wawan setiawan 8189651524 bab 1

Upload: lia-bali

Post on 25-Feb-2018

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 Wawan Setiawan 8189651524 Bab 1

    1/21

    A.Latar Belakang Masalah

    Pemilu dalam negara demokrasi Indonesia merupakan suatu proses

    pergantian kekuasaan secara damai yang dilakukan secara berkala sesuai

    dengan prinsip-prinsip yang digariskan konstitusi. Prinsip-prinsip dalam

    pemilihan umum yang sesuai dengan konstitusi antara lain prinsip kehidupan

    ketatanegaraan yang berkedaulatan rakyat (demokrasi) ditandai bahwa setiap

    warga negara berhak ikut aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan

    kenegaraan,1 dari prinsip-prinsip pemilu tersebut dapat kita pahami bahwa

    pemilu merupakan kegiatan politik yang sangat penting dalam proses

    penyelenggaraan kekuasaan dalam sebuah negara yang menganut prinsip-

    prinsip demokrasi.

    Selama pemerintahan Orde Baru bangsa Indonesia menghadapi

    Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, diawali dari tahun 1966

    hingga tahun 1997 telah diadakan 6 (enam) kali pemilihan umum secara

    berkala, yakni berturut-turut dari tahun 1971, tahun 1977, tahun 1982, tahun

    1987, tahun 1992 dan tahun 1997, begitu pula pada era reformasi telah

    diselenggarakan pemilihan umum yang diikuti oleh multipartai tanggal 7 Juni

    1999 dan pemilu berikutnya pada tanggal 5 April 2004. Terkait dengan

    Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 1999 rakyat hanya

    memilih mereka di lembaga parlemen, setelah itu barulah anggota MPR yang

    memilih Presiden dan Wakil Presiden,2 namun pada Pemilihan Umum tahun

    1Dahlan Thaib, Ketatanegaraan Indonesia, Perspektif konstitusi, cetakan pertama,

    Total Media, Yogyakarta 2009, hlm. 98.2Lihat Pasal 6 Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen.

    1

  • 7/25/2019 Wawan Setiawan 8189651524 Bab 1

    2/21

    2004 rakyat Indonesia dapat memilih langsung calon Presiden dan Wakil

    Presidennya.

    Dari perspektif Hukum Tata Negara pemilihan umum Presiden dan

    Wakil Presiden secara langsung adalah keharusan konstitusional. Ketentuan

    konstitusional tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung

    sudah final sebagai keputusan politik nasional yang dituangkan dalam

    perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Ketentuan Undang-Undang Dasar

    Negara Republik Indonesia tahun 1945 sesudah amandemen tentang pemilihan

    Presiden dan Wakil Presiden secara langsung ditegaskan dalam Pasal 6A ayat

    (1) menyatakan Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan

    secara langsung oleh rakyat.3Menurut Prof. Dr. Dahlan Thaib, ada beberapa

    alasan yang amat mendasar untuk melakukan pemilihan Presiden dan Wakil

    Presiden secara langsung oleh rakyat. Pertama,Presiden yang dipilih melalui

    pemilihan langsung akan mendapatkan mandat dan dukungan yang lebih nyata

    dari rakyat sebagai wujud kontrak sosial antara pemilih dengan tokoh yang

    dipilih. Kemauan orang-orang yang memilih (volonte generale) akan menjadi

    pegangan Presiden dalam melaksanakan kekuasaannya. Kedua, pemilihan

    Presiden secara langsung oleh rakyat secara otomatis akan menghindari intrik-

    intrik politik dalam proses pemilihan dengan sistem perwakilan. Ketiga,

    pemilihan Presiden langsung akan memberikan kesempatan luas kepada rakyat

    untuk menentukan pilihan secara langsung tanpa mewakilkan kepada orang

    lain. Kecenderungan dalam sistem perwakilan adalah terjadinya penyimpangan

    3

    Ketentuan lebih lanjut lihat Pasal 6A Undang-Undang Dasar 1945 setelah amandemenketiga.

