urban regime di alih fungsi lahan kemang jakarta

14
1 Pendahuluan Latar Belakang Permasalahan alih fungsi lahan bukanlah hal yang mengherankan maupun menghebohkan di kota besar, begitu pula yang terjadi di Metropolitan Jakarta. Seringkali perubahan guna lahan terjedai dari lahan non-produktif sebut saja permukiman, tanah kosong, bahkan RTH menjadi lahan tempat kegiatan komersial perdagangan dan jasa, ataupun hunian yang lebih mewah seperti apartemen. Sayangnya seringkali peningkatan fungsi lahan ini membawa dampak yang tidak baik kepada masyarakat di daerah sekitarnya, misalnya mengganggu kelancaran lalu lintas, memperparah banjir, dan mengurangi kenyamanan lingkungan permukiman. Hal seperti itulah juga yang terjadi di Kemang, Jakarta Selatan. Namun bukan berarti permasalahan alih fungsi lahan di Kemang sama saja, ada beberapa hal yang membuat kasus ini menjadi menarik. Selama ini Kemang telah dikenal luas sebagai lingkungan hunian para ekspatriat dan kaum elit Indonesia. Selain itu tempat usaha yang berkembang di sana – yang sebenarnya menyalahi Rencana – identik dengan gaya hidup high-class, dari cafe, toko buku, restoran, galeri seni, kantor cabang bank, factory outlet, dan bar atau night club tersedia semua di Kemang. Malah sempat disebut juga sebagai salah satu kawasan industri kreatifnya Jakarta. Dimana para artis, produser, sutradara hang-out , bertemu, membahas pekerjaan, dan kemudian menandatangani kontrak. Sedemikian berkembangnya kawasan komersial Kemang padahal jika ditilik, lahan yang ditempati oleh para private sector itu masih berstatus sewa. Alhasil lahan yang mereka miliki itu bisa saja sewaktu-waktu digusur saat diminta lagi oleh pemilik aslinya (masyarakat yang memiliki lahan). Karena status sewa itu pula, pemerintah pun tidak kuasa menarik retribusi maupun pajak. Pemerintah pun merasa rugi bermilyar-milyar. Nampaknya pun masyarakat Kemang sudah cukup menahan diri menghadapi kondisi lingkungannya yang semakin terdegradasi dan tidak nyaman sehingga masyarakat Kemang pun bersuara di media. Berbekal ilmu pengetahuan dan kemampuan, masyarakat Kemang memperjuangkan haknya atas lingkungan perumahan yang nyaman. Media yang menjadi alat komunikasi dan interaksi mereka adalah media-media yang beredar di Ibukota dan kebanyakan menjangkau masyarakat kelas menengah ke atas dan masyarakat kelas atas.

Upload: h1k4ri

Post on 11-Jun-2015

2.177 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Urban Regime di Alih Fungsi Lahan Kemang Jakarta

1

Pendahuluan

Latar Belakang

Permasalahan alih fungsi lahan bukanlah hal yang mengherankan maupun menghebohkan

di kota besar, begitu pula yang terjadi di Metropolitan Jakarta. Seringkali perubahan guna lahan

terjedai dari lahan non-produktif sebut saja permukiman, tanah kosong, bahkan RTH menjadi

lahan tempat kegiatan komersial perdagangan dan jasa, ataupun hunian yang lebih mewah seperti

apartemen. Sayangnya seringkali peningkatan fungsi lahan ini membawa dampak yang tidak baik

kepada masyarakat di daerah sekitarnya, misalnya mengganggu kelancaran lalu lintas,

memperparah banjir, dan mengurangi kenyamanan lingkungan permukiman.

Hal seperti itulah juga yang terjadi di Kemang, Jakarta Selatan. Namun bukan berarti

permasalahan alih fungsi lahan di Kemang sama saja, ada beberapa hal yang membuat kasus ini

menjadi menarik. Selama ini Kemang telah dikenal luas sebagai lingkungan hunian para

ekspatriat dan kaum elit Indonesia. Selain itu tempat usaha yang berkembang di sana – yang

sebenarnya menyalahi Rencana – identik dengan gaya hidup high-class, dari cafe, toko buku,

restoran, galeri seni, kantor cabang bank, factory outlet, dan bar atau night club tersedia semua di

Kemang. Malah sempat disebut juga sebagai salah satu kawasan industri kreatifnya Jakarta.

Dimana para artis, produser, sutradara hang-out , bertemu, membahas pekerjaan, dan kemudian

menandatangani kontrak.

Sedemikian berkembangnya kawasan komersial Kemang padahal jika ditilik, lahan yang

ditempati oleh para private sector itu masih berstatus sewa. Alhasil lahan yang mereka miliki itu

bisa saja sewaktu-waktu digusur saat diminta lagi oleh pemilik aslinya (masyarakat yang

memiliki lahan). Karena status sewa itu pula, pemerintah pun tidak kuasa menarik retribusi

maupun pajak. Pemerintah pun merasa rugi bermilyar-milyar.

Nampaknya pun masyarakat Kemang sudah cukup menahan diri menghadapi kondisi

lingkungannya yang semakin terdegradasi dan tidak nyaman sehingga masyarakat Kemang pun

bersuara di media. Berbekal ilmu pengetahuan dan kemampuan, masyarakat Kemang

memperjuangkan haknya atas lingkungan perumahan yang nyaman. Media yang menjadi alat

komunikasi dan interaksi mereka adalah media-media yang beredar di Ibukota dan kebanyakan

menjangkau masyarakat kelas menengah ke atas dan masyarakat kelas atas.

