wawan a_desa tangguh_ buku membangun desa tangguh 2011

106
2011 Aman Seterusnya Sebuah Pembelajaran Menuju Desa Tangguh Siaga Selalu Wawan Andriyanto, dkk

Upload: wawan-andriyanto

Post on 04-Dec-2014

2.245 views

Category:

Education


11 download

DESCRIPTION

Memoar pelaksanaan Program Desa Tangguh YP2SU-SCDRR UNDP tahun 2010 di Desa Mulyodadi (Bambanglipuro, Bantul), dan Desa Wonolelo (Pleret, Bantul). free untuk didownload, dan digunakan, tapi dengan menyebutkan sumbernya

TRANSCRIPT

Page 1: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

2011

Aman Seterusnya Sebuah Pembelajaran Menuju Desa Tangguh

Siaga Selalu

Wawan Andriyanto, dkk

Page 2: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011
Page 3: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

KA

Assa

ATA PE

alamualaiku

Sud

kera

perh

baru

alam

sebe

ke

peng

Pad

tergo

yang

Men

di D

pert

bum

Gun

sepa

wilay

DIY

benc

Ben

apab

serta

satu

kesi

men

daer

DIY

ENGAN

um Wr. Wb.

ah banyak

awanan tin

hatian yang

u muncul se

m besar

elumnya ce

arah preve

gurangan ri

a saat ini

olong rend

g bekerja di

ningkatnya f

IY pada khu

imbangan a

mi besar Me

nung Kidul,

anjang pesi

yah DIY me

akan perl

cana baik b

cana dapat

bila masya

a adanya b

u aspek pen

apan dan

ndasari BAP

rah di Prov

dan Proyek

NTAR

k yang me

ggi terhad

g lebih mem

ekitar enam

berturut-tu

enderung be

entif dan k

isiko benca

pula tingka

ah sehingg

iarea penan

frekuensi ke

ususnya tel

aspek kebe

i 2006, ben

erupsi Me

isir Bantul-K

enyadarkan

unya perha

bencana ala

t diredam d

rakat mem

udaya penc

nting dalam

ketangg

PPEDA Pro

vinsi DIY, b

k “Safer Co

i

nyampaikan

ap berbag

madai pada

m tahun tera

rut di Indo

ersifat respo

kesiap-siag

na walaupu

at kesiapsia

ga masih p

nggulangan

ejadian ben

lah membu

encanaan d

cana tanah

erapi di Sle

Kulonprogo

n semua pe

atian mens

am maupun

an dikurang

mpunyai info

cegahan da

m penanggu

guhan ditin

vinsi DIY se

bersama de

ommunities

n bahwa N

gai jenis b

Pengurang

akhir setelah

onesia. Pe

onsif dan s

aan denga

un masih be

agaan benc

perlu menja

n bencana.

ncana di Ind

ka mata se

dalam pemb

h longsor di

man, anca

dan angin

elaku dan p

sinergikan

non alam.

gi risiko dan

ormasi dan

an ketahana

ulangan be

ngkat mas

elaku badan

engan Bada

through Dis

Negara Ind

encana te

gan Risiko

h terjadi be

enanganan

pontan, kin

an bertump

elum signifik

cana di ma

adi perhatia

donesia pad

mua pihak a

bangunan.

Kulon Prog

man tsunam

puting beli

pelaksana p

upaya pen

n dampakny

pengetahu

an terhadap

ncana ada

syarakat. H

n perencan

an Kesbang

saster Risk

donesia me

rutama. Na

Bencana (

berapa ben

bencana

ni mulai berg

pu pada u

kan dampa

asyarakat m

an semua

da umumnya

akan pentin

Kejadian ge

go, kekering

mi dan ban

ung di bebe

pembangun

ngurangan

ya secara b

uan yang c

p bencana. S

lah memba

Hal inilah

a pembang

glinmas Pro

Reduction”

emiliki

amun

PRB)

ncana

yang

gerak

upaya

knya.

masih

pihak

a dan

ngnya

empa

gan di

njir di

erapa

nan di

risiko

berarti

cukup

Salah

angun

yang

gunan

ovinsi

” (SC-

Page 4: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

i

DRR) yang didukung oleh BAPPENAS-KEMENDAGRI-BNPB dan UNDP

untuk membuat pilot project bernama “Desa Tangguh’ di Provinsi DIY.

Seluruh komponen, dalam hal ini warga, kepala keluarga, para pemimpin

masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan,

institusi lokal/regional/nasional/ internasional, sektor swasta dan publik

diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif dalam upaya mengurangi

kerentanan bencana di tingkat komunitas yang berada di wilayah berisiko

bencana.

Untuk ke depan, apa yang dilakukan oleh YP2SU melalui Program

Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas “Desa Tangguh”,

diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan ketangguhan masyarakat

dalam menghadapi bencana. Dibutuhan kerja sama untuk mensinergikan

sumber daya, koordinasi kegiatan, membentuk jejaring dan kemitraan

dalam usaha menjalankan program PRBBK yang berkelanjutan ini.

Dengan diterbitkannya buku Memoar Desa Tangguh YP2SU diharapkan

dapat menjadi kontribusi yang mampu menjawab kurangnya bahan

pembelajaran bagi upaya pengurangan risiko bencana di tingkat

komunitas. Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih kepada semua

pihak yang telah bekerjasama dalam pilot project Desa Tangguh dan dalam

penyusunan buku ini terutama YP2SU dan SCDRR-UNDP yang telah

menfasilitasi dan berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu

persatu. Semoga buku ini dapat memenuhi maksud dan tujuan penyusun

dan kerjasama ini akan terus terjalin di kelak kemudian hari dalam rangka

meningkatkan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, Januari 2011

Koordinator Project Officer

PPMU SCDDR Provinsi DIY

DANANG SAMSURIZAL

Page 5: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

SEBUAH CATATAN 

 

 

Oleh: Eko Teguh Paripurno* 

Telah kita ketahui bersama, desa telah lama menjadi subyek (atau obyek?) pelaksanaan program oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam negeri,lembaga pemerintah luar negeri, lembaga non pemerintah dalam negeri maupun lembaga non pemerintah luar negeri. Dahulu pernah kita kenal status desa sebagai Desa Pancasila, Desa Mandiri, Desa Wisata, Desa Konservasi, Desa Sehat, Desa Sadar Hukum dan lainnya. Dari namanya tentu kita sudah paham siapa lembaga-lembaga "penggagasnya". Sekarang, dalam konteks penangulangan bencana, diantara kita sedang mewujudkan Desa Siaga Bencana, Kampung Siaga Bencana, Desa Tangguh dan lainnya. Nah,buku ini adalah catatan pengalaman untuk mewujudkan Desa Tangguh itu.

Mewujudkan “Desa Tangguh”, bagaimana prosesnya? Proses pengorganisasian untuk pemberdayaan masyarakat adalah proses pembelajaran bagi para pelakunya. Sebelum memulai proses pengorganisasian ini, tentu YP2SU telah memikirkan berbagai “menu” proses yang telah tersedia hasil para pelaku pendahulunya, untuk dipilih dan diadaptasikan di wilayah kerjanya. Tentu termasuk di dalamnya pengalaman-pengalaman internal lembaga dalam melakukan pendampingan pemberdayaan ekonomi – yang merupakan isu sentral kerja-kerja YP2SU sebelum program ini dilaksanakan. Pada akhirnya, ruang dan waktu yang menentukan proses yang dipilih untuk dilakukan, yaitu 6 (enam) tahapan proses pemberdayaan: (1) Pengorganisasian Awal, (2) Identifikasi Potensi dan Risiko Bencana, (3) Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana, (4) Edukasi Masyarakat, (5) Pemberdayaan Ekonomi dan (6) Pelembagaan dan Legalisasi Desa Tangguh. Dan, YP2SU telah berhasil menjalankan mendatnya untuk mewujudkan Desa Tangguh itu...

Desa yang bersedia memahami ancaman dan kerentanannya adalah modal dasar bagi memungkinkanya sebuah desa menjadi Desa Tangguh. Biasanya kita mudah mengupas ancmaan yang ada di desa kita, tetapi enggan membaca kerentanan di desa kita secara jujur. Bahkan cenderung ditutup-tutupi. Paparan kerentanan terbaca rinci di masyarakat, tetapi belum cukup kuat membaca kerentanan birokrasi, baik di desa sampai jajaran di atasnya. Tidak disinggung perkara korupsi. Birokrasi korup, itu rentan. Tidak korup, itu berkapasitas.

Page 6: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Kaparitas yang penting bagi sebuah ketangguhan desa adalah kemampuan memobilisasi dana. Deklarasi Mulyodadi yang diamini oleh banyak pelaku eksternal telah menunjukan hal tersebut. Masyarakat bersepakat untuk sebaik-baiknya mengorganisasikan sumberdaya dari semua pihak untuk membangun ketangguhan itu. Semoga di dalamnya termasuk memobilisasi sumberdaya internal, Ini menjadi hal penting karena ketangguhan sejati adalah ketangguhan yang berbasis pada keswadayaan; yang dalam jangka panjang tidak memunculkan ketergantungan. Bukankah pengurangan risiko bencana itu merupakan strategi pengurangan risiko bencana dengan input eksternal minimum?

Ketangguhan ekonomi menjadi pilar penting agar ketangguhan terhadap bencana itu bisa terjadi. Tentu menjadi tidak nyaman bila ketangguhan bencana kita disandarkan kepada pihak lain, tergantung sumberdaya pihak lain. Oleh karenanya penguatan ekonomi menjadi hal yang tidak terpisahkan. Ajakan untuk bermain di sektor ekonomi lewat GEMI-nya, yang beriring dengan penanggulangan bencana, yang dikemukakan sebagai Slamet lan Raharjo benar adanya. Jadi, jangan memisahkan ketangguhan terhadap bencana dari ketangguhan terhadap aset penghidupan (termasuk ekonomi di dalamnya)... Dan akhirnya, lembaga yang akan mengawal untuk mewujudkan dan menjaga ketangguhan ini lembaga macam apa? Tentunya lembaga yang sadar bahwa ada investasi 1:6,5 yang diperlukan untuk menjaga aset yang kita miliki. Lembaga yang mampu memobilisasi aset internal untuk menjamin keberlanjutan itu. Semoga Forum PRB Desa selalu bersemangat dan bernenergi untuk mewujudkan hal itu, dengan atau tanpa YP2SU dan UNDP maupun aktor external lain. Mari kita membuktikan bahwa kita bisa mandiri.

*Koordinator Pusat Studi Manajemen Bencana UPN Veteran Yogyakarta/Penerima Penghargaan United Nations Sasakawa Award 2010

Page 7: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

SEKEDAR PRAKATA PENULIS 

 

 

Puji  syukur kepada Allah SWT, atas  segala  rahmat dan hidayahNya,  sehingga buku  ini dapat 

diselesaikan dan dipublikasikan. 

Buku  “Siaga  Selalu  Aman  Seterusnya”  ini  disusun  sebagai  hasil  pembelajaran 

bersama setelah satu tahun lebih YP2SU Yogyakarta, dengan dukungan penuh dari 

Program  SCDRR  UNDP  dan  Pemerintah  Indonesia, menyelenggarakan  Program 

Desa Tangguh, sebuah program pengurangan  risiko bencana berbasis komunitas 

(PRBBK)  di  2  (dua)  desa  di  Kabupaten  Bantul,  Provinsi  Daerah  Istimewa 

Yogyakarta. Sehingga, semua hal yang ditulis oleh penulis dalam buku  ini adalah 

hasil pembelajaran semua pihak yang terlibat di dalamnya, baik tim Program Desa 

Tangguh, Pemerintah Desa lokasi program, maupun masyarakat di lokasi program. 

Hal  yang  cukup  menarik  adalah,  bahwa  program  Desa  Tangguh  yang 

diselenggarakan  dalam  Program  ini  adalah  adanya  dukungan  penuh  dari 

Pemerintah, baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi DIY maupun Pemerintah 

Kabupaten  Bantul.  Hal  ini,  bagi  penulis,  menunjukkan  sebuah  potensi  besar 

sinergisitas antara semua pihak untuk membangun masyarakat yang tanggap dan 

tangguh menghadapi ancaman bencana yang sedemikian besar.  

Di level masyarakat, program ini diterima dengan baik, ditandai dengan partisipasi 

masyarakat yang aktif dan produktif. Banyak dinamika menantang yang mewarnai 

hubungan  antara  masyarakat  dengan  tim  program,  mulai  dari  dinamika  yang 

menguntungkan,  hingga  dinamika  yang memerlukan  penyelesaian.  Hanya  saja, 

begitulah  lika‐liku  penyelenggaraan  program  berbasis  isu  yang  relative  baru 

dikembangkan di Indonesia. 

Dalam pengantar ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar‐besarnya kepada 

semua pihak, termasuk contributor penulisan  yang terlibat dalam penulisan buku 

ini, yang semakin memperkaya hasil pembelajaran program Desa Tangguh.  

Akhirnya,  tiada  gading  yang  tak  retak.  Penulis  menyadari  masih  banyak  kekurangan  yang 

belum  terisi  dalam  penulisan  buku  ini.  Penulis mengharapkan  adanya masukan  konstruktif 

demi tersempurnakannya isi buku ini untuk di kemudian hari. 

 

Yogyakarta,  14 Februari 2010    

Penulis 

Page 8: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

DAFTAR ISI 

 

 

Halaman Cover……………………………………………………………………………. i

Kata Pengantar…....………………………………………………………………………. viii

Daftar Isi…………..……………………………………………………………………..… ix

Bab I Sekilas Tentang Program Desa Tangguh……………………………...……….. 1

Bab II Saat-saat Awal Pengorganisasian………………………………………………. 11

Bab III Pengkajian Potensi Dan Pemetaan Risiko Bencana Desa………………….. 17

Bab IV Perumusan Perencanaan Penanggulangan Bencana……...……………….. 31

Bab V Edukasi Masyarakat……………………..……………………………………….. 43

Bab VI Slamet Raharjo: Membangun Penghidupan Berkelanjutan Untuk

Masyarakat…............................................................................................................. 58

Bab VII Pelembagaan Dan Legalisasi Desa Tangguh…...…………………………… 65

Bab VIII Penutup…………………....…………………………………………………….. 87

Daftar Pustaka……………………....…………………………………………………….. 92

Factsheet Program Desa Tangguh………………………..……………………………. 94

Personel Program Desa Tangguh…………………………..…………………………… 95

Profil Penulis………………………………………………………………………………. 97

 

Page 9: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

   

1

Page 10: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

 

 

 

BAB I  

SEKILAS TENTANG PROGRAM DESA TANGGUH  

A. Profil Singkat Program Desa Tangguh 

Program  Desa  Tangguh  adalah  program  pendampingan  masyarakat  tingkat  desa  untuk 

mengurangi  potensi  dampak  bencana,  dengan membangun  dan memperkuat  pengetahuan, 

partisipasi  dan  sistem  regulasi masyarakat  dan  pemerintah  desa  untuk  pengurangan  risiko 

bencana. Program ini telah diselenggarakan selama 1 (satu) tahun di 2 (dua) desa di Kabupaten 

Bantul  Provinsi Daerah  Istimewa  Yogyakarta,  yakni Desa Wonolelo  (Kecamatan  Pleret),  dan 

Desa  Mulyodadi  (Kecamatan  Bambanglipuro).  Program  ini  diselenggarakan  mengingat 

kerentanan  kedua  desa  ini  terhadap  ancaman  bencana,  yang  telah  terbukti  dalam  sejarah 

perjalanannya.  Desa Mulyodadi  adalah  desa  rawan  bencana  gempa  bumi,  yang  dibuktikan 

ketika pada peristiwa gempa bumi Yogyakarta 27 Mei 2006, 80% rumah di wilayahnya hancur 

dan  lebih dari 200 warga meninggal dunia. Desa Wonolelo  juga rawan bencana gempa bumi 

karena  berdekatan  dengan  sesar  Opak,  dan  juga  rawan  tanah  longsor  karena  daerahnya 

berbukit‐bukit. 

Selama  pelaksanaannya  sepanjang  tahun  2010  silam,  Program  Desa  Tangguh  telah 

menghasilkan beberapa output, seperti yang disebutkan dalam table di bawah ini: 

Tabel 1.1 

Deskripsi Aktivitas Program Desa Tangguh 

No  Keluaran Program  Bentuk 

1  Regulasi& 

Kelembagaan  PB 

Desa 

a. Peraturan  Desa  tentang  Rencana  Penanggulangan Bencana Desa; 

b. SK Lurah Desa tentang Rencana Aksi Komunitas Desa; c. SK  Lurah  Desa  tentang  Perencanaan  Kontinjensi 

Bencana Desa; d. SK  Lurah  Desa  tentang  Forum  Pengurangan  Risiko 

Bencana Desa 

2  Kajian  Bahaya, 

Kerentanan  & 

Kapasitas Desa 

a. Video Komunitas Desa b. Kajian Risiko Bencana Desa c. Penyusunan Peta Risiko Bencana Desa 

2

Page 11: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

3  Pelatihan/Sosialisa

si Kebencanaan 

a. Simulasi Bencana Gempa Bumi b. Sosialisasi Kebencanaan  (Penanganan Pengungsi, PPPK, 

Ketahanan  Pangan,  Penggunaan  Alat  Deteksi  Longsor, Perubahan Iklim, Penanganan Kebakaran. 

4  Kampanye/Edukasi 

Masyarakat  

a. Pentas  Kesenian  Bertemakan  Kebencanaan  (Ketoprak, Teater, Macapat, Lagu) 

b. Penulisan  Buletin,  Media  Kampanye  (poster,  bulletin) untuk warga desa. 

c. Edukasi Penanggulangan Bencana untuk Anak d. Edukasi Bencana untuk Perempuan e. Edukasi Bencana Untuk Petani 

5  Pelatihan 

Pemberdayaan 

Ekonomi 

a. Pelatihan manajemen Usaha Mikro‐Kecil‐Menengah dan Lembaga Keuangan Mikro Desa. 

b. Pembentukan Forum Pengembangan Ekonomi Desa 

6  Hibah  a. Dana  Hibah  untuk  kegiatan  Penanggulangan  Bencana Rp.100 juta per desa 

b. Monitoring dan pendampingan penggunaan dana hibah 

 

 

Gambar 1.1 

Kesenian Hadroh Desa Wonolelo, 

Salah satu potensi media PRBBK pedesaan 

3

Page 12: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

Demi mencapai hasil yang optimal, Program Desa Tangguh bersinergi dengan potensi yang ada di masyarakat, yaitu: 

• Potensi Lokal (Kelompok Seni Budaya, Ormas Keagamaan Lokal); 

• Eksisting  Regulasi+Kebijakan  Pemerintah  Daerah  tentang  PRBBK  (Mis:Perda Penanggulangan  Bencana,  RPJMDes,  RPJMD/RKPD,  RPBD/RAD  PRB),  beserta Kelembagaan (BPBD, Bappeda, Kesbangpollinmas; dan SKPD lain); 

• Program‐Program Stake holders Lain (NGO‐Donor, PNPM, Organisasi Lokal, dll); 

• Pelembagaan  Partisipasi  (Regulasi  dan  Dokumen  Kebencanaan  Masyarakat  dan Lembaga  Forum  PRB  Masyarakat  –  dibentuk  oleh  perwakilan  masyarakat rentan+pemerintah masyarakat, dilegalisasi, diberdayakan);  

• Isu Lintas Sektoral (sensitive gender, perubahan iklim); 

• Pemberdayaan  Ekonomi Masyarakat  untuk mendukung  perkembangan  asset  untuk PRB Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan. 

B. Profil Lokasi 

Program  Desa  Tangguh  diselenggarakan  di  2  (dua)  desa  di  Kabupaten  Bantul,  Provinsi  DI Yogyakarta,  yakni  di  Desa Wonolelo  (Kecamatan  Pleret),  dan  Desa Mulyodadi  (Kecamatan Bambanglipuro). Adapun profil singkat lokasi program tersebut dapat diperiksa dalam tabel di bawah ini: 

Tabel 1.2. 

Profil Singkat Lokasi Program Desa Tangguh 

Desa Wonolelo 

Lokasi: Kecamatan Pleret, Bantul, DIY; 

Luas Wilayah: 453,4705 Ha; luas daratan 185,7736 Ha (40% luas lahan), luas 

perbukitan/pegunungan 267,6969 Ha (60% luas lahan); 14 dusun, 4 kring;  

Jumlah penduduk: 4,471 jiwa (2010); 

Ancaman utama: tanah longsor, gempa bumi, kekeringan, angin ribut, kebakaran, banjir, epidemic, ancaman sosial; 

Potensi Utama:  Gerakan masyarakat / ormas, kesenian tradisional, hadroh,  budaya Islam, pengalaman menjadi korban gempa bumi 2006. 

Desa Mulyodadi 

Lokasi: Kec. Bambanglipuro, Bantul, DIY; 

Luas Wilayah: 644,7575 Ha; 8 dusun;  

Jumlah penduduk : 11.873 jiwa (2010); 

Ancaman utama: gempa bumi, kekeringan irigasi, banjir, putting beliung, tanggul longsor, kebakaran, pencemaran air dan lingkungan, penyakit menular, bencana sosial; 

Potensi Utama:  Kesenian, gerakan masyarakat/ormas, pengalaman menjadi korban bencana gempa bumi 2006. 

 

‐‐‐‐ 

4

Page 13: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Banyaknya bencana dengan dampak  yang besar di negara  ini  telah menjadi  refleksi, bahwa pembangunan  belum  sepenuhnya  dapat menampung  hak‐hak masyarakat  untuk  lepas  dari ancaman bencana. Tak  terkecuali, bagi warga Bantul DIY, yang  telah melalui salah satu ujian terberatnya, Gempa Bumi 27 Mei 2006. Tak  tanggung‐tanggung dampaknya,  jumlah  korban jiwa meninggal mencapai  nilai  total  rupiah  kerusakan  fisik  dan  kerugian  ekonomi  sebesar Rp.29,1  Trilliun  (Sumber:  BAPPENAS,  2010;  PDLA  Gempa  Yogyakarta).  Kasus  bencana  DIY terkini, erupsi Merapi 2010, dampaknya  tidak hanya  terasa di Kabupaten Sleman saja;  tetapi juga di  seluruh Kabupaten dan Kota di  seluruh Provinsi DIY. Termasuk di Kabupaten Bantul, hingga tanggal 29 November 2010, tercatat sebanyak 6.359 penyintas Merapi, berlokasi di 17 titik (BNPB, laporan 29 November 2010 pukul 12 siang). Salah satu titik penyintas ada di desa Wonolelo,  Pleret,  Bantul,  dengan  jumlah  penyintas  mencapai  79  orang  (Sumber:  Akhmat Furqon, Ketua Forum PRB Wonolelo, 2010). 

Untuk  itulah, perlu adanya sebuah upaya pengurangan  risiko bencana yang diinisiasi di  level yang paling strategis, yang memungkinkan adanya pendekatan dan penyatuan antara berbagai sektor  di  level  komunitas.  Tujuannya  jelas:  pengerahan  sumber  daya  di  level  komunitas, dengan berlandaskan kultur masyarakat. 

Desa sebagai unit pemerintahan yang  langsung berhubungan dengan masyarakat, adalah titik strategis  untuk  pemberdayaan masyarakat  dan  perencanaan  pembangunan  dengan  skema bottom‐up. Proses perencanaan pembangunan dimulai dari musyawarah tingkat dusun, untuk dijadikan perencanaan pembangunan di level desa dan di atas desa. Di desa, kultur masyarakat dapat  lebih  terpelihara,  karena  di  situlah  kekuatan  pengaruh  tokoh masyarakat  dipadukan dengan kekuatan politik komunitas, dan membentuk gerakan bersama untuk menjaga warisan kultur masyarakat. Warga  desa Mulyodadi  (Salah  Satu  lokasi  Program Desa  Tangguh  2010), telah  lama menyadari  hal  ini,  sehingga mereka  berjuang  dengan  serius, membangun  seni budaya sebagai identitas desa mereka, dan Desa Mulyodadi dikukuhkan menjadi Desa Budaya pada tahun 2008 silam (Sumber: Bapak Subardi, ketua BPD, tokoh budaya Desa Mulyodadi).  

Di  samping  itu,  desa  adalah  tempat  bertemunya  berbagai  program  pemberdayaan  berbasis masyarakat, yang diselenggarakan oleh berbagai pihak; mulai dari PUAP; UED‐SP dan berbagai program  lain. Sehingga, desa adalah titik strategis, untuk menggalang partisipasi masyarakat, sekaligus integrasi PRB ke dalam sistem regulasi pemerintah. 

Desa,  juga merupakan  laboratorium  dinamika  yang  pada  rentetannya menghasilkan  setiap struktur dan kultur masyarakat yang ada sekarang. Dengan kata lain, keberdayaan masyarakat itu ada karena dibentuk, dan pembentukan masyarakat tersebut melalui proses yang panjang dan berliku, melalui proses penggalian potensi lokal maupun intervensi potensi dari luar. Dan, untuk  merubah  setiap  kondisi,  diperlukan  konsistensi  dan  kontinuitas  proses  penciptaan perubahan,  dan  konsistensi  dan  kontinuitas  itu  harus  dijaga  dengan  sistem  yang  disepakati bersama  antarpelaku  pembangunan,  sekaligus  aktor‐aktor  yang  memiliki  sikap  terbuka terhadap dinamika kemajuan modern. 

Hal ini juga berlaku dalam program Desa Tangguh. Sebuah desa, disebut tangguh menghadapi bencana apabila di desa tersebut, ada beberapa unsur sebagai berikut: 

a. Aktor‐aktor penanggulangan bencana, mewakili stakeholders desa, yang visioner dan tanggap terhadap perubahan; 

b. Sistem  regulasi  penanggulangan  bencana  yang  terbuka,  memuat  hasil  kajian partisipatif atas potensi bencana dan memberikan arahan strategis, sekaligus peluang 

5

Page 14: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

untuk mobilisasi  sumber  daya  pemerintah maupun  non  pemerintah,  internal  desa maupun eksternal desa, termasuk di dalamnya adalah program dan anggaran publik; 

c. Perencanaan  pembangunan  yang  partisipatif,  yang  menjadikan  pengurangan  risiko bencana  sebagai  kerangka  berpijak,  sekaligus  direncanakan  sebagai  bagian  dari kegiatan pembangun desa.   

d. Adanya upaya edukasi, advokasi, dan pemberdayaan masyarakat yang diiringi dengan kebesertaan masyarakat secara partisipatif aktif dan kontinu tersusun sebagai sebuah sistem untuk penanggulangan bencana desa. 

e. Pendayagunaan  potensi  lokal  (misal  kearifan,  pengetahuan,  religi,  dan  seni  budaya) masyarakat dalam penanggulangan bencana desa. 

f. Kesinambungan/Keberlanjutan gerakan Pengurangan Risiko Bencana, ditandai dengan adanya  skema  strategis  kemandirian  masyarakat,  yang  didukung  dengan  regulasi, institusionalisasi, perencanaan, penganggaran, dan monitoring‐evaluasi yang jelas. 

Semua  hal  tersebut,  harus  secara  kontinu  berproses  dan  beradaptasi  dengan  kebutuhan‐kebutuhan  baru  yang  semakin  berkembang.  Karena,  ketangguhan  desa  terhadap  ancaman bencana  dinilai  dari  kemauan  dan  kemampuan  seluruh  elemen  dalam masyarakat  tersebut untuk  berproses  dan  belajar  dalam  meningkatkan  kapasitas,  mengurangi  kerentanan,  dan meredam  ancaman bencana di desa.  Sebagaimana, perkembangan  kapasitas Karang  Taruna desa  Mulyodadi  dalam  mengolah  seni  budaya  desanya,  sebagaimana  Video  Komunitas Wonolelo dalam mengolah video‐video bermutu mengenai pemberdayaan masyarakatnya. 

 

“Alhamdulillah Mas, sekarang ini pasca Program Desa Tangguh selesai, Forum PRB Desa Wonolelo dapat dukungan dari banyak pihak. Kemarin kami dapat pelatihan dari CSPJRF, trus kami kemarin pelatihan yang mengisi Kepala BPBD Bantul. Tokoh‐tokoh masyarakat juga banyak yang masuk ke Forum PRB Desa. Harapannya ke depan ada program‐program lain 

yang dapat kami akses Mas” (Akhmat Furqon, Ketua Forum PRB Wonolelo)  

 

C. Tujuan Dan Strategi Dasar Program 

Desa ini adalah salah satu dari dua desa di Kabupaten Bantul yang memperoleh pendampingan dari program Desa Tangguh SCDRR UNDP. Semoga dengan adanya program ini, tidak ada korban lagi kalau bencana terjadi… (harapan Bapak Kuswanto, Kaur Kesra Desa Mulyodadi,yang selalu disampaikan bahkan di setiap beliau menyampaikan pidato pembukaan acara program). Sungguh, penulis merasakan bahwa program ini memiliki beban yang sangat berat, memberikan jaminan bahwa bencana mengerikan pada tanggal 27 Mei 2006 yang 

meluluhlantakkan hampir 80% rumah di desa ini, menelan 242 orang korban jiwa meninggal, dan menyebabkan ribuan orang luka‐luka dan kehilangan tempat tinggal. Dampak gempa 

bumi itu  ternyata masih dirasakan sampai sekarang, dan menjadi bagian dari memori sejarah yang telah merubah mindset masyarakat Bantul, bahwa ternyata,daerah mereka bukan daerah aman. Daerah Bantul, merupakan daerah yang dilalui oleh Sesar Opak, yang siap 

mengguncang wilayah Bantul dan sekitarnya.  

