ventrikel takikardi
DESCRIPTION
vtTRANSCRIPT
VENTRIKEL TAKIKARDI
ELSYE E TANAMA
NIM 10.2007.088
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara no.6 – Jakarta Barat
Pendahuluan
Jantung merupakan salah satu organ vital dalam tubuh manusia yang terletak dalam
mediastinum di antara kedua paru-paru. Dengan fungsinya untuk memompa darah ke seluruh
bagian tubuh, jantung merupakan salah satu organ yang tidak pernah beristirahat. Hal ini
dikarenakan, jantung mempunyai suatu sistem pembentukan rangsang tersendiri. Dalam
keadaan fisiologis, pembentukan rangsang irama denyut jantung berawal dari nodus sinoatrial
(nodus SA) menyebar ke cabang intranodul, kemudian menyebar ke nodus AV, kemudian ke
berkas His, kemudian ke serabut Purkinje dan akhirnya terjadi kontraksi jantung. Jika
rangsang irama ini mengalami gangguan dalam pembentukannya dan penghantarannya, maka
dapat terjadi gangguan irama jantung.
Irama sinus merupakan irama jantung normal yang didefinisikan sebagai suatu irama yang
berasal dari nodus SA, memiliki ciri-ciri dibawah:
Frekuensi: 60x – 100x/menit
Gelombang P selalu diikuti oleh kompleks QRS
Teratur (reguler)
Gelombang P (+) di II dan (-) di AVR
Page | 1
Gangguan hemodinamika dapat disebabkan gangguan pada irama jantung, gangguan pada
pompa jantung dan gangguan pada volume darah yang mengisi pembuluh darah. Gangguan
hemodinamika dapat bermanifestasi klinis berupa hipotensi, sianosis, kesadaran menurun dan
lain-lain. Gangguan irama jantung dan gangguan pompa jantung dapat diketahui dari
gambaran elektrokardiografi (EKG).
Aritmia adalah gangguan irama jantung yang dapat disebabkan oleh gangguan pada sistem
konduksi maupun oleh sebab sekunder lainnya. Secara umum aritmia dapat diklasifikasikan
sebagai:
1. Gangguan pembentukan impuls
a. Aritmia supraventrikular
b. Aritmia nodus AV/junctional
c. Aritmia Ventrikel
2. Gangguan penghantaran impuls
a. Blok SA node
b. Blok AV node
c. Blok intraventrikular/Bundle branch blok (BBB)1
Penanganan kegawatdaruratan
Primary survey
Boleh dilakukan oleh setiap orang ( orang awam) yang sudah dilatih Bantuan Hidup
Dasar(BHD). Survei ini difokuskan pada bantuan nafas dan sirkulasi serta defibrilasi. Untuk
Page | 2
dapat mengingat dengan mudah tindakan pada survei primer ini dirumuskan dengan huruf
abjad : C (circulation), A (airway), B (breathing), dan D (defibrillation).
Sebelum melakukan tahapan A (airway) terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada
pasien/korban, yaitu:
1. Memastikan keamanan lingkungan
Aman bagi penolong maupun aman bagi pasien atau korban itu sendiri.
2. Memastikan kesadaran pasien/korban
Dalam memastikan pasien atau korban dapat dilakukan dengan menyentuh atau
menggoyangkan bahu korban dengan lembut dan mantap, sambil memanggil namanya atau
pak, ibu dan lain-lain.
3. Meminta pertolongan
Bila diyakini pasien/korban tidak sadar atau tidak ada respon segera minta pertolongan
dengan cara berteriak ”tolon” beritahukan posisi dimana, pergunakan alat komunikasi yang
ada, atau aktifkan bel atau sistem emergency yang ada (bel emergency di rumah sakit).
4. Memperbaiki posisi pasien/korban
Tindakan BHD yang efektif bila pasien/korban dalam posisi telentang, berada pada
permukaaan yang rata/keras dan kering.Bila ditemukan pasien/korban miring atau telungkup
pasien/korban harus ditelentangkan dulu dengan membalikkan sebagai satu kesatuan yang
utuh untuk mencegah cedera atau komplikasi.
5. Mengatur posisi penolong
Posisi penolong berlutut sejajar dengan bahu pasien/korban agar pada ssat memberikan
batuan nafas dan bantuan sirkulasi penolong tidak perlu banyak pergerakan.
C ( circulation ) bantuan sirkulasi
Terdiri dari 2 tahap :
1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung pasien/korban
Ditentukan dengan meraba arteri karotis didaerah leher pasien/korban dengan cara dua atau
tiga jari penolong meraba pertengahan leher sehingga teraba trakea, kemudian digeser ke arah
penolong kira-kira 1-2 cm, raba dengan lembut selam 5 – 10 detik. Bila teraba penolong
harus memeriksa pernafasan, bila tidak ada nafas berikan bantuan nafas 12 kali/menit. Bila
ada nafas pertahankan airway pasien/korban.
Page | 3
2. Memberikan bantuan sirkulasi
Jika dipastikan tidak ada denyut jantung berikan bantuan sirkulasi atau kompresi jantung luar
dengan cara:
- Tiga jari penolong ( telunjuk,tengan dan manis) menelusuri tulang iga pasien/korban yang
dekat dengan sisi penolong sehingga bertemu tulang dada (sternum).
