file · web viewdalam hal ini, ada orang-orang yang dipilih dan ditentukan untuk menjadi...

3
REFLEKSI ETIS POLITIS Noh Boiliu Melalui pembelajaran Biblical Ethic pada beberapa pertemuan terdahulu, baik penjelasan dosen maupun presentasi dari rekan-rekan dan saya tentang ketundukan kepada pemerintah, perang, agama dan politik maka ada beberapa hal yang menjadi refleksi diri adalah: Ketundukan kepada pemerintah: Allah adalah majikan yang tak pernah salah yang menuntut ketundukan diri mutlak kepadaNya sebagai bentuk loyalitas. Dalam sikap loyalitas diri yang ditunjukkan kepadaNya, Ia memberikan jaminan dan garansi untuk melindungi segenap kepentingan umat, menjamin hak-hak umat sebagai manusia di tengah- tengah dunia di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenalNya. Sejalan dengan itu, Ia juga memberitahukan bahwa tidak ada pemerintahan yang tidak berasal dariNya. Dan Ia menganjurkan agar umatNya tunduk atau takluk kepada pemerintahan yang ada. Penganjuran ini tentu merupakan perwujudan dan realisasi yang realistis dari ketundukan kepadaNya. Yang menganjurkan namun anjuran itu sejauh pemerintahan dunia tidak merampas hak-hak keimanan umat. Ini juga berarti, bahwa setiap umat yang mengenalNya hendak dikenal sebagai umat yang rendah hati dengan tunduk pada otoritas-otoritas yang ada sejauh hak-hak keimanan tidak dirampas. Artinya tidak ada ketundukan “bodoh” atau ketundukan tanpa alasan. Perang: jika membaca teks-teks Perjanjian Lama, ada sebagian orang yang melihat pribadi Allah dalam PL sebagai pribadi yang bengis, kasar, kejam dan pada prinsipnya tidak menunjukkan indikasi sebagai Allah. Sedangkan di Perjanjian Baru terefleksi Allah yang penuh kasih dan cinta damai. Sebetulnya, kita tidak harus terjebak kedalam dikotomisasi tentan diri Allah. Ia adalah Allah yang maha tahu dan bertindak di dalam segala kewajaran dan kepantasan. Atau katakanlah, Ia sumber segala kepantasan. Kepantasan ini dalam konteks, Ia menuntut ketundukan dan pelayanan yang mutlak kepadaNya dan menuntut agar yang tidak mengenal harus mengenalNya. Jika tidak, maka Ia tidak segan untuk menghukum. Alat penghukuman adalah

Upload: phungduong

Post on 06-Feb-2018

215 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

REFLEKSI ETIS POLITISNoh Boiliu

Melalui pembelajaran Biblical Ethic pada beberapa pertemuan terdahulu, baik penjelasan dosen maupun presentasi dari rekan-rekan dan saya tentang ketundukan kepada pemerintah, perang, agama dan politik maka ada beberapa hal yang menjadi refleksi diri adalah:

Ketundukan kepada pemerintah: Allah adalah majikan yang tak pernah salah yang menuntut ketundukan diri mutlak kepadaNya sebagai bentuk loyalitas. Dalam sikap loyalitas diri yang ditunjukkan kepadaNya, Ia memberikan jaminan dan garansi untuk melindungi segenap kepentingan umat, menjamin hak-hak umat sebagai manusia di tengah-tengah dunia di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenalNya.

Sejalan dengan itu, Ia juga memberitahukan bahwa tidak ada pemerintahan yang tidak berasal dariNya. Dan Ia menganjurkan agar umatNya tunduk atau takluk kepada pemerintahan yang ada. Penganjuran ini tentu merupakan perwujudan dan realisasi yang realistis dari ketundukan kepadaNya. Yang menganjurkan namun anjuran itu sejauh pemerintahan dunia tidak merampas hak-hak keimanan umat. Ini juga berarti, bahwa setiap umat yang mengenalNya hendak dikenal sebagai umat yang rendah hati dengan tunduk pada otoritas-otoritas yang ada sejauh hak-hak keimanan tidak dirampas. Artinya tidak ada ketundukan “bodoh” atau ketundukan tanpa alasan.

