· web viewdalam peraturan presiden nomor 5 tahun 2010 tentang rpjmn 2010-2014, salah satu...
TRANSCRIPT
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPULIK INDONESIA
KATA PENGANTAR
Ucapan puji syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, oleh
karena atas rakhmat-Nya maka Kertas Karya Kelompok (KKK) yang berjudul :
“Kontribusi Teknologi Dalam Zoning Wilayah Guna Mewujudkan Ketahanan Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa” ini dapat diselesaikan dengan
baik dan tepat pada waktunya. KKK ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan
kerjasama semua anggota kelompok E, yang berawal dari proses diskusi
kelompok yang mendalam dan komprehensif berkaitan dengan perumusan
masalah, pokok persoalan, kebijakan, strategi dan upaya, penyusunan alur pikir,
pola pikir dan kerangka tulis materi.
Pada kesempatan ini pula, kami atas nama kelompok E, mengucapkan
terima kasih yang tak terhingga serta penghargaan yang tulus kepada Bapak
Tutor Pendamping diskusi Kelompok Brigjend. TNI (Purn) Ir. Agus Susarso, M.
Eng Sc, MM yang telah memberikan arahan dalam pelaksanaan diskusi masalah
ini dan Pembantu Pendamping Lettu Inf Endro Jatmoko, SE, serta kepada rekan-
rekan peserta PPRA XLVIII, Lemhannas RI Tahun 2012, yang telah memberikan
bantuan dan dorongan baik moral dan semangat, sehingga KKK revisi ini dapat
kami selesaikan sebagaimana mestinya.
Kami sepenuhnya menyadari bahwa tulisan Kertas Kerja Kelompok ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu, kami sangat berbesar hati untuk menerima
saran ataupun masukan untuk dapat lebih menyempurnakannya.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan rakhmat, petunjuk,
bimbingan dan perlindungan-Nya kepada kita sekalian dalam pengabdian kepada
bangsa dan negara Indonesia. Aaamiiin.
Jakarta, 17 September 2012
Kelompok “E” DK-17
Ketua,
Drs. Zulkarnain
1
DAFTAR ISI
KONTRIBUSI TEKNOLOGI DALAM ZONING WILAYAHGUNA MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN
DALAM RANGKA KEMANDIRIAN BANGSA
Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................................. 1
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2
Bab I Pendahuluan.
1 Umum .................................................................................. 4
2 Maksud dan Tujuan ............................................................. 6
3 Ruang Lingkup dan Sistimatika ........................................... 6
4 Metode dan Pendekatan ..................................................... 7
5 Pengertian ........................................................................... 7
Bab II Landasan Pemikiran.
6 Umum .................................................................................. 11
7 Paradigma Nasional ............................................................ 12
8 Peraturan Perundang-undangan ......................................... 14
9 Landasan Teori ................................................................... 19
10 Tinjauan Pustaka ................................................................ 21
Bab III Kondisi Kontribusi Teknologi Dalam Zoning Wilayah, Implikasi
Teknologi Dalam Zoning Wilayah Terhadap Perwujudan
Ketahanan Pangan dan Kemandirian Bangsa Serta
Permasalahannya.
11 Umum .................................................................................. 23
12 Teknologi Dalam Zoning Wilayah Saat Ini .......................... 23
13 Implikasi Teknologi Dalam Zoning Wilayah Terhadap
Perwujudan Ketahanan Pangan dan Implikasi Perwujudan
Ketahanan Pangan Terhadap Kemandirian Bangsa ........... 27
14 Permasalahan yang Ditemukan .......................................... 31
Bab IV Pengaruh Perkembangan Lingkungan Strategis
15 Umum ............................................................................... 34
16 Pengaruh Perkembangan Global ........................................ 34
17 Pengaruh Perkembangan Regional .................................. 39
2
18 Pengaruh Perkembangan Nasional ..................................... 39
19 Peluang dan Kendala .......................................................... 40
Bab V Kondisi Teknologi Dalam Zoning Wilayah yang Dapat Mendukung
Perwujudan Ketahanan Pangan dan Kemandirian Bangsa.
20 Umum ................................................................................. 44
21 Kontribusi Teknologi Dalam Zoning Wilayah yang
Diharapkan ......................................................................... 44
22 Kontribusi Teknologi Dalam Zoning Wilayah Terhadap
Perwujudan Ketahanan Pangan dan Kontribusi
Perwujudan Ketahanan Pangan Terhadap Kemandirian
Bangsa ............................................................................. 45
23 Indikator Keberhasilan ........................................................ 47
Bab VI Konsepsi Kontribusi Teknologi Dalam Zoning Wilayah yang Mampu
Mewujudkan Ketahanan Pangan dan Kemandirian Bangsa.
24 Umum .............................................................................. 49
25 Kebijakan ............................................................................ 49
26 Strategi ............................................................................... 49
27 Upaya ................................................................................. 50
Bab VII Penutup.
28 Kesimpulan ........................................................................ 57
29 Saran .................................................................. .............. 58
LAMPIRAN :
1. ALUR PIKIR.2. POLA PIKIR.3. DAFTAR PUSTAKA.
KONTRIBUSI TEKNOLOGI DALAM ZONING WILAYAHGUNA MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN
DALAM RANGKA KEMANDIRIAN BANGSA
BAB I
3
PENDAHULUAN
1. Umum.
Teknologi sebagaimana kita ketahui bersama dimaknakan sebagai metode
ilmiah untuk mencapai tujuan praktis atau ilmu pengetahuan terapan; diartikan
juga keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi
kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.1 Dari pemaknaan teknologi yang
sederhana ini, dikaitkan dengan zoning wilayah maupun dengan upaya
mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa maka peran
teknologi amatlah penting dan strategis. Teknologi sebagai salah satu modal
untuk memudahkan pencapaian tujuan yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna (efektif dan efesien) dalam pengelolaan ataupun pemamfaatan zoning
wilayah untuk kepentingan suatu pembangunan baik pembangunan secara
nasional maupun pembangunan di daerah-daerah provinsi, Kabupaten/ Kota dan
pada tingkat Desa. Seperti diketahui juga, secara sederhana zoning dimaknakan
sebagai pembagian kawasan kedalam beberapa zona sesuai dengan fungsi dan
karakteristik semula atau diarahkan bagi pengembangan fungsi-fungsi lain.
Pemaknaan zoning ini berkaitan erat dengan zoning regulation atau peraturan
tentang zoning wilayah yang umumnya diartikan sebagai ketentuan yang
mengatur tentang klasifikasi, notasi dan kodifikasi zona-zona dasar, peraturan
penggunaan, peraturan pembangunan dan berbagai prosedur pelaksanaan
pembangunan atau juga dapat didifinisikan ketentuan yang mengatur tentang
klasifikasi zona, pengaturan lebih lanjut mengenai pemamfaatan lahan dan
prosedur pelaksanaan pembangunan.
Zoning ini menjadi sangat penting posisinya, karena zoning akan
menentukan perencanaan suatu rencana tata ruang wilayah (RTRW). Jadi RTRW
merupakan out put dari pada zoning, tetapi bukanlah berarti rencana tata ruang
merupakan bagian dari peraturan zonasi. Peraturan zonasi merupakan buku
manual bagi para planner (perencana) dalam menyusun rencana suatu wilayah
atau kota, ketiadaan zoning dapat membuat rencana kota menjadi bersifat multi
tafsir, sehingga bisa dimamfaatkan untuk tujuan yang menyimpang. Zoning
merupakan dasar dalam menyiapkan suatu rencana wilayah/ kota yang bersifat
operasional dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam prakteknya
penataan ruang, peraturan zonasi atau zoning wilayah ini lebih penting
kedudukannya ketimbang perencanaan, sehingga ditetapkan sebagai prioritas
1 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke Tiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2007, hal. 1158.
4
dalam penyusunannya. Begitu penting peraturan zonasi ini, sehingga dikatakan
“better regulation without planning rather than planning without regulation”.2
Dalam Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014,
salah satu cita-cita luhurnya pembangunan nasional adalah terwujudnya
peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pembangunanan ekonomi yang
berdasarkan kepada keunggulan daya saing, pengelolaan kekayaan sumber daya
alam, sumber daya manusia dan budaya bangsa yang didukung penuh oleh
kemajuan penguasaan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Daya saing ini tentu saja
ditujukan kepada kemampuan bangsa dalam persaingan global yang semakin
ketat. Oleh karenanya negara-negara industri di dunia berupaya untuk menguasai
dan mengembangkan teknologi dengan meningkatkan kegiatan penelitian dan
pengembangan (research and development) dalam bidang teknologi manufaktur
(manufacturing technology) dan teknologi produk (product technology). Pada
umumnya negara industri maju menempuh langkah ini dalam rangka
meningkatkan daya saing produknya atau paling tidak untuk mempertahankan
daya saing produknya ketika dimemasuki pasaran internasional ataupun dalam
memasuki pasar internasional (istilahnya technology pushed - production). Sejalan
dengan persaingan yang makin ketat antar industri melalui perkembangan
teknologi tersebut ternyata sistem perekonomian duniapun mengalami pergeseran
menuju kearah terbentuknya sistem ekonomi global.
Dari pemaknaan teknologi sebagai salah satu modal dalam mencapai
suatu tujuan yang praktis atau sebagai ilmu pengetahuan terapan, kemudian
dikaitkan dengan kegunaan atau posisi penting zoning wilayah dalam menentukan
perencanaan tata ruang wilayah sebagai salah satu dasar perencanaan
pembangunan, maka pemamfaatan teknologi ataupun ilmu pengetahuan terapan
dalam zoning wilayah sangatlah penting sebagai upaya mempercepat proses
pembangunan atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Lebih-lebih apabila
hal ini kita kaitkan dengan upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan dalam
rangka kemandirian bangsa. Jika dikaitkan dengan salah satu tujuan atau
embanan nasional khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum atau
masyarakat; pemerintah memiliki strategi, program dan kegiatan-kegiatan untuk
berupaya menjamin ketersediaan akan pangan bagi masyarakat sampai pada
level individu dalam kaitannya dengan ketahanan pangan. Ketersediaan pangan
2 Website http://imazu.wordpress.com/zoning/, Arti Zoning, diunduh tanggal 14 Agustus 2012, hal. 2.
5
yang cukup baik jumlah maupun mutunya (dalam hal ini diantaranya adalah mutu
gizinya), aman, merata dan terjangkau (bisa dibeli masyarakat), tidak bisa tidak
haruslah diwujudkan secara berdaulat atau mengutamakan produksi sendiri
sebagai bagian dari upaya mewujudkan kemandirian bangsa. Bertitik tolak dari
program pemerintah ini maka tulisan kertas karya kelompok ini merumuskan
pokok permasalahannya adalah : Bagaimana kontribusi teknologi dalam zoning wilayah guna mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa ?.
2. Maksud dan Tujuan.
Maksud penulisan naskah ini adalah untuk memberi gambaran tentang
pentingnya kontribusi teknologi dalam zoning wilayah guna mewujudkan
ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa. Sedangkan tujuannya
adalah untuk memberikan masukan yang bersifat konseptual strategis dalam
upaya memamfaatkan teknologi (ilmu pengetahuan terapan) guna mewujudkan
ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.
3. Ruang Lingkup dan Sistimatika.
Ruang lingkup penulisan naskah ini dibatasi pada kontribusi teknologi
ataupun ilmu pengetahuan terapan dalam zoning wilayah guna mewujudkan
ketahanan pangan. Tata urut penulisan naskah ini disusun sebagai berikut :
a. BAB I; Pada bab ini diuraikan secara singkat garis besar latar
belakang makalah, Maksud dan Tujuan Penulisan, Ruang Lingkup dan
Tata Urut serta beberapa Pengertian yang terkait dengan judul penulisan.
b. BAB II; Bab ini membahas dasar-dasar pemikiran yang digunakan
sebagai landasan dalam menyusun makalah dan digunakan sebagai
instrumental input dalam pemecahan persoalan berupa paradigma
nasional yang meliputi Landasan ldiil Pancasila, Landasan UUD Negara
RI 1945, Landasan Visional Wawasan Nusantara, dan Landasan
Konsepsional Ketahanan Nasional dan Landasan Operasional peraturan
perundang-undangan yang terkait serta teori yang relevan dan tinjauan
pustaka.
c. BAB III; Pada bab ini dibahas tentang kondisi kontribusi teknologi
dalam zoning wilayah saat ini, dan implikasinya terhadap mewujudkan
ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa, serta
mengindentifikasi permasalahan yang dihadapi.
6
d. BAB IV; Pada bab ini diuraikan tentang perkembangan lingkungan
strategis yang mencakup Lingkungan Global, Lingkungan Regional, dan
Lingkungan Nasional, berikut Peluang dan Kendala yang mempengaruhi
kontribusi teknologi dalam zoning wilayah guna mewujudkan ketahanan
pangan dalam rangka kemandirian bangsa.
e. BAB V; Pada bab ini dibahas tentang kontribusi teknologi dalam
zoning wilayah yang diharapkan, dan kontribusinya terhadap ketahanan
pangan dalam rangka kemandirian bangsa, serta indikator keberhasilan.
f. BAB VI; Pada Bab ini diuraikan konsepsi mewujudkan kontribusi
teknologi atau ilmu pengetahuan terapan guna mewujudkan ketahanan
pangan dalam rangka kemandirian bangsa yang berisikan kebijakan yang
ditempuh, strategi yang diterapkan dan upaya yang dilakukan.
g. BAB VII; Pada Bab ini berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan
pembahasan dan beberapa saran yang dikemukakan.
4. Metode dan Pendekatan.
Dalam penulisan ini metode yang digunakan adalah deskriptif analitis,
yakni menyajikan data maupun informasi yang berkaitan dengan materi
permasalahan, sekaligus analisis yang didasarkan pada tinjauan kepustakaan
(library research), serta menerapkan pendekatan komprehensif integral dan
holistik dengan menggunakan pisau analisis Ketahanan Nasional dengan
beberapa gatra di dalamnya.
5. Pengertian.Untuk menghindari perbedaan persepsi, dalam naskah ini dicantumkan
beberapa pengertian sebagai berikut :
a. Pemerintah dalam kamus besar bahasa Indonesia dimaknakan
sebagai : (1) sistem menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur
kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara atau bagian-
bagiannya; (2) sekelompok orang yg secara bersama-sama memikul
tanggung jawab terbatas untuk menggunakan kekuasaan; (3) penguasa
suatu negara, bagian negara; (4) badan tertinggi yang memerintah suatu
negara, seperti kabinet merupakan suatu pemerintah.3 Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
3 Website http://www.artikata.com/arti-344810-perintah.html, diunduh pada tanggal 28 Juni 2012.
7
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah daerah, adalah Gubernur,
Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.4
b. Tehnologi adalah metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis; ilmu
pengetahuan terapan atau keseluruhan sarana untuk menyediakan
barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan
hidup manusia.5
c. Zoning adalah pembagian kawasan kedalam beberapa zona sesuai
dengan fungsi dan karakteristik semula atau diarahkan bagi
pengembangan fungsi-fungsi lain. Penggunaan istilah zoning
berhubungan erat dengan istilah zona dan zoning regulation. Zona adalah sebagai kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik
lingkungan yang spesifik. Zona dalam Kamus Besar Indonesia diartikan :
(1) Salah satu dari lima bagian besar permukaan bumi yang dibatasi oleh
garis khayal di sekeliling bumi, sejajar dengan khatulistiwa, yaitu satu
zona tropik, dua zona sedang dan dua zona kutub; jalur iklim; (2) Daerah
yang ditandai dengan kehidupan jenis binatang atau tumbuhan tertentu
yang juga ditentukan oleh kondisi tertentu disekitarnya; (3) Daerah dalam
kota dengan pembatasan khusus; kawasan industri sama dengan zona
industri.6 Sedangkan zoning regulation diartikan sebagai ketentuan yang
mengatur tentang klasifikasi, notasi dan kodifikasi zona-zona dasar,
peraturan penggunaan, peraturan pembangunan dan berbagai prosedur
pelaksanaan pembangunan atau juga didifinisikan ketentuan yang
mengatur tentang klasifikasi zona, pengaturan lebih lanjut mengenai
pemamfaatan lahan dan prosedur pelaksanaan pembangunan.
d. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan,
dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata ruang adalah wujud
struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-
pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang
berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang 4 ______ UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Pasal 1 ayat (7) dan (8).5 Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke Tiga, Balai Pustaka, 2007, hal. 1158.6 Balai Pustaka, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke tiga, Jakarta, 2007, hal. 1281.
