var. granola) dengan perlakuan hara makro dan calsium
TRANSCRIPT
PERTUMBUHAN EKSPLAN KENTANG (Solanum tuberrosum
var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN
CALSIUM PANTOTHENATE (CaP) SECARA in vitro
ALMA LUTHFIANI
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M / 1442 H
PERTUMBUHAN EKSPLAN KENTANG (Solanum tuberrosum
var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN
CALSIUM PANTOTHENATE (CaP) SECARA in vitro
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
ALMA LUTHFIANI
11160950000038
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M / 1442 H
iii
PERTUMBUHAN EKSPLAN KENTANG (Solanum tuberrosum
var. granola) DENGAN PERLAKUAN HARA MAKRO DAN
CALSIUM PANTOTHENATE (CaP) SECARA in vitro
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
ALMA LUTHFIANI
11160950000038
Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Dasumiati, M.Si Karyanti, M.Si
NIP. 19730923 199903 2 002 NIP. 19750403 199612 2 001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. Priyanti, M.Si
NIP. 19750526 200012 2 001
iv
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Pertumbuhan Eksplan Kentang (Solanum tumberrosum var.
granola) dengan Perlakuan Hara Makro dan Calsium Pantothenate (CaP)
secara in vitro” yang ditulis oleh Alma Luthfiani, NIM 11160950000038 telah
diuji dan dinyatakan LULUS dalam Sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Jakarta pada tanggal 16 Juni 2021. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Program Studi Biologi.
Menyetujui,
Penguji I, Penguji II,
Dr. Nani Radiastuti, M.Si Narti Fitriana, M.Si
NIP. 19650902 20011 2 001 NIDN. 0331107403
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Dasumiati, M.Si Karyanti, M.Si
NIP. 19730923 199903 2 002 NIP. 19750403 199612 2 001
Menyetujui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Biologi
Nashrul Hakiem, S.Si., M.T., Ph.D Dr. Priyanti, M.Si
NIP. 19710608 200501 1 005 NIP. 19750526 200012 2 001
v
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Juli 2021
Alma Luthfiani
11160950000038
vi
ABSTRAK
Alma Luthfiani. Pertumbuhan Eksplan Kentang (Solanum tuberrosum var.
granola) dengan Perlakuan Hara Makro dan Calsium Pantothenate (CaP)
secara in vitro. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2021. Dibimbing oleh
Dr. Dasumiati, M.Si dan Karyanti, M.Si.
Budidaya kentang membutuhkan benih berkualitas. Benih kentang berkualitas
diperbanyak melalui teknologi kultur jaringan. Kriteria benih kentang yang
dibutuhkan memiliki batang yang kokoh agar meminimalisir kematian planlet saat
diaklimatisasi. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh konsentrasi hara makro dan
CaP yang tepat dalam meningkatkan kualitas planlet vigor serta menganalisis
pengaruh interaksi antara keduanya. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
rancangan acak lengkap faktorial. Faktor pertama berupa konsentrasi hara makro
(0,5x, 1x, 1,5x, 2x, 2,5x dan 3x). Faktor kedua berupa konsentrasi CaP (0, 0,5 dan
5 ppm). Hasil penelitian menunjukkan perlakuan konsentrasi hara makro 1,5x
menghasilkan planlet dengan karakteristik batang yang kokoh pada peubah
diameter batang (0,199 cm), konsentrasi hara makro 0,5x menghasilkan planlet
dengan rata-rata tertinggi pada peubah tinggi (9,86 cm), jumlah nodus (15,6 buah),
keratapan nodus (0,666 cm) serta jumlah akar (3,94 buah), sedangkan konsentrasi
hara makro 1x menghasilkan planlet dengan rata-rata tertinggi pada peubah jumlah
klorofil (17,97 klorofil/mm2). Perlakuan berbagai konsentrasi CaP tidak
berpengaruh terhadap seluruh peubah yang diamati. Interaksi konsentrasi hara
makro dan konsentrasi CaP hanya berpengaruh pada peubah jumlah nodus. Planlet
vigor dihasilkan pada perlakuan konsentrasi hara makro 1,5x tanpa penambahan
CaP dan pertumbuhan kentang terbaik dihasilkan pada perlakuan konsentrasi hara
makro 0,5x.
Kata Kunci: CaP; Diameter Batang; Hara Makro; Vigor
vii
ABSTRACT
Alma Luthfiani. Growth of Potato Explants (Solanum tuberrosum var.
granola) with Macro Nutrient and Calsium Pantothenate (CaP) Treatment in
vitro. Undergraduate Thesis. Departement of Biology. Faculty of Science and
Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. 2020.
Advised by Dr. Dasumiati, M.Si and Karyanti, M.Si
Cultivation of potato requires qualified seeds. Qualified potato seeds are propagated
through tissue culture technology. Criteria seed potatoes needed is to have strong
stems to minimize plantlet death when acclimatized. The aim of this study was to
obtain the right concentration of macronutrients and CaP in improving the quality
of plantlet vigor and to analyze the effect of the interaction between them. This
research was using factorials completely randomized design. First factor was
variations concentrate of macro nutrient (0.5x, 1x, 1.5x, 2x, 2.5x and 3x). The
second factor was variations concenctrate of CaP (0, 0.5 and 5ppm). The results
showed that treatment with a macro nutrient concentration of 1.5x produced
plantlets with strong stem characteristics on the stem diameter (0.199 cm), the
macro nutrient concentration of 0.5x resulted in plantlets with the highest average
on the height (9.86 cm), number of nodes (15.6 pieces), density of nodes (0.666 cm)
and number of roots (3.94 pieces), while the macro nutrient concentration of 1 x
resulted in plantlets with the highest average on the number of chlorophyll (17.97
klorofil/mm2). The treatment of various concentration of CaP did not affect all the
variables observed. The interaction between macro nutrient concentrations and CaP
concentrations only affects the number of nodes. The vigorous plantlets was
produced at macro nutrient concentration of 1.5x without the addition of CaP and
the best potato growth was obtained a concentration makro nutrient of 0.5x.
Keyword: CaP, stem diameter; macro nutrients, vigor
viii
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum Wr.Wb
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang selalu mencurahkan nikmat
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pertumbuhan
Eksplan Kentang (Solanum tuberrosum var. granola) dengan Perlakuan Hara
Makro dan Calsium Pantothenate (CaP) secara in vitro”. Sholawat serta salam
semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW hingga akhir jaman.
Penelitian merupakan salah satu kegiatan yang diwajibkan sebagai syarat
untuk lulus studi dan mendapatkan gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biologi
di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
memberikan dukungan baik secara moril maupun materi, untuk itu penulis
berterimakasih kepada :
1. Nashrul Hakiem, S.Si., M.T., Ph.D, sebagai Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Priyanti, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan
Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sebagai Dosen Penguji I
Seminar Proposal dan Hasil Penelitian yang telah memberikan bimbingan
dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan
sebaik-baiknya.
3. Dr. Dasumiati, M.Si sebagai Dosen Pembimbing I atas kesediaan dalam
membimbing dan memberikan arahan dan masukan kepada penulis.
4. Karyanti, M.Si sebagai Dosen Pembimbing II atas kesediaan dalam
membimbing dan memberikan arahan secara teknis selama penelitian
kepada penulis.
5. Dr. Nani Radiastuti, M.Si sebagai Dosen Penguji I Sidang Skripsi yang telah
memberikan arahan dan saran kepada penulis.
6. Narti Fitriana, M.Si sebagai Sekretaris Program Studi Biologi, Fakultas
Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sebagai Dosen
Penguji II Sidang Skripsi yang telah memberikan arahan serta saran kepada
penulis.
ix
7. Ardian Khairiah, M.Si sebagai Dosen Penguji II Seminar Proposal dan Hasil
Penelitian yang telah memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis.
8. Balai Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
dan Staff Laboratorium Kultur Jaringan yang telah menyediakan tempat,
waktu dan memberikan saran selama melaksanakan penelitian.
9. Dosen Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dan memberikan dukungan kepada penulis dalam menempuh pendidikan
sampai terbitnya skripsi ini.
Skripsi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, umumnya bagi pembaca dan
khususnya bagi penulis, serta dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu dibidang sains
kedepannya.
Jakarta, Juli 2021
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
ABSTRACT .......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3. Hipotesis ....................................................................................................... 3
1.4. Tujuan ........................................................................................................... 3
1.5. Manfaat ......................................................................................................... 3
1.6. Kerangka Berfikir ......................................................................................... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5
2.1. Botani Kentang ............................................................................................. 5
2.2. Perbanyakan Tanaman secara in vitro .......................................................... 6
2.3. Media dan Nutrisi ......................................................................................... 7
2.4 Hara Makro dan CaP dalam Kultur in vitro ................................................... 9
BAB III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 11
3.1. Waktu dan Tempat ...................................................................................... 11
3.2. Alat dan Bahan ............................................................................................ 11
3.3. Rancangan Penelitian .................................................................................. 11
3.4. Cara Kerja ................................................................................................... 12
3.5. Parameter Pengamatan ................................................................................ 13
3.6. Analisis Data ............................................................................................... 14
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 15
4.1. Diameter Batang Kentang ........................................................................... 15
4.2. Tinggi Planlet Kentang ............................................................................... 16
4.3. Jumlah Nodus Kentang ............................................................................... 18
4.4. Kerapatan Nodus Kentang .......................................................................... 21
4.5. Jumlah Akar Kentang ................................................................................. 23
4.6. Jumlah Klorofil Daun Kentang ................................................................... 24
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 27
5.1. Kesimpulan ................................................................................................. 27
5.2. Saran ........................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 28
LAMPIRAN .......................................................................................................... 33
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian peningkatan pertumbuhan eksplan
kentang dengan perlakuan hara makro dan CaP ................................... 4
Gambar 2. Morfologi tanaman kentang; A. Daun kentang; B. Umbi Kentang ....... 5
Gambar 3. Diameter batang planlet kentang pada perlakuan (A) konsentrasi
hara makro 1,5 x dan (B) konsentrasi hara makro 3 x ........................ 16
Gambar 4. Tinggi planlet kentang pada perlakuan (A) konsentrasi hara
makro 0,5 x dan (B) konsentrasi hara makro 3 x ................................ 17
Gambar 5. Rata-rata jumlah nodus kentang pada minggu ke-8 ............................ 19
Gambar 6. Jumlah nodus planlet kentang pada perlakuan (A) konsentrasi hara
makro 0,5 x dan CaP 5 ppm; (B) konsentrasi hara makro 2 x dan
CaP 0,5 ppm dan (C) konsentrasi hara makro dan CaP 5 ppm........... 20
Gambar 7. Kerapatan nodus planlet kentang pada perlakuan (A) konsentrasi
hara makro 0,5 x dan (B) konsentrasi hara makro 3 x ........................ 22
Gambar 8. Jumlah akar planlet kentang pada perlakuan (A) konsentrasi hara
makro 0,5 x dan (B) konsentrasi hara makro 3 x ................................ 24
Gambar 9. Kandungan klorofil daun pada konsentrasi hara makro 1 x ................ 26
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Diameter batang planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan
CaP yang berbeda .................................................................................... 15
Tabel 2. Tinggi planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan CaP yang
berbeda .................................................................................................... 17
Tabel 3. Jumlah nodus planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan CaP
yang berbeda............................................................................................ 19
Tabel 4. Kerapatan nodus planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan
CaP yang berbeda .................................................................................... 21
Tabel 5. Jumlah akar planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan CaP
yang berbeda............................................................................................ 23
Tabel 6. Jumlah klorofil planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan CaP
yang berbeda............................................................................................ 25
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Komposisi larutan stok pada media Murashige and Skoog .............. 33
Lampiran 2. Posisi perlakuan penanaman eksplan kentang .................................. 34
Lampiran 3. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Diameter Batang
Kentang pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam ................................ 36
Lampiran 4. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Tinggi Planlet Kentang
pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam .............................................. 37
Lampiran 5. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Jumlah Nodus Kentang
pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam .............................................. 38
Lampiran 6. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Kerapatan Nodus
Kentang pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam ................................ 39
Lampiran 7. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Jumlah Akar Kentang
pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam .............................................. 40
Lampiran 8. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Jumlah Klorofil Daun
Kentang pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam ................................ 41
Lampiran 9. Diameter batang planlet kentang pada 8 MST .................................. 42
Lampiran 10. Tinggi planlet kentang pada 8 MST ................................................ 43
Lampiran 11. Jumlah nodus planlet kentang pada 8 MST .................................... 44
Lampiran 12. Kerapatan nodus planlet kentang pada 8 MST ............................... 45
Lampiran 13. Jumlah akar planlet kentang pada 8 MST ....................................... 46
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman kentang (Solanum tuberosum L. var. granola) merupakan tanaman
yang umum dikonsumsi di Indonesia. Kentang juga dimanfaatkan sebagai bahan
baku pakan contohnya pada pembuatan pakan ternak dengan pemanfaatan limbah
dari kulit kentang (Akhadiarto, 2009), bahan baku industri contohnya pada
pembuatan keripik kentang nasional (Kusandriani, 2016) dan digunakan dalam
pembuatan bioetanol dari kupasan kentang (Purba, Suprihatin & Laksmiwati,
2016). Selain itu, kentang juga dapat dijadikan sebagai sumber utama karbohidrat
dalam pengganti nasi (Asgar, Rahayu, Kusmana & Sofiari, 2011).
