bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · web viewpendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan...

59
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diikuti oleh siswa mulai dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat sekolah menengah bahkan sampai ke perguruan tinggi. Hal ini disebabkan matematika sangat dibutuhkan dan berguna dalam kehidupan sehari-hari bagi sains, perdagangan dan industri. Di samping matematika menyediakan suatu daya, alat komunikasi yang singkat dan tidak ambigius serta berfungsi sebagai alat untuk mendeskripsikan dan memprediksi (Jailani dalam Hamzah, 2008: 129) . Mengingat begitu penting peranan matematika, telah banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan matematika. Usaha yang telah dilakukan diantaranya mengadakan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), seminar, pelatihan guru, penyempurnaan kurikulum dan lain- lain. Namun usaha ini belum memberikan hasil yang memuaskan, karena jika dilihat di lapangan hasil belajar matematika masih rendah jika dibandingkan dengan hasil belajar mata pelajaran lain.

Upload: vankhue

Post on 18-May-2018

231 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diikuti

oleh siswa mulai dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat sekolah menengah

bahkan sampai ke perguruan tinggi. Hal ini disebabkan matematika sangat

dibutuhkan dan berguna dalam kehidupan sehari-hari bagi sains, perdagangan

dan industri. Di samping matematika menyediakan suatu daya, alat

komunikasi yang singkat dan tidak ambigius serta berfungsi sebagai alat untuk

mendeskripsikan dan memprediksi (Jailani dalam Hamzah, 2008: 129) .

Mengingat begitu penting peranan matematika, telah banyak usaha

yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan

matematika. Usaha yang telah dilakukan diantaranya mengadakan

Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), seminar, pelatihan guru,

penyempurnaan kurikulum dan lain-lain. Namun usaha ini belum memberikan

hasil yang memuaskan, karena jika dilihat di lapangan hasil belajar

matematika masih rendah jika dibandingkan dengan hasil belajar mata

pelajaran lain.

Depdiknas (2003:1) merumuskan bahwa tujuan dari pembelajaran

matematika adalah sebagai berikut

1. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan.

2. Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan

penemuan dengan mengembangkan pemikiran yang divergen, orisinil, rasa

ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba.

3. Mengembangkan kemampuan penyampaian informasi atau

mengkomunikasikan gagasan.

Pencapaian tujuan tersebut diuraikan dalam bentuk kompetensi dasar yang

berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam kebiasaan berfikir dan

bertindak.

1

1

Page 2: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

Untuk membantu siswa dalam menguasai matematika, perlu usaha

maksimal agar tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai seperti yang

diharapkan. Salah satu yang dapat dilakukan dalam pembelajaran matematika

adalah guru seharusnya dapat memilih dan menggunakan metode

pembelajaran yang tepat, sehingga siswa dapat memahami konsep matematik

dengan baik dan mampu mengembangkan kemampuan menyampaikan

informasi atau mengkomunikasikan gagasan dari konsep matematika tersebut.

Terdapat beberapa alasan pentingnya kemampuan komunikasi

matematika siswa dikembangkan dalam pembelajaran matematika. Pertama,

kemampuan komunikasi diperlukan untuk mempelajari bahasa dan simbol-

simbol matematika serta mengekspresikan ide-ide matematis. Disamping itu

komunikasi juga bermanfaat untuk melatih siswa untuk mengemukakan

gagasan secara jujur berdasarkan fakta , rasional, serta meyakinkan orang lain

dalam rangka memperoleh pemahaman bersama.

Hasil pengamatan penulis dan wawancara dengan guru SD

Percobaaan Padang, diketahui bahwa kemampuan siswa dalam meyelesaikan

soal-soal komunikasi masih rendah. Hal ini ditandai dengan siswa belum

mampu untuk memberikan argumentasi yang benar dan jelas tentang soal-

soal yang mereka jawab pada soal berbentuk cerita. Keberanian untuk

menyampaikan ide-ide dan argumentasi yang benar dan jelas masih kurang

pada waktu proses pembelajaran. Hal ini ditandai dengan siswa belum

mampu untuk membuat langkah –langkah dalam menjawab soal-soal latihan.

Kondisi di atas terjadi karena dalam pembelajaran matematika

konvensional siswa jarang sekali diminta untuk mengkomunikasikan ide-

idenya. Seperti yang dikemukakan Marpaung (2000 : 264) bahwa problem

yang muncul pada pembelajaran konvensional adalah apabila ditanya suatu

konsep atau proses siswa tidak menjawab dengan penuh keyakinan atau malah

diam. Ini dapat diartikan bahwa pembelajaran konvensional membuat siswa

menjadi pasif sehingga kemampuan komunikasi matematika siswa rendah.

Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa kemampuan komunikasi

matematik siswa perlu mendapat perhatian untuk lebih dikembangkan. Hal ini

2

Page 3: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

sesuai dengan harapan pemerintah seperti yang tercantum pada kurikulum

bahwa dalam belajar matematika ada 4 kemampuan matematik yang

diharapkan dapat tercapai, kemampuan tersebut adalah kemampuan

pemahaman konsep matematika, komunikasi matematik, penalaran matematik,

dan koneksi matematik (Depdiknas,2003:3). Dengan memperhatikan

kemampuan yang dituntut tersebut, jelaslah bahwa siswa dituntut memiliki

kemampuan berpikir matematik. Kemampuan berpikir matematik tersebut

memandang matematika sebagai proses aktif, dinamik, generatif, dan

eksploratif.

Kondisi pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek

pasif, jelas tidak menguntungkan terhadap hasil belajarnya. Untuk itu perlu

usaha guru agar siswa belajar secara aktif. Salah satu usaha yang dapat

dilakukan dalam pelaksanaan pembelajaran, guru dapat mengakomodasi dan

memfasilitasi ide siswa sehingga siswa dapat mengilustrasikan dan

menginterprestasikan berbagai masalah dalam bahasa dan pernyataan-

pernyataan matematika serta dapat menyelesaikan masalah tersebut menurut

aturan atau kaedah matematika.

Kemampuan siswa mengilustrasikan dan menginterprestasikan

berbagai masalah dalam bahasa dan pernyataan-pernyataan matematika serta

dapat menyelesaikan masalah tersebut menurut aturan atau kaedah

matematika, merupakan karakteristik siswa yang mempunyai kemampuan

komunikasi matematik. Selanjutnya Sumarmo (2002: 15) merinci

karakteristik kemampuan komunikasi matematik ke dalam beberapa indikator,

sebagai berikut; (a) membuat hubungan benda nyata, gambar dan diagram ke

dalam ide matematika; (b) menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik

secara lisan maupun tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar;

(c) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika;

(d) mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematik, membaca

dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis; (e) membuat

konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi dan (f)

3

Page 4: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah

dipelajari.

Untuk menyikapi masalah komunikasi matematika di atas, guru

sudah mencoba mengatasi permasalahan dengan menerapkan pembelajaran

berkelompok, tetapi hanya sebagian kecil anggota kelompok yang aktif

belajar dan mengerjakan latihan yang diberikan sehingga peningkatan hasil

belajarnya kurang tampak.

