library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2doc/2012-1... · web viewdengan...

29
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Definisi Konsep Diri Menurut Rogers (1959) bayi mulai mengembangkan konsep diri yang samar, ketika sebagian dari pengalamannya menjadi personalisasi, dan dibedakan ke dalam kesadaran sebagai pengalaman “saya” atau “aku”. Bayi secara bertahap menjadi sadar akan identitasnya sendiri, dikarenakan mereka mulai belajar tentang apa yang mereka rasakan baik dan apa yang mereka rasakan buruk, apa yang mereka rasakan menyenangkan dan apa yang mereka rasakan tidak menyenangkan, kemudian mereka akan mulai mengevaluasi pengalamannya sebagai suatu yang positif atau negatif (dalam Feist & Feist, 2009). Rogers (1959) juga mengemukakan bahwa konsep diri mencakup semua aspek-aspek untuk menjadi individu, dan pengalaman seseorang yang dirasakan sebagai suatu kesadaran (meskipun tidak selalu akurat) oleh individu (dalam Feist & Feist, 2009). Menurut Rogers (1959 dalam Feist & Feist, 2009), begitu orang membentuk konsep dirinya, ia menemukan

Upload: others

Post on 02-Mar-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-1... · Web viewDengan demikian, Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri seseorang, dapat

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diri

2.1.1 Definisi Konsep Diri

Menurut Rogers (1959) bayi mulai mengembangkan konsep diri yang

samar, ketika sebagian dari pengalamannya menjadi personalisasi, dan

dibedakan ke dalam kesadaran sebagai pengalaman “saya” atau “aku”. Bayi

secara bertahap menjadi sadar akan identitasnya sendiri, dikarenakan mereka

mulai belajar tentang apa yang mereka rasakan baik dan apa yang mereka

rasakan buruk, apa yang mereka rasakan menyenangkan dan apa yang mereka

rasakan tidak menyenangkan, kemudian mereka akan mulai mengevaluasi

pengalamannya sebagai suatu yang positif atau negatif (dalam Feist & Feist,

2009).

Rogers (1959) juga mengemukakan bahwa konsep diri mencakup

semua aspek-aspek untuk menjadi individu, dan pengalaman seseorang yang

dirasakan sebagai suatu kesadaran (meskipun tidak selalu akurat) oleh individu

(dalam Feist & Feist, 2009).

Menurut Rogers (1959 dalam Feist & Feist, 2009), begitu orang

membentuk konsep dirinya, ia menemukan perubahaan, dan pembelajaran yang

cukup signifikan kesulitannya, dimana pengalaman yang tidak konsisten dengan

konsep diri, biasanya ditolak ataupun diterima dalam bentuk terdistorsi. Rogers

(1959, dalam Mischel, Shoda, & Smith, 2004), mengemukakan bahwa konsep

diri itu mempengaruhi persepsi dan perilaku seseorang.

Page 2: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-1... · Web viewDengan demikian, Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri seseorang, dapat

Konsep diri didefinisikan sebagai totalitas dari pemikiran individu dan

perasaan memiliki referensi untuk dirinya sendiri sebagai obyek. Ini adalah

persepsi individu dari dan perasaan terhadap dirinya sendiri. Dengan kata lain,

konsep diri individu terdiri dari sikap individu terhadap diri yang individu itu

pegang (Hawkins, Mothersbaugh, & Best, 2007).

Senada dengan pendapat diatas, Papalia, Olds, dan Feldman (2007 :

279), berpendapat bahwa “the self concept is our total image of ourselves”. Hal

ini dimaksud adalah hal yang kita percaya tentang diri kita sendiri, atau yang

dikatakan sebagai gambaran dari kemampuan dan sifat, dan hal ini juga

merupakan a cognitive construction, yang merupakan sebuah sistem

representasi deskriptif dan evaluatif tentang diri. Jadi, self concept adalah rasa

terhadap diri, dimana merupakan gambaran deksriptif dan evaluatif mental

terhadap kemampuan dan sifat-sifat seseorang (Papalia, Olds, dan Feldman

(2007).

Pendapat lain juga dikemukakan oleh Johnson-Pynn, dkk (2003 dalam

Beheshtifar & Nezhad, 2012), memyatakan bahwa seseorang menggambarkan

individu tertentu dalam berbagai karakter kepribadian, ketika karakter ini

diterapkan secara konsisten, maka individu tersebut menerima dirinya sebagai

deskripsi tentang dirinya (Kimani, dkk (2009) dalam Beheshtifar & Nezhad,

2012).

Sementara itu, Santrock (2008 dalam Zastrow & Ashman, 2010),

mengemukakan bahwa konsep diri merujuk pada perasaan positif dan negatif,

dimana perasaan ini menunjukkan dirinya. Konsep diri dikenal dengan istilah

citra diri (self image), kesadaran diri (sense of self), harga diri (Self esteem),

identitas diri (Self identity) (Zastrow & Ashman, 2010),.