Menurut Badan Pusat Statistik (2020), produksi kentang pada tahun 2020
mengalami penurunan sebesar 2,42% dibandingkan pada tahun 2019. Produksi
kentang di tahun 2019 sebesar 1,31 juta ton sedangkan produksi kentang di tahun
2020 sebesar 1,28 juta ton. Berdasarkan data tersebut juga diketahui bahwa Pulau
Jawa merupakan daerah penghasil kentang dengan jumlah yang paling besar
sehingga dapat dikategorikan sebagai daerah pemasok kentang terbesar di
Indonesia.
Benih kentang yang beredar saat ini memiliki kualitas yang rendah
dikarenakan benih asal panen sebelumnya rentan terkena serangan penyakit
sehingga menyebabkan produktivitas kentang menurun. Penyakit pada benih
kentang disebabkan oleh jamur jenis Fussarium oxysporum yang menyebabkan
benih kentang menjadi layu (Suryanti, Ramona & Proborini, 2013). Salah satu
metode untuk menghasilkan benih kentang bebas penyakit guna menjaga kualitas
kentang adalah teknik kultur jaringan. Teknik ini dapat menghasilkan benih dalam
jumlah banyak, seragam dan bebas dari penyakit (Sulistiani & Yani, 2012).
Media merupakan hal yang paling penting dalam perbanyakan tanaman
kentang secara in vitro, hal tersebut guna mendukung pertumbuhan dan
perkembangan planlet. Media yang optimal adalah media yang dapat
menumbuhkan eksplan menjadi planlet yang vigor dan siap diaklimatisasi. Vigor
merupakan karakteristik tanaman yang baik berupa akar tanaman kokoh, daun
dalam jumlah yang banyak dan sebagainya. Planlet yang telah dihasilkan
2
sebelumnya secara morfologi pertumbuhannya belum terlihat vigor sehingga
menyebabkan daya tumbuh ditahap aklimatisasi rendah, sehingga pada penelitian
ini dibutuhkan karakteristik batang yang kokoh agar planlet menjadi vigor. Menurut
Saptari & Sumaryono (2016), semakin banyak unsur hara yang terserap dalam
tanaman maka semakin optimal pertumbuhan tanaman sehingga planlet menjadi
vigor.
Media kultur kentang umumnya menggunakan media dasar Murashige dan
Skoog (MS) yang dikombinasikan dengan beberapa hormon organik dan vitamin.
Untuk mendapatkan media kultur yang tepat perlu dilakukan kajian konsentrasi
hara yang ditambahkan dengan Calsium Pantothenate (CaP) untuk meningkatkan
daya vigor kultur. Pada umumnya planlet kentang mudah terkena nekrosis,
sehingga pada penelitian ini digunakan CaP untuk mengurangi terjadinya nekrosis
pada pucuk planlet kentang serta dapat menginduksi dalam pembentukkan tunas
planlet ketang (Elfiani, 2013).
Pada penelitian sebelumnya Ewase et al. (2018) didapatkan hasil bahwa
penggunaan kombinasi hara makro 1 x dan CaP 3 mg/L dapat mengurangi
terjadinya nekrosis pada pucuk planlet kentang. Berdasarkan hal tersebut, pada
penelitian ini digunakan kombinasi unsur hara (NH4NO3, KNO3, CaCl2, MgSO4
dan KH2PO4) dengan konsentrasi 0,5 x, 1 x, 1,5 x, 2 x, 2,5 x dan 3 x sebagai sumber
hara makro yang dikombinasikan dengan vitamin berupa CaP dengan konsentrasi
0 ppm, 0,5 ppm dan 5 ppm. Oleh karena itu mengenai peningkatan pertumbuhan
eksplan kentang dengan perlakuan hara makro dan CaP diperlukan untuk
menghasilkan planlet kentang dengan karakteristik batang yang kokoh sehingga
planlet menjadi vigor.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1) Bagaimana pengaruh konsentrasi hara makro terhadap produksi planlet vigor
dalam peningkatan pertumbuhan kultur kentang?
2) Bagaimana pengaruh konsentrasi CaP terhadap produksi planlet vigor dalam
peningkatan pertumbuhan kultur kentang?
3) Bagaimana pengaruh interaksi antara konsentrasi hara makro dan CaP terhadap
produksi planlet vigor dalam peningkatan pertumbuhan kultur kentang?
3
1.3. Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
1) Konsentrasi hara makro berpengaruh terhadap produksi planlet vigor dalam
peningkatan pertumbuhan kultur kentang.
2) Konsentrasi CaP berpengaruh terhadap produksi planlet vigor dalam
peningkatan pertumbuhan kultur kentang.
3) Interaksi antara hara makro dan CaP berpengaruh terhadap produksi planlet
vigor dalam peningkatan pertumbuhan kultur kentang.
1.4. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Memperoleh konsentrasi hara makro yang tepat dalam meningkatkan kualitas
produksi planlet vigor kultur kentang.
2) Memperoleh konsentrasi CaP yang tepat dalam meningkatkan kualitas
produksi planlet vigor kultur kentang.
3) Menganalisis pengaruh interaksi antara hara makro dan CaP dalam
meningkatkan kualitas produksi planlet vigor kultur kentang.
1.5. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1) Menghasilkan planlet vigor kultur kentang dengan karakteristik batang kokoh
yang siap untuk di aklimatisasi.
2) Memberikan informasi mengenai komposisi hara makro dan CaP terbaik dalam
meningkatkan kualitas produksi planlet vigor kultur kentang.
4
1.6. Kerangka Berpikir
Berikut merupakan kerangka berpikir penelitian peningkatan pertumbuhan kultur
kentang dengan perlakuan hara makro dan CaP (Gambar 1):
Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian peningkatan pertumbuhan eksplan kentang
dengan perlakuan hara makro dan CaP
Kentang sebagai sumber karbohidrat potensial
Teknologi kultur jaringan menghasilkan benih
kentang berkualitas
Planlet vigor dihasilkan dari media yang optimal
Produksi kentang tersebar di seluruh Indonesia
Kombinasi unsur hara makro dan vitamin
berupa CaP dengan konsentrasi berbeda
Menghasilkan planlet kentang yang vigor
untuk benih yang berkualitas
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Botani Kentang
Tanaman kentang (Solanum tuberosum L. var. granola) merupakan tanaman
dari famili Solanaceae dan genus Solanum. Tanaman ini hidup di dataran tinggi dan
memiliki potensi yang sangat besar dalam menunjang kebutuhan pangan di
Indonesia (Sagala, Tubur, Jannah & Sinath, 2012). Tanaman kentang telah
diketahui berasal dari Peru dan Bolvia tepatnya di pegunungan Andean dengan
ketinggian 3.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) (Handayani, Sofiari &
Kusmana, 2011). Pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1794 di Cisarua
dan pada tahun 1811 tanaman kentang tersebar luas di Indonesia khususnya di
daerah pegunungan Bengkulu, Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bali dan
Flores, sedangkan di daerah Wonosobo, Lembang, Tawangmangu dan Batu,
merupakan daerah khusus untuk area pertanaman kentang (Muhibuddin, 2016).
Gambar 2. Morfologi tanaman kentang; A. Daun kentang; B. Umbi Kentang
Kentang termasuk ke dalam jenis tanaman herba, sehingga membutuhkan
batang sebagai penyangga agar tetap tumbuh tegak. Pada umumnya tanaman
kentang memiliki tipe perakaran tunggang dan tipe perakaran serabut. Tanaman
kentang memiliki beberapa varietas yaitu varietas Granola untuk sayur dan varietas
Atlantik untuk olahan. Menurut Nurchayati, Setiani, Dewi & Meinaswati (2019)
setiap varietas kentang memiliki bentuk daun, ukuran daun dan warna daun yang
berbeda-beda. Pada varietas Granola batang yang dihasilkan memiliki karakter
batang basah, berwarna hijau dan memiliki penampang batang berbentuk bersegi.
Daun pada kentang termasuk ke dalam daun majemuk dan pada umumnya memilki
daun yang berwarna hijau (Gambar 2).
A B
6
Umbi kentang varietas Granola memiliki bentuk oval dan berwarna kuning
dengan ketebalan kulit umbi yang sedang (Kusmana & Sofiari, 2007) serta warna
daging pada umbi kentang varietas Granola yaitu warna kuning (Hidayat et al.,
2018) (Gambar 2). Mata tunas pada bagian umbi memiliki jumlah berkisar antara 2
sampai 14 mata tunas namun ada juga yang memiliki variasi yang berbeda pada
setiap varietas. Tinggi tanaman kentang dapat dipengaruhi oleh ukuran umbi yang
dihasilkan, apabila ukuran umbi kecil maka tingkat penyimpanan cadangan
makanan rendah. Sebaliknya, jika ukuran umbi besar maka tingkat penyimpanan
cadangan makanan tinggi (Mulyono, Syah, Sayekti & Hilman 2017).
Diameter batang tanaman menjadi salah satu faktor yang memengaruhi
pertumbuhan suatu tanaman. Diameter batang yang besar mampu menopang
tanaman untuk tumbuh tegak, sebaliknya jika batang tanaman dengan diameter
kecil akan membuat tanaman mudah roboh (Hidayat et al., 2018). Keadaan iklim
berupa suhu yang tinggi dapat memengaruhi pertumbuhan tanaman kentang
diantaranya tinggi tanaman, jumlah ruas dan jumlah daun (Wenas, Manengkey &
Makal 2016). Menurut Handayani, Sofiari & Kusmana (2011), keragaman tanaman
kentang pada varietas Granola memiliki karakteristik tanaman yang lebih pendek
dengan ketebalan batang yang tidak vigor.
2.2. Perbanyakan Tanaman secara in vitro
Kultur jaringan atau budidaya in vitro merupakan teknik mengisolasi bagian
tanaman untuk perbanyakan secara masal hingga menjadi suatu tanaman yang
lengkap (Lestari, 2011). Kultur jaringan berawal dari suatu konsep yang disebut
teori totipotensi sel. Teori tersebut dikemukakan oleh Schwann dan Scheilden
(1338) yang menyatakan bahwa setiap bagian dari tumbuhan tingkat tinggi dapat
membentuk tanaman lengkap jika ditempatkan sesuai dengan lingkungannya
(Sulistiani & Yani, 2012). Pelaksanaan yang dilakukan dalam teknik kultur jaringan
meliputi persiapan media, eksplan, penanaman, penumbuhan dan aklimatisasi.
Media yang digunakan dalam kultur jaringan mengandung unsur-unsur berupa
garam mineral, sukrosa, vitamin dan zat pengatur tumbuh (Karjadi & Buchory,
2008).
Teknik kultur jaringan memiliki beberapa keunggulan diantaranya
perbanyakan bibit dapat dilakukan secara masal dengan skala waktu yang cepat,
7
stok ketersediaan bibit tersedia, bebas dari serangan penyakit ataupun hama dan
bibit yang dihasilkan sama dengan indukan awal (Sulistiani & Yani, 2012).
