vol. v, edisi 05, april...

16
Vol. V, Edisi 05, April 2020 Menakar Rencana Kebijakan Pajak Karbon p. 8 ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Dibalik Tambahan Anggaran Belanja & Pembiayaan Pemerintah dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 p. 12 Revisi Regulasi Impor Limbah Non-B3 & Dampaknya Bagi Industri p. 3

Upload: others

Post on 07-Jul-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Vol. V, Edisi 05, April 2020berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public-file/buletin-apb… · billet, slab, dan iron/steel cast (Kemenperin, 2014). Dalam laporannya, Kemenperin

Vol. V, Edisi 05, April 2020

Menakar Rencana Kebijakan Pajak Karbon

p. 8

ISO 9001:2015Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685

Dibalik Tambahan Anggaran Belanja & Pembiayaan

Pemerintah dalam Rangka Percepatan Penanganan

Covid-19p. 12

Revisi Regulasi Impor Limbah Non-B3 & Dampaknya Bagi

Industri p. 3

Page 2: Vol. V, Edisi 05, April 2020berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public-file/buletin-apb… · billet, slab, dan iron/steel cast (Kemenperin, 2014). Dalam laporannya, Kemenperin

2 Buletin APBN Vol. V. Ed. 05, April 2020

Terbitan ini dapat diunduh di halaman website www.puskajianggaran.dpr.go.id

Pembangunan Indonesia melalui anggaran Pendapatan dan belanja negara (aPbn) mempunyai keterbatasan dalam hal dana yang tersedia untuk membiayai program pemerintah dan juga pembangunan infrastruktur. Pajak karbon merupakan salah satu cara untuk membantu mengurangi emisi karbon dan berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi. namun, mayoritas negara-negara industri yang paling banyak berkontribusi terhadap efek rumah kaca atau kerusakan iklim dan lingkungan global, tidak menerapkan aturan pajak karbon ini.

Dalam menangani Covid-19, pemerintah telah mengeluarkan Perppu no. 1/ 2020. Dalam Perppu tersebut disebutkan bahwa peningkatan anggaran belanja perlu dilakukan dan difokuskan untuk sektor kesehatan, jaring pengaman sosial (social safety net) serta pemulihan perekonomian termasuk untuk dunia usaha dan masyarakat terdampak. langkah pemerintah dalam meningkatkan alokasi anggaran belanja dan pembiayaan negara untuk penanganan Covid-19 patut diapresiasi, namun ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan oleh pemerintah, mulai dari alokasi tambahan anggaran kesehatan, efektivitas pendistribusian bansos untuk sektor jaring pengaman sosial sampai dengan percepatan pembuatan peraturan pelaksanaan terkait anggaran program pembiayaan pemulihan ekonomi nasional untuk percepatan penanganan Covid-19 di Indonesia.

Kritik/Saran

http://puskajianggaran.dpr.go.id/kontak

Dewan RedaksiRedaktur

Dwi Resti PratiwiRatna Christianingrum

Martha CarolinaAdhi Prasetio SW.

EditorAde Nurul Aida

Marihot Nasution

InDusTrI baja dan industri kertas melakukan impor limbah non b-3 yg diatur melalui regulasi impor limbah non-b3 untuk memenuhi kebutuhan bahan baku. adanya kasus penyelundupan limbah b3 yang kerap terjadi dan celah pada terminologi mendasari revisi regulasi impor limbah non-b3 menjadi Permendag no. 92/2019. Dalam pelaksanaannya, revisi regulasi tersebut berdampak pada industri khususnya industri baja dan industri kertas sebagai akibat adanya ketentuan-ketentuan yang berubah, pendeknya masa transisi, serta kurangnya sosialisasi.

Penanggung JawabDr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E.,

M.Si.Pemimpin Redaksi

Slamet Widodo

Revisi Regulasi Impor Limbah Non-B3 & Dampaknya Bagi Industri p.3

Menakar Rencana Kebijakan Pajak Karbonp.8

Dibalik Tambahan Anggaran Belanja & Pembiayaan Pemerintah dalam Rangka

Percepatan Penanganan Covid-19p.12

Page 3: Vol. V, Edisi 05, April 2020berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public-file/buletin-apb… · billet, slab, dan iron/steel cast (Kemenperin, 2014). Dalam laporannya, Kemenperin

3Buletin APBN Vol. V. Ed. 05, April 2020

Revisi Regulasi Impor Limbah Non-B3 & Dampaknya Bagi Industri

oleh Dwi Resti Pratiwi*)Emillia Octavia**)

Dalam 5 tahun terakhir industri pengolahan telah mendorong perekonomian nasional dengan

porsi PDB sebesar rata-rata 20,31 persen dari PDB nasional. Sebagai bagian dari industri pengolahan, industri baja dan industri kertas telah berkontribusi terhadap PDB nasional dengan nilai rata-rata masing-masing sebesar Rp98,02 triliun dan Rp95,01 trilum dalam 5 tahun terakhir (BPS, 2020). Meskipun demikian, industri baja dan industri kertas tidak terlepas dari permasalahan kurangnya pasokan bahan baku. Permasalahan terkait pemenuhan bahan baku tersebut juga menjadi salah satu isu strategis dalam peningkatan kinerja sektor industri pengolahan nonmigas (Kementerian Perindustrian, 2020). Menurut Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia, dari total kebutuhan scrap nasional, hanya 30 persen yang dapat dipenuhi dari dalam negeri, sedangkan sisanya masih mengandalkan impor. Scrap baja merupakan bahan baku dalam industri baja hulu yang digunakan bersama dengan produk turunan bijih besi (sponge iron) dalam menghasilkan

produk baja kasar mencakup bloom, billet, slab, dan iron/steel cast (Kemenperin, 2014). Dalam laporannya, Kemenperin menyebutkan bahwa pada tahun 2020 sampai 2025 diproyeksikan kebutuhan scrap baja dalam negeri rata-rata hanya mampu untuk memenuhi konsumsi baja nasional sebesar 15,6 persen.