Page 3: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-1... · Web viewDengan demikian, Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri seseorang, dapat

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

konsep diri merupakan suatu konsep yang dimiliki oleh seorang individu tentang

dirinya sendiri, serta menjadi pedoman seseorang dalam bertindak. Konsep diri

menjadi faktor yang mendorong seseorang dalam memutuskan suatu pembelian,

dimana dalam diri seseorang memiliki kebutuhan, dan kepuasaan yang

dimilikinya, sehingga hal ini membentuk perilaku konsumtif individu.

2.1.2 Pembentukan Konsep Diri

Murmanto (2007), menjelaskan bahwa proses pembentukan konsep diri

dimulai sejak masih kecil, dan masa kritis pembentukan konsep diri seseorang

berada saat anak masuk sekolah dasar. Individu tidak lahir dengan konsep diri.

Konsep diri terbentuk seiring dengan perkembangan hidup individu. Konsep diri

merupakan suatu faktor yang dipelajari oleh seseorang, yang terbentuk dan

pengalaman seseorang dalam berhubungan dengan orang lain. Sumber

informasi mengenai konsep diri seseorang dapat diperoleh melalui interaksinya

dengan orang lain, yaitu orang tua, teman sebaya, dan masyarakat (Isabella,

2011). Menurut Subadi, dkk (1986 dalam Pardede 2008) konsep diri bukanlah

faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk

dari pengalaman individu tersebut dalam berhubungan atau berinteraksi dengan

individu lain. Pendapat yang dikemukakan diatas, serupa dengan apa yang

dikemukakan oleh Wong, dkk., (2002), bahwa konsep diri tidak ada saat lahir,

tetapi berkembang perlahan-lahan sebagai hasil pengalaman unik diri sendiri.

Kasih (2008:38), juga berpendapat bahwa “konsep diri itu terbentuk

karena adanya interaksi individu dengan orang-orang disekitarnya. Apa yang

dipersepsi orang lain mengenai diri seseorang tidak terlepas dari struktur, peran,

dan status sosial yang disandang individu, dimana struktur, peran, dan status

sosial merupakan gejala yang dihasilkan dari adanya interaksi individu yang satu

Page 4: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-1... · Web viewDengan demikian, Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri seseorang, dapat

dengan individu lain, antara individu dan kelompok, atau antara kelompok dan

kelompok”.

Konsep diri dibentuk dari kepercayaan dan sikap yang dipegang, yang

berkaitan dengan diri sendiri, dimana konsep diri menentukan siapakah diri kita

seperti yang kita pikirkan, apa yang kita lakukan, dan apa yang akan terjadi pada

diri kita dimasa depan (Yahaya, 2008).

Rasa terhadap diri sendiri juga memiliki aspek sosial: anak

menggabungkan pertumbuhan citra diri (self image) mereka dengan pemahaman

mereka terhadap apa yang mereka lihat dalam bentuk lainnya. Gambaran diri

mulai muncul ketika pada masa balita, dimana anak-anak mulai

mengembangkan kesadaran diri. Konsep diri menjadi lebih jelas dan lebih

menarik, apabila dilihat sebagai keuntungan yang dicapai seseorang dalam

kemampuan kognitif dan dalam berhubungan dengan tugas-tugas pada masa

perkembangan kanak-kanak, remaja, dan hingga dewasa (Papalia, Olds, &

Feldman, 2007).

Sedangkan McClun dan Merrell (1998) menyatakan bahwa konsep diri

juga tidak ada dalam ruang hampa, dikarenakan perkembangan konsep diri ini

dipengaruhi secara signifikan oleh keluarga (dalam Henderson, Dekof, Schwartz,

& Liddle, 2006), akan tetapi konsep diri seseorang juga dapat dipengaruhi oleh

faktor-faktor diluar keluarga, seperti teman-teman (Harter 1999 dalam

Henderson, Dekof, Schwartz, & Liddle, 2006). Hal ini senada dengan Beheshtifar

& Nezhad (2012), mereka menjelaskan bahwa faktor utama yang menentukan

pembentukan konsep diri individu adalah lingkungan serta dengan siapa individu

hidup, dimana mereka memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan

konsep diri seseorang.

