wilayah rentan tanah longsor di kabupaten cianjur

20
WILAYAH RENTAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN CIANJUR Andri Setiawan 1 , Supriatna 2 , Sobirin 2 1 Mahasiswa Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 2 Dosen Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 [email protected], [email protected], [email protected] Abstrak Penelitian ini membahas tentang tingkat kerentanan tanah longsor di Kabupaten Cianjur. Bencana tanah longsor merupakan salah satu bencana yang sering terjadi di Indonesia, khususnya di wilayah-wilayah yang mempunyai lereng tidak stabil. Peristiwa tanah longsor dipengaruhi oleh faktor alam dan faktor manusia. Di Indonesia, bencana tanah longsor seringkali merugikan manusia berupa harta benda, kerusakkan lingkungan bahkan hingga hilangnya nyawa manusia. Kabupaten Cianjur memiliki topografi yang berbukit-bukit dan memiliki morfologi wilayah yang beragam (heterogen). Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi wilayah potensi longsor, wilayah terdampak tanah longsor dan wilayah rentan tanah longsor di Kabupaten Cianjur. Metode penelitian yang digunakan adalah metode SINMAP (Stability Index Mapping) untuk menghasilkan wilayah potensi longsor dan metode analisis spasial untuk menentukan wilayah terdampak dan rentan tanah longsor. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peta administrasi Kabupaten Cianjur, peta topografi Kabupaten Cianjur, peta jenis tanah dan Global Positioning System (GPS) untuk mengecek koordinat titik longsor. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 43 % luas wilayah penelitian merupakan wilayah yang berpotensi longsor, sedangkan 44 % dari luas total wilayah penelitian yang merupakan wilayah terdampak dan rentan tanah longsor. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa wilayah potensi tanah longsor cenderung merata dan menyebar di wilayah penelitian, dan wilayah terdampak dan wilayah rentan tanah longsor cenderung lebih dominan di Cianjur bagian Utara. Kata Kunci: Bencana, Kabupaten Cianjur, Rentan, SINMAP, Tanah Longsor Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015

Upload: others

Post on 23-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: WILAYAH RENTAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN CIANJUR

WILAYAH RENTAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN CIANJUR

Andri Setiawan1, Supriatna2, Sobirin2

1Mahasiswa Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 2Dosen Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424

[email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak

Penelitian ini membahas tentang tingkat kerentanan tanah longsor di Kabupaten Cianjur. Bencana tanah longsor merupakan salah satu bencana yang sering terjadi di Indonesia, khususnya di wilayah-wilayah yang mempunyai lereng tidak stabil. Peristiwa tanah longsor dipengaruhi oleh faktor alam dan faktor manusia. Di Indonesia, bencana tanah longsor seringkali merugikan manusia berupa harta benda, kerusakkan lingkungan bahkan hingga hilangnya nyawa manusia. Kabupaten Cianjur memiliki topografi yang berbukit-bukit dan memiliki morfologi wilayah yang beragam (heterogen). Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi wilayah potensi longsor, wilayah terdampak tanah longsor dan wilayah rentan tanah longsor di Kabupaten Cianjur. Metode penelitian yang digunakan adalah metode SINMAP (Stability Index Mapping) untuk menghasilkan wilayah potensi longsor dan metode analisis spasial untuk menentukan wilayah terdampak dan rentan tanah longsor. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peta administrasi Kabupaten Cianjur, peta topografi Kabupaten Cianjur, peta jenis tanah dan Global Positioning System (GPS) untuk mengecek koordinat titik longsor. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 43 % luas wilayah penelitian merupakan wilayah yang berpotensi longsor, sedangkan 44 % dari luas total wilayah penelitian yang merupakan wilayah terdampak dan rentan tanah longsor. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa wilayah potensi tanah longsor cenderung merata dan menyebar di wilayah penelitian, dan wilayah terdampak dan wilayah rentan tanah longsor cenderung lebih dominan di Cianjur bagian Utara.

Kata Kunci: Bencana, Kabupaten Cianjur, Rentan, SINMAP, Tanah Longsor

Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015

Page 2: WILAYAH RENTAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN CIANJUR

ABSTRACT Name : Andri Setiawan Study Program : Geography Title : Vulnerability Region of Landslides in Cianjur Regency This study discusses the level of vulnerability of the landslide in Cianjur. Landslides are one of the disasters that often occur in Indonesia, particularly in areas that have unstable slopes. Events landslides affected by natural factors and human factors. In Indonesia, landslides often detrimental to humans in the form of property, environmental damage and even to loss of human lives. Cianjur Regency topography is hilly and has the morphology of a region as diverse (heterogeneous). This study aims to predict potential areas of landslides, mudslides affected areas and areas prone to landslides in Cianjur. The method used is the method SINMAP (Stability Index Mapping) to generate potential areas of landslides and methods of spatial analysis to determine the area affected and vulnerable to landslides. Tools and materials used in this study are maps Cianjur regency administration, topographic maps Cianjur, soil type maps and Global Positioning System (GPS) to check the coordinates of landslides. The results showed that 43% of the area of research is an area that is prone to landslide, while 44% of the total area of research that is affected areas and are vulnerable to landslides. This study also shows that the area of potential landslides tend evenly and spread in the area of research, and the affected areas and areas prone to landslides tend to be more dominant in the northern part of Cianjur. Keyword : Disasters, Cianjur Regency, Vulnerability, SINMAP, Landslides

X + 89 pages : 26 pictures + 24 tables

Bibliography : 31 (1969 – 2010)

1. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara dengan jumlah dan variasi bencana alam terbanyak di dunia.

