vitiligo

25
VITILIGO A. PENDAHULUAN Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik yang ditandai dengan adanya makula putih yang dapat meluas. Dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang mengandung sel melanoist, misalnya rambut dan mata. Sejak zaman dahulu telah dikenal beberapa istilah untuk vitiligo, antara lain shwetakustha, suitra, behak, dan beras. [1] Kata vitiligo berasal dari bahasa Latin – vitellus, yang artinya veal (daging sapi muda), untuk daging pucat atau daging merah muda yang bercahaya. Vitiligo merupakan gangguan pigmentasi bawaan, di mana melanosit dalam kulit tidak ada. Ditemukan ada riwayat keluarga pada 30 % pasien; patogenesis autoimun juga memegang peranan sebagai penyebabnya. Vitiligo sering ditemukan pula pada penderita diabetes melitus, anemia pernisiosa, dan gangguan tiroid. [2] Vitiligo adalah depigmentasi lokal bawaan pada kulit, rambut, dan kadang-kadang mukosa, yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, dengan ciri khasnya kehilangan melanosit secara utuh. [3] B. EPIDEMIOLOGI 1

Upload: raissa-safitry

Post on 12-Aug-2015

63 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Vitiligo

VITILIGO

A. PENDAHULUAN

Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik yang ditandai dengan adanya

makula putih yang dapat meluas. Dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang

mengandung sel melanoist, misalnya rambut dan mata. Sejak zaman dahulu

telah dikenal beberapa istilah untuk vitiligo, antara lain shwetakustha, suitra,

behak, dan beras.[1]

Kata vitiligo berasal dari bahasa Latin – vitellus, yang artinya veal (daging

sapi muda), untuk daging pucat atau daging merah muda yang bercahaya.

Vitiligo merupakan gangguan pigmentasi bawaan, di mana melanosit dalam

kulit tidak ada. Ditemukan ada riwayat keluarga pada 30 % pasien; patogenesis

autoimun juga memegang peranan sebagai penyebabnya. Vitiligo sering

ditemukan pula pada penderita diabetes melitus, anemia pernisiosa, dan

gangguan tiroid.[2]

Vitiligo adalah depigmentasi lokal bawaan pada kulit, rambut, dan

kadang-kadang mukosa, yang penyebabnya belum diketahui secara pasti,

dengan ciri khasnya kehilangan melanosit secara utuh.[3]

B. EPIDEMIOLOGI

Insidens yang dilaporkan bervariasi antara 0,1 sampai 8,8 %. Dapat

mengenai semua ras dan kelamin. Frekuensi pada kedua jenis kelamin sama.

Hanya saja penelitian epidemiologik menunjukkan bahwa penderita yang

berobat lebih banyak wanita. Hal ini mudah dimengerti karena masalah

utamanya adalah kosmetika. Awitan terbanyak sebelum umur 20 tahun. Ada

pengaruh faktor genetik. Pada penderita vitiligo, 5 % akan mempunyai anak

dengan vitiligo. Riwayat keluarga vitiligo bervariasi antara 20-40%.[1],[4]

Vitiligo tersebar di seluruh dunia dengan prevalensi 0,1 sampai 2 persen

penduduk dunia. Vitiligo umumnya terjadi pada anak-anak atau dewasa muda

(remaja), dengan penderita paling sering pada usia 10 sampai 30 tahun, namun

dapat terjadi pada semua umur. Terjadi pada semua ras dan jenis kelamin.

