var. granola) dengan perlakuan hara makro dan calsium

59
PERTUMBUHAN EKSPLAN KENTANG (Solanum tuberrosum var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM PANTOTHENATE (CaP) SECARA in vitro ALMA LUTHFIANI PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021 M / 1442 H

Upload: others

Post on 26-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

PERTUMBUHAN EKSPLAN KENTANG (Solanum tuberrosum

var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN

CALSIUM PANTOTHENATE (CaP) SECARA in vitro

ALMA LUTHFIANI

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021 M / 1442 H

Page 2: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

PERTUMBUHAN EKSPLAN KENTANG (Solanum tuberrosum

var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN

CALSIUM PANTOTHENATE (CaP) SECARA in vitro

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

ALMA LUTHFIANI

11160950000038

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021 M / 1442 H

Page 3: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

iii

PERTUMBUHAN EKSPLAN KENTANG (Solanum tuberrosum

var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN

CALSIUM PANTOTHENATE (CaP) SECARA in vitro

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

ALMA LUTHFIANI

11160950000038

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Dasumiati, M.Si Karyanti, M.Si

NIP. 19730923 199903 2 002 NIP. 19750403 199612 2 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Priyanti, M.Si

NIP. 19750526 200012 2 001

Page 4: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

iv

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul “Pertumbuhan Eksplan Kentang (Solanum tumberrosum var.

granola) dengan Perlakuan Hara Makro dan Calsium Pantothenate (CaP)

secara in vitro” yang ditulis oleh Alma Luthfiani, NIM 11160950000038 telah

diuji dan dinyatakan LULUS dalam Sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Jakarta pada tanggal 16 Juni 2021. Skripsi ini

telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Program Studi Biologi.

Menyetujui,

Penguji I, Penguji II,

Dr. Nani Radiastuti, M.Si Narti Fitriana, M.Si

NIP. 19650902 20011 2 001 NIDN. 0331107403

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Dasumiati, M.Si Karyanti, M.Si

NIP. 19730923 199903 2 002 NIP. 19750403 199612 2 001

Menyetujui,

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Biologi

Nashrul Hakiem, S.Si., M.T., Ph.D Dr. Priyanti, M.Si

NIP. 19710608 200501 1 005 NIP. 19750526 200012 2 001

Page 5: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

v

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI

ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Juli 2021

Alma Luthfiani

11160950000038

Page 6: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

vi

ABSTRAK

Alma Luthfiani. Pertumbuhan Eksplan Kentang (Solanum tuberrosum var.

granola) dengan Perlakuan Hara Makro dan Calsium Pantothenate (CaP)

secara in vitro. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi.

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2021. Dibimbing oleh

Dr. Dasumiati, M.Si dan Karyanti, M.Si.

Budidaya kentang membutuhkan benih berkualitas. Benih kentang berkualitas

diperbanyak melalui teknologi kultur jaringan. Kriteria benih kentang yang

dibutuhkan memiliki batang yang kokoh agar meminimalisir kematian planlet saat

diaklimatisasi. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh konsentrasi hara makro dan

CaP yang tepat dalam meningkatkan kualitas planlet vigor serta menganalisis

pengaruh interaksi antara keduanya. Rancangan percobaan yang digunakan adalah

rancangan acak lengkap faktorial. Faktor pertama berupa konsentrasi hara makro

(0,5x, 1x, 1,5x, 2x, 2,5x dan 3x). Faktor kedua berupa konsentrasi CaP (0, 0,5 dan

5 ppm). Hasil penelitian menunjukkan perlakuan konsentrasi hara makro 1,5x

menghasilkan planlet dengan karakteristik batang yang kokoh pada peubah

diameter batang (0,199 cm), konsentrasi hara makro 0,5x menghasilkan planlet

dengan rata-rata tertinggi pada peubah tinggi (9,86 cm), jumlah nodus (15,6 buah),

keratapan nodus (0,666 cm) serta jumlah akar (3,94 buah), sedangkan konsentrasi

hara makro 1x menghasilkan planlet dengan rata-rata tertinggi pada peubah jumlah

klorofil (17,97 klorofil/mm2). Perlakuan berbagai konsentrasi CaP tidak

berpengaruh terhadap seluruh peubah yang diamati. Interaksi konsentrasi hara

makro dan konsentrasi CaP hanya berpengaruh pada peubah jumlah nodus. Planlet

vigor dihasilkan pada perlakuan konsentrasi hara makro 1,5x tanpa penambahan

CaP dan pertumbuhan kentang terbaik dihasilkan pada perlakuan konsentrasi hara

makro 0,5x.

Kata Kunci: CaP; Diameter Batang; Hara Makro; Vigor

Page 7: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

vii

ABSTRACT

Alma Luthfiani. Growth of Potato Explants (Solanum tuberrosum var.

granola) with Macro Nutrient and Calsium Pantothenate (CaP) Treatment in

vitro. Undergraduate Thesis. Departement of Biology. Faculty of Science and

Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. 2020.

Advised by Dr. Dasumiati, M.Si and Karyanti, M.Si

Cultivation of potato requires qualified seeds. Qualified potato seeds are propagated

through tissue culture technology. Criteria seed potatoes needed is to have strong

stems to minimize plantlet death when acclimatized. The aim of this study was to

obtain the right concentration of macronutrients and CaP in improving the quality

of plantlet vigor and to analyze the effect of the interaction between them. This

research was using factorials completely randomized design. First factor was

variations concentrate of macro nutrient (0.5x, 1x, 1.5x, 2x, 2.5x and 3x). The

second factor was variations concenctrate of CaP (0, 0.5 and 5ppm). The results

showed that treatment with a macro nutrient concentration of 1.5x produced

plantlets with strong stem characteristics on the stem diameter (0.199 cm), the

macro nutrient concentration of 0.5x resulted in plantlets with the highest average

on the height (9.86 cm), number of nodes (15.6 pieces), density of nodes (0.666 cm)

and number of roots (3.94 pieces), while the macro nutrient concentration of 1 x

resulted in plantlets with the highest average on the number of chlorophyll (17.97

klorofil/mm2). The treatment of various concentration of CaP did not affect all the

variables observed. The interaction between macro nutrient concentrations and CaP

concentrations only affects the number of nodes. The vigorous plantlets was

produced at macro nutrient concentration of 1.5x without the addition of CaP and

the best potato growth was obtained a concentration makro nutrient of 0.5x.

Keyword: CaP, stem diameter; macro nutrients, vigor

Page 8: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

viii

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr.Wb

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang selalu mencurahkan nikmat

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pertumbuhan

Eksplan Kentang (Solanum tuberrosum var. granola) dengan Perlakuan Hara

Makro dan Calsium Pantothenate (CaP) secara in vitro”. Sholawat serta salam

semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW hingga akhir jaman.

Penelitian merupakan salah satu kegiatan yang diwajibkan sebagai syarat

untuk lulus studi dan mendapatkan gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biologi

di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah

memberikan dukungan baik secara moril maupun materi, untuk itu penulis

berterimakasih kepada :

1. Nashrul Hakiem, S.Si., M.T., Ph.D, sebagai Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Priyanti, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan

Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sebagai Dosen Penguji I

Seminar Proposal dan Hasil Penelitian yang telah memberikan bimbingan

dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan

sebaik-baiknya.

3. Dr. Dasumiati, M.Si sebagai Dosen Pembimbing I atas kesediaan dalam

membimbing dan memberikan arahan dan masukan kepada penulis.

4. Karyanti, M.Si sebagai Dosen Pembimbing II atas kesediaan dalam

membimbing dan memberikan arahan secara teknis selama penelitian

kepada penulis.

5. Dr. Nani Radiastuti, M.Si sebagai Dosen Penguji I Sidang Skripsi yang telah

memberikan arahan dan saran kepada penulis.

6. Narti Fitriana, M.Si sebagai Sekretaris Program Studi Biologi, Fakultas

Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sebagai Dosen

Penguji II Sidang Skripsi yang telah memberikan arahan serta saran kepada

penulis.

Page 9: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

ix

7. Ardian Khairiah, M.Si sebagai Dosen Penguji II Seminar Proposal dan Hasil

Penelitian yang telah memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis.

8. Balai Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

dan Staff Laboratorium Kultur Jaringan yang telah menyediakan tempat,

waktu dan memberikan saran selama melaksanakan penelitian.

9. Dosen Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

dan memberikan dukungan kepada penulis dalam menempuh pendidikan

sampai terbitnya skripsi ini.

Skripsi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, umumnya bagi pembaca dan

khususnya bagi penulis, serta dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu dibidang sains

kedepannya.

Jakarta, Juli 2021

Penulis

Page 10: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

x

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ............................................................................................................. vi

ABSTRACT .......................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... viii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii

BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2

1.3. Hipotesis ....................................................................................................... 3

1.4. Tujuan ........................................................................................................... 3

1.5. Manfaat ......................................................................................................... 3

1.6. Kerangka Berfikir ......................................................................................... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5

2.1. Botani Kentang ............................................................................................. 5

2.2. Perbanyakan Tanaman secara in vitro .......................................................... 6

2.3. Media dan Nutrisi ......................................................................................... 7

2.4 Hara Makro dan CaP dalam Kultur in vitro ................................................... 9

BAB III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 11

3.1. Waktu dan Tempat ...................................................................................... 11

3.2. Alat dan Bahan ............................................................................................ 11

3.3. Rancangan Penelitian .................................................................................. 11

3.4. Cara Kerja ................................................................................................... 12

3.5. Parameter Pengamatan ................................................................................ 13

3.6. Analisis Data ............................................................................................... 14

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 15

4.1. Diameter Batang Kentang ........................................................................... 15

4.2. Tinggi Planlet Kentang ............................................................................... 16

4.3. Jumlah Nodus Kentang ............................................................................... 18

4.4. Kerapatan Nodus Kentang .......................................................................... 21

4.5. Jumlah Akar Kentang ................................................................................. 23

4.6. Jumlah Klorofil Daun Kentang ................................................................... 24

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 27

5.1. Kesimpulan ................................................................................................. 27

5.2. Saran ........................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 28

LAMPIRAN .......................................................................................................... 33

Page 11: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian peningkatan pertumbuhan eksplan

kentang dengan perlakuan hara makro dan CaP ................................... 4

Gambar 2. Morfologi tanaman kentang; A. Daun kentang; B. Umbi Kentang ....... 5

Gambar 3. Diameter batang planlet kentang pada perlakuan (A) konsentrasi

hara makro 1,5 x dan (B) konsentrasi hara makro 3 x ........................ 16

Gambar 4. Tinggi planlet kentang pada perlakuan (A) konsentrasi hara

makro 0,5 x dan (B) konsentrasi hara makro 3 x ................................ 17

Gambar 5. Rata-rata jumlah nodus kentang pada minggu ke-8 ............................ 19

Gambar 6. Jumlah nodus planlet kentang pada perlakuan (A) konsentrasi hara

makro 0,5 x dan CaP 5 ppm; (B) konsentrasi hara makro 2 x dan

CaP 0,5 ppm dan (C) konsentrasi hara makro dan CaP 5 ppm........... 20

Gambar 7. Kerapatan nodus planlet kentang pada perlakuan (A) konsentrasi

hara makro 0,5 x dan (B) konsentrasi hara makro 3 x ........................ 22

Gambar 8. Jumlah akar planlet kentang pada perlakuan (A) konsentrasi hara

makro 0,5 x dan (B) konsentrasi hara makro 3 x ................................ 24

Gambar 9. Kandungan klorofil daun pada konsentrasi hara makro 1 x ................ 26

Page 12: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Diameter batang planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan

CaP yang berbeda .................................................................................... 15

Tabel 2. Tinggi planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan CaP yang

berbeda .................................................................................................... 17

Tabel 3. Jumlah nodus planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan CaP

yang berbeda............................................................................................ 19

Tabel 4. Kerapatan nodus planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan

CaP yang berbeda .................................................................................... 21

Tabel 5. Jumlah akar planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan CaP

yang berbeda............................................................................................ 23

Tabel 6. Jumlah klorofil planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan CaP

yang berbeda............................................................................................ 25

Page 13: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Komposisi larutan stok pada media Murashige and Skoog .............. 33

Lampiran 2. Posisi perlakuan penanaman eksplan kentang .................................. 34

Lampiran 3. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Diameter Batang

Kentang pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam ................................ 36

Lampiran 4. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Tinggi Planlet Kentang

pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam .............................................. 37

Lampiran 5. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Jumlah Nodus Kentang

pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam .............................................. 38

Lampiran 6. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Kerapatan Nodus

Kentang pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam ................................ 39

Lampiran 7. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Jumlah Akar Kentang

pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam .............................................. 40

Lampiran 8. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Jumlah Klorofil Daun

Kentang pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam ................................ 41

Lampiran 9. Diameter batang planlet kentang pada 8 MST .................................. 42

Lampiran 10. Tinggi planlet kentang pada 8 MST ................................................ 43

Lampiran 11. Jumlah nodus planlet kentang pada 8 MST .................................... 44

Lampiran 12. Kerapatan nodus planlet kentang pada 8 MST ............................... 45

Lampiran 13. Jumlah akar planlet kentang pada 8 MST ....................................... 46

Page 14: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman kentang (Solanum tuberosum L. var. granola) merupakan tanaman

yang umum dikonsumsi di Indonesia. Kentang juga dimanfaatkan sebagai bahan

baku pakan contohnya pada pembuatan pakan ternak dengan pemanfaatan limbah

dari kulit kentang (Akhadiarto, 2009), bahan baku industri contohnya pada

pembuatan keripik kentang nasional (Kusandriani, 2016) dan digunakan dalam

pembuatan bioetanol dari kupasan kentang (Purba, Suprihatin & Laksmiwati,

2016). Selain itu, kentang juga dapat dijadikan sebagai sumber utama karbohidrat

dalam pengganti nasi (Asgar, Rahayu, Kusmana & Sofiari, 2011).

