obvious2011.files.wordpress.com · web viewberstruktur, bekaidah dan mempunyai pola perilaku....
TRANSCRIPT
PEMBAHASAN
PENGELOMPOKAN DAN PELAPISAN SOSIAL, SERTA INTERAKSI SOSIAL
A. Manusia Sebagai Anggota Kelompok Sosial
Manusia pada umumnya dilahirkan seoang diri, tetapi mempunyai naluri untuk
hidup dengan manusia lain. Berbeda dengan binatang, manusia tidak mungkin
memenuhi kebutuhannya seorang diri, maka timbulah apa yang disebut kelompok social
(social group).
Kelompok-kelompok social atau ”social group” adalah himpunan atau kesatuan-
kesatuan manusia yang hidup bersama, karena adanya hubungan antar mereka, antara lain
menyangkut hubungan timbal-balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran
untuk saling tolong-menolong. Akan tetapi tidak setiap himpunan manusia disebut
kelompok social. Untuk itu dipelukan beberapa persyaratan kelompok social yaitu :
1. Setiap anggota harus sadar bahwa dia merupakan bagian dai kelompok yang
besangkutan.
2. Ada hubungan timbale-balik antara anggota dengan yang lain.
3. Tedapat suatu faktor yang dimiliki bersama oleh anggota kelompok itu sehingga
hubungan antaa mereka semakin erat, faktortadi dapat merupakan nasib yang sama,
idiologi politik yang sama dan lain-lain.
4. Berstruktur, bekaidah dan mempunyai pola perilaku.
5. Besistem dan beproses.
Apabila dilihat darri jenisnya, maka tipe-tipe kelompok social dapat dikelompokan
sebagai berikut :
1. Klasifikasi Tipe-tipe Kelompok Sosial
Tipe-tipe kelompok sosial dapat diklasifikasikan dengan berdasakan pada
berbagai criteria. George Simmel seorang sosiolog Jerman mengambil ukuran jumlah
besar kecilnya jumlah anggota kelompok, bagaimana individu mempengaruhi
kelompoknya, dan inteaksi social dalam kelompok. Simmel memulainya dari ukuran
terkecil yang terdiri dari satu oang sebagi fokus hubungan social yang dinamakan monad,
dyad, dan triad untuk dua orang dan tiga orang. Sebagai perbandingan ditelaahnya
kelompok-kelompok lebih besar.
Ukuran lain yang diambil adalah atas dasar derajat inteaksi dalam kelompok
sosial. Pendekatan ini, paa sosiolog mendasarkan pengelompokannya pada derajat saling
kenal mengenal di antara anggotanya (faca to face grouping), seperti : keluaraga, ukun
tetangga, desa, kota, korpoasi dan Negara.
Ukuran lainnya adalah kepentingan dan wilayah. Pengelompokan ini berdasarkan
kepentingan dan wilayah yang tidak mempunyai kepentingan khusus atai tertentu,
seperti : komunitas masyarakat setempat.
Klasifikasi lain adalah bedasarkan ukuran deajat organisasi. Klasifikasi ini
kelompok-kelompok social terdiri dari kelompok yang teoganisir dengan baik, seperti
Negara sampai pada kelompok yang hamper tak teoganisir seperti keumunan.
2. Kelompok Sosial Dipandang dari Sudut Individu
Tipe pengelompokan ini dilihat dari sudut individu dalam kelompok sosial dimana
ia tinggal, apakah ia tinggal di dalam masyarakat yang masi besahaja atau masyarakat
yang sudah kompleks.
Dalam masyarakat yang masih bersahaja keanggotaanya atas dasar kekerabatan,
usia, seks, dan kadang-kadang atas dasar perbedaan pekerjaan atau
kedudukan.keanggotaan kelompok sosial tersebut membeikan kedudukan atau prestise
tertentu yang sesuai dengan adat istiadat dan lembaga kemasyarakatan. Keanggotaan
pada kelompok ini tidak selalu bersifat sukarela.
Dalam masyarakat yang sudah kompleks, individu biasanya menjadi anggota dari
kelompok social tertentu sekaligus, misalnya atas dasar seks, ras dan sebagainya.
Sedangkan untuk bidang rekreasi dan pekerjaan, bersifat sukarela.
3. In group dan Out group
Tipe In group dan out group atau perasaan dalam atau luar kelompok didasari
oleh sikap etnosentrisme, artinya suatu sikap untuk menilai unsure-unsur kebudayaan lain
dengan mempergunakan ukuran-ukuran sendiri. Akibatnya segala sesuatu yang temasuk
dalam kelompoknya sebagai sesuatu yang lebih baik apabila dibandingkan dengan
kebiasaan-kebiasaan kelompok lainnya. Sikap etnosentrisme sering disamakan dengan
sikap mempercayai sesuatu, sehingga kadang-kadang sukar sekali bagi yang
bersangkutan untuk mengubahnya walaupun salah.
Sikap in group pada umumnya didasari oleh faktor simpati dan selalu mempunyai
perasaan dekat dengan anggota kelompoknya. Sedangkan sikap out group ditandai
dengan suatu kelainan yang berwujud antagonism atau antipasti.
In group dan out group dapat dijumpai pada seluruh masyaakat, baik masyarakat yang
masih bersahaja ataupun masyaakat yang sudah kompleks. Pada masyarakat yang masih
sederhana jumlahnya relative lebih sedikit jika dibanding dengan masyaakat yang sudah
kompleks.
