document

16
MAKALAH EKOLOGI PERAIRAN Parameter Kimia Lingkungan Perairan Disusun untuk memenuhi tugas UTS mata kuliah Ekologi Perairan Disusun oleh: ZHAFIRA DRIANTA (140410130038) DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015

Upload: zhafira-drianta

Post on 29-Jan-2016

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

.

TRANSCRIPT

Page 1: Document

MAKALAH EKOLOGI PERAIRAN Parameter Kimia Lingkungan Perairan

Disusun untuk memenuhi tugas UTS mata kuliah Ekologi Perairan

Disusun oleh: ZHAFIRA DRIANTA

(140410130038)

DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015

Page 2: Document

ii

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Parameter Kimia Lingkungan Perairan” ini dengan lancar.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang saya peroleh dari berbagai sumber dan infomasi dari media yang berhubungan dan berkaitan dengan peranan parameter kimia dalam lingkungan perairan untuk memenuhi UTS Ekologi Perairan. Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada pengajar matakuliah Ekologi Perairan atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini.

Saya harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai pengaruh dan peranan parameter kimia lingkungan perairan dan penerapannya dalam kehidupan. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Jatinangor, 28 November 2015

Penulis

Zhafira Drianta

Page 3: Document

iii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ……………………………………………………………... ii DAFTAR ISI ………………………………………………………………………. iii BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang ………………………………………………………………. 1 1. 2. Rumusan Masalah …………………………………………………………… 1 BAB II ISI …………………………………………………………………………... 3 BAB III PENUTUP 3. 1 Kesimpulan …………………………………………………………………… 11 3. 2 Saran ………………………………………………………………………..… 12 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………...… 13

Page 4: Document

1

BAB I PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu , sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan bagi seluruh makhluk hidup. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus digunakan secara bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan mendatang. Aspek pelestarian sumber daya air harus ditanamkan pada seluruh manusia. Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kualitas air yang semakin menurun akibat pencemaran. Kegiatan industri domestik, dan kegiatan lain memberi dampak negatif terhadap sumber daya air, seperti menurunnya kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi seluruh makhluk hidup yang umumnya bergantung pada sumber daya air.

Pengelolaan sumber daya air sangat penting, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan. Salah satu langkah pengelolaan yang dilakukan yaitu dengan melakukan pemantauan dan interpretasi data kualitas air, mencakup kualitas kimia, fisika, dan biologi sebagai parameter.

Air yang digunakan untuk keperluan budidaya perikanan tidak sekedar air (H2O), karena air mengandung banyak ion, ion-ion unsur yang kemudian membentuk suatu kondisi tertentu yang kemudian dikenal dengan kualitas air. Faktor-faktor penentu seperti konsentrasi ion inorganik terlarut, gas terlarut, padatan tersuspensi, senyawa organik terlarut, dan mikroorganisma akan menentukan apakah lingkang tersebut cocok untuk kegiatan budidaya. Jadi kualitas air yang baik adalah air yang cocok untuk kegiatan budidaya dimana jenis komoditas budidaya bisa hidup dan tumbuh dengan normal. Ketersediaan air yang baik penting di dalam budidaya perikanan, air yang bagus memiliki karakteristik lingkungan spesifik untuk mikroorganisma yang di budidayakan. 1. 2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara mengetahui kualitas air. 2. Apa saja parameter kimia yang mempengaruhi kualitas air. 3. Bagaimana pengaruh pH dalam perairan.

Page 5: Document

2

4. Apa peranan DO, BOD, dan COD dalam perairan. 5. Bagaimana pengaruh salinitas, kesadahan, alkalinitas dalam perairan. 6. Bagaimana pengaruh kualitas air terhadap gas nitrogen, fosfor, amonia, `

karbon dioksida (CO2), Nitrit, Nitrat, dan Klorida.

