in 151 tahun 2010 - renstra kemenperin 2010-2014

Upload: rafki-rahmat-rakik

Post on 13-Jul-2015

451 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR: 151 /M-IND/PER/12/2010 TENTANG:

RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010-2014

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 151/M-IND/PER/12/2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN NOMOR 10/M-IND/PER/1/2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

: a. bahwa dalam rangka penyesuaian terhadap organisasi Kementerian Perindustrian sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, perlu mengubah Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun 2010 2014 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10/M-IND/PER/1/2010; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu dikeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian;

Mengingat

: 1. 2.

Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional; Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10/M-IND/PER/1/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun 2010 2014; Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 105/M-IND/PER/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian;

3.

4.

-2-

Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 151/M-IND/PER/12/2010

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN NOMOR 10/M-IND/PER/1/2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010 2014. Pasal I Mengubah Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10/MIND/PER/1/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun 2010 2014 menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.

Pasal II Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 2010 MENTERI PERINDUSTRIAN RI ttd MOHAMAD S. HIDAYAT

Salinan Peraturan Menteri ini disampaikan kepada: 1. Para Eselon I di lingkungan Kementerian Perindustrian; 2. Pertinggal.

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 151/M-IND/PER/12/2010 TANGGAL : 28 Desember 2010 RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010-2014 I PENDAHULUAN A. Kondisi Umum B. Potensi dan Permasalahan 1. Perkembangan Industri Indonesia 2. Kontribusi Industri Terhadap Ekonomi 3. Struktur Industri 4. Persebaran Lokasi dan Konsentrasi Pertumbuhan Industri 5. Perkembangan Ekspor Impor dan Neraca Perdagangan 6. Penyerapan Tenaga Kerja C. Maksud dan Tujuan 1. Tugas Pokok dan Fungsi 2. Ruang Lingkup VISI, MISI DAN TUJUAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN A. Visi B. Misi C. Pendekatan D. Kondisi yang Diharapkan Tahun 2020 2025 E. Kondisi yang Diharapkan Tahun 2010 2014 F. Tujuan G. Sasaran ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI A. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional B. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Perindustrian PENUTUP

II

III

IV

LAMPIRAN 1. Matriks Target Pembanguna Kementerian Perindustrian Tahun 2010-2014 2. Matriks Kebutuhan Pendanaan Pembangunan Kementerian Perindustrian 2010-2014

MENTERI PERINDUSTRIAN RI ttd MOHAMAD S. HIDAYAT

-1-

Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

IA.

PENDAHULUANKONDISI UMUM Situasi dunia saat ini dihadapkan pada berbagai tantangan ekonomi, energi minyak bumi, dan teknologi yang menjadikan pendekatan masa kini lebih cepat usang. Bahkan issue lingkungan dan perubahan iklim seperti menipisnya ozon yang berakibat pada pemanasan global turut menjadi

pendorong gerakan masyarakat dunia untuk mencegah pengelolaan lingkungan yang merusak kualitas kehidupan masyarakat. Laju pertumbuhan ekonomi dunia selama periode 2005-2007 mencapai 4,8 persen dimana dalam periode tersebut dunia menghadapi beberapa permasalahan yang dampaknya berlanjut hingga tahun 2009. Salah satunya adalah peningkatan harga minyak, dimana sejak tahun 2005 telah mendorong laju inflasi dunia. Harga rata-rata minyak dunia telah meningkat dua kali lipat, dimana pada tahun 1996 hanya pada kisaran US$ 20 per barrel meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi US$ 53,3 per barrel pada tahun 2005, bahkan harga minyak melonjak sangat tajam pada pertengahan tahun 2008 hingga mencapai US$ 146 per barrel, walaupun kemudian menurun hingga memasuki tahun 2009. Laju pertumbuhan ekonomi tahun 2005 mencapai 5,69 persen sedikit menguat dibandingkan tahun 2004 yang sebesar 5,03 persen. Kemudian, pada tahun 2006 pertumbuhan ekonomi melemah mencapai 5,50 persen. Memasuki pertengahan tahun 2007, muncul tekanan baru yang berawal dari gejolak di pasar keuangan Amerika Serikat. Masalah pemberian kredit yang tidak prudent dan regulasi yang kurang memadai, terutama berkaitan dengan pemberian kredit sektor perumahan (subprime mortgage) berdampak luas ke Eropa, kemudian meluas ke segala penjuru dunia, mengingat besarnya peran ekonomi Amerika Serikat. Krisis ini mengakibatkan memburuknya kinerja sektor riil yang mulai menunjukkan dampaknya pada tahun 2008. Meskipun pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 tetap tumbuh sebesar 6,35 persen, namun pada tahun 2008 mengalami perlambatan dimana ekonomi hanya tumbuh

-2-

Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010/M-IND/PER/1/2010

sebesar 6,01 persen. Pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan yang cukup besar dibanding dengan tahun 2008, yaitu tumbuh sebesar 4,55 persen. Sementara Bank Dunia lebih pesimis menyatakan perdagangan merosot ke tingkat paling rendah dalam 80 tahun terakhir dan perekonomian global kemungkinan menciut untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II, tanpa menyebutkan angka estimasinya. Menurut laporan Bank Dunia, Asia Timur akan menghadapi masalah paling berat akibat menurunnya perdagangan dunia tahun 2009, juga dilaporkan antara lain mengenai: 1. Produksi industri dunia menurun 15 persen dibandingkan tahun 2008, dan akan lebih banyak negara emerging markets, baik pemerintah maupun swastanya mengambil hutang beresiko tinggi dari pasar modal dengan bunga sangat tinggi, 2. Dalam tahun 2009 hutang swasta yang jatuh tempo sebesar

US$ 1 triliun, dan hutang pemerintah mencapai US$ 3 triliun. 3. Sekitar 94 negara akan mengalami perlambatan ekonomi diikuti melonjaknya tingkat kemiskinan hingga mencapai 43 persen dan krisis ekonomi tersebut akan menambah jumlah penduduk miskin hingga 46 juta, maka akibatnya ketergantungan pada bantuan luar negeri semakin lebih besar. Dampak krisis keuangan sebagaimana diuraikan di atas, yaitu terjadinya capital outflow dari SBI, SUN dan pasar modal sehingga likuiditas US$ di pasar modal mulai mengering, rupiah terdepresiasi dan ekspor mulai menampakkan tanda-tanda terancam menurun. Walaupun perkembangan perekonomian pada tahun 2008 ternyata aman, namun keadaan makro pada tahun 2009 lebih berat, karena dampak krisis terasa signifikan oleh Indonesia pada awal tahun. Untuk itu perekonomian Indonesia hanya tumbuh sekitar 4,55 persen dan ekspor tumbuh di bawah posisi tahun 2008. Terdapat perubahan tiga indikator yang berpengaruh terhadap perekonomian dunia selama periode lima tahun, yaitu kebijakan dan pertumbuhan PDB dunia, perkembangan ekonomi dan harga minyak dunia, serta pengaruh krisis global.

-3-

Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

Selain tinjauan global, maka kondisi domestik dapat dijelaskan berikut ini. Selama tahun 2005-2009, tiga sektor utama yaitu sektor Pertanian, Industri Pengolahan, dan Perdagangan bersama-sama memberikan kontribusi sekitar 56 persen terhadap PDB total, sementara pada tahun 2004 ketiga sektor utama tersebut menyumbang sedikit lebih besar yaitu sebesar 58,45 persen. Masingmasing ketiga sektor utama tersebut memberi sumbangan dengan rincian: sektor Industri Pengolahan memberi sumbangan sebesar 28,07 persen pada tahun 2004 dan 26,38 persen pada tahun 2009; sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 16,05 persen pada tahun 2004 dan 13,37 persen pada tahun 2009; dan sektor Pertanian sebesar 14,34 persen pada tahun 2004 dan 15,29 persen pada tahun 2009. Dari ketiga sektor utama di atas yang merupakan penyumbang utama bagi perekonomian nasional adalah sektor Industri Pengolahan karena merupakan penyumbang tertinggi. Rata-rata kontribusi sektor Industri Pengolahan (tahun 2005-2009) yaitu sebesar 27,47 persen terhadap PDB nasional. Dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2009, sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan tertinggi dari tahun ke tahun adalah dari sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Pertumbuhan dari sektor ini dari tahun 2004 sampai tahun 2009 berturut-turut adalah 13,38 persen; 12,76 persen; 14,23 persen; 14,04 persen; 16,57 persen dan 15,53 persen. Sementara untuk pertumbuhan sektor Industri Pengolahan selama periode 2004-2009 relatif mengalami penurunan pertumbuhan yaitu: 6,38 persen; 4,60 persen; 4,59 persen; 4,67 persen; 3,66 persen dan 2.11 persen. Menurut hasil pemeringkat World Economic Forum (WEF), pada tahun 2010 posisi daya saing Indonesia berada pada urutan ke-54 dari 133 negara. Rendahnya daya saing tersebut merupakan akibat dari berbagai faktor. Menurut tolok ukur WEF, diidentifikasi 15 faktor penting yang menjadi masalah utama yang menghambat dunia usaha yaitu : 1. 2. 3. Birokrasi Pemerintah yang tidak efisien; Kurangnya infrastruktur yang memadai; Tidak konsistennya kebijakan pemerintah;

-4-

Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010/M-IND/PER/1/2010

4. 5. 6. 7. 8. 9.

Tingginya tingkat korupsi; Sulitnya akses pembiayaan ; Peraturan ketenagakerjaan yang kurang akomodatif; Regulasi pajak yang memberatkan dunia usaha; Tingginya inflasi ; Tidak stabilnya regulasi mata uang asing;

10. Rendahnya tenaga kerja berpendidikan; 11. Rendahnya etos kerja tenaga kerja; 12. Ketidakstabilan pemerintahan ; 13. Tingginya tingkat pajak; 14. Rendahnya tingkat kesehatan masyarakat; 15. Tingginya tingkat kriminal dan kejahatan. United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) dalam laporannya (Industrial Development Report 2004) menyatakan bahwa dalam periode 1980-2005, kinerja Industri Manufaktur Indonesia dikategorikan sebagai salah satu pemenang utama (main winners) bersama beberapa negara berkembang lain yang kebanyakan berasal dari kawasan Asia Timur. Di antara kinerja negara-negara tersebut, China berada pada posisi tertinggi. Sedangkan peringkat kinerja Industri Manufaktur Indonesia meningkat dari urutan ke-75 pada tahun 1980 menjadi urutan ke-54 pada tahun 1990 dan menjadi urutan ke-42 pada tahun 2005. Namun demikian, dibandingkan dengan beberapa negara pesaing utama di Asia Timur (termasuk ASEAN), peningkatan posisi Indonesia memang relatif rendah. Beberapa faktor penting di luar ekonomi juga belum menunjukkan perbaikan kinerja secara nyata. Sebagai contoh, pengembangan dan penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) terutama untuk kepentingan produksi masih sangat terbatas. Dengan urutan Indonesia di posisi ke-60 dari 72 negara dalam Indeks Pencapaian Teknologi (IPT), mengindikasikan bahwa integrasi peningkatan IPTEK untuk produksi masih banyak mengalami hambatan. Pengembangan kelembagaan dan kemampuan untuk peningkatan kapasitas SDM pada tingkat perusahaan tidak berjalan sesuai harapan. Sementara itu, standardisasi nasional produk industri, pengembangan