- Dari tulang dada (sternum) diukur 2- 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat
untuk meletakkan tangan penolong.
- Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan diatas
telapak tangan yang lain.Hindari jari-jari menyentuh didnding dada pasien/korban.
- Posisi badan penolong tegak lurus menekan dinding dada pasien/korban dengan tenaga
dari berat badannya secara teratur sebanyak 15 kali dengan kedalaman penekanan 1,5 –
2 inchi ( 3,8 – 5 cm).
- Tekanan pada dada harus dilepaskan dan dada dibiarkan mengembang kembali ke posisi
semula setiap kali kompresi.Waktu penekanan dan melepaskan kompresi harus
sama ( 50% duty cycle).
- Tangan tidak boleh berubah posisi.
- Ratio bantuan sirkulasi dan bantuan nafas 15 : 2 baik oleh satu penolong maupun dua
penolng.Kecepatan kompresi adalah 100 kali permenit. Dilakukan selama 4 siklu.
Tindakan kompresi yang benar akan menghasilkan tekanan sistolik 60 – 80 mmHg dan
diastolik yang sangat rendah. Selang waktu mulai dari menemukan pasien/korban sampai
dilakukan tindakan bantuan sirkulasi tidak lebih dari 30 detik.
A (airway) Jalan Nafas
Setelah melakukan tahap awal kemudian :
1. Pemeriksaan Jalan Nafas
Untuk memastikan jalan nafas bebas dari sumbatan karena benda asing. Bila sumbatan ada
dapat dibersihkan dengan tehnik cross finger ( ibu jari diletakkan berlawan dengan jari
telunjuk pada mulut korban). Cara melakukan tehnik cross finger:
- Silangkan ibu jari dan telunjuk penolong
- Letakkan ibu jari pada gigi seri bawah korban/pasien dan jari telinjuk pada gigi seri
atas.
- Lakukan gerakan seperti menggunting untuk membuka mulut pasien/korban.
Page | 4
- Periksa mulut setelah terbuka apakah ada cairan,benda asing yang menyumbat jalan
nafas.
2. Membuka Jalan Nafas
Pada pasien/korban tidak sadar tonus otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan
menutup farink dan larink sehingga menyebabkan sumbatan jalan nafas.Keadaan ini dapat
dibebaskan dengan tengadah kepala topang dahi ( Head tild Chin lift) dan manuver
pendorongan mandibula ( Jaw thrush manuver).
Cara melakukan tehnik Head tilt chin lift:
- Letakkan tangan pada dahi pasien/korban.
- Tekan dahi sedikit mengarah ke depan dengan telapak tangan penolong.
- Letakkan ujung jari tangan lainnya dibawah bagian ujung tulang rahang
pasien/korban.
- Tengadahkan kepala dan tahan/tekan dahi pasien/korban secara bersamaan sampai
kepala pasien/korban pada posisi ekstensi.
Cara melakukan tehnik jaw thrust manuver
- Letakkan kedua siku penolong sejajar dengan posisi pasien/korban.
- Kedua tangan memegang sisi kepala pasien/korban.
- Penolong memegang kedua sisi rahang.
- Kedua tangan penolong menggerakkan rahang keposisi depan secara perlahan.
- Pertahankan posisi mulut pasien/korban tetap terbuka
B ( breathing ) Bantuan Nafas
Terdiri dari 2 tahap :
1. Memastikan pasien/korban tidak bernafas
Dengan cara melihat pergerakan naik turunya dada, mendengar bunyi nafas dan merasakan
hembusan nafas, dengan tehnik penolong mendekatkan telinga diatas mulut dan hidung
pasien/korban sambil tetap mempertahankan jalan nafas tetap terbuka. Dilakukan tidak lebih
dari 10 detik
2. Memberikan bantuan nafas
Bantuan nafas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung, mulut ke
stoma( lubang yang dibuat pada tenggorokan). Bantuan nafas diberikan sebanyak 2 kali,
Page | 5
waktu tiap kali hembusan 1,5 – 2 detik dan volume 700 ml – 1000 ml (10 ml/kg atau sampai
terlihat dada pasien/korban mengembang. Konsentrasi oksigen yang diberikan 16 – 17 %.
Perhatikan respon pasien.
Cara memberikan bantuan pernafasan :
1. Mulut ke mulut
Merupakan cara yang cepat dan efektif. Pada saat memberikan penolong tarik nafas dan
mulut penolong menutup seluruhnya mulut pasien/korban dan hidung pasien/korban harus
ditutup dengan telunjuk dan ibu jari penolong. Volume udara yang berlebihan dapat
menyebabkan udara masuk ke lambung.
2. Mulut ke hidung
Direkomendasikan bila bantuan dari mulut korban tidak memungkinkan,misalnya
pasien/korban mengalami trismus atau luka berat.Penolong sebaiknya menutup
mulut pasien/korban pada saat memberikan bantuan nafas.
3. Mulut ke stoma
Dilakukan pada pasien/korban yang terpasang trakheostomi atau mengalami laringotomi.
Bantuan dengan alat dapat diberikan dengan BVM (Bag, Valve and Mask), atau dengan
menggunakan ventilator mekanik.