4. Kelompok Primer (primery group) dan Kelompok Sekunder (Secondary Group)
Charles Harton Cooley dalam bukunya Social Organization mengemukaan
perbedaan antaa kelompok primer danga kelompok sekunder. Kelompok pimer adalah
kelompok-kelompok yang ditandai cirri-ciri kenal mengenal anggota-anggotanya serta
kerjasama yang erat dan bersifat pibadi. Hasilnya peleburan individu kedalam kelompok,
sehingga tujuan individu menjadi tujuan kelompok. Pendapat di atas mengandung dua
makna, yakni : 1) menujuk pada suatu kelas yang terdiri dari kelompok-kelompok
konkrit, sepeti : keluaga, kelompok permainan, RT, dan lain-lain, serta istilah saling
kenal mengenal menekankan pada sifat hubungan anata individu, seperti simpati dan
kerjasama yang spontan.
Kelompok sekunder adalah kelompok besar yang terdiri dari banyak orang, antara
siapa hubungannya tidak perlu berdasarkan kenal mengenal secara pribadi dan sifatnya
juga tidak begitu langgeng. Contoh hubungan sekunder adalah kontrak (jual-beli).
5. Paguyuban (Gemenschaft) dan Patembayan (Gesselschaft)
Paguyuban adalah bentuk kehidupan bersama yang anggota-anggotanya diikat
oleh hubungan batin yang murni, bersifat alamiah, dan kekal. Dasar hubungannya adalah
rasa cinta dan kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Kehidupan tersebut
dinamakan juga kehidupan yang bersifat nyata dan organis. Bentuk paguyuban terutama
akan dijumpai di dalam keluarga, kelompok kekerabatan, rukun tetangga dan lain-lain.
Menurut Tonies, paguyuban mempunyai tiga tipe, yang salah satu tipenya pasti
ditemui di dalam setiap kelompok masyarakat. Ketiga tipe terseut adalah : paguyuban
karena iktan darah (Gemenschaft by blood), paguyuban karena tempat (Gemenschaft by
pleace), paguyuban karena ikatan jiwa pikiran (Gemenschaft by mind).
Patembayan adalah ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang
pendek, bersifat imaginary atau suatu bentuk yang ada hanya dalam pikiran, dan
strukturnya bersifat mekanis sebagaimana dapat diumpamakan dengan sebuah mesin.
Bentuk patembayan, terutama terdapat dalam hubungan perjanjian yang berdasarkan
ikatan, seperti : hubungan antar pedagang, organisasi dalam suatu pabrik/industry daan
lain-lain.
Menurut Tonies kedua bentuk kehidupan bersama tersebut sama dengan dua
bentuk kemauan asasi manusia yaitu : wesenwille dan kurwille. Wesenwille adalah bentuk
kemauan yang dikodratkan yang timbul dari keseluruhan kehidupan alami. Di dalam
wesenwille perasaaan dan akal merupakan kesatuan dan kedu-duanya terikat pada
kesatuan hidup yang alamiahdan organis. Sedangkan, kurwille adalah bentuk kemauan
yang dipimpin oleh cara berpikir yanf didasarkan pada akal. Di dalam kurwille, kemauan
tersebut ditunjukanpada tujuaan-tujuan tertentu dan barsifat rasioal.
6. Formal group dan Informal group
Formal group adalah kelompok yang mempunyai peraturan tegas dan sengaja
diciptakan anggota-anggotanya untuk mengatur hubungannya. Contoh formal group :
perkumpulan pelajar, perkumpulan wartawan, ikatan dokter, dan lain-lain.
Informal group tidak mempunyai struktur dan organisasi tertentu atau tidak pasti.
Kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk karena pertemuan yang berulang kali,
yang menjadi dasar bertemunya kepentingan-kepentingan dan pengalaman-pengalaman
yang sama. Contoh informal group adalah : klic yang merupakan bentuk kelompok kecil
tanpa struktur formal.
7. Kelompok-kelompok Sosial yang Tidak Teratur
Kelompok social yang tidak teratur dapat dikelompokan ke dalam dua bentuk
kelompok, yakni ; kerumunan (crowd) dan public. Kerumunan adalah individu-individu
yang berkumpul secara kebetulan di sustu tempat pada waktu yang bersamaan. Bentuk-
bentuk kerumunan adalah sebagai berikut ;
1). Kerumunan yang berartikulasi denganstruktur social, meliputi :
a. khalayak penonton atau pendengar yang formal, contohnya : penonton bioskop,
pendengar ceramah, dan lain-lain.
b. Kelompok ekspresif yang telah direncanakan, contohnya : orang-orang yang
menghadiri pesta.
2). Kerumunan yang bersifat sementara, meliputi :
a. Kumpulan yang kurang menyenangkan
b. Kerumunan orang yang sedang dalam keadaan panic
c. Kerumunan penonton
3). Kerumunan yang berlawanan dengan norma-norma hokum, meliputi :
a. Kerumunan yang bertindak emosional
b. Kerumunan yang bersifat immoral
Publik
Publik adalah kelompok yang tidak merupakan kesatuan. Interaksi yang terjadi
berlangsung melalui alat-alat komunikasi pendukung seperti pembicaraan berantai sacara
individual, media massa maupun kelompok. Dengan alat penghubung, dimungkinkan
bagi suatu publik untuk mendapatkan pengikut. Setiap aksi publik dipengaruhi keinginan
individu, jadi tingkah laku pribadi dan public pun didasari oleh tingkah laku individu atau
perilaku individu. Agar public terkumpul, nilai-nilai masyarakat digabungkan dengan alat
penghubung melalui penyiaran berita.