    2

  • 7/25/2019 Wawan Setiawan 8189651524 Bab 1

    3/21

    antara aspirasi rakyat dengan wakilnya. Keempat, pemilihan langsung dapat

    menciptakan perimbangan antara berbagai kekuatan dalam penyelenggaraan

    negara terutama dalam menciptakan mekanisme checks and balances antara

    Presiden dengan lembaga perwakilan karena sama-sama dipilih rakyat.4

    Reformasi ternyata melahirkan beberapa perubahan, termasuk dalam soal

    penyelenggara pemilu tahun 1999. Sistem multi partai pemilu 1999 ternyata

    benar-benar membuktikan bahwa rakyat Indonesia sebelumnya terbelenggu

    aspirasi politiknya, karena dalam perjalanannya partai politik yang sudah ada

    tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat, partai-partai yang sudah ada hanya

    mempertahankan status quo saja. Munculnya banyak partai politik dengan

    segmen dan ideologi yang beragam membuktikan bahwa rakyat Indonesia

    sebenarnya tidak buta politik meskipun sistem pemilunya masih proporsional

    tanpa menyertakan nama calegnya dalam kartu suara, tetapi pemilu pada masa

    reformasi menjadi ajang kompetisi yang cukup sehat bagi para kontestan

    pemilu. Dari segi kelembagaan pelaksanaan pemilu 1999 mengawali sebuah

    pemilu yang mendekati demokratis, dengan adanya Komisi Pemilihan Umum

    (KPU) yang di dalamnya mempresentasikan golongan pemerintahan dan partai

    politik. Selain itu, terdapat juga lembaga pengawas pemilu dan lembaga

    pemantau pemilu non partisan yang bertujuan untuk mengawasi pelaksanaan

    pemilu. Berbeda dengan pemilu pada tahun 2004, nampaknya dari segi

    kelembagaan pemilu ada perubahan, komposisi Komisi Pemilihan Umum tidak

    lagi seperti pemilu 1999. Komisi Pemilihan Umum berdasarkan Undang-

    4Dahlan Thaib, Ketatanegaraan Indonesia: Perspektif Konstitusional, op. cit, hlm 115.

    3

  • 7/25/2019 Wawan Setiawan 8189651524 Bab 1

    4/21

    Undang Nomor 12 Tahun 2003 tidak lagi menyertakan wakil-wakil dari partai

    politik dan pemerintah. Selain itu, Komisi Pemilihan Umum memiliki

    kewenangan yang sangat besar baik kewenangan menyiapkan dan

    melaksanakan pemilu dari segi prosedur juga harus menyediakan logistik

    pemilu, kewenangan yang besar itu sebenarnya dalam praktiknya dapat

    berakibat pada terganggunya kinerja Komisi Pemilihan Umum. Sistem

    kepartaian pada pemilu tahun 2004 memang menawarkan banyak pilihan pada

    rakyat dan rakyat cukup kritis dalam menjatuhkan pilihannya, meskipun pemilu

    tahun 2004 diwarnai oleh berbagai kerumitan, tetapi secara umum sistem

    pemilu tahun 2004 lebih baik dibandingkan pemilu sebelumnya. Pemilih dapat

    menentukan sendiri pilihannya baik pilihan partainya maupun pilihan wakil-

    wakilnya, sistem pemilihan dengan memilih partai, calon legislatif, calon

    Presiden dan Wakil Presidennya dapat menciptakan kontrol yang kuat dari

    rakyat terhadap wakilnya di lembaga legislatif maupun eksekutif, sehingga

    nantinya wakil yang dipilih secara langsung oleh rakyat akan mampu

    menjalankan fungsi kekuasaan pemerintahan negara.5

    Pemilihan langsung Presiden dan Wakil Presiden yang diatur dalam

    Undang-Undang Dasar 1945 setelah perubahan maupun dalam Undang-Undang

    Nomor 23 Tahun 2003 merupakan masalah yang benar-benar baru bagi bangsa

    Indonesia. Pemilu tahun 2004 telah membawa Indonesia memasuki babak baru

    dalam perpolitikan nasional, bahwa pemilihan langsung pada pemilu kali ini

    merupakan perkembangan politik ketatanegaraan yang sangat besar. Dengan

    5Ibid, Hlm.101-102.

    4

  • 7/25/2019 Wawan Setiawan 8189651524 Bab 1

    5/21

    adanya pemilihan langsung oleh rakyat pasca pemilu tahun 2004, maka

    Presiden secara politik tidak akan bertanggungjawab lagi kepada MPR

    melainkan akan bertanggungjawab langsung kepada rakyat yang memilih

    Presiden.6 Namun, untuk terwujudnya rule of law dan good governance

    (kepemerintahan yang baik) serta berkembangnya dinamika politik di tengah-

    tengah masyarakat bangsa Indonesia yang majemuk atau multi etnis dan

    pluralis, maka MPR sebagai lembaga yang memiliki kewenangan

    mengamandemen konstitusi, mengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun

    2003 dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan

    Umum Presiden dan Wakil Presiden pada pemilu tahun 2009.

