krdfhundip.comkrdfhundip.com/wp-content/uploads/2020/10/adakah... · web viewketentuan ini...
TRANSCRIPT
ADAKAH PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
HAK PETANI DI UU PVT?
Oleh : Melisa Dwi Putri
Program Studi S-1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Pada zaman modern saat ini dapat dipahami bahwa globalisasi telah
menggerakkan Indonesia untuk berperan aktif dalam pergaulan global, khususnya
perdagangan internasional. Situasi perkembangan perekonomian global sangat
berpengaruh terhadap perekonomian nasional, termasuk kegiatan dalam sektor
pertanian. Negara Indonesia dikenal sebagai negara agraris, maka bidang
pertanian merupakan salah satu bidang yang dapat dikembangkan sebagai sarana
untuk terlibat aktif dalam perdagangan internasional, mengingat hasil-hasil
pertanian merupakan komoditi ekspor yang sangat dibutuhkan berbagai
mancanegara. Pembahasan bidang pertanian tidak dapat dilepaskan kaitannya
dengan persoalan pangan. Perkembangan di bidang ekonomi dan teknologi
mengakibatkan persoalan pangan tidak hanya tertuju pada produk pangan yang
dapat dijadikan komoditi yang potensial bagi peningkatan pendapatan masyarakat
dan negara, tetapi juga pada sumber penghasil pangan itu sendiri yang dapat
direkayasa seperti terciptanya varietas-varietas tanaman yang dapat menghasilkan
produk-produk unggulan.1
Namun sangat disayangkan, kemampuan untuk menghasilkan varietas
tanaman yang dapat dijadikan benih unggul masih rendah di Indonesia, padahal
varietas tanaman merupakan faktor yang menentukan kualitas hasil pertanian.
Rendahnya varietas tanaman yang unggul diakibatkan karena kurangnya minat
dan peran dari pemulia tanaman untuk mengembangkan varietas unggul baru.
Pemuliaan tanaman akan dilakukan oleh pemulia tanaman apabila varietas
tanaman yang mereka temukan dihargai dan dilindungi. Untuk mendorong
kreativitas pemulia tanaman guna menemukan varietas unggul baru maka 1 C.F.G. Sunaryati Hartono, Aspek Globalisasi Internasional dan Regional Yang Berkaitan dan Berpengaruh Pada Masalah Pangan dan Pertanian di Indonesia, Majalah Hukum Nasional, Vol.2, BPHN, Jakarta, Tahun 1977, 26.
dibentuklah Undang-Undang Nomor 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas
Tanaman (UU PVT).
UU PVT dibentuk sebagai penghargaan yang diberikan pemerintah untuk
memberikan perlindungan hukum atas kekayaan intelektual pemulia yang berhasil
melakukan pemuliaan tanaman, termasuk didalamnya hak pemulia untuk
menggunakan sendiri hasil varietas hasil pemuliannya, menikmati manfaat
ekonomi dan hak-hak lainnya. Tetapi, kelihatannya UU ini sangat minim dalam
memberikan perlindungan kepada hak-hak petani (Farmer’s Rights). Jika kita
mengacu pada konsiderans UU PVT maka terlihat bahwa pembentuk undang-
undang hanya memfokuskan pada pemberian perlindungan ekslusif kepada
pemulia tanaman secara umum tanpa memberikan perlindungan khusus terhadap
hak-hak petani. Sehingga apabila petani ingin mendapatkan perlindungan, maka
petani harus menjadi pemulia tanaman dengan mendaftarkan varietas baru hasil
temuannya. Namun, sangat kecil kemungkinan petani dapat mendaftarkan varietas
hasil temuannya mengingat aturan pendaftaran yang rumit dan mahal. Aturan
tersebut diberlakukan bagi perorangan maupun badan hukum yang hendak
mendaftarkan varietas baru hasil temuannya.2 Syarat dan Tata Cara Permohonan
Pemberian Hak Perlindungan Varietas Tanaman diatur dalam Peraturan Menteri
Pertanian Republik Indonesia Nomor 121/Permentan/OT.140/11/2013 tentang
Syarat dan Tata Cara Permohonan dan Pemberian Hak Perlindungan Varietas
Tanaman.
Biaya yang harus dikeluarkan untuk mendaftarkan varietas tanaman juga
tidak sedikit. Setidaknya untuk mendaftarkan varietas tanaman harus membayar
biaya sebagai berikut :3
NO. JENIS SATUAN TARIF
1 Biaya Permohonan Pendaftaran Hak
PVT
2 Wahyuni, Ira Puspita Sari, Skripsi Sarjana “Upaya Perlindungan Hukum terhadap Hak-Hak Petani Pemulia Tanaman di Indonesia” (Malang: Universitas Brawijaya, 2013), 8.3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Pertanian
a. Perorangan WNI, lembaga
penelitian milih pemerintah,
perguruan tinggi dalam negeri.
b. Perorangan WNA, perusahaan dan
Lembaga penelitian Non
Pemerintah.
