vitiligo
TRANSCRIPT
VITILIGO
A. PENDAHULUAN
Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik yang ditandai dengan adanya
makula putih yang dapat meluas. Dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang
mengandung sel melanoist, misalnya rambut dan mata. Sejak zaman dahulu
telah dikenal beberapa istilah untuk vitiligo, antara lain shwetakustha, suitra,
behak, dan beras.[1]
Kata vitiligo berasal dari bahasa Latin – vitellus, yang artinya veal (daging
sapi muda), untuk daging pucat atau daging merah muda yang bercahaya.
Vitiligo merupakan gangguan pigmentasi bawaan, di mana melanosit dalam
kulit tidak ada. Ditemukan ada riwayat keluarga pada 30 % pasien; patogenesis
autoimun juga memegang peranan sebagai penyebabnya. Vitiligo sering
ditemukan pula pada penderita diabetes melitus, anemia pernisiosa, dan
gangguan tiroid.[2]
Vitiligo adalah depigmentasi lokal bawaan pada kulit, rambut, dan
kadang-kadang mukosa, yang penyebabnya belum diketahui secara pasti,
dengan ciri khasnya kehilangan melanosit secara utuh.[3]
B. EPIDEMIOLOGI
Insidens yang dilaporkan bervariasi antara 0,1 sampai 8,8 %. Dapat
mengenai semua ras dan kelamin. Frekuensi pada kedua jenis kelamin sama.
Hanya saja penelitian epidemiologik menunjukkan bahwa penderita yang
berobat lebih banyak wanita. Hal ini mudah dimengerti karena masalah
utamanya adalah kosmetika. Awitan terbanyak sebelum umur 20 tahun. Ada
pengaruh faktor genetik. Pada penderita vitiligo, 5 % akan mempunyai anak
dengan vitiligo. Riwayat keluarga vitiligo bervariasi antara 20-40%.[1],[4]
Vitiligo tersebar di seluruh dunia dengan prevalensi 0,1 sampai 2 persen
penduduk dunia. Vitiligo umumnya terjadi pada anak-anak atau dewasa muda
(remaja), dengan penderita paling sering pada usia 10 sampai 30 tahun, namun
dapat terjadi pada semua umur. Terjadi pada semua ras dan jenis kelamin.
1
Walaupun secara umum terjadi pada satu keturunan, namun sering terjadi di
luar pola keturunan menurut Mendel.[5]
C. ETIOLOGI
Penyebab belum diketahui, berbagai faktor pencetus sering dilaporkan,
misalnya krisis emosi dan trauma fisis.[1]
Penyebab pasti vitiligo belum diketahui, di bawah ini adalah beberapa
hipotesis yang diduga sebagai faktor penyebabnya :
Autoimun
Neurogenik – beberapa agen neurotoksin dilepaskan di sekitar melanosit,
yang menyebabkan kehancuran (dekstrusi) sel-sel melanosit. Hal ini juga
menjelaskan beberapa kasus vitiligo dermatom
Self-destruction melanin – produksi melanin menghasilkan toksin yang
menghancurkan sel-sel melanosit
Bahan-bahan kimia eksogen seperti tiol, fenol katekol, dan lain-lain.[2]
D. PATOGENESIS
Kelainan kulit pada vitiligo disebabkan oleh karena kurangnya /tidak
adanya melanosit yang ditandai dengan macula hipopigmentasi. Beberapa teori
tentang pathogenesis terjadinya vitiligo antara lain :
1. Teori Autoimmune
Adanya hubungan antara kelainan system imun menyebabkan
terjadinya kerusakan pada melanosit. Beberapa penyakit autoimun yang
sering sering dihubungkan dengan vitiligo antara lain adalah tiroiditis
Hashimoto, anemia pernisiosa, penyakit Addison, alopesia areata, dan
sebagainya. Antibodi humoral terhadap tiroid, sel parietal, dan adrenal
meningkat secara bermakna, tetapi antibody spesifik terhadap melanosit
tidak dijumpai. Vitiligo juga sering didapatkan dengan penderita
melanoma, halo nevus, dan juga pada sindroma Vogt-Koyanagi-Harada
(uveitis dan vitiligo). Pada ketiga penyakit tersebut , dapat pula dijumpai