Menurut Badan Pusat Statistik (2020), produksi kentang pada tahun 2020

mengalami penurunan sebesar 2,42% dibandingkan pada tahun 2019. Produksi

kentang di tahun 2019 sebesar 1,31 juta ton sedangkan produksi kentang di tahun

2020 sebesar 1,28 juta ton. Berdasarkan data tersebut juga diketahui bahwa Pulau

Jawa merupakan daerah penghasil kentang dengan jumlah yang paling besar

sehingga dapat dikategorikan sebagai daerah pemasok kentang terbesar di

Indonesia.

Benih kentang yang beredar saat ini memiliki kualitas yang rendah

dikarenakan benih asal panen sebelumnya rentan terkena serangan penyakit

sehingga menyebabkan produktivitas kentang menurun. Penyakit pada benih

kentang disebabkan oleh jamur jenis Fussarium oxysporum yang menyebabkan

benih kentang menjadi layu (Suryanti, Ramona & Proborini, 2013). Salah satu

metode untuk menghasilkan benih kentang bebas penyakit guna menjaga kualitas

kentang adalah teknik kultur jaringan. Teknik ini dapat menghasilkan benih dalam

jumlah banyak, seragam dan bebas dari penyakit (Sulistiani & Yani, 2012).

Media merupakan hal yang paling penting dalam perbanyakan tanaman

kentang secara in vitro, hal tersebut guna mendukung pertumbuhan dan

perkembangan planlet. Media yang optimal adalah media yang dapat

menumbuhkan eksplan menjadi planlet yang vigor dan siap diaklimatisasi. Vigor

merupakan karakteristik tanaman yang baik berupa akar tanaman kokoh, daun

dalam jumlah yang banyak dan sebagainya. Planlet yang telah dihasilkan

Page 15: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

2

sebelumnya secara morfologi pertumbuhannya belum terlihat vigor sehingga

menyebabkan daya tumbuh ditahap aklimatisasi rendah, sehingga pada penelitian

ini dibutuhkan karakteristik batang yang kokoh agar planlet menjadi vigor. Menurut

Saptari & Sumaryono (2016), semakin banyak unsur hara yang terserap dalam

tanaman maka semakin optimal pertumbuhan tanaman sehingga planlet menjadi

vigor.

Media kultur kentang umumnya menggunakan media dasar Murashige dan

Skoog (MS) yang dikombinasikan dengan beberapa hormon organik dan vitamin.

Untuk mendapatkan media kultur yang tepat perlu dilakukan kajian konsentrasi

hara yang ditambahkan dengan Calsium Pantothenate (CaP) untuk meningkatkan

daya vigor kultur. Pada umumnya planlet kentang mudah terkena nekrosis,

sehingga pada penelitian ini digunakan CaP untuk mengurangi terjadinya nekrosis

pada pucuk planlet kentang serta dapat menginduksi dalam pembentukkan tunas

planlet ketang (Elfiani, 2013).

Pada penelitian sebelumnya Ewase et al. (2018) didapatkan hasil bahwa

penggunaan kombinasi hara makro 1 x dan CaP 3 mg/L dapat mengurangi

terjadinya nekrosis pada pucuk planlet kentang. Berdasarkan hal tersebut, pada

penelitian ini digunakan kombinasi unsur hara (NH4NO3, KNO3, CaCl2, MgSO4

dan KH2PO4) dengan konsentrasi 0,5 x, 1 x, 1,5 x, 2 x, 2,5 x dan 3 x sebagai sumber

hara makro yang dikombinasikan dengan vitamin berupa CaP dengan konsentrasi

0 ppm, 0,5 ppm dan 5 ppm. Oleh karena itu mengenai peningkatan pertumbuhan

eksplan kentang dengan perlakuan hara makro dan CaP diperlukan untuk

menghasilkan planlet kentang dengan karakteristik batang yang kokoh sehingga

planlet menjadi vigor.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1) Bagaimana pengaruh konsentrasi hara makro terhadap produksi planlet vigor

dalam peningkatan pertumbuhan kultur kentang?

2) Bagaimana pengaruh konsentrasi CaP terhadap produksi planlet vigor dalam

peningkatan pertumbuhan kultur kentang?

3) Bagaimana pengaruh interaksi antara konsentrasi hara makro dan CaP terhadap

produksi planlet vigor dalam peningkatan pertumbuhan kultur kentang?

Page 16: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

3

1.3. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

1) Konsentrasi hara makro berpengaruh terhadap produksi planlet vigor dalam

peningkatan pertumbuhan kultur kentang.

2) Konsentrasi CaP berpengaruh terhadap produksi planlet vigor dalam

peningkatan pertumbuhan kultur kentang.

3) Interaksi antara hara makro dan CaP berpengaruh terhadap produksi planlet

vigor dalam peningkatan pertumbuhan kultur kentang.

1.4. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Memperoleh konsentrasi hara makro yang tepat dalam meningkatkan kualitas

produksi planlet vigor kultur kentang.

2) Memperoleh konsentrasi CaP yang tepat dalam meningkatkan kualitas

produksi planlet vigor kultur kentang.

3) Menganalisis pengaruh interaksi antara hara makro dan CaP dalam

meningkatkan kualitas produksi planlet vigor kultur kentang.

1.5. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1) Menghasilkan planlet vigor kultur kentang dengan karakteristik batang kokoh

yang siap untuk di aklimatisasi.

2) Memberikan informasi mengenai komposisi hara makro dan CaP terbaik dalam

meningkatkan kualitas produksi planlet vigor kultur kentang.

Page 17: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

4

1.6. Kerangka Berpikir

Berikut merupakan kerangka berpikir penelitian peningkatan pertumbuhan kultur

kentang dengan perlakuan hara makro dan CaP (Gambar 1):

Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian peningkatan pertumbuhan eksplan kentang

dengan perlakuan hara makro dan CaP

Kentang sebagai sumber karbohidrat potensial

Teknologi kultur jaringan menghasilkan benih

kentang berkualitas

Planlet vigor dihasilkan dari media yang optimal

Produksi kentang tersebar di seluruh Indonesia

Kombinasi unsur hara makro dan vitamin

berupa CaP dengan konsentrasi berbeda

Menghasilkan planlet kentang yang vigor

untuk benih yang berkualitas

Page 18: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Kentang

Tanaman kentang (Solanum tuberosum L. var. granola) merupakan tanaman

dari famili Solanaceae dan genus Solanum. Tanaman ini hidup di dataran tinggi dan

memiliki potensi yang sangat besar dalam menunjang kebutuhan pangan di

Indonesia (Sagala, Tubur, Jannah & Sinath, 2012). Tanaman kentang telah

diketahui berasal dari Peru dan Bolvia tepatnya di pegunungan Andean dengan

ketinggian 3.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) (Handayani, Sofiari &

Kusmana, 2011). Pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1794 di Cisarua

dan pada tahun 1811 tanaman kentang tersebar luas di Indonesia khususnya di

daerah pegunungan Bengkulu, Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bali dan

Flores, sedangkan di daerah Wonosobo, Lembang, Tawangmangu dan Batu,

merupakan daerah khusus untuk area pertanaman kentang (Muhibuddin, 2016).

Gambar 2. Morfologi tanaman kentang; A. Daun kentang; B. Umbi Kentang

Kentang termasuk ke dalam jenis tanaman herba, sehingga membutuhkan

batang sebagai penyangga agar tetap tumbuh tegak. Pada umumnya tanaman

kentang memiliki tipe perakaran tunggang dan tipe perakaran serabut. Tanaman

kentang memiliki beberapa varietas yaitu varietas Granola untuk sayur dan varietas

Atlantik untuk olahan. Menurut Nurchayati, Setiani, Dewi & Meinaswati (2019)

setiap varietas kentang memiliki bentuk daun, ukuran daun dan warna daun yang

berbeda-beda. Pada varietas Granola batang yang dihasilkan memiliki karakter

batang basah, berwarna hijau dan memiliki penampang batang berbentuk bersegi.

Daun pada kentang termasuk ke dalam daun majemuk dan pada umumnya memilki

daun yang berwarna hijau (Gambar 2).

A B

Page 19: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

6

Umbi kentang varietas Granola memiliki bentuk oval dan berwarna kuning

dengan ketebalan kulit umbi yang sedang (Kusmana & Sofiari, 2007) serta warna

daging pada umbi kentang varietas Granola yaitu warna kuning (Hidayat et al.,

2018) (Gambar 2). Mata tunas pada bagian umbi memiliki jumlah berkisar antara 2

sampai 14 mata tunas namun ada juga yang memiliki variasi yang berbeda pada

setiap varietas. Tinggi tanaman kentang dapat dipengaruhi oleh ukuran umbi yang

dihasilkan, apabila ukuran umbi kecil maka tingkat penyimpanan cadangan

makanan rendah. Sebaliknya, jika ukuran umbi besar maka tingkat penyimpanan

cadangan makanan tinggi (Mulyono, Syah, Sayekti & Hilman 2017).

Diameter batang tanaman menjadi salah satu faktor yang memengaruhi

pertumbuhan suatu tanaman. Diameter batang yang besar mampu menopang

tanaman untuk tumbuh tegak, sebaliknya jika batang tanaman dengan diameter

kecil akan membuat tanaman mudah roboh (Hidayat et al., 2018). Keadaan iklim

berupa suhu yang tinggi dapat memengaruhi pertumbuhan tanaman kentang

diantaranya tinggi tanaman, jumlah ruas dan jumlah daun (Wenas, Manengkey &

Makal 2016). Menurut Handayani, Sofiari & Kusmana (2011), keragaman tanaman

kentang pada varietas Granola memiliki karakteristik tanaman yang lebih pendek

dengan ketebalan batang yang tidak vigor.

2.2. Perbanyakan Tanaman secara in vitro

Kultur jaringan atau budidaya in vitro merupakan teknik mengisolasi bagian

tanaman untuk perbanyakan secara masal hingga menjadi suatu tanaman yang

lengkap (Lestari, 2011). Kultur jaringan berawal dari suatu konsep yang disebut

teori totipotensi sel. Teori tersebut dikemukakan oleh Schwann dan Scheilden

(1338) yang menyatakan bahwa setiap bagian dari tumbuhan tingkat tinggi dapat

membentuk tanaman lengkap jika ditempatkan sesuai dengan lingkungannya

(Sulistiani & Yani, 2012). Pelaksanaan yang dilakukan dalam teknik kultur jaringan

meliputi persiapan media, eksplan, penanaman, penumbuhan dan aklimatisasi.

Media yang digunakan dalam kultur jaringan mengandung unsur-unsur berupa

garam mineral, sukrosa, vitamin dan zat pengatur tumbuh (Karjadi & Buchory,

2008).

Teknik kultur jaringan memiliki beberapa keunggulan diantaranya

perbanyakan bibit dapat dilakukan secara masal dengan skala waktu yang cepat,

Page 20: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

7

stok ketersediaan bibit tersedia, bebas dari serangan penyakit ataupun hama dan

bibit yang dihasilkan sama dengan indukan awal (Sulistiani & Yani, 2012).

