vol 8 no. 2 agustus 2014 susunan redaksi pemimpin umum...

131
i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum Noengki Prameswari Ketua Penyunting Sularsih Sekretaris Dwi Andriani, Carissa Endianasari Bendahara Maria Franciska Penyunting Pelaksana Kristanti Parisihni, Widyastuti, Rima Parwati Sari Endah Wahjuningsih, Syamsulina Revianti, Dian Widya Damaiyanti, Sarianoferni Penyunting Ahli (Mitra Bebestari) Setyo Harnowo, Arifzan Razak, Dian Mulawarmanti, Bambang Sucahyo, Soetjipto, Achmad Gunadi, Udijanto Tedjosasongko, Iga Wahyu Ardani Distribusi Trias Djohar Wirawan Jurnal Kedokteran Gigi diterbitkan setiap bulan Februari dan Agustus oleh Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah. ALAMAT REDAKSI Cp. Carissa Endianasari Fakultas Kedokteran Gigi-Universitas Hang Tuah Jl. Arief Rahman Hakim 150 Surabaya Telp. 031-5945864, 5945894 psw 219/220 Fax. 031-5946261 E-mail: [email protected]/[email protected]

Upload: dohuong

Post on 14-Mar-2019

256 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987

i

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

ISSN : 1907-5987

SUSUNAN REDAKSI

Pemimpin Umum

Noengki Prameswari

Ketua Penyunting

Sularsih

Sekretaris

Dwi Andriani, Carissa Endianasari

Bendahara

Maria Franciska

Penyunting Pelaksana

Kristanti Parisihni, Widyastuti, Rima Parwati Sari

Endah Wahjuningsih, Syamsulina Revianti, Dian Widya Damaiyanti, Sarianoferni

Penyunting Ahli (Mitra Bebestari)

Setyo Harnowo, Arifzan Razak,

Dian Mulawarmanti, Bambang Sucahyo,

Soetjipto, Achmad Gunadi, Udijanto Tedjosasongko, Iga Wahyu Ardani

Distribusi

Trias Djohar Wirawan

Jurnal Kedokteran Gigi diterbitkan setiap bulan Februari dan Agustus oleh Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah.

ALAMAT REDAKSI

Cp. Carissa Endianasari

Fakultas Kedokteran Gigi-Universitas Hang Tuah

Jl. Arief Rahman Hakim 150 Surabaya

Telp. 031-5945864, 5945894 psw 219/220 Fax. 031-5946261

E-mail: [email protected]/[email protected]

Page 2: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987

ii

Page 3: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987

iii

Website : www.fkg.hangtuah.ac.id

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

______________________________________________________

ISSN : 1907-5987

DAFTAR ISI

Susunan redaksi

Daftar isi

Panduan Penulisan Naskah

Daya Hambat Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata, Linn) Terhadap

Pertumbuhan Bakteri Mixed periodontopatogen

Felicia Septiana Tenggara, Yoifah Rizka, Kristanti Parisihni

Daya Hambat Ekstrak Daun Pepaya Varietas Thailand (Carica papaya Cv.

Thailand) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Enterococcus faecalis Secara In

Vitro

Fifin Maryati Satryani, Soegianto Adi, Kristanti Parisihni

Efektivitas Ekstrak Daun Mangrove Avicennia Alba Terhadap Penurunan

Jumlah Koloni Candida albicans pada Basis Gigi Tiruan Akrilik

Meidhira Ratu Azaalea, Meinar Nur Ashrin, Widaningsih

Efektivitas Gel Lendir Bekicot (Achatina fulica) Dalam Mempercepat Proses

Penyembuhan Ulkus Traumatikus

Anna Riyani Suwono, Isidora Karsini Soewondo, Syamsulina Revianti

Kadar Kalsium Gigi Setelah Pengulasan Gel Ekstrak Cangkang Kerang

Darah (Anadara granosa)

Jennifer Wibowo, Puguh Bayu Prabowo, Twi Agnita Cevanti

Kepekaan Indra Rasa Asin Pada Penggunaan Obat Kumur Kombinasi Jahe

Merah dan Kayu Manis Dibanding Klorheksidin

Ria Harum Pertiwi, Endah Wajuningsih, Noengki Prameswari

Pengaruh Nilai Alkalin Fosfatase dengan Ketinggian Kortikal Mandibula

pada Pasien Suspek Osteoporosis Melalui Radiografi Panoramik

Farina Pramanik, Azhari, Lusi Epsilawati

Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Avicennia marina sp. Terhadap

Penurunan Kadar Malondialdehida Kelenjar Parotis Tikus Periodontitis

Novia Wiyono, Syamsulina Revianti, Widyastuti

i

iii

v

103

112

121

129

139

147

158

166

Page 4: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987

iv

Perbedaan Efektivitas Antara Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol Teripang

Emas (Stichopus hermanii) Terhadap Penyembuhan Traumatic Ulcer Di

Rongga Mulut

Stevanus Chandra Sugiarto Budijono, Rima Parwati Sari, Dwi Setianingtyas

Perbedaan Jumlah Osteoblas pada Pergerakan Gigi Ortodonti yang Diberi

Terapi Oksigen Hiperbarik Selama 7 dan 10 Hari

Fakhma Zakki Ramadhani, Arya Brahmanta, Pambudi Rahardjo

Antifungal potentiality of Hibiscus rosa-sinensis, L. flower extract against

Candida albicans

Krista Devi P. Ivan, Ira Arundina, Istiati

Uji Efektifitas Aplikasi Topikal Ekstrak Daun Mangrove Avicennia marina

Terhadap Pertumbuhan Sel Fibroblas Pada Traumatic Ulcer

Onge Margareth Hendro, Dian Mulawarmanti, Dwi Setyaningtyas

Uji Sitotoksisitas Demineralized Freeze Dried Apical Tooth Allograft Terhadap

Viabilitas Sel Fibroblas dari Bhk-21

Stephanie Salim, Widyastuti, Soemartono

175

186

198

207

217

Page 5: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Daya Hambat Ekstrak Daun Sirsak (Annona

muricata, Linn) Terhadap Pertumbuhan

Bakteri Mixed periodontopatogen

(The Inhibition Extract Leaves of the Soursop (Annona

muricata, Linn) to Bacteria Growth of Mixed

periodontopathogen)

Felicia Septiana Tenggara, Yoifah Rizka*, Kristanti Parisihni**

*Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah

**Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah

ABSTRACT

Background: Periodontitis is a periodontal disease caused by mixed periodontopathogen

bacteria. The bacteria were dominated by gram-negative bacteria. Soursop fruit (Annona muricata) leaves have been known having antibacterial effect against gram-positive and

gram-negative bacteria, thus assumed to have antibacterial effect on bacteria caused

periodontal disease. Purpose: To examine the inhibition effect of Annona muricata leaf

extract to the growth of mixed periodontopathogen bacteria. Materials and Methods:

Subjects were mixed periodontopathogen bacteria with total of 30 samples, divided into 6 groups (n=5). Four groups were given the extract with different concentrations of 15 mg/ml,

30 mg/ml, 45 mg/ml and 60 mg/ml, while two other groups served as positive and negative

controls. Extracts were prepared by maseration method. Sample of bacteria were innoculated in Mueller Hinton agar, tested by disk diffusion method. The inhibitory effect was observed by

measuring the diameter of inhibition zones on agar media. Data were analyzed by ANOVA

and LSD test. Result: The result of LSD test showed significant difference (p<0,05) between all concentrations and control except on the group concentration of 45 mg/ml and 60 mg/ml.

Conclusion: Annona muricata leaves extract could inhibit the growth of mixed periodontopathogen bacteria.

Keywords: Periodontitis, Mixed periodontopathogen bacteria, soursop leaves, extract, Annona muricata linn.

Correspondence: Yoifah Rizka, Department of Periodontology, Faculty of Dentistry, Hang

Tuah University, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945864, 5912191, Email:

[email protected]

LAPORAN PENELITIAN

103

Page 6: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

ABSTRAK

Latar belakang: Periodontitis adalah penyakit jaringan periodontal yang salah satu etiologi

utamanya adalah bakteri mixed periodontopathogen. Bakteri ini didominasi oleh bakteri gram negatif. Daun sirsak Annona muricata diketahui memiliki kemampuan antibakteri

terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif sehingga berpotensi dikembangkan sebagai antibakteri pada penyakit periodontal. Tujuan: Mengetahui apakah ekstrak daun

sirsak Annona muricata dapat menghambat pertumbuhan bakteri Mixed periodontopatogen.

Bahan dan Metode: Subyek penelitian adalah bakteri mixed periodontopathogen sebanyak 30 sampel yang dibagi menjadi 6 kelompok (n=5). Empat kelompok diberi ekstrak dengan

konsentrasi yang berbeda yaitu 15 mg/ml, 30 mg/ml, 45 mg/ml dan 60 mg/ml, sedangkan dua kelompok lain sebagai kontrol negatif dan positif. Ekstrak dibuat dengan metode maserasi,

sampel bakteri diinokulasikan dalam media agar Mueller Hinton dan dilakukan uji

antibakteri dengan metode difusi. Efek penghambatan diamati dengan menghitung diameter zona hambat pada media agar. Data dianalisis dengan ANOVA dan uji LSD. Hasil: Hasil uji

LSD menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05) antar seluruh kelompok kecuali pada

konsentrasi 45 dan 60 mg/ml. Simpulan: Ekstrak daun sirsak Annona muricata dapat menghambat pertumbuhan bakteri mixed periodontopathogen.

Kata Kunci: Periodontitis, bakteri Mixed periodontopatogen, ekstrak daun sirsak, Annona

muricata linn.

Korespondensi: Yoifah Rizka, Bagian Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas

Hang Tuah, Arief Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon 031-5945864, 5912191, Email: [email protected]

PENDAHULUAN

Penyakit periodontal merupakan

masalah kesehatan gigi dan mulut

yang memiliki prevalensi cukup tinggi

di masyarakat. Di Indonesia, penyakit

periodontal menduduki peringkat

kedua setelah karies.1 Periodontitis

merupakan salah satu penyakit dengan

tingkat penyebaran yang luas dalam

masyarakat. Angka kejadian

periodontitis bervariasi pada berbagai

negara di dunia dan memperlihatkan

kecenderungan terjadinya

peningkatan.2 Di Indonesia, prevalensi

penyakit periodontal menurut hasil

survei Departemen Kesehatan sebesar

24,82%.3 Prevalensi penyakit

periodontal diperkirakan setinggi 75%

pada orang dewasa di Amerika

Serikat, di antaranya sekitar 20-30%

memiliki penyakit periodontal yang

parah.4 Pada tahun 2006 di Brazil,

ditemukan bahwa 25,9% menderita

periodontitis kronis dan agresif,2

sedangkan pada tahun 2005

menunjukkan prevalensi periodontitis

agresif pada usia 12-25 tahun sebesar

6,5% dan meningkat menjadi 9,9%.2

Penyakit periodontal adalah

suatu proses patologis yang mengenai

jaringan periodonsium seperti gingiva,

ligamen periodontal, sementum, dan

tulang alveolar.5 Penyakit yang paling

sering mengenai jaringan periodontal

adalah gingivitis dan periodontitis.

Gingivitis adalah infeksi bakteri yang

terbatas pada gingiva tanpa kehilangan

tulang alveolar. Penyakit ini bersifat

reversible yaitu jaringan gusi dapat

kembali normal apabila dilakukan

pembersihan plak secara teratur.

104

Page 7: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Periodontitis adalah infeksi bakteri

pada seluruh jaringan periodonsium.

Penyakit ini bersifat progresif dan

irreversible, yang biasanya dijumpai

pada usia lanjut.6

Bakteri adalah faktor etiologi

utama pada penyakit periodontal. Ada

10-20 spesies yang berperan dalam

patogenesis penyakit periodontal

destruktif, yang selanjutnya disebut

bakteri Mixed periodontopatogen.

Bakteri yang paling dominan

ditemukan pada penyakit periodontal

adalah bakteri batang anaerob gram

negatif seperti Actinobacillus

actinomycetemcomitans (Aa),

Bacteroides forsythus, Porphyromonas

gingivalis (Pg).7 Lipopolisakarida

merupakan bagian dari dinding sel

kuman gram negatif Pg dan Aa.

Peningkatan LPS akan meningkatkan

produksi IL-1(interleukin-1), IL-3 dan

IL-6 yang dapat menyebabkan

kerusakan pada jaringan. Periodontitis

merupakan penyakit infeksi rongga

mulut yang didominasi oleh bakteri Pg

dan Aa.8 Periodontitis perlu diterapi

yang bertujuan untuk mengeliminasi

infeksi dan inflamasi sehingga tercapai

jaringan periodontal yang sehat.9

Prognosis penyakit periodontitis bila

tidak diterapi dapat berakibat baik

sampai dengan tidak ada harapan yang

akan menyebabkan kerusakan jaringan

periodonsium, resorbsi tulang alveolar

yang pada akhirnya akan berdampak

pada hilangnya gigi secara prematur

serta menimbulkan permasalahan

estetik.5 Selain menimbulkan masalah

di rongga mulut, penyakit periodontal

dapat menyebabkan akibat lebih jauh

terhadap organ vital seperti hati,

jantung, otak. Beberapa tahun terakhir

ini ada penelitian/artikel yang

mengkaitkan antara penyakit

periodontal dengan penyakit sistemik

antara lain penyakit kardiovaskuler,

endokarditis, diabetes melitus,

pneumonia bakterial dan stroke. Fokal

infeksi terutama yang disebabkan oleh

penyakit periodontal di permukaan

marginal maupun apikal merupakan

faktor risiko terjadinya penyakit

sistemik.10 Oleh karena itu, terapi

periodontal non surgical (NSPT)

digunakan untuk membantu

mengontrol penyakit periodontal

(gingivitis dan periodontitis) seperti

patient self care, scaling dan root

planing serta menggunakan bahan

topikal kimia.6 Keberhasilan dari

terapi periodontal tergantung pada

terhentinya proses kerusakan jaringan,

menghilangkan atau mengontrol faktor

penyebab serta perubahan kondisi

mikroba seperti pada kondisi jaringan

yang sehat dan normal.11 Akibat pola

kerusakan tulang yang luas serta

kelainan anatomi gigi sering kali

mempersulit scaling dan root planing,

di samping itu penyakit periodontal

merupakan penyakit infeksi, maka

pemberian antimikroba sering

digunakan untuk menunjang terapi

penyakit periodontal; tetapi dapat

menimbulkan efek samping yaitu

terjadi resistensi bakteri, reaksi alergi

dan reaksi toksik.5 Oleh karena itu,

perlu ditemukan metode alternatif

untuk mengontrol penyakit periodontal

yang ada di masyarakat dewasa ini.

Pemanfaatan sumber daya alam

sebagai obat alternatif akhir-akhir ini

semakin berkembang penggunaannya

karena sifatnya yang alami dan relatif

aman. Salah satu tanaman alami yang

telah lama dikenal sebagai bahan obat

tradisional adalah tanaman sirsak

(Annona muricata linn).12 Hingga saat

ini belum banyak masyarakat yang

mengetahui bahwa tanaman sirsak

memiliki khasiat yang luar biasa

terhadap kesehatan.13 Semua bagian

tumbuhan Annona muricata dapat

105

Page 8: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

digunakan sebagai obat-obatan alami

seperti kulit kayu, daun, akar, buah,

dan biji.14

Dari seluruh bagian tumbuhan

Annona muricata, organ daunlah yang

paling banyak dimanfaatkan untuk

mengobati penyakit karena

mengandung kandungan kimia aktif

yang sangat tinggi seperti tanin dan

alkaloid.12 Selain itu bagian daun lebih

dipilih untuk digunakan karena

keberadaannya yang tidak terpengaruh

oleh musim. Senyawa tanin diduga

mampu mengganggu dinding sel

bakteri sehingga koloni bakteri

terdisintegrasi dan pertumbuhannya

terhambat. Senyawa alkaloid

dilaporkan memiliki berbagai aktivitas

biologis seperti aktivitas antibakteri

karena dapat mengganggu protein

kinase yang penting untuk sinyal jalur

transduksi. Dengan banyaknya

kandungan kimia terutama tanin dan

alkaloid, maka daun sirsak diduga

memiliki potensi sebagai antibakteri.15

Sesuai dengan penelitian sebelumnya,

Novianti yang meneliti tentang

aktivitas antibakteri ekstrak daun

sirsak terhadap pertumbuhan

Escherichia coli yang termasuk bakteri

gram negatif pada dosis 15, 30, 45 dan

60 mg/ml.16

Banyak sekali kandungan

senyawa bioaktif yang ditemukan

dalam daun sirsak seperti penelitian

yang dilakukan oleh Prachi dkk,

ekstrak metanol daun Annona

muricata mengandung metabolit

sekunder seperti tanin dan steroid.17

Sedangkan menurut penelitian Takashi

dkk, ekstrak etanol daun Annona

muricata mengandung senyawa

flavonoid.18 Dari sekian banyak zat

aktif yang ditemukan di dalam daun

sirsak, senyawa tanin, saponin dan

alkaloid diketahui memiliki sifat

antibakteri.18 Hal ini ditunjang dengan

penelitian yang dilakukan oleh Prachi

dkk, menemukan bahwa daun sirsak

memiliki aktivitas antibakteri yang

tinggi terhadap Staphylococcus

aureus, Escherichia coli, Proteus

vulgaris, Streptococcus pyogenes,

Bacillus subtilis, Salmonella

typhimurium, Klebsiella pneumonia,

dan Enterobacter aerogenes.17

Melihat kandungan di dalam

daun sirsak yang begitu besar serta

mudah didapatkan dan dimanfaatkan,

menarik minat peneliti untuk

mengetahui daya hambat ekstrak daun

Annona muricata sebagai agen

antibakteri alami yang dapat

menghambat pertumbuhan bakteri

Mixed periodontopatogen. Dalam hal

ini dipilih ekstrak karena kita benar-

benar dapat mengeksplorasi bahan

aktif yang terkandung dalam daun

sirsak tersebut.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini adalah penelitian

true eksperimental laboratoris dengan

rancangan the post test only control

group design. Subjek penelitian dibagi

dalam 2 kelompok. Dua kelompok

sebagai kelompok kontrol dan empat

kelompok diberi ekstrak daun sirsak

(Annona muricata, Linn) dari tanaman

sirsak yang ada di herbal ijem

Yogyakarta masing-masing dengan

konsentrasi 15 mg/ml, 30 mg/ml, 45

mg/ml, dan 60 mg/ml.16 Sampel

penelitian menggunakan bakteri Mixed

periodontopatogen yang diambil dari

penderita periodontitis dengan jumlah

keseluruhan sebanyak 30 sampel.19

Teknik pengambilan sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah

simple random sampling.

Suspensi bakteri Mixed

periodontopatogen diinokulasikan

106

Page 9: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

pada media Brain Heart Infusion

(BHI) cair dalam tabung reaksi.

Kemudian biakan tersebut

diinkubasikan secara anaerob selama

24 jam dengan suhu 370C. Setelah

diinkubasikan, biakan diambil dengan

mikropipet yang diletakkan pada objek

glass untuk dibuat preparat yang

kemudian akan dilakukan pengecatan

Gram. Setelah pengecatan, suspensi

biakan tersebut disetarakan

kekeruhannya dengan larutan standar

Mc Farland 0,5.20 Selanjutnya

menyiapkan beberapa petri dish agar

Mueller Hinton (MH) steril dan

mengambil biakan bakteri Mixed

periodontopatogen dari BHI cair yang

telah disetarakan kekeruhannya.

Mengusapkan biakan tersebut pada

seluruh permukaan lempeng agar MH

steril menggunakan lidi kapas steril.20

Menyiapkan kertas saring yang

sebelumnya telah dicelupkan ke

ekstraksi daun sirsak selama 10 detik

pada kelompok perlakuan, sedangkan

pada kelompok kontrol kertas saring

dicelupkan pada DMSO 1% selama 10

detik. Meletakkan kertas saring

tersebut pada media nutrient agar yang

berisi bakteri Mixed

periodontopatogen dengan

menggunakan pinset steril agak

ditekan-tekan. Memasukkan petri dish

ke dalam inkubator selama 2x24 jam

dengan suhu 370C. Mengukur zona

hambat ekstrak berupa zona jernih di

sekitar kertas saring menggunakan

digital calipers. Besarnya diameter

zona hambat yang timbul

menunjukkan daya antibakteri

ekstraksi.20 Penelitian dilakukan di

Laboratorium Mikrobiologi

Universitas Hang Tuah Surabaya.

HASIL

Data hasil penelitian tentang

daya hambat ekstrak daun sirsak

terhadap pertumbuhan bakteri Mixed

periodontopatogen pada media MH

agar adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Diameter Zona Hambat pada

Ekstrak Daun Sirsak terhadap Pertumbuhan

Bakteri Mixed periodontopatogen pada MH

Agar

Pada tabel 4.1 dapat dilihat

bahwa terdapat zona hambat ekstrak

daun sirsak terhadap bakteri Mixed

periodontopatogen dengan beberapa

konsentrasi yaitu 15 mg/ml, 30 mg/ml,

45 mg/ml, dan 60 mg/ml pada media

MH agar. Hal ini menunjukkan bahwa

ekstrak daun sirsak mampu

menghambat pertumbuhan bakteri

Mixed periodontopatogen namun tidak

sebesar pada pemberian tetrasiklin.

Sa

mp

el

Diameter zona hambat dalam mm

K X1 X2 X3 X4 X5

I 0 6.17 6.83 8.52 9.40 17.09

II 0 6.17 6.84 8.50 9.39 16.94

III 0 6.54 7.84 8.24 8.58 17.36

IV 0 6.54 7.81 8.24 8.56 17.38

V 0 6.44 7.45 7.65 7.95 16.05

x

±

S

D

0 6.37

±

0.19

7.35

±

0.50

8.23

±

0.35

8.78

±

0.62

16.96

±

0.54

107

Page 10: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Dari hasil penelitian perlu

dilakukan tes normalitas (uji Shapiro

Wilk karena besar sampel <50).

Setelah itu menggunakan uji One Way

ANOVA (satu arah) yang dilanjutkan

dengan uji LSD (Least Significant

Difference). Uji Anova menunjukkan

perbedaan yang bermakna, sedangkan

uji LSD menunjukkan adanya

perbedaan yang bermakna kecuali

kelompok 45 mg/ml dengan 60 mg/ml.

PEMBAHASAN

Penelitian ini, ekstrak daun

sirsak Annona muricata, Linn diteliti

pada berbagai konsentrasi yaitu 15

mg/ml, 30 mg/ml, 45 mg/ml, 60

mg/ml serta tetrasiklin digunakan

sebagai kontrol positif dan DMSO 1%

sebagai kontrol negatif. Peneliti

memilih konsentrasi ini didasarkan

pada penelitian sebelumnya oleh

Novianti, pemberian ekstrak daun

sirsak Annona muricata, Linn pada

konsentrasi 45 mg/ml mampu

menghambat bakteri Escherichia coli

yang merupakan bakteri gram negatif,

yang memiliki kesamaan karakteristik

dengan bakteri Mixed

periodontopatogen.16 Pengenceran

menggunakan DMSO 1% karena

DMSO 1% merupakan polar aprotic

solvent yang larut dalam senyawa

polar dan non polar, larut dalam

berbagai pelarut organik serta air.21

Selain itu, menurut Patel, DMSO 1%

tidak mempengaruhi pertumbuhan

kinetik dari berbagai mikroorganisme

yang diuji sehingga apabila digunakan

dalam penelitian tidak mempengaruhi

hasil dari penelitian.20 Tetrasiklin

digunakan sebagai kontrol positif

karena tetrasiklin telah digunakan

secara luas pada perawatan penyakit

periodontal serta efektif dalam

menghambat bakteri gram negatif

fakultatif anaerob.5

Penelitian ini menunjukkan

bahwa ekstrak daun sirsak Annona

muricata, Linn terbukti mampu

menghambat pertumbuhan bakteri

Mixed periodontopatogen pada semua

kelompok perlakuan dengan

konsentrasi 15 mg/ml, 30 mg/ml, 45

mg/ml, dan 60 mg/ml dikarenakan

adanya kandungan bahan aktif seperti

alkaloid, tanin, flavonoid serta

saponin.22 Hasil uji LSD menunjukkan

adanya perbedaan yang signifikan

(p<0,05) antara kelompok perlakuan

ekstrak daun sirsak dengan DMSO dan

tetrasiklin. Pada uji LSD, kelompok

konsentrasi ekstrak daun sirsak 45

mg/ml dengan 60 mg/ml tidak

memiliki perbedaan yang signifikan

(p=0,054). Oleh karena itu, pada

penelitian ini dapat dipilih konsentrasi

ekstrak daun sirsak 45 mg/ml karena

pada konsentrasi ini sudah mampu

menghambat bakteri Mixed

periodontopatogen dengan daya

hambat cukup besar. Namun, zona

hambat yang dihasilkan lebih kecil

dibandingkan tetrasiklin karena

terdapat mekanisme kerja yang

108

Page 11: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

berbeda antara daun sirsak dan

tetrasiklin.

Alkaloid adalah senyawa

organik pada tumbuh-tumbuhan yang

sering digunakan sebagai bahan obat-

obatan. Kemampuan senyawa alkaloid

sebagai antibakteri Mixed

periodontopatogen dipengaruhi oleh

gugus basa yang mengandung 1 atau

lebih atom nitrogen. Apabila gugus

basa ini mengalami kontak dengan

bakteri Mixed periodontopatogen

maka, akan bereaksi dengan senyawa

asam amino yang menyusun dinding

bakteri. Reaksi ini mengakibatkan

terjadinya perubahan struktur asam

amino dan DNA bakteri akan

mengalami kerusakan. Kerusakan ini

akan mendorong terjadinya lisis pada

bakteri Mixed periodontopatogen.23

Flavonoid adalah suatu

kelompok senyawa fenol yang

terbanyak terdapat di alam. Aktivitas

biologis senyawa flavonoid terhadap

bakteri Mixed periodontopatogen

dilakukan dengan merusak dinding sel

dari bakteri yang terdiri atas lipid dan

asam amino.Dinding sel bakteri akan

bereaksi dengan gugus alkohol pada

senyawa flavonoid sehingga dinding

sel akan rusak dan senyawa tersebut

dapat masuk ke dalam inti sel bakteri.

Selanjutnya, gugus alkohol ini akan

kontak dengan DNA pada inti sel

bakteri Mixed periodontopatogen

melalui perbedaan kepolaran antara

lipid penyusun DNA dengan gugus

alkohol pada senyawa flavonoid.

Reaksi ini mengakibatkan struktur

lipid dari DNA bakteri Mixed

periodontopatogen akan rusak

sehingga inti sel bakteri juga akan

lisis dan bakteri Mixed

periodontopatogen juga akan

mengalami lisis dan mati.24

Selain itu, daun sirsak juga

mengandung bahan aktif saponin.

Saponin adalah glikosida triterpena

dan sterol yang merupakan senyawa

aktif pada permukaan daun. Senyawa

saponin dapat bekerja sebagai

antimikroba sebagai surfaktan atau

deterjen yang diduga akan menyerang

lapisan batas sel bakteri melalui ikatan

gugus polar dan non polar.25

Tetrasiklin memiliki mekanisme

berbeda dengan senyawa yang

dikandung dalam daun sirsak yaitu

dengan menghambat sintesis protein

pada bakteri Mixed

periodontopatogen.26 Tetrasiklin

bekerja dengan cara mengikatkan

dirinya pada subunit 30S dari ribosom

bakteri, sehingga dapat menghambat

sintesis protein dengan menghalangi

pelekatan tRNA-aminoasil yang

bermuatan. Dengan demikian,

tetrasiklin menghalangi penambahan

asam amino baru pada rantai peptida

yang terbentuk sehingga dapat

mengakibatkan kematian sel bakteri.

Menurut Rinawati, antibiotik yang

memiliki mekanisme kerja

menghambat sintesis protein,

mempunyai daya antibakteri sangat

kuat.27 Hal ini ditunjukkan dengan

ukuran rata-rata zona hambat

tetrasiklin yang lebih besar (17,8583)

dibandingkan rata-rata zona hambat

yang menggunakan ekstrak daun

sirsak Annona muricata (8,6617).

Meskipun zona hambat yang

dihasilkan tetrasiklin lebih besar,

tetapi dalam penggunaan jangka

panjang obat ini dapat menimbulkan

efek samping antara lain reaksi alergi,

reaksi pada kulit, reaksi toksik dan

iritatif serta dalam beberapa kasus

dapat menyebabkan perubahan warna

gigi.23 Oleh karena itu, berdasarkan

penelitian ini, ekstrak daun sirsak pada

konsentrasi 45% dapat

dipertimbangkan untuk digunakan

sebagai antibakteri alternatif berbahan

109

Page 12: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

dasar alami dalam menghambat

bakteri Mixed periodontopatogen

penyebab penyakit periodontal, di

mana terapi utama seperti scaling dan

root planing harus tetap dilakukan.

Penelitian lebih lanjut untuk dapat

mendukung penggunaan ekstrak

sebagai terapi alternatif dalam

menangani penyakit periodontal.

Dalam hal ini, dapat dipertimbangkan

bentuk sediaan yang tepat sebagai

terapi alternatif periodontitis dalam

bentuk obat kumur karena melihat

banyaknya kandungan senyawa aktif

daun sirsak yang bersifat polar.

SIMPULAN

Ekstrak daun sirsak dapat

menghambat pertumbuhan bakteri

Mixed periodontopatogen. Konsentrasi

terbaik dalam menghambat bakteri

Mixed periodontopatogen pada

penelitian ini adalah 45 mg/ml.

DAFTAR PUSTAKA

1. Indirawati. 2002. Upaya Peningkatan

Status Kesehatan Gigi dan Mulut sesuai

Kebutuhan Masyarakat Setempat. Jurnal

Litbangkes. H. 3-1. Available from

http://digilib.litbang.depkes.go.id/gdl.php?

mod=browse&op=read&id=jkpkbppk-gdl-

res-2002-indirawati-1145-

dental&q=penyakit%20gigi%20dan%20mu

lut. Diakses 10 Agustus 2012. 2. Amalina R. 2010. Perbedaan Jumlah

Actinobacillus Actinomycetemcomitans

pada Periodontitis Agresif berdasarkan

Jenis Kelamin. Majalah Sultan Agung. H.

41-1. Available from

http://unissula.ac.id/newver/images/jurnal/J

uli/rizki%20-periodontitis%20agresif-.pdf.

Diakses 30 Juni 2012. 3. Wijayanti PM dan Setyopranoto I. 2008.

Hubungan Antara Periodontitis,

Aterosklerosis dan Stroke Iskemik Akut.

Mutiara Medika, 8(2): 128-120. 4. Humprey LL, Fu R, Buckley DI, Freeman

M, dan Helfand M. 2008. Periodontal

Disease and Coronary Heart Disease

Incidence: A Systematic Review and Meta-

analysis. Journal Gen Intern Med, 23(12):

2086-2079. Available from

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/

PMC2596495/. Diakses 10 Juli 2012. 5. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR

dan Carranza FA, 2006. Carranza’s

Clinical Periodontology, 10th ed., St.Louis:

W.B. Saunders. P. 106, 102. 6. Nield-Gehrig JS dan Willmann DE. 2003.

Foundations of Periodontics for the Dental

Hygienist., Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins. P. 256-60, 91-89, 66,

62-59, 43, 39, 35. 7. Gani A dan Oktawati S. 2003. Antimikroba

Sistemik pada Periodontitis Lanjut. Dent J,

H. 491-4. 8. Indrawati R, Dachlan YP dan Devijanti R.

2009. Kandidat Biomarker Saliva sebagai

Deteksi Dini Kerusakan Tulang Alveolar.

H. 2-1. Diakses 11 Februari. 2013 9. Riani. 2012. Evaluasi Radiografis Tinggi

dan Densitas Tulang Alveolar pada Terapi

Periodontitis dengan Allograft

Dibandingkan Xenograft. Tesis,

Universitas Indonesia, Jakarta. H. 10-1. 10. Sudibyo. 2008. Penyakit Periodontal

sebagai Fokus Infeksi dan Faktor Risiko

terhadap Manifestasi Penyakit Sistemik.

Pidato, Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta. H. 2-1. 11. Widyastuti dan Rizka Y. 2006.

Pengurangan Kedalaman Poket Periodontal

dengan Terapi Non Bedah. Denta Jurnal

Kedokteran Gigi, 1(1): 13-9. 12. Mardiana L dan Ratnasari J. 2011. Ramuan

dan Khasiat Sirsak, Edisi ke-5. Jakarta:

Penebar Swadaya. H. 44-31, 17, 14, 3. 13. Zuhud EA. 2011. Bukti Kedahsyatan

Sirsak Menumpas Kanker, Edisi pertama.,

Jakarta: Agromedia Pustaka. H. 75, 69, 57,

54, 47, 3. 14. Taylor L. 2002. Technical Data Report for

Graviola (Annona muricata), 2nd ed. Texas:

Sage Press. P. 1. 15. Lal PB, Kumar N, Arif T, Mandal TK,

Verma KA, Sharma GL dan Dabur R.

2008. In Vitro Antibacterial Activity of A

Novel Isoquinoline Derivative and Its Post

Antibacterial Effects on Pseudomonas

aeruginosa. African Journal Of

Microbiology Research, 2(5): 130-126.

Available from

http://www.academicjournals.org/ajmr/abst

racts/abstracts/abstracts2008/May/Lal%20e

t%20al.html. Diakses 10 Juli 2012. 16. Novianti. 2009. Aktivitas Antibakteri dari

Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.)

terhadap Pertumbuhan Staphylococcus

110

Page 13: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

aureus secara In Vitro. Skripsi, Universitas

Pendidikan Indonesia. H. 10-1. 17. Prachi P, Saraswathy, Vora A dan J Savai.

2010. In Vitro Antimicrobial Activity and

Phytochemical Analysis of The Leaves of

Annona muricata. International Journal Of

Pharma, 2(2): 6-1. Available from

http://www.ijprd.com/in%20vitro%20antim

icrobial%20activity%20and%20phytochem

ical%20anaylsis%20of%20the%20leaves%

20of%20annona%20muricata.pdf. Diakses

10 Juli 2012. 18. Takashi JA, Pereira CR, Pimenta LPS,

Boaventura MAD dan Silva LFGE. 2006.

Antibacterial Activity of Eight Brazilian

Annonaceae Plants. Natural Product

Research, 20(1): 26-21. Available from

http://dx.doi.org/10.1080/14786410412331

280087. Diakses 6 Juni 2012. 19. Wakhida AR, 2010. Daya Hambat

Antibakteri Ekstrak Rimpang Temulawak

(Curcuma xanthorriza) terhadap

Pertumbuhan Bakteri Periodontal. Karya

Tulis Akhir, Universitas FKG Hang Tuah,

Surabaya. H. 10-1. 20. Patel JD, Shrivastava AK dan Kumar V.

2009. Evaluation of Some Medicinal Plants

Used in Traditional Wound Healing

Preparations for Antibacterial Property

Against Some Pathogenic Bacteria. Journal

of Clinical Immunology and

Immunopathology Research, 1(1): 12-7.

Available from

www.academicjournals.org. Diakses 8 Juli

2012.

21. Novak KM. 2002. Drug Facts and

Comparisons, 56thed. St.Louis: Walters

Kluwer Health. P. 619. 22. Adewole SO dan Caxton-Martins EA.

2006. Morphological Changes and

Hypoglycemic Effects of Annona muricata

linn Leaf Aqueous Extracts on Pancreatic-

B Cells of Streptozotocin-Treated Diabetic

Rats. African Journal of Biomedical

Research, 9: 187-173. Available from

http://www.bioline.org.br. Diakses 10 Juli

2012. 23. Gunawan SG, Setiabudy R dan Nafrialdi E.

2009. Farmakologi dan Terapi, Edisi ke-5.,

Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. H. 585-6. 24. Carlo GD, Mascolo N, Izzo AA dan

Capasso F. 1999. Flavonoids: Old and New

Aspects of A Class of Natural Therapeutic

Drugs. Life Sciences, 65(4): 353-337.

Available from

http://www.researchgate.net/publication/22

2246839FlavonoidsOldandnewaspectsof

aclasofnaturaltherapeuticdrugs/file/9fcfd50

17da646271.pdf. Diakses 10 Januari 2013. 25. Podolak I, Galanty A dan Sobolewska D.

2010. Saponin as Cytotoxic Agents: A

Review. Phytochem Rev, 9(3): 474-425. 26. Brooks GF, Butel JS dan Ornston LN.

2005. Jawets, Melnick & Adelberg’s

Mikrobiologi Kedokteran, Edisi ke-20.

Jakarta: Salemba Medika. H. 155-153. 27. Rinawati ND. 2011. Daya Antibakteri

Tumbuhan Majapahit (Crescentia cujete l)

terhadap Bakteri Vibrio Alginolyticus.

Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh

Nopember, Surabaya. H. 10-1.

111

Page 14: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Daya Hambat Ekstrak Daun Pepaya Varietas

Thailand (Carica papaya cv. Thailand)

Terhadap Pertumbuhan Bakteri

Enterococcus Faecalis Secara

In Vitro

(The Inhibitory Effect of Thailand Varietas of Papaya Leaf

Extract To The Growth of Enterococcus Faecalis In Vitro)

Fifin Maryati Satryani, Soegianto Adi* , Kristanti Parisihni**

*Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah

**Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah

ABSTRACT

Background: Enterecoccus faecalis is one of resistant bacteria in the medication of root canal treatment. ChKM is mostly used as sterilization agent. Carica papaya leaf extract has

been reported having antibacterial effect to the gram-negative bacteria, so could be potentially developed as a root canal sterilization agent. Purpose: The aim of this study was

to determine the inhibitory effect of Thailand varietas of papaya leaf extract to the growth of

Enterococcus faecalis. Materials and Methods: This study was an experimental study with post test only control group design and were tested by diffusion methods of 3 groups

concentration one of each 25%, 50%, 75% and 2 controls groups:Aquadest as negative

control,and ChKM as positive control,each group consisted of 6 samples. The inhibition effect were examined by measuring the diameter of the clear zone around the disc. Data were

analyzed by One Way ANOVA test and followed by LSD test. Result: Result showed that there were clear zone around the disc,the greater concentration of the extract the greater diameter

of the clear zone.Mean of inhibitation zone at concentration of 25% (6,30 mm), 50% (7,54

mm), 75% (8,36 mm), Aquadest (6 mm), and ChKM (11,32 mm). It had been proved that papaya leaf extract could inhibit the growth of Enterococcus faecalis (p<0,05). The largest

diameter of the clear zone was it the concentration of 75%. Conclusion: Thailand varietas of papaya leaf extract could inhibit the growth of Enterococcus faecalis and the most effective

inhibitory concentration is 75% but is smaller than positive control (ChKM).

Keywords: Carica papaya cv. Thailand, antibacterial, Enterococcus faecalis.

Correspondence: Soegianto Adi, Bagian Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945894, 031-

5945894, Email: [email protected]

JURNAL PENELITIAN

112

Page 15: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

ABSTRAK

Latar belakang: Enterococcus faecalis merupakan salah satu bakteri yang resisten pada

perawatan saluran akar. Perawatan saluran akar terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya

sterilisasi. ChKM merupakan obat yang sering digunakan pada tahapan ini. Ekstrak daun pepaya diketahui memiliki efek antibakteri terhadap bakteri gram-negatif, sehingga

berpotensial dikembangkan sebagai obat sterilisasi. Tujuan: untuk mengetahui kemampuan ekstrak daun pepaya varietas Thailand (Carica papaya cv thailand)dalam menghambat

pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis. Bahan dan Metode: Penelitian eksperimental

dengan desain penelitian the post test only control group, serta diuji menggunakan metode difusi dengan 3 konsentrasi, yaitu 25%, 50%, 75% dan 2 kontrol: kontrol negatif Aquadest

serta kontrol positif menggunakan ChKM, dimana tiap kelompok terdiri dari 6 sampel. Daya hambat diperiksa dengan mengukur diameter zona jernih disekitar kertas saring. Analisis

data menggunakan uji one way ANOVA diikuti dengan uji LSD. Hasil: Hasil penelitian

menunjukkan adanya zona jernih disekitar kertas saring dari ekstrak daun pepaya, makin

besar konsentrasi makin besar diameter zona hambatnya. Rata-rata zona hambat pada

konsentrasi 25% (6.30 mm), 50% (7.54 mm), 75% (8.36 mm) untuk kontrol negative Aquadest

steril (6 mm), kontrol positif ChKM (11.32 mm), ini menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dapat menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis (p<0,05). Diameter terbesar

dari zona jernih di sekitar kertas saring terdapat pada konsentrasi 75%. Simpulan: Ekstrak daun pepaya varietas Thailand dapat menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus

faecalis dengan konsentrasi hambat yang paling efektif adalah 75%, namun daya hambatnya

masih lebih kecil bila dibandingkan kotrol positif (ChKM).

Kata Kunci: Carica papaya cv. thailand, antibakteri, Enterococcus faecalis

Korespondensi: Soegianto Adi, Bagian Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon 031-5945894, 031-

5945894, Email: [email protected]

PENDAHULUAN

Tujuan utama perawatan saluran

akar adalah menghilangkan bakteri

sebanyak mungkin dari saluran akar

dan menciptakan lingkungan yang

tidak mendukung bagi setiap

organisme yang tersisa untuk dapat

bertahan hidup.1 Faktor penentu dari

keberhasilan perawatan saluran akar

yaitu akses dan panjang kerja,

sterilisasi, obturasi atau pengisian

saluran akar.2 Sterilisasi saluran akar

diperlukan karena tindakan preparasi

saluran akar disertai irigasi tidak

dapat membebaskan saluran akar dari

semua bakteri, mengingat anatomi

ruang pulpa yang cukup rumit serta

jauhnya penetrasi bakteri ke dalam

tubulus dentin dan bertujuan untuk

memperoleh aktivitas antimikroba di

saluran akar, menetralkan sisa-sisa

debris di saluran akar, mengontrol dan

mencegah nyeri.3

Pada perawatan saluran akar

membutuhkan penggunaan obat

sterilisasi yang mampu mengeliminasi

endotoksin bakteri yang telah melekat

pada struktur gigi yang tidak

tereliminasi sempurna saat proses

instrumentasi saluran akar.

Penggunaan obat sterilisasi saluran

akar selama perawatan harus dapat

mensterilisasi dan mengurangi jumlah

mikroorganisme patogen dalam

saluran akar.2 Syarat dari obat

sterilisasi saluran akar adalah tidak

mengiritasi jaringan periapikal dan

113

Page 16: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

mempunyai efek antimikroba. Obat

sterilisasi saluran akar yang paling

sering digunakan saat ini yaitu ChKM,

CMCP (camphorated

monoparachlorophenol), Ca(OH)2

dan formokresol. Obat sterilisasi

golongan fenol seperti ChKM paling

banyak digunakan karena memiliki

kelebihan yaitu mampu menyebar

karena memiliki spektrum yang luas

dan efektif terhadap mikroorganisme

sehingga mampu memusnahkan

berbagai mikroorganisme, namun

ChKM juga memiliki beberapa

kekurangan yaitu bau yang

menyengat, rasa tidak enak, dapat

terserap oleh tumpatan sementara dan

dapat menyebar ke rongga mulut

sehingga pasien akan mengeluhkan

rasa yang tidak enak dan bersifat

alergen sehingga dapat menyebabkan

reaksi imun yang dapat

membahayakan pulpa.4,2

Melihat kelemahan dari bahan

sterilisasi saluran akar itulah, saat ini

bahan sterilisasi saluran akar dengan

bahan alam mulai dikembangkan

karena murah, tahan lama, mudah

didapatkan,toksisitas rendah, dan

resisten terhadap mikroba.5 Bahan

alam yang dapat dikembangkan

sebagai alternatif bahan sterilisasi

saluran akar adalah daun pepaya.

Pepaya memang pohon yang

begitu berguna, selain buahnya yang

kaya akan vitamin, daunnya pun

begitu banyak manfaat dibalik rasa

pahit yang dikandungnya, itulah

mengapa kebiasaan orang-orang tua

yang sering menggunakan daun

pepaya baik sebagai sayur untuk

dimakan maupun direbus untuk obat.

Daun pepaya muda dapat juga

digunakan untuk melunakkan daging,

karena didalam getah daun pepaya

muda itu mengandung papain yang

merupakan salah satu enzim

proteolitik yang terdapat dalam getah

pepaya. Selain itu daun pepaya

mengandung karpain yang merupakan

senyawa alkaloid yang khas

dihasilkan oleh tanaman pepaya.

Alkaloid merupakan senyawa

nitrogen heterosiklik, yang memiliki

sifat toksik terhadap mikroba

sehingga efektif membunuh bakteri

dan virus, sebagai antiprotozoa dan

antidiare.6

Meskipun jenis pepaya sangat

banyak, namun yang sering

dibudidayakan petani adalah varietas

Thailand. Varietas Cibinong dan

Hawaii hanya dibudidayakan secara

terbatas. Budidaya pepaya Thailand

ini bisa ditemukan di wilayah Jawa

Timur misalnya di daerah kabupaten

Blitar. Salah satu usaha UMKM

(Usaha Mikro Kecil dan Menengah)

di sektor agribisnis di bidang

perkebunan budidaya pepaya yang

mempunyai prospek cerah adalah

budidaya pepaya Thailand karena

kelebihan yang dimiliki seperti

dagingnya yang manis dan berair,

serta buahnya yang berukuran besar.7

Ekstrak daun pepaya mampu

menghambat pertumbuhan bakteri

Streptococcus mutans,8 tetapi belum

diketahui aktivitas terhadap bakteri

Enterococcus faecalis. Pada

penelitian ini ingin mengetahui

apakah terdapat daya hambat ekstrak

daun pepaya varietas Thailand

terhadap bakteri Enterococcus

faecalis.. Tujuan umum penelitian ini

adalah untuk mengetahui daya hambat

ekstrak daun pepaya varietas Thailand

terhadap pertumbuhan bakteri

Enterococcus faecalis.

Oleh karena itu peneliti tertarik

dengan daun pepaya dari jenis pepaya

Thailand (Carica papaya cv.

thailand) sebagai bahan herbal yang

banyak dan mudah tumbuh di

114

Page 17: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Indonesia sebagai antibakteri

terhadap pertumbuhan bakteri

Enterococcus faecalis

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini termasuk penelitian

true experimental dengan rancangan

penelitian the post test only control

group design.9 Bahan yang digunakan

meliputi suspensi bakteri Enterococcus

faecalis, BHI cair, agar BHI oxoid,

ekstrak daun pepaya varietas Thailand

dengan berbagai konsentrasi (25%,

50%, dan 75%), larutan Mc. Farland

0.5, ChKM dan Aquades steril.

Sampel daun pepaya varietas

Thailand diambil dari perkebunan

pepaya Dinas Pertanian Kabupaten

Blitar. Daun pepaya dicuci bersih,

ditimbang, dikeringkan. Pengeringan

dilakukan sampai sampel benar-benar

kering yang ditandai dengan warna

kecoklatan pada seluruh bagian daun

kemudian beratnya dicatat dan

selanjutnya dijadikan serbuk halus

dengan cara diblender dan diayak

dengan saringan halus, dan diblender

sampai menjadi serbuk.10

Serbuk dimasukkan ke dalam

Erlenmeyer dan ditambahkan pelarut

etanol 96% dan digoyang dengan

menggunakan water bath dengan

kecepatan 120 rpm (rotation per

minutes) untuk mencapai kondisi

homogen selama 1 jam. Selanjutnya

larutan dimaserasi selama 24 jam pada

suhu kamar, lalu difiltrasi atau

dipisahkan dengan penyaring

Bunchner. Kemudian residu

penyaringan diangin-anginan dan

dilakukan ramaserasiulang selama 24

jam, maserasi diulang sampai 3 kali.

Hasil saringan 1-3 dicampur dan

dipekatkan dengan Rotary vakum

evaporator dengan suhu 50°C

sehingga menghasulkan ekstrak kental

daun pepaya. Ekstrak kental daun

pepaya dibuat tiga seri konsentrasi

(25%, 50%, dan 75%) dengan

menggunakan larutan pengencer

aquadest steril.6

Bakteri Enterococcus faecalis

biakan murni berupa biakkan dalam

BHI cair yang sudah diinkubasi selama

24 jam dalam suasana anaerob,

selanjutnya kekeruhannya disetarakan

dengan standar Mc Farland 0,5.

Penelitian dilakukan dengan

metode difusi pada media BHI agar

dilakukan inokulasi bakteri

Enterococcus faecalis yang sudah

disetarakan dengan larutan Mc

Farland 0,5 dengan cara mengusapkan

dan meratakan suspensi bakteri

Enterococcus faecalis pada seluruh

permukaan BHI (Brain Heart Infusion)

agar dengan menggunakan lidi kapas

steril. Selanjutnya kertas saring

diletakkan pada tiap zona media BHI

agar dengan menggunakan pinset steril

dan agak ditekan-tekan.

Pada kelompok kontrol negatif

kertas saring ditetesi aquades

menggunakan mikropipet dengan

ketelitian 10 μl. Pada kelompok

perlakuan kertas saring ditetesi ekstrak

daun pepaya varietas Thailand pada

berbagai konsentrasi menggunakan

mikropipet dengan ketelitian 10 μl,

lalu patridish dimasukkan dalam

anaerob jar dan diinkubasi dalam

inkubator selama 2x24 jam dengan

suhu 370C. Setelah itu mengukur

diameter zona hambat yang berupa

area jernih disekitar kertas saring

menggunakan digital calipers (dalam

satuan mm). Pengukuran dilakukan

dari batas jernih terakhir yang

berdekatan dengan koloni disebelah

kiri hingga disebelah kanan yang

diukur pada jarak daerah terpanjang.

Besar diameter zona hambat yang

115

Page 18: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

timbul menunjukkan adanya daya

hambat antibakteri pada masing-

masing konsentrasi ekstrak daun

pepaya varietas Thailand.

HASIL

Tabel dibawah ini menunjukkan

rerata zona hambat ekstrak daun

pepaya varietas Thailand (Carica

papaya cv. Thailand) sesudah

perlakuan pada kelompok kontrol.

Tabel 1. Hasil uji statistik deskriptif

Kelompok N Rata-

rata

Standar

Deviasi

X0 6 6,00 0,00

X1 6 11,32 0,93

X2 6 6,30 0,68

X3 6 7,54 0,17

X4 6 8,36 0,10

30

Gambar 1. Grafik rerata diameter zona

hambat (mm)

Data hasil penelitian dianalisi

secara analisis deskriptif untuk

memperoleh gambaran distribusi dan

peringkasan data guna memperjelas

penyajian hasil. Data hasil penelitian

yang menunjukkan zona hambat

pertumbuhan bakteri Enterococcus

faecalis dengan pemberian ekstrak

daun pepaya varietas Thailand pada

berbagai konsentrasi selanjutnya

dianalisis statistik dengan program

SPSS versi 13 dan diuji signifikansinya

dengan taraf signifikan/kesalahan 5%

(p<0,05).

Setiap kelompok perlakuan dan

kontrol positif diuji normalitasnya

dengan menggunakan uji Shapiro-

Wilk.11 Hasil uji Shapiro–Wilk

menunjukkan bahwa data berdistribusi

normal dan hasil uji Levene didapatkan

nilai signifikansi 0.053, sehingga dapat

disimpulkan bahwa data hasil

penelitian homogen (p>0.05).

Data penelitian yang

terdistribusi normal dan variansnya

homogen kemudian dianalisis dengan

menggunakan uji parametrik yaitu one

way ANOVA untuk mengetahui adanya

perbedaan antara kelompok kontrol

positif dengan kelompok perlakuan

konsentrasi 25%, 50%, dan 75% dari

ekstrak daun pepaya varietas Thailand

pada masing-masing sampel.

Hasil uji one way ANOVA

menunjukkan nilai signifikansi sebesar

0.000 (p<0.05). Ini berarti terdapat

perbedaan makna antara kontrol positif

dengan masing–masing kelompok

perlakuan yang memiliki konsentrasi

berbeda–beda. Berdasarkan hal

tersebut maka dilanjutkan dengan uji

LSD. Dari hasil uji LSD diketahui

bahwa ekstrak daun pepaya varietas

Thailand terhadap semua perlakuan

menunjukkan perbedaan yang

bermakna (p<0.05). Semakin besar

konsentrasi ekstrak daun pepaya

varietas Thailand yang digunakan

dalam penelitian, maka semakin besar

pula diameter zona hambat yang

terbentuk disekitar paper disc.

PEMBAHASAN

Perawatan saluran akar (PSA)

adalah prosedur perawatan gigi yang

bertujuan untuk menghilangkan

bakteri yang menginfeksi saluran akar

0

5

10

15

X0 X1 X2 X3 X4

rerata

zona …

116

Page 19: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

gigi dan kemudian mencegah gigi

tersebut terkena infeksi bakteri yang

berkelanjutan setelah perawatan.

Keberhasilan suatu perawatan saluran

akar tergantung pada pengurangan

atau penghilangan terhadap

mikroorganisme. Keberadaan

mikroorganisme setelah perawatan

saluran akar dapat menyebabkan

kegagalan perawatan saluran akar.

Dimana yang seringkali ditemukan

adalah tumbuhnya polimikroba pada

saluran akar yang didominasi oleh

bakteri anaerob obligat dan fakultatif

anaerob.12

Spesies bakteri anaerob seperti

Enterococcus faecalis, Streptococcus

anginosus, Bacteroides gracilis dan

Fusobacterium nucleatum terdapat

pada terapi saluran akar yang

mengalami kegagalan.13 Dimana

Enterococcus biasanya ditemukan

dalam jumlah sedikit pada saluran akar

yang belum dirawat tetapi bakteri ini

sering ditemukan pada perawatan

saluran akar yang gagal dan dapat

menyebabkan infeksi saluran akar

yang persisten.14 Oleh karena itu

dibutuhkan obat sterilisasi saluran akar

yang mampu mengeliminasi bakteri

Enterococcus faecalis dari dalam

saluran akar.

