word.doc

39
BAB I STATUS PASIEN 1.1. Identitas Nama : Tn. D Usia : 63 Tahun Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Pamayonan RT/RW 01/02 Pagelaran Status pernikahan : Menikah Tanggal Masuk RS : 25 Mei 2015 1.2. Anamnesa Keluhan utama Nyeri perut kanan sejak 2 minggu SMRS. Riwayat penyakit sekarang Tn.D datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan sejak 2 minggu SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul terutama jika pasien makan. Nyeri tidak menjalar ke lipat paha. Selain itu pasien juga mengeluh perut kanan terasa keras jika di pegang tetapi tidak sakit. Pasien mengeluh demam hanya di awal-awal saja tetapi satu minggu terakhir sudah tidak mengeluh demam. Lemas (+) karena pasien tidak mau makan. Mual dan muntah disangkal oleh pasien. Pasien mengaku BAB dan BAK normal. 1

Upload: novia-m-silvia

Post on 17-Dec-2015

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB ISTATUS PASIEN1.1. Identitas

Nama

: Tn. D

Usia

: 63 Tahun

Jenis kelamin

: Laki-lakiAlamat

: Pamayonan RT/RW 01/02 PagelaranStatus pernikahan : Menikah

Tanggal Masuk RS: 25 Mei 2015

1.2. Anamnesa Keluhan utama

Nyeri perut kanan sejak 2 minggu SMRS. Riwayat penyakit sekarang

Tn.D datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan sejak 2 minggu SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul terutama jika pasien makan. Nyeri tidak menjalar ke lipat paha. Selain itu pasien juga mengeluh perut kanan terasa keras jika di pegang tetapi tidak sakit. Pasien mengeluh demam hanya di awal-awal saja tetapi satu minggu terakhir sudah tidak mengeluh demam. Lemas (+) karena pasien tidak mau makan. Mual dan muntah disangkal oleh pasien. Pasien mengaku BAB dan BAK normal. Riwayat penyakit dahulu

Belum belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya, belum pernah dirawat sebelumnya, riwayat operasi disangkal. Riwayat penyakit keluarga

Dikeluarga pasien tidak ada yang memiliki sakit seperti ini. Riwayat PengobatanOs belum mengkonsumsi obat-obatan untuk mengurangi sakitnya. Riwayat AlergiTidak ada alergi makanan dan obat-obatan. Riwayat PsikososialPasien mengaku hanya memakan makanan yang di masak oleh istrinya, jarang memakan makanan pedas, minum jamu-jamuan (-). 1.3. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan umum

: Tampak sakit sedangKesadaran

: Composmentis STATUS GIZIBB sebelum sakit: - kgBB setelah sakit: - kgTB

: 168 cmTANDA VITALTekanan Darah: 130/90 mmHgNadi

: 88x/menitPernafasan

: 20x/menit

Suhu

: 36,9 oCSTATUS GENERALISKepala

: Normochepal, rambut hitam, tidak rontok, distribusi merata

Mata

: Konjungtiva : anemis (-/-) Sklera : ikterik (-/-)

Reflex cahaya : (+/+)

Pupil

: Ishokor Hidung : Septum deviasi (-), Sekret (-/-), epistaksis (-/-)Telinga : normotia, secret (-)Mulut

: Lidah tidak kotor, faring tidak hiperemisLeher

: pembesaran kelenjar tiroid (-), pembengkakan KGB (-)Thorax

Paru paru Inspeksi: Dada simetris, tidak ada retraksi dinding dadaPalpasi : nyeri tekan (-), vokal fremitus simetris kanan dan kiriPerkusi : sonor di seluruh lapang paruAuskultasi: vesikuler +/+, Ronki -/-, Wh -/-JantungInspeksi: Ictus cordis tidak terlihat Palpasi

: Ictus cordis teraba Perkusi: batas jantung sin: linea mid klavikula ics V, Jantung kanan : linea parasternalis dextra ics VAuskultasi: BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi: Distensi abdomen (-), asites (-)Auskultasi : Bising usus (+)Palpasi : Nyeri perut (-) di kuadran kanan bawah abdomen, nyeri epigastrium (-) Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen EkstremitasAtas : akral hangat, edema -/-, RCT < 2 detik, sianosis -/- Bawah : akral hangat, edema -/-, RCT < 2 detik, sianosis -/-STATUS LOKALIS