Dengan demikian perlu dicari beberapa alternatif untuk mengatasi

hal teesebut. Salah satu alternatif dengan menerapkan pendekatan Realistic

Mathematic Educations (RME). RME merupakan teori pembelajaran

matematika yang dikembangkan di Belanda. Teori ini berangkat dari pendapat

Fruedenthal bahwa matematika merupakan aktivitas insani dan harus

dikaitkan dengan realitas. Pembelajaran matematika tidak dapat dipisahkan

dari sifat matematika seseorang memecahkan masalah, mencari masalah, dan

mengorganisasi atau matematisasi materi pelajaran (Gravemeijer 2003: 1).

Freudenthal berpendapat bahwa siswa tidak dapat dipandang sebagai penerima

pasif matematika yang sudah jadi. Pendidikan matematika harus diarahkan

pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa

menemukan kembali (reinvention) matematika berdasarkan usaha mereka

sendiri.

Selanjutnya, Fauzan (2002:35) menjelaskan bahwa, “proses

pengembangan konsep dan ide matematika dimulai dari kehidupan nyata, dan

menghubungkan solusi yang didapatkan, kembali kepada kehidupan nyata.”

Sehingga dapat dikatakan bahwa yang dilakukan dalam pembelajaran

matematika adalah mengambil suatu permasalahan berdasarkan kenyataan,

menjadikannya sebagai proses matematika, dan membawakannya lagi kepada

kenyataan. Semua proses ini menuntun kepada pengertian matematika secara

konseptual (conceptual matematization).

Dalam RME dunia nyata digunakan sebagai titik awal untuk

pengembangan ide dan konsep matematika. Dunia nyata adalah segala sesuatu

di luar matematika, seperti mata pelajaran lain selain matematika, atau

4

Page 5: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar kita (Blum & Niss dalam Sutarto

Hadi, 2005:19)

Pembelajaran dengan RME memiliki beberapa kelemahan antara

lain: (a) Siswa selama ini belum terbiasa dengan hal yang berhubungan

pembelajaran matematika realistic (b) diperlukan kemampuan guru yang

handal untuk merancang perangkat pembelajaran yang dapat direalisasikan

melalui kegiatan workshop PMRI (c) memerlukan biaya yang cukup besar

dan belum waktu yang cukup panjang

Mencermati keunggulan dan kelemahan pendekatan pembelajaran

RME seperti yang telah diuraikan di atas, penulis menduga bahwa

pembelajaran RME tersebut dapat dijadikan suatu pembelajaran alternatif di

Sekolah Dasar (SD). Hal tersebut mendorong penulis melakukan penelitian

tentang perbandingan kemampuan komunikasi matematik siswa antara yang

memperoleh pembelajaran RME dan pembelajaran matematika secara

konvensional. Apakah kemampuan komunikasi matematik siswa yang

memperoleh pembelajaran RME lebih tinggi daripada kemampuan

komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran secara

konvensional?

Berdasarkan uraian di atas maka penulis bermaksud untuk

mengadakan penelitian berjudul ‘’Pengaruh Penerapan pembelajaran RME

terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa kelas 2 SD Percobaan

Padang.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai

penyebab rendahnya hasil belajar matematika antara lain:

1. Kemampuan siswa dalam meyelesaikan soal-soal komunikasi masih

rendah.

2. Keberanian siswa untuk menyampaikan ide-ide dan argumentasi yang

benar dan jelas masih kurang pada waktu proses pembelajaran.

3. Kondisi pembelajaran siswa yang pasif.

5

Page 6: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

4. Kemampuan komunikasi matematika siswa masih rendah.

5. Metode pembelajaran yang digunakan guru selama ini belum

menempatkan siswa sebagais subjek yang aktif dalam proses

pembelajaran.

C. Batasan Masalah

Dari masalah-masalah yang telah diidentifikasi, maka permasalahan

yang akan dikaji dibatasi pada pengembangan kemampuan komunikasi

matematik melalui pembelajaran dengan pendekatan RME.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka

dapat diidentifikasi masalah yang akan diteliti adalah

1. Apakah kemampuan komunikasi matematika siswa yang belajar dengan

pembelajaran RME lebih tinggi dari siswa yang belajar dengan

pembelajaran konvensional?

2. Bagaimana perkembangan kemampuan komunikasi matematika siswa

setelah pembelajaran RME?

3. Bagaimana usaha guru untuk meningkatkan komunikasi matematika siswa

dengan pembelajaran RME?

E. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi

objektif mengenai kemampuan komunikasi matematik siswa SD melalui

pembelajaran RME.

Secara rinci tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui perbedaan kemampuan komunikasi matematik siswa melalui

pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran RME dan pembelajaran

konvensional.

2. Mengetahui perkembangan kemampuan komunikasi matematik siswa

setelah pembelajaran RME

6

Page 7: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

3. Memperoleh informasi mengenai upaya guru untuk meningkatkan

kemampuan komunikasi matematika melalui pembelajaran RME.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi siswa, pembelajaran RME berpeluang merangsang siswa melakukan

eksplorasi berbagai kemampuan berpikir dan mengkonstruksi kemampuan

komunikasi matematik.

2. Bagi guru, dapat menambah khasanah pembelajaran yang sangat mungkin

dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam pelaksanaan tugas mengajar

guru di sekolah.

3. Bagi masyarakat sekolah umumnya, dengan berbagai penyesuaian

rancangan pembelajaran ini sangat mungkin diimplementasikan untuk

mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi lainnya dalam

matematika dan atau mata pelajaran lainnya.

7

Page 8: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Komunikasi matematik

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PRRI) nomor 19 Tahun

2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (2005:28) pada bab VI, Standar

Pendidik dan Tenaga Kependidikan pada pasal 28 ayat 3 menjelaskan

‘’kompetensi sebagai agen pembelajar pada jenjang pendidikan dasar dan

menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:a) kompetensi pedagogic;

b) kompetensi kepribadian ; c) kompetensi profesionalis; dan kompetensi

sosial’’. Pada bagian ini penjelasan dari pasal ini menyatakan bahwa yang

dimaksud kompetensi sosial adalah kemampuan berkomunikasi dan bergaul

secara efektif dengan peserta didik, semua pendidik dan masyarakat sekitar.

Secara umum komunikasi dipahami sebagai suatu bentuk aktivitas

penyampaian informasi dalam suatu komunitas tertentu. Komunikasi dapat

terjadi dalam satu arah, yaitu dari penyampai pesan kepada penerima pesan.

Pada aktivitas komunikasi seperti ini bisa terdapat banyak penyampai dan

penerima pesan, sehingga komunikasi ini merupakan aktivitas berbagi ide

dan gagasan, curah pendapat, sumbang saran dan kerjasama dalam kelompok.

Aktivitas semacam ini dapat mengasah kemampuan berkomunikasi atau

kemampuan menyampaikan pemikiran tentang sesuatu hal bagi para

pesertanya. Khususnya komunikasi dalam matematika adalah suatu aktivitas

penyampaian dan atau penerimaan gagasan-gagasan matematika dalam

bahasa matematika.

