besoknah lagi
DESCRIPTION
okeyTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karyawan merupakan bagian terpenting dari suatu perusahaan, karena
karyawanlah yang menggerakan maju mundurnya suatu perusahaan (Sukendar,
2004). Berbagai penyelidikanpun dilakukan untuk memenuhi harapan-harapan
karyawan guna meningkatkan produktivitas kerja perusahaan, agar pekerjaan dapat
segera diselesaikan dan karyawan tidak terlalu lelah bekerja. Keberhasilan proses
kerja dalam mencapai tujuan kerja dipengaruhi oleh masing-masing karyawan yang
melakukan pekerjaan itu. Walau berbagai metode telah diperoleh, faktor yang
memegang peran penting pada karyawan dalam meningkatkan produktivitas kerja
adalah motivasi kerja (Kosen, 1993). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Henry
(2009) tentang motivasi kerja dan organisasi budaya terhadap produktivitas
karyawan, menunjukkan kontribusi motivasi kerja dan organisasi budaya bersama-
sama sebesar 70,1% memberi pengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas
karyawan, sedangkan motivasi kerja sendiri memberikan kontribusi 48,5% terhadap
produktivitas karyawan.
Halsey (2003) menyatakan bahwa motivasi kerja dapat diartikan sebagai
sikap kesediaan perasaan yang memungkinkan seorang karyawan untuk
menghasilkan produktivitas kerja yang lebih baik tanpa menambah keletihan, dimana
karyawan dengan antusias ikut serta dalam kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha
kelompok sekerjanya dalam mencapai tujuan organisasi.
1
2
Motivasi kerja yang tinggi menunjukkan karyawan bekerja dengan energik,
antusias, dan penuh dengan kemauan untuk menyelesaikan pekerjaannya, dan
karyawan ingin datang bekerja dan antusias untuk bekerja ketika sampai di kantor
(Carlaw, Deming & Friedman, 2003).
Dilain pihak lain motivasi kerja yang rendah menunjukkan karyawan akan
merasakan kebosanan dan malas bekerja. Artinya karyawan tidak bergairah untuk
menyelesaikan pekerjaannya dan hanya bermalas-malasan ketika sampai dikantor.
Keadaan tersebut akan menyebabkan performance kerja karyawan menjadi rendah,
menciptakan masalah di tempat kerja cenderung menarik diri dari lingkungan kerja,
sering datang terlambat ke tempat kerja, pulang lebih awal daripada waktu yang
ditetapkan,serta tidak mau bersosialisasi atau tidak melakukan interaksi dengan
karyawan yang lainnya. (Carlaw, Deming &Friedman, 2003).
Nijstad (2009) berpendapat bahwa salah satu yang dapat memotivasi
seseorang bekerja keras dalam sebuah kelompok, karena adanya kohesivitas didalam
kelompok.Kohesivitas kelompok yang kemudian lebih lanjut dijelaskan oleh Nijstad
(2009) sebagai kekuatan yang mengikat seorang anggota di dalam sebuah kelompok,
dan mengajak mereka untuk tetap berada di dalam sebuah kelompok. Perasaan
kebersamaan dan rasa kerja sama dalam melaksanakan tugas merupakan bagian adri
kohesivitas kelompok kerja, sehingga dapat dikatakan bahwa yang mempengaruhi
motivasi kerja adalah rasa kesatuan yang terjalin dalam kelompok kerja (Forsyth,
2010). Hal ini juga sesuai dengan pendapat Gibson (2012) yang menyatakan bahwa
kohesivitas kelompok membuat individu merasa kebersamaan dan menambah
motivasi di dalam kerja.
3
Kohesivitas kelompok kerja juga merupakan sejauh mana anggota tertarik
satu sama lain antar anggota kelompok, dan termotivasi untuk berada dalam dalam
kelompok tersebut. Dalam hal ini, kelompok kerja dikatakan kohesif anggota-
anggotanya menghabiskan banyak waktu bersama, atau kelompok yang berukuran
kecil menyediakan sarana interaksi yang lebih intensif, atau kelompok yang telah
berpengalaman dalam menghadapi ancaman dari luar, menyebabkan anggotanya
lebih dekat satu sama lain (Robbins, 2002). Pandangan ini didukung oleh hasil
penelitian yang dilakukan oleh Trihapsari dan Nashori (2011) yang berkaitan dengan
kohesivitas kelompok terhadap komitmen di dalam organisasi dimana ada hubungan
positif yang sangatsignifikan antara kohesivitas kelompok dengan komitmen
organisasi. Semakin tinggi kohesivitas kelompok, maka semakin tinggi pula
komitmenorganisasi di dalam meningkatkan kebersamaan. Sebaliknya, semakin
rendah kohesivitas kelompok, maka semakin rendah pula komitmen organisasi.
Sehingga setiap orang memiliki pandangan yang berbeda terhadap sebuah orgaisasi,
membuat seseorang cenderung untuk menyendiri dan melakukan apa yang mereka
inginkan.