Regio iliaca dextra : inspeksi : abdomen datar, tidak cembung, asites (-), luka bekas jahitan (-) auskultasi : bising usus (+) palpasi : teraba massa, kenyal, tidak nyeri tekan, ukuran 5x3cm, tidak terfiksir. Blumberg sign (-), rovsing sign (-), psoas sign (-), obturator sign (-), defans muskular (-). Perkusi : pekak pada abdomen dx, timpani pada abdomen sn Rectal Touchter

Sphingter ani baik, mukosa licin, terdapat nyeri pada arah jam 11, tidak teraba massa, pull atas teraba, feses (+), darah (-). RESUME

Tn.D datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri di right lower abdomen sejak 2 minggu SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul, nyeri dirasakan terutama jika pasien makan. Perut kanan terasa keras jika dipegang. Pasien mengaku anoreksia, dan malaise.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan Darah: 130/90 mmHg, Nadi 88x/menit, Pernafasan 20x/menit dan Suhu 36,9 oC. Status generalis dalam batas normal. Status lokalis a/r abdomen inspeksi : abdomen datar, tidak cembung, asites (-), luka bekas jahitan (-), auskultasi : bising usus (+) , palpasi: teraba massa, kenyal, tidak nyeri tekan, ukuran 5x3cm, tidak terfiksir. Blumberg sign (-), rovsing sign (-), psoas sign (-), obturator sign (-), defans muskular (-). Perkusi : pekak pada abdomen dx, timpani pada abdomen sn.Pada pemerikssaan rectal toucher terdapat nyeri pada arah jam 11. 1.4. Pemeriksaan penunjang (Tanggal 25/5/2015 19:00)PemeriksaanHasilRujukanSatuan

Haemoglobin13.212-16g/dL

Hematokrit34.937-47%

Eritrosit4.394.2- 5.410 6/uL

Leukosit13.84.8-10.810 3/uL

Trombosit377150-45010 3/uL

MCV79.580-94fL

MCH30.127-31Pg

MCHC37.033-37%

RDW-SD*45,937-54fL

PDW15.89-14fL

MPV8.98-12fL

Differential

LYM %16.826-36%

MXD %15,70-11%

NEU %65.740-70

Absolut

LYM #2.281,00-1,4310 /L

MXD #2.140-1,210 /L

NEU #8.911,8-7,610 /L

1.5. Diagnosis Differential

Appendisitis infiltrat

Peritonitis e.c appendisitis perforasi Gastroenteritis Urolitiasis 1.6Penatalaksanaan Infus RL 20tpm Cefotaxime 2x 1 gr

Rencana pembedahan (appendektomy)

BAB II

PEMBAHASAN2.1 Apendiks Vermiformis

2.1.1 Anatomi

Apendiks vermiformis pada manusia merupakan struktur tubular yang rudimenter dan tanpa fungsi yang jelas. Apendiks berkembang dari posteromedial sekum dengan panjang bervariasi dengan rata-rata antara 6-10 cm dan diameter sekitar 0,5-0,8 cm. Posisi apendiks dalam rongga abdomen juga bervariasi, tersering berada posterior dari sekum atau kolon asendens. Hampir seluruh permukaan apendiks dikelilingi oleh peritoneum, dan mesoapendiks (mesenter dari apendiks) yang merupakan lipatan peritoneum berjalan kontinu disepanjang apendiks dan berakhir di ujung apendiks.

Apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.

Vaskularisasi dari apendiks berjalan sepanjang mesoapendiks kecuali di ujung dari apendiks dimana tidak terdapat mesoapendiks. Arteri apendikular, derivat cabang inferior dari arteri iliocoli yang merupakan cabang trunkus mesenteric superior. Selain arteri apendikular yang memperdarahi hampir seluruh apendiks, juga terdapat kontribusi dari arteri asesorius. Untuk aliran balik, vena apendiseal cabang dari vena ileocoli berjalan ke vena mesenteric superior dan kemudian masuk ke sirkulasi portal. Drainase limfatik berjalan ke nodus limfe regional seperti nodus limfatik ileocoli. Persarafan apendiks merupakan cabang dari nervus vagus dan pleksus mesenteric superior.