Page 2: Urban Regime di Alih Fungsi Lahan Kemang Jakarta

2

Menghadapi aspirasi masyarakat Kemang yang frontal di media itu, pemerintah pun

terlihat kalang kabut. Beragam alternatif sempat dilontarkan oleh berbagai pihak yang mewakili

pemerintah. Salah satu di antaranya adalah pemutihan kawasan, yang tentunya ditolak oleh

masyarakat dan bahkan ada pemerhati tata kota yang menyebut bahwa solusi pemutihan adalah

solusi gantung diri. Dengan mengajukan solusi pemutihan, yang jelas-jelas tidak tersebut di

dalam UU 26 tahun 2007, pemerintah berarti bersikap tidak mau tahu, permisif, dan bisa saja

manut pada maunya pasar.

Alhasil permasalahan alih fungsi guna lahan di Kemang inipun mendapat perhatian dari

kelompok yang lebih besar karena selain menyangkut kondisi lingkungan permukiman yang

semakin tidak nyaman, sikap pemerintah yang sepertinya tidak punya kekuatan menghadapi mau

pasar kemudian mengabaikan rencana tata ruang, menjadi suatu cerita tersendiri. Menarik untuk

mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di Kasus Kemang ini, menelusuri perjuangan

masyarakat ekspatriat dan high-class Indonesia yang berpendidikan ini.untuk memperoleh

haknya, dan respon serta kebijakan pemerintah akankah lebih mengutamakan tata ruang atau

kemauan pasar.

Rumusan Persoalan

Persoalan utama yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :

“Bagaimana regime mengarahkan planning dan development di Kawasan Kemang?”

Dan 5 pertanyaan lain yang akan membantu mengarahkan isi makalah ini antara lain :

1. Rezim seperti apa yang terjadi dalam persoalan alih fungsi Kemang?

2. Kemanakah perencanaan di Kemang diarahkan?

3. Adakah pihak yang diuntungkan maupun dirugikan dalam kasus ini?

4. Apakah sebenarnya pembangunan di Kemang diharapkan?

5. Lalu apa yang sebaiknya dilakukan untuk menghadapi kasus ini?

Sasaran Studi

Tujuan utama penulisan makalah ini adalah untuk mengendapkan dan mengaplikasikan

teori politik perkotaan yang telah didapat selama perkuliahan. Bagaimanapun juga politik tanpa

bahasan studi kasus akan menjadi suatu topik yang abstrak tanpa konteks, dan akhirnya menjadi

kosong. Tujuan lainnya adalah menjawab pertanyaan yang diajukan dalam Rumusan Persoalan :

Page 3: Urban Regime di Alih Fungsi Lahan Kemang Jakarta

3

1. Mengidentifikasi rezim apa yang berkembang di kasus Kemang.

2. Mengidentifikasi kemana Kemang diarahkan.

3. Mengidentifikasi stakeholders dan posisi mereka.

4. Mengidentifikasi apakah pembangunan di Kemang diharapkan atau tidak.

5. Memberi pandangan atas alternatif solusi yang diajukan.

Metodologi Studi

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui penelusuran media on-line, antara lain The Jakarta

Post, Kompas, Republika, Gatra, juga beberapa website-website terkait dengan Kasus Kemang,

alih fungsi guna lahan di Jakarta, dan RTRW 2010 DKI.

Analisis Data

Sebagai kerangka analisis politik dan perencanaan, dipilih urban regime dan power in

planning research. Urban regime dipandang tepat untuk menjelaskan mekanisme alih fungsi

lahan yang terjadi di Kemang. Power in planning digunakan untuk memberi gambaran

bagaimana pembangunan yang terjadi di Kemang diarahkan dan diharapkan serta

mengidentifikasi posisi para aktornya.

Sistematika Pembahasan

Makalah ini terbagi menjadi 4 bab.

Bab 1 Pendahuluan. Bagian ini akan memberi gambaran dan kerangka mengenai apa yang akan

dibahas di halaman-halaman selanjutnya. Terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Persoalan,

Sasaran Studi, Metodologi Studi, dan Sistematika Pembahasan.

Bab 2 Kisah Kasus Kemang. Dalam bab ini dapat ditemukan latar belakang alih fungsi lahan

Kemang dilihat dari kacamata planning, siapa saja stakeholders yang terlibat, dan proses

bagaimana persoalan Kemang ini terangkat ke publik serta respon pemerintah.

Bab 3 Kekuatan Politik Perkotaan dalam Kasus Kemang. Bab ketiga ini akan menyajikan

hasil analisis dan diskusi dengan menggunakan dasar teori Urban regime dan Bringing Power

into Planning Research sebagai kerangka analisis.

Bab 4 Simpulan. Bagian penutup ini dimaksudkan untuk mengikat kembali apa-apa yang telah

ditulis dalam makalah ini.

Page 4: Urban Regime di Alih Fungsi Lahan Kemang Jakarta

Latar Belakang Kasus

Barisan Tempat Usaha di Kawasan Kemang

Sumber : http://properti.kompas.com/read/xml/2009/05/04/20224039/kemang.akan.ganti.wajah

Menurut RTRW DKI Jakarta Tahun 2010, Kawasan Kemang yang terletak di bagian

selatan Jakarta ini ditetapkan sebagai kawasan permukiman. Kawasan ini juga menjadi daerah

resapan air karena tingkat kepadatannya yang cukup rendah. Kawasan dengan kepadatan renda

artinya memiliki koefisien dasar bangunan (KDB) yang juga rendah (Nilai KDB memberi

gambaran luas tentang peresapan air di suatu lahan). Semakin kecil nilai KDB, semakin luas

lahan yang tidak tertutup bangunan. KDB di Kemang hanya 20 persen, berarti seha

lahan yang tidak tertutup bangunan sebanyak 80% dari luas Kemang yang 330 ha.