-5-

Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

infrastruktur yang efisien dan sesuai dengan kebutuhan sektor industri, serta peningkatan kompetensi tenaga kerja belum sepenuhnya berjalan optimal karena keterbatasan sumber daya. Meskipun permasalahan penurunan daya saing berawal dari krisis tahun 1997, perkembangan industri ternyata memburuk setelah krisis dimaksud. Banyak pengamat mengindikasikan terjadinya deindustrialisasi, yang ditunjukkan dengan penurunan kapasitas terpasang Industri Manufaktur dari 80 persen pada periode sebelum krisis menjadi hanya berkisar 60 persen. Penurunan jumlah unit usaha perusahaan industri berskala sedang dan besar, dan juga penurunan signifikan dari indeks produksi industri pengolahan berskala sedang dan besar. Penyebab utama kondisi ini adalah daya saing produk-produk manufaktur yang terus melemah. Di dalam negeri, produk manufaktur seperti elektronika rumah tangga kalah bersaing dengan produk impor, apalagi diperburuk dengan banyaknya produk impor ilegal. Di pasar internasional, produk TPT dan produk kayu kalah bersaing dengan produk dari China dan negara ASEAN lainnya. Di bidang Pengembangan Industri, dalam rangka menentukan arah, sasaran dan kebijakan Pengembangan Industri Nasional ke depan, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, yang di dalamnya diatur mengenai pemberian fasilitas berupa Insentif Fiskal, Insentif Non-Fiskal, dan kemudahan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada pengusaha industri tertentu, seperti industri prioritas tinggi, industri pionir, industri yang dibangun di daerah terpencil dan sebagainya. Hasil-hasil yang dicapai oleh Kementerian Perindustrian dalam mengembangkan sektor industri, tergambar pada uraian berikut ini. Selama lima tahun terakhir, telah dilaksanakan berbagai langkah-langkah pengembangan industri. Hasil yang diperoleh dari langkah tersebut diantaranya dalam hal penguatan dan pengembangan 10 klaster Industri Inti yaitu Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), Alas Kaki, Makanan, Pengolahan Sawit, Pengolahan Kayu/Rotan, Pengolahan Karet, Pulp & Kertas, Pengolahan Hasil Laut, Mesin & Peralatan Listrik dan Petrokimia serta beberapa klaster industri

-6-

Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010/M-IND/PER/1/2010

penunjang dan industri terkait. Pengembangan klaster industri telah dilaksanakan melalui : 1. 2. Sosialisasi pembangunan Klaster Industri. Diagnosis dan penyusunan Peta Jalan Pengembangan Klaster-klaster yang ditargetkan. 3. Pembentukan working group serta forum komunikasi kerjasama industri pada masing-masing klaster industri. 4. 5. Perbaikan iklim usaha dan dukungan program kelembagaan. Pengembangan kerjasama antara industri inti, industri terkait dan industri penunjang. Pada bidang Pengembangan Iklim Industri telah dilaksanakan berbagai langkah untuk mendukung peningkatan usaha, investasi dan produksi. Beberapa langkah penting antara lain : 1. Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri dalam rangka lebih menertibkan dan mengatur sebaran industri sesuai kaidah efisiensi dan pengelolaan lingkungan yang baik. 2. Penyusunan Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM Kementerian Perindustrian tentang Peningkatan Efektivitas Pengembangan IKM melalui Pendekatan Satu Desa Satu Produk (One Village One Product - OVOP) dengan terbitnya Peraturan Menteri Perindustrian No. 78/M.IND/PER/9/2007. 3. Pengakomodasian usulan beberapa sektor industri (Perkapalan,

Komponen Otomotif, Elektronika) untuk mendapatkan fasilitas PPh (PP No 1 Tahun 2007 dan PP No. 62 Tahun 2008). 4. Penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian penting lainnya dalam upaya memfasilitasi iklim usaha yang lebih baik yang dapat memberikan kepastian berusaha, khususnya yang terkait dengan perbaikan

infrastruktur, teknologi, permodalan dan penanganan lingkungan. Pada bidang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri, pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2009 dan Peraturan

-7-

Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

Menteri Perindustrian Nomor 49/M-IND/PER/4/2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri, yang telah disosialisasikan untuk diterapkan di Instansi Pemerintah Pusat maupun di Daerah. Pada sektor-sektor penting tertentu tengah dilaksanakan usaha-usaha untuk: 1) Memaksimalkan pemanfaatan kemampuan industri strategis dalam pengadaan Alutsista sektor Pertahanan; 2) Memberdayakan industri Perkapalan Nasional sesuai Inpres No 5 Tahun 2005; 3) Mendorong BUMN-BUMN memaksimalkan penggunaan produksi dalam negeri dalam rangka Program Percepatan Pembangunan PLTU Batubara dan Program Konversi Minyak Tanah ke LPG; 4) Memprakarsai penyusunan RUU Peningkatan Penggunaan produksi Dalam Negeri. Pada Perindustrian bidang telah Peningkatan melaksanakan Kemampuan beberapa Teknologi, langkah Kementerian seperti:

penting

1) Penetapan hasil-hasil riset unggulan untuk IKM yang diseleksi dari hasilhasil Litbang pada 11 Balai Besar dan 11 Balai Riset dan Standardisasi Industri; 2) Proyek Percontohan Coco-diesel; 3) Program Restrukturisasi Industri TPT; 4) Bantuan Mesin/Peralatan (untuk pengelasan, alsintan, fasilitas Pusat Desain Optik, fasilitas UPT Kulit Magetan, pembuatan bahan bakar nabati dari biji jarak, pabrik Biodiesel; 5) Bimbingan Teknis untuk pengelolaan limbah; 6) Penghargaan Rintisan Teknologi; 7) Penghargaan Indonesia Good Design Selection dan 8) Pembangunan Pusat Desain Industri Perkapalan. Pemerintah telah melaksanakan berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan untuk Peningkatan Kemampuan SDM Industri antara lain: 1) Dalam rangka peningkatan daya saing (HACCP, CEFE, Marketing, Manajemen Lingkungan, TQM) dsb; 2) Pengelasan Sertifikasi Internasional; 3) Konvervasi dan Audit Energi; 4) Teknologi Produksi & Design; 5) Penanganan Zat-zat Kimia Berbahaya; dan 6) Pelatihan Asesor terintegrasi ISO 9001. Sedangkan pada Bidang Peningkatan Kemampuan SDM Aparatur, pemerintah telah melaksanakan kegiatan antara lain: 1) Diklat Sistem Industri (I, II, III, dan IV) untuk meningkatkan kapasitas aparatur Dinas Perindustrian di

Propinsi/Kabupaten/Kota; 2) Diklat-diklat Struktural; 3) Diklat Teknis, Diklat Jabatan Fungsional; 4 ) Program beasiswa S2 dan S3; 5) Program Bea Siswa D3 Tenaga Penyuluh Lapangan Industri dengan ikatan dinas di Unit

-8-

Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010/M-IND/PER/1/2010

Pendidikan Tinggi di Lingkungan Kementerian Perindustrian dan 6) Pelatihan Petugas Pengawas Standar Barang dan Jasa di pabrik ( PPSP) sebanyak 8 angkatan . Industri Kecil Menengah (IKM) yang diharapkan dapat menjadi penggerak utama perekonomian nasional pada akhir RPJMN (2005-2009) telah memberikan kontribusi PDB Sektor Industri sebesar 24,95 persen. Program Pengembangan IKM dalam pelaksanaan program utama dan pelaksanaan program pendukung meliputi: Pengembangan 6 Klaster IKM; Pengembangan IKM penunjang klaster industri; Pengembangan IKM Unggulan Daerah; Pengembangan IKM di daerah tertinggal, perbatasan, pasca konflik & pasca bencana; Pengembangan Promosi dan Informasi; Peningkatan SDM IKM; Peningkatan Kerjasama Industri dan Peningkatan Standardisasi dan Teknologi. Dari sisi penyerapan tenaga kerja di sektor Industri Pengolahan, secara kumulatif dari tahun 2005-2009 mengalami peningkatan sebesar 2.551.507 orang atau rata-rata per tahun sekitar 519.137 orang (5,28 persen), yang berarti di atas yang ditargetkan pada RPJMN (2005-2009) sebesar 500 ribu per tahun. Pada periode yang sama pula penanaman modal di sektor Industri Pengolahan terealisasi rata-rata per tahun senilai 15,97 triliun rupiah untuk Proyek Penanaman Modal Dalam Negeri dan US $ 3,69 miliar untuk Proyek Penanaman Modal Asing. Dengan asumsi kurs rata-rata US $ 10.000 rupiah, maka PMA yang diserap sektor Industri Pengolahan sekitar 36,91 triliun rupiah per tahun. Bila dijumlahkan, total investasi PMA dan PMDN yang tertanam di sektor Industri Pengolahan rata-rata sebesar 52,88 triliun rupiah per tahun. Angka tersebut melebih sasaran investasi sektor Industri Pengolahan pada RPJMN (2005-2009) yaitu antara 40-50 triliun rupiah. Pertumbuhan sektor Industri Pengolahan Non Migas selama 5 tahun terakhir boleh dikatakan berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Tahun 2005, laju pertumbuhan sektor industri sebesar 5,86 persen sedikit diatas pertumbuhan ekonomi yang besarnya 5,69 persen. Pada tahun 2006, 2007 dan 2008 laju pertumbuhan sektor industri selalu di bawah pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2009 ekonomi tumbuh sebesar 4,93 persen sedangkan

-9-

Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

pertumbuhan sektor industri non migas pada tahun 2009 tumbuh sebesar 2,52 persen. Penurunan yang cukup besar pada tahun-tahun terakhir disebabkan terjadinya pertumbuhan negatif pada beberapa cabang industri, seperti Tekstil, Kertas, Semen dan Barang Galian Logam. Walau demikian, terdapat kelompok utama industri yang pertumbuhannya cukup tinggi, yaitu Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatan, yang memberikan sumbangan pertumbuhan besar, walau pada tahun 2009 sumbangan tersebut menjadi melemah. Menurun serta negatifnya pertumbuhan sektor-sektor industri tersebut disebabkan berbagai permasalahan yang dihadapi, seperti: keterbatasan infrastruktur dan listrik, kurangnya pasokan bahan baku untuk Industri Pengolahan Kayu dan Hasil Hutan lainnya, serta maraknya illegal loging dan illegal trade, kurangnya pasokan gas bumi sebagai bahan baku dan energi untuk industri pupuk, serta beredarnya isu penggunaan bahan tambahan pangan yang tidak diperbolehkan untuk industri makanan dan minuman yang sempat meresahkan masyarakat. Dari semua cabang industri, terdapat dua cabang industri yang mendominasi, yaitu Industri Makanan, Minuman dan Tembakau dan Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatan. Peran Industri Makanan, Minuman dan Tembakau relatif konstan sekitar 28-33 persen, tetapi Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatan pada periode tahun 2000-2005 perannya masih sekitar 20-26 persen, pada periode 2005-2009 meningkat menjadi sekitar 27-29 persen. Hal ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pendalaman dan penguatan struktur industri ke arah produksi produk-produk yang bernilai tambah tinggi dan memiliki kandungan teknologi yang lebih tinggi . Utilisasi industri juga menjadi isu penting karena baru sekitar 47 sub sektor industri di Indonesia yang utilisasinya di atas 80 persen, sementara 96 sub sektor dan 83 sub sektor industri utilisasinya masing-masing baru mencapai antara 61 dan 79 persen dan bahkan di bawah 60 persen. Sub sektor yang memiliki utilitas di atas 80 persen didominasi oleh sub sektor Industri Kimia Hulu, dimana sektor hilir industri yang nilai tambahnya lebih tinggi,

- 10 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010/M-IND/PER/1/2010

utilisasi kapasitas terpasangnya lebih rendah. Kelompok industri yang memiliki nilai tambah yang tinggi dibandingkan dengan Industri Kimia seperti Industri Permesinan dan Elektronika, ternyata utilitasnya berkisar antara 61 sampai dengan 79 persen, bahkan beberapa diantaranya di bawah 60 persen seperti Industri Radio/Radio Cassette, Industri Mesin Proses Minyak Kelapa Sawit, Industri Mesin Proses Pengolahan Gula dan Mesin Proses Pengerjaan Logam. Penguatan struktur industri selama kurun waktu 2005-2009 telah terjadi pada Industri Turunan Minyak Sawit, Industri Petrokimia (aromatik, C1, Olefin), Industri Pasir Kuarsa, Industri Keramik, Industri Air Laut, Industri Mesin Proses Tekstil, Industri Mesin Proses Pabrik Gula, Industri Mesin Proses Pabik Minyak Kelapa Sawit, Industri Logam, Industri Aluminium, Industri Tembaga, Industri Perkapalan, Industri Bangunan Lepas Pantai, Industri Telematika, Industri TV, Industri Video Cassette/disc player dan Industri Lampu Listrik. Namun perkembangan tersebut dirasakan masih belum memenuhi sebagaimana yang diharapkan. Dari sisi pandang lain struktur yang belum lengkap yang diperlihatkan dengan banyak industri yang belum ada di tanah air, menunjukkan masih besarnya peluang investasi pada sektor industri tertentu, baik berupa pendirian perusahaan baru pada industri yang sudah ada maupun membuka perusahaan pada industri yang belum ada. Struktur industri pada pohon industri masih kurang lengkap dipandang dari dua sisi dimensi yang berbeda. Sisi pertama kurang lengkapnya struktur industri memperlihatkan masih besarnya peluang investasi pada sektor industri yang masih terbuka lebar, baik pendirian perusahaan baru pada industri yang sudah eksis (perluasan struktur) maupun membuka perusahaan pada industri yang belum eksis (pendalaman struktur). Sisi lain, kurang lengkapnya struktur industri pada pohon industri mencerminkan belum kokohnya kemampuan industri dan strategi yang diterapkan dalam pengembangannya. Sebaran industri di Indonesia masih terkonsentrasi secara geografis di Pulau Jawa dan Sumatera. Pada tahun 2008 persebaran Industri Manufaktur masih terfokus di Pulau Jawa dan Sumatera menyerap 79,83 persen. Adapun tahun 2006 kedua pulau tersebut menyerap 79,5 persen unit usaha yang ada di Indonesia, sementara pada tahun 2004 serapannya 77,5 persen.