Permukaan eksternal apendiks tampak halus dan berwarna merah kecoklatan hingga kelabu. Permukaan dalam atau mukosa secara umum sama seperti mukosa kolon, berwarna kuning muda dengan gambaran nodular, dan komponen limfoid yang prominen. Komponen folikel limfoid ini mengakibatkan lumen dari apendiks seringkali berbentuk irregular (stellata) pada potongan melintang dengan diameter 1-3 cm.

2.1.2 Perkembangan Embriologi Apendiks vermiformis berasal dari struktur primordial yakni divertikulum sekal yang muncul pada janin berusia 6 minggu. Bagian proksimal dari divertikulum ini membentuk sekum sedangkan bagian distal atau apeks terus memanjang membentuk apendiks. Pada anak-anak peralihan antara sekum dan apendiks tidak sejelas pada orang dewasa, dan apendiks tampak disebelah inferior dari sekum, berbeda pada orang dewasa dimana peralihan lebih jelas dan apendiks berada disisi posteromedial dari sekum. Perkembangan embriologis yang abnormal dapat mengakibatkan agenesis, hipoplasia, duplifikasi atau bahkan triplikasi dari apendiks. Duplifikasi dari apendiks sering diasosiasikan dengan anomali kongenital lain yang mengancam jiwa.

2.1.3 Histologi Komposisi histologi dari apendiks serupa dengan usus besar , terdiri dari empat lapisan yakni mukosa, submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler), dan serosa.mukosa apendiks terdiri dari selapis epitel di permukaan. Pada epitel ini terdapat sel-sel absorbtif, sel-sel goblet, sel-sel neuro endokrin, dan beberapa sel paneth. Lamina propia dari mukosa adalah lapisan seluler dengan banyak komponen sel-sel migratory, dan agregasi limfoid. Berbeda dengan di usus besar dimana limfoid folikel tersebar, pada apendiks folikel limfoid ini sangat banyak dijumpai terutama pada apendiks individu berusia muda. Seringkali, folikel limfoid ini mengubah kontur lumen dari apendiks. Lapisan terluar dari mukosa adalah muskularis mukosa, yang merupakan lapisan fibromuskuler yang kurang berkembang pada apendiks.

Lapisan submukosa memisahkan mukosa dengan muskularis eksterna. Lapisan ini tersusun longgar oleh jaringan serat kolagen dan elastin, serta fibroblast. Lapisan submukosa juga dapat mengandung sel-sel migratori seperti makrofag, sel-sel limfoid, sel-sel plasma serta sel mast. Pembuluh darah dan limfe merupakan komponen yang dominan pada lapisan ini. Pembuluh limfatik terdapat jelas di bawah dasar dari folikel limfoid. Di lapisan ini juga terdapat struktur neural berupa pleksus Meissner. Pleksus saraf in terdiri dari ganglia, sel-sel ganglion, kumpulan neuron dengan prosesusnya, dan sel Schwann yang saling berinterkoneksi membentuk jaringan saraf di lapisan submukosa.

Lapisan otot polos yang tebal berada diantara submukosa dan serosa , merupakan lapisan muskularis eksterna dari apendiks. Lapisan ini terpisah menjadi 2 bagian, yakni lapisan sirkular di dalam dan lapisan longitudinal di sebelah luar. Pada lapisan ini sering terlihat degenerasi granular sitoplasmik eosinofilik terutama pada lapisan sirkular. Di antara dua lapisan otot ini terdapat pleksus mienterik atau pleksus Auerbach, yang serupa secara morfologi dan fungsi dengan pleksus Meissner di lapisan submukosa. Sebagai tambahan, pembuluh limfatik dan pembuluh darah juga terdapat pada lapisan ini.

