wastia grace reg xv a

34
RETENSIO PLASENTA A. Pengertian Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir (Ilmu kebidanan, 2002 : 656). Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta tidak dapat lahir setelah setengah jam kelahiran bayi (Subroto, 1987 : 346). Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga melebihi waktu tiga puluh menit setelah bayi lahir (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002 : 178). B. Etiologi Sebab retensio plasenta a) Atonia Uteri, sebagai lanjutan inertia yang sudah ada sebelumnya atau yang terjadi pada kala III. Misalnya Partus Lama, permukaan narkose dan sebagainya. b) Pimpinan Kala III yang salah, memijat rahim yang tidak merata, pijatan sebelum plasenta lepas, pemberian uterotonika dan sebagainya. c) Kontraksi rahim yang hipertonik, yang menyebabkan konstriksion ring, (bukan retraction ring), hour glass contraction. d) Plasenta Yang adhesive, sukar lepas karena plasenta yang lebar dan tipis (plasenta yang prematur, immature atau plasenta membranacea) Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 1

Upload: helnida-zaini-kaderi

Post on 09-Dec-2015

225 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

bbgghg

TRANSCRIPT

RETENSIO PLASENTA

A. Pengertian

Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir

(Ilmu kebidanan, 2002 : 656). Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta tidak

dapat lahir setelah setengah jam kelahiran bayi (Subroto, 1987 : 346). Retensio plasenta

adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga melebihi waktu tiga puluh menit

setelah bayi lahir (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002 : 178).

B. Etiologi

Sebab retensio plasenta

a) Atonia Uteri, sebagai lanjutan inertia yang sudah ada sebelumnya atau yang terjadi

pada kala III. Misalnya Partus Lama, permukaan narkose dan sebagainya.

b) Pimpinan Kala III yang salah, memijat rahim yang tidak merata, pijatan sebelum

plasenta lepas, pemberian uterotonika dan sebagainya.

c) Kontraksi rahim yang hipertonik, yang menyebabkan konstriksion ring, (bukan

retraction ring), hour glass contraction.

d) Plasenta Yang adhesive, sukar lepas karena plasenta yang lebar dan tipis (plasenta

yang prematur, immature atau plasenta membranacea)

e) Vili chorialis yang melekatnya lebih dalam :

Plasenta alereta

Plasenta increta

Plasenta perkreta

f) Kelainan bentuk plasenta sehingga plaenta / sebagian plasenta sukar lepas.

Plasenta fenestrate

Plasenta membrannacea

Plasenta bilabata, plasenta succehturiota, plasenta supria

C. Patofisiologi

Segera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun secara perlahan tetapi

progresif uterus mengecil yang disebut retraksi, pada masa retraksi itu lebek namun

Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 1

serabut-serabutnya secara perlahan memendek kembali. Peristiwa retraksi menyebabkan

pembuluh-pembuluh darah yang berjalan dicelah-celah serabut otot-otot polos rahim

terjepit oleh serabut otot rahim itu sendiri. Bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta

belum terlepas seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim bisa menghalangi

proses retraksi yang normal dan menyebabkan banyak darah hilang.

D. Komplikasi

a) Perdarahan

Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga

kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.

b) Infeksi karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan

pertumbuhan bakteri dibantu dengan port d’entre dari perlekatan plasenta.

c) Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan kontraksi

pada ostium baik hingga yang terjadi.

d) Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan

nekrosis.

e) Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma dengan masuknya mutagen, perlukaan

yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik) dan

akhirnya menjadi korsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasive, proses keganasan

akan berjalan terus. Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin

bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari

serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa

menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan

prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker.

E. Penanganan

Bila tidak terjadi perdarahan : perbaiki keadaan umum penderita bila perlu

misal: infus atau transfusi, pemberian antibiotika, pemberian antipiretika, pemberian ATS

kemudian dibantu dengan mengosongkan kandung kemih. Lanjutkan memeriksa apakah

telah terjadi pemisahan plasenta dengan cara klien, kustner atau strassman. Bila terjadi

perdarahan : lepaskan plasenta secara manual, jika plasenta dengan pengeluaran manual

Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 2

tidak lengkap dapat disusul dengan upaya kuretase. Bila plasenta tidak dapat dilepaskan

dari rahim, misal plasenta increta / pecreta, lakukan hysterectomia.

Cara untuk melahirkan plasenta :

a) Dicoba mengeluarkan plasenta dengan cara normal : tangan kanan penolong

meregangkan tali pusat sedangkan tangan yang lain mendorong ringan.

b) Pengeluaran plasenta secara manual (dengan norkase) : melahirkan plasenta

dengan cara memasukkan tangan penolong ke dalam cavum uteri, melepaskan

plasenta dari insectio dan mengeluarkan.

c) Bila ostium uteri sudah demikian sempitnya, sehingga dengan norkase yang

dalam pun tangan tak dapat masuk, maka dapat dilakukan hysterectomia

untuk melahirkan plasenta.

2. Sisa Plasenta

A. Pengertian

Perdarahan sisa plasenta adalah perdarahan yang terjadi akibat tertinggalnya kotiledon dan selaput kulit keuban yang mengganggu kontraksi uterus dalam menjepit pembuluh darah dalam uterus sehingga mengakibatkan perdarahan.(Winkjosastro,2008)

Perdarahan sisa plasenta adalah perdarahan yang melebihi 500 cc setelah bayi lahir karena tertinggalnya sebagian sisa plasenta termasuk selaput ketuban .(Saifudin,2002)

Sebagian plasenta yang masih tertinggal “sisa plasenta” atau plasenta rest.(Manuaba, 2010)

Retensio sisa plasenta atau tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta) merupakan penyebab umum terjadinya perdarahan lanjut dalam masa nifas.(Yanti,2010)

B. Etiologi

a) Tindakan pelepasan plasenta yang salah sehingga menyebabkan lingkaran konstriksi bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta.

Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 3

b) His yang kurang baik.

c) Tindakan pengeluaran plasenta dengan cara (Brandt Andew)

- Hal ini disebabkan karena tarikan pada ali pusat pada saat melahirkan plasenta.(Achadiat, 2004)

- Karena cara menekan dan mendorong uterus yang terlalu dalam sedangkan plasena belum terlepas dari uterus.(winkjosastro,2008)

d) Perdarahan dari tempat implantasi plasenta (Winkjosastro, 2008)

- Kotiledon atau selaput ketuban tersisa.

- Plasenta susenturiata.

- Plasenta akreta,inkreta, perkreta.

C. Perdisposisi

a) His yang kurang baik.

D. Komplikasi

a) Komplikasinsisa plasenta adalah polip plasenta yang artinya plasena masih tumbuh dan dapat menjadi besar, perdarahan terjadi intermitan sehingga kurang mendapat perhatian, dan dapat terjadi degenerasi ganas menuju korio karsinoma dengan manifestasi klinisnya (trias Acosta sision “HBSI”). Trias Acosta Sision adalah terjadinya degenerasi ganas yang berasal dari kehamilan, abortus, dan mola hidatidosa. (Manuaba, 2008)

b) Sumber infeksi dan perdarahan potensial.

c) Degenerasi karsio carcinoma.

d) Dapat menimbulkan gangguan pembekuan darah. ( Manuaba, 2008)

E. Patofisiologi

Tertinggalnya plasenta atau selaput janin yang menghalangi konraksi uterus sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka. (Saifuddin, 2002)

Sewaktu suau bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. (Sujiyatini, 2011)

F. Penanganan

Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 4

a) Pasang infuse

b) Berikan antibioik adekuat

c) Berikan uterotonika (oksitosin/metergin)

d) Tindakan definitive : kuretase dan diperiksakan sp.OG

3. Atonia Uteri

A. Pengertian

Atonia uteri adalah tidak adanya kontraksi uterus setelah proses persalinan. Perdarahan postpartum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi serat-serat myometrium.Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya pembuluh-pembuluh darah sehingga aliran darah ke tempat plasenta menjadi berhenti. Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi myometrium dinamakan atonia uteri dan keadaan ini menjadi penyebab utama perdarahan postpartum. Sekalipun pada kasus perdarahan postpartum kadang-kadang sama sekali tidak disangka atonia uteri sebagai penyebabnya, namun adanya factor perdisposisi dalam banyak hal harus menimbulkan kewaspadaan dokter terhadap kemungkinan gangguan tersebut.(William,2012)

Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus mengalami kegagalan unuk berkontraksi segera setelah bayi lahir(Sulistyawati, 2010). Atonia uteri adalah lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir (Prawirohardjo,2010). Atonia uteri terjadi bila miometrium tidak berkontraksi. Uterus menjadi lunak dan pembuluh darah pada bekas perlekatan plasenta terbuka lebar.(Maryunani, 2012)

B. Etiologi

a) Disfungsi uterus : atonia uteri primer merupakan disfungsi intrinsik uterus.

b) Penatalaksanaan kala III yang salah. Mencoba mempercepat kaoa III

dengan dorongan dan pemijatan uterus sehingga mengganggu mekanisme

fisiologi pelepasan plasentaA dan dapat menyebabkan pemisahan sebagian

plasenta yang mengakibatkanperdarahan.

c) Anastesi yang dalam dan lama menyebabkan terjadinya relaksasi

miometrium yang berlebihan. Kegagalan kontraksi dan reraksi

Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 5

menyebabkan atonia uteri dan perdarahan post partum.

d) Kerja uterus sangat kurang efektif selama kala persalinan yang

kemungkinan besar akan diikuti oleh konraindikasi sera retraksi

miometrnium jika dalam kala III.

e) Overdistensi uterus : uterus yang mengalami distensi secara berlebihan

akibat keadaan bayi yang besar, kehamilan kembar, polihidramnion,

cenderung mempunyai daya konraksi yang jelek.

f) Kelemahan akibat partus lama : bukan hanya rahim yang lemah,

cenderung berkontraksi lemah seelah melahirkan, tetapi ibu juga keletihan

kurang bertahan terhadap kehilangan darah.

g) Grandemultipara : uterus yang lemah banyak melahirkan anak cenderung

bekerjatidak efisien dalam semua kala persalinan.

h) Miomauteri: dapat menimbulkan perdarahan miometrium uteri.

j) Melahirkan dengan tindakan : keadaan ini mencakupkan prosedur operatic

seperi forsep dan fersi ekstraksi.

k) Pada saat hamil, bla terjadi anemia dan tidak terangani hingga akhir

kehamilan maka akan berpengaruh pada saat postpartum.

Pada ibu dengan anemia, saat postpartum akan mengalami atonia uteri . Hal ini disebabkan karena oksigen yang dikirim ke uterus

kurang. Jumlah oksigen dalam darah yang kurang menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi dengan adekuat sehingga timbul atonia uteri yang mengakibatkan perdarahan yang banyak.(Wuryanti, 2010)

C. Perdisposisi (Manuaba, 2008)

a) Anemia

b) Grandemultipara

c) Jarak hamil kurang dari 2 tahun

Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 6

d) Distensi rahim berlebihan : hodramnion, hamil kembar

D. Komplikasi

a) Uterus tidak berkontraksi dan lembek.

b) Perdarahan segera seelah plasenta dan janin lahir.

