-laporan_kasus_mata.pdf

19
dewisriwulandaricases.wordpress.com http://dewisriwulandaricases.wordpress.com/2012/01/22/laporan-kasus-mata/ Laporan Kasus Mata KASUS PANJANG TRAUMA OKULI KHEMIS DAN TERMIS ET CAUSA ALUMINIUM CAIR O L E H : Dewi Sri Wulandari0610710031 Hyastianingrum K.R 0610710059 Ima Maria 0610710063 PEMBIMBING : dr. T. Budi Sulistya, Sp.M LABORATORIUM ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2011 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur bola mata terbentuk cukup baik untuk melindungi mata dari trauma. Bola mata terletak pada permukaan yang dikelilingi oleh tulang – tulang yang kuat. Kelopak mata dapat menutup dengan cepat untuk mengadakan perlindungan dari benda asing, dan mata dapat mentoleransi tabrakan kecil tanpa kerusakan. Walau demikian, trauma dapat merusak mata, terkadang sangat parah dimana terjadi kehilangan penglihatan, dan lebih jauh lagi, mata harus di keluarkan.1 Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak sengaja yang menimbulkan perlukaan mata. Kebanyakan trauma mata adalah ringan, namun karena luka memar yang luas pada sekeliling struktur, maka dapat terlihat lebih parah dari sebenarnya. Secara garis besar trauma ocular dibagi dalam 3 kategori : trauma tumpul, trauma tajam dan trauma kimia.2 Trauma mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera akibat olah raga, dan kecelakaan lalulintas merupakan keadaan yang paling sering menyebabkan trauma mata.1 Terdapat sekitar 2,4 juta trauma okuler dan orbita di Amerika serikat setiap tahunnya, dimana 20.000 sampai 68.000 dengan trauma yang mengancam penglihatan dan 40.000 orang menderita kehilangan penglihatan yang signitifikan setiap tahunnya. Hal ini hanya di dahului oleh katarak sebagai penyebab kerusakan penglihatan Di AS dan trauma merupakan penyebab paling banyak dari kebutaan unilateral.3

Upload: iyan-dwi

Post on 26-Dec-2015

23 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laporan mata

TRANSCRIPT

Page 1: -Laporan_Kasus_Mata.pdf

dewisriwulandaricases.wordpress.com http://dewisriwulandaricases.wordpress.com/2012/01/22/laporan-kasus-mata/

Laporan Kasus Mata

KASUS PANJANG

TRAUMA OKULI KHEMIS DAN TERMIS

ET CAUSA ALUMINIUM CAIR

O L E H :

Dewi Sri Wulandari0610710031

Hyastianingrum K.R 0610710059

Ima Maria 0610710063

PEMBIMBING :

dr. T. Budi Sulistya, Sp.M

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2011

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Struktur bola mata terbentuk cukup baik untuk melindungi mata dari trauma. Bola mata terletak pada permukaanyang dikelilingi oleh tulang – tulang yang kuat. Kelopak mata dapat menutup dengan cepat untuk mengadakanperlindungan dari benda asing, dan mata dapat mentoleransi tabrakan kecil tanpa kerusakan. Walau demikian,trauma dapat merusak mata, terkadang sangat parah dimana terjadi kehilangan penglihatan, dan lebih jauh lagi,mata harus di keluarkan.1

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak sengaja yang menimbulkan perlukaan mata. Kebanyakantrauma mata adalah ringan, namun karena luka memar yang luas pada sekeliling struktur, maka dapat terlihatlebih parah dari sebenarnya. Secara garis besar trauma ocular dibagi dalam 3 kategori : trauma tumpul, traumatajam dan trauma kimia.2

Trauma mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, kelompok usia inimengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera akibatolah raga, dan kecelakaan lalulintas merupakan keadaan yang paling sering menyebabkan trauma mata.1

Terdapat sekitar 2,4 juta trauma okuler dan orbita di Amerika serikat setiap tahunnya, dimana 20.000 sampai68.000 dengan trauma yang mengancam penglihatan dan 40.000 orang menderita kehilangan penglihatan yangsignitifikan setiap tahunnya. Hal ini hanya di dahului oleh katarak sebagai penyebab kerusakan penglihatan Di ASdan trauma merupakan penyebab paling banyak dari kebutaan unilateral.3

Page 2: -Laporan_Kasus_Mata.pdf

Trauma okuli khemis meliputi 26,5% dari seluruh trauma okuli. Lebih dari 23% pasien mengalami kecacatanpenglihatan bilateral permanen. Kelompok yang beresiko tertinggi adalah laki-laki usia muda. Sebagian besarkecelakaan ini terjadi di tempat kerja atau rumah tangga. Trauma okuli akibat basa lebih sering terjadi daripadaasam dan memerlukan terapi jangka panjang. Walaupun telah dilakukan penanganan medis yang maksimal sulituntuk mencapai rehabilitasi.4

Trauma okuli khemis dan thermis merupakan kedaruratan yang memerlukan pengenalan dan penanganansegera. Pengenceran agen kimia secara cepat merupakan penanganan yang diperlukan untuk mengurangikerusakan jaringan dan mempertahankan penglihatan. Luasnya kerusakan mata sebanding dengan perbedaanpH bahan kimia dengan pH netral 7,4, lama waktu kontak, dan jumlah bahan kimia.5

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan trauma okuli khemis dan termis ?

2. Bagaimana mendiagnosa trauma okuli khemis dan termis ?

3. Bagaimana penatalaksanaan trauma okuli khemis dan termis ?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi trauma okuli t khemis dan termis.

