urtikaria

33
URTIKARIA Urtikaria adalah reaksi vaskular dari kulit yang ditandai dengan munculnya wheal, umumnya dikelilingi oleh lingkaran merah (disebut dengan red halo atau flare) dan berhubungan dengan gatal-gatal berat, pedih atau rasa sakit seperti ditusuk-tusuk. Wheal ini disebabkan oleh edema lokal. Bagian tengahnya dapat terlihat bersih dan lesi bisa bergabung menghasilkan pola anular atau polisiklik. Pembengkakan subkutan (angioedema) bisa terjadi bersamaan dengan wheal. Angioedema dapat menyerang saluran cerna dan saluran napas, menghasilkan nyeri abdomen, flu, asma dan penyakit saluran napas lainnya. Keterlibatan saluran napas pada angioedema dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Reaksi anafilaksis dan hipotensi juga bisa terjadi. Klasifikasi Urtikaria akut berkembang dalam beberapa hari hingga beberapa minggu, jarang berlangsung lebih dari 12 jam, dengan sembuh dalam waktu 6 minggu. Episode urtikaria dan/ atau angioedema yang berlangsung lebih dari 6 minggu disebut dengan urtikaria kronik. Urtikaria kronik dominan terjadi pada orang dewasa dan dua kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria. 1

Upload: uzi-mardha-phoenna

Post on 13-Apr-2016

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pembahasan terntang urtikaria dari referensi terbaru

TRANSCRIPT

Page 1: Urtikaria

URTIKARIA

Urtikaria adalah reaksi vaskular dari kulit yang ditandai dengan

munculnya wheal, umumnya dikelilingi oleh lingkaran merah (disebut dengan red

halo atau flare) dan berhubungan dengan gatal-gatal berat, pedih atau rasa sakit

seperti ditusuk-tusuk. Wheal ini disebabkan oleh edema lokal. Bagian tengahnya

dapat terlihat bersih dan lesi bisa bergabung menghasilkan pola anular atau

polisiklik. Pembengkakan subkutan (angioedema) bisa terjadi bersamaan dengan

wheal. Angioedema dapat menyerang saluran cerna dan saluran napas,

menghasilkan nyeri abdomen, flu, asma dan penyakit saluran napas lainnya.

Keterlibatan saluran napas pada angioedema dapat menyebabkan obstruksi jalan

napas. Reaksi anafilaksis dan hipotensi juga bisa terjadi.

Klasifikasi

Urtikaria akut berkembang dalam beberapa hari hingga beberapa minggu, jarang

berlangsung lebih dari 12 jam, dengan sembuh dalam waktu 6 minggu. Episode

urtikaria dan/ atau angioedema yang berlangsung lebih dari 6 minggu disebut

dengan urtikaria kronik. Urtikaria kronik dominan terjadi pada orang dewasa dan

dua kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria.

Mekanisme nonimunologik dapat menghasilkan degranulasi sel mast.

Umumnya dipicu oleh opiate, polymyxin B, tubocurarine, radiocontrast, aspirin,

obat-obat NSAIDs, tartrazine dan benzoate. Lebih dari 50% kasus urtikaria kronik

adalah idiopatik. Rangsangan fisik dapat menghasilkan reaksi urtika dan terjadi

pada 7 – 17% kasus urtikaria kronis. Urtikaria fisik termasuk dermatografik,

dingin, panas, kolinergik, aquagenik, solar, getaran dan kasus-kasus yang

disebabkan oleh aktivitas berat. Urtikaria fisik umumnya terjadi pada pasien-

pasien dengan urtikaria kronik.

Faktor penyebab

Obat-obatan

Obat-obatan merupakan penyebab tersering terjadinya urtikaria akut.

1

Page 2: Urtikaria

2

Penicillin dan antibiotik lain yang terkait adalah penyebab tersering terjadinya

urtikaria akut. Faktor yang sering dilupakan adalah sensitivitas penicillin dapat

menjadi sangat hebat dan terjadi pada produk susu. Kejadian urtikaria yang

disebabkan oleh aspirin telah menurun, kemungkinan berhubungan dengan

tersedianya obat anti-inflamasi lain. Orang-orang yang sensitif terhadap aspirin

cenderung memiliki cross-sensitivity dengan tartrazine, pewarna kuning pada azo-

benzoat dan pewarna azo lainnya, salisilat alami dan asam benzoate beserta

turunannya. Bahan-bahan ini sering ditambahkan pada makanan dan juga

digunakan sebagai bahan pengawet. Penggunaan aspirin memperburuk terjadinya

urtikaria kronik, setidaknya pada 30% pasien. Pasien mungkin memiliki rinitis

alergika atau asma, polip hidung dan reaksi anafilaksis yang disebabkan oleh

makanan. Tepung terigu yang terkontaminasi oleh tungau juga ikut menjadi

alergen. Hubungan antara intoleransi aspirin dan alergi pernapasan yang

disebabkan oleh tungau tidak diketahui.

Makanan

Makanan sering menjadi penyebab urtikaria akut, tetapi jarang menyebabkan

urtikaria kronik. Makanan alergenik terbanyak adalah coklat, kerang, kacang-

kacangan, tomat, strawberi, melon, daging babi, keju, bawang merah, bawang

putih, telur, susu dan makanan-makanan pedas. Alergen makanan yang mungkin

bereaksi silang dengan latex diantaranya adalah kacang mete, pisang, markisa,

alpukat dan kiwi. Ikan atau kerang yang telah dimasak dengan baik yang

kemudian terpapar oleh Anisakis simplex dapat mengakibatkan angioedema dan

urtikaria, hal ini menunjukkan bahwa beberapa alergi seafood mungkin berkaitan

dengan paparan antigen parasit.