Page 5: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-1... · Web viewDengan demikian, Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri seseorang, dapat

Sikap atau respon orang tua dan lingkungan akan menjadi bahan

informasi bagi anak untuk menilai siapa dirinya. Oleh sebab itu, seringkali anak-

anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negatif

ataupun lingkungan yang kurang mendukung, cenderung mempunyai konsep diri

negatif. Jadi, anak menilai dirinya berdasarkan apa yang dialami dan apa yang

diperoleh dari lingkungan. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik dan

positif, maka anak akan merasa dirinya cukup berharga, sehingga tumbuhlah

konsep diri yang positif (Murmanto, 2007). Hal ini senada dengan yang

kemukakan oleh Yahaya (2004) bahwa Konsep diri ada positif maupun negatif

dan tidak terbentuk secara turun-temurun, dimana kepribadian yang dibentuk

merupakan suatu hal yang setara dengan kepercayaan yang ditanam semasa

kecil, dan sebagai pegangan ketika pada masa remaja dan dewasa

Penting untuk diketahui bahwa konsep diri tidak terbatas pada saat ini,

tetapi mencakup diri individu di masa lalu dan masa depan, dimana masa depan

mewakili ide-ide seseorang (individu ingin menjadi), akan tetapi ada

kemungkinan bahwa individu dapat berfungsi sebagai insentif bagi perilaku di

masa depan, juga memberikan evaluatif dan interpretative dalam konteks yang

aktif terhadap diri sendiri (Adetoro 2011 dalam Beheshtifar & Nezhad, 2012).

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Terkait dengan konsep diri yang dimiliki oleh seseorang, Hurlock (1994

dalam Kasih, 2008) mengemukakan beberapa kondisi yang mempengaruhi

konsep diri pada masa kanak-kanak, yaitu: kondisi fisik, bentuk tubuh, nama dan

julukan, status sosial ekonomi, lingkungan sekolah, dukungan sosial,

keberhasilan dan kegagalan, seks dan inteligensi, sedangkan kondisi yang

mempengaruhi konsep diri pada masa remaja, yaitu: usia kematangan,

Page 6: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-1... · Web viewDengan demikian, Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri seseorang, dapat

penampilan diri, kepatutan seks, nama dan julukan, hubungan keluarga, teman

sebaya, kreatifitas, dan cita-cita.

2.1.4 Komponen Konsep Diri

Menurut Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), percaya bahwa konsep

diri terbagi menjadi 3 komponen, antara lain:

1. The View you have of yourself (Self image)

Menurut Rogers (1951 dalam McLeod, 2007), bagaimana kita melihat diri

kita sendiri, dimana ini penting dan baik untuk kesehatan psikologi seseorang.

Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), menjelaskan bahwa ini bukan kebutuhan

untuk merefleksikan diri. Pada level sederhana, kita mungkin mengenali diri kita

sendiri sebagai pribadi yang baik atau buruk, cantik atau jelek. Citra diri

mempunyai pengaruh terhadap bagaimana seseorang berpikir, merasakan, dan

berprilaku didunia ini (McLeod, 2007).

Citra diri adalah cara seseorang melihat dirinya sendiri, dan berpikir

mengenai dirinya sendiri (Gunawan, 2003). Sedangkan Tracy (1993 dalam

Solihudin, 2010) menunjukkan cara individu dalam membayangkan dirinya

sendiri, dan menentukan cara individu bertingkah laku dalam situasi tertentu.

Khun (1960 dalam McLeod, 2008), membagi citra diri menjadi 4 sub

dimensi, yaitu:

a) Physical Description (keterangan fisik): saya tinggi, saya mempunyai

mata berwarna biru, dan lain-lain

b) Social Roles (peran sosial): kita semua adalah makhluk sosial yang

perilakunya dibentuk sampai batas tertentu oleh peran yang kita mainkan.

Peran seperti mahasiswa, ibu rumah tangga, atau anggota tim sepak

bola, ini tidak hanya membantu orang lain untuk mengenali kita, tetapi

Page 7: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-1... · Web viewDengan demikian, Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri seseorang, dapat

juga membantu kita untuk mengetahui apa yang diharapkan dari kita

dalam berbagai situasi (Mcleod, 2008).

c) Personal Traits (sifat pribadi): ini adalah dimensi ketiga dari deskripsi

tentang diri kita: “Saya impulsif.. Saya murah hati.. Saya cenderung

khwatir dengan banyak hal, dan lain-lain (Mcleod, 2008).

d) Existential Statements (laporan eksistensial atau yang abstrak): seperti

“Saya anak alam semesta” untuk “Saya sesorang manusia” untuk “Saya

makhluk spiritual”, dan lain-lain (Mcleod, 2008).

2. How much value you place on yourself (Self esteem or self worth)

Menurut Rogers (1951 dalam McLeod, 2007), apa yang kita pikirkan

tentang diri kita sendiri, dan perasaan harga diri (self worth) berkembang pada

awal masa kanak-kanak dan terbentuk dari interaksi anak dengan ibu dan ayah

nya. Menurut Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), harga diri mengacu pada

sejauh mana kita suka, menerima, atau menyetujui diri kita sendiri atau seberapa

banyak kita menghargai diri kita sendiri. Menurut Tracy (1993 dalam Salihudin,

2010), harga diri adalah seberapa besar seseorang menyukai dirinya sendiri.