8. Masyarakat Pedesaan (Rural Community) dan Masyarakat Perkotaan (urban community)
Dalam masyarakat modern sering dibedakan antara masyarakat perkotaan dengan
masyarakat pedesaan.
Masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan mendalam dengan
system kekelurgaan yang kuat serta hidup secara berkelompok. Dilihat dari mata
pencahariannya, masyarakat pedesaan lebih mengandalkan system pertanian, selain mata
pencaharian tambahan seperti tukang kayu, tukang bata, tukang pembuat gula, dan lain-
lain.
Hal lain yang menonjol adalah golongan orang tua memegang peranan yang
penting tempat meminta nasihat apabila ada masalah. Kelemahannya orang tua
mempunyai pandangan yang didasarkan pada tradisi yang kuat, sehingga sulit untuk
menerima perbuahan-perubahan.
Ditinjau dari sudut pemerintahan, hubungan antara panguasa dengan rakyat
berlangsung secara tidak resmi yang segala sesuatunya didasarkan pada musyawarah dan
mufakat. Pembagian kerja tidaj tegas, sehingga seseorang bias memegang beberapa
kedudukan dan peranan yang tidak dapat dipisah-pisahkan sehingga sulit untuk dobeda-
bedakan.
Pandangan terhadap keperluan hidup, lebih memprioritaskan kepada keperluan
utama kehidupan, hubungan-hubungan untuk memperhatikan fungsi pakaian, makanan,
rumah dan sebagainya. Sedangkan orang kota sudah memandang penggunaan kebutuhan
hidup, dengan pandangan masyarakat sekitarnya, seperti makanan dihidangkan secara
lebih menarik, pakaian lebih memperhatikan unsure prestise bukan fungsunya semata.
Ciri-ciri lain yang menonjol pada masyarakat perkotaan adalah sebagai berikut :
1) Kehidupan keagamaan berkurang bila dibanding dengan masyarakat desa. Ini
disebabkan cara berfikir rasional, yang didasarkan pada hitungan eksak yang
berhubungn dengan realita masyarakat.
2) Orang kota pada umumnya dapt mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung
pada bantuan orang laing atau bersifat individualistic.
3) Pembagian kerja antar warga lebih tegas dan punya batas-bats nyata.
4) Peluang untuk memperoleh pekerjaan lebih banyak sebagai dampak dari adanya
penbagian kerja yang tegas.
5) Pola pikirnya lebih rasional, sehingga menyebabkan interaksi yang terjadi lebih
didasarkan pada factor kepentingan disbanding factor pribadi.
6) Jalan kehidupan yang cepat, mengakibatkan pentingnya factor waktu, sehingga
pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk mengejar kebutuhan hidup.
7) Perubahan social tampak lebih nyata, karena di kota lebih terbuka terhadap
pengaruh dari luar.
B. Pelapisan Sosial
Pengertian system pelapisan masyarakat atau stratifikasi sosial adalah perbedaan
masyarakat dalam kelas-kelas yang bertingkat atau hierarkis. Pelapisan social dalam
masyarakat tampak dalam bentuk adanya kelas yang memiliki bentuk berbeda-beda, yang
ada semenjak dahulu sampai sekarang. Semakin majunya peradabanyang ditandai dengan
meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, semakin kompleks pula sistem pelapisan
yang ada dalam masyarakat. Pelapisan sosial dalam masyarakat secara prinsip dapat
ditemui secara konkret dalam bentuk pengelompokan menjadi dua macam kelas, yaitu:
a. Secara ekonomi,
b. Secara politik
Pengelompokan tersebut memiliki hubungan yang erat dan saling mempengaruhi.
Misalnya, orang yang memiliki kekayaan berlebih pada umumnya secara politis akan
menduduki lapisan atas dalam masyarakat. Adapun terjadinya system pelapisan sosial di
tengah masyarakat dapat terejadi karena alasan-alasan, berikut :
a. Sengaja dibentuk, pelapisan social yang sengaja dibentuk berkaitan erat dengan
system pembagian tugas, kekuasaan, dan wewenang secara resmi dalam
organisasi-organisasi formal, seperti misalnya di dalam birokrasi pemerintahan,
partai politik, perusahaan, dan perkumpulan yang memiliki hubungan timbal-balik
dengan situasi disekitarnya.
b. Secara sendirinya, sistem pelapisan sosial dapat terjadi dengan sendirinya seiring
dengan perkembangan masyarakat dan pihak masyarakat sendiriyang
mengkondisikan demikian. Hal ini didasarkan pada jenis kelamin, usia,
pendidikan atau kepandaian, keluarga (keturunan), kekayaan (harta yang
dimiliki).
Jika kita perhatikan, pelapisan sosial dalam kehidupan sehari-hari tersebut
memiliki sejumlah ukuran yang digunakan sebagai dasar pembuatan pelapisan
sosial sebagai beikut :
a. Kekayaan : kepemilikian materi dalam masyaakat bepengauh dalam pelapisan
sosial pada umumnya oang yang kaya mempeoleh pelapisan sosial atas di tengah
masyarakat. Hal ini dapat dilihat darri penampilan mereka yang menunjukan
kekayaan atau harta yang mereka miliki
b. Kehomatan : pada masyarakat tradisional, faktor kehormatan menjadi tolak uku
pelapisan social dimana pada umumnya oaang yang penah bejasa, yakni kaum
tua-tua, temasuk oang yang disegani dan menduduki lapisan atas dalam
masyarakat.
c. Kepandaian atau penguasaan terhadap ilmu pengetahuan : hanya masyarakat yang
menghargai akan pentingnya ilmu pengetahuan yang menggunakan kepandaian
sebagai tolak ukur pelapisan sosialdi mana orang yang pandai atau ilmuwan
ditempatkan sebagai masyarakat atas. Hal ini dapat kita jumpai pada masyarakat
yang menganggap memiliki gelar kesarjanaan sebagai masyarakat lapisan atas.
d. Kekuasaan : pada umumnya penguasa atau seseorang yang memiliki jabatan
tertentu dengan kewenangan yang lebih banyak atau lebih tinggi di tengah
masyarakat akan menduduki pelapisan social teratas.