Menurut Karjadi & Buchory (2008), dengan adanya teknik kultur jaringan sangat

membantu dalam pemeliharaan tanaman. Hal ini dikarenakan pada teknik

konvensional tidak ditemukan cara yang efektif dalam menghilangkan virus dari

suatu tanaman, sehingga dengan menggunakan teknik kultur jaringan dapat

mempermudah untuk meregenerasikan kembali suatu tanaman yang lengkap dan

sehat.

Faktor penentu dalam keberhasilan kultur jaringan diantaranya eksplan yang

digunakan, wadah dan media tumbuh (Arimarsetiowati, 2012), zat pengatur

tumbuh, suhu kultur (18 - 22º C) dan konsentrasi sukrosa yang tinggi (Hasni, Barus,

Sitepu & Hutabarat, 2014). Selain itu, tanaman yang dihasilkan dari kultur jaringan

mudah mengalami mutasi sehingga tidak memiliki sifat yang sama dengan

induknya. Hal ini disebabkan karena metode yang tidak tepat seperti subkultur yang

berlebihan dan zat pengatur tumbuh yang digunakan terlalu tinggi.

2.3. Media dan Nutrisi

Keberhasilan dalam perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan

dapat dipengaruhi oleh jenis media yang digunakan. Media dasar yang sering

digunakan dalam kultur jaringan yaitu media Murashige dan Skoog (MS). Menurut

Marlina (2004), tanaman kentang dapat diperbanyak dengan teknik kultur jaringan

dengan menggunakan media MS. Hal ini dikarenakan kandungan pada media MS

sudah mencakup garam mineral serta vitamin untuk pertumbuhan eksplan (Trivedi

et al., 2015). Selain digunakan pada tanaman kentang, media MS digunakan dalam

perbanyakan lily (Pramanik & Rachmawati, 2010), jati (Karyanti & Royani, 2012),

anggrek (Karyanti, 2017) dan jarak pagar (Karyanti, Juanda & Tajuddin, 2014).

Komponen bahan dalam pembuatan media MS terdiri dari agar, sukrosa,

myoinositol, vitamin, casein acid dan larutan stok. Kegunaan masing-masing bahan

antara lain; agar berfungsi untuk memadatkan media, adapun jenis pemadat lain

yang biasa digunakan diantaranya adalah agar, gelzan, bacto agar, agarose, gellan

gum, dan gelrite (George, Hall & Klerck, 2008); sukrosa berfungsi sebagai sumber

energi selain itu juga sebagai pelindung stress dan mendukung pertumbuhan

jaringan tanaman (Swamy, Sudipta, Balasubramanya, & Anuradha, 2010);

Page 21: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

8

myoinositol berfungsi untuk mendukung pertumbuhan dan morfogenesis serta

pembelahan sel (Widiastoeti, Santi & Solvia., 2012); casein acid merupakan

gabungan dari berbagai macam asam amino yang berfungsi sebagai sumber asam

amino dan oligopeptida; dan larutan stok guna untuk memudahkan pekerjaan dalam

pembuatan media.

Larutan stok pada media MS berisikan garam mineral yang terkandung unsur

hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro terdiri dari N, P, K, Ca, Mg

dan S dan unsur hara mikro terdiri dari B, Mo, Co, Fe, Cu, Zn, Mn dan I. Komponen

kandungan pada media membutuhkan variasi tambahan berupa Zat Pengatur

Tumbuh (ZPT) untuk mempercepat pertumbuhan eksplan. Peranan ZPT dalam

media yaitu mengatur kecepatan pertumbuhan dan menstimulkan bagian-bagian

tertentu untuk menjadikan tanaman lengkap (Lestari, 2011). Dalam kultur jaringan

ZPT yang biasa digunakan yaitu dari golongan auksin dan sitokinin. Auksin

merupakan golongan zat pengatur tumbuh yang berperan dalam pembentukan akar

dan perbesaran sel berupa NAA, IAA, IBA dan 2,4-D.

Sitokinin merupakan derivat dari adenin yang berperan dalam pembelahan

sel. Golongan sitokinin berupa kinetin, BAP dan zeatin yang memiliki fungsi dalam

merangsang pembentukkan tunas dan mendorong pembelahan sel (Karjadi &

Buchory, 2008). Menurut Widiastoety (2014), dalam penggunaan auksin dan

sitokinin harus menggunakan kosentrasi perbandingan media yang tepat. Hal ini

dikarenakan jika konsentrasi auksin lebih tinggi maka akan menyebabkan

pertumbuhan yang berlebih pada akar sedangkan jika konsentrasi sitokinin lebih

tinggi maka akan berpengaruh terhadap pertumbuhan pada jaringan.

Air kelapa merupakan salah satu zat pengatur tumbuh alami yang memiliki

aktivitas seperti sitokinin. Penambahan air kelapa dapat meminimalisir penggunaan

ZPT sintetik golongan sitokinin dan air kelapa juga dapat meningkatkan unsur hara

yang terkandung pada media untuk pertumbuhan eksplan. Pada penelitian

Purwanto, Purwantono & Mardin (2007), modifikasi media ½ MS dengan

penambahan air kelapa merupakan media yang paling baik pada pertumbuhan

tanaman kentang. Hal ini dikarenakan penambahan air kelapa dapat menginduksi

panjang akar pada eksplan kentang.

Page 22: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

9

2.4 Hara Makro dan CaP dalam Kultur in vitro

Keberhasilan kultur jaringan dipengaruhi oleh beberapa jenis komponen

penyusun diantaranya unsur hara makro dan unsur hara mikro, sumber karbon, zat

pengatur tumbuh serta vitamin. Dalam mempertahankan hidup tanaman

membutuhkan unsur hara makro dalam jumlah banyak dan jika kekurangan unsur

hara makro akan menimbulkan defisiensi pada tanaman (Marlina, 2004). Unsur

hara mikro diperlukan dalam jumlah yang sedikit dan apabila terjadi kelebihan

unsur hara mikro dapat menimbulkan racun.

Nitrogen (N) merupakan unsur hara utama dalam media dasar kultur jaringan.

Secara in vitro nitrogen diberikan dalam bentuk NH4NO3 yang berperan dalam

proses pembentukan kalus serta pembentukan klorofil. Fosfor (P) merupakan unsur

hara penyusun asam nukleat yang berperan penting dalam pembentukan akar, umbi

dan buah. Fosfor pada media diberikan dalam bentuk KH2PO4, pemberian unsur ini

dipengaruhi dengan keberadaan ion kalium dan ion ferum. Dalam media kultur

jaringan, pemberian konsentrasi NH4NO3 dan KH2PO4 yang dibutuhkan pada

tanaman berbeda-beda tergantung dari jenis variabel yang diamati (Rudiyanto,

Hapsari & Ermayanti, 2018).

Kalium (K) pada media diberikan dalam bentuk KNO3 yang berperan dalam

proses perakaran. Selain itu, berperan sebagai aktivator enzim dalam reaksi

fotosintesis dan respirasi serta mengatur potensi osmotik sel (Khasanah, Prihastanti,

Hastuti & Subagio, 2016). Sulfur (S) berupa MgSO4 berperan dalam pembentukan

zat hijau daun dan pada tanaman 90% berbentuk asam amino. Unsur ini paling

banyak dibutuhkan, akan tetapi lebih sedikit dari unsur nitrogen, fosfor dan kalium.

Magnesium (Mg) berupa MgSO4 berperan penting dalam pembentukan

klorofil, karbohidrat dan lemak yang dibutuhkan tanaman. Selain itu unsur ini

berperan penting pada proses transportasi fosfat pada tanaman. Kalsium (Ca) dalam

bentuk CaCl2 berperan dalam menjaga permeabilitas differensial, menjaga turgor

dinding sel dan berperan dalam pembukaan stomata. Selain itu, penambahan CaCl2

dapat mencegah terjadinya nekrosis pada eksplan dan dapat meningkatkan kualitas

eksplan menjadi lebih vigor (Pantjaningtyas, 2012).

Vitamin merupakan senyawa organik yang memiliki fungsi penting dalam

metabolisme tanaman. Secara in vitro tanaman mampu mensintesis beberapa

senyawa, namun dalam memproduksi tanaman membutuhkan beberapa vitamin

Page 23: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

10

untuk pertumbuhan planlet yang sehat. Pada media kultur terkandung unsur hara

makro atau unsur hara mikro yang dikombinasikan dengan vitamin. Terdapat

beberapa vitamin yang biasa digunakan dalam kultur jaringan yaitu tiamin,

pyridoxine, glysine, nicotine acid, myo-inositol, calsium pantothenate dan lain-lain

(Zulkarnain, 2006).

Calsium pantothenate (CaP) atau vitamin B5 merupakan salah satu vitamin

yang banyak digunakan dalam kultur jaringan. Penggunaan CaP dalam kultur

jaringan dapat merangsang pertambahan tinggi tunas, memacu perkembangan

tanaman sehingga menginduksi terbentuknya kalus, akar dan tunas (Elfiani, 2013).

Sedangkan menurut Ewase et al., (2018) penggunaan CaP dalam kultur jaringan

berfungsi sebagai pencegahan terjadinya nekrosis pada ujung tanaman.

Page 24: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

11

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli hingga Oktober 2020. Penelitian

dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Bioteknologi, Badan Pengkajian

dan Penerapan Teknologi (BPPT), Gedung 630 Kawasan Puspitek, Serpong,

Tangerang Selatan 15314, Banten, Indonesia

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Laminar Air Flow Cabinet

(LAFC), klorofil meter (Chlorophyll meter SPAD-502 Plus), autoklaf, microwave,

timbangan analitik, hot plate, magnetic stirrer, pH meter, tabung kultur, tutup

tabung kultur, rak kultur, gelas ukur, labu ukur, beaker glass, pipet ukur, karet

penghisap (bulb), mikropipet, blue tip, sendok pengaduk, cawan petri, alat diseksi

(scalpel, mata pisau, pinset bayonet, gunting dan pinset dental), bunsen, korek api,

kertas saring, tissue, handsprayer, plastic wrap, lemari pendingin, label, kamera

dan alat tulis.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu eksplan kentang yang

diperoleh dari koleksi tanaman Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Bioteknologi,

BPPT. Berikutnya yaitu larutan stok media Murashige dan Skoog, myo-inositol,

glycine, pyridoxine, nicotinic acid, thyamin, Calsium pantothenate (CaP), gula

pasir, air kelapa, agar pemadat, akuades, alkohol, sodium hipoklorit, NaOH dan

HCl.

3.3. Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama merupakan konsentrasi hara makro

yang terdiri dari 6 taraf yaitu 0,5 x, 1 x, 1,5 x, 2 x, 2,5 x dan 3 x. Faktor kedua

merupakan konsentrasi CaP yang terdiri dari 3 taraf yaitu 0 ppm, 0,5 ppm dan 5

ppm. Setiap perlakuan terdiri dari 10 tabung dengan pengulangan sebanyak 3 kali

(Lampiran 2). Setiap tabung kultur terdiri dari 1 eksplan kentang sehingga dalam

perlakuan ini didapatkan 540 eksplan kentang.

Page 25: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

12

3.4. Cara Kerja

Sterilisasi Alat

Cawan petri dan tabung kultur direndam di dalam larutan sodium hipoklorit

selama 1 jam. Kemudian, alat dicuci dengan air sabun dan digosok menggunakan

spons secara perlahan dan selanjutnya dialiri dengan air bersih hingga tidak ada

sabun yang tersisa. Setelah itu, alat dikeringkan di atas rak penyimpanan dan

disterilisasi menggunakan autoklaf bertekanan 1 atm dengan suhu 121º C selama

20 menit.

Pembuatan Larutan Stok

Bahan-bahan yang digunakan berupa larutan stok A, stok B, stok C, stok D,

stok E dan stok F (Lampiran 1) dihitung dan ditimbang menggunakan timbangan

analitik. Bahan tersebut dimasukkan ke dalam beaker glass serta ditambahkan

akuades. Setelah itu larutan stok dihomogenkan dengan magnetic stirrer dan

dimasukkan ke dalam botol penyimpanan larutan. Kemudian botol tersebut diberi

label nama larutan stok serta tanggal pembuatannya. Setelah itu, larutan stok

disimpan di dalam lemari pendingin.