Akan tetapi saat ini Kemang telah berubah menjadi kawasan komersial kelas atas. Catatan

terbaru Dinas Tata Ruang DKI menyebut, sampai akhir 2008 sekitar 73% lahan da

di Kemang berubah fungsi menjadi kawasan komersial. Padahal, seharusnya hanya 1,5% dari

kawasan ini yang boleh dimanfaatkan untuk membuka toko, pusat bisnis, atau perkantoran. Yang

lebih parahnya, semua pengusaha ini statusnya masih bersifat s

tidak bisa menarik retribusi.

Persoalan perubahan guna lahan ini disebabkan oleh kurangnya kontrol dari pemerintah

sendiri dalam pemberian ijin usaha. Ji

yang diberlakukan di lingkungan kawasan

kelonggaran dalam pemberian izin perubahan fungsi rumah tinggal melalui kebijakan penataan

Kisah Kasus Kemang

Barisan Tempat Usaha di Kawasan Kemang

http://properti.kompas.com/read/xml/2009/05/04/20224039/kemang.akan.ganti.wajah

Menurut RTRW DKI Jakarta Tahun 2010, Kawasan Kemang yang terletak di bagian

selatan Jakarta ini ditetapkan sebagai kawasan permukiman. Kawasan ini juga menjadi daerah

resapan air karena tingkat kepadatannya yang cukup rendah. Kawasan dengan kepadatan renda

artinya memiliki koefisien dasar bangunan (KDB) yang juga rendah (Nilai KDB memberi

gambaran luas tentang peresapan air di suatu lahan). Semakin kecil nilai KDB, semakin luas

lahan yang tidak tertutup bangunan. KDB di Kemang hanya 20 persen, berarti seha

lahan yang tidak tertutup bangunan sebanyak 80% dari luas Kemang yang 330 ha.

Akan tetapi saat ini Kemang telah berubah menjadi kawasan komersial kelas atas. Catatan

terbaru Dinas Tata Ruang DKI menyebut, sampai akhir 2008 sekitar 73% lahan da

di Kemang berubah fungsi menjadi kawasan komersial. Padahal, seharusnya hanya 1,5% dari

kawasan ini yang boleh dimanfaatkan untuk membuka toko, pusat bisnis, atau perkantoran. Yang

lebih parahnya, semua pengusaha ini statusnya masih bersifat sewa sehingga pemerintah pun

perubahan guna lahan ini disebabkan oleh kurangnya kontrol dari pemerintah

sendiri dalam pemberian ijin usaha. Jika dikaitkan dengan kebijakan Pemerintah Provinsi DKI

i lingkungan kawasan-kawasan permukiman tersebut, adanya bentuk

kelonggaran dalam pemberian izin perubahan fungsi rumah tinggal melalui kebijakan penataan

4

http://properti.kompas.com/read/xml/2009/05/04/20224039/kemang.akan.ganti.wajah

Menurut RTRW DKI Jakarta Tahun 2010, Kawasan Kemang yang terletak di bagian

selatan Jakarta ini ditetapkan sebagai kawasan permukiman. Kawasan ini juga menjadi daerah

resapan air karena tingkat kepadatannya yang cukup rendah. Kawasan dengan kepadatan rendah

artinya memiliki koefisien dasar bangunan (KDB) yang juga rendah (Nilai KDB memberi

gambaran luas tentang peresapan air di suatu lahan). Semakin kecil nilai KDB, semakin luas

lahan yang tidak tertutup bangunan. KDB di Kemang hanya 20 persen, berarti seharusnya luas

lahan yang tidak tertutup bangunan sebanyak 80% dari luas Kemang yang 330 ha.

Akan tetapi saat ini Kemang telah berubah menjadi kawasan komersial kelas atas. Catatan

terbaru Dinas Tata Ruang DKI menyebut, sampai akhir 2008 sekitar 73% lahan dan permukiman

di Kemang berubah fungsi menjadi kawasan komersial. Padahal, seharusnya hanya 1,5% dari

kawasan ini yang boleh dimanfaatkan untuk membuka toko, pusat bisnis, atau perkantoran. Yang

ewa sehingga pemerintah pun

perubahan guna lahan ini disebabkan oleh kurangnya kontrol dari pemerintah

ka dikaitkan dengan kebijakan Pemerintah Provinsi DKI

kawasan permukiman tersebut, adanya bentuk

kelonggaran dalam pemberian izin perubahan fungsi rumah tinggal melalui kebijakan penataan

Page 5: Urban Regime di Alih Fungsi Lahan Kemang Jakarta

5

ruang turut mendorong terjadinya alih fungsi, seperti yang terlihat dalam Instruksi Gubernur

Nomor 77 Tahun 1997 tentang status quo penerbitan usaha di kawasan Kemang.

Selain itu, izin prinsip dari masing-masing instansi menjadi faktor yang mempercepat

pertumbuhan kegiatan usaha. Rendahnya peran koordinasi antar-institusi yang berwenang dalam

bidang perizinan dan pengendalian diperkirakan turut mempercepat proses dominasi dalam

perubahan fungsi rumah tinggal menjadi tempat usaha. Alih fungsi guna lahan ini disebabkan

oleh terjadinya kenaikan nilai jual obyek pajak (NJOP) akibat perubahan fungsi kawasan. Dengan

demikian, memang lebih untung menjadikan rumah tinggal sebagai lahan usaha yang lebih

produktif karena ini dapat menutupi biaya yang harus mereka keluarkan untuk membayar pajak.

