v. peramalan epidemi penyakit · pdf filepenyakit sehingga tidak perlu membeli pestisida atau...
TRANSCRIPT
Bambang Purnomo, MMVII. Epidemiologi Penyakit Tanaman PERAMALAN PENYAKIT
45
V. PERAMALAN EPIDEMI PENYAKIT TANAMAN
1. Prakiraan penyakit
Jika datangnya epidemi dapat diprakirakan (diramal, diprediksi) dengan jangka waktu yang cukup untuk melakukan usaha pencegahan, kerugian-kerugian besar akan dapat dihindarkan. Namun demikian, kebanyakan epidemi, terutama ditentukan oleh faktor-faktor cuaca yang sukar diprakirakan dan hanya sedikit penyakit yang sudah diketahui faktor penentunya maka hanya sedikit penyakit yang dapat diprakirakan epideminya.
Sebelum memulai menyusun sistem prakiraan, terlebih dahulu faktor-faktor yang membantu perkembangan penyakit perlu diketahui. Selain pengamatan faktor-faktor cuaca, seperti kelembaban udara, penyinaran matahari, sering diperlukan pengamatan biologis, seperti kerapatan spora patogen di udara, populasi vektor serangga dan lain-lain. Makin lengkap data yang tersedia mengenai hubungan antara intensitas penyakit dengan bermacam-macam faktor tersebut, cara prakiraan akan semakin tepat. Praktek prakiraan sangat tergantung dari hasil-hasil penelitian epidemiologi, meskipun penelitian epidemiologi tidak selalu menghasilkan sistem prakiraan. Sering kali prakiraan disebut sebagai ‘epidemiologi terapan’ (applied epidemiology)
Kemampuan memrakirakan epidemi penyakit tanaman merupakan stimulasi secara cerdik dan juga indikasi keberhasilan pemodelan atau stimulasi komputer penyakit tertentu. Hal tersebut juga sangat berguna bagi petani dalam tindakan pengelolaan penyakit tumbuhan. Prakiraan penyakit tanaman memungkinkan untuk memprediksi peluang terjadinya peledakan (out-break) atau peningkatan intensitas penyakit dan kemudian bagi kita untuk menentukan apa, kapan dan dimana tindakan pengendalian akan dilakukan. Dalam pengelolaan penyakit tumbuuhan, petani harus selalu menghitung resiko, biaya dan keuntungan pada setiap keputusan.Sebagai contoh : mereka harus dapat memutuskan apakah harus atau tidak menanam tanaman tertentu pada suatu lahan, apakah harus atau tidak membeli bahan perbanyakan yang bebas virus dan patogen lain tetapi lebih mahal, dan apakah harus menanam benih yang hasilnya rendah tetapi tahan terhadap penyakit sehingga tidak perlu membeli pestisida atau varietas yang hasilnya tinggi tetapi rentan terhadap penyakit dan harus membeli pestisida. Petani juga membutuhkan prakiraan perkembangan penyakit tanaman untuk memutuskan apakah tanaman tersebut akan diperlakukan dengan pestisida pada saat itu atau
Bambang Purnomo, MMVII. Epidemiologi Penyakit Tanaman PERAMALAN PENYAKIT
46
ditunggu beberapa hari lagi, karena jika mereka dapat menunggu, mungkin akan dapat menurunkan jumlah pestisida dan tenaga kerja yang digunakan tanpa meningkatkan resiko kehilangan hasil tanaman.
Untuk menyusun cara prakiraan perlu diketahui stadium mana dari daur penyakit yang memegang peranan penting bagi penyakit selanjutnya dan keadaan luar yang bagaimana yang sangat mempengaruhi stadium ini. Dalam memprakirakan penyakit tanaman yang sedang berkembang, mereka harus mengerti beberapa sifat patogen tertentu. Inang dan lingkungannya. Secara umum untuk penyakit monosiklik, seperti : busuk akar kacang kapri dan layu stewart pada jagung, dan penyakit polisiklik yang mungkin mempunyai cukup banyak inokulum awal, seperti kudis apel, perkembangan penyakit mungkin dapat diduga dengan menaksir inokulum awal. Untuk penyakit polisiklik, seperti late blight pada kentang yang mempunyai inokulum awal kecil tetapi memiliki banyak daur penyakit, perkembangan penyakit dapat diduga secara baik dengan menaksir laju daur penyakit. Untuk penyakit yang jumlah inokulum awal dan daur penyakit yang banyak, seperti : penyakit menguning pada bit (beet yellowing), keduanya (inokulum awal dan laju daur penyakit) harus ditaksir untuk ketepatan prediksi epidemi penyakit tersebut. Namun demikian prakiraan tersebut sering sulit dilakukan atau mungkin juga tidak dapat sama sekali dan kendatipun terjadi peningkatan yang luar biasa dalam hal peralatan dan metodologi, penaksiran inokulum awal dan laju daur penyakit jarang akurat. Lagi pula, penting dilakukan monitoring faktor-faktor cuaca dan seringkali sulit menghubungkan faktor tersebut dengan perkembangan penyakit tumbuhan.