Menurut Karjadi & Buchory (2008), dengan adanya teknik kultur jaringan sangat
membantu dalam pemeliharaan tanaman. Hal ini dikarenakan pada teknik
konvensional tidak ditemukan cara yang efektif dalam menghilangkan virus dari
suatu tanaman, sehingga dengan menggunakan teknik kultur jaringan dapat
mempermudah untuk meregenerasikan kembali suatu tanaman yang lengkap dan
sehat.
Faktor penentu dalam keberhasilan kultur jaringan diantaranya eksplan yang
digunakan, wadah dan media tumbuh (Arimarsetiowati, 2012), zat pengatur
tumbuh, suhu kultur (18 - 22º C) dan konsentrasi sukrosa yang tinggi (Hasni, Barus,
Sitepu & Hutabarat, 2014). Selain itu, tanaman yang dihasilkan dari kultur jaringan
mudah mengalami mutasi sehingga tidak memiliki sifat yang sama dengan
induknya. Hal ini disebabkan karena metode yang tidak tepat seperti subkultur yang
berlebihan dan zat pengatur tumbuh yang digunakan terlalu tinggi.
2.3. Media dan Nutrisi
Keberhasilan dalam perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan
dapat dipengaruhi oleh jenis media yang digunakan. Media dasar yang sering
digunakan dalam kultur jaringan yaitu media Murashige dan Skoog (MS). Menurut
Marlina (2004), tanaman kentang dapat diperbanyak dengan teknik kultur jaringan
dengan menggunakan media MS. Hal ini dikarenakan kandungan pada media MS
sudah mencakup garam mineral serta vitamin untuk pertumbuhan eksplan (Trivedi
et al., 2015). Selain digunakan pada tanaman kentang, media MS digunakan dalam
perbanyakan lily (Pramanik & Rachmawati, 2010), jati (Karyanti & Royani, 2012),
anggrek (Karyanti, 2017) dan jarak pagar (Karyanti, Juanda & Tajuddin, 2014).
Komponen bahan dalam pembuatan media MS terdiri dari agar, sukrosa,
myoinositol, vitamin, casein acid dan larutan stok. Kegunaan masing-masing bahan
antara lain; agar berfungsi untuk memadatkan media, adapun jenis pemadat lain
yang biasa digunakan diantaranya adalah agar, gelzan, bacto agar, agarose, gellan
gum, dan gelrite (George, Hall & Klerck, 2008); sukrosa berfungsi sebagai sumber
energi selain itu juga sebagai pelindung stress dan mendukung pertumbuhan
jaringan tanaman (Swamy, Sudipta, Balasubramanya, & Anuradha, 2010);
8
myoinositol berfungsi untuk mendukung pertumbuhan dan morfogenesis serta
pembelahan sel (Widiastoeti, Santi & Solvia., 2012); casein acid merupakan
gabungan dari berbagai macam asam amino yang berfungsi sebagai sumber asam
amino dan oligopeptida; dan larutan stok guna untuk memudahkan pekerjaan dalam
pembuatan media.
Larutan stok pada media MS berisikan garam mineral yang terkandung unsur
hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro terdiri dari N, P, K, Ca, Mg
dan S dan unsur hara mikro terdiri dari B, Mo, Co, Fe, Cu, Zn, Mn dan I. Komponen
kandungan pada media membutuhkan variasi tambahan berupa Zat Pengatur
Tumbuh (ZPT) untuk mempercepat pertumbuhan eksplan. Peranan ZPT dalam
media yaitu mengatur kecepatan pertumbuhan dan menstimulkan bagian-bagian
tertentu untuk menjadikan tanaman lengkap (Lestari, 2011). Dalam kultur jaringan
ZPT yang biasa digunakan yaitu dari golongan auksin dan sitokinin. Auksin
merupakan golongan zat pengatur tumbuh yang berperan dalam pembentukan akar
dan perbesaran sel berupa NAA, IAA, IBA dan 2,4-D.
Sitokinin merupakan derivat dari adenin yang berperan dalam pembelahan
sel. Golongan sitokinin berupa kinetin, BAP dan zeatin yang memiliki fungsi dalam
merangsang pembentukkan tunas dan mendorong pembelahan sel (Karjadi &
Buchory, 2008). Menurut Widiastoety (2014), dalam penggunaan auksin dan
sitokinin harus menggunakan kosentrasi perbandingan media yang tepat. Hal ini
dikarenakan jika konsentrasi auksin lebih tinggi maka akan menyebabkan
pertumbuhan yang berlebih pada akar sedangkan jika konsentrasi sitokinin lebih
tinggi maka akan berpengaruh terhadap pertumbuhan pada jaringan.
Air kelapa merupakan salah satu zat pengatur tumbuh alami yang memiliki
aktivitas seperti sitokinin. Penambahan air kelapa dapat meminimalisir penggunaan
ZPT sintetik golongan sitokinin dan air kelapa juga dapat meningkatkan unsur hara
yang terkandung pada media untuk pertumbuhan eksplan. Pada penelitian
Purwanto, Purwantono & Mardin (2007), modifikasi media ½ MS dengan
penambahan air kelapa merupakan media yang paling baik pada pertumbuhan
tanaman kentang. Hal ini dikarenakan penambahan air kelapa dapat menginduksi
panjang akar pada eksplan kentang.
9
2.4 Hara Makro dan CaP dalam Kultur in vitro
Keberhasilan kultur jaringan dipengaruhi oleh beberapa jenis komponen
penyusun diantaranya unsur hara makro dan unsur hara mikro, sumber karbon, zat
pengatur tumbuh serta vitamin. Dalam mempertahankan hidup tanaman
membutuhkan unsur hara makro dalam jumlah banyak dan jika kekurangan unsur
hara makro akan menimbulkan defisiensi pada tanaman (Marlina, 2004). Unsur
hara mikro diperlukan dalam jumlah yang sedikit dan apabila terjadi kelebihan
unsur hara mikro dapat menimbulkan racun.
Nitrogen (N) merupakan unsur hara utama dalam media dasar kultur jaringan.
Secara in vitro nitrogen diberikan dalam bentuk NH4NO3 yang berperan dalam
proses pembentukan kalus serta pembentukan klorofil. Fosfor (P) merupakan unsur
hara penyusun asam nukleat yang berperan penting dalam pembentukan akar, umbi
dan buah. Fosfor pada media diberikan dalam bentuk KH2PO4, pemberian unsur ini
dipengaruhi dengan keberadaan ion kalium dan ion ferum. Dalam media kultur
jaringan, pemberian konsentrasi NH4NO3 dan KH2PO4 yang dibutuhkan pada
tanaman berbeda-beda tergantung dari jenis variabel yang diamati (Rudiyanto,
Hapsari & Ermayanti, 2018).
Kalium (K) pada media diberikan dalam bentuk KNO3 yang berperan dalam
proses perakaran. Selain itu, berperan sebagai aktivator enzim dalam reaksi
fotosintesis dan respirasi serta mengatur potensi osmotik sel (Khasanah, Prihastanti,
Hastuti & Subagio, 2016). Sulfur (S) berupa MgSO4 berperan dalam pembentukan
zat hijau daun dan pada tanaman 90% berbentuk asam amino. Unsur ini paling
banyak dibutuhkan, akan tetapi lebih sedikit dari unsur nitrogen, fosfor dan kalium.
Magnesium (Mg) berupa MgSO4 berperan penting dalam pembentukan
klorofil, karbohidrat dan lemak yang dibutuhkan tanaman. Selain itu unsur ini
berperan penting pada proses transportasi fosfat pada tanaman. Kalsium (Ca) dalam
bentuk CaCl2 berperan dalam menjaga permeabilitas differensial, menjaga turgor
dinding sel dan berperan dalam pembukaan stomata. Selain itu, penambahan CaCl2
dapat mencegah terjadinya nekrosis pada eksplan dan dapat meningkatkan kualitas
eksplan menjadi lebih vigor (Pantjaningtyas, 2012).
Vitamin merupakan senyawa organik yang memiliki fungsi penting dalam
metabolisme tanaman. Secara in vitro tanaman mampu mensintesis beberapa
senyawa, namun dalam memproduksi tanaman membutuhkan beberapa vitamin
10
untuk pertumbuhan planlet yang sehat. Pada media kultur terkandung unsur hara
makro atau unsur hara mikro yang dikombinasikan dengan vitamin. Terdapat
beberapa vitamin yang biasa digunakan dalam kultur jaringan yaitu tiamin,
pyridoxine, glysine, nicotine acid, myo-inositol, calsium pantothenate dan lain-lain
(Zulkarnain, 2006).
Calsium pantothenate (CaP) atau vitamin B5 merupakan salah satu vitamin
yang banyak digunakan dalam kultur jaringan. Penggunaan CaP dalam kultur
jaringan dapat merangsang pertambahan tinggi tunas, memacu perkembangan
tanaman sehingga menginduksi terbentuknya kalus, akar dan tunas (Elfiani, 2013).
Sedangkan menurut Ewase et al., (2018) penggunaan CaP dalam kultur jaringan
berfungsi sebagai pencegahan terjadinya nekrosis pada ujung tanaman.
11
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli hingga Oktober 2020. Penelitian
dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Bioteknologi, Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi (BPPT), Gedung 630 Kawasan Puspitek, Serpong,
Tangerang Selatan 15314, Banten, Indonesia
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Laminar Air Flow Cabinet
(LAFC), klorofil meter (Chlorophyll meter SPAD-502 Plus), autoklaf, microwave,
timbangan analitik, hot plate, magnetic stirrer, pH meter, tabung kultur, tutup
tabung kultur, rak kultur, gelas ukur, labu ukur, beaker glass, pipet ukur, karet
penghisap (bulb), mikropipet, blue tip, sendok pengaduk, cawan petri, alat diseksi
(scalpel, mata pisau, pinset bayonet, gunting dan pinset dental), bunsen, korek api,
kertas saring, tissue, handsprayer, plastic wrap, lemari pendingin, label, kamera
dan alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu eksplan kentang yang
diperoleh dari koleksi tanaman Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Bioteknologi,
BPPT. Berikutnya yaitu larutan stok media Murashige dan Skoog, myo-inositol,
glycine, pyridoxine, nicotinic acid, thyamin, Calsium pantothenate (CaP), gula
pasir, air kelapa, agar pemadat, akuades, alkohol, sodium hipoklorit, NaOH dan
HCl.
3.3. Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama merupakan konsentrasi hara makro
yang terdiri dari 6 taraf yaitu 0,5 x, 1 x, 1,5 x, 2 x, 2,5 x dan 3 x. Faktor kedua
merupakan konsentrasi CaP yang terdiri dari 3 taraf yaitu 0 ppm, 0,5 ppm dan 5
ppm. Setiap perlakuan terdiri dari 10 tabung dengan pengulangan sebanyak 3 kali
(Lampiran 2). Setiap tabung kultur terdiri dari 1 eksplan kentang sehingga dalam
perlakuan ini didapatkan 540 eksplan kentang.
12
3.4. Cara Kerja
Sterilisasi Alat
Cawan petri dan tabung kultur direndam di dalam larutan sodium hipoklorit
selama 1 jam. Kemudian, alat dicuci dengan air sabun dan digosok menggunakan
spons secara perlahan dan selanjutnya dialiri dengan air bersih hingga tidak ada
sabun yang tersisa. Setelah itu, alat dikeringkan di atas rak penyimpanan dan
disterilisasi menggunakan autoklaf bertekanan 1 atm dengan suhu 121º C selama
20 menit.
Pembuatan Larutan Stok
Bahan-bahan yang digunakan berupa larutan stok A, stok B, stok C, stok D,
stok E dan stok F (Lampiran 1) dihitung dan ditimbang menggunakan timbangan
analitik. Bahan tersebut dimasukkan ke dalam beaker glass serta ditambahkan
akuades. Setelah itu larutan stok dihomogenkan dengan magnetic stirrer dan
dimasukkan ke dalam botol penyimpanan larutan. Kemudian botol tersebut diberi
label nama larutan stok serta tanggal pembuatannya. Setelah itu, larutan stok
disimpan di dalam lemari pendingin.