8
secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola ruang adalah
distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan
ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
e. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administratif dan/ atau aspek fungsional. Kawasan lindung adalah
wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
f. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan
air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan
tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan
makanan atau minuman.7
g. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi
rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.8
h. Kemandirian diartikan hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa
tergantung pada orang lain. Padanan katanya independent, otonom,
swasembada, sendiri dan bebas. Dalam pembelajaran “Implementasi
7 ______ UU No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, Pasal 1 ayat (1) dan Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan, Pasal 1 ayat (2).8 ______ Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan, Pasal 1 ayat (1).
9
Sismennas Dalam Penyelengaraan Negara Guna Mendukung Ketahanan
Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa” yang disampaikan oleh
Mayjend. TNI (Pur) SHM Lerrick, kemandirian bangsa tidak berarti bahwa
segala upaya pembangunan diprogramkan dan dianggarkan sendiri tanpa
bantuan dari negara lain. Kebutuhan pangan nasional tidaklah mungkin
dipenuhi dari dalam negeri saja, tetapi impor pangan tetap dibutuhkan
tanpa mengorbankan produk-produk pangan nasional. Kemandirian Bangsa diartikan sebagai kemampuan untuk mewujudkan cita-cita
berbangsa dan bernegara melalui kerja keras secara mandiri dan mampu
berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Suatu bangsa dikatakan mandiri
apabila proses penyelenggaraan bernegara diarahkan sepenuhnya bagi
kepentingan bangsa itu sendiri dan dilakukan oleh seluruh komponen
bangsa secara berdaulat. Bangsa yang mandiri dikatakan jika : (1)
Mampu berdiri di atas kekuatan sendiri dengan sumber daya yang dimiliki,
(2) Mampu memecahkan persoalan yang dihadapi, (3) Mampu
mengembangkan inovasi dan riset di berbagai bidang dan (4) Memiliki
keunggulan dan daya saing. 9 Ir. Soekarno (Presiden I R.I), dalam pidato
peringatan HUT Kemerdekaan R.I Tahun 1965 menyampaikan konsep
berdikari atau “berdiri di atas kaki sendiri”. Menurut beliau untuk
berdikari ada tiga prinsif utama, yaitu (1) Berdaulat dibidang politik, (2)
Berdikari dalam bidang ekonomi dan (3) Berkepribadian dalam
kebudayaan. Ketiga hal ini tidak bisa dipisahkan, saling kait mengkait.
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN
6. Umum.
Seperti telah disinggung di atas bahwa penggunaan teknologi atau ilmu
pengetahuan terapan dalam zoning wilayah adalah sebagai salah satu cara agar
segala sesuatu yang dijalankan dalam proses pembangunan menjadi lebih efektif
dan efesien, teknologi digunakan untuk kelangsungan dan kenyamanan hidup
manusia itu sendiri. Tentu saja penggunaan teknologi maupun ilmu pengetahuan
9 Asep Karsidi, M.Sc., Ph.D., Kepala Badan Informasi Geospasial, Bahan Ceramah Ilmiah Pada PPRA XLVIII, Jakarta, 2012.
10
terapan tersebut tidaklah boleh sembarangan, tetapi harus dikaitkan dengan
situasi dan kondisi dimana teknologi tersebut akan digunakan. Seperti misalnya
secara struktur apakah kapasitas sumber daya manusia (SDM) sudah memadai,
apakah sarana dan prasarana lainnya telah mendukung, secara substansi apakah
sudah ada landasan operasionalnya atau peraturan perundang-undangannya
telah mendukung dan secara kutur apakah budaya masyarakat mendukung atas
penggunaan teknplogi tersebut. Khusus masalah penggunaan teknologi dalam
zoning wilayah, menurut penulis tentunya harus juga dikaitkan dengan tujuan dari
pada zoning wilayah tersebut, yaitu : (1) Mengatur kepadatan penduduk dan
intensitas kegiatan, mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan tanah
dan menentukan tindakan atas suatu satuan ruang, (2) Melindungi kesehatan,
keamanan dan kesejahteraan masyarakat, (3) Mencegah kesemerawutan,
menyediakan pelayanan umum yang memadai serta meningkatkan kualitas hidup,
(4) Meminimumkan dampak pembangunan yang merugikan dan (5) Memudahkan
pengambilan keputusan secara tidak memihak dan berhasilguna serta mendorong
peran serta masyarakat. 10
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka penggunaan teknologi dalam
zoning wilayah dalam tatanan kehidupan nasional saat ini dan dalam
memperjuangkan kepentingan bangsa dan negara, tentu saja sangatlah
dibutuhkan. Dalam operasionalisasinya penggunaan teknologi dalam zoning
wilayah tentu saja haruslah berlandaskan pada Pancasila, UUD 1945, Wawasan
Nusantara, dan Ketahanan Nasional, yang merupakan empat komponen
Paradigma Nasional; serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang nasional
(RPJPN) 2005-2025, dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) sebagai pelaksanaan RPJPN 2005-2025 dalam kurun waktu lima tahun
(RPJMN 2010-2014). Oleh karena itu, Paradigma Nasional sangatlah relevan
difungsikan sebagai landasan pemikiran dalam upaya penggunaan teknologi
dalam zoning wilayah untuk mewujudkan ketahanan pangan. Selain itu, diperlukan
peraturan perundang-undangan serta teori dan tinjauan pustaka untuk mendukung
kebenaran proses.
7. Paradigma Nasional.
a. Pancasila sebagai Landasan Idiil.
Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila memegang peranan
penting yang dapat menyadarkan rakyat Indonesia bahwa hakekat hidup
pada dasarnya adalah keterkaitan antara manusia dengan Tuhannya, 10 Ibid, hal. 5.
11
antara sesama manusia dan antara manusia dengan lingkungannya.
Pancasila memberikan pemahaman bahwa kodrat manusia ialah sebagai
makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Dengan demikian,
Pancasila merupakan penuntun dan pengikat moral serta norma sikap dan
tingkahlaku Bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
b. UUD Negara R.I 1945 (Amandemen) sebagai Landasan Konstitusional.
UUD Negara RI 1945 merupakan keputusan politik nasional yang
dituangkan dalam norma-norma konstitusi dalam rangka menentukan
sistem dan pemerintahan negara. Seluruh aspek kehidupan bangsa dan
negara dengan demikian tercakup dalam pengaturan yang tertuang dalam
perundang-undangan berdasarkan konstitusi. Negara RI bukanlah negara
kekuasaan yang dilaksanakan dengan sistem totaliter, karena
penyelenggaraan negara didasarkan atas hukum. Dengan demikian,
kekuasaan hanya dilaksanakan melalui pengaturan menurut hukum yang
berlaku.
Hukum sebagai pranata sosial disusun bukan untuk kepentingan
kekuasaan golongan maupun perorangan, namun untuk kepentingan
seluruh rakyat Indonesia agar dapat berfungsi sebagai penjaga ketertiban
bagi seluruh rakyat. Sebagai landasan konstitusional UUD Negara RI 1945
merupakan sumber hukum yang menuntun bagaimana penerapan hukum
atau pelaksanaan kebijakan yang diantaranya untuk mewujudkan
penggunaan teknologi dalam zoning wilayah guna mewujudkan ketahanan
pangan maupun sinergitas antar instansi pemerintah guna peningkatan
ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.
c. Wawasan Nusantara sebagai Landasan Visional.
Wawasan atau cara pandang dalam mencapai tujuan
pembangunan nasional adalah Wawasan Nusantara, yang mencakup:
perwujudan kepulauan Nusantara sebagai suatu kesatuan politik, kesatuan
ekonomi, kesatuan sosial budaya dan kesatuan hankam dalam kaitan
dengan ideologi nasional. Wawasan Nusantara merupakan
operasionalisasi lebih lanjut dari ideologi nasional dalam memandang diri
dan lingkungannya. Keyakinan yang mantap terhadap Pancasila dan UUD
12
Negara RI 1945 merupakan modal dasar dalam pencapaian tujuan
nasional. Dengan demikian, sesungguhnya seluruh komponen bangsa
seperti birokrat, politisi (supra struktur politik, infra struktur politik) harus
berwawasan Nusantara, yaitu memberikan pengakuan dan kesadaran
bahwa masyarakat Indonesia adalah manusia yang mendiami kepulauan
Nusantara, serta memiliki komitmen menuju kesejahteraan bersama
melalui pembangunan nasional di tengah-tengah keanekaragaman.
Penerapan tehnologi dalam zoning wilayahpun seharusnyalah juga
berwawasan untuk menyatukan Indonesia sebagai sebuah satu kesatuan,
bukan sebaliknya terpecah-pecah dan tidak ada integrasinya.
d. Ketahanan Nasional Sebagai Landasan Konsepsional.
Setiap bangsa dalam rangka mempertahankan kehidupannya,
eksistensinya dan untuk mewujudkan tujuan berdasarkan ideologi
nasionalnya perlu memiliki pemahaman ideologi nasional, konstitusi,
wawasan geopolitik dan dalam implementasinya diperlukan suatu
geostrategi. Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia adalah konsepsi
pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan
penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang, serasi,
selaras dan berkeadilan dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan
menyeluruh dan terpadu berdasarkan Pancasila, UUD Negara RI 1945 dan
Wawasan Nusantara.
Ketahanan Nasional harus diwujudkan dan dibina secara dini dan
terus menerus serta sinergis, mulai dari pribadi, keluarga, lingkungan,
daerah dan nasional berdasarkan pemikiran geostrategi yang dirancang
dan dirumuskan dengan memperhatikan kondisi bangsa dan geografi
Indonesia. Pemikiran tersebut merupakan konsepsi Ketahanan Nasional
yang dapat digunakan untuk melandasi penggunaan teknologi yang
berkaitan dengan zoning wilayah maupun penataan ruang ataupun
geografi Indonesia sebagai wadah untuk melaksanakan pembangunan.
8. Peraturan Perundang-undangan.
a. Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. UU ini sebagai pengganti dari pada UU sebelumnya yaitu UU No. 24
Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, diganti dikarenakan UU penataan
ruang yang lama sudah tidak memadai lagi sesuai dengan perkembangan
13
yang ada maupun semakin merosotnya penggunaan ruang sesuai dengan
yang telah ditentukan sebelumnya. Dikatakan dalam UU No. 26 Tahun
2007 ini bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia
merupakan negara kepulauan berciri Nusantara baik sebagai kesatuan
wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan
upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna
dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang
wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya
kesejahteraan umum dan keadilan sosial sesuai dengan landasan
konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Dikatakan juga bahwa UU No. 26 Tahun 2007 ini didasarkan pada
perkembangan situasi dan kondisi nasional dan internasional, yang
menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi,
kepastian hukum, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan
ruang yang baik sesuai dengan landasan idiil Pancasila. UU ini dibuat juga
sebagai upaya untuk memperkukuh Ketahanan Nasional berdasarkan
Wawasan Nusantara dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang
memberikan kewenangan semakin besar kepada pemerintah daerah
dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka kewenangan tersebut perlu
diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah dan antara
pusat dan daerah agar tidak menimbulkan kesenjangan antardaerah.
Penataan ruang ini dikatakan juga didasarkan kepada geografis Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berada pada kawasan rawan bencana
sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana
sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan
dan penghidupan.
Hal lain yang cukup penting dalam pengaturan UU No. 26 Tahun
2007 ini adalah asas penataan ruang yang diuraikan sebagai berikut : a)
keterpaduan; b) keserasian, keselarasan, dan keseimbangan; c)
keberlanjutan; d) keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; e) keterbukaan;
f) kebersamaan dan kemitraan; g) pelindungan kepentingan umum; h)
kepastian hukum dan keadilan; dan i) akuntabilitas. Tujuan dari pada
penataan ruang dikatakan adalah untuk mewujudkan ruang wilayah
nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan : a) terwujudnya
14
keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; b)
terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan c)
terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Masih ada beberapa
peraturan yang berkaitan dengan penataan ruang ini, diantaranya PP No.
26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan
beberapa Peraturan Presiden seperti Perpres No. 13 Tahun 2012 Tentang
Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera, beberapa Peraturan Menteri seperti
Permen PU Nomor : 20/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Tehnis Analisis
Aspek Phisik dan Lingkungan, Ekonomi, Sosial Budaya Dalam
Penyusunan Rencana Tata Ruang dan Permen PU Nomor :
11/PRT/M/2009 Tentang Pedoman Persetujuan Substansi Dalam
Penetapan Rancangan Perda Tentang RTRW Provinsi dan RTRW
Kabupaten/ Kota beserta rencana rincinya.
b. Undang-undang Nomor 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi. UU ini mengatur masalah lembaga Litbang khususnya yang
ada di setiap Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang yang dibentuk secara
khusus, badan usaha dan lembaga penunjang. Walaupun sudah ada UU
ini tetapi penerapannya masih sangat minim sekali, apalagi dalam
penerapannya untuk zoning wilayah.
c. Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. UU ini
mengatur tentang pangan yang pembuatannya didasarkan pada beberapa
pasal dalam UUD 1945 (amandemen), yaitu : pasal 5 (1) tentang hak
Presiden mengajukan rancangan UU, pasal 20 (1) tentang kekuasaan DPR
membentuk UU, pasal 27 (2) tentang hak tiap-tiap warga negara atas
pekerjaannya dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan pasal
33 tentang perekonomian negara disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan atas asas kekeluargaan.
UU ini bertujuan mengatur, membina dan mengawasi masalah
pangan agar : 1) Tersediannya pangan yang memenuhi persyaratan
keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia. 2)
Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; dan
15
3) Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan
terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.11
Undang-undang tentang Pangan dimaksudkan sebagai landasan
hukum bagi pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap kegiatan
atau proses produksi, peredaran, dan atau perdagangan pangan. Sebagai
landasan hukum di bidang pangan, undang-undang ini dimaksudkan
menjadi acuan dari berbagai peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan pangan, baik yang sudah ada maupun yang akan
dibentuk.
d. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. PP ini dibuat atas dasar UUD 1945 (amandemen) pasal 5 (2) dan
sebagai penjabaran dari UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka
pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia yang
berkualitas, mandiri, dan sejahtera melalui perwujudan ketersediaan
pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar
merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli
masyarakat. PP No. 68/ 2002 ini juga mengatur tentang ketersediaan
pangan, cadangan pangan nasional, penganekaragaman pangan,
pencegahan dan penanggulangan masalah pangan, pengendalian harga,
peran pemerintah daerah dan masyarakat. Peran pemerintah daerah
dijelaskan sebagai berikut : Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/
Kota dan/ atau Pemerintah Desa melaksanakan kebijakan dan
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan
diwilayahnya masing-masing, dengan memperhatikan pedoman, norma,
standar, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah
Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota dan/ atau Pemerintah Desa
mendorong keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan ketahanan
pangan. Dalam mendorong keikutsertaan masyarakat dalam
penyelenggara-an ketahanan pangan sebagaimana dimaksud dapat
dilakukan dengan : 1) Memberikan informasi dan pendidikan yang
berkaitan dengan penyelenggaraan ketahanan pangan; 2) Membantu
kelancaran penyelenggaraan ketahanan pangan; 3) Meningkatkan motivasi
11 ______ UU R.I. Nomor 7 tahun 1996 Tentang Pangan, Pasal 3.