1

Page 2: Vitiligo

Walaupun secara umum terjadi pada satu keturunan, namun sering terjadi di

luar pola keturunan menurut Mendel.[5]

C. ETIOLOGI

Penyebab belum diketahui, berbagai faktor pencetus sering dilaporkan,

misalnya krisis emosi dan trauma fisis.[1]

Penyebab pasti vitiligo belum diketahui, di bawah ini adalah beberapa

hipotesis yang diduga sebagai faktor penyebabnya :

Autoimun

Neurogenik – beberapa agen neurotoksin dilepaskan di sekitar melanosit,

yang menyebabkan kehancuran (dekstrusi) sel-sel melanosit. Hal ini juga

menjelaskan beberapa kasus vitiligo dermatom

Self-destruction melanin – produksi melanin menghasilkan toksin yang

menghancurkan sel-sel melanosit

Bahan-bahan kimia eksogen seperti tiol, fenol katekol, dan lain-lain.[2]

D. PATOGENESIS

Kelainan kulit pada vitiligo disebabkan oleh karena kurangnya /tidak

adanya melanosit yang ditandai dengan macula hipopigmentasi. Beberapa teori

tentang pathogenesis terjadinya vitiligo antara lain :

1. Teori Autoimmune

Adanya hubungan antara kelainan system imun menyebabkan

terjadinya kerusakan pada melanosit. Beberapa penyakit autoimun yang

sering sering dihubungkan dengan vitiligo antara lain adalah tiroiditis

Hashimoto, anemia pernisiosa, penyakit Addison, alopesia areata, dan

sebagainya. Antibodi humoral terhadap tiroid, sel parietal, dan adrenal

meningkat secara bermakna, tetapi antibody spesifik terhadap melanosit

tidak dijumpai. Vitiligo juga sering didapatkan dengan penderita

melanoma, halo nevus, dan juga pada sindroma Vogt-Koyanagi-Harada

(uveitis dan vitiligo). Pada ketiga penyakit tersebut , dapat pula dijumpai

antibody spesifik terhadap pure vitiligo.[4]

2

Page 3: Vitiligo

2. Factor neurohumoral

Melanosit terbentuk dari neuralcrest, maka diduga factor neural

berpengaruh. Tirosin adalah substrat untuk pembentukan melanin dan

katekol. Kemungkinan adanya produk intermediate yang terbentuk selama

sintesis katekol yang mempunyai efek mwrusak melanosit . Pada beberapa

lesi ada gangguan keringat dan pembuluh darah terhadap respons

transmitter saraf,misalnya asetilkolin.[1]

3. Teori rusak diri ( self destruction theory)

Teori ini menyebutkan bahwa pada penderita vitiligo kehilangan

mekanisme perlindungan intrinsik untuk mengeliminasi metabolit yang

terbentuk pada melanogenesis. Contohnya monomethyl- dan monobenzyl-

ether hidrokuinon yang dipakai dalam pengobatan melasma dan obat-obat

ini dapat pula menyebabkan lesi-lesi semacam vitiligo.[5]

E. GEJALA KLINIS

Vitiligo lebih sering terkena pada orang usia sebelum 20 tahun,wanita dan

pria memiliki insidensi yang sama tidak signifikan.Makula berwarna putih

dengan diamtere beberapa millimeter sampai beberapa sentimeter bulat atau

lonjong dengan batas tegas,tanpa perubahan epidermis yang lain. Kadang-

kadang tampak macula hipomelanosis selain macula apigmentasi.

Dalam macula vitiligo dapat ditemukan macula dengan pigmentasi normal

atau hiperpigmentasi disebut repigmentasi perifolikular. Kadang-kadang

ditemukan tepi lesi yang meninggi ,eritema, dan gatal disebut inflamatoar.[1]

Bercak pada vitiligo biasanya ditemukan pada area wajah, tangan, bagian

ekstensor tulang terutama diatas jari, tibialis anterior, dan pergelangan tangan

bagian fleksor. Trauma dan stress dikatakan factor presipitasi. Makula yang

amelanotik didapatkan di daerah hiperpigmentasi, misalnya aksila, inguinal,

areola, dan genitalia. Distribusi lesi biasanya simetrik, meskipun ada pula yang

unilateral, yang merupakan susunan dermatom. Makula mempunyai gambaran

konveks dan bertambah secara teratur. Rambut pada lesi tersebut sering

3

Page 4: Vitiligo

mempunyai pigmen yang normal, tetapi pada lesi yang sudah lama, rambut

sering amelanotik.