Pembuatan Media
Media yang digunakan adalah media Murashige & Skoog sebanyak 1,5 L
yang masing-masing dibagi ke dalam beaker glass sebanyak 500 mL untuk setiap
perlakuan. Total perlakuan dalam penelitian ini adalah 18 perlakuan sehingga
dibutuhkan sebanyak 9 L media. Larutan stok media MS dan stok vitamin
(Lampiran 1) diambil dengan menggunakan pipet ukur dan dimasukkan ke dalam
beaker glass. Kemudian myo-inositol sebanyak 150 mg/L, gula sebanyak 11,25 g/L
dan air kelapa sebanyak 225 mL dimasukkan ke dalam beaker glass dan
dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer. Beaker glass kosong disiapkan dan
dimasukkan CaP dengan kosentrasi berdasarkan perlakuan yang telah ditentukan,
media yang telah homogen dimasukkan ke dalam beaker glass dan dihomogenkan
kembali menggunakan magnetic stirrer.
Media perlakuan masing-masing ditera menggunakan labu ukur hingga 500
mL. Selanjutnya dilakukan pengukuran keasaman larutan media menggunakan pH
meter dengan pH optimum untuk pertumbuhan kentang yaitu 5,8. Media perlakuan
tersebut ditambahkan agar pemadat sebanyak 2 g dan dihomogenkan menggunakan
13
magnetic stirrer serta dimasak menggunakan microwave. Setelah itu, media
dipindahkan ke dalam tabung kultur dan ditutup menggunakan tutup tabung kultur.
Media perlakuan tersebut dimasukkan ke dalam autoklaf untuk disterilisasi pada
tekanan 1 atm dengan suhu 121º C selama 20 menit.
Penanaman Eksplan
Laminar Air Flow Cabinet dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70%
dan lampu bunsen dihidupkan untuk mensterilkan alat-alat tanam. Alat-alat tanam
dimasukkan ke dalam tabung yang berisikan alkohol 96% dan dibakar di atas
bunsen. Eksplan kentang berukuran 2 nodus dipotong di atas cawan petri dengan
bantuan pinset dan gunting. Eksplan tersebut ditanam di media perlakuan lalu
ditutup dan diseal dengan plastic wrap. Setelah diseal kemudian eksplan disusun
di rak secara acak berdasarkan perlakuan yang telah ditentukan dan disimpan di
dalam ruang inkubasi pada suhu 24º C (Lampiran 2).
3.5. Parameter Pengamatan
Pengamatan pada tahap setelah penanaman eksplan kentang diamati pada 1
MST (minggu setelah tanam). Peubah yang diamati yaitu sebagai berikut:
1) Tinggi planlet, diukur dari pangkal planlet bagian bawah hingga ujung
planlet menggunakan tali goni yang diukur dari luar tabung menyesuaikan
dengan bentuk planlet kemudian tali tersebut disejajarkan dengan penggaris
bersatuan cm.
2) Jumlah nodus, dihitung secara manual sesuai dengan titik tumbuh daun dari
pangkal planlet bagian bawah hingga ujung planlet.
3) Jumlah akar, dihitung secara manual sesuai dengan titik tumbuh akar.
Pengamatan pada tahap setelah penanaman eksplan kentang diamati pada 8
MST (minggu setelah tanam). Peubah yang diamati yaitu sebagai berikut:
1) Diameter batang, diukur menggunakan jangka sorong. Diameter batang
yang diukur pada bagian pangkal batang, tengah dan ujung batang yang
kemudian dijumlah dan dibagi 3
2) Kerapatan nodus, diukur menggunakan jangka sorong. Kerapatan nodus
yang diukur yaitu jarak antara satu nodus dengan nodus lainnya pada bagian
bawah dekat pangkal batang, bagian tengah dan bagian ujung batang yang
kemudian dijumlah dan dibagi 3
14
3) Jumlah klorofil, dilakukan dengan menggunakan alat klorofil meter
(Chlorophyll meter SPAD-502 Plus). Daun yang digunakan yaitu pada
bagian bawah dekat pangkal batang, bagian tengah dan bagian ujung batang.
Daun planlet kentang dipotong menggunakan gunting yang kemudian
potongan daun tersebut dimasukkan ke dalam alat klorofil meter.
Selanjutnya, hasil kandungan klorofil dijumlah dan dibagi 3
3.6. Analisis Data
Data yang diperoleh dari seluruh parameter pengamatan diuji dengan
menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dengan Two way Analysis of
Variance. Kemudian apabila terdapat pengaruh maka dilakukan uji lanjut dengan
Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%.
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Diameter Batang Kentang
Diameter batang merupakan acuan untuk melihat planlet yang dihasilkan
berupa batang yang kokoh. Hasil pengamatan pada minggu kedelapan diperoleh
rata-rata diameter batang pada perlakuan konsentrasi hara makro tidak berbeda
nyata kecuali pada konsentrasi hara makro 1,5 x, sedangkan seluruh perlakuan
dengan penambahan konsentrasi CaP didapati tidak berbeda nyata (Tabel 1).
Tabel 1. Diameter batang planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan CaP
yang berbeda
Perlakuan Rata-rata Diameter
Batang Konsentrasi Hara Makro
0,5 x 0,069c
1 x 0,131b
1,5 x 0,199a
2 x 0,137b
2,5 x 0,134b
3 x 0,048c
Konsentrasi CaP (ppm)
0 0,123a
0,5 0,118a
5 0,117a
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata berdasarkan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%.
Diameter batang planlet kentang dipengaruhi oleh konsentrasi hara makro
(Sig<0,05), sedangkan konsentrasi CaP dan interaksi antara hara makro dan CaP
tidak berpengaruh (Sig>0,05) (Lampiran 3). Diameter batang pada perlakuan
konsentrasi hara makro 1,5 x sebesar 0,199 cm merupakan diameter batang terbesar
dibandingkan dengan konsentrasi lainnya (Tabel 1; Gambar 3A; Lampiran 9), hal
ini dikarenakan kandungan hara pada konsentrasi tersebut telah tercukupi dengan
adanya unsur kalium (K) berupa KNO3 pada media dengan konsentrasi yang
ditingkatkan menjadi 1,5 x dari yang seharusnya. Hasil ini sesuai dengan penelitian
Siallagan, Nurhidayah & Nurbaiti (2017), bahwa unsur kalium pada media mampu
meningkatkan diameter batang planlet sehingga terjadi pembesaran pada bagian
batang planlet kentang.
16
Gambar 3. Diameter batang planlet kentang pada perlakuan (A) konsentrasi hara
makro 1,5 x dan (B) konsentrasi hara makro 3 x. Garis hitam horizontal
di bawah gambar sampel menunjukkan skala 1 cm.
Pemberian konsentrasi hara makro lebih besar atau lebih kecil dari 1,5 x tidak
dapat meningkatkan diameter batang planlet kentang, sehingga tidak dihasilkan
planlet dengan karakteristik batang yang kokoh. Diameter batang pada konsentrasi
hara makro 0,5 x (0,069 cm) dan 3 x (0,048 cm) menghasilkan diameter dengan
karakteristik batang yang kurang kokoh (Tabel 1; Gambar 3B; Lampiran 9), hal ini
menunjukkan bahwa jumlah kalium yang terkandung pada hara makro 1,5 x
merupakan konsentrasi yang tepat untuk menghasilkan planlet dengan karakteristik
batang yang kokoh. Jika penambahan hara makro lebih atau kurang dari konsentrasi
tersebut akan mengakibatkan terjadinya penghambatan transportasi hara dari akar
ke daun yang menyebabkan tidak terjadi pembesaran pada bagian batang planlet
(Siallagan et al., 2017).
Perlakuan beberapa konsentrasi CaP tidak berpengaruh terhadap diameter
batang planlet kentang. Tidak berpengaruhnya perlakuan CaP terhadap diameter
planlet kentang disebabkan oleh unsur kalsium (Ca) yang terkandung pada CaP
tidak mencukupi untuk meningkatkan diameter planlet kentang. Hal yang sama
dihasilkan oleh penelitian Ewase et al (2018), bahwa pemberian CaP tidak
berpengaruh dikarenakan kalsium yang terikat pada CaP memiliki kandungan yang
sedikit jika dibandingkan dengan kalsium yang ada pada CaCl2.
4.2. Tinggi Planlet Kentang
Tinggi planlet merupakan parameter untuk pengamatan pertumbuhan
tanaman. Rata-rata tinggi planlet pada delapan minggu setelah tanam berbeda nyata
kecuali perlakuan konsentrasi hara makro 2 x dan 2,5 x, sedangkan pada perlakuan
penambahan konsentrasi CaP didapati tidak berbeda nyata (Tabel 2).
0,2 cm 0,04 cm
A B
17
Tabel 2. Tinggi planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan CaP yang berbeda
Perlakuan Rata-rata Tinggi Planlet
Konsentrasi Hara Makro
0,5 x 9,86a
1 x 7,19b
1,5 x 5.78c
2 x 2,92d
2,5 x 1.96d
3 x 0,47e
Konsentrasi CaP (ppm)
0 4,86a
0,5 4,59a
5 4,37a
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata berdasarkan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%.
Konsentrasi hara makro sangat memengaruhi peubah tinggi planlet
(Sig<0,05), sedangkan konsentrasi CaP dan interaksi antara hara makro dan CaP
tidak berpengaruh (Sig>0,05) terhadap tinggi planlet kentang (Lampiran 4). Tinggi
planlet kentang pada perlakuan konsentrasi hara makro 0,5 x menghasilkan planlet
tertinggi sebesar 9,86 cm (Tabel 2; Gambar 4A; Lampiran 10), hal tersebut
dikarenakan kandungan hara makro pada media telah tercukupi untuk pertumbuhan
tinggi planlet kentang. Hara makro yang memengaruhi pertumbuhan tinggi planlet
kentang adalah unsur nitrogen (N) yang bersumber dari senyawa NH4NO3. Hasil
ini sesuai dengan penelitian bahwa pada media tanam penggunaan unsur nitrogen
dapat memacu pertumbuhan tinggi tanaman kentang (Nuraini, Rizky & Susanti,
2014) dan tanaman sawi pakcoy (Rizal, 2017).
Gambar 4. Tinggi planlet kentang pada perlakuan (A) konsentrasi hara makro 0,5 x
dan (B) konsentrasi hara makro 3 x. Garis hitam horizontal di bawah
gambar sampel menunjukkan skala 1 cm.
Pemberian konsentrasi hara makro lebih besar dari 1,5 x akan menghasilkan
pertumbuhan planlet yang kerdil. Penggunaan konsentrasi tersebut akan
A B
18
menghambat pertumbuhan tinggi planlet kentang, hal ini menunjukkan bahwa
jumlah nitrogen yang terkandung akan mengakibatkan toksik pada planlet kentang
sehingga menghambat pertumbuhan planlet dan dihasilkan planlet yang kerdil.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Abdollahi, Najafi, Sarikhani & Moosavi (2016),
bahwa penggunaan senyawa sumber nitrogen berlebih akan memengaruhi toksisitas
ion serta terjadi penurunan potensial air pada pertumbuhan tanaman.
Media kultur memiliki kandungan nutrisi yang bergantung pada konsentrasi
yang digunakan. Semakin rendah konsentrasi hara yang diberikan, maka semakin
sedikit nutrisi yang terkandung. Media pertumbuhan dapat divariasikan dengan
penambahan cadangan nutrisi berupa sukrosa. Menurut Furnawanthi, Devianti,
Mardiyanto & Elya (2017), sukrosa berfungsi sebagai cadangan energi dan aktif
dalam pembentukan metabolit sekunder dalam pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Oleh karena itu dalam media kultur perlu penambahan sukrosa sehingga
sumber cadangan energi bagi planlet akan tercukupi dan pertumbuhan planlet
kentang menjadi lebih kokoh.
Perlakuan beberapa konsentrasi CaP tidak berpengaruh terhadap tinggi
planlet kentang. Tidak berpengaruhnya perlakuan CaP terhadap tinggi planlet
disebabkan oleh konsentrasi CaP yang digunakan terlalu rendah, sehingga
dibutuhkan penggunaan CaP dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Hal yang sama
dihasilkan oleh penelitian Ewase et al (2018), bahwa pemberian CaP tidak
memengaruhi pertumbuhan pada tinggi tanaman melainkan mencegah terjadinya
nekrosis pada ujung daun tanaman kentang.