Sulitnya mendapatkan bahan baku untuk produksi juga dirasakan industri kertas. Kertas bekas merupakan salah satu bahan baku selain pulp dalam pembuatan kertas. Kapasitas kertas bekas domestik hanya mampu memenuhi 20 persen dari kebutuhan produksi sedangkan 80 persen sisanya masih harus dipenuhi dari impor. Kuantitas rata-rata kertas bekas di Indonesia berkisar 32-35 kg/kapita/tahun, jauh tertinggal dari rata-rata negara ASEAN dan negara maju lainnya. Hal ini disebabkan oleh keberadaan kertas bekas yang telah tersebar dan belum memadainya upaya pengumpulan sampah kertas bekas daur ulang di Indonesia. Kondisi tersebut diperparah dengan tidak adanya sistem pemilahan sampah yang baik sehingga

AbstrakIndustri baja dan industri kertas melakukan impor limbah non b-3 yg diatur

melalui regulasi impor limbah non-b3 untuk memenuhi kebutuhan bahan baku. adanya kasus penyelundupan limbah b3 yang kerap terjadi dan celah pada terminologi mendasari revisi regulasi impor limbah non-b3 menjadi Permendag no. 92/2019. Dalam pelaksanaannya, revisi regulasi tersebut berdampak pada industri khususnya industri baja dan industri kertas sebagai akibat adanya ketentuan-ketentuan yang berubah, pendeknya masa transisi, serta kurangnya sosialisasi. untuk mengatasi dampak dari perubahan regulasi diperlukan langkah-langkah antara lain mempercepat relaksasi kebijakan impurities, melakukan sosialisasi kepada industri, memastikan adanya koordinasi antar instansi dan pengawasan impor, serta membenahi sistem pengelolaan sampah.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

makroekonomi

Page 4: Vol. V, Edisi 05, April 2020berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public-file/buletin-apb… · billet, slab, dan iron/steel cast (Kemenperin, 2014). Dalam laporannya, Kemenperin

4 Buletin APBN Vol. V. Ed. 05, April 2020

produksi kertas bekas daur ulang menjadi semakin sulit dilakukan (Kontan, 2020).

Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku tersebut yang merupakan bagian dari limbah non-B3, maka diperlukan impor bahan baku. Hal tersebut mendasari lahirnya regulasi impor limbah non-B3. Regulasi impor limbah non-B3 telah mengalami beberapa perubahan. Yang terakhir, ketentuan impor limbah non-B3 Permendag No. 31/2016 direvisi menjadi Permendag No. 84/2019 dan kemudian diubah menjadi Permendag No. 92/2019. Revisi ketentuan tersebut didasari atas terjadinya kasus penyelundupan limbah B3 yang masih kerap terjadi dan adanya celah pada beberapa terminologi. Namun dalam pelaksanaannya, revisi regulasi menghadapi beberapa tantangan yang berdampak pada sektor industri.

Perubahan RegulasiMenurut data BPS, impor limbah non-B3 meningkat dalam tiga tahun terakhir dengan kenaikan terbesar terjadi di tahun 2018 sekitar 43,9 persen. Namun dalam impor limbah non-B3 tersebut tidak luput dari kasus penyeludupan limbah B3. Di tahun 2016, 40 kontainer yang terkontaminasi B3 dipulangkan (Media Indonesia, 2019). Pada bulan Juli 2019 di Batam, diantara 65 kontainer impor scrap plastik yang berasal dari Amerika, ditemukan adanya 38 kontainer yang mengandung B3 (Liputan6.com, 2019). Penyelundupan limbah B3 juga terjadi pada bulan Oktober 2019, dimana sejumlah 2.194 kontainer berisi limbah B3 ditemukan di Pelabuhan Tanjung Perak, Pelabuhan Tanjung Priok, dan Pelabuhan Tanjung Emas (IEC, 2019). Terjadinya penyelundupan limbah B3 tersebut dikarenakan adanya celah pada terminologi dalam Permendag

Sumber: Kemendag, diolah

Gambar 1. Perubahan Regulasi Impor Limbah Non-B3

Page 5: Vol. V, Edisi 05, April 2020berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public-file/buletin-apb… · billet, slab, dan iron/steel cast (Kemenperin, 2014). Dalam laporannya, Kemenperin

5Buletin APBN Vol. V. Ed. 05, April 2020

persen dari pengotor atau impurities1 sehingga sulit untuk dipenuhi. Scrap baja biasanya berasal dari blok mesin ataupun dari bekas alat berat sehingga sulit untuk didapatkan dalam kondisi bersih sempurna (Kompas.id, 2019). Di samping itu, dalam proses produksi yang menggunakan suhu tinggi diperkirakan pengotor akan habis terbakar. Kriteria terkait impurities tersebut juga tidak sesuai dengan standar internasional dimana standar impurities yang digunakan oleh Institute of Scrap Recycling Industries (ISRI) dan Uni Eropa sebesar 2 persen. Terkait ketentuan impurities, pemerintah berencana akan melakukan relaksasi, namun sampai saat ini belum ada ketentuan tertulis yang mengatur tentang relaksasi tersebut. Adanya ketentuan tersebut membuat industri sulit mendapatkan bahan baku khususnya bagi industri besi baja dan industri kertas dimana selama ini mendominasi impor limbah non-B3 dengan porsi masing-masing sebesar 51,3 persen dan 43,1 persen. Kesulitan memenuhi ketentuan dalam regulasi membuat eksportir enggan menjual barangnya ke Indonesia dan lebih memilih untuk mengekspor ke negara lainnya. Kesempatan ini menguntungkan pesaing dari negara lain seperti Malaysia, Vietnam dan

No. 31/2016 terkait kriteria limbah non-B3 yang dapat diimpor serta belum optimalnya pengawasan yang dilakukan instansi yang berwenang (Universitas Indonesia, 2019). Hal tersebut membuat pemerintah melakukan revisi terhadap Permendag No. 31/2016 menjadi Permendag No. 84/2019 yang kemudian diubah menjadi Permendag No. 92/2019.

Jika dilihat dari Gambar 1, apabila dibandingkan dengan regulasi impor limbah non-B3 yang sebelumnya, maka terdapat perubahan yang signifikan khususnya dalam hal penjabaran kriteria persyaratan limbah non-B3 yang bisa diimpor dan persyaratan eksportir. Di sisi lain, dalam regulasi yang terbaru masih terdapat kategori “lain-lain” yang kurang spesifik pada daftar jenis limbah non-B3 yang boleh diimpor. Sebagai informasi, Permendag No. 84/2019 mulai berlaku pada bulan November 2019 (30 hari sejak diundangkan), sementara itu Permendag No. 92/2019 berlaku sejak akhir Desember 2019 (7 hari sejak diundangkan). Masa transisi yang pendek dan perubahan-perubahan ketentuan dari revisi regulasi menjadi perhatian sendiri bagi sektor industri.