    Pasca munculnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang

    Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, maka pemilu tahun 2009

    merupakan titik tolak untuk menjawab tantangan-tantangan berat dalam

    kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini. Apabila tantangan-tantangan

    tersebut tidak dijawab, maka prospek kehidupan ketatanegaraan Indonesia akan

    mengalami berbagai distorsi yang sangat parah, yang apabila diukur dari

    kacamata hukum, politik dan ekonomi seolah-olah memutar jarum ke belakang

    dengan tidak menafikan hasil-hasil yang telah dicapai oleh pemerintah

    sekarang. Namun, masalah berat dalam kontek rule of law dan good

    governance yang dihadapi sekarang adalah masalah penegakan hukum,

    pemberantasan korupsi, nasionalisme generasi muda dan terwujudnya

    mekanisme pemerintahan yang checks and balance merupakan masalah-

    6Ibid, hlm. 116.

    5

  • 7/25/2019 Wawan Setiawan 8189651524 Bab 1

    6/21

    masalah berat dalam peta ketatanegaraan Indonesia sebelum dan pasca pemilu

    tahun 2009. Oleh karena itu, pemilu tahun 2009 mempunyai arti penting bagi

    perkembangan ketatanegaraan Indonesia ke depan, perkembangan

    ketatanegaraan ke depan sangat terkait dengan pergantian kekuasaan yang sah

    lewat pemilu.

    Dari gambaran perkembangan sejarah ketatanegaraan Indonesia, dapat

    ditarik garis pemahaman bahwa Pemilihan Umum merupakan suatu bentuk

    demokrasi yang dapat dilaksanakan oleh rakyat saat ini, sebab pemilihan umum

    pada masa sebelumnya sangat berbeda pada masa sekarang ini. Oleh karena

    itu, perlunya kajian terhadap masalah tersebut sebagai bentuk perkembangan

    demokrasi yang dilakukan oleh rakyat Indonesia sebagai wujud proses

    ketatanegaran Indonesia yang ideal dan bertanggungjawab untuk mencapai

    tujuan yang dicita-citakan bangsa Indonesia sebagaimana terangkum dalam

    Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

    B. Rumusan Masalah

    Bagaimanakah cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden

    pasca reformasi menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 dan

    Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 ?

    C. Tujuan Penelitian

    Untuk mengetahui cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden

    di Indonesia pasca reformasi menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun

    2003 dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008.

    6

  • 7/25/2019 Wawan Setiawan 8189651524 Bab 1

    7/21

    D. Tinjauan Pustaka

    1. Teori tentang Pemilu Legislatif dan Eksekutif

    Berbeda dengan Undang-Undang Dasar 1950 yang secara eksplisit

    mencantumkan tentang Pemilu, maka dalam Undang-Undang Dasar 1945 kita

    perhatikan baik dalam Pembukaan, Batang Tubuh maupun penjelasannya tidak

    terdapat ketentuan-ketentuan yang menggariskan secara tegas mengenai

    Pemilu. Dibawah naungan Undang-Undang Dasar 1945 dilaksanakan Pemilu 1

    pada tahun 1955 yang menganut pendirian bahwa: Kemauan rakyat adalah

    dasar kekuasaan penguasa, kemauan itu dinyatakan dalam pemilihan berkala

    yang jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan

    berkesamaan, serta dengan pemungutan suara yang rahasia atau menurut cara

    yang juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara(vide Pasal 35 Undang-

    Undang Dasar Sementara 1950). Berdasarkan ketentuan konstitusional itu

    disusun Undang-undang Pemilu dan peraturan pelaksanaannya, dan pada tahun

    1955 Pemilihan Umum yang pertama dilaksanakan di Negara Republik

    Indonesia untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante.7

    Meskipun dalam Undang-Undang Dasar 1945 istilah pemilihan Umum

    itu sendiri tidak tercantum tetapi adalah tidak tepat, apabila ada pendirian

    bahwa hidup bernegara dalam naungan Undang-Undang Dasar 1945 tidak

    mengenal pemilu untuk memilih anggota-anggota lembaga perwakilan rakyat.

    Apabila kita kaji dengan jeli pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, kita akan

    7

    Dahlan Thaib,Implementasi Sistem Ketatanegaraan Menurut Undang-Undang Dasar1945,Cetakan Kedua, Liberty, Yogyakarta 1998, Hlm. 89.

    7

  • 7/25/2019 Wawan Setiawan 8189651524 Bab 1

    8/21

    menemukan secara implisit bahwa Undang-Undang Dasar 1945 menghendaki

    bahkan dapat menjadi bukti kuat harus terselenggaranya Pemilu dalam

    kehidupan ketatanegaraan Indonesia. Beberapa pasal yang dapat mendukung

    bukti tersebut adalah sebagai berikut:

    a) Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan, bahwa

    kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh

    Majelis Permusyawaratan Rakyat.

    b) Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945: Majelis

    Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan

    Perwakilan Rakyat ditambah utusan-utusan dari Daerah-daerah dan

    Golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan

    Undang-Undang.

    c)

    Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Susunan Dewan

    Perwakilan Rakyat ditetapkan dengan Undang-Undang.