Tujuan  desa  tangguh  adalah  untuk mewujudkan warga masyarakat  dan  desa  yang  tangguh serta  tanggap  terhadap bencana,  sehingga diperlukan pola edukasi dan pemberdayaan yang berkelanjutan, dan advokasi yang tak kenal titik henti ke semua stakeholders, baik pemerintah maupun non‐pemerintah. Untuk itulah, dalam program Desa Tangguh ini, yang dilakukan oleh 

6

Page 15: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

YP2SU  sebagai penyelenggara program  lebih kepada pembentukan pondasi yang kokoh bagi masyarakat  dan  semua  stakeholders  untuk    kemudian  dikembangkan  lebih  jauh  di  masa depan, dengan mengedepankan potensi‐potensi  lokal,  kearifan dan pengetahuan  lokal  yang relevan,  serta  SDM‐SDM  lokal.  Pengembangan  ini  harus  mendapat  dukungan  regulasi pemerintah yang memadai. 

Memahami strategi proses pembangunan Desa Tangguh dimulai dari memetakan dua sektor kunci  pembentuk  elemen  dasar  desa,  yakni:  pemerintah  dan  non  pemerintah.  Sektor pemerintah,  berperan  dalam  integrasi  PRB  ke  dalam  pembangunan  dan  penyelarasan program‐program  pembangunan  dengan  aspirasi  dari  masyarakat.  Sedangkan,  sektor  non pemerintah,  berperan  dalam  penggalangan  partisipasi  masyarakat  dalam  pembangunan, penciptaan  ide‐ide  kreatif  pembaharuan  dalam  perencanaan  pembangunan,  sekaligus pemanfaat langsung, dan pelaku monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembangunan.  

 

D. Desa Tangguh untuk Pemberdayaan Perempuan 

Bencana/krisis selalu dikaitkan dengan kurangnya kapasitas masyarakat, yang sangat mungkin 

timbul  karena  kesenjangan  kapasitas  antar  anggota masyarakatnya.  Kesenjangan  ini  dapat 

timbul  juga  dari  factor  peran  antar  gender  yang  berbeda,  sehingga  konsekuensinya  adalah 

kesenjangan  kapasitas  juga.  Dalam  penanggulangan  bencana,  isu  peningkatan  kapasitas 

perempuan  selalu  menjadi  masalah  yang  harus  diselesaikan,  mengingat  perempuan  juga 

potensial sebagai penggerak masyarakat. 

Program Desa Tangguh 2010 mencoba untuk mengoptimalkan potensi perempuan penggerak 

di masyarakat kedua desa. Para kaum perempuan penggerak  ini  terlibat secara aktif sebagai 

pengorganisasi  yang  efektif  di  kedua  desa  lokasi  program.  Ada  beberapa  strategi  pelibatan 

perempuan dalam program Desa Tangguh, yaitu:  

1. Perempuan sebagai CO (Community Organizer) 

Dalam  banyak  hal,  perempuan  adalah  komunikator  yang  efektif  untuk melakukan/ 

memperlancar  pengorganisasian  masyarakat.  Di  kedua  desa  lokasi  Program, 

perempuan  secara  efektif mengorganisasi masyarakat  peserta  program  baik  dalam 

tahapan kajian partisipatif maupun pembuatan keputusan aksi dan pelaksanaannya. Di 

desa  Wonolelo  kaum  perempuan  yang  terlibat  dalam  organisasi‐organisasi  lokal 

(Forum Komunikasi Kader Posyandu, Jaringan Kerja Perempuan Pedesaan, dan Satuan 

Tanggap  Darurat  Desa  Wonolelo)  memegang  peranan  penting  menggerakkan 

kekuatan kaum ibu dan pemuda dalam program desa tangguh. Misalnya Mbak Ulil (Bu 

Khulil Khasanah), Mbak Tri (Bu Tri Baskoro), dan Bu Hadmiyati. Demikian juga di desa 

Mulyodadi, kaum perempuan terlibat aktif sebagai komunikator dan inspirator ide‐ide 

pengembangan  program  di  lapangan,  misalnya  Bu  Listy  Setyaningsih  (Dukuh 

Wonodoro), dan Bu Rajiyem (Guru). 

2. Perempuan sebagai pengurus Forum PRB Desa  

Forum PRB Desa dibentuk  sebagai  strategi pelembagaan partisipasi masyarakat desa 

dalam  program  desa  tangguh,  sekaligus  mengorganisasikan  SDM  visioner  yang 

7

Page 16: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

diperlukan untuk keberlanjutan program Desa Tangguh pada masa yang akan datang. 

Sebagai sebuah forum yang terbuka, elemen perempuan pun masuk ke dalamnya. 

3. Perempuan dilibatkan  secara  aktif  sebagai  actor dalam  rencana  kontinjensi bencana 

prioritas  desa,  baik  untuk  gempa  bumi  (Mulyodadi,  Bambanglipuro), maupun  tanah 

longsor (Wonolelo, Pleret).  

 

Gambar 1.2. 

Ibu‐ibu di Desa Wonolelo sedang mengikuti kegiatan pelatihan video komunitas 

 

E. Hasil Pembelajaran YP2SU Yogya 2010 

Program Desa Tangguh 2010 YP2SU Yogyakarta yang diselenggarakan di 2 (dua) desa di Bantul (Wonolelo,  Pleret  dan  Mulyodadi,  Bambanglipuro),  bekerjasama  dengan  Program  SCDRR UNDP dan Pemerintah  Indonesia adalah pembelajaran yang sangat berharga untuk dijadikan salah satu referensi pengembangan desa siaga bencana. Memang, kalau dilihat dari timeframe programnya yang hanya 1  (satu)  tahun, program  ini  jelas  tidak memadai untuk membentuk desa  tangguh  yang  sesungguhnya.  Sehingga,  kata  kunci  keberhasilan  pembentukan  desa tangguh  adalah  keberlanjutan/sustainability,  baik  sustainability  di  tingkat  masyarakat, pemerintah, maupun lembaga non pemerintah pendamping.   

Secara  umum,  pola  pembentukan  desa  tangguh  ini  secara  ideal  tergambar  dalam  skema  di bawah ini: 

8

Page 17: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

Gambar 1.3. 

Skema Pola Pembentukan Desa Tangguh 

 

Berdasarkan  hasil  pembelajaran  YP2SU  Yogyakarta,  seperti  halnya  yang  tergambar  dalam skema  di  atas  proses membangun  desa  tangguh  terbagi menjadi  6  (enam)  tahap. Masing‐masing  tahap  berkorelasi  positif  terhadap  kesuksesan  pengorganisasian  masyarakat  dan mobilisasi sumber daya (internal dan eksternal) yang diperlukan. Pentahapan ini tidaklah kaku, namun menyesuaikan dengan akar masalah yang dihadapi masyarakat dampingan dan semua stakeholders,  sekaligus  kapasitas/daya  dukung  penyelenggara  program,  masyarakat dampingan,  kebijakan  pemerintah  (regulasi,  program  dan  anggaran),  sekaligus  stakeholders setempat.  

Untuk  keperluan  efisiensi  dan  efektivitas  pemberdayaan masyarakat,  bisa  saja  tahap‐tahap yang dilalui sangat berbeda, khususnya dalam konteks isu lintas sektoral (cross‐cutting issues). Misalnya,  jika  masalah  perubahan  iklim  lebih  menonjol  daripada  masalah  ekonomi,  maka tahap  pemberdayaan  ekonomi  bisa  saja  dikesampingkan.  Atau,  jika  kedua‐duanya  sangat menonjol, sangat mungkin perubahan iklim dan pemberdayaan ekonomi dimunculkan. 

Pentahapan di atas adalah hasil dari pembelajaran YP2SU dalam Program Desa Tangguh 2010. 

Dari skema di atas, dapat diidentifikasi beberapa tahap pembentukan desa tangguh/desa siaga bencana, dengan deskripsi singkat tersebut di bawah ini: 

1. Tahap I: Pengorganisasian Awal Tahap  ini,  lebih  kepada  pengidentifikasian  pihak‐pihak  yang  akan  dilibatkan  secara langsung dalam program, mulai dari penyediaan  fasilitator, CO dan pengorganisasian masyarakat  di  tahap  awal.  Tahap  ini  dibahas  dalam  Bab  II  buku  ini:  Saat‐Saat Awal Pengorganisasian.    

9

Page 18: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

2. Tahap II: Identifikasi Potensi dan Pemetaan Risiko Bencana Pada tahap ini, masyarakat diajak untuk mengenal desa mereka sendiri menggunakan media PRA dan peta  risiko bencana. Tahap  ini dibahas dalam Bab  III buku  ini: Kajian Potensi dan Peta Risiko Bencana Desa.  

3. Tahap III: Penyusunan Rencana PB (Penanggulangan Bencana) Tahap  ini  dilaksanakan  dalam  rangka  menyusun  rencana  strategis,  rencana  aksi, maupun  rencana  kesiapsiagaan  menghadapi  bencana.  Penyusunan  rencana dilaksanakan  berdasarkan  pengenalan  potensi  dan  risiko  bencana  desa.  Tahap  ini dibahas dalam Bab IV buku ini: Perumusan Perencanaan Penanggulangan Bencana.  

4. Tahap IV: Edukasi Masyarakat Tahap ini dilaksanakan dalam rangka transfer pengetahuan penanggulangan bencana, sekaligus pelaksanaan dari  rencana yang  telah dibuat. Untuk program desa  tangguh, edukasi  ini  juga  dilaksanakan  untuk  keperluan  mengefektifkan  pengorganisasian masyarakat. Tahap ini dibahas dalam Bab V buku ini: Edukasi Masyarakat.  

5. Tahap V: Pemberdayaan Ekonomi Pada  tahap  ini,  masyarakat  mengidentifikasikan  titik‐titik  paling  strategis  untuk “mengungkit”  potensi  ekonomi  desa.  Untuk  program  Desa  Tangguh,  program  ini dilaksanakan  dengan  memberdayakan  Lembaga  Keuangan  Mikro  desa  dan  Usaha Mikro‐Kecil dan Menengah yang berdomisili dan mengembangkan usahanya di sekitar desa  lokasi Program. Detail tahap  ini dibahas dalam Bab VI Buku  Ini: Slamet Raharjo: Membangun Penghidupan Berkelanjutan Untuk Masyarakat.  

6. Tahap VI: Pelembagaan dan Legalisasi Desa Tangguh Pada  tahap  ini,  dilaksanakan  2  (dua)  kategori  aktivitas,  tujuannya  untuk  member payung hukum keberlanjutan program, yakni: ‐ Legalisasi  dokumen  pengurangan  risiko  bencana  (perencanaan‐perencanaan 

dalam  Bab  VII  Buku  ini),  termasuk  integrasi  ke  dalam  sistem  perencanaan pembangunan pemerintah. 

‐ Pembentukan  Forum  PRB  Desa  sebagai  tim  lokal  yang  akan  bertanggungjawab untuk penanggulangan bencana di tingkat desa.  

 

10

Page 19: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

   

11

Page 20: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

 

 

 

BAB II 

SAAT‐SAAT AWAL PENGORGANISASIAN  

Untuk pengorganisasian awal program Desa Tangguh, dilakukan dalam beberapa langkah: 

1) Penentuan Fasilitator dan Community Organizer desa; 2) Penentuan warga masyarakat yang terlibat program; 3) Kajian ancaman‐kerentanan‐kapasitas desa dan potensi desa; 4) Pembentukan Tim Formatur FPRB. 

 A. Penentuan Fasilitator dan Community Organizer Desa 

Untuk  penyelenggaraan  program  Desa  Tangguh  di  masyarakat,  dilakukan  rekruitmen fasilitator dan CO. Fasilitator direkrut dengan kriteria sebagai berikut: 

Pemuda (laki‐laki/perempuan); 

Menguasai minimal 3 (tiga) isu strategis (PRBBK, advokasi masyarakat, pemberdayaan ekonomi); 

Berpengalaman dalam pemberdayaan masyarakat,  atau, minimal memiliki  keinginan kuat untuk belajar memberdayakan masyarakat; 

Dapat beradaptasi dengan dinamika dan isu yang berkembang di masyarakat; 

Bersikap terbuka dan komunikatif; 

Memiliki sikap kepemimpinan;  

Khusus  untuk media  pembelajaran, menguasai materi  video  komunitas  dan media pembelajaran lain. 

Warga  desa  dilibatkan  secara  aktif  sebagai  Community  Organizer  (CO).  Ada  beberapa kriteria yang digunakan untuk perekrutan CO ini, yaitu: 

Pemuda, berdomisili di desa setempat (laki‐laki/perempuan); 

Memiliki riwayat baik di komunitas; 

Memiliki visi dan misi untuk pemberdayaan masyarakat; 

Komunikatif; 

Mengenal dan dikenal masyarakatnya. 

Penentuan  CO  dari  pemuda mendukung  visi  pembelajaran  dari  program Desa  Tangguh. Pemuda,  yang  diharapkan menjadi  community  leader  di masa  yang  akan  datang,  harus dibekali  dengan  isu‐isu  dan  pembinaan  strategis mengenai  pengurangan  risiko  bencana dengan  cara  langsung menerjunkan  para  CO  tersebut  di masyarakat.  Pola  edukasi  yang dikembangkan, para CO diberikan arahan oleh Fasilitator Program, untuk kemudian bahu 

12

Page 21: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

membahu  beserta  para  fasilitator  program  untuk  melakukan  pengorganisasian masyarakat.  

 

Gambar 2.1. 

Mas Kholis (paling kiri) sedang memfasilitasi kajian kelompok untuk kajian potensi desa 

  

Seiring dengan cita‐cita menjadikan CO sebagai  future community  leaders, rekrutmen CO juga  memperhatikan  potensi  sosial  yang  dimiliki  oleh  masing‐masing  CO,  yang memungkinkan mereka berkomunikasi dengan masyarakat.  

Dari hasil rekruitmen, diperoleh 4 (empat) nama, dengan keunggulan dan potensi masing‐masing: 

1. Desa Wonolelo Untuk Desa Wonolelo, muncul 2 nama, yakni Akhmad Furqon (aka Mas Uqon) dan Nur Kholis Majid  (aka Mas Kholis). Pemilihan  kedua CO  ini dilakukan, di  samping  karena memenuhi  beberapa  kriteria  di  atas,  mengingat  adanya  beberapa  potensi  sosial berikut: 

Kedua  CO  ini merepresentasikan  organisasi  kemasyarakatan  yang  berbeda. Mas  Uqon  merupakan  representasi  NU  (Ketua  GP  Anshor Wonolelo), Mas Kholis  merupakan  representasi  Muhammadiyah.  Penyatuan  kedua representasi ini diharapkan dapat memicu penyatuan sumber daya yang lebih besar untuk masa yang akan datang.  

13

Page 22: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Kedua CO ini memiliki potensi maupun latar belakang profesi yang mendukung untuk  komunikasi  dengan  stake  holders  desa. Mas  Uqon  adalah  putra  dari Kabag  Ekbang  Pemdes  Wonolelo  (Pak  Makmur)  yang  aktif  dalam pengorganisasian masyarakat,  sedangkan Mas  Kholis  adalah  THL‐TBPP  pada Kementerian  Pertanian  RI,  yang  sering  berhubungan  dengan  masyarakat, terutama petani.  

2. Desa Mulyodadi CO di desa Mulyodadi  ini  kedua‐duanya adalah perempuan. Untuk Desa Mulyodadi, muncul  2  (dua)  nama,  yakni  Sri Wahyuni  (aka Mbak  Yuni)  dan  Retna Heryanti  (aka Mbak  Retna).  Pemilihan  kedua  CO  ini  dilakukan,  di  samping  karena  memenuhi beberapa  kriteria  di  atas,  Mbak  Yuni  berlatar  belakang  marketing,  biasa  dengan komunikasi dengan banyak pihak (terutama kalangan elite/stake holders) harapannya mampu mengorganisasikan masyarakat di tingkat elit, sementara Mbak Retna adalah putri  Pak  Dukuh  Kraton,  punya  kapasitas  untuk  mengorganisasikan  masyarakat  di tingkat grassroots.  

B.  Pemetaan Aktor  

Pendekatan  untuk melibatkan warga  desa  dilakukan  dengan menjalin  kerjasama  yang  baik dengan  tokoh‐tokoh  masyarakat  lokal,  serta  melibatkan  representasi  masyarakat  rentan sebagai mitra kunci/key partner.  

Penentuan  masyarakat  yang  terlibat  ini  menjadi  batu  loncatan  untuk  kegiatan‐kegiatan selanjutnya,  termasuk menjadi  aktor  utama  penggerak  untuk  keberlanjutan  pasca  program. Untuk  awal  program,  pelibatan  masyarakat  ditentukan  berdasarkan  kesepakatan  antara lembaga YP2SU dengan stake holders desa (pemerintah dan tokoh masyarakat desa), dengan latar belakang sebagai berikut: 

1. Desa Wonolelo Desa  Wonolelo  adalah  desa  yang  relatif  tertinggal  di  Bantul.  Namun,  masyarakat Wonolelo  ini adalah masyarakat  religius, ditandai dengan berkembangnya Organisasi Nahdatul Ulama/NU di sana. Tradisi pergerakan di desa ini cukup kuat, dimotori antara lain  oleh  tokoh  Lakpesdam NU/Ketua  LPMD  (Pak Muhyidin),  dan  tokoh  pergerakan perempuan  (Bu  Khulil  Khasanah  a.k.a Mbak Ulil),  dengan metode  penggerakan  dan basis massa yang berbeda. Pak Muhyidin memiliki pengaruh kuat terhadap pemerintah desa  dan  pemuda  desa,  sementara  Mbak  Ulil  memiliki  pengaruh  kuat  terhadap kalangan perempuan.   Untuk  itulah,  pembasisan  desa  tangguh  ini  didasarkan  kepada  kultur  di masyarakat seperti itu: titik awal pengorganisasian dimulai dari golongan pemuda dan perempuan, serta beberapa orang tokoh yang mendukung, termasuk pemerintah desa. Hikmahnya, orang‐orang  yang  berada  di  titik  awal  ini  menerjemahkan  dan  mengembangkan dukungan dari para tokoh dan pemerintah desa terhadap PRBBK, dan  itu diwujudkan dalam pembentukan dan legalisasi PRBBK untuk selanjutnya.  

2. Desa Mulyodadi Untuk  desa  Mulyodadi,  pembasisan  desa  tangguh  ini  didasarkan  kepada  potensi kelompok masyarakat yang ada, yakni tim perumus RPJMDesa Mulyodadi, yang telah diberdayakan  oleh  program  Desa  Tangguh  tahun  2008,  dan  menghasilkan  Perdes Mulyodadi Nomor 03 Tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 

14

Page 23: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Desa Mulyodadi tahun 2008 – 2013. Untuk  itulah, pembasisan program desa tangguh ini dimulai dari tim perumus RPJMDesa tersebut.  Di  samping  itu,  tim  ini  juga melibatkan pamong desa  secara  aktif  sebagai  titik  tolak pengorganisasian.   Salah  satu  ciri  yang membedakan  antara masyarakat Mulyodadi dengan masyarakat Wonolelo  adalah,  bahwa  masyarakat  Mulyodadi  lebih  menekankan  keterwakilan aspirasi mereka  kepada  tokoh‐tokoh  yang  telah ditentukan  secara  formal,  sehingga, memunculkan  isu  bencana  harus  juga  dengan  memunculkan  kelembagaan  khusus beserta tokohnya. Hikmah yang dapat diambil adalah, bahwa semua perencanaan dan legalisasi  PRBBK  (Rencana  Penanggulangan  Bencana  (RPB),  Rencana  Aksi  Komunitas (RAK), Rencana Kontinjensi Bencana, dan Forum PRB Desa) mengandung konsekuensi pemunculan isu (regulasi) dan kekuatan sosial (kelembagaan) yang baru untuk PRBBK.  

C.  Perumusan/Pembentukan Tim Formatur Forum PRB Desa 

Pembentukan  tim  Formatur  Forum  PRB  adalah  upaya  awal  untuk  pengorganisasian penanggulangan  bencana  secara  berkelanjutan.  Pembentukan  formatur  ini  dilaksanakan dengan dua tujuan, yakni: 

1) Pengenalan Forum PRB Desa kepada masyarakat; 2) Penyusunan struktur dan sistem dalam Forum PRB Desa. 

Formatur Forum PRB Desa ini dibentuk manakala di desa lokasi program belum ada Forum PRB Desa. Dalam pembelajaran Program Desa Tangguh 2010, pengorganisasian masyarakat untuk sebuah  isu  baru  yang  “tidak  lazim”  di  kalangan  masyarakat  bukanlah  hal  yang  mudah. Sehingga, pembentukan Forum PRB Desa sebagai titik tolak pengorganisasian dilakukan secara bertahap.  

 

Gambar 2.2. 

Mas Wawan (nomor 2 dari kanan) sedang menjadi pembicara dialog interaktif Jogja TV  

terkait program Desa Tangguh 

15

Page 24: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Tahap pertama dengan mengenalkan Forum PRB Desa kepada masyarakat dan seluruh elemen stakeholders,  dengan  melibatkan  warga  dan  tokoh  pemerintah  yang  selama  ini  menjadi “aktivis” di masyarakatnya. Tujuannya adalah menciptakan “magnet” penarik  semua elemen substansial  pembangunan  desa.  Dengan  kata  lain,  hal  ini  sangat  terkait  dengan  potensi pengaruh para aktivis desa tersebut kepada banyak pihak, yang dengan potensi itu, perubahan dapat dilakukan ke banyak  sektor, baik  sektor pemerintahan,  sektor  swasta, maupun  sektor non pemerintah.  

Dalam perkembangan selanjutnya, Forum PRB Desa dibentuk, dan secara otomatis, Formatur Forum  ini  dilebur  ke  dalam  Forum  PRB  Desa.  Para  aktivis  yang  tergabung  dalam  formatur forum menjadi pengurus Forum PRB Desa, untuk terus‐menerus memotori proses dinamisasi keorganisasian di sana.  

 

 

 

Gambar 2.3. 

Mbak Yuni sedang menyerahkan paket mesin pompa air, skema Dana Hibah Rencana Aksi Komunitas Desa Mulyodadi 2010 

 

 

16

Page 25: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

   

17

Page 26: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

 

 

BAB III 

PENGKAJIAN POTENSI  

DAN PEMETAAN RISIKO BENCANA DESA  

Masyarakat  desa,  adalah  salah  satu  gambaran  unik  dari  keanekaragaman  kehidupan  dan penghidupan  bangsa  Indonesia,  baik  dalam  konteks  pola mata  pencaharian,  kebiasaan  dan adat, maupun pola relasi antar elemen yang ada. Hal  ini sangat dimungkinkan untuk ada dan terjadi,  mengingat,  desa  tumbuh  dan  berkembang,  sama  dengan  pola  laju  zaman  di lingkungannya,  dan  membentuk  semua  cirri  yang  melekat  di  desa  tersebut.  Untuk  dapat menjalankan program dengan pemahaman komprehensif, ciri‐ciri  ini diidentifikasi. Termasuk dalam  konteks  pelaksanaan  program  Desa  Tangguh.  Ada  2  (dua)  metode  yang  digunakan dalam program Desa Tangguh ini, yaitu metode PRA (Participatory Rural Appraisal) dan HVCA (Hazard‐Vulnerability‐Capacity Analysis). Hasil dari kajian ini digunakan sebagai bahan fasilitasi untuk kegiatan‐kegiatan berikutnya.  

 

Gambar 3.1. 

Warga desa Mulyodadi sedang membuat diagram kelembagaan desa Mulyodadi 

18

Page 27: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Kajian  ini  hanyalah  sebuah  kajian  awal,  dan  bukan  merupakan  sebuah  titik  akhir  dari pengenalan lokasi program yang seyogyanya harus dilakukan secara terus menerus, mengingat banyak dinamika social yang terjadi seiring dengan perkembangan zaman. Maka, kegiatan  ini hanya dapat disimpulkan  sebagai “pembuka” untuk mengenal masyarakat  secara  lebih  jauh, singkat  kata,  tidak mungkin mengenal masyarakat  secara  komprehensif  dalam  program  ini. Pengenalan masyarakat dilakukan secara sinergis dengan kegiatan‐kegiatan yang  lain, karena, inti  proses  dari  fasilitasi  program  adalah:  bertemu  dengan  banyak  orang.  Ada  beberapa metode yang digunakan dalam  kajian potensi ini, yang secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu: 

1. Kajian Desa Partisipatif (Participatory Rural Appraisal/PRA), dilakukan dengan: a. Peta Komunitas; b. Sejarah Desa; c. Potensi Ekonomi Desa; d. Kalender Musim; e. Transek; 

2.   Penyusunan Peta Risiko Bencana 

 

A. Kajian Desa Partisipatif / Participatory Rural Appraisal 

1. Peta komunitas / community mapping 

Tujuan  dasar  dari  penggunaan metode  community mapping  sebenarnya  adalah menjadikan media  pengenalan  kewilayahan  sebuah  komunitas menjadi  hal  yang  dapat  diperiksa  secara visual.  Masyarakat  diajak  menggambarkan  wilayah  tempat  tinggalnya  dalam  sebuah  peta komunitas yang memuat beberapa informasi dasar yang bermanfaat. 

Ada beberapa catatan yang terkait dengan penyusunan peta komunitas ini, yaitu: 

a. Peta komunitas  ini digunakan untuk memetakan ancaman, kerentanan dan kapasitas masyarakat melalui media visual yang dibuat oleh masyarakat sendiri. 

b. Cara  membuat  peta  komunitas  disesuaikan  dengan  kapasitas  masyarakat.  Tim Program Desa Tangguh hanya menentukan untuk membuat peta desa. Peta tersebut harus memuat informasi‐informasi dasar, untuk titik‐titik tertentu bisa dengan simbol; yakni: 

a) Jalur‐jalur penting desa (jalan, sungai, jembatan,) 

b) Pemukiman (rumah penduduk) 

c)  Fasilitas Umum  atau  Tempat Kegiatan Umum  (misal: balai desa, PUSKESMAS, rumah  sakit,  sekolah, masjid,  pesantren,  lapangan,  embung,  sumur  bor,  gedung pertemuan,  gardu  ronda,  gardu  listrik,  kantor‐kantor,  pasar,  rumah  perangkat desa, dokter desa); 

d) Wilayah geografis (perbukitan, danau/telaga, wilayah pesisir, dll) 

e)  Peta  aset masyarakat  (persawahan/ladang,  hutan, mata  air,  padang  rumput, rumah pedagang, rumah pengrajin, koperasi, dll) 

f) Daerah‐daerah atau titik rawan bencana desa. 

19

Page 28: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 Berikut  ini contoh peta komunitas yang dibuat oleh masyarakat di kedua desa lokasi program Desa Tangguh: 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 3.2 

Gambar Peta Komunitas desa Wonolelo 

 

Gambar 3.3. 

Peta Komunitas Mulyodadi 

20

Page 29: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Peta  komunitas  ini  juga  menjadi  salah  satu  bahan  dasar  untuk  menyusun  peta  risiko bencana desa. 

 

2. Kalender Musim  

Kalender musim menggambarkan  aktivitas  keseharian masyarakat  desa,  yang menunjukkan relasi antara masyarakat dengan dengan kondisi musim yang dihadapinya.   Kalender  ini  juga dapat dimanfaatkan untuk melihat kecenderungan waktu terjadinya bencana.  

Dalam pengalaman di kedua desa  lokasi program, kalender musim  ini  juga digunakan untuk pendekatan  kepada  kelompok  petani,  dalam  hal  ini  adalah  Gapoktan/Gabungan  Kelompok Tani. Untuk desa Mulyodadi, hal  inilah yang memberikan “inspirasi” untuk menyentuh sector pertanian, baik dalam pola edukasi maupun perencanaan Program Desa Tangguh. 

