validasi hplc untuk analisis anion fosfat dan...
TRANSCRIPT
-
PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011
ISSN 1410 8178 Budi Setiawan, dkk Buku II hal 214
VALIDASI HPLC UNTUK ANALISIS ANION FOSFAT DAN SULFAT
DALAM PROSES PEMURNIAN TORIUM DARI PASIR MONASIT
Budi Setiawan, Dwi Purnomo
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan BATAN, Babarsari Yogyakarta 55281 E-mail :[email protected]
ABSTRAK
VALIDASI HPLC UNTUK ANALISIS ANION FOSFAT DAN SULFAT DALAM PROSES PEMURNIAN TORIUM DARI PASIR MONASIT. Pasir monasit merupakan mineral yang mempunyai bentuk ikatan fosfat, yang mengandung torium, sehingga dalam proses pemurnian torium setelah proses peleburan dengan asam sulfat, akan terdapat kandungan fosfat yang cukup tinggi. Pada proses ekstraksi untuk mengambil torium, kandungan anion fosfat sangat mengganggu, untuk itu dilakukan proses pengendapan fosfat, sehingga diharapkan kandungan fosfat akan semakin berkurang. Untuk mengetahui jumlah fosfat yang ada maka perlu dilakukan analisis fosfat yang ada sebelum proses ekstraksi. Sistem kromatografi HPLC dengan kolom IC PAK anion, eluen natrium borat glukonat : butanol : asetonitril (1:1:2) dengan resolusi 2,7 dan detektor konduktivitas, mampu menganalisis fosfat pada proses pemurnian torium dari pasir monasit dengan batas deteksi 2,800 ppm serta sulfat dengan batas deteksi 0,658 ppm .
ABSTRACT
HPLC VALIDATION FOR ANION PHOSPHATE AND SULPHATE ANALYSIS IN THORIUM PURIFICATION PROCESS FROM MONAZITE SAND. Monazite sand is a mineral with thorium bearing phosphate bind therefore its process of thorium purification after dissolution with sulfate acid will have high phosphate content. In the extraction process to acquire thorium, anion phosphate content is very disturbing therefore phosphate deposition should be conducted to minimize the phosphate content. To find the amount of phosphate, an analysis of phosphate content before the extraction is necessary. HPLC chromatography with column of IC PAK anion, eluen natrium borat glukonat : butanol : asetonitril (1:1:2) with resolution 2,7 and conductivity detector system is able to analyze phosphate in the thorium purification process from monazite sand with 2,800 ppm detection limit with 0,658 ppm sulphate detection process.
PENDAHULUAN
asir monasit merupakan hasil samping dari proses penambangan dan pengolahan
alumunium, pada mulanya pasir monasit ini hanya dibuang atau untuk reklamasi pantai. Tetapi dengan diketahuinya adanya kandungan logam tanah jarang (LTJ) dan torium (Th), maka pasir ini mulai menjadi incaran industri, meskipun pengolahan untuk mendapatkannya harus melalui proses yang panjang dan rumit.
Proses pengolahan pasir monasit dapat dilakukan dengan menggunakan dua metoda :
1. Metoda asam
Pada metode ini digunakan asam sulfat untuk melebur pasir monasit pada suhu 210o C. Hasil peleburan ditambah Na2SO4 untuk memisahkan kelompok Seria dan Ytria, endapan yang terjadi dilebur menggnuakan NaOH untuk menghilangkan sisa fosfat
P
mailto:[email protected]
-
PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011
Budi Setiawan, dkk. ISSN 1410 8178 Buku II hal 215
2. Metode basa
Peleburan pada suhu 140oC digunakan pada proses ini dengan penambahan NaOH. Proses ini dimaksudkan untuk memecah struktur monasit sehingga diharapkan pada tahap awal sudah ridak terdapat sisa fosfat.