Jika urtikaria terjadi secara akut dan sering berulang, dan dicurigai bahwa

makanan merupakan penyebab yang paling dominan, disarankan pada pasien

untuk membuat buku harian makanan. Uji serum radioallergosorbent (RATs)

dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan IgE spesifik dan eliminasi

makanan pada pengaturan diet sebelumnya dapat menjadi keuntungan tersendiri

bagi beberapa pasien. Diet ini memperbolehkan pasien untuk mengkonsumsi

makanan-makanan seperti daging kambing, daging sapi, nasi, kentang, wortel,

Page 3: Urtikaria

3

kacang panjang, jeruk, saus apel, tapioka, buah pir, buah peach atau cerry, kreker,

mentega, gula, teh tanpa susu atau lemon dan kopi tanpa krim. Diet ini dijalankan

selama 3 minggu. Jika urtikaria tidak terjadi, maka makanan yang dicurigai

menjadi penyebab urtikaria ditambahkan satu persatu dan pantau reaksi yang

timbul setelah mengkonsumsi makanan tersebut. Harus menjadi catatan bahwa

kebanyakan kentang mengandung sulfite dan beberapa pasien mungkin alergi

terhadap makanan yang terdapat pada diet di atas. Hal ini baik dilakukan hanya

setelah dilakukan peninjauan ulang terhadap alergi-alergi sebelumnya.

Food challenge, garukan dan intradermal test dapat saja memberikan hasil

yang salah. Positif palsu selama dijalankannya pengaturan diet sering terjadi dan

makanan-makanan yang sebenarnya menyebabkan urtikaria bisa saja memberikan

hasil yang negatif pada prick test atau intradermal test. Bahkan, bahan tambahan

dan pengawet pada makanan mungkin ikut berpengaruh.

Bahan tambahan

Kurang dari 10% kasus urtikaria kronik disebabkan oleh bahan tambahan pada

makanan. Bahan tambahan alami yang sering menimbulkan urtikaria antara lain

ragi, salisilat, asam sitrat, telur dan kandungan albumin pada ikan. Bahan

tambahan buatan termasuk zat pewarna azo, turunan asam benzoate, sulfite dan

penicillin. Ragi sering digunakan pada makanan. Bila ragi dicurigai menjadi

penyebab urtikaria, roti-rotian, sosis, wine, bir, anggur, keju, cuka, acar, saus

tomat dan tablet ragi sebaiknya dihindari. Begitu juga dengan makanan-makanan

yang mengandung pewarna azo dan asam benzoate termasuk permen, minuman

ringan, jelly, selai jeruk, puding, berbagai macam kue dan pancake, mayonnaise,

saus siap pakai untuk salad, sup kemasan, teri dan pasta gigi yang berwarna.

Dengan pengecualian sulfite dan penicillin, penggunaan bahan tambahan dapat

dihindari dengan hanya mengkonsumsi daging dan produk susu.

Infeksi

Urtikaria akut mungkin berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan atas,

terutama infeksi streptokokus. Insiden terjadinya urtikaria akut akibat infeksi

streptokokus pada kasus pediatrik sangat bervariasi. Kemungkinan terjadinya

Page 4: Urtikaria

4

infeksi lokal di tonsil, gigi, sinus, kantung empedu, prostat, kandung kemih, atau

ginjal mungkin menjadi penyebab terjadinya urtikaria akut atau kronik. Pada

beberapa pasien, pengobatan dengan antibiotik untuk Helicobacter pylori telah

menjadi resolusi untuk urtikaria.

Infeksi virus kronis seperti hepatitis B dan C mungkin menyebabkan

urtikaria. Infeksi akut mononukleus dan psittakosis juga dapat memicu terjadinya

kondisi ini. Selain itu golongan Helminthes juga dapat menyebabkan urtikaria.

Diantaranya adalah Ascaris, Ankylostoma, Strongyloides, Filarial, Echinococcus,

Schistoma, Trichinella, Toxocara dan cacing hati.

Pengaruh stres emosional

Orang-orang dengan tekanan stres emosional yang berat memiliki bercak urtikaria

yang lebih banyak, tidak dipengaruhi oleh penyebab primer apa pun. Pada

urtikaria kolinergik, stres emosional merupakan stimulus utama.

Mentol

Mentol jarang menyebabkan urtikaria. Mentol terdapat pada rokok yang

mengandung mentol, permen, obat batuk, semprotan aerosol dan obat-obatan

topikal.

Neoplasma

Urtikaria berkaitan dengan karsinoma dan penyakit Hodgkin. Urtikaria dingin

dengan cryoglobulinemia telah dilaporkan memiliki hubungan dengan leukimia

limfositik kronis.

Inhalan

Inhalan yang telah dikenal menyebabkan urtikaria diantaranya serbuk sari, tungau,

debu rumah, bulu, formaldehida, akrolein (terproduksi ketika menggoreng dengan

lemak atau merokok dengan rokok yang mengandung gliserin), biji jarak atau

debu kacang kedelai, lentil yang telah dimasak, biji kapas, bulu binatang,

kosmetik, aerosol dan pyrethrum.

Page 5: Urtikaria

5

Alkohol

Urtikaria dapat muncul setelah mengkonsumsi alkohol. Mekanisme terjadinya

urtikaria yang disebabkan oleh konsumsi alkohol tidak diketahui dengan baik.

Wine secara umum mengandung sulfite yang bisa menimbulkan bercak

kemerahan atau urtikaria.

Ketidakseimbangan hormonal

Urtikaria kronik terjadi dua kali lebih sering pada wanita dibandingkan dengan

pria dan kadar dehydroepiandrosterone (DHEA)-S yang rendah mungkin

mempengaruhi ketidakseimbangan hormon.

Genetik

Polimorfisme pada reseptor adrenergic β2 (ADRB2) telah teridentifikasi pada

urtikaria akut akibat intoleransi aspirin.

Patogenesis/ histopatologi

Peningkatan permeabilitas kapiler terjadi karena adanya peningkatan pelepasan

histamin dari sel mast yang ada disekitar kapiler. Sel mast merupakan sel efektor

utama pada reaksi urtikaria. Selain histamin, zat-zat lain yang dilepaskan oleh sel

mast akan menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler,

sehingga memungkinkan untuk menjadi mediator terjadinya urtikaria dan

angioedema. Zat-zat lain tersebut termasuk serotonin, leukotriene, prostaglandin,

protease dan kinin. Pada 40% pasien dengan urtikaria kronik terjadi peningkatan

butiran eosinofil secara abnormal, meskipun pada perhitungan morfologi darah

tepi jumlah eosinofil dalam batas normal.