Pemberian obat sterilisasi

saluran akar dianggap penting bagi

keberhasilan perawatan saluran akar

karena dapat membantu mengeluarkan

mikroorganisme, mengurangi rasa

sakit, menghilangkan eksudat apikal,

mempercepat penyembuhan dan

pembentukan jaringan keras. Obat

sterilisasi saluran akar digunakan

dengan tujuan mengeliminasi bakteri

yang tidak dapat dihancurkan dengan

proses chemo-mechanical seperti

instrumental dan irigasi.15,1,2 Namun

obat sterilisasi seperti ChKM yang

sering digunakan juga memiliki

kelemahan yaitu bau yang menyengat,

rasa tidak enak, dapat oleh tumpatan

sementara dan dapat menyebar ke

rongga mulut sehingga pasien akan

mengeluhkan rasa yang tidak enak dan

bersifat alergen sehingga dapat

menyebabkan reaksi imun yang dapat

membahayakan pulpa.

Melihat kelemahan dari bahan

sterilisasi saluran akar itulah, saat ini

bahan sterilisasi saluran akar dengan

bahan alam mulai dikembangkan

karena murah, tahan lama, mudah

didapatkan, toksisitas rendah, dan

resisten terhadap mikroba.5 Bahan

alam yang dapat dikembangkan

sebagai alternatif bahan sterilisasi

saluran akar adalah daun pepaya.

Telah diketahui bahwa ekstrak

daun pepaya dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Streptococcus

mutans.8 Enterococcus faecalis

memiliki karakteristik yang sama yaitu

coccus gram positif , pada penelitian

ini diteliti daya hambat ekstrak daun

pepaya varietas Thailand pada

konsentrasi 25%, 50%, dan 75%.

Kontrol positif yang diperiksa adalah

ChKM karena memiliki spektrum

antibakteri luas dan efektif terhadap

bakteri dan mampu memusnahkan

berbagai mikroorganisme dalam

saluran akar. ChKM juga merupakan

bahan sterilisasi saluran akar yang

paling banyak digunakan, terdiri dari

dua bagian para-klorofenol dan tiga

bagian kamfer. Daya desinfektan dan

sifat mengiritasinya lebih kecil dari

pada formokresol.

Kamfer sebagai sarana

pengencer serta mengurangi sifat

iritasi dari para-klorofenol murni.

Selain itu memperpanjang efek sifat

antimikroba.16 Kontrol negatif yang

digunakan adalah Aquadest steril

karena tidak memiliki sifat antibakteri

yang akan mempengaruhi daya

117

Page 20: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

penghambatan bakteri dan digunakan

sebagai pengencer ekstrak daun

pepaya berdasarkan hasil penelitian

pendahuluan yang telah dilakukan.2,4

Penelitian untuk melihat adanya

daya hambat ekstrak daun pepaya

varietas Thailand (Carica papaya cv

thailand) terhadap pertumbuhan

bakteri Enterococcus faecalis

dilakukan dengan metode difusi yang

menggunakan media agar BHI karena

cukup praktis dilakukan dengan

validitas tinggi dan efektif digunakan

untuk mengetahui pertumbuhan

bakteri Enterococcus faecalis yang

merupakan bakteri gram positif

anaerob.17 Pelarut ekstrak daun pepaya

varietas Thailand yang dipilih adalah

Aquades steril karena tidak memiliki

sifat antibakteri yang akan

mempengaruhi daya penghambatan

bakteri dan digunakan sebagai

pengencer ekstrak daun pepaya

berdasarkan hasil penelitian

pendahuluan yang telah dilakukan.

Pada penelitian ini terlihat

bahwa ekstrak daun pepaya varietas

Thailand mampu menghambat

pertumbuhan bakteri Enterococcus

faecalis, fakta ini disebabkan oleh

adanya komponen antibakteri

spektrum luas yang terdapat pada daun

pepaya diantaranya alkaloid,

tochopenol, dan flavonoid. Senyawa

alkaloid memiliki mekanisme kerja

yang dihubungkan dengan kemampuan

berinteraksi dengan DNA. Mekanisme

kerja penghambatan dengan cara

mengganggu komponen penyusun

peptidoglikan pada sel bakteri,

sehingga lapisan dinding sel tidak

terbentuk secara utuh dan

menyebabkan kematian sel tersebut.

Didalam senyawa alkaloid juga

terdapat gugus basa yang mengandung

unsur nitrogen yang akan bereaksi

dengan senyawa asam amino

menyusun dinding sel bakteri dan

DNA bakteri. Reaksi ini

mengakibatkan terjadinya perubahan

struktur dan susunan asam amino,

sehingga akan menimbulkan

perubahan keseimbangan genetik pada

rantai DNA maka akan mengalami

kerusakan yang mengakibatkan

terjadinya lisis sel bakteri dan

menyebabkan kematian sel bakteri.6

Tochopenol merupakan senyawa

fenol yang khas pada tanaman pepaya.

Dimana fenol ini dapat mengganggu

senyawa penyusun dinding sel yang

menyebabkan terjadinya peningkatan

permeabilitas membrane sel dan

menyebabkan kehilangan komponen

penyusun sel sehingga terjadi lisis

(terlarutnya) sel.6

Flavonoid merupakan golongan

terbesar dari senyawa fenol yang

memiliki satu kelompok carbonyl

dengan ekstrak sel dan larut protein,

dengan ikatan tersebut dapat

menghambat sintesis protein dari sel

bakteri. Hal ini lah yang memberikan

aktivitas antibakteri. Senyawa fenol

dari tumbuhan juga memiliki

kemampuan untuk membentuk

kompleks dengan protein melalui

ikatan hydrogen, sehingga dapat

merusak membrane sel bakteri.6

Mekanisme kerja ChKM dalam

menghambat bakteri sama dengan

mekanisme kerja flavonoid yang

terkandung di dalam daun pepaya

varietas Thailand yaitu dengan cara

mendenaturasi protein sel bakteri,

menghambat fungsi selaput sel

(transpor zat dari sel satu ke sel yang

lain), dan menghambat sintesis asam

nukleat sehingga pertumbuhan bakteri

dapat terhambat.16

Pada uji statistik yang sama,

didapatkan bahwa diameter zona

hambat pada pemberian ekstrak daun

pepaya varietas Thailand dengan

118

Page 21: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

konsentrasi 75% menunjukkan

perbedaan yang bermakna bila

dibandingkan dengan kelompok

perlakuan yang lainnya. Dari hasil

penelitian terlihat bahwa makin besar

konsentrasi ekstrak daun pepaya

varietas Thailand maka makin besar

pula diameter zona hambatnya.

Konsentrasi 75% memiliki zona

hambat paling besar bila dibandingkan

dengan konsentrasi 25% dan 50%

dimana ( p<0,05). Hal ini diperkirakan

karena adanya kandungan flavonoid

yang berfungsi sebagai antimikroba

merupakan senyawa yang mudah larut

dalam air.6

Penelitian ini masih bersifat

kualitatif yaitu untuk menunjukkan

perbedaan daya hambat ekstrak daun

pepaya varietas Thailand terhadap

pertumbuhan bakteri Enterococcus

faecalis dengan menggunakan

konsentrasi 25%, 50%, dan 75%

dibandingkan dengan ChKM dimana

didapatkan hasil bahwa daya hambat

konsentrasi tertinggi yaitu 75% masih

lebih kecil daripada daya hambat

ChKM sebagai kontrol positif sehingga

perlu untuk dilakukan penelitian lebih

lanjut untuk membandingkan tingkat

toksisitas ekstrak daun pepaya varietas

Thailand dibandingkan dengan bahan

sterilisasi saluran akar ChKM.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian

diketahui bahwa ekstrak daun pepaya

varietas Thailand dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Enterococcus

faecalis pada konsentrasi 25%, 50%

dan 75%. Ekstrak daun pepaya

varietas Thailand pada konsentrasi

terbesar (75%) merupakan konsentrasi

yang paling efektif untuk menghambat

pertumbuhan bakteri Enterococcus

faecalis, Konsentrasi terbesar pada

penelitian ini (75%) memiliki daya

hambat yang lebih kecil dibandingkan

ChKM sebagai kontrol positif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Athanassiadis B, Abbott PV, Walsh LJ.

2007. The Use of Calcium Hydroxide,

Antibiotics and Biocides as Antimicrobial

Medicaments In Endodontics. Australian

Dental Journal, 52(1): S82-S64.

2. Walton, Torabinejad. 2008. Prinsin dan

Praktik Ilmu Edodonsia. Alih Bahasa:

Sumawinata N. Ed ke 3. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC. H. 261-258.

3. Johnson WT, Noblett WC. 2009. Cleaning

and Shaping. In: Walton RE, Torabinejad

M. Endodontics principles and practice. 4th

ed. India: Thomson Press. P. 258-83.

4. Grossman, LI, Oliet S and Del Rio. CE.

1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Alih

Bahasa: Abyono R. Ed ke11. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC. H. 262-

246, 84-65.

5. Dalimartha S. 2006. Atlas Tumbuhan Obat

Indonesia. Edisi 4. Puspa Swara, Anggota

Ikapi. Jakarta. H. 61-56.

6. Rahman, Mohammad Fiqrie. 2008. Potensi

Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya Pada Ikan

Gurami yang diinfeksi Bakteri Aeromonas

Hydrophila. Skripsi, Fakultas Kedokteran

Hewan, Institute Pertanian Bogor. H. 18-14.

7. Kalie, M. B. 2008. Bertanam Pepaya. Edisi

XXV. Penebar Swadaya. Jakarta. h. 120

8. Muamar, Muhamad. 2011. Uji Aktivitas

Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya (Carica

papaya L. ) terhadap Streptococcus mutans

secara In vitro. Skripsi, Fakultas

Kedokteran, Universitas Sebelas Maret. H.

10-1. Available from

http://digilib.uns.ac.id/pengguna.php?mn=sh

owview&id=23264. Diakses 22 April 2012.

9. Sudibyo. 2008. Metodologi Penelitian

Aplikasi penelitian di Bidang Kesehatan.

Surabaya: Unesa University Press.

10. Naiborhu, Parsiholan Effendy. Ekstraksi dan

Manfaat Ekstrak Mangrove (Sonneratia alba

dan Sonneratia caseolaris) Sebagai Bahan

Alami Antibakterial: Pada Patogen Udang

Windu, Vibrio harveyi. Available from

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789

/20041?show=full. Diakses 10 Juni 2012.

11. Dahlan, M Sopiyudin. 2010. Besar Sampel

dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta:

Salemba medika. H. 87

119

Page 22: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

12. Suchitra U., Kundabala M., Sheney MM.

2006. In Search of Endodontic Pathogen.

Kathmandu University Medical Journal,

4(4): 525-9.

13. Charles HS, Scott AS, Thomas JB,

Christoper BO. 2006. Enterococcus

faecalis: Its Role In Root Canal Treatment

Failure and Current Concepts In

Retreatment. JOE, 32(2): 93-8.

14. Bodrumlu E and Semiz M. 2006.

Antibacterial Activity of a New Endodontic

Sealer Against Enterococcus faecalis. J Can

Dent Assoc,72(7): 637.

15. Mulyawati, Ema. 2011. Peran Bahan

Disinfeksi Pada Perawatan Saluran Akar.

Majalah Kedokteran Gigi, 18(2): 209-205.

16. Osswald, R. 2005. The Problem of

Endodotitisand Managing It Through

Conservative Dentistry. P. 144-134.

17. Uttley AHC, George RC, Naidoo J, 2009.

Epidemiology and Infection. Cambridge

University Press, 103(1): 181-173.

120

Page 23: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Efektivitas Ekstrak Daun Mangrove Avicennia Alba

Terhadap Penurunan Jumlah Koloni Candida

albicans pada Basis Gigi Tiruan Akrilik

(The Effectiveness of Avicennia Alba Leaves Extract Againts

The Decreasing of Candida Albicans Colony

on Heat Cured Acrylic Denture Base)

Meidhira Ratu Azaalea, Meinar Nur Ashrin*, Widaningsih*

*Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah

ABSTRACT

Background: Heat cured acrylic resin material is commonly used as denture base. Denture

cleaning is an important procedure to be done, otherwise can cause calculus accumulation and adhesion of Candida albicans to the denture. According to some researchs, Avicennia

alba leaves has an antifungi, antiseptic, and antimicrobial activity. Purpose: The purpose of

this study was to determine the effectiveness of Avicennia alba leaves extract againts the decreasing of Candida albicans colony on heat cured acrylic denture base. Materials and

Methods: The experimental was held by post test only control group design, and used thirty

six samples heat cured acrylic plates with the size of (10x10x1) mm. Avicennia alba leaves

extract was obtained from maceration process using 96% ethanol solvent and diluted with

Aquadest sterile at concentration of 10%, 20% and 40%. Anticandida test was done by immersing the heat cured acrylic plates into Avicennia alba leaves extract for 15 minutes. The

data were analyzed by Mann-Whitney test. Results: The results showed there were significant

differences in the number of Candida albicans colony between the control groups with treatment groups using concentration of 10%, 20% and 40%. There were significant

differences in the number of Candida albicans colony between the treatment groups using

concentrations of 10% and 40%. There were also significant differences in the number of Candida albicans colony between the treatment groups using concentrations of 20% and

40%. Conclusion: The extract of Avicennia alba leaves in 40% concentration effective to decreasing Candida albicans colony on heat cured acrylic denture base.

Keywords: Avicennia alba leaves, heat cured acrylic, Candida albicans

Correspondence: Meinar Nur Ashrin, Department of Prosthodontics, Faculty of Dentistry,

Hang Tuah University, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945864, 5912191,

Email: [email protected]

LAPORAN PENELITIAN

121

Page 24: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

ABSTRAK

Latar Belakang: Resin akrilik heat cured merupakan bahan yang umum dipakai sebagai

basis gigi tiruan. Pembersihan gigi tiruan adalah prosedur yang penting untuk dilakukan, bila tidak akan mengakibatkan akumulasi kalkulus dan perlekatan Candida albicans pada

gigi tiruan. Menurut beberapa penelitian, ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) mempunyai aktivitas antijamur, antiseptik dan antibakteri. Tujuan: Untuk mengetahui

efektifitas ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) terhadap penurunan jumlah koloni

Candida albicans pada basis gigi tiruan akrilik heat cured. Bahan dan Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris dengan rancangan the post test only

control grup design. Penelitian ini menggunakan lempeng resin akrilik heat cured sebanyak

36 buah berukuran (10x10x1) mm. Ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) dihasilkan dengan cara maserasi dengan pelarut etanol 96%, dan dilarutkan dengan aquades steril

pada konsentrasi 10 %, 20%, dan 40% lalu dilakukan uji efek antifungi Candida albicans pada basis gigi tiruan akrilik heat cured dengan cara perendaman selama 15 menit. Data

yang didapatkan dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil: Terdapat perbedaan

jumlah koloni Candida albicans yang signifikan antar kelompok kontrol negatif dengan perlakuan ekstrak 10%, 20, dan 40%. Terdapat perbedaan jumlah koloni Candida albicans

yang signifikan antar kelompok perlakuan ekstrak 10% dan 40%. Terdapat perbedaan jumlah koloni Candida albicans yang signifikan antar kelompok perlakuan ekstrak 20% dan 40%.

Simpulan: Ekstrak daun Mangrove (Avicennia alba) efektif dalam menurunkan jumlah

koloni Candida albicans pada basis gigi tiruan akrilik heat cured pada konsentrasi 40%.

Kata kunci: Daun Mangrove (Avicennia alba), akrilik heat cured, Candida albicans

Korespondensi: Meinar Nur Ashrin, Bagian Prostodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi,

Universitas Hang Tuah Arif Rahman Hakim, 150 Surabaya, Telepon 031-5945894,5912191, Email: [email protected]

PENDAHULUAN

Gigi tiruan adalah suatu alat

yang berfungsi untuk menggantikan

sebagian atau seluruh gigi asli yang

hilang dan digunakan pada rahang atas

maupun rahang bawah.7 Basis gigi

tiruan adalah bagian yang penting dari

gigi tiruan, karena berperan sebagai

pengganti jaringan pendukung di

sekitar gigi.13 Material dasar gigi

tiruan telah dikembangkan untuk

memenuhi kriteria dasar gigi tiruan.

Gigi tiruan yang ideal harus memenuhi

beberapa persyaratan fisik dan

mekanik. Beberapa persyaratan yang

harus dipenuhi antara lain ialah tidak

adanya perubahan warna, porositas

rendah, stabil terhadap perubaan

dimensi, tidak toksik, mempunyai

kekuatan depresi dan kekerasan tinggi,

penyerapan air rendah, dan kekakuan

untuk menghasilkan stabilitas yang

baik.4

Bahan gigi tiruan yang umum

dipakai sebagai basis gigi tiruan adalah

resin akrilik polymethyl methacrylate

(PMMA) jenis heat cured dimana cara

polimerisasinya dilakukan dengan

pemanasan.2 Resin akrilik dipilih

karena sifatnya yang tidak toksik,

memenuhi syarat estetik, harganya

yang relatif murah, mudah cara

manipulasinya, dan mudah untuk

direparasi, namun adapula kekurangan

dari resin akrilik yaitu porositas dan

absorbsi air.4 Sifat porositas ini dapat

122

Page 25: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

mengakibatkan debris dan plak mudah

melekat pada basis gigi tiruan.15

Pembersihan gigi tiruan adalah

prosedur yang penting untuk

dilakukan, bila tidak akan

mengakibatkan bau yang tidak sedap,

timbulnya noda dan akumulasi

kalkulus pada gigi tiruan tersebut dan

mengakibatkan terjadinya denture

stomatitis. Denture stomatitis adalah

inflamasi pada mukosa mulut dengan

lesi erythematous dan lesi hiperplastik.

Etiologi lesi ini dihubungkan dengan

adanya mikroorganisme dan Candida

albicans. Monroy et al. (2005) telah

melakukan penelitian terhadap 105

pasien pemakai gigi tiruan, dan

menemukan adanya kolonialisasi

Candida albicans pada membran

mukosa 55 pasien. Dalam penelitian

Afrina (2007) terhadap 24 pasien

berusia 30-60 tahun yang memakai

gigi tiruan secara terus menerus

menderita denture stomatitis yang

disebabkan oleh Candida albicans

dengan prevalensi kejadian sebesar

53,85%.

Pembersihan gigi tiruan dapat

dilakukan dengan cara merendam

dalam larutan perendam atau kimia,

dan secara mekanik dengan menyikat

gigitiruan menggunakan sikat yang

lembut.11 Ekstrak daun Pohon

Mangrove Avicennia alba, Avicennia

marina dan Avicennia alba

mengandung senyawa saponin, tannin,

alkaloid, triterpenoid, dan fenolik yang

efektif sebagai anti inflamasi,

antibakteri, dan antivirus.17 Daun

Mangrove (Avicennia alba) mampu

menghambat pertumbuhan jamur

patogen dan menunjukkan aktivitas

sebagai anti bakteri, baik gram positif

maupun gram negatif dan antifungi

pada konsentrasi minimal 10%.3,15

Dewasa ini belum di teliti

tentang efektivitas ekstrak daun

Mangrove (Avicennia alba) terhadap

penurunan koloni Candida albicans.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui kegunaan ekstrak daun

Mangrove (Avicennia alba) yang

mempunyai aktivitas antifungi dan anti

mikroba sebagai larutan pembersih

gigi tiruan alami terhadap penurunan

jumlah koloni Candida albicans pada

basis gigi tiruan akrilik heat cured.

Apakah ekstrak daun Mangrove

(Avicennia alba) efektif terhadap

penurunan jumlah koloni Candida

albicans pada basis gigi tiruan akrilik

heat cured ?

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian yang digunakan

adalah penelitian analitik

eksperimental laboratoris. Penelitian

analitik adalah penelitian yang

berusaha mencari pengaruh variabel

tertentu terhadap variabel lain dalam

kondisi terkontrol secara ketat.11

Penelitian ini menggunakan rancangan

the post test only control group design.

Subyek dalam penelitian ini dibagi

dalam 4 kelompok, satu kelompok

kontrol, satu kelompok perlakuan yang

direndam dengan ekstrak daun

Mangrove Avicennia alba dengan

konsentrasi 10%, satu kelompok

perlakuan yang direndam dengan

ekstrak daun Mangrove Avicennia

alba dengan konsentrasi 20%, dan satu

kelompok perlakuan yang direndam

dengan ekstrak daun Mangrove

Avicennia alba dengan konsentrasi

40%, masing-masing selama 15 menit.

Ekstraksi daun Mangrove

(Avicennia alba) dengan cara

maserasi. Pengeskstrakan dilakukan

dengan cara memasukkan serbuk daun

Mangrove sebanyak 400gr yang sudah

dibungkus kertas saring kedalam

123

Page 26: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

tabung kaca, lalu direndam dalam

pelarut etanol 96% sebanyak 1000 ml

kemudian diaduk dan didiamkan

selama 5x24 jam lalu disaring. Proses

ini diulangi sebanyak dua kali

sehingga didapatkan filtrat. Filtrat dari

hasil dua kali penyaringan dipekatkan

dengan rotary evaporator sehingga

didapatkan hasil ekstrak kental daun

Mangrove.6

Perlakuan sampel pada penelitian

ini dilakukan dengan cara merendam

lempeng akrilik berukuran (10x10x1)

mm dalam aquades steril selama 24

jam untuk mengurangi sisa monomer,

lalu disterilkan menggunakan

autoclave pada suhu 121°C selama 18

menit, lalu direndam dalam saliva

steril selama 1 jam dan dibilas dengan

phosphat buffer saline (PBS) sebanyak

dua kali untuk membersihkan kotoran

yang menempel. Selanjutnya lempeng

akrilik dikontaminasikan dengan

Candida albicans yang setara dengan

Mc Farland 0,5, lalu diinkubasikan

pada suhu 37°C selama 24 jam.

Lempeng akrilik dimasukkan ke dalam

tabung reaksi yang berisi ekstrak daun

Mangrove Avicennia alba dan berisi

aquades steril selama 15 menit.

Masing-masing tabung berisi 1

lempeng akrilik. Setelah 15 menit,

lempeng akrilik diambil dan dibilas

dengan PBS sebanyak dua kali untuk

menghilangkan sisa ekstrak yang

tertinggal. Selanjutnya lempeng akrilik

dimasukkan ke dalam media

Sabouraud Dextrose Liquid 5ml,

digetarkan mengunakan vortex selama

30 detik dengan tujuan agar Candida

albicans yang melekat pada lempeng

akrilik dapat lepas. Perbenihan

Candida albicans dilakukan dengan

cara spreading 0,5 ml suspensi

Candida albicans pada Sabouraud

Dextrose Agar, lalu diinkubasi selama

24 jam pada suhu 37°C. Setelah 24

jam dilakukan penghitungan koloni

Candida albicans dengan satuan

Colony Forming Unit per mililter

(CFU/ml).10,13

HASIL

Keterangan :

A : Hasil perbenihan pada kelompok

kontrol

B : Hasil pada kelompok perlakuan

menggunakan ekstrak daun Mangrove

Avicennia alba 10%

C : Hasil pada kelompok perlakuan

menggunakan ekstrak daun Mangrove

Avicennia alba 20%

D : Hasil pada kelompok perlakuan

menggunakan ekstrak daun Mangrove

Avicennia alba 40%

Analisis data yang diperoleh

pada penelitian ini diuji menggunakan

uji statistik dengan taraf signifikansi

95% (p=0,05) dan diolah dengan

program SPSS versi 17. Berdasarkan

hasil data penelitian yang diperoleh,

maka rata-rata tiap kelompok

perlakuan dapat dilihat pada tabel 1.

124

Page 27: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Tabel 1. Hasil uji statistik deskriptif

Kelompok N Rerata Standar

Deviasi

K1 9 422,555 42,682

P1 9 371,222 36,106

P2

P3

9

9

340,222

280,777

36,499

15,872

36 353,694 61,552

Pada tabel 1 Diketahui bahwa

nilai rerata jumlah koloni Candida

albicans pada basis gigi tiruan akrilik

yang direndam pada ekstrak daun

Mangrove (Avicennia alba) dengan

konsentrasi 40% menunjukkan rerata

yang paling rendah, hal ini

menunjukkan bahwa ekstrak daun

Mangrove (Avicennia alba) dengan

konsentrasi 40% mempunyai aktivitas

anticandida yang paling besar. Nilai

rerata yang rendah menunjukkan

jumlah koloni Candida albicans yang

lebih rendah.

Setelah itu dilakukan uji

normalitas menggunakan uji Shapiro-

Wilk, karena jumlah sampel kurang

dari 50. Hasil uji normalitas dapat

dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil uji normalitas

Variabel Statistik Sig

K1 0,793 0,017

P1 0,889 0,197

P2

P3

0,936

0,900

0,538

0,251

Tabel diatas memperlihatkan

bahwa pada kelompok K1 memiliki

distribusi tidak normal karena

memiliki nilai p<0,05.

Tabel 3. Hasil uji Kruskal-Wallis

Sumber Keragaman p

Antar perlakuan 0,000

Pada tabel 3 diperoleh nilai

signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05).

Hal ini menunjukkan adanya

perbedaan bermakna antara kelompok

kontrol dengan masing-masing

kelompok perlakuan yang memiliki

konsentrasi berbeda-beda yaitu 10%,

20% dan 40%. Berdasarkan hasil

tersebut maka dilanjutkan dengan

analisis Post Hoc, untuk melakukan

analisis Post Hoc dari uji Kruskal-

wallis adalah dengan menggunakan uji

Mann-Whitney.

Tabel 4. Hasil uji Mann-Whitney

Keterangan: *ada perbedaan bermakna

Dari hasil uji Mann-Whitney

diketahui bahwa jumlah koloni

Candida albicans pada basis gigi tiruan

yang paling bermakna terdapat antara

kelompok kontrol negatif

menggunakan Aquadest steril dengan

kelompok perlakuan menggunakan

ekstrak Mangrove (Avicennia alba)

konsentrasi 20% (p=0,000), antara

kelompok kontrol negatif

menggunakan Aquadest steril) dengan

kelompok perlakuan menggunakan

ekstrak Mangrove (Avicennia alba)

konsentrasi 40% (p=0,000), dan antara

kelompok perlakuan menggunakan

ekstrak Mangrove (Avicennia alba)

konsentrasi 10% dengan kelompok

perlakuan menggunakan ekstrak

Mangrove (Avicennia alba)

konsentrasi 40% (p=0,000).

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini digunakan

ekstrak daun Mangrove (Avicennia

Rerata

Kelompok

K

1

P1 P2

P3

K1 0,011* 0,000* 0,000*

P1 0,094 0,000*

P2 0,001*

P3

125

Page 28: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

alba) dengan konsentrasi 10%, 20%,

dan 40%, daun Mangrove (Avicennia

alba) mampu menghambat

pertumbuhan jamur patogen dan

menunjukkan aktivitas sebagai anti

bakteri, baik gram positif maupun

gram negatif dan antifungi pada

konsentrasi minimal 10%.15 Pemilihan

daun Mangrove (Avicennia alba)

karena tumbuhan mangrove banyak di

Indonesia sehingga mudah didapat.9

Setelah dilakukan perhitungan

jumlah koloni Candida albicans dan

data telah diperoleh maka selanjutnya

dilakukan analisis data. Data tersebut

dianalisis dengan menggunakan uji

Kruskal-Wallis karena data

terdistribusi tidak normal dan

dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney.

Dari hasil uji Mann-Whitney

terdapat perbedaan yang bermakna

antara kelompok kontrol menggunakan

Aquadest steril dengan kelompok

perlakuan menggunakan ekstrak daun

Mangrove (Avicennia alba)

konsentrasi 10%, 20%, dan 40%

(p<0,05). Jumlah koloni pada

kelompok perlakuan menggunakan

ekstrak daun Mangrove (Avicennia

alba) konsentrasi 10%, 20%, dan 40%

lebih sedikit dibandingkan dengan

kelompok kontrol menggunakan

Aquadest steril. Penurunan jumlah

koloni Candida albicans pada basis

gigi tiruan akrilik heat cured yang

direndam dalam ekstrak daun

Mangrove (Avicennia alba)

disebabkan kontak antara sel Candida

albicans dengan senyawa aktif yang

terkandung dalam ekstrak daun

Mangrove (Avicennia alba).

Senyawa aktif yang terkandung

dalam ekstrak daun Mangrove

(Avicennia alba) antara lain adalah

alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin

dimana senyawa ini diketahui

mempunyai aktivitas anti fungi.15

Sedangkan Aquadest steril tidak dapat

menurunkan jumlah koloni Candida

albicans karena bersifat netral dan

tidak mempunyai sifat anticandida.

Senyawa flavonoid bekerja dengan

cara denaturasi protein sehingga

meningkatkan permeabilitas membran

sel. Denaturasi protein menyebabkan

gangguan dalam pembentukan sel

sehingga merubah komposisi

komponen protein. Fungsi membran

sel yang terganggu dapat

menyebabkan kerusakan sel jamur dan

akhirnya menyebabkan kematian sel.16

Senyawa alkaloid mempengaruhi

komponen sel Candida albicans

dengan cara mendenaturasi protein dan

merusak membran sel, sehingga

membran sel lisis dan mati. Saponin

memiliki mekanisme menganggu

membran sel jamur dengan cara

membentuk kompleks dengan protein

ekstraseluler, dinding sel dan juga

enzim-enzim yang terdapat pada sel

jamur sehingga membran sel rusak dan

sel Candida albicans mati. Sedangkan

mekanisme kerja tanin yaitu dengan

cara bereaksi dengan lipid dan asam

amino yang terdapat pada dinding sel,

lalu senyawa tersebut masuk ke dalam

inti sel, berkontak dengan DNA pada

inti sel dan merusaknya sehingga sel

lisis dan mati.5 Senyawa- senyawa

tersebut dapat mengakibatkan

kematian dari sel Candida albicans,

sehingga dapat menurunkan koloni

Candida albicans yang melekat pada

basis gigi tiruan akrilik heat cured.

Dari hasil uji Mann-Whitney

terdapat perbedaan yang bermakna

antara kelompok perlakuan

menggunakan ekstrak daun Mangrove

(Avicennia alba) 10% dan 20% dengan

40% (p<0,05). Hal ini menyatakan

bahwa jumlah koloni paling sedikit

terdapat pada perlakuan menggunakan

ekstrak daun Mangrove (Avicennia

126

Page 29: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

alba) 40%. Artinya, ekstrak daun

Mangrove (Avicennia alba) 40%

mempunyai efektivitas paling tinggi

dalam menurunkan jumlah koloni

Candida albicans pada basis gigi

tiruan akrilik heat cured. Data hasil uji

Mann-Whitney antara kelompok

perlakuan menggunakan ekstrak daun

Mangrove (Avicennia alba) 10%

dengan 20% menunjukkan adanya

perbedaan yang tidak bermakna, hal

ini menunjukan bahwa ekstrak daun

Mangrove (Avicennia alba) 10% dan

20% mempunyai aktifitas antifungi

yang relatif sama. Perbedaan yang

tidak bermakna antara dua kelompok

ini dapat disebabkan karena jumlah

senyawa aktif yang terkandung dalam

ekstrak daun Mangrove (Avicennia

alba) 10% dan 20% tidak jauh

berbeda, bila dibandingkan dengan

konsentrasi 40%.

Semakin tinggi konsentrasi suatu

ekstrak maka semakin tinggi senyawa

aktif yang terkandung dalam ekstrak,

sehingga semakin tinggi efek

terapeautiknya dan lebih banyak sel

Candida albicans yang mati atau

lisis.16 Artinya ekstrak daun Mangrove

(Avicennia alba) dengan konsentrasi

40% mempunyai efektivitas paling

tinggi dalam menurunkan jumlah

koloni Candida albicans pada basis

gigi tiruan akrilik heat cured.

Berdasarkan penjelasan diatas,

didapatkan hasil yang sesuai dengan

hipotesis bahwa ekstrak daun

Mangrove (Avicennia alba) efektif

dalam menurunkan jumlah koloni

Candida albicans pada basis gigi tiruan

akrilik heat cured.

Ekstrak daun Mangrove

(Avicennia alba) dapat dikembangkan

sebagai bahan material kedokteran gigi

khususnya sebagai pembersih gigi

tiruan lepasan yang berasal dari bahan

alami yang mempunyai beberapa

keuntungan dimana ekstrak tidak

berpengaruh buruk pada bahan basis

gigi tiruan bila dibandingkan dengan

pembersih gigi tiruan kimia yang dapat

mempengaruhi sifat fisik dari bahan

basis gigi tiruan akrilik, lalu limbah

dari ekstrak ini bersifat organik

sehingga lebih mudah di uraikan dan

lebih ramah lingkungan. Keuntungan

lainnya yaitu bahan pembersih yang

terbuat dari ekstrak daun Mangrove

(Avicennia alba) cukup murah, dengan

perhitungan kurang lebih 120 gr

ekstrak kental dapat digunakan

menjadi 40 kali perendaman gigi

tiruan.

SIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah

dilakukan dapat disimpulkan bahwa

ekstrak daun Mangrove (Avicennia

alba) efektif dalam menurunkan

jumlah koloni Candida albicans pada

basis gigi tiruan akrlik heat cured pada

masing-masing konsentrasi. Ekstrak

daun Mangrove (Avicennia alba ) pada

konsentrasi 40% paling efektif dalam

menurunkan jumlah koloni Candida

albicans pada basis gigi tiruan akrlik

heat cured.

DAFTAR PUSTAKA

1. Afrina L. 2007. Prevalensi Denture

Stomatitis yang Disebabkan Kandida

Albikans Pada Pasien Gigi Tiruan Penuh

Rahang Atas di Klinik FKG USU Maret-

Mei 2007. Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Anusavice KJ. 2004. Philips Buku Ajar

Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Alih Bahasa;

Johan Arief Budiman, Susi Purwoko. Edisi

10. Jakarta: EGC.

3. Begum J, Yusuf M, Uddin J, Khan S.

2007. Antifungal Activity of Forty Higher

Plants against Phytopathogenic Fungi.

Bangladesh J Microbiol, 24: 78-76.

Available from

127

Page 30: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

http://www.Banglajol.info/index.php/BJM/

article/view/1245/6719. Diakses 30

September 2013.

4. Combe, EC.1992. Sari Dental Material.

Jakarta: Balai Pustaka. H. 269-267.

5. Harnas E, Winarsih S, Nurdiana. 2012.

Efek Antifungi Ekstrak Etanol Rumput

Teki (Cyperus rotundus L.) Terhadap

Candida albicans Isolat Vaginitis Secara In

Vitro. Fakultas Kedokteran Universitas

Brawijaya. Malang. Available from

http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownloa

d/kebidanan/majalah%2520elya%2520devi

%2520mia%2520dwi%2520harnas.pdf.

Diakses 15 Februari 2014.

6. Gupta VK and Roy A. 2012. Comparative

Study of Antimicrobial Activities of Some

Mangrove Plants from Sundarban

Estuarine Regions of India. Journal of

Medicinal Plants Research, 6(42): 5488-

5480. Available from

http://www.academicjournals.org/JMPR.

Diakses 10 Maret 2013.

7. Mauliyani. 2012. Penggunaan Valplast

Dalam Pembuatan Gigi Tiruan Fleksibel

Sebagai Perawatan Alternative Kehilangan

Gigi. Makassar: Universitas Hasanuddin.

H. 7-6.

8. Monroy, et al. 2005. Candida albicans,

Staphylococcus aureus and Streptococcus

mutans Colonization in Patients Wearing

Dental Prothesis. Available from

http://www.medicinaoral.com/medoralfree

01/v10Suppl1i/medoralv10suppl1ip27.pdf.

Diakses 20 Januari 2013. P. 39-27.

9. Purnobasuki. 2004. Potensi Mangrove

Sebagai Tanaman Obat. Available from

http://www.irwantoshut.com. Diakses 10

September 2013.

10. Rifa’ah. 2008. Efektivitas Air Rebusan Biji

Jinten Hitam (Nigella sativa) Terhadap

Candida albicans Pada Lempeng Resin

Akrilik Heat Cured. Skripsi, Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah,

Surabaya. H. 3-1.

11. Salman M, Shata S. 2011. Effect of

Different Denture Cleanser Solutions on

Some Mechanical and Physical Properties

Of Nylon and Acrylic Denture Base

Materials. J Bagh College Dentistry, 2: 24-

19. Available from

http://www.codental.uobaghdad.edu.iq/upl

oads/journal/23Mohamad%2520F.pdf.

Diakses 25 Juli 2013.

12. Sudibyo. 2009. Metodologi Penelitian

Aplikasi Penelitian Bidang Kesehatan.

Ed2., Surabaya: Unesa University Press. H.

60-53.

13. Sunur Y. 2013. Daya Hambat Ekstrak

Daun Mangga Gadung (Mangifera indica

linn) Terhadap pertumbuhan Candida

Albicans Pada Lempeng Akrilik Heat

Cured. Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hang Tuah, Surabaya.

14. Utami M, Febrida R, Djustiana N. 2009.

The Comparison Of Surface Hardness

Between Thermoplastic Nylon Resin and

Heat-cured Acrylic Resin. Padjajaran

Journal of Dentistry, 21(3): 203-200.

15. Vadlapudi V, Naidu KC. 2009. Bioactivity

of Marine Mangrove Plant Avicennia alba

on Selected Plant and Oral Pathogens.

International Journal of ChemTech

Research, 1(4): 1216-1213.

16. Wahyuningtyas E. 2008. Pengaruh Ekstrak

Grapthophylum pictum Terhadap

Pertumbuhan Candida albicans pada Plat

Gigi Tiruan Resin Akrilik. Indonesian

Journal of Dentistry, 15: 191-187.

17. Wibowo C, Kusuma C, Suryani A, Hartati.

2009. Pemanfaatan Pohon Mangrove Api-

api (Avicennia Spp.) Sebagai Bahan

Pangan dan Obat. Available from

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/

123456789/45052/Pemanfaatan%20Pohon

%20Mangrove.pdf?sequence=1. Diakses

30 Maret 2013.

128

Page 31: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Efektivitas Gel Lendir Bekicot (Achatina fulica)

Dalam Mempercepat Proses Penyembuhan

Ulkus Traumatikus

(Effectivity of Snail Mucus Gel (Achatina fulica) In

Acceleration of Traumatic Ulcer Healing)

Anna Riyani Suwono, Isidora Karsini Soewondo*, Syamsulina Revianti**

*Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah

*Biologi Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah

ABSTRACT

Background: Traumatic ulcer is common mucosal lesion. The damage usually effecting the

epithelial layers and exceeds the basal membrane into the deeper layers with the

erythematous halo. Snails are easily found in Indonesia. Snail mucus contains protein,

glycosaminoglycan, water, electrolytes, mucus glycoprotein, lectins and hemocyanin which

can accelerate wound healing process. Purpose: To prove the effectiveness of Achatina fulica gel with concentration of 4.5%, 9% and 13% in accelerating the healing process of traumatic

ulcer, to compare all three concentration of Achatina fulica gel, and to compare Achatina

fulica gel with hialuronic acid gel in accelerating healing process of traumatic ulcer. Materials and Methods: The study was conducted using post-test only control group design.

The sample consisted of 6 groups. Each group contains 5 strain wistar rat. Traumatic ulcer was made in the middle of the rats’ lower labial mucosa. First group were treated using

sterile distilled water, second group were using hyaluronic acid gel 0,2%, third to fifth group

were using snail mucus gel with concentration of 4,5%, 9%, and 13%, respectively. Every group was applied on the first day after preparation of traumatic ulcer until one of the

traumatic ulcer healed. Data was analyzed with one-way ANOVA and LSD test. Result: The

data showed that the treatment group using hialuronic acid gel 0,2% and snail mucus extract gel 4,5%;9%;13% have no significant differences. Conclusion: Achatina fulica gels have

effectively increased the rate of healing process of traumatic ulcer.

Keywords: Achatina fulica, effectiveness, traumatic ulcer, wound healing

Correspondence: Isidora Karsini Soewondo, Departement of Oral Medicine, Faculty of

Dentistry, Hang Tuah University, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5912191,

Email: [email protected]

LAPORAN PENELITIAN

129

Page 32: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

ABSTRAK

Latar belakang: Ulkus traumatikus adalah satu dari lesi mukosa yang paling umum.

Biasanya terjadi kerusakan epitelium melebihi membrana basalis dengan batas yang jelas.

Bekicot mudah ditemukan sekitar masyarakat Indonesia. Lendir bekicot mempunyai protein, glikosaminoglikan, air, elektrolit, lendir glikoprotein, lektin dan hemocyanin yang dapat

mempercepat proses penyembuhan luka. Tujuan: Membuktikan efektivitas gel ekstrak lendir bekicot (Achatina fulica) dengan konsentrasi 4,5%; 9%; dan 13% dalam mempercepat proses

penyembuhan ulkus traumatikus, membandingkan ketiga konsentrasi gel lendir berkicot

dalam mempercepat proses penyembuhan ulkus traumatikus, dan membandingkan gel asam hialuronat dengan gel lendir bekicot dalam mempercepat proses penyembuhan ulkus

traumatikus. Bahan dan metode: Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan post test only control group design. Sampel terdiri dari 6 ekor tikus yang dibagi menjadi 5 kelompok.

Ulkus traumatikus dibuat di sentral mukosa labial bawah tikus strain wistar. Kelompok satu

diobati menggunakan aquades steril, kelompok dua diobati menggunakan gel asam

hialuronat 0,2%, kelompok tiga diobati menggunakan gel ekstrak lendir bekicot 4,5%,

kelompok empat diobati menggunakan gel ekstrak lendir bekicot 9%, dan kelompok lima

diobati menggunakan gel ekstrak lendir bekicot 13%. Setiap kelompok diaplikasikan pada hari pertama setelah pembuatan ulkus traumatikus sampai salah satu ulkus traumatikus

sembuh. Semua data dianalisis dengan uji one way ANOVA dan uji LSD. Hasil: Data penelitian menunjukkan bahwa efektivitas pada kelompok perlakuan menggunakan gel asam

hialuronat 0,2%, gel ekstrak lendir bekicot 4,5%; 9%; dan 13% tidak mempunyai perbedaan

yang signifikan. Simpulan: Gel ekstrak lendir bekicot efektif dalam mempercepat penyembuhan ulkus traumatikus.

Kata kunci: Achatina fulica, efektivitas, ulkus traumatikus, penyembuhan

Korespondensi: Isidora Karsini Soewondo, Bagian Ilmu Penyakit Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hang Tuah, Arief Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon 031-

5912191, Email: [email protected]

PENDAHULUAN

Ulkus traumatikus adalah satu

dari lesi mukosa yang paling umum

pada penyakit mulut.1 Ulkus

merupakan lesi dimana terjadinya

kerusakan pada epitelium melebihi

membrana basalis dengan batas yang

jelas.1,2 Ulkus traumatikus terjadi pada

setiap kelompok usia dan distribusi

yang sama antara pria dan wanita.3

Sebagian besar ulkus disebabkan oleh

trauma mekanik, akan tetapi juga ada

penyebab yang lain seperti diri sendiri

(kebiasaan abnormal dan masalah

psikologis), trauma termal, kimia,

radiasi, dan arus listrik.2,4 Ulkus

traumatikus sering terjadi disertai rasa

nyeri, single, permukaannya merah

halus atau putih kekuningan dengan

lingkaran merah di tepinya, ukurannya

bervariasi dari beberapa millimeter

sampai beberapa sentimeter.1

Proses penyembuhan luka

merupakan suatu proses kompleks dan

terkait satu sama lain, dari perbaikan

jaringan dan remodeling jaringan

sebagai respon atas terjadinya jejas.

Proses penyembuhan luka ini

bertujuan merekonstruksi suatu

jaringan semirip mungkin dengan

jaringan asli.5 Pada prinsipnya ulkus

traumatikus akan hilang pada hari ke-7

sampai hari ke-10 bila penyebabnya

dihilangkan.2 Kesembuhan ulkus

traumatikus dipengaruhi oleh beberapa

130

Page 33: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

faktor, seperti usia, nutrisi, infeksi,

sirkulasi (hipovolemia) dan

oksigenasi, hematoma, benda asing,

iskemia, diabetes, keadaan luka, dan

obat.6

Belakangan ini, asam hialurnoat

0,2% banyak digunakan sebagai salah

satu obat terapi ulkus traumatikus

karena mengandung asam hialuronat,

xylitol dan dikombinasikan dengan

efek dasar bahan alami sebagai

regenerasi jaringan, anti edema, anti

inflamasi, analgesik dan hemostasis

sehingga dapat merangsang

penyembuhan luka migrasi dan mitosis

dari fibroblas dan sel epitel.2,7 Namun,

penggunaan asam hialuronat dapat

menyebabkan alergi atau

hipersensitivitas dan harganya masih

relatif mahal.8

Bekicot atau Achatina fulica

adalah salah satu hewan darat yang

dianggap menjijikkan dan belum

banyak dimanfaatkan dalam kehidupan

sehari-hari, karena belum banyak yang

mengetahui potensi dari bekicot

tersebut. Selama ini Achatina fulica

hanya digunakan sebagai campuran

makanan ternak dan sebagian kecil

untuk dikonsumsi misalnya dalam

bentuk keripik bekicot dan sate.9

Masyarakat Indonesia sudah sejak

zaman dahulu mengenal dan

memanfaatkan lendir bekicot

(Achatina fulica) yang berkhasiat

sebagai salah satu upaya dalam

menyembuhkan luka. Secara

tradisional penggunaannya adalah

lendir bekicot dioleskan pada luka

sampai lendir menutupi seluruh bagian

luka.10

Lendir yang diproduksi kelenjar

di dinding tubuh bekicot, maupun zat

getah bening yang mengalir dalam

tubuh bekicot mempunyai aktivasi

pembasmi bakteri dan benda asing.11

Lendir bekicot memiliki kandungan

glikoprotein, karbohidrat, protein,

glikosaminoglikan, air, elektrolit,

lektin, hemocyanin.12,13,14 Lendir

bekicot mempunyai nilai biologis yang

tinggi dalam penyembuhan dan

penghambatan proses inflamasi,

mengandung analgesik yaitu peptida

antimikroba (Achasin) serta antiseptik

yang dapat membantu mempercepat

penutupan jaringan kulit dan luka.10,11

Lendir bekicot Achatina fulica juga

mempunyai kandungan antibakteri

menghambat bakteri Escherichia coli

dan Streptococcus mutan dan

mempunyai kandungan Acharan

sulfate yang berkhasiat menurunkan

aktivitas mitogenik dari faktor

pertumbuhan dasar fibroblas yang

tergantung konsentrasi, yang

menunjukkan penghambatan

angiogenesis.11,14 Selain itu,

keuntungan bekicot disamping

harganya terjangkau dan sangat mudah

didapatkan, terutama untuk

masyarakat pedesaan yang jauh dari

sarana dan prasarana kesehatan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini adalah penelitian

true experiment laboratories dengan

rancangan post test only control group

design. Subjek penelitian ini sebanyak

30 ekor tikus yang terbagi dalam 5

kelompok, yaitu kelompok kontrol

negatif, kelompok kontrol positif (gel

asam hialuronat 0,2%), kelompok

perlakuan 1 (gel lendir bekicot 4,5%),

kelompok perlakuan 2 (gel lendir

bekicot 9%), dan kelompok perlakuan

3 (gel lendir bekicot 13%).

Pada penelitian dilakukan

pembuatan ulkus traumatikus yang

dibuat di sentral mukosa labial bawah

tikus strain wistar yang dibagi 5

kelompok, yaitu gel asam hialuronat

131

Page 34: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

0,2% untuk 6 ekor tikus sebagai

kontrol negatif, aquades steril untuk 6

ekor tikus sebagai kontrol positif, gel

lendir bekicot 4,5% untuk 6 ekor tikus

sebagai perlakuan 1, gel lendir bekicot

9% untuk 6 ekor tikus sebagai

perlakuan 2, dan gel lendir bekicot

13% untuk 6 ekor tikus sebagai

perlakuan 3.

Sampel penelitian menggunakan

Ratus novergicus strain wistar yang

mempunyai kriteria sebagai berikut:

berjenis kelamin jantan, berusia 6

bulan, berat badan 300-350 gram,

mempunyai kondisi fisik sehat dengan

ciri-ciri mata jernih, bulu kaki

mengkilap, gerakan aktif, feses baik

tidak lembek, dan dipelihara dahulu

selama 7 hari untuk beradaptasi.

Teknik pengambilan sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah

simple random sampling.

Lendir bekicot yang digunakan

pada penelitian ini mudah didapat

dengan cara merangsang permukaan

tubuh bekicot menggunakan electric

shock pada tegangan listrik 6 volt

(menggunakan 4 buah batu baterai

@1,5 volt yang dirangkai dengan

kabel listrik) selama 60 detik dan

diletakkan di mortir dan

dihomogenkan.16 Sekali mendapatkan

lendir bekicot pada satu bekicot sekitar

± 2 ml. Setelah mendapatkan lendir

bekicot ini bekicot masih dalam

keadaan tetap hidup.

Setelah lendir bekicot homogen,

lendir dibuat gel. Resep pembuatan gel

lendir bekicot ini membutuhkan lendir

bekicot 4,5 pada K3, lendir bekicot 9

gram pada K4 dan lendir bekicot 13

gram pada K5, CMC-Na 3 gram untuk

K3, K4, K5, serta gliserol 1,5 gram,

metil paraben 0,18 gram, propil

paraben 0,02 gram, dan aquades ad

100 gram pada K3, K4, dan K5. Cara

pembuatan gel lendir bekicot dengan

cara air dimasukkan dalam mortir dan

ditaburkan CMC-Na, ditunggu

beberapa menit sampai mengembang

dan digerus sampai homogen. Setelah

itu memasukkan gliserol, metil

paraben, propil paraben secara

bergantian dan diaduk sampai

homogen. Lendir bekicot dimasukkan

lalu digerus sampai homogen.

Prosedur pertama dalam

pembuatan ulkus traumatikus adalah

mempersiapkan dan mensterilisasi alat

yang akan digunakan dalam

pembuatan ulkus traumatikus. Masing-

masing tikus strain wistar sebelum

mendapat perlakuan dilakukan

anastesi. Obat anastesi yang digunakan

adalah eter dengan metode inhalasi

dan pastikan tikus strain wistar sudah

teranastesi dengan ditandai adanya

reflek kornea hilang sebelum reflek

retraksi kaki hilang. Fiksasi pada

sentral mukosa labial bawah tikus

strain wistar dengan pinset anatomi

kemudian trauma dibuat pada mukosa

labial tikus wistar selama ± 3 detik.

Pada hari kedua dilakukan pengamatan

apakah sudah terbentuk ulkus atau

tidak. Jika sudah terbentuk ulkus yang

ditandai dengan adanya lesi berbentuk

bulat, berwarna putih dengan sentral

kekuningan yang berisi eksudat

fibrinosa dengan tepi kemerahan

(eritema).2

Ulkus traumatikus dikeringkan

dengan cotton pellet steril dan

dilakukan pengukuran diameter ulkus

terlebih dahulu dengan menggunakan

caliper digital dan dilakukan

pencatatan diameter ulkus traumatikus.

Gel diaplikasikan pada ulkus

traumatikus tikus strain wistar dengan

menggunakan plastic filling instrument

steril sebanyak 0,02 ml kemudian

diratakan dengan menggunakan plastic

filling instrument dan diamkan selama

beberapa saat (± 1 menit) untuk

132

Page 35: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

memberi kesempatan pada gel untuk

meresap. Setelah itu, aplikasikan

topikal gel asam hialuronat 0,2% pada

kelompok K1, topikal aquades steril

pada kelompok K2, gel lendir bekicot

4,5% pada kelompok K3, gel lendir

bekicot 9% pada kelompok K4, dan

gel lendir bekicot 13% pada kelompok

K5. Aplikasi obat dilakukan secara

topikal dilakukan 1 kali sehari dan

lama pemberian dilakukan sampai

semua ulkus traumatikus sembuh.

Pengukuran dan pencatatan diameter

ulkus dilakukan setiap hari sampai

salah satu sampel dari kelompok uji

mengalami penyembuhan, yaitu

ditandai dengan semua permukaan

jejas tertutup epitel.

HASIL

Penelitian tentang efektivitas gel

ekstrak lendir bekicot (Achatina

fulica) dalam mempercepat proses

penyembuhan ulkus traumatikus

dilakukan dengan menghitung selisih

diameter penyembuhan. Analisis data

yang diperoleh diuji menggunakan uji

statistik dengan taraf signifikansi 95%

(p=0,05) dan diolah dengan program

SPSS versi 16.

Tabel 1. Hasil rata-rata dan standar deviasi

selisih diameter penyembuhan ulkus

traumatikus (satuan mm)

Kelompok Rata-rata ± Standar

Deviasi

K1 0.8467 ± 0.28275

K2 1.2800 ± 0.20591

K3 1.2167 ± 0.21547

K4 1.3067 ± 0.27558

K5 1.3200 ± 0.29072

Dari hasil rata-rata dan standar

deviasi selisih diameter penyembuhan

ulkus traumatikus diatas dapat dilihat

bahwa terjadi pengurangan diameter

ulkus traumatikus paling banyak pada

kelompok K5, yaitu menggunakan gel

lendir bekicot 13% sedangkan

pengurangan diameter ulkus

traumatikus yang paling sedikit terjadi

pada kelompok K1, yaitu kontrol

negatif.

Analisis Statistik Hasil Penelitian

Uji normalitas dilakukan

berdasarkan uji Shapiro-Wilk karena

jumlah sampel penelitian kurang dari

50. Pada tabel uji Shapiro-Wilk

menunjukkan bahwa data berdistribusi

normal (p>0,05) sehingga memenuhi

salah satu persyaratan menggunakan

uji parametrik.

Setelah uji normalitas, maka

dilakukan uji homogenitas

menggunakan analisis Levene statistic.

Tujuan uji homogenitas adalah untuk

memperlihatkan bahwa dua atau lebih

kelompok data sampel berasal dari

populasi yang memiliki variasi yang

sama.

Uji Levene statistic

menunjukkan nilai p>0,05 sehingga

dapat disimpulkan bahwa variasi data

antar kelompok pada penelitian ini

adalah homogen.

Data yang dihasilkan pada

penelitian ini adalah berdistribusi

normal dan homogen sehingga uji

statistik yang dipilih adalah uji

parametrik. Uji parametrik yang

digunakan adalah uji one way

ANOVA. One way ANOVA

digunakan untuk mengetahui

perbedaan efektivitas gel lendir

bekicot (Achatina fulica) dalam

mempercepat proses penyembuhan

ulkus traumatikus dengan taraf

signifikan 95% (0,05).

133

Page 36: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Tabel 4. Hasil uji one way ANOVA

Kelompok F Sig.