4.3. Jumlah Nodus Kentang
Nodus pada planlet kentang setara dengan pertumbuhan daun pada planlet
kentang. Setiap nodus pada planlet kentang memiliki mata tunas yang nantinya
akan terbentuk tunas baru. Hasil pengamatan pada delapan minggu setelah tanam
diperoleh rata-rata jumlah nodus pada perlakuan konsentrasi hara makro berbeda
nyata kecuali perlakuan konsentrasi hara makro 1,5 x tidak berbeda nyata dengan
konsentrasi hara makro 0,5 x dan 1 x, sedangkan pada penambahan konsentrasi CaP
secara keseluruhan didapati tidak berbeda nyata (Tabel 3).
19
Tabel 3. Jumlah nodus planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan CaP yang
berbeda
Perlakuan Rata-rata Jumlah Nodus
Konsentrasi Hara Makro
0,5 x 14,36a
1 x 11,90b
1,5 x 12,88ab
2 x 8,33c
2,5 x 7,24c
3 x 2,10d
Konsentrasi CaP (ppm)
0 9,38a
0,5 10,32a
5 8,70a
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata berdasarkan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%.
Jumlah nodus tidak berpengaruh (Sig>0,05) terhadap konsentrasi CaP,
sedangkan interaksi antara konsentrasi hara makro dengan CaP serta konsentrasi
hara makro berpengaruh (Sig<0,05) terhadap jumlah nodus yang dihasilkan
(Lampiran 5). Jumlah nodus yang dihasilkan pada perlakuan konsentrasi hara
makro 0,5 x dengan CaP 5 ppm sebanyak 15,6 buah (Gambar 5; Gambar 6A;
Lampiran 11), hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi tersebut telah
mencukupi untuk pertumbuhan jumlah nodus.
Gambar 5. Rata-rata jumlah nodus kentang pada minggu ke-8
12.8
14.715.6
13.36
11.0611.27
12.4712.37
13.8
7.7
14.17
3.13
6.37
8.2
7.17
3.53
1.47 1.3
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Jum
lah N
od
us
(buah
)
20
Gambar 6. Jumlah nodus planlet kentang pada perlakuan (A) konsentrasi hara
makro 0,5 x dan CaP 5 ppm; (B) konsentrasi hara makro 2 x dan CaP
0,5 ppm dan (C) konsentrasi hara makro dan CaP 5 ppm. Garis hitam
horizontal di bawah gambar sampel menunjukkan skala 1 cm.
Jumlah daun pada tanaman dipengaruhi oleh jumlah nodus yang terbentuk.
Semakin banyak jumlah nodus yang terbentuk maka semakin banyak daun yang
dihasilkan, hal ini menunjukkan bahwa pada media kultur dengan penambahan
unsur nitrogen (N) dan unsur sulfur (S) dalam bentuk senyawa NH4No3 dan MgSO4
pada konsentrasi setengah dari konsentrasi normal media MS akan menghasilkan
nodus dalam jumlah lebih banyak. Hasil ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi
hara makro 0,5 x sudah cukup untuk memicu dalam pembentukkan nodus atau
daun. Hasil ini didukung oleh penelitian Nuraini, Rizky & Susanti (2014) bahwa
penggunaan unsur nitrogen dalam media berperan dalam pembentukkan daun.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Supriyadi, Diana & Djumali (2018),
bahwa penggunaan unsur sulfur dalam jumlah tinggi pada media tanam yang
ditumbuhkan secara ex vitro akan menghasilkan nodus dalam jumlah banyak,
sedangkan hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan senyawa sulfur lebih sedikit
dibutuhkan dalam kultur in vitro.
Konsentrasi hara makro 2 x dengan konsentrasi CaP 0,5 ppm (Gambar 5;
Gambar 6B; Lampiran 11) memberikan hasil jumlah nodus yang bagus, hal tersebut
dikarenakan adanya penambahan CaP yang berperan dalam pembentukan nodus
sehingga nodus planlet kentang dapat terbentuk. Hasil ini sesuai dengan penelitian
Elfiani (2013), bahwa pemberian CaP pada media berperan penting dalam
pertambahan buku pada tanaman kentang. Kalsium yang terkandung dalam CaP
berfungsi untuk menyusun dinding sel serta merangsang titik tumbuh sehingga
jumlah nodus dapat meningkat. Sementara itu, pada konsentrasi hara makro 3 x
dengan konsentrasi CaP yang berbeda terjadi penurunan jumlah nodus, hal ini dapat
A B C
21
terjadi apabila konsentrasi hara makro ditingkatkan maka akan menghambat
pertumbuhan vegetatif tanaman (Gambar 5; Gambar 6C; Lampiran 11).
Perlakuan beberapa konsentrasi CaP tidak berpengaruh terhadap jumlah
nodus planlet kentang. Tidak berpengaruhnya perlakuan CaP disebabkan oleh
kandungan kalsium dalam CaP terlalu rendah jika dibandingkan dengan kalsium
yang ada pada hara makro berupa CaCl2. Hasil yang sama dihasilkan pada
penelitian Ewase et al (2018), bahwa konsentrasi kalsium yang terkandung pada
CaP tidak memberikan pengaruh karena jumlahnya lebih rendah dibandingkan
dengan jumlah kalsium yang terkandung pada CaCl2.
4.4. Kerapatan Nodus Kentang
Kerapatan nodus merupakan jarak antar nodus satu dengan nodus lainnya.
Hasil pengamatan pada minggu kedelapan diperoleh rata-rata kerapatan nodus pada
perlakuan konsentrasi hara makro tidak berbeda nyata kecuali pada konsentrasi hara
makro 3 x, sedangkan seluruh perlakuan penambahan konsentrasi CaP didapati
tidak berbeda nyata (Tabel 4).
Tabel 4. Kerapatan nodus planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan CaP
yang berbeda
Perlakuan Rata-rata Kerapatan
Nodus Konsentrasi Hara Makro
0,5 x 0,666a
1 x 0,624a
1,5 x 0,606a
2 x 0,374b
2,5 x 0,374b
3 x 0,049c
Konsentrasi CaP (ppm)
0 0,456a
0,5 0,478a
5 0,388a
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata berdasarkan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%.
Kerapatan nodus planlet kentang dipengaruhi oleh konsentrasi hara makro
(Sig<0,05), sedangkan konsentrasi CaP dan interaksi antara hara makro dan CaP
tidak berpengaruh (Sig>0,05) terhadap kerapatan nodus planlet kentang (Lampiran
6). Kerapatan nodus dihasilkan pada perlakuan konsentrasi hara makro 0,5 x
sebesar 0,666 cm (Tabel 4; Gambar 7 A; Lampiran 12), hal tersebut dikarenakan
22
kandungan hara makro pada media telah tercukupi dan adanya unsur nitrogen (N)
yang bersumber dari senyawa NH4NO3 pada konsentrasi setengah dari konsentrasi
normal media MS sehingga dihasilkan rata-rata kerapatan nodus yang tinggi.
Namun, kerapatan nodus yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi hara
makro yang digunakan, sehingga semakin tinggi konsentrasi hara makro maka
pertumbuhan antar nodus planlet akan terhambat.
Kerapatan nodus berbanding lurus dengan jumlah nodus yang dihasilkan.
Semakin banyak jumlah nodus maka semakin tinggi kerapatan nodus yang
terbentuk. Menurut Yuniarachma, Roviq & Nihayati (2019), apabila semakin
banyak jumlah daun yang dihasilkan maka jumlah nodus yang dihasilkan semakin
banyak, hal ini dikarenakan jumlah nitrogen yang terkandung pada media
memberikan fungsi dalam pertumbuhan dan pembentukan cabang daun.
Gambar 7. Kerapatan nodus planlet kentang pada perlakuan (A) konsentrasi hara
makro 0,5 x dan (B) konsentrasi hara makro 3 x. Garis hitam horizontal
di bawah gambar sampel menunjukkan skala 1 cm.
Kerapatan nodus terkecil dihasilkan pada konsentrasi hara makro 3 x
(Gambar 7B; Lampiran 12), hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi
media maka akan mengakibatkan toksik pada tanaman sehingga pertumbuhan
menjadi terhambat. Selain penggunaan unsur nitrogen (N), unsur besi (Fe) dapat
memengaruhi pertumbuhan nodus. Hasil ini sesuai dengan penelitian Djajanegara
(2010), bahwa kandungan besi dalam media kultur jaringan anggrek bulan
memengaruhi pertumbuhan nodus dan unsur besi berperan dalam pembentukan
klorofil sehingga jumlah daun yang terbentuk akan optimal. Perlakuan CaP tidak
berpengaruh terhadap kerapatan nodus planlet kentang, hal ini dikarenakan
kandungan kalsium pada CaP lebih rendah jika dibandingkan dengan jumlah
kalsium pada hara makro.
1 cm 0,2 cm
A B
23
4.5. Jumlah Akar Kentang
Keberhasilan dalam kultur jaringan dapat dilihat dari pertumbuhan akar.
Pembentukan akar pada planlet berhubungan dengan kandungan unsur yang ada
pada jaringan tanaman yang selanjutnya terbentuk pemanjangan serta pembesaran
sel. Hasil pengamatan pada delapan minggu setelah tanam diperoleh rata-rata
jumlah akar pada perlakuan konsentrasi hara makro tidak berbeda nyata kecuali
pada konsentrasi hara makro 1,5 x dan 2 x, sedangkan seluruh penambahan
konsentrasi CaP didapati tidak berbeda nyata (Tabel 5).
Tabel 5. Jumlah akar planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan CaP yang
berbeda
Perlakuan Rata-rata Jumlah Akar
Konsentrasi Hara Makro
0,5 x 3,94a
1 x 3,92a
1,5 x 2,84b
2 x 0,69c
2,5 x 0,27d
3 x 0,00d
Konsentrasi CaP (ppm)
0 1,87a
0,5 2,03a
5 1,93a
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata berdasarkan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%.
Jumlah akar planlet kentang dipengaruhi oleh konsentrasi hara makro
(Sig<0,05). Namun, konsentrasi CaP dan interaksinya dengan hara makro tidak
berpengaruh (Sig>0,05) terhadap jumlah akar planlet kentang (Lampiran 7). Jumlah
akar sebanyak 3,94 buah pada perlakuan konsentrasi hara makro 0,5 x merupakan
jumlah akar terbanyak dibandingkan dengan konsentrasi lainnya (Tabel 5; Gambar
7A; Lampiran 13), hal tersebut dikarenakan kandungan hara telah tercukupi untuk
membentuk akar planlet kentang. Kemampuan planlet dalam membentuk akar
didukung oleh unsur fosfor (P) yang bersumber dari senyawa KH2PO4. Perlakuan
pada konsentrasi hara makro setengah dari konsentrasi normal media MS
menghasilkan jumlah akar terbanyak. Hasil ini sesuai dengan penelitian Kurniawan,
Ginting & Nurjannah (2017), bahwa pada media tanam terkandung unsur fosfor
yang berperan dalam pembentukan akar. Selain penggunaan unsur fosfor, unsur
24
kalsium juga merupakan salah satu unsur yang diperlukan dalam pertumbuhan dan
perkembangan akar tanaman.
Gambar 8. Jumlah akar planlet kentang pada perlakuan (A) konsentrasi hara makro
0,5 x dan (B) konsentrasi hara makro 3 x. Garis hitam horizontal di
bawah gambar sampel menunjukkan skala 1 cm.
Pemberian konsentrasi hara makro lebih dari 1,5 x akan menghasilkan akar
planlet kentang dalam jumlah sedikit. Semakin tinggi konsentrasi hara makro yang
digunakan maka akan menghambat pembetukkan akar pada planlet kentang, hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan kalsium berlebih akan mengakibatkan toksik
pada planlet kentang sehingga akar yang dihasilkan lebih sedikit. Akibat dari hal
tersebut akan memengaruhi pertumbuhan planlet dikarenakan planlet tidak dapat
menyerap nutrisi pada media. Menurut Achmad & Putra (2016), pertumbuhan akar
akan terhambat bahkan akan menjadi mati apabila terjadi peningkatan unsur
kalsium yang berlebih.
Perlakuan beberapa konsentrasi CaP tidak berpengaruh terhadap akar planlet
kentang. Tidak berpengaruhnya perlakuan CaP terhadap akar disebabkan oleh
peran CaP dalam media tidak berhubungan dengan akar yang dihasilkan. Peran CaP
dalam media yaitu untuk mencegah terjadinya nekrosis pada ujung daun planlet
kentang, sehingga hasil yang didapatkan tidak berpengaruh antara penambahan CaP
dan akar yang dihasilkan (Ewase et al., 2018).