- 11 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

Realisasi Investasi PMDN menunjukkan perkembangan yang makin membaik walau masih tetap di bawah periode sebelum krisis tahun 1998. Sektor industri merupakan sektor utama yang paling banyak diminati oleh perusahaan-perusahaan PMDN. Realisasi Investasi PMDN di sektor industri dari 2005-2009 mencapai Rp. 95,64 triliun dari Rp. 144,42 triliun PMDN secara keseluruhan. Investasi sektor industri paling besar terdapat pada industri Kertas dan Percetakan yaitu Rp. 28,95 triliun dengan 52 proyek. Penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan telah meningkat rata-rata 6,38 persen pada periode tahun 2005-2009. Dibandingkan tahun 2005, penyerapan tenaga kerja pada tahun 2006, 2007, 2008, dan 2009 masing-masing meningkat sebesar 14,82 persen; 20,527 persen, 22,36 persen, dan 27,49 persen. Dari sisi ekspor, nilai ekspor produk hasil Industri Manufaktur pada tahun 2005 sebesar US$ 55.566,99 juta dengan kontribusi 64,87 persen terhadap total nilai ekspor Indonesia dan 83,65 persen terhadap produk non migas. Pada tahun 2009, nilai ekspor produk hasil Industri Manufaktur meningkat menjadi sebesar US$ 73.435,84 juta serta mempunyai kontribusi 63,03 persen terhadap total nilai ekspor Indonesia dan 75,33 persen terhadap produk non migas dengan pertumbuhan dari tahun 2005-2009 sebesar 46,76 persen. B. POTENSI DAN PERMASALAHAN Potensi Sumber daya alam Indonesia (cadangan hutan, kelautan dan perikanan, migas, mineral dan batubara, dsb) sangat potensial untuk menumbuh-kembangkan industri berbasis sumber daya alam. Letak Indonesia yang sangat strategis dapat mengakomodasi kepentingan berbagai negara serta kerjasama yang saling menguntungkan dengan negara-negara di sekelilingnya. Indonesia yang terdiri dari atas ribuan pulau dan penduduknya yang besar merupakan captive market bagi berbagai industri. Penduduk Indonesia yang besar tersebut tidak saja dapat merupakan modal bagi tumbuhnya industri (khususnya IKM) yang berbasis tenaga kerja, tetapi juga peluang bagi tumbuhnya sektor industri yang berbasis padat iptek dan daya kreatif.

- 12 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010/M-IND/PER/1/2010

Dengan Sumber Daya Industri yang begitu besar yang dimiliki baik itu Sumber Daya Alamnya maupun Sumber Daya Manusianya, dimana masingmasing memiliki kekuatan dan kelemahan antara lain sebagai berikut : 1. Faktor Sumber Daya Alam Kekuatan 1. Lahan Luas dan Subur 2. Penanaman sepanjang tahun 3. Cadangan hutan produksi cukup luas 4. Pembukaan lahan baru sektor pertanian 5. Ketersediaan sumber daya laut & potensi penangkapan ikan 6,7 juta ton per-tahun 6. Ketersediaan sumber mineral cukup besar. daya Kelemahan 1. Rendahnya produktivitas pertanian & agrobisnis sektor

2. Melambatnya pertumbuhan sektor pertanian 3. Meningkatnya ketergantungan terhadap impor makanan 4. Bahaya kerusakan ekologi 5. Terjadinya berlebihan penebangan hutan

6. Bahaya atas terjadinya penangkapan ikan berlebihan di beberapa wilayah

2. Faktor Sumber Daya Manusia Kekuatan 1. Jumlah Penduduk Besar 2. Tingkat upah kompetitif 3. Keterampilan Seni (craftmanship) tinggi 4. Tekun dan pelatihan mudah menerima Kelemahan 1. Tidak meratanya penyebaran penduduk dan pendapatan 2. Tingkat pendidikan, keterampilan dan produktifitas tenaga kerja relatif rendah 3. Disiplin rendah

5. Kemampuan bidang operasional 6. Kemampuan bidang rancang bangun dan perekayasaan sudah berkembang 3. Faktor Geografi Kekuatan 1. Terdiri dari ribuan pulau 2. Terletak di geo stasioner 3. Posisi strategis Kelemahan 1. Belum bisa didayagunakan sebagai penggerak pertumbuhan industri 2. Peluang baru akan diambil oleh perusahaan-perusahaan asing 3. Infrastruktur telekomunikasi relatif belum memadai

- 13 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

4. Faktor Permodalan Kekuatan 1. Telah adanya investasi ekstensi selama dua dekade lalu dalam bentuk aset tetap (bangunan, mesin, & peralatan) Kelemahan 1. Rendahnya pemanfaatan kapasitas terpasang pada beberapa sub-sektor industri 2. Terdapat mesin-mesin sudah tua di beberapa sektor industri. 3. Cadangan devisa, perbankan, pasar Modal belum cukup menunjang. 5. Faktor Prasarana (Fisik) Kekuatan 1. Pernah melakukan investasi secara berarti dan adanya pertumbuhan selama dua dekade lalu sebelum krisis Kelemahan 1. Beberapa prasarana (jalan raya, pelabuhan, dll) & sarana kurang memadai. 2. Ketergantungan tinggi terhadap bantuan asing dan swasta dalam pengembangan prasarana 3. Angkutan Laut dikuasai asing dan belum memadai 6. Faktor Teknologi Kekuatan 1. Investasi mendorong terjadinya impor teknologi 2. Jumlah SDM relatif besar pada lembaga-lembaga R&D Pemerintah 3. Penyebaran Teknologi secara nyata lebih efektif melalui impor dan pengenalan mesin Kelemahan 1. Kegiatan R&D industri dilakukan oleh pemiliknya di luar negeri 2. Relatif rendahnya pengembangan teknologi tingkat

3. Rendahnya respon lembaga-lembaga R&D terhadap permintaan pasar 4. Rendahnya manufaktur produktivitas sektor

5. Relatif rendahnya biaya R&D per orang 6. Lemahnya keterkaitan antara lembaga-lembaga R&D pemerintah dengan swasta 7. Lemahnya koordinasi & pengembangan lembaga riset arah

- 14 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010/M-IND/PER/1/2010

Walau telah dicapai berbagai perkembangan yang cukup penting dalam pengembangan industri, namun dirasakan industri belum tumbuh seperti yang diharapkan, khususnya bila dibandingkan dengan kinerja industri pada masa sebelum krisis multi dimensi pada tahun 1998. Berbagai masalah baik yang secara umum menghambat pertumbuhan industri, maupun yang secara khusus dihadapi oleh beberapa industri (penting) tertentu dipaparkan pada uraian di bawah ini. Masalah Umum a. Masalah Internal Industri 1. Struktur industri masih belum kuat. 2. Industri dasar yang menjadi pemasok bahan baku dan bahan penolong industri jumlah dan kemampuannya masih terbatas, dan sama halnya dengan kemampuan produksi barang setengah jadi dan komponen, sehingga ketergantungan impor masih tetap tinggi. 3. Masih terbatasnya populasi industri berteknologi tinggi. 4. Kapasitas produksi masih belum optimal. 5. Penurunan kinerja di beberapa cabang industri akibat terpaan krisis global. 6. Terganggunya penyelundupan).7. Ketergantungan ekspor pada beberapa komoditi dan beberapa negara

penguasaan

pasar

domestik

(khususnya

akibat

tujuan. 8. Lemahnya penguasaan desain dan rancang bangun untuk pembangunan industri. 9. Tidak tersedianya dana penelitian dan pengembangan produk industri untuk produk buatan lokal yang cukup di perusahaan industri. 10. Penerapan standar produk komponen dan bahan baku yang tersedia di pasar dalam negeri tidak atau belum memenuhi standar yang telah ditetapkan, sehingga menyulitkan dalam proses fabrikasi dan

manufacturing. 11. Belum kuatnya peranan industri kecil dan menengah.

- 15 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

b. Masalah Eksternal Industri 1. Keterbatasan infrastruktur (jaringan jalan, pelabuhan, kereta api, listrik, pasokan gas). 2. Birokrasi yang belum pro-bisnis. 3. Arus barang impor ilegal yang tinggi (penyelundupan), walau pada satu tahun terakhir ini sudah menunjukkan perbaikan yang berarti. 4. Masalah perburuhan (pesangon, premi jamsostek, UMR dan lainlain). 5. Masalah kepastian hukum. 6. Insentif fiskal yang belum bersaing dibanding dengan yang ditawarkan oleh negara tetangga. 7. Suku bunga perbankan yang masih tinggi. 8. Ketentuan limbah B3 (limbah batu bara, baja, dan lainlain) yang sering kali menyulitkan dunia usaha. 9. Kurangnya keberpihakan serta kesadaran masyarakat untuk

menggunakan produk dalam negeri. 10. Belum tersedianya perbankan yang khusus ditunjuk pemerintah untuk pembangunan industri per sektor (misalnya: bank khusus untuk agro, untuk industri, untuk migas, untuk IKM, dan lain sebagainya), dengan tingkat bunga kompetitif. 11. Belum terjalinnya komunikasi/hubungan yang intensif antara hasil riset dari balai riset industri dalam negeri dengan perusahaan industri lokal. 1. Perkembangan Industri Indonesia Secara kumulatif petumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia tahun 2008 berada pada angka 6,01 persen (Tabel 1.1), lebih rendah dari target APBN sebesar 6,4 persen. Pencapaian pertumbuhan Produk Domestik Bruto tahun 2009 jauh lebih rendah yakni sebesar 4,55 persen. Kondisi ini terjadi akibat tekanan global karena kasus di Amerika Serikat dan akumulasi permasalahannya. Pertumbuhan sektor ekonomi tertinggi tahun 2009 disumbang oleh sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 15,53 persen yang berarti menurun dibandingkan tahun 2008 sebesar 16,57 persen, diikuti Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar 13,78 persen yang meningkat dari tahun

- 16 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010/M-IND/PER/1/2010

2008 sebesar 10,92 persen. Namun, terjadi penurunan pertumbuhan pada Industri Pengolahan sebesar 1,55 persen dibandingkan tahun 2008 yakni semula tercatat 3,66 persen, menjadi hanya 2,11 persen pada tahun 2009. Secara keseluruhan terjadi penurunan pertumbuhan terkecuali sektor Pertambangan, Listrik dan Gas, dan sektor Jasa-Jasa. Kondisi ini menunjukkan imbas krisis finansial global di tengah berbagai permasalahan yang masih dihadapi pada lapangan usaha sektor dimaksud. Tabel 1.1. Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi (tahun dasar 2000, persen)LAPANGAN USAHA 1. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 3. INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Migas b. Industri Non Migas 4. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 5. B A N G U N A N 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH. 9. JASA - JASA PRODUK DOMESTIK BRUTO PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS Sumber : BPS diolah Kemenperin * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara 2.82 -4.48 6.38 -1.95 7.51 5.30 7.49 5.70 13.38 7.66 5.38 5.03 5.97 2.72 3.20 4.60 -5.67 5.86 6.30 7.54 8.30 12.76 6.70 5.16 5.69 6.57 3.36 1.70 4.59 -1.66 5.27 5.76 8.34 6.42 14.23 5.47 6.16 5.50 6.11 3.47 1.93 4.67 -0.06 5.15 10.33 8.53 8.91 14.04 7.99 6.44 6.35 6.95 4.83 0.68 3.66 -0.34 4.05 10.92 7.51 6.87 16.57 8.24 6.23 6.01 4.46 4.13 4.37 2.11 -2,21 2.52 13.78 7.05 1.14 15.53 5.05 6.40 4.55 4.93 2004 2005 2006 2007 2008* 2009**

2. Kontribusi Industri Terhadap Ekonomi Sampai dengan tahun 2009, sektor Industri Pengolahan masih menjadi penyumbang tertinggi terhadap perekonomian nasional (Produk Domestik Bruto-PDB). Sektor Industri Pengolahan pada tahun 2009 menyumbang sekitar 26,38 persen, diikuti oleh sektor Pertanian 15,29 persen dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 13,37 persen. Dari tahun 2005 sampai dengan 2009, kontribusi sektor Industri Pengolahan memberikan sumbangan rata-rata 27 persen, tetapi pada tahun 2009 turun mencapai 26,38 persen. Yang tampak memberikan kontribusi agak baik pada tahun 2009 adalah

- 17 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan , Konstruksi serta Jasa-jasa, sebagaimana terlihat pada tabel 1.2.