    Dari ketentuan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Dasar

    1945 menegaskan cara menetapkan anggota-anggota MPR dan DPR, haruslah

    dengan Undang-undang. Undang-undang yang dimaksud adalah undang-

    undang yang mengatur pemilihan umum dalam menentukan wakil-wakil rakyat

    yang akan duduk di MPR dan DPR.

    Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengatur secara jelas mekanisme

    pemilhan Presiden dan Wakil Presiden, persoalan ini justru diatur lebih terinci

    dalam Ketetapan MPR No. VI/MPR/1999 tentang Tata cara Pencalonan dan

    8

  • 7/25/2019 Wawan Setiawan 8189651524 Bab 1

    9/21

    Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI.8 Selanjutnya dalam Pasal 7

    ditentukan, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa

    lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama

    hanya untuk satu kali masa jabatan. Penegasan ini sebelumnya sudah pernah

    diatur didalam ketetapan MPR Nomor XIII/MPR/1998 yang isinya sudah

    diintegrasikan ke dalam Pasal 7 perubahan pertama Undang-Undang Dasar

    1945. Selain itu Pasal 6A diatur mengenai mekanisme pemilihan Presiden dan

    Wakil Presiden sebagai berikut:

    1. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara

    langsung oleh rakyat.

    2.

    Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai

    politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum

    sebelum pelaksanaan pemilihan umum.9

    Adanya perubahan tata cara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

    sebagaimana diatur dalam Pasal 6A Undang-Undang Dasar 1945, maka

    ketetapan MPR Nomor VI/MPR/1999 tentang Tata cara Pencalonan dan

    Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dicabut melalui

    Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/2002, karena materinya sudah diintegrasikan

    kedalam Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945.10 Ketentuan lebih lanjut

    tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam Undang-Undang

    Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden,

    8Nimatul Huda, Politik Ketatanegaraan Indonesia: Kajian terhadap DinamikaPerubahan Undang-Undang Dasar 1945, Cetakan Pertama, FH UII Press, Yogyakarta 2003,Hlm.78.

    9Ketentuan lebih lanjut lihat dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003

    tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.10

    Nimatul Huda, Politik Ketatanegaraan Indonesia: Kajian terhadapDinamikaPerubahan Undang-Undang Dasar 1945,Op.cit, hlm.85.

    9

  • 7/25/2019 Wawan Setiawan 8189651524 Bab 1

    10/21

    sehingga pada tahun 2004 rakyat Indonesia melakukan pemilihan Presiden dan

    Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat.

    Dengan adanya perubahan mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil

    Presiden melalui pemilihan secara langsung oleh rakyat, akan memberikan

    warna baru dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia ke depan. Langkah ini

    dipandang lebih demokratis dibandingkan masa sebelumnya, karena seringkali

    muncul distorsi demokrasi dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang

    dilakukan oleh wakil-wakil rakyat. Oleh karena itu untuk mewujudkan

    pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara demokratis dan beradab melalui

    partisipasi masyarakat seluas-luasnya berdasarkan asas langsung, umum, bebas,

    rahasia, jujur dan adil, maka pada pemilu tahun 2009 dibentuklah Undang-

    Undang Nomor 42 Tahun 2008 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 23

    Tahun 2003 tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, karena sudah tidak

    sesuai lagi dengan perkembangan demokrasi dan dinamika masyarakat dalam

    kehidupan berbangsa dan bernegara.

    2. Teori tentang Konsepsi Negara Hukum.

    Istilah negara hukumsudah sangat popular di Indonesia. Pada umumnya

    istilah tersebut dianggap merupakan terjamahan yang tepat dari dua istilah yaitu

    rechtsstaatdan the rule of law. Konsep tersebut selalu dikaitkan dengan konsep

    perlindungan hukum, sebab konsep-konsep itu tidak lepas dari gagasan untuk

    memberi pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia. Tetapi sebenarnya antara

    rechtsstaatdan the rule of lawitu mempunyai latar belakang dan pelembagaan

    10

  • 7/25/2019 Wawan Setiawan 8189651524 Bab 1

    11/21

    yang berbeda meskipun pada intinya sama-sama menginginkan perlindungan

    bagi hak asasi manusia melalui pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak

    memihak.