Di muka sudah diuraikan pada konsep segitiga penyakit bahwa perkembangan penyakit ditentukan oleh faktor patogen, tumbuhan inang dan faktor lingkungan, khususnya cuaca. Di samping itu dalam epidemiologi faktor waktu memegang peran penting dalam prakiraan. Epidemi belum mungkin terjadi jika faktor-faktor yang membantu penyakit hanya berlangsung selama satu daur hidup patogen. Gabungan dari faktor patogen, tumbuhan, cuaca, dan waktu (konsep tetrahedron epidemi) dapat membentuk bermacam-macam kombinasi, meskipun tidak semuanya penting. Untuk beberapa macam penyakit satu tingkatan yang terjadi pada waktu tertentu dapat menentukan beratnya penyakit untuk seluruh musim.
Agar dapat disusun cara prakiraan yang bermanfaat, beberapa syarat berikut ini diperlukan, yaitu :
Bambang Purnomo, MMVII. Epidemiologi Penyakit Tanaman PERAMALAN PENYAKIT
47
1. Pertanaman merupakan tanaman penting, misalnya : tanaman pangan, tanaman perkebunan, yang mempunyai nilai tinggi
2. Penyakit dapat menimbulkan kerugian besar, tetapi hanya pada keadaan-keadaan tertentu saja. Kalau pengendalian dilakukan terus menerus akan memerlukan biaya tinggi tetapi jika tidak dilakukan dapat berbahaya terjadi epidemi.
3. Perlu terdapat cukup keterangan, baik hasil pengamatan maupun penelitian, mengenai pengaruh berbagai faktor lingkungan terhadap perkembangan penyakit
4. Para penanam (petani) cukup siap dan mengerti prakiraan epidemi penyakit.
5. Untuk penyakit yang bersangkutan telah tersedia cara pengendalian yang tepat.
6. Terdapat jarak (tenggang) waktu yang cukup antara diumumkannya hasil prakiraan dengan timbulnya epidemi penyakit.
Di Indonesia hanya penyakit cacar teh yang disebabkan oleh Exobasidium vexans yang sudah disusun beberapa cara untuk memperkirakan epideminya, sehingga para pekebun dapat meningkatkan efektivitas pemakaian fungisida untuk mencegahnya. Setelah mengumpulkan data mengenai hubungan intensitas cacar dengan cuaca selama beberapa tahun, pada tahun 1955 Huysmans menyusun rumus yang didasarkan atas hubungan antara intensitas cacar dengan kelembaban udara di waktu siang hari untuk perkebunan teh di Sumatra Utara. Hubungan persen infeksi dengan curah hujan dan kelembaban udara dapat dilihat pada gambar yang diplot dari perkebunan gambung.
Berdasarkan rumus yang disusun Huysmans ditentukan batas kritis, kapan
pekebun harus melakukan pendasteran atau penyemprotan fungisida, tetapi karena
Bambang Purnomo, MMVII. Epidemiologi Penyakit Tanaman PERAMALAN PENYAKIT
48
sulitnya pengamatan kelembaban udara di kebun teh yang topografinya tidak rata, Homburg (1955), van der Knaap (1955) dan de Weille (1959) menyusun cara peramalan yang didasarkan atas lamanya penyinaran matahari. Wolthuis (1970) menyusun cara peramalan yang didasarkan atas pengamatan pada perkecambahan spora cacar di lapangan.