Proses kedua lebih cepat tetapi menjadi mahal karena perlu penambahan NaOH cukup banyak. Pada penelitian ini dimaksudkan mendukung proses satu, yang menggunakan peleburan asam. Karena proses yang akan dilakukan berikutnya yaitu ekstraksi mempersayaratkan kandungan fosfat seminimal mungkin. Maka perlu diketahui kandungan fosfat sebelum memasuki proses ekstraksi. Apabila fosfat masih tinggi maka diendapkan dengan penambahan NaOH1
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan yang berdasarkan pada perbedaan migrasi komponen-komponen antara dua fasa, yaitu fasa diam dan fasa gerak 2. Secara teori pemisahan kromatografi yang paling baik akan diperoleh, jika fasa diamnya mempunyai luas sebesar-besarnya, sehingga terjadi keseimbangan yang baik antar fasa. Kemudian untuk fasa geraknya adalah yang mampu bergerak dengan cepat sehingga terjadi difusi sekecil-kecilnya. Untuk memperoleh luas muka fasa diam yang luas, digunakan serbuk dengan ukuran mikro, kemudian untuk memeperoleh laju yang tinggi dari fasa gerak melewati fasa diam dilakukan dengan tekanan yang tinggi. Persyaratan tersebut telah dapat dipenuhi oleh HPLC (High Performance Liquid Chromatography)2,3
Pada sistem HPLC, fasa diam berupa serbuk berukuran m, ditempatkan pada kolom secara mampat dengan diameter 0,5 cm dengan
panjang 5 50 cm. Fasa gerak berupa cairan murni atau campuran ataupun larutan, untuk menggerakkan fasa gerak dengan tekanan tinggi digunakan pompa.
Sistem analisis dengan HPLC terus berkembangan, terutama dengan dibuatnya berbagai instrument analisis seperti Detektor Konduktivitas serta pengembangan kolom anion. Sehingga analisis anion termasuk sulfat bisa lebih cepat, akurat dengan batas deteksi lebih kecil. Pada awalnya untuk analisis sulfat digunakan detektor Indek Bias, yang memang secara umum setiap jenis bahan mempunyai indek bias yang berbeda, tetapi sistem ini batas deteksinya cukup besar4.
Dasar Kromatografi Ion Modern diperkenalkan oleh Small, Stevens dan Bauman pada tahun 1975 dengan menggunakan dua buah kolom untuk pemisahan secara bertahap dan detektor konduktivitas. Dari sistem dua kolom tersebutnya akhirnya bisa dibuat kolom tunggal dengan sistem kolom yang lebih padat, sehingga secara efisien mampu melakukan pemisahan5.
Detektor Konduktivitas Waters 431 mempunyai lima elektroda yang tersusun sebagai sebuah rangkaian dalam sebuah cell dan semua eluen yang mengalir akan kontak dengan kelima elektroda tersebut. Hal ini berbeda dengan detektor konvensional yang hanya mempunyai 2 elektroda. Detektor Konduktivitas Waters 431 dua elektroda referensi, dua elektrode deteksi, dan satu elektroda khusus yang berfungsi sebagai ground. Sistem ini akan mampu mengeliminasi gangguan elektrik dan sejenisnya. Untuk menghindari gangguan perubahan suhu cell ditempatkan pada sebuah heat exchanger block yang akan meminimalkan gangguan perubahan temperatur. 6
Gambar 1. Sel Konduktivitas
Elektrode Aktiv
Elektrode Deteksi
Elektrode Penjaga
Aliran Unit Sel Kotak Penukar
Panas
-
PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011
ISSN 1410 8178 Budi Setiawan, dkk Buku II hal 216
Penggunaan detektor ini memerlukan kondisi eleuen yang sesuai serta membutuhkan waktu kestabilan yang cukup lama untuk penyesuaian antara daya hantar listrik eluen dengan detektor. Fasa gerak yang digunakan berupa campuran natrium borat glukonat : butanol : asetonitril dengan perbandingan tertentu serta kolom IC Pak Anion, maka dapat dianalisis anion fosfat dan sulfat. Karena perbandingan fosfat dan solfat dalam cuplikan sangat tinggi, maka sebagian besar cuplikan harus dianalisis dua kali dengan pengenceran yang berbeda. TATA KERJA Bahan 1. Cuplikan dari hasil proses olah pasir monasit, 2. akuatrides (HPLC grade), 3. natrium glukonat, 4. asam borat, 5. natrium tetraborat, 6. gliserin, 7. setonitril, 8. butanol.