Page 6: Document

3

BAB II ISI

1. Kualitas Air

Kualitas air adalah istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk penggunaan tertentu, misalnya: air minum, perikanan, pengairan/irigasi, industri, rekreasi dan sebagainya. Peduli kualitas air adalah mengetahui kondisi air untuk menjamin keamanan dan kelestarian dalam penggunaannya. Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang biasa dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji kenampakan (bau dan warna) (ICRF,2010).

Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat energi atau komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan sebagainya) (Effendi, 2003). 2. Parameter Kimia Perairan 2. 1. Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH perairan merupakan salah satu parameter yang penting dalam pemantauan kualitas perairan. Organisme perairan mempunyai kemampuan berbeda dalam mentoleransi pH perairan. Kematian lebih sering diakibatkan karena pH yang rendah daripada pH yang tinggi (Pescod, 1973).

Menurut Pennak (1978) dalam Effendi (2003) bahwa pH yang mendukung kehidupan Mollusca berkisar antara 5,7 – 8,4, sedangkan bivalvia hidup pada batas kisaran pH 5,8 - 8,3. Nilai pH < 5 dan > 9 menciptakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi kebanyakan organisme makrobenthos. Effendi (2003) menyatakan bahwa sebagian besar biota akuatik sensitive terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5.

Perairan yang produktif dan ideal bagi kehidupan hewan benthos perairan yang memiliki derajat keasaman (pH) air berkisar 6,5-6,8. Nilai pH di atas 9.2 atau kurang dari 4.8 bisa membunuh ikan dan pH di atas 10.8 dan kurang dari 5.0 akan berakibat fatal bagi ikan-ikan jenis tilapia. Air dengan pH rendah terjadi di daerah tanah yang bergambut. Nilai pH yang tinggi terjadi di perairan dengan kandungan alga tinggi, dimana proses photosinthesis membutuhkan banyak CO2. pH akan

Page 7: Document

4

meningkat hingga 9.0-10.0 atau lebih tinggi jika bikarbonat di serap dari air (Svobodova, dkk, 1993).

2. 2. Oksigen Terlarut Oksigen adalah unsur fital yang di perliukan oleh semua organisme untuk respirasi dan sebagai zat pembakar dalm proses metabolisme. Oksigen juga sangat dibutuhkan mikro organisme (bakteri) untuk proses dekomposisi. Kandungan oksigen dalam air yang ideal adalah antara 3-7 ppm. Jika kandungan oksigen kurang dari 3 ppm, maka ikan maupun udang akan berada di permukaan air bahkan bagi udang yang sedang molting, jika oksigen 1-2 ppm, udang bisa mati, demikian pula jika oksigen terlalu tinggi, ikan maupun udang bisa mati karena terjadi emboli dalam darah (Subarijanti, 2005).

Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan biota air sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota. Daya larut oksigen dapat berkurang disebabkan naiknya suhu air dan meningkatnya salinitas. Konsentrasi oksigen terlarut dipengaruhi oleh proses respirasi biota air dan proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Pengaruh ekologi lain yang menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut menurun adalah penambahan zat organik (buangan organik) (Connel dan Miller, 1995).

Pada tingkatan species, masing-masing biota mempunyai respon yang berbeda terhadap penurunan oksigen terlarut dan perbedaan kerentanan biota terhadap tingkat oksigen terlarut yang rendah, misalnya Capitella sp pada kelas Polychaeta. Dapat hidup dan mengalami peningkatan biomassa walaupun nilai konsentrasi oksigen terlarut nol (Connel dan Miller, 1995).

Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara, dan dari proses fotosintesis. Selanjutnya aur kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke atmosfer dan melalui kegiatan respirasi dari semua organisme (Barus, 2003).

