wajah baru kota ubah cara pandang nbigcms.bisnis.com/file-data/1/2265/68f718f9_des17...ti jenis...

1

Upload: nguyencong

Post on 02-Mar-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

IKM 19Kontan Kamis, 29 Maret 2018

nSENTRA nBISNIS UKM

Kampung Wisata Betawi Setu Babakan, Jakarta Selatan (Bagian 3)

Wajah Baru Kota Ubah Cara Pandang

PERKEMBANGAN kehidup-an sekitar Setu Babakan,

Kelurahan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan mengubah cara berpikir warga setem-pat. Para orang tua mulai mendorong anak-anaknya untuk mendapatkan pendi-dikan tinggi. Alhasil, banyak warga yang kini menjadi pegawai, dokter, konsultan, sampai arsitek.

Namun, pendidikan tinggi tak membuat mereka lupa budaya Betawi. Sanggar tari masih aktif sampai sekarang. Begitu juga, tempat untuk belajar silat dan berpantun. Pertunjukan rutin pun selalu terselenggara. Saat menje-lang ulang tahun Jakarta, order naik pentas juga membanjir dari pengelola hotel maupun pusat belanja.

Disisi lain, ada juga adat yang mulai hilang atau digantikan dengan gaya baru. Misalnya, seperti kebo andilan yaitu memotong kerbau hasil iuran warga

menjelang hari raya Idul Fitri. "Sekarang makan daging hampir setiap hari jadi adat ini sudah tidak lagi dilaku-kan," jelas Indra Sutisna, Kepala Pengelola Setu Babakan.

Adat tenongan yang ada dalam acara pernikahan kini digantikan dengan roti buaya. Indra menjelaskan budaya roti buaya merupakan adat Betawi tengah yang kini mulai banyak dilakukan oleh warga di Kampung Betawi Setu Babakan.

Sekadar informasi, rumah bergaya betawi dan aktivitas budaya yang ada disana merupakan usaha reka cipta. Indra mengakui tidak mudah untuk merealisasikann usaha tersebut hingga seperti sekarang.

Pasalnya, terdapat bebera-pa warga yang tidak mau untuk membangun rumah dengan gaya betawi dengan

alasan biaya perawatan cukup mahal. Atau, menggan-ti jenis tanaman mereka dari pohon jamblang, bintaro, cimpedak dengan pohon lainnya seperti alpukat atau lainnya.

Dia mengatakan, pendekat-an secara personal lebih banyak dilakukan untuk mengajak warga bersama-sama mendukung proyek pemerintah. Minimal, para warga tetap menjaga perilaku yakni saling menyapa, ramah kepada siapapun, serta tidak membeda-bedakan.

Laki-laki asal Setu Babakan ini menjelaskan, proyek ini merupakan program jangka panjang dengan target pembangunan sekitar 20 tahun. Saat ini, progres pembangunannya proyek tersebut baru sepatonya atau ampai 50%.

Nantinya, di Setu Babakan juga bakal ada ruang yang

dijadikan pusat edukasi dengan membuat replika properti serta aneka ragam tanaman khas ibu kota.

Selain itu, dia berharap kedepan banyak pihak swasta seperti perhotelan yang menjalin kerjasama atau melakukan aksi corporate social responsibility di lokasi ini. Tujuannya, agar warga mendapatkan ilmu tentang membuat home stay dan tata cara pengelolaan tamu saat bertandang.

Hal ini dibutuhkan karena sampai sekarang belum ada warga yang mampu membuat penginapan di kawasan wisata tersebut. Padahal, tidak sedikit wisatawan dalam dan luar negeri yang ingin tinggal di sana untuk menikmati kawasan itu. Agar asyik, mereka ingin tinggal di rumah penduduk. n

(Bersambung)

Perkembangan

ibukota ikut

mengubah cara

pandang warga Kampung

Betawi Setu Babakan.

Pendidikan menjadi

tonggak penting bagi

warganya. Namun,

mereka tetap menjun-

jung budaya Betawi,

sehingga pertunjukkan

budaya tetap rutin

terselenggara untuk

menangkap pontesi

wisata yang kian besar.

Tri Sulistiowati

ANTARA/Saptono

Saat ini, progres pembangunannya baru sampai 50%.

MEMBANGUN bisnis tak selalu dengan modal besar. Berbekal uang senilai Rp 30.000, Umi Kulsum merintis bisnis putu belanda.

Namun, selain uang, modal Umi lainnya adalah ketram-pilan dalam bidang kuliner. Alhasil, perempuan yang sering disapa Eden ini cukup lihai mengeksplorasi dan memodifikasi resep hingga sesuai dengan selera lokal.

Selain uji coba resep sendiri, perempuan yang lebih akrab disapa Eden ini juga sering berkonsultasi dengan ahli kuliner profesio-nal. Asal tahu saja, komunitas Pahlawan Ekonomi yang diikutinya cukup membantu-nya dalam memulai usaha. "Karena saya orangnya kurang percaya diri, meski banyak teman yang bilang putu belanda ini enak, buat saya tetap kurang enak," katanya.

Sampai pada akhirnya, sekitar tahun 2013, Pemkot Surabaya memintanya untuk membuat gift makanan untuk

para tamu yang berkunjung dari dalam dan luar kota. Sejak saat itu, Eden pun mulai percaya diri membuka gerai putu belanda.

Munculnya kue aneka rasa atau yang lebih banyak disebut kue kekinian, mendorong Eden berkreasi, Ia meluncurkan rasa red velvet dan daun semanggi. Bila rasa red velvet dia pilih lantaran sedang booming, sementara daun semanggi merupakan tanaman khas Kota Surabaya.