Gejala subyektif tidak ada, tetapi dapat timbul rasa panas pada lesi.

Keluhan umum terutama adalah masalah kosmetik. Repigmentasi pernah

dilaporkan pada sekitar 10% kasus.

Vitiiligo mempunyai beberapa pola distribusi yang khas yaitu : fokal,

segmental, generalisata, acrofacial, dan universal.

Vitiligo fokal (localized) : satu macula yang terisolasi atau beberapa

macula yang terbatas baik jumlah maupun ukurannya (terdapat satu atau

dua tempat di bagian tubuh).

Gambar 1 : Vitiligo fokal[6]

Vitiligo segmental : distribusinya khas, dengan lesi vitiligo yang unilateral

dalam suatu distribusi dermatom atau quasidermatom. Tipe ini dikatakan

sebagai suatu jenis vitiligo yang bersifat stabil.

4

Page 5: Vitiligo

Gambar 2: Vitiligo segmental[5]

Vitiligo generalisata : merupakan jenis vitiligo yang banyak dijumpai,

khas dengan beberapa atau banyak macula yang tersebar. Makula ini

sering menyebar dan menyerang daerah permukaan ekstensor, terbanyak

didapatkan pada sendi interfalangeal, sendi interfalangeal

metacarpal/metatatarsal, siku, dan lutut.

Gambar 3. Vitiligo generalisata (A) pada dewasa; (B) pada anak[5]

5

Page 6: Vitiligo

Vitiligo acrofacial : adalah depigmentasi pada jari bagian distal dan area

perorificial.

Gambar 4. Vitiligo acrofacial[5]

Vitligo universal : adalah makula depigmentasi dan bercak pada hampir

seluruh bagian tubuh sering berhubungan dengan sindrom multipel

endrokrinopati.

Gambar 5. Vitiligo universal[5]

6

Page 7: Vitiligo

Daerah ekstensor lain yang terkena adalah pergelangan tangan, maleolus,

imbilikus, lumbosakral, tibia anterior, dan aksilla. Makula vitiligo dapat

bersifat periorifisial dan menyerang daerah sekitar mata, hidung, telinga,

mulut, dan anus. Vitiligo periungual dapat pula terjadi baik berdiri sendiri atau

bersamaan dengan lesi mucosal (bibir, penis, distal, putting susu).[4]

F. DIAGNOSIS

Kriteria diagnosis utamanya didasarkan atas pemeriksaan klinis

(anamnesis, pemeriksaan fisik), uji diagnostik (untuk membedakan dengan

penyakit lain yang menyerupai), dan pemeriksaan laboratorium (untuk

membantu mencari adanya kaitan dengan penyakit sistemik, seperti diabetes

mellitus, insufisiensi adrenal, anemia pernisiosa, penyakit tiroid, dan lain-lain).

Beberapa tes laboratorium sangat membantu, di antaranya level thyroid

stimulating hormone, antibodi antinuklear, dan pemeriksaan darah lengkap.

Klinisi juga harus mempertimbangkan pemeriksaan serum antitiroglobulin dan

antibodi antitiroid peroksidase, khususnya ketika pasien mempunyai tanda dan

gejala penyakit tiroid. Antibodi antitiroid peroksidase, secara khusus, dianggap

sebagai marker yang sensitif dan spesifik bagi gangguan autoimun tiroid.[1, 4, 5]

1. Evaluasi Klinis

Diagnosis vitiligo didasarkan atas anamnesis dan gambaran klinis.