Akan tetapi inilah yang kemudian menjadi awal mula timbulnya protes warga di lingkungan

permukiman elit di Jakarta ini.

Sejarah Kawasan Kemang

Pada tahun 1950-an kawasan Kemang masih merupakan daerah perkebunan. Disini

banyak dijumpai pohon bernama Kemang (Mangifera Kemangcaecea) sehingga kemudian

kawasan ini dikenal dengan sebutan itu. Tahun 1960-an, mulai berkembang permukiman yang

ditinggali oleh penduduk Betawi.

Tahun 1970-an, ekspatriat mulai masuk ke areal permukiman di Kemang (tahap penetrasi).

Posisi yang strategis mejadikan kawasan ini lokasi incaran orang-orang asing yang bertempat

tinggal di Jakarta. Masuknya para pekerja asing itu diikuti dengan pertumbuhan layanan

kebutuhan bagi mereka seperti hotel, restoran, kafe, dan minimarket mulai tahun 1980-an (tahap

invasi).

Tahap selanjutnya, dengan semakin menariknya lokasi, terjadi perubahan dominasi

proporsi fungsi, yaitu fungsi lama (permukiman) berubah menjadi fungsi baru ke bentuk

nonpermukiman. Akhirnya terjadilah suksesi, yaitu penggantian sama sekali dari suatu fungsi

lama ke fungsi baru. Karena adanya peningkatan kegiatan komersial ini maka beban jalan pun

meningkat karena semakin banyak kendaraan yang melalui kawasan Kemang. Wajah Kemang

telah bermetamorfosis sedemikian rupa sehingga sampai saat ini jalan yang membentang

sepanjang 3 kilometer itu ditumbuhi puluhan bahkan mungkin ratusan cafe, resto, dan rumah

makan. Daerah Kemang kini lebih dikenal sebagai the most popular hangout places yang

menyuguhkan musik hingar-bingar di malam hari.

Page 6: Urban Regime di Alih Fungsi Lahan Kemang Jakarta

6

Saat ini beberapa rumah tinggal lama di kawasan tersebut telah disulap menjadi bar,

restoran, factory outlet, kantor cabang bank tertentu, studio foto, dan lainnya. Tumbuh

kembangnya usaha-usaha jasa di lingkungan perumahan ini secara tidak langsung berdampak

terhadap tata keseimbangan lingkungan tempat tinggal. Tiap malam, kebisingan meliputi

kawasan ini. Berbagai perilaku pengunjung bar, restoran dan tempat-tempat yang buka saat

malam hari di Kemang pun mengganggu kenyamanan mereka.

Kemacetan parah yang terjadi akibat alih fungsi ini memperpanjang waktu tempuh

kendaraan mereka keluar maupun masuk Kemang. Dulu, sebelum kawasan komersial

mendominasi guna lahan Kemang, hanya perlu waktu sekitar 30 menit untuk berkendara keluar

dari daerah ini. sekarang, paling tidak perlu waktu 1 jam lebih untuk itu. Jalan utama Kemang

yakni dari Kemang Raya ke Ampera selebar 6-8 meter sudah tidak cukup lagi menanggung beban

aksesibilitas kendaraan yang melaluinya.

Selain itu, alih fungsi lahan yang tidak memperhatikan keseimbangan lingkungan hidup

ini juga turut berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi di Jakarta. Tiap tahun,

banjir yang melanda daerah Kemang semakin parah karena tata saluran air di kawasan ini

terbilang buruk. Saat hujan datang, banyak ruas di sepanjang Jalan Kemang Raya berubah

menjadi genangan air.

Stakeholders yang Terlibat

Stakeholders yang terlibat dalam kasus Kemang ini dapat digolongkan menjadi 3 yaitu,

penghuni permukiman di Kemang sebagai pihak yang merasa terganggu, pelaku usaha sebagai

pihak yang mendapat penghidupan dari komersialisasi kawasan, dan terakhir, pemerintah sebagai

pengambil kebijakan. Menariknya, dalam kasus ini masyarakat sebagai pihak yang merasa

dirugikan tidak diwakili ataupun didukung oleh LSM, namun mereka berjuang menyuarakan

aspirasi mereka secara mandiri dengan membentuk suatu suara (baca:koalisi) warga kemang.

Interaksi yang dilakukan oleh para stakeholder ini adalah melalui pelemparan opini dan berita di

media-media di Jakarta. Sampai saat ini belum terdengar kabar adanya pertemuan tatap muka dan

diskusi antara ketiga pihak tersebut.

Masyarakat yang tinggal di Kawasan Kemang ini kebanyakan merupakan orang-orang

yang cukup kaya serta berpendidikan tinggi seperti ekspatriat, duta besar, dokter, dan lainnya.

Mereka merasa terganggu dengan maraknya kegiatan komersial di sekitar tempat tinggal mereka

Page 7: Urban Regime di Alih Fungsi Lahan Kemang Jakarta

7

karena menimbulkan kemacetan, kebisingan dan membuat banjir yang melanda Kemang semakin

parah tiap tahunnya. Hal ini mengganggu kenyamanan mereka tinggal di Kawasan Kemang yang

memang sejak semula diperuntukkan sebagai kawasan permukiman ini.

Menariknya, seringkali dalam kasus alih fungsi lahan terutama di permukiman kelas

bawah, LSM akan tampil sebagai mediator. Sedangkan dalam kasus Kemang ini, masyarakat

yang merasa dirugikan tampil mandiri tanpa LSM.