Perang: jika membaca teks-teks Perjanjian Lama, ada sebagian orang yang melihat pribadi Allah dalam PL sebagai pribadi yang bengis, kasar, kejam dan pada prinsipnya tidak menunjukkan indikasi sebagai Allah. Sedangkan di Perjanjian Baru terefleksi Allah yang penuh kasih dan cinta damai. Sebetulnya, kita tidak harus terjebak kedalam dikotomisasi tentan diri Allah. Ia adalah Allah yang maha tahu dan bertindak di dalam segala kewajaran dan kepantasan. Atau katakanlah, Ia sumber segala kepantasan.

Kepantasan ini dalam konteks, Ia menuntut ketundukan dan pelayanan yang mutlak kepadaNya dan menuntut agar yang tidak mengenal harus mengenalNya. Jika tidak, maka Ia tidak segan untuk menghukum. Alat penghukuman adalah alam dan sesama. Ia memilih Israel sebagai instrument pengejawentahan tugas ilahi yakni memperkenalkan diriNya kepada bangsa-bangsa yang belum mengenalNya. Dalam konteks demikian, yang menolak tawaran tersebut tentu mendapatkan hukuman atau punishment. Perlu dicatat juga bahwa, Allah pun tidak bertindak tak terkontrol dan dalam kesewenang-wenangan menggunakan hak prerogatifnya untuk menghukum tanpa alasan. Ia tahu batasan dan alasan dalam memberikan hukuman.

Jangankan kepada bangsa yang menolaknya, umat pilihanNya sekalipun yang seyogyanya menjadi instrumenNya, tetap menerima ganjaran daripadaNya. Ia menggunakan bangsa-bangsa yang tidak mengenalNya sebagai alat penghukuman. Karena itu, tidaklah harus perang dalam konteks PL sebagai referensi dan dasar untuk merencanakan dan melakukan aktivitas perang.

Bahkan muncul semacam metode pembalasan dendam dalam konteks PL. Inipun tidak harus dijadikan referensi dan alasan pembenaran diri untuk membalas.

Politik dan agama: dalam hal ini, ada orang-orang yang dipilih dan ditentukan untuk menjadi pemimpin gereja. Tugas dan amanat kepemimpinan

seharusnya diemban dengan penuh tanggungjawab bukan “melacurkan gereja” dengan membuat “deal-deal politik” yang pada gilirannya merugikan gereja sebagai lembaga dan kepentingan umat.

Hak-hak umat yang seharusnya terjaminkan tergerus, dijadikan komoditi, alat tukar menukar (alias diuangkan). Pemimpin gereja seharusnya juga “melek” tentang politik agar menggunakan politik sebagai instrument menciptakan kesejahteraan umat sebagai bangsa melalui sika-sikap politis yang benar. Bukan sebaliknya politik dan politisi menggunakan gereja (agama) sebagai instrument mencapai hasrat kekuasaan tak terkontrol yang diujung “uang”. Sehingga melanceng dari kehendak politik yang sesungguhnya yakni kesejahteraan.

Bartereritasi terjadi karena, pemimpin gereja terjebak pada pola hidup hedonis have to do more. Pemimpin gereja senang memainkan “politik dua kaki” di gereja dan di luar gereja. Dalam konteks inilah, pendidikan politik seharusnya diberikan kepada umat. Sebagai salah satu cara memutus hegemoni kepemimpinan gereja. Umat tunduk “bodoh” kepada pemimpin gereja di sisi lain pemimpin gereja mengeksploitasi “keluguan umat dalam ketundukan”.

Di sinilah, sebagai umat, saya menyadari betul akan hal ini, dan saya ingin mengambil sikap menolak politik uang, menggunakan suara hati untuk menentukan pilihan-pilihan politis saya tanpa melacurkan iman pada mammon sebagai tujuan utama dengan alat politik.

Kebenaran firman yang terefleksi dengan baik, yang ditopang sikap yang benar dan dalam doa dibawah tuntunan Roh Kudus dapat mengarahkan orang percaya menggunakan hak-haknya tanpa mengeksploitasi hak orang lain.