antibody spesifik terhadap pure vitiligo.[4]
2
2. Factor neurohumoral
Melanosit terbentuk dari neuralcrest, maka diduga factor neural
berpengaruh. Tirosin adalah substrat untuk pembentukan melanin dan
katekol. Kemungkinan adanya produk intermediate yang terbentuk selama
sintesis katekol yang mempunyai efek mwrusak melanosit . Pada beberapa
lesi ada gangguan keringat dan pembuluh darah terhadap respons
transmitter saraf,misalnya asetilkolin.[1]
3. Teori rusak diri ( self destruction theory)
Teori ini menyebutkan bahwa pada penderita vitiligo kehilangan
mekanisme perlindungan intrinsik untuk mengeliminasi metabolit yang
terbentuk pada melanogenesis. Contohnya monomethyl- dan monobenzyl-
ether hidrokuinon yang dipakai dalam pengobatan melasma dan obat-obat
ini dapat pula menyebabkan lesi-lesi semacam vitiligo.[5]
E. GEJALA KLINIS
Vitiligo lebih sering terkena pada orang usia sebelum 20 tahun,wanita dan
pria memiliki insidensi yang sama tidak signifikan.Makula berwarna putih
dengan diamtere beberapa millimeter sampai beberapa sentimeter bulat atau
lonjong dengan batas tegas,tanpa perubahan epidermis yang lain. Kadang-
kadang tampak macula hipomelanosis selain macula apigmentasi.
Dalam macula vitiligo dapat ditemukan macula dengan pigmentasi normal
atau hiperpigmentasi disebut repigmentasi perifolikular. Kadang-kadang
ditemukan tepi lesi yang meninggi ,eritema, dan gatal disebut inflamatoar.[1]
Bercak pada vitiligo biasanya ditemukan pada area wajah, tangan, bagian
ekstensor tulang terutama diatas jari, tibialis anterior, dan pergelangan tangan
bagian fleksor. Trauma dan stress dikatakan factor presipitasi. Makula yang
amelanotik didapatkan di daerah hiperpigmentasi, misalnya aksila, inguinal,
areola, dan genitalia. Distribusi lesi biasanya simetrik, meskipun ada pula yang
unilateral, yang merupakan susunan dermatom. Makula mempunyai gambaran
konveks dan bertambah secara teratur. Rambut pada lesi tersebut sering
3
mempunyai pigmen yang normal, tetapi pada lesi yang sudah lama, rambut
sering amelanotik.
Gejala subyektif tidak ada, tetapi dapat timbul rasa panas pada lesi.
Keluhan umum terutama adalah masalah kosmetik. Repigmentasi pernah
dilaporkan pada sekitar 10% kasus.
Vitiiligo mempunyai beberapa pola distribusi yang khas yaitu : fokal,
segmental, generalisata, acrofacial, dan universal.
Vitiligo fokal (localized) : satu macula yang terisolasi atau beberapa
macula yang terbatas baik jumlah maupun ukurannya (terdapat satu atau
dua tempat di bagian tubuh).
Gambar 1 : Vitiligo fokal[6]
Vitiligo segmental : distribusinya khas, dengan lesi vitiligo yang unilateral
dalam suatu distribusi dermatom atau quasidermatom. Tipe ini dikatakan
sebagai suatu jenis vitiligo yang bersifat stabil.
4
Gambar 2: Vitiligo segmental[5]
Vitiligo generalisata : merupakan jenis vitiligo yang banyak dijumpai,
khas dengan beberapa atau banyak macula yang tersebar. Makula ini
sering menyebar dan menyerang daerah permukaan ekstensor, terbanyak
didapatkan pada sendi interfalangeal, sendi interfalangeal
metacarpal/metatatarsal, siku, dan lutut.
Gambar 3. Vitiligo generalisata (A) pada dewasa; (B) pada anak[5]
5
Vitiligo acrofacial : adalah depigmentasi pada jari bagian distal dan area
perorificial.
Gambar 4. Vitiligo acrofacial[5]
Vitligo universal : adalah makula depigmentasi dan bercak pada hampir
seluruh bagian tubuh sering berhubungan dengan sindrom multipel
endrokrinopati.
