bentuk pemberian materi sebelum akad

nikah dilangsungkan

b Akad nikah

Setelah pihak laki-laki mengantarkan lamaran ke rumah calon mempelai

istri dengan rombangan lalu dilangsungkanlah akad nikah sesuai ajaran Islam

Akantetapi dalam prosesi akad nikah di kabupaten Pamekasan memiliki ciri-ciri

yang dimungkinkan tidak terdapat pada daerah lain seperti

- Penghulu yang menikahkan ada tiga macam pertamna menurut

administrasi kenegaraan yang biasa dinikahkan oleh KUA atau Mutin

(delagasi KUA) yang ditugaskan menikahkan pihak-pihak yang mau nikah

di rumah mempelai wanita

- Penghulu dari kiyai atau tokoh masyarakat namun dicatatkan dalam buku

nikah

c Main Bhisan (Balasan Kunjungan Besan)

Di daerah Pamekasan dapat dipastikan seluruh kecamatan dan desa

melaksanakan proses istilah ldquoMain Bhisanrdquo (balansan kunjungan besan) yang

dilakukan oleh pihak si istri setelah melangsungakan akad nikah Pihak istri

membalas kunjungan atau lamaran pihak laki-laki yang disebut dengan ldquomain

bhisanrdquo dengan membawa perlengkapan seperti makanan-makanan yang lebih

dominan dan beberapa perlengkapan penikahan

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 39: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

26

d Pelaksanaan Akad Nikah

Hampir seluruh masyarakat di Pamekasan menggelar akad pernikahan di

rumah mempelai wanita yang dilaksanakan di depan penghulu desa yang disebut

Mutin (penyulu perkawinan KUA) atau penghulu dari tokoh masyarakat baik

yang diundang datang ke rumah mempelai istri ataupun tokoh seperti ulamarsquo

yang nikah di rumah Kiyai atau ulama yang menikahkan11

2 Dari Sudut Pandang Keagamaan

Pelaksanaan perkawinan masyarakt di pamekasana dengan berbagai tradisi

yang beragam namun tidak meninggalkan sakralitas ajaran dan tuntunan

keagamaan yang telah ada Masyarakat Pamekasan dengan religiusitas yang

tinggi Pelaksanaan pernikahan yang dilakukan masyarakt Pamekasan disesuaikan

menurut ketentuan hukum Islam dengan madzhab Imam Syafirsquoi Oleh karena itu

pelaksanaan perkawinan masyarakat Pamekasan sah atau tidaknya tergantung

dari pemenuhan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam

Keabsahan perkawinan dalam perspektif negara menurut Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi masyarakat Pamekasan bersifat

kondisional atau tidak menjadi perioritas keabsahan meskipun terdapat ketentuan

menurut peraturan perkawinan yang tidak dilaksanakan seperti pemenuhan

administrasi pencatatan akta perkawinan yang kebanyakan masyarakat tidak

diperioritaskan Dengan catatan bagi kebanyakan masyarakat Pamekasana sah

menurut agama

C Gambaran Umum Praktik Tajdȋd al-Nikȃh di Pamekasan

Secara menyeluruh di wilayah Madura (Bnagkalan Sampang Pamekasan

dan Sumenep) memiliki istilah Tajdȋd al-Nikȃh dengan beragam istilah tersendiri

dengan bahasa Madura Peneliti melakukan penelitian di daerah kabupaten

Pamekasan di beberapa wilayah Kecamatan yaitu di kecamatan Waru Pasean

11

Hasil penelitian wawancara di desa Akkor Kecamatan Palengaan Desa Bajur Desa

Tampojung Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggah Tampojung Tenggina Kecamatan

Waru Desa Paddek Desa Batu Kerpuy Desa Pasean Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan

Yang masing-masing Desa menggunakan Sampel Acak dengan masing-masing 8 responden yang

terdiri profesi dan kualifikasi pendidikan kualifikasi pendidikan lulusan pesantren SLTA S1 dan

profesi Guru Petani Nelayan dan Pedagang

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 40: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

27

dan Palengaan Peneliti memilih lokasi penelitian di tiga kecamatan tersebut

dengan melihat letak wilayah yang berjauhan dengan pusat Kota Pamekasan

berjarak sekitar 25 km ke Kecamatan Waru 34 km ke Kecamatan Pasean dan 12

km ke kecamatan Pelengaan12

1 Nganyare Kabhin (Memperbarui Nikah)

Istilah Nganyare Kabhin ada yang menyebutnya Nika bukan kabhin namun

menunjukkan arti yang sama ialah Memperbarui Nikah Rata-rata masyarakat

Madura menyebut istilah ldquopernikahanrdquo dengan bahasa ldquoKabhin Pangantan

Mantanrdquo yang kemudian ditambah imbuhan ldquoArdquo menjadi kata aktif yang

menunjukkan ldquosedang menegerjakanrdquo sedangkan menggunakan imbuhan ldquoErdquo

menunjukkan kata aktif juga yang berarti ldquodisuruh dan dikerjakan atau ada orang

ketiga yang meminta pihak tertentu untuk mengerjakannya dan dikerjakanrdquo Tiga

kata tersebut biasa digunakan masyarakat Madura dengan menggunakan dua

imbuhan (ldquoArdquo dan ldquoErdquo)istilah ini memiliki arti hubungan suami istri yang

melaksanakan akad nikah tapi melakukan akad nikah kembali dengan mahar

baru13

istilah ini hampir menyeluruh digunakan di empat kabupaten Madura

2 Nganyare Akad (Memperbarui Akad) atau Akad Pole (Melaksanakan

Akad Lagi)