Antar perlakuan

Dalam perlakuan

3.579 0.019*

Keterangan: *ada perbedaan yang

bermakna antar kelompok

Berdasarkan hasil uji One way

ANOVA pada tabel 4 diperoleh nilai

signifikansi sebesar 0,019 (p<0,05)

yang berarti H0 ditolak yang artinya

terdapat perbedaan efektivitas gel

ekstrak lendir bekicot (Achatina

fulica) dalam mempercepat proses

penyembuhan ulkus traumatikus

sehingga dapat dilanjutkan uji LSD

(Least Significant Difference).

Tabel 5. Hasil uji LSD (Least Significant

Difference) Kelom

pok

Rata-

rata

Kelo

mpok

Rata-

rata

Sig.

K1 0.8467 K2 1.2800 0.007*

K3 1.2167 0.019*

K4 1.3067 0.005*

K5 1.3200 0.004*

K2 1.2800 K3 1.2167 0.673

K4 1.3067 0.859

K5 1.3200 0.789

K3 1.2167 K4 1.3067 0.549

K5 1.3200 0.492

K4 1.3067 K5 1.3200 0.929

Uji LSD (Least Significant

Difference) digunakan untuk

menentukan perbedaan diantara setiap

kelompok perlakuan dengan

menggunakan derajat kemaknaan

p<0,05. Berdasarkan tabel 5 diketahui

bahwa tedapat perbedaan yang

bermakna pada kelompok perbadingan

K1 dengan K2; K1 dengan K3; K1

dengan K4; dan K1 dengan K5.

PEMBAHASAN

Bekicot jenis Achatina fulica

merupakan hewan lunak (moluska)

yang bercangkang ramping (runcing)

dan pola garis pada cangkangnya tidak

terlalu nyata (halus). Pada penelitian

ini mengunakan bekicot yang

diperoleh dari Krian, Jawa Timur.

Bekicot ini dipilih karena banyak di

temukan di lingkungan sekitar

masayarakat sejak zaman penjajahan

Jepang.15

Gel asam hialuronat 0,2%

merupakan produk jadi yang sudah

dipasarkan tetapi harganya kurang

terjangau. Peneliti ingin

membandingkan efektivitas gel lendir

bekicot dengan asam hialuronat dalam

memberikan kesembuhan pada ulkus

traumatikus. Hal ini disebabkan karena

gel asam hialuronat merupakan standar

yang jelas dalam memberikan

efektivitas penyembuhan pada ulkus

traumatikus.

Penelitian ini menggunakan

sampel tikus strain wistar berjenis

kelamin jantan sebanyak 30 ekor yang

berumur berusia 6 bulan. Tikus strain

wistar dipilih karena memiliki

metabolisme tubuh yang hampir sama

dengan manusia serta hasilnya dapat

digeneralisasikan pada manusia dan

memilih berjenis kelamin jantan

dengan pertimbangan lebih mudah

dikontrol dalam penelitian sehingga

diharapkan tidak ada pengaruh

hormonal dalam proses

penyembuhan.17 Umur yang

digunakan 4-6 bulan karena setara

dengan umur 18 tahun manusia

dewasa muda.18

134

Page 37: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Pada fase penyembuhan luka

orang dewasa dibagi menjadi 3 fase,

antara lain fase inflamasi yang terjadi

sejak terjadinya luka sampai kira-kira

lima hari.19 fase proliferasi yang

terjadi pada hari ke 3-14 yang ditandai

dengan pembentukan jaringan

granulasi pada luka,20 fase maturasi

yang berlangsung pada hari ke-7

sampai 1 tahun dimana terjadi proses

pematangan yang terdiri atas

penyerapan kembali jaringan yang

berlebih, pengerutan sesuai dengan

gaya gravitasi, dan akhirnya

penyerupaan kembali jaringan yang

baru terbentuk.19,20

Hasil uji analitik dengan

menggunakan uji one way ANOVA

terdapat perbedaan efektivitas dalam

mempercepat proses penyembuhan

ulkus traumatikus yang signifikan

pada masing-masing kelompok

perlakuan (tabel 4.4). Hasil uji LSD

(tabel 4.5) menunjukkan bahwa pada

kontrol negatif dengan gel asam

hialuronat 0,2%; kontrol negatif

dengan gel lendir bekicot 4,5%;

kontrol negatif dengan gel lendir

bekicot 9%; dan kontrol negatif

dengan gel lendir bekicot 13%

didapatkan adanya perbedaan

bermakna karena nilai signifikannya

lebih kecil dari 0,05.

Pada penelitian ini didapatkan

hasil perbandingan antara kontrol

negatif dengan gel asam hialuronat

0,2%, yaitu pada hasil uji LSD

terdapat perbedaan yang bermakna.

Hal ini disebabkan oleh kandungan

dari gel asam hialuronat 0,2%

merupakan produk jadi yang sudah

dipasarkan dengan komposisi asam

hialuronat 0,2%, xylitol, dan bahan

tambahan lain. Pada gel asam

hialuronat 0,2% dikombinasikan

dengan efek dasar bahan alami sebagai

regenerasi jaringan, anti edema, anti

inflamasi, analgesik dan hemostasis.

Bahan tersebut dapat mempengaruhi

percepatan proses penyembuhan ulkus

traumatikus sehingga pada hasil rata-

rata jumlah fibroblas asam hialuronat

lebih tinggi dibandingkan kelompok

perlakuan kontrol. Asam hialuronat

merupakan komponen terbesar matriks

ekstraseluler yang sifatnya menarik air

dan banyak ditemukan pada jaringan

yang tumbuh atau rusak. Gel asam

hialuronat 0,2% merupakan salah satu

glikosaminoglikan (GAG) utama yang

dikeluarkan selama perbaikan jaringan

dimana diproduksi oleh fibroblas

selama fase proliferasi pada

penyembuhan luka merangsang

migrasi dan mitosis dari fibroblas dan

sel epitel.21

Hasil perbandingan antara

kontrol negatif dengan gel lendir

bekicot, yaitu pada hasil uji LSD

terdapat perbedaan yang bermakna.

Hal ini disebabkan karena mempunyai

kandungan yang sama seperti

glikosaminoglikan (GAG),

glikoprotein, karbohidrat, protein.

Kandungan tersebut saling berkaitan

dalam fase penyembuhan luka

sehingga memiliki peran penting

dalam memperbaiki jaringan.

Glikosaminoglikan yang

dikandung dalam lendir bekicot

memiliki berat molekul 29 kDa.

Glikosaminoglikan pada lendir bekicot

bukanlah heparin atau heparan sulfat

melainkan rangkaian disakarida

berulang Acharan sulfate dan

modifikasi kimia 4)-2-acetamido-2-

deoxy-α-D-glucopyranose (1 4)-2-

sulfo-α-L-idopyranosyluronic acid (1

( GlcNpAc IdoAp2s ).

Glikosaminoglikan adalah turunan dari

polisakarida linear anionik yang

diisolasi sebagai cabang dari

proteoglikan. Proteoglikan berperan

dalam pengaturan pertumbuhan sel

135

Page 38: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

melalui interaksi rantai

glikosaminoglikan dalam proteoglikan

dengan protein, seperti growth factor

dan reseptornya. Proteoglikan dan

glikosaminoglikan adalah pengatur

aktif dari fungsi sel, berpartisipasi

dalam interaksi sel dan matriksnya dan

berperan penting dalam proliferasi

fibroblas, diferensiasi, dan migrasi

yang diatur secara efektif oleh fenotipe

seluler.11 Pada interaksi sel epitel

dalam matriks ekstraseluler yang salah

satunya adalah glikosaminoglikan

dapat menstimulasi proses re-

epitelisasi jaringan luka sehingga

dapat mempercepat penyembuhan luka

biasa, luka kronis akibat komplikasi

penyakit sepert diabetes militus atau

untuk mempercepat setiap

penyembuhan luka seperti terapi

dengan pembedahan.22

Glikoprotein merupakan salah

satu komponen dari matriks

ekstraseluler yang merupakan protein

yang berkaitan dengan karbohidrat dan

ikatan kovalen. Biasanya merupakan

rantai gula yang pendek, yaitu

oligosakarida (glikan) yang melekat

pada tulang punggung polipeptida.

Glikoprotein adhesif merupakan

molekul yang strukturnya bermacam-

macam, peran utamanya adalah

melekatkan komponen matriks

ekstraseluler satu sama lain dan

melekatkan matriks ekstraseluler pada

sel melalui integrin permukaan sel.

Glikoprotein adhesif meliputi

fibronektin (komponen utama matriks

ekstraseluler interstisial) dan laminin

(penyusun utama membran basalis).

Protein matriks adhesif dapat secara

langsung memerantarai perlekatan,

penyebaran, dan migrasi sel.23

Ternyata, dalam lendir bekicot

(Achatina fulica) ditemukan 40%

karbohidrat dan 60% protein.13

Karbohidrat menjadi komponen utama

glikoprotein dalam penyembuhan luka.

Karbohidrat yang terkandung di dalam

glikoprotein sangat penting dalam

pengenalan interseluler, dimana

karbohidrat ini terikat rantai

polipeptida melalui N-linked dan O-

linked oligosakarida. N-linked

oligosakarida merupakan formasi dari

bi-; tri-; dan tetra-antennarry sehingga

berat molekul dari karbohidrat dapat

mencapai 40% dari total berat molekul

glikoprotein.11

Protein pada lendir bekicot

(Achasin) sebagai peptida antimikroba

mempunyai berat molekul 71,3 kDa,

tersusun atas 17 asam amino yang

aktif sebagai antibakterial dengan

kondisi reaksi pada pH larutan 7,98-

8,0. Peptida sebagian besar merupakan

antimikroba yang poten dan

merupakan molekul efektor penting

dari innate immune system. Peptida

antimikroba mampu memperbaiki

fagositosis, merangsang lepasnya

prostaglandin, menetralkan efek septik

dari LPS, meningkatkan pengerahan

dan pengumpulan bermacam-macam

sel-sel imun pada sisi keradangan,

meningkatkan angiogenesis dan

merangsang perbaikan luka. Peptida

tersebut selain mempunyai efek

langsung pada mikroba seperti

merusak atau menginstabilisasi

bakteri, virus, atau bereaksi pada

membran fungi atau target lain, juga

terlibat secara luas pada innate

immune dan respon keradangan.11

Perbandingan antara gel lendir

bekicot 4,5%, gel lendir bekicot 9%

dan gel lendir bekicot 13% tidak

mempunyai perbedaan yang signifikan

karena nilai signifikannya lebih besar

dari 0,05. Hal ini dapat disimpulkan

bahwa gel lendir bekicot mempunyai

efektivitas yang sama dalam

mempercepat proses penyembuhan

ulkus traumatikus dan dapat memakai

136

Page 39: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

gel lendir bekicot konsentrasi 4,5%

sebagai obat karena pada konsentrasi

4,5% sudah dapat menyembuhkan

ulkus traumatikus. Kandungan dari gel

lendir bekicot mempunyai nutrisi yang

sama untuk mencukupi kebutuhan

metabolik terutama pada fase

proliferasi dimana membutuhkan

asupan energi untuk mempercepat

proses penyembuhan ulkus

traumatikus.

Berdasarkan hasil penelitian

yang telah dilakukan, gel asam

hialuronat 0,2%, gel lendir bekicot

4,5%, gel lendir bekicot 9%, dan gel

lendir bekicot 13% tidak mempunyai

perbedaan yang signifikan berdasarkan

uji LSD. Hal ini disebabkan oleh

kandungan yang mirip antara satu

dengan yang lain seperti

glikosaminoglikan (GAG) yang

dikeluarkan selama perbaikan

jaringan.

Gel lendir bekicot dapat

digunakan sebagai alternatif

pengobatan pada penyembuhan ulkus

traumatikus karena memiliki banyak

kandungan yang berfungsi sebagai

reepitelisasi atau perbaikan jaringan

SIMPULAN

Gel lendir bekicot 4,5%; 9%;

dan 13% mempunyai efektivitas yang

sama dengan gel asam hialuronat 0,2%

dalam mempercepat proses

penyembuhan ulkus traumatikus. Gel

lendir bekicot konsentrasi 4,5% dapat

digunakan sebagai obat karena pada

konsentrasi 4,5% sudah dapat

menyembuhkan ulkus traumatikus.

DAFTAR PUSTAKA

1. Laskaris G. 2005. Treatment of Oral

Dieases. New York: Thieme. P. 172-15.

2. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. 2008.

Oral Pathologic Correlations. 5th edition.

St. Louis: WB Saunders. P. 24-21.

3. Delong L, et al. 2008. General and Oral

Pathology for The Dental Higienist.

Philadelphia, US: Lippincott Williams &

Wilkins. P. 297-295.

4. Ghom AG. 2005. Textbook of Oral

Medicine. New Delhi: Jaypee Brothers

Medical Publisher (P) Ltd. P. 337

5. Ibelgaufts, H. 2002. Wound Healing.

COPE Available from

www.copewithcythokines.de/cope.cgi?key

=Wound%20healing. 2012. Diakses 12

Juni 2012.

6. Rahmawati. 2012. Makalah Luka.

Available from

http://www.scribd.com/doc/76621669/MA

KALAH-LUKA. Diakses 6 Juni 2012.

7. Douglas, MND and Alan LM. 2003.

Alternative Medicine Review. 8(4): 367-

366.

8. Kapoor, Pranav, Shabina Sachdeva, and

Silonie Sachdeva. 2010. Topical

Hyaluronic Acid in the Management of

Oral Ulcers. Available from

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/

PMC3132908. Diakses 8 Agustus 2012.

9. Haryadi W dan Triono S. 2006. Fraksinasi

Asam Lemak Omega 3, 6, dan 9 dari

Daging Bekicot (Achatina Fulica)

Menggunakan Kolom Kromatografi. Indon.

J. Chem , 6(3): 321-316. Available from

http://pdm-

mipa.ugm.ac.id/ojs/index.php/ijc/article/vie

wFile/325/342. Diakses Mei 2012.

10. Swastini IGAAP. 2011. Pemberian Lendir

Bekicot (Achatina fulica) secara Topikal

Lebih Cepat Menyembuhkan Gingivitis

Grade 3 karena Calculus daripada Povidone

Iodine 10%. Tesis S2, Program Studi lmu

Biomedik, Program Pasca Sarjana,

Universitas Udayana, Denpasar.

11. Berniyanti T. 2007. Analisis Hambatan

Achasin Bekicot Galur Jawa sebagai Faktor

Antibakteri Terhadap Viabilitas Bakteri

Eschericia coli dan Streptococcus mutans.

Jurnal Airlangga University Press,

Surabaya.

12. Tripurnomorini DS, Suhadi R, Donatus IA.

2000. Daya Antiinflamasi Lendir Bekicot

Pada Mencit. Kongres Ilmiah Ikatan

Sarjana Farmasi Indonesia (8): 4-1.

13. Berniyanti T, Waskito EB and Suwarno.

2007. Bichemival Characterization of an

137

Page 40: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Antibacterial Glycoprotein from Achatina

fulica ferussac Snail Mucus Local Isolate

and Their Implication on Bacterial Dental

Infection, Indonesian Journal of

Biotechnology, 12(1): 951-943.

14. Jeong J, Toida T, Muneta Y, Kosiishi I,

Imanari T, Linhardt RJ, Choi HS, Wu SJ

and Kim YS. 2001. Localization and

Characterization of Acharan Sulfate in the

Body of The Giant African Snail Achatina

Fulica. Comparative Biochemistry and

Physiology Part B 130: 519-513. Available

from

www.heparin.rpi.edu/main/files/papers/261

.pdf. Diakses 20 Mei 2012.

15. Tim Penulis Penebar Swadaya. 1995.

Budidaya dan Prospek Bisnis Bekicot.

Jakarta: Katalog Dalam Terbitan (KDT). P.

64-62, 13-4, 2-1.

16. Suartiningsih, A. 2011. Formulasi Sediaan

Gel Lendir Bekicot (Achatina fulica)

dengan Natrium Carboxymethyl Cellulose

sebagai Gelling Agent untuk Penyembuhan

Luka Bakar pada Kelinci Jantan. Skripsi,

Fakultas Farmasi, Universitas

Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. H. 3-

1.

17. Rukmini Ambar. 2007. Regenerasi Minyak

Goreng Bekas dengan Arang Sekam

Menekan Kerusakan Organ Tubuh.

Available from

http://p3m.amikom.ac.id/p3m69%20-

%20REGENERASI%20MINYAK%20GO

RENG%20BEKAS%20DENGAN%20AR

ANG%20SEKAM%20MENEKAN%20KE

RUSAKAN%20ORGAN%20TUBUH.pdf.

Diakses 7 Desember 2012.

18. Andreollo NA, Elisvânia FD, Maria RA,

Luiz RL. 2012. Rat's age versus human's

age: what is the relationship? Available

from

http://www.scielo.br/pdf/abcd/v25n1/en_11

.pdf. Diakses 2 July 2012.

19. Sjamsuhidajat, R. dan Jong, W. D. 2004.

Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta:

EGC. P. 69-67.

20. Prabakti Y. 2005. Perbedaan Jumlah

Fibroblas di Sekitar Luka Insisi pada Tikus

yang Diberi Levobupivakain dan yang

Tidak Diberi Levobupivakain. Tesis S2,

Program Pendidikan Dokter Spesialis I

Anestesiologi, Magister Ilmu Biomedik,

Universitas Diponegoro, Semarang. H. 3-1.

21. MacKay DND and Miller A.L.ND. 2003.

Nutritional Support for Wound Healing.

Alternative Medicine Review, 8(4): 377-

359. Available from

http://www.pilonidal.org/_assets/pdf/nutriti

on.pdf. Diakses 20 Juni 2012

22. Putri DK. 2010. Pemberian Ekstrak Lendir

Bekicot (Achatina fulica) Isolat Lokal

Kediri Terhadap Jumlah Sel Epitel Basalis

Luka Pada Tikus Putih Stain Wistar.

Skripsi, Universitas Airlangga, Surabaya.

H. 3-1.

23. Mitchell RN, Kumar V, Abbas AK, Fausto

N. 2009. Robbins and Cotran. Buku Saku

Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7 (Pocjet

Companion to Robbins and Cotran

Pathologic Basis of Disease, 7th edition).

Alih bahasa: Andry Hartanto. Editor:

Inggrid Tania, et al. Jakarta: EGC. H. 75-

29.

138

Page 41: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Kadar Kalsium Gigi Setelah Pengulasan Gel Ekstrak

Cangkang Kerang Darah (Anadara granosa)

(Calcium Level Difference Test In Teeth After Application of

Anadara Granosa Shell Gel Extract)

Jennifer Wibowo, Puguh Bayu Prabowo*, Twi Agnita Cevanti**

*IMTKG Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah

**Konsevasi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah

ABSTRACT

Background: Anadara granosa is one of the best fishery commodity in Indonesia. This shell

waste extract contains calcium and other minerals which is important to maintain tooth remineralization. Fluoride addition could bind calcium and prevent dental caries. Purpose:

To evaluate the calcium level after application of anadara granosa shell gel extract with

fluoride added. Materials and Methods: The sample consists of 36 bovine teeth which had been extracted, cleaned, and submerged in normal saline solution. The samples were

randomly assigned to three treatment and one control group. Group X01,X02,X03 (each of n=6)

as control groups were consisted of etched bovine teeth and then smeared with placebo for 3, 14, 28 days. Group X1,X2,X3 (each of n=6) as test groups consisted of etched bovine teeth,

and then smeared with anadara granosa shell gel extract with fluoride added for 3, 14, and 28 days. Application for control groups and test groups were done twice daily and the

samples were stored in artificial saliva. After 30 days, samples were analyzed for calcium

using titration method and statistically analyzed using one way anova. Result: There is no significant difference between group X1, X2, X3. Conclusion: There is no significant effect on

the calcium content of bovine teeth after the smearing of Anadara granosa shell gel extract with fluoride added for 3, 14, and 28 days.

Keywords: calcium level, Anadara granosa shell, fluoride, etch, placebo.

Correspondence: Puguh Bayu Prabowo, Bagian IMTKG, Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945864, 5912191, Email: [email protected]

JURNAL PENELITIAN

139

Page 42: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

ABSTRAK

Latar belakang: Kerang darah adalah salah satu komoditas perikanan terbaik di Indonesia.

Limbah kulit kerang darah mengandung kalsium dan mineral- mineral lain yang berfungsi

untuk remineralisasi gigi. Penambahan fluoride dapat berikatan dengan kalsium dan mencegah karies gigi. Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan kadar kalsium gigi sapi setelah

pengulasan dengan gel ekstrak cangkang kerang darah yang ditambahkan fluoride. Bahan

dan Metode: Sampel terdiri dari tiga puluh enam gigi sapi yang baru diekstraksi kemudian

dibersihkan dan direndam dalam normal saline. Sampel dipilih secara random dan dibagi

menjadi 3 kelompok perlakuan dan tiga kelompok kontrol. Kelompok X01,X02,X03 (masing-masing n=6) sebagai kelompok kontrol yang terdiri dari gigi sapi yang dietsa lalu dioles

placebo selama 3, 14, 28 hari. Kelompok X1,X2,X3 (masing-masing n=6) sebagai kelompok perlakuan yang terdiri dari gigi sapi yang dietsa, lalu dioles gel ekstrak cangkang kerang

darah yang ditambahkan fluoride selama 3, 14, 28 hari. Pengaplikasian kelompok kontrol,

kelompok perlakuan dilakukan sebanyak 2x sehari dan sampel disimpan dalam saliva buatan.

Setelah hari ke 30, sampel diuji kalsium dengan menggunakan uji titrasi, kemudian dianalisis

statistik dengan menggunakan one way anova. Hasil: Tidak menunjukkan perbedaan yang

signifikan antara kelompok X1, X2, X3. Simpulan: Tidak ada pengaruh yang signifikan pada kadar kalsium gigi sapi setelah pengulasan dengan gel ekstrak cangkang kerang darah yang

ditambahkan fluoride selama 3, 14, dan 28 hari.

Kata Kunci: Kadar kalsium, cangkang kerang darah, fluoride, etsa, plasebo

Korespondensi: Puguh Bayu Prabowo, Bagian IMTKG, Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon 031-5945864, 5912191, Email: [email protected]

PENDAHULUAN

Gigi tersusun menjadi 3 bagian

jaringan yaitu enamel, dentin, pulpa.1

Enamel mengandung hidroksiapatit

dan berbagai ikatan ionik bersama

dengan bahan kristal yang keras.

Enamel juga terdiri dari matriks

organik yang diperkuat dengan

endapan garam kalsium sebagai

komposisi utama bahan anorganik.2

Kalsium sangat penting untuk

proses mineralisasi gigi dan tulang.

Kalsifikasi terjadi saat kalsium fosfat

terdeposit terjadi hal yang penting

yaitu pengendapan ion kalsium fosfat

dari cairan jaringan yang jenuh.1

Proses terjadinya karies gigi

diawali oleh pelepasan kalsium pada

enamel yang menyebabkan timbulnya

bercak putih pada permukaan gigi

yang lambat laun tetutup oleh plak

gigi. Proses pelepasan kalsium pada

enamel disebut demineralisasi yang

terjadi pada jaringan keras gigi oleh

asam organik.3,4

Sedikit kristal pada awalnya larut

dan membuat daerah kecil pada

permukaan enamel menjadi berpori

dan tampak sebagai bercak putih. Pada

tahap ini, permukaan Kristal gigi

masih didukung oleh lapisan tipis

protein dan proses demineralisasi

masih dapat ditanggulangi dengan

pembentukan ulang Kristal yang

disebut remineralisasi.5

Di Indonesia, salah satu jenis hasil

laut yang umum dimakan oleh

masyarakat adalah kerang darah

(Anadara granosa). Namun

pengkonsumsian hasil laut ini belum

140

Page 43: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

maksimal digunakan sebagai bahan

nutrisi.6

Cangkang kerang darah

mengandung mineral-mineral seperti

kalsium, sulfur, aluminium, besi,

tembaga, dan juga yodium. Dengan

kadar kalsium sebanyak 98% yang

merupakan kandungan terbesar.6

Melihat limbah cangkang kerang

darah kurang dimanfaatkan dan

menganggu kebersihan lingkungan

padahal memiliki kandungan kalsium

yang tinggi, maka timbul pemikiran

untuk menjadikan cangkang kerang

darah sebagai penambah kalsium gigi

secara topikal dengan penambahan

fluoride (sodium fluoride).

Penambahan fluoride (sodium

fluoride) didasarkan pada

kemampuannya untuk berikatan

dengan kalsium dan mencegah karies

gigi.7

Penelitian ini akan menggunakan

ekstrak kerang darah dan fluoride

(sodium fluoride) yang diproses

menjadi gel, kemudian dioleskan pada

gigi sapi (bovine) dan diamati kadar

kalsiumnya dalam jangka waktu 3, 14,

dan 28 hari. Diharapkan penelitian ini

dapat membuktikan adanya perbedaan

kadar kalsium pada gigi sapi dengan

pemberian gel ekstrak cangkang

kerang darah yang ditambahkan

dengan fluoride (sodium fluoride)

secara topikal.

Tujuan umum dari penelitian ini

adalah untuk membuktikan adanya

peningkatan kadar kalsium pada gigi

sapi setelah pengulasan dengan gel

ekstrak cangkang kerang darah yang

ditambahkan dengan fluoride (sodium

fluoride) selama 3, 14, dan 28 hari.

Tujuan khusus dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui pengaruh

dari pemberian gel ekstrak cangkang

kerang darah yang ditambahkan

dengan fluoride (sodium fluoride)

selama 3, 14, dan 28 hari terhadap

kadar kalsium pada gigi sapi.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini adalah penelitian

eksperimental laboratoris dengan

rancangan post test only control group

design. Subjek penelitian dibagi dalam

2 kelompok, yaitu kelompok kontrol

dan kelompok perlakuan yang masing-

masing terdiri dari 3, 14, dan 28 hari.

Sampel penelitian menggunakan gigi

sapi dengan kriteria sebagai berikut:

sapi berusia ± 3 tahun, gigi erupsi

dalam keadaan utuh, tidak abrasi, tidak

retak, tidak ada karies, yang telah

diekstraksi kemudian dibersihkan dan

dimasukkan dalam normal saline ± 1

minggu dengan jumlah keseluruhan

sebanyak 36 sampel. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan

pada penelitian ini adalah simple

random sampling.

Waktu penelitian mulai dari

bulan September sampai dengan bulan

Desember 2012. Tempat Penelitian

untuk menguji kadar kalsium gigi sapi

adalah Laboratorium Kimia Dasar

Universitas Hang Tuah Surabaya.

Cara Pembuatan Tepung Cangkang

Kerang

Cara pembuatan tepung

cangkang kerang adalah sebagai

berikut: cangkang yang telah dipisah

dari dagingnya dibersihkan kemudian

dipanaskan dengan panas matahari

selama 6-8 jam, lalu direbus dalam

NaOH 1N pada suhu 50C selama 3

141

Page 44: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

jam. Kemudian cangkang yang telah

direbus dinetralisasi dengan

pencucian. Setelah dilakukan

pencucian, lalu cangkang dikeringkan

dalam oven pada suhu 121C selama

15 menit. Selanjutnya dihaluskan

dengan mortar and pestle. Cangkang

yang sudah dihaluskan diayak

menggunakan ayakan tepung dan

ayakan bertingkat.8

Cara Pembuatan Saliva Buatan

Pembuatan saliva buatan dengan

bahan-bahan yaitu NaCl sebanyak

36,00 gr; KCl sebanyak 1,69 gr; CaCl2

sebanyak 0,96 gr dan NaHCO3

sebanyak 0,80 gr yang dimasukkan ke

dalam gelas bekker dan ditambah 400

ml air destilata. Lalu kocok hingga

larut. Campuran ini akan

menghasilkan pH netral. Kemudian

diambil 200 ml campuran tersebut dan

dimasukkan ke dalam tempat larutan

pH 7 (6 buah) sampai volume masing-

masing tempat sama.9

Cara Pembuatan Sediaan Gel

Cangkang Kerang Darah

Pembuatan sediaan gel cangkang

kerang darah yang dilakukan di

Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

dengan komposisi sebagai berikut:

Bahan tambahan (placebo) yang terdiri

atas: CMCNa (Carbaoksimetilcelulosa

Natrium) 10 gr, Nipagin 0,36 gr,

Nipasol 0,024 gr, Propilen Glikol 10

gr, Aquadem 79,6 gr.

Komposisi gel cangkang kerang

darah yang ditambahkan dengan

fluoride (sodium fluoride) terdiri dari

bahan aktif atau cangkang kerang

darah: 50 gr, fluoride (sodium fluoride

atau NaF): 0,2gr, kemudian

ditambahkan dengan bahan tambahan

(placebo) hingga komposisinya

mencapai 100gr.

Pembuatan gel kulit kerang

darah yang ditambahkan fluoride

dengan cara: mendidihkan aquadem

sebanyak 20x berat CMCNa

(Carboksimetilcelulosa Natrium).

Kemudian, aquadem diletakkan di atas

mortar dan dimasukkan CMCNa yang

sudah dilakukan penimbangan.

Tunggu sampai CMCNa larut. Setelah

itu dilakukan pengadukan sampai

CMCNa mengembang seluruhnya. Di

tempat lain, menyiapkan propilen

glikol yang sudah dicampur dengan

nipasin dan nipasol, kemudian

dicampur dengan ekstrak kulit kerang

darah dan aquadem sampai merata.

Kemudian terakhir mencampur

CMCNa dengan campuran propilen

glikol, nipasin, nipasol, cangkang

kerang darah, dan aquadem serta

menambahkan fluoride (sodium

fluoride).9

Cara Pembuatan Sampel

Gigi insisivus sapi dicabut

segera setelah penyembelihan,

dibersihkan, dan disimpan dalam

normal saline ± 1 minggu pada suhu

kamar.10

Cara Pengulasan Etsa

Menurut metode Cehreli, 2000

cara pengulasan etsa sebagai berikut:

permukaan enamel kelompok A, B, C,

D, E, dan F bagian labial dilakukan

pengulasan etsa dan dibiarkan selama

15 detik. Selanjutnya dilakukan

pencucian dengan normal saline

sampai bersih dan dikeringkan dengan

chip blower sampai berwarna putih.11

142

Page 45: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Cara Pengulasan Dengan Gel

Ekstrak Cangkang Kerang Darah

Masing-masing gigi dari

kelompok D, E, dan F yang telah

dilakukan pengulasan etsa asam

diambil dan dilakukan pengulasan

dalam gel ekstrak cangkang kerang

darah yang telah ditambahkan fluoride

(sodium fluoride) satu persatu.

Pengulasan dalam gel ekstrak

cangkang kerang darah yang

ditambahkan fluoride (sodium

fluoride) dilakukan selama 10 menit

pada mahkota gigi sapi, kemudian

direndam dalam saliva buatan selama

3 hari, 14 hari, dan 28 hari. Pengulasan

gel pada gigi sapi menggunakan

microbrush.

Pengulasan dilakukan setiap 12

jam sekali dan saliva buatan diganti

setiap kali dilakukan pengulasan

berikutnya. Setiap pergantian, masing-

masing gigi dicuci dengan normal

saline dan dibiarkan di dalam

nierbekken selama ±10 menit. Setelah

permukaan gigi agak kering kemudian

diolesi dengan gel. Total pengulasan

dengan gel untuk 3 hari adalah 6 kali,

14 hari adalah 28 kali, dan 28 hari

adalah 56 kali.

Kelompok A, B, dan C sebagai

kontrol maka dilakukan pengulasan

dengan gel tanpa ekstrak cangkang

kerang darah (gel placebo). Masing-

masing kelompok direndam dalam ±

90 ml saliva buatan selama 1 hari (1

bekker glass berisi 6 gigi sapi).12

Cara Pengukuran Kadar Kalsium

Pada Gigi Sapi

1. Pembuatan filtrat

Gigi insisif sapi yang akan diukur

dididihkan dengan asam hidroklorid

kemudian difiltrasi. Filtrat tersebut

dianalisi mineralnya dengan Titrasi

permanganometri.13

2. Persiapan abu

Sampel gigi sapi dipersiapkan dan

bila sampel masih lembab atau basah,

diuapkan hingga kering dalam oven

100C, kemudian panaskan hingga

sampel menjadi gosong. Kemudian

lakukan pengabuan dengan suhu

sekitar 900C dan biarkan selama 5

jam sehingga dihasilkan abu berwarna

putih keabu-abuan, lalu didinginkan

dan dikeringkan.9

3. Persiapan larutan abu

Masukkan 5 ml hydrochloric acid

ke dalam wadah percobaan yang telah

berisi abu sampel dan didihkan selama

5 menit di atas hot plate kemudian

ditambahkan asam secukupnya untuk

mempertahankan volume. Pindahkan

dalam beaker dan cuci wadah

percobaan ke dalam beaker dengan

aquadest sampai volume 4 ml dan

didihkan 10 menit di atas bunsen

burner. Setelah mendidih, larutan

didinginkan dan saring campuran

tersebut ke dalam tabung volumetrik

dan cuci breaker dengan air suling ke

dalam tabung volumetrik dan

tambahkan volume hingga mencapai

100 ml. Gunakan lautan abu ini untuk

menentukan presentase kalsiumnya.9

4. Pengukuran kadar kalsium

Persiapkan larutan abu.

Netralkan 50 ml larutan abu dalam

beaker 250 ml dengan dilute

ammonium hydroxide acetic acid, lalu

asamkan dengan dilute acetic acid.

Kemudian larutan itu direbus dan

tambahkan dengan kelebihan dari

ammonium oxalate (sekitar 0,8 gr)

kemudian didihkan lagi dalam 1 menit

lalu direbus kembali dalam 30 menit.

Setelah itu tuangkan cairan

supernatant melalui kertas filter

Whatman no.1 (atau sejenis) dalam

corong dan cuci endapannya dua kali

143

Page 46: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

dengan air panas ke dalam filter yang

sama. Kemudian pindahkan endapan

dari beaker tersebut ke kertas filter dan

cuci residu dalam kertas filter

beberapa kali dengan sejumlah kecil

air suling. Pencucian dilakukan sampai

filtrat tersebut bersih dari oksalat.

Endapan putih menunjukkan adanya

oksalat.

Filtratnya dibuang setelah tidak

ada lagi oksalat. Lalu lakukan

pencucian dan pindahkan kertas filter

bersama endapannya ke beaker yang

digunakan untuk pengendapan dan

tambahkan 60 ml dilute suiphuric acid

hangat, aduk isi beaker tersebut,

rendam kertas filter. Hangatkan dalam

suhu 70C kemudian larutan dapat

dititrasi dengan 0,01 M larutan

potassium permanganate sehingga

mencapai warna merah muda yang

tetap.9

HASIL

Tabel 1. Nilai rerata dan simpang baku hasil

uji kadar kalsium gigi sapi antara kontrol

dan perlakuan selama 3, 14, dan 28 hari

Variabel Ha

-ri

Mean ± SD

Kon

-trol

Perla

-kuan

3 15.9417 ±

1.18678

16.8900 ±

1.49147

17. 9400 ±

0.53385

17.7650 ±

2.68256

18.6750 ±

0.56776

16.4350 ±

0.63937

14

28

Di atas merupakn data hasil

penelitian tentang kadar kalsium gigi

sapi setelah pengulasan dengan gel

ekstrak cangkang kerang darah yang

ditambahkan fluoride selama 3, 14, 28

hari.

Analisa Statistik Hasil Penelitian

Rerata dan simpang baku hasil

kadar kalsium gigi sapi dianalisa

dengan uji saphirowilk menunjukkan

bahwa data berdistribusi normal

(p>0,05) sehingga memenuhi

persyaratan menggunakan uji

parametrik. Uji Levene menunjukkan

nilai probabilitas >0,05, maka asumsi

homogen terpenuhi, sehingga

memenuhi persyaratan menggunakan

uji parametrik.

Tabel 2. Taraf signifikan kadar kalsium gigi

sapi antara kelompok placebo dan gel

ekstrak cangkang kerang darah yang

ditambahkan fluoride selama 3, 14, dan 28

hari

Variabel Gel ekstrak cangkang

kerang darah yang

ditambahkan fluoride - gel

placebo

Kadar

Kalsium

3 hari 14 hari 28 hari

0,997 0,021* 0,001*

Keterangan: * ada perbedaan yang bermakna

antar kelompok

Pada uji independent sample test

antara kelompok placebo dan gel

ekstrak cangkang kerang darah yang

ditambahkan fluoride selama 3, 14,

dan 28 hari menunjukkan bahwa ada

perbedaan yang bermakna pada hari ke

14 dan hari ke 28 (p<0,05) serta tidak

ada perbedaan yang bermakna pada

hari ke 3 (p>0,05).

Tabel 3. Taraf signifikan kadar

kalsium gigi sapi terhadap lama

pengulasan pada kelompok placebo

selama 3, 14, dan 28 hari

Variabel Lama

Pengulasan

Bahan

Gel placebo

Kadar

Kalsium

3 hari-14 hari 0,171

0,132

0,008* 14 hari-28

hari

28 hari-3 hari

Keterangan: * ada perbedaan yang bermakna

antar kelompok

144

Page 47: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Pada uji one-way anova kadar

kalsium gigi sapi terhadap lama

pengulasan pada kelompok placebo

selama 3, 14, dan 28 hari

menunjukkan bahwa ada perbedaan

yang bermakna pada hari ke 3 sampai

hari ke 28 (p<0,05) dan tidak terdapat

perbedaan yang bermakna antara hari

ke 3 sampai hari ke 14 maupun antara

hari ke 14 sampai hari ke 28 (p>0,05).

PEMBAHASAN

Penelitian dengan menggunakan

ekstrak cangkang kerang darah yang

ditambahkan fluoride ini memiliki

tujuan untuk membuktikan adanya

peningkatan kadar kalsium gigi setelah

pengulasan dengan gel ekstrak kerang

darah yang ditambahkan dengan

fluoride. Digunakan gigi sapi yang

baru dicabut atau bovine fresh

extracted sebagai sampel. Gigi sapi

yang berumur 3 tahun dan tidak

dibedakan jenis kelaminnya.

Pemilihan gigi sapi sendiri harus

bagus, tidak ada karies atau rusak.

Penggunaan sampel gigi sapi ini dipicu

karena mudah didapatkan dalam

jumlah yang besar dan dalam kondisi

baik atau jarang terdapat karies.14

Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan waktu 3 hari, 14 hari,

dan 28 hari karena berdasarkan

penelitian Oshiro dkk (2007)

membandingkan porositas tubuli

dentin dalam jangka waktu tersebut

dengan menggunakan SEM sudah

cukup efektif untuk mengetahui

pengaruh penggunaan Casein

Phosphopeptide- Amorphous Calcium

Phospate (CPP-ACP).10

Pada tabel 4.3 tentang taraf

signifikan kadar kalsium gigi sapi

antara kelompok placebo dan gel

ekstrak cangkang kerang darah yang

ditambahkan fluoride selama 3, 14,

dan 28 hari menggunakan uji

Independent Sample Test

menunjukkan bahwa ada peningkatan

kadar kalsium pada hari ke 14 dan hari

ke 28.

Pada tabel 4.4 tentang taraf

signifikan kadar kalsium gigi sapi

terhadap lama pengulasan pada

kelompok placebo selama 3, 14, dan

28 hari menggunakan uji One Way

Anova menunjukkan bahwa ada

peningkatan yang signifikan pada hari

ke 3 sampai hari ke 28 (p<0,05) dan

tidak ada peningkatan yang signifikan

antara hari ke 3 sampai hari ke 14

maupun antara hari ke 14 sampai hari

ke 28 (p>0,05).

Hal ini dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu seperti

pengetsaan yang kurang maksimal,

berat dan ukuran sampel yang kurang

merata, konsistensi gel yang terlalu

padat sehingga gigi sapi yang teroles

tidak merata, fluoride yang berikatan

dengan kalsium membentuk CaF2

diikat sedikit oleh enamel karena CaF2

kebanyakan akan larut dan hilang

dalam beberapa jam karena gigi sapi

dalam satu kelompok direndam dalam

satu tempat dan juga karena ada

beberapa gigi yang rusak atau kurang

baik kondisinya pada bagian

mahkotanya, terutama pada sampel

kelompok kontrol dan kelompok

perlakuan pada hari ke 28.15

Dengan pengulasan gel cangkang

kerang darah yaang ditambahkan

fluoride pada permukaan enamel

diharapkan akan mempercepat proses

remineralisasi dibandingkan dengan

proses normalnya. Hal ini karena

adanya ikatan fisika-kimia antara ion

Ca2+ dan PO43- serta senyawa

kompleks CaHPO4 yang terurai pada

proses demineralisasi. Email gigi

berikatan kuat dengan ion kalsium,

145

Page 48: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

fosfat, dan fluoride yang kemudian

membentuk kristal fluorapatit

[Ca10(PO4)6(OH).F] yang lebih tahan

terhadap ion asam dengan pH diatas

4,5 dibandingkan hidroksiapatit murni

atau Ca10(PO4)6(OH)2 dengan pH kritis

5,5.16

Fluorapatit lebih mudah diikat

oleh enamel gigi dan melindungi gigi

dari karies daripada hidroksiapatit

sehingga pada penelitian ini, dengan

ditambahkannya fluoride maka

hidroksiapatit akan diubah menjadi

fluorapatit yang dapat membuat proses

remineralisasi menjadi lebih efektif.7,17

SIMPULAN

Hasil penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa tidak ada

peningkatan kadar kalsium pada

pemberian gel ekstrak cangkang

kerang darah yang ditambahkan

dengan fluoride (sodium fluoride)

selama 3 hari dan ada peningkatan

kadar kalsium pada pemberian gel

ekstrak cangkang kerang darah yang

ditambahkan dengan fluoride (sodium

fluoride) selama 14 dan 28 hari

terhadap kadar kalsium pada gigi sapi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nancy A. 2008. Oral Histology

Development, Structure, and Function,

Mosby Elsevier. Canada. P. 191-141.

2. Khoswanto C and Soeharjo I. 2005.

Pengaruh Peningkatan Konsentrasi Sukrosa

Dalam Diet Terhadap Kadar Kalsium Gigi

Tikus Wistar. Maj. Ked Gigi Universitas

Airlangga (Dent J), 38(1): 7-4.

3. Fejerskov O, Kidd E. 2008. Dental Caries:

The Disease and its Cllinical Management.

2nd ed. Blackwell Munksgaard Australia. P.

134, 124-6.

4. Cross KJ, Huq NL, Reynolds EC. 2007.

Casein Phosphopeptides in Oral Health-

Chemistry and Clinical Applications.

Current Pharmaceutical Design, 13: 800-

793.

5. Bestford, John. 1996. Mengenal Gigi Anda.

Petunjuk bagi orangtua. Alih bahasa: drg.

Johan Arif Budiman. Ed.2. Jakarta: Arcan.

H. 18-14.

6. PKSPL. 2004. Penelitian dan

Pengembangan Budidaya Perikanan

(Kerang Darah) di Kabupaten Boalemo

Provinsi Gorontalo. Kerjasama BAPPEDA

dan PKSPL. Laporan Penelitian

7. Enanda DA. 2009. Efek Pemberian

Fluoride Varnish di Kedokteran Gigi.

Skripsi, Universitas Sumatera Utara. H. 17-

8.

8. Rohadi MB, Firdaus F, Agassi TN. 2010.

Fungsionalisasi Cangkang Kerang Hijau

(Perna Viridis) Sebagai Peningkat Kadar

Kalsium Susu Fermentasi. Program

Kreatifitas Mahasiswa, Universitas

Pertanian Bogor, Bogor. H 12.

9. Setiabudhi M. 2012. Kadar Kalsium Gigi

Sapi Setelah Pengulasan dengan Gel

Ekstrak Cangkang Kerang Darah. Skripsi,

Universitas Hang Tuah, Surabaya. H. 28-9.

10. Oshiro M, Yamaguchi K, Takamizawa T,

Inage H, Watanabe T, Irokawa A, Ando S,

Miyazaki M. 2006. Effect of CCP-ACP

paste on tooth mineralization: an FE-SEM

study. Journal of Science, 49(2): 120-115.

11. Cehreli ZC, Altay N, 2000. Effect Of

Nonrise Conditioner And 17 % Ethylene

Diaminetetracetic Acid on The Etch Pattern

of Intact Human Permanent Enamel. The

Angle Orthodontist, 70(1): 27-22.

12. Dahl J and Pallesen U, 2003. Tooth

Bleaching a Critical Review of the

Biological Aspects. Crot Rev Oral Biol

Med,14: 292-304.

13. James CS. 1999.Analytical Chemistry of

Foods. Gaithesburg: Aspen. P. 14-8.

14. Edmunds DH, Whittaker DK, Green RM.

1988. Suitability of Human, Bovine,

Equinine, and Bovine Tooth Enamel For

Studies of Artificial Bacterial Carious

Lesions. Caries Res, 22. P. 336-327.

15. Kidd E and Sally J. 1991. Dasar-dasar

Karies. Terjemahan Narlan Sumawinata

dan Safrida Faruk. Jakarta: EGC. H. 111-1.

16. Mount GJ, Hume WR. 2005. Preservation

and Restoration of Tooth Structure. 2nd ed.

Knowledge book and software. Australia.

P. 212,87,39,25,2.

17. Featherstone JDB. 2009.

Remineralizzation, the Natural Caries

Repair Process- The Need for New

Approaches. Advances in dental research.

Sagepub. P. 6, 4.

146

Page 49: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Kepekaan Indra Rasa Asin Pada Penggunaan Obat

Kumur Kombinasi Jahe Merah dan Kayu Manis

Dibanding Klorheksidin

(Salty Taste Sensitivity During Use of Mouthwash Combination

of Red Ginger and Cinnamon Than Chlorhexidine)

Ria Harum Pertiwi, Endah Wajuningsih*, Noengki Prameswari**

*Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah Surabaya

**Biomedik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah Surabaya

ABSTRACT

Background: Using mouthwash is a solution for individuals with a high gag response, but

some mouthwash on the market proven decreasing sensitivity of taste. Red ginger and

cinnamon are easily found and commonly used as a traditional medicine in Indonesia. Studies show red ginger and cinnamon has antifungal,and antibacterial power. Purpose: to

determine differences in sensitivity of saltiness use a mouthwash combination of red ginger

and cinnamon than chlorhexidine. Materials and Methods: This research is using pretest

posttest control group design. 24 sample divided into four groups with one control group

using chlorhexidine 0,2% and 3 treatment groups using infusum of red ginger and cinnamon

0,5%; 0,75% and 1,0% for 5 days. Salty taste sensitivity test recorded using scoring index.

Data were analyzed with the Wilcoxon test and Kruskal Walis followed by Post hoc analyzes

with 95% significance (p<0,05). Result: There is a significant difference before and after using mouthwash combination of red ginger and cinnamon 0,75% (p=0,025) due to an

increasing in sensitivity score of saltiness, also there is a significant difference before and

after using chlorhexidine 0,2% (p=0,38) due to decreasing in sensitivity score of saltiness. In the Post Hoc analysis are significant differences between the mouthwash after rinsing with

chlorhexidine 0,2% compared with red ginger and cinnamon 0,75% (p=0,19). Conclusions:

Sensory sensitivity of saltiness use a mouthwash combination of red ginger and cinnamon 0,75% difference than chlorhexidine 0,2%.

Keywords: Sensitivity of saltiness, mouthwash, red ginger, cinnamon, chlorhexidine

Correspondence: Endah Wajuningsih, Deparment of Oral Biology, Faculty of Dentistry, Hang Tuah University, Arief Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945964, 5945894,

Email: [email protected]

LAPORAN PENELITIAN

147

Page 50: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

ABSTRAK

Latar Belakang: Penggunaan obat kumur merupakan solusi bagi individu dengan respon

muntah yang tinggi, namun beberapa obat kumur dipasaran terbukti menurunkan kepekaan

indra rasa. Jahe merah dan kayu manis merupakan tumbuhan yang mudah ditemukan dan umum digunakan sebagai obat tradisional di Indonesia. Penelitian menunjukan jahe merah

dan kayu manis memiliki daya antibaketri dan antijamur. Tujuan: untuk mengetahui perbedaan kepekaan indra rasa asin pada penggunaan obat kumur kombinasi jahe merah

dan kayu manis dibanding klorheksidin. Bahan dan Metode: Desain penelitian ini adalah

pretest posttest control group design. 24 sampel dibagi menjadi empat kelompok dengan dengan 1 kelompok kontrol mengunakan klorheksidin 0,2% dan 3 kelompok perlakuan

mengunakan infusum jahe merah dan kayu manis 0,5%; 0,75%; dan 1,0% selama 5 hari. Dilakukan uji kepekaan rasa asin mengunakan indeks skoring. Data dianalisis dengan uji

Wilcoxon dan Kruskal Walis yang dilanjutkan analisis Post Hoc dengan kemaknaan 95%

(p<0,05). Hasil: Terdapat perbedaan bermakna sebelum dan sesudah mengunakan obat

kumur kombinasi jahe merah dan kayu manis 0,75% (p=0,025) karena terjadi peningkatan

skor kepekaan rasa asin, serta terdapat perbedaan bermakna sebelum dan sesudah

mengunakan klorheksidin 0,2% (p=0,38) karena terjadi penurunan skor kepekaan rasa asin. Pada analisis Post Hoc terdapat perbedaan bermakna sesudah berkumur dengan obat kumur

klorheksidin 0,2% dibanding jahe merah dan kayu manis 0,75% (p=0,19). Simpulan: Kepekaan indra rasa asin pada penggunaan obat kumur kombinasi jahe merah dan kayu

manis 0,75% berbeda dibanding obat kumur klorheksidin 0,2%.

Kata kunci: Kepekaan indra rasa asin, obat kumur, jahe merah, kayu manis, klorheksidin

Korespondensi: Endah Wajuningsih, Bagian Biologi Oral, Fakultas Kedokteran Gigi,

Universitas Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon 031-5945864, 5912191, Email: [email protected]

PENDAHULUAN

Lidah merupakan jaringan lunak

yang memiliki bentuk anatomis

dengan banyak papila, adanya fisura di

bagian tengah, menyebabkan banyak

sekali bakteri bersembunyi di bagian

dorsum.1,2 Salah satu fungsi lidah

adalah sebagai reseptor indra rasa

pengecap. Lidah kita memiliki lima

dasar pengecap, yaitu rasa asin, asam,

manis, pahit, dan umami. Pada lidah

terdapat area yang berbeda-beda untuk

merasakan reseptor rasa.1

Pengecapan adalah sensasi yang

dirasakan oleh taste buds. Sel basal

pada taste bud berdiferensiasi menjadi

sel reseptor baru, dan sel reseptor lama

secara terus-menerus diganti dengan

waktu paruh sekitar 10 hari.3 Dalam

kondisi normal, regenerasi taste bud

terjadi pada kecepatan yang

konsisten.4 Kepekaan indra rasa

penting dalam dalam kelangsungan

hidup yakni sebagai penilaian atau

apresiasi terhadap makanan dan

minuman, secara khusus penting untuk

dokter gigi karena rasa merupakan

stimultan utama untuk stimulasi aliran

air liur yang penting dalam menjaga

kebersihan dan kesehatan mulut.5

Intensitas merasakan rasa asin pada

individu cukup tinggi. Menambahkan

garam pada makanan adalah hal yang

umum dilakukan sehari-hari karena

garam memiliki banyak sifat yang

diinginkan, seperti meningkatkan sifat-

sifat sensori positif dari hampir setiap

makanan yang dikonsumsi manusia.6

Perubahan rasa asin berhubungan

148

Page 51: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

dengan tekanan darah. Hal ini berguna

untuk deteksi secara dini kondisi tubuh

seseorang.7

Pada penelitian indra rasa yang

diujikan adalah asin pada garam dapur,

dikarenakan intensitas merasakan rasa

asin cukup tinggi akibat penambahan

garam pada makanan sering dilakukan

dalam konsumsi sehari-hari.6

Penelitian ini tidak melakukan uji pada

rasa manis, pahit, umami, dan asam.

Kebanyakan zat rasa manis adalah zat

kimia organik yang sangat bervariasi

dimana perubahan yang sangat kecil

pada struktur kimia, dapat mengubah

zat dari rasa manis menjadi pahit.

Thresholds untuk rasa pahit oleh

kuinin paling rendah dibanding rasa

lain yakni 0,000008 M, sehingga

menyebabkan uji terhadap rasa pahit

sulit dilakukan. Umami secara

kualitatif berbeda dari rasa asam, asin,

manis, atau pahit, hal ini

mengakibatkan persepsi terhadap rasa

umami tergolong sulit dikarenakan

karena rasa umami sulit dibedakan

secara jelas dibanding rasa yang lain.1

Kebersihan lidah mempengaruhi

dalam proses penghantaran rangsang

rasa, oleh sebab itu penting bagi

seseorang untuk menjaga kebersihan

rongga mulut. Menyikat gigi

merupakan perawatan esensial untuk

kesehatan mulut, namun ada beberapa

perawatan tambahan lain yang perlu

dilakukan sendiri di rumah sehari-hari,

membersihkan lidah adalah salah satu

diantaranya.8

Membersihkan lidah umumnya

dilakukan secara mekanis yakni

mengunakan sikat gigi maupun tongue

scraper yang dirancang khusus sesuai

bentuk anatomi lidah. Beberapa orang

tidak membersihkan lidahnya secara

mekanis karena memiliki respon

muntah yang tinggi. Penggunaan obat

kumur sebagai pembersih rongga

mulut secara kimia merupakan solusi

bagi beberapa orang dengan respon

muntah yang tinggi.1,9

Sebagian besar obat kumur

dipasaran tidak dapat ditelan,

mengandung bahan kimia sintetika dan

alkohol dalam kadar yang tinggi dan

telah dilaporkan menimbulkan efek

samping seperti penurunan kepekaan

indra rasa, perubahan warna pada gigi

dan lidah, deskuamasi mukosa mulut,

mukositis, erytema multiforme,

pertumbuhan subur kandida albikan,

lesi aftosa, lidah terasa terbakar, black

hairy toungue, serta peningkatan

resiko kanker mulut.10

Back to nature merupakan

anjuran dari World Health

Organization (WHO). Pemanfaatan

ekstrak tumbuhan sebagai pengobatan

tradisional merupakan salah satu

tindakannya.11 Jahe dan kayu manis

telah secara luas digunakan sebagai

bahan tambahan dalam makanan,

minuman, serta banyak dimanfaatkan

dalam ramuan jamu yang dipercaya

memiliki banyak khasiat salah satunya

untuk kesehatan rongga mulut.12

Terdapat tiga jenis jahe yakni jahe

gajah, jahe emprit, dan jahe merah.