D (defibrillation) terapi listrik
Terapi dengan memberikan energi listrik Dilakukan pada pasien/korban yang penyebab henti
jantung adalah gangguan irama jantung. Penyebab utama adalah ventrikel takikardi atau
ventrikel fibrilasi. Pada penggunaan orang awam tersedia alat Automatic External
Defibrilation (AED)
Penilaian ulang:
Sesudah 4 siklus ventilasi dan kompresi kemudian pasien/korban dievaluasi kembali
- Jika tidak ada denyut jantung dilakukan kompresi dan bantuan nafas dengan ratio 15 : 2
- Jika ada nafas dan denyut jantung teraba letakkan korban pada posisi sisi mantap.
- Jika tidak ada nafas tetapi teraba denyut jantung, berikan bantuan nafas sebanyak 12 kali
permenit dan monitor denyut jantung setiap saat.
Page | 6
Secondary survey
Hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis terlatih dan merupakan lanjutan dari
survei primer.
Circulation
Evaluasi ritme, denyut nadi. Jika nadi tidak teraba, CPR diteruskan, berikan cairan IV
dan obat-obatan sesuai dengan spesifik algoritme.
Airway
a. Mengenali sumbatan jalan nafas bagian atas dan bawah
b. Membebaskan jalan nafas dengan cara Head tilt, Chin lift , atau dengan Jaw
thrust. Membebaskan jalan napas dengan alat seperti oropharingeal airway
(dengan s-shaped oropharyngeal plastic airway/Guedel), nasopharygeal airway,
penghisapan lendir (suction) dan intubasi.
Breathing
Memberikan aliran oksigen rendah dengan nasal kanul, simple mask, rebreathing
mask atau non rebreathing mask. Aliran oksigen tinggi bisa diberikan melalui
sungkup venturi atau CPAP
Differential Diagnosis
Identifikasi dan mengobati penyebab yang bersifat reversibel.
Pengkajian fisik:
Aktivitas : kelelahan umum
Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur;
defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit
warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran
urin menruun bila curah jantung menurun berat.
Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut, menolak, marah,
gelisah, menangis.
Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan,
mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit.
Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi,
perubahan pupil.
Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak
dengan obat antiangina, gelisah.
Page | 7
Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan
kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi)
mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri
(edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema
(trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan
Kriteria hasil:
Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh TD/nadi
dalam rentang normal, haluaran urin adekuat, nadi teraba sama, status mental biasa.
Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia.
Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
Intervensi :
Raba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan, amplitudo dan
simetris.
Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut jantung ekstra,
penurunan nadi.
Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan.
Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi; disritmia atrial;
disritmia ventrikel; blok jantung.
Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut.
Demonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres misal relaksasi nafas
dalam, bimbingan imajinasi.
Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan faktor
penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah mengkerut,
menangis, perubahan TD.
Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi
Kolaborasi
Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Berikan obat sesuai indikasi : kalium, anti aritmia
Siapkan untuk bantu kardioversi elektif
Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung
Page | 8
Masukkan/pertahankan masukan IV
Siapkan untuk prosedur diagnostik invasif
Siapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau defibrilator
Penatalaksanaan
Pilihan pengobatan tergantung pada keparahan penyakit dan tingkat penyakit jantung
struktural. Pengobatan termasuk obat, implantasi ICD, dan ablasi kateter. Kombinasi terapi
ini sering digunakan ketika penyakit jantung struktural hadir. Karena pasien VT monomorfik
dengan struktur jantung normal memiliki risiko rendah kematian mendadak, ICD jarang
diperlukan. Pasien-pasien ini hampir selalu berhasil dengan obat atau ablasi.
Pada pasein yang tidak stabil (hipotensi, gagal jantung kongestif, nyeri dada) harus diberikan
kardioverter secepatnya. Pasein dengan sustained VT dan pasein yang baru selamat dari SCD
harus diberikan ICD. Pada pasein nonsustained VT, ICD diberikan sebagai preventif.
Beberapa obat anti aritmia meningkatkan mortalitas SCD pada pasein dengan VT. Contohnya
Vaughn Williams Kelas I anti aritmia, yang memperlambatkan propagasi dan mengurangi
rangsangan jaringan melalui penghambatan kanal Na. Obat anti aritmia kelas III mempunyai
respon yang baik pada pasein dengan VT karena memperpanjang repolarisasi miokard
melalui penghambatan kanal kalium. Amiodarone tergolong obat anti aritmia kelas III dan
aman diberikan pada pasein dengan disfungsi ventrikel kiri. Pada pasein dengan gagal
jantung kongestif, obat yang memberikan hasil yang baik walau obat ini tidak spesifik yaitu
penghambat reseptor beta (carvedilol, metoprolol, and bisoprolol), angiotensin-converting
enzyme (ACE) inhibitors serta antagonis aldosteron. Terapi Statin juga mungkin memiliki
efek tidak spesifik namun bermanfaat pada kedua aritmia atrium dan ventrikel. Bila gagal
dengan obat, dilakukan kardioversi dimulai dengan energi rendah (10 joule dan 50 joule).
Dalam tatalaksana akut perlu cari faktor penyebab yang dapat dikoreksi seperti iskemia,
gangguan elektolit, hipotensi dan asidosis.