    Istilah rechtsstaat banyak dianut di negara-negara Eropa Kontinental

    yang bertumpu pada sistem civil law, sedangkan the rule of law banyak

    dikembangkan di negara-negara dengan tradisi Anglo Saxon yang bertumpu

    pada sistem common law. Kedua sistem yang menjadi tumpuan kedua konsep

    tersebut mempunyai perbedaan titik berat pengoperasian, civil law

    menitikberatkan pada administrasi sedangkan common law menitikberatkan

    pada judicial. Dengan adanya perbedaan titik berat dalam pengoperasian itu,

    maka kedua konsep tersebut juga merinci ciri-ciri yang berbeda. Konsep

    rechtsstaat menggariskan ciri-ciri:

    1.

    Adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.

    2.

    Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan negara untuk

    menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).

    3.Pemerintahan berdasarkan peraturan, dan

    4.Adanya peradilan administrasi.

    Sedangkan ciri-ciri pada the rule of law yaitu:

    1.Adanya supremasi aturan-aturan hukum,

    2.

    Adanya kesamaan kedudukan di depan hukum, dan

    3.

    Adanya jaminan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)

    .

    11

    Istilah rechtsstaat (yang dilawankan dengan machtsstaat) memang muncul di

    dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yakni sebagai kunci pokok

    pertama dari sistem pemerintahan negara yang berbunyi Indonesia ialah

    negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat) dan bukan berdasar atas

    11

    Moh. Mahfud MD,Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta 1999,hlm.126-127.

    11

  • 7/25/2019 Wawan Setiawan 8189651524 Bab 1

    12/21

    kekuasaan belaka (machtsstaat). Tetapi berdasarkan dokumen-dokumen

    sejarah persidangan BPUPKI dan PPKI yang kemudian menetapkan Undang-

    Undang Dasar 1945, naskah penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 itu tidak

    pernah dibahas oleh panitia. Naskah tesebut baru muncul menyertai naskah

    Undang-Undang Dasar 1945 setelah diumumkan di dalam Berita Negara pada

    tahun 1946.12Penyebutan istilah itupun tidak lebih dari satu kalimat, sehingga

    sulit memahami orientasi konsepsinya diantara berbagai konsepsi negara

    hukum yang ada. Memang istilah rechtsstaaatitu sendiri dapat memberi kesan,

    bahwa orientasi konsepsi negara hukum kita adalah tradisi hukum Eropa

    Kontinental, karena istilah tersebut berasal dari sana. Tetapi kalau dilihat dari

    pasal-pasal Hak Asasi Manusia (HAM) yang ada didalam Batang Tubuh

    Undang-Undang Dasar 1945 justru kental dengan muatan ciri-ciri rule of law.13

    Secara terbatas ketentuan-ketentuan tentang Hak Asasi Manusia (HAM) seperti

    Pasal 27, 28, 29, 30, dan 31 dengan rumusan yang juga masih memberikan

    pembatasan, karena untuk sebagian disertai dengan ketentuan bahwa dalam

    pelaksanaannya akan diatur dengan Undang-Undang. Masuknya pasal-pasal

    tersebut memperlihatkan bahwa konsepsi negara hukum dari tradisi Anglo

    Saxon yang bernama the rule of law itu masuk di dalam Undang-Undang

    Dasar 1945, sesuatu yang dapat dilihat minimal dari Pasal 27 yang menentukan

    bahwa setiap warga negara berkedudukan sama di depan hukum dan

    pemerintahan.14

    12Moh. Mahfud MD,Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi,Op.Cit, hlm 133.

    13

    Ibid, hlm.134.14Ibid, hlm.136.

    12

  • 7/25/2019 Wawan Setiawan 8189651524 Bab 1

    13/21

    Sedangkan Sjahran Basah mengidentifikasi negara hukum Indonesia

    yang berdasarkan Pancasila dengan mengajukan pendapat bahwa Pancasila

    dijabarkan di dalam beberapa pasal Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945,

    seperti Pasal 27, 28, 29, 30 dan 34, maka di negara hukum Indonesia terdapat

    hak dan kewajiban asasi manusia, hak perorangan yang bukan hanya harus

    diperhatikan tetapi juga harus ditegakkan dengan mengingat kepentingan

    umum, menghormati orang lain, mengindahkan perlindungan atau kepentingan

    keselamatan bangsa, serta moral umum dan ketahanan nasional berdasarkan

    Undang-Undang.15 Senada dengan berbagai identifikasi tersebut, Philipus M.

    Hadjon mengatakan bahwa negara hukum Indonesia agak berbeda dengan

    rechtsstaatatau the rule of law.Rechtsstaat mengedepankan wetmatigheidyang

    kemudian menjadi rechtsmatigheid, the rule of law mengutamakan equality

    before the law, sedangkan negara hukum Indonesia menghendaki keserasian

    hubungan antara pemerintah dan rakyat yang mengedepankan asas kerukunan.