Romberg chair dalam Sumarmo (2002) mengatakan bahwa, salah

satu aspek berpikir tingkat tinggi dalam matematika adalah komunikasi

dalam matematika atau komunikasi matematik yang menghubungkan benda

nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika; menjelaskan ide,

situasi dan relasi matematika secara lisan atau tulisan dengan benda nyata,

gambar, grafik dan aljabar ; menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa

8

8

Page 9: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

symbol matematik ; mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang

matematika; mencoba dengan pemahaman suatu presentasi matematika

secara tertulis, membuat argument, membuat konjektur, merumuskan definisi

generalisasi; menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang

dipelajari.

Dari uraian tentang komunikasi matematik siswa di atas tampak

bahwa, komunikasi matematik terjadi jika siswa belajar aktif baik secara

lisan maupun secara tertulis. Kemampuan komunikasi matematika siswa

dapat dikembangkan jika siswa mampu menghubungkan benda nyata, gamba,

diagram dan peristiwa kehidupan sehari-hari kedalam ide dan symbol

matematika. Hal ini sesuai dengan prinsip dari pembelajaran Realistic

Mhatematic Education.

Selanjutnya siswa dikatakan telah memiliki kemampuan komunikasi

matematik bilamana siswa telah menguasai indicator–paradigma yang

direkomendasikan NCTM (2000, standars . nctm) sebagai berikut:

(1) dapat menyatakan ide matematik dengan lisan, tulisan,

mendemonstrasikan dan menggambarkan dalam bentuk visual, (2)

dapat memahami, menginterpretasikan dan menilai ide matematik

yang disajikan dalam bentuk tulisan atau visual, (3) dapat

menggunakan bahasa, notasi dan struktur matematik untuk

menyajikan ide, menggambarkan hubungan pembuatan model.

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan

komunikasi matematika merupakan kemampuan menyatakan ide matematika

melalui lisan dan tulisan. Kemampuan komunikasi matematika lisan siswa

dapat diukur saat siswa tersebut mengemukakan pengetahuan matematika

mereka. Kemampuan komunikasi matematika tulisan dapat diukur melalui

tulisan siswa mengenai matematika.

Indicator komunikasi matematika menurut john (2008:5) adalah

sebagai berikut:

a. Mengatur dan mengembangkan pemikiran matematika melalui

komunikasi.

9

Page 10: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

b. Mengkomunikasikan pemikiran matematika secara koheren dan jelas.

c. Menganalisis dan menilai pemikiran dan strategi matematika orang

lain.

d. Menggunakan bahasa matematika untuk menyampaikan ide dengan

tepat.

Berkaitan dengan komunikasi matematik atau komunikasi dalam

matematika ini, Rahman (2008:684) menyatakan kemampuan yang

tergolong pada komunikasi matematika di antaranya adalah :

a) Menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam

bahasa, symbol, idea, atau model matematik,

b) Menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau

tulisan.

c) Mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika.

d) Membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis

e) Membuat konjetur, menyusun argument, merumuskan definisi, dan

generalisasi,

f) Mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraph matematika

dalam bahasa sendiri.

Dari beberapa penjelsan di atas, dapat diambil suatu kesimpulan

bahwa, siswa memiliki kemampuan komunikasi matematik jika memiliki

kemampuan-kemampuan sebagai berikut:

a. Kemampuan ekspresi matematika, yaitu kemampuan membuat model

matematika.

b. Kemampuan menulis, yaitu berupa kemampuan memberikan

penjelasan dan alasan secara matematika dengan bahasa yang benar

dan mudah dipahami.

2. Pembelajaran Matematika

Menurut Slameto (1995: 2) ”Belajar adalah suatu proses yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan”. Perubahan ini meliputi perubahan sikap, keterampilan,

10

Page 11: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

pengetahuan, dan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi

dengan lingkungannya.

Berdasarkan pendapat di atas belajar khususnya belajar matematika,

dapat terjadi apabila siswa dan guru saling berinteraksi dan berkomunikasi

mengenai materi matematika yang sedang dipelajari. Menurut Erman (2001:

3) ”Belajar matematika tidak sekedar learning to know, melainkan harus

ditingkatkan meliputi learning to do, learning to be, dan learning to live

together”. Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika, kegiatan

pengajaran diubah menjadi kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran matematika lebih utama dibandingkan dengan

pengajaran matematika, karena pembelajaran matematika mengoptimalkan

keberadaan dan peran siswa sebagai pembelajar. Pembelajaran matematika

diharapkan berakhir dengan sebuah pemahaman siswa yang komprehensif

dan holistik tentang materi yang telah disajikan. Pemahaman yang dimaksud

tidak sekedar memenuhi tuntutan pembelajaran matematika secara substantif

saja, namun dapat memberikan manfaat kepada siswa, yaitu:

Lebih memahami keterkaitan antara satu topik matematika dengan topik

matematika yang lainnya

Lebih menyadari akan penting dan strategisnya matematika bagi bidang

lain

Lebih memahami peranan matematika dalam kehidupan manusia

Lebih mampu berfikir logis, kritis dan sistematis

Lebih kreatif dan inovatif dalam mencari solusi pemecahan sebuah

masalah

Lebih peduli pada lingkungan sekitarnya.

Dalam pembelajaran matematika, seorang guru tidak saja harus

menguasai materi ajar, melainkan juga harus menguasai metode dan

pendekatan pembelajaran yang terintegrasi, komprehensif, dan holistik. Agar

pembelajaran matematika dapat berjalan dengan baik maka guru haruslah

menggunakan suatu model pembelajaran yang tepat.

11

Page 12: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

Salah satu pendekatan pembelajaran yang sesuai dan sejalan dengan

ide yang dikemukakan di atas adalah pendekatan pembelajaran pendidikan

matematika realistik.

3. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan proses pembelajaran yang

banyak dilakukan. Pembelajaran ini berpusat pada guru atau teacher sentered

dan metode caramah menjadi pilihan utama guru dalam menyampaikan

materi. Menurut Djafar (2001:86) yaitu :“pembelajaran konvensional

dilakukan dengan komunikasi satu arah. Cirri lain dari pembelajaran ini

peserta didik sekaligus mengerjakan dua kegiatan yaitu mendengarkan dan

mencatat”. Jadi pembelajaran konvensianal diawali dengan pemberian

informasi atau ceramah dalam penjelasan satu konsep pelajaran yang diikuti

dengan pemberian contoh-contoh soal.

Pembelajaran konvensional ini juga memberi kesempatan kepada

siswa untuk bertanya mengenai hal yang belum dimengerti dan menyelin

kedalam buku catatan. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan pemberian

sola-soal latihan yang dikerjakan dalam buku latihan. Soal-soal latihan yang

tidak dipahami siswa dibahas secara klasikal dengan mneyuruh satu atau dua

orang siswa untuk menjawab di papan tulis.setelah selesai satu pokok bahasan

dberikan tes hasil belajar kapada siswa mengenai materi yang terdapat

didalam pokok bahasan tersebut.

Berdasarkan uraian tentang pembelajaran konvensional dapat dibuat

karakteristik pembelajaran dengan pendekatan konvensional dengan

pembelajaran dengan pendekatan PMRI, untuk melihat perbedaan antara

keduanya seperti dalam Tabel 1 berikut:

12

Page 13: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

Tabel 1. Perbandingan karakteristik pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI dengan pembelajaran matematika dengan konvensional

Pembelajaran Dengan Pendekatan PMRI Pembelajaran Konvensional1. Pembelajaran diawali dengan

masalah realistik sehingga siswa termotivasi dan terbantu belajar matematika.