Implantable cardioverter-defibrillator (ICD) seperti pacu jantung, perangkat ini dapat
ditanamkan transvenous, prosedur ini memiliki risiko rendah. ICD dapat mendeteksi
tachyarrhythmias ventrikel dan mengakhirinya dengan guncangan defibrilasi atau algoritma
antitakikardia. Perangkat ini juga dapat berfungsi sebagai cadangan alat pacu jantung pada
pasien dengan bradiaritmia.
Page | 9
Endocardial catheter ablation awalnya digunakan pada VT monomorfik idiopatik (yaitu,
jantung struktural normal), tetapi juga dapat digunakan untuk mengurangi beban aritmia pada
kardiomiopati. Ablasi digunakan untuk mengobati gejala VT bukan untuk mengurangi risiko
kematian mendadak. Pada pasien dengan kardiomiopati, tujuan ablasi adalah untuk
meminimalkan jumlah syok akibat ICD. Pada beberapa pasien, percutaneous epicardial
ablation dapat digunakan jika lesi endocardial gagal.3-6
Pemeriksaan
Fisik
Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ), nadi mungkin tidak teratur, defisit nadi,
bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis,
berkeringat, edem, keluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.
Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan
pupil.
Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina,
gelisah
Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan, bunyi nafas
tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan
seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik
pulmonal, hemoptisis.
Demam, kemerahan kulit (reaksi obat), inflamasi, eritema, edema (trombosis
superfisial), kehilangan tonus otot/kekuatan
Penunjang
I. ECG
Ventricular ekstra systole (VES) atau Premature ventricular complex (PVC)
Adalah suatu ekstra beat yang berasal dari ventrikel dan timbul premature dari irama yang
ada. VES timbul akibat adanya fokus impuls ectopic yang terdapat pada ventrikel. Ciri-ciri
VES biasanya ditandai dengan adanya kompleks QRS yang lebar dan bizzare (tampak
berbeda dari kompleks QRS normal), dengan gelombang T yang arahnya berlawanan dengan
kompleks QRS. Selain itu terdapat pause kompensasi penuh (fully compensatory pause).
VES yang berasal dari fokus lokasi yang sama akan memberikan gambaran bentuk kompleks
Page | 10
QRS yang sama (unifocal), sedangkan VES yang berasal dari fokus lokasi yang berbeda akan
memberikan gambaran bentuk kompleks QRS yang berbeda (multifocal).
Ventrikel takikardi (VT)
Adalah tiga atau lebih VES secara berurutan dengan frekuensi > 100x/menit. Umumnya
frekuensi mencapai 160-200x/menit. VT ditandai dengan kompleks QRS yang lebar bizzare
(>0,12 detik) serta adanya AV disossiasi.
Diagnosis VT didasarkan pada gambaran EKG berikut namun tidak selalu didapatkan dan
tidak jarang hanya satu atau dua kriteria saja yang ditemukan.
1. Durasi dan morfologi kompleks QRS
Pada VT urutan aktivitas tidak mengikuti arah konduksi normal (terganggu) sehingga bentuk
kompleks QRS akan kacau dan durasi kompleks QRS menjadi panjang (biasanya lebih dari
0,12 detik). Semakin lebar kompleks QRS semakin besar kemungkinan suatu VT.
Pengecualian adalah VT yang berasal dari fasikel posterior berkas cabang kiri (idiopathic left
ventricular tachycardia) yang memiliki kompleks QRS kurang dari 0,12 detik karena pada
VT jenis ini lokasi reentry dekat dengan septum interventrikel seperti konduksi normal.
Morfologi kompleks QRS bergantung pada asal fokus VT. Bila berasal dari vnetrikel kanan
akan memberikan gambaran morfologi blok berkas cabang kiri (left branch block
morphology) dan jika berasal dari ventrikel kiri akan menunjukkan gambaran blok berkas
cabang kanan (right branch block morphology). Kalau morfologi QRS adalah RBBB maka
takikardi adalah VT jika kompleks QRS adalah monomorfik atau bifasik (QR atau RS). Jika
morfologi QRS adalah LBBB maka akan menguatkan diagnosis VT jika adanya taktik
(notching) gelombang S atau nadir S yang lambat (>70 milidetik).
2. Laju dan irama
Laju (rate) berkisar antara 120-300 kali per menit dengan irama yang teratur atau hampir
teratur (variasi antar denyut adalah <0,04 detik). Jika takikardi disertai irama yang tidak
teratur (irregular) maka harus dipikirkan adanya AF dengan konduksi aberan atau preeksitasi.
3. Aksis kompleks QRS
Adanya perubahan aksis lebih dari 40 derajat baik ke kiri maupun ke kanan umumnya adalah
VT. Kompleks QRS pada sandapan aVR berada pada posisi -210 derajat dengan kompleks
Page | 11
QRS negatif. Bila kompleks QRS menjadi posotif saat takikardi sangat menyokong adanya
VT yang berasal dari apeks mengarah ke bagian basal ventrikel. Aksis ke superior pada
takikardi QRS lebar dengan morfologi RBBB sangat menyokong ke arah VT. Adanya
takikardi QRS lebar dengan aksis inferior dan morfologi LBBB mendukung adanya VT yang
berasal dari right ventricular outflow tract.