Dari mulai gempa bumi, tsunami, gunung berapi, puting beliung, banjir, tanah longsor dan

banjir bandang. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam laporannya

menyebutkan bahwa 644 bencana alam yang terjadi di negeri ini pada tahun 2010, dan 81,5%

diantaranya adalah bencana hidrometeorologi seperti tanah longsor banjir normal dan banjir

bandang. Salah satu contoh dari bencana alam yang dapat berdampak pada aktivitas manusia

adalah tanah longsor. Peristiwa tanah longsor atau dikenal sebagai gerakan massa tanah,

batuan atau kombinasinya adalah perpindahan massa batuan/tanah akibat gaya berat

(gravitasi). Faktor internal yang menjadi penyebab terjadinya longsoran tanah adalah daya

ikat (kohesi) tanah/batuan yang lemah sehingga butiran-butiran tanah/batuan dapat terlepas

dari ikatannya dan bergerak ke bawah dengan menyeret butiran lainnya yang ada disekitarnya

membentuk massa yang lebih besar. Lemahnya daya ikat tanah/batuan dapat disebabkan oleh

Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015

Page 3: WILAYAH RENTAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN CIANJUR

kesarangan (porositas) dan kelolosan air (permeabilitas) tanah/batuan maupun rekahan yang

intensif dari massa tanah tersebut. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempercepat

terjadinya longsoran tanah berupa kemiringan lereng, perubahan kelembaban tanah/batuan

karena masuknya air hujan, tutupan lahan serta pola pengolahan lahan, pengikisan air yang

mengalir (air permukaan), serta ulah manusia seperti penggundulan hutan. Kabupaten Cianjur

merupakan salah satu kabupaten rawan longsor di Provinsi Jawa Barat, memiliki kondisi

topografi yang beranekaragam sehingga membuat Kabupaten Cianjur rawan akan aktivitas

gerakan tanah. Topografi yang didominasi wilayah perbukitan serta pegunungan dibagian

utara di kaki Gunung Gede dengan ketinggian 2.962 meter diatas permukaan laut, sebagian

besar daerah ini merupakan daerah dataran tinggi pegunungan dan sebagian lagi merupakan

dataran yang dipergunakan untuk areal perkebunan dan pesawahan. Cianjur bagian tengah

juga didominasi wilayah perbukitan dengan keadaan struktur tanahnya labil sehingga sering

terjadi tanah longsor dan daerah inipun merupakan daerah gempa bumi. Di Cianjur bagian

selatan merupakan dataran rendah akan tetapi banyak bukit-bukit kecil yang diselingi oleh

pegunungan yang melebar sampai ke daerah pantai Samudera Indonesia, seperti halnya

Cianjur bagian tengah, bagian selatanpun tanahnya labil dan sering terjadi longsor dan daerah

gempa (BPS Kab. Cianjur, 2008).

Sehubungan dengan hal diatas masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana persebaran wilayah potensi tanah longsor di Kabupaten Cianjur?

2. Bagaimana persebaran wilayah terdampak tanah longsor di Kabupaten Cianjur?

3. Bagaimana persebaran wilayah rentan tanah longsor di Kabupaten Cianjur?

Serta tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah

1. Mengidentifikasi persebaran wilayah potensi tanah longsor di Kabupaten Cianjur

2. Mengidentifikasi persebaran wilayah terdampak tanah longsor di Kabupaten Cianjur

3. Mengetahui persebaran wilayah rentan tanah longsor di Kabupaten Cianjur

2. Tinjauan Pustaka

2.1 Tanah Longsor

Menurut Anwar (2003) tanah longsor merupakan suatu konsekuensi fenomena

dinamis alam untuk mencapai kondisi baru akibat gangguan keseimbangan lereng yang

terjadi, baik secara alamiah maupun akibat ulah manusia. Tanah longsor juga dapat diartikan

Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015

Page 4: WILAYAH RENTAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN CIANJUR

sebagai suatu bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan massa tanah yang terjadi pada

suatu saat dalam volume yang relatif besar. Ditinjau dari segi gerakkannya, maka selain erosi

dan tanah longsor masih ada beberapa erosi yang diakibatkan oleh massa gerakan tanah, yaitu

rayapan (creep), runtuhan batuan (rock fall) dan aliran lumpur (mud flow). Karena massa yang

bergerak dalam longsor merupakan massa yang besar maka seringkali kejadian tanah longsor

akan membawa korban, berupa kerusakan lingkungan, lahan pertanian, permukiman, dan

infrastruktur serta harta bahkan hilang nyawa manusia (Suripin, 2002).

2.2 Penyebab Tanah Longsor

Kementerian ESDM (2008), menjelaskan faktor-faktor utama penyebab terjadinya

tanah longsor yaitu, antara lain:

a. Curah Hujan yang Tinggi.