Dari ketiga Jenis jahe tersebut jahe

merah lebih banyak digunakan sebagai

obat dikarenakan kandungan minyak

atsiri dan oleoresinnya paling tinggi.13

Pada penelitian ini digunakan

obat kumur kombinasi jahe merah (Z.

officinalle var. amarum) dan kayu

manis (Cinnamomum burmannii),

dikarenakan penggunaan jahe secara

tunggal dalam konsentrasi tinggi dapat

menimbulkan rasa pedas sehingga

dikombinasikan dengan kayu manis

dikarenakan keduanya memiliki zat

aktif yang potensial digunakan sebagai

obat kumur dimana pada jahe merah

terdapat gingerol dan shogaol sebagai

antibakteri dan antioksidan;14

149

Page 52: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Limonene dan asam aspartat sebagai

anti jamur,15 sedangkan pada kayu

manis terdapat sinamaldehid sebagai

anti bakteri; tanin dan flavonoid

sebagai antioksidan; dan eugenol

sebagai analgesik.12 Pemberian kayu

manis dapat meningkatkan aroma,

rasa, dan warna sehingga lebih dapat

diterima bila digunakan sebagai obat

kumur.16

Dosis yang disarankan untuk

jahe sebagai infusum atau dekok

adalah 0,25-1 gram dalam 150 ml air

mendidih,17 sedangkan dosis untuk

kayu manis dalam bentuk serbuk

kering sebagai infusum adalah 0,5-1

gram.18 Dari kedua refrensi diatas pada

penelitian ini dipergunakan

konsentrasi obat kumur kombinasi

jahe merah dan kayu manis sebesar

0,5%; 0,75%; dan 1,0%.

Salah satu obat kumur yang

secara umum digunakan adalah

klorheksidin. Klorheksidin merupakan

obat kumur anti bakterial yang sangat

populer saat ini. Klorheksidin

merupakan suatu turunan bisguanida

yang efektif untuk mengurangi

terjadinya radang gingiva dan

akumulasi plak. Penggunaan

klorheksidin memiliki efek samping

berupa stain, perubahan rasa (kecap

logam), iritasi mukosa, dan rasa obat

yang pahit.19 Waktu efektif berkumur

dengan obat kumur khlorheksidin

adalah selama 45 detik.20

Penggunaan obat kumur sebagai

pembersih rongga mulut sehari-hari

dapat berpengaruh terhadap mukosa

rongga mulut dan diduga berpengaruh

terhadap indra rasa dikarenakan

kandungan kimia didalamnya oleh

latar belakang tersebut peneliti ingin

mengetahui perbedaan kepekaan indra

rasa asin pada penggunaan obat kumur

herbal yang mengandung kombinasi

jahe merah dan kayu manis dibanding

klorheksidin.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini adalah penelitian

eksperimental dengan rancangan the

pre test post test control group design.

Sampel penelitian ini adalah

mahasiswa semester satu, tiga, lima,

dan tujuh pada tahun ajaran 2012-2013

di Fakultas Kedokteran Umum dan

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Hang Tuah Surabaya yang berjenis

kelamin laki-laki.

Subyek pada penelitian dibagi

dalam 4 kelompok yaitu kelompok

kontrol dengan klorheksidin 0,2% (K),

dan 3 kelompok perlakuan

mengunakan obat kumur jahe merah

(Z. officinalle var. amarum) dan kayu

manis (Cinnamomum burmannii)

dalam bentuk sediaan infusum dengan

konsentrasi 0,5% (P1); 0,75% (P2);

1,0% (P3) sehingga total sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah

28 sampel.

Sampel di instruksikan untuk

berkumur dengan obat kumur

sebanyak 10 ml selama 45 detik sesuai

pembagian kelompok setiap satu kali

sehari. Data diambil dua kali untuk

tiap sampel yakni sebelum perlakuan

(hari ke 0), dan setelah perlakuan (hari

ke 5). Cara pengambilan data sebagai

berikut: mula sampel diinstruksikan

untuk berkumur tiga kali dengan

aquades, kemudian meludah beberapa

kali sampai tidak ada sisa aquades

yang tertinggal di dalam mulutnya.

Selanjutnya sampel diinstruksikan

untuk menjulurkan lidah, kemudian

dikeringkan dengan cotton roll untuk

mencegah pengaruh saliva. Setiap

larutan NaCl diberi index scoring dari

0 hingga 7. Larutan garam (NaCl)

150

Page 53: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

konsentrasi terendah 0,01 yakni

dengan skor 7 dioleskan bagian tepi

depan lidah pada daerah pinggiran

dorsum lidah dengan menggunakan

cotton buds hingga sampel merasakan

asin. Bila sampel belum merasakan

asin, maka diinstruksikan untuk

berkumur dengan aquades selama 20

detik kemudian istirahat selama kira-

kira lima menit sebelum perlakuan

berikutnya dengan konsentrasi yang

lebih pekat. Bila sampel sudah

merasakan asin memberi tanda dengan

mengangkat tangan.

HASIL

Dari dari penelitian tentang

kepekaan indra rasa asin pada

penggunaan obat kumur kombinasi

jahe merah dan kayu manis dibanding

klorheksidin dilakukan uji hipotesis

non parametrik dengan taraf signifikan

95% (p=0,05),dengan hasil sebagai

berikut:

Tabel 1. Hasil analisis deskriptif sebelum

dan sesudah menggunakan obat kumur

klorheksidin 0,2% (K); kombinasi jahe

merah dan kayu manis 0,5% (P1);

kombinasi jahe merah dan kayu manis

0,75% (P2); dan kombinasi jahe merah dan

kayu manis 1,0% (P3)

Obat

ku-

mur N

Mi-

ni-

mal

Mak-

si-

mal

Rata-

Rata ±

Standar

deviasi

Se-

be-

lum K 7 1 5 2,29±1,50

P1 7 1 5 2,86±1,57

P2 7 2 4 3,14±0,90

P3 7 1 5 2,86±1,57

Se-

su-

dah K 7 0 5 1,29±1,80

P1 7 1 6 3,29±1,60

P2 7 2 5 3,86±1,07

P3 7 0 4 2,14±1,57

Berdasarkan tabel 1. dapat dilihat

skor minimal sebelum perlakuan 1,

skor maksimal adalah 5, setelah

perlakuan skor minimal 0 sedangkan

skor maksimal adalah 6. Dapat

disimpulkan terdapat penuruan skor

minimal pada kelompok K dan P3 dan

terdapat peningkatan skor maksimal

pada kelompok P1 dan P2.

Berdasarkan hasil uji Wilcoxon

Test, menunjukkan bahwa nilai

signifikan sebelum dan sesudah

menggunakan obat kumur P1

menunjukkan hasil tidak terdapat

perbedaan yang bermakna karena

(p=0.083)>0,05, demikian pula pada

penggunaan obat kumur P3 karena

(p=0,102)>0,05, sedangkan nilai

signifikan penggunaan obat kumur

obat kumur P2 menunjukkan hasil

terdapat perbedaan yang bermakna

karena (p=0,025)<0,05, demikian pula

pada penggunaan obat kumur K

karena (p=0,38)<0,05.

Berdasarkan hasil uji Kruskal

Wallis diperoleh nilai p=0,033, karena

nilai p<0,05, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa terdapat perbedaan

selisih skor indra rasa asin sebelum

dan sesudah menggunakan obat kumur

antar kelompok.

Tabel 2. Hasil analisis Post-Hoc pada uji

Mann-Whitney

Perbandingan Asypm. Sig. (2-

tailed)

K dan P1 0,038*

K dan P2 0,019*

K dan P3 0,266

P1 dan P2 0,357

P1 dan P3 0,240

P2 dan P3 0,042*

Keterangan:

sig = nilai signifikan

* = terdapat perbedaan bermakna (p<0,05)

151

Page 54: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Berdasarkan hasil analisis Post-

Hoc dari tabel 2. perbandingan

kelompok K dan P1; K dan P2; P2 dan

P3 terdapat perbedaan bermakna

p<0,05 sedangkan antar kelompok K

dan P3; P1 dan P2 ; P2 dan P3 tidak

terdapat perbedaan bermakna p>0,05.

Perbandingan skor kepekaan rasa asin

sesudah berkumur dengan obat kumur

K dan P2 memiliki nilai signifikan

yang paling bermakna dari

perbandingan kelompok obat kumur

lain dengan (p=0,19)<0,05.

PEMBAHASAN

Kebersihan lidah mempengaruhi

dalam persepsi rasa oleh sebab itu

penting bagi seseorang untuk menjaga

kebersihan rongga mulut.8

Pengecapan adalah sensasi yang

dirasakan oleh taste buds.3 Taste bud

memiliki lubang kecil disebut taste

pore, melalui taste pore zat rasa dapat

mencapai membran reseptor apikal

dari sel rasa, yang menyebabkan

aktivasi sel-sel rasa. Air liur yang

dikeluarkan pada rongga mulut juga

mencapai taste pore dimana air liur

mengandung zat mocous yang tinggi

seperti mukopolisakarida. Substansi

mocous di dalam dan pada taste pore

dapat mengganggu akses zat rasa

untuk mencapai membran reseptor.

Menyikat permukaan lidah secara

ringan dapat menghilangkan lendir

yang mungkin belum hilang hanya

dengan berkumur, namum pada

individu yang memiliki repson muntah

yang tinggi seperti pada lansia

berkumur dapat dijadikan solusi.

Peningkatan sensitivitas indra rasa asin

dan asam akibat membersihkan lidah

dapat disebabkan oleh akses yang

lebih besar dari zat rasa untuk

mencapai membran reseptor.21

Konsentrasi jahe yang terlalu

tinggi dalam pengunaannya sebagai

obat kumur dapat menyebabkan

penurunan kepakaan rasa asin karena

konsentrasi senyawa (6)-shogaol

dalam serbuk jahe kering yang

dipergunaakan sebagai bahan

pembuatan obat kumur menimbulkan

rasa pedas.22 Penelitian ini

dipergunakan kombinasi jahe merah

dan kayu manis dengan tujuan

meningkatkan efek farmakologi

sebagai obat kumur yakni

meningkatkan daya antibakteri,

antimikroba, antiseptik, antijamur.12

Pengunan kayu manis dapat

memperbaiki rasa dan menambah

aroma sehingga meminimalisir rasa

pedas akibat pengunaan konsentrasi

jahe merah dalam konsentrasi yang

tinggi.23

Pada penggunaan obat kumur

klorheksidin 0,2% terjadi penurunan

skor kepekaan indra rasa asin, yang

signifikan sebelum dan sesudah

menggunakan obat kumur

(p=0,38)<0,05. Hal ini diakibatkan

efek samping penggunaan klorheksidin

yang sering terjadi adalah gangguan

kepekaan indra rasa.24

Berkumur dengan klorheksidin

secara kronis sebagai oral-antiseptik,

telah menunjukkan adanya

pengurangan rasa asin garam dapur

(NaCl). Hal ini dikarenakan transduksi

rasa asin pada manusia melalui saluran

epitel yang sensitif terhadap kation

klorheksidin sehingga menghambat

transduksi rasa asin NaCl dan KCl

NH4Cl untuk melewati saluran epitel

pada lidah.25

Berdasarkan hasil analisis data

pada pengunaan obat kumur

kombinasi jahe merah dan kayu manis

0,5% tidak menunjukan perubahan

terhadap kepekaan skor indra rasa asin

(p=0.083)>0,05. Pada jahe merah

152

Page 55: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

terdapat gingerol dan oleoresin yang

menyebabkan rasa pedas (Tim, 2002).

Pada konsentrasi 0,5% terlarut 0,25

gram jahe merah dan 0,25 gram kayu

manis yang merupakan konsentrasi

minimal sehingga kandungan gingerol

dan oleoresin tergolong sedikit yang

berkibat tidak mempengaruhi

kepekaan indra rasa asin.

Berdasarkan hasil analisis data

pada penggunaan obat kumur

kombinasi jahe merah dan kayu manis

0,75% terjadi peningkatan skor

kepekaan indra rasa asin, dengan nilai

signifikan sebelum dan sesudah

menggunakan obat kumur

(p=0,25)<0,05 yaitu dari analisis

deskriptif dari tujuh sampel terdapat

lima sampel yang mengalami

peningkatan skor kepekaan rasa

sebesar satu. Pada obat kumur

kombinasi jahe merah dan kayu manis

0,75% terlarut 0,375 gram jahe merah

dan 0,375 gram kayu manis dimana

pada konsentrasi tersebut sedikit

menimbulkan rasa pedas. Dalam jahe

merah terkandung zat aktif asam

aspartat yang memiliki efek

farmakologis yakni merangsang

syaraf, dan menimbulkan rasa yang

menyegarkan. Pada kayu manis

terdapat zat aktif tanin dan flavonoid

sebagai antioksidan.14 Zat aktif yang

terkandung dalam obat kumur

kombinasi jahe merah dan kayu manis

tersebut diduga berpengaruh terhadap

peningkatan kepekaan indra rasa asin

asin.

Berdasarkan hasil analisis

perbedaan skor kepekaan indra rasa

asin pada sebelum dan sesudah

pengunaan obat kumur kombinasi jahe

merah dan kayu manis 1,0% tidak

menunjukkan perbedaan

(p=0.102)>0,05. Pada konsentrasi

1,00% terlarut 0,5 gram jahe merah

dan 0,5 gram kayu manis, pada

konsentrasi tersebut sedikit

menimbulkan sensasi rasa pedas.

Kandungan borneol, sineol,

shogaol, zingiberol, dan gingerol pada

jahe merah merupakan unsur yang

menimbulkan rasa pedas dan hangat.23

Hal ini diduga bahwa penurunan

kepekaan indra rasa asin yang terjadi

belum nampak secara signifikan

dikarenakan perlakuan pada penelitian

hanya selama lima hari sehingga lama

kontak dan sensasi obat kumur

kombinasi jahe merah dan kayu manis

konsentrasi 1,0% terhadap papila lidah

belum bermakna mempengaruhi

kepekaan indra rasa asin, apabila

melihat efek samping yang

ditimbulkan akibat berkumur dengan

klorkeksidin, efek samping baru

muncul secara jelas setelah

penggunaan selama 17 minggu.24

Perbandingan skor kepekaan rasa

asin sesudah berkumur dengan obat

kumur klorheksidin 0,2% dan

kombinasi jahe merah dan kayu manis

0,75% memiliki nilai signifikan yang

paling bermakna dari perbandingan

kelompok obat kumur lain dengan

(p=0,19) 0,05. Pada analisis diskriptif

dapat dilihat sesudah mengunakan

obat kumur klorheksidin 0,2%

mengalami penuruanan total skor

kepekaan indra rasa asin sebesar tujuh,

sedangkan kelompok kombinasi jahe

merah dan kayu manis 0,75%

mengalami peningkatan total skor

kepekaan indra rasa asin sebesar lima.

Peningkatan skor kepekaan indra

rasa asin pada pengunaan obat

kombinasi jahe merah dan kayu manis

konsentrasi 0,75% diduga karena

kandungan antioksidan pada jahe.

Antioksidan utama yang terkandung

dalam jahe adalah gingerol, shogaol

dan gingeron. Ekstrak jahe

mempunyai sifat antioksidan, karena

dapat ”menangkap” anion superoksida

153

Page 56: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

dan radikal hidroksil. Percobaan

menggunakan mikrosom hati tikus

yang dilakukan oleh Muchtadi dan

Hong pengunaan jahe dalam

konsentrasi tinggi menimbulkan efek

negatif pada kepekaan indra rasa

dikarenakan kandungan gingerol yang

tinggi dapat menghambat

pembentukan kompleks askorbat-besi

(ferro) yang dapat menginduksi

peroksidasi lipid yang menimbulkan

sensasi rasa logam pada kulit dan

lidah,26 namun pada konsentrasi kecil

yakni sebagai suplemen antioksidan

terbukti mengurangi kadar plasma

dari biomarker peroksidasi lipid

sehingga menimbulkan efek positif

pada kepekaan indra rasa.27

Penelitian yang dilakukan oleh

Fugio dalam Kusumaningati mengenai

sifat antioksidan komponen kimia

jahe, ditemukan shaogaol dan

zingiberene yang memperlihatkan

aktivitas antioksidan yang kuat. Fugio

juga menyimpulkan bahwa aktivitas

antioksidan ini tergantung pada

struktur rantai samping dan pola

substitusi cincin benzene. Selanjutnya

penelitian dilanjutkan oleh Tsushida,

et al. ditemukan 12 komponen pada

jahe yang memiliki aktivitas

antioksidan yang lebih tinggi

dibanding α-tokoferol. Dari 12

komponen tersebut, aktivitas

antioksidan jahe terutama dipengaruhi

oleh komponen gingerol dan

heksahidrokurkumen. Tsushida juga

membuktikan bahwa salah satu

komponen fenolik antioksidan jahe,

yakni shaogaol, merupakan komponen

dengan aktivitas antioksidan yang

tinggi.28

Penelitian yang dilakukan oleh

Boik pada tahun 1995 dalam

Kusumaningati juga menemukan

bahwa jahe merupakan sumber utama

melatonin, suatu antioksidan yang

poten, bahkan lebih poten dari pada

glutation dalam menangkap radikal

hidroksil, serta lebih poten dari pada

vitamin E dalam menangkap radikal

peroksil. Melatonin juga menstimulasi

ezim antioksidan otak, yakni glutation

peroksidase. Melatonin mampu

berdifusi ke dalam seluruh jaringan

dalam tubuh, termasuk membrane

intraseluler, karena strukturnya yang

lipofiliknya. Melatonin juga mampu

melindungi DNA dari kerusakan

radikal bebas.28

Jahe memiliki kandungan

minyak tidak menguap disebut

oleoresin.17 Komponen oleoresin jahe

segar yang bersifat sebagai pembawa

rasa pedas dan pahit. Rasa pedas

didominasi oleh gingerol dan

senyawa-senyawa homolognya.

Sedangkan kepedasan pada jahe yang

telah mengalami pengeringan

disebabkan oleh dominasi keberadaan

senyawa (6)-shogaol, yang merupakan

bentuk komponen gingerol yang

terdehidrasi. Senyawa (6)-gingerol

diketahui dapat menghambat aktivitas

motorik, mengurangi rasa sakit

(analgesic effect), efek antibatuk, dan

dapat memperpanjang waktu tidur

pada tikus percobaan.

Telah diketahui dari penelitian

sebelumnya bahwa jenis jahe merah

memiliki kandungan zat gingerol dan

oleoresin yang paling tinggi

dibandingkan jenis jahe yang lain.

Selain itu, komponen oleoresinnya

juga mempunyai efek farmakologis

seperti immunomodulator, anti-tumor,

antiinflamasi, anti-apoptotik, anti-

hiperglikemik, dan anti-lipidemik.13

Komponen oleoresin pada jahe

segar yang bersifat sebagai pembawa

rasa pedas dan pahit pada penelitian

ini tidak secara bermakna berpengaruh

terhadap penurunan kepekaan rasa asin

hal ini sesuai dengan penelitian yang

154

Page 57: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

dilakukan oleh Talavera, dkk yang

menyatakan bahwa senyawa panas

pada oleoresin hanya berpengaruh

terhadap penurunan respon asam,

pahit, dan manis. Sensasi panas

(pedas) dan dingin pada zat seperti

capsaicin (komponen yang tajam pada

cabai) dan mentol menstimulasi

perubahan suhu pada mukosa rongga

mulut. Diketahui bahwa capsaicin

menekan respons manusia terhadap

manis, pahit dan umami tetapi tidak

pada rangsangan asam dan asin.

Senyawa “panas” yang lain seperti

oleoresin capsaicin, megurangi respon

terhadap senyawa asam, pahit, dan

manis, sedangkan piperin juga

memiliki efek pada tanggapan

terhadap garam.29

Penurunan kepekaan rasa asin

dapat menyebabkan peningkatan

konsumsi terhadap garam yang dapat

menyebabkan hipertensi dan penyakit

kardiovaskuler. Konsumsi kadar

garam yang tinggi meningkatkan

prevalensi hipertensi. Mengurangi

konsumsi garam secara komprehensif,

baik sendiri maupun dalam kombinasi

dengan peningkatan asupan kalium,

kalsium dan magnesium mampu

menurunkan kadar tekanan darah rata-

rata secara substansial. Individu yang

memiliki kepekaan rasa asin yang baik

dapat mengkontrol konsumsi garam

pada tingkat yang normal sehingga

dapat meminimalkan resiko terjadinya

hipertensi akibat kunsumsi garam yang

berlebih.30

Ganguan indra rasa pengecapan

dapat mengurangi kenikmatan hidup

dan dapat menyebabkan penderita

menjadi tidak nyaman karena

mempengaruhi kemampuannya untuk

menikmati makanan, minuman, dan

bau yang menyenangkan. Kelainan ini

juga berpengaruh terhadap

kemampuan penderita untuk

mengenali bahan kimia yang

berbahaya, sehingga dapat

menimbulkan akibat yang serius.17

Peningkatan skor kepekaan rasa

asin pada pengunaan obat kumur

kombinasi jahe merah dan kayu manis

0,75% menunjukkan hasil yang

bermakna dikarenakan baik jahe

merah maupun kayu manis memiliki

efek sebagai antioksidan, dimana pada

jahe terkandung zat zingiberene,

gingerol, gingeron,

heksahidrokurkumen, shaogaol dan

melatonin,26,28 sedangkan pada kayu

manis terdapat zat aktif tanin dan

flavonoid sebagai antioksidan.14

Ekstrak jahe mempunyai sifat

antioksidan, karena dapat

”menangkap” anion superoksida dan

radikal hidroksil.26

Disamping efek antioksidannya,

kandungan aspartic acid pada jahe

merah memiliki efek farmakologis

yakni merangsang syaraf, dan

menyegarkan. Chlorgenic acid pada

jahe merah dapat mencegah proses

penuaan, serta farnesol pada jahe

merah berfungsi merangsang

regenerasi sel.22 Jahe memiliki efek

jangka pendek yakni menstimulasi

peredaran, dan menstimulasi

vasomotorik, sedangkan kayu manis

memiliki efek jangka pendek yakni

menenangkan sistem saraf, dan

mengurangi rasa nyeri.31

Reseptor rasa asin yakni garam

(NaCl) berupa saluran epitel jenis Na+

pada membran apikal taste bud,32 hal

ini diduga menyebabkan pemberian

obat kumur kombinasi jahe merah dan

kayu manis 0,75% menyebabkan lima

dari tujuh sampel mengalami

peningkatan kepekaan rasa asin

dikarenakan pada jahe terdapat

mineral Na+ sejumlah 443 µg.g-1.28

Hal ini lah yang menyebabkan obat

kumur kombinasi jahe merah dan kayu

155

Page 58: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

manis 0,75% memiliki respon yang

baik terhadap kepekaan indra rasa

karena dapat meningkatkan kepekaan

rasa asin garam dapur (NaCl).

SIMPULAN

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan

bahwa:

1. Kepekaan indra rasa asin pada

penggunaan obat kumur

kombinasi jahe merah dan kayu

manis 0,75% berbeda dibanding

obat kumur klorheksidin 0,2%,

2. Penggunaan obat kumur

klorheksidin 0,2% menyebabkan

penurunan skor kepekaan indra

rasa asin.

3. Penggunaan obat kumur

kombinasi jahe merah dan kayu

manis 0,5% tidak menyebabkan

perbedaan skor kepekaan indra

rasa asin.

4. Penggunaan obat kumur

kombinasi jahe merah dan kayu

manis 0,75% menyebabkan

peningkatan skor kepekaan indra

rasa asin.

5. Penggunaan obat kumur

kombinasi jahe merah dan kayu

manis 1,0% tidak menyebabkan

perbedaan skor kepekaan indra

rasa asin.

6. Dari ke empat obat kumur yang

ujikan obat kumur kombinasi

jahe merah dan kayu manis

0,75% memiliki respon yang

baik terhadap kepekaan indra

rasa asin karena meningkatkan

kepekaan rasa asin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC and Hall JE. 2008. Buku Ajar

Fisiologi Kedokteran. Ed.11. Jakarta: EGC.

H. 696-649.

2. Keith LM, Arthur FD, and Anne MR. 2006.

Clinically Oriented Anatomy. 5th ed.

Philadelphia: Lippincott Williams and

Wilkins. P. 1003-1002.

3. Junqueira LC dan Carneiro J. 2007.

Histologi Dasar: Teks dan Atlas, Ed.10.

Jakarta: EGC. H. 122-90.

4. Miura H and Barlow LA. 2010. Taste Bud

Regeneration and the Search for Taste

Progenitor Cells. J Archives Italiennes de

Biologie, 148: 118-107.

5. Ferguson DB, 2006. Oral Bioscience.

London: Churchil Livibgstone. P. 245-235.

6. Henney JE, Taylor CL, and Boon CS.

2010. Strategies to Reduce Sodium Intake

in the United States. Institute of Medicine

(US) Committee on Strategies to Reduce

Sodium Intake. Washington (DC): National

Academies Press (US) Available from

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK5

0958/. Diakses 25 Februari 2013.

7. Sunariani J, Yuliati, dan Aflah B. 2007.

Perbedaan Persepsi Pengecap Rasa Asin

Usia Subur dan Usia Lanjut. Majalah Ilmu

Faal Indonesia, 6(3): 191-182.

8. Harris NO and Godoy FG, 2004. Primary

Preventive Dentistry. 6 th ed. New Jersey:

Pearson Prentice Hall. P. 137-39.

9. Prijono E, Dewi W, Puspa TK. 2005.

Efektivitas Pembersihan Lidah secara

Mekanis Mangunakan Tongue Scraper

terhadap Jumlah Populasi Bakteri Anaerob

Lidah. The 22nd Indonesian Dental

Association Congres. Jurnal PDGI, 55(3):

100-95.

10. Yuliharsini. 2005 Kegunaan dan Efek

Samping Obat Kumur dalam Rongga

Mulut. Skripsi, Fakultas Kedokteran Gigi,

Universitas Sumatra Utara, Medan. H. 10-

1.

11. BPOMRI (Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia). 2010.

Acuan Sediaan Herbal, 5(1): 6-3.

12. Dalimartha S. 2009. Atlas Tumbuhan Obat

Indonesia Jilid 6. Jakarta: Pustaka Bunda.

H. 53-49.

13. Ahmad M. 2008. Pengaruh Ekstrak Jahe

Merah (Zingiber officinale Rubrum) dan

Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa

(Scheff) Boerl) terhadap Penghambatan

Proliferasi Sel Leukemia THP-1 secara in

vitro. Skripsi, Fakultas Teknologi

Pertanian, Institut Pertanian, Bogor.

14. Azima F, Muchtadi D, Zakaria FR, dan

Priosoeryanto BP. 2004. Kandungan

Fitokimia dan Aktivitas Antioksi dan

Ekstrak Cassia Vera (Cinnamomum

burmanii). Stigma, 12(2): 236-232.

156

Page 59: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

15. Tim L. 2002. Khasiat dan manfaat Jahe

Merah si Rimpang Ajaib. Jakarta: Agro

Media Pustaka. H. 76-1.

16. Firdausni, Failisnur, Diza YH. 2011.

Potensi Pigmen Cassiavera Pada Minuman

Jahe Instan Sebagai Minuman Fungsional.

Jurnal Litbang Industri, 1(1): 21-15.

17. Brickmann J and Wollschlaenger B. 2003.

The ABC Clinical Guide to Herbs. Austin,

Texas: American Botanical Council. P.

177-173.

18. Newall CA, Anderson LA, and Philipson

JD. 1996. Herbal Medicines a Guide for

Health-care Professionals. London: The

Pharmaceutical Press. P. 137-76.

19. Sibagariang N. 1997. Efek Samping

Pengunaan Khlorhexidine 0,2% pada

Penderita Gingivitis. Skripsi, Fakultas

Kedokteran Gigi, Universitas Sumatra

Utara, Medan. H. 10-1.

20. Mangundjaja S, Nisa RK, Lasaryna S,

Fauziah E, dan Mutya. 2000. Pengaruh

Obat Kumur Khlorheksidin terhadap

Populasi Kuman Streptococcus Mutans di

Dalam Air Liur. Pertemuan Ilmiah

Nasional, Universitas Indonesia, Jakarta. H.

5-1.

21. Ohno T, Uematsu H, Nozaki S, and

Sugimoto K. 2003. Improvement of Taste

Sensitivity of the Nursed Ederly by Oral

care. Journal Med Dent Sci, 50(1): 107-

101.

22. Redaksi Trubus. 2009. Herbal Indonesia

Berkhasiat Bukti Ilmiah dan Cara Racik.

Vol. 08. Depok: Trubus Swadaya. H. 98-

67.

23. Maryani H dan Kristiana L. 2002. Tanaman

Obat untuk Influenza. Jakarta: Agro Media

Pustaka. H. 25-20.

24. Pindborg JJ. 2004. Atlas Penyakit Mukosa

Mulut. Jakarta: Binarupa Aksara. H. 312-

310.

25. Breslin PAS and Tharp CD. 2001.

Reduction of Saltiness and Bitterness After

a Chlorhexidine Rinse. Journal Chem

Senses, 26(2): 105-16.

26. Mindasari R. 2010. Studi Aktivitas

Antioksidan pada Pembuatan Tempe dari

Kedelai, Jagung, dan Dedak Padi. Skripsi,

Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatra Utara,

Medan. H. 10-1.

27. Hong JH, Ozbek PO, Stanek BT, Dietrich

AM, Duncan SE, Lee YW, Lesser G. 2009.

Taste and Odor Abnormalities in Cancer

Patients. The Journal of Supportive

Oncology, 7(2): 65-58.

28. Kusumaningati RW. 2009. Analisis

Kandungan Fenol Total Jahe (Zingiber

officinale Roscoe) Secara In Vitro. Skripsi,

Universitas Indonesia, Jakarta. h. 10-

1.Talavera K, Ninomiya Y, Winkel C,

Voets T, and Nilius B. 2007. Visions &

Reflections (Minireview) Influence of

temperature on taste perception. J Cellular

and Molecular Life Sciences, 64(4): 381-

377.

29. Karppanen H, Mervaala E. 2006. Sodium

Intake and Hypertension. J Progress in

Cardiovascular Disease, 49(2): 75-59.

30. Carey SOM. 2010. Psychoactive

Substance. A Guide to Ethnobotanical

Plants and Herbs, Synthetic Chemicals,

Compounds and Products. Ed 1.1. P. 70-52.

157

Page 60: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Pengaruh Nilai Alkalin Fosfatase dengan Ketinggian

Kortikal Mandibula pada Pasien Suspek

Osteoporosis Melalui Radiografi

Panoramik

(Influences Of The Alkaline Phosphatase Value with

Mandibular Cortical Bone Height in Patient

Suspect Osteoporosis with Panoramic

Radiography)

Farina Pramanik, Azhari, Lusi Epsilawati

Dentomaxillofacial Radiograph Padjadjaran University

ABSTRACT

Background: Osteoporosis was a metabolic bone disease characterized by the reduction of mass and deterioration of bone microarchitecture. One indication that a decrease in

height of the mandibular cortical bone through panoramic radiographs. Another way

that can help detect osteoporosis is to find levels of alkaline phosphatase in the blood.

Purpose: Of this article was to look at the effect of alkaline phosphatase levels with

mandibular cortical bone height in patients with osteoporosis. Materials and Methods: This

study used a descriptive analytical method. Population of 18 panoramic radiographs complete with blood tests that consisted of 14 patients with osteoporosis. The collected

data were analyzed with regression analysis and correlation. Result: The results obtained for the regression formula right mandible Y=0.00005+0.00128X with r= 0.60456 and for

mandibular left Y=0.00007+0.00132X with r= 0.60034. Conclusion: The value of

alkaline phosphatase affect the height of the mandibular cortical bone in patients with suspected osteoporosis through panoramic radiographs and there is a good correlation

between the value of alkaline phosphatase with cortical height in patients with suspected osteoporosis.

Keywords: Alkaline phosphatase, height cortical mandible, osteoporosis, panoramic radiograph

Correspondence: Farina Pramanik, Department of Radiology, Faculty of Dentistry, Padjadjaran University, Sekeloa Selatan I, Bandung, Phone 022-2532683, 08122172983,

Email: [email protected]

LAPORAN PENELITIAN

158

Page 61: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

ABSTRAK

Latar belakang: Osteoporosis adalah suatu penyakit metabolisme tulang yang ditandai dengan adanya pengurangan massa dan kemunduran mikroarsitektur tulang. Salah satu

gejalanya yaitu penurunan ketinggian tulang kortikal mandibula melalui radiografi

panoramik. Cara lain yang dapat membantu mendeteksi kondisi osteoporosis adalah dengan mencari kadar alkaline phosphatase dalam darah. Tujuan: Untuk melihat pengararuh kadar

alkaline phosphatase dengan ketinggian tulang kortikal mandibula pada pasien osteoporosis. Bahan dan Metode: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik. Populasi

berjumlah 18 buah radiografi panoramik lengkap dengan pemeriksaan darah yang terdiri

dari 14 penderita osteoporosis. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan analisis regresi dan korelasi. Hasil: Hasil penelitian diperoleh rumus regresi untuk mandibula kanan

Y=0,00005+0,00128X dengan nilai r=0,60456 dan untuk mandibula kiri

Y=0,00007+0,00132X dengan nilai r=0,60034. Simpulan: Adanya pengaruh nilai alkaline

phosphatase dengan ketinggian tulang kortikal mandibula pada pasien suspek osteoporosis

melalui radiografi panoramik dan terdapat korelasi yang tergolong kuat antara nilai alkalin posfatase dengan ketinggian kortikal pada pasien suspek osteoporosis.

Kata kunci: Alkaline phosphatase, ketinggian kortikal mandibula, osteoporosis, radiografi panoramik.

Korespondensi: Farina Pramanik, Bagian Radiologi, Kedokteran Gigi, Universitas

Padjadjaran, Sekeloa Selatan I, Bandung, Telepon 022-2532683, 08122172983, Email:

[email protected]

PENDAHULUAN

Penelitian dibidang kedokteran

gigi telah mengembangkan berbagai

macam analisa secara medis tentang

gigi.1 Beberapa macam penyakit

sistemik, ternyata banyak yang identik

dengan kondisi gigi dan mulut pasien.

Hal inilah yang mendorong banyak

peneliti medis maupun non medis

untuk melakukan pengkajian lebih jauh

tentang cara dalam diagnosa

penyakit.2,3

Osteoporosis adalah suatu

penyakit metabolisme tulang yang

ditandai dengan adanya pengurangan

massa dan kemunduran

mikroarsitektur tulang, sehingga

meningkatkan risiko fraktur karena

fragilitas tulang meningkat. Insiden

osteoporosis lebih banyak terjadi pada

wanita dibandingkan pria terutama

pada wanita pascamenopause.4

Osteoblas yang matang akan

mengekspresikan beberapa senyawa

kimia yang bisa digunakan identifikasi

aktivitas osteoblas dalam serum.

Pengetahuan mengenai marker

terutama yang berhubungan dengan

osteoporosis dalam hal ini yang

mempengaruhi perubahan tulang telah

berkembang selama dekade ini.

Berbagai penanda biokimia

(biochemical bone marker)

pembentukan tulang dan aktivitas

osteoblas sering dianalisa diantaranya

yaitu: kolagen tipe I, alkalin fosfatase,

osteopontin dan osteokalsin

memungkinkan penilaian spesifik dan

sensitif dari pembentukan tulang.5,6

Selain itu indikator terjadinya

peningkatan laju remodeling tulang

adalah peningkatan kadar alkalin

159

Page 62: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

fosfatase dan tartrate-resistant acid

phosphatase. Serum Alkalin Fosfatase

(ALP) terdiri dari beberapa isoenzim

yang terdapat pada banyak organ

seperti hati, tulang, ginjal, usus dan

placenta. ALP hati dan tulang

kadarnya tinggi dalam serum sehingga

banyak dipakai untuk menilai proses

metabolisme tulang khususnya menilai

dan memantau aktivitas osteoblas dan

untuk menilai kelainan pada

hepatobilier.7

Bagian Klinik Veteriner Fakultas

Kedokteran Hewan, Universitas

Airlangga menyatakan Alkalin

Fosfatase memegang peranan penting

dalam mengendapkan kalsium dan

fosfat ke dalam matriks tulang.

Berdasarkan hal tersebut, maka

sebagian dari Alkalin Fosfatase di

dalam darah dapat menjadi indikator

yang baik tentang tingkat pembentukan

tulang setelah mengalami patah

tulang.8

Selain itu Alkalin Fosfatase

merupakan marker yang sering

digunakan dalam deteksi osteoporosis

karena kadarnya dalam serum banyak.

Untuk itu penelitian mengenai Alkalin

Fosfatase perlu di teliti kaitannya

dengan osteoporosis. Secara umum, tingkat kadar

Alkalin Fosfatase meningkat pada

pasien dengan penyakit osteoporosis

yang ditandai dengan tingkat

perubahan tulang yang tinggi dan

kadar serum mencerminkan perubahan

yang dilakukan selama pembentukan

tulang 9,10

Dokter gigi mempunyai peran

penting dalam skrining osteoporosis,

karena sejumlah besar radiografi

tulang rahang yang dibuat oleh dokter

gigi. Selain itu, dokter gigi adalah

dokter yang secara teratur dikunjungi

pasien termasuk pasien lanjut usia, dan

radiografi gigi adalah yang paling

sering digunakan sebagai alat bantu

perawatan pasien. Sekarang ada

sejumlah indeks rahang bawah

berdasarkan radiografi panoramic dan

pencitraan lain, teknik analisis yang

terus berkembang, hal ini

memungkinkan untuk dilakukan

penilaian massa tulang mandibula guna

membedakan individu dengan

osteoporosis dan tidak osteoporosis.

Radiografi panoramic digunakan

untuk menilai kualitas tulang dengan

menilai ketinggian tulang dengan

menggunakan mental indeks.

Berdasarkan latar belakang di

atas, maka akan dilakukan penelitian

mengenai pengaruh nilai Alkalin

Fosfatase dengan ketinggian kortikal

mandibula pada pasien suspek

osteoporosis melalui radiografi

panoramik.

Bagaimana nilai Alkalin

Fosfatase dan ketinggian kortikal

mandibula pada pasien suspek

osteoporosis melalui radiografi

panoramik. Bagaimana pengaruh nilai

Alkalin Fosfatase dengan ketinggian

kortikal mandibula pada pasien suspek

osteoporosis melalui radiografi

panoramik. Bagaimana korelasi antara

nilai Alkalin Fosfatase dengan

ketinggian kortikal mandibula pada

pasien suspek osteoporosis melalui

radiografi panoramik. Tujuan

Penelitian ini adalah untuk mengetahui

nilai Alkalin Fosfatase dan ketinggian

kortikal mandibula pada pasien suspek

osteoporosis melalui radiografi

panoramik. Untuk mengetahui

pengaruh nilai Alkalin Fosfatase

dengan ketinggian kortikal mandibula

pada pasien suspek osteoporosis

melalui radiografi panoramik. Untuk

mengetahui korelasi nilai Alkalin

Fosfatase dengan ketinggian kortikal

mandibula pada pasien suspek

160

Page 63: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

osteoporosis melalui radiografi

panoramik.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini adalah penelitian

deskriptif analitik dimana hasil yang

diperoleh berupa data sekunder dari

arsip foto rongent dan pemeriksaan

laboratorium. Sampel penderita

osteopenia dan osteoporosis yang

berusia 50-70 tahun yang telah

melakukan foto rongent panoramik dan

pemeriksaan laboratorium dan berjenis

kelamin perempuan.

Dari hasil pemilihan, diperoleh

14 radiografi panoramik penderita

osteoporosis dan osteopenia yang

dibuktikan dari nilai T (-1 s/d >-2)

setelah pemeriksan DXA, berusia 50-

70 tahun dengan hasil pemeriksaan

laboratoium lengkap. Selain itu

dilakukan penilaian untuk 4 buah

radiograf panoramik pasien dengan

kondisi normal dibuktikan melalui

nilai T (0-(-1)).

Menggunakan pehitungan

statistik regresi linier sederhana

dengan rumus sebagai berikut:11

Rumus Regresi Linier Sederhana :

Y = a + bX

Y = Variabel terikat

a = Nilai intercept (konstanta)

b = Koefisien regresi

X = Variabel bebas

Harga a dan b dihitung dengan rumus:

a=

b=

Rumus Korelasi (r) :

r=

Alat dan Bahan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah alat x-Ray

digital jenis Picasso Trio; merek Epx-

Impla, type B applied part Impla, no

seri 0165906; produksi Vatech & E-

woo Korea. Satu set komputer dan

printer dengan soft-ware yang

digunakan adalah Program Easy Dent

4 Viewer dari Vatech & E-woo Korea.

Perangkat pemriksaan laboratorium

darah untuk Alkalin Fosfatase. Metode

untuk mengukur ketinggian tulang

kortikal mandibula adalah mental

indeks. Skala yang digunakan untuk

pengukuran adalah mm.12 Metode

yang digunakan untuk pemeriksaan

Alkalin Fosfatase adalah dengan

menggunakan serum darah dan metode

pengukuran kadar Alkalin Fosfatase

adalah kolorimetri dengan

menggunakan alat (mis.

fotometer/spektrofotometer) manual

atau dengan analizer kimia otomatis.

Satuan Alkalin Fosfatase adalah U/L.13

Gambar 1. Tulang kortikal (a dan b)14 dan Cara penarikan garis pada mental indeks (c)12

B C A

161

Page 64: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Seleksi data dari data sekunder

baik dari foto rongent panoramik dan

pemeriksaan alkalin phosfatase pada

pasien osteopenia atau osteoporosis

yang di foto rongent panoramik.

Pengukuran ketinggian tulang kortikal

dilakukan untuk sisi kanan dan kiri

dengan mental indeks. Mengambil data

dari arsip pemeriksaan alkalin

phosfatase. Mengumpulkan data,

membuat tabel dan menggunakan

analisa statistik yaitu regresi linier

sederhana dan korelasi.

HASIL

Dari 14 radiografi panoramik

penderita osteoporosis dan osteopenia

perempuan berusia 50-70 tahun dengan

hasil pemeriksaan laboratoium

lengkap, diperoleh hasil penelitian

pada tabel 1.

Tabel 1. Perhitungan Nilai Alkalin

Fosfatase dn Ketinggian Kortikal Mandibula

pada Pasien Osetoporosis melalui Radiografi

Panoramik

Tabel 2. Hasil perhitungan untuk regresi

linier sederhana

∑ X

∑ Y1

∑ Y2

X^2

Y1^2

XY1

Y2^2

XY2

1340

1,79

1,86

129634

0,235

173,100

0,254

179,85

Tabel 3. Hasil rata-rata pengukuran

ketinggian tulang kortical

Kanan Kiri

Kelainan Normal Kelainan Normal

1,27 2,58 1,32 2,54

Hasil dari penelitian dari 14

radiografi penderita osteopenia dan

osteoporosis diperoleh rata-rata

ketingian tulang kortikal mandibula

kanan berkurang untuk 0,131 cm dan

kiri berkurang 0,122 cm sedangkan

jika dibandingkan dengan pasien

normal pada pasien usia yang sama

dengan pemeriksaan DXA tanpa

kelainan osteopenia dan osteoporosis,

ketinggian kortikal kanan 2,58 cm dan

kirin 2,54 cm.15 Apabila ditampilkan

dalam bentuk grafik:

Gambar 2. Menunjukkan rata-rata

ketinggian tulang kortikal mandibula normal

dan osteoporosis.

Berdasarkan hasil penelitian,

nilai alkalin phosphatase pada pasien

Pasien

Al.

Fosfatase

(X)

Kortikal

kanan

(Y1)

Kortikal

Kiri

(Y2)

1 94 0,130 0,120

2 99 0,100 0,130

3 108 0,160 0,140

4 90 0,150 0,170

5 108 0,150 0,150

6 85 0,110 0,120

7 98 0,150 0,150

8 93 0,120 0,120

9 97 0,120 0,120

10 113 0,150 0,180

11 92 0,140 0,130

12 74 0,100 0,110

13 102 0,110 0,120

14 87 0,100 0,100

0

1

2

3

Kanan Kiri

2.58 2.54

1.27 1.32Normal

Osteoporos

is

162

Page 65: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

osteoporosis masih dalam taraf normal

yaitu nilai rata-ratanya adalah 95,71

U/L. Nilai normal alkalin phosphatase

pada pria 90–239 U/L dan wanita di

bawah 45 tahun 76–196 U/L dan

wanita >45 tahun 87–250 U/L.7

Hasil perhitungan dengan

menggunakan rumus regresi linier

sederhana dan korelasi rampak pada

rabel 4 di bawah ini:

Tabel 4. Hasil regresi linier sederhana

Hasil penelitian tersebut

mempunyai arti nilai b positif, maka

terdapat hubungan positif atau searah

antara nilai Alkalin Fosfatase dengan

ketinggian kortikal mandibula kanan

dan kiri pada pasien suspek

osteoporosis, artinya jika nilai Alkalin

Fosfatase naik (tidak normal) maka

ketinggian kortikal mandibula pun

turun (tidak normal). Artinya nilai

alkalin phosphatase mempunyai

pengaruh dalam ketinggian kortikal

mandibula pada pasien suspek

osteoporosis. Dengan nilai

peningkatan (b) sebesar 0,00128 untuk

mandibula kanan dan 0,00132 untuk

mandibula kiri. Kekuatan hubungan

antara nilai alkalin phosphatase dengan

ketinggian kortikal mandibula kanan

dan kiri adalah kuat (0,600-0,799)

dengan nilai r kanan = 0,60456 dan r

kiri = 0,60034.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian di

atas, dapat dilihat bahwa kadar Alkalin

Fosfatase masih dalam taraf normal

pada pasien suspek osteoporosis

dengan pemeriksaan BMD rendah, hal

ini dapat dikarekan rentang nilai

Alkalin Fosfatase yang sangat besar,

yang memungkinkan pada nilai-nilai

tertentu sulit teridentifikasi

osteoporosis.

Ketinggian tulang kortikal

mandibula mengalami penurunan pada

pasien osteoporosis secara kualitatif

dan secara kuantitatif yang

diperlihatkan dalam hasil perhitungan

regresi linier sederhana yaitu terdapat

hubungan positif antara nilai alkalin

phosphatase dengan ketinggian

kortikal mandibula kanan dan kiri pada

pasien suspek osteoporosis, artinya

jika nilai Alkalin Fosfatase tinggi

(tidak normal) maka ketinggian

kortikal mandibula pun berkurang

(tidak normal) artinya nilai Alkalin

Fosfatase mempunyai pengaruh pada

ketinggian kortikal mandibula pada

pasien suspek osteoporosis. Kekuatan

hubungan antara nilai Alkalin

Fosfatase dengan ketinggian kortikal

mandibula kanan dan kiri tergolong

kuat.

Pendapat yang sejalan adalah

terdapat hubungan yang erat antara

aktifitas osteoblas dengan konsentrasi

Alkalin Fosfatase di dalam plasma, di

mana aktifitas enzim ini bertanggung

jawab terhadap proses kalsifikasi fibril

kolagen sebagai bahan dasar dari

tulang.16

Sekresi Alkalin Fosfatase akan

menurun jika proses mineralisasi

jaringan osteoid sudah selesai.17

Pendapat yang sama dinyatakan bahwa

enzim fosfatase lebih banyak berperan

pada saat pembentukan matriks tulang,

Kortikal

Mandibula

Kanan Kiri

Nilai a 0,00005 0,00007

Nilai b 0,00128 0,00132

Rumus regresi Y= 0,00005

+ 0,00128 X

Y= 0,00007

+ 0,00132 X

Nilai r 0,60456 0,60034

163

Page 66: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

dan akan menurun aktifitasnya ketika

sudah terjadi proses mineralisasi

matriks tersebut.16

Berdasarkan penjelasan di atas,

hal ini terjadi karena berhubungan

dengan proses remodeling yang tidak

seimbang pada pasien osteoporosis,

sehingga resorpsi terjadi lebih dominan

dibandingkan aposisi. Proses

remodeling pada pasien osteoporosis

sebenarnya terjadi dengan laju yang

cepat, proses pembentukan tulang

sebagai respon dari tubuh terjadi

dengan cepat, sehingga melibatkan

peran osteblas. Jumlah osteblas

meningkat, osteoblast matang

menghasilkan ekspresi senyawa kimia

yaitu salah satunya Alkalin Fosfatase,

yang dapat digunakan sebagai marker

pengukuran aktifitas metabolisme

tulang termasuk aktifitas osteoblas.

Sehingga Alkalin Fosfatase

dianggap sebagai penanda spesifik

fungsi osteoblas yang berhubungan

dengan tingkat pembentukan tulang.

Ini adalah penanda yang sangat sensitif

untuk pembentukan tulang.18-19 Kadar

Alkalin Fosfatase yang tinggi,

mungkin terkait dengan meningkatnya

aktivitas osteoblas. Apabila kita

memperhatikan kadar alkalin

posfatase, maka kadar kalsium sebagai

marker pembentuk tulang akan terlihat.

Hal ini sesuai dengan beberapa

penelitian cross sectional

menunjukkan bahwa bone turn over

akan meningkat dengan cepat setelah

wanita memasuki usia menopause

dimana terjadi peningkatan kadar

osteokalsin dan Alkalin Fosfatase

sebesar 50 % dan penigkatan kadar C-

telopeptide sebesar 50 sampai 150 %. 20

Peranan enzim Alkalin Fosfatase

dalam proses mineralisasi adalah

bahwa enzim ini mempersiapkan

suasana alkalis (basa) pada jaringan

osteoid yang terbentuk, supaya

kalsium dapat dengan mudah

terdeposit pada jaringan tersebut.

Selain itu di dalam tulang enzim ini

menyebabkan meningkatnya

konsentrasi fosfat, sehingga

terbentuklah ikatan kalsium-fosfat

dalam bentuk kristal hidroksiapatit dan

berdasarkan hukum massa (law of

mass action ) kristal tersebut pada

akhirnya akan mengendap di dalam

tulang.16

Radiografi panoramik dapat

digunakan sebagai media pendeteksi

osteoporosis dan kadar Alkalin

Fosfatase merupakan salah satu marker

yang baik dalam mendeteksi

osteoporosis.

SIMPULAN

Adanya pengaruh antar nilai

Alkalin Fosfatase dengan ketinggian

tulang kortikal mandibula pada pasien

suspek osteoporosis melalui radiografi

panoramik dan korelasi yang tergolong

kuat antara nilai Alkalin Fosfatase

dengan ketinggian tulang kortikal

mandibula pada pasien suspek

osteoporosis melalui radiografi

panoramik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Naseem Shah, Nikhil Bansal, and Ajay

Logani. 2014. Recent Advance in imaging

Technologies in Dentistry. World J radiol,

6(10): 807-794.

2. Aya Kurusua, Mariko Horiuchib,

Kunimichi Soma. 2009. Relationship

between Occlusal Force and Mandibular

Condyle Morphology (Evaluated by

Limited Cone-Beam Computed

Tomography), Angle Orthodontist, 79(6):

1063-9.

3. A Donald, Tyndall, Sonali R. 2008. Cone-

Beam CT Diagnostic Applications: Caries,

Periodontal Bone Assessment, and

164

Page 67: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Endodontic Applications. Dental Clincal

North Amercan Journal, 52: 841-825.

4. White SC, Atchison KA, Gornbein JA,

Nattiv A, Paganini-Hill A, Service SK, and

Yoon DC. 2005. Change in mandibular

trabecular pattern and hip fracture rate in

elderly women. Dentomaxillofacial

Radiology, 34: 174-168.

5. Robling AG, Castillo AB, Turner CH,

2006. Biomechanical and Molecular

Regulation of Bone Remodeling. Anual.

Riviews Biomed Eng 8:455-498.

6. Axelrod DW, Teitelbaum SL. 1994. Results

of long-term cyclical etidronate therapy:

bone histomorphometry and clinical

correlates. J Bone Miner Res, 9S1:136.

7. Blake GM, Fogelman I. 1998. Application

of bone densitometry for osteoporosis.

Endocrineol Metab Clin North Am, 27:

267-88.

8. Carter, M.A., 1992. Fraktur dan Dislokasi.

Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

proses Penyakit. S.A. Price dan L.M.

Wilson. EGC. Penerbit Buku Kedokteran.

Jakarta. P. 1188 -1175.

9. Dogan E, Posaci C. 2002. Monitoring

hormone replacement therapy by

biochemical marker of bone metabolism in

menopausal women. Post Graduate Med J,

78: 731-727. doi: 10.1136/pmj.78.926.727.

10. Bauer DC, Gluer CC, Cauley JA. 1997.

Broadband Ultrasound Attenuation Predicts

Fractures Strongly and Independently of

Densitometry in Older Women. Arch Int

Med, 157:634–629. doi:

10.1001/archinte.157.6.629.

11. Sitepu, Nirwana. 2004. Analisis Jalur.

Bandung : Unit Pelayanan statistika.

FMIPA UNPAD. H. 27-26.

12. Fox KM, Cummings SR, Powell-Threets K,

Stone K. Family,1998, History and risk of

osteoporotic fracture. Study of osteoporotic,

fractures research group. Osteoporos Int, 8:

562-557.

13. Ira Sari Yudaniayanti. 2005. Aktifitas

Alkaline Phosphatase pada Proses

Kesembuhan Patah Tulang Femur dengan

Terapi CaCO3 Dosis Tinggi pada Tikus

Jantan (Sprague Dawley). Media

Kedokteran Hewan, 21(1): 18-15.

14. Taguchi A, M Ohtsuka, Tsuda M,

Takamoto T, Kodama I, Inagaki K,

Noguchi T, Kudo Y, Suei Y, Tanimoto K.

2007. Risk of vertebral osteoporosis in

post-menopausal women with alterations of

the mandisible. J/ of Dentomaxillofacial

Radiology 36: 194-143.

15. Lusi E dan Azhari. 2012. Correlated of the

Mandible Cortical Highness with CTx and

Osteocalcin level in Patient Suspect

Osteoporosis with Panoramic Radiography.