Alat 1. Bejana ultrasonik (Branson 32210), 2. Solvent Preparation Kit, 3. Sample Preparation Kit, 4. Norganic Water Treatment Kit, 5. seperangkat alat kromatografi cair kinerja
tinggi (HPLC) yang terdiri dari : pompa model 6000 A (Waters Associates Inc.), injector 100 L (Rheodyne 7161), detektor konduktivitas 431 (Waters), rekorder (Servogor 120), kolom IC Pak Anion 4,6 x 50 mm (Millipore), guard kolom (kolom pelindung), peralatan laboratorium umumnya.
Cara Kerja : Pembuatan eluen 1. Dibuat larutan induk natrium borat glukonat
sebanyak 1 liter. Ke dalam labu takar 1 liter dimasukkan 16 gram natrium glukonat, 18 gram asam borat, dan 25 gram natrium tetraborat. Kemudian ditambahkan akuatrides 500 mL, dikocok hingga larut semua, lalu ditambahkan 50 mL gliserin dan akuatrides sampai tanda, dikocok. Larutan natrium borat glukonat ini dapat disimpan dalam waktu 6 bulan dalam lemari pendingin.
2. Dari larutan induk natrium borat glukonat ini dibuat variasi eluen untuk optimasi. Larutan natrium borat glukonat sebanyak x mL, butanol x mL, asetonitril x mL, diencerkan dengan penambahan akuatrides hingga
volume 1 liter kemudian disaring menggunakan kertas saring 0,45 m HA dan dihilangkan udara yang terlarut menggunakan bejana ultra sonik selama 5 menit. Variasi dibuat untuk perbandingan 1:1:2, 1:1:4, 1:1:6
Pembuatan larutan standar Dibuat Larutan induk Fosfat (HPO42-) 6000 ppm dengan menimbang 0,854 gram KH2PO4, dan Sulfat (SO42-) 4000 ppm dengan menimbang 0,592 gram Na2SO4, masing-masing dilarutkan dalam 100 ml akuatrides, selanjutnya dibuat deret campuran larutan standar Fosfat (HPO42-) dan Sulfat (SO42-) : 5;10; 15; 20; 40 ppm. Penyiapan cuplikan hasil olah proses monasit Ditimbang padatan hasil olah pasir monasit sebanyak 0,100 gr dan diencerkan dengan air hangat, setelah larut kemudian diencerkan sebanyak 10 ml dalam labu volumetrik. Optimasi Eluen Masing-masing komposisi eluen dicoba untuk operasi HPLC, pada kondisi operasi : Flow rate : 1,2 ml/mnt Tekanan : 900 psi Vol injeksi : 100 l Kolom : IC pak Anion 4,6 x 50 mm Detektor : - Sensitivitas = 0,01 - Base Range : 500 S Recorder : CS 1cm/mnt Standar fosfat, sulfat dan cuplikan diinjeksikan pada sistem HPLC.
Uji Resolusi Untuk mendapatkan faktor pemisahan yang baik, dilakukan uji resolusi antara puncak fosfat dan sulfat menggunakan variasi eluen
Uji Recovery Uji Recovery ini digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu alat dalam memperoleh kembali konsentrasi sampel yang dianalisis. Yaitu konsentrasi yang terukur mendekati konsentrasi cuplikan yang dibuat. Secara umum hasil analisis dapat diterima bila mempunyai nilai deviasi 10% dari nilai sebenarnya.