Curah hujan salah satu komponen iklim, akan mempengaruhi kadar air dan kejenuhan

air (Brundsen, 1997). Pada beberapa kasus longsor yang terjadi di Jawa Barat, air

hujan seringkali menjadi pemicu terjadinya tanah longsor. Hujan dapat meningkatkan

kadar air dalam tanah dan lebih jauh akan mengakibatkan kondisi fisik tubuh lereng

berubah-ubah. Kenaikkan kadar air tanah akan memperlemah sifat fisik mekanik

tanah, mempengaruhi kondisi internal tubuh lereng) dan menurunkan faktor kemanan

lereng (Bowles, 1989; Hirnawan, 1994).

a. Jenis Penggunaan tanah.

Selain pengaruh fisik, tanah longsor juga dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Tanah

longsor banyak terjadi di daerah dengan penggunaan tanah persawahan, perladangan,

dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada wilayah persawahan akarnya

kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh

dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan

penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran

yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.

b. Getaran.

Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran mesin,

dan getaran lalu lintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkan adalah tanah, badan jalan,

lantai, dan dinding rumah menjadi retak. Tetapi faktor utama terjadinya tanah longsor

adalah gaya berat (gravitasi).

Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015

Page 5: WILAYAH RENTAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN CIANJUR

c. Adanya Material Timbunan pada Tebing.

Untuk memperluas dan mengembangkan permukiman, umumnya dilakukan

pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut

belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga

apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti retakkan tanah.

d. Bekas Longsoran Lama.

Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material

gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat maupun sesudah terjadi

patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama memiliki ciri antara lain, adanya tebing

terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda, umumnya dijumpai mata air,

pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya gembur dan subur, daerah badan longsor

bagian atas umumnya relatif landai, adanya longsoran kecil terutama pada tebing

lembah, adanya tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada

longsoran lama, alur lembah dan pada tebingnya memiliki retakan dan longsoran kecil.

e. Penggundulan Hutan.

Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana

kurangnya tutupan vegetasi sehingga pengikatan air tanah sangat kurang.

f. Daerah Pembuangan Sampah.

Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah

banyak dapat mengakibatkan tanah longsor dan diperburuk jika ditambah dengan

guyuran hujan.

2.3 Jenis-Jenis Tanah Longsor

Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakkan

blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan

rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan

korban jiwa adalah aliran bahan rombakan (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi,

2008).

1. Longsoran Translasi: Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan

pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

2. Longsoran Rotasi: Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada

bidang gelincir berbentuk cekung.

3. Pergerakkan Blok: pergerakkan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada

bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok

batu.

Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015

Page 6: WILAYAH RENTAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN CIANJUR

4. Runtuhan Batu: Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain

bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal

hingga menggantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat

menyebabkan kerusakan yang parah.

5. Rayapan Tanah: rayapan tanah jenis longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya

berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali.

Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-

tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.

6. Aliran Bahan Rombakan: Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak

didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume, dan

tekanan air dan jenis materialnya. Gerakkannya terjadi di sepanjang lembah dan

mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter

seperti di daerah aliran sungai sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan

korban cukup banyak.

2.4 Metode SINMAP

Stability Index Mapping (SINMAP) merupakan sebuah metode yang

dikembangkan oleh Pack, Torboton, dan Goodwin di Terractech Consulting Ltd, Utah

State University pada tahun 1998 (Pack et al., 1998). Pada awalnya SINMAP

digunakan untuk keperluan manajemen hutan seperti menentukan banyaknya jumlah

volume kayu yang dapat dikonsumsi dan menemukan dimana peremajaan hutan dapat

dilakukan untuk meminimalisir bencana longsor. SINMAP merupakan metodologi

yang diarahkan kepada pemodelan tentang stabilitas lereng. Metode ini lebih

diarahkan kepada perhitungan serta klasifikasi stabilitas bentuk medan yang

berdasarkan informasi geografis dalam bentuk data elevasi digital dipadukan dengan

data titik-titik yang pernah mengalami kejadian longsor pada catchment area tertentu

serta digunakan pula parameter-parameter kuantitatif material/jenis tanah dan iklim

yang dalam hal ini adalah curah hujan.

SINMAP merupakan program ekstensi tambahan dari software Arc View dan

Arc GIS yang digunakan untuk menaksir potensi tanah longsor. SINMAP merupakan

metode pemodelan yang dilakukan kaitannya dalam mengimplementasikan

perhitungan dan pemetaan stabilitas lereng berdasarkan informasi geografis dalam

bentuk data ketinggian dijital yang dipadukan dengan data titik-titik yang pernah

mengalami kejadian tanah longsor. SINMAP menggunakan permukaan bumi atau

Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015

Page 7: WILAYAH RENTAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN CIANJUR

topografi untuk mengarahkan jalannya aliran kemiringan yang mengasumsikan bahwa

batasan aliran air dibawah permukaan tanah paralel dengan permukaan topografi serta

ketebalan tanah dan konduktifitas hidrolik adalah seragam dimanapun titiknya berada

di daerah yang diteliti. Model aliran tersebut memprediksikan tingkatan relatif air

tanah terhadap batas air. Prediksi ini kemudian akan dipakai selanjutnya untuk

memperkirakan stabilitas lereng. Di dalam SINMAP juga terdapat komponen

pemodelan aliran hidrologi.