Tanpa adanya oksigen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air tidak dapat hidup karena oksigen terlarut digunakan untuk proses degradasi senyawa organik dalam air. Oksigen dapat dihasilkan dari atmosfir atau dari reaksi fotosintesa algae. Oksigen yang dihasilkan dari reaksi fotosintesa algae tidak efisien, karena oksigen yang terbentuk akan digunakan kembali oleh algae untuk proses metabolisme pada saat tidak ada cahaya. Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperature dan tekanan atmosfir. Berdasarkan data-data temperature dan tekanan, maka kalarutan oksigen jenuh dalam air pada 25o C dan tekanan 1 atmosfir adalah 8,32 mg/L (Warlina, 1985).

Page 8: Document

5

2.3 Nitrogen dan Fosfor Nitrogen terdapat di lingkungan perairan dalam bermacam bentuk dan

gabungan unsur kimia yang luas. Nitrogen anorganik seperti amonia, nitrit, nitrat dan gas nitrogen biasanya larut dalam air (Connel dan Miller, 1995). Law et.al (1991) mengukur kandungan nitrat, nitrit dan amonia di perairan payau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan N. Diversicolor pada kelas Polychaeta berkorelasi positif dengan kandungan nitrat tertinggi 37,2 ppm, nitrit 0,2 ppm dan amonia 0,119 ppm dalam substrat. Fosfor terdapat dalam bentuk oksida tunggal sebagai fosfor anorganik dan fosfor organik. Bentuk anorganik fosfor terutama adalah ortofosfat (HPO42-) dan polifoafat. Kelimpahan N. diversicolor juga berkorelasi positif dengan tingginya kandungan ortofosfat dalam substrat. Pada kandungan ortofosfat 49,64 ppm ditemukan kelimpahan N. diversicolor sebesar 900 ind./m2. Sebaliknya saat kandungan ortofosfat turun menjadi 2,64 ppm , kelimpahan N. diversicolor juga turun menjadi 340 ind./m2 (Clavero dkk, 1991 dalam Effenfi, 2003). 2.4. Karbondioksida (CO )

Pada perairan umum dan kolam budidaya intensif, karbondioksida, bikarbonat atau karbonat terlarut membentuk suatu reservoir karbon untuk fotosintesis tumbuhan air. Pada kondisi gelap, maka aktivitas utama tumbuhan yaitu melakukan respirasi, pada kesempatan tersebut dibebaskan CO2 dan ion-ion hidorgen sehingga menyebabkan penurunan pH. Perubahan pH diurnal pada kolam ikan hingga 1 unit biasanya disebabkan oleh proses biologis (Irianto, 2005).

Sumber karbon utama di bumi adalah atmosfer dan perairan terutama laut. Laut mengandung karbon lima puluh kali banyak dari pada karbon di atmosfer. Perpindahan karbon dari atmosfer ke laut terjadi melalui proses difusi. Karbon yang terdapat di laut cenderung mengatur karbondioksida di atmosfer. Karbon yang terdapat di atmosfer da perairan diubah menjadi karbon organik melalui proses fotosintesis, kemudian masuk kembali ke atmosfer melalui proses respirasi dan dekomposisi yang merupakan proses biologis mahluk hidup (Effendi, 2003).

2. 5. Alkalinitas Salah satu zat pengotor dalam air adalah alkalinitas. Alkalinitas merupakan

jumlah ekivalen basa yang dititrasi oleh asam kuat (Stumm et al, 1996). Berdasarkan definisi tersebut, dapat diketahui bahwa alkalinitas merupakan kapasitas dari suatu zat untuk menetralkan asam. Dengan adanya kemampuan untuk menetralkan asam, sehingga zat tersebut dapat mempertahankan pH-nya atau disebut buffering capacity. Alkalinitas biasanya dinyatakan dalam satuan ppm (mg/l) kalsium karbonat ( Ahmad, 1992).