Sekitar sepertiga dari pasien dengan urtikaria idiopatik kronik memiliki

pelepas histamine autoantibodi IgG yang beredar dan melekat kuat pada reseptor

IgE. Sebagian pasien memiliki IgG yang tidak melekat pada reseptor IgE, tapi

dapat menyebabkan degranulasi sel mast. Penyakit autoantibodi tiroid sering

terjadi pada wanita dengan urtikaria idiopatik kronik, tapi secara klinis hubungan

penyakit tiroid dengan urtikaria sulit dijelaskan. Bahkan pengobatan penyakit

tiroid sendiri secara umum tidak mempengaruhi perjalanan penyakit dari urtikaria.

Page 6: Urtikaria

6

Perubahan histopatologi pada urtikaria akut termasuk diantaranya edema

dermal ringan dan marginasi neutrofil dalam venul-venul kapiler. Kemudian, juga

terjadi migrasi neutrofil, eosinofil dan limfosit di sepanjang dinding pembuluh

darah ke bagian interstitium. Tidak adanya karyorrhexis dan fibrin pada dinding

pembuluh darah membantu membedakan urtikaria dari vaskulitis.

Sebagian dari pasien memiliki lesi yang bertahan lama, lesi yang sukar

disembuhkan dan lesi jenis ini dinamakan dengan “urtikaria neutrofilik”. Lesi

jenis ini sering berlangsung hingga lebih dari 24 jam dan hasil biopsi

menunjukkan bahwa perivaskular kaya neutrofil dengan sedikit karyorrhexis dan

fibrin di dalam dinding pembuluh darah. Eosinofil dan sel mononuklear tercatat

memiliki jumlah yang bervariasi di setiap pasien. Pasien dengan urtikaria

neutrofilik dapat terjadi pada urtikaria akut, urtikaria kronik atau urtikaria fisik.

Lesi pada kulit menunjukkan adanya peningkatan kadar TNF-α dan IL-3, dengan

sedikit kadar IL-8. Secara umum, neutrofil biasanya terdeteksi pada urtikaria, hal

ini menunjukkan bahwa urtikaria neutrofilik biasanya terdeteksi dengan adanya

beberapa sel mast dan turunan sitokin.

Diagnosis

Diagnosis urtikaria dan angioedema biasanya dibuat berdasarkan gejala klinis.

Lesi pada lokasi yang terfiksasi lebih dari 24 jam menunjukkan kemungkinan

terjadinya vaskulitis urtikaria, fase urtikaria pada imunobullous eruption, EM,

granuloma anular, sarkoidosis, atau cutaneous T-cell lymphoma. Jika wheal terjadi

lebih dari 24 jam, disarankan untuk melakukan pemeriksaan biopsi.

Evaluasi klinis

Evaluasi hasil laboratorium harus dilakukan dan dihubungkan dengan tanda dan

gejala yang ada. Melakukan pemeriksaan penunjang secara acak tanpa adanya

riwayat yang mendasari sangat tidak efektif. Evaluasi klinis dilakukan

berdasarkan pada riwayat alergi yang mendetail (makanan, obat-obatan, termasuk

penggunaan aspirin, penyebab lainnya) dan pemeriksaan fisik. Angioedema tanpa

adanya urtikaria mungkin berhubungan dengan angioedema turunan atau dengan

suatu angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor. Defisiensi esterase C1

Page 7: Urtikaria

7

tidak menyebabkan rasa gatal dan bengkak, hanya angioedema. Jika ada riwayat

gangguan sinus, baik itu pada sinus maksilaris ataupun ethmoidalis, disarankan

untuk melakukan pemeriksaan radiologi. Di daerah-daerah dengan parasit sebagai

penyebab penyakit terbanyak, disarankan untuk melakukan pemeriksaan darah

untuk mengetahui jumlah eosinofil, suatu pemeriksaan yang tidak terlalu mahal

tapi memiliki hasil yang sesuai. Pemeriksaan darah mungkin tidak menunjukkan

hasil yang sebenarnya jika pasien sedang mengkonsumsi kortikosteroid sistemik.

Pada pasien-pasien dengan urtikaria kronik, telaah kembali obat-obatan

yang pernah dikonsumsi, termasuk suplemen, aspirin dan NSAIDs yang lain. Jika

sebelumnya pasien pernah mengeluhkan urtikaria, pemeriksaan lanjutan harus

dilakukan untuk mendapatkan diagnosis pasti. Lesi yang lebih terasa seperti

terbakar daripada gatal berakhir dengan diagnosis purpura, atau lesi yang bertahan

lebih dari 24 jam harus dilakukan pemeriksaan biopsi untuk menyingkirkan

kemungkinan vaskulitis urtikaria.

Pemeriksaan riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan fisik bisa

memperoleh tanda atau gejala penyakit tiroid, penyakit jaringan ikat, keputihan,

infeksi lokal yang lain, penyakit kuning, atau faktor resiko terjadinya hepatitis.

Temuan-temuan yang positif harus segera diskrining. Meskipun hasil x-ray sinus,

kultur streptokokus dari tenggorakan, USG abdomen dan urinalisis dengan kultur

urin (pada laki-laki juga dilakukan pemeriksaan prostat) dapat menyingkirkan

penyebab infeksi paling sering yang memicu terjadinya urtikaria, kasus-kasus

positif hampir selalu dikaitkan dengan tanda dan gejala pada saat mendiagnosis.

Pada pasien dengan angioedema kronik, tanpa wheal klasik ataupun gejala

pruritus, tetap dilakukan telaah riwayat penggunaan obat-obatan dan evaluasi

kadar C4. Jika kadar C4 rendah, maka dapat dilakukan evaluasi kadar esterase C1

inhibitor.