Dampak Bagi IndustriMeskipun revisi regulasi dimaksudkan untuk mengatasi pencemaran pada lingkungan, namun tidak bisa dipungkiri bahwa dengan adanya tantangan pada implementasi pada regulasi yang baru sehingga menimbulkan dampak pada sektor industri dalam hal pemenuhan bahan baku. Tantangan pertama yaitu adanya ketentuan-ketentuan dalam regulasi yang dianggap memberatkan industri. Ketentuan yang banyak dikeluhkan industri yaitu terkait persyaratan “bersih”. Menurut Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia, persyaratan tersebut mengandung persepsi bahwa bahan baku yang diimpor harus bersih 100

Gambar 2. Impor Limbah Non-B3 Kelompok Kertas dan Kelompok Besi

Baja November 2019 – Januari 2020***)

Sumber: APBN KITA, (diolah) ***) Menyesuaikan dengan masa berlaku Permendag No. 84/No.2019 dan Permendag No. 92/2019.

1) Impurities (material ikutan) yaitu unsur dan/atau material ikutan yang karena proses perucatan, pengumpulan, penyimpanan, pemuatan dan transportasi yang tidak dapat dihindari dan ikut terbawa dalam jenis dan jumlah yang terbatas.

Page 6: Vol. V, Edisi 05, April 2020berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public-file/buletin-apb… · billet, slab, dan iron/steel cast (Kemenperin, 2014). Dalam laporannya, Kemenperin

6 Buletin APBN Vol. V. Ed. 05, April 2020

RekomendasiTerkait dengan revisi regulasi impor limbah non-B3 terdapat beberapa langkah-langkah yang diperlukan yaitu: pertama, mempercepat relaksasi kebijakan impor limbah non-B3 khususnya yang terkait dengan impurities melalui kebijakan yang tertulis. Kedua, melakukan sosialisasi kepada industri mengenai perubahan regulasi khususnya terkait poin-poin yang dianggap masih bersifat multitafsir. Ketiga, memastikan adanya koordinasi antar instansi yang berwenang, serta pengawasan terhadap impor limbah non-B3 baik sebelum, pada saat berlangsung maupun sesudah impor. Keempat, membenahi sistem pengelolaan sampah guna mendorong peningkatan penyediaan bahan baku dalam negeri.

India. Ketika sulit untuk memperoleh bahan baku maka pelaku industri baja akan lebih memilih untuk mengimpor produk logam setengah jadi atau baja langsung dengan harga yang lebih mahal sehingga berimbas pada defisit perdagangan.

Adanya dampak dari perubahan regulasi impor dapat terlihat dari Gambar 2, dimana impor limbah non-B3 kelompok kertas dan kelompok baja mengalami penurunan sejak bulan November 2019 sampai Januari 2020. Kurangnya bahan baku akibat regulasi impor limbah non-B3 dapat menyebabkan tingginya impor produk baja langsung yang berimbas pada defisit neraca dagang.

Dampak lain yang dirasakan industri disebabkan karena sempitnya masa transisi perubahan regulasi dan kurangnya sosialisasi. Permendag

No. 92/2019 memang berlaku sejak akhir Desember namun dalam regulasi tersebut tidak semua mengubah ketentuan yang ada di Permendag No. 84/2019. Di samping itu, sosialisasi terhadap perubahan regulasi impor juga dirasa kurang (Kompas.id, 2019). Padahal, poin-poin dalam regulasi banyak yang berubah apabila dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya (Permendag No. 31/2016). Hal ini menyulitkan pelaku industri sulit beradaptasi menyesuaikan ketentuan baru dalam regulasi untuk mendapatkan persetujuan impor. Di sisi lain, adanya perubahan ketentuan impor membuat para eksportir menunda penjualan kepada industri di Indonesia. Kondisi yang demikian berpengaruh pada penurunan jumlah impor limbah non-B3 sebagai bahan baku industri seperti pada Gambar 2.

Perdagangan Luar Negeri Impor Januari 2020

Indonesia Environment and Energy Center (IEC). 2020. Waspada! Banyaknya Impor Bahan Baku yang Terkontaminasi Limbah B3. Diakses dari https://environment-indonesia.com/waspada-banyaknya-impor-bahan-baku-yang-terkontaminasi-limbah-b3/ tanggal 8 April 2020

Kementerian Perdagangan. 2016. Peraturan Menteri Perdagangan No. 31/2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya Dan Beracun

Daftar PustakaBPS. 2017. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor Desember 2016

BPS. 2018. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor Desember 2017

BPS. 2019. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor Desember 2018

BPS. 2020. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor Desember 2019

BPS. 2020. Buletin Statistik

Page 7: Vol. V, Edisi 05, April 2020berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public-file/buletin-apb… · billet, slab, dan iron/steel cast (Kemenperin, 2014). Dalam laporannya, Kemenperin

7Buletin APBN Vol. V. Ed. 05, April 2020

Kementerian Perdagangan. 2019. Permendag No. 84/2019 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya Dan Beracun Sebagai Bahan Baku Industri

Kementerian Perdagangan. 2019. Permendag No. 92/2019 tentang Perubahan Atas Permendag No. 84/2019 Tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya Dan Beracun Sebagai Bahan Baku Industri

Kementerian Perindustrian. 2014. Profil Industri Baja

Kementerian Perindustrian. 2020. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian 2019

Kompas.id. 2019. Kesulitan Bahan Baku, Industri Besi-Baja Minta Impuritas. Diakses dari https://kompas.id/baca/utama/2019/12/10/kesulitan-bahan-baku-industri-besi-baja-minta-impuritas/tanggal 10 April 2020

Kontan.co.id. 2019. Regulasi impor

limbah non-B3 rancu, industri kertas tertekan. Diakses dari https://industri.ko.co.id/news/regulasi-impor-limbah-non-b3-rancu-industri-kertas-tertekan-1?page=all tanggal 10 April 2020

Liputan6.com. 2019. Bea Cukai: 38 Kontainer Bermuatan Limbah Plastik Positif Mengandung B3. Diakses dari https://www.liputan6.com/bisnis/read/4003388/bea-cukai-38-kontainer-bermuatan-limbah-plastik-positif-mengandung-b3 tanggal 8 April 2020