2. Untuk mengetahui bagaimana mendiagnosa trauma okuli khemis dan termis.

3. Untuk mengetahui penatalaksanaan trauma okuli khemis dan termis.

1.4. Manfaat

Menambah wacana keilmuan tentang trauma okuli khemis dan termis sehingga dokter umum dapat melakukanpengenalan dini trauma okuli khemis dan termis sehingga bisa segera merujuk kepada dokter spesialis untukmendapatkan penanganan selanjutnya.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma Okuli

Trauma okuli adalahtindakan sengaja maupun tidak sengaja yang menimbulkan perlukaan mata. Perlukaan yangditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.6

Menurut BETT klasifikasi trauma okuli dapat digambarkan menurut bagan berikut :6

Gambar 1. Klasifikasi Trauma Okuli Menurut BETT6

Menurut klasifikasi BETT trauma okuli dibedakan menjadi closed globe dan open globe. Closed globe adalahtrauma yang hanya menembus sebagian kornea, sedangkan open globe adalah trauma yang menembus seluruhkornea hingga masuk lebih dalam lagi. Selanjutnya closed globe injury dibedakan menjadi contusio dan lamellarlaceration. Sedangkan open globe injury dibedakan menjadi rupture dan laceration yang dibedakan lagi menjadipenetrating, IOFB, dan perforating.6

Sumber lain menyatakan klasifikasi trauma okuli sebagai berikut:

Gambar 2. Skema diagram alur mengenai trauma okuli

Menurut skema diatas, secara garis besar trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli non perforans danperforans, yang keduanya memiliki potensi menimbulkan ruptur pada perlukaan kornea, iris dan pupil. Traumatumpul mampu menimbulkan trauma okuli non perforans yang dapat menimbulkan komplikasi sepanjang bagian

Page 3: -Laporan_Kasus_Mata.pdf

mata yang terkena (bisa meliputi mulai dari bagian kornea hingga retina).

Selain berdasarkan efek perforasi yang ditimbulkan trauma okuli juga bisa diklasifikasikan berdasarkanpenyebabnya yaitu :

1. Trauma tumpul (contusio okuli) (non perforans)

2. Trauma tajam (perforans)

3. Trauma Radiasi

a. Trauma radiasi sinar infra merah

b. Trauma radiasi sinar ultraviolet

c. Trauma radiasi sinar X dan sinar terionisasi

4. Trauma Kimia

a. Trauma asam

b. Trauma basa7

2.2 Trauma Kimia

Mata terbakar (ocular burns) mewakili hingga 18% trauma okuli yang ada di departemen emergensi. Dari 18%mata terbakar, 84% adalah trauma kimia.8 Trauma kimia paling sering terjadi di lingkungan kerja perindustrian.9Sekitar 7% kasus trauma okuli yang ada di departemen emergensi Amerika Serikat adalah paparan kimia yangberhubungan dengan pekerjaan. Kecelakaan kerja berkontribusi 63% pada trauma kimia okuli, sedangkan 33%disebabkan oleh kecelakaan dalam rumah. Sepuluh persen kasus merupakan kasus penyalahgunaan, yangsering terjadi pada sosioekonomi rendah.9,10

Pria tiga kali lebih besar predileksi terhadap trauma kimia okuli daripada wanita. Walaupun trauma kimia okuliterjadi di berbagai distribusi usia, akan tetapi yang lebih sering pada rentang usia 16-45 tahun. Tidak ada rasspesifik yang berkecenderungan untuk mengalami trauma kimia.

Agen penyebab yang lebih sering dijumpai pada kasus-kasus yang ada ialah kimia basa.9,11 Walaupun kalsiumhidroksida merupakan penyebab yang paling sering dijumpai pada trauma kimia basa, amonia menyebabkankondisi terbakar yang lebih serius. Pada kimia asam, asam hidrifluorat menyebabkan trauma palingmembahayakan, sedangkan asam sulfat merupakan agen kimia asam yang sering dijumpai.12

Komplikasi trauma kimia antara lain adalah kehilangan penglihatan, glaukoma, katarak, ulkus/perforasi kornea,sikatrik kornea, retinal detachment, serta konjungtiva dan palpebra defek.13

Gambar 3. Beberapa agen kimia penyebab dan sumbernya yang sering dijumpai pada trauma kimiaokuli10

2.3 Klasifikasi Trauma Kimia Okuli

Ada beberapa skema klasifikasi untuk mengevaluasi derajat kerusakan pada trauma kimia okuli, akan tetapisystem klasifikasi Hughes, yang kemudian dimodifikasi oleh Ballen dan Roper Hall, merupakan klasifikasi yangsering digunakan pada stadium akut, karena kemudahan yang dimilikinya.6,9 Sistem klasifikasi ini didasarkanpada korelasi antara hilangnya kejernihan kornea dan derajat iskemia limbus dengan prognosisnya.

Gambar 4. Grading Hughes yang dimodifikasi untuk derajat trauma kimia okuli11,14

2.4 Patofisiologi Trauma Kimia Okuli

Trauma kimia okuli pada umumnya menyebabkan kerusakan pada palpebra, konjungtiva kornea, dan segmen

Page 4: -Laporan_Kasus_Mata.pdf

anterior mata. Pada lokasi ini lah, kerusakan yang ditimbulkan mempunyai potensi untuk menyebabkangangguan penglihatan, tergantung dari volume, pH, durasi terpapar, dan derajat penetrasi dari bahan kimiatersebut. Mekanisme trauma kimia berbeda antara yang asam dan yang basa, oleh karena itu penting untukmengetahui tipe agen kimia penyebab trauma.11