Menurut Gunawan (2003), Semakin seseorang menyukai dirinya, menerima

dirinya, dan hormat pada dirinya sendiri sebagai seseorang yang berharga dan

bermakna, maka semakin tinggi harga diri seseorang. Semakin seseorang

merasa sebagai manusia yang berharga, maka seseorang akan semakin

bersikap positif dan merasa bahagia.

Menurut Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), self esteem tinggi, yaitu

seseorang memiliki pandangan yang positif tentang diri kita sendiri, dan hal ini

cenderung menyebabkan:

1. Keyakinan pada kemampuan kita sendiri

2. Penerimaan diri

Page 8: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-1... · Web viewDengan demikian, Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri seseorang, dapat

3. Tidak khawatir tentang apa yang orang lain pikirkan

4. Optimisme

Sedangkan Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), menjelaskan bahwa self

esteem rendah, yaitu seseorang memiliki pandangan negatif terhadap diri kita

sendiri, dan hal ini cenderung menyebabkan:

1. Ketidakpercayaan

2. Ingin menjadi atau terlihat seperti orang lain

3. Selalu mengkhawatirkan apa yang orang lain mungkin pikirkan

4. Pesimisme

3. What you wish you were really like (Ideal self)

Menurut Rogers (1951 dalam McLeod, 2007), diri ideal ini adalah

seseorang yang ingin kita tiru, dimana ini terdiri dari tujuan dan ambisi dalam

hidup, dan dinamis. Diri ideal merupakan gabungan dari semua kualitas, serta

ciri kepribadian orang yang sangat dikagumi atau gambaran dari sosok yang

sangat diinginkan, dan apabila dapat menjadi seperti apa yang diinginkan

(Gunawan, 2003).

Diri ideal berisi semua atribut, biasanya positif seperti setiap orang bercita-

cita untuk menjadi yang diinginkan. Sebuah kesenjangan yang besar antara diri

ideal dan konsep diri menunjukkan ketidaksesuaian dan kepribadian yang tidak

sehat. Individu yang sehat secara psikologis memandang perbedaan kecil antara

konsep diri mereka dengan apa yang mereka idealnya ingin menjadi (Feist &

Feist, 2009).

Menurut Tracy (1993 dalam Solihudin, 2010), bentuk diri ideal akan

menuntun individu dalam membentuk perilaku. Menurut Rogers (1959 dalam

McLeod, 2008), diri ideal seseorang mungkin tidak konsisten dengan apa yang

sebenarnya terjadi dalam kehidupan, dan pengalaman dari orang tersebut,

Page 9: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-1... · Web viewDengan demikian, Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri seseorang, dapat

sehingga perbedaan ini mungkin ada diantara diri ideal seseorang dengan

pengalaman aktual, maka ini disebut ketidaksesuaian (incongruence).

Gambar 2.1 Incongcruence and congcruence self image

Sumber: Rogers (1951 dalam Mcleod, 2007)

Rogers (1959 dalam McLeod, 2008), menjelaskan jika terdapat

ketidaksesuaian antara bagaimana seseorang melihat dirinya (misalnya citra

dirinya), dan apa yang seseorang ingin tiru atau menjadi (misalnya diri ideal),

maka ini kemungkinan akan mempengaruhi seberapa banyak seseorang itu

menghargai dirinya sendiri.

2.1.5 Dimensi Konsep Diri

Konsep diri dapat dibagi menjadi empat bagian dasar, antara lain:

actual versus ideal, and private versus social. Perbedaan actual – ideal mengacu

pada persepsi individu tentang siapa dirinya sekarang (actual self concept) dan

yang saya ingin menjadi (ideal self concept). Private self mengacu pada

bagaimana saya atau ingin menjadi diri saya (private self concept), dan social

self adalah bagaimana saya dilihat oleh orang lain atau bagaimana saya ingin

dilihat oleh orang lain (social self concept) (Hawkins, Mothersbaugh, & Best,

2007).

Page 10: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-1... · Web viewDengan demikian, Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri seseorang, dapat

Tabel 2.1 Dimesions of a Consumer’s Self Concept

Dimensions of Self-Concept

Actual Self-Concept Ideal Self Concept

Private self How I actually see my self

How I would like to see myself

Social self How others actually see me

How I would like others to see me

Sumber: Hawkins, Mothersbaugh, dan Best (2007).

2.1.6 Jenis Konsep Diri

Calhoun dan Acocella (1995 dalam Isabella, 2011), membedakan

konsep diri menjadi 2, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Konsep diri

merupakan bagian diri yang mempengaruhi setiap aspek pengalaman, baik itu

pikiran, perasaan, persepsi, dan tingkah laku individu. Dengan demikian,

Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri seseorang, dapat

dilihat dari tingkah lakunya. Apabila seseorang memiliki konsep diri positif, maka

perilaku yang muncul pun cenderung positif, dan sebaliknya, seseorang yang

menilai dirinya negatif, maka perilaku yang muncul pun cenderung negatif (dalam

Isabella, 2011).