1. Sifat Sistem Lapisan Masyarakat
Sifat sistem lapisan di dalam masyarakat dapat bersifat tertutup (closed social
stratification) dan terbuka (open social stratification). Yang bersifat tertutup , membatasi
kemungkinan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan yang lain, baik yang gerak
ke atas atau ke bawah. Di dalam sistem yang demikian, satu-satunya jalan untuk menjadi
anggota suatu lapisan dalam masyarakat adalah kelahiran. Sebaliknya di dalam system
terbuka, setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusahan dengan
kecakapannya sendiri naik ke lapisan atas, atau bagi mereka yang tidak beruntung, untuk
jatuh dari lapisan atas ke lapisan bawah. Pada umumnya system terbuka ini member
perangsang yang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat untuk dijadikan landasan
pembangunan masyarakat dari ada system yang tertutup.
System tertutup terlihat pada masyarakat India yang berkasta, masyarakat feudal,
atau masyarakat di mana lapisannya tergabtung pada perbedaan rasial.
System lapisan yang tertutup, dalam batas-batas tertentu, dapat dijumpai pada
masyarakat Bali. Menurut kitab-kitab suci orang Bali, masyarakat terbagi dalm empat
lapisan, yaitu Brahmana, Satria, Vesia dan Sudra. Ketiga lapisan pertama disebut
triwangsa sedangkan lapisan terakhir disebut jaba yang merupakan lapisan dengan
jumlah warga terbanyak. Keempat lapisan tersebut terbagi kedalam lapisan-lapisan
khusus. Biasanya lapisan atau kasta akan diketahui dari gelarnya. Gelar-gelar tersebut
diwariskan melalui garis-garis keturunan laki-laki atau patrilineal. Ida Bagus, Tjokorda,
Dewa, Ngahan, Bagus, I Gusti, Gusti. Gelar pertama adalah gelar orang Brahmana, gelar
kedua sampai dengan keempat bagi oaring-orang Vaisya. Orang-orang sudra juga
memakai gelar, seperti Pande, Kbon, Pasek, dan seterusnya.
2. Teori Pelapisan Masyarakat
1) Teori Fungsional
a) Emile Durkheim dalm bukunya The Division of Labor in Scienty,menyatakan
bahwa setiap masyarakat memandang aktifitas yang satu lebih penting dari
pada yang lainnya. Ada masyarakat memandang agama sebagai kegiatan
terpenting, sementara yang lain memandang ekonomi. Tinggi rendahnya
kedudukan (lapisan sosial) seseoang dilihat dai kepentingan pandangan itu.
Selain itu Durkheim memandang bakat dapat menimbulkan ketidakmeataan.
Orang yang berbakat bias lebih behasil dalam melakukan pekerjaan atau
tugasnya dibandingkan orang yang tidak bebakat. Sumber sosiao ini dapat
menempatkan seseorang pada lapisan social tinggi, menengah atau renadah.
b) Kingsley Davis dan Robert Moore, mengemukakan pendapat bahwa posisi-
posisi yang paling penting dalam masyarakat didisi oleh orang yang paling
berwenang. Orang yang memegang posisi tersebut, meskipun paling banyak
memerlukan latihan akan mendapat penghargaan tertinggi. Selanjutnya
dikatakan bahwa posisi terpenting/kunci adalah yang paling penting bagi
fungsinya system social. Di setiap masyarakat, tokoh agama, tokoh
pemerintahan, serta teknisi mempunyai kedudukan paling penting, karena itu
mereka paling dihargai.
2) Teori Reputasi
Teori Reputasi atau teori nama baik. Menurut Wamer status seseorang
ditetapkan oleh pendapat (pertimbangan) orang lain. Dasar pertimbanganya
adalah pendapat, prestise dan pendidikan. Dia mengemukakan enam tingkatan
status ini, yakni :
a) Upper-upper, contohnya orang kayak arena warisan atau keturunan
b) Lower-upper, kaya karena hasil usaha
c) Upper-middle, ahli-ahli terdidik dan pengusaha yang berpendapatan
tinggi
d) Lower-middle, golongan pekerja halus, seperti sekretaris dan pekerja
kantor
e) Upper-lower, pekerja kasar dengan status tetap
f) Lower-lower, orang-orang miskin yang tidak mempunyai pekerjaan
tetap.
3) Teori Struktur
Treiman, pengembang teori ini. Dari hasil penelitiannya dia mengambil
kesimpulan bahwa dalam masyarakat yang berlain-lain tidak ada perbedaan dalam
mzenyusun tingkatan prestise pekerjaan. Dalil yang dikemukakan adalah :
a) Setiap masyarakat mempunyai kebutuhan yang sama, karena ada
pembagian kerja yang sama
b) Pembagian kerja yang terspesialisasi cenderung melahirkan perbedaan
penguasaan akan sumber-sumber yang langka(keterampilan, kekuasaan,
dan kekayaan). Jadi pembagian kerja melahirkan perbedaan
kekuasaan/wewenang dan lain-lain sehingga menimbulkan hierarki
c) Orang yang mempunyai kedudukan penting mempunyai kesempatan yang
baik untuk lebih maju disamping memperoleh penghargaan yang baik
d) Kekuasaan dan kesempatan yang baik dinilai lebih tinggi dalam setiap
masyarakat; kekuasaan dan kesempatan mendapat penghargaan tinggi di
setiap masyarakat dunia.