Sebanyak 2 ml cuplikan (simulasi) dan 0,15 ml standar sulfat 4000 ppm dilarutkan dengan akuatrides hingga 10 ml. Campuran tersebut diinjeksikan dan dihitung dengan memasukkan luas puncak kromatogram pada persamaan regresi yang telah ada. Dengan cara yang sama juga untuk fosfat
-
PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011
Budi Setiawan, dkk. ISSN 1410 8178 Buku II hal 217
Uji batas deteksi Batas deteksi yang merupakan kionsentrasi analit terendah yang masih terukur atau konsentrasi analit yang memberikan sinyal (respon) sebesar sinyal blanko ditambah 3 kali simpangan baku blanko. Hal ini dinyatakan dalam persamaan respon batas deteksi : Yb = a + 3 Sy/x, dan nilainya dihitung dari persamaan regresi linier kurva kalibrasi standar.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari kromatogram standar fosfat dan sulfat pada Gambar 2, dengan menghitung dan memperbandingkan jarak (tR), lebar (L), dan tinggi (h) masing-masing puncak dapat dihitung resolusinya.
Gambar 3. Perhitungan Resolusi
Gambar 2. Kromatogram Fosfat dan sulfat
tan
ggap
an
2t.1 Puncak injeksi
Komponen 1 Komponen 2
tR.1
tR.2
tR0
tR.1 tR.2 wb.1 wb.2
W0,5.1 2t.1 w0,5.2.
sulfat fosfat
Sulfat
Fosfat
-
PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011
ISSN 1410 8178 Budi Setiawan, dkk Buku II hal 218
Perhitungan resolusi seperti pada Gambar 3., dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
1,5.02,5.0
12 )(177,1WW
ttR RR+
=
Tabel 1. Perhitungan Nilai Resolusi sesuai variasi eluen
Eluen Fosfat Sulfat R tR h W 0,5 L tR H W 0,5 L
1 : 1 : 2 7.5 4.1 0.7 2.87 11.4 4.2 1 4.2 2.700 1 : 1 : 4 7.5 4.2 0.6 2.52 11 4.2 1 4.2 2.575 1 : 1 : 6 7.6 4.2 0.7 2.94 11.2 4.3 1 4.3 2.492 1 : 1 : 8 8.7 4 0.7 2.8 12.6 4.5 1 4.5 2.700 1 : 1 : 10 8 4 0.7 2.8 11.6 4.2 1 4.2 2.492
Dari tabel dengan memperhatikan waktu retensi (tR) dan resolusi maka dipilih eluen 1 : 1 : 2 untuk penelian selanjutnya.
Untuk uji batas deteksi hasilnya seperti pada Tabel 2 A dan 2 B.
Tabel 2 A. Perhitungan Batas Deteksi Anion Fosfat X Y Y^ (Y-Y^)2 SB YB BD 5 0.68 0.659 0.0003
0.0784 0.1327 2.8000
10 1.30 1.324 0.0006 15 1.90 1.987 0.0075 20 2.68 2.649 0.0007 40 5.33 5.298 0.0010 60 7.93 7.946 0.0003 80 10.63 10.595 0.0010 100 13.33 13.244 0.0066 125 16.64 16.555 0.0072 150 19.92 19.866 0.0029 175 23.28 23.177 0.0106 200 26.40 26.488 0.0077 225 29.88 29.799 0.0066 250 33.30 33.110 0.0361 275 36.45 36.421 0.0008 300 39.78 39.732 0.0023
-
PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011
Budi Setiawan, dkk. ISSN 1410 8178 Buku II hal 219
Tabel 2 B. Perhitungan Batas Deteksi Anion Sulfat X Y Y^ (Y-Y^)2 SB YB BD 5 1.70 1.799 0.0098
0.16197 0.2347 0.658851
10 2.89 2.972 0.0067 15 4.17 4.145 0.0004 20 5.36 5.318 0.0014 40 10.00 10.010 0.0001 60 14.80 14.702 0.0096 80 19.35 19.394 0.0019 100 23.50 24.086 0.3435 125 29.90 29.951 0.0026 150 35.88 35.816 0.0041 175 41.63 41.681 0.0026 200 47.61 47.546 0.0041 225 53.37 53.411 0.0021 250 59.22 59.276 0.0037 275 65.13 65.141 0.0001 300 70.98 71.006 0.0007
Dari tabel tersebut dapat diketahui batas
deteksi untuk Fosfat, 2,800 ppm dan Sulfat 0,658 ppm.
