WILAYAH RENTAN TANAH LONGSOR DI KABUPATEN CIANJUR
Andri Setiawan1, Supriatna2, Sobirin2
1Mahasiswa Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 2Dosen Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424
[email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian ini membahas tentang tingkat kerentanan tanah longsor di Kabupaten Cianjur. Bencana tanah longsor merupakan salah satu bencana yang sering terjadi di Indonesia, khususnya di wilayah-wilayah yang mempunyai lereng tidak stabil. Peristiwa tanah longsor dipengaruhi oleh faktor alam dan faktor manusia. Di Indonesia, bencana tanah longsor seringkali merugikan manusia berupa harta benda, kerusakkan lingkungan bahkan hingga hilangnya nyawa manusia. Kabupaten Cianjur memiliki topografi yang berbukit-bukit dan memiliki morfologi wilayah yang beragam (heterogen). Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi wilayah potensi longsor, wilayah terdampak tanah longsor dan wilayah rentan tanah longsor di Kabupaten Cianjur. Metode penelitian yang digunakan adalah metode SINMAP (Stability Index Mapping) untuk menghasilkan wilayah potensi longsor dan metode analisis spasial untuk menentukan wilayah terdampak dan rentan tanah longsor. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peta administrasi Kabupaten Cianjur, peta topografi Kabupaten Cianjur, peta jenis tanah dan Global Positioning System (GPS) untuk mengecek koordinat titik longsor. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 43 % luas wilayah penelitian merupakan wilayah yang berpotensi longsor, sedangkan 44 % dari luas total wilayah penelitian yang merupakan wilayah terdampak dan rentan tanah longsor. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa wilayah potensi tanah longsor cenderung merata dan menyebar di wilayah penelitian, dan wilayah terdampak dan wilayah rentan tanah longsor cenderung lebih dominan di Cianjur bagian Utara.
Kata Kunci: Bencana, Kabupaten Cianjur, Rentan, SINMAP, Tanah Longsor
Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015
ABSTRACT Name : Andri Setiawan Study Program : Geography Title : Vulnerability Region of Landslides in Cianjur Regency This study discusses the level of vulnerability of the landslide in Cianjur. Landslides are one of the disasters that often occur in Indonesia, particularly in areas that have unstable slopes. Events landslides affected by natural factors and human factors. In Indonesia, landslides often detrimental to humans in the form of property, environmental damage and even to loss of human lives. Cianjur Regency topography is hilly and has the morphology of a region as diverse (heterogeneous). This study aims to predict potential areas of landslides, mudslides affected areas and areas prone to landslides in Cianjur. The method used is the method SINMAP (Stability Index Mapping) to generate potential areas of landslides and methods of spatial analysis to determine the area affected and vulnerable to landslides. Tools and materials used in this study are maps Cianjur regency administration, topographic maps Cianjur, soil type maps and Global Positioning System (GPS) to check the coordinates of landslides. The results showed that 43% of the area of research is an area that is prone to landslide, while 44% of the total area of research that is affected areas and are vulnerable to landslides. This study also shows that the area of potential landslides tend evenly and spread in the area of research, and the affected areas and areas prone to landslides tend to be more dominant in the northern part of Cianjur. Keyword : Disasters, Cianjur Regency, Vulnerability, SINMAP, Landslides
X + 89 pages : 26 pictures + 24 tables
Bibliography : 31 (1969 – 2010)
1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan jumlah dan variasi bencana alam terbanyak di dunia.
Dari mulai gempa bumi, tsunami, gunung berapi, puting beliung, banjir, tanah longsor dan
banjir bandang. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam laporannya
menyebutkan bahwa 644 bencana alam yang terjadi di negeri ini pada tahun 2010, dan 81,5%
diantaranya adalah bencana hidrometeorologi seperti tanah longsor banjir normal dan banjir
bandang. Salah satu contoh dari bencana alam yang dapat berdampak pada aktivitas manusia
adalah tanah longsor. Peristiwa tanah longsor atau dikenal sebagai gerakan massa tanah,
batuan atau kombinasinya adalah perpindahan massa batuan/tanah akibat gaya berat
(gravitasi). Faktor internal yang menjadi penyebab terjadinya longsoran tanah adalah daya
ikat (kohesi) tanah/batuan yang lemah sehingga butiran-butiran tanah/batuan dapat terlepas
dari ikatannya dan bergerak ke bawah dengan menyeret butiran lainnya yang ada disekitarnya
membentuk massa yang lebih besar. Lemahnya daya ikat tanah/batuan dapat disebabkan oleh
Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015
kesarangan (porositas) dan kelolosan air (permeabilitas) tanah/batuan maupun rekahan yang
intensif dari massa tanah tersebut. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempercepat
terjadinya longsoran tanah berupa kemiringan lereng, perubahan kelembaban tanah/batuan
karena masuknya air hujan, tutupan lahan serta pola pengolahan lahan, pengikisan air yang
mengalir (air permukaan), serta ulah manusia seperti penggundulan hutan. Kabupaten Cianjur
merupakan salah satu kabupaten rawan longsor di Provinsi Jawa Barat, memiliki kondisi
topografi yang beranekaragam sehingga membuat Kabupaten Cianjur rawan akan aktivitas
gerakan tanah. Topografi yang didominasi wilayah perbukitan serta pegunungan dibagian
utara di kaki Gunung Gede dengan ketinggian 2.962 meter diatas permukaan laut, sebagian
besar daerah ini merupakan daerah dataran tinggi pegunungan dan sebagian lagi merupakan
dataran yang dipergunakan untuk areal perkebunan dan pesawahan. Cianjur bagian tengah
juga didominasi wilayah perbukitan dengan keadaan struktur tanahnya labil sehingga sering
terjadi tanah longsor dan daerah inipun merupakan daerah gempa bumi. Di Cianjur bagian
selatan merupakan dataran rendah akan tetapi banyak bukit-bukit kecil yang diselingi oleh
pegunungan yang melebar sampai ke daerah pantai Samudera Indonesia, seperti halnya
Cianjur bagian tengah, bagian selatanpun tanahnya labil dan sering terjadi longsor dan daerah
gempa (BPS Kab. Cianjur, 2008).