Anafilaksis

Anafilaksis merupakan suatu reaksi imun yang akut dan mengancam nyawa,

sering diawali dengan pruritus pada kulit kepala, eritema yang menyebar,

urtikaria, atau angioedema. Pada reaksi anafilaksis dapat terjadi bronkospasme,

edema laring, hipotensi dan aritmia jantung. Penyebab paling sering adalah

Page 8: Urtikaria

8

antibiotik, terutama penicillin, obat-obatan yang lain dan radiocontrast. Dermatitis

atopik biasanya berkaitan dengan reaksi anafilaksis. Agen penyebab dapat

diidentifikasi pada dua pertiga kasus dan pada kasus-kasus dengan serangan

berulang. Reaksi anafilaksis yang dipicu oleh latihan sering tergantung pada

penyebab primer seperti makanan-makanan tertentu yang dikonsumsi sebelum

latihan dan riwayat konsumsi aspirin dapat menjadi faktor eksaserbasi tambahan.

Penatalaksanaan

Urtikaria akut

Penatalaksanaan utama pada urtikaria akut adalah terapi antihistamin. Pada orang

dewasa, antihistamin yang tidak menimbulkan ketergantungan memiliki resiko

terkena gangguan psikomotor yang lebih rendah. Jika penyebab episode akut

dapat diidentifikasi, sebaiknya hindari penyebab. Pada pasien urtikaria akut yang

tidak berespon baik terhadap antihistamin, berikan kortikosteroid sistemik.

Kemungkinan terjadinya rebound lebih sedikit pada pasien yang mendapatkan

terapi kortikosteroid selama 3 minggu dibandingkan dengan pasien yang diterapi

dengan kortikosteroid dalam jangka waktu singkat.

Untuk reaksi yang lebih berat, termasuk anafilaksis, menjaga sistem

pernapasan dan kardiovaskular tetap baik menjadi sangat penting. 0,3 ml dosis

dari 1:1000 dilusi epinefrin dimasukkan setiap 10-20 menit jika dibutuhkan. Pada

anak-anak, digunakan setengah dari dilusi pada dewasa. Terkadang dibutuhkan

tindakan intubasi atau tracheotomy pada kasus-kasus yang berkembang terlalu

cepat. Terapi tambahan termasuk antihistamin intramuskular (25-50 mg

hydroxyzine atau dipenhydramin setiap 6 jam) dan kortikosteroid sistemik (250

mg hidrokortison atau 50 mg metilprednisolon dimasukkan melalui intravena

setiap 6 jam untuk 2-4 dosis).

Urtikaria kronik

Penatalaksanaan utama pada urtikaria kronik juga terapi antihistamin.

Antihistamin harus diminum setiap hari, bukan hanya di setiap keluhan muncul.

Antihistamin generasi kedua, H1 (cetirizine, levocetirizine, famotidine,

loratidine, acrivastine dan azelastine), memiliki molekul lipofilik yanag besar

Page 9: Urtikaria

9

dengan rantai yang terikat kuat pada protein, mencegah kemungkinan obat-obatan

melewati sawar otak dan efek sedasi pada antihistamin ini tidak terlalu tinggi.

Cetirizine (Zyrtec) dan beberapa antihistamin generasi kedua lainnya dapat

menyebabkan rasa kantuk pada beberapa orang, terutama jika diberikan dengan

dosis yang lebih tinggi atau dikombinasikan dengan antihistamin yang lain.

Doxepin, suatu antidepresan dengan aktivitas antihistamin H1 kuat dapat

digunakan sebagai tambahan antihistamin. Doxepin biasanya dikonsumsi saat

sebelum tidur pada malam hari, yang kemudian rasa kantuk dan mulut kering

nantinya akan menghilang pada pagi hari. Pada kasus-kasus yang sulit sembuh,

terkadang dibutuhkan dosis yang melebihi dari dosis yang ditentukan pada label.

Bahkan antihistamin generasi kedua dapat memberikan efek sedatif pada dosis

tinggi. Salah satu antihistamin yang dapat ditoleransi dengan baik adalah

fexofenadine, meskipun dosis yang diberikan melebihi dosis maksimal yang telah

ditetapkan pada label. Penulis menemukan bahwa dosis antihistamin yang

perlahan-lahan ditingkatkan dapat berpengaruh baik pada penatalaksanaan

urtikaria, tapi hasil suatu penelitian pada 22 orang dewasa penggunaan dosis

cetirizine yang ditingkatkan hanya efektif pada satu pasien. Obat alternatif yang

lain adalah siklosporin. Kombinasi antihistamin H1 dengan H2, seperti

hydroxyzine dan cimetidine atau ranitidine, mungkin efektif digunakan pada

beberapa kasus. Cimetidine atau ranitide tidak boleh digunakan secara tunggal

pada penatalaksanaan urtikaria karena dapat mengganggu proses umpan balik

setelah menghambat pelepasan antihistamin. Penatalaksanaan lain adalah

fototerapi, golongan calcium channel antagonists (nifedipine), obat-obatan

antimalaria, leukotriene dan 5-lipoxygenase inhibitor, gold, azathiprine,

siklosporin dosis rendah, terbutaline, omalizumab dan methotrexate. Dapsone dan

colichines dapat membantu penatalaksanaan urtikaria dengan neutrofil yang

banyak. Tapi sayangnya, meskipun kortikosteroid sistemik efektif pada

kebanyakan urtikaria kronik, penggunaan dalam jangka panjang sangat tidak

praktis. Segera setelah kortikosteroid dihentikan, rasa gatal dan bengkak akan

muncul kembali. Sebagai tambahan, jika infeksi merupakan penyebab terjadinya

urtikaria dapat diberikan terapi steroid jangka panjang. Kortikosteroid topikal,

antihistamin topikal dan anestesi topikal tidak berpengaruh baik pada urtikaria

Page 10: Urtikaria

10

kronik. Kamper topikal dan mentol dapat mengurangi gejala. Disarankan untuk

menggunakan lotion yang mengandung mentol, fenol dan juga kamper.

Sekitar sepertiga kasus urtikaria idiopatik kronik, pasien memiliki

autoantibodi yang melekat kuat pada reseptor IgE. Beberapa pasien mungkin

menerima terapi yang lebih agresif dengan menggunakan terapi imunosupresif

kronik, plasmapheresis atau intravenous immunoglobulin (IVIG).

