jenipharmacyunhas.files.wordpress.com€¦ · web viewgugus-gugus yang terikat pada ion pusat...
TRANSCRIPT
Laboratorium Kimia FarmasiFakultas FarmasiUniversitas Hasanuddin
LAPORAN KELOMPOKPRAKTIKUM KIMIA ANALISIS FARMASI
KOMPLEKSOMETRI
KELOMPOK 3
Golongan : Rabu Pagi
ASISTEN: Adelin Junita P
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Salah satu dari reaksi-reaksi matematis yang tidak disertai
perubahan valensi adalah reaksi pembentukan kompleks. Penetapan
kualitatif yang berdasarkan reaksi komlpeks disebut kompleksometri.
Kompleksometri disebut juga dengan kelatometri. Kompleksometri
merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengompleks,
membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi-reaksi pembentukan kompleks
atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga
banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup
luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan
pada titrasi.(1)
Reaksi pembentukan kompleks antara ion logam dengan EDTA
sangat peka terhadap pH. Karena reaksi pembentukan kompleks selalu
dilepaskan H+ maka (H+) didalam larutan akan meningkat walaupun
sedikit. Akan tetapi yang sedikit ini akan berakibat menurunnya stabilitas
kompleks pada suasana tersebut (reaksi ini dapat berjalan pada suasana
asam, netral dan alkalis). Untuk menghindari hal tersebut, maka perlu
diberikan penahan (buffer). Sebagai larutan buffer yang dapat langsung
digunakan dengan campuran NH4Cl dan NH4OH. Indikator untuk
menetukan titik akhir titrasi adalah EBT (Erichrom Black T). Satuan yang
digunakan molaritas.
EBT dipakai untuk titrasi dengan suasana pH = 7-11, untuk
penetapan kadar dari logam Cu, Al, Fe, Co, Ni, Pt dipakai cara titrasi tidak
langsung, sebab ikatan kompleks antara logam tersebut dengan EBT
cukup stabil. EBT yang ditambahkan kedalam larutan ZnSO4 yang telah
ditambahkan buffer menghasilkan ZnEBT yang berwarna merah anggur.
Raeaksi dengan EDTA yang dititrasi menghasilkan perubahan warna dari
merah anggur ke biru.(2)
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan
EDTA, merupakan salah satu jenis asam amino polikarboksilat. EDTA
sebenaranya adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan
suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya
atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom
koordinasi permolekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asam
etilen adiamina tetra asetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen
penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul.(4)
I.2 Maksud dan Tujuan
I.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami penentuan kadar suatu sampel dengan
cara titrimetri.
I.2.2 Tujuan percobaan
Menentukan kadar dari ZnSO4 dan MgSO4 dengan metode
kompleksometri.
I.3 Prinsip percobaan
Penentuan kadar ZnSO4 dan MgSO4 dengan menggunakan metode
kompleksometri dengan titran Na2EDTA, menggunakan indikator EBT
(Hitam Eriokrom T) dengan titik akhir titrasi dicapai pada saat larutan
berubah warna dari merah jambu menjadi biru tua.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Reaksi kompleksan dengan suatu ion logam, melibatkan
penggantian satu molekul pelarut atau lebih yang terkoordinasi dengan
gugus-gugus nukleofilik lain. Gugus-gugus yang terikat pada ion pusat
disebut ligan.
M(H2O)n + L → M(H2O)n-1L + H2O
Di sini ligan dapat berupa sebuah molekul netral atau sebuah ion
bermuatan, dengan penggantian molekul-molekul air berturut-turut
selanjutnya dapat terjadi, sampai terbentuk kompleks MLn; n adalah
bilangan koordinasi dari ion logam itu dan menyatakan jumlah maksimum
ligan monodentat yang dapat terikat padanya.(1)
Reaksi pembentukan sebuah kompleks disebut sebagai reaksi
asam-basa lewis. Asam Lewis adalah penerima elektron dan basa Lewis
adalah penyumbang elektron. Ikatan yang terbentuk di antara ion logam
pusat dengan ligan biasanya kovalen, namun dalam beberapa kasus
interaksinya mungkin hanya sebuah daya tarik coulomb. Beberapa
kompleks menjalani reaksi penggantian secara cepat sekali dan
kompleksnya disebut labil. Beberapa kompleks hanya menjalani reaksi
subtitusi dengan begitu lambat dan disebut nonlabil atau inert.(2)
Jenis-jenis titrasi EDTA:(2)
1. Titrasi langsung, larutan yang mengandung ion logam yang akan
ditetapakan dibufferkan sampai ke pH yang dikehendaki dan titrasi
langsung dengan larutan EDTA standar.