Pembuatan Media

Media yang digunakan adalah media Murashige & Skoog sebanyak 1,5 L

yang masing-masing dibagi ke dalam beaker glass sebanyak 500 mL untuk setiap

perlakuan. Total perlakuan dalam penelitian ini adalah 18 perlakuan sehingga

dibutuhkan sebanyak 9 L media. Larutan stok media MS dan stok vitamin

(Lampiran 1) diambil dengan menggunakan pipet ukur dan dimasukkan ke dalam

beaker glass. Kemudian myo-inositol sebanyak 150 mg/L, gula sebanyak 11,25 g/L

dan air kelapa sebanyak 225 mL dimasukkan ke dalam beaker glass dan

dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer. Beaker glass kosong disiapkan dan

dimasukkan CaP dengan kosentrasi berdasarkan perlakuan yang telah ditentukan,

media yang telah homogen dimasukkan ke dalam beaker glass dan dihomogenkan

kembali menggunakan magnetic stirrer.

Media perlakuan masing-masing ditera menggunakan labu ukur hingga 500

mL. Selanjutnya dilakukan pengukuran keasaman larutan media menggunakan pH

meter dengan pH optimum untuk pertumbuhan kentang yaitu 5,8. Media perlakuan

tersebut ditambahkan agar pemadat sebanyak 2 g dan dihomogenkan menggunakan

Page 26: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

13

magnetic stirrer serta dimasak menggunakan microwave. Setelah itu, media

dipindahkan ke dalam tabung kultur dan ditutup menggunakan tutup tabung kultur.

Media perlakuan tersebut dimasukkan ke dalam autoklaf untuk disterilisasi pada

tekanan 1 atm dengan suhu 121º C selama 20 menit.

Penanaman Eksplan

Laminar Air Flow Cabinet dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70%

dan lampu bunsen dihidupkan untuk mensterilkan alat-alat tanam. Alat-alat tanam

dimasukkan ke dalam tabung yang berisikan alkohol 96% dan dibakar di atas

bunsen. Eksplan kentang berukuran 2 nodus dipotong di atas cawan petri dengan

bantuan pinset dan gunting. Eksplan tersebut ditanam di media perlakuan lalu

ditutup dan diseal dengan plastic wrap. Setelah diseal kemudian eksplan disusun

di rak secara acak berdasarkan perlakuan yang telah ditentukan dan disimpan di

dalam ruang inkubasi pada suhu 24º C (Lampiran 2).

3.5. Parameter Pengamatan

Pengamatan pada tahap setelah penanaman eksplan kentang diamati pada 1

MST (minggu setelah tanam). Peubah yang diamati yaitu sebagai berikut:

1) Tinggi planlet, diukur dari pangkal planlet bagian bawah hingga ujung

planlet menggunakan tali goni yang diukur dari luar tabung menyesuaikan

dengan bentuk planlet kemudian tali tersebut disejajarkan dengan penggaris

bersatuan cm.

2) Jumlah nodus, dihitung secara manual sesuai dengan titik tumbuh daun dari

pangkal planlet bagian bawah hingga ujung planlet.

3) Jumlah akar, dihitung secara manual sesuai dengan titik tumbuh akar.

Pengamatan pada tahap setelah penanaman eksplan kentang diamati pada 8

MST (minggu setelah tanam). Peubah yang diamati yaitu sebagai berikut:

1) Diameter batang, diukur menggunakan jangka sorong. Diameter batang

yang diukur pada bagian pangkal batang, tengah dan ujung batang yang

kemudian dijumlah dan dibagi 3

2) Kerapatan nodus, diukur menggunakan jangka sorong. Kerapatan nodus

yang diukur yaitu jarak antara satu nodus dengan nodus lainnya pada bagian

bawah dekat pangkal batang, bagian tengah dan bagian ujung batang yang

kemudian dijumlah dan dibagi 3

Page 27: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

14

3) Jumlah klorofil, dilakukan dengan menggunakan alat klorofil meter

(Chlorophyll meter SPAD-502 Plus). Daun yang digunakan yaitu pada

bagian bawah dekat pangkal batang, bagian tengah dan bagian ujung batang.

Daun planlet kentang dipotong menggunakan gunting yang kemudian

potongan daun tersebut dimasukkan ke dalam alat klorofil meter.

Selanjutnya, hasil kandungan klorofil dijumlah dan dibagi 3

3.6. Analisis Data

Data yang diperoleh dari seluruh parameter pengamatan diuji dengan

menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dengan Two way Analysis of

Variance. Kemudian apabila terdapat pengaruh maka dilakukan uji lanjut dengan

Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%.

Page 28: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Diameter Batang Kentang

Diameter batang merupakan acuan untuk melihat planlet yang dihasilkan

berupa batang yang kokoh. Hasil pengamatan pada minggu kedelapan diperoleh

rata-rata diameter batang pada perlakuan konsentrasi hara makro tidak berbeda

nyata kecuali pada konsentrasi hara makro 1,5 x, sedangkan seluruh perlakuan

dengan penambahan konsentrasi CaP didapati tidak berbeda nyata (Tabel 1).

Tabel 1. Diameter batang planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan CaP

yang berbeda

Perlakuan Rata-rata Diameter

Batang Konsentrasi Hara Makro

0,5 x 0,069c

1 x 0,131b

1,5 x 0,199a

2 x 0,137b

2,5 x 0,134b

3 x 0,048c

Konsentrasi CaP (ppm)

0 0,123a

0,5 0,118a

5 0,117a

Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata berdasarkan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%.

Diameter batang planlet kentang dipengaruhi oleh konsentrasi hara makro

(Sig<0,05), sedangkan konsentrasi CaP dan interaksi antara hara makro dan CaP

tidak berpengaruh (Sig>0,05) (Lampiran 3). Diameter batang pada perlakuan

konsentrasi hara makro 1,5 x sebesar 0,199 cm merupakan diameter batang terbesar

dibandingkan dengan konsentrasi lainnya (Tabel 1; Gambar 3A; Lampiran 9), hal

ini dikarenakan kandungan hara pada konsentrasi tersebut telah tercukupi dengan

adanya unsur kalium (K) berupa KNO3 pada media dengan konsentrasi yang

ditingkatkan menjadi 1,5 x dari yang seharusnya. Hasil ini sesuai dengan penelitian

Siallagan, Nurhidayah & Nurbaiti (2017), bahwa unsur kalium pada media mampu

meningkatkan diameter batang planlet sehingga terjadi pembesaran pada bagian

batang planlet kentang.

Page 29: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

16

Gambar 3. Diameter batang planlet kentang pada perlakuan (A) konsentrasi hara

makro 1,5 x dan (B) konsentrasi hara makro 3 x. Garis hitam horizontal

di bawah gambar sampel menunjukkan skala 1 cm.

Pemberian konsentrasi hara makro lebih besar atau lebih kecil dari 1,5 x tidak

dapat meningkatkan diameter batang planlet kentang, sehingga tidak dihasilkan

planlet dengan karakteristik batang yang kokoh. Diameter batang pada konsentrasi

hara makro 0,5 x (0,069 cm) dan 3 x (0,048 cm) menghasilkan diameter dengan

karakteristik batang yang kurang kokoh (Tabel 1; Gambar 3B; Lampiran 9), hal ini

menunjukkan bahwa jumlah kalium yang terkandung pada hara makro 1,5 x

merupakan konsentrasi yang tepat untuk menghasilkan planlet dengan karakteristik

batang yang kokoh. Jika penambahan hara makro lebih atau kurang dari konsentrasi

tersebut akan mengakibatkan terjadinya penghambatan transportasi hara dari akar

ke daun yang menyebabkan tidak terjadi pembesaran pada bagian batang planlet

(Siallagan et al., 2017).

Perlakuan beberapa konsentrasi CaP tidak berpengaruh terhadap diameter

batang planlet kentang. Tidak berpengaruhnya perlakuan CaP terhadap diameter

planlet kentang disebabkan oleh unsur kalsium (Ca) yang terkandung pada CaP

tidak mencukupi untuk meningkatkan diameter planlet kentang. Hal yang sama

dihasilkan oleh penelitian Ewase et al (2018), bahwa pemberian CaP tidak

berpengaruh dikarenakan kalsium yang terikat pada CaP memiliki kandungan yang

sedikit jika dibandingkan dengan kalsium yang ada pada CaCl2.

4.2. Tinggi Planlet Kentang

Tinggi planlet merupakan parameter untuk pengamatan pertumbuhan

tanaman. Rata-rata tinggi planlet pada delapan minggu setelah tanam berbeda nyata

kecuali perlakuan konsentrasi hara makro 2 x dan 2,5 x, sedangkan pada perlakuan

penambahan konsentrasi CaP didapati tidak berbeda nyata (Tabel 2).

0,2 cm 0,04 cm

A B

Page 30: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

17

Tabel 2. Tinggi planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan CaP yang berbeda

Perlakuan Rata-rata Tinggi Planlet

Konsentrasi Hara Makro

0,5 x 9,86a

1 x 7,19b

1,5 x 5.78c

2 x 2,92d

2,5 x 1.96d

3 x 0,47e

Konsentrasi CaP (ppm)

0 4,86a

0,5 4,59a

5 4,37a

Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata berdasarkan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%.

Konsentrasi hara makro sangat memengaruhi peubah tinggi planlet

(Sig<0,05), sedangkan konsentrasi CaP dan interaksi antara hara makro dan CaP

tidak berpengaruh (Sig>0,05) terhadap tinggi planlet kentang (Lampiran 4). Tinggi

planlet kentang pada perlakuan konsentrasi hara makro 0,5 x menghasilkan planlet

tertinggi sebesar 9,86 cm (Tabel 2; Gambar 4A; Lampiran 10), hal tersebut

dikarenakan kandungan hara makro pada media telah tercukupi untuk pertumbuhan

tinggi planlet kentang. Hara makro yang memengaruhi pertumbuhan tinggi planlet

kentang adalah unsur nitrogen (N) yang bersumber dari senyawa NH4NO3. Hasil

ini sesuai dengan penelitian bahwa pada media tanam penggunaan unsur nitrogen

dapat memacu pertumbuhan tinggi tanaman kentang (Nuraini, Rizky & Susanti,

2014) dan tanaman sawi pakcoy (Rizal, 2017).

Gambar 4. Tinggi planlet kentang pada perlakuan (A) konsentrasi hara makro 0,5 x

dan (B) konsentrasi hara makro 3 x. Garis hitam horizontal di bawah

gambar sampel menunjukkan skala 1 cm.

Pemberian konsentrasi hara makro lebih besar dari 1,5 x akan menghasilkan

pertumbuhan planlet yang kerdil. Penggunaan konsentrasi tersebut akan

A B

Page 31: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

18

menghambat pertumbuhan tinggi planlet kentang, hal ini menunjukkan bahwa

jumlah nitrogen yang terkandung akan mengakibatkan toksik pada planlet kentang

sehingga menghambat pertumbuhan planlet dan dihasilkan planlet yang kerdil.

Hasil ini sesuai dengan penelitian Abdollahi, Najafi, Sarikhani & Moosavi (2016),

bahwa penggunaan senyawa sumber nitrogen berlebih akan memengaruhi toksisitas

ion serta terjadi penurunan potensial air pada pertumbuhan tanaman.

Media kultur memiliki kandungan nutrisi yang bergantung pada konsentrasi

yang digunakan. Semakin rendah konsentrasi hara yang diberikan, maka semakin

sedikit nutrisi yang terkandung. Media pertumbuhan dapat divariasikan dengan

penambahan cadangan nutrisi berupa sukrosa. Menurut Furnawanthi, Devianti,

Mardiyanto & Elya (2017), sukrosa berfungsi sebagai cadangan energi dan aktif

dalam pembentukan metabolit sekunder dalam pertumbuhan dan perkembangan

tanaman. Oleh karena itu dalam media kultur perlu penambahan sukrosa sehingga

sumber cadangan energi bagi planlet akan tercukupi dan pertumbuhan planlet

kentang menjadi lebih kokoh.

Perlakuan beberapa konsentrasi CaP tidak berpengaruh terhadap tinggi

planlet kentang. Tidak berpengaruhnya perlakuan CaP terhadap tinggi planlet

disebabkan oleh konsentrasi CaP yang digunakan terlalu rendah, sehingga

dibutuhkan penggunaan CaP dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Hal yang sama

dihasilkan oleh penelitian Ewase et al (2018), bahwa pemberian CaP tidak

memengaruhi pertumbuhan pada tinggi tanaman melainkan mencegah terjadinya

nekrosis pada ujung daun tanaman kentang.