Kasus yang ditemukan dalam Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera cabang
Makassar. Pada perusahaan tersebut ditemui adanya fenomena penurunan nasabah
yang dapat dilihat dari data sebagai berikut:
4
Gambar 1: Rata-rata jumlah nasabah Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera dari tahun 2011-2013
Berdasarkan grafik di atas bisa dilihat terjadi penurunan rata-rata angka
nasabah yaitu dari tahun 2011 rata-ratanya yaitu 84 nasabah/tahun, menurun hingga
menjadi 34 pada tahun 2012, dan pada bulan januari-maret tahun 2013 terjadi
penurunan yang tidak terlalu signfikan. Penurunan ini diprediksikan salah satunya
dipengaruhi karena penurunan motivasi kerja. Ini didukung berdasarkan hasil
komunikasi personal yang dilakukan oleh peneliti kepada salah satu karyawan
Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera diketahui bahwa penurunan motivasi kerja
karyawan disebabkan karena individualistik di dalam bekerja, dan terkadang terjadi
persaingan diantara mereka. Berikut ini adalah kutipan hasil wawancara penulis
dengan salah satu karyawan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera yang berada pada
bagian administrasi.
“Disini bekerjaan rata-rata individu karena penghasilan mereka di dapatkan
sesuai dengan jumlah nasabah yang mereka dapatkan. Sehingga sering terjadi
5
persaingan di antara mereka. Biasanya mereka saling cuek atas pekerjaan
rekannya. Jadi kalau misalnya rekannya berhalangan hadir, pekerjaan
dibiarkan begitu saja. Apalagi terkadang dengan agen kita tidak saling
mengenal satu sama lain (X1)”
Peneliti juga melakukan wawancara dengan karyawan dari pihak agen
berikut ini adalah kutipan hasil wawancara peneliti:
“Menurut saya kita di asuransi ya begitu, jalan masing-masing mencari
nasabah. Kadang saya merasa tidak percaya diri juga, apalagi disini saya
masih baru kasihan, Maunya saya ada yang mengarahkan kita, jadi kita lebih
semangat lagi. Mau diskusi dengan teman agen yang lain, hanya waktu
tertentu kita ketemu seperti hari jum’at. Karena kurang pengalaman juga dan
tidak ada rekan kerja terkadang malaska pergi jalan cari nasabah. Jadi biasnya
tinggal ka di rumah dan pikir mau risen aja dari kerjaan ku. Soalnya kalau
begini terus tidak ada harapan.”
Berdasarkan fenomena diatas, bahwa terdapat masalah kohesivitas
kelompok kerja memiliki hubungan dengan motivasi kerja karyawan, maka perlu
diteliti seberapa besar pengaruh kohesivitas kelompok terhadap semangat kerja
karyawan. Hal tersebut membuat peneliti tertarik untuk meneliti Hubungan
kohesivitas terhadap motivasi kerja karyawan pada Asuransi Jiwa Bersama
Bumiputera.
6
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah
yang muncul adalah sebagai berikut: “Apakah ada hubungan antara kohesivitas
dengan motivasi kerja karyawan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera.?”
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kohesivitas
dengan motivasi kerja karyawan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Memperkaya kajian empiris mengenai kohesivitas dalam kaitannya
dengan motivasi kerja.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
hubungan antara kohesivitas terhadap motivasi kerja karyawan, gambaran
tentang tingkat motivasi kerja karyawan dan gambaran mengenai kohesivitas
kelompok khususnya pada Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi
perusahaan untuk lebih memahami keadaan hubungan antar karyawan
mengenai kohesivitas kelompok karyawan.
7
BAB II
TNJAUAN PUSTAKA
A. Motivasi Kerja
1. Konsep tentang Motivasi
Menurut Robbins (2002) Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan
tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh
kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual. Menurut
Robbins, terdapat tiga kunci dalam pengertian motivasi diatas, yaitu intensitas,
tujuan, dan ketekunan. Intensitas menyangkut seberapa kerasnya seseorang
berusaha. Akan tetapi intensitas ini tidak akan membawa hasil yang diinginkan
kecuali jika upaya itu diarahkan ke suatu tujuan yang menguntungkan organisasi.
Oleh karena itu, kita harus mempertimbangkan kualitas dari upaya itu mau pun
intensitasnya. Upaya yang diarahkan menuju, dan konsisten dengan, tujuan-
tujuan organisasi adalah upaya yang seharusnya kita usahakan. Akhirnya,
motivasi memiliki dimensi ketekunan. Ini adalah ukuran tentang berapa lama
seseorang dapat mempertahankan usahanya. Individu-individu yang termotivasi
tetap bertahan pada pekerjaan cukup lama untuk mencapai tujuan mereka.
Dorongan tersebut terdiri dari dua komponen, yaitu arah perilaku (kerja
untuk mencapai tujuan), dan kekuatan perilaku (seberapa kuat usaha individu
dalam bekerja). Motivasi meliputi perasaan unik, pikiran dan pengalaman masa
lalu yang merupakan bagian dari hubungan internal dan eksternal
7
8
perusahaan.Selain itu motivasi dapat pula diartikan sebagai dorongan individu
untuk melakukan tindakan karena mereka ingin melakukannya. Apabila individu
termotivasi, mereka akan membuat pilihan yang positif untuk melakukan sesuatu,
karena dapat memuaskan keinginan mereka.
Motivasi menurut Mangkunegara (dalam agrivina, 2012)
adalah:Merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang
terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental
karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat
motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal.
Sikap mental karyawan haruslah memiliki mental yang siap sedia secara
psikofisik (siap secara mental, fisik, situasi dan tujuan). Artinya, karyawan dalam
bekerja secara mental siap, fisik sehat, memahami situasi dan kondisi serta
berusaha keras mencapai target (tujuan utama organisasi).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja
merupakan dorongan yang timbul dalam diri karyawan yang diarahkan untuk
pencapaian tujuan organisasi tempat mereka bekerja
2. Pengertian Motivasi Kerja
Menurut Robbin (2002) Motivasi kerja adalah kesediaan untuk
mengeluarkan upaya yang tinggi untuk organisasi yang dikondisikan oleh
kemampuan, upaya dalam memenuhi kebutuhan individual.