Nganyare Akad memiliki makna yang sama dengan kalimat sebelumnya

yang (Nganyare Kabhin) perbedaannya kata ldquoakadrdquo (Akad Nikah) Bahasa ini

merupakan bahasa penyederhanaan dari kata sebelumnya yang substansi

maknanya sama ialah orang atau suami istri yang melakukan akad nikah lagi

12

Hasil studi lapangan dengan metode interview bersama masyarakat Pamekasan dari

tiga kecamatan kecamatan Palengaan kecamatan Pegantenan kecamatan Pasean wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap 10 responden yang dilakukan secara acak dengan kualifikasi

pendidikan alumni pesantren (4orang) lulusan SLTA (2 orang) dan tidak pernah sekolah (4

orang) Terkhusus di daerah pamekasan sendiri ada 30 responden yang diwawancara dengan

kualifikasi pendidikan (lulusan psantren 4 Santri 3 lulus SLTA 4 dan tidak pernah Sekolah 4)

profesi (Guru 4 Pejabat Desa (Mutin) 6dan Pejabat di KUA 5) yang akan diuraikan pada

pembahasan selanjutnya 13

Khsus di daerah kecamatan Rampenang kabupaten Sampang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan dari 3 Desa yakni Tampojung Pregi Tampojung Tenggina dan Bajur

menurut hasil wawancara dengan alumni pesantren prosesi akad nikah kembali tanpa

menggunakan mahar baru

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 41: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

28

3 E Yanyare (Diperbaharui)

E Yanyare merupakan istilah penyederhanaan dari pengulangan nikah yang

lebih ditekankan kepada objek pernikahan pertama Artinya E Yanyare

merupakan ungkapan menunjukkan adanya pengulangan nikah yang ditujukan

sebagai jawaban dari pertanyaan sesorang yang memberitahukan adanya pihak

tertentu yang melakukan pengulangan nikah dengan ciri ditanyakan pada saat dan

waktu yang bersaamaan ditempat yang berbeda14

4 E Rajeyi (Diperbesar) atauE Parlowe (Ada Resepsinya)

Berbeda dengan istilah sebelumnya istilah E Rajeyi dan E Parlowe

merupakan istilah yang menunjukkan adanya peristiwa pengulangan nikah yang

lebih dititik-beratkan pada konten acara atau resepsi pelakasanaan nikah yang

kedua bahwa nikah yang kedua ada dikarenakan adanya resepsi perayaan nikah

yang lebih besar dari akad nikah pertama Penyebutan ini identic dengan

perayaan akad nikah dengan penciri akad nikah pertama tidak dirayakan atau

nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak mengundang banyak orang pada

akad nikah yang kedua inilah dilaksanakan perayaan tersebut

Selaian itu istilah lain yang menunjukkan resepsi perayaan pernikahan ke

dua ialah istilah A Jemang Poleatau E Jemang Pole yang berarti sama dengan

dua istilah sebelumnya Bedanya istilah ini digunakan menunjukkan kepada

suami istri yang melakukan akad nikah yang resepsinya dirayakan15

Beberapa istilah di atas menunjukkan makna tersendiri sebagai bahasa

keseharian masyarakat kabupaten Pamekasan Di balik istilah-istilah tersebut

menunjukkaan bahwa hukum adat di Daerah Pamekasan mengenal istilah Tajdȋd

al-Nikȃhmemiliki penyebutan yang beragam namun dari berbagai istilah tersebut

menunjukkan pemahaman arti yang sama yaitu adanya pengulangan akad nikah

Selain beberapa istilah di atas terdapat beberapa hal yang menjadi

perangkat pelaksanaan yang tidak dapat dipisahakan dengan tradisi Tajdȋd al-

Nikȃhyang ada di Pamekasan ialah sebagai berikut

14

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur 15

Hasil wawancara bersama 10 orang masyarakat di kecamatan Waru di Desa Tampojung

Pregi Tampojung Guwa Tampojung Tenggina dan Bajur

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 42: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

29

1 Mekanisme Pelaksanaan Tradisi Tajdȋd al-Nikȃh

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh di kabupaten Pamekasan dilakukan oleh suami istri

dengan tujuan-tujuan tertentu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga

Tempat pelaksanaan ada tiga macam ada yang dilakukan dirumah kediaman

pasangan ada yang dilakukan di rumah Kiyai dan ada pula yang dilakukan di

Kantor Urusan Agama (KUA) setempat

Tajdȋd al-Nikȃh yang dilaksanakan di rumah mempelai biasanya dibarengi

dengan acara makan-makan disertai ritual keagamaan berupa ngaji ayat al-qurrsquoan

seperti surat Yasin Al-Baqaarah dan Al-Mulk tahlilan yang kemudian ditutup

dengan acara makan-makan bersama setelah akad nikah dilangsungkan (Parlo

atau Salametan) Beda halnya dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang di laksanakan di

rumah Kiyai Yaitu si Laki-laki datang dengan salahsatu familinya yang akan

melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh dan bilang kepada Kiyai bahwa kedatangannya

ingin melaksanakan Tajdȋd al-Nikȃh

Adapun pelaksanaan di KUA yang tidak mengundang orang banyak hanya

beberapa orang yang menemani pihak mempelai seperti wali nikah dan

saksiMengenai ketentuan Tajdȋd al-Nikȃh yang berupa rukun dan syarat pada

umumnya tradisi Tajdȋd al-Nikȃh memiliki rukun dan syarat sebagaimana pada

syarat dan rukun pernikahan pertama yang berupa adanya mempelai wali nikah

saksi nikah dan akad nikah

Uniknya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh masyarakat ada tiga bentuk yang

berhubungan dengan pencatatan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah

pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada bagian ini merupakan praktik

pelaksanaan akad nikah kedua yang dilaksanakan di depan KUA Biasanya

dilakukan oleh pihak suami istri yang melangsungkan akad nikah pertama

di luar negeri seperti di Malaysia Saudi Arabia dan lain-lain Praktik ini

selain melangsungkan akad nikah lagi juga diperlukan syarat seperti

adanya mahar bagi istri Pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh sebetulnya didorong

oleh keinginan pihak suami istri untuk memperoleh catatan nikah Padahal

menurut peraturan perundang-undangan pencatatan nikah dapat

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 43: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