Kimia asam merupakan zat dengan pH rendah dan sangat mudah diurai menjadi ion hidrogen dan anion dalampermukaan depan mata. Ion hidrogen yang dihasilkan dari penguraian senyawa kimia asam, menyebabkanperubahan pH dalam mata. Sedangkan anion yang dihasilkan menyebabkan denaturasi, presipitasi dankoagulasi (nekrosis koagulasi) protein, sehingga permukaan kornea tampak berkabut. Koagulasi protein ini lahyang menjadikan trauma kimia asam lebih tidak membahayakan daripada trauma kimia basa, karena lebih banyakterbatas pada bagian anterior mata saja. Proses koagulasi ini memang menyebabkan kerusakan pada mata,akan tetapi merupakan suatu mekanisme perlindungan dari penetrasi yang lebih dalam.10,15

Kimia basa merupakan zat dengan pH tinggi dan sangat mudah diurai menjadi ion hidroksil dan kation dalampermukaan depan mata. Kimia basa dapat menyebabkan kerusakan mata yang serius. Ion hidroksil yangdihasilkan mengakibatkan terjadinya proses saponifikasi, ion ini berikatan dengan asam lemak dan protein,menyebabkan nekrosis likuefaktif yang berlawanan dengan nekrosis koagulatif pada kimia asam. Kation yangterurai juga dengan aktif berinteraksi dengan kolagen dan glikosaminoglikan dari stroma menjadikan fogging padastroma. Kerusakan jaringan yang luas di dalam kornea sangat berbahaya, karena akan hal ini memudahkanpenetrasi yang lebih dalam dari senyawa kimia tersebut dan infiltrasi segmen anterior. Penetrasi senyawa kimiake bagian segmen anterior, bersama dengan hidrasi kolagen, perubahan fibril malignan, dan perubahantrabekular dapat menyebabkan perubahan tekanan intraokular secara cepat (dalam beberapa detik hinggabeberapa menit) dan signifikan. Hal tersebut dapat menimbulkan iritis, glaukoma, dan penurunan ketajamanpenglihatan.11,16

2.4 Manifestasi klinis Trauma Kimia Okuli

Tanda dan gejala awal dari trauma kimia mata dapat berupa:

a. Nyeri

b. Mata merah

c. Tanda-tanda iritasi

d. Keluarnya air mata yang berlebihan

e. Ketidakmampuan mempertahankan membuka kelopak mata

f. Merasa ada sesuatu pada mata

g. Pembengkakan kelopak mata

h. Penglihatan kabur.17

2.5 Diagnosis Trauma Kimia Okuli

Diagnosis trauma kimia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.

Anamnesis

Umumnya, pasien datang dengan keluhan ada cairan atau gas yang mengenai mata.

Pada anamnesa perlu diketahui:

a. Kapan terjadi kecelakan dan lamanya zat kimia penyebab berkontak dengan mata.

b. Jenis zat kimia penyebab, nama dagang atau tipe produknya.

Page 5: -Laporan_Kasus_Mata.pdf

c. Tindakan awal membersihkan mata, dengan apa dibersihkan.

d. Apa yang sedang dilakukan saat kejadian.

e. Penggunaan alat pelindung diri seperti googles (kacamata).18

Pemeriksaan fisik

1. Pemeriksaan fisik yang teliti dan lengkap harus ditunda sampai mata yang terkena bahan kimia di irigasi danpH nya sudah kembali netral. Setelah mata di irigasi dilakukan pemeriksaan mata yang teliti yang di titik beratkanpada kejernihan dan keutuhan kornea, derajat iskemia limbus, dan tekanan intra okuler. Supaya pasien lebihnyaman dan lebih kooperatif sewaktu pemeriksaan, dapat diberikan anastesi topikal terlebih dahulu.17

Hasil pemeriksaan fisik yang sering muncul adalah:

a. Defek epitel kornea

Kerusakan epitel kornea dapat bervariasi mulai dari keratitis epitel punctata yang ringan sampai defek korneayang menyeluruh. Apabila dicurigai adanya defek epitel namun tidak di temukan pada pemeriksaan awal, matatersebut harus di periksa ulang setelah beberapa menit.

b. Stroma yang kabur

Kekaburan stroma bervariasi, mulai dari yang ringan sampai opasifikasi menyeluruh sehingga tidak bisa melihatKOA

c. Perforasi kornea

Perforasi kornea lebih sering dijumpai beberapa hari – minggu setelah trauma kimia yang berat

d. Reaksi Inflamasi KOA

Tampak gambaran flare dan sel di KOA. Reaksi inflamasi KOA lebih sering terjadi pada trauma alkali

e. Peningkatan TIO

Terjadi peningkatan TIO tergantung kepada tingkat inflamasi segmen anterior, dan tingkat deformitas jaringankolagen kornea. Kedua hal tersebut menyebabkan penurunan outflow uveoscleral dan peningkatan TIO.

f. Kerusakan kelopak mata

Jika kerusakan kelopak mata menyebabkan mata tidak bisa ditutup maka akan mudah iritasi

g. Inflamasi konjungtiva

Dapat terjadi hiperemi konjungtiva dan kemosis

i. Iskemia peri limbal

Iskemia perilimbal sangat mempengaruhi prognosis penyembuhan kornea

j. Penurunan ketajaman penglihatan

Terjadi karena defek epitel atau kekeruhan kornea, meningkatnya lakrimasi atau ketidaknyamanan pasien.

Mc Culey membagi trauma kimia mata menjadi 4 fase yaitu:11

1. Fase Immediate

Pada pemeriksaan awal harus dinilai 3 hal yaitu :

Page 6: -Laporan_Kasus_Mata.pdf

a) Tingkat keparahan trauma

b) Prognosis

c) Terapi yang diberikan

Klasifikasi yang biasa digunakan untuk menilai gejala klinis dan prognosis adalah:

· Klasifikasi Hughes

a) Ringan : Erosi epitel kornea, kornea sedikit kabur, tidak ada nekrosis iskemik konjungtiva atau sclera.

b) Sedang : Opasitas kornea mengaburkan detail iris, nekrosis iskemik yang minimal di konjungtiva dan sclera.

c) Berat : Garis pupil kabur, iskemik nekrosis konjungtiva atau sclera yang signifikan.