Gambar 5. Vitiligo universal[5]
6
Daerah ekstensor lain yang terkena adalah pergelangan tangan, maleolus,
imbilikus, lumbosakral, tibia anterior, dan aksilla. Makula vitiligo dapat
bersifat periorifisial dan menyerang daerah sekitar mata, hidung, telinga,
mulut, dan anus. Vitiligo periungual dapat pula terjadi baik berdiri sendiri atau
bersamaan dengan lesi mucosal (bibir, penis, distal, putting susu).[4]
F. DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis utamanya didasarkan atas pemeriksaan klinis
(anamnesis, pemeriksaan fisik), uji diagnostik (untuk membedakan dengan
penyakit lain yang menyerupai), dan pemeriksaan laboratorium (untuk
membantu mencari adanya kaitan dengan penyakit sistemik, seperti diabetes
mellitus, insufisiensi adrenal, anemia pernisiosa, penyakit tiroid, dan lain-lain).
Beberapa tes laboratorium sangat membantu, di antaranya level thyroid
stimulating hormone, antibodi antinuklear, dan pemeriksaan darah lengkap.
Klinisi juga harus mempertimbangkan pemeriksaan serum antitiroglobulin dan
antibodi antitiroid peroksidase, khususnya ketika pasien mempunyai tanda dan
gejala penyakit tiroid. Antibodi antitiroid peroksidase, secara khusus, dianggap
sebagai marker yang sensitif dan spesifik bagi gangguan autoimun tiroid.[1, 4, 5]
1. Evaluasi Klinis
Diagnosis vitiligo didasarkan atas anamnesis dan gambaran klinis.
Ditanyakan pada penderita :
a. Awitan penyakit (kapan lesi muncul; perjalanan penyakitnya stabil atau
progresif, dan lain-lain)
b. Riwayat keluarga tentang timbulnya lesi dan uban yang timbul dini
c. Riwayat penyakit kelainan tiroid, alopesia areata, diabetes melitus, dan
anemia pernisiosa
d. Kemungkinan faktor pencetus, misalnya stres, emosi, terbakar surya, dan
pajanan bahan kimiawi
e. Riwayat inflamasi, iritasi, atau ruam kulit sebelum bercak putih.
f. Riwayat fotosensitifitas; disfungsi telinga atau mata; bentuk-bentuk
pengobatan sebelumnya.[1],[4]
7
2. Pemeriksaan Histopatologi
Dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) tampaknya normal kecuali
tidak ditemukan melanosit. Pada bagian superfisial dermis, perivascular, dan
perifollicular umumnya dapat ditemukan infiltrat limfosit di batas lesi
vitiliginous (makula). Reaksi dopa untuk melanosit negatif pada daerah
apigmentasi, tetapi meningkat pada tepi yang hiperpigmentasi.[1],[5]
3. Pemeriksaan Biokimia
Pemeriksaan histokimia pada kulit yang diinkubasi dengan dopa
menunjukkan tidak adanya tirosinase. Kadar tirosin plasma dan kulit
normal.[1]
G. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa penyakit yang mempunyai gambaran lesi vitiligo yaitu :[7]
1. Tinea versicolor
Lesi berupa bercak hipopigmentasi dengan skuama pada
permukaannya. Lesi biasanya terdapat pada punggung atas dan dada
yang dapat meluas ke leher dan lengan. Dengan pemeriksaan potassium
hydroxide (KOH) menunjukkan adanya hyfa dan spora.[8]
Gambar 6. Tinea versicolor[8]
8
2. Pityriasis Alba
Lesi berupa bercak hipopigmentasi an dijumpai adanya skuama.
