wrap up anemia b4

29
WRAP UP Skenario 1 “LEKAS LELAH BILA BEKERJA” Disusun oleh KELOMPOK B4 Ketua : Muhammad Nurhanif (1102013182) Sekretaris : Mutiara Adysti (1102013190) Anggota : Muhammad Rezki (1102013184) Muta Mimmah (1102013186) Muthia Farah Ashma (1102013187) Mutiah Chairunnisah (1102013189) Sekar Cesaruni (1102012264) Nabilla Risdiana Putri (1102012188) Muhammad Iskandar (1102010183)

Upload: mutiaraadysti

Post on 18-Jul-2016

74 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

wrap up

TRANSCRIPT

Page 1: Wrap Up Anemia b4

WRAP UPSkenario 1

“LEKAS LELAH BILA BEKERJA”

Disusun oleh

KELOMPOK B4

Ketua : Muhammad Nurhanif (1102013182)Sekretaris : Mutiara Adysti (1102013190)

Anggota : Muhammad Rezki (1102013184)Muta Mimmah (1102013186)Muthia Farah Ashma (1102013187) Mutiah Chairunnisah (1102013189)Sekar Cesaruni (1102012264) Nabilla Risdiana Putri (1102012188)Muhammad Iskandar (1102010183)

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS YARSI

2014/2015

Page 2: Wrap Up Anemia b4

Skenario 1

Yani, 19 tahun, emmeriksakan diri ke dokter dengan keluhan sering merasa lekas lelah setelah melakukan aktivitas. Keluhan ini sudah dialami 3 bulan terakhir. Sebelumnya tidak pernah mengalami hal seperti ini.

Pada anamnesis tambahan didapatkan keterangan bahwa sejak usia kanak-kanak pola makan Yani tidak teratur, jarang makan sayur, ikan, maupun daging, hanya tahu/tempe dan kerupuk. Tidak dijumpai riwayat penyakit yang diderita sebelumnya dan riwayat pengobatan tidak jelas.Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

Wajah terlihat lelah, TD 110/60 mmHg, frekuensi nadi 88 x/menit, frekuensi pernapasan 20 x/menit, suhu tubuh 36,8℃ ,TB=160 cm, BB= 60 kg, konjungtiva palpebral inferior pucat.

Pemeriksaan jantung paru dan abdomen dalam batas normal. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium hematologi rutin, hasilnya

sebagai berikut:

Pemeriksaan Kadar Nilai NormalHemoglobin (Hb) 10,5 g/dL 12 - 14 g/dLHematokrit (Ht) 37 % 37 - 42 %Eritrosit 4,75 x 106 / lμ 3,9 – 5,3 x 106 / lμMCV 70 fL 82 – 92 fLMCH 20 pg 27 – 31 pgMCHC 22 % 32 – 36 %Leukosit 6500 / lμ 5000 – 10.000 / lμrombosit 300.000 / lμ 150.000 – 400.000 / lμ

LO 1: Memahami dan Menjelaskan Eritropoiesis

2

Page 3: Wrap Up Anemia b4

1.1 Definisi Eritropoiesis1.2 Mekanisme Eritropoiesis1.3 Morfologi & Sifat Fisik Eritrosit1.4 Kelainan / Abnormalitas Eritrosit

LO 2: Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin

2.1 Definisi Hemoglobin2.2 Struktur Hemoglobin2.3 Biosintesis & Fungsi Hemoglobin2.4 Interaksi Hemoglobin dengan O2

LO 3: Memahami dan Menjelaskan Anemia

3.1 Definisi Anemia3.2 Etiologi Anemia3.3 Klasifikasi3.4 Manifestasi Klinis3.5 Pemeriksaan Laboratorium

LO 4: Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi

4.1 Definisi4.2 Etiologi4.3 Patofisiologi4.4 Manifestasi Klinis4.5 Pemeriksaan Fisik4.5 Diagnosis & DD4.7 Penatalaksanaan4.8 Pencegahan4.9 Prognosis

3

Page 4: Wrap Up Anemia b4

LO 1: Memahami dan Menjelaskan Eritropoiesis

1.1 Definisi Eritropoiesis

Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit, pada janin dan bayi proses ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang. (Dorland edisi 31)

1.2 Mekanisme Eritropoiesis

Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang / Pluripotent Stem Cell (PSC). Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel yang akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit / Colony Forming Unit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).

Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah matur yaitu Basofil Eritroblas

Apabila sumsum tulang mengalami kelainan, misalnya fibrosis, eritropoesis akan terjadi di luar sumsum tulang seperti pada lien dan hati maka proses ini disebut juga sebagai eritropoesis ekstra meduler

- Proeritoblast: sel besar dengan kromatin jarang, terdapat satu atau dua nucleolus, dan sitoplasmanya basofilik

- Eritroblas basofilik: terdapat cicin sitoplasma basofilik dan inti yang lebih padat tanpa nucleolus yang jelas

- Eritroblas polikromatofilik: Sel ini memperlihatkan berkurangnya ribosom basofilik dan peningkatan kadar hemoglobin asidofilik didalam sitoplasmanya. Akibatnya, sel ini memiliki beragam warna didalam sitoplasmanya.

- Eritroblas ortokromatofilik (normoblas): ukuran sel semakin mengecil, pemadatan material inti, dan sitoplasma eosinofilik yang lebih seragam. Pada tahap ini, eritrosit yang belum matang mengeluarkan inti.

- Retikulosit: Terdapat ribosom yang dapat diwarnai sitoplasmanya

4

Page 5: Wrap Up Anemia b4

- Eritrosit

Faktor-faktor Eritropoesis

Dipengaruhi oleh hormon eritropoietin. Eritropoietin adalah suatu glikoprotein yang mengandung 165 residu asam amino dan 4 rantai oligosakarida yang penting untuk aktivitasnya secara in vivo.

Eritopoietin meningkatkan jumlah sel induk yang peka eritropoietin di sumsum tulang. Sel-sel induk ini kemudian berubah menjadi prekursor sel darah merah dan akhirnya menjadi eritrosit matang.

Eritropoietin meningkat pada saat terjadi anemia, hipoksia, insufisiensi paru dan perdarahan. Sebaliknya, eritropoietin akan menurun bila volume darah merah meningkat di atas normal akibat transfusi dan juga akibat dari insufisiensi ginjal. (Ganong 2008)

Eritropoeitin - Dihasilkan oleh: sel interstisial peritubular ginjal,hati- Stimulus pembentukan eritroprotein: tekanan O2 dalam jaringan ginjal.- ↓ penyaluran O2 ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormon eritropoetin ke

dalam darah → merangsang eritropoiesis di sumsum tulang dengan merangsang proliferasi dan pematangan eritrosit →jumlah eritrosit meningkat→kapasitas darah mengangkut O2 ↑ dan penyaluran O2 ke jaringan pulih ke tingkat normal → stimulus awal yang mencetuskan sekresi eritropoetin hilang sampai diperlukan kembali.

- Pasokan O2 ↑ ke jaringan akibat peningkatan massa eritrosit/Hb dapat lebih mudah melepaskan O2 : stimulus eritroprotein turun

- Fungsi: mempertahankan sel-sel precursor dengan memungkin sel-sel tsb terus berproliferasi menjadi elemen-elemen yg mensintesis Hb.

- Bekerja pada sel-sel tingkat G1- Hipoksia: rangsang fisiologis dasar untuk eritropoeisis karena suplai O2 & kebutuhan

mengatur pembentukan eritrosit.