· Klasifikasi Thoft

a) Grade 1 : Kerusakan epitel kornea, tidak ada iskemik

b) Grade 2 : Kornea kabur, tapi iris masih bias terlihat, iskemik kecil dari 1/3 limbus

c) Grade 3 : Epitel kornea hilang total, stroma kabur sehingga iris juga terlihat kabur, iskemik sepertiga sampaisetengah limbus

d) Grade 4 : Kornea opak, iskemik lebih dari setengah limbus

2. Fase Akut

Selama minggu pertama setelah trauma, hal – hal yang harus diperhatikan adalah :

a) Ada atau tidaknya re-epitelisasi

b) Kejernihan kornea dan lensa

c) Tekanan intra okuler

d) Inflamasi di bilik mata depan

Proses inflamasi yang progresif menyebabkan mulainya re-epitelisasi, proliferasi, dan migrasi keratosit menjaditerlambat sehingga inflamasi harus di kontrol.

3. Fase Pemulihan dini

Pada fase ini yang di monitor adalah sama pada fase akut di tambah dengan perubahan dalam kejernihan danketebalan kornea. Selama fase ini epitel dan keratosit di kornea dan konjungtiva terus berproliferasi untukmemperbaiki stroma dan permukaan okuler, sehingga struktur dan fungsinya kembali normal.

Pada kasus trauma kimia yang tidak terlalu parah, biasanya pada fase ini re-epitelisasi telah selesai, dengantanda opasifikasi tidak ada lagi. Sedangkan pada kasus yang lebih parah, pada fase ini re-epitelisasi terhenti atautertunda, sehingga proses perbaikan epitel terganggu akibatnya terjadi :

a) Debridement proteolitik matrik stroma berlebihan

b) Stroma menipis dan mungkin terjadi perforasi

4. Fase Pemulihan Akhir

Pada fase ini mata mengalami perkembangan re-epitelisasi yang bisa di kelompokkan menjadi :

a) Re-epitelisasi komplit atau hampir komplit

Page 7: -Laporan_Kasus_Mata.pdf

Gejala klinis abnormal yang masih ada yaitu :

1. Anestesi kornea

2. Abnormalitas musin dan sel goblet

3. Regenerasi membrane desement epitel baru yang lambat

4. Pada kasus yang lebih parah mungkin terdapat fibrovaskuler pannus pada kornea

Walaupun re-epitelisasi telah selesai, kita tetap harus waspada dan kornea harus di periksa dengan cermat untukmenilai :

1. Apakah sensasi kornea telah kembali atau sembuh

2. Ada atau tidaknya keratitis pungtata superficial

3. Perlengketan epitel yang abnormal

4. Vaskularisasi stroma

b) Trauma yang luas dan berat menyebabkan re-epitelisasi kornea dan epitel konjungtiva.

Kejadian trauma ini harus diketahui karena kalau tidak terjadi re-epitelisasi setelah beberapa minggu ini akanmengakibatkan terjadinya sequele. Kalau sudah timbul sequel walupun telah dilakukan adhesi jaringan tapipermukaan mata akan sembuh dengan adanya :

1. Jaringan parut dan vaskularisasi

2. Defisiensi musin dan sel goblet

3. Erosi epitel persisten atau rekuren

4. Fibrovaskular pannus

Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan pH permukaan mata

Hal ini penting dilakukan dan irigasi harus tetap dilakukan sampai pH kembali netral

b) Tes Flouresein

Tes ini dilakukan untuk mengetahui kerusakan epitel kornea.19

2.6 Penatalaksanaan

Tergantung pada 4 fase traumanya yaitu:19

1. Fase kejadian (immediate)

Tujuan tindakan pada fase ini adalah untuk menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin. Tindakan inimerupakan tindakan yang utama dan harus dilakukan sesegera mungkin, sebaiknya pasien langsung mencucimatanya di rumah sesaat setelah kejadian.

Tindakan yang dilakukan adalah irigasi bahan kimia meliputi pembilasan yang dilakukan segera dengan anestesitopikal terlebih dahulu. Pembilasan dilakukan dengan larutan steril sampai pH air mata kembali normal. Jika adabenda asing dan jaringan bola mata yang nekrosis harus dibuang. Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kimiakedalam bilik mata depan maka dilakukan irigasi bilik mata depan dengan larutan RL.

Page 8: -Laporan_Kasus_Mata.pdf

Teknik irigasi :

1. Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan.

2. Gunakan anestesi lokal jika diperlukan

3. Buka kelopak mata secara hati-hati dengan penekanan di tulang, bukan di bola mata

4. Bilas kornea dan forniks secara lembut menggunakan larutan steril 30 cm di atas mata

5. Bersihkan semua partikel dengan menggunakan kapas aplikator atau dengan forceps

6. Lakukan pembilasan juga pada konjungtiva palpebral dengan mengeversi kelopak mata.

2. Fase akut (sampai hari ke 7)

Tujuan tindakan pada fase ini adalah mencegah terjadinya penyulit dengan prinsip sebagai berikut :

a. Mempercepat proses reepitelisasi kornea

Untuk perbaikan kolagen bisa digunakan asam askorbat. Disamping itu juga diperlukan pemberian air matabuatan untuk mengatasi pengurangan sekresi air mata karena hal ini juga berpengaruh pada epitelisasi.

b. Mengontrol tingkat peradangan

1. Mencegah infiltrasi sel-sel radang

2. Mencegah pembentukan enzim kolagenase

Mediator inflamasi dapat menyebabkan nekrosis jaringan dan dapat menghambat reepitelisasi sehingga perludiberikan topical steroid. Tapi pemberian kortikosteroid ini baru diberikan pada fase pemulihan dini.