2.5 Penerapan SINMAP Pada Skala Regional

Pada dasarnya analisis kestabilan lereng dengan bantuan SINMAP dilakukan pada

area yang sempit atau pada skala wilayah yang besar. Namun di satu sisi penggunaan

SINMAP bisa juga dilakukan pada skala regional atau cakupan wilayah yang lebih luas, hal

ini bisa merujuk kepada penelitian tesis yang dilakukan oleh Prabin Kayastha yang berjudul

“Slope Stability Analysis using GIS on a Regional Scale” pada tahun 2006 yang mempunyai

area penelitian seluas 347 Km² dan Govind Acharya yang berjudul “GIS Approach for Slope

Stability Risk Analysis: A Case Study from Nepal” pada tahun 2003 yang mempunyai area

penelitian seluas 885 Km². Dari kedua penelitian tersebut metode pengubahan SINMAP dari

skala besar ke skala kecil pada prinsipnya dapat dilakukan mengubah parameter-parameter

sifat mekanika tanah, seperti nilai kohesi, sudut gesek dan indeks kelembaban (T/R) pada

tiap-tiap perbedaan jenis-jenis tanah dalam suatu area penelitian. Penelitian skala regional

lainnya juga dilakukan oleh Sanjit, K. Deb, dan Aly I. Kadi yang berjudul “Susceptibility

Assesment of Shallow Landslide on Oaho, Hawaii, Under Extreme Rainfall Events” pada

tahun 2009 yang mempunyai area penelitian seluas 384 Km². Sanjit (2009) menegaskan

bahwa area penelitiannya yang seluas 384 Km² dibagi ke dalam empat kalibrasi region area

penelitian yang dibedakan atas geoteknik (kohesi tanah dan friction angle) dan karakteristik

(transmisivitas air atau T/R).

2.6 Wilayah Rentan Tanah Longsor

Kerentanan yang dimaksud dalam SNI 13-7124-2005 tentang penyusunan zona

gerakan tanah merupakan suatu rangkaian kondisi yang menentukkan apakah bahaya, baik

bahaya alam maupun bahaya buatan, yang terjadi akan menimbulkan bencana atau tidak.

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB, 2011), kerentanan merupakan

Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015

Page 8: WILAYAH RENTAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN CIANJUR

keadaan atau sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan

menghadapi bahaya atau ancaman. Kerentanan ini dapat berupa:

1. Kerentanan Fisik. Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa

daya tanah menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan bangunan rumah bagi

masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya tanggul pengaman banjir bagi

masyarakat yang tingal di bantaran sungai dan sebagainya.

2. Kerentanan Ekonomi. Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat

menentukkan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada umumnya

masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya,

karena tidak mempunya kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya

pencegahan atau mitigasi bencana.

3. Kerentanan Sosial. Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan

terhadap ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang

resiko bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan. Demikian pula

tingkat kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi

bahaya.

2.7 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu mengenai wilayah potensi tanah longsor menggunakan

pemodelan SINMAP telah banyak dilakukan baik di dalammaupun di luar negeri. Di

Indonesia salah satu pemetaan rawan longsor dilakukan oleh Baihaqi (2007) di Kecamatan

pangalengan, Kabupaten Bandung. Penelitian yang dilakukan di kecamatan tersebut

menggunakan nilai parameter SINMAP berdasarkan uji coba terhadap asumsi nilai-nilai

parameter tersebut. Sehingga didapatkan nilai kohesi 0 – 0,25 dan sudut gesek 15 – 30

merupakan nilai asumsi yang tepat untuk penentuan wilayah potensi longsor di Kecamatan

Pangalengan, Kabupaten Bandung. Selain itu hasil yang didapatkan untuk Kecamatan

Pangalengan sebanyak 58,3 % wilayahnya merupakan wilayah yang berpotensi terjadi

longsor.

3. Metodologi Penelitian

Daerah penelitian mencakup Kabupaten Cianjur yang terletak di Provinsi Jawa Barat.

Secara astronomis letak Kabupaten Cianjur terletak pada koordinat 106° 42’ - 107° 25’ BT

dan 6° 21’ - 7° 25’ LS, dengan luas wilayah 361.435 Hektar (Ha). Penelitian ini memiliki cara

pandang keruangan dimana tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu menganalisis

Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015

Page 9: WILAYAH RENTAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN CIANJUR

potensi wilayah tanah longsor dengan menggunakan metode SINMAP sebagai salah satu

metode penelitiannya.

Dalam penelitian ini metode SINMAP menghasilkan wilayah potensi tanah longsor

yang didapatkan dari hasil pengolahan data ketinggian berupa Digital Elevation Model

(DEM) serta dipadukan dengan variabel fisik jenis tanah; kohesi, angel friction dan indeks

kelembaban tanah (T/R) dan data iklim berupa curah hujan. Hasil output SINMAP

menghasilkan wilayah potensi tanah longsor. Wilayah potensi tanah longsor kemudian di-

overlay dengan data spasial permukiman sehingga dihasilkan wilayah rawan tanah longsor.

Dari wilayah rawan longsor yang dipadukan dengan titik-titik kejadian tanah longsor (aktual)

yang bersumber dari PVMBG (1962 – 2012) maka akan didapatkan wilayah terdampak tanah

longsor. Untuk menentukkan wilayah rentan tanah longsor, dilakukan kompilasi data antara

wilayah rawan longsor dan wilayah terdampak tanah longsor yang telah dideliniasi dengan

variabel penduduk, yaitu kepadatan penduduk dan komposisi penduduk.