4.3. Jumlah Nodus Kentang

Nodus pada planlet kentang setara dengan pertumbuhan daun pada planlet

kentang. Setiap nodus pada planlet kentang memiliki mata tunas yang nantinya

akan terbentuk tunas baru. Hasil pengamatan pada delapan minggu setelah tanam

diperoleh rata-rata jumlah nodus pada perlakuan konsentrasi hara makro berbeda

nyata kecuali perlakuan konsentrasi hara makro 1,5 x tidak berbeda nyata dengan

konsentrasi hara makro 0,5 x dan 1 x, sedangkan pada penambahan konsentrasi CaP

secara keseluruhan didapati tidak berbeda nyata (Tabel 3).

Page 32: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

19

Tabel 3. Jumlah nodus planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan CaP yang

berbeda

Perlakuan Rata-rata Jumlah Nodus

Konsentrasi Hara Makro

0,5 x 14,36a

1 x 11,90b

1,5 x 12,88ab

2 x 8,33c

2,5 x 7,24c

3 x 2,10d

Konsentrasi CaP (ppm)

0 9,38a

0,5 10,32a

5 8,70a

Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata berdasarkan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%.

Jumlah nodus tidak berpengaruh (Sig>0,05) terhadap konsentrasi CaP,

sedangkan interaksi antara konsentrasi hara makro dengan CaP serta konsentrasi

hara makro berpengaruh (Sig<0,05) terhadap jumlah nodus yang dihasilkan

(Lampiran 5). Jumlah nodus yang dihasilkan pada perlakuan konsentrasi hara

makro 0,5 x dengan CaP 5 ppm sebanyak 15,6 buah (Gambar 5; Gambar 6A;

Lampiran 11), hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi tersebut telah

mencukupi untuk pertumbuhan jumlah nodus.

Gambar 5. Rata-rata jumlah nodus kentang pada minggu ke-8

12.8

14.715.6

13.36

11.0611.27

12.4712.37

13.8

7.7

14.17

3.13

6.37

8.2

7.17

3.53

1.47 1.3

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Jum

lah N

od

us

(buah

)

Page 33: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

20

Gambar 6. Jumlah nodus planlet kentang pada perlakuan (A) konsentrasi hara

makro 0,5 x dan CaP 5 ppm; (B) konsentrasi hara makro 2 x dan CaP

0,5 ppm dan (C) konsentrasi hara makro dan CaP 5 ppm. Garis hitam

horizontal di bawah gambar sampel menunjukkan skala 1 cm.

Jumlah daun pada tanaman dipengaruhi oleh jumlah nodus yang terbentuk.

Semakin banyak jumlah nodus yang terbentuk maka semakin banyak daun yang

dihasilkan, hal ini menunjukkan bahwa pada media kultur dengan penambahan

unsur nitrogen (N) dan unsur sulfur (S) dalam bentuk senyawa NH4No3 dan MgSO4

pada konsentrasi setengah dari konsentrasi normal media MS akan menghasilkan

nodus dalam jumlah lebih banyak. Hasil ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi

hara makro 0,5 x sudah cukup untuk memicu dalam pembentukkan nodus atau

daun. Hasil ini didukung oleh penelitian Nuraini, Rizky & Susanti (2014) bahwa

penggunaan unsur nitrogen dalam media berperan dalam pembentukkan daun.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Supriyadi, Diana & Djumali (2018),

bahwa penggunaan unsur sulfur dalam jumlah tinggi pada media tanam yang

ditumbuhkan secara ex vitro akan menghasilkan nodus dalam jumlah banyak,

sedangkan hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan senyawa sulfur lebih sedikit

dibutuhkan dalam kultur in vitro.

Konsentrasi hara makro 2 x dengan konsentrasi CaP 0,5 ppm (Gambar 5;

Gambar 6B; Lampiran 11) memberikan hasil jumlah nodus yang bagus, hal tersebut

dikarenakan adanya penambahan CaP yang berperan dalam pembentukan nodus

sehingga nodus planlet kentang dapat terbentuk. Hasil ini sesuai dengan penelitian

Elfiani (2013), bahwa pemberian CaP pada media berperan penting dalam

pertambahan buku pada tanaman kentang. Kalsium yang terkandung dalam CaP

berfungsi untuk menyusun dinding sel serta merangsang titik tumbuh sehingga

jumlah nodus dapat meningkat. Sementara itu, pada konsentrasi hara makro 3 x

dengan konsentrasi CaP yang berbeda terjadi penurunan jumlah nodus, hal ini dapat

A B C

Page 34: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

21

terjadi apabila konsentrasi hara makro ditingkatkan maka akan menghambat

pertumbuhan vegetatif tanaman (Gambar 5; Gambar 6C; Lampiran 11).

Perlakuan beberapa konsentrasi CaP tidak berpengaruh terhadap jumlah

nodus planlet kentang. Tidak berpengaruhnya perlakuan CaP disebabkan oleh

kandungan kalsium dalam CaP terlalu rendah jika dibandingkan dengan kalsium

yang ada pada hara makro berupa CaCl2. Hasil yang sama dihasilkan pada

penelitian Ewase et al (2018), bahwa konsentrasi kalsium yang terkandung pada

CaP tidak memberikan pengaruh karena jumlahnya lebih rendah dibandingkan

dengan jumlah kalsium yang terkandung pada CaCl2.

4.4. Kerapatan Nodus Kentang

Kerapatan nodus merupakan jarak antar nodus satu dengan nodus lainnya.

Hasil pengamatan pada minggu kedelapan diperoleh rata-rata kerapatan nodus pada

perlakuan konsentrasi hara makro tidak berbeda nyata kecuali pada konsentrasi hara

makro 3 x, sedangkan seluruh perlakuan penambahan konsentrasi CaP didapati

tidak berbeda nyata (Tabel 4).

Tabel 4. Kerapatan nodus planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan CaP

yang berbeda

Perlakuan Rata-rata Kerapatan

Nodus Konsentrasi Hara Makro

0,5 x 0,666a

1 x 0,624a

1,5 x 0,606a

2 x 0,374b

2,5 x 0,374b

3 x 0,049c

Konsentrasi CaP (ppm)

0 0,456a

0,5 0,478a

5 0,388a

Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata berdasarkan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%.

Kerapatan nodus planlet kentang dipengaruhi oleh konsentrasi hara makro

(Sig<0,05), sedangkan konsentrasi CaP dan interaksi antara hara makro dan CaP

tidak berpengaruh (Sig>0,05) terhadap kerapatan nodus planlet kentang (Lampiran

6). Kerapatan nodus dihasilkan pada perlakuan konsentrasi hara makro 0,5 x

sebesar 0,666 cm (Tabel 4; Gambar 7 A; Lampiran 12), hal tersebut dikarenakan

Page 35: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

22

kandungan hara makro pada media telah tercukupi dan adanya unsur nitrogen (N)

yang bersumber dari senyawa NH4NO3 pada konsentrasi setengah dari konsentrasi

normal media MS sehingga dihasilkan rata-rata kerapatan nodus yang tinggi.

Namun, kerapatan nodus yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi hara

makro yang digunakan, sehingga semakin tinggi konsentrasi hara makro maka

pertumbuhan antar nodus planlet akan terhambat.

Kerapatan nodus berbanding lurus dengan jumlah nodus yang dihasilkan.

Semakin banyak jumlah nodus maka semakin tinggi kerapatan nodus yang

terbentuk. Menurut Yuniarachma, Roviq & Nihayati (2019), apabila semakin

banyak jumlah daun yang dihasilkan maka jumlah nodus yang dihasilkan semakin

banyak, hal ini dikarenakan jumlah nitrogen yang terkandung pada media

memberikan fungsi dalam pertumbuhan dan pembentukan cabang daun.

Gambar 7. Kerapatan nodus planlet kentang pada perlakuan (A) konsentrasi hara

makro 0,5 x dan (B) konsentrasi hara makro 3 x. Garis hitam horizontal

di bawah gambar sampel menunjukkan skala 1 cm.

Kerapatan nodus terkecil dihasilkan pada konsentrasi hara makro 3 x

(Gambar 7B; Lampiran 12), hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi

media maka akan mengakibatkan toksik pada tanaman sehingga pertumbuhan

menjadi terhambat. Selain penggunaan unsur nitrogen (N), unsur besi (Fe) dapat

memengaruhi pertumbuhan nodus. Hasil ini sesuai dengan penelitian Djajanegara

(2010), bahwa kandungan besi dalam media kultur jaringan anggrek bulan

memengaruhi pertumbuhan nodus dan unsur besi berperan dalam pembentukan

klorofil sehingga jumlah daun yang terbentuk akan optimal. Perlakuan CaP tidak

berpengaruh terhadap kerapatan nodus planlet kentang, hal ini dikarenakan

kandungan kalsium pada CaP lebih rendah jika dibandingkan dengan jumlah

kalsium pada hara makro.

1 cm 0,2 cm

A B

Page 36: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

23

4.5. Jumlah Akar Kentang

Keberhasilan dalam kultur jaringan dapat dilihat dari pertumbuhan akar.

Pembentukan akar pada planlet berhubungan dengan kandungan unsur yang ada

pada jaringan tanaman yang selanjutnya terbentuk pemanjangan serta pembesaran

sel. Hasil pengamatan pada delapan minggu setelah tanam diperoleh rata-rata

jumlah akar pada perlakuan konsentrasi hara makro tidak berbeda nyata kecuali

pada konsentrasi hara makro 1,5 x dan 2 x, sedangkan seluruh penambahan

konsentrasi CaP didapati tidak berbeda nyata (Tabel 5).

Tabel 5. Jumlah akar planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan CaP yang

berbeda

Perlakuan Rata-rata Jumlah Akar

Konsentrasi Hara Makro

0,5 x 3,94a

1 x 3,92a

1,5 x 2,84b

2 x 0,69c

2,5 x 0,27d

3 x 0,00d

Konsentrasi CaP (ppm)

0 1,87a

0,5 2,03a

5 1,93a

Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata berdasarkan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%.

Jumlah akar planlet kentang dipengaruhi oleh konsentrasi hara makro

(Sig<0,05). Namun, konsentrasi CaP dan interaksinya dengan hara makro tidak

berpengaruh (Sig>0,05) terhadap jumlah akar planlet kentang (Lampiran 7). Jumlah

akar sebanyak 3,94 buah pada perlakuan konsentrasi hara makro 0,5 x merupakan

jumlah akar terbanyak dibandingkan dengan konsentrasi lainnya (Tabel 5; Gambar

7A; Lampiran 13), hal tersebut dikarenakan kandungan hara telah tercukupi untuk

membentuk akar planlet kentang. Kemampuan planlet dalam membentuk akar

didukung oleh unsur fosfor (P) yang bersumber dari senyawa KH2PO4. Perlakuan

pada konsentrasi hara makro setengah dari konsentrasi normal media MS

menghasilkan jumlah akar terbanyak. Hasil ini sesuai dengan penelitian Kurniawan,

Ginting & Nurjannah (2017), bahwa pada media tanam terkandung unsur fosfor

yang berperan dalam pembentukan akar. Selain penggunaan unsur fosfor, unsur

Page 37: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

24

kalsium juga merupakan salah satu unsur yang diperlukan dalam pertumbuhan dan

perkembangan akar tanaman.

Gambar 8. Jumlah akar planlet kentang pada perlakuan (A) konsentrasi hara makro

0,5 x dan (B) konsentrasi hara makro 3 x. Garis hitam horizontal di

bawah gambar sampel menunjukkan skala 1 cm.

Pemberian konsentrasi hara makro lebih dari 1,5 x akan menghasilkan akar

planlet kentang dalam jumlah sedikit. Semakin tinggi konsentrasi hara makro yang

digunakan maka akan menghambat pembetukkan akar pada planlet kentang, hal ini

menunjukkan bahwa penggunaan kalsium berlebih akan mengakibatkan toksik

pada planlet kentang sehingga akar yang dihasilkan lebih sedikit. Akibat dari hal

tersebut akan memengaruhi pertumbuhan planlet dikarenakan planlet tidak dapat

menyerap nutrisi pada media. Menurut Achmad & Putra (2016), pertumbuhan akar

akan terhambat bahkan akan menjadi mati apabila terjadi peningkatan unsur

kalsium yang berlebih.