16
masyarakat dalam penyeleng-garaan ketahanan pangan; 4) Meningkatkan
kemandirian rumah tangga dalam mewujudkan ketahanan pangan.
e. Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang-Undang ini mengatur
perencanaan jangka panjang untuk kurun waktu 20 tahun, pembangunan
jangka menengah untuk kurun waktu 5 tahun, dan pembangunan
tahunan.12 Sebagaimana dikemukakan dalam pembelajaran Sismennas
UU Sisren Bangnas ini merupakan salah satu ujud dari implementasi
Sistem Informasi Nasional atau Simnas dalam Sistem Manajemen
Nasional. Dalam UU ini yang berkaitan dengan masalah ruang
dikemukakan dalam pasal 31, yaitu Perencanaan Pembangunan Nasional
dilaksanakan berdasarkan data dan informasi (spasial dan nonspasial)
yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan, yang berarti peran
teknologi sangatlah penting dan dibutuhkan dalam zoning wilayah/
penataan ruang.
f. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN. Dalam
konteks kontribusi tehnologi dalam zoning wilayah guna mewujudkan
ketahanan pangan, di dalam RPJMN 2005-2025 memuat tema aspek
wilayah/spasial haruslah diintegrasikan ke dalam, dan menjadi bagian,
kerangka perencanaan pembangunan di semua tingkatan pemerintahan.
g. Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014. Di dalam Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 2010 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014
ditentukan visinya adalah terwujudnya Indonesia yang sejahtera,
demokratis dan berkeadilan yang memiliki program aksi sebelas prioritas
pembangunan nasional dan tiga prioritas lainnya, dimana prioritas ke-lima
adalah ketahanan pangan.
Peningkatan ketahanan pangan dan lanjutan revitalisasi pertanian
untuk mewujudkan kemandirian pangan, peningkatan daya saing produk
pertanian, peningkatan pendapatan petani, serta kelestarian lingkungan
dan sumber daya alam. Peningkatan pertumbuhan PDB sektor pertanian
sebesar 3,7% per tahun dan Indeks Nilai Tukar Petani sebesar 115-120
pada 2014. Oleh karena itu, substansi inti program aksi ketahanan
12 Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, Pokja Bidang Studi Sistem Manajemen Nasional, Pokok Bahasan : Sistem Manajemen Nasional, Jakarta, 2012.
17
pangan adalah sebagai berikut : 1) Lahan, Pengembangan Kawasan dan
Tata Ruang Pertanian: Penataan regulasi untuk menjamin kepastian
hukum atas lahan pertanian, pengembangan areal pertanian baru seluas 2
juta hektar, penertiban serta optimalisasi penggunaan lahan terlantar; 2)
Infrastruktur: Pembangunan dan pemeliharaan sarana transportasi dan
angkutan, pengairan, jaringan listrik, serta teknologi komunikasi dan sistem
informasi nasional yang melayani daerah-daerah sentra produksi pertanian
demi peningkatan kuantitas dan kualitas produksi serta kemampuan
pemasarannya; 3) Penelitian dan Pengembangan: Peningkatan upaya penelitian dan pengembangan bidang pertanian yang mampu menciptakan benih unggul dan hasil penelitian lainnya menuju kualitas dan produktivitas hasil pertanian nasional yang tinggi; 4)
Investasi, Pembiayaan, dan Subsidi: Dorongan untuk investasi pangan,
pertanian, dan industri perdesaan berbasis produk lokal oleh pelaku usaha
dan pemerintah, penyediaan pembiayaan yang terjangkau, serta sistem
subsidi yang menjamin ketersediaan benih varietas unggul yang teruji,
pupuk, teknologi dan sarana pasca panen yang sesuai secara tepat waktu,
tepat jumlah, dan terjangkau; 5) Pangan dan Gizi: Peningkatan kualitas gizi
dan keanekaragaman pangan melalui peningkatan pola pangan harapan;
6) Adaptasi Perubahan Iklim: Pengambilan langkah-langkah kongkrit terkait
adaptasi dan antisipasi sistem pangan dan pertanian terhadap perubahan
iklim.
h. Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan. Untuk lebih mengoptimalkan tugas Dewan
Ketahanan Pangan serta menyesuaikan fungsi dan tugas Dewan
Ketahanan Pangan dengan perkembangan keadaan saat ini, dipandang
perlu mengatur Dewan Ketahanan Pangan dimaksud. Perpres No. 83/
2006 ini mengatur tentang pembentukan, tugas dan susunan organisasi
Dewan Ketahanan Pangan. Ketuanya ditentukan adalah Presiden R.I,
Ketua Harian adalah Menteri Pertanian dan Sekretaris Dewan adalah
Kepala Badan Ketahanan Pangan Kemtan. Anggotanya adalah 18
Kementerian/ Lembaga dan Badan. Diatur juga tentang Sekretariat,
kelompok kerja dan struktur Dewan Ketahanan Pangan Provinsi dan
Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten/ Kota.
9. Landasan Teori.
18
a. Teori Geografi Preston E. James. Teori ini digunakan karena
dalam tulisan ini mengangkat masalah ruang atau geografi suatu negara
atau pemerintah baik pusat dan daerah yang penggunaannya berdasarkan
zoning wilayah maupun peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan tata ruang wilayah seperti UU No. 26 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang. Teori Preston E. James mengatakan “Geography is the
mother of science”. Dalam pohon ilmu dikatakan geografi dapat
diungkapkan sebagai induk dari segala ilmu pengetahuan. Banyak bidang
ilmu pengetahuan selalu mulai dari keadaan muka bumi untuk kemudian
beralih pada studi masing-masing.
GAMBAR POHON ILMUPRESTON E. JAMES
Ini menunjukkan bahwa ruang sebagai sesuatu yang penting bagi
kehidupan umat manusia maupun makluk hidup lainnya sebagaimana
dikatakan ruang sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan
ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan mahluk hidup lainnya melakukan kegiatan dan
memelihara kelangsungan hidupnya.
b. Teori Induced Technological Change. Teori ini berpendapat
bahwa perubahan teknologi disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi lain,
19
SUMBER : http://www.genetologisch-onderzoek.nl/index.php/category/Philosophy / , dikemukakan ulang oleh Drs. Sukendra Martha, M.Sc., MAppSc., Pada kuliah di PPRA XLVIII Lemhannas R.I
seperti perubahan faktor permintaan dan pertumbuhan (Dixon, 1997:
1518). Dalam teori induced technological change, menurut Ruttan (1997:1520-1526), ada tiga tradisi utama yang mencoba untuk mengkon-
frontasikan dampak-dampak perubahan dalam lingkungan ekonomi
terhadap perubahan tingkat atau arah perubahan teknologi. Tiga tradisi
tersebut, sebagaimana direview oleh Ruttan, adalah sebagai berikut :
Pertama, tradisi tarikan permintaan (demand pull), yang menekankan
pentingnya perubahan permintaan pasar terhadap pengetahuan dan
teknologi. Griliches (1957) menunjukkan peran permintaan dalam
menentukan waktu dan lokasi penemuan. Schmooker (1962, 1966)
menyimpulkan bahwa permintaan lebih penting dalam mendorong
penemuan daripada kemajuan ilmu pengetahuan. Kedua, tradisi teori
pertumbuhan atau ekonomi makro. Tradisi ini muncul dari perdebatan pada
awal 1960-an mengenai alasan stabilitas dalam pangsa faktor pada kondisi
tingkat kenaikan upah yang sangat cepat. Keterbatasan utama dari versi
teori pertumbuhan ekonomi adalah batas kemungkinan inovasi (Innovation
Possibility Frontier) yang tidak masuk akal Menurut Kennedy, bentuk dari
Innovation Possibility Frontier tidak tergantung pada bias jalur perubahan
teknologi. Selama perubahan teknologi tidak ada efek trade off antara
perubahan teknologi yang disebabkan tenaga kerja dan kapital. Ketiga, tradisi ekonomi mikro. Model mikro dibangun pada awal pengamatan yang
dilakukan oleh Hicks. Hicks mengatakan bahwa perubahan relatif harga
faktor-faktor produksi mendorong inovasi dan penemuan sesuatu yang
diarahkan pada penggunaan faktor yang digunakan relatif lebih mahal
menjadi ekonomis (Hicks, 1932: 124-5). Model ini digerakkan oleh
perubahan eksogen dalam lingkungan ekonomi dimana perusahaan-
perusahaan atau agen riset publik menemukan perubahan eksogen
tersebut oleh diri mereka sendiri. Model ekonomi mikro dihasilkan oleh
sejumlah besar penelitian empiris dan bermanfaat untuk mengklarifikasi
proses historis suatu perubahan, terutama pada tingkat industri atau sektor
di dalam atau antar negara (Hayami and Ruttan, 1970, 1971, 1985;
Binswanger, 1974; Binswanger and Ruttan, 1978; Thirtle and Ruttan,
1987). Kelemahan utama dari model ekonomi mikro adalah bahwa
20
mekanisme internalnya; mempelajari, meneliti, dan proses formal R and D,
masih tetap di dalam “kotak hitam”. 13
10. Tinjauan Pustaka.
Prof. Dr. Ahmad Suryana (Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian
Pertanian) maupun Dr. Ir. Hermanto, MS Sekretaris Badan Ketahanan Pangan
Kementerian Pertanian menyampaikan dalam makalah ilmiahnya yang
disampaikan di depan peserta Lemhannas PPRA XLVIII-2012 di Lemhannas R.I
tanggal 28 Agustus 2012 dan 28 Maret 2012, bahwa sistem ketahanan pangan
nasional ditentukan oleh tiga aspek, yaitu aspek ketersediaan, keterjangkauan dan
konsumsi pangan. Ketiga aspek ini dipengaruhi juga oleh kebijakan ekonomi dan
kebijakan pangan serta kebijakan otonomi dan desentralisasi akan pangan.
Disamping itu ditentukan juga oleh sumber daya, antara lain seperti ketersediaan
lahan, air irigasi, SDM, tehnologi, kelembagaan dan budaya.
Kondisi ketahanan pangan ini juga dipengaruhi oleh perkembangan
lingkungan strategi baik dalam negeri maupun luar negeri seperti kondisi
penduduk, perubahan iklim, kinerja ekonomi, dinamika pasar sektor non pangan
maupun pangan sendiri di dalam negeri maupun luar negeri dan shock atau
bencana.
Tentu saja pendapat ini menurut penulis sangatlah benar adanya. Akan
tetapi berdasarkan pemahaman lebih lanjut bila dikaitkan dengan pendekatan
manajemen dalam sistem manajemen nasional (Sismennas), kepemimpinan
nasional dan pemberdayaan masyarakat, ketahanan pangan tidak hanya
ditentukan oleh ketiga aspek tersebut (ketersediaan, keterjangkauan dan
konsumsi), tetapi juga ditentukan oleh dua aspek lainnya yang relatif berdiri sendiri
sebagai aspek yang mempengaruhi ketahanan pangan, yaitu : aspek pemberdayaan masyarakat dan aspek manajemen. Aspek pemberdayaan
masyarakat ini misalnya keterbatasan sarana dan belum adanya mekanisme
kerja yang efektif di masyarakat dalam merespon adanya kerawanan pangan,
terutama dalam penyaluran pangan kepada masyarakat yang membutuhkan,
keterbatasan keterampilan dan akses masyarakat miskin terhadap sumber daya
usaha seperti pendanaan, tehnologi, informasi pusat dan sarana prasarana yang menyebabkan masyarakat kesulitan memasuki lapangan kerja dan
menumbuhkan usaha. Kurang efektifnya program pemberdayaan masyarakat 13 Website http://journal.uii.ac.id/index.php/JSB/article/viewFile/1020/952, Masykur Wiratmo, Berbagi Teori Mengenai Perkembangan Teknologi, diunduh tanggal 24 Agustus 2012.
21
yang selama ini bersifat top-down karena tidak memperhatikan aspirasi,
kebutuhan dan kemampuan masyarakat yang bersangkutan. Belum berkembang-
nya sistem pemantauan kewaspadaan pangan dan gizi secara dini dan akurat
dalam mendeteksi kerawanan pangan dan gizi pada tingkat masyarakat.
Aspek manajemen, keberhasilan pembangunan ketahanan dan
kemandirian pangan dipengaruhi oleh efektifitas penyelenggaraan fungsi-fungsi
manajemen pembangunan yang meliputi aspek perencanan, pelaksanaan,
pengawasan dan pengendalian serta koordinasi berbagai kebijakan dan program.
Masalah yang dihadapi dalam aspek manajemen adalah : (1) Terbatasnya
ketersediaan data yang akurat, konsisten, dipercaya dan mudah diakses yang
diperlukan untuk perencanaan pengembangan kemandirian dan ketahanan
pangan. Disini berarti peran teknologi sangatlah dominan. (2) Belum adanya
jaminan perlindungan bagi pelaku usaha dan konsumen kecil di bidang pangan.
(3) Lemahnya koordinasi dan masih adanya iklim egosentris dalam lingkup
instansi dan antar instansi, subsektor, sektor, lembaga pemerintah dan non
pemerintah, pusat dan daerah dan antar daerah.
BAB III
KONDISI KONTRIBUSI TEKNOLOGI DALAM ZONING WILAYAH, IMPLIKASI TEKNOLOGI DALAM ZONING WILAYAH TERHADAP PERWUJUDAN
KETAHANAN PANGAN DAN KEMANDIRIAN BANGSA SERTA PERMASALAHANNYA
11. Umum.
22
Pada BAB II di atas telah dikemukakan tentang paradigma nasional yaitu
Pancasila sebagai landasan idiil, UUD 1945 sebagai landasan konstitusional,
Wawasan Nusantara sebagai landasan visional dan ketahanan nasional sebagai
landasan konsepsional, yang tentu mempengaruhi terhadap penggunaan
teknologi dalam zoning wilayah atau penataan ruang sebagai wadah dalam
pembangunan dibidang apapun termasuk dalam upaya mewujudkan ketahanan
pangan. Telah juga disinggung berdasarkan teori geografi Preston E. James yang
menyatakan bahwa betapa pentingnya geografi sebagai ruang dalam pandangan
ilmu pengetahuan, bahkan geografi dikatakan sebagai ibunya ilmu pengetahuan
yang lain. begitu juga berdasarkan pendekatan teori induced technological change
yang menguraikan bahwa perubahan teknologi disebabkan oleh faktor-faktor
ekonomi, seperti faktor permintaan dan pertumbuhan. Dengan demikian
pembangunan ekonomi yang membutuhkan ruang sesuai ketentuan sangatlah
bergantung pada penggunaan teknologi itu sendiri. Di bawah ini akan diuraikan
bagaimana kondisi saat ini dan permasalahan-permasalahan yang ada,
khususnya dalam penggunaan teknologi dalam zoning wilayah maupun ketahanan
pangan.
12. Kontribusi Teknologi Dalam Zoning Wilayah Saat Ini.
Seperti telah dijelaskan bahwa zoning wilayah ini amatlah penting, karena
merupakan dasar dalam proses penyusunan perencanaan suatu wilayah/ Kota,
yang dalam UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang keluarannya adalah
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi dan Kabupaten/ Kota masing-
masing daerah. Jika kita lihat kontribusi penggunaan teknologi dalam zoning
wilayah ini masih sangatlah minim. Kondisi tersebut dapat kita lihat dari berbagai
data yang menunjukkan masih belum optimalnya output dari pada zoning wilayah
yang ditandai dengan produk-produk peraturan daerah (Perda) RTRW masing-
masing sebagai landasan pembangunan daerah tersebut dalam menggunakan
ruang atau geografi mereka.
Sebagai sebuah data untuk melaksanakan amanat UU No. 26 Tahun 2007
Tentang Penataan Ruang, yang mengamanatkan bahwa paling lambat dua tahun
sejak diundangkannya UU No. 26/ 2007 tanggal 26 April 2007 maka setiap
Provinsi harus sudah selesai menyusun RTRW Provinsi masing-masing dan
dalam waktu tiga tahun paling lambat untuk Kabupaten dan Kota harus sudah
selesau menyusun RTRW masing-masing. Tetapi kenyataannya masih sangat
23
kecil baik Provinsi dan Kabupaten/ Kota yang sudah selesai menyusun RTRW
masing-masing dalam bentuk Peraturan Daerah. 14
TABEL 1 : STATUS RTRW PROVINSI
Sumber : Dirjen Penataan Ruang Kementerian PU, 2010 15
Dari data di atas, sampai pada bulan Oktober 2010 yang lalu, dari 33 (tiga
puluh tiga) Provinsi, baru 6 (enam) Provinsi yang sudah selesai membuat RTRW
Provinsi dan sudah dalam bentuk Peraturan Daerah, sedangkan yang lain masih
dalam proses dan bahkan ada yang sama sekali belum melakukan revisi.