Bandung : Dentomaxillofacial Radiograph,

Faculty of Denstistry. University of

Padjadjaran, Indonesia. H. 10-1.

16. Djojosoebagio, S. 1990. Fisiologi Kelenjar

Endokrin. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas.

Ilmu Hayati IPB. P. 227 -142.

17. Newton, C.D and Nunamaker, D.M. 1985.

Text Book of Small Animal Orthopaedics.

J.B. Lippincott Company. Philadelphia. P.

61 -35.

18. Lindh C, Petersson A, Klinge B, Nilsson

M.1997. Trabecular Bone Volume and

Bone Mineral Density in the mandible.

Dentomax- illofac Radiol, 26: 106-101.

19. Slemenda CW, Johnston CC, Hui S.1996.

Assessing fracture risk. In: Osteoporosis.

San Diego:Academic Press. P. 633-623.

20. Edianto D. 2011. Analisa Turnover Tulang

pada Wanita Usia Pasca Menopause

berdasarkan Pemeriksaan Penanda

Biokimia Turnover Tulang di Dalam Serum

dan Hubungannya dengan Beberapa Faktor

Risiko Terjadinya Peningkatan Aktivitas

Remodeling Tulang pada Wanita Pasca

Menopause. Departemen Obstetri dan

Ginekologi, Fakultas Kedokteran,

Universitas Sumatera Utara, Indonesia.

Available from

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456

789/21390/4/Chapter%20II.pdf.

165

Page 68: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Avicennia

marina sp. Terhadap Penurunan Kadar

Malondialdehida Kelenjar Parotis

Tikus Periodontitis

(The effect of Avicennia marina sp. leaf extract on decreased

malondyaldehyde level of parotid gland in

periodontitis Wistar rats)

Novia Wiyono, Syamsulina Revianti*, Widyastuti**

*Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah

**Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah

ABSTRAC

Background: Periodontal disease is the second largest oral disease in Indonesia population,

which caused by mixed periodontopathogen bacteria. The bacteria will trigger host’ respon

to kill the bacteria and also produce more free radical which can cause oxidative stress. Avicennia marina sp is a natural product that has beneficial effects. One of which is activity

of antioxidant. Objective: The aim of this study is to investigate the effect of Avicennia marina sp leaf extract on decreased malondyaldehyde level of parotid gland in periodontitis Wistar

rats. Materials and Methods: The experiment was held by post test only control group design.

Thirty five male Wistar rats divided into five group. K1 group was negative control group without any treatment, K2 group was a positive control group induced by mixed

periodontopathogen bacteria, and the other groups K3, K4, K5 were induced by mixed periodontopathogen bacteria and treated with Avicennia marina leaf extract on various dose:

K3 (0,25 gr/kg/day), K4 (0,5 gr/kg/day), K5 (1 gr/kg/day). After treatment, the rats were

sacrificed. Parotis gland malondyaldehyde level (mg/ml) of each group was measured by thiobarbituric acid (TBA) method. All of datas were analyzed by one way ANOVA and LSD

test (p<0,05). Result: This study showed that parotis gland malondyaldehyda level was

significantly higher in K2 group (11,104086±0,9009975) than K1 group (9,282800±0,9921072). K4 (9,599086±0,6413009) and K5 (9,127886±1,3362526) group was

significantly lower than K2 group (11,104086±0,9009975). Conclusion: Avicennia marina sp leaf extract can decrease malondyaldehyde level of parotid gland in periodontitis Wistar

rats at doses 1 gr/kg.

Keywords: Avicennia marina sp. leaf extract, periodontitis, malondyaldehyde

Correspondence: Syamsulina Revianti, Department of Oral Biology, Faculty of Dentistry,

Hang Tuah University, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945864, 5912191,

Email: [email protected]

LAPORAN PENELITIAN

166

Page 69: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

ABSTRAK

Latar belakang: Penyakit Periodontal menduduki urutan kedua yang masih merupakan

masalah di masyarakat Indonesia, dimana penyakit ini disebabkan bakteri mix periodontopatogen. Bakteri akan memicu respon hospes untuk membunuh bakteri dan juga

memproduksi lebih banyak radikal bebas yang dapat menyebabkan terjadinya stres oksidatif.

Avicennia marina sp merupakan kekayaan alam yang memiliki efek menguntungkan. Salah satunya adalah efek antioksidan. Tujuan: Membuktikan pengaruh pemberian ekstrak daun

Avicennia marina sp terhadap penurunan kadar malondialdehida kelenjar parotis tikus periodontitis. Bahan dan metode: Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian post test

only control group design. Tiga puluh lima tikus Wistar jantan dibagi menjadi lima kelompok.

K1 merupakan kelompok kontrol negatif yang tidak diberi perlakuan, K2 merupakan kelompok kontrol positif yang diinduksi bakteri mix periodontopatogen, dan kelompok K3,

K4, K5 diinduksi bakteri mix periodontopatogen dan diberi ekstrak daun Avicennia marina sp dengan beragam dosis: K3 (0,25 gr/kgBB/hari), K4 (0,5 gr/kgBB/hari), K5 (1 gr/kgBB/hari).

Setelah perawatan, semua kelompok tikus dikorbankan dan diukur kadar malondialdehida

kelenjar parotis (mg/ml) dengan metode TBA. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan one way ANOVA dan LSD (p<0,05). Hasil: Studi menunjukkan adanya kenaikan yang

signifikan pada kadar malondialdehida kelenjar parotis kelompok K2

(11,104086±0,9009975) dibandingkan kelompok K1 (9,282800±0,9921072). Kelompok K4 (9,599086±0,6413009) dan K5 (9,127886±1,3362526) menunjukkan penurunan signifikan

dibandingkan K2 (11,104086±0,9009975). Simpulan: Pemberian ekstrak daun Avicennia marina sp dapat menurunkan kadar malondialdehida kelenjar parotis tikus periodontitis pada

dosis 1 gr/kgBB.

Kata kunci: Ekstrak daun Avicennia marina sp., periodontitis, malondialdehida

Korespondensi: Syamsulina Revianti, Bagian Biology Oral, Fakultas Kedokteran Gigi,

Universitas Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon 031-5945864, 5912191,

Email: [email protected]

PENDAHULUAN

Penyakit periodontal menduduki

urutan ke dua yang masih merupakan

masalah di masyarakat Indonesia dan

merupakan suatu penyakit inflamasi

pada jaringan periodonsium yang

terdiri dari jaringan keras dan jaringan

lunak yang mengelilingi gigi, meliputi

gingiva, ligamen periodontal, tulang

alveolar, dan sementum.1,2 Penyebab

periodontitis adalah bakteri anaerob

gram negatif, antara lain A.

actinomycetemcomitans, P. gingivalis,

Bacteroides forsythus, Treponema

denticola, T.socranskii, dan P.

Intermedia.3

Kolonisasi bakteri akan memicu

pengeluaran sitokin seperti IL-1α dan

β, IL-6, IL-8 dan TNF-α, dan PMN

pada inflamasi. Pengeluaran PMN

akan menghasilkan radikal bebas

seperti anion superoksida, radikal

hidroksil, nitrous oksida dan hidrogen

peroksida yang menyebabkan

kerusakan pada gingiva, ligamen

periodontal dan tulang alveolar. Hal

ini juga menyebabkan

ketidakseimbangan antara antioksidan

protektif dan peningkatan produksi

radikal bebas yang dikenal sebagai

stres oksidatif, dimana dapat

mengakibatkan kerusakan pada

membran lipid, protein, karbohidrat,

deoxyribonucleic acid (DNA).4,5,6

167

Page 70: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Peroksidasi lipid adalah reaksi

rantai yang timbul akibat reaksi antara

radikal bebas (radikal hidroksil)

dengan Poly Unsuturated Fatty Acid

(PUFA) pada membran sel yang akan

menghasilkan senyawa toksik. Di

antara senyawa toksik tersebut, yang

utama terbentuk adalah

malondialdehida (MDA).7,8 Jadi,

peroksidasi lipid dapat dideteksi secara

tidak langsung dengan mengukur

kadar MDA.9,10,11 Bila kadar MDA

tinggi dalam plasma, maka dapat

dipastikan sel mengalami stres

oksidatif.12

Prinsip terapi periodontal adalah

dengan cara mengurangi plak supra

dan subgingiva serta kalkulus dengan

tindakan yang tepat dan menjaga

kebersihan mulut.13 Akan tetapi,

pembersihan plak dan bakteri hanya

dengan teknik mekanik saja kurang

menunjukkan hasil maksimal dalam

jangka waktu panjang dikarenakan

tidak bisa menghilangkan etiologi

primer secara tuntas sehingga bakteri

tersebut akan mengalami rekolonisasi.

Antibiotik digunakan sebagai

penunjang terapi periodontal secara

mekanik karena antibiotik akan

membunuh bakteri patogen subgingiva

yang masih ada pasca perawatan

mekanis.14,15 Sayangnya, banyaknya

penggunaan antibiotik dengan dosis

yang tidak adekuat dan pemakaian

antibiotik dalam jangka waktu lama

memberikan andil besar pada

peningkatan resistensi antibiotik.

Resistensi bakteri terhadap antibiotik

sudah menjadi masalah di rumah sakit

Indonesia dan dunia.16

Antibiotik terdiri atas antibiotik

alami dan sintesis. Antibiotik sintesis

memiliki efek buruk jika digunakan

secara sembarangan. Sedangkan

antibiotik alami pada umumnya

berasal dari metabolit sekunder yang

diperoleh dari ekstrak suatu tanaman

tertentu, yang diduga memiliki khasiat

untuk obat. Tingginya tingkat

keanekaragaman hayati flora di

Indonesia, banyak diantaranya yang

dimanfaatkan sebagai tanaman obat.17

Salah satunya adalah Avicennia

marina sp. Di Indonesia banyak

terdapat jenis Avicenna marina sp

yang merupakan jenis mangrove yang

toleran terhadap kisaran salinitas yang

luas dibandingkan jenis mangrove

lainnya.18 Bagian-bagian dari

Avicennia marina sp. mengandung

berbagai senyawa aktif seperti

flavonoid, tanin, dan saponin yang

merupakan senyawa potensial yang

bermanfaat sebagai antioksidan dan

anti-inflamasi.19

Tujuan dari penelitian ini adalah

Membuktikan pengaruh pemberian

ekstrak daun Avicennia marina sp.

terhadap penurunan kadar

malondialdehida kelenjar parotis tikus

periodontitis.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan 35

tikus jantan berusia 6 bulan (setara

dengan 18 tahun manusia) dengan

berat 200-300 gr yang di aklimatisasi

selama 7 hari. Kemudian pada hari ke-

7, tikus dibagi dan diberi tanda

menjadi 5 kelompok, yaitu :

Kelompok 1, 2, 3, 4, dan 5. Masing-

masing kelompok yang terdiri dari 7

tikus diletakkan dalam 1 kandang.

Setiap tikus dalam setiap kelompok

diberi pakan standar dan minum dalam

jumlah yang sama selama proses

percobaan berlangsung. Makanan

diberikan dengan diletakkan dalam

wadah kecil dan diberikan tiap pagi,

siang, dan malam. Sedangkan

minuman diberikan dalam botol 300

168

Page 71: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

ml berisi air yang dilengkapi pipa kecil

dan diberikan secara ad libitum.20

Pada hari ke-8, semua kelompok tikus

diberi amoksisilin selama 4 hari dan

tetap diberi makan dan minum. Dosis

amoksisilin per hari untuk satu tikus

dengan berat badan 300 gram adalah

larutan amoksisilin sebanyak 81 mg

ditambahkan sampai dengan 1,8 ml

Carboxyl Methyl Cellulose (CMC).

Selanjutnya pada hari ke-12,

kelompok 2, 3, 4, dan 5 diinduksi mix

bakteri periodontopatogen.

Inokulasi dilakukan dengan

mencekokkan 2 ml dari 1x109 sel/ml

bakteri hidup dalam PBS ke 3 tempat,

yaitu ke dalam lambung menggunakan

spuit berkanula, di sepanjang tepi

gingiva buko-palatal/ lingual regio

molar atas dan bawah, kiri dan kanan

dengan cara diteteskan, dan yang

terakhir lewat anus ke daerah

kolorektal dengan spuit berkanula.

Pemberian dilakukan sebanyak 3 kali

dalam 4 hari. Selama itu, semua

kelompok tetap diberi makan standar

dan minum dalam jumlah yang sama.21

Kemudian, pada hari ke-12,

kelompok 3, 4, dan 5 juga bersamaan

diberi ekstrak daun Avicennia marina

sp. secara per oral selama 25 hari

dengan dosis bervariasi, yaitu K1

diberi ekstrak daun Avicennia marina

sp. dengan dosis 0,25 gram/kg BB

dalam suspensi CMC 1%, K2 diberi

ekstrak daun Avicennia marina sp.

dengan dosis 0,5 gram/kg BB dalam

suspensi CMC 1%, dan K3 diberi

ekstrak daun Avicennia marina sp

dengan dosis 1 gram/kg BB dalam

suspensi CMC 1%. Akhirnya pada hari

ke-37, semua kelompok tikus

dikorbankan setelah mendapat

persetujuan dan pengesahan dari Tim

Komisi Etik Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hang Tuah dan diambil

kelenjar parotisnya. Setelah itu

dilakukan pengukuran kadar

malondialdehida kelenjar parotis tikus.

Setelah didapatkan data hasil

pengukuran, dilakukan tabulasi dan

analisis data.21

Daun Avicennia marina sp

diperoleh dari daerah Wonorejo,

Surabaya. Daun yang dipilih adalah

daun yang masih bagus dan segar.

Daun yang telah dipetik, diangin-

anginkan dan kemudian dimasukkan

oven pengering dengan suhu kurang

dari 500C selama 1 jam. Setelah

kering, daun digiling dengan alat

penggiling. Setelah digiling semua,

daun diayak dengan pengayak lalu

ditimbang. Hasil ayakan dibasahi

dengan cairan penyari (etanol 96%)

sampai kurang lebih 1 cm diatas

ayakan. Sebanyak 1 kg bahan kering

hasil ayakan dibasahi dengan etanol

96% yang telah didestilasi lalu diaduk

dan diratakan sehingga serbuk

terbasahi. Kemudian dipindahkan ke

perkolator sedikit demi sedikit untuk

dilakukan penampungan perkolat cair.

Etanol dituangkan secukupnya

sehingga bahan terendam semua dan

dibiarkan selama 24 jam. Bila bagian

atas bahan tersebut tidak terendam,

ditambahkan lagi etanol 96%.

Kemudian perkolat cair hasil

penampungan tersebut dimasukkan ke

dalam Rotatory Vacuum Evaporator

(Rotavapor) untuk dilakukan

pemekatan. Hasil dari Rotavapor

diuapkan di water bath selama kurang

lebih 5 jam dan disimpan di excicator.

Selanjutnya ditentukan dosis dan

dibuat suspensinya.22

Bakteri Mix periodontopatogen

didapat dari Laboratorium

Mikrobiologi Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Airlangga Surabaya.

Bakteri penyebab penyakit periodontal

didapatkan dengan cara mengambil

bakteri pada plak subgingiva penderita

169

Page 72: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

periodontitis yang dikembangkan pada

agar Brain Heart Infusion (BHI)

setelah inkubasi 5 hari dan suhu 370 C.

Setelah itu bakteri yang telah

terbentuk dikembangbiakkan di BHI

cair agar mudah disondekan ke tikus

dan disetarakan dengan larutan standar

0,5 Mc Farland.23

HASIL

Data yang diperoleh dari hasil

penelitian dilakukan analisis dengan

menggunakan uji statistik dengan taraf

signifikansi 95% (p=0,05) dan diolah

dengan program SPSS versi 19.

Tabel 1. Rata-rata dan simpangan baku

kadar MDA kelenjar parotis pada setiap

kelompok percobaan dengan satuan mg/ml

Gambar 1. Rata-rata kadar MDA kelenjar

parotis masing-masing kelompok

Dari tabel 1 dan gambar 1,

diketahui bahwa nilai kadar MDA

tertinggi pada kelompok K2 yaitu

kelompok tikus yang diberi induksi

bakteri Mix periodontopatogen selama

3 kali dalam 4 hari. Sedangkan nilai

kadar MDA terendah pada kelompok

K5 yaitu kelompok tikus yang diberi

induksi bakteri Mix periodontopatogen

selama 3 kali dalam 4 hari dan diberi

ekstrak daun Avicennia marina sp.

dengan dosis 1 gr/kg BB secara per

oral selama 25 hari.

Setelah data dianalisis

menggunakan statistik deskriptif,

dilakukan uji normalitas dan uji

homogenitas, yang akan dilanjutkan

uji one way ANOVA dan uji LSD.

Berdasarkan uji LSD, didapatkan

bahwa terdapat peningkatan kadar

MDA kelenjar parotis pada K2

dibandingkan dengan K1 yang

menunjukkan perbedaan bermakna

(p<0,05).

Hal ini menunjukkan bahwa

induksi bakteri pada K2 dapat

meningkatkan kadar MDA kelenjar

parotis. Selanjutnya, terlihat

penurunan kadar MDA kelenjar

parotis yang menunjukkan perbedaan

bermakna (p<0,05) pada K4 dan K5

jika dibandingkan dengan K2 dan

adapun perbedaan bermakna antara K3

dan K5.

PEMBAHASAN

Periodontitis diawali dengan

serangan bakteri. Bila organisme

terpapar dengan serangan bakteri,

bakteri akan mengeluarkan LPS dan

DNA dimana hal tersebut akan

memicu respon imun antara patogen

bakteri dan hospes. Respon imun ini

akan menyebabkan activated protein-1

(AP-1) dan faktor nuklir-kB (NF-kB),

serta meningkatkan produksi

prostaglandin. Hal ini akan

merangsang aktivitas osteoklas

sehingga terjadinya resorbsi tulang dan

akan menyebabkan terjadinya

Kelompok Rata-rata ± Standar

deviasi

K1

K2

K3

K4

K5

9.282800 ± 0.9921072

11.104086 ± 0.9009975

10.178971 ± 0.7851706

9.599086 ± 0.6413009

9.127886 ± 1.3362526

170

Page 73: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

kerusakan jaringan periodonsium atau

disebut periodontitis. Selain itu, AP-1

dan NF-kB akan meningkatkan

konsentrasi metalloproteinase (MMPs)

yang akhirnya menghasilkan

kerusakan jaringan, dan juga

menyebabkan pengeluaran sitokin

proinflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8,

TNF- sehingga menyebabkan

aktivasi fibroblas dan hiperresponsif

polimorfonuklear (PMN) yang akan

mempercepat produksi reactive oxygen

species (ROS).24,25 Produksi ROS

yang berlebihan dapat menyebabkan

kerusakan dengan berbagai

mekanisme seperti, melalui proses

peroksidasi lipid, merusak DNA,

merusak protein, dan mengeluarkan

proinflamatori sitokin dari monosit

dan makrofag. Apabila kadar ROS

terus meningkat dan tidak diimbangi

dengan kadar antioksidan dalam

tubuh, maka terjadilah stres oksidatif.

Pada periodontitis, stres oksidatif yang

terus menerus terjadi mengakibatkan

kerusakan jaringan periodontal.26

Pada tahap awal peroksidasi

lipid, target ROS adalah ikatan karbon

ganda asam lemak tak jenuh PUFA.

Ikatan karbon ganda ini akan

melemahkan ikatan karbon hidrogen

yang memudahkan pelepasan hidrogen

oleh radikal bebas. Akhirnya, radikal

bebas melepaskan atom hidrogen dan

terbentuklah lipid radikal bebas (lipid

free radical), yang mengakibatkan

oksidasi menghasilkan radikal

peroksil. Selanjutnya, radikal peroksil

dapat bereaksi dengan PUFA yang

lain, melepaskan elektron dan

menghasilkan lipid hidroperoksida dan

lipid radikal bebas yang lain. Proses

ini dapat terjadi terus menerus dalam

suatu reaksi rantai. Lipid

hidroperoksida ini tidak stabil dan

fragmentasinya menghasilkan produk

seperti malondialdehida, 4-

hidroksinonenal, dan lainnya.27

Pada penelitian ini, peningkatan

jumlah malondialdehida dapat

dijadikan indikator peningkatan

aktifitas radikal bebas dan oksidan,

dimana dapat dipastikan sel

mengalami stres oksidatif dan dapat

menyebabkan kerusakan sel yang

serius jika berlangsung secara masif

atau berkepanjangan.7,12,28 Pada

penelitian ini menunjukkan keadaan

periodontitis pada kelompok dengan

induksi bakteri (K2), dimana terjadi

peningkatan kadar MDA yang

bermakna yaitu 11.104086 mg/ml

dibandingkan dengan kelompok

kontrol (K1) yaitu 9,2828 mg/ml.

Pada saat terjadi stress oksidatif,

tubuh melakukan mekanisme

homeostatis dengan memproduksi

antioksidan endogen. Namun,

seberapa cepat dan seberapa banyak

antioksidan yang diproduksi

tergantung dari berbagai macam

faktor, sehingga tubuh perlu dibantu

dengan asupan senyawa antioksidan

eksogen. Beberapa komponen eksogen

yang memiliki zat antioksidan antara

lain, vitamin B, C dan senyawa

flavonoid, saponin, tanin.29 Ekstrak

daun Avicennia marina sp diketahui

memiliki kadar vitamin C yang tinggi

sebesar 15,32 mg dan kadar vitamin B

sebesar 2,64 mg, yang berperan

sebagai antioksidan.19 Berdasarkan

penelitian sebelumnya, diketahui

vitamin C memiliki peran dalam

periodontitis walaupun perannya tidak

diketahui dengan pasti. Meskipun

rendahnya asupan vitamin C tidak

menyebabkan periodontitis, diketahui

tambahan vitamin C dibutuhkan

selama regenerasi jaringan.

Kekurangan vitamin C dikaitkan

dengan kerusakan sintesis kolagen

yang menyebabkan disfungsi jaringan

171

Page 74: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

seperti gangguan penyembuhan luka

dan pecahnya kapiler karena lemahnya

dinding kapiler jaringan ikat.

Regenerasi kolagen untuk menjaga

jaringan gigi sangat penting dalam

kesehatan periodontal, karena itulah

dapat dikatakan konsentrasi vitamin C

yang rendah merupakan faktor resiko

untuk penyakit periodontal.30 Vitamin

C merupakan antioksidan paling

penting dalam cairan ekstraseluler,

Vitamin C secara efisien dapat

mencegah terbetuknya superoksida,

hidrogen peroksida, hipoklorit, radikal

hidroksil, radikal peroksil, dan radikal

eksogen. Vitamin C juga efektif dalam

menghambat peroksidasi lemak oleh

radikal peroksil, mencegah peroksidasi

membran, dan mencegah kerusakan

sel akibat radikal oksigen.31 Selain

vitamin C, vitamin B pun memiliki

efek antioksidan. Berdasarkan

penelitian sebelumnya, telah diketahui

pemberian suplemen vitamin B dapat

mempengaruhi proses penyembuhan

pada jaringan periodontal. Sayangnya,

sedikit informasi pengaruh vitamin B

terhadap penyembuhan jaringan

periodontal.32

Selain itu, ekstrak daun

Avicennia marina sp. juga diketahui

memiliki senyawa saponin, tanin, dan

flavonoid, dimana komponen-

komponen tersebut berperan sebagai

antioksidan dan antiinflamasi.19

Aktifitas antioksidan yang dimiliki

senyawa aktif ini disebabkan adanya

gugus hidroksi fenolik dalam struktur

molekulnya, dimana akan

menghambat kerja enzim yang terlibat

dalam reaksi produksi anion

superoksida, misalnya xantin oksidase

dan protein kinase. Selain itu, senyawa

aktif ini juga menghambat

siklooksigenase, lipooksigenase,

mikrosomal monooksigenase,

glutation-S-transferase, mitokondrial

suksinoksidase, NADH oksidase.

Mekanisme flavonoid dalam

menghambat inflamasi yaitu dengan

menghambat permeabilitas kapiler dan

menghambat metabolisme asam

arakidonat serta sekresi enzim lisosom

dari sel neutrofil dan sel endothelial.

Sedangkan mekanisme antiinflamasi

saponin adalah dengan menghambat

pembentukan eksudat dan

menghambat kenaikan permeabilitas

vaskular. Selain flavonoid, tanin juga

mempunyai aktivitas antioksidan dan

antiinflamasi, namun mekanisme

kerjanya belum diketahui secara

pasti.31,33

Berbagai komponen antioksidan

dalam ekstrak daun Avicennia marina

sp. ini, memberikan gambaran bahwa

pemberian ekstrak daun Avicennia

marina sp. dengan dosis 0,5 gr/kg BB

sekali selama 25 hari pada penelitian

ini, sudah dapat memberikan efek

terapi pada kadar MDA kelenjar

parotis. Hal ini terlihat dengan adanya

penuruan kadar MDA kelenjar parotis

yang sangat baik dari kelompok K2

menuju K4. Selain itu, pemberian

ekstrak daun Avicennia marina sp.

dengan dosis 1 gr/kg BB sekali selama

25 hari juga dapat memberikan efek

terapi pada kadar MDA kelenjar

parotis. Hal ini terlihat dengan

menurunnya kadar MDA kelenjar

parotis dari kelompok K2 menuju K5

yang menunjukkan penurunan kadar

MDA sangat baik karena dapat

mengembalikan seperti keadaan awal

(K1). Adapun penurunan kadar MDA

kelenjar parotis antar kelompok

perlakuan yang mengalami perubahan

signifikan atau terdapat perubahan

yang bermakna antara kelompok yang

diberi ekstrak daun Avicennia marina

sp. dosis 0,25 gr/kg BB dan 1 gr/kg

BB.

172

Page 75: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian

dapat disimpulkan bahwa pemberian

ekstrak daun Avicennia marina sp.

mampu menurunkan kadar

malondialdehida kelenjar parotis tikus

periodontitis pada dosis 1 gr/kg BB.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wahyukundari AM. 2009. Perbedaan kadar

matrix metalloproteinase-8 setelah scaling

dan pemberian tetrasiklin pada penderita

periodontitis kronis. Jurnal PDGI, 58(1): 1.

Diakses 14 April 2012.

2. Omeh YS and Uzoegwu PN. 2010.

Oxidative Stress Marker In Periodontal

Disease Patients. Nigerian Journal of

Biochemistry and Molecular Biology,

25(1): 50. Diakses 28 Mei 2012.

3. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR,

Carranza FA. 2006. Carranza’s Clinical

Periodontology, 10thed. Philadelphia: WB

Saunder Company. P. 100-9.

4. Revianti S. 2007. Pengaruh Radikal Bebas

Pada Rokok Terhadap Timbulnya Kelainan

Di Rongga Mulut. Denta Jurnal Kedokteran

Gigi FKG-UHT, 1(2): 89-85. Diakses 21

Mei 2012.

5. Sculley V dan Langley-Evans SC. 2003.

Periodontal Disease is Associated With

Lower Antioxidant Capacity In Whole

Salive and Evidence of Increased Protein

Oxidation. Clinical Science, 105: 167-72.

Diakses 5 Mei 2012.

6. Pendyala G, Thomas B, Kumari S. 2008.

The Challenge of Antioxidants to Free

Radicals In Periodontitis. Journal of Indian

Society of Periodontology, 12(3): 83-19.

Diakses 17 Mei 2012.

7. Suryohuduyo P. 2000. Ilmu Kedokteran

Molekuler, 1sted. Jakarta: CV Sagung Seto.

Diakses 2 Mei 2012.

8. Prasetyo A. 2005. Profil Lipid dan

Ketebalan Dinding Arteri Abdominalis

Tikus Wistar Pada Injeksi Inisial Adrenalin

Intra Vena (IV) Dan Diet Kuning Telur

Intermitten. Media Medika Indonesiana,

35(3). Diakses 12 Mei 2012.

9. Mahboob M, Rahman MF, Grover P. 2005.

Serum Lipid Peroxidation and Antioxidant

Enzyme Levels in Male and Female

Diabetic Patients. Singapore Med J, 46(7):

324-322. Diakses 5 Mei 2012.

10. Gonzales-Clemente JM, Deulofeu R,

Mitjavila J, Galdon G, Ortega E, Caixas A,

Gimenez-Perez G, Mauricio D. 2002.

Plasma Homocysteine is Not Increased In

Microalbuminuric Patients With Type 2

Diabetes Without Clinical Cardiovascular

Disease. Diabetes Care, 25(3): 632-33.

Diakses 5 Mei 2012.

11. Kalaivanam KN, Dharmalingram M,

Marcus SR. 2006. Lipid Peroxidation in

Type 2 Diabetes Mellitus. Int J Diab Dev

Ctries, 26(1): 30-2. Diakses 5 Mei 2012.

12. Simanjuntak K. 2007. Radikal Bebas dari

Senyawa Toksik Karbon Tetraklorida

(CCL4). Bina Widya, 18(1): 31-25.

Diakses 25 April 2012.

13. Winkel EG, Van Winkelhoff AJ,

Timmerman MF, Van der Velden U, Van

der Weijden GA. 2001. Amoxicillin Plus

Metronidazole in the Treatment of Adult

Periodontitis Patients. Journal of Clinical

Periodontology, 28(4): 305-296. Diakses

5April 2012.

14. Dalimunthe SH. 2002. Terapi periodontal.

USU Press, 185-179. Diakses 5 Mei 2012.

15. Yek EC, Serdar C, Nursen T, Guven K,

Halim I, Alpdogan K. 2010. Afficacy Of

Amoxicillin and Metronidazole

Combination For the Management of

Generalized Aggressive Periodontitis.

Journal of Periodontology, 81(7): 974-964.

Diakses 6 Maret 2012.

16. Harniza Y. 2009. Pola resistensi bakteri

yang diisolasi dari bangsal bedah rumah

sakit cipto mangunkusumo pada tahun

2003-2006. Skripsi. Universitas Indonesia,

Indonesia. Diakses 20 Mei 2012.

17. Sari WE, Masrina R, Budiman VP. 2009.

Antibiotik Dari Mikroba Endofit Tanaman

Jawer Kotok: Anlternatif Solusi

Permasalahan Resistensi Bakteri Di

Indonesia. Tesis, Institut Pertanian Bogor,

Indonesia. Diakses 14 Mei 2012.

18. Yunasfi. 2006. Dekomposisi Serasa Daun

Avicennia Marina Oleh Bakteri dan Fungi

Pada Berbagai Tingkat Salinitas. Tesis,

Institut Pertanian Bogor, Indonesia.

Diakses 3 Februari 2013.

19. Wibowo C, Kusuma C, Suryani A, Hartati

Y, Oktadiyani P. 2009. Pemanfaatan Pohon

Mangrove Api-Api (Avicennia Spp.)

Sebagai Bahan Pangan dan Obat. Tesis,

Fakultas Kehutanan IPB, Indonesia.

Diakses 5 Mei 2012.

20. Kusumawati D. 2004. Bersahabat dengan

Hewan Coba, 1sted. Gadjah Mada

University Press.

21. Praptiwi. 2008. Inokulasi Bakteri dan

Pemasangan Cincin atau Ligature Untuk

Induksi Periodontitis Pada Tikus. Majalah

173

Page 76: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Kedokteran Gigi, 15(1): 84-81. Diakses 20

Mei 2012.

22. Wijayanti ED. 2007. Pengaruh Pemberian

Ekstrak Daun Api-Api (Avicennia Marina)

Terhadap Resorpsi Embrio Berat Badan

dan Panjang Badan Janin Mencit (Mus

Musculus). Skripsi, Universitas Airlangga,

Indonesia. Diakses 2 April 2012.

23. Perinetti G. 2003. Clinical And

Microbiological Effects of Subgingival

Administration of Two Active Gel on

Persistent Pockets of Chronic Periodontitia

Patients. Journal of Clinical

Periodontology, 31: 273-81. Diakses 5 Mei

2012.

24. Dahiya P, Kamal R, Gupta R, Puri A. 2011.

Oxidative Stress in Chronis Periodontitis.

Chronicles of Young Scientists, 2(4): 178-

81. Diakses 5 Mei 2012.

25. Derek S, Kalangi SJR, Wangko S. 2007.

Kerja Osteoklas Pada Perombakan Tulang.

BIK Biomed, 3(3): 107-97. Diakses 30

Januari 2013.

26. Wresdiyati T, Astawan M, Adnyane IKM.

2003. Aktivitas Anti Inflamasi Oleoresin

Jahe (Zingiber Officinale) Pada Ginjal

Tikus yang Mengalami Perlakuan Stres.

Jurnal Teknologi dan Industri Pangan,

14(2): 113-20. Diakses 5 April 2012.

27. Grotto D, Maria LS, Valentini J, Paniz C,

Garcia GSSC. 2009. Importance of The

Lipid Peroxidation Biomarkers And

Methodological Aspects For

Malondialdehyde Quantification. Quim

Nova, 32(1): 174-169. Diakses 5 Mei 2012.

28. Murray RK, Granner DK, Mayes PA,

Rodwell VW. 2009. Biokimia Harper,

27thed. Jakarta: EGC.

29. Sies H and Stahl W. 2001. Vitamins E and

C, -carotene, and Other Carotenoids as

Antioxidants 1-3. American Journal

Clinical Nutrition, 62: 131. Diakses 5 Mei

2012.

30. Pussinen PJ, Laatikainen T, Alfthan G,

Asikainen S, Jousilahti P. 2003.

Periodontitis is Associated With a Low

Concentration of vitamin C in Plasma.

Clinical Diagnostic Laboratory

Immunology, 10(5): 902-897. Diakses 25

Mei 2012.

31. Hertiani T, Pramono S, Supardjan. 2000.

Uji Daya Antioksidan Senyawa Flavonoid

Daun Plantago major L. Majalah Farmasi

Indonesia, 11(4): 246-234. Diakses 16

April 2012.

32. Sahelian R. 2005. Effects of Vitamin-B

Complex Supplementation on Periodontal

Wound Healing. Journal Periodontal.

Diakses 5 Mei 2012.

33. Fitriyani A, Winarti L, Muslichah, Nuri.

2011. Uji Antiinflamasi Ekstrak Metanol

Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz &

Pav ) Pada Tikus Putih. Majalah Obat

Tradisional, 16(1): 42-34. Diakses 17 April

2012.

174

Page 77: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Perbedaan Efektivitas Antara Ekstrak Air dan

Ekstrak Etanol Teripang Emas (Stichopus

hermanii) Terhadap Penyembuhan

Ulkus Traumatikus Di Rongga Mulut

(The effectiveness difference between water extract and ethanol

extract of Stichopus hermanii on traumatic ulcer

healing in oral cavity)

Stevanus Chandra Sugiarto Budijono, Rima Parwati Sari*, Dwi Setianingtyas**

*Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah

** Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah

ABSTRACT

Background: Traumatic Ulcer (TU) is the most common oral soft tissue lesion marked with

the loss of epithelium, mostly caused by trauma. Stichopus hermanii extract contains GAGs that is useful to improve healing and repairing process of wound tissue. However, one of the

contents of Stichopus hermanii is suspected can inhibit wound healing, it is triterpene

glycosides (TG). In water extract, the contents of TG is lower but the particle size is big, while in ethanol extract, the contents of TG is higher but more homogeny in muchoadhesive mixing.

Purpose: To know the effectiveness difference between water extract and ethanol extract of Stichopus hermanii on TU healing in oral cavity. Materials and Methods: This research

used the post test only control group design. 48 wistar rats were divided into 6 groups consist

of 8 rats in each group. Traumatic wounds are made at the central of all rats’ lower labial mucosa. Group 1 was treated with aquadest as negative control group, group 2 with

hyaluronic acid 0,2%, group 3 with water extract of Stichopus hermanii 60%, group 4 with

water extract of Stichopus hermanii 80%, group 5 with ethanol extract of Stichopus hermanii 60% and group 6 with ethanol extract of Stichopus hermanii 80%. Treatment was applied

once a day for 5 days. The TU healing diameter data were analized with Kruskal-Wallis and Mann-Whitney test. Result: Result showed significant difference between treatment groups,

p=0,027 (p<0,05). Conclusion: The most effective Stichopus hermanii extract on TU healing

in oral cavity is ethanol extract of Stichopus hermanii 60%.

Keywords: Traumatic ulcer, wound healing, GAGs, Stichopus hermanii

Correspondence: Rima Parwati Sari, Departement of Biology Oral, Faculty of Dentistry,

Hang Tuah University, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5912191, Email: [email protected]

LAPORAN PENELITIAN

175

Page 78: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

ABSTRAK

Latar belakang: Ulkus traumatikus adalah lesi jaringan lunak rongga mulut yang paling

umum terjadi, ditandai dengan kerusakan epitelium dan biasanya disebabkan oleh karena

trauma. Ekstrak Stichopus hermanii mengandung GAG yang berguna untuk meningkatkan proses penyembuhan dan perbaikan jaringan luka. Namun ada salah satu kandungan dari

Stichopus hermanii yang diduga dapat menghambat penyembuhan luka yaitu triterpen glikosid (TG). Pada ekstrak air, kandungan TG lebih rendah tetapi ukuran partikelnya besar,

sedangkan pada ekstrak etanol, kandungan TG lebih tinggi tetapi lebih homogen dalam

pencampuran mucoadhesive. Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan efektivitas antara ekstrak air dan ekstrak etanol Stichopus hermanii terhadap penyembuhan TU di rongga

mulut. Bahan dan Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan the post test only control

group design. 48 tikus wistar dibagi menjadi 6 kelompok yang terdiri dari 8 tikus dalam

setiap kelompok. Luka traumatik dibuat di sentral mukosa labial bawah semua tikus.

Kelompok 1 diberi perlakuan dengan aquades sebagai kelompok kontrol negatif, kelompok 2 dengan asam hialuronat (AH) 0,2%, kelompok 3 dengan ekstrak air Stichopus hermanii 60%,

kelompok 4 dengan ekstrak air Stichopus hermanii 80%, kelompok 5 dengan ekstrak etanol

Stichopus hermanii 60% dan kelompok 6 dengan esktrak etanol Stichopus hermanii 80%. Perlakuan diaplikasikan 1 kali sehari selama 5 hari. Data diameter penyembuhan TU

dianalisa dengan uji Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan, p=0,027 (p<0,05).

Simpulan: Ekstrak Stichopus hermanii yang paling efektif dalam penyembuhan TU di rongga

mulut adalah ekstrak etanol Stichopus hermanii 60%.

Kata kunci: Ulkus traumatikus, penyembuhan luka, GAG, Stichopus hermanii

Korespondensi: Rima Parwati Sari, Bagian Biologi Oral, Fakultas Kedokteran Gigi,

Universitas Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon 031-5912191, Email: [email protected]

PENDAHULUAN

Ulcer merupakan salah satu

keadaan yang sering terjadi secara

berulang pada mukosa mulut

seseorang, dapat dikatakan bahwa

setiap orang pasti pernah mengalami

ulcer baik yang ringan maupun yang

berat. Meskipun tidak terlalu parah,

tetapi keadaan ini seringkali

mengganggu aktivitas penderita

karena terasa sakit.1 Ulcer

didefinisikan sebagai hilangnya

lapisan epitel oleh karena sebab

apapun, yakni hilangnya sebagian

struktur epitel dan sebagian jaringan

dibawahnya hingga melebihi

membrana basalis, yang berbatas

diffuse dan berbentuk cekungan.2

Traumatic ulcer (TU) dan

recurrent aphthous stomatitis (RAS)

merupakan bentuk ulcer yang paling

sering ditemukan di masyarakat.3

Traumatic ulcer (TU) adalah ulcer

yang disebabkan karena trauma akibat

trauma mekanis, kimia, termis atau

radiasi. Lokasi, ukuran dan bentuk lesi

tergantung trauma yang menjadi

penyebab. Paling sering berupa ulcer

tunggal yang terasa sakit, permukaan

lesi halus, berwarna merah atau putih

kekuningan dengan tepi eritem tipis.4,5

Recurrent aphthous stomatitis (RAS)

adalah ulcer yang terjadi berulang

176

Page 79: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

tanpa disertai tanda gejala penyakit

lain, dapat disebabkan oleh karena

herediter, defisiensi zat besi (Fe),

kobalamin (B12), asam folat (B9),

gangguan imunologi (alergi), stres,

trauma, gangguan keseimbangan

hormonal (menstruasi wanita), infeksi

bakteri, serta oleh sebab lain yang

belum diketahui.5 Perbedaan yang

tampak antara TU dan RAS adalah

riwayat trauma yang harus ada pada

TU, sedangkan pada RAS biasanya

timbul dengan sendirinya tanpa sebab

yang jelas, tetapi juga dapat dipicu

oleh trauma.2

Terapi pada TU bervariasi

tergantung pada ukuran, durasi, dan

lokasinya. Terapi ulcer utama adalah

dengan segera menghilangkan

penyebab terjadinya ulcer, apabila

penyebabnya diketahui. Ulcer

semestinya akan sembuh jika

penyebabnya telah dihilangkan. Suatu

ulcer yang tidak sembuh dalam dua

sampai tiga minggu harus segera

dibiopsi untuk menyingkirkan dugaan

kearah keganasan.6

Proses penyembuhan luka

merupakan suatu proses kompleks dan

terkait satu sama lain, dari perbaikan

jaringan dan remodeling jaringan

sebagai respons atas terjadinya jejas.

Proses penyembuhan luka ini

bertujuan merekonstruksi suatu

jaringan agar semirip mungkin dengan

jaringan aslinya.7 Pada suatu proses

penyembuhan luka tubuh memerlukan

matriks ekstraseluler. Matriks

ekstraseluler berperan dalam

melakukan pengaturan dan membuat

kerangka kerja bagi banyak proses

penyembuhan luka. Komponen fibrous

terbesar dari matriks ekstraseluler

dibentuk oleh kolagen.8 Sintesis

kolagen akan segera dimulai pada hari

ke-3 setelah terjadi injury, yakni

setelah proliferasi fibroblas dimulai,

dimana fibroblas berperan untuk

memproduksi kolagen.9 Setelah 7

hari, sintesis kolagen akan berkurang

secara perlahan. Pada fase awal proses

penyembuhan luka, jumlah kolagenase

rendah, tetapi akan meningkat seiring

dengan maturasi dari luka. Maturasi

luka mengacu pada keseimbangan

antara sintesis kolagen dan

kolagenase, dimana apabila terjadi

peningkatan pada salah satu hasil

produk tersebut maka proses maturasi

tidak berjalan dengan baik.10,11

Adapun salah satu terapi yang

dapat membantu mempercepat

penyembuhan luka adalah asam

hialuronat (AH) yang berperan penting

dalam mempengaruhi kecepatan

migrasi sel pada proses penutupan

luka, inflamasi, angiogenesis,

reepitelisasi dan proliferasi sel.12

Obat dengan bahan alami kini

kembali populer dipilih sebagai obat

untuk menyembuhkan berbagai

penyakit karena disamping memiliki

efek samping minimal juga dinilai

memiliki khasiat yang cukup

menjanjikan. Salah satu bahan alami

yang dapat digunakan sebagai terapi

alternatif pengobatan yakni sebagai

agent terapi penyembuhan luka adalah

teripang emas.13

Teripang emas adalah spesies

yang memiliki nilai gizi tinggi, bersih

dan yang memiliki nilai pengobatan

tertinggi adalah yang berwarna kuning

keemasan. Teripang emas juga dikenal

dengan sebutan Stichopus hermanii

yang merupakan tata nama menurut

taksonominya.13 Senyawa dalam

teripang emas yang berfungsi pada

penyembuhan luka adalah kolagen,

glikosaminoglikan (GAG) yang

meliputi kondroitin sulfat (KS),

dermatan sulfat (DS), heparan sulfat

(HS), heparin dan asam hialuronat

(AH), protein, glikoprotein, asam

177

Page 80: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

lemak yang meliputi eicosapentaenoic

acid (EPA) dan docosahexaenoic acid

(DHA), cell growth factor (CGF),

flavonoid, tanin, vitamin A, vitamin C,

superoxide dismustase (SOD) dan

mineral. Berbagai zat tersebut saling

berkaitan dalam fase penyembuhan

luka sehingga memiliki peranan

penting dalam repair jaringan.14,15

Ada salah satu kandungan dari

teripang emas yang diduga dapat

menghambat penyembuhan luka yaitu

saponin (triterpen glikosid). Pada

penelitian Amalia (2012), ditemukan

bahwa ekstrak teripang pasir yang

diberikan pada beberapa kelompok

tikus wistar yang ditelitinya, tidak

efektif dalam penyembuhan luka pada

TU.16 Walaupun teripang pasir

tersebut mempunyai kandungan GAG

yang lebih lengkap dibandingkan

dengan kelompok yang hanya diberi

kondroitin sulfat, tetapi tidak

menunjukkan perbedaan yang

signifikan. Hal ini diduga disebabkan

karena adanya efek antiproliferatif

yang ditimbulkan dari triterpen

glikosid yang merupakan kandungan

utama dari toksin dalam Holothuria

atau sering disebut holothurins.14 Pada

teripang pasir kandungan saponinnya

sebesar 2.56%, sedangkan kandungan

saponin pada teripang emas jauh lebih

sedikit yaitu hanya 0.12%.15

Berdasarkan data di atas, untuk

membuktikan pernyataan tersebut

bahwa saponin ini menguntungkan

atau merugikan bagi penyembuhan

luka, maka pada penelitian ini perlu

dibandingkan perbedaan efektivitas

antara ekstrak air dan ekstrak etanol

teripang emas (Stichopus hermanii)

terhadap penyembuhan luka TU di

rongga mulut.

Tujuan penelitian ini adalah

mengetahui perbedaan efektivitas

antara ekstrak air dan ekstrak etanol

teripang emas (Stichopus hermanii)

terhadap penyembuhan luka TU di

rongga mulut, sedangkan manfaat

penelitian ini adalah sebagai bukti

empiris tentang khasiat ekstrak air dan

ekstrak etanol teripang emas

(Stichopus hermanii) dalam

mempercepat penyembuhan TU di

rongga mulut serta sebagai dasar

pengembangan produk biota laut yang

dapat digunakan sebagai obat alternatif

pada penyembuhan TU di rongga

mulut.

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian ini bersifat true

experimental dengan menggunakan

rancangan penelitian the post test only

control group design. Parameter dari

penelitian ini adalah selisih diameter

TU terbesar pada mukosa labial tikus

wistar dari hari awal terbentuknya

ulcer sampai hari dimana salah satu

sampel mengalami penyembuhan.

Sampel penelitian sebanyak 48 yang

terbagi dalam 6 kelompok secara acak.

Kriteria sampel yang digunakan adalah

tikus wistar jantan, umur 5 bulan, berat

badan sekitar 200-300 gram.17

Sebelum tikus mendapat perlakuan

diadakan penyesuaian terhadap

lingkungan selama 1 bulan dan dijaga

kondisinya.

Alat yang digunakan adalah

tabung tempat teripang emas, kandang

tikus wistar, timbangan tikus wistar,

amalgam stopper, cotton pellet, pinset

anatomi, plastic filling instrument dan

kaliper digital. Bahan yang digunakan

adalah ekstrak air teripang emas,

ekstrak etanol teripang emas, sodium

carboxymethylcellulose (NaCMC),

dimethyl sulfoxide (DMSO) 5%,

larutan aquades steril, asam hialuronat

(AH) 0,2% (merk tertentu) dan larutan

178

Page 81: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

eter. Pada penelitian ini menggunakan

ekstrak air dan ekstrak etanol teripang

emas dosis 60% dan 80%. Ekstrak air

teripang emas dibuat menggunakan

metode freeze drying, sedangkan

ekstrak etanol teripang emas dibuat

dari ekstrak teripang emas hasil freeze

drying yang dilarutkan dengan pelarut

etanol (polar).18,19

Penelitian dilakukan di

Laboratorium Biokimia Fakultas

Kedokteran Universitas Hang Tuah

Surabaya untuk pembuatan gel ekstrak

teripang emas dan melakukan

perlakuan pada hewan coba.

Prosedur penelitian ini dimulai

dengan aklimatisasi hewan coba

selama 1 bulan dalam lingkungan

laboratorium. Sebelum diberi

perlakuan, tikus wistar dianastesi

secara inhalasi dengan larutan eter

terlebih dahuhulu. Setelah tikus wistar

sudah teranastesi, pembuatan ulcer

dilakukan dengan menyentuhkan

amalgam stopper panas pada sentral

mukosa labial bawah semua tikus.20,21

Pada hari kedua dilakukan

pengamatan apakah sudah terbentuk

ulcer atau tidak. Jika sudah terbentuk

ulcer, kemudian ulcer dikeringkan

dengan cotton pellet steril dan

dilakukan pengukuran diameter ulcer

terlebih dahulu dengan menggunakan

kaliper digital dan dicatat. Kemudian

diberikan aplikasi topikal aquades

steril pada kelompok X1, aplikasi

topikal gel AH 0,2% pada kelompok

X2, aplikasi topikal gel ekstrak air

teripang emas 60% pada kelompok X3,

aplikasi topikal gel ekstrak air teripang

emas 80% pada kelompok X4, aplikasi

topikal gel ekstrak etanol teripang

emas 60% pada kelompok X5 dan

aplikasi topikal gel ekstrak etanol

teripang emas 80% pada kelompok X6

dengan menggunakan plastic filling

instrument sebanyak 0,02 ml

kemudian diratakan, lalu diamkan

selama beberapa saat (± 1 menit)

untuk memberi kesempatan pada gel

untuk meresap. Aplikasi obat secara topikal

dilakukan 1 kali sehari dan lama

pemberian obat dilakukan sampai

salah satu sampel dari kelompok uji

mengalami penyembuhan. Pengukuran

dan pencatatan diameter ulcer juga

dilakukan setiap hari sampai salah satu

sampel dari kelompok uji mengalami

penyembuhan.

Data rata-rata selisih diameter

TU pada masing-masing kelompok

ditabulasi. Kemudian data dilakukan

perhitungan statistik dengan

melakukan uji normalitas dan

homogenitas terlebih dahulu. Bila data

berdistribusi normal dan memiliki

varian yang homogen maka

dilanjutkan dengan uji hipotesis

menggunakan statistik parametrik

yaitu one way ANOVA dan LSD.

Hasil uji normalitas dan

homogenitas menunjukkan bahwa data

berdistribusi normal tetapi tidak

homogen, maka alternatifnya dipilih

uji Kruskal-Wallis dan dilanjutkan

dengan uji Mann-Whitney untuk

menguji perbedaan antar kelompok.

HASIL

Gambar 1, menunjukkan hasil

selisih pengurangan rata-rata TU pada

masing-masing kelompok yang

menunjukkan secara deskriptif bahwa

terdapat perbedaan selisih diameter

TU pada kelompok X1, X2, X3, X4, X5

dan X6.

179

Page 82: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Gambar 1. Grafik perbandingan selisih

rata-rata pengurangan diameter TU pada

masing-masing kelompok perlakuan

Pada hasil uji Kruskal-Wallis

didapatkan bahwa ada perbedaan yang

signifikan antar kelompok perlakuan

dengan nilai p = 0,027 (p < 0,05),

kemudian dilanjutkan dengan uji

Mann-Whitney. Dari hasil uji Mann-

Whitney (tabel 2) didapatkan bahwa

selisih diameter pada kelompok X1

(kontrol negatif) memiliki perbedaan

bermakna dengan kelompok perlakuan

X5 (ekstrak etanol teripang emas 60%),

selisih diameter pada kelompok X2

(AH 0,2%) memiliki perbedaan

bermakna dengan kelompok

perlakuan X5 (ekstrak etanol teripang

emas 60%) dan selisih diameter pada

kelompok X3 (ekstrak air teripang

emas 60%) juga memiliki perbedaan

yang bermakna dengan kelompok

perlakuan X5 (ekstrak etanol teripang

emas 60%).

Tabel 1 Hasil uji Mann-Whitney

PEMBAHASAN

Teripang emas merupakan suatu

biota laut yang sejak zaman dahulu

dikenal sebagai obat berkhasiat.22

Dalam penelitian ini digunakan

teripang emas sebagai bahan alami

yang dapat berperan sebagai terapi

alternatif pengobatan yakni sebagai

agent terapi penyembuhan luka.