Selanjutnya Mulianto (2006) juga berpendapat motivasi kerja adalah
dorongan kehendak yang mempengaruhi perilaku tenaga kerja untuk dapat
meningkatkan produktivitas kerja karena adanya keyakinan bahwa meningkatkan
9
produkrivitas mempunyai manfaat bagi dirinya. Umar (2003) juga berpendapat
motivasi kerja adalah dorongan, upaya dan keinginan yang ada di dalam diri
manusia yang mengaktifkan, memberi daya, serta mengarahkan perilaku untuk
melaksanakan tugas-tugas dengan baik dalam lingkup pekerjaannya.
Selain itu Hermansyah (2012) berpendapat motivasi kerja adalah
dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk bekerja seoptimal mungkin
secara sukarela untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
motivasi kerja adalah dorongan kehendak dalam diri yang menumbuhkan
keinginan yang akan mengarahkan perilaku untuk melaksanakan tugas-tugas di
dalam lingkungan kerja untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan demi
meningkatkan produktivitas kerja.
3. Teori Motivasi
Berdasarkan beberapa pendekatan mengenai motivasi, Swansburg (dalam
Nursalam& Efendi, 2008), mengklasifikasikan motivasi ke dalam teori-teori isi
motivasi dan proses motivasi. Teori-teori isi motivasi bcrfokus pada faktor-faktor
atau kebutuhan dalam diri seseorang untuk menimbulkan semangat,
mengarahkan, mempertahankan, dan menghentikan perilaku.
a. Teori Isi Motivasi
10
Teori-teori isi motivasi berfokus pada faktor-faktor atau kebutuhan dalam diri
seseorang untuk menimbulkan semangat, mengarahkan, mempertahankan,
dan menghentikan perilaku didalam bekerja
1) Teori Motivasi Kebutuhan (Abraham A. Maslow)
Maslow menyusun suatu teori tentang kebutuhan manusia secara hierarki,
yang terdiri atas dua kelompok, yaitu kelompok defisiensi dan kelompok
pengembangan. Kelompok defisiensi secara hierarkis adalah fisiologis,
rasa aman, kasih sayang dan penerimaan, serta kebutuhan akan harga diri.
Kelompok pengembangan mencakup kebutuhan aktualisasi diri. Adapun
Mangkunegara (Nursalam dan Efendi, 2008), menjabarkan hierarki
Maslow sebagai berikut.
a) Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan akan pemenuhan unsur
biologis. Kebutuhan ini berupa: kebutuhan makan, minum, bernapas,
seksual, dan sebagainya. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang
paling mendasar.
b) Kebutuhan akan rasa aman, yaitu kebutuhan perlindungan dari
ancaman dan bahaya lingkungan.
c) Kebutuhan akan kasih sayang dan cinta, yaitu kcbutuhan untuk
ditcrima dalam kclompok,berafiliasi, berinteraksi, mencintai, dan
dicintai.
d) Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebuluhan untuk dihormati dan
dihargai.
11
e) Kebutuhan akan aktualisasi diri, yaitu kcbutuhan untuk menggunakan
kemampuan (skill) danpotensi, scrla bcrpendapat dcngan
mcngemukakan pcnilaian dan kritik tcrhadap sesuatu.
Aktualisasi diri
Harga diri
Kasih sayang
Rasa aman
FisioLogi
Figur H 1.Bagan hierarki kebutuhan menurut Abraham A.Maslow
(Mangkunegara dalam Nursalam dan Efendi, 2008).
2) Teori ERG (Alderfer's ERG Theory)
Teori ERG (existence, relatedness, and growth), dikembangkan
oleh Clayton Alderfcr. Menurut teori ini, komponen existence adalah
mempertahankan kebutuhan dasar dan pokok manusia. Mempertahankan
eksistensi merupakan kebutuhan setiap manusia unluk menjadi terhormat.
Hampir sama dengan teori Maslow, kebutuhan dasar manusia selain
kebutuhan fisiologis juga tcrdapat kebutuhan akan keamanan yang
merupakan komponen existence. Relatedness tercermin dari sifat manusia
sebagai insan sosial yang ingin berafiliasi, dihargai, dan diterima oleh
lingkungan sosial. Growth lebih menekankan kepada keinginan seseorang
untuk tumbuh dan berkembang, mengalami kemajuan dalam kehidupan,
12
pekerjaan dan kemampuan, serta mengaktualisasikan diri (Siagian dalam
Nursalam dan Efendi, 2008).
3) Teori Motivasi Dua Faklor (Frederick Herzbeg's Two Factors Theory)
Herzberg, seorang psikolog yang berusaha mengembangkan
kebenaran teorinya, mclakukan penelitian kepada sejumlah pekerja untuk
menemukan jawaban dari: "Apa yang sebenarnya diinginkan seseorang
dari pckcrjaannya?" Timbulnya keinginan Herzbeg untuk meneliti adalah
karena adanya keyakinan bahwa terdapat hubungan yang mendasar antara
seseorang dengan pekerjaannya. Oleh karena itu, sikap seseorang
terhadap pekerjaannya akan sangat menentukan tingkat keberhasilan dan
kegagalannya (Siagian dalam Nursalam dan Efendi, 2008).