 

 

Gambar 3.4 

Kalender Musim Desa Wonolelo 

 

21

Page 30: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Gambar 3.5 

Kalender Musim Desa Mulyodadi 

VARIABEL PRA BULAN 

KETERANGAN 3  4  5  6  7  8  9  10  11  12  1  2 

Pola Curah Hujan                           

Kalender Musim                           

Musin Hujan 

Musim Kemarau  

                         

                         

 

Pola Tanam                           

Padi 

Kedelai 

Jagung 

Lahan Tak Digarap 

Kacang 

                         

                         

                         

                         

                         

 

Saat Ancaman (Sumber : Hasil FGD) 

Banjir  

Demam Berdarah 

Angin Ribut / Petir 

Tanah Longsor 

Kebakaran 

Gempa bumi 

Pencemaran Air / Udara 

 

Kekeringan   

Ancaman Lain Hama  

                         

                         

                         

                         

                         

                         

                         

                         

                        Tanggal 11 Maret 2010 dan 14 Maret  2010 

                        Sudah ± 7 Tahun Di Grogol, Paker, Plumutan dan Masahan 

                         

 

Tingkat Kesibukan Keluarga Terkait Musim 

                         

Ayah 

Ibu 

Anak 

                        XXX : 

                        XX 

                        X 

 

Tingkat Produktivitas Keluarga Terkait Musim 

                         

Ayah 

Ibu 

Anak 

                         

                         

                         

 

Munculnya Masalah Pertanian  

                         

Serangan Hama 

Kekeringan 

                        Wereng, Belalang, Keong, Sundep, Tikus  

                         

22

Page 31: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

3.  Analisis Potensi Ekonomi Desa 

Analisis potensi ekonomi desa dilakukan dengan mendaftar secara garis besar potensi ekonomi warga  desa.  Analisis  ini  digunakan  juga  sebagai  salah  satu  sarana  untuk memperoleh  data untuk  kebijakan bencana desa dan  analisis  risiko untuk  keperluan pemetaan  risiko bencana desa. 

Jenis mata pencahari

an 

Jumlah satu desa dan 

persebarannya 

Pelaku dan aktivitasnya  Hasil/ 

bahan Pasar 

Alokasi hasil 

Masalah yang 

biasanya timbul 

Keterangan

Laki‐laki 

Perempuan 

Tani  270 / desa34 / dusun 

√  √ Padi, sayuran, jagung, palawija 

Pleret disekitar jejeran 

Biaya hidup masyarakat 

Pengairan Pemasaran 

Tani seseorang yang memiliki sawah 

Buruh  734 KK  √  √ Di  bawah UMR Lahan pekerjaan susah SDM 

Pengrajin  50 40, 5, 5 

√  √ Mebel, lincak bamboo 

DIY  dan Jateng 

Pemasaran Bahan baku Modal 

Pedagang   102 jiwa 18,  9,  5,  10, 13, 19, 13, 15 

√  √ Krecek PleretJejeran DIY/ jateng 

 

PNS  43 11,  6,  1,  5, 1,4, 15 

√  √  

Polri / TNI  15 2, 2, 6, 5 

15   

Jasa  60 4,  7,  15,  4, 12, 9, 4, 5 

60    Bengkel, transportasi, service 

Gambar 3.6. 

Contoh Hasil Analisis Potensi Ekonomi Desa Mulyodadi 

4.  Alur Sejarah Desa (untuk Kebencanaan dan Pertanian) 

Tujuan penyusunan alur sejarah desa   adalah untuk mengetahui sejarah desa  lokasi program pada isu bencana dan pertanian pada tonggak‐tonggak waktu tertentu yang dianggap penting oleh masyarakat. Manfaat sejarah desa antara lain untuk menggali:    1. Penyebab timbulnya masalah. 

  2. Kisah sukses masyarakat. 

23

Page 32: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

  3. Peran masyarakat yang sudah dilakukan. 

  4.dsb 

Dalam  program  desa  tanggu  di  kedua  desa,  penggalian  sejarah  desa  menghasilkan pengetahuan‐pengetahuan sebagai berikut: 

a. Desa Mulyodadi  

No  Peristiwa  Tahun 

1  Bencana Gempa Bumi  1954 

2  Bencana kekeringan  1972 

3  Bencana serangan wereng  1979 

4  Bencana Gempa bumi  2006 

5  Serangan demam berdarah  2010 

 Gambar 3.7. 

Hasil Alur Sejarah Desa Mulyodadi  

1. Bencana gempa bumi tahun 1954 disebabkan tektonik, rumah bangunan rusak, korban tidak terlalu banyak. 

2. Bencana kekeringan tahun 1972 disebabkan kemarau panjang akibatnya pertanian tidak berhasil panen  

3. Bencana Serangan wereng tahun 1979 mengakibatkan gagal panen dan bagi yang mampu bisa panen dengan diusahakan penyemprotan hama wereng. 

4. Bencana gempa bumi tahun 2006 disebabkan tektonik korban banyak yang meninggal ±252 orang, luka berat, luka ringan dan rumah sebagian roboh. 

5. Serangan demam berdarah tahun 2010 disebabkan nyamuk korban meninggal 1 dan yang sakit opname di rumah sakit tiap kring ada. Penanggulangan DB : disemprot, dengan 3M (Mengubur, Menguras, Menutup) 

 b. Desa Wonolelo 

No  Tahun  Peristiwa 

1  1950‐an   Gempa Bumi 

2  1984   Longsor Bukit Becici 

3 1990‐an(awal) 

 Banjir Depok  

4 1990‐an(akhir) 

 Pencurian yang meresahkan selama berminggu – minggu. Akhirnya pencurinya tertangkap dan ada kesespakatan apabila  mengulangi lagi, maka siap dihukum mati. Ternyata masih terjadi pencurian, sehingga saat pencurinya tertangkap dihukum setrum hingga mati 

5  2006  Gempa Bumi 27 Mei 

6  2008   Banjir Bandang (kedungrejo + Guyangan) 

7  2008   Angin Ribut 

8  Tiap Tahun  Kemarau dan kekeringan  

Gambar 3.8. 

Alur sejarah Desa Wonolelo 

24

Page 33: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

5.  Hubungan Kelembagaan 

Diagram Venn digunakan untuk meneliti hubungan masyarakat dengan berbagai lembaga yang terdapat  di  desa  (dan  lingkungannya),  yang  berpotensi  untuk  dilibatkan  dalam penanggulangan  bencana  desa. Hubungan  tersebut  terbagi  dalam  2  (dua)  parameter,  yakni besarnya potensi dukungan dan kedekatan relasi dengan masyarakat.  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 3.9. 

Hubungan Kelembagaan Desa Wonolelo 

 

 

 

 

 

 

        

Gambar 3.10. Hubungan Kelembagaan Mulyodadi 

   

25

Page 34: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

B. Peta Risiko Bencana Desa 

Sebagai  bahan  untuk  menyusun  kebijakan  penanggulangan  bencana  desa  dan  kebijakan pembangunan  sector  lain oleh  seluruh  stake holders, dilaksanakan pemetaan  risiko bencana desa, terutama untuk ancaman bencana yang dapat dipetakan secara mudah oleh masyarakat dan tidak menimbulkan konflik baru. Pemetaan  ini dilakukan dengan menggabungkan antara teknologi  (software  computer  peta)  dengan  proses  partisipatif  dalam  pengumpulan  data  di masyarakat. 

Untuk  memberi  contoh  penerapan  peta  ini,  maka  program  desa  tangguh  juga  menyusun rencana  kontinjensi  (secara  detail  dapat  diperiksa  di  bab  IV  dan  Bab  VII  buku  ini),  sebagai respon  atas  kebutuhan  masyarakat  untuk  kesiapsiagaan  menghadapi  ancaman  bencana prioritas. Harapannya, dengan contoh yang ada, semangat penerapan penggunaan peta risiko bencana  dapat  menular  menjadi  sebuah  semangat  umum  untuk  memapankan  kebijakan penanggulangan bencana di tingkat desa. 

Adapun  langkah yang ditempuh untuk pemetaan multi risiko bencana adalah dapat dicermati dalam skema di bawah ini: 

Gambar 3.11 

Alur pemetaan risiko bencana desa 

1. Deskripsi Skema  a. Peta Dasar merupakan peta yang dibuat guna memberikan gambaran dasar mengenai area cakupan wilayah suatu Dusun dalam konteks wilayah Desa. Peta ini dibuat berdasarkan peta batas wilayah dan perspektif warga.   b. Deep Interview, kegiatan yang dilakukan dalam proses deep interview adalah: 

Wawancara mendalam mengenai pengisian form pendataan. Pengisian dilakukan sesuai dengan data yang diperlukan.  

26

Page 35: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Pak Dukuh / warga menggambarkan data dalam peta sesuai simbol yang diperlukan dalam kebencanaan sekaligus memberikan keterangan mengenai batas jalan, batas RT, persawahan, kemungkinan jalur dan tempat evakuasi. 

Menggali keterangan lain yang diperlukan mengenai sejarah kebencanaan, dampak yang ditimbulkan, proses penanganannya serta tokoh kunci. 

Diusahakan dapat membuat kesefahaman ataupun kesepakatan mengenai upaya PRB, misal terkait dukungan Program, proses Penyusunan RPB, RAK, dan siap berperan dalam Rencana Kontinjensi.  

c. Kompilasi Data, meliputi kegiatan: 

Merekap seluruh data yang sudah terkumpul untuk dijadikan dalam sebuah dokumen. 

Mendigitalisasi peta sehingga dapat ditampilkan dalam bentuk gambar yang lebih menarik dan mudah difahami. 

Menghitung besaran area tingkat risiko melalui perhitungan rumus sesuai dengan kenampakan simbol yang ada. 

d. Hasil 

Peta Risiko untuk area tingkat risiko Tinggi, Sedang, Rendah dalam satu Ancaman Bencana dan Multi Ancaman Bencana 

Data Desa – Dusun untuk penyusunan draft RPB, RAK dan RenKon yang selanjutnya disampaikan pada pertemuan Forum untuk dibahas dan ditindaklanjuti.  

 

Gambar 3.12. 

Ibu‐ibu di Wonolelo sedang mengikuti kajian potensi desa  

27

Page 36: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

Gambar 3.13 

Contoh Peta Risiko Bencana kekeringan Desa Mulyodadi 

 

Gambar 3.14 

Contoh Peta Risiko Bencana Kebakaran Desa Mulyodadi 

28

Page 37: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

Gambar 3.15. 

Contoh Peta Risiko Bencana Tanah Longsor Desa Wonolelo 

 

29

Page 38: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

Gambar 3.16. 

Contoh Peta Risiko Bencana Gempa Bumi Desa Wonolelo 

30

Page 39: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

    

31

Page 40: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

  

 

 BAB IV 

PERUMUSAN PERENCANAAN  

PENANGGULANGAN BENCANA 

 

“Pengelolaan  sumber daya pedesaan  seyogyanya didekati dari  cara pandang holistik sekaligus  praksis  berdasarkan  sehari‐hari.  Kebijakan  pengelolaan  sumber  daya pedesaan  secara  berkelanjutan memerlukan  pemahaman mendalam mengenai  pola pikir  dan  perilaku  penduduk  dalam  berinteraksi  dengan  lingkungannya. Oleh  karena itu,  nilai‐nilai  yang  diyakini  dan  dipraktekkan masyarakat  pedesaan menjadi  dasar atau prinsip pengembangan kebijakan” (M.Baiquni, 2007) 

 

Perencanaan  penanggulangan  bencana  merupakan  salah  satu  kegiatan  inti  dalam pembangunan masyarakat  desa  yang memiliki  daya  tahan/ketangguhan  terhadap  bencana. Dalam  Undang‐Undang  Nomor  24  Tahun  2007  tentang  Penanggulangan  Bencana  pasal  33, ditentukan bahwa penanganan bencana dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu:  

a. Prabencana, meliputi situasi tidak terjadi bencana dan situasi terdapat potensi terjadinya bencana; b. Saat tanggap darurat, yakni saat terjadi bencana dan penanganan kegawatdaruratan; dan c. Pascabencana, yakni saat rehabilitasi dan rekonstruksi.  

Di samping itu, Undang‐undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana juga mengamanatkan penanggulangan bencana  yang  terencana  seperti  terumuskan pada pasal 4 huruf c, sehingga, setiap tahap penanggulangan bencana harus direncanakan dalam berbagai bentuk dan  sistematika  rencana yang disesuaikan dengan kebutuhan‐kebutuhan yang ada di masing‐masing  tahapan,  sekaligus  sebuah  rencana  penanggulangan  bencana  yang menjadi landasan  yuridis  bagi  setiap  perencanaan  di  setiap  tahapan.  Berikut  ini  tabel  yang mengindikasikan tahap dan rencana yang dibutuhkan.  

Tabel 4. 1  Tahap dan Perencanaan Kebutuhan Penanggulangan Bencana 

No  Tahap  Rencana Yang Dibutuhkan 

1  Semua Tahap  Rencana Penanggulangan Bencana (RPB), catatan: RPB ini  dibuat  pada  tahap  prabencana,  saat  tidak  terjadi bencana. 

2  Tahap Prabencana 

a.  Mitigasi dan Pencegahan  Rencana Aksi Komunitas (RAK) 

32

Page 41: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

3

4

  

Dalam

dibut

A.    D

DalamPena(RAK 

Salahbahwpenatersemelaakhir

a

b. Kesia

3  Tahap T

4  Tahap P

m gambaran

tuhkan dapat

Skema pem

Deskripsi Sin

m  Program nggulangan PRB), dan Re

h satu  tantanwa di Kabupanggulangan lenggaranyalui semua prnya mengha

a. Rencana desa untpihak‐pihmemposiberlaku s

apsiagaan 

Tanggap Dar

Pascabencan

n skema, hub

t diperiksa d

mbagian taha

ngkat Perenc

Desa  TanggBencana  (RPencana Kont

ngan terbesaaten Bantul b

bencana a penanggularoses fasilitasasilkan posisi

Penanggulauk mobilisashak  eksternisikan  penanelama 5 (lim

ab

urat 

na 

bungan anta

alam skema

ap Penanggu

penan

canaan Pena

uh  2010,  diPB), Rencanatinjensi Benc

ar yang dipebelum ada pedi  tingkat angan bencasi di kedua d konseptual 

ngan  Bencasi  sumber danal.  Tujuannnggulangan ma) tahun, se

a. Rencana Ab. Rencana K

Rencana Ope

Rencana Reh

ra tahap pe

 di bawah in

Gambar 4.1

langan Benc

ggulangan b

anggulangan 

inisiasi  3  (tia Aksi Komucana Prioritas

eroleh dalamerangkat kebdesa,  sek

ana di tingkadesa lokasi prdi bawah ini

na  (RPB) Deaya, baik yanya  adalahbencana  seiring dengan

Aksi KomunitKontinjensi B

erasi Tangga

habilitasi dan

nanggulanga

i: 

cana dan Ren

encana 

Bencana Pr

ga)  rencanaunitas untuk s (Rencana K

m program Dbijakan yang kaligus  sistat desa. Sehirogram harui: 

esa  diposisikng bersumb  menciptakbagai  rencan RPJM Desa

tas (RAK) Bencana (Ren

ap Darurat  

n Rekonstruk

an bencana d

ncana yang d

ogram Desa

  pra‐bencanPenguranga

Kontinjensi). 

Desa Tangguhmemadai unem  legal ngga, prograus “mencari‐c

kan  sebagai ber dari desakan  kultur ana  multipih. 

ncana Kontin

ksi 

dan rencana

 

dibuat untuk 

 Tangguh 20

na,  yaitu  Rean Risiko Be 

h 2010  ini adntuk perencayang  menam desa tancari bentuk”

rencana  stra  sendiri, makebijakan 

hak.  RPB  De

njensi) 

a yang 

010 

ncana ncana 

dalah, anaan dasari ngguh, , yang 

ategis aupun yang 

esa  ini 

33

Page 42: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

b. Rencana  Aksi  Komunitas  untuk  Pengurangan  Risiko  Bencana  (RAK  PRB)  diposisikan sebagai  rencana  aksi  konkret  untuk  pengurangan  risiko  bencana  yang  memuat kegiatan‐kegiatan  pengurangan  risiko  bencana  yang memuat  peredaman  ancaman, pengurangan kerentanan, dan peningkatan kapasitas masyarakat. RAK PRB ini disusun berdasarkan  RPB  Desa.  RAK  PRB  Desa  ini  berlaku  selama  3  (tiga)  tahun,  dalam pelaksanaannya dibagi per tahun, sesuai dengan pentahapan dalam RKP Desa. 

c. Rencana Kontinjensi Bencana diposisikan  sebagai  rencana kesiapsiagaan masyarakat, yang  mengidentifikasi  ketersediaan  potensi  asset  masyarakat  sekaligus mengidentifikasi  kekurangan  yang  harus  dipenuhi  dengan  cara mobilisasi  resources pihak  eksternal,  untuk  keperluan  tanggap  darurat  bencana  tertentu  yang  spesifik, misalnya Rencana Kontinjensi Gempa Bumi, Rencana Kontinjensi Tanah Longsor.  

Sedangkan,  Rencana  Operasi  Tanggap  Darurat  dan  Rencana  Aksi  Rehabilitasi  dan Rekonstruksi  secara  spesifik  tidak  diinisiasi  oleh  Program  Desa  Tangguh,    hanyasaja, eksistensi kedua rencana ini ditegaskan di dalam RPB Desa. 

1. Penyusunan RPB Desa 

Penyusunan RPB Desa dilakukan dengan cara‐cara yang tercantum dalam tabel di bawah ini: 

Tabel 4.2. 

Tahap Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 

Tahapan  Aktivitas  

Tahap I  Sosialisasi  dan  kajian  partisipatif  risiko  bencana  dan  potensi  desa (PRA, HVC  analysis,  Profil Desa,  analisis  risiko  bencana  desa,  peta kebencanaan desa); 

Proses  ini dilakukan,  sebagaimana di dalam buku  ini ditulis dalam bab III Kajian Potensi dan Risiko Bencana Desa  

Tahap II  Pengkajian bersama terhadap regulasi, perencanaan, program dan anggaran di tingkat pusat, daerah, dan desa yang mendukung tentang PRBBK;  

Tahap III  Pengkajian RPB yang telah ada (RENAS PB 2010 – 2014); Draft RPB DIY;  

Tahap IV  Pengkajian  format  RPB  Desa,  draft  Peraturan  Desa,  serta  strategi  dan legalisasi keberlanjutannya; 

Tahap V  kajian  partisipatif  untuk  kebijakan  PB  Desa,  pilihan  tindakan, mekanisme pengerahan  sumber  daya,  baik  untuk  tahap  pra‐bencana;  tahap  tanggap darurat; tahap pasca bencana; maupun untuk semua tahap.  

Tahap VI  Penyusunan Draft RPB Desa 

Tahap VII  Proses legalisasi Peraturan Desa 

 

Secara umum, RPB Desa ini terdiri dari beberapa bab sebagai berikut: 

a. Pendahuluan, terdiri dari keterangan pendahuluan, maksud dan tujuan, serta landasan hukum. 

b. Gambaran  umum  wilayah,  berupa  profil  umum  wilayah  yang  mendeskripsikan  a.l. profil  geografis,  kependudukan,  perekonomian,  sarana  dan  prasarana,  kelembagaan desa,  agama,  dan  budaya  desa.  Dapat  ditambah  profil mengenai  hal‐hal  lain  juga, misalnya profil keagamaan desa, dll; 

34

Page 43: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

c. Penilaian  risiko  bencana,  terdiri  dari  antara  lain  profil  ancaman,  kerentanan  dan kapasitas masyarakat, serta analisis risiko bencana desa, dan peta risiko bencana desa; 

d. Kebijakan  penanggulangan  bencana,  terdiri  dari  antara  lain  kerangka  konseptual perencanaan penanggulangan bencana, posisi Forum PRB Desa, hubungan antara RPB Desa dengan RPJMDesa dan perencanaan pembangunan desa lainnya. 

e. Pilihan tindakan penanggulangan bencana, terdiri dari analisis stakeholders yang akan terlibat, matriks pilihan tindakan penanggulangan bencana beserta stake holders yang akan  dilibatkan,  nilai  sumber  daya  yang  dibutuhkan  serta  mobilisasi  sumber  daya stakeholders yang akan dilakukan. 

f. Penutup, berupa kesimpulan. 

 

Fakta menarik terkait dengan RPB Desa: 

Kebutuhan Desa Mulyodadi untuk Penanggulangan Bencana Desa untuk 5 (lima) Tahun Rp.346.704.500.000,00. (Mulyodadi) 

Oleh Sri Wahyuni (CO Desa Mulyodadi) 

 Setelah  dirunut‐runut,  ternyata memperhitungkan  perkiraan  kebutuhan  sumber  daya  desa untuk penanggulangan bencana, baik untuk Pra Bencana, Tanggap Darurat, dan Pasca Bencana hasilnya  bisa  saja  hasilnya  sangat  mengejutkan.  Jumlah  sumber  daya  senilai Rp.346.704.500.000,00 tentunya harus didukung dengan semua pemangku kepentingan.   Untuk tahap pra‐bencana (asumsi tanpa monev), Desa Mulyodadi memerlukan alokasi sumber daya senilai Rp.46.334.500.000,00 untuk melakukan pengurangan risiko bencana, termasuk  di dalamnya  adalah  upaya  peredaman  ancaman,  pengurangan  kerentanan,  dan  peningkatan kapasitas  agar masyarakat    tetap  tanggap  dan  tangguh menghadapi  bencana.  Kalau  alokasi sumber  daya  ini  terpenuhi  dan  masyarakat  menjadi  tangguh,  maka  harapannya,  semua pemangku  kepentingan  tidak  perlu  mengalokasikan  sumber  daya  senilai Rp.300.340.000.000,00  untuk  keperluan  Tahap  Saat  Tanggap  Darurat  dan  Tahap  Pasca Bencana (asumsi tanpa monev).   Dengan  demikian  dapat  disimpulkan,  investasi  sebesar  Rp.  46.334.500.000,00  dapat menghemat sumber daya pembangunan senilai Rp.300.340.000.000,00 (Perbandingan 1:6,5)! Barangkali,  jumlah  itu kelihatan  terlalu berlebihan. Tetapi,  sesungguhnya ketika kita melihat fakta  pembangunan  rumah misalnya,  kebutuhan  in  kind  untuk  pembangunan  rumah  pasca gempa bumi 27 Mei 2006 ternyata sangat besar per rumahnya.   Di  luar  skema  bantuan  dana  Rehabilitasi  dan  Rekonstruksi  rumah  dari  pemerintah  yang “hanya”  Rp.15  juta  per  rumah,  setiap  pemilik  rumah  harus  menyediakan  tukang  (jumlah tukang minimal 2 orang @tukang  + Rp.40  ribu per hari), makan  tukang @tukang 1x  sehari, snack  tukang @tukang  2x  sehari);  biaya  untuk  pembersihan  puing‐puing  rumah  (yang  pada prakteknya  dilakukan  oleh masyarakat  dan  relawan);  biaya  swadaya  untuk material  rumah tambahan,  dan  komponen‐komponen  lain  seperti  transport material,  dan  lain  sebagainya. Biaya seperti ini sebagian adalah biaya swadaya, dan sebagian juga dari skema gotong royong (dengan warga masyarakat dan para relawan yang terlibat). Sehingga, bisa saja, dalam skema pendirian rumah pasca bencana   

35

Page 44: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Inilah bukti, bahwa modal sosial  ternyata sangat berharga nilainya. Dan  justru, modal utama pembangunan pasca bencana adalah modal  sosial, berupa kegotongroyongan, kekeluargaan, perasaan senasib sebagai masyarakat rentan. 

 2.Penyusunan RAK PRB Desa 

Rencana Aksi Komunitas untuk Pengurangan Risiko Bencana  ini merupakan rencana riil, yang akan  dilakukan  oleh  Forum  PRB  Desa  bersama  pemerintah  desa.  Artinya,  jika  dilihat  dari kacamata logika RPB Desa, RAK PRB Desa ini hanyalah “sebagian kecil” dari upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat untuk penanggulangan bencana.  

Dalam  Program  Desa  Tangguh  2010,  tahapan  penyusunan  Rencana  Aksi  Komunitas  yang dilakukan dijelaskan dalam tabel di bawah ini: 

Tabel 4.3. 

Tahapan penyusunan RAK PRB Desa 

Tahapan  Aktivitas  

Tahap I  ‐Sosialisasi  dan  kajian  partisipatif  risiko  bencana  dan  potensi  desa  (PRA, HVC analysis, Profil Desa, analisis risiko bencana desa, peta kebencanaan desa); ‐Kajian  ini  dapat  diselaraskan  dengan  pembentukan  regulasi  desa  untuk kebencanaan (RPB, dan lain‐lain); 

Tahap II  ‐Pengkajian bersama terhadap regulasi di tingkat pusat, daerah, dan desa yang mendukung tentang PRBBK; ‐Kajian  ini  dapat  diselaraskan  dengan  pembentukan  regulasi  desa  untuk kebencanaan (RPB, dan lain‐lain); 

Tahap III  ‐Pengkajian Rencana Aksi PRB yang telah ada (RAN PRB 2010 ‐ 2012); Draft RPB DIY; ‐‐Kajian  ini dapat diselaraskan dengan pembentukan  regulasi desa untuk kebencanaan (RPB, dan lain‐lain);  

Tahap IV  Pengkajian  format  RPB  Desa,  draft  Peraturan  Kepala  Desa/Keputusan Kepala Desa, serta strategi dan legalisasi keberlanjutannya; 

Tahap V  Proses penyusunan RAK PRB Desa; 

Tahap VI  Proses legalisasi Peraturan Desa 

 

 

36

Page 45: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

Gambar 4.2. 

Simulasi untuk Anak‐anak 

Penyusunan RAK PRB Desa didasarkan atas RPB Desa yang telah memuat tabel analisis risiko bencana desa yang  terdiri dari kolom Nomor, Profil Ancaman, Unsur Berisiko, Bentuk Risiko, Lokasi, Kerentanan Yang Dimiliki, Kapasitas. Khusus untuk kolom kapasitas, dibagi lagi menjadi 3 (tiga) kolom, yaitu Kebutuhan, Ketersediaan, Kekurangan. RAK PRB Desa sekurang‐kurangnya memuat  tabel  deskripsi  ringkas  kegiatan  yang  terdiri  dari  kolom  Nomor,  Kegiatan,  Pelaku, Lokasi, Besarnya Anggaran, Sumber Dana dan Waktu Pelaksanaan kegiatan. 

Tujuan RAK ini adalah: 

a. Mengupayakan peredaman ancaman bencana; b. Mengurangi kerentanan masyarakat terhadap ancaman bencana; c. Meningkatkan kapasitas masyarakat untuk menghadapi bencana. 

3.  Penyusunan Rencana Kontinjensi Bencana 

Rencana  kontinjensi  bencana  disusun  dengan  beberapa  tahapan  dan  proses  yang  cukup kompleks.  Berikut  ini  pembelajaran  yang  diperoleh  dari  penyusunan  rencana  kontinjensi bencana  gempa bumi  yang diinisiasi di desa Mulyodadi, dengan difasilitasi oleh  Fuad Galuh Prihananto  (Fasilitator  Program  PRBBK  YP2SU),  Sri Wahyuni  dan  Retna  Heryanti  (CO  desa Mulyodadi).  

 

37

Page 46: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

Gambar 4.3. 

Mas Furqon (CO Wonolelo) sedang memfasilitasi Forum Musrenbang Desa 

 

Pembelajaran 

Rencana Kontinjensi dan Simulasi Bencana Gempa Bumi Desa Mulyodadi 

Oleh: Fuad Galuh P. (Fasilitator PRBBK), Sri Wahyuni (CO Desa Mulyodadi) dan Retna Heryanti (CO Desa Mulyodadi) 

 Bencana alam bisa terjadi sewaktu‐waktu dan tidak dapat diprediksi. Kondisi demikian sering mengejutkan orang saat bencana tiba‐tiba terjadi. Masyarakat sering tidak siap ketika bencana terjadi.  Kondisi  ketidaksiapan  masyarakat  ini  disebabkan  masyarakat  memang  tidak mempunyai pengetahuan dan  keterampilan  yang menyangkut  kesiagaan dalam menghadapi bencana.  Pelatihan  dan  pendampingan  penyusunan  Contingency  Plan  dan  simulasi  yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan di Desa serta otoritas wilayah yang menaunginya (Pemerintah Kecamatan dan Kabupaten)  ini adalah bagian penting dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam menanggulangi risiko bencana.  Penyusunan Rencana  Kontinjensi bencana dan  simulasi melibatkan  seluruh  stakeholder  dari tingkat desa,  kecamatan dan Kabupaten  (Dinas  terkait)  sebagai bentuk masukan, dukungan, 

38

Page 47: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

persetujuan dan  sosialisasi. Hal  ini merupakan upaya membangun kesiapsiagaan warga desa dalam  menangani  kemungkinan  bencana  yang  terjadi  dan  memperkuat  koordinasi antarelemen  dalam  tanggap  darurat.  Melalui  pengenalan  Rencana  Kontinjensi  ini  warga beserta  stakeholders diharapkan dapat membuat  scenario dan memperkirakan dampak dari kejadian bencana.   