TABEL 2 : STATUS RTRW KABUPATEN/ KOTA
Sumber : Dirjend Penataan Ruang Kementerian PU, 2010 16
Data di atas menunjukkan dari 502 (lima ratus dua) Kabupaten/ Kota, baru 12
(dua belas) Kabupaten/ Kota yang sudah memiliki Perda RTRW, selebihnya masih
dalam proses, bahkan ada yang sama sekali belum membuat (belum revisi).
Masih lemahnya penggunaan teknologi dalam zoning wilayah ini dapat juga
kita lihat dari penyalahgunaan ruang atau lahan yang sudah dizoning sebagai
14 Direktur Jenderal Penataan Ruang, Ir.Imam S. Ernawi, Mcm. Msc, Arah Pengembangan Kota Masa Depan Melalui Pendekatan “Smart Green City Planning”, Jakarta, disampaikan pada pertemuan Bakohumas Kementerian tanggal 21 Oktober 2010. 15 Ibid, Slide 41.16 Ibid, Slide 42.
24
persawahan, kemudian beralih fungsi untuk perumahan, industri maupun
perkantoran. Demikian juga untuk kota-kota besar terjadi peralihan ruang terbuka
hijau (RTH) yang cukup mengkhawatirkan kita, apabila hal ini tidak diatasi.
TABEL 3 : PENGALIHAN LAHAN SAWAH
Sumber : Dirjend Penataan Ruang Kementerian PU, 2010 17
TABEL 4 : PERUBAHAN RTH DI DKI JAKARTA
Sebagai sebuah kenyataan, bahwa geografi Indonesia juga merupakan
pertemuan dari tiga lempeng tektonik dunia, sehingga Indonesia juga rawan
bencana maupun rawan gempa. Sebagai sebuah data dapat dilihat dari data di
bawah ini.
17 Ibid, Slide 12.
25
SUMBER : DIRJEN PENATAAN RUANG KEMENTERIAN PU, 2010
TABEL 5 : POSISI INDONESIA PADA TIGA LEMPENG TEKTONIK
Sumber : Drs. Sukendra Martha, M.Sc., MappSc, Tajar Bidang Geografi Lemhannas R.I.
Dalam pembelajaran yang diberikan oleh Prof. Didin S Damanhuri 18 pada
saat ceramah di depan peserta Lemhannas PPRA XLVIII tanggal 15 Juni 2012,
beliau menyampaikan bahwa kondisi pangan Indonesia saat ini secara umum
sebagai berikut :
a. Ketergantungan pada pangan impor meningkat.b. Kualitas pangan rakyat kita relatif masih kurang baik.c. Bangsa kita sedang digiring untuk menjadi pemakan produk pangan berbahan baku gandum.d. Indonesia memang belum memiliki politik pertanian/ pangan.
TABEL 6 : JALUR GEMPA DUNIA DAN INDONESIA
Sumber : Drs. Sukendra Martha, M.Sc., MappSc, Tajar Bidang Geografi Lemhannas R.I.
Lebih lanjut Prof. Dr. Didin S Damanhuri menyampaikan tentang kondisi
kerawanan pangan diberbagai daerah sebagai berikut :
a. Dari 346 kabupaten yang dianalisis Dewan Ketahanan Pangan (DKP) terdapat 100 kabupaten yang memiliki tingkat resiko kerentanan pangan yang tinggi dan memerlukan skala prioritas penanganan.
18 Prof.Dr.Didin S Damanhuri, Tenaga Ahli Pengajar Bidang Ekonomi Lemhannas, Guru Besar Fakultas Ekonomi IPB, Salah seorang Pendiri INDEF (Institute for Development Economics & Finance), Pengamat Ekonomi dan lain-lain.
26
JALUR GEMPA DI DUNIA
b. Di antara 100 kabupaten berperingkat terbawah yang disebut dalam Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan 2009 tersebut dibagi lagi menjadi tiga wilayah prioritas, yakni: prioritas 1, prioritas 2 dan prioritas 3.c. Ada 30 Kabupaten yang termasuk Prioritas 1 untuk mendapatkan penanganan, yakni sebagian besar kabupaten tersebar di Indonesia bagian Timur, terutama di Papua (11 kab), NTT (6 kab) dan Papua Barat (5 kab). Total jumlah penduduknya mencapai 5.282.571 jiwa.d. Yang termasuk Prioritas 2 terdapat 30 Kabupaten, yakni sebagian besar terdapat di Kalimantan Barat (7 kab), NTT (5 kab), NAD (4 kab), dan Papua (3 kab). Total jumlah penduduknya mencapai 7.671.614 jiwa.e. Yang termasuk Prioritas 3 terdapat 40 Kabupetan, yakni sebagian besar terdapat di Kalimantan Tengah (6 kab), Sulawesi Tengah (5 kab) dan NTB (4 kab). Total jumlah penduduk di wilayah Prioritas 3 ini 11.785.667 jiwa.
Data kebutuhan import kita akan pangan dapat digambarkan sebagai berikut :
TABEL 7 : KONDISI IMPOR PANGAN
KOMODITI PERSEN THD KEBUTUHAN NASIONALDaging sapi 25 % ( K.L 600.000 ekor)Gula 30 % (K.L 1,3 juta ton)Beras 2 % ( K.L 1,2 juta ton)Bawang putih 90 %Kedelai 70 % ( K.L 1,4 juta ton)Garam 50 %Jagung 10 %Kacang Tanah 15 %Susu 70 %
Sumber : Prof. Dr. Didin S Damanhuri, Kuliah Ilmiah PPRA XLVIII, 2012
13. Implikasi Kontribusi Teknologi Dalam Zoning Wilayah Terhadap Perwujudan Ketahanan Pangan dan Implikasi Perwujudan Ketahanan Pangan Terhadap Kemandirian Bangsa.
Beranjak dari pemaknaan teknologi itu sendiri, yakni metode ilmiah untuk
mencapai tujuan praktis atau penerapan dari pada ilmu pengetahuan itu sendiri
dalam proses pembangunan untuk kelangsungan dan kenyamanan manusia itu
sendiri, maka apabila kita kaitkan dengan zoning wilayah dalam arti praktisnya
menjaga agar ruang ataupun lahan tidak dialih fungsikan secara sembarangan,
maka penggunaan teknologi juga akan memberikan kontribusi terpeliharanya
lahan sesuai zoningnya dengan baik. Artinya jika zoning wilayahnya
diperuntukkan untuk lahan atau ruang pertanian, tidak akan dengan mudah
dipindah fungsikan karena hanya kehendak dari investor atau konglemerat atau
kapitalis pemilik modal.
27
a. Implikasi Kontribusi Teknologi Dalam Zoning Wilayah Terhadap Perwujudan Ketahanan Pangan.
Berdasarkan beberapa tabel diatas, yang menunjukkan masih
tingginya peralihan lahan sawah untuk pertanian kepada fungsi lainnya,
yang berkorelasi langsung dengan ketahanan pangan, khususnya pada
aspek ketersediaan pangan (produksi), maka apabila penggunaan
teknologi yang baik dalam zoning wilayah, asumsinya peralihan lahan
sawah akan semakin berkurang atau berhenti sama sekali. Dengan
demikian salah satu faktor menurunnya produksi pangan akan teratasi.
Belum lagi jika penggunaan teknologi ini diterapkan dalam pengolahan
lahan dalam konteks intensifikasi lahan, maka akan semakin memberikan
kontribusi pada peningkatan produksi pangan. Lebih jauh program seperti
pengadaan lahan pertanian dua juta hektar atau surplus produksi gabah
sepuluh juta ton pada tahun 2014 bukanlah sesuatu yang mustahil dan
sangat realistis.
Lebih lanjut, seperti telah juga dikemukakan di atas bahwa sistem
ketahanan pangan itu mencakup aspek-aspek ketersediaan pangan,
distribusi pangan, konsumsi pangan, pemberdayaan masyarakat dan
manajemen. Dari tiap tiap aspek ini dapat kita lihat permasalahan dan
tantangan yang harus dihadapi adalah sebagai berikut :
1) Aspek ketersediaan pangan. Dalam aspek ketersediaan
pangan, masalah pokok adalah semakin terbatas dan menurunnya
kapasitas produksi dan daya saing pangan nasional. Hal ini
disebabkan oleh faktor-faktor teknis dan sosial-ekonomi. Secara
tehnis hal-hal yang mempengaruhi produksi ini misalnya : a)
Berkurangnya areal lahan pertanian karena derasnya alih lahan
pertanian ke non pertanian seperti industri dan perumahan, laju 1%
setiap tahun. b) Teknologi produksi yang belum efektif dan efisien.
c) Infrastruktur pertanian (irigasi) yang tidak bertambah selama
krisis dan kemampuannya semakin menurun.
2) Aspek distribusi pangan. Faktor tehnis disebabkan oleh
antara lain : a) Belum memadainya infrastruktur, prasarana
distribusi darat dan antar pulau yang dapat menjangkau seluruh
wilayah konsumen. b) Belum merata dan memadainya infrastruktur
pengumpulan, penyimpanan dan distribusi pangan, kecuali beras.
28
Faktor Sosial-ekonomi : a) Belum berperannya kelembagaan
pemasaran hasil pangan secara baik dalam menyangga kestabilan
distribusi dan harga pangan. b) Masalah keamanan jalur distribusi
dan pungutan resmi pemerintah pusat dan daerah serta berbagai
pungutan lainnya sepanjang jalur distribusi dan pemasaran telah
menghasilkan biaya distribusi yang mahal dan meningkatkan harga
produk pangan.
3) Aspek konsumsi pangan. Faktor teknis : a) Belum
berkembangnya teknologi dan industri pangan berbasis sumber
daya pangan local. b) Belum berkembangnya produk pangan
alternatif berbasis sumber daya pangan lokal. Faktor Sosial-ekonomi : a) Tingginya konsumsi beras per kapita per tahun
tertinggi di dunia > 100 kg, Thailand 60 kg, Jepang 50 kg. b)
Kendala budaya dan kebiasaan makan pada sebagian daerah dan
etnis sehingga tidak mendukung terciptanya pola konsumsi pangan
dan gizi seimbang serta pemerataan konsumsi pangan yang bergizi
bagi anggota rumah tangga.
4) Aspek pemberdayaan masyarakat. Aspek ini diantaranya
melingkupi hal-hal sebagai berikut : a) Keterbatasan rasarana dan
belum adanya mekanisme kerja yang efektif di masyarakat dalam
merespon adanya kerawanan pangan, terutama dalam penyaluran
pangan kepada masyarakat yang membutuhkan. b) Keterbatasan
keterampilan dan akses masyarakat miskin terhadap sumber daya
usaha seperti permodalan, teknologi, informasi pasar dan sarana
pemasaran meyebabkan mereka kesulitan untuk memasuki
lapangan kerja dan menumbuhkan usaha. c) Kurang efektifnya
program pemberdayaan masyarakat yang selama ini bersifat top-
down karena tidak memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan
kemampuan masyarakat yang bersangkutan. d) Belum berkem-
bangnya sistem pemantauan kewaspadaan pangan dan gizi secara
dini dan akurat dalam mendeteksi kerawanan panagan dan gizi
pada tingkat masyarakat.
5) Aspek manajemen. Keberhasilan pembangunan
ketahanan dan kemandirian pangan dipengaruhi oleh efektifitas
penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen pembangunan yang
29
meliputi aspek perencanan, pelaksanaan, pengawasan dan
pengendalian serta koordinasi berbagai kebijakan dan program.
Masalah yang dihadapi dalam aspek manajemen adalah : a)
Terbatasnya ketersediaan data yang akurat, konsisten, dipercaya
dan mudah diakses yang diperlukan untuk perencanaan
pengembangan kemandirian dan ketahanan pangan. b) Belum
adanya jaminan perlin-dungan bagi pelaku usaha dan konsumen
kecil di bidang pangan. c) Lemahnya koordinasi dan masih adanya
iklim egosentris dalam lingkup instansi dan antar instansi,
subsektor, sektor, lembaga pemerintah dan non pemerintah, pusat
dan daerah dan antar daerah.
Dari uraian permasalahan aspek-aspek ketahanan pangan di atas
hampir setiap aspek dapat disentuh dengan peran teknologi. Misalnya
pada aspek ketersediaan pangan (produksi) ada pada teknologi produksi
itu sendiri. Pada aspek distribusi juga sangat jelas sekali membutuhkan
penerapan teknologi misalnya untuk pengang-kutan dalam distribusi
pangan. Pada aspek konsumsi, sentuhan teknologi yang visibel adalah
pada teknologi dan industri pangan yang berbasis sumber daya lokal.
Aspek pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan pemberian
pasilitas yang memadai terhadap masyarakat miskin dalam penggunaan
teknologi dan informasi pasar misalnya. Sedangkan aspek manajemen
biasanya pada kemudahan dan keterbukaan dalam mengakses informasi
yang akurat, konsisten, dapat dipercaya dan mudah dengan menggunakan
teknologi informasi seperti online ataupun jejaring sosial lainnya.
b. Implikasi Kontribusi Teknologi Dalam Zoning Wilayah Terhadap Kemandirian Bangsa.
Sebagaimana dimaknai bahwa kemandirian bangsa sebagai
kemampuan untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara melalui
kerja keras secara mandiri dan mampu berdikari, maka sesungguhnya
kondisi ketahanan pangan adalah bagian dari pada kemandirian bangsa itu
sendiri. Artinya ketahanan pangan sebagai bagian dari pembangunan
ekonomi bangsa, jika terwujud akan memberikan kontribusi besar pada
terwujudnya kemandirian bangsa. Penggunaan teknologi dalam zoning
wilayah tidak saja akan mewujudkan ketahanan pangan tetapi akan
memperkuat kemandirian bangsa dan ketahanan nasional.
30
Jika kita mengacu pada pemaknaan kemandirian bangsa
khususnya dalam kemampuan mengembangkan inovasi dan riset
diberbagai bidang dan memiliki keunggulan serta daya saing, maka
kontribusi teknologi adalah sesautu yang wajib sifatnya. Artinya
penggunaan teknologilah sebagai salah satu modal untuk mempercepat
proses pembangunan dan pencapaian kemandirian itu sendiri. Lebih lanjut
jika kita kaitkan dengan konsep prinsif-prinsif berdikari founding father
Presiden R.I pertama Ir. Soekarno, khususnya pada prinsif berkepribadian
dalam kebudayaan, maka penggunaan atau budaya teknologi masuk
dalam ranah ini. Artinya juga bahwa budaya penggunaan teknologi harus
juga memperhatikan pada hasil pengembangan R and D serta
kemampuan sendiri. Dengan demikian unsur kemandirian dan kedaulatan
akan sangat dirasakan dalam arti penggunaan teknologi tidaklah terlalu
tergantung pada negara lain secara penuh.
14. Permasalahan yang Ditemukan.
Dari uraian di atas tentang kondisi kontribusi teknologi dalam zoning
wilayah saat ini, yang juga sebagian digambarkan dalam tabel-tabel seperti status
RTRW pada tingkat Provinsi, Kabupaten/ Kota, besarnya peralihan fungsi lahan
atau ruang sawah ataupun ruang terbuka hijau, posisi geografi yang berada pada
rawan bencana, maka pokok permasalahan dalam Kertas Karya Kelompok (KKK)
ini adalah : Bagaimana Kontribusi Teknologi Dalam Zoning Wilayah Guna Mewujudkan Ketahanan Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa ?.
Dari rumusan pokok permasalan tersebut di atas dan memperhatikan
berbagai hal kondisi kontribusi teknologi dalam zoning wilayah atau rencana tata
ruang wilayah pada umumnya, maka pokok-pokok persoalannya antara lain
adalah :
a. Belum adanya rumusan penggunaan tehnologi apa dan bagaimana yang akan dipakai dalam zoning wilayah maupun pemantauan rencana tata ruang wilayah. Hal ini berkaitan dengan
kebijakan pemerintah baik pusat dan daerah tentang pemilihan jenis
tehnologi apa dan bagaimana menggunakannya dalam zoning wilayah.