Lesi biasanya terdapat pada pipi, lengan, dan paha bagian atas. Biasanya
terdapat pada penderita dermatitis atopik.[9]
Gambar 7.Pityriasis Alba [9]
3. Tuberous sclerosis
Berupa makula hipopigmentasi yang berbentuk ash-leaf. Pada
umumnya terlihat sejak lahir atau masa bayi, dengan lokasi di daerah
punggung dan ekstremitas.[10]
Gambar 8.Tuberous sclerosis[10]
9
4. Piebaldism
Merupakan penyakit genetic yang diturunkan secara dominan
autosomal yang timbul sejak lahir atau segera setelah lahir, dimana tidak
dijumpainya melanosit pada kulit dan rambut . Lokasi lesi selalu pada
permukaan tubuh bagian ventral dan rambut bagian depan sering
berwarna putih, kemudian bercak depigmentasi dapat meluas hingga ke
dahi. Perkembangan lesi depigmentasi biasanya stabil. Riwayat keluarga
selalu dijumpai pada penyakit ini.[11]
Gambar 9. Piebaldism [11]
5. Nevus Anemicus
Merupakan bercak hipopigmentasi yang besar, dijumpai pada
semua umur, tidak mengalami depigmentasi dan biasanya tidak
berkembang. Pada pemeriksaaan histology dijumpai melanosist dan
melanin tetapi dengan jumlah sel dan pigmen yang berkurang
dibandingkan pada kulit yang normal.[12]
10
Gambar 10. Nevus Anemicus [12]
6. Halo Nevus
Halo nevus adalah lesi kulit yang jinak dengan gambaran umum
melanositik dengan infiltrat inflamasi yang berkembang dan
menghasilkan zona depigmentasi sekitar nevus.[13]
Gambar 11. Nevus Halo [13]
11
7. Vogt-Koyanagi-HaradaVogt-Koyanagi-Harada (VKH) penyakit adalah gangguan multisistemik ditandai
dengan panuveitis granulomatous dengan ablasio retina eksudatif yang sering dikaitkan
dengan manifestasi neurologis dan kulit. VKH dianggap sebagai penyakit yang diperantarai sel autoimun terhadap melanosit. Namun, patogenesis penyakit VKH tidak pasti, meskipun spektrum yang luas ditemukan dalam gangguan ini menunjukkan mekanisme sentral untuk menjelaskan manifestasi multisistemik. Peradangan dan hilangnya melanosit telah dijelaskan dalam beberapa jaringan, termasuk kulit, telinga bagian dalam, meninges, dan uvea. Perubahan histopatologis menunjukkan secara menular atau autoimun untuk penyakit ini.[14]
Gambar 12. Vogt-Koyanagi-Harada [14]
8. Idiopathic guttate hypomelanosisIdiopathic guttate hypomelanosis (IGH) adalah leukoderma jinak namun
etiologi tidak diketahui. Idiopathic guttate hypomelanosis yang paling sering biasanya mengenai seseorang setengah baya, berkulit terang,wanita, tetapi dapat juga pada pria dan orang yang berkulit gelap dengan riwayat jangka panjang terkena paparan sinar matahari.Idiopathic guttate hypomelanosis adalah kondisi jinak. Penyebabnya tidak diketahui, tapi tampaknya berhubungan dengan efek matahari pada melanosit, yang membuat mereka merosot.[15]
H. PENGOBATAN
Umum :
Seyogyanya semua penderita vitiligo perlu diperiksa gula darah karena
mempunyai insiden yang lebih tinggi pada DM, penyakit tiroid, anemia
pernisiosa, dan penyakit Addison.
12
Pada lesi, oleh karena mudah “terbakar” sinar matahari, dianjurkan
penggunaan tabir surya.
Oleh karena melanosit sangat lambat dalam merespon pengobatan, untuk
mencapai hasil yang optimal, terapi harus dilanjutkan sampai 6-12 bulan.[4]
Khusus :
1. Penggunaan obat-obatan
Pengobatan vitiligo kurang memuaskan. Dianjurkan penderita untuk
menggunakan kamuflase agar kelainan tertutup dengan cover mask.
a. Sistemik
Fototerapi dengan psoralen baik topikal maupun sistemik ataupun
keduanya, dikatakan merupakan cara yang cukup efektif. Pengobatan
sistemik adalah dengan trimetilpsoralen atau metoksi-psoralen dengan
gabungan sinar matahari atau sumber sinar yang mengandung
ultraviolet gelombang panjang (ultraviolet A). Dosis psoralen adalah
0,6 mg/kgBB 2 jam sebelum penyinaran selama 6 bulan sampai
setahun.