c. Mencegah infeksi sekuder

Antibiotik profilaks topical sebaiknya diberikan pada fase awal.

d. Mencegah peningkatan TIO

e. Suplemen/antioksidan

f. Tindakan pembedahan

3. Fase pemulihan dini (hari ke 7-21)

Tujuan tindakan pada fase ini adalah membatasi penyulit lanjut setelah fase akut. Yang menjadi masalah adalah :

a. Hambatan reepitelisasi kornea

b. Gangguan fungsi kelopak mata

c. Hilangnya sel goblet

d. Ulserasi stroma yang dapat menjadi perforasi kornea

4. Fase pemulihan akhir (setelah hari ke21)

Tujuan pada fase ini adalah rehabilitasi fungsi penglihatan dengan prinsip:

a. Optimalisasi fungsi jaringan mata (kornea, lensa dan seterusnya) untuk penglihatan.

b. Pembedahan

Page 9: -Laporan_Kasus_Mata.pdf

Jika sampai fase pemulihan akhir reepitelisasi tidak juga sukses, maka sangat penting untuk dilakukan operasi.

2.7 Komplikasi (7,20)

1. Jaringan parut pada kornea

2. Ulkus kornea

3. Jaringan parut pada konjungtiva

4. Dry eyes

5. Simblefaron

6. Sikatrik yang menyebabkan enteropion/ekstropion

7. Trikiasis

8. Stenosis/oklusi punctum

9. Pembentukanpannus

10. Katarak

11. Glaucoma

2.8 Prognosis

Prognosis trauma kimia tergantug pada keparahan bagian yang terkena, khususnya terkait defek epitel korneadan derajat iskemik limbus. Kebanyakan kasus bisa sembuh sempurna meskipun ada juga yang disertaikomplikasi seperti glaucoma, kerusakan kornea, dry eye syndrome dan beberapa kasus menimbulkankebutaaan.20

Berdasarkan klasifikasi Hughes dan Thoft yang telah diuraikan pada gejala klinis maka prognosisnya adalahsebagai berikut:

1. Hughes

a. derajat ringan : prognosis baik

b. derajat sedang : prognosis sedang

c. derajat berat : prognosis buruk

2. Thoft

a. Grade 1 dan 2 : prognosis baik

b. Grade 3 : prognosis dubia

c. Grade 4 : prognosis buruk

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas pasien

Nama : Tn. W

Umur : 42 tahun

Page 10: -Laporan_Kasus_Mata.pdf

Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai bengkel

Alamat : Kedungkandang, Malang.

MRS : 26 November 2011

3.2 Anamnesis

Keluhan utama : Mata kanan panas dan nyeri

Riwayat penyakit :

Pasien mengeluh mata kanan panas dan nyeri setelah terkena percikan logam alumunium panas sejak 1 jamsebelum masuk rumah sakit. Nrocoh (+), darah (-), silau (+), mata merah (+), pandangan kabur (+), kelopak matabengkak (+). Pasien tidak memakai kacamata sebelumnya.

Riwayat terapi:

Pasien dibawa ke RS Panti Nirmala dan diberi obat tetes mata (pasien tidak tahu nama obatnya), kemudiandirujuk ke IRD RSSA.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Ø Status Oftalmologi

Tanggal Pemeriksaan : 26 November 2011

Oculi Dextra OculiSinistra

(Orthophoria) Posisi BolaMata

(Orthophoria)

Gerak Bola Mata

1/60 Visus 5/5

spasme (+), edema (+), entropion (+) Palpebra spasme (-), edema (+), corpus alienum margopalpebra superior dan inferior

CI (-), PCI (-), SCH (-), burn wound (+),iskemik limbus 360o

Conjungtiva CI (-), PCI (+),SCH (-)

Erosi epitel seluruh kornea Cornea Erosi di jam 7 paracentral sedalam epitel

Dalam, flare sde, sel sde COA Dalam, flare (-), sel (-)

rad. line (+) Iris rad. line (+)

Not round, RP (-), midmidriasis Pupil round, RP (+), Æ 3mm

Kesan jernih Lensa Jernih

n+1/p TIO n/p

Diagnosis

- OD trauma oculi termis dan khemis grade IV dengan komplikasi keratopathy

- OS trauma oculi termis dan khemis grade I dengan komplikasi edema palpebra

Page 11: -Laporan_Kasus_Mata.pdf

Planning diagnosis

- Slit lamp, visus, TIO

Rencana Terapi

- Pro ekstraksi corpus alienum + eksplorasi LA

- Irigasi RL 2L ODS

- Tobro ed 6×1 ODS

- SA 1% 3×1 ODS

- Timolol 0,5% 2×1 ODS

- Doksisiklin 2×100 mg

- Vit C 2000 mg

- Oculotect eg 4×1 ODS

- Repithel eo 4×1 ODS

Rencana Monitoring

- Visus

- Slit lamp

- TIO

KIE

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita pasien beserta pengobatan,komplikasi dan prognosis

- Menjelaskan pada pasien agar menjaga higienitas mata untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder

- Menjelaskan pasien agar melakukan pengobatan dengan rutin, karena penyembuhannya yang membutuhkanwaktu yang cukup lama

- Menjelaskan kepada pasien untuk berhati-hati agar tidak terjadi trauma berulang

Prognosis

- Visam : dubia et malam

- Sanam : dubia et malam

- Vitam : bonam

- Kosmetik : dubia et malam

3.4. Hasil Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap

Leukosit : 9.300 /mm3

Hemoglobin : 14,0 gr/dL

Page 12: -Laporan_Kasus_Mata.pdf

PCV : 41,3 %

Trombosit : 354.000 /mm3

Faal Hemostasis

PPT : 11,8” (K: 12,0”)