30

dikeluarkan oleh pengadilan agama dengan melakukan isbat nikah bukan

oleh KUA16

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri atau memperindah hubungan suami istri seperti sedia kala

yang dilaksanakan di kediaman suami atau istri Sebagaimana sebelumnya

bahwa pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh ini tetap dibutuhkan akad nikah dan

mahar bagi istri Perbedaannya penghulu yang menikahkan bukan dari

pejabat KUA melainkan dari tokoh masyarakat seperti Ustadz Kiyai dan

tokoh masyarakat setempat Selain itu perbedaannya dengan yang pertama

motivasi bahwa Tajdȋd al-Nikȃh dilaksanakan tidak untuk mencatatkan

pernikahan melainkan sebatas memperindah atau menjaga keharmonisan

rumah tangga17

c) Tajdȋd al-Nikȃh yang dilakukan karena saran dan permintaan pihak di luar

pasangan suami istri (orang pintar) karena ada sebab lain seperti

kesehatan tidak punya anak dll Namun biasanya pejabat KUA tidak

datang sendiri melainkan diwakilkan oleh Muthin18

2 Faktor Penyebab Terjadinya Tajdȋd al-Nikȃh

Fenomena Tajdȋd al-Nikȃh bagi masyarakat di kabupaten Pamekasan

merupakan peristiwa kebiasaan yang dilatar belakangi beberapa hal berdasarkan

hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan yaitu

a) Faktor Kesehatan

Peneliti menemukan penyebab Tajdȋd al-Nikȃh karena kesehatan ini hanya

di temukan di Desa Tampojung Pregi Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

Dimana salah satu pihak dari pasangan suami istri mengalami ganguan kesehatan

kemudian dibawa ke dukun yang selanjutnya oleh dukun diminta untuk

16

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2010 17

Hasil wawancara dengan pihak suami (Nuruddin inesial) yang melangsungkan akad

nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2001 18

Hasil wawancara dengan pihak suami (tidak mau disebut Namanya) yang

melangsungkan akad nikah di KUA mantan TKI di Malaysia yang dilaksanakan pada tahun 2004

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 44: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

31

melangsungkan akad nikah kembali Ketentuan nikah tersebut sebagaimana

ketentuan pelaksanaan akad nikah sesuai syarat dan rukunnya

Artinya pelaksanaan Tajdȋd al-Nikȃh pada fenomena ini lebih didorong

sebagai obat dari sebuah penyakit atau istilah maduranya Sarat19

Bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh merupakan syarat sembuhnya suatu penyakit yang diderita oleh salah

satu pihak baik itu suami ataupun istri Namun faktor ini sangat sedikit terjadi di

tengah masyarakat

b) Faktor Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga menjadi penyebab dilaksanakannya Tajdȋd al-

Nikȃh karena kehawatiran retaknya hubungan rumah tangga Kebanyakan

pasangan suami istri di kabupaten Pamekasan yang melangsungkan Tajdȋd al-

Nikȃh dengan alasan demikian karena pihak suami istri yang terpisah dengan

waktu yang cukup lama ada juga yang diakibatkan karena pertengkaran (tapi

belum jatuh talak) yang kemudian pergi ke orang pintar dan meminta saran

darinya

c) Faktor Kehawatiran Rusaknya Akad Nikah Pertama

Kehawatiran rusaknya akad nikah pertama menjadi salah satu penyebab

dilaksanakannya Tajdȋd al-Nikȃh oleh masyarakat pamekasan Kehawatiran ini

lebih dititik beratkan kepada kehawatiran-kehawatiran yang pihak suami atas akad

nikah pertamanya

d) Faktor Administrasi Pencatatan Nikah

Sebagaimana pada penjelasan sebelumnya bahwa di Pamekasan sebagian

masyarakat melangsungkan Tajdȋd al-Nikȃh karena dorongan untuk mencatatkan

pernikahan mereka pada KUA Oleh karena itu pihak suami dan istri mendatangi

kantor KUA untuk mendaftarkan pernikahan mereka namun setelah diminta bukti

pernikahan secara tertulis oleh KUA mereka tidak dapat menunjukkan Solusi

yang ditawarkan pihak KUA ialah mengawinkan lagi di tempat Sebetulnya hal

19

Kebiasaan menyembuhkan penyakit yang dibawa ke orang pintar atau dukun Istilah ini

juga dikenal dengan sebutan tambe lowaran yang artinya obat luar atau obat di luar medis atau

doketer

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 45: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

32

ini menyalahi peraturan terkait Isbath Nikah yang seharusnya harus dapat

pengakuan oleh Hakim Agama

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 46: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

33

BAB IV

ANALISIS

A Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Bagian bab terdahulu1 telah dijelaskan tinjauan fikih terhadap Nyar-

nganyare Kabhin secara singkat pada bagian ini peneliti akan memfokuskan

tinjauan literatur fikih terhadap Nyar-nganyare Kabhin sejauh yang peneliti temui

dalam literatur fikih klasik ataupun kontemporer Kemudian pada bab ini pula

peneliti akan memperjelas hukum dari Nyar-nganyare Kabhin yang ada di

pamekasan sesuai dengan praktik yang ada yang telah peneliti jelaskan pada bab

sebelumnya 2

Istilah Nyar-nganyare Kabhin yang telah peneliti bahas sebelumnya yang

kemudian menemukan istilah baku dalam bahasa fikih klasik dengan istilah

Tajdȋd al-Nikȃh3 meskipun istilah tersebut sulit dijumpai dalam berbagai

pandangan Penggunaan istilah secara langsung menggunakan kata Tajdȋd al-

Nikȃh )تجذذ انكبح) hanyalah dalam beberapa kitab seperti dalam kitab al-Anwar li

Abdquomal al-Abrȃr karya al-Ardabili Dalamliteratur yang lain ada beragam istilah

yang digunakan untuk merujuk pada pengertian Tajdȋd al-Nikȃh

جت جذد سجم كبح ص ن انطالق نضي تمض ب إلشاس ببنفشلت ش آخش أل ذتبج إنى ي

ة ش م فى ان انثبنثت انتذه4

ldquoJika seorang suami memperbarui nikah kepada istrinya maka wajib

memberi mahar (maskawin) karena ia mengakui perceraian dan

memperbarui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai atau thalaq

Kalau dilakukan sampai tiga kali maka diperlukan muhallilrdquo

1 Pembahasan hukum Tajdȋd al-Nikȃh bab II

2 Pembahasan praktik Nyar-nganyare Kabhin di kabupaten pamekasan pada Bab III

3 Secara etimologi fikih dimaknai ldquopahamrdquo Sedangkan terminologimya ialah ilmu

tentang hukum syarirsquoat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil yang terperinci Lihat

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1 (Surabaya

Diyantama 2000) h 12 4 Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh juz II (Kuwait Darudh

Dhiya 2006) h 156

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 47: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