Di Sri Langka juga sudah disusun cara peramalan untuk epidemi cacar teh. Untuk meramalkan intensitas penyakit 3 minggu mendatang digunakan hasil pengamatan intensitas penyakit hari ini dan intensitas penyakit 3 minggu yang lalu, yang dikoreksi dengan rata-rata penyinaran matahari harian. Balai penelitian teh Sri Langka menciptakan alat sederhana yang dapat membantu perhitungan dalam peramalan, bahkan dengan adanya komputer perhitungan-perhitungan sangat dipermudah. Jika diramalkan bahwa intensitas penyakit kurang dari 35%, penyemprotan fungisida tidak perlu dilakukan, karena penyakit tidak akan menimbulkan kerugian secara ekonomi.
Umumnya suatu hal yang bermanfaat untuk mendapatkan informasi yang sebanyak-banyaknya, yaitu : tersedia informasi tentang penyakit sebelum berusaha menduga perkembangannya, akan tetapi pada banyak kasus, hanya satu atau dua faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan penyakit, sehingga pengetahuan yang banyak tentang faktor-faktor tersebut telah cukup untuk merumuskan prakiraan penyakit tanaman menggunakan kriteria jumlah inokulum awal. Sebagai contoh : layu Stewart pada jagung, jamur lendir biru (blue mold) pada tembakau, fire blight pada apel dan persik, busuk akar pada kapri, dan jenis penyakit lain yang disebabkan oleh patogen soil borne, seperti : Sclerotium dan siste nematoda. Peramalan lain menggunakan jumlah daur penyakit atau jumlah inokulum sekunder, sebagai contoh : late blight pada kentang, Cercospora dan bercak daun lainnya, dan embun tepung pada anggur, sedangkan yang lainnya lagi menggunakan kriteria jumlah inokulum awal dan jumlah daur penyakit atau jumlah inokulum sekender (kudis apel, busuk hitam pada anggur, karat kacang-kacangan, hawar daun Botrytis dan jamur lendir abu-abu (grey mold) dan menguning gula bit (sugar beet yellowing).
Di Amerika serikat telah lama banyak penyakit yang dapat diramalkan epideminya, bahkan beberapa diantaranya dengan tenggang waktu yang cukup lama, sehingga petani dapat mengubah jenis tanaman yang ditanam pada musim itu. Cara-cara peramalan ini ada yang didasarkan atas pengamatan cuaca, populasi inokulum, dan populasi serangga vektor.
Bambang Purnomo, MMVII. Epidemiologi Penyakit Tanaman PERAMALAN PENYAKIT
49
Beberapa contoh peramalan tertera di bawah ini.
1. Penyakit layu bakteri pada jagung. Bakteri penyebab layu jagung (Erwinia stewart) di Amerika terutama mempertahankan diri pada musim winter dalam badan kumbang flea (flea beetle). Dapat atau tidaknya serangga ini mempertahankan diri dalam musim winter tergantung kepada keras lunaknya winter tersebut. Peramalan akan datangnya epidemi didasarkan pada pengamatan suhu bulan Desember sampai Pebruari. Jika suhu rata-rata kurang dari –1oC, kebanyakan kumbang vektor akan mati dan pada musim tanam berikutnya akan kurang terdapat penyakit layu pada jagung. Jika diperkirakan akan terjadi epidemi, diadakan perubahan-perubahan dalam rencana penanaman.
2. Curly top pada bit gula. Makin awal dan makin besar migrasi wereng (leaf hopper) bit dari tumbuhan inang winter ke ladang-ladang bit, akan semakin tinggi kerugian karena penyakit virus tersebut. Di Amerika Serikat sebelah selatan pengamatan tumbuhan inang dan banyaknya wereng dalam bulan Januari dapat menunjukkan kemungkinan akan besar-kecilnya serangan pada bulan Mei dan Juni.
3. Karat daun gandum. Di Amerika Serikat barat daya, timbulnya penyakit karat (Puccinia recondita) daun gandum pada bulan April sampai juni mempunyai korelasi dengan cuaca dan perkembangan karat pada bulan Pebruari sampai Maret. Peramalan yang teliti telah dapat diumumkan pada tanggal 1 April. Jika akan ada epidemi, petani dianjurkan untuk tidak menanam gandum, tetapi menanam sorgum, kapas atau kacang-kacangan.