4.6. Jumlah Klorofil Daun Kentang
Daun merupakan organ yang diperlukan dalam proses fotosintesis. Proses
fotosintesis terjadi di kloroplas dan pigmen utamanya berupa klorofil-a dan
klorofil-b. Hasil pengamatan pada minggu kedelapan diperoleh rata-rata jumlah
klorofil pada perlakuan konsentrasi hara makro tidak berbeda nyata kecuali pada
A B
25
konsentrasi hara makro 3 x, sedangkan seluruh perlakuan pada konsentrasi CaP
didapati tidak berbeda nyata (Tabel 6).
Tabel 6. Jumlah klorofil planlet kentang pada konsentrasi hara makro dan CaP yang
berbeda
Perlakuan Rata-rata Jumlah Klorofil
Konsentrasi Hara Makro
0,5 x 9,57b
1 x 17,97a
1,5 x 17,46a
2 x 7,38b
2,5 x 10,32b
3 x 2,17c
Konsentrasi CaP (ppm)
0 10,67a
0,5 10,26a
5 11,49a
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata berdasarkan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%.
Jumlah klorofil planlet kentang dipengaruhi oleh konsentrasi hara makro
(Sig<0,05), sedangkan konsentrasi CaP dan interaksinya dengan hara makro tidak
berpengaruh (Sig>0,05) terhadap jumlah klorofil planlet kentang (Lampiran 8).
Jumlah klorofil pada perlakuan konsentrasi hara makro 1 x menghasilkan klorofil
sebanyak 17,97 klorofil/mm2 dengan daun berwarna hijau tua merupakan hasil
terbaik dibandingkan dengan konsentrasi lainnya (Tabel 6), hal tersebut
dikarenakan kandungan klorofil pada konsentrasi hara makro 1 x telah cukup
memenuhi dalam pembentukan warna hijau pada daun. Klorofil terbentuk karena
adanya unsur nitrogen (N) berupa NH4NO3 yang terkandung pada media. Unsur
nitrogen merupakan unsur hara yang berperan dalam penyusunan klorofil sehingga
daun yang dihasilkan berwarna hijau (Dewanto et al., 2013) dan daun yang
berwarna hijau tua mengindikasikan adanya klorofil-a yang tinggi (Lizawati, 2012).
26
Gambar 9. Kandungan klorofil daun pada konsentrasi hara makro 1 x
Daun kentang pada bagian tengah planlet memiliki kandungan klorofil
terbesar jika dibandingkan dengan daun kentang pada bagian dekat pucuk planlet
ataupun pangkal bawah planlet, sehingga terdapat perbedaan kadar klorofil dari
ketiga bagian daun tersebut (Gambar 9). Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Utami, Haliani, Muslimin & Suwastika (2013), pada daun tanaman
bawang merah diperoleh data kandungan klorofil dibagian tengah dan ujung daun
lebih besar dibandingkan pada pangkal daun. Hal ini dikarenakan rendahnya
intensitas cahaya yang mengenai bagian pangkal sehingga menyebabkan
pembentukkan klorofil tidak sempurna dan umumnya warna daun menjadi pucat.
Perlakuan beberapa konsentrasi CaP tidak berpengaruh terhadap jumlah
klorofil planlet kentang. Tidak berpengaruhnya perlakuan CaP terhadap klorofil
disebabkan oleh peran CaP dalam media tidak berhubungan dengan pembentukan
klorofil yang dihasilkan. Pembentukan klorofil dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu genetik tanaman, intensitas cahaya, oksigen, air, temperatur dan unsur hara,
sedangkan fungsi CaP hanya memperkecil terjadinya nekrosis pada ujung daun
(Elfiani, 2013).
5.412.7 7.2 7
16.35 9
1.9
227.7 9.3 2.9 7.5 8 5.6
34.735.2
31 27.8
41.5
17.4
30.8
24.5
39.3
17.8 17.217.5
15.6
37.6
25.2
22.6
28.7
13.212
32.5
16
24.8
19.1
10.5
8.713.9
10.3 6.8
12.4
16.9
Pangkal Planlet Tengah Planlet Pucuk Planlet
27
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1) Planlet vigor berupa batang yang kokoh dihasilkan pada perlakuan konsentrasi
hara makro 1,5 x tanpa penambahan CaP dan pertumbuhan planlet kentang
terbaik dihasilkan pada perlakuan konsentrasi hara makro 0,5 x.
2) Konsentrasi CaP tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan eksplan kentang
secara in vitro.
3) Interaksi antara konsentrasi hara makro dan konsentrasi CaP hanya
berpengaruh terhadap peubah jumlah nodus planlet kentang.
5.2. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adapun saran yang dapat
diberikan terhadap penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut:
1) Perlu dilakukan aklimatisasi untuk mengetahui ketahanan hidup planlet
kentang pada kondisi heterogen.
2) Perlu dilakukan kajian lanjutan mengenai penggunaan CaP pada konsentrasi
yang lebih tinggi.
28
DAFTAR PUSTAKA
Abdollahi, M. R., Najafi, S., Sarikhani, H., & Moosavi, S. S. (2016). Induction and
development of anther-derived gametic embryos in cucumber (Cucumis
sativus L.) by optimizing the macronutrient and agar concentrations in culture
medium. Turkish Journal of Biology, 40(3), 571–579.
https://doi.org/10.3906/biy-1502-55
Achmad, S. R., & Putra, R. C. (2016). Respon tanaman karet di pembibitan terhadap
pemberian pupuk majemuk magnesium plus. Jurnal Penelitian Karet, 34(1),
49–60. jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek
Akhadiarto, S. (2009). Pemanfaatan limbah kulit singkong, kulit pisang dan kulit
kentang sebagai bahan pakan ternak melalui teknik fermentasi. Jurnal
Teknologi Lingkungan, 10(3), 257–263.
https://doi.org/10.29122/jtl.v10i3.1471
Arimarsetiowati, R. (2012). Kultur jaringan tanaman kopi. Warta Pusat Penelitian
Kopi Dan Kakao Indonesia, 24(2), 13–17.
Asgar, A., Rahayu, S. T., Kusmana, M., & Sofiari, E. (2011). Uji kualitas umbi
beberapa klon kentang untuk keripik. Jurnal Hortikultura, 21(1), 51–59.
https://doi.org/10.21082/jhort.v21n1.2011.p51-59
Badan Pusat Statistik. (2020). Statistik Hortikultura 2020 (R. Setiawati, Sulistina,
R. Widyasturi, T. M. Herdina, & M. Ulum (eds.); 2020th ed.). Badan Pusat
Statistik Republik Indonesia. https://doi.org/10.21608/sjam.2020.159151
Dewanto, F. G., Londok, J. J. M. R., Tuturoong, R. A. V., & Kaunang, W. B.
(2013). Pengaruh pemupukan anorganik dan organik terhadap produksi
tanaman jagung sebagai sumber pakan. Zootec, 32(5), 1–8.
https://doi.org/10.35792/zot.32.5.2013.982
Djajanegara, I. (2010). Pemanfaatan limbah buah pisang dan air kelapa sebagai
bahan media kultur jaringan anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) tipe 229.
Jurnal Teknologi Lingkungan, 11(3), 373–380.
Elfiani. (2013). Pengumbian in vitro kentang granola. Jurnal Dinamika Pertanian,
28(1), 33–38.
Ewase, A. E. S., Alzarqah, A. E. M., & Bogmaza, A. F. M. (2018). Effect of calcium
pantothenate on potato plants growth and shoot tip necrosis, cv. spunta.
Journal of Humanities and Applied Science, 31, 1–12.
Furnawanthi, I., Devianti, S. J., Nauly, D., Mardiyanto, R., & Elya, M. (2017).
Respon pertumbuhan eksplan kentang (Solanum tuberosum L.) variestas AP-
4 terhadap manitol sebagai media konservasi secara in vitro. Prosiding
Seminar Nasional 2017 Fakultas Pertanian UMJ, May, 245–252.
George, E. F., Hall, M. A., & Klerk, G. J. De. (2008). The components of plant
29
tissue culture media i : macro and micro nutrients (3rd Editio). Springer,
Dordrecht. https://doi.org/doi.org/10.1007/978-1-4020-5005-3_3
Handayani, T., Sofiari, E., & Kusmana. (2011). Karakterisasi morfologi klon
kentang di dataran medium. Buletin Plasma Nutfah, 17(2), 116–121.
https://doi.org/10.21082/blpn.v17n2.2011.p116-121
Hasni, V. U., Barus, A., Sitepu, F. E. T., & Hutabarat, R. C. B. (2014). Respons
pemberian coumarin terhadap produksi mikro tuber planlet kentang (Solanum
tuberosum L.) varietas granola. Jurnal Agroekoteknologi, 2(4), 1552–1562.
https://doi.org/10.32734/jaet.v2i4.8459
Hidayat, Y. S., Efendi, D., & Sulassih. (2018). Karakterisasi morfologi beberapa
genotipe kentang (Solanum tuberosum) yang dibudidayakan di Indonesia.
Comm. Horticulturae Journal, 2(1), 28–34.
https://doi.org/10.29244/chj.2.1.28-34
Karjadi, A. ., & Buchory, A. (2008). Pengaruh auksin dan sitokinin terhadap
pertumbuhan dan perkembangan jaringan meristem kentang kultivar granola.
Jurnal Hortikultura, 18(4), 380–384.
https://doi.org/10.21082/jhort.v18n4.2008.p
Karyanti. (2017). Pengaruh beberapa jenis sitokinin pada multiplikasi tunas
anggrek Vanda douglas secara in vitro. Jurnal Bioteknologi & Biosains
Indonesia (JBBI), 4(1), 36–43. http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JBBI
Karyanti, Juanda, & Tajuddin, T. (2014). Kemampuan tumbuh eksplan Jatropha
curcas L. pada media in vitro yang mengandung hormon IBA dan BA. Jurnal
Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI), 1(1), 1–8.
https://doi.org/10.29122/jbbi.v1i1.545
Karyanti, & Royani, J. I. (2012). Pemanfaatan bahan teknis KNO3, CaCl2, MgSO4,
KH2PO4 sebagai hara makro dan Benzil Adenin dalam perbanyakan jati
(Tectona grandis L.) secara in vitro. Jurnal Sains Dan Teknologi Indonesia,
14(3), 203–208. https://doi.org/10.29122/jsti.v14i3.927
Khasanah, I., Prihastanti, E., Hastuti, E. D., & Subagio, A. (2016). Pengaruh
kombinasi pupuk daun dan nano silika terhadap pertumbuhan anggrek
(Dendrobium sp.) pada subkultur secara in vitro. Jurnal Akademika Biologi,
5(3), 15–22.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/biologi/article/view/19499/18491
Kurniawan, E., Ginting, Z., & Nurjannah, P. (2017). Pemanfaatan urine kambing
pada pembuatan pupuk organik cair terhadap kualitas unsur hara makro (npk).
Seminar Nasional Sains Dan Teknologi, 23, 1–10.
jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek
Kusandriani, Y. (2016). Uji daya hasil dan kualitas delapan genotip kentang untuk
industri keripik kentang nasional berbahan baku lokal. Jurnal Hortikultura,
30
24(4), 283–288. https://doi.org/10.21082/jhort.v24n4.2014.p283-288
Kusmana, N., & Sofiari, E. (2007). Karakterisasi kentang varietas granola, atlantic,
dan balsa dengan metode UPOV. Buletin Plasma Nutfah, 13(1), 27.
https://doi.org/10.21082/blpn.v13n1.2007.p27-33
Lestari, E. G. (2011). Peranan zat pengatur tumbuh dalam perbanyakan tanaman
melalui kultur jaringan. Jurnal AgroBiogen, 7(1), 63–68.
https://doi.org/10.21082/jbio.v7n1.2011.p63-68
Lizawati. (2012). Induksi kalus embriogenik dari eksplan tunas apikal tanaman
jarak pagar (Jatropha curcas L.) dengan penggunaan 2,4 D dan TDZ.
Bioplantae, 1(2), 75–87.