2. Memecahkan masalah dengan berbekal pengetahuan informal menuju formal (menemukan konsep melalui bimbingan guru).

3. Proses belajar berlangsung secara interaktif.

4. Matematika dipandang sebagai suatu aktivitas dan belajar matematika merupakan bekerja dengan matematika (doing mathematic)

1. Pembelajaran dimulai dari hal yang abstrak (definisi, teorema, aksioma)

2. Memecahkan masalah dengan berbekal pengetahuan secara formal.

3. Proses pembelajaran berlangsung satu arah yaitu guru ke siswa

4. Matematika dianggap sebagai barang yang sudah jadi, sehingga penalaran siswa tidak berkembang.

Dari Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa penekanan pembelajaran

matematika melalui pendekatan PMRI berpusat pada siswa (student

centered). Sedangkan pembelajaran konvensional berpusat pada guru

(Teacher centered).

4. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

a. Landasan Filosofi PMRI

Landasan filosofi Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

(PMRI) adalah Realistic Mathematics Education (RME). RME merupakan

teori pembelajaran matematika yang dikembangkan di Belanda. Teori ini

berangkat dari pendapat Fruedenthal bahwa matematika merupakan aktivitas

insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Pembelajaran matematika tidak

dapat dipisahkan dari sifat matematika seseorang memecahkan masalah,

mencari masalah, dan mengorganisasi atau matematisasi materi pelajaran

(Gravemeijer 2003: 1). Freudenthal berpendapat bahwa siswa tidak dapat

dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi. Pendidikan

matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan

13

Page 14: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

matematika berdasarkan usaha mereka sendiri.

Fauzan (2002:35) menjelaskan bahwa, “proses pengembangan

konsep dan ide matematika dimulai dari kehidupan nyata, dan

menghubungkan solusi yang didapatkan, kembali kepada kehidupan nyata.”

Sehingga dapat dikatakan bahwa yang dilakukan dalam pembelajaran

matematika adalah mengambil suatu permasalahan berdasarkan kenyataan,

menjadikannya sebagai proses matematika, dan membawakannya lagi kepada

kenyataan. Semua proses ini menuntun kepada pengertian matematika secara

konseptual (conceptual matematization).

Dalam RME dunia nyata digunakan sebagai titik awal untuk

pengembangan ide dan konsep matematika. Menurut Blum & Niss, dunia

nyata adalah segala sesuatu di luar matematika, seperti mata pelajaran lain

selain matematika, atau kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar kita.

Sementara itu, De Lange mendefinisikan dunia nyata sebagai suatu dunia

nyata yang kongkret, yang disampaikan kepada siswa melalui aplikasi

matematika (Sutarto, 2005:19). Gravemeijer (1994: 84) menggambarkan

kedua proses matematisasi sebagai berikut:

14

Page 15: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

berikut.

Gambar 1. Matematisasi Horisontal dan Vertikal

Dalam matematisasi horisontal, siswa mulai dari soal-soal

kontekstual, mencoba menguraikan dengan bahasa dan simbol yang dibuat

sendiri, kemudian menyelesaikan soal tersebut. Dalam proses ini, setiap orang

dapat menggunakan cara mereka sendiri yang mungkin berbeda dengan orang

lain. Dalam matematisasi vertikal, kita juga mulai dari soal-soal kontekstual,

tetapi dalam jangka panjang kita dapat menyusun prosedur tertentu yang dapat

digunakan untuk menyelesaikan soal-soal sejenis secara langsung, tanpa

bantuan konteks.

b. Definisi PMRI

Secara garis besar PMRI atau RME adalah suatu teori pembelajaran

yang telah dikembangkan khusus untuk matematika. Konsep matematika

realistik ini sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan

matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana

15

Sistem Matematika Formal

Bahasa

MatematikaAlgoritma

Diselesaikan

Soal-soal Kontekstual

Diuraikan

Page 16: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan

daya nalar.

c. Ciri-Ciri PMRI

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia adalah pendekatan

pembelajaran yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Menggunakan masalah kontekstual, yaitu matematika dipandang sebagai

kegiatan sehari-hari manusia, sehingga memecahkan masalah kehidupan

yang dihadapi atau dialami oleh siswa (masalah kontekstual yang realistik

bagi siswa) merupakan bagian yang sangat penting.

2) Menggunakan model, yaitu belajar matematika berarti bekerja dengan

matematika (alat matematis hasil matematisasi horisontal).

3) Menggunakan hasil dan konstruksi siswa sendiri, yaitu siswa diberi

kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematis, di bawah

bimbingan guru.

4) Pembelajaran terfokus pada siswa.

5) Terjadi interaksi antara murid dan guru, yaitu aktivitas belajar meliputi

kegiatan memecahkan masalah kontekstual yang realistik,

mengorganisasikan pengalaman matematis, dan mendiskusikan hasil-hasil

pemecahan masalah tersebut (Suryanto & Sugiman dalam Supinah, 2008:

16).

d. Pelaksanaan PMRI

Untuk dapat melaksanakan PMRI kita harus tahu prinsip-prinip yang

digunakan PMRI. PMRI menggunakan prinsip-prinsip RME, untuk itu

karakteristik RME ada dalam PMRI. Ada tiga prinsip kunci RME (Gravemeijer

dalam Fauzan, 2008: 24-32), yaitu:

1) Penemuan (kembali) secara terbimbing (guided reinvention)

Melalui topik-topik matematika yang disajikan, siswa harus diberi

kesempatan untuk mengalami proses yang sama dengan proses yang dilalui

oleh para pakar matematika ketika menemukan konsep-konsep matematika.

16

Page 17: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

2) Fenomena didaktik (didactical phenomenology)

Topik-topik matematika yang diajarkan mesti dikaitkan dengan

fenomena sehari-hari. Topik-topik ini dipilih dengan dua pertimbangan yaitu

aplikasinya dan kontribusinya untuk perkembangan matematika lanjut.

3) Pemodelan (emerging models)

Melalui pembelajaran dengan pendekatan RME, siswa

mengembangkan model mereka sendiri sewaktu memecahkan soal-soal

kontekstual. Pada awalnya, siswa akan menggunakan model pemecahan yang

informal (model of). Setelah terjadi interaksi dan diskusi dikelas, salah satu

pemecahan yang dikemukakan siswa akan berkembang menjadi model yang

formal (model for).

e. Karakteristik PMRI

Karakteristik RME merupakan karakteristik PMRI. (Van den

Heuvel–Panhuizen dalam Supinah, 2008: 19-20), merumuskan karakteristik

RME sebagai berikut:

1) Prinsip aktivitas, yaitu matematika adalah aktivitas manusia. Si pembelajar

harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran

matematika.

2) Prinsip realitas, yaitu pembelajaran seyogyanya dimulai dengan masalah-

masalah yang realistik atau dapat dibayangkan oleh siswa.

3) Prinsip berjenjang, artinya dalam belajar matematika siswa melewati

berbagai jenjang pemahaman, yaitu dari mampu menemukan solusi suatu

masalah kontekstual atau realistik secara informal, melalui skematisasi

memperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang mendasar sampai mampu

menemukan solusi suatu masalah matematis secara formal.