Lapisan terluar dari apendiks adalah lapisan serosa, diantara lapisan serosa dan muskularis eksterna terdapat region subserosal, yang terdiri dari jaringan penyambung longgar, pembuluh darah, limfe dan saraf. Lapisan serosa sendiri merupakan selapis sel-sel mesotelial kuboidal, yang terdapat pada lapisan tipis jaringan fibrosa.

2.1.4 Fisiologi

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir I muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.

Imunoglobulin sekretoar dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah igA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limf di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.

2.2 Appendisitis

2.2.1 Definisi

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut juga umbai cacing.2.2.2 Epidemiologi

Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun, diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidens pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens laki-laki lebih tinggi.2.2.3 Etiologi Etiologi apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus di samping hyperplasia jaringan limf, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti Entamoeba histolytica.

Penelitian epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.2.2.4 Patologi

Patologi apendisitis dapat mulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk masa periapendikuler yang dikenal dengan istilah infiltrate apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri saecara lambat.

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan berbentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan di sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai eksaserbasi akut.2.2.5 Patofisiologi

Apendisitis disebabkan mula-mula oleh sumbatan lumen.

Obstruksi lumen apendiks disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid submukosa. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan.

Sumbatan lumen apendiks menyebabkan keluhan sakit di sekitar umbilikus dan epigastrium, nausea dan muntah.

Proses selanjutnya ialah invasi kuman E.coli dan spesibakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularis dan akhirnya ke peritoneum parietalis sehingga terjadilah peritonitis lokal kanan bawah. Suhu tubuh mulai naik.

Gangren dinding apendiks disebabkan oleh oklusi pembuluh darah dinding apendiks akibat distensi lumen apendiks. Bila tekanan intralumen terus meningkat terjadi perforasi dengan ditandai kenaikan suhu tubuh menigkat dan menetap tinggi.

Tahapan peradangan apendisitis:

Apendisitis akuta (sederhana, artinya tanpa perforasi)

Apendisitis akuta perforata (termasuk apendisitis gangrenosa, karena gangren dinding apendiks sebenarnnya sudah terjadi mikroperforasi).

2.2.6 Gambaran klinis

Apendisitis akut memiliki gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Di sini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.

Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah sisi perut kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan atau kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.

Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.

Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya hanya sering rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak menjadi lemah dan letargi. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia. Meskipun sangat jarang pada neonatus dan bayi, appendicitis akut kadang-kadang dapat terjadi dan diagnosis appendicitis jauh lebih sulit dan kadang tertunda. Nyeri merupakan gejala yang pertama kali muncul. Seringkali dirasakan sebagai nyeri tumpul, nyeri di periumbilikal yang samar-samar, tapi seiring dengan waktu akan berlokasi di abdomen kanan bawah. Terjadi peningkatan nyeri yang gradual seiring dengan perkembangan penyakit1. Variasi lokasi anatomis appendiks dapat mengubah gejala nyeri yang terjadi. Pada anak-anak, dengan letak appendiks yang retrocecal atau pelvis, nyeri dapat mulai terjadi di kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri pada periumbilikus. Nyeri pada flank, nyeri punggung, dan nyeri alih pada testis juga merupakan gejala yang umum pada anak dengan appendicitis retrocecal arau pelvis1. Jika inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau bladder, gejal dapat berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan kencing dan distensi kandung kemih1. Anorexia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah onset terjadinya nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan iritasi pada ileum terminal atau caecum. Gejala gastrointestinal yang berat yang terjadi sebelum onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis selain appendicitis. Meskipun demikian, keluhan GIT ringan seperti indigesti atau perubahan bowel habit dapat terjadi pada anak dengan appendicitis1.Pada appendicitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -38,5 0 C). Jika suhu tubuh diatas 38,6 0 C, menandakan terjadi perforasi. Anak dengan appendicitis kadang-kadang berjalan pincang pada kaki kanan. Karena saat menekan dengan paha kanan akan menekan Caecum hingga isi Caecum berkurang atau kosong. Bising usus meskipun bukan tanda yang dapat dipercaya dapat menurun atau menghilang1. Anak dengan appendicitis biasanya menghindari diri untuk bergerak dan cenderung untuk berbaring di tempat tidur dengan kadang-kadang lutut diflexikan 1. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak jarang menderita appendicitis, kecuali pada anak dengan appendicitis retrocaecal, nyeri seperti kolik renal akibat perangsangan ureter5.Tabel 1. Gejala Appendicitis Akut8Gejala Appendicitis AkutFrekuensi (%)

Nyeri perut100

Anorexia100

Mual90

Muntah75

Nyeri berpindah50

Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang tidak terlalu tinggi)50

*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam

Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya pada orang berusia lanjut yang gejalanya sering samar-samar saja sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi.

Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke region lumbal kanan.

2.2.7 DiagnosaAnamnesis dan pemeriksaan fisik harus diarahkan untuk mendiagnosis apendisitis dan mengeklusi diagnosis altrenatif seperti gastroenteritis viral, konstipasi, infeksi saluran kemih, sindrom hemolitik-uremik, Henoch-Schnlein purpura, adenitis mensenterik, osteomielitis pelvis, abses psoas, dan penyakit tuboovarian (kehamilan ektopik, kista ovarium, Pelvic inflamator disease, ovarian torsion

Pemeriksaan fisik harus dimulai dengan inspeksi yang meliputi ekspresi pasien dan keadaan abdomen. Pada auskultasi bising usus normal atau meningkat pada awal apendisitis, dan bising melemah jika terjadi perforasi.

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar C. bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rectal sampai 1C. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masa atau abses periapendikuler.

Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adnaya rasa nyeri.

Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh uterus, keluhan nyeri pada apendisitis sewaktu : hamil trimester II dan III akan bergeser kekanan sampai ke pinggang kanan. Tanda pada kehamilan trimester I tidak berbeda dengan pada orang tidak hamil karena itu perlu dibedakan apakah keluhan nyeri berasal dari uterus atau apendiks. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah sesuai dengan pergeseran uterus, terbukti proses bukan berasal dari apendiks.Skor AlvaradoSemua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor 6. Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut.Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosisManifestasiSkor

GejalaAdanya migrasi nyeri1

Anoreksia1

Mual/muntah1

TandaNyeri RLQ2

Nyeri lepas1

Febris1

LaboratoriumLeukositosis2

Shift to the left1

Total poin10

Keterangan:

0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil

5-6 : bukan diagnosis Appendicitis

7-8 : kemungkinan besar Appendicitis

9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan ya dilakukan.Peristalsis colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.

LABORATORIUM

Complete blood cell count. Jumlah leukosit yang lebih dari 10.000 sel / uL, dengan dominasi sel polymorphonuclear (> 75%), membawa sensitivitas 77% dan spesifisitas 63% untuk appendisitis (Radiology 2004; 230:472). Jumlah leukosit dan proporsi bentuk mature meningkat jika ada perforasi appendiks. Pada orang dewasa yang lebih tua, jumlah leukosit dan diferensial lebih sering normal daripada pada orang dewasa muda. Wanita hamil biasanya memiliki jumlah WBC yang tinggi dapat mencapai 15.000 hingga 20.000 selama proses kehamilan.Complete Blood Count (CBC) Leukocytosis (10.000-18.000/mm3) dengan polymorphonuclear (PMN) predominan

Jika white blood count (WBC) > 18.000/mm3 pikirkan adanya perforasi dengan atau tanpa abses

Serum elektrolit, nitrogen urea darah, dan kreatinin serum diperoleh untuk mengidentifikasi dan memperbaiki kelainan elektrolit yang disebabkan oleh dehidrasi sekunder untuk muntah atau asupan oral yang buruk. Urinalysis . urinalysis abnormal pada 25% sampai 40% dari pasien appendisitis. Pyuria, albuminuria, dan hematuria sering terjadi. Jumlah bakteri yang banyak dapat dipikirkan ISK sebagai penyebab sakit perut. Urine menunjukkan lebih dari 20 leukosit per bidang daya tinggi atau lebih dari 30 sel darah merah per bidang daya tinggi menunjukkan ISK. Hematuria yang signifikan harus dipikirkan pertimbangan urolithiasis.

WBCs atau RBCs mungkin ditemukan jika adanya iritasi VU atau ureter karena inflamasi appendiks

Bakteriuria Evaluasi RadiologiDiagnosis appendisitis biasanya dapat dibuat tanpa evaluasi radiologis pada kasus yang kompleks.