Zat yang diperlukan untuk Eritropoiesis :1) Zat Besi (Fe)

Untuk sintesis Hb Kebutuhan 2 – 4 mg/hari Disimpan : 60% (Hb), 10% (mioglobin, enzim), 30%

(feritin,hemosiderin) 6-8% diserap di duodenum, dipengaruhi oleh: HCl, vit C

2) Vitamin B12 dan asam folat Untuk sintesis DNA (protein) Absorbsinya memerlukan faktor intrinsik (sel parietal lambung)

3) Vitamin E, B6, B14) Hormon tiroksin, androgen

5

Page 6: Wrap Up Anemia b4

Destruksi Eritrosit

Destruksi yang terjadi karena proses penuaan disebut proses senescence, sedangkan destruksi patologis disebut hemolisis. Hemolisis dapat terjadi intravaskuler, dapat juga ekstravaskuler, terutama pada sistem RES, yaitu lien dan hati. Hemolisis yang terjadi pada eritrosit akan mengakibatkan terurainya komponen-komponen hemoglobin menjadi berikut:1. Komponen protein yaitu globin yang akan dikembalikan ke pool protein

dan dapat dipakai kembali.2. Komponen heme akan pecah menjadi dua, yaitu: (a) Besi: yang akan

dikembalikan ke pool besi dan dipakai ulang. (b) Bilirubin: yang akan dieksresikan melalui hati dan empedu.

1.3 Morfologi & Sifat Fisik Eritrosit

Sel darah merah berbentuk cakram bikonkaf dengan diameter sekitar 7.6 mikron, tebal bagian tepi 2 mikron dan bagian tengahnya 1 mikron atau kurang, tersusun atas membrane yang sangat tipis sehingga sangat mudah terjadi difusi oksigen, karbondioksida dan sitoplasma, tetapi tidak mempunyai inti sel.

Pool besi

Disimpan/ digunakan lagi

Fe CO

Empedu

Hati

Urin Urobilinogen

Feses: sterkobilinogen

Bilirubin direk

Bilirubin indirek

Protoporfirin

Disimpan/ digunakan lagi

Pool protein

Asam amino

Globin Hem

Hemoglobin

Eritrosit hemolisis atau proses penuaan

6

Page 7: Wrap Up Anemia b4

Fungsi :1. Eritrosit mentranspor O2 ke seluruh jaringan melalui pengikatan Hb

terhadap oksigen.2. Hemoglobin eritrosit berikatan dengan CO2 untuk ditranspor ke paru-paru,

tetapi sebagian besar CO2 yang dibawa plasma berada dalam bentuk ion bikarbonat. Suatu enzim (karbonat anhidrase) dalam eritrosit memungkinkan sel darah merah bereaksi dengan CO2 untuk membentuk ion bikarbonat. Ion bikarbonat berdifusi keluar dari eritrosit dan masuk ke dalam plasma.

3. Eritrosit berperan penting dalam pengaturan pH darah karena ion bikarbonat dan hemoglobin merupakan buffer asam-basa.

4. Ketika eritrosit berada dalam tegangan pembuluh darah yang sempit, eritrosit akan melepaskan ATP yang akan menyebabkan dinding jaringan untuk berelaksasi dan melebar.

5. Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosotiol saat hemoglobin terdeoksigenasi yang juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan melancarkan arus darah supaya darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan oksigen.

Kadar normal eritrosit:Pria: 4,5 – 5,5 juta / μlWanita: 4 – 5 juta / μl

1.4 Kelainan / Abnormalitas Eritrosit

Tidak semua eritrosit dalam keadaan normal. Eritrosit juga memiliki keabnormalitasan dalam bentuk, warna hingga ukuran, atau dengan kata lain mengukur eritrosit dengan 3S ( Size, Shape, Stain)

a. Berdasarkan Ukuran

- Mikrositik: Sel ini dapat berasal dari fragmentasi eritrosit yang normal seperti pada anemia hemolitik, anemia megaloblastik dan dapat pula terjadi pada anemia defisiensi besi. 

- Makrositik: Makrosit adalah eritrosit yang berukuran lebih dari 8 um. Sel ini didapatkan pada anemia megaloblastik. 

- Anisositosis: Eritrosit dengan ukuran yang tidak sama besar. Terlihat pada anemia mikrositik yang bersamaan dengan anemia makrositik seperti pada anemia gizi.