Pada usia di atas 18 tahun, jika kelainan kulitnya generalisata,
pengobatannya digabung dengan kapsul metoksalen (10 mg). Obat
tersebut dimakan 2 kapsul (20 mg) 2 jam sebelum dijemur, seminggu 3
kali. Waktu penjemuran kian diperlama. yang dikehendaki ialah timbul
eritema, tetapi jangan sampai tampak erosi, vesikel, atau bula. Kalau
setelah 6 bulan tidak ada perbaikan, pengobatan dihentikan dan
dianggap gagal.[1]
b. Topikal
Fototerapi psoralen topikal dilakukan apabila lesi terbatas (kurang
dari 20% permukaan tubuh) atau pada usia kurang dari 18 tahun. Pada
usia di bawah 18 tahun hanya diobati secara topikal saja dengan losio
metoksalen 1% yang diencerkan 1 : 10 dengan spiritus dilutus. Cairan
tersebut dioleskan pada lesi. Setelah didiamkan 15-30 menit lalu
dijemur selama 10 menit. Waktu penjemuran kian diperlama (dinaikkan
perlahan-lahan antara 1/2 sampai 4 menit). Dosis permulaan biasanya
13
0,12 – 0,25 J/cm2, kemudian ditambah sampai muncul eritema, tetapi
jangan sampai tampak erosi, vesikel, atau bula. Kenaikan berkisar
antara 0,12 atau 0,25 J/cm2 perminggu. Pengobatan biasanya diberikan
3 kali perminggu tetapi tidak boleh 2 hari berturut-turut. Pengobatan
dengan psoralen secara topikal yang dioleskan 5 menit sebelum
penyinaran sering menimbulkan dermatitis kontak iritan. [1],[4]
Kontra indikasi Psoralen : hipertensi, gangguan hati, gagal ginjal dan
jantung. Walaupun belum pernah dilaporkan ada efek samping yang
serius, beberapa keadaan dapat terjadi, misalnya mual, muntah, vertigo,
bahkan hiperpigmentasi menyeluruh.[4]
c. Kortikosteroid
Beberapa kasus menunjukkan respon terhadap pengobatan
kortikosteroid. Obat ini digunakan baik dalam bentuk topikal, misalnya
betametason valerat 0,1 % ataupun suntikan intradermal. Pemakaian
kortikosteroid ini kemungkinan didasarkan atas teori “rusak diri”
maupun teori autoimun. Dalam hal ini, kortikosteroid dapat
memperkuat mekanisme pertahanan tubuh pada auto-dekstruksi
melanosit atau menekan perubahan imunologik.
Penggunaan kortikosteroid topikal dapat dilakukan dengan prosedur
Drake dkk. :
˗ Krim kortikosteroid dioleskan pada lesi sekali sehari selama 3-4
bulan.
˗ Setiap minggu sekali dilakukan evaluasi dengan menggunakan
lampu Wood.
˗ Pengobatan diteruskan apabila ada repigmentasi, namun harus segera
dihentikan apabila tidak ada respon dalam waktu 3 bulan.
˗ Fotografi dapat membantu mengevaluasi kemajuan.
˗ Kemungkinan adanya efek samping, antara lain berupa
telangiektasis, atrofi, striae, dan lain-lain, perlu diperhatikan dan
kalau perlu pengobatan dihentikan.[4]
14
Pada beberapa penderita kortikosteroid potensi tinggi, misalnya
betametason valerat 0,1 % atau klobetasol propionat 0,05 % efektif
menimbulkan pigmen.[1]
d. MBEH (monobenzylether of hydroquinon) 20 % dapat dipakai untuk
pengobatan vitiligo yang luas lebih dari 50 % permukaan kulit dan tidak
berhasil dengan pengobatan psoralen. Bila tidak ada dermatitis kontak
pengobatan dilanjutkan sampai 4 minggu untuk daerah yang normal.
Depigmentasi dapat terjadi setelah 2-3 bulan dan sempurna setelah 1
tahun. Kemungkinan timbul kembali pigmentasi yang normal pada
daerah yang terpajan sinar matahari dan pada penderita yang berkulit
gelap sehingga harus dicegah dengan tabir surya.[1]
2. Pembedahan
Cara lain ialah tindakan pembedahan dengan tandur kulit, baik pada
seluruh epidermis dan dermis, maupun hanya kultur sel melanosit. Dapat
pula dilakukan autologous skin graft, yakni memindahkan kulit normal (2-
4 mm) ke ruam vitiligo. Efek samping yang mungkin timbul antara lain
parut, repigmentasi yang tak teratur, “Koebnerisasi”, dan infeksi.Buku Harlan
Daerah ujung tabir, bibir, siku, dan lutut umumnya memberi hasil
pengobatan yang buruk. Dicoba dilakukan repigmentasi dengan cara tato
dengan bahan ferum oksida dalam gliserol atau alkohol.[1]
Ada begitu banyak pilihan terapi untuk pasien vitiligo. Sebagian besar
terapi bertujuan untuk mengembalikan pigmen kulit. Semua pendekatan
memiliki keuntungan dan kekurangan masing-masing dan tidak ada yang sama
untuk setiap pasien.