4. Dissosiasi antara atrium dan ventrikel (Atrio-Ventricular Dissociation)
Pada VT nodus sinus terus memberikan impuls secara bebas tanpa ada hubungan dengan
aktivitas ventrikel (atrium dikontrol oleh nodus sinus dan ventrikel dikontrol oleh fokus
takikardi dengan laju lebih cepat) sehingga gelombang P yang muncul tidak berkiatan dengan
kompleks (dikenal dengan AV dissociation). Adanya dissosiasi AV sangat khas untuk VT
walaupun adanya asosiasi (hubungan) AV belum dapat menyingkirkan VT. Secara klinis
disosiasi AV dikenal dengan adanya variasi bunyi jantung satu dan variasi tekanan darah
sistolik.
5. Capture beat dan fusion beat
Kadanga-kadang saat berlangsungnya VT impuls dari atrium dapat mendepolarisasi ventrikel
melalui sistem konduksi normal sehingga memunculkan kompleks QRS yang lebih awal
dengan ukuran normal(sempit). Keadaan ini disebut capture beat. Fusion beat terjadi bila
impuls dari nodus sinus dan bergabung dengan impuls dari ventrikel. Jadi sebagian ventrikel
depolarisasis dari nodus ainus dan sebagian dari ventrikel sehingga kompleks QRS berbentuk
antara kompleks QRS berbentuk antara kompleks normal dan VT. Capture dan fusion beat
jarang ditemukan dan sangat khas untuk VT walaupun tidak adanya meraka bukan berarti VT
dapat disingkarkan.
6. Konfigurasi kompleks QRS
Adanya concordance (kesuaian) dari kompleks QRS pada sandapan dada sangat menyokong
diagnosis VT. Kesesuaian positif (positive concordance) kpmpleks QRS pada sandapan dada
dominan positif menunjukkan asal fokus takikardi dari dindiang posterior ventrikel. Kesuaian
negatif (negative concordance)kompleks QRS pada sandapan dada dominan negatif
menunjukkan asal fokus dari dindng anterior ventrikel.
Page | 12
Kriteria Brugada di bawah ini lebih mudah dan praktis untuk dipakai dalam praktek sehari-
hari:
Kriteria Brugada untuk diagnosis VT
II. Pemeriksaan laboratorium
Page | 13
Kompleks RS tidak ditemukan pada semua sandapan prekordial?
Ya
VT
Tidak
Pertanyaan selanjutnya
Interval R ke S >100 ms pada satu sandapan prekordial?
Ya
VT
Tidak
Pertanyaan selanjutnya
Disosiasi AV?
Ya Tidak
VT Pertanyaan selanjutnya
Kriteria Morfologi for VT ditemukan pada sandapan prekordial V 1-2 dan V6
VT
Ya Tidak
SVT dengan konduktor aberan
Pemeriksaan bisa dilakukan adalah CBC, basal metabolic panel, serum magnesium, cardiac
biomarkers dan arterial blood gases jika pasein mengalami hipoksia.
III. Radiologi
Coronary arteriography dilakukan untuk identifikasi penyakit jantung koroner yang dilakukan
bersamaan dengan ventriculogram dan assessment hemodinamik. Foto torak dapat
menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau
katup.
IV. Monitor Holter
Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia
disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah atau kerja). Juga dapat digunakan
untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung atau efek obat antidisritmia.7-9
Differential diagnose
Torsades de Pointes
Berarti titik-titik yang berkelok-kelok. Gambaran EKG menunjukkan VT yang ditandai oleh
kompleks QRS polimorfik yang berubah dalam amplitudo dan panjang siklus, memberikan
gambaran ayunan sekitar garis dasar. Irama ini disertai dengan perpanjangan QT. Irama ini
dapat terjadi akibat gangguan elektrolit (khususnya hipokalemi dan hipomagnesemia),
penggunaan berbagai obat anti-aritmia (khususnya quinidin), fenotiazin dan antidepresan
trisiklik, diet protein cair, kejadian intrakranial, dan bradiaritmia, khususnya blok AV derajat
3. Hal ini juga dapat terjadi sebagai anomali konginetal idiopatik terisolasi atau didapat.
Tanda EKG adalah VT polimorfik yang didahului dengan perpanjangan QT yang nyata,
seringkali lebih dari 0,60 detik. Pasein ini seringkali mempunyai episode majemuk VT
polimorfik yang tidak bertahan disertai dengan sinkop rekuren, tapi pasein juga bisa
mengalami VF dan kematian jantung yang tiba-tiba.
Terapi sebaiknya diarahkan untuk menghilangkan faktor presipitasi, misalnya memperbaiki
abnormalitas interval QT memanjang. Untuk pasein dengan sindroma interval QT yang
memanjang konginetal, obat penghambat adrenergik-beta merupakan sandaran terapi utama.
Page | 14
Ventrikel fibrilasi
Fibrilasi ventrikel adalah denyutan ventrikel yang cepat dan tak efektif. Pada disritmia ini
denyut jatung tidak terdengar dan tidak teraba, dan tidak ada respirasi. Polanya sangat
ireguler dan dapat dibedakan dengan disritmia tipe lainnya. Fibrilasi ventrikel menyebabkan
berhentinya kontraksi efektif fentrikel secara tiba-tiba. Ventrikel akan bergetar tanpa
koordinasi. Karena tidak ada koordinasi antivitas jantung, maka dapat terjadi henti jantung
dan kematian bila fibrilasi ventrikel tidak segera dikoreksi.