E. Patofisiologi

Perdarahan postpartum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi serat-serat miometrium.Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya pembuluh-pembuluh darah sehingga aliran darah ke tempat plasenta menjadi berhenti. Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi myometrium dinamakan atonia uteri dan keadaan ini menjadi penyebab utama perdarahan postpartum. Sekalipun pada kasus perdarahan posrtpartum kadang-kadang sama sekali tidak disangka atonia uteri sebagai penyebabnya, namun adanya factor penyebab dalam banyak hal harus menimbulkan kewaspadaan terjadap kemungkinan gangguan tersebut.

F. Penanganan ( Manuaba, 2008)

a) Infus

b) Uterotonika IM/IV drip

c) Tindakan mekanis (Masasefundus)

d) Tamponade uteroraginal.

4. Inversio uteri

A. Pengertian

Inversio uteri merupakan keadaan ketika fundus uteri masuk ke dalam kavum uteri, yang dapat terjadi secara mendadak atau secara perlahan selain itu, pertolongan persalinan yang makin banyak dilakukan tenaga terlatih menyebabkan kejadian inversio uteri makin berkurang.Kejadian inversio uteri sebagian besar disebabkan kurang legeartisnya pertolongan persalinan saat melakukan persalinan plasenta secara crede, dengan otot rahim belum berkontraksi dengan baik (Manuaba, 2008).

B. Etiologi

Penyebab bisa terjadi secara spontan atau karena tindakan. Faktor yang memudahkan terjadinya adalah uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya ;

Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 7

tarikan tali pusat yang berlebihan atau patulous kanalis servikalis. Yang spontan dapat terjadi grandemultipara, atonia uteri, kelemahan alat kandungan dan tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).Yang karena tindakan dapat disebabkan erade yang berlebihan, tarikan tali pusat dan pada manual plasenta yang dipaksakan, apalagi bila ada perlekatan plasenta pada dinding rahim (Manuaba, 2008).

C. Komplikasi

a) Keratinisasi mukosa vagina dan portio uteri.b) Dekubitis.c) Hivertropi serviks uteri dan elongasioa.d) Gangguan miksi dan stress inkontenensia.e) Infeksi saluran kencing.f) Infertilitas.g) Gangguan partus.h) Hemoroid.i) Inkarserasi usus.

D. Patofisiologi

Uterus dikatakan mengalami inversi jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta.Reposisi sebaiknya segera dilakukan. Dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terunversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah. Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk.Ini adalah merupakan komplikasi kala III persalinan yang sangat ekstrem.

E. Penanganan

- Pemberiaan infus I. V.cairan elektrolit dan transfusi darah, segera sesudah dilakukan reposisi.

F. Perdisposisi

a) Abnormalitas uterus dan kandungannya

- Placenta adhesiva- Tali pusat yang pendek- Anomali kongenital- Kelemahan dinding utreus pada tempat melekatnya placenta- Implantasi placenta pada fundus uteri- Neoplasma uterus

Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 8

b) Kondisi fungsional uterus

- Relaksasi myometrium- Gangguan mekanisme kontraksi

5. Kelainan perdarahan/ kelainan pembekuan darah

Setiap penyakit hemorrhagik (blood dyscrasias) dapat diderita oleh wanita hamil dan kadang – kadang menyebabkan sinus – sunus darah tetap terbuka, dan menimbulkan perdarahan postpartum.Afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia dapat terjadi setelah abruptio placenta, retentio janin – mati yang lama di dalam rahim, dan pada emboli cairan ketuban.Salah satu teori etiologik mempostulasikan bahwa bahan thromboplastik yang timbul dari degenerasi dan autolisis decidua serta placenta dapat memasuki sirkulasi maternal dan menimbulkan koagulasi intravaskuler serta penurunan fibrinogen yang beredar.Keadaan tersebut, yaitu suatu kegagalan pada mekanisme pembekuan, menyebabkan perdarahan yang tidak dapat dihentikan dengan tindakan yang biasanya dipakai untuk mengendalikan perdarahan.Penanganannya dengan transfusi darah.Perdisposisi kelainan pembekuaan darah adalah anemia, faktor keturunan (genetik), pola makan (gizi).

6. Trauma dan laserasi / perlukaan jalan lahir

Perdarahan yang cukup banyak dapat terjadi dari robekan yang dialami selama proses melahirkan baik yang normal maupun dengan tindakan. Jalan lahir harus diinspeksi sesudah tiap kelahiran selesai sehingga sumber perdarahan dapat dikendalikan. Tempat – tempat perdarahan mencakup :

a. Episiotomi, kehilangan darah dapat mencapai 200 ml. Kalau arteriole atau vena varikosa yang besar turut terpotong atau robek, darah yang keluar dapat berjumlah lebih banyak lagi. Karena itu pembuluh darah yang putus harus segera dijepit dengan klem untuk mencegah hilangnya darah.

b. Vulva, vagina, dan cervix.c. Uterus yang ruptur.d. Inversio uteri.e. Hematoma pada masa nifas.

Disamping itu, ada faktor – faktor lain yang turut menyebabkan kehilangan darah secara berlebihan kalau terdapat trauma pada jalan lahir. Faktor – faktor ini mencakup:

a. Interval yang lama antara dilakukannya episiotomi dan kelahiran anak.b. Perbaikan episiotomi setelah bayi dilahirkan tanpa semestinya ditunggu terlampau

lama.c. Pembuluh darah yang putus pada puncak episiotomi tidak berhasil dijahit.

Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 9

d. Pemeriksaan inspeksi lupa dikerjakan pada cervix dan vagina bagian atas.e. Kemungkinan terdapatnya beberapa tempat cedera tidak terpikirkan.f. Ketergantungan pada obat – obatan oxytocic yang disertai penundaan terlampau lama

dalam mengeksplorasi uterus

Laserasi derineum, banyak wanita mengalami robekan perineum pada saat melahirkan anak pertama.Pada sekitar separuh dari kasus – kasus tersebut, robekan ini amat luas.Laserasi harus diperbaiki dengan cermat. Penyebab maternal mencakup :

a. Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong (sebab paling sering)b. Pasien tidak mampu berhenti mengejanc. Partus diselesaikan secara tergesa – gesa dengan dorongan fundus yang berlebihan.d. Edema dan kerapuhan pada perineume. Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineumf. Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga menekan

kepala bayi ke arah posterior.g. Peluasan episiotomi

Faktor – faktor janin adalah :

a. Bayi yang besarb. Posisi kepala yang abnormal (presentasi muka dan occipitoposterior)c. Kelahiram bokongd. Ekstraksi forceps yang sukare. Dystocia bahuf. Anomali kongenital, seperti hidrocephalus. (manuaba, 2008)

Penanganan :

- Pasang kateter- Pilih benang jahitan terbaik-

Perdarahan Kehamilan Muda

1. Abortus

A. Pengertian

Abortus (keguguran) adalah penghentian kehamilan sebelum umur 20 minggu kehamilan lengkap.Banyak variabel yang berbeda digunakan untuk abortus dan diperlukan sejumlah definisi.Semua definisi dianggap mengacu pada abortus spontanjika tidak ada keterangan spesifik lainnya. Abortus dini terjadi pada umur kehamilan <12 minggu , abortus lanjut terjadi antara umur 12 dan 20 minggu, abortus

Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 10

imminens, mengacu ke perdarahan intrauterine pada umur <20 minggu kehamilan lengkap dengan atau tanpa kontraksi uterus, tanpa dilatasi serviks dan tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Abortus imminens, hasil kehamilan yang belum vaariabel berada dalam bahaya tetapi kehamilan terus berlanjut. Abortus insipiens adalah perdarahan intrauterine sebelum kehamilan lengkap 20 minggu dengan dilatasi serviks berlanjut tetapi tanpa pengeluaran POC. Pada abortus ini, mungkin terjadi pengeluaran sebagian atau seluruh hasil konsepsi dengan cepat. Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian tetapi tidak semua POC pada umur >20 minggu kehamilan lengkap.Abortus komplit adalah pengeluaran semua POC dengan umur >20 minggu kehamilan lengkap. Jika seluruh hasil konsepsi sudah keluar, rasa sakit berhenti tetapi perdarahan bercak akan menetap selama beberapa hari. Missed abortion adalah kematian embrio atau janin berumur <20 minggu kehamilan lengkap tetapi POC tertahan dalam rahim selama≥8 minggu. Abortus terinfeksi adalah abortus yang disertai infeksi genetalia interna. Aborus sepsis adalah abortus terinfeksi dengan penyebaran bakteri melalui sirkulasi ibu. Abortus habitualis adalah kehilangan 3 atau lebih hasil kehamilam secara spontan yang belum viabel secara berturut-turut.Abortus terindukasi adalah penghentian kehamilan yang disengaja dengan teknik medis atau pembedahan.

B. Etiologi

a) produk komespi yang obnormal meruppakan penyebab terbanyak abortus spontan.

b) Faktor pertumbuhan hasil konsepsi, kelainan, perumbuhan, hasil konsepsi dapat menimbulkan kematian janin dan cacat bawaan yang menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan, gangguan pertumbuhan hasil konsepsi dapat terjadi karna beberapa factor.

c) Kelainan plasenta: infeksi pada plasenta, gangguan pembuluh darah dan hipertensi.

d) Penyakit ibu: penyakit infeksi seperti tifus abdominalis, malaria pneumonia, spilis, anemia dan penyakit menahun seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, DM dan kelainan rahim

e) Makanan ibu tidak menccukupi: bulimia, avitaminosis B atau C

C. Diagnosis Abortus

a) Klinis, dapatkan anamnesis lengkap dan lakukan pemeriksaan fisik umum (termasuk panggul) pada setiap pasien untuk menentukan kemungkinan diperlukannya pemeriksaan laboratorium tertentu atau pemeriksaan lainnya untuk

Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 11

mendeteksi adanya penyakit atau status defisiensi. Secara klasik, gejala-gejala abortus adalah kontraksi uterus (dengan atau tanpa nyeri suprapubik) dan perdarahan vagina pada kehamilan dengan janin yang belum viabel. Perpaduan pemeriksaan fisik dengan gejala-gejala ini memungkinkan penegakkan diagnosis sementara.

b) Pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan ini paling seidkit harus meliputi biakan dan uji kepekaan mukosa serviks atau darah (untuk mengidentifikasi pathogen pada infeksi) dan pemeriksaan darah lengkap. Jika terdapat perdarahan, perlu dilakukan pemeriksaan golongan darah dan pencocokan silang serta panel kougulasi. Analisis genetik bahan abortus dapa menentukan adanya kelainan kromosom sebagai etiologi abortus. Analisis ini seringkali memberikan informasi yang sangat berharga untuk konseling.

c) Diagnosis kematian janin, pemeriksaan kehamilan dengan immunoassay (IA) dan radio immunioassay (RIA) mengidenifikasi hormone-hormon yang dihasilakan oleh trofoblas. Namun, dengan kematian embrio atau janin muda sekalipun, kelompok-kelompok sel trofoblastik tetapa meleka dan dapat hidup untuk sementara waktu.Pada diagnosis klinis abortus insipiens, ultrasonografi kurang berguna disbanding pada kasus aborus immines, ketika ultrasonografi dapat membedakan kehamilan demgan janin hidup atau mati. Jika terdapat gerakan jantung, seperti yang normalnya dapat diamati pada kehamilan <8 minggu ( rata-rata diameter kantong 2,5 cm ), prognosisnya lebih baik.