34

Kata Jaddada ( جذد) di atas menunjukkan kejelasan penggunaan istilah yang

mengarah secara langsung kepada istilah Tajdȋd al-Nikȃh selain itu redaksi

kalimat setelahnya menunjukkan kejelasan makna kutipan di atas bahwa yang

dimaksud oleh Al-Adabili dalam kitabnya tersebut pada makna pembaharuan

penikahan yang diistilahkan oleh masyarakat pamekasan sebagai Nyar-nganyare

Kabhin

Dari aspek hukum pandangan Al-Adabili di atas oleh sebagian kalangan

dipandang sebagai pendanpat yang lemah sebab Tajdȋd al-Nikȃh menurut beliau

hampir sama dengan posisi ruju‟ yang artinya terjadinya pembaharuan akad nikah

karena terjadinya perceraian atau karena terpenuhinya sebab-sebab perceraian

Namun pendapat ini oleh sebagian ulama dipandang sebagai penpat yang lemah

Karena melihat Tajdȋd al-Nikȃh hanya dalam dalam kontek adanya pengakuan

pihak suami telah terjadinya Talaq

Istilah lain muncul dari Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya yang berjudul

Bughyah al-Mustarsyidin beliau mengibaratkan dalam kitabnya dengan

memberikan pemaknaan tentang hukum Tajdȋd al-Nikȃh sebagai berikut

أسادتبنتجذ ج ببببانض ذسجتث ضبيف شأفءبش تبغ ن نبءي جبعضبل ص عب شضبانج فالبذي ذي

عغ يثهبنمبض ببم بنس لكتفبشضب ذ عت ضبعهىبن أ ن ن بتان نىببن أ لبه نأ بن شضب ذاب تجذ

نبء بعضبأل ع 5

Artinya ldquoTelah menikahkan sebagian wali terhadap keluarganya dengan

tidak adanya kesepadanan dengan kerelaan orang-orang yang ada

ditingkatannya kemudian suami mencela istrinya dan istrinya menghendaki

tajdid dari suaminya maka harus ada kerelaan dari semuanya Menurut

pendapat yang kuat dan tidak cukup dengan kerelaan sebelumnya dan yang

menyamainya yaitu qadhi (hakim) ketika tidak adanya wali meskipun

diperbaharui dengan orang yang rela pada wali yang pertama tetapi tajdid

itu lebih utama dicegahdari sebagian wali-walirdquo

5Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidin (tt Darul

Khayarsquotth) h 209

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 48: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

35

Ulama lain seperti Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj

bi Syarh al-Minhtaj Al-Haytami mengistilahkan Tajdȋd al-Nikȃhdengan istilah

ldquoakad keduardquo Ibnu Hajar Al-Haytami dan dikutip Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal

dalam kitab Hasyiyah al-Jamal bdquoala Syarh al-Minhaaj dengan redaksi

ldquoMengulangi Akadrdquo (اعبدة انكبح) Pendapat ini adalah yang shahih (kuatbenar)

yakni hukumnya boleh Karena di dalam memperbarui nikah terdapat

unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian dari sepasang suami-

istri) Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak nikah tanpa mereka

sadari sehingga memperbarui nikah guna menetralisir kemungkinan tersebut

ت األنى أ مضبء انعص اعتشافب بب يثال ل ك ج عهى صسة عمذ ثب افمت انض د ي ل يجش بم

ادت م أ ج نتج انض د طهب ي يب ب ف يجش لبل ش إنى أ ظب ه بط كبت ف فتأي

ldquoSesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua

(memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung

jawab atas nikah yang pertama dan juga bukan merupakan kinayah dari

pengakuan tadi Dan itu jelas Sedangkan apa yang dilakukan suami di sini

(dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-

hatirdquo6

أل انثب لمبل ن عمذ دممت بم صسة عمذ خالفب نظبش يب ف األاس يب ستذل عببست

إن أ لبل لبل اب انش ستفبد ي زا ب عهى يسئهتب ز يب ف فتخ انببسي ف لل انبخبسي

انذذث ا إعبدة نفع انعمذ ف انكبح غش نس فسخب نهعمذ األل خالفب ن صعى رنك ي انشبفعت

لهت انصذخ عذى ا لك فسخب كب لبن انجس إـ7

Artinya Redaksinya karena sesungguhnya akad yang kedua tidak bisa

dikatakan sebagai akad yang sebenarnya akan tetapi ia hanya sebentuk

akad yang tidak mempunyai pengaruh apa-apa berbeda dengan apa yang

tertulis dalam kitab al-Anwậr Yang menjadi sandaran dalam masalah ini

adalah apa yang tertulis dalam kitab Fathul Bậri menurut Ibnu Munir dari

6 Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtaj juz VII (Maktabah

At-Tijariyah Al-Kubro Kairo) h 391 7 Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamal bdquoala al-Manhaj juz IV (Daru

Ihyait Turots Al Arobi Bairut tt) h 245

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 49: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

36

hadis ini dapat diambil faedah bahwa mengulangi akad dalam nikah dan

lainnya tidaklah merusak pada akad yang pertama berbeda dengan orang

yang berpendapat demikian (bacamerusak) dari kalangan Syafi‟iyah

Menurut saya yang sahih menurut mereka adalah tidak merusak

sebagaimana pendapat mayoritas Syafi‟iyahrdquo

Demikian istilah Tajdȋd al-Nikȃh yang berkembang di kalangan ulama fikih

klasik dan kitab fikih klasik yang dapat dipahami bahwa meskipun ulama

berbeda penyebutan terhadap istilah Tajdȋd al-Nikȃh namun substansi makna dari

semua pandangan mengarah kepada pengulangan akad nikah atau pembaharuan

akad nikah pasangan suami istri

B Tinjauan Hukum Fikih Klasik Terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Gambaran umum praktek Nyar-Nganyare Kabhin masyarakat di

Pamekasan yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa prktik Nyar-Nganyare