    Selain itu, Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa terdapat elemen-elemen

    penting di dalam negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila yaitu:

    1.Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan

    asas kerukunan.

    2.

    Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara.

    3.Penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan

    merupakan sarana terakhir jika musyawarah gagal.

    4.Keseimbangan antara hak dan kewajiban.16

    15Ibid, hlm.142.

    16

    Philipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia. Bina Ilmu.Surabaya, 1987.

    13

  • 7/25/2019 Wawan Setiawan 8189651524 Bab 1

    14/21

    3. Teori tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

    Sebelum dan Sesudah Reformasi

    Jatuhnya Presiden Soekarno dari tampuk kepemimpinan nasional,

    maka Jenderal Soeharto mulai memegang kendali pemerintahan dan di masa ini

    disebut sebagai era Orde Baru. Di era ini konsentrasi penyelenggaraan

    pemerintahan negara menitikberatkan pada aspek stabilitas politik dalam

    rangka menunjang pembangunan nasional.17 Untuk mendukung terwujudnya

    stabilitas politik dalam rangka pembangunan nasional, maka dilakukanlah

    upaya-upaya pembenahan sistem ketatanegaraan dan format politik dengan

    menonjolkan pada hal-hal sebagai berikut:

    a. Konsep Dwi Fungsi ABRI dipergunakan sebagai platform (panggung)politik orde baru, tidak hanya berfungsi sebagai pertahanan negara,

    melainkan juga memainkan peranan sosial politik dan terlibat dalam

    pengambilan keputusan-keputusan politik.

    b.

    Pengutamaan Golongan Karya.

    c.

    Magnifikasi kekuasaan di tangan eksekutif.

    d.

    Diteruskannya sistem pengangkatan dalam lembaga-lembaga perwakilan

    rakyat.

    e. Kebijakan depolitisasi khususnya masyarakat pedesaan melalui konsep

    masa mengambang (floating mass); dan

    f. Kontrol arbriter atas kehidupan pers.18

    Konsep Dwi Fungsi ABRI secara implisit sebenarnya sudah dikemukakan oleh

    Kepala Staf Angkatan Darat, Mayjen Abdul Haris Nasution pada tahun 1958.

    Menurut Nasution Dwi Fungsi ABRI merupakan konsep jalan tengah.

    Prinsipnya menegaskan bahwa peran militer atau tentara tidak terbatas pada

    tugas profesional militer belaka, melainkan juga mempunyai tugas-tugas lain di

    17B.Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara Indonesia : Menuju Konsolidasi Sistem

    Demokrasi,Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta 2009. hlm.106.18

    Mochtar Pabottinggi, dalam Syamsudin Haris dan Riza Sihbudi, 1995,MenelaahKembali Format Politik Orde Baru, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. xii-xiii.

    14

  • 7/25/2019 Wawan Setiawan 8189651524 Bab 1

    15/21

    bidang sosial politik.19 Sebuah konsep itulah yang tidak lazim di negara

    demokrasi yang lebih mengedepankan konsep penguatan masyarakat sipil

    (empowering civil society). Dari konsep seperti itu, maka kehidupan politik

    Indonesia pada masa Orde Baru ada keterikatan antara GOLKAR dan ABRI

    (Militer).

    Sejarah menunjukkan bahwa dalam setiap penyelenggaraan Pemilu di

    era Orde Baru, GOLKAR selalu menjadi single majority, dan setiap pemilihan

    Presiden yang dilakukan MPR, Soeharto selalu dapat terpilih kembali secara

    aklamasi untuk menjadi Presiden Republik Indonesia.20Tidak dapat dipungkiri

    bahwa rezim Orde Baru memang berhasil dalam mewujudkan stabilitas politik

    melalui pendekatan keamanan. Pembangunan dapat berjalan secara bertahap

    dan berkelanjutan. Tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata 7%. Bahkan

    Indonesia telah mampu berswasembada pangan. Akan tetapi sebaliknya di

    lingkungan infrastruktur politik, telah terjadi pembelengguanhak politik warga

    negara sebagai pemegang kedaulatan. Puncak dari keadaan semacam ini adalah

    terjadinya gerakan reformasi sebagai akibat adanya krisis multidimensional

    pada akhir tahun 1997 dan awal tahun 1998. Kemudian karena krisis tersebut

    tidak kunjung teratasi, maka diawali dengan terjadinya kerusuhan tanggal 13

    s.d 14 Mei 1998, Presiden Soeharto meletakkan jabatannya pada tanggal 20

    Mei 1998 dan diganti oleh Wakil Presiden BJ.Habibie. Pergantian jabatan

    tersebut menurut sementara pihak merupakan langkah konstitusional, sebab

    19Mochtar Pabottinggi, dalam Syamsudin Haris & Riza Sihbudi, 1995,Menelaah Kembali

    Format Politik Orde Baru, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm.xii-xiii.20

    B.Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara Indonesia :Menuju Konsolidasi SistemDemokrasi,Op.Cit, hlm. 110-111.