D. Komplikasi

Perdarahan dan infeksi merupakan penyebab utama kesakitan atau kematian ibu.Meskipun sangat jarang, sekitar tiga per empat kasus koriokarsinoma terjadi setelah abortus.Infertilitas dapat disebabkan oleh oklusi tuba yang meradang setelah abortus terinfeksi.

E. Penatalaksanaan

Harus dilakukan penilaian cepat keadaan hemodinamika pasien (misal, tekanan darah, denyu nadi). Beberapa kasus kritis yang jarang terjadi memerlukan pemantauan hemodinamika. Pada semua kasus kecuali dengan perdarahan minimal (misal, abortus komplit stabil atau abortus imminens dini), perlu dipasang infus. Berikan terapi anti syok, termasuk penggantian cairan dan darah jika diperlukan.

2. Kehamilan Ektopik

A. Pengertian

Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 12

Implantasi ovum yang sudah dibuahi di luar kavum uteri disebut kehamilan ektopik. Kehamilan ektopik biasanya berasal dari keadaan-keadaan yang menunda atau mencegah perjalanan ovum yang sudah dibuahi melewati tuba fallopi. Lebih dari 50% disertai dengan perubahan peradangan tuba(riwayat aau salpingitis).

Kehamilan ektopik merupakan penyebab utama kematian ibu terutama karena perdarahan yang tidak terkendali dan syok (0,1%-0,2% di Amerika Serikat tetapi angka ini lebih tinggi di negara-negara berkembang). Kematian janin padda kehamilan ektopik hampir sama.

Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Patofisiologi terjadinya kehamilan ektopik tersering karena sel telur yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju endometrium tersendat sehingga embrio sudah berkembang sebelum mencapai kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh di luar rongga rahim. Bila kemudian tempat nidasi tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan besarnya buah kehamilan, akan terjadi rupture dan menjadi kehamilan ektopik terganggu. (Hadijanto, 2008)

B. Etiologi

Menurut Sujiyanti (2009) kehamilan ektopik terjadi karena hambatan pada perjalanan sel telur dari indung telur (ovarium) ke rahim (uerus). Dari beberapa sudi fakor risiko yang diperkirakan sebagai penyebab adalah :

a) Infeki saluran telur (salpingitis), dapat menimbulkan gangguan pada motilitas saluran telur.

b) Riwayat operasi tuba.

c) Cacat bawaan pada tuba, seperti tuba sangat panjang.

d) Kehamilan ektopik sebelumnya.

e) Aborsi tuba dan pemakain IUD.

f) Kelainan Zigot yaiu kelainan kromosom.

g) Bekas radang pada tuba menyebabkan perubahan-perubahan pada endosalping, sehingga walaupun fertilisasi dapa terjadi gerakan ovum ke uterus terlambat.

h) Operasi plastic pada tuba.

i) Abortus buatan.

C. Diagnosis

Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 13

Walaupun diagnoanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara dapat diegakkan antara lain dngan melihat :

a) Anamnesis dan Gejala klinis, riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat atau tidak ada perdarahan pervaginam, atau nyeri perut kanan/kiri bawah. Bera aau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.

b) Pemeriksaan fisik,, didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa, adanya tanda-tanda syok hipovolemik yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut yaitu perut tegangan bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen , pemeriksaan ginekologis, pemeriksaan dalam, serviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uterus kanan dan kiri.

D. Komplikasi

Tanpa inervensi bedah, kehamilan ektopik yang ruptur dapat menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa (≥0,1% mengakibatkan kemaian ibu). Infeksi sering terjadi setelah rupture kehamilan ektopik yang terabaikan. Sterilitas atau gagal reproduksi lainnya dapat terjadi setelah atau akibat kehamilan ektopik, pecahnya tuba fallopi, dan komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya.

E. Penatalaksanaan

Penanganan KET pada umumnya adalah loparotomi.Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dengan dan dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan . Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu kondisi penderita, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan uba. Dilakukan pemantauan terhadap kadar hCG (kuantitatif).

Peningkatan kadar hCG yang berlangsung terus-menerus menandakan masih adanya jaringan ektopik dapat pula dengan transfusi, infuse, oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus di rawat inap di rumah sakit. (Sujiyatini dkk, 2009)

3. Mola Hidatidosa

A. Pengertian

Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 14

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai 1 atau 2 cm. Gambar histopatologik yang khas dari mola hidatidosa ialah edema stroma vill, tidak ada pembuluh darah villi/degenerasi hidropik dan proliferasi sel-sel trofoblas. (hadijanto, 2008)

B. Etiologi

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun menurut Rustam (1998) faktor penyebabnya adalah :

a) Faktor ovum yang memang sudah patalogik sehingga mati, tetapi terlamba dikeluarkan.

b) Imunoselektif dari trofoblas.

c) Keadaan sosil ekonomi yang rendah, paritas tinggi.

d) Kekurangan protein.

e) Infeksi virus dan factor kromosomyang belum jelas.

C. Diagnosis

Pada 50% kasus mola hidatidosa terjadi perdarahan yang disertai oleh ekpulsi gelembung mola hidatidosa sehingga diagnosisnya sangat jelas.Pada 50% kasus terjadi perdarahan pada hamil muda sehingga mola diduga abortus iminen.Untuk menegakan diagnosis, gejala ini perlu dikonfirmasikan dengan melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG). Diagnosa mola hidatidosa berdasarkan :

a) Gejala hamil muda yang sangat menonjol :

- Emesisgrafidarum-hipermesis grafidarum

- Terdapat komplikasi : tirotoksikosis (2-5%), hipertensi preeklamsia (10-15%),

Anemia akiba perdarahan, perubahan hemodinamik kardiovaskular (gangguan fungsi jantung dan gangguan fungsi paru akibat edema atau emboli paru).

b) Pemeriksaan palpasi

- Uterus ; lebih besar dari usua kehamilan (50-60%), besarnya sama dengan usia

Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 15

- Kehamilan (20-25%),lebih dari usia kehamilan (5-10%).