Media Indonesia. 2019. Antisipasi Impor Sampah Ilegal Perlu Revisi Aturan. Diakses dari https://mediaindonesia.com/read/detail/240470-antisipasi-impor-sampah-ilegal-perlu-revisi-aturan tanggal 8 April 2020

Universitas Indonesia. 2019. Kajian Lingkungan: Penyelundupan Sampah ke Indonesia. Diakses dari http://green.ui.ac.id/kajian-lingkungan-penyelundupan-sampah-ke-indonesia tanggal 10 April 2020

Page 8: Vol. V, Edisi 05, April 2020berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public-file/buletin-apb… · billet, slab, dan iron/steel cast (Kemenperin, 2014). Dalam laporannya, Kemenperin

8 Buletin APBN Vol. V. Ed. 05, April 2020

Gambar 1. Emisi GRK Nasional Tahun 2008 – 2017

Sumber: Ditjenppi, 2018

Pembangunan Indonesia melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mempunyai

keterbatasan dalam hal dana yang tersedia untuk membiayai program pemerintah dan juga pembangunan infrastruktur. Sebagian pembiayaan infrastruktur diperoleh dari pendapatan negara. Hal ini menyebabkan pemerintah Indonesia mencari pembiayaan dalam dan luar negeri. Realisasi pendapatan pajak tahun 2019 hanya tercapai 84,4 persen dari target APBN. Melihat target penerimaan pajak yang kurang optimal, pemerintah perlu menambah basis pajak baru guna meningkatkan penerimaan pajak.

Pajak karbon merupakan salah satu cara yang dianggap dapat membantu menambah penerimaan negara sekaligus mengurangi emisi karbon. Pajak karbon adalah market-based policy yang mengenakan pajak terhadap emisi karbon yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar fosil (IMF, 2016). Pajak karbon dikenakan apabila terdapat emisi karbon berlebih dari proses produksi. Sektor utama yang harus membayar pajak adalah industri, berikutnya adalah pembangkit listrik, transportasi, atau pihak dan sektor lain yang ditetapkan oleh pemerintah. Mereka dikenai perhitungan pajak per ton emisi yang dikeluarkan.

Menakar Rencana Kebijakan Pajak Karbonoleh

Rastri Paramita*)Rosalina Tineke Kusumawardhani**)

AbstrakPembangunan Indonesia melalui anggaran Pendapatan dan belanja negara

(aPbn) mempunyai keterbatasan dalam hal dana yang tersedia untuk membiayai program pemerintah dan juga pembangunan infrastruktur. Pajak karbon merupakan salah satu cara untuk membantu mengurangi emisi karbon dan berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi. namun, mayoritas negara-negara industri yang paling banyak berkontribusi terhadap efek rumah kaca atau kerusakan iklim dan lingkungan global, tidak menerapkan aturan pajak karbon ini. Jika pemerintah mau menerapkan pajak karbon maka pajak tersebut harus bisa meningkatkan perekonomian negara dan kesejahteraan masyarakat.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

pendapatan & pembiayaan

Page 9: Vol. V, Edisi 05, April 2020berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public-file/buletin-apb… · billet, slab, dan iron/steel cast (Kemenperin, 2014). Dalam laporannya, Kemenperin

9Buletin APBN Vol. V. Ed. 05, April 2020

Emisi gas rumah Kaca (GRK) Indonesia meningkat hingga hampir tiga kali lipat antara tahun 1990 dan 2015 (naik 196 persen), dan laju peningkatannya diperkirakan akan semakin bertambah hingga tahun 2030 (climatetransparency.org, 2018). Menurut Brown to Green Report 2018, saat ini, emisi GRK dari sektor kehutanan1 dan energi menyumbang porsi yang dominan pada keseluruhan emisi GRK Indonesia. Sektor-sektor yang menggunakan energi merupakan penyumbang terbesar emisi Co2 dari total emisi GRK nasional. Indonesia mencatat peningkatan emisi Co2 sebesar 18 persen sepanjang 2012-2017, yang disebabkan karena meningkatnya emisi dari pembangkitan listrik, sektor industri, dan sektor transportasi. Dilihat dari Gambar 1, emisi GRK nasional dalam kondisi normal (tanpa kebakaran hutan), tingkat pencemaran emisi gas rumah kaca Indonesia cenderung stagnan. Berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengelola Reduction of Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD), tahun 2020 emisi di Indonesia diperkirakan mencapai 2.950 juta ton dimana lebih dari 60 persen dihasilkan dari pengalihan hutan dan gambut. Sektor penghasil emisi karbon terbesar kedua adalah sektor energi (termasuk transportasi) dan limbah.Dampak Penerapan Pajak KarbonManfaat pajak karbon selain untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, juga seharusnya meningkatkan perekonomian negara dan kesejahteraan masyarakat. Pajak karbon sendiri memiliki potensi menaikan pendapatan pemerintah. Pendapatan dari pajak karbon bisa dialihkan untuk pemberian insentif atau subsidi di sektor lain, seperti pendidikan, kesehatan, transportasi publik, atau industri hijau. Setidaknya itulah yang diharapkan dari implementasi pajak karbon, mampu menjadi solusi lingkungan, sekaligus menjadi salah satu basis pendapatan negara. Irama (2019) menyatakan potensi penerimaan negara yang bisa didapat dari penerapan pajak karbon sebesar Rp3,03 triliun per tahun. Kebijakan pajak karbon memiliki