Alur pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gbr 1. Diagram Alur Penelitian

Dalam penelitian ini ada dua tipe data yang diperlukan yaitu data primer dan sekunder. Data

primer adalah data pengamatan tanah longsor di lapangan. Sedangkan data sekunder yang

didapat dari beberapa instansi dapat dilihat pada Tabel 1.

Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015

Page 10: WILAYAH RENTAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN CIANJUR

Dalam penelitian ini variabel yang digunakan antara lain :

- wilayah ketinggian dan kemiringan lereng

- Jenis tanah

- Curah hujan

- Wilayah potensi longor

- Penggunaan tanah pemukiman

- Titik-titik kejadian tanah longsor (fakta)

- Penduduk

Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi data spasial dan data-data pendukung

lainnya yang akan diperoleh melalui beberapa sumber, yaitu:

1. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1 : 25.000 bersumber dari Badan Informasi

Geospasial untuk mendapatkan data ketinggian dan garis kontur, administrasi wilayah

penelitian dan jaringan jalan.

2. Peta tanah semi detail Kabupaten Cianjur skala 1 : 50.000 yang diperoleh dari Balai

Besar Pengembangan Penelitian Sumber Daya Lahan Pertanian (BBPPSDLP) Bogor

untuk mengetahui jenis tanah di wilayah penelitian.

3. Data curah hujan Kabupaten Cianjur yang diperoleh dari Badan Meteorologi,

Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

4. Data sosial kependudukan yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten

Cianjur seperti jumlah penduduk, kepadatan penduduk dan komposisi penduduk untuk

mengetahui keterkaitannya dengan analisis wilayah rentan longsor.

5. Data titik kejadian longsor (fakta) diperoleh dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi dan

Bencana Geologi (PVMBG) Kabupaten Cianjur (1962-2012) dan Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cianjur.

6. Data Penggunaan Tanah tahun 2013 yang diperoleh dari Badan Pertanahan Nasional

Kabupaten Cianjur.

7. Data survey lapang untuk mengidentifikasi parameter fisik, seperti: ketinggian,

kemiringan lereng, jenis tanah dan jenis penggunaan tanahnya. Selanjutnya

pengalamatan langsung di titik-titik kejadian longsor di lapangan (fakta) dan

mengecek koordinat dengan menggunakan GPS.

Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses pengolahan data ini antara lain:

Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015

Page 11: WILAYAH RENTAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN CIANJUR

1. Peta administrasi wilayah Kabupaten Cianjur dibuat dengan mengolah data kontur

yang berasal dari peta RBI skala 1 : 25.000. Tahapan ini dilakukan dengan mendijitasi

peta RBI beserta batas desa dan batas kecamatan.

2. Peta wilayah ketinggian dibuat dengan mengolah data kontur yang berasal dari peta

RBI skala 1 : 25.000 (interval kontur 12,5) yang telah diolah menjadi DEM. Data

DEM kemudian diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi ketinggian yang telah

ditentukan dengan menggunakan ArcGIS9.3.

3. Peta kemiringan lereng dibuat dengan mengolah data kontur yang berasal dari peta

RBI skala 1 : 25.000. Data kontur tersebut kemudian dijadikan data ketinggian

kemudian diubah menjadi data kemiringan lereng melalui Tools Slopeterdapat pada

ekstensi 3D analyst di ArcGIS9.3.

4. Peta jenis tanah dibuat dengan mendijitasi ulang peta tanah semi detail Kabupaten

Cianjur skala 1 : 50.000 dengan bantuan software ArcGIS9.3.

5. Peta curah hujan dengan mendijitasi ulang peta curah hujan Kabupaten Cianjur skala 1

: 50.000 dengan bantuan software ArcGIS 9.3.

6. Peta penggunaan tanah dan peta pemukiman didapatkan dari data penggunaan tanah

dijital (shape file) skala 1 : 25.000 dan di-update dengan Citra GeoEyemenggunakan

software ArcGIS 9.3.

7. Peta tingkat kejenuhan tanah dan peta potensi longsor didapatkan dengan mengolah

data kontur beserta data jenis tanah dan curah hujan. Pembuatan peta ini dilakukan

dengan mengolah data kontur yang berasal dari peta RBI skala 1 : 25.000 menjadi

DEM yang berupa data raster mengunakan software Arc GIS 9.3. dengan ekstensi 3D

analyst. Data DEM tersebut diolah menjadi data stability index menggunakan ekstensi

SINMAP beserta parameter yang dibutuhkan yaitu kohesi, angel friction dan indeks

kelembaban tanah. Parameter-parameter tersebut didapatkan dari data jenis tanah dan

curah hujan.

8. Peta arah hadapan lereng dibuat dengan mengolah data kontur yang berasal dari peta

RBI dengan interval kontur 12,5 m. Data kontur tersebut diolah dengan menggunakan

menu Aspect yang terdapat dalam ektensi 3D analyst.

9. Peta titik kejadian tanah longsor dibuat dengan menginput data koordinat kejadian

longsor dengan software ArcGIS 9.3.

10. Peta wilayah terdampak longsor pertama-tamadidapatkan dari proses overlay wilayah

potensi tanah longsor yang telah didapatkan dari hasil analisis SINMAP dengan titik-

titik kejadian longsor (fakta) untuk melihat keakuratan pada metode SINMAP.

Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015

Page 12: WILAYAH RENTAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN CIANJUR

Apabila didapatkan jumlah titik-titik kejadian tanah longsor terdapat pada wilayah

yang berpotensi terjadinya longsor pada hasil pemodelan SINMAP, maka pemodelan

ini sangat baik digunakan. Hasil overlay tersebut kemudian dilakukan pengolahan

kembali dengan menampalkan wilayah potensi longsor dan wilayah terancam aliran

bahan longsoran yang dapat menimpa pemukiman yang didapatkan dari peta arah

hadapan lereng. Wilayah terdampak di penggunaan tanah pemukiman yang terdapat di

wilayah potensi longsor didapatkan dengan men-deleneasi titik-titik kejadian longsor

(fakta) dengan jumlah persil rumah yang terkena dampak longsoran dengan

interpretasi citra GeoEye yang berasal dari Google Earth.

4. Hasil dan Pembahasan

6.1 Tanah Longsor di Kabupaten Cianjur

Data kejadian tanah longsor di wilayah Kabupaten Cianjur yang bersumber dari Pusat

Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) pada tahun 1962-2012 dan Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cianjur pada tahun 2009-2014. Gambar

2 menyajikan gambaran secara spasial kejadian longsor dari tahun 1962 – 2012 (PVMBG).

Kejadian longsor pada rentan waktu tersebut dapat diamati terjadi secara merata di Kabupaten

Cianjur.Kejadian longsor paling banyak, terkonsentrasi di bagian tengah Kabupaten Cianjur

(Kecamatan Cibeber dan Campaka).

(Lihat Gambar 2).

Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015

Page 13: WILAYAH RENTAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN CIANJUR

6.2 Potensi Tanah Longsor

Pemodelan SINMAP menghasilkan keluaran (output) utama indeks stabilitas (stability

index) berupa data raster, setiap pixelnya mempunya data tertentu dan terbagi menjadi 6 kelas,

yaitu Stabil, Stabil Menengah, Stabil Rendah, Potensi Longsor Rendah, Potensi Longsor

Sedang dan Potensi Longsor Tinggi. Dari 6 kelas tersebut, hanya 3 kelas terakhir yang

mengindikasikan bahwa suatu wilayah berpotensi untuk terjadi tanah longsor. (lihat Gambar

4)

Gbr 4. Potensi Longsor Kabupaten Cianjur

2

27

6

27

3113843454

7379

173

051015202530

Kejadian

Lon

gsor196

2-20

12

Kecamatan

JumlahKejadianLongsor1962-2012

Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015

Page 14: WILAYAH RENTAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN CIANJUR

Luas dan persentase untuk setiap kelas indeks stabilitas di Kabupaten Cianjur dapat dilihat

pada tabel 1.

Tabel 1 Luas Wilayah Potensi Tanah Longsor Kabupaten Cianjur

Indeks Stabilitas Luas (Ha) %

Potensi Rendah ( 1 > SI > 0,5) 29.025,48 8,03

Potensi Sedang ( 0,5 > SI > 0,001) 73.935,99 20,46

Potensi Tinggi ( SI < 0,001) 153.468,09 42,46

Stabil ( SI > 1) 105.005,44 29,05

Total 361.435,00 100

6.3 Wilayah Terdampak Tanah Longsor

Wilayah terdampak tanah longsor dalam hal ini merupakan wilayah/area yang terkena

reruntuhan material tanah, batuan dan /atau timbunan material tanah longsor yang menimpa

permukiman.Wilayah terdampak tanah longsor ini didapatkan dari deleniasi reruntuhan

material tanah dan /atau timbunan material longsor yang mengenai penggunaan tanah

Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015

Page 15: WILAYAH RENTAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN CIANJUR

permukiman dan disesuaikan dengan arah hadapan lereng di wilayah potensi longsor tersebut.

Wilayah potensi tanah longsor hasil keluaran (output) SINMAP terlebih dahulu dipadukan

dengan data kejadian tanah longsor (fakta) yang bersumber dari Pusat Vulkanologi dan

Mitigasi Bencana Geologi (1962-2012) dapat dilihat dari peta dibawah ini (gambar 5)

Gbr5.WilayahTerdampakTanahLongsor

Gbr 5 . Wilayah Terdampak Tanah Longsor

Dari gambar 5 menggambarkan secara spasial sebaran wilayah terdampak tanah longsor di

Kabupaten Cianjur. Wilayah terdampak tanah longsor merupakan hasil penarikan garis

/deliniasi wilayah permukiman yang terkena reruntuhan material longsor. Dibandingkan

dengan wilayah permukiman yang rawan longsor yang memiliki luas 25.011,7 Ha atau 33,33

% dari luas total permukiman Kabupaten Cianjur, wilayah terdampak tanah longsor memiliki

luas wilayah yang lebih kecil sebesar 4.925,47 Ha atau 15,25 % dari luas total permukiman

Kabupaten Cianjur. Hal ini disebabkan permukiman yang merupakan faktor kunci wilayah

rawan longsor berada di wilayah lereng landai dan stabil.