4. Kudis Apel. Inokulum primer penyakit ini (Venturia inaequalis) adalah askospora yang disebarkan oleh daun yang gugur yang bertahan selama winter. Untuk melakukan peramalan diadakan pengamatan terhadap daun tersebut pada musim semi untuk menentukan saat terlepasnya askospora, dihubungkan dengan analisis terhadap suhu dan kelembaban udara. Di daerah-daerah apel hasil peramalan disiarkan lewat radio, agar para petani mengadakan penyemprotan. Dengan sistem peringatan ini dapat disusun rencana penyemprotan yang efektif.
Bambang Purnomo, MMVII. Epidemiologi Penyakit Tanaman PERAMALAN PENYAKIT
50
5. Hawar daun kentang. Peramalan ini harus dilakukan tepat pada waktunya agar para penanam mempunyai kesempatan untuk melindungi tanamannya dengan penyemprotan. Peramalan didasarkan pada pengamatan cuaca dan intensitas penyakit di banyak petak pengamatan (observation plot) yang letaknya tersebar luas. Setiap hari hasil pengamatan ini digambar pada suatu peta. Di Amerika Serikat, peramalan dilakukan oleh LATE BLIGHT FORECASTING SERVICE. Faktor cuaca, setiap hari dijumlahkan, curah hujan dari 7 hari sebelumnya dan dihitung rata-rata ke 7 hari tersebut. Jika suhu rata-rata 7 hari selama 7 hari berturut-turut 77o F atau kurang, sedangkan jumlah hujan 1,2 inci atau lebih, dapat diharapkan akan ada epidemi. Penyemprotan harus segera dilakukan setelah diumumkannya hasil peramalan.
Perhitungan korelasi antara berbagai faktor dengan intensitas penyakit dapat dilakukan dengan mudah dengan mempergunakan komputer. Komputer dapat diprogram sesuai dengan rumus-rumus yang diperlukan, sehingga jika data hasil pengamatan dimasukkan, dengan segera penanam mengetahui prakiraan intensitas penyakit di waktu yang akan datang. Untuk pertama kali Waggoner dan Horsfall (1969) di Amerika Serikat menyusun EPIDEM untuk mensimulasi penyakit hawar dini (Alternaria solani) pada tomat dan kentang, kemudian tahun-tahun berikutnya sampai sekarang sudah banyak sekali program peramalan penyakit tanaman.
2. Monitoring faktor cuaca yang mempengaruhi perkembangan penyakit
Terdapat sejumlah kesulitan untuk memonitoring faktor-faktor cuaca
selama berlangsungnya epidemi penyakit tumbuhan. Kesulitan tersebut muncul
dari kebutuhan untuk memonitoring secara terus menerus beberapa faktor yang
berbeda (suhu, kelembaban, kebasahan daun, hujan, angin, dan kabut) pada
tempat-tempat yang berbeda dalam kanopi tumbuhan pada satu lahan atau
lebih. Pada waktu yang lalu, pengukuran dilakukan dengan menggunakan
peralatan mekanik, yang hanya dapat mengukur variabel lingkungan secara
kasar atau dengan interval yang lama dan data yang tercatat tidak meyakinkan
seperti adanya lepotan tintan pada kertas grafik. Pada beberapa tahun
belakangan ini, telah dikembangkan beberapa sensor elektronik yang
Bambang Purnomo, MMVII. Epidemiologi Penyakit Tanaman PERAMALAN PENYAKIT
51
menghasilkan data secara elektrik yang mudah dicatat oleh penghitung data
yang dikomputerisasi. Sensor yang terkomputerisasi tersebut menghasilkan
penelaahan yang lebih baik tentang hubungan cuaca dengan penyakit dan
memudahkan untuk memahami dan menggunakan sistem pengendalian
penyakit prediktif pada lahan pertanian.
Beberapa jenis alat-alat tradisional dan alat elektrik yang dioperasikan
dengan baterai digunkan untuk mengukur berbagai faktor cuaca. Pengukuran
suhu dilakukan dengan berbagai tipe termometer, higrotermograf, termokopel,
dan terutama dengan termistor (semi konduktor dengan ketahanan bersifat
elektrik yang mengalami banyak perubahan terhadap suhu). Pengukuran
kelembaban relatif dilakukan dengan higrotermograf. Kebasahan daun
dimonitor dengan sensor string-type yang mengkerut saat basah atau
mengendur saat kering dan meninggalkan berkas tinta dalam proses tersebut
atau menutup dan membuka sirkuit listrik. Tersedia bentuk sensor kebasahan
elektrik yang dapat ditempelkan ke daun atau ditempatkan diantara dedaunan,
sensor tersebut mendeteksi dan mengukur lama hujan atau embun karena jenis
yang terakhir membantu menutup sirkuit / rangkaian antara dua pasang
elektroda.antara dua pasang elektroda. Hujan, angin dan awan (penyinaran)
masih dapat diukur dengan alat-alat tradisional (rain-funnel dan tipping-bucket
gauge untuk hujan, anemometer untuk kecepatan angin, pirenometer untuk
penyinaran.