beberapa kelebihan utama dibanding kebijakan yang lain dalam mengendalikan emisi gas rumah kaca. Pertama, pajak karbon merupakan kebijakan ekonomi yang luas dan dapat memotong emisi dari setiap sumber utama. Pajak karbon dapat diberlakukan untuk semua jenis bahan bakar fosil, sehingga mencakup semua sumber emisi utama.Kedua, pajak karbon menyediakan sinyal harga yang jelas untuk perusahaan dan rumah tangga, yang memungkinkan mereka untuk membuat pembelian dan keputusan investasi yang lebih baik. Dengan informasi harga karbon yang telah jelas, konsumen dan bisnis cenderung lebih terdorong untuk melakukan tindakan hemat energi dan berinvestasi lebih banyak pada teknologi hemat energi. Oleh karena itu, pajak karbon dapat memaksimalkan efeknya pada perilaku konsumen dengan menunjukkan sinyal harga yang jelas. Kesederhanaan administrasi juga merupakan kelebihan lainnya dari pajak karbon. Mekanisme pemungutan pajak karbon dapat dibuat sama dengan mekanisme pemungutan pajak yang telah ada, sehingga kesulitan administrasi saat diterapkannya pajak karbon dapat diminimalkan. Sebaliknya, bentuk regulasi dan skema perdagangan karbon membutuhkan dasar hukum baru. Namun, di sisi lain pelaksanaan pajak karbon merupakan suatu tantangan besar bagi industri di Indonesia. Penerapan pajak karbon di Indonesia dinilai bisa mengurangi daya saing sejumlah produk yang diproduksi di dalam negeri. Pengenalan pajak karbon menimbulkan kenaikan harga lebih tinggi pada barang yang diperdagangkan secara internasional. Pajak ini membuat biaya produksi atas barang ekspor lebih tinggi, produksi dalam negeri secara umum akan menurun serta adanya guncangan ekonomi.Dengan adanya penambahan pajak karbon tersebut, maka terjadi kenaikan harga bahan bakar fosil sehingga berdampak juga pada harga pokok produksi beberapa sektor ekonomi yang

1) Kebakaran hutan yang melanda hutan Indonesia telah menyebabkan Indonesia menjadi penyumbang emisi gas karbon terbesar di dunia tahun 2015.

Page 10: Vol. V, Edisi 05, April 2020berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public-file/buletin-apb… · billet, slab, dan iron/steel cast (Kemenperin, 2014). Dalam laporannya, Kemenperin

10 Buletin APBN Vol. V. Ed. 05, April 2020

menggunakan bahan bakar tersebut. Kenaikan harga pokok produksi inilah yang menyebabkan harga jual barang mengalami kenaikan (inflasi). Inflasi yang terjadi di beberapa sektor ekonomi pada akhirnya akan berdampak baik secara langsung maupun tidak langsung pada tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat golongan marginal. Inflasi juga akan mempengaruhi sektor investasi. Harga pokok produksi yang melambung tinggi sedangkan daya beli masyarakat semakin rendah akibat kenaikan harga bahan bakar fosil akan menyebabkan penurunan permintaan atas barang yang diproduksi. Inflasi akan berdampak pada kenaikan tingkat pengangguran. Permintaan akan barang yang diproduksi menurun, biaya bertambah, maka perusahaan cenderung akan menghemat biaya pengeluaran untuk tenaga kerja dan menyebabkan pengangguran. Pengangguran menyebabkan hilangnya penghasilan seseorang yang pada akhirnya berdampak pada pendapatan Pajak Penghasilan (PPh).Benchmark Negara LainMayoritas negara industri yang paling banyak berkontribusi terhadap efek rumah kaca atau kerusakan iklim dan lingkungan global, tidak menerapkan aturan pajak karbon ini dan tidak berkontribusi maksimal untuk menangani perubahan atau kerusakan iklim dan lingkungan global akibat proses industrialisasi selama ini. Amerika Serikat menyumbang sekitar 15 persen emisi karbon global memutuskan untuk mundur dari kesepakatan Iklim Paris 2015. Sedangkan konsumsi energi fosil di Indonesia hanya sekitar 1 persen dari total konsumsi energi fosil dunia. AustraliaAustralia memberlakukan pajak karbon di tahun 2012 dengan tarif sebesar AUD23 per ton yang mencakup berbagai sektor dan kategori emosi karbondioksida. Tarif tersebut direncanakan naik tiap tahun sampai skema cap and trade dilaksanakan di tahun 2015. Target dari pajak karbon ini diberlakukan kepada 384 perusahaan yang menghasilkan polutan terbesar. Tujuan pajak ini adalah untuk

mengurangi emisi karbondioksida di Australia. Hasil dari penerimaan pajak karbon akan digunakan sebagai insentif pengurang pajak penghasilan, kenaikan manfaat pensiun, dan kesejahteraan sosial.Dalam penerapan pajak karbon, timbul perdebatan di Australia. Pada 17 Juli 2014, senat Australia memutuskan untuk mencabut pajak karbon yang disahkan oleh pemerintah sebelumnya. Pajak karbon dikritik menyebabkan pengurangan tenaga kerja dan meningkatkan tarif energi. Meskipun meningkatkan pendapatan negara Australia, pada tahun awal penerapan pajak karbon justru memperburuk posisi anggaran Australia. Posisi anggaran mengarah ke defisit dan utang publik meningkat dari sebelumnya. DenmarkDenmark memberikan insentif pengurangan tarif pajak kepada industri yang menandatangani perjanjian energy savings. Denmark juga memberikan pengurangan besaran tarif energy tax ketika pajak karbon diterapkan, sehingga tarif pajak efektif pada dasarnya sama. Agar lebih mencerminkan harga atas karbon yang aktual, Denmark telah mengindeks tarif pajak sesuai dengan inflasi. Pajak karbon didistribusikan ulang sepenuhnya pada industri dalam bentuk kontribusi keamanan sosial pemberi kerja dan subsidi untuk investasi hemat energi. Selain itu, Denmark merupakan salah satu negara yang memiliki biaya administratif yang efektif dengan biaya administratif tambahan diperkirakan hanya sebesar 1-2 persen dari total pendapatan atas pajak karbon yang dikenakan pada sektor bisnis.

RekomendasiDalam menerapkan pajak karbon tentu perlu mempertimbangkan banyak hal mengingat selain memang ada dampak positif yang dihasilkan namun bagi negara berkembang, khususnya Indonesia hal ini juga akan menimbulkan dampak negatif terutama bagi kestabilan ekonomi. Oleh karena

Page 11: Vol. V, Edisi 05, April 2020berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public-file/buletin-apb… · billet, slab, dan iron/steel cast (Kemenperin, 2014). Dalam laporannya, Kemenperin