APTT : 30,1“ (K: 26,3”)

Liver function test

SGOT : 26 U/L

SGPT : 37 U/L

Renal function test

Ureum : 35,8 mg/dl

Kreatinin : 1,16 mg/dl

Serum elektrolit

Natrium : 141 mmol/ L

Kalium : 3,38 mmol/ L

Klorida : 106 mmol/ L

Gula Darah : Acak : 131 mg/dL

Follow up 27 November 2011

Oculi Dextra Oculi Sinistra

(Orthophoria) Posisi Bola Mata (Orthophoria)

Gerak Bola Mata

1/300 Visus 5/5

spasme (+), edema (+) Palpebra spasme (-), edema (+)

Iskemik limbal 360o, iskemik konjungtiva Conjungtiva CI (-), PCI (+), SCH (-)

Hazy Cornea Erosi jam 7 paracentral

Sde COA Dalam, flare (-), sel (-)

Sde Iris rad. line (+)

Sde Pupil round, RP (+), Æ 3mm

Sde Lensa Jernih

n+1/p TIO n/p

Terapi:

- Irigasi RL 2L ODS

Page 13: -Laporan_Kasus_Mata.pdf

- Tobro ed 6×1 ODS

- SA 1% 3×1 ODS

- Timolol 0,5% 2×1 ODS

- Doksisiklin 2×100 mg

- Vit C 2000 mg

- Oculotect eg 4×1 ODS

- Repithel eo 4×1 ODS

- EDTA ed 3×1 OD

Follow-Up 28 November 2011

Oculi Dextra Oculi Sinistra

(Orthophoria) Posisi BolaMata

(Orthophoria)

Gerak Bola Mata

1/60 Visus 5/5

spasme (+), edema (+), krustae (+), ekskoriasi (+),entropion (+)

Palpebra spasme (-), edema (+), krustae(+)

CI (+), PCI (-), SCH (-), simblefaron di nasal Conjungtiva CI (-), PCI (-), SCH (-)

Iskemik limbus (+), hazy (+) Cornea Iskemik limbus (-), sikatrik (+)

Sde COA Dalam

Sde Iris rad. line (+)

Sde Pupil round, RP (+), Æ 3mm

Sde Lensa Jernih

n+1/p TIO n/p

Terapi:

- Irigasi RL 2L ODS

- Tobro ed 6×1 ODS

- SA 1% 3×1 ODS

- Timolol 0,5% 2×1 ODS

- Doksisiklin 2×100 mg

- Vit C 2000 mg

- Oculotect eg 4×1 ODS

- Repithel eo 4×1 ODS

Page 14: -Laporan_Kasus_Mata.pdf

- EDTA ed 3×1 OD

- Glaukon 2×250 mg

Follow-Up 29 November 2011

Oculi Dextra Oculi Sinistra

(Orthophoria) Posisi BolaMata

(Orthophoria)

Gerak Bola Mata

1/60 Visus 5/5

spasme (+), edema (+), krustae (+), ekskoriasi (+),entropion (+)

Palpebra spasme (-), edema (+), krustae(+)

CI (+), PCI (-), SCH (-), simblefaron di nasal Conjungtiva CI (-), PCI (-), SCH (-)

Iskemik limbus (+), hazy (+) Cornea Iskemik limbus (-), sikatrik (+)

Sde COA Dalam

Sde Iris rad. line (+)

Sde Pupil round, RP (+), Æ 3mm

Sde Lensa Jernih

n+1/p TIO n/p

Terapi:

- Irigasi RL 2L ODS

- Tobro ed 6×1 ODS

- SA 1% 3×1 ODS

- Timolol 0,5% 2×1 ODS

- Doksisiklin 2×100 mg

- Vit C 2000 mg

- Oculotect eg 4×1 ODS

- Repithel eo 4×1 ODS

- EDTA ed 3×1 OD

- Glaukon 2×250 mg

- KSR 1×1

- Epilasi

Follow-Up 30 November 2011

Oculi Dextra Oculi Sinistra

Page 15: -Laporan_Kasus_Mata.pdf

(Orthophoria) Posisi BolaMata

(Orthophoria)

Gerak Bola Mata

1/60 Visus 5/5

spasme (+), edema (+), krustae (+), ekskoriasi (+),entropion (+)

Palpebra spasme (-), edema (+), krustae(+)

CI (+), PCI (-), SCH (-), simblefaron di nasal Conjungtiva CI (-), PCI (-), SCH (-)

Iskemik limbus (+), hazy (+) Cornea Iskemik limbus (-), sikatrik (+)

Sde COA Dalam

Sde Iris rad. line (+)

Sde Pupil round, RP (+), Æ 3mm

Sde Lensa Jernih

n+1/p TIO n/p

Terapi:

- Tobro ed 6×1 ODS

- SA 1% 3×1 ODS

- Timolol 0,5% 2×1 ODS

- Doksisiklin 2×100 mg

- Vit C 2000 mg

- Oculotect eg 4×1 ODS

- Repithel eo 4×1 ODS

- EDTA ed 3×1 OD

- Glaukon 2×250 mg

- KRS

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien laki-laki 42 tahun datang dengan keluhan mata kanan panas dan nyeri setelah terkena percikan logamalumunium panas sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Mata pasien merah, nrocoh, silau, dan pandangannyakabur. Kelopak mata pasien bengkak. Tidak ada riwayat keluarnya darah dari mata pasien.