2. Titrasi balik, banyak logam tak dapat dititrasi langsung. Mereka
mungkin mengendap dari dalam larutan dalam jangkau pH yang perlu
untuk titrasi atau membentuk kompleks yang inert atau indikator yang
sesuai tidak tersedia. Maka, ditambahakan larutan EDTA berlebih ,
dibuffer sampai pH yang dikehendaki dan kelebihan reagensi dititrasi
balik dengan suatu larutan ion logam standar.
3. Titrasi subtitusi, digunakan untuk ion logam yang tidak bereaksi
dengan indikator logam atau untuk ion logam yang membentuk
kompleks EDTA yang lebih stabil dari pada kompleks EDTA dari
logam-logam lainnya.
4. Titrasi alkalimetri, bila suatu larutan Na2H2Y ditambahkan pada larutan
yang mengandung ion logam, terbentuk kompleks dengan
pembebasan 2 ekuivalen ion hidrogen. Ion hidrogen yang bebas dapat
dititrasi dengan laritan NaOH dengan indikator asam-basa.
5. Titrasi tidak langsung, dimana suatu sampel terlebih dahulu
direaksikan(umumnya endapan) dengan suatu logam yang dapat
dititrasi dengan EDTA lalu endapan diubah dengan EDTA sehingga
endapan larut dengan bentuk kompleks.
Macam-macam indikator ion logam adalah :
1. Mureksida adalah garam ammonium dari asam purpurat, dan
anionnya mempunyai struktur
Mureksida dapat digunakan untuk titrasi langsung dengan EDTA
terhadap kalsium pada pH = 11; perubahan warna pada titik akhir
adalah dari merah menjadi violet biru, tetapi jauh dari ideal.
Perubahan warna pada titrasi langsungdari nikel pada pH 10-11
adalah dari kuning menjadi violet biru.
Gambar 1 : Struktur mureksida
Larutan indikator ini dapat disiapkan dengan mensuspensikan 0,5 g
gram zat warna yang telah dijadikan bubuk dalam air, dikocok
dengan seksama, dan membiarkan bagian – bagian yang tak
melarut untuk mengendap (mengendap turun). Cairan supernatant
yang jenuh digunakan untuk titrasi. (1) .
2. Hitam Solokrom (Hitam Eriokrom T). Zat ini adalah natrium 1-(1-
hodroksi-2-naftilazo)-6-nitro-2-naftol-4-sulfonat(II); dan mempunyai
acuan Indeks Warna C.I.14645. Dalam larutan yang sangat asam,
zat warna itu cenderung untuk berpolimerisasi menjadi produk yang
coklat-merah, dan akibatnya indikator itu jarang digunakan dalam
titrasi EDTA dari larutan-larutan yang lebih asam daripada pH =
6,5.
Gambar 2 : Struktur Hitam Eriokrom T
Gugus asam sulfonat itu menyerahkan protonnya lama sebelum
jangkau pH 7-12, yang merupakan perhatian paling utama bagi
penggunaan indikator ion logam. Kedua nilai pK untuk atom-atom
hidrogen ini masing-masing adalah 6,3 dan 11,5. Di bawah pH =
5,5, larutan Hitam Solokrom (Hitam Eriokrom T) adalah merah
(disebabkan oleh H2D-), anatara pH 7 dan 11 warnanya biru
(disebabkan oleh HD2-), dan di atas pH = 11,5 ia berwaarna jingga-
kekuningan (disebabkan oleh D3-). Dalam jangkau pH 7-11,
penambahan garam logam mengjhasilkan perubahan warna yang
cemerlang dari biru menjadi merah. (1)
3. Indikator Patton dan Reeder adalah asam 2-hidroksil-1-(2-hidroksi-
4-sulfat-1-naftilazo)-3-naftoat(III); nama ini boleh disingkat menjadi
HHSNNA. Penggunaannya yang utama adalah dalam titrasi
langsung dari kalsium; terutama dengan adanya magnesium.