11Buletin APBN Vol. V. Ed. 05, April 2020

itu, terdapat rekomendasi apabila kebijakan ini dilaksanakan dan tidak dilaksanakan. Jika memang pemerintah hendak menerapkan pajak karbon, diharapkan pemerintah memperhatikan pertama, dasar pajak dan sektor apa yang harus dipajaki serta penentuan tarif pajaknya. Kedua, penggunaan pendapatan dari pajak karbon. Pendapatan dari pajak karbon ini diharapkan dapat membantu konsolidasi fiskal atau membantu mengurangi pajak yang lainnya. Ketiga, diperlukan tolak ukur yang jelas dalam menilai outcome pajak karbon terhadap pembangunan ekonomi, industri, dan hubungannya dengan pengurangan emisi. Namun dengan mempertimbangkan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan terhadap perekonomian terutama ditengah ketidakpastian global saat ini serta kesiapan yang panjang dalam menerapkan pajak karbon tersebut, ada baiknya pemerintah memaksimalkan kebijakan yang ada saat ini dalam mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca. Salah satunya yaitu kebijakan bauran energi baru dan terbarukan berupa kebijakan B20. Penerapan kebijakan bauran energi secara bertahap bagi industri tentunya perlu didukung oleh berbagai kebijakan insentif fiskal maupun non fiskal. Bagi industri kecil dan UMKM mungkin akan lebih sulit menerapkan kebijakan tersebut karena keterbatasan modal serta untuk saat ini bahan bakar fosil dianggap masih lebih murah. Oleh karena itu, dalam mendorong industri kecil dan UMKM untuk menerapkan pola ramah lingkungan, perlu tahapan pelaksanaan kriteria ramah lingkungan, seperti diawali dengan meminimalkan penggunaan produk berbahan plastik ataupun menerapkan kegiatan hemat energi.

Daftar PustakaBBC.com. 2014. Pajak karbon Australia dicabut Senat. Diakses dari https://www.bbc.com/indonesia/majalah/2014/07/140717_itptek_australia_carbon, 9 April 2020.Climatetransparency.org. 2018. Brown to Green Report 2018: Transisi G20 Menuju Ekonomi Rendah Karbon Profil Indonesia. Diakses dari https://www.climate-transparency.org/g20-climate-performance/g20report2018DDTC.co.id. 2020. Menakar Pajak Karbon Nasional Diakses dari https://news.ddtc.co.id/menakar-pajak-karbon-nasional-19816, 8 April 2020.Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2019. Statistik Tahun 2018 Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Harsono, Catur P. Sapulete, Christianus N, Wardhana, Irwanda W. 2018. Kebijakan Fiskal, Perubahan Iklim dan Keberlanjutan Pembangunan. PT. Gramedia Pustaka Utama.JakartaIMFBlog. 2016. The Overwhelming Case for a Carbon Tax in China. Diakses dari https://blogs.imf.org/2016/07/27/the-

overwhelming-case-for-a-carbon-tax-in-china/, 15 April 2020.Investor.id. 2015. Penerapan Pajak Karbon Pengaruhi Daya Saing. Diakses dari https://investor.id/infrastructure/penerapan-pajak-karbon-pengaruhi-daya-saing, 10 April 2020.Investor.id. 2020. Indonesia Kejar Target Penurunan Emisi Karbon. Diakses dari https://investor.id/business/indonesia-kejar-target-penurunan-emisi-karbon, 10 April 2020.Irama, Ade Bebi. 2019. Potensi Penerimaan Negara Dari Emisi Karbon: Langkah Optimis Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia. Jurnal Info Artha. 3 (2): 133-142.Kementerian Keuangan. 2015. Menggagas Pajak Emisi Kendaraan Bermotor. Diakses dari https://www.kemenkeu.go.id/media/4354/menggagas-pajak-emisi-kendaraan-bermotor.pdf, 8 April 2020.Ratnawati, Dian. 2016. Carbon Tax Sebagai Alternatif Kebijakan Mengatasi Externalitas Negatif Emisi Karbon Di Indonesia. Indonesian Traesury Review. I1 (2): 53-67

Page 12: Vol. V, Edisi 05, April 2020berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public-file/buletin-apb… · billet, slab, dan iron/steel cast (Kemenperin, 2014). Dalam laporannya, Kemenperin

12 Buletin APBN Vol. V. Ed. 05, April 2020

Memasuki triwulan kedua tahun 2020, Indonesia dihadapkan pada situasi yang tidak

menguntungkan, mewabahnya Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang telah ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) sebagai pandemi global yang turut mengancam keselamatan jiwa warga negara serta merusak perekonomian nasional. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19 dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional, dan/atau stabilitas sistem keuangan. Menurut Sri Mulyani, Perppu ini merupakan langkah awal yang dapat dijadikan sebagai landasan hukum agar pemerintah dan otoritas terkait dapat mengambil langkah-langkah yang bersifat luar biasa (extraordinary) secara cepat dan tetap akuntabel

dalam penanganan Covid-19. Selain itu, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) menyatakan bahwa untuk mencegah terjadinya krisis ekonomi dan keuangan pemerintah telah menetapkan tambahan belanja dan pembiayaan untuk menangani dampak Covid-19 sebesar Rp405,1 triliun. Anggaran tersebut dialokasikan untuk 4 program prioritas, yaitu untuk kesehatan, jaring pengaman sosial (social safety net), dukungan industri dan dukungan pembiayaan anggaran untuk pemulihan ekonomi nasional. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mencoba untuk menjelaskan poin-poin apa yang perlu diperhatikan atas adanya tambahan anggaran belanja dan pembiayaan pemerintah dalam rangka percepatan penanganan Covid-19. Alokasi Tambahan Anggaran Belanja & Pembiayaan Penanganan Covid-19Kemenkeu dan Kemenko Perekonomian menyatakan, bahwa dalam rangka

AbstrakDalam menangani Covid-19, pemerintah telah mengeluarkan Perppu no.

1/2020. Dalam Perppu tersebut disebutkan bahwa peningkatan anggaran belanja perlu dilakukan dan difokuskan untuk sektor kesehatan, jaring pengaman sosial (social safety net) serta pemulihan perekonomian termasuk untuk dunia usaha dan masyarakat terdampak. langkah pemerintah dalam meningkatkan alokasi anggaran belanja dan pembiayaan negara untuk penanganan Covid-19 patut diapresiasi, namun ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan oleh pemerintah, mulai dari alokasi tambahan anggaran kesehatan, efektivitas pendistribusian bansos untuk sektor jaring pengaman sosial sampai dengan percepatan pembuatan peraturan pelaksanaan terkait anggaran program pembiayaan pemulihan ekonomi nasional untuk percepatan penanganan Covid-19 di Indonesia.