3. Unsur-unsur lapisan masyarakat
Hal yang mewujudkan unsur dalam teori sosiologi tentang system lapisan
masyarakat adalah kedudukan (status) dan peranan (role).
Keberadaan seseorang individu dalm kehidupan bermasyarakat memiliki status,
yakni posisi yang disandang oleh seorang individu yang mengandung hak dan
kewajiban tertentu. Sedangkan peranan merupakan aspek dinamis dari status.
Adanya status social membawa dampak pada peranan social. Sebagai contoh,
seorang anak di rumah memilki tugas dan kewajiban mengikuti apa yang diarahkan
oleh orang tua, sedangkan sebagai ketua karang taruna di lingkungan pemukiman ia
harus mampu menjadi penggerak kegiatan muda-mudi, dan memilki tanggung jawab
untuk memutuskan suatu hal yang berkaitan dengan kegiatan organisasi yang
dipimpinnya. Seorang yang menyandang jabatan hendaknya berperilaku sesuai
dengan konsekuensi jabatan yang disandangnya. Berdasarkan cara memperolehnya,
status social dapat dibedakan menjadi tiga macam :
a. Status yang diusahakan (achieved status), yaitu status seseorang di masyarakat
merupakan hasil yang diperoleh melalui usaha sendiri.
b. Status yang digariskan (ascribed status), yakni status seseorang di masyarakat
yang disebabkan karena factor keturunan sehingga diperoleh dengan
sendirinya.
c. Status yang diberikan (assigned status), yakni status seseorang di masyarakat
yang diberikan kepada seseorang karena dianggap telah berprestasi. Misalnya,
kenaikan pangkat atau pemberian jabatan kehormatan kepada yang dianggap
layak.
Untuk mengetahui kedudukan macam apa yang dimiliki seseorang atau yang
melekat padanya, dapat dilihat melalui ciri tertentu yang disebut status symbol contoh ;
cara berpakaian, cara mengisi waktu luang, cara pergaulan dan lain sebagainya.
Adapun peranan social merupakan aspek dinamis dari suatu status social, di
mana seseorang menjalankan peranan sosialnya berdasarkan status sosialnya.
Berdasarkan cara memperolehny, peranan sosial dapat diklasifikasikan menjadi tiga
macam :
a. Peranan Pilihan (achieved roles), yaitu peranan yang hanya dapat diperoleh
melalui usaha tertentu. Hal ini berkaitan dengan achieved status atau status yang
diusahakan.
b. Peranan Bawaan (ascribed roles), yaitu peranan yang diperoleh secara otomatis,
bukan karena usaha tertentu. Peranan social seperti ini berkait langsung dengan
status bawaan (ascribed status)
c. Peranan kunci (key roles) dan tambahan (supplementary roles), peran kunci
yaitu peran yang menjadi sumber utama penghidupan seseorang walau pun bukan
merupakan sumber penghasilan. Peran tambahan peran yang dilakukan terkait
dengan peran bawaan.
4. Mobilitas Sosial (social mobility)
1) Pengertian Umum dan Jenis-jenis Gerak Sosial
Kimball Young dan Robert W. Mack mengemukakan bahwa yang dimaksud
dengan gerak social atau social mobility adalah suatu gerak dalam struktur sosial
(social strukture), yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu
kelompok social.
Gerak sosial tidak hanya terbatas pada individu, tetapi mungkin juga terjadi
pada kelompok-kelompok sosial, misalnya golongan minoritas dalam suatu
masyarakat berasimilasi dengan golongn mayoritas.
Tipe-tipe gerak sosial secara prinsipil ada dua macam, yaitu gerak sosial
yang horizontal dan vertikal. Gerak sosial horizontal merupakan peralihan
individu atau obyek-obyek sosial lainnya dari satu kelompok sosial ke kelompok
sosial lainnya yang sederajat. Gerak sosial yang horizontal, tidak terjadi
perubahan derajat kedudukan seseorang ataupun obyek sosial. Contohnya adalah
seseoranf yang beralih kewarganegaraan, beralih pekerjaan yang sederajat, atau
mungkin gerak-gerak obyek sosial misalnya radio, mode pakaian, idiologi dan
sebagainya.
Gerak sosial vertical adalah gerak perpindahan individu atau obyek sosial
dari satu kedudukan sosial ke kedudukan lainnya yang tidak sederajat. Sesuai
dengan arahnya, maka terdapat dua jenis garak sosial yang vertical, yaitu yang
naik (social-climbing) dan yang turun (social-sinking). Gerak sosial vertical yang
naik mempunyai dua bentuk utama, yaitu :
a. Masuknya individu-individu yang mempunyai kedudukan rendah ke dalam
kedudukan yang lebih tinggi, kedudukan mana telah ada.
b. Pembentukan suatu kelompok, yang kemudian ditempatkan pada derajat yang
lebih tinggi dari kedudukan individu-individu pembentuk kelompok sosial
tersebut.