2.1.6.1 Konsep Diri Positif

Santoso (2010:71), mengemukakan bahwa “konsep diri positif

merupakan sebuah sistem operasi yang mempengaruhi mental dan kemampuan

berpikir positif seseorang”. Semakin positif konsep diri seseorang, maka akan

semakin mudah mengarahkan perasaan dan pikirannya kearah positif.

Seseorang yang memiliki konsep diri positif dapat mempengaruhi pola pikir dan

tindakan seseorang dalam kehidupannya”.

Calhoun dan Acocella (1995) Individu yang memiliki konsep diri positif

akan mampu menerima kekurangan dalam dirinya. Ia akan mampu

mengintrospeksi dirinya, dan mampu mengubah dirinya agar menjadi lebih baik,

Page 11: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-1... · Web viewDengan demikian, Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri seseorang, dapat

mampu menata masa depannya dengan sikap optimis sehingga dapat diterima di

tengah masyarakat. Konsep diri yang positif akan menjadi modal individu dalam

merancang kehidupannya dimasa kini maupun masa mendatang. Dengan

konsep diri positif, individu akan memandang positif dirinya maupun orang lain,

sehingga ia akan mendapat umpan balik yang positif pula dari lingkungannya

(dalam Isabella, 2011).

2.1.6.2 Konsep Diri Negatif

Calhoun dan Acocella (1995) membagi konsep diri negatif menjadi 2,

yaitu:

1. Individu memandang dirinya secara acak, tidak teratur, tidak stabil, dan

tidak ada keutuhan diri. Ia tidak mengetahui siapa dirinya, kelemahannya,

kelebihannya, serta apa yang dihargai dalam hidupnya (dalam Isabella,

2011),

2. Kebalikan dari jenis konsep diri negatif yang pertama, individu yang

memiliki konsep diri negatif memandang dirinya terlalu stabil dan terlalu

teratur. Dengan demikian, individu menjadi seorang yang kaku, dan tidak

bisa menerima ide-ide baru yang bermanfaat baginya

Murmanto (2007), konsep diri seseorang dapat dilihat dari sikap

mereka. Konsep diri yang jelek akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri, tidak

berani mencoba hal-hal baru, tidak berani mencoba hal-hal yang menantang,

takut gagal, takut sukses, merasa diri bodoh, rendah diri, merasa tidak berharga,

merasa tidak layak untuk sukses, pesimis, dan masih banyak perilaku inferior

lainnya. Sebaliknya, orang yang konsep dirinya baik, akan selalu optimis, berani

mencoba hal-hal baru, berani sukses, berani gagal, percaya diri, antusias,

merasa diri berharga, berani menetapkan tujuan hidup, bersikap dan berpikir

positif, dan dapat menjadi seorang pemimpin yang handal.

Page 12: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-1... · Web viewDengan demikian, Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri seseorang, dapat

2.1.7 Konsep Diri Independent dan Interdependent

Konsep diri adalah penting dalam semua budaya. Namun, aspek-aspek

diri yang paling berharga dan paling pengaruh pada konsumsi dan perilaku

lainnya bervariasi di seluruh budaya. Para peneliti telah menemukan itu berguna

untuk mengkategorikan konsep diri menjadi dua jenis, independen dan

interdependen, juga disebut sebagai keterpisahan seseorang dan keterhubungan

(Hawkins, Mothersbaugh, & Best, 2007).

Menurut Hawkins, Mothersbaugh, dan Best (2007), konsep diri

independen dan interdependen tidak dikategori secara diskrit, melainkan, mereka

adalah konstruksi yang digunakan untuk menggambarkan ujung-ujung sebuah

kontinum sepanjang yang kebanyakan kebohongan budaya.

2.1.7.1 Konsep Diri Independent

Independent construal of the self didasarkan pada dominan budaya

Barat yang menyatakan bahwa individu terpisah secara inheren. Konsep diri

Independen menekankan tujuan pribadi, karakteristik, prestasi, dan keinginan.

Individu dengan konsep diri yang independen cenderung individualistik,

egosentris, otonom, mandiri, dan mandiri. Mereka mendefinisikan diri mereka

dalam hal apa yang mereka lakukan, apa yang mereka miliki, dan karakteristik

pribadi mereka (Hawkins, Mothersbaugh, & Best, 2007)..