    15

  • 7/25/2019 Wawan Setiawan 8189651524 Bab 1

    16/21

    Pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945 telah menegaskan bahwa jika Presiden

    mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa

    jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya. Di pihak

    lain, proses penggantian jabatan tersebut dianggap inkonstitusional, karena

    proses penggantian tersebut tidak ditandai dengan penyerahan kembali mandat

    yang diterima oleh Soeharto kepada MPR.

    Dengan tumbangnya rezim Orde Baru, maka dimulailah penataan

    sistem ketatanegaraan menuju konsolidasi sistem demokrasi di Indonesia.

    Konsolidasi yang paling penting disini tidak lain adalah dengan melakukan

    perubahan dan penggantian berbagai Peraturan Perundang-undangan yang

    dirasa tidak memberikan ruang gerak bagi kehidupan demokrasi dan prinsip-

    prinsip kedaulatan rakyat. Peraturan Perundangan-undangan yang dimaksud

    antara lain:21

    a.

    Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983 Tentang Referendum.

    b. Undang-Undang No. 5 tahun 1985 Tentang Referendum.

    c. Undang-Undang No. 5 tahun 1974 Tentang Pemerintahan Di

    daerah.

    d. Paket Undang-Undang Bidang Politik (Undang-Undang

    Susduk MPR, DPR, DPRD, Undang-Undang Pemilihan

    Umum, dan Undang-Undang Partai Politik dan Golongan

    Karya.

    Di samping melakukan perubahan terhadap Peraturan Perundang-undangan

    tersebut, maka sesuai dengan amanat reformasi, dilakukanlah langkah-langkah

    untuk mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945. Amandemen Undang-

    21Ibid, hlm.113.

    16

  • 7/25/2019 Wawan Setiawan 8189651524 Bab 1

    17/21

    Undang Dasar 1945 merupakan prasyarat utama bagi terselenggaranya sistem

    ketatanegaraan yang demokratis.22

    Hal ini mengingat sistematika yang tertuang di dalam Undang-

    Undang Dasar 1945 tidak memberikan ruang yang cukup untuk

    mengembangkan konsep demokrasi pemerintahan dan prinsip negara yang

    berkedaulatan rakyat. Dalam rangka melaksanakan amandemen Undang-

    Undang Dasar 1945, MPR mempergunakan dasar hukum Pasal 37 Undang-

    Undang Dasar 1945. Berkaitan dengan hal inilah, maka dalam kurun waktu

    tahun 1999 sampai dengan tahun 2002, dalam setiap tahunnya MPR melakukan

    pengesahan terhadap hasil-hasil amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang

    dilakukan oleh Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR. Setelah amandemen IV

    Undang-Undang Dasar 1945 dikukuhkan pada Sidang Tahunan MPR tahun

    2002, maka sistem ketatanegaran Indonesia secara singkat dapat dikemukakan

    sebagai berikut:23

    a. Bentuk Negara Kesatuan tetap dipertahankan dan sudah

    merupakan keputusan yang final.

    b. Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia, adalah

    sistem Presidensiil Murni, di mana Presiden dan Wakil

    Presiden dipilih langsung oleh rakyat yang calonnya

    diajukan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik

    yang memperoleh 15% kursi di DPR-RI atau 20%memperoleh suara sah dalam pemilu Legislatif.

    c. Seluruh anggota Parlemen (DPR dan DPD) dipilih melalui

    Pemilihan Umum. Tidak dikenal lagi adanya cara

    penunjukkan atau pengangkatan.

    d. Majelis Pernusyawaratan Rakyat tidak lagi menjadi

    Lembaga tertinggi Negara, melainkan hanya merupakan

    sarana bergabungnya DPR dan DPD. Wewenang dari

    lembaga ini hanya mengubah Undang-Undang Dasar,

    22

    Ibid, hlm.113.23Ibid, hlm.114.

    17

  • 7/25/2019 Wawan Setiawan 8189651524 Bab 1

    18/21

    mengangkat atau melantik Presiden dan Wakil Presiden

    hasil Pemilihan Umum, memberhentikan Presiden dan

    Wakil Presiden jika menurut keputusan MahkamahKonstitusi dianggap melakukan pelanggaran hukum berat.

    e. Dijumpai adanya Mahkamah Konstitusi yang mempunyai

    wewenang untuk melakukan judicial review Undang-

    Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945,

    penyelesaian sengketa Pemilihan Umum, memeriksa

    Presiden dan/atau Wakil Presiden atas permintaan DPR,

    jika dianggap telah melakukan pelanggaran hukum berat.