Dikarenakan sulitnya didapat SRM untuk anion dalam air, maka digunakan uji recovery, dengan menggunakan sampel simulasi, dan didapat hasil seperti pada Tabel 3 A dan B.
Tabel 3 A. Perhitungan Uji Recovery Fosfat
Anion h W Luas Konsentrasi Recover
y Standar (cm) (cm) (cm2) Terukur Dibuat (%) Deviasi
PO43- 15 ppm
1.95 2 1.95 14.867
15
97.348 -2.652 1.95 2 1.95 14.867 97.348 -2.652
2 2 2 15.246 104.924 4.924 1.95 2 1.95 14.867 97.348 -2.652
2 2 2 15.246 104.924 4.924 2 2 2 15.246 104.924 4.924
1.95 2 1.95 14.867 97.348 2.652 100.595 1.353
Tabel 3 B. Perhitungan Uji Recovery Sulfat
Anion h W Luas Konsentrasi Recover
y Standar (cm) (cm) (cm2) Terukur Dibuat (%) Deviasi
SO42- 15 ppm
3.2 2 3.2 14.982
15
99.632 0.368 3.2 2 3.2 14.982 99.632 0.368 3.2 2 3.2 14.982 99.632 0.368 3.2 2 3.2 14.982 99.632 0.368 3.2 2 3.2 14.982 99.632 0.368
3.25 2 3.25 15.186 103.717 3.717 3.25 2 3.25 15.186 103.717 3.717
100.799 1.325
-
PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011
ISSN 1410 8178 Budi Setiawan, dkk Buku II hal 220
Dari uji recovery didapat untuk fosfat deviasi 100,595 1,353% dan sulfat 100,799 1,325%, keduanya menunjukkan simpangan < 10%, dari nilai sebenarnya.
Untuk analisis sample pada proses olah pasir monasit, dikarenakan perbandingan antara fosfat sangat tinggi, sehingga harus dilakukan elusi dua kali dengan pengenceran yang berbeda.
Tabel 4 A. Perhitungan Sampel Pengendapan Fraksional
Proses Sampel Variasi Kadar (HPO4) Kadar (SO4)
pH FP (kali) [C] ppm FP x [C] ppm FP (kali) [C] ppm FP x [C] ppm
Pengendapan Fraksional : - Pasir Monasit +H2SO4, dien- cerkan, disaring. - Leburan encer ps monasir, di- endapkan dg NH4OH 20% - pH 0,25 endap an disaring
pH = 0,25 500 28.841 14420.290 5000 26.401 132006.518
pH = 0,85 500 23.768 11884.058 5000 22.142 110707.635
pH = 1,25 500 17.971 8985.507 5000 31.429 157146.182
pH = 1,75 500 13.233 6616.499 5000 24.795 123975.791
pH = 2,5 500 11.895 5947.603 5000 21.699 108496.276
pH = 3,5 500 11.226 5613.155 5000 20.535 102676.909
pH = 8 500 11.226 5613.155 5000 23.911 119553.073
Tabel 4 B. Perhitungan Sampel Pelarutan EF Proses Sampel Kadar (HPO4) Kadar (SO4)
FP (kali) [C] ppm FP x [C] ppm FP (kali) [C] ppm FP x [C] ppm Pelarutan EF : pH = 0,85 5000 20.870 104347.826 500 14.250 7125.233 pH = 0,25B 5000 22.319 111594.203 500 22.142 11070.764 pH = 0,85B 5000 44.169 220847.269 500 21.094 10547.020 pH = 1,25B 5000 27.391 136956.522 500 7.034 3517.225 pH = 1,75B 5000 21.929 109643.255 500 7.547 3773.277 pH = 2,5B 5000 24.604 123021.182 500 7.966 3982.775 pH = 3,5B 5000 24.604 123021.182 500 0.000 0.000 pH = 8,0B 5000 0.000 0.000 500 20.535 10267.691
Tabel 4 C. Perhitungan Sampel Dijesti
Proses Sampel NaOH Kadar (HPO4) Kadar (SO4)
(gram) FP (kali) [C] ppm FP x [C] ppm FP (kali)
[C] ppm
FP x [C] ppm
Dijesti Piro Fos- pat dg NaOH 2 500 0 0 5000 5.335 26675.978
variasi perban- 3 500 8.551 4275.362 5000 3.543 17714.153 dingan berat (Th 4 500 10.725 5362.319 5000 6.220 31098.696 pirofospat berat 6 500 8.551 4275.362 5000 4.730 23649.907 tetap) 8 500 12.174 6086.957 5000 5.871 29352.886 Leburan pH = 0,25 500 25.217 12608.696 5000 28.333 141666.667 pH = 0,85 500 21.594 10797.101 5000 20.372 101862.197 Umpan 500 19.420 9710.145 5000 58.990 294948.790
-
PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 27 Juli 2011
Budi Setiawan, dkk. ISSN 1410 8178 Buku II hal 221
Optimasi pada pemilihan eluen dilakukan dengan memvariasi asetonitril. Eluen mengandung ion lawan yang akan bersaing dengan ion cuplikan (nitrat) berinteraksi dengan ion penukar. Ion lawan pada eluen Na Borat Glukonat didapat dengan menambahkan asam borat dan ion borat ke dalam natrium glukonat.