Dalam teori motivasi tcrdapat dua faktor yang mendasari motivasi
pada kepuasan atau ketidakpuasan kerja dan faktor yang
melatarbelakanginya. Pertama faktor pemeliharaan (maintenance factors)
yang juga disebut dissatisfies, hygiene factors, job context, dan extrinsic
factors. Faktor pemeliharaan meliputi administrasi dan kebijakan
perusahaan, hubungan dengan subordinat, kualitas pengawasan, upah,
kondisi kerja, dan status. Faktor lainnya adalah faktor pemotivasi
(motivational factors) yang disebut pula satisfies motivators, job content,
atau intrinsic factors yang meliputi dorongan berprestasi, pengenalan,
kemajuan, work it-self, kesempatan berkembang, dan tanggung jawab
(Mangkunegara dalam Nursalam dan Efendi, 2008).
13
4) Teori Motivasi Berprestasi (n-ach oleh David McClelland)
Seseorang mempunyai motivasi untuk bekerja karena adanya
kebutuhan untuk berprestasi.Motivasi merupakan fungsi dari tiga variabel,
yaitu (1) harapan untuk melakukan tugas dengan berhasil, (2) persepsi
tentang nilai tugas, dan (3) kebutuhan untuk sukses.
Kebutuhan berprestasi ini bersifat intrinsik dan relatif stabii.
Orang dengan n-ach yang tinggi dicirikan dengan keinginan tinggi untuk
menyelesaikan tugas dan meningkatkan penampilan mereka, menyukai
tantangan, di mana hasil kerja mereka akan dibandingkan dengan prestasi
orang lain.
Orang dengan n-ach yang tinggi menyukai tantangan yang sedang,
realistis, dan tidak berspekulasi. Mereka tidak menyukai pekerjaan yang
mudah dan yang mereka yakini sangat sulit untuk diselesaikan dengan
baik. Keberhasilan mengerjakan tugas menjadi aspirasi mereka untuk
mengerjakan tantangan yang lebih sulit. Hal ini bertolak belakang pada
orang dengan n-ach yang rendah. Tugas yang sangat mudah akan mereka
kerjakan, karena sangat yakin tugas tersebut dapat diselesaikan dengan
baik. Sebaliknya, tugas yang sangat sulit justru gagal dikerjakan, tidak
membawa arti apa pun, karena sejak semula sudah dikctahui bahwa tugas
tersebut akan gagal dikerjakan.
b. Teori Proses Motivasi
Teori proses motivasi terdiri alas teori penguatan, teori pengharapan,
teori keadilan, dan teori penetapan tujuan.
14
1) Teori Penguatan (Skinner's Reinforcement Theorj)
Skinner mengemukakan suatu teori proses motivasi yang disebut
operant conditioning. Pembelajaran timbul sebagai akibat dari perilaku,
yang juga disebut modifikasi perilaku. Perilaku merupakan operant, yang
dapat dikendalikan dan diubah melalui penghargaan dan hukuman.
Perilaku positif yang diinginkan harus dihargai atau diperkuat, karena
penguatan akan memberikan motivasi, meningkatkan kekuatan dari suatu
respons alau menyebabkan pengulangannya.
2) Teori Pengharapan (Victor H. Vroom’s Expectancy Theory)
Teori harapan dikembangkan oleh Vroom yang diperluas oleh
Porter dan Lawler. Inti dari teori harapan terletak pada pendapat yang
mengemukakan bahwa kuatnya kecenderungan seseorang bertindak
bergantung pada harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu
hasil tertentu dan terdapat daya tarik pada hasil tersebut bagi orang yang
bersangkutan.
3) Teori Keadilan (Adam's Equity Theory)
Teori keadilan yang dikembangkan oleh Adam didasari pada
asumsi bahwa puas atau tidaknya seseorang terhadap apa yang
dikerjakannya merupakan hasil dari membandingkan antara input usaha,
pengalaman, skill, pendidikan, dan jam kerjanya dengan output atau hasil
yang didapatkan dari pekerjaan tersebut (Mangkunegara dalam Nursalam
dan Efendi, 2008).
15
4) Teori Penelapan Tujuan (Edwin Locke's Theory)
Dalam teori ini, Edwin Locke mengemukakan kesimpulan bahwa
penetapan suatu tujuan tidak hanya berpengaruh terhadap pekerjaan saja,
tetapi juga memengaruhi orang tersebut untuk mencari cara yang efektif
dalam mengerjakannya (Mangkunegara dalam Nursalam dan Efendi,
2008). Kejelasan tujuan yang hendak dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan tugasnya akan menumbuhkan motivasi yang tinggi. Tujuan
yang sulit sekalipun apabila ditetapkan sendiri oleh orang yang
bersangkutan atau organisasi yang membawahinya akan mmbuat prestasi
yang meningkat, asalkan dapat diterima sebagai tujuan yang pantas dan
layak dicapai (Siagian dalam Nursalam dan Efendi, 2008).
4. Aspek-aspek yang dapat Mempengaruhi Motivasi Kerja
Aspek-Aspek yang mempengaruhi motivasi kerja menurut Gomez
(2012), terdiri dari aspek individual dan aspek organisasi.
a. Aspek individual, yaitu
1) Kebutuhan-kebutuhan (need) yang diartikan bahwa motivasi kerja
karyawan didorong oleh adanya pemenuhan perusahaan terhadap
kebutuhan yang diperlukan karyawan.
2) Tujuan-tujuan (goals) yang menunjukkan motivasi kerja karyawan oleh
adanya pencapaian tujuan yang diinginkan oleh karyawan terkait dengan
pekerjaannya.