Marlina, N. (2004). Teknik modifikasi media murashige dan skoog (MS) untuk
konservasi in vitro mawar. Bulletin Teknik Pertanian, 9(1), 4–6.
Muhibuddin, A. (2016). Inovasi teknologi pengembangan budidaya kentang di
dataran medium : teori dan pengalaman empiris (Sobirin (ed.); 1st ed.). CV.
Sah Media.
Mulyono, D., Syah, M. J. A., Sayekti, A. L., & Hilman, Y. (2017). Kelas benih
kentang (Solanum tuberosum L.) berdasarkan pertumbuhan, produksi, dan
mutu produk. Jurnal Hortikultura, 27(2), 209–216.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.21082/jhort.v27n2.2017.p209-216
Nuraini, A., Rizky, W. H., & Susanti, D. (2014). Pemanfaatan pupuk daun sebagai
media alternatif dan bahan organik pada kultur in vitro kentang (Solanum
tuberosum L.) kultivar granola. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan
Teknologi Pertanian Polinela, 189–196.
Nurchayati, Y., Setiari, N., Dewi, N. K., & Meinaswati, F. S. (2019). Karakterisasi
morfologi dan fisiologi dari tiga varietas kentang (Solanum tuberosum L.) di
Kabupaten Magelang Jawa Tengah. NICHE Journal of Tropical Biology, 2(2),
38–45.
Pantjaningtyas, S. (2012). Keefektifan penambahan kalsium klorida untuk
mengurangi nekrosis pada perbanyakan kakao (Theobroma cacao L.) secara
in vitro. Pelita Perkebunan, 28(1), 23–31.
Pramanik, D., & Rachmawati, F. (2010). Pengaruh jenis media kultur in vitro dan
jenis eksplan terhadap morfogenesis lili oriental. Jurnal Hortikultura, 20(2),
111–119. https://doi.org/10.21082/jhort.v20n2.2010.p
Purba, D. E. H., Suprihatin, I. E., & Laksmiwati, A. A. I. A. M. (2016). Pembuatan
bioetanol dari kupasan kentang (Solanum tuberosum L.) dengan proses
fermentasi. Jurnal Kimia, 10(1), 155–160.
Purwanto, Purwantono, A. S. D., & Mardin, S. (2007). Modifikasi media MS dan
perlakuan penambahan air kelapa untuk menumbuhkan eksplan tanaman
31
kentang. Jurnal Penelitian Dan Informasi Pertanian, 11(1), 36–42.
Rizal, S. (2017). Pengaruh nutrisi yang diberikan terhadap pertumbuhan tanaman
sawi pakcoy (Brasicca rapa L.) yang di tanam secara hidroponik. Sainmatika,
14(1), 38–44.
Rudiyanto, Hapsari, B. W., & Ermayanti, T. M. (2018). Pengaruh modifikasi
KH2PO4, NH4NO3 dan sukrosa terhadap pertumbuhan tunas serta
pembentukan umbi mikro taka (Tacca leontopetaloides) secara in vitro. Jurnal
Biologi Indonesia, 14(1), 11–21. https://doi.org/10.47349/jbi/14012018/11
Sagala, D., Tubur, H. W., Jannah, U. F., & Sinath, C. (2012). Pengaruh BAP
terhadap pembentukan dan pembesaran umbi mikro kentang kultivar granola.
Jurnal Agroqua, 10(1), 5–12.
http://journals.unihaz.ac.id/index.php/agrogua/article/view/37
Saptari, R. T., & Sumaryono. (2016). Modifikasi sistem kultur in vitro untuk
meningkatkan vigor planlet stevia (Stevia rebaudiana Bert.). Menara
Perkebunan, 84(2), 61–68. https://doi.org/10.22302/ppbbi.jur.mp.v84i2.211
Siallagan, C. Y., Nurhidayah, T., & Nurbaiti. (2017). Pengaruh kompos limbah
sayur-sayuran terhadap pertumbuhan bibit kopi robusta (Coffea canephora
Pierre). Jom Faperta, 4(1), 1–8.
Sulistiani, E., & Yani, S. . (2012). Produksi bibit tanaman dengan menggunakan
teknik kultur jaringan. Seameo Biotrop.
Supriyadi, Diana, N. E., & Djumali. (2018). Pertumbuhan dan produksi tebu
(Saccharum officinarum Poaceae) pada berbagai paket pemupukan di lahan
kering berpasir. Berita Biologi, 17(2), 147–156.
https://doi.org/10.14203/beritabiologi.v17i2.2287
Suryanti, I. A. P., Ramona, Y., & Proborini, M. W. (2013). Isolation and
identification of the causative agents of wilting and their antagonistics in
potato plants cultivated in Bedugul, Bali. Jurnal Biologi, 16(2), 37–41.
Swamy, M. K., Sudipta, K. M., Balasubramanya, S., & Anuradha, M. (2010). Effect
of different carbon sources on in vitro morphogenetic response of patchouli
(Pogostemon cablin Benth). Journal of Phytology, 2(8), 11–17.
Trivedi, M. K., Branton, A., Trivedi, D., Nayak, G., Bairwn, K., & Jana, S. (2015).
Physical, thermal, and spectroscopic characterization of biofield energy
treated murashige and skoog plant cell culture media. Cell Biology, 3(4), 50–
57. https://doi.org/10.11648/j.cb.20150304.11
Utami, F. T., Haliani, Muslimin, & Suwastika, I. N. (2013). Organogenesis tanaman
bawang merah (Allium ascalonicum L.) lokal napu secara in vitro pada
medium ms dengan penambahan IAA dan BAP. Online Jurnal of Natural
Science, 2(2), 19–26.
https://doi.org/https://doi.org/10.22487/25411969.2013.v2.i2.1643
32
Wenas, M., Manengkey, G. S. J., & Makal, H. V. G. (2016). Insidensi penyakit layu
bakteri pada tanaman kentang (Solanum tuberosum L) di Kecamatan
Modoinding. Cocos, 7(3).
Widiastoety, D. (2014). Pengaruh auksin dan sitokinin terhadap pertumbuhan
planlet anggrek mokara. Jurnal Hortikultura, 24(3), 230–238.
https://doi.org/10.21082/jhort.v24n3.2014.p230-238
Widiastoety, Dyah, Santi, A., & Solvia, N. (2012). Pengaruh myoinositol dan arang
aktif terhadap pertumbuhan planlet anggrek dendrobium dalam kultur in vitro.
Jurnal Hortikultura, 22(3), 205–209.
https://doi.org/10.21082/jhort.v22n3.2012.p205-209
Yuniarachma, A., Roviq, M., & Nihayati, E. (2019). Respon pertumbuhan dan
kandungan flavonoid tanaman bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus
Lour.) pada berbagai kerapatan naungan dan dosis pupuk nitrogen. Jurnal
Produksi Tanaman, 7(12), 2206–2214.
Zulkarnain. (2006). Teknik kultur jaringan tanaman edisi ketiga. In Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia.
33
LAMPIRAN
Lampiran 1. Komposisi larutan stok pada media Murashige and Skoog
Larutan Senyawa Komposisi
(mg/L)
Kebutuhan dalam
100x konsentrasi
(g/L)
Volume
untuk media
1 L
Stok A NH4NO3 1650 165 10 mL
Stok B KNO3 1900 190 10 mL
Stok C CaCl2.2H2O 440 44 10 mL
Stok D MgSO4.H2O 370 37 10 mL
KH2PO4 170 17
Stok E MnSO4.H2O 22.3 2.23
10 mL
ZnSO4.7H2O 8.6 0.86
H3BO3 6.2 0.62
KI 0.83 0.083
Na2MoO4.7H2O 0.25 0.025
CoCl2.6H2O 0.025 0.0025
CuSO4.5H2O 0.025 0.0025
Stok F FeSO4.H2O 27.8 2.78 10 mL
Na2EDTA 37.3 3.73
Vitamin Tiamin-HCl 0.1 Dibuat stok
konsentrasi @1000
ppm
Dipipet
sesuai
kebutuhan
Pyridoxine.HCl 0.5
Nicotine Acid 0.5
Glysine 2
Myo-inositol 100 Ditimbang
34
Lampiran 2. Posisi perlakuan penanaman eksplan kentang
Ulangan 1 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 K05C0 K25C0 K2C2 K2C0 K25C2 K1C2 K15C0 K3C0 K15C1 K05C2
2 K3C0 K1C1 K05C1 K1C0 K3C1 K2C1 K2C0 K25C1 K3C2 K15C2
3 K15C0 K3C1 K25C2 K3C2 K1C1 K15C1 K25C0 K05C1 K3C0 K25C1
4 K2C1 K05C2 K15C2 K2C2 K25C0 K25C1 K1C0 K25C2 K1C2 K05C0
2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 K15C1 K25C1 K3C0 K15C2 K1C0 K05C1 K05C2 K2C0 K15C0 K2C1
2 K3C1 K05C0 K15C1 K25C1 K3C0 K25C0 K1C1 K3C2 K25C2 K1C2
3 K2C2 K2C0 K3C2 K05C2 K05C1 K25C2 K3C1 K15C2 K3C2 K3C0
4 K1C1 K25C2 K1C2 K2C1 K3C2 K1C0 K2C2 K25C0 K05C0 K15C0
3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 K1C0 K3C0 K05C2 K05C1 K1C2 K15C2 K25C1 K1C1 K2C0 K3C2
2 K25C2 K15C0 K3C1 K15C1 K2C0 K2C2 K05C1 K2C1 K3C1 K1C1
3 K15C2 K3C2 K05C0 K25C0 K15C0 K3C0 K25C2 K1C0 K2C1 K3C1
4 K25C0 K1C2 K25C1 K25C2 K2C1 K05C2 K15C1 K05C0 K15C2 K2C2
4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 K2C0 K2C2 K25C0 K15C0 K15C1 K3C1 K15C2 K05C2 K05C1 K1C0
2 K3C2 K05C1 K1C1 K3C1 K25C1 K2C0 K2C1 K1C2 K2C2 K25C2
3 K1C2 K15C2 K2C0 K3C0 K05C2 K3C2 K05C0 K3C1 K25C1 K25C0
4 K25C1 K2C1 K1C0 K05C0 K2C2 K1C1 K3C0 K15C0 K25C0 K15C1
5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 K05C2 K1C0 K15C0 K1C2 K05C0 K15C0 K1C0 K15C1 K05C2 K05C1
2 K05C1 K15C1 K2C1 K1C1 K15C2 K05C0 K1C2 K2C2 K1C1 K2C0
Ulangan 2
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 K2C1 K05C0 K25C2 K15C1 K1C1 K15C0 K3C1 K25C1 K05C2 K15C2
2 K1C0 K25C1 K1C2 K3C0 K25C2 K2C2 K05C1 K3C2 K3C1 K2C0
3 K25C0 K2C2 K1C1 K05C1 K25C1 K3C0 K25C2 K15C2 K1C2 K3C2
4 K05C2 K15C0 K3C1 K2C1 K1C0 K3C2 K2C0 K25C2 K05C0 K15C1
2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 K15C1 K05C2 K1C0 K15C0 K2C0 K1C1 K2C1 K2C2 K3C0 K05C1
2 K3C2 K25C2 KO5C0 K25C1 K2C2 K1C2 K3C0 K3C1 K3C2 K25C0
3 K05C1 K15C2 K3C2 K25C2 K15C1 K25C0 K1C0 K3C2 K1C1 K2C2
4 K3C0 K3C1 K25C0 K1C2 K2C1 K15C2 K15C0 K05C0 K2C0 K05C2
3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 K15C0 K2C0 K15C1 K2C2 K05C1 K2C1 K1C1 K3C0 K1C0 K1C2
2 K25C2 K1C0 K3C0 K3C2 K15C2 K05C1 K2C2 K05C2 K25C0 K15C0
3 K2C2 K3C2 K05C2 K05C0 K3C1 K25C1 K1C2 K2C0 K25C1 K2C1
4 K1C1 K2C1 K25C1 K15C2 K15C0 K15C1 K05C0 K25C0 K25C2 K3C1
35