Perubahan warna yang tajam dari merah angur menjadi biru murni
diperoleh bila ion-ion kalsium dititrasi dengan EDTA pada nilai pH
antara 12 dan 14 (1).
.
Gambar 3 : Struktur Patton dan Reeder
Biru tua Solokrom atau kalkon kadang-kadang dsb Hitam Eriokrom
RC; zat ini sebenarnya adalah Natrium 1-(2-Hidroksi-1-naftilazo)-2-
nafto-4-sulfonat. Zat warna ini mempunyai 2 atom hydrogen fenolat
yang dapat terionisasi, proton-proton ini, terionisasi secara bertahap
dengan pK masing-masing 7,4 dan 13,5. Suatu penerapan penting dari
indicator ini adalah pada titrasi kalsium secara kompleksometri dengan
adanya magnesium; ini harus dilakukan pada pH kira-kira 12,3
(misalnya, yang diperoleh dengan suatu buffer dietilamina). Pada
kondisi-kondisi ini, magnesium diendapkan secara kuantitatif sebagai
hidroksidanya. Perubahan warna adalah dari merah jambu menjadi
biru murni (1).
Gambar 3 : Struktur Biru tua Solokrom
4. Kalmagit. Indikator ini, asam 1-(1-hidroksil-4-metil-2-fenilazo)-2-
naftaol-4-sulfonat (V), mempunyai perubahan warna yang sama
seperti hitam solokrom (Hitam Eriokrom T), tetapi perubahan
warnyanya agak lebih jelas dan tajam. Suatu keuntungan yang
penting adalah bahwa larutan-air indicator itu stabil hamper tanpa
batas waktu. Zat ini digunakan sebagai ganti Hitam Solokrom
(HItam eriokrom T) tanpa mengubah eksperimen untuk titrasi
kalsium ditambah magnesium.
Gambar 4 : Struktur Kalmagit
Kalmagit berfungsi sebagai suatu indicator asam basa :
Warna biru dari Kalmagit pada pH = 10 berubah menjadi merah dengan
penambahan ion magnesium, dan perubahan ini adalah reversible :
Ini merupakan dasara dari aksi indikator itu dalam titrasi EDTA. pH =
10 dicapai dengan menggunakan campuran buffer larutan amonia-
amonium klorida dalam air(1).
5. Kalsikrom (calcichcrome) . Indikator ini, asam siklotris-7-(-1-1azo-8-
hidroksinaftalena-3,6-disulfat) (VI), adalah ;uar biasa, karena
mempunya stuktur lingkara, dan sangat selektif untuk kalsium. Zat
ini sebenarnya tidak begitu sesuai sebagai indikator untuk titrasi
EDTA, karena perubahan warnanya tidak begitu tajam, tetapi jika
EDTA diganti dengan CDTA, maka indikator ini memberi hasil yang
baik untuk kalsium dengan adanya banyak barium dan sedikit
strontium(1) .
Gambar 5 : Struktur Kalsikrom
6. Hitam Sulfon F Permanen . Zat warna ini adalah garam natrium dari
asam 1-hidroksi-8-(2-hidroksinaftilazo)-2-(sulfonaftilazo)-3,6-disulfat
(VII). Reaksi warnanya boleh dikatakan spesifik untuk ion tembaga.