Gerak sosial vertical yang menurun mempunyai dua bentuk utama, yaitu :
a. Turunnya kedudukan individu ke kedudukan yang lebih rendah derajatnya
b. Turunnya derajat sekelompok individu yang berupa disintegrasi sosial
kelompok sebagai kesatuan.
2) Saluran Gerak Sosial Vertikal
Menurut Pitirim A. Sorokin, gerak sosial vertical mempunyai saluran-
saluran dalam masyarakat. Proses gerak sosial vertical melalui saluran tadi disebut
social circulation. Saluran yang terpenting adalah angkatan bersenjata, lembaga
keagamaan, sekolah, organisasi politik, ekonomi dan keahlian.
Angkatan bersenjata memiliki peran penting dalam masyarakat. Dengan
sistim militerisme, atau yang berada dalam keadaan perang, baik perang melawan
musuh dari luar maupun perang saudara. Dalam keadaan perang, jasa seorang
prajurit, tanpa memperhatikan kedudukan (status), akan dihargai lebih tinngi oleh
masyarakat sekalipu prajurit tersebut berasal dari kedudukan yang rendah.
Lembaga keagamaan merupakan salah satu saluran penting dalan gerak
sosial vertikal. Setiap ajaran agama menganggap bahwa manusia mempunyai
kedudukan sederajat. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemuka-pemuka agama
bekerja keras untuk menaikkan kedudukan orang-orang dari lapisan rendah dalam
masyarakat. Di dalam sejarah dikenal Paus Gregorius VII yang jasanya sangat
besar dalam mengembangkan agama Katolik; beliau adalah putra seorang tukang
kayu.
Lembaga pendidikan seperti sekolah, pada umumnya merupakan saluran
konkrit gerak sosial vertikal. Sekolah dapat dianggap sebagai social elevator yang
bergerak dari kedudukan yang paling rendah ke kedudukan yang paling tinggi.
Organisasi politik seperti partai politik, dapat member peluang besar bagi
para anggotanya untuk naik kedudukan yang lebih tinggi. Apabila ia mempunyai
kemampuan beragitasi, berorganisasi dan sebagainya. Pada masyarakat yang
demokratis di mana lembaga pemilihan umum memegang peranan yang sama
walaupun dalam bentuk yang lain. Supaya seseorang terpilih, terlebih dahulu dia
harus membuktikan dirinya sebagai orang yang mempunyai kepribadian yang
baik, aspirasi-aspirasi yang baik dan sebagainya. Hal itu paling mudah dapat
dilakukan dengan cara menjadi anggota salah satu organisasi politik.
Organisasi ekonomi, seperti: perusahaan assembling mobil, perusahaan
ekspro-impor, travel bureau dan lain-lainnya, memegang peranan penting sebagai
saluran gerak sosial yang vertikal. Betapapun ukuran-ukuran yang menjadi dasar
sistem lapisan dalam masyarakat biasanya orang-orang kayalah yang menduduki
lapisan tertinggi. Gejala ini juga dijumpai pada masyarakat tradisional, hal mana
sering dihubungkan dengan upacara-upacara adat yang harus dilakukan. Tidak
jarang upacara adat memerlukan biaya besar dan yang mampu mengadakannya
hanyalah orang-orang yang secara material mampu.
Organisasi-organisasi keahlian seperti himpunan sarjana ilmu pengetahuan
tertentu, persatuan sastrawan, organisasi para pelukis dan seterusnya, merupakan
wadah yang dapat menampung individu-individu dengan masing-masing
keahliannya untuk diperkenalkan kepada masyarakat.
Sudah tentu ada saluransaluran lain dalam masyarakat misalnya perkawinan.
Seseorang yang menikah dengan seseorang yang berasal dari lapisan atas, dapat
ikut naik kedudukannya. Akan tetapi hal yang sebaliknya juga mungkin terjadi
apabila dia menikah dengan seseorang yang lebih rendah kedudukannya dalam
masyarakat.
C. Interaksi sosial
1. Pengertian dan faktor-faktor terjadinya interaksi sosial
Interaksi sosial merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial, karena
tanpa terjadinya interkasi sosial tidak mungkin ada kehidupan sosial. Pertemuan dua
orang tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam satu kelompok sosial tanpa
adanya komunikasi, saling mempengaruhi dan kerja sama, bahkan persaingan atau
pertentangan untuk mencapai tujuan bersama. Sebaliknya bertemunya dua orang
dapat menimbulksn tindakan sosial karena pada masing-masing orang akan muncul
perasaan atau saling menilai. Interaksi sosial dapat pula terjadi apabila terdapat
tindakan atau perilaku yang ditujukan pada orang lain sehingga muncul reaksi.
Menurut Kimball Young dan Robert W. Mack, interaksi sosial adalah kunci dari
semua kehidupan sosial. Oleh kareana itu, tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin
ada kehidupan bersama. Menurut Gillin and Gillin, interaksi sosial adalah suatu
hubungan sosial yang dinamis antara orang-perorang, antara individu dan kelompok
manusia, dan antara kelompok sosial. Jadi, interaksi sosial adalah hubungan sosial
yang dinamis yang menyangkut hubungan antaraperseorangan, individu dengan
kelompok, dan kelompok dengan kelompok lainnya. Untuk terjadinya interaksi sosial
harus memenuhi dua syarat, yaitu: 1) adanya kontak sosial (social contact), 2) adanya
komunikasi.
Kontak sosial dapat terjasi dalam tiga bentuk, yakni:
1) Antara individu dengan individu, misalnya anak kecil mempelajari kebiasaan-
kebiasaan dalam keluarganya.