Asam borat dan ion borat berkesetimbangan sebagai berikut 5 :
B
OHOH
OH
+ OHOH
OH OH
B
OH
COONa
H OH
OHHO
OHH
OHH
CH2OH
COONa
H OH
OHHO
OHH
OHH
CH2OH
BOH
OH
HOB
HO
OH
OH+
+ 2H2O
Ketika eluen dialirkan ion lawan akan berkesetimbangan dengan gugus fungsi sebagai berikut :
N(CH3)+OH- + (B-L)- N(CH3)+(B-L) - + OH-
Adanya ion NO3- akan merubah kesetimbangan menjadi :
N(CH3)+(B-L) - + (PO4)- N(CH3)+( PO4)- + (B-L)- Penambahan asetonitril akan menurunkan waktu retensi (tR) fosfat. Pelarut organik dalam eluen berfungsi untuk mengikat gugus hidrofobik dari matrik eluen, gugus hidrofobik dapat diserap oleh bahan isian kolom, yang akhirnya akan menurunkan angka resolusi. Tetapi perlu diperhatikan penambahan pelarut organik yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya endapan garam komplek yang akan sangat mengganggu kinerja kolom.
KESIMPULAN
Berdasar hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa penambahan asetonitril pada eluen akan mempercepat atau menurunkan waktu retensi (tR) dari ion fosfat. Untuk analisis fosfat dan sulfat pada proses pengolahan pasir monasit dapat digunakan campuran Na Borat Gloknat : Butanol : Asetonitri = 1 : 1: 2. Batas deteksi minimum pengujian fosfat dalam proses pengolahan pasir monasit adalah 2,800 ppm dan sulfat 0,658 ppm dengan recovery untuk fosfat deviasi 100,595 1,353% dan sulfat 100,799 1,325%,
DAFTAR PUSTAKA 1. WIDIASTUTI, INDRI. 2008. Analisis Sifat
Fisis Hasil Olah Pasir Monasit, SMTI, Yogyakarta
2. DJOKOWIDODO, Kromatografi, Kursus Instrumentasi Dasar Kimia, FMIPA, IKIP, Yogyakarta, 1992
3. MARKUS LAUBLI, Ion Chromatography, Metrohm Monograph
4. PAUL HADDAD AND PETER EJ, Ion Chromatography, Dept of Analytical Chemistry University of NSW, Australia, 1990
5. WATERS, Waters IC-Pak Column and Guard Column, Care and Use Manual, Milipore Corporation, Masachusset, 1994
6. WATERS, Waters 431 Conductivity Detector, Milipore Corporation, Masachusset, 1989
TANYA JAWAB Rosidi Kenapa fosfat mesti dilakukan oada proses ini Pengaruh perubahan eluen pada analisis
dengan HPLC? Budi Setiawan Karena fosfat akan menggangu pada proses
pemurnian atau proses ekstraksi Perubahan eluen yaitu penambahan
Asetnitril , akan merubah waktu sekaligus resolusi