Pada sistem monitoring cuaca moderen, sensor cuaca dihubungkan
dengan alat data-logging. Data yang ada dapat dibaca pada layar digital atau
data tersebut dipindahkan ke kaset atau printer. Data dalam kaset dapat
dipindahkan ke komputer sehingga dapat dilihat dan diproses ke dalam
beberapa bahasa komputer, kemudian dapat disusun menjadi matrik-matrik
yang terpisah untuk setiap variabel cuaca, diplot dan dianalisis. Tergantung
Bambang Purnomo, MMVII. Epidemiologi Penyakit Tanaman PERAMALAN PENYAKIT
52
kepada setiap model penyakit yang digunakan, ketepatan informasi cuaca
memberi dasar yang sangat bermanfaat untuk menduga sporulasi dan infeksi.
Dengan demikian memberi peringatan yang terbaik terhadap saat dilakukan
tindakan pengendalian penyakit, seperti aplikasi fungisida.
Pada late blight kentang dan tomat, yang disebabkan oleh Phytophthora
infestans, inokulum awal biasanya rendah dan umumnya terlalu kecil untuk
dapat dideteksi dan diukur secara langsung. Bahkan dengan inokulum yang
rendah, awal dan perkembangan penyakit late blight dapat diperkirakan dengan
ketepatan yang dapat dipercaya jika kelembaban dan suhu pada lahan berada
pada kisaran yang menguntungkan bagi jamur tersebut. Apabila suhu tetap
dingin antara 10oC dan 24oC dan kelembaban relatif tetap di atas 75%
sekurang-kurangnya selama 48 jam, maka akan dapat terjadi ledakan late blight
dua sampai tiga minggu berikutnya. Jika dalam periode tersebut dan setelah itu
terjadi hujan, embun atau kelembaban relatif mendekati titik jenuh selama
beberapa jam, maka keadaan tersebut dapat berperan meningkatkan penyakit
dan dapat diramalkan akan terjadi epidemi late blight. Sistem pendugaan
dengan menggunakan komputer telah dikembangkan untuk epidemi late blight.
Pada salah satu sistem tersebut disebut BLITECAST, kelembaban dan suhu
dimonitor secara terus menerus. Dari informasi yang ada dihitung dan
diperkirakan nilai keganasan penyakit dan diberikan rekomendasi ke petani,
seperti : kapan dilakukan penyemprotan. Belakangan ini telah ada sistem
prakiraan late blight yang lebih teliti, disamping data kelembaban dan suhu
digunakan juga informasi tentang ketahanan varietas kentang terhadap late
blight dan efektivitas fungisida. Informasi tentang parameter tersebut tentu saja
sangat berguna dalam merumuskan rekomendasi untuk aplikasi fungisida.
Beberapa jenis penyakit bercak daun, seperti yang disebabkan oleh jamur
Cercospora pada kacang tanah dan seledri, serta Exserohilum
Bambang Purnomo, MMVII. Epidemiologi Penyakit Tanaman PERAMALAN PENYAKIT
53
(Helminthosporium) turcicum pada jagung dapat diperkirakan dengan
menghitung jumlah spora yang tertangkap setiap hari, suhu dan lama periode
kelembaban yang mendekati 100%. Periode infeksi diperkirakan terjadi jika
kelembaban relatif tinggi (95 – 100%) bertahan lebih dari 10 jam, dan petani
dianjurkan untuk melakukan penyemprotan dengan segera.
Peramalan penyakit cacar teh lebih menekankan pada faktor cuaca. Faktor
cuaca yang sangat mempengaruhi penyakit yaitu : kelembaban udara.