Page 9: Document

6

Penyusun alkalinitas perairan adalah anion Bikarbonat (HCO3-), karbonat( CO3-), Hidroksida (OH-) seta garam dari asam lemah seperti Borat (H2BO3-), silikat (HSiO3-), fosfat (HPO4- dan H2PO4-), sulfide (HS-) dan amonia (NH3) juga memberikan konstribusi terhadap alkalinitas dalam jumlah sedikit. Alkalinitas dalam air ada tiga jenis yaitu: alkalinitas Hidroksida(OH-alkalinity), alkalinitas karbonat (CO3-alkalinity), dan alkalinitas bikarbonat (HCO3-alkalinity). Ketiga jenis senyawa itu menyebabkan alkalinitas tersebut tidak dapat hadir bersama sama dalam air, sehingga hanya ada lima kemungkinan: - Hanya senyawa hidoksida (OH) - Hanya senyawa karbonat (CO3-) - Hanya senyawa bikarbonat (HCO3-) - CO3- dan HCO3- - OH- dan CO3-

Alkalinitas di air permukaan atau air tanah disebabkan oleh adanya fraksi gas CO2, atau gas atmosfer yang ada di tanah atau di daerah tak jenuh yang terletak antara permukaan tanah dan air seperti pada gambar 1. Kadar CO2 di atmosfer mendekati 0,03 % vol. Gas CO2 ini biasanya dihasilkan dari respirasi tumbuhan dan oksidasi bahan organik ( Kordi, 2007).

Selain gas CO2 , sumber alkalinitas meliputi reduksi sulfat termediasi secara

biologis dan metamorfosa batuan karbonat. Ketika air mengalir dan melewati batuan karbonat, maka terjadi pelarutan bikarbonat seperti kalsium bikarbonat, (Ca(HCO3)2), natrium bikarbonat (NaHCO3); dan sebagian kecil berasal dari hidroksida terlarut, ammonia, borat, basa organik, fosfat dan silikat. Alkalinitas pada saluran air di penambangan selain dikarenakan oleh bikarbonat terlarut juga oleh adanya reduksi sulfat, oksidasi bahan organik, dan reduksi logam hidroksida berdasarkan reaksi berikut:

CH2O + 4Fe(OH)3,s +7H+ ↔ 4Fe2+ + HCO3-+ 10H2O Siklus karbon berkaitan dengan ion bikarbonat dan karbonat dalam air,

sebagai contoh danau yang mengalami eutrofikasi pada siang hari, laju asimilasi CO2 terlarut oleh alga dan plankton melebihi laju larutnya CO2 dari udara ke air. Sehingga pH air di dekat permukaan meningkat seiring dengan kenaikan rasio HCO3- terhadap H2CO3 . Sedangkan pada malam hari, laju respirasi vegetasi akuatik melebihi laju asimilasi dan pH menurun. Tanah yang lembab pada daerah sedang menjadi kekurangan kalsium karbonat karena leaching, pH air tanah pada kedalaman dangkal menjadi rendah, karena mineral tanah pada daerah tersebut mengadsorb H+ . Jika diasumsikan pH air dikendalikan oleh kesetimbangan karbon dioksida, maka air mengandung 160 mg/L H2CO3 (Kordi, 2007).

Page 10: Document

7

Air dengan kandungan kalsium karbonat lebih dari 100 ppm disebut sebagai alkaline water, sedangkan air dengan kandungan kurang dari 100 ppm disebut sebagai air lunak. Pada umumnya lingkungan yang baik bagi kehidupan ikan adalah dengan nilai alkalinitas diatas 20 ppm ( Ahmad, 1992).

Alkalinitas berperan dalam hal hal sebagai berikut : a. Sistem Penyangga

Bikarbonat yang terdapat pada perairan dengan nilai alkalinitas total tinggi,

berperan sebagai penyangga perairan terhadap perubahan pH yang drastis. Jika basa kuat ditambahkan ke dalam perairan maka basa tersebut akan bereaksi dengan asam karbonat membentuk garam bikarbonat dan akhirnya menjadi karbonat. Jika asam ditambahkan ke dalam perairan maka asam tersebut akan digunakan untuk mengonversi karbonat menjadi bikarbonat dan menjadi asam karbonat. Hal ini dapat menjadikan perairan dengan nilai alkalinitas total tinggi tidak mengalami perubahan pH secara drastis sehingga organisme akuatik dapat bertahan hidup.

