portugis di sunda kelapa

25
PORTUGIS DI SUNDA KELAPA Feri Rahmat Chandra Meydea Rizky Putri Moudy Ayu Utami

Upload: adata-chandra

Post on 31-Dec-2015

198 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Sejarah Hubungan Indonesia-Portugal

TRANSCRIPT

Page 1: Portugis Di Sunda Kelapa

PORTUGIS DI SUNDA KELAPAFeri Rahmat ChandraMeydea Rizky PutriMoudy Ayu Utami

Page 2: Portugis Di Sunda Kelapa

Indonesia dan Nusantara

Page 3: Portugis Di Sunda Kelapa

Peta Kerajaan Hindu Padjadjaran

Page 4: Portugis Di Sunda Kelapa

Arti Penting Pelabuhan Sunda Kelapa

Sunda Kelapa merupakan pelabuhan kuno tersibuk yang menjadi pintu masuk utama perdagangan barang bagi Kerajaan Hindu Padjadjaran.

Sunda Kelapa dapat ditempuh 2 hari perjalanan dari ibukota di Pakuan.

Kerajaan Hindu Padjadjaran terkenal dengan hasil lada dan emasnya yang dipertukarkan dengan porselen, keramik, kuda, anggur, dll.

Page 5: Portugis Di Sunda Kelapa

Pulau Jawa di Abad ke-15 M.

Secara politis, Pulau Jawa dikuasai oleh Kerajaan Hindu Padjadjaran, Kesultanan Demak, Kesultanan Banten, Kerajaan Blambangan, dan Kadipaten Majapahit.

Kerajaan-kerajaan Hindu: Padjadjaran dan Blambangan, terdesak secara politis oleh perkembangan Kesultanan Demak, Banten, dan Cirebon yang berhasil menduduki Majapahit.

Tahun 1511, Malaka berhasil diduduki oleh Portugis.

Untuk alasan politis, Penguasa Kerajaan Padjadjaran, Prabu Surawisesa Jayaperkasa (Ratu Samian) mengirim utusan ke Malaka untuk menjalin hubungan politis dengan Portugis

Page 6: Portugis Di Sunda Kelapa

Portugis dan Kerajaan Hindu Padjadjaran

Pada 21 Agustus 1552, Jorge de Alberquerque memerintahkan Henrique Leme untuk menjalin kerjasama dengan, Ratu Samian, Penguasa Hindu Padjadjaran

Isi perjanjian kerjasama: Portugis dibolehkan mendirikan sebuah benteng di Pelabuhan Sunda Kelapa Portugis menempatkan pasukan di Sunda Kelapa Padjadjaran memberikan upeti 1.000 karung lada Portugis

Perjanjian ini tertuang dalam 2 buah padrao. Satu Padrao didirikan di Sunda Kelapa, satu lagi dikirim ke Portugal.

Benteng Portugis di Sunda Kaelapa tidak pernah selesai dibuat. Pada 1524, Fransisco de Sa, ditugaskan untuk mengatur pembangunan namun tidak pernah berhasil menjalankan tugasnya sampai tahun 1527.

Pada 1527, Sunda Kelapa direbut oleh pasukan Demak di bawah pimpinan Fatahillah. Nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta.

Page 7: Portugis Di Sunda Kelapa

Melaka Portugis dikuasai oleh Belanda

Pada 30 Mei 1619, VOC menyerang Jayakarta dan membumihanguskan pemukiman penduduk. Nama Jayakarta berubah menjadi Batavia.

Pada 4 Maret 1621, di atas reruntuhan Jayakarta lama, VOC mendirikan kastil Batavia yang mengelilingi kota Batavia.

Pada tahun 1641, VOC menyerang Portugis di Melaka atas bantuan Sultan Johor.

Orang Portugis menjadi tawanan dan budak sebagian dibawa ke Batavia.

Page 8: Portugis Di Sunda Kelapa

Kampung Tugu

Nama kampung tugu berasal dari perkataan Por-TUGU-ese.

Anggapan lain, nama kampung tugu berasal dari sebuah prasasti dari Kerajaan Tarumanegara yang ditemukan di suatu tempat di daerah tugu.

Page 9: Portugis Di Sunda Kelapa

Lokasi Kampung Tugu

Page 10: Portugis Di Sunda Kelapa

Mardijeker, Mardikas, atau Merdeka

Budak dan tawanan perang Portugis ini dibebaskan dengan syarat merubah keyakinan dari Katholik menjadi Protestan.

Orang-orang tersebut dijuluki sebagai Mardika atau Mardijker (orang-orang yang telah di merdekakan)

Para Mardijker ini kemudian diharuskan beradaptasi dengan kehidupan Belanda, termasuk berbicara dan bernyanyi dalam bahasa Belanda.

Pada tahun 1661 M, VOC memindahkan sekitar 22 kepala keluarga Mardijker ke sebuah perkampungan di luar Kastil Batavia, yang sekarang dikenal dengan Kampung Tugu

Kampung Tugu merupakan pemukiman Kristen paling awal di dunia timur.