Teripang emas dipilih karena banyak

mengandung senyawa yang dapat

berperan dalam penyembuhan luka

seperti protein, kolagen, glikoprotein,

glikosaminoglikan (GAG) yang

meliputi kondroitin sulfat (KS), asam

hialuronat (AH), dermatan sulfat (DS),

heparan sulfat (HS) dan heparin,

glikoprotein, asam lemak yang

meliputi eicosapentaenoic acid (EPA)

dan docosahexaenoic acid (DHA),

cell growth factor (CGF), flavonoid,

tanin, vitamin A, vitamin C,

superoxide dismustase (SOD) dan

mineral. Zat tersebut saling berkaitan

dalam fase penyembuhan luka

sehingga memiliki peranan penting

dalam repair jaringan.14,15

Protein yang terdapat pada

teripang sebanyak 86%.22 Protein

sangat penting dalam pemeliharaan

dan perbaikan jaringan tubuh. Apabila

jumlah persediaan protein dalam tubuh

rendah akan menghambat

penyembuhan luka lewat hambatan

proliferasi fibroblas, sintesis

proteoglikan (PG) dan kolagen,

sedangkan apabila jumlah persediaan

protein cukup memadai maka proses

penyembuhan luka akan dapat

berlangsung secara cepat atau

optimal.23

Dari 86% protein yang

terkandung dalam teripang, sekitar

80% merupakan kolagen.22 Pada fase

hemostasis dan inflamasi kolagen

berperan membantu proses hemostasis,

180

Page 83: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

menarik makrofag dengan kemampuan

kemotaksis, serta menyebabkan

pembersihan secara alami infiltrat

inflamasi. Pada fase proliferasi aksi

kolagen adalah sebagai lipatan untuk

penggabungan fibroblas, menarik

fibroblas ke daerah luka dan di dalam

struktur matriks akan menjadi model

untuk pertumbuhan jaringan baru,

sedangkan pada fase maturasi kolagen

berperan memberi kekuatan pada

jaringan baru dan meningkatkan

organisasi serabut kolagen yang khas

pada fase remodeling penyembuhan

luka.8

Berdasarkan penelitian Rizal

(2012), diketahui bahwa kandungan

glikoprotein pada teripang emas

(Stichopus hermanii) adalah sebanyak

3,18%.15 Glikoprotein adhesif

merupakan molekul yang strukturnya

bermacam-macam yang peran

utamanya adalah melekatkan

komponen matriks ekstraseluler satu

sama lain dan melekatkan matriks

ekstraseluler pada sel melalui integrin

permukaan sel. Glikoprotein adhesif

meliputi fibronektin (komponen utama

matriks ekstraseluler interstisial) dan

laminin (penyusun utama membrana

basalis).24

Teripang mengandung mineral

seperti zat besi (Fe), tembaga (Cu),

kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Fe

diperlukan untuk hidroksilasi prolin

dan lisin 23. Baik Fe maupun Zn sangat

penting untuk sintesis kolagen,

pertumbuhan jaringan dan membawa

oksigen ke luka.25 Cu berperan sebagai

kofaktor dalam oksidasi sitokrom,

untuk antioksidan sitosolik SOD dan

untuk ikatan silang kolagen.23 Ca

berperan dalam mengatur pembekuan

darah, sedangkan Mg dapat

meningkatkan jumlah fibroblas

sehingga sintesis kolagen juga

meningkat.26

Teripang mengandung vitamin A

dan vitamin C. Vitamin A berperan

sebagai antioksidan, meningkatkan

proliferasi fibroblas, memodulasi

diferensiasi dan proliferasi sel,

meningkatkan sintesis kolagen dan

hialuronat, menurunkan degradasi

matriks ekstraseluler yang di mediasi

matrix metalloproteinases (MMPs).23

Vitamin C berperan meningkatkan

migrasi neutrofil dan transformasi

limfosit., hidroksilasi residu prolin

menjadi hidroksiprolin pada

prokolagen untuk dilepaskan dan

diubah menjadi kolagen,

meningkatkan proses angiogenesis,

penyerapan zat besi dan sebagai

antioksidan yang penting untuk

imunomodulasi.25,27

Kandungan EPA dan DHA pada

teripang cukup tinggi yaitu masing-

masing 25,69% dan 3,69%.28 Hal ini

menyebabkan teripang mampu

mempercepat perbaikan jaringan yang

rusak dan mengurangi reaksi

inflamasi (nekroinflamasi) yakni

dengan cara menghalangi

pembentukan prostaglandin penyebab

radang tinggi sehingga mencegah

kerusakan sel yang lebih parah.29 Hal

ini bertujuan untuk melakukan

pengaturan agar respons inflamasi

dapat berjalan normal dan mencegah

kerusakan yang berlebihan pada

host.30

Teripang mengandung cell

growth factor (CGF) yang dapat

menstimulus regenerasi sel sehingga

mempercepat penyembuhan luka. Baik

luka luar, seperti luka akibat cedera,

sayatan benda tajam, maupun luka

gangren akibat DM 28. CGF terdiri dari

beberapa macam dan masing-masing

memiliki peran pada proses

penyembuhan luka diantaranya yaitu

TGF, PDGF, FGF, EGF, hepatocyte

growth factor (HGF), dan VEGF.31

181

Page 84: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Senyawa glikosaminoglikan

(GAG) yang terkandung dalam

teripang meliputi kondroitin sulfat

(KS), asam hialuronat (AH), dermatan

sulfat (DS), heparan sulfat (HS) dan

heparin. KS berperan pada fase

proliferasi dan inflamasi. Pada

penelitian Zou et al. (2004) tentang

pengaplikasian KS pada mukosa

palatal rongga mulut, hasil penelitian

menunjukkan adanya peningkatan

migrasi, adesi, proliferasi sel fibroblas

palatal dan penutupan luka, sedangkan

dalam proses inflamasi KS dapat

mengurangi reaksi inflamasi

(nekroinflamasi) sehingga mencegah

kerusakan sel yang lebih parah.29,32

Asam hialuronat (AH) berperan pada

fase proliferasi. AH berperan penting

dalam mempengaruhi kecepatan

migrasi sel pada proses penutupan

luka, inflamasi, angiogenesis,

reepitelisasi dan proliferasi sel.12

Dermatan sulfat (DS) berperan pada

fase proliferasi dan maturasi. Pada

penelitian yang dilakukan oleh Penc,

et al., 1998 (dalam Trowbridge and

Gallo, 2002), DS dapat mendukung

kemampuan FGF-2 untuk memberi

sinyal proliferasi sel.33 Heparan sulfat

(HS) dan heparin berperan dalam

angiogenesis pada tahap proliferasi.

Kehadiran HS pada permukaan sel dan

lingkungan ekstraseluler sangat

penting untuk proses fisiologis

termasuk dalam angiogenesis atau

pertumbuhan pembuluh darah baru,

disini HS memiliki efek mendalam

pada bioaktivasi faktor kunci

angiogenik, yaitu VEGF.34 Selain itu

HS diakui memiliki peranan penting

dalam proses pertumbuhan, migrasi

dan diferensiasi sel.35

Hasil selisih rata-rata

pengurangan diameter TU pada

kelompok X5 (ekstrak etanol teripang

emas 60%) dan X6 (ekstrak etanol

teripang emas 80%) lebih besar

daripada kelompok X3 (ekstrak air

teripang emas 60%) dan X4 (ekstrak

air teripang emas 80%). Hal ini

kemungkinan disebabkan karena

ekstrak air teripang emas masih

memiliki ukuran partikel yang besar

yaitu 30-40 mesh, sedangkan ekstrak

etanol teripang emas diketahui ukuran

partikelnya lebih kecil. Hal ini

memberikan pengaruh karena ukuran

partikel dapat mempengaruhi absorpsi

obat, dimana bertambah kecil ukuran

partikel obat maka bertambah mudah

larut obat tersebut.36 Selain itu ekstrak

air teripang emas kandungannya masih

beragam, sedangkan pada ekstrak

etanol teripang emas diketahui hanya

senyawa polar saja yang akan tertarik

didalamnya, dimana GAG dan saponin

(triterpen glikosid) merupakan

senyawa polar.37 Hal ini juga didukung

dengan hasil uji kandungan ekstrak

teripang emas yang dilakukan oleh

Saleh (2013), didapatkan bahwa

kandungan ekstrak etanol teripang

emas memiliki kandungan AH, KS,

DS dan HS yang lebih besar dibanding

kandungan dalam ekstrak air teripang

emas. Kandungan AH dalam ekstrak

etanol teripang emas adalah 0,693%,

sedangkan pada ekstrak air teripang

emas adalah 0,248%. Kandungan KS

dalam ekstrak etanol teripang emas

adalah 1,168%, sedangkan pada

ekstrak air teripang emas adalah

0,422%. Kandungan DS dalam ekstrak

etanol teripang emas adalah 0,635%,

sedangkan pada ekstrak air teripang

emas adalah 0,21% dan kandungan HS

dalam ekstrak etanol teripang emas

adalah 0,483%, sedangkan pada

ekstrak air teripang emas adalah

0,196%.37

Hasil selisih rata-rata

pengurangan diameter TU pada

kelompok X5 (ekstrak etanol teripang

182

Page 85: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

emas 60%) lebih besar daripada

kelompok X2 (AH 0,2%), hal ini

terjadi karena kandungan AH yang

terkandung dalam ekstrak etanol

teripang emas adalah 0,693%, dimana

lebih tinggi dibandingkan dengan

kandungan AH yang terdapat dalam

produk yang dijual di pasaran yaitu

hanya 0,2%.

Hasil selisih rata-rata

pengurangan diameter TU pada

kelompok X5 (ekstrak etanol teripang

emas 60%) lebih besar daripada

kelompok X6 (ekstrak etanol teripang

emas 80%), hal ini terjadi karena

dengan bertambah besarnya

konsentrasi ekstrak teripang tersebut

maka dapat disimpulkan bahwa

semakin besar pula saponin (triterpen

glikosid) yang terkandung didalamnya.

SIMPULAN

Pada penelitian ini secara umum

dapat disimpulkan bahwa ekstrak

etanol teripang emas (Stichopus

hermanii) lebih efektif dibandingkan

dengan ekstrak air teripang emas

(Stichopus hermanii) dalam

penyembuhan TU di rongga mulut.

Namun, secara lebih terperinci

penelitian ini dapat disimpulkan

sebagai berikut: 1) Ekstrak air teripang

emas (Stichopus hermanii) 60% dan

80% memiliki efektivitas yang sama

dengan asam hialuronat 0,2% dalam

penyembuhan TU di rongga mulut. 2)

Ekstrak etanol teripang emas

(Stichopus hermanii) 60% dan 80%

lebih efektif dibandingkan dengan

asam hialuronat 0,2% dalam

penyembuhan TU di rongga mulut. 3)

Ekstrak etanol teripang emas

(Stichopus hermanii) 60% dan 80%

lebih efektif dibandingkan dengan

ekstrak air teripang emas (Stichopus

hermanii) 60% dan 80% dalam

penyembuhan TU di rongga mulut. 4)

Ekstrak teripang emas yang paling

efektif dalam penyembuhan TU di

rongga mulut adalah ekstrak etanol

teripang emas 60%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Setiani T, Sari EF, Usri K. 2005. Penerapan

Penggunaan Daun Lidah Buaya (Aloe vera)

untuk Pengobatan Stomatitis Aftosa

(Sariawan) Di Desa Ciburial Kecamatan

Cimenyan Kabupaten Bandung. Karya

Tulis Akhir, Fakultas Kedokteran Gigi:

Universitas Padjadjaran, Bandung. H. 5-1.

2. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. 2008.

Oral Pathology Clinical Pathologic

Correlations, 5th edition. St. Louis: WB

Sauders. P. 24-21.

3. DeLong L and Burkhart N. 2008. General

and Oral Pathology for the Dental

Hygienist. Philadelphia, US: Lippincott

Williams & Wilkins. P. 297-295.

4. Lewis M and Jordan R. 2004. A Colour

Handbook of Oral Medicine. London:

Manson Publishing Ltd. P. 22

5. Usri K, Riyanti E, Dwei TS, Aripin D,

Rusminah N, Arwana AJ, Syiarudin I.

2007. Diagnosis dan Terapi Penyakit Gigi

dan Mulut. Bandung: LSKI.

6. Dunlap CL and Barker BF. 2004. A Guide

to Common Oral Lesions. Dept. of Oral

and Maxillofacial Pathology, UMKC

School of Dentistry. Available from

http://dentistry.umkc.edu/Practicing_Com

munities/asset/OralLesions.pdf. Diakses 7

April 2012.

7. Ibelgaufts H. 2002. Wound Healing

Cytokines & Cell Online Pathfinder

Encyclopedia. www.cope.egi.htm. Diakses

7 April 2012.

8. Fitzgerald R and Steinberg J. 2009.

Collagen in Wound Healing: Are We Onto

Something New or Just Repeating the Past?

Available from

http://faoj.org/2009/09/01/collagen-in-

wound-healing-are-we-onto-something-

new-or-just-repeating-the-past/. Diakses 20

April 2012.

9. Velnar, Bailey T, Smrkolj V. 2009. The

Wound Healing Process: an Overview of

the Cellular and Molecular Mechanisms.

The Journal of International Medical

Research, 37: 1542-1528.

183

Page 86: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

10. Mercandetti M. 2011. Wound Healing,

Healing and Repair. Available from

http://emedicine.medscape.com/article/129

8129-overview. Diakses 21 April 2012.

11. Bakkara. 2012. Pengaruh Perawatan Luka

Bersih Menggunakan Sodium Klorida

0,9% dan Povidine Iodine 10% terhadap

Penyembuhan Luka Post Appendiktomi di

RSU Kota Tanjung Pinang Kepulauan

Riau. Karya Tulis Akhir, Fakultas

Keperawatan: Universitas Sumatera Utara,

Medan.

12. Gomes JAP, Amankwah R, Powel-

Richards A, Dua HS. 2004. Sodium

Hyaluronate (Hyaluronic Acid) Promotes

Migration of Human Corneal Epithelial

Cells in Vitro. British Journal of

Ophthalmology, 88: 825-821.

13. Grandha. 2006. Fact Sheets and

Identification Guide for Commercial Sea

Cucumber Species. SPC Beche-de-mer

Information Bulletin, 24.Bordbar S, Anwar

F, Saari N. 2011. High-Value Components

and Bioactives from Sea Cucumbers for

Functional Foods - A Review. Marine

Drugs, 9: 1805-1761.

14. Rizal B. 2012. Komposisi Senyawa

Organik dan Anorganik Ekstrak Teripang

Pasir dan Teripang Emas yang Berperan

dalam Proses Pulp Healing. Karya Tulis

Akhir. Fakultas Kedokteran Gigi:

Universitas Hang Tuah, Surabaya.

15. Amalia R. 2012. Perbedaan Pengaruh

Pemberian Konsentrasi Ekstrak Teripang

Pasir (Holothuria scabra) terhadap

Penyembuhan Ulkus Traumatikus. Karya

Tulis Akhir, Fakultas Kedokteran Gigi:

Universitas Hang Tuah, Surabaya.

16. Kusumawati D, 2004. Biologi Hewan

Coba. Bersahabat Dengan Hewan Coba.

Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

17. Batubara I. 2003. Saponin Akar Kuning

(Arcangelisia flava (L) Merr) sebagai

Hepatoprotektor: Ekstraksi, Pemisahan,

dan Bioaktivitasnya. Tesis, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam:

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

18. Ridzwan BH, Leong TC, Idid SZ. 2003.

The Antinociceptive Effect Of Water

Exracts From Sea Cucumber Holothuria

leucospilota Brandt, Bohadscia marmorata

vitiensis Jaeger and Coelomic Fluid from

Stichopus Hermanii. Pakistan Journal Of

Biological Science, 6(24): 2072-2068.

19. Nicolazzo JA and Finnin BC. 2008. In

Vivo and In Vitro Models for Assessing

Drug Absorption Across the Buccal

Mucosa. Biotechnology: Pharmaceutical

Aspects, 7: 111-89.

20. Ali ZH and Dahmoush HM. 2012. Propolis

Versus Daktarin in Mucosal Wound

Healing. Life Science Journal, 9(2): 636-

624.

21. Arlyza I. 2009. Teripang dan Bahan

Aktifnya. Oseana, 34(1): 17-9.

22. Guo S and DiPietro LA. 2010. Factors

Affecting Wound Healing. Journal of

Dental Research, 89: 229-219.

23. Mitchell RN, Kumar V, Abbas AK, Fausto

N. 2009. Buku Saku Dasar Patologis

Penyakit. Robbins & Cotran, Edisi 7

(Pocket Companion to Robbins & Cotran

Pathologic Basis of Disease, 7th edition).

Alih bahasa Andry Hartanto. Editor Inggrid

Tania dkk. Jakarta: EGC. H. 75-57.

24. Connected Wound Care. 2011. Nutrition

for People with Wounds. Available from

http://www.grhc.org.au/component/docman

/doc_download/280-cwc-nutrition-for-

wounds-print-version?Itemid=264. Diakses

21 Juni 2012.

25. Alimohammad A, Mohammadali M,

Mahmod K, Khadijeh S. 2010. A Study of

the Effect of Magnesium Hydroxide on the

Wound Healing Process in Rats. Medical

Journal of Islamic World Academy of

Sciences, 16(4): 170-165.

26. MacKay D and Miller AL. 2003.

Nutritional Support for Wound Healing.

Alternative Medicine Review, 8(4): 377-

359.

27. Kordi MGH. 2010. Cara Gampang

Membudidayakan Teripang. Yogyakarta:

Lily Publisher.

28. Nurhidayati. 2009. Efek Protektif Teripang

Pasir (Holothuria scabra) terhadap

Hepatotoksistas yang Diinduksi Karbon

Tetraklorida (CCl4). Tesis, Fakultas

Kedokteran: Universitas Airlangga,

Surabaya.

29. Angelo G. 2012. Essential Fatty Acids and

Skin Health. Available from

http://lpi.oregonstate.edu/infocenter/skin/E

FA/index.html. Diakses 15 Juni 2012.

30. Naude L. 2010. The Practice and Science

of Wound Healing: History and Physiology

of Wound Healing. Proffesional Nursing

Today, 14(3).

31. Zou XH, Foong WC, Cao T, Bay BH,

Ouyang HW, Yip GW. 2004. Chondroitin

Sulfate in Palatal Wound Healing. The

Journal Of Dental Research, 83(11): 885-

880.

32. Trowbridge G and Gallo RL. 2002.

Dermatan Sulfate: New Functions from an

Old Glycosaminoglycan. Glycobiology,

12(9): 125-117.

33. Stringer SE. 2006. The Role of Heparan

Sulphate Proteoglycans in Angiogenesis.

184

Page 87: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Biochemical Society Transactions, 34(3):

453-451.

34. Olczyk P. 2012. Komosinska-Vassev K,

Winsz-Szczotka K, Kozma EM, Wisowski

G, Stojko J, Klimek K, Olczyk K. Propolis

Modulates Vitronectin, Laminin, and

Heparan Sulfate/Heparin Expression during

Experimental Burn Healing. Journal of

Zhejiang University, 13(11): 932-41.

35. Joenoes ZN. 2002. Ars Prescribendi Jilid 3.

Surabaya: Airlangga University Press.

36. Saleh MR. 2013. Perbandingan Ekstrak

Teripang Emas (Stichopus hermanii)

dengan Pelarut Ethanol (polar) dan Hexane

(non polar) terhadap Kadar

Glikosaminoglikan dan Triterpene

Glycoside. Karya Tulis Akhir, Fakultas Kedokteran Gigi: Universitas Hang Tuah,

Surabaya. H. 3-1.

185

Page 88: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Perbedaan Jumlah Osteoblas pada Pergerakan Gigi

Ortodonti yang Diberi Terapi Oksigen Hiperbarik

Selama 7 dan 10 Hari

(The Comparisson of Osteoblast Number During Orthodontic

Tooth Movement with Hyperbaric Oxygen Therapy

For 7 and 10 Days)

Fakhma Zakki Ramadhani, Arya Brahmanta*, Pambudi Rahardjo*

*Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah

ABSTRACT

Background: Orthodontic force would inhibit periodontal ligament vascularization and

blood flow, causing biochemical and cellular changes as well as changes in the contour of the alveolar bone. HBO is beneficial because it stimulates the growth of new blood vessels and

result in a substantial increase in tissue oxygenation. Purpose: To determine the effects of

Hyperbaric Oxygen (HBO) 7 and 10 days in increase of osteoblastic activity on bone remodelling during orthodontic tooth movement. Materials and Methods: This study was

conducted using a post test only control group design program. Thirty-two male adult Cavia cobaya were randomly divided into four groups. Negative group (n=8), positive group (n=8),

HBO 7 days was administered in first group (n=8), and HBO 10 days was administered in

second group (n=8). The maxillary incisors were moved distally by means of elastic separator in third groups (Positive, HBO 7 and HBO 10 days). Data on the number of cells were

analyzed by One-way ANOVA and LSD statistical test. Result: The data show that the number of cells increased in all treatment groups. The highest cell counts began in the group treated

with HBO 7 days (14.571) and the group treated with HBO 10 days (18.166). However, there

is no mean between the number of osteoblasts HBO 7 days and HBO 10 days (p 0.559). Conclusion: HBO therapy 7 days effective to increase of osteoblast number on bone

remodelling during orthodontic tooth movement.

Keywords: Hyperbaric Oxygen, tooth movement, bone remodeling, osteoblast

Correspondence: Arya Brahmanta, Department of Orthodonti, Faculty of Dentistry, Hang

Tuah University, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945864, 5912191, Email:

[email protected]

LAPORAN PENELITIAN

186

Page 89: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

ABSTRAK

Latar belakang: Tekanan ortodonti akan menghambat vaskularisasi di daerah tekanan pada

ligamen periodontal dan aliran darah sehingga menyebabkan terjadinya perubahan biokimia

dan seluler serta terjadi perubahan kontur tulang alveolar. HBO bermanfaat karena merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru dan menghasilkan peningkatan yang

substansial dalam oksigenasi jaringan. Tujuan: Untuk membuktikan pengaruh terapi oksigen hiperbarik 7 dan 10 hari terhadap aktifitas osteoblas selama pergerakan gigi pada marmut

jantan. Bahan dan Metode: Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan post test only

control group design. Tiga puluh dua marmut jantan dewasa dibagi secara acak menjadi empat kelompok. Kelompok negatif (n=8), kelompok positif (n=8), HBO 7 hari sebagai

kelompok satu (n=8), dan HBO 10 hari sebagai kelompok kedua (n=8). Gigi seri rahang atas digerakkan ke distal dengan cara pemisah elastis dalam ketiga kelompok (Positif, HBO 7 dan

HBO 10 hari). Data jumlah sel dianalisis dengan One-way ANOVA dan uji statistik LSD.

Hasil: Data menunjukkan bahwa jumlah sel meningkat pada semua kelompok perlakuan.

Jumlah sel tertinggi dimulai pada kelompok perlakuan dengan terapi HBO 7 hari (14,571)

dan kelompok perlakuan dengan terapi HBO 10 hari (18,166). Namun tidak ada perbedaan

makna jumlah osteoblas antara terapi HBO 7 hari dan terapi HBO 10 hari (p 0,559). Simpulan: Pemberian terapi HBO 7 hari secara efektif dapat meningkatkan jumlah sel

osteoblas saat pergerakan gigi ortodonti.

Kata kunci: Oksigen hiperbarik, pergerakan gigi, remodeling tulang, osteoblas

Correspondence: Arya Brahmanta, Bagian Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi,

Universitas Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon 031-5945864, 5912191, Email: [email protected]

PENDAHULUAN

Perawatan ortodonti yang

ditujukan untuk merawat maloklusi

bertujuan agar tercapai efisiensi

fungsional, keseimbangan struktur dan

keharmonisan estetik. Perawatan

ortodonti didasarkan pada sifat

biologis jaringan tulang. Jika pada gigi

diberikan suatu kekuatan maka

kekuatan ini akan diteruskan pada

jaringan yang menyangga gigi,

sehingga akan terjadi reaksi di dalam

jaringan periodontal dan tulang

alveolar.1

Pergerakan gigi dalam ortodonti

merupakan kombinasi antara resorpsi

dan aposisi tulang pada sisi tekanan

dan tarikan. Gaya ortodonti akan

menghambat vaskularisasi ligamen

periodontal dan aliran darah sehingga

menyebabkan terjadinya perubahan

biokimia dan seluler serta terjadi

perubahan kontur tulang alveolar.2

Remodeling tulang yang terjadi selama

pergerakan gigi ortodonti adalah

proses biologis yang melibatkan

respon inflamasi akut pada jaringan

periodontal. Penelitian histologis

menunjukkan bahwa tahap pertama

resorpsi terjadi dalam 3-5 hari diikuti

dengan pemulihan dalam 5-7 hari. Hal

ini diikuti oleh tahap akhir remodeling

tulang antara 7 dan 14 hari.3

Tulang merupakan jaringan keras

yang terdiri dari tiga komponen utama,

yaitu: 1) Matriks ektraseluler, terutama

terdiri dari kolagen tipe I dan

bermacam-macam protein spesifik

tulang; 2) Mineral inorganik,

merupakan 67 % bagian dari tulang

terdiri dari kalsium dan fosfat dalam

bentuk kristal hidroksiapatit; 3) Sel,

terdiri dari osteoblas untuk ineralisasi

187

Page 90: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Februari 2014 ISSN : 1907-5987

matriks tulang; osteosit dan osteoklas

yang merupakan sel-sel multinukleat

berasal dari prekursor haematopoetic

dalam sirkulasi yang berfungsi untuk

resorbsi tulang.4 Osteoblas juga

berperan mengaktifkan osteoklas

melewati pembentukan berbagai

sitokin dan merupakan regulator

homeostasis tulang.5

Osteoblas merupakan sel

jaringan tulang yang berperan

mensintesis kolagen untuk membentuk

osteoid sebagai bahan dasar tulang.

Pada proses remodeling, osteoblas

akan menyusun zat interseluler tulang

yang mengandung kolagen untuk

sintesis serat kolagen baru dan

membentuk osteoid.6

Oksigen merupakan salah satu

unsur yang penting dalam proses

pembentukan kalus pada remodeling

tulang. Oksigen di dalam kondisi

hiperbarik mempunyai efek untuk a)

mengurangi radikal bebas setelah

pergerakkan gigi (fase hematom)

sehingga kematian jaringan dapat

dikurangi b) menstimulasi tumbuh

kembalinya pembuluh darah yang

rusak (neovaskularisasi) c)

meningkatkan aktifitas osteoblas

dalam pembentukan tulang

(osteogenesis) d) terjadinya

vasokontriksi pembuluh darah (kecil)

pada fase inflamasi disertai tingginya

kadar oksigen jaringan, sehingga

mencegah terjadinya udem dan

pembengkakan e) memelihara

angiogenesis pada proses remodeling.7

Hyperbaric Oxygen Therapy

(HBOT) adalah suatu metode

pengobatan dengan menghirup oksigen

murni (100%) secara terus-menerus

pada tubuh dengan tekanan udara lebih

besar dari tekanan atmosfer normal.

Pengobatan oksigen hiperbarik ini

berpengaruh pada pengiriman oksigen

yang mengalami peningkatan 2 sampai

3 kali lebih besar daripada atmosfer

biasa.8

Terapi HBO mengirimkan

oksigen secara cepat dan secara

sistemik dengan konsentrasi tinggi ke

daerah yang terkena cedera. Tekanan

yang meningkat akan mengubah

proses respirasi normal dalam sel dan

menyebabkan oksigen larut dalam

plasma. Terapi HBO bermanfaat

karena merangsang pertumbuhan

pembuluh darah baru dan

menghasilkan peningkatan yang

substansial dalam oksigenasi jaringan

yang dapat menangkap beberapa jenis

infeksi, dan meningkatkan

penyembuhan luka. Sebagai terapi

adjuvant, HBOT sesuai digunakan

dalam beberapa kondisi pembedahan.

Mekanisme berikut telah diidentifikasi

berfungsi untuk meningkatkan

penyembuhan dari kondisi

pengobatan: hiperoksigenasi,

vasokonstriksi, bakteriosid atau

bakteriostatik, angiogenesis,

neovaskularisasi, dan tekanan

langsung.7

Perawatan ortodonti rata-rata

memiliki lama waktu sekitar 15-24

bulan dan berbagai cara dilakukan

untuk dapat mempercepat waktu

perawatan ortodonti.9

Pemberian terapi oksigen

hiperbarik merangsang terbentuknya

pembuluh darah baru

(neovaskularisasi), sehingga

merangsang proses remodeling dengan

meningkatnya aktifitas osteoblas. Pada

penelitian sebelumnya (terdahulu),

pemberian oksigen hiperbarik 2,4

ATA, 90 menit sehari, selama 7 hari,

selama pergerakan gigi tikus, terdapat

peningkatan trabecular bone volume

dan trabecular bone number yang

menunjukkan adanya aktifitas

osteoblas.7 Sedangkan pemberian

pemberian terapi oksigen hiperbarik

188

Page 91: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Februari 2014 ISSN : 1907-5987

2,4 ATA dengan oksigen 100% 90

menit selama 10 hari telah terbukti

dapat meningkatkan perfusi, sehingga

hal tersebut akan sangat membantu

dalam proses penyembuhan luka.10

Berdasarkan studi pustaka atau

referensi dan penelitian terdahulu,

maka penulis tertarik untuk

mengetahui apakah terapi oksigen

hiperbarik 2,4 ATA, 90 menit sehari

selama 7 dan 10 hari memiliki

pengaruh terhadap proses remodeling

selama pergerakan gigi dengan melihat

aktifitas osteoblas sebagai bahan dasar

pembentukan tulang.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini tergolong jenis

penelitian true experimental

laboratories11 dengan desain

penelitian Post Test Only Control

Group Design. Lokasi penelitian di: 1)

Laboratorium Biokimia Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga–

Surabaya; 2) Lembaga Kesehatan

Kelautan TNI-AL Rumkital

Dr.Ramelan–Surabaya; 3)

Laboratorium Patologi Anatomi

RSUD Dr.Sutomo - Surabaya. Untuk

binatang percobaan menggunakan

marmut jantan (Cavia cobaya). Untuk

percobaan ini ditentukan kriteria yaitu

: marmut, kelamin jantan, umur 3-4

bulan, berat badan 300-400 gram,

jumlah 32 ekor.

Bahan yang digunakan adalah

oksigen murni 100 % dalam animal

chamber, separator, ketamin 10%

dosis 0,1 ml/kg BB IM, betadine

solution, kapas, sekam, makanan

marmut, aquades, kandang anyaman

kawat ukuran 17x34x34 cm, kandang

plastik ukuran 60x40x20 cm (untuk

perpindahan), spuit 2 cc, force module

separator, scalpel dan handle yang

steril, gunting bedah, gelas reaksi,

timbangan, rotary microtome,

miskroskop.

Tiga puluh dua ekor marmut

jantan (2-3 bulan) berat badan 300-400

gram dibagi menjadi 4 kelompok

(Kelompok (-) sebagai kontrol negatif,

Kelompok (+) sebagai kontrol positif,

Kelompok 1 sebagai perlakuan 1, dan

Kelompok 2 sebagai perlakuan 2),

dikandangkan tiap 8 ekor (ukuran

kandang 60x40x34 cm), diberi sekam

dan ditutup dengan anyaman kawat.

Marmut diberi makanan yang banyak

mengandung serat kasar, umbi-umbian

jagung, serta hijau-hijauan yang lain

secara adlibitum. Kandang

ditempatkan pada suhu kamar, tidak

langsung terkena sinar matahari, di

tempat yang tidak bising, penerangan

yang cukup. Diadaptasikan selama 24

jam sebelum diberikan perlakuan.

Kelompok (+), Kelompok 1 dan

Kelompok 2 dilakukan pemasangan

separator pada gigi insisif rahang atas

yang sebelumnya di anastesi umum

dengan ketamin 10% dosis 0,1ml/kg

BB IM, separator dipasang selama 7

hari.

Pada kelompok 1 dan kelompok

2 (perlakuan) setelah pemasangan

separator selama 7 hari, selanjutnya

dilakukan pemberian oksigen

hiperbarik (dalam chamber) selama 7

hari untuk kelompok 1 dan 10 hari

untuk kelompok 2 tanpa melepaskan

separator pada hewan coba. Selama

dalam chamber, marmut akan

mengalami rasa tidak nyaman akibat

perubahan tekanan udara yang dapat

mengakibatkan rasa sakit pada telinga,

cara penanggulangannya dengan

memberikan pakan/minum sehingga

ada proses penelanan yang akan

mengurangi sakit.

Setelah kelompok 1 dan

kelompok 2 dimasukkan ke animal

189

Page 92: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Februari 2014 ISSN : 1907-5987

chamber, kemudian dilakukan

peningkatan tekanan dalam chamber

sampai 2,4 ATA, dan dialirkan

oksigen murni (100%) selama 3x30

menit, setelah itu dihentikan dan

diturunkan sampai ke kondisi semula

(1 ATA). Marmut tersebut dikeluarkan

dari chamber dan dibawa ke kandang

semula. Perlakuan tersebut dilakukan

pada hari ke-1 sampai hari ke-7 untuk

kelompok 1 dan sampai hari ke-10

untuk kelompok 2.

Pada hari ke-7 setelah pemberian

oksigen hiperbarik, Kelompok (-),

Kelompok (+) dan Kelompok 1

sebelumnya dianastesi overdosis

(Overdose of Chemical Anesthetics)

lalu didekaputasi untuk diambil

maksilanya. Sedangkan untuk

kelompok 2 dikorbankan pada hari ke-

10. Kemudian maksilanya difiksasi

dalam larutan buffered formaline dan

EDTA. Hewan coba yang telah

dilakukan dekaputasi lalu dikuburkan.

Maksila yang telah difiksasi

dalam larutan buffered formalin dan

EDTA diberikan ke Laboratorium

Patologi Anatomi RSUD Dr.Sutomo-

Surabaya dan ditunggu hingga maksila

tadi melunak yang kemudian diproses

dan dibuat preparat dengan

menggunakan pewarnaan

Hematoksilin Eosin (HE) lalu diamati

menggunakan mikroskop dan dibuat

foto, dihitung jumlah sel osteoblas

yang terlihat pada mikroskop dengan

pembesaran 400x. Satu preparat

dihitung sebanyak 3x pada lapangan

pandang yang berbeda, kemudian

dibagi 3.

Gambar 1. Sel osteoblas

HASIL

Data yang diperoleh dari hasil

penelitian ditabulasi dan dianalisis

secara deskriptif yang bertujuan untuk

memperoleh gambaran distribusi dan

peringkasan data guna memperjelas

penyajian hasil, kemudian dilakukan

uji hipotesis menggunakan statistik

analitik dengan taraf signifikansi 95%

(p=0,05) dengan menggunakan

program SPSS versi 21.

Tabel 1. Hasil uji statistik deskriptif

Kelom

pok

N Rerata ±

Standar Deviasi

K- 8 3,142 ± 1,573

K+ 8 4,833 ± 1,602

K1 8 14,571 ± 6,320

K2 8 18,166 ± 6,615

32

Gambar 2. Grafik rerata jumlah osteoblas

190

Page 93: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Februari 2014 ISSN : 1907-5987

Hasil uji Shapiro-Wilk

menunjukkan bahwa data berdistribusi

normal dan hasil uji Levene didapatkan

nilai signifikansi 0.139, sehingga dapat

disimpulkan bahwa data hasil

penelitian homogen (p>0,05).

Hasil data diketahui memiliki

distribusi data yang normal dan

memiliki varians yang homogen. Oleh

karena itu, uji dilanjutkan dengan

menggunakan uji one way ANOVA

karena desain atau rancangan

penelitian ini menggunakan lebih dari

2 kelompok yang tidak berpasangan

dengan skala pengukuran numerik

(rasio). Uji one way ANOVA ini

digunakan untuk mengetahui adanya

perbedaan pada tiap kelompok baik

secara terpisah maupun bersama-sama.

Pada uji one way ANOVA,

diperoleh nilai p=0.000 (p<0.05) yang

artinya terdapat perbedaan yang

bermakna (signifikan). Selanjutnya,

untuk melihat perbedaan jumlah

osteoblas masing-masing kelompok

perlakuan, maka dilakukan pengujian

LSD dengan signifikansi p<0.05.

Tabel 2. Hasil uji LSD

Rerata

Kelomp

ok

K-

(3,142)

K+

(4,833)

K1

(14,571)

K2

(18,166)

K-

(3,142)

0,049* 0,000* 0,000*

K+

(4,833)

0,008* 0,003*

K1

(14,571)

0,559

K2

(18,166)

Keterangan: *ada perbedaan bermakna

Dari hasil uji LSD diatas

didapatkan bahwa terdapat perbedaan

yang signifikan antara jumlah

osteoblas pada K1 dibandingkan

dengan K2 (p 0,049), K1 dibandingkan

dengan K3 (p 0,000) dan K1

dibandingkan dengan K4 (p 0,000).

Pada K2 dibandingkan dengan K3 (p

0,008) dan K2 dibandingkan dengan

K4 (p 0,003). Sedangkan pada K3

dibandingkan dengan K4 tidak

mengalami perbedaan yang bermakna.

PEMBAHASAN

Sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah marmut (Cavia

cobaya) sebanyak 32 ekor.

Penggunaan marmut dengan dasar

pertimbangan utama bahwa hewan

percobaan ini merupakan yang paling

mudah memegangnya dan

mengendalikannya untuk penggunaan

di laboratorium.12 Pertimbangan

lainnya dalam pemilihan marmut

karena hewan ini sangat sesuai untuk

mempelajari pergerakan gigi ortodonti.

Selain itu, marmut relatif tidak terlalu

mahal dan persiapan histologinya lebih

mudah dari hewan lainnya.13

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui perbedaan jumlah

osteoblas selama pergerakan gigi yang

diberi terapi oksigen hiperbarik 7 dan

10 hari pada tulang maksila marmut.

Objek penelitian dibagi dalam 4

kelompok, yaitu kelompok (-),

kelompok kontrol negatif tanpa adanya

perlakuan; kelompok (+), kelompok

kontrol positif hanya dilakukan

pemasangan separator; kelompok 1

merupakan kelompok perlakuan

dengan pemberian terapi HBO 2,4

ATA selama 7 hari; dan kelompok 2

merupakan kelompok perlakuan

dengan pemberian terapi HBO 2,4

ATA selama 10 hari.

Variabel terapi HBO dalam

penelitian ini merujuk pada konsep

berbagai sumber dan hasil penelitian,

salah satu yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pemberian terapi

HBO yang telah dikembangkan oleh

Lakesla-RSAL Surabaya yaitu

191

Page 94: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Februari 2014 ISSN : 1907-5987

pemberian terapi HBO 2,4 ATA 100

% O2 3x30 menit interval 5 menit

menghirup udara biasa, yang

dilakukan setiap hari selama 10 hari

berturut-turut.10

Pemberian terapi HBO secara

umum sendiri antara 90 sampai 120

menit bernafas dengan okisgen murni

pada 2,0 - 2,5 ATA untuk variabel

terapi HBO dengan pemberian selama

7 hari didasari dengan adanya bukti

eksperimental7,8,14. Berdasarkan bukti

eksperimental, telah membuktikan

bahwa dengan pemberian terapi

oksigen hiperbarik selama 7 hari pada

pergerakan gigi terdapat peningkatan

trabecular bone volume dan

trabecular bone number yang

menunjukkan adanya aktifitas

osteoblas7 dan didapatkan perbedaan

yang signifikan antara jumlah

osteoblas pada marmut yang diberi

terapi oksigen hiperbarik selama 7 hari

dibandingkan dengan marmut yang

tidak diberi terapi oksigen hiperbarik.

Jumlah osteoblas pada marmut yang

diberi terapi oksigen hiperbarik selama

7 hari lebih banyak secara signifikan

dibandingkan dengan marmut yang

tidak diberi terapi oksigen hiperbarik.8

Hal ini disebabkan oksigen merupakan

salah satu unsur yang penting dalam

proses pembentukan kalus pada

remodeling tulang dengan

meningkatkan aktifitas osteoblas

dalam pembentukan tulang

(osteogenesis).7

Hasil analisis statistik deskriptif

didapatkan bahwa hasil penelitian

yang telah dilakukan kemudian

diproses dengan uji parametrik yaitu

uji one way ANOVA dan uji beda LSD,

pada kelompok 1 (HBO 7 hari) dan

kelompok 2 (HBO 10 hari) dengan

kelompok negatif (tanpa perlakuan)

dan kelompok positif (hanya dengan

pemberian separator) menunjukkan

adanya peningkatan rerata dan hasil

signifikan terdapat perbedaan yang

bermakna. Hal ini menunjukkan

bahwa dengan adanya pemberian

separator atau gaya ortodonti akan

mengakibatkan perubahan jaringan

sekitar gigi yang akan membuat gigi

bergerak dan akan timbul daerah yang

tertekan dan daerah yang tertarik.15

Daerah yang tertekan dalam waktu

singkat akan terjadi resorpsi tulang di

daerah itu, sedangkan daerah yang

berlawanan yaitu daerah tarikan, gigi

akan menjauhi dinding alveolar

sehingga mengakibatkan daerah ini

terjadi aposisi tulang. Sel yang

melakukan proses aposisi ini sendiri

adalah osteoblas.16

Proses pembentukan tulang

akibat tekanan mekanik akan terjadi

dua reaksi: pertama secara lokal yang

meliputi reaksi biological electricity,

blood flow, microfractures yang akan

menghasilkan prostaglandin, sitokin,

cyclic adenosine monophosphat

(cAMP). Reaksi yang kedua adalah

reaksi sistemik yang akan melibatkan

aktivitas hormon paratiroid, vitamin D,

dan calcitonin. Gabungan dari kedua

reaksi tersebut akan menghasilkan sel-

sel osteoblas pada sisi tarikan yang

berperan dalam proses aposisi, dan

osteoklas pada sisi tekanan yang akan

berperan dalam proses resorpsi.

Osteoklas dan osteoblas merupakan

dua tipe sel utama yang ditemukan

dalam tulang sebagai penghasil utama

dalam pergantian bahan tulang.15

Fungsi dan aktivasi osteoblas

disebabkan oleh faktor-faktor

pertumbuhan, seperti hormon

paratiroid, dan sitokin, seperti

prostaglandin E2 (PGE2)17. Hormon

paratiroid meningkatkan aliran

kalsium dan mempertahankan kadar

kalsium ekstraseluler tubuh pada

tingkat yang relatif konstan. Osteoblas

192

Page 95: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Februari 2014 ISSN : 1907-5987

adalah satu-satunya sel-sel tulang yang

memiliki reseptor hormon paratiroid.

Hormon ini dapat menyebabkan

perubahan cytoskeletal dalam

osteoblas.18

Terapi HBO merangsang

monosit, fungsi fibroblas, sintesis

kolagen dan meningkatkan densitas

vaskular.19 Terapi HBO meningkatkan

konsentrasi lokal dari Reaktif Nitrogen

Spesies (RNS) dan Reaktif Oksigen

Spesies (ROS) yang dapat

mempengaruhi diferensiasi dan

aktivitas osteoklas dan mengatur aspek

kritis lainnya dari metabolisme tulang.

Reaktif oksigen spesies meningkatkan

ekspresi Receptor Activation NFKB

Ligand (RANKL),20 mengubah rasio

RANKL atau osteoprotegrin dan

membantu diferensiasi osteoklas.

Terapi HBO menghasilkan ROS dan

RNS juga menginduksi mobilisasi sel

induk dan vaskulogenesis, efek ini

membantu mengurangi daerah yang

sedikit vaskularisasi pada tulang dan

meningkatkan remodeling pada daerah

nekrotik.21

Beberapa radikal bebas seperti

ROS diproduksi selama pengobatan

HBO, prosedur ini dianggap aman

karena aktivitas dari beberapa radikal

bebas meningkat. Di sisi lain menurut

Ozden, tekanan pengobatan HBO tidak

pernah melebihi 3 ATA dan biasanya

tidak berlangsung lebih lama dari 90

menit. Jika pedoman keselamatan ini

tidak diikuti, radikal bebas dapat

terakumulasi dan dapat menyebabkan

keracunan oksigen dalam sistem saraf

pusat atau di paru-paru. Dampak

perlindungan dari pengobatan HBO

dapat dimediasi oleh enzim tertentu

yang bertanggung jawab untuk

peroksidasi lipid seperti superoksida

dismutase. Radikal bebas pada

jaringan akan diimbangi oleh

Superoksida Dismutase (SOD) untuk

mencegah cedera jaringan yang

merupakan sistem pertahanan

antioksidan. Pengobatan HBO dapat

menyebabkan mekanisme antioksidan

dan mengurangi stres oksidatif.22

Osteoblas berperan pada sintesis

komponen organik matriks tulang

yaitu kolagen tipe I, proteoglikan dan

glikoprotein termasuk osteonektin23.

Sel mesenchymal berdiferensiasi

menjadi osteoblas dewasa, dimana

memperlihatkan protein tulang

matriks. Osteoblas yang belum

dewasa, dengan osteopontin tingkat

tinggi, berdiferensiasi menjadi

osteoblas dewasa, dengan osteokalcin

tingkat tinggi.24,25 Akhirnya osteoblas

dewasa yang tertanam dalam matriks

tulang menjadi osteosit.26

Resorpsi dan formasi tulang

terjadi pada saat yang bersamaan.

Osteoblas baru bekerja hanya pada

tempat dimana osteoklas sudah selesai

melakukan resorpsi. Pada jalur serial

beberapa faktor dilepaskan dari tulang

yang teresorpsi atau terjadi

peningkatan lokal akibat stimuli

mekanik yang dihasilkan dari resorpsi

tulang dapat merangsang sel prekursor

proliferasi dan diferensiasi osteoblas.27

Oksigen merupakan salah satu

unsur yang penting dalam proses

pembentukan kalus pada remodeling

tulang.7 Pada perawatan ortodonti

terjadi remodeling tulang pada tulang

alveolar dan ligamen periodontal.

Remodeling tulang adalah aposisi

tulang selektif oleh osteoblas dan

resorpsi oleh osteoklas.28 Tekanan

oksigen memiliki peran sebagai

pemicu dalam remodeling tulang.

Peningkatan tekanan oksigen

menyebabkan diferensiasi seluler ke

jaringan osseus, sedangkan penurunan

hasil tekanan oksigen menyebabkan

pembentukan tulang rawan. Ada

193

Page 96: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Februari 2014 ISSN : 1907-5987

paralelisme antara kenaikan tekanan

osteoblastik dan osteoklastik.7

Terapi HBO dapat mempercepat

diferensiasi osteoblas dan menambah

tahap awal mineralisasi dan memiliki

efek yang lebih nyata daripada

hyperoxia atau tekanan saja. Terapi

HBO meningkatkan pembentukan

nodul tulang dan aktivitas alkaline

fosfatase dalam osteoblas manusia.

alkaline fosfatase adalah protein

permukaan yang dapat ikut serta dalam

regulasi proliferasi, migrasi, dan

diferensiasi sel osteoblastik. Terapi

HBO memiliki efek lebih besar untuk

diferensiasi osteoblas dari pada

hiperoksia atau tekanan saja.29,30

Terapi oksigen hiperbarik yang

biasanya melibatkan pemberian 100

persen oksigen di atmosfer dengan

tekanan yang lebih besar dari suasana

absolut (ATA), telah diusulkan sebagai

terapi tambahan untuk meningkatkan

hasil pasien yang menderita patah

tulang, osteoradionekrosis, gangguan

osteogenesis, serta pasien dengan

tulang cangkok dan gigi implan.

Penelitian pada hewan menunjukkan

bahwa terapi oksigen hiperbarik dapat

digunakan untuk mengobati

penyembuhan fraktur atau nonunion

patah tulang.31

Terapi oksigen hiperbarik

berfungsi untuk meningkatkan

konsentrasi oksigen pada seluruh

jaringan tubuh, bahkan pada aliran

darah yang berkurang, merangsang

pertumbuhan pembuluh darah baru

untuk meningkatkan aliran darah pada

sirkulasi yang berkurang,

menyebabkan pelebaran arteri rebound

sehingga meningkatkan pelebaran

pembuluh darah.32 Pembuluh darah

sendiri memegang peranan penting

dalam pemberian oksigen dan nutrisi

serta material lain yang penting untuk

sintesis tulang disamping juga sumber

dari sel osteoblas.16

Prosedur pemberian HBO yang

dilakukan pada tekanan 2-3 ATA

dengan O2 intermitten akan mencegah

keracunan O2.33 Hal ini disebabkan

bila berada dalam ruangan bertekanan

(hyperbaric chamber) dan ditekan

sampai 2,4 ATA, maka tekanan arteri

parsial (PO2) akan meningkat 10

kalinya sehingga konsentrasi oksigen

dalam darah akan meningkat 10 kali

dari normal. Keadaan ini terjadi pada

seluruh cairan tubuh (darah, lymph,

dan cerebrospinal) akan berjalan

sangat cepat, oksigen dapat mencapai

tulang dan jaringan lunak yang rusak

yang tidak dapat dimasuki oleh sel

darah merah, dapat meningkatkan

fungsi sel darah putih, meningkatkan

pembentukan kapiler-kapiler baru

(neovaskularisari) dan pembuluh darah

perifer sehingga mengakibatkan proses

penyembuhan berjalan cepat.7

Pada terapi oksigen hiperbarik,

oksigen dalam darah diangkut dalam

bentuk larut dalam cairan plasma dan

bentuk ikatan hemoglobin dan hanya

sebagian kecil (3%) dijumpai dalam

bentuk larut. Oksigen dalam bentuk

larut ini akan menjadi sangat penting

dalam terapi ini, karena disebabkan

sifat oksigen bentuk larut lebih mudah

dikonsumsi oleh jaringan lewat difusi

langsung daripada oksigen yang terikat

hemoglobin.10 Pemberian terapi

oksigen hiperbarik sendiri dapat

melawan efek hipoksia pada jaringan

yang mengalami luka dan

meningkatkan kualitas jaringan dapat

terbentuk. Dalam lingkungan hipoksia

laju resorpsi tulang melebihi tingkat

aposisinya, dikarenakan sel

mesenchymal multipotensial dalam

sumsum gagal berdiferensiasi menjadi

osteoblas.34

194

Page 97: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Februari 2014 ISSN : 1907-5987

Penggunaan terapi oksigen

hiperbarik selama 7 hari tidak

mengalami perbedaan yang signifikan

dibandingkan dengan yang diberi

terapi oksigen hiperbarik selama 10

hari, sehingga bisa disimpulkan bahwa

hipotesis pada penelitian ini tidak

terjawab.

Pemberian terapi HBO 10 hari

tidak ada perbedaan dengan terapi

HBO 7 hari karena terjadi respon

adaptif dari sel, dimana manfaat

fisiologis utama respon adaptif jelas

untuk melindungi atau

mempertahankan sel-sel dan

organisme dari dosis tinggi zat

beracun. Respon adaptif terinduksi

oleh stres oksidatif. Sel-sel memiliki

dua pertahanan utama, yaitu enzim

antioksidan seperti Superoxide

Dismutase (SOD), glutation

peroksidase dan katalase yang terlibat

langsung dalam mencegah kerusakan

sel oksidatif dan enzim perbaikan yang

dapat menghilangkan atau

memperbaiki makromolekul yang

rusak secara oksidatif.35

Mekanisme selular efek terapi

oksigen hiperbarik pada penyembuhan

patah tulang, penelitian yang

dilakukan Dong Wu (2007), meneliti

efek dari terapi oksigen hiperbarik

pada proliferasi dan diferensiasi

osteoblas manusia secara in vitro

dengan menggunakan unit hiperbarik

skala laboratorium. Proliferasi sel

dievaluasi setiap hari oleh WST-1

assay selama 10 hari berturut-turut.

Pada penelitiannya, hari ke-8 dan ke-

10, terapi oksigen hiperbarik dan yang

tidak di terapi oksigen hiperbarik tidak

memiliki perbedaan dalam jumlah sel

yang tercatat antara kelompok. Hal ini

menunjukkan juga bahwa tidak ada

perubahan dalam integritas membran

sel sebelum atau setelah perawatan

terapi oksigen hiperbarik pada

kelompok perlakuan 8 dan 10 hari.31

Peneltian ini dilakukan pada

hewan coba, akan tetapi diharapkan

dapat dijadikan pertimbangan sebagai

terapi alternatif pada perawatan

ortodonti untuk mempercepat proses

remodeling tulang, setelah lebih

dahulu dilakukan pada manusia.8

SIMPULAN

Pemberian terapi oksigen

hiperbarik 2,4 ATA selama 7 hari dan

10 hari lebih efektif dibandingkan

dengan yang tidak diberi terapi

oksigen hiperbarik dilihat dari adanya

peningkatan jumlah osteoblas.

Sedangkan pemberian terapi oksigen

hiperbarik 2,4 ATA selama 10 hari

menunjukkan adanya peningkatan

jumlah osteoblas dibandingkan dengan

yang diberi terapi oksigen hiperbarik

selama 7 hari, akan tetapi tidak

mengalami perbedaan yang cukup

signifikan. Oleh karena itu, pemberian

terapi oksigen hiperbarik selama 7 hari

efektif dalam meningkatkan

vaskularisasi dalam jaringan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Proffit WR. 2007. Contemporary

Orthodontics, 4th ed. London: C.V Mosby

Company. P. 167-9.

2. Khrisnan V, Davidovitch Z. 2006. Cellular,

Molecular and Tissue-level Reaction to

Orthodontic Force. Am J Orthod

Dentofacial Orthop, 129: 469e. 32-1.

3. Husin E, Tjandrawinata R, Juliani M,

Roeslan BO. 2012. Orthodontic Force

Application in Correlation with Salivary

LactateDehydrogenase Activity. Journal of

Dentistry Indonesia 2012, 19(1): 13-10.

4. Cobourne MT, DiBiase AT. 2010.

Handbook of Orthodontics. Edinburg:

Mosby Elsevier. P. 107-12.

195

Page 98: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Februari 2014 ISSN : 1907-5987

5. Rahardjo P. 2009. Ortodonti Dasar.

Surabaya: Airlangga University Press. H.

153-144.

6. Trenggono BS. 2009. Pengaruh

Penambahan Puder Dentin Sapi Pada

Media Kultur Sel Terhadap Pertumbuhan

Osteoblast Kranium Kelinci. FKG Trisakti.

Jakarta. P. 3-1.

7. Gokce S. 2008. Effects of Hyperbaric

Oxygen during Experimental Tooth

Movement. The Angle Orthodontist, 78(2)

8. Sutomo S, Rahardjo P, Sjafei A. 2012. Efek

Pemberian Oksigen Hiperbarik Terhadap

Peningkatan Osteoblast Pada Proses

Remodeling Selama Pergerakan Gigi Pada

Marmut Jantan. Orthodontic Dent J, (3):

32-22.

9. Kusumadewy W. 2012. Perbandingan

Kadar Interleukin-1β (IL-1 β) Dalam

Cairan Krevikular Gingiva Anterior

Mandibula Pasien Pada Tahap Awal

Perawatan Ortodonti Menggunakan Braket

Self-Ligating Pasif Dengan Braket

Konvensional Pre-Adjusted MBT. Tesis,

Universitas Indonesia, Jakarta.

10. Huda N. 2010. Pengaruh Hiperbarik

Oksigen (HBO) Terhadap Perfusi Perifer

Luka Gangren Pada Penderita DM Di

RSAL Dr. Ramelan Surabaya. Tesis,

Universitas Indonesia : Depok Khosla S.

Minireview : The OPG/RANKL/RANK

system. Endocrinology, 5050, 142.

11. Sudibyo. 2009. Metodologi Penelitian

Aplikasi Penelitian Bidang Kesehatan edisi

2. Universitas Negeri Surabaya: Surabaya,

University Press. H. 105.

12. Suryanto BR. 2012. Pemeliharaan Dan

Penggunaan Marmut Seabagai Hewan

Percobaan. Yogyakarta, Buletin

Laboratorium Veteriner, 12,(3).

13. Domenico DM, D’apuzzo F, Feola A, Cito

L, Monsurro A, Pierantoni GM, Berrino L,

Rosa AD, Polimeni A, Ferillo L. 2012.

Cytokines And VEGF Induction In

Orthodontic Movement In Animal Model. J

Biomedicine and Biotechnology, Vol 2012.

14. Dirckx JH. 2009. Hyperbaric Oxygen

Therapy. published by Health Professions

Institute.

15. Graber TM, Vanarsdall. 2000. Orthodontics

Current Principal and Techniques 2nd ed.

