yelvi berkilau lagi

6
Yelvi Berkilau Lagi Yelvi Levani Yelvi Levani, Penerima Beasiswa Erasmus Medical Center (MC) Rotterdam “Erasmus Medical Center mengajarkan saya tentang kehidupan. Belajar mandiri, menghargai perbedaan, saling membantu, dan berani mengemukakan pendapat. Saya benar-benar bersyukur kepada Tuhan karena memberikan saya kesempatan untuk melihat belahan dunia lain, bertemu dengan teman-teman dari berbagai bangsa dan merasakan pengalaman unik luar biasa”. Acara Final Presentation sekaligus Wisuda sebelas orang lulusan program beasiswa Erasmus Medical Center (MC), 26 Agustus 2011 lalu tampaknya akan menjadi momen berharga yang tak akan pernah terhapus dari ingatan Yelvi Levani, S.Ked. Bagaimana tidak, dalam kesempatan itu, di hadapan puluhan undangan wisuda, Yelvi tampak anggun mengenakan kebaya merah muda berdiri di depan podium menerima sertifikat kelulusan penyandang gelar Master by Research (M.Sc.) sekaligus penghargaan Best Student Award dari Erasmus University, universitas bergengsi di Eropa. Komitmen Yelvi meninggalkan Indonesia dan menetap sementara selama hampir 2 tahun di negeri kincir angin Belanda tak lain adalah demi menggapai seutas mimpi. Selama studinya di sana, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga penerima beasiswa EMC di Rotterdam, Belanda tahun 2009 ini ‘panen’ prestasi. Totalitas Yelvi menempuh pendidikan terbukti lewat keberhasilannya meraih sejumlah prestasi membanggakan. Dara kelahiran Depok, 1988 ini berhasil memenangkan beasiswa tambahan selama satu tahun dari KNAW (Royal Dutch Academic of Art and Science) untuk tahun kedua studinya, memenangkan best poster award di acara Molmed Day 2011 dan berhasil mendapatkan travel grant untuk

Upload: fikri-al-munawar

Post on 17-Dec-2015

214 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

saa

TRANSCRIPT

Yelvi Berkilau LagiYelvi LevaniYelvi Levani, Penerima Beasiswa Erasmus Medical Center (MC) Rotterdam