Kabhin atau Tajdȋd al-Nikȃh di pamekasan bila dikelompokkan dalam bangunan

besar maka ada tiga kelompok pelaksanaan Nyar-Nganyare Kabhin Tajdȋd al-

Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah dan Tajdȋd al-Nikȃh

dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan suami istri

Peneliti sengaja tidak memasukkan dalam pembahasan ini Tajdȋd al-Nikȃh

yang dilakukan masyarakat pamekasan karena permintaah atau saran dari orang

pintar dukun dan para normal karena kepentingan kesehatan dan dunia mistis

lain Selain karena praktik tersebut sangat jarang atau terjadi hanya kepada pihak-

pihak tertentu dengan jumlah yang sangat kecil peneliti juga tidak dapat

menjangkau fenomena yang memiliki akar mistik seperti yang terjadi Oleh

karena itu peneliti memfokuskan pada dua pengelompokan besar praktik Tajdȋd

al-Nikȃh masyarakat Pamekasan

1 Tajdȋd al-Nikȃh Dalam Rangka Untuk Mendapatkan Buku Nikah

Di sujumlah KUA kecamatan di Kabupaten Pamekasan sering

melaksanakanpengakadan ke dua kalinya bagi pasangan suami istri yang

sebelumnya telah melakukan akad nikah secara sah namun tidak tercatat di KUA

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 50: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

37

Sebagaimana hasil penelusuran peneliti melihat pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya dari berbagai unsur

a) Pihak suami istri ialah mereka yang melangsungkan akad nikah

pertama di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia Selain itu

juga terdapat pihak suami istri yang belum mencatatkan pernikahan di

perkampungan Biasanya pihak suami istri melangsungkan tertib

administrasi pernikahan tersebut apa bila dibutuhkan untuk pergi ke

luar negeri menjadi Tenaga Kerja Inodnesia (TKI) untuk keperluan

administrasi kependudukan dll

b) KUA yang menikahkan ketika pasangan suami istri tidak tercatatkan

dalam akta nikah dan belum punya anak Akad di depan KUA lebih

kepada tindakan formal KUA untuk dijadikan pelaporan meskipun

dalam pelaksanaanya syarat dan rukun pernikahan dipenuhi kembali

sebagaimana akad nikah pertama Namun demikian KUA menolak

ketika pasangan suami istri yang meminta dicatatkan di buku akta nikah

tersebut sudah memiliki anak yang sah dari pasangan tersebut secara

agama Maka KUA dalam masalah ini meminta kepada kedua pihak

untuk melaksanakan isbat nikah di pengadilan agama

Berangkat dari fenomena itulah fikih dapat memberikan landasan hukum

yang sah dan valid bahwa pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan di hadapan KUA dalam lebih substantiv dari sekedar untuk tujuan

keindahan dan keharmonisan dalam rumah tangga yaitu dalam kerangka

memenuhi dan melaksanakan perintah yang diamanatkan oleh UU sebagai warga

negara Indonesia yang tercantum dalam pasal 2 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ldquoTiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlakurdquo8

Sebagaiamana tujuan dan fungsi pencatatan nikah dapat dilihat dari dua

sudut pandangan sebagai program dan kepentingan negara yaitu sebagaimana

8 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 51: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

38

telah dimuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan

MK Nomor 46PUU-VIII2010 9

ldquoPertama dari perspektif negara pencatatan dimaksud diwajibkan dalam

rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan pemajuan

penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang

merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan [vide Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD

1945]

Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara

dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam

kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan yang berimplikasi

terjadinya akibat hukum yang sangat luas di kemudian hari dapat

dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik sehingga

perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul

dari suatu perkawinan yang bersangkutan dapat terselenggara secara efektif

dan efisien

Dari dua kepentingan itulah administrasi pernikahan berupa pencatatan

nikah penting dilakukan yang dari ini pula hukum fikih dapat meposisikan hukum

terhadap pencatatan nikah sebagai landasan pihak KUA melangsungkan akad

nikah kedua sebelum pihak suami istri memiliki anak Selain karena fikih hukum

Islam tidak mengenal pencatatan perkawinan sebagai rukun dan syarat sahnya

perkawinan ummat Islam maka perlu dilihat secara lebih komprehensif hukum

dari pengulangan akad nikah yang dilakukan oleh KUA ini

Landasan filosofis yang melatari perkawinan penting disebut sebagai

rujukan utama pernikahan dalam Islam ialah

ي ف ۦ ت ءا إت سد ة د كى ي جعم ب ب ا إن ك جب نتس أفسكى أص خهك نكى ي ت أ نك أل ر

و تفكش (QS Al-Ruum 21)نم

9 Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar

Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan Yang tertuang dalam nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 52: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

39

Artinya ldquoDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirrdquo (QS Al-Ruum 21)

Pada ayat ini kemudia menjadi instrument penegasan filosofis perkawinan

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa Perkawinan bukan

hanya meliputi perjanjian biasa dia melibatkan keluarga masyarakat dan bahkan

Allah SWT Oleh sebab itu akad nikah disebut sebagai akad yang sangat kuat

Perkawinan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena mentaati ( يثبلب غهظب)

perintah Allah dan Perkawinan dan segala aktivitas yang terkait dengannya

adalah ibadah10

Oleh karena itu merujuk pada dasar sumber hukum Islam Al-Qurrsquoan dan

sumber hukum pencatatan nikah dalam pasal 2 (2) UU No 1 Tahun 1974 di atas

bahwa kebijakan pencatatan nikah sebagai kebijakan pemerintah sejalan dengan

nilai yang terkandung dalam tujuan penikahan yang memiliki dampak hukum

sangat luas Maka sejalan dengan kaidah fikih

انتصشف اليبو عهى انشعت يط ببنصهذت11

Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat

Mendalami pasal-pasal yang terdapat dalam UU perkawinan dan KHI

terkait dengan akibat dan kepentingan pencatatan nikah yang disebut dnegan akta

bikah setidaknya terdapat 2 persoalan hukum yang paling mendasar dari

pencatatan di KUA sebagaimana disampaikan A Sukris Sarmadi yaitu

a) Terkait dengan seleksi calon mempelai Melalui pencatatan di KUA

pihak mempelai dapat mengetahui boleh atau tidaknya perkawinan

dilaksanakan secara hukum materiil Islam

10

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi

Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006) h 125 11Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h88

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 53: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