-Palpasi lunak seluruhnya: tidak teraba bagian janin, terdapat bentuk asimetris,

bagian menonjol agak padat-mola distruen.

c) Pemeriksaan USG serial tunggal : sudah dapat dipastikan mola hidatidosa tampak seperti TV rusak, tidak terdapat janin, tampak sebagian plasenta normal dan kemungkinan dapat tampak janin.

d) Pemeriksaan laboratorium : beta hCG urin tinggi lebih dari 100.000 mlU/ml, beta hCG serum di atas 40.000 IU/ml.

D. Komplikasi

Mola hidatidosa akan mengalami penyakit berkelanjutan/persisten jika disertai

komplikasi berikut :

a) Eklamsia

b) Perdarahan terlambat

c) Insufisiensi paru

d) Teka (selubung) kista lebih dari 5 cm

e) Bersamaan dengan hamil ganda

f) Uterus lebih besar dari usia kehamilan

g) serum hCG lebih dari 100.000 mIU/ml

h) Umur ibu lebih dari 40 tahun.

E. Penatalaksanaan

Karena mola hidatidosa adalah suatu kehamilan patalogi dan tidak jarang disertai

penyulit yang membahayakan jiwa, pada prinsipnya harus segera dikeluarkan. Terapi

molahidatidosa terdiri dari :

a) Perbaikan keadaan umum: koreksi dehidrasi, transfuse darah bila ada anemia (Hb 8 gr% atau kurang) dan juga untuk memperbaiki syok, bila ada gejala preeklamsi dan hipermesis gravidarum diobati sesuai protocol penanganannya bila ada gejala-gejala tirotoksikosis dikonsul ke bagian penyakit dalam.

Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 16

b) Pengeluaran jaringan mola dengan cara kuretase dan histerektomi.

Perdarahan Kehamilan Lanjut

4. Plasenta Previa

A. Pengertian

Plaasenta previa terjadi jika plasenta tumbuh di tempat yang rendah, di daerah penipisan-pembukaan pada segmen bawah rahim.Karena itu, plasenta terletak lebh rendah dari janin (mendahului letak janin) dan dapat menghalangi kelahiran pervaginam.Plasenta previa merupakan komplikasi pada 1:200-1:250 kehamilan yang berlanjut melebihi minggu ke-28.

Menurut jenisnya, plasenta previa terbagi atas : plasenta previa totalis yang merupakan plasenta menutupi ostium internum seluruhnya pada pembukaan 4 cm. Plasenta sentralis adalah salah satu bentuk penutupan yang sentral plasenta sesuai atau identik dengan garis tengah ostium uteri internium. Plasenta previa lateralis bila menutupi ostium uteri internum sebagian pada pembukaan 4 cm. plasenta previa marginalis, bila tepi plasenta berada pada tepi ostium uteri internum pada pembukaan 4 cm.

Perdarahan pervaginam tanpa rasa sakit merupakan keluhan ysng dijumpai pada plasenta previa. Presentasi bokong atau presentasi abnormal sering terjadi karena plasenta yang terletak di depan menugab ruang dalam rahim yang biasanya tersedia.

B. Etiologi

Menurut Fouz & Ananth (2003) fakto risiko timbulnya plasenta previa belum diketahui secara pasti namun dari beberapa penelitian dilaporkan bahwaa frekuensi plasenta previa tertinggi terjadi pada ibu yang berusia lanjut, multipara, riwayat seksio sesareadan aborsi sebelumnya serta gaya hidup yang juga dapat mempengaruhi peningkatan resiko timbulnya plasenta previa.

Menurut penelitian Wardana (2007) yang menjadi faktor resiko plasenta previa adalah :

a) Resiko plasenta previa pada wanita dengan umur 35 tahun, 2 kali lebih besar dibandingkan dengan umur <35 tahun

b) Resiko plasenta previa pada wanita dengan riwayat abortus $ kali lebih beresiko disbanding dengan tanpa riawayat.

Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 17

c) Resiko plasenta previa pada multigravida 1,3 kali lebih besar dibandingkan primigravida.

d) Riwayat seksio sesarea tidak ditemukan sebagai factor resiko terjadinya plasenta previa.

Menurut Chalik (2008), yang menjadi penyebab implantasinya blastokis pada segmen bawah rahim belum diketahui secara pasti. Namun teori lain mengemukakan bahwa yang menjadi salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, yang munkin terjadi karena proses radang maupun atropi.

C. Diagnosis

Dasar diagnosis gangguan ini adalah meliputi adanya perdaraha tanpa rasa sakit, keadaan umum setelah perdarahan bergantung pada keadaan umum setelah perdarahan bergantung pada keadaan umum sebelumnya, jumlah, kecepatan, dan lamanya perdarahan serta menimbulkan gejala kilnis pada ibu dan janin perut ibu lemas sehingga mudah meraba bagian terendah, terdapat kelainan letak atau bagian terendah belum masuk PAP.

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu diagnosis plasenta previa.Namun, pemeriksaan darah misalnya hemoglobin, hematokisit, harus dilakukan secara berkala karena perdarahan dan ancaman anemia. Pasien harus diperiksa golongan darahnya dan dicocokan dengan darah yang tersedia. Pasien dilakukan dengan rontgen dan radioisotope untuk menentukan letak plasenta sudah ditinggalkan karena ada pemeriksaan ultrasonografi yang lebih aman dan lebih akurat.