Sehubungan dengan hal diatas masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana persebaran wilayah potensi tanah longsor di Kabupaten Cianjur?
2. Bagaimana persebaran wilayah terdampak tanah longsor di Kabupaten Cianjur?
3. Bagaimana persebaran wilayah rentan tanah longsor di Kabupaten Cianjur?
Serta tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah
1. Mengidentifikasi persebaran wilayah potensi tanah longsor di Kabupaten Cianjur
2. Mengidentifikasi persebaran wilayah terdampak tanah longsor di Kabupaten Cianjur
3. Mengetahui persebaran wilayah rentan tanah longsor di Kabupaten Cianjur
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Tanah Longsor
Menurut Anwar (2003) tanah longsor merupakan suatu konsekuensi fenomena
dinamis alam untuk mencapai kondisi baru akibat gangguan keseimbangan lereng yang
terjadi, baik secara alamiah maupun akibat ulah manusia. Tanah longsor juga dapat diartikan
Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015
sebagai suatu bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan massa tanah yang terjadi pada
suatu saat dalam volume yang relatif besar. Ditinjau dari segi gerakkannya, maka selain erosi
dan tanah longsor masih ada beberapa erosi yang diakibatkan oleh massa gerakan tanah, yaitu
rayapan (creep), runtuhan batuan (rock fall) dan aliran lumpur (mud flow). Karena massa yang
bergerak dalam longsor merupakan massa yang besar maka seringkali kejadian tanah longsor
akan membawa korban, berupa kerusakan lingkungan, lahan pertanian, permukiman, dan
infrastruktur serta harta bahkan hilang nyawa manusia (Suripin, 2002).
2.2 Penyebab Tanah Longsor
Kementerian ESDM (2008), menjelaskan faktor-faktor utama penyebab terjadinya
tanah longsor yaitu, antara lain:
a. Curah Hujan yang Tinggi.
Curah hujan salah satu komponen iklim, akan mempengaruhi kadar air dan kejenuhan
air (Brundsen, 1997). Pada beberapa kasus longsor yang terjadi di Jawa Barat, air
hujan seringkali menjadi pemicu terjadinya tanah longsor. Hujan dapat meningkatkan
kadar air dalam tanah dan lebih jauh akan mengakibatkan kondisi fisik tubuh lereng
berubah-ubah. Kenaikkan kadar air tanah akan memperlemah sifat fisik mekanik
tanah, mempengaruhi kondisi internal tubuh lereng) dan menurunkan faktor kemanan
lereng (Bowles, 1989; Hirnawan, 1994).
a. Jenis Penggunaan tanah.
Selain pengaruh fisik, tanah longsor juga dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Tanah
longsor banyak terjadi di daerah dengan penggunaan tanah persawahan, perladangan,
dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada wilayah persawahan akarnya
kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh
dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan
penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran
yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.
b. Getaran.
Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran mesin,
dan getaran lalu lintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkan adalah tanah, badan jalan,
lantai, dan dinding rumah menjadi retak. Tetapi faktor utama terjadinya tanah longsor
adalah gaya berat (gravitasi).
Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015
c. Adanya Material Timbunan pada Tebing.
Untuk memperluas dan mengembangkan permukiman, umumnya dilakukan
pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut
belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga
apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti retakkan tanah.
d. Bekas Longsoran Lama.
Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material
gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat maupun sesudah terjadi
patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama memiliki ciri antara lain, adanya tebing
terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda, umumnya dijumpai mata air,
pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya gembur dan subur, daerah badan longsor
bagian atas umumnya relatif landai, adanya longsoran kecil terutama pada tebing
lembah, adanya tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada
longsoran lama, alur lembah dan pada tebingnya memiliki retakan dan longsoran kecil.
e. Penggundulan Hutan.
Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana
kurangnya tutupan vegetasi sehingga pengikatan air tanah sangat kurang.
f. Daerah Pembuangan Sampah.
Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah
banyak dapat mengakibatkan tanah longsor dan diperburuk jika ditambah dengan
guyuran hujan.
2.3 Jenis-Jenis Tanah Longsor
Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakkan
blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan
rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan
korban jiwa adalah aliran bahan rombakan (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi,
2008).
1. Longsoran Translasi: Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan
pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.
2. Longsoran Rotasi: Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada
bidang gelincir berbentuk cekung.
3. Pergerakkan Blok: pergerakkan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada
bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok
batu.
Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015
4. Runtuhan Batu: Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain
bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal
hingga menggantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat
menyebabkan kerusakan yang parah.
5. Rayapan Tanah: rayapan tanah jenis longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya
berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali.
Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-
tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.
6. Aliran Bahan Rombakan: Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak
didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume, dan
tekanan air dan jenis materialnya. Gerakkannya terjadi di sepanjang lembah dan
mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter
seperti di daerah aliran sungai sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan
korban cukup banyak.
2.4 Metode SINMAP
Stability Index Mapping (SINMAP) merupakan sebuah metode yang
dikembangkan oleh Pack, Torboton, dan Goodwin di Terractech Consulting Ltd, Utah
State University pada tahun 1998 (Pack et al., 1998). Pada awalnya SINMAP
digunakan untuk keperluan manajemen hutan seperti menentukan banyaknya jumlah
volume kayu yang dapat dikonsumsi dan menemukan dimana peremajaan hutan dapat
dilakukan untuk meminimalisir bencana longsor. SINMAP merupakan metodologi
yang diarahkan kepada pemodelan tentang stabilitas lereng. Metode ini lebih
diarahkan kepada perhitungan serta klasifikasi stabilitas bentuk medan yang
berdasarkan informasi geografis dalam bentuk data elevasi digital dipadukan dengan
data titik-titik yang pernah mengalami kejadian longsor pada catchment area tertentu
serta digunakan pula parameter-parameter kuantitatif material/jenis tanah dan iklim
yang dalam hal ini adalah curah hujan.
SINMAP merupakan program ekstensi tambahan dari software Arc View dan
Arc GIS yang digunakan untuk menaksir potensi tanah longsor. SINMAP merupakan
metode pemodelan yang dilakukan kaitannya dalam mengimplementasikan
perhitungan dan pemetaan stabilitas lereng berdasarkan informasi geografis dalam
bentuk data ketinggian dijital yang dipadukan dengan data titik-titik yang pernah
mengalami kejadian tanah longsor. SINMAP menggunakan permukaan bumi atau
Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015
topografi untuk mengarahkan jalannya aliran kemiringan yang mengasumsikan bahwa
batasan aliran air dibawah permukaan tanah paralel dengan permukaan topografi serta
ketebalan tanah dan konduktifitas hidrolik adalah seragam dimanapun titiknya berada
di daerah yang diteliti. Model aliran tersebut memprediksikan tingkatan relatif air
tanah terhadap batas air. Prediksi ini kemudian akan dipakai selanjutnya untuk
memperkirakan stabilitas lereng. Di dalam SINMAP juga terdapat komponen
pemodelan aliran hidrologi.
2.5 Penerapan SINMAP Pada Skala Regional
Pada dasarnya analisis kestabilan lereng dengan bantuan SINMAP dilakukan pada
area yang sempit atau pada skala wilayah yang besar. Namun di satu sisi penggunaan
SINMAP bisa juga dilakukan pada skala regional atau cakupan wilayah yang lebih luas, hal
ini bisa merujuk kepada penelitian tesis yang dilakukan oleh Prabin Kayastha yang berjudul
“Slope Stability Analysis using GIS on a Regional Scale” pada tahun 2006 yang mempunyai
area penelitian seluas 347 Km² dan Govind Acharya yang berjudul “GIS Approach for Slope
Stability Risk Analysis: A Case Study from Nepal” pada tahun 2003 yang mempunyai area
penelitian seluas 885 Km². Dari kedua penelitian tersebut metode pengubahan SINMAP dari
skala besar ke skala kecil pada prinsipnya dapat dilakukan mengubah parameter-parameter
sifat mekanika tanah, seperti nilai kohesi, sudut gesek dan indeks kelembaban (T/R) pada
tiap-tiap perbedaan jenis-jenis tanah dalam suatu area penelitian. Penelitian skala regional
lainnya juga dilakukan oleh Sanjit, K. Deb, dan Aly I. Kadi yang berjudul “Susceptibility
Assesment of Shallow Landslide on Oaho, Hawaii, Under Extreme Rainfall Events” pada
tahun 2009 yang mempunyai area penelitian seluas 384 Km². Sanjit (2009) menegaskan
bahwa area penelitiannya yang seluas 384 Km² dibagi ke dalam empat kalibrasi region area
penelitian yang dibedakan atas geoteknik (kohesi tanah dan friction angle) dan karakteristik
(transmisivitas air atau T/R).