X-ray jarang membantu dalam mendiagnosis appendisitis. Pada sebuah studi menunjukkan bahwa appendicolith atas hanya 1,14% dari sinar-x dilakukan pada pasien dengan pembedahan terbukti appendisitis. Temuan lain radiologis yang sugestif termasuk sekum menggelembung dengan tingkat kecil-usus yang berdekatan udara-cairan, kehilangan bayangan psoas kanan, scoliosis ke kanan, dan gas dalam lumen apendiks. Sebuah apendiks perforasi jarang menyebabkan pneumoperitoneum.

USG sangat berguna pada wanita usia subur dan pada anak-anak karena penyebab lain dari keluhan perut dapat didemonstrasikan. Temuan terkait dengan appendisitis akut termasuk appendiks diameter lebih besar dari 6 mm, kurangnya kompresibilitas luminal, dan kehadiran sebuah appendicolith. Appendiks diperbesar dilihat pada USG memiliki sensitivitas 86% dan spesifisitas 81%. appendiks berlubang lebih sulit untuk didiagnosis dan ditandai oleh hilangnya submucosa echogenic dan kehadiran koleksi cairan loculated periappendiceal atau panggul. Pada wanita, patologi ovarium mungkin diidentifikasi atau dikecualikan. Kualitas dan ketepatan sangat bergantung pada operator.

CT scan, awalnya direkomendasikan hanya dalam kasus-kasus klinis yang kompleks atau diagnosa tidak pasti, merupakan tes yang paling umum digunakan dalam diagnostik radiografi. Hal CT scan lebih unggul dalam mendiagnosis appendisitis dengan sensitivitas 94% dan spesifisitas 95%. Pada CT scan dapat ditemukan distensi, appendiks berdinding tebal dengan lapisan inflamasi sekitar lemak, phlegmon pericecal atau abses, appendicolith, atau udara RLQ bebas intra-abdomen yang merupakan sinyal perforasi. CT scan sangat berguna dalam membedakan antara abses periappendiceal dan phlegmon.

MRI merupakan alternatif ketika satu kebutuhan pencitraan cross-sectional untuk menghindari radiasi pengion. Hal ini terutama berguna pada pasien hamil yang apendiks tidak divisualisasikan.

Imaging

Abdominal X Ray (AXR) terlihat Appendicolith/fecalith

CT scan abdominal

(+) Bila ditemukan dilatasi appendix > 6 mm, penebalan appendix

(+) palsu jika terlihat inflamasi periappendix, dilatasi tuba fallopi, insipissated stool, overlying fat

(-) palsu jika inflamasi terbatas diatas appendix, retrocecal ceacum, appendix besar, perforasi (appendix compressible). Diagnostik Laparoskopi

Laparoskopi diagnostik sangat berguna untuk mengevaluasi wanita berovulasi dengan tegas untuk pemeriksaan appendisitis. Pada subkelompok ini, sepertiga perempuan terbukti memiliki patologi ginekologi primer. appendiks ini juga bisa dihapus melalui pendekatan laparoskopi. Oleh karena itu, beberapa ahli bedah menganjurkan pendekatan laparoskopi awal pada semua wanita berovulasi yang diduga appendisitis.

2.2.8 Diagnosis Banding

Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding.

Gastroenteritis.

Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut.Demam Dengue

Demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan hematokrit yang meningkat.

Limpadenitis Mesenterika

Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis yang ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan perut samar, terutama kanan. Kelainan ovulasi

Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul terlebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama dua hari.

Infeksi panggul

Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus dilayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnosis banding.

Kehamilan diluar kandungan

Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan rongga Douglas dan pada kuldosentsis didapatkan darah.Kista ovarium terpuntir

Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, ultrasonografi dapat menentukan diagnosis.

Endometriosis eksterna

Endometriosis di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar.

Urolitiasis pielum/ureter kanan

Batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapt memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral di sebelah kanan dan piura.

Penyakit saluran cerna lainnya. Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan di perut, seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks.