Tabel 1.2. Nilai PDB Sektoral dan kontribusinya terhadap PDB NasionalNo LAPANGAN USAHA

2005 Jumlah % 13,13 11,14 27,41 5,63 21,78 0,96 7,03 15,56 6,51 8,31 9,96 100,00 88,61

2006 Jumlah 433.223,4 366.520,8 919.539,3 172.094,9 747.444,4 30.354,8 251.132,3 501.542,4 231.523,5 269.121,4 336.258,9 3.339.216,8 2.967.040,3 % 12,97 10,98 27,54 5,15 22,38 0,91 7,52 15,02 6,93 8,06 10,07 100,00 88,85

2007 Jumlah 541.931,5 440.609,6 1.068.653,9 182.324,3 886.329,6 34.723,8 304.996,8 592.304,1 264.263,3 305.213,5 398.196,7 3.950.893,2 3.534.406,5 % 13,72 11,15 27,05 4,61 22,43 0,88 7,72 14,99 6,69 7,73 10,08 100,00 89,46

2008* Jumlah 716.065,3 540.605,3 1.380.713,1 242.043,0 1.138.670,1 40.846,7 419.642,4 691.494,7 312.190,2 368.129,7 481.669,9 4.951.356,7 4.427.193,3 % 14,46 10,92 27,89 4,89 23,00 0,82 8,48 13,97 6,31 7,43 9,73 100,00 89,,41

2009** Jumlah 858.252,0 591.531,7 1.480.905,4 213.706,5 1.267.198,9 46.823,1 554.982,2 750.605,0 352.407,2 404.116,4 573.818,7 5.613.441,7 5.146.512,1 % 15,29 10,54 26,38 3,81 22,57 0,83 9,89 13,37 6,28 7,20 10,22 100,00 91,68

1

PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN a. Migas b. Non Migas

364.169,3 309.014,1 760.361,3 138.440,9 621.920,4 26.693,8 195.110,6 431.620,2 180.584,9 230.522,7 276.204,2 2.774.281,1 2.458.234,3

2 3

4 5 6 7 8 9 10 11

LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH KONSTRUKSI PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERSH. JASA - JASA PRODUK DOMESTIK BRUTO PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS

Sumber : BPS diolah Kemenperin *Angka Sementara, ** Angka Sangat Sementara

Dampak krisis finansial global sangat dirasakan oleh beberapa industri terutama yang melakukan ekspor dengan tujuan pasar Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang akibat melemahnya pasar di negara tersebut. Produk yang terkena dampak cukup berarti antara lain : TPT, Produk Karet, Produk Kayu, serta Pulp dan Kertas, Minyak Sawit dan produk-produk Logam. Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan, mengalami pertumbuhan negatif karena sulitnya pasokan bahan baku dan menurunnya pasar ekspor. Kondisi yang sama juga terjadi pada Industri Kertas & Barang Cetakan. Industri Makanan, Minuman & Tembakau mengalami penurunan permintaan akibat penurunan daya beli masyarakat. Kondisi melemahnya pasar global tersebut, berakibat terganggunya rencana perluasan investasi. Sebagaimana terlihat pada Tabel 1.3, semua cabang industri

Pengolahan Non Migas mendapat tekanan hebat. Dari sembilan cabang industri yang mengalami pertumbuhan positif sampai tahun 2009 adalah Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau mengalami pertumbuhan

- 18 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010/M-IND/PER/1/2010

sebesar 11,29 persen, Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet sebesar 1,51 persen, Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki sebesar 0,53 persen, Industri Kertas dan barang cetakan sebesar 6,27 persen dan Barang Lainnya 3,13 persen. Sedangkan beberapa cabang industri yang mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2009 adalah industri Barang Kayu dan Hasil Hutan lainnya yang mencapai -1,46 persen, Industri Semen dan Barang Galian bukan logam sebesar -0,63 persen dan Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya sebesar -2,94 persen. Sedangkan cabang industri Logam Dasar Besi dan Baja mengalami penurunan terbesar dibanding cabang industri yang lain mencapai -4,53 persen.

Tabel 1.3. Pertumbuhan PDB: tradables (persen)No 1 LAPANGAN USAHA PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. K e h u t a n a n e. P e r i k a n a n 2 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN a. Minyak dan gas bumi b. Pertambangan Bukan Migas. c. Penggalian. 3 INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri M i g a s 1). Pengilangan Minyak Bumi 2). Gas Alam Cair b. Industri bukan Migas 1). Makanan. Minuman dan Tembakau 2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 3). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. 4). Kertas dan Barang cetakan 5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet 6). Semen & Brg. Galian bukan logam 7). Logam Dasar Besi & Baja 8). Alat Angk., Mesin & Peralatannya 9). Barang lainnya 2.82 2.89 0.40 3.35 1.28 5.56 -4.48 -4.32 -7.96 7.46 6.38 -1.95 -0.23 -3.22 7.51 1.39 4.06 -2.07 7.61 9.01 9.53 -2.61 17.67 12.77 2.72 2.60 2.48 2.13 -1.47 5.87 3.20 -1.77 12.24 7.69 4.60 -5.67 -5.00 -6.19 5.86 2.75 1.31 -0.92 2.39 8.77 3.81 -3.70 12.38 2.61 3.36 2.98 3.79 3.35 -2.85 6.90 1.70 -1.07 4.84 8.33 4.59 -1.66 -1.89 -1.48 5.27 7.21 1.23 -0.66 2.09 4.48 0.53 4.73 7.55 3.62 3.47 3.35 4.55 2.36 -0.83 5.39 1.93 -1.15 5.27 8.53 4.67 -0.06 -0.13 -0.01 5.15 5.05 -3.68 -1.74 5.79 5.69 3.40 1.69 9.73 -2.82 4.83 6.06 3.67 3.52 -0.03 5.07 0.68 0.45 -1.10 7.51 3.66 -0.34 0.92 -1.30 4.05 2.34 -3.64 3.45 -1.48 4.46 -1.49 -2.05 9.79 -0.96 4.13 4.71 2.46 3.72 1.51 5.20 4.37 0.07 10.56 7.04 2.11 -2.21 0.48 -4.32 2.52 11.29 0.53 -1.46 6.27 1.51 -0.63 -4.53 -2.94 3.13

2004

2005

2006

2007

2008*

2009**

- 19 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

No 4

LAPANGAN USAHA LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH a. L i s t r i k b. Gas Kota c. Air bersih

20045.30 5.13 9.40 2.47 7.49 5.70 5.52 7.93 6.08 13.38 8.76 -0.92 4.99 3.63 4.11 30.07 8.73 22.88 7.66 6.02 9.24 9.18 8.89 9.23 5.38 1.65 1.46 2.00 8.96 7.78 8.34 9.51 5.03 5.97

20056.30 6.68 6.48 4.53 7.54 8.30 8.82 6.23 5.88 12.76 6.25 -2.98 4.84 8.75 3.94 10.42 5.56 24.58 6.70 4.50 8.35 6.66 8.17 9.28 5.16 1.90 1.81 2.06 8.09 7.22 6.52 8.62 5.69 6.57

20065.76 6.36 5.33 3.57 8.34 6.42 6.60 5.18 5.75 14.23 6.61 6.44 4.93 7.24 3.81 10.65 7.06 26.03 5.47 1.55 7.15 7.55 8.47 9.49 6.16 3.96 3.74 4.34 8.02 6.96 7.95 8.45 5.50 6.11

200710.33 7.64 30.16 3.28 8.53 8.93 9.41 5.37 7.08 14.04 2.82 1.28 3.71 -2.30 3.31 8.02 0.60 28.74 7.99 7.96 8.14 9.68 7.85 8.15 6.44 5.43 5.15 5.92 7.27 6.62 6.97 7.56 6.35 6.95

2008*10.92 6.65 33.21 3.74 7.51 6.87 7.03 4.51 6.58 16.57 2.74 14.31 4.93 -5.05 4.75 5.32 0.43 31.04 8.24 7.41 9.03 3.40 8.88 8.97 6.23 4.46 4.07 5.12 7.65 7.07 8.08 7.82 6.01 6.46

2009**13.78 6.96 41.03 3.91 7.05 1.14 0.02 3.60 7.53 15.53 5.46 -6.83 5.67 -2.50 5.02 11.65 5.05 23.80 5.05 2.40 7.61 7.00 5.24 9.64 6.40 5.10 4.91 5.43 7.40 7.32 8.20 7.34 4.55 4.93

5 6

KONSTRUKSI PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN a. Perdagangan Besar dan Eceran b. H o t e l c. R e s t o r a n

7

PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI a. P e n g a n g k u t a n 1). Angkutan Rel 2). Angkutan Jalan raya 3). Angkutan laut 4). Angk. Sungai, Danau & Penyebrangan 5). Angkutan Udara 6). Jasa Penunjang Angkutan b. K o m u n i k a s i

8

KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERSH. a. B a n k b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Jasa Penunjang Keuangan d. Real Estate e. Jasa Perusahaan

9

JASA JASA a. Pemerintahan Umum 1). Adm. Pemerintahan & Pertahanan 2). Jasa Pemerintahan lainnya b. S w a s t a 1). Sosial Kemasyarakatan 2). Hiburan dan Rekreasi 3). Perorangan dan Rumah tangga PRODUK DOMESTIK BRUTO PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS

Sumber : BPS, diolah * Angka sementara, ** Angka sangat sementara

Industri Non Migas terus mengalami penurunan sejak tahun 2005 sebagaimana dilihat pada Tabel 1.4. Dari tabel tersebut terdapat lima industri yang mengalami pertumbuhan negatif sampai dengan tahun 2009 yakni : Barang kayu & Hasil Hutan Lainnya sebesar -1,46 persen; Semen & Barang

- 20 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010/M-IND/PER/1/2010

Galian bukan logam -0,63 persen; Logam Dasar Besi dan Baja sebesar -4,53 persen; serta Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya sebesar -2,94 persen. Sedangkan cabang industri yang menunjukkan pertumbuhan positif ada empat yakni Makanan, Minuman dan Tembakau 11,29 persen; Tekstil, Brg. Kulit & Alas Kaki sebesar 0,53 persen; Kertas dan Barang Cetakan sebesar 6,27 persen; Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet sebesar 1,51 persen serta Barang Lainnya sebesar 3,13 persen.Tabel 1.4. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non MigasNo1 2 3 4 5 6 7 8 9

Cabang Industri 2004Makanan, Minuman dan Tembakau Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. Kertas dan Barang cetakan Pupuk, Kimia & Barang dari karet Semen & Brg. Galian bukan logam Logam Dasar Besi & Baja Alat Angk., Mesin & Peralatannya Barang lainnyaTotal Industri Pengolahan Non Migas

20052.75 1.31 -0.92 2.39 8.77 3.81 -3.70 12.38 2.61 5.86

Pertumbuhan (%) 2006 2007 2008*7.21 1.23 -0.66 2.09 4.48 0.53 4.73 7.55 3.62 5.27 5.05 -3.68 -1.74 5.79 5.69 3.40 1.69 9.73 -2.82 5.15 2.34 -3.64 3.45 -1.48 4.46 -1.49 -2.05 9.79 -0.96 4.05

2009 **11.29 0.53 -1.46 6.27 1.51 -0.63 -4.53 -2.94 3.13 2.52

1.39 4.06 -2.07 7.61 9.01 9.53 -2.61 17.67 12.77 7.51

Sumber: BPS, diolah * Angka sementara, ** Angka sangat sementara.