2.6 Wilayah Rentan Tanah Longsor
Kerentanan yang dimaksud dalam SNI 13-7124-2005 tentang penyusunan zona
gerakan tanah merupakan suatu rangkaian kondisi yang menentukkan apakah bahaya, baik
bahaya alam maupun bahaya buatan, yang terjadi akan menimbulkan bencana atau tidak.
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB, 2011), kerentanan merupakan
Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015
keadaan atau sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan
menghadapi bahaya atau ancaman. Kerentanan ini dapat berupa:
1. Kerentanan Fisik. Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa
daya tanah menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan bangunan rumah bagi
masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya tanggul pengaman banjir bagi
masyarakat yang tingal di bantaran sungai dan sebagainya.
2. Kerentanan Ekonomi. Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat
menentukkan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada umumnya
masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya,
karena tidak mempunya kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya
pencegahan atau mitigasi bencana.
3. Kerentanan Sosial. Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan
terhadap ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang
resiko bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan. Demikian pula
tingkat kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi
bahaya.
2.7 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu mengenai wilayah potensi tanah longsor menggunakan
pemodelan SINMAP telah banyak dilakukan baik di dalammaupun di luar negeri. Di
Indonesia salah satu pemetaan rawan longsor dilakukan oleh Baihaqi (2007) di Kecamatan
pangalengan, Kabupaten Bandung. Penelitian yang dilakukan di kecamatan tersebut
menggunakan nilai parameter SINMAP berdasarkan uji coba terhadap asumsi nilai-nilai
parameter tersebut. Sehingga didapatkan nilai kohesi 0 – 0,25 dan sudut gesek 15 – 30
merupakan nilai asumsi yang tepat untuk penentuan wilayah potensi longsor di Kecamatan
Pangalengan, Kabupaten Bandung. Selain itu hasil yang didapatkan untuk Kecamatan
Pangalengan sebanyak 58,3 % wilayahnya merupakan wilayah yang berpotensi terjadi
longsor.
3. Metodologi Penelitian
Daerah penelitian mencakup Kabupaten Cianjur yang terletak di Provinsi Jawa Barat.
Secara astronomis letak Kabupaten Cianjur terletak pada koordinat 106° 42’ - 107° 25’ BT
dan 6° 21’ - 7° 25’ LS, dengan luas wilayah 361.435 Hektar (Ha). Penelitian ini memiliki cara
pandang keruangan dimana tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu menganalisis
Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015
potensi wilayah tanah longsor dengan menggunakan metode SINMAP sebagai salah satu
metode penelitiannya.
Dalam penelitian ini metode SINMAP menghasilkan wilayah potensi tanah longsor
yang didapatkan dari hasil pengolahan data ketinggian berupa Digital Elevation Model
(DEM) serta dipadukan dengan variabel fisik jenis tanah; kohesi, angel friction dan indeks
kelembaban tanah (T/R) dan data iklim berupa curah hujan. Hasil output SINMAP
menghasilkan wilayah potensi tanah longsor. Wilayah potensi tanah longsor kemudian di-
overlay dengan data spasial permukiman sehingga dihasilkan wilayah rawan tanah longsor.
Dari wilayah rawan longsor yang dipadukan dengan titik-titik kejadian tanah longsor (aktual)
yang bersumber dari PVMBG (1962 – 2012) maka akan didapatkan wilayah terdampak tanah
longsor. Untuk menentukkan wilayah rentan tanah longsor, dilakukan kompilasi data antara
wilayah rawan longsor dan wilayah terdampak tanah longsor yang telah dideliniasi dengan
variabel penduduk, yaitu kepadatan penduduk dan komposisi penduduk.
Alur pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gbr 1. Diagram Alur Penelitian
Dalam penelitian ini ada dua tipe data yang diperlukan yaitu data primer dan sekunder. Data
primer adalah data pengamatan tanah longsor di lapangan. Sedangkan data sekunder yang
didapat dari beberapa instansi dapat dilihat pada Tabel 1.
Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan antara lain :
- wilayah ketinggian dan kemiringan lereng
- Jenis tanah
- Curah hujan
- Wilayah potensi longor
- Penggunaan tanah pemukiman
- Titik-titik kejadian tanah longsor (fakta)
- Penduduk
Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi data spasial dan data-data pendukung
lainnya yang akan diperoleh melalui beberapa sumber, yaitu:
1. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1 : 25.000 bersumber dari Badan Informasi
Geospasial untuk mendapatkan data ketinggian dan garis kontur, administrasi wilayah
penelitian dan jaringan jalan.