2.2.9 Terapi

Apendisitis perforasi

Persiapan prabedah: pemasangan sonde lambung dan tindakan dekompresi. Rehidrasi. Penurunan suhu tubuh. Antibiotika dengan spektrum luas, dosis cukup, diberikan secara intravena.

Apendisitis dengan penyulit peritonitis umum

Umumnya pasien dalam kondisi buruk. Tampak septik dan dalam kondisi hipovolemi serta hipertensi. Hipovolemi diakibatkan oleh puasa lama, muntah dan pemusatan cairan di daerah proses radang, seperti udem organ intraperitoneal, dinding abdomen dan pengumpulan cairan dalam rongga usus dan rongga peritoneal.

Persiapan prabedah:

Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi

Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin

Rehidrasi

Antibiotika dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena

Obat-obat penurun panas, phenergen sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh-pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.

Pembedahan

Pembedahan dikerjakan bila rehidrasi dan usaha penurunan suhu tubuh telah tercapai. Suhu tubuh tidak melebihi 38, produksi urin berkisar 1-2 ml kg/jam. Nadi di bawah 120 kali per menit.

Teknik pembedahan

Insisi transversal di sebelah kanan sedikit di bawah umbilikus. Sayatan Fowler Weier lebih dipilih, karena cepat dapat mencapai rongga abdomen dan bila diperlukan sayatan dapat diperlebar ke medial dengan memotong fasi dan otot rektus.

Sebelum membuka peritoneum tepi sayatan diamankan dengan kasa. Membuka peritoneum sedikit dahulu dan alat penghisap telah disiapkan sedemikan rupa sehingga nanah dapat langsung terisap tanpa kontaminasi ke tepi sayatan. Sayatan peritoneum diperlebar dan pengisapan nanah diteruskan. Apendektomi dikerjakan seperti biasa. Pencucian rongga peritoneum mutlak dikerjakan dengan larutan NaCl fisiologis sampai benar-benar bersih. Cairan yang dimasukkan terlihat jernih sewaktu diisap kembali. Pengumpulan nanah biasa ditemukan di fosa apendiks, rongga pelvis, di bawah diafragma dan di antara usus-usus. Luka sayatan dicuci dengan larutan NaCl fisiologis juga setelah peritoneum dan lapisan fasi yang menempel peritoneum dan sebagian otot dijahit. Penjahitan luka sayatan jangan dilakukan terlalu kuat dan rapat.

Pemasangan dren intraperitoneal masih merupakan kontroversi. Bila pencucian rongga peritoneum benar-benar bersih maka dren tidak. Lebih baik dicuci bersih tanpa dren daripada dicuci kurang bersih lalu dipasang dren.Catatan

Infiltral apendiks

Proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum di sekitarnya sehingga membentuk massa (appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum.

Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur 5 tahun atau lebih; daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.

Terapi

1. Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif dengan ditandai dengan:

a. Keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;

b. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda peritonitis;

c. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri.

2. Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai dengan:

a. Umumnya pasien berumur 5 tahun atau lebih;

b. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi;

c. Pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan;

d. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal

Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotika dan istirahat di tempat tidur.

Posisi yang biasa dilakukan yaitu posisi fowler :

Posisi duduk atau setengah duduk, bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau

dinaikkan. Untuk fowler (45o-90o) dan semi fowler (15o-45o). Dilakukan untuk

mempertahankan kenyamanan, memfasilitasi fungsi pernapasan, dan pasien pasca

bedah.

Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum.

2.2.10 Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.

Massa periapendikuler

Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikuler yang pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikuler yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi masih mudah. Pada anak selamanya dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikuler yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendektomi efektif perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dngan kenaikan suhu dan frekuensi nasi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.

Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di regio iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses periapendikuler. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dari karsinoma sekum, penyakit Crohn, dan amuboma. Perlu juga disingkirkan kemungkinan antinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekologik sebelum memastikan biasanya terletak pada anamnesis yang khas.2.2.11 Prognosis

Bila ditangani dengan baik, prognosis apendiks adalah baik. Secara umumangka kematian pasien apendiks akut adalah 0,2-0,8%, yang lebih berhubungandengan komplikasi penyakitnya daripada akibat intervensi tindakan. Klasifikasi Luka OperasiBersih (Klas I)Non trauma

Tidak ada inflamasi

Traktus respiratorius, digestivus, urogenital, tanpa menembus

Tidak ada kesulitan dalam operasi

Bersih kontaminasi

(Klas II)Traktus respiratorius, digestivus, menembus tanpa sillage yang signifikan

Apendiktomi

Orofaring

Vagina

Urogenital, menembus tetapi tidak ada infeksi urin

Bilier, menembus tetapi tidak ada infeksi bilier

Kesulitan ringan dalam operasi

Kontaminasi (Klas III)Kesulitan besar dlam operasi

Spillage yang banyak dari gastrointestinal

Luka trauma, baru

Menembus urogenital atau bilier, dengan adanya infeksi urine atau bile

Kotor dan infeksi

(Klas IV)Inflamasi bakterial akut tanpa nanah

Transeksi daerah bersih untuk drainase nanah

Luka trauma dengan jaringan mati, benda asing, kontaminasi fekal, delayed treatment

2.3 Apendisitis Perforata

Adanya fekalit di dalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil), dan keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya perforasi apendiks. Dilaporkan insidens perforasi 60% pada penderita di atas usia 60 tahun. Faktor yang mempengaruhi tingginya insidens perforasi pada orang tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen dan arteriosklerosis. Insidens tinggi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis, dan proses pendindingan kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak belum berkembang.

2.3.1 Diagnosis

Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut, dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut, mungkin dengan pungtum maksimum di regio iliaka kanan; peristalsis usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik. Abses rongga peritoneum bisa terjadi bilamana pus yang menyebar bisa dilokalisasi di suatu tempat, paling sering di rongga pelvis dan subdiafragma. Adanya massa intraabdomen yang nyeri disertai demam harus dicurigai abses. Ultrasonografi dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pnuemonia basal, atau efusi pleura. Ultrasonografi dan foto rontgen dada akan membantu membedakannya.

2.3.2 Tatalaksana

Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman Gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan.

Perlu dilakukan laparatomi dengan insisi yang panjang supaya dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat secara mudah, begitu pula pembersihan kantong nanah.Karena ada kemungkinan terjadi infeksi luka operasi, perlu dianjurkan pemasangan penyalir subfasia, kulit dibiarkan terbuka untuk kemudian dijahit bila sudah dipastikan tidak ada infeksi. Pada anak tidak usah dipasang penyalir intraperitoneal karena justru menyebabkan komplikasi infeksi lebih sering.2.4 Apendisitis Rekurens

Diagnosis, apendisitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendektomi, dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis sembuh spontan. Namun, apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut. Risiko untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50%. Insidens apendisitis rekurens adalah 10% dari spesimen apendektomi yang diperiksa secara patologik. Pada apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.2.5 Apendisitis Kronik

Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat: riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan menghilang setelah apendektomi.

Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 %.

DAFTAR PUSTAKA

Bickley, Lynn S, Peter G. Szilagyi. Bates Guide to Physical Examination And

History Taking Tenth Edition.China;Wolters Kluwer Lippincott Williams and

Wilkins. 2009. p. 454-455.

Brunicardi, F Charles, Dana K. Andersen, et.al. Schwartzs Principles of Surgery

Eighth Edition.USA: Mc Graw Hill Companies. 2005. p. 1119-1135.

Ryan, Peter. A Very Short Textbook of Surgery Second Edition. Australia : Pirie

Printers Sale Pty Ltd. 1990. p 30-31.

Townsend, Courtney M, R. Daniel Beauchamp, et.al. .Sabiston Textbook of Surgery

The Biological Basis of Modern Surgical Practice Eighth editior. Canada:

Sounders Elsevier. 2008. p. 1333-1346. Brunicardi, F. Charles. Schwartzs Principles of Surgery, ninth edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. United States of America. 2010

Klingensmith, Mary E dkk. Washington Manual of Surgery,The, 5th Edition. 2008 Lippincott Williams & WilkinsSabiston Textbook of Surgery, 18th ed. 2007 Saunders, An Imprint of Elsevier5