London : C.V Mosby Company

16. Iman P. 2008. Buku Ajar Ortodonsia II

Kgo II. Yogyakarta : Universitas Gadjah

Mada.

17. Sosroseno W, Sugiatno E. 2008. Cyclic-

AMP-Dependent Proliferation of a Human

Osteoblast Cell Line (HOS Cells) Induced

by Hydroxyapatite: Effect Of Exogenous

Nitric Oxide. ACTA BIOMED, 79: 116-

110.

18. Kalfas IH. 2001. Principles of Bone

Healing. Neurosurg. Focus, Volume 10.

19. Annane D, Depondt J, Aubert P, Villart M,

Gehanno P, Gajdos P, Chevret S. 2004.

Hyperbaric Oxygen Therapy for

Radionecrosis of the Jaw: A Randomized,

Placebo-Controlled, Double-Blind Trial

From the ORN96 Study Group. J Clin

Oncol, 22: 4900-4893.

20. Bai XC, Lu D, Liu AL, Ratisoontorn C.

2005. Reactive Oxygen Species Stimulates

Receptor Activator of NF-Kappa B Ligand

Expression in Osteoblast. J Biol Chem,

280: 17497.

21. Khosla S. 2001. Minireview : The

OPG/RANKL/RANK system.

Endocrinology, 142: 5050.

22. Ozden TA, Uzun H, Bohloli M, Toklu AS,

Paksoy M, Simsek G, Durak H, Issever H,

Ipek T. 2004. The Effects of Hyperbaric

Oxygen Treatment on Oxidant and

Antioxidants Levels During Liver

Regeneration in Rats. Tohoku J. Exp. Med.

P. 253-265, 203.

23. Hill PA. 1998. Bone Remodelling. British

Journal of Orthod, 25: 107–101.

24. Mescher AL. 2012. Histologi Dasar

Junqueira Edisi 12. Jakarta : EGC. H. 135-

118.

25. Karsenty G. 1999. The genetic

transformation of bone biology. Genes

Devel, 13: 3051-3037. Avalaible from

www.genesdev.cshlp.org. Diakses tanggal

2 Februari 2014.

26. Phan TC, Zheng MH. 2004. Intraction

Betwen Osteoblast and Osteoclast :Impact

In Bone Disease. Histol Histopathol. P.

1325-44,19.

27. Liu W, Toyosawa S, Furuichi T, Kanatani

N, Yoshida C, Liu Y, Himeno M, Narai S,

Yamaguchi A, Komori T. 2001.

Overexpression of Cbfa1 in osteoblasts

inhibits osteoblast maturation and causes

osteopenia with multiple fractures. J Cell

Biol. P. 157–166,155.

28. Brahmanta A, Prameswari N. 2009.

Fisiologi Resorpsi Tulang Pada Pergerakan

Gigi Ortodontik. DENTA Jurnal

Kedokteran Gigi FKG-UHT, 4(1).

29. Bishara SE. 2001. Textbook of

Orthodontic. Saunders Philadelpia. P. 330-

324.

30. Salim A, Nacamuli RP, Morgan EF,

Giaccia AJ, Longaker MT. 2004. Transient

Changes in Oxygen Tension Inhibit

Osteogenic Differentiation And Runx2

Expression in Osteoblasts. J Biol Chem,

279: 40007-16.

196

Page 99: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Februari 2014 ISSN : 1907-5987

31. Fogelman I. 2012. Radionuclide and

Hybrid Bone Imaging. Springer-Verlag

Berlin Heidelberg. P. 55-29.

32. Wu D, Malda J, Crawford RW, Xiao Y.

2007. Effects of Hyperbaric Oxygen on

Proliferation and Differentiation of

Osteoblasts Derived From Human Alveolar

Bone. Connective Tissue Research 48(4):

213-206.

33. Sucahyo B. 2005. Peranan Terapi Oksigen

Hiperbarik Pada Perkembangan

Penanganan Kasus-kasus Kedokteran Gigi.

Majalah Kedokteran Gigi edisi Khusus

Temu Ilmiah Nasional IV 11-13 Agustus.

34. Mathieu D. 2006. Handbook on Hyperbaric

Medicine. The Netherlands : Springer.

35. Cooney, Norma L, Parks S. 2012. Pro

Argument Avascular Necrosis HBO

Indications List. Available from

http://c.ymcdn.com/sites/membership.uhms

.org/resource/resmgr/ne11_pdf/cooney.pdf.

Diakses 1 Januari 2014.

36. Crawford DR, Davies KJA. 1994. Adaptive

Response and Oxidative Stress. Environ

Health Perspect 102(Suppl 10): 25-28.

Available from

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/

PMC1567003. Diakses 20 Januari 2014.

197

Page 100: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Februari 2014 ISSN : 1907-5987

Potensi Anti jamur Ekstrak Bunga Kembang Sepatu

Terhadap Candida albicans

(Antifungal potentiality of Hibiscus rosa-sinensis, L. flower

extract against Candida albicans)

Krista Devi P. Ivan, Ira Arundina*, Istiati**

*Oral Biology Faculty of Dentistry Airlangga University

**Oral Patology and maxillofacial Faculty of Dentistry AirlanggaUniversity

ABSTRACT

Background: C. albicans can cause health problems in the oral cavity tissue. Therefore

require antifungal treatment. However, treatment with antifungal drug has side effects.

Hibiscus rosa-sinensis L. flower contain cyanidin and quercetin that have been reported to have antifungal activity against various fungal pathogens. By the study that have been done,

the concentration of 40% was not give significant result. So in this study was the concentration increased to 100%, 87.5%, 75%, 62.5%, 50%, for significant result. Purpose:

The aim of this study was to know the antifungal potentiality of Hibiscus rosa-sinensis L.

flower extract with a concentration of 100%, 87.5%, 75%, 62.5%, 50% against C. albicans. Materials and Methods: For each 25 grams of powdered dried flowers that have been placed

in 100 ml of methanol to get pure extract evapourator without solvent. This research using

multiple depletion to get a concentration of 50%, 62.5%, 75%, 87.5%, 100%. To ensure the growth of C. albicans, is done by culturing on Sabouraud Dextrose Agar medium. Result:

There were significant difference between positive control and a concentration of 50%, 62.5%. Conclusion: There are differences inhibitory effect of Hibiscus rosa-sinensis L. flower

extract against C. albicans and MIC at 75%.

Keywords: Hibiscus rosa-sinensis L., Candida albicans, antifungal

Correspondence: Ira Arundina, Department of Oral Biology, Faculty of Dentistry, Airlangga

University, Mayjend Prof Dr Moestopo No. 47, Surabaya, Phone 031-5030255, Email:

[email protected]

LAPORAN PENELITIAN

198

Page 101: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

ABSTRAK

Latar Belakang: C. albicans dapat menyebabkan masalah kesehatan pada jaringan rongga

mulut dan memerlukan pengobatan dengan antijamur. Namun, pengobatan dengan obat

antijamur memiliki efek samping. Bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) berisi cyanidin dan quercetin yang memiliki aktivitas antijamur terhadap berbagai jamur

patogen.Pada penelitian sebelumnya, konsentrasi 40% tidak memberikan hasil yang signifikan. Sehingga, penelitian ini harus dilakukan peningkatan konsentrasi 100%, 87,5%,

75%, 62,5%, 50%, diharapkan mendapatkan hasil yang signifikan. Tujuan: Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi antijamur dari ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) dengan konsentrasi 100%, 87,5%, 75%, 62,5%, 50% terhadap C.

albicans. Bahan dan Metode. Sebanyak 25 gram bubuk bunga kering direndam dalam100 ml metanol lalu di evaporator untuk mendapatkan ekstrak murni tanpa pelarut. Penelitian ini

menggunakan beberapa konsentrasi 50%, 62,5%, 75%, 87,5%, 100%. Untuk memastikan

pertumbuhan C. albicans, dilakukan dengan pembiakan pada media Sabouraud Dextrose

Agar. Hasil: Ada perbedaan yang signifikan antara kontrol positif dan konsentrasi 50%,

62,5%. Simpulan. Ada perbedaan efek penghambatan ekstrak bunga kembang sepatu

(Hibiscus rosa-sinensis L.) terhadap C. Albicans dan Konsentrasi Hambat Minimal (MIC) pada 75%.

Kata kunci: Hibiscus rosa-sinensis L., Candida albicans, antijamur

Korespondensi: Ira Arundina, Bagian Biologi Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga, Mayjend Prof Dr Moestopo No. 47, Surabaya, Telepon 031-5030255, Email:

[email protected]

PENDAHULUAN

C. albicans pada rongga mulut

dapat menyebabkan masalah kesehatan

pada jaringan rongga mulut. Tidak

sedikit yang terjadi dan membutuhkan

perawatan dengan antifungal.1

Amphotericin B merupakan obat

berspektrum luas yang sudah lama

digunakan dan salah satu dari beberapa

obat yang benar-benar membunuh sel

jamur, tetapi dapat menyebabkan

nefrotoksisitas pada pasien.2

Antifungal azole, seperti fluconazole,

merupakan obat yang biasa digunakan

untuk profilaksis dan pengobatan

candidiasis karena terbukti memiliki

aktivitas antifungal yang kuat dengan

menghambat sel jamur, juga toksisitas

yang lebih kecil dibandingkan

antifungal lain. Namun, terapi dengan

fluconazole memiliki efek samping

serta masih dapat menyebabkan

kekambuhan infeksi dan

perkembangan resistensi obat.2, 3

Bagian bunga kembang sepatu

mengandung cyanidin yang termasuk

dalam golongan anthocyanin dan

quercetin yang merupakan flavonoid.

Cyanidin merupakan anthocyanin

yang terdapat dalam konsentrasi paling

banyak pada kembang sepatu.4

Cyanidin dan quercetin telah

dilaporkan memiliki aktivitas

antifungal terhadap berbagai jamur

patogen karena memiliki kemampuan

untuk menghambat spora patogen, dan

diusulkan untuk digunakan sebagai

pengobatan jamur pathogen.5

Penelitian terbaru oleh Hena

(2010) menyatakan bahwa bagian

bunga dari tanaman kembang sepatu

memiliki efek antibakterial terhadap

Staphylococcus aureus, Bacillus

199

Page 102: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

subtillis, dan Escherichia coli. Ekstrak

bunga sepatu dalam pelarut metanol

dengan konsentrasi 40% dibuktikan

memiliki aktivitas antibakterial6. Pada

penelitian pendahuluan yang dilakukan

oleh Hena terhadap C. albicans,

ekstrak bunga kembang sepatu dengan

konsentrasi 40%, 20%, 10%, 5%,

2.5%, 1.25%, 0.625%, 0.3125% tidak

memberikan hasil yang bermakna.

Dibandingkan bakteri, C. albicans

memiliki 2 cara berkembang biak

bergantung pada responnya terhadap

lingkungan, yaitu reproduksi dengan

tunas atau dengan membentuk hifa.

Hal ini merupakan salah satu yang

menyebabkan sel C. albicans lebih

tahan terhadap efek antifungal ekstrak

bunga kembang sepatu.7 Berdasarkan

penelitian pendahuluan tersebut,

selanjutnya dengan menggunakan

ekstrak bunga kembang sepatu dengan

konsentrasi 100%, 87.5%, 75%,

62.5%, 50% diharapkan dapat

memberikan hasil yang bermakna.

Untuk menghambat kolonisasi

C. albicans dan mengatasi masalah

resistensi obat antifungal, peneliti

ingin mengadakan penelitian tentang

daya antifungal bunga tanaman

kembang sepatu terhadap pertumbuhan

koloni C. albicans.

BAHAN DAN METODE

Bagian kembang sepatu yang

digunakan merupakan seluruh bagian

bunga, yaitu kelopak bunga beserta

putik dan benang sari. Bunga kembang

sepatu didapatkan dari Perkebunan

Trawas dan telah mendapatkan

sertifikasi dari Kebun Raya Purwodadi

sebagai spesies Hibiscus rosa-sinensis,

L.

Bagian bunga dipisahkan dari

badan utama tumbuhan dan

dibersihkan dengan air suling.

Dikeringkan dengan diangin-anginkan

tanpa terkena sinar matahari langsung

dan dihomogenisasi dengan cara

digiling atau ditumbuk menjadi bubuk

halus kemudian disimpan dalam botol

kedap udara.6

Untuk pembuatan dalam pelarut

organik (metanol), dari tiap 25 gram

bubuk bunga yang telah dikeringkan

ditempatkan dalam 100 ml metanol

dan disimpan dalam rotary shaker

pada 190-220 rpm selama 24 jam

kemudian diistirahatkan selama 5 jam

untuk mengendapkan material

tanaman.6,8,9 Hasilnya kemudian

disaring dan disentrifugasi pada

kecepatan 5000 rpm selama 15 menit.

Supernatan diambil dan pelarut

diuapkan pada suhu 45ºC dalam

vacuum evapourator hingga

didapatkan ekstrak murni tanpa

pelarut.6

Siapkan 12 tabung reaksi steril

yang akan digunakan untuk

mendapatkan konsentrasi yang

diinginkan melalui penipisan

berganda. Beri bahan ekstrak sebanyak

6 ml pada tabung pertama sehingga

didapatkan konsentrasi 100%, beri

tanda tabung dengan nomer 1.

Selanjutnya, ambil 3 ml dari tabung

reaksi pertama kemudian masukkan ke

dalam tabung reaksi kedua yang sudah

diisi dengan 3 ml media Sabouraud

Dextrose Broth sehingga didapatkan

konsentrasi 50%. Kemudian, ambil 3

ml dari tabung reaksi kedua kemudian

masukkan ke dalam tabung reaksi

ketiga yang sudah diisi dengan 3 ml

media Sabouraud Dextrose Broth

sehingga didapatkan konsentrasi 25%.

Untuk konsentrasi 12.5%, ambil 3 ml

dari tabung reaksi ketiga kemudian

masukkan ke dalam tabung reaksi

keempat yang sudah diisi dengan 3 ml

media Sabouraud Dextrose Broth.

200

Page 103: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Ambil 3 ml dari tabung reaksi keempat

dengan konsentrasi 12.5% kemudian

masukkan ke dalam tabung reaksi

kelima. Masukkan isi tabung reaksi

ketiga dengan konsentrasi 25% ke

dalam tabung reaksi kedua dengan

konsentrasi 50% sehingga didapatkan

konsentrasi 75% sebanyak 6 ml.

Ambil 3 ml dari tabung reaksi kedua,

masukkan ke dalam tabung reaksi

keempat dengan konsentrasi 12.5%

sehingga didapatkan konsentrasi

87.5%, beri tanda tabung dengan

nomer 2. Terakhir, ambil 3 ml dari

tabung tersebut dan dibuang. Beri

tanda tabung reaksi kedua dengan

konsentrasi 75% sebanyak 3 ml

dengan nomer 3. Ulangi langkah-

langkah tersebut sehingga didapatkan

tabung reaksi keenam dengan

konsentrasi 100%, tabung reaksi

ketujuh dengan konsentrasi 50%, dan

tabung reaksi kedelapan dengan

konsentrasi 25% dan tabung reaksi

kesembilan dengan konsentrasi 12.5%.

Masukkan isi tabung reaksi kedelapan

ke dalam tabung reaksi keenam

sehingga didapatkan konsentrasi

62.5% kemudian ambil 3 ml dan

dibuang, beri tanda tabung tersebut

dengan nomer 4. Masukkan 3 ml

media Sabouraud Dextrose Broth pada

tabung reaksi keenam dengan

konsentrasi 100% sehingga didapatkan

konsentrasi 50% kemudian ambil 3 ml

dan dibuang, beri tanda tabung

tersebut dengan nomer 5. Tabung

reaksi dengan tanda nomer 6 dan 7

hanya berisi media Sabouraud

Dextrose Broth.

Setelah semua tabung reaksi

yang akan digunakan selesai

disiapkan, masukkan C. albicans dari

kultur murni sebanyak 0.3 ml, standar

Mc Farland 0.5 ke dalam tabung

nomer 1 hingga 6. Tabung nomer 6

merupakan kontrol positif yang hanya

berisi C. albicans dan media

Sabouraud Dextrose Broth, sedangkan

tabung nomer 7 hanya berisi media

Sabouraud Dextrose Broth merupakan

kontrol negatif. Inkubasikan ketujuh

tabung reaksi tersebut dalam inkubator

selama 24 jam pada suhu 37ºC.10

Setelah itu, lakukan pemeriksaan

pada tabung mana mulai terlihat ada

pertumbuhan fungi. Dapat dilihat

dengan ada atau tidaknya kekeruhan

pada tabung reaksi. Konsentrasi

Hambat Minimal (MIC) ekstrak bunga

Hibiscus rosa-sinensis L. terhadap C.

albicans adalah pada tabung dengan

konsentrasi tertinggi yang terdapat

pertumbuhan C. albicans. Untuk

memastikan adanya pertumbuhan C.

albicans, dilakukan pembiakan dengan

cara streaked pada Sabouraud

Dextrose Agar. Streaked dilakukan

pada media Sabouraud Dextrose Agar

dalam cawan petri dengan mengambil

kultur menggunakan oese dari masing-

masing tabung reaksi. Kemudian

diinkubasikan selama 24 jam pada

suhu 37°C. Bila ternyata didapatkan

pertumbuhan koloni C. albicans, dapat

dipastikan dalam tabung reaksi juga

terdapat pertumbuhan C. albicans.

Selanjutnya, dapat dilakukan

spreading sebanyak 0.1 ml pada

masing-masing cawan petri untuk

penghitungan koloni dengan

diinkubasikan selama 48 jam pada

suhu 37°C.10

HASIL

Dapat dilihat pada grafik 1 rata-

rata jumlah pertumbuhan koloni C.

albicans dari tiap kelompok perlakuan.

Kelompok kontrol memiliki rata-rata

jumlah pertumbuhan koloni sebanyak

90. Kelompok konsentrasi 50%, dan

62.5% masing-masing memiliki rata-

rata 23.7143 dan 7.1429. Kelompok

201

Page 104: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

konsentrasi 75%, 87.5%, dan 100%

tidak terdapat pertumbuhan.

Grafik 1. Rata-rata jumlah pertumbuhan

koloni C. albicans pada kontrol positif,

konsentrasi 50%, 62.5%, 75%, 87.5%, dan

100%.

Gambar 1. Spreading untuk penghitungan

koloni pada masing-masing cawan petri

untuk kontrol positif dan negatif

Gambar 2. Spreading untuk penghitungan

koloni pada masing-masing cawan petri

untuk tabung yang berisi bahan ekstrak

bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-

sinensis L.) dengan konsentrasi no. 1=100%,

no. 2=87.5%, no. 3=75%, no. 4=62.5%, no.

5=50%.

Dari 7 kali replikasi dengan

menggunakan metode dan bahan yang sama

yang telah dilakukan pada penelitian ini,

dapat dilihat hasilnya pada gambar 1 bahwa

pada konsentrasi 100%, 87.5%, dan 75%

sama sekali tidak didapatkan pertumbuhan

koloni C. albicans, sedangkan pada

konsentrasi 62.5% dan 50% didapatkan

pertumbuhan koloni C. albicans dengan

jumlah koloni yang bervariasi. Hal ini

menunjukkan bahwa Konsentrasi

Hambat Minimal (MIC) ekstrak bunga

Hibiscus rosa-sinensis, L. terhadap C.

albicans adalah pada konsentrasi

62.5%.

Data yang diperoleh dari

penelitian ini kemudian dilakukan uji

normalitas yang hasilnya setiap

kelompok berdistribusi normal,

dengan p>α = 0.05. Kemudian

dilanjutkan dengan uji homogenitas

dari ketujuh sampel penelitian, yang

didapatkan p=0.341 > α=0.05, berarti

data tersebut homogen. Untuk

menentukan ada tidaknya perbedaan

bermakna antara kelompok sampel,

dilakukan uji statistik ANOVA satu

arah, dengan derajat kemaknaan

α=0.05, yang hasilnya dapat dilihat

pada tabel 3.

Hasil uji statistik ANOVA satu

arah yaitu p=0.000 < α=0.05,

menunjukkan bahwa ada perbedaan

bermakna pada pertumbuhan koloni

antara C. albicans yang dibiakkan

sebagai kontrol positif dengan C.

albicans yang dibiakkan pada ekstrak

bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-

sinensis, L.) dengan konsentrasi 62.5%

dan 50%.

Untuk menentukan perbedaan

antara kelompok konsentrasi,

selanjutnya dilakukan uji HSD dengan

derajat kemaknaan α=0.05. Terdapat

perbedaan yang signifikan antar

kelompok jika nilai signifikansi

<α=0.05. Hasilnya diketahui bahwa

pertumbuhan C. albicans antara

0

50

100

Rata-rata jumlah koloni

Rata

-rata

juml

ah

kolo

ni

202

Page 105: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

kontrol positif dibanding ekstrak

bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-

sinensis, L.) dengan konsentrasi 50%

dan 62.5% terdapat perbedaan

bermakna. Ekstrak bunga kembang

sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)

dengan konsentrasi 50% dibanding

kontrol positif dan konsentrasi 62.5%

ada perbedaan bermakna, demikian

juga ekstrak bunga kembang sepatu

(Hibiscus rosa-sinensis L.) dengan

konsentrasi 62.5% dibanding kontrol

positif dan konsentrasi 50% ada

perbedaan bermakna.

Ekstrak bunga kembang sepatu

(Hibiscus rosa-sinensis L.) dengan

konsentrasi 75%, 87.5%, dan 100%

dibanding kontrol positif ada

perbedaan bermakna.

PEMBAHASAN

Penelitian sebelumnya oleh

Hena (2010) menyatakan bahwa

ekstrak bunga tanaman kembang

sepatu dengan konsentrasi 40 mg/0.1

ml (40%) memiliki efek antibakterial

terhadap Staphylococcus aureus,

Bacillus subtillis, dan Escherichia coli.

Namun, pada trial yang dilakukan

penulis, konsentrasi 40% tidak

memberikan hasil yang bermakna

sehingga selanjutnya dilakukan

penelitian dengan meningkatkan

konsentrasi ekstrak bunga kembang

sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)

mulai 50%, 62.5%, 75%, 82.5%

hingga 100% dengan penipisan

berganda.

Hasil yang berbeda ini

kemungkinan disebabkan oleh adanya

perbedaan antara bakteri dan jamur,

yaitu perbedaan struktural, morfologi,

dan spesies, perbedaan dinding sel,

serta cara berkembang biak.

Berdasarkan perbedaan struktural dan

morfologi, bakteri merupakan

prokariota. Genom dan kromosom

bakteri adalah tunggal, molekul

sirkularnya terdiri dari DNA double-

stranded, dan membran nuklear lebih

kecil, sedangkan jamur tergolong

eukariota, lebih mirip dengan sel pada

tubuh manusia, dengan beberapa

kromosom yang dikelilingi membran

nuclear.11 Membran plasma pada sel

jamur juga mengandung sterol yang

sering ditemukan sebagai pertahanan

pada kebocoran membran namun tidak

terdapat pada sel bakteri.12 Pada

penelitian oleh Hena (2010),

konsentrasi 40 mg/0.1 ml (40%)

memiliki efek antibakterial terhadap

Staphylococcus aureus, Bacillus

subtillis, dan Escherichia coli. Namun

hasilnya tidak bermakna pada

Pseudomonas aeruginosa meskipun

berasal dari kingdom yang sama. Jadi,

kemampuan antifungal ekstrak bunga

kembang sepatu (Hibiscus rosa-

sinensis L.) juga bergantung dari

macam spesies. Berdasarkan

perbedaan dinding sel, dinding sel

jamur merupakan organel sel yang

canggih. Dinding sel jamur berfungsi

untuk memberikan pertahanan secara

osmotik dan fisik, serta bersama-sama

dengan membran plasma, berfungsi

mempengaruhi dan meregulasi

masuknya material ke dalam sel.

Dinding sel jamur merupakan struktur

dinamis yang bermetabolisme secara

aktif dan komponen-komponennya

saling berinteraksi untuk

menyesuaikan dengan fungsi yang

dibutuhkan pada waktu tertentu,

misalnya permeabilitas yang selektif.

Sedangkan dinding sel bakteri di

bagian luar membran sitoplasmik

terstruktur berlapis-lapis namun

berpori dan permeabel terhadap

substansi dengan berat molekul rendah

203

Page 106: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

dan tidak memiliki kemampuan

permeabilitas yang selektif.11, 13, 14, 15

C. albicans berkembang biak

dengan 2 cara, yaitu tunas sejati atau

membentuk hifa. Pembentukan hifa

terjadi karena respon in-vitro terhadap

lingkungan, seperti perubahan pH atau

suhu. Kemampuan untuk berganti cara

berkembang biak tersebut

meningkatkan kemampuan adaptasi C.

albicans sehingga lebih memiliki

ketahanan terhadap agen

antimikrobial.7,16 Ketiga faktor

tersebut kemungkinan dapat

mempengaruhi efek antifungal ekstrak

bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-

sinensis L.) terhadap pertumbuhan C.

albicans.

Ekstrak bunga kembang sepatu

(Hibiscus rosa-sinensis L.) yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

crude extract, namun terdapat 2

kandungan utama dalam bunga

kembang sepatu yang dapat bekerja

maksimal dalam menghambat aktivitas

antifungal, yaitu anthocyanin berupa

cyanidin dan flavonoid berupa

quercetin.4 Kedua kandungan tersebut

menghambat pertumbuhan koloni C.

albicans dengan 2 mekanisme yang

berbeda. Cyanidin merusak dinding sel

C. albicans dengan menghambat

enzim β(1, 3)-ᴅ-glucan synthase

sehingga sintesis β(1, 3)-glucan

terblokir. Pada komponen β(1, 3)-

glucan terdapat gen FKS1 dan FKS2

yang berfungsi untuk mengontrol

aktivitas enzim yang berguna untuk

viabilitas sel, serta gen RHO1 yang

menginstruksikan pembuatan protein

Rhodopsin untuk mekanisme regulasi

yang memungkinkan sel C. albicans

mampu bertahan terhadap perubahan

lingkungan. Penurunan atau tidak

adanya salah satu komponen utama

dinding sel, yaitu β(1, 3)-glucan,

seringkali menyebabkan pertumbuhan

sel C. albicans terpengaruh. Hal

tersebut dapat menimbulkan

ketidakutuhan seluler dinding sel C.

albicans baik secara struktural maupun

morfologi. Pada akhirnya terjadi lisis

osmotik sel C. albicans dan kematian

organisme karena sel kehilangan

kemampuan untuk meregulasi.17, 18, 19,

20

Kandungan flavonoid termasuk

quercetin dapat digunakan untuk

mencegah penyakit kardiovaskuler dan

membantu regenerasi sel pada tubuh

manusia.21 Pada penelitian ini,

flavonoid yang berupa quercetin dapat

digunakan untuk menghambat

pertumbuhan C. albicans dengan

sasaran 14α-demethylase pada jalur

biosintesis ergosterol2,5,22. Quercetin

melekat langsung pada ergosterol dan

membentuk channel ion

transmembran. Channel tersebut

menyebabkan peningkatan

permeabilitas membran yang

kemudian menyebabkan kebocoran

kandungan intraseluler, termasuk

kalium.19,23 Sasaran lainnya yaitu

enzim sitokrom P450 (CYP)-

dependent lanosterol 14α-demethylase,

produk gen ERG11 pada C. albicans

yang mengkatalisa prekursor

ergosterol. Penghambatan enzim

sitokrom P450 (CYP)-dependent

lanosterol 14α-demethylase

menyebabkan akumulasi prekursor

sterol dan penipisan ergosterol pada

membran plasma sterol. Padahal

diketahui bahwa membran plasma

sterol merupakan salah satu komponen

utama sel C. albicans yang berfungsi

sebagai pertahanan terhadap

kebocoran membran. Hasilnya terjadi

pembentukan membran plasma dengan

ketidakutuhan struktural dan

fungsional sehingga terjadi perubahan

fungsi membran plasma C. albicans

204

Page 107: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

dan mengakibatkan pertumbuhan

koloni terhambat.3,22

Dari gambar 1 dapat dilihat

bahwa tidak ada pertumbuhan C.

albicans pada media dengan

konsentrasi ekstrak bunga kembang

sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)

100%, 87.5%, dan 75%. Hal ini

membuktikan bahwa ekstrak bunga

kembang sepatu (Hibiscus rosa-

sinensis L.) memiliki daya antifungal

terhadap C. albicans. Sedangkan untuk

konsentrasi 62.5% dan 50% masih

didapatkan pertumbuhan koloni C.

albicans. Namun jumlah koloni yang

tumbuh bila dibandingkan dengan

kontrol positif, terdapat perbedaan

bermakna. Oleh karena itu, dapat

diketahui bahwa terdapat perbedaan

daya antifungal antara ekstrak bunga

kembang sepatu (Hibiscus rosa-

sinensis L.) sesuai dengan

konsentrasinya. Semakin tinggi

konsentrasi ekstrak bunga kembang

sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.),

jumlah koloni C. albicans yang

tumbuh semakin sedikit bahkan tidak

ada. Dalam penelitian ini, konsentrasi

yang mulai dapat menurunkan

pertumbuhan C. albicans adalah 50%.

Sedangkan, Konsentrasi Hambat

Minimal (MIC) ekstrak bunga

Hibiscus rosa-sinensis L. terhadap C.

albicans yaitu konsentrasi tertinggi

yang terdapat pertumbuhan C.

albicans adalah pada konsentrasi

62.5%. Hal ini berkaitan dengan

jumlah kandungan cyanidin dan

quercetin dalam kembang sepatu,

semakin besar konsentrasi ekstrak

maka semakin banyak kandungan

cyanidin dan quercetin dalam ekstrak,

yang mana merupakan kandungan

aktif antifungal dalam bunga kembang

sepatu yang utama.

Hasil penelitian daya hambat

ekstrak bunga kembang sepatu

(Hibiscus rosa-sinensis L.) terhadap

pertumbuhan C. albicans

menunjukkan bahwa ekstrak bunga

kembang sepatu (Hibiscus rosa-

sinensis L.) dengan konsentrasi 62.5%

merupakan Konsentrasi Hambat

Minimal (MIC) untuk C. albicans

karena merupakan konsentrasi

tertinggi yang terdapat pertumbuhan

C. albicans dan mampu menghambat

pertumbuhan koloni C. albicans.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cannon RD, Chaffin WL. 1999. Oral

Colonization by C. albicans. Critical

Reviews in Oral Biology and Medicine,

10(3): 383-359. 2. Arif T, Bhosale JD, Kumar N, Mandal TK,

Bendre RS, Lavekar GS, and Dabur R.

2009. Natural Products–Antifungal Agents

Derived From Plants. Journal of Asian

Natural Products Research, 11(7): 638–

621. 3. Casalinuovo IA, Di Francesco P, Garaci E.

2004. Fluconazole Resistance in C.

albicans: A Review Of Mechanisms.

European Review for Medical and

Pharmacological Sciences, 8: 77-69. 4. Jadhav VM, Thorat RM, Kadam VJ, and

Sathe NS. 2009b. Traditional medicinal

uses of Hibiscus rosa-sinensis. Journal of

Pharmacy Research, 2(8): 1222-1220. 5. Cushnie TPT, Lamb AJ. 2005.

Antimicrobial Activity of Flavonoids.

International Journal of Antimicrobial

Agents, 26: 356–343. 6. Hena JV. 2010. Antibacterial Potentiality

of Hibiscus rosa-sinensis Solvent Extract

and Aqueous Extracts Against Some

Pathogenic Bacteria. Herbal Tech Industry:

Research Article. P. 10-1. Accessed from:

http://www.herbaltechindustry.com/Antiba

cterial%20potentiality%20%2052.pdf.

Diakses 15 Maret 2010. 7. Molero G, Díez-Orejas R, Navarro-García

F, Monteoliva L, Pla J, Gil C, Sánchez-

Pérez M, Nombela C. 1998. C. albicans:

Genetics, Dimorphism And Pathogenicity.

Internatl Microbiol, 1: 106-95. 8. Cock IE. 2008. Antibacterial Activity of

Selected Australian Native Plant Extracts.

The Internet Journal of Microbiology, 4(2).

Diakses 1 December 2010.

205

Page 108: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

9. Khan ZS, Shinde VN, Bhosle NP, and

Nasreen S. 2010. Chemical Composition

and Antimicrobial Activity of

Angiopspermic Plants. Middle-East Journal

of Scientific Research, 6(1): 61-56. 10. Brooks GF, Butel JS, and Morse SA. 2001.

Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba

Medika. P. 98-96. 11. Samaranayake LP. 2002. Essential

Microbiology for Dentistry. 2nd Ed. China:

Churchill Livingstone. P. 7-6. 12. Lambris JD. 2007. Current Topics in Innate

Immunity. New York: Springer. P. 146. 13. Bowman SM, Free SJ. 2006. The Structure

and Synthesis of The Fungal Cell Wall.

BioEssays, 28(8): 808-799. 14. Mainous AG, Pomeroy C. 2010.

Management of Antimicrobials in

Infectious Diseases: Impact of Antibiotic

Resistance. 2nd Ed. New York: Humana

Press. P. 129-128. 15. Moore D, Robson G, Trinci T. 2011. 21st

Century Guidebook to Fungi. New York:

Cambridge University Press. P. 137-136. 16. Salazar E, Chaloupka J, Muhlschlegel,

Levin L, Buck J. 2007. C. albicans

Adenylyl Cyclase as the Central Mediator

of Morphological Transition and Virulence.

American Society for Microbiology: Cell-

Cell Communication in Bacteria. P. 25. 17. Adekunle AA, Ikumapayi AM. 2006.

Antifungal Property and Phytochemical

Screening of The Crude Extracts of

Funtumia elastica and Mallotus

oppositifolius. West Indian Medical

Journal, 55(4): 223-219. 18. Schaefer HM, Rentzsch M, Breuer M.

2008. Anthocyanins Reduce Fungal

Growth in Fruits. Natural Product

Communications, 3(8): 1272-1267. 19. Anaissie EJ, McGinnis MR, Pfaller MA.

2009. Clinical Mycology. 2nd Ed.

Churchill Livingstone: Elsevier, Inc. P.

164-161. 20. Bacic A, Fincher GB, Stone BA. 2009.

Chemistry, Biochemistry and Biology of

(13)-β-glucans and Related

Polysaccharides. P. 273-264. 21. Shilpashree HP, Ravishankar R. 2009. In

Vitro Plant Regeneration and Accumulation

of Flavonoids in Hypericum mysorense.

International Journal of Integrative

Biology, 8(1): 49-43. 22. Uno J, Shigematsu ML, Arai T. 1982.

Primary Site of Action of Ketoconazole on

C. albicans. Antimicrobial Agents and

Chemotherapy, 21(6): 918-912. 23. Cannon RD, Lamping E, Holmes AR,

Niimi K, Tanabe K, Niimi M, Monk BC.

2007. C. albicans Drug Resistance-

Another Way to Cope with Stress.

Microbiology, 153: 3217-3211.

206

Page 109: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Uji Efektifitas Aplikasi Topikal Ekstrak Daun

Mangrove Avicennia marina Terhadap

Pertumbuhan Sel Fibroblas

Pada Traumatic Ulcer

(Effectivity of Topical Application Extract Mangrove Avicennia

marina Leaves On The Growth Of Fibroblast

Cell in Traumatic Ulcer)

Onge Margareth Hendro, Dian Mulawarmanti*, Dwi Setyaningtyas**

* Biokimia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah

**Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah

ABSTRACT

Background: Fibroblast play an important role in wound healing of traumatic ulcer. The

extract of mangrove Avicennia marina leaves which contains of flavonoid, tanin, alkaloid,

saponin, it useful to improving healing of wound tissue. Purpose: The aim of this study is to know the effectiveness of topical application extract mangrove Avicennia marina leaves on

the growth of fibroblasts cell in traumatic ulcers. Materials and Methods: 40 rats were

divided into 10 groups. Burn wound was made at the labial mucosa. Group K0 was treated with aquadest, group K1 with hyaluronic acid 0.2%, group P1 with an extract of mangrove

Avicennia marina 10%, group P2 with an extract of mangrove Avicennia marina 20%, group P3 with an extract of mangrove Avicennia marina 40%. Subject was given once daily topical

application until seven days. At the third and seventh days, labial mucosa being biopsied and

histopathological preparat were made to know the growth of fibroblast cell. Data were analyzed with one way ANOVA test (p <0.05). Result: Subject showed significant difference

the growth of fibroblast cell between topical application in group 1 (60,75±4,272), group 2 (53,75±3,862), and extract of Avicennia marina leaves. Generally not seen significant

differences between group 2 (53,75±3,862) and group 3 (54,75±3,304) (p=0,709). Between

group 4 (36,25±3,304) and group 5 (36±0,816) also not seen significant differences (p=0,926). Effectiveness of topical application in wound healing of traumatic ulcer is on

extract of mangrove Avicennia marina 20%. Conclusion: Topical application with extract of

mangrove Avicennia marina is effective on the growth of fibroblasts cell in traumatic ulcers.

Keywords: Traumatic ulcer, Wound healing, Fibroblast, Avicennia marina

Correspondence: Dian Mulawarmanti, Departement of Biology Oral, Faculty od Dentistry,

Hang Tuah University, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5912191, Email: [email protected]

LAPORAN PENELITIAN

207

Page 110: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

ABSTRAK

Latar Belakang: Fibroblas memegang peranan penting dalam proses penyembuhan

traumatik ulser. Kandungan dari ekstrak Avicennia marina mengandung flavonoid, tanin,

alkaloid, saponin, yang berguna untuk mempercepat proses penyembuhan jaringan luka. Tujuan: Untuk mengetahui efektivitas aplikasi topikal ekstrak daun mangrove Avicennia

marina terhadap pertumbuhan sel fibroblas pada traumatik ulser tikus wistar. Bahan dan

Metode: 40 ekor tikus wistar yang dibagi kedalam 5 kelompok. Luka bakar dibuat di mukosa

labial. Kelompok 1 diberi perlakuan dengan aquades, kelompok 2 diberi perlakuan dengan

asam hialuronat 0,2%, kelompok 3 diberi perlakuan dengan ekstrak daun mangrove Avicennia marina 10%, kelompok 4 diberi perlakuan dengan ekstrak daun mangrove

Avicennia marina 20%, kelompok 5 diberi perlakuan dengan ekstrak daun mangrove Avicennia marina 40%. Setiap subyek diberi aplikasi topikal sekali sehari sampai tujuh hari.

Pada hari ketiga dan ketujuh, mukosa labial dibiopsi dan dibuat preparat histopatologi untuk

mengetahui pertumbuhan sel fibroblas. Data dianalisis menggunakkan uji one way ANOVA (p<0,05). Hasil: Terdapat perbedaan signifikan pertumbuhan sel fibroblas antara aplikasi

topikal Kelompok yang mempunyai perbedaan bermakna (p<0,05) adalah kelompok K0.3

dengan K1.3, P1.3, P2.3, P3.3, K0.7, K1.7, P1.7, P2.7, P3.7. Kelompok K1.3 dengan P1.3, P2.3, P3.3, K0.7, K1.7, P1.7, P2.7, P3.7. Kelompok P1.3 dengan P2.3, P3.3, K0.7, K1.7,

P1.7, P2.7. Kelompok P2.3 dengan P3.3, K1.7, P2.7, P3.7. Kelompok P3.3 dengan K0.7, K1.7, P1.7, P3.7. Kelompok K0.7 dengan K1.7, P1.7, P2.7, P3.7. Kelompok K1.7 dengan

P2.7, P3.7. Kelompok P1.7 dengan P2.7, P3.7.Dosis efektif aplikasi topikal dalam

penyembuhan traumatik ulser terdapat pada ekstrak daun Avicennia marina 20%. Simpulan: Aplikasi topikal ekstrak daun mangrove Avicennia marina efektif terhadap pertumbuhan sel

fibroblas pada traumatik ulser tikus wistar.

Kata Kunci: Ulkus traumatikus, Penyembuhan luka, Fibroblas, Avicennia marina

Korespondensi: Dian Mulawarmanti, Bagian Biologi Oral, Fakultas Kedokteran Gigi,

Universitas Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150, Sukolilo, Surabaya, Telepon 031-5912191,

Email: [email protected]

PENDAHULUAN

Ulcer merupakan suatu kondisi

diskontinuitas pada jaringan mukosa

yang meluas sampai dermis hingga ke

subkutis dan menyebabkan hilangnya

sebagian struktur epitel melebihi

membran basalis atau dapat mencapai

lamina propia.1 Sedangkan Traumatic

ulcer (TU) adalah suatu lesi pada

rongga mulut yang dapat disebabkan

oleh trauma bahan kimia, trauma suhu,

maupun trauma fisik seperti pipi atau

lidah yang tergigit, iritasi bahan

akrilik, atau karena benda asing yang

masuk ke dalam rongga mulut seperti

sikat gigi yang terlalu kuat atau iritasi

akibat ada gigi yang patah.2 Walaupun

TU bisa sembuh sendiri pada hari

keenam atau kesepuluh baik secara

spontan atau dengan menghilangkan

penyebabnya tetapi, pengobatan sangat

diperlukan karena untuk mengurangi

rasa sakit, mempercepat proses

penyembuhan, dan menghindari

terjadinya komplikasi lebih lanjut.3

Prevalensi TU pada mukosa rongga

mulut cukup tinggi yaitu sekitar

83,6%.4

Pengobatan pada TU yang sering

digunakan adalah pemberian topikal

Hyaluronic acid (HA) 0,2%. Akan

tetapi, kelemahan dari gel HA 0,2%

adalah kontraindikasi bila diberikan

208

Page 111: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

pada orang yang mempunyai riwayat

alergi terhadap bahan yang

mengandung polyvinylpyrrolidone

(PVP) dan harganya yang mahal.5

Hyaluronic acid merupakan suatu

bagian matriks ekstraselular dan

merupakan glikosaminoglikan utama

yang disekresikan selama perbaikan

jaringan. Hyaluronic acid dapat

merangsang penyembuhan luka,

migrasi dan mitosis dari fibroblas dan

sel epitel.6 Hyaluronic acid terdapat di

semua organ tubuh manusia, tetapi

lebih banyak di jaringan mesenkimal.7

Mangrove Avicennia marina

merupakan salah satu jenis mangrove

yang tersebar diseluruh Indonesia

dengan kondisi yang melimpah karena

kemampuan beradaptasinya yang

mudah.8 Daun mangrove Avicennia

marina telah lama digunakan dalam

pengobatan tradisional untuk

pengobatan penyakit kulit dan pakan

hewan di peternakan.9 Di Indonesia,

masyarakat pantai Cilincing Jakarta

Utara ada yang memanfaatkan daun

tumbuhan Api-api yang masih muda

sebagai bahan sayur urap, demikian

pula masyarakat pantai di Jawa

Timur.10 Beberapa penelitian

menyebutkan bahwa mangrove

mengandung beberapa senyawa

metabolit sekunder. Senyawa

metabolit sekunder yang terkandung

dalam mangrove antara lain senyawa

nonsaponifiable lipids (NSL) yaitu

alkaloid, terpenoid, dan saponin.11

Pada jenis mangrove Avicennia

marina kandungan flavonoid

mempunyai persentase paling tinggi

pada daun dibandingkan bagian

lainnya. Flavonoid dapat menghambat

jalur siklooksigenase dan

lipoksigenase sehingga terjadi

pembatasan jumlah sel inflamasi yang

bermigrasi ke jaringan perlukaan.

Sehingga reaksi inflamasi akan

berlangsung lebih singkat dan

kemampuan proliferatif dari TGF-β

tidak terhambat dan proses proliferasi

dapat segera terjadi.12 Saponin

memiliki fungsi sebagai antiinflamasi,

antibakteri, dan antikarsinogenik.

Selain itu, saponin juga terbukti

mampu menstimulasi sintesis fibroblas

oleh fibronektin.13

Salah satu faktor yang

mempengaruhi penyembuhan luka

adalah fibroblas yang dirangsang

melalui pelepasan mediator sel radang

yang tercetus dengan adanya TU.14

Fibroblas mempunyai peranan penting

dalam penyembuhan luka serta

merupakan sel pembentuk jaringan

ikat yang utama.15 Pada keadaan

normal, aktivitas pembelahan

fibroblast sangat jarang telihat, namun

ketika terjadi perlukaan sel ini terlihat

lenih aktif dalm memproduksi matriks

ekstraseluler.13

BAHAN DAN METODE

Penelitian yang dilakukan

merupakan penelitian true

experimental laboratory. Rancangan

penelitian ini adalah post test only

control group design. Sampel yang

digunakan dalam penelitian ini

sebanyak 40 ekor tikus wistar jantan.

Pada penelitian ini tikus diadaptasi

selama 1 minggu dan ditempatkan

dalam ruangan yang cukup udara dan

cahaya.17

Pada hari pertama setiap tikus

Wistar diberi anastesi secara inhalasi

dengan menggunakan eter. Pembuatan

TU menggunakan amalgam stopper

yang mempunyai ukuran penampang ±

3 mm yang telah dipanaskan diatas

burner yang diberi spiritus.

Pada hari kedua sudah terbentuk

ulcer yang ditandai dengan adanya lesi

209

Page 112: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

berbentuk bulat, berwarna putih

dengan sentral kekuningan yang berisi

eksudat fibrinosa dengan tepi

kemerahan (eritem).18 Ulcer

dikeringkan dengan cotton pellet steril

dan diukur diameternya dengan

menggunakan kaliper digital.

Kemudianlangsung diberi aplikasi

topikal berupa aquades, HA 0,2%, dan

ekstrak daun mangrove Avicennia

marina gel 10%, 20%, dan 40%.

Aplikasi topikal aquades steril

(KO), aplikasi topikal gel AH 0,2%

(K1), aplikasi topikal gel daun

mangrove Avicennia marina gel 10%

(P1), aplikasi topikal gel daun

mangrove Avicennia marina gel 20%

(P2), aplikasi topikal gel daun

mangrove Avicennia marina gel 40%

(P3). Aplikasi obat secara topikal

dilakukan 1 kali sehari selama 7 hari.

Pada hari ketiga dan ketujuh,

mukosa labial dibiopsi dan dibuat

preparat histopatologi untuk

mengetahui pertumbuhan sel fibroblas.

Jaringan mukosa labial kemudian

dimasukkan kedalam larutan formalin

10% dengan ketentuan seluruh bagian

potongan terendam minimal 1/3

bagian formalin. Waktu fiksasi

jaringan 18-24 jam. Setelah fiksasi

selesai, jaringan dimasukkan dalam

larutan aquades selama 1 jam untuk

proses penghilangan larutan fiksasi.

Sebelum dilakukan dekalsifikasi

terlebih dahulu dengan asam nitrat

2,5% selama ± 2 hari untuk menunggu

jaringan menjadi lunak dan dapat

dipotong berbentuk persegi panjang.

Hasil potongan mukosa labial yang

telah didelkalsifikasi dimasukkan ke

dalam formalin buffer 10% selama 24

jam pada suhu yang sama.

Sampel diiris menjadi bahan

yang berukuran 1x1x½ cm selanjutnya

dilakukan dehidrasi dengan cara

memasukkannya ke dalam alkohol

konsentrasi bertingkat yaitu alkohol

70% selama 15 menit, alkohol 80%

selama 15menit, alkohol 90% selama

15 menit, alkohol 95% selama 15

menit, alkohol 99% selama 15 menit,

dan alkohol 100% selama 15 menit.

Jaringan dibersihkan (clearing) dengan

cara dimasukkan dalam larutan xylol 2

x 30 menit. Setelah pembersihan

(clearing) dilakukan proses

penanaman (embedding) dengan cara

jaringan ditanam dalam parafin padat

yang mempunyai titik lebur 56 -58°C

selama 2 x 30menit. Jaringan dalam

parafin tersebut dipotong setebal 5

mikron dengan menggunakkan rotary

microtome.

Selanjutya sediaan dicat

dengan HE dengan cara sebagai

berikut, deparafinasi dilakukan dengan

larutan xylol selama 2 x 3 menit, sisa

xylol dicuci dengan menggunakan air

mengalir, pengecatan dengan HE

selama 5 menit, alkohol asam, air

ammonia, cunter stain dengan eosin

selama 15 detik sampai 2 menit. Lalu

cuci dengan alkohol 2 x 1, xylol 2 x 2

menit ditutup dengan glas penutup

yang sebelumnya ditetesi dengan

balsam Canada.

Perhitungan dengan

pembesaran 400 kali dengan bantuan

skala, kemudian diamati perubahan

jumlah fibroblas pada daerah TU.

Perhitungan jumlah fibroblas ini

dengan menggunakan program tool

image disertai dengan bantuan skala

per lapangan pandang.19

Analisis data menggunakan uji

statistik analitik disertai uji normalitas

dan homogenitas. Skala data berupa

skala data ratio. Data terdistribusi

normal dan memiliki varian homogen

sehingga dilanjutkan dengan uji

statistik parametrik yaitu One Way

ANOVA dan LSD.

210

Page 113: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

HASIL

Rerata dan simpangan baku

jumlah pertumbuhan sel fibroblas pada

kelompok perlakuan serta kelompok

kontrol positif dan kelompok kontrol

negatif yang dapat dilihat pada Tabel

1.

Tabel 1. Hasil rerata dan simpang baku

jumlah fibroblas pada setiap kelompok

perlakuan

Hasil rerata dan simpang baku

jumlah fibroblas pada hari ketiga

jumlah yang paling banyak terdapat

pada kelompok perlakuan ekstrak daun

mangrove Avicennia marina 10%

sebanyak 83,75. Sedangkan jumlah

fibroblas yang paling sedikit terdapat

pada kelompok kontrol yaitu sebanyak

31,00.

Gambar berikut ini merupakan

gambaran pertumbuhan jumlah

fibroblas pada hari ketiga atau pada

awal fase proliferasi dan gambaran

pertumbuhan jumlah fibroblas pada

hari ketujuh atau pada akhir fase

proliferasi. Jumlah fibroblas yang

paling sedikit terdapat pada kelompok

perlakuan ekstrak daun mangrove

Avicennia marina 40% yaitu sebanyak

36. Pada jumlah fibroblas pada

kelompok kontrol masih mengalami

kenaikan yaitu sebanyak 60,75 dan

pada kelompok Hyaluronic Acid 0,2%

sebanyak 53,75.

Gambar 1. Rerata jumlah fibroblas pada

hari ketiga dan ketujuh

Uji Homogenitas dilakukan pada

kelima kelompok dengan hasil yang

homogen, sehingga analisis diteruskan

menggunakkan uji One Way ANOVA

yang hasilnya menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan bermakna jumlah

sel fibroblas pada masing-masing

kelompok perlakuan pada hari ketiga

dan ketujuh. Berikut ini adalah hasil

uji One Way ANOVA.

Tabel 2. Hasil uji One Way ANOVA

Kelompok F Sig

Antar Perlakuan

Dalam Perlakuan

69,186 0,000

Hasil uji One Way ANOVA

menunjukkan nilai p=0,00 (p<0,05)

yang artinya “paling tidak terdapat

Kelompok Rerata Simpang

baku

K0.3 31,00 4,546

K1.3 46,75 8,250

P1.3 83,75 5,737

P2.3 58,75 2,754

P3.3 41,25 4,031

K0.7 60,75 4,272

K1.7 53,75 3,862

P1.7 54,75 3,304

P2.7 36,25 3,304

P3.7 36,00 0,816

211

Page 114: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

perbedaan jumlah fibroblas yang

bermakna pada dua kelompok”.

Selanjutnya dilakukan uji LSD untuk

menentukan perbedaan diantara setiap

kelompok perlakuan dengan derajat

kemaknaan p<0,05.

Hasil LSD didapatkan bahwa

pertumbuhan jumlah fibroblas terdapat

perbedaan bermakna pada hampir

semua kelompok perlakuan. Perbedaan

yang bermakna ini terdapat pada

seluruh kelompok kontrol yang diberi

aquades dengan kelompok perlakuan

yang lain. Kelompok kontrol negatif

yang diberi HA 0,2% mempunyai

perbedaan bermakna juga dengan

kelompok kontrol yang lain kecuali

kelompok kontrol negatif hari ketujuh

(K1.7) tidak mempunyai perbedaan

bermakna dengan kelompok perlakuan

yang diberi gel Avicennia marina 10%

hari ketujuh (P1.7) dengan nilai

p=0,709 (p<0,05). Pada kelompok

perlakuan yang diberi gel Avicennia

marina 20% hari ketujuh (P2.7)

dengan kelompok perlakuan yang

diberi gel Avicennia marina 40% hari

ketujuh (P3.7) juga tidak terdapat

perbedaan yang bermakna dengan nilai

p=0,926 (p>0,05).

PEMBAHASAN

Pengamatan jumlah fibroblas

pada TU tikus wistar menunjukkan

fibroblas sudah muncul pada hari

ketiga setelah perlakuan. Perbedaan

signifikan terdapat pada kelompok

kontrol negatif dengan kelompok

kontrol positif yang diberi HA 0,2%

baik pada hari ketiga maupun hari

ketujuh. Hal ini bisa disebabkan

karena pada kelompok kontrol negatif

tidak diberikan pengobatan sehingga

memungkinkan ulcer menjadi semakin

parah. Sedangkan pada kelompok

kontrol positif diberikan aplikasi

topikal menggunakkan HA 0,2% yang

telah dipasarkan dalam bentuk produk

jadi dengan komposisi asam hialuronat

0,2%, xylitol dan bahan tambahan lain.

Hyaluronic acid merupakan bagian

penting dari matriks ekstraseluler dan

juga salah satu GAG utama yang

dikeluarkan selama perbaikan

jaringan.6

Perbedaan signifikan (p<0,05)

antara kelompok kontrol negatif yang

tanpa diberi perlakuan apapun dengan

kelompok perlakuan yang diberi gel

Avicennia marina 10%, gel Avicennia

marina 20%, dan gel Avicennia

marina 40% pada hari ketiga maupun

pada hari ketujuh dengan nilai p=0,000

(p<0,05). Perbedaan hasil ini karena

kandungan yang ada di dalam

Avicennia marina yaitu flavonoid.

