zat aktif.pdf

13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pengertian Obat Obat adalah zat aktif berasal dari nabati, hewani, kimiawi alam maupun sintesis dalam dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan untuk preventif (profilaksis), rehabilitasi, terapi, diagnosa terhadap suatu keadaan penyakit pada manusia maupun hewan. Namun zat aktif tersebut tidak dapat dipergunakan begitu saja sebagai obat, terlebih dahulu harus dibuat dalam bentuk sediaan seperti pil, tablet, kapsul, sirup, suspensi, supositoria, salep dan lain–lain (Jas, 2007). Meskipun obat dapat menyembuhkan penyakit, tetapi masih banyak juga orang yang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan dapat juga bersifat sebagai racun. Obat itu bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi, apabila obat salah digunakan dalam pengobatan atau dengan dosis yang berlebihan maka akan menimbulkan keracunan. Dan bila dosisnya kecil maka kita tidak akan memperoleh penyembuhan (Anief, 1991). Untuk menghasilkan efek farmakologi atau efek terapi, obat harus mencapai tempat aksinya dalam konsentrasi yang cukup untuk menimbulkan respon. Tercapainya konsentrasi obat tergantung pada keadaan dan kecepatan obat diabsorpsi dari tempat pemberian dan distribusinya oleh aliran darah ke bagian yang lain dari badan (Anif, 1990). Universitas Sumatera Utara

Upload: aze-andrea-putra

Post on 27-Oct-2015

199 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: zat aktif.pdf

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pengertian Obat

Obat adalah zat aktif berasal dari nabati, hewani, kimiawi alam maupun

sintesis dalam dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan untuk preventif

(profilaksis), rehabilitasi, terapi, diagnosa terhadap suatu keadaan penyakit pada

manusia maupun hewan. Namun zat aktif tersebut tidak dapat dipergunakan begitu

saja sebagai obat, terlebih dahulu harus dibuat dalam bentuk sediaan seperti pil, tablet,

kapsul, sirup, suspensi, supositoria, salep dan lain–lain (Jas, 2007).

Meskipun obat dapat menyembuhkan penyakit, tetapi masih banyak juga orang

yang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa obat

dapat bersifat sebagai obat dan dapat juga bersifat sebagai racun. Obat itu bersifat

sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis

dan waktu yang tepat. Jadi, apabila obat salah digunakan dalam pengobatan atau

dengan dosis yang berlebihan maka akan menimbulkan keracunan. Dan bila dosisnya

kecil maka kita tidak akan memperoleh penyembuhan (Anief, 1991).

Untuk menghasilkan efek farmakologi atau efek terapi, obat harus mencapai

tempat aksinya dalam konsentrasi yang cukup untuk menimbulkan respon.

Tercapainya konsentrasi obat tergantung pada keadaan dan kecepatan obat diabsorpsi

dari tempat pemberian dan distribusinya oleh aliran darah ke bagian yang lain dari

badan (Anif, 1990).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: zat aktif.pdf

2.2 Bahan baku

Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat (zat aktif) maupun tidak

berkhasiat (zat Nonaktif/eksipien), yang berubah maupun tidak berubah, yang

digunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak tidak semua bahan tersebut masih

terdapat di dalam produk ruahan (Siregar, 2010).

Menurut Dirjen POM (2006), bahan (zat) aktif adalah setiap bahan atau

campuran bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dan apabila

digunakan dalam pembuatan obat menjadi zat aktif obat tersebut. Dalam pengertian

lain, bahan (zat) aktif adalah bahan yang ditujukan untuk menghasilkan khasiat

farmakologi atau efek langsung lain dalam diagnosis, penyembuhan, peredaan,

pengobatan atau pencegahan penyakit, atau untuk mempengaruhi struktur dan fungsi

tubuh.

Zat aktif senyawa kimia murni tunggal jarang diberikan langsung sebagai

sediaan obat. Akan tetapi, sediaan obat yang diformulasikan hampir selalu diberikan.

Sediaan obat ini dapat beragam dari larutan yang relatif sederhana sampai ke sistem

sediaan obat yang rumit, dengan menggunakan zat tambahan atau eksipien dalam

formulasi untuk memberikan fungsi farmasetik yang berbeda–beda sesuai dengan

tujuan yang dimaksudkan (Siregar, 2010).