1. Tujuan  

Adapun tujuan umum dari adanya penyusunan Rencana Kontinjensi adalah : 

o Untuk  meningkatkan  kesadaran  dan  memberikan  pengetahuan  (knowledge),  sikap (attitude), dan praktek (practice) yang sesuai bagi masyarakat di desa. 

o Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko yang ada (bahaya/ancaman, kerentanan, kapasitas, skenario awal) 

o Untuk meningkatkan  kapasitas  dan  keberdayaan masyarakat  khususnya  Forum  PRB Desa  

 Dalam Program Desa Tangguh 2010, YP2SU bersama masyarakat dan pemerintah di desa lokasi program  menyusun  rencana  kontinjensi  bencana  prioritas  masing‐masing  desa.    Proses penyusunan itu terlihat dalam tabel di bawah ini:  

Tabel 4.4. Proses Penyusunan Rencana Kontinjensi 

 

No  Tahapan kegiatan 

Proses yang dilakukan (termasuk stakeholder yang terlibat) 

1  Pertemuan I  - Review pengetahuan,  - Pendetailan bagian : 

Skenario  kejadian  (ancaman,  korban,  kerusakan,  kerugian, dll) 

Perencanaan  Sektoral  (siapa  bisa  (pelaku)‐  kebutuhan  – ketersediaan ‐ kesenjangan) 

Bahan (plano) workshop Mulyodadi - Kesepakatan pencarian / penjajagan dan pihak yang akan dihubungi- Kesepakatan waktu pembahasan bersama semua pihak 

2  Penjajagan potensi  

- draft persetujuan dan potensi - pendekatan personal dan lobby 

3  Pertemuan II  - pembicaraan hasil penjajagan,  - formulasi draft Rencana Kontinjensi - persiapan pembahasan bersama - kesepakatan Uji Publik - kesepakatan legalisasi 

4  Pertemuan III (Uji Publik) 

Uji Publik dimaksudkan untuk mendapatkan dukungan dan kesepakatan secara luas mengenai draft Rencana Kontinjensi yang sudah disusun 

5  Legalisasi  

Penetapan  Rencana  Kontinjensi  merupakan  bentuk  kesepakatan bersama  seluruh pemangku  kepentingan  kebencanaan  yang menaungi wilayah  desa  sebagai  upaya  perwujudan menjadi  Desa  Tangguh  Siap Siaga  terhadap  bencana.  Legalisasi  Rencana  Kontinjensi  dilakukan melalui Peraturan Kepala Desa atau keputusan kepala desa. 

39

Page 48: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 2. Simulasi Perencanaan Kontinjensi 

Sebagai  sarana  ujian  pelaksanaan  rencana  yang  telah  disusun, maka  dilakukan  praktek atau  simulasi  berdasarkan  scenario  yang  sudah  dibuat. Beberapa  tahapan  pelaksanaan simulasi  yang  diselenggarakan  oleh  YP2SU  dalam  Program  Desa  Tangguh  tercantum dalam tabel di bawah ini. 

 Tabel 4.5. 

Simulasi Perencanaan Kontinjensi 

No  Tahapan Kegiatan  Proses yang dilakukan (termasuk stakeholder yang terlibat) 

1  Penjelasan awal  Pertemuan  forum  PRB  ataupun  pertemuan  warga  yang berisi  pengenalan  dan  penjelasan  mengenai  kegiatan simulasi baik bentuk maupun fungsinya 

2  Pembuatan Skenario  Pertemuan  berikutnya  pembahasan  mengenai  skenario kejadian dan kebutuhan pelaksanaan simulasi bencana 

3  Koordinasi I  Koordinasi  yang  mengundang  dari  pihak  perangkat  desa, Kecamatan, maupun Kabupaten mengenai rencana kegiatan simulasi yang telah dijabarkan juknisnya untuk mendapatkan masukan. Koordinasi  juga melibatkan  unsure  lainnya  seperti  Rumah Sakit, PMI, Tim SAR, Komunitas Radio, dll 

4  Koordinasi II  Pertemuan dengan Warga ataupun stakeholder lainnya yang akan  terlibat  dalam  pelaksanaan  simulasi  sesuai  dengan pembagian peran masing – masing  

5  Pelatihan  / pembekalan I 

Memberikan  pelatihan  kepada  pihak  yang  akan  berperan dalam  penanganan  bencana  dengan  awalan  berupa pengetahuan  Kemampuan  dasar.  Pelatihan  bisa  diberikan kepada  para  relawan  atau  tim  siaga  yang  akan  dibentuk maupun kepada para warga dan perangkat desa. Pelatihan  dengan  mendatangkan  dari  institusi  yang berkompeten  dalam  hal  penanganan  bencana  baik  dari pemerintah  (Kesbang,  Dinkes)  maupun  lainnya  (PMI,  Tim SAR) 

6  Pelatihan II  Merupakan  tahapan  latihan  tiap sektor yang akan dibentuk pada  saat  penanganan  bencana  /  simulasi.  Hal  ini  untuk mematangkan detail aktifitas setiap sektor. 

7  Gladi  Menguji  coba  kemampuan  yang  telah  didapatkan  dalam pelatihan  sebelum dipraktekan pada  saat  simulasi bersama warga. Gladi  ini diperlukan dikarenakan baru pertama kali simulasi dilaksanakan. 

8  Pelaksanaan Simulasi 

Pengerahan semua potensi yang  telah diksenariokan dalam simulasi. 

 

Pelaksanaan  simulasi bencana Gempa di Mulyodadi dengan perhitungan warga yang  terlibat adalah perwakilan setiap wilayah RT sebanyak 5 orang dari 85 RT yang ada di Desa Mulyodadi, ini berarti sekitar 400 – 500 orang dengan asumsi dipersilahkan mengajak orang tua maupun 

40

Page 49: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

anaknya  untuk  turut  serta  dikarenakan  skenarionya mereka  akan menjadi  keluarga  korban yang kehilangan ataupun sedih. 

Jumlah  pamong  yang  terlibat  dari  tingkat  Desa,  Dukuh  dan  RT  kurang  lebih  sebanyak  150 orang, relawan yang selanjutnya ditetapkan sebagai satuan Tanggap Darurat dan anggota FPRB sebanyak  150  orang.  Instansi  yang  terlibat  dari  kecamatan,  kabupaten  maupun  lainnya sebanyak  15  instansi. Maka  total  yang  terlibat  dalam  simulasi  diperkirakan  lebih  dari  850 orang. 

3. Pembelajaran 

Perencanaan Kontinjensi dan Simulasi yang diselenggarakan di Desa Mulyodadi  menghasilkan pembelajaran sebagai berikut: 

a. Keterlibatan semua pihak dan pembahasan bersama Adanya Rencana Kontinjensi merupakan bentuk pemikiran dari seluruh pihak sehingga nantinya ketika dilaksanakan  terjadi ketidaksinkronan  itu bukan karena kesalah salah satu pihak penyusun melainkan kesepakatan bersama. 

b. Pendataan potensi Sebagai  bentuk  untuk menunjukkan  besaran  potensi  desa  untuk  digerakkan  ketika bencana adalah dengan melakukan pendataan melalui form kesediaan stakeholder.  

c. Kesediaan dukungan Membangun  dukungan  dan  persetujuan  dari  banyak  pihak  untuk  terlibat  dan mensukseskan  penyusunan  dan  pelaksanaan  simulasi  baik  dari  sisi  kehadiran  dalam pembahasan  maupun  dari  pernyataan  kesediaan  dan  potensi  dimiliki  yang  siap digerakkan. 

d. Skenario dari masyarakat Untuk  membangun  kesadaran  warga  bahwasannya  dokumen  perencanaan  terkait kebencanaan diperlukan, maka  segala  sesuatu harus bersifat partisipasi masyarakat. Termasuk  dalam  hal  ini  adalah  pembuatan  scenario  kejadian  maupun  kebutuhan. Sehingga tumbuh dari warga bahwa ini bagian dari kegiatan dan kebutuhan mereka. 

e. Penetapan melalui Peraturan Kepala Desa/Keputusan Kepala Desa Demi  kekuatan  hukum  dan  legalitas  dari  dokumen  yang  telah  disusun  serta  bentuk kesepakatn bersama, maka dokumen diajukan kepada pemerintah desa melalui Forum PRB untuk mendapatkan pengesahan dalam bentuk Peraturan Kepala Desa/Keputusan Kepala Desa.  

f. Jaringan instansi bantuan sosial Satu  sisi  yang  dapat  dimunculkan  dengan  adanya  pelaksanaan  simulasi  adalah terbangunnya hubungan  yang  lebih dekat  antara desa dan  instansi  terkait  terutama dengan  pemkab,  dengan  demikian  dapat mengetahui  program  yang  ada  di  instansi tersebut. Sebagai contoh adanya bufferstock untuk bencana maupun kegiatan simulasi yang sebenarnya diberikan secara cuma‐cuma.  

g. Keterlibatan Pamong Salah  satu  hasil  masukan  pelaksanaan  simulasi  adalah  penilaian  warga  mengenai kurangnya keterlibatan pamong desa. Namun demikian  ini merupakan penilaian dari salah satu sisi, karena komunikasi kepada pamong desa terjalin baik, mengingat pula 

41

Page 50: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

anggota FPRB ada yang menjabat sebagai salah satu Ka.bag Desa, dukuh, BPD maupun jabatan lainnya. Salah satu alasan bagi mereka yang di undang namun tidak bisa hadir adalah  dikarenakan  seringnya  di  undang  pertemuan  sementara  ada  pekerjaan  lain yang harus diselesaikan yang tidak bisa ditinggal terus – menerus. 

h. Pembahasaan yang  tepat dalam proses  fasilitasi dapat mempermudah memahamkan masyarakat akan pentingnya persiapan menghadapi bencana. Misalnya: Warga diberikan  contoh pula bahwasannya penanganan bencana yang  tiba –  terjadi tanpa  diketahui  atau  diperkirakan  waktunya  sama  halnya  dengan  adanya  orang meninggal  dunia  (kesripahan,  jawa.red)  dengan  penanganan  langsung  dari  tetangga sekitar  menyiapkan  upacara  pemakaman,  mulai  dari  urusan  penggalian  makam, penerima  tamu pelayat,  konsumsi,  tenda dan  kursi,  kereta  jenazah, pemesan bunga dan lainnya.  

  

Gambar 4.4. Alur komando simulasi bencana gempa bumi Desa Mulyodadi 

 Sedangkan  bencana  yang  mungkin  bisa  diperkirakan  dapat  dianalogkan  dengan persiapan  upacara  pernikahan,  dimana  tetangga  sekitar  (terutama  di  desa)  akan membantu  mempersiapkan  menjadi  ‘panitia’nya  dan  mengambil  peran  sesuai kemampuan  masing  –  masing.  Perencanaan  yang  sudah  dibuat  jauh  hari  tersebut terkadang di lapangan atau pada saat hari pelaksanaan masih ditemui kendala ataupun kejadian di  luar dugaan, missal di pernikahaan  jumlah tamu yang dating  lebih banyak dari yang diperkirakan. 

Dengan memberikan  contoh  gambaran  analogi  tersebut  akan  lebih mudah  diterima mengenai pentingnya pembuatan Rencana Kontinjensi. 

42

Page 51: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

   

43

Page 52: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

 

 

 

BAB V 

EDUKASI MASYARAKAT 

 

 

“Saya tetap menginginkan masyarakat Bantul ini tetap menjadi “orang Bantul”, tidak tercerabut dari akar budayanya” (Drs. Gendut Sudarto, Kd,B.Sc, MMA; Sekretaris Daerah 

Kabupaten Bantul) 

 

Gambar 5.1. 

Penyuluhan tentang ketahanan pangan dan energi di Wonolelo 

44

Page 53: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Tak dapat dipungkiri lagi oleh kita semua, bahwa banyak korban di setiap bencana timbul dari penanganan kelompok rentan dengan cara‐cara yang salah. Masih tergambar di memori setiap masyarakat kita betapa menyedihkannya sejarah penanganan korban patah tulang punggung pada  gempa  bumi  27  Meii  2006  di  semua  wilayah  yang  terkena  pada  jam‐jam  pertama bencana melanda,  yang pada  akhirnya menjadi  salah  satu  faktor pemicu banyaknya  korban yang meninggal karena salah penanganan. 

Hal  inilah  yang  mendasari  pertimbangan  YP2SU  dan  masyarakat  untuk  bersama‐sama menginisiasi  edukasi  untuk  masyarakat  desa  tangguh.  Pada  dasarnya,  edukasi  masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat untuk pengurangan  risiko bencana. Edukasi  ini berisi penyampaian materi pengurangan  risiko bencana, dengan  tema‐tema yang spesifik, disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. 

Kegiatan edukasi masyarakat ini memiliki beberapa proyeksi manfaat strategis, yaitu: 

A. Sebagai  media  untuk  transfer  pengetahuan  pengurangan  risiko  bencana  kepada masyarakat; 

B. Sebagai  media  mendekatkan  stake  holders  kebencanaan  (misal:  PMI,  Badan Kesbangpollinmas, dll) dengan masyarakat rentan; 

C. Media  pengorganisasian  masyarakat  yang  lebih  luas,  misalnya  karena  factor  rasa memiliki program, factor kepentingan yang sama, atau factor‐faktor lain. 

Agar proyeksi manfaat di atas membawa hasil positif, maka edukasi dilaksanakan dengan tema yang  ditentukan  oleh  masyarakat,  dan  penerima  manfaat  yang  juga  ditentukan  secara bersama‐sama oleh masyarakat. Berdasarkan kesepakatan‐kesepakatan  itulah, untuk edukasi ke masyarakat, ada beberapa media strategis yang digunakan, yaitu: 

A. Materi seni budaya dan religi yang menjadi aset utama masyarakat;  B. Media kesepakatan dengan masyarakat; C. Media Video Komunitas. 

____ 

A. Materi Seni Budaya Dan Religi yang Menjadi Aset Utama Masyarakat 

Dalam  kehidupan  sehari‐hari,  kesenian  biasanya  hanya  diposisikan  sebagai  hiburan  semata‐mata, memberikan kesenangan dan ketenangan dalam kehidupan manusia sehari‐harinya. Dia memberikan jiwa kita makanan yang membuat kita melupakan semua jenis tekanan emosional yang melanda karena berbagai benturan kehidupan. 

Namun  dibalik  fungsi  sehari‐hari  dari  seni,  sesungguhnya,  dialah  salah  satu  media  yang strategis untuk mengajarkan kebaikan kepada seluruh ummat manusia di dunia. Media  inilah yang akan diperlukan untuk mengajarkan kepada setiap manusia mengenai upaya‐upaya untuk keselamatan  dirinya  sendiri.  Untuk  iitulah,  dalam  beberapa  kegiatan  desa  tangguh, pendekatan  edukatif  yang  digunakan  adalah  pendekatan  seni,  dengan memanfaatkan  seni budaya / religi yang berkembang di masyarakat. Di kedua desa lokasi program ini, pendekatan dilakukan dengan cara yang sangat berbeda, karena masyarakat di kedua desa memposisikan diri dengan cara‐cara yang sangat berbeda. Di Desa Wonolelo, masyarakat yang berkembang adalah masyarakat religius. Organisasi Nahdlatul Ulama berkembang di sana, sehingga kultur seni yang berkembang adalah kesenian Islami, seperti hadroh, sholawatan, dll. Sedangkan seni di Desa Mulyodadi telah menjadi profesi yang berkembang dan menjadi identitas masyarakat, 

45

Page 54: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

terutama  kesenian  tradisional  Jawa,  seperti  ketoprak,  karawitan,  dolanan  anak,  sandiwara bahasa jawa dan wayang. 

Mengingat  kesenian  di  masing‐masing  wilayah  ini  adalah  aset  profesi  masyarakat,  maka edukasi masyarakat dilaksanakan dengan integrasi tersebut.    

1. Desa Mulyodadi Edukasi  PRBBK  dilakukan  dengan  memanfaatkan  potensi  kesenian  setempat,  dengan menceritakan aspek‐aspek kebencanaan yang dekat dengan kehidupan  sehari‐hari, yaitu misalnya: a. Ketoprak Ande‐Ande  Lumut  yang  diperagakan  oleh  Karang  Taruna Desa Mulyodadi. 

Dalam  ketoprak  ini,  Tim Desa  Tangguh melakukan  sosialisasi  secara  langsung dalam babak “adegan kelurahan”. 

b. Sandiwara bahasa  jawa dengan  judul  “eling”, naskah oleh Nur  Susanto, dipentaskan dalam  perlombaan  sandiwara  bahasa  Jawa  di  Yudhonegaran  Yogyakarta.  Cerita  ini menampilkan pencegahan anarkisme dalam demonstrasi massa. Anarkisme dipandang sebagai sebuah bahaya bencana, yang dapat menimbulkan banyak korban, kerusakan, dan kerugian, seperti dalam kasus makam Mbah Priok 2010. 

c. Penampilan  karya‐karya  klasik Mataram  (Ketoprak Mataram  Klasik,  Karawitan  Klasik Kraton  Ngayogyakarta  Hadiningrat),  Sekaligus  penampilan  dolanan  anak  tradisional, sebagai unsur penarik penonton dan pengorganisasian masyarakat untuk kebudayaan, dan  penyelarasan  dengan  agenda  Desa  Mulyodadi  sebagai  Desa  Budaya  (yang diresmikan tahun 2008 silam oleh Pemerintah).  

d. Penampilan  karya  modern  modifikasi  (dagelan  dalam  ketoprak,  macapatan)  untuk media  penyadaran  tentang  PRB.  Untuk  media  penyadaran  PRB,  dimulai  dengan bahaya, kerentanan, kapasitas yang dihadapi masyarakat  sehari‐hari, misalnya hama tanaman  yang menyebabkan  gangguan  terhadap  perkembangan  produksi  pertanian masyarakat; kebersihan sungai di sekitar desa, dll.  

Desa Mulyodadi, dengan statusnya sebagai Desa Budaya sesungguhnya memiliki banyak asset karya  seni  budaya  yang  telah mengandung  unsure  PRB, misalnya  ada  beberapa  judul  lagu karawitan  yang  bertema  PRB,  yang  dekat  dengan  kehidupan  sehari‐hari.  Sehingga,  yang dilakukan  Tim Desa  Tangguh hanyalah memperkuat  kesenian dengan unsur pendidikan PRB bagi masyarakat. Berikut  ini beberapa  contoh  judul  lagu  karawitan  yang  telah mengandung unsure PRB di dalamnya: 

a. Ronda  Kampung  (Karya  Ki  Narto  Sabdho),  kewajiban  masyarakat  untuk  ronda siskamling, menjaga keamanan, sekaligus bersiaga jika terjadi kedaruratan. 

b. Gugur Gunung (Karya Ki Narto Sabdho), kewajiban masyarakat untuk bekerjasama dalam gotong royong.  

c. Mas  Sopir  (karya  Ki  Anom  Suroto),  kewajiban masyarakat  untuk mematuhi  tata tertib berlalulintas. 

d. Pembangunan  (karya Ki Wasito Dipuro) kewajiban masyarakat untuk  sadar dalam membangun  diri  pribadi,  masyarakat,  bangsa  dan  negara,  sebagai  upaya peningkatan kapasitas PRB. 

e. Projotamansari  (karya  Palen  Suwondo)  karawitan  tentang  Bantul  umumnya, kewajiban  untuk  menjaga  kerukunan  sebagai  modal  sosial  masyarakat  dalam mengantisipasi bencana. 

 

46

Page 55: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

2. Desa Wonolelo Kekayaan seni budaya desa Wonolelo dalam pembangunan masyarakat tidak lepas dari warna religiusitasnya. Organisasi Islam Nahdlatul Ulama berkembang di desa ini, sehingga, kesenian‐kesenian  yang  berkembang  adalah  kesenian  rohani  Islami  yang  biasanya  berkembang  di kalangan  masyarakat  organisasi  tersebut  seperti  kesenian  seperti  hadroh  dan  qasidah. Sedangkan,  kesenian  tradisional  seperti  ketoprak,  biasanya  hanya  sebatas minat  beberapa warga saja, dan melakoninya sebagai pekerjaan sambilan.  Maka, dalam Program Desa Tangguh 2010 ini, beberapa edukasi dilakukan dalam event‐event keagamaan,  yang menampilkan  hadroh.  Event‐event  seperti  ini  biasanya menyerap massa besar  (walaupun  dalam  keadaan  hujan misalnya),  sehingga,  sosialisasi  pun  dapat  dilakukan dengan mudah. Berikut ini beberapa contoh edukasi yang ditampilkan dalam event keagamaan di Desa Wonolelo: a. Edukasi  tanah  longsor  untuk  masyarakat  Dusun  Cegokan,  memanfaatkan  moment 

shalawatan  dalam  rangka  Maulid  Nabi  Muhammad  SAW.  Moment  pengajian  yang biasanya diisi oleh ustadz/kyai dengan  keagamaan, diisi oleh Tim Desa Tangguh dengan edukasi mengenai tanah longsor; 

b. Edukasi PRB, dengan menampilkan  shalawatan pada penutupan program Desa Tangguh, Pemda Bantul, Januari 2011; 

  Saat  ini, ada  kecenderungan untuk membina  kesenian  tradisional  secara  lebih  serius. Untuk membangkitkan kreativitas seni para pemuda, Forum PRB Desa, yang terdiri dari para pemuda, dibangkitkan  kreativitasnya  dengan  teater  modern,  yang  juga  telah  ditampilkan  dalam beberapa  aktivitas,  seperti  teater  dalam  pementasan  Launching Video  Komunitas Wonolelo “The Letonk”. Ada  juga kesenian modern yang ditampilkan pada peringatan Hari Kartini 2010 (tari, teater), dan pentas anak (praktek simulasi) dalam lomba RT 04 Padukuhan Bojong.  

B. Media Kesepakatan Dengan Masyarakat   

Pengetahuan dalam hal apapun itu sebenarnya sangat sederhana, hanya terkait 

dengan beberapa subjek dengan hasil akhirnya saja, tetapi pada kenyataannya, 

penerapannya sangat sulit untuk dilaksanakan.... karena teori selalu bertentangan 

dengan prakteknya.... 

(modifikasi Carl von Clausewitz, Vom Kriege, Book II Chapter 7 ) 

 

Edukasi  Pengurangan  Risiko  Bencana  dilakukan  dengan  media  kesepakatan  dengan masyarakat.  Logikanya  sederhana,  yakni  memperlancar  proses  transfer  of  knowledge mengenai  PRB  bertemakan  hal‐hal  yang  dibutuhkan  oleh  masyarakat,  sebagai  reward partisipasi masyarakat dalam program.  

Ada beberapa catatan strategis terkait dengan pelaksanaan edukasi masyarakat dengan media kesepakatan dengan masyarakat ini: 

1. Perluasan  Beneficiaries  Program,  dengan menyentuh  lebih  banyak  stakeholders  di tingkat desa. Untuk di Desa Wonolelo yang pertama kali memperoleh program Desa Tangguh,  perluasan  ini  perlu  untuk  sosialisasi  program  demi  menarik  animo masyarakat.    Untuk  di  desa  Mulyodadi,  selama  ini,  rangkaian  kegiatan  yang 

47

Page 56: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

menghasilkan  Formatur  Forum  PRB  telah  dihasilkan  dengan  melibatkan  Tim  Inti Perumus  RPJMDes  Program  Desa  Tangguh  2008.  Untuk  kegiatan  yang  bersifat administratif  (pengundangan, dll), dapat dilakukan melalui pemerintah desa  sebagai komunikator. 

2.  Strategi Pendekatan, dengan menggunakan Strategi Reward dengan  logika Simbiosis Mutualisme.  Ini  untuk  mencegah  terjadinya  kejenuhan  masyarakat  atas  kegiatan pertemuan  yang  bersifat  kajian.  Sejak  awal  pemulaian  program  Desa  Tangguh, masyarakat telah banyak dilibatkan dalam kajian‐kajian dan perencanaan; atau dalam pengertian analogis yang lain, masyarakat telah banyak berperan “memberikan” input kepada  program,  berupa  pengetahuan‐pengetahuan  akan  masalah  dan  kebutuhan kepada program, yang memperkaya program dengan hasil‐hasil yang verifiable secara ilmiah.  Perlu  adanya  reward  ke  masyarakat  dalam  wujud  edukasi  pengetahuan‐pengetahuan  praktis  yang  harapannya  dapat  membawa  manfaat  besar/multiplier effects di masyarakat.  

3. Intensifikasi Komunikasi dengan Elit Desa dan para pelaku Pemilukada Bantul 2010 Pemilukada 2010 di depan mata, siap untuk terlaksana. Tak ada  lain, kekuatan politik real  yang  ada  di masyarakat  di  Lokasi  Program  akan  saling  berkontes  untuk  tahta Bupati  dan Wakil  Bupati  Bantul  2010.  Untuk  itulah,  via  Formatur  FPRB,  harus  ada komunikasi dengan PPL Pemilukada, agar tidak terjadi hal‐hal yang tidak penting (mis. Berperkara dengan Panwas, dll). Catatan: Tim Desa Tangguh pernah “terjebak” dalam kampanye  calon  kepala  daerah  Kabupaten  Bantul  ketika  menyelenggarakan penyuluhan dalam forum masyarakat.  

 

 

Gambar 5.2. 

Edukasi Kebencanaan via Ketoprak 

 

48

Page 57: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Dalam  Program  Desa  Tangguh  2010  ini,  ada  beberapa  kegiatan  edukasi  yang  dilaksanakan bersama dengan masyarakat program Desa Tangguh, yaitu: 

1.   Edukasi PRB untuk anak di Wonolelo dan Mulyodadi; 

Edukasi bencana untuk anak di Wonolelo dilaksanakan dengan beberapa aktivitas di bawah ini: 

Tabel 5.1. 

Aktivitas edukasi bencana untuk anak di Wonolelo 

  

Edukasi  bencana  untuk  anak  di  Mulyodadi,  dilaksanakan  dengan  lomba  mewarnai  dan menggambar  bertemakan  kebencanaan.  Lomba  ini  dilaksanakan  berbasis  sekolah  di  desa Mulyodadi. Edukasi ini dilaksanakan dengan beberapa sub aktivitas, yaitu: 

a. Lomba menggambar bertemakan PRB; b. Lomba mewarnai bertemakan PRB; c. Dongeng PRB. 

 

No  Materi   Uraian   Metode 

1  Pengenalan Bencana 

Mengenalkan berbagai macam ancaman bencana yang ada di Alam, diantaranya :  

1. Gempa Bumi 2. Tanah Longsor 3. Banjir 4. Gunung Meletus 5. Kebakaran 6. Angin Ribut 7. Kekeringan 

Sekaligus mengenalkan  penyebab  terjadinya  ancaman bencana,  sehingga  anak  dapat memahami  bagaimana terjadinya bencana. 

Cerita / dongeng, Membaca buku, Menggambar,  Menonton Film, 

2  Pengetahuan menghadapi Bencana 

‐ Menyampaikan  cara  menghadapi  ancaman bencana, 

‐ Menanamkan kesiapsiagaan ketika menghadapi bencana  sehingga  anak  tidak  perlu  takut  dan panik, 

‐ Memberikan  daya  ingat  kepada  anak  tentang apa  yang  harus  dilakukan  ketika  terjadi bencana,  

Tepuk,  Nyanyi, Petuah,  Cerita,  

3  Simulasi menghadapi bencana Gempa 

Mempraktekkan  bagaimana  cara  menyelamatkan  diri ketika terjadi bencana dengan waktu mendadak.  

Membuat Aturan ketika ancaman datang, Menerapkan dalam praktek 

49

Page 58: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

2.  Edukasi  PRB  berbasis  kebutuhan  masyarakat  per  Kring  (Cluster  Padukuhan)  di Mulyodadi. 

Tabel 5.2 

Edukasi warga desa per Kring 

Target Edukasi  Tema Edukasi  Catatan 

Kring  I  (Padukuhan Kraton,  Wonodoro, Mejing) 

Cara‐cara  praktis melakukan Pertolongan Pertama (PPPK) 

Penyuluhan dilakukan oleh PMI 

Kring  II  (Padukuhan Kraton, Destan, Bregan) 

Standard SPHERE  Tidak  mudah  mensosialisasikan Standard  SPHERE  kepada  masyarakat. Kesimpulannya,  harus  ada  penyesuaian dengan  kemampuan  masyarakat setempat. 

Kring  III  (Padukuhan Plumutan,  Tulasan, Cangkring, Jomblang) 

Perubahan  iklim  bagi pertanian. 

Sambutan  masyarakat  sangat  baik, mengingat  salah  satu  ancaman  yang dihadapi adalah kekeringan irigasi.  

Kring  IV  (Padukuhan Ngambah, Warungpring) 

Pemadaman kebakaran  Teori  dan  simulasi  penggunaan  APAR, langsung dari Pemadam Kebakaran 

Ibu‐ibu PKK Desa  Penyuluhan  dasar‐dasar  manajemen bencana 

Masyarakat  belum  memahami  logika program PRBBK 

 

C.   Edukasi PRB untuk Wanita di Wonolelo 

Edukasi bagi wanita  ini merupakan kelanjutan dari koordinasi yang  telah dilakukan dalam rangka  mempersiapkan  edukasi  bagi  anak  –  anak  dengan  kesepakatan  mengadakan kegiatan  nonton  film  kebencanaan  sebelum  ditayangkan  kepada  anak  –  anak.  Kemasan kegiatannya  dalam  bentuk  diskusi  dan mengulas  film  yang  ditayangkan  dengan  urutan sebagai berikut : 1) Kegiatan  diawali  dengan  penyampaian  pemahaman mengenai  Ancaman,  Kerentanan 

dan Kapasitas. 2) Selanjutnya  penayangan  mengenai  film  kebencanaan.  Pada  setiap  satu  bencana 

dilakukan ulasan  yang  langsung dipandu dari peserta  secara bergantian. Ulasan  yang diberikan  berkaitan  dengan  jenis,  penyebab,  pencegahan,  penanganan  pada  setiap bencana. 