Frekuensi : Cepat (>350x/menit), tak terkoordinasi dan tak efektif.
Gelombang P : Tidak terlihat.
Kompleks QRS : Cepat, tanpa pola yang khas (multifokal). Ventrikel hanya bergetar.
Hantaran : Banyak focus di ventrikel yang melepaskan impuls pada saat yang sama
mengakibatkan hantaran tidak terjadi; tidak terjadi kontraksi ventrikel.
Irama : Sangat ireguler dan tidak terkordinasi.
Penanganan segera adalah melalui defibrilasi.
Atrial
fibrilasi
Page | 15
Kontraksi otot atrium yang tidak terorganisasi dan tidak terkoordinasi biasanya berhubungan
dengan penyakit jantung aterosklerotik, penyakit katup jantung, gagal jantung kongestif,
tirotoksikosis, cor pulmonale, atau penyakit jantung congenital.
Frekuensi : atrium antara 350-600 denyut permenit; respons ventrikuler biasanya 120
sampai 200 denyut per menit.
Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak indulasi yang
iereguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang F, interval PR tidak dapat
diukur.
Kompleks QRS : Biasanya normal.
Hantaran : Biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respons ventrikuler
ireguler, karena nodus AV tidak berespon terhadap frekuensi atrium yang cepat, maka
impuls yang dihantarkan menyebabkan ventrikel berespon ireguler.
Irama : ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Ireguleritas irama
diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV.
Pasien dengan fibrilasi atrium kronik, perlu diberikan terapi antikoagulan untuk mencegah
tromboemboli yang dapat terbentuk di atrium. Penatalaksanaannya sama dengan atrial
takikardi.
Atrial flutter
Terjadi bila ada titik fokus di atrium yang
menangkap irama jantung dan membuat
impuls antara 250 sampai 400 kali
permenit. Nodus AV mencegah penghantaran beberapa impuls. Penghantaran impuls melalui
jantung sebenarnya masih normal, sehingga kompleks QRS tak terpengaruh.
Page | 16
Frekuensi : frekuensi atrium antara 250 sampai 400 kali denyut per menit.
Irama : Reguler atau ireguler, tergantung jenis penyekatnya (misalnya 2:1, 3:1 atua
kombinasinya).
Gelombang P : Tidak ada, melainkan diganti oleh pola gigi gergaji yang dihasilkan
oleh focus di atrium yang melepaskan impuls dengan cepat. Gelombang ini disebut
sebagai gelombang F.
Kompleks QRS : Konfigurasinya normal dan waktu hantarannya juga normal.
Gelombang T : Ada namun bisa tertutup oleh gelombang flutter.
Penanganan sampai saat ini untuk flutter atrium adalah sediaan digitalis. Obat ini akan
menguatkan penyekat nodus AV, sehingga memperlambat frekuensinya. Quinidin juga dapat
diberikan untuk menekan tempat atrium ektopik.penggunaan digitalis bersama dengan
quinidin biasanya bisa merubah disritmia ini menjadi irama sinus. Terapi lain adalah
penyekat kanal kalsium dan penyekat beta adrenergic. Bila terapi medis tidak berhasil, fluter
atrium sering berespons terhadap kardioversi listrik.
Takikardia supraventrikel (SVT)
dengan konduksi aberan
Penting dibedakan dengan penyimpangan
konduksi interventrikel dari VT
kerana pengaruh klinis dan penatalaksanaan dua aritmia ini sama sekali berbeda. Pemberian
obat untuk SVT dapat membahayakan pada pasein dengan VT. Pada keadaan SVT biasa
Page | 17
maka konduksi dari atrium ke ventrikel melalui jalur konduksi normal sehingga kompleks
QRS akan normal. Namun secara fisiologis dapat terjadi hambatan (blok) pada salah satu
berkas cabang (kiri atau kanan) karena adanya perbedaan masa refrakter di antara keduanya.
Keadaan ini disebut konduksi aberan. Karena adanya hambatan berkas cabang maka
kompleks QRS akan lebar seperti keadaan LBBB atau RBBB biasa.1,3,5,8,9,10
Working diagnose
Ventrikel takikardia (VT)
Ventrikel takikardi adalah jenis aritmia , dimana jantung berdetak lebih cepat dari normal.
Hal ini dapat menyebabkan jantung memompa kurang efektif, menyebabkan penurunan
tekanan darah, yang dapat menyebabkan pingsan.
Ventrikel takikardi mempunyai ciri-ciri seperti berikut:
Frekuensi : 150 - 200 denyut per menit.
Gelombang P : Biasanya tenggelam dalam kompleks QRS; bila terlihat, tidak selalu
mempunyai pola yang sesuai dengan QRS. Kontraksi ventrikel tidak berhubungan
dengan kontraksi atrium.
Kompleks QRS : sama dengan ventrikel ekstrasistol, dengan gelombang T terbalik.
Hantaran : Berasal dari ventrikel, dengan kemungkinan hantaran retrograde ke
jaringan penyambung dan atrium.