Kondisi cabang-cabang industri masih menunjukkan kondisi tidak stabil pada tahun 2009, dimana ada lima cabang industri yang mengalami pertumbuhan negatif dan empat cabang industri yang positif. Terdapat dua industri yang mengalami penurunan dan kenaikan yang cukup tinggi, untuk kenaikan terjadi pada Industri Makanan, Minuman dan Tembakau sebesar 11,29 persen dan penurunan terjadi pada Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya sebesar -2,94 persen. Alat Angkut,

Mesin dan Peralatan yang semula membukukan pertumbuhan positif 9,79 persen pada tahun 2008, turun drastis menjadi -2,94 persen kemudian Industri Makanan, Minuman dan Tembakau pada tahun 2008 sebesar 2,34 persen menjadi 11,29 persen pada tahun 2009. Perkembangan Pertumbuhan Industri Pengolahan Migas Tahun Tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Gambar 1.1 .

- 21 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

Gambar 1.1. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas 2004-2009 Ditinjau dari realisasi investasi dalam negeri (PMDN), sebagian besar Industri Manufaktur mengalami peningkatan realisasi investasi pada tahun 2009 dibanding tahun 2008, dengan nilai realisasi tertinggi pada cabang Industri Kimia dan Farmasi sebesar 5.850,1 miliar rupiah diikuti dengan Industri Makanan sebesar 5.768,5 miliar rupiah. Nilai realisasi Industri Makanan mengalami penurunan sangat besar pada tahun 2009 sebesar 29,6 persen dibanding tahun sebelumnya (Tabel 1.5) dari 8.192,9 miliar rupiah pada tahun 2008 hanya dibukukan senilai 5.768,5 miliar rupiah di tahun 2009. Apabila ditinjau dari jumlah izin usaha tetap yang dikeluarkan, maka industri yang mencapai perkembangan significan dibanding tahun 2008 adalah cabang Industri Tekstil, diikuti cabang Industri Karet dan plastik dan industri lainnya. Tabel 1.5 Perkembangan Realisasi Investasi (PMDN) IndustriNO. 1 2 3 4 5 6 7 8 SEKTOR Industri Makanan Industri Tekstil Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki Industri Kayu Ind. Kertas dan Percetakan Ind. Kimia dan Farmasi Ind. Karet dan Plastik Ind. Mineral Non Logam P 28,0 7,0 2,0 4,0 4,0 10,0 11,0 10,0 2004 I 3.507,9 70,0 24,5 888,9 205,7 4.284,8 445,4 524,5 P 35,0 22,0 1,0 9,0 13,0 17,0 18,0 4,0 2005 I 4.490,8 1.640,7 14,6 198,8 9.732,6 1.945,2 678,4 774,6 P 19,0 7,0 1,0 9,0 9,0 10,0 11,0 4,0 2006 I 3.175,3 81,7 4,0 709,0 1.871,2 3.248,9 253,6 218,2 P 27 8 2 3 8 14 10 2 2007 I 5.371,7 228,2 58,5 38,8 14.548,2 1.168,2 564,5 124,2 P 49 20 2 4 14 23 27 7 2008 I 8.192,9 719,6 10,1 306,6 1.797,7 503,7 797,8 845,3 P 34 23 1 2 8 15 31 4 2009 I 5.768,5 2.645,7 4,0 33,5 1.000,8 5.850,1 1.532,8 786,1

- 22 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010/M-IND/PER/1/2010 2004 P 19,0 0,0 1,0 0,0 96,0 Sumber : BKPM (2009) CATATAN : 1. Diluar Investasi Sektor Minyak & Gas Bumi, Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, Pertambangan dalam rangka Kontrak Karya, Perjanjian Karya, Pengusahaan Pertambangan Batubara, Investasi yang perizinannya dikeluarkan oleh instansi teknis/sektor, Investasi Porto folio (Pasar Modal) dan Investasi Rumah Tangga. 2. P : Jumlah Izin Usaha Tetap yang dikeluarkan 3. I : Nilai Realisasi Investasi dalam Rp. Milyar 4. Data sementara, termasuk izin usaha tetap yang dikeluarkan oleh daerah yang diterima BKPM sampai dengan tanggal 31 Desember 2009 I 546,6 0,0 19,6 0,0 10.517,9 P 16,0 0,0 6,0 8,0 149,0 2005 I 1.151,5 0,0 284,6 79,4 20.991,2 P 22,0 0,0 4,0 0,0 96 2006 I 3.334,2 0,0 116,6 0,0 13,012.7 P 17 8 2 101 2007 I 3.541,6 609,4 36,5 26,289.8 P 31 2 6 4 189 2008 I 2.381,1 7,0 314,7 38,4 15,914.8 P 31 3 6 158 2009 I 1.466,8 66,5 279,5 19,434.4

NO. 9 10 11 12

SEKTOR Ind. Logam, Mesin & Elektronik Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik dan Jam Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain Industri Lainnya Jumlah

Perkembangan Realisasi Investasi PMDN per tahun dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2. Realisasi PMDN Industri (milyar Rp) Ditinjau dari realisasi Nilai investasi PMA pada tahun 2009 menunjukkan penurunan dibanding tahun 2008 yakni dari sebesar US$ 4.515,2 menjadi US$ 3.831,1 Juta. Dari sejumlah tersebut, kontribusi investasi 3 besar pada tahun 2009 berada pada sub sektor Industri Kimia dan Farmasi dengan nilai US$ 1.183,1 juta, kemudian diikuti industri Logam, Mesin & Elektronika sebesar US$ 654,9 juta dan industri Kendaraan

Bermotor & Alat Transportasi Lain sebesar US$ 583,4 juta (Tabel 1.6). Jumlah izin usaha tetap yang dikeluarkan untuk investasi PMA rata-rata meningkat pada tahun 2009 terkecuali Industri Makanan yang mengalami

- 23 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

penurunan sejumlah 7 izin usaha. Total izin yang dikeluarkan adalah sejumlah 474 izin pada tahun 2009 dibandingkan 495 izin pada tahun 2008 atau terjadi penurunan realisasi pemberian izin usaha sebesar 4,24 persen dan secara nilai investasi terjadi penurunan sebesar 15,15 persen. Tabel 1.6. Perkembangan Realisasi Investasi (PMA)NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 SEKTOR Industri Makanan Industri Tekstil Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki Industri Kayu Ind. Kertas dan Percetakan Ind. Kimia dan Farmasi Ind. Karet dan Plastik Ind. Mineral Non Logam Ind. Logam, Mesin & Elektronik Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik dan Jam Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain Industri Lainnya Jumlah Sumber : BKPM (2009) CATATAN :1. Diluar Investasi Sektor Minyak & Gas Bumi, Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, Pertambangan dalam rangka Kontrak Karya, Perjanjian Karya, Pengusahaan Pertambangan Batubara, Investasi yang perizinannya dikeluarkan oleh instansi teknis/sektor, Investasi Porto folio (Pasar Modal) dan Investasi Rumah Tangga. 2. P : Jumlah Izin Usaha Tetap yang dikeluarkan 3. I : Nilai Realisasi Investasi dalam US$ Juta 4. Data sementara, termasuk izin usaha tetap yang dikeluarkan oleh daerah yang diterima BKPM sampai dengan tanggal 31 Desember 2009

2004 P 29,0 24,0 6,0 6,0 16,0 39,0 16,0 10,0 51,0 4,0 22,0 25,0 248,0 I 574,3 165,5 13,2 4,1 414,5 614,1 81,0 108,1 312,8 13,0 402,6 101,4 2.804,6 P 46 31 6 18 6 41 27 11 87 2 31 29 335

2005 I 603.2 71.1 47.8 75.5 9.9 1,152.9 392.6 66.2 521.8 3.1 360.6 195.9 3,500.6 P 45 61 11 18 16 32 33 7 86 1 28 25 363

2006 I 354.4 424.0 51.8 58.9 747.0 264.6 112.7 94.8 955.7 0.2 438.5 117.1 3,619.7 P 53 63 10 17 11 32 36 6 99 1 38 24 390

2007 I 704.1 131.7 95.9 127.9 672.5 1,611.7 157.9 27.8 714.1 10.9 412.3 30.2 4,697.0 P 42 67 20 19 15 42 50 11 141 7 47 34 495

2008 I 491.4 210.2 145.8 119.5 294.7 627.8 271.6 266.4 1,281.4 15.7 756.2 34.7 4,515.2 P 49 66 21 18 18 41 42 8 121 5 52 33 474

2009 I 552.1 251.4 122.6 62.1 68.7 1,183.1 208.1 19.5 654.9 5.1 583.4 120.1 3,831.1

Perkembangan Realisasi Investasi PMA per tahun dapat dilihat pada Gambar 1.3.

1.2.3 Struktur Industri

Gambar 1.3. Realisasi PMA Industri (US$ Juta)

- 24 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010/M-IND/PER/1/2010

Sektor industri masih didominasi oleh industri padat tenaga kerja yang memiliki rantai pendek sehingga penciptaan nilai tambah juga relatif kecil. Industri dimaksud lebih menekankan penggunaan tenaga manusia untuk melakukan pemrosesan tahap awal yang berupa sedikit peningkatan mutu komoditas tanpa mengubah menjadi produk olahan. Pasar tujuan masih tertuju pasar-pasar tradisional (existing market) seperti ke Singapura, Amerika Serikat yang hanya menyerap komoditas dengan nilai tambah kecil yang kurang menguntungkan bagi Indonesia. Berbagai permasalahan dihadapi atas kondisi ini baik dari sisi eksternal dan internal. Permasalahan eksternal dihasilkan dari taktik perdagangan negara pembeli yang memiliki posisi rebut tawar (bargaining power) lebih tinggi sehingga memiliki kekuatan penekan untuk mengatur, kampanye negatif yang menunjukkan seakan Indonesia tidak mampu menjadi negara industri pengolah, dan penerapan hambatan perdagangan. Perlakuan tidak berkeadilan atas praktek hambatan perdagangan yang memaksa secara sepihak negara berkembang membuka pasar domestik atas pasar produk negara maju terutama Amerika Serikat, membuat industri negara berkembang yang baru tumbuh menjadi kalah bersaing ketika berhadapan dengan produk industi maju. Semua hambatan tarif di negara berkembang dipaksa dihapuskan hingga membuka luas pasar produk Pertanian tetapi sebaliknya Amerika Serikat dan Eropa melakukan subsidi sektor Pertanian di negara mereka. Bahkan industri maju meminta liberalisasi industri Kimia, Elektronik, maupun Keuangan. Inilah distrosi perdagangan global yang masih menjadi tantangan negara berkembang termasuk Indonesia. Walaupun sekarang negara yang tergabung pada BRICS (Brazil, Rusia, India, China) telah

memiliki kekuatan dan menuntut World Trade Organization lebih berlaku adil dan memberlakukan akses pada produk-produk negara berkembang namun realisasinya belum secara nyata terwujud. Memang terdapat beberapa permasalahan dari kemampuan Sumber Daya Manusia terutama dalam pengolahan produk atau penanganan lepas

- 25 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

panen, hambatan teknologi pengolahan (processing), permodalan untuk industri padat modal, integrasi hulu dan hilir. Permasalahan generik yang ditemukan hampir di semua lokasi terdiri empat hal pokok yakni: rantai pasokan, sarana dan prasarana, permodalan dan kemampuan sumber daya manusia. Beberapa kondisi khusus diantaranya pemasaran, hubungan industri kecil menengah dan industri besar dan kebijakan pemerintah. 3. Struktur Industri Terdapat tiga unsur pelaku ekonomi yang mendukung perkembangan sektor industri, yaitu Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Pengusaha Kecil/Menengah, serta Koperasi (Tabel 1.7). Jumlah Industri Kecil/Menengah sebesar 3.755.238 juta unit usaha sedangkan industri besar berkisar 2.867 unit usaha. Bangun industri di Indonesia terdiri dari 45 persen merupakan industri berbasis sumberdaya alam (resources based industries), 17 persen merupakan industri padat orang (labour intensives industries), sedangkan sisanya tersebar antara capital based industries, sciences based industries dan differentiated based industries. Pembangunan Industri diharapkan mampu mewujudkan

perimbangan antara industri kecil-menengah dan industri besar. Industri berbasis padat modal dan teknologi difokuskan untuk menyeimbangkan industri yang berbasis Tenaga Kerja dan Sumber daya alam.