Pembentukan dan pelepasan basidiospora diperlukan kelembaban yang lebih
tinggi dari 80%. Perkecambahan spora diperlukan kelembaban yang lebih
tinggi dari 90% atau bahkan diperlukan lapisan air pada permukaan daun teh,
tetapi biasanya spora menjadi tidak dapat berkecambah dengan baik di dalam
tetes air dan berkecambah sangat baik di dalam lapisan embun.
Peramalan menurut Wolthuis didasarkan pada hasil pengamatan
perkecambahan basidiospora pada keadaan cuaca kebun. Pada sore hari
sejumlah gelas obyek diberi basidiospora (spora cacar), diletakkan pada
tonggak-tonggak setinggi bidang petik tanaman teh. Setelah 24 jam gelas-gelas
obyek diamati dengan mikroskop untuk melihat perkecambahannya.
Pengamatan perkecambahan spora dibedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu :
tingkat I buluh kecambah pendek berisi protoplasma, tingkat II buluh
kecambah panjang ( lebih dari 2 kali panjang spora) dan transparan, tingkat III
kecambah membentuk apresorium. Tanda bahaya diberikan jika ditemukan
kecambah sebanyak 45% yang terdiri dari 25% tingkat I, 15% tingkat II dan
5% tingkat III.
Huysmans (1952) di Sumatra utara menyusun sistem peramalan pada
penyakit cacar teh. Ramalananya didasarkan kepada kelembaban udara, yang
dianggabnya sebagai penyebab utama timbulnya epidemi cacar teh.
Bambang Purnomo, MMVII. Epidemiologi Penyakit Tanaman PERAMALAN PENYAKIT
54
Kelembaban udara dicatat dengan higrograf yang dipasang 2 m dari permukaan
tanah (± 50 cm di atas permukaan tajuk). Peramalannya menggunakan angka
kelembaban relatif harian rata-rata selama 5 hari berturut-turut. Angka
kelembaban harian dihitung dengan mengukur kelembaban udara setiap dua
jam dari jam 6 pagi sampai jam 18 sore, kemudian dijumlahkan dan dibagi 7,
sehingga mendapatkan angka kelembaban pada hari itu dan diberi simbul Ka.
Kelembaban rata-rata selama 5 hari pada tanggal a diberi simbul Kr, yang
merupakan hasil rata-rata (Ka + Ka-1 + Ka-2 + Ka-3 + Ka-4) : 5 = Kr
Rumus peramalan menggunakan batas kritis kelembaban 83% selama
satu generasi cacar.
1. Apabila Kr selama 10 – 14 hari (satu generasi cacar) berada di atas 83%
akan timbul epidemi sedang dan akan berhenti jika Kr selama 3 – 5 hari
berkurang dari 83%.
2. Apabila Kr selama 20 – 24 hari (dua generasi cacar) berada di atas 83% dan
diantaranya ada yang lebih tinggi dari 88%, maka akan timbul epidemi yang
berat selama 2 – 3 hari dan akan melemah jika Kr berikutnya kurang dari
83%.
3. Pemberitahuan dilakukan 4 hari sebelum datang epidemi dan jika selama 3
hari berikutnya Kr kurang dari 83%, pencegahan dapat dihentikan.
Homburg (1955) membuat peramalan di Jawa Barat yang mendasarkan
kepada lamanya penyinaran matahari pagi. Jika pada waktu pagi hari matahari
bersinar selama 6 jam (dari pukul 6 sampai pukul 12), maka penyinaran (P) =
100%. Batas kritis lama penyinaran = 80 : Pr5 x 3 jam (Pr5 = lama penyinaran rata-
rata selama 5 hari. Apabila selama 3 hari angka-angka rata-rata 5 hari penyinaran
pagi kurang dari lama penyinaran batas kritis maka usaha pencegahan harus
segera dilakukan. Peramalan ini memang mendekati kenyataan tetapi selang
waktu pemberitahuan sampai dengan terjadinya epidemi tidak jelas, karena hanya
Bambang Purnomo, MMVII. Epidemiologi Penyakit Tanaman PERAMALAN PENYAKIT
55
disebutkan segera dilakukan pencegahan tanpa menyebutkan kapan epidemi
terjadi jika tanpa dilakukan pencegahan. Namun demikian sistem Homburg ini
dapat digunakan sebagai acuan.