Perlakuan beberapa konsentrasi CaP tidak berpengaruh terhadap akar planlet

kentang. Tidak berpengaruhnya perlakuan CaP terhadap akar disebabkan oleh

peran CaP dalam media tidak berhubungan dengan akar yang dihasilkan. Peran CaP

dalam media yaitu untuk mencegah terjadinya nekrosis pada ujung daun planlet

kentang, sehingga hasil yang didapatkan tidak berpengaruh antara penambahan CaP

dan akar yang dihasilkan (Ewase et al., 2018).

4.6. Jumlah Klorofil Daun Kentang

Daun merupakan organ yang diperlukan dalam proses fotosintesis. Proses

fotosintesis terjadi di kloroplas dan pigmen utamanya berupa klorofil-a dan

klorofil-b. Hasil pengamatan pada minggu kedelapan diperoleh rata-rata jumlah

klorofil pada perlakuan konsentrasi hara makro tidak berbeda nyata kecuali pada

A B

Page 38: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

25

konsentrasi hara makro 3 x, sedangkan seluruh perlakuan pada konsentrasi CaP

didapati tidak berbeda nyata (Tabel 6).

Tabel 6. Jumlah klorofil planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan CaP yang

berbeda

Perlakuan Rata-rata Jumlah Klorofil

Konsentrasi Hara Makro

0,5 x 9,57b

1 x 17,97a

1,5 x 17,46a

2 x 7,38b

2,5 x 10,32b

3 x 2,17c

Konsentrasi CaP (ppm)

0 10,67a

0,5 10,26a

5 11,49a

Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata berdasarkan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%.

Jumlah klorofil planlet kentang dipengaruhi oleh konsentrasi hara makro

(Sig<0,05), sedangkan konsentrasi CaP dan interaksinya dengan hara makro tidak

berpengaruh (Sig>0,05) terhadap jumlah klorofil planlet kentang (Lampiran 8).

Jumlah klorofil pada perlakuan konsentrasi hara makro 1 x menghasilkan klorofil

sebanyak 17,97 klorofil/mm2 dengan daun berwarna hijau tua merupakan hasil

terbaik dibandingkan dengan konsentrasi lainnya (Tabel 6), hal tersebut

dikarenakan kandungan klorofil pada konsentrasi hara makro 1 x telah cukup

memenuhi dalam pembentukan warna hijau pada daun. Klorofil terbentuk karena

adanya unsur nitrogen (N) berupa NH4NO3 yang terkandung pada media. Unsur

nitrogen merupakan unsur hara yang berperan dalam penyusunan klorofil sehingga

daun yang dihasilkan berwarna hijau (Dewanto et al., 2013) dan daun yang

berwarna hijau tua mengindikasikan adanya klorofil-a yang tinggi (Lizawati, 2012).

Page 39: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

26

Gambar 9. Kandungan klorofil daun pada konsentrasi hara makro 1 x

Daun kentang pada bagian tengah planlet memiliki kandungan klorofil

terbesar jika dibandingkan dengan daun kentang pada bagian dekat pucuk planlet

ataupun pangkal bawah planlet, sehingga terdapat perbedaan kadar klorofil dari

ketiga bagian daun tersebut (Gambar 9). Hasil penelitian ini sesuai dengan

penelitian Utami, Haliani, Muslimin & Suwastika (2013), pada daun tanaman

bawang merah diperoleh data kandungan klorofil dibagian tengah dan ujung daun

lebih besar dibandingkan pada pangkal daun. Hal ini dikarenakan rendahnya

intensitas cahaya yang mengenai bagian pangkal sehingga menyebabkan

pembentukkan klorofil tidak sempurna dan umumnya warna daun menjadi pucat.

Perlakuan beberapa konsentrasi CaP tidak berpengaruh terhadap jumlah

klorofil planlet kentang. Tidak berpengaruhnya perlakuan CaP terhadap klorofil

disebabkan oleh peran CaP dalam media tidak berhubungan dengan pembentukan

klorofil yang dihasilkan. Pembentukan klorofil dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu genetik tanaman, intensitas cahaya, oksigen, air, temperatur dan unsur hara,

sedangkan fungsi CaP hanya memperkecil terjadinya nekrosis pada ujung daun

(Elfiani, 2013).

5.412.7 7.2 7

16.35 9

1.9

227.7 9.3 2.9 7.5 8 5.6

34.735.2

31 27.8

41.5

17.4

30.8

24.5

39.3

17.8 17.217.5

15.6

37.6

25.2

22.6

28.7

13.212

32.5

16

24.8

19.1

10.5

8.713.9

10.3 6.8

12.4

16.9

Pangkal Planlet Tengah Planlet Pucuk Planlet

Page 40: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

27

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1) Planlet vigor berupa batang yang kokoh dihasilkan pada perlakuan konsentrasi

hara makro 1,5 x tanpa penambahan CaP dan pertumbuhan planlet kentang

terbaik dihasilkan pada perlakuan konsentrasi hara makro 0,5 x.

2) Konsentrasi CaP tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan eksplan kentang

secara in vitro.

3) Interaksi antara konsentrasi hara makro dan konsentrasi CaP hanya

berpengaruh terhadap peubah jumlah nodus planlet kentang.

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adapun saran yang dapat

diberikan terhadap penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut:

1) Perlu dilakukan aklimatisasi untuk mengetahui ketahanan hidup planlet

kentang pada kondisi heterogen.

2) Perlu dilakukan kajian lanjutan mengenai penggunaan CaP pada konsentrasi

yang lebih tinggi.

Page 41: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

28

DAFTAR PUSTAKA

Abdollahi, M. R., Najafi, S., Sarikhani, H., & Moosavi, S. S. (2016). Induction and

development of anther-derived gametic embryos in cucumber (Cucumis

sativus L.) by optimizing the macronutrient and agar concentrations in culture

medium. Turkish Journal of Biology, 40(3), 571–579.

https://doi.org/10.3906/biy-1502-55

Achmad, S. R., & Putra, R. C. (2016). Respon tanaman karet di pembibitan terhadap

pemberian pupuk majemuk magnesium plus. Jurnal Penelitian Karet, 34(1),

49–60. jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

Akhadiarto, S. (2009). Pemanfaatan limbah kulit singkong, kulit pisang dan kulit

kentang sebagai bahan pakan ternak melalui teknik fermentasi. Jurnal

Teknologi Lingkungan, 10(3), 257–263.

https://doi.org/10.29122/jtl.v10i3.1471

Arimarsetiowati, R. (2012). Kultur jaringan tanaman kopi. Warta Pusat Penelitian

Kopi Dan Kakao Indonesia, 24(2), 13–17.

Asgar, A., Rahayu, S. T., Kusmana, M., & Sofiari, E. (2011). Uji kualitas umbi

beberapa klon kentang untuk keripik. Jurnal Hortikultura, 21(1), 51–59.

https://doi.org/10.21082/jhort.v21n1.2011.p51-59

Badan Pusat Statistik. (2020). Statistik Hortikultura 2020 (R. Setiawati, Sulistina,

R. Widyasturi, T. M. Herdina, & M. Ulum (eds.); 2020th ed.). Badan Pusat

Statistik Republik Indonesia. https://doi.org/10.21608/sjam.2020.159151

Dewanto, F. G., Londok, J. J. M. R., Tuturoong, R. A. V., & Kaunang, W. B.

(2013). Pengaruh pemupukan anorganik dan organik terhadap produksi

tanaman jagung sebagai sumber pakan. Zootec, 32(5), 1–8.

https://doi.org/10.35792/zot.32.5.2013.982

Djajanegara, I. (2010). Pemanfaatan limbah buah pisang dan air kelapa sebagai

bahan media kultur jaringan anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) tipe 229.

Jurnal Teknologi Lingkungan, 11(3), 373–380.

Elfiani. (2013). Pengumbian in vitro kentang granola. Jurnal Dinamika Pertanian,

28(1), 33–38.

Ewase, A. E. S., Alzarqah, A. E. M., & Bogmaza, A. F. M. (2018). Effect of calcium

pantothenate on potato plants growth and shoot tip necrosis, cv. spunta.

Journal of Humanities and Applied Science, 31, 1–12.

Furnawanthi, I., Devianti, S. J., Nauly, D., Mardiyanto, R., & Elya, M. (2017).

Respon pertumbuhan eksplan kentang (Solanum tuberosum L.) variestas AP-

4 terhadap manitol sebagai media konservasi secara in vitro. Prosiding

Seminar Nasional 2017 Fakultas Pertanian UMJ, May, 245–252.

George, E. F., Hall, M. A., & Klerk, G. J. De. (2008). The components of plant

Page 42: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

29

tissue culture media i : macro and micro nutrients (3rd Editio). Springer,

Dordrecht. https://doi.org/doi.org/10.1007/978-1-4020-5005-3_3

Handayani, T., Sofiari, E., & Kusmana. (2011). Karakterisasi morfologi klon

kentang di dataran medium. Buletin Plasma Nutfah, 17(2), 116–121.

https://doi.org/10.21082/blpn.v17n2.2011.p116-121

Hasni, V. U., Barus, A., Sitepu, F. E. T., & Hutabarat, R. C. B. (2014). Respons

pemberian coumarin terhadap produksi mikro tuber planlet kentang (Solanum

tuberosum L.) varietas granola. Jurnal Agroekoteknologi, 2(4), 1552–1562.

https://doi.org/10.32734/jaet.v2i4.8459

Hidayat, Y. S., Efendi, D., & Sulassih. (2018). Karakterisasi morfologi beberapa

genotipe kentang (Solanum tuberosum) yang dibudidayakan di Indonesia.

Comm. Horticulturae Journal, 2(1), 28–34.

https://doi.org/10.29244/chj.2.1.28-34

Karjadi, A. ., & Buchory, A. (2008). Pengaruh auksin dan sitokinin terhadap

pertumbuhan dan perkembangan jaringan meristem kentang kultivar granola.

Jurnal Hortikultura, 18(4), 380–384.

https://doi.org/10.21082/jhort.v18n4.2008.p

Karyanti. (2017). Pengaruh beberapa jenis sitokinin pada multiplikasi tunas

anggrek Vanda douglas secara in vitro. Jurnal Bioteknologi & Biosains

Indonesia (JBBI), 4(1), 36–43. http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI

Karyanti, Juanda, & Tajuddin, T. (2014). Kemampuan tumbuh eksplan Jatropha

curcas L. pada media in vitro yang mengandung hormon IBA dan BA. Jurnal

Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI), 1(1), 1–8.

https://doi.org/10.29122/jbbi.v1i1.545

Karyanti, & Royani, J. I. (2012). Pemanfaatan bahan teknis KNO3, CaCl2, MgSO4,

KH2PO4 sebagai hara makro dan Benzil Adenin dalam perbanyakan jati

(Tectona grandis L.) secara in vitro. Jurnal Sains Dan Teknologi Indonesia,

14(3), 203–208. https://doi.org/10.29122/jsti.v14i3.927

Khasanah, I., Prihastanti, E., Hastuti, E. D., & Subagio, A. (2016). Pengaruh

kombinasi pupuk daun dan nano silika terhadap pertumbuhan anggrek

(Dendrobium sp.) pada subkultur secara in vitro. Jurnal Akademika Biologi,

5(3), 15–22.

https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/biologi/article/view/19499/18491

Kurniawan, E., Ginting, Z., & Nurjannah, P. (2017). Pemanfaatan urine kambing

pada pembuatan pupuk organik cair terhadap kualitas unsur hara makro (npk).

Seminar Nasional Sains Dan Teknologi, 23, 1–10.

jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek

Kusandriani, Y. (2016). Uji daya hasil dan kualitas delapan genotip kentang untuk

industri keripik kentang nasional berbahan baku lokal. Jurnal Hortikultura,

Page 43: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

30

24(4), 283–288. https://doi.org/10.21082/jhort.v24n4.2014.p283-288

Kusmana, N., & Sofiari, E. (2007). Karakterisasi kentang varietas granola, atlantic,

dan balsa dengan metode UPOV. Buletin Plasma Nutfah, 13(1), 27.

https://doi.org/10.21082/blpn.v13n1.2007.p27-33

Lestari, E. G. (2011). Peranan zat pengatur tumbuh dalam perbanyakan tanaman

melalui kultur jaringan. Jurnal AgroBiogen, 7(1), 63–68.

https://doi.org/10.21082/jbio.v7n1.2011.p63-68

Lizawati. (2012). Induksi kalus embriogenik dari eksplan tunas apikal tanaman

jarak pagar (Jatropha curcas L.) dengan penggunaan 2,4 D dan TDZ.