3) Terakhir mengingatkan kembali mengenai Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas dengan mengambil contoh dari film yang ditayangkan. 

 D. Edukasi Masyarakat via Video Komunitas 

Video  Komunitas  sesungguhnya  adalah  sarana  strategis  untuk  PRA  (Participatory  Rural Appraisal).  Pembuatan  video  komunitas  ini  dilakukan  dengan  mengangkat  potensi  dan masalah  komunitas  itu  sendiri,  untuk  tujuan‐tujuan  strategis,  seperti  advokasi,  promosi potensi, penelitian partisipatoris.  

 

50

Page 59: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Pembelajaran Video Komunitas Wonolelo Salah Satu Metode Advokasi PRBBK Desa 

Oleh: Fikka Octora Putri (Fasilitator Video Komunitas)  

 

 Gambar 5.3. 

Ibu‐ibu Mengikuti Pelatihan Video Komunitas di Wonolelo  

Video komunitas menjadi  salah  satu kegiatan  selama  setahun  terakhir pelaksanaan program Desa Tangguh oleh YP2SU di desa Wonolelo dan Mulyodadi, Bantul. Dalam proses  kegiatan video  komunitas masyarakat  terlibat aktif dalam  keseluruhan proses dari awal hingga akhir, mulai  dari  penentuan  ide  cerita  hingga  proses  editing.  Selain  itu  kegiatan  ini  lebih mementingkan pada proses yang dilalui oleh masyarakat dalam proses pembuatan videonya bukan  pada  hasil  video  itu  sendiri  sebagai  suatu  karya.   Dalam proses pembuatannya  tidak selalu  mengharuskan  ada  naskah  (script)  yang  ditulis  berdasarkan  kaidah‐kaidah  baku profesional, warga masyarakat  lebih berpedoman pada gagasan umum yang mereka sepakati bersama‐sama. Memang, mereka menyusun “naskah” tapi hanya dalam bentuk “naskah garis besar” (outline script ) saja atau “papan cerita” (story board) sederhana saja, itupun menurut cara dan gaya mereka sendiri.   Selain itu diharapkan bahwa kegiatan video komunitas ini tidak berakhir setelah proses editing selesai  dan  dihasilkan  sebuah  video  komunitas,  tetapi  justru  kegiatan  sesungguhnya  baru dimulai ketika video  selesai dibuat. Video  tersebut digunakan  sebagai media untuk berbagai 

51

Page 60: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

tujuan, dalam hal ini sebagai media edukasi, kampanye dan advokasi berdasarkan tujuan awal ketika menentukan  ide cerita. Oleh sebab  itu biasanya memerlukan waktu  lebih  lama, karena akan  berhenti  jika  sasaran  sudah  dicapai.  Bahkan  karena masalah  dan  kegiatan  komunitas tidak pernah ada habisnya maka video komunitas bahkan mungkin tidak pernah selesai.  Secara garis besar proses pembuatan video komunitas di desa Wonolelo dan Mulyodadi dibagi menjadi  tiga  tahap,  yaitu  tahap  pra  produksi,  produksi  dan  pasca  produksi.  Kegiatan  video komunitas  di  Desa  Mulyodadi  dan  Wonolelo  diikuti  oleh  pemuda  dan  pemudi;  di  desa Wonolelo ada 9 orang, 4 perempuan dan 5 laki‐laki, sedangkan di desa Mulyodadi  ada 9 orang terdiri dari 2 perempuan dan 7  laki‐laki. Kegiatan video komunitas dilakukan setiap seminggu sekali  di masing‐masing  desa. Untuk mendukung  kegiatan  dalam  video  komunitas,  anggota video  komunitas  dibekali  dengan  teori‐teori  dasar  yang  aplikatif  tentang  gambaran  umum proses  pembuatan  video  komunitas  yang  difasilitasi  oleh  YP2SU  dalam  beberapa  kali pertemuan pelatihan serta   dilengkapi dengan peralatan berupa 2 handycam 2  tripod, dan 2 kamera.  Tema  yang  diangkat  dalam  proses  pembuatan  video  komunitas  ini  adalah  tentang permasalahan  sosial    yang  ada di dua desa  yang dikhawatirkan  akan menimbulkan masalah dan dampak sosial yang lebih buruk di masa mendatang. Proses dalam penentuan fokus tema ditentukan  oleh  anggota  video  komunitas  dan  difasilitasi  dari  YP2SU. Untuk  desa Wonolelo mengangkat  tentang  permasalahan  telehong  sapi,  sedangkan  desa  Mulyodadi  tentang permasalahan  anak  putus  sekolah.  Selanjutnya  video  yang mereka  hasilkan  akan  digunakan dalam kegiatan edukasi warga.  

1. Deskripsi Kegiatan 

Kegiatan video komunitas yang diadakan oleh YP2SU bermaksud untuk memberikan alternatif cara bagi masyarakat dalam menyampaikan gagasan, pendapat, pemikiran tentang potensi dan masalah  yang  ada  di  desa  mereka  untuk  kemudian  dituangkan  menjadi  sebuah  media membangun  gerakan  advokasi.  Dengan  media  video  (audiovisual)  gagasan  mereka  dapat diketahui oleh banyak orang  sehingga proses edukasi, kampanye dan advokasi menjadi  satu bagian dalam kegiatan video komunitas ini.  Kegiatan  video  komunitas  ini  berlangsung  dari  bulan  Februari  hingga  Desember  2010. Pertemuan dilakukan setiap seminggu sekali di rumah warga yang akhirnya menjadi basecamp untuk  kegiatan  video  komunitas  selanjutnya.    Warga  yang  terllibat  dalam  kegiatan  video komunitas  ini  sebagian besar  adalah anak‐anak muda. Mereka  terlibat  aktif mulai dari  awal hingga  akhir  kegiatan.  Dalam  pelaksanaan  kegiatan  di  lapangan  cukup  fleksibel  karena menyesuaikan dengan berbagai kondisi dan dinamika yang ada di masyarakat.  Bagi beberapa warga  yang  terlibat dalam  kegiatan  ini,  video  komunitas merupakan  sesuatu yang baru dan belum banyak mereka  ketahui. Untuk  itu diadakan beberapa  kali pertemuan untuk  membekali  warga  dengan  teori‐teori  dasar  dan  gambaran  umum  tentang  proses pembuatan  video.  Dalam  pertemuan  tersebut  disampaikan  tentang  bagaimana mengeksplorasi  ide  dan  melakukan  riset  untuk  pendalaman  ide,  penulisan  naskah,  penyutradaraan dan sinematografi, manajemen produksi dan proses editing.   Salah  satu  kegiatan  dalam  video  komunitas  ini  adalah melakukan  transek  atau  susur  desa dengan tujuan untukmengetahui lebih jauh tentang kondisi desa mereka sekaligus melakukan riset untuk menentukan  ide  cerita apa yang akan mereka  fokuskan dalam pembuatan video 

52

Page 61: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

nanti. Selain  itu, warga  juga berkesempatan untuk mencoba melakukan pengambilan gambar sebagaimana teori yang sudah disampaikan dalam pertemuan.  Dalam  tahap  pra  produksi   warga menentukan  ide  cerita.  Desa Wonolelo mengangkat  ide tentang  permasalahan  telethong  sapi  sedangkan  desa Mulyodadi mengangkat  ide  tentang anak  putus  sekolah.  Dalam  proses  penentuan  ide,  warga  membuat  daftar  tentang permasalahan  yang  ada  disekitar  mereka  selanjutnya  dilakukan  brainstorming  ide  untuk  menganalisis sejauh apa kemungkinan  ide mereka bisa direalisasikan, siapa segmentasi video mereka  serta apa pesan  yang  ingin mereka  sampaikan.  Selanjutnya warga menentukan alur cerita, membuat sinopsis cerita, naskah garis besar (outline script) dan melakukan pembagian tugas siapa yang menjadi sutradara, penulis naskah, pewawancara, dan kameramen.  Pengambilan gambar dalam tahap produksi dilakukan warga selama beberapa hari. Dilakukan wawancara dengan pemerintah desa, tokoh masyarakat dan warga yang berhubungan dengan ide  cerita  yang diangkat. Dalam  tahap  inilah  terlihat adanya dukungan dan peran  serta dari para stakeholder untuk mendukung kegiatan video komunitas yang sebagian besar diikuti oleh  anak‐anak muda ini. Selain itu warga yang diwawancarai juga cukup antusias untuk menjawab pertanyaan dan menjabarkan masalah yang selama ini mereka rasakan, misalnya seorang ibu‐ibu dari dusun Ploso desa Wonolelo terlihat begitu semangat menceritakan apa masalah yang dia rasakan selama ini tentang kandang sapi tetangga sebelah yang berada di dekat rumahnya yang  seringkali menimbulkan bau yang  tidak  sedap  sehingga mengganggu kenyamanan. Dari proses  ini secara tidak  langsung media video memberikan ruang bagi mereka yang selama  ini suaranya jarang didengar termasuk kaum perempuan untuk menyampaikan pendapat mereka.  Tidak  jarang  pula  dalam  proses  pengambilan  gambar  dan  wawancara  ditemukan  kesulitan seperti kondisi cuaca yang tidak mendukung, warga yang tiba‐tiba tidak bersedia diwawancara sehingga  harus  dilakukan  penundaan  pengambilan  gambar,  dan  kesulitan  dalam melakukan framing. Dalam proses pengambilan gambar warga berpedoman pada naskah dan outline yang sudah mereka buat.   Setelah  proses  pengambilan  gambar  dan  wawancara  selesai  selanjutnya  warga melakukan proses  editing  selama  beberapa  minggu  dan  mengalami  beberapa  kali  revisi.  Untuk  desa Wonolelo, warga membuat backsound sendiri.   Selanjutnya  video  yang  berhasil  dibuat  warga  kemudian  digunakan  sebagai media  edukasi sekaligus  kampenye  ke masyarakat, misalnya  di Wonolelo  karena  ide  yang  diangkat  adalah tentang  teletong  (kotoran  sapi),  maka  video  ini  digunakan  sebagai  edukasi  ke  peternak‐peternak  kecil  tentang  bagaimana  pengelolaan  kotoran  sapi  menjadi  kompos  dan  biogas, sekaligus  kampanye untuk mengajak warga agar dapat mengelola  kotoran  sapi dengan  cara yang lebih baik dan dapat memanfaatkan kotoran sapi sebagai energi alternatif yaitu biogas.   Sebagai salah satu apresiasi terhadap warga yang telah terlibat aktif dalam proses pembuatan video  komunitas,  maka  diadakan  Launching  Video  Komunitas.  Kegiatan  ini  juga  untuk menginformasikan  tentang  keberadaan  komunitas  video  yang  ada di desa mereka  sekaligus menampilkan karya yang telah mereka buat yang mengangkat cerita tentang desa mereka.  Para  warga  yang  terlibat  dalam  kegiatan  video  komunitas,  mengikuti  keseluruhan  proses secara  aktif  dari  awal  hingga  akhir.  Bagi  pemuda  dan  pemudi  yang  terlibat  dalam  kegiatan video  komunitas  ini mengakui  bahwa  kegiatan  ini  bermanfaat  baik  bagi  diri mereka  sendiri maupun bagi  masyarakat. Bagi sebagian warga yang terlibat dalam kegiatan video komunitas 

53

Page 62: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

diakui bahwa  selama  ini  tidak banyak  kegiatan positif  yang mereka  lakukan  terutama untuk desa mereka.  

2. Isu  Lintas Sektoral 

Kegiatan  video  komunitas  diikuti  oleh  anak‐anak  muda  yang  ada  di  desa  Wonolelo  dan Mulyodadi. Kaum perempuan pun ikut terlibat aktif dalam kegiatan ini, mulai dari awal hingga akhir proses. Kaum perempuan yang  terlibat  terdiri dari kaum  ibu‐ibu maupun  remaja putri. Mereka antusias dalam mengikuti proses pembuatan video komunitas ini, terkadang, para ibu‐ibu tersebut membawa anak‐anak mereka dan mengikuti kegiatan video komunitas di sela‐sela kesibukan mereka sebagai seorang ibu, istri maupun masyarakat.   Selain  itu  peran  perempuan  juga  terlihat  dari  tokoh‐tokoh  yang  dipilih  warga  untuk diwawancarai.  Di  desa  Wonolelo,  tokoh  yang  diwawancara  adalah  ibu‐ibu  yang  merasa terganggu dengan bau kotoran sapi. Melalui video mereka diberi ruang untuk menyampaikan pendapat, keluh kesah   yang mereka rasakan. Demikian pula di desa Mulyodadi, seorang  ibu menyampaikan tentang keinginannya agar anaknya yang putus sekolah mau sekolah lagi.  Dengan adanya  ruang publik yang diberikan untuk kaum perempuan mulai dari keterlibatan mereka  dalam  proses  pembuatan  hingga  menjadi  tokoh  dalam  cerita,  harapannya  dapat mengubah  paradigma  yang  mungkin  ada  di  masyrakat  tentang  apa  yang  perempuan  bisa lakukan.  Selain  itu  dapat  menginpirasi  kaum  perempuan  lain  untuk  mau  dan  berani mengungkapkan gagasan mereka sesuai dengan peran mereka di masyarakat.  Limbah ternak berupa kotoran ternak, air kencing, maupun yang  lainnya termasuk salah satu penyumbang global warming  yang  tinggi. Pembuangan  limbah  ternak  yang dilakukan  secara sembarangan seperti dialiran sungai tidak saja menimbulkan polusi air tapi  juga memicu efek rumah kaca. Dengan adanya inisiatif beberapa warga peternak dan pemilik kandang sapi untuk mengolah kotoran sapi menjadi biogas, dapat mengurangi efek rumah kaca.  Kegiatan video komunitas  juga menjadi bagian untuk mensosialisasikan cara‐cara pengolahan limbah  peternakan  yang  ramah  lingkungan  melalui  pembuatan  biogas,  disamping  dapat membantu    mengurangi  pencemaran  lingkungan,  dan  secara  tidak  langsung    membantu peningkatan  status ekonomi peternak  kecil  karena mampu menghasilkan produk  sampingan dari hasil sampingan mereka beternak berupa biogas dan kompos.  Sedangkan  untuk    pembuatan  video  komunitas  di  Desa Mulyodadi  yang mengangkat  tema tentang anak putus sekolah, mencoba untuk menyampaikan bahwa salah satu penyebab anak putus  sekolah  di  desa Mulyodadi  adalah  karena  permasalahan  ekonomi  dimana  orang  tua tidak mampu membiayai pendidikan. Harapannya melalui video ini dapat menjadi media untuk membantu  menyelesaikan  permasalahan  tersebut,  karena  salah  satunya  video  ini menceritakan  tentang  bagaimana  usaha  anak‐anak  yang  putus  sekolah  untuk  tetap  dapat bekerja dengan keahlian yang mereka peroleh dari mengikuti pelatihan baik secara formal dan non formal. 

3. Hasil dan Dampak 

Kegiatan video komunitas di desa Wonolelo dan Mulyodadi sebagian besar diikuti oleh anak‐anak muda.  Sebagian  dari mereka  adalah  anak‐anak muda  yang  aktif  dalam  kegiatan  dan organisasi yang ada di desa, tapi ada  juga yang selama  ini tidak pernah aktif. Dengan adanya 

54

Page 63: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

kegiatan video komunitas dapat menjadi alternatif kegiatan bermanfaat yang bisa diikuti oleh anak‐anak muda di desa. Melalui  kegiatan  transek,  riset,  dan  pengambilan  gambar  yang  ada  dalam  kegiatan  video komunitas,  mendorong  anggota  video  komunitas  yang  juga  warga  desa  setempat  untuk mengetahui  dan mengenal  lebih  jauh  tentang  potensi  dan  permasalahan  yang  ada  di  desa mereka.   Video komunitas yang dibuat oleh warga desa Wonolelo menceritakan  tentang kotoran sapi yang  selama  ini menjadi masalah  karena  sistem pengelolaan  kotoran  sapi  yang belum baik, tetapi  ada  sebagian warga  yang  telah mengolah  kotoran  sapi menjadi    kompos dan biogas. Melalui video ini dapat tersampaikan permasalahan yang selama ini dirasakan warga sekaligus memberikan  informasi  tentang warga  yang  telah membuat biogas dan pupuk  kompos  yang kemungkinan  besar  dapat  dilakukan  oleh warga  yang  lain.  Kegiatan  ini  pun  juga mendapat dukungan  dari  lurah  dan  tokoh masyarakat  desa Wonolelo.  Ketika  video  ini  diputar  dalam kegiatan edukasi ke petani dan peternak di desa Wonolelo mendapat dukungan dan  respon positif dari Dinas Pertanian Kabupaten Bantul yang diundang sebagai pembicara.  Untuk  desa  Mulyodadi,  ada  sebuah  kesadaran  bahwa  keberadaan  anak‐anak  yang  putus sekolah menjadi PR bersama masyarakat dan pemerintah desa untuk memberikan alternatif pendidikan dan keterampilan yang bisa menjadi bekal bagi mereka. 

4. Pembelajaran 

  

Gambar 5.4. Proses Pembuatan Video Komunitas Wonolelo 

55

Page 64: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Kegiatan video komunitas ini bisa berjalan dengan baik hingga akhir program didukung dengan adanya antusias dari warga untuk mengikuti keseluruhan proses dari awal hingga akhir. Hal ini didorong oleh kesadaran warga untuk   memanfaatkan media audiovisual  sebagai alat untuk menyampaikan pesan, pendapat dan gagasan. Serta adanya keinginan warga untuk menjadi bagian  dari  solusi  atas  permasalahan  yang  ada  di  desa  mereka.  Disamping  itu  adanya dukungan dari masyarakat dan stakeholder sehingga proses pembuatan video ini dapat selesai.  Selain  itu   dengan perkembangan  teknologi  saat  ini, membuat video bukan menjadi  sesuatu yang  sulit  untuk warga  desa. Mereka  bisa melakukan  dan menyelesaikan  pembuatan  video disela‐sela kesibukan dan aktivitas  rutin. Prosesnya pun  tidak  sulit untuk diikuti warga mulai dari pra produksi hingga proses editing. Hanya saja warga perlu untuk mencari referensi lebih banyak tentang film seperti bagaimana mengemas isu dan ide cerita, bagaimana membuat alur cerita yang menarik, bagaimana cara pengambilan gambar yang tidak monoton, dan  lain‐lain sehingga video yang dihasilkan dapat lebih “kuat” dari segi isi dan menarik dari segi cerita dan pengambilan  gambar.  Referensi  bisa  diperoleh  dengan  menonton  lebih  banyak  film, berdiskusi,menghadiri seminar dan festival‐festival film.  Di Wonolelo,  atas  inisiatif  warga  ada  kemungkinan  besar    kegiatan  video  komunitas  akan berlanjut. Untuk  itu  kegiatan  seperti diskusi  film dapat menjadi  salah  satu  cara untuk  terus menghidupkan semangat dan ketertarikan akan dunia audiovisual disamping terus mengasah kepekaan warga  terhadap  kondisi  sosial  ekonomi  lingkungan budaya  atau  apapun  yang  ada disekitar lingkungan mereka.  Ke depan perlu adanya dukungan lebih dari masyarakat dan pemerintah desa setempat untuk mempertahankan dan mengembangkan komunitas video yang sudah ada ini, karena disamping bisa menambah kegiatan yang positif di desa juga bermanfaat bagi kemajuan desa. 

Potensi replikasi 

Kegiatan video komunitas sangat mungkin untuk direplikasikan oleh pihak  lain di  lokasi yang lain, karena proses pembuatan video komunitas  saat  ini  sangat mudah dan masyarakat  juga tidak asing lagi dengan kegiatan ini. Hal ini juga didukung dengan iklim demokrasi yang ada di negeri kita.  Dengan  kemudahan  akses  informasi melalui  jaringan  internet, masyarakat  juga dimudahkan untuk mencari  referensi  terkait  isu yang mereka angkat dalam pembuatan video komunitas, termasuk    bagaimana  teknis  pembuatan  video  serta  dapat  dengan  mudah  pula mempublishkan karya video mereka melalui situs jaringan sosial.  Yang  penting  adalah  bagaimana memahamkan masyarakat  bahwa media  audiovisual  dapat menjadi alat   yang sangat efektif untuk menyampaikan pendapat dan gagasan mereka tentang apapun yang mereka lihat, rasakan. Media ini dapat menjadi alat edukasi, kampanye sekaligus advokasi  yang  bermanfaat  bagi  kemajuan  desa  mereka.  Melalui  media  ini  dapat  pula membangun  jaringan dengan desa  lain yang mempunyai kegiatan yang sama sehingga dapat saling bertukar  informasi dan pengalaman. Selain  itu hal  lain yang penting adalah bagaimana mengajak warga untuk mau mencermati dan menumbuhkan sense of crisis  terhadap kondisi yang ada disekitar mereka.  Pada akhirnya warga dapat menemukan sendiri cara mereka dalam menyampaikan ide melalui media  audiovisual  dan  hal  ini  tetap  memerlukan  dukungan  berupa  pengetahuan  tentang 

56

Page 65: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

proses pembuatan video secara umum termasuk dukungan berupa peralatan yang diperlukan untuk pembuatan video komunitas. 

5. Area‐Area Tantangan 

Dalam pelaksanaan edukasi masyarakat di kedua desa, Tim Program menemukan  tantangan dan hambatan lapangan. Beberapa hambatan yang ditemukan antara lain: 

a. Memahamkan  masyarakat  akan  hal‐hal  yang  bersifat  konseptual  (regulasi,  konsep PRB)  ternyata  bukan  hal  yang  mudah.  Dalam  pengalaman  di  kedua  desa,  proses memahamkan  hal  ini  selalu  bergesekan  dengan  keinginan masyarakat  untuk  segera memperoleh hal‐hal yang bersifat praktis, seperti dana hibah 100 juta rupiah, dll;  

b. Komitmen  untuk  melakukan  transfer  of  knowledge  dari  para  warga  yang  telah teredukasi dalam program. Memang, Deklarasi Mulyodadi untuk masyarakat tangguh telah ditandatangani, tetapi, bagaimana mengawal komitmen inilah yang menjadi titik masalah yang harus selalu dikawal oleh pemerintah, masyarakat, dan semua elemen penyelenggara program;  

 

 

57

Page 66: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

   

58

Page 67: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

 

 

BAB VI 

SLAMET RAHARJO: 

MEMBANGUN PENGHIDUPAN BERKELANJUTAN UNTUK MASYARAKAT 

 

A.   Deskripsi  

Salah  satu  persoalan  yang  melekat  pada  bencana  adalah  masalah  penghidupan/  mata pencaharian masyarakat. Logikanya sederhana, manusia tidak hanya memerlukan keselamatan dari  ancaman  bencana,  tetapi, manusia  juga memerlukan  asset  ekonomi untuk mendukung kehidupannya,  atau  dalam  bahasa  jawa,  diwujudkan  dalam  akronim  “SLAMET”  dan “RAHARJO”.  “SLAMET”  artinya  “selamat”,  mengandung  arti  harapan  untuk  teredamnya ancaman  bencana,  terkuranginya  kerentanan/kerawanan masyarakat,  dan  terbangun  serta terpeliharanya  kapasitas  masyarakat,  demi  terbentuknya  masyarakat  yang  tangguh  dan tanggap  terhadap  terhadap bencana.  “RAHARJO”  artinya  “makmur/sejahtera”, mengandung arti  harapan  bagi masyarakat  untuk  hidup  berkecukupan,  dengan  keterjangkauan  terhadap akses ekonomi yang berkualitas dan membangun.   

 

Gambar 6.1. 

Para Peserta Pelatihan LKM YP2SU 

59

Page 68: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Untuk itulah, dalam Program Desa Tangguh ini, diinisiasi aktivitas‐aktivitas untuk membangun sistem  penghidupan  berkelanjutan,  dengan  cara  melakukan  sinergisasi  elemen‐elemen penghidupan masyarakat desa  lokasi program, baik berupa program pemberdayaan  (seperti KUBE, BKM, dll), maupun lembaga usaha (koperasi, UMKM, LKM, dll). Hal ini untuk menyikapi kecenderungan di masyarakat desa  lokasi program, bahwa program pemberdayaan ekonomi untuk  meningkatkan  kemampuan  dalam  mengelola  dan  mengembangkan  sumber‐sumber daya dalam masyarakat sering tidak sinergis atau berjalan sendiri, sehingga kurang efektif, dan kurang mendukung keberlanjutan pemberdayaan ekonomi tersebut di masyarakat. 

Tabel 6.1. 

Rincian Aktivitas Livelihood Desa Tangguh 

Tahap  Rincian Aktivitas  Tujuan 

Tahap  I Assessment Kapasitas Ekonomi  Masyarakat 

Pemetaan  asset  masyarakat  yang  dapat mendukung  penghidupan  yang berkelanjutan, dengan metode pentagonal asset.  Adapun,  pentagonal  asset  yang dilakukan berbasis desa. 

Titik  tolak  pengorganisasian amtar  elemen  pendukung utama  mata  pencaharian masyarakat.  

Tahap  II Edukasi sektoral 

‐ Clustering  beneficiaries,  Sektor  LKM dan Sektor UKM; 

‐ Pelatihan untuk UKM ‐ Pelatihan untuk LKM 

Memperkuat kapasitas ekonomi LKM  dan  UKM  desa  rawan bencana,  termasuk  strategi perlindungan  asset  untuk masyarakat rawan bencana. 

Tahap  III Penguatan berbasis cluster  

‐ Penyatuan cluster LKM dan UKM dalam forum pengembangan ekonomi desa; 

‐ Diskusi  cluster,  dengan  tema pengorganisasian  komunitas, pendalaman  rencana  tindak  lanjut cluster  terkait  dengan  pelatihan  yang dilakukan  dalam  edukasi  sektoral, menjalin komunikasi antar pihak, dll. 

Memperkuat  cluster  LKM  dan UKM,  sebagai  tindak  lanjut pasca pelatihan LKM dan UKM. 

Tahap  IV Temu Usaha 

‐ Penilaian  produk  LKM  dan  UKM  oleh akademisi/praktisi  dari  Forum  PEL Bantul (Agung Wicaksono); 

‐ Sharing tentang produk masing‐masing; ‐ Dialog  dengan  SKPD  terkait  (Kantor 

Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dinas Pertanian  dan  Kehutanan,  Badan Ketahanan  Pangan  dan  Pelaksana Penyuluhan,  Dinas  Tenaga  Kerja  dan Transmigrasi,  BAPPEDA  Kabupaten Bantul); 

‐ Perumusan  Rekomendasi  Bersama semua  pihak  untuk  pengembangan ekonomi pedesaan Kabupaten Bantul. 

 

Tukar  pengalaman  (sharing) bisnis/usaha  

 Memberikan  pemahaman tentang pemasaran 

 Membangun  jaringan usaha (bisnis) 

 Membangun  kesadaran tentang  Sustainability Livelihod  

 Terbangun  tim  yang mensinergiskan  program‐program  pemberdayaan ekonomi masyarakat. 

mensinergikan    kebijakan pemerintah dengan kegiatan ekonomi masyarakat 

 

60

Page 69: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Dalam  penutupan  program  ini,  dihasilkan  beberapa  butir  rekomendasi  untuk  semua  aktor pengembangan livelihood sebagai berikut: 

Tabel 6.2. 

Rekomendasi Pengembangan Livelihood Aktor 

Rekomendasi untuk UKM  Rekomendasi untuk LKM Rekomendasi untuk 

PEMDA/FORUM PEL BANTUL 

‐ Diversifikasi produk; ‐ Profesionalisme Bisnis; ‐ Akses program lele ke 

Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi; 

‐ Pengembangan Jaringan usaha; 

‐ Peningkatan dan pemeliharaan motivasi entrepreneurship; 

‐ Strategi Branding dengan nama lokal (Misal: KoSela‐soKO SELOpamioro) 

‐ Pengembangan Lembaga Keuangan perempuan; 

‐ Pengembangan Jaringan usaha; 

‐ Strategi/Manajemen Pengelolaan LKM yang memadai; 

‐ Kenali perilaku pengguna pinjaman (misalnya untuk Pasuruan, secara spiritual‐kearifan lokal) 

‐ Bantuan modal financial; ‐ Bantuan akses dan info 

program dan anggaran (Mis. Bantuan Promosi via Bantul AgroExpo, Trade Expo Indonesia, dll); 

‐ Adanya Bansos LKM; ‐ Fasilitasi Kelembagaan 

Usaha (Badan Hukum); ‐ Koordinasi sinergi 

pengembangan UKM dan LKM 

     B.  Area‐Area Tantangan: 

1. Akses modal financial yang terbatas, karena selama  ini akses modal tersebut hanya dimiliki oleh kelompok‐kelompok usaha menengah/besar karena masalah agunan;  

2. Manajemen internal yang masih memerlukan pembenahan; 3. Persoalan  regulasi,  kebijakan,  program,  dan  anggaran  dari  pemerintah  untuk 

program  pemberdayaan  ekonomi  masyarakat  berorientasi  pasar  masih  menjadi perhatian dari seluruh stakeholders.  