Variasi urtikaria yang lain

Angioedema

Angioedema adalah edema akut, mudah hilang dan terbatas yang sering

menyerang jaringan kelopak mata, bibir, daun telinga dan genitalia eksterna, atau

membran mukosa pada mulut, lidah, atau laring. Pembengkakan terjadi pada

bagian kulit yang lebih dalam atau pada jaringan subkutan dan menyebabkan

edema kulit, atau yang lebih jarang, ekimosis. Mungkin ada pembengkakan yang

difus pada tangan, lengan, kaki dan ankle. Biasanya kondisi seperti ini mulai

terjadi pada malam hari dan baru diketahui pada pagi hari saat bangun tidur.

Angioedema terbagi atas dua. Pertama, terlihat seperti bentuk urtikaria

yang lebih dalam dan dapat diamati sebagai angioedema tunggal atau multipel

atau ikut tergabung dengan urtikaria. Kerja histamine atau zat-zat lainnya pada

angioedema adalah dengan membuat vasomotor yang labil dan adanya pruritus

dapat dijadikan tanda yang signifikan. Kedua, angioedema berkaitan dengan

defisiensi C1 esterase inhibitor, tapi tidak berkaitan dengan munculnya gatal-gatal

dan bengkak dan juga tidak muncul pruritus. Pasien juga merasakan nyeri pada

angioedema. Angioedema mungkin berkitan dengan ACE inhibitor.

Angioedema yang diturunkan (Hereditary Angioedema [HAE])

Angioedema jenis ini dikenal juga dengan Quincke edema, HAE pertama kali

dideskripsikan dan dinamakan oleh Osler pada tahun 1888. HAE biasanya muncul

pada dekade kedua hingga keempat. Angioedema muncul tiba-tiba, hampir setiap

2 minggu sekali selama hidup pasien, bertahan hingga 2-5 hari. Pembengkakan

biasanya asimetri dan tidak ditemukan urtikaria serta rasa gatal. Bentuk

angioedema ini mungkin overlap dengan sindrom autoinflamatori.

Page 11: Urtikaria

11

Pasien mungkin mengalami pembengkakan lokal pada jaringan subkutan

(wajah, tangan, lengan, kaki, genitalia dan bokong); organ-organ abdomen

(intestin, kandung kemih), membutuhkan pembedahan darurat; dan jika

pembengkakan terjadi pada saluran napas atas (laring), dapat mengancam nyawa.

Ada sedikit respon terhadap antihistamin, epinephrine, atau steroid. Angka

kematian relatif tinggi dengan penyebab tersering adalah edema laring. Edema

pada saluran cerna ditandai dengan mual, muntah dan nyeri hebat, dan hal ini

hampir mirip dengan gejala yang ditimbulkan pada apendisitis sehingga dapat

terjadi kesalahan pembedahan saat appendectomy. Faktor-faktor yang dapat

memicu terjadinya HAE adalah trauma, pembedahan, perubahan suhu yang tiba-

tiba, atau perubahan stress emosional yang tiba-tiba.

HAE terjadi pada 1 di antara 50.000 – 150.000 orang. HAE memiliki tiga

tipe fenotip. Tipe I ditandai dengan kadar plasma antigenik dan fungsional yang

rendah dengan kadar protein C1 esterase inhibitor (C1-EI) yang normal. Tipe II

ditandai dengan kadar antigenik yang normal atau sedikit naik dari protein yang

disfungsional. Tipe III ditandai dengan fungsi C1-EI dan komplemen yang

normal. Telah diketahui bahwa anggota keluarga yang menurunkan sifat ini

adalah wanita. Tipe III juga ditandai dengan riwayat munculnya pembengkakan

pada kulit berulang, nyeri abdomen, atau sumbatan jalan napas, tidak munculnya

urtikaria, konsentrasi C1-EI dan C4 dalam batas normal; dan gagal terapi

meskipun telah diberikan antihistamin, kortikosteroid dan konsentrat C1-EI.

Skrining untuk membedakan tipe I da II adalah dari kadar C4. Kadar C4

akan rendah (<40% dari kadar normal) sebagai akibat dari aktivasi dan konsumsi

terus-menerus. Sebagai tambahan, untuk menekan kadar C4, pasien dengan tipe I

dan tipe II juga memiliki kadar C1, C1q dan C2 yang rendah. Jika gejala klinis

dan uji skrining mendapatkan hasil yang positif, sebaiknya periksakan titer C1-EI.

C1-EI merupakan protein labil dan umumnya mengalami pembusukan. Kadar C1-

EI yang rendah dengan kadar C4 normal akan meningkatkan materi pembusukan,

bukan HAE.

Pilihan penatalaksanaan untuk HAE akut tipe I dan II adalah penggantian

terapi dengan konsentrat plasma (fresh frozen plasma). Profilaksis kerja singkat

seperti stanozolol (androgen lemah) dapat digunakan saat pasien ingin kontrok ke

Page 12: Urtikaria

12

dokter gigi, endoskopi, atau akan dilakukan intubasi saat sebelum pembedahan.

Esterogen oral dilarang digunakan akan mempercepat terjadinya serangan.

Antifibrinolitik asam traneksamat, suatu obat yang berkaitan dengan asam e-

aminocaproic, telah digunakan untuk mengobati penyakit akut ataupun kronik.

Tipe III tidak berespon terhadap penggantian C1-EI, tapi dapat berespon terhadap

danazol.

Defisiensi C1 esterase inhibitor

Sebagian pasien mengeluhkan gejala-gejala yang tidak dapat dibedakan dari HAE,

tetapi dengan onset setelah dekade keempat kehidupan dan tidak ada riwayat

penyakit keluarga yang cukup mendukung. Seperti yang terjadi pada HAE, tidak

ada hubungan antara penyakit ini dengan terjadinya pruritus atau urtikaria.

Kondisi ini kemudian dibagi menjadi angioedema-I dan II, dan idiopatik.