16
3) Kemampuan (abilities) yaitu motivasi kerja karyawan oleh adanya
keseuaian kemampuan yang dimiliki karyawan terhadap pekerjaannya.
b. Aspek organisasi terdiri dari faktor
1) Keamanan kerja (pay) dimana karyawan akan lebih termotivasi oleh
adanya kesesuaian gaji maupun bonus dengan keterampilan dan
kemampuan karyawan.
2) Keamanan kerja (job security) yang menunjukkan motivasi kerja
karyawan dapat didorong oleh adanya pemberian jaminan keamanan, baik
jaminan kesehatan dan keselamatan dalam bekerja maupun jaminan hari
tua.
3) Hubungan antar pekerja (co-worker) yaitu adanya hubungan kerja dengan
sesama rekan kerja yang baik akan semakin memotivasi karyawan dalam
bekerja pada organisasi.
4) Pengawasan (supervisor) yang menunjukkan motivasi kerja dalam diri
karyawan oleha adanya pengawasan dari atasan sesuai dengan yang
diharapkan.
5) Pujian (praise) yang menunjukkan motivasi kerja dalam diri karyawan
oleh adanya dukungan dan penghargaan atas prestasinya kerja dari atasan
Pekerjaan itu sendiri (job itself) yaitu memotivasi karyawan untuk bekerja
yang didorong oleh karakteristik pekerjaan yang dijalani saat ini.
17
Carlaw, Deming & Friedman (2003) menyatakan bahwa yang menjadi
ciri-ciri semangat kerja yang tinggi adalah sebagai berikut :
a. Tersenyum dan tertawa
Senyum dan tawa mencerminkan kebahagiaan individu dalam bekerja.
Walaupun individu tidak memperlihatkan senyum dan tawanya, tetapi di
dalam dirinya individu merasa tenang dan nyaman bekerja serta menikmati
tugas yang dilaksanakannya.
b. Memiliki inisiatif
Individu yang memiliki semangat kerja yang tinggi akan memiliki kemauan
diri untuk bekerja tanpa pengawasan dan tanpa perintah dari atasan.
c. Berfikir kreatif dan luas
Individu mempunyai ide-ide baru, dan tidak mempunyai hambatan untuk
menyalurkan ide-idenya dalam menyelesaikan tugas.
d. Menyenangi apa yang sedang dilakukan
Individu lebih fokus terhadap pekerjaan daripada memperlihatkan gangguan
selama melakukan pekerjaan.
e. Tertarik dengan pekerjaannya.
Individu menaruh minat pada pekerjaan karena sesuai keahlian dan
keinginannya.
f. Bertanggung jawab
Individu bersungguh-sungguh dalam menjalankan pekerjaan.Memiliki
kemuan bekerja sama Individu memiliki kesediaan untuk bekerja sama
18
dengan individu yang lain untuk mempermudah atau mempertahankan
kualitas kerja.
g. Berinteraksi dengan atasan
Individu berinteraksi dengan atasan dengan nyaman tanpa ada rasa takut dan
tertekan.
B. Kohesivitas
1. Definisi Kohesivitas
Mcshane & Glinow (2010) mengatakan kohesivitas merupakan perasaan
daya tarik individu terhadap kelompok dan motivasi mereka untuk tetap bersama
kelompok dimana hal tersebut menjadi faktor penting dalam keberhasilan
kelompok. Karyawan merasa kompak adalah ketika mereka percaya kelompok
mereka akan membantu mereka menyelesaikan tujuan mereka, saling mengisi
kebutuhan mereka, atau memberikan dukungan sosial selama masa krisis.
Robbins (2013) menyatakan bahwa kohesivitas adalah sejauh mana
anggota merasa tertarik satu sama lain dan termotivasi untuk tetap berada dalam
kelompok tersebut. Misalnya, karyawan suatu kelompok kerja yang kompak
karena menghabiskan banyak waktu bersama, atau kelompok yang berukuran
kecil menyediakan sarana interaksi yang lebih intensif, atau kelompok yang telah
berpengalaman dalam menghadapi ancaman dari luar menyebabkan anggotanya
lebih dekat satu sama lain.
Gibson (2012) mengungkapkan bahwa kohesivitas adalah kekuatan
ketertarikan anggota yang tetap pada kelompoknya dari pada terhadap kelompok
19
lain. Mengikuti kelompok akan memberikan rasa kebersamaan dan rasa semangat
dalam bekerja.
Forsyth (2011) menyatakan bahwa kohesivitas merupakan kesatuan yang
terjalin dalam kelompok, menikmati interaksi satu sama lain, dan memiliki waktu
tertentu untuk bersama dan di dalamnya terdapat semangat kerja yang tinggi.
Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kohesivitas
kelompok kerja merupakan daya tarik emosional sesama anggota kelompok kerja
dimana adanya rasa saling menyukai, membantu, dan secara bersama-sama saling
mendukung untuk tetap bertahan dalam kelompok kerja dalam mencapai satu
tujuan.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Kohesivitas
Menurut McShane & Glinow (2010) faktor yang mempengaruhi
kohesivitas, yaitu :
a. Adanya Kesamaan
Kelompok kerja yang homogen akan lebih kohesif dari pada kelompok kerja
yang heterogen. Karyawan yang berada dalam kelompok yang homogen
dimana memiliki kesamaan latar belakang, membuat mereka lebih mudah
bekerja secara objektif, dan mudah menjalankan peran dalam kelompok.
b. Ukuran Kelompok
Kelompok yang berukuran kecil akan lebih kohesif dari pada kelompok yang
berukuran besar karena akan lebih mudah untuk beberapa orang untuk
mendapatkan satu tujuan dan lebih mudah untuk melakukan aktifitas kerja.
c. Adanya interaksi
20
Kelompok akan lebih kohesif bila kelompok melakukan interaksi berulang
antar anggota kelompok.
d. Ketika ada masalah
Kelompok yang kohesif mau bekerja sama untuk mengatasi masalah.
e. Keberhasilan kelompok
Kohesivitas kelompok kerja terjadi ketika kelompok telah berhasil memasuki
level keberhasilan. Anggota kelompok akan lebih mendekati keberhasilan
mereka dari pada mendekati kegagalan.
f. Tantangan
Kelompok kohesif akan menerima tantangan dari beban kerja yang diberikan.
Tiap anggota akan bekerja sama menyelesaikan tugas yang diberikan, bukan
menganggap itu sebagai masalah melainkan tantangan.
3. Dimensi Koesivitas Kelompok
Forsyth (2011) mengemukakan bahwa ada empat dimensi kohesivitas, yaitu :
a. Kekuatan sosial
Keseluruhan dari dorongan yang dilakukan oleh individu dalam kelompok
untuk tetap berada dalam kelompoknya. Dorongan yang menjadikan anggota
kelompok selalu berhubungan dan kumpulan dari dorongan tersebut membuat
mereka bersatu.
b. Kesatuan dalam kelompok
Perasaan saling memiliki terhadap kelompoknya dan memiliki perasaan
moral yang berhubungan dengan keanggotaannya dalam kelompok. Setiap
individu dalam kelompok merasa kelompok adalah sebuah keluarga, tim dan
21
komunitasnya serta memiliki perasaan kebersamaan. individu dalam
kelompok merasa kelompok adalah sebuah keluarga, tim dan komunitasnya
serta memiliki perasaan kebersamaan.
c. Daya tarik
Individu akan lebih tertarik melihat dari segi kelompok kerjanya sendiri
daripada melihat dari anggotanya secara spesifik.
d. Kerja sama kelompok
Individu memiliki keinginan yang lebih besar untuk bekerja sama untuk
mencapai tujuan kelompok.
C. Hubungan Kohesivitas Dengan Motivasi Kerja Karyawan
Salah satu dorongan karyawan untuk bertahan dalam suatu kelompok pada
suatu organisasi adalah karena adanya kohesivitas dalam kelompok kerja. Sudah
menjadi sifat dasar berinteraksi dan saling membantu satu sama lain, karena itulah
karyawan menginginkan kebersamaan dalam bekerja di organisasi (Jakson, 2006).
Untuk memenuhi kebutuhan karyawan ini, perusahaan perlu memperhatikan
tingkah laku karyawan. Bila masing-masing karyawan melakukan pekerjaan dengan
rasa kebersamaan maka akan menghasilkan produktivitas yang tinggi dan karyawan
lebih nyaman dalam bekerja. (Jewell, 1999).
Pengertian kohesivitas kelompok kerja adalah perasaan daya tarik individu
terhadap kelompok dan motivasi mereka untuk tetap bersama kelompok dimana hal
tersebut menjadi faktor penting dalam keberhasilan kelompok. Karyawan merasa
kohesif adalah ketika mereka percaya kelompok mereka akan membantu mereka
22
menyelesaikan tujuan mereka, saling mengisi kebutuhan mereka, atau memberikan
dukungan sosial selama masa krisis (Mcshane & Glinow, 2010),
Kelompok yang kohesivitasnya rendah tidak memiliki ketertarikan pada
anggota kelompok kerjanya. Berbeda dengan kohesivitasnya tinggi sangat
mempengaruhi keefektifan dan penilaian kelompok kerja, ikut berpartisipasi dalam
kelompok kerja, sehingga akan timbul rasa kebersamaan (Gibson, 2012).
Kohesivitas kelompok kerja yang terjalin dalam kelompok kerja dapat
meningkatkan motivasi kerja karyawan, karena anggota kelompok menikmati
interaksi satu sama lain dalam bekerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Forsyth
(2011) yang menyebutkan bahwa yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan
adalah kohesivitas kelompok kerja.
Adapun kerangka pikir hubungan kohesivitas kerja dengan motivasi kerja
Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 2: Kerangka Pikir Hubungan Kohesivitas dengan Motivasi Kerja Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera
Karyawan
Kohesivitas Kekuatan sosial Kesatuan dalam kelompok Daya tarik Kerja sama kelompok
Tinggi Rendah
Motivasi kerja
Motivasi kerja
Produktivitas Karyawan
Tinggi Rendah
23
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian teoritis di atas, maka hipotesa yang diajukan dalam
penelitian ini adalah: “Ada Hubungan kohesivitas dengan motivasi kerja karyawan”.
Hipotesis ini mengandung pengertian bahwa apabila kohesivitas kelompok kerja
karyawan semakin tinggi, akan menyebabkan motivasi kerja karyawan semakin
tinggi, dan begitu sebaliknya.