Disain dan formulasi suatu bentuk sediaan yang tepat mensyaratkan

pertimbangan karakteristik fisika, kimia, dan biologi semua zat aktif dan eksipien

yang digunakan dalam pembuatan suatu produk.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: zat aktif.pdf

2.3 Syarat – Syarat bahan baku

Semua bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan farmakope

atau buku resmi lain yang disetujui oleh regulator atau oleh industri farmasi yang

bersangkutan. Selain itu, bahan–bahan yang dibeli harus sesuai dengan spesifikasi

hasil uji praformulasi agar diperoleh mutu obat yang konsisten dan memenuhi

persyaratan keamanan, khasiat, stabilitas, dan ketersediaan hayati (Siregar, 2010).

Beberapa ketentuan persyaratan bahan baku menurut Dirjen POM (2006),

adalah sebagai berikut :

• Pemasok bahan awal dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi spesifikasi mutu

yang telah ditentukan oleh perusahaan.

• Tiap spesifikasi hendaklah disetujui dan disimpan oleh bagian Pengawasan Mutu

kecuali untuk produk jadi yang harus disetujui oleh kepala bagian Manajemen

Mutu (Pemastian Mutu).

• Revisi berkala dari tiap spesifikasi perlu dilakukan agar memenuhi Farmakope

edisi terakhir atau kompendia resmi lain.

• Spesifikasi bahan awal hendaklah mencakup, dimana diperlukan :

a. Deskripsi bahan, termasuk :

Nama yang ditentukan dan kode refren (kode produk) internal.

Rujukan monografi farmakope, bila ada.

Pemasok yang disetujui dan, bila mengkin, produsen bahan.

Standar mikrobiologis, bila ada.

b. Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan.

c. Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan.

d. Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: zat aktif.pdf

e. Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali.

• Identitas suatu bets bahan awal biasanya hanya dapat dipastikan apabila sampel

diambil dari tiap wadah dan dilakukan uji identitas terhadap tiap sampel.

• Pengambilan sampel boleh dilakukan dari sebagian wadah bila telah dibuat

prosedur tervalidasi untuk memastikan bahwa tidak satupun wadah bahan awal

yang salah label identitasnya.

• Mutu suatu bets bahan awal dapat dinilai dengan mengambil dan menguji sampel

representatif. Sampel yang diambil untuk uji identitas dapat digunakan untuk

tujuan tersebut.

• Jumlah yang diambil untuk menyiapkan sampel representatif hendaklah ditentukan

secara statistik dan dicantumkan dalam pola pengambilan sampel.

• Jumlah sampel yang dapat dicampur menjadi satu sampel komposit hendaklah

ditetapkan dengan pertimbangan sifat bahan, informasi tentang pemasok dan

homogenitas sampel komposit itu.

2.4 Batuk

Batuk merupakan gejala yang mungkin paling umum yang bisa timbul pada

penyakit tenggorokan sampai penyakit cabang tenggorokan. Batuk bisa kering atau

berlendir/berdahak (Irianto, 2004).

Batuk adalah suatu refleks fisiologis protektif yang berfungsi untuk mengeluarkan

dan membersihkan saluran pernapasan dari dahak, debu, zat–zat perangsang asing dan

unsur–unsur infeksi. Orang sehat hampir tidak batuk sama sekali, berkat mekanisme

pembersihan dari bulu getar di dinding bronchi, yang berfungsi menggerakkan dahak

keluar dari paru–paru menuju batang tenggorokan. Cilia ini juga membantu

menghindarkan masuknya zat–zat asing ke saluran napas (Tjay, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: zat aktif.pdf

Batuk juga bisa dipicu oleh stimulasi reseptor–reseptor yang terdapat di

mukosa dari seluruh saluran napas, termasuk tenggorokan, juga lambung. Bila

reseptor yang peka ini oleh zat–zat perangsang distimulir, biasanya timbullah refleks

batuk. Saraf–saraf tertentu menyalurkan isyarat–isyarat ke pusat batuk di sumsum

lanjutan (medula oblogata), yang kemudian mengkoordinir serangkaian proses yang

menjurus ke respon batuk (Tjay, 2007).