Bioplantae, 1(2), 75–87.

Marlina, N. (2004). Teknik modifikasi media murashige dan skoog (MS) untuk

konservasi in vitro mawar. Bulletin Teknik Pertanian, 9(1), 4–6.

Muhibuddin, A. (2016). Inovasi teknologi pengembangan budidaya kentang di

dataran medium : teori dan pengalaman empiris (Sobirin (ed.); 1st ed.). CV.

Sah Media.

Mulyono, D., Syah, M. J. A., Sayekti, A. L., & Hilman, Y. (2017). Kelas benih

kentang (Solanum tuberosum L.) berdasarkan pertumbuhan, produksi, dan

mutu produk. Jurnal Hortikultura, 27(2), 209–216.

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.21082/jhort.v27n2.2017.p209-216

Nuraini, A., Rizky, W. H., & Susanti, D. (2014). Pemanfaatan pupuk daun sebagai

media alternatif dan bahan organik pada kultur in vitro kentang (Solanum

tuberosum L.) kultivar granola. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan

Teknologi Pertanian Polinela, 189–196.

Nurchayati, Y., Setiari, N., Dewi, N. K., & Meinaswati, F. S. (2019). Karakterisasi

morfologi dan fisiologi dari tiga varietas kentang (Solanum tuberosum L.) di

Kabupaten Magelang Jawa Tengah. NICHE Journal of Tropical Biology, 2(2),

38–45.

Pantjaningtyas, S. (2012). Keefektifan penambahan kalsium klorida untuk

mengurangi nekrosis pada perbanyakan kakao (Theobroma cacao L.) secara

in vitro. Pelita Perkebunan, 28(1), 23–31.

Pramanik, D., & Rachmawati, F. (2010). Pengaruh jenis media kultur in vitro dan

jenis eksplan terhadap morfogenesis lili oriental. Jurnal Hortikultura, 20(2),

111–119. https://doi.org/10.21082/jhort.v20n2.2010.p

Purba, D. E. H., Suprihatin, I. E., & Laksmiwati, A. A. I. A. M. (2016). Pembuatan

bioetanol dari kupasan kentang (Solanum tuberosum L.) dengan proses

fermentasi. Jurnal Kimia, 10(1), 155–160.

Purwanto, Purwantono, A. S. D., & Mardin, S. (2007). Modifikasi media MS dan

perlakuan penambahan air kelapa untuk menumbuhkan eksplan tanaman

Page 44: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

31

kentang. Jurnal Penelitian Dan Informasi Pertanian, 11(1), 36–42.

Rizal, S. (2017). Pengaruh nutrisi yang diberikan terhadap pertumbuhan tanaman

sawi pakcoy (Brasicca rapa L.) yang di tanam secara hidroponik. Sainmatika,

14(1), 38–44.

Rudiyanto, Hapsari, B. W., & Ermayanti, T. M. (2018). Pengaruh modifikasi

KH2PO4, NH4NO3 dan sukrosa terhadap pertumbuhan tunas serta

pembentukan umbi mikro taka (Tacca leontopetaloides) secara in vitro. Jurnal

Biologi Indonesia, 14(1), 11–21. https://doi.org/10.47349/jbi/14012018/11

Sagala, D., Tubur, H. W., Jannah, U. F., & Sinath, C. (2012). Pengaruh BAP

terhadap pembentukan dan pembesaran umbi mikro kentang kultivar granola.

Jurnal Agroqua, 10(1), 5–12.

http://journals.unihaz.ac.id/index.php/agrogua/article/view/37

Saptari, R. T., & Sumaryono. (2016). Modifikasi sistem kultur in vitro untuk

meningkatkan vigor planlet stevia (Stevia rebaudiana Bert.). Menara

Perkebunan, 84(2), 61–68. https://doi.org/10.22302/ppbbi.jur.mp.v84i2.211

Siallagan, C. Y., Nurhidayah, T., & Nurbaiti. (2017). Pengaruh kompos limbah

sayur-sayuran terhadap pertumbuhan bibit kopi robusta (Coffea canephora

Pierre). Jom Faperta, 4(1), 1–8.

Sulistiani, E., & Yani, S. . (2012). Produksi bibit tanaman dengan menggunakan

teknik kultur jaringan. Seameo Biotrop.

Supriyadi, Diana, N. E., & Djumali. (2018). Pertumbuhan dan produksi tebu

(Saccharum officinarum Poaceae) pada berbagai paket pemupukan di lahan

kering berpasir. Berita Biologi, 17(2), 147–156.

https://doi.org/10.14203/beritabiologi.v17i2.2287

Suryanti, I. A. P., Ramona, Y., & Proborini, M. W. (2013). Isolation and

identification of the causative agents of wilting and their antagonistics in

potato plants cultivated in Bedugul, Bali. Jurnal Biologi, 16(2), 37–41.

Swamy, M. K., Sudipta, K. M., Balasubramanya, S., & Anuradha, M. (2010). Effect

of different carbon sources on in vitro morphogenetic response of patchouli

(Pogostemon cablin Benth). Journal of Phytology, 2(8), 11–17.

Trivedi, M. K., Branton, A., Trivedi, D., Nayak, G., Bairwn, K., & Jana, S. (2015).

Physical, thermal, and spectroscopic characterization of biofield energy

treated murashige and skoog plant cell culture media. Cell Biology, 3(4), 50–

57. https://doi.org/10.11648/j.cb.20150304.11

Utami, F. T., Haliani, Muslimin, & Suwastika, I. N. (2013). Organogenesis tanaman

bawang merah (Allium ascalonicum L.) lokal napu secara in vitro pada

medium ms dengan penambahan IAA dan BAP. Online Jurnal of Natural

Science, 2(2), 19–26.

https://doi.org/https://doi.org/10.22487/25411969.2013.v2.i2.1643

Page 45: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

32

Wenas, M., Manengkey, G. S. J., & Makal, H. V. G. (2016). Insidensi penyakit layu

bakteri pada tanaman kentang (Solanum tuberosum L) di Kecamatan

Modoinding. Cocos, 7(3).

Widiastoety, D. (2014). Pengaruh auksin dan sitokinin terhadap pertumbuhan

planlet anggrek mokara. Jurnal Hortikultura, 24(3), 230–238.

https://doi.org/10.21082/jhort.v24n3.2014.p230-238

Widiastoety, Dyah, Santi, A., & Solvia, N. (2012). Pengaruh myoinositol dan arang

aktif terhadap pertumbuhan planlet anggrek dendrobium dalam kultur in vitro.

Jurnal Hortikultura, 22(3), 205–209.

https://doi.org/10.21082/jhort.v22n3.2012.p205-209

Yuniarachma, A., Roviq, M., & Nihayati, E. (2019). Respon pertumbuhan dan

kandungan flavonoid tanaman bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus

Lour.) pada berbagai kerapatan naungan dan dosis pupuk nitrogen. Jurnal

Produksi Tanaman, 7(12), 2206–2214.

Zulkarnain. (2006). Teknik kultur jaringan tanaman edisi ketiga. In Perpustakaan

Nasional Republik Indonesia.

Page 46: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

33

LAMPIRAN

Lampiran 1. Komposisi larutan stok pada media Murashige and Skoog

Larutan Senyawa Komposisi

(mg/L)

Kebutuhan dalam

100x konsentrasi

(g/L)

Volume

untuk media

1 L

Stok A NH4NO3 1650 165 10 mL

Stok B KNO3 1900 190 10 mL

Stok C CaCl2.2H2O 440 44 10 mL

Stok D MgSO4.H2O 370 37 10 mL

KH2PO4 170 17

Stok E MnSO4.H2O 22.3 2.23

10 mL

ZnSO4.7H2O 8.6 0.86

H3BO3 6.2 0.62

KI 0.83 0.083

Na2MoO4.7H2O 0.25 0.025

CoCl2.6H2O 0.025 0.0025

CuSO4.5H2O 0.025 0.0025

Stok F FeSO4.H2O 27.8 2.78 10 mL

Na2EDTA 37.3 3.73

Vitamin Tiamin-HCl 0.1 Dibuat stok

konsentrasi @1000

ppm

Dipipet

sesuai

kebutuhan

Pyridoxine.HCl 0.5

Nicotine Acid 0.5

Glysine 2

Myo-inositol 100 Ditimbang

Page 47: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

34

Lampiran 2. Posisi perlakuan penanaman eksplan kentang

Ulangan 1 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 K05C0 K25C0 K2C2 K2C0 K25C2 K1C2 K15C0 K3C0 K15C1 K05C2

2 K3C0 K1C1 K05C1 K1C0 K3C1 K2C1 K2C0 K25C1 K3C2 K15C2

3 K15C0 K3C1 K25C2 K3C2 K1C1 K15C1 K25C0 K05C1 K3C0 K25C1

4 K2C1 K05C2 K15C2 K2C2 K25C0 K25C1 K1C0 K25C2 K1C2 K05C0

2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 K15C1 K25C1 K3C0 K15C2 K1C0 K05C1 K05C2 K2C0 K15C0 K2C1

2 K3C1 K05C0 K15C1 K25C1 K3C0 K25C0 K1C1 K3C2 K25C2 K1C2

3 K2C2 K2C0 K3C2 K05C2 K05C1 K25C2 K3C1 K15C2 K3C2 K3C0

4 K1C1 K25C2 K1C2 K2C1 K3C2 K1C0 K2C2 K25C0 K05C0 K15C0

3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 K1C0 K3C0 K05C2 K05C1 K1C2 K15C2 K25C1 K1C1 K2C0 K3C2

2 K25C2 K15C0 K3C1 K15C1 K2C0 K2C2 K05C1 K2C1 K3C1 K1C1

3 K15C2 K3C2 K05C0 K25C0 K15C0 K3C0 K25C2 K1C0 K2C1 K3C1

4 K25C0 K1C2 K25C1 K25C2 K2C1 K05C2 K15C1 K05C0 K15C2 K2C2

4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 K2C0 K2C2 K25C0 K15C0 K15C1 K3C1 K15C2 K05C2 K05C1 K1C0

2 K3C2 K05C1 K1C1 K3C1 K25C1 K2C0 K2C1 K1C2 K2C2 K25C2

3 K1C2 K15C2 K2C0 K3C0 K05C2 K3C2 K05C0 K3C1 K25C1 K25C0

4 K25C1 K2C1 K1C0 K05C0 K2C2 K1C1 K3C0 K15C0 K25C0 K15C1

5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 K05C2 K1C0 K15C0 K1C2 K05C0 K15C0 K1C0 K15C1 K05C2 K05C1

2 K05C1 K15C1 K2C1 K1C1 K15C2 K05C0 K1C2 K2C2 K1C1 K2C0

Ulangan 2

1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 K2C1 K05C0 K25C2 K15C1 K1C1 K15C0 K3C1 K25C1 K05C2 K15C2

2 K1C0 K25C1 K1C2 K3C0 K25C2 K2C2 K05C1 K3C2 K3C1 K2C0

3 K25C0 K2C2 K1C1 K05C1 K25C1 K3C0 K25C2 K15C2 K1C2 K3C2

4 K05C2 K15C0 K3C1 K2C1 K1C0 K3C2 K2C0 K25C2 K05C0 K15C1

2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 K15C1 K05C2 K1C0 K15C0 K2C0 K1C1 K2C1 K2C2 K3C0 K05C1

2 K3C2 K25C2 KO5C0 K25C1 K2C2 K1C2 K3C0 K3C1 K3C2 K25C0

3 K05C1 K15C2 K3C2 K25C2 K15C1 K25C0 K1C0 K3C2 K1C1 K2C2

4 K3C0 K3C1 K25C0 K1C2 K2C1 K15C2 K15C0 K05C0 K2C0 K05C2

3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 K15C0 K2C0 K15C1 K2C2 K05C1 K2C1 K1C1 K3C0 K1C0 K1C2

2 K25C2 K1C0 K3C0 K3C2 K15C2 K05C1 K2C2 K05C2 K25C0 K15C0

3 K2C2 K3C2 K05C2 K05C0 K3C1 K25C1 K1C2 K2C0 K25C1 K2C1

4 K1C1 K2C1 K25C1 K15C2 K15C0 K15C1 K05C0 K25C0 K25C2 K3C1

Page 48: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

35

4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 K1C2 K15C1 K2C2 K05C0 K05C0 K25C2 K25C0 K1C1 K15C2 K1C0