Flavonoid menghambat

siklooksigenase yang membuat

metabolisme asam arakhidonat

terhambat dan sel inflamasi yang

keluar ke jaringan yang luka juga

terhambat karena metabolisme ini

berhubungan dengan mediator

inflamasi seperti prostaglandin dan

tromboksan.12 Penggunaan HPMC

sebagai bahan basis sediaan topikal di

mukosa rongga mulut juga dapat

mempengaruhi perbedaan ini. Bahan

HPMC dapat melarutkan bahan

matriks ekstraseluler karena

mempunyai sifat yang mampu

melepaskan bahan aktif secara berkala

yang membuat efek kerja gel

Avicennia marina lebih panjang dan

maksimal daripada kelompok kontrol

negative.20 Berikut gambar HPA sel

fibroblas.

212

Page 115: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Gambar 2. HPA sel fibroblas a.

Kelompok K0.3, b. Kelompok K0.7, c.

Kelompok K1.3, d. Kelompok K1. 7, e.

Kelompok P1.3, f. Kelompok P1.7, g.

Kelompok P2.3, h. Kelompok P2.7, i.

Kelompok P3.3, j. Kelompok P3.7

Perlakuan antara kelompok

kontrol positif HA 0,2% dengan

kelompok perlakuan gel Avicennia

marina 20% dan kelompok perlakuan

gel Avicennia marina 40% pada hari

ketiga dan ketujuh juga memberikan

perbedaan yang signifikan (p<0,05).

Akan tetapi, pada kelompok kontrol

positif HA 0,2% dengan kelompok

perlakuan gel Avicennia marina 10%

tidak mempunyai perbedaan bermakna

dengan nilai p=0,709 (p<0,05). Hal ini

disebabkan karena pada kelompok

kontrol positif HA 0,2% terdiri dari

HA yang merupakan bagian penting

dari matriks ekstraseluler dan

merupakan salah satu

glikosaminoglikan utama yang

dikeluarkan selama perbaikan

jaringan.

Hyaluronic acid diproduksi oleh

fibroblas selama fase proliferasi pada

penyembuhan luka merangsang

migrasi dan mitosis dari fibroblas dan

sel epitel.9 Pada kelompok perlakuan

yang diberi gel Avicennia marina 20%

dan kelompok perlakuan yang diberi

gel Avicennia marina 40%

mengandung senyawa aktif yang dapat

merangsang terjadinya proliferasi

fibroblas seperti tanin yang berperan

pada kontraksi luka dan peningkatan

epitelisasi. Alkaloid juga dapat

meningkatkan proses penyembuhan

luka karena aktifitas antioksidan dan

antimikrobial.21

Aktivitas antiinflamasi

flavonoid melalui penghambatan

siklooksigenase dan lipoksigenase

sehingga jumlah sel inflamasi yang

bermigrasi ke jaringan perlukaan

terbatas. Reaksi inflamasi berlangsung

lebih singkat dan kemampuan

proliferatif dari TGF-β tidak

terhambat, sehingga proses proliferasi

segera terjadi. Flavonoid juga

mempercepat proses penyembuhan

luka yang didukung oleh mekanisme

antioksidan dalam melakukan

penghambatan aktivitas radikal

bebas.12 Kelompok kontrol positif HA

0,2% dengan kelompok perlakuan gel

Avicennia marina 10% tidak

mempunyai perbedaan yang

bermakna, hal ini mungkin

dipengaruhi oleh jumlah senyawa aktif

A B

C D

E F

G H

I J

213

Page 116: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

dan kandungan yang ada dalam whole

ekstrak pada konsentrasi ini.

Pada mangrove terdapat

kandungan flavonoid yang membatasi

jumlah sel inflamasi bermigrasi ke

jaringan perlukaan dan TGF-β dapat

segera dihasilkan dan mempercepat

proliferasi fibroblas. Senyawa saponin

dari tumbuhan adalah glikosida dan

triterpenoid dan steroid. Saponin

merupakan senyawa yang penting

dalam penyembuhan luka. Saponin

dapat memacu pembentukkan kolagen,

yaitu protein struktur yang berperan

dalam proses penyembuhan luka.23

Perbedaan jumlah sel fibroblas yang

signifikan antara kelompok perlakuan

yang diberi gel Avicennia marina 10%

dengan kelompok perlakuan yang

diberi gel Avicennia marina 20% dan

kelompok perlakuan yang diberi gel

Avicennia marina 40%. Hal ini

mungkin disebabkan karena perbedaan

jumlah komposisi dari whole ekstrak

yang ada di dalam gel.

Pada hari ketujuh jumlah sel

fibroblas pada semua kelompok

perlakuan sudah mulai menurun

terutama pada kelompok perlakuan

yang diberikan ekstrak gel daun

mangrove Avicennia marina 40%. Hal

ini terjadi karena proses sintesis

kolagen oleh fibroblas terjadi relatif

lebih awal karena dipengaruhi oleh

senyawa yang ada dalam daun

mangrove Avicennia marina.

Penurunan jumlah fibroblas ini

memang mulai terjadi pada hari

ketujuh saat kolagen mulai muncul

tetapi proliferasi ini dapat lebih singkat

apabila ada faktor yang

mempengaruhinya.14

Mangrove Avicennia marina

mengandung antiinflamasi yang

menyebabkan sitokin sepeti TNF α

,IL-1, IL-6, IL-8, TGF β aktivitasnya

ikut menurun. TGF β mempunyai

peran menstimulasi fibroblas,

meningkatkan matriks ekstraseluler

dan meningkatkan proses kolagenase

pada proses penyembuhan luka.

Penyembuhan luka sangat dipengaruhi

oleh reepitelisasi, karena semakin

cepat proses reepitelisasi semakin

cepat pula luka tertutup sehingga

semakin cepat penyembuhan luka.23

Pada tahap penyembuhan luka

fibroblas akan berkurang seiring

dengan penyembuhan luka.14 Secara

statitik tidak ada perbedaan yang

bermakna antara kelompok perlakuan

ekstrak daun mangrove Avicennia

marina 20% dengan kelompok

perlakuan ekstrak daun mangrove

Avicennia marina 40% dengan nilai

signifikansi p=0,925 (p>0,05)

sehingga disarankan ekstrak daun

mangrove Avicennia marina dosis

20% efektif untuk mempercepat

penyembuhan luka. Pemilihan dosis

20% ini berdasarkan pemahaman dari

penulis apabila dengan memberikan

dosis kecil saja sudah memberikan

efek yang sama dengan pemberian

dosis besar maka akan lebih baik

diberikan dalam dosis kecil.

Proses hemostasis terjadi cepat

setelah jaringan mengalami cedera,

dengan vasokonstriksi pembuluh darah

dan pembentukan clot fibrin.24

Kemudian terjadi vasodilatasi aktif

bersaman dengan peningkatan

permeabilitas kapiler.9 Sitokin pro-

inflamasi dan growth factors. Setelah

perdarahan dikendalikan fase inflamasi

dimulai, yang ditandai dengan

infiltrasi neutrofil, makrofag dan

limfosit.24 Komponen matriks ekstrasel

menstimulasi proliferasi monosit

menjadi makrofag untuk pembersihan

neutrofil dan debris dari area yang

luka, kemudian menghasilkan sitokin

(IL-1, IL-4, IL-6, TNF α) dan zat kimia

penarik fibroblas.25

214

Page 117: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Tahapan paling penting dalam

tahap awal proses penyembuhan luka

adalah pembentukan jaringan

granulasi. Gambaran histologi jaringan

granulasi adalah angiogenesis dan

proliferasi fibroblas. Fibroblas pada

jaringan granulasi mensintesis matriks

ekstraseluler, termasuk glikoprotein,

proteoglikan, dan kolagen. Saponin

dapat menstimulasi proses

angiogenesis lewat peningkatan

aktivitas protease dan migrasi sel

endotel. Saponin menstimulasi sintesis

fibronektin dari fibroblas dan

memodifikasi ekspresi reseptor TGF-

β. Fibronektin adalah glikoprotein

besar yang multifungsi dapat berikatan

dengan makromolekul (kolagen, fibrin,

heparin, dan proteoglikan) serta dapat

berikatan dengan sel lewat reseptor

integrin, mengindikasikan bahwa

fibronektin berperan dalam interaksi

fibroblas dan matriks ekstraseluler.6

SIMPULAN

Aplikasi topikal ekstrak daun

mangrove Avicennia marina 10%,

20%, dan 40% efektif meningkatkan

pertumbuhan sel fibroblas pada TU

tikus wistar pada hari ketiga dan

menurunkan pertumbuhan sel fibroblas

pada TU tikus wistar pada hari

ketujuh. Dosis efektif dalam

pengaplikasian topikal gel ekstrak

daun mangrove Avicennia marina

pada TU adalah dengan dosis 20%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Neville, B.W., Damm, D.D., Allen, C.M.,

Bouquot, J.E. 2009. Oral and

Maxillofacial Pathology Third Edition.

Elsevier, India. H. 512-510.

2. Scully, C dan Felix, D. H. 2008.

Aphthous and Other Common Ulcers.

British Dental Journal, 190(5): 264-259.

3. Laskaris, George. 2006. Colour Atlas of

Oral Disease Second Edition. New York:

Thieme. Treatment of Oral Disease. New

York: Thieme.

4. De Long L dan Burkhart NW. 2008.

General and Oral Pathology for The

Dental Hygienisti. Philadelphia, US:

Lippincott Williams and Wilkins. P. 297-

295.

5. Kapoor P, Sachdeva A. 2011. Topical

hyaluronic acid in the management of

oral ulcers. Available from http://www.e-

ijd.org/article.asp?issn=00195154;year=2

011;volume=56;issue=3;spage=300;epag

e=302;aulast=Kapoor. Diakses Juli 2012.

6. MacKay DND and Miller A.L.ND. 2003.

Nutritional Support for Wound Healing.

Alternative Medicine Review, 8(4): 377-

359. Available from

http://www.pilonidal.org/_assets/pdf/nutri

tion.pdf. Diakses March 2012.

7. Topazian RG, Goldberg MH. 2002. Oral

and Maxillo Infection. 4th Edition.

Philadelphia : WB Saunders co. P. 25.

8. Noor, Y. R. Khazali, M, dan

Suryadiputra, I. N. N. 2006. Panduan

Pengenalan Mangrove di Indonesia.

Ditjen PHKA. Bogor. H. 3-1.

9. Bandaranayake W. 2002. Bioactivities,

Bioactive Compounds and Chemical

Constituents of Mangrove Plants.

Wetlands Ecology ang Management, 10:

452-421.

10. Santoso, N., B.C. Nurcahya, A.F. Siregar,

dan I. Farida. 2005. Resep Makanan

Berbahan Baku Mangrove dan

Pemanfaatan Nipah. LPP Mangrove,

Bogor.

11. Basyuni, M. 2008. Studies on Terpenoid

Biosynthesis of Mangrove Tree Species.

Dissertation Unite Graduate School of

Agricultural Sciences. Kagoshima

University, Japan.

12. Nijveldt R.J, Van Nood E, Van Hoorn E,

Boelens PG, Van Norren K, Van

Leeuwen. 2001. Flavonoids: a Review of

Probable Mechanisms of Action and

Potential Application. Am. J. Clin. Nutr.,

74: 418-25. Available from

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11

566638. Diakses Juni 2012.

13. Froschle M, Pluss, Peter A, Etzweiler E,

Ruegg D. 2004. Phytosteroid for Skin

Care. Personal Care. P. 55-8.

14. Triyono Bambang. 2005. Perbedaan

Tampilan Kolagen di Sekitar Luka Insisi

pada Tikus Wistar yang diberi Infiltrasi

Penghilang Nyeri Levobupivakain dan

Yang Tidak Diberi Levobuvipakain

(Studi Histokimia). Available from

215

Page 118: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

http://eprints.undip.ac.id/16709/1/Bamba

ng_Triyono.pdf. Diakses April 2012.

15. Jeon KM. 2009. International Review Of

Cell and Molecular Biology, Vol 276. 1st

edition. San Diego: Elsevier Academic

Press. P. 202-161.

16. Rukmini Ambar. 2007. Regenerasi

Minyak Goreng Bekas Dengan Arang

Sekam Menekan Kerusakan Organ

Tubuh. Available from

http://p3m.amikom.ac.id/p3m/69%20-

%20REGENERASI%20MINYAK%20G

ORENG%20BEKAS%20DENGAN%%2

0ARANG%20SEKAM%20MENEKAN

%20KERUSAKAN%20ORGAN%20TU

BUH.pdf. Diakses April 2012.

17. Kusumawati D. 2004. Biologi Hewan

Coba. Bersahabat Dengan Hewan Coba.

Gajah Mada University Press. H. 22-5.

18. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK.

2008. Oral Pathologic Correlations 5th

edition. St.Louis : Mosby Elsevier. P. 24-

21.

19. Sachariva H. 2011. Perbedaan Aktivitas

Jelly Gamat dan Asam Hialuronat

Terhadap Jumlah Sel Fibroblas Pada

Ulkus Traumatikus. Skripsi Universitas

Hangtuah, Surabaya.

20. Chandra S, dkk. 2004. Textbook of

Dental and Oral Histology with

Embrionology and Multiple Choice

Questions. 1st editition. New Delhi:

Jaypee Brothers Medical Publishers. P.

176-174.

21. Panda P., Tripathy G. 2009. Wound

healing activity of aqueous and

methanolic bark extract of Vernonia

arborea in Wistar rats. Natural Product

Radiance, 8: 11-6.

22. Sachin J., Neetesh J., Balekar T., Jain D.

2009. Simple Evaluation of Wound

healingactivity of polyherbal formulation

of roots of Ageratum conyzoides

L. Asian J. Research Chem, 2: 138-135.

23. Somantri I. 2007. Definisi Luka.

Available from

http://www.irmanthea.blogspot.com/2007

/07. Diakses Agustus 2012.

24. Guo S, DiPietro AL. 2010. Factors

Affwecting Wound Healing. Available at

http://jdr.sagepub.com/content/89/3/219.f

ull.pdf. Diakses Juni 2012.

25. Novriansyah, R. 2008. Perbedaan

Kepadatan Kolagen di Sekitar Luka Insisi

Tikus Wistar Yang Dibalut Kassa

Konvensional Dan Penutup Oklusif

Hidrokoloid Selama 2 dan 14 hari.

(Tesis). Program Pasca Sarjana Magister

Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan

Dokter Spesialis Ilmu Bedah Universitas

Diponegoro. H. 10-1.

216

Page 119: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Uji Sitotoksisitas Demineralized Freeze Dried Apical

Tooth Allograft Terhadap Viabilitas Sel

Fibroblas dari Bhk-21

(Citotoxicity Test of Demineralized Freeze Dried Apical Tooth

Allograft On Fibroblast Cell Viability From BHK-21)

Stephanie Salim, Widyastuti*, Soemartono**

*Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah

*Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah

ABSTRACT

Background: Bone graft is one of the regenerative therapy which is needed to treat

periodontal diseases. There are four kinds of bone grafts based on its donor, allograft, xenograft, alloplast and autograft. Demineralized Freeze-Dried Bone Allograft (DFDBA) is

one of the most commonly used allograft material in dentistry to form new bones because the

effect of bone induction protein which is BMP. BMP is produced by demineralisation. This

experiment used post-extraction teeth material which is considered having similar

composition with bone on dentin and cementum area, where collagen type 1 is found. Purpose: The aim of this research is to examine the cytotoxicity of DFDATA on the viability

fibroblast cell from BHK-21. Materials and Methods: This experiment used microplate with

44 wells of BHK-21 fibroblast culture which divided into 11 groups, cell control group without any treatment, media control group without cell and 9 treatment groups were treated

with DFDATA: 54mg/ml, 27mg/ml, 13,5 mg/ml, 6,75 mg/ml, 3,375 mg/ml, 1,6875 mg/ml, 0,8437 mg/ml, 0,4218 mg/ml dan 0,2109 mg/ml. These cells were incubated for 24 hours

before and after treatment. Then, these cells were read using Elisa reader and the cell

viability percentage were measured based on the OD (optical dencity) result and viable cell count. Result: There is significant difference (p=0,000) on all treatment group. All treatment

group had more than 50% of cell viability. Conclusion: Demineralized Freeze Dried Apical

Tooth Allograft is not toxic to fibroblast cell viability from BHK-21.

Keywords: Demineralized, tooth, allograft, graft, cytotoxicity

Correspondence: Widyastuti, Department of Periodontology, Faculty of Dentistry, Hang

Tuah University, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Phone 031-5945864, 5912191, Email:

[email protected]

LAPORAN PENELITIAN

217

Page 120: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

ABSTRAK

Latar Belakang: Perawatan regeneratif akibat penyakit periodontal membutuhkan bahan regenerasi yang salah satunya adalah bone graft. Ada beberapa macam bone graft ditinjau

dari asal donornya, yaitu allograft, xenograft, alloplast dan autograft. Demineralized Freeze-

Dried Bone Allograft (DFDBA) merupakan salah satu bahan allograft yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi untuk pembentukan tulang baru karena pengaruh

protein penginduksi tulang yang disebut Bone Morphogenetic Protein (BMP) yang timbul karena adanya proses demineralisasi. Penelitian ini menggunakan bahan gigi pasca

pencabutan yang dianggap mempunyai komposisi kimia yang mirip dengan tulang pada

bagian dentin dan sementum dimana terdapat kolagen tipe 1. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui uji sitotoksisitas demineralized freeze dried apical tooth

allograft (DFDATA) terhadap viabilitas sel fibroblas dari Baby Hamster Kidney-21 (BHK-21). Bahan dan Metode: Penelitian ini menggunakan 44 sumuran kultur sel fibroblas/ BHK-

21, kemudian dibagi menjadi 11 kelompok, 1 kelompok kontrol media tanpa sel, 1 kelompok

kontrol sel tanpa diberi perlakuan, dan 9 kelompok perlakuan dengan DFDATA dalam berbagai konsentrasi: 54mg/ml, 27mg/ml, 13,5 mg/ml, 6,75 mg/ml, 3,375 mg/ml, 1,6875

mg/ml, 0,8437 mg/ml, 0,4218 mg/ml dan 0,2109 mg/ml. Seluruh kelompok dibaca

menggunakan Elisa reader dan presentase viabilitas sel fibroblas diukur menggunakan hasil OD (optical dencity). Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,000) pada seluruh

kelompok perlakuan. Seluruh kelompok mempunyai viabilitas sel lebih dari 50%. Simpulan:

Demineralized Freeze Dried Apical Tooth Allograft tidak toksik terhadap viabilitas sel

fibroblas dari BHK-21.

Kata Kunci: Demineralisasi, gigi, allograft, Graft, sitotoksisitas

Korespondensi: Widyastuti, Bagian Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas

Hang Tuah, Arif Rahman Hakim 150, Surabaya, Telepon 031-5912191, Email:

[email protected]

PENDAHULUAN

Penyakit periodontal dan karies

gigi merupakan penyakit yang paling

banyak dijumpai di rongga mulut,

sehingga merupakan masalah utama

dalam kesehatan gigi dan mulut.1

Penyakit periodontal adalah penyakit

yang melibatkan struktur penyangga

gigi baik jaringan lunak maupun

jaringan keras.

Perubahan yang terjadi pada

jaringan keras, dalam hal ini tulang

alveol adalah penting karena

kerusakan tulang berpengaruh

terhadap keberadaan gigi.2

Penyakit periodontal yang dapat

menyebabkan hilangnya gigi

membutuhkan suatu terapi periodontal

regeneratif untuk mengganti jaringan

penyangga gigi yang hilang akibat

penyakit periodontal.3 Regenerasi

jaringan periodonsium secara

keseluruhan merupakan tujuan utama

perawatan periodontal. Regenerasi

periodontal adalah proses

penyembuhan yang terjadi, yaitu

terbentuknya tulang alveol, sementum

dan ligamen periodontal yang baru.4

Sel-sel aktif yang ada didalam ligamen

periodontal adalah osteoblas,

sementoblas, dan fibroblas. Sel

fibroblas adalah sel jaringan ikat yang

paling banyak terdapat di dalam pulpa

dan ligamen periodontal. Sel fibroblas

berfungsi sebagai sel pertahanan

karena mampu berdiferensiasi sebagai

osteoblas.5,6

218

Page 121: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Menurut penelitian Masulili dkk

(2008), dua teknik yang paling

berhasil dalam regenerasi periodontal

adalah bone graft dan pemakaian

membran GTR (guide tissue

regeneration).3 Ada beberapa macam

bone graft dilihat dari asal donornya,

yaitu xenograft yang berasal dari

spesies yang berbeda dari resipien,

allograft yang berasal dari spesies

yang sama tetapi beda genetik,

autograft yang berasal dari resipien itu

sendiri dan, alloplastic graft yang

merupakan bahan sintetik.7,8 Dari

macam-macam graft tersebut yang

paling sering digunakan adalah

xenograft dan allograft.7

Bone graft selain dapat

digunakan untuk meregenerasi

kerusakan tulang akibat penyakit

periodontal dapat juga digunakan

sebagai cara untuk mengatasi adanya

resorbsi tulang pada perawatan implan

gigi. Sejak tiga dekade terakhir bahan

allograft telah digunakan dalam terapi

regenerasi periodontal. Allograft

umumnya digunakan dalam dua

bentuk, yaitu demineralized freeze

dried bone allograft (DFDBA) dan

Freeze Dried Bone Allograft

(FDBA).3,7,9

Demineralized freeze dried bone

allograft (DFDBA) merupakan salah

satu bahan allograft yang paling sering

digunakan dalam bidang periodonsia

karena ketersediaan bahan, keamanan

dan kemampuan osteokonduktifitas

serta osteoinduktifitasnya dalam

menginduksi pembentukan tulang

yang baru. Hal ini disebabkan karena

pengaruh protein penginduksi tulang

yang disebut bone morphogenetic

protein (BMP) yang timbul karena

adanya proses demineralisasi.10 BMP

mempunyai kapasitas osteoinduksi

sama dengan komposisi tulang

alveolar (Kolagen tipe 1).11

Umumnya, gigi manusia yang

merupakan bagian dari gigi post

ekstraksi akan dibuang begitu saja dan

menjadi limbah yang tidak terpakai.

Bagian dari akar gigi mengandung

dentin dan sementum yang dapat

melakukan regenerasi tulang melalui

proses osteokonduksi dan osteoinduksi

dimana bagian tersebut mempunyai

kandungan bahan organik kolagen tipe

1 yang tinggi. Sedangkan bagian

enamel tidak mengandung

kolagen.11,12 Biokompatibilitas graft

sangatlah penting agar tidak terjadi

kegagalan karena penolakan oleh host,

serta tidak mempunyai pengaruh

toksik atau menimbulkan jejas

terhadap fungsi biologis.7 Semua

bahan yang digunakan didalam mulut

idealnya bersifat biokompatibel. Salah

satu evaluasi biokompatibilitas suatu

bahan tingkat primer adalah uji

sitoksisitas.2

Berdasarkan hal-hal diatas,

peneliti ingin melakukan uji

sitotoksisitas bahan secara in vitro

yaitu akar gigi sehat manusia yang

didapat dari limbah gigi yang telah

diekstraksi dan telah diproses menjadi

demineralized freeze dried apical

tooth allograft terhadap viabilitas sel

fibroblas dari BHK-21.

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian ini adalah

penelitian eksperimental laboratoris in

vitro, dengan rancangan penelitian

menggunakan post test only control

group design.

Proses pembuatan DFDATA

dilakukan di Pusat Biomaterial/Bank

Jaringan RSUD Dr. Soetomo.

Persiapan gigi post ekstraksi sebagai

sampel penelitian dengan proses

demineralized freeze dried adalah

219

Page 122: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

sebagai berikut, pengumpulan gigi

post ekstraksi yang sehat. Kemudian

bagian akar dikarantina di dalam

freezer kemudian dilakukan proses

pasteurisasi dengan suhu 60°C selama

1 jam, akar gigi disterilisasi sekaligus

pencucian menggunakan ultrasonik

pasteurization shaker. Setelah proses

sterilisasi selesai, dilanjutkan dengan

proses diseksi jaringan dari jaringan

lunak yang menempel.

Diseksi dapat dilakukan dengan

menggunakan pisau maupun knable

tang. Selanjutnya dilakukan pencucian

dengan menggunakan aquadest steril

dan dilakukan pencucian kembali

dengan menggunakan H2O2 dalam

ultrasonik shaker. Kemudian

dilanjutkan dengan pencucian

menggunakan aquadest steril lagi.

Proses dilanjutkan dengan

pengambilan lemak (Deffating) jika

bahan graft mengandung lemak.

Proses ini dilakukan dengan

menggunakan larutan Hexan. Setelah

proses deffating selesai, cuci dengan

menggunakan NaCl 0,9% atau

aquadest steril. Setelah itu bahan

allograft dibuat dalam bentuk powder

atau serbuk. Bahan yang telah diubah

dalam bentuk serbuk, dilakukan

pengayakan dengan menggunakan

Sifting Machine sehingga didapatkan 3

range ukuran powder yaitu 355-710

µm; 150-355 µm; <150 µm. Pada

penelitian ini digunakan ukuran 355-

710 µm. Lalu dilakukan proses

demineralisasi yaitu pengambilan

mineral tulang menggunakan HCL

0,5%, sehingga yang tersisa adalah

protein dan kolagennya saja. Setelah

dilakukan proses demineralisasi

dilakukan pencucian kembali hingga

bersih sampai pH menjadi netral

(pH=7). Setelah seluruh rangkaian

proses diatas selesai, jaringan

disimpan dalam Deep-Freezer (-

80°C).

Freeze-Drying (lyophilisation)

merupakan proses pengeringan

jaringan dengan cara sublimasi

(pengeringan cairan langsung dari fase

es tanpa melalui fase cair). Proses ini

merupakan proses yang sangat

penting. Jaringan yang telah dibekukan

di dalam Deep-Freezer dipindah

kedalam mesin Freeze-Dryer, proses

ini memakan waktu antara 8-36 jam

tergantung dari jenis dan besarnya

jaringan. Setelah proses Freeze-Drying

selesai, demineralized freeze dried

apical tooth allograft dipindahkan ke

Laminar Air Flow untuk dilakukan

pengepakan. Demineralized freeze

dried apical tooth allograft dibungkus

dalam 3 lapis plastic polyethylene

diberi label yang bersisi nama dan

alamat Bank Jaringan, nomor graft,

jenis graft, waktu kadaluarsa dan

diberi petunjuk pemakaian, serta

indikator sterilisasi.

Penutupan plastik dilakukan

dengan menggunakan Vacuum Sealer,

sehingga jaringan tertutup di dalam

kantong plastik yang telah di vakum.

Pusat biomaterial–Bank Jaringan Dr.

Soetomo melakukan sterilisasi dengan

cara kimiawi (Ethylene oxide) untuk

jaringan dimana kekuatannya sangat

dibutuhkan. Sedangkan allograft yang

telah dikeringkan (Freeze-Dried)

disteril dengan sinar γ.13, 14

Uji sitotoksisitas bahan

dilakukan di PUSVETMA Surabaya.

Kultur sel BHK-21 dalam bentuk cell-

line ditanam dalam botol. Setelah

confluent (penuh), kultur dipanen

dengan menggunakan larutan trypsine

versene. Hasil panen diambil sedikit

dan ditanam kembali dalam media

eagle yang mengandung 10% bovine

serum diinkubasi selama 24 jam.

Kemudian sel dipindahkan dalam

220

Page 123: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

botol kecil dan dibuat dengan

kepadatan 2 x 105 sel/ml, sel tersebut

siap digunakan untuk pengujian

sampel. Setiap well berisi sel dengan

kepadatan 2 x 105 sel/ml. Sampel

sebelum diuji disterilkan terlebih

dahulu dengan ultra violet selama 15

menit, selanjutnya sampel dimasukkan

dalam microplate. Kemudian

microplate diinkubasi selama 20 jam

pada suhu 37°C.15

Microplate dikeluarkan dari

inkubator dan diletakkan ke dalam

laminar flow untuk diberi perlakuan.

Setelah itu DFDATA dengan ukuran

355-710 µm siap dimasukkan ke

dalam microplate yang telah berisi

media. DFDATA dimasukkan

kedalam well sesuai dengan

konsentrasi tiap kelompok perlakuan.

Selanjutnya microplate diinkubasi

dalam inkubator selama 24 jam dengan

suhu 37°C. Setelah 24 jam, kultur sel

dikeluarkan dari inkubator.

Media eagle’s MEM dibuang,

lalu ditambahkan MTT reagen

sebanyak 10 μl lalu microplate

diinkubasi selama 2-4 jam. Setelah

proses inkubasi selesai, dilakukan

penambahan DMSO (Dimethyl

sulfoxide) dan menyiapkan microplate,

kemudian dilakukan pembacaan

dengan memasukkan microplate

tersebut ke dalam Elisa reader dengan

panjang gelombang 620 λ dan

mengukur Optical Density (OD).16

Persentasi sel yang hidup dihitung

berdasarkan rumus:17

Keterangan:

- % Sel hidup = Persentase jumlah sel

hidup setelah pengujian.

- Perlakuan = Nilai Optical Density

formazan pada setiap sampel setelah

pengujian.

- Media = Nilai Optical Density

formazan pada kontrol media.

- Sel = Nilai Optical Density formazan

pada kontrol sel.

Data yang telah dikumpulkan

dilakukan perhitungan dengan

menggunakan rumus persentase.

Kemudian, dilakukan uji normalitas

data menggunakan uji Shapiro-Wilk,

karena penelitian ini menggunakan

sampel ≤50. Setelah melakukan uji

normalitas data dan data terdistribusi

secara normal, selanjutnya dilakukan

uji statistik analitik numerik tidak

berpasangan lebih dari 2 kelompok

yaitu uji one way ANOVA yang

dilanjutkan dengan uji LSD (Least

Significant Difference) dengan taraf

signifikansi 0,05 (95%) untuk

mengetahui kelompok uji mana saja

yang berbeda.

HASIL

Nilai rata-rata (mean) viabilitas

sel fibroblas, standar deviasi dan hasil

uji normalitas data dapat dilihat pada

tabel 1.

221

Page 124: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

Tabel 1. Nilai rata-rata viabilitas sel fibroblas, standar deviasi dan hasil uji normalitas data.

Kelompok N Mean(%) ± SD Shapiro-Wilk (Sig.)

Kelompok 1 (54mg/ml) 4 88.29725 ± 2.438081 .729

Kelompok 2 (27mg/ml) 4 88.98900 ± 2.707813 .065

Kelompok 3 (13,5mg/ml) 4 92.66725 ± 2.980211 .388

Kelompok 4 (6,75mg/ml) 4 90.13750 ± 3.514843 .401

Kelompok 5 (3,375mg/ml) 4 100.65650 ± 6.286944 .899

Kelompok 6 (1,6875mg/ml) 4 88.82800± 2.556546 .164

Kelompok 7 (0,8437mg/ml)

Kelompok 8 (0,4218mg/ml)

Kelompok 9 (0,2109mg/ml)

4

4

4

90.08800 ± 3.928533

92.57700 ± 4.008748

97.61250 ± 3.110478

.186

.778

.473

Terlihat bahwa pada kelompok

perlakuan, menunjukkan rata-rata

viabilitas sel fibroblas rendah pada

kelompok 1 dan paling tinggi pada

kelompok 5. Hasil uji normalitas data

menggunakan Shapiro-Wilk Test

menunjukkan semua kelompok

perlakuan mempunyai distribusi yang

normal, karena didapatkan nilai

signifikansi lebih besar dari 0,05

(p>0,05). Selanjutnya dilakukan uji

homogenitas data untuk mengetahui

homogenitas dari varians data pada

setiap kelompok secara terpisah

maupun bersama-sama. Kemudian

dilakukan uji hipotesis komparatif

variabel numerik dengan lebih dari dua

kelompok yaitu uji one way ANOVA.

Tabel 2. Hasil uji statistik one way

ANOVA

Sig.

Viabilitas sel .000

Hasil uji LSD dapat dilihat pada

tabel 3. Kelompok perlakuan yang

mempunyai perbedaan bermakna

adalah yang mempunyai signifikansi

kurang dari 0,05,p<0,05).

Tabel 3. Hasil uji LSD viabilitas sel fibroblas dengan DFDATA

Kelompok 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kelompok

1

- 0,792 0,104 0,485 0,000* 0,840 0,497 0,111 0,001*

Kelompok

2

- - 0,169 0,662 0,000* 0,951 0,676 0,179 0,003*

Kelompok

3

- - - 0,339 0,005* 0,151 0,330 0,973 0,068

Kelompok

4

- - - - 0,000* 0,619 0,985 0,357 0,008*

Kelompok

5

- - - - - 0,000* 0,000* 0,004* 0,252

Kelompok

6

- - - - - - 0,632 0,161 0,002*

Kelompok

7

- - - - - - - 0,347 0,007*

Kelompok

8

- - - - - - - - 0,063

Kelompok

9

- - - - - - - - -

*p<0,05 mempunyai perbedaan yang bermakna

222

Page 125: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

PEMBAHASAN

Limbah akar gigi post ekstraksi

banyak sekali ditemukan dan tidak

terpakai lagi. Namun sebenarnya,

komposisi kimia dari gigi mempunyai

kemiripan yang tinggi dengan tulang,

serta pada bagian dentin dan

sementumnya dapat melakukan

regenerasi tulang melalui proses

osteokonduksi dan osteoinduksi

dimana bagian tersebut mempunyai

kandungan bahan organik kolagen tipe

1 yang tinggi.11, 18

Gigi dapat mempunyai sejumlah

besar komponen organik meskipun

gigi tersebut telah lama ditinggalkan

setelah pencabutan, hal ini disebabkan

karena bagian luar dari gigi dapat

melindungi komponen organik dalam

waktu yang lama.19 Penggunaan

metode demineralisasi dengan asam

hidroklorik memperlihatkan protein-

protein yang dapat menginduksi tulang

yang terdapat pada matriks tulang.

Protein-protein itu disebut BMP yang

tersusun dari asam polipeptida karena

protein-protein ini mempunyai

kemampuan untuk merangsang stem

sel pada host untuk berdiferensiasi

menjadi osteoblas, maka DFDBA

lebih induktif dibanding dengan tulang

yang tidak didemineralisasi.20

Pada penelitian ini digunakan

ukuran DFDATA 355-710 µm karena

partikel DFDBA yang terlalu kecil

dapat menyebabkan terjadinya respon

makrofag sehingga DFDBA akan

diresorbsi, maka akan terjadi sedikit

pembentukan tulang atau tidak ada

pembentukan tulang sama sekali dan

bila lebih besar dari ukuran tersebut

tidak dapat membentuk suatu porositas

yang optimal serta tidak dapat

diletakkan dengan baik pada defek

tulang.2, 3 Uji sitotoksisitas merupakan

uji yang wajib dilakukan sebelum

penggunaan bahan kedokteran gigi.

Uji sitotoksisitas merupakan uji tahap

awal dari uji biokompatibilitas dan

bahan kedokteran gigi harus

memenuhi syarat biokompatibilitas

yang dapat diterima oleh tubuh atau

host dan tidak membahayakan

penderita.21

Penelitian ini menggunakan

konsentrasi DFDATA yang tertinggi

yaitu 54mg/ml dan yang terendah

0,2109mg/ml, berdasarkan pada

penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Takamori dkk (2007), yang

menggunakan mixed bovine bone

untuk melihat sitotoksisitasnya dan

menemukan bahwa pada konsentrasi

sekitar 54mg/ml terdapat lebih dari

50% kematian sel fibroblas.22 Setelah

dilakukan penelitian, kelompok

perlakuan dengan viabilitas sel

fibroblas tertinggi adalah kelompok

dengan konsentrasi DFDATA

3,375mg/ml dan kelompok dengan

konsentrasi DFDATA 0,2109 mg/ml.

Viabilitas sel pada kelompok tersebut

mengalami peningkatan viabilitas sel

fibroblas dibanding dengan kelompok

perlakuan lainnya dikarenakan adanya

beberapa kemungkinan yaitu terjadi

proliferasi pada sel fibroblas setelah

diberi DFDATA. Pada penelitian ini

menggunakan metode MTT assay

untuk mengukur kontak langsung dari

bahan uji (DFDATA) terhadap

viabilitas sel fibroblas dan dibaca

dengan Elisa reader untuk mengetahui

nilai optical dencity tiap kelompok

perlakuan kemudian diteruskan dengan

menghitung presentase viabilitas sel

menggunakan rumus. Hasil

perhitungan dikatakan tidak toksik jika

persentase viabilitas sel >50%, namun

bila presentase viabilitas sel <50%

maka bahan uji dikatakan toksik.6

Kultur Cell lines merupakan

bagian dari kultur sel yang telah

223

Page 126: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

banyak digunakan dalam menguji

bahan-bahan serta obat-obatan di

bidang kedokteran gigi, antara lain sel

BHK-21 yang berasal dari fibroblas

ginjal hamster. Kultur cell lines BHK-

21 terbukti lebih menguntungkan

karena cell lines dapat dikultur ulang

sampai 50–70 kali, kecepatan

pertumbuhan sel yang tinggi, integritas

sel tetap terjaga dan sel mampu

bermultiplikasi dalam suspensi.17, 23, 24

Sel fibroblas berfungsi sebagai

sel pertahanan karena mampu

berdiferensiasi sebagai osteoblas.

Kemampuannya untuk berkembang

cepat dalam jaringan luka, serta

mampu hidup sendiri dapat

menjelaskan mengapa sel fibroblas

dapat dengan mudah dibiakkan

sehingga menjadi subjek sel yang

paling digemari untuk penelitian

biologis.6 Alasan lain yang membuat

peneliti memilih sel fibroblas adalah

karena regenerasi tulang

membutuhkan proliferasi sel dan

sintesis kolagen. Dari sudut pandang

pertimbangan peranan graft dalam

perbaikan, saat ini diketahui bahwa

osteogenesis terjadi dalam dua fase.

Pada awalnya, tulang yang terbentuk

dalam graft dihasilkan oleh sel-sel

transplan yang berproliferasi dan

membentuk osteoid baru. Fase ini

mendominasi selama 4 minggu

pertama, setelah itu akan terjadi

osteogenesis yang terutama dibentuk

dari sel-sel jaringan ikat host dan

tulang. Pada fase kedua terjadi resorbsi

dan remodelling, yang menghasilkan

struktur tulang yang terorganisir atau

teratur. Aksi pencetus dari fibroblas

host akan meluas ke graft tulang,

dipandu oleh protein yang diturunkan

dari matriks mineral graft,

menyebabkan sintesis kolagen dan

garam hidroksiapatit untuk produksi

matriks tulang.25

Bone Graft adalah pilihan yang

banyak digunakan untuk memperbaiki

kerusakan tulang periodontal.26 Graft

ada bermacam-macam berdasarkan

asal donornya, dan pada penelitian ini

menggunakan bahan allograft karena

berasal dari individu yang berbeda

tetapi satu spesies.27 Graft pengganti

tersebut akan digunakan untuk

melakukan terapi regeneratif pada

penderita dengan penyakit periodontal.

Ligamen periodontal mempunyai sel

terpenting yaitu sel fibroblas.23 Oleh

karena itu, pada penelitian ini

dilakukan uji sitotoksisitas dengan

menggunakan kultur sel fibroblas.

Selain digunakan untuk melakukan

terapi regeneratif, graft pengganti

tersebut juga dapat digunakan untuk

menambah tulang pada perawatan

implan, untuk meningkatkan estetik

daerah-daerah pada gingiva yang

hilang di daerah senyum dan

mempercepat proses penyembuhan.28

Penelitian ini dapat disimpulkan

bahwa uji sitotoksisitas yang telah

dilakukan menunjukkan bahwa

persentase viabilitas sel fibroblas pada

setiap kelompok perlakuan viabilitas

sel fibroblas adalah >50% yang artinya

bahan DFDATA aman untuk

digunakan dan terbukti tidak toksik.

Menurut hasil tersebut maka sangat

mungkin DFDATA dapat digunakan

sebagai bahan pengganti bone graft di

bidang bone grafting dalam

kedokteran gigi di masa mendatang

serta dapat membantu dalam

peninggian tulang alveol pada

perawatan implan.

SIMPULAN

Uji sitotoksisitas menunjukkan

bahwa Demineralized Freeze Dried

Apical Tooth Allograft (DFDATA)

224

Page 127: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

tidak toksik terhadap viabilitas sel

fibroblas dari BHK-21.

DAFTAR PUSTAKA

1. Situmorang NT. 2005. Dampak Karies

Gigi Dan Penyakit Periodontal Terhadap

Kualitas Hidup. Pidato Pengukuhan

Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang

Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Ilmu

Kesehatan Gigi Masyarakat. Medan:

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Sumatera Utara. P. 3-2.

2. Widyastuti dan Wedarti YR. 2008.

Perbandingan Genotoksisitas

Demineralized Freeze Dryed Bone

Allograft Dengan Xenograft

Menggunakan Kultur Sel Fibroblas. H. 3-

1.

3. Masulili SLC, Maulani C, Sukardi I.

2008. Evaluasi Radiografis Cangkok

Tulang Alograf Dan Membran

Periosteum Pada Terapi Regeneratif

Untuk Periodontitis Agresif. Maj Ked Gi,

15(2). P. 174-69.

4. Koerniadi AI, Natalina, Kemal Y,

Lessang R, Sukardi I, Masulili SLC.

2008. Perawatan bedah flep periodontal

dengan cangkok tulang pada kasus

periodontitis agresif. Maj Ked Gi, 15(2).

P. 130-25.

5. Walton RE dan Torabinejad M. 2008.

Prinsip dan praktik ilmu endodonsi. Alih

bahasa Sumawinata N, Sidharta, W. Edisi

ke 3. Jakarta: EGC. P. 21-3.

6. Rovani CA, Kamizar, Usman M. 2008.

Perbandingan sitotoksisitas

endomethasone, AH plus, dan apexit plus

terhadap sel fibroblas dengan teknik root

dipping. Dentofasial, 7(2). P. 70-8.

7. Wirjokusumo S. 2003. Bone graft dalam

perawatan kedokteran gigi. Pidato

Pengukuhan Jabatan Guru Besar Dalam

Bidang Ilmu Bedah Mulut, Fakultas

Kedokteran gigi Universitas Airlangga,

Surabaya.H. 3-1.

8. Minichetti JC, Amore JCD, Hong AYJ,

Cleveland DB. 2004. Human histologic

analysis of mineralized bone allograft

(Puros) placement before implant surgery.

Journal of Oral Implantology, xxx (2). P.

75-7.

9. Grover V, Kapoor A, Malhotra R,

Sachdeva S. 2011. Bone allografts: A

review of safety and efficacy. Indian

Journal of Dental Research, 2(2). P. 496.

10. Tirtayanti Y. 2011. Penggunaan

demineralized freeze-dried bone allograft

(DFDBA) pada augmentasi linggir

alveolar. Skripsi, Universitas Sumatera

Utara, Medan. H. 3-1.

11. Sung Min P, In Woong U, Young Kyun

K, Kyung Wook K. 2012. Clinical

application of auto-tooth bone graft

material. J Korean Assoc Oral Maxillofac

Surg 38. P. 8-2.

12. Chatzistavrou X, Papagerakis S, X.Ma P.

2012. Papagerakis P. Innovative

Approaches to Regenerate Enamel and

Dentin. Int J Dent. P. 5.

13. Bank Jaringan. 2012. Buku pedoman

kerja bank jaringan. Surabaya: Instalasi

Pusat Biomaterial Bank Jaringan RSU DR

Soetomo Surabaya.

14. Ferdiansyah. 2001. Standard produksi

biomaterial. The 1st Indonesia Tissue

Bank Scientific Meeting & Workshop On

Biomaterial Application, Surabaya. P. 24-

19.

15. Yuliati A. 2004. Uji toksisitas resin

komposit sinar tampak pada kultur sel

dengan esei MTT. Maj.Ked.Gigi

(Dent.J.), 37(2). P. 83-6.

16. ATCC. 2001. MTT cell proliferation

assay. Manassas: American Type Culture

Collection. P. 6-1.

17. Meizarini A. 2005. Sitotoksisitas bahan

restorasi cyanoacrylate pada variasi

perbandingan powder dan liquid

menggunakan MTT assay. Maj. Ked.

Gigi. (Dent.J.), 38(1): 20-4.

18. Young Kyun K, Su Gwan K, Ju Hee B,

Hyo Jung L, In Ung U, Sung Chul L, Suk

Young K. 2010. Development of a novel

bone grafting material using autogenous

teeth. Oral Surg Oral Med Oral Phathol

Oral radiol Endod, 109(4). P. 503-496.

19. Young Kyun K. 2012. Bone graft material

using teeth. J Korean Assoc Oral

Maxillofac Surg, 38. P. 134-8.

20. Oktawati S. 2003. Regenerasi tulang

alveolar setelah terapi dengan bone graft

DFDBA. Maj Ked. Gigi (Dent.J.), Edisi

khusus Temu ilmiah Nasional. P. 190-3.

21. Nirwana I, Soekartono RH. 2005.

Sitotoksisitas resin akrilik hybrid setelah

penambahan glass fiber dengan metode

berbeda. Majalah Kedokteran Gigi, 38(2).

P. 56-9.

22. Takamori ER, Figueira EA, Taga R,

Sogayar MC, Granjeiro JM. 2007.

Evaluation of the cytocompatibility of

mixed bovine bone. Braz Dent J, 18(3). P.

179-84.

23. Ariani MD, Yuliati A, Ardiato T. 2009.

Toxicity testing of chitosan from tiger

225

Page 128: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

prawn shell waste on cell culture. Dental

Journal, 42(1). P. 16.

24. Soenartyo H dan Rianti D. 2003. Uji

sitotoksisitas ekstrak Coleus amboinicus,

Lour menggunakan esei MTT. Maj. Ked.

Gigi (Dent. J.), 36(2). P. 54-7.

25. Pedersen GW. 1996. Buku ajar praktis

bedah mulut. Jakarta: EGC. P. 353.

26. Siregar NH. 2009. Keramik sebagai bahan

substitusi bone graft. Skripsi, Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera

Utara, Medan. P. 17-9.

27. Dumitrescu AL. 2011. Bone graft and

bone graft substitutes in periodontal

therapy. chemical in surgical periodontal

therapy. Springer-Verlag Berlin

Heidelberg, 9(307). P. 144-73.

28. Dewi PS. 2007. Penatalaksanaan

kerusakan tulang pasca pencabutan

dengan teknik bone grafting. Interdental

Jurnal Kedokteran Gigi, 5(2). P. 21-17.

226

Page 129: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Panduan Penulisan Naskah

Denta “Jurnal Kedokteran Gigi” menerima

khusus naskah asli yang belum diterbitkan di

dalam maupun di luar negeri.

Ketentuan Naskah Penulisan

1. Naskah dapat berupa hasil penelitian,

konseptual ilmiah atau laporn kasus.

2. Naskah yang dikirim sebnayak 2 (dua)

rangkap disertai disket/CD/flash disk.

3. Naskah dapat ditulis dalam bahasa

Indonesia atau bahasa Inggris.

4. Naskah diketik dengan program MS

Word dengan huruf Times New

Roman dengan besar huruf 12 dan

spasi 1 serta panjang halaman 7-15

halaman pada kertas HVS ukuran A4,

tidak bolak balik dengan batas pinggir

3-4 cm.

5. Naskah serta ilustrasi yang menyertai

menjadi milik sah penerbit dan tidak

dibenarkan untuk diterbitkan pada

publikasi lain selain ijin penerbit.

Naskah dapat diedit penyunting bila

diperlukan tanpa mengubah maksud

isinya.

Sistematika Penulisan

1. Naskah hasil penelitian disajikan

dengan sistematika sebagai berikut :

(a) Judul

(b) Abstrak

(c) Pendahuluan

(d) Bahan dan Metode

(e) Hasil

(f) Pembahasan (serta simpulan)

(g) Daftar Pustaka

2. Naskah Konseptual Ilmiah disajikan

dengan sistematika sebagai berikut :

(a) Judul

(b) Abstrak

(c) Pendahuluan

(d) Subjudul-subjudul tinjauan

pustaka

(e) Pembahasan (serta simpulan)

(f) Daftar pustaka

3. Laporan kasus:

(a) Judul

(b) Abstrak

(c) Pendahuluan

(d) Kasus dan tata laksana Kasus

(e) Pembahasan (serta simpulan)

(f) Daftar Pustaka

4. Judul:

(a) Dalam bahasa Indonesia dan

Inggris.

(b) Harus menggambarkan isi tulisan

secara ringkas dan jelas.

(c) Jumlah kata 10-15 kata.

(d) Ditulis dalam bahasa Indonesia

dengan huruf Times New Roman

besar-kecil ukuran 17,5 dan tebal,

dan dalam bahasa Inggris dengan

huruf Times New Roman besar-

kecil ukuran 15,5, miring dan

terletak di dalam kurung.

5. Nama penulis (tanpa gelar) ditulis

dengan huruf Times New Roman

ukuran 9,5 dan tebal.

6. Nama lembaga ditulis dengan huruf

Times New Roman ukuran 9,5.

7. Abstrak (Times New Roman besar,

tebal, font 10,5).

(a) Ditulis dalam bahasa Inggris dan

bahasa Indonesia.

(b) Tidak lebih daari 250 kata.

(c) Menggunakan huruf Times New

Roman ukuran 10,5 dalam satu

alinea, spasi 1,5.

(d) Berisi intisari seluruh tulisan yang

terdiri dari:

Hasil penelitian:

Background, Purpose,

Material and Method, Result,

Conclucion

Studi pustaka:

Background, Purpose, Case,

Case Management,

Conclucion.

Laporan kasus:

Background, Purpose, Case,

Case Management,

Conclucion.

(e) Dicantumkan 2-5 kata kunci

(keywords) dan korespondensi

(correspondence) berisi nama,

instansi, alamat, nomor telepon,

dan faksimili serta email dengan

menggunakan huruf Times New

Roman 10,5.

8. Pendahuluan meliputi latar belakang,

rumusan masalah serta tujuan

penulisan.

9. Bahan dan metode meliputi bahan dan

alat yang digunakan, waktu, tempat,

rancangan, dan prosedur pelaksanaan

penelitian.

Page 130: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

10. Hasil dikemukakan dengan jelas dan

bila perlu dilengkapi dengan tabel,

ilustrasi, dan foto yang diberi nomor

berurutan dalam teks. Judul tabel

ditulis di atasnya. Keterangan gambar

diberikan di bawahnya. Foto

berwarna/hitam putih menggunakan

kertas putih mengkilat dan harus

kontras, tajam, jelas.

11. Subjudul-subjudul berisi subtropik

studi pustaka dan pembahasan

disesuaikan dengan kebutuhan.

12. Kasus merupakan penjelasan kasus

yang meliputi anamnesis, pemeriksaan

klinis baik ekstra oral maupun intra

oral, pemeriksaan penunjang, dan

diagnosisnya.

13. Tata Laksana Kasus menjelaskan

prosedur penatalaksanaan yang

dilakukan pada penderita secara jelas.

14. Pembahasan menjelaskan hasil

penelitian sebagai pembacaan

masalah, dikaitkan dengan penelitian

terdahulu serta kemungkinan

pengembangannya. Memuat

kesimpulan yang merupakan bagian

akhir tulisan yang menunjukkan

jawaban atas tujuan yang telah

dikemukakan dalam pendahuluan.

15. Ucapan terima kasih ditulis apabila

memang ada pihak yang telah

membantu dalam kegiatan yang

dilakukan, maka ucapan terima kasih

dapat disampaikan di sini diletakkan

pada akhir naskah sebelum daftar

pustaka.

16. Daftar pustaka

(a) Daftar pustaka berisi informasi

tentang sumber pustaka yang

telah dirujuk dalam tubuh tulisan.

(b) Untuk setiap pustaka yang dirujuk

dalam naskah harus muncul

dalam daftar pustaka, begitu juga

sebaliknya setiap pustaka yang

muncul dalam daftar pustaka

harus pernah dirujuk dalam tubuh

tulisan

(c) Format perujukan pustaka di

dalam naskah disusun menurut

angka secara berurutan dari nama

pertama keluar dalam Daftar

Pustaka, mengikuti cara

Vancouver.

(d) Contoh penulisan kepustakaan

menurut Vancouver yaitu :

1. Bills DA, Handelman CS, Be

Gole EA. 2005. Bimaxillary

dentoalveolar protrusion:

Traits and Orthodontics

correction. Angle Orthod,

75(1): 339-333.

2. Newman MG, Takei HH,

Klokkevoid PR, Carranza

FA. 2006. Clinical

Periodontology, 10th edition,

St Louis: Saunders. p 245-

241.

3. Bayu A. 2009. Hutan

Mangrove Sebagai Salah

Satu Sumber Produk Alam

Laut. Oseana, 34(2): 23-15.

Available from

http://isdj.pdii.lipi.go.id/admi

n/jurnal/342091523.pdf.

Diakses 13 Juni 2012.

17. Penulis bertanggung jawab terhadap

isi naskah beserta data, pendapat, dan

pernyataan di dalamnya. Penerbit,

Dewan Redaksi dan Staf Majalah

denta tidak bertanggungjawab

terhadap kesalahan isi askah termasuk

data, pendapat, dan pernyataan di

dalamnya.

Page 131: Vol 8 No. 2 Agustus 2014 SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum ...hangtuah.ac.id/fkg/images/stories/vol8no2.pdf · Vol. 8 No. 1 Februari 2014 ISSN : 1907-5987 i Vol. 8 No. 2 Agustus 2014

Vol. 8 No. 2 Agustus 2014 ISSN : 1907-5987

1

FORMULIR BERLANGGANAN

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HANG TUAH

Alamat redaksi: Jl. Arief Rahman Hakim 150 Surabaya

Telp. 031-5945864, 5945894 psw 219/220 Fax. 031-5946261

E-mail: [email protected]/[email protected]

Website: www.fkg.hangtuah.ac.id

Negara 1 Tahun 2 Tahun

Pulau Jawa Rp 70.000,00 Rp 130.000,00

Luar Pulau Jawa Rp 90.000,00 Rp 150.000,00

Saya ingin berlangganan Denta Jurnal Kedokteran Gigi

Nama:. .............................................................................. Saya membayar majalah ini dengan:

Pekerjaan: .........................................................................

Institusi: ............................................................................ Tunai

Alamat surat: ....................................................................

.......................................................................................... Transfer

Kota: .................................................................................

Negara: .............................................................................

Telp: .................................................................................

Fax: ..................................................................................

E-mail: ..............................................................................

Periode langganan: Th..................... – Th. .......................

Tanda tangan: ...................................................................

No. Rekening : 00338-01-50-000315-1

Nama Bank : BTN Batara

Nama Penerima : Fakultas Kedokteran Gigi