zaman portugis
TRANSCRIPT
.
Zaman Portugis
Keahlian bangsa Portugis dalam navigasi, pembuatan kapal dan
persenjataan memungkinkan mereka untuk melakukan ekspedisi
eksplorasi dan ekspansi. Dimulai dengan ekspedisi eksplorasi yang
dikirim dari Malaka yang baru ditaklukkan dalam tahun 1512, bangsa
Portugis merupakan bangsa Eropa pertama yang tiba di kepulauan
yang sekarang menjadi Indonesia, dan mencoba untuk menguasai
sumber rempah-rempah yang berharga [2] dan untuk memperluas
usaha misionaris Katolik Roma. Upaya pertama Portugis untuk
menguasai kepulauan Indonesia adalah dengan menyambut tawaran
kerjasama dari Kerajaan Sunda.
Pada awal abad ke-16, pelabuhan-pelabuhan perdagangan penting di
pantai utara Pulau Jawa sudah dikuasai oleh Kesultanan Demak,
termasuk dua pelabuhan Kerajaan Sunda yaitu Banten dan Cirebon.
Khawatir peran pelabuhan Sunda Kelapa semakin lemah, raja Sunda,
Sri Baduga (Prabu Siliwangi) mencari bantuan untuk menjamin
kelangsungan pelabuhan utama kerajaannya itu. Pilihan jatuh ke
Portugis, penguasa Malaka. Dengan demikian, pada tahun 1512 dan
1521, Sri Baduga mengutus putra mahkota, Surawisesa, ke Malaka
untuk meminta Portugis menandatangani perjanjian dagang, terutama
lada, serta memberi hak membangun benteng di Sunda Kelapa.[3]
Pada tahun 1522, pihak Portugis siap membentuk koalisi dengan
Sunda untuk memperoleh akses perdagangan lada yang
menguntungkan. Tahun tersebut bertepatan dengan diselesaikan
penjelajahan dunia oleh Magellan.
Komandan benteng Malaka pada saat itu adalah Jorge de Albuquerque.
Tahun itu pula dia mengirim sebuah kapal, São Sebastião, di bawah
komandan Kapten Enrique Leme, ke Sunda Kalapa disertai dengan
barang-barang berharga untuk dipersembahkan kepada raja Sunda.
Dua sumber tertulis menggambarkan akhir dari perjanjian tersebut
secara terperinci. Yang pertama adalah dokumen asli Portugis yang
berasal dari tahun 1522 yang berisi naskah perjanjian dan
tandatangan para saksi, dan yang kedua adalah laporan kejadian yang
disampaikan oleh João de Barros dalam bukunya "Da Asia", yang
dicetak tidak lama sebelum tahun 1777/78.
Menurut sumber-sumber sejarah ini, raja Sunda menyambut hangat
kedatangan orang Portugis. Saat itu Prabu Surawisesa telah naik tahta
menggantikan ayahandanya dan Barros memanggilnya "raja Samio".
Raja Sunda sepakat dengan perjanjian persahabatan dengan raja
Portugal dan memutuskan untuk memberikan tanah di mulut Ciliwung
sebagai tempat berlabuh kapal-kapal Portugis. Selain itu, raja Sunda
berjanji jika pembangunan benteng sudah dimulai maka beliau akan
menyumbangkan seribu karung lada kepada Portugis. Dokumen
kontrak tersebut dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja Sunda
dan satu lagi untuk raja Portugal; keduanya ditandatangani pada
tanggal 21 Agustus 1522.
Pada dokumen perjanjian, saksi dari Kerajaan Sunda adalah Padam
Tumungo, Samgydepaty, e outre Benegar e easy o xabandar,
maksudnya adalah "Yang Dipertuan Tumenggung, Sang Adipati,
Bendahara dan Syahbandar Sunda Kelapa". Saksi dari pihak Portugis,
seperti dilaporkan sejarawan Porto bernama João de Barros, ada
delapan orang. Saksi dari Kerajaan Sunda tidak menandatangani
dokumen, mereka melegalisasinya dengan adat istiadat melalui
"selamatan". Sekarang, satu salinan perjanjian ini tersimpan di
Museum Nasional Republik Indonesia, Jakarta.