Erasmus Medical Center mengajarkan saya tentang kehidupan. Belajar mandiri, menghargai perbedaan, saling membantu, dan berani mengemukakan pendapat. Saya benar-benar bersyukur kepada Tuhan karena memberikan saya kesempatan untuk melihat belahan dunia lain, bertemu dengan teman-teman dari berbagai bangsa dan merasakan pengalaman unik luar biasa.Acara Final Presentation sekaligus Wisuda sebelas orang lulusan program beasiswa Erasmus Medical Center (MC), 26 Agustus 2011 lalu tampaknya akan menjadi momen berharga yang tak akan pernah terhapus dari ingatan Yelvi Levani, S.Ked. Bagaimana tidak, dalam kesempatan itu, di hadapan puluhan undangan wisuda, Yelvi tampak anggun mengenakan kebaya merah muda berdiri di depan podium menerima sertifikat kelulusan penyandang gelar Master by Research (M.Sc.) sekaligus penghargaan Best Student Award dari Erasmus University, universitas bergengsi di Eropa.Komitmen Yelvi meninggalkan Indonesia dan menetap sementara selama hampir 2 tahun di negeri kincir angin Belanda tak lain adalah demi menggapai seutas mimpi. Selama studinya di sana, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga penerima beasiswa EMC di Rotterdam, Belanda tahun 2009 ini panen prestasi.Totalitas Yelvi menempuh pendidikan terbukti lewat keberhasilannya meraih sejumlah prestasi membanggakan. Dara kelahiran Depok, 1988 ini berhasil memenangkan beasiswa tambahan selama satu tahun dari KNAW (Royal Dutch Academic of Art and Science) untuk tahun kedua studinya, memenangkan best poster award di acara Molmed Day 2011 dan berhasil mendapatkan travel grant untuk menghadiri 9th International Congress on Tropical Paediatrics di Thailand pada Oktober 2011 mendatang.Abstrak penelitiannya berbentuk presentasi langsung maupun poster juga diterima di beberapa pertemuan ilmiah internasional, antara lain dalam acara; NVVi (Dutch Immunology Society) Meeting 2010 di Belanda, 2nd GREAT (Gent-Rotterdam Exchange of Airway Topics) Meeting di Belgia, World Immune Regulation Meeting-V di Switzerland, Dutch Pulmonary Society Annual Meeting 2011 di Belanda, dan International Student Congress on Bio-Medical Science 2011 di Belanda.Selain mampu menggaet beberapa kemenangan kompetisi ilmiah, ia juga cukup aktif membaur dan terlibat kerjasama penelitian hingga publikasi dengan para mahasiswa lain yang tengah menempuh pendidikan Ph.D. di sana. Prestasinya yang membanggakan membuat Yelvi dinobatkan sebagai best student dalam master program lulusan pertama program beasiswa Erasmus Medical Center. Selain membawa pulang sertifikat kelulusan, ia juga mengantongi uang senilai 1000 Euro, sebagai hadiah tanda penghargaan dari Erasmus University.Kegiatan inti Yelvi di EMC adalah fokus pada riset di laboratorium, khususnya bidang allergic asthma yang cenderung ke arah basic molecular dengan menggunakan animal model. Total waktu yg digunakan Yelvi untuk riset adalah 18 bulan di lab Longziekten (Pulmonary medicine). Selain riset, bersama sejumlah rekannya, Yelvi juga diwajibkan mengikuti beberapa course wajib dan elektif. Selain mengikuti riset dan course, mereka juga disarankan untuk mengikuti beberapa konferensi internasional atau pertemuan ilmiah di luar Belanda untuk menambah pengalaman dan mendorong keberanian untuk berinteraksi dengan para ilmuwan dari berbagai negara.Kepulangan Yelvi ke Indonesia pada 9 September 2011 lalu, memotivasi dirinya untuk menuntaskan pendidikan kedokterannya di FK Unair. Dalam waktu dekat Yelvi akan kembali fokus melanjutkan pendidikan dokter muda yang sempat tertunda. Tanggal 10 Oktober mendatang sudah mulai kuliah, saya belum tau rencana ke depan bagaimana, yang pasti S1 kedokteran harus beres dulu. Jika ada kesempatan, saya ingin melanjutkan S3 ke luar negeri dan berharap dapat berkontribusi untuk mengembangkan ilmu kedokteran dan riset di Indonesia , semoga saja...., ujarnya.Demi Sebuah PengalamanBagi kebanyakan pelajar atau mahasiswa, punya keinginan bersekolah diluar negeri, berarti harus siap pula dengan kemampuan berbahasa asing. Tentu saja hal ini menjadi kendala cukup berarti bagi Yelvi di awal perjalanan studinya di Belanda.Dalam persyaratan awal pendaftaran beasiswa memang mewajibkan TOEFL di atas 550, namun pada kenyataannya ketika sudah menginjakkan kaki di sana, kemampuan Bahasa Inggris-ku nyatanya amat sangat memprihatinkan. Pertama kali datang dan membaur dengan mahasiswa asing lainnya saya berasa gagap, grammar ancur. Tapi karena dikondisikan untuk selalu berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris, ya akhirnya mau tidak mau saya harus membiasakan diri untuk terus belajar. Sering latihan, sering mendengar, sering ngomong, sering baca, dan selalu improvisasi, paparnya.Pecinta anime dan drama korea ini berkisah, selama belajar disana, dari awal perjalanan studi sampai pada moment kelulusan ia mengaku sempat mengalami empat fase polemik.Ternyata kesimpulan teman saya benar, bagi siapapun yang menetap di luar negeri lebih dari enam minggu, maka akan melalui empat fase polemik yang akan mengguncang hati dan pikirannya sendiri, ujarnya.Pertama kali menginjakkan kaki di negeri orang, ia mengaku mengalami yang namanya fase honey moon, yakni saat-saat dimana ia merasakan luapan kesenangan luar biasa karena menghirup atmosfer kehidupan baru di sana. Mata selalu dimanjakan dengan eksotika pemandangan yang luar biasa.Selama tiga-enam bulan berikutnya, muncul fase I hate this country , saat-saat paling menyiksa baginya karena perasaan rindu keluarga dan kehidupan di Indonesia. Lebih sering mengalami culture shock karena harus beradaptasi budaya yang sangat berbeda. Di saat-saat seperti itu, saya mengalami minder, bawaannya pengen pulang aja, dan semakin nggak pede dengan kemampuan berbahasa Inggris. Untung teman-teman di sana selalu support. Terlebih lagi supervisor saya Prof. Yorlaman, yang tak pernah putus-putus menyemangati saya, paparnya.Beberapa bulan selanjutnya, memasuki fase adaptasi, Yelvi mulai terbiasa dan menerima budaya dan kondisi di sana. Ia mulai menemukan komunitas pelajar dari Indonesia yang bersekolah di Belanda. Menjelang hari kepulangannya ke Indonesia, Yelvi merasakan fase I Love This Country.Pengalaman pertama melihat salju, melihat padang bunga tulip di musim semi, melihat indahnya dedaunan kemerahan yg berjatuhan di musim gugur, merasakan puasa 18 jam di musim panas, mengalami perbedaan lama antara siang dan malam yang berbeda di tiap musimnya, pergantian jam di musim dingin yang selalu membuat saya kebingungan, semuanya begitu mengesankan. Rasanya jadi nggak mau pulang. Balik ke Indonesia harus beradaptasi lagi dengan kondisi sebenarnya. Tapi senyaman-nyamannya tinggal di negeri orang, lebih nyaman tinggal di negeri sendiri, ucap Yelvi.Baginya, pengalaman belajar disebuah institusi bergengsi di Eropa, bertemu dengan para dosen yang luar biasa hebat, dan bergaul dengan kawan-kawan baru dari berbagai belahan dunia menjadi pengalaman berharga.Tentu saja, kunci sukses yang didapat bukan hanya mengalir berkat doa restu kedua orang tua saja. Yelvi mengaku lingkungan tempat menggali ilmu yang kondusif juga membawa pengaruh besar terhadap keberhasilannya. Di lab, kawan-kawan dan dosen di sana sangat optimistik, mereka selalu memotivasi saya. Hal itu yang membuat saya selalu termotivasi, karena saya orangnya mudah terpengaruh dengan keadaan. Saya beruntung bisa belajar dan berada di tengah orang-orang seperti mereka, ujarnya.Baginya, hidup di lingkungan akademis semestinya bisa dijalani dengan sikap saling memotivasi dan sportif. Karena dengan begitu, rasa percaya diri akan tumbuh dan bukan tidak mungkin potensi positif yang selama ini tersembunyi di dalam diri seseorang akan muncul. Begitu pula sebaliknya, bila kondisi terbentuk akibat sikap saling menjatuhkan, atau menghina satu sama lain, bukan tidak mungkin akan menggerus semangat maupun motivasi di dalam diri seseorang.