Irama : Biasanya regular, tetapi dapat ireguler.
Ventrikel takikardi dapat menyebabkan gejala berikut:
Tekanan pada dada atau rasa sakit
Sinkop atau near syncope
Kelelahan
Pusing
Berdebar-debar
Sesak napas
Page | 18
Harus dibedakan ventrikel takikardi dengan nadi serta ventrikel takikardi tanpa denyut nadi.
VT tanpa nadi adalah termasuk dalam henti jantung yang merupakan penyebab kematian
yang utama. Selain VT tanpa nadi, ventrikel fibrilasi dan Pulseless Electrical Actifity (PEA)
juga termasuk dalam henti jantung.
Ventrikel takikardia dapat dicirikan oleh morfologi ECG (monomorfik atau polimorfik),
durasi (sustained atau nonsustained), lokasi (misalnya, right ventricular outflow tract
tachycardia, papillary muscle VT), hemodynamic significance (stabil, tidak stabil, pulseless),
dan mekanisme (reentrant, otomatis). Berdasarkan etiologi ventrikel takikardia
dikelompokkan menjadi:
1. VT idiopatik (Idiophatic VT):
- VT Idiopatik Alur Keluar Ventrikel Kanan (Right Ventricular Outflow Tract VT =
RVOT VT).
- VT Idiopatik Ventrikel Kiri (Idiopathic Left Ventrivular VT)
2. VT pada kardiomiopati Dilatasi Non-Iskemia
- Buncle Branch Reentrant VT
- Arrhytmogenic Right Ventricular Dysplasia (ARVD)
3. VT iskemia (Ischemic VT)
Secara umum VT dibagi menjadi monomorfik dan polimorfik. VT monomorfik memiliki
kompleks QRS yang sama pada tiap denyutan (beat) dan menandakan adanya depolarisasi
yang berulang dati tempat yang sama. Umumnya disebabkan oleh adanya fokus atau substrat
aritmia yang mudah dieliminasi dengan teknik ablasi kateter. Sedangkan VT polimorfik
ditandai dengan adanya kompleks QRS yang bervariasi (berubah) dan menunjukkan adanya
urutan depolarisasi yang berubah dari beberapa tempat. Biasanya VT jenis ini berkaitan
dengan jaringan parut (scar tissue) akibat infark miokard (ischemic VT).
Ventrikel takikardi monomorfik
Page | 19
ventrikel takikardi polimorfik
Sustained VT diartikan sebagai takikardia ventrikel yang menetap lebih dari 30 detik atau
memerlukan penghentian karena kolaps hemodinamik. VT jenis ini mungkin disertai
kardiomiopati noniskemik, gangguan metabolik, toksisitas obat, atau sindroma QT yang
memanjang, dan ini kadang-kadang terjadi tanpa adanya penyakit jantung atau faktor
predisposisi lainnya. Nonsustained VT (timbul 6-30 detik) juga disertai dengan penyakit
jantung tapi lebih sering tanpa adanya penyakit jantung.VT jenis ini jarang menimbulkan
gejala dibandingkan dengan sustained VT yang sering simtomatik.1,4,5,6,8,9,10
Etiologi
Banyak kondisi yang mempengaruhi sirkulasi jantung atau darah yang dapat menyebabkan
takikardia ventrikel:
Tekanan darah tinggi
Penyakit katup jantung
Miokarditis
Kardiomiopati
Penyakit jantung koroner
Penyakit jantung bawaan
Operasi jantung
Faktor-faktor tertentu dapat memicu takikardia ventrikel:
Emosional atau stres fisik (termasuk latihan)
Obat-obatan seperti digoxin, teofilin, antipsikotik, antidepresan trisiklik,
antiarrhythmics dengan proarrhythmic potensial (misalnya, flecainide, dofetilide,
sotalol, kinidina)
Page | 20
Kelainan metabolik: asidosis, hipoksemia, hiperkalemia, hipokalemia,
hypomagnesemia
Kekurangan oksigen
Stimulan: kafein, kokain, alkohol
Beberapa orang mengembangkan takikardia ventrikel tanpa memiliki penyebab atau faktor
risiko.4,6
Patofisiologi
Secara umum terdapat empat mekanisme terjadinya aritmia termasuk aritmia ventrikel, yaitu
automaticity, reentrant, dan triggered activity.
Automaticity terjadi karena adanya percepatan aktivitas fase 4 dari potensial aksi jantung.
Aritmia ventrikel karena gangguan automaticity biasanya tercetus pada keadaan akut dan
kritis seperti infark miokard akut, gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa,
dan tonus adrenergik yang tinggi. Aritmia ventrikel yang terjadi pada keadaan akut tidaklah
memiliki aspek prognostik jangka panjang yang penting.