7

Page 8: Wrap Up Anemia b4

b. Berdasarkan Bentuk

- Ovalosit: Eritrosit lonjong / oval- Sperosit: Eritrosit lebih bulat, lebih kecil, lebih tebal dari eritrosit normal- Schitosit / Fragmentosit: Sel ini merupakan pecahan eritrosit- Sel Target: Eritrosit yang mempunyai masa kemerahan di bagian tengahnya- Sel Sabit / Sickle Cell- Sel Burr: Eritrosit yang kecil / fragmentosit yang memounyai duri satu / lebih

pada permukaannya- Sakantosit: Sel ini disebabkan oleh metabolism fosfolipid. Eritrosit

mempunyai tonjolan-tonjolan berupa duri- Teardrop Cell: Eritrosit mirip tetesan air mata- Poikolisitosis: Bentuk eritrosit bermacam-macam

c. Berdasarkan Warna

- Hipokrom: Eritrosit pucat karena kadar hemoglobin yang turun- Polikrom: Eritrosit yang lebih besar dan lebih biru daripada eritrosit normal

LO 2: Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin

2.1 Definisi Hemoglobin

Hemoglobin adalah molekul protein pada sel arah merah yang berfungsi sebagai media transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru-paru. Kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin membuat darah bewarna merah. Nilai normal hemoglobin adalah sebagai berikut:Anak-anak              11 – 13 gr/dlLelaki dewasa        14 – 18 gr/dlWanita dewasa       12 – 16 gr/dlJika nilainya kurang dari nilai diatas bisa dikatakan anemia, dan apabila nilainya kelebihan akan mengakibatkan polinemis.

2.2 Struktur Hemoglobin

Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi. Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein (globulin chain) yang terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA) terdiri dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang masih dalam kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama yang dinamakan sebagai HbF. Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua

8

Page 9: Wrap Up Anemia b4

subunit alfa dan beta yang terikat secara nonkovalen. Subunit-subunitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama

Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang menahan satu atom besi; atom besi ini merupakan situs/loka ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme Tiap subunit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen. Pada molekul heme inilah zat besi melekat dan menghantarkan oksigen serta karbondioksida melalui darah, zat ini pula yang menjadikan darah kita berwarna merah.

2.3 Biosintesis Hemoglobin

Sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritoblas dan dilanjutkan sedikit dalam reetikulosit. Hemoglobin terdiri dari suksinil koA yang berikatan dengan glisin untuk membentuk pirol. Kemudian 4 pirol akan bergabung membentuk protoporfirin IX yang kemudian bergabung dengan besi membentuk Heme. Masing- masing molekul heme bergabung dengan satu rantai globin yang dibuat pada poliribosom, lalu bergabunglah tetramer yang terdiri dari empat rantai globin dan heme nya membentuk hemoglobin. Pada saat sel darah merah tua dihancurkan, bagian globin dari hemoglobin akan dipisahkan, dan hemenya diubah menjadi biliverdin. Lalu sebagian besar biliverdin diubah menjadi bilirubin dan diekskresikan ke dalam empedu. Sedangkan besi dari heme digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin. Pada langkah terakhir jalur ini, besi (sebagai Fe 2+) digabungkan ke dalam protoporfirin IX dalam reaksi yang dikatalisis oleh ferokelatase (dikenal sebagai heme sintase).

Sifat rantai hemoglobin menentukan afinitas ikatan hemoglobin terhadap oksigen.

Peranan Fe pada Biosintesis Hemoglobin

Besi diserap dalam bentuk fero (Fe2+). Karena bersifat toksik di dalam tubuh, besi bebas biasanya terikat ke protein. Besi diangkut di dalam darah (sebagai Fe 3+ ) oleh protein, apotransferin. Besi membentuk kompleks dengan apotransferin menjadi transferin. Besi dioksidasi dari Fe 2+ menjadi Fe 3+ oleh feroksidase yang dikenal sebagai seruloplasmin (enzim yang mengandung tembaga). Besi dapat diambil dari simpanan feritin, diangkut dalam darah sebagai transferin dan

9

Page 10: Wrap Up Anemia b4

diserap oleh sel yang memerlukan besi melalui proses endositosis diperantarai oleh resptor (misalnya oleh retikulosit yang sedang membentuk hemoglobin). Apabila terjadi penyerapan besi berlebihan dari makanan, kelebihan tersebut disimpan sebagai hemosiderin, suatu bentuk feritin yang membentuk kompleks dengan besi tambahan yang tidak mudah dimobilisasi segera.