Tabel : Contoh Peramalan Huymans dari data pada higrograf bulan NopemberJam Hari kritis Bln
Tgl 6 8 10 12 14 16 18 Ka Kr
1 78 75 72 70 60 75 91 74 2 88 85 84 80 80 85 91 85 3 90 85 80 76 95 90 90 87 4 90 85 82 80 78 80 85 83 5 80 80 80 85 83 85 90 83 82 6 80 78 80 85 90 92 95 86 85 Diatas batas kritis 1 7 92 90 86 85 82 85 88 87 85 Diatas batas kritis 2 8 85 84 83 80 80 82 85 83 84 Diatas batas kritis 3 9 85 83 81 80 80 88 90 84 84 Diatas batas kritis 4
10 85 82 80 80 83 85 92 84 85 Diatas batas kritis 5 11 91 85 80 75 80 82 85 83 84 Diatas batas kritis 6 12 91 85 80 85 84 85 88 85 84 Diatas batas kritis 7 13 90 90 76 90 80 85 90 86 84 Diatas batas kritis 8 14 85 80 80 80 82 85 90 83 84 Diatas batas kritis 9 15 90 85 85 85 80 80 80 84 84 Diatas batas kritis 10 Peringatan
16 95 92 85 92 80 78 80 86 85 Diatas batas kritis 11 17 88 85 85 85 86 90 92 87 85 Diatas batas kritis 12 18 95 90 88 85 85 84 90 88 86 Diatas batas kritis 13 19 90 88 80 88 81 83 85 85 86 Diatas batas kritis 14 20 92 85 80 85 80 82 85 84 86 Diatas batas kritis 15 21 85 90 85 80 80 80 82 83 86 Diatas batas kritis 16 22 80 80 90 85 85 85 80 84 85 Diatas batas kritis 17 23 78 80 95 92 85 92 80 86 84 Diatas batas kritis 18 24 90 92 88 85 85 85 86 87 85 Diatas batas kritis 19 25 90 85 80 75 70 70 75 78 84 Diatas batas kritis 20 Peringatan 26 85 85 80 80 78 80 85 82 83 Pada batas kritis 21 27 85 80 80 78 80 82 85 81 83 Pada batas kritis 18 28 85 80 75 70 75 70 80 76 81 19 29 85 80 80 80 85 78 85 82 80 20 30 80 80 78 82 85 80 85 81 81 21 Pemberitahuan
Des. 1
90 85 80 75 70 70 75 78 80
Dari data yang tersebut diatas maka tanggal 15 Nopember akan dilakukan
pemberitahuan bahwa akan terjadi epidemi penyakit cacar teh yang sedang dan
pada tanggal 25 diberikan peringatan lagi bahwa akan terjadi epidemi berat,
Bambang Purnomo, MMVII. Epidemiologi Penyakit Tanaman PERAMALAN PENYAKIT
56
kemudian tanggal 1 Desember sudah dapat diberitahukan bahwa keadaan sudah
aman atau tidak akan terjadi epidemi yang membahayakan.
3. Sistem peringatan dini ke petani
Pada sebagian besar kasus, sistem peringatan dini dimulai dari petani,
penyuluh pertanian atau konsultan khusus yang mensurvei lahan tertentu secara
rutin atau apabila kondisi cuaca menguntungkan pematangan inokulum primer
atau munculnya penyakit tertentu. Bila didapatkan inokulum yang matang, seperti
: askospora pada kudis apel, atau ditemukan awal penyakit, misalnya : late blight
pada kentang, maka diberitahukanlah pegawai penyuluh wilayah. Selanjutnya
penyuluh wilayah memberitahu kepada ahli penyakit tumbuhan negara bagian,
yang akan menyusun laporan tentang penyakit tersebut dari seluruh pelasok
negara bagian dan memberi tahu semua agen (petugas) yang berkompeten.
Mereka selanjutnya dengan telephon, radio atau surat memberitahukan kepada
semua petani di wilayah tersebut. Terhadap penyakit yang berpotensi regional atau
nasional, ahli penyakit tumbuhan di negara bagian memberitahu pegawai survei
penyakit tumbuhan federal dari departemen pertanian Amerika Serikat, yang
selanjutnya memberitahu kepada semua ahli penyuluh penyakit tumbuhan pada
negara bagian yang berdekatan dan negara bagian lain yang mungkin dipengaruhi
oleh penyakit tumbuhan tersebut.