Kondisi yang ada seperti dikemukakan oleh Kepala Badan Informasi
Geospasial setiap kementerian dan pemerintah daerah menggunakan
teknologi masing-masing yang tidak terintegrasi, jadi seperti pulau-pulau
yang terpisah-pisah.
31
b. Masih lemahnya kapasitas SDM baik aparat yang menangani teknologi zoning wilayah atau RTRW, aparat yang menyusun RTRW pada tingkat Provinsi, Kabupaten/ Kota maupun masyarakat petani dalam penggunaan teknologi pertanian sesuai dengan zoning wilayah. Hal ini berkaitan dengan tingkat pemahaman para SDM tentang
bagaimana menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah di tingkat Provinsi,
Kabupaten dan Kota serta implementasinya yang masih tidak sesuai
dengan rencana yang dibuat dan penerapan teknologi dalam zoning
wilayah maupun SDM petani dalam menggunakan tekonologi pertanian
sesuai dengan zoning wilayah.
c. Lemahnya sinergitas Kementerian terkait dan lembaga non kementerian maupun Pemda otonom terhadap zoning wilayah atau penataan ruang. Hal ini berkaitan dengan seringnya terjadi arogansi
setiap kementerian ataupun lembaga yang memiliki unsur pelaksana di
daerah seperti misalnya Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian,
BPN dan Pemda Provinsi, Kabupaten dan Kota yang tidak sinkron. Kondisi
ini dapat mengakibatkan terjadi kelambatan dalam penyusunan rencana
tata ruang Provinsi, Kabupaten dan Kota atupun sulitnya zoning wilayah.
Hal lain yang berkaitan dengan sinergitas ini adalah pemberian ijin suatu
ruang tertentu untuk kepentingan lain yang tidak sesuai dengan fungsinya
seperti lahan sawah atau ruang terbuka hijau untuk industri, perumahan
dan perkantoran. Hal lain adalah perluasan suatu zoning wilayah atau
ruang tertentu seperti perluasan ruang untuk hutan oleh Pemda atau
Kementerian Kehutanan secara arogansi atau sepihak, sehingga dapat
menimbulkan konflik baik antar pemerintah dan dengan masyarakat.
d. Masih lemah atau belum optimalnya Pengawasan dan penegakan hukum tentang penataan ruang. Hal ini berkaitan dengan
peran unsur pengawas baik ditingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota
dibidang Penataan Ruang secara berjenjang serta penegakan hukum baik
oleh Polri maupun Penyidik Pegawai Negeri Sipil di ligkungan Kementerian
PU ataupun pada level Provinsi, Kabupaten dan Kota.
e. Posisi geografis Indonesia yang berada pada kawasan pertemuan tiga lempeng tektonik yang rawan bencana. Hal ini
berkaitan dengan sering terjadinya bencana alam yang tentu saja relatif
sulit untuk diprediksi, sehingga dapat menimbulkan kerugian baik phisik
32
maupun non phisik relatif besar, misalnya bencana gunung meletus,
gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor dan lain-lain. Dengan demikian
adalah sebagai keharusan setiap perencanaan tata ruang wilayah maupun
rencana pembangunan suatu zona tertentu haruslah memperhatikan
mitigasi bencana.
BAB IV
PENGARUH PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGI
15. Umum.
33
Perkembangan lingkungan global merupakan dinamika internasional yang
mendunia, mempengaruhi dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam di suatu negara.
Perkembangan global ini pada satu sisi dapat menjadi peluang tetapi disisi lain
dapat pula menjadi penghambat atau kendala upaya suatu bangsa dalam
melaksanakan pembangunan nasional. Hal ini juga tentu berpengaruh pada isue
penggunaan teknologi dalam zoning wilayah ataupun penyusunan rencana tata
ruang wilayah maupun dalam pemamfaatan ruang tersebut disuatu wilayah.
16. Pengaruh Perkembangan Global.
a. Pengaruh Global Amerika Serikat.
Pada tahun 2012 ini Amerika Serikat (A.S) masih menjadi satu-
satunya kekuatan adidaya di dunia, walaupun terjadi persaingan dan
peningkatan pengaruh global dari China dan Rusia, namun demikian posisi
dan kepentingan nasionalnya cenderung dijadikan kepentingan global
untuk mengintervensi negara-negara lain termasuk Indonesia, dengan
alasan keamanan dan perdamain dunia. A.S secara politik tampil sebagai
negara yang memiliki kemampuan dan keunggulan, baik dalam bidang
tehnologi, ekonomi maupun kekuatan militer. Hal ini sejalan dengan visi
mereka “Global Enggement” dimana dengan kekuatan dan
kemampuannya itu A.S senantiasa hadir dalam segala persoalan strategis
yang ada diseluruh penjuru dunia, termasuk pada tahun 2012 ini A.S
sedang menyiapkan perisai di kawasan Asia Pasifik, Asia Selatan dan
Timur Tengah dalam melindungi kawasan dari senjata rudal Iran dan
Korea Utara, serta mempengaruhi pemilihan Presiden Bank Dunia yang
dapat menuruti kepentingan A.S, sehingga dianggap oleh negara-negara
lain sebagai polisi dunia. Kondisi ini tentu berpengaruh juga bagi
perubahan dan dinamika politik dan keamanan di Indonesia, termasuk
dalam penggunaan zona/ ruang atau geografi Indonesia.
b. Pengaruh Perekonomian Global.
Perkembangan skenario global terutama dipengaruhi oleh faktor
kemunduran hegemoni A.S yang memicu terjadinya kompetisi strategis
antara A.S dan China. Kemunduran hegemoni A.S ditandai dengan
terjadinya stagnasi ekonomi yang disebabkan oleh melemahnya sistem
ekonomi liberal yang dikenal dengan sistem Reaganomics. Melemahnya
sistem Reagannomics ini ditandai dengan semakin besarnya defisit
34
anggaran dan perdagangan A.S yang melemahkan posisi mata uang
Dollar sebagai mata uang internasional. Di tahun 2012 ini kemunduran A.S
akan semakin tajam terutama karena terjadinya krisis utang A.S yang
berhimpitan dengan krisis utang Eropa.
Walaupun terjadi krisis perekonomian di Eropa, namun diprediksi
bahwa dalam tahun 2012, perekonomian global akan didorong oleh
kemajuan perekonomian Asia, khususnya China dan India. Di kawasan
Asia Tenggara, pertumbuhan ekonomi akan berkisar 5,6 s/d 6,8 persen,
dengan motor penggerak Indonesia, Vietnam dan Singapura. Hal ini
karena aktivitas ekonomi dikebanyakan negara berkembang telah
menunjukkan peningkatan pertumbuhan ekonomi secara perlahan.
Sebaliknya, banyak negara-negara maju (high-income countries) masih
belum sepenuhnya berhasil mengatasi kondisi krisis akibat tekanan baru
yang ditimbulkan dari langkah-langkah pemulihan dan restrukturisasi
sebelumnya sebagaimana yang dialami negara-negara Eropa menyusul
krisis (sovereign debt crisis) di Yunani, Irlandia dan Portugal.
c. Pengaruh Pasar Bebas.
Perdagangan bebas yang mulai digulirkan pada era globalisasi,
dimaksudkan untuk mengembangkan perekonomian dunia dengan
menghapuskan hambatan penjualan produk antar negara berupa pajak
ekpor-impor atau hambatan perdangangan lainnya. Sejauh ini beberapa
kesepakatan sebagai perdagangan bebas yang sudah disepakati antara
lain AFTA (ASEAN Free Trade Area), CAFTA (China-ASEAN Free Trade
Agreement), APEC (Asia-Pasific Economic Cooperation). AFTA yang
disepakati pada KTT ASEAN ke IV tanggal 27-28 Januari 1992 di
Singapura, merupakan moment bersejarah bagi masa depan kawasan
Asia Tenggara dalam bidang perdangan yang pemberlakuannya dimulai
pada 1 Januari 2003, kemudian dipercepat menjadi tahun 2002.
Dengan diberlakukannya perdagangan bebas dunia secara bertahap
dibeberapa kawasan dunia, maka akan terbuka peluang yang besar bagi
produk satu negara untuk diperdagangkan ke negara lain tanpa adanya
hambatan terutama yang berkaitan dengan pajak, dimana hal ini
menyebabkan masyarakat di kawasan tersebut akan lebih mudah
mendapatkan produk yang dibutuhkan denga harga yang relatif murah.
Kondisi ini akan membuka peluang bagi negara-negara yang mampu
35
mengahasilkan produk secara efisienuntuk merebut pangsa pasar di
negara lain, sehingga akan dapat mengembangkan perekonomian
nasional. Sedangkan bagi negara yang tidak dapat memproduksi secara
efisien akan kebanjiran dengan produk-produk luar negeri, yang akan
menyebabkan ketergantungan negara tersebut terhadap produk dari luar
negeri dan melemahkan perekonomian nasionalnya. Fenomena ini perlu
diwaspadai oleh Indonesia agar mampu bersaing dalam menguasai pasar
dalam negeri dan merebut peluang pasar di luar negeri agar perekonomian
nasional dapat berkembang.
d. Pengaruh Masalah Energi.
Penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak bumi , batubara dan
gas alam untuk kepentingan industri saat ini, akan dapat menimbulkan
krisis energi dimasa depan. Kemungkinan ini akan terjadi karena
persediaan yang terbatas dan akan semakin minipis dan merupakan
energi yang tidak dapat diperbaharui, disisi lain konsumsi energi fosil ini
diperkirakan masih akan terus meingkat sekitar 1,8% pertahunnya.
Diperkirakan permintaan minyak dunia tumbuh mnejadi 16 juta barrel tiap
harinya untuk tahun 2012 dan akan mencapai angka 103 juta barrel per
hari pada tahun 2030 nanti. Banyak upaya telah dilakukan untuk
mengembangkan energi lain yang dapat terbaharukan untuk mengganti
energi fosil, namun upaya tersebut belum mendapat hasil yang
diharapkan, sehingga sampai saat ini dunia masih tergantung pada energi
fosil. Oleh karena itu negara-negara di dunia bersaing untuk mendapatkan
energi guna memenuhi kebutuhan industrinya. Kondisi ini lebih diperparah
dengan pertambahan penduduk dunia, laju pembangunan serta belum
efektifnya upaya diversifikasi sumber energi untuk kepentingan
pembangunan, menyebabkan minyak dan gas bumi semakin terbatas dan
tetap menjadi sumber daya strategis yang semakin diperebutkan. Saat ini
produsen produsen minyak bumi terbesar adalah negara-negara Timur
Tengah, sedangkan konsumen energi terbesar adalah A.S, Uni Eropa,
China, Jepang, India dan Rusia. Yang menimbulkan kekhawatiran dimasa
depan adalah ketika konsumsi minyak dunia telah melampaui kemampuan
produksi produksi secara global. Kondisi akan memicu persaingan akan
semakin tajam dan harga minyak global akan cenderung semakin
meningkat, tidak hanya karena faktor produksi melainkan juga karena
faktor transfortasi, iklim dan permainan spekulan.
36
Perkembangan energi dunia ini akan sangat mempengaruhi
perekonomian negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Dalam hal ini
Indonesia harus mewaspadai dampak dari meningkatnya harga minyak
dunia agar tidak terlalu memperburuk perekonomian nasional, yang dapat
memperburuk aspek kehidupan yang lain. Di samping itu harus dapat
memamfaatkan sebaik mungkin energi terbarukan yang cukup melimpah
terkandung dalam bumi Indonesia agar dapat dimamfaatkan dalam jangka
waktu yang panjang untuk memenuhi kebutuhan energi nasional.
e. Pengaruh Pemanasan Global (Global Warming).
Pemanasan global (global warming) merupakan suatu proses
meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi. Suhu rata-
rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0.74 kurang lebih 0.18
derajat Celcius (1.33 lebih kurang 0.32 derajat Farenhit) selama seratus
tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
menyimpulkan bahwa, “semakin besar peningkatan suhu rata-rata global
sejak pertengahan abad ke 20 kemungkinan besar disebabkan oleh
meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia”
melalui efek rumah kaca. Meningkatnya suhu global telah menyebabkan
terjadinya perubahan antara lain seperti naiknya permukaan air laut,
meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ektrim, serta perbahan
jumlah dan pola presipitasi.
Masyarakat dunia berupaya mengatasi dampak dari pemanasan
global ini dengan berbagai cara, agar dapat meminimalisi jatuhnya korban
jiwa dan harta benda, upaya yang sama dilakukan oleh masing-masing
negara sesuai kondisi yang dihadapi. Untuk negara yang kaya akan
mengeluarkan dana dalam mencegah dan mengatasi dampak yang timbul,
tetapi bagi negara yang miskin tidak dapat berbuat banyak, sehingga akan
mempengaruhi kehidupan masyarakatnya. Kondisi ini juga telah dirasakan
dampaknya oleh Indonesia, oleh karena itu perlu mewaspadai dan
mengambil langkah-langkah yang serius untuk mencegah dan
mengatasinya agar tidak menimbulkan korban jiwa dan harta benda bagi
masyarakat.
17. Pengaruh Perkembangan Regional.
Hampir semua negara di Asia Tenggara menghadapi permasalahan internal, seperti terorisme, separatis, dan konflik
37
komunal antar suku, agama, dan nuansa kekeluargaan dalam kerangka ASEAN untuk mengatasi permasalahan tersebut cenderung semakin menguat.
Beberapa negara di kawasan Asia Tenggara masih memiliki permasalahan dan sengketa perbatasan dengan negara tetangganya, terutama masalah tumpang-tindih klaim Laut China Selatan. Meskipun Indonesia bukan negara yang ikut klaim atas kawasan tersebut, namun karena secara geografis berdekatan dan berbatasan langsung, maka konflik di kawasan itu akan berpengaruh terhadap keamanan Indonesia. Isue keamanan Selat Malaka yang tidak pernah surut dari keinginan negara-negara besar terutama Amerika Serikat, Jepang, China dan Korea Selatan untuk mengintervensi melalui kehadiran militernya dengan dalih pengamanan jalur internasional. Namun Indonesia dan Malaysia terus menolak kehadiran militer asing dengan meningkatnya kerjasama patroli keamanan yang melibatkan Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand.
Meskipun terdapat beberapa permasalahan yang terjadi diantara negara-negara anggota ASEAN, namun kerjasama antar negara-negara ASEAN semakin meningkat terlebih dengan telah disepakatinya ASEAN Charter. Indonesia sebagai negara terbesar dan sebagai pendiri ASEAN memiliki peluang yang besar untuk mengambil peran penting dalam menyelesaikan sengketa serta bisa mengembangkan pengaruh di negara-negara ASEAN.
18. Pengaruh Perkembangan Nasional.
Pengaruh perkembangan Nasional ini diuraikan melalui pendekatan gatra geografi, demografi, sumber kekayaan alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan sebagai berikut :
a. Geografi.Secara geografi, ruang hidup bangsa Indonesia memiliki
tiga dimensi yang relatif sangat luas. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki posisi berada di tengah-tengah dua samudera dan dua benua. Iklim tropis Indonesia juga disamping dapat menjadi sumber bencana, manakala hutan yang sangat luas tersebut, dikelola dan dimanfaatkan dengan tidak
38
bertanggung jawab tanpa memperhitungkan daya dukung lingkungan dan keberlanjutannya. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat pada musim hujan curah hujan sangat besar, dan akan menimbulkan bencana banjir dan longsor akibat penggundulan hutan, sementara pada musim kemarau sering terjadi kekeringan, dan kebakaran yang dapat menghanguskan hutan.b. Demografi.
Penduduk Indonesia pada saat ini menduduki peringkat ke empat setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, berjumlah kurang lebih 237,6 juta jiwa (BPS 2010). Jumlah penduduk yang sangat besar tersebut membawa pengaruh terhadap konsumsi pangan. Saat ini laju pertumbuhan penduduk masih 1,49 persen per tahun. Ini berarti bahwa pada tahun 2045 jumlah penduduk Indonesia diprediksi akan menembus angka 400 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk dan laju pertumbuhan yang masih tinggi memerlukan perhatian khusus terutama dalam hal pemamfaatan lahan atau ruang dan penyediaan pangan.