2.4 Interaksi Hemoglobin dengan O2

Reaksi haemoglobin dengan O2 menjadikanya sebagai suatu sistem pengangkut O2 yang tepat.Hem yang merupakan ssusunan dari porfirin dengan inti fero. Masing masing dari tiap atom fero. Dalam pengikatan ini ion besi tetap berbentuk ferro karena itu reaksi yang terjadi dengan O2 adalah reaksi oksigenasi.Hb4

+ 4 O2 → Hb4O. Reaksi pengikatan ini berlangsung sangat cepat dan membutuhkan waktu kurang dari 0,01 detik

Pada proses pengikatan O2 terbentuklah konfigurasi rilex yang akan memaparkan lebih banyak tempat pengikatan O2.Dapat meningkatkan affinitas terhadap O2 hingga 500 kali lipat. Pada reaksi deoksihemoglobin unit globin akan terikat erat dalam konfigurasi tense / tegang yang akan menurunkan affinitas terhadap O2.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengikatan antara oksigen dan hemoglobin adalah suhu, pH, dan 2,3 bifosfogliserat. Peningkatan pada suhu dan penurunan pH akan menggeser kurva ke kanan. Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen adalah kurva yang menggambarkan hubungan % saturasi kemampuan hemoglobin mengangkut O2

dengan PO2 yang memiliki bentuk signoid khas yang disebabkan oleh interkonversi T-R.Jika kurva bergeser kanan maka akan diperlukan PO2 yang lebih tinggi agar hemoglobin dapat mengikat sejumlah O2. Penurunan suhu dan peningkatan pH menggeser kurva oksigen ke kiri dimana diperlukan lebih sedikit PO2 untuk mengikat sejumlah O2. Berkurangnya affinitas terhadap O2 ketika pH darah turun sering disebut sebagai reaksi Bohr

2,3 bifosfogliserat banyak terdapat pada eritrosit, merupakan suatu rantai anion bermuatan tinggi yang berikatan pada β-deoksihaemoglobin. Peningkatan 2,3 bifosfogliserat akan menggerser kurva ke kanan yang akan mengakibatkan banyak O2

yang dilepas ke jaringan. 2,3 bifosfogliserat akan menurun jika pH darah turun akibat

10

Page 11: Wrap Up Anemia b4

dari terhambatnya proses glikolisis. Hormon tiroid, pertumbuhan dan androgen akan meningkatkan kadar 2,3 bifosfogliserat

Mendaki ke prmukaan yang lebih tinggi akan meningkatkan kadar 2,3 bifosfogliserat sehingga terjadi peningkatan penyediaan O2 pada jaringan, hal ini terjadi karena meningkatnya pH darah.

Kadar 2,3 bifosfogliserat akan meningkat pada anemia dan penyakit yang menimbulkan hipoksia kronik. Keaadaan ini akan memudahkan pengangkutan O2 ke jaringan melalui peningkatan PO2 saat O2

dilepaskan di kapiler perifer.

LO 3: Memahami dan Menjelaskan Anemia

3.1 Definisi Anemia

Anemia adalah berkurangnya hingga dibawah normal sel darah merah (SDM), kualitas hemoglobin (protein pembawa oksigen) dan volume packed red bloods cell (hematocrit) per 100 ml darah (Price, 2006)

Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tidak adekuat / kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen darah (Smeltzer, 2002)

3.2 Etiologi Anemia

1. Karena cacat sel darah merah (SDM)

Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap komponen ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi SDM sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan dan segera dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami SDM menyangkut senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini menyangkut protein, sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di DNA.