4) Prinsip jalinan, artinya berbagai aspek atau topik dalam matematika jangan

dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang terpisah, tetapi

terjalin satu sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan

antaramateri-materi itu secara lebih baik.

17

Page 18: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

5) Prinsip interaksi, yaitu matematika dipandang sebagai aktivitas sosial.

Siswa perlu dan harus diberikan kesempatan menyampaikan strateginya

menyelesaikan suatu masalah kepada yang lain untuk ditanggapi, dan

menyimak apa yang ditemukan orang lain dan strateginya menemukan itu

serta menanggapinya.

6) Prinsip bimbingan, yaitu siswa perlu diberi kesempatan terbimbing untuk

menemukan (re-invent) pengetahuan matematika.

f. Konsepsi PMRI

Dikemukakan oleh Sutarto Hadi (2003: 2) bahwa teori PMRI sejalan

dengan teori belajar yang berkembang saat ini, seperti konstruktivisme dan

pembelajaran kontekstual (CTL). Namun baik konstruktivisme maupun

pembelajaran kontekstual mewakili teori belajar secara umum, sedangkan

PMRI suatu teori pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika.

Juga telah disebutkan terdahulu, bahwa konsep matematika realistik ini sejalan

dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia

yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa

tentang matematika dan mengembangkan daya nalar. Lebih lanjut berkaitan

dengan konsepsi PMRI ini, Sutarto Hadi mengemukakan beberapa konsepsi

PMRI tentang siswa, guru dan pembelajaran yang mempertegas bahwa PMRI

sejalan dengan paradigma baru pendidikan, sehingga PMRI pantas untuk

dikembangkan di Indonesia.

1) Konsepsi PMRI tentang siswa adalah sebagai berikut:

a. Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika

yang mempengaruhi belajar selanjutnya.

b. Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu

untuk dirinya sendiri.

c. Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi

penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan

penolakan.

18

Page 19: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

d. Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal

dari seperangkat ragam pengalaman.

e. Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu

memahami dan mengerjakan matematik.

2) Konsepsi PMRI tentang guru adalah sebagai berikut:

a. Guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran.

b. Guru harus mampu membangun pembelajaran yang interaktif.

c. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif

terlibat pada proses pembelajaran dan secara aktif membantu siswa dalam

menafsirkan persoalan real.

d. Guru tidak terfokus pada materi yang ada di dalam kurikulum, tetapi aktif

mengaitkan kurikulum dengan dunia real, baik fisik maupun sosial.

3) Konsepsi PMRI tentang pembelajaran Matematika meliputi aspek-aspek

berikut:

a. Memulai pembelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang ’real’

bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya,

sehingga siswa segera terlibat dalam pembelajaran secara bermakna.

b. Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan

yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut.

c. Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara

informal terhadap persoalan atau permasalahan yang diajukan.

d. Pembelajaran berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan dan

memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami

jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya,

menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain,

dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau

terhadap hasil pembelajaran.

19

Page 20: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

B. Penelitian Relevan

Darto (2008) dalam penelitiannya tentang Meningkatkan kemampuan

komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa melalui pendekatan

Realistic Mathematics Education di SMP negeri 3 pangkalan Kuras,

disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa dengan

metode RME lebih baik daripada yang diajar dengan metode konvensional.

Penelitian ini dapat dijadikan acuan bahwa pendekatan Realistic Mathematics

Education salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan

kemampuan komunikasi matematika siswa.

C. Kerangka Konseptual

Perbedaaan kemampuan komunikasi matematika siswa dengan metode

pembelajaran RME dan metode konvensional : RME adalah teori belajar

yang termasuk kedalam pendekatan kontekstual. Teori ini berdasarkan pada

ide bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan matematika harus

dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari sebagai

pengembangan dan sebagai area aplikasi. Sehingga memotivasi siswa untuk

belajar matematika secara nyata dan dapat mudah mengkomunikasikannya

baik daam bentuk tulisan, gambar maupun melaui lisan. Sedangkan yang

diajar dengan metode konvensional semua materi tersaji oleh guru. Siswa

beranggapan guru adalah orang yang paling tahu.. Dalam metode ini

komunikasi yng terjadi hanyalah satu arah, yaitu komunikasi guru kepada

siswa sehingga dalam belajar siswa menjadi pasif dan tidak mampu

beragumentasi.

Dari uraian di atas dapat diduga bahwa kemampuan komunikasi

matematik siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran RME lebih

tinggi dari kemampuan komunikasi siswa yang diajar dengan dengan metode

konvensional.

20

Page 21: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian serta kerangka

konseptual di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai

berikut: apakah kemampuan komunikasi matematik siswa yang belajar dengan

pembelajaran RME lebih tinggi dari siswa yang belajar dengan pembelajaran

konvensional.

21

Page 22: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai, maka

penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif (Mixing

Method). Pendekatan kuantitatif dilakukan dalam bentuk Quasi Eksperiment

untuk membandingkan kemampuan komunikasi matematik siswa yaitu

membandingkan model Pembelajaran RME dengan model konvensional.

Pendekatan kualitatif dilakukan dalam bentuk observasi, wawancara dan

dokumentasi untuk melihat perkembangan kemampuan komunikasi

matematik siswa setelah pembelajaran RME dan upaya guru untuk

meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa dengan

pembelajaran RME.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 2 tahun pelajaran

2010/2011 di SD Percobaan Padang yang terdiri dari 2 kelas . Teknik

pengambilan sampel yang digunakan adalah Porposive Sampling karena

sampel pada penelitian ini adalah kelas yang diajar oleh guru yang ikut

workshop RME. Penelitian Kualitatif, subjek penelitiannya adalah satu orang

guru dan siswa kelas 2 tahun pelajaran 2010/2011 di SD Percobaan Padang

yang diberi perlakuan di kelas eksperimen. Karena keterbatasan peneliti

maka peneliti mengambil 3 orang siswa di kelompok tinggi , 3 orang siswa

di kelompok sedang dan 3 orang siswa di kelompok rendah.

C. Definisi Operasional

Untuk menggambarkan ruang lingkup yang menjadi batasan penelitian

maka dikemukakan definisi operasional sebagai berikut :

1. Metode RME adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang dipahami

siswa untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga

22

22

Page 23: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

mencapai tujuan pendidikan matematika yang lebih baik dari pada masa

lalu. Realita yang dimaksud adalah hal-hal yang nyata atau konkrit yang

dapat diamati dan dipahami siswa dengan membayangkan, sedangkan

lingkungan adalah tempat siswa berada.

2. Metode konvensional merupakan metode pembelajaran yang berpola

teacher-centered atau berpusat pada guru. Proses pembelajaran

didominasi oleh guru dengan metode ceramah.

3. Hasil belajar kognitif merupakan skor yang diperoleh siswa dari tes

berbentuk essai yang diberikan setelah untuk mengukur kemampuan

komunikasi matematik pada materi matematika kelas II SD.

D. Instrumen Penelitian

a. Tes kemampuan komunikasi matematik

Tes kemampuan komunikasi matematik bertujuan untuk memperoleh

data kuantitatif berupa skor kemampuan komunikasi matematik yang

disusun berdasarkan indicator kemampuan komunikasi matematika.

