vap rajak 2

10
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) A. Definisi Ibrahim, 2000 dalam Wiryana, 2007, membagi VAP menjadi onset dini yang terjadi dalam 4 hari pertama pemberian ventilasi mekanis dan onset lambat yang terjadi 5 hari atau lebih setelah pemberian ventilasi mekanik. VAP onset dini yang terjadi pada 4 hari pertama perawatan di ICU pada umumnya memiliki prognosis lebih baik karena disebabkan oleh kuman yang masih sensitif terhadap antibiotika. VAP onset lambat yang terjadi setelah 5 hari atau lebih perawatan memiliki prognosis yang lebih buruk karena disebabkan oleh kuman patogen yang Multi Drug Resisten (MDR). Ventilator Associated Pneumonia (VAP) di definisikan sebagai pneumonia yang terjadi 48 jam atau lebih setelah ventilator mekanik diberikan. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan bentuk infeksi nosokomial yang paling sering ditemui di unit perawatan intensif (UPI), khususnya pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik (Wiryana, 2007). Berdasarkan penelitian tentang perbandingan Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS) dan kriteria klinik dalam mendiagosis VAP pada paien ICU yang komplek menunjukkan bahwa 40 orang pasien yang di rawat di ICU dengan umur rata-rata adalah 14,8 – 59,6 tahun. Lama hari rawat di ICU antara 14,5 – 19,2 hari dengan rata rata durasi penggunaan ventilator mekanik 12,3 – 13,6 hari. Sensitifitas menunjukkan 35,3% dan 78,3% pada hari pertama dan ketiga dari hari rawat masing-masing pasien. Spesifits menunjukkan 95,7% dan 81,3% pada hari pertama dan hari ketiga dari hari ketiga dari hari rawat masing – masing pasien (Tan Bnazon, Ayuyao dan Guia, 2007). Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan komplikasi sebanyak 28% dari pasien yang menerima ventilasi mekanik. Kejadiannya meningkat seiring dengan peningkatan durasi penggunaan ventilasi mekanik. Estimasi insiden adalah sebesar 3%

Upload: iqbal-harziky

Post on 12-Apr-2016

243 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

k

TRANSCRIPT

Page 1: vap rajak 2

Ventilator Associated Pneumonia (VAP)A.    Definisi

Ibrahim, 2000 dalam Wiryana, 2007, membagi VAP menjadi onset dini yang terjadi dalam 4 hari pertama pemberian ventilasi mekanis dan onset lambat yang terjadi 5 hari atau lebih setelah pemberian ventilasi mekanik. VAP onset dini yang terjadi pada 4 hari pertama perawatan di  ICU pada umumnya memiliki prognosis lebih baik karena disebabkan oleh kuman yang masih sensitif terhadap antibiotika. VAP onset lambat yang terjadi setelah 5 hari atau lebih perawatan memiliki prognosis yang lebih buruk karena disebabkan oleh kuman patogen yang Multi Drug Resisten (MDR).

Ventilator Associated Pneumonia (VAP) di definisikan sebagai pneumonia yang terjadi  48 jam atau lebih setelah ventilator mekanik diberikan. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan bentuk infeksi nosokomial yang paling sering ditemui di unit perawatan intensif (UPI), khususnya pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik (Wiryana, 2007).

Berdasarkan penelitian tentang perbandingan Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS) dan kriteria klinik dalam mendiagosis VAP pada paien ICU yang komplek menunjukkan bahwa 40 orang pasien yang di rawat di ICU dengan umur rata-rata adalah 14,8 – 59,6 tahun. Lama hari rawat di ICU antara 14,5 – 19,2 hari dengan rata rata durasi penggunaan ventilator mekanik 12,3 – 13,6 hari. Sensitifitas menunjukkan 35,3% dan 78,3% pada hari pertama dan ketiga dari hari rawat masing-masing pasien. Spesifits menunjukkan 95,7% dan 81,3% pada hari pertama dan hari ketiga dari hari ketiga dari hari rawat masing – masing pasien (Tan Bnazon, Ayuyao dan Guia, 2007).

Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan komplikasi sebanyak 28% dari pasien yang menerima ventilasi mekanik. Kejadiannya meningkat seiring dengan peningkatan durasi penggunaan ventilasi mekanik. Estimasi insiden adalah sebesar 3% per hari selama 5 hari pertama, 2% per hari selama 6 – 10 hari dan !% per hari setelah 10 hari (Amanullah & Posner, 2010).

B.     EtiologiVAP ditentukan berdasarkan 3 komponen tanda infeksi sistemik yaitu demam, takikardi

dan leukositsis diserta gambaran infiltrat bau ataupun perburukan di foto thorax dan penemuan bakteri penyebab infeksi paru. Beberapa kuman di duga sebagai penyebab VAP (Farthoukh dkk, 2003).

C.    KlasifikasiMenurut tores dkk dalam Wiryana, 2007, berdasarkan derajat  penyakit, faktor risiko dan

onsetnya maka ada klasifikasi untuk mengetahui kuman penyebab VAP, sebagai berikut :

Page 2: vap rajak 2

a.       Penderita dengan faktor risiko biasa, derajat ringan-sedang dan onset kapan saja selama perawatan atau derajat berat dengan onset dini.

b.      Penderita dengan faktor risiko spesifik dan derajat ringan-sedang yang terjadi kapan saja selama perawatan

c.       Penderita derajat berat dan onset dini dengan faktor risiko spesifik atau onset lambat.

D.    PatofisiologiAdanya interaksi antara penjamu (pasien, perawat, dokter dan lain-lain), agen

(mikroorganisme patogen) dan lingkungan  (lingkungan rumah sakit, prosedur pengobatan dan lain-lain) menentukan seseorang dapat terinfeksi atau tidak.

           Mikroorganisme dapat menjadi penyebab infeksi nosokomial tergantung dari :a.       Kemampuan menempel pada sel penjamub.      Dosis yang tidak efektifc.       Kemampuan untuk invasi dan reproduksid.      Kemampuan memproduksi toksine.       Kemampuan menekan sistem imun penjamu         Sumber Infeksi-          Petugas Rumah Sakit (perilaku) : kurang atau tidak memahami cara penularan penyakit kurang

atau tidak memperhatikan kebersihan, kurang atau tidak memperhatikan teknik aseptik dan antiseptik, menderita suatu penyakit tertentu dan tidak mencuci tangan sebelum atau sesudah melakukan tindakan.

-          Alat – alat yang dipakai (alat kesehatan, linen dan lain – lain) : kotor atau kurang bersih atau tidak steril, rusak atau tidak layak pakai, penyimpanan kurang baik, dipakai berulang dan lewat batas waktu (expired).

-          Pasien : kondisi sangat lemah, kebersihan kurang, menderita penyakit kronis atau menahun dan menderita penyakit menular.

-          Lingkungan : tidak ada sinar matahari atau penerangan yang masuk, ventilasi sirkulasi kurang baik, ruangan lembab, banyak serangga, perhatikan kebersihan dan kelembaban, pembuangan limbah.

Saluran pernapasan normal memiliki mekanisme pertahanan terhadap infeksi seperti glotis dan laring, refleks batuk, sekresi trakeobronkial, gerak mukosilier, imunitas humoral serta sistem fagositik yaitu makrofag alveolar dan neutrofil. Pneumonia terjadi bila sistem pertahanan tersebut terganggu, terdapat invasi mikroorganisme virulen atau mikroorganisme dalam jumlah sangat banyak. Sebagian besar VAP disebabkan oleh mikroaspirasi kolonisasi kuman pada mukosa orofaring. Intubasi mempermudah masuknya kuman ke dalam paru serta menyebabkan kontaminasi dan kolonisasi di ujung pipa endotrakeal. Bronkoskopi serat optik, penghisapan

Page 3: vap rajak 2

lendir sampai trakea maupun ventilasi manual dapat mendorong kontaminasi kuman patogen ke dalam saluran nafas bawah.