40

b) Sebagai bukti hukum (legalitasformal)bahwa pencatan perkawinan oleh

KUA merupakan bukti tertulis keperdataan yang dibuktikan dengan buku

Akta Nikah bahwa pihak terkait telah melaksanakan perkawinan yang

sah secara hukum kenegaraan hukum islam dengan terpenuhinya syarat

dan rukun dan tidak ada pengahalan berupa larangan perkawinan antara

keduanya12

Maka dalam ranah pembuktian di atas sejalan dengan prinsip keautentikan

sebuah bukti yang terdapat dalam kaidah fiqhiyah sebagai berikut

ب كبنثببت ببنعب ببنبشانثببت

ldquoSesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan

dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataanrdquo13

Oleh karena itu dari kacamata hukum Islam pencatatan nikah pada

dasaranya dapat menjadi wajib hukumnya karena kemaslahatan yang

ditimbulkan Akan tetapi dalam konteks telah melangsungkan akad nikah dan

dinikahkan lagi oleh KUA untuk menerbitkan akta nikah menjadi persoalan

hukum lain lagi

Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 7 (1 dan 2) KHI yang mengatur

hubungan pembuktian pernikahan hanya dengan akta nikah dengan pihak yang

memiliki kewenangan mengeluarkan atau mencatatakan perkawinan dalam bentuk

buku atau akta nikah sebagai berikut

ldquoPerkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh

Pegawai Pencatat Nikahrdquo (pasal 7 (1))ldquoDalam hal perkawinan tidak dapat

dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah-nya ke

Pengadilan Agamardquo(pasal 7 (2) )

Menurut pasal di atas kiranya cukup jelas bahwa pencatatan nikah atau akta

nikah menurut secara procedural formal dapat dikeluarkan oleh KUA dan apa

12

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007) h 49 lihat juga Roihan A Rasyid Hukum Acara

di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991) h 64 ndash 65 13

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976) h 63

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 54: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

41

bila perkawinan yang tidak dapat dibuiktikan dengan akta nikah maka pencatatan

nikah hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama (PA) bukan KUA lagi

Pada bagian inilah akad nikah formal yang dilakukan KUA dalam rangka

untuk mencatatakan pernikahan dalam akta nikah bagi pasangan suami istri yang

belum memiliki anak yang terjadi di kabupaten Pamekasan merupakan tindakan

yang melawan peraturan tertulis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan

menurut peraturan positif Artinya keabsahan hukum perkawinan secara agama

setelah terpenuhinya syarat dan rukun pada akad ke dua yang dilakukan oleh

KUA tidak menentukan keabsahan perkawinan menurut hukum negara

Sederhanyanya bahwa praktik pengulangan akad nikah (Tajdȋd al-Nikȃh) yang

dilakukan oleh KUA dalam rangka untuk memperoleh akta nikah tidak dikenal

dalam hukum positifdan bertentangan dengan hukum positif

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat KUA ini merupakan

kemudharatan yang dalam kaidah fikih harus dihilangkan14

Oleh karena itu

kemudharatan yang kedua tidak dapat menjadi landasan menghilangkan

kemodharatan yang pertama sebagaiamana kaidah fikih

ببنضشساضشسلضال15

ldquoKemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudharatan yang

lainrdquo

Prosedural formal yang diperintah oleh negara yang tidak bertentangan

dengan syararsquo dan kemaslahatan pada dasarnya telah dilanggar oleh KUA dengan

menikahkan lagi suami istri tersebut Maka secara otomatis pengulangan akad

nikah (Tajdid an-Nikah) yang dilakukan oleh KUA tersebut tidak dapat

dibenarkan sesuai dengan perintah QS Al-Nisa ayat 59

ب ٱ أ ا أطعا نز أطعا لل ٱءاي سل ٱ ن نش أ ش ٱ ي إنى يكى أل ء فشد تى ف ش ضع فئ ت

سل ٱ لل ٱ ب نش ي ٱإ كتى تؤ ي ٱ لل س أل خش ٱن أد ش نك خال ر

تأ

14

Al-Dhararu Yuzaalu kemudharatan harus dihilangkan 15Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbahu wa al-Nadhoir Fil Furursquo (Haramain 1429 H) h 63

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 55: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

42

Artinya ldquoHai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya) dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

(hari kemudian Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnyardquo (QS Al-Nisa‟ 59)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum mematuhi peraturan yang

berlaku dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia pada dasarnya adalah wajib

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam Oleh karena itu prosedural

formal yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan KHI dalam mencatatkan

perkawinan memiliki kemaslahatan yang sangat banyak Oleh karena itu peneliti

melihat kebutuhan pencatatan nikah merupakah upaya kesempurnaan pernikahan

sebagai ibadah yang hukumnya wajib selain memenuhi syarat dan rukunnya

Sesuai kaidah

يبلتى انجب ال ب ف اناجب16

ldquoApa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka

sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakanrdquo

Maka dengan kewajiban inilah tidak dapat dicapat dengan menggunakan

cara-cara yang bertentangan dengan yang sudah ditetapkan dalam peraturan

2 Tajdȋd al-Nikȃh Dilakukan Karena Kepentingan Harmonisasi Pasangan

Suami Istri

PraktekTajdȋd al-Nikȃh Masyarakat Pamekasan yang kedua ialah dalam

rangka kepentingan harmonisasi pasangan suami istri Pada pembahasan ini ada

kelompok masyarakat yang melangsungkan pengulangan akad nikah karena faktor

keharmonisan yang dihubungkan dengan Tajdȋd al-Nikȃh yang pertama untuk

kepentingan akte nikah yaitu

a) Pasangan suami istri yang melangsungkan pengulangan nikah sudah

tercatat dalam pencatatan penikahan atau sudah memiliki akta nikah dan

16A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010) h 96

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 56: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

43

b) Pasangan suami istri yang tidak memiliki akta nikah namun

berkepentingan menjaga keharmonisan rumah tangganya

Baik pada poin huruf a atau b di atas jumhur ulama sepakat bahwa Tajdȋd

al-Nikȃh diperbolehkan dalam Islam dalam konteks menjaga keharmonisanrumah

tangga secara khusus untuk poin pertama atau dengan tujuan memperindah

hubungan suami istri agar terjauhkan dari keretakan dalam rumah tangga

Namun untuk poin b maka sudah dapat dipastikan harus dipisahkan dari

konteks keabsahan suatu perkawinan menurut negara Artinya sepanjang

perkawinan atau akad nikah pertama telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan

dalam Islam maka Tajdȋd al-Nikȃh dengan alasan menjaga keharmonisan rumah

tangga sah menurut hukum Islam

Dan bahwa terdapat perbedaan pandangan antara ulama terkait dengan

hukum kebolehan Tajdȋd al-Nikȃh maka peneliti melihat menempatkan hukum

pada jumhur ulama yang mengatakan boleh melakukan Tajdȋd al-Nikȃh dalam

konteks menjaga keharmonisan tadi Sebagaimana iabadah lainnya perkawinan

memiliki tujuan yang esensial yaitu merawat kemaslahatan dalam rumah tangga

Sedangkan kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya 5 kebutuhan primer yaitu Agama

