yatin horti
TRANSCRIPT
-
7/23/2019 Yatin Horti
1/6
YATIN DWI RAHAYU
NIM. 1006578
B. Pembahasan
Praktikum kali ini dilakukan tiga kali perlakuan, perlakuan pertama sampel
diblansing sedangkan perlakuan kedua sampel direndam dalam larutan Na-sitrat
dan Na-metabisulfit kemudian perlakuan tiga seluruh sampel dibekukan. Pada kali
ini bahan yang digunakan adalah wortel, jagung, kentang dan buncis. Sebelum
diberi perlakuan seluruh bahan dicuci kemudian dipotong dadu, kecuali untuk
jagung dipipil.
1. Perlakuan BlansingBlansing adalah perlakuan panas yang pendek dengan air panas/uap panas
sebelum pengalengan, pembekuan, pengeringan. Blansing dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu Dalam air mendidih, selama 1,5 12 menit, pada suhu 880C - 990C
dan Dalam stim pada tekanan 1 atm dan suhu 1000C (Tjahjadi, 2008). Blansing ini
bertujuan untuk menonaktifkan enzim peroksidase, katalase oksidase, fenolase
dan enzim pembuat warna cokelat lainnya, mengurangi kadar oksigen dalam sel,
mengurangi jumlah mikroba dan memperbaiki warna (Buckle, 1985).
Hasil dari pengamatan wortel yang diberi perlakuan blansing terjadi
perubahan tekstur menjadi lembek atau lunak, aroma wortel menjadi berkurang,
dan warna wortel menjadi terang. Hasil pengamatan dari jagung yang diblansing
warna lebih mencolok, rasa manis berkurang, dan tekstur menjadi lunak. Hasil
pengamatan kentang yang diblansing mengalami perubahan tekstur menjadi
lunak, warna yang menjadi pucat, rasa getir hilang, aroma khas kentang tercium.
Hasil pengamatan dari buncis yang diblansing warna menjadi hijau tua, tekstur
lunak, rasa menjadi manis, aroma khas buncis berkurang.
Berdasarkan hasil pengamatan di atas dapat dilihat bahwa bahan yang
telah diblansing memiliki warna lebih cerah, hal ini disebabkan oleh enzim yang
terdapat dalam bahan (wortel, kentang, jagung, buncis) tersebut dinonaktifkan,
terutama enzim polifenoloksidasi yang merupakan penyebab pencokelatan
enzimatis, dan enzim katalase dan peroksidase. Selain itu, bahan yang telah
diblansing memiliki tekstur yang lebih lunak. Hal ini karena blansing dapat
-
7/23/2019 Yatin Horti
2/6
YATIN DWI RAHAYU
NIM. 1006578
menyebabkan pelenturan jaringan, sehingga bahan lebih mudah dimasukkan ke
dalam kemasan.
Aroma dari seluruh bahan mengalami perubahan yang berbeda ada yang
lebih menyengat ada juga yang berkurang aromanya. Blansing dapat memperbaiki
flavor seperti halnya dalam buncis, aroma getir kacang menjadi berkurang. Rasa
bahan yang mengalami blansing terjadi perubahan yang berbeda pula, seperti
halnya buncis dan jagung rasa manis berkurang, sedangkan kentang rasa getir
hilang. Ketika blansing senyawa yang terdapat dalam bahan banyak yang terurai
sehingga mengalami beberapa perubahan.
2. Perlakuan Perendaman Na-Sitrat dan Na-MetabisulfitSitrat merupakan senyawa intermediet dari asam organik yang berbentuk
kristal atau serbuk putih. Sitrat menghambat terjadinya pencoklatan karena dapat
mengkompleks ion tembaga yang dalam hal ini berperan sebagai katalis dalam
reaksi pencoklatan. Selain itu, asam sitrat juga dapat menghambat pencoklatan
dengan cara menurunkan pH seperti halnya pada asam asetat sehingga enzim PPO
menjadi inaktif (Winarno, 1997).
Penambahan larutan sulfit sebagai senyawa antibrowning bekerja dengan
cara membentuk ikatan disufida dengan enzim PPO sehingga menghambat
pengikatan dengan oksigen. Selain itu sulfit juga dapat bereaksi dengan quinon
yang dihasilkan dari oksidasi senyawa fenolik sehingga menghambat polimerisasi
quinon membentuk pigmen melanin (coklat). Dengan adanya metabisulfit buah
dan bahan pangan tampak lebih segar, cerah, dan lambat sekali mengalami
pencoklatan (Margono, 1993).