2.1.8.2 Konsep Diri Interdependent

Menurut Hawkins, Mothersbaugh, dan Best (2007), interdependent

construal of the self lebih didasarkan pada keyakinan budaya yang umum di Asia

dalam keterhubungan dasar manusia. Konsep diri interdependen menekankan

hubungan keluarga, budaya, profesional, dan sosial. Individu dengan konsep diri

interdependen cenderung patuh, sociocentric, holistik, terhubung, dan hubungan

yang terorientasi. Mereka mendefinisikan diri mereka dalam hal peran sosial,

Page 13: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-1... · Web viewDengan demikian, Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri seseorang, dapat

hubungan keluarga, dan kesamaan dengan anggota lain dari kelompok mereka

(Hawkins, Mothersbaugh, & Best, 2007).

2.2 Perilaku Konsumtif

2.2.1 Definisi Perilaku Konsumtif

Perilaku lebih mengacu pada tindakan dan respon, dimana kita dapat

mengamatinya secara langsung (Passer dan Smith, 2007). Fromm (1955)

perilaku konsumtif dapat berakibat consumption hungry, yaitu dalam diri individu

memiliki faktor keinginan untuk mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan demi

memenuhi rasa puas dalam dirinya sehingga ini dapat membuat individu itu

menjadi konsumtif.

Titik awal konsumsi didasarkan pada apa yang disebut "simbolisme

konsumen." Motivasi untuk pembelian produk tidak lagi dibatasi oleh fungsinya,

namun implikasi produknya (Nayyab, Javed, Ibraheem, & Safdar, 2011).

Sementara itu, Kardes, dkk (2001; 2004b) mengemukakan bahwa konsumen

membuat kesimpulan melampaui apa yang mereka baca, pengetahuan,

kebutuhan mereka, shingga mereka membuat kesimpulan dalam proses

pembelian yang dapat berdampak pada penilaian (Loken, 2006)

Sedangkan Sumartono (2002 dalam Hotpascaman, 2009), perilaku

konsumtif diartikan sebagai suatu tindakan dalam menggunakan suatu produk

secara tidak tuntas, dimana dimaksudkan bahwa suatu produk belum habis

dipakai, akan tetapi seseorang itu telah menggunakan produk jenis yang sama

dari merek lain atau membeli barang karna adanya iming-iming hadiah yang

ditawarkan atau membeli suatu produk karena banyak orang yang

menggunakannya.

Menurut Soegito (1996) perilaku konsumtif masyarakat Indonesia

tergolong berlebihan, apabila dibandingkan dengan bangsa-bangsa di Asia

Page 14: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-1... · Web viewDengan demikian, Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri seseorang, dapat

Tenggara, dimana keadaan ini dapat dilihat dari rendahnya tingkat tabungan

masyarakat Indonesia dibandingkan negara lain seperti Malaysia, Philipina dan

Singapura. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Indonesia lebih senang

mengunakan uang untuk memenuhi kebutuhan yang tidak penting dengan

berperilaku konsumtif (dalam Parma, 2007).

Van Boven dan Gilovich (2003), menjelaskan bahwa suatu

pengalaman dalam proses pembelian harus dibuat berdasarkan tujuan untuk

memperoleh suatu barang yang baik, maka perlu disesuaikan dengan pola

kebutuhan hidup.

Mantel dan Kardes (1999) juga mengatakan bahwa konsumen itu

tidak selalu termotivasi untuk mempertimbangkan dan membandingkan barang

tersebut bermerek atau tidak, sekalipun mereka mendapatkan informasi akan

barang itu (Wang & Wyer (2002) dalam Loken, 2006). Sedangkan menurut

Posavac, dkk (2004); Hsee & Leclerc (1998), ketika konsumen menbandingkan

suatu merek, pada umumnya mereka berada pada kondisi psikologis dimana ia

memiliki motivasi tinggi dalam menilai merek tersebut (relatif berfokus pada satu

merek) (dalam Loken, 2006).

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat dijelaskan bahwa perilaku

konsumtif adalah tindakan pembelian secara berlebihan. Dalam artian, perilaku

konsumtif ini tidak hanya merupakan perilaku pembelian kebutuhan individu

tetapi juga tindakan pemuasaan diri. Setiap individu cenderung memiliki

kepuasaan dirinya masing-masing.

2.2.2 Indikator Perilaku Konsumtif

1. Pemenuhan keinginan (wants)

Page 15: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-1... · Web viewDengan demikian, Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri seseorang, dapat

“It relieves anxiety, because what one has cannot be taken away; but it is also requires one to consume even more, because previous consumption soon losses its satisfactory character (Fromm, 1976 dalam Woodward, 2007).