Dibalik Tambahan Anggaran Belanja & Pembiayaan Pemerintah dalam Rangka

Percepatan Penanganan Covid-19oleh

Marihot Nasution*)Taufiq Hidayatullah**)

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

belanja pemerintah pusat

Page 13: Vol. V, Edisi 05, April 2020berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public-file/buletin-apb… · billet, slab, dan iron/steel cast (Kemenperin, 2014). Dalam laporannya, Kemenperin

13Buletin APBN Vol. V. Ed. 05, April 2020

mencegah keparahan dan krisis ekonomi dan keuangan untuk penanganan dampak Covid-19 dibutuhkan tambahan anggaran belanja dan pembiayaan APBN 2020 sebesar Rp405,1 triliun. Berdasarkan tabel 1 dapat diperoleh informasi bahwa tambahan anggaran belanja dan pembiayaan negara untuk penanganan Covid-19 dipergunakan untuk: (1) pembiayaan dalam rangka mendukung program pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp150 triliun atau 37,03 persen dari total tambahan anggaran; (2) jaring pengaman sosial sebesar sebesar Rp110 atau 27,15 persen dari total tambahan anggaran; (3) kesehatan sebesar Rp75 triliun atau 18,51 persen dari total tambahan anggaran dan; (4) dukungan industri sebesar Rp70,1 triliun atau 17,30 persen dari total tambahan anggaran. Berdasarkan data tersebut, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam pengalokasian tambahan anggaran belanja dan pembiayaan pemerintah untuk penanganan Covid-19.Pertama, intervensi pemerintah pada sektor kesehatan. Data Kemenkeu menunjukkan bahwa tambahan alokasi anggaran untuk kesehatan sebesar Rp75 triliun. Anggaran tersebut akan digunakan untuk subsidi iuran BPJS bukan penerima upah, insentif tenaga medis yang akan dibayarkan perbulan (Rp15 juta untuk dokter spesialis, Rp10 juta untuk dokter, Rp7,5 juta untuk perawat, Rp5 juta untuk tenaga kesehatan lainnya), santunan kematian dan belanja penanganan kesehatan untuk Covid-19 seperti sarana prasarana kesehatan, alat kesehatan (APD, rapid test, reagen) dan dukungan SDM lainnya. Hal yang perlu diperhatikan adalah berapa lama Covid-19 akan menjadi pandemi di Indonesia. Dalam rapat terbatas melalui video conference Presiden Jokowi meyakini wabah Covid-19 akan berakhir setidaknya sampai akhir tahun. Berkaitan dengan hal tersebut, dapat diasumsikan bahwa semakin lama pendemi ini bersarang di Indonesia maka akan berpotensi meningkatkan jumlah kasus

Tabel 1. Alokasi Tambahan Anggaran Belanja dan Pembiayaan Negara Tahun 2020

Sumber: Kemenkeu, 2020, diolah

terkonfirmasi positif dan meninggal dunia akibat Covid-19 (termasuk di dalamnya tenaga kesehatan)1 yang selanjutnya akan berdampak pada meningkatnya biaya kesehatan yang ditanggung pemerintah. Oleh sebab itu, apakah dengan tambahan alokasi anggaran sebesar Rp75 triliun untuk kesehatan sudah mencukupi? Kedua, intervensi pemerintah pada sektor jaring pengaman sosial (JPS). Data Kemenkeu menunjukkan bahwa tambahan alokasi anggaran untuk JPS sebesar Rp110 triliun. Anggaran tersebut akan digunakan untuk beberapa program seperti yang telah tercantum di dalam Tabel 1 dan ditujukan untuk masyarakat yang rentan miskin, miskin, dan yang terdampak secara ekonomi akibat Covid-19. Hal yang perlu diperhatikan dalam belanja JPS adalah pendataan penerima manfaat serta efektivitas pendistribusian programnya.

1) Kasus terkonfirmasi positif Covid-19 adalah 7.135 dan meninggal 616 orang per 21 April 2020 dengan tingkat kematian 8,6 persen (covid19.go.id)

Page 14: Vol. V, Edisi 05, April 2020berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public-file/buletin-apb… · billet, slab, dan iron/steel cast (Kemenperin, 2014). Dalam laporannya, Kemenperin

14 Buletin APBN Vol. V. Ed. 05, April 2020

Seperti kita ketahui bersama, sampai saat ini program Bantuan Sosial (Bansos) yang ada di Indonesia masih menghadapi beberapa permasalahan/kendala, antara lain; (1) tidak terdistribusinya bantuan untuk pemegang Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan Program Keluarga Harapan (PKH). Hal ini dikuatkan dengan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK) tahun 2019 yang menyebutkan bahwa terdapat saldo di rekening penampungan Bansos sebesar Rp168,2 miliar yang belum disetorkan kembali ke negara. Menurut BPK, saldo tersebut merupakan saldo untuk bansos (KKS, BPNT, dan PKH) yang berada di Kementerian Sosial (Kemensos) namun tidak tersalurkan ke Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sehingga harus disetorkan ke negara; (2) adanya pemborosan penyaluran Bansos, hal ini dikuatkan dengan penemuan pemeriksaan BPK terkait penyaluran Beras Sejahtera (Rastra) kepada KPM di 11 kabupaten/kota. Pemborosan terjadi karena adanya penyaluran Rastra kepada keluarga di luar penerima manfaat; (3) penyaluran Bansos tidak tepat sasaran, dalam laporan yang sama BPK menilai bahwa penyaluran program PKH kepada 7.247 KPM PKH tahap III dan IV tahun 2018 tidak tepat sasaran. Masih terkait JPS, dalam tabel 1 disebutkan bahwa ada penambahan alokasi anggaran Rp10 triliun untuk Kartu Pra Kerja. Perlu diketahui bahwa, alokasi anggaran Kartu Pra Kerja pada Nota Keuangan APBN 2020 hanya sebesar Rp10 triliun, artinya total alokasi anggaran Kartu Pra Kerja secara akumulatif menjadi Rp20 triliun. Peningkatan anggaran tersebut terjadi karena adanya penambahan target penerima manfaat yang awalnya berjumlah 2 juta peserta menjadi 5,6 juta peserta, yang awalnya hanya untuk pekerja informal, pelaku usaha mikro dan kecil ditambahkan juga untuk masyarakat yang terdampak secara ekonomi atau menjadi korban PHK akibat Covid-19. Berkaitan dengan hal tersebut, penulis berpandangan bahwa tambahan alokasi sebesar Rp10 triliun untuk Kartu Pra Kerja sebaiknya dialihkan untuk program