Ditanyakan pada penderita :

a. Awitan penyakit (kapan lesi muncul; perjalanan penyakitnya stabil atau

progresif, dan lain-lain)

b. Riwayat keluarga tentang timbulnya lesi dan uban yang timbul dini

c. Riwayat penyakit kelainan tiroid, alopesia areata, diabetes melitus, dan

anemia pernisiosa

d. Kemungkinan faktor pencetus, misalnya stres, emosi, terbakar surya, dan

pajanan bahan kimiawi

e. Riwayat inflamasi, iritasi, atau ruam kulit sebelum bercak putih.

f. Riwayat fotosensitifitas; disfungsi telinga atau mata; bentuk-bentuk

pengobatan sebelumnya.[1],[4]

7

Page 8: Vitiligo

2. Pemeriksaan Histopatologi

Dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) tampaknya normal kecuali

tidak ditemukan melanosit. Pada bagian superfisial dermis, perivascular, dan

perifollicular umumnya dapat ditemukan infiltrat limfosit di batas lesi

vitiliginous (makula). Reaksi dopa untuk melanosit negatif pada daerah

apigmentasi, tetapi meningkat pada tepi yang hiperpigmentasi.[1],[5]

3. Pemeriksaan Biokimia

Pemeriksaan histokimia pada kulit yang diinkubasi dengan dopa

menunjukkan tidak adanya tirosinase. Kadar tirosin plasma dan kulit

normal.[1]

G. DIAGNOSIS BANDING

Beberapa penyakit yang mempunyai gambaran lesi vitiligo yaitu :[7]

1. Tinea versicolor

Lesi berupa bercak hipopigmentasi dengan skuama pada

permukaannya. Lesi biasanya terdapat pada punggung atas dan dada

yang dapat meluas ke leher dan lengan. Dengan pemeriksaan potassium

hydroxide (KOH) menunjukkan adanya hyfa dan spora.[8]

Gambar 6. Tinea versicolor[8]

8

Page 9: Vitiligo

2. Pityriasis Alba

Lesi berupa bercak hipopigmentasi an dijumpai adanya skuama.

Lesi biasanya terdapat pada pipi, lengan, dan paha bagian atas. Biasanya

terdapat pada penderita dermatitis atopik.[9]

Gambar 7.Pityriasis Alba [9]

3. Tuberous sclerosis

Berupa makula hipopigmentasi yang berbentuk ash-leaf. Pada

umumnya terlihat sejak lahir atau masa bayi, dengan lokasi di daerah

punggung dan ekstremitas.[10]

Gambar 8.Tuberous sclerosis[10]

9

Page 10: Vitiligo

4. Piebaldism

Merupakan penyakit genetic yang diturunkan secara dominan

autosomal yang timbul sejak lahir atau segera setelah lahir, dimana tidak

dijumpainya melanosit pada kulit dan rambut . Lokasi lesi selalu pada

permukaan tubuh bagian ventral dan rambut bagian depan sering

berwarna putih, kemudian bercak depigmentasi dapat meluas hingga ke

dahi. Perkembangan lesi depigmentasi biasanya stabil. Riwayat keluarga

selalu dijumpai pada penyakit ini.[11]

Gambar 9. Piebaldism [11]

5. Nevus Anemicus

Merupakan bercak hipopigmentasi yang besar, dijumpai pada

semua umur, tidak mengalami depigmentasi dan biasanya tidak

berkembang. Pada pemeriksaaan histology dijumpai melanosist dan

melanin tetapi dengan jumlah sel dan pigmen yang berkurang

dibandingkan pada kulit yang normal.[12]

10

Page 11: Vitiligo

Gambar 10. Nevus Anemicus [12]

6. Halo Nevus

Halo nevus adalah lesi kulit yang jinak dengan gambaran umum

melanositik dengan infiltrat inflamasi yang berkembang dan

menghasilkan zona depigmentasi sekitar nevus.[13]

Gambar 11. Nevus Halo [13]