Masalah lain yang terkait dengan demografi adalah kualitas penduduk kita juga masih rendah yaitu urutan 124 dari 187 negara, dan persebarannya pun sekitar 67 persen penduduk mendiami pulau Jawa yang luas wilayahnya sekitar 7 persen dari total wilayah Indonesia.c. Ideologi
Ideologi merupakan variabel penting dalam membawa arah pembangunan yang hendak dicapai suatu bangsa. Ideologi pada dasarnya merupakan suatu pandangan hidup dan pedoman hidup suatu bangsa dan negara dalam melaksanakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam konteks ini, upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan kurang memperhatikan Pancasila sebagai ideologi negara terutama dari tataran instrumental. Hal ini dapat dicermati masih banyak peraturan perundang-undangan yang kurang berpihak kepada masyarakt kecil dan menafikan kesejahteraan masyarakat banyak. Keluhuran nilai-nilai Pancasila landasan utama dalam melakukan pengelolaan SKA sehingga dapat membangun
39
perekonomian nasional yang berpengaruh terhadap peningkatan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.d. Politik
Keadaan politik nasional sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pembangunan pertanian khususnya ketahanan pangan. Oleh karena itu para politisi dan pembuat kebijakan harus memahami karakteristik aspirasi dan hak-hak Petani, lahan pertanian, dan norma budaya masyarakat dalam merumuskan kebijakan ketahanan pangan dan pertanian. Demikian juga dalam memamfaatkan teknologi untuk kepentingan peningkatan produksi pangan dan zoning wilayah/ pengaturan perencanaan tata ruang.e. Ekonomi.
Kondisi perekonomian Indonesia yang mulai stabil masih bisa
ketika krisis keuangan dunia melanda benua Eropa. Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sekitar 6,3%, jauh diatas rata-rata negara lain kecuali China dan India. Indonesia sebagai salah satu anggota G-20 membuktikan bahwa perekonomian nasional berada pada urutan yang membanggakan diantara 20 negara yang tingkat perekonomiannya menjanjikan.f. Sosial Budaya.
Kehidupan sosial budaya masyarakat dalam kaitan dengan ketahanan pangan perlu diperbaiki terutama dalam hubungannya dengan kebiasaan makan nasi 3 kali sehari. Kebiasaan ini makin diperparah sejak makin menurunnya kebiasaan sebagian masyarakat yang semula makan sagu atau jagung, justeru kini beralih makan nasi. Jika kondisi ini terus dibiarkan, bukan hal mustahil pada suatu saat nanti Indonesia akan kesulitan untuk memenuhi pangan dalam hal ini beras karena jumlah penduduk terus bertambah sekitar 3,5 s/d 4 juta setiap tahun dengan angka pertumbuhan 1,49% pertahun.g. Pertahanan Keamanan.
Pertahanan ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan negara dan bangsa Indonesia agar tidak diganggu oleh bangsa
40
lain. Masalah utama yang sedang berkembang di dalam negeri berkaitan dengan keterjangkauan pangan adalah masalah distribusi pangan untuk menjangkau pulau-pulau yang bersebaran membentang dari timur ke barat dengan daya jelajah yang sangat luas dan jauh. Keamanan dalam pendistribusian ini penting untuk menjamin pasokan pangan sampai kepada sasaran dengan aman.
19. Peluang dan Kendala.Perkembangan lingkungan strategis seperti yang telah dijelaskan
di atas akhirnya akan menciptakan peluang yang harus dimanfaatkan dan kendala yang harus dihadapi. Peluang dan kendala yang terkait dengan kontribusi teknologi zoning wilayah guna mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa, antara lain :
a. Peluang.
1) Perkembangan situasi baik nasional dan internasional yang
menuntut dilakukannya penegakan prinsif-prinsif keterpaduan,
keberlanjutan, demokrasi, keadilan dalam penyelenggaraan
penataan ruang yang baik sebagai bagian dari mewujudkan good
governance dan clean governmen.
2) Kebijakan otonomi daerah yang memberikan wewenang
yang semakin besar di daerah akan penyelenggaraan penataan
ruang, sehingga pelaksanaan kewenangan tersebut perlu diatur
untuk menjaga keserasian dan keterpaduan antar daerah dan tidak
menimbulkan kesenjangan antardaerah.
3) Kesadaran dan pemahaman masyarakat yang semakin
tinggi terhadap penataan ruang yang memerlukan pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang agar
sesuai dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat.
4) Pertumbuhan ekonomi global khususnya di Asia yang
dimotori oleh China dan India. Pertumbuhan diprediksi sekitar 5,6%
s/d 6,8% dengan motornya untuk di Asia Tenggara adalah
Indonesia, Vietnam dan Singapore. Kondisi ini juga mempengaruhi
terhadap penggunaan teknologi di Indonesia.
5) Adanya pengaturan pasar bebas dunia dan kawasan seperti
AFTA, CAFTA, APEC memberikan peluang pasar baru bagi
41
produk-produk Indonesia, apabila produk Indonesia memang sudah
memiliki keunggulan dan daya saing. Indonesia merupakan
anggota WTO yang dapat secara aktif memperjuangkan
perdagangan untuk membuka pasar hasil tanaman pangan kepada
Negara-negara lain sebagai akses pasar yang sangat luas.
6) Kebutuhan energi dunia yang semakin hari semakin
meningkat dan masih tergantung pada penggunaan bahan bakar
fosil seperti minyak bumi, gas dan batu bara. Indonesia dengan
kondisi memiliki cadangan SKA yang besar akan diuntungkan oleh
kondisi ini.
7) Pengaruh pemanasan global dimana Indonesia salah satu
negara yang berada di garis khatulistiwa dan memiliki hutan tropis
cukup besar sebagai salah satu paru-paru dunia. Kondisi ini akan
menjadikan Indonesia menjadi salah satu motor penggerak dunia
dalam upaya mengurangi gas buang atau pencemaran akibat
industrialisasi dunia khususnya negara-negara adidaya seperti
Eropa dan Amerika. Kondisi ini memberikan peluang bagi
Indonesia untuk memperoleh dana konpensasi maupun pemberian
teknologi yang berkelanjutan sebagai upaya menjaga ruang
ataupun zoning wilayah hutan maupun ruang-ruang yang lain.
8) Jumlah penduduk Indonesia yang relatif cukup besar
(urutan nomor empat dunia), kondisi ini sebagai potensi pasar
domistik maupun pengembangan teknologi yang potensial, apalagi
jika kapasitas sumber daya manusia tersebut dapat ditingkatkan
kapasitasnya akan menjadi kekuatan yang luar biasa bagi
Indonesia maupun dunia.
b. Kendala.1) Masih adanya oknum pejabat baik pemerintah pusat dan
daerah yang bermain mata dengan para pemilik modal untuk
mengalih fungsikan penggunaan lahan yang menyalahi zoning
wilayah yang sudah ditentukan, sehingga mengakibatkan masih
besarnya alih fungsi lahan atau ruang sawah dan ruang terbuka
hijau.
2) Karena besarnya penyerahan kewenangan kepada
pemerintah daerah, membuat beberapa Kepala Daerah seperti
42
“raja-raja kecil”, sehingga kebijakan yang diambil bisa tidak sinkron
dan tidak sinergi dengan kebijakan pemerintah di atasnya maupun
sesama antar pemerintah daerah khususnya dalam penataan
ruang masing-masing.
3) Kemampuan pengawasan secara struktural dan berjenjang,
penegakan hukum baik oleh Polri maupun Penyidik Pegawai
Negeri Sipil masih sangat lemah, bahkan secara praktis belum ada
upaya-upaya penegakan hukum terhadap penataan ruang tersebut.
5) Adanya pasar bebas baik dunia maupun kawasan akan
mengakibatkan matinya produk-produk dalam negeri, apabila
produk Indonesia belum memiliki keunggulan dan daya saing
produk. Kondisi ini termasuk dalam industri teknologi dibidang
apapun juga.
6) Penggunaan sumber energi fosil yang semakin hari
semakin besar, akan mengakibatkan ekploitasi pada negara
berkembang seperti Indonesia ini secara besar-besaran. Kondisi ini
akan mengakibatkan semakin rusaknya lingkungan atau ruang
hidup dan disisi yang lain akan menjadikan semakin tipisnya
cadangan energi untuk Indonesia dimasa depan atau bagi anak
cucu kemudian.
7) Negara seperti Indonesia yang memiliki hutan tropis cukup
besar dan sebagai paru-paru dunia, adalah kewajiban untuk
melestarikannya. Kondisi ini diasatu sisi akan menguntungkan,
tetapi sekaligus juga sebagai kendala dalam upaya Indonesia
mengembangkan potensi perkebunan, pemamfaatan hasil hutan
dan lain-lain.
8) Jumlah penduduk yang besar tentu saja akan mengakibatkan kebutuhan akan pangan semakin besar. Lebih-lebih jika kualitas sumber daya manusia tersebut relatif tidak baik, maka kondisi ini akan menjadi permasalahan bagi Indonesia maupun dunia.
43
BAB V
KONDISI KONTRIBUSI TEKNOLOGI DALAM ZONING WILAYAH YANG DAPAT MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN DAN
KEMANDIRIAN BANGSA
20. Umum.
Setelah kita melihat kondisi kontribusi teknologi dalam zoning wilayah
ataupun penataan ruang yang masih kurang, sehingga kondisi penataan ruang
yang belum sepenuhnya dipenuhi dalam bentuk rencana tata ruang wilayah,
masih besarnya pengalihan fungsi ruang atau lahan untuk sawah maupun ruang
terbuka hijau. Kondisi masih kurangnya ini juga kita dapat lihat dari gambaran
ketahanan pangan masih mengkhawatirkan, dimana kondisi tersebut setidaknya
ditunjukkan masih besarnya ketergantungan Indonesia kepada sumber pangan
dari import maupun peta data kerawanan pangan yang masih cukup luas dan
memprihatinkan, kemudian melihat perkembangan lingkungan strategis baik
global, regional maupun nasional, yang memberikan peluang sekaligus tantangan,
maka perlu digambarkan postur kontribusi teknologi dalam zoning wilayah yang
diharapkan.
21. Kontribusi Teknologi Dalam Zoning WIlayah yang Diharapkan.
Pada BAB III di atas telah diuraikan pokok permasalahan dan beberapa
pokok-pokok persoalan sebagai permasalahan yang dipilih dalam tulisan KKK ini.
Pada prinsifnya tidak hanya masalah tehnologi saja yang berkaitan dengan zoning
wilayah atau penataan ruang, tetapi juga masalah kapasitas SDM, sinergitas dan
lain-lain. Oleh karena itu, berdasarkan permasalahan yang ada, kondisi yang
diharapkan antara lain :
44
a. Adanya Kebijakan penggunaan teknologi dari pemerintah yang
terintegrasi antar pemangku kepentingan yang digunakan untuk zoning
wilayah maupun dalam pengelolaan perencanaan tata ruang wilayah. Para
stakeholder ini misalnya Kemdagri, Bappenas, Kementerian PU, Badan
Informasi Geospasial (BIG), Badan Metereologi dan Geofisika (BMG),
BNPB, BASARNAS, TNI dan Polri, Pemda baik Provinsi dan Kabupaten/
Kota.
b. Meningkatnya kapasitas sumber daya manusia (SDM) khusus yang
mengelola teknologi zoning wilayah ataupun penataan ruang maupun SDM
yang menyusun rencana tata ruang wilayah pada tingkat Provinsi,
Kabupaten dan Kota serta pemahaman dan operasional teknologi
pertanian oleh petani.
c. Meningkatnya sinergitas antara Kementerian terkait, Pemda
Provinsi, Kabupaten/ Kota dalam penggunaan zoning wilayah maupun
penyusunan dan revisi rencana tata ruang wilayah dan pemamfaatannya
dalam pembangunan yang dilaksanakan oleh Kementerian/ Lembaga
maupun Pemerintah Daerah. Mewujudkan sinergitas dalam kerangka
pengembangan wilayah dengan melakukan upaya untuk mendorong
penataan, pemanfaatan dan pengendalian tata ruang dengan prinsip
harmonisasi kepentingan nasional dan kebutuhan daerah serta keserasian
antardaerah untuk kepentingan masyarakat.
d. Berjalannya fungsi pengawasan secara struktural yang berjenjang
dari pemerintah pusat sampai pemerintah Kabupaten/ Kota dalam
pengelolaan teknologi zoning wilayah dan penyusunan rencana tata ruang
wilayah. Bersamaan dengan berfungsinya pengawasan ini adalah
berfungsinya proses penegakan hukum dalam penataan ruang baik oleh
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kementerian PU, Pemda Provinsi,
Kabupaten/ Kota maupun Penyidik Polri. Dalam penegakan hukum ini
tentu dilihat dari substansi hukum yang ada menyangkut masalah tata
ruang, aparat yang menegakkan maupun budaya masyarakat dalam
mendukung proses penagakan hukum itu sendiri.
e. Meningkatnya kesadaran geografi (Geographical Awareness) bagi
seluruh masyarakat khususnya untuk wilayah-wilayah yang secara
geografis berada dekat atau digaris lempeng tektonik dan rawan bencana
baik gunung berapi, banjir, longsor dan angin topan. Kesadaran ini juga
ditunjukkan pada setiap penyusunan rencana tata ruang wilayah maupun
45
pembangunan suatu ruang atau kawasan tertentu yang berbasiskan pada
mitigasi bencana.
22. Kontribusi Teknologi Dalam Zoning Wilayah Terhadap Perwujudan Ketahanan Pangan dan Kontribusi Perwujudan Ketahan Pangan Terhadap Kemandirian Bangsa.
Apabila gambaran beberapa kontribusi teknologi dalam zoning wilayah dan
penataan ruang yang diharapkan di atas dapat terwujud, maka dengan sendirinya
akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan ketahanan pangan maupun
kemandirian bangsa. Beberapa hal kontribusi dari penggunaan teknologi diuraikan
sebagai berikut :
a. Kontribusi Teknologi Dalam Zoning Wilayah Terhadap Peningkatan Ketahanan Pangan.
1) Secara keseluruhan akan terpenuhinya pangan bagi seluruh
warga negara sampai pada tingkat individu yang cukup baik
jumlahnya, mutunya, aman, bergizi, merata, terjangkau, sesuai
dengan keyakian dan dapat untuk hidup sehat, aktif, produkstif dan
berkelanjutan.
2) Negara dapat menentukan kebijakan pangan sendiri tanpa
terpengaruh oleh upaya-upaya tekanan dari pihak luar dalam bentuk
negara maupun non negara/ pengusaha besar.
3) Dapat menjamin hak atas pangan rakyat dan memberikan hak
bagi masyarakat untuk menentukan sistem usaha pangannya sesuai
dengan potensi sumberdaya lokal.
4) Terjaminnya ketersediaan lahan pertanian pangan
berkelanjutan yang cukup untuk merealisaikan program pencapaian
surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014, dikarenakan para
stakeholder dan aparat penegak hukum sudah bersinergi dengan baik
dalam menegakkan hukum zoning wilayah atau penataan ruang.
5) Digunakannya berbagai hasil pengembangan ilmu
pengetahuan dan tehnologi dalam pengolahan pertanian pangan
seperti penggunaan pupuk yang baik, bibit unggul, peralatan yang
semakin baik untuk meningkatkan produksi pangan maupun
peningkatan produksi pangan yang berbasis sumber daya pangan
lokal.
46
6) Adanya penanganan yang sinergis terhadap kemungkinan
kegagalan produksi yang disebabkan oleh faktor iklim ataupun
bencana seperti misalnya El-Nino yang mengakibatkan kekeringan
ataupun kebanjiran.
7) Tersedianya infrastruktur, sarana dan prasarana untuk
distribusi pangan baik darat, laut antar pulau yang dapat menjangkau
serta terkoneksi seluruh wilayah produsen maupun konsumen serta
terjaminnya keamanan.
8) Adanya kemudahan akses bagi para petani untuk
mendapatkan permodalan melalui lembaga perbankan maupun
lembaga keuangan lainnya dengan bunga yang ringan tanpa
tergantung dari tengkulak yang memberatkan serta adanya akses
untuk mendapatkan tehnologi, informasi pasar serta sarana prasarana
lainnya untuk penumbuhan dan pengembangan usaha pertanian
pangan.
b. Kontribusi Terwujudnya Ketahanan Pangan Terhadap Kemandirian Bangsa.
