ushul fikih

Upload: alfan-edogawa

Post on 10-Mar-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

nduyrhdbu

TRANSCRIPT

Ushul FikihIstilah ushul fikih (ushl al-fiqh) dibentuk dari dua kata, ushl dan al-fiqh, dengan meng-idhfah-kan (menyandarkan) kata ushl pada kata al-fiqh. Untuk mengetahui makna ushul fikih itu maka harus diketahui makna dari kata pembentuknya.Kata ushl merupakan bentuk jamak dari kata ahsl[un]. Secara bahasa ashl[un] bermakna apa saja yang menjadi pondasi sesuatu. Hal itu berlaku baik secara inderawi seperti dinding yang dibangun di atas pondasi, atau secara aqli seperti hukum yang dibangun di atas illat dan madll (makna) yang dibangun di atas dalil.Imam al-Amidi di dalam Al-Ihkm f Ushl al-Ahkm menjelaskan bahwa ashl[un] (dasar) segala sesuatu adalah apa yang menjadi sandaran pencapaian sesuatu itu.Adapun fikih (al-fiqh) sebagaimana dijelaskan dalam berbagai kitab Ushul Fikih, secara bahasa bermakna al-fahmu (pemaha-man). Jika dikatakan, faqahtu kalmaka artinya, Fahimtuhu (Aku memahaminya). Hal itu seperti firman Allah SWT: Kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu (QS Hud [11]: 91).Makna m nafqahu yakni l nafhamu (kami tidak paham). Ini seperti juga dalam firman Allah SWT: Namun, kalian tidak mengerti tasbih mereka (QS al-Isra [17]: 44).Makna l tafqahn yakni l tafhamn (kalian tidak paham).Adapun fikih secara istilah, para ulama ushul fikih memberikan pengertian yang beragam. Di antaranya: Al-Fiqh: Makhshsh[un] bi al-ilmi al-hshil bi jumlah min al-ahkm asy-syariyyah al-furiyah bi an-nazhari wa al-istidll (Fikih dikhususkan untuk ilmu yang menghasilkan sejumlah hukum syariah melalui penelaahan dan penarikan dalil) (Imam al-Amidi, Al-Ihkm f Ushl al-Ahkm). Al-Fiqh: Ibrat[un] an al-ilmi bi al-ahkm asy-syariyah ats-tsbitah li afl al-mukallafn khshat[an] (Sebutan untuk ilmu tentang hukum-hukum syariah yang ditetapkan untuk perbuatan-perbuatan para mukallaf [yang dibebani hukum] secara khusus). (Imam al-Ghazali, Al-Mustashf f Ilmi al-Ushl) Al-Fiqh: Al-Ilmu bi al-ahkm asy-syariyah al-amaliyah al-muktasab min adillatih at-tafshliyah (Ilmu tentang hukum-hukum syariah yang bersifat praktis yang diperoleh dari dalil-dalilnya yang rinci) (As-Subki, Al-Ibhj f Syarh al-Minhj; al-Asnawi, at-Tamhd). Al-Fiqh: Al-Ilmu bi al-ahkm asy-syariyah an adillatihi at-tafshliyah bi al-istidll (Ilmu tentang hukum-hukum syariah (yang digali, red.) dari dalil-dalilnya yang bersifat rinci melalui penarikan dalil (Asy-Syaukani, Irsyd al-Fuhl). Al-Fiqh ishtilh[an] al-ilmu bi al-ahkm asy-syariyah al-fariyyah an adillatihi at-tafshliyah (Fikih secara istilah (terminologi) adalah ilmu tentang hukum-hukum syariah cabang (yang digali, red.) dari dalil-dalilnya yang rinci (Ibn Badran, Al-Madkhl il Madzhab al-Imm Ahmad ibni Hanbal). Arrafa ashhb asy-Syafii rahimahulLh al-fiqh bi annahu al-ilmu bi al-ahkm asy-syariyah min adillatih at-tafshliyah (Penganut mazhab Syafii rahimahulLh mendefinisikan fikih adalah ilmu tentang hukum-hukum syariah (yang digali, red.) dari dalil-dalilnya yang rinci (At-Taftazani asy-Syafii, Syarh at-Talwh al at-Tawdhh).Rangkuman dari berbagai pengertian tersebut memberi pengertian: Pertama, al-fiqh merupakan pengetahuan tentang hukum-hukum syariah, bukan hanya satu atau dua hokum syariah. Kedua, hukum syariah itu bersifat amali (praktis), yakni terkait perbuatan mukallaf, atau dengan ungkapan lain bersifat fur (cabang), bukan ushul (pokok), sehingga tidak mencakup akidah. Ketiga, hukum-hukum itu diperoleh dari dalil-dalilnya yang rinci (partikular), bukan ijmli (global). Keempat, hukum itu diperoleh dari dalilnya dengan penelaahan (bi an-nazhari) dan penarikan dalil (istidll) ataudengan istilah lainmelalui istinbth (penarikan hukum).Dari semua itu, al-fiqh bisa didefinisikan sebagai al-ilmu bi al-ahkm asy-syariyyah al-amaliyah al-furiyah al-mustanbathah min adillatiha at-tafshliyah (ilmu tentang hukum-hukum syariah yang bersifat praktis dan cabang yang digali dari dalil-dalilnya yang rinci (Imam Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islmiyah, Juz III).Hanya saja, al-fiqh itu bukan ilmu tentang satu atau dua hukum, tetapi tentang sejumlah atau banyak hukum. Yang dimaksudkan ilmu tentang hukum-hukum syariah itu bukan sekadar pengetahuan, melainkan penguasaan terhadap hukum-hukum