Secara garis umum memperlihatkan bahan yang direndam dalam larutan
natrium mengalami pemucatan pada warna dan aroma yang berkurang. Ada
beberapa bahan yang setelah direndam na-metabisulfit mengalami peningkatan
aroma seperti pada kentang dan buncis. Warna pada bahan yang mengalami
perendaman na-metabisulfit menjadi lebih pucat, mungkin ini disebabkan
kandungan atau konsentrasi metabisulfit lebih banyak.
-
7/23/2019 Yatin Horti
3/6
YATIN DWI RAHAYU
NIM. 1006578
3. Perlakuan PembekuanPembekuan adalah penurunan suhu di bawah 0oC yang mengakibatkan
sebagian air dalam bahan pangan berubah menjadi es, sehingga tidak lagi tersedia
untuk pertumbuhan mikroorganisme dan reaksi-reaksi kimia. Pembentukan es ini
efeknya sama seperti penurunan aktivitas air akibat pengeringan. Terhambatnya
pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan yang beku disebabkan karena
air tidak tersedia lagi, sedangkan terhambatnya laju reaksi-reaksi kimia
disebabkan karena sistem larutan telah berubah menjadi padat sehingga air tidak
lagi dapat berfungsi sebagai zat pelarut. Pengawetan dengan pembekuan terdiri
dari dua proses yaitu pembekuan pangan pada umumnya -40oC, kemudian
penyimpanan beku makanan tersebut pada suhu -180C (Thajadi, 2008).
Bahan yang digunakan dalam perlakuan pembekuan merupakan bahan yang
sebelumnya mengalami perlakuan blansing, perendaman Na-Metabisulfit,
perendaman Na-Sitrat, dan yang tidak mengalami perlakuan. Hasil dari
pengamatan wortel tanpa perlakuan yang mengalami pembekuan terjadi
perubahan yang signifikan pada warna jingga yang berkurang, tekstur yang
menjadi lebih lunak, dan berat yang berkurang. Hasil pengamatan dari wortel
yang sebelumnya mengalami perlakuan blansing terjadi perubahan berat yang
berkurang, tekstur yang sangat lunak, warna jingga tetap, dan aroma tidak
mengalami perubahan.
Hasil pengamatan jagung tanpa perlakuan setelah mengalami pembekuan
terjadi perubahan warna menjadi pucat, tekstur lunak, bau tidak segar (busuk), dan
rasa yang tidak enak. Jagung yang mengalami perlakuan blansing yang kemudian
dibekukan terjadi perubahan pada warna menjadi kuning cerah, tekstur lebih
lunak, aroma tetap segar dan rasa manis yang tetap. Sedangkan jagung yang
mengalami perlakuan perendaman larutan natrium warna pucat bertambah, tekstur
lunak.
Hasil pengamatan pembekuan untuk kentang tanpa perlakuan warna
menjadi coklat gelap, tekstur lunak, dan aroma kentang yang tercium. Kentang
yang diblansing terlebih dahulu mengalami perubahan pada tekstur menjadi
sangat lunak, rasa enak, aroma khas kentang, warna kentang tetap menjadi pucat.
-
7/23/2019 Yatin Horti
4/6
YATIN DWI RAHAYU
NIM. 1006578
Kentang yang mengalami perlakuan perendaman larutan natrium terlebih dahulu
terjadi perubahan warna menjadi pucat, aroma kentang tercium dan tekstur lunak.
Hasil dari pengamatan buncis tanpa perlakuan mengalami perubahan tekstur
menjadi lunak, rasa berkurang, warna menjadi pucat. Hasil pengamatan dari
buncis yang mengalami blansing sebelum dibekukan terjadi perubahan aroma
yang tidak tercium, tekstur menjadi lunak, dan warna menjadi hijau gelap. Buncis
yang terlebih dahulu direndam dalam larutan natrium metabisulfit dan natrium
sitrat mengalami warna pucat, khas buncis berkurang, tekstur menjadi lunak.
Pemaparan hasil pengamatan di atas perubahan signifikan pada tekstur yang
berubah menjadi lunak atau kehilangan turgor setelah 8 hari melakukan
pembekuan yang dilanjut penyimpanan dalam suhu ruang. Pembekuan dan
peleburan menyebabkan membran sel rusak tertusuk es, sehingga sifat permeable
selektif sel hilang dan turgor hilang. Akibatnya jaringan sayur dan buah menjadi
lembek (lunak) dan cairan sel keluar sebagai drip. Drip ini juga disebabkan karena
tidak dapat mampu mengabsorbsi air.