Enterobacteriaceae umumnya ditemukan di saluran orofaring sedangkan P. aeruginosa lebih sering ditemukan di trakea. Koloni kuman gram negatif sering ditemukan di saluran pernapasan atas saat perawatan lebih dari lima hari. Berbagai peralatan medis seperti alat nebulisasi, sirkuit ventilator atau humidifier juga dapat menjadi sumber infeksi.

Ventilator-associated pneumonia dapat pula terjadi melalui cara lain diantaranya akibat makroaspirasi material / isi lambung pada beberapa pasien meskipun peran saluran cerna sebagai sumber kolonisasi asendens ke daerah orofaring dan trakeal masih menjadi kontroversi. Penelitian terhadap 130 pasien di intubasi menemukan kuman gram negatif dalam trakea 58% pasien yang mendapatkan pengobatan antasida dan antagonis  serta 30% pasien yang mendapatkan sukralfat. Sumber patogen lainmeliputi sinus-sinus paranasal, plak gigi, daerah subglotis antara pita suara dan endotracheal tube cuff.

E.     Faktor yang MempengaruhiFaktor risiko yang mempengaruhi kejadian VAP dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu

penjamu, peralatan yang digunakan dan faktor petugas yang terlibat dalam perawatan pasien. Faktor penjamu disini adalah kondisi pasien yang sudah ada sebelumnya seperti penyakit dasar dari pasien, misalnya penurunan kekebalan, penyakit paru obstruktif kronis dan sindrom gangguan pernapasan akut. Faktor penjamu lainnya yang dapat mempengaruhi kejadian VAP adalah posisi tubuh pasien, tingkat kesadaran, jumlah intubasi dan obat-obatan, termasuk agen obat penenang dan antibiotik (Ernawati, 2006 ; Agustyne, 2007 ; Cindy, 2009). Selain dari hal diatas, Ttietjen dalam bukunya juga mencantumkan faktor usia dan status nutrisi sebagai faktor yang dapat berpengaruh terhadap kejadian infeksi nosokomial. Pada keadaan malnutrisi sering  dikaitkan dengan penurunan imunitas sehingga menimbulkan risiko ketergantungan terhadap ventilator, meningkatkan angka kejaddian infeksi dan penyembuhan luka yang lama (Wiryana, 2007).

Adapun peralatan yang menjadi faktor risiko VAP adalah termasuk selang endotrakeal, sirkuit ventilator dan adanya selang nasogastrik atau orogastrik (Augustyne, 2007).

Sementara faktor risiko VAP yang termasuk kategori petugas yang terlibat dalam perawatan pasien diantaranya kurangnya kepatuhan tenaga kesehatan dalam melaksanakan prosedur cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, prosedur pemasangan ventilator mekanik, prosedur pemasangan pipa nasogastrik, perawatan mulut dan suction (Ernawati, 2006 ; Augustyne, 2007 ; Cindy, 2009).

F.     PencegahanDalam Wiryana, 2007, Meskipun VAP memiliki beberapa faktor risiko, intervensi

keperawatan banyak berperan dalam mencegah kejadian VAP. Ada dua cara pencegahan, yaitu:

Page 4: vap rajak 2

a.       Tindakan pencegahan kolonisasi bakteri di orofaring dan saluran pencernaan.Tindakan keperawatan yang perlu di lakukan antara lain:

1.)    Mencuci tanganSelalu mencuci tangan selama 10 detik harus dilakukan sebelum dan setelah kontak dengan pasien. Selain itu, sarung tangan harus dipakai bila kontak dengan atau endotracheal sekresi oral (Porzecanski, 2006).

2.)    SuctionSuction endotracheal merupakan prsedur penting dan sering dilakukan untuk pasien yang membutuhkan ventilasi mekanis. Prosedur ini dilakukan untuk mempertahankan patensi jalan napas, memudahkan penghilangan sekret jalan napas, merangsang batuk dalam, dan mencegah terjadinya pneumonia (Smeltzer, 2002).