2. Peta tanah semi detail Kabupaten Cianjur skala 1 : 50.000 yang diperoleh dari Balai
Besar Pengembangan Penelitian Sumber Daya Lahan Pertanian (BBPPSDLP) Bogor
untuk mengetahui jenis tanah di wilayah penelitian.
3. Data curah hujan Kabupaten Cianjur yang diperoleh dari Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
4. Data sosial kependudukan yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Cianjur seperti jumlah penduduk, kepadatan penduduk dan komposisi penduduk untuk
mengetahui keterkaitannya dengan analisis wilayah rentan longsor.
5. Data titik kejadian longsor (fakta) diperoleh dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi dan
Bencana Geologi (PVMBG) Kabupaten Cianjur (1962-2012) dan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cianjur.
6. Data Penggunaan Tanah tahun 2013 yang diperoleh dari Badan Pertanahan Nasional
Kabupaten Cianjur.
7. Data survey lapang untuk mengidentifikasi parameter fisik, seperti: ketinggian,
kemiringan lereng, jenis tanah dan jenis penggunaan tanahnya. Selanjutnya
pengalamatan langsung di titik-titik kejadian longsor di lapangan (fakta) dan
mengecek koordinat dengan menggunakan GPS.
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses pengolahan data ini antara lain:
Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015
1. Peta administrasi wilayah Kabupaten Cianjur dibuat dengan mengolah data kontur
yang berasal dari peta RBI skala 1 : 25.000. Tahapan ini dilakukan dengan mendijitasi
peta RBI beserta batas desa dan batas kecamatan.
2. Peta wilayah ketinggian dibuat dengan mengolah data kontur yang berasal dari peta
RBI skala 1 : 25.000 (interval kontur 12,5) yang telah diolah menjadi DEM. Data
DEM kemudian diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi ketinggian yang telah
ditentukan dengan menggunakan ArcGIS9.3.
3. Peta kemiringan lereng dibuat dengan mengolah data kontur yang berasal dari peta
RBI skala 1 : 25.000. Data kontur tersebut kemudian dijadikan data ketinggian
kemudian diubah menjadi data kemiringan lereng melalui Tools Slopeterdapat pada
ekstensi 3D analyst di ArcGIS9.3.
4. Peta jenis tanah dibuat dengan mendijitasi ulang peta tanah semi detail Kabupaten
Cianjur skala 1 : 50.000 dengan bantuan software ArcGIS9.3.
5. Peta curah hujan dengan mendijitasi ulang peta curah hujan Kabupaten Cianjur skala 1
: 50.000 dengan bantuan software ArcGIS 9.3.
6. Peta penggunaan tanah dan peta pemukiman didapatkan dari data penggunaan tanah
dijital (shape file) skala 1 : 25.000 dan di-update dengan Citra GeoEyemenggunakan
software ArcGIS 9.3.
7. Peta tingkat kejenuhan tanah dan peta potensi longsor didapatkan dengan mengolah
data kontur beserta data jenis tanah dan curah hujan. Pembuatan peta ini dilakukan
dengan mengolah data kontur yang berasal dari peta RBI skala 1 : 25.000 menjadi
DEM yang berupa data raster mengunakan software Arc GIS 9.3. dengan ekstensi 3D
analyst. Data DEM tersebut diolah menjadi data stability index menggunakan ekstensi
SINMAP beserta parameter yang dibutuhkan yaitu kohesi, angel friction dan indeks
kelembaban tanah. Parameter-parameter tersebut didapatkan dari data jenis tanah dan
curah hujan.
8. Peta arah hadapan lereng dibuat dengan mengolah data kontur yang berasal dari peta
RBI dengan interval kontur 12,5 m. Data kontur tersebut diolah dengan menggunakan
menu Aspect yang terdapat dalam ektensi 3D analyst.
9. Peta titik kejadian tanah longsor dibuat dengan menginput data koordinat kejadian
longsor dengan software ArcGIS 9.3.
10. Peta wilayah terdampak longsor pertama-tamadidapatkan dari proses overlay wilayah
potensi tanah longsor yang telah didapatkan dari hasil analisis SINMAP dengan titik-
titik kejadian longsor (fakta) untuk melihat keakuratan pada metode SINMAP.
Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015
Apabila didapatkan jumlah titik-titik kejadian tanah longsor terdapat pada wilayah
yang berpotensi terjadinya longsor pada hasil pemodelan SINMAP, maka pemodelan
ini sangat baik digunakan. Hasil overlay tersebut kemudian dilakukan pengolahan
kembali dengan menampalkan wilayah potensi longsor dan wilayah terancam aliran
bahan longsoran yang dapat menimpa pemukiman yang didapatkan dari peta arah
hadapan lereng. Wilayah terdampak di penggunaan tanah pemukiman yang terdapat di
wilayah potensi longsor didapatkan dengan men-deleneasi titik-titik kejadian longsor
(fakta) dengan jumlah persil rumah yang terkena dampak longsoran dengan
interpretasi citra GeoEye yang berasal dari Google Earth.