Dari literatur didapatkan manifestasi yang dapat terjadi pada trauma mata antara lain:

a. Nyeri

b. Mata merah

c. Tanda-tanda iritasi

Page 16: -Laporan_Kasus_Mata.pdf

d. Keluarnya air mata yang berlebihan

e. Ketidakmampuan mempertahankan membuka kelopak mata

f. Merasa ada sesuatu pada mata

g. Pembengkakan kelopak mata

h. Penglihatan kabur

Dari status oftalmologi mata kanan pasien:

• posisi bola mata ortophoria

• gerakan bola mata orthoforia

• penurunan visus: 1/60

• palpebra spasme, edema, dan entropion

• konjungtiva didapatkan CI (+), PCI (+), iskemik limbus, luka bakar

• kornea, didapatkan erosi epitel seluruh kornea

• COA dalam

• Pupil not round, RP (-), midmidriasis

• Lensa kesan tampak jernih

• TIO dengan pemeriksaan digital: peningkatan tekanan intraokuler pada mata kanan

Sedangkan status oftalmologi mata kiri pasien:

• posisi bola mata ortophoria

• gerakan bola mata orthoforia

• visus: 5/5

• palpebra edema dan didapatkan corpus alienum margo palpebra superior dan inferior

• konjungtiva didapatkan PCI (+)

• kornea, didapatkan erosi di jam 7 paracentral sedalam epitel

• COA dalam

• Pupil round, RP (+),Æ 3mm

• Lensa jernih

• TIO dengan pemeriksaan digital: normal

Penurunan visus pada pasien disebabkan adanya kerusakan pada kornea yang merupakan media refraksi.Kerusakan kornea dapat disebabkan karena panas maupun derajat keasaman logam aluminium. Panas dan nyeripada mata pasien disebabkan oleh rangsangan logam alumunium panas pada ujung-ujung saraf kornea dankonjungtiva. Rangsangan ini juga meningkatkan sekresi kelenjar lakrimal sehingga terjadi epifora. Jaringan orbitayang terkena rangsangan mengalami inflamasi. Inflamasi pada palpebra menyebabkan edema palbebra sertaentropion dan blefarospasme akibat nyeri. Inflamasi pada konjungtiva menyebabkan pelebaran pembuluh darahkonjungtiva yang tampak sebagai conjunctival injection dan pericorneal injection. Akibat rangsangan panas juga

Page 17: -Laporan_Kasus_Mata.pdf

terjadi iskemik pada limbus 360º dan luka bakar pada konjungtiva. Kornea mata pasien mengalami kerusakanjaringan berupa erosi pada seluruh permukaannya. Inflamasi pada iris dan rangsangan ujung saraf korneamenyebabkan dilatasi pembuluh darah iris dan kontraksi iris sehingga pupil pasien tampak midmidriasis, reflekpupil negatif, dan pasien mengalami fotofobia. Peningkatan TIO pada mata kanan pasien dapat disebabkaninflamasi iris yang menyebabkan iris menempel pada lensa sehingga terjadi blok pupil, dapat juga disebabkanadanya sel-sel inflamasi yang menyumbat trabekula meshwork sehingga mengganggu aliran humor aqueous.

Terapi yang diberikan pada pasien ini sebagai berikut.

Ekstraksi corpus alienum dan eksplorasi untuk mengeksplorasi luka dan mencegah perlukaan mata lebihlanjut akibat corpus alienum.

Irigasi RL 2L ODS untuk menetralisir efek bahan kimia dan panas pada mata.

Tobro ed 6×1 ODS merupakan antibiotik topikal untuk mencegah infeksi sekunder.

SA 1% 3×1 ODS sebagai sikloplegik untuk merelaksasikan iris sehingga mengurangi nyeri dan mencegahsinekia posterior.

Timolol 0,5% 2×1 ODS sebagai agen penghambat beta adrenergik yang mengurangi efek saraf simpatisdalam mendilatasi pupil.

Doksisiklin 2×100 mg merupakan antibiotik sistemik untuk memperkuat efek antibiotik topikal.

Vit C 2000 mg untuk membantu reepitelialisasi kornea dan mempercapat penyembuhan.

Oculotect eg 4×1 ODS untuk mencegah kekeringan mata dan mempercepat reepitelialisasi kornea.

Repithel eo 4×1 ODS merupakan air mata buatan dengan kandungan vitamin A untuk mempercepatreepitelialisasi kornea.

EDTA ed 3×1 OD sebagai buffer untuk mengikat ion-ion logam berat yang masih tertinggal di mata.

Glaukon 2×250 mg merupakan agen antiglaukoma yang bekerja sebagai inhibitor karbonik anhidrasesehingga dapat mengurangi produksi humor aqueous.

Walaupun trauma mata ini tidak mengancam nyawa, prognosis pada pasien ini dubia et malam karena adanyakerusakan kornea secara menyeluruh sehingga visus mata yang mengalami trauma sulit untuk dikembalikan. Disamping itu, adanya luka bakar dan iskemik limbus 360º pada konjungtiva menyebabkan prosespenyembuhannya lebih sulit. Secara kosmetik, hasilnya juga kurang baik karena adanya luka bakar pada bagianwajah.

BAB V

KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien Tn. W usia 42 tahun dengan OD trauma oculi termis dan khemis grade IV dengankomplikasi keratopathy + OS trauma oculi termis dan khemis grade I dengan komplikasi edema palpebra.Diagnosis ditegakkan dari anamnesa mata kanan panas dan nyeri setelah terkena percikan logam alumuniumpanas sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Mata pasien merah, nrocoh, silau, dan pandangannya kabur.Kelopak mata pasien bengkak. Tidak ada riwayat keluarnya darah dari mata pasien. Pemeriksaan fisik didapatkanpenurunan visus: 1/60; palpebra spasme, edema, dan entropion; konjungtiva didapatkan CI (+), PCI (+); iskemiklimbus; luka bakar; kornea, didapatkan erosi epitel seluruh kornea; pupil not round, RP (-), midmidriasis; lensakesan tampak jernih; TIO dengan pemeriksaan digital: peningkatan tekanan intraokuler pada mata kanan.Sedangkan pada mata kiri didapatkan visus: 5/5; palpebra edema dan didapatkan corpus alienum margopalpebra superior dan inferior; konjungtiva didapatkan PCI (+); kornea serta didapatkan erosi di jam 7 paracentralsedalam epitel.