2. Karena kekurangan zat gizi

Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh faktor luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena kelainan dalam

SDM disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun sel tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati umur yang seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi penyulit yang terjadi.

3. Karena perdarahan

Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena

11

Page 12: Wrap Up Anemia b4

perdarahan besar dan dalam waktu singkat ini secara nisbi jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan bahaya yang diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke keadaan semula, misalnya dengan tranfusi.

4. Karena otoimun

Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun

3.3 Klasifikasi

Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi. Klasifikasi morfologi didasarkan pada ukuran dan kandungan hemoglobin.

a. Makrositik: Ukuran SDM bertambah besar, Hb meningkat- Anemia Megloblastik: Kekurangan vit. B12, kekurangan asam folat dan

gangguan sintesis DNA- Anemia non-Megaloblastik: Eritropoiesis diperceat dan peningkatan luas

permukaan membraneb. Mikrositik: Ukuran SDM mengecil karena defisiensi besi, gangguan sintesis

globin, porfirin & heme serta gangguan metabolism besi lainnya.- Mikrositik Hipokrom: Defisiensi besi, thalassemia, anemia sideroblastik,

ACDc. Normositik: Ukuran SDM tidak berubah, baisanya karena kehilangan darah

yang parah sehingga meningkatka volume plasma secara berlebihan- Normositik Normokrom: Penyakit-penyakit hemolitik, gangguan endokrim, ginjal dan hati.

Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai adalah :Ringan Sekali Hb 10 g/dl – cut off pointRingan Hb 8 g/dl – Hb 9,9 g/dlSedang Hb 6 g/dl – 7,9 g/dlBerat Hb < 6 g/dl

3.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis bergantung pada:

12

Page 13: Wrap Up Anemia b4

Kecepatan timbulnya anemia, umur individu, mekanisme kompensasi, tingkat

aktivitasnya, keadaan penyakit yang mendasari & parahnya anemia tersebut.

Gejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:

1. Gejala umum anemiaDisebut juga sebagai sindrom anemia, atau anemic syndrome.

Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut jika diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah sebagai berikut:a) System kardiovaskular : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi,

sesak nafas, angina pectoris dan gagaljantungb) System saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata

berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabel.c) Sistem urogenital : gangguan hadidan libido menurund) Epitel : pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,

rambut tipis dan halus2. Gejala khas masing-masing anemia

1. Anemia defisiensi besi : disfagia, atropi papil lidah, stomatitis angularis2. Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue) 3. Anemia hemolitik : icterus dan hepatosplenomegali4. Amemia aplastik : pendarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda

infeksi3. Gejala akibat penyakit dasar

Disebabkan karena penyakit yang mendasari anemia misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang.

Karena factor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit maka, warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang diandalkan. Lebih baik menilai kepucatan lewat warna kuku, telapak tangan dan membrane mukosa mulut serta konjungtiva.

Pada pasien anemia, disertai hasil pemeriksana fisik takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah) yang terdengar menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat.

3.5 Pemeriksaan Laboratorium

13

Page 14: Wrap Up Anemia b4

1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan pada anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red celldistribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis.Indeks eritrosit sudah dapa mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-perlahan. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.

2. Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok kelompok normo-blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecilkecil, sideroblast.

3. Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat >350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.

4. Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuloendotel. Pada anemia defisensi besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar feritin serum normal atau meningkat pada anemia penyakit kronik.

5. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.

6. Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.

7. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop, pemeriksaan ginekologi.

LO 4: Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi

4.1 Definisi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya persediaan besi untk eritropoiesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) sehingga pembentukan hemoglobin berkurang.

4.2 Etiologi

14

Page 15: Wrap Up Anemia b4

Penyebab tersering defisiensi besi pada pria & wanita pasca menopause adalah

perdarahan (misalnya dari ulkus, gastritis / tumor saluran pencernaan) atau

maabsorbsi terutama setelah reaksi gaster. Besi tidak dapat diabsorbsi dengan baik.