Dalam larutan amoniakal, zat ini membentuk kompleks hanya
dengan tembaga dan nikel; adanya amonia atau piridina diperlukan
untuk pembentukan warna. Pada titrasi langsung tembaga dalam
larutan amoniakal, perubahan warna pada titik akhir adalah dari
magenta (ungu kemerahan) atau (bergantung pada konsentrasi
ion-ion tembaga (II) biru pucat, menjadi hijau terang.(1)
Gambar 6 : Struktur Hitam Sulfon F Permanen
7. Violet Katekol (Catechol Violet). Indikator ini juga dinamakan Violet
Pirokatekol (Pyrocatechol Violet), adalah sulfonftalein (VIII). Ia juga
memiliki sifat indikator asam basa.(H4D). Larutan air (dari) Violet
Katekol berwarna kuning; pada pH di bawah 1,5 warnanya merah;
ia berwarna kuning antara pH = 2 dan 6 (anion H3D-), pada pH = 7
berwarna violet (anion H2D2-), dan diatas pH = 10, warnanya biru
( anion D4-). Perubahan warna ini disebabkan oleh ionisasi
berangsur-angdur dari gugus-gugus hidroksil. Larutan biru yang
sangat basa tidak stabil, dan warnanya cukup cepat hilang,
mungkin disebabkan oleh oksidasi oleh atmosfer.
Gambar 7 : Struktur Violet Katekol
Violet Katekol membentuk senyawaan berwarna (biasanya biru
atau biru-hijau) dengan banyak logam; yang paling stabil dari
kompleks-kompleks ini terbenuuk dalam jangkau pH 2-6, sehingga
terjadi perubahan warna yang tajam dan kuning menjadi biru, bila
kation tertentu (misalnya, kation bismut dan torium) ditambahkan
kepada larutan indikator.(1)
8. Merah Bromopirogalol (Bromopyrogalol Red). Indikator ion logam
ini adalah dibromopirogalol sulfonftalein (IX), dan lebih tahan
terhadap oksidasi ketimbang Violet Katekol; zat ini juga memiliki
sifat kuning-jinggadalam larutan yang sagat asam, merah anggur
dalam larutan yang hampir netral, dan violet sampai biru dalam
larutan basa. Zat warna ini membentuk kompleks-kompleks
berwarna dengan banyak kation. Ia sangat berharga untuk
penetapan, antar lain, bismut (pH = 2-3, larutan asam nitrat; titik
akhir biru ke merah anggur) (1).
Gambar 8 : Struktur Merah Bromopirogalol
9. Jingga Xilenol (Xylenol Orange) . Indikator ini, yang dibuat dengan
kondensasi o-kresolsulfonftalein (Merah Kresol) dengan
formaldehida dan asam iminodiasetat, adalah 3,3′-bis[N,N-
di(karboksimetil)-aminometil)]-o-kresolsulfonftalein (X). Zat warna
ini tetap mempertahankan sifat asam-basa (dari) Merah Kresol dan
memperlihatkan sifat-sifat indikator logam, bahkan dalam larutan
yang asam (pH = 3-5).Larutan asam (dari) indikator ini, berwarna
kuning-lemon dan larutan kompleks logamnya berwarna merah
kuat. (1)
Gambar 9 : Struktur Jingga Xilenol
Masking agent adalah larutan yang dapat menyembunyikan logamakibat kompleks
yang kuat. Kadangkala kompleks yang terlalu kuat terbentuk denganEBT pada titrasi
langsung. Kemudian bila sebaliknya, kompleks logam indikator adalah lemah, maka
EDTA dapat ditambahkan berlebih, kemudian dititrasi balik dengan larutan standar.
Bila EDTA ditambahkan pada larutan Ca2+, maka akan diperoleh Ca(EDTA)2, yang
kemudian dapat membentuk kompleks berwarna birumuda dengan EBT yang dititrasi
dengan titran EDTA. Oleh karena itu, pada saat penambahan EDTA, harus
diperhatikan pH larutan, maupun masking agent nya(1).
II.2 Uraian Bahan
1. Aquadest (4)
Nama resmi : Aquadestillata
Nama lain : Aquadest
RM/BM : H2O/18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak berasa.