Tabel 1.[5]
Topikal Fisik Sistemik Pembedahan
Lini 1 Kortikosteroi UV B (sinar
15
d pendek)
Calcineurin inhibitor
Psoralen sistemik dan UV A light
Lini 2Calcipotriol
Psoralen topikal dan UV A light
Kortikosteroid (pulse
therapy)
Grafting melanocyte transplant
Laser eximer
Grafik 1 : Algoritma terapi vitiligo. NB-UVB = narrowband ultraviolet B ;
PUVA = Psoralen dan ultraviolet A light; PUVASOL = Psoralen, Ultraviolet
A, dan solar light.[5]
I. PROGNOSIS
16
Luas Lesi
Jika < 20% permukaan kulit
Kortikosteroid topikal, immunomodulator, atau
Calcipotriol atau kombinasi ketiganya
PUVA topical atau Fototerapi topikal
Skin grafting atau transplantasi
melanosit
Jika ≥ 20% permukaan kulit
Fototerapi ; NB-UVB atau PUVA atau PUVASOL
Jika tidak respon dan lesi > 50%
Depigmentasi
Prognosis dari vitiligo tidak dapat diprediksi. Manifestasi klinis awal dari
vitiligo tidak dapat digunakan sebagai acuan bentuk anatomi ke depannya
atau aktifitas penyakitnya.[5]
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardiman, L., Kelainan pigmen, in Ilmu penyakit kulit dan kelamin, A. Djuanda, M. Hamzah, and S. Aisah, Editors. 2010, Fakultas kedokteran universitas indonesia: Jakarta. p. 296-298.
2. Zaidi, Z. and S.W. Lanigan, Disorders of pigmentation, in Dermatology in clinical practice. 2010, Springer: London. p. 307-311.
3. Sterry, W., R. Paus, and W. Burgdorf, Disorders of pigmentation, in Thieme clinical companions dermatology. 2006, Thieme: New york. p. 375-378.
4. Harahap, M., Vitiligo, in Ilmu penyakit kulit. 2000, Hipokrates: Jakarta. p. 151-15.5. Halder, R.M. and S.J. Taliaferro, Vitiligo, in Fitzpatrick's dermatology general
medicine, K. Wolff, et al., Editors. 2008, Mcgraw hill: New York. p. 616-622.6. Bleehen, S. and A. Anstey, Disorders of Skin Colour, in Rook's Textbook of
dermatology, T. Burns, et al., Editors. 2004, Blackwell: Victoria. p. 39.14.7. Groysman, V. Vitiligo Differential Diagnoses. 2011 [cited 2013 February 15th];
Available from: .http://www.emedicine.com.8. Burkhart, C.G. Tinea versicolor. 2012 [cited 2013 February 15]; Available
from: .http://www.emedicine.com.9. Zeina, B. Dermatologic Manifestations of Pityriasis Alba. 2011 [cited 2013
February 15]; Available from: http://www.emedicine.com.10. Nambi, R. Dermatologic Manfestations of Tuberous Sclerosis. 2012 [cited 2013
February 15]; Available from: http://www.emedicine.com.11. Janniger, C.K. Piebaldism. 2012 [cited 2013 February 15]; Available from:
http://www.emedicine.com.12. Davis, L. Nevus Anemicus. 2012 [cited 2013 February 15]; Available from:
http://www.emedicine.com.13. Zabawski, E.J. Halo Nevus. 2012 [cited 2013 February 15]; Available from:
http://www.emedicine.com.14. Walton, R.C. Vogt-Koyanagi-Harada Disease 2012 [cited 2013 February 15];
Available from: http://emedicine.medscape.com/article.15. White, S.W. Idiopathic Guttate Hypomelanosis 2011 [cited 2013 February 15];
Available from: http://emedicine.medscape.com/article.
17