4. Hasil dan Pembahasan
6.1 Tanah Longsor di Kabupaten Cianjur
Data kejadian tanah longsor di wilayah Kabupaten Cianjur yang bersumber dari Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) pada tahun 1962-2012 dan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cianjur pada tahun 2009-2014. Gambar
2 menyajikan gambaran secara spasial kejadian longsor dari tahun 1962 – 2012 (PVMBG).
Kejadian longsor pada rentan waktu tersebut dapat diamati terjadi secara merata di Kabupaten
Cianjur.Kejadian longsor paling banyak, terkonsentrasi di bagian tengah Kabupaten Cianjur
(Kecamatan Cibeber dan Campaka).
(Lihat Gambar 2).
Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015
6.2 Potensi Tanah Longsor
Pemodelan SINMAP menghasilkan keluaran (output) utama indeks stabilitas (stability
index) berupa data raster, setiap pixelnya mempunya data tertentu dan terbagi menjadi 6 kelas,
yaitu Stabil, Stabil Menengah, Stabil Rendah, Potensi Longsor Rendah, Potensi Longsor
Sedang dan Potensi Longsor Tinggi. Dari 6 kelas tersebut, hanya 3 kelas terakhir yang
mengindikasikan bahwa suatu wilayah berpotensi untuk terjadi tanah longsor. (lihat Gambar
4)
Gbr 4. Potensi Longsor Kabupaten Cianjur
2
27
6
27
3113843454
7379
173
051015202530
Kejadian
Lon
gsor196
2-20
12
Kecamatan
JumlahKejadianLongsor1962-2012
Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015
Luas dan persentase untuk setiap kelas indeks stabilitas di Kabupaten Cianjur dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel 1 Luas Wilayah Potensi Tanah Longsor Kabupaten Cianjur
Indeks Stabilitas Luas (Ha) %
Potensi Rendah ( 1 > SI > 0,5) 29.025,48 8,03
Potensi Sedang ( 0,5 > SI > 0,001) 73.935,99 20,46
Potensi Tinggi ( SI < 0,001) 153.468,09 42,46
Stabil ( SI > 1) 105.005,44 29,05
Total 361.435,00 100
6.3 Wilayah Terdampak Tanah Longsor
Wilayah terdampak tanah longsor dalam hal ini merupakan wilayah/area yang terkena
reruntuhan material tanah, batuan dan /atau timbunan material tanah longsor yang menimpa
permukiman.Wilayah terdampak tanah longsor ini didapatkan dari deleniasi reruntuhan
material tanah dan /atau timbunan material longsor yang mengenai penggunaan tanah
Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015
permukiman dan disesuaikan dengan arah hadapan lereng di wilayah potensi longsor tersebut.
Wilayah potensi tanah longsor hasil keluaran (output) SINMAP terlebih dahulu dipadukan
dengan data kejadian tanah longsor (fakta) yang bersumber dari Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi (1962-2012) dapat dilihat dari peta dibawah ini (gambar 5)
Gbr5.WilayahTerdampakTanahLongsor
Gbr 5 . Wilayah Terdampak Tanah Longsor
Dari gambar 5 menggambarkan secara spasial sebaran wilayah terdampak tanah longsor di
Kabupaten Cianjur. Wilayah terdampak tanah longsor merupakan hasil penarikan garis
/deliniasi wilayah permukiman yang terkena reruntuhan material longsor. Dibandingkan
dengan wilayah permukiman yang rawan longsor yang memiliki luas 25.011,7 Ha atau 33,33
% dari luas total permukiman Kabupaten Cianjur, wilayah terdampak tanah longsor memiliki
luas wilayah yang lebih kecil sebesar 4.925,47 Ha atau 15,25 % dari luas total permukiman
Kabupaten Cianjur. Hal ini disebabkan permukiman yang merupakan faktor kunci wilayah
rawan longsor berada di wilayah lereng landai dan stabil.
Tabel 2. Luas Wilayah Terdampak Tanah Longsor
N
o
Wilayah
Terdampak
Tanah Longsor
Luas (Ha) %
1 Rendah
680,02
13,8
1
2 Sedang
2.183,03
44,3
2
3 Tinggi
2.062,41
41,8
7
Total 4.925,47 100
Sumber:Hasil Pengolahan Data ∶ 2014
Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa wilayah terdampak dengan kriteria sedang memiliki
luasan terbesar yaitu 2.183,03 Ha atau 44,32 %, sedangkan wilayah terdampak dengan kriteria
tinggi memiliki luasan terbesar kedua yaitu 2.062,41 Ha atau 41,87 % dan sisanya wilayah
dengan kriteria rendah yaitu dengan luas terkecil yaitu 680,02 Ha atau 13,81 %.
Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015
6.4 Wilayah Rentan Tanah Longsor
Kerentanan adalah suatu keadaan yang ditimbulkan manusia yang mengakibatkan
peningkatan kerawanan masyarakat terhadap bahaya. Sekumpulan kondisi dan atau suatu
akibat keadaan (faktor fisik, sosial penduduk, ekonomi dan lingkungan) yang berpengaruh
buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Kerentanan dalam hal
ini dilihat dari aspek kependudukan. Kerentanan penduduk menggambarkan karakteristik
penduduk pada daerah terancam. Indikatornya dapat merujuk pada pasal 55 ayat 2 Undang-
Undang no 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana bahwasanya yang termasuk
kelompok rentan bencana ialah; a. bayi, balita, dan anak-anak; b. ibu yang sedang
mengandung atau menyusui; c. penyandang cacat; dan d. orang lanjut usia. Dalam penelitian
ini penulis membagi kelompok usia rentan yakni poin a. usia bayi, balita, dan anak-anak; dan
poin d: usia lanjut usia. Sebab pada usia tersebut relatif kurang mempunyai kemampuan untuk
menghindar dari suatu kejadian bencana dikarenakan faktor fisik yang tidak memadai.
Semakin tinggi kerentanan penduduk yang dicirikan dengan semakin banyaknya usia
golongan rentan di wilayah permukiman rawan longsor maka dipastikan semakin besar
pulaupaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Untuk keperluan perbandingan maka
WHO menganjurkan pembagian-pembagian umur sebagai berikut : 0 – 14 tahun : bayi dan
anak-anak, 15 – 50 tahun : orang muda dan dewasa, 50 tahun keatas : orang tua. Berdasarkan
acuan klasifikasi WHO tersebut, maka dapat dipastikan usia rentan dapat dipastkan sebagai
berikut 0-14 usia muda (bayi dan anak-anak) dan >50 usia tua (orang lanjut usia).
Lain halnya dengan usia di luar usia rentan, yakni diluar 0 – 14 tahun dan >50 tanhun
pada rentang usia tersebut masih memungkinkan untuk menghindari ke tempat yang lebih
aman jikalau terjadi bencana di tempat asalnya, sehingga usia tersebut relatif bisa survive
(bertahan) yang berarti mengurangi korban akibat suatu bencana Oleh karenanya kerentanan
sosial demografis sangat terkait dengan upaya evakuasi korban apabila terjadi bencana,
semakin tinggi tingkat kerentanan sosial demografis maka perlu prioritas penanganan yang
utama dan utama saat terjadi bencana dibandingkan dengan tingkat kerentanan yang rendah.
Wilayah rentan tanah longsor dalam penelitian ini dihasilkan dari kompilasi data
kepadatan penduduk dan persentase kelompok umur rentan dengan wilayah terdampak tanah
longsor. Oleh karena itu, wilayah rentan tanah longsor mempunyai luas dan bentuk area yang
sama dengan wilayah terdampak tanah longsor. Hal yang membedakan adalah kriteria
wilayah terdampak dengan kelas rentan yang digunakan.
Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015
Tabel 3 Wilayah Kerentanan Tanah Longsor
Sumber:Hasil Pengolahan Data ∶ 2014
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa luas wilayah rentan tanah longsor dengan kelas kerentanan
sedang memiliki luasan terbesar yaitu 2.183,03 Ha atau 44,32 %, sedangkan wilayah rentan
dengan kelas kerentanan tinggi memiliki luasan terbesar kedua yaitu 2.062,41 Ha atau 41,87
% dan sisanya wilayah kelaskerentanan rendah yaitu dengan luas terkecil yaitu 680,02 Ha
atau 13,81 %. Luas wilayah kerentanan tanah longsor tersebar di 29 kecamatan dengan
Wilayah Rentan kelas Rendah, Wilayah Rentan kelas Sedang dan Wilayah Rentan kelas
Tinggi.
Persebaran wilayah rentan tanah longsor dapat dilihat pada gambar 6 dari peta
tersebut, dapat dilihat bahwa persebaran wilayah rentan rendah, wilayah rentan sedang dan
wilayah sedang tinggi cukup merata /atau menyebar di wilayah penelitian. Akan tetapi pada
Cianjur bagian utara (Kec. Cipanas, Kec. Pacet, Kec. Sukaresmi dan kec.Cugenang) lebih
didominasi oleh wilayah rentan tanah longsor sedang dan wilayah rentan tanah longsor tinggi.
Hal ini dikarenakan , kecamatan yang terletak di Cianjur bagian utara mempunya kepadatan
penduduk dan persentase usia rentan yang relatif tinggi sehingga meningkatkan kerentanan
terhadap tanah longsor. Cianjur bagian tengah lebih didominasi oleh wilayah rentan longsor
sedang dan wilayah longsor tinggi (Kec. Cibeber, Kec. Campaka dan Kec.Campakamulya).