Fromm (1976) menjelaskan bahwa konsumen modern itu di

identifikasikan dalam rumusan: saya= apa yang saya punya dan apa yang

saya konsumsi (dalam Woodward, 2007). Rasa puas manusia tidak berhenti

pada satu titik saja, akan tetapi rasa puas itu akan terus meningkat, sehingga

manusia tergolong selalu ingin memenuhi rasa puas itu, meskipun individu itu

harus mengkonsumsi suatu barang atau produk yang tidak memiliki fungsi,

manfaat dan kebutuhan bagi diri individu itu (Fromm, 1955). Ketika individu

dapat memenuhi rasa puas nya atau memenuhi perilaku konsumsi nya akan

suatu produk atau barang, maka hal ini dapat mengurangi rasa kecemasan

dalam diri individu itu dimana kegiatan konsumsi nya telah tercapai (Fromm,

1976 dalam Woodward, 2007).

2. Barang diluar jangkauan

“Acquisition transitory having and using – throwing away (or if possible, profitable exchange for a better mode) new acquisition = constitutes the vicious circle of consumer-buying and today’s motto could indeed be: new is beautiful” Fromm (1976 : 59)

Jika manusia menjadi konsumtif (menggunakan atau mengkonsumsi

secara berlebihan), maka tindakan konsumsi ini menjadi kompulsif dan tidak

rasional. Oleh karena itu, dalam diri individu akan muncul perasaan “belum

lengkap” dan selalu mencari kepuasan dengan mendapatkan barang atau

produk baru (Fromm, 1976).

3. Barang tidak produktif

Page 16: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-1... · Web viewDengan demikian, Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri seseorang, dapat

“...regard to many things, there is not even the prefense of use we acquire them to have:them. We are satisfied with useless possession” Fromm (1955).

.. Menganggap banyak hal, tidak ada bahkan prefense penggunaan kita mendapatkan mereka untuk memiliki: mereka. Kami puas dengan kepemilikan tidak berguna "

Jika pengkonsumsian barang atau berlebihan, maka kegunaan konsumsi

itu sendiri menjadi tidak jelas atau tidak sesuai dengan fungsinya,

sehingga hal ini mengakibatkan barang atau tersebut menjadi tidak

produktif. Ketika individu merasa terpuaskan dengan memiliki barang

atau produk yang diinginkan, akan tetapi pada kenyataan nya bahwa

preferensi dalam pengunaan barang atau produk tersebut sebenarnya

tidak ada (Fromm, 1955).

4. Status

Perilaku individu dapat digolongkan sebagai konsumtif, apabila ia

mengkonsumsi barang atau produk secara berlebihan serta hanya

mementikan status sosial nya di tengah masyarakat. Pada saat ini,

perilaku konsumsi bukan lagi merupakan pengalaman produktif, akan

tetapi telah menjadi suatu pengalaman pemuasan angan-angan saja

dalam mencapai sesuatu (seperti status sosial, kelas sosial, gaya hidup)

yang diinginkannya (Fromm, 1955).

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif

Page 17: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-1... · Web viewDengan demikian, Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri seseorang, dapat

Experiences & acquitions

Needs Needs

Desires

Experiences & acquitions

Gambar 2.2 Overall Model of Consumer Behavior

Sumber: Hawkins, Motherbaugh, dan Mookerjee (2010)

Hawkins, Motherbaugh dan Mookerjee (2010) menyatakan bahwa

setiap individu memiliki pandangan akan dirinya sendiri (konsep diri), dan

individu itu juga mencoba untuk bertahan hidup dengan berbagai cara yang

diberikan oleh sumber daya individu itu sendiri (gaya hidup). Pandangan kita

akan diri kita sendiri dan cara kita untuk bertahan hidup ditentukan oleh faktor

internal (seperti kepribadian kita, nilai, emosi dan memori) dan faktor eksternal

(seperti budaya, usia, pertemanan, keluarga dan sub-budaya). Pandangan kita

akan dirii kita sendiri, serta cara kita untuk bertahan hidup menghasilkan hasrat

dan kebutuhan yang kita bawa untuk orang banyak pada situasi sehari-hari yang

dihadapi. Banyak situasi yang menyebabkan kita sebagai individu untuk

mempertimbangkan perilaku pembelian, dimana keputusan kita dan proses

pembentukan itu akan menjadikan sebuah pembelajaran dan efek yang banyak

EXTERNAL INFLUENCESCultureSubcultureDemograhics Social StatusReference GroupFamilyMarketing Activities

INTERNAL INFLUENCESPerceptionLearningMemoryMotivesPersonalityEmotionsAtitudes

Self-Conceptand

Lifestyle

DECISION PROCESSSituation

Problem Recognition

Information Search

Alternative Evaluation and Selection

Outlet Selection and Purchase

Postpurchase Processes

Page 18: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-1... · Web viewDengan demikian, Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri seseorang, dapat

akan faktor internal dan eksternal yang akan merubah atau memperkuat konsep

diri dan gaya hidup kita sebagai individu.