Kegunaan : Sebagai pelarut
2. Seng sulfat (4)
Nama resmi : Zinci sufas
Nama lain : Seng sulfat
RM / BM : ZnSO4.7H2O/ 287,54
Pemerian : Hablur transparan ; tidak berwarna ; tidak
berbau ; rasa sepat dan mirip logam,
sedikit merapuh
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, larut dalam
etanol 95%, mudah larut dalam gliserol
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai sampel
persyaratan kadar : Tidak kurang dari 55,6 % dan tidak lebih dari
61,0% ZnSO4
3. Dinatrium edetat (5)
Nama resmi : Dinatrium etilen diamina tetra asetat
RM/BM : C10H14N2NO2O8/ 372,24
RB : CHO3COOH CH3COOH
NCH2CH2N .2Na
CHO3COOH CH3COOH
Pemerian : Serbuk hablur putih
Kelarutan : Larut dalam air
Kegunaan : Sebagai titran
4. Hitam eriokrom (4)
Nama resmi : Hitam mordan
Natrium 1-(1-hodroksi-2-naftelazo)-5-nitro-2
naftol-4-sulfanol
RM : C20H12N3NaO7S
Pemerian : Serbuk, hitam kecoklatan
RB :
Kelarutan : larut dalam air panas, dalam etanol (95%)P
dan metanol P.
Kegunaan : Sebagai indikator
5. Magnesium sulfat (4)
Nama resmi : Magnesii sulfas
Nama lain : Magnesium sulfat
RM / BM : MgSO4.7H2O / 246,47
Pemerian : Hablur; tidak berwarna; tidak berbau; rasa
dingin;asin dan pahit. Dalam udara kering dan
panas merapuh.
Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air; agak sukar larut
dalam etanol (95%) P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai sampel
Persyaratan kadar : Tidak kurang dari 99,0% MgSO4.
N N
OHOH
Na+SO3-
NO2
6. Natrium hidroksida
Nama Resmi : NATRII HYDROXIDUM
Nama lain : Natrium hidroksida, Hydrat natricus, Natron
caoticum, soda api, caustic soda, bijtende
natron.
RM/BM : NaOH/40,00
Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau
keping, kering, keras, rapuh dan menunjukkan
susunan hablur, putih, mudah meleleh basah,
sangat alkalis dan korosif, segera
menyerap karbondioksida.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam
etanol (95%).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
7. Amonia
Nama resmi : AMMONIA
Nama lain : Amonia
RM / BM : NH4OH / 35,05
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, dan menusuk kuat
Kelarutan : Mudah larut dalam air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan ditempat sejuk
Kegunaan : Sebagai dapar pH 10
II.3 Prosedur Kerja
1. Seng sulfat
a. Larutkan 0,200 g dalam 5 ml asam asetat P. tentukan hasil
kompleksometri dari zink (6)
1 ml dinatrium edetat 0,1 M setara dengan 28,75 mg ZnSO4.7 H2O
b. Timbang seksama 300 mg, larutkan dalam 100 ml air.
Tambahkan 5 ml larutan dapar ammonia, ammonium klorida P
dan 0,1 mk larutan hitam eriokrom p. titrasi dengan dinatrium
edetat 0,05 M hingga warna biru tua (4)
1 ml dinatrium edetat 0,05 M setara dengan 8,072 mg ZnSO4
c. Timbang seksama sejumlah zat setara dengan lebih kurang 170
mg ZnSO4, larutkan dalam air 100 ml. tambahkan 5 ml larutan
dapat ammonium hidroksida, ammonium korida LP ,dan 0,1 ml
LV hingga eriokrom biru tua (5)
1 ml dinatrium edetat 0,05 setara dengan 8,072 mg ZnSO4
2. Magnesium sulfat
a. Larutkan 0,450 g dalam 100 l air P, dan tentukan dengan
metode kompleksometri (6)
1 ml NaEDTA 0,1 M setara dengan 12,04 mg MgSO4
b. Timbang seksama 250 mg sisa yang diperoleh pada penetapan
susut pengeringan. Larutan dalam 100 ml air, tambahkan asam
klorida encer P secukupnya hingga pH 7,0 . tambahkan 5 ml
larutan dapar ammonia P dan 0,15 ml larutan hitam eriokrom P
titrasi dengan natrium edetat 0,005 hingga warna biru(4)
1 ml dinatrium edetat 0,05 M setara dengan 6,618 mg MgSO4
c. Timbang seksama lebih kurang 250 mg residu yang diperoleh
pada penetapan susul pemijaran, larutkan dalam 100 ml,
tambahkan sedikit asam klorida 3 N hingga larutan jernih. Atur
hingga pH 7 pada penambahan NaOH 1 N menggunakan krtas
indicator pH tambahkan 5 ml dapar ammonia , ammonium
klorida LP dan 0,15 ml hitam eriokrom, titrasi dengan dinatrium
edetat 0,05 M LV sampai warna biru (5)
1 ml dinatrium edtat 0,05 M seara dengan 6,018 mg MgSO4
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Alat yang akan digunakan adalah botol semprot, buret, Erlenmeyer,
gelas ukur, pipet tetes, sendok tanduk, pipet volume, baskom, sikat
tabung, neraca analitik, dan gelas arloji.