Seperti dikemukakan di atas bahwa kemandirian bangsa tidaklah
berarti bahwa segala upaya pembangunan diprogramkan dan
dianggarkan sendiri tanpa bantuan dari negara lain. Kebutuhan pangan
nasional tidaklah mungkin dipenuhi dari dalam negeri saja, tetapi impor
pangan tetap dibutuhkan tanpa mengorbankan produk-produk pangan
nasional. Tetapi sesuatu yang prinsif bahwa kemandirian pangan
haruslah diupayakan yaitu kemampuan negara memproduksi pangan
dalam negeri untuk mewujudkan ketahanan pangan dengan
memamfaatkan sebesar-besarnya potensi sumberdaya alam, manusia,
sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermartabat tanpa
menggantungkan diri dari import.
Dalam konteks kebangsaan, bangsa yang mandiri itu artinya
bangsa yang mampu berdiri di atas kekuatan sendiri dengan segala
sumberdaya yang dimiliki, mampu memecahkan persoalan yang
dihadapi dan mampu mengembangkan inovasi dan riset di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi yang akhirnya memiliki keunggulan dan
daya saing.
Ketahanan pangan dalam kaitan dengan kemandirian bangsa
berbanding lurus, artinya semakin tinggi ketahanan pangan suatu
47
bangsa, maka semakin mandiri bangsa tersebut. Pemaknaan lainnya
adalah untuk mewujudkan kemandirian bangsa, maka salah satu
prasyarat yang harus dipenuhi adalah ketahanan pangan.
23. Indikator Keberhasilan.
Kontribusi teknologi dalam zoning wilayah maupun penataan ruang dapat
dikatakan terujud atau berhasil dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan dan
kemandirian bangsa, jika beberapa indikator dibawah ini dapat dilihat akan
keberadaan-nya, yaitu diantaranya :
a. Pemerintah telah mampu mengeluarkan kebijakan atau adanya
kebijakan penggunaan teknologi yang terintegrasi antar stake holder atau
pemangku kepentingan dalam zoning wilayah atau penataan ruang secara
efektif dan efisien.
b. Kualitas SDM yang menangani teknologi untuk zoning wilayah/
penataan ruang maupun SDM penyusunan/ revisi RTRW pada level
Provinsi, Kabupaten/ Kota semakin membaik dengan ditandai
terealisasinya penyusunan/ revisi RTRW tepat pada waktunya serta
semakin berkurangnya alih fungsi suatu ruang atau lahan seperti lahan
sawah, kawasan hutan baik hutan kayu maupun mangrove dan ruang
terbuka hijau dan lain-lain sesuai dengan zoning wilayah yang sudah
ditentukan. Meningkatnya pemahaman dan penggunaan teknologi
pertanain oleh petani dalam upaya meningkatkan produksi pertanian.
c. Tidak adanya keterlambatan pembuatan maupun revisi RTRW
Provinsi, Kabupaten/ Kota yang disebabkan oleh tidak sinerginya para
stake holder seperti antara pemerintah Provinsi dengan Kabupaten/ Kota
yang ada dibawahnya atau dengan Kementerian terkait yang ada dipusat
seperti Kementerian Kehutanan, Pertanian dan lain-lain. Tidak adanya
konflik yang meluas baik antar pemerintah maupun pemerintah dengan
masyarakat karena permasalahan penyimpangan fungsi lahan atau ruang
yang sudah ditentukan sesaui zoning wilayah atau RTRW yang ada.
d. Adanya pelaporan fungsi pengawasan secara berjenjang,
khususnya yang menyangkut masalah zoning wilayah/ penataan ruang dari
setiap provinsi, Kabupaten/ Kota serta adanya penyelesaian kasus
pelanggaran hukum penataan ruang baik oleh PPNS pada level provinsi,
Kabupaten/ Kota dan Kementerian PU maupun oleh penyidik Polri.
48
e. Berkurangnya kerugian materiil maupun immateriil setiap kali ada
bencana alam dan proses rehabilitasi pasca bencana relatif lebih cepat
serta tidak ada kasus-kasus KKN pada penggunaan teknologi dalam
zoning wilayah/ penataan ruang yang tidak tepat guna maupun pasca
penanganan bencana yang penuh dengan manipulasi dan korupsi.
BAB VI
KONSEPSI KONTRIBUSI TEKNOLOGI DALAM ZONING WILAYAH YANG DAPAT MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN
DAN KEMANDIRIAN BANGSA24. Umum.
Pada BAB III khususnya sub bab 14 telah ditentukan beberapa
permasalahan dalam tulisan kontribusi teknologi dalam zoning wilayah atau
penataan ruang ini, yaitu setidaknya ada lima permasalahan. Dengan demikian
pembahasan konsepsi dibawah akan menitik beratkan pada kelima permasalahan
tersebut. Sesungguhnya dalam RPJMN 2010-2014 khususnya dalam Buku I,
masalah teknologi ini dikatakan sebagai peluang dalam penyelenggaraan
pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, disamping
teknologi dan ilmu pengetahuan itu sebagai bagian pendukung dari pembangunan
dalam mencapai cita-cita luhur Indonesia yaitu masyarakat yang sejahtera, aman,
adil dan damai. Ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, berkelanjutan dan berdaya
saing dan dikatakan menjadi faktor penentu dalam mencapai pembangunan yang
inklusif dan berkelanjutan. Bahkan lebih lanjut dalam mencapai kesejahteraan
rakyat yang diujudkan melalui pembangunan ekonomi yang berdasarkan pada
keunggulan dan daya saing, kekayaan sumber daya alam, SDM dan budaya
bangsa haruslah dikelola dengan penguasaan dan penggunaan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Untuk mewujudkan kontribusi teknologi dalam zoning wilayah/ penataan
ruang guna mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa
beberapa konsepsi dilakukan sebagai berikut dibawah ini dalam kebijakan,
strategi dan upaya.
25. Kebijakan.
49
Kebijakan yang diambil untuk mewujudkan kontribusi teknologi
dalam zoning wilayah atau penataan ruang guna mewujudkan ketahanan
pangan dalam rangka kemandirian bangsa ini adalah “Terbentuknya Rencana Tata Ruang Wilayah dan atau Zoning Wilayah Seluruh Pemda yang Didukung Oleh Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi Modern”.
26. Strategi.Untuk mewujudkan kebijakan di atas maka strategi yang ditempuh
adalah :
a. Perumusan penggunaan ilmu pengetahuan dan tehnologi apa dan
bagaimana yang akan dipakai atau diterapkan dalam zoning wilayah atau
penataan ruang dengan menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi itu sendiri.
b. Meningkatkan kapasitas SDM baik aparat pada tingkat Provinsi,
Kabupaten dan Kota dalam menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah dan
yang mengoperasionalkan teknologi penataan ruang/ zoning wilayah serta
meningkatkan SDM petani dalam pemahaman dan penggunaan teknologi
pertanian untuk meningkatkan produksi pangan.
c. Memperkuat sinergitas Kementerian terkait dan lembaga maupun
Pemda otonom dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah dan dengan
pihak swasta dalam penggunaan tata ruang.
d. Mengoptimalkan peran pengawasan dan penegakan hukum yang
berkaitan dengan penataan ruang/ zoning wilayah dan sinkronisasi
peraturan perudang-undangan yang berkaitan dengan tata ruang untuk
meminimalisasi penyimpangan atau peralihan lahan sesuai dengan RTRW/
zoning wilayah yang telah ditentukan serta menjamin tersedianya lahan
pertanian pangan secara berkelanjutan.
e. Meningkatkan kesadaran geografis atau ruang Indonesia yang
berada pada kawasan pertemuan tiga lempeng tektonik dan rawan
bencana lainnya.
27. Upaya.
Upaya strategi-1; Perumusan penggunaan ilmu pengetahuan dan
tehnologi apa dan bagaimana yang akan dipakai atau diterapkan dalam zoning
wilayah dengan menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan.
50
a. Pemerintah Pusat maupun daerah menggunakan data yang
dikeluarkan oleh satu badan yaitu Badan Informasi Geopasial, dimana
pengumpulan data untuk membuat peta rupabumi Indonesia sudah melalui
informasi dari berbagai perkembangan ilmu pengetahuan seperti satelit,
pesawat udara, survey darat, survey laut dan lain-lain.
b. Pemerintah Pusat dan Badan Informasi Geopasial merumuskan
penggunaan tehnologi seperti spaceborne SAR dan OPTIK, kapal survey,
airborne OPTIC dan LIDAR, ground survey seperti GPS, ETS dan Grafity.
Data yang diperoleh tersebut dilakukan konpilasi data, sistem pengolahan
data, sistem penyajian data dan sistem desiminasi data sesuai ketentuan.
c. Pemerintah pusat maupun daerah menggunakan informasi geopasial
baik yang berupa basic Geopasial Information (bGI) maupun thematic
Geopasial Information (tGI) dan informasi geopasial yang sudah diolah
yang dapat digunakan sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan,
keputusan dan atau kegiatan yang berkaitan atau berhubungan dengan
pembuatan rencana tata ruang wilayah atau lebih sederhananya Badan
Informasi Geopasial menyediakan peta atau informasi spasial digital.
d. Pemerintah pusat maupun daerah menggunakan kemajuan tehnologi
terkini dalam mempublikasikan rencana tata ruang wilayah maupun zoning
wilayah mereka seperti melalui website atau portal dan jejaring sosial yang
ada seperti twitter, facebook maupun youtobe. Penggunaan media online
ini sebagai upaya memudahkan publik mengakses berbagai informasi
publik yang berkaitan dengan tata ruang maupun zoning wilayah, kecuali
informasi yang dikecualikan dapat diajukan melalui proses permohonan
tertulis.
e. Pemerintah pusat, daerah, Badan Informasi Geopasial dan Badan
Metereologi dan Geofisika menggunakan tehnologi terkini dan yang
terintegrasi sebagai cara untuk mendeteksi secara dini adanya
kemungkinan berbagai bencana dan memberikan early warning kepada
masyarakat luas.
Upaya strategi-2; Meningkatkan kapasitas SDM baik aparat pada tingkat
Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah
dan yang mengoperasionalkan teknologi penataan ruang/ zoning wilayah serta
meningkatkan SDM petani dalam pemahaman dan penggunaan teknologi
pertanian untuk meningkatkan produksi pangan.
51
a. Pemerintah pusat dengan Kementerian yang terkait memberikan
kesadaran sejak dini kepada seluruh warga negara Indonesia tentang
geografi Indonesia sebagai ruang dan alat juang mereka dengan segala
kelebihan atau peluang maupun kekurangan atau kendala yang ada
didalamnya.
b. Pemerintah pusat maupun daerah serta Badan Nasional Pengelola
Perbatasan melakukan sosialisasi UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah
Negara Indonesia yang terdiri dari beribu pulau dengan kondisinya seperti
keanekaragaman hayati, sebagai perlintasan kapal internasional,
merupakan pertemuan tiga lempeng tektonik, potensi minyak dan gas serta
mineral lainnya.
c. Kementerian Dalam Negeri, PU, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/
Kota melakukan program pendidikan dan pelatihan terhadap SDM yang
ada di tiap-tiap Provinsi dan Kabupaten/ Kota yang bertanggung jawab
terhadap pembuatan rencana tata ruang wilayah masing-masing.
d. Kementerian dan lembaga yang menggunakan teknologi dalam
penataan ruang/ zoning wilayah bertanggung jawab untuk meningkatkan
kapasitas SDM mereka dalam mengoperasionalkan teknologi yang
digunakan secara berkelanjutan dengan memperhatikan prinsif-prinsif
transfer atau alih teknologi.
e. Pemerintah pusat melakukan assistensi kepada pemerintah daerah
seperti menurunkan Konsultan Mananjemen Regional (KMR) maupun Tim
Pendamping Daerah (TPD) sebagai upaya mempercepat penyelesaian
penyusunan RTRW masing-masing daerah.
f. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian, LIPI dan Perguruan Tinggi
mengoptimalkan program sosialisasi pentingnya teknologi dalam
pengolahan pertanian.
g. Optimalisasi penyuluhan penerapan teknologi bidang pertanian sesuai
zoning wilayah, baik dalam pembibitan, pemupukan, pengolahan lahan dan
pengolahan pasca panen, yang disesuaikan dengan potensi dari zoning
wilayah tersebut.
h. Mengadakan pendidikan dan latihan bagi kelompok tani dalam
penerapan teknologi bidang pertanian sesuai potensi zoning wilayah
masing-masing.
52
i. Mengoptimalkan proyek percontohan dalam penerapan teknologi
pertanian, untuk menanamkan kepercayaan masyarakat petani terhadap
hal-hal yang baru.
Upaya Strategi-3; Memperkuat sinergitas Kementerian terkait dan
lembaga maupun Pemda otonom dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah
dan dengan pihak swasta dalam penggunaan tata ruang.
a. Wakil Presidien memfungsikan kinerja Kementerian Koordinator
Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat guna mensinergikan dan
menghilangkan ego sektoral dari Kementerian dan Lembaga yang terkait
dalam mewujudkan ketahanan pangan khususnya yang berkaitan dengan
penataan ruang atau pelaksanaan zoning wilayah.
b. Pemerintah pusat yang dapat diwakili oleh Kementerian
Koordinator maupun Kementerian PU ataupun Bappenas mengkoordi-
nasikan dan mensinergikan Kementerian terkait dengan urusan ruang
ataupun lahan seperti kementerian kehutanan, pertanian, Badan
Pertanahan Nasional dengan Pemda Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam
menyusun maupun merevisi rencana tata ruang wilayah masing-masing.
c. Pemerintah pusat berupaya menghindarkan konflik atau menjadi
mediator karena adanya arogansi kementerian/ lembaga tertentu dalam
penggunaan lahan baik dalam proses pemberian ijin (pengurangan lahan)
maupun perluasan lahan seperti misalnya perluasan lahan hutan yang bisa
menimbulkan konflik antara pemerintah Provinsi dengan Kabupaten/ Kota
maupun dengan masyarakat disekitar lahan hutan tersebut.
d. Pemerintah pusat membuat sistem intsentif atau reward kepada
pemerintah Provinsi, Kabupaten/ Kota, antar pemerintah daerah maupun
kelompok warga masyarakat yang memperhatikan keberlangsungan
penggunaan tata ruang sesuai rencana yang dibuat.
e. Melakukan inventarisasi kebijakan-kebijakan di bidang penataan
ruang dan pangan yang tumpang tindih dan tidak sesaui dengan penataan
ruang/ zoning wilayah sehingga menjadi penyebab ketidak sinergian antar
aparat pemerintah dan masyarakat, untuk kemudian dilakukan revisi atau
perbaikan.
f. Setiap Kementerian dan Lembaga dalam pelaksanaan
pemamfaatan penataan ruang sebagi kebijaksanaan yang sudah
diputuskan harus juga tetap memperhatikan suasana kebathinan
53
masyarakat, dalam arti tidak hanya memperhatikan kepastian
kebijaksanaan itu ditegakkan, tetapi juga melihat aspek keadilan dan
kemamfaatan yang hidup dan berkembang ditengah-tengah masyarakat.
Untuk itu Kementerian dan Lembaga senantiasa dalam pelaksanaan
kebijaksanaan yang ada khususnya dibidang penataan ruang untuk
melakukan evaluasi, kajian dengan melibatkan para ahli maupun kelompok
pakar dan LSM pemerhati kebijaksanaan publik.