Soal tes berupa soa essai yang disusun berdasarkan indicator

pembelajaran yang terdapat pada RPP.

b. Lembar observasi

Lembar observasi ditujukan sebagai pedoman untuk melakukan

observasi aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran

dengan pendekatan pembelajaran RME berlangsung. Observasi

terhadap aktivitas siswa difokuskan terhadap aspek matematika

realisitik, sedangkan observasi terhadap aktivitas guru difokuskan

kepada keterlaksanaan pembelajaran RME dalam proses

pembelajaran matematika di kelas. Untuk melengkapi data observasi

aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung

didokumentasikan dalam benntuk video dengan Handicam.

23

Page 24: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

c. Pedoman Wawacara

Pedoman wawancara digunakan untuk memperoleh informasi tentang

tanggapan guru dan siswa berkenaan dengan pendekatan

pembelajaran RME. Data hasil wawancara digunakan untuk

melengkapi data yang diperoleh melalui observasi dan direkam

dengan bantuan alat perekam.

E. Pengembangan Instrumen

Instrumen yang akan digunakan pada penelitian ini adalah tes

kemampuan matematika yang meliputi tes kemampuan komunikasi

matematik, lembar observasi dan pedoman wawancara yang akan diberikan

setelah proses pembelajaran. Instrumen tes kemampuan komunikasi

dikembangkan melalui tes uji coba dan validasi yang dilakukan oleh

validator. Untuk lembar observasi dan pedoman wawancara hanya divalidasi

saja.

1. Tes kemampuan komunikasi matematik

Tes komunikasi matematik digunakan untuk memperoleh data

kuantitatif berupa skor kemampuan komunikasi siswa yang disusun

berdasarkan indikator kemampuan komunikasi matematika. Tes

komunikasi matematika adalah suatu tes untuk mengungkap kemampuan

siswa dalam mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematika, dan

memberi penjelasan atau alasan dan strategi bagaimana cara penyelesaian

masalah matematis dengan bahasa yan benar . Kemampuan komunikasi

matematika siswa tersebut adalah kemampuan secara menyeluruh

terhadap materi yang telah disampaikan setelah kedua kelompok

mendapatkan perlakuan. Tes kemampuan komunikasi matematika

diberikan sesudah perlakuan untuk kelompok eksperimen dan kelompok

control. Penilaaian untuk setiap butir soal tes kemampuan komunikasi

matematika adalah sebagai berikut pada table berikut:

24

Page 25: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

Tabel : Pemberian Skor dalam Tes komunikasi matematika

KRITERIASKOR

3 2 1 0

1. Membuat model dari situasi melaui tulisan

2. Mengembangkan pemahaman dasar matematika termasuk

aturan-aturan definisi matematika

3. Menggunakan kemampuan membaca,menyimak,dan

mengamati untuk menginterpretasi dan mengevaluasi suatu ide

matematika

4. Mengepresikan nilai-nilai dari suatu notasi matematis

termasuk aturan-aturannya dalam mengembangkan ide

matematika

5. Membuat konjektur menyusun argument, meumuskan definisi

dan generalisasi

Ket : a. Skor 3 jika kriteria yang diminta lengkap,

b. Skor 2 jika kriteria yang diminta hampir lengkap,

c. Skor 1 jika kriteria yang diminta kurang lengkap,

d. Skor 0 jika tidak ada jawaban / salah memahami dan menerapkan

konsep.

Sebelum soal tes digunakan dalam penelitian ini, terlebih dahulu

dilakukan uji validitas isi dan konstruksi. Untuk menguji validitas konstruksi

dikoreksi oleh validator dan dikonsultasikan dengan dosen pembimbing,

Validitas isi digunakan untuk menentukan seberapa jauh instrumen itu telah

menggambarkan isi yang diinginkan untuk itu perlu dilakukan validator.

Setelah validasi isi terpenuhi, selanjutnya dilakukan uji coba soal tes ini

kepada siswa yang kemampuannya setaraf dengan kemampuan siswa

kelompok penelitian. Uji coba instrumen dilakukan untuk melihat validitas

butir tes, reliabilitas tes, daya pembeda butir tes, dan tingkat kesukaran butir

tes.

Untuk melihat validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat

kesukaran butir tes, maka akan dilakukan analisis sebagai berikut :

25

Page 26: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

1. Validitas butir soal

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat

kesahihan suatu instrumen. Sebuah butir soal dikatakan valid jika

mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total atau terdapat

kesesuaian antara bagian-bagian instrumen dengan instrumen secara

keseluruhan. Dengan kata lain sebuah butir soal dikatakan memiliki

validitas yang baik apabila setiap bagian instrumen mendukung

“misi” instrumen secara keseluruhan yaitu mengungkap data dari

variabel yang dimaksud. Pada penelitian ini variabel yang dimaksud

yaitu kemampuan komunikasi matematik.

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi

product moment pearsons sebagai berikut :

r xy =

Keterangan :

r xy = Koefisien korelasi antara X dan Y

N = Jumlah peserta tes

X = Skor siswa pada tiap butir soal

Y = Skor total

Interpretasi besarnya koefisien korelasi dilakukan berdasarkan

patokan sebagai berikut :

Tabel 4 : Interpretasi Koefisien Korelasi

Koefisien Korelasi (r) Interpretasi

0,80 < r 1,00

0,60 < r 0,80

0,40 < r 0,60

0,20 < r 0,40

r 0,20

Sangat tinggi

Tinggi

Cukup

Rendah

Sangat rendah

Untuk mengetahui signifikansi korelasi diuji dengan uji-t dengan

rumus sebagai berikut :

26

Page 27: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

t = rxy

Ket : t = daya pembeda dari uji –t

N = jumlah subjek

r xy = koefisien korelasi

Hipotesis H1 : r 0

H0 : r = 0

Jika t tabel < t hitung maka tolak H0, artinya butir soal tersebut

signifikan untuk derajat kebebasan dk = n – 2 dengan taraf signifikansi 5

%.

Butir soal tes kemampuan komunikasi matematika yang memiliki

nilai validitas yang sangat rendah tidak dipakai, karena hal ini

menunjukkan bahwa skor yang dicapai siswa pada soal tersebut tidak

memberi dukungan terhadap skor total atau dengan kata lain skor item tes

tidak memiliki kesejajaran dengan skor total.

2. Reliabilitas butir soal

Reliabilitas berkenaan dengan keajegan hasil tes, artinya soal

dapat memberikan hasil relatif sama jika diberikan pada subjek yang

sama meskipun dilakukan pada waktu dan tempat yang berbeda.