    Dengan adanya perubahan tata cara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

    melalui Ketetapan MPR No.IV/MPR/2002, maka kehidupan politik rakyat

    bangsa Indonesia menjadi luas dan terjamin. Sehingga pada tahun 2004

    terselenggaranya Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden secara

    langsung oleh rakyat, yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun

    2003. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat

    merupakan suatu proses politik bagi bangsa Indonesia menuju kehidupan

    politik yang lebih demokratis dan bertanggung jawab. Kemudian dengan

    berkembangnya demokrasi dan dinamika masyarakat dalam kehidupan politik

    berbangsa dan bernegara, serta untuk menjamin pelaksanaan Pemilu Presiden

    dan Wakil Presiden yang berkualitas, maka Undang-Undang Nomor 23 Tahun

    2003 diganti dan dibentuklah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang

    Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden untuk Pemilu tahun 2009 yang

    dilaksanakan secara demokratis dan dapat dipertanggungjawabkan.

    E. Metode Penelitian

    1. Objek Penelitian

    18

  • 7/25/2019 Wawan Setiawan 8189651524 Bab 1

    19/21

    Cara pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Pasca

    reformasi menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 dan Undang-

    Undang Nomor 42 Tahun 2008.

    2. Bahan Hukum

    Bahan hukum yang akan diperlukan dalam penelitian adalah:

    a. Bahan hukum primer yaitu bahan yang bersifat mengikat yang terdiri

    dari:

    1) Undang-Undang Dasar 1945.

    2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilu Presiden

    dan Wakil Presiden.

    3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu

    Presiden dan Wakil Presiden.

    4)

    Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 29 Tahun 2009 tentang

    Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan

    Suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

    b. Bahan hukun sekunder yaitu bahan hukum yang bersifat menjelaskan

    terhadap bahan hukum primer yaitu berupa literatur, buku-buku jurnal

    hukum dan artikel yang berkaitan dengan permasalahan yang akan

    dibahas dalam penelitian ini.

    3. Cara Pengumpulan Bahan Hukum

    a. Studi pustaka yakni dengan mengkaji berbagai peraturan perundang-

    undangan atau literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian.

    4. Metode Pendekatan

    19

  • 7/25/2019 Wawan Setiawan 8189651524 Bab 1

    20/21

    Metode yang digunakan adalah metode pendekatan perundang-undangan

    yaitu menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkut paut

    dengan isu hukum yang sedang ditangani atau diteliti.

    5. Analisis Bahan Hukum

    Metode analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif yaitu bahan

    hukum yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara

    kualitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut:

    a. Bahan hukum yang diperoleh dari penelitian diklasifikasikan sesuai

    dengan permasalahan dalam penelitian.

    a.

    Hasil kualifikasi bahan hukum selanjutnya disistemasikan.

    b.Bahan hukum yang telah disistemasikan kemudian dianalisis untuk

    dijadikan dasar pengambilan kesimpulan.

    F. Sistematika Penulisan

    Bab I pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan

    masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian

    Bab II Pemilu dalam negara demokrasi di Indonesia, berisi tentang

    demokrasi sebagai perwujudan kedaulatan hak politik rakyat, macam-macam

    demokrasi, pemilu sebagai salah satu pilar demokrasi, pemilihan Presiden sebagai

    salah satu bentuk pemilu dalam negara demokrasi.

    Bab III Pengaturan pemilu Presiden dalam negara hukum di Indomesia,

    berisi tentang hubungan pemilu, demokrasi dan hukum, hirarki peraturan

    perundang-undangan, bentuk-bentuk peraturan dalam mengatur pemilihan

    Presiden dan Wakil Presiden.

    20

  • 7/25/2019 Wawan Setiawan 8189651524 Bab 1

    21/21

    Bab IV Cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden pasca

    reformasi menurut Undang-Undang No. 23 tahun 2003 dan Undang-Undang No.

    42 tahun 2008, berisi tentang deskripsi Undang-Undang No. 23 tahun 2003

    tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, deskripsi Undang-Undang No. 42

    tahun 2008, perbandingan cara pelaksanaan pemilu menurut Undang-Undang No.

    23 tahun 2003 dan Undang-Undang No. 42 tahun 2008, pemilihan Presiden yang

    ideal untuk ke depan.

    Bab V Kesimpulan dan penutup.

    21