Upaya Strategi-4; Mengoptimalkan peran pengawasan dan penegakan
hukum yang berkaitan dengan penataan ruang/ zoning wilayah dan sinkronisasi
peraturan perudang-undangan yang berkaitan dengan tata ruang untuk
meminimalisasi penyimpangan atau peralihan lahan sesuai dengan RTRW/ zoning
wilayah yang telah ditentukan serta menjamin tersedianya lahan pertanian pangan
secara berkelanjutan.
a. Secara substansi atau isi peraturan perundang-undangan,
pemerintah dalam hal ini Menkopolhukam, MA, Kemenkum HAM, BPN,
Kemdagri, Kemen PU, Kejagung, Polri melakukan evaluasi dan
sinkronisasi peraturan dan perundang-undangan yang berkaitan dengan
penataan ruang dan penggunaan ruang seperti UU No. 26 Tahun 2007
Tentang Penataan Ruang, UU No. 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dengan UU No. 2 Tahun 2012
Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum. UU No. 2 Tahun 2012 hanya menekankan kepada penyediaan
tanah dengan cara mengganti rugi yang layak kepada pihak yang berhak
tanpa ada penekanan untuk memperhatikan rencana tata ruang wilayah
atau zoning wilayah, walaupun ada klausal dalam pasal 7 yang
mengatakan bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum
diselenggarakan sesuai dengan RTRW, rencana pembangunan nasional/
daerah, rencana strategis dan rencana setiap instansi yang memerlukan
tanah untuk kepentingan umum. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa jika
atas nama “kepentingan umum” maka tanah atau lahan apapun dapat
diambil dengan ganti rugi walaupun tanah atau lahan tersebut sudah di
zoning sebagai lahan pertanian pangan yang subur. Dengan kata lain UU
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Penataan Ruang
dapat dikalahkan, dan kondisi ini, apabila pihak yang membutuhkan tanah
tersebut lebih “kuat” akan semakin memberikan peluang semakin
54
berkurangnya lahan pertanian atau zoning wilayah tidak berfungsi dengan
baik.
b. Secara struktur atau aparat baik pemerintah dan penegak hukum
melaksanakan beberapa kegiatan antara lain :
1) Pemerintah pusat melakukan pengawasan kepada pemerintah
Provinsi, Kabupaten/ Kota dan seterusnya secara berjenjang sesuai
kewenangan masing-masing melalu proses pemantauan, evaluasi dan
pelaporan.
2) Pemerintah Pusat maupun Provinsi dalam proses pengawasan ini
melibatkan peran masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat
dalam bentuk pelaporan atau pemberian informasi khususnya jika ada
pelanggaran penggunaan tata ruang baik oleh pemerintah sendiri
maupun oleh perusahaan tertentu.
3) Pemerintah pusat melakukan pemotongan dana infrastruktur
Provinsi, Kabupaten dan Kota jika ada keterlambatan dalam
perumusan RTRW masing-masing.
4) Pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota membentuk dan
kemudian melakukan pendidikan dan pelatihan baik kepada anggota
Polri sebagai penyidik maupun Penyidik Pegawai Negeri Sipil di tiap-
tiap Provinsi, Kabupaten/ Kota sebagai upaya penegakan hukum
peraturan perundang-undangan penataan ruang.
5) Pemerintah pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota secara berjenjang
meningkatkan kesadaran akan kualitas lingkungan hidup masing-
masing khususnya berkaitan dengan penggunaan atau ekploitasi
ruang SDA yang berlebihan.
c. Secara kultur, Kementerian Hukum dan HAM maupun aparat
penegak hukum lainnya seperti MA, Kejagung, Polri dan jajaran
kementerian terkait yang menjadi leading sektor terhadap penataan ruang
atau penggunaan ruang seperti Kementerian PU, Pertanian, Kemdagri,
BPN untuk melakukan kegiatan antara lain :
1) Sosialisasi secara sistemik dan berkelanjutan baik kepada
masyarakat petani, mahasiswa dan para pengusaha tentang berbagai
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penataan
ruang atau penggunaan lahan.
55
2) Menguatkan kelompok-kelompok sipil atau LSM yang peduli
pada masalah-masalah pembangunan yang berkelanjutan dan
berwawasan pada lingkungan sesuai dengan penataan ruang.
Upaya Startegi-5; Meningkatkan kesadaran geografis atau ruang
Indonesia yang berada pada kawasan pertemuan tiga lempeng tektonik dan
rawan bencana.
a. Pemerintah pusat maupun Pemda melalui lembaga pendidikan,
secara dini memberikan pemahaman kepada warga negara tentang
posisi geografi/ wilayah Indonesia yang berada pada lempeng tektonik
yaitu Indian Ocean-Australian Plate, West Pasific Plate dan South East
Asian Plate. Kemudian juga dipenui oleh jalur gempa duia maupun
beberapa tempat sebagai wilayah yang berpotensi tsunami apabila terjadi
gempa bumi.
b. Pemerintah pusat, Kementerian terkait dan Pemda dalam membuat
RTRW baik kepulauan, Provinsi, Kabupaten dan Kota sudah berisi zona
wilayah yang rawan bencana.
c. Pemerintah pusat, Kementerian terkait dan Pemda menggunakan
tehnologi yang terpadu serta terintegrasi untuk mencapai kedaya-gunaan
dan keefektifan sebagai sistem early detection maupun early warning
kepada masyarakat.
d. Kementerian pendidikan dan kebudayaan dan Pemda bersama-
sama masyarakat musisi menciptakan lagu-lagu ataupun produk budaya
lainnya yang menumbuhkan kesadaran akan ruang/ wilayah geografi
Indonesia.
e. Pemerintah pusat maupun kementerian terkait dan Pemda
melakukan ekpedisi geografi secara rutin bagi sekolah-sekolah maupun
kelompok mahasiswa, pemuda dan komunitas lainnya.
f. Pemerintah pusat maupun Pemda harus betul-betul memperhatikan
bahwa setiap produk RTRW masing-masing sudah mengandung aspek
mitigasi bencana maupun adaptasi perubahan iklim.
56
BAB VII
PENUTUP
28. Kesimpulan.
Setelah diuraikan secara panjang lebar dalam bab-bab di atas tentang
kontribusi teknologi dalam zoning wilayah atau penataan ruang guna mewujudkan
ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa, maka beberapa hal dapat
disimpulkan sebagai berikut :
a. Teknologi sebagai metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis
atau ilmu pengetahuan terapan yang diimplementasikan ke berbagai
aktifitas pembangunan baik nasional maupun daerah, tidak terkecuali
dalam zoning wilayah atau pembagian kawasan kedalam beberapa zona
sesuai dengan fungsi dan karakteristik semula atau sengaja diarahkan bagi
pengembangan fungsi-fungsi lain sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah maupun untuk pertanian sebagai upaya meningkatkan produksi
pangan itu sendiri. Pemaknaan zoning wilayah sangat berkaitan erat
dengan penataan ruang yakni suatu sitem proses perencanaan tata ruang,
pemamfaatan ruang dan pengendalian pemamfaatan ruang untuk
kepentingan pembangunan yang berwawasan lingkungan, berkelanjutan
dan memiliki kemampuan daya saing. Penggunaan teknologi tidak hanya
dalam zoning wilayah, tetapi juga dalam penataan ruang sebagaimana
diatur dalam UU No. 26 Tahun 2007. Hal tersebut menjadi sangat penting
karena memang posisi zoning wilayah sebagai dasar dari pada pembuatan
rencana tata ruang wilayah atau RTRW sebagai out-put disatu sisi dan
57
disisi lain teknologi sebagai pendukung dalam pembangunan Indonesia
menuju kesejahteraan.
b. Dalam kenyataannya untuk kesuksesan suatu penataan ruang
sebagi out-put dari pada zoning wilayah, tidak hanya karena adanya suatu
kebijakan penggunaan teknologi yang terintegratif antara pemangku
kepentingan, tetapi juga ada permasalahan-permasalahan yang lain
seperti misalnya kapasitas SDM dibidang teknologi maupun petugas-
petugas penyusun rencana tata ruang wilayah yang ada di level Provinsi,
Kabupaten dan Kota. Permasalahan lainnya yang juga sangat penting
adalah berjalannya secara efektif dan efesien fungsi pengawasan dan
penegakan hukum penataan ruang, meningkatnya sinergitas antar
pemangku kepentingan penataan ruang seperti Kementerian Pertanian,
Kementerian Kehutanan, BPN, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota
dan meningkatnya kesadaran geografis Indonesia yang berada pada tiga
lempeng tektonik dunia, dalam jalur beberapa gunung berapi dan rawan
bencana lainnya.
c. Untuk mewujudkan kontribusi penggunaan teknologi dalam zoning
wilayah atau penataan ruang guna mewujudkan ketahanan pangan maka
perlu dilakukan upaya-upaya secara sistematis. Sebelum upaya-upaya
tersebut maka kebijakan yang diambil adalah “Terbentuknya Rencana Tata
Ruang Wilayah dan atau Zoning Wilayah Seluruh Pemerintah Daerah yang
Didukung Oleh Teknologi yang Modern”. Untuk mewujudkan kebijakan
tersebut maka dirumuskan dalam beberapa strategi, yaitu strategi pertama adalah adanya kebijakan penggunaan teknologi yang terintegrasi
antar pemangku kepentingan. Strategi kedua adalah meningkatkan
kapasitas SDM dibidang teknologi kepada petugas penyusun rencana tata
ruang wilayah/ zoning wilayah dan meningkatkan pemahaman/
penggunaan teknologi pertanian oleh masyarakat. Strategi ketiga adalah
memperkuat sinergitas antar pemegang kepentingan dalam penataan
ruang/ zoning wilayah. Strategi keempat adalah meningkatkan peran
pengawasan dan penegakan hukum penataan ruang serta mensinergikan
peraturan perundang-undangan dibidang penataan ruang maupun pangan
dan Strategi kelima adalah meningkatkan kesadaran akan geografi
Indonesia khususnya wilayah yang rawan bencana.
58
d. Apabila kebijakan, strategi dan upaya-upaya yang sudah
direncanakan dapat diujudkan maka produksi pangan Indonesia, seperti
misalnya program surplus beras 2014 sepuluh juta ton atau mencetak dua
juta Ha sawah baru akan cepat terealisasi. Dengan demikian ketahanan
pangan akan terwujud dan seiring itu kemandirian bangsa akan menjadi
sebuah realita.
29. Saran.
Dari pembahasan maupun kesimpulan di atas maka ada dua hal yang
disarankan dalam Kertas Karya Kelompok ini, yaitu :
a. Didasarkan pada luasnya ruang atau geografi Indonesia, baik
ruang darat, ruang laut, ruang udara dan ruang di dalam bumi serta
besarnya kebutuhan akan penggunaan teknologi baik untuk zoning wilayah
dan penataan ruang itu sendiri maupun penerapan teknologi untuk
peningkatan produk pertanian, maka disarankan atau diupayakan teknologi
yang digunakan merupakan produk dalam negeri. Artinya, walaupun saat
ini masih menggunakan produk luar negeri, tetapi kedepan harus
diupayakan produk sendiri sebagai upaya mendukung kemandirian bangsa
dan pembangunan yang berkelanjutan dalam penggunaan teknologi
tersebut. Disadari bahwa saran ini mudah untuk ditulis, tetapi sulit untuk
dilaksanakan dikarenakan negara-negara produk teknologi atau negara
maju tidak begitu ikhlas untuk melepaskannya, oleh karena itu kebijakan
pemerintah yang kuat sangat dibutuhkan untuk kepentingan bangsa dan
negara.
b. Khusus dalam penegakan hukum tata ruang, perlu adanya suatu
upaya yang luar biasa untuk membawa kasus-kasus tertentu kepengadilan
dan diupayakan ada sebuah target tertentu di setiap Provinsi atau
Kabupaten/ Kota. Upaya ini sebagai cara untuk memberikan efek
deterrend atau penangkal terhadap kemungkinan munculnya pelaku-
pelaku baru yang mengalih fungsikan suatu ruang atau lahan misalnya
lahan sawah dijadikan komplek perumahan, industri dan lain-lain.
Disamping itu tentu melakukan upaya-upaya pencegahan pengalihan
fungsi suatu ruang atau lahan secara normatif seperti penyuluhan,
peningkatan kapasitas SDM dan penggunaan teknologi itu sendiri.
59
Jakarta, 17 September 2012
DAFTAR PUSTAKA
Lembaga Ketahanan Nasional R.I., Pokja Bidang Studi Kepemimpinan, B.S Kepemimpinan Nasional, Jakarta, 2012.
Lembaga Ketahanan Nasional R.I., Pokja Bidang Studi Geostrategi dan Ketahanan Nasional, Pokok Bahasan : Kondisi Ketahanan Nasional dan Konsepsi Ketahanan Nasional, Jakarta, 2012.
Prof. Ahmad Suryana (Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian) dan Dr. Ir. Hermanto, MS (Sekretaris Badan Ketahanan Pangan), Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional, Bahan Ajaran Untuk Peserta Pendidikan Reguler Lemhannas Angkatan XLVIII, Jakarta, 2012.
Dr. Ir. Kaman Nainggolan, MS., Kebijakan dan Strategi Ketahanan Pangan Untuk Pembangunan Daerah, www.nampa-ind.com/index.php?option=com_docman, Jakarta, 2008.
Kemenristek, Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Jakstranas IPTEK 2005-2009), Jakarta, 2005.
Taufik, A Tatang Dr., Kebijakan Inovasi Di Indonesia: Bagaimana Sebaiknya, BPPT, 12 Maret 2008.
Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia, Visi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Indonesia 2025, Jakarta, 2010
Lembaga Administrasi Negara, Aspek-aspek Fundamental Perwujudan Good Governance dan Clean Government, Jakarta, 1999.
Harold Koontz, Cyril O’Donnell dan Heinz Weihrich, Manajemen (Jilid I dan II), Penerbit Erlangga, Jakarta, 1990.
Asep Karsidi, M.Sc., Ph.D., Kepala Badan Informasi Geospasial, Bahan Ceramah Ilmiah Pada PPRA XLVIII, Jakarta, 2012.
60
KETUA KELOMPOK “E” DAK 17
Drs. ZulkarnainKombes Pol. Nrp. 61100610
Lampiran 3
Direktur Jenderal Penataan Ruang, Ir.Imam S. Ernawi, Mcm. Msc, Arah Pengembangan Kota Masa Depan Melalui Pendekatan “Smart Green City Planning”, Jakarta, disampaikan pada pertemuan Bakohumas Kementerian tanggal 21 Oktober 2010.
Prof. Dr. Didin S Damanhuri, Tenaga Ahli Pengajar Bidang Ekonomi Lemhannas, Guru Besar Fakultas Ekonomi IPB, Salah seorang Pendiri INDEF (Institute for Development Economics & Finance), Pengamat Ekonomi dan lain-lain, Ceramah Ilmiah
Website http://www.genetologisch-onderzoek.nl/index.php/category/ Philosophy / , dikemukakan ulang oleh Drs. Sukendra Martha, M.Sc., MAppSc., Pada Kuliah Ilmiah di PPRA XLVIII Lemhannas R.I Dengan Judul Kesadaran Geografi, 2012.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PT. Balai Pustaka, Jakarta, 1997.
Lembaga Ketahanan Nasional R.I., Naskah Lembaga Perkembangan Lingstra Tahun 2012, Jakarta, 2012.
Lembaga Ketahanan Nasional R.I., Term of Reference (TOR) Diskusi Kelompok dan Antar Kelompok PPRA XLVIII Tahun 2012 Bidang Studi Sismennas, Jakarta, 2012.
________ Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Amandemen), Jakarta, 2002.
________ Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, Lembaran Negara R.I Tahun 1996 Nomor 99, Jakarta, 1996.
________ Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Penyediaan Lahan Pertanian Berkelanjutan, Jakarta, 2009.
________ Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Lembaran Negara R.I Tahun 2012 Nomor 22.
________ UU RI Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Jakarta, 2007.
________ UU RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta : BP. Cipta Jaya, 2004.
________ UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Jakarta, 2007.
________ Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan, Lembaran Negara R.I Nomor 4254, Jakarta, 2002.
________ Peraturan Presiden R.I., Nomor 83 Tahun 2006 Tentang Dewan Ketahanan Pangan, Jakarta, 2006.
61
Website http://imazu.wordpress.com/zoning/, Arti Zoning, diunduh tanggal 14 Agustus 2012.
Website http://www.artikata.com/arti-344810-perintah.html, diunduh pada tanggal 28 Juni 2012.
Website http://journal.uii.ac.id/index.php/JSB/article/viewFile/1020/952, Masykur Wiratmo, Berbagi Teori Mengenai Perkembangan Teknologi, diunduh tanggal 24 Agustus 2012.
62