Untuk menghitung reliabilitas digunakan rumus alpha berikut :

r =

Dimana :

r = Reliabilitas yang dicari

n = Banyak soal

= Varians total

= Jumlah varians skor tiap-tiap item

27

Page 28: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

Untuk mencari variansi digunakan rumus :

= atau =

Dengan kriteria:

0,80< r 1,00 : korelasi sangat tinggi

0,60< r 0,80 : korelasi tinggi

0,40< r 0,60 : korelasi cukup

0,20< r 0,40 : korelasi rendah

0,00< r 0,20 : korelasi sangat rendah

3). Indeks Kesukaran Soal

Agar tes dapat digunakan secara luas, maka setiap soal tes diteliti

tingkat kesukarannya, yaitu apakah soal tersebut termasuk soal yang

mudah, sedang atau sukar. Dalam hal ini digunakan rumus yang

dikemukakan Departemen Pendidikan Nasional (2001:13) adalah:

Mean =

IK =

Dengan klasifikasi indeks kesukaran soal:

IK=1,00 : sangat mudah

0,70<IK 1,00 : mudah

0,30<IK 0,70 : sedang

0,00<IK 0,30 : sukar

IK=0,00 : sangat sukar

4). Daya Pembeda Soal

28

Page 29: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

Indeks pembeda soal adalah kemampuan soal untuk dapat

membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa

yang berkemampuan rendah. Untuk menentukan daya pembeda soal

digunakan rumus yang dikemukakan oleh Departemen Pendidikan

Nasional (2001:28) adalah:

IP =

Dimana :

IP = Indeks pembeda soal

M = Rata-rata skor kelompok tinggi

M = Rata-rata skor kelompok rendah

M = Skor maksimum setiap soal

Dengan klasifikasi daya pembeda:

IP = 0,00 : sangat jelek

0,00< IP 0,20 : jelek

0,20< IP 0,40 : cukup

0,40< IP 0,70 : baik

0,70< IP 1,00 : sangat baik

Setelah dihitung indeks kesukaran dan daya pembeda soal, selanjutnya

diklasifikasikan atas soal yang terpakai, diperbaiki, atau dibuang.

Pengklasifikasian didasarkan atas kriteria pada tabel 6 berikut:

Tabel 5. Kriteria Penerimaan Item

Besarnya IK Besarnya IP Interpretasi

IK=0,00

0,00<IK 0,30

0,30<IK 1,00

IP=0,00

0,00<IP 0,20

0,20<IP 1,00

Dibuang

Diperbaiki

Dipakai

Sumber : Departemen Pendidikan Nasional (2001:28)

F. Prosedur Penelitian

29

Page 30: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

1. Tahap Persiapan

a. Menentukan jadwal penelitian

Penentuan jadwal penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kapan

waktu yang tepat melakukan penelitian. Penelitian ini direncanakan

akan dilaksanakan pada materi semester 1 Tahun Pelajaran

2010/2011 kelas 2 SD Percobaan Padang .

b. Mempersiapkan instrumen pengumpulan data

Instrumen yang dipersiapkan antara lain lembaran kegiatan siswa, tes

hasil belajar yang akan diberikan 8 kali perlakuan setelah diterapkan

dengan pendekatan RME.

2. Tahap pelaksanaan

Pada kelas eksperimen dilakukan pembelajaran dengan pendekatan

RME. Pada kelas kontrol dilakukan pembelajaran dengan metode

konvensional.

3. Tahap penilaian

Pada pertemuan terakhir diadakan posttest hasil belajar untuk mengukur

kemampuan komunikasi matematika.

G. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

untuk data kuntitatif berupa tes kemampuan komunikasi matematis dengan

pembelajaran RME. Tes disusun sesuai dengan indikator kemampuan

komunikasi. Sedangkan untuk data kualitatif berupa:

1. Observasi

Untuk mengetahui kesiapan guru dalam melaksanakan pembelajaran

dengan pendekatan RME setelah mengikuti WorkShop RME, maka

dilakukan pengamatan/observasi dikelas dengan handicam dalam

bentuk video. Saat penelitian berlangsung penulis terlibat langsung

dalam pelaksanaan pembelajaran dengan cara ikut masuk kelas

bersama guru hanya untuk ikut pengamatan saat pembelajaran.

30

Page 31: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

Sedangkan untuk siswa dilakukankan observasi dengan memberikan

penilaian terhadap indikator-indikator kemampuan komuniksi.

2. Wawancara

Instrument yang digunakan untuk mengumpulkan

pandangan/tanggapan guru terhadap pelaksanaan pembelajaran RME

untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik. Adapun

aspek-aspek yang ingin digali dari guru adalah:

1) Aspek kemampuan dalam mengatur dan menggabungkan

pemikiran matematika melalui komunikasi

2) Aspek kemampuan mengkomunikasikan pemikiran matematika

secara koheren dan jelas

3) Aspek kemampuan dalam menganalisa dan menilai strategi

matematika orang lain

4) Aspek kemampuan menggunakan bahasa matematika untuk

menyampaikan ide dengan tepat

Wawancara juga dialakukan kepada siswa untuk mengetahui

kemampuan komunikasi matematis siswa. Aspek yang digali dari

siswa adalah:

1) Aspek kemampuan ekspresi matematika yaitu kemampuan

membuat model matematika

2) Aspek kemampuan menulis yaitu kemampuan memberikan

penjelasan dan alasan secara matematka dengan bahasa yang

benar dan mudah dipahami

3. Dokumentasi

Studi dokumentasi dilakukan dalam penelitian ini untuk melengkapi

informasi yang diperoleh pada teknik observasi dan wawancara.

Adapun informasi yang didapatkan pada studi dokumentasi

diantaranya data tentang kesiapan guru, tes kemampuan komunikasi

matematik, rencana pembelajaran matematika, dan alat bantu dalam

kegiatan dalam proses pembelajaran. Alat dokumenasi yang digunakan

adalah alat perekam yaitu berupa Handicam dan catatan lapangan.

31

Page 32: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

H. Teknik Menjamin Keabsahan Data

Keabsahan data yang diperoleh di lapangan diperiksa dengan teknik-

teknik sebagai berikut sebagaimana yang dikemukakan oleh Suginoyo

(2005:121) bahwa: ‘’ uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi

uji credibility (validitas internal), transferability (validitas eksternal),

dependability (reliabilitas), dan confirmability (objektivitas)’’.

a. Uji kredibilitas

Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian

kualitatif antara lain dilakukan pengamatan, peningkatan ketekunan

dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis

kasus negatif, dan member check.

b. Pengujian Transferability

Transferability menunjukkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya

hasil penelitian ke populasi di mana sampel itu diambil. Nilai transfer

ini berkenaan dengan pertanyaan, hingga hasil penelitian dapat

diterapkan atau digunakan dalam situasi sosial lain.

c. Pengujian dependability

Uji dependability dilakukan dengan melakukan audit terhadap

keseluruhan proses penelitian. Menurut Sanafiah faisal dalam Sugiyono

(2005: 131)’’jika peneliti tak mempunyai dan tak dapat menunjukkan

‘jejak aktivitas lapangannya’, maka dependabilitas penelitian patut

diragukan’’.

d. Pengujian Konfirmability

Menguji konfirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan

dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi

dari penelitian yang dilkukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi

standar konfirmability.