b. Koagulasi Bahan

Bahan kimia yang digunakan dalam proses koagulasi air atau limbah bereaksi

dengan air membentuk endapan hidroksida yang tidak larut. Ion hidrogen yang dilepaskan bereaksi dengan ion-ion penyusun alkalinitas, sehingga alkalinitas berperan sebagai penyangga untuk mengetahui kisaran pH yang optimum bagi penggunaan koagulan. Dalam hal ini alkalinitas sebaiknya berada pada kisaran optimum ntuk mengikat ion hidrogen yang dilepaskan pada proses koagulasi.

c. Pelunakan air Alkalinitas adalah parameter yang harus dipertimbankan dalam menentukan

jumlah soda abu dan kapur yang diperlukan dalam proses pelunakan dengan metode pengendapan. Pelunakan air bertujuan untuk menurunkan kesadahan.

d. Pengendalian Korosi Alkalinitas merupakan parameter yang sangat penting termasuk di dalam

pengendalian korosi (Cole, 1988).

Page 11: Document

8

2. 6. Salinitas Salinitas dapat didefinisikan sebagai total konsentrasi ion-ion terlarut dalam

air. Dalam budidaya perairan, salinitas dinyatakan dalam permil (°/oo) atau ppt (part perthousand) atau gram/liter. Tujuh ion utama yaitu : sodium, potasium, kalium, magnesium, klorida, sulfat dan bikarbonat mempunyai kontribusi besar terhadap besarnya salinitas, sedangkan yang lain dianggap kecil (Effendi, 2003).

Sedangkan menurut Davis et al. (2004), ion calsium (Ca), potasium (K), dan magnesium (Mg) merupakan ion yang paling penting dalam menopang tingkat kelulushidupan udang. Salinitas suatu perairan dapat ditentukan dengan menghitung jumlah kadar klor yang ada dalam suatu sampel (klorinitas). Sebagian besar petambak membudidayakan udang dalam air payau (15-30 ppt). Meskipun demikian, udang laut mampu hidup pada salinitas dibawah 2 ppt dan di atas 40 ppt. 2. 7. Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD)

Uji BOD merupakan uji biokimia yang bertujuan mengukur jumlah zat organik yang mungkin dioksidasi oleh bakteri-bakteri aerobik, yang biasanya diukur pada jangka waktu lima hari pada suhu 200C. Hasil uji BOD dapat diterjemahkan sebagai jumlah oksigen yang digunakan selama oksidasinya karena terdapat hubungan kuantitatif di antara jumlah oksigen yang perlu untuk mengubah sejumlah campuran organik menjadi karbondioksida dan air (Mahida, 1993).

Dalam uji BOD, hilangnya oksigen terlarut yang utama adalah disebabkan oleh penguraian dengan melihat perbandingan tingkat oksigen terlarut dalam sampel air tawar dengan air yang sama setelah disimpan selama beberapa waktu pada ruang gelap. Penurunan oksigen terlarut yang terukur membantu untuk menduga penurunan tingkat oksigen terlarut di air alam (Mahida, 1993).

2. 8. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD)

Uji COD digunakan secara luas sebagai suatu ukuran kekuatan pencemaran dari air limbah domestik maupun industri. Uji ini digunakan untuk mengukur oksigen yang dibutuhkan pada saat mengoksidasi bahan-bahan organik. Bahan oksidasi yang digunakan adalah potasium dikromat (K2Cr2O7) yang dapat diperoleh dalam keadaan yang sangat murni. Kondisi sampel yang diuji harus dalam keadaan asam yang sangat kuat sehingga potasium dikromat dapat mengoksidasi berbagai macam bahan organik secara hampir keseluruhan menjadi karbondioksida dan air. Uji ini cocok digunakan dalam analisis tentang air limbah, selokan-selokan serta air yang

Page 12: Document

9

tercemar. Uji ini secara khusus bernilai apabila BOD tidak dapat ditentukan karena terdapat bahan-bahan beracun (Mahida, 1993).