III.1.2 Bahan
Bahan yang akan digunakan adalah ZnSO4, MgSO4, NaOH encer
HCl, aluminium foil, kertas saring,dapar ammonia pH 7, dapar pH 10 ,
indokator EBT dan Na2EDTA
III.2 Cara Kerja
1. ZnSO4
-
- Sediakan alat dan bahan
- Sampel dimasukkan dalam Erlenmeyer
- Air irigasi ditambahkan sebanyak 30 ml
- NaOH ditambahkan tetes demi tetes hingga pH 7
- Dapar ammonia pH 7 ditambahkan sebanyak 5 ml
- Indikator EBT ditambahkan
- Larutan sampel dititrasi dengan Na2EDTA
2. MgSO4
(a) - Alat dan bahan disediakan
- Sampel dimasukkan dalam Erlenmeyer
- Air irigasi ditambahkan sebanyak 20 ml
- NaOH encer ditambah hingga pH 10
- Dapar pH 10 ditambahkan sebanyak 5 ml
- Na2EDTA ditambahkan sebanyak 18 ml dari buret
- Indikator EBT ditambahkan sebanyak 3 tetes
- Larutan sampel dititrasi dengan ZnSO4
(b) - Alat dan bahan disediakan
- Sampel dimasukkan dalam Erlenmeyer
- Air irigasi ditambahkan sebanyak 25 ml
- NaOH ditambahkan hingga pH 7
- Dapar ammonia ditambahkan sebanyak 5 ml
- Indikator EBT ditambahkan
- Larutan sampel di titrasi dengan Na2EDTA
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Data Hasil Pengamatan
Kelompok Sampel Vt Nt Bs
Nn 3,75 3,75 0,059 57
3 15,9 15,9 0,059 70
2 4,8 4,8 0,059 79
IV.2 Perhitungan
1. Kelompok 2 MgSO4 (b)
% kadar =
=
= 43,13 %
BE =
= = 123,23
% kadar =
=
= 44,17%
Bobot praktek = Vt x Nt x BE
=
= 34,89
% kadar =
=
= 44,17 %
Bobot praktek = Vt x Nt x BE
=4,8 x 0,059 x 123,23
= 34,89
2. Kelompok 3 MgSO4 (a)
% kadar =
= %
= 161,29 %
BE =
=
= 123,23
% kadar =
=
= 165,14%
Bobot praktek = Vt x Nt x BE
=
= 115,60
% kadar =
=
= 165,14 %
3. Kelompok dadakan ZnSO4
% kadar =
=
= 110,98 %
BE =
=
= 143,77
% kadar =
=
= 55,80%
Bobot praktek = Vt x Nt x BE
=3,75 x 0,059 x 143,77
= 31,80
% kadar =
=
= 55,80
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam praktikum kali ini dilakukan titrasi kompleksometri untuk penentuan
kadar dari ZnSO4 dengan menggunakan komplekson III (dinatrium-EDTA)
dan menggunakan bantuan indikator eriochrome black T (EBT) untuk
penentuan titik akhir titrasi. Zat pengkhelat atau komplekson yang
digunakan pada praktikum ini adalah dinatrium EDTA yang merupakan
bentuk garam dari asam etilene diamin tetraasetat yang mempunyai aksi
mengkompleks yang sangat kuat dan banyak tersedia.