Per varietas
Per varietas
Rp. 150.000,-
Rp. 250.000,-
2 Perbaikan atau Perubahan
Permohonan Hak PVT
Per varietas Rp. 200.000,-
3 Pencatatan Pengalihan Hak PVT Per varietas Rp. 250.000,-
4 Pencatatan Perjanjian Lisensi Per lisensi Rp. 1.500.000,-
5 Pencatatan Perjanjian Lisensi Wajib Per lisensi Rp. 1.500.000,-
6 Iuran Tahunan
a. Perorangan WNI, lembaga
penelitian milih pemerintah,
perguruan tinggi dalam negeri.
b. Perorangan WNA, perusahaan dan
Lembaga penelitian Non
Pemerintah.
Per varietas
Per varietas
Rp. 750.000,-
Rp. 1.500.000,-
7 Petikan Daftar Umum PVT Per varietas Rp. 100.000,-
8 Salinan Sertifikat PVT Per sertifikat Rp. 100.000,-
9 Salinan Dokumen PVT Per lembar Rp. 5.000,-
10 Permohonan Surat Bukti hak Prioritas Per varietas Rp. 500.000,-
11 Permohonan Banding Per varietas Rp. 3.000.000,-
12 Pendaftaran Konsultan PVT Per
Konsultan
Rp. 5.000.000,-
13 Pemeriksaan Substantif (Uji BUSS)
di Stasiun Uji BUSS Lembang
a. Tanaman ≤ 6 bulan
b. Tanaman ≥ 6 bulan
Per varietas
Per varietas
Rp. 1.750.000,-
Rp. 2.250.000,-
14 Pemeriksaan Substantif
a. Pemeriksaan Dokumen
b. Pembeliaan Dokumen
Per varietas
Per varietas
Rp. 5.360.000,-
Rp. 4.500.000,-
Pemberlakuan aturan hukum yang sama terhadap badan hukum dan
perorangan akan menumbuhkan ketiadakadilan dan kerugian bagi petani pemulia
tanaman di Indonesia. Jika melihat kondisi petani Indonesia saat ini, jelas terlihat
perbedaan kemampuan yang dimiliki petani dengan badan hukum baik dari segi
sumber daya manusia dan materiil. Berdasarkan data survey yang dilakukan oleh
Badan Pusat Statistik, tercatat pada Juli 2020 petani memiliki upah nominal rata-
rata sebesar Rp55.613,00 dan meningkat menjadi Rp55.677,00 perhari pada
Agustus 2020.4 Dengan melihat kondisi tersebut tidak memungkinkan bagi petani
untuk melakukan permohonan dan pendaftaran atas varietas baru yang mereka
temukan. Selain itu, Petani Indonesia juga masih minim akan pengetahuan terkait
perlindungan varietas tanaman yang mengakibatkan petani lebih sering menjadi
pengguna benih daripada menjadi petani pemulia tanaman.
Sebenarnya jika diamati lebih lanjut dalam isi UU PVT, ada dua pasal
yang mengatur terkait Hak Petani dan memberikan pengecualian sehingga petani
pemulia tanaman dapat menggunakan benih yang telah didaftarkan. Ketentuan
tersebut terdapat dalam Pasal 7 dan Pasal 10 ayat (1) UU PVT. Dalam Pasal 7
ayat (1) disebutkan bahwa “Varietas lokal milik masyarakat dikuasai oleh
Negara”. Ketentuan ini bermakna bahwa varietas lokal adalah varietas yang telah
ada dan dibudidayakan secara turun temurun oleh petani, serta menjadi milik
masyarakat dan dikuasai oleh negara. Dengan ketentuan ini, petani dapat
menggunakan varietas tanaman lokal tanpa perlu membayar karena varietas lokal
pada dasarnya menjadi milik petani yang penguasaannya dilakukan oleh negara.