2) Antara individu dengan kelompok, misalnya anggota partai politik harus dapat
menyesuaikan dengan ideology dan programnya.
3) Antara kelompok dengan kelompok, misalnya kerjasama dua partai politik untuk
memenangkan pemilu.
Komunikasi
Arti penting dari komunikasi adalah seseorang memberikan tafsiran pada
perilaku orang lain. Tafsiran tersebut dapat terwujud melalui pembicaraan, garak-
garik badan, atau sikap yang menunjukan perasaan-perasaan yang ingin
disampaikan oleh orang tersebut. Misalnya, senyum dapat ditafsirkan sebagai
keramah tamahan dan sikap bersahabat serta anggukan tanda setuju.
Faktor-faktor terjadinya interaksi sosial:
1) Imitasi
Imitasi adalah dorongan untuk meniru orang lain. Imitasi dapat terjadi apabila
seseorang melakukan tindakan peniruan baik secara sadar maupun tidak sadar.
Imitasi akan mudah terjadi apabila: a) pihak peniru memiliki sikap menerima
terhadap hal yang ditiru, b) pihak peniru mempunyai minat yang besar,
mengagumi, dan menjunjung tinggi terhadap hal yang ditiru, c) pihak peniru
melihat suatu pandangan atau tingkah laku, serta mempunyai penghargaan sosial
yang tinggi terhadap hal yang ditiru.
2) Sugesti
Sugesti adalah pengaruh psikis yang berasal dari diri sendiri atau diri orang lain
dan umumnya diterima tanpa daya kritik. Sugesti yang berasal dari diri sendiri
disebut oto sugesti, contohnya rasa sakit-sakitan yang secara medis tidak jelas
penyebabnya, sedangkan sugesti yang berasal dari diri orang lain disebut
heterosugesti, contohnya iklan promosi barang.
Sugesti akan mudah terjadi apabila, a) orang yang mengalami hambatan dalam
berpikir kritis, b) kemampuan berpikirnya mengalami hambatan, c) dukungan
mayoritas terhadap hal-hal yang dibahas kepada minoritas, d) seseorang yang
mempunyai otoritas terhadap yang lainnya, dan e) apabila seseorang mempunyai
keinginan atau pendapat yang sama dengan yang disampaikan oleh orang lain.
3) Identifikasi
Identifikasi adalah suatu dorongan atau kecenderungan untuk menjadi sama atau
identik dengan orang lain. Hubungan sosial yang berlangsung melalui proses
identifikasi lebih mendalam jika dibandingkan dengan proses imitasi dan sugesti.
Contoh identifikasi adalah murid kepada gurunya karena keteladanannya,
seorang remaja mengidolakan penyanyi pujaannya.
4) Simpati
Simpati adalah perasaan senang kepada orang lain yang biasanya tidak
disebabkan oleh alasan yang logis atau rasional tetapi didasarkan pada perasaan.
Misalnya seseorang langsung tertarik padahal sebelumnya tidak pernah bertemu.
2. Bentuk-bentuk interaksi sosial
Bentuk interaksi sosial secara umum dibagi menjadi dua bentuk, yakni yang
bersifat asosiatif dan disosiatif. Bentuk interaksi sosial yang bersifat asosiatif meliputi
kerjasama (cooperation), akomodasi (accommodation), asimilasi dan akulturasi,
sedangkan yang bersifat disosiatif meliputi persaingan (competition), kontravensi, dan
pertentangan atau pertikaian (conflik).
Kerjasama (cooperation) disebut juga kooperasi. Kerjasama akan mudah
terbentuk apabila adanya kesadaran bersama akan adanya suatu kepentingan yang
dirasakan, sehingga melahirkan suatu kesepakatan untuk bekerja sama guna mencapai
tujuan bersama. Dalam pelaksanaannya kerjasama dapat diklasifikasikan ke dalam
beberapa bentuk, yakni:
1.) Kerukunan yang mencakup gotong royong dan tolong menolong.
2.) Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa
antar dua organisasi atau lebih.
3.) Ko-optasi, yaitu proses penerimaan unsure-unsur baru dalam kepemimpinan atau
pelaksanaan politik dalam suatu oraganisasi, sebagai salah satu cara untuk
menghindari terjadinya instabilitas.
4.) Koalisi, yaitu kombinasi antar dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan
yang sama.
5.) Join-venture, yaitu bentuk kerjasama yang bergerak dalam pengusahaan proyek-
proyek tertentu dengan bagi keuntungan berdasarkan kesepakatan.
Bentuk interaksi asosiatif lainnya adalah akomodasi. Akomodasi merupakan
upaya untuk memperlancar interaksi sosial, dengan mengurangi pertentangan,
mencegah terjadinya disintegrasi, menggalang kerjasama dan pencampuran
kebudayaan yang terdapat dalam kehidupan sosial, sehingga dapat tercipta kehidupan
sosial yang sesuai dengan kaidah. Hasil-hasil yang dapat diperoleh melalui
akomodasi adalah terhindarnya masyarakat dari benih-benih pertentangan, menekan
oposisi, melahirkan kerjasama, menyelaraskan dengan perubahan, dan
memungkinkan terjadinya pergantian dalam posisi tertentu, dan terjadinya asimilasi.