2.3 Perkembangan Dewasa Muda

Pada tahapan Erikson (1963), mahasiswa/i termasuk dalam tahap

perkembangan dewasa muda (early adulthood). Dewasa adalah saat seseorang

mengambil tanggung jawab dalam pekerjaan dan hubungan sosial (dalam Lahey,

2007). Dewasa bukanlah satu fase kehidupan. Tantangan cinta dewasa, bekerja,

dan bermain berubah jauh selama masa dewasa. Dengan kata lain, dewasa ini

bukan akhir dari proses pembangunan. Perubahan pembangunan terus terjadi

sepanjang masa dewasa (Lahey, 2007).

Menurut Papalia, Olds, dan Feldman (2007), perkembangan dewasa

dibagi menjadi tiga bagian, antara lain: dewasa muda (young adulthood), yang

berada pada rentan usia 20-40 tahun; dewasa menengah (middle adulthood),

yang berada pada rentan usia 40-65 tahun; dan dewasa akhir (late adulthood),

yang berada pada rentan usia diatas 65 tahun. Arnett (dalam Santrock, 2002),

menjelaskan bahwa kedewasaan itu muncul dari proses transisi remaja ke

dewasa (sekitar usia 18-25 tahun) yang melibatkan eksperimen dan eksplorasi.

Menurut Mappiare (1982 dalam Nugroho, 2003), karakteristik yang khas

pada remaja akhir, pada umumnya ditandai dengan stabilitas fisik dan psikis

yang mulai timbul dan meningkat, citra diri, dan sikap pandangan yang lebih

realitas dalam menghadapi masalah secara lebih matang dan perasaan lebih

tenang. Transisi dari remaja ke dewasa menurut Santrock (2002), antara lain:

Page 19: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-1... · Web viewDengan demikian, Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri seseorang, dapat

Tabel 2.2 The Transition from Adolescence to adulthood

Concept Processes/Related Ideas Characteristics/DescriptionTransisi dari remaja ke dewasa

Kriteria untuk menjadi dewasa

Selama proses transisi, sering muncul pribadi dan ekonomi yang sifatnya sementara (temporary). Dua kriteria untuk status dewasa adalah kebebesan ekonomi, dan pengambilan keputusan secara independen.

Transisi dari sekolah menegah ke perguruan tinggi

Ada kesinambungan dan perubahan dalam transisi, dan transisi dapat melibatkan fitur positif dan negatif. Peningkatan jumlah mahasiswa dikembalikan lagi ke siswa-siswa.

Sumber: Santrock, J. W. (2002)

2.4 Mahasiswa/i

Menurut Nugroho (2003), individu yang menempuh pendidikan di

perguruan tinggi, dimana pada umumnya berada pada rentan usia remaja akhir,

dan dewasa awal..

Beberapa jenis kebutuhan mahasiswa dapat diklasifikasikan menjadi

kelompok kebutuhan, antara lain: kebutuhan organik, seperti makan, minum,

bernafas, dan seks; kebutuhan emosional, yaitu kebutuhan untuk mendapatkan

simpati, dan pengakuan dari pihak lain, dikenal dengan need of affiliation;

kebutuhan berprestasi (need of achievement); kebutuhan untuk

mempertahankan diri, dan mengembangkan jenis (Nugroho, 2003).

Mahasiswa memiliki citra (image), sebagai trend setter pada kaum

remaja, hal ini bertujuan untuk menunjukkan status sosial dan simbol yang telah

menjadi citra (image) dalam masyarakat, maka perilakunya selalu menyesuaikan

diri dengan perkembangan mode pakaian dan teknologi, misalnya saja

kecenderungan mahasiswi membeli dan bergonta-ganti mode pakaian,

handphone, dan kendaraan (Nugroho, 2003).

Page 20: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-1... · Web viewDengan demikian, Calhoun dan Acocella (1995) positif atau negatif konsep diri seseorang, dapat

2.5 Kerangka Berpikir

Gambar 2.3 Hubungan antara konsep diri mahasiswa/i pendatang angkatan

2009 Universitas Bina Nusantara dengan perilaku konsumtif pada produk fashion

Sumber: Data Pengolahan Peneliti

Mahasiswa/i

pendatang

Konsep diri mahasiswa/i

pendatang

Konsep diri positif

Perilaku Konsumtif

Mahasiswa/i Pendatang

Konsep diri negatif

Konsep Diri Positif:

- Kemampuan berpikir positif Santoso (2010 : 71)

- Mampu menerima kekurangan-kekurangannya

- Mampu menginstropeksi dirinya

- mampu mengubah dirinya agar menjadi lebih baik, sehingga dapat diterima di tengah masyarakat Calhoun dan Acocella (1995)

Konsep Diri Negatif:

- Rasa tidak percaya diri- Tidak berani mencoba hal-

hal baru, menantang- Takut gagal,- Merasa diri bodoh, rendah

diri dan tidak berharga- Pesimis (Murmanto, 2007)