Jika pasien makan dietd engan serat tinggi dan untuk wanita pra menopause,

penyebab terseringnya adalah karena menoragia (perdarahan menstruasi berlebihan).

Anemia defisiensi besi juga dapat disebabkan oleh rendahnya asupan besi

( tinggi serat, rendah vitamin C dan rendah daging), gangguan absorbsi serta

kehilangan besi karena perdarahan menahun.

4.3 Patofisiologi

Gambar diatas merupakan pathflow dari zat besi yang kita konsumsi sehari-hari. Pada penderita anemia defisiensi besi, berarti Fe yang masuk ke tubuh berkurang sehingga makin sedikit heme yang dapat berikatan dengan globin. Otomatis Hb akan turun dan terjadilah anemia mikrositik hipokrom. Jika jumlah efektif SDM berkurang, maka lebih sedikit oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah mendadak (30% / lebih) menimbulkan simtomatologi sekunder hipovolemia dan hipoksia. Namun dalam beberapa bulan tubuh segera menkompensasi dan menyesuaikannya.

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadanagan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron balance. Keadaan ini ditandai dengan penurunan kadar ferritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut sebagai : iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini

15

Page 16: Wrap Up Anemia b4

kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferrin menurun dan total iro binding capacity (TIBC) meningkat.

Akhir-akhir ini parameter yang sangat spesifik ialah peningkatan reseptor transferrin dalam serum. Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.

4.4 Manifestasi Klinis

Gejala khas defisiensi besi

Gejala yang khas ditemui pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah :

Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok.

Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.

Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia. Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim seperti

tanah liat, es, lem, dll.

Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.

4.5 Pemeriksaan Fisik

Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh keluarga. Bila kadar Hb < 5g/dl ditemukan gejala iritabel dan anoreksia. Pucat ditemukan bila kadar Hb < 7 g/dl Tanpa Organomegali Gangguan pertumbuhan Rentan terhadap infeksi Penurunan aktivitas kerja Dapat ditemukan koilonika (kuku sendok), atrofi glositis (lidah halus), angular cheilitis (ulkus di sudut mulut), takikardi (jantung berdebar debar), gagal jantung, Koilonikia (kuku sendok), Atrofi glositis (Lidah halus), Angular cheilitis (ulkus sudut mulut)

4.5 Diagnosis & Diagnosis Banding

Ada 3 tahad diagnosis anemia defisiensi besi :1. Tahap pertama

16

Page 17: Wrap Up Anemia b4

Menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau hematocrit. Cut off point anemia tergantung kriteria yang dipilih, apakah kriteria WHO atau kriteria klinik.

2. Tahap keduaMemastikan adanya defisiensi besi.

3. Tahap ketiga Menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi.

Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi (tahap satu dan tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut :Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV <80fL dan MCHC <31% dengan salah satu dari :

1. Dua dari tiga parameter diibawah ini : Besi serum <50 mg/dl TIBC >350 mg/dl Saturasi transferrin <15%

2. Feritin serum <20 mg/l3. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan

cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif4. Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain

yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl

Diagnosis BandingAnemia defisiensi besi

Anemia akibat penyakit kronik

Trait thalassemia

Anemia Sideroblastik

Derajat anemia Ringan sampai berat

Ringan Ringan Ringan

MCV Menurun Menurun/N Menurun Menurun/NMCH Menurun Menurun/N Menurun Menurun/NBesi serum Menurun <30 Menurun <50 Normal/ ↑ Normal/ ↑TIBC Meningkat

>360Menurun <300 Normal/ ↓ Normal/ ↓

Saturasi transferrin

Menurun <15%

Menurun/N 10-20%

Meningkat >20%

Meningkat >20%

Besi sumsum tulang

Negatif Positif Positif kuat Positif dengan ring sideroblast

Protoporfirin eritrosit

Meningkat Meningkat Normal Normal

Feritin serum Menurun <20 g/lμ

Normal 20-200 g/lμ

Meningkat >50 g/lμ

Meningkat >50 g/lμ

Elektofoesis Hb N N Hb. A2 meningkat

N

Kriteria diagnosis ADB menurut WHO:

1. Kadar HB kurang dari normal sesuai usia.

17

Page 18: Wrap Up Anemia b4

2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata < 31% (N:32-25%)3. Kadar Fe serum < 50 ug/dl (N:80-180ug/dl)4. Saturasi Transferin < 15% (N:20-50%)

4.7 Penatalaksanaan

1. Terapi kausal: tergantung penyebab penyakitnya, misalnya: pengobatan cacing tambang, pengobatan hematoid. Terapi ini harus dilakukan, apabila tidak dilakukan maka anemia akan kambuh kembali.

2. Pemberian preparat besi untuk pengganti kekurangan besi dalam tubuh:a) Besi peroral

ferrous sulphat → dosis 3 x 200 mg (murah) ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferros succinate

(lebih mahal)Sebaiknya diberikan pada saat lambung kosong, tetapi efek samping lebih banyak dibanding setelah makan. Efek sampingnya yaitu mual, muntah, serta konstipasi. Pengobatan diberikan selama 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Kalau tidak, maka akan kembali kambuh.

b) Besi parenteralEfek sampingnya lebih berbahaya, dan harganya lebih mahal, indikasi:

Intoleransi oral berat Kepatuhan berobat kurang Kolitis ulserativa Perlu peningkatan Hb secara cepat

Preparat yang tersedia: iron dextran complex, iron sorbital citric acid complex → diberikan secara intramuskuler atau intravena pelan.Efek samping: reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut, dan sinkop.

Kebutuhan besi (mg) = ( 15-Hb sekarang ) x BB x 3

c) Pengobatan lain Diet: makanan bergizi dengan tinggi protein (protein hewani) Vitamin c: diberikan 3 x 100 mg perhari untuk meningkatan absorpsi besi Transfusi darah: jarang dilakukan

4.8 Pencegahan

18

Page 19: Wrap Up Anemia b4

Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat maka diperlukan suatu tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut dapat berupa berikut :

1. Pendidikan kesehatan, yaitu : Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, dan

perbaikan lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing tambang.

Penyuluhan gizi : untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorpsi besi.

2. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling sering di daerah tropik. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan pengobatan masal dengan anthelmentik dan perbaikan sanitasi.

3. Suplementasi besi : terutama untuk segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada perepuan hamil dan anak balita memakai pil besi dan folat.

4. Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makan. Di negara barat dilakukan dengan mencampur tepung untuk roti atau bubuk susu dengan besi.

4.9 Prognosis

Prognosis baik apabila penyebab anemia hanya karena kekurangan besi saja

dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat.

Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa

kemungkinan sebagai berikut:

Diagnosis salah

Dosis obat tidak adekuat

Preparat fe tidak kuat atau kadaluarsa

Kausa anemia Defisiensi besi yang belum teratasi

DAFTAR PUSTAKA

19

Page 20: Wrap Up Anemia b4

Bakta, I.M ., 2007. “Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta” : EGC.

Guyton. Arthur. C (1994). “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9”. Jakarta: EGC

Sherwood, Lauralee. (2013). “Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi Keenam”. Jakarta: EGC.

Sudoyo. W. Aru, Bambang, Setyohadi,dkk. (2006). “Ilmu penyakit dalam 2 edisi IV”. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.

Dorland, W. A. Newman. (2002). “Kamus Kedokteran Dorland”. EGC 29.

http://www.medicalook.com/human_anatomy/organs/Blood.html

Desmawati. (2013). “Sistem Hematologi dan Immunologi”. Jakarta: In Media

Hoffbrand, Moss. (2013). “Kapita Selekta Hematologi Edisi 6”. Jakarta: EGC

Marcdante Karen, Robert, et al. (2011). “Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi Keenam”. Jakarta: IDAI

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21400/4/Chapter%20II.pdf

20