 Dalam  pelaksanaan  program  Livelihood  ini,  YP2SU  melibatkan  Koperasi  GEMI  sebagai narasumber dan fasilitator program. Koperasi GEMI adalah lembaga keuangan mikro (LKM) di Daerah Istimewa Yogyakarta, yang berdiri tahun 2004, dan sampai tahun 2010 beroperasi di 3 (tiga) kabupaten/kota, yakni Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Gunungkidul. Lingkup kerja  lembaga  ini adalah pendampingan bagi perempuan pengusaha mikro di ketiga Kabupaten tersebut.  

PEMBELAJARAN: PERAN KOPERASI GEMI BAGI KEBERLANJUTAN USAHA PEREMPUAN PENGUSAHA MIKRO DI DAERAH RAWAN 

BENCANA Oleh: Ekantini PB & Rarasati Mawftiq (Koperasi GEMI) 

 

Secara  umum  industri  keuangan mikro modern  telah mencapai  kemajuan  yang  luar  biasa dalam hal   pelayanan dan keanekaragaman produk yang ditampilkan. Keuangan mikro  telah dimanfaatkan oleh puluhan  juta orang  terutama pengusaha mikro dengan pendapatan < Rp 1.000.000,00 untuk mendukung kegiatan produktif mereka. Hampir 50% dari pengusaha mikro di  Indonesia  didominasi  oleh  perempuan  dimana  keuntungan  usaha mikro  yang  dijalankan umumnya  tidak  memberikan  hasil  dalam  bentuk  pemupukan  modal,  karena  biasanya 

61

Page 70: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

keuntungan  tersebut  habis  untuk  kebutuhan  pokok,  pembiayaan  kesehatan  keluarga, kebutuhan sosial dan kebutuhan harian lainnya. 

Meskipun  secara  nyata,  perempuan  pengusaha  mikro  memberikan  kontribusi  terhadap pendapatan keluarga, tetapi kemampuan dan peluang akses kaum perempuan pada  lembaga keuangan  seperti  bank masih  dirasakan  kurang  berpihak. Oleh  karena  itu,  terobosan  untuk membuka peluang akses bagi perempuan pengusaha mikro  ini saat  ini dilakukan oleh banyak Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang secara procedural  lebih mampu memahami kebutuhan dan keadaan para perempuan pengusaha mikro  ini. Persyaratan mudah, kecepatan  layanan, tanggung  renteng  (jaminan moral), bahkan  LKM mampu melakukan kegiatan pendampingan dan penguatan usaha, contohnya pelatihan, fasilitasi akses pasar, dsb. 

Dalam LKM, ada beberapa alasan mendasar mengapa perempuan pengusaha mikro menjadi target utama: 

1. Bahwa  selama  ini,  akses  perkreditan  yang  diberikan  kepada  perempuan  pengusaha mikro masih relatif sedikit. 

2. Kredit  kepada  perempuan  miskin,  memberikan  kesempatan  kepada  mereka  untuk membuktikan  kemampuan  dan  kreativitasnya  dalam  mendukung  perekonomian rumah tangga.  

3. Perempuan  lebih  bertanggung  jawab  dalam  penggunaan  uang  pinjaman.  Apabila memperoleh pendapatan lebih, maka perempuan akan lebih memperhatikan keluarga, terutama untuk kepentingan anak‐anaknya.  

 Salah  satu  LKM  yang  fokus  terhadap  layanan  jasa  keuangan dan pemberdayaan anggotanya adalah  GEMI  (Gerakan  Ekonomi  Kaum  Ibu).  GEMI  adalah  LKM  yang menggunakan metode pengorganisasian kelompok model grameen bank, dengan sistem  layanan jasa keuangan pola syariah.  GEMI  mengkhususkan  anggotanya  pada  perempuan  pengusaha  mikro,  terutama  dalam kategori dhu’afa (the poorest). 

Didirikan tahun 2004 oleh LSM YP2SU yang pada awalnya adalah Program yang dikembangkan para aktivis yang fokus dalam pemberdayaan ekonomi rakyat. Dalam perkembangannya GEMI secara formal menjadi berbadan hukum koperasi sejak Oktober 2006.  

Koperasi GEMI,  sempat mengami  gangguan  usaha  pada waktu  gempa  bumi  di DIY,  27 Mei 2006.  Dimana  80%  kegiatan  usaha  bersama  anggota  mengalami  kemacetan,  karena  para anggota GEMI  terkena  dampak  langsung dari  gempa bumi  tersebut  (Seperti: Rumah  roboh, sakit, cacat, dan beberapa diantaranya meninggal). Namun, dengan ketelatenan, usaha keras dan  semangat  kebersamaan  yang dibangun  antara GEMI dan  juga  anggota  yang mengalami musibah gempa bumi  tersebut, akhirnya pasca gempa bumi 2006 hingga  sekarang, Koperasi GEMI dan anggotanya yang saat  ini berjumlah  lebih dari 2.000 orang dapat bangkit dan maju bersama  dengan  baik.  Bahkan  saat  ini  bersama‐sama  dengan  LSM  YP2SU mengembangkan program‐program  berbasis  pengurangan  resiko  bencana  terhadap  anggota  dan masyarakat sekitarnya. 

Segala  upaya  yang  telah  GEMI  kontribusikan  tersebut  tidak  terlepas  dari  Visi  yang  GEMI munculkan  sejak  awal  didirikannya,  yaitu  Meningkatkan  kualitas  hidup  masyarakat  dan mengurangi  angka  kemiskinan  dengan  pemberdayaan  perempuan  pengusaha  mikro.  Visi tersebut kemudian tertuang dalam cita‐cita panjang yang  lebih riil dan detail, adalah sebagai berikut: 

62

Page 71: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

1. Meningkatkan pendapatan keluarga kurang mampu. 

2. Memperluas akses perempuan kurang mampu terhadap sumberdaya ekonomi.  

3. Memperluas akses perempuan kurang mampu terhadap hak‐hak pelayanan publik oleh Negara. 

4. Meningkatkan wawasan perempuan kurang mampu menuju kesejahteraan keluarga. 

5. Meningkatkan kemampuan perempuan kurang mampu dalam mempengaruhi kebijakan publik. 

6. Membangun jaringan dan memperluas kemitraan dengan pihak‐pihak yang mendukung GEMI. 

Seperti  tersebut  diatas,  saat  ini GEMI memiliki  jumlah  anggota  lebih  dari  2.000  orang  yang tersebar di kota Yogyakarta, kabupaten Bantul dan Gunungkidul. GEMI dalam pengabdiannya selain  berkonsentrasi  pada  pemberian  kredit  mikro  juga  memiliki  unit  layanan  dalam  hal Pendampingan Usaha Berorientasi Pasar (PUSPA) dan juga Edukasi. GEMI bekerjasama dengan mitra (pemerintah maupun swasta) kerapkali melakukan berbagai macam pendampingan yang bersifat  usaha  dan  non‐usaha  berupa  pendidikan,  pelatihan maupun  pameran  dagang  bagi anggota. 

Apa kata mereka tentang GEMI : 

 

Ponirah (52 tahun, warung kelontong, bergabung sejak 2004) 

“ Sebelum bergabung dengan GEMI, saya pedagang  sayur  keliling.  Setelah  satu tahun menjadi anggota GEMI, kehidupan saya semakin membaik dan saya mampu membuka  warung  kelontong  di  rumah, dengan  modal  dari  GEMI.  Dari  usaha warung  kelontong  ini  saya  mampu menyekolahkan  anak‐anak  sampai  lulus SMA. Terima kasih GEMI.’ 

 

Ari (33 tahun, pedagang pulsa Hand phone, bergabung sejak 2005) 

“Sebelum  bergabung  dengan  GEMI  saya bekerja  sebagai buruh  lepas, kadang ada pekerjaan, kadang tidak. Kehidupan kami sangat  tergantung  suami  saya  yang bekerja  sebagai buruh di  toko kacamata. Setelah  bergabung  dengan  GEMI  saya membuka  usaha  penjualan  pulsa. Alhamdulillah, dengan usaha ini saya bisa membantu  suami mencukupi  kebutuhan rumah tangga”. 

 

63

Page 72: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

Gambar 6.2. 

Rarasati Mawftiq, fasilitator Kegiatan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat 

 

64

Page 73: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

   

65

Page 74: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

 

 

BAB VII 

PELEMBAGAAN DAN LEGALISASI  

DESA TANGGUH 

 

Pelembagaan dan legalisasi PRBBK diperlukan sebagai salah satu upaya keberlanjutan program di  level desa. Ada beberapa pertimbangan yang mendasari pemilihan  jalur  legalisasi  sebagai keberlanjutan program Desa Tangguh 2010, yakni: 

A. Memberikan support moral kepada masyarakat yang terlibat dalam analisis risiko dan perencanaan  Penanggulangan  Bencana,  dan  mendorong  pembudayaan  partisipasi masyarakat dalam pembangunan. 

B. Dukungan politis dari penentu kebijakan di level desa sangat diperlukan sebagai dasar komitmen untuk  adanya  program dan  anggaran penanggulangan bencana desa dari pemerintah. 

C. Legalisasi  memberikan  legitimasi  bagi  aktor‐aktor  penanggulangan  bencana  desa untuk melakukan mobilisasi sumber daya dari semua stake holders, baik pemerintah maupun non pemerintah. 

D. Legalisasi  PRBBK  memberikan  landasan  yuridis  untuk  integrasi  PRBBK  ke  dalam perencanaan pembangunan pemerintah maupun non pemerintah. 

E. Menjamin  terpelihara dan  terkembangkannya modal social kegotongroyongan dalam masyarakat rentan. 

F. Memberikan wadah untuk  isu  lintas sektoral dalam penanggulangan bencana di  level desa. 

Pertimbangan‐pertimbangan  di  atas  berlaku  kepada  seluruh  aspek  PRBBK  yang  dilegalkan, mulai dari aspek pra bencana, saat tanggap darurat, sampai pasca bencana. 

Dalam  pelembagaan  dan  legalisasi  Desa  Tangguh  dilakukan  dengan  beberapa  langkah  di bawah ini: 

A. Penyusunan  Dokumen  Peraturan  Desa  (Perdes)  Rencana  Penanggulangan  Bencana (RPB) Desa 

B. Pembentukan Forum Pengurangan Risiko Bencana (Forum PRB Desa) C. Penyusunan Rencana Aksi Komunitas (RAK) Desa untuk Pengurangan Risiko Bencana D. Penyusunan Rencana Kontinjensi Bencana Prioritas E. Memasukkan  substansi  kebencanaan  ke  dalam  sistem  perencanaan  pembangunan 

desa. 

 

 

66

Page 75: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Secara  umum,  kelima  langkah  di  atas  adalah  deretan  langkah  yang  saling mendukung  satu sama  lain, membentuk sebuah sistem  legalitas penanggulangan bencana, dengan deskripsi di bawah ini.  

A. Dokumen  RPB  merupakan  dokumen  induk  yang  di  dalamnya  mengatur  eksistensi Forum Pengurangan Risiko Bencana Desa beserta perencanaan  lain yang merupakan turunannya, baik  rencana pra bencana  (Rencana Aksi Komunitas untuk Pengurangan Risiko  Bencana,  Rencana  Kontinjensi  Bencana  Prioritas),  rencana  operasi  tanggap darurat, maupun rencana pasca bencana (Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi).  

B. Forum  PRB Desa,  sebagai  actor  kunci/leading  sector  penanggulangan  bencana  desa bertanggungjawab mengawal seluruh regulasi PRBBK, termasuk perencanaan di atas.  

C. Sebagai  instrumen  perencanaan  resmi  pemerintah,  semua  legalisasi  tersebut berpengaruh terhadap sistem perencanaan pemerintah maupun non‐pemerintah yang ada di desa. Salah satu wujud konkretnya adalah adanya peluang untuk memasukkan substansi kebencanaan ke dalam RPJM Desa/RKP Desa, dan ada butir anggaran dalam APBDesa.   

 

Bab 7.1. 

Musyawarah untuk pelembagaan PRBBK desa di Wonolelo 

Dalam  Program  Desa  Tangguh  2010  di  Desa  Mulyodadi  dan  Desa  Wonolelo,  pelaksanaan legalisasi PRBBK desa boleh dikatakan mengandalkan kreativitas dan daya inovasi, disebabkan karena 2 (dua) faktor, yaitu: 

A. Secara umum, belum ada peraturan/pedoman legalisasi PRBBK di level desa. B. Ada  dukungan moral  dari  pemerintah  untuk melakukan  inovasi  legalisasi  PRBBK  di 

level desa. 

Untuk itulah, Tim Program Desa Tangguh menggunakan peraturan‐peraturan yang mendukung legalisasi  penanggulangan  bencana  desa,  yang  terbagi  ke  dalam  beberapa  segmen,  yang tersebut dalam tabel di bawah ini: 

67

Page 76: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Tabel 7.1. Dasar Hukum Legalisasi Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Desa hasil Pembelajaran Program Desa Tangguh 

                         LEVEL  TEMA 

PUSAT  DAERAH/KABUPATEN  DESA 

a.Dasar Konstitusional dan filosofis 

‐ Undang‐Undang Dasar RI Tahun 1945 ‐  Undang‐Undang  Nomor  39  Tahun  1999 Tentang Hak Asasi Manusia 

‐  ‐ 

b.Pemerintahan Daerah dan Desa 

‐  Undang‐Undang  Nomor  15  tahun  1950 tentang  Pembentukan  Daerah‐Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Daerah  Istimewa Yogyakarta; ‐Undang‐Undang  Nomor  32  Tahun  2004 tentang Pemerintahan Daerah; ‐ Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa 

‐  ‐ 

c.Sistem Perencanaan Pembangunan  

‐  Undang‐Undang  Nomor  25  Tahun  2004 Tentang  Sistem  Perencanaan  Pembangunan nasional; ‐Peraturan  Menteri  Dalam  Negeri  Nomor  66 Tahun  2007  Tentang  Perencanaan Pembangunan Desa; 

‐  Peraturan  Daerah  Kabupaten Bantul  Nomor  10  Tahun  2009 Tentang  Pedoman  Perencanaan Pembangunan Desa 

‐  Peraturan  Desa  Mulyodadi Nomor  03  Tahun  2008  Tentang Rencana  Pembangunan  Jangka Menengah Desa Mulyodadi  tahun 2008 – 2013  

d.Asas‐asas umum pemerintahan yang baik 

‐  Undang‐Undang  Nomor  28  Tahun  1999 Tentang  Penyelenggaraan  Negara  Yang  Bersih Dan Bebas Dari Korupsi; Kolusi Dan Nepotisme 

‐  Peraturan  Daerah  Kabupaten Bantul  Nomor  07  Tahun  2005 Tentang Transparansi Dan Partisipasi Publik  Dalam  Penyelenggaraan Pemerintahan Di Kabupaten Bantul; 

‐ 

e. Penanggulangan Bencana 

‐  Undang‐Undang  Nomor  24  Tahun  2007 Tentang Penanggulangan Bencana; ‐ Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 Tentang  Penyelenggaraan  Penanggulangan 

‐  Peraturan  Daerah  Kabupaten Bantul  Nomor  5  Tahun  2010 Tentang Penanggulangan Bencana;  

‐ 

68

Page 77: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Bencana; ‐  Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008 Tentang  Pedoman  Penyusunan  Rencana Penanggulangan Bencana; 

f.Tatacara Penyusunan Peraturan Desa 

‐  Peraturan  Presiden  Nomor  1  Tahun  2007 Tentang  Pengesahan  Pengundangan  Dan Penyebarluasan  Peraturan  Perundang‐Undangan; 

‐  ‐ 

g.Pengelolaan keuangan  daerah dan desa 

‐  Undang‐Undang  Nomor  33  Tahun  2004 Tentang  Perimbangan  Keuangan  Antara pemerintah  Pusat  Dengan  Pemerintahan Daerah; ‐Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; ‐Peraturan  Menteri  Dalam  Negeri  Nomor  37 Tahun  2007  tentang  Pedoman  Pengelolaan Keuangan Desa; 

‐  Peraturan  Daerah  Kabupaten Bantul  Nomor  10  Tahun  2007 Tentang  Pokok‐Pokok  Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bantul; ‐Peraturan  Daerah  Kabupaten Bantul  Nomor  02  Tahun  2009 Tentang  Pokok‐Pokok  Pengelolaan Keuangan Desa; ‐ Peraturan Bupati Bantul Nomor 55 Tahun  2009  Tentang  Pedoman Penyusunan  Anggaran  Pendapatan Dan Belanja Desa; 

‐ 

h.Pedoman organisasi pemerintahan desa 

‐  ‐  Peraturan  Daerah  Kabupaten Bantul  Nomor  8  Tahun  2009 Tentang  Perubahan  Atas  Peraturan Daerah  Nomor  20  tahun  2007 Tentang  Pedoman  Organisasi Pemerintahan Desa 

‐ 

 

 

69

Page 78: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Berdasarkan  peraturan‐peraturan  di  atas,  dilakukanlah  legalisasi  PRBBK,  yang  mencakup beberapa kegiatan di bawah ini: 

A. Penyusunan Dokumen  Peraturan Desa  (Perdes) Rencana  Penanggulangan Bencana (RPB) Desa 

Rencana  Penanggulangan  Bencana  Desa  (RPB  Desa)  merupakan  rencana  strategis  untuk mobilisasi sumber daya dari multistakeholders, baik pemerintah maupun non‐pemerintah, baik dalam  lingkup wilayah desa maupun di  luar wilayah desa.  Konsep RPB Desa  ini  sebenarnya adalah adopsi dari konsep RPB menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Dalam pasal 6 ayat (4) BNPB, BPBD Provinsi, dan BPBD Kabupaten/Kota di setiap  levelnya wajiib menyusun rencana penanggulangan bencana. Menurut  pasal  6  ayat  (5)  rencana  penanggulangan  bencana  tersebut  berlaku  dalam  jangka waktu 5 (lima) tahun. Konsep  ini diadopsi di desa, menjadi RPB Desa, berlaku selama 5 (lima) tahun seperti RENAS PB dan RPB Provinsi dan RPB kabupaten/Kota. 

RPB  Desa  Mulyodadi  disahkan  dengan  Peraturan  Desa  Mulyodadi  Nomor  07  Tahun  2010 tentang Rencana Penanggulangan Bencana Desa Mulyodadi Tahun 2010 – 2014. Sedangkan, RPB Desa Wonolelo disahkan dengan Peraturan Desa Wonolelo Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Penanggulangan Bencana Desa Wonolelo Tahun 2011 – 2015. 

Ada beberapa proyeksi dampak strategis dengan adanya legalisasi RPB Desa ini, yaitu: 

1. Menjadi  Landasan  Yuridis  untuk  memasukkan  isu  dan  kegiatan  PRB  ke  dalam RPJMDes/RKPDes. Dampak langsung yang dirasakan adalah adanya dana dari pemerintah desa untuk pelaksanaan kegiatan PRB setiap tahunnya. 

2. Menjadi  Landasan  Yuridis  untuk  menggalang  mobilisasi  sumber  daya,  baik  swadaya masyarakat, pemerintah, maupun non pemerintah, internal maupun eksternal. 

3. Menjadi  landasan  yuridis  untuk  penyusunan  kebijakan‐kebijakan  berwawasan pengurangan  risiko bencana desa, sekaligus  fungsi control  terhadap kebijakan‐kebijakan yang berpotensi menimbulkan kerentanan baru. RPB Desa dilegalkan dengan Peraturan Desa (Perdes). Sehingga, setiap regulasi maupun kebijakan yang telah ada maupun yang akan  ada  tentang  pembangunan  desa  harus  memperhatikan  isi  dari  RPB  Desa,  agar pengurangan risiko bencana di seluruh wilayah desa dapat ditegakkan. 

4. Menjadi  landasan  yuridis  untuk  pembuatan  regulasi  maupun  kebijakan  kebencanaan desa, baik untuk konteks pra bencana, saat tanggap darurat, maupun pasca bencana. 

Untuk menjamin proyeksi dampak strategis  tercapai, maka RPB Desa disahkan dalam bentuk Peraturan Desa/ Perdes, karena peraturan desa dipandang sebagai representasi kesepakatan politik  antara  legislatif  dan  eksekutif  desa  mengenai  arah  pembangunan  desa  yang  akan dicapai.  Salah  satu  point  strategis  yang  dapat  dicapai  adalah  integrasi  isu  kebencanaan  ke dalam RPJM Desa. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 pasal 4 ayat  (1)  jucto Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Pedoman Perencanaan  Pembangunan  Desa  disebutkan  bahwa  RPJM  Desa  harus  disahkan  dalam peraturan  desa.  Sehingga,  untuk  memfungsikan  RPB  Desa  sebagai  landasan  yuridis  untuk mengintegrasikan RPB ke dalam RPJMDesa, kedudukan RPB harus disejajarkan dengan RPJM Desa, yakni sama‐sama peraturan desa. 

 

 

70

Page 79: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Dampak yang diharapkan dapat timbul dari pola pengaturan seperti ini adalah: 

Gambar 7.2. 

Gambar Skema Alur Perencanaan PRBBK 

Keterangan:  

1. Keberadaan Peraturan Kepala Desa dalam skema di atas didasarkan kepada eksistensi Peraturan Kepala Desa dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa pasal 3. Dalam  kasus  di  Program  Desa  Tangguh  YP2SU,  RAK  PRB  Desa  dan  RenKon  Desa menggunakan Keputusan Lurah Desa, karena harus disesuaikan dengan adat kebiasaan yang  berlaku  dalam  pemerintahan  Desa  Mulyodadi,  yang  selama  ini  tidak  pernah menghasilkan atau menggunakan produk hukum berupa Peraturan Kepala Desa.  

2. RKP Desa dalam skema di atas didasarkan kepada Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor  10  Tahun  2009  Tentang  Pedoman  Perencanaan  Pembangunan Desa  pasal  5 ayat  (4), yang menyatakan RKP Desa ditetapkan dengan peraturan desa.  Ini memang berbeda dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 pasal 4 ayat  (2) yang mengatur bahwa RKP Desa ditetapkan dengan keputusan kepala desa. Dalam wawancara dengan Bagian Pemdes Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul  diperoleh  fakta menarik  bahwa  pengaturan  RKP  dalam  Perdes  dimaksudkan untuk  memperoleh  kesejajaran  hukum  dengan  APB  Desa,  yang  diatur  dengan peraturan desa.   

71

Page 80: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Sumber Daya untuk semua Pilihan Tindakan dalam Rencana Penanggulangan Bencana ini dinilai dengan nilai Rupiah, dengan asumsi merupakan penilaian gabungan antara sumber daya berupa uang tunai (in cash) maupun material non‐uang (in kind).  

Untuk sumber daya yang bersifat in‐kind dapat berasal dari: 1. Keswadayaan masyarakat dalam bentuk barang maupun jasa; 2. Tenaga,  pikiran,  waktu  yang  diperlukan  untuk  kegiatan  Penanggulangan 

Bencana; 3. Bantuan material dari pihak eksternal; 4. Dan lain‐lain sumber yang sah. 

 Untuk sumber daya yang bersifat dana cash dapat berasal dari: 

1. Swadaya masyarakat; 2. ADD/APBDes 3. Satker/Musren/Stimulan 4. Proyek Khusus 5. Kerjasama lembaga. 

  B.  Pelembagaan PRBBK dalam Forum Pengurangan Risiko Bencana (Forum PRB) Desa 

  

“Selama  satu  tahun  Program  Desa  Tangguh  berinteraksi  dengan  masyarakat desa, hal  yang paling  terlihat bahwa  ternyata masih banyak masyarakat  yang kurang paham akan pentingnya proses pengurangan risiko bencana. Kesadaran terhadap adanya ancaman bencana di  desanya bisa dikatakan  rendah. Hal  ini juga  terjadi  di  desa  Mulyodadi  dan  Wonolelo.  Di  Mulyodadi  yang  notabene pernah terkena bencana gempa bumi dan sampai sekarang masih berisiko tinggi terkena, masyarakatnya masih  tetap  kurang  peduli  dengan mitigasi  bencana. Begitu pula di Wonolelo, bahaya  tanah  longsor  yang mengancam  seolah  tidak dipedulikan oleh masyarakatnya. Masyarakat di kedua desa  itu  seakan enggan untuk  mencoba  untuk  mengupayakan  secara  maksimal  keselamatan  mereka terhadap ancaman bencana yang ada. 

Salah satu penyebab mereka kurang peduli karena kurangnya sosialisasi tentang mitigasi bencana yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun lembaga swasta lain. Lebih tepatnya karena  tidak adanya sebuah wadah yang dapat digunakan oleh  masyarakat  untuk  memperluas  wawasan  mereka  mengenai  upaya pengurangan  risiko bencana. Dari sinilah kemudian PROGRAM DESA TANGGUH menginisiasi  terbentuknya  sebuah  forum  yang  focus  kerjanya  dalam mengupayakan  pengurangan  risiko  bencana  dilingkup  desa,  yang  diberi  nama Forum Pengurangan Risiko Bencana.” 

(Testimoni Retna Heryanti, CO Desa Mulyodadi) 

 

Forum  PRB  Desa  yang  dibentuk  dalam  Program  Desa  Tangguh  2010  adalah  tim  desa  yang dibentuk secara partisipatif yang bertanggungjawab dalam urusan penanggulangan bencana di 

72

Page 81: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

tingkat desa. Eksistensi Forum PRB Desa diatur dalam Peraturan Desa, sedangkan pengesahan pengurus dan anggaran dasar dengan Keputusan Kepala Desa.  

 

Gambar 7.3. 

Musyawarah Warga Mulyodadi untuk pembentukan Forum PRB Desa 

 

Forum PRB Desa, merupakan kesatuan dan hasil penyederhanaan konsep  institusional antara Badan Penanggulangan Bencana  tingkat desa yang merupakan  lembaga pemerintah, dengan Forum PRB, yang dibentuk secara partisipatif.  

Adapun Fungsi dan Tugas FPRB Desa adalah sebagai berikut: 1. Merumuskan  kepengurusan  FPRB Desa  dan  Anggaran Dasar/Anggaran  Rumah  Tangga 

FPRB Desa. 2. Berpartisipasi  dalam  perencanaan  dan  pelaksanaan  pembangunan  desa,  agar 

berwawasan sadar bencana. 3. Fasilitasi perumusan regulasi dan peraturan bidang penanggulangan bencana di wilayah 

Desa Mulyodadi, termasuk di antaranya adalah RPB Desa Mulyodadi 2010‐2014 dan RAK PRB Desa Mulyodadi. 

4. Penyelenggaraan  dan  pengkoordinasian  kegiatan  penanggulangan  bencana  di wilayah desa sesuai RPB Desa Mulyodadi 2010‐2014 dan RAK PRB Desa Mulyodadi. 

5. Perumusan  Pedoman  dan  Pengarahan  terhadap  usaha  penanggulangan  bencana  yang mencakup  pencegahan  bencana,  penanganan  tanggap  darurat,  rehabilitasi,  dan rekonstruksi secara adil dan setara. 

73

Page 82: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

6. Fasilitasi  penetapan  standardisasi  dan  kebutuhan  penyelenggaraan  penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang‐undangan dan peraturan desa. 

7. Menyampaikan  informasi kegiatan penanggulangan bencana yang ada dan melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Pemerintah Desa setiap bulan pada kondisi normal, dan pada setiap saat dalam kondisi darurat bencana. 

8. Menggunakan  dan mempertanggungjawabkan  penggunaan  dana/sumbangan/bantuan yang masuk ke Forum Pengurangan Risiko Bencana Desa. 

9. Mempertanggungjawa  bkan  penggunaan  anggaran  yang  diterima  dari  Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. 

10. Melaksanakan  kewajiban  lain  sesuai  dengan  Peraturan  Perundang‐Undangan  dan Peraturan  Desa;  dan  menyusun  pedoman  pembentukan  Forum  Pengurangan  Risiko Bencana Desa. 

11. Menyampaikan  laporan  kerja  dan  penggunaan  anggaran  tahunan  kepada  pemerintah desa,  stakeholders  desa,  dan  masyarakat  desa,  serta  pihak‐pihak  lain  yang berkepentingan. 

  (Sumber: RPB Desa Wonolelo)  Ada beberapa catatan mengenai alokasi sumber daya untuk FPRB Desa, yaitu: 1. Sumber daya untuk FPRB Desa bisa berupa dana (uang tunai), atau material. 2.  Sumber daya untuk FPRB Desa dapat diperoleh dari: 

a.  Swadaya Masyarakat Desa; b.  APBDes/ADD; c.  Satker/Musren/Stimulan; d.  Proyek Khusus; e.  Kerjasama Lembaga.  

3. Selain memperoleh  sumber daya dari pihak  lain, Forum PRB Desa  juga dapat membuat unit usaha sendiri sebagai sarana penggalian dana.  (sumber: RPB Desa Mulyodadi) 

          

 

Gambar 7.4. 