Sementara di Cianjur bagian selatan didominasi oleh wilayah rentan longsor rendah, wilayah
N
o
Wilayah
Kerentanan
Tanah
Longsor
Luas (Ha) %
1 Rendah
680,02
13,8
1
2 Sedang
2.183,03
44,3
2
3 Tinggi
2.062,41
41,8
7
Total 4.925,47 100
Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015
rentan longsor sedang dan wilayah rentan longsor tinggi (Kec. Pagelaran, Kec. Pasirkuda,
Kec. Tanggeung, Kec. Cijati, Kec. Cibinong, Kec. Cikadu, Naringgul dan Kec.Cidaun)
5. Kesimpulan
Berdasarkan pemodelan SINMAP (Stability Index mapping) Kabupaten Cianjur memiliki
tingkat potensi longsor yang sangat tinggi 42,46 % dari luas total Kabupaten Cianjur, Wilayah
Potensi Longsor Rendah seluas 29.026 Ha atau dengan persentase 8,03 %. Potensi tanah
longsor tinggi berada di Kecamatan Agrabinta dengan luas 87.134,32 Ha dan terendah berada
di Kecamatan Sukaluyu dengan luas 26,26 Ha.
Wilayah terdampak tanah longsor terbesar berada di Kecamatan Pagelaran seluas 1.124,34 Ha
dengan kriteria wilayah terdampak rendah seluas 155,83 Ha, kriteria wilayah terdampak
sedang seluas 651,84 Ha dan kriteria wilayah terdampak tinggi seluas 316,68 Ha.
Wilayah rentan tanah longsor dengan kelas kerentanan sedang memiliki luasan terbesar yaitu
2.183,03 Ha atau 44,32 %, sedangkan wilayah rentan dengan kelas kerentanan tinggi
memiliki luasan terbesar kedua yaitu 2.062,41 Ha atau 41,87 % dan sisanya wilayah kelas
kerentanan rendah yaitu dengan luas terkecil yaitu 680,02 Ha atau 13,81 %. Kecamatan
Pagelaran memiliki tingkat kerentanan yang tinggi seluas 1.124,34 Ha. Sementara tingkat
kerentanan terendah pada luasan terkecil berada di Kecamatan Cianjur dengan luas 0,86 Ha.
4. Daftar Pustaka
Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015
Acharya, G. (2003).GIS Approach for Slope Stability Risk Analisys:A Case Study from
Nepal. Brussel: Disertasi. Interuniversity Prograamme in Physical Land Resources
Universiteit Gent Vrije Universiteit Brussela Belgium.
Adriono, B. (2012). Wilayah Rentan Tanah Longsor di Sepanjang Alur CiTarik, DA Citarik
Kabupaten Sukabumi. Skripsi Mahasiswa Departemen Geografi, FMIPA UI: Depok.
Ardiansyah, A.N. (2011). Wilayah Risiko Tanah Longsor di Kabupaten Bandung. Tesis
Mahasiswa Departemen Geografi, FMIPA UI: Depok.
Anwar, H.Z. (2003). Pengantar Bencana Gerakan Tanah. Bandung: Pusat Penelitian
Geoteknologi, LIPI.
Awotona.(1997). Natural Disaster. Jakarta: LIPI.
BNPB.(2011). Indeks Rawan Bencana Indonesia. Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan
Bencana.
Boprowsky, Peter., Highland, L.M. (2008). The Landslide Handbook-A Guide to
Understanding Landslides. Virginia: USGS.
Bowles, J.E. (1989). Sifat-Sifat Fisik dan Geoteknis Tanah. Jakarta: Penerbit Erlangga.
BPS Kab. Cianjur.(2008). Cianjur Dalam Angka. Cianjur: BPS Kab. Cianjur.
BPS Kab. Cianjur.(2013). Cianjur Dalam Angka. Cianjur: BPS Kab. Cianjur.
Brunsend. (1997). Landslide Recognition, Identification Movement, And Causes. England:
John Willey and Sons.
Crozier, M. (1999).Landslide In Paccione (Ed).Applied Geography: Principle and Practice.
Newyork: Routledge
Cruden.(1991). A Simple Definition of Landslide. Bulettin International Association for
Enggenering Geology, 43, 27-29.
Darmawijaya, I. 1990. Klasifikasi Tanah, Dasar–Dasar Teori Bagi Penelitian Tanah dan
Pelaksanaan Penelitian. Yogyakarta: UGM Press.
Day, RW. (1999). Geotechnical and Foundation Enginering. USA: McGraw-Hill Book
Company.
Departemen Pekerjaan Umum. (2007). Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan
Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempa Bumi. Jakarta: Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum no. 21/prt/ m/2007.
Dibyosaputro, S.(1999).Longsor Lahan di Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon
Progo Daerah Istimewa Yogyakarta, Majalah Geografi Indonesia, Th.13/23.
Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.
Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015
Wilayah rentan ..., Andri Setiawan, FMIPA UI, 2015