3.)    Oral dekontaminasi atau perawatan mulut juga merupakan salah satu tindakan mengurangi jumlah bakteri dalam rongga mulut pasien, yang dapat dilakukan dengan intervensi mekanis dan farmakologis. Intervensi mekanik termasuk menyikat gigi dan pembilasan dari rongga mulut untuk menghilangkan plak pada gigi. Adapun intervensi farmakologis melibatkan penggunaan antimikroba (Luna, 2003). Penggunaan antibiotik profilaksis sistemik tidak menurunkan kejadianVAP dan ketika agen-agen yang digunakan tidak tepay, dapat mengembangkan resistensi antibiotik (Mandell,2007).

4.)    Perubahan posisi tidurRutin mengubah posisi pasien minimal setiap 2 jam dapat meningkatkan drainase paru dan menurunkan resiko VAP. Penggunaan tempat tidur mampu rotasi lateral terus-menerus dapat menurunkan kejadian pneumoonia tetapi tidak menurunkan angka kematian atau durasi ventilasi mekanis (Pineda dkk, 2006).

b.      Tindakan pencegahan untuk mencegah aspirasi ke paru-paru. Selain strategi untuk mencegah kolonisasi, strategi untuk mencegah aspirasi juga dapat digunnakan untuk mengurangi risiko VAP.Strategi tersebut meliputi :

1.)     Menyapih dan ekstubasi dini : karena adanya suatu selang endotracheal merupakan predisposisi pasien VAP, oleh karena itu pasien harus di observasi setiap hari. Jika memungkinkan menyapih dan ekstubasi lebih dini dari ventilasi mekanis lebih di anjurkan (Wiryana, 2007).

2.)     Posisi Semifowler : memberikan posisi pasien dalam posisi semifowler dengan kepala tempat tidur di tinggikan  mencegah refluks dan aspirasi bakteri dar lambung ke dalam saluran napas. Cukup mengangkay kepala  tempat tidur dan menurunkan VAP sebesar 34% (AACN, 2007).

G.    Metode Penilaian Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS)Kejadian VAP bisa dilihat dengan penilaian Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS).

Penilaian CPIS awal dilakukan dalam 48 jam sejak pertama kali pasien terintubasi dan

Page 5: vap rajak 2

menggunakan ventilasi mekanik di ICU dan pemeriksaan mikrobiologi dilakukan jika terdapat gejala klinis. Selanjutnya penilaian CPIS dilakukan berkala. Biakan kuman diambil berdasarkan teknik protected specimen brush, bronchoalveolar lavage ataupun blind suctioning sekret bronkial (Sirvent, 2003).

Diagnosis VAP ditegakkan setelah menyingkirkan adanya pneumonia sebelumnya, terutama pneumonia komunitas (Community Acquired Pneumonia).bila dari awal pasien masuk ICU sudah menunjukkan gejala klinis dan biakan kuman didapatkan setelah 48 jam dengan ventilasi mekanik serta nilai total CPIS > atau = 6, maka diagnosis VAP dapat dittegakkan, namun jika nilai total CPIS < 6 maka diagnosis VAP disingkirkan. Penilaian CPIS meliputi beberapa komponen yaitu suhu tubuh, leukosit, sekret trakea, fraksi oksigenasi, pemeriksaan radiologi. Dalam penilaian CPIS klasik disertai pemeriksaan mikrobioloogi, sedangkan penilaian CPIS modifikasi tanpa disertai pemeriksaan kultur (Luna CM, 2003).