Untuk eksplorasi rasa ini, Eden hanya butuh waktu persiapan sekitar tiga bulan. Ia juga membuat sendiri serbuk daun semanggi yang digunakan untuk campuran kuenya.

Meski sudah dikenal, dalam perjalanannya, Eden tetap harus bekerja keras untuk mengedukasi pasar-nya. Sebab, meski putu sudah lazim, putu belanda bikinan-nya kerap dianggap sebagai kue jenis baru. Tidak pelit mengirimkan produk kepada teman-temannya menjadi jurus utamanya.

Selain itu, ajang pameran juga menjadi tempatnya membentuk pasar. Dari kabar yang tersampaikan dari mulut ke mulut, putu belanda Smakelij ini mulai diburu konsumen. Lantas, pesanan pun mulai berdatangan. .

Kendala awal yang dihada-pinya adalah sulitnya mengajak dan meyakinkan pasar untuk menjadikan putu belanda sebagai salah satu oleh-oleh khas Surabaya. "Kalau sudah punya pilihan, mereka tidak mau icip-icip makanan lain," kata dia. n

(Bersambung)

Umi Kulsum Bangun Usaha dengan Modal Rp 30.000

Bermodal uang

Rp 30.000, kete-

rampilan serta

kreativitas, Umi Kulsum

mulai merintis bisnis.

Sebagai pioner, dia harus

kerja keras membangun

pasar. Kini, upayanya

berhasil dan putu belan-

da jadi pilihan oleh-oleh

dari Surabaya.

Profil: Umi Kulsum (Bagian 2)

Tri Sulistiowati

Pendekatan secara personal dilakukan untuk

mengajak warga dukung proyek pemerintah.

Indra Sutisna, Kepala Pengelola Kampung Wisata Setu Babakan

KEDAI-KEDAI kopi lokal ini banyak bermunculan di sepanjang Pulau Jawa. Sepertinya, para petani memang ingin mempopuler-kan kopi Tanah Jawa yang punya citarasa khas. Gaung kopi Jawa memang tidak setenar kopi dari daerah lainnya, seperti kopi asal Aceh. Meski begitu, rasanya yang unik membuat kopi Jawa punya ciri khasnya.

Kualitasnya yang premium juga mengundang banyak penggemar kopi untuk kembali datang dan mencici-pi kenikmatan kopi di kedai tradisional. Danang Aji, pemilik Suwondo Coffee asal Temanggung, Jawa Tengah menilai, kopi dari Pulau Jawa akan terus diburu karena mempunyai karakter yang berbeda. Ada yang punya aroma tembakau atau memiliki campuran rasa kayu manis.

Dia mengatakan, tidak sedikit konsumennya dari luar dan dalam negeri memesan lagi kopinya (repeat order) hingga lebih dari dua kali. Meski begitu, Danang tetap rajin mengedu-kasi konsumen untuk memperluas pasar, sekaligus mempertahankan bisnisnya agar terus berkembang.

Laki-laki berusia 38 tahun ini memilih ajang pameran berskala nasional dan internasional untuk menge-dukasi pasar. Karena, lewat pameran dia dapat berkomu-nikasi langsung dan memberi penjelasan kepada konsu-men.

Setelah menggenggam banyak pelanggan, salah satu konsumen pun memberi

masukan pada Danang untuk menambahkan merek pada produknya. Alhasil, pasar pun bisa menandai kopi olahan Danang tersebut.

Maklum, sebelumnya, dia hanya menjadi suplayer kopi yang memasok untuk pelanggannya yang berada dibeberapa daerah seperti Bali, Kalimantan, dan lainnya. "Adanya mereka juga membuat saya konsisten dalam menjaga mutu dan kualitas biji kopi," katanya.

Usaha ini sudah dibesutnya sejak tahun 2017. Setelah pasarnya kian luas, Danang juga tidak menemui kendala dalam bisnis kopi. Demikian juga soal persaingan, dia menganggap angin persaing-an belum bertiup kencang.

Sama seperti Danang, Erwin Wiharna, petani kopi sekaligus pemilik usaha Kopi Bakar SariBhumi asal Sukabumi, Jawa Barat ini menilai potensi kopi Jawa masih tetap bagus sampai kapan pun.

Dia pun juga setuju bila edukasi pasar harus tetap dilakukan meski penjualan sudah tinggi. Agar gaung kopi Jawa sama tingginya dengan kopi-kopi lainnya.

Lainnya, kendala yang dirasakan oleh bapak satu anak ini adalah harga kopi lokal miliknya masih kalah bersaing dengan produk kopi pabrikan. Alhasil, kebanyak-an masyarakat sekitar lebih memilih produk yang lebih terjangkau harganya.

"Orang Jawa sudah terbiasa mengkonsumsi kopi instan produksi pabrik, ini yang jadi masalah untuk kami," katanya. Kedepan, dia

berharap pasar lebih percaya dan mau beralih mengkon-sumsi kopi lokal yang berasal dari wilayahnya. n

(Selesai)

Dok.Suwondo Coffee

Lewat pameran Danang Aji dapat berkomunikasi langsung dan memberi penjelasan kepada konsumen.

Citarasa Kopi Yang Khas Bikin Pengunjung Ketagihan

Kopi lokal, khusus-

nya yang berasal

dari Pulau Jawa

punya citarasa yang

khas. Maklum, pohon

kopi seringkali ditanam

dekat atau diteduhi oleh

pohon-pohon lainnya.

Sehingga ada aroma

yang muncul pada buah

kopi, seperti aroma kayu

manis, tembakau dan

lainnya. Keunikan inilah

yang membuat kopi

Jawa kian banyak dige-

mari dan pasarnya terus

meluas.

Bisnis Kopi Lokal (Bagian 2)

Tri Sulistiowati

Zainudin
Typewriter
29 Maret 2018, Kontan | Hal.19