Jiwa Akal Harta dan Keturunan17

Lebih jauh lagi melihat pernikahan bila ditinjau dari berbagai aspek

mengandung beberapa kemaslahatan Dari segi sosial bahwa dalam setiap

masyarakat ditemui suatu penilaian yang umum bahwa orang yang berkeluarga

atau yang pernah berkeluarga dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

dihargai dari mereka yang tidak kawin18

Dari sudut pandang keagamaan

perkawinan merupakan suatu hal yang dipandang suci (sakral) yang dianjurkan

oleh al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW Perkawinan akan terlihat

semakin jelas eksistensinya apabila dilihat dari aspek hukum yakni perkawinan

meruapakn perbuatan dan tingkah laku subjek hukum yang membawa akibat

17

A Djazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006) h 165 18

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986) h 47 ndash 48

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 57: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

44

hukum karena hukum mempunyai kekuatan mengikat bagi subjek hukum atau

karena subjek hukum terikat oleh kekuatan hukum19

Dari tinjauan kemaslahatan itulah selain karena keboleh melangsungkan

Tajdȋd al-Nikȃhsebagaimana telah disampaiakan pada bab 2 dan bagian pertama

pada bab 4 ini peneliti menyatakan bahwa keharmonisan dalam rumah tangga

merupakan salah satu upaya mempertahankan kemaslahatan yang terdapat dalam

ajaran pernikahan Oleh karena itu menjaga kemasalahatan yang sangat kuat

menjadi penentu hukum dari Tajdȋd al-Nikȃh dengan kepentingan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga Sebagaiamana kaidah fikih

ذت انشاجذتانذكى تبع انصه20

Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat atau

banyak

19

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993) h 251 20

al-Burnu Muhammad Siddiq bin Ahmad al-Wajiz fi Idhah alQawarsquoid al-Fiqhiyah cet I (Bairut Muassah al-Risalah 1404 H1983 M) h 140

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 58: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

45

BAB V

PENUTUP

A Kesimpulan

1 Istilah Nyar-nganyare Kabhin dalam Literatur Fikih

Dalam kitab al-Anwậr li Alsquomal al-Abrar karya al-Ardabili istilah Nyar-

nganyare Kabhin dengan sebutan Tajdȋd al-Nikȃh )تجدید النكاح) Kemudian Sayyid

Abdurrahman dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin munggunakan istilah Tajdȋd

saja Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi Syarh al-Minhtaj

menyebutnya Tajdȋd al-Nikȃh denganistilah lsquoaqdu al-tsaniy atau akad kedua yang

kemudian diperkuat dengan pendapat Sulaiman Ibn Mansur al-Jamal dalam kitab

Hasyiyah al-Jamal lsquoala Syarh al-Minhaj dengan redaksi ldquoMengulangi Akadrdquo ( اعادة

Perbedaan pendapat tentang penyebutan Tajdȋd al-Nikȃh memiliki makna yang(النكاح

sama yaitu mengulangi akad nikah yang masih sah menurut hukum Islam atau fikih

2 Tinjauan Hukum Fiqih Klasik terhadap Praktik Nyar-Nganyare Kabhin di

Kabupaten Pamekasan

Praktek Tajdȋd al-Nikȃh dikabupaten pamekasan bila dikelompokan dengan

jumlah besar yang sering dilakukan ada dua bentuk pelaksanaan

a) Tajdȋd al-Nikȃh dalam rangka untuk mendapatkan buku nikah yang

dilakukan masyarakat pamekasan di depan KUA dianggap tidaksah

Karena secara prosedural formal melanggar aturan yang berlaku yang

menjadi sebab terhalangnya kebolehan akad nikah yang semestinya

dilakukan di depan pengadilan agama (PA)

b) Tajdȋd al-Nikȃh dilakukan karena kepentingan harmonisasi pasangan

suami istri Praktik ini sebagaiamana pendapat jumhur

diperbolehkannya Tajdȋd al-Nikȃh dengan tujuan menjaga hubungan

suami istri tetap utuh

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 59: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

46

B Saran

Setelah peneliti mendalami fenomena Tajdȋd al-Nikȃh yang dipraktikan

Masyarakat di Kabupaten Pamekasan dengan beragam bentuknya ada beberapa saran

peneliti terhadap pelaksanaan akad nikah khususnya bagi pejabat berwenang

1 Pihak berwenang semestinya menegakkan aturan secara efektif dan efisien

di tengah masyarakat terutama yang berhubungan dengan masalah

pernikahan

2 Pihak berwenang seyogiyanya memberikan penyuluhan terhadap

masyarakat mengenai prosedur-prosedur dalam melangsungkan

pernikahan Tajdȋd al-Nikȃh maupun Isbat nikah

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 60: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

47

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (OmanMaktabah al

Basair 1994)

Abdul Karim Zaidan Al-Wajῐz fῐ Usủl al-Fiqh cet ke-4 (Beirut Muassasah ar-

Risalah 1994)

Abdurrahman bin Muhammad bin Hasan bin Umar Bughyah Al-Mustarsyidῐn

(ttDarul Khaya‟tth)

ADjazuli Kaidah-Kaidah Fikih kaidah-kaidah hukum Islam dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang praktis (Jakarta Kencana 2006)

A Djazuli Kaidah-kaidah fiqh (Jakarta Kencana 2010)

Adonis Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam terj Khairon Nahdiyyin cet

Ke 1 (Yogyakarta LKiS 2012)

Ahmad Rozaki Menabur Kharisma Menuai Kuasa Kiprah Kiai dan Blater

sebagai Rezim Kembar di Madura cet ke-1 (Yogyakarta Pustaka Marwa

2004)

Ahmad Warson Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya

Pustaka Progressif 1997)

A Rahman Asjmuni Kaidah-Kaidah Fiqih (Jakarta Bulan Bintang 1976)