Varietas tanaman lokal pada umumnya dikembangkan dan diturunkan oleh
petani, sehingga perlindungan terhadap varietas tanaman lokal secara ekonomi
akan membawa manfaat kepada petani.5 Varietas tanaman lokal sebagai 4 Badan Pusat Statistik, “Perkembangan Upah Pekerja/Buruh Agustus 2020” (https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/09/15/1730/upah-nominal-harian-buruh-tani-nasional-agustus-2020-naik-sebesar-0-12-persen.html, diakses 26 september 2020).5Tim Pengkajian Hukum Perlindungan Varietas Tanaman Lokal dalam Hukum Nasional dan Internasional, “Pengkajian Hukum Perlindungan Varietas Tanaman Lokal dalam Hukum Nasional dan Internasional”, BPHN, Tahun 2011, 76.
pengetahuan tradisional tidak hanya perlu dilestarikan namun juga dapat
dimanfaatkan untuk menghindari ketergantungan petani pada varietas benih
hibrida. Benih hibrida diproduksi oleh pemulia tanaman atau perusahaan industri
benih dan hanya dapat digunakan untuk sekali pakai. Oleh karena itu, hasil panen
dari benih tersebut tidak dapat digunakan kembali sehingga petani harus membeli
benih kembali untuk menanam di musim berikutnya yang tentunya menimbulkan
biaya yang harus dikeluarkan oleh petani semakin besar. Pasal 7 UU PVT
memang telah memberikan perlindungan terhadap varietas tanaman lokal namun
hanya sebatas pendaftarannya saja sehingga diperlukan pengaturan lebih lanjut
mengenai perlindungan varietas tanaman lokal.
Kemudian Pasal 10 ayat (1), yang berisi tentang pengecualian dalam
pelanggaran hak perlindungan varietas tanaman. Dalam ketentuan tersebut petani
pemulia tanaman diberikan izin untuk menggunakan benih yang telah dilindungi
UU PVT dengan syarat penggunaan yang dilakukan tidak untuk tujuan yang
bersifat komersial dan penggunaannya dilakukan untuk penelitian, pemuliaan
tanaman, dan perakitan varietas baru. Namun, masih terdapat batasan pada
penjelasan Pasal 10 ayat 1 huruf a yang berbunyi “Yang di maksud dengan tidak
untuk tujuan komersial adalah kegiatan perorangan terutama para petani kecil
untuk keperluan sendiri dan tidak termasuk kegiatan menyebarluaskan untuk
keperluan kelompoknya. Hal ini perlu ditegaskan agar pangsa pasar bagi varietas
yang memiliki PVT tadi tetap terjaga dan kepentingan pemegang hak PVT tidak
dirugikan.”
Batasan tersebut terdapat pada penggunaan istilah “tidak untuk tujuan
komersial” dan “untuk keperluan sendiri” yang dapat diartikan bahwa petani
hanya diperbolehkan menyimpan benih untuk ditanam di musim berikutnya
selama untuk kepentingannya sendiri dan tidak disebarluaskan kepada orang lain,
istilah tersebut juga dapat dimaknai sebagai pembatasan atas kegiatan petani
untuk menjual atau mengkomersialkan hasil akhir varietas tanaman (hasil panen)
yang dilindungi dari tanaman yang ditanamnya sendiri.
UU PVT seharusnya mengatur mengenai prinsip exhaustion of the
breeder’s rights (batas pemberlakuan hak pemulia atau hak PVT) karena
ketentuan tersebut dapat memberikan kejelasan tentang batasan dari hak yang
dimiliki oleh pemulia atas varietas yang dilindungi oleh hak PVT. Prinsip
exhaustion of the breeder’s rights diatur dalam Pasal 16 ayat 1 Konvensi Union
for the Protection New Varieties of Plants (UPOV) 1991. Ketentuan ini
memberikan hak bagi petani untuk menggunakan, mengelola, dan
mengkomersialkan hasil panen dan produk akhir dari varietas yang dilindungi,
tanpa harus membayar royalti atau membagi keuntungan yang diperoleh kepada
pemulia tanaman tersebut.6 Dengan menggunakan prinsip exhaustion maka UU
PVT dapat melindungi varietas tanaman yang merupakan hasil pemuliaan
tanaman namun juga tidak mempersulit petani untuk menggunakan benih dari
varietas tanaman yang dilindungi.
UU PVT memang memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak
petani namun UU PVT hanya memberikan sedikit perlindungan terhadap petani
dan pengaturannya pun bersifat implisit sehingga menjadikan ketidakpastian
dalam penegakannya. Sebagai komparasi, Pemerintah dapat berkaca dari
peraturan perundang-undangan negara lain yang telah memberikan perlindungan
terhadap hak-hak petani seperti Negara India. The Protection of Plant Varieties
and Farmer’s Right Act of 2001 (PBR & FR Act) adalah Undang-Undang yang
berlaku di Negara India tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan Hak-Hak
Petani. PBR & FR Act ini menggunakan sistem perlindungan sui generis yang
mampu menyeimbangkan antara perlindungan terhadap hak eksklusif pemulia
tanaman dengan hak-hak petani sebagai pengguna hasil pemuliaan tanaman.7
Dalam PBR & FR Act terdapat beberapa ketentuan yang melindungi hak-hak
petani atas benih varietas tanaman.