2 K2C0 K25C0 K15C2 K3C1 K3C0 K05C2 K05C1 K15C0 K2C1 K25C1

3 K3C1 K1C1 K15C0 K25C0 K1C2 K05C0 K25C1 K2C1 K2C2 K3C0

4 K25C1 K3C0 K05C1 K2C0 K3C2 K3C1 K15C1 K1C0 K15C0 K25C2

5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 K15C2 K05C1 K2C0 K1C1 K05C2 K1C0 K15C2 K1C2 K15C1 K05C0

2 K05C0 K1C2 K2C1 K1C0 K25C2 K2C0 K05C2 K15C1 K05C1 K1C1

Ulangan 3

1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 K2C1 K25C0 K05C0 K1C1 K05C2 K15C2 K15C1 K15C0 K2C2 K3C0

2 K15C1 K3C0 K1C2 K15C2 K25C2 K05C2 K3C1 K25C1 K3C2 K05C1

3 K3C1 K1C1 K25C2 K3C2 K05C1 K2C0 K2C1 K3C0 K15C2 K25C0

4 K1C0 K2C0 K25C1 K15C0 K2C2 K25C0 K1C2 K05C0 K25C2 K1C0

2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 K2C0 K2C2 K1C0 K25C0 K1C2 K15C0 K2C0 K15C1 K05C1 K15C2

2 K1C1 K15C0 K3C0 K05C0 K15C1 K25C2 K25C1 K25C0 K3C1 K3C2

3 K2C2 K25C1 K2C1 K3C1 K3C0 K3C2 K05C2 K05C1 K1C2 K25C1

4 K25C2 K15C2 K3C2 K05C2 K2C1 K3C1 K05C0 K2C2 K1C0 K1C1

3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 K1C2 K25C2 K3C1 K05C1 K25C0 K1C0 K3C0 K15C2 K1C1 K15C1

2 K3C0 K15C1 K05C2 K25C1 K3C2 K2C2 K05C1 K2C1 K15C0 K2C0

3 K15C2 K3C2 K2C0 K25C2 K05C0 K1C1 K3C2 K05C2 K25C1 K3C1

4 K25C1 K1C0 K25C0 K1C2 K3C1 K05C0 K2C2 K25C2 K3C0 K15C0

4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 K25C0 K05C1 K15C1 K2C1 K15C2 K25C1 K1C1 K2C0 K2C0 K1C2

2 K15C0 K05C2 K2C2 K3C0 K2C0 K05C1 K15C2 K3C1 K25C0 K2C1

3 K3C2 K2C1 K15C2 K1C0 K25C1 K3C0 K25C0 K3C2 K05C0 K25C2

4 K05C0 K3C1 K1C1 K15C1 K15C0 K2C1 K25C2 K1C2 K05C2 K15C0

5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 K05C2 K05C0 K05C1 K2C0 K1C0 K1C2 K2C2 K1C1 K15C1 K05C2

2 K05C1 K1C2 K15C0 K2C2 K1C1 K15C1 K1C0 K2C0 K2C1 K05C0

Keterangan :

K05 : Konsentrasi Hara Makro 0,5 x C0 : Konsentrasi CAP 0 ppm

K1 : Konsentrasi Hara Makro 1 x C1 : Konsentrasi CAP 0,5 ppm

K15 : Konsentrasi Hara Makro 1,5 x C2 : Konsentrasi CAP 5 ppm

K2 : Konsentrasi Hara Makro 2 x

K25 : Konsentrasi Hara Makro 2,5 x

K3 : Konsentrasi Hara Makro 3 x

Page 49: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

36

Lampiran 3. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Diameter Batang Kentang

pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam

Sumber DB JK KT F

Hitung F Tabel Sig

Model 17 0,241 0,014 9,673 0,000

Konsentrasi Hara

Makro 5 0,228 0,046 31,147 2,35 0,000*

Konsentrasi CaP 2 0,001 0,000 0,221 3,12 0,802

Konsentrasi Hara

Makro*Konsentrasi

CaP

10 0,012 0,001 0,826 1,97 0,605

Galat 72 0,106 0,001

Total 89

Keterangan: Angka yang diikuti oleh tanda (*) merupakan Sig <0.05

Page 50: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

37

Lampiran 4. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Tinggi Planlet Kentang pada

Umur 8 Minggu Setelah Tanam

Sumber DB JK KT F

Hitung F Tabel Sig

Model 17 604,66 35,568 19,462 0.000

Konsentrasi Hara

Makro 5 561,408 112,282 61,324 2,48 0.000*

Konsentrasi CaP 2 5,559 2,779 1,518 3,26 0.233

Konsentrasi Hara

Makro*Konsentrasi

CaP

10 35,686 3,769 2,058 2,10 0.055

Galat 36 65,91 1,831

Total 53 670,57

Keterangan: Angka yang diikuti oleh tanda (*) merupakan Sig <0.05

Page 51: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

38

Lampiran 5. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Jumlah Nodus Kentang pada

Umur 8 Minggu Setelah Tanam

Sumber DB JK KT F

Hitung F Tabel Sig

Model 17 1141,67 67,157 12,463 0,000

Konsentrasi Hara

Makro 5 917,40 183,478 34,051 2,48 0,000*

Konsentrasi CaP 2 23,95 11,970 2,222 3,26 0,123

Konsentrasi Hara

Makro*Konsentrasi

CaP

10 200,33 20,033 3,718 2,10 0,002*

Galat 36 193,99 5,388

Total 53 1335,64

Keterangan: Angka yang diikuti oleh tanda (*) merupakan Sig <0.05

Page 52: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

39

Lampiran 6. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Kerapatan Nodus Kentang

pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam

Sumber DB JK KT F

Hitung F Tabel Sig

Model 17 4,855 0,286 9,246 0,000

Konsentrasi Hara

Makro 5 4,251 0,850 27,252 2,35 0,000*

Konsentrasi CaP 2 0,135 0,067 2,183 3,12 0,120

Konsentrasi Hara

Makro*Konsentrasi

CaP

10 0,469 0,047 1,519 1,97 0,150

Galat 72 2,224 0,31

Total 89

Keterangan: Angka yang diikuti oleh tanda (*) merupakan Sig <0.05

Page 53: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

40

Lampiran 7. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Jumlah Akar Kentang pada

Umur 8 Minggu Setelah Tanam

Sumber DB JK KT F

Hitung F Tabel Sig

Model 17 156,533 9,209 56,70 0,000

Konsentrasi Hara

Makro 5 151,965 30,393 187,132 2,48 0,000*

Konsentrasi CaP 2 0,238 0,119 0,731 3,26 0,488

Konsentrasi Hara

Makro*Konsentrasi

CaP

10 4,350 0,435 2,678 2,10 0,015

Galat 36 5,847 0,162

Total 53 162,40

Keterangan: Angka yang diikuti oleh tanda (*) merupakan Sig <0.05

Page 54: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

41

Lampiran 8. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Jumlah Klorofil Daun

Kentang pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam

Sumber DB JK KT F

Hitung

F

Tabel Sig

Model 17 3037,202 178.659 2,550 0,000

Konsentrasi Hara

Makro 5 2752,486 550,497 17,101 2,35 0,000*

Konsentrasi CaP 2 23,829 11,915 0,370 3,12 0,692

Konsentrasi Hara

Makro*Konsentrasi

CaP

10 260,887 26,089 0,810 1,97 0,619

Galat 72 2317,781 32,191

Total 89

Keterangan: Angka yang diikuti oleh tanda (*) merupakan Sig <0.05

Page 55: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

42

Lampiran 9. Diameter batang planlet kentang pada 8 MST

Keterangan: Diameter batang planlet kentang konsentrasi hara makro 0,5 x

(A); 0 ppm CaP (B); 0,5 ppm CaP (C); 5 ppm CaP, konsentrasi hara

makro 1 x (D); 0 ppm CaP (E); 0,5 ppm CaP (F); 5 ppm CaP,

konsentrasi hara makro 1,5 x (G); 0 ppm CaP (H); 0,5 ppm CaP

(I); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 2 x (J); 0 ppm CaP

(K); 0,5 ppm CaP (L); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 2,5 x

(M); 0 ppm CaP (N); 0,5 ppm CaP (O); 5 ppm CaP, konsentrasi hara

makro 3 x (P); 0 ppm CaP (Q); 0,5 ppm CaP (R); 5 ppm CaP

A B C D E F

G H I J K L

M N O P Q R

0,08 cm 0,08 cm 0,06 cm 0,12 cm 0,1 cm 0,1 cm

0,21 cm 0,2 cm 0,19 cm 0,16 cm 0,15 cm 0,18cm

0,15 cm 0,14 cm 0,14 cm 0,05 cm 0,05 cm 0,04cm

Page 56: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

43

Lampiran 10. Tinggi planlet kentang pada 8 MST

Keterangan: Tinggi planlet kentang konsentrasi hara makro 0,5 x (A); 0 ppm CaP

(B); 0,5 ppm CaP (C); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 1 x

(D); 0 ppm CaP (E); 0,5 ppm CaP (F); 5 ppm CaP, konsentrasi hara

makro 1,5 x (G); 0 ppm CaP (H); 0,5 ppm CaP (I); 5 ppm CaP,

konsentrasi hara makro 2 x (J); 0 ppm CaP (K); 0,5 ppm CaP

(L); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 2,5 x (M); 0 ppm CaP

(N); 0,5 ppm CaP (O); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 3 x

(P); 0 ppm CaP (Q); 0,5 ppm CaP (R); 5 ppm CaP

A B C D E F

G H I J K L

M N O P Q R

Page 57: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

44

Lampiran 11. Jumlah nodus planlet kentang pada 8 MST

Keterangan: Jumlah nodus planlet kentang konsentrasi hara makro 0,5 x (A); 0 ppm

CaP (B); 0,5 ppm CaP (C); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 1 x

(D); 0 ppm CaP (E); 0,5 ppm CaP (F); 5 ppm CaP, konsentrasi hara

makro 1,5 x (G); 0 ppm CaP (H); 0,5 ppm CaP (I); 5 ppm CaP,

konsentrasi hara makro 2 x (J); 0 ppm CaP (K); 0,5 ppm CaP

(L); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 2,5 x (M); 0 ppm CaP

(N); 0,5 ppm CaP (O); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 3 x

(P); 0 ppm CaP (Q); 0,5 ppm CaP (R); 5 ppm CaP

A B C D E F

G H I J K L

M N O P Q R

Page 58: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

45

Lampiran 12. Kerapatan nodus planlet kentang pada 8 MST

Keterangan: Kerapatan nodus planlet kentang konsentrasi hara makro 0,5 x

(A); 0 ppm CaP (B); 0,5 ppm CaP (C); 5 ppm CaP, konsentrasi hara

makro 1 x (D); 0 ppm CaP (E); 0,5 ppm CaP (F); 5 ppm CaP,

konsentrasi hara makro 1,5 x (G); 0 ppm CaP (H); 0,5 ppm CaP

(I); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 2 x (J); 0 ppm CaP

(K); 0,5 ppm CaP (L); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 2,5 x

(M); 0 ppm CaP (N); 0,5 ppm CaP (O); 5 ppm CaP, konsentrasi hara

makro 3 x (P); 0 ppm CaP (Q); 0,5 ppm CaP (R); 5 ppm CaP

A B C D E F

G H I J K L

M N O P Q R

0,9 cm 1 cm 0,8 cm 0,8 cm

0,7 cm 0,7 cm

0,6 cm 0,6 cm 0,6 cm 0,5 cm 0,4 cm

0,3 cm

0,4 cm 0,3 cm 0,2 cm

0,2 cm 0,2 cm 0,2 cm

Page 59: var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN CALSIUM

46

Lampiran 13. Jumlah akar planlet kentang pada 8 MST

Keterangan: Jumlah akar planlet kentang konsentrasi hara makro 0,5 x (A); 0 ppm

CaP (B); 0,5 ppm CaP (C); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 1 x

(D); 0 ppm CaP (E); 0,5 ppm CaP (F); 5 ppm CaP, konsentrasi hara

makro 1,5 x (G); 0 ppm CaP (H); 0,5 ppm CaP (I); 5 ppm CaP,

konsentrasi hara makro 2 x (J); 0 ppm CaP (K); 0,5 ppm CaP

(L); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 2,5 x (M); 0 ppm CaP

(N); 0,5 ppm CaP (O); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 3 x

(P); 0 ppm CaP (Q); 0,5 ppm CaP (R); 5 ppm CaP

A B C D E F

G H I J K L

M N O P Q R