11

Page 12: Vitiligo

7. Vogt-Koyanagi-HaradaVogt-Koyanagi-Harada (VKH) penyakit adalah gangguan multisistemik ditandai

dengan panuveitis granulomatous dengan ablasio retina eksudatif yang sering dikaitkan

dengan manifestasi neurologis dan kulit. VKH dianggap sebagai penyakit yang diperantarai sel autoimun terhadap melanosit. Namun, patogenesis penyakit VKH tidak pasti, meskipun spektrum yang luas ditemukan dalam gangguan ini menunjukkan mekanisme sentral untuk menjelaskan manifestasi multisistemik. Peradangan dan hilangnya melanosit telah dijelaskan dalam beberapa jaringan, termasuk kulit, telinga bagian dalam, meninges, dan uvea. Perubahan histopatologis menunjukkan secara menular atau autoimun untuk penyakit ini.[14]

Gambar 12. Vogt-Koyanagi-Harada [14]

8. Idiopathic guttate hypomelanosisIdiopathic guttate hypomelanosis (IGH) adalah leukoderma jinak namun

etiologi tidak diketahui. Idiopathic guttate hypomelanosis yang paling sering biasanya mengenai seseorang setengah baya, berkulit terang,wanita, tetapi dapat juga pada pria dan orang yang berkulit gelap dengan riwayat jangka panjang terkena paparan sinar matahari.Idiopathic guttate hypomelanosis adalah kondisi jinak. Penyebabnya tidak diketahui, tapi tampaknya berhubungan dengan efek matahari pada melanosit, yang membuat mereka merosot.[15]

H. PENGOBATAN

Umum :

Seyogyanya semua penderita vitiligo perlu diperiksa gula darah karena

mempunyai insiden yang lebih tinggi pada DM, penyakit tiroid, anemia

pernisiosa, dan penyakit Addison.

12

Page 13: Vitiligo

Pada lesi, oleh karena mudah “terbakar” sinar matahari, dianjurkan

penggunaan tabir surya.

Oleh karena melanosit sangat lambat dalam merespon pengobatan, untuk

mencapai hasil yang optimal, terapi harus dilanjutkan sampai 6-12 bulan.[4]

Khusus :

1. Penggunaan obat-obatan

Pengobatan vitiligo kurang memuaskan. Dianjurkan penderita untuk

menggunakan kamuflase agar kelainan tertutup dengan cover mask.

a. Sistemik

Fototerapi dengan psoralen baik topikal maupun sistemik ataupun

keduanya, dikatakan merupakan cara yang cukup efektif. Pengobatan

sistemik adalah dengan trimetilpsoralen atau metoksi-psoralen dengan

gabungan sinar matahari atau sumber sinar yang mengandung

ultraviolet gelombang panjang (ultraviolet A). Dosis psoralen adalah

0,6 mg/kgBB 2 jam sebelum penyinaran selama 6 bulan sampai

setahun.

Pada usia di atas 18 tahun, jika kelainan kulitnya generalisata,

pengobatannya digabung dengan kapsul metoksalen (10 mg). Obat

tersebut dimakan 2 kapsul (20 mg) 2 jam sebelum dijemur, seminggu 3

kali. Waktu penjemuran kian diperlama. yang dikehendaki ialah timbul

eritema, tetapi jangan sampai tampak erosi, vesikel, atau bula. Kalau

setelah 6 bulan tidak ada perbaikan, pengobatan dihentikan dan

dianggap gagal.[1]

b. Topikal

Fototerapi psoralen topikal dilakukan apabila lesi terbatas (kurang

dari 20% permukaan tubuh) atau pada usia kurang dari 18 tahun. Pada

usia di bawah 18 tahun hanya diobati secara topikal saja dengan losio

metoksalen 1% yang diencerkan 1 : 10 dengan spiritus dilutus. Cairan

tersebut dioleskan pada lesi. Setelah didiamkan 15-30 menit lalu

dijemur selama 10 menit. Waktu penjemuran kian diperlama (dinaikkan

perlahan-lahan antara 1/2 sampai 4 menit). Dosis permulaan biasanya

13

Page 14: Vitiligo

0,12 – 0,25 J/cm2, kemudian ditambah sampai muncul eritema, tetapi

jangan sampai tampak erosi, vesikel, atau bula. Kenaikan berkisar

antara 0,12 atau 0,25 J/cm2 perminggu. Pengobatan biasanya diberikan

3 kali perminggu tetapi tidak boleh 2 hari berturut-turut. Pengobatan

dengan psoralen secara topikal yang dioleskan 5 menit sebelum

penyinaran sering menimbulkan dermatitis kontak iritan. [1],[4]