2. 9. Senyawa Amonium, Nitrit, Nitrat

Amonium dilepaskan ke dalam air oleh penguraian organik dan juga sebagai buangan metabolik organisme perairan. Amonium tergabung ke dalam rantai makanan dalam bentuk nitrit dan nitrat yang penting bagi pertumbuhan tumbuhan. Dalam jumlah besar, amonium dapat menjadi polutan yang berbahaya dan beracun bagi kehidupan hewan karena mempengaruhi kecepatan pertumbuhan, daya tahan fisik dan daya tahan terhadap penyakit (Michael, 1994). Hanya bentuk amonium tidak terion yang beracun bagi kehidupan perairan karena amonium terion tidak dapat terdifusi melalui jaringan sehingga tidak dapat masuk ke hewan dari media luar kecuali bila pH di lingkungan lebih tinggi dari yang ada di dalam tubuh maka amonium akan terbawa masuk ke dalam tubuh hewan.

Nitrat dan nitrit merupakan bentuk nitrogen teroksidasi dengan tingkat oksidasi masing-masing +3 dan +5. Nitrat merupakan suatu unsur penting dalam sintesa protein tumbuhan, namun pada badan perairan yang memiliki jumlah nitrat yang berlebih akan menyebabkan kurangnya oksigen terlarut di perairan dan menyebabkan banyak organisme yang mati. Sedangkan nitrit merupakan suatu tahapan sementara dari proses oksidasi antara amonium dan nitrat yang dapat terjadi pada badan-badan perairan (Michael, 1994). 2. 10. Kesadahan

Kesadahan (hardness) disebabkan adanya kandungan ion-ion logam bervalensi banyak (terutama ion-ion bervalensi dua, seperti Ca, Mg, Fe, Mn, Sr). Kation-kation logam ini dapat bereaksi dengan sabun membentuk endapan maupun dengan anion-anion yang terdapat di dalam air membentuk endapan/karat pada peralatan logam. Kation-kation utama penyebab kesadahan di dalam air antara lain Ca2+, Mg2+, Sr2+, Fe2+, dan Mn2+. Anion-anion utama penyebab kesadahan di dalam air antara lain HCO3 –, SO42-, Cl–, NO3 –, dan SiO32-. Air sadah merupakan air yang dibutuhkan oleh sabun untuk membusakan dalam jumlah tertentu dan juga dapat menimbulkan kerak pada pipa air panas, pemanas, ketel uap, dan alat-alat lain yang menyebabkan temperatur air naik.

Kesadahan air berkaitan erat dengan kemampuan air membentuk busa. Semakin besar kesadahan air, semakin sulit bagi sabun untuk membentuk busa karena terjadi presipitasi. Busa tidak akan terbentuk sebelum semua kation pembentuk kesadahan mengendap. Pada kondisi ini, air mengalami pelunakan atau penurunan

Page 13: Document

10

kesadahan yang disebabkan oleh sabun. Endapan yang terbentuk dapat menyebabkan pewarnaan pada bahan yang dicuci. Pada perairan sadah (hard), kandungan kalsium, magnesium, karbonat, dan sulfat biasanya tinggi. Jika dipanaskan, perairan sadah akan membentuk deposit (kerak) (Effendi, 2003). 2. 11. Klorida (Cl)

Sekitar 3/4 dari klorin (Cl2) yang terdapat di bumi berada dalam bentuk larutan. Unsur klor dalam air terdapat dalam bentuk ion klorida (Cl–). Ion klorida adalah salah satu anion anorganik utama yang ditemukan pada perairan alami dalam jumlah yang lebih banyak daripada anion halogen lainnya. Klorida biasanya terdapat dalam bentuk senyawa natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan kalsium klorida (CaCl2). Selain dalam bentuk larutan, klorida dalam bentuk padatan ditemukan pada batuan mineral sodalite [Na8(AlSiO4)6]. Pelapukan batuan dan tanah melepaskan klorida ke perairan. Sebagian besar klorida bersifat mudah larut.