Bentuk-bentuk akomodasi meliputi hal-hal sebagai berikut :
a) Paksaan (coercion) adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilakukan
karena adanya paksaan.
b) Kompromi (compromise) adalah bentuk akomodasi dari pihak-pihak yang
terlibat mengurangi tuntutannya agar mencapai suatu penyelesaian yang ada.
c) Juru Pisah (arbitration) adalah carabuntuk mencapai kompromi apabila
pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup untuk mencapai penyelesaian
sendiri sehingga pertentangan harus diselesaikan pihak ketiga.
d) Penyelesaian sengketa (mediation) adalah seperti juru pisah, pihak ketiga
hanya memberikan nasihat saja dan tidak berwenang memutuskan masalah.
e) Konsiliasi (conciliation) adalah suatu usaha untuk mempertemukan
keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu
persetujuan bersama.
f) Toleransi (toleration) adalah suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang
formal bentuknya.
g) Stalemate adalah bentuk akomodasi saat masing-masing pihak yang terlibat
konflik karena kekuatannya seimbang, kemudian terhenti pada suatu titik
tertentu, untuk tidak melakukan pertentangan. Hal ini karena kedua belah
pihak merasa sudah tidak ada kemungkinan lagi untuk maju atau mundur.
h) Adjudikasi merupakan suatu bentuk akomodasi melalui pengadilan.
Contohnya, penyelesaian konflik kepemilikan Pulau Ligitan dan Sipadan
antara Malaysia dan Indonesia yang dimenangkan oleh Malaysia melalui
Mahkamah Internasional.
Asimilasi merupakan suatu proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha
untuk mengurangi perbadaan yang terdapat di antara individu atau kelompok dan
usaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap, serta proses-proses mental
dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama.
Akulturasi terjadi apabila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan
tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing, sehingga unsur-unsur
kebudayaan asingitu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri
tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian budaya itu sendiri.
Bentuk interaksi sosial yang bersifat disosiatif adalah persaingan
(competition). Persaingan adalah proses sosial dimana individu atau kelompok
bersaing tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan untuk mencari keuntungan
dalam bidang kehidupan. Akibat persaingan dapat bersifat asosiatif seperti
terbentuknya perkumpulan atau perserikatan seprofesi (IDI dan ISPI), juga disosiatif,
seperti timbulnya perpecahan dan perselisihan baik secara individu maupun secara
kelompok.
Persaingan mempunyai dua tipe, yakni yang besifat pribadi dan tidak pribadi.
Persaingan yang bersifat pribadi disebut juga rivaly, contohnya dua orang bersaing
untuk memperoleh kedudukan tertentu dalan suatu organisasi. Persaingan tidak
berdifat pribadi adalah persaingan antar kelompok, contohnya dua perusahaan
bersaing untuk mendapatkan monopoli di suatu wilayah tertentu. Kedua tipe
persaingan tersebut dapat menghasilkan beberapa bentuk, yaitu:
1.) Persaingan ekonomi. Persaingan ini timbul karena terbatasnya persediaan barang
apabila dibandingkan dengan jumlah konsumen.
2.) Persaingan kebudayaan. Persaingan ini terjadi apabila dalam satu wilayah terdapat
dua kebudayaan atau lebih.
3.) Persaingan kedudukan dan peran. Persaingan ini terjadi untuk mendapatkan
kedudukan yang dipandang tinggi atau dihargai dalam suatu masyarakat,
sehinggan dengan kedudukannya dia mendapatkan peranan yang lebih penting
dalam kelompoknya.
4.) Persaingan ras. Persaingan ini terjadi karena adanya pandangan yang
membedakan ciri-ciri secara lahiriah, seperti warna kulit, bentuk tubuh ataupun
corak rambut.
Persaingan dalam batas-batas tertentu mempunyai fungsi, yaitu:
1.) Menyalurkan keinginan individu atau kelompok yang besifat kompetitif.
2.) Sebagai jalan dimana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai yang pada suatu
masa menjadi pusat perhatian, terselurkan dengan baik.
3.) Alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial, artinya mendudukan
individu pada kedudukan serta peranan yang sesuai dengan kemampuannya.
4.) Alat untuk menyaring para warga golongan karya (fungsional) untuk
menghasilkan pembagian kerja yang efektif.
Bentuk interaksi sosial disosiatif lainnya adalah kontravensi. Kontravensi
(contravention) adalah sikap mental yang tersembunyi terhadap orang lain atau
kelompok lain. Terdapat lima bentuk kontravensi, yaitu:
1.) Kontravensi bersifat umum, meliputi perbuatan seperti keengganan, penolakan,
protes, kekerasan yang menimbulkan kekacauan.
2.) Kontravensi sederhana, seperti menyangkal pernyataan orang lain di muka umum,
menfitnah, memaki lewat surat atau selebaran.
3.) Kontravensi intensif, seperti penghasutan dan megecewakan orang lain.
4.) Kontravensi rahasia, seperti berbuat khianat dan membuka rahasia orang lain.
5.) Kontravensi taktis, seperti mengejutkan lawan, mengganggu, membingungkan
orang lain, memaksa, provokasi, dan intimidasi.
MAKALAH
Pengelompokan dan Pelapisan Sosial serta Interaksi Sosial
Disusun untuk memenuhi Tugas Kelompok pada Mata Kuliah “Perspektif Sosial dan Budaya”
Dosen Pengampu: Pamujo, MM., M.Pd dan Aji Heru Muslim, S.Pd
Disususn Oleh:
1. Elsa Okti Inkamawarni ( 1001100097)
2. Anggi Saputri ( 1001100087)
3. Rina Puji Susanti ( 1001100085)
4. Yudha Permana Putra ( 1001100074)
5. Dwi Hendra ( 1001100059)
FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2012