Sedangkan di sisi lain para pelaku usaha memperoleh keuntungan dengan terjadinya alih

fungsi lahan dan ijin usaha yang mudah diperoleh. Pemerintah pun tidak bisa menarik retribusi

pada mereka karena status lahannya masih sewa. Dengan adanya rencana pemerintah DKI Jakarta

untuk benar-benar mengubah Kawasan Kemang menjadi kawasan komersial maka para pelaku

usaha akan semakin diuntungkan karena ini akan memperlancar kegiatan usaha mereka sekaligus

meningkatkan keuntungan yang mereka peroleh.

Pihak pemerintah terdiri dari DTK, P2B, Pemkot, Pemda DKI, dan Dinas Pariwisata.

Dari kegiatan usaha ini, pemerintah tentu mendapatkan keuntungan yang tidak sedikit, terutama

dari pengadaan ijin kegiatan usaha di Kawasan Kemang. Apalagi jika pelaku usaha harus

membayar sejumlah besar denda, semakin banyak keuntungan yang akan diperoleh.

Proses Terangkatnya Kasus Kemang di Publik

Warga permukiman Kemang yang merasa terganggu oleh maraknya kegiatan komersial di

sekitar tempat tinggal mereka ini kemudian menyampaikan gugatannya di media. Media yang

memuat reaksi keras para warga ini sebagian besar merupakan media high-class seperti Jakarta

Post, Kompas, dan Republika. Tanggapan pemerintah maupun pelaku usaha pun ternyatakan

lewat media. Memang sampai saat ini interaksi antar aktor yang berkepentingan dalam kasus alih

fungsi lahan Kemang ini masih tidak langsung, baru terlihat sebatas lewat media.

Government responses

Ijin usaha yang diberikan di Kawasan Kemang sebenarnya hanya berlaku selama 10 tahun.

Ketika pada tahun 1990an, ijin tersebut habis ternyata tetap belum ada yang menghentikan

kegiatan usahanya dan pindah. Pemerintah pun tidak melakukan penertiban saat itu. Sekitar tahun

2000, akhirnya dilakukan penertiban berupa penyegelan di beberapa tempat usaha yang dibuka di

kawasan Kemang. Namun, pada perkembangannya harus diakui bahwa pemerintah tidak kuasa

Page 8: Urban Regime di Alih Fungsi Lahan Kemang Jakarta

8

membendung perubahan Kemang yang begitu cepat sehingga usaha penertiban ini berhenti.

Ketika kemudian isu ini booming kembali pada tahun ini, respons pemerintah terbilang cukup

cepat (karena permasalahan ini sebenarnya memang sudah mencuat sejak beberapa dekade lalu)

walaupun saling bertentangan satu sama lain.

Pada 1999, Surat Keputusan Gubernur DKI Nomor 140 tentang Kampung Kemang

sebagai kampung modern keluar. Isinya adalah izin bagi tempat usaha yang berlokasi di sebagian

kawasan Kemang dan telah didata pada 22 Januari 1998. Kepala Dinas Tata Ruang Wiriyatmoko

mengatakan, pemerintah akan menata Kemang menjadi kawasan bisnis dan hunian seperti Kuta

Bali. Wiriatmoko juga mengatakan bahwa mereka telah melakukan pengkajian dan hasilnya

pihaknya tidak akan menertibkan kawasan Kemang yang sekarang telah dipenuhi oleh jejeran

kafe, restoran, pub, bar, dan hotel, ke peruntukan semula yakni perumahan (pemutihan).

Pengelola bangunan diizinkan melakukan kegiatan usaha (Surat Keputusan Gubernur DKI

Nomor 140/1999 tentang Kampung Kemang) namun harus membayar denda sesuai yang

ditetapkan dalam Perda Nomor 1/2006 tentang Retribusi Daerah. Hitungan denda terdiri atas

berapa meter lahan yang dihuni, perubahan fungsi bangunan, lokasi, dan lama bangunan itu

berdiri.

Akan tetapi Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo justru membantah rencana pemutihan

kawasan Kemang Jakarta Selatan. Ia justru menyatakan bahwa untuk mengatasi masalah alih

fungsi guna lahan Kemang ini, akan dilakukan penataan kawasan elit itu secara proporsional,

yang artinya tetap dilihat mana guna lahan yang bisa diizinkan dan mana yang tidak. Bangunan

yang difungsikan untuk aktivitas bisnis akan dikaji lebih lanjut. Bukan tak mungkin bangunan

tersebut dikembalikan fungsinya sebagai rumah tinggal jika terbukti menyalahi aturan.

Peruntukan lahan permukiman masih harus diperhatikan dan dipertahankan karena masih cukup

banyak menyebar di Kemang.

Jika ditelusuri dari media dan forum lain, salah satu alasan mengapa pengembalian fungsi

guna lahan Kemang dari komersial menjadi permukiman dipandang sangat sulit –terutama oleh

pemerintah daerah– adalah karena image yang sudah sedemikian melekatnya pada Kemang

sebagai kawasan high class dan creative industry di Jakarta. Namun seberapa banyaknya pun

alternatif pilihan kebijakan yang mungkin diambil pemerintah, keputusannya akan terlihat di

RTRW DKI Jakarta terbaru yang akan memuat kebijakan pemerintah tentang kawasan Kemang.

Page 9: Urban Regime di Alih Fungsi Lahan Kemang Jakarta

9

Kekuatan Politik Perkotaan dalam Kasus Kemang

Rezim yang Terjadi

Stone mendefinisikan rezim sebagai “an informal yet relatively stable group with access

to institutional resources that enable it to have a sustaned role in making governing decisions.