Klorida terdapat di alam dengan konsentrasi yang beragam. Kadar klorida umumnya meningkat seiring dengan meningkatnya kadar mineral. Kadar klorida yang tinggi, yang diikuti oleh kadar kalsium dan magnesium yang juga tinggi, dapat meningkatkan sifat korosivitas air. Hal ini mengakibatkan terjadinya perkaratan peralatan logam. Kadar klorida > 250 mg/l dapat memberikan rasa asin pada air karena nilai tersebut merupakan batas klorida untuk suplai air, yaitu sebesar 250 mg/l (Effendi, 2003). Perairan yang diperuntukkan bagi keperulan domestik, termasuk air minum, pertanian, dan industri, sebaiknya memiliki kadar klorida lebih kecil dari 100 mg/liter. Keberadaan klorida di dalam air menunjukkan bahwa air tersebut telah mengalami pencemaran atau mendapatkan rembesan dari air laut (Effendi, 2003).

Klorida tidak bersifat toksik bagi makhluk hidup, bahkan berperan dalam pengaturan tekanan osmotik sel. Klorida tidak memiliki efek fisiologis yang merugikan, tetapi seperti amonia dan nitrat, kenaikan akan terjadi secara tiba-tiba di atas baku mutu sehingga dapat menyebabkan polusi. Toleransi klorida untuk manusia bervariasi berdasarkan iklim, penggunaannya, dan klorida yang hilang melalui respirasi. Klorida dapat menimbulkan gangguan pada jantung/ginjal (Effendi, 2003).

Page 14: Document

11

BAB III PENUTUP

3. 1. Kesimpulan 3. 1. 1. Kualitas air dapat diketahui dengan cara mengukur menggunakan acuan parameter kimia, fisika, dan biologi. 3. 1. 2. Parameter kimia yang mempengarui kualitas air diantaranya, derajat keasaman (pH); oksigen terlarut (DO); kebutuhan oksigen kimiawi (COD) dan biokimia (BOD); salinitas; kesadahan; alkalinitas; kandungan nitrogen, fosfor, karbondioksida, ammonia, nitrit, nitrat, dan klorida. 3. 1. 3. Nilai pH perairan merupakan salah satu parameter yang penting dalam pemantauan kualitas perairan. Organisme perairan mempunyai kemampuan berbeda dalam mentoleransi pH perairan. Kematian lebih sering diakibatkan karena pH yang rendah daripada pH yang tinggi. 3. 1. 4. Daya larut oksigen (DO) dapat berkurang disebabkan naiknya suhu air dan meningkatnya salinitas. Konsentrasi oksigen terlarut dipengaruhi oleh proses respirasi biota air dan proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Pengaruh ekologi lain yang menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut menurun adalah penambahan zat organik (buangan organik). Hasil uji BOD dapat diterjemahkan sebagai jumlah oksigen yang digunakan selama oksidasinya karena terdapat hubungan kuantitatif di antara jumlah oksigen yang perlu untuk mengubah sejumlah campuran organik menjadi karbondioksida dan air. Uji COD digunakan untuk mengukur oksigen yang dibutuhkan pada saat mengoksidasi bahan-bahan organik. 3. 1. 5. Salinitas suatu perairan dapat ditentukan dengan menghitung jumlah kadar klor yang ada dalam suatu sampel (klorinitas). Alkalinitas merupakan kapasitas dari suatu zat untuk menetralkan asam. Dengan adanya kemampuan untuk menetralkan asam, sehingga zat tersebut dapat mempertahankan pH-nya atau disebut buffering capacity. Kesadahan air berkaitan erat dengan kemampuan air membentuk busa. Semakin besar kesadahan air, semakin sulit bagi sabun untuk membentuk busa karena terjadi presipitasi. Busa tidak akan terbentuk sebelum semua kation pembentuk kesadahan mengendap.