Kontra indikasi Psoralen : hipertensi, gangguan hati, gagal ginjal dan

jantung. Walaupun belum pernah dilaporkan ada efek samping yang

serius, beberapa keadaan dapat terjadi, misalnya mual, muntah, vertigo,

bahkan hiperpigmentasi menyeluruh.[4]

c. Kortikosteroid

Beberapa kasus menunjukkan respon terhadap pengobatan

kortikosteroid. Obat ini digunakan baik dalam bentuk topikal, misalnya

betametason valerat 0,1 % ataupun suntikan intradermal. Pemakaian

kortikosteroid ini kemungkinan didasarkan atas teori “rusak diri”

maupun teori autoimun. Dalam hal ini, kortikosteroid dapat

memperkuat mekanisme pertahanan tubuh pada auto-dekstruksi

melanosit atau menekan perubahan imunologik.

Penggunaan kortikosteroid topikal dapat dilakukan dengan prosedur

Drake dkk. :

˗ Krim kortikosteroid dioleskan pada lesi sekali sehari selama 3-4

bulan.

˗ Setiap minggu sekali dilakukan evaluasi dengan menggunakan

lampu Wood.

˗ Pengobatan diteruskan apabila ada repigmentasi, namun harus segera

dihentikan apabila tidak ada respon dalam waktu 3 bulan.

˗ Fotografi dapat membantu mengevaluasi kemajuan.

˗ Kemungkinan adanya efek samping, antara lain berupa

telangiektasis, atrofi, striae, dan lain-lain, perlu diperhatikan dan

kalau perlu pengobatan dihentikan.[4]

14

Page 15: Vitiligo

Pada beberapa penderita kortikosteroid potensi tinggi, misalnya

betametason valerat 0,1 % atau klobetasol propionat 0,05 % efektif

menimbulkan pigmen.[1]

d. MBEH (monobenzylether of hydroquinon) 20 % dapat dipakai untuk

pengobatan vitiligo yang luas lebih dari 50 % permukaan kulit dan tidak

berhasil dengan pengobatan psoralen. Bila tidak ada dermatitis kontak

pengobatan dilanjutkan sampai 4 minggu untuk daerah yang normal.

Depigmentasi dapat terjadi setelah 2-3 bulan dan sempurna setelah 1

tahun. Kemungkinan timbul kembali pigmentasi yang normal pada

daerah yang terpajan sinar matahari dan pada penderita yang berkulit

gelap sehingga harus dicegah dengan tabir surya.[1]

2. Pembedahan

Cara lain ialah tindakan pembedahan dengan tandur kulit, baik pada

seluruh epidermis dan dermis, maupun hanya kultur sel melanosit. Dapat

pula dilakukan autologous skin graft, yakni memindahkan kulit normal (2-

4 mm) ke ruam vitiligo. Efek samping yang mungkin timbul antara lain

parut, repigmentasi yang tak teratur, “Koebnerisasi”, dan infeksi.Buku Harlan

Daerah ujung tabir, bibir, siku, dan lutut umumnya memberi hasil

pengobatan yang buruk. Dicoba dilakukan repigmentasi dengan cara tato

dengan bahan ferum oksida dalam gliserol atau alkohol.[1]

Ada begitu banyak pilihan terapi untuk pasien vitiligo. Sebagian besar

terapi bertujuan untuk mengembalikan pigmen kulit. Semua pendekatan

memiliki keuntungan dan kekurangan masing-masing dan tidak ada yang sama

untuk setiap pasien.