H.    PenatalaksanaanPenatalaksanaan VAP menghadapi tantangan yang besar karena luasnya spektrum klinis

pasien, baku emas pemeriksaan yang belum di sepakati dan berbagai kendala diagnostik lain. Pemberian antibiotik yang tepat merupakan salah satu syarat keberhasilan tatalaksana VAP. Penentuan antibiotik tersebut harus didasarkan atas pengetahuan tentang mikroorganisme, pola resistensi di lokasi setempat, pemilihan jenis obat berdasarkan pertimbangan rasional, dan lain-lain. Pemberian antibiotik adekuat sejak awal dapat meningkatkan angka ketahanan hidup pasien VAP saat data mikrobiologik belum tersedia. Sebalikya, pemberian antibitik yang inadekuat menyebabkan kegagalan terapi akibat timbulnya resistensi kuman terhadap obat.

Pasien VAP yang mendapatkan pengobatan penisilin antipseudomonas ditambah penghambat  laktamase serta aminoglikosida menunjukkan angka kematian lebih rendah diandingkan dengan pasien yang tidak mendapat antibiotik tersebut. Piperasilintazobaktam merupakan antibiotik yang paling banyak digunakan (63%) diikuti golongan fluorokuinolon (57%), vankomisin (47%), sefalosporin (28%) dan aminoglikosida (25%).  Singh et al, menyatakan bahwa siprofloksasin sangat efektif pada sebagian besar kuman Enteroobacteriaceae, H. influenza dan S. aureus. Pemberian antibiotik dapat dihentikan setelah tiga hari pada pasien dengan kecenderungan VAP rencah (CPIS <6 span="">

Prinsip penatalaksanaan VAP berdasarkan panduan ATS / IDSA tahun 2004 berdasarkan panduan ATS / IDSA tahun 2004 adalah : tidak menunda terapi yang adekuat tetapi mengoptimalkannya. Pemilihan antimikroba empiris yaitu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan beberapa kuman patogen sekaligus, baik bakteri maupun jamur (memiliki daya penetrasi yang baik terhadap sumber infeksi, mengacu pada pola kepekaan kuman yang ada di rumah sakit ataupun obat antimikroba bespektrum luas sampai diketahui pasti mikroorganisme

Page 6: vap rajak 2

penyebab dan kepekaannya terhadap antimikroba tersebut), mempersingkat terapi menjadi masa terapi efektif minimal untuk memperkecil kejadian resistensi serta menerapkan strategi pencegahan (preventif) dengan mengetahui faktor risiko yang ada.

Awalnya penatalaksanaan VAP dilakukan berdasarkan prinsip terapi eskalasi (escalation therapy) yaitu memulai terapi dengan satu jenis antibiotik misalnya sefalospotrin generasi ketiga selanjutnya meningkatkan terapi dengan pemberian antibiotik lain yang memiliki spektrum lebih luas misalnya golongan fluorokuinoolon atau karbapenem bila pemeriksaan mikrobiologi menunjukkan resistensi kuman terhadap antibiotik sebelumnya atau bila kondisi klinis pasien memburuk.

Saat ini dikenal prinsip terapi deeskalasi yaitu strategi pemberian antibiotik adekuat (poten) sejak awal terapi kepada pasien yang memiliki faktor risiko tinggi, dengan menghindari penggunaan antibiotik kurang tepat yang dapat memicu timbulnya resistensi. Strategi tersebut dilakukan dengan memberikan terapi inisial tidak lebih dari empat jam sejak pasien dirawat di ICU dengan antibiotik berspektrum luas dan dosis tinggi untuk menurunkan mortalitas, mencegah disfungsi organ dan mempersingkat lama perawatan di rumah sakit serta mengoptimalkan terapi deeskalasi untuk meminimalkan resistensi dan meningkatkan cost-effectiveness.