Selanjutnya pada artikel yang lain disebutkan bahwa rezim adalah “the informal arrangement by

which public bodies and private interests function together in order to be able to make and carry

out governing decisions” (Stone 1989, 6). Berdasarkan dua definisi tersebut maka sebuah rezim

dapat terjadi karena adanya suatu koalisi secara informal antara pihak publik yang diwakili oleh

pemerintah dan pihak swasta atau pengusaha. Selanjutnya, regime theory ini fokus pada proses

yang terjalin antara pihak pemerintah dan mediasi daripada hubungan antara pemerintah dengan

warganya. Teori ini mampu menganalisis perubahan ekonomi kota yang terjadi sesuai dengan

contoh kasus studi.

Pada kasus studi tentang perubahan fungsi lahan dari perumahan menjadi komersial

menunjukkan adanya perubahan ekonomi kota Jakarta. Hal ini menyebabkan munculnya regime

baru yaitu symbolic regimes. Kemunculan regime ini diindikasikan oleh beberapa indikator yang

merupakan indikator dari symbolic regimes. Pertama, adanya perubahan ideologi kota ataupun

image kota yang ditandai dengan kenaikan nilai jual obyek pajak (NJOP). Kenaikan NJOP ini

memicu perubahan fungsi lahan dari rumah tinggal menjadi komersial karena akan lebih

menguntungkan. Bila dipandang dari segi pemerintah kota, kebijakan untuk menaikkan NJOP ini

mengindikasikan pergeseran image yang ingin dimunculkan terhadap Kemang dari kawasan

permukiman menjadi kawasan komersial. Perubahan image ini berhasil terjadi dengan naiknya

angka alih fungsi lahan dari hunian menjadi komersial. Hanya saja pemerintah tidak

mengantisipasi kemungkinan lain yang terjadi dari perubahan ini dan terbukti dengan banyaknya

protes warga.

Kondisi ini sesuai dengan definisi awal dari suatu rezim yang sebagai hubungan antara

pemerintah dan beberapa pihak yang berkepentingan dengan mengabaikan hubungan antara

pemerintah dengan warganya. Hal ini pulalah yang mengindikasikan kemunculan suatu regime

baru. Sebuah regime yang terbangun antara pemerintah kota dengan para pengusaha yang

berkepentingan untuk membangun ekonomi kota Jakarta. Jenis rezim ini memungkinkan

pengarahan citra yang ingin dibentuk oleh pemerintah kota sebagai pihak yang bertanggungjawab

Page 10: Urban Regime di Alih Fungsi Lahan Kemang Jakarta

10

untuk mengarahkan perkembangan kota. Citra yang dibentuk akan disesuaikan dengan jenis

pertumbuhan ekonomi seperti apa yang diharapkan terjadi dan sasaran investor seperti apa yang

ingin dipilih. Jika dilihat dari kasus Kemang menunjukkan adanya kesan bahwa para investor

yang diharapkan oleh Pemerintah Kota Jakarta adalah mereka yang bermodal besar. Tipe investor

ini sesuai dengan penduduk yang tinggal disana dan tergolong ke dalam masyarakat kaya

sehingga fasilitas-fasilitas yang dibangun disesuaikan dengan gaya hidup mereka. Kawasan ini

juga diarahkan menjadi tempat komersial untuk kalangan menengah ke atas.

Selanjutnya, indikasi kedua yang membuat penulis mengklaim telah terjadi symbolic

regimes adalah motivasi utama dari para aktor yang terlibat. Motivasi utama dari pemerintah

sebagai salah satu partisipan adalah expressive politics. Motivasi ini dipicu oleh keputusasan

mereka akan tingkat pertumbuhan ekonomi yang menurun dan angka pengangguran meningkat.

Dalam kasus Kemang, kondisi ini ditunjukkan oleh pengabaian penertiban kawasan komersial

yang berkembang secara cepat. Pada Tahun 1999 juga diterbitkan Surat Keputusan Gubernur

DKI Nomor 140 tentang Kampung Kemang sebagai kampung modern sebagai indikasi

keputusasaan pemerintah akan perkembangan ekonomi yang terjadi. Surat tersebut berisi izin

bagi tempat usaha yang berlokasi di sebagian kawasan Kemang dan telah didata pada 22 Januari

1998. Saat itu Kepala Dinas Tata Ruang Wiriyatmoko mengatakan, pemerintah akan menata

Kemang menjadi kawasan bisnis dan hunian seperti Kuta Bali. Keputusasaan ini juga dipicu oleh

krisis moneter yang berkepanjangan di Indonesia. Sebaliknya, dari segi pengusaha sebagai

partisipan lainnya yang turut membangun rezim ini menganggap pencitraan baru bisa membuka

peluang usaha khususnya bagi para pengusaha yang mengutamakan kekhasan wilayah seperti

tempat hiburan dan tempat makan.

Masyarakat Kemang sebenarnya juga tidak bisa dikatakan sebagai murni korban dalam

kasus yang terjadi. Sebenarnya mereka juga mendapat keuntungan dari proses pembangunan

rezim tersebut. Citra baru sebagai kawasan komersial akan menambah fasilitas permukiman

mereka. Keuntungan utama yang mereka dapat adalah meningkatnya nilai jual lahan yang mereka

miliki walaupan ada beberapa konsekuensi yang harus dibayar berupa kebisingan, degradasi nilai

sosial, dan menurunnya jaminan keamanan. Jadi, ada kesamaan motivasi diantara para partisipan

yang terlibat yaitu mendukung adanya perubahan citra Kemang dengan pembangunan walaupun

jenis pembangunan yang diharapkan berbeda (hunian vs komersial).