Pasien diterapi dengan Ekstraksi corpus alienum dan eksplorasi untuk mengeksplorasi luka dan mencegahperlukaan mata lebih lanjut akibat corpus alienum, Irigasi RL 2L ODS untuk menetralisir efek bahan kimia danpanas pada mata, Tobro ed 6×1 ODS merupakan antibiotik topikal untuk mencegah infeksi sekunder, SA 1% 3×1ODS sebagai sikloplegik untuk merelaksasikan iris sehingga mengurangi nyeri dan mencegah sinekia posterior,

Page 18: -Laporan_Kasus_Mata.pdf

Timolol 0,5% 2×1 ODS sebagai agen penghambat beta adrenergik yang mengurangi efek saraf simpatis dalammendilatasi pupil, Doksisiklin 2×100 mg merupakan antibiotik sistemik untuk memperkuat efek antibiotik topikal,Vit C 2000 mg untuk membantu reepitelialisasi kornea dan mempercapat penyembuhan, Oculotect eg 4×1 ODSuntuk mencegah kekeringan mata dan mempercepat reepitelialisasi kornea, Repithel eo 4×1 ODS merupakan airmata buatan dengan kandungan vitamin A untuk mempercepat reepitelialisasi kornea, EDTA ed 3×1 OD sebagaibuffer untuk mengikat ion-ion logam berat yang masih tertinggal di mata, serta Glaukon 2×250 mg merupakanagen antiglaukoma yang bekerja sebagai inhibitor karbonik anhidrase sehingga dapat mengurangi produksihumor aqueous.

Prognosis pada pasien ini dubia et malam karena adanya kerusakan kornea secara menyeluruh sehingga visusmata yang mengalami trauma sulit untuk dikembalikan. Di samping itu, adanya luka bakar dan iskemik limbus360º pada konjungtiva menyebabkan proses penyembuhannya lebih sulit. Secara kosmetik, hasilnya juga kurangbaik karena adanya luka bakar pada bagian wajah.

DAFTAR PUSTAKA

1. James B, Chew C dan Bron A, 2010. Eye Injury. http://www.losangeleyeinjury.com. Diakses tanggal 2Desember 2011

2. McGwin G, Xie A, Owsley C, 2005. Occular Trauma. http://www.emedicine.com. Diakses tanggal 2 Desember2011

3. Rhobson, Joe. 2008. Occular Trauma Management. http://.opt.pacificu.edu. Diakses tanggal 2 Desember 2011

5. Rihawi, S., Frentz, M., Schrage, NF. 2006. “Emergency Treatment of Eye Burns: which rinsing solution shouldwe choose?”. Graefe’s Arch Clin Exp Ophtalmology 244: 845-854.

6. Kuhn F, Morris R, Witherspoon CD. 1995. BETT: The Terminology of Ocular Trauma

7. Ilyas, Sidharta. 2011. Ilmu Penyakit Mata, Edisi Keempat. Hal 259-276. Jakarta : Badan Penerbit FKUI

8. Melsaether, CN, Rosenm, CL. “Burns, Ocular.” EMedicine: The Continually Updated Clinical Reference. 1 Nov.2007. 07 May 2009 http://emedicine.medscape.com/article/7986966. Diakses pada tanggal 4 Desember 2011.

9. Burns FR, Paterson CA. 1989. Prompt irrigation of chemical eye injuries may avert severe damage. OccupHealth Safety.; 58: 33–36

10. Socransky SJ. 2003. Ocular burn management and eye irrigation . In: Reichman, Eric, and Robert R. Simon.Emergency Medicine Procedures. New York : McGraw-Hill

11. Wagoner MD. 1997. Chemical injuries of the eye: current concepts in pathophysiology and therapy. SurvOphthalmol.; 41(4):275–313

12. Trudo, EW, Rimm, W. 2003. Chemical injuries of the eye. In: Ophthalmic care of the combat casualty. FallsChurch, Va: Office of the Surgeon General, United States Army; Washington, D.C., Borden Institute, Walter ReedArmy Medical Center, United States Army Medical Dept. Center and School, Uniformed Services University of theHealth Sciences

13. Kuckelkorn R, Kottek A, Schrage N & Reim M. 1995. Poor prognosis of severe chemical and thermal burns.The need for adequate emergency care and primary prevention. Int Arch Occup Environ Health; 67:281–284

14. Macdonald EC, Cauchi P, Azuara Blanco A, Foot BG. 2009. Surveillance of severe chemical corneal injuries inthe UK. Br J Ophthalmol

15. Kimi, T, Khosla-Gupta, BA. 2002. Chemical and thermal injuries to the ocular surface. In: Holland, EJ, Mannis.Ocular Surface Disease Medical and Surgical Management. New York: Springer

16. Sharma, A, Smilkstein, MJ, Fraufelder, FW. 2006. Ophthalmic principles. In: Goldfrank’s toxicologic

Page 19: -Laporan_Kasus_Mata.pdf

emergencies. New York : McGraw-Hill

17. Randleman, JB. 2010. Chemial eye burn overview. http://www.emedicine.com Dikses pada tanggal 4Desember 2011.

18. Kenneth, C. 2002. Emergency Ophthalmology, a Rapid Treatment Guide. Boston Medical Publishing Division

19. Randleman, JB. 2006. Burnm chemical. Department of Ophthalmology. http://www/emedicine.com. Diaksespada tanggal 4 Desember 2011.

20. Vaughan, D.G., Asbury, A., Riordan-Eva, P. 2002. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika.

About these ads