3. 1.6. Nitrogen terdapat di lingkungan perairan dalam bermacam bentuk dan gabungan unsur kimia yang luas. Nitrogen anorganik seperti amonia, nitrit, nitrat dan gas nitrogen biasanya larut dalam air. Dalam jumlah besar, amonium dapat menjadi polutan yang berbahaya dan beracun bagi kehidupan hewan karena mempengaruhi kecepatan pertumbuhan, daya tahan fisik dan daya tahan terhadap penyakit. Nitrat merupakan suatu unsur penting dalam sintesa protein tumbuhan, namun pada badan

Page 15: Document

12

perairan yang memiliki jumlah nitrat yang berlebih akan menyebabkan kurangnya oksigen terlarut di perairan dan menyebabkan banyak organisme yang mati. Sedangkan nitrit merupakan suatu tahapan sementara dari proses oksidasi antara amonium dan nitrat yang dapat terjadi pada badan-badan perairan. Kadar klorida yang tinggi, yang diikuti oleh kadar kalsium dan magnesium yang juga tinggi, dapat meningkatkan sifatkorosivitas air. Hal ini mengakibatkan terjadinya perkaratan peralatan logam. Kadar klorida > 250 mg/l dapat memberikan rasa asin pada air karena nilai tersebut merupakan batas klorida untuk suplai air, yaitu sebesar 250 mg/l. 3.2. Saran

Dalam perarian, baik perairan tawar, laut dan estuaria, parameter kimia sangatlah memiliki peranan yang sangat penting. Dalam mengetahui bagaimana kualitas dari suatu perairan, parameter kimia dapatlah menjadi bahan acuan dalam mengetahuinya. Dengan kemajuan teknologi saat ini, maka dapat lebih cepat untuk mengetahui peran dari parameter kimia dalam perairan. Karena dalam perairan yang baik atau yang berkualitas akan dapat mendukung pertumbuhan biota-biota yang ada diperairan, baik perairan tawar, perairan laut dan estuaria. Sehingga biota-biota air yang ada tidak punah, dan perairan tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat dalam mendukung dan membangun kesejahteraan masyarakat.

Page 16: Document

13

DAFTAR PUSTAKA Ahmad. 1992. Pengelolaan Mutu Air untuk Budidaya Ikan. Prosiding Latihan

Penelitian Akuakultur. Denpasar. Barus. 2003. Pengantar Limnologi. Jurusan Biologi FMIPA USU. Medan Cole, G.A. 1988. Textbook of Limnology. Waveland Press Inc. Illionis. USA. Connel, D. W. dan Miller, G. J. 1995. Kimia dan Otoksikologi Pencemaran. Jakarta:

Universitas Indonesia. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta ICRF. 2010. Membangun KEbun Campuran. World Agroforestri Center (ICRAF).

Bogor. Irianto. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada Univesity Press, Yogyakarta. Kordi. 2007. Kualitas air Untuk Budidaya Udang Windu. PT. Perca Jakarta. Mahida. 1993. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. PT Raja Grafindo.

Jakarta. Michael, P. 1994. Metoda Ekologi Untuk Penelitian Ladang Laboratorium.

Universitas Indonesia Press. Jakarta. Pescod, M.B. 1973. Investigation of National Efluent and Steram Standar for

Tropical Countries. AIT. Bangkok. Subarijanti. 2005. Pemupukan dan Kesuburan Perairan. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang. Svobodova, dkk. 1993. Diagnostik, Prevention and Therapy of Fish Disease and

Intoxication. Research Institute of fish Culture and Hydrobiology Vodnany Czechoslovakia.

Warlina. 1985. Pengaruh Waktu Inkubasi BOD Pada Berbagai Limbah. FMIPA Universitas Indonesia, Jakarta.