Angioedema-I adalah penyakit langka yang berhubungan dengan penyakit

limfoproliferatif, diantaranya limfoma (biasanya sel-B), leukimia limfositik

kronik, monoclonal gammopathy, myeloma, myelofibrosis, Waldenström

macroglobulinemia dan kanker payudara. Sebagian pasien telah terdeteksi

memiliki autoantibodi terhadap C1-EI. Angioedema yang semakin memburuk

merupakan pertanda dari suatu limfoma.

Angioedema-II adalah penyakit yang sangat langka ditandai dengan

adanya autoantibodi terhadap C1-EI. Penting untuk diketahui bahwa autoantibodi

yang menyerang C1-EI secara langsung juga bisa ditemui pada angioedema-I,

terutama pada pasien dengan limfoma sel-B, sehingga angioedema-II didiagnosis

berdasarkan gejala klinis.

Patofisiologi angioedema-I sampai saat ini belum diketahui tetapi mungkin

berhubungan dengan peningkatan katabolisme C1-EI, hal ini dicurigai karena

banyak pasien dengan penyakit ini memiliki kadar C1-EI normal. Pada

angioedema-II, hepatosit dan monosit dapat mensintesis C1-EI, tetapi subpopulasi

sel B mensekresikan autoantibodi ke bagian fungsional dari molekul C1-EI.

Penatalaksanaan serangan akut angioedema-I adalah dengan mengganti

C1-EI secara langsung dengan fresh frozen plasma, turunan plasma C1 inhibitor,

atau recombinant human C1 inhibitor. Agen antifibrinolitik, seperti asam

Page 13: Urtikaria

13

aminokaproik atau asam traneksamat, mungkin bermanfaat, dan lebih efektif

daripada terapi antiandrogen. Androgen sintetik, seperti danazol, dapat membantu

dalam pengobatan angioedema-I; tetapi androgen tidak efektif dalam mengobati

angioedema-II. Terapi imunosupresif telah menunjukkan hasil yang lebih baik

pada pengobatan angioedema-II dengan menurunkan produksi autoantibodi.

Kortikosteroid sistemik mungkin efektif untuk sementara waktu. Plasmaferesis,

B2 bradykinin receptor antagonist HOE-140, dan kallikrein inhibitor DX-88

adalah terapi yang disarankan pada pasien-pasien yang sukar disembuhkan

dengan terapi lain.

Angioedema episodik dengan eosinophilia

Angioedema episodik atau edema yang hanya terjadi pada wajah dapat terjadi

bersamaan dengan demam, peningkatan berat badan, eosinofilia dan peningkatan

kadar major basic potein. Gejala klinisnya tidak terlalu khas dan tidak ada

penyakit lain yang mendasari timbulnya penyakit tersebut. Selama periode

serangan diketahui ada peningkatan kadar IL-5. Pilihan pengobatan diantaranya

dengan menggunakan obat-obatan steroid sistemik, antihistamin dan IVIG.

Sindrom Schnitzler

Sindrom Schnitzler merupakan penyakit langka. Sindrom ini merupakan varian

urtikaria kronik yang ditandai dengan urtikaria non-pruritus, demam intermiten,

nyeri tulang, hiperostosis, peningkatan laju endap darah dan monoclonal IgM

gammopathy. Sindrom ini terjadi pada umur 29 hingga 77 tahun, tanpa

membedakan jenis kelamin. Pada beberapa kasus, gammopati IgM berkembang

menjadi neoplasia, terutama Waldenström magroglobulinemia. Hingga saat ini

belum diketahui terapi yang efektif, meskipun nyeri tulang dan lesi urtika dapat

hilang setelah pemberian kortikosteroid sistemik pada sebagian pasien. Beberapa

pasien lain juga respon setelah diberikan terapi anakinra.

Urtikaria fisik

Rangsangan fisik spesifik merupakan penyebab dari sekitar 20% urtikaria.

Biasanya terjadi pada umur 17 hingga 40 tahun. Bentuk paling umum adalah

Page 14: Urtikaria

14

dermatographism, diikuti oleh cholinergic dan cold urticaria. Beberapa bentuk

dapat terjadi pada satu pasien. Pada pasien dengan urtikaria idiopatik kronik

sering ditemukan dermatographism, delayed pressure, cholinergic dan cold

urticaria.

Dermatographism

Dermatographism merupakan suatu edema lokal berbatas tegas dengan tepi

eritem yang muncul dalam beberapa detik hingga beberapa menit setelah kulit

digores, dapat menyebabkan pruritus dan terjadi pada sekitar 2-5% dari populasi.

Dermatographism secara spontan akan muncul setelah terjadinya drug-induced

urticaria dan akan bertahan hingga beberapa bulan. Dermatographism diketahui

juga berhubungan dengan penggunaan H2 blocker dan famotidine, sering terjadi

pada pasien-pasien hipotiroid, hipertiroid, infeksi, diabetes melitus dan selama

awal mula menopause. Reaksi ini dapat ditekan dengan penggunaan antihistamin,

penambahan antihistamin H2 juga memberikan hasil yang baik pada kondisi ini.

Cholinergic urticaria

Cholinergic urticaria terjadi karena respon asetilkolin terhadap sel mast, muncul

dalam beberapa menit, ditandai dengan pruritus berat, lesi berbentuk papul dengan

diameter 1-3 mm dan dikelilingi oleh flare eritem yang sangat jelas. Lesi ini dapat

muncul di daerah badan dan wajah kecuali telapak tangan dan telapak kaki. Lesi

akan bertahan selama 30-90 menit. Bronkospasme dapat terjadi. Kasus-kasus

familial telah dilaporkan berkaitan dengan lesi ini.

Pada beberapa pasien, lesi ini dapat muncul akibat olahraga, stres

emosional, peningkatan suhu atau setelah mendapatkan suntikan nicotine picrate

atau methacoline. Terkadang serangan terjadi saat pendinginan tubuh secara cepat

dengan mandi air dingin. Periode refraktori tanpa lesi akan berlangsung selama

lebih dari 24 jam setelah serangan. Pada beberapa pasien kadang terjadi

cholinergic dermatographism.