Tabel 2. Luas Wilayah Terdampak Tanah Longsor

N

o

Wilayah

Terdampak

Tanah Longsor

Luas (Ha) %

1 Rendah

680,02

13,8

1

2 Sedang

2.183,03

44,3

2

3 Tinggi

2.062,41

41,8

7

Total 4.925,47 100

Sumber:Hasil Pengolahan Data ∶ 2014

Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa wilayah terdampak dengan kriteria sedang memiliki

luasan terbesar yaitu 2.183,03 Ha atau 44,32 %, sedangkan wilayah terdampak dengan kriteria

tinggi memiliki luasan terbesar kedua yaitu 2.062,41 Ha atau 41,87 % dan sisanya wilayah

dengan kriteria rendah yaitu dengan luas terkecil yaitu 680,02 Ha atau 13,81 %.

Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015

Page 16: WILAYAH RENTAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN CIANJUR

6.4 Wilayah Rentan Tanah Longsor

Kerentanan adalah suatu keadaan yang ditimbulkan manusia yang mengakibatkan

peningkatan kerawanan masyarakat terhadap bahaya. Sekumpulan kondisi dan atau suatu

akibat keadaan (faktor fisik, sosial penduduk, ekonomi dan lingkungan) yang berpengaruh

buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Kerentanan dalam hal

ini dilihat dari aspek kependudukan. Kerentanan penduduk menggambarkan karakteristik

penduduk pada daerah terancam. Indikatornya dapat merujuk pada pasal 55 ayat 2 Undang-

Undang no 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana bahwasanya yang termasuk

kelompok rentan bencana ialah; a. bayi, balita, dan anak-anak; b. ibu yang sedang

mengandung atau menyusui; c. penyandang cacat; dan d. orang lanjut usia. Dalam penelitian

ini penulis membagi kelompok usia rentan yakni poin a. usia bayi, balita, dan anak-anak; dan

poin d: usia lanjut usia. Sebab pada usia tersebut relatif kurang mempunyai kemampuan untuk

menghindar dari suatu kejadian bencana dikarenakan faktor fisik yang tidak memadai.

Semakin tinggi kerentanan penduduk yang dicirikan dengan semakin banyaknya usia

golongan rentan di wilayah permukiman rawan longsor maka dipastikan semakin besar

pulaupaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Untuk keperluan perbandingan maka

WHO menganjurkan pembagian-pembagian umur sebagai berikut : 0 – 14 tahun : bayi dan

anak-anak, 15 – 50 tahun : orang muda dan dewasa, 50 tahun keatas : orang tua. Berdasarkan

acuan klasifikasi WHO tersebut, maka dapat dipastikan usia rentan dapat dipastkan sebagai

berikut 0-14 usia muda (bayi dan anak-anak) dan >50 usia tua (orang lanjut usia).

Lain halnya dengan usia di luar usia rentan, yakni diluar 0 – 14 tahun dan >50 tanhun

pada rentang usia tersebut masih memungkinkan untuk menghindari ke tempat yang lebih

aman jikalau terjadi bencana di tempat asalnya, sehingga usia tersebut relatif bisa survive

(bertahan) yang berarti mengurangi korban akibat suatu bencana Oleh karenanya kerentanan

sosial demografis sangat terkait dengan upaya evakuasi korban apabila terjadi bencana,

semakin tinggi tingkat kerentanan sosial demografis maka perlu prioritas penanganan yang

utama dan utama saat terjadi bencana dibandingkan dengan tingkat kerentanan yang rendah.

Wilayah rentan tanah longsor dalam penelitian ini dihasilkan dari kompilasi data

kepadatan penduduk dan persentase kelompok umur rentan dengan wilayah terdampak tanah

longsor. Oleh karena itu, wilayah rentan tanah longsor mempunyai luas dan bentuk area yang

sama dengan wilayah terdampak tanah longsor. Hal yang membedakan adalah kriteria

wilayah terdampak dengan kelas rentan yang digunakan.

Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015

Page 17: WILAYAH RENTAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN CIANJUR

Tabel 3 Wilayah Kerentanan Tanah Longsor

Sumber:Hasil Pengolahan Data ∶ 2014

Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa luas wilayah rentan tanah longsor dengan kelas kerentanan

sedang memiliki luasan terbesar yaitu 2.183,03 Ha atau 44,32 %, sedangkan wilayah rentan

dengan kelas kerentanan tinggi memiliki luasan terbesar kedua yaitu 2.062,41 Ha atau 41,87

% dan sisanya wilayah kelaskerentanan rendah yaitu dengan luas terkecil yaitu 680,02 Ha

atau 13,81 %. Luas wilayah kerentanan tanah longsor tersebar di 29 kecamatan dengan

Wilayah Rentan kelas Rendah, Wilayah Rentan kelas Sedang dan Wilayah Rentan kelas

Tinggi.

Persebaran wilayah rentan tanah longsor dapat dilihat pada gambar 6 dari peta

tersebut, dapat dilihat bahwa persebaran wilayah rentan rendah, wilayah rentan sedang dan

wilayah sedang tinggi cukup merata /atau menyebar di wilayah penelitian. Akan tetapi pada

Cianjur bagian utara (Kec. Cipanas, Kec. Pacet, Kec. Sukaresmi dan kec.Cugenang) lebih

didominasi oleh wilayah rentan tanah longsor sedang dan wilayah rentan tanah longsor tinggi.