Tabel 1.7. Struktur industri Indonesia, 2005 - 2009Uraian1 1.1 1.2 1.3 2 2.1 2.2 2.3 Unit Usaha/Unit Industri Kecil Industri Menengah Industri Besar Tenaga Kerja Industri Kecil Industri Menengah Industri Besar

SatuanUnit Unit Unit Unit Orang Orang Orang Orang

20052.811.468,0 2.795.237,0 13.712,0 2.519,0 10.971.630,0 6.745.086,0 140.992,0 4.085.552,0

20063.220.061,0 3.200.620,0 16.886,0 2.555,0 12.597.214,0 7.195.356,0 175.901,0 5.011.535,0

20073.442.306,0 3.422.672,0 15.782,0 3.852,0 13.223.776,0 7.441.995,0 190.936,0 5.590.844,0

2008*3.545.100 3.526.420 15.709 2.971 13.424.341 7.800.576 190.696 5.433.069

2009**3.758.105 3.739.507 15.731 2.867 13.987.659 7.871.888 201.966 5.913.805

- 26 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010/M-IND/PER/1/2010

Uraian

Satuan

2005

2006

2007538.078,0 69.350,0 64.916,4 403.811,5

2008*557.766 71.887 67.292 418.587

2009**570.629 73.545 68.843 428.241

3 PDB (adhk2000) Mil Rp 491.422,0 514.192,0 Industri Kecil 64.073,1 66.271,5 3.1 Mil Rp Industri Menengah 59.726,0 62.034,7 3.2 Mil Rp Industri Besar 367.622,8 385.886,0 3.3 Mil Rp Sumber: BPS diolah Kemenperin * ) Angka Sementara, ** ) Perkiraan Kriteria: Industri Kecil: penjualan / tahun < 1 Milyar Rupiah Industri Menengah: penjualan / tahun 1 10 Milyar Rupiah Industri Besar: penjualan / tahun > 10 Milyar Rupiah

Ditinjau dari peranan cabang industri, cabang-cabang Industri Pengolahan Non Migas yang memberikan kontribusi tinggi terhadap PDB, adalah cabang Industri Makanan, Minuman dan Tembakau sebesar 33,19 persen. Cabang Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya 27,32 persen, Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 12,84 persen, serta cabang industri lainnya memiliki peran di bawah 10 persen. Sebagaimana tersaji pada tabel 1.8. Tabel 1.8. Peranan Cabang Industri terhadap Total Sektor IndustriCABANG INDUSTRI 2004 29,73 12,99 5,68 5,64 11,64 3,92 2,94 26,54 0,92 100,00 2005 28,58 12,40 5,67 5,45 12,25 3,95 2,96 27,81 0,93 100,00 2006 28,46 12,06 5,97 5,30 12,59 3,88 2,77 28,02 0,95 100.0 2007 29,80 10,56 6,19 5,12 12,50 3,70 2,58 28,69 0,85 100.0 2008* 30,40 9,21 6,43 4,56 13,53 3,53 2,57 28,97 0,80 100.0 2009** 33,19 9,19 6,32 4,82 12,84 3,43 2,11 27,32 0,77 100.0

1). Makanan, Minuman dan Tembakau 2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 3). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. 4). Kertas dan Barang cetakan 5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet 6). Semen & Brg. Galian bukan logam 7). Logam Dasar Besi & Baja 8). Alat Angk., Mesin & Peralatannya 9). Barang lainnyaIndustri tanpa MigasSumber: BPS diolah Kemenperin * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara

4. Persebaran Lokasi dan Konsentrasi Pertumbuhan Industri Kontribusi industri selama ini masih disumbang sebesar 75 persen dari industri-industri yang berada di Pulau Jawa dan sisanya di luar Pulau Jawa dan Bali. Hal ini dapat dimengerti karena pesebaran masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Lokasi industri untuk Pulau Jawa, berada di Jawa Tengah sebesar 38.71 persen, diikuti Jawa Timur 31,05 persen dan Jawa Barat sebesar 21,29 persen (Tabel 1.9). Sedangkan di luar Pulau Jawa, terkonsentrasi di Sumatera. Selain

- 27 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

kedua daerah tersebut juga terdapat kawasan-kawasan lainnya, antara lain : Kawasan Timur Indonesia, Maluku dan Papua. Industri yang berada di Maluku dan Papua memiliki tingkat pertumbuhan industri terkecil kedua, dimana pertumbuhan industri terkecil terletak di kawasan pulau Bali, NTB, NTT. Share wilayah terhadap PDB Industri dan persebarannya dapat dilihat pada Gambar 1.4 dan 1.5. Secara lebih lengkap, persebaran industri di Luar Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 1.10 .

Gambar 1.4. Share Wilayah terhadap PDB Industri Indonesia

Tabel 1.9. Persebaran Industri di Pulau Jawa.Jawa Banten Jawa Barat DKI Jakarta Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Total PDRB IND (T Rp) 92,52 345,6 158,1 91,99 7,4 246,1 941,71 Unit Usaha 78.959 460.341 37.749 837.114 76.616 671.490 2.162.269 Persen 3.65 21.29 1.75 38.71 3.54 31.05 100 Share thd PDB Ind (%) 7,37 27,52 12,59 7,33 0,59 19,6 75

Sumber: BPS (Hasil sensus ekonomi 2006)

- 28 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010/M-IND/PER/1/2010

Tabel 1.10. Persebaran Industri di Luar Pulau JawaNon Jawa NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Riau Kepulauan Jambi Bengkulu Sumatera Selatan Bangka Belitung Lampung Bali Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur PDRB IND (T Rp) 2,67 75,67 12,04 44,15 49,4 4,66 0,85 20,98 6,49 13,66 6,43 14,54 3,99 9,74 15,45 Share thd PDB Ind (%) 0,21 6,03 0,96 3,52 3,93 0,37 0,07 1,67 0,52 1,09 0,51 1,16 0,32 0,7 1,23 Unit Usaha Persen 5.82 7.35 5.40 2.07 0.75 1.63 1.13 4.92 0.57 8.28 7.85 3.74 1.72 4.53 1.34 Non Jawa PDRB IND (T Rp) 62.157 78.449 57.640 22.095 7.958 17.423 12.092 5.2499 6.119 88.395 83.831 39.944 18.334 48.392 14.347 NTB NTT Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Irian Jaya Barat Papua Total 2,85 0,57 3,87 0,4 2,99 16,65 0,84 2,25 0,52 1,02 1,3 0,95 313,9 Share thd PDB Ind(%) 0,23 0,05 0,31 0,03 0,24 1,33 0,07 0,18 0,04 0,08 0,1 0,08 25 Unit Usaha Persen 11.71 6.57 2.90 1.41 2.25 10.17 1.27 3.71 1.39 0.72 0.24 0.56 100.00

124.935 70.081 30.917 14.996 23.960 108.551 13.584 39.553 14.826 7.654 2.525 5.976 1.067.233

Sumber: BPS (Hasil sensus ekonomi 2006)

Tabel 1.11. Persebaran Industri di IndonesiaNo I WILAYAH/PROPINSI Jawa 1. DKI Jakarta 2. Jawa Barat dan Banten 3. Jaw tengah 4. DIY 5. Jawa Timur II Luar Jawa 1. Sumatera 2. Kalimantan 3. Bali/NTB/NTT 4. Sulawesi 5. Maluku / Papua INDONESIA 1998 Unit persen Usaha*) 1.418.895 22.436 314.014 556.748 75.131 450.566 871.394 288.829 97.738 212.680 173.543 19.604 2.290.298 61,95 1,01 13,71 24,31 3,28 19,67 38,05 12,61 4,27 9,29 7,58 4,31 100,00 2003 Unit persen Usaha 1.893.768 23/733 387.983 798.814 133.613 549.625 1.136.342 381.611 694.844 333.989 246.614 27.684 3.030.116 62,50 0,78 12,80 26,36 4,41 18,14 37,50 12,60 4,83 11,02 8,14 0,91 100,00 2006 Unit persen Usaha 2.162.269 37.749 539.300 837.114 76.616 671.490 1.067.234 404.827 121.018 278.847 231.561 30.981 3.229.503 66,95 1,17 16,70 25,92 2,37 20,79 33,05 12,54 3,75 8,63 7,17 0,96 100,00

Sumber: BPS (Hasil sensus ekonomi 2006) Catatan : - Unit Usaha meliputi : Industri Mikro, Industri Kecil, Industri Menengah dan Industri Besar - Status Badan Hukum : BUMN, BUMD, PT, CV, Firma, Koperasi, Yayasan, Lainnya, Tidak berbadan Hukum, Tidak ditanyakan.

- 29 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

Gambar 1.5. Persebaran Industri Indonesia (%) 5. Perkembangan Ekspor Impor dan Neraca Perdagangan Perkembangan ekspor total industri nasional selama lima tahun terakhir mengalami pertumbuhan sebesar 32,16 persen. Pertumbuhan ini disumbang oleh 12 industri yang tumbuh selama lima tahun terakhir sebesar 31,39 persen. Total nilai sumbangan nilai ekspor sebesar US $

65.376,57 juta dibandingkan tahun 2004 sebesar US $ 43.455,17 juta. Pengolahan Kelapa/Kelapa Sawit masih menjadi penyumbang paling tinggi dengan nilai US $ 12.924,89 juta diikuti Tekstil sebesar US $ 9.245,13 juta dan Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif sebesar US $ 8.701,12 juta. Adapun penyumbang terkecil adalah industri Kulit, Barang Kulit dan Sepatu/Alas Kaki sebesar US $ 1.888,08 juta. Secara rinci Perkembangan Ekspor Non Migas tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Tabel 1.12. dan Gambar 1.6.

- 30 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010/M-IND/PER/1/2010

Tabel 1.12. Perkembangan Ekspor Non Migas Tahun 2004 s/d 2009 (juta US $)No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 URAIAN Pengolahan Kelapa/Kelapa Sawit Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif Tekstil Pengolahan Karet Elektronika Pengolahan Tembaga, Timah dll. Pulp dan Kertas Pengolahan Kayu Kimia Dasar Makanan dan Minuman Alat-alat Listrik Kulit, Barang Kulit dan Sepatu/Alas Kaki Total 12 Besar Industri Total Industri Non migas MigasSumber : BPS, diolah * Agka Sementara

2004

2005

2006

2007

2008

2009*

Pertumbuhan (%) 2005-2009138,50

4.840,30

5.419,19

6.407,27

10.476,83

16.168,07

12.924,89

4.581,84 7.626,15 2.954,10 7.142,50 2.165,08 2.817,61 4.461,62 2.640,07 1.440,12 1.232,73 1.553,04 43.455,17 48.660,11 55.939,28 15.645,33

5.949,69 8.584,85 3.545,82 7.853,03 3.133,52 3.257,48 4.476,25 2.750,22 1.647,92 1.456,03 1.683,69 49.757,71 55.566,99 66.428,36 19.231,60

7.712,68 9.422,75 5.465,16 7.200,19 4.133,97 3.983,27 4.757,59 3.521,44 1.866,00 1.770,93 1.913,17 58.154,42 64.990,33 79.589,15 21.209,48

9.606,92 9.790,09 6.179,87 6.359,73 6.156,04 4.440,49 4.485,14 4.492,50 2.374,83 2.148,88 2.006,60 68.517,92 76.429,60 92.012,32 22.088,57

11.814,98 10.116,35 7.579,66 6.806,70 5.660,67 5.219,62 4.206,12 3.738,35 3.104,85 2.390,24 2.260,46 79.066,08 88.351,70 107.894,15 29.126,27

8.701,12 9.245,13 5020,19 7.899,59 4.241,50 4.272,38 3.441,45 3.161,16 2.576,44 2.004,60 1.888,08 65.376,57 73.435,84 97.491,73 19.018,30

46,24 7,69 41,58 0,59 35,36 31,16 -23,12 14,94 56,34 37,68 12,14 31,39 32,16 46,76 -1,11

Gambar 1.6. Total Ekspor Non Migas Tahun 2004 s/d 2009 (juta US $)

- 31 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

Total nilai impor nasional pada akhir tahun 2008 mengalami peningkatan hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 2007. Nilai total impor Non Migas tahun 2008 sebesar US $ 98.644,41 juta dan total industri sebesar US $ 91.800,67 juta. Dari total nilai impor tersebut terserap pada 9 industri sebesar US $ 80.372,42 juta. Industri yang menyerap impor paling tinggi adalah Industri Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif sebesar US $ 31.683,82 juta pada tahun 2009. Nilai ini naik sebesar 80,73 persen dibandingkan tahun 2005. Industri Elektronika menyerap nilai impor sebesar US $ 10.496,71 juta dan Industri Kimia sebesar US $ 8.095,12 juta. Secara rinci perkembangan Impor Non Migas tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Tabel. 1.13.