Pengobatan dengan antihistamin efektif jika diberikan dalam dosis yang

adekuat. Antihistamin dikombinasikan dengan montelukast atau propanolol.

Androgen lemah, seperti danazol, baik diberikan saat fase refraktori. Uji

Page 15: Urtikaria

15

provokatif sebaiknya dilakukan, seperti berolahraga, mandi dengan air hangat dan

meningkatkan temperatur tubuh 0.7-1.0ºC, atau methacoline skin test.

Adrenergic urticaria

Adrenergic urticaria dapat muncul sendiri atau bersamaan dengan cholinergic

urticaria. Erupsinya berupa makula eritem kecil (1-5 mm) dan papul dengan halo

yang berwarna pucat, muncul 10-15 menit setelah rangsangan stres emosional,

minum kopi atau mengkonsumsi coklat. Selama serangan terjadi peningkatan

serum katekolamin, norepinephrine, dopamine dan epinephrine, tetapi dengan

kadar histamin dan serotonin dalam batas normal. Pengobatan yang efektif adalah

dengan memberikan propanolol dengan dosis 10 mg diminum empat kali dalam

sehari, sementara penggunaan atenolol sudah tidak efektif lagi. Uji provokatif

dapat dilakukan dengan memasukkan 3-10 ng norepinephrine secara intradermal.

Cold urticaria

Paparan terhadap sesuatu yang dingin dapat menghasilkan edema dan wheal pada

area yang terpapar, biasanya terjadi pada wajah dan tangan. Urtikaria ini tidak

terjadi saat proses pendinginan badan. Urtikaria jenis ini diklasifikasikan menjadi

primary (essential), secondary dan familial cold urticaria.

Primary (essential) cold urticaria tidak berhubungan dengan penyakit

sistemik yang mendasarinya. Gejala biasanya terlokalisasi pada area yang

terpapar, meskipun gangguan pada saluran pernapasan dan kardiovaskular dapat

terjadi. Syok yang fatal terjadi apabila penderita urtikaria jenis ini berenang di air

dingin atau mandi dengan air dingin. Urtikaria ini biasanya terjadi saat dewasa.

Cold urticaria memberikan hasil yang positif pada ice cube test.

Pengobatan untuk primary cold urticaria adalah dengan memberikan

doxepin dengan dosis 25-50 mg dua kali dalam sehari, atau cyproheptadine 4 mg

tiga kali dalam sehari. Telah dilaporkan bahwa terdapat respon terapetik yang baik

pada pemberian second-generation antihistamines acrivastine dan cetirizine, dan

obat-obatan ini mengandung efek sedasi yang minimal. Kombinasi cetirizine dan

zafirlukast lebih efektif jika dibandingkan dengan pemberian terapi tunggal.

Ketotifen mungkin juga efektif, tapi obat ini tidak dipasarkan di US.

Page 16: Urtikaria

16

Pengulangan desensitisasi dengan cara meningkatkan paparan terhadap

bahan-bahan dingin secara perlahan terbukti efektif pada beberapa kasus. Salah

satu laporan melaporkan keberhasilan metode ini pada seorang anak yang

berumur 18 tahun dengan severe cold urticaria. Toleransi kulit dicapai dengan

menempelkan es batu secara berulang pada kulit selama 30 menit setiap 7 jam

diikuti dengan mencelupkan lengan ke dalam air dingin selama 4 jam dan

akhirnya seluruh badan. Seminggu kemudian, pasien dapat mentoleransi air

dingin selama 5 menit tanpa urtikaria. Pasien ini “dilatih” dengan cara mandi air

dingin selama 5 menit setiap 12 jam. Pasien ini kemudian bebas dari urtikaria

selama 6 bulan dan melanjutkan kebiasaan sehari-harinya dengan mandi

menggunakan air dingin. Metode ini hanya cocok untuk sedikit kasus. Pada

banyak pasien, cold urticaria baru mulai membaik beberapa bulan setelah

paparan.

Uji provokatif dilakukan dengan menggunakan es batu (ice cube test). Es

batu ditempelkan pada kulit selama 5-20 menit. Jika tidak ada wheal yang

terbentuk, area tersebut tetap ditempelkan es batu selama 10 menit tambahan.

Penggunaan kombinasi es batu dan air mengalir adalah, pada beberapa kasus,

lebih efektif menghasilkan lesi dibandingkan dengan hanya es batu. Ice cube test

tidak dilakukan jika telah diketahui bahwa pasien tersebut menderita secondary

cold urticaria.

Secondary cold urticaria berhubungan dengan penyakit sistemik yang

diderita seperti cryoglobulinemia. Penyakit lain yang berhubungan diantaranya

cryofibronogenemia, multiple myeloma, secondary syphilis, hepatitis dan

infectious mononucleosis. Pasien mungkin mengalami nyeri kepala berat,

hipotensi, edema laring dan penurunan kesadaran. Ice cube test tidak

direkomendasikan karena dapat menimbulkan oklusi pada pembuluh darah dan

iskemik jaringan.

Familial cold urticaria dikelompokkan dengan sindrom autoantiinflamasi

lainnya. Lesi mungkin lebih memberikan sensasi panas seperti terbakar daripada

gatal. Lesi memiliki bagian tengah yang sianotik, dikelilingi oleh halo putih dan

bertahan selama 24-48 jam. Munculnya lesi dapat bersamaan dengan demam,

kedinginan, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot dan nyeri abdomen. Familial cold

Page 17: Urtikaria

17

urticaria memberikan hasil yang negatif pada ice cube test. Terapi stanozol

diketahui efektif dalam mengobati penyakit ini.

Heat urticaria

Heat urticaria terjadi jika kulit terpapar panas diatas 43ºC (109.4ºF) selama 5

menit, area yag terpapar mulai terbakar dan terasa pedih dan kemudian memerah,

membengkak dan mengeras. Urtikaria langka ini dapat terjadi pada siapa saja dan

dapat muncul kejang, lemah, salivasi dan tidak sadar. Desensitisasi panas

mungkin efektif dilakukan. Uji provokatif yang dapat dilakukan adalah dengan

menempelkan silinder panas, 50-55ºC (122-131ºF), pada kulit selama 30 menit.