Penilaian respon terapi harus dilakukan dengan hati-hati. Respons klinis dipengaruhi oleh berbagai faktor diantarnya faktor pasien (usia, penyakit komorbid), faktor bakteri (pola virulensi dan resistensi kuman terhadap antimikroba) dan faktor lain yang mungkin terjadi selama episode VAP. Perbaikan klinis biasanya baru terjadi setelah 48-72 jam terapi sehingga antibiotik yang diberikan tidak boleh diganti dalam waktu tersebut kecuali bila terdapat perburukan progresif atau hasil pemeriksaannn mikrobilogi menunjukkan hasil yang tidak sesuai. Penilaian respons terapi juga dapat dilakukan dengan melihat parameter lain misalnya pemeriksaan hasil laboratorium darah serial (hitung sel darah putih, oksigenasi dan lain-lain), foto thorax serial, pemeriksaan mikrobiologi spesimen saluran napas serial, CPIS serial dan lain-lain.

Terapi antibiotik empirik dapat dimodifikasi berdasarkan penilaian berbagai parameter tersebut. Modifikasi perlu dilakukan bila ditemukan kuman resisten atau tidak diharapkan pada pasien yang menunjukkan respons terapi kurang baik. Terapi deeskalasi dapat dilakukan pada pasien yang menunjukkan respons baik dan lebih di fokuskan pada antibiotik tertentu bila mikroorganisme yang dikhawatirkan (P. aeruginosa atau Acinetbacter spp) tidak ditemukan pada pemeriksaan mikrobiologi atau mikroorganisme masih sensitif terhadap antibiotik golongan lebih rendah. Pasien yang tidak menunjukkan respons baik perlu dievaluasi untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi lain yang menyerupai pneumonia (atelektasis, gagal jantung ongestif, emboli paru, trauma paru), mikroorganisme yang resisten terhadap obat, infeksi organ lain serta komplikasi pneumonia dan terapinya.

Page 7: vap rajak 2

Pencegahan VAP merupakan upaya penting yang harus dilakukan secara optimal. Ventilasi mekanis non-invasif (tanpa intubasi) dilaporkan dapat menurunkan kejadian VAP secara bermakna. Pembatasan penggunaan antibiotik secara berlebihan di ICU juga dapat menurunkan insiden pneumonia nosokomial akibat resistensi obat. Koenig dan Truwit menyatakan strtegi pencegahan VAP yang dikelompokkan berdasarkan waktu terkait dengan proses intubasi (sebelum intubasi, saat intubasi dan setelah intubsi). Strategi yang dilakukan sebelum intubasi meliputi melakukan ventilasi mekanis non-invasif bila memungkinkan serta memperkirakan kemungkinan berbagai penyebab gagal napas . strategi saat proses intubasi dilakukan diantaranya menghindari overdistensi lambung dan mengupayakan intubasi melalui oroendotrakeal. Strategi setelahintubasi misalnya pemasangan pipa lambung melalui mulut, menjaga kebersihan tangan terutama petugas kesehatan dengan sebaik-baiknya, elevasi tempat tidur pasien 30-45 derajat, mengganti sirkuit respirasi bila diperlukan, pengisapan subglotis secara kontinu, rootasi tempat tidur pasien dan lain-lain.

Strategi dikelompokkan menjadi dua yaitu strategi farmakologi yang bertujuan untuk menurunkan kolonisasi saluran cerna terhadap kuman patogen serta strategi nonfarmakologi yang bertujuan unyuk menurunkan kejadianaspirasi. Strategi secara umum yang  tidak boleh dilupakan adalah melakukan pengontrolan infeksi lokal di rumh sakit, kebijakan penggunaan antibiotika secara rasional serta penerapan strategi pencegahan secara efektif.

I.       Diagnosa Keperawatan yang Muncul1.)    Hipertermi2.)    Gangguan pertukaran gas3.)    Nyeri akut4.)    Intoleransi aktivitas5.)    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

J.      Intervensi1.      Hipertermi :-          Pemberian terapi Paracetamol-          Terapi Antibiotik-          Monitor tanda-tanda vital (RR, N, Suhu, TD)2.      Gangguan pertukaran gas :-          Suction3.      Nyeri Akut :-          Pemberian obat anti nyeri4.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh-          Pemasangan NGT

Page 8: vap rajak 2

-          DC (Pemasangan Selang Kateter)-          Terapi infus