Tabel 1.13. Perkembangan Impor Non Migas Tahun 2004 s/d 2009 (US $ Juta)No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 URAIAN Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif Elektronika Kimia Dasar Tekstil Makanan dan Minuman Pulp dan Kertas Alat-alat Listrik Pupuk Barang-barang Kimia lainnya Total 9 Besar Industri Total Industri Non Migas Gas 2004 2005 2006 2007 2008 2009* Pertumbuhan (%) 2005-2009 80,73 334,92 36,39 230,80 46,81 44,98 139,90 79,07 42,38 92,95 94,09 93,45 8,72

13.620,20 2.048,47 5.690,64 1.036,36 1.390,67 1.299,76 724,42 431,99 1.078,06 27.320,57 31.550,79 34.792,48 11.732,05

17.531,04 2.413,48 5.935,32 1.026,87 1.914,52 1.298,95 877,79 518,87 1.167,23 32.684,07 37.300,34 40.243,21 17.457,68

17.031,41 2.488,31 6.315,39 1.085,68 2.178,23 1.392,04 852,98 624,65 1.170,03 33.138,71 38.624,63 42.102,59 18.962,87

20.539,04 4.035,98 7.115,75 1.192,00 3.616,14 1.692,60 1.118,31 761,78 1.293,82 41.365,42 48.084,08 52.540,61 21.932,82

39.978,69 13.444,71 10.716,70 3.901,78 3.157,97 2.518,49 2.470,79 2.337,64 1.845,64 80.372,42 91.800,67 98.644,41 30.552,90

31.683,82 10.496,71 8.095,12 3.396,92 2.810,63 1.883,21 2.105,82 929,14 1.661,88 63.063,25 72.398,09 77.848,50 18.980,75

Sumber : BPS, diolah*angka sementara

- 32 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010/M-IND/PER/1/2010

Total Impor Industri Non Migas 2004-2009 dapat dilihat pada Gambar 1.7.

Gambar 1.7. Total Impor Non Migas Tahun 2004 s/d 2009 (US $ Juta) Berdasarkan penggunaan, impor barang dibagi menurut barang konsumsi, bahan baku dan barang modal. Impor barang konsumsi, impor bahan baku/penolong dan impor barang modal pada periode yang sama di tahun 2009 terhadap 2008 mengalami penurunan. Peran impor bahan baku mengambil persentase paling besar yakni 71,36 persen diikuti barang modal 21,11 persen dan barang konsumsi 7,53 persen. Pada tahun 2008, impor barang konsumsi mengalami penurunan sebesar

24,37 persen dibanding tahun 2009, bahan baku menurun 29,70 persen dan barang modal sebesar 3,86 persen. Tahun 2007 impor barang konsumsi naik 33,99 persen dibandingkan tahun sebelumnya, impor bahan baku sebesar 19,95 persen dan barang modal sebesar 25,20 persen. Tabel 1.14. Perkembangan Impor Menurut Golongan PenggunaanGolongan Barang Barang Konsumsi Bahan Baku Barang Modal Total Impor 2004 2005 Persen Perub. 2006 Persen Perub. 2007 Persen Perub. 2008 Persen Perub. 2009* Peran (%) terhadap total impor 7,53 71,36 21,11 100,00

3.849,96 36.138,52 6.536,05 46.524,53

4.752,32 44.658,23 8.290,33 57.700,88

23,44 23,58 26,84 24,02

5.314,84 46.592,24 9.158,39 61.065,47

11,84 4,33 10,47 5,83

7.121,56 55.885,14 11.466,72 74.473,43

33,99 19,95 25,20 21,96

9.647,11 98.291,74 21.258,46 129.197,31

-24,37 -29,70 -3,86 -25,05

7.296,08 69.094,67 20.438,50 96.829,24

Sumber : BPS, diolah

- 33 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

6. Penyerapan Tenaga Kerja Dari sisi penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan non migas secara kumulatif dari tahun 2005-2009 (prognosa) mengalami peningkatan sebesar 2.551.507 orang dari 10.971.630 orang pada tahun 2005 meningkat menjadi 13.987.659 orang pada tahun 2009 (prognosa). Penyerapan tenaga kerja terbanyak pada sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau sebesar 1.559.117 orang dari 3.513.958 orang pada tahun 2005 meningkat menjadi 5.073.075 orang pada tahun 2009 (prognosa). Secara rinci perkembangan penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan non migas tersaji pada Tabel 1.15 dan perkembangan jumlah tenaga kerja dari tahun 2004-2009 dapat dilihat pada gambar 1.8. Tabel 1.15. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Non Migas Tahun 2004 2009**INDUSTRI Makanan, Minuman dan Tembakau Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki Barang dari kayu dan Hasil Hutan Lainnya Kertas dan Barang Cetakan Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet Semen dan Barang galian bukan logam Logam Dasar, Besi dan Baja Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya Barang Lainnya JumlahSumber: BPS, diolah *) angka sementara **) prognosa

2004 3.605.304 2.182.795 1.661.799 251.228 611.545 946.584 372.615 473.377 767.587 10.872.834

2005 3.513.958 2.212.119 1.701.000 254.641 603.804 966.480 386.128 510.995 822.505 10.971.630

2006 4.696.783 2.241.723 1.706.074 305.651 750.104 995.671 405.086 517.482 978.640 12.597.214

2007 4.649.786 2.337.045 1.823.827 324.868 756.908 1.061.571 448.500 625.855 1.195.776 13.223.776

2008* 4.820.563 2.350.885 1.814.020 345.017 791.638 1.077.890 466.984 417.245 1.340.100 13.424.341

2009** 5.073.075 2.404.431 1.834.805 371.033 839.805 1.112.437 493.390 346.656 1.512.027 13.987.659

Gambar 1.8. Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Non Migas Tahun 2004 2009**

- 34 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010/M-IND/PER/1/2010

Kesimpulan dari berbagai permasalahan tersebut, melahirkan beberapa isu-isu strategis yang perlu mendapatkan perhatian dalam penyusunan Rencana Strategis tahun 2010-2014 terbagi menjadi Isu Nasional dan Isu Global dengan perincian sebagai berikut : Isu Nasional 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Peningkatan kesejahteraan rakyat. Perluasan pasar domestik. Perbaikan infrastruktur. Peningkatan kemampuan teknologi. Penyebaran industri di luar Pulau Jawa. Pemerataan kemampuan industri. Nilai tambah produk industri. Pemastian penerapan industri berwawasan lingkungan. Pemanfaatan energi terbarukan.

10. Penciptaan Lapangan Kerja Isu Global yang menjadi perhatian dalam penyusunan program-program Renstra adalah : 1. 2. 3. 4. 5. Pemulihan ekonomi negara-negara maju. Perluasan pasar non tradisional. Diversifikasi produk ekspor. Perubahan Iklim Free Trade Area Terkait dengan Pembangunan Nasional secara terencana, diharapkan mampu mewujudkan Visi Indonesia menjadi Negara Mandiri, Maju, Adil dan Makmur pada tahun 2025 dengan pengertian mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa lain dengan mengandalkan kemampuan dan kekuatan sendiri. Kata maju mempunyai pemaknaan kualitas Sumber Daya Manusia, tingkat kemakmuran, kemantapan sistem dan kelembagaan politik serta hukum dalam situasi tidak adanya diskriminasi dalam bentuk apapun terhadap kemampuan pemenuhan kebutuhan hidup. Untuk menjawab dan mengantisipasi berbagai masalah dan tantangan di atas, Kebijakan

- 35 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

Pembangunan Industri Nasional disusun menggunakan pendekatan klaster guna membangun daya saing industri yang berkelanjutan. Sesuai kriteria daya saing yang telah ditetapkan, untuk kurun waktu jangka menengah 2010 - 2014, pemerintah telah menetapkan pengembangan 35 klaster industri prioritas. Pembangunan industri dengan pendekatan klaster merupakan upaya pengelompokkan industri inti yang saling berhubungan dan mendukung baik dengan industri terkait maupun dengan industri penunjang, infrastruktur ekonomi, dan berbagai lembaga yang relevan dalam rangka meningkatkan efisiensi, menciptakan aset kolektif, serta mendorong terjadinya inovasi. Dalam rangka mewujudkan sasaran jangka menengah seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang RPJM Nasional, serta dalam menjabarkan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional, Kementerian Perindustrian melaksanakan langkah-langkah dan kegiatan-

kegiatan berkoordinasi dengan berbagai lembaga/instansi terkait. Untuk itu, Kementerian Perindustrian menyusun Rencana Strategis dalam mewujudkan visi/misi serta mencapai tujuan kementerian. Rencana Strategis (RENSTRA) kemudian dijabarkan dalam bentuk program kerja serta indikator kinerja untuk kurun waktu 2010-2014. RENSTRA dimaksud, selanjutnya diterjemahkan dalam rencana pelaksanaan kegiatan tahunan berupa Rencana Kerja (RENJA) Kementerian masing-masing unit Eselon I di lingkungan Kementerian Perindustrian.

C.

MAKSUD DAN TUJUAN Rencana Strategis (RENSTRA) disusun untuk memenuhi amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan PP No. 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional, yaitu: Pimpinan

Kementerian/Lembaga menyiapkan rancangan Renstra-KL sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan berpedoman kepada rancangan awal RPJMN. Penentuan arah kebijakan Industri Nasional Jangka Panjang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025

- 36 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010/M-IND/PER/1/2010

sebagaimana Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 dan Perturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Fokus Pembangunan Industri Nasional dengan memperhatikan pemerataan, persebaran dan pertumbuhan atau pro job, pro poor dan pro growth. Rencana Strategis Kementerian Perindustrian memberikan arah

kebijakan dan strategi pembangunan industri dengan melakukan perencanaan terpadu dan menyelaraskan pelaksanaan program, serta pengendaliannya untuk kurun waktu 2010-2014, sehingga diharapkan mampu mendukung pencapaian tugas pokok dan fungsi Kementerian Perindustrian. Renstra merupakan acuan bagi seluruh unit kerja Eselon I di Kementerian Perindustrian dalam menyusun kebijakan, program, dan kegiatan pengembangan industri sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing unit selama kurun waktu 2010-2014.

1. TUGAS POKOK DAN FUNGSI Sesuai Peraturan Presiden RI No. 24 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara maka Kementerian Perindustrian mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan urusan di bidang perindustrian dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintah negara. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Perindustrian

menyelenggarakan fungsi: 1. Perumusan, perindustrian; 2. Pengelolaan barang milik/ kekayaan Negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Perindustrian; 3. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Perindustrian; 4. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Perindustrian di daerah; 5. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang

- 37 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010

Untuk melaksanakan tugas dan fungsi di atas, sesuai dengan Peraturan Presiden RI No. 24 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, Kementerian Perindustrian dibagi menjadi Wakil Menteri Perindustrian, Sembilan (9) unit Eselon I dan 3 Staf Ahli Menteri yang masing-masing mempunyai tugas sebagai berikut: 1. Wakil Menteri Perindustrian mempunyai tugas membantu Menteri Perindustrian dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian Perindustrian; 2. Sekretariat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di linkungan Kementerian Perindustrian; 3. Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang basis industri manufaktur; 4. Direktorat Jenderal Industri Agro mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan standardisasi teknis di bidang industri agro; 5. Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan standardisasi teknis di bidang industri unggulan berbasis teknologi tinggi; 6. Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan standardisasi teknis di bidang industri kecil dan menengah; 7. Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan standardisasi teknis di bidang pengembangan perwilayahan industri; 8. Direktorat Jenderal Kerja Sama Industri Internasional mempunyai

tugas merumuskan serta melaksanakan standardisasi teknis di bidang kerja sama industri internasional; 9. Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Perindustrian;

- 38 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010/M-IND/PER/1/2010

10. Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengkajian serta penyusunan rencana kebijakan makro pengembangan industri jangka menengah dan panjang, kebijakan pengembangan klaster industri prioritas serta iklim dan mutu industri; 11. Staf Ahli Bidang Penguatan Struktur Industri mempunyai tugas memberikan telaahan kepada Menteri Perindustrian mengenai masalah penguatan struktur industri; 12. Staf Ahli Bidang Pemasaran dan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri mempunyai tugas memberikan telaahan kepada Menteri Perindustrian mengenai masalah pemasaran dan peningkatan

penggunaan produksi dalam negeri; 13. Staf Ahli Bidang Sumber Daya Industri dan Teknologi mempunyai tugas memberikan telaahan kepada Menteri Perindustrian mengenai masalah sumber daya industri dan teknologi.