Mekanisme aritmia ventrikel yang tersering adalah reentry, yaitu suatu keadaan dimana suatu
impulas yang sudah keluar dari suatu jalur konduksi, melalui suatu jalan lingkar masuk
kembali ke jalur semula. Dengan demikian bagian miokard yang bersangkutan mengalami
depolarisasi berulang. Selama reentry suatu impuls jantung akan masuk kembali dan
merangsang daerah miokardium yang sebelumnya sudah diaktifkan, sehingga menimbulkan
denyut prematur. Daerah-daerah ini dapat menghasilkan denyut-denyut prematur yang
terisolasi atau takikardia yang menetap. Takikardia ventrikel akan sangat mengurangi curah
jantung akibat denyut jantung yang cepat, biasanya lebih dari 120 dan hilangnya mekanisme
yang sinkron antara kontraksi atrium dan ventrikel. Biasanya disebabkan oleh kelainan kronis
seperti infark miokard lama atau kardiomiopati dilatasi. Jaringan parut yang terbentuk akibat
infark miokard yang berbatasan dengan jaringan sehat menjadi keadaan yang ideal untuk
terbentuknya sirkuit reentry. Bila sirkuit ini telah terbentuk maka aritmia ventrikel reentrant
dapat timbul setiap saat dan menyebabkan kematian mendadak.
Triggered activity memiliki gambaran campuran dari kedua mekanisme di atas.
Mekanismenya adalah adanya kebocoran ion positif ke dalam sel sehingga terjadi lonjakan
Page | 21
potensial pada akhir fase 3 atau awal fase 4 dari aksi potensial jantung. Bila lonjakan ini
cukup bermakna maka akan tercetus aksi potensial baru. Keadaan ini disebut
afterdepolarization.
Takikardia ventrikel (VT) adalah istilah umum yang mencakup setiap irama minimal 3 detak
lebih cepat dari 100 denyut per menit, yang timbul dari ventrikel. Terlepas dari mekanisme
aritmia, tingkat keparahan gejala klinis menentukan urgensi, VT apa yang harus ditangani
dulu. Selama VT, cardiac output berkurang karena denyut jantung cepat dan kurangnya
kontraksi atrium yang teratur. Iskemia dan mitral insufisiensi juga dapat menyebabkan
intoleransi hemodinamik. Gangguan hemodinamik lebih mungkin terjadi pada disfungsi
ventrikel kiri yang mendasari VT. Cardiac output yang berkurang dapat mengakibatkan
perfusi miokard berkurang, respon inotropic yang memburuk, serta VT yang berdegenerasi
menjadi VF, yang mengakibatkan kematian mendadak.4,6,8
Page | 22
Komplikasi
Ventrikel fibrilasi
Sudden cardiac death (SCD)
Komplikasi ICD5,8,9
Prognosis
Tergantung pada fungsi ventrikel kiri yang mendasari. Prognosis tidak baik VT akibat
iskemik, fungsi ventrikel kiri yang buruk dan pada penderita yang berjaya diselamatkan dari
sudden cardia arrest (SCD). Pengenalan VT juga harus mencakup identifikasi etiologi,
sumber fokus, terapi, dan prognosis. VT idiopatik misalnya, dapat diterapi secara definitif
dengan ablasi kateter, sangat jarang menyebabkan kematian mendadak, dan memiliki
prognosis yang baik. Sebaliknya VT iskemia (VT akibat penyakit jantung koroner)
memberikan risiko tinggi untuk terjadi kematian mendadak (SCD) akibat aritmia fatal (VT
yang berdegenerasi menjadi ventrikel fibrilasi).5,8
Kesimpulan
Hasil pemeriksaan, pasein yang tidak sadarkan diri dengan riwayat penyakit serangan
jantung, hipertensi dan DM serta hasil pemeriksaan EKG dapat disebabkan ventrikel
takikardi. Pertama yang harus dilakukan pada pasein ini adalah penanganan
kegawatdaruratan untuk mencegah keadaan pasein memburuk. Setelah keadaan pasein stabil,
baru dilakukan pemeriksaan dan penanganan yang lebih spesifik terhadap penyakitnya.
Page | 23
Daftar pustaka
1. Didi Kurniadhi, Marshell Tendean, Mardi Santoso. ECG In Clinical Practice.
Aritmia Dan Gangguan Konduksi. Jakarta. Bagian Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Ukrida;2009.p.35-50.
2. Advance Cardiac Life Support (2009). Diunduh dari
http://www.unc.edu/~rvp/old/RP_Anesthesia/Basics/ACLSAlgorithms.html
3. Manajemen aritmia umum (2002). Diunduh dari
http://www.aafp.org/afp/2002/0615/p2491.html
4. Ventricular Tachycardia (2009). Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/159075-overview
5. Michael, Komandoor, Dana. Current Consult Cardiology. Atril Fibrillation,
Torsades de Piontes, Ventricular Tachycardia. United State. McGraw-Hill
Companies;2006.p.28-9,322-3,354-5.
6. Ventricular Tachycardia (2010). Diunduh dari
http://hcd2.bupa.co.uk/fact_sheets/html/ventricular_tachycardia.html
7. Janice LM, Schnelderman, Henry. Buku Saku Diagnosis Fisik. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC;2005.p.243.
8. M. Yamin, S. Harun. Ilmu Penyakit Dalam. Aritmia ventrikel. Ed 4. Jakarta.
Pusat Penerbitan Departemen IPD Fakultas Kedokteran UI;2006.p.1547-52.
9. Harrison. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Takiaritmia, Takikardi
Ventrikel, Torsades de Pointes. Ed 13. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran
ECG;2000.p.1150, 1161-3,1163-4.
10. Ventrcular rhythms (2009). Diunduh dari
http://www.ecglibrary.com/ecghome.html
Page | 24