Jenis titrasi yang dilakukan adalah titrasi langsung, dimana ion
logam yang ada dalam larutan dititrasi langsung dengan larutan dinatrium-
EDTA dengan menggunakan indikator eriochrome black T (EBT).
Pada saat titrasi pH larutan harus terus dijaga oleh karenanya
diberikan larutan dapar amonia pH 10. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya perubahan warna indikator logam yang digunakan
eriochrome black T (EBT) adalah tergantung pada proses serah terima
proton pada gugus asam sulfonat yang akan menghasilkan perubahan
warna yang berbeda pada pH tertentu. Oleh karenanya dilakukan
pemberian larutan dapar amonia pH 10 agar perubahan warna dari ungu
menjadi biru tua (yang dijadikan sebagai titik akhir titrasi) dapat tercapai.
Selain itu pH larutan dijaga agar tetap basa, dikarenakan kompleks EDTA
akan mencapai kestabilan dengan ion logam divalen (Zn2+ adalah logam
divalen) pada suasana basa atau sedikit asam. Selain itu fungsi dapar
adalah untuk mempertahankan pH dengan penambahan sedikit asam
atau sedikit basa
Setelah larutan ZnSO4 ditambahkan larutan dapar amonia pH 10
dan kemudian ditambahkan dengan indikator logam hitam eriokrom, maka
indikator hitam eriokrom akan terdisosiasi melepaskan dua atom
hidrogennya dan mengikat ion Zn2+ yang ada dalam air dan segera
membentuk kompleks Zn2+-indikator hitam eriokrom. Kestabilan kompleks
ini cukup tinggi akan tetapi lebih stabil jika dibandingkan dengan kompleks
antara Zn2+ dengan dinatrium EDTA.
Pada reaksi kompleks indikator logam beraksi dengan dinatrium
EDTA yang menghasilkan perubahan warna pada larutan dari ungu
menjadi biru, dimana ion Na+ pada dinatrium EDTA terlepas dan berikatan
dengan O- sehingga terbentuk ONa dan ion Na yang satu juga terlepas
dan berikatan dengan ion SO4 sehingga terbentuk NaSO4, dan Zn juga
berikatan dengan SO4 sehingga terbentuk ZnSO4.
Pada Farmakope Indonesia III kadar dari ZnSO4 adalah tidak kurang
dari 99% dan tidak lebih dari 108,7% dan jika dibandingkan dengan hasil
praktikum yaitu110,98 % maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
pecobaan ini %kadar dari ZnSO4 tidak sesuai dengan Farmakope
Indonesia.
Pada penetapan kadar MgSO4 dilakukan dengan melarutkan sampel
dalam air irigasi.. Digunakan air irigasi agar tidak ada mineral mineral
yang dapat bereaksi dengan titran atau sampel. Kemudian ditambahkan
NaOH dan dapar ammonia . Ditambahkan dapar ammonia agar pH
menjadi 10, pH dibuat 10 sebab logam alkali tanah tidak stabil pada pH
rendah. Kemudian , ditambahkan indikator EBT dan dititrasi dengan
Na2EDTA. Kadar MgSO4 pada percobaan ini adalah 165,14 %
BAB VI
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan maka diperoleh bahwa kadar MgSO4 adalah
165,14 % dan ZnSO4 adalah 110,98%
V.2 Saran
Kalau bisa ruangan laboratorium diperluas dan alat yang digunakan
dalam praktikum diperbanyak
DAFTAR PUSTAKA
1. Basset,J,dkk. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik
edisi Empat. EGC. Jakarta. .Hal: 299,310-311,316-323
2. Day,R.A, Underwood,A.L. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
.Hal: 193
3. Wunas, Yeanny, Susanti. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif.
Universitas Hasanuddin. Makassar. 2010. Hal. 182-184
4. Dirjen POM. Farmakope Indonesia edisi Tiga. Depkes RI. Jakarta.Hal
1979.96,329-330,354-355,637,638,683
5. Dirjen POM. Farmakope Indonesia edisi Empat. Depkes RI.
Jakarta.Hal 1995.517,836-837
6. The department of health. Brihtish Pharmacopeia volume I dan II. The
stationery office. London. 2010.Hal 2396