Hal ini dikarenakan , kecamatan yang terletak di Cianjur bagian utara mempunya kepadatan

penduduk dan persentase usia rentan yang relatif tinggi sehingga meningkatkan kerentanan

terhadap tanah longsor. Cianjur bagian tengah lebih didominasi oleh wilayah rentan longsor

sedang dan wilayah longsor tinggi (Kec. Cibeber, Kec. Campaka dan Kec.Campakamulya).

Sementara di Cianjur bagian selatan didominasi oleh wilayah rentan longsor rendah, wilayah

N

o

Wilayah

Kerentanan

Tanah

Longsor

Luas (Ha) %

1 Rendah

680,02

13,8

1

2 Sedang

2.183,03

44,3

2

3 Tinggi

2.062,41

41,8

7

Total 4.925,47 100

Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015

Page 18: WILAYAH RENTAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN CIANJUR

rentan longsor sedang dan wilayah rentan longsor tinggi (Kec. Pagelaran, Kec. Pasirkuda,

Kec. Tanggeung, Kec. Cijati, Kec. Cibinong, Kec. Cikadu, Naringgul dan Kec.Cidaun)

5. Kesimpulan

Berdasarkan pemodelan SINMAP (Stability Index mapping) Kabupaten Cianjur memiliki

tingkat potensi longsor yang sangat tinggi 42,46 % dari luas total Kabupaten Cianjur, Wilayah

Potensi Longsor Rendah seluas 29.026 Ha atau dengan persentase 8,03 %. Potensi tanah

longsor tinggi berada di Kecamatan Agrabinta dengan luas 87.134,32 Ha dan terendah berada

di Kecamatan Sukaluyu dengan luas 26,26 Ha.

Wilayah terdampak tanah longsor terbesar berada di Kecamatan Pagelaran seluas 1.124,34 Ha

dengan kriteria wilayah terdampak rendah seluas 155,83 Ha, kriteria wilayah terdampak

sedang seluas 651,84 Ha dan kriteria wilayah terdampak tinggi seluas 316,68 Ha.

Wilayah rentan tanah longsor dengan kelas kerentanan sedang memiliki luasan terbesar yaitu

2.183,03 Ha atau 44,32 %, sedangkan wilayah rentan dengan kelas kerentanan tinggi

memiliki luasan terbesar kedua yaitu 2.062,41 Ha atau 41,87 % dan sisanya wilayah kelas

kerentanan rendah yaitu dengan luas terkecil yaitu 680,02 Ha atau 13,81 %. Kecamatan

Pagelaran memiliki tingkat kerentanan yang tinggi seluas 1.124,34 Ha. Sementara tingkat

kerentanan terendah pada luasan terkecil berada di Kecamatan Cianjur dengan luas 0,86 Ha.

4. Daftar Pustaka

Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015

Page 19: WILAYAH RENTAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN CIANJUR

Acharya, G. (2003).GIS Approach for Slope Stability Risk Analisys:A Case Study from

Nepal. Brussel: Disertasi. Interuniversity Prograamme in Physical Land Resources

Universiteit Gent Vrije Universiteit Brussela Belgium.

Adriono, B. (2012). Wilayah Rentan Tanah Longsor di Sepanjang Alur CiTarik, DA Citarik

Kabupaten Sukabumi. Skripsi Mahasiswa Departemen Geografi, FMIPA UI: Depok.

Ardiansyah, A.N. (2011). Wilayah Risiko Tanah Longsor di Kabupaten Bandung. Tesis

Mahasiswa Departemen Geografi, FMIPA UI: Depok.

Anwar, H.Z. (2003). Pengantar Bencana Gerakan Tanah. Bandung: Pusat Penelitian

Geoteknologi, LIPI.

Awotona.(1997). Natural Disaster. Jakarta: LIPI.

BNPB.(2011). Indeks Rawan Bencana Indonesia. Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan

Bencana.

Boprowsky, Peter., Highland, L.M. (2008). The Landslide Handbook-A Guide to

Understanding Landslides. Virginia: USGS.

Bowles, J.E. (1989). Sifat-Sifat Fisik dan Geoteknis Tanah. Jakarta: Penerbit Erlangga.

BPS Kab. Cianjur.(2008). Cianjur Dalam Angka. Cianjur: BPS Kab. Cianjur.

BPS Kab. Cianjur.(2013). Cianjur Dalam Angka. Cianjur: BPS Kab. Cianjur.

Brunsend. (1997). Landslide Recognition, Identification Movement, And Causes. England:

John Willey and Sons.

Crozier, M. (1999).Landslide In Paccione (Ed).Applied Geography: Principle and Practice.

Newyork: Routledge

Cruden.(1991). A Simple Definition of Landslide. Bulettin International Association for

Enggenering Geology, 43, 27-29.

Darmawijaya, I. 1990. Klasifikasi Tanah, Dasar–Dasar Teori Bagi Penelitian Tanah dan

Pelaksanaan Penelitian. Yogyakarta: UGM Press.

Day, RW. (1999). Geotechnical and Foundation Enginering. USA: McGraw-Hill Book

Company.

Departemen Pekerjaan Umum. (2007). Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan

Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempa Bumi. Jakarta: Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum no. 21/prt/ m/2007.

Dibyosaputro, S.(1999).Longsor Lahan di Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon

Progo Daerah Istimewa Yogyakarta, Majalah Geografi Indonesia, Th.13/23.

Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.

Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015

Page 20: WILAYAH RENTAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN CIANJUR

Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015