syariah itu. Artinya, bukan sekadar pengetahuan bahwa hukum sesuatu itu begini, tetapi juga harus meliputi pengetahuan sejumlah hukum syariah yang bersifat praktis dan cabang berikut penelaahan (bi an-nazhari) dan penarikan dalilnya sehingga orangnya layak disebut faqh (ahli fikih).Istilah ushul fikih (ushl al-fiqh) dibentuk dengan meng-idhfah-kan (menyandarkan) kata ushl pada kata al-fiqh. Seperti yang dinyatakan oleh al-Amidi, ashlu asy-syayi (asal sesuatu) adalah apa yang menjadi sandaran pencapaian sesuatu itu. Dengan demikian ushul fikih secara sederhana bisa dimaknai sebagai apa yang menjadi sandaran untuk menghasilkan fikih. Ashl[un] juga bermakna pondasi atau kaidah. Itu artinya, ushul fikih secara sederhana juga bisa bermakna kaidah-kaidah yang mengantar-kan pada pencapaian fikih.Imam asy-Syaukani di dalam Irsyd al-Fuhl menjelaskan: Peng-idhfah-an kata ushl pada kata al-fiqh bermakna pengkhususan ushl dengan al-fiqh, dengan pengertian mafhm mudhf ilayh. Jadi ushl al-fiqh adalah apa yang dikhususkan dengan al-fiqh dari sisi keberadaannya yang dibangun dan disandarkan pada ushl al-fiqh. Adapun pengertian kedua adalah pemahaman kaidah-kaidah yang mengantarkan pada istinbth (penggalian) hukum-hukum syariah yang bersifat cabang (fur) dari dalil-dalilnya yang rinci (tafshli). Dikatakan, ushl al-fiqh adalah ilmu tentang kaidah-kaidah. Dikatakan pula, ushl al-fiqh adalah kaidah-kaidah itu sendiri yang mengantarkan pada penggalian hukum-hukum syariah.Dari semua itu, maka ushl al-fiqh itu bermakna kaidah-kaidah yang menjadi pondasi bagi perolehan kemampuan (al-malakah) tentang hukum-hukum syariah bersifat praktis (al-ahkm asy-syariyah al-amaliyah) dari dalil-dalil tafshli (rinci). Dengan demikian, seperti yang dinyatakan oleh Imam Taqiyuddin an-Nabhani di dalam Asy-Syakhshiyyah al-Islmiyah Juz III, ushl al-fiqh bisa didefinisikan sebagai marifah al-qawid al-lat yatawashalu bih il istinbthi al-ahkm asy-syariyah min al-adillati at-tafshliyah (pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang mengantarkan pada penggalian hukum-hukum syariah dari dalil-dalil yang rinci).Jadi, pembahasan ushul fikih adalah pembahasan tentang kaidah-kaidah dan tentang dalil-dalil, yakni pembahasan tentang hukum, tentang sumber-sumber hukum dan tentang tatacara penggalian hukum dari sumber-sumber itu.Imam al-Amidi di dalam Al-Ihkm fi Ushl al-Ahkm menyatakan, ushl al-fiqh adalah dalil-dalil fikih, aspek penunjukannya atas hukum-hukum syariah dan bagaimana keadaan orang yang berdalil dengannya, secara globalitas (ijml)-nya, bukan dari sisi rincian (tafshl)-nya. Selama obyek pembahasan para ulama ushul dalam ushl al-fiqh tidak keluar dari keadaan-keadaan dalil-dalil yang mengantarkan pada hukum-hukum syariah yang dibahas, pembagian-pembagian dalil-dalil itu, perbedaan tingkatannya, tatacara memetik hukum-hukum syariah darinya, secara menyeluruh (kulli), maka itu adalah obyek ilmu ushul fikih.Imam al-Ghazali di dalam Al-Mustashf f Ilmi al-Ushl menyatakan bahwa ushul fikih merupakan ungkapan tentang dalil-dalil hukum-hukum syariah dan tentang pengetahuan sejumlah aspek penunjukkannya atas hukum-hukum dari sisi globalitasnya, bukan dari sisi rinciannya. Beliau juga menyatakan, maksud yang dituju adalah mengetahui tatacara mengekstrak hukum-hukum dari dalil-dalil. Jadi wajib menelaah hukum-hukum, dalil-dalil dan bagian-bagiannya, tatacara ekstraksi hukum-hukum dari dalil-dalil, sifat orang yang mengekstrak yang memang mampu mengekstrak hukum-hukum itu. Jadi hukum-hukum itu adalah buah (tsamarah). Setiap buah itu memiliki sifat dan hakikat pada dirinya. Buah itu punya pohon (mutsmir[un]), orang yang memetik buah (mustatsmir[un]) dan cara dalam memetik (tharq fi al-istitsmr).Imam al-Ghazali lalu menggambarkan: buah itu adalah hukum-hukum; pohonnya adalah dalil-dalilnya; dan cara memetik buah adalah aspek penunjukkan dalil-dalilnya. Orang yang memetik buah adalah mujtahid. Dia harus diketahui sifat, syarat-syarat dan hukum-hukumnya. Karena itu, menurut Imam al-Ghazali, pembahasan ushl al-fiqh itu memiliki empat kutub. Pertama, tentang hukum-hukum. Kedua, tentang dalil-dalil. Ketiga, tentang metode memetik buah, yaitu aspek-aspek penunjukkan dalil-dalil. Keempat, tentang orang yang memetik buah, yaitu mujtahid.WalLh alam bi ash-shawb. [Yoyok Rudianto]