Ultrasonografi merupakan modalitas pilihan unutk mendiagnosis plasenta previa.

D. Komplikasi

a) Ibu, perdarahan dan syok dapat terjadi setelah pemeriksaan yang menimbulkan rasa sakit sebagai pengganti ultrasonografi. Pada sebagian besar kasus, mungkin terjadi pelepasan premature ringan sebagian plasenta yng menutupi ostium.Plasentitis setempat juga dapat terjadi di tempat ini.Jarang terjadi sepsis uteri sebelum persalinan, tetapi endometritis pascapartum sering merupakan komplikasi plasenta previa.

b) Janin, persalinan premature terjadi pada kira-kira 60% bayi dari ibu dengan plasenta previa dan merupakan penyebab utama komplikasi pada neonatus. Selain perdarahan dini atau kronis, perdarahan akut pada janin dapat terjadi selama seksio sesarea jika plasenta previa anterior robek. Masuk melalui bagian bawah atau atas plasenta, seperti yang ditujukan oleh ultrasonografi, akan memperkecil

Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 18

resiko. Namun kehilangan darah pada janin berbanding langsung dengan waktu antara laserasi kotiledon dan pengklemen tali pusat.

E. Penatalaksanaan

Dalam skema menghadapi plasenta previa dapat dilakukan tindakan oleh bidan yang menghadapinya dengan cara berikut :

a) Pasang infuse dengan cairan pengganti (cholret, laktat ringer, glukosa ringer).

b) Jangan melakukan pemriksaan dalam karena akan berakibat perdarahan bertambah banyak.

c) Segera melakukan tindakan rujukan ke rumah sakit dengan fasilitas yang cukup untuk tindakan opersi dan sebagainya.

Di samping itu bila terpaksa melakukan persalinan pada janin dalam keadaan prematuritas maka diperlukan asuhan neonatus di unit perawatan insentif.Dalam kasus yang sangat istimewa, misalnya prematuritas, dan setelah dilakukan pemeriksaan dalam di kamar operasi ternyata ditemukan plasenta previa marginalis, dapat dilakukan terapi “memecah ketuban” untuk menghentikan perdarahan.

Tekanan bagian terendah janin akan menekan plasenta previa sehingga perdarahan berhenti. Dalam hal ini seolah-olah janin dikorbankan karena memang keadaanya sangat inferior sehingga kehidupan dapat dipastikan tidak terlalu lama.Tujuannya untuk menyelamatkan jiwa ibunya dari morbiditas serta mortalitas yang lebih tinggi.

5.Salusio Plasenta

A. Pengertian

Salusio plasenta didefinisikan sebagai pelepasan plasenta dari tempat implantasi normal sebelum kelahiran janin. Terjadi pada 1:86 sampai 1:206 kehamilan lanjut, tergantung kriteria diagnosis yang digunakan dan menyebabkan kira-kira 30% dari semua perdarahan antepartum lanjut. Sakitar 50% salusio terjadi sebelum persalinan tetapi 10%-15% tidak terdiagnosis sebelum kala dua persalinan.

Salusio plasenta terbagi atas :

a) Salusio plasenta ringan, perdarahannya kurang dari 500 cc dengan lepasnya plasenta kurang dari seperlima bagian. Perut ibu masih lemas sehingga bagian janin mudah diraba.Tanda gawat janin belum tampak dan terdapat perdarahan hitam pervaginam.

Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 19

b) Salusio plasenta sedang, lepasnya plasenta antara seperempat sampai dua pertiga bagian dengan perdarahan sekitar 1000cc. Perut ibu mulai tegang dan bagian janin sulit diraba. Janin sudah mengalami gawat janin berat sampai IUFD.Pemeriksaan dalam menunjukan ketuban tegang.Tanda persalinan telah ada dan dapat berlangsung cepat sekitar 2 jam.

c) Salusio plasenta berat, lepasnya plasenta sudah melebihi dua pertiga bagian. Perut nyeri dan tegang dan bagian janin sulit diraba, perut seperti papan.Janin sudah mengalami gawat janin berat sampai IUFD.Pemeriksaan dalam ditemukan ketuban tampak tegang.Darah dapat masuk otot rahim, uterus couvelarie yang menyebabkan atonia uteri serta perdarahan pascapartum.Terdapat gangguan pembekuan darah fibrinogen kurang dari 100-150 mg%.Pada saat ini gangguan ginjal sudah mulai tampak.

B. Etiologi

Penyebab pasti lepasnya plasenta biasanya tidak diketahui meskipun ada

sejumlah perdisposisi umum. Adanya riwayat pelepasan premature plasenta sebelumnya mempunyai angka kekambuhan 10%-17% : setelah dua kali pelepasan premature sebelumnya, insidennya menjadi >20%. Kehamilan dengan hipertensi mempunyai insiden solusioa plasenta sebesar 2,5%-17,9%. Namun, dari kasus-kasus yang cukup berat untuk menyebabkan kematian janin, kira-kira 50% terkait dengan hipertensi dalam kehamilan (separuh terkait dengan hipertensi kronis dan separuh terkait dengan hipertensi dipicu kehamilan). Perdisposisi pelepasan plasenta lainnya yang sering adalah merokok, penegangan uterus berlebihan (misalnya: kehamilan multiple, hidromnion), penykit vascular (misalnya :diabetesmelitus, kelainan kolagen), anemia hemolitik mikroangiopati dan anomaly atau tumor uterus. Terdapat penyebab yang memicu langsung (misalnya: versi luka kecelakaan mobil dan kecelakaan lainnya), pengurangan cairan mendadak cairan amnion atau tali pusat yang pendek.