2. RUANG LINGKUP Rencana Strategis Kementerian Perindustrian yang merupakan bagian dari perencanaan jangka panjang industri dan ekonomi yang bersifat rolling plan dengan ruang lingkupnya mencakup: Visi, Misi, Analisis

Perkembangan Strategik, Tujuan dan Sasaran, Kebijakan, Program, dan Kegiatan dalam rangka Pembangunan Industri Nasional, Pembangunan Industri Andalan Masa Depan, Pengembangan Industri Kecil Menengah tertentu, serta penanganan masalah-masalah aktual sektor industri. Penyusunan Rencana Strategis Kementerian Perindustrian memiliki ruang waktu dari tahun 2010-2014.

- 39 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010 ND/PER/12/2010

II VISI, MISI DAN TUJUAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIANSesuai dengan hasil analisis lingkungan strategis yang telah diidentifikasi dan dengan memperhatikan visi dan misi Industri Nasional Indonesia, maka dapat dirumuskan kondisi mendatang yang diharapkan dapat diwujudkan oleh Industri Nasional. Kondisi mendatang ini dibagi ke dalam tiga tahapan waktu, yaitu 2020-2025 sebagai kurun waktu untuk mewujudkan visi pembangunan industri nasional jangka panjang menjadikan Indonesia Negara Industri Tangguh Dunia, 2015-2019 sebagai kurun waktu mewujudkan visi pembangunan industri nasional menjadikan Indonesia Negara Industri Maju Baru, dan 2010-2014 sebagai titiktolak untuk mewujudkan kedua visi tersebut, arah Pembangunan Jangka Panjang adalah pembangunan daya saing bangsa dengan menghasilkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas, terwujudnya perekonomian domestik berorientasi dan berdaya saing global, penguasaan, pengembangan, dan pemanfaatan IPTEK, tersedianya sarana dan prasarana yang memadai dan maju serta reformasi hukum dan birokrasi. Penjabaran Renstra merupakan kerangka berpikir menyeluruh yang

mengkaitkan penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), penetapan Kebijakan Pembangunan Industri dan penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Integrasi Renstra diperlukan dengan terjabarnya Rencana Strategis Dinas Provinsi dan Kabupaten/Kota. Keberhasilan membaca fenomena masalah dan pemetaan keunggulan strategis Provinsi dan Kabupaten/Kota dipadu dengan pemetaan tantangan tingkat nasional dan makro akan menjadikan RENSTRA berpeluang terwujud dalam implementasi program-program yang dapat dipertanggungjawabkan. Lima garis besar pengembangan yang dijabarkan pada RPJPN adalah pengembangan industri yang mengolah Sumber Daya Alam, pengembangan industri yang memperkuat kemampuan dan pembangunan jaringan interaksi, komunikasi dan informasi, pengembangan industri yang mampu merespon dinamika pasar dalam negeri maupun pasar global dan pengembangan industri yang memperkuat integrasi ekonomi nasional, kemandirian bangsa, dan keterkaitan antar industri ke depan.

- 40 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010/M-IND/PER/12/2010

A.

VISI Visi Pembangunan Industri Nasional Jangka Panjang (2025) adalah Membawa Indonesia pada tahun 2025 untuk menjadi Negara Industri Tangguh Dunia yang bercirikan : 1. 2. 3. Industri kelas dunia; PDB sektor Industri yang seimbang antara Pulau Jawa dan Luar Jawa; Teknologi menjadi ujung tombak pengembangan produk dan penciptaan pasar. Untuk menuju Visi tersebut, dirumuskan Visi tahun 2020 yakni Tercapainya Negara Industri Maju Baru sesuai dengan Deklarasi Bogor tahun 1995 antar para kepala Negara APEC. Sebagai Negara Industri Maju Baru, Indonesia harus mampu memenuhi beberapa kriteria dasar antara lain: 1. 2. Kemampuan tinggi untuk bersaing dengan Negara industri lainnya; Peranan dan kontribusi sektor industri tinggi bagi perekonomian nasional; 3. Kemampuan seimbang antara Industri Kecil Menengah dengan Industri Besar; 4. Struktur industri yang kuat (pohon industri dalam dan lengkap, hulu dan hilir kuat, keterkaitan antar skala usaha industri kuat); 5. Jasa industri yang tangguh.

Berdasarkan Visi tahun 2020, kemampuan Industri Nasional diharapkan mendapat pengakuan dunia internasional, dan mampu menjadi basis kekuatan ekonomi modern secara struktural, sekaligus wahana tumbuh-suburnya ekonomi yang berciri kerakyatan. Dalam mewujudkan Visi Kementerian Perindustrian tahun 2020, diperlukan upaya-upaya sistemik yang dijabarkan ke dalam peta strategi yang mengakomodasi perspektif pemangku kepentingan berupa pencapaian strategis (Strategic Outcomes) yaitu : 1. 2. 3. Meningkatnya nilai tambah industri; Meningkatnya penguasaan pasar dalam dan luar negeri; Meningkatnya kemampuan SDM Industri, R&D dan kewirausahaan;

- 41 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010 ND/PER/12/2010

4.

Meningkatnya penguasaan teknologi industri yang hemat energi dan ramah lingkungan;

5. 6. 7.

Lengkap dan menguatnya struktur industri; Tersebarnya pembangunan industri; Meningkatnya peran IKM terhadap PDB. Visi tersebut di atas kemudian dijabarkan dalam visi lima tahun sampai

dengan 2014 yakni Pemantapan daya saing basis industri manufaktur yang berkelanjutan serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan.

B.

MISI Dalam rangka mewujudkan visi 2025 di atas, Kementerian Perindustrian sebagai institusi pembina Industri Nasional mengemban misi sebagai berikut: 1. 2. 3. Menjadi wahana pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat; Menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi nasional; Menjadi pengganda kegiatan usaha produktif di sektor riil bagi masyarakat; 4. Menjadi wahana (medium) untuk memajukan kemampuan teknologi nasional; 5. Menjadi wahana penggerak bagi upaya modernisasi kehidupan dan wawasan budaya masyarakat; 6. Menjadi salah satu pilar penopang penting bagi pertahanan negara dan penciptaan rasa aman masyarakat; 7. Menjadi andalan pembangunan industri yang berkelanjutan melalui pengembangan dan pengelolaan sumber bahan baku terbarukan, pengelolaan lingkungan yang baik, serta memiliki rasa tanggung jawab sosial yang tinggi. Sesuai dengan Visi tahun 2014 di atas, misi tersebut dijabarkan dalam misi lima tahun sampai dengan 2014 sebagai berikut: 1. 2. Mendorong peningkatan nilai tambah industri; Mendorong peningkatan penguasaan pasar domestik dan internasional;

- 42 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010/M-IND/PER/12/2010

3. 4. 5. 6. 7.

Mendorong peningkatan industri jasa pendukung; Memfasilitasi penguasaan teknologi industri; Memfasilitasi penguatan struktur industri; Mendorong penyebaran pembangunan industri ke luar pulau Jawa; Mendorong peningkatan peran IKM terhadap PDB.

C.

PENDEKATAN Implementasi Kebijakan Industri Nasional (Perpres 28 Tahun 2008) dilakukan secara sinergi dan terintegrasi di seluruh daerah, dimana sinergi dengan daerah dilakukan dengan 2 (dua) pendekatan, yaitu : 1. Atas - bawah (top-down) Dalam pendekatan top down, pemerintah menetapkan Klaster Industri Prioritas dari hasil pemetaan yang terdiri dari 35 industri prioritas dari 563 industri, dengan total output 78 persen dan total ekspor 83 persen,yang dipilih berdasarkan kemampuan nasional untuk bersaing di pasar domestik dan internasional. Dari 35 klaster industri prioritas tersebut, difokuskan pada enam kelompok yakni: 1. Kelompok Klaster Industri Basis Industri Manufaktur, 2. Kelompok Klaster Industri Agro, 3. Kelompok Klaster Industri Alat Angkut, 4. Kelompok Klaster Industri Elektronika & Telematika, 5. Kelompok Klaster Industri Penunjang Industri Kreatif dan Industri Kreatif Tertentu, dan 6. Kelompok Klaster Industri Kecil dan Menengah Tertentu. Kelompok Klaster Industri Agro diarahkan pada pemantapan dan pengembangan 12 cabang industri yakni: Kelapa Sawit, Karet dan Barang Karet, Kakao, Pengolahan Kelapa, Pengolahan Kopi, Gula, Hasil Tembakau, Pengolahan Buah, Furnitur, Pengolahan Ikan, Kertas, serta Pengolahan Susu. Adapun Kelompok Klaster Industri Alat Angkut difokuskan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas Industri Kendaraan Bermotor, Perkapalan, Kedirgantaraan dan Perkeretaapian. Kelompok Klaster Industri Elektronika & Telematika ditujukan untuk

- 43 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010 ND/PER/12/2010

mendukung pengembangan Industri Elektronika, Telekomunikasi, serta Komputer & Peralatannya. Beberapa tahun belakangan ini, Industri Kreatif yang umumnya Industri Kecil Menengah menunjukkan peningkatan inovasi karena meningkatnya koordinasi dari desainer, pengrajin, dan pemroses. Keunikan budaya dalam menghasilkan desain-desain unik bercirikan kedaerahan yang setelah dibina dengan bantuan teknologi pewarnaan dan kombinasi pemenuhan tren menghasilkan produk fashion yang berkarya tinggi. Kelompok ini terdiri dari Industri Perangkat Lunak dan Konten Multimedia, Fashion, dan Kerajinan & Barang Seni. Sebagai contoh untuk produk fashion Desain yang terpaku pada motif tradisional diperbarui tanpa menghilangkan pola bakunya yang dianut, walau kelemahan dalam pemasaran masih terjadi dengan dibantunya melalui keikutsertaan pada berbagai ekshibisi/pameran oleh pemerintah. Selain itu, pengembangan juga ditujukan terhadap industri berbasis Manufaktur untuk memantapkan antara lain: Industri Baja, Semen, Petrokimia,

Keramik, Industri Permesinan (Mesin Listrik & Peralatan Listrik, Mesin Peralatan Umum), serta Industri Manufaktur Padat Tenaga Kerja (Tekstil & Produk Tekstil, Alas Kaki). Kelompok klaster industri kecil dan menengah tertentu difokuskan pada 5 klaster yaitu 1. Klaster Industri batu Mulia dan Perhiasan,

2. Klaster Industri garam, 3. Klaster Industri Gerabah dan Keramik Hias, 4. Klaster Industri Minyak Atsiri, 5. Klaster Industri Makanan Ringan. Pada tahun 2025 mendatang akan dikembangkan pula knowledge based industry yang merujuk kepada industri yang relatif intensif dalam memperlakukan teknologi dan/atau sumber daya manusia sebagai input dari keberlangsungan suatu industri, diantaranya industri bio-teknologi, nano-teknologi, perangkat lunak, perkapalan dan kedirgantaraan, elektronika dan peralatan listrik, teknologi informasi dan peralatan komunikasi, serta peralatan energi dan lingkungan.

- 44 - Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 151/M-IND/PER/12/2010/M-IND/PER/12/2010

2.

Bawah - atas (bottom up) Keberagam