Belakangan ini, telah dicoba dan digunakan sistem peringatan dini dengan
menggunakan komputer untuk penyakit tertentu di beberapa negara bagian.
Beberapa diantaranya (seperti : BLITECAST) menggunakan komputer yang
ditempatkan secara terpusat yang memproses data cuaca yang dikumpulkan dari
lahan oleh setiap petani dan dikirimkan dengan interval tertentu atau apabila
timbul keadaan cuaca tertentu. Komputer memeriksa data, menentukan apakah
periode infeksi telah dekat, mungkin terjadi infeksi atau tidak dan dibuat
Bambang Purnomo, MMVII. Epidemiologi Penyakit Tanaman PERAMALAN PENYAKIT
57
rekomendasi untuk petani apakah akan dilakukan penyemprotan atau tidak dan
bahan kimia yang akan digunakan.
Baru-baru ini, telah dikembangkan komputer yang lebih khusus yang
memiliki sensor lahan dan dapat ditempatkan pada pos-pos di lahan petani. Unit-
unit tersebut (seperti untuk memprediksi kudis apel) memonitor dan
mengumpulkan data tentang suhu, kelembaban relatif, lama daun basah, dan
jumlah curah hujan, menganalisis data secara otomatis, membuat pendugaan
(prediksi) tentang kemungkinan terjadinya penyakit serta intensitasnya dan
dengan cepat membuat rekomendasi tentang tindakan yang akan dilakukan untuk
mengendalikan penyakit. Unit yang sama dapat digunakan untuk penyakit lain
apabila program prediksinya tersedia dan dapat diprogramkan ke dalam unit
tersebut atau papan program sirkuit dapat ditukarkan. Prediksi unit tersebut
didapatkan dengan menggunakan keyboard sederhana dan langsung digunakan di
lahan atau unit tersebut dapat dihubungkan ke personal komputer jika diinginkan
pengolahan data tambahan.
4. Menaksir kehilangan hasil
Datangnya epidemi dapat diprakirakan, demikian juga perkembangan
penyakit mencapai tingkatan atau proporsi tertentu. Yang sering menjadi bahan
pertimbangan dalam pelaksanaan pengindahan peringatan pada peramalan
penyakit yaitu : seberapa besar kerugian hasil jika peringatan tersebut tidak
diindahkan ?. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang hubungan beratnya
penyakit terhadap besarnya kehilangan hasil dalam bentuk tabel atau dalam
bentuk model matematik.
Hubungan berat penyakit terhadap kehilangan hasil dalam bentuk tabel dapat
dipersiapkan pada waktu menyusun kriteria skoring pengukuran penyakit seperti
terlihat pada kunci skoring penyakit hawar daun kentang yang disusun oleh W. C.
James (1971) pada halaman 48. Hubungan ini dapat disusun dalam bentuk tabel
Bambang Purnomo, MMVII. Epidemiologi Penyakit Tanaman PERAMALAN PENYAKIT
58
atau model matematik, yang biasanya sudah diuji berulangkali di berbagai ruang
(baca tempat) dan di berbagai musim tanam (baca waktu). Hubungan berat
penyakit terhadap kehilangan hasil dalam model matematik lebih banyak
berkembang karena dapat diprediksi melalui hitungan-hitungan matematis dan
dapat dibandingkan secara statistik, sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan
gambaran berat penyakit ke dalam gambaran besarnya kehilangan hasil. Model
yang umum digunakan untuk menaksir kehilangan hasil untuk penyakit-penyakit
penting di Amerika dikeluarkan oleh FAO (Food of Agriculture Organisation)
tahun 1971 dengan rumus dengan arti simbul : L = kehilangan hasil
(kg/ha) ; X = berat atau proporsi penyakit (%) ; dan Pa = hasil aktual atau
produksi dalam keadaan tidak sakit (kg/ha)
Sumber Acuan Kranz, J. (Ed.) 1974. Epidemics of Plant Diseses. Springer-Verlag. Berlin Leonard, K. J. & W. E. Fry. 1986. Plant Disease Epidemiology. Macmillan
Publishing Co. New York. Singh, R.S. 1978. Introduction to principles of Plant Pathology. 2nd ed. Oxford.
New Delhi. Zadoks, J.C. & R.D. Schein. 1979. Epidemiology and Plant Disease Managemen.
Oxford University press. New Yor k