6. Ruptur uteri

A. Pengertian

Ruptur uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya daya regangan moimetrium uteri.

a) Angka kematiannya yang tinggi.

b) Janin pada rupture uteri (di luar RS) sudah dapat dipastikan meninggal dalam kavum abdomen.

Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 20

c) Persalinan masih banyak ditolong oleh dukun. Dukun sbagian besar belum mengetahui mekanisme persalinan yang benar, sehingga kemacetan proses persalinan dilakukan dengan dorongan pada fundus uteri.

B. Etiologi

Disporsi janin dan panggul partus macet atau traumatic :

a) Ruptur jaringan parut uterus

- jaringan parut seksio sesarea

- riwayat kuretase atau perforasi uterus

- trauma abdomen

b) Persalinan yang terhambat akibat disproporsi cephalopelvik

c) Stimulasi yang berlebihan pada uterus pada induksi persalinan .

C. Diagnosis

D. Komplikasi

- Infeksi

- Kerusakan ureter

- Emboli cairan amnion

- DIC

- Kematian maternal

- Kematian perinatal

E. Penatalaksanaan

Pada kasus rupture uteri harus dilakukan tindakan segera. Jiwaa wanita yang mengalami rupture uteri paling sering tergantung dari kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi keadaan hipovolemik dan mengendalikan perdarahan. Perlu ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat sebelum perdarahan arteri dapat dapat dikendalikan, karena itu dengan adanya alasan ini, keterlambatan dalam tindakan pembelahan tidak bisa diterima. Sebaliknya darah harus ditransfusi dengan cepat an seksio sesarea atau laparitomi segera dimulai. Malahan penderita hendaknya dirawat 3 minggu sebelum jadwal persalinan.Dapat dipetimbangkan

Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 21

juga untuk melakukan seksio sesarea sebelum jadwal persalinan dimulai, asal kehamilannya benar-benar lebih dari 37 minggu.

Apabila sudah terjadi rupture uteri, tindakan yang terbaik adalah laparitomi. Janin dikeluarkan lebih dahulu dengaan atau tanpa pembukaan uterus (hal yang terakhir ini jika jaanin sudah tidak di dalam uterus lagi), kemudian dilakukan histerektomi.Janin tidak dilahirkan pervaginam, kecuali janin masih terdapat seluruhnya dalam uterus dengan kepala sudah turun jauh dari alam jalan lahir dan ada keraguan terhadap diagnosis rupture uteri.Dalam hal ini, setelah janin dilahirkan perlu diperiksa dengan satu tangan dalam uterus apakah ada rupture uteri. Pada umumnya pada rupture uteri tidak dilakukan penjahitan luka dalam usaha untuk mempertahankan uterus. Hanya dalam keadaan yang sangat istimewa hal ini dilakukan : dua syarat dalam hal ini harus dipenuhi, yakni pinggir luka harus rata seperti pada rupture parut bekas seksio sesarea, dan tidak ada tanda-tanda infeksi. Pengobatanuntuk menerangi syok dan infeksi sangat penting dalam penanganan penderita dengan rupture uteri.

Pada kasus-kasus yang perdarahannya hebat, tindakan kompresi aorta dapat membantu mengurangi perdarahan.Pemberian oksitosin intravena dapat mencetuskan kontraksi miometrium, dan selanjutnya vasokonstriksi sehingga mengurangi perdarahan.

D. Diagnosis

Tanda dan gejala bervariasi dan dapat diperkirakan berdasarkan besarnya masalahnya.Namun, gejala salusio plasenta yang umumnya adalah perdarahan pervaginam berwarna merah gelap (80%), iritabilitas uteri (duapertiga).Kesalahaan diagnosis persalinan premature kira-kira 20%.Gawat janin pada >50% kasus.

Karena adanya faktor-faktor pelindung pada ibu hamil yang sehat, mungkin sudah terjadi anemia.Karena itu, pada saluioa plasenta, jumlah perdarahan seringkali jauh melebihi derajat anemia.Apapun darah perifer mungkin menunjukan skistosit (mendukung ke koagulasi intravascular disemanata, DIC).Penurunan jumlah trombosit dan depresi fibrinogen umum terjadi pada kasus-kasus yang lebih berat. Pada DIC, aka nada peningkatan kadar produksi pemecahan fibrin. Dasar diagnosis adalah dengan anamnesis untuk mengetahui adanya trauma langsung atau prdarahan disertai rasa sakit. Selain itu, dilakukan pemeriksaan fisik melalui palpasi (abdomen terdapat ketegangan ringan sampai berat bagian janin masih dapat diraba sampai sulit ditentukan), denyut jantung janin (masih baik sampai terjadi kematian interuterin), pemeriksaan dalam (ketuban tegang terdapat darah), dengan USG (plasenta lepas dari implantasinya).

E Penatalaksanaan

Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 22

Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi kondisi ini adalah menghindari gangguan pembekuan darah dengan transfusi darah dan pemberian fibrinogen julah cukup.Solusio plasenta ringan dan sedang diupayakan melaakukan seksio sesarea untuk menyelamatkan ibu dan janinya. Sedangkan untuk seksio plasenta berat dilakukan persalinan dalam waktu singkat 6 jam, menghindari perdarahan karena atonia uteri. Bila terjadi gangguan kontraksi oto rahim dilakukan histerektomi. Tindakan lainnya meliputi menghindari infeksi dengan pemberian antibiotik.

DAFTAR PUSTAKA

Heller, Luz. 1986. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri. Jakarta; EGC

Manuaba, Chandranita Ayu Ida. 2008. Gawat-Darurat Obstetri-Ginrkologi & Obstetri-Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta; EGC

Achadiat, Chrisdiono M. 2004. Prosedur Tetap Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta;

EGC

Asuhan Kebidanan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Page 23