4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 K1C2 K15C1 K2C2 K05C0 K05C0 K25C2 K25C0 K1C1 K15C2 K1C0
2 K2C0 K25C0 K15C2 K3C1 K3C0 K05C2 K05C1 K15C0 K2C1 K25C1
3 K3C1 K1C1 K15C0 K25C0 K1C2 K05C0 K25C1 K2C1 K2C2 K3C0
4 K25C1 K3C0 K05C1 K2C0 K3C2 K3C1 K15C1 K1C0 K15C0 K25C2
5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 K15C2 K05C1 K2C0 K1C1 K05C2 K1C0 K15C2 K1C2 K15C1 K05C0
2 K05C0 K1C2 K2C1 K1C0 K25C2 K2C0 K05C2 K15C1 K05C1 K1C1
Ulangan 3
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 K2C1 K25C0 K05C0 K1C1 K05C2 K15C2 K15C1 K15C0 K2C2 K3C0
2 K15C1 K3C0 K1C2 K15C2 K25C2 K05C2 K3C1 K25C1 K3C2 K05C1
3 K3C1 K1C1 K25C2 K3C2 K05C1 K2C0 K2C1 K3C0 K15C2 K25C0
4 K1C0 K2C0 K25C1 K15C0 K2C2 K25C0 K1C2 K05C0 K25C2 K1C0
2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 K2C0 K2C2 K1C0 K25C0 K1C2 K15C0 K2C0 K15C1 K05C1 K15C2
2 K1C1 K15C0 K3C0 K05C0 K15C1 K25C2 K25C1 K25C0 K3C1 K3C2
3 K2C2 K25C1 K2C1 K3C1 K3C0 K3C2 K05C2 K05C1 K1C2 K25C1
4 K25C2 K15C2 K3C2 K05C2 K2C1 K3C1 K05C0 K2C2 K1C0 K1C1
3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 K1C2 K25C2 K3C1 K05C1 K25C0 K1C0 K3C0 K15C2 K1C1 K15C1
2 K3C0 K15C1 K05C2 K25C1 K3C2 K2C2 K05C1 K2C1 K15C0 K2C0
3 K15C2 K3C2 K2C0 K25C2 K05C0 K1C1 K3C2 K05C2 K25C1 K3C1
4 K25C1 K1C0 K25C0 K1C2 K3C1 K05C0 K2C2 K25C2 K3C0 K15C0
4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 K25C0 K05C1 K15C1 K2C1 K15C2 K25C1 K1C1 K2C0 K2C0 K1C2
2 K15C0 K05C2 K2C2 K3C0 K2C0 K05C1 K15C2 K3C1 K25C0 K2C1
3 K3C2 K2C1 K15C2 K1C0 K25C1 K3C0 K25C0 K3C2 K05C0 K25C2
4 K05C0 K3C1 K1C1 K15C1 K15C0 K2C1 K25C2 K1C2 K05C2 K15C0
5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 K05C2 K05C0 K05C1 K2C0 K1C0 K1C2 K2C2 K1C1 K15C1 K05C2
2 K05C1 K1C2 K15C0 K2C2 K1C1 K15C1 K1C0 K2C0 K2C1 K05C0
Keterangan :
K05 : Konsentrasi Hara Makro 0,5 x C0 : Konsentrasi CAP 0 ppm
K1 : Konsentrasi Hara Makro 1 x C1 : Konsentrasi CAP 0,5 ppm
K15 : Konsentrasi Hara Makro 1,5 x C2 : Konsentrasi CAP 5 ppm
K2 : Konsentrasi Hara Makro 2 x
K25 : Konsentrasi Hara Makro 2,5 x
K3 : Konsentrasi Hara Makro 3 x
36
Lampiran 3. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Diameter Batang Kentang
pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam
Sumber DB JK KT F
Hitung F Tabel Sig
Model 17 0,241 0,014 9,673 0,000
Konsentrasi Hara
Makro 5 0,228 0,046 31,147 2,35 0,000*
Konsentrasi CaP 2 0,001 0,000 0,221 3,12 0,802
Konsentrasi Hara
Makro*Konsentrasi
CaP
10 0,012 0,001 0,826 1,97 0,605
Galat 72 0,106 0,001
Total 89
Keterangan: Angka yang diikuti oleh tanda (*) merupakan Sig <0.05
37
Lampiran 4. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Tinggi Planlet Kentang pada
Umur 8 Minggu Setelah Tanam
Sumber DB JK KT F
Hitung F Tabel Sig
Model 17 604,66 35,568 19,462 0.000
Konsentrasi Hara
Makro 5 561,408 112,282 61,324 2,48 0.000*
Konsentrasi CaP 2 5,559 2,779 1,518 3,26 0.233
Konsentrasi Hara
Makro*Konsentrasi
CaP
10 35,686 3,769 2,058 2,10 0.055
Galat 36 65,91 1,831
Total 53 670,57
Keterangan: Angka yang diikuti oleh tanda (*) merupakan Sig <0.05
38
Lampiran 5. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Jumlah Nodus Kentang pada
Umur 8 Minggu Setelah Tanam
Sumber DB JK KT F
Hitung F Tabel Sig
Model 17 1141,67 67,157 12,463 0,000
Konsentrasi Hara
Makro 5 917,40 183,478 34,051 2,48 0,000*
Konsentrasi CaP 2 23,95 11,970 2,222 3,26 0,123
Konsentrasi Hara
Makro*Konsentrasi
CaP
10 200,33 20,033 3,718 2,10 0,002*
Galat 36 193,99 5,388
Total 53 1335,64
Keterangan: Angka yang diikuti oleh tanda (*) merupakan Sig <0.05
39
Lampiran 6. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Kerapatan Nodus Kentang
pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam
Sumber DB JK KT F
Hitung F Tabel Sig
Model 17 4,855 0,286 9,246 0,000
Konsentrasi Hara
Makro 5 4,251 0,850 27,252 2,35 0,000*
Konsentrasi CaP 2 0,135 0,067 2,183 3,12 0,120
Konsentrasi Hara
Makro*Konsentrasi
CaP
10 0,469 0,047 1,519 1,97 0,150
Galat 72 2,224 0,31
Total 89
Keterangan: Angka yang diikuti oleh tanda (*) merupakan Sig <0.05
40
Lampiran 7. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Jumlah Akar Kentang pada
Umur 8 Minggu Setelah Tanam
Sumber DB JK KT F
Hitung F Tabel Sig
Model 17 156,533 9,209 56,70 0,000
Konsentrasi Hara
Makro 5 151,965 30,393 187,132 2,48 0,000*
Konsentrasi CaP 2 0,238 0,119 0,731 3,26 0,488
Konsentrasi Hara
Makro*Konsentrasi
CaP
10 4,350 0,435 2,678 2,10 0,015
Galat 36 5,847 0,162
Total 53 162,40
Keterangan: Angka yang diikuti oleh tanda (*) merupakan Sig <0.05
41
Lampiran 8. Rekapitulasi Hasil Uji Two Way Anova Jumlah Klorofil Daun
Kentang pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam
Sumber DB JK KT F
Hitung
F
Tabel Sig
Model 17 3037,202 178.659 2,550 0,000
Konsentrasi Hara
Makro 5 2752,486 550,497 17,101 2,35 0,000*
Konsentrasi CaP 2 23,829 11,915 0,370 3,12 0,692
Konsentrasi Hara
Makro*Konsentrasi
CaP
10 260,887 26,089 0,810 1,97 0,619
Galat 72 2317,781 32,191
Total 89
Keterangan: Angka yang diikuti oleh tanda (*) merupakan Sig <0.05
42
Lampiran 9. Diameter batang planlet kentang pada 8 MST
Keterangan: Diameter batang planlet kentang konsentrasi hara makro 0,5 x
(A); 0 ppm CaP (B); 0,5 ppm CaP (C); 5 ppm CaP, konsentrasi hara
makro 1 x (D); 0 ppm CaP (E); 0,5 ppm CaP (F); 5 ppm CaP,
konsentrasi hara makro 1,5 x (G); 0 ppm CaP (H); 0,5 ppm CaP
(I); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 2 x (J); 0 ppm CaP
(K); 0,5 ppm CaP (L); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 2,5 x
(M); 0 ppm CaP (N); 0,5 ppm CaP (O); 5 ppm CaP, konsentrasi hara
makro 3 x (P); 0 ppm CaP (Q); 0,5 ppm CaP (R); 5 ppm CaP
A B C D E F
G H I J K L
M N O P Q R
0,08 cm 0,08 cm 0,06 cm 0,12 cm 0,1 cm 0,1 cm
0,21 cm 0,2 cm 0,19 cm 0,16 cm 0,15 cm 0,18cm
0,15 cm 0,14 cm 0,14 cm 0,05 cm 0,05 cm 0,04cm
43
Lampiran 10. Tinggi planlet kentang pada 8 MST
Keterangan: Tinggi planlet kentang konsentrasi hara makro 0,5 x (A); 0 ppm CaP
(B); 0,5 ppm CaP (C); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 1 x
(D); 0 ppm CaP (E); 0,5 ppm CaP (F); 5 ppm CaP, konsentrasi hara
makro 1,5 x (G); 0 ppm CaP (H); 0,5 ppm CaP (I); 5 ppm CaP,
konsentrasi hara makro 2 x (J); 0 ppm CaP (K); 0,5 ppm CaP
(L); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 2,5 x (M); 0 ppm CaP
(N); 0,5 ppm CaP (O); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 3 x
(P); 0 ppm CaP (Q); 0,5 ppm CaP (R); 5 ppm CaP
A B C D E F
G H I J K L
M N O P Q R
44
Lampiran 11. Jumlah nodus planlet kentang pada 8 MST
Keterangan: Jumlah nodus planlet kentang konsentrasi hara makro 0,5 x (A); 0 ppm
CaP (B); 0,5 ppm CaP (C); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 1 x
(D); 0 ppm CaP (E); 0,5 ppm CaP (F); 5 ppm CaP, konsentrasi hara
makro 1,5 x (G); 0 ppm CaP (H); 0,5 ppm CaP (I); 5 ppm CaP,
konsentrasi hara makro 2 x (J); 0 ppm CaP (K); 0,5 ppm CaP
(L); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 2,5 x (M); 0 ppm CaP
(N); 0,5 ppm CaP (O); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 3 x
(P); 0 ppm CaP (Q); 0,5 ppm CaP (R); 5 ppm CaP
A B C D E F
G H I J K L
M N O P Q R
45
Lampiran 12. Kerapatan nodus planlet kentang pada 8 MST
Keterangan: Kerapatan nodus planlet kentang konsentrasi hara makro 0,5 x
(A); 0 ppm CaP (B); 0,5 ppm CaP (C); 5 ppm CaP, konsentrasi hara
makro 1 x (D); 0 ppm CaP (E); 0,5 ppm CaP (F); 5 ppm CaP,
konsentrasi hara makro 1,5 x (G); 0 ppm CaP (H); 0,5 ppm CaP
(I); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 2 x (J); 0 ppm CaP
(K); 0,5 ppm CaP (L); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 2,5 x
(M); 0 ppm CaP (N); 0,5 ppm CaP (O); 5 ppm CaP, konsentrasi hara
makro 3 x (P); 0 ppm CaP (Q); 0,5 ppm CaP (R); 5 ppm CaP
A B C D E F
G H I J K L
M N O P Q R
0,9 cm 1 cm 0,8 cm 0,8 cm
0,7 cm 0,7 cm
0,6 cm 0,6 cm 0,6 cm 0,5 cm 0,4 cm
0,3 cm
0,4 cm 0,3 cm 0,2 cm
0,2 cm 0,2 cm 0,2 cm
46
Lampiran 13. Jumlah akar planlet kentang pada 8 MST
Keterangan: Jumlah akar planlet kentang konsentrasi hara makro 0,5 x (A); 0 ppm
CaP (B); 0,5 ppm CaP (C); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 1 x
(D); 0 ppm CaP (E); 0,5 ppm CaP (F); 5 ppm CaP, konsentrasi hara
makro 1,5 x (G); 0 ppm CaP (H); 0,5 ppm CaP (I); 5 ppm CaP,
konsentrasi hara makro 2 x (J); 0 ppm CaP (K); 0,5 ppm CaP
(L); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 2,5 x (M); 0 ppm CaP
(N); 0,5 ppm CaP (O); 5 ppm CaP, konsentrasi hara makro 3 x
(P); 0 ppm CaP (Q); 0,5 ppm CaP (R); 5 ppm CaP
A B C D E F
G H I J K L
M N O P Q R