yang lebih prioritas. Mengingat tujuan awal dari penerapan program ini adalah untuk mendapatkan layanan pelatihan vokasi sebelum memasuki dunia kerja. Maka pelatihan harus dilakukan dengan efektif, sehingga menciptakan lulusan yang berkompeten. Jika tetap dipaksakan untuk melakukan pelatihan di tengah pandemi, penulis tidak yakin program Kartu Pra Kerja akan sukses. Ketiga, intervensi pemerintah untuk dukungan industri. Kemenkeu menunjukkan bahwa tambahan anggaran dukungan industri sebesar Rp70,1 triliun. Anggaran tersebut akan digunakan untuk beberapa program seperti perluasan pajak ditanggung pemerintah untuk PPh 21 dan PPN, perluasan pembebasan bea masuk, serta penundaan pembayaran pokok dan bunga untuk semua skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang terdampak Covid-19 selama 6 bulan. Berkaitan dengan hal tersebut, hal yang perlu diperhatikan adalah memastikan perluasan pajak yang ditanggung pemerintah dan pembebasan bea masuk sudah dijalankan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan tetap memperhatikan dampaknya terhadap menurunnya pendapatan negara. Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan bahwa program insentif perpajakan dan insentif KUR dapat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat yang terdampak Covid-19.Keempat, intervensi pemerintah terkait pembiayaan dalam rangka mendukung program pemulihan ekonomi nasional. Tambahan alokasi anggaran untuk program pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp150 triliun. Program tersebut dilakukan melalui: (1) penyertaan modal negara (PMN) melalui BUMN yang ditunjuk pemerintah; (2) penempatan dana investasi/Investasi pemerintah, dapat dilakukan langsung oleh pemerintah dan/atau melalui lembaga keuangan, manajer investasi, dan/atau lembaga lain yang ditunjuk; (3) kegiatan penjaminan, skema penjaminan dapat dijalankan langsung oleh pemerintah dan/atau melalui satu atau beberapa badan usaha penjaminan yang ditunjuk. Mengingat alokasi pembiayaan

Page 15: Vol. V, Edisi 05, April 2020berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public-file/buletin-apb… · billet, slab, dan iron/steel cast (Kemenperin, 2014). Dalam laporannya, Kemenperin

15Buletin APBN Vol. V. Ed. 05, April 2020

RekomendasiLangkah pemerintah dalam memberikan tambahan anggaran untuk penanganan Covid-19 patut diapresiasi, namun ada beberapa masukan yang perlu penulis sampaikan. Pertama, pemerintah perlu mengevaluasi kembali tambahan belanja kesehatan, apakah tambahan anggaran tersebut sudah cukup untuk mendukung program kesehatan dalam rangka penanganan Covid-19 di Indonesia, mengingat sampai dengan saat ini korban positif dan korban meninggal dunia akibat Covid-19 semakin meningkat. Setelah itu, pemerintah juga perlu memastikan kecukupan sarana dan prasarana kesehatan (APD, rapid test, reagen, dll) terdistribusi dengan baik untuk daerah yang terdampak. Kedua, pemerintah perlu meningkatkan koordinasi dan melakukan sinkronisasi data KPM. Pemerintah pusat perlu meningkatkan koordinasi dengan pemerintah daerah dan dinas terkait untuk melakukan pengawasan pendistribusian JPS secara cepat dan tepat, terutama melakukan sinkronisasi data penerima manfaat JPS. Dengan begitu, alokasi tambahan anggaran untuk JPS berpotensi lebih efektif. Ketiga, pemerintah perlu merealokasikan tambahan anggaran Kartu Pra Kerja sebesar Rp10 triliun ke sektor yang lebih prioritas. Keempat, pemerintah harus dengan cepat, tepat, dan terukur membuat peraturan pelaksanaan program pembiayaan untuk pemulihan ekonomi nasional.

untuk penanganan Covid-19. Berkaitan dengan ketiga program tersebut, pemerintah juga perlu membuat peraturan pelaksanan terkait pembiayaan pemulihan ekonomi akibat dampak Covid-19, sehingga program pembiayaan dapat lebih cepat dijalankan.

pemulihan ekonomi merupakan alokasi anggaran tambahan tertinggi jika dibandingkan dengan intervensi lainnya, maka hal yang perlu diperhatikan dalam pembiayaan pemulihan ekonomi nasional adalah transparansi penggunaan anggaran pembiayaan yang dikelola

Terhadap Sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 16 April 2020, di Istana Kepresidenan Bogor, Provinsi Jawa Barat. Diakses dari https://setkab.go.id/rapat-terbatas-melalui-video-conference-mengenai-mitigasi-dampak-covid-19-terhadap-sektor-pariwisata-dan-ekonomi-kreatif-16-april-2020-di-istana-kepresidenan-bogor-provinsi-jawa-barat/CNN Indonesia. 2019. BPK Temukan Anggaran Bansos Rp168,82 M Masih ‘Nyangkut’. Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190528132405-532-399071/bpk-temukan-anggaran-bansos-rp16882-m-masih-nyangkutKemenkeu. 2020. Pemerintah Siapkan Langkah Pemulihan untuk Melindungi Ekonomi Nasional Selama Pandemi COVID-19. Diakses dari www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/pemerintah-siapkan-langkah-pemulihan-untuk-melindungi-ekonomi-nasional-selama-pandemi-covid-19/

Daftar PustakaRepublik Indonesia. 2020. Perppu No. 1/2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem KeuanganKemenkeu. 2020. Press Conference “Langkah Penguatan Perlindungan Sosial dan Stimulus Ekonomi Menghadapi Dampak Covid 19”Kemenko Perekonomian. 2020. Siaran Pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian No. HM.4.6/39/SET.M.EKON.2.3/04/2020 “Pemerintah Gulirkan Stimulus Guna Perkuat Perlindungan Sosial Terkait Covid 19Sekretariat Kabinet RI. 2020. Rapat Terbatas melalui Video Conference mengenai Mitigasi Dampak COVID-19

Page 16: Vol. V, Edisi 05, April 2020berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public-file/buletin-apb… · billet, slab, dan iron/steel cast (Kemenperin, 2014). Dalam laporannya, Kemenperin

“Siap Memberikan Dukungan Fungsi Anggaran Secara Profesional”

Buletin APBNPusat Kajian AnggaranBadan Keahlian DPR RI

www.puskajianggaran.dpr.go.idTelp. 021-5715635, Fax. 021-5715635