Rembugan Warga Dengan SKPD untuk Pengurangan Risiko Bencana 

74

Page 83: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Forum  PRB Desa  adalah  aktor utama  dalam  Penanggulangan Bencana di  tingkat desa,  yang dibentuk  secara  partisipatif  dengan  melibatkan  berbagai  elemen  dalam  masyarakat  untuk menjadi motor  penggerak  Penanggulangan  Bencana  di  Tingkat Desa. Dengan  legalitas  yang jelas,  Forum PRB Desa diharapkan untuk memiliki prospek  ke depan menjadi  lembaga desa tersendiri, dan memperoleh program dan anggaran dari pemerintah. Dari hasil pembelajaran dalam Program Desa Tangguh 2010, pembentukan Forum Pengurangan Risiko Bencana Desa dilaksanakan dengan tahapan‐tahapan sebagaimana disebut dalam tabel di bawah ini: 

Table 7.2. 

Tahapan pembentukan Forum PRB Desa 

Tahap  Keterangan 

Tahap I  Pembentukan Tim Formatur Forum PRB 

Dibentuk  dari  perwakilan  elemen masyarakat  rentan  di desa, dari wakil pemerntah dan nonpemerintah. Sedapat mungkin pihak swasta juga dilibatkan sejak awal. 

Tahap II  Penyusunan Profil Desa dan edukasi masyarakat 

‐  Profil Desa  yang dimaksud  adalah  ancaman‐keretanan‐kapasitas  desa.  Kegiatan  ini  dapat  juga  dilaksanakan sejalan  dengan  peninjauan  kembali  kebijakan‐kebijakan kebencanaan  desa  tentang  kebencanaan  (RPB,  RAK, RenKon). ‐  Edukasi  masyarakat  (mis:  kebakaran,  tanah  longsor, PPPK) sebaiknya dlaksanakan apabila pembentukan forum ini dilakukan di masa‐masa awal program, dengan tujuan agar masyarakat. 

Tahap III  Penyusunan AD/ART 

AD/ART Forum PRB Desa dirumuskan oleh Formatur. 

Tahap IV  Pembentukan pengurus dan penyusunan program kerja   

a. Pengurus dibentuk oleh Formatur Forum, anggota formatur  Forum masuk  ke  dalam  kepengurusan FPRB. 

b. Pengurus minimal terdiri dari unsure pemerintah, non‐pemerintah,  dan  swasta. Masa  kerja  forum disesuaikan  dengan  roadmap masa  perencanaan kerja untuk Pengurangan Risiko Bencana. 

c. Program  kerja  Forum  itulah  yang  kemudian dirumuskan  menjadi  RAK  (Rencana  Aksi Komunitas untuk PRB). 

Tahap V  Legalisasi  ‐Untuk  lebih memperkokoh kedudukan Forum PRB Desa, harus  ada  legalisasi  dari  pemerintah  desa,  baik  dalam bentuk Keputusan Lurah Desa atau SK Kepala Desa. ‐Dalam Program Desa Tangguh 2010,  legalisasi dilakukan dengan bentuk hukum di bawah ini: 

a. Mulyodadi:  Keputusan  Lurah  Desa  Mulyodadi Nomor No. 13 tahun 2010 

b. Wonolelo:  SK  Kepala  Desa  Wonolelo  Nomor 14/LD/Wnl/XI/2010 

Tahap VI  Pelaksanaan Program Kerja 

(area keberlanjutan) 

 

75

Page 84: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Beberapa pengalaman menarik, terkait dengan pembentukan forum PRB Desa: 

1. Formatur, turut memberikan sumbangsih berupa  ide‐ide baru untuk pengembangan forum  PRB  Desa,misalnya,  strategi  mempercepat  terbentuknya  Forum  PRB  Desa, strategi menarik masyarakat untuk berpartisipasi secara  lebih  luas kedalam program Desa Tangguh. 

2. Dalam  hal manajemen  program  Desa  Tangguh,  pembentukan  Forum  PRB  Desa  ini sejalan  dengan  penyusunan  dokumen  dasar  PRBBK  (Dokumen  RPB  dan  RAK);  dan edukasi masyarakat. Sehingga, sangat memakan waktu  lama. Tujuan mensejalankan banyak  kegiatan  ini  sebenarnya  adalah  untuk  melakukan  test‐case  keterlibatan masyarakat dalam  PRBBK, mengingat  isu  PRBBK merupakan  isu  yang  relative baru. Tantangan  yang dihadapi dalam pembentukan  forum  ini  adalah  ketidakkonsistenan warga untuk hadir dalam forum pertemuan desa tangguh. 

3. Dukungan  pemerintah  desa  di  kedua  desa  lokasi  program  sangat  positif.  Di  desa Mulyodadi,  pamong  desa  turut mengawal  terbentuknya  Forum  PRB  (Minimal  yang sering  hadir  di  pertemuan  adalah  Pak  Kuswanto  (Kabag  Kesra),  Pak  Bayu  Nurseto (Kabag Ekbang), dan Bu Listi (Dukuh Wonodoro)). Pak Kuswanto, dipilih menjad Ketua Tim Formatur Forum PRB, dan Bu Listi menjadi anggota Forum PRB mewakili Kring  I Mulyodadi. Pak Bayu memberikan input untuk dokumen PRB Desa. Untuk Wonolelo, dukungan datang dari Kepala Desa Wonolelo  (Pak Basuki), yang  selalu memberikan izin  bagi  Forum  PRB  untuk melaksanakan  kegiatan.  Kegiatan  ini  juga memperoleh dukungan dari Ketua LPMD Wonolelo (yang notabene merupakan tokoh leader untuk masalah pemberdayaan di sana).   

4. Dalam perjalanan program pembentukan Forum PRB Desa ini, Tim Desa Tangguh juga melakukan edukasi untuk masyarakat tiap Kring dengan tema berdasarkan kehendak masyarakat (PPPK, Penanganan pengungsi, Perubahan Iklim, Penanganan Kebakaran). Di  samping  untuk  sosialisasi  knowledge  ke masyarakat,  edukasi  ini  juga  bertujuan untuk menjaga animo masyarakat, bahwa program desa tangguh membawa manfaat bagi mereka.    

C.   Legalisasi Rencana Aksi Komunitas (RAK) Desa untuk Pengurangan Risiko Bencana 

Eksistensi Rencana Aksi Komunitas/RAK PRB Desa diatur dalam Peraturan Desa.  Sedangkan, Rencana  Aksi  Komunitas,  diatur  dalam  Peratuan  Kepala  Desa,  atau  Keputusan  Lurah  Desa, berdasarkan  kepada  kebiasaan dalam  sistem  administrasi pemerintahan Desa. Rencana  aksi komunitas merupakan rencana Forum PRB Desa, yang berisi mengenai gambaran kegiatan dan anggaran, dibuat dengan timeline 3 (tiga) tahun, sama seperti RAN PRB atau RAD PRB.  

Legalisasi RAK PRB ini memiliki 2 (dua) nilai strategis dalam upaya pengurangan risiko bencana desa, yaitu: 

1. Sebagai wujud konkret penyatuan  sumber daya oleh Forum PRB Desa,  sebagaimana telah  dijabarkan  melalui  pilihan  tindakan  dan  mekanisme  penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam RPB Desa; 

2. Peneguhan eksistensi Forum PRB Desa sebagai  lembaga desa yang memiliki  legitmasi untuk upaya penanggulangan bencana di tingkat desa;  

Penyusunan RAK PRB Desa didasarkan atas RPB Desa yang telah memuat tabel analisis risiko bencana desa yang  terdiri dari kolom Nomor, Profil Ancaman, Unsur Berisiko, Bentuk Risiko, 

76

Page 85: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Lokasi, Kerentanan Yang Dimiliki, Kapasitas. Khusus untuk kolom kapasitas, dibagi lagi menjadi 3 (tiga) kolom, yaitu Kebutuhan, Ketersediaan, Kekurangan. 

RAK PRB Desa sekurang‐kurangnya memuat  tabel deskripsi  ringkas kegiatan yang  terdiri dari kolom  Nomor,  Kegiatan,  Pelaku,  Lokasi,  Besarnya  Anggaran,  Sumber  Dana  dan  Waktu Pelaksanaan kegiatan. 

 

Fakta menarik, terkait dengan legalisasi RAK PRB Desa di Mulyodadi: 

Semua  legalisasi  dokumen  public  yang merupakan  turunan  dari  RPB,  termasuk  RAK PRB dan Renkon,  sedianya diatur dalam Peraturan Kepala Desa, dengan mengambil dasar  hukum  Permendagri  29/2006  dan  Perda  Bantul  03/2009  yang  di  dalamnya mengatur  eksistensi  Peraturan  Kepala  Desa.  Hanyasaja,  ternyata  dalam  praktek  di Mulyodadi,  Peraturan  Kepala  Desa  ini  tidak  digunakan,  sehingga  produk  hukum  di tingkat  desa  hanya  2  (dua),  yaitu  Peraturan  Desa  dan  Keputusan  Lurah  Desa. Konsekuensinya, beberapa aturan, misalnya  tentang  tatacara pengangkatan pamong desa, yang selayaknya diatur dalam Peraturan Kepala Desa, diatur dengan Keputusan Lurah Desa. Akhirnya, untuk menyikapi hal  ini, ada penyesuaian bentuk  legalitas RAK dengan  kebiasaan  yang  berlaku  dalam  sistem  administrasi  pemerintahan  desa Mulyodadi (diatur dengan Keputusan Kepala Desa).  

 

 

Gambar 7.5. 

Penyerahan secara simbolis bantuan Pompa Air dari YP2SU Yogyakarta kepada warga desa Mulyodadi 

77

Page 86: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Dalam  pelaksanaan  RAK  PRB  dalam  Program  Desa  Tangguh,  penyelenggara  program memberikan  dana  stimulan  sebesar  Rp.  200  juta  kepada  kedua  desa  lokasi  program  (Desa Wonolelo  dan  Desa  Mulyodadi),  masing‐masing  desa  Rp.100  juta.  Posisi  dana  ini  adalah sumber daya financial untuk mendanai kegiatan‐kegiatan prioritas dalam RAK PRB yang telah disusun oleh  Forum PRB Desa. Hanyasaja,  tantangan  yang harus dijawab  adalah bagaimana keberlanjutan program setelah Program Desa Tangguh selesai.  

Di kedua desa,  sebagian dana RAK PRB digunakan untuk mengupayakan pembelian alat‐alat yang dapat disewakan untuk fundraising, sekaligus menjadi asset pengurangan risiko bencana desa. 

Tabel 7.3. 

Contoh kegiatan berdasarkan Rencana Aksi Komunitas (RAK) PRB 

Wonolelo  Mulyodadi 

Kegiatan  Dampak  Kegiatan  Dampak 

a. Pembelian alat 

edukasi (LCD) 

Peningkatan kapasitas 

forum untuk edukasi 

PRB di desa, sekaligus 

alat untuk fundraising 

a. Pembelian 8 unit 

mesin pompa air 

Peningkatan 

kapasitas 

masyarakat untuk 

penanganan 

kekeringan, 

sekaligus untuk 

fundraising 

b. Pengadaan alat 

komunikasi siaga 

(Pembelian Handy 

Talkie) 

Peningkatan kapasitas 

forum untuk alat 

komunikasi siaga, 

sekaligus alat 

fundraising 

b. Pelatihan dan 

Pembentukan Tim 

Relawan/SAR 

Peningkatan 

kapasitas 

masyarakat untuk 

penanganan 

kedaruratan, 

sekaligus menjadi 

alat kelengkapan 

Forum PRB Desa 

 

D.     Legalisasi Rencana Kontinjensi Bencana Prioritas 

Rencana  Kontinjensi  Bencana  merupakan  dokumen  rencana  yang  disusun  yang  memuat rencana  tindakan segera  jika  terjadi krisis/bencana yang diperkirakan akan  terjadi, walaupun belum tentu terjadi. Secara garis besar, ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dengan adanya rencana kontinjensi ini, yaitu: 

1. Teridentifikasinya  kemungkinan  kejadian  bencana,  beserta  dampaknya  bagi masyarakat; 

2. Terbangunnya  kesepakatan  bersama  mengenai  tujuan  bersama  dari  perencanaan kontinjensi; 

78

Page 87: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

3. Terdefinisikannya  tanggung  jawab  pihak‐pihak  yang  dilibatkan  dalam  penanganan krisis/bencana; 

4. Ditentukannya  tindakan‐tindakan yang harus diambil oleh masing‐masing pihak yang dilibatkan dalam penanganan krisis/bencana. 

 Rencana  Kontinjensi  Bencana  desa  ini  hanya  digunakan  untuk  satu  jenis  bencana  saja,  dan disahkan dengan Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Lurah Desa, didasarkan kepada sistem legalisasi yang belaku di pemerintahan desa setempat.   Manfaat  legalisasi  rencana  kontinjensi  bencana  prioritas  adalah  dapat  diidentifikasi  sebagai berikut: 

1. Manfaat bagi semua: penanganan bencana, sekaligus partisipasi dengan semua aktor  menjadi  terkoordinasi dengan baik,  sebagaimana  telah disimulasikan dalam  simulasi bencana gempa bumi 19 Desember 2010. Rencana Kontinjensi yang telah disusun oleh FPRB dapat disimulasikan oleh  semua  stakeholders dengan  rapi dan  tertata. Dengan kehadiran Forum PRB Desa, koordinasi dan semua peranannnya akan dirasakan oleh 11.873 orang warga desa Mulyodadi  (5575  laki2, 6298 perempuan) dan 4.412 orang warga desa Wonolelo (2190 laki2, 2222 perempuan). 

2. Manfaat bagi pemerintah : penanggulangan bencana ada leading sectornya di tingkat desa, sehingga penanggulangan bencana, kini secara total menjadi domainnya. Selama ini,  penanggulangan  bencana  menjadi  urusan  Kabag  Kesra,  atau  Kabag Pemerintahan/Keamanan.  Belum  menjadi  sector  tersendiri,  sehingga  penanganan bencana menjadi kurang focus.  

3. Manfaat bagi masyarakat :  a. Secara  politis,  peranan  masyarakat  untuk  berpartisipasi  dalam 

penanggulangan bencana menjadi terbuka lebar. b. Secara  alur  koordinasi,  masyarakat  mengetahui  siapa  yang  harus 

bertanggung jawab dalam penanggulangan bencana. 4. Stakeholders  yang  lain  :  memungkinkan  untuk  menjalin  kerjasama  dengan  desa, 

dengan kelompok yang telah ada dasar perdesnya.  

  

Gambar 7.6 Warga Desa Wonolelo membahas Legalisasi Dokumen Desa untuk PRBBK 

 

79

Page 88: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

E.  Memasukkan Substansi Kebencanaan ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Desa 

Sebagai  sebuah  alat  perencanaan  pembangunan  resmi  pemerintah,  RPJM  Desa  ini  dapat dipandang  sebagai media  strategis  untuk mengintegrasikan  pengurangan  risiko  bencana  ke dalam perencanaan pemerintah desa selama 5 (lima) tahun. Perencanaan pembangunan inilah yang menghasilkan output langsung berupa program dan anggaran publik.  

Ada 2 (dua) strategi untuk memasukkan substansi kebencanaan ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Desa, yakni: 

1. Pengarusutamaan  Pengurangan  Risiko  Bencana  ke  dalam  berbagai  sektor pembangunan, bertujuan agar setiap program pembangunan dilaksanakan atas dasar pengurangan risiko bencana; 

2. Penentuan  program‐program  peredaman  ancaman,  pengurangan  kerentanan,  dan peningkatan kapasitas dalam perencanaan pembangunan pedesaan. 

Dasar  memasukkan  substansi  kebencanaan  ini  adalah  Peraturan  Desa  tentang  Rencana Penanggulangan  Bencana  Desa.  Dalam  program  desa  tangguh  di  desa  Wonolelo  dan Mulyodadi, diperoleh dua pengalaman berharga untuk masing‐masing desa: 

1. Desa Wonolelo Dalam  dokumen  RPJM  Desa  Wonolelo  Tahun  2008  –  2012  belum  ada  unsur kebencanaan  didalamnya,  sehingga  dilakukan  revisi  RPJM  Desa  berdasarkan  atas Perdes RPB.  

2. Desa Mulyodadi Dalam  dokumen  RPJM  Desa  Mulyodadi  Tahun  2008  –  2013  telah  ada  bidang kebencanaan di dalamnya, dan memuat beberapa  rencana kegiatan penanggulangan bencana,  salah  satunya  tentang  adanya  perdes  kebencanaan.  Ada  beberapa keuntungan strategis dengan adanya amanat ini, yakni: a. Amanat  RPJM Desa  ini menjadi  landasan  yuridis  untuk  lahirnya  Peraturan Desa 

Mulyodadi tentang Rencana Penanggulangan Desa Mulyodadi Tahun 2010 – 2014. b. Substansi  Peraturan  Desa  Mulyodadi  tentang  Rencana  Penanggulangan  Desa 

Mulyodadi  Tahun  2010  –  2014  ini  dijadikan  landasan  yuridis  untuk  penyusunan RPJM Desa periode selanjutnya.  

 

Lesson Learned RPJMDes Perubahan 

Oleh Akhmad Furqon dan Nur Kholis Majid (CO Desa Wonolelo) 

RPJMDes merupakan dokumen desa yang digunakan  sebagai acuan proses pembangunan di desa. segala bentuk pembangunan di desa harus mengacu pada program‐program ytang telah tertuang  dalam  RPJMdes.  Di  desa wonolelo,  RPJMDes  yang  ada  dengan masa  berlaku  dari tahun  2008  s.d  2013,  belum  memasukkan  program‐program  kerja    yang  terkait  dengan kebencanaan, baik dari kegiatan pra bencana sampai dengan pasca bencana. 

Guna  mengintegrasikan  kegiatan  pengurangan  resiko  bencana  dalam  program  kerja pemerintah  desa,  maka  pada  tahun  2010  dibuatlah  RPJMDes  perubahan.  Dimana  dalam RPJMDes perubahan  ini  segala aktifitas yang berkaitan dengan pengurangan  resiko bencana dimasukkan dalam satu bidang kegiatan tersendiri. 

80

Page 89: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

1. Kegiatan/upaya yang dilakukan Tujuan dari dibuatnya RPJMdes perubahan  ini  adalah  guna mendapatkan  legalisasi dan memasukkan kegiatan‐kegiatan yang  terkait dengan pengurangan  resiko bencana dalam kegiatan  pembangunan  di  Desa.  sehingga  nantinya  diharapakan  seluruh  kegiatan pengurangan  resiko bencana bisa diimplementasikan dalam kehidupan seharai‐hari oleh seluruh warga Desa.  Waktu  pelaksanaan  pembuatan  RPJMDes  perubahan  ini  adalah  mulai  pertengahan Oktober  s.d  pertengahan  Desember  2010.  Adapaun  tahapan  yang  dilakukan  adalah dimulai dengan mereview dokumen RPJMdes yang sudah ada. Ternyata dalam RPJMdes tersebut  kegiatan‐kegiatan  yang  berkaitan  dengan  pengurangan  resiko  bencana  belum tercantumkan. Selanjutnya dalam RPJMdes  tersebut ditambahkan satu bidang  tersendiri yang  berkaitan  dengan  pengurangan  resio  bencana,  yang  kegiatan‐kegiatannya diambilkan dari hasil analisa HVCA yang telah dilakukan oleh forum PRB desa.  Tahapan kegiatan: 

a. Tahap  I  : tahap kajian partisipatif risiko bencana dan potensi desa  (PRA, HVC analysis, Profil Desa, analisis risiko bencana desa) ; 

b. Tahap  II:  tahap  pengkajian  awal  terhadap  regulasi  di  tingkat  pusat,  daerah, dan desa tentang: 

1) Penanggulangan  Bencana  (UU  24/2007  beserta  regulasi  dan  kebijakan turunannya)  

2) Regulasi  perencanaan  pembangunan  (pusat+daerah+desa)  (UU  25/2004, Permendagri 66/2007,  Perda Bantul 10/2009, RPJMDes Mulyodadi) 

3) Regulasi penyusunan RPB dan RAD (Perka BNPB 4/2008) 4) Regulasi Pemerintahan +keuangan daerah+desa (UU 32/2004, UU 33/2004, 

PP 72/2005, Perda Bantul 02/2009) 5) Regulasi  tentang  Peraturan  Desa  (Permendagri  29/2006,  Perda  Bantul 

03/2009); c. Tahap III: Perumusan Draft RPB Desa d. Tahap IV: revisi RPJM Desa, siding perdes RPB dan penomoran perdes.  

Dokumen RPJMdes perubahan  ini,  selanjutnya diserahkan ke pemerintah desa dan BPD untuk  dipelajari.  Setelah  dipelajari,  selanjutnya  dilakukan  pembahasan  bersama  antara BPD dan Pemdes guna mencermat/mengoreksii dokumen tersebut.  dokumen tersebut selanjutnya diajukan ke pemdes untuk disahkan dalam bentuk PerDes RPJMdes perubahan. 

 2. Isu lintas sektoral 

Isu‐isu    lintas sektoral sangat mungkin dimasukkan dalam kegiatan  ini, dikarenakan sifat RPJMdes yang dibuat dengan semangan partisipatoris dari seluruh warga desa. sehingga RPJMDes  yang dibuat  adalah  acuan bagi  seluruh program  kerja   pemerintah desa  yang menjawab dan mengakomodir seluruh kebutuhan dan aspirasi warga desa. a. Aplikasi Isu Gender dalam program 

Di  setiap kegiatan yang  terkait dengan penyusunan RPB dan RPJMdesa Perubahan, selalu  melibatkan  perempuan  dalam  pembuatan  keputusan,  misalnya  Bu  Khulil Khasanah  (Tokoh  JKPP/FKKP Wonolelo),  Bu  Hadmi  (UKM  di Wonolelo).  Pelibatan tokoh‐tokoh  ini memicu keterlibatan perempuan yang  lebih  luas dalam setiap acara di program ini.   

81

Page 90: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

b. Hasil dan Pengaruh program terhadap perempuan Program  semakin  memperkokoh  peranan  perempuan  dalam  pembangunan  desa. Dengan  adanya  tokoh  penggerak  perempuan  sebagai  pemegang  peranan  dalam Perdes  RPB  yang  diakomodasi  oleh  RPJMDesa, menjadi  legitimasi  untuk  berperan lebih  jauh baik secara politis, social, cultural, maupun ekonomi, dan aspek2  lainnya dalam pengurangan risiko bencana. 

 3. Isu good governance (Pengaruh RPB terhadap RPJMDesa) 

a.  Pengesahan  RPB  dalam  perdes  juga  untuk  mengoptimalisasikan  keterlibatan/partisipasi masyarakat  dalam  penyelenggaraan  pemerintahan  sebagaimana  telah  diatur  juga  dalam Peraturan  Daerah  Kabupaten  Bantul  Nomor  07  Tahun  2005  Tentang  Transparansi  Dan Partisipasi  Publik  Dalam  Penyelenggaraan  Pemerintahan  Di  Kabupaten  Bantul.  Kewajiban masyarakat  untuk  berpartisipasi  dalam  penanggulangan  bencana  dalam  RPB,  sebagaimana telah  tersimulasikan dalam  simulasi  tanggap darurat  gempa bumi 19 Desember 2010  silam, dapat memupuk semangat untuk terselenggaranya pemerintahan desa yang lebih baik, dengan semangat kegotongroyongan untuk memajukan semua pihak. 

b. Pengesahan RPB memungkinkan Forum PRB Desa untuk: 

1) Melakukan  fungsi  konseling  dan  control  bagi  pemerintah  desa  untuk  regulasi desa/kebijakan  yang  disinyalir  akan menambah  kerentanan masyarakat,  sekaligus koordinasi penanggulangan bencana desa. 

2) Masuk  ke  dalam  skema  perencanaan  pembangunan  pemerintah,  agar  semua program  dan  anggaran  yang  lahir  tidak  akan menambah  kerentanan masyarakat, sekaligus memasukkan kegiatan‐kegiatan Forum PRB Desa ke dalam RPJM/RKP. 

3) Terlibat dalam skema pemberdayaan non pemerintah, serta melakukan control atas semua program dan anggaran yang berpotensi menambah kerentanan masyarakat.  

3. Hasil dan dampak Hasil  yang  nyata  dari  kegiatan  ini  adalah  mampu  memasukkan  kegiatan‐kegiatan  yang berkaitan dengan penguranga  resiko bencana ke dalam RPJMDes, sehingga berdampak pada program pembangunan desa yang harus memperhatikan aspek pengurangan resiko bencana. 

 4. Pembelajaran Faktor pendukung keberhasilan proses terrealisirnya RPJMDes perubahan ini adalah partisipasi aktif dari seluruh anggota FPRB dalam mengkaji/menganalisa kemungkinan ancaman bncana yang  mungkin  terjadi  serta    menentukan  tindakan/kegiatan  yang  dimungkunkan  mampu mengurangi bahkan mencegah  terjadinya bencana,sehingga dari hasil kajian/analisa  tersebut  bisa  menjadi  bahan  kegiatan  dalam  RPJMdes.  Selain  itu  komunikasi  yang  baik  dengan steakholder yang ada di desa juga berperan penting dalam keberhasilan kegiatan ini, terutama yang  berkaitaan  dengan  proses  legalisasi  dokumen.  Karena  dengan  komunikasi  yang  baik, mampu mengurangi kesalah fahaman dari pihak steakholder desa.  Faktor penghambat dari kegiatan ini adalah stekholder kurang memahami tentang kedudukan, fungsi serta mekanissme pembuatan dokumen‐dokuman desa. baik itu Perdes, perkades, RKP, RPJMdes, SK dll. 

  

5. Potensi Replikasi 

82

Page 91: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Ide program  ini layak direplikasi. Ide dasarnya sederhana, yakni bahwa RPJMDesa adalah perencanaan  resmi  pemerintah  yang  menghasilkan  program  dan  anggaran.  Sehingga, perencanaan  pemerintah  (RPJMDesa),  yang  direview  berdasarkan  Perdes  RPB  Desa menjadi hal yang sangat mutlak diperlukan. 

‐‐‐‐ 

F. Tantangan yang dihadapi dalam legalisasi Penanggulangan Bencana Desa 

Legalisasi  Penanggulangan  Bencana  memang  telah  selesai  dilakukan.  Untuk  mewujudkan sebuah  kondisi  ideal  dalam  kebijakan  penanggulangan  bencana  di  tingkat  desa,  beberapa sinkronisasi dan harmonisasi regulasi harus diselesaikan terlebih dahulu, yaitu: 

1. Masalah sinkronisasi perencanaan penanggulangan bencana. 

Dalam  Peraturan  Pemerintah Nomor  21  Tahun  2008  pasal  6  ayat  (5)  disebutkan mengenai kewajiban  pemerintah  dan  pemerintah  daerah  untuk  membuat  rencana  penanggulangan bencana  (RPB)  yang  berlaku  selama  5  (lima)  tahun.  Sementara  dalam  pasal  8  ayat  (7), disebutkan mengenai  kewajiban membuat  rencana  aksi  pengurangan  risiko  bencana  untuk waktu 3  (tiga)  tahun. Ketika pola  ini diterapkan untuk komunitas, ada 3  (tiga) permasalahan yang harus dipecahkan terlebih dahulu, yakni: 

a. Rumusan RPB untuk desa Selama  ini,  belum  ada  regulasi  yang  secara  spesifik menentukan  rumusan RPB Desa. Sedangkan,  untuk  di  desa,  harus  ada  penyesuaian‐penyesuaian  yang  lebih  simple. Khusus  untuk  pemerintah,  RPB  Desa  yang  dihasilkan  dalam  Program  Desa  Tangguh menjadi  perencanaan  yang  sangat  ideal,  perlu  banyak  penterjemahan  untuk mengoperasikannya  menjadi  perencanaan  pembangunan  dalam  RKP  Desa  per tahunnya.  Hal  ini menjadi  pembelajaran  yang  sangat  berharga  dalam  program  Desa Tangguh.   

b.    Harmoni pola hubungan antara RPB dan RAK PRB 

Jika  RPB  adalah  landasan  yuridis  (payung  hukum)  untuk  penyusunan  RAK  PRB,  maka seharusnya, RPB dan RAK dibuat untuk periode yang sama  (lima  tahun), atau RAK dibuat tahunan,  sehingga  akan  terlihat  seperti  pola  hubungan  antara  RPJM  (5  (lima)  tahun) dengan RKP ((satu)1 tahun). 

Namun,  dalam  praktek  di  komunitas,  Timeline   RPB  (5  tahun)  dan  RAK  PRB  (3  tahun) ternyata menimbulkan masalah baru, yakni bahwa RPB  tidak akan dapat menjadi payung hukum dari 2 periode RAK PRB  (2x3 = 6  tahun)  sekaligus  secara utuh. Akan ada 1  (satu) periode  berlakunya  RAK  PRB  yang  tidak  akan  terlindungi  oleh  RPB  pada  saat  RAK  PRB tersebut  masih  berlaku,  karena  ada  RPB  baru  yang  terbit  yang  pada  asumsinya  akan menghapuskan  kekuatan berlakunya RPB  yang  sebelumnya. Alias,  akan  ada   RAK PRB di tingkat  desa  yang  pada  periode  ke‐2  RAK  PRB,  yang  secara  illegal  berlaku,  karena pergantian RPB yang terjadi di tengah‐tengah masa berlakunya RAK PRB. 