Tabel 1.[5]

Topikal Fisik Sistemik Pembedahan

Lini 1 Kortikosteroi UV B (sinar

15

Page 16: Vitiligo

d pendek)

Calcineurin inhibitor

Psoralen sistemik dan UV A light

Lini 2Calcipotriol

Psoralen topikal dan UV A light

Kortikosteroid (pulse

therapy)

Grafting melanocyte transplant

Laser eximer

Grafik 1 : Algoritma terapi vitiligo. NB-UVB = narrowband ultraviolet B ;

PUVA = Psoralen dan ultraviolet A light; PUVASOL = Psoralen, Ultraviolet

A, dan solar light.[5]

I. PROGNOSIS

16

Luas Lesi

Jika < 20% permukaan kulit

Kortikosteroid topikal, immunomodulator, atau

Calcipotriol atau kombinasi ketiganya

PUVA topical atau Fototerapi topikal

Skin grafting atau transplantasi

melanosit

Jika ≥ 20% permukaan kulit

Fototerapi ; NB-UVB atau PUVA atau PUVASOL

Jika tidak respon dan lesi > 50%

Depigmentasi

Page 17: Vitiligo

Prognosis dari vitiligo tidak dapat diprediksi. Manifestasi klinis awal dari

vitiligo tidak dapat digunakan sebagai acuan bentuk anatomi ke depannya

atau aktifitas penyakitnya.[5]

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardiman, L., Kelainan pigmen, in Ilmu penyakit kulit dan kelamin, A. Djuanda, M. Hamzah, and S. Aisah, Editors. 2010, Fakultas kedokteran universitas indonesia: Jakarta. p. 296-298.

2. Zaidi, Z. and S.W. Lanigan, Disorders of pigmentation, in Dermatology in clinical practice. 2010, Springer: London. p. 307-311.

3. Sterry, W., R. Paus, and W. Burgdorf, Disorders of pigmentation, in Thieme clinical companions dermatology. 2006, Thieme: New york. p. 375-378.

4. Harahap, M., Vitiligo, in Ilmu penyakit kulit. 2000, Hipokrates: Jakarta. p. 151-15.5. Halder, R.M. and S.J. Taliaferro, Vitiligo, in Fitzpatrick's dermatology general

medicine, K. Wolff, et al., Editors. 2008, Mcgraw hill: New York. p. 616-622.6. Bleehen, S. and A. Anstey, Disorders of Skin Colour, in Rook's Textbook of

dermatology, T. Burns, et al., Editors. 2004, Blackwell: Victoria. p. 39.14.7. Groysman, V. Vitiligo Differential Diagnoses. 2011 [cited 2013 February 15th];

Available from: .http://www.emedicine.com.8. Burkhart, C.G. Tinea versicolor. 2012 [cited 2013 February 15]; Available

from: .http://www.emedicine.com.9. Zeina, B. Dermatologic Manifestations of Pityriasis Alba. 2011 [cited 2013

February 15]; Available from: http://www.emedicine.com.10. Nambi, R. Dermatologic Manfestations of Tuberous Sclerosis. 2012 [cited 2013

February 15]; Available from: http://www.emedicine.com.11. Janniger, C.K. Piebaldism. 2012 [cited 2013 February 15]; Available from:

http://www.emedicine.com.12. Davis, L. Nevus Anemicus. 2012 [cited 2013 February 15]; Available from:

http://www.emedicine.com.13. Zabawski, E.J. Halo Nevus. 2012 [cited 2013 February 15]; Available from:

http://www.emedicine.com.14. Walton, R.C. Vogt-Koyanagi-Harada Disease 2012 [cited 2013 February 15];

Available from: http://emedicine.medscape.com/article.15. White, S.W. Idiopathic Guttate Hypomelanosis 2011 [cited 2013 February 15];

Available from: http://emedicine.medscape.com/article.

17