A Rasyid Hukum Acara di Pengadilan Agama (Rajawali Pers 1991)

A Sukris Sarmadi Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di

Indonesia (Yogyakarta Pustaka Prisma 2007)

Ibnu Hajar al-Haytami Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj Juz V (Beirut Dar

al-Fikr al-bdquoArabi tt)

Ibnu Hajȃr al-bdquoAsqalȃni Fathul Bȃri Juz XX (Beirut Dȃr al-Kutub al-

bdquoIlmiyahtt)

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 61: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

48

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin bifatawi Ismail az-Zain

(Indonesia Maktabah al-Barakah tt)

Iqbal Hasan Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta Graha

Indonesia 2002)

Jalaluddin al-Suyuthi al-Ashbȃhu wa al-Nadhoir Fil Furu‟ (Haramain 1429 H)

Siti Fatinatus Syamsyiah ldquoNganyareh Kabin (Tajdid an-Nikah) dalam Persepsi

Warga NU dan Muhammadiyah Studi Kasus di Desa Kalibaru Wetan

Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi Jawa Timurrdquo Skripsi tidak

diterbitkan Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2002

Novan Sultoni Latif ldquoTinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi ldquoNganyar-anyari

NikahrdquoTajdid an-Nikah Studi di Desa Demangsari Kecamatan Ayah

Kabupatem Kebumen Tahun 2007-2008rdquo Skripsi tidak diterbitkan Fakultas

Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008

Saiful Bahri ldquoHukum Tajdid an-Nikah (Nyar Nganyareh Kabin) Pandangan

Kiai Muda Pamekasanrdquo Tesis (2015) UIN Sunan Kalijaga Prodi Syariah

Kuntowijoyo Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940

(Yogyakarta Mata Bangsa 2002)

Sudarto Metode Penelitian Filsafat (JakartaRaja Garafindo Persada 1996)

Sayyid Abi Bakar al-Dimyati Hasyiyah I‟anah al-Talibin bdquoAla Hilli alfadzi Fath

al-Mu‟in bi Syarh Qurratul bdquoAin bimuhimmati ad-Din Juz III (Indonesia

Dar Ihya‟ al-Kutub al-bdquoArabiah tt)

Slamet Abidin dan H Aminuddin Fiqh Munakahat (Bandung Pustaka Setia

1999)

Syaiful Bahri Kontroversi Praktik Tajdid Al-Nikah Dalam Perspektif Fikih

Klasik Jurnal Al-Ahwal Vol 6 No 2 2013 M1435 H

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 62: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

49

Ismail Ustman al-Yamani al-Makki Qurratul bdquoAin

Kabupaten Pamekasan wwwbappedajatimprocgoid Diakses pada hari Jum‟at

tanggal 2 Maret 2018 pada Jam 1521 WIB

Kompilasi Hukum Islam PDF diunduh di wwwhukumunsratacid Pada hari

Rabu tanggal 28 Februari 2018 Jam 0841 WIB

Kompascom Pemuda Lintas Agama Pamekasan Bentuk Forum Kerukunan Umat

Beragama Sabtu 12 November 2016 diakses pada hari Kamis tanggal 2

Maret 2018 Jam 01

Muhammad Sayyid Sabiq Fiqh Sunnah (Kairo Dar al-Fath li al-I‟lậm al-Arabi

1995)

Muhammad Sahal Mahfudz Tariqah al-Husul bdquoAla Gayah al-Wusul cet Ke-1

(Surabaya Diyantama 2000)

M Karsayuda Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-Nilai Keadilan

Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta Total Media Yogyakarta 2006)

Putusan terkait permohonan uji materi (Judicial Reviw) UU Nomor 1 Tahun 1974

terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Hj Aisyah Mochtar alias Machica

binti H Mochtar Ibrahim terhadap ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 43

ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan Yang tertuang dalam

nomor putusan MK Nomor 46PUU-VIII2010 h 33-34 (pdf)

Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No 23 Tahun 2006 ldquoinstansi pelaksana melaksanakan

urusan administrasi kependudukan dengan kewajiban yang meliputi a

mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa pentingrdquo

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Pamekasan

Tahun 2013-2018

R SoerosoIlmu Hukum (Jakarta Sinar Grafika 1993)

Sulaiman bin Umar bin Mansur al-Ujaili al-Azhari al-Jamal Hasyiyah al-Jamȃl

bdquoala Syȃrh al-Minhȃj Juz IV (Beirut Dar al-Ihya‟ at-Turas tt)

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf
Page 63: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44671/1/ACHMAD MUJAB...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Achmad Mujab ZainiPublish Year: 2018

50

Surat Edaran Bupati Pamekasan No 450 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Syariat Islam

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili Al-Anwȃr li a‟mȃl al-Abrȃr Juz II (Beirut Dar

Ad-Diyȃ‟ 2006)

Sayuthi Thalib Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta UI Press 1986)

Syihab Al-Din Ahmad Ibn al-Hajar Al-Haytamiy Tuhfat al-Muhtȃj juz VII

(Maktabah At-Tijariyah Al-Kubrȃ Kairo)

Syaikh Islam Zakariya al-Anshori Hasyiyat al-Jamȃl bdquoala al-Manhȃj juz IV

(Daru Ihyai al-Turots Al Arobi Bairut tt)

UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (pdf)

wwwnationalgeographiccoid Andi Priyanto Mengintip Budaya Pamekasan 26

Januari 2012 diakses pada hari Kamis tanggal 08 Maret 2018 jam 1611

wwwpamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018 jam 1228

wwwSekwanPamekasankabgoid diakses pada Kamis tanggal 8 Maret 2018

jam 1236

wwwJatimkemenaggoid Jumlah Pemeluk Agama Tahun 2013 Kementrian

Agama Provinbsi Jawa timur diakses pada hari Kamis tanggal 8 Maret

2018 jam 1250

Yusuf bin Ibrohim Al-Ardabili Al-Anwar Li Amalil Abror juz II (Kuwait

Darudh Dhiya 2006)

  • 1 COVERpdf
  • 2 Lembaran Awalpdf
  • 3 BAB Ipdf
  • 4 BAB IIpdf
  • 5 BAB IIIpdf
  • 6 BAB IVpdf
  • 7 BAB Vpdf
  • 8 DAFTAR PUSTAKApdf