   

83

Page 92: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

c.  Masalah RPB dan RAK PRB, kaitannya dengan kedudukan RPJM dan RKP. 

Dalam skema perencanaan pembangunan, kaitan/relasi antara RPJM dan RKP dengan RPB  dan  RAK masih menjadi  tanda  tanya  besar  di  desa,  karena  selama  ini memang belum  ada  pengaturan  mengenai  perencanaan  penanggulangan  bencana  di  tingkat desa.  Pola  yang  ada  di  desa  selama  ini  cenderung  merupakan  pola  inisiasi/adopsi. Program desa  tangguh mengadopsi pola RPB dan RAK PRB untuk diterapkan di desa, hanya  saja,  ternyata  adopsi  pola  ini memerlukan  pendekatan  tertentu  yang mudah untuk dipahami, dan menjadi kesepakatan politik di desa.  Proses  partisipasi  dan  pembuatan  RPB Desa  pada  akhirnya menemukan  pola  bahwa RPB  Desa  harus  diposisikan  sebagai  rencana  strategis  untuk mobilisasi  sumber  daya untuk  penanggulangan  bencana,  baik  untuk  konteks  pra  bencana,  tanggap  darurat, maupun pasca bencana. RPB Desa merupakan daftar kebutuhan yang umum dan  ideal menurut masyarakat,  dan  nilai  rupiahnya  pun merupakan  nilai  yang  ideal.  Sehingga, pengerahan  sumber  daya  bukan  hanya  dari  pemerintah,  melainkan  dari  seluruh stakeholders, baik pemerintah, swasta, maupun nonpemerintah.  

2. Masalah  cantolan  kelembagaan  Forum  PRB  Desa  (masalah  dari  Peraturan  yang  hanya mengatur  kelembagaan  pusat  (BNPB),  Provinsi  dan  Kabupaten/Kota  (BPBD),  kaitannya dengan kelembagaan desa.  

Dengan adanya eksistensi kelembagaan Forum PRB Desa dalam Peraturan Desa, maka Forum PRB Desa yang diinisiasi program Desa Tangguh menjadi  lembaga desa yang menjadi  leading sector  penanggulangan  bencana  di  tingkat  desa,  atau  dengan  kata  lain,  semacam  badan penanggulangan  bencana  desa.  Forum  PRB  Desa  ini  dibentuk  secara  partisipatif, beranggotakan unsur pemerintah dan masyarakat desa.   

Persoalan utama yang harus dijawab  seluruh  stake holders adalah keberlanjutan  forum PRB desa, dalam arti, adanya program dan anggaran untuk PRB Desa pasca  inisiasi program desa tangguh  tersebut  selesai. Untuk  stake holders pemerintah,  salah  satu  strategi  keberlanjutan program  adalah  adanya  lembaga  pemerintah  tingkat  Kabupaten,  Provinsi,  dan  Pusat  yang menjadi  cantolan  anggaran dan program penanggulangan bencana,  sehingga dapat  secara  . Untuk  non  pemerintah,  salah  satu  strateginya  adalah  bagaimana  menyambungkan  antara Forum  PRB  Desa  dengan  program‐program  penanggulangan  bencana  non  pemerintah,  dan bagaimana  support  untuk  elemen  nonpemerintah  bagi  pemberdayaan  masyarakat  desa berkelanjutan. Untuk  elemen  swasta  adalah, bagaimana program dan  anggaran dari CSR  ke masyarakat dapat diakses oleh Forum PRB Desa.  

3. Masalah timeline RPB yang tidak selaras dengan timeline RPJM Desa. 

Ada  kesamaan  situasi di dalam perencanaan penanggulangan bencana dalam program Desa Tangguh di desa Wonolelo maupun desa Mulyodadi, yaitu, RPB (dengan masa berlaku 5 tahun) dilegalkan pada saat RPJM Desa berlaku. RPB Desa Wonolelo Tahun 2011 – 2015 diberlakukan untuk  menjadi  dokumen  sandingan  RPJM  Desa  Wonolelo  Tahun  2008  –  2012.  RPB  Desa Mulyodadi Tahun 2010 – 2014 diberlakukan untuk menjadi dokumen  sandingan RPJM Desa Mulyodadi Tahun 2008 – 2013. Akibatnya, alur perencanaan akan menjadi kurang sistematis.  

 

84

Page 93: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Untuk di desa Mulyodadi, dalam hal penyesuaian dengan masa berlaku RPJM Desa Mulyodadi pasca  tidak  berlakunya  Peraturan Desa Mulyodadi Nomor  03  Tahun  2008  Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Mulyodadi tahun 2008 – 2013, baik dikarenakan adanya perubahan maupun berakhirnya masa berlaku RPJM Desa, Pemerintah Desa dan  FPRB Desa melakukan  penyesuaian  masa  berlaku  RPB  Desa  ini  dengan  masa  berlaku  RPJM  Desa Mulyodadi  yang  baru  (Peraturan  Desa Mulyodadi Nomor  07  Tahun  2010  pasal  9  ayat  (2)). Sedangkan,  untuk Desa Wonolelo,  RPJM Desa menjadi  problem  secara  legal,  karena  belum ditetapkan  dalam  peraturan  desa.  Maka,  pengesahan  Peraturan  Desa  tentang  RPB  Desa memberikan  landasan hukum  yang  kuat untuk mengintegrasikan  isu  kebencanaan  ke dalam RPJM Desa. 

Gambar 7.7. 

Simulasi Kebencanaan Mulyodadi 

Fakta menarik: 

Dalam  proses  sosialisasi  kelembagaan  dan  kebijakan  penanggulangan  bencana  desa  dalam Program Desa  Tangguh  2010,  dalam  pelaksanaan  simulasi  tanggap  darurat  bencana  gempa bumi  yang  dilaksanakan  di  desa  Mulyodadi  pada  tanggal  19  Desember  2010,  semua stakeholders  yang  hadir  menandatangani  sebuah  deklarasi  bersama.  Tujuannya  adalah terbulatkannya tekad demi keselamatan masyarakat Bantul dari ancaman bencana. Deklarasi itu disebut sebagai Deklarasi Mulyodadi Untuk Masyarakat Tangguh.   

Tercatat,  ada  13  (tiga  belas)  perwakilan  stakeholders  yang  menandatangani  deklarasi bersejarah tersebut. Mereka adalah: 

a. Badan Kesbanglinmas Provinsi DIY; b. Pemerintah Kabupaten Bantul; c. BAPPEDA Kabupaten Bantul; d. Kantor Kesbangpollinmas Kabupaten Bantul; e. Dinas Sosial Kabupaten Bantul; f. Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Bantul; g. Kecamatan Bambanglipuro; h. Koramil Bambanglipuro; i. Polsek Bambanglipuro; 

85

Page 94: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

j. Pemerintah Desa Mulyodadi; k. Forum PRB Desa Mulyodadi; l. Forum PRB Desa Wonolelo; m. YP2SU 

Berikut ini adalah bunyi selengkapnya dari Deklarasi Mulyodadi: 

 

DEKLARASI MULYODADI 

UNTUK MASYARAKAT TANGGUH 

Kami, yang tergabung dalam jalinan kekeluargaan yang tak terpisahkan antara elemen pemerintah  maupun  nonpemerintah,  yang  bersama‐sama  menyatukan  hati  kami dalam  kebersamaan  di  tempat  ini,  yang  bersama‐sama  bangkit  dan  membangun kembali  Kabupaten  Bantul  dari  kehancuran  akibat  gempa  bumi  27 Mei  2006  silam, menyatakan bahwa 

Pertama:  Kami  menyadari  sepenuhnya  bahwa  tanah  tempat  kami  berpijak mengandung  potensi  bahaya  yang  telah  terbukti  kehebatan  dampaknya    dalam bencana gempa bumi 27 Mei 2006, dan terakhir erupsi Merapi 2010 silam. Kami juga menyadari,  banyak  ancaman  bencana  lain  di  lingkungan  kami  yang mengintai  kami sewaktu‐waktu, tanpa kenal situasi dan kondisi, bahkan tanpa permisi. 

Kedua:  Kami  bertekad  bulat menyatukan  hati  untuk memperjuangkan  keselamatan keluarga  dan  kelompok  rentan  di  sekitar  kami  dengan  harapan  agar  tidak  ada  lagi jiwa‐jiwa  yang  jatuh  menjadi  korban,  dan  melakukan  upaya‐upaya  terbaik  agar meminimalisasi  dampak  terhadap  sarana  dan  prasarana  serta  lingkungan  sekitar tempat tinggal kami. 

Ketiga: Kami berkomitmen untuk menggalang kerjasama, menyerap dan mengerahkan sumber‐sumber  daya  strategis  dari  semua  pihak,  baik  dari  pemerintah maupun  non pemerintah  seoptimal  mungkin  untuk  mewujudkan  kesatuan  potensi  untuk penanggulangan bencana di wilayah tempat tinggal kami.  

Keempat:  Kami  berkeinginan  untuk  memperbarui  pengetahuan  kami  secara  terus‐menerus,  yang  akan  kami  pergunakan  dengan  sebaik‐baiknya  untuk  kemaslahatan masyarakat  kami.  Pengetahuan  kami  juga  akan  kami  turunkan  kepada  seluruh generasi penerus kami, baik yang dengan peredaman ancaman bencana, pengurangan kerentanan, dan peningkatan kapasitas masyarakat kami. 

Semoga  Tuhan,  melindungi  kami,  dan  meridhoi  yang  kami  upayakan,  dan menganugerahkan yang terbaik untuk terwujudnya cita‐cita kami. 

Mulyodadi, 19 Desember 2010 

Atas Nama Masyarakat 

 

Para Deklarator 

86

Page 95: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

87

Page 96: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

 

 

BAB VIII 

KESIMPULAN  

 

 

Kemajuan  sebuah  Negara,  sebuah  provinsi, sebuah  kabupaten/kota,  bahkan  sebuah desa/kelurahan  sekalipun  akan  sangat ditentukan  dari  keberhasilan  melakukan pengurangan risiko bencana. Pengurangan risiko bencana,  baik  sebagai  sebuah  program  khusus maupun  pengarusutamaan,  perlu  dibudayakan secara  top  down maupun  bottom  up.  Dengan kata  lain,  inisiatif  dan  keberlanjutan  harus  dari semua  pihak,  baik  pihak  pemerintah  selaku leader  dalam  kebijakan  penanggulangan bencana, sekaligus masyarakat (non pemerintah maupun  swasta)  sebagai  stakeholders  utama. Program  desa  tangguh  2010  ini  merupakan program yang “mensimulasikan” pola hubungan seperti ini di tingkat mikro (tingkat desa).  

Banyak peluang dan tantangan yang timbul dari program  ini,  baik  dalam  pelaksanaannya maupun untuk replikasi program  ini, mengingat bahwa  pengurangan  risiko  bencana  merupakan  isu  yang  relative  baru  di  Indonesia.  Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dari peluang dan tantangan ini: 

a. Dalam  konteks  program,  pemahaman  semua  elemen  stakeholders  akan  Pengurangan Risiko  Bencana  menjadi  area  tantangan  tersendiri  untuk  ditempuh  secara  terus‐menerus, baik dalam  lingkup pengetahuan dan  kearifan  lokal; maupun dalam  lingkup intervensi  pengetahuan‐pengetahuan  baru.  Ketika  pemahaman masyarakat mengenai logika  program  PRBBK  menjadi  pemahaman  bersama  masyarakat,  peluang  untuk keberlanjutan menjadi semakin terbuka.   

b. Pelaksanaan  komitmen  stakeholders  lokal  untuk  penyediaan  sumber  daya  untuk pengurangan  risiko  bencana  masih  merupakan  area  peluang  sekaligus  tantangan tersendiri. Menjadi area peluang, karena modal sosial masyarakat lokasi program masih melekat dalam masyarakat. Dan, menjadi area tantangan karena keterbatasan sumber daya di  tingkat  lokal dapat memicu ketergantungan kepada  sumber‐sumber daya dari 

88

Page 97: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

luar.  Sehingga,  antara  mobilisasi  sumber  daya  lokal  dengan  sumber  daya  eksternal haruslah  bertujuan  untuk  semakin  memupuk  kemandirian  masyarakat  dan memperkokoh koordinasi kerja bersama antar semua elemen dalam PRBBK.  

   

c. Sistem  legalisasi  desa,  kebijakan,  Program,  dan  Anggaran  pemerintah  untuk  PRBBK menjadi  area  peluang  dan  tantangan  tersendiri.  Dalam  kasus  PRBBK  Bantul,  peluang terbuka dengan disahkannya Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 5 Tahun 2010 Tentang  Penanggulangan  Bencana  dan  juga  telah  terbentuk  Badan  Penanggulangan Bencana Daerah  (BPBD) melalui Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 06 Tahun 2010  Tentang  Pembentukan  Organisasi  Badan  Penanggulangan  Bencana  Daerah Kabupaten  Bantul.  Pertanyaan,  sekaligus  tantangan  yang  harus  ditempuh  adalah, apakah sumber daya pemerintah  yang tersedia untuk PRBBK di tingkat desa pada setiap tahun anggaran dapat memenuhi kebutuhan masyarakat untuk melakukan PRBBK.  

d. Identifikasi  kearifan/pengetahuan  lokal  tentang  PRBBK  merupakan  sebuah  potensi untuk edukasi kebencanaan di tingkat lokal.  

e. Perawatan  dan  penjagaan  asset  masyarakat  untuk  PRBBK  merupakan  tantangan tersendiri  bagi  masyarakat  penerima,  karena,  terkait  dengan  pelaku  dan  sumber anggarannya.  

f. Stakeholders  lokal  yang  dibentuk  sebagai  “badan  penanggulangan  bencana”  tingkat desa  (Forum  PRB  Desa)  perlu  untuk  diberdayakan  secara  lebih  lanjut  oleh  semua stakeholders yang terlibat. 

89

Page 98: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

Strategi Keberlanjutan 

 

“Tempaan kehidupan adalah wadah  yang paling  sulit pecah: bahkan gunung berapi yang paling berbahaya di dunia sekalipun tidak mampu menghancurkannya sampai 

tak bisa bangkit lagi”  (Simon Winchester, Krakatau: Ketika Dunia Meledak, 1883)  

 

Program  Desa  Tangguh  2010,  sebagaimana  program‐program  pemberdayaan  lain  pasti memerlukan  skema  keberlanjutan  yang  jelas,  dan  terukur  dampaknya.  Keberlanjutan diperlukan karena intervensi dari luar tidak akan mampu seterusnya menjadi motor penggerak utama  program.  Sehingga,  kemandirian  masyarakat  dampingan  menjadi  alat  untuk keberlanjutan  program  pengurangan  risiko  bencana.  Untuk  membangun  kemandirian masyarakat, diperlukan beberapa elemen sebagai berikut: 

a. Pelembagaan  PRBBK  masyarakat  dalam  bentuk  organisasi  masyarakat  yang  dibentuk secara partisipatif, dan dilembagakan menjadi lembaga desa; 

b. Regulasi penanggulangan Bencana Desa dalam bentuk Peraturan Desa; c. Skema perencanaan pembangunan PRBBK  yang  terintegrasi dengan  skema perencanaan 

pembangunan pemerintah; d. Sumber anggaran dari usaha, swadaya maupun mobilisasi resources multistakeholders; 

 

Gambar: Alat early Warning System 

90

Page 99: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Di  samping  itu,  untuk  kelancaran menjalankan  program  di  lapangan,  ada  beberapa  catatan yang harus dilaksanakan, yaitu: 

a. Penyesuaian  aktivitas  (kegiatan  pengadaan  fisik/non  fisik)  dengan  kebutuhan masyarakat, dengan kajian yang lebih mendalam; (misalnya, kalau ada pompa air, harus ada sumur panteknya); 

b. Pengembangan  representasi masyarakat dan pemerintah desa  secara  lebih  luas dalam setiap aktivitas;   

c. Pembudayaan  pelaporan  publik  untuk  setiap  pelaksanaan  program  (hal  kegiatan  dan anggaran); 

b. Program PRBBK Desa yang kontinu dan berhasil guna secara langsung untuk masyarakat desa; 

c. Akses program yang berkelanjutan ke semua pihak secara masal dan berkelanjutan; d. Sosialisasi legalisasi PRBBK secara lebih meluas, melibatkan semua stakeholders; e. Optimalisasi peranan Pemerintah Desa untuk keberlanjutan program; f. Pemberdayaan Relawan Penanggulangan Bencana Berbasis masyarakat. 

 

 

 

 

 

 

 

91

Page 100: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

DAFTAR  PUSTAKA 

 

Buku-Buku:

Setianingtyas, Lusiana Lilies, dkk., 2008, “Membangun Kekuatan Kolektif Reduksi Resiko Bencana”, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Jakarta.

Winchester, Simon, 2002: “Krakatau: Ketika Dunia Meledak, 27 Agustus 1883”, Serambi, Jakarta.

Paripurno, Eko Teguh, 2006: ”Penerapan PRA dalam Penanggulangan Bencana”, PSMB UPN Veteran Yogyakarta

Lassa, Jonatan, dkk, 2009:”Kiat Tepat Mengurangi Risiko Bencana: Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK)”, Grasindo, Jakarta.

Materi Presentasi

Samsurizal, Danang, 2010, “RPB dan RAK PRB Desa”, Program Desa Tangguh 2010

Daryanto, Dwi, 2010, “Materi Penanggulangan Bencana Kabupaten Bantul”, Program Desa Tangguh 2010

Hakim, Lukman, 2010, “Pengantar Rencana Kontinjensi”, Program Desa Tangguh 2010

Haryadi, Pulung, 2010, “Strategi Integrasi Pengurangan Risiko Bencana Ke Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal dan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kabupaten Bantul”, Program Desa tangguh 2010.

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi; Kolusi Dan Nepotisme;

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia;

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah;

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang;

92

Page 101: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah;

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara pemerintah Pusat Dengan Pemerintahan Daerah;

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana;

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa;

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana; Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Pengesahan Pengundangan Dan

Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 Tentang Perencanaan Pembangunan Desa; Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008

Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana; Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 07 Tahun 2005 Tentang Transparansi Dan

Partisipasi Publik Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Di Kabupaten Bantul; Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Pokok-Pokok

Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bantul; Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Daerah Nomor 20 tahun 2007 Tentang Pedoman Organisasi Pemerintahan Desa;

Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 02 Tahun 2009 Tentang Pokok-Pokok

Pengelolaan Keuangan Desa; Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Pedoman

Perencanaan Pembangunan Desa; Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Penanggulangan Bencana; Peraturan Bupati Bantul Nomor 55 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penyusunan

Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa; Peraturan Desa Mulyodadi Nomor 03 Tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Desa Mulyodadi tahun 2008 – 2013 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Wonolelo

93

Page 102: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

  PROGRAM DESA TANGGUH  

FACTSHEET 

Lokasi         :   Bantul 

Waktu Pelaksanaan    :   Desember 2009‐Januari 2011 

Jumlah Penerima manfaat  :   2 (dua) desa di Bantul  

‐ Desa Mulyodadi, Bambanglipuro, Bantul 

‐ Desa Wonolelo, Pleret, Bantul 

Total dana      :   Rp. 683.685.000,00 

Pelaksana      :   YP2SU 

Donor        :   SC‐DRR UNDP 

Latar Belakang Program 

Sebuah desa adalah unit terkecil pemerintahan 

politik dan administrative, yang langsung berhadapan 

dengan masyarakat. Untuk itulah , desa menjadi titik 

yang strategis untuk membangun gerakan 

pengurangan risiko bencana di tingkat basis. 

Program Desa Tangguh YP2SU membangun 

partisipasi semua stakeholders untuk membentuk 

sistem yang diharapkan dapat mempertinggi daya 

lenting masyarakat untuk menanggulangi bencana.  

Tujuan: 

a. Meningkatkan kapasitas masyarakat untuk 

penanggulangan bencana desanya; 

b. Memberikan penyadaran public mengenai 

pentingnya partisipasi masyarakat dalam 

penanggulangan bencana; 

c. Terciptanya sistem regulasi dan perencanaan 

aksi penanggulangan bencana di tingkat desa; 

d. Terpetakannya ancaman bencana, kerawanan 

bencana, dan kapasitas masyarakat 

menghadapi bencana. 

e. Terpetakannya potensi dan masalah 

masyarakat secara visual dalam Video 

Komunitas 

f. Terlembagakannya partisipasi masyarakat 

Kontak person program: 

Iswahyuli (081 328 589 130) 

Wawan Andriyanto (0856 476 074 06)  

Aktivitas/Kegiatan 

1. Pengorganisasian dan inisiasi Pengurangan Risiko 

Bencana 

2. Pengenalan potensi desa 

3. Pengenalan dan pemetaan risiko bencana desa 

4. Edukasi dan Kampanye Penanggulangan Bencana 

5. Penyusunan dan Legalisasi Dokumen Sistem 

Penanggulangan Bencana Desa 

a. Rencana Penanggulangan Bencana; 

b. Rencana Aksi Komunitas untuk Pengurangan 

Risiko Bencana 

c. Rencana Kontinjensi Bencana 

6. Advokasi Kebencanaan; 

7. Pelembagaan Penanggulangan Bencana 

Masyarakat Desa dalam Forum Desa; 

8. Pengorganisasian Pemuda Melalui Program Video 

Komunitas; 

Keberhasilan 

Terbentuknya Desa Tangguh, dengan perencanaan 

danj partisipasi yang terlembagakan. Masyarakat 

teredukasi untuk penanggulangan bencana. Risiko 

bencana terpetakan, dan adanya visualisasi dalam 

video komunitas. 

DESA MULYODADI DAN DESA WONOLELO

94

Page 103: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

PERSONEL 

PROGRAM DESA TANGGUH  

A. MANAJEMEN PROGRAM 

1. Much. Maskuri (Direktur Program Desa Tangguh) Much.  Maskuri,  atau  sering  disapa  dengan  Pak  Maskuri,  adalah  Direktur  YP2SU Yogyakarta, dan saat  ini  juga menjabat sebagai Koordinator Bidang  III Partisipasi dan Pelembagaan  Forum  Pengurangan  Risiko  Bencana  Provinsi  Daerah  Istimewa Yogyakarta.  

2. Iswahyuli (Manajer Program Desa Tangguh) Iswahyuli,  atau  sering  disapa  dengan  Pak  Yuli,  adalah  Koordinator  Bidang Pemberdayaan YP2SU Yogyakarta. Dalam Program Desa Tangguh, Pak Yuli menjabat sebagai Manajer Program.  

3. Wahyu Subekti Kurniawati (Monev Program Desa Tangguh) Wahyu Subekti Kurniawati, atau sering disapa dengan Mbak Ayuk, bertanggungjawab atas Monitoring dan  Evaluasi Program Desa  Tangguh.  Saat  ini Mbak Ayuk menjabat sebagai Sekretaris II YP2SU Yogyakarta.   

B. FASILITATOR PROGRAM DAN COMMUNITY ORGANIZER (CO) 

1. Wawan Andriyanto (Fasilitator Program Desa Tangguh) Wawan  Andriyanto,  atau  sering  disapa  dengan  sebutan  Mas  Wawan, bertanggungjawab atas  fasilitasi program di Desa Mulyodadi,   Perencanaan Strategis Penanggulangan  Bencana  Desa,  sekaligus  Advokasi  Program  Desa  Tangguh.  Mas Wawan  saat  ini menjabat  sebagai  Konsultan  Pengurangan  Risiko  Bencana  di  YP2SU Yogyakarta.  

2. Fuad Galuh Prihananto (Fasilitator Program Desa Tangguh) Fuad  Galuh  Prihananto,  atau  sering  disapa  dengan  panggilan  kesayangannya  Maz Voe@,  adalah  fasilitator  Desa  Wonolelo,  sekaligus  penanggungjawab  Analisis  dan Pemetaan Risiko Bencana sekaligus Perencanaan Kontinjensi Bencana.   

3. Fikka Octora Putri (Fasilitator Video Komunitas) Fikka Octora Putri, atau  sering dipanggil dengan Mbak Fikka adalah Fasilitator Video Komunitas  dan  Media  Pembelajaran  Program  Desa  Tangguh.  Mbak  Fikka  ini  juga menjabat sebagai administrator program Desa Tangguh.  

4. Retna Heryanti (Community Organizer Mulyodadi) Retna  Heryanti,  a.k.a. Mbak  Retna  terjun  sebagai  CO  Desa Mulyodadi.  Di  desanya, beliau  adalah  aktivis  pemuda  desa Mulyodadi,  biasa  terjun  dalam  pengorganisasian kegiatan keagamaan dan kepemudaan desa. 

95

Page 104: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

 

5. Sri Wahyuni (Community Organizer Mulyodadi)   Sri  Wahyuni,  a.k.a.  Mbak  Yuni  bertanggungjawab  sebagai  CO  di  Desa  Mulyodadi bersama Mbak  Retna.  Beliau  berpengalaman  sebagai  freelance marketer,  sehingga sangat efektif sebagai pengorganisasi Masyarakat.  

6. Akhmad Furqon Akhmad Furqon, alias Mas Uqon, adalah aktivis Nahdlatul  ‘Ulama, ustadz di Pondok Pesantren  Binaul  Ummah  Desa Wonolelo,  dan  wiraswasta.  Beliau  adalah  CO  Desa Wonolelo.  

7. Nurkholis Majid Mas Kholis, begitulah panggilan Nur Kholis Majid, adalah aktivis Muhammadiyah Desa Wonolelo, yang menjadi CO Desa Wonolelo. Bersama‐sama dengan Mas Uqon, beliau mengorganisasi  komunitas  desa,  merepresentasikan  kesatuan  NU  dan Muhammadiyah.   

C.   ADMINISTRATOR DAN KEUANGAN PROGRAM 

1.  Esaputri Purwandari Esaputri  Purwandari,  a.k.a. Mbak  Putri  adalah  Finance Manager  YP2SU  Yogyakarta. Dalam  program  Desa  Tangguh  ini,  beliau  menjabat  sebagai  Manajer  Keuangan program. 

 2.   Wasrifah Isriyati 

  Wasrifah Isriyati, a.k.a. Mbak Yati adalah cashier YP2SU Yogyakarta.  D.  MEDIA BULLETIN 

1.    Akhmad Arifin  

   Mas Arifin adalah penyusun bulletin Program Desa Tangguh YP2SU Yogyakarta. 

 

 

96

Page 105: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

PROFIL PENULIS 

 

 

Wawan Andriyanto, yang  lahir pada hari Rabu Pahing  tanggal 26 

Januari 1983 adalah seorang Junior Consultant Pengurangan Risiko 

Bencana  pada  Yayasan  Peningkatan  dan  Pengembangan  Sumber 

Daya Umat (YP2SU).   

Lulusan Fakultas Hukum UGM Yogyakarta  ini bergabung ke dalam 

organisasi  YP2SU  sejak  Gempa  Bumi  27  Mei  2006  sebagai 

Koordinator Volunteer Bidang Data dan Informasi Program Rescue 

dan  Recovery  Gempa  Yogya  (2006  –  2007).  Kemudian  sebagai 

Fasilitator  Lapangan  dalam  Program  Community  Action  Planning 

(CAP) Desa Sidomulyo Bambanglipuro Bantul  (Tahun 2007). Pada 

awal  Tahun  2008,  menjadi  Project  Officer  Program  SLAMET/  Edukasi  Pengurangan  Risiko 

Bencana di 5 (lima) desa di Provinsi DIY dan Jawa Tengah.  

Kurun waktu 2008 – 2009, terlibat dalam program‐program pemulihan pasca bencana gempa 

bumi 27 Mei 2006 bersama YP2SU,  serta kerja‐kerja  jaringan Kebencanaan Masyarakat  Sipil 

DIY,  seperti  Forum  Suara  Korban  Bencana,  dan  Penyusunan  Rencana  Aksi  Daerah  untuk 

Pengurangan Risiko Bencana Kabupaten Gunung Kidul. 

Pada  Tahun  2010,  menjadi  Fasilitator  Program  Desa  Tangguh  di  Desa  Mulyodadi, 

Bambanglipuro  Bantul,  sekaligus  Penanggung  Jawab  Advokasi  Pengurangan  Risiko  Bencana 

Program Desa Tangguh. Salah satu point yang patut dicatat adalah, bahwa dalam program ini, 

beliau  bersama  dengan  tim  desa  tangguh  berhasil  menginisiasi  dan  memfasilitasi  sistem 

regulasi kebencanaan desa, yang dianut di 2 (dua) desa lokasi Program, yakni Desa Mulyodadi 

dan Desa Wonolelo.  

Saat ini, ia menjabat sebagai Junior Consultant Pengurangan Risiko Bencana YP2SU Yogyakarta. 

 

 

Page 106: Wawan A_Desa Tangguh_ Buku Membangun Desa Tangguh 2011

Aman Seterusnya

Siaga Selalu

YP2SUJl. Retnodumilah 29 A Kotagede YogyakartaTel : 0274-414304email : [email protected]