Secara garis besar bahan yang dibekukan mengalami penurunan berat, hal
ini terjadi karena air yang berada pada pada jagung menguap ke lingkungan untuk
mencapai keadaan seimbang sehingga jagung tersebut mengalami susut bobot,
akan tetapi untuk buncis dengan perlakuan blansing dan wortel dengan
perendaman natrium mengalami penambahan berat mungkin ketika pendinginan
di suhu ruang belum maksimal sehingga ketika diamati air masih banyak
terkandung dalam bahan.
Perubahan warna yang menjadi pucat karena sebelumnya mengalami
perlakuan perendaman dalam larutan natirum. Fungsi dari larutan natrium
metabisulfit dan na-sitrat adalah mencegah pencoklatan atau pemucatan pada
bahan pangan. Namun, ada bahan yang warna menjadi gelap seperti halnya pada
jagung perendaman Na-sitrat mungkin konsentrasi na-sitratnya kurang ketika
perendaman.
Secara garis umum warna yang terdapat pada bahan perlakuan blansing
tidak mengalami perubahan signifikan setelah perlakuan pembekuan. Hal ini
disebabkan enzim yang terdapat dalam bahan sudah di non-aktifkan saat proses
-
7/23/2019 Yatin Horti
5/6
YATIN DWI RAHAYU
NIM. 1006578
blansing dan ketika pembekuan, enzim tersebut di non-aktifkan pula sehingga
warna bahan pangan tetap terjaga. Sangat terlihat jelas pada bahan kentang,
kentang yang tidak mengalami blansing setelah 8 hari dibekukan warna kentang
menjadi coklat gelap.
Kesimpulan
Blansing adalah perlakuan pemanasan pendahuluan yang umumnya
diberikan pada sayuran dalam air mendidih atau hanpir mendidih, untuk waktu
yang singkat tergantung bahan pangan Karakteristik sayuran yang mengalami
proses blansing yaitu tekstur berubah menjadi lunak, warna menjadi lebih terang
karena proses blansing menonaktifkan enzim penyebab pencoklatan, aroma ada
yang menyengat ada pula yang berkurang, dan terjadi perubahan rasa.
Perendaman dalam larutan natrium mengakibatkan warna sayuran menjadi
lebih pucat. Pemucatan akibat dari adanya kandungan dari larutan natrium sitrat
dan na-metabisulfit yang dapat mengikat senyawa yang terdapat dalam sayuran
misalnya sulfit membentuk ikatan disufida dengan enzim PPO sehingga
menghambat pengikatan dengan oksigen. Pencoklatan pada sayuran bisa
terhamabat dengan perendaman dalam larutan natrium metabisulfit atau na-sitrat.
Pembekuan adalah penurunan suhu di bawah 0oC yang mengakibatkan
sebagian air dalam bahan pangan berubah menjadi es, sehingga tidak lagi tersedia
untuk pertumbuhan mikroorganisme dan reaksi-reaksi kimia. Pembekuan
menyebabkan tekstur menjadi lunak ini diakibatkan sel tertusuk es, sehingga
membran sel tidak permeable lagi. Warna pucat karena suhu pembekuan,
tergantung perlakuan sebelumnya.
Proses blansing, perendaman dalam larutan na-sitrat dan na-metabisulfit,
dan proses pembekuan ini bertujuan pencegahan pencoklatan pada bahan pangan
dan merupakan pengawetan makanan.
Daftar Pustaka
Buckle, K.A., R.A Edward., G.H Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan.
Terjemahan H. Purnomo, Adiono. Penerbit Universitas ndonesia, Jakarta.
-
7/23/2019 Yatin Horti
6/6
YATIN DWI RAHAYU
NIM. 1006578
Desrosier, N W. 2008. Tenologi pengawetan pangan. UI-Press. Jakarta
Margono, T dkk. 1993.Buku Panduan Teknologi Pangan. Pusat Informasi Wanita
dalam Pembangunan PDII-LIPI, Jakarta
Tjahjadi, C. 2008. Teknologi Pengolahan Sayur dan Buah vol I. Widya
Padjajaran. Bandung.
Tjahjadi, C. 2008. Teknologi Pengolahan Sayur dan Buah vol II. Widya
Padjajaran. Bandung.
Winarno, F.G., 1984. Kimia Pangan Dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.