6 Sediono, Irfan, Tesis Magister :”Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemulia dan Hak Petani Di Indonesia (Kajian Terhadap Undang-Undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman)” (Malang: Universitas Brawijaya, 2008), 77.7 Sarah.A.S, “Perbandingan Pengaturan Hukum Perlindungan Varietas Tanaman terhadap Hak-Hak Petani di Indonesia dan di India”, Media HKI, Vol.XI No.6, Jakarta, Tahun 2014, 13.
Pertama, dalam Pasal 39 PBR & FR Act, petani diperbolehkan untuk
menyimpan, menanam, menanam kembali, menukarkan, membagi atau menjual
produk yang berasal dari lahannya termasuk benih dari varietas yang dilindungi
oleh hak pemulia, petani juga dimungkinkan untuk menjual benih dengan batasan
benih tersebut tidak dijual dengan menggunakan nama yang didaftarkan oleh
pemulia. Kedua, dalam Pasal 47 ayat 1 PBR & FR Act, mengatur tentang lisensi
wajib yang dapat dimohonkan atas pemanfaatan benih-benih yang dilindungi oleh
hak pemulia. Pengaturan ini dapat menguntungkan pemulia tanaman sebagai
pemegang hak PVT dengan tetap mendapatkan hak ekonomi, meskipun
jumlahnya tidak dapat ditentukan olehnya dan petani dapat menggunakan benih
secara legal.8
UU PVT juga perlu menambahkan ketentuan baru berupa aturan khusus
yang diberlakukan kepada petani pemulia tanaman dalam melakukan permohonan
dan pendaftaran varietas baru sehingga petani dapat memperoleh haknya tanpa
kesulitan atau pemerintah dapat membebasbiayakan permohonan perlindungan
varietas tanaman untuk petani kecil. Selain itu, untuk megurangi sifat
ketergantungan petani terhadap benih hibrida, petani dapat membentuk kelompok
petani yang kemudian memaksimalkan peran organisasi tersebut dengan
melakukan pemuliaan varietas tanaman lokal. Dengan pertimbangan-
pertimbangan tersebut, maka sudah seharusnya UU PVT direvisi dengan
menambahkan beberapa ketentuan yang belum diatur dalam UU PVT. Revisi
terhadap UU PVT diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum yang lebih
jelas dan tegas terhadap hak-hak petani maupun pemulia tanaman.
8 Sediono. Irfan, Op.Cit, 71.
Daftar Pustaka
Anandari, Windi, Tesis Magister :”Implementasi Asas Keseimbangan Dalam
Perlindungan Varietas Tanaman Di Indonesia” (Yogyakarta: Universitas Islam
Indonesia, 2014), 8.
Badan Pusat Statistik, “Perkembangan Upah Pekerja/Buruh Agustus 2020”
(https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/09/15/1730/upah-nominal-harian-buruh-tani-
nasional-agustus-2020-naik-sebesar-0-12-persen.html, diakses 26 september 2020)
C.F.G. Sunaryati Hartono, “Aspek Globalisasi Internasional dan Regional Yang
Berkaitan dan Berpengaruh Pada Masalah Pangan dan Pertanian di Indonesia”,
Majalah Hukum Nasional, Vol.2, BPHN, Jakarta, Tahun 1977, 26.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2016 tentang Jenis
dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara bukan Pajak yang Berlaku pada
Kementerian Pertanian.
Sarah.A.S, “Perbandingan Pengaturan Hukum Perlindungan Varietas Tanaman
terhadap Hak-Hak Petani di Indonesia dan di India”, Media HKI, Vol.XI No.6,
Jakarta, Tahun 2014, 13.
Sediono, Irfan, Tesis Magister :”Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemulia dan
Hak Petani Di Indonesia (Kajian Terhadap Undang-Undang No. 29 Tahun 2000
tentang Perlindungan Varietas Tanaman)” (Malang: Universitas Brawijaya, 2008),
77.
Tim Pengkajian Hukum Perlindungan Varietas Tanaman Lokal dalam Hukum Nasional
dan Internasional, “Pengkajian Hukum Perlindungan Varietas Tanaman Lokal dalam
Hukum Nasional dan Internasional”, BPHN, Tahun 2011, 76.
Undang-Undang No.29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.