Solar urticaria

Solar urticaria muncul sesaat setelah kulit terpapar oleh sinar matahari. Solar

urticaria diklasifikasikan sesuai dengan panjang gelombang cahaya yang

merangsang munculnya lesi. Cahaya yang visibel dapat merangsang terjadinya

solar urticaria dan tidak akan dapat dicegah oleh penggunaan tabir surya. Gejala

klinis diantaranya leukocytoclastic vasculitis, dan Chrug-Strauss syndrome.

Pengobatan yang efektif adalah dengan menghindari paparan sinar matahari

secara langsung, penggunaan antihistamin, tabir surya, fototerapi berkala dan

PUVA.

Pressure urticaria

Pressure urticaria ditandai dengan pembengkakan disertai dengan nyeri yang

terjadi 3-12 jam setelah penekanan pada area tersebut. Pressure urticaria lebih

sering terjadi pada lutut setelah berjalan dan pada bokong setelah duduk. Varian

ini unik karena memiliki periode laten selama sekitar 24 jam sebelum lesi

terbentuk. Nyeri sendi, demam, kedinginan dan leukositosis mungkin terjadi.

Nyeri dan bengkak berlangsung selama 8-24 jam. Pressure urticaria dapat terjadi

bersamaan dengan urtikaria fisik lainnya. Uji provokatif dilakukan dengan cara

memberikan tekanan seberat 15 lb (setara dengan 5,8 kg [1 kg = 2,2 lb]) selama

20 menit pada kulit, perhatikan area tersebut selama 4-8 jam. Pengobatan yang

efektif adalah dengan pemberian kombinasi montelukast dan antihistamin.

Page 18: Urtikaria

18

Kortikosteroid sistemik sering dimasukkan ke dalam terapi, tetapi tidak baik

digunakan dalam jangka waktu yang lama. Asam traneksamat, IVIG dosis tinggi,

atau anti TNF dapat efektif digunakan pada kasus-kasus yang sulit disembuhkan

dengan terapi lain.

Exercise-induced urticaria

Meskipun cholinergic dan exercise-induce urticaria terjadi karena olahraga, tapi

dua hal ini berbeda. Meningkatnya suhu tubuh secara pasif tidak akan

menginduksi terjadinya urtikaria dan lesi pada exercise-induced urticaria lebih

besar dibandingkan dengan cholinergic urticaria. Lesi dapat muncul selama 5-30

menit setelah olahraga dimulai. Reaksi anafilaksis mungkin juga berkaitan dengan

urtikaria ini. Sebagian besar pasien dengan exercise-induced urticaria memiliki

riwayat atopi dan sebagian lain memiliki riwayat alergi makanan. Menghindari

alergen tersebut dapat mengurangi gejala.

Terapi dengan menggunakan antihistamin H1 dan H2 tidak sepenuhnya

efektif. Pasien dengan reaksi anafilaksis yang sering menyerang saluran

pernapasan disarankan untuk memiliki peralatan untuk menyuntikkan epinephrine

sendiri. Uji provokatif dilakukan dengan olahraga, tetapi lebih baik dengan

mengetahui riwayat alergi makanannya terlebih dahulu.

Vibratory angioedema

Vibratory angioedema dapat terjadi akibat genetik, atau dapat terjadi karena

paparan vibrasi okupasional yang lama. Dermatographism, pressure urticaria dan

cholinergic urticaria dapat terjadi pada pasien yang sama. Kadar histamin akan

meningkat selama serangan. Urtikaria biasanya muncul bersamaan dengan

angioedema. Terapi yang diberikan adalah antihistamin. Uji provokatif yang

dilakukan adalah dengan menempelkan vortex vibration pada lengan selama 5

menit.

Aquagenic urticaria

Aquagenic urticaria merupakan jenis urtikaria yang jarang terjadi, disebabkan

oleh kontak kulit dengan air pada suhu berapapun. Wheal muncul sesaat setelah

Page 19: Urtikaria

19

atau beberapa menit setelah kontak kulit dengan air, tanpa adanya suhu spesifik,

dan hilang dalam 30-60 menit. Keringat, saliva dan bahkan air mata dapat

mempercepat terjadinya reaksi. Pada beberapa kasus, aquagenic urticaria dapat

terjadi pada satu keluarga (turunan), atau berhubungan dengan riwayat atopi atau

cholinergic urticaria. Gejala-gejala sistemik diantaranya adalah wheezing, susah

menelan dan distres pernapasan. Patogenesisnya tidak diketahui tapi berhubungan

dengan antigen-antigen yang hidup di air yang menembus kulit hingga dermis dan

menyebabkan pelepasan histamin dari sel mast.

Munculnya wheal dapat dicegah dengan pengobatan berkala dengan

petrolatum. Banyak histamin yang efektif dalam mengobati penyakit ini. PUVA

dapat digunakan untuk mencegah terjadinya lesi, tapi tidak dengan pruritus. Uji

provokatif dilakukan dengan menempelkan kompres basah (35ºC [95ºF]) pada

kulit selama 30 menit.

Galvanic urticaria

Galvanic urticaria muncul setelah terpapar bahan-bahan galvanis yang biasanya

digunakan untuk mengobati hiperhidrosis. Hubungan antara kondisi ini dengan

urtikaria jenis lain masih harus dipelajari lagi.

Page 20: Urtikaria

20

Gambar 1. Pendekatan pada pasien dengan urtikaria/ angioedema.ACE = Angiotensin-Converting Enzyme; IgE = Imunoglobulin E; INH = inhibitor; ↓ = menurun.

Sumber: Kaplan AP. Urticaria and Angioedema. In : Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Ed. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7 th Edition. New York: McGraw Hill, 2008. p. 339.

Page 21: Urtikaria

21

Gambar 2. Penatalaksanaan urtikaria/ angioedema idiopatik kronik atau autoimun.Sumber: Kaplan AP. Urticaria and Angioedema. In : Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Ed. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7 th Edition. New York: McGraw Hill, 2008. p. 342.