Page 11: Urban Regime di Alih Fungsi Lahan Kemang Jakarta

11

Dan yang terakhir, rezim ini terbentuk karena adanya kebutuhan untuk menyokong

pertumbuhan penduduk yang tinggi, hierarki pelayanan pemerintah yang lebih tinggi, dan atau

kebutuhan usaha berskala nasional, bahkan internasional. Dimana Kemang tak hanya melayani

penduduk Kotamadya Jakarta Selatan tetapi juga penduduk DKI Jakarta. Kesemua kondisi ini

merupakan kondisi yang terjadi di kawasan Kemang sebagai bagian dari ibu kota negara

Indonesia yaitu Jakarta.

Planning In Power Research

Where are we going with planning?

Perencanaan yang saat ini sedang dikembangkan oleh pemerintah merupakan sebuah

perencanaan yang berorientasi pada pembangunan di bidang ekonomi. Segala kebijakan

pemerintah dibuat untuk mendukung tujuan tersebut. Hal ini terbukti dengan kasus Kemang. Alih

fungsi lahan dari hunian menjadi komersial membuktikan kemana perencanaan ini sebenarnya

diarahkan. Apalagi adanya aturan yang mengijinkan berkembangnya kegiatan komersial di

daerah ini berupa Surat Keputusan Gubernur DKI Nomor 140 tentang Kampung Kemang sebagai

kampung modern. SK ini adalah bukti nyata arah pembangunan kota yang memprioritaskan

kepentingan ekonomi setelah sikap pembiaran pemerintah kota atas ijin usaha yang habis dan

kenaikan NJOP. Berdasarkan sejarah atas kasus studi, dapat diindikasikan bahwa perencanaan

dijadikan sebagai alat untuk membetuk rezim baru yang berorientasi pada kepentingan ekonomi.

Who gains and who loses?

Sempat disebutkan dalam bahasan regime theory, tidak ada pihak yang benar-benar murni

dirugikan ataupun diuntungkan karena pada akhirnya semua pihak mendapat keuntungan dari

pembangunan di Kemang. Namun pasti ada pihak yang menderita kerugian yang lebih besar

daripada pihak yang lain. Pihak yang rugi itu adalah masyarakat yang tidak merasakan

kenyamanan lagi hidup di Kemang dan pemerintah yang rugi sendiri akibat ketidaktegasannya

dalam memberi izin. Pihak yang diuntungkan, dapat ditebak, adalah para pengusaha yang

mendapat banyak kemudahan dan profit di Kemang.

Masyarakat tentunya membutuhkan kawasan komersial di lingkungan permukiman

mereka agar mereka dapat memenuhi kebutuhannya dengan segera. Namun yang mereka

sayangkan adalah degradasi kenyamanan permukiman yang menjadi dampak dari kegiatan

Page 12: Urban Regime di Alih Fungsi Lahan Kemang Jakarta

12

komersial yang berkembang terlampau luas. Alasan inilah yang mendasari mereka untuk

menggugat dan menempatkan diri di posisi pihak yang loses di mata publik. Hal lain yang dapat

disorot dari masyarakat adalah sebenarnya berkat pembangunan kawasan komersial pula citra

kawasan Kemang menjadi semakin elit dan harga lahan pun menjadi tinggi di sana. Bagi

masyarakat Kemang, tentunya kenaikan harga lahan adalah hal yang patut disyukuri. Bagi

masyarakat di luar Kemang yang mampu membeli lahan rumah di Kemang, tentunya memiliki

lahan di Kemang adalah suatu hal yang prestisius. Namun bagi masyarakat di luar Kemang yang

tidak mampu membeli lahan rumah di Kemang, tentunya adalah hal yang sangat disayangkan dan

semakin menciptakan kesenjangan antar golongan kelas secara ekonomi.

Pihak lainnya yang sebenarnya loses, adalah pemerintah sendiri sebagai pengambil

kebijakan dan pemberi izin. Sebenarnya pemerintah tentu mendapatkan keuntungan yang tidak

sedikit dari pengadaan ijin kegiatan usaha di Kemang. Apalagi jika pelaku usaha nantinya

diwajibkan membayar sejumlah besar denda, semakin banyak keuntungan yang akan diperoleh.

Namun pemerintah pun mengalami kerugian karena tidak dapat menarik retribusi dan pajak

kegiatan usaha selama kurang lebih 30 tahun berdirinya kawasan komersial di Kemang. Hal yang

tidak kalah merugikannya adalah tercorengnya citra pemerintah akibat ketidaktegasan dalam

memberi izin dan menerapkan rencana tata ruang yang akhirnya membuat masyarakat semakin

berpikir bahwa pemerintah jaman ini hanya berfokus pada keuntungan ekonomi jangka pendek.

Di lain pihak, pengusaha merasa diuntungkan dengan kelonggaran pemberian izin usaha

selama ini. Lagipula jika benar Kemang akan dijadikan kawasan komersial, kebijakan tersebut

akan memuluskan jalan para pengusaha untuk meraup keuntungan yang semakin besar.

Sayangnya tempat-tempat usaha, yang dibangun para pengusaha satu per satu tanpa terintegrasi,

di Kemang lupa memperhitungkan bahwa saat kawasan komersial begitu luas, dampak bagi

lingkungan permukiman di sekitar pun ikut bertambah besar.

Is the development desirable?