32

Page 33: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

I. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah

dirumuskan. Untuk menentukan uji statistik yang digunakan, terlebih dahulu

ditentukan normalitas data dan homogenitas variansi. Apabila hasil pengujian

menunjukkan bahwa sebaran data tidak berdistribusi normal maka untuk

menguji kesamaan dua rata-rata digunakan statistik nonparametrik dan

apabila hasil pengujian menunjukkan tidak homogen maka untuk uji

kesamaan dua rata-rata digunakan uji t (apabila berdistribusi normal) dan

tidak digunakan varians gabungan. Sebelum itu ditentukan rata-rata skor dan

simpangan bakunya. Langkah-langkahnya sebagai berikut :

1. Menghitung rata-rata skor hasil tes akhir dengan menggunakan rumus :

2. Menghitung standar deviasi skor hasil tes akhir dengan menggunakan

rumus :

s =

3. Menguji normalitas data skor tes akhir, dengan uji Lilifors dengan

langkah-langkah yang dikemukakan oleh Sudjana (1996 : 466) yaitu:

a) Menyusun skor masing-masing galat dalam suatu tabel dengan

mengurutkan dari skor yang terendah ke skor yang tertinggi

(e1, e2, ...., en).

b) Nilai-nilai e1, e2,....., en dijadikan nilai baku Z1, Z2, ...., Zn dengan

menggunakan rumus:

dengan

e = setelah disubsitusikan dengan nilai X

Dengan :

e = Skor Galat

= Skor Rata-rata sampel

33

Page 34: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

= Simpangan baku galat sampel

c) Menghitung peluang F(Zi) = P(Z Zi) dengan menggunakan table

distribusi normal baku

d) Menghitung nilai proporsi Z1, Z2, ...., Zn yang lebih kecil sama dengan

Zi jika proporsinya dinyatakan oleh S(Zi) maka:

e) Menghitung selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian ditentukan harga

mutlaknya

f) Mengambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak

selisih tersebut. Sebutlah harga itu dengan Lo = max

g) Membandingkan harga Lo ini dengan nilai kritis L yang diambil dari

tabel Lilifors. Tolak hipotesis berdistribusi normal, jika Lo yang

diperoleh dari data pengamatan melewati harga Ltabel. Dalam hal

lainnya hipotesis ditolak.

4. Menguji homogenitas varians dengan menggunakan rumus :

Fmaks =

Keterangan :

= varians kelompok eksperimen

= varians kelompok kontrol

34

Page 35: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

Kriteria uji homogenitas adalah :

H0 : ditolak jika Fhitung > Ftabel

5. Jika sebaran data normal dan homogen, menguji signifikansi dengan

statistik uji t berikut :

t = , dengan df = nx + ny – 2 , dan

varians s =

Keterangan :

= rata – rata kelas eksperimen

= rata – rata kelas kontrol

= simpangan baku kelas eksperimen

= simpangan baku kelas kontrol

= jumlah siswa kelas eksperimen

= jumlah siswa kelas kontrol

Kriteria pengujiannya adalah tolah H0 jika thitung > dengan

df = (n1 – n2 – 2) selain itu H0 diterima (Sudjana, 1992:239)

Apabila sebaran data tidak berdistribusi normal maka untuk

menguji kesamaan dua rata-rata digunakan statistik uji nonparametrik yaitu

uji Mann Whitney (statistik U). Rumus statistik uji yang digunakan (Siegel,

1985) adalah sebagai berikut:

dimana,

U : Statistik uji Mann Whitney

n1, n2 : Ukuran sampel pada kelompok 1 dan kelompok 2

35

Page 36: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

R1 : Jumlah ranking yang diberikan pada kelompok yang ukuran

sampelnya n1

Untuk sampel berukuran besar (n > 20), Siegel (1985)

menyarankan untuk menggunakan pendekatan ke distribusi normal dengan

bentuk statistik sebagai berikut:

Dimana,

z : statistik uji z yang berdistribusi normal N(0,1).

Data kualitatif analisis data yang digunakan yaitu :

1. Reduksi data

Reduksi data dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk proses

pemilihan, pengeditan, pemusatan perhatian dan penyederhanaan.

2. Penyajian data

Data yang telah disederhanakan selanjutnya disajikan dalam bentuk tulisan

yang masih menggambarkan pengertian umum dari apa yang diperoleh

dilapangan, selanjutnya data disusun kemudian ditarik kesimpulan sebagai

upaya untuk mengambil tindakan apa yang dilakukan di SD Percobaan

36

Page 37: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

Padang. Yang disajikan dalam bentuk matriks dan narasi. Format matriks

merupakan abstraksi atau penyederhanaan dari data kasar yang diperoleh

dari catatan lapangan. Penyusunan matriks beserta penentuan data kasar

yang harus dimasukkan didalamnya serta pengkodean dilakukan

berdasarkan kasus atau pokok bahasan kemudian data yang terdapat

didalam matrik dideskripsikan secara naratif.

3. Verifikasi

Berdasarkan cara kerja dalam teknik analisis yang dilakukan model miles

dan hubermen dari reduksi data, penyajian data kemudian diverivikasi,

dilakukan selama dan sesudah penelitian berlangsung. Selanjutnya apabila

terjadi kekurangan data atau kesalahan sehingga kesimpulan yang diambil

kurang sesuai dapat dilakukan proses ulang dengan tahapan yang sama.

37

Page 38: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Fauzan. 2002. Applying Realistic Mathematics Education (RME) in

Teaching Geometry in Indonesian Primary Schools. Enschede: Print Partners

Ipskamp.

Darto. 2008. ‘’Meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa melalui

pendekatan Realistic Mathematic Education di SMPN 3 Pangkalan

Kuras.’’Tesis tidak diterbitkan. Universitas Negeri padang.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kompetensi Dasar Mata Pelajaran

Matematika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta:

Depdiknas.

Depdiknas. 2001. Penyusunan butir soal dan istrumen penelitian. Jakarta :

Dikdasmen.

Graveneijer Koeno. 1994. Developing Realistic Mathematics Education.

Neterland: Freundenthal Institude.

John A. 2008 . Matematika Sekolah Dasar dan Menengah. Jakarta : Erlangga.

Marpaung, Y . 2000 . Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Maatematika di SD.

Proceding Konperensi Nasional X Matematika. ITB, 17-20 Juli 2000.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (1989). Curriculum and

Evaluation Standards for School Mathematics. Reston. Virginia.

Rahman Nata Wijaya . 2008 . Rujukan Filsafat, Teori, da Praktis ilmu

pendidikan. Bandung: UPI Press.

Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:

Rineka Cipta.

Suherman, Erman, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematikan Kontemporer.

Bandung : FMIPA UPI

Strefland Leen. 1991. Realistic Mathemaics Education in Prymary School.

Neterland: Freudenthal Instiude.

Sudjana.1996. Metode Statistika . Bandung : Tarsito.

38

Page 39: bilalalsyiddiq.files.wordpress.com · Web viewPendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention)

Sutarto Hadi. 2005. Pendidikan Matematika Realisitk dan

Implementasinya.Banjarmsin: Tulip.

Sugiyono.2005. Metode Penelitian Kualitatif. Alfabedi: Bandung.

Utari Sumarno. 2002. Pengukuran evalua si dalam pendidikan. UPI Bandung.

Universitas Negeri Padang. 2009. Panduan Penulisan Tesis dan Disertasi.

Padang : Pps UNP

Supinah .2008. Pembelajaran Matematika SD Dengan Pendekatan Kontekstual

Dalam Melaksanakan KTSP. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan

Pemberdayaan Pendidik Tenaga Kependidikan Matematika.

39