Kaum Mardijker bersosialisasi dengan penduduk setempat dan melakukan perkawinan yang hasil dari peranakan mereka disebut mestiezen (campuran)

Page 11: Portugis Di Sunda Kelapa

Mardijker

Asal usul para Mardijker ini dapat dilacak ke Goa dan Afrika Portugis.

Mereka berasal dari masyarakat lokal, yg memeluk agama Katholik(mungkin juga karena perkawinan) yang kemudian hidup secara berkolompok.

De Haan (Abdurrahman, R. Paramitta: 2008) memberi ciri-ciri kelompok Mardijker:

Mereka murni ras Asia Mereka bukan berasal dari daerah yang mereka

tempati Umumnya merupakan pemeluk agama Nasrani Berbicara bahasa Portugis dan Belanda. Berbusana seperti orang Eropa: topi, sepatu, dan

kaus kaki bagi lelaki dan kebaya putih serta blus bagi perempuan (berbeda dg pribumi atau para budak)

Page 12: Portugis Di Sunda Kelapa

Mardijker

Nama-nama keluarga yg paling banyak digunakan seperti De Fretes, Ferrera, De Mello, Gomes, Gonsalvo, Cordero, De Dias, De Costa, Soares, Rodrigo, De Pinto, Perreira and De Silva.

Namun juga menggunakan surname Belanda seperti Willems, Michiels, Bastiaans, Pieters, Jansz, Fransz, Davidts.

Page 13: Portugis Di Sunda Kelapa

Gereja Tugu

Gereja Tugu didirikan pada tahun 1678 oleh Melchior Leidecker (doktor ilmu kedokteran Belanda)

Gereja Tugu bergaya Portugis

Pada tahun 1740 Gereja Tugu hancur, bersamaan dengan terjadinya peristiwa Pemberontakan Cina (Cina Onlusten) dan pembantaian orang-orang Tionghoa di Batavia,

Kemudian pada tahun 1744 atas bantuan seorang tuan tanah Yustinius Vinck gereja ini dibangun kembali, dan baru selesai pada 29 Juli 1747 yang kemudian diresmikan pada tanggal 27 Juli 1748 oleh pendeta J.M. Mohr.

Sampai saat ini gereja tersebut masih berdiri dan berfungsi sebagai “GPIB Tugu", walaupun di berbagai sudut sudah banyak yang harus diperbaiki karena faktor usia. Dapat menampung sekitar 300 jemaat

Page 14: Portugis Di Sunda Kelapa

Gereja Sion

Asal nama Gereja SION adalah "De Nieuwe Portugeesche Buitenkerk" ( Gereja Portugis Baru diluar tembok kota). Pendirinya ialah pengusaha Belanda di zaman VOC pada abad ke-17, bekerja sama dengan kalangan Gereja Protestan.

Peletakkan batu pertama gedung ini terjadi pada tanggal 19 oktober 1693 sedangkan peresmian gedung gereja berlangsung 2 tahun kemudian yaitu tanggal 23 oktober 1695 dan pentahbisan diantar oleh Pdt. Theodorus Zas dalam kebaktian minggu.

Bangunan gereja terletak diatas sebidang tanah dengan luas 6.725 m². Bentuk fisik bangunan persegi empat dengan ukuran 24 x 32 meter, pada bangunan belakang kemudian dibuat dari batu bata dengan kerangka ramuan kayu ebonite balok-balok besar, beratap genteng bermutu baik dan pondasi 10.000 tiang kayu "dolken". Gedung gereja "Sion" dapat menampung 1.000 jemaat.

Terletak di jalan Pangeran Jayakarta No.1 Jakarta

Page 15: Portugis Di Sunda Kelapa

Keroncong Tugu

“Bastiana, Bastiana (Bastiana, Bastiana)

Bastiana minja our (Sapu tangan Bastiana)

Bastiana lensu (Bastiana hartaku)

Komigu pinhor (Ada padaku bagai janji)

Nang quer fica triste (Janganlah sedih)

Ficai consolad (Tapi terhiburlah)

Kom algum dia mais (Sebab dalam beberapa hari)

Lo fica djuntad.” (Kita akan dipersatukan)

Page 16: Portugis Di Sunda Kelapa

Keroncong Tugu

Berawal saat jatuhnya Malaka dari kekuasaan Portugis ke tangan Belanda pada 1648.

Musik Portugis dan kesadaran akan darah Portugis tetap hidup meskipun pihak Belanda memaksakan agama serta nama-nama keluarga yang baru kepada orang-orang yang berketurunan Portugis.

Abad ke-18 dan 19, komunitas Tugu mempunyai pengaruh kultural yang relatif kuat di Jakarta.

tiga hal yang bertahan dalam tradisi Keroncong Tugu hingga kini, yaitu alat musik, lagu-lagu (repertoar), dan kostum pemainnya.

Page 17: Portugis Di Sunda Kelapa
Page 18: Portugis Di Sunda Kelapa

Keroncong Moresco

Jenis keroncong yang awal dan paling populer di Kampung Tugu.