Jika dilihat dari apa yang saat ini terjadi di Kemang, dimana tempat usaha begitu

menjamur di sepanjang kawasan, pembangunan ini jelas tidak diharapkan. Bagaimanapun juga

pembangunan kawasan komersial besar-besaran di Kemang adalah hal yang tak pernah

direncanakan dalam RTRW DKI 2010. Kegiatan komersial Kemang yang awalnya direncanakan

hanya sebesar 15% sekarang malah membludak menjadi 73%. Pembangunan yang berlebihan

Page 13: Urban Regime di Alih Fungsi Lahan Kemang Jakarta

13

seperti ini tentunya tidak diharapkan. Masyarakat mengharapkan kawasan komersial yang

terbatas di lingkungan permukiman, tidak bising, tidak menimbulkan kemacetan, dan tidak

memperparah banjir.

Namun pihak pengusaha merasa bahwa kawasan seperti inilah yang mereka butuhkan

untuk mengembangkan usahanya. Perijinan yang longgar dan kebebasan dari retribusi maupun

pajak sungguh menyenangkan bagi mereka. Iklim usaha seperti inilah yang mereka harapkan.

What should be done?

Jelas terlihat, pembangunan kawasan komersial di Kemang pasti didukung oleh pihak-

pihak yang memperoleh keuntungan darinya, dan ditentang oleh pihak-pihak yang menanggung

dampak buruknya. Tinggal pemerintah yang dapat menentukan kemana arah pembangunan

kawasan Kemang dibawa, akan menggunakan rasionalitas siapa, masyarakat atau pelaku usaha.

Kebijakan yang diambil harus dipertimbangkan dengan matang karena jika pada akhirnya

yang terjadi di Kemang ini diberi semacam dispensasi maka bukan tidak mungkin kawasan lain

yang guna lahannya juga berubah akan menuntut hal yang sama. Dengan adanya pemutihan ini,

sama saja artinya pemerintah berusaha melegalkan kesalahan yang dibuat sendiri.

Dengan adanya rencana perubahan guna lahan Kawasan Kemang, Pemprov DKI Jakarta

terbukti tidak konsisten melaksanakan aturan yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang dan

Wilayah (RTRW) 2010. Tahun depan, RTRW 2010 akan berakhir dan akan dibentuk Rencana

Umum Tata Ruang (RUTR) 2020. Jika perubahan peruntukan ini jadi disahkan, berarti ada

pengaturan wilayah yang berbeda lagi setelah 2010. Jakarta akan semakin semrawut karena

ketidakkonsistenan Pemprov DKI.

Solusi yang paling memungkinkan melihat kondisi kawasan Kemang yang sudah semakin

didominasi kegiatan komersial seperti ini setidaknya, peruntukan kawasan komersial bisa

diterapkan hanya pada kawasan yang telah berkembang menjadi pusat tempat usaha sedangkan

kawasan lain tetap dipertahankan sebagai perumahan. Tentunya denda harus tetap dikenakan bagi

para pengusaha yang sudah mengabaikan dan menyalahi aturan. Nominal denda pun baiknya

dibuat cukup besar untuk membuat mereka jera.

Page 14: Urban Regime di Alih Fungsi Lahan Kemang Jakarta

14

Simpulan

Kelonggaran pemerintah dalam memberi izin usaha di Kawasan Kemang sebenarnya

semakin mengangkat citra dan prestige kawasan tersebut. Kampung Betawi yang kemudian

dikenal sebagai hunian para ekspatriat itu sekarang memiliki citra baru sebagai the most popular

hangout places, yang selalu produktif di kala pagi, siang, sore, malam, dan bahkan tengah malam.

Pemberian izin yang longgar itu tentu saja tidak terjadi serta-merta, penulis

mengidentifikasi adanya suatu symbolic regime yang terjadi. Ada 4 indikasi, yaitu adanya

hubungan antara pemerintah dan beberapa pihak yang berkepentingan dengan mengabaikan

hubungan antara pemerintah dengan warganya, adanya perubahan ideologi kota ataupun image

kota, motivasi utama dari para aktor yang terlibat, adanya kebutuhan untuk menyokong

pertumbuhan penduduk yang tinggi, hierarki pelayanan pemerintah yang lebih tinggi, dan atau

kebutuhan usaha berskala nasional, bahkan internasional.

Perencanaan dan pembangunan di Kemang ini diarahkan oleh para pelaku urban regime

itu untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Sayangnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi

membawa dampak negatif sehingga masyarakat tampil sebagai pihak yang dirugikan sedangkan

di lain sisi pihak pengusaha menikmati keuntungannya. Bahkan pemerintah yang awalnya

merupakan koalisi dari symbolic regime yang terjadi pun sebenarnya mengalami kerugian. Tentu

saja bukan pembangunan yang menyalahi RTRW dan membawa banyak dampak buruk seperti

ini yang diharapkan. Untuk itu perlu adanya evaluasi dan penyesuaian rencana, mencari solusi

terbaik yang sesuai dengan kondisi Kemang saat ini. Sungguh, pemutihan bukanlah ide yang

bagus dan malah akan mengesankan pemerintah ingin menyelamatkan muka sendiri padahal

tidak selamat. Alangkah baiknya jika pemerintah dapat mengambil kebijakan yang bijak,

berorientasi tata ruang jangka panjang, dan komprehensif.

Solusi yang penulis ajukan adalah peruntukan kawasan komersial bisa diterapkan hanya

pada kawasan yang telah berkembang menjadi pusat tempat usaha tanpa melupakan denda yang

harus dibayar oleh para pengusaha itu sedangkan kawasan lain tetap dipertahankan sebagai

perumahan.