Menurut Anif (2000), obat yang digunakan untuk mengobati penyakit batuk

dibagi dalam dua golongan besar, yaitu :

1. Ekspektoransia, yaitu mempertinggi sekresi dari saluran pernapasan dan atau

mencairkan riak sehingga mudah dikeluarkan.

2. Zat–zat pereda batuk (antitusif), yaitu zat–zat ini mengerem rangsangan batuk,

dan titik kerjanya dapat sentral, dapat perifer.

Bagi Mutschler (1991), jenis dua golongan besar di atas dibagi lagi.

Ekspektoran dibagi atas: Sekretolitika (meniggikan sekresi bronkhus dan dengan

demikian mengencerkan lendir), Mukolitika (mengubah sifat fisikokimia sekret,

terutama viskositasnya diturunkan), Sekretomotorika (menyebabkan gerakan sekret

dan batuk, untuk mengeluarkan sekret tersebut). Sedangkan sifat kerja antitusif dibagi

atas: penekanan pusat batuk (serabut sensorik /rangsang batuk) dan penekan reseptor

batuk (serabut motorik/pendorong batuk).

2.5 Ekspektoran

Ekspektoran menurut Sartono (2005) adalah obat yang bekerja dengan cara

meningkatkan jumlah cairan sehingga lendir menjadi encer, dan juga merangsang

pengeluaran lendir dari saluran napas. Universitas Sumatera Utara

Page 6: zat aktif.pdf

Pengertian yang hampir sama diberikan oleh Setiabudy (2007), yaitu

ekspektoran ialah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas

(ekspektorasi). Penggunaan ekspektoran didasarkan pengalaman empiris. Belum ada

data yang membuktikan efektivitas ekspektoran dengan dosis yang umum digunakan.

Mekanisme kerjanya diduga berdasarkan stimulasi mukosa lambung dan selanjutnya

secara refleks merangsang sekresi kelenjar saluran napas lewat N.Vagus, sehingga

menurunkan viskositas dan mempermudah pengeluaran dahak.

2.6 Gliseril Guaiakolat (Dirjen POM, 1995)

OH

O-CH2-CH-CH2OH

O-CH3

3-(o-Metoksifenoksi)-1,2-propanadiol [93-14-1]

Rumus molekul : C10H14O

Berat molekul : 198,22

Pemerian : serbuk hablur, putih sampai agak ke abu–abu khas lemah, rasa pahit.

Kelarutan : larut dalam air, etanol, kloroform, dan propilen glikol, agak sukar

larut dalam gliserin.

Susut pengeringan : tidak lebih dari 0,5% ; lakukan pengeringan dalam hampa

udara, pada tekanan tidak kurang dari 10 mmHg, pada suhu

60 hingga bobot tetap

Identifikasi : campur lebih kurang 5 mg dengan 1 tetes formaldehid P dan

beberapa tetes asam sulfat P maka terjadi warna merah tua hingga

ungu.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: zat aktif.pdf

Syarat kadar : mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0%

C10H14O dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Baku pembanding : guaifenesin BPFI; lakukan pengeringan dalam hampa udara

pada tekanan tidak kurang dari 10 mmHg, pada suhu

hingga bobot tetap, sebelum digunakan. Setelah ampul

dibuka, simpan dalam wadah tertutup rapat.

Perhitungan penetapan kadar dapat dilakukan dengan menggunakan rumus

sebagai berikut :

Cs =

Keterangan :

Cs : Kadar Sampel

As : Serapan Larutan Sampel

Ab : Serapan Larutan Baku

C BPFI : Kadar Baku Pembanding Farmakope Indonesia

2.6.1 Indikasi

Gliseril guaiakolat selain bekerja sebagai ekspektoran, gliseril guaiakolat juga

meningkatkan pembersihan mukosilier (Sartono, 2005).

Obat generik Gliseril guaiakolat termasuk dalam jenis obat batuk basah, yaitu

obat batuk untuk batuk yang memiliki ciri berlendir, dahak mudah dikeluarkan, terasa

ringan, dan tidak begitu sering intensitas batuknya. Khasiat obat ini adalah

mengeluarkan lendir di kerongkongan agar jalan napas terbebas dari zat-zat asing

(Widodo, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: zat aktif.pdf

Menurut Widodo (2004) hal-hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan

Gliseril Guaiakolat adalah:

- Jangan gunakan lebih dari 7 hari tanpa izin dokter

- Minumlah 1 gelas air setiap minum obat ini

- Tidak diperbolehkan untuk alergi

2.6.2 Farmakologi

Guaifenesin (gliseril guaiakolat, *Toplexil) adalah derivat guaiakol yang

banyak digunakan sebagai ekspektoran dalam berbagai jenis sediaan batuk. Pada

dosiss tinggi bekerja merelaksasi otot (Tjay, 2007).

Penggunaan obat ini hanya didasarkan tradisi dan kesan subjektif pasien dan

dokter. Belum ada bukti bahwa obat bermanfaat pada dosis yang diberikan. Efek

samping yang mungkin timbul dengan dosis besar, berupa kantuk, mual, dan muntah.

(Setiabudy, 2007).

2.7 Metode Penetapan Kadar Secara Spektroforometri Ultra Violet (UV)

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari

spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan

panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya

yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk

mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan,

sebagai fungsi panjang gelombang (Khopkar, 1990).

Metode spektroforometri UV-Vis adalah pengukuran intensitas sinar

ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan

cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit

Universitas Sumatera Utara

Page 9: zat aktif.pdf

terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroforometri UV-Vis biasanya

digunakan untuk molekul organik di dalam larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai

daerah yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan

dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara

kuantitatif. Konsentrasi analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur

absorbansi pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-

Beer. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm, sedangkan

visible berada pada panjang gelombang 400-800 nm (Dachriyanus, 2004).

Asas

Radiasi ultraviolet dan visible diabsorbsi oleh molekul organik aromatik,

molekul yang mengandung elektron-π terkonyugasi dan atau atom yang mengandung

elektron-n, menyebabkan transisi elektron di orbit terluarnya dari tingkat energi

elektron dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi. Besarnya absorbansi

radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorbsi dan

ini dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Satiadarma, 2004).

Analisis Kualitatif

Kegunaan spektrofotometri UV-Vis dalam analisis kualitatif sangat

terbatas, karena rentang daerah radiasi relatif sempit (500 nm) yang hanya dapat

mengakomodasi sedikit sekali puncak absorbsi maksimum dan minimum, karena itu

identifikasi senyawa yang tidak diketahui, tidak memungkinkan. Analisis kualitatif

yaitu dengan menyamakan panjang absorbsi maksimumnya, absorbtivitas (a),

absorbtivitas molar (ε) dalam pelarut dan pH tertentu, rasio absorban pada dua

panjang gelombang absorbsi maksimum, dan spektrum perbedaan (difference

Universitas Sumatera Utara

Page 10: zat aktif.pdf

spectrum) yang dibuat dengan dua larutan zat yang konsentrasinya sama tetapi pada

dua pH yang berbeda (Satiadarma, 2004).

Analisis Kuantitatif

Penggunaan utama spektrofotometri UV-Vis adalah dalam analisis

kuantitatif, yaitu dengan cara membandingkan absorban sampel terhadap absorban

larutan standar yang konsentrasinya diketahui, diukur pada kondisi yang sama

(Satiadarma, 2004).

Apabila dalam alur radiasi spektrofotometer terdapat senyawa yang

mengabsorpsi radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang mencapai

detektor. Parameter kekuatan energi radiasi khas yang diabsorpsi oleh molekul adalah

absorban (A) yang dalam batas konsentrasi rendah nilainya sebanding dengan

konsentrasi zat yang mengabsorpsi radiasi. Penentuan kadar senyawa organik yang

mengabsorpsi radiasi UV-Vis penggunaannya cukup luas. Konsentrasi kerja larutan

analit umumnya 10-20 µg/ml, tetapi untuk senyawa yang nilai absorptivitasnya besar

dapat diukur pada konsentrasi yang lebih rendah (Satiadarma, 2004).

Instrumen Spektrofotometer UV pada dasarnya terdiri atas lima

komponen pokok, yaitu :

1. Sumber energi radiasi

Sumber energi radiasi yang biasa digunakan adalah sebuah lampu pijar

dengan kawat terbuat dari wolfram. (Day, 2002).

Lampu deuterium, lampu pijar tugsten dan lampu halogen yang biasa

dipakai sebagai sumber radiasi untuk daerah ultraviolet (Satiadarma, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 11: zat aktif.pdf

2. Monokromator

Cara kerjanya seperti prinsip prisma yaitu bila seberkas cahaya menembus

antarmuka antara dua media yang berbeda misalnya udara dan kaca, terjadilah

pembengkokan, yang disebut pembiasan (refraksi), jauhnya pembengkokan ini

bergantung pada indeks bias kaca. Indeks bias ini berbeda–beda menurut panjang

gelombang cahaya. Akibat bervariasinya indeks bias dengan panjang gelombang

itu, prisma mampu mendispersikan atau menebarkan berkas cahaya putih menjadi

suatu spektrum warna (Day, 2002).

Monokromator digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang

monokromatis. Alatnya berupa prisma ataupun grating. Untuk mengarahkan sinar

monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan celah

(Khopkar, 1990).

Bahan prisma untuk instrumen spektrofotometer visibel adalah dari

prisma kaca, sedangkan kuarsa merupakan bahan prisma untuk instrumen

spektrofotometer ultraviolet, inframerah dekat, dan Visibel (Day, 2002).

3. Sel (wadah sampel/kuvert)

Sel haruslah meneruskan energi radiasi dalam daerah spektral yang

diinginkan, jadi digunakan sel kaca untuk visibel, sedangkan sel kuarsa atau kaca

silika untuk daerah ultraviolet (Day, 2002).

Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder juga

dapat digunakan. Kuvert/sel yang tertutup harus digunakan untuk pelarut organik

(Khopkar, 1990).

4. Detektor

Peran detektor adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai

panjang gelombang (Khopkar, 1990).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: zat aktif.pdf

Detektor adalah alat yang menerima sinyal dalam bentuk radiasi

elektromagnetik, mengubah dan meneruskannya dalam bentuk sinyal listrik

kerangkaian sistem penguat elektronika. Dengan demikian sinyal radiasi yang

terdeteksi itu dapat diukur kekuatannya (Satiadarma, 2004).

Secara umum, detektor fotolistrik digunakan dalam daerah tampak dan

ultraviolet, detektor fotolistrik yang paling sederhana adalah tabung foto (Day,

2002).

5. Penguat dan pembacaan

Menggunakan sebuah penguat dengan resistansi masukan yang tinggi

sehingga rangkaian tabung foto itu tidak tersadap habis. Malah voltase yang

melintas resistor beban itu digunakan untuk mengendalikan suatu rangkaian yang

menarik dayanya dari dalam suatu sumber yang tak bergantung dan yang

mempunyai suatu keluaran yang cukup besar untuk menjalankan suatu alat

pengukur atau piranti baca lain (Day, 2002).

Hukum Lambert-Beer

Menurut Dachriyanus (2004), Hukum Lambert-Beer (Beer’s law) adalah

hubungan linieritas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit, biasanya ditulis

dengan:

A = a. b. C

Keterangan:

A : absorban (serapan)

a : absorptivitas

b : tebal kuvert (cm)

C: konsentrasi (M)

Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada

konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel.

Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang Universitas Sumatera Utara

Page 13: zat aktif.pdf

radiasi. Satuan a ditentukan oleh satuan c, jika satuan c dalam molar (M) maka

absorptivitas disebut dengan absorptivitas molar disimbolkan dengan ε yang

satuannya Jika c dinyatakan dengan persen berat/ volume (g/100 mL)

maka absorptivitas dapat ditulis dengan dan juga seringkali ditulis dengan

(Rohman, 2007)

Menurut Dachriyanus (2004), Transmitan (T) yang didefenisikan sebagai

berikut

T= I / Io

I : intensitas cahaya setelah melewati sampel

Io : intensitas cahaya awal

Dan hubungan A dan T adalah

A = -log T = -log (I / Io)

Universitas Sumatera Utara