Pada hari penandatangan perjanjian tersebut, beberapa bangsawan
Kerajaan Sunda bersama Enrique Leme dan rombongannya pergi ke
tanah yang akan menjadi tempat benteng pertahanan di mulut Ci
Liwung. Mereka mendirikan prasasti, yang disebut Luso-Sundanese
padrão, di daerah yang sekarang menjadi Kelurahan Tugu di Jakarta
Utara. Adalah merupakan kebiasaan bangsa Portugis untuk mendirikan
padrao saat mereka menemukan tanah baru. Padrao tersebut
sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Portugis gagal untuk memenuhi janjinya untuk kembali ke Sunda
Kalapa pada tahun berikutnya untuk membangun benteng
dikarenakan adanya masalah di Goa/India.
Perjanjian inilah yang memicu serangan tentara Kesultanan Demak ke
Sunda Kelapa pada tahun 1527 dan berhasil mengusir orang Portugis
dari Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Tanggal ini di kemudian
hari dijadikan hari berdirinya Jakarta.
Gagal menguasai pulau Jawa, bangsa Portugis mengalihkan perhatian
ke arah timur yaitu ke Maluku. Melalui penaklukan militer dan
persekutuan dengan para pemimpin lokal, bangsa Portugis mendirikan
pelabuhan dagang, benteng, dan misi-misi di Indonesia bagian timur
termasuk pulau-pulau Ternate, Ambon, dan Solor. Namun demikian,
minat kegiatan misionaris bangsa Portugis terjadi pada pertengahan
abad ke-16, setelah usaha penaklukan militer di kepulauan ini berhenti
dan minat mereka beralih kepada Jepang, Makao dan Cina; serta gula
di Brazil.
Kehadiran Portugis di Indonesia terbatas pada Solor, Flores dan Timor
Portugis setelah mereka mengalami kekalahan dalam tahun 1575 di
Ternate, dan setelah penaklukan Belanda atas Ambon, Maluku Utara
dan Banda.[4] Pengaruh Portugis terhadap budaya Indonesia relatif
kecil: sejumlah nama marga Portugis pada masyarakat keturunan
Portugis di Tugu, Jakarta Utara, musik keroncong, dan nama keluarga
di Indonesia bagian timur seperti da Costa, Dias, de Fretes, Gonsalves,
Queljo, dll. Dalam bahasa Indonesia juga terdapat sejumlah kata
pinjaman dari bahasa Portugis, seperti sinyo, nona, kemeja, jendela,
sabun, keju, dll.
Bangsa Spanyol
Ekspedisi Spanyol juga disponsori oleh Pemerintah kerajaan.
Christopher Columbus berlayar lebih dari 2 bulan mengarungi
Samudera Atlantik dan sampai di kepulauan Bahama Karibia. Karena
mengira sudah sampai India, penduduk asli benua Amerika disebut
suku Indian, kekeliruan itu menghasilkan sebutan Hindia Barat untuk
Amerika.
Fernando de Magelhaens dan Juan de Sebastian del Cario alias
Ferdinand de Magellan ia mengambil kesimpulan bahwa Hindia Timur
dapat dicapai dari arah barat melalui ujung selatan Benua Amerika dan
Samudera Pasifik. Ia memulai pelayaran pada bulan Agustus 1519.
selama 2 tahun ia tiba dikepulauan Filipina dan mendirikan tugu
peringatan dan menyatakan daerah itu sebagai daerah milik raja
Spanyol.
Pelayaran di lanjutkan oleh Sebastian De Elcano 1521. Dua kapal
ekspedisi Spanyol sampai diMaluku. Ketika itu, Maluku sedang terjadi
persaingan antara Ternate dan Tidore. Guna mengimbangi kekuatan
Ternate yang didukung Portugis, Spanyol mendukung Tidore. Karena
kalah kuat, persekutuan Tidore dan Spanyol dapat di lumpuhkan. Sejak
tahun 1534, Tidak ada lagi ekspedisi Spanyol ke Indonesia.
Berdasarkan perjanjian Tordesilas : Kawasan Indonesia hanya boleh di
jelajahi oleh Portugis, Sedangkan Spanyol hanya sampai di Filipina.