Dinamakan Keroncong Mourisco karena dihubungkan dengan asal musik keroncong tersebut, yaitu suku bangsa Moor (Moorish atau Moresco).

Jenis ini mengingatkan mornas (lagu-lagu) dari Cobo Verde (Afrika), yang irama dasarnya dipakai sebagai latar belakang sebagian musik modern Indonesia.

Lagu-lagu yg dibawakan sebagian besar berbahasa Belanda dan Portugis seperti  Schoon ver vanjou dan OudBatavia.

Orkes keroncong Moresco Toegoe pertama kali didirikan dan dipimpin tahun 1925 oleh Joseph Quiko hingga 1935. Jacobus Quiko kemudian mengambil alih pimpinan hingga tahun 1950 dan menamakan Moresco Toegoe II.

Grup keroncong ini kemudian vakum selama dua dekade karena karena banyaknya anggota masyarakat Tugu termasuk para pemusik keroncong yang pindah ke luar negeri seperti Suriname, Belanda, atau Irian Barat.

Musik Keroncong Tugu diakui oleh dunia dengan mendapatkan kehormatan untuk direkam oleh UNESCO.

Page 19: Portugis Di Sunda Kelapa

Keroncong Cafrinho

Keroncong Tugu Cafrinho adalah kelanjutan dari Keroncong Tugu Moresco (Moresko Toegoe) yng dibina oleh Fernando Quiko dan Samuel Quiko.

Lagu-lagu lama yang biasa mereka bawakan seperti Kaparinyo, Moresco, dan beberapa Stambul.

Kostum para pemain laki-laki menggunakan syal di leher, baju koko putih, celana batik, dan baret di kepala, sedangkan para perempuan menggunakan kebaya.

Cafrinho atau Cafrinha merupakan kebudayaan non bendawi yang berakar dari kebudayaan para Mardijker di Srilanka dan Goa—Kaffrinha. Berbentuk tarian dengan campuran unsur-unsur tradisional Afrika, Melayu, Portugis, dan India.

Kaffrinha diasosiasikan dengan masyarakat Kaffirs (Keturunan Afrika Portugis di Srilanka) dan Portugis.

Page 20: Portugis Di Sunda Kelapa

Tanjidor

Musik tanjidor berasal dari bahasa Portugis yaitu Tangedor, yang artinya kelompok musik berdawai.

Tanjidor diperkenalkan oleh bangsa Portugis kepada masyarakat Betawi pada abad ke-19.

Tanjidor biasanya dimainkan paling sedikit oleh 7 orang.

Alat musik tanjidor terdiri atas alat musik tiup, alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul, dan alat musik pelengkap.

Page 21: Portugis Di Sunda Kelapa

Orkes Tanjidor

Page 22: Portugis Di Sunda Kelapa

Meriam Si Jagur

Dibuat oleh MT Bocarro di macao sebagai peralatan tempir. Kemudian diangkut ke Melaka untuk memperkuat benteng Portugis di Melaka. Belanda membawa meriam tersebut ke Batavia

Meriam itu beratnya 3,5 ton dengan panjang 3,85 meter dan diameter laras 25 sentimeter.

“EX ME IPSA RENATA SUM”—yang kurang lebih berarti: “Dari diriku sendiri, aku dilahirkan lagi”.

Bagi orang Betawi, Merieam Si Jagur mengandung arti penting. Meriam Si Jagur menjadi tempat bagi para ibu yang tak kunjung mempunyai anak untuk berdoa. Bagian belakang meriam ini berbentuk kepalan tangan seperti kepalan Bima. Ini diyakinin sebagai simbol kesuburan.

Page 23: Portugis Di Sunda Kelapa
Page 24: Portugis Di Sunda Kelapa

Ondel-Ondel Betawi

Ondel-ondel adalah kebudayaan material Betawi yang merupakan persilangan dari berbagai budaya dunia.

Ondel-ondel dimainkan bersama dengan orkes tanjidor

Ondel-ondel bergerak menandak-nandak diiringi musik tanjidor diikuti boneka-boneka besar yang selalu berpasangan (laki-laki dan perempuan), dibawakan dua orang di mana satu duduk di pundak dan satunya di bawah serupa dengan ondel-ondel Betawi masa lalu

Ondel-ondel bersama tanjidor memeliki akar ke Portugis. Di Portugal, boneka-boneka raksasa ini digunakan dalam iringan prosesi keagamaan.

Page 25: Portugis Di Sunda Kelapa

Daftar Pustaka

Abdurrahman, Paramita R. Bunga Angin Portugis di Nusantara. Jakarta. Buku Obor. 2008.

Arumsari, Chysanti. Keroncong Tugu: The Beat of Nationalism from Betawi, Jakarta, Indonesia. Jakarta. Prosiding The 4 International Conference on Indonesian Studies: Unity, Diversity, and Future. 2011.

Jayasuriya, Shihan de Silva. The Portuguese in The East. Tauris Academic Studies. New York. 2008.