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Masalah yang harus dipecahkan harus diidentifikasi, dipilih dan dirumuskan
dengan tepat untuk menguji hipotesis penelitian. Identifikasi variabel-variabel yang
ingin diukur dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Y: Motivasi kerja
2. Variabel X: Kohesivitas kelompok kerja
B. Definisi Operassional Variabel Penelitian
1. Motivasi Kerja
Motivasi kerja adalah dorongan kehendak dalam diri yang menumbuhkan
keinginan yang akan mengarahkan perilaku untuk melaksanakan tugas-tugas di
dalam lingkungan kerja untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan demi
meningkatkan produktivitas kerja. Dalam penelitian ini motivasi kerja akan
diukur dengan skala motivasi kerja berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan
oleh Carlaw, Deming & Friedman (2003) yaitu memiliki inisiatif, berfikir kreatif
dan luas, menyenangkan apa yang sedang dilakukan, bertanggung jawab,
ketergantungan, pengembangan dan afiliasi.
Skor total yang diperoleh pada skala motivasi kerja menggambarkan
semangat kerja karyawan. Semakin tinggi skor skala motivasi kerja yang
diperoleh karyawan, menunjukkan semakin tinggi motivasi kerja karyawan.
24
25
Sebaliknya, semakin rendah skor skala motivasi kerja yang diperoleh karyawan
menunjukkan semakin rendah motivasi kerja karyawan.
2. Kohesivitas Kelompok Kerja
Kohesivitas kelompok kerja merupakan daya tarik emosional sesama
anggota kelompok kerja dimana adanya rasa saling menyukai, membantu, dan
secara bersama-sama saling mendukung untuk tetap bertahan dalam kelompok
kerja dalam mencapai satu tujuan. Dalam penelitian ini kohesivitas kelompok
kerja kemudian diukur dengan menggunakan skala kohesivitas kelompok kerja
bedasarkan dimensi kohesivitas yang dikemukakan oleh Forsyth (2011) yaitu
kekuatan sosial, kesatuan dalam kelompok, daya tarik dan kerja sama kelompok.
Skor total yang diperoleh pada skala kohesivitas kelompok kerja
menggambarkan kohesivitas kelompok kerja. Semakin tinggi skor skala
kohesivitas kelompok kerja yang diperoleh karyawan, menunjukkan semakin
tinggi kohesivitas kelompok kerja karyawan. Sebaliknya, semakin rendah skor
skala kohesivitas kelompok kerja yang diperoleh karyawan menunjukkan
semakin rendah kohesivitas kelompok kerja kerja karyawan.
C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan suatu universe, yakni wilayah generalisasi yang
terdiri atas subyek atau obyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik
tertentu, yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
simpulannya (Azwar, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
26
karyawan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera yang berjumlah 147. Karakteristik
populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di
Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera Cabang Makassar.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang sengaja dipiliholeh peneliti
untuk diamati, sehingga sampel ukurannya lebih kecil dibandingkan populasi
dan berfungsi sebagai wakil dari populasi (Azwar, 2012). Cara pengambilan
sampel adalah dengan menggunakan metode random sampling yaitu suatu
metode pemilihan sampel dari populasi. Sampel akan dimbil secara ajak yang
dapat mewakili popilasi, dan jumlah sampel yang akan diambil adalah 50 orang.
D. Teknik Penggumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode pengambilan data dengan skala psikologis atau disebut dengan metode skala.
Ada dua buah skala yang digunakan yaitu skala kohesivitas kelompok kerjadanskala
motivasi kerja.
1. Skala Kohesivitas Kerja
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kohesivitas keompok kerja
adalah Skala Kohesivitas Kelompok Kerja yang dirancang oleh peneliti
berdasarkan dimensi kohesivitas kelompok yang dikemukakan oleh Forsyth
(2011), yaitu:
a. Kekuatan sosial
b. Kesatuan dalam kelompok
27
c. Daya tarik
d. Kerja sama kelompok
Model Skala Kohesivitas Kelompok Kerja dibuat berdasarkan model
Skala Likert. Skala ini disajikan dalam bentuk pernyataan dengan empat alternatif
jawaban yang terdiri dari: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan
Sangat Tidak Setuju (STS). Subjek penelitian akan diminta kesesuaian dan
ketidaksesuaian dirinya dengan pernyataan yang ada pada skala ini. Setiap aspek
diuraikan ke dalam butir pernyataan yang mengungkap semangat kerja. Skala
yang disajikan dalam bentuk pernyataan yang mendukung dan tidak mendukung.
Nilai setiap pilihan bergerak dari 1-4. Bobot penilaian untuk pernyataan
mendukung yaitu: SS=4, S=3, TS=2, STS=1, sedangkan bobot penilaian untuk
pernyataan tidak mendukung yaitu: SS=1, S=2, TS=3, STS=4.
2. Skala Motivasi Kerja
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur semangat kerja adalah
berdasarkan pada ciri-ciri orang yang memiliki motivasi kerja tinggi yang
dikemukakan Carlaw, Deming & Friedman (2003) yaitu:
a. Memiliki inisiatif
b. Berfikir kreatif dan luas
c. Menyenangi apa yang sedang dilakukan
d. Bertanggung jawab
Model skala semangat kerja yang dibuat berdasarkan model Skala Likert.
Skala ini disajikan dalam bentuk pernyataan dengan empat alternatif jawaban
yang terdiri dari: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat
28
Tidak Setuju (STS). Subjek penelitian akan diminta kesesuaian dan
ketidaksesuaian dirinya dengan pernyataan yang ada pada skala ini. Setiap aspek
diuraikan ke dalam butir pernyataan yang mengungkap motivasi kerja.Skala yang
disajikan dalam bentuk pernyataan yang mendukung dan tidak mendukung.Nilai
setiap pilihan bergerak dari 1-4. Bobot penilaian untuk pernyataan mendukung
yaitu: SS=4, S=3, TS=2, STS=1, sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan
tidak mendukung yaitu: SS=1, S=2, TS=3, STS=4.
E. Uji Validitas dan Reliabitas Instrumen Penelitian
1. Validitas
Validitas adalah pertimbangan yang paling utama dalam mengevaluasi
kualitas tes sebagai instumen ukur (Azwar, 2012). Konsep validitas mengacu
kepada kelayakan, kebermaknaan, dan kebermanfaatan inferensi tertentu yang
dibuat berdasarkan skor hasil tes yang bersangkutan.
Selanjutnya uji validitas yang digunakan adalah validitas konstrak yang
bertujuan untuk mengukur seberapa jauh aitem-aitem teks mampu mengukur apa
yang benar-benar hendak diukur sesuai dengan defenisi konsep yang telah
diberikan (Azwar, 2012).
2. Reliabilitas
Reliabilitas adalh pengukuran yang mampu menghasilkan data yang memiliki
tingkat reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliable. Hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan
29
pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama, selama aspek yang diukur
dalam diri subjek memang belum brubah (Azwar, 2012).
Selanjutnya reliabilitas yang akan dilakukan pada penelitian ini, dilakukan
dengan menggunakan Koefisien Reliabilitas Cronbach Alpha dengan rentang 0
sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti
semakin tinggi realibilitasnya. Sebaliknya koefisien yang semakin rendah akan
mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya
F. Metode Analisis Data
Analisis data yang kemudian akan digunakan untuk melihat pengaruh
kohesivitas kelompok kerja terhadap motivasi kerja karyawan Asuransi Jiwa
Bersama Bumiputera. Cara perhitungannya akan dibantu dengan menggunakan
program SPSS versi 17.0
30
DAFTAR PUSTAKA
Agrivina, Maya Nuriyah. 2012. Pengaruh Iklim Organisasi dan Motivasi Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Bagian Produksi Pada PT Megah Nusantara Perkasa Cibinong-Bogor (Skripsi). Bandung: Univerisitas Pendidikan Indonesia.
Azwar, S. 2012 Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. 2012 Reliabilitas dan Validitas (Edisi ke 4), Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Carlaw, Deming & Friedman (2003). Managing & Motivating Contract Center Employees. USA:McGraw-Hill.
Forsyth. 2011. Group Dynamics. United State: Wadswood.
Gibson. 2012. Organizations. New York: McGraw.
Gomez. 2012. Human Dignity and Managerial Responsibility. Englangd: Gower Publising Company.
Halsey, G. (2003). Supervising People (terjemahan). Jakarta : Rineka Cipta.
Henry. 2009. Hubungan Motivasi kerja dan organisasi budaya terhadap produktifitas Kerja. Thesis. Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia
Henri, Adolf. 2009. Motivasi Kerja, Budaya Organisasi dan Produktivitas Kerja Karyawan. Jurnal Psikologi Volume 2, No 2 tahun 2009.
Hermansyah, Rudi. 2012. Pengaruh Penilaian Prestasi Kerja (Performance Appraisal)Terhadap Motivasi Kerja: Studi Persepsional pada Karyawan CV. Jaya Mekanotama Bandung (Skripsi). Bandung: Univerisitas Pendidikan Indonesia.
Jakson.2006. Managemen Sumber Daya Makassar. Jakarta: Salemba Medika.
Jewwl, L. 1998. Comtemporary Industrial/Organization Psycology.United State Of Amerika. Bookorg Publishing Company.
31
Khairawati.2010. Analisi Pengaruh Motivasi Kerja dan Kompensasi Tidak langsung Terhadap Kinerja Dosen Universitas Malisuroah di Loksumawe (Thesis). Medan: Universitas Sumatera Utara.
Khan, G.N. (1995).36 Kesalahan Terbesar Para Penjual dan Cara Membetulkannya. Yakarta: PT Gramedia.
Kosen, S. (1993).Aspek Manusia dan Organisasi.Jakarta: Erlangga.
McScane dan Glinow, Con. 2010.Organizational Behavior.New York; McGraw.
Mulianto. 2006. Panduam Lengkap Supervisi. Jakarta: Gramedia.
Nijstad. 2009. Group Performance. New York: Psycology Press.
Nursalam, Effendi. 2008. Pendidikan dalam Keperawatan. Salemba: Medika.
Robbins, P. 2002. Essentials of Organization Behavior.United State: Printice Hall.
______________. 2013. Organizational Behavior.United State: Pearson Organizational.
Salim, A. (2000). Asuransi dan Manajemen Resiko. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sukendar, A (2004). Pengaruh Pelaksanaan Pengembangan Karier Terhadap Motivasi Kerja Karyawan Pada Bank Tabungan Pensiunan Nasional Kantor Cabang Bandung [on line]. http://www.209.85.175.104/ search?q=cache:gdhyre8OvzsJ:digilib.itb.ac.id/gdl.php%3Fmod%3Dbrowse%26o%3Dread%26id%3Djbptunikompp-gdl-s1-2004-agussukend579+pengaruh+semangat+kerja&hl=en&ct=clnk&cd=22.htmUmar, Husain. 2003. Business an Introduction. Jakarta: Gramedia.
Trihapsari & Nashori &. 2011. Kohesivitas Kelompok dan Komitmen Organisasi Pada Financial Advisor Asuransi